EKOLOGI PERILAKU MERAK HIJAU (Pavo muticus Linnaeus, 1766) DI TAMAN NASIONAL ALAS PURWO DAN TAMAN NASIONAL BALURAN, JAWA TIMUR
MARYANTI
DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2007
Judul Skripsi
Nama NIM Departemen
: Ekologi Perilaku Merak Hijau (Pavo muticus Linnaeus, 1766) di Taman Nasional Alas Purwo dan Taman Nasional Baluran, Jawa Timur : Maryanti : E 34102029 : Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata
Menyetujui, Pembimbing
Ir. Jarwadi Budi Hernowo, MSc.F Ketua
Mengetahui, Dekan Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor
Prof. Dr. Ir. Cecep Kusmana, MS. NIP. 131430799
Tanggal Lulus : 31 Januari 2007
EKOLOGI PERILAKU MERAK HIJAU (Pavo muticus Linnaeus, 1766) DI TAMAN NASIONAL ALAS PURWO DAN TAMAN NASIONAL BALURAN, JAWA TIMUR
MARYANTI E 34102029
Skripsi Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Kehutanan Di Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor
DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2007
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat 4JJ1 SWT yang telah melimpahkan rahmat-Nya berupa kesempatan, kesehatan, rejeki, dan kasih sayang yang tidak pernah berhenti. Atas karunia-Nya pula, penulis dapat menyelesaikan penelitian dan menuliskan hasilnya yang berjudul “Ekologi Perilaku Merak Hijau (Pavo muticus Linnaeus, 1766) di Taman Nasional Alas Purwo dan Taman Nasional Baluran, Jawa Timur” dengan perasaan yang tenang, nyaman, dan damai. Skripsi ini dibuat sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana Kehutanan. Di dalam skripsi ini memuat aktivitas, pola, mekanisme, dan strategi merak hijau yang berhubungan dengan lingkungan. Adanya skripsi ini diharapkan mampu memberikan manfaat bagi pihak-pihak yang berkepentingan dalam upaya pelestarian satwaliar pada umumnya dan merak hijau pada khususnya. Proses penelitian dan penyusunan skripsi membutuhkan waktu yang tidak sedikit. Dalam masa itu, penulis banyak dibantu oleh pihak-pihak yang senantiasa mendukung baik dengan materiil maupun moril. Dalam penyampaian skripsi ini pula, penulis tidak lepas dari kesalahan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan adanya kritikan dan saran yang membangun sebagai pertimbangan untuk penelitian-penelitian berikutnya..
Bogor, Januari 2007
Penulis
UCAPAN TERIMA KASIH
Penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada 4JJ1 SWT yang telah memberikan nikmat dan karunia dan kepada berbagai pihak yang telah membantu selama proses pengambilan data dan penyusunan skripsi, diantaranya : 1. Bapak, Ibu, kakak beserta keluarga atas kasih sayang, dukungan, dan doadoanya hingga penulis mampu mencapai tahap ini 2. Ir. Jarwadi Budi Hernowo, MSc.F. selaku Pembimbing Utama yang telah bersedia membimbing, mengarahkan, memberikan dorongan semangat serta bantuan dana 3. Dr. Ir. Ulfah Juniarti, M.Agr. sebagai Penguji dari Departemen Silvikultur dan Ir. Deded Sarip Nawawi, M.Sc. sebagai Penguji dari Departemen Hasil Hutan yang telah bersedia meluangkan waktu untuk menguji penulis 4. Balai Taman Nasional Alas Purwo dan pegawai (Mas Gendut, Mas Joko, Mas Ajir, Mas Nano, Mbak Dian, Mas Handoko, Pak Hudiyono, Pak Misijo, Pak Harto, Mas Cipto, Mbah Sampun) atas bantuannya selama di Alas Purwo 5. Balai Taman Nasional Baluran dan pegawai (Pak Syam, Mas Nanang, Mas Taufik, Mas Toha, Pak Siswanto, Pak Dikar, Mas Sis, Pak Arja, Mas Yusuf, Pak Agus, Mbak Nia, Pak Tono) atas bantuannya selama di Baluran 6. Bapak Mochdor dan keluarga di Banyuwangi atas segala bentuk bantuan, rasa kekeluargaan dan kebersamaan 7. Bapak Ponidi dan keluarga di Alas Purwo atas makanan dan rasa kekeluargaan 8. Teman seperjuangan (Adhe dan Mbak Kuncup) atas persahabatannya selama di lapangan 9. Mas Efri atas computer sewaannya dan Erry “Wedhoozz” atas komputer “Aurora” –nya 10. Keluarga Besar Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata beserta pegawai yang telah membantu penulis dalam mencapai kelulusan
11. Sahabat : Gugum, Ghufron, Susie, Sari, Teti, Andrian, Ibeth dan Keluarga Besar Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata angkatan 39 atas persahabatan dan kenangan manis yang terlalu indah untuk dilupakan 12. Pondok Surya Poenya (Fau, Iin, Ella, Tri, Esti, Novia, Tia, Ika, Gendhis, Risul) atas semangat, dukungan dan persahabatan 13. Pihak-pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu yang telah membantu dan memberikan persahabatannya kepada penulis baik secara langsung maupun tidak langsung Tak ada kata yang dapat mewakili apa yang ada di hati. Hanya sedikit goresan tinta yang dapat tercetak. Dan hanya itu yang dapat penulis berikan.
Bogor, Januari 2007
Penulis
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan pada tanggal 19 Januari 1984 di Kabupaten Karanganyar Provinsi Jawa Tengah. Penulis merupakan anak kedua dari 2 bersaudara dari pasangan Bapak Marto Mariyo dan Ibu Sutinem. Pada tahun 1990, penulis masuk ke SD Negeri Nglegok I dan lulus pada tahun 1996. Kemudian, penulis melanjutkan ke SLTP Negeri I Karangpandan dan lulus pada tahun 1999. Pada tahun yang sama, penulis masuk ke SMU Negeri I Karanganyar dan lulus pada tahun 2002. Penulis diterima di Institut Pertanian Bogor pada Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata melalui jalur USMI (Undangan Seleksi Masuk IPB). Selama
menjalani
masa
perkuliahan,
penulis
aktif
di
beberapa
kelembagaan yaitu BEM (Badan Eksekutif Mahasiswa) Fakultas Kehutanan sebagai staf Kemahasiswaan dan Kesejahteraan Mahasiswa pada tahun 20032004. Penulis juga tercatat sebagai anggota IFSA (International Forestry Student Association) pada 2 periode yaitu periode 2003-2004 dan dilanjutkan periode 2004-2005. Selain itu, penulis juga aktif di HIMAKOVA (Himpunan Mahasiswa Konservasi Sumberdaya Hutan) pada periode 2003-2004 sebagai anggota. Pada tahun 2004 hingga sekarang, penulis aktif di UKM (Unit Kegiatan Mahasiswa) UKF (Uni Konservasi Fauna) dan pernah menjabat sebagai Ketua Departemen Infokom pada periode 2004-2005. Penulis juga pernah menjadi Asisten Praktikum pada MK Dendrologi pada semester 5 dan Asisten Praktikum MK Ekologi Satwaliar pada semester 7 dan 9 dan MK Pengelolaan Satwaliar pada semester 9. Pada bulan Juni 2004 penulis mengikuti kegiatan Ekspedisi Global ke Taman Nasional Bukit Barisan Selatan selama 20 hari. Penulis juga mengikuti kegiatan magang di Taman Nasional Way Kambas pada bulan Juli 2004 yang dilaksanakan selama 2 minggu. Penulis juga pernah mengikuti kegiatan lapang ke Pulau Rambut, Cagar Alam Yanlapa, TWA Telaga Warna, Taman Nasional Gunung Halimun-Salak, Taman Nasional Gunung Gede Pangrango (Bodogol dan Cibodas) serta survey Ekspedisi Global di Taman Nasional Alas Purwo.
Observasi Kolaboratif pernah diikuti oleh penulis pada bulan April 2005 di Cagar Alam Leuweung Sancang. Praktek lapangan yang juga diikuti oleh penulis diantaranya adalah Praktek Pengenalan dan Pengelolaan Hutan (P3H). Praktek Pengenalan Hutan dilaksanakan di BKPH Baturaden KPH Banyumas Timur dan BKPH Cilacap KPH Banyumas Barat pada bulan Juli 2005 selama 10 hari yang dilanjutkan dengan Praktek Pengelolaan Hutan di KPH Banyumas Barat hingga bulan Agustus 2005. Praktek Kerja Lapangan (PKL) dilakukan di Taman Nasional Baluran pada bulan Februari- Maret 2006. Untuk menyelesaikan tugas akhir, penulis melakukan penelitian yang berjudul “Ekologi Perilaku Merak Hijau (Pavo muticus Linnaeus, 1766) di Taman Nasional Alas Purwo dan Taman Nasional Baluran, Jawa Timur” pada bulan JuliSeptember 2006 di bawah bimbingan Ir. Jarwadi Budi Hernowo, MSc.F.
MARYANTI. Ekologi Perilaku Merak Hijau (Pavo muticus Linnaeus, 1766) di Taman Nasional Alas Purwo dan Taman Nasional Baluran, Jawa Timur. Dibimbing oleh Ir. Jarwadi Budi Hernowo, MSc.F.
RINGKASAN Merak hijau (Pavo muticus Linnaeus, 1766) berstatus vulnerable (IUCN, 2004) dan terancam secara global oleh ICBP (1988) serta jenis dilindungi di Indonesia. Namun, keberadaan merak hijau tersebut mendapatkan tekanan di berbagai lokasi penyebarannya. Kamampuan untuk bertahan hidup merak hijau merupakan aspek kajian yang cukup menarik karena keberadaan dan kemungkinan punahnya belum diketahui. Perilaku merak hijau merupakan unsur penting untuk menjawab hal tersebut. Data perilaku merak hijau diambil di Taman Nasional Alas Purwo dan Taman Nasional Baluran dengan metode purposive sampling yang contohnya diambil dengan metode ad-libitum sampling. Data tersebut kemudian dianalisis secara kualitatif dan kuantitatif. Merak hijau mengawali aktivitas hariannya dengan mengeluarkan suara yang teridentifikasi adalah 6 tipe suara. Tipe suara yang merupakan alat komunikasi utama dan paling sering terdengar adalah tipe suara I yaitu ” auwo...auwo...”. Tipe suara yang digunakan sebagai penanda terjadinya komunikasi utama sering dilakukan dengan saling bersahutan satu sama lain. Perilaku menelisik bulu dilakukan untuk merapikan bulu dan membuang kotoran, kutu dan benda asing yang menempel di bulunya dan biasanya hanya mengambil porsi waktu yang sedikit yaitu 1-10 menit di TNAP dan 1-8 menit di TNB. Strategi menelisik bulu merak hijau dilakukan di areal terbuka dengan durasi cepat dan di tempat yang rapat dengan bertengger di pohon. Aktivitas ini dilakukan pada berbagai perilaku utama seperti bertengger, makan, berteduh dan istirahat, berjemur, dan sehabis display. Perilaku makan merak hijau dilakukan sambil berjalan. Mekanisme ini merupakan strategi merak hijau untuk mendapatkan porsi pakan yang lebih banyak.. Perilaku makan ini dilakukan selama 4-5 jam di pagi hari dan 3-4 jam di sore hari di TNAP dan selama 2-6 jam di pagi hari dan 2-3 jam di sore hari di TNB. Strategi lain yang dilakukan dalam rangka untuk menjaga keamanan adalah sewaktu makan merak hijau terkadang menegakkan kepalanya untuk mengawasi keadaan. Perilaku berjemur dilakukan oleh merak hijau untuk menghangatkan diri. Aktivitas berjemur di TNAP ini berlangsung antara 9-120 menit. Di TNB aktivitas berjemur berlangsung selama 1-60 menit. Strategi yang digunakan adalah dengan memilih tempat yang langsung terkena matahari dan lebih tinggi dari sekitarnya. Perilaku display dilakukan oleh merak hijau jantan untuk menarik perhatian merak hijau betina yang dilakukan selama 0-18 menit di TNAP dan 0-28 menit di TNB. Perilaku display dapat dilakukan secara bergantian antara jantan satu dengan lainnya. Strategi yang digunakan untuk menarik perhatian merak hijau betina adalah ketika merak hijau betina mendekat, merak hijau jantan akan menggoyangkan jambulnya. Strategi lain adalah dengan memilih lokasi yang terbuka dan bila panas di bawah bayangan pohon. Perilaku minum merak hijau di TNAP dilakukan sebelum atau sesudah makan baik pagi maupun sore hari dan di TNB setelah bangun tidur, sebelum atau sesudah makan, di antara waktu berteduh dan istirahat, dan sebelum tidur. Di TNAP frekuensi pengambilan air ini berkisar antara 7-42 tegukan selama 2-8 menit. Sedangkan di TNB berkisar antara 13-132 tegukan selama 1-18 menit. Strategi yang digunakan merak hijau untuk minum adalah dengan berhenti sesaat ketika menegakkan kepalanya untuk menelan air sambil mengawasi keadaan. Perilaku mandi debu dilakukan untuk merawat tubuh merak hijau dari benda asing dan ektoparasit. Di TNAP, mandi debu dilakukan setelah aktivitas makan berakhir, sebelum dan saat aktivitas berteduh dan istirahat dimulai hingga aktivitas makan sore dimulai. Mandi debu ini dilakukan antara pukul 07.30 WIB - 15.00 WIB selama 8-28 menit. Di TNB, mandi debu dilakukan setelah merak minum dan sebelum minum yaitu antara pukul 06.30 WIB - 09.00 WIB selama 1-30 menit.. Merak hijau lebih memilih tempat yang terbuka untuk mandi debu dan juga melakukan mandi debu setelah aktivitas makan pagi dan ketika aktivitas berteduh dan istirahat berlangsung. Perilaku berteduh dan istirahat merupakan serangkaian aktivitas yang dilakukan oleh merak hijau dalam upaya untuk menghindari panas matahari. Aktivitas berteduh dan istirahat biasanya dilakukan setelah aktivitas makan berakhir hingga menjelang makan lagi. Perilaku ini
dilakukan selama 3-7 jam di TNB dan 3-8 jam di TNAP. Strategi yang dipakai adalah dengan melakukan pemilihan tempat teduh yaitu di pohon yang tajuknya cukup lebat, dekat tempat terbuka, atau di bawah semak-semak yang tertutup dalam rangka untuk keamanan. Perilaku berlindung dilakukan oleh merak hijau ketika ada gangguan baik yang berasal dari predator maupun manusia. Strategi berlindung untuk menghindari gangguan adalah dengan cara menjauh, terbang ke arah pohon yang tajuknya lebat atau masuk ke dalam semak-semak. Di TNAP merak hijau mulai tidur pada pukul 17.07 WIB dan bangun pukul 05.14 WIB. Di TNB, merak mulai naik ke pohon tidur pukul 17.05 WIB dan mulai turun dari pohon tidur pukul 05.08 WIB. Pemilihan pohon tidur yang dekat dengan tempat makan dan terdapat pohon yang lebih rendah untuk naik secara bertahap merupakan strategi yang digunakan oleh merak hijau untuk tidur. Selain itu, merak hijau tidur secara berkelompok supaya dapat saling menjaga satu sama lain. Perilaku sosial merak hijau terlihat ketika merak hijau sedang makan, mandi debu, berteduh dan istirahat, tidur, dan minum. Hubungan antar dua merak hijau jantan tidak akur yang terlihat dengan terjadinya pengusiran dan pertarungan di antara mereka. Merak hijau memiliki interaksi netral dengan herbivora dan ayam hutan serta negatif dengan monyet ekor panjang, elang, ajag dan predator lainnya. Perilaku bersuara, makan, display, minum, dan berlindung merak hijau dikelompokkan menjadi 2 yaitu kelompok pagi yaitu antara pukul 05.00-09.30 WIB dan kelompok sore yaitu antara pukul 14.00-17.30 WIB. Sedangkan, perilaku berjemur hanya dilakukan pada pagi hari. Perilaku menelisik bulu terjadi di berbagai perilaku utama yaitu sebelum turun dari tenggeran, makan, display, berteduh dan istirahat. Merak hijau akan berteduh dan istirahat antara pukul 09.00-14.00 WIB. Perilaku mandi debu biasanya dilakukan pada siang hari ketika merak hijau berteduh. Akan tetapi, di TNB merak hijau mandi debu dijumpai antara pukul 08.00-10.00 WIB. Perilaku tidur dimulai pada pukul 17.00 WIB dan diakhiri pada pukul 05.00 WIB esok harinya. Sebaran waktu perilaku menelisik bulu, display, berjemur, mandi debu, dan berteduh dan istirahat memiliki nilai durasi rata-rata dan ragam yang tinggi pada tipe habitat padang penggembalaan di TNAP serta savana di TNB. Nilai ragam perilaku tersebut secara berurutan yaitu 159.39, 227.64, 2508.95, 1045.52, dan 4032.72 di TNAP dan 184.26, 337.70, 112046.27, 753.70, dan 2536.28 di TNB dalan satuan detik. Sedangkan, perilaku makan di TNAP lebih beragam di padang penggembalaan dan di TNB lebih beragam di hutan pantai. Begitu pula dengan perilaku minum yang menunjukkan nilai ragam yang tinggi di padang penggembalaan TNAP dan hutan pantai TNB. Nilai ragam perilaku berlindung tinggi di areal tumpangsari TNAP dan di TNB tidak ada nilainya. Berdasarkan hasil uji chi-square frekuensi perilaku merak hijau terhadap berbagai tipe habitat menunjukkan bahwa di TNAP perbedaan tipe habitat tidak memberikan pengaruh yang nyata pada tipe suara, makan, berjemur, display, mandi debu, berteduh dan istirahat, berlindung, dan hubungan antar merak hijau jantan. Tipe habitat mempengaruhi frekuensi perilaku menelisik bulu dan minum. Di TNB, perbedaan tipe habitat juga tidak memberikan pengaruh yang nyata pada frekuensi perilaku bersuara, menelisik bulu, makan, berjemur, display, mandi debu, berteduh dan istirahat dan hubungan antar merak hijau jantan. Namun, tipe habitat mempengaruhi pada frekuensi perilaku berlindung. Proporsi atau presentase penggunaan waktu harian oleh merak hijau lebih banyak digunakan untuk berteduh dan istirahat yaitu 41.77 % di TNAP dan 41.14 % di TNB serta makan 22.80 % di TNAP dan 22.22 % di TNB. Sedangkan, aktivitas yang lain hanya mendapat proporsi yang sedikit yaitu lebih kecil dari 5 % saja.
DAFTAR ISI DAFTAR TABEL ............................................................................................
iii
DAFTAR GAMBAR .......................................................................................
v
DAFTAR LAMPIRAN ....................................................................................
vii
I.
PENDAHULUAN ...............................................................................
1
A. Latar Belakang ......................................................................... B. Tujuan ...................................................................................... C. Manfaat Penelitian ...................................................................
1 2 2
II. TINJAUAN PUSTAKA ......................................................................
3
A. Perilaku .................................................................................... B. Bioekologi Merak Hijau........................................................... 1. Taksonomi ........................................................................... 2. Penyebaran .......................................................................... 3. Morfologi ............................................................................ 4. Habitat dan Pakan ............................................................... 5. Perilaku Merak Hijau ..........................................................
3 5 5 6 6 7 8
III. KONDISI UMUM LAPANGAN ........................................................
15
A. Taman Nasional Baluran .......................................................... B. Taman Nasional Alas Purwo....................................................
15 18
IV. METODOLOGI...................................................................................
23
A. B. C. D. E. F.
Lokasi dan Waktu Penelitian ................................................... Alat dan Bahan ......................................................................... Jenis Data yang dikumpulkan .................................................. Metode Kerja............................................................................ Bentuk Perilaku dan Parameternya .......................................... Analisis Data ............................................................................
23 24 24 25 26 30
V. HASIL DAN PEMBAHASAN ...........................................................
33
A. Hasil Penelitian ........................................................................ 1. Perilaku Individu Merak Hijau ......................................... a. Perilaku Bersuara ..................................................... b. Perilaku Menelisik Bulu .......................................... c. Perilaku Makan ........................................................ d. Perilaku Berjemur .................................................... e. Perilaku Display ...................................................... f. Perilaku Minum .......................................................
33 33 33 39 44 49 52 58
i
g. Perilaku Mandi Debu ............................................... h. Perilaku Berteduh dan Istirahat ............................... i. Perilaku Berlindung ................................................. j. Perilaku Tidur .......................................................... k. Perilaku Membuang Kotoran................................... l. Perilaku Sosial ......................................................... 2. Perilaku Harian Merak Hijau ............................................ B. Pembahasan .............................................................................. 1. Perilaku Individu Merak Hijau ......................................... a. Perilaku Bersuara ..................................................... b. Perilaku Menelisik Bulu .......................................... c. Perilaku Makan ........................................................ d. Perilaku Berjemur .................................................... e. Perilaku Display ...................................................... f. Perilaku Minum ....................................................... g. Perilaku Mandi Debu ............................................... h. Perilaku Berteduh dan Istirahat ............................... i. Perilaku Berlindung ................................................. j. Perilaku Tidur .......................................................... k. Perilaku Sosial ......................................................... 2. Perilaku Harian Merak Hijau ............................................
63 66 71 75 78 79 86 89 89 89 91 93 97 98 99 100 102 103 104 106 109
VI. KESIMPULAN DAN SARAN ...........................................................
111
A. Kesimpulan .............................................................................. B. Saran.........................................................................................
111 112
DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................
113
LAMPIRAN .....................................................................................................
116
ii
DAFTAR TABEL
1.
Tallysheet pengamatan perilaku merak hijau ........................................
2.
Rekapitulasi perilaku (bersuara, menelisik bulu, makan, berjemur,
26
display, minum, mandi debu, berteduh dan istirahat, berlindung, tidur, dan sosial ) merak hijau di TNB dan TNAP ................................
31
3.
Banyaknya tipe suara I yang terdengar di TNAP dan TNB ..................
33
4.
Banyaknya tipe suara II yang terdengar di TNAP dan TNB .................
34
5.
Banyaknya tipe suara III yang terdengar di TNAP dan TNB ................
35
6.
Banyaknya tipe suara IV yang terdengar di TNAP dan TNB ...............
35
7.
Banyaknya tipe suara V yang terdengar di TNAP dan TNB .................
36
8.
Hasil uji chi-square berbagai tipe suara dalam berbagai habitat ...........
39
9.
Rekapitulasi perilaku menelisik bulu dalam berbagai perilaku utama ..
40
10. Hasil uji chi-square perilaku menelisik bulu dalam berbagai perilaku utama......................................................................................................
41
11. Perbandingan frekuensi menelisik bulu antara merak hijau jantan dengan merak hijau betina dan merak hijau remaja ..............................
42
12. Perbandingan perilaku menelisik bulu merak hijau di berbagai tipe habitat ....................................................................................................
43
13. Hasil uji chi-square perilaku menelisik bulu dalam berbagai tipe habitat ....................................................................................................
44
14. Perbandingan perilaku makan merak hijau di berbagai tipe habitat ......
46
15. Hasil uji chi-square perilaku makan dalam berbagai tipe habitat ..........
47
16. Jenis-jenis
pakan
yang
dimakan
merak
hijau
di
padang
penggembalaan Sadengan dan areal tumpangsari TNAP ......................
48
17. Jenis-jenis pakan yang diduga dimakan merak hijau di TNB ...............
49
18. Perbandingan perilaku berjemur merak hijau di berbagai tipe habitat ..
51
19. Hasil uji chi-square perilaku berjemur dalam berbagai tipe habitat ......
51
20. Rekapitulasi perilaku display di pagi dan sore hari di TNAP dan TNB .......................................................................................................
56
21. Perbandingan perilaku display merak hijau di berbagai tipe habitat .....
57
22. Hasil uji chi-square perilaku display merak hijau di berbagai tipe
58
iii
habitat .................................................................................................... 23. Frekuensi pengambilan air di TNAP dan TNB .....................................
60
24. Perbandingan perilaku minum merak hijau di berbagai tipe habitat .....
61
25. Hasil uji chi-square perilaku minum di berbagai tipe habitat ................
62
26. Perbandingan perilaku mandi debu merak hijau di berbagai tipe habitat ....................................................................................................
64
27. Hasil uji chi-square perilaku mandi debu di berbagai tipe habitat ........
65
28. Rekapitulasi frekuensi perilaku berteduh dan istirahat di TNAP dan TNB .......................................................................................................
67
29. Jenis-jenis pohon yang digunakan untuk berteduh dan istirahat di TNB dan tingkat kesukaannya ...............................................................
68
30. Jenis-jenis pohon yang digunakan untuk berteduh dan istirahat di TNAP dan tingkat kesukaannya ............................................................
68
31. Perbandingan perilaku berteduh dan istirahat merak hijau berbagai tipe habitat .............................................................................................
70
32. Hasil uji chi-square perilaku berteduh dan istirahat di berbagai tipe habitat ....................................................................................................
71
33. Perbandingan perilaku berlindung merak hijau di berbagai tipe habitat ....................................................................................................
74
34. Hasil uji chi-square perilaku berlindung di berbagai tipe habitat ..........
75
35. Jenis pohon yang digunakan untuk tidur oleh merak hijau di TNAP dan tingkat kesukaannya ........................................................................
77
36. Jenis pohon yang digunakan untuk tidur oleh merak hijau di TNB dan tingkat kesukaannya ........................................................................
77
37. Perbandingan perilaku tidur merak hijau di TNAP dan TNB ...............
78
38. Hasil uji chi-square perilaku tidur di berbagai tipe habitat....................
78
39. Hasil uji chi-square hubungan antar merak hijau jantan di berbagai tipe habitat .............................................................................................
84
40. Bentuk-bentuk hubungan merak hijau dengan satwaliar lain di TNAP .....................................................................................................
84
41. Bentuk-bentuk hubungan merak hijau dengan satwaliar lain di TNB ...
85
42. Alokasi rata-rata penggunaan waktu merak hijau di TNAP dan TNB ..
87
iv
DAFTAR GAMBAR
1.
Peta Lokasi Taman Nasional Baluran ...................................................... 23
2.
Peta Lokasi Taman Nasional Alas Purwo ................................................ 24
3.
Frekuensi dan penggunaan waktu bersuara merak hijau (a) TNAP, (b) TNB .......................................................................................................... 37
4.
Sebaran tipe suara merak hijau di berbagai tipe habitat ........................... 38
5.
Perilaku menelisik bulu di Bekol TNB..................................................... 41
6.
Histogram penggunaan waktu untuk menelisik bulu merak hijau di TNAP dan TNB ........................................................................................ 42
7.
Perilaku makan merak hijau (a) padang penggembalaan Sadengan, (b) hutan tanaman ........................................................................................... 45
8.
Merak hijau berjemur di areal tumpangsari TNAP .................................. 50
9.
Perilaku display (a) padang penggembalaan, (b) savana Bekol TNB, (c) areal tumpangsari ................................................................................ 52
10. Merak hijau jantan remaja display di Bekol ............................................. 53 11. Merak hijau jantan dewasa dan remaja display bersama di Bekol ........... 54 12. Histogram penggunaan waktu display oleh merak hijau di TNAP dan TNB .......................................................................................................... 56 13. Perilaku minum merak hijau (a) TNAP, (b) TNB, (c) minum dengan posisi mendekam ...................................................................................... 59 14. Histogram penggunaan waktu minum merak hijau di TNAP dan TNB... 60 15. Histogram penggunaan waktu mandi debu merak hijau di TNAP dan TNB .......................................................................................................... 63 16. Bekas tempat mandi debu merak hijau di Rowobendo TNAP ................. 65 17. Merak hijau sedang berteduh di pohon di hutan tanaman TNAP............. 67 18. Merak hijau berteduh di bawah pohon widoro bukol di Bekol ................ 69 19. Histogram penggunaan waktu berteduh dan istirahat oleh merak hijau di TNAP dan TNB .................................................................................... 69 20. Grafik sebaran terjadinya gangguan terhadap merak hijau di TNAP dan TNB ................................................................................................... 72 21. Perilaku tidur (a) pohon gebang, (b) pohon mimba.................................. 76
v
22. Kelompok merak hijau (a) makan, (b) berjalan, (c) minum ..................... 80 23. Proses pengusiran merak hijau jantan oleh pejantan dominan di Bekol .. 83 24. Interaksi merak hijau dengan rusa di Bekol ............................................. 85 25. Pola perilaku harian merak hijau (a) TNAP, (b) TNB ............................. 86 26. Presentase penggunaan waktu harian oleh merak hijau (a) TNAP, (b) TNB .......................................................................................................... 88
vi
DAFTAR LAMPIRAN
1.
Perilaku bersuara merak hijau ................................................................ 116
2.
Perilaku menelisik bulu merak hijau ...................................................... 117
3.
Perilaku makan merak hijau ................................................................... 118
4.
Perilaku berjemur merak hijau ............................................................... 119
5.
Perilaku display merak hijau .................................................................. 120
6.
Perilaku minum merak hijau................................................................... 122
7.
Perilaku mandi debu merak hijau ........................................................... 123
8.
Perilaku berteduh dan istirahat merak hijau ........................................... 124
9.
Perilaku berlindung merak hijau............................................................. 125
10. Perilaku tidur merak tidur ....................................................................... 126 11. Perilaku sosial merak hijau ..................................................................... 127 12. Uji hipotesis perilaku merak hijau di TNAP .......................................... 128 13. Uji hipotesis perilaku merak hijau di TNB............................................. 130 14. Uji perilaku bersuara .............................................................................. 132 15. Uji perilaku menelisik bulu dalam berbagai perilaku utama .................. 133 16. Uji perilaku sosial antar merak hijau jantan ........................................... 134
vii
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Merak hijau (Pavo muticus) merupakan burung yang tergolong langka dan terancam punah. Merak hijau termasuk satwa yang berstatus vulnerable (IUCN, 2004) dan dilindungi di Indonesia. Keberadaan merak hijau di Jawa sebagai jenis satwaliar yang terancam secara global, sangat menarik untuk dikaji, terutama strategi adaptasi perilaku yang berkaitan dengan gangguan pada lokasi penyebarannya serta perilaku merak hijau dalam menghadapi berbagai tekanan baik terhadap tipe habitat maupun populasinya. Taman Nasional Baluran dan Taman Nasional Alas Purwo merupakan taman nasional di ujung timur Jawa yang memiliki penyebaran merak hijau. Populasi Merak hijau di Seksi Konservasi Wilayah I Bekol Taman Nasional Baluran kurang lebih 120 ekor (Hernowo, 1995) dengan habitat utama savana, hutan musim, hutan pantai dan evergreen. Populasi merak hijau di Seksi Konservasi Wilayah I Rowobendo Taman Nasional Alas Purwo kurang lebih 50 ekor (Wasono, 2005) dengan habitat utama padang rumput dan hutan alam dataran rendah serta hutan tanaman jati dengan tumpangsari. Penelitian mengenai aktivitas, mekanisme dan strategi perilaku merak hijau jawa yang berkaitan dengan habitat yang beraneka ragam pada kedua taman nasional yaitu Taman Nasional Baluran dan Taman Nasional Alas Purwo sangat diperlukan. Informasi maupun data perilaku merak hijau jawa (aktivitas, mekanisme, strategi) dalam mengadaptasi lingkungan atau habitat yang berbeda pada kedua taman nasional tersebut juga masih sangat sedikit. Oleh karena itu, penelitian tentang ekologi perilaku merak hijau di tipe habitat yang berbeda dilakukan. Penelitian ini juga diharapkan dapat memberikan pertimbangan yang mendasar bagi pengelolaan merak hijau sehingga keberadaan merak hijau tetap lestari.
B. Tujuan Penelitian ini bertujuan untuk : 1.
Mendeskripsikan dan mengidentifikasi aktivitas dan mekanisme perilaku (bersuara, menelisik bulu, makan, berjemur, display, minum, mandi debu, berteduh dan istirahat, berlindung, tidur, membuang kotoran, dan sosial) merak hijau di Taman Nasional Baluran dan Taman Nasional Alas Purwo baik secara kualitatif maupun kuantitatif berhubungan dengan perbedaan tipe habitat.
2.
Mengidentifikasi
strategi
berperilaku
merak
hijau
tersebut
yang
berhubungan dengan tipe habitat di kedua lokasi penelitian
C. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan mampu memberikan manfaat sebagai : 1.
Salah
satu
upaya
untuk
mengkonservasikan
merak
hijau
dengan
memperhitungkan strategi perilaku di dua tipe lingkungan. 2. Mendukung pengembangan pengelolaan Taman Nasional Baluran dan Taman Nasional Alas Purwo.
2
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Perilaku Menurut Hafes (1969) dalam staf Jurusan Anatomi Fakultas Kedokteran Hewan IPB (1991) tingkah laku satwa didefinisikan sebagai segala tindak tanduk satwa yang terlihat akibat interaksi dengan lingkungan baik lingkungan luar maupun pengaruh dari dalam tubuh satwa itu sendiri. Menurut pendekatan ethologi, perilaku didefinisikan sebagai pergerakan yang dibuat oleh satwa termasuk perubahan dari motion menjadi nonmotion dalam merespon rangsangan eksternal dan internal (Craig, 1981). Ethologi sendiri diartikan oleh Immelmann (1980) sebagai ilmu yang bertujuan untuk menginvestigasi perilaku pergerakan dengan menggunakan suatu metode tertentu. Ethologi terdiri atas dua bagian yaitu observasi dan interpretasi perilaku satwa. Interpretasi satwa mencakup fungsi, sebab akibat dan aspek philogenetik yang sesuai dengan perilaku adaptasi dan mekanisme utama serta memungkinkan adanya perkembangan perilaku selama evolusi. McFarland (1993) juga menegaskan bahwa perilaku dihasilkan dari interaksi-interaksi kompleks antara rangsangan eksternal dan internal. Perilaku juga ditunjukkan oleh bagaimana cara informasi diproses oleh satwa. Sistem pengolahan informasi internal berlangsung selama perkembangan tubuh dari pembuahan telur hingga embrio atau satwa dewasa. Sedangkan, Carthy (1979) mempersepsikan bahwa perilaku merupakan suatu reaksi satwa pada lingkungan sekitar yang terpengaruh oleh variabel faktor internal. Reaksi tersebut biasanya berupa pergerakan. Pada tahun 1969, Scott dalam Sativaningsih (2005) mendefinisikan pola perilaku satwa sebagai bagian dari tingkah laku yang mempunyai fungsi khusus. Satu pola perilaku terdiri dari rangkaian gerakan berperilaku, sedangkan satu gerakan berperilaku dapat ditemukan dalam beberapa pola perilaku yang berbeda, sebab satu gerakan perilaku tidak mempunyai fungsi khusus. Satu sistem perilaku didefinisikan sebagai kumpulan pola perilaku yang mempunyai fungsi umum yang sama. Selanjutnya dikemukakan pula bahwa terdapat sembilan sistem perilaku satwa, yaitu perilaku makan dan minum (ingestive behaviour), perilaku
mencari tempat bernaung dan berlindung (shelter seeking), perilaku bertentangan atau yang berhubungan dengan konflik antar satwa (agonistic behaviour), perilaku seksual (sexual behaviour), perilaku merawat tubuh (epimeletic behaviour), perilaku mendekati yang merawat (et epimeletic behaviour), perilaku meniru sesama (allelomimetic behaviour), perilaku membuang feses (eliminative behaviour), dan perilaku memeriksa lingkungannya (investigation behaviour). Setiap tingkah laku yang diperlihatkan seekor hewan mempunyai tiga tahapan yaitu tahap apetitif, konsumatoris, dan refraktoris. Tahap apetitif merupakan tahap awal dimulainya suatu tingkah laku, dimana satwa bersiap-siap melakukan tahap utama dari tingkah laku tersebut atau yang dinamakan tahap konsumatoris. Tingkah atau gerakan yang ditunjukkan pada tahap konsumatoris bersifat konstan atau stereotip yang menunjukkan kekhasan masing-masing satwa. Gerakan yang ditunjukkan setelah tahap konsumatoris berakhir termasuk dalam tahap refraktoris (Hafes, 1969 dalam staf Jurusan Anatomi Fakultas Kedokteran Hewan IPB, 1991; Immelman, 1980) Ekologi perilaku merupakan ilmu yang mempelajari tentang atribut-atribut perilaku yang bernilai adaptif dalam memecahkan permasalahan lingkungan untuk keberlanjutan reproduksi suatu individu (Alcock, 1989). Hal ini dipertegas lagi oleh Krebs & Davies (1987) yang menyatakan bahwa ekologi perilaku tidak hanya berkonsentrasi pada perjuangan satwa untuk bertahan hidup dengan mengeksploitasi sumberdaya dan menghindari predator, tetapi juga bagaimana perilaku tersebut berperan pada keberlanjutan reproduksi. Selain itu, ekologi perilaku juga berkonsentrasi terhadap evolusi perilaku adaptasi dalam hubungannya dengan sistem ekologi. Menurut Alcock (1989); Manning & Dawkins (1992) perilaku satwa secara tradisional dapat diklasifikasikan menjadi dua bentuk yaitu perilaku berdasar naluri (instinc behaviour) dan perilaku berdasar pembelajaran (learning behaviour). Kedua klasifikasi ini diasosiasikan dengan kepercayaan yang salah bahwa perilaku ditentukan oleh faktor genetik atau lingkungan dibandingkan faktor lain. Perbedaan instinc behaviour dengan learning behaviour bukan terletak pada tingkat dimana perilaku itu muncul ketika satwa menerima rangsangan dan bereaksi terhadap rangsangan tersebut. Learning behaviour muncul dari adanya
4
modifikasi pengalaman khusus dalam hidup satwa yang meliputi berbagai kategori klasik dan pengkondisian, pembelajaran spasial, imprinting dan belajar dari pengetahuan. Tingkah laku bersifat genetis, tetapi dapat berubah oleh lingkungan dan proses belajar hewan (Hafes, 1969 dalam staf Jurusan Anatomi Fakultas Kedokteran Hewan IPB, 1991). Beberapa bentuk perilaku tidak muncul hingga beberapa tahap perkembangan, tetapi berkembang tanpa adanya latihan yang jelas. Lingkungan berpengaruh pada perkembangan perilaku yaitu pada saat setelah lahir atau saat melahirkan, tetapi mungkin juga terjadi pada berbagai tahap perkembangan (McFarland, 1993). Terkadang satwa juga muncul tanpa melakukan sesuatu bahkan ketika lingkungannya berubah. Hal ini disebabkan karena
terjadinya
kegagalan
dalam
menerima
perubahan
tersebut
dan
dimungkinkan satwa akan merespon perubahan yang masih diingatnya (Carthy, 1979). Krebs & Davies (1987) juga menyebutkan bahwa setiap individu dalam satu spesies memiliki cara yang berbeda untuk mendapatkan sumberdaya, pasangan dan tempat bersarang yang sering dikenal dengan strategi. Strategi lebih jelasnya didefinisikan sebagai pola atau struktur perilaku yang digunakan oleh suatu individu dalam persaingan untuk mendapatkan sumberdaya. Strategi tersebut bisa dilakukan dalam lingkungan yang berbeda. Strategi terbaik yang dilakukan satwa tergantung pada habitatnya.
