1
STUDI POPULASI TIKUS HUTAN DI TAMAN NASIONAL GUNUNG GEDE PANGRANGO (TNGGP), CIANJUR (Forest Rat Population Studies at National Park Gede Pangrango Mountain (TNGGP), Cianjur) 1.2.3
Ayu Saidah Ali1, Moerfiah2, Sri Wiedarti3 Program Studi Biologi, FMIPA Universitas Pakuan, Bogor ABSTRAK
The research was conducted at three heights in the climbing lane TNGGP is at an altitude of 1300, 1400, and 1500 m above sea level with repetition 3 times. At any height saved 50 mouse traps, then the mice were caught were identified and counted the number of population as the main data. For additional data analysis to create a vegetation sample plots of 30 pieces with a size of 1x1 m were deposited at any altitude, then the identification of further calculated Relative Frequency (FR), Relative Density (KR), and Important Value Index (INP) to determine the relationship between the rats are caught and vegetation obtained. Based on the research results, obtained four types of mice that Rattus tanezumi Rattus tiomanicus, Maxomys bartelsii, and Niviventer cremoriventer. Total population only can be counted on R. tanezumi and R. tiomanicus is 15-59 individuals. As for vegetation analysis obtained under as many as 10 species of plants belonging to 7 families. With INP ranged between 40,33% - 97,07%. Between the undergrowth which dominates the kind of caught mice have no direct relationship, because of the alleged rat natural food is the kind that does not dominate the undergrowth at the research site. Keyword: Rats, vegetation analysis, TNGGP
PENDAHULUAN Indonesia adalah salah satu negara megabiodiversitas, yang memiliki sekitar 701 jenis mamalia (Maharadatunkamsi, 2010). Salah satu jenis mamalia adalah tikus, tikus merupakan hewan mengerat yang lebih dikenal sebagai hama tanaman pertaniandan penyebar penyakit zoonosis (Listiyarini, 2008) tetapi ternyata tidak hanya itu, tikus juga memegang peranan penting dalam rantai makanan (Fajri, 2005),karena keberadaan tikus sebagai hewan yang dimangsa,sehingga penting untuk mengetahui populasi tikus dalam suatu ekosistem agar dapat menjaga kelestarian hewan-hewan sebagai
predator tikus hutan yang dilindungi keberadaannya. Penelitian dilakukan di TNGGP karena penelitian terakhir dilakukan pada tahun 1987 (Departemen Kehutanan, 1999) sehingga perlu dilakukan peninjauan ulang terhadap populasi tikus di TNGGP. Pengenalan rodensia tidak terlepas dari taksonomi dengan mengelompokkan hewan tertentu berdasarkan kesamaan atau keeratan hubungan kekerabatan berdasarkan ciri-ciri tertentu. Menurut Suyanto, 2006anggota famili Muridae (suku tikus-tikusan) di Indonesia ada 171 jenis, untuk di Pulau Jawa sendiri, famili Muridae terdiri dari 10 genus
2
dan 22 jenis. Terdapat beberapa jenis tikus hutan yang ditemukan di Taman Nasional Gunung Gede Pangrango, diantarnya: Bandicota indica, Kadarsanomys sodyi, Leopoldamys sabanus, Maxomys bartelsii, Mus vulcani, Niviventer cremoriventer, Niviventer fulvescens, Niviventer lepturus, Rattus exulans, Rattus tiomanicus, Rattus tanezumi. METODE PENELITIAN Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari sampai Maret 2014 Di Taman Nasional Gunung Gede Pangrango. Penelitian dilaksanakan pada jalur pendakian Taman Nasional Gunung Gede Pangrango, pada ketinggian 1300 m dpl yang dimulai pada HM 04, ketinggian 1400 m dpl pada HM 08, dan ketinggian 1500 m dpl pada titik HM 12. Parameter