KOMERSIALISASI PEREMPUAN DI KAFE REMANG-REMANG DI DESA BATU AMPAR KECAMATAN PALMATAK KABUPATEN ANAMBAS
NASKAH PUBLIKASI
Oleh:
AZRIADI NIM : 100569201068
PROGRAM STUDI SOSIOLOGI FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS MARITIM RAJA ALI HAJI TANJUNGPINANG 2017
KOMERSIALISASI PEREMPUAN DI KAFE REMANG-REMANG DI DESA BATU AMPAR KECAMATAN PALMATAK KABUPATEN ANAMBAS
AZRIADI Program Studi Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial Dan ilmu Politik Universitas Maritim Raja Ali Haji ABSTRAK Perempuan yang dikenal dengan keindahan yang ada didalam dirinya dianggap sangat bermanfaat bagi daya tarik iklan ini. Daya tarik seksual (utamanya fitur tubuh perempuan) telah menjadi salah satu strategi yang ampuh dalam mengkomunikasikan suatu produk. Salah satu industri hiburan yang berkembang adalah Kafe. Agar usahanya ramai banyak pemilik kafe yang akhirnya mempekerjakan perempuanperempuan seksi untuk menarik pelanggan. Saat ini, promosi terhadap kafe yang ada di Desa Batu Ampar menggunakan pendekatan seks agar mampu menarik perhatian masyarakat. Tujuannya agar kafe yang ada di Desa Batu Ampar yang disampaikan lebih mampu menarik perhatian. Pendekatan seks yang dilakukan Desa Batu Ampar umumnya meletakkan perempuan tidak hanya sebagai pelayan namun sebagai obyek seks, antara lain dengan menampilkan bagian atau seluruh tubuh (sensualitas) perempuan, pakaian dan pakaian ketat saat melayani pengunjung. Tujuan dalam penelitian ini yaitu tujuan dari penelitian yang dilakukan adalah: Untuk mengetahui Komersialisasi Seksualitas Pada Kafe remang-remang Di Desa Batu Ampar Kecamatan Palmatak Kabupaten Anambas. Informan dalam penelitian ini adalah Tamu regular kafe yang datang 3 sampai dengan 4 kali seminggu. Pemilik kafe yang kafenya paling ramai dikunjungi setiap minggunya, dan memiliki waiter perempuan paling banyak. Setelah data terkumpul maka data dalam penelitian ini dianalisis dengan teknik analisis data deskriptif kualitatif. Berdasarkan hasil penelitian maka dapat dianalisa bahwa Di Desa Batu Ampar Kecamatan Palmatak Kabupaten Anambas dijelaskan bahwa sudah terjadinya Komersialisasi Seksualitas Pada Kafe Remang-Remang hal ini dapat dilihat dari di kafe ini menjual perempuan dan melakukan kegiatan yang berbau seksualitas, kafe yang ada saat ini identik dengan kegiatan seksual. Seksualitas ialah interaksi faktorfaktor biologis, psikologi personal, dan lingkungan. kegiatan di kafe remang-remang memang identik dengan seksualitas, mereka tidak hanya melakukan hubungan seks, tetapi lebih dengan mencari hiburan dengan perempuan yang sekedar untuk di peluk dan di cium tanpa berhubungan seks.
Kata Kunci : Seksualitas, Perempuan, Komersialisasi
1
ABSTRACT
Women who are known by the beauty that is in itself considered to be very beneficial for the attractiveness of this ad. Sexual attraction (the main features of the female body) has become one of the powerful strategies in communicating a product. One of the entertainment industry is a thriving Cafe. In order for his efforts in the crowded lot owners who eventually hired the sexy women to attract customers. Currently, the promotion against the existing Cafe in the village of Batu Ampar using sex approach to attract the attention of the community. Purpose is to make the existing Cafe in the village of Batu Ampar delivered more able to attract attention. Approach the sex done Stone Village Ampar generally put women not only as a maid but as a sex object, among others by displaying part or the entire body (sensuality) women, clothing and tight clothes while serving visitors. The goal in this research that is the goal of the research conducted were: to know the commercialization of Sexuality in the dimly lit Cafe in the village of Batu Ampar subdistricts of Palmatak Regency Anambas. Informants in this study was a regular guest of the Cafe comes with 3 to 4 times a week. The owner of the cafe's most lively cafes visited each week, and has a female waiter at most. Female waiter in the dimly lit Cafe. After the data is collected then data in this study were analyzed with descriptive qualitative data analysis techniques. Based on the research results can then be analyzed that in the village of Batu Ampar subdistricts of Palmatak County of explained that it is the occurrence of Anambas commercialization of Sexuality in the dimly lit Cafe it can be seen from at the Cafe sells women and doing activities that smacked of sexuality, cafes are synonymous with sexual activity. Sexuality is the interaction of biological factors, personal, and environmental psychology. activities in the dimly lit Cafe is indeed identical with sexuality, they are not only having sex, but rather by looking for entertainment with a woman just to cuddle and kiss on without having sex.
Keywords: Sexuality, Women, Commercialization
2
I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
Sistem industri merupakan bagian penting dari ideologi kapitalisme lanjut dalam menciptakan budaya konsumtivisme, sebuah budaya yang menampung minat, hasrat dan kebutuhan masyarakat. Industri di Indonesia merupakan salah satu komponen perekonomian yang penting. Perindustrian memungkinkan perekonomian kita berkembang pesat dan semakin baik, sehingga membawa perubahan dalam struktur perekonomian nasional. Industrialisasi adalah suatu proses perubahan sosial ekonomi yang mengubah sistem pencaharian masyarakat agraris menjadi masyarakat Industri. Industrialisasi juga bisa diartikan sebagai suatu keadaan dimana masyarakat berfokus pada ekonomi yang meliputi pekerjaan yang semakin beragam (spesialisasi), gaji dan penghasilan yang semakin tinggi. Industrialisasi adalah bagian dari proses modernisasi dimana perubahan sosial dan perkembangan ekonomi erat hubungannya dengan inovasi Teknologi. Salah satu yang berkembang adalah industri hiburan, Industri jasa hiburan umum adalah salah satu bidang usaha yang dikembangkan dalam rangka memenuhi kebutuhan masyarakat yang tergolong berpenghasilan menengah ke atas. Namun perkembangan industri jasa hiburan ini ternyata memberikan warna tersendiri terhadap kehidupan sosial masyarakat.