B. Bioekologi Merak hijau 1. Taksonomi Merak hijau merupakan jenis burung yang berasal dari satu ordo yaitu ordo Galliformes. Ordo ini memiliki kaki yang kuat dan besar serta sayap yang relatif lebih kecil sehingga burung dari ordo ini akan lebih suka berjalan daripada terbang. Selain itu, jenis burung ini juga berasal dari famili Phasianidae. Famili ini identik dengan keindahan yang dimiliki oleh jenis ini terutama keindahan bulunya. Grzimeck (1972) menyatakan bahwa klasifikasi Merak hijau (Pavo muticus Linnaeus, 1766) adalah sebagai berikut:
5
Kingdom
: Animalia
Phyllum
: Chordata
Sub phylum
: Vertebrata
Klas
: Aves
Sub Klas
: Neornithes
Ordo
: Galliformes
Sob Ordo
: Galli
Famili
: Phasianidae
Sub famili
: Pavoninae
Genus
: Pavo
Spesies
: Pavo muticus Linnaeus, 1766.
2. Penyebaran Merak hijau banyak dijumpai di Pulau Jawa, yaitu Ujung Kulon, Sindang Barang (Cianjur), Cikelet (Sukabumi), Jepara, Pati, Mantingan, Randu Blatug (Blora), Meru Betiri, Baluran, Alas Purwo, Gunung Raung, Krepekan, Lijen, Lebak Harjo dan Pasir Putih (Situbondo) (Balen, 1999 dalam Wasono, 2005). Selain itu, merak juga tersebar di Semenanjung Malaysia meskipun saat ini sudah dinyatakan punah.
3. Morfologi Menurut Mulyana (1988), Winarto (1993), Hernowo (1995), Supratman (1998), dan Hernawan (2003) morfologi Merak hijau adalah sebagai berikut : a. Merak jantan dewasa mempunyai jambul tegak di atas kepalanya dan dagu berwarna hijau kebiruan. Bulu hiasnya panjang berwarna campuran antara hijau emas dan perunggu sehingga kelihatan berkilau. Merak hijau jantan berukuran sangat besar dapat mencapai 210 cm. b. Merak hijau betina dewasa mempunyai komposisi warna tubuh sama dengan jantan, tetapi lebih lembut dan tidak cerah/ agak kusam serta tidak mempunyai bulu hias. Merak hijau betina berukuran 120 cm. c. Merak hijau muda memiliki bulu kurang cerah dan bulu-blu penutup ekornya belum tumbuh menyerupai betina muda, tetapi selalu dapat dibedakan oleh
6
kakinya yang lebih panjang. Jambul mulai tumbuh setelah anak merak berumur 2 minggi. Pada umur 2 bulan anak merak sudah memiliki bentuk tubuh dan bulu yang sempurna menyerupai Merak hijau betina dewasa tetapi ukurannya lebih kecil. d. Anak merak hijau memiliki dahi, mahkota dan tengkuk leher yang hampir seragam, berwarna coklat keemasan, halus dan bergaris-garis kuning tua. Garis coklat kehitaman melintasi tengkuk leher dari atas mata dan diterskan dengan garis coklat pucat pada bagian belakang dari mata. Lora dan bagian sisi dari mukanya berwarna kuning pucat dan tidak berbintk-bintik, sekitar leher berwarna kuning kecoklatan pucat. Punggung dan tungging berwarna coklat tua. Bulu-bulu bagian bawah berwarna kuning pucat dan bagian dada lebih gelap, dasar dari bulu-bulu tadi berwarna kelabu. Bulu-bulu penutup sayap berwarna putih sawo matang dengan bintik-bintik kecil kehitaman.
5. Habitat dan Pakan Habitat merak hijau adalah di hutan terbuka, pinggir sungai, hutan sekunder dan tepi pantai (King, et al, 1980 dalam Winarto, 1993). Menurut Glenister (1971) dalam Winarto (1993), merak tinggal di hutan-hutan terbuka yang terdapat semak belukar, rumput-rumput yang tinggi dan pohon-pohon sebagai tempat tinggalnya. Merak menyukai daerah dekat air dan biasanya dapat ditemukan di sepanjang tepi sungai besar, tetapi kadang-kadang juga ditemukan di tepi pantai. Sedangkan, menurut Hernowo (1995) merak hijau di Taman Nasional Baluran dapat ditemukan di semua vegetasi. Di Taman Nasional Baluran, merak hijau banyak dijumpai di daerahdaerah yang banyak terdapat vegetasi tingkat rumput, herba, semak, dan pohon yang dapat digunakan sebagai sumber makanan, cover, serta cukup tersedia air tawar untuk minum (Mulyana, 1988). Merak hijau banyak ditemukan di daerah savanna, hutan musim dan hutan pantai (Hernowo, 1995). Di Taman Nasional Alas Purwo, merak hijau dijumpai pada 3 tipe vegetasi yaitu hutan alam dataran rendah, hutan tanaman, dan daerah ekoton yang merupakan perbatasan antara padang penggembalaan dengan hutan alam dataran rendah. Banyaknya merak hijau yang ditemui ditempat ini karena tersedianya
7
tempat makan, minum, tidur, berteduh, berlindung dan beristirahat (Supratman, 1998). Merak hijau biasanya menyukai biji-bijian, daun-daunan, bunga-bungaan, buah-buahan, hewan-hewan kecil seperti cacing, serangga, amfibi, dan moluska (Mulyana, 1988; Winarto, 1993; Hernowo, 1995; Supratman, 1998; dan Hernawan, 2003). Berdasarkan penelitian terbaru Rini (2005), jenis pakan merak hijau di Taman Nasional Alas Purwo terdiri atas biji rumput, bunga rumput, daun rumput, jangkrik, belalang daun, ulat daun, semut dan rayap.
6. Perilaku Merak Hijau a) Perilaku Makan dan Minum Merak hijau mencari makan pada pagi dan sore hari yang sering disebut sebagai aktivitas makan primer. Sedangkan aktivitas makan sekunder terjadi pada waktu istirahat karena aktivitas makan ini bukan merupakan aktivitas utama (Mulyana, 1988; Winarto, 1993; Hernowo, 1995; Supratman, 1998; dan Hernawan, 2003). Aktivitas primer yaitu aktivitas utama yang dilakukan oleh satwa dalam selang waktu tertentu. Sedangkan aktivitas sekunder adalah aktivitas yang dilakukan pada saat aktivitas primer berlangsung. Aktivitas sekunder mengambil sedikit porsi waktu yang digunakan dalam aktivitas primer. Merak hijau makan dengan cara berjalan sambil mematuk-matuk bagian daun atau bunga rumput dan daun anakan, atau mematuk-matuk buah sambil hinggap pada cabang pohon bagian atas yang masih mampu menahan berat badannya, serta menelan serangga yang berhasil ditangkap setelah dikejar-kejar (Supratman, 1998). Winarto (1993) menyatakan bahwa merak hijau makan dengan mematuk makanan dengan menggunakan paruhnya dan memilih makanan di permukaan tanah dengan mengaiskan kedua tungkai kakinya. Perilaku makan antara merak jantan dan merak betina hanya berbeda pada jumlah pakan yang dimakan. Merak hijau jantan dewasa lebih banyak makan jika dibandingkan dengan merak hijau lainnya (Rini, 2005). Mulyana (1988) menjelaskan bahwa di Seksi Konservasi Wilayah II Bekol Taman Nasional Baluran, merak hijau mulai mencari makan pukul 05.09 sampai dengan pukul 06.30 WIB. Setelah waktu tersebut, merak hijau mencari makan di
8
bawah lindungan pohon. Pada sore hari, merak hijau mencari makan pada pukul 15.30 WIB di savana hingga menjelang tidur pukul 17.53 WIB. Hasil penelitian ini, dipertegas oleh Winarto (1993) yang menjelaskan bahwa aktivitas makan merak hijau di Seksi Konservasi Wilayah II Bekol berlangsung antara pukul 05.20 – 10.00 dan antara 15.00-17.30 WIB. Sedangkan, Hernowo (1995) menyatakan bahwa aktivitas merak hijau di Taman Nasional Baluran antara pukul 05.00-17.00 WIB dan antara pukul 14.00-17.00 WIB. Hernowo (1995) juga menyatakan bahwa merak hijau makan di daerah ekoton antara hutan musim dan savana. Di Taman Nasional Alas Purwo, aktivitas makan merak hijau di pagi hari dimulai pukul 05.30 WIB dan berakhir pada pukul 08.30 WIB dan sore hari dimulai pada pukul 14.10 WIB dan berakhir pada pukul 17.30 WIB. Terkadang, juga ditemukan merak hijau sedang melakukan aktivitas makan di siang hari yaitu pukul 10.00 WIB apabila matahari tidak terlalu panas dan tidak turun hujan (Rini, 2005). Aktivitas makan merak hijau dilakukan sambil melakukan pergerakan. Aktivitas minum dilakukan setelah aktivitas makan selesai dengan cara berjalan ke tempat-tempat sumber air. Merak hijau minum dengan menjulurkan lehernya ke air secara berulang (Supratman, 1998). Sedangkan, menurut Mulyana (1988) merak minum dengan cara memasukkan paruhnya ke dalam air dan mengangkat kepalanya sebanyak 40 kali dalam 10 menit. Hernowo (1995) juga menyatakan bahwa merak hijau minum dengan cara memasukkan paruhnya ke dalam air untuk mengambil air yang dilanjutkan dengan mengangkat kepalanya ke atas hingga lehernya membentuk huruf S. Aktivitas ini dilakukan hingga merak hijau mendapat cukup air di dalam tubuhnya. Menurut Sativaningsih (2005) perilaku merak hijau yang tampak sebelum minum adalah mengawasi keadaan di sekitarnya dengan cara menegokkan leher dan kepala sebagai tanda waspada. Merak hijau minum pada posisi berdiri dan menjulurkan lehernya untuk mendapatkan air dengan memasukkan paruhnya ke dalam air. Setelah mengambil air, merak hijau menengadahkan kepalanya dan menelan air. Dia juga berpendapat merak hijau cenderung menggunakan sumber air yang berupa cekungan bekas injakan satwa lain untuk minum.
9
b) Perilaku Istirahat dan Tidur Merak hijau menyukai pohon-pohon yang tidak terlalu lebat yang mempunyai ketinggian 5-10 m di atas tanah untuk tempat tidur dan istirahatnya. Untuk mencapai tempat tersebut merak hijau terbang tegak lurus dari tanah dan kadang-kadang juga terbang dari satu pohon ke pohon lain (Hoogerwerf, 1970). Menurut Supratman (1998), perilaku tidur merak hijau di Taman Nasional Alas Purwo dilakukan setelah aktivitas makan sore selesai. Biasanya, merak hijau tidak langsung terbang ke pohon tidur, tetapi hinggap dulu ke pohon lain yang lebih rendah, terus meloncat lagi hingga sampai di pohon tidurnya. Sebelum tidur, merak hijau melakukan berbagai aktivitas seperti menelisik bulu dan bersuara. Hal senada juga disampaikan oleh Sativaningsih pada tahun 2005. Pada tahun 1995, Hernowo juga mengadakan penelitian merak hijau di Taman Nasional Baluran. Dia menyatakan bahwa merak hijau menuju pohon tidur dengan cara terbang langsung ke pohon tidur atau melompat dulu ke pohon yang lebih kecil di sekitarnya. sebelum tidur, merak hijau berdiri selama 5-12 menit di cabang pohon tidur yang dilanjutkan dengan meletakkan perutnya dengan muka tegak ke arah areal yang terbuka dan mengeluarkan suara terakhir tanda merak hijau akan tidur. Merak hijau tidur dalam kelompok yang terdiri 2-5 individu. Merak hijau juga menggunakan pohon yang berbeda sebagai pohon tidurnya untuk menghindari adanya gangguan atau bahaya yang dapat mengancam dirinya (Sativaningsih, 2005).
c) Perilaku Mandi Debu Aktivitas mandi debu dilakukan untuk merawat tubuh merak hijau yaitu dalam merapikan bulu-bulu, mengeluarkan ektoparasit dan benda asing yang menempel pada tubuhnya. Mandi debu dilakukan dengan cakarnya untuk menggaruk-garuk tanah gembur kering sambil mendekam di atas tanah, kaki dijulurkan ke belakang sambil mengepakkan sayap hingga debu masuk ke dalam bulu. Biasanya, aktivitas ini dilakukan pada siang hari yaitu pukul 10.00-14.00 WIB (Supratman, 1998). Pendapat yang sama juga dilontarkan oleh Hernowo pada tahun 1995. Hernowo (1995) juga berpendapat bahwa selama aktivitas mandi debu dilakukan, merak hijau juga memulai aktivitas preening.
10
Sementara itu, pada tahun 2005, Sativaningsih berpendapat bahwa perilaku mandi debu merak hijau di Taman Nasional Alas Purwo berlangsung selama 3-46 menit di pagi hari yaitu antara pukul 05.59-07.22 WIB dan sore hari berlangsung selama 5-43 menit yaitu pukul 15.37-16.50 WIB. Aktivitas mandi debu dilakukan di tempat yang rata, bersih, tidak ditumbuhi rumput, dan kering.
d) Perilaku Bersuara Berdasarkan penelitian Hernowo pada tahun 1995, merak hijau berkomunikasi dengan suara ”auwo”. Suara ini dapat dilakukan oleh merak hijau jantan atau betina, bahkan anakan. Suara paling besar yang ditemukan adalah pada pagi hari antara pukul 05.00-08.00 WIB dan pada sore hari antara pukul 16.0018.00 WIB, meskipun frekuensinya lebih kecil dibandingkan dengan di pagi hari. Menurut peneliti tersebut, terdapat 5 (lima) tipe suara merak hijau, yaitu: 1. Tipe 1 : ”tak-tak-tak-tak......................”. Suara ini memberi tanda kepada individu merak hijau lainnya apabila ada ancaman atau bahaya yang biasanya dihasilkan oleh merak hijau betina. 2. Tipe 2 : ”tak-tak-tak-kroooooow, tak-tak-tak-kroooooow-ko-ko-ko-,........ atau kroooooow ko-ko-ko......................”. Suara ini menandakan bahwa merak hijau melihat kelompok mereka atau suara induk untuk memanggil anaknya. 3. Tipe 3 : ”kroooooow-ko-ko-ko-ko............. atau ko-ko-ko-ko-.....................”. Suara ini dikeluarkan bila merak hijau akan terbang. 4. Tipe 4 : ”auwo-auwo-auwo-auwo……………….”. Suara ini menandakan adanya komunikasi antara merak hijau dengan merak hijau lainnya. 5. Tipe
5
:
”ngeeeeeeeeyaow,
ngeeeeeeeeyaow,
atau
eewaaaoow,
eewaaaoow......”. Suara ini hanya dikeluarkan oleh merak hijau jantan pada musim kawin. Namun, pada tahun 1998, Supratman hanya menyebutkan bahwa merak hijau memiliki 3 (tiga) tipe suara sebagai berikut : 1. Tipe 1 : ”kok-kok-kok......kok-kok-kok...........”. Suara ini dikeluarkan saat terbang ketika menghindari bahaya sekaligus memberi tanda pada yang lainnya bahwa ada bahaya.
11
2. Tipe 2 : ”auwo-auwo.....auwo-auwo......auwo-auwo”. Suara ini merupakan alat komunikasi sehari-hari dan merupakan tanda bahwa merak hijau akan tidur. 3. Tipe 3 : ”tak-tak....krr, tak-tak......krr.......”. Suara ini dikeluarkan oleh induk untuk memanggil anaknya.
e) Perilaku Display dan Kawin Merak adalah termasuk satwa poligami dan tidak ada hubungan yang permanen antara merak hijau dewasa dan betina (Hoogerwerf, 1970). Berdasarkan penelitian Hernowo (1995), musim kawin merak hijau di TN Baluran berlangsung dari bulan Oktober-Januari. Sedangkan musim kawin merak hijau di Jawa Timur dan Jawa Barat berlangsung antara bulan Agustus – Oktober (MacKinnon, 1990 dalam Hernawan, 2003). Perilaku display tidak hanya dilakukan untuk menarik perhatian betina tetapi juga merupakan tanda pada jantan lainnya pada saat dia sedang menunjukkan tariannya. Aktivitas ini berlangsung selama 2-5 menit, tapi display yang bertujuan untuk menarik perhatian betina bisa berlangsung lebih dari 7 (tujuh) menit bahkan sampai 30 menit (Hernowo, 1995). Di Taman Nasional Baluran, Hernowo (1995) menyebutkan bahwa perilaku kawin diawali dengan adanya ”Tarian Merak” dan merak jantan memanggil merak betina dengan suara ngeeeeeeeyaow, ngeeeeeeeyaow.......weewaaoow, wee-waaoow....... . merak hijau jantan menaikkan seluruh bulu hias yang ditopang oleh bulu ekornya yang kaku dan membentuk kipas. Sayapnya diturunkan dan melangkah mendekati merak betina. Selanjutnya merak jantan membalik secara tiba-tiba dengan memiringkan tubuhnya ke arah merak betina. Gerakan ini dilakukan secara berulang-ulang. Betina mengelilingi merak jantan berulang-ulang, dan merak jantan sesekali mendekati betina sambil menggetarkan bulu hiasnya. Apabila merak betina menerima bujukan tersebut, merak betina mendekam dan merak jantan segera menaiki punggung merak betina dan perkawinan pun berlangsung. Tempat yang digunakan merak hijau jantan dewasa untuk menarik pasangan tidak sama setiap harinya. Masing-masing individu jantan dewasa mengatur jarak (distance mechanisme) sehingga cukup memberi ruang gerak atau
12
ruang atraksi untuk menarik betina. Tempat yang digunakan untuk menarik pasangannya tersebut adalah tempat terbuka, bersih dan teduh (Sativaningsih, 2005).
f) Perilaku Bersarang Menurut Winarto (1993) di TN Baluran merak betina yang telah dikawini segera memisahkan diri dari kelompoknya untuk mencari sarang dan bertelur. Tiap sarang ditemukan tiga sampai enam butir telur. Telur diletakkan pada tanah yang gundul, bentuk ellips dengan lebar 35 cm dan panjang 40 cm. Sarang merak berada di areal yang terbuka yang sangat sedikit ditumbuhi vegetasi pada tingkat pohon dan sapihan. Dengan kondisi areal yang terbuka cahaya matahari dapat secara langsung menyinari lokasi sarang. Berdasarkan penelitian Hernowo (1995), merak hijau betina akan meletakkan telurnya di atas tanah. Sarang diletakkan antara semak dan rerumputan di areal terbuka dengan sedikit pohon. Jarak antar sarang berkisar antara 45-260 meter. Seperti dikatakan Winarto (1993), Hernowo (1995) juga mengatakan bahwa sarang merak hijau berbentuk oval. Namun, berdasarkan pengukuran Hernowo, sarang merak hijau berukuran 30-45 meter dengan ukuran telur 70 mm x 51 mm. Warna telurnya putih, tetapi dalam beberapa hari akan berubah menjadi coklat bertotol.
g) Perilaku Sosial Dalam hidupnya, merak hijau membentuk kelompok kecil yang terdiri betina, remaja dan anakan. Kelompok tersebut berkisar antara 2-12 individu (Hernowo, 1995). Bentuk hubungan di dalam kelompok maupun kelompok lain dapat dibagi sebagai berikut: ¾ Kelompok induk dan anak-anaknya. Hubungan mereka sangat dekat dan bersama-sama saat makan, minum, berteduh, tidur dan dimana saja. ¾ Kelompok betina dewasa. Kelompok ini bisa tinggal bersama kelompok betina dewasa lainnya, atau kelompok betina remaja, atau dengan
13
kelompok remaja atau anakan dan betina atau dengan kelompok jantan dewasa dan kelompok lainnya. ¾ Kelompok betina remaja. Kelompok ini dengan mudah menjalin hubungan dengan kelompok jantan dewasa, betina dengan anaknya, atau kelompok lainnya yang sama. ¾ Kelompok remaja campuran jantan dan betina. Kelompok ini dapat bersama-sama dengan kelompok lain tetapi lebih suka dengan kelompok jantan remaja. Pemimpin di dalam kelompok tersebut adalah merak betina. Merak betina memimpin dalam pergerakan dalam mencari makanan, air minum, tempat tidur, dan melindungi kelompok dari gangguan. Merak betina yang dijadikan pemimpin adalah merak betina yang memiliki ukuran lebih besar dari merak betina yang lain (Hernowo, 1995).
14
III. KONDISI UMUM LAPANGAN
A. Taman Nasional Baluran Letak, Luas dan Status Taman Nasional Baluran secara administratif terletak di Kecamatan Banyuputih, Situbondo, Jawa Timur. Secara geografis, taman nasional terletak antara 7o29’10” – 7o55’55” LS dan 114o29’10” – 114o39’10” BT. Kawasan ini dibatasi oleh Selat Sunda di sebelah utara dan Selat Bali di sebelah timur. Dari bagian selatan sampai ke barat berturut-turut dibatasi oleh Dusun Pandean Desa Wonorejo, Sungai Bajulmati, Sungai Klokoran, Desa Karangtekok, dan desa Sumberanyar. Luas Taman Nasional Baluran berdasarkan Menteri Pertanian tanggal 6 Maret 1980 seluas 25.000 ha yang kemudian oleh Keputusan Direktur Janderal PHPA Nomor 51/Kpts/Dj-VI/87 tanggal 12 Desember 1987, luas Taman Nasional Baluran menjadi 28.750 ha, dan termasuk di dalamnya wilayah perairan seluas 3.750 ha. Luas tersebut terdiri dari ; a. Zona inti seluas 17.063 ha b. Zona rimba seluas 5.200 ha c. Zona pemanfaatan seluas 687 ha d. zona penyangga seluas 5.800 ha dalam kawasan seluas itu terdapat pula bekas Hak Guna Usaha (HGU) atas nama PT Gunung Gumitir yang mengusahakan lahan seluas 363 ha di daerah Labuhan Merak dan Gunung Masigit, transmigrasi lokal Angkatan Darat di Dusun Pandean seluas 57 ha dan tanah sengketa Blok Gentong seluas 22 ha.
Aksesibilitas Aksesibilitas ke dan dari Taman Nasional Baluran dikatakan sangat lancar, ini disebabkan adanya jalan raya antara Pulau Bali dan Banyuwangi dengan Surabaya yang melintasi kawasan. Dengan demikian taman nasional dapat dijangkau dengan kendaraan darat dari berbagai kota-kota penting di sekitarnya.
Topografi Taman Nasional Baluran mempunyai bentuk topografi yang bervariasi, dari datar sampai bergunung-gunung dan mempunyai ketinggian berkisar antara 0 – 1.274 meter dari permukaan laut. Bentuk topografi datar sampai berombak relatif mendominasi kawasan ini. Dataran rendah di kawasan ini terletak di sepanjang pantai yang merupakan batas kawasan sebelah timur dan utara. Sedangkan, di sebelah selatan dan barat mempunyai bentuk lapangan relatif bergelombang. Di taman nasional ini terdapat enam buah gunung, yaitu Gunung Klosot (940 mdpl), Gunung Baluran (1.247 mdpl). Glenseran (124 mdpl), Montor (64 mdpl), Kakapa (114 mdpl), dan Priuk (211 mdpl).
Geologi Kawasan Taman Nasional Baluran didominasi oleh batuan vulkanik tua dan batuan alluvium. Batuan vulkanik tua hampir mendominasi seluruh kawasan, sedangkan batuan alluvium terletak di sepanjang pantai meliputi daerah Pandean, Tanjung Sendano, Tanjung Sumber Batok dan Tanjung Lumut.
Tanah Jenis tanah yang ada di kawasan Taman Nasional Baluran antara lain andosol dan latosol yang menyebar di daerah perbukitan, mediteran merah kuning dan grumusol di daerah yang lebih rendah serta alluvium di daerah yang paling rendah. Tanah-tanah ini merupakan tanah yang kaya akan mineral, tetapi miskin akan bahan organik.
Iklim Taman Nasional Baluran beriklim monsoon, menurut Scmidt dan Ferguson iklim ini digolongkan kepada iklim tipe F dengan temperatur antara 27.2o C – 30.9o C, kelembaban udara 77 %, kecepatan angin 7 knots arah angin sangat dipengaruhi oleh arus angin tenggara yang kuat. Pengaruhnya terlihat pada distribusi musim panas dan hujan yaitu bulan April – Oktober musim kemarau dan bulan November – April musim hujan.
16
Hidrologi Di kawasan taman nasional ini terdapat dua buah sungai yang sangat besar, yaitu sungai Bajulmati dan sungai Klokoran. Curah Kacip mata airnya berasal dari kawah kering dan mengalir hanya beberapa meter kemudian meresap ke dalam tanah dan muncul lagi sebagai mata air di pantai Labuhan Merak dan sekitarnya.
Ekosistem Berdasarkan habitatnya, Taman Nasional Baluran memiliki dua jenis ekosistem, yaitu ekosistem darat dan ekosistem laut. Bagian ekosistem darat merupakan bagian terbesar, sedangkan bagian laut terletak di bagian utara dan bagian timur taman nasional. Tipe-tipe ekosistem yang terdapat di kawasan ini adalah ; •
Hutan pantai
•
Mangrove dan rawa asin
•
Hutan payau
•
Savana (savana datar dan savana bergelombang)
•
Hutan musim (dataran rendah dan dataran tinggi)
•
Hutan datar kawah
•
Curah (stoney streambeds) Savana merupakan tipe vegetasi yang dijumpai hampir di seluruh bagian
kawasan dan merupakan habitat utama satwa banteng dan berbagai jenis satwa lainnya.
Flora Jenis-jenis flora yang ada di Taman Nasional Baluran tidak jauh berbeda dengan jenis-jenis yang ada di Jawa dan Sumatera dan masih mempunyai hubungan erat dengan flora di Semenanjung Malaya. Di kawasan ini terdapat 422 jenis flora dari 87 famili yang tersebar di kawasan. Hutan mangrove ddidominasi oleh tancang (Rhizophora spp.), api-api (Avicennia spp.), dan bogem (Sonneratia spp.). Di hutan pantai terdapat dadap, gatel, bama, kelor dan popongan. Jenis-jenis pohon yang ditemukan adalah lontar
17
(Borassus flabellifer), nyamplung (Calophyllum inophyllum), gebang (Corypha utan), waru minyak (Hibiscus tiliaceus), manting (Syzygium polyanthum), ketapang (Terminalia catappa), dan waru laut (Thespesia populnea). Savana didominasi oleh rumput lamuran (Dichantium caricosum), dengan merakan (Heteropogon contortus) dan padi-padian (Sorghum nitidus). Jenis-jenis pohonnya adalah pilang (Acacia leucophloea), klampis (A tomentosa), akasia (A nilotica), mimba (Azadirachta indica), kesambi (Schleichera oleosa) dan widoro bukol (Zizyphus rotundifolia). Hutan musim didominasi oleh pilang, mimba, kamloko (Emblica officinalis), walikukun (Schoutenia ovata), asam (Tamarindus indica) dan widoro bukol.
Fauna Taman Nasional Baluran memiliki tipe fauna yang beraneka ragam dan secara garis besar terdapat empat ordo, yaitu mamalia, aves, pisces dan reptilia. Mamalia yang penting antara lain banteng (Bos javanicus), Kerbau liar (Bubalus bubalis), rusa (Cervus timorensis), kijang (Muntiacus muntjak), babi hutan (Sus scrofa) dan Sus verracossus), macan tutul (Panthera pardus), ajag (Cuon alpinus), kera ekor panjang (Macaca fascicularis), budeng (Presbytis cristata). Aves yang ada di kawasan ini adalah tulung tumpuk (Megalaima javensis), ayam hutan (Gallus spp.) dan merak hijau (Pavo muticus). Golongan pisces yang ada antara lain bandeng (Chanos chanos), Dascylus melanupus, Bomocanthodes imperator, Centopyre bibicca, Chromis caerulos dan beberapa jenis hiu. Sedangkan, reptilian besar tidak banyak dijumpai. Jenis penting di sekitar pantai adalah biawak (Varanus salvator).
B. Taman Nasional Alas Purwo Letak, Luas dan Status Sebelum menjadi taman nasional, Alas Purwo ditetapkan oleh Gubernur jenderal Hindia Belanda sebagai suaka margasatwa dengan ketetapan GB. Stbl. No. 456 tanggal 1 September 1939 dengan luas 62.000 ha. Pada tanggal 26
18
Februari 1992, status Suaka Margasatwa berubah menjadi Taman Nasional berdasarkan SK Menteri Kehutanan No. 283/Kpts-II/92. Taman Nasional Alas Purwo yang memiliki luas 43.420 ha, secara geografis terletak terletak di ujung Timur Pulau Jawa wilayah pantai Selatan antara 8°25’ - 8°47’ LS, 114°20’ - 114°36’ BT. Berdasarkan Administrasi Pemerintahan, TNAP terletak di Kecamatan Tegaldlimo dan Kecamatan Purwoharjo, Kabupaten Banyuwangi. Di sebelah barat berbatasan dengan kawasan hutan produksi. Di sebelah timur dan utara berbatasan dengan selat Bali dan di sebelah selatan berbatasan dengan Samudera Indonesia.
Aksesibilitas Taman Nasional Alas Purwo dapat dicapai melalui dua kota besar, yaitu Surabaya (360 km, waktu tempuh 8 jam) dan Denpasar Bali (210 km, waktu tempuh 4-5 jam)
Topografi Bentuk kawasan TNAP terdiri dari daerah pantai, daerah daratan hingga perbukitan dan pegunungan dengan ketinggian tempat 0 - 322 meter dpl. Daerah pantai melingkar mulai dari Segara Anak (Grajagan) hingga daerah Muncar dengan garis pantai sekitar 105 km. Secara umum kawasan TNAP mempunyai topografi datar, bergelombang ringan sampai barat dengan puncak tertinggi Gunung Lingga Manis.
Geologi Formasi geologi berumur Meosen atas, terdiri dari batuan berkapur dan batuan berasam. Pada batuan berkapur terjadi proses karsifikasi tidak sempurna, karena faktor iklim yang kurang mendukung, serta batuan kapur yang diperkirakan terintrusi oleh batuan lain. Di kawasan ini terdapat banyak gua, dan menurut hasil inventarisasi obyek wisata alam terdapat 44 buah gua. Diantara guagua tersebut adalah Gua Istana, Gua Padepokan dan Gua Basori.
19
Tanah Di kawasan ini terdapat 4 kelompok tanah, yaitu tanah komplek mediteran merah-litosol seluas 2.106 ha, tanah regosol kelabu seluas 6.238 ha, tanah grumusol seluas 379 ha, dan tanah aluvial hidromorf seluas 34.697 ha.
Hidrologi Pola jaringan sungai radial karena leher semenanjungnya menyempit. Arah aliran sungai langsung ke laut. Sungai-sungai yang ada berupa sungai-sungai kecil, namun berjumlah sangat banyak. Sungai Ombo dan Sungai Pancur serta beberapa sungai lainnya berhubungan dengan sungai bawah tanah yang mengalir di bawah kompleks perbukitan. Beberapa alirannya dimanfaatkan untuk pengelolaannya Taman Nasional Alas Purwo. Sungai-sungai yang relatif besar terdapat di Bedul-Rowobendo, dimana aliran airnya mengumpul ke bagian hilir Segara Anak. Sungai-sungai tersebut diantaranya adalah Sungai Kemiri, S. Pail, dan S. Palu Agung.
Iklim Temperatur udara 22° - 31° C. Curah hujan 1.000 - 1.500 mm/tahun sehingga memiliki tipe curah hujan B. Dalam keadaan biasa, musim di Taman Nasional Alas Purwo pada bulan April sampai Oktober adalah musim kemarau dan bulan Oktober sampai April adalah musim hujan. Kelembaban udara berkisar antara 75%-81%. Arah angin terbanyak bertiup dari arah selatan dengan kecepatan antara 2.3-4.2 knot.
Ekosistem TN Alas Purwo merupakan taman nasional yang memiliki formasi vegetasi yang lengkap. Formasi vegetasi ini mulai dari pantai sampai dengan hutan hujan tropika dataran rendah. Tipe-tipe ekosistem yang ada adalah: •
Hutan pantai
•
Hutan mangrove
•
Hutan alam dataran rendah
•
Hutan hujan tropika dataran rendah
•
Hutan bambu
•
Savana
20
Flora Jenis-jenis dominan yang terdapat di hutan pantai adalah ketapang (Terminalia catappa), sawokecik (Manilkara kauki), waru laut (Hibiscus sp.), keben (Baringtonia asiatica) dan nyamplung (Calophyllum inophyllum). Formasi mangrove didominasi oleh Rhizophora apiculata, R. mucronata, Bruguiera sexangula, B. gymnorhyza, Avicennia marina, Avicennia sp., Xylocarpus granatum, Heritiera littoralis, Sonneratia alba, dan Sonneratia caseolaris. Hutan alam dataran rendah didominasi oleh rau (Dracontomelon mangiferum), santen/jaran (Lannea gradis), kedondong alas (Spondias pinnata), pulai (Alstonia scholaris), legaran (Alstonia villosa), kemiri (Aleurites molucana), dan asam (Tamarindus indica). Sedangkan, hutan bambu didominasi oleh bambu ampel (Bambusa vulgaris), bambu wuluh (Schizostrachyum blumei), bambu apus (Gigantochloa apus), bambu gesing (Bambusa spinosa), bambu jajang (Gigantochloa nigrociliata), bambu jalar (Gigantochloa scadens), bambu jawa (Gigantochloa verticiliata), bambu kuning (Phyllostachys aurea), bambu petung (Dendrocalamus asper), bambu rampel (Schizostachyum branchyladum), bambu jabal, bambu wulung, dan bambu manggong (Gigantochloa manggong).
Fauna Jenis fauna yang ada di TN Alas Purwo terdiri atas burung, reptil dan mamalia. Jenis burung ayang ada antara lain milwis (Dendrocygna javanica), bangau sandang lawe (Ciconia episcopus), bangau tongtong (Leptoptilos javanica), kuntul besar (Egretta alba), kuntul kecil (Egretta garzeta), merak (Pavo muticus), ayam hutan hijau (Gallus varius) dan ayam hutan merah (Gallus gallus). Jenis reptil yang ada di kawasan ini terdir atas biawak (Varanus salvator), ular laut (Laticauda colubrina), penyu abu-abu (Lepidochelys olivacea), penyu belimbing (Dermochelys coriaceae), penyu hijau (Chelonia midas), penyu sisik (Eretmochelys imbricata) dan kadal (Mabuia multifasciata). Jenis mamalia yang ada adalah kera ekor panjang (Macaca fascicularis), lutung (Presbytis cristata), macan tutul (Panthera pardus), anjing hutan (Cuon alpinus), kucing hutan (Felis bengalensis), banteng (Bos javanicus), kijang
21
(Muntiacus muntjak), rusa (Cervus timorensis), babi hutan (Sus scrofa), kancil (Tragulus javanicus), berang-berang (Lutra lutra), landak (Hystrix brachyura), garangan (Herpestes javanicus), dan bajing terbang (Petaurista cristata).
22
IV. METODE PENELITIAN
A. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di dua lokasi, yaitu Taman Nasional Baluran (TNB) dan Taman Nasional Alas Purwo (TNAP), Provinsi Jawa Timur. Pengambilan data di TNAP dilaksanakan pada bulan Juli sampai pertengahan Agustus 2006 yang difokuskan di padang penggembalaan Sadengan, hutan tanaman dan hutan arah Rowobendo-Ngagelan. Sedangkan, data di TNB diambil pada pertengahan Agustus hingga akhir September 2006 yang difokuskan di savana Bekol, hutan pantai, hutan musim dan evergreen. Total waktu yang digunakan untuk pengambilan data adalah 3 bulan. Lokasi penelitian di TNB seperti terlihat pada peta dibawah ini :
Sumber : Dono & Mardana, 2003
Gambar 1. Peta Lokasi Taman Nasional Baluran
Lokasi penelitian di TNAP seperti ditunjukkan pada gambar di bawah ini :
Sumber : Balai Taman Nasional Alas Purwo
Gambar 2. Peta Lokasi Taman Nasional Alas Purwo
B. Alat dan Bahan Alat-alat yang akan digunakan adalah binokuler, alat pengukur waktu (stop watch), alat hitung, kamera, alat perekam suara, handycam, tallysheet, alat tulis, dan alat pengolah data (komputer). Bahan yang digunakan adalah berupa bahan habis pakai, seperti baterai, film, dan kaset kosong.
C. Jenis Data yang Dikumpulkan Jenis data yang dikumpulkan adalah: 1. Data sekunder yang didapatkan dengan studi literatur mengenai: bio-ekologi Merak hijau dan keadaan umum lokasi penelitian. 2. Data primer yang didapatkan langsung dari lapangan, meliputi : a. Aktivitas dan mekanisme perilaku individu yang meliputi perilaku makan, minum, istirahat, tidur, berteduh, display, mandi debu, dan menelisik.
24
b. Aktivitas dan mekanisme perilaku sosial yang meliputi hubungan antar merak hijau dalam satu kelompok, hubungan antar kelompok merak hijau, hubungan antar merak hijau jantan dewasa, hubungan merak hijau dengan satwaliar lain, dan perilaku kawin merak hijau. c. Strategi perilaku yang berhubungan dengan habitatnya yang meliputi waktu dan durasi terjadinya aktivitas, frekuensi perilaku dan kondisi lokasi yang dipilih merak hijau untuk melakukan aktivitas.
D. Metode Kerja 1. Studi Pustaka Studi pustaka dilakukan untuk mempersiapkan penelitian melalui pengumpulan keterangan-keterangan mengenai perilaku merak hijau, parameterparameter perilaku merak hijau, bioekologi merak hijau, keadaan daerah penelitian, dan metode-metode penelitian perilaku merak hijau.
2. Studi Pendahuluan Studi pendahuluan dilakukan untuk menjajagi dan mengenali keadaan lapangan, perilaku merak hijau dan untuk menentukan lokasi-lokasi strategis ditemukannya merak hijau sedang melakukan suatu aktivitas. Studi pendahuluan ini dilakukan dengan cara pengamatan langsung di lapangan dan wawancara dengan petugas. Berdasarkan studi pendahuluan yang telah dilakukan pada bulan Maret 2006 dapat diketahui penyebaran lokal merak hijau di Taman Nasional Baluran adalah pada areal savana dan hutan musim seksi Konservasi Wilayah II Bekol Taman Nasional Baluran. Sedangkan, tempat-tempat ditemukannya merak hijau di Taman Nasional Alas Purwo adalah di areal tumpang sari di dekat hutan tanaman dan padang penggembalaan Sadengan Seksi Konservasi Wilayah Rowobendo. Selanjutnya, lokasi tersebut dijadikan unit contoh pengamatan ekologi perilaku merak hijau.
