Komunisme Cina Republik Cina yang didirikan oleh Sun Yat-sen dan para pengikutnya tumbuh dengan lambat. Kaum revolusioner ini kekurangan tentara, dan kekuasaan Yuan Shikai mulai melampaui kekuasaan parlemen. Yuan bahkan merevisi konstitusi sesuai dengan kehendaknya dan menjadi diktator. Pada bulan Agustus 1912 sebuah partai politik baru didirikan oleh Song Jiaoren (1882-1913), salah satu kawan dekat Sun. Partai yang bernama Guomindang (Kuomintang dalam Wade-Gilles atau KNIT — Partai Rakyat Nasional, sering pula disebut sebagai Partai Nasionalis) ini adalah gabungan dan sejumlah kelompok politik, termasuk di dalamnya Tongmeng Hui. Dalam pemilu nasional yang diselenggarakan pada bulan Februari 1913 untuk parlemen dua-kamar yang baru, Song berkampanye melawan pemerintahan Yuan dan partainya memenangkan mayoritas kursi. Karena marah, Yuan kemudian membunuh Song pada bulan Marct 1913 dan mempersiapkan pembunuhan beberapa jenderal prorevolusioner lainnya. Akibat tindakannya ini, ketidaksenangan kepada Yuan mulai meningkat. Pada musim pangs 1913 tujuh provinsi utara memberontak kepada Yuan. Ketika pemberontakan mereka ditekan, Sun dan beberapa pendukung utamanya kabur ke Jepang. Pada bulan Oktober 1913 parlemen dipaksa mengangkat Yuan sebagai presiden Republik Cina. Pada bulan November 1913 Yuan Shikai memerintahkan pembubaran Guomindang dan pengusiran anggota-anggotanya dari parlemen. Dalam beberapa bulan berikutnya, ia membekukan parlemen dan majelis-mejelis provinsi serta memaksakan diundangkannya sebuah konstitusi baru yang akan membuatnya jadi presiden seumur hidup. Namun demikian, ambisi Yuan masih saja belum terpuaskan; bahkan pada akhir tahun 1915 ia mengatakan akan membangkitkan kembali kekuasaan monarki. Akibatnya, pemberontakan kembali meluas dan sejumlah provinsi menyatakan kemerdekaan mereka. Tidak kuat menahan be-ban dengan adanya perlawanan di setiap sudut negeri dan perpecahan bangsa menjadi faksi-faksi panglirna perang, ditambah lagi pembangkangan para perwiranya, akhirnya Yuan meninggal pada bulan Juni 1916.
Universitas Gadjah Mada
1. Kekuatan Nasionalis dan Munculnya Komunisme di Cina Setelah kematian Yuan Shikai, aliansi-aliansi panglima perang regional saling bertempur untuk memperebutkan kekuasaan di Beijing. Padahal pada scat yang sama Cina juga tengah menghadapi ancaman dan Jepang. Ketika Perang Dunia I pecah pada tahun 1914, Jepang berpihak kepada Sekutu dan mengambil alih kedudukan Jerman di Provinsi Shandong. Pada tahun 1915 Jepang mengajukan apa yang disebut Dua Puluh Sam permintaan, yang nantinya akan menjadikan Cina sebagai protektorat Jepang. pemerintahan Beijing menolak beberapa poin permintaan Jepang itu, tetapi tidak dapat bertahan atas kehendak kuat Jepang untuk tetap mempertahankan daerah Shandong dalam penguasaannya. Beijing juga terpaksa mengakui kewenangan Tokyo atas Manchuria selatan dan Mongolia Dalam sebelah timur. Pada tahun 1917, melalui sejumlah komunike rahasia, Inggris, Perancis, dan Itali membenarkan klaim Jepang tersebut dengan maksud agar Jcpang mau melakukan serangan taut terhadap Jerman. Pada tahun 1917 Cina menyatakan perang kepada Jerman dengan harapan agar provinsi-provinsinya yang hilang (berada di bawah kontrol Jepang) dapat kembali. Namun demikian, pada tahun 1918 pemerintahan Beijing menandatangani sebuah kesepakatan rahasia dengan Jepang yang pada intinya berupa pengakuan terhadap klaim Jepang atas Shandong. Ketika konferensi perdamaian Paris 1919 menegaskan klaim tersebut sehingga dengan sendirinya `pengkhianatan' Cina terbuka luas, reaksi internal pecah. Pada tanggal 4 Mei 1919 para mahasiswa mengadakan demonstrasi besar-besaran menentang pemerintahan Beijing dan Jepang. Dengan semangat politik aktivis mahasiswa dan intelektual reformis bergabung membentuk gerakan massal kebangkitan nasional yang kemudian dikenal scbagai Gerakan 4 Mei 1919. Lingkungan dan suasana intelektual yang melingkupi lahirnya Gerakan 4 Mei dikenal sebagai Gerakan Kebudayaan Baru, yang berlangsung dari tahun 1917 sampai dengan 1923. Demonstrasi mahasiswa 4 Mei 1919 adalah poin tertinggi Gerakan Kebudayaan Baru (dua terma ini dapat saling menggantikan satu sama lain). Para mahasiswa kembali dari luar negeri untuk kemudian menerapkan teori-teori sosial dan politik dalam cara yang bervariasi, mulai dari pem-Barat-an Cina sampai dengan sosialisme yang kelak akan diadopsi oleh penguasa komunis Cina. Gerakan Empat Mei membantu bangkitnya kembali upaya-upaya revolusioner kaum republikan. Pada tahun 1917 Sun Yat-sen menjadi komandan tentara musuh pemerintahan militer di Guangzhou dan bekerja sama dengan beberapa panglima
