Prosiding Semirata 2015 bidang MIPA BKS-PTN Barat Universitas Tanjungpura Pontianak Hal 123 - 134
KEANEKARAGAMAN TUMBUHAN DI HUTAN EVERGREEN TAMAN NASIONAL BALURAN, SITUBONDO, JAWA TIMUR Suci Siti Lathifah1*, Rifa Rahmaniah1, Reni Yuliani1, Resa Rosari N1, dan Arif Fathurrahman1 Program Studi Pendidikan Biologi Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Pakuan, Bogor PO BOX 452
[email protected] ABSTRAK Keanekaragaman tumbuhan adalah bentuk kekayaan yang dimiliki oleh hutan Indonesia.Keragaman juga bermanfaat bagi kelanjutan kehidupan di bumi.Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menentukan komposisi dan keragaman spesies tumbuhan di Taman Nasional Baluran, Situbondo, Jawa Timur. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa tamanan Emprit-empritan (Eragrostis amabilis) mendominasi tingkat pertumbuhan semai dengan indeks nilai penting (INP) dari 46,06%, sedangkan untuk tingkat belta tumbuhan yang mendominasi adalah Mimicilon edule dengan nilai Indeks Nilai Penting (INP) 50,69 % dan pohon yang mendominasi adalah Gebang (Corypa utan) dengan nilai INP 112,8%. belta memiliki indeks keanekaragaman, kekayaan, dan kemerataan paling tinggi dibandingkan dengan pohon dan semai. keragaman tanaman dipengaruhi oleh faktor lingkungan abiotik, f aktor ini merupakan bagian integral dari keanekaragaman tumbuhan di dunia. Kata Kunci: Keanekaragaman tumbuhan, Hutan evergreen, Taman Nasional Baluran 1. PENDAHULUAN Alam Indonesia terdiri dari berbagai daratan dan perairan yang membentuk ekosistem nusantara, yang membentang dari Sabang sampai Merauke.Ekosistem tersebut mempunyai suatu relung ekologi yang khas seperti ekosistem hutan.Letak geografis Indonesia yang berada pada 60LU-110LS dan 950-1400BT.Serta diantara benuabenua Asia dan Australia, mengakibatkan adanya zona vegetasi hutan dan tipe-tipe hutan yang berbeda [6]. Perbedaan tipe hutan tersebut menghadirkan pola keanekargaman dan struktur spesies vegetasi hutan yang kompleks.Spesies vegetasi hutan erat kaitannya dengan faktor biotik dan abiotik. Keanekaragaman jenis tumbuhan adalah bervariasinya tingkat genetik pada berbagai jenis tumbuhan dalam suatu area Keberadaan tanaman di dalam suatu ekosistem memilki pengaruh besar terhadap ketersediaan oksigen bagi makhluk hidup di bumi. Keanekargaman tumbuhan pada suatu ekosistem memberikan keunikan bagi ekosistem tersebut.Selain fungsi secara fisiologis, beberapa jenis tumbuhan telah
123
Prosiding Semirata 2015 bidang MIPA BKS-PTN Barat Universitas Tanjungpura Pontianak Hal 123 - 134
diidentifikasi sebagai jenis tumbuhan yang dapat dimanfaatkan sebagai bahan pangan, tumbuhan obat, dan sebagai sumber energy alternatif. Taman Nasional Baluran memiliki lebih dari satu ekosistem alami yang memberikan kekayaan dan cirri khas tersendiri. Hutan evergreen merupakan salah satu ekosistem yang terdapat di Taman Nasional Baluran dan termasuk ke dalam hutan hujan pegunungan. Hutan ini memilki keunikan yaitu selalu hijau sepanjang tahun. Tumbuhan bawah atau semai pada suatu ekosistem berfungsi sebagai penahan pukulan air hujan dan aliran permukaan sehingga meminimalkan bahaya erosi. Sedangkan keberadaan tumbuhan pohon tidak hanya memberikan fungsi secara ekologis melainkan memberikan nilai ekonomi bagi negara. Penelitian
mengenai
