IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PROGRAM BERAS UNTUK KELUARGA MISKIN (RASKIN) DI DESA BATU LIMAU KECAMATAN UNGAR KABUPATEN KARIMUN TAHUN 2015
NASKAH PUBLIKASI
Oleh:
RIKA ROSTIRAWATI NIM : 110565201012
PROGRAM STUDI ILMU PEMERINTAHAN FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS MARITIM RAJA ALI HAJI TANJUNGPINANG 2017
IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PROGRAM BERAS UNTUK KELUARGA MISKIN (RASKIN) DI DESA BATU LIMAU KECAMATAN UNGAR KABUPATEN KARIMUN TAHUN 2015 RIKA ROSTIRAWATI Program Studi Ilmu Pemerintahan Fakultas Ilmu Sosial Dan ilmu Politik Universitas Maritim Raja Ali Haji ABSTRAK Program Raskin merupakan implementasi dari intruksi Presiden tentang kebijakan Perberasan Nasional. Peneliti memilih Desa Batu limau, sebagai tempat peneliti untuk meneliti tentang bagaimana pelaksanaan program Raskin, dikarenakan pertama, taraf hidup masyarakat setempat adalah menengah kebawah, artinya masih banyak masyarakat miskin yang perlu mendapatkan bantuan seperti Raskin dan sebagainya. Kedua, belum adanya keseimbangan antara kuota beras dengan RTSPM, yang menerima Raskin hanya 31 orang sedangkan jumlah yang seharusnya menerima diperkirakan lebih dari 31 orang kemudian pendataan yang tidak up-date sehingga belum adanya perubahan data RTS-PM yang selanjutnya mendapatkan beras Raskin tersebut Tujuan dalam penelitian ini Untuk mengetahui implementasi kebijakan program beras untuk keluarga miskin (Raskin) Raskin di Desa Batu Limau Kecamatan Ungar Kabupaten Karimun Tahun 2015. Informan dalam penelitian ini adalah stakeholders implementasi program beras miskin (Raskin) di Desa Batu Limau Kecamatan Ungar Kabupaten Karimun yaitu Camat Ungar, Kepala Desa Batu Limau, Ketua RT/RW serta masyarakat. Analisis data yang di gunakan dalam penelitian ini adalah analisa data kualitatif. Berdasarkan pemahaman level Street Level Bureaucrats, para pelaksana sebenarnya mengetahui tentang pedoman program beras miskin karena sebelum dilaksanakan program raskin ini, para pelaksana mulai dari pihak desa, kecamatan hingga Dinas Sosial sudah di berikan pengetahuan dan sosialisasi baik syarat, prosedur, sampai dengan pendistribusian. Namun dalam pelaksanaannya banyak masyarakat yang menganggap bahwa para pelaksana tidak memahami tentang aturan-aturan yang berlaku dalam pendistribusian raskin. Karena di Desa Batu Limau ini diketahui bahwa dalam pembagiannya tidak sesuai dengan aturan, masyarakat desa hanya mendapatkan 3 Kg beras seharusnya dalam aturannya sebanyak 15 kg per kepala keluarga. Kata Kunci : Pendistribusian Beras, Pelaksanaan Peraturan
1
ABSTRACT
Raskin program is the implementation of the instruction of the President of the national Perberasan policy. The researchers chose the village of Lime Rock, as a place for researchers to research on how the implementation of the program because first, Raskin, the living standard of local people is a medium sized down, meaning that there are still many poor people who need get help like Raskin and so on. Second, not to the existence of a balance between quotas of rice with the RTS-am, who received only 31 people while Raskin number that should receive an estimated more than 31 people then the logging is not up-date so haven't any change data RTSam who then get the Raskin rice The goal in this research is to know the policy implementation programs of rice to poor families (Raskin) at the village of Lime Rock Raskin Subdistrict Ungar Karimun District by 2015. Informants in this study are poor rice program implementation stakeholders (Raskin) in the village of Lime Rock Karimun Regency i.e. Ungar Subdistrict Head Ungar, head of the village of Lime Rock, Chairman of the RT/RW as well as the community. The analysis of the data used in this study is the analysis of qualitative data. Based on the understanding level of Street-Level Bureaucrats, the actual implementers aware of the guidelines program due to poor rice before being implemented, the raskin program executor starts from the village, sub-district to Social Service have already given the knowledge and dissemination of good terms, procedures, up to distribution. But in practice many people consider that the executor does not understand about the rules that apply in the distribution of raskin. Lime Stone in the village because it is known that in the Division is not in accordance with the rules, the villagers get only 3 Kg of rice should be in order as much as 15 kg per head of the family.