Agar industri berkembang, maka pengusaha melakukan iklan atau promosi untuk menarik konsumen, para pengusaha tersebut dengan berbagai cara mempromosikan usahanya agar berkembang. Saat ini banyak pengusaha menggunakan perempuan untuk menarik perhatian konsumen. Dalam iklan perempuan sebagai objek yang dijual. Menjual tubuh seksi, menarik, dengan mengatas namakan tubuh ideal. Perempuan dalam iklan ini adalah komoditas pasar yang keindahan tubuhnya dijual. Iklan ini tidak menjual produknya, tetapi menjual tubuh perempuannya. (Monivestyca : 2016) Perempuan sebagai objek dalam periklanan. Perempuan yang dikenal dengan keindahan yang ada didalam dirinya dianggap sangat bermanfaat bagi daya tarik iklan ini. Seringkali perempuan dalam iklan dijadikan sebuah simbol keindahan, keanggunan, dan kesempurnaan dari suatu produk yang disimbolkan dengan menggunakan model perempuan cantik. Terlebih lagi perempuan cantik dan seksi. Fetisisme sangat berkaitan erat dengan sensualitas perempuan. Penggunaan perempuan dalam iklan makin marak dengan pencitraan negatif dalam bentuk eksploitatif. Perempuan berpotensi untuk dieksploitasi karena tubuh perempuan memiliki nilai ekonomis yang tinggi dalam dunia industri media. Iklan atau promosi menggunakan pendekatan seks pada umumnya menempatkan perempuan sebagai objek, dapat dilihat dengan ditampilkannya bagian atau seluruh tubuh (sensualitas) perempuan, pakaian ketat, gerak erotis dan sensual. Menonjolkan tubuh perempuan,
misalnya menampilkan perempuan dengan pakaian ketat serta melakukan gerakan erotis, dan memperlihatkan ekspresi mimik wajah sensual perempuan. (Widyatama, 2006 : 174).
dimana tubuh perempuan tersebut dijadikan korban komodifikasi dari kekuatan lain di luar tubuh si perempuan itu sendiri sedangkan sebagai subjek, perempuan melakukan subjektivikasi atas tubuhnya perempuan justru menjadi pelaku komodifikasi. Sebagai pelaku, perempuan melakukan hal tersebut secara sadar. Ia tidak lagi berada dalam posisi yang lemah seperti ketika perempuan menjadi objek dan dikomodifikasikan, tetapi perempuan dalam hal ini memiliki posisi yang kuat untuk menjadi pelaku komodifikasi atas tubuhnya sendiri. (Gabriella : 2011)
Komersialisasi berarti kegiatan atau perbuatan menjadikan sesuatu sebagai barang dagangan. Daya tarik seksual (utamanya fitur tubuh perempuan) telah menjadi salah satu strategi yang ampuh dalam mengkomunikasikan suatu produk. Dari sekian banyak media, televisi dipandang cukup representatif, karena mampu menciptakan imajinasi sekaligus ketertarikan dalam waktu yang hampir bersamaan. Hal ini tak lepas dari karakteristik televisi yang mampu menyajikan pesan secara audio visual. Kepentingan komersial tersebut memungkinkan perempuan dimanfaatkan sebagai sarana untuk mengejar keuntungan dalam meraih pangsa pasar besar. Pada akhirnya memunculkan permasalahan gender, dimana sering dibicarakan dengan menempatkan perempuan sebagai subyek pusat perhatian. (Aniendya Christianna, 2014 : 2)
Salah satu industri hiburan yang berkembang adalah Kafe. Agar usahanya ramai banyak pemilik kafe yang akhirnya mempekerjakan perempuan-perempuan seksi untuk menarik pelanggan. Cara pemilik kafe adalah dengan sengaja memperkerjakan perempuan sebagai daya tarik, hal ini sama seperti iklan yang ada di media yang mampu menarik minat orang yang melihatnya. Sebagai bagian dari media massa, iklan merupakan cerminan realitas yang ada dalam masyarakat. Menghadapi pasar yang sudah jenuh, produsen bekerja sama dengan media massa sehingga menjadikan kaum perempuan sebagai target ikon iklan meskipun hanya untuk kebutuhan daya tarik, tanpa melihat sejauh mana dampak persepsi khalayak tentang figur perempuan dalam iklan. (Widyastanto, 2006:2).
Muthali’in (2001: 29) yang mengemukakan bahwa feminin meliputi sifat emosional, lemah lembut, tidak mandiri, dan pasif, sedangkan maskulin mencakup sifat yang rasional, agresif, mandiri, dan eksploratif. Industri adalah kegiatan memproses atau mengolah barang dengan menggunakan sarana dan peralatan.
Perjalanannya, tempat-tempat hiburan khusus untuk malam hari kebanyakan terdapat di kota-kota besar, kini tempat-tempat hiburan malam telah merambah ke kota-kota, kabupaten, bahkan menyusup ke kampungkampung atau desa-desa yang dulu
Komodifikasi terhadap tubuh perempuan dalam hal ini dapat dilihat dalam dua sisi, sebagai objek ataupun subjek. Sebagai objek, perempuan mengalami objektivikasi atas tubuhnya
4
hingar bingar oleh suara orang mengaji dari masjid atau musholla, sekarang sudah tergantikan dengan suara musik yang menghentak. (Anggraini : 2015 : 4)
dengan kehidupan night bar, night club, discotheque, dan sebagainya yang merupakan infrastruktur hiburan, rekreasi dan pelesir warga kota dan turis (Gallan, 2013).
Warung remang-remang tidak hanya berkembang di kota besar tetapi juga di desa-desa, padahal desa dahulunya memiliki kesadaran kolektif. Kesadaran kolektif adalah kesadaran masyarakat atau suatu komunitas bahwa suatu pandangan adalah benar dan untuk keluar dari pandangan itu, tentunya adalah kegiatan melawan arus. Kesadaran kolektif sendiri muncul dari aktivitas manusia yang berkumpul membentuk kesatuan masyarakat yang saling melengkapi. Namun seiring dengan perkembangan zaman dan besarnya kebutuhan masyarakat terhadap hiburan maka pengusaha banyak merintis kafe remang-remang sebagai tempat hiburan masyarakat desa yang awalnya hanya menyediakan makan dan minum saat ini ditambah dengan perempuan-perempuan seksi yang menggunakan pakaian ketat serta pendek sebagai pelayanannya.