Universitas Gadjah Mada
perang selatan. Di bulan Oktober 1919 Sun mendirikan kembali Guomindang untuk melawan pemerintahan Beijing. Yang terakhir ini, di bawah kekuasaan para panglima perang, tetap mempertahankan legitimasi dan hubungannya dengan Barat. Pada tahun 1921 Sun diangkat menjadi presiden pemerintahan selatan. Dia menghabiskan waktu-waktu terakhirnya dengan mencoba mengkonsolidasikan rezimnya dan mencapai kesatuan utara. Upayanya untuk memperoleh bantuan dari negara-negara demokrasi Barat ditolak sehingga kemudian ia harus berpaling ke Uni Soviet yang bare saja mengalami revolusi besar. Soviet berusaha menjadi teman kaum revolusioner Cina dengan menawarkan serangan yang brutal terhadap cirnperialisme Barat'. Namun demi kepantasan politik, Soviet melancarkan politik ganda yang mendukung baik Sun maupun Partai Komunis Cina (PKC) yang baru didirikan. Soviet mengharapkan adanya konsolidasi antara keduanya, namun juga siap bila hams memenangkan salah satu pihak. Dalam konteks inilah perebutan kekuasaan di Cina dimulai antara kaum Nasionalis melawan kaum Komunis. Di tahun 1922 aliansi Guomindang dan para panglima perang di Guangzhou pecah, dan Sun melarikan diri ke Shanghai. Sun kemudian memandang perlunya mendapatkan bantuan Soviet demi pergerakannya. Di tahun 1923 sebuah kesepakatan bersama yang ditandatangani oleh Sun dan perwakilan Soviet di Shanghai menyetujui bantuan Soviet bagi unifikasi nasional Cina. Para penasihat Soviet — yang paling terkemuka dan mereka adalah agen Komintern Mikhail Borodin — mulai berdatangan ke Cina pada tahun 1923 untuk membantu reorganisasi dan konsolidasi Guomindang sesuai dengan garis Partai Komunis Uni Soviet (PKUS). PKC diinstruksikan oleh Komintem untuk bekerja sama dengan Guomindang, bahkan anggota PKC dibolehkan bergabung dengan Guomindang dengan tetap mempertahankan identitas partai mereka. PKC masih merupakan partai kecil waktu itu; anggotanya hanya berjumlah 300 orang di tahun 1923 dan 1500 orang pada tahun 1925. Sementara itu, pada tahun 1922 Guomindang telah mempunyai 150 ribu anggota. penasihat Soviet juga membantu kaum Nasionalis membentuk sebuah lembaga politik untuk melatih para propagandis dalam teknik-teknik mobilisasi yang luas. Pada tahun 1923 Guornindang mengirim Chiang Kai-shek (Jiang Jeishi dalam pinyin), salah satu letnan Sun dari masa Tongmeng Hui, untuk belajar studi milker dan politik selama beberapa bulan di Moskow. Setelah Chiang kembali pada akhir tahun 1923, ia turut ambil bagian dalam pendirian Akademi Militer Whampoa (Huangpu) di luar kota Guangzhou, yang juga menjadi tempat kedudukan
Universitas Gadjah Mada
pemerintah di bawah aliansi Guomindang dan PKC. Pada tahun 1924 Chiang menjadi kepala akademi dan mulai membangun keunggulan untuk kemudian menggantikan Sun sebagai ketua Guomindang dan pemersatu seluruh Cina di bawah pemerintahan nasionalis sayap kanan. Sun Yat-sen meninggal karena kanker pada bulan Maret 1925 di Beijing, namun gerakan Nasionalis yang didirikannya telah memperoleh momentum yang baik. Selama muslin panas 1925, Chiang selaku komandan Tentara Revolusioner Nasional menjalankan Ekspedisi Utara melawan para panglima perang utara. Dalam sembilan bulan, setengah wilayah Cina telah berhasil dikuasai kaum Nasionalis. Namun, di awal tahun 1926 Guomindang terpecah menjadi faksi sayap kid dan sayap kanan; belum lagi blok Komunis di dalamnya juga berkembang. Di bulan Maret 1926, setelah menggagalkan usaha penculikan terhadap dirinya, Chiang secara kasar mengusir para penasihat Sovietnya, membatasi partisipasi anggota PKC di