Keywords: Distribution Of Rice, The Implementation Regulations
2
I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Undang-Undang Dasar 1945 mengamanatkan bahwa Negara wajib melayani setiap warga Negara dan penduduk untuk memenuhi kebutuhan dasarnya dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Pemerintah merupakan suatu kelembagaan atau organisasi yang menjalankan kekuasaan pemerintahan, sedangkan pemerintahan adalah proses berlangsungnya kegiatan atau perbuatan pemerintah dalam mengatur kekuasaan suatu Negara. Pemerintah Indonesia sangat menyadari bahwa jika masyarakat sudah mendapatkan apa yang menjadi haknya, maka masyarakat tersebut juga akan menjalankan kewajibannya dengan penuh kesadaran.. Dalam pemenuhan hak-hak masyarakatnya pemerintah telah banyak berupaya dalam mengatasi masalahmasalah yang berkaitan dengan kemiskinan salah satunya. Pemerintah dalam hal ini telah mengeluarkan kebijakan tentang bagaimana mengurangi beban pengeluaran rumah tangga miskin dengan program Raskin. Beras untuk keluarga miskin (Raskin) merupakan subsidi pangan pokok dalam bentuk beras yang diperuntukkan bagi keluarga miskin sebagai upaya dari pemerintah untuk meningkatkan ketahanan pangan dan memberikan perlindungan pada keluarga miskin. Beras merupakan makanan pokok sebagian besar penduduk Indonesia. Oleh karena itu, pada tahun 2002 pemerintah Indonesia meluncurkan Program Raskin yang merupakan implementasi dari konsistensi pemerintah dalam rangka memenuhi hak pangan masyarakat.
Program semacam ini sebenarnya sudah ada sejak krisis pangan di Indonesia pada tahun 1998 yang dinamakan dengan Operasi Pasar Khusus (OPK). Namun, baru pada tahun 2002 program OPK ini diubah namanya menjadi program Beras untuk Rumah Tangga Miskin (Raskin) dan pada tahun 2008 menjadi beras bersubsidi untuk masyarakat berpendapatan rendah (Raskin). (Pedoman Umum Raskin 2015 pada Lembaran ke III Kata Pengantar Menteri Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat). Program Raskin merupakan implementasi dari intruksi Presiden tentang kebijakan Perberasan Nasional. Presiden menginstruksikan kepada Menteri dan Kepala Lembaga Pemerintah non Kementerian tertentu, serta Gubernur dan Bupati/Walikota di seluruh Indonesia untuk melakukan upaya peningkatan pendapatan petani, ketahanan pangan, pengembangan ekonomi perdesaan dan stabilitas ekonomi nasional.(Pedoman Umum Raskin, 2015: 7). Peraturan perundangan yang menjadi landasan pelaksanaan program Raskin adalah : (dalam skripsi Ayu Wahyuni, 2014: 7) 1. Undang-undang Nomor 8 Tahun 1985 tentang Organisasi Masyarakat; 2. Undang-undang Nomor 7 Tahun 1996, tentang Pangan; 3. Undang-undang Nomor 19 Tahun 2003, tentang Badan Usaha Milik Negara (BUMN); 4. Undang-undang No. 32 Tahun 2004, tentang Pemerintahan Daerah; 5. Undang-undang No. 22 Tahun 2009, tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) Tahun Anggaran 2012;