Tentu saja fasilitas atau infrastruktur hiburan malam ini pun berkembang, tidak hanya dari segi variannya, namun juga kelasnya. Dari tempat hiburan atau pelesir malam kelas atas, jet set di hotel-hotel berbintang lima, kawasan elit perkantoran dan bisnis, atau di tempattempat eksklusif hingga kelas bawah di ruko-ruko atau bahkan warung remangremang. Umumnya berada di kawasan bisnis dan pariwisata, dekat hotel dan lokalisasi. (Bambang Sukma Wijaya : 2014) Desa Batu Ampar merupakan salah satu desa yang ada di Kabupaten Kepulauan Anambas yang merupakan daerah perlintasan yang berada di tengah-tengah desa lainnya yang ramai dikunjungi. Keadaan ini membuka peluang bagi pengusaha membuka tempat hiburan di daerah ini. Sejak tahun 2014 para pengusaha mencoba membuka tempat hiburan di Desa ini. Berikut data tempat hiburan malam yang ada di desa Batu Ampar :
Kafe remang yang dijadikan tempat hiburan sebenarnya tidak layak beroperasi. Persoalan perizinan yang tidak dimiliki pemilik warung, masyarakat sekitar menjadikan warung remang-remang sebagai hiburan mereka tidak hanya datang untuk membeli kebutuhan mereka namun juga melihat perempuan sebagai pelayanan yang menjadi salah satu hiburan dimasyarakat. Pada awalnya, masyarakat mengenal bahwa kehidupan malam di kota-kota (besar) di Indonesia identik dengan hiburan malam. Hal ini bisa jadi dipengaruhi oleh kultur budaya Barat yang dikenal akrab
Tabel I.1 Tempat Hiburan Desa Batu Ampar
5
N o
Nama Kafe
1
Lesong
Jumlah Jumla pengunjung h Hari Akhir waiters Bias peka a n 7 s/d 15 s/d 6 orang 12 20 orang orang
2
Buyun g
3
Air tanah
4
KAR
5
Kafe Di
3 s/d 18 s/d 7 25 orang orang 5 s/d 12 s/d 10 19 orang orang 3 s/d 10 s/d 6 16 orang orang 7 s/d 17s/d 14 22 orang orang
Kafe ini muncul karena adanya keinginan masyarakat mencari tempat hiburan, awalnya kafe ini hanya menjadi tempat kafe biasa yang hanya menyediakan makan dan minum namun pada kenyataannya kafe ini sepi pengunjung sehingga para pengusaha mendatangkan perempuan sebagai pelayan di warung mereka. Keberadaan kafe remang-remang yang sudah merambah hingga ke desa dan banyak menimbulkan dampak negatif. Orang menyebutnya kafe remang-remang ciri khasnya memang penerangannya yang remang-remang.
8 orang
5 orang
7 orang
9 orang
Sumber : Observasi Peneliti, 2016
Desa Batu Ampar merupakan salah satu desa yang ada di Kabupaten Kepulauan Anambas yang merupakan daerah perlintasan yang ramai dikunjungi. Keadaan ini membuka peluang bagi pengusaha membuka tempat hiburan di daerah ini. Sejak tahun 2014 para pengusaha mencoba membuka tempat hiburan. Lokasi yang selalu diidentikkan sebagai tempat mabuk-mabukan dan prostitusi.
Sebelumnya kafe yang ada di Desa Batu Ampar ini di dirikan untuk menjadi salah satu tempat yang dapat dikunjungi semua masyarakat dari berbagai kalangan, kafe juga awalnya hanya menyediakan makanan-makanan, minuman dan tempat yang nyaman untuk masyarakat bersantai. Para pekerja juga diambil dari orang desa Batu Ampar sendiri. Pekerja banyak melibatkan laki-laki seperti yang pelayan kemudian yang mengantar minum sampai dengan bagian kebersihan, sedangkan perempuan hanya di bagian kasir dan dapur. Sehingga di setiap kafe hanya ada 2 perempuan saja. Namun pemilik kafe mengatakan bahwa kafe dengan konsep keluarga tersebut sepi sehingga para pemilik kafe kembali mencari alaternatif lain dengan mempekerjakan perempuan, dan merubah kafe menjadi hiburan malam yang hanya dapat dikunjungi orang dewasa. Perempuan yang dipekerjakan diambil dari luar Desa Batu Ampar, seperti dari pulau Jawa yang sengaja di cari dan di datangkan oleh para pemilik kafe.
Letak lokasi kafe yang jauh dari Desa tidak pernah sepi oleh pengunjung walaupun ada 5 kafe yang ada di wilayah desa ini, namun pengunjungnya masing-masing tidak pernah sepi. Pada saat akhir pekan seperti Sabtu dan Minggu pengunjung bisa datang dua kali lipat dari hari biasa. Mayoritas yang datang adalah laki-laki, hal ini seperti dilihat dari 15 sampai dengan 20 orang yang datang disetiap kafe semuanya laki-laki, jika ada perempuan paling banyak 3 orang. Kafe yang ada di desa ini seperti hiburan malam yang biasa disebut kafe remang-remang.
6
Saat ini, promosi terhadap kafe yang ada di Desa Batu Ampar menggunakan pendekatan seks agar mampu menarik perhatian masyarakat. Pendekatan seks adalah teknik penyampaian pesan iklan dengan menggunakan berbagai tanda seputar masalah seks yang melibatkan perempuan. Tujuannya agar kafe yang ada di Desa Batu Ampar yang disampaikan lebih mampu menarik perhatian. Pendekatan seks yang dilakukan Desa Batu Ampar umumnya meletakkan perempuan tidak hanya sebagai pelayan namun sebagai obyek seks, antara lain dengan menampilkan bagian atau seluruh tubuh (sensualitas) perempuan, dan pakaian ketat saat melayani pengunjung. Pemilik kafe sengaja memerintahkan para pekerjanya untuk menonjolkan tubuh perempuan, misalnya dengan berpakaian ketat, melakukan gerakan erotis dan sensual berupa goyangan pinggul serta memperlihatkan ekspresi sensual perempuan.
beranggapan bahwa hal ini adalah suatu hiburan namun bagi sebagian masyarakat hal ini sangat meresahkan. Perempuan dijadikan alat untuk menarik pengunjung datang ke kafe tersebut. Dari permasalahan diatas maka penelitian ini mengambil sebuah judul permasalahan yaitu : KOMERSIALISASI PEREMPUAN DI KAFE REMANG-REMANG DI DESA BATU AMPAR KECAMATAN PALMATAK KABUPATEN ANAMBAS B. Perumusan Masalah Berdasarkan uraian dalam latar belakang tersebut, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dengan merumuskan masalah sebagai berikut: Bagaimana Komersialisasi Perempuan Di Kafe remang-remang Di Desa Batu Ampar Kecamatan Palmatak Kabupaten Anambas? C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian 1. Tujuan Penelitian Adapun tujuan dari penelitian yang dilakukan adalah: Untuk mengetahui Komersialisasi Perempuan Di Kafe remang-remang Di Desa Batu Ampar Kecamatan Palmatak Kabupaten Anambas.
Tidak hanya itu Kafe yang ada di Desa Batu Ampar juga menyediakan kamar untuk tempat tinggal yang juga dipakai untuk aktifitas seksual, fasilitas akomodasi yang disediakan oleh pemilik kafe diberikan apabila ada transaksi di kamar tersebut maka pemilik kafe meminta jatah 30% dari hasil aktifitas seksual perorangan tersebut. Jika Kafe sedang penuh, ingin bertransaksi namun kamar tidak cukup maka mereka juga bisa memilih membawa keluar.
2. Kegunaan Penelitian Adapun yang menjadi kegunaan penelitian dari penulisan ini adalah sebagai berikut : a. Secara praktis penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran dalam pengembangan ilmu pengetahuan sosiologi
Saat ini para perempuan yang bukan hanya bekerja sebagai waiter diantaranya juga penajaja seks dilakukan secara terang-terangan di wilayah Desa Batu Ampar ini, mereka
7
mengenai Komersialisasi Perempuan. b. Sebagai referensi dan pertimbangan untuk penelitian berikutnya.