kepemimpinan puncak, dan muncul sebagai pemimpin terkemuka Guomindang. Uni Soviet, yang masih berharap dapat mencegah perselisihan antara Chiang dan PKC, memerintahkan aktivis-aktivis bawah tanah Komunis untuk turut serta memfasilitasi Ekspedisi Utara, yang terns dilanjutkan oleh Chiang dari Guangzhou pada Juli 1926. Di awal tahun 1927 permusuhan Guomindang dan PKC mengarah pada perpecahan kaum revolusioner. PKC dan faksi sayap kid Guomindang telah memutuskan untuk memindahkan kedudukan pemerintahan Nasionalis dad Guangzhou ke Wuhan. Namun Chiang, yang Ekspedisi Utara-nya terbukti berhasil, merapatkan barisan untuk menghancurkan aparat PKC Shanghai dan membentuk suatu pemerintahan yang antikomunis di Nanjing pada bulan April 1927. Dengan kejadian ini maka ada tiga ibukota di Cina: rezim panglima perang yang mendapatkan pengakuan internasional di Beijing, rezim Komunis dan sayap kid Guomindang di Wuhan, dan rezim militer-sipil sayap kanan di Nanjing. Nanjing tetap menjadi ibukota Nasionalis sampai dengan dekade bedkutnya. Usaha Komintern tampaknya mengalami kegagalan. Sebuah kebijakan bare kemudian dibuat dengan menyeru PKC untuk menggerakkan huru-hara di daerah perkotaan maupun pedesaan sebagai persiapan untuk naiknya sebuah gerakan revolusi. Usahausaha yang dijalankan kaum Komunis untuk mengambil alih kotakota seperti Nanchang, Changsa, Shantou, dan Guangzhou serta pcmberontakan bersenjata para petani di Provinsi f lunan — dikenal sebagai Pemberontakan Panen Musim Gugur — ternyata ternyata tidak berhasil. pemberontakan Panen Musim
Universitas Gadjah Mada
Gugur ini dipimpin oleh Mao Zedong (1893-1976) yang kelak menjadi ketua PKC, kepala negara Republik Rakyat Cina (RRC), dan tokoh terbesar sepanjang sejarah Cina Komunis. Mao sendiri berasal dari keluarga petani dan salah satu pendiri PKC. Di pertengahan tahun 1927, kaum Komunis berada pada kesulitan. Mereka dikeluarkan dari Wuhan oleh sekutu sayap kin Guomindang, yang kemudian dijatuhkan oleh sebuah rezim militer. Pada tahun 1928 seluruh Cina dapat dikatakan telah berada di bawah kontrol Chiang, dan pemerintahan Nanjing segera menerima pengakuan internasional sebagai satu-satunya pemerintah Cina yang sah. Pemerintah Nasionalis kemudian mengumumkan bahwa berkenaan dengan rumusan Sun Yat-sen tentang tiga tahap revolusi — unifikasi militer, perwalian politik, dan demokrasi konstitusional — Cina telah mencapai akhir tahap pertama dan akan memulai yang kedua di bawah arahan Guomindang. Dekade
1928-1937
adalah
masa-masa
konsolidasi
dan
kemajuan
Guomindang. Beberapa konsesi dan hak istimewa bagi orang asing lalu diperingan melalui
diplomasi.
pemerintah
bertindak
dengan
penuh
semangat
untuk
memodernkan sistem hukum, menstabilkan harga, mengangsur utang, memperbaiki sistem perbankan dan mata uang, membangun jalan kereta api dan jalan raya, mengembangkan fasilitas-fasilitas kesehatan publik, membuat undang-undang antinarkotik, serta memperbesar produksi industri dan pertanian. I,angkah penting juga dijalankan di bidang pendidikan, di antaranya program untuk mempopulerkan bahasa nasional dan mengatasi perbedaan dialek, dengn tujuan membantu usaha menyatukan masyarakat Cina. pengadaan fasilitas-fasilitas komunikasi yang lugs mendorong lebih jauh perasaan bersatu dan bangga orang-orang Cina. 2. Bangkitnya Kaum Komunis, Perang Cina-Jepang, dan Berdirinya RRC Komunisme sebenarnya sudah dikenal di Cina sejak Perang Dunia I, meskipun kurang populer. Baru setelah Revolusi Bolshevik 1917 di Rusia, para intelektual Cina mulai meliriknya. intelektual Cina, yang kecewa terhadap demokrasi Barat yang imperalis, melihat revolusi Lenin sebagai solusi yang relevan bagi Cina. Perkembangan komunisme di Cina berawal dari kelompok studi Marxisme di Universitas Nasional Beijing (Beida) bentukan I.i Dazhao. Anggotanya adalah para mahasiswa, termasuk seorang asisten pustakawan bernama Mao Zedong. Awalnya kelompok studi ini lebih tertarik pada cars melancarkan revolusi daripada teori-teori Marais. Kelompok inilah yang kemudian menjadi cikal bakal Partai Komunis Cina yang berdiri pada tanggal 1 Juli 1921.