25
3. Pengamatan Lapangan Pengamatan lapangan dilakukan untuk pengambilan data utama tentang ekologi perilaku merak hijau. Data utama tentang ekologi perilaku merak hijau diperoleh dengan pengamatan langsung pada unit contoh yang berbentuk titik pengamatan. Titik pengamatan di lapangan ditentukan dengan metode Purposive sampling (pengambilan contoh yang diarahkan) berdasarkan studi pendahuluan dengan memilih tempat-tempat strategis ditemukannya merak hijau sedang melakukan aktivitas (makan, minum, berteduh, istirahat, tidur, display, mandi debu, menyelisik dan sosial) . Lokasi yang menjadi titik pengamatan yaitu padang savana dan hutan musim Seksi Konservasi Wilayah II Bekol Taman Nasional Baluran serta hutan tanaman dan padang penggembalaan Sadengan di wilayah Seksi Konservasi Rowobendo. Informasi tentang aktivitas harian, mekanisme dan strategi perilaku merak hijau serta hubungannya dengan lingkungan dilakukan dengan cara mencatat segala aktivitas merak hijau yang dijumpai pada pengamatan di jalur transek. Metode pengambilan contoh yang digunakan adalah ad-libitum sampling yaitu mencatat setiap perilaku yang teramati, waktu dan durasi yang digunakan serta kondisi habitat merak hijau melakukan perilaku tersebut. Pengamatan dilakukan secara berulang pada unit-unit waktu pengukuran dalam selang waktu selama 3 (tiga) jam, yaitu pagi hari (05.00-10.00 WIB) di hari pertama, siang hari (10.00-14.00 WIB) di hari kedua, dan sore hari (14.00-18.00 WIB) di hari ketiga dan seterusnya. Aktivitas yang berhasil diamati dicatat dalam tallysheet. Tabel 1. Tallysheet pengamatan perilaku merak hijau No.
Waktu
Aktivitas
Lokasi
Keterangan
E. Bentuk Perilaku dan Parameternya 1. Perilaku makan Semua aktivitas yang dilakukan merak hijau yang berkaitan dengan kegiatan mencari, mengambil, dan memasukkan bahan makanan ke dalam perut.
26
Parameter yang dicatat berupa pola perilaku, waktu mulai dan berakhirnya aktivitas (durasi), frekuensi makan, dan kondisi lokasi yang digunakan untuk aktivitas makan. Hipotesis yang digunakan adalah sebagai berikut: Ho = tidak ada perbedaan frekuensi/durasi perilaku makan di dua tipe habitat/lingkungan yang berbeda H1 = terdapat perbedaan frekuensi/durasi perilaku makan di dua tipe habitat/lingkungan yang berbeda 2. Perilaku minum Semua aktivitas yang berkaitan dengan mengambil dan menelan air oleh merak hijau. Parameter yang dicatat berupa pola perilaku, waktu dan durasi aktivitas makan, frekuensi, dan kondisi lokasi. Hipotesis yang digunakan adalah sebagai berikut: Ho = tidak ada perbedaan frekuensi/durasi perilaku minum di dua tipe habitat/lingkungan yang berbeda H1 = terdapat perbedaan frekuensi/durasi perilaku minum di dua tipe habitat/lingkungan yang berbeda 3. Perilaku berteduh dan istirahat Perilaku berteduh dan istirahat merupakan perilaku untuk berlindung di siang hari. Pada saat istirahat, merak hijau terkadang melakukan berbagai aktivitas tanpa melakukan perjalanan. Parameter yang dicatat berupa jenis aktivitas, pola perilaku, frekuensi, waktu dan durasi aktivitas, kondisi lokasi tempat istirahat. Hipotesis yang digunakan adalah sebagai berikut: Ho = tidak ada perbedaan frekuensi/durasi perilaku berteduh dan istirahat di dua tipe habitat/lingkungan yang berbeda H1 = terdapat perbedaan frekuensi/durasi perilaku berteduh dan istirahat di dua tipe habitat/lingkungan yang berbeda 4. Perilaku tidur Semua aktivitas merak hijau menuju pohon tidur, aktivitas yang dilakukan sebelum tidur dan setelah bangun tidur selama di pohon tidur hingga merak hijau
27
turun dari pohon tidur. Perilaku tidur diamati pada pagi dan sore hari. Pengamatan pagi hari untuk mengetahu aktivitas yang dilakukan merak hijau setelah bangun tidur hingga turun dari pohon tidur. Pengamatan sore hari dilakukan untuk mengetahui aktivitas merak hijau naik ke pohon tidur dan aktivitasnya sebelum tidur. Parameter yang dicatat adalah waktu mulai menuju ke pohon tidur dan turun dari pohon tidur, aktivitas yang dilakukan merak hijau sebelum dan sesudah tidur serta selama tidur, durasi, frekuensi, kondisi pohon tidur, dan jenis pohon tidur. Hipotesis yang digunakan adalah sebagai berikut: Ho = tidak ada perbedaan frekuensi/durasi perilaku tidur di dua tipe habitat/lingkungan yang berbeda H1 = terdapat perbedaan frekuensi/durasi perilaku tidur di dua tipe habitat/lingkungan yang berbeda 5. Perilaku berjemur Semua aktivitas yang bertujuan untuk menghangatkan tubuh merak hijau. Parameter yang dicatat berupa pola perilaku, waktu dan durasi, frekuensi, dan kondisi tempat berteduh. Hipotesis yang digunakan adalah sebagai berikut: Ho = tidak ada perbedaan frekuensi/durasi perilaku berjemur di dua tipe habitat/lingkungan yang berbeda H1 = terdapat perbedaan frekuensi/durasi perilaku berjemur di dua tipe habitat/lingkungan yang berbeda 6. Perilaku display Semua aktivitas yang berkaitan dengan upaya merak hijau jantan dalam menarik pasangannya. Parameter yang dicatat berupa pola perilaku, waktu dan durasi aktivitas, frekuensi, dan kondisi lokasi display. Hipotesis yang digunakan adalah sebagai berikut: Ho = tidak ada perbedaan frekuensi/durasi perilaku display di dua tipe habitat/lingkungan yang berbeda H1 = terdapat perbedaan frekuensi/durasi perilaku display di dua tipe habitat/lingkungan yang berbeda
28
7. Perilaku mandi debu Semua aktivitas yang berkaitan dengan mandi debu. Parameter yang diamati berupa aktivitas perilaku, waktu, durasi, frekuensi, dan kondisi lokasi yang digunakan untuk melakukan aktivitas. Hipotesis yang digunakan adalah sebagai berikut: Ho = tidak ada perbedaan frekuensi/durasi perilaku mandi debu di dua tipe habitat/lingkungan yang berbeda H1 = terdapat perbedaan frekuensi/durasi perilaku mandi debu di dua tipe habitat/lingkungan yang berbeda 8. Perilaku menelisik bulu Semua aktivitas yang berkaitan dengan menelisik bulu. Parameter yang diamati berupa aktivitas perilaku, waktu, durasi, frekuensi, lokasi yang digunakan untuk beraktivitas. Hipotesis yang digunakan adalah sebagai berikut: Ho = tidak ada perbedaan frekuensi/durasi perilaku menyelisik di dua tipe habitat/lingkungan yang berbeda H1 = terdapat perbedaan frekuensi/durasi perilaku menelisik di dua tipe habitat/lingkungan yang berbeda Perilaku ini juga diuji dalam berbagai perilaku utamanya dengan hipotesa sebagai berikut : Ho = tidak ada perbedaan perilaku menelisik bulu dalam berbagai perilaku utama di dua tipe habitat/lingkungan yang berbeda H1 = terdapat perbedaan perilaku menelisik bulu dalam berbagai perilaku utama di dua tipe habitat/lingkungan yang berbeda 9. Perilaku berlindung Semua aktivitas yang bertujuan untuk menghindari adanya gangguan atau ancaman. Parameter yang diamati berupa aktivitas perilaku, waktu, durasi, frekuensi, lokasi yang digunakan untuk beraktivitas. Hipotesis yang digunakan adalah sebagai berikut: Ho = tidak ada perbedaan frekuensi/durasi perilaku berlindung di dua tipe habitat/lingkungan yang berbeda
29
H1 = terdapat perbedaan frekuensi/durasi perilaku berlindung di dua tipe habitat/lingkungan yang berbeda 10. Perilaku sosial Pengamatan perilaku sosial dilakukan pada kelompok merak hijau untuk mengetahui hubungan antar merak hijau dalam satu kelompok, antar kelompok, hubungan antara merak hijau jantan dewasa, dan hubungan merak hijau dengan satwaliar lain. Parameter yang dicatat berupa aktivitas, waktu berinteraksi, frekuensi, lokasi, bentuk hubungan perilaku, mekanisme dan strategi perilaku yang berhubungan dengan lingkungan. Perilaku sosial yang diuji adalah hubungan antar merak hijau jantan dengan hipotesa : Ho = tidak ada perbedaan hubungan antar merak hijau jantan di dua tipe habitat/lingkungan yang berbeda H1 = terdapat perbedaan hubungan antar merak hijau jantan di dua tipe habitat/lingkungan yang berbeda 11. Perilaku membuang kotoran Perilaku membuang kotoran merupakan perilaku tambahan yang teramati selama periode penelitian. Perilaku tersebut tidak dilakukan uji hipotesis namun disajikan secara deskriptif 12. Perilaku bersuara Perilaku bersuara diamati untuk mengetahui variasi dari suara merak hijau. Hipotesis yang digunakan adalah sebagai berikut: Ho = tidak ada perbedaan tipe suara di dua tipe habitat/lingkungan yang berbeda H1 = terdapat perbedaan tipe suara di dua tipe habitat/lingkungan yang berbeda
F. Analisis data Data utama hasil pengamatan yang berupa perilaku makan, minum, istirahat, tidur, berteduh, display, mandi debu, menelisik dan perilaku sosial dianalisis secara kualitatif melalui teknik penyajian deskriptif, grafik, presentase, dan analisis kuantitatif.
30
Teknik penyajian deskriptif dan grafik digunakan untuk menjelaskan pola perilaku merak hijau di Taman Nasional Baluran dan Taman Nasional Alas Purwo serta menginterpretasikan strategi perilaku yang digunakannya. Untuk mengetahui perilaku merak hijau di Taman Nasional Baluran dan Taman Nasional Alas Purwo, maka digunakan tabel berikut: Tabel 2. Rekapitulasi perilaku (bersuara, menelisik bulu, makan, display, minum, mandi debu, berteduh, berlindung, tidur, sosial) merak hijau di TNB dan TNAP Lokasi
Durasi ratarata (dtk)
Ragam waktu (dtik)
Durasi min (dtk)
Durasi max (dtk)
Frekuensi
χ2 hitung
TNAP TNB
Presentase perilaku menunjukkan persen kejadian perilaku dari nilai kejadian seluruh perilaku yang dapat ditentukan berdasarkan rumus :
% perilaku =
a x 100 % b
a = frekuensi kejadian perilaku selama 1 jam b = frekuensi kejadian seluruh perilaku yang teramati dalam 1 jam Data durasi perilaku merak hijau yang didapat di lapangan dianalisis dengan rumus sebagai berikut :
χ=
∑x n
s2 =
x 2 − ( Σx / n ) 2 n −1
X = χ ± t√s2
χ = rata-rata durasi (detik) n = jumlah contoh s2 = ragam contoh (detik) X = kisaran durasi (detik) Analisis kuantitatif yang digunakan untuk menguji hipotesis dari bentukbentuk perilaku di atas adalah uji chi-kuadrat (χ2), dengan rumus ; k
χ2 = ∑ i =1
(Oi − Ei ) 2 Ei
Oi = frekuensi pengamatan perilaku ke-i Ei = frekuensi harapan ke-i dan,
31
Ei =
total baris x total kolom total pengama tan
Kriteria uji : Jika χ2hit > χ2tab, maka terima H1 Jika χ2hit < χ2tab, maka terima Ho Uji ini dilakukan pada taraf nyata 95 % dengan derajat bebas (v) = (b-1) x (k-1), dimana b adalah baris dan k adalah kolom serta menggunakan hipotesa : H1 :
Perilaku (makan, minum, display, berteduh dan istirahat, berlindung, menelisik bulu, mandi debu, berjemur, dan lain-lain ) merak hijau dipengaruhi oleh tipe habitat
32
V. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian 1. Perilaku Individu Merak Hijau a. Perilaku Bersuara Perilaku bersuara merupakan perilaku ketika terekspresikan bunyi yang berasal dari tenggorokan baik dengan volume kecil maupun besar dan memiliki tujuan tertentu. Merak hijau bersuara dengan cara leher ditegakkan, kepala mendongak, ekor agak diturunkan dan saat suara keluar kepala ditarik ke atas dan ekor ke bawah. Perilaku bersuara ini dapat dilakukan oleh semua individu merak hijau pada umumnya baik merak hijau jantan, merak hijau betina, merak hijau dewasa, remaja maupun anakan. Terdapat enam tipe suara merak hijau yang ditemukan di lokasi penelitian, yaitu: a. Tipe I :”auwo...auwo...auwo...”. Suara ini bervariasi dari satu kali hingga tiga kali ”auwo.....” dan biasanya merupakan alat komunikasi utama antar merak hijau. Selama penelitian yaitu kurang lebih 90 hari, suara ini terlihat hanya dikeluarkan oleh merak hijau jantan yang dilakukan dalam posisi berdiri dan diam. Tipe suara ini lebih sering terdengar pada pagi dan sore hari terutama saat merak hijau bangun dari tidur dan menjelang tidur. ”auwo” satu kali dan dua kali diduga merupakan peringatan bagi merak hijau lain bila merak hijau jantan melihat bahaya atau melihat kelompok lain. ”auwo” satu kali terdengar 5 kali di TNAP dan 10 kali di TNB. Sedangkan, ”auwo” dua kali terdengar 8 kali di TNAP dan 33 kali di TNB. Sedangkan ”auwo” tiga kali menunjukkan keberadaan merak hijau jantan dan petunjuk dimulai dan diakhirinya aktivitas harian yang terdengar 13 kali di TNAP dan 27 kali di TNB. Frekuensi suara yang terdengar baik di TNAP dan TNB dicatat dalam tabel 3. Tabel 3. Banyaknya tipe suara I yang terdengar di TNAP dan TNB Lokasi TNAP - Sadengan - Tumpangsari - Hutan Ngagelan
Suara ”auwo” 1 x
Suara ”auwo” 2 x
Suara ”auwo” 3 x
3 2 -
4 4 -
11 2 -
Lanjutan (Tabel 3) TNB - Savana - Hutan pantai - Hutan musim - Evergreen
15 8 4 -
28 1 4 -
7 3 -
b. Tipe II :”kokokoko.......” Tipe suara II dikeluarkan saat merak hijau terbang baik terbang karena ada bahaya atau terbang saat naik dan turun dari pohon. Di TNAP, suara ini terdengar 9 kali dan 8 kali di TNB. Tipe suara ini biasanya terdengar di pagi hari dan sore hari pada jam 05.00 WIB – 09.00 WIB dan 15.00 WIB – 17.30 WIB. Suara ini juga memiliki variasi yaitu ”kroow..kokokoko.....” yang dikeluarkan saat terbang karena ada bahaya dan ditujukan untuk memberitahu merak hijau akan adanya bahaya
tersebut
serta
mengajak
merak
hijau
lain
bersembunyi
dan
”auwo...kokokoko.....” yang dikeluarkan saat terbang dan melihat kelompok lain. Variasi pertama terdengar 2 kali di TNAP dan 4 kali di TNB. Sedangkan, variasi kedua terdengar 4 kali di TNAP dan 8 kali di TNB. Merak hijau mengeluarkan suara ini dengan posisi sedang terbang atau bergerak dan terkadang berdiri di tanah terutama untuk variasi kedua. Frekuensi suara yang terdengar baik di TNAP dan TNB disajikan pada tabel 4. Tabel 4. Banyaknya tipe suara II yang terdengar di TNAP dan TNB Lokasi
Suara ”kokoko....”
Suara ”kroow...kokoko...”
Suara ”auwo...kokoko...”
5 4 -
1 1 -
3 1 -
4 2 2 -
2 2 -
5 1 2 -
TNAP - Sadengan - Tumpangsari - Hutan Ngagelan TNB - Savana - Hutan pantai - Hutan musim - Evergreen
c. Tipe III :”tk...tk...tk...tk...” Tipe suara III dikeluarkan oleh merak hijau betina saat mencurigai sesuatu. Saat bersuara merak hijau berada dalam kondisi siaga dan waspada serta mengawasi keadaan sekitarnya bisa sambil diam ataupun berjalan. Suara ini akan berhenti ketika merak hijau sudah merasa keadaan aman. Dalam periode penelitian, tipe suara ini hanya terdengar sekali di TNAP dan 9 kali di TNB. Hal
34
ini berarti bahwa merak hijau di TNAP tidak terlalu banyak mendapat gangguan daripada merak hijau yang ada di TNB. Banyaknya frekuensi tipe suara III yang terdengar dicatat pada tabel 5. Tabel 5. Banyaknya tipe suara III yang terdengar di TNAP dan TNB Lokasi TNAP - Sadengan - Tumpangsari - Hutan Ngagelan TNB - Savana - Hutan pantai - Hutan musim - Evergreen
Suara ”tk...tk...tk...” 1 8 1 -
d. Tipe IV :”tk...tk...tk...kroow....” Jenis ini dikeluarkan ketika merak hijau melihat suatu bahaya dan terpisah dengan kelompoknya sehingga tipe suara ini merupakan tanda untuk mencari kelompoknya. Suara ini juga akan berhenti ketika keadaan sudah aman. Di TNAP, tipe suara ini terdengar sebanyak 3 kali dan di TNB terdengar sebanyak 9 kali. Tipe suara ini juga bisa dikeluarkan sambil berdiri diam ataupun berjalan oleh merak hijau betina. Banyaknya tipe suara IV yang terdengar tercatat pada tabel 6. Tabel 6. Banyaknya tipe suara IV yang terdengar di TNAP dan TNB Lokasi TNAP - Sadengan - Tumpangsari - Hutan Ngagelan TNB - Savana - Hutan pantai - Hutan musim - Evergreen
e. Tipe
V
:”kook...kook...kook...”
Suara ”tk...tk...tk...kroow...” 3 7 2 -
atau
”ngook...ngook...ngook...”
atau
”ngeook...ngeook...ngeook...” Suara ini dikeluarkan oleh pemimpin kelompok yang pada umumnya adalah merak hijau betina saat berjalan menuju tempat makan, minum, berteduh, dan tidur supaya anggota kelompoknya tidak kehilangan jejak dan terus mengikuti pemimpinnya. Tipe suara ini terdengar hanya 2 kali di TNAP dan 16 kali di TNB. Namun di TNAP, suara ini dijumpai saat merak sedang berjemur yaitu sebanyak satu kali perjumpaan sehingga suara ini diduga juga sebagai tanda merak sedang
35
menikmati aktivitas yang dilakukannya. Untuk lebih jelasnya, frekuensi suara yang terdengar tersebut dilukiskan pada tabel 7. Tabel 7. Banyaknya tipe suara IV yang terdengar di TNAP dan TNB Lokasi TNAP - Sadengan - Tumpangsari - Hutan Ngagelan TNB - Savana - Hutan pantai - Hutan musim - Evergreen
Suara ”kook...kook...” 2 16 -
f. Tipe VI :”eewaaooow.....eewaaooow.....” Suara ini hanya dikeluarkan oleh merak hijau jantan. Berdasarkan keterangan petugas pernah terdengar sekali suara ”ngeeyaaoow...ngeeyaaoow....” yang mirip dengan suara kucing atau ”kreeooow....kreeooow....” di Sumber Batu TNB antara pukul 06.00 WIB – 07.00 WIB. Keterangan lain menerangkan bahwa suara ini juga sudah mulai terdengar di dekat pantai Bama TNB (Yuniar, press.com, 2006). Sedangkan, di TNAP tipe suara ini belum terdengar karena waktu penelitian di lokasi ini merupakan awal dimulainya aktivitas dispaly. Suara ini hanya dikeluarkan oleh merak hijau jantan pada bulan-bulan tertentu saja, yaitu pada musim kawin. Merak hijau mengawali aktivitas hariannya dengan mengeluarkan suara tipe I. Jenis suara ini terdengar saling bersahutan dari berbagai arah pada saat hari mulai terang. Keadaan ini merupakan salah satu strategi merak hijau dalam melakukan komunikasi dengan sesama jenisnya. Suara-suara ini akan mulai berganti dengan tipe suara II ketika merak hijau terbang baik untuk turun dari pohon tidur. Ketika waktu makan berlangsung, tipe suara I, II, III, IV, dan V juga akan terdengar. Hal ini diduga karena pada waktu merak hijau makan, satwa lain yang diurnal (aktif di siang hari) termasuk manusia juga mulai melakukan aktivitasnya sehingga gangguan yang dialami merak hijau cenderung lebih banyak. Suara yang dihasilkan oleh merak hijau akan berkurang ketika waktu berteduh tiba atau ketika matahari mulai panas dan akan terdengar lagi ketika merak hijau mulai melakukan aktivitas makan sore hingga menjelang tidur. Namun, di TNB pernah sekali terdengar suara ”auwo...kokoko...” di
36
malam hari, tepatnya menjelang fajar. Suara ini terdengar karena diduga merak hijau melihat ada ancaman atau ada predator yang menyerangnya sehingga merak hijau bereaksi dengan bersuara untuk memberi peringatan kepada merak hijau lain dan terbang untuk menghindari ancaman tersebut. Secara umum, dapat dikatakan bahwa suara merak hijau dapat dikelompokkan menjadi 2 kelompok, yaitu kelompok suara pagi hari dan suara sore hari. Di TNAP, merak hijau lebih banyak bersuara pada pukul 05.00 WIB – 09.00 WIB yang merupakan kelompok suara pagi hari dan pukul 15.00 WIB 18.00 WIB untuk kelompok suara sore harinya. Sedangkan, di TNB kelompok suara pagi hari terjadi pada pukul 05.00 WIB – 09.00 WIB dan pukul 14.00 WIB – 18.00 WIB untuk kelompok suara sore hari dilukiskan pada gambar 3. Perilaku bersuara merak hijau di TNAP 9 8
Tipe suara Tipe 2 ”ko ko ko...”
7 Frekuensi
Tipe suara Tipe 1 ”auw o...auw o...”
6
Tipe suara Tipe 3 ”tk tk tk...”
5 4
Tipe suara Tipe 4 ”tk tk kroow ...”
3 2 1 0 04.00- 05.00- 06.00- 07.00- 08.00- 09.00- 14.00- 15.00- 16.00- 17.0005.00 06.00 07.00 08.00 09.00 10.00 1500 16.00 17.00 18.00 Waktu (WIB)
Tipe suara Tipe 5 ”kookk...kookk... ” Tipe suara Tipe 6 ”ngeey aoow ...”
(a) Perilaku bersuara merak hijau di TNB 30 25
Tipe suara Tipe 1 ”auw o...auw o...” Tipe suara Tipe 2 ”ko ko ko...”
Frekuensi
20
Tipe suara Tipe 3 ”tk tk tk...”
15 10
Tipe suara Tipe 4 ”tk tk kroow ...”
5 0 04.00- 05.00- 06.00- 07.00- 08.00- 09.00- 14.00- 15.00- 16.00- 17.0005.00 06.00 07.00 08.00 09.00 10.00 1500
Waktu (WIB)
16.00 17.00 18.00
Tipe suara Tipe 5 ”kookk...kookk...” Tipe suara Tipe 6 ”ngeey aoow ...”
(b) Gambar 3. Frekuensi dan penggunaan waktu bersuara merak hijau, (a) TNAP, (b) TNB
37
Dari gambar 3 diperoleh penjelasan bahwa tipe suara I lebih banyak terdengar dari pada tipe suara lain. Hal ini menunjukkan bahwa merak hijau menggunakan tipe suara ini untuk berkomunikasi dengan merak hijau lain baik betina mau pun jantan. Tipe suara ini juga selalu terdengar pada saat merak hijau bangun tidur dan menjelang tidur. Berdasarkan gambar 3 juga didapatkan gambaran bahwa merak hijau lebih banyak melakukan aktivitas bersuara di pagi dan sore hari Tipe suara I lebih sering terdengar antara pukul 05.00 WIB – 09.00 WIB dan sebelum tidur yaitu antara pukul 16.00 WIB – 17.00 WIB. Tipe suara II terdengar antara pukul 05.00 WIB - 09.00 WIB dan 15.00 WIB -16.00 WIB di TNAP serta antara pukul 05.00 WIB - 09.00 WIB dan 15.00 WIB – 18.00 WIB. Untuk tipe suara III, di TNAP hanya terdengar antara 17.00 WIB – 18.00 WIB sedangkan di TNB penggunaan waktunya lebih tersebar yaitu 06.00 WIB – 08.00 WIB dan 14.00 WIB – 16.00 WIB. Tipe suara IV lebih sering terdengar di pagi hari yaitu antara pukul 06.00 WIB – 08.00 WIB di TNAP dan antara 05.00 WIB – 09.00 WIB di TNB. Tipe suara V terdengar pada waktu menjelang siang di TNAP yaitu antara pukul 08.00 WIB – 10.00 WIB. Sedangkan di TNB terdengar di pagi dan sore hari yaitu antara 05.00 WIB – 09.00 WIB dan antara 14.00 WIB – 17.00 WIB. Hubungan tipe suara merak hijau dengan tipe habitat dapat dijelaskan
Sebaran suara di berbagai tipe habitat
50 45 40 35 30 25 20 15 10 5 0
TNAP
Tipe habitat
TNB
Evergreen
Hutan Musim
Hutan Pantai
Savana
Hutan Ngagelan
Hutan Tanaman Jati
Tipe I
Pd Penggembalaan
Frekuensi
dengan menggunakan gambar 4 sebagai berikut :
Tipe II Tipe III Tipe IV Tipe V Tipe VI
Gambar 4. Sebaran tipe suara di berbagai tipe habitat
38
Berdasarkan gambar 4 diatas dapat diketahui bahwa di TNAP tipe suara merak hijau lebih bervariasi di hutan tanaman jati daripada di padang penggembalaan Sadengan namun demikian frekuensi perjumpaannya lebih banyak di padang penggembalaan Sadengan. Berbeda halnya dengan merak hijau TNB. Merak hijau di tempat ini lebih sering bersuara di savana dan hutan pantai daripada di hutan musim dan evergreen. Hasil uji chi-square terhadap tipe suara merak hijau menunjukkan bahwa di TNAP yang diwakili dengan tipe habitat padang penggembalaan, areal tumpangsari hutan tanaman jati dan hutan Ngagelan memiliki nilai χ2 hitung = 6.29 lebih kecil daripada χ2tab = 18.307. Begitu pula, di TNB yang diwakili dengan tipe habitat savana, hutan pantai, hutan musim dan evergreen memiliki nilai χ2
hitung
=
22.13 lebih kecil daripada χ2tab = 24.996 disajikan pada tabel 8 berikut : Tabel 8. Hasil uji chi-square berbagai tipe suara dalam berbagai tipe habitat Lokasi TNAP TNB
N 47 127
db 10 15
χ2tab 18.307 24.996
χ2 hitung 6.29 22.13
Hasil Tidak nyata Tidak nyata
Tabel 8 menunjukkan bahwa tipe habitat tidak mempengaruhi pada perbedaan tipe suara merak hijau. Masing-masing tipe suara merak hijau tersebut memiliki peluang yang sama disuarakan di habitat yang berbeda. Di TNAP, tipe suara yang terdengar di padang penggembalaan Sadengan, areal tumpangsari, dan hutan Ngagelan memiliki frekuensi yang sama. Begitu pula, tipe suara merak hijau di TNB juga memiliki peluang yang sama untuk terdengar di tipe habitat savana, hutan pantai, hutan musim, dan evergreen.
b. Perilaku Menelisik Bulu Perilaku menelisik bulu merupakan aktivitas sekunder yang biasanya dilakukan saat sebelum turun dari tenggeran, makan, berjemur, berteduh, sebelum tidur serta sehabis display (menari). Aktivitas sekunder adalah aktivitas yang dilakukan ketika aktivitas utama berlangsung dan biasanya mengambil porsi waktu yang sedikit. Aktivitas ini bertujuan untuk merapikan bulu dan menghilangkan atau membuang kotoran, kuman dan kutu yang menempel atau masuk ke bulu.
39
Merak hijau menelisik bulu dengan cara kepala dibengkokkan ke arah badan yang akan ditelisik, paruh dimasukkan ke sela-sela bulu dan digesekgesekkan. Bulu-bulu direnggangkan supaya paruh lebih mudah untuk dimasukkan diantara bulu. Apabila merak hijau menelisik jambul, paruh diangkat dan jambul dipatuk lalu ditelisik secara perlahan dari pangkal ke ujung jambul, kepala juga mendongak ke atas. Sebelum mulai menelisik, merak hijau biasanya mengambil cairan yang berupa minyak dari tunggirnya. Minyak ini digunakan untuk melicinkan bulu-bulunya serta mempermudah merak hijau untuk merapikan bulubulunya kembali. Aktivitas menelisik bulu merupakan aktivitas pertama yang dilakukan oleh merak hijau di pagi hari sebelum turun dari pohon tidur. Aktivitas ini dilakukan dalam posisi masih bertengger sambil sesekali mengawasi keadaan sekitar untuk memastikan tempat landasan aman yang dijumpai sebanyak 3 kali di TNAP sedangkan di TNB tidak dijumpai dan berlangsung selama 45-70 detik. Hasil rekapitulasi perilaku menelisik di TNAP dan TNB dilukiskan pada tabel 9. Tabel 9. Rekapitulasi perilaku menelisik bulu dalam berbagai perilaku utama Lokasi TNAP TNB
Sebelum turun dari tenggeran n t 3 45-70 -
Makan n 12 8
t 10-300 13-840
Berjemur
Sehabis diplay
n 3 -
n 2 4
t 0-180 -
t 240-600 60-420
Berteduh n 6 6
t 0-120 120-360
Total N 26 18
T 0-600 0-480
Aktivitas ini dilakukan dengan posisi berdiri di permukaan tanah pada waktu makan yang dilakukan dalam waktu yang bervariasi antara 13-840 detik di TNB dan 10-300 detik di TNAP. Menelisik bulu pada saat makan ini, dijumpai sebanyak 12 kali di TNAP dan 8 kali di TNB di areal terbuka. Aktivitas menelisik bulu yang dilakukan sebentar pada waktu makan ini merupakan strategi bagi merak hijau untuk mendapatkan proporsi makan yang lebih banyak dan juga untuk alasan keamanan. Sehabis display, bulu-bulu hias merak hijau biasanya tidak teratur dan berantakan. Untuk itu, merak hijau juga menelisik bulu untuk merapikan kembali bulu hiasnya. Aktivitas menelisik bulu ini berlangsung dalam kurun waktu 1-7 menit yang terlihat 4 kali di TNB dan 2 kali selama 4-10 menit di TNAP. Menelisik bulu juga dilakukan ketika merak hijau sedang berjemur. Aktivitas ini dilakukan supaya kuman atau kutu yang ada di antara bulu-bulu
40
merak hijau mati. Jangka waktu yang digunakan berkisar antara 0-3 menit dan hanya terlihat di TNAP sebanyak 3 kali perjumpaan.
Gambar 5. Perilaku menelisik bulu di Bekol TNB Saat berteduh, merak hijau menelisik dengan posisi bertengger di pohon dan juga dalam posisi kaki ditekuk dengan badan diletakkan di atas kaki (rebah) di bawah pohon atau semak-semak. Hal ini juga merupakan strategi menelisik di areal rapat yang berdurasi lama. Aktivitas menelisik bulu yang dilakukan saat berteduh berlangsung selama 0-2 menit di TNAP dan 2-6 menit di TNB. Aktivitas menelisik bulu pada waktu berteduh ini dijumpai sebanyak 6 kali baik di TNAP maupun di TNB. Secara umum didapatkan gambaran bahwa aktivitas menelisik bulu di TNAP dapat dilakukan hanya dalam beberapa detik tapi juga ada yang dilakukan hingga 10 menit dengan kisaran waktu 8-600 detik. Di TNB, aktivitas menelisik bulu juga ada yang dilakukan dalam beberapa detik saja. Namun, ada juga yang menelisik selama 1-8 menit. Apabila dilakukan uji chi-square aktivitas menelisik bulu dalam berbagai perilaku utama (lampiran 15) ternyata didapat hasil yang berbeda antara aktivitas menelisik bulu di TNAP dan TNB seperti terlihat pada tabel di bawah ini. Tabel 10. Hasil uji chi-square aktivitas menelisik bulu dalam berbagai perilaku utama Lokasi TNAP TNB
N 27 25
db 10 10
χ2tab 18.307 18.307
χ2 hitung 23.35 3.34
Hasil Nyata Tidak nyata
Di TNAP, nilai χ2 hitung = 23.35 lebih besar daripada χ2tab = 18.307. Hal ini menunjukkan bahwa aktivitas menelisik bulu dipengaruhi oleh perilaku utama yang berbeda. Dengan kata lain, frekuensi menelisik bulu dalam perilaku makan berbeda dengan frekuensi menelisik bulu dalam perilaku sebelum turun dari
41
tenggeran, minum, makan, berteduh ataupun sehabis display. Namun, berbeda halnya dengan di TNB yang memiliki nilai χ2 hitung = 3.35 yang lebih kecil dari χ2tab = 18.307. Nilai ini menjelaskan bahwa aktivitas menelisik bulu tidak dipengaruhi oleh perilaku utama (bertengger, minum, berteduh, makan, sehabis display). Berdasarkan tabel 11, dapat diketahui bahwa merak hijau jantan lebih sering melakukan aktivitas menelisik bulu daripada merak hijau betina seperti tertera dalam tabel berikut : Tabel 11. Perbandingan frekuensi menelisik bulu antara merak hijau jantan dengan merak hijau betina dan merak hijau remaja Lokasi TNAP TNB
Jantan 19 18
Betina 2 8
Remaja 7 -
Di TNAP menelisik bulu yang dilakukan oleh merak hijau jantan adalah 19 kali perjumpaan, 2 kali perjumpaan dengan merak hijau betina dan 7 kali perjumpaan merak hijau remaja. Sedangkan, di TNB sebanyak 18 kali perjumpaan merak hijau jantan dan 8 kali perjumpaan untuk merak hijau betina. Penggunaan waktu untuk menelisik bulu di TNAP dan TNB dapat dijelaskan dengan menggunakan histogram berikut: Penggunaan waktu menelisik bulu oleh merak hijau 12
Frekuensi
10 8 6
TNAP
4
TNB
2
05 .0 00 06 6.00 .0 00 07 7.00 .0 00 08 8.00 .0 00 09 9.00 .0 01 10 0.00 .0 011 .00 11 .0 012 .00 12 .0 013 .00 13 .0 014 .00 14 .0 015 .00 15 .0 016 .00 16 .0 017 .00 17 .0 018 .00
0
waktu (WIB)
Gambar 6.Histogram penggunaan waktu untuk menelisik bulu merak hijau di TNAP dan TNB Aktivitas menelisik bulu diawali pada pukul 05.00 WIB yang akan meningkat frekuensinya pada pukul 06.00 WIB dan berkurang lagi frekuensinya pada pukul 08.00 WIB. Aktivitas menelisik bulu hampir tidak dijumpai antara pukul 09.00 WIB – 12.00 WIB di TNAP dan tidak dijumpai pada pukul 10.00 WIB – 11.00 WIB dan dijumpai lagi pada pukul 11.00 WIB – 12.00 WIB. Pukul
42
12.00 WIB, aktivitas menelisik bulu di TNB tidak dijumpai kembali dan akan naik lagi frekuensinya pada pukul 13.00 WIB – 16.00 WIB. Merak hijau lebih sering melakukan aktivitas menelisik bulu pada pagi dan sore hari ketika aktivitas makan berlangsung (gambar 6). Dengan demikian, aktivitas menelisik bulu dapat dikelompokkkan menjadi 2 yaitu aktivitas menelisik pagi yang berlangsung antara pukul 05.00 WIB - 10.00 WIB dan aktivitas menelisik bulu sore yang berlangsung antara 12.00 WIB – 16.00 WIB. Waktu yang paling tinggi digunakan merak hijau untuk menelisik bulu adalah antara pukul 06.00 WIB - 07.00 WIB baik di TNAP mau pun di TNB. Perbandingan perilaku menelisik bulu di berbagai tipe habitat seperti terlihat dalam tabel 12 berikut: Tabel 12. Perbandingan perilaku menelisik bulu merak hijau di berbagai tipe habitat Lokasi TNAP - Pd Penggembalaan - Tumpangsari - Hutan Ngagelan TNB - Savana - Hutan Pantai - Hutan Musim - Evergreen
Durasi rata-rata (dtk)
Ragam waktu (dtk)
Durasi min (dtk)
Durasi max (dtk)
156.5 48.43 -
159.39 50.50 -
131.25 34.22 -
181.75 62.64 -
208 -
184.26 -
180.85 -
235.15 -
Durasi aktivitas menelisik bulu di padang penggembalaan TNAP lebih besar daripada areal tumpangsari hutan tanaman yang secara berurutan adalah 156.5 detik dan 48.43 detik. Sedangkan, aktivitas menelisik bulu di TNB berdurasi 208 detik. Tabel 12 diatas juga menunjukkan bahwa aktivitas menelisik bulu di TNB dilakukan di tipe habitat savana. Hal ini terlihat pada nilai ragam di savana yang besar yaitu 184.26 detik dengan kisaran 180.85-235.15 detik. Sedangkan, tipe habitat yang lain tidak ada nilainya. Di TNAP, waktu yang digunakan oleh merak hijau untuk menelisik bulu lebih beragam di tipe habitat padang penggembalaan daripada areal tumpangsari hutan tanaman dan hutan Ngagelan yang ditunjukkan dengan nilai ragam yang besar yaitu 159.39 di padang penggembalaan dan 50.50 di areal tumpangsari. Hal ini juga diperjelas dengan selang waktu di padang
43
penggembalaan yang lebih lebar daripada di areal tumpangsari hutan tanaman. Sedangkan, di hutan Ngagelan tidak ada nilainya. Hasil uji chi-square terhadap perilaku menelisik bulu dalam berbagai tipe habitat dapat dilihat pada tabel 13 sebagai berikut : Tabel 13. Hasil uji chi-square perilaku menelisik bulu dalam berbagai tipe habitat Lokasi TNAP TNB
N 27 25
db 4 6
χ2tab 9.49 12.59
χ2 hitung 20.76 0.46
Hasil Nyata Tidak nyata
Uji chi-square di TNAP dilakukan pada derajat bebas 4 dengan nilai χ2tab = 9.49 yang lebih kecil dari χ2
hitung
= 20.76. Sedangkan, uji chi-square di TNB
dilakukan pada derajat bebas 6 dengan nilai χ2tab = 12.59 yang lebih besar χ2 hitung = 0.46 (tabel 13). Hasil uji chi-square ini menunjukkan bahwa perilaku menelisik bulu di TNAP akan berbeda frekuensinya pada setiap tipe habitat yang berlainan dalam hal ini pada habitat padang penggembalaan, hutan tanaman dan hutan Ngagelan. Dengan kata lain, tipe habitat mempengaruhi aktivitas menelisik bulu. Sedangkan, perilaku menelisik bulu di TNB tidak dipengaruhi oleh tipe habitat baik di savana, hutan musim, hutan pantai maupun evergreen.
c. Perilaku Makan Perilaku makan adalah rangkaian aktivitas yang dilakukan oleh suatu individu dalam rangka mendapatkan energi dengan memasukkan makanan ke dalam paruh dan ditelan. Tempat makan merak hijau di TNAP terdapat di dua lokasi, yaitu padang penggembalaan Sadengan dan areal tumpangsari di hutan tanaman jati. Kedua lokasi ini merupakan tempat makan yang efektif bagi merak hijau karena merupakan areal yang terbuka dan memiliki persediaan makanan yang cukup melimpah. Sedangkan, tempat makan merak hijau di TNB merata di savana, beberapa titik di hutan pantai, hutan musim dan evergreen. Aktivitas makan dilakukan oleh merak hijau dengan mematuk-matuk pakan menggunakan paruhnya lalu menelannya. Untuk jenis pakan (rumput) yang cukup tinggi dengan bunga yang kecil dan memanjang, merak hijau mematuk bunga atau biji rumput dari pangkal tangkai bunga atau biji rumput yang dilanjutkan dengan menarik paruh ke ujung tangkai bunga atau biji rumput dalam keadaan paruh dibuka lalu menelannya. Untuk lokasi pakan yang tidak berumput,
44
merak hijau mengkais-kaiskan kakinya ke tanah untuk mencari makanan (rayap, semut) dan mematuk makanan yang ditemukannya. Hal ini dilakukan juga untuk mematuk batu kecil yang berguna untuk membantunya dalam proses penggilingan makanan di tembolok Merak hijau di TNAP makan sambil berjalan menuju tempat minum, berteduh, tidur, dan aktivitas-aktivitas lainnya. Merak hijau makan secara berkelompok antara 2-6 individu tiap kelompoknya. Kelompok-kelompok kecil akan bergabung menjadi satu di tempat makan menjadi kelompok besar. Begitu pula, merak hijau di TNB juga makan sambil berjalan ke arah tempat minum, berteduh dan tidur. Mekanisme makan pagi merak hijau dapat dipaparkan sebagai berikut : merak turun dari pohon tidur dan mendarat di tempat makan. Sambil berjalan, merak
hijau
melakukan
aktivitas
makan
menuju
ke
tempat-tempat
minum/teduh/istirahat. Sedangkan, mekanisme makan sore merak hijau diawali ketika merak hijau turun menuju tempat terbuka dan berumput dari tempat berteduh dan istirahatnya sambil berjalan dengan mematuk-matuk makanan menuju ke tempat minum dan tidur.