Air Sena Kecamatan Siantan Tengah Kabupaten Kepulauan Anambas. F. Teknik Analisis Data Analisa data merupakan bagian yang sangat penting dalam metode penelitian karena dengan analisa data tersebut dapat diberi arti dan makna yang berguna dalam memecahkan masalah penelitian. Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisa data kualitatif yaitu dengan melakukan terlebih dahulu mendeskripsikan, memverifikasi, menginterpretasikan untuk kemudian dianalisis sehingga memperoleh suatu kesimpulan. Miles dan Hubermen (dalam Sugiyono: 2010) mengemukakan bahwa aktivitas dalam analisis data kualitatif dilakukan secara interaktif dan berlangsung secara terus menerus sampai tuntas, sehingga datanya jenuh.
D. Konsep Operasional a. Komersialisasi yang dimaksud dalam penelitian ini adalah tindakan menjual atau menghadirkan “image” perempuan oleh pemilik kafe untuk meramaikan tempat usaha mereka karena komerisialisasi berkaitan dengan Fetisisme yaitu memanfaatkan perempuan dari segi sensualitas perempuan. b. Seksualitas dalam penelitian ini adalah kegiatan seks yang dilakukan oleh orang-orang dengan para perempuan yang ada di kafe remang-remang. c. Kafe remang-remang yang dimaksud dalam penelitian ini adalah kafe remang-remang dengan musik yang keras dan menyediakan minumam keras serta perempuan penghibur yang ada di Desa Batu Ampar.
II. LANDASAN TEORI 2. 1. Fetishism Fetisme berarti ketergantungan pada suatu bagian tubuh sebagai satusatunya cara untuk mendapatkan kegairahan seksual. Keadaan ini terutama ditemukan pada para pria. Ciri utama fetisisme adalah penggunaan benda mati (fetisy) sebagai cara terpilih atau ekslusif untuk mencapai kepuasan seksual. Benda mati itu dapat berupa suatu bagian dari tubuh seorang perempuan, Pria mencapai kepuasan seksual dengan menyentuh bendabenda atau bagian tubuh dari perempuan yang menjadi sasaran nafsu seksualnya. Penyebab fetisisme antara lain karena perasaan infantil dibarengi dengan rasa agresif.
E. Metode Penelitian Jenis penelitian ini adalah kualititif dengan tipe penelitian deskriptif. Kualitatif merupakan data yang berupa kata-kata, gambar dan bukan angka-angka (Moleong, 2011: 11). Penelitian kualitatif yang hasilnya dideskripsikan berdasarkan pada tujuan penelitian. Dalam penelitian ini akan menggambarkan fenomena yang terjadi berkaitan dengan Jaringan Sosial Nelayan Pasca Penghentian Penangkapan Ikan Napoleon Di Desa
8
Fetisisme sangat berkaitan erat dengan sensualitas perempuan. Penggunaan perempuan dalam iklan makin marak dengan pencitraan negatif dalam bentuk eksploitatif. Perempuan berpotensi untuk dieksploitasi karena tubuh perempuan memiliki nilai ekonomis yang tinggi dalam dunia industri media.
seks saja, tetapi politik pengalaman, kehidupan sehari-hari yang pada saatnya kemudian memasuki ruang lingkup ekspresi dan praktek kreatif masyarakat. Teori feminisme sosialis muncul untuk menciptakan posisi yang sederajat dengan kepentingan modal dan kekuasaan. 2.2. Seksualitas
Eksploitasi menurut Glosarium seks dan gender berarti memanfaatkan tubuh seseorang khususnya perempuan untuk kepentingan sesuatu atau bisnis, penindasan perempuan yang malah dilanggengkan oleh berbagai cara dan alasan karena menguntungkan (Sugiharti, 2007 : 58). Iklan televisi menggunakan pendekatan seks pada umumnya menempatkan perempuan sebagai objek, dapat dilihat dengan ditampilkannya bagian atau seluruh tubuh (sensualitas) perempuan, pakaian ketat, gerak erotis dan sensual. Menonjolkan tubuh perempuan, misalnya menampilkan perempuan dengan pakaian ketat serta melakukan gerakan erotis, dan memperlihatkan ekspresi mimik wajah sensual perempuan (Widyatama, 2006 : 174).
Dengan mengamati realita sosial Foucault (Seno Joko Suyono , 2002 : 326) menemukan fakta mengenai hakikat tubuh. Foucault menyatakan bahwa tubuh secara integral menjadi lokus dan medium penyebaran kekuasaan atau dengan kata lain badan manusia merupakan komponen yang esensial bagi pertumbuhan kekuasaan. Sebagaimana yang telah disebutkan di muka bahwa Foucault mengartikan tubuh sebagai lokus dan medium penyebaran kekuasaan. Oleh karena itu prosesi yang ada pada alat hukuman maupun kegiatan seksual yang mengaitkan tubuh secara langsung merupakan wujud dari kebesaran tangan-tangan kekuasaan. Penguasa dapat menggunakan kekuasaannya dengan cara menguasai tubuh-tubuh manusia. Penguasaan terhadap tubuh manusia dapat terwujud pada hukumanhukuman fisik sampai dengan pembatasan kegiatan fisik yang melanggengkan lahirnya manusia atau yang disebut dengan kegiatan seksual.
Fetisisme Secara konsep juga berhubungan dengan feminism, dimana menurut Saskia (1999:75) analisis feminisme berkaitan dengan berbagai persoalan seperti proses transformasi. Konsep perempuan yang selalu berubah dan goyah itu sendiri, identitas dan kesadaran. Akan tetapi menurut Leuritis yang dikutip oleh Wieringa dijelaskan bahwa feminisme mungkin kembali tentang kementerian ideologi dan cara bagaimana bekerjanya politik ditengah kehidupan sehari-hari, feminisme mendefinisikan sendiri sebagai suatu perihal politik, bukan sekedar politiks
Teori Michel Foucault pada dasarnya memperlihatkan hubungan sinergis (dan tidak selamanya negatif) tentang bagaimana kekuasaan menjalankan represi dalam bentuk pengetahuan dan wacana seksualitas. Jadi, seksualitas bukanlah tujuan utama Michel Foucault, melainkan seksualitas
9
merupakan lahan untuk mempersoalkan bagaimana kekuasaan itu berlangsung. Praktek yang paling konkret dalam menjalankan kekuasaan, terdapat pada wacana seksualitas. Michel Foucault menghadirkan suatu teori yang baru mengenai seksualitas masyarakat. Singkatnya, tujuan Michel Foucault adalah mengenali, berdasarkan cara kerja, rezim kekuasaan-pengetahuankenikmatan yang ada di dalam masyarakat menopang wacana seksualitas manusia. Maka masalah utama paling tidak pada awalnya bukanlah mengetahui apakah kita setuju atau tidak dengan seks, apakah harus menyatakan seks sebagai haram atau halal.
berkedudukan sebagai sistem sosial, bukan seperangkat aturan normatif yang berwujud butir-butir undang-undang maupun kesepakatan sekelompok orang, itulah sebabnya, mengapa Foucault berasumsi bahwa tatanan masyarakat dapat diperbaiki dengan mendudukkan seksualitas manusia kepada posisi yang sebenarnya. Didalam bukunya Foucault tentang Sejarah Seksualitas: Seks dan Kekuasaan yang diterjemahkan oleh Rahayu S. Hidayat (1997:4) dijelaskan bahwa represi, sejak zaman klasik, merupakan dasar sesungguhnya yang menghubungkan dengan kekuasaan, pengetahuan, dan seksualitas, namun tidak semudah itu membebaskan diri darinya. Kita harus membayar mahal, dengan melanggar hukum, menanggalkan berbagai hal yang tabu, menggunakan kata-kata, membiarkan seksual tampil kembali dalam kenyataan, dan terutama menyusun kembali ekonomi kekuasaan yang baru sama sekali.