Universitas Gadjah Mada
Mao Zedong, yang telah menjadi seorang Marais saat munculnya Gerakan 4 Mei, memiliki keyakinan sangat besar akan potensi revolusioner kaum petani. Dia mengusulkan agar revolusi di Cina lebih berpusat pada mereka ketimbang kaum proletar urban sebagaimana disarankan oleh teoritisi Marxis-Leninis ortodoks. Terlepas dari kegagalan Pemberontakan Panen 1927, Mao terus bekerja di antara para petani Hunan. Tanpa takut akan sanksi dan pusat PKC di Shanghai, Mao mulai mendirikan sejumlah soviet (pemerintahan lokal yang diatur kaum Komunis) berbasis-petani sepanjang perbatasan provinsi-provinsi Hunan dan Jiangxi. Dalam kolaborasinya bersama komandan militer Zhu De (1886-1976), Mao mengubah petani lokal menjadi sebuah kekuatan gerilya. Pada musim dingin 1927-1928, tentara gabungan "pekerja dan petani" ini telah memiliki sepuluh ribu anggota pasukan. Prestise
Mao
semakin
kokoh
setelah
gagalnya
pemberontakan-
pemberontakan urban yang diarahkan oleh Komintern. Di akhir tahun 1931 is memproklamasikan berdirinya Republik Soviet Cina di provinsi Jiangxi. Politbiro PKC yang berorientasi Soviet datang ke Jiangxi atas undangan Mao, namun dengan maksud tersembunyi membongkar kepengurusannya. Usaha ini tidak berhasil karena Mao, yang telah menjadi anggota Politbiro PKC, ternyata terlalu licin untuk dipegang. Pada awal dekade 1930-an, di tengahtengah penentangan Politbiro terhadap kebijakan militer dan pertanian Mao serta kampanye penghancuran yang dilancarkan tentara Chiang Kai-shek kepada Tentara Merah, Mao semakin mendapatkan kontrol yang besar atas gerakan komunis Cina. Kisah sejarah Long March Tentara Merah dan para pendukungnya yang dimulai pada bulan Oktober 1934 telah menorehkan tints emas bagi Mao dalam sejarah komunis Cina dan kelak RRC. Dipaksa untuk mengevakuasi kamp-kamp dan rumah-rumah mereka, tentara Komunis bersama para pemimpin pemerintah, pemimpin dan fungsionaris partai yang kescmuanya berjumlah sekitar seratus ribu orang (dari jumlah ini hanya ada 35 wanita, yaitu istri-istri para pemimpin tinggi) melakukan perjalanan bersejarah sejauh 12.500 km, melalui sebelas provinsi, delapan belas pegunungan, dan 24 sungai di barat daya dan barat laut Cina. Selama Long March ini, Mao akhirnya memperoleh komando atas PKC tanpa penentangan; hal yang kemudian membuat Mao bebas menggusur semua musuhnya dalam partai dan menyusun strategi gerilya. Sebagai tujuan akhir perjalanan itu, Mao memilih bagian selatan provinsi Shaanxi. Pada bulan Oktober 1935 tibalah di tempat akhir itu mereka yang masih selamat: 8000 orang dan tempat awal
Universitas Gadjah Mada
Jiangxi, dan 22.000 dari daerah lainnya yang bergabung sepanjang perjalanan. Kaum Komunis kemudian mendirikan markas besar di Yan'an dan tumbuh dengan cepat selama sepuluh tahun berikutnya. pertumbuhan ini didukung oleh faktor gabungan keadaan internal dan eksternal, dengan agresi militer Jepang mungkin sebagai faktor yang paling penting. Konflik dengan Jepang, yang terns berlanjut sejak tahun 1930-an sampai dengan berakhirnya Perang Dunia II, adalah kekuatan lain yang akan meruntuhkan pemerintahan Nasionalis. Hanya sedikit orang Cina yang memiliki kesan tentang apa yang diinginkan Jepang dari Cina. Ketiadaan sumber daya alam dan tekanan populasi yang terus bertambah membuat Jepang mendirikan kerajaan Manchuria pada bulan September 1931 dan mendudukkan bekas kaisar Qing Pu Yi sebagai kepala rezim boneka di Manchukuo pada tahun 1932. Hilangnya Manchuria, berikut potensi besarnya bagi pembangunan industri (khususnya industri perang), merupakan pukulan terhadap ekonomi Nasionalis. Liga Bangsa-Bangsa, yang dibentuk pada akhir Perang Dunia I, tidak mampu bertindak