(a) (b) Gambar 7. Perilaku makan merak hijau, (a) padang penggembalaan Sadengan, (b) hutan tanaman Waktu makan merak hijau di padang penggembalaan Sadengan TNAP berlangsung pada pagi dan sore hari antara jam 05.15 WIB – 09.30 WIB dan 13.50 WIB – 17.18 WIB. Jadi, merak hijau makan selama 4-5 jam di pagi hari dan 3-4 jam di sore hari. Bila dibandingkan dengan areal tumpang sari di hutan tanaman jati, merak hijau makan antara jam 05.26-10.30 WIB dan 14.30-17.15 WIB sehingga di tempat ini merak hijau makan selama 2-6 jam di pagi hari dan 23 jam di sore hari. Di TNB, merak hijau makan antara pukul 05.12 WIB - 09.13
45
WIB dan antara 13.55 WIB - 17.18 WIB selama 2-4 jam baik di pagi mau pun sore hari. Strategi merak hijau untuk mendapatkan sumber makanan yang melimpah (banyak dan bervariasi) adalah merak hijau lebih sering makan sambil berjalan menuju ke tempat sumber air. Di sekitar tempat minum biasanya terdapat lebih banyak rumput pakan yang cukup subur sehingga merak hijau lebih memilih makan di dekat tempat minum. Ketika matahari mulai tinggi dan suhu pun meningkat, merak hijau lebih memilih makan di tempat-tempat teduh seperti di bawah pohon atau di dekat semak-semak. Selain sebagai strategi untuk menghindari teriknya matahari yang semakin panas, hal ini juga digunakan untuk menyiapkan aktivitas selanjutnya yaitu berteduh atau istirahat. Terkadang, merak hijau di TNB melakukan aktivitas makan pada saat berteduh atau istirahat. Aktivitas ini dilakukan di bawah pohon yang digunakan untuk berteduh ataupun beristirahat tersebut meskipun frekuensinya lebih sedikit bila dibanding dengan aktivitas makan utamanya yaitu di pagi dan sore hari. Aktivitas makan sekunder ini dilakukan untuk memenuhi kebutuhan makan merak hijau yang belum mencukupi pada waktu makan pagi sebelum aktivitas makan sore. Merak hijau jantan, dalam aktivitas makannya sesekali menegakkan kepalanya sambil menengok ke kanan atau kiri untuk mengawasi keadaan. Hal yang sama juga dilakukan oleh merak hijau betina sebagai strategi untuk menjaga keamanan. Merak hijau jantan terlihat lebih jarang mematuk makanan daripada merak hijau betina. Hal ini disebabkan karena merak hijau jantan, terutama dewasa, lebih memfokuskan diri untuk menarik perhatian betina serta menunjukkan kejantanannya ke jantan lain. Perbedaan perilaku makan di berbagai tipe habitat tersebut dicatat pada tabel berikut: Tabel 14. Perbandingan perilaku makan merak hijau di berbagai tipe habitat Lokasi TNAP - Pd Penggembalaan - Tumpangsari - Hutan Ngagelan
Durasi rata-rata (dtk)
Ragam waktu (dtk)
Durasi min (dtk)
Durasi max (dtk)
10635 10706.23 -
1964.57 3502.75 -
10546.35 10587.86 -
10723.65 10824.60 -
46
Lanjutan (Tabel 14) TNB - Savana - Hutan Pantai - Hutan Musim - Evergreen
11462.61 7200 1380 -
2131.67 5939.69 763.67 -
11369.66 7045.86 1324.73 -
11554.95 7354.14 1435.27 -
Durasi yang diperlukan oleh merak hijau untuk makan di TNAP adalah 10635 detik di padang penggembalaan yang lebih sedikit bila dibandingkan dengan di areal tumpangsari hutan tanaman yaitu 10706.23 detik. Di TNB, durasi yang diperlukan merak hijau untuk makan di savana lebih lama daripada di hutan pantai dan hutan musim yang secara berurutan nilainya adalah 11462.61 detik, 7200 detik dan 1380 detik. Tabel 14 diatas juga menunjukkan bahwa di TNAP sebaran waktu makan di areal tumpangsari hutan tanaman lebih beragam daripada di padang penggembalaan yaitu 3502.75 detik dan 1964.57 detik. Selang waktu yang dipakai pun lebih lebar yang secara berturut-turut adalah 10587.86-10824.60 detik dan 10546.35-10723.65 detik. Di TNB, sebaran waktu yang paling bervariasi adalah di hutan pantai yang ditunjukkan dengan nilai ragam yang besar serta selang waktu yang lebih lebar daripada tipe habitat savana dan hutan musim. Tipe hutan Ngagelan TNAP dan evergreen TNB tidak ada nilainya. Hasil uji chi-quare perilaku makan di habitat yang berbeda dapat dilihat pada tabel sebagai berikut : Tabel 15. Hasil uji chi-square perilaku makan dalam berbagai tipe habitat Lokasi TNAP TNB
N 36 39
db 4 6
χ2tab 9.49 12.59
χ2 hitung 1.46 6.71
Hasil Tidak nyata Tidak nyata
Uji chi-square perilaku makan merak hijau (tabel 4) menunjukkan bahwa frekuensi perilaku makan tidak dipengaruhi oleh tipe habitat baik untuk habitat padang penggembalaan, hutan tanaman dan hutan Ngagelan di TNAP. Nilai χ2 hitung perilaku makan di TNAP adalah 1.46 yang lebih kecil dari χ2tab = 9.49. Sedangkan, uji chi-square di TNB menunjukkan nilai χ2tab = 12.59 yang lebih besar dari χ2 hitung = 6.71. Hal ini juga menunjukkan bahwa frekuensi perilaku makan di TNB tidak dipengaruhi oleh tipe habitat dalam hal ini adalah savana, hutan pantai, hutan musim dan evergreen. Pakan merak hijau tersebar di semua tipe habitat sehingga
47
kemana pun merak hijau berjalan, merak hijau dapat menemukan makanan yang berupa rumput atau pun serangga. Jenis vegetasi yang dimakan oleh merak hijau berupa biji atau bunga rumput, daun rumput atau herba serta serangga seperti semut dan rayap. Jenisjenis rumput yang dimakan oleh merak hijau baik di padang penggembalan Sadengan TNAP maupun di areal tumpangsari hutan tanaman jati TNAP hampir sama seperti terlihat pada tabel 16 berikut: Tabel 16. Jenis-jenis vegetasi yang dimakan merak hijau di padang penggembalaan Sadengan dan areal tumpangsari TNAP No.
Nama lokal
1. 2.
Putihan Kaki kambimg
3. 4. 5. 6. 7.
Lamuran Krawitan Teki rawa Kolonjono Kremah
8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. 21. 22. 23. 24. 25. 26.
Jawen Rayapan Pegagan Tuton Paitan Grinting Sidaguri Meniran Lulangan Bangbangan Kacangan Bayam Wedusan Bobohan Kacang tanah Kacang panjang Cabai rawit Jagung Uwi-uwian
Nama ilmiah
Sadengan
Paspalum compresus Pseuderantemum diversifolium Heteropogon contortus Cynodon dactylon Cyperus rotundus Brachiaria mutica Althenanthera phyloxeroides Panicum crosgally Oplimenus broimanii Centella asiatica Echinocloa colona Paspalum conjugatum Cynodon arcuatus Sida acuta Phyllanthus niruri Eleusine indica Ischaemum timorense Crotalaria sp. Amaranthus spinosus Ageratum conyzoides Cleome rutidosperma Arachis hypogea Vigna sinensis Capsium frutescens Zea mays Mikania micrantha
x x x x x x x x x x x x x x x x
Tumpangsari
Tingkat kesukaan (%) 0.57 0.51
x x x
0.50 0.50 0.33 0.33 0.33
x x x x x x x x x x x x x x x x
0.33 0.33 0.25 0.25 0.62 0.88 0.67 0.50 0.33 0.33 0.25 0.60
0.75
Keterangan : x = terdapat di wilayah tersebut Sumber : Sudjirman (Press.com, 2006) Rini,2005
Jenis pakan yang ada di padang penggembalaan Sadengan TNAP terbatas pada jenis-jenis rumput saja. Sedangkan jenis pakan di areal tumpangsari di hutan tanaman jati TNAP lebih bervariasi, selain rumput juga terdapat jenis-jenis yang ditanam oleh pesanggem seperti kacang tanah (Arachis hypogea), kacang panjang
48
(Vigna sinensis), cabai (Capsium frutescens), jagung (Zea mays), dan bayam (Amaranthus spinosus). Jenis pakan merak hijau selain berupa rumput dan serangga juga daun muda dari suatu jenis pohon seperti widoro bukol (Zyziphus rotundifolius) dan mengkuduan (Morinda tinctoria). Jenis-jenis pakan yang berupa tumbuhan di TNB dicatat pada tabel 17 berikut: Tabel 17. Jenis-jenis pakan yang diduga dimakan merak hijau di TNB No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. 21. 22. 23. 24.
Nama lokal pathikan kebo meniran sangkep lulangan jarong/purutan gebang sokdoy othok-othok serut tarum kacang beneh sidaguri aseman berduri banyak widuri melati hutan rayutan labu hutan rayutan kangkung santiet mengkuduan bukol jerukan kacangan
Nama ilmiah Euphorbia hirta Phyllanthus sp. Acalypha indica Eleusine indica Stachytarpeta jamaicensis Corypha utan Azima sarmentosa Flemingia lineata Streblus asper Indigofera sumatrana Crotalaria sp. Sida acuta Cassia mimosoides Bl Barleria prionitis L. Callotropis gigantea Jasminum funale Cucurbita sp. Wisadula acidula Passiflora foetida Morinda tinctoria Zyzyphus rotundifolia Glycosmis cochinchinensis Crotalaria sp. Achirantes sp.
Bagian yang dimakan Daun Biji dan daun Daun Daun Daun dan biji Biji muda Daun Daun dan biji Daun Daun dan biji Daun dan biji Daun Daun dan biji Daun Daun dan biji Daun Daun Daun Daun Daun Daun Daun Daun dan biji Daun dan biji
Tingkat vegetasi Herba Herba Pohon Rumput Herba Perdu Semak Semak Pohon Herba Herba Herba Semak Herba Herba Semak Liana Liana Liana Pohon Pohon Semak Herba Herba
Sumber : Septania (Press.comm, 2006)
Jenis tumbuhan yang paling sering dimakan oleh merak hijau adalah jarong. Jenis herba ini tersebar merata di savana. Jenis-jenis rumput jarang dimakan oleh merak hijau karena rumput-rumput di TNB sudah kering sehingga merak hijau cenderung makan jenis-jenis herba atau daun muda pohon. Serangga yang biasanya dimakan oleh merak hijau adalah jangkrik, belalang daun, ulat daun, semut dan rayap.
d. Perilaku Berjemur Perilaku berjemur adalah rangkaian aktivitas yang dilakukan untuk menghangatkan tubuh merak yang dilakukan di bawah pancaran matahari.
49
Aktivitas ini dimulai saat merak berjalan ke tempat yang lebih tinggi seperti gundukan tanah, tunggak pohon, pagar, atau pun tenggeran dipohon dan terkena cahaya matahari langsung. Merak hijau berjemur dengan bulu-bulu biasanya direnggangkan atau dilonggarkan, sayap agak diturunkan. Aktivitas lain yang dilakukan saat berjemur adalah menelisik bulu. Aktivitas berjemur diakhiri dengan menggoyangkan badannya supaya bulu-bulu yang dijemur dan ditelisik rapi kembali. Strategi berjemur merak hijau adalah memilih tempat yang langung terkena matahari dan lebih tinggi dari sekitarnya.
Gambar 8. Merak hijau berjemur di areal tumpangsari TNAP Aktivitas berjemur biasanya dilakukan pada pagi hari yaitu ketika aktivitas makan berlangsung pada pukul 05.20 WIB – 07.30 WIB. Namun, pernah juga ditemukan merak hijau berjemur pada pukul 10.10 WIB. Merak hijau ini berjemur dengan bertengger dipagar di areal tumpangsari. Seperti sudah dijelaskan diatas, bahwa areal tumpangsari cukup tertutup dan teduh sehingga cahaya matahari sedikit terhalang dan saat itu cuaca sedikit mendung. Aktivitas berjemur di TNAP ini berlangsung antara 9-120 menit. Di TNB aktivitas berjemur berlangsung selama 1-60 menit pada kisaran waktu pukul 06.00 WIB – 08.30 WIB. Biasanya, merak hijau di TNB berjemur setelah melakukan aktivitas minum di bak minum Bekol. Merak hijau berdiri di tepi bak dan berdiri di tanah di samping bak yang terkena sinar matahari. Nilai ragam perilaku berjemur di berbagai tipe habitat dapat dilihat pada tabel 18 berikut:
50
Tabel 18. Perbandingan perilaku berjemur merak hijau di berbagai tipe habitat Lokasi TNAP - Pd Penggembalaan - Tumpangsari - Hutan Ngagelan TNB - Savana - Hutan Pantai - Hutan Musim - Evergreen
Durasi rata-rata (dtk)
Ragam waktu (dtk)
Durasi min (dtk)
Durasi max (dtk)
2230 2280 -
2508.95 169.71 -
2129.82 2253.95 -
2330.18 2306.07 -
1478.33 -
1867.44 -
1391.90 -
1564.75 -
Durasi rata-rata perilaku berjemur di padang penggembalaan lebih kecil daripada di areal tumpangsari hutan tanaman yaitu 2230 detik dan 2280 detik. Sedangkan, durasi perilaku berjemur di savana adalah 1478.33 detik Di TNAP, sebaran waktu berjemur di padang penggembalaan lebih beragam daripada di areal tumpangsari hutan tanaman. Hal tersebut ditunjukkan dengan nilai ragam di padang penggembalaan yaitu 2508.95 detik yang lebih besar daripada nilai ragam di areal tumpangsari yaitu 169.71 detik. Kisaran waktunya pun juga lebih lebar yaitu 2129.82-2330.18 detik di padang penggembalaan dan 2253.95-2306.07 detik di areal tumpangsari hutan tanaman. Di TNB, nilai ragam hanya terlihat di tipe habitat savana yaitu sebesar 1867.44 detik dengan selang waktu 1391.90-1564.75 detik. Sedangkan, tipe habitat lain seperti hutan pantai, hutan musim dan evergreen tidak ada nilainya. Hal yang sama juga ditunjukkan oleh nilai ragam di hutan Ngagelan. Hasil uji chi-square perilaku berjemur merak hijau di berbagai tipe habitat dituliskan pada tabel 19 di bawah ini : Tabel 19. Hasil uji chi-square perilaku berjemur di berbagai tipe habitat Lokasi TNAP TNB
N 8 4
db 4 6
χ2tab 9.49 12.59
χ2 hitung 4.44 0
Hasil Tidak nyata Tidak nyata
Uji chi-square perilaku berjemur di TNAP dengan nilai χ2 hitung = 4.44 yang lebih kecil daripada χ2tab = 9.49 menunjukkan bahwa merak hijau memiliki peluang yang sama untuk berjemur di padang penggembalaan mau pun di areal tumpangsari hutan tanaman jati. Atau dengan kata lain, tipe habitat tidak akan menjadi pengaruh bagi perilaku berjemur merak hijau. Hal ini juga didukung oleh
51
kondisi lokasi yang cukup terbuka sehingga pencahayaan matahari dapat mencapai permukaan tanah. Begitu pula, hasil uji chi-square perilaku berjemur di TNB juga menunjukkan bahwa tipe habitat tidak mempengaruhi perilaku berjemur merak hijau yang diperjelas dengan nilai χ2
hitung
= 0 lebih kecil dari nilai χ2tab = 12.59.
Meskipun, di habitat yang cukup rapat seperti hutan pantai, hutan musim, dan evergreen tidak pernah dijumpai merak hijau berjemur selama kurun waktu penelitian.
e. Perilaku Display Perilaku display atau menari dilakukan oleh merak hijau jantan dewasa. Biasanya, aktivitas ini dilakukan apabila merak hijau betina mendekat untuk menarik perhatiannya, tapi kadang juga dilakukan di depan merak hijau jantan yang lain untuk menunjukkan kejantanannya pada merak hijau jantan lain. Merak hijau jantan melakukan aktivitas display pada waktu merak hijau betina sedang makan, minum atau mandi debu. Ketika ada merak hijau betina mendekat, merak hijau jantan akan menundukkan kepalanya sambil menggoyangkan jambul sambil berpura-pura mematuk makanan. Hal ini diduga untuk menarik perhatian merak hijau betina. Apabila merak hijau betina cukup tertarik, maka secara perlahan merak hijau jantan akan mengangkat ekor (menopang bulu hias bagian belakang) dan bulu hiasnya hingga membentuk parabola. Sayap ditarik dan direnggangkan ke bawah untuk menopang bulu hias bagian samping. Kepala ditegakkan ke atas terlihat seperti menempel dengan bulu hias. Bulu tunggir dikembangkan hingga terlihat seperti bunga yang mekar. Saat menari, merak hijau jantan menggetarkan bulu hias. Hal ini dilakukan dengan menarik bulu ekor ke belakang dan dipantulkan kedepan sehingga menghasilkan getaran pada bulu hiasnya. Merak jantan bergerak mendekati merak hijau betina dengan melangkah ke kiri atau kanan dan juga berputar di sekeliling merak hijau betina. Apabila merak hijau jantan sudah memutuskan untuk menarik perhatian satu ekor merak hijau betina, merak hijau jantan akan mendekati merak hijau betina tersebut. Bulu hias lebih dilengkungkan dan digetarkan dengan keras
52
hingga berbunyi “krrrsssk...krrrsssk....” hingga merak hijau betina tertarik atau pergi menjauhinya atau melanjutkan aktivitas semula. Setelah merak hijau jantan merasa merak hijau betina tidak tertarik dan menjauh, merak hijau jantan mulai menurunkan bulu hiasnya secara perlahan pula. Ada dua cara merak hijau jantan menurunkan bulu hiasnya, yaitu menurunkan bulu hiasnya mengarah ke samping kiri atau kanan (bulu hias bagian samping kiri atau kanan dahulu baru dilanjutkan dengan bulu hias yang berada disampingnya) dan menurunkan bulu hias langsung ke belakang sejajar dengan bulu ekor. Bulu sayap dinaikkan kembali hingga berada di atas bulu hias. Setelah, aktivitas display berakhir, merak hijau jantan menelisik bulu untuk mengatur dan merapikan kembali bulu hiasnya. Ketika merak hijau jantan mulai display, merak hijau betina melihat ke arah merak hijau jantan yang display. Namun, merak hijau betina tidak tertarik sehingga merak hijau betina melanjutkan aktivitas semula. Selain itu, dalam kelompok merak hijau betina terdapat juga merak hijau betina remaja sehingga merak hijau betina remaja belum memiliki ketertarikan untuk kawin.
(a)
(c)
(b) Gambar 9. Perilaku display, (a) padang penggembalaan, (b) savana Bekol TNB, (c) areal tumpangsari Selama periode penelitian, baik di TNAP dan TNB beberapa kali dijumpai merak hijau sedang display bersama dengan merak hijau jantan lain yaitu 1 kali di
53
TNAP dan 3 kali di TNB. Dalam kasus ini, biasanya dua merak hijau jantan tersebut melakukan display dalam waktu yang sama secara bergantian atau secara bersama-sama dengan durasi yang berbeda. Antara dua merak hijau jantan tersebut juga memiliki jarak satu sama lain yaitu antara 15-100 meter. Jarak tersebut membuat dua merak hijau jantan dapat melakukan display di waktu dan tempat yang sama. Jarak ini juga diperlukan untuk memberi ruang gerak bagi merak hijau jantan melakukan display di antara merak hijau betina. Menurut Sativaningsih (2005) peristiwa ini disebut distance mechanism. Pernah pula terlihat di TNAP yaitu 2 kali dan 1 kali di TNB, merak hijau jantan remaja melakukan display di antara kelompok merak hijau betina dan diantara kelompok merak hijau remaja. Merak hijau jantan remaja ini diduga ingin mempraktekkan atraksinya di depan merak hijau betina apakah tertarik atau tidak. Namun, hal ini diduga juga untuk menentukan jantan dominan dalam kelompok merak hijau remaja tersebut karena pernah pula dijumpai antar merak hijau remaja saling display satu sama lain pada jarak yang berdekatan. Selain itu, adanya merak hijau jantan remaja yang display ini diduga merak hijau jantan remaja tersebut sedang belajar untuk display.
Gambar 10. Merak hijau jantan remaja display di Bekol Di padang pengembalaan Sadengan TNAP bahkan pernah dijumpai 1 kali merak hijau jantan dewasa berlari mendekati kelompok merak hijau betina dan remaja serta melakukan display ketika ada dua merak hijau jantan remaja sedang display. Ketika melihat ada merak hijau jantan dewasa display di depan mereka, merak hijau jantan remaja tersebut menghentikan display-nya. Beberapa saat kemudian, satu merak hijau jantan remaja ber-display lagi. Kedua merak hijau
54
jantan tersebut saling berhadapan dan berputar untuk menunjukkan bulu hiasnya masing-masing. Merak hijau jantan remaja bahkan memutari merak hijau jantan dewasa hingga display-nya dilihat oleh merak hijau jantan dewasa. Setelah merak hijau jantan remaja berada di depan merak hijau jantan dewasa, aktivitas display-nya berhenti. Merak hijau jantan dewasa pun menghentikan display-nya. Peristiwa ini menunjukkan bahwa merak hijau jantan dewasa ingin menunjukkan cara display yang benar terhadap merak hijau jantan remaja untuk merebut perhatian merak hijau betina.
Gambar 11. Merak hijau jantan dewasa dan remaja display bersama di Bekol Peristiwa serupa juga pernah terjadi di tempat minum Bekol TNB. Merak hijau jantan dewasa dan merak hijau jantan remaja melakukan display secara bersamaan dan berhadapan di depan merak hijau betina. Aktivitas ini terhenti ketika merak hijau betina menjauh. Namun, pada waktu sore, hanya satu merak hijau jantan di padang penggembalaan Sadengan TNAP yang melakukan display saat menjelang tidur. Pada waktu tersebut, merak hijau betina membentuk satu kelompok besar untuk berjalan sambil makan menuju pohon tidurnya. Di dalam kelompok tersebut, hanya ada satu merak hijau jantan dominan sedangkan merak hijau jantan lainnya berada jauh dari kelompok betina tersebut. Di tempat berkumpulnya merak hijau tersebut, tidak hanya terdapat satu merak hijau jantan. Di padang penggembalaan Sadengan terdapat 5 ekor merak hijau jantan dengan jarak ± 50 meter. Sedangkan di tempat minum Bekol minimal ada 2 ekor merak hijau jantan dengan jarak ± 15 m, bahkan pernah mencapai 5 ekor. Merak hijau jantan yang melakukan display biasanya adalah merak hijau jantan dominan.
55
Rekapitulasi waktu display disajikan pada tabel 20 di bawah ini : Tabel 20. Rekapitulasi perilaku display pada pagi dan sore hari di TNAP dan TNB TNAP Waktu (WIB) Durasi (detik) 06.00-09.30 53-1048 14.00-17.30 35-846
Lokasi Pagi Sore
TNB Waktu (WIB) 06.00-09.00 13.00-17.00
Durasi (detik) 12-1045 52-1677
Dari tabel 20, merak hijau jantan melakukan aktivitas display pada waktu aktivitas makan berlangsung yaitu antara pukul 06.00 WIB – 09.30 WIB dan antara pukul 14.00 WIB – 17.30 WIB di TNAP selama 0-20 menit dan antara pukul 06.00 WIB – 09.00 WIB dan antara pukul 13.00 WIB – 17.00 WIB di TNB selama 0-30 menit. Dari fakta ini dapat dijelaskan bahwa penggunaan waktu merak hijau untuk aktivitas display di TNAP hampir sama dengan di TNB. Penggunaan waktu oleh merak hijau untuk display tersebut dapat digambarkan dalam histogram sebagai berikut : Penggunaan waktu display oleh m erak hijau 35 30 Frekuensi
25 20
TNAP
15
TNB
10 5
05 .0 006 .0 0 06 .0 007 .0 0 07 .0 008 .0 0 08 .0 009 .0 0 09 .0 010 .0 0 13 .0 014 .0 0 14 .0 015 .0 0 15 .0 016 .0 0 16 .0 017 .0 0 17 .0 018 .0 0
0
Waktu (WIB)
Gambar 12. Histogram penggunaan waktu display oleh merak hijau di TNAP dan TNB Berdasarkan histogram tersebut dapat diketahui bahwa merak hijau jantan baik di TNAP maupun di TNB lebih sering display pada pukul 07.00 WIB - 08.00 WIB. Pada jam tersebut merak hijau berkumpul di tempat makan, yaitu di padang penggembalaan Sadengan dan areal tumpangsari hutan tanaman jati TNAP dan di tempat minum Bekol TNB sehingga merak hijau jantan akan lebih efektif untuk display. Histogram diatas juga menunjukkan bahwa aktivitas display dapat dibagi ke dalam 2 kelompok yaitu display pagi dan display sore. Display pagi terjadi antara pukul 06.00 WIB – 10.00 WIB sedangkan display sore terjadi antara pukul
56
14.00 WIB – 17.30 WIB. Display pagi juga terjadi lebih sering daripada display sore. Perilaku display di TNAP dimulai pada pukul 06.00 WIB dan akan meningkat frekuensinya pada pukul 07.00 WIB dan turun lagi pada pukul 08.00 WIB. Pada pukul 08.00 WIB – 13.00 WIB perilaku display tidak terjadi. Namun, perilaku ini akan dimulai pada pukul 14.00 WIB, meningkat frekuensinya pada pukul 15.00 WIB dan meningkat lagi pada pukul 16.00 WIB dan akhirnya menurun pada pukul 17.00 WIB. Sedangkan, di TNB, perilaku display sudah dimulai pada pukul 05.30 WIB dan akan meningkat frekuensinya pada pukul 06.00 WIB. Perilaku display akan mencapai frekuensi tertingginya pada pukul 07.00 WIB - 08.00 Wib dan akan menurun pada pukul 08.00 WIB. Perilaku display di TNB tidak terjadi pada pukul 09.00 WIB – 13.00 WIB. Kurang lebih pukul 14.00 WIB, perilaku ini akan dimulai lagi, meningkat pada pukul 15.00 WIB dan akan menurun lagi pada pukul 16.00 WIB. Tabel 21 menunjukkan hubungan perilaku display dengan tipe habitat baik di TNAP maupun di TNB. Durasi yang diperlukan oleh merak hijau untuk display di padang penggembalaan TNAP lebih lama daripada di areal tumpangsari hutan tanaman TNAP yaitu sebesar 266.02 detik dan 126.20 detik. Di TNB, perilaku display membutuhkan durasi 341.93 detik di savana, 82 detik di hutan pantai dan 218.75 detik di hutan musim. Tabel 21. Perbandingan perilaku display merak hijau di TNAP dan TNB Lokasi TNAP - Pd Penggembalaan - Tumpangsari - Hutan Ngagelan TNB - Savana - Hutan Pantai - Hutan Musim - Evergreen
Durasi rata-rata (dtk)
Ragam waktu (dtk)
Durasi min (dtk)
Durasi max (dtk)
266.02 126.20 -
227.64 53.60 -
235.84 111.56 -
296.20 140.84 -
341.93 82 218.75 -
337.70 84.72 -
305.18 82 200.34 -
378.68 82 237.16 -
Dari tabel 21 dapat diperolah fakta bahwa perilaku display di padang penggembalaan TNAP lebih beragam atau bervariasi sebaran waktunya daripada di areal tumpangsari hutan tanaman TNAP. Hal ini dapat dilihat pada nilai Sx2 padang penggembalaan lebih besar daripada di areal tumpangsari hutan tanaman yaitu 227.64 detik dibanding dengan 53.60 detik. Selang waktu perilaku display
57
pun lebih lebar. Di TNB, sebaran waktu di savana lebih bervariasi daripada di hutan pantai dan hutan musim. Hal ini ditunjukkan dengan nilai ragam secara berurutan adalah 337.70 detik, 0 detik, dan 84.72 detik. Keragaman tersebut juga ditunjukkan dengan selang yang lebar di padang penggembalaan TNAP dan savana TNB daripada tipe habitat lainnya. Hasil uji chi-square perilaku display dalam tipe habitat yang berbeda dapat dijelaskan menggunakan tabel di bawah ini : Tabel 22. Hasil uji chi-square perilaku display merak hijau di berbagai tipe habitat Lokasi TNAP TNB
N 54 67
db 4 6
χ2tab 9.49 12.59
χ2 hitung 3.18 0.0087
Hasil Tidak nyata Tidak nyata
Uji chi-square untuk aktivitas display (tabel 21) didapatkan nilai χ2 hitung = 3.18 yang lebih kecil dari χ2tab = 9.49 menunjukkan bahwa di TNAP merak hijau jantan dapat melakukan aktivitas display tanpa terpengaruh dengan tipe habitat baik padang penggembalaan Sadengan, areal tumpangsari hutan tanaman jati dan di hutan Rowobendo – Ngagelan. Namun, dalam hal ini merak hijau jantan lebih sering dijumpai sedang display di padang penggembalaan Sadengan dan areal tumpangsari hutan tanaman jati. Sedangkan, di hutan Ngagelan tidak dijumpai meskipun lokasinya cukup memadai. Hal ini disebabkan oleh frekuensi merak hijau pergi ke hutan alam cukup sedikit. Merak hijau lebih terfokus di padang penggembalaan dan areal tumpangsari. Hasil uji chi-square di TNB yang χ2 hitung = 0.0087 yang lebih kecil dari χ2tab = 12.59 menunjukkan bahwa merak hijau display di setiap tipe habitat tanpa terpengaruh oleh kondisi habitat meskipun selama pengamatan merak hijau lebih sering dijumpai sedang display di tempat minum Bekol yang merupakan savana terbuka. Merak hijau jantan juga dijumpai sedang display di jalan Batangan-Bekol dengan tipe habitat hutan musim.
f. Perilaku Minum Perilaku minum dapat didefinisikan sebagai rangkaian aktivitas dalam rangka untuk memasukkan air ke dalam tenggorokan. Perilaku minum merak hijau diawali ketika merak hijau berdiri di tepi tempat minum, mengambil air di tempat minum dan meninggalkan tempat minum.
58
Merak hijau minum dengan cara menurunkan kepala dan lehernya ke air dan memasukkan air kedalam paruhnya. Setelah itu, kepala diangkat dengan menegakkan leher hingga membentuk huruf S lalu air ditelan. Setelah air ditelan, merak hijau berhenti sejenak untuk mengawasi keadaan lalu mulai mengambil air lagi. Hal ini dilakukan secara berulang-ulang dalam waktu tertentu hingga merak hijau tidak merasa haus lagi. Biasanya, merak hijau minum di sela-sela waktu makan. Ketika makan, merak hijau berjalan ke arah tempat minum dan minum. Setelah aktivitas minum selesai, merak hijau pun kembali melanjutkan aktivitas makannya. Saat minum, merak hijau dalam posisi berdiri. Hal ini merupakan salah satu strategi minum merak hijau yang dilakukan supaya merak hijau bisa mengawasi keadaan sekeliling dari adanya ancaman bahaya atau predator. Tetapi, di tempat yang posisi airnya cukup dalam merak hijau minum dengan posisi mendekam. Peristiwa ini terjadi di bak minum Bekol TNB ketika persediaan air berkurang yang mengakibatkan jarak antara air dan tepi bak minum cukup dalam. Saat mendekam tersebut, merak hijau menundukkan kepalanya dan mengangkat tunggirnya hingga paruhnya menyentuh air.
(a)
(b)
(c) Gambar 13. Perilaku minum merak hijau, (a) TNAP, (b) TNB, (c) minum dengan posisi mendekam Strategi minum yang lain adalah merak hijau tidak selalu dalam posisi menunduk tetapi juga menengadah. Selain untuk membantu menelan air, hal ini
59
juga dilakukan untuk mengawasi keadaan sekitarnya yang berhubungan dengan keamanannya pada waktu minum. Di TNAP frekuensi pengambilan air ini berkisar antara 7-42 tegukan selama 2-8 menit. Sedangkan di TNB berkisar antara 13-132 tegukan selama 1-18 menit yang dapat dilihat pada tabel 23. Tabel 23. Frekuensi pengambilan air oleh merak hijau di TNAP dan TNB Parameter Frekueni tegukan Durasi (menit)
TNAP 7-42 2-8
TNB 13-132 1-18
Tabel 23 menunjukkan bahwa frekuensi tegukan di TNAP lebih sedikit dari pada di TNB. Merak hijau di TNAP minum sebanyak 7-42 tegukan selama 2-8 menit sedangkan merak hijau di TNB minum sebanyak 13-132 tegukan selama 1-18 menit. Merak hijau melakukan aktivitas minumnya di pagi dan sore hari yaitu antara 06.00 WIB - 08.00 WIB dan 14.00 WIB - 17.30 WIB di TNAP. Sedangkan, di TNB antara 06.00 WIB - 11.00 WIB dan 13.00 WIB - 17.00 WIB. Penggunaan waktu minum tersebut dapat dilihat pada gambar dibawah ini :
10 8 6 4 2 0
TNAP TNB
05 .00 0 6 -0 6 .0 .00 0 7 0 -0 7 .00 .00 0 8 -0 8 .0 .00 0 9 0 -0 9 .00 .00 1 0 -1 0 .00 .00 1 1 -1 1 .0 .00 1 2 0 -1 2 .00 .00 1 3 -1 3 .0 .00 1 4 0 -1 4 .00 .00 1 5 -1 5 .0 .00 1 6 0 -1 6 .00 .00 1 7 -1 7 .00 .00 -1 7.3 0
Frekuens
Penggunaan waktu minum merak hijau
Waktu (WIB)
Gambar 14. Histogram penggunaan waktu minum merak hijau di TNAP dan TNB Aktivitas minum merak di TNB terjadi sepanjang hari secara bergiliran. Ada yang minum di pagi hari, siang hari, sore hari bahkan ada pula yang minum di pagi dan sore hari. Hal ini seperti terlihat pada histogram di atas yang menjelaskan bahwa aktivitas minum di TNB dimulai pada pukul 05.30 WIB yang secara bergiliran akan naik frekuensinya pada pukul 06.300 WIB – 09.00 WIB dan akan menurun pada pukul 09.00 WIB – 11.00 WIB. Setelah pukul 11.00
60
WIB, perilaku minum tidak terlihat dan akan terlihat lagi mulai pukul 13.00 WIB – 17.00 WIB dengan frekuensi tertinggi pada pukul 07.00 WIB – 09.00 WIB dan 14.00 WIB – 15.00 WIB. Sedangkan, di TNAP merak minum hanya pada waktu makan pagi dan makan sore. Perilaku minum di lokasi ini dimulai pada pukul 06.00 WIB dengan freluensi yang tinggi dan akan turun pada pukul 07.00 WIB. Setelah pukul 08.00 WIB, aktivitas ini tidak terlihat lagi. Aktivitas minum di TNAP akan dimulai lagi pada pukul 14.00 WIB dengan frekuensi yang tinggi dan turun pada pukul 15.00 WIB seta naik lagi pada pukul 16.00 WIB. Perilaku ini akan diakhiri pada pukul 17.30 WIB. Peristiwa ini merupakan strategi merak hijau yang berhubungan dengan suhu dan intensitas angin di TNB yang lebih tinggi sehingga merak cenderung lebih mudah kehilangan air melalui penguapan akibat angin yang kencang dari pada di TNAP sehingga memungkinkan merak hijau untuk minum lebih sering dan lebih banyak. Secara garis besar, durasi minum merak hijau di berbagai tipe habitat baik di TNAP dan TNB dicatatkan pada tabel 24 sebagai berikut: Tabel 24. Perbandingan perilaku minum merak hijau di berbagai tipe habitat Lokasi TNAP - Pd Penggembalaan - Tumpangsari - Hutan Ngagelan TNB - Savana - Hutan Pantai - Hutan Musim - Evergreen
Durasi rata-rata (dtk)
Ragam waktu (dtk)
Durasi min (dtk)
Durasi max (dtk)
198.43 -
70.10 -
181.68 -
215.18 -
520.47 566.50 -
220.12 441.23 -
490.80 524.49 -
549.67 608.51 -
Durasi yang diperlukan oleh merak hijau untuk minum di padang penggembalaan TNAP adalah 198.43 detik. Sedangkan, di TNB, durasi minum di savana lebih cepat daripada di hutan pantai yaitu 520.47 detik dan 566.50 detik. Perilaku minum di TNAP khususnya padang penggembalaan memiliki ragam 70.10 detik. Di tipe habitat tumpangsari hutan tanaman dan hutan Ngagelan tidak menunjukkan nilai yang berarti bahwa di kedua tipe habitat tersebut perjumpaan terhadap periaku minum sulit. Nilai ini menunjukkan bahwa penggunaan waktu minum merak hijau di padang penggembalaan lebih bervariasi atau beragam daripada di tumpangsari hutan tanaman dan hutan Ngagelan. Selang waktu yang digunakannya pun lebih lebar.