6. Undang-undang Nomor 18 Tahun 1985, tentang Pelaksanaan Undangundang Nomor 8 Tahun 1985; 7. Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 1986, tentang Ketahanan Pangan; 8. Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 2003, tentang Pendirian Perusahaan Umum (Perum) BULOG; 9. Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005, tentang Pengelolaan Keuangan Daerah; 10. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2010, tentang Percepatan Penanggulangan Kemiskinan; 11. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 29 Tahun 2011, tentang Rencana Kerja Pemerintah Tahun 2012; 12. Inpres Nomor 7 Tahun 2009 tentang Kebijakan Perberasan; 13. Permendagri Nomor 59 Tahun 2007, tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah; 14. Kepmenko Kesra Nomor 35 Tahun 2008, tentang Tim Koordinasi Raskin Pusat Terdapat beberapa unsur dalam Raskin, antara lain adalah Pedoman Pelaksanaan Program Raskin, Tim Koordinasi Program Raskin Provinsi, Tim Raskin Divisi Regional (Divre), Satker Raskin, Tim Koordinasi Raskin Kecamatan, Pelaksanaan Distribusi, Titik Distribusi, Rumah Tangga Miskin (RTM), Musyawarah Desa/Kelurahan, Beras Standar Kualitas Bulog, Unit Pengaduan Masyarakat (UPM) Raskin.(Pedoman Umum Raskin 2015: 14)
Tidak seluruh masyarakat Indonesia yang berhak atas Raskin, hanya mereka yang tergolong miskin dan rawan pangan di daerah tertentu mendapat hak untuk menerima Raskin. Untuk memilih kelompok yaitu sesuai kriteria yang ditetapkan data keluarga miskin dan rawan pangan dikumpulkan dari berbagai sumber seperti Kelurahan, LSM, dan sebagainya. Data tersebut dibawa ke musyawarah Desa untuk diteliti kebenarannya dan dikoreksi, apabila ada data yang rangkap atau yang tidak sesuai, kemudian musyawarah Desa Memilih dan menetapkan keluarga yang termasuk paling miskin dan rawan pangan sesuai jumlah plafon yang disediakan. Pemilihan dapat menggunakan sistem rangking sehingga hanya mereka yang benar-benar paling miskin dan rawan pangan saja yang dipilih. Hasil musyawarah Desa perlu diketahui oleh seluruh masyarakat.(dalam skripsi Nina Maryana, 2011: 3) Kecamatan Ungar adalah salah satu Kecamatan yang ada di Kabupaten Karimun dengan pusat pemerintahan di Kelurahan Alai, yang merupakan hasil pemekaran dari Kecamatan Kundur. Kecamatan ini terdiri atas 1 kelurahan dan 3 desa yaitu Kelurahan Alai, Desa Batu Limau, Desa Sungai Buloh, dan Desa Pulau Ngal. (Sumber : Demografi Kecamatan Ungar, 2016) Desa Batu Limau memiliki rumah tangga sasaran penerima manfaat (RTSPM) sebanyak 31 KK, RTS-PM tersebut pada bulan Januari s.d Maret Tahun 2015 mendapat masing-masing 45 kg dengan total keseluruhannya 1395 kg. (Kantor Desa Batu Limau, 2015) Peneliti memilih Desa Batu limau, sebagai tempat peneliti untuk meneliti tentang bagaimana pelaksanaan
4
program Raskin, dikarenakan pertama, taraf hidup masyarakat setempat adalah menengah kebawah, artinya masih banyak masyarakat miskin yang perlu mendapatkan bantuan seperti Raskin dan sebagainya. Kedua, belum adanya keseimbangan antara kuota beras dengan RTS-PM, yang menerima Raskin hanya 31 orang sedangkan jumlah yang seharusnya menerima diperkirakan lebih dari 31 orang kemudian pendataan yang tidak up-date sehingga belum adanya perubahan data RTS-PM yang selanjutnya mendapatkan beras Raskin tersebut. Kemudian Kepala Desa pernah membagikan Raskin secara merata sebanyak 3 Kg ke masing-masing kepala keluarga agar masyarakat setempat dapat merasakan bantuan program Raskin tersebut, padahal sesuai kebijakannya Raskin diperuntukkan untuk rumah tangga miskin. Berdasarkan latar belakang itulah, penulis merasa tertarik untuk mengadakan penelitian mengenai “Implementasi Kebijakan Program Beras Untuk Keluarga Miskin (Raskin) di Desa Batu limau Kecamatan Ungar Kabupaten Karimun Tahun 2015”.