menghadapi tantangan Jepang. Jepang mulai masuk ke Cina dari selatan Tembok Besar hingga Cina utara dan provinsi-provinsi di daerah pantai. Kegeraman orangorang Cina terhadap Jepang tidak terperikan. Mereka juga marsh kepada pemerintahan Guomindang yang saat itu lebih memusatkan perhatiannya pada kampanye antikomunis ketimbang melawan Jepang. Pentingnya "kesatuan internal untuk menghadapi bahaya eksternal" mulai ditekankan pada bulan Desember 1931 ketika tentara Nasionalis yang diusir dari Manchuria oleh Jepang memberontak di Xi'an. Pemberontak menyekap Chiang Kai-shek dengan paksa selama beberapa hari sampai akhirnya is setuju untuk menangguhkan perlawanan terhadap kekuatan Komunis di Cina barat Taut dan memberikan kewenangan sekaligus kewajiban kepada unit-unit komunis untuk bertempur dalam sebuah kekuatan besar antiJepang. Perlawanan bangsa Cina kian mengeras setclah 7 Juni 1937 ketika sebuah bentrokan antara tentara Cina dan Jepang terjadi di luar kota Beijing, yang kemudian diberi nama baru Beiping, dckat Jembatan Marco Polo. pertempuran ini tidak saja menandai dimulainya perang tcrbuka (walau tidak pernah dinyatakan) antara Cina dan Jepang, tetapi juga menyegerakan pembentukan secara resmi front persatuan Guomindang dan PKC untuk kali yang kedua. Kolaborasi keduanya memberikan pengaruh yang sangat penting bagi PKC yang saat itu dalam keadaan terkepung. Meskipun demikian, ketidakpercayaan antara kedua pihak hampir tidak
Universitas Gadjah Mada
dapat ditutup-tutupi. Terlepas dari kedudukan Jepang yang kokoh di Cina utara, daerah pantai, dan lcmbah Chiang Jiang yang kaya di Cina tengah, aliansi Guomindang-PKC yang rapuh ini mulai pecah pada akhir tahun 1938. Setelah tahun 1940, konflik antara Nasionalis dan Komunis lebih sering terjadi di daerah-daerah yang tidak dikuasai Jepang. Kaum Komunis memperluas pengaruh mereka melalui organisasi massa, reformasi administratif, dan aturan-aturan reformasi tanah dan pajak yang menguntungkan petani; sementara kaum Nasionalis berusaha menetralkan penyebaran pengaruh Komunis. Di Yan'an dan "daerah-daerah yang dibebaskan" lainnya, Mao berhasil menerapkan Marxisme-Leninisme scsuai dcngan kondisi Cina. Dia mengajari kader partai untuk memimpin massa dengan tinggal dan bekerja dengan mereka, memakan makanan mereka, dan berpikir dengan cara pikir mereka. Tentara Merah memperkuat kesan bahwa perang gerilya dilaksanakan untuk membela rakyat. Tentara Komunis dapat beradaptasi dengan kondisi peperangan yang berubah-ubah dan segera menjadi sebuah kekuatan perang yang berpengalaman. Mao juga memulai persiapan pembentukan sebuah Cina baru. Di tahun 1940 dia menggariskan program Komunis Cina untuk mengambil alih kekuasaan. Ajaranajarannya menjadi prinsip utama doktrin PKC yang kemudian diformalkan sebagai pemikiran Mao Zedong atau Maoisme. Dengan kerja propaganda dan organisasional yang terlatih, PKC berhasil meningkatkan jumlah anggota mereka dari 100 ribu pada tahun 1937 menjadi 1,2 juta pada tahun 1945. Di tahun 1945 Cina bangkit dan perang sebagai sebuah kekuatan militer, tetapi sebenarnya secara ekonomi lemah dan berada di ambang perang saudara. Ekonomi melemah dan diperburuk oleh keperluan militer menghadapi perang melawan orang asing dan pemberontakan internal, oleh inflasi yang mcmbumbung, serta oleh pencatutan, spekulasi, dan penimbunan barang yang dilakukan kaum Nasionalis. Kelaparan terjadi di mana-mana, jutaan orang kehilangan tempat tinggal karena banjir dan kondisi alam yang tidak menentu di banyak bagian Cina. Situasi ini lebih jauh diperumit oleh sebuah kesepakatan Sekutu di Konferensi Yalta pada bulan Februari 1945 yang membolehkan masuknya tentara Soviet ke Manchuria untuk mengakhiri peperangan dengan Jepang. Meskipun Cina tidak datang ke Yalta, mereka telah dihubungi dan setuju akan masuknya tentara Soviet itu dengan keyakinan bahwa Uni Soviet hanya akan berunding dengan pemerintahan Nasionalis. Sesudah perang, sebagai bagian dari persetujuan Yalta Soviet membongkar dan memindahkan lebih dari setengah peralatan-peralatan industri