Michel Foucault (2000 : 24) mendefinisikan seks yang selalu dibawahi secara historis oleh seksualitas (wacana seks) dan tidak menempatkan seks di sisi realitas, sementara seksualitas di sisi gagasan kabur dan ilusi. Bagaimana epistemologi seks menurut Michel Foucault dijelaskan bahwa seks adalah bentukan historis yang tidak terpisahkan dari seksualitas. Batasan ini juga mengandung arti bahwa seks bagi Michel Foucault tidak bisa direduksi hanya pada tataran biologis dan fisik semata, melainkan ada seksualitas, yaitu sistem historis yang merupakan jaringan luas daru rangsangan badaniah, intensifikasi kenikmatan (mendalamnya kenikmatan), dorongan terbentuknya wacana pembentukan pengetahuan, pengokohan pengawasan dan tentangan yang saling berkait sesuai dengan strategi besar pengetahuan dan kekuasaan. Artinya, berbicara tentang seks berarti membicarakan pengetian seksualitas tersebut. Seks bagi Michel Foucault, adalah seks yang
Foucault (Haryatmoko : 2003 : 221) mengatakan “kekuasaan yang menormalisir” tidak hanya dijalankan di dalam penjara tetapi juga beroperasi melalui mekanisme-mekanisme sosial yang dibangun untuk menjamin kesehatan, pengetahuan, dan kesejahteraan. Jadi seperti halnya di penjara, tujuan kekuasaan dalam masyarakat modern ialah membentuk individu yang berdisiplin agar menjadi tenaga yang produktif . Lewat norma, nilai serta regulasi semacam itu lalu ditentukanlah cara berperilaku kita dalam kehidupan sosial. Misalnya, dengan memilah, mengklasifikasi, dan mengelompokkan mana yang benar dan mana yang salah, mana yang harus
10
dilakukan dan mana yang harus dihindari, mana yang harus diterima dan mana yang harus ditolak, mana yang sah dan mana yang tidak. Semuanya mengatur ucapan, tindakan bahkan pikiran kita. Kuasa tidak dipahami sebagai gambaran yang negatif, menindas, melarang atau membatasi. Bagi Foucault kekuasaan lebih merupakan sesuatu yang produktif.
dengan teman, pengalaman masturbasi, pengaruh orang dewasa serta pengaruh buku-buku bacaan dan tontonan porno. Seksualitas memiliki dimensidimensi sosiokultural, dimensi agama dan etik, dimensi psikologis dan dimensi biologis (Perry & Potter, 2005). Masing-masing dimensi tersebut akan dijelaskan sebagai berikut: 1. Dimensi Sosiokultural Seksualitas dipengaruhi oleh norma dan peraturan kultural yang menentukan apakah perilaku yang diterima di dalam kultur. Keragaman kultural secara global menciptakan variabilitas yang sangat luas dalam norma seksual dan menghadapi spektrum tentang keyakinan dan nilai yang luas. Misalnya termasuk cara dan perilaku yang diperbolehkan selama berpacaran, apa yang dianggap merangsang, tipe aktivitas seksual, sanksi dan larangan dalam perilaku seksual, dengan siapa seseorang menikah dan siapa yang diizinkan untuk menikah. Setiap masyarakat memainkan peran yang sangat kuat dalam membentuk nilai dan sikap seksual, juga dalam membentuk atau menghambat perkembangan dan ekspresi seksual anggotanya. Setiap kelompok sosial mempunyai aturan dan norma sendiri yang memandu perilaku anggotanya. Peraturan ini menjadi bagian integral dari cara berpikir individu dan menggaris bawahi perilaku seksual, termasuk, misalnya saja, bagaimana seseorang menemukan pasangan
Seksualitas adalah istilah yang lebih luas. Seksualitas diekspresikan melalui interaksi dan hubungan dengan individu dari jenis kelamin yang berbeda dan mencakup pikiran, pengalaman, pelajaran, ideal, nilai, fantasi, dan emosi. Seksualitas berhubungan dengan bagaimana seseorang merasa tentang diri mereka dan bagaimana mereka mengkomunikasikan perasaan tersebut kepada lawan jenis melalui tindakan yang dilakukannya, seperti sentuhan, ciuman, pelukan, dan senggama seksual, dan melalui perilaku yang lebih halus, seperti isyarat gerakan tubuh, etiket, berpakaian Menurut Hurlock (1999) dorongan seksual dipengaruhi oleh : a. Faktor internal, yaitu stimulus yang berasal dari dalam diri individu yang berupa bekerjanya hormon-hormon alat reproduksi sehingga menimbulkan dorongan seksual pada individu yang bersangkutan dan hal ini menuntut untuk segera dipuaskan. b. Faktor eksternal, yaitu stimulus yang berasal dari luar individu yang menimbulkan dorongan seksual sehingga memunculkan perilaku seksual. Stimulus eksternal tersebut dapat diperoleh melalui pengalaman kencan, informasi mengenai seksualitas, diskusi
11
hidupnya, seberapa sering mereka melakukan hubungan seks, dan apa yang mereka lakukan ketika mereka melakukan hubungan seks. 2. Dimensi Agama dan etik Seksualitas juga berkaitan dengan standar pelaksanaan agama dan etik. Ide tentang pelaksanaan seksual etik dan emosi yang berhubungan dengan seksualitas membentuk dasar untuk pembuatan keputusan seksual. Spektrum sikap yang ditunjukan pada seksualitas direntang dari pandangan tradisional tentang hubungan seks yang hanya dalam perkawinan sampai sikap yang memperbolehkan individu menentukan apa yang benar bagi dirinya. Keputusan seksual yang melewati batas kode etik individu dapat mengakibatkan konflik internal. 3. Dimensi Psikologis Seksualitas bagaimana pun mengandung perilaku yang dipelajari. Apa yang sesuai dan dihargai dipelajari sejak dini dalam kehidupan dengan mengamati perilaku orang tua. Orangtua biasanya mempunyai pengaruh signifikan pertama pada anakanaknya. Mereka sering mengajarkan tentang seksualitas melalui komunikasi yang halus dan nonverbal. Seseorang memandang diri mereka sebagai makhluk seksual berhubungan dengan apa yang telah orang tua mereka tunjukan kepada mereka tentang tubuh dan tindakan mereka. Orang tua memperlakukan anak laki-laki
dan perempuan secara berbeda berdasarkan jender. 4. Dimensi Biologis Seksualitas berkaitan dengan pebedaan biologis antara laki-laki dan perempuan yang ditentukan pada masa konsepsi. Material genetic dalam telur yang telah dibuahi terorganisir dalam kromosom yang menjadikan perbedaan seksual. Ketika hormon seks mulai mempengaruhi jaringan janin, genitalia membentuk karakteristik laki-laki dan perempuan. Hormon mempengaruhi individu kembali saat pubertas, dimana anak perempuan mengalami menstruasi dan perkembangan karakteristik seks sekunder, dan anak laki-laki mengalami pembentukan spermatozoa (sperma) yang relatif konstan dan perkembangan karakteristik seks sekunder. (digilib.unimus.ac.id/files/disk1/ 123/jtptunimu diakses pada tanggal 2 Mei 2017). Perempuan memiliki kebebasan tersendiri atas dirinya (seperti yang diungkap oleh feminist liberal) berarti bahwa perempuan memiliki hak atas keputusan yang diambil, terutama hal-hal yang berkaitan dengan pribadinya Komersialisasi perempuan dalam perspefktif feminisme dapat berarti bahwa perempuan memiliki kekuatan dalam ekonomi. Hak pribadi tersebut, dapat meliputi penggunaan anggota badannya untuk keperluan pribadi. Ide feminisme sendiri lahir dalam karena lemahnya posisi perempuan dalam berbagai keadaan,
12
padahal potensi yang dimiliki oleh pria ataupun perempuan mungkin akan sama, sehingga komersialisasi perempuan dalam pandangan feminis merupakan batu loncatan untuk memperoleh posisi tersendiri atau memperkuat posisi dalam segi ekonomi. Perempuan sendiri memiliki potensi yang besar dalam dirinya.