yang diamati yaitu terdiri dari parameter utama dan parameter tambahan. Parameter utama yang diamati yaitu jumlah dugaan populasi tikus hutan dengan cara pengamatan langsung. Metode yang digunakan adalah metode Schnabel (Soegianto, 1994) yang digunakan untuk menduga ukuran populasi dari suatu spesies hewan yang bergerak cepat. Pada setiap ketinggian dipasang sebanyak 50 perangkap dengan jarak antar perangkap yaitu 10 meter, dilakukan 3 kali pengulangan pada ketinggian 1300, 1400, 1500 m dpl dan penyimpanan perangkap pada setiap ulangan disimpan selama 2 hari. Tikus yang tertangkap dalam trap diidentifikasi dan diberi tanda dengan menggunting jari kukunya untuk kemudian dilepas kembali. Dengan cara ini besarnya populasi dapat
diduga.Menurut Sudrajat, 2005 menyatakan bahwa waktu pemasangan perangkap dilakukan pada sore hari (pukul 16.00 WIB) karena diperkirakan jenis tikus hutan mempunyai aktivitas pada malam hari. Setelah itu dilakukan pemeriksaan perangkap pagi harinya (pukul 07.30 WIB). Data yang diperoleh dianalisis dengan analisis sebagai berikut (Soegianto, 1994) : 1. Untuk menghitung besarnya populasi menggunakan rumus:
Keterangan: N: besarnya nilai populasi Mi: jumlah total hewan yang tertangkap periode ke i ditambah periode sebelumnya, ni: jumlah hewan yang tertangkap pada periode i, Ri: jumlah hewan yang tertangkap kembali pada periode ke i 2. Untuk mengetahui besarnya kepadatan populasi menggunakan rumus: Keterangan: D: kepadatan populasi N: besarnya nilai populasi A: luas wilayah Parameter tambahan yang diamati yaitu, analisis vegetasi untuk mengetahui hubungan antara tikus dengan tumbuhan bawah yang diduga sebagai pakan alami tikus, dengan membuat petak contoh sebanyak 30 buah dengan ukuran 1x1 m pada setiap ketinggian.
3
Data yang diperoleh dianalisis dengan analisis sebagai berikut (Fachrul, 2007) : a.
Frekuensi Relatif (FR)
Frekuensi mutlak suatu jenis FR suatu jenis= Frekuensi mutlak seluruh jenis b.
x 100%
Kerapatan Relatif (KR)
Kerapatan mutlak suatu jenis KR suatu jenis= x 100% Kerapatan mutlak seluruh jenis c.
Indeks Nilai Penting (INP) = Kerapatan Relatif (KR) + Frekuensi Relatif (FR)
HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Jenis-Jenis Tikus yang Tertangkap Jenis-jenis tikus yang berhasil ditangkap selama penelitian di jalur pendakian Taman Nasional Gunung Gede Pangrango pada ketinggian 1300-1500 m dpl terdiri dari 3 genus yaitu Rattus, Niviventer, dan Maxomys. Jenis-jenis yang tertangkap yaitu Rattus tiomanicus, Rattus tanezumi, Niviventer cremoriventer, dan Maxomys bartelsii. Jenis Tikus Rattus tanezumi Rattus tiomanicus Niviventer cremoriventer Maxomys bartelsii
Ketinggian 1300 m dpl 1400 m dpl 1500 m dpl 1300 m dpl 1400 m dpl 1500 m dpl 1300 m dpl 1400 m dpl 1500 m dpl 1300 m dpl 1400 m dpl 1500 m dpl
Jumlah Tikus 26 ekor 16 ekor 14 ekor 16 ekor 38 ekor 12 ekor 4 ekor 5 ekor 2 ekor -
Keterangan : ( - ) Tidak ada tikus yang tertangkap
Jenis tikus yang bisa dihitung jumlah populasinya hanya pada jenis Rattus tanezumi dan Rattus tiomanicus, hal ini dikarenakan tikus jenis lain yang tertangkap tidak ada yang tertangkap kembalidan tidak memenuhi untuk rumus perhitungan jumlah populasi. Tingginya jenis Rattus tanezumi dan Rattus tiomanicus yang tertangkap ini didukung oleh keberadaan pakan yang memadai seperti sisa makanan yang dibuang para pengunjung yang menuju kawasan wisata curug ataupun para pendaki yang menuju puncak Gunung Gede Pangrango yang melewati jalur pendakian, faktor yang lain yaitu sedikitnya jumlah predator alami tikus seperti burung hantu, elang dan ular, dan didukungnya dengan daya reproduksi tikus yang lebih cepat dan tinggi dibandingkan dengan predator alaminya, menyebabkan populasi tikus semakin meningkat (Anita, 2003). 2. Perbandingan Populasi Perbandingan Populasi Rattus tanezumi 44 22