Universitas Gadjah Mada
yang ditinggalkan oleh Jepang di Manchuria. Kehadiran Soviet di Cina timur Taut memungkinkan kaum Komunis bergerak cukup leluasa untuk mempersenjatai diri dengan peralatan yang discrahkan oleh tentara-tentara Jepang. Ketika Cina hams menghadapi Jepang, PKC dan Guomindang beraliansi kernbali melalui Perjanjian Xian. Perang saudara sementara berhenti dan komunis memanfaatkan keadaan ini untuk membangun basis. Anggotanya terus bertambah, terutama dari para petani dan pelajar. Namun, pertikaian PKC dengan Guomindang kembali pecah setelah Jepang menyerah kepada Sekutu pada tahun 1945, sementara Amerika Serikat sebagai pemimpin pihak Sekutu gagal menengahi masalah di Cina. Setelah kembali terjadi perang saudara selama empat tahun, akhirnya PKC berhasil menggulingkan Guomindang. Pada tanggal 1 Oktober 1949 Mao
Zedong
memproklamasikan
berdirinya
Republik
Rakyat
Cina
yang
beribukotakan Beijing. Pemikiran Mao Zedong Mao Zedong lahir pada tahun 1893 dari kelas menengah keluarga petani di Shaoshan, provinsi Hunan, Cina Tengah. Ia mulai tertarik pada revolusi dan aktivitas Sun Yatsen pada tahun 1912 ketika ia pindah ke ibukota Propinsi Changsha. Setelah kemudian pindah ke Beijing, Mao mulai bergabung dengan kelompok studi Marxis di bawah bimbingan Li Dazhao, pendiri gerakan komunis Cina. Mao benarbenar menjadi seorang Marxis pada sekitar tahun 1920. Sebagai pemula ia sudah dikirim ke pertemuan PKC tahun 1921. Sekitar tahun-tahun 1921 — 1927 ia sudah menjadi pengikut setia komunis Cina sesuai dengan petunjuk Komintern. Dan tahun 1927 hingga 1935, Mao mulai membentuk gerakan yang komunisme yang berbeda dengan didasarkan pada dukungan petani. Untuk memperoleh dukungan dari kaum petani dan juga buruh, Mao mau berpenampilan dan bekerja seperti mereka. Kematangannya sebagai murid MarxisLeninis ditempa melalui perumusan teori perang gerilya selama tahun 1935 — 1946 dan melalui sumbangannya yang amat besar atas perkembangan ideologi komunis Cina. Berikut beberapa pcmikiran Mao yang memberi ciri khusus kepada komunisme Cina. Petani sebagai Dasar Revolusi Kaum petani oleh Mao dijadikan sebagai barisan depan revolusi. Hal ini diajukan Mao walaupun pada scat itu (1927) PKC didominasi Komintern. Tujuan gerilya Mao sekitar tahun-tahun 1930 — 1940 adalah memobilisasi kaum petani ke
Universitas Gadjah Mada
dalam suatu kekuatan revolusi yang besar bagi PKC dalam usahanya mendapatkan kontrol terhadap negara. Mao adalah Marxis-Leninis ortodoks pertama yang menganjurkan digunakannya kaum petani sebagai basis utama kekuatan PKC. Ia menganjurkan hal itu ketika kepimpinan PKC bertekad mengabdikan partai pada golongan proletar urban. Pengandalan petani sebagai barisan depan dan basis revolusi mungkin menyangsikan dan tidak konseptual, tetapi ide ini dianggap lebih merupakan strategi revolusi praktis yang efektif berdasarkan pengalaman. Garis Massa dan Populasi Filosofi politik Mao adalah konsep "dari massa, untuk massa", atau lebih dikenal sebagai `garis massa'. Konsep `garis massa' menetapkan bahwa suatu kebijakan adalah baik jika ide-ide kebijakan tersebut berasal pertama kali dan massa — kaum petani dan buruh — serta hanya jika kepentingan dan keinCinan mereka diperhitungkan dan diwujudkan dalam kebijakan dimaksud. Konsep `garis massa' ini diterapkan melalui