C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian 1. Tujuan Penelitian Dengan melihat rumusan masalah sebelumnya maka tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah: Untuk mengetahui Bagaimana implementasi kebijakan program beras untuk keluarga miskin (Raskin) Raskin di Desa Batu Limau Kecamatan Ungar Kabupaten Karimun Tahun 2015. 2. Kegunaan Penelitian a. Secara Akademis, penelitian ini diharapkan berguna sebagai suatu karya ilmiah yang dapat menunjang perkembangan ilmu pengetahuan dan sebagai bahan masukan yang dapat mendukung bagi peneliti maupun pihak lain. b. Dapat dijadikan sebagai kontribusi terhadap pemecahan masalah terkait yakni Implementasi Kebijakan Program Raskin di Desa Batu Limau Kecamatan Ungar Kabupaten Karimun. D. Kerangka Berfikir
B. Perumusan Masalah Mengacu pada uraian latar belakang di atas, maka perumusan masalah yang disampaikan dalam penelitian ini adalah Bagaimana implementasi kebijakan program beras untuk keluarga miskin (Raskin) Raskin di Desa Batu Limau Kecamatan Ungar Kabupaten Karimun Tahun 2015?
5
(public policy) sangatlah beragam menurut para pakar dan disesuaikan dengan kegunaan istilah itu sendiri. Pada dasarnya kebijakan publik/kebijakan pemerintah adalah sesuatu yang menjadi pilihan (prioritas) atau yang tidak menjadi pilihan dan sesuatu yang dikerjakan ataupun yang tidak dikerjakan (didiamkan) merupakan suatu tindakan (kebijakan) pemerintah yang pada akhirnya untuk suatu proses pencapaian tujuan pemerintah. Kebijakan (policy) adalah sebuah instrumen pemerintahan, bukan saja dalam arti government yang hanya menyangkut aparatur negara, melainkan pula governance yang menyentuh pengelolaan sumberdaya publik (Edi Suharto, 2011: 3). Menurut Kartasasmita dalam Joko Widodo (2007: 12-13) bahwa “kebijakan merupakan upaya untuk memahami dan mengartikan (1) apa yang dilakukan (atau tidak dilakukan) oleh pemerintah mengenai suatu masalah, (2) apa yang menyebabkan atau yang memengaruhinya, dan (3) apa pengaruh dan dampak dari kebijakan publik tersebut. Thomas R. Dye dalam Subarsono (2006: 2) mengungkapkan bahwa kebijakan publik didefinisikan sebagai apapun yang dipilih oleh pemerintah untuk dilakukan atau tidak dilakukan. Menurut RC. Chandler dan JC. Plano dalam Inu Kencana Syafiie (2006: 105), “kebijakan publik adalah pemanfaatan yang strategis terhadap sumberdaya-sumberdaya yang ada untuk memecahkan masalah publik. Mengacu pada Hogwood dan Gunn (1990) yang dikutip oleh Edi Suharto (2011: 4), kebijakan publik sedikitnya mencakup hal-hal sebagai berikut:
E. Metode Penelitian Jenis penelitian yang penulis gunakan adalah metode kualitatif. Dimana penelitian ini lebih bersifat deskriptif. Dimana penelitian kualitatif ini merupakan penelitian yang bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek penelitian, misalnya perilaku, persepsi, motivasi, tindakan, dan lain sebagainya. (Moleong (2005) dalam Haris (2010: 9)) F. Teknik Analisis Data Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisa data kualitatif yaitu dengan melakukan terlebih dahulu