keanekaragaman
tumbuhan
ini
dapat
membantu
mengumpulkan informasi jenis tumbuhan dari berbagai tahap pertumbuhan.Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji komposisi dan tingkat keanekargaman tumbuhan di hutan evergreen Taman Nasional Baluran, Situbondo, Jawa Timur. 2. METODE PENELITIAN 2.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di hutan evergreen yang merupakan bagian ekosistem Taman Nasional Baluran, Situbondo, Jawa Timur.Waktu penelitian dimulai dari 3 juni 2014 sampai dengan 4 juni 2014. 2.2 Alat dan Bahan Alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah thermometer, hygrometer, pita ukur, pita meter, patok, tali rapia, alat tulis, tally sheet, pH meter, dan kamera digital. 2.3 Teknik Pengambilan Data Pengambilan data dilakukan dengan menganalisis vegetasi tumbuhan dengan carajalur/garis berpetak. Dibuat tiga buah transek, masing-masing transek berukuran 50 x 50 m dengan interval dari satu transek ke transek lainnya 10 m. Transek dibuat sebanyak tiga buah, 2 buah transek diletakan dibatas hutan evergreen dan 1 transek diletakan di bagian tengah kawasan evergreen. Pada setiap transek penelitian dibuat plot dengan ukuran yang berbeda yaitu 10 x 10 m (data pohon) sebanyak 3 buah, 5 x 5 m (data belta) sebanyak 3 buah dan plot ukuran 2 x 2 m (data semai/herba) sebanyak 3 buah.
124
Prosiding Semirata 2015 bidang MIPA BKS-PTN Barat Universitas Tanjungpura Pontianak Hal 123 - 134
Gambar 1. Desain petak pengamatan menggunkan Layot Out Kombinasi Antara Jalur dan Cara Garis Berpetak (Soerianegara dan Indrawan, 2012). Pengukuran faktor abiotik dilakukan disekitar plot dengan menggunakan alat hygrometer untuk mengukur kelembaban, thermometer untuk pengukuran suhu, dan pH meter untuk mengukur Ph tanah. 2.4 Analisis Data Untuk mengetahui gambaran tentang komposisi tumbuhan dan data ekologi tumbuhan dilakukan perhitungan terhadap parameter yang meliputi indeks nilai penting, indeks dominansi , indeks kergaman jenis, kemerataan jenis, keragaman dan kekayaan jenis. a. Indeks Nilai Penting Dalam penelitian ini nilai INP dihitung dengan rumus [5]: INP = KR+FR (Untuk semai dan belta) INP = KR+FR+DR (Untuk pohon) Rumus yang digunakan dalam analisis data
a. Kerapatan (K)
DR =
K=
b. Kerapatan Relatif (KR) KR
c. Frekuensi (F) F =
d. Frekuensi Relatif (FR) FR =
e. Dominansi (D) D =
f. Dominansi Relatif (DR) 125
Prosiding Semirata 2015 bidang MIPA BKS-PTN Barat Universitas Tanjungpura Pontianak Hal 123 - 134
b. Indeks Kekayaan dari Marglef Rumus yang digunakan untuk analisis R1adalah: R1 Dimana : R1 = Indeks Marglef S
= Jumlah jenis
N
= Jumlah total individu
c. Indeks Keragaman dari Shanon-Winner Rumus yang digunakan untuk analisis H’ adalah:
H’
In
]
Dimana : H’
= Indeks keragaman Shanon-wiener
S
= Jumlah jenis
ni
= Jumlah individu jenis ke-i
N
= Total seluruh jenis
d. Indeks Kemerataan Rumus yang digunakan untuk analisis E adalah:
E Dimana : H’= Indeks keanekaragaman Shanon -Wieners S= Jumlah Jenis E = indeks Kemerataan 3. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil penelitian menunjukan komposisi jenis tumbuhan pada tingkat semai terdiri dari 15 jenis,belta 12 jenis tumbuhan, dan pada tingkat pohon ditemukan 9 jenis tumbuhan. Perbandingan jumlah jenis di gambarkan dalam bentuk histogram di bawah ini.