beberapa tahap, yang dijelaskan oleh John W. Lewis sebagai perception (kader mendaftar berbagai keinCinan dan pandangan massa yang masih terpisah dan tidak sistematis), summarisation (kader mempelajari ide—ide tersebut dan membuatnya menjadi sistematis dalam bentuk ringkasan untuk kemudian melaporkannya ke penguasa yang lebih tinggi), authorkation (kekuasaan yang lebih tinggi membuat komentar atau memberikan perintah berdasarkan ide-ide sistematis tersebut), dan implementation (pengembalian kebijakan itu kepada massa). Menurut Mao, setelah massa melakukan proses penahapan pendidikan dan penanaman ideide tersebut, maka massa akan merasa terikat dengannya dan kemudian merealisasikannya melalui tindakan-tindakan yang nyata. Massa dianggap belum terikat benar dengan ide-ide tersebut apabila proses penahapan di atas belum diulang beberapa kali. Konsep 'gratis massa' yang diformulasikan pada tahun 1930-an adalah metode yang sangat efektif untuk menggalang dukungan massa. Upaya untuk mempertahankan
dukungan
massa
menuntut
adanya
proses
pendidikan,
pemahaman, dan sating mendukung antara pemimpin dan massa secara bersamasama. Syarat ini diperlukan demi kelanggengan dialog antara pemimpin dan yang dipimpin. Untuk melalui berbagai tahap dari proses `garis massa', massa diberi cukup kesempatan guna berpatisipasi dalam proses pembuatan keputusan. `Garis massa' didasarkan pada teori populisme Mao yang berakar pada pernyataan yang jelas bahwa simple people — kaum petani dan buruh — memiliki nilai kebaikan dan
Universitas Gadjah Mada
kebajikan. Mao sependapat dengan Li Dazhao yang menyatakan bahwa manusia akan menjadi lebih humanis apabila is lebih mendekatkan dirinya pada tanah air. Kampanye-kampanye massa dan kelompok studi dikembangkan untuk mengenalkan konsep `garis massa', yang dalam istilah James Townsend disebut sebagai "institusi utama populisme Mao". Dihubungkan dengan `garis massa', maka tradisi intelektual manusia, yaitu ketekunan, bekerja keras, dan mandiri, harus ditanamkan ke dalam pemikiran rakyat Cina yang miskin, yang potensinya dihambat oleh ketidakpedulian dan takhayul selama berabad-abad. Ide Mao tersebut disampaikan dengan tujuan untuk menegaskan pentingnya kepercayaan manusia pada kekuatan, keyakinan, dan kemampuannya sendiri — hal-hal hal-hal yang diperlukan untuk menyelesaikan tugas revolusi membangun masyarakat baru. Demonstrasi Pengawal Merah (Hung Wei Ping) dan poster besar selama Revolusi Kebudayaan adalah suatu aplikasi menarik dari konsep `garis massa'. Teori dan Praktek "Kits seharusnya tidak hanya mempelajari kata-kata Marx dan Lenin, tetapi juga mempelajari pendirian dan pendekatan mereka dalam memandang masalah dan memecahkannya", demikian Mao dalam sebuah esai teoritiknya pada tahun 1943. Dia juga mengingatkan bahwa teori tidak berharga jika tidak melibatkan praktek. Pengetahuan tidak dapat dipisahkan dari praktek karena permulaan pengetahuan adalah pengalaman. Teori harus merupakan subjek dari modifikasi yang disebabkan oleh perubahanperubahan yang terjadi dan pengalaman yang mengantarkan seseorang masuk dalam situasi yang nyata. Sebuah contoh aplikasi teori dan praktek dapat dilihat dalam pendidikan bangsa Cina selama dekade 1950-an dan Revolusi Kebudayaan, ketika para siswa membagi waktu mereka untuk bekerja dan belajar di daerah pedcsaan. Hal penting yang mcndasari risalah Mao adalah anggapannya bahwa seseorang dapat menemukan pengetahuan dan kebenaran hanya melalui praktek, yang telah menjadi bagian integral dari teori atau konsep pengetahuan. jika pengetahuan berasal dari praktek, seperti yang dikemukakan oleh Mao, maka praktek berarti aksi — atau paling tidak, sebuah orientasi menuju aksi.