61
Di TNB, sebaran waktu perilaku minum di hutan pantai lebih beragam daripada di savana yang ditunjukkan dengan nilai ragam yang lebih besar yaitu 441.23 detik dan 220.12 detik. Selang waktu di hutan pantai juga lebih lebar yaitu 524.49-608.51 detik daripada di savana yaitu 490.80-549.67 detik. Nilai ragam di hutan musim dan evergreen tidak ada. Merak hijau di TNB akan melakukan aktivitas minum dalam berbagai variasi waktu dari yang cepat (1 menit) hingga yang lambat (18 menit). Setelah dilakukan uji hipotesa menggunakan uji chi-square, ternyata menunjukkan bahwa di TNAP frekuensi minum di setiap tipe habitat akan berbeda yang berati bahwa perilaku minum dipengaruhi oleh tipe habitat. Sedangkan, di TNB menunjukkan hasil yang sebaliknya dimana perilaku minum di setiap tipe habitat akan sama yang juga berati sebaliknya yaitu perialku minum tidak dipengaruhi oleh tipe habitat. Berdasarkan tabel 25 juga dapat dilihat bahwa nilai χ2 hitung di TNAP adalah 10.98 yang lebih besar dari χ2 tab-nya. Sedangkan, nilai χ2
hitung
di TNAP hanya sebesar 1.51 yang jauh lebih kecil daripada nilai χ2
nya
tab-
seperti ditunjukkan oleh tabel 25 sebagai berikut : Tabel 25. Hasil uji chi-square perilaku minum di berbagai tipe habitat Lokasi TNAP TNB
N 23 29
db 4 6
χ2tab 9.49 12.59
χ2 hitung 10.98 1.51
Hasil Nyata Tidak nyata
Di padang penggembalaan Sadengan TNAP, merak hijau minum di cekungan bekas injakan satwa yang tergenang air di dekat bak minum atau springkle ataupun dibak minum buatan. Tempat yang paling banyak digunakan adalah cekungan di dekat springkle. Sedangkan, di areal tumpangsari merak hijau minum di cekungan-cekungan ditepi sumur yang digunakan untuk mengambil air saat melakukan penyiraman tanaman, serta di selokan-selokan kecil yang berisi air. Di TNB merak hijau minum di bak-bak air minum buatan di Bekol yang terdiri atas 3 tempat yaitu di belakang kantor Bekol, kubangan besar di belakang bukit Bekol dan bak minum kapal selam di tengah savana. Bak-bak minum ini dibuat dengan mempertimbangkan tingkat transpirasi air. Hal ini terbukti dengan penempatan bak minum yang selalu berada di bawah naungan pohon sehingga kondisi bak minum cukup teduh. Merak juga minum di hutan pantai yang
62
memiliki lebih banyak sumber air yaitu di Kalitopo, Kubangan Bama, Kelor, Manting dan Sumberbatu. Kondisi tempat minum di hutan pantai ini berupa cekungan mangrove yang tergenang oleh air.
g. Perilaku Mandi Debu Perilaku mandi debu merupakan rangkaian aktivitas yang dilakukan untuk merawat tubuh merak hijau yaitu dalam merapikan bulu-bulu, mengeluarkan ektoparasit dan benda asing yang menempel pada tubuhnya. Perilaku mandi debu diawali saat merak hijau berjalan menuju tempat mandi debu, melakukan aktivitas disana dan diakhiri ketika merak hijau pergi meninggalkan tempat mandi debu tersebut. Permulaan aktivitas mandi debu, merak hijau mengkaiskan kakinya di tanah untuk membuat lubang mandi debu dan menggemburkan tanah. Terkadang merak hijau mematuk makanan yang ditemukannya. Setelah tanah cukup gembur, merak hijau menekuk kakinya dan menurunkan badannya dengan posisi mendekam. Dalam posisi tersebut, merak hijau juga mengkaiskan kakinya dengan memakai sebelah kaki sedang kaki yang sebelah lagi bertumpu di tanah. Merak hijau juga akan mematuk makanan yang berupa rayap atau semut bila ditemukan. Sayap merak hijau dikibas-kibaskan dan ekor agak diangkat. Hal ini dimaksudkan supaya debu-debu beterbangan dan masuk ke sela-sela bulu dan kulitnya sehingga dapat membawa ektoparasit dan kotoran yang menempel di tubuhnya. Setelah aktivitas mandi debu selesai, merak berdiri dan menggoyangkan badannya untuk membuang debu, ektoparasit, kotoran di tubuhnya tersebut. Penggunaan waktu untuk mandi debu ini disajikan pada gambar berikut:
Frekuensi
Penggunaan waktu perilaku m andi debu 4.5 4 3.5 3 2.5 2 1.5 1 0.5 0
TNAP TNB
06.00- 07.00- 08.00- 09.00- 10.00- 11.00- 12.00- 13.00- 14.0007.00
08.00 09.00
10.00 11.00 12.00 Waktu (WIB)
13.00 14.00
15.00
Gambar 15. Histogram penggunaan waktu mandi debu merak hijau di TNAP dan TNB
63
Berdasarkan histogram tersebut dapat diketahui bahwa merak hijau TNAP melakukan aktivitas mandi debu saat menjelang siang hari yang dimulai pada pukul 07.00 WIB, meninggi pada pukul 08.00 Wib dan turun lagi pada pukul 09.00 WIB serta sejajar pada pukul 10.00 WIB. Pukul 11.00 WIB tidak dijumpai namun pukul 12.00 WIB dijumpai kembali dan tidak dijumpai lagi pada pukul 13.00 WIB serta akan terlihat lagi pada pukul 14.00 WIB – 15.00 WIB. Sedangkan merak hijau TNB berperilaku mandi debu pada waktu makan pagi berlangsung yang dimulai pada pukul 06.00 WIB, meninggi pukul 07.00 WIB dan mulai tidak dijumpai pukul 08.00 WIB hingga sore. Di TNAP, mandi debu dilakukan setelah aktivitas makan berakhir, sebelum dan saat aktivitas berteduh dan istirahat dimulai hingga aktivitas makan sore dimulai. Mandi debu ini dilakukan antara pukul 07.30 WIB - 15.00 WIB selama 8-28 menit. Di TNB, mandi debu dilakukan setelah merak minum dan sebelum minum yaitu antara pukul 06.30 WIB - 09.00 WIB selama 1-30 menit. Pemilihan waktu mandi debu yang seperti disebutkan diatas tersebut merupakan suatu strategi merak hijau dalam mandi debu yaitu untuk mendapatkan debu yang kering dan tidak lembab akibat embun di pagi hari dan juga dilakukan di tempat terbuka untuk keamanan. Rekapitulasi perilaku mandi debu merak hijau dapat dilihat pada tabel 26. Tabel 26. Perbandingan perilaku mandi debu merak hijau di berbagai tipe habitat Lokasi TNAP - Pd Penggembalaan - Tumpangsari - Hutan Ngagelan TNB - Savana - Hutan Pantai - Hutan Musim - Evergreen
Durasi rata-rata (dtk)
Ragam waktu (dtk)
Durasi min (dtk)
Durasi max (dtk)
1155 25 -
1045.52 -
1090.33 25 -
1219.67 25 -
751.71 -
753.70 -
696.80 -
806.62 -
Dari tabel 26 dapat diketahui bahwa durasi mandi debu di padang penggembalaan lebih lama daripada di areal tumpangsari yaitu sebesar 1155 detik dan 25 detik. Sedangkan, durasi mandi debu di savana TNB berkisar 751.71 detik. Nilai ragam perilaku mandi debu di padang penggembalaan TNAP 1045.52 detik. Nilai ini lebih besar dari nilai ragam perilaku mandi debu di tipe habitat lain yaitu 0 detik. Hal ini menandakan bahwa penggunaan waktu perilaku
64
mandi debu di padang penggembalaan lebih beragam atau bervariasi daripada di tumpangsari hutan tanaman. Selang waktu minimal dan maksimal perilaku mandi debu di padang penggembalaan pun lebih lebar daripada di tumpangsari hutan tanaman yaitu secara berturut-turut 1090.33-1219.67 detik dan 25 detik Sebaran waktu di savana TNB juga bervariai dengan nilai ragam 753.70 dan kisaran waktunya adalah 696.80-806.62 detik. Sedangkan, di hutan pantai, hutan musim dan evergreen tidak ada nilainya yang berarti bahwa di tipe habitat tersebut tidak dijumpai merak hijau sedang mendi debu. Begitu pula, di hutan Ngagelan TNAP meskipun bekas tempat mandi debunya ditemukan. Demikian pula, nilai χ2 hitung di TNAP adalah 0.75 sedangkan di TNB adalah 0 yang keduanya lebih kecil dari nilai χ2 tab seperti terlihat pada tabel 27 berikut : Tabel 27. Hasil uji chi-square perilaku mandi debu di berbagai tipe habitat Lokasi TNAP TNB
N 13 7
db 4 6
χ2tab 9.49 12.59
χ2 hitung 0.75 0
Hasil Tidak nyata Tidak nyata
Uji chi-square perilaku mandi debu di TNAP ini menunjukkan bahwa tidak ada pengaruh yang berarti dari tipe habitat di padang pengembalaan Sadengan, areal tumpangsari hutan tanaman jati dan hutan Rowobendo-Ngagelan terhadap frekuensi mandi debu. Di TNB, hasil uji chi-square menunjukkan hasil yang sama dengan yang ada di TNAP yaitu frekuensi perilaku mandi debu tidak dipengaruhi oleh tipe habitat seperti habitat savana, hutan pantai, hutan musim dan evergreen.
Gambar 16. Bekas tempat mandi debu merak hijau di Rowobendo TNAP Tempat yang digunakan untuk mandi debu, di TNAP berada di Sadengan, Rowobendo, areal tumpangsari dan jalan Rowobendo-Ngagelan. Di Sadengan, tempat mandi debu adalah tanah gembur berbongkah bekas cabutan pohon atau
65
herba dan bekas pembakaran rumput. Di Rowobendo, tempat mandi debu berada di bawah tegakan jati dengan tajuk yang cukup rapat terlindung dari matahari dengan struktur tanah gembur, halus, berdebu dan berpasir. Tempat mandi debu di Ngagelan berada di tengah jalan yang berupa lubang dengan struktur tanah yang halus, berdebu dan berpasir. Sedangkan, tempat mandi debu di areal tumpangsari berupa lubang bekas panenan tanaman tumpangsari yang relatif berbongkah. Ukuran tempat mandi debu hanya cukup digunakan oleh satu individu saja yaitu berkisar 55 cm x 55 cm hingga 51 cm x 96 cm. Di TNB, tempat mandi debu bervariasi. Ada yang hanya cukup digunakan oleh satu individu saja yaitu berukuran 55 cm x 45 cm dan ada pula yang bisa digunakan oleh 2-5 yaitu berukuran 4 m x 3 m. Struktur tanahnya sangat berdebu. Kedua tempat ini dapat ditemukan di savana Bekol dekat dengan bak minum Bekol dan di tepi jalan antara Bekol-Batangan di HM 109-105.
h. Perilaku Berteduh dan Istirahat Perilaku berteduh dan istirahat merupakan serangkaian aktivitas yang dilakukan oleh merak hijau dalam upaya untuk menghindari panas matahari dan menghilangkan rasa lelah setelah melakukan aktivitas. Aktivitas berteduh dan istirahat biasanya dilakukan setelah aktivitas makan berakhir hingga menjelang makan lagi. Aktivitas ini diawali saat merak hijau mulai naik ke pohon teduh atau istirahat. Cara naik ke pohon teduh biasanya dilakukan secara bertahap dari satu cabang ke cabang lain yang lebih tinggi. Hal ini dimaksudkan untuk menghindari gangguan. Setelah menemukan tempat yang diinginkan, kaki ditekuk dan badan diletakkan di atas kaki yang ditekuk dengan leher menempel pada punggung. Ada juga merak hijau yang berteduh di bawah semak-semak dengan posisi mendekam di atas tanah. Merak hijau merasa aman berteduh dan istirahat di dalam semaksemak. Aktivitas istirahat dilakukan dengan berhenti sejenak dari aktivitasnya untuk menghilangkan lelah. Aktivitas ini dilakukan dengan bertengger di pohon, berdiri di permukaan tanah, atau mendekam di bawah semak-semak. Rekapitulasi frekuensi perilaku berteduh dan istirahat di TNAP dan TNB disajikan pada tabel 28 sebagai berikut:
66
Tabel 28. Rekapitulasi frekuensi perilaku berteduh dan istirahat di TNAP dan TNB TNAP Parameter
TNB Hutan musim
Pd penggembalaan
Tumpangsari
Ngagelan
Savana
Hutan pantai
7 1-5
4 2-6
-
1 1
1 1
-
-
2 2-5
1 5
-
10 1-6
5 1-4
2 1
3 1-4
Bertengger di pohon - frekuensi - jumlah individu Dibawah pohon atau di semak - frekuensi - jumlah individu
Evergreen
Selama berteduh dan istirahat, merak hijau juga melakukan aktivitas menelisik bulu dan mengawasi keadaan sekitar. Terkadang, merak hijau juga berganti posisi dengan sudut 180o atau dengan kata lain berputar arah. Aktivitas ini merupakan suatu strategi yang dilakukan oleh merak hijau untuk menghindari adanya ancaman yang berasal dari belakang. Untuk merak hijau yang berteduh dan istirahat di bawah semak-semak, sesekali berdiri untuk mengawasi keadaan dari ancaman dan gangguan. Perilaku berteduh dan istirahat dengan bertengger di pohon bila gangguan banyak dan masuk semak-semak bila gangguan sedikit ini merupakan strategi merak hijau dalam berteduh dan istirahat.
Gambar 17. Merak hijau sedang berteduh di pohon mahoni di hutan tanaman TNAP Ketika menjelang sore dan suhu mulai rendah, aktivitas berteduh dan istirahat ini pun berakhir. Merak hijau akan berdiri dari posisi mendekamnya dan mengawasi keadaan. Setelah itu, merak hijau yang berteduh dan istirahat di pohon akan turun dari pohon dengan cara meluncur ke tempat makan. Sedangkan, merak hijau yang berteduh dan istirahat di bawah semak-semak akan berjalan ke tempat makan atau minum. Di TNB, aktivitas berteduh dan istirahat dilakukan antara pukul 08.00 WIB – 14.30 WIB selama 3-7 jam. Merak hijau di wilayah ini berteduh di
67
permukaan tanah di dalam semak-semak atau di bawah bayangan pohon widoro bukol (Zisyphus rotundifolius), asam (Tamarindus indica) di savana, Ficus sp. Di hutan musim, dan lain-lain. Selain itu, diduga merak hijau juga menggunakan vegetasi pantai yaitu di bawah semai gebang (Corypha utan) serta di bawah puhon bogem (Sonneratia sp.) dan evergreen yaitu dibawah pohon serut (Streblus asper) sebagai tempat berteduhnya. Merak hijau di TNB lebih menyukai berteduh dan istirahat di bawah pohon widoro bukol seperti disajikan pada tabel 29 berikut : Tabel 29. Jenis-jenis pohon yang digunakan untuk berteduh dan istirahat di TNB dan tingkat kesukaannya Nama lokal - widoro bukol - serut - asam -x - gebang - apak - bogem - manting - mimba
Nama ilmiah Zisyphus rotundifolius Streblus asper Tamarindus indicus Ficus sp. Corypha utan Ficus infectora Sonneratia sp. Zizygium polianthum Azadirachta indica
Frekuensi 13 3 2 2 2 1 1 1 1
Tingkat kesukaan (%) 50 11.54 7.69 7.69 7.69 3.85 3.85 3.85 3.85
Merak hijau di TNAP melakukan aktivitas ini di tempat-tempat yang teduh seperti di bawah bayangan pohon atau bertengger di atas pohon antara pukul 07.30 WIB – 15.00 WIB selama 3-8 jam. Jenis-jenis pohon yang sering digunakan untuk berteduh disajikan pada tabel 30 sebagai berikut : Tabel 30. Jenis-jenis pohon yang digunakan untuk aktivitas berteduh dan istirahat di TNAP dan tingkat kesukaannya Nama lokal Pd penggembalaan - sonokeling - apak - laban - rengas - tekik Areal tumpangsari - jati - mahoni - johar
Nama ilmiah
Frekuensi
Tingkat kesukaan (%)
Dalbergia latifolia Ficus infectora Vitex sp. Gluta renghas Albizia lebbekioides
7 7 3 1 1
36.84 36.84 15.79 5.26 5.26
Tectona grandis Swietenia macrophylla Cassia siamea
4 4 4
33.33 33.33 33.33
Dari tabel 30 tersebut dapat digambarkan bahwa jenis pohon yang paling sering digunakan untuk berteduh dan istirahat di padang penggembalaan Sadengan adalah sonokeling (Dalbergia latifolia) dan apak (Ficus infectora.). Sedangkan, jenis pohon yang sering digunakan sebagai tempat berteduh dan
68
istirahat di areal tumpangsari hutan tanaman adalah jati (Tectona grandis), mahoni (Swietenia macrophylla) dan johar (Cassia siamea). Aktivitas berteduh dan istirahat juga dilakukan di bawah semak-semak kirinyuh (Eupatorium odoratum) baik di padang penggembalaan Sadengan dan di bawah tegakan jati.
Gambar 18. Merak hijau berteduh di bawah pohon widoro bukol di Bekol Pohon yang dipilih sebagai tempat berteduh dan istirahat ini memiliki percabangan yang cukup rapat, namun tetap memiliki keleluasaan untuk memandang ke sekitar. Merak hijau memilih cabang pohon bagian tengah dan dalam sehingga melindungi dirinya dari sinar matahari serta membantunya bersembunyi dari predator. Untuk yang di bawah semak, biasanya memilih semak yang berada di bawah naungan pohon karena tempat tersebut lebih tertutup dan lebih teduh. Pemilihan jenis pohon dan semak yang digunakan untuk berteduh dan istirahat ini juga merupakan strategi yang dipakai oleh merak hijau untuk melindungi diri dari gangguan. Penggunaan waktu oleh merak hijau untuk berteduh dan istirahat seperti terlihat pada gambar di bawah ini : Penggunaan Wak tu Berteduh dan Istirahat Merak Hijau
16
Frekuensi
14 12 10
TNAP
8
TNB
6 4 2
04 .0 005 05. 0 .0 0- 0 06 06. 0 .0 0- 0 07 07. 0 .0 0- 0 0 8 08 .0 .00 00 9 09 .0 .00 010 10. 0 .0 0- 0 1 1 11 .0 .00 01 2 12 .0 .00 01 3 13 .0 .00 014 14. 0 .0 0- 0 1 5 15 .0 .00 01 6 16 .0 .00 017 17. 0 .0 0- 0 18 .0 0
0
Waktu
Gambar 19. Histogram penggunaan waktu berteduh dan istirahat merak hijau di TNAP dan TNB
69
Berdasarkan histogram di atas dapat diketahui bahwa perilaku berteduh dan istirahat merak hijau di TNAP dimulai pada pukul 07.30 WIB, meningkat pada pukul 08.00 WIB dan akan bernilai tetap antara pukul 10.00 WIB – 15.00 WIB. Pukul 15.00 WIB, frekuensinya akan mulai berkurang dan bernilai nol mulai pukul 15.30 WIB. Sedangkan, di TNB, perilaku berteduh dan istirahat dimulai pada pukul 08.00 WIB, meningkat frekuensinya hingga pukul 09.00 WIB, dan cenderung tetap antara pukul 09.0 WIB – 14.00 WIB, meskipun tidak teratur. Pukul 15.00 WIB akan turun lagi hingga mencapai angka nol. Penggunaan waktu berteduh dan istirahat berbeda bagi tiap individu merak hijau. Ketika ada merak hijau yang mulai berteduh, pada saat yang sama ada merak hijau lain yang masih makan, mandi debu, dan minum. Di TNB, bahkan pernah dijumpai merak hijau yang sedang berteduh dan istirahat melakukan aktivitas makan di tempat teduhnya yaitu sebanyak satu kali. Aktivitas berteduh dan istirahat ini seperti terlihat pada tabel 31 di bawah ini. Tabel 31. Perbandingan perilaku berteduh dan istirahat merak hijau di berbagai tipe habitat Lokasi TNAP - Pd Penggembalaan - Tumpangsari - Hutan Ngagelan TNB - Savana - Hutan Pantai - Hutan Musim - Evergreen
Durasi rata-rata (dtk)
Ragam waktu (dtk)
Durasi min (dtk)
Durasi max (dtk)
20353.33 18096 -
4032.72 2338.69 -
20226.32 17999.28 -
20480.34 18192.72 -
19253 -
2536.28 -
19152.28 -
19353.72 -
Tabel 31 diatas menjelaskan bahwa durasi rata-rata yang dibutuhkan oleh merak hijau untuk berteduh dan istirahat adalah 20353.33 detik di padang penggembalaan yang lebih besar daripada di areal tumpangari yaitu 18096 detik. Nilai ragam perilaku berteduh dan istirahat di padang penggembalaan TNAP adalah 4032.72 detik dan di tumpangsari hutan tanaman adalah 2338.69 detik. Nilai ini mengandung arti bahwa perilaku berteduh dan istirahat merak hijau di padang penggembalaan lebih beragam daripada di areal tumpangsari hutan tanaman. Hal ini berhubungan dengan adanya kegiatan pemeliharaan habitat di padang penggembalaan sehingga merak hijau cukup terganggu perilakunya. Selang antara durasi minimal dan maksimal yang digunakan untuk berteduh dan
70
istirahat di padang penggembalaan juga jauh lebih lebar daripada di areal tumpangari hutan tanaman. Di TNB, nilai ragam di savana adalah 2536.28 detik dengan kisaran waktu 19152.28-19353.72 detik yang bermakna bahwa sebaran waktu di savana cukup tinggi. Sedangkan, di tipe habitat hutan pantai, hutan musim dan evergreen tidak ada nilainya yang juga berarti bahwa keragaman di habitat tersebut tidak ada. Setelah dilakukan uji chi-square terhadap frekuensi perjumpaan perilaku berteduh dan istirahat di berbagai tipe habitat, ternyata hasilnya menunjukkan bahwa tipe habitat tidak mempengaruhi aktivitas berteduh dan istirahat merak hijau baik di TNAP maupun di TNB seperti tercantum dalam tabel 32 berikut : Tabel 32. Hasil uji chi-square perilaku berteduh dan istirahat di berbagai tipe habitat Lokasi TNAP TNB
N 21 27
χ2tab 9.49 12.59
db 4 6
Hal ini diperjelas dengan nilai χ2
hitung
χ2 hitung 1.16 11.09
Hasil Tidak nyata Tidak nyata
di TNAP sebesar 1.16 dan di TNB
sebesar 11.09. Nilai ini lebih kecil dari nilai χ2 tab. Hasil ini sama baik di TNAP maupun di TNB yaitu tipe habitat tidak berpengaruh terhadap frekuensi perilaku berteduh dan istirahat. Frekuensi perilaku berteduh dan istirahat di padang penggembalaan Sadengan, areal tumpangsari, dan hutan Ngagelan TNAP memiliki peluang yang sama. Di TNB, frekuensi perilaku berteduh dan istirahat di savana akan sama dengan di hutan pantai, hutan musim, dan evergreen. Namun, dalam kurun waktu penelitian, perilaku berteduh dan istirahat ini tidak dijumpai di semua habitat yang diteliti.
i. Perilaku Berlindung Perilaku berlindung adalah perilaku individu ketika ada ancaman atau gangguan. Jenis gangguannya bisa berupa predator atau manusia. Apabila merasa terancam merak hijau akan menjauhi ancaman dengan cara berjalan menjauh, terbang ke pohon dengan suara ”kokokokoko…..” atau masuk ke dalam semaksemak.
Apabila
mencurigai
sesuatu,
merak
akan
mengeluarkan
suara
“tk…tk…tk…” dan apabila merak hijau mencurigai, menghindari dan mencari sesuatu, merak hijau akan mengeluarkan suara juga yaitu ” tk tk tk kroow...”.
71
Ketika berlindung, merak hijau berada dalam kondisi waspada. Merak hijau akan berdiri di cabang pohon atau di semak-semak sambil menengokkan kepalanya ke kanan dan kiri. Hal ini dilakukan untuk mengawasi sumber ancaman atau
gangguan
tersebut.
Apabila,
ancaman
atau
gangguan
tersebut
membahayakan, merak hijau akan terus bersembunyi bahkan akan pindah ke tempat yang lebih aman. Namun, apabila gangguan tersebut tidak terlalu berbahaya, merak hijau hanya pergi menjauh dan mengawasi sumber gangguan tersebut. Sehingga dapat dikatakan bahwa merak hijau dapat menentukan gangguan tersebut berbahaya atau tidak terhadap dirinya. Tempat yang digunakan untuk berlindung biasanya berupa pohon yang tajuknya rapat dan tertutup serta semak-semak yang mampu menyembunyikan tubuhnya sehingga predator atau hal-hal yang mengganggu dirinya tidak dapat menemukannya. Pemilihan jenis pohon bertajuk rapat sebagai tempat berlindung atau pun semak-semak merupakan strategi bagi merak hijau untuk menghindari adanya gangguan yang dilakukan dengan lari menjauh dan terbang ke pohon. Grafik dibawah ini menunjukkan sebaran terjadinya gangguan merak hijau baik di TNAP maupun di TNB. Sebaran gangguan terhadap waktu merak hijau
Frekuensi
20 15 10 5
05 .00 06 -06 .00 .00 07 -07 .00 .00 08 -08 .00 .0 0 09 -09 .00 .00 10 -10 .00 .00 11 -11 .00 .00 12 -12 .00 .00 13 -13 .00 .00 14 -14 .00 .00 15 -15 .00 .0 0 16 -16 .00 .00 17 -17 .00 .00 -1 7. 30
0 TNB TNAP
Waktu (WIB)
Gambar 20. Grafik sebaran terjadinya gangguan terhadap merak hijau di TNAP dan TNB Berdasarkan grafik di atas dapat diketahui bahwa frekuensi terjadinya gangguan terhadap merak hijau di TNB dimulai pada pukul 05.00 WIB dan meningkat secara drastis pada pukul 06.00 WIB. Gangguan tersebut akan mulai berkurang pada pukul 08.00 WIB secara teratur hingga menunjukkan angka 0 pada pukul 12.00 WIB – 14.00 WIB. Gangguan akan terjadi lagi pada pukul 14.00
72
WIB, meningkat pada pukul 15.00 WIB dan turun lagi pada pukul 16.00 WIB hingga merak hijau tidur. Sedangkan, di TNAP, merak hijau mendapat gangguan mulai pukul 05.00 WIB ketika merak hijau mulai makan, naik pada pukul 07.00 WIB dan turun lagi secara tidak teratur mulai pukul 08.00 WIB hingga merak hijau berteduh dan istirahat pukul 11.00 WIB – 14.00 WIB. Pada sore hari, merak hijau di TNAP akan terlihat berlindung pada pukul 14.00 WIB, naik secara perlahan pukul 15.00 WIB – 17.00 WIB dan menunjukkan angka nol pada waktu merak hijau mulai tidur yaitu pukul 17.00 WIB. Gangguan atau ancaman terhadap merak hijau bisa terjadi kapan saja dalam kurun waktu 24 jam. Namun, selama penelitian gangguan terhadap merak hijau di TNAP lebih sering terjadi pada waktu makan yaitu antara 05.30 WIB – 10.00 WIB dan 15.00 WIB – 17.00 WIB. Begitu pula, merak hijau di TNB lebih banyak mendapat gangguan pada waktu minum yang terjadi pada jam makan yaitu antara 06.00 WIB – 09.00 WIB dan 14.30 WIB – 17.00 WIB. Di TNAP, jenis gangguan yang seringkali muncul adalah elang bondol (Haliarctus indus), elang laut (Haliaetus leucogaster), elang ular bido (Spilornis cheela) sebanyak 4 kali dan manusia baik itu pengunjung, pekerja, pesanggem dan juga pengamat sebanyak 12 kali. Jenis-jenis elang ini terkadang menyerang merak hijau ketika merak hijau sedang makan. Namun, tidak jarang pula, ketika ada elang yang sedang soaring (berputar-putar sambil terbang untuk mencari mangsa)
merak
hijau
langsung
menunjukkan
sikap
waspada
dengan
memperhatikan elang tersebut yaitu sebanyak 2 kali perjumpaan. Gangguan yang berasal dari manusia relatif tidak terlalu berbahaya. Ketika ada manusia yang datang, merak hijau hanya akan pergi menjauh. Namun, ketika kedatangan manusia tersebut tidak diduga, merak hijau akan langsung terbang bersembunyi di atas pohon. Berbeda ketika manusia dengan sengaja melakukan pengusiran, merak hijau juga akan terbang sambil mengeluarkan tipe suara III dan IV. Peristiwa ini terjadi di areal tumpangsari hutan tanaman jati TNAP sebanyak 2 kali perjumpaan. Merak hijau akan berlindung selama 15-40 menit sebelum dia benar-benar merasa aman. Di TNB, jenis gangguan lebih banyak berasal dari satwa lain karena antar satwa tersebut saling bersaing untuk mendapatkan air, misalnya lutung monyet
73
ekor panjang (Macaca fascicularis), ajag (Cuon alpinus), kucing hutan (Felis bengalensis), biawak (Varanus salvator), elang ular bido (Spilornis cheela), dan elang brontok (Spizaetus chirratus). Merak hijau akan bersikap waspada terhadap monyet ekor panjang, kucing hutan, biawak dan elang. Sedangkan, sikap yang lebih ekstrim seperti terbang bersembunyi dilakukan terhadap ajag. Namun, satwa yang paling sering mengganggu aktivitas minum merak adalah monyet ekor panjang (Macaca fascicularis) yang remaja yang tercatat sebanyak 9 kali perjumpaan. Monyet remaja ini dengan sengaja mengganggu merak hijau hingga merak hijau meloncat kaget dan bahkan monyet remaja ini terkadang mengejar-kejar merak hijau. Jenis gangguan lain berasal dari aktivitas manusia pencari kroto, biji akasia, pupus gebang dan pengunjung bahkan pengamat. Merak hijau akan pergi menjauh dan terbang karena terkejut ketika manusia datang mendekat. Merak di TNB berlindung dengan terbang ke pohon yang tajuknya lebat seperti asam (Tamarindus indicus) dan juga bersembunyi di dalam semak-semak selama 9-30 menit. Jenis-jenis pohon yang digunakan sebagai tempat berlindung merak hijau di TNB adalah asam (Tamarindus indicus), Ficus sp., apak (Ficus infectora), pilang (Acacia leucophloea), manting (Zizygium polianthum), tegakan gebang (Corypha utan) dan semak jarong, Mimosa invisa, tembelekan (Lantana camara) dan semak-semak lain. Sedangkan, jenis pohon yang digunakan untuk berlindung di TNAP adalah mahoni (Switenia macrophylla), jati (Tectona grandis), johar (Cassia siamea), apak (Ficus infectora), rengas (Gluta renghas), Polygrathia macropylla, dan jambu-jambuan (Zisygium aquomosum). Rekapitulasi perilaku berlindung merak hijau dapat dilihat pada tabel 33 di bawah ini : Tabel 33. Perbandingan perilaku berlindung merak hijau di berbagai tipe habitat Lokasi TNAP - Pd Penggembalaan - Tumpangsari - Hutan Ngagelan TNB - Savana - Hutan Pantai - Hutan Musim - Evergreen
Durasi rata-rata (dtk)
Ragam waktu (dtk)
Durasi min (dtk)
Durasi max (dtk)
2400 870 -
551.54 -
2400 823.03 -
2400 916.97 -
1080 1620 -
-
1080 1620 -
1080 1620 -
74
Tabel 33 tersebut menjelakan bahwa di TNAP durasi perilaku berlindung hanya dapat diamati di padang penggembalaan dan areal tumpangsari. Di padang penggembalaan durasi rata-rata yang dibutuhkan merak hijau untuk berlindung adalah 2400 detik dan nilai ragamnya tidak ada dengan kisaran waktu juga nol. Di TNB, durasi rata-rata yang dibutuhkan merak hijau untuk berlindung adalah 1080 detik di savana dan 1620 detik di hutan pantai dengan kisaran nol. Hasil uji chi-square aktivitas berlindung dipaparkan pada tabel 34 sebagai berikut : Tabel 34. Hasil uji chi-square perilaku berlindung di berbagai tipe habitat Lokasi TNAP TNB
N 33 43
db 4 6
χ2tab 9.49 12.59
χ2 hitung 0.35 30.88
Hasil Tidak nyata Nyata
Berdasarkan tabel diatas, juga dapat diketahui bahwa hasil uji chi-square di TNAP adalah sebesar 0.35 lebih kecil dari nilai χ2 tab = 9.49 yang menunjukkan merak hijau memiliki peluang yang sama untuk mendapat gangguan baik di padang penggembalaan Sadengan, areal tumpangsari hutan tanaman jati dan hutan alam Rowobendo-Ngagelan. Atau dengan kata lain, perilaku terhadap gangguan tidak dipengaruhi oleh tipe habitat. Hasil yang sebaliknya ditunjukkan pada uji chi-square di TNB yaitu sebesar 30.88 yang jauh lebih besar daripada χ2
tab
=
12.59. Di tempat ini perilaku berlindung dari gangguan dipengaruhi oleh perbedaan tipe habitat.
j. Perilaku Tidur Perilaku tidur merupakan serangkaian aktivitas yang dilakukan ketika merak hijau berjalan ke arah pohon tidur, naik ke pohon tidur, mengeluarkan suara penutup (tipe suara I) hingga merak bangun dari tidur, mengeluarkan suara pembuka (tipe suara I) dan turun dari pohon tidur. Sebelum berjalan ke arah pohon tidur, merak hijau terbagi ke dalam kelompok-kelompok. Kelompok-kelompok merak hijau ini bertemu dan berkumpul menjadi satu kelompok besar dan berjalan secara berurutan ke arah pohon tidur. Merak hijau juga naik ke pohon tidur secara berurutan satu demi satu. Merak hijau yang tidur secara soliter naik ke pohon tidur dengan terbang langsung ke pohon tidur.
75
Merak hijau naik ke pohon tidur dengan dua cara, yaitu secara bertahap dari satu cabang ke cabang lain yang lebih tinggi dan terbang langsung ke cabang tidurnya. Kedua cara ini dilakukan oleh merak hijau jantan, betina dan remaja. Setelah sampai di cabang tidur, merak tidak langsung tidur, tapi beraktivitas yaitu mengawasi keadaan dan menelisik bulu. Merak hijau tidur dengan posisi kaki ditekuk dan badan diletakkan di atas kaki dan leher menempel di punggungnya. Selain itu, merak juga akan mengeluarkan suara atau last call (Hernowo, 1995) “auwo….auwo…..auwo….” sebagai tanda berakhirnya aktivitas hari itu. Ketika bangun, merak hijau juga mengeluarkan suara yang disebut sebagai morning call ”auwo...auwo...auwo...” yang menandakan aktivitas hari itu dimulai. Di pohon tidurnya, merak juga melakukan aktivitas menelisik bulu serta mengawasi sekitar atau tempat landasan. Bila tempat untuk mendarat aman, maka merak hijau akan meluncur ke landasan yang juga berfungsi sebagai tempat makan. Merak hijau terbang meluncur dengan cara menjejalkan kakinya dengan tekanan di cabang tidur dan sayap dikembangkan. Saat terbang, merak hijau akan terlihat seperti sebuah garis karena bagian ekor, badan dan kepala sejajar. Merak hijau akan mendarat dengan cara menurunkan kakinya secara perlahan dan meletakkan kedua kakinya di landasan dan sayap kembali ditutup. Perilaku turun dari pohon tidur ini pun dilakukan secara berurutan dengan teratur. Di TNB, dijumpai satu kali di saat tidurnya, merak mengeluarkan suara “auwo...kokokoko......”. Hal ini diduga merak hijau melihat atau diserang oleh predator. Strategi perilaku tidur adalah dengan memilih pohon tidur yang dekat tempat makan dan terdapat pohon yang lebih rendah untuk naik secara bertahap.
(a) (b) Gambar 21. Perilaku tidur, (a) pohon gebang, (b) pohon mimba
76
Jenis pohon yang digunakan merak hijau di TNAP dan TNB untuk tidur disajikan pada tabel 35 sebagai berikut : Tabel 35. Jenis pohon yang digunakan untuk tidur oleh merak hijau di TNAP dan tingkat kesukaannya Nama lokal
Nama ilmiah
Pd. penggembalaan - Randu alas - Bendo - jabon -x - Apak - Laban - Kayu hitam Tumpangsari - Mahoni - Jati
Individu
Frekuensi
Tingkat kesukaan (%)
Bombax valtoni Artocarpus elastica Antocephalus indicus Polygrathia sp. Ficus sp. Vitex sp. Diospyros sp.