2.3 Definisi Kafe Remang-Remang Secara leksikal kafe berasal dari bahasa Inggris yaitu cafe, artinya kedai kopi. Berdasarkan arti tersebut dapat disimpulkan bahwa kafe adalah suatu tempat atau warung yang berjualan kopi. Pada kenyataannya kafe kini mengalami pembiasan dengan hadirnya kafe remang-remang, tidak hanya berdagang kopi, juga berjualan minuman-minuman beralkohol. Berbicara tentang kafe remang-remang yang disinyalir di dalamnya terdapat prostitusi terselubung, secara ilmiah belum dapat dibuktikan sehingga menjadi perdebatan panjang antara yang pro dan kontra, antara yang suka dan tidak suka. Tetapi yang jelas keberadaan kafe remang-remang mempunyai dua dampak sekaligus, yakni:
Namun pada sisi lain, komersialisasi perempuan dapat menjadi pintu gerbang terhadap eksploitasi perempuan. Adanya komersialisasi perempuan akan membuka keran-keran eksploitasi pada perempuan, yang selama ini memang sudah terjadi, tetapi adanya batasan dapat mencegah ekploitasi terjadi lebih jauh. Ketika komersialisasi perempuan menjadi komoditas, hal ini tentunya akan membawa pada kerugian bagi perempuan, membuat perempuan menjadi tidak berharga dan posisisnya tidak lagi kuat. Uraian diatas tentang feminisme telah menyebutkan juga bahwa feminist sendiri tidak menghendaki adanya eksploitasi pada kaumnya sendiri. Hal ini tentunya menjadi pertimbangan kuat, mengapa komersialisasi perempuan sebagai komoditas harus dipertimbangkan kembali. Adalah benar, perempuan memiliki hak tersendiri untuk pribadinya, adalah benar komersialisasi akan memperkuat posisi perempuan terutama di pasar yang selama ini lemah, akan tetapi komersialiasi perempuan juga dapat menjadi penyebab adanya eksploitasi perempuan.
1. Dampak positif, dengan adanya usaha kafe dapat menyerap tenaga kerja sehingga tingkat pengangguran dapat diminimalisir. 2. Dampak negatif, pada umumnya pengunjung kafe adalah anakanak muda yang secara psikologis mempunyai tingkat emosional tinggi. Di samping itu tidak sedikit para pengunjung kafe adalah orangorang yang mencari kompensasi diri akibat adanya tekanan ekonomi, broken home dan sebagainya. (http://repository.usu.ac.id/ bitstream/). Kafe berasal dari bahasa Inggris yaitu cafe, artinya kedai kopi. Berdasarkan arti tersebut dapat disimpulkan bahwa kafe adalah
13
suatu tempat atau warung yang berjualan kopi. Sedangkan kafe remang-remang merupakan kafe sederhana, dengan penerangan, fasilitas, dan pelayanan yang seadanya. Dengan minimnya sarana yang ada, kafe tersebut dinamakan cafe remang-remang. Nama tersebut diberikan karena hampir sebagian besar kafe-kafe tersebut hanya menggunakan sedikit pencahayaan lampu bahkan ada yang sama sekali tidak menggunakan lampu sebagai pencahayaan pada kafenya. Gambaran kafe remang-remang semakin diperkuat dengan dijualnya minuman beralkohol atau minuman keras secara bebas seperti arak, bir bintang, bir hitam dan sebagainya.
seks tanpa terkendali dengan banyak orang disertai ekploitasi dan komersialisasi, imppersonal tanpa afeksi sifatnya. Pelacuran merupakan peristiwa penjualan diri dengan jalan memperjual belikan badan, kehormatan dan kepribadian kepada orang banyak untuk memuaskan nafsu seks dengan imbalan bayaran. 2. Pelacuran iyalah perbuatan yang dilakukan perempuan dengan menyerahkan badannya untuk berbuat cabul secara seksual dengan mendapat upah. Dari beberapa pendapat diatas dapat peneliti simpulkan bahwa prostitusi atau pelacuran adalah suatu perilaku menyimpang dimana perempuan lah yang menjadi obyek, baik perempuan dewasa maupun anak-anak yang menjual tubuhnya ke kaum laki-laki untuk mendapatkan upah atau bayaran.
Kafe remang-remang juga identik dengan prostitusi, Soerjono Soekanto (1990:374) mengatakan prostitusi atau pelacuran merupakan suatu pekerjaan yang bersifat menyerahkan diri untuk melakukan perbuatan-perbuatan seksual dengan mendapatkan upah. Kartini Kartono (1992 : 207) mendefinisikan prostitusi atau pelacuran merupakan peristiwa penjualan diri dengan jalan memperjual belikan badan, kehormatan dan kepribadian kepada banyak orang untuk memuaskan nafsu seks, dengan imbalan pembayaran. Berdasarkan pendapat diatas dapat di katakan beberapa hal :
III. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 3.1 Hiburan Malam di Kabupaten Kepulauan Anambas Kabupaten Kepulauan Anambas memang sebuah pulau yang jauh dari Kota besar, namun di kabupaten ini tempat hiburan malam semakin banyak tersebar di seluruh wilayahnya hingga ke desa-desa. Semakin tahun mulai tumbuhnya kafe hingga tempat hiburan malam
1. Prostitusi adalah bentuk penyimpangan seksual, dengan pola-pola organisasi impuls atau dorongan seks yang tidak wajar dan tidak terintegrasi, dalam bentuk pelampiasan nafsu-nafsu
14
diwilayah Kabupaten Kepulauan Anambas. Hiburan malam yang tadinya hanya menyediakan tempat karoke, dan kafe, sekarang berkembang menjadi tempat-tempat yang menjual alkohol, dan perempuan atau dijadikan tempat prostitusi.