15
Rattus tiomanicus 59
24 20
1300 m 1400 m 1500 m dpl dpl dpl
Populasi jenis Rattus tanezumi yang mendominasi pada ketinggian 1300 m dpl karena pada lokasi penyimpanan perangkap banyak terdapat pohon tumbang sebagai salah satu tempat berlindung untuk tikus, karena tikus jenis tersebut bersifat terrestrial (Suyanto, 2006). Sedangkan pada ketinggian 1400 m
4
dpl tikus yang mendominasi adalah jenis Rattus tiomanicus, hal ini dikarenakan pada ketinggian 1400 m dpl kondisi vegetasinya terdiri dari semak belukar sebagai habitat alami tikus jenis Rattus tiomanicus dalam mencari makan (Suyanto, 2006), selain itu didukungnya dengan adanya tiga strata tajuk (Ramdani, 2008) sehingga memungkinkan banyaknya tertangkap jenis Rattus tiomanicus yang bersifat arboreal. Menurut Supriyati, 2013 menyatakan bahwa tingginya populasi jenis Rattus tiomanicus dan Rattus tanezumi ini dikarenakan jenis-jenis tersebut merupakan tikus yang kosmopolit dan memiliki daya adaptasi yang tinggi. Sedangkan pada ketinggian 1500 m dpl tidak banyak jenis tikus yang tertangkap, hal ini dikarenakan pada ketinggian tersebut didominasi oleh jenis curut babi (Hylomis suilus) yang termasuk ordo insektivora. 3. Perbandingan Populasi
Kepadatan
Perbandingan Kepadatan Populasi Rattus tanezumi
Rattus tiomanicus 393
286 140
93
153 127
1300 m 1400 m 1500 m dpl dpl dpl
Kepadatan populasi tikus jenis Rattus tanezumi dan Rattus tiomanicus per ha berbeda-beda pada setiap ketinggian. Tetapi kepadatan populasi kedua jenis tikus tersebut tampaknya terlihat pebedaannya, karena nilai kepadatan populasi setiap ketinggian ada yang tergolong
kepadatan tinggi dan ada juga yang tergolong kepadatan sangat tinggi. Populasi satwa yang tergolong famili Muridae dikatakan mempunyai kepadatan tinggi bila jumlah individu per ha adalah 66 sampai dengan 118 ekor (French et al. 1995). 4. Distribusi Kelas Umur Ketinggian
Dewasa
Jumlah
1300 m dpl
AnakAnak N (%) 7 (27)
N (%) 19 (73)
N (%) 26 (100)
1400 m dpl
2 (12,5)
14 (87,5)
16 (100)
1500 m dpl
0 (0)
14 (100)
14 (100)
Jumlah
9 (16)
47 (84)
56 (100)
Ketinggian
AnakAnak N (%)
Dewasa
Jumlah
N (%)
N (%)
1300 m dpl
5 (31,25)
16 (100)
1400 m dpl 1500 m dpl Jumlah
3 (8) 2 (17) 10 (15)
11 (68,75) 35 (92) 10 (83) 56 (85)
38 (100) 12 (100) 66 (100)
Pengamatan mengenai distribusi kelas umur populasi Rattus tanezumi selama penelitian memberikan gambaran bahwa populasi Rattus tanezumi didominasi oleh kelas umur dewasa (84%) sedangkan kelas umur anak-anak (16%). Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Raharjo, 2012 yang menyatakan bahwa distribusi kelas umur dewasa dari populasi Rattus tanezumi mendominasi dibandingkan dengan distribusi kelas umur anakanak, yaitu sebesar 70,93%. Keadaan yang hampir sama ditunjukkan pada distribusi kelas umur pada populasi Rattus tiomanicus, selama penelitian menunjukkan hasil bahwa persentase dewasa lebih besar daripada persentase anak-anak. Sebesar 85% untuk dewasa dan sebesar 15% untuk anak-anak.