Universitas Gadjah Mada
Kontradiksi Teori Mao tentang `Kontradiksi' dimulai dengan pernyataannya bahwa masyarakat selalu dipenuhi oleh kontradiksi-kontradiksi: antara kehidupan-kematian, matahari-bulan, dan scbagainya. Mengacu pada teori Marx, Mao menyebutkan bahwa semua konflik merupakan konflik kelas antarkelompok sosial: yang sebelumnya pada masa sosialis antara kaum petani dengan tuan tanah, sekarang antara kaum proletar dengan borjuis. kaum petani dengan tuan tanah, sekarang antara kaum proletar dengan borjuis. Mao mungkin telah dipengaruhi oleh konsep tradisional bangsa Cina yin:yang. Gagasan bahwa konflik dan perubahan merupakan hal yang biasa dalam suatu revolusi dijadikan bahan pertimbangan inti dan pemikiran Mao Zedong tentang `kontradiksi'. Mao merasa bahwa kontradiksi yang saling mempengaruhi akan tetap berlanjut meskipun masyarakat sosialis telah tercapai. Pada tahun 1957, Mao mengatakan bahwa tidak satu pun negara sosialis, termasuk Cina dan Uni Soviet, dapat lebih mementingkan kontradiksi-kontradiksi kelas sosial dengan melupakan perjuangan kelas. Pada tahun itu Mao menjelaskan bahwa ada dua jenis kontradiksi, yaitu kontradiksi antagonistik antara diri kita sendiri dengan lawan dalam hal ideologi dan politik dan kontradiksi nonantagonistik antara majikan dan buruh atau antara kader dan massa. Karena ada dua jenis kontradiksi yang berbeda ini, Mao menyusun dua metode yang berbeda Pula untuk memecahkan konflik. Untuk kontradiksi antagonistik, diktator proletar harus menekan elemenelemen reaksioncr dalam masyarakat; tetapi untuk kontradiksi nonantagonistik, sebuah proses yang berlangsung antara perjuangan dan kritik hams diusahakan terus untuk meningkatkan kesadaran serta memperbaiki pemikiran dan sikap mereka yang salah. Sasaran pokok dari perjuangan dan kritik adalah memproletariatkan pemikiran dan sikap setiap diri individu, ridak peduli apa Tatar belakang ekonomi yang dimiliki. Mao juga mendefinisikan beberapa kontradiksi nonantagonistik utama yang hams dipecahkan Cina, yaitu masalah yang muncul dari hubungan-hubungan antara industri berat dan pertanian, antara wewenang pusat dan daerah, antara kota dan pedesaan, serta antara kaum minoritas dan orang—orang Han. Mao kemudian menjelaskan bahwa harus selalu ada yang dijadikan konflik dan perjuangan untuk memecahkan masalah dalam partai. Jika dalam partai tidak ada kontradiksi dan perjuangan ideologi untuk memecahkannya, maka kehidupan partai akan berakhir. Perselisihan dalam partai, yang menimpa partai sejak 1930-an, biasanya diselesaikan dengan semacam (kampanye pembetulan' (hengfang
Universitas Gadjah Mada
yundong). Tetapi jika kontradiksi dalam partai begitu keras sehingga mcnyebabkan perpecahan pendapat yang serius di antara anggota Politbiro, maka pemecahan harus ditempuh melalui beberapa jenis kampanye massa. Revolusi Kebudayaan dipandang sebagai `kampanye pembetulan' dan juga sebagai kampanye massa untuk perjuangan kelas dalam menyelesaikan kontradiksi antara kaum proletar dan borjuis. Menurut baik Marx maupun Mao, konstruksi dari masyarakat sosialis yang menyeluruh menuntut adanya transformasi suprastruktur dalam kebudayaan, adat, dan kebiasaan untuk menghapuskan kontradiksi antara kelompok proletar dan individu borjuis. Revolusi Permanen Konscp Mao tentang revolusi permanen merupakan campuran dari sistem anarki, konsep Trotsky, dan paham `petualangan'. Konsep revolusi permanen ini berbeda dengan teori dasar Trotsky. Bila Trotsky hanya menerangkan transisi dari demokrasi menuju tingkatan revolusi sosialis, maka Mao menjelaskan tentang adanya pemisahan tingkat transformasi social, yaitu selang waktu di mana revolusi tetap dipertahankan guna melemahkan pcngaruh borjuisme dan membangun kembali suprastruktur. Menurut Mao, perjuangan masyarakat akan tetap terus berlanjut sampai masyarakat itu mengalami transformasi. Mao lcbih percaya pada politik yang akan mengambil komando terhadap elit dalam memperbaiki garis ideologi. pertentangan harus dipecahkan melalui revolusi. Revolusi menurut Mao pada awalnya ditujukan untuk menyingkirkan orang-orang borjuis, tetapi ketika revolusi terus berlanjut maka revolusi ditujukan untuk menyingkirkan mereka yang menentang revolusi, yaitu kaum pragmatis dan revisions.
Universitas Gadjah Mada