3.2. Perekrutan Tenaga Kerja Kafe Tenaga kerja dibutuhkan untuk bekerja di kafe, seperti di Desa Batu Ampar, perempuan-perempuan di datangkan khusus dari luar Desa Batu Ampar. Perempuan berpotensi untuk dieksploitasi karena tubuh perempuan memiliki nilai ekonomis yang tinggi dalam dunia industri media. Iklan atau promosi menggunakan pendekatan seks pada umumnya menempatkan perempuan sebagai objek, dapat dilihat dengan ditampilkannya bagian atau seluruh tubuh (sensualitas) perempuan, pakaian ketat, gerak erotis dan sensual. Menonjolkan tubuh perempuan, misalnya menampilkan perempuan dengan pakaian ketat serta melakukan gerakan erotis, dan memperlihatkan ekspresi mimik wajah sensual perempuan (Widyatama, 2006 : 174).
Perempuan-perempuan dijadikan alat bagi pengusaha untuk menarik pengunjung. Disinyalir, saat ini perkerja seks komersial (PSK) dari luar mulai ramai berdatangan ke Kabupaten Kepulauan Anambas. Menurut informasi yang didapat, para PSK tersebut datang dari Tanjungpinang, Ranai (Natuna), Pontianak dan sejumlah daerah di Provinsi Kepri lainnya. PSK tersebut, datang dengan menggunakan kapal Bukit Raya dan juga Kapal Perintis. Karenanya, ia mendesak pemerintah untuk melakukan pengawasan ketat dari mulai di pelabuhan termasuk menggelar razia ke kafe-kafe yang ada di Anambas. (Sumber : Dinas Sosial Kabupaten Kepulauan Anambas 2015).
Di Desa Batu Ampar sendiri perempuan secara tidak langsung di eksploitasi, banyak perempuan yang di datangkan dari luar daerah seperti daerah Jawa ini yang tadinya dijanjikan untuk bekerja mulai dari bekerja di rumah tangga sampai dijanjikan bekerja di rumah makan. Namun akhirnya sampai di Desa Batu ampar mereka bekerja sebagai pelayan di kafe remang-remang. Para perempuan ini sengaja di datangkan dengan kapal bukit raya, dan juga kapal perintis dari beberapa daerah yang di ambil langsung oleh pengelola atau pengusaha kafe.
Kemudian Kafe yang disinyalir menjadi tempat prostitusi terselubung di Kabupaten Anambas, semakin menjamur. Sampai saat ini terdapat lima kafe yang beroperasi di daerah jemaja. jika dibandingkan dengan beberapa tahun lalu sebelum Anambas dimekarkan, maka sangat jauh berbeda. Sebelumnya jumlah kafe itu masih sedikit, namun saat ini setelah dimekarkan justru jumlahnya terus bertambah. Yang membuat khawatir masyarakat itu adanya isu bahwasanya di Jemaja sudah ada 4 pelacur yang terinveksi virus HIV dari hasil kegiatan tim penanggulangan HIV dan AIDS (Sumber : Dinas Sosial Kabupaten Kepulauan Anambas, 2015)
3.3 Gambaran Umum Desa Batu Ampar Desa Batu Ampar merupakan salah satu desa yang ada di Kabupaten Kepulauan Anambas yang merupakan
15
daerah perlintasan yang berada di tengah-tengah desa lainnya yang ramai dikunjungi. Keadaan ini membuka peluang bagi pengusaha membuka tempat hiburan di daerah ini. Sejak tahun 2014 para pengusaha mencoba membuka tempat hiburan di Desa ini. Berikut data tempat hiburan malam yang ada di desa Batu Ampar :
4.2.1 Komersialisasi Berdasarkan hasil wawancara dengan informan maka dapat dianalisa bahwa perempuan di kafe ini memang dijadikan alat untuk menarik pengunjuk yang bernilai ekonomis. Kesediaan kaum perempuan untuk mengikuti tuntutan itulah yang menunjukan bagaimana tuntutan ekonomi telah mempu mengalahkan idealism kaum perempuan untuk menjaga harkat dan martabatnya. Kapitalisme telah merambah dalam segala bidang, dari hal-hal yang sifatnya umum, sampai pada hal-hal kecil yang sifatnya pribadi. Dan yang lebih banyak menjadi korban adalah kaum perempuan. Kadang karena kesulitan ekonomi, kaum perempuan menjadikan alasan untuk menolak tuntutan ini.
Tabel I.1 Tempat Hiburan Desa Batu Ampar
N o
Nama Kafe
1
Lesong
2
Buyun g
3
Air tanah
4
KAR
5
Kafe Di
Jumlah pengunjung Hari Akhir Bias peka a n 7 s/d 15 s/d 12 20 orang orang 3 s/d 18 s/d 7 25 orang orang 5 s/d 12 s/d 10 19 orang orang 3 s/d 10 s/d 6 16 orang orang 7 s/d 17 s/d 14 22 orang orang
Jumla h waiters
6 orang
Kemudian berdasarkan hasil observasi diketahui bahwa dulu warung ini belum dijadikan sebagai tempat mesum melainkan sebagai tempat pariwisata bagi para pengunjung untuk melihat pemandangan laut kemudian mencari hiburan seperti karoke dan tempat makan sambil menikmati makanan dan minuman yang mereka beli di warung. Tetapi saat sekarang warung tersebut sudah disalah gunakan, setidaknya demikian informasi yang berhasil diperoleh pada saat melakukan survei awal, warung ini dimanfaatkan para pengusaha dengan menggelar dagangannya dengan praktek-praktek prostitusi.
8 orang
5 orang
7 orang
9 orang
Sumber : Pernyataan Pemilik, 201 IV. ANALISA PEMBAHASAN
DATA
DAN
4.2.2 Seksualitas
4.2 Komersialisasi Perempuan Pada Kafe Remang-Remang Di Desa Batu Ampar Kecamatan Palmatak Kabupaten Anambas
Berdasarkan hasil wawancara diketahui bahwa salah satu dorongan para pengunjung datang ke kafe adalah dari segi seksualitas yang disuguhkan
16
oleh pihak kafe, perempuan dengan pakaian yang seksi menjadi pilihan mereka untuk menghibur diri. Perempuan yang disiapkan juga tidak melayani saja bahkan bisa diajak melakukan kegiatan prostitusi. salah satunya adalah karena adanya faktor yang meliputi penyalah gunaan alkohol dalam aktivitas seks, ketersediaan waktu untuk mencurahkan perasaan dalam berhubungan, dan penentuan waktu yang tepat untuk aktivitas seks di kafe remang-remang ini.