5
5. Sex Ratio
6. Analisis Vegetasi
Jenis Tikus
Rattus Tanezumi
Ketinggian
Betina
Jantan
Jumlah
Sex ratio
1300 m dpl
15 (58%)
11 (42%)
26
3:2
1400 m dpl
12 (75%)
4 (25%)
16
3:1
1500 m dpl
8 (57%)
6 (43%)
14
Jenis Tikus
Rattus Tiomanicus
Ketinggian
Betina
Jantan
Jumlah
10 (62,5%) 20 (53%) 8 (67%)
6 (37,5%) 18 (47%) 4 (33%)
16
1300 m dpl 1400 m dpl 1500 m dpl
Familia
Spesies
Jumlah Individu per Ketinggian (m dpl)
Araceae
Homolomena cordata
1300 14
1400 10
1500 5
Schismatoglottis calyptrata
9
2
-
Melastomatac eae Zingeberaceae
Melastoma candidum
11
20
7
Hornstedtia scyphifera
8
-
-
Athyriaceae
Diplazium esculentum
12
4
-
Thelypteridac eae
Christella dentata
9
11
-
4:3
Sex ratio 5:3
38
3:2
12
2:1
Persentase jantan dan betina jenis tikus Rattus tanezumi maupun jenis tikus Rattus tiomanicus menunjukkan bahwa jumlah individu betina selalu lebih banyak daripada jumlah individu jantan pada setiap ketinggian. Sesuai penelitian yang dilakukan oleh Supriyati (2013), menunjukkan bahwa persentase tikus betina yang tertangkap lebih banyak dari tikus jantan, yaitu persentase betina sebesar 60,61%.Priyambodo, 2006 menyatakan bahwa tikus berjenis kelamin betina lebih sering berada di luar sarang untuk mencari makan bagi anak-anaknya, sedangkan jantan lebih sering berada di sarang untuk mempertahankan daerahnya, sehingga pada penelitian lebihbanyak tikus betina yang tertangkap.
Angiopteris apecta
5
-
-
Poaceae
Oplismenus aemulus
21
8
3
Acanthaceae
Centothecal appacea Strobilanthes crispus
7 13
12 18
15 24
Keterangan : (-) Tidak ada tumbuhan bawah Terdapat 5 jenis tumbuhan bawah yang ditemukan di ketiga lokasi penelitian, yaitu Homolomena cordata, Melastoma candidum, Oplismenus aemulus, Centothecal appacea, dan Strobilanthes crispus. Jenis tumbuhan bawah yang ditemukan pada setiap ketinggian berbeda-beda. Perbedaan jumlah jenis tumbuhan ini, menunjukkan bahwa beberapa jenis tumbuhan bawah tersebut hanya mampu beradaptasi dengan lingkungan yang ada di masing masing ketinggian. Hal ini sesuai dengan pendapat Maisyaroh (2010) bahwa setiap jenis tumbuhan mempunyai suatu kondisi minimum, maksimum dan optimum terhadap faktor lingkungan yang ada, serta ketahanan hidup terhadap berbagai kondisi lingkungan.
6
7. Frekuensi, Kerapatan dan Indeks Nilai Penting (INP) TumbuhanBawah Lokasi Penelitian
1300 dpl
m
Jenis Tumbuhan Bawah Homolomenacor data
Jumlah
14
13,49
12,43
25,92
Schismatoglottis calyptrata
9
7,93
8,10
16,03
Melastomacandi dum Hornstedtiascyp hifera Diplaziumescule ntum Christelladentata
11
5,56
9,72
15,28
8
10,31
7,02
17,33
12
7,9
10,81
18,71
9
10,31
8,10
18,41
Angiopterisapect a Oplismenus aemulus Centothecalappa cea Strobilanthes crispus
5
2,38
4,32
6,7
21
21,42
18,91
40,33
Jumlah Lokasi Penelitian
1400 dpl
m
INP (%)
7
7,9
6,21
14,11
13
10,31
11,62
21,93
100
100
100
Jenis Tumbuhan Bawah Homolomenacor data
Jumlah
FR (%)
KR (%)
INP (%)
10
8,26
11,78
20,04
Schismatoglottis calyptrata
2
2,47
2,14
4,61
Melastomacandi dum Diplaziumescule ntum Christelladentata
20
22,31
23,57
45,88
4
5,78
4,64
10,42
11
14,04
12,85
26,89
Oplismenus aemulus Centothecalappa cea Strobilanthes crispus
8
5,78
9,28
15,06
12
16,52
14,28
30,8
18
24,79
21,42
46,21
85
m
KR (%)
112
Jumlah
1500 dpl
FR (%)
100
100
Homolomenacor data
5
100 15,87
8,93
24,8
Melastomacandi dum Oplismenus aemulus Centothecalappa cea Strobilanthes crispus