126
Prosiding Semirata 2015 bidang MIPA BKS-PTN Barat Universitas Tanjungpura Pontianak Hal 123 - 134
Gambar 2. Perbandingan jumlah jenis tumbuha yang ditemukan pada berbagai tingkat pertumbuhan
Total jenis yang ditemukan pada masing-masing tingkat pertumbuhan yaitu, semai, belta, dan pohon secara terperinci disajikan dalam tabel 1 untuk tingat semai, tabel 2 untuk tingkat belta dan tabel 3 untuk tingkat pohon. Hasil analisis data diketahui nilai kekayaan jenis, kemerataan jenis, keragaman jenis, dan dominansi untuk setiap tingkat pertumbuhan tersaji dalam tabel 4.
Tabel 1. Tumbuhan dominansi pada tingkat pertumbuhan semai. No
Nama Spesies
KR %
FR %
INP %
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15
Liana ( Derris elliptica ) Apring-Apringan (Eragrostis sp) Kesambi (Schleichera oleosa) Emprit-empritan (Eragrostis amabilis) Jarong (Acerantus aspera) Tapak Kuda (Ipomoea pes-caprae) Kirayap Rabet (Combretum indicum) Rayutan (Jacquemontia paniculata) Chapau (Vremnaorym bus) Pancawarna (Hibiscus sp) Delimahutan (Punica sp) Timungu (Kleinhopia hospita) Lantepan (Dicliptera canescens) Kencuran (Caparis micacantra)
28,45 18,64 0,75 34,52 12,05 0,25 0,25 1,27 1,27 0,51 0,25 0,25 0,25 0,25 0,99
11,54 3,85 7,69 11,54 15,38 3,85 3,85 15,38 3,85 3,85 3,85 3,85 3,85 3,85 3,85
39,99 22,51 8,44 46,06 27,43 4,1 4,1 16,65 5,12 4,36 4,1 4,1 4,1 4,1 4,1
Berdasarkan indeks nilai penting (INP) yang tersaji dalam tabel 1, maka tumbuhan dengan tingkat dominansi tertinggi adalah emprit-empritan (Eragrostis amabilis) dengan INP 46,06%. Morfologi dari tumbuhan emprit-empritan (Eragrostis amabilis) terdapat pada gambar 3.
127
Prosiding Semirata 2015 bidang MIPA BKS-PTN Barat Universitas Tanjungpura Pontianak Hal 123 - 134
Gambar 3. Morfologi tanaman emprit-empritan (Eragrostis amabilis).
Tumbuhan emprit-empritan
merupakan tumbuhan bawah yang paling sering
ditemui pada tingkat semai. Tumbuhan ini ditemukan ditepian jalan dengan tutupan tajuk pohon yang menaunginya jarang sehingga sinar matahari dapat dengan mudah mempangaruhi pertumbuhan tanaman pada tingkat semai.Sinar matahari tidak dapat menembus tajuk hutan hingga ke lantai, sehingga tidak memungkinkan bagi semak untuk berkembang dibawah naungan tajuk pohon [3]. Berdasarkan hasil penelitian semakin dalam hutan maka tanaman dengan jenis emprit-empritan (Eragrostis amabilis) tidak dapat ditemukan lagi, dikarenakan tutupan tajuk yang semakin rapat.
Tabel 2 Tumbuhan dominansi pada tingkat pertumbuhan belta. No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
Nama Spesies Kencuran I (Caparys micracanta) Kencuran II (Caparys dansi) Kalamantang Gondang ijo (Ficus variegate) Kebesi (Mimicilon edule) sanex (XantopHylum sp) kesambi (Scleisera oleosa) Jarong (Achyranthes aspera) Delima hutan (Punica sp) Kendayak putih (Bauhinia hirsute) Timungu (Kleinhopia hospital) Serut (Strebus asper)
KR %
FR %
1NP
8,85 1,77 1,77 1,77 22,12 4,42 13,27 26,55 1,77 8,85 4,42 4,42
19,05 4,76 4,76 4,76 28,57 2,76 9,52 4,76 4,76 4,76 4,76 4,76
27,9 6,53 6,53 6,53 50,69 9,18 22,79 31,31 6,53 13,61 9,18 9,18
Berdasarkan indeks nilai penting (INP) yang tersaji dalam tabel 2, maka tumbuhan dengan tingkat dominansi tertinggi adalah Mimicilon endule dengan INP 50,69. Morfologi dari tumbuhan Kebesi (Mimicilon edule) terdapat pada gambar 3. 128
Prosiding Semirata 2015 bidang MIPA BKS-PTN Barat Universitas Tanjungpura Pontianak Hal 123 - 134
Gambar 4. Morfologi tanaman Kebesi (Mimicilon edule).