saat ini identik dengan kegiatan seksual. Seksualitas ialah interaksi faktor-faktor biologis, psikologi personal, dan lingkungan. kegiatan di kafe remangremang memang identik dengan seksualitas, mereka tidak hanya melakukan hubungan seks, tetapi lebih dengan mencari hiburan dengan perempuan yang sekedar untuk di peluk dan di cium tanpa berhubungan seks. Salah satu dorongan para pengunjung datang ke kafe adalah segi seksualitas yang disuguhkan oleh pihak kafe, perempuan dengan pakaian yang seksi menjadi pilihan mereka untuk menghibur diri. Perempuan yang disiapkan juga tidak melayani saja bahkan bisa diajak melakukan kegiatan prostitusi. Kemudian komersialisasi memang dilakukan para pemilik kafe, perempuan dijadikan alat yang bisa mendatangkan keuntungan. Komersialisasi perempuan dapat menjadi pintu gerbang terhadap eksploitasi perempuan. Adanya komersialisasi perempuan akan membuka keran-keran eksploitasi pada perempuan, yang selama ini memang sudah terjadi. Perempuan di kafe ini memang dijadikan alat untuk menarik pengunjung yang bernilai ekonomis. Kesediaan kaum perempuan untuk mengikuti tuntutan itulah yang menunjukan bagaimana tuntutan ekonomi telah mempu mengalahkan idealism kaum perempuan untuk menjaga harkat dan martabatnya.
Salah satu faktor utama yang mendorong munculnya gaya hidup adalah pola komsumsi, pola konsumsi masyarakat perkotaan telah menjadikan barang-barang ataupun jasa sebagai identitas mereka, barang dan jasa dikonsumsi bukan dikarenakan kebutuhan mereka melainkan hanya sebatas memenuhi keinginan dan penunjuk identitas sosial mereka. Pola konsumsi masyarakat perkotaan ini telah merubah nilai suatu produk yang awalnya memiliki nilai fungsional menjadi nilai simbolis. Perubahan nilainilai suatu barang dan jasa ini kemudian memunculkan gaya hidup masyarakat perkotaan. Salah satu gaya hidup tersebut adalah para penikmat hiburan malam di kafe remang-remang V. PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian maka dapat dianalisa bahwa Di Desa Batu Ampar Kecamatan Palmatak Kabupaten Anambas dijelaskan bahwa sudah terjadinya Komersialisasi perempuan di Kafe Remang-Remang hal ini dapat dilihat dari di kafe ini menjual perempuan dan melakukan kegiatan yang berbau seksualitas, kafe yang ada
Perempuan yang bekerja di kafe ini menjelaskan bahwa selama ini mereka mengetahui bahwa mereka sengaja di jual ke pelanggan, pemilik kafe mengambil keuntungan dari hal tersebut. Kaum perempuan yang menjadi objek sering tidak sadar jika
17
sedang menjadi bahan eksploitasi dari pihak-pihak yang ingin mengambil keuntungan sebanyak-banyaknya. Perempuan yang cantik akan menjadi identitas dari kualitas, mutu, dan kesan mewah pada suatu produk yang ditawarkan. Semakin terkenal dan popular perempuan yang ditampilkan pada suatu iklan, maka semakin tinggi pula kualitas, mutu, kesan mewah akan suatu produk.
menganggu tatanan kehidupan masyarakat desa Batu Ampar.
DAFTAR PUSTAKA
Arikunto, Suharsimi, 2002. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta. PT. Rineka Cipta.
Kemudian pengusaha kafe tersebut menjelaskan bahwa tidak adanya eksploitasi karena perempuan yang dipekerjakan atas dasar kemauannya sendiri, namun setelah dilakukan observasi dan wawancara mendalam kepada para perempuan yang menjadi pelayan di kafe tersebut bahwa sebelum akhirnya menjadi pelayan kafe perempuan-perempuan ini dijanjikan bekerja sebagai pembantu rumah tangga, ada pula yang dijanjikan bekerja di rumah makan, namun setelah sampai ke Desa Batu Ampar perempuan-perempuan tersebut dipekerjakan sebagai pelayan di kafe remang-remang.
Astry Sandra Amalia. 2013. Dampak Lokalisasi Pekerja Seks Komersial (Psk) Terhadap Masyarakat Sekitar (studi Kasus Di Jalan Soekrno-Hatta Km.10 Desa Purwajaya Kabupaten Kutai Kartanegara). eJournal Administrasi Negara, Volume 1, Nomor 2, 2013: 465-478 Anggraini, RD. 2015. Pengaruh Aktivitas Tempat Hiburan Malam terhadap Perubahan Perilaku Sosial Masyarakat di Kelurahan Ganjar Asri. Kecamatan Metro Barat. Kota Metro Tahun 2014/2015. Jurnal.fkip.unila.ac.id
B. Saran Adapun saran yang dapat disampaikan adalah sebagai berikut : 1. Sebaiknya ada pengawasan yang dilakukan baik oleh pemerintah daerah maupun masyarakat agar kegiatan komersialisasi seksualitas perempuan di Desa ini tidak berkembang lagi. 2. Sebaiknya ada aturan yang dibuat di desa ini untuk kafekafe tersebut agar tidak
Haryatmoko. 2003. Etika Politik dan Kekuasaan Jakarta : Penerbit Kompas. Jones. (Eds)., Pengantar Teori-Teori Feminis Kontemporer (hlm. 251–275). Yogyakarta: Jalasutra.
18
Stereotipe Perempuan Dalam Iklan di Televisi (Analisis Semiotik Iklan Neo Hormoviton, Hand and Body Marina dan Sabun Mandi Lux), Jurusan Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Muhammadiyah Malang.
Michel Foucault. 2000. Seks dan Kekuasaan: Sejarah Seksualitas. Jakarta Gramedia Moleong, Lexy J. 2012. Metodologi Penelitian Kualitatif, Penerbit PT Remaja Rosdakarya. Offset, Bandung. Parker, S.R. 1992. Sosiologi Industri. Jakarta: Rineka Cipta.
Widyatama, Rendra, 2006, Bias Gender, Media Pressindo, Yogyakarta
Jones. (Eds)., Pengantar Teori-Teori Feminis Kontemporer (hlm. 251–275). Yogyakarta: Jalasutra. Jurnal : Saskia, Elenora. 1999. Penghancuran gerakan perempuan Indonesia. Jakarta : Garba Budaya
Nur
Sugiharti, dkk. 2007. Psikologi Pendidikan. Yogyakarta: UNY Press.
Sugiyono. 2012. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&B. Bandung : Remaja Rosdakarya
Afni Kusumaningtyas. 2014. Interaksi dan Pola Hubungan terhadap Anak Pasca Perceraian (Studi Deskripstif Tentang Interaksi dan Pola Asuh terhadap Anak Pasca Perceraian di Kota Surabaya). journal.unair.ac.id
Wasil Sarbini.2014. Kondisi Psikologis Anak Dari Keluarga Yang Bercerai. Jurusan Ilmu Kesejahteraan Sosial, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Jember (UNEJ)
Suyono, Seno Joko. 2002. Tubuh Yang Rasis. Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Widyastanto, Prambudy Hari. 2006. Skripsi: Semiotika pada
19