7
11,11
12,84
23,95
3
4,76
5,58
10,34
15
15,87
27,93
43,8
24
52,38
44,69
97,07
100
200
Jumlah
54
Keterangan :
= nilai tertinggi KR
= nilai tertinggi INP
= nilai tertinggi FR
100
Dari hasil penelitian diketahui bahwa jenis yang mempunyai Indeks Nilai Penting (INP) tertinggi di ketinggian 1300 m dpl adalah Oplismenus compositus dengan nilai INP sebesar 40,33%. Pada Ketinggian 1400 m dpl adalah Melastoma candidum dengan INP sebesar 45,88%. Pada Ketinggian 1500 m dpl adalah Strobilanthes crispus dengan nilai INP sebesar 97,07%. Perbedaan
tumbuhan yang mendominasi pada suatu ketinggian dikarenakan kurangnya kemampuan suatu tumbuhan untuk beradaptasi dan persaingan antar tumbuhan untuk berkompetisi membuat beberapa jenis tumbuhan bawah ini kurang mampu tumbuh dan berkembangbiak secara optimal. Hal ini sesuai dengan pendapat Indriyanto (2008) bahwa persaingan antar jenis tumbuhan disebabkan masing–masing tumbuhan mencoba menempati suatu wilayah ekologi yang sama, yang mengakibatkan jenis yang tahan bersainglah yang dapat bertahan hidup untuk tumbuh dan berkembang. Hubungan antara keberadaan tumbuhan bawah yang mendominasi di lokasi penelitian dengan jenis tikus yang tertangkap tidak memiliki hubungan secara langsung, karena pakan alami yang diduga sebagai pakan alami tikus adalah jenis tumbuhan bawah yang tidak mendominasi di lokasi penelitian. Kecuali pada ketinggian 1300 m dpl yang didominasi Oplismenus aemulus yang diduga sebagai pakan tikus. Tikus memakan jenis tumbuhan seperti tunas, umbi, dan rumput. Jenis umbi yang terdapat di lokasi penelitian seperti jenis Hornstedtia scyphifera, Homolomena cordata, dan Schismatoglottis calyptrata sedangkan jenis rumput yang terdapat di lokasi penelitian yaitu Oplismenus aemulus dan Centothecal appacea. Walaupun jenis pakan alami tikus bukan merupakan tumbuhan yang mendominasi di lokasi penelitian, tetapi tikus juga bisa memakan beberapa jenis serangga karena tikus merupakan hewan omnivora. Selain itu, jenis tikus yang tertangkap juga bisa diindikasikan memakan sisa
7
makanan yang dibawa oleh para pengunjung yang melewati jalur pendakian baik pendaki yang menuju puncak Gunung Gede Pangrango maupun pengunjung yang menuju kawasan wisata Curug Cibeureum, hal ini terutama untuk jenis tikus yang komensal yaitu Rattus tanezumi dan Rattus tiomanicus (Supriyati, 2013). SIMPULAN Dari hasil penelitian dapat disimpulkan : 1. Jenis-jenis tikus yang tertangkap selama penelitian di jalur pendakian Taman Nasional Gunung Gede Pangrango pada ketinggian 1300 m dpl, 1400 m dpl dan 1500 m dpl adalah Rattus tiomanicus, Rattus tanezumi, Niviventer cremoriventer, dan maxomys bartelsii. 2. Pendugaan Populasi Rattus tanezumi memiliki nilai tertinggi pada ketinggian 1300 m dpl sebesar 44 individu/1500 m2, sedangkan untuk populasi Rattus tiomanicus paling tinggi pada ketinggian 1400 m dpl sebesar 59 individu/1500 m2. 3. Kepadatan populasi Rattus tanezumi memiliki nilai tertinggi pada ketinggian 1300 m dpl sebesar 286 individu/ha, sedangkan untuk populasi Rattus tiomanicus paling tinggi pada ketinggian 1400 m dpl sebesar 393 individu/ha. 4. Struktur umur populasi Rattus tanezumi adalah sebagai berikut, dewasa 84%, anak-anak 16%. Sedangkan struktur umur populasi Rattus tiomanicus sebesar 85% untuk dewasa dan 15% untuk anak-anak.