Tumbuhan Kebesi (Mimicilon edule) merupakan tumbuhan pohon yang ditemukan pada tingkat belta. Pada tingkat pertumbuhan ini tidak hanya jenis Kebesi (Mimicilon edule) yang mudah ditemui ada juga tumbuhan jarong (Jarong (Achyranthes aspera) dengan indeks nilai penting sebesar 31,31. Kedua tumbuhan ini memiliki bentuk morfologi yang hampir sama. Namun pada tumbuhan Mimicilon endule memiliki tekstur permukaan yang lebih mengkilat dibandingkan dengan jarong (Achyranthes aspera) hal ini disebabkan karena adanya lapisan kutikula pada permukaan daun. Selain itu kedua tanaman tersebut memiliki struktur yang cenderung kaku. Tabel 3. Tumbuhan dominansi pada tingkat pertumbuhan pohon. No Nama spesies KR (%) FR (%) 1 serut (Strebus asper) 28,89 24,10 Segawi/saga (Adenantera rifusperma) 2 2,22 3,96 3 4 5 6 7 8 9
talo (Grelia eriocarva) Gebang (Corypa utan) Rabet (Combretum indicum) Sannek (XanthopHylum sp) Gondang ijo (Ficus variegate) Timungu (Kleinhopia hospita) Garun
4,44 31,11 2.,22 4,44 2,22 22,22 2,22
Berdasarkan tabel 3, tumbuhan yang memiliki
7,91 20,14 3,96 3,96 3,96 28,06 3,96
DR (%) 12,31
INP (%) 65,3
2,24
8,42
0,27 60,93 0,25 1,37 0,25 21,14 1,24
12,62 112,18 7,55 9,77 6,43 71,42 7,42
tingkat dominansi/penguasaan
tertinggi adalah Gebang (Corypa utan) dengan nilai INP 112,8%. Morfologi dari tumbuhan Kebesi (Mimicilon edule) terdapat pada gambar 4. Tumbuhan ini kaya akan manfaat, Daun pada tanaman gebang sering digunakan untuk penutup atap rumah.
129
Prosiding Semirata 2015 bidang MIPA BKS-PTN Barat Universitas Tanjungpura Pontianak Hal 123 - 134
Gambar 5. Morfologi tanaman Gebang (Corypa utan)
Tabel 4 Nilai Indeks dominansi (C), indeks kekayaan (R1), indeks kemerataan (E), indeks keanekaragaman (H’) dari setiap tingkatan pertumbuhan. Tahap Pertumbuhan Semai Belta Pohon
C 0,133 0,1205 0,2555
R1 2,34 2,80 2,14
H’ 1,65 2,13 1,64
E 0,61 0,86 0,75
Berdasarkan tabel 4 diperoleh nilai dominansi (C), indeks kekayaan (R1), indeks kemerataan (E), indeks keanekaragaman (H’) dari setiap tingkat pertumbuhan tanaman di hutan evergreen Taman Nasional Baluran Jawa Timur. Menurut [2], nilai R1 <3,5 menunjukan kekayaan jenis yang tergolong rendah. R1 3,5-5,0 menunjukan kekayaan jenis tergolong sedang, dan R1 > 5,0 menunjukan kekayaan jenis tegolong tinggi. Maka kekayaan jenis tumbuhan semai menunjukan kategori rendah, karena memiliki nilai R1 2,34. Tumbuhan tingkat belta memiliki nilai R1 2,80 menujukan kekayaan jenis yang rendah. Sedangkan tumbuhan tingkat pohon memiliki 2,14 yang menunjukan kekayaan jenis rendah. Ketiga jenis tingkat pertumbuhan tanaman tersebut yang memiliki indeks kekayaan lebih tinggi yaitu belta.Nilai dari indeks kekayaan dari setiap tingkat pertumbuhan tersebut dibuatlah histogram untuk menggambarkan Perbedaan nilai. tersebut disajikan dalam Gambar 6.