20 2-10 1 1 1 1 1
10 10 6 3 2 1 1
30.30 30.30 18.18 9.09 6.06 3.03 3.03
Swietenia macrophylla Tectona grandis
2-6 2-6
8 8
50 50
Dari tabel 35 dapat diketahui bahwa jenis pohon yang paling banyak digunakan oleh merak hijau untuk tidur di padang penggembalaan Sadengan adalah randu alas (Bombax valtoni) dan bendo (Artocarpus elastica). Sedangkan, jenis pohon yang paling banyak digunakan oleh merak hijau untuk tidur di areal tumpangsari adalah mahoni (Swietenia macrophylla) dan jati (Tectona grandis). Jenis pohon yang digunakan oleh merak hijau untuk tidur di TNB dipaparkan pada tabel 36 sebagai berikut : Tabel 36. Jenis pohon yang digunakan untuk tidur oleh merak hijau TNB dan tingkat kesukaannya Nama lokal Pilang Mimba Asam Gebang Widoro bukol Kesambi Tekik
Nama ilmiah Acacia leucophloea Azadirachta indica Tamarindus indicus Corypha utan Zisyphus rotundifolius Schleichera oleosa Albizia lebbekioides
Individu
Frekuensi
1-15 1-3 1 1-10 1 1 1
40 21 6 5 3 2 1
Tingkat kesukaan (%) 51.28 26.92 7.69 6.41 3.85 2.56 1.28
Berdasarkan tabel 36 tersebut, merak hijau di TNB lebih suka tidur di pohon pilang (Acacia leucophloea) dan mimba (Azadirachta indica). Pohon asam dan gebang cukup disukai karena beberapa kali merak hijau dijumpai tidur di pohon tersebut. Rekapitulasi perilaku tidur dapat dijelaskan pada tabel 37 sebagai berikut :
77
Tabel 37. Perbandingan perilaku tidur merak hijau di TNAP dan TNB Lokasi TNAP TNB
Waktu naik min (WIB) 17.07 16.11
Waktu naik max (WIB) 17.18 17.30
Waktu turun min (WIB) 05.14 05.10
Waktu turun max (WIB) 05.30 05.47
Dari tabel 37 diatas dapat diketahui bahwa di TNAP merak mulai tidur pada pukul 17.07 WIB dan bangun pukul 05.14 WIB. Sehingga merak tidur selama kurang lebih 12 jam. Di TNB, merak mulai naik ke pohon tidur pukul 17.05 WIB dan mulai turun dari pohon tidur pukul 05.08 WIB. Merak di TNB juga tidur selama kurang lebih 12 jam. Berdasarkan data ini diketahui bahwa waktu dimulai dan diakhirinya perilaku tidur di TNAP sama dengan TNB. Namun, di TNB juga pernah dijumpai merak hijau mulai naik ke pohon tidur lebih awal sebanyak 3 kali perjumpaan yaitu sebelum pukul 17.00 WIB. Peristiwa ini terjadi ketika cuaca terlihat mendung sehingga suasana savana cukup gelap. Uji chi-square perilaku tidur merak hijau di TNAP dan TNB ditunjukkan oleh tabel 38 sebagai berikut : Tabel 38. Hasil uji chi-square perilaku tidur di berbagai tipe habitat Lokasi TNAP TNB
N 46 64
db 4 6
χ2tab 9.49 12.59
χ2 hitung 6.81 1.94
Hasil Tidak nyata Tidak nyata
Uji chi-square perilaku tidur menunjukkan bahwa merak hijau di TNAP memiliki peluang yang sama untuk melakukan aktivitas tidur di padang penggembalaan Sadengan, areal tumpangsari hutan tanaman jati dan hutan alam Rowobendo-Ngagelan. Hal ini dijelaskan dengan nilai χ2 dari χ2
tab
hitung
= 6.81 lebih kecil
= 9.49 yang menandakan bahwa tipe habitat tidak mempengaruhi
perilaku tidur merak hidup. Begitu pula, perilaku tidur merak hijau di TNB juga menunjukkan hasil yang sama di tiap habitat yaitu savana, hutan musim, hutan pantai dan evergreen yang ditunjukkan dengan nilai χ2 dari nilai χ
2
tab
hitung
1.94 jauh lebih kecil
= 12.59 sehingga aktivitas tidur merak hijau tidak dipengaruhi oleh
perbedaan tipe habitat.
k. Perilaku Membuang Kotoran Perilaku membuang kotoran merupakan serangkaian aktivitas yang dilakukan untuk membuang sisa-sisa metabolisme tubuh seperti feses dan ureter. Merak hijau membuang kotoran dengan cara menegangkan badannya sambil
78
menarik tunggir ke arah belakang. Saat membuang kotoran, merak dalam posisi berdiri. Merak membuang kotoran sambil jalan saat makan berlangsung dan ketika bertengger di pohon tidur. Kotoran yang dikeluarkan berkisar antara 2-15 onggokan kotoran. Kotoran merak berbentuk seperti eskrim berwarna hijau tua saat masih basah dan hitam saat kering. Biasanya, dalam kotoran juga ditemukan bekas air kencing merak yang mengandung kapur. Kotoran merak sangat halus yang menandakan bahwa merak pintar dalam memilih makanan sehingga makanan yang dimakannya dapat dicerna semua. Selain itu, kotoran yang halus ini juga menunjukkan merak hijau memiliki alat pencernaan yang bagus sehingga mampu menggiling makanan sampai halus. Kencing merak hijau berupa cairan yang bercampur dengan kapur kental yang mirip dengan cairan mani. Saat kering, kencing ini hanya berbentuk noktah putih membulat yang menempel di tanah, daun atau jalan. Di TNAP, bekas kotoran atau kencing merak banyak ditemukan di bawah pohon tidur yaitu mahoni di areal tumpangsari dan pohon randu alas dan bendo di padang penggembalaan Sadengan dan diduga juga ada di tempat makan. Sedangkan di TNB, kotoran merak selain di bawah pohon tidurnya juga banyak ditemukan di sepanjang jalan Batangan-Bekol dan dekat bak minum Bekol yang juga berfungsi sebagai tempat makan merak.
l. Perilaku Sosial a. Hubungan di Dalam Satu Kelompok Merak hijau Merak hidup secara berkelompok antara 2-6 individu tiap kelompoknya. Namun, ada juga merak yang soliter yaitu merak hijau jantan dewasa. Satu kelompok merak hijau biasanya terdiri atas merak hijau betina dewasa dengan remaja, betina dewasa semua,
dan remaja semua. Hubungan di dalam satu
kelompok ini sangat erat. Mereka melakukan aktivitas makan, minum, berteduh, tidur secara bersama-sama. Biasanya, dalam satu kelompok terdapat satu pemimpin. Pemimpin kelompok adalah merak hijau betina dewasa yang memiliki ukuran tubuh paling besar atau bila kelompok remaja adalah merak remaja yang ukuran tubuhnya
79
paling besar. Pemimpin kelompok berjalan paling depan dan biasanya saat berjalan
mengeluarkan
suara
”kook....kook....kook....”
atau
”ngook....ngook....ngook....” atau ”ngeook....ngeook....ngeook....” supaya anggota kelompoknya tidak hilang.
(a)
(b)
(c) Gambar 22. Kelompok merak hijau, (a) makan, (b) berjalan, (c) minum Ketika makan, antar anggota kelompok berada pada jarak yang berdekatan. Namun, tetap menyisakan ruang untuk anggota kelompoknya sehingga masing-masing diantara mereka bisa mendapatkan makanan dengan proporsi yang sama. Sativaningsih (2005) juga menyatakan hal yang sama. Dalam aktivitas minum, antar anggota kelompok minum bersama pada tempat yang sama atau berdekatan. Ketika yang satu selesai, merak hijau yang lain juga mengakhirinya. Pada saat mandi debu, merak hijau dalam satu kelompok ini akan mandi debu di tempat yang sama. Apabila tempat mandi debunya luas, mereka akan mandi debu secara bersama-sama. Namun, bila tempat mandi debunya kecil, mereka akan bergantian satu sama lain.
80
Begitu pula pada saat tidur, antar anggota kelompok akan tidur pada cabang yang berdekatan. Hal ini akan memudahkan pemimpin kelompok untuk memberitahu anggota kelompoknya bila ada ancaman atau gangguan. Semua aktivitas yang dilakukan oleh satu kelompok merak hijau, ditentukan dan dikendalikan oleh pemimpin kelompok. Pemimpin kelompok memulai makan, minum, berteduh, mandi debu, dan mengawali anggota kelompoknya untuk naik ke pohon tidur. Pemimpin kelompok pula yang pertama kali bangun dan turun dari pohon tidur dan mengakhiri aktivitas kelompok. Ketika ada bahaya, pemimpin kelompok pula yang berinisiatif untuk menghindar atau bersembunyi dari bahaya tersebut. Apabila ada anggota kelompok yang terpisah, diduga pemimpin kelompok ini pula yang mengeluarkan suara ”tk tk tk kroow....” dalam rangka memberitahu anggota kelompoknya jika ada bahaya serta mencari anggota kelompoknya yang hilang tersebut.
b. Hubungan antar Kelompok Merak Hijau Hubungan antar kelompok merak juga terjalin erat terutama terlihat saat makan dan tidur. Di TNAP, merak makan di tempat yang sama. Mereka datang ke tempat makan secara berkelompok dan bergabung menjadi kelompok besar di tempat makan. Saat menjelang malam, kelompok-kelompok merak hijau akan bergabung menjadi satu dan berjajar satu per satu untuk menuju pohon tidur yang sama. Dia padang penggembalaan Sadengan TNAP, terdapat 20 ekor merak hijau dalam satu pohon tidur yang terdiri atas 4-6 kelompok merak hijau. Antar kelompok tersebut tidur pada cabang yang berbeda dan berdekatan. Di TNB juga pernah dijumpai antar kelompok merak hijau tidur di tempat yang sama. Dalam satu pohon tidurnya terdapat 14 ekor merak hijau yang terdiri atas 3-4 kelompok. Perilaku seperti ini menunjukkan adanya kebersamaan antar kelompok merak hijau. Selain itu, merak hijau juga akan saling menjaga bila ada gangguan. Saat pagi tiba, merak hijau tersebut akan turun dan mendarat di tempat makan. Merak hijau tersebut akan terpisah menjadi beberapa kelompok dalam aktivitas makannya. Di areal tumpangsari hutan tanaman jati TNAP kelompokkelompok merak hijau tidak terlihat dengan jelas karena merak hijau tersebut
81
makan pada tempat yang berdekatan. Padang penggembalaan Sadengan cukup luas dan terbuka sehingga masih ada banyak ruang meskipun kelompok besar merak hijau terpisah menjadi beberapa kelompok kecil. Hubungan antar kelompok merak hijau di TNB terlihat jelas ketika merak hijau tersebut bertemu di tempat minum. Kelompok merak hijau yang berjalan ke tempat minum akan minum bersama-sama dengan kelompok lain yang sudah tiba terlebih dahulu. Namun, apabila jumlah merak hijau terlalu banyak, hubungan ini menjadi suatu hubungan persaingan dalam mendapatkan air. Merak hijau akan saling menyerang dan anggota lain dari kelompok yang diserang tersebut juga akan ikut membantu merak hijau yang diserang tadi. Apabila ada gangguan, kelompok yang melihat gangguan tersebut akan bersuara terlebih dahulu. Selain untuk memberitahu anggota kelompoknya, tanda ini juga dipakai oleh kelompok lain sebagai peringatan.
c. Hubungan antar Merak Hijau Jantan Merak hijau jantan hidup secara soliter. Hubungan merak hijau jantan dengan merak jantan lainnya tidak begitu akur. Apabila dua merak jantan bertemu dalam jarak yang dekat, hanya ada dua kemungkinan yaitu bertarung (fight) dan pengusiran. Namun, ketika jarak antara dua merak hijau jantan cukup jauh yaitu minimal 50 meter, dua merak hijau jantan tersebut hanya akan saling mengawasi satu sama lain. Terkadang, dua merak hijau jantan tersebut juga akan melakukan display secara bersama-sama untuk menunjukkan siapa diantara mereka yang paling menarik bagi merak hijau betina. Di TNAP, juga pernah dijumpai merak hijau jantan dewasa display bersama dengan merak hijau jantan remaja. Ketika ada merak hijau jantan remaja display, merak hijau jantan dewasa ikut display di dekatnya. Merak hijau jantan remaja ini ingin memamerkan daya tariknya kepada merak hijau betina dan merak hijau jantan dewasa. Namun, merak hijau jantan dewasa merasa kalau merak hijau jantan remaja tersebut ingin merebut para betinanya sehingga merak hijau jantan dewasa juga menunjukkan daya tariknya di depan merak hijau jantan remaja tersebut hingga berhenti display. Hal serupa juga pernah dijumpai di TNB.
82
Pertarungan antar jantan dapat dijelaskan sebagai berikut : dua merak jantan bertemu dalam jarak dekat (0-15 m), mereka saling waspada dan saling mengawasi satu sama lain. Terkadang berjalan beriringan dengan sikap siaga sambil mengangkat bulu ekornya. Ketika lebih dekat lagi, mereka saling mematuk dan meloncat ke udara sambil saling menabrakkan kaki. Tercatat, pertarungan ini terjadi selama 5 menit di padang penggembalaan Sadengan TNAP. Di areal tumpangsari TNAP juga pernah dijumpai satu kali dua merak hijau jantan remaja bertarung. Mereka saling menabrakkan kakinya di udara dengan sayap dikembangkan untuk menjaga keseimbangan badan supaya tidak jatuh. Merak hijau jantan remaja tersebut seperti memiliki sasaran untuk dilukai yaitu bagian kepala merak hijau jantan remaja lain. Peristiwa ini dilakukan dalam rangka untuk berlatih bertarung karena sehabis bertarung dua merak hijau jantan tersebut akur lagi.
Jantan dominan
Jantan terusir
Gambar 23. Proses pengusiran merak hijau jantan oleh pejantan dominan di Bekol Pengusiran terjadi ketika merak hijau jantan dominan melihat ada merak hijau jantan lain yang memasuki wilayah dominansinya. Merak hijau jantan dominan ini akan mengejar merak hijau jantan lain hingga menjauhi areal tersebut. Peristiwa ini terjadi 1 kali di TNAP dan 12 kali di TNB. Namun, di TNB juga pernah dijumpai dua merak hijau jantan minum bersama-sama di satu tempat minum. Mereka hanya saling mengawasi satu sama lain tapi tidak terjadi pengusiran ataupun pertarungan. Bentuk-bentuk hubungan antar merak hijau jantan dewasa (pertarungan, pengusiran, waspada, tidak ada respon) dapat diuji dengan uji chi-square yang
83
menghasilkan nilai χ2
hitung
= 6.71 di TNAP dan 884.25 di TNB. Nilai χ2
TNAP tersebut lebih kecil dari nilai χ2
tab
di
hitung
= 12.59 seperti terlihat pada tabel 39
berikut : Tabel 39. Hasil uji chi-square hubungan antar merak hijau jantan di berbagai tipe habitat Lokasi TNAP TNB
N 3 16
Sedangkan, nilai χ2
hitung
db 6 9
χ2tab 12.59 16.92
di TNB lebih besar dari nilai χ2
χ2 hitung 6.71 884.25
tab
Hasil Tidak nyata Nyata
= 16.92. Sehingga,
berdasarkan nilai tersebut dapat diketahui bahwa merak hijau jantan di TNAP di berbagai tipe habitat memiliki frekuensi yang sama bila bertemu dengan merak hijau jantan lain, baik itu fight, pengusiran, hanya waspada bahkan tidak ada respon. Namun, tidak demikian di TNB, frekuensi perjumpaan merak hijau jantan dengan merak hijau jantan lainnya dipengaruhi oleh tipe habitat. Perjumpaan yang paling banyak di TNB adalah pengusiran merak hijau jantan oleh merak hijau jantan dominan yaitu sebanyak 12 kali perjumpaan. Sedangkan di TNAP, perjumpaan dua merak hijau jantan bertarung lebih banyak daripada pengusiran.
d. Hubungan Merak Hijau dengan Satwaliar Lain Hubungan merak dengan satwaliar lain terdiri atas berbagai bentuk. Bentuk-bentuk hubungan tersebut bisa bersifat positif, netral, maupun negatif. Hubungan positif terjadi ketika salah satu atau kedua satwa yang berinteraksi mendapat keuntungan. Hubungan netral terjadi ketika keberadaan merak hijau atau satwaliar lain tidak mempengaruhi satu sama lain. Sedangkan, hubungan negatif akan terjadi ketika salah satu atau kedua satwaliar yang berhubungan mendapat kerugian. Bentuk-bentuk hubungan merak hijau dengan satwaliar lain di TNAP dapat dilihat pada tabel berikut: Tabel 40. Bentuk-bentuk hubungan merak hijau dengan satwaliar lain di TNAP No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.
Satwaliar lain Rusa Banteng Babi hutan Kijang Elang ular bido Elang bondol Elang laut
Nama latin Cervus timorensis Bos javanicus Sus scrofa Muntiacus muntjak Spilornis cheela Haliarctus indus Haliaeetus leucogaster
Bentuk hubungan 0 0 0 0 -
84
Lanjutan (tabel 40) 8. Srigunting hitam 9. Jalak putih 10. Kerak kerbau 11. Bangau tongtong 12. Monyet ekor panjang Keterangan : 0 = netral - = negatif + = positif
0 0 0 -
Dicrurus macrocercus tricolor Sturnus melanopterus Acridotheres javanicus Leptoptilos javanicus Macaca fascicularis
Berdasarkan tabel diatas, dapat diketahui bahwa merak hijau berhubungan baik dengan rusa, banteng, babi hutan, kijang, jalak putih, kerak kerbau dan bangau tongtong. Merak hijau melakukan aktivitas makan, minum, dan berjemur di tempat yang sama dengan satwaliar-satwaliar tersebut. Mereka hidup berdampingan satu sama lain.
Gambar 24. Interaksi merak hijau dengan rusa di Bekol Bentuk-bentuk hubungan merak hijau dengan satwaliar lain di TNB dapat dilihat dalam tabel di bawah ini: Tabel 41. Bentuk-bentuk hubungan merak hijau dengan satwaliar lain di TNB No. Satwaliar lain 1. Rusa 2. Banteng 3. Kerbau liar 4. Monyet ekor panjang 5. Lutung budeng 6. Ajag 7. Kucing hutan 8. Garangan 9. Biawak 10. Elang ular bido 11. Elang brontok 12. Ayam hutan hijau 13. Ayam hutan merah 14. Tekukur Keterangan : 0 = netral - = negatif
Nama latin Cervus timorensis Bos javanicus Bubalus bubalis Macaca fascicularis Trachypithecus auratus Cuon alpinus Felis bengalensis Herpestes javanicus Varanus salvator Spilornis cheela Spizaetus chirratus Gallus gallus Gallus varius Streptopelia chinensis
Bentuk hubungan 0 0 0 0 0 0 -
85
Tabel 41 diatas menjelaskan bahwa merak hijau di TNB memiliki hubungan yang baik dengan rusa, banteng, kerbau liar, garangan, biawak, ayam hutan hijau dan ayam hutan merah. Namun, sebaliknya ketika merak hijau bertemu dengan elang brontok, elang ular bido, ajag, kucing hutan, monyet ekor panjang, lutung budeng, dan tekukur.
2. Perilaku Harian Merak Hijau Pada dasarnya, merak hijau memiliki pola dalam melakukan aktivitasnya. Pola perilaku tersebut dimulai ketika merak hijau bangun dari tidurnya dan diakhiri ketika merak hijau tidur. Pola perilaku ini disebut sebagai perilaku harian. Gambar dibawah ini menjelaskan pola perilaku merak hijau di TNAP dan TNB sebagai berikut: Pola perilaku merak hijau di TNAP 60
Frekuensi
50 40 30 20 10 04 .0 005 .0 0 05 .0 006 .0 0 06 .0 007 .0 0 07 .0 008 .0 0 08 .0 009 .0 0 09 .0 010 .0 0 10 .0 011 .0 0 11 .0 012 .0 0 12 .0 013 .0 0 13 .0 014 .0 0 14 .0 015 .0 0 15 .0 016 .0 0 16 .0 017 .0 0 17 .0 018 .0 0
0
makan mandi debu berteduh tidur
minum display berlindung
menelisik bulu berjemur bersuara
Waktu (WIB)
(a)
20 15 10 5 0
04 .0 005 .0 0 05 .0 006 .0 0 06 .0 007 .0 0 07 .0 008 .0 0 08 .0 009 .0 0 09 .0 010 .0 0 10 .0 011 .0 0 11 .0 012 .0 0 12 .0 013 .0 0 13 .0 014 .0 0 14 .0 015 .0 0 15 .0 016 .0 0 16 .0 017 .0 0 17 .0 018 .0 0
Frekuensi
Pola perilaku merak hijau di TNB 40 35 30 25
makan mandi debu berteduh tidur
minum display berlindung
menelisik bulu berjemur bersuara
Waktu (WIB)
(b) Gambar 25. Pola perilaku harian merak hijau, (a) TNAP, (b) TNB
86
Berdasarkan kedua gambar diatas, dapat dijelaskan bahwa pola perilaku harian di TNAP dan TNB pada dasarnya sama. Perilaku merak hijau diawali dengan mengeluarkan suara sebagai tanda dimulainya aktivitas hari itu. Di pohon tidurnya merak hijau mengawasi keadaan sambil menelisik bulu. Setelah turun dari pohon tidur, merak hijau makan. Di dalam waktu makannya tersebut, merak hijau juga melakukan aktivitas berjemur, menelisik bulu, display, berlindung dari gangguan atau bahaya, minum, dan mandi debu. Aktivitas berteduh akan dimulai setelah aktivitas-aktivitas yang dilakukan pada waktu makan dan aktivitas makan itu sendiri berakhir. Pada saat berteduh, merak hijau juga menelisik bulu dan terkadang mandi debu bahkan makan. Setelah waktu berteduh selesai, merak hijau akan memulai aktivitas makan lagi. Aktivitas yang dilakukan pada waktu makan pagi juga dilakukan kecuali berjemur. Menjelang sore, merak hijau akan pergi ke tempat tidur dan mengakhiri aktivitas harian dengan bersuara. Presentase frekuensi perjumpaan merak hijau menunjukkan bahwa perilaku display adalah perilaku yang paling sering terjadi dalam perilaku harian merak hijau. Hal ini disebabkan karena waktu pengambilan data merupakan awal musim kawin sehingga merak hijau jantan sering melakukan aktivitas display. Perilaku bersuara juga sering terdengar terutama di TNB. Suara merupakan alat komunikasi utama antar merak sehingga merak hijau akan bersuara tiap hari secara teratur. Perilaku yang selalu dilakukan secara teratur lainnya adalah perilaku makan, berteduh dan tidur. Alokasi rata-rata penggunaan waktu dalam perilaku harian merak hijau dapat dilihat pada tabel 42 sebagai berikut: Tabel 42. Alokasi rata-rata penggunaan waktu merak hijau di TNAP dan TNB Aktivitas
Taman Nasional Alas Purwo Kisaran Rata-rata % (detik) (detik)
Taman Nasional Baluran Rata-rata Kisaran (detik) % (detik)
Berteduh Makan Berjemur Berlindung
14400-27000 7800-19440 540-7200 480-2400
19547 10671 2243 1380
41,77 22,80 4,79 2,95
15660-24900 840-14340 84-3600 1080-1620
19253 10400 1478 1350
41,14 22,22 3,16 2,88
Mandi debu
300-3480
1193
2,55
60-1716
752
1,61
Display Minum
35-1048 60-420
252 198
0,54 0,42
12-1677 73-1061
331 530
0,71 1,13
87
Lanjutan (tabel 42) Menelisisk bulu
8-600
124
0,26
13-840
208
0,44
Tabel 42 diatas menunjukkan bahwa merak hijau menghabiskan sebagian besar waktunya untuk berteduh 41.77 % di TNAP dan 41.14 % di TNB serta makan 22.80 % di TNAP dan 22.22 % di TNB. Sedangkan, aktivitas yang lain hanya mendapat proporsi yang sedikit yaitu lebih kecil dari 5 % saja. Presentase penggunaan waktu harian merak hijau lebih jelasnya ditunjukkan pada gambar berikut:
Presentase penggunaan w aktu oleh merak hijau di TNAP
55%
0% 1% 6%
3% 4% 1%
30%
Makan
Minum
Berlindung
Berteduh
Display
Menelisisk bulu
Berjemur
Mandi debu
(a) Presentase penggunaan w aktu oleh merak hijau di TNB 4% 1%
2%
1%
30%
2% 56%
4%
Makan
Minum
Berlindung
Berteduh
Display
Menelisisk bulu
Berjemur
Mandi debu
(b) Gambar 26. Presentase penggunaan waktu harian oleh merak hijau, (a) TNAP, (b) TNB
88
Bila diurutkan dari proporsi yang paling banyak ke paling kecil, di TNAP dimulai dari perilaku berteduh, makan, berjemur, berlindung, mandi debu, display, minum dan menelisik bulu. Sedangkan, di TNB akan memiliki pola yang sedikit berbeda yaitu berteduh, makan, berjemur, berlindung, mandi debu, minum, display dan menelisik bulu.
B. Pembahasan 1. Perilaku Individu Merak Hijau a. Perilaku Bersuara Tipe suara merak hijau terdiri atas 6 tipe baik di TNAP dan TNB. Menurut Hernowo (1995), tipe suara merak hijau di TNB hanya ada 5 tipe, yaitu tipe I, II, III, IV, dan VI. Sedangkan tipe suara V tidak ditemukan. Supratman (1998) mencatat tipe suara merak hijau pada musim tidak berbiak di TNAP hanya ada 3 yaitu tipe suara I, II, dan III. Sedangkan, tipe suara IV, V, dan VI tidak ditemukan. Menurut Winarto (1993) perilaku bersuara merupakan salah satu perilaku sosial dalam rangka untuk menjalin komunikasi antar individu dan antar kelompok. Merak hijau bersuara untuk berkomunikasi dengan sesama jenisnya baik untuk menandakan keberadaan, mencurigai sesuatu atau suara yang menandakan keterkejutan. Di TNB, tipe suara I terdengar lebih pagi dari pada di TNAP, yaitu antara pukul 04.00 WIB – 05.00 WIB. Keadaan TNB yang terbuka membuat cahaya matahari lebih mudah memasuki kawasan karena hampir tidak ada tajuk pohon yang menghalangi sehingga mendorong merak hijau di TNB mengawali aktivitas hariannya lebih pagi daripada merak hijau di TNAP. Dari hasil kajian berbagai tipe suara didapatkan hasil bahwa frekuensi suara merak hijau tinggi pada waktu pagi hari dan akan mulai berkurang ketika menjelang siang. Suara ini tidak akan terdengar pada waktu aktivitas berteduh kecuali bila ada gangguan. Suara akan mulai terdengar lagi pada saat aktivitas makan sore di mulai hingga merak hijau tidur. Mekanisme tersebut juga merupakan suatu strategi bagi merak hijau dalam rangka memberi tanda bagi sesama jenisnya ataupun satwa lain waktu merak hijau melakukan berbagai aktivitanya. Merak hijau lebih banyak melakukan aktivitas bersuara di pagi dan sore
89
hari yang berhubungan dengan berbagai aktivitas merak hijau yang lebih banyak dilakukan di pagi hari dan sore hari. Hal ini mendorong merak hijau mengeluarkan suara untuk berkomunikasi dengan sesama jenisnya. Pada waktu siang hari suara merak hijau hampir tidak terdengar. Kemungkinan ini merupakan strategi bagi merak hijau supaya keberadaannya tidak diketahui oleh predator atau pengganggu lain. Apabila dibandingkan, (gambar 3) suara merak hijau lebih mudah didengar di TNB dari pada di TNAP. Keterbukaan tajuk dan areal membuat suara yang dihasilkan oleh merak hijau lebih menggema sehingga dapat menjangkau jarak yang luas dan panjang. Sedangkan, tajuk yang rapat atau tertutup seperti di TNAP membuat suara terhalang oleh tajuk dan batang pohon sehingga suara merak hijau juga ikut terhalang dan teredam. Selain itu, merak hijau yang hidup di TNAP lebih terlindung serta nyaman karena tempat yang digunakan untuk beraktivitas dikelilingi oleh tegakan yang rapat sehingga memudahkannya untuk bersembunyi jika ada bahaya. Hal ini membuat merak hijau lebih sedikit mengeluarkan suaranya kecuali untuk tipe I yang selalu terdengar di pagi hari saat merak hijau bangun dan sore hari menjelang tidur. Berdasarkan gambar 4 di atas dapat diketahui bahwa di TNAP tipe suara merak hijau lebih bervariasi di hutan tanaman jati daripada di padang penggembalaan Sadengan, namun demikian frekuensi perjumpaannya lebih banyak di padang penggembalaan Sadengan. Faktor yang mempengaruhi hal tersebut adalah kondisi lingkungan padang penggembalaan Sadengan sangat terbuka, luas, dan jarak pengamatan yang jauh sehingga tipe-tipe suara yang volumenya lemah (tipe suara III dan V) tidak dapat terdengar. Namun, di hutan tanaman jati yang relatif tertutup pengamatan dapat dilakukan dengan jarak yang cukup dekat karena terhalang oleh tegakan sehingga tipe suara yang lemah pun dapat terdengar. Berbeda halnya dengan merak hijau TNB. Merak hijau di tempat ini lebih sering bersuara di savana dan hutan pantai daripada di hutan musim dan evergreen. Hal ini juga disebabkan oleh kondisi lingkungan TNB yang terbuka dan kondisi iklim yang sedang kemarau serta sedikit air sehingga merak hijau
90
akan lebih banyak terkonsentrasi di tempat minum. Hal tersebut mendorong merak hijau lebih banyak bersuara di savana dan hutan pantai. Sehingga dapat dikatakan bahwa sumber suara merak hijau tergantung dari keberadaan merak hijau yang dalam kasus ini di savana dan hutan pantai. Tipe habitat tidak mempengaruhi pada perbedaan tipe suara merak hijau. Berbagai tipe suara merak hijau tersebut memiliki frekuensi yang sama di habitat yang berbeda. Hal ini menunjukkan bahwa tipe suara lebih dipengaruhi oleh jenis dan tingkat gangguan terhadap merak hijau. Faktor yang mempengaruhi hal tersebut adalah jarak gangguan dengan merak hijau, kondisi lingkungan yang terbuka dan tertutup serta kondisi sumberdaya yang akan mempengaruhi keberadaan merak hijau itu sendiri (Sativaningsih, 2005).
b. Perilaku Menelisik Bulu Merak hijau lebih sering melakukan aktivitas menelisik bulu pada pagi dan sore hari ketika aktivitas makan berlangsung baik di TNAP maupun TNB. Hal ini diduga karena pada waktu tersebut merak hijau tidak hanya melakukan aktivitas makan saja, akan tetapi juga berjemur dan display, sehingga pergerakan yang dilakukan oleh merak hijau pun juga lebih banyak yang berakibat bulu lebih mudah rusak susunannya sehingga bulu dirapikan dengan menelisik bulu. Hal ini sama dengan Sativaningsih pada tahun 2005 yang menyatakan bahwa merak hijau melakukan aktivitas menelisik bulu dalam waktu yang berbeda-beda. Menurut Sativaningsih (2005) juga, aktivitas ini dilakukan pada waktu di pohon tenggeran sebelum turun, diantara aktivitas makan pagi dan sore hari di atas tanah, pada saat istirahat di atas tanah maupun pada saat hinggap di pohon teduhnya, dan pada saat hendak tidur di pohon tenggerannya. Merak hijau jantan lebih sering melakukan aktivitas menelisik bulu bila dibandingkan dengan merak hijau betina. Bila dilihat dari fisiknya, merak hijau jantan memiliki bulu yang lebih banyak dan lebih panjang daripada merak hijau betina sehingga bulu-bulu merak hijau jantan cenderung lebih mudah untuk rusak oleh kutu maupun yang lain. Hal serupa juga pernah dinyatakan oleh Sativaningsih pada tahun 2005.
91
Aktivitas menelisik bulu yang dilakukan dalam durasi yang singkat merupakan suatu strategi yang dilakukan supaya merak hijau lebih leluasa untuk mengawasi keadaan sekitarnya untuk menjamin keamanan. Aktivitas yang singkat ini biasanya dilakukan pada waktu merak hijau hendak turun dari tenggeran, berjemur di atas tanah, dan pada waktu berteduh dan istirahat baik di atas pohon maupun di bawah pohon atau semak. Sedangkan aktivitas menelisik bulu yang berlangsung lama biasanya dilakukan oleh merak hijau jantan saat selesai melakukan display atau menari untuk mengatur dan merapikan kembali bulu hiasnya serta merak hijau betina pada waktu makan, pada waktu malam di atas pohon. Nilai ragam perilaku menelisik bulu di tipe habitat hutan Ngagelan TNAP dan hutan pantai, hutan musim dan evergreen TNB tidak ada. Hal ini disebabkan karena perjumpaan perilaku menelisik bulu di tipe habitat tersebut hanya berlangsung selama beberapa detik saja. Merak hijau terkejut dan berjalan menjauh bahkan terbang bersembunyi ketika pengamat datang. Di TNAP, perilaku menelisik bulu lebih sering dijumpai di padang penggembalaan. Sedangkan, di hutan tanaman lebih sulit dijumpai karena kondisi lokasi yang cukup rapat dengan semak dan tanaman tumpangsari sehingga aktivitas ini tidak termonitor dengan baik. Perilaku menelisik bulu di hutan alam yaitu di sepanjang jalan Rowobendo - Ngagelan tidak pernah dijumpai selama periode penelitian. Hal ini dikarenakan lokasi ini cukup rapat dan persediaan sumberdaya yang dibutuhkan oleh merak hijau tidak banyak. Merak hijau mulai melakukan aktivitas menelisik bulu di tempat tidur, makan, berteduh dan berjemur sehingga merak hijau memilih lokasi yang dekat dengan tempat terbuka atau tempat makan. Walaupun merak hijau menelisik bulu sambil bertengger atau pun berteduh, tapi tempat yang dipilihnya tetap saja tempat yang strategis dimana merak hijau dapat melakukan pengawasan terhadap adanya ancaman. Kondisi tersebut tertuang dalam hasil uji chi-square yang menunjukkan bahwa perilaku menelisik bulu sangat dipengaruhi oleh kondisi tipe habitat yang digunakan. Perilaku menelisik bulu di TNB hampir semua dijumpai di savana dan dilakukan sambil berdiri atau mendekam di tanah. Hal ini diduga karena kondisi savana yang terbuka menjadikan merak hijau lebih leluasa untuk mengawasi
92
sekitarnya tanpa perlu naik ke atas pohon. Sumberdaya yang dibutuhkan oleh merak hijau di savana juga cukup melimpah terutama sumberdaya untuk makan, berteduh, dan tidur. Namun, hal ini tidak sejalan dengan hasil uji chi-square yang menerangkan bahwa tipe habitat tidak memberi pengaruh terhadap perilaku menelisik bulu. Kondisi lokasi terbuka juga memudahkan merak hijau untuk melakukan pergerakan sehingga bulu-bulunya akan mudah rusak sehingga aktivitas menelisik bulu dilakukan untuk merapikan bulu.
c. Perilaku Makan Menurut Winarto (1993) tempat makan merak hijau tidak tetap atau selalu berpindah-pindah tergantung pada tingkat ketersediaan pakan dan cover (peneduh). Hal ini sesuai dengan hasil penelitian yang menunjukkan bahwa merak hijau makan sambil berjalan kearah tempat minum, berteduh dan istirahat, dan tidur. Rini (2005) menyatakan bahwa merak hijau melakukan aktivitas makan dalam dua periode yaitu makan pagi dan makan sore serta ditemukan pula merak hijau yang makan pada pukul 10.00 WIB. Begitu pula Supratman (1988) yang melakukan penelitian di TNAP menjelaskan bahwa merak hijau melakukan aktivitas makan utamanya di pagi yaitu pukul 05.30 WIB – 08.00 WIB dan sore hari pada pukul 15.00 WIB – 17.30 WIB, tetapi ditemukan juga merak hijau makan pada siang hari antara pukul 10.00 WIB – 14.00 WIB di tempat teduh. Sedangkan, Sativaningsih (2005) membagi waktu makan merak hijau di TNAP menjadi tiga kategori yaitu makan pagi (pukul 05.00 WIB – 10.00 WIB), makan siang (10.00 WIB – 14.00 WIB), dan sore hari (14.00 WIB – 18.00 WIB) dengan presentase adalah 39 %, 22 %, dan 39 % di areal tumpangsari dan di padang penggembalaan adalah 58 %, 4 %, dan 38 %. Merak hijau di areal tumpangsari hutan tanaman makan lebih lama daripada di padang penggembalaan. Perbedaan waktu makan tersebut, dikarenakan kondisi berbeda. Padang penggembalaan Sadengan TNAP sangat terbuka sehingga temperaturnya pun lebih cepat panas daripada areal tumpangsari hutan tanaman yang relative tertutup. Persediaan makanan di areal tumpangsari juga lebih melimpah, selain rerumputan yang lebat juga terdapat tanaman
93
tumpangsari yang amat disukai oleh merak hijau seperti kacang panjang (Vigna sinensis), kacang tanah (Arachis hypogea), cabai rawit (Capsium frutescens) dan tanaman lainnya. Hal ini seperti dinyatakan oleh Winarto (1993) yang menjelaskan bahwa faktor-faktor yang menjadi penyebab adanya perbedaan tempat makan tersebut adalah : 1. Ketersediaan pakan dan air tawar 2. Tingkat ketersediaan cover 3. Ketersediaan tempat terbuka Di padang penggembalaan Sadengan TNAP, aktivitas makan merak hijau berakhir sebelum pukul 08.30 WIB yang dijumpai sebanyak 3 kali. Hal ini diduga disebabkan adanya kegiatan pemeliharaan habitat padang penggembalaan yaitu pembabatan semak kirinyuh (Eupatorium odoratum). Pembabatan ini dilakukan supaya rumput pakan satwa yang ada di padang penggembalaan Sadengan dapat tumbuh dengan baik. Banyaknya pengunjung yang datang ke padang penggembalaan Sadengan dan cepatnya suhu matahari meningkat juga menjadi faktor penyebab hal tersebut. Setelah kegiatan pembabatan berjalan beberapa hari, merak hijau mulai terbiasa dengan para pekerja. Merak hijau tetap melakukan aktivitas makannya dengan memilih lokasi yang jauh dengan pekerja. Lokasi yang dipilih pun berada dekat dengan semak-semak kirinyuh (Eupatorium odoratum) yang belum dibabat supaya merak hijau dapat segera berlindung apabila mereka merasa terancam oleh para pekerja. Di TNB, merak hijau makan antara pukul 05.12 WIB - 09.13 WIB dan antara 13.55 WIB - 17.18 WIB. Aktivitas makan ini lebih sedikit waktunya dari pada aktivitas makan di TNAP. Hal ini diduga karena persediaan pakan di TNAP lebih banyak dan lebih hijau. Sedangkan di TNB pakannya banyak yang kering dan mati. Kondisi suhu yang panas pun menyebabkan merak hijau di TNB makan lebih cepat daripada di TNAP. Faktor lain yang menyebabkan aktivitas makan merak hijau di TNB terganggu adalah pemeliharaan habitat savana yang dilakukan dengan cara dibakar. Pada saat savana dibakar merak hijau akan menjauh dari sumber api untuk mencari makanan. Pembakaran ini juga berakibat merak hijau menangkap
94
serangga sebagai pakan di savana bekas terbakar yang dijumpai sebanyak 6 kali. Dengan kata lain, persediaan pakan merak hijau yang berupa rumput menjadi berkurang sehingga merak hijau mencari makan dengan menangkap serangga yang ditemukannya. Aktivitas menangkap serangga ini pun tidak semudah mematuk biji atau bunga rumput. Namun, kadar gizi yang didapat dari biji atau bunga rumput dibandingkan dengan serangga tersebut lebih tinggi. Serangga mengandung protein hewani yang akan menghasilkan energi lebih besar daripada protein nabati yang dikandung rumput. Aktivitas makan pagi lebih lama daripada aktivitas makan di sore hari. Hal ini diduga karena temperatur yang panas di siang hari baru mulai turun setelah menjelang sore sehingga saat itu merak hijau baru memulai aktivitas makan. Aktivitas makan pagi mengawali aktivitas lain seperti berjemur, mandi debu, menelisik bulu, minum, berteduh. Ada kalanya di tengah-tengah aktivitas makan paginya merak berjemur dahulu. Rini (2005) juga menyatakan bahwa merak hijau jantan lebih banyak makan daripada merak hijau lainnya. Faktor yang menyebabkan hal tersebut adalah waktu makan merak hijau jantan lebih lama daripada merak hijau lain sehingga menyebabkan jumlah pakannya pun lebih banyak. Merak hijau jantan makan selama 334 menit per hari, sedangkan merak hijau betina hanya 253 menit per harinya. Ukuran tubuh merak hijau jantan lebih besar, sehingga diduga makannya juga lebih banyak. Berdasarkan uji chi-square perilaku makan di berbagai tipe habitat didapat bahwa frekuensi perilaku makan tidak dipengaruhi oleh tipe habitat baik di TNAP maupun di TNB. Hal ini menunjukkan bahwa merak hijau akan melakukan aktivitas makan sesuai dengan kebutuhan tubuhnya. Merak hijau akan mencari pakan di semua tipe vegetasi untuk memenuhi kebutuhannya tersebut. Hasil uji chi-square tidak sesuai dengan kenyataan yang menjelaskan bahwa merak hijau lebih memilih tempat yang potensi pakannya berlebih untuk memenuhi kebutuhan makannya seperti di padang penggembalaan dan areal tumpangsari di hutan tanaman jati TNAP dan savana di TNB. Faktor yang menyebabkan terjadinya hal ini diduga karena merak hijau memiliki kriteriakriteria tertentu dalam pemilihan tempat makan. Selain memiliki potensi pakan
95
yang banyak, tempat tersebut juga harus cukup terbuka supaya banyak rumput dan semak pakan merak hijau serta bila ada bahaya yang mengancam merak hijau dapat segera mengetahuinya dan menyelamatkan dirinya. Dengan demikian, hutan Ngagelan TNAP tidak begitu disukai oleh merak hijau seperti ditunjukkan dari hasil perhitungan ragam dalam mencari makan karena kondisinya yang rapat meskipun di hutan Ngagelan tersebut terdapat pakan merak hijau. Begitu pula hutan pantai, hutan musim dan evergreen di TNB tidak begitu disukai oleh merak hijau sehingga aktivitas makan merak hijau di TNB lebih terkonsentrasi di savana, ekoton savana dan hutan musim, dan ekoton savana dengan hutan pantai. Jenis pakan yang disukai oleh merak hijau di padang penggembalaan Sadengan TNAP adalah sidaguri (Sida acuta), meniran (Phyllanthus niruri), pahitan (Paspalum conjugatum), putihan (Paspalum compresus), dan kaki kambing (Pseuderantemum diversifolium) dan jenis pakan yang disukai di areal tumpangsari adalah kacang kedelai (Glycine max), uwi-uwian (Mikania micrantha), meniran, bobohan (Cleome rutidosperma), sidaguri, teki rawa (Cyperus rotundus) dan lain-lain (Rini, 2005). Kacang kedelai tidak ditemukan sewaktu penelitian karena pesanggem sudah tidak menanamnya lagi. Pesanggem menanam kacang tanah, kacang panjang dan jenis-jenis lain. Menurut Mulyana (1988), jenis pakan di TNB dibagi menjadi 3 tingkat kesukaan yaitu : 1. paling disukai yaitu bayam ri (Amaranthus spinosus), padi-padian (Shorgum nitidum),
emprit-empritan
(Eragrostis
amabilis),
jawan
(Echinochloa
crosgalli) dan pring-pringan (Pogonatherum paniceum). 2. disukai yaitu mimba (Azadirachta indica), lamtoro gung (Leucaena leucocephala), asam (Tamarindus indicus), talok (Grewia eriocarpa), rayapan (Glinus lotoides), dan lulangan (Eleusine indica). 3. kurang disukai yaitu kemloko (Emblica officinalis) dan legetan (Urena lobata) Jenis-jenis pakan tersebut, jarang dimakan oleh merak hijau pada waktu penelitian. Hal ini disebabkan karena waktu penelitian yang musim kemarau menjadikan pohon maupun rumput pakan merak hijau jadi kering. Jenis pakan
96
yang paling banyak dimakan pada saat penelitian adalah jarong (Stachytarpeta jamaicensis) yang mendominasi savana.