5. Perbandingan antara betina dan jantan pada Rattus tanezumi yaitu 63%:37% atau 3:2 dan pada Rattus tiomanicus sebesar 61%:39% atau 3:2. 6. Jenis tumbuhan yang paling mendominasi pada ketinggian 1300 m dpl adalah Oplismenus composites, pada ketinggian 1400 m dpl adalah Melastoma candidum, dan pada ketinggian 1500 m dpl adalah Strobilanthes crispus. SARAN Populasi jenis-jenis tikus di jalur pandakian Gunung Gede Pangrango perlu dipelajari lebih lanjut, terutama dalam hubungannya dengan populasi satwa predator tikus. Sistem pemangsaan mempunyai peranan penting dalam dinamika populasi satwa yang hidup di suatu kawasan konservasi, khususnya di Taman Nasional Gunung Gede Pangrango. DAFTAR PUSTAKA Anita, C.H. 2003. Tikus Sawah dan Cara Pengendaliannya. Fakultas Biologi:UGM. Artikel Agricultures. Hlm. 10-15 Departemen Kehutanan. 1995. Laporan Sementara Penyusunan Desain Lansekap Taman Nasional Gunung Gede Pangrango. Departemen Kehutanan: Cianjur. Hlm. 4-7. Departemen Kehutanan. 1999. Laporan Kegiatan Balai Taman Nasional Gunung Gede Pangrango.
8
Departemen Kehutanan. Hlm: 3-7. Fachrul, F.M. 2007. Metode Sampling Bioekologi. Jakarta: Bumi Aksara. Hal : 29 - 45. Fajri, M. 2005. Eksplorasi Tikus Hutan Pada Ekosistem Dipterocarpacacea Di Lubuk Baji Taman Nasional Gunung Palung Kalimantan Barat. Laporan Peneliti Balai Besar Penelitian Dipterokarpa. Samarinda: Kalimantan Timur. French, N. R., D.M. Stoddart and B.Bobek. 1995. Patterns of Demography in Small Mammals Population. International Biological Programme 5. Cambridge University Press: London. Indriyanto. 2008. EkologiHutan. Jakarta: BumiAksara. Listiyarini, I., Martini., dan Sayono. 2008. Survei Kepadatan Tikus Di Pasar Paterongan Dan Pasar Wonodri Semarang. Thesis Universitas Muhammadiyah Semarang. Maharadatunkamsi. 2010. Laporan Akhir Program Insentif Peneliti Dan Perekayasa LIPI. Lipi: Bogor. Maisyaroh, W. 2010. Stuktur Komunitas Penutup Tanah di Taman Hutan Raya R. Soerjo Cangar, Malang. Jurnal Pembangunan dan Alam Lestari. 1(1): 1-8. Raharjo, J., dan T. Ramadhani. 2012. Studi Kepadatan Tikus dan Ektoparasit (Fleas) Pada Daerah Fokus dan Bekas
Pes. Universitas Soedirman: Purwokerto. Prosiding Seminar Nasional Kesehatan. Ramdani, C. 2008. Strategi Pengembangan Wisata Alam Taman Nasional Gunung Gede PangrangoCibodasCianjur, Jawa Barat. Tesis. Fakultas Sains dan Teknologi: UIN Syarif Hidayatullah. Soegianto, A. 1994. Ekologi Kuantitatif Metode Analisis Populasi Komunitas. Usaha Nasional: Surabaya. Hlm. 33-37. Sudrajat, C. 2005. Komposisi Jenis Tikus di Resort Hutan KPS Cibodas Taman Nasional Gunung Gede Pangrango, Jawa Barat. Jurnal Ekologia. Vol. 5. No. 1. Hlm. 17-19. FMIPAUNPAK:Bogor. Supriyati, D., dan A. Ustiawan. 2013. Species Tikus, Cecurut, Dan Pinjal yang Ditemukan di Pasar Kota Banjarnegara Kabupaten Banjarnegara. Universitas Diponegoro: Semarang. Jurnal Balaba. Vol.9 No.02. Hlm. 39-46. Suyanto, A. 2006. Rodent di Jawa. Puslit LIPI: Bogor. Hlm. 498.