130
Prosiding Semirata 2015 bidang MIPA BKS-PTN Barat Universitas Tanjungpura Pontianak Hal 123 - 134
Gambar 6. Nilai indeks kekayaan (R1) pada setiap tingkat pertumbuhan. Hasil perhitungan tingkat kekayaan jenis belta menunjukan bahwa belta memiliki tingkat kekayaan yang lebih besar dibandingkan dengan semai dan pohon. Nilai indeks keanekaragaman jenis menurut
Magurran dapat diklasifikasikan dalam beberapa
tingkatan, yaitu: jika nilai H’ < 2 maka nilai H’ tegolong rendah, jika nilai H’ 2-3 maka tergolong sedang dan jika nilai H’ > 3 maka tergolong tinggi.
Berdasarkan
pengklasifikasiannya, tumbuhan tingkat semai memperoleh angka 1,65 maka semai memiliki keanekaragaman yang rendah, Belta bernilai 2,31 menunjukan kategori sedang dan pohon bernilai 1,64 yang menunjukan kategori rendah. Nilai indeks keanekaragaman tesebut
menunjukan
bahwa
kemelimpahan
jenis
tumbuhan
belta
lebih
besar
dibandingakan dengan semai dan pohon.Perbandingan nilai tersebut disajikan dalam Gambar 7.
Gambar 7. Nilai indeks keanekaragaman (H’) pada setiap tingkat pertumbuhan. Indeks kemerataan jenis (E), nilai yang ditunjukan pada berbagai tingkat pertumbuhan bereda. Besaran nilai E <0,3 menunjukan kemerataan jenis rendah, E=0,30,6 menunjukan kemerataan jenis tergolong sedang, dan E > 0,6 maka kemeraan jenis tinggi. Berdasarkan tingkatan kategori tersebut, maka semai yang memiliki angka 0,61 menunjukan kemertaan jenis yang tinggi, belta memiliki nilai 0,86 berkategori tinggi dan pohon bernilai 0,75 dengan kategori tinggi. Meskipun ketiganya memiliki kategori kekayaan jenis yang tinggi, namun kekayaan jenis yang paling tinggi ditunjukan oleh tingkat jenis tanaman belta. 131
Prosiding Semirata 2015 bidang MIPA BKS-PTN Barat Universitas Tanjungpura Pontianak Hal 123 - 134
Gambar 8. Nilai Indeks kemerataan (E) pada setiap tingkat pertumbuhan. Indeks dominansi (C), nilai yang ditunjukan pada berbagai tingkat pertumbuhan berbeda. Besaran nilai 0
Gambar 9. Nilai indeks dominansi (C) pada setiap tingkat pertumbuhan.
Berdasarkan pengukuran yang dilakukan untuk mengetahui faktor abiotik di hutan Evergreen Taman Nasional Baluran, didapatkanlah data pada Tabel 5.