d. Perilaku Berjemur Faktor yang mendukung adanya perilaku berjemur adalah adanya cahaya matahari yang langsung mengenai merak hijau. Merak hijau memilih tempat yang lebih tinggi dari sekitarnya untuk berjemur karena di tempat tersebut intensitas matahari akan lebih tinggi sehingga akan terasa lebih hangat. Selain itu, di tempat yang lebih tinggi merak lebih mudah untuk mengawasi keadaan sekitarnya. Hal ini merupakan strategi yang dilakukan oleh merak hijau pada waktu berjemur. Di padang penggembalaan Sadengan, merak hijau berjemur dengan cara bertengger di batang kering yang berada di tengah padang penggembalaan dan bertengger di pohon tidurnya. Di areal tumpangsari hutan tanaman, merak hijau berjemur di tunggak-tunggak pohon ataupun di pagar-pagar yang membatasi araeal tumpangsari dengan hutan tanaman. Hal ini berkaitan dengan lokasi berjemur yang dekat dengan tempat makan yaitu berada disekeliling tempat berjemur. Namun, di TNB merak hijau berjemur di tempat yang langsung terkena sinar matahari yaitu di savana meskipun tempat tersebut tidak lebih tinggi daripada tempat lain. Hal ini berkaitan dengan suhu TNB yang cukup tinggi hingga memungkinkan merak hijau untuk berjemur dimanapun. Pernah satu kali dijumpai merak hijau sedang berjemur dalam posisi mendekam di permukaan tanah. Merak hijau juga berjemur di tepi bak setelah melakukan aktivitas minum. Kondisi ini dijelaskan dengan hasil perhitungan ragam yang menunjukkan bahwa savana memiliki nilai ragam yang lebih tinggi daripada tipe habitat lain. Nilai ragam di padang penggembalaan lebih besar daripada di areal tumpangsari hutan tanaman. Begitu pula durasi rata-rata dan selangnya. Hal ini berkaitan dengan keterbukaan vegetasinya. Padang penggembalaan memiliki areal yang sangat terbuka dan sedikit cover sehingga cahaya matahari langsung dapat mengenai areal tersebut. Namun, areal terbuka di tumpangsari dikelilingi oleh tegakan dan di dalam areal terbuka tersebut juga terdapat banyak tanaman sehingga cahaya matahari sedikit terhalang. Namun, hasil uji chi-square di TNAP
97
dan TNB menunjukkan bahwa perilaku berjemur tidak dipengaruhi oleh tipe habitat dan hal ini berkebalikan dengan kondisi di lapangan. Penggunaan waktu berjemur di TNB lebih sedikit dari pada di TNAP. Frekuensi perjumpaan merak hijau berjemur di TNB pun lebih sedikit dibanding frekuensi perjumpaan merak hijau berjemur di TNAP. Hal ini diduga karena suhu di TNB lebih cepat naiknya dan lebih panas dari TNAP sehingga merak hijau tidak perlu berjemur terlalu sering dan terlalu lama.
e. Perilaku Display Biasanya merak hijau jantan melakukan dispay di tempat terbuka dan terkena sinar matahari. Hal ini merupakan strategi merak hijau jantan untuk menghasilkan gradasi warna di bulu hiasnya karena sinar matahari memiliki spektrum warna yang berbeda dan bila mengenai suatu benda akan berubah warna. Ketika sinar matahari mulai terasa panas yaitu setelah pukul 07.30 WIB, merak hijau jantan akan memilih melakukan display di tempat yang cukup teduh yaitu di bawah bayangan pohon. Hal ini merupakan strategi merak hijau jantan dalam rangka untuk menarik perhatian merak hijau betina tanpa harus merasa kepanasan tapi sinar matahari masih dapat memancarkan gradasi warna bulu hiasnya. Hal ini sama dengan pernyataan Sativaningsih (2005) yang menjelaskan bahwa merak hijau jantan di padang penggembalaan Sadengan memilih tempat yang terbuka, bersih, tanahnya rata atau datar, dan apabila suhu mulai panas merak hijau jantan akan memilih tempat yang teduh. Pemilihan tempat yang datar ini ditujukan untuk menjaga keseimbangan tubuh ketika menggeserkan kakinya waktu mendekati merak hijau betina. Display pagi juga terjadi lebih sering daripada display sore. Hal ini berkaitan dengan jumlah betina yang mendekat atau memperhatikan merak hijau jantan display. Pada waktu pagi, merak hijau betina lebih banyak yang berkumpul di tempat makan atau minum. Merak hijau jantan juga memiliki kesempatan bertemu merak hijau betina lebih banyak. Namun, di sore hari jumlah betina lebih sedikit.
98
Perilaku display terkadang hanya berlangsung selama beberapa menit saja bahkan ada yang tidak mencapai satu menit (lampiran 5). Perilaku ini biasanya dilakukan hanya untuk memamerkan diri serta menarik perhatian merak hijau betina. Namun, ada juga display yang berlangsung cukup lama hingga mencapai 30 menit. Perilaku ini dilakukan ketika merak hijau jantan merasa mendapat respon dari merak hijau betina. Respon merak hijau betina tersebut berupa sikap merak hijau betina yang memperhatikan dan mengelilingi merak hijau jantan yang sedang display. Menurut Hernowo (1995), display yang bertujuan untuk memamerkan diri berlangsung antara 1-7 menit, sedangkan display yang berlangsung lebih dari 7 menit ditujukan untuk menarik perhatian betina supaya bersedia untuk melakukan perilaku kawin. Pada dasarnya, lama atau tidaknya merak hijau jantan display tergantung pada respon merak hijau betina. Bila, merak hijau betina memberikan respon positif (merak hijau betina memperhatikan), display akan berlangsung lama dan bila sebaliknya, display juga berlangsung cepat. Hasil uji chi-square di TNAP dan TNB menunjukkan bahwa perilaku display tidak dipengaruhi oleh tipe habitat tapi lebih dipengaruhi oleh keberadaan merak hijau betina. Hal tersebut berbeda dengan kondisi lapangan yang menunjukkan bahwa merak hijau jantan melakukan display di padang penggembalaan Sadengan dan areal tumpangsari TNAP dan savana Bekol TNB karena merak hijau jantan mengadakan pemilihan lokasi display. Hal ini dibuktikan dengan penghitungan nilai ragam yang menjelaskan sebaran waktu display di padang penggambalaan TNAP dan savana TNB lebih beragam daripada tipe habitat lain yang dikaji selama penelitian di kedua lokasi.
f. Perilaku Minum Frekuensi tegukan di TNAP lebih sedikit dari pada di TNB. Hal ini diduga karena perbedaan tipe vegetasi yang mencolok. TNAP bervegetasi hutan alam dan hutan tanaman yang memiliki penutupan tajuk yang rapat sehingga proses penguapan air tidak sebesar di TNB yang bervegetasi savana, hutan musim, hutan pantai dan evergreen yang penutupan tajuknya terbuka sehingga suhu lebih panas dan penguapan pun lebih besar. Rini (2005) berpendapat bahwa merak hijau di
99
TNAP minum sebanyak 30-35 tegukan selama 10-13 menit. Sedangkan, Hernowo (1995) mengatakan bahwa merak hijau jantan di TNB minum sebanyak 36-98 tegukan selama 7-16 menit, merak hijau betina minum sebanyak 25-84 tegukan selama 5-12 menit, dan merak hijau remaja minum sebanyak 40-60 tegukan selama 7-12 menit. Keterbatasan air di TNB juga merupakan salah satu faktor yang menyebabkan lebih banyaknya volume air yang diambil oleh merak hijau. Merak hijau akan minum lebih banyak supaya dapat bertahan menghadapi kondisi lingkungan yang buruk seperti perjalanan jauh dalam mencari sumber air di musim kemarau. Aktivitas minum di TNB lebih sering dijumpai di savana 15 kali dan hutan pantai 14 kali. Sedangkan, tipe habitat hutan musim dan evergreen tidak dipakai untuk minum karena di habitat tersebut tidak ditemukan sumber air minum. Aktivitas minum di areal tumpangsari TNAP lebih sedikit dijumpai dibandingkan di Sadengan yaitu 21 kali di padang penggembalaan dan 2 kali di hutan tanaman jati. Hasil uji chi-square menunjukkan bahwa perilaku minum dipengaruhi oleh tipe habitat. Begitu pula, nilai ragam di padang penggembalaan lebih beragam dibandingkan tipe habitat yang lain. Hal ini diduga disebabkan oleh persediaan air di Sadengan selalu ada yang berasal dari bak minum dan springkle yang dialirkan dari Goa Basori. Sedangkan, areal tumpangsari yang yang dipelihara oleh pesanggem memungkinkan banyak gangguan yang berupa pengusiran oleh pesanggem. Meskipun, terdapat sumber air, pengusiran yang dilakukan oleh pesanggem menyebabkan merak hijau mencari minum di luar areal tumpangsari. Kondisi areal tumpangsari juga lebih tertutup daripada Sadengan sehingga diduga penguapan dari tubuh merak hijau lebih sedikit.
g. Perilaku Mandi Debu Merak hijau TNAP melakukan aktivitas mandi debu saat menjelang siang hari. Sedangkan merak hijau TNB berperilaku mandi debu pada waktu makan pagi berlangsung. Perbedaan ini diduga disebabkan oleh suhu TNB jauh lebih cepat panas dari pada suhu TNAP karena penutupan lahan di TNB lebih terbuka. Melihat kondisi tersebut mengakibatkan merak hijau di TNB memilih tidak
100
melakukan aktivitas mandi debu di siang hari. Apabila merak hijau tetap melakukan mandi debu, merak hijau akan kepanasan dan banyak kehilangan air. Merak hijau TNAP mandi debu di pagi hari dan saat waktu berteduh berlangsung. Hal ini diduga karena penutupan lahan di TNAP yang rapat menjadikan suhu tidak terlalu panas. Aktivitas mandi debu yang terjadi di waktu siang hari itu pun dilakukan di lokasi yang penutupan tajuknya rapat yaitu di hutan alam dan areal tumpangsari. Sedangkan, aktivitas mandi debu yang berlangsung di pagi hari terjadi di padang penggembalaan Sadengan yang terbuka dan mendapat intensitas cahaya matahari yang tinggi. Uji chi-square perilaku mandi debu di TNAP ini menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan frekuensi baik di padang pengembalaan Sadengan, areal tumpangsari hutan tanaman jati dan hutan Rowobendo-Ngagelan. Namun, selama penelitian aktivitas mandi debu ini lebih sering dijumpai di padang penggembalaan Sadengan yaitu 8 kali perjumpaan. Hal tersebut diperkuat dengan hasil perhitungan ragam di padang penggembalaan yang lebih tinggi daripada tipe habitat
lain.
Padang
penggembalaan
Sadengan
yang
sangat
terbuka
memungkinkan perilaku mandi debu termonitor dengan cukup baik. Hutan tanaman jati yang relatif terbuka dan lebat dengan rumput dan tanaman budidaya membuat merak hijau melakukan aktivitas tanpa terlihat. Hutan RowobendoNgagelan yang rapat jarang dikunjungi oleh merak hijau sehingga hanya perilaku tertentu seperti mandi debu dapat dilakukan di tempat ini. Di TNB, hasil uji chi-square menunjukkan hasil yang sama dengan yang ada di TNAP yaitu perilaku mandi debu di habitat savana, hutan pantai, hutan musim dan evergreen memiliki frekuensi mandi debu yang sama. Akan tetapi, dalam kurun waktu pengambilan data, perilaku mandi debu ini hanya dijumpai di savana. Di hutan musim hanya ditemukan bekas-bekas tempat yang dipakai untuk mandi debu. Sedangkan, di hutan pantai dan evergreen tidak ditemukan aktivitas atau pun bekas tempat mandi debu meskipun jika dilihat dari kondisinya juga memenuhi syarat sebagai tempat mandi debu. Hal ini disebabkan karena savana memiliki kondisi terbuka, tersedia tempat yang ideal untuk mandi debu dan dekat sumber air. Lokasi mandi debu ini terletak dekat dengan sumber air minum. Hal tersebut pula yang menjadi penyebab nilai ragam di savana tinggi sedangkan di
101
tipe habitat lain tidak ada. Dari fakta di lapangan, dapat diketahui bahwa aktivitas mandi debu lebih dipengaruhi oleh ketersediaan tempat berdebu serta temperatur.
h. Perilaku Berteduh dan Istirahat Merak hijau di TNB menggunakan vegetasi pantai dan evergreen sebagai tempat berteduhnya. Hal ini didukung oleh kondisi vegetasi di lokasi tersebut cukup rapat dengan naungan yang lebat sehingga mampu melindungi merak dari panas matahari. Savana juga digunakan sebagai tempat berteduh yaitu di bawah pohon atau di semak-semak. Karakteristik pohon yang digunakan oleh merak hijau untuk berteduh dan istirahat serta berlindung menurut Supratman (1998) adalah : 1. Memiliki tajuk yang menyerupai payung 2. Memiliki percabangan yang tidak tinggi dan bentuk cabangnya mendatar Waktu yang digunakan merak hijau untuk berteduh dan istirahat bervariasi antara 3- 8 jam di TNAP. Merak hijau yang berteduh dan istirahat cukup lama biasanya dimulai ketika waktu makan masih berlangsung. Adanya gangguan seperti pemeliharaan habitat di padang penggembalaan Sadengan TNAP membuat merak hijau meninggalkan tempat makan lebih awal dan mulai makan sambil berteduh di bawah semak-semak kirinyuh. Merak hijau di areal tumpangsari hutan tanaman jati berteduh dan istirahat lebih siang daripada di padang penggembalaan Sadengan dengan durasi yang lebih pendek. Merak hijau di areal ini baru mulai berteduh pada pukul 09.00 WIB dan mulai berakhir pada pukul 14.30 WIB. Hasil ini sama dengan hasil penelitian Sativaningsih (2005). Kondisi lokasi yang cukup teduh serta dikelilingi oleh tegakan jati dan mahoni sebagai peneduh membuat merak hijau tidak merasa kepanasan meskipun hari sudah siang. Menurut Hernowo (1995), merak hijau di TNB berteduh dengan cara berdiri dan biasanya akan berpindah tempat dari tempat teduh satu ke tempat teduh yang lain. Hal yang sama dijumpai oleh Sativaningsih (2005) di hutan tanaman
yang diduga bertujuan untuk mengantisipasi adanya gangguan atau
kejaran predator.
102
Di TNB, penggunaan waktu berteduh dan istirahat merak hijau di TNB juga bervariasi antara 3-7 jam. Waktu penelitian yang merupakan musim kemarau membuat suhu naik lebih cepat dan turun cukup lambat sehingga merak hijau berteduh dan istirahat lebih awal serta berakhir lebih sore seperti sudah disebutkan diatas. Hal ini juga didukung oleh kondisi TNB yang terbuka sehingga suhu lebih mudah naik meski waktu masih pagi. Berdasarkan penelitian Mulyana (1988), perilaku istirahat merak hijau di TNB dilakukan mulai pukul 11.15 WIB – 13.49 WIB. Di TNAP, perilaku berteduh banyak dijumpai di padang penggembalaan Sadengan 9 kali perjumpaan dan areal tumpangsari hutan tanaman jati 5 kali perjumpaan. Nilai ragamnya pun lebih tinggi. Sedangkan di hutan RowobendoNgagelan tidak dijumpai meskipun lokasinya sangat cocok untuk berteduh. Namun, setelah dilakukan uji chi-square ternyata menunjukkan bahwa perilaku berteduh dan istirahat tidak dipengaruhi oleh perbedaan tipe habitat. Seperti sudah dijelaskan diatas, bahwa merak hijau di TNAP lebih terkonsentrasi di tempat terbuka yang banyak tersedia sumber daya yang dibutuhkan oleh merak hijau. Sedangkan, di hutan Rowobendo-Ngagelan, meskipun cukup teduh, namun persediaan pakan sedikit dan lokasinya cukup tertutup. Perilaku berteduh dan istirahat merak hijau di TNB lebih banyak dijumpai di savana sebanyak 12 kali dan hutan pantai sebanyak 6 kali. Sedangkan, di hutan musim dan evergreen sangat jarang yaitu 2 kali di hutan musim dan 3 kali di evergreen. Hasil uji chi-square dan alasan yang sama seperti di TNAP menjadi penyebabnya. Merak hijau di TNB terkonsentrasi di tempat minum dan tempat minum ini berada di savana dan hutan pantai.
i. Perilaku Berlindung Apabila, ancaman atau gangguan sudah tidak ada merak hijau akan keluar dari tempat berlindung dan melanjutkan aktivitasnya semula meskipun masih dalam keadaan siaga dan waspada. Menurut Sativaningsih (2005), cara merak hijau untuk merespon adanya gangguan tersebut tergantung pada jarak gangguan terhadap merak hijau dan kondisi merak hijau saat gangguan tersebut muncul.
103
Gangguan terhadap merak hijau di TNB relatif lebih banyak daripada di TNAP. Faktor yang menyebabkan hal ini adalah kondisi lingkungan TNB yang terbuka sehingga gangguan yang berasal dari predator akan mudah muncul karena merak hijau akan mudah terlihat. Musim kemarau yang sedang berlangsung juga menyebabkan persediaan air di TNB berkurang dan hanya di titik-titik tertentu mengakibatkan banyak satwaliar berkumpul di waktu yang sama dan saling berebut air minum termasuk juga merak hijau. Hal tersebut juga menyebabkan merak hijau terganggu karena harus bersaing dengan satwaliar lain dalam memperoleh air. Hasil uji chi-square di TNAP menunjukkan merak hijau memiliki peluang yang sama untuk mendapat gangguan baik di padang penggembalaan Sadengan, areal tumpangsari hutan tanaman jati dan hutan alam Rowobendo-Ngagelan. Meskipun, gangguan paling banyak ditemukan di padang penggembalaan Sadengan dan areal tumpangsari hutan tanaman jati. Hal ini dibuktikan dengan hasil perhitungan ragam yang menunjukkan nilai yang tinggi di padang penggembalaan. Seperti sudah dijelaskan diatas, merak hijau lebih banyak berkumpul di kedua lokasi tersebut. Hasil yang sebaliknya ditunjukkan pada uji chi-square di TNB. Di tempat ini frekuensi merak hijau berlindung dari gangguan akan berbeda di habitat yang berbeda. Hal ini sejalan dengan hasil perhitungan ragam dan kondisi lapangan yang menunjukkan hal yang sama. Gangguan lebih banyak dijumpai di savana yaitu di tempat minum Bekol. Sumber gangguannya pun lebih variatif. Kondisi savana yang terbuka merupakan ancaman tersendiri karena hal ini akan mengakibatkan satwa predator dengan mudah melihat merak hijau.
j. Perilaku Tidur Untuk tidur, merak biasanya memilih pohon yang tinggi dengan tajuk terbuka supaya memudahkannya untuk mengawasi keadaan bila ada bahaya. Cabang yang dipilih untuk tidur merupakan cabang yang datar dengan sudut tumpul supaya dengan tubuh yang besar dan berat tersebut merak hijau merasa nyaman dan tidak tergelincir jatuh. Lokasi pohon tidurnya juga dekat atau menghadap ke areal yang terbuka yang digunakannya sebagai landasan saat turun
104
dari pohon tidur. Supratman (1998) juga menyatakan bahwa karakteristik pohon yang digunakan untuk tidur adalah : 1. Letaknya dekat dengan areal terbuka 2. Pohon yang tinggi dan relatif tertinggi dari sekitarnya 3. Tajuk tidak terlalu lebat dengan percabangan mendatar dan relatif tegak lurus dengan batang Terkadang, merak hijau juga turun dari pohon tidur lebih siang yaitu lebih dari 05.30 WIB dari biasanya yang terjadi 3 kali di TNB. Selain kondisi cuaca yang masih gelap, merak hijau tersebut melakukan aktivitas berjemur terlebih dahulu di pohon tidurnya sebelum makan. Peristiwa ini juga pernah dijumpai 1 kali di TNAP, tepatnya di areal tumpangsari hutan tanaman jati. Meskipun merak hijau sudah bangun, namun merak hijau belum juga turun dari pohon tidurnya yaitu mahoni hingga pukul 07.30 WIB. Pada waktu itu, cuaca memang sedang mendung dan gelap sehingga merak hijau mengira kalau hari masih gelap. Pohon yang digunakan untuk tidur oleh merak hijau di padang penggembalaan Sadengan berada di sekeliling padang penggembalaan dengan jarak relatif jauh. Di areal tumpangsari hutan tanaman jati, pohon tidur juga berada di sekeliling areal tumpangsari dengan jarak yang berdekatan dan berada di dalam satu petak tegakan. Sedangkan, di TNB pohon tidur merak hijau terletak menyebar di savana, ekoton savana-hutan musim dan ekoton savana-hutan pantai dengan jarak antar pohon tidur lebih dari 100 meter. Di TNAP, jenis-jenis pohon yang dipakai untuk tidur relatif sama tiap harinya, terutama untuk merak hijau yang tidur dalam kelompok besar seperti di pohon randu alas dan bendo di padang penggembalaan Sadengan serta mahoni di areal tumpangsari. Sedangkan, merak hijau yang tidur soliter dan dalam kelompok kecil cenderung berpindah-pindah. Begitu pula di TNB, merak hijau akan memakai pohon yang berbeda tiap harinya untuk tidur. Hal ini dimaksudkan sebagai strategi untuk memperkecil gangguan dari predator sehingga merak hijau tidur dengan aman. Biasanya, dalam satu pohon tidur terdapat beberapa ekor merak hijau dan hal ini juga suatu strategi merak hijau dalam rangka keamanan tidur. Di padang penggembalaan Sadengan TNAP terdapat 20 ekor merak hijau dengan satu jantan
105
dewasa dalam satu pohon tidur. Di areal tumpangsari hutan tanaman jati TNAP juga hampir sama. Di areal ini pohon tidur terletak berdekatan bahkan berdampingan satu sama lain dan di setiap pohon tidur terdapat kurang lebih 5 ekor merak hijau sehingga dapat dikatakan bahwa merak hijau tidur membentuk satu kelompok besar. Hal ini dilakukan supaya bila ada bahaya merak hijau akan lebih waspada. Bila satu ekor menyadari adanya bahaya, merak hijau yang lain juga bisa langsung tahu sehingga peluang untuk menyelamatkan diri lebih besar. Di TNB, perilaku tidur ini juga dilakukan dalam kelompok-kelompok yang terdiri 2-14 ekor. Di setiap kelompok merak hijau tersebut hanya ada satu merak hijau jantan dewasa. Hal ini diduga supaya tidak terjadi pertarungan antar jantan dalam memperebutkan dominansinya dalam kelompok merak hijau betina. Namun, baik di TNAP dan TNB, dijumpai merak hijau tidur secara soliter. Merak hijau yang tidur sendiri di satu pohon tidur tersebut biasanya dilakukan oleh merak hijau jantan. Seperti telah disebutkan diatas, bahwa merak hijau lebih menyukai pohon yang tinggi, tajuk terbuka dan dekat dengan tempat terbuka sebagai tempat tidurnya. Namun, kondisi ini tidak ditemukan di hutan Rowobendo-Ngagelan. Hutan di lokasi ini memiliki jenis pohon yang memenuhi kriteria sebagai pohon tidur merak hijau, akan tetapi tempat terbuka sebagai tempat untuk mendarat saat turun dari pohon tidur tidak ada. Faktor yang sama juga menjadi penyebab tidak ditemukannya merak hijau tidur di hutan musim, hutan pantai dan evergreen. Kondisi ini berbeda dengan hasil uji chi-square di TNAP dan TNB yang menyatakan bahwa perilaku tidur tidak dipengaruhi oleh tipe habitat. Hasil uji chi-square ini berbeda dengan kenyataan di lapangan. Merak hijau di TNAP lebih banyak melakukan aktivitas tidur di padang penggembalaan Sadengan dan areal tumpangsari hutan tanaman jati. Sedangkan, merak hijau di TNB lebih menyukai savana dan ekotonnya sebagai tempat tidurnya.
k. Perilaku Sosial Winarto (1993) menyatakan bahwa merak hijau sebagai salah satu jenis satwaliar yang memiliki hubungan sosial atau individu. Hal ini merupakan suatu sistem sosial yang dibentuk oleh merak hijau dalam rangka pemenuhan kebutuhan
106
hidupnya. Suara yang dikeluarkan oleh merak hijau merupakan perilaku sosial dalam hal komunikasi antar individu dan antar kelompok. Merak hijau di TN Ujung Kulon hidup secara soliter atau berkelompok dengan 5-10 individu (Hoogerwerf, 1949) Menurut Sativaningsih (2005), dalam melakukan aktivitas hariannya merak hijau melakukannya secara bersama-sama terutama merak hijau betina baik untuk mencari pakan, tempat bertengger dan berlindung. Hal ini dilakukan untuk menciptakan keadaan saling menjaga satu sama lain. Adanya bahaya atau predator dapat dideteksi dengan lebih cepat bila dilakukan secara berkelompok (Perrins dan Birkhead, 1983). Hasil uji chi-square terhadap hubungan antar merak hijau jantan di TNAP menunjukkan bahwa hubungan antar merak hijau jantan akan sama di tipe habitat yang berbeda. Namun, di TNB menunjukkan hasil yang sebaliknya. Kondisi TNB yang sedang mengalami musim kemarau menyebabkan merak hijau jantan juga lebih terkonsentrasi di tempat minum sehingga frekuensi perjumpaan merak hijau jantan bertemu dengan merak hijau lain juga terjadi disana. Sedangkan, merak hijau jantan di TNAP biasanya dijumpai di padang penggembalaan Sadengan dan hutan tanaman jati. Sehingga hubungan antar merak hijau jantan pun hanya dijumpai di tempat tersebut. Terkadang, merak hijau juga bekerja sama dengan sawaliar lain. Bentuk kerjasama tersebut dapat dilihat apabila ada gangguan atau ancaman merak hijau akan bereaksi lebih awal dengan mengeluarkan suara-suara. Suara tersebut juga dipakai oleh satwaliar lain seperti rusa, banteng, babi hutan, kijang dan satwaliar lainnya sebagai tanda bahaya sehingga mereka akan bisa menentukan sikap terhadap gangguan atau ancaman tersebut. Bentuk kerjasama merak hijau dengan srigunting hitam terlihat ketika merak hijau sedang melakukan aktivitas makan. Biasanya, srigunting hitam ini akan mengikuti merak hijau pergi. Srigunting hitam terkadang terbang meluncur ke arah merak hijau yang sedang makan. Menurut Siyanto (Press.comm, 2006), srigunting hitam tersebut sedang mencari pakan yang berada di dekat merak hijau yaitu kutu atau serangga. Namun, periatiwa ini lebih mengarah kepada
107
penyerangan terhadap merak hijau. Peristiwa ini terjadi di padang penggembalaan Sadengan. Hubungan merak hijau dengan bangau tongtong pernah terlihat ketika ada bangau tongtong sedang terbang di atas padang penggembalaan Sadengan, merak hijau mengeluarkan suara ” auwo...auwo...auwo...” sebagai tanda merak hijau melihat bangau tongtong. Merak hijau akan bereaksi secara negatif terhadap raptor (burung pemangsa) seperti elang bondol, elang ular bido dan elang laut. Apabila ada elang, merak hijau akan bersikap waspada. Bahkan pernah terlihat elang laut menyambar merak hijau namun gagal. Mulyana (1998) menyatakan bahwa bentuk hubungan sosial antara merak hijau dengan satwa herbivora adalah komensalisme dimana merak hijau mendapat keuntungan sedangkan satwa herbivora dirugikan. Merak hijau mengikuti herbivora dalam jarak kurang dari 3 meter untuk mendapatkan serangga atau kutu yang berada di tubuh herbivora. Hal tersebut berbeda dengan hasil pengamatan. Ketika, rusa, banteng, kerbau liar, garangan, lutung, dan ayam hutan memasuki tempat minum di TNB, merak hijau tetap melanjutkan aktivitas minum dan makannya tanpa merasa curiga. Mereka minum secara berdampingan di tempat yang sama. Pernah pula terlihat merak hijau sedang berteduh di tempat yang sama dengan ayam hutan. Ketika ada gangguan, merak hijau dan ayam hutan tersebut terbang sambil mengeluarkan suara secara bersama-sama. Mulyana (1998) menyatakan hal yang sama untuk ayam hutan. Hal ini berbeda ketika merak hijau melihat monyet ekor panjang, ajag, kucing hutan, dan biawak. Merak hijau akan memberikan respon yang negatif seperti dengan sikap waspada, pergi menjauh, dan terbang berlindung ke pohon. Sikap waspada ditunjukkan ketika merak hijau bertemu dengan lutung, biawak dan kucing hutan. Merak hijau pergi menjauh ketika ada rombongan monyet ekor panjang yang datang untuk menguasai tempat minum. Dalam kasus merak hijau bertemu kucing hutan, merak hijau akan mengawasi dan mengelilingi kucing hutan. Ketika kucing hutan menggeram,
108
merak hijau meloncat kaget dan kembali waspada. Hal ini terjadi hingga kucing hutan pergi dari tempat minum. Perilaku terbang, ditunjukkan ketika ada ajag yang memasuki tempat minum. Merak hijau akan terbang bersembunyi di pohon yang lebat tajuknya dan mengeluarkan suara ” tk tk tk kroow...”. Merak hijau akan melanjutkan aktivitasnya kembali ketika ajag sudah menghilang. Namun, berbeda ketika merak hijau bertemu dengan tekukur. Dalam kasus ini tekukurlah yang dirugikan. Ketika ada kelompok merak hijau minum di tempat minum, tekukur terpaksa harus menyingkir terlebih dahulu hingga kondisi tempat minum sepi. Hal yang sama juga terjadi pada jenis-jenis burung lainnya. Namun, Mulyana (1998) mengatakan bahwa hubungan antara merak hijau dan tekukur adalah netral. Rini (2005) mengatakan bahwa bentuk hubungan merak hijau akan netral bila bertemu dengan tekukur, rusa, kancil (Tragulus javanicus), babi hutan, banteng, kijang, jalak kerbau, elang ular, srigunting hitam dan kuntul kecil (Egretta garzetta).
2. Perilaku Harian Merak Hijau Aktivitas harian merupakan rangkaian kegiatan yang dilakukan dimulai ketika bergerak dari posisi tidur di tenggeran hingga kembali tidur (Winarto, 1993). Begitu pula, merak hijau melakukan aktivitas hariannya dimulai ketika bangun dari tidur hingga tidur lagi. Pergerakan harian yang dilakukan oleh merak hijau tersebut digunakan untuk memenuhi kebutuhan hidup seperti makan, minum, istirahat, dan sebagainya (Mulyana, 1988). Perilaku berteduh dan istirahat mendapat proporsi yang paling banyak dalam perilaku harian merak hijau. Hal ini menunjukkan bahwa dalam aktivitasnya merak hijau menghindari panas matahari yang terlalu tinggi yaitu di siang hari. Penggunaan waktu makan juga mendapat bagian yang cukup besar yaitu 30% baik di TNAP maupun di TNB. Merak hijau makan untuk mendapat energi supaya bisa melakukan aktivitas lainnya. Selain itu, merak hijau mempertahankan kelangsungan hidupnya dengan makan. Apabila pakan tidak ada, merak hijau akan pergi dari tempat itu untuk mencari makanan atau hal yang
109
lebih ekstrim adalah mati kelaparan. Hal
ini
senada
dengan
penelitian
Sativaningsih (2005) yang mengatakan bahwa aktivitas istirahat merupakan aktivitas paling lama yang dilakukan oleh merak hijau yaitu sebesar 56.2 % di padang penggembalaan dan 45.5 % di areal tumpangsari. Namun, perilaku minum di TNB, meskipun mendapat proporsi waktu yang sedikit tiap kali minum, akan tetapi perilaku minum terjadi secara bergantian antar satu kelompok dengan kelompok merak hijau lain. Merak hijau pun lebih banyak ditemukan di tempat minum. Di tempat minum ini, kurang lebih terdapat 43 ekor yang minum tiap harinya (Yuniar. press.com, 2006). Hal ini merupakan strategi merak hijau di TNB untuk mendapatkan sumberdaya terutama air minum.
110
VI. KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan 1. Perilaku merak hijau yang teramati adalah 12 perilaku yaitu perilaku bersuara, menelisik bulu, makan, berjemur, display, minum, mandi debu, berteduh dan istirahat, berlindung, tidur, membuang kotoran, dan perilaku sosial. Di dalam setiap perilaku tersebut dibahas aktivitas, mekanisme dan strategi. 2. Durasi perilaku merak hijau lebih lama dan beragam di padang penggembalaan Sadengan TNAP dan savana TNB daripada tipe habitat lain di kedua lokasi kecuali perilaku makan dan minum di TNB yang lebih lama dan beragam di hutan pantai dan perilaku berlindung di TNAP yang lebih lama dan beragam di areal tumpangsari 3. Perilaku merak hijau di TNAP tidak dipengaruhi oleh tipe habitat kecuali perilaku menelisik bulu dan perilaku minum, sedangkan di TNB perilaku berlindung dipengaruhi oleh tipe habitat. 4. Merak hijau memiliki strategi dalam perilaku menelisik bulu (dilakukan di tempat terbuka dengan durasi cepat dan bertengger di pohon), makan (sambil berjalan), berjemur (memilih tempat yang lebih tinggi), display (dilakukan di tempat terbuka dan di bawah bayangan pohon bila panas), minum (ketika menegakkan kepala, berhenti sesaat untuk mengawasi keadaan), mandi debu (dilakukan bersama-sama bila tempat mandi debu luas dan bergiliran bila sempit), berteduh dan istirahat (memilih pohon yang tajuknya rapat, dekat tempat terbuka, atau di bawah semak-semak), berlindung (menjauh, terbang ke pohon yang lebat atau masuk ke semak-semak), dan tidur (memilih pohon yang dekat tempat makan dan didekatnya terdapat pohon yang lebih rendah untuk naik dengan bertahap). 5. Aktivitas yang paling lama dilakukan oleh merak hijau adalah aktivitas berteduh dan istirahat serta makan dalam kurun waktu antara 04.00 WIB – 18.00 WIB. 6. Perilaku harian merak hijau di TNAP dan TNB tidak berbeda jauh, perbedaannya hanya terletak pada pola penggunaan waktu dan habitat yang digunakan untuk berperilaku.
B. Saran 1. Perlu dilakukan penelitian lanjutan mengenai ekologi perilaku merak hijau pada musim hujan untuk mengetahui perbedaan perilaku pada musim kemarau dan musim hujan. 2. Perlu dilakukan penelitian merak hijau pada musim kawin, musim bertelur, dan musim menetas sehingga dapat diketahui perilaku kawin, bersarang, bertelur dan pemeliharaan anak. 3. Pembabatan semak kirinyuh di padang penggembalaan Sadengan dalam rangka pemeliharaan habitat sebaiknya memperhatikan fungsi-fungsi semak tersebut terhadap satwaliar terutama merak hijau. Semak-semak tersebut sebaiknya tidak dibabat secara menyeluruh mengingat merak hijau menggunakannya sebagai habitat berteduh dan diduga pula sebagai habitat bersarang. 4. Kegiatan pemeliharaan habitat di TNB yaitu pembakaran savana sebaiknya memperhatikan fungsi semak savana terhadap satwaliar terutama merak hijau. Semak-semak tersebut sebaiknya tidak dibakar secara menyeluruh karena memiliki fungsi sebagai tempat berteduh dan diduga pula sebagai tempat bersarang bagi merak hijau.
112
DAFTAR PUSTAKA Alcock, J. 1989. Animal Behaviour : An Introduction Evolutionary Approach 4th Edition. Sinauer Associates, Inc. Publisher. Sunderland, Massachusetts. Alikodra, H.S. 2002. Pengelolaan Satwaliar. Yayasan Penerbit Fakultas Kehutanan IPB. Bogor. BirdLife International 2004. Pavo muticus. In: IUCN 2004. 2004 IUCN Red List of Threatened Species. <www.iucnredlist.org>. Downloaded on 17 January 2006. Carthy, J.D. 1979. The Study of Behaviour. Revision by Phillip E. Howse. Edward Arnold Limited. London. Clarke, G.L. 1954. Elements of Ecology. John Willey and Sons, Inc. New York. Craig, J.V. 1981. Domestic Animal Behaviour. Prentice-Hall, Inc., Englewood Cliffs. New Jersey. Dono, T & B.D. Mardana. 2003. Fakta dan Data Baluran. Diakses dari http://www.sinarharapan.co.id pada tanggal 13 Januari 2007. Drickamer, L.C.; S.H. Vessey & E.M. Jakob. 2002. Animal Behaviour : Mechanisms, Ecology, Evolution. 5th Edition. McGraw Hill. Boston. Hanson, E.D. 1961. Animal Diversity. 3rd Edition. Prentice-Hall, Inc. Englewood Cliffs, New Jersey. Hernawan, E. 2003. Studi Populasi dan Habitat Merak Hijau (Pavo muticus Linnaeus, 1766) di Hutan Jati Ciawitali BKPH Buah Dua dan BKPH Songgom KPH Sumedang. Skripsi Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan Fakultas Kehutanan IPB. Tidak dipublikasikan. Hernowo, J.B. 1995. Ecology and Behaviour of The Green Peafowl (Pavo muticus Linnaeus 1766) in Baluran National Park, East Java. Thesis Faculty of Forestry Science Georg August University Göttingen. Germany. Tidak Dipublikasikan. Hoogerwerf, A. 1949. De Avifauna van Tjibodas en Omgeving Koninklijke Plantentuin van Indonesie. Buitenzorg. Immelmann, K. 1980. Introduction to Ethology. A Divission of Plenum Publishing Corporation. New York. Kartono, A.P. 2000. Teknik Inventarisasi Satwaliar dan Habitatnya. Laboratorium Ekologi Satwaliar Jurusan Konservasi sumberdaya Hutan Fakultas kehutanan IPB. Bogor.
Krebs, C.J. 1978. Ecology: The Experimental Analysis of Distribution and Abundance Second Edition. Harper & Row Publisher. New York. Krebs, J.R. & N.B. Davies. 1987. An Introduction to Behavioural Ecology. 2nd Edition. Blackwell Scientific Publications. Oxford London. MacKinnon, J. ; K. Phillips & B. van Balen. 1992. Burung-Burung di Sumatera, Jawa, Bali dan Kalimantan. LIPI & Birdlife International Indonesian Progamme. Jakarta. Manning, A & M.S. Dawkins. 1992. An Introduction to Animal Behaviour 4th Edition. Cambrigde University Press. Great Britain. McFarland, D. 1993. Animal Behaviour. 2nd Edition. Longman Singapore Publisher, Ltd. Singapore. Moen, A.N. 1973. Wildlife Ecology. W.H. Freman and Company. San Fransisco. Mulyana. 1988. Studi Habitat Merak Hijau (Pavo muticus Linnaeus) di Resort Bekol Taman Nasional Baluran Jawa Timur. Skripsi Jurusan Konservasi Sumberdaya Hutan Fakultas Kehutanan IPB. Tidak Dipublikasikan. Odum, E.P. 1959. Fundamentals of Ecology. W.B. Saunders Company. Philadelphia. ___________. 1993. Dasar-Dasar Ekologi. Edisi Ketiga. Gadjah Mada University Press. Bulaksumur, Yogyakarta. ___________. 1997. Ecology A Bridge Between Science and Society. Sinauer Associates, Inc Publisher. Sunderland, Massachusetts. Perrins, C.M. & T.R. Birkhead. 1983. Avian Ecology. Chapman & Hall. New York. Poole, T.B. 1985. Social Behaviour in Mammals. Blackie & Son Limited. Glasgow & London. Rini, I.S. 2005. Studi Ekologi Pakan dan Perilaku Makan Merak Hijau (Pavo muticus Linnaeus, 1766) di Taman Nasional Alas Purwo, Jawa Timur. Skripsi Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan. Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian Bogor. Tidak dipublikasikan. Sativaningsih, D. 2005. Ekologi Perilaku Merak Hijau (Pavo muticus Linnaeus 1766) di Taman Nasional Alas Purwo Jawa Timur. Skripsi Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan Fakultas Kehutanan IPB. Tidak dipublikasikan. Scott, J.P. 1958. Animal Behaviour. The University of Chicago Press. United States of America.
114
Siegel, S. 1994. Statistik Nonparametrik untuk Ilmu-Ilmu Sosial. PT Gramedia. Jakarta. Slater, P & R.M. Alexander. 1986. The Encyclopaedia of Animal Behaviour and Biology. Grolier International, Inc. Oxford. Soehartono, T & A. Mardiastuti. 2003. Pelaksanaan Konvensi CITES di Indonesia. Japan International Cooperation Agency (JICA). Jakarta. Soerianegara, I & A. Indrawan. 1984. Ekologi Hutan Indonesia. Departemen Manajemen Hutan Fakultas Kehutanan IPB. Bogor. Soeseno, S. 1997. Merak Mencari Macan. Flona Intisari No. 403. Diakses di http://www.indomedia.com/intisari/1997/feb/merak.htm tanggal 29 Desember 2005. Staf Jurusan Anatomi Fakultas Kedokteran Hewan. 1991. Pengamatan Perilaku Makan pada Kancil (Tragulus sp) di Kebun Binatang Ragunan dan Surabaya. Fakultas Kedoteran Hewan IPB. Tidak Dipublikasikan. Supratman, A. 1998. Kajian Pola Penyebaran dan Karakteristik Habitat Merak Hijau (Pavo muticus Linnaeus, 1766) pada Musim Tidak Berbiak di Resort Rowobendo Taman Nasional Alas Purwo Jawa Timur. Skripsi Jurusan Konservasi Sumberdaya Hutan Fakultas Kehutanan IPB. Tidak dipublikasikan. van Hoeve B.V., U.W. 1992. Ensiklopedi Indonesia Seri Fauna: Burung. PT Ichtiar Baru van Hoeve. Jakarta. Walpole, R.E. 1992. Pengantar Statistika. Edisi ke-3. PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. Wasono, W.T. 2005. Populasi dan Habitat Merak Hijau (Pavo muticus Linnaeus, 1766) di Taman Nasional Alas Purwo Jawa Timur. Skripsi Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan Fakultas Kehutanan IPB. Tidak dipublikasikan. Welty, J.C. 1982. The Life of Birds. 3th Edition. Saunders College Publishing. Philadelphia. Wiens, J.A. 1989. The Ecology of Bird Communities. Volume 2 Processes and Variation. Cambridge University Press. Cambrigde, New York. Winarto, R. 1993. Beberapa Aspek Ekologi Merak Hijau (Pavo muticus Linnaeus 1766) pada Musim Berbiak di Resort Bekol TN Baluran Jawa Timur. Skripsi Jurusan Konservasi Sumberdaya Hutan Fakultas Kehutanan IPB. Tidak dipublikasikan.
115
Lampiran 1. Perilaku Bersuara Merak Hijau Tabel 17. Perilaku bersuara merak hijau di TNAP Tipe suara Waktu 04.00-05.00 05.00-06.00 06.00-07.00 07.00-08.00 08.00-09.00 09.00-10.00 14.00-1500 15.00-16.00 16.00-17.00 17.00-18.00
Tipe 1 ”auwo...auwo...”
Tipe 2 ”ko ko ko...”
7 8 4 2 1
2 4 2
1 1 2
4 2
Tipe 3 ”tk tk tk...”
Tipe 4 ”tk tk kroow...”
Tipe 5 ”kookk...kookk...”
Tipe 6 ”ngeeyaoow.. .”
1 1 1 1 1
1
1
Tabel 18. Perilaku bersuara merak hijau di TNB Tipe suara Waktu
Tipe 1 ”auwo...auwo...”
04.00-05.00 05.00-06.00 06.00-07.00 07.00-08.00 08.00-09.00 09.00-10.00 14.00-1500 15.00-16.00 16.00-17.00 17.00-18.00
4 27 8 7 2 1 2 4 10
Tipe 2 ”ko ko ko...”
Tipe 3 ”tk tk tk...”
Tipe 4 ”tk tk kroow...”
Tipe 5 ”kookk...kook k...”
3 5 3 1 1
4 1 1
2 3 3 1
2 5 3 3
3 1 2
1 2
Tipe 6 ”ngeeyaoow. ..”
2
2 1
116
Lampiran 2. Perilaku Menelisik Bulu Merak Hijau Tabel 19. Alokasi waktu perilaku menelisik bulu merak hijau di TNAP No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20.
Waktu (WIB) 06.17 06.55 07.07 06.19 06.35 06.46 05.43 06.02 06.04 06.28 06.40 07.06 07.16 07.42 15.28 15.36 15.38 06.15 06.32 07.18
Sadengan Durasi (detik) 180 300 120 15 20 10 45 52 70 50 240 22 300 240 240 600
Keterangan
No.
Berjemur Makan Makan Makan Makan Makan Bangun tidur Bangun tidur Bangun tidur Berjemur Makan Display Bertengger Makan Makan Makan Makan Makan Berjemur Display
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.
Waktu (WIB) 12.21 12.21 13.28 13.35 14.44 14.48 05.43
Tumpangsari Durasi (detik) 8 14 102 14 10 131 60
Keterangan Berteduh Berteduh Berteduh Berteduh Berteduh Berteduh Makan
Tabel 20. Alokasi waktu perilaku menelisik bulu merak hijau di TNB No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. 21. 22. 23. 24. 25. 26.
Waktu (WIB) 07.27 07.44 07.55 13.21 13.08 13.10 13.47 14.16 06.27 15.49 06.47 06.52 06.56 07.54 05.43 06.03 15.16 05.37 06.01 06.31 06.42 07.00 08.13 10.33 15.28
Durasi (detik) 840 383 120 342 199 183 344 140 146 15 13 431 238 393 15 136 203 34 136 73 85 371 74 84 221
Lokasi Savana Savana Savana Savana Savana Savana Savana Savana Savana Savana Savana Savana Savana Savana Savana Savana Savana Savana Savana Savana Savana Savana Savana Savana Hutan pantai Savana
Keterangan Makan Display Berteduh Berteduh Berteduh Berteduh Berteduh Display Display Makan Makan Makan Selesai minum Selesai minum Selesai minum Makan Makan Makan Makan Minum Minum Minum Minum Display Berteduh Minum
117
Lampiran 3. Perilaku Makan Merak Hijau Tabel 21. Penggunaan waktu makan merak hijau di padang penggembalaan Sadengan TNAP No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10.
Perilaku makan pagi Berakhir Mulai (WIB) Durasi (menit) (WIB) 05.20 07.30 130 05.29 08.10 161 05.20 09.02 222 05.24 08.33 189 05.15 09.30 255 05.16 08.30 194 05.15 08.40 205 05.25 09.00 215 05.23 08.00 157 05.24 08.32 188
Mulai (WIB) 15.00 14.30 14.50 13.50 14.00 14.28 14.38 15.00 14.40 14.25
Perilaku makan sore Berakhir Durasi (WIB) (menit) 17.76 136 17.18 168 17.15 145 17.14 204 17.14 194 17.13 165 17.18 160 17.17 137 17.10 150 17.15 170
Tabel 22. Penggunaan waktu makan merak hijau di areal tumpangsari TNAP No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8.
Perilaku makan pagi Berakhir Mulai (WIB) Durasi (menit) (WIB) 06.00 09.20 200 05.43 08.40 177 05.30 09.00 210 05.26 10.50 324 05.20 07.20 120 05.30 09.40 250 05.30 10.00 270 08.00 10.30 150
Mulai (WIB) 15.10 14.45 15.00 14.43 14.30 14.35 14.30 15.00
Perilaku makan sore Berakhir Durasi (WIB) (menit) 17.15 130 17.15 150 17.07 127 17.10 147 17.08 158 17.10 155 17.10 160 17.07 127
Tabel 23. Alokasi waktu perilaku makan merak hijau di TNB No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19.
Waktu (WIB) 05.47-08.15 05.30-09.00 05.37-07.39 05.30-08.31 05.30-09.00 05.12-09.04 05.10-09.00 05.23-09.00 05.15-08.15 05.30-09.13 05.18-08.44 05.20-08.56 06.11-06.25 05.45 05.22-05.56 06.25 07.50 07.48 05.25
Makan pagi Durasi Lokasi (menit) 148 Savana 210 Savana 122 Savana 181 Savana 210 Savana 232 Savana 230 Savana 227 Savana 180 Savana 223 Savana 206 Savana 216 Savana 14 Hutan musim Hutan musim 32 Hutan musim Hutan musim Evergreen Evergreen Savana
No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20.
Makan sore Durasi Waktu (WIB) Lokasi (menit) 13.49-17.16 207 Savana 13.47-17.08 201 Savana 15.00-17.18 138 Savana 14.01-16.55 176 Savana 13.15-16.57 222 Savana 14.18-17.11 173 Savana 15.16-17.15 121 Savana 15.15-16.05 50 Hutan Pantai 13.55-17.11 196 Savana 14.27-17.18 189 Savana 17.11 Savana 14.44-17.11 147 Savana 14.42 Savana 15.15 Savana 14.15 Hutan pantai 14.42 Hutan musim 13.31 Savana 15.16 Savana 13.56-17.03 239 Savana 14.00-17.10 190 Hutan pantai
118
Lampiran 4. Perilaku Berjemur Merak Hijau Tabel 24. Alokasi waktu perilaku berjemur merak hijau di TNAP No. 1. 2. 3. 4. 5. 6.
Waktu (WIB) 06.00 05.20 06.15 06.30 10.10 07.24
Durasi (menit) 35 120 13 30 40 36
Lokasi Sadengan Sadengan Sadengan Sadengan Tumpangsari Tumpangsari
7. 8.
06.15 06.42
9 16
Sadengan Sadengan
Keterangan Bertengger di batang pohon kering Bertengger di pohon tidur Berdiri Bertengger di pohon tidur Bertengger di pagar Bertengger di pohon Acacia auriculiformis Berdiri, 4 ekor Berdiri
Tabel 25. Alokasi waktu perilaku berjemur merak hijau di TNB No. 1. 2.
Waktu (WIB) 06.57 08.13
Durasi (detik) 751 84
Lokasi Savana Savana
3.
06.21
3600
Savana
Keterangan 5 ekor setelah minum Posisi rebah, berdiri lalu menelisik Bertengger di pohon
119
Lampiran 5. Perilaku Display Merak Hijau Tabel 26. Alokasi perilaku display merak hijau di TNAP No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. 21. 22. 23. 24. 25. 26.
Waktu (WIB) 07.12 07.23 07.16 07.37 15.21 15.30 06.13 06.17 06.53 07.42 07.49 15.50 07.42 16.42 16.54 17.07 15.26 06.58 07.45 08.21 08.55 16.31 16.40 16.51 14.19 14.28
Durasi (detik) 120 82 221 90 180 63 55 584 198 53 846 123 446 393 280 85 60 171 720 1048 100 180 94 420 35
Lokasi
No.
Sadengan Sadengan Sadengan Sadengan Tumpangsari Tumpangsari Sadengan Sadengan Sadengan Sadengan Sadengan Sadengan Tumpangsari Sadengan Sadengan Sadengan Tumpangsari Sadengan Sadengan Sadengan Sadengan Sadengan Sadengan Sadengan Sadengan Sadengan
27. 28. 29. 30. 31. 32. 33. 34. 35. 36. 37. 38. 39. 40. 41. 42. 43. 44. 45. 46. 47. 48. 49. 50. 51. 52.
Waktu (WIB) 16.45 16.50 07.37 07.54 08.10 08.22 08.22 08.43 08.53 07.04
07.57 08.00 08.08 07.18 07.47 06.58 09.23 16.18 15.50 16.53
Durasi (detik) 175 73 307 577 360 400 348 298 60 160 84 70 426 68 404 317 145 400 59 97 180 61 351 45 510 246
Lokasi Sadengan Sadengan Sadengan Sadengan Sadengan Sadengan Sadengan Sadengan Sadengan Sadengan Sadengan Sadengan Sadengan Sadengan Sadengan Sadengan Sadengan Sadengan Sadengan Sadengan Tumpangsari Sadengan Sadengan Sadengan Sadengan Sadengan
120
Tabel 27. Alokasi waktu perilaku display merak hijau di TNB No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. 21. 22. 23. 24. 25. 26. 27. 28. 29. 30. 31. 32. 33.
Waktu (WIB) 13.29 07.32 07.35 07.42 14.10 16.34 16.54 07.16 07.33 07.39 06.27 07.10 07.13 07.18
06.51 07.24 07.38 08.08 08.27 15.27 15.43
Durasi (detik) 82 225 560 83 557 52 270 147 81 59 93 140 308 733 407 140 308 733 678 545 1520 580 285 128 236 88 188 416 475 363 168 292 53
Lokasi
No.
Hutan pantai Savana Savana Savana Savana Savana Savana Savana Savana Savana Savana Savana Savana Savana Savana Savana Savana Savana Savana Savana Savana Savana Savana Savana Savana Savana Savana Savana Savana Savana Savana Savana Savana
34. 35. 36. 37. 38. 39. 40. 41. 42. 43 44. 45. 46. 47. 48. 49. 50. 51. 52. 53. 54. 55. 56. 57. 58. 59. 60. 61. 62. 63. 64. 65. 66. 67.
Waktu (WIB) 07.23 07.47 06.02 06.42 06.44 06.38 07.10 07.23 07.31 07.43 07.54 08.04 15.18 06.16 06.28 07.00 07.36 15.45 16.08 06.11 06.16 08.03 08.09 15.42 15.48 16.06 06.11 15.43 15.52 16.03 05.47 05.56 06.03 06.18
Durasi (detik) 579 173 130 144 1045 67 586 60 510 304 80 53 178 224 78 1023 117 60 213 12 140 146 370 187 450 732 1677 73 536 326 196 122 231
Lokasi Savana Savana Savana Savana Savana Savana Savana Savana Savana Savana Savana Savana Savana Savana Savana Savana Savana Savana Savana Savana Savana Savana Savana Savana Savana Savana Hutan musim Savana Savana Savana Hutan musim Hutan musim Hutan musim Hutan musim
121
Lampiran 6. Perilaku Minum Merak Hijau Tabel 28. Frekuensi pengambilan air oleh merak hijau di TNAP No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. 21.
Waktu (WIB) 16.30 06.33 06.44 15.13 15.02 07.28 14.38 14.38 17.02 06.30 06.32 14.30 14.30 14.30 14.30 14.30 14.30 16.44 16.44 16.44 16.44 16.44
Durasi (detik)
Jenis kelamin
Tegukan
180 180 140 142 120 420 180 120 180 130 141 229 215 220 291 205 255 261 231 159 168
Jantan Betina Betina Jantan Betina Betina Betina Betina Betina Betina Betina Betina Betina Betina Betina Betina Betina Betina Betina Betina Betina Betina
12 10 7 17 13 42 18 16 13 8 7 17 12 12 16 13 22 21 16 16 14
Keterangan Tumpangsari Cekungan Cekungan Bak minum buatan Cekungan Cekungan Cekungan Cekungan Cekungan Cekungan Cekungan Cekungan Cekungan Cekungan Cekungan Cekungan Cekungan Cekungan Cekungan Cekungan Cekungan Cekungan
Tabel 29. Alokasi waktu perilaku minum merak hijau di TNB No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. 21. 22. 23. 24. 25. 26. 27.
Waktu (WIB) 07.40 13.49 06.42 06.54 07.13 07.25 07.44 06.24 08.21 08.26 08.38 07.00 13.12 14.53 16.10 06.28 08.00 14.40 14.49 05.48 15.39 15.00 09.35 09.45 08.00 10.32 14.00
Durasi (detik) 339 448 489 510 386 395 157 688 1061 494 758
Tegukan 51 54 43 38 29 29 16 66 132 50 81
73 961
13 30
916 468 764 337 513
62 63 102 33 42
316
31
Lokasi Savana Savana Savana Savana Savana Savana Savana Savana Savana Savana Savana Hutan pantai Hutan pantai Hutan pantai Hutan pantai Kalitopo Hutan pantai Savana Savana Savana Savana Hutan pantai Hutan pantai Hutan pantai Hutan pantai Hutan pantai Hutan pantai
122
Lampiran 7. Perilaku Mandi Debu Merak Hijau Tabel 30. Alokasi waktu perilaku mandi debu merak hijau di TNAP No.
Waktu (WIB)
1. 2. 3. 4.
08.39 09.41 10.02 10.00
5. 6. 7. 8. 9. 10.
07.54 07.54 08.22 08.39 14.38 09.05
11.
12.13
Durasi (menit) 58 8 28 10 5 17 8 20 25
Lokasi
Keterangan
Sadengan Sadengan Sadengan Rowobendo
Bekas cabutan semak Bekas cabutan semak Bekas cabutan semak Ukuran 55 cm x 60 cm dan 55cm x 55 cm Bekas cabutan semak Bekas cabutan semak Bekas cabutan semak Bekas cebutan semak Bekas bakaran Bekas cabutan tanaman tumpangsari Jalan dengan ukuran 96 cm x 51 cm
Sadengan Sadengan Sadengan Sadengan Sadengan Tumpangsari Ngagelan
Tabel 31. Alokasi waktu perilaku mandi debu merak hijau di TNB No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.
Waktu (WIB) 06.42-07.01 06.39-07.07 07.29-07.33 07.31-07.34 07.33-07.34 07.10
Durasi (detik) 1182 1700 1716 268 180 60 156
Lokasi Savana Savana Savana Savana Savana Savana Savana
Keterangan Halus, berdebu Agak berpasir 55 cm x 45 cm 4mx3m
123
Lampiran 8. Perilaku Berteduh Merak Hijau Tabel 32. Alokasi waktu perilaku berteduh atau istirahat merak hijau di TNAP No. 1. 2. 3. 4.
Waktu (WIB) 07.30-15.00 08.32-14.30 10.00-14.30 10.24-15.13
Durasi (menit) 450 362 270 277
5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14.
08.10-14.30 09.02-14.50 09.20-15.10 09.04-15.00 10.30-14.30 10.10-14.45 10.15-14.28 08.40-14.38 08.53-14.25 09.30-15.00
380 348 330 356 240 275 253 298 332 390
Lokasi Semak-semak Sadengan Semak-semak Sadengan Semak-semak bawah tegakan jati Bertengger di pohon jati di areal tumpangsari Sadengan Sadengan Tegakan jati Tegakan jati Sadengan Tegakan jati Sadengan Sadengan Sadengan Sadengan
Tabel 33. Alokasi waktu perilaku berteduh merak hijau di TNB No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. 21. 22. 23.
Waktu (WIB) 08.00 09.00-13.47 11.00 08.31-14.01 09.00-14.15 09.04-14.18 09.00 09.11 13.12 11.27 08.35-13.45 08.40-13.55 08.47-14.27 08.19-14.14 09.59 10.33 12.01 12.58 12.54 09.28-13.49 10.13 11.04 11.12
Durasi (menit) 287 331 315 314
310 315 340 415
261
Lokasi Savana Savana Hutan musim Savana Savana Savana Savana Hutan pantai Hutan pantai Hutan pantai Savana Savana Savana Savana Hutan pantai Hutan pantai Evergreen Evergreen Evergreen Savana Savana Hutan musim Hutan pantai
Keterangan Bertengger di pohon Mendekam di bawah phon Di bawah pohon Di bawah pohon Di bawah pohon Di bawah pohon Di bawah pohon Jantan 2 ekor betina Jantan Di bawah pohon Di bawah pohon Di bawah pohon Di bawah pohon Di bawah pohon Di bawah pohon 4 ekor remaja 1 ekor jantan 4 ekor remaja Di bawah pohon Kubangan besar
124
Lampiran 9. Perilaku Berlindung Merak Hijau Tabel 34. Alokasi waktu perilaku berlindung merak hijau di TNAP No. 1. 2. 3. 4. 5.
Waktu 07.00 07.30 05.50-06.30 10.00 15.30
6. 7. 8.
16.06 07.48 09.00
9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16.
06.33-06.54 06.46-06.54 07.20 07.24 15.33 06.00 07.47 16.25
Jenis gangguan Suara motor Manusia Pengunjung Manusia Diusir pesanggem Elang Manusia Diusir pesanggem Manusia Manusia Manusia Manusia Elang Manusia Elang Elang
Reaksi terhadap gangguan Lari Masuk ke semak Terbang Masuk ke semak Terbang
Lokasi Sadengan Sadengan Sadengan Tumpangsari Tumpangsari
Waspada Bunyi ”tk tk kroow...” Terbang ke pohon
Sadengan Tumpangsari Tumpangsari
Terbang Terbang dan bersuara Terbang Terbang ke pohon Lari, terbang dan suara Lari menjauh Diam, waspada Terbang dan suara
Tumpangsari Tumpangsari Tumpangsari Tumpangsari Sadengan Sadengan Sadengan Sadengan
Tabel 35. Alokasi waktu perilaku berlindung merak hijau di TNB No. 1. 2. 3. 4. 5. 6.
Waktu (WIB) 06.25 14.35 06.48 06.22 07.18 09.00
Jenis gangguan Manusia Manusia Manusia Elang Kucing hutan Manusia
7.
15.08
Ajag
8. 9. 10. 11. 12. 13.
11.27 15.20 06.43 06.07 06.44 16.00
Monyet Manusia Monyet Manusia Monyet Monyet
14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. 21. 22. 23.
06.22 15.16 06.48 05.11 06.42 08.15 07.00 07.55 08.26 15.27
Kucing hutan Monyet Monyet Ajag Kerbau liar Monyet Monyet Monyet Manusia Lutung
Reaksi terhadap gangguan Bersuara ”tk tk tk...” Lari menjauh Bersuara ”tk tk kroow...” dan lari Waspada dan bersuara ”tk tk tk...” Meloncat Terbang bertengger di pilang sambil bersuara ”tk tk tk kroow....” selama 18 menit Bersuara ”tk tk tk...”, terbang ke pohon asam selama 27 menit Masuk ke semak Pergi menjauh Pergi, terbang, masuk ke semak Terbang Terbang, meloncat, menjauh Terkejut dan saling menyerang antar merak Waspada dan bersuara ”tk tk tk...” Menjauh Waspada dan menjauh Bersuara ”tk tk tk kroow...” Waspada Menjauh Waspada Menjauh Terbang Waspada dan bersuara ” tk tk tk...”
Lokasi Savana Savana Savana Savana Savana Savana Hutan pantai Hutan pantai Savana Savana Savana Savana Savana Savana Savana Savana Savana Savana Savana Savana Savana Savana Savana
125
Lampiran 10. Perilaku Tidur Merak Hijau Tabel 36. Alokasi waktu perilaku tidur merak hijau di TNAP No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10.
Sadengan Waktu tidur (WIB) Waktu bangun (WIB) 17.16 05.20 17.18 05.29 17.15 05.20 17.14 05.24 17.14 05.15 17.13 05.16 17.18 05.15 17.17 05.25 17.10 05.23 17.15 05.24
Tumpangsari Waktu tidur (WIB) Waktu bangun (WIB) 17.15 17.15 17.07 17.10 17.08 17.10 17.10 17.07
05.14 05.24 05.30 05.26 05.20 05.30 05.15 05.18
Tabel 37. Alokasi waktu perilaku tidur merak hijau di TNB No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. 21. 22.
Waktu bangun (WIB) 05.47 05.30 05.37 05.08 05.12
Waktu tidur (WIB) 17.16 17.01 17.08 17.18 16.43 16.57 17.11 17.15
05.10 17.20 05.38 05.30 05.15 05.10 05.18 05.08
17.11 17.15 16.11 17.30 17.10 17.03 17.07 17.23
Lokasi Savana Savana Savana Savana Savana Savana Savana Savana Savana Savana Savana arah Bama Savana arah Bama Savana Savana Savana Savana Savana Hutan musim Ekoton savana-musim Savana Ekoton savana- pantai Ekoton savana- pantai
126
Lampiran 11. Perilaku Sosial Merak Hijau Tabel 38. Perilaku sosial merak hijau jantan dengan jantan lain di TNAP No. 1.
Waktu (WIB) 16.13
2. 3.
16.25 16.18
Reaksi Pertarungan antar merak jantan remaja selama 5 menit Pengusiran jantan oleh jantan lain Merak jantan dan merak jantan bertemu, saling waspada
Lokasi Tumpangsari Sadengan Sadengan
Tabel 39. Perilaku sosial merak hijau di TNB No. 1. 2. 3.
Waktu (WIB) 06.21 15.07 16.00
4. 5. 6.
16.12 16.43 14.52
7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16.
15.49 07.06 07.47 08.41 06.29 07.43 16.19 16.02 16.39 16.53
Aktivitas Jantan dan jantan bertemu saling mengawasi Pengusiran jantan dewasa oleh jantan remaja Pertarungan antar merak karena terkejut sebab ada monyet yang menginvasi tempat minum Pengusiran jantan oleh jantan lain Dua jantan minum bersama Merak remaja saling menyerang karena berebut tempat minum Pengusiran jantan oleh jantan yang lain Pengusiran jantan oleh jantan lain Pengusiran jantan oleh jantan lain Pengusiran jantan oleh jantan lain Pengusiran jantan oleh jantan lain Pengusiran jantan oleh jantan lain Pengusiran jantan oleh jantan lain Pengusiran jantan oleh jantan lain Pengusiran jantan oleh jantan lain Pengusiran jantan oleh jantan lain
Lokasi Savana Savana Savana Savana Savana Savana Savana Savana Savana Savana Savana Savana Savana Savana Savana Savana
127
Lampiran 12. Uji Hipotesis Perilaku Merak Hijau di TNAP Tabel 40. Frekuensi perilaku merak hijau di TNAP Makan
Minum
Berlindung
Berteduh
Tidur
Display
Menelisik bulu
Berjemur
Mandi debu
Betina Jantan Remaja Total Betina Jantan Remaja Total Betina Jantan Remaja Total Betina Jantan Remaja Total Betina Jantan Remaja Total Betina Jantan Remaja Total Betina Jantan Remaja Total Betina Jantan Remaja Total Betina Jantan Remaja Total
Padang Penggembalaan 20 20 20 60 21 1 0 22 8 2 8 18 9 4 2 15 10 10 10 30 0 47 1 48 1 19 1 21 1 5 0 6 7 1 0 8
Tumpangsari di tegakan jati 16 16 16 38 0 1 0 1 8 1 6 15 3 1 2 6 8 0 8 16 0 5 1 6 1 0 6 7 2 0 0 2 3 0 0 3
Hutan Ngagelan 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 2 0 0 2
Total 36 36 36 98 21 2 0 23 16 3 14 33 12 5 4 21 18 18 18 46 0 52 2 54 2 19 7 28 3 5 0 8 13 1 0 13
128
Tabel 41. Nilai χ2 hitung perilaku di TNAP dengan db = 4 dan χtab = 9.49 Makan
Minum
Berlindung
Berteduh
Tidur
Display
Menelisik bulu
Berjemur
Mandi debu
Betina Jantan Remaja Total Betina Jantan Remaja Total Betina Jantan Remaja Total Betina Jantan Remaja Total Betina Jantan Remaja Total Betina Jantan Remaja Total Betina Jantan Remaja Total Betina Jantan Remaja Total Betina Jantan Remaja Total
Padang Penggembalaan 0,188964 0,188964 0,188964 0,566893 0 0 0 0 0,060606 0,080808 0,017316 0,15873 0,021429 0,051429 0,257143 0,33 0,257649 1,855072 0,257649 2,37037 0 0,013088 0,340278 0,353365 0,166667 1,583333 3,440476 5,190476 0,694444 0,416667 0 1,111111 0,125 0,240385 0 0,365385
Tumpangsari di tegakan jati 0,298365 0,298365 0,298365 0,895095 0,954545 20,04545 0 21 0,072727 0,09697 0,020779 0,190476 0,053571 0,128571 0,642857 0,825 0,483092 3,478261 0,483092 4,444444 0 0,104701 2,722222 2,826923 0,5 4,75 10,32143 15,57143 2,083333 1,25 0 3,333333 0 0,230769 0 0,230769
Hutan Ngagelan 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0,153846 0 0,153846
χ2 hitung
1,461988
10.98
0,349206
1,155
6,814815
3,180288
20,7619
4,444444
0,75
Kesimpulan : Perilaku menelisik bulu dan minum χ2 hitung > χ2tab , maka terima H1 dan tolak H0 Perilaku lainnya χ2 hitung < χ2tab , maka terima Ho dan tolak H1
129
Lampiran 13. Uji Hipotesis Perilaku Merak Hijau di TNB Tabel 42. Frekuensi perilaku merak hijau di TNB Savana Makan
Minum
Berlindung
Berteduh
Tidur
Display
Menelisik bulu
Berjemur
Mandi debu
Betina Jantan Remaja Total Betina Jantan Remaja Total Betina Jantan Remaja Total Betina Jantan Remaja Total Betina Jantan Remaja Total Betina Jantan Remaja Total Betina Jantan Remaja Total Betina Jantan Remaja Total Betina Jantan Remaja Total
28 24 26 78 8 2 5 15 20 3 18 41 10 3 2 15 21 21 21 63 0 61 1 62 8 17 0 25 2 1 1 4 5 0 2 7
Hutan pantai 3 1 1 5 9 3 2 14 1 1 0 2 2 4 1 7 0 0 0 0 0 1 0 1 0 1 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0
Hutan musim 4 2 1 7 0 0 0 0 0 0 0 0 2 0 0 2 0 1 0 1 0 5 0 5 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Evergreen
Total
0 0 2 2 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 2 3 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
35 27 30 92 17 5 7 29 21 4 18 43 14 8 5 27 21 22 21 64 0 67 1 68 8 18 0 26 2 1 1 4 5 0 2 7
130
Tabel 43. Nilai χ2 hitung perilaku di TNB dengan db = 6 dan χtab = 12.59 Savana Makan
Minum
Berlindung
Berteduh
Tidur
Display
Menelisik bulu
Berjemur
Mandi debu
Betina Jantan Remaja Total Betina Jantan Remaja Total Betina Jantan Remaja Total Betina Jantan Remaja Total Betina Jantan Remaja Total Betina Jantan Remaja Total Betina Jantan Remaja Total Betina Jantan Remaja Total Betina Jantan Remaja Total
0,094426 0,053698 0,01256 0,160684 0,071535 0,132874 0,525452 0,72986 0,000909 0,111364 0,072727 0,185 0,634921 0,469444 0,217778 1,322143 0,005208 0,019886 0,005208 0,030303 0 0.000127 0.008539 0.008666 0,012308 0,00547 0 0,017778 0 0 0 0 0 0 0 0
Hutan pantai 0,633602 0,148873 0,243768 1,026243 0,076644 0,142365 0,562984 0,781993 0,009091 1,113636 0,727273 1,85 0,73167 1,78836 0,067725 2,587755 0 0 0 0 0 0 0 0 0,307692 0,136752 0 0,444444 0 0 0 0 0 0 0 0
Hutan musim 0,671207 0,001438 0,720704 1,393348 0 0 0 0 0 0 0 0 0,89418 0,592593 0,37037 1,857143 0,328125 1,252841 0,328125 1,909091 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Evergreen 0,76087 0,586957 2,785507 4,133333 0 0 0 0 0 0 0 0 1,555556 0,013889 3,755556 5,325 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
χ2 hitung
6,713609
1,511853
30.875
11,09204
1,939394
0.008666
0,462222
0
0
Kesimpulan : Perilaku berlindung: χ2 hitung > χ2tab , maka terima H1 dan tolak H0 Perilaku lain: χ2 hitung < χ2tab , maka terima Ho dan tolak H1
131
Lampiran 14. Uji Perilaku Bersuara Merak Hijau Tabel 44. Hasil uji perilaku bersuara merak hijau di TNAP dan TNB Tipe I TNAP
TNB
Pd Penggembalaan Hutan Tanaman Jati Hutan Ngagelan Savana Hutan Pantai Hutan Musim Evergreen
Tipe II
Tipe III
Tipe IV
Tipe V
Tipe VI
18
9
0
1
0
0
28
8 0 26 47 14 8 0 69
6 0 15 10 5 4 0 19
1 0 1 9 2 0 0 11
2 0 3 6 2 0 0 8
2 0 2 18 0 0 0 18
0 0 0 0 2 0 0 2
19 0 47 90 25 12 0 127
15.48936
8.93617
0.595745
1.787234
1.191489
0
10.51064 0
6.06383 0
0.404255 0
1.212766 0
0.808511 0
0 0
48.89764 13.58268 6.519685 0
13.46457 3.740157 1.795276 0
7.795276 2.165354 1.03937 0
5.669291 1.574803 0.755906 0
12.75591 3.543307 1.700787 0
1.417323 0.393701 0.188976 0
0.406944
0.000456
0.595745
0.346758
1.191489
0
2.541392
0.599707 0 1.006651 0.073644 0.012822 0.33611 0 0.422576
0.000672 0 0.001128 0.891468 0.424368 2.707556 0 4.023392
0.87794 0 1.473684 0.186185 0.012627 1.03937 0 1.238182
0.511012 0 0.857769 0.019291 0.114803 0.755906 0 0.89
1.755879 0 2.947368 2.155906 3.543307 1.700787 0 7.4
0 0 0 1.417323 6.553701 0.188976 0 8.16
3.745209 0 6.286601 4.743816 10.66163 6.728706 0 22.13415
Nilai Ei TNAP
TNB
Pd Penggembalaan Hutan Tanaman Jati Hutan Ngagelan Savana Hutan Pantai Hutan Musim Evergreen
Nilai X2 hitung Pd TNAP Penggembalaan Hutan Tanaman Jati Hutan Ngagelan TNB
Savana Hutan Pantai Hutan Musim Evergreen
Kesimpulan : χ2 hitung < χ2tab , maka terima Ho dan tolak H1
132
Lampiran 15. Uji Perilaku Menelisik Bulu dalam Berbagai Perilaku Utama Tabel 45. Uji chi-square perilaku menelisik bulu dalam berbagai perilaku utama display 2 0 0 2 4 0 0 4
10 1 1 12 6 2 0 8
berjemur 3 0 0 3 0 0 0 0
jantan betina remaja
1.407407 0.074074 0.518519
8.444444 0.444444 3.111111
jantan betina remaja
2.72 1.28 0 0.249513 0.074074 0.518519 0.842105 0.602353 1.28 0 1.882353
TNAP
jantan betina remaja
TNB
jantan betina remaja
Nilai Ei TNAP
TNB
Nilai X2 hitung TNAP jantan betina remaja TNB
jantan betina remaja
makan
minum 0 0 0 0 4 3 0 7
berteduh 0 0 6 6 3 3 0 6
bertengger 4 0 0 4 0 0 0 0
2.111111 0.111111 0.777778
0 0 0
4.222222 0.222222 1.555556
2.814815 0.148148 1.037037
5.44 2.56 0
0 0 0
4.76 2.24 0
4.08 1.92 0
0 0 0
0.28655 0.694444 1.43254 2.413534 0.057647 0.1225 0 0.180147
0.374269 0.111111 0.777778 1.263158 0 0 0 0
0 0 0 0 0.121345 0.257857 0 0.379202
4.222222 0.222222 12.69841 17.14286 0.285882 0.6075 0 0.893382
0.499025 0.148148 1.037037 1.684211 0 0 0 0
19 1 7 27 17 8 0 25
5.631579 1.25 16.46429 23.34586 1.067227 2.267857 0 3.335084
Kesimpulan : TNB : χ2 hitung < χ2tab , maka terima Ho dan tolak H1 TNAP : χ2 hitung > χ2tab , maka tolak Ho dan terima H1
133
Lampiran 16. Uji Perilaku Sosial antar Merak Hijau Jantan Tabel 46. Uji perilaku merak hijau jantan vs merak hijau jantan pengusiran
Fight TNAP
Pd Penggembalaan Ht tanaman Ht Ngagelan
TNB
Savana Ht musim Ht pantai Evergreen
Nilai Ei TNAP Pd Penggembalaan Ht tanaman Ht Ngagelan TNB
Savana Ht musim Ht pantai Evergreen
Nilai X2 hitung TNAP Pd Penggembalaan Ht tanaman Ht Ngagelan TNB
Savana Ht musim Ht pantai Evergreen
waspada
netral
1 1 0 2 2 0 0 0 2
1 0 0 1 12 0 0 0 12
0 0 0 0 1 0 0 0 1
0 0 0 0 1 0 0 0 1
1.333333 0.125 0
0.6666667 0.3333333 0
0 0 0
0 0 0
2 0 0 0
12 0 0 0
1 0 0 0
1 0 0 0
0.083333 6.125 0 0
0.1666667 0.3333333 0 0
0 0 0 0
0 0 0 0
44.08333 0 0 0
840.16667 0 0 0
0 0 0 0
0 0 0 0
2 1 0 3 16 0 0 0 16
0.25 6.458333
6.708333 884.25 0
884.25
Kesimpulan : TNAP : χ2 hitung < χ2tab , maka terima Ho dan tolak H1 TNB : χ2 hitung > χ2tab , maka tolak Ho dan terima H1
134