Tabel 5. Faktor abiotik hutan evergreen Taman Nasiona Baluran Suhu Pagi (08.00-10.00) 270
Siang (12.00-13.00) 290
PH tanah Sore (15.00-15.30) 280
Kawasan Hutan
Daerah bekas aliran sungai
kelembaban
Kedalaman humus
7 (netral)
5 (Asam)
80%
50 cm
132
Prosiding Semirata 2015 bidang MIPA BKS-PTN Barat Universitas Tanjungpura Pontianak Hal 123 - 134
Berdasarkan nilai yang dipaparkan pada tabel 5, suhu di kawasan hutan evergreen pada pagi hari yaitu 27o C, pada siang dan sore hari yaitu 28o C, adapun nilai pengukuran PH tanah yang dilakukan pada dua kawasan di wilayah hutan evergreen, adalah 7 yang berarti pH tanah tersebut bersifat netral sedangkan pH tanah di kawasan bekas aliran sungai dikawasan hutan evergreen adalah 5 yang berati tanah tersebut bersifat asam. Kedalaman humus yang ada di kawasan hutan evergreen yaitu sedalam 50 cm. Hutan hujan tropis merupakan kawasan hutan yang terbentuk oleh vegetasi klimaks pada daerah curah hujan hujan 2000-4000 mm per tahun.Rata-rata temperature 250C-270C dengan perbedaan temperature yang kecil sepanjang tahun dan rata-rata kelembaban udara 80% [3]. Berdasarkan data yang diperoleh di lapangan dan teori yang telah dipaparkan, maka Hutan evergreen taman Nasional Baluran termasuk kawasan hutan hujan tropis karena tersusun atas vegetasi klimaks dengan suhu 270C dan kelembaban 80%. pH tanah dikawasan hutan adalah netral hal tersebut mengakibatkan tumbuhan pada wilayah hutan evergreen dapat tumbuh dengan baik. pH tanah yang cocok (6-7) merupakan hal vital bagi pertumbuhan tanaman [1]. Sedangkan pH tanah pada daerah aliran sungai adalah asam.Pada daerah tersebut tidak ditemukan tanaman. Hal ini diakibatkan oleh pH tanah yang asam yang dapat menghambat proses penyerapan unsur hara pada tumbuhan. Setiap jenis tumbuhan memiliki kemampuan untuk hidup dengan kesuburan yang berbeda-beda [5].Kedalaman humus di kawasan hutan cukup tinggi yaitu 50 cm, dimana dengan kedalaman humus yang tinggi memiliki pengaruh besar terhadap kesuburan tanaman.Kecepatan regenerasi pertumbuhan pada tanaman disebabkan oleh ketersediaan unsur hara yang tinggi [3]. .Keberadaan unsur hara yang terkandung dalam tanah turut mempangaruhi kesuburan tanaman yang ditandai dengan cepatnya regenerasi pada tingkat pertumbuhan. Faktor
lingkungan akan
mempengarui keanekaragaman dan keberadaan
tumbuhan yang hidup di dalamnya. Semakin suburnya lingkungan maka daya regenerasi tumbuhan pun akan tinggi, sehingga dalam kawasan tersebut akan tumbuh individuindividu baru dan akhirnya diperoleh berbagai jenis tingkat pertumbuhan tanaman mulai dari semai/anakan, belta sampai pohon. Keanekaragaman
tumbuhan
memiliki
banyak
manfaat
bagi
lingkungan.
Diantaranya sebagai obat herbal, kebutuhan properti rumah tangga (kayu), dapat membantu menjaga keseimbangan lingkungan, mencegah agar tnah tidak mudah lepas dan tererosi oleh air hujan.
133
Prosiding Semirata 2015 bidang MIPA BKS-PTN Barat Universitas Tanjungpura Pontianak Hal 123 - 134
4. KESIMPULAN Keanekaragaman tumbuhan pada tingkat belta tergolong tinggi, di mana nilai keanekaragaman, kekayaan dan kemerataan
belta lebih tinggi di bandingan semai
dengan pohon. Jenis emprit-empritan (Eragrostis amabilis) mendominasi pada tingkat pertumbuhan semai.Timungu (Mimicilon edule) mendominasi pada tingkat belta dan gebang (Corypa utan) mendominasi pada tingkat pohon.
5. DAFTAR PUSTAKA [1]. Hardjadi. 1991. Pengantar Agronomi. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama. [2]. Hilwan, dkk.2013. Keanekaragaman Jenis Tumbuhan Bawah pada Tegakan Sengon Buto (Enterolobium cyclocarpum Griseb.) dan Trembesi (Samanea saman Merr.) di Lahan Pasa Tambang Batubara PT Kitadin, Embalut, Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur.Journal.IPB.ac.Id/ index.pHp/ jsilviks.article/ download/6923/5394. Diakses 12 Juni 2014. [3]. Indriyanto. Ekologi Hutan. 2008.Jakarta: Bumi Aksara. [4]. Salisbury dan Ross. Fisiologi tumbuhan. 1995.Bandung: ITB. [5]. Soerdjanegara dan Indrawan. Ekologi Hutan Indonesia. 2012. Bogor: IPB. [6]. Manan,Syafii. Hutan Rimbawan Dan Masyarakat. 1998. Bogor. IPB
134