mendeskripsikan, memverifikasi, menginterpretasikan untuk kemudian dianalisis sehingga memperoleh suatu kesimpulan. Moleong (2004:35) menyatakan analisa dan kualitatif adalah proses pengorganisasian, dan penguratan data kedalam pola dan kategori serta satu uraian dasar, sehingga dapat dikemukakan tema yang seperti disarankan oleh data. Adapun langkah – langkah analisa data yang dilakukan adalah : (1) menelaah dari semua data yang tersedia dari berbagai sumber, (2) reduksi data yang dilakukan dengan membuat abstraksi, (3) menyusun data kedalam satuan-satuan, (4) pengkategorian data sambil membuat koding, (5) mengadakan pemeriksaaan keabsahan data, dan (6) penafsiran data secara deskripsif. II. LANDASAN TEORI 1. Kebijakan Terminologi tentang kebijakan pemerintah atau kebijakan publik
6
a. Bidang kegiatan sebagai ekspresi dari tujuan umum atau pernyataanpernyataan yang ingin dicapai. b. Proposal tertentu yang mencerminkan keputusankeputusan pemerintah yang telah dipilih. c. Kewenangan formal seperti undangundang atau peraturan pemerintah. d. Program, yakni seperangkat kegiatan yang mencakup rencana penggunaan sumberdaya lembaga dan strategi pencapaian tujuan. e. Keluaran (output), yaitu apa yang nyata telah disediakan oleh pemerintah, sebagai produk dari kegiatan tertentu. f. Teori yang menjelaskan bahwa jika kita melakukan X, maka akan diikuti oleh Y. g. Proses yang berlangsung dalam periode waktu tertentu yang relatif panjang.
1. Identifikasi dari tujuan yang ingin dicapai. 2. Taktik atau strategi dari berbagai langkah untuk mencapai tujuan yang diinginkan. 3. Penyediaan berbagai input untuk memungkinkan pelaksanaan secara nyata dari taktik atau strategi. Begitupun dengan Chandler dan Plano sebagaimana dikutip Tangkilisan (2003: 1) yang menyatakan bahwa kebijakan publik adalah pemanfaatan yang strategis terhadap sumberdayasumberdaya yang ada untuk memecahkan masalah-masalah publik atau pemerintah. Selanjutnya dikatakan bahwa kebijakan publik merupakan suatu bentuk intervensi yang dilakukan secara terus-menerus oleh pemerintah demi kepentingan kelompok yang kurang beruntung dalam masyarakat agar mereka dapat hidup, dan ikut berpartisipasi dalam pembangunan secara luas. David Easton sebagaimana dikutip Agustino (2014: 19) memberikan definisi kebijakan publik sebagai “ the autorative allocation of values for the whole society”. Definisi ini menegaskan bahwa hanya pemilik otoritas dalam sistem politik (pemerintah) yang secara syah dapat berbuat sesuatu pada masyarakatnya dan pilihan pemerintah untuk melakukan sesuatu atau tidak melakukan sesuatu diwujudkan dalam bentuk pengalokasian nilai-nilai. Secara khusus Wahab (2002:5-10) mengemukakan tentang ciri-ciri yang melekat pada kebijakan yaitu:
Kebijakan publik adalah mengenai perwujudan “tindakan” dan bukan merupakan pernyataan keinginan pemerintah atau pejabat publik semata. Di samping itu pilihan pemerintah untuk tidak melakukan sesuatu juga merupakan kebijakan publik karena mempunyai pengaruh (dampak yang sama dengan pilihan pemerintah untuk melakukan sesuatu). Terdapat beberapa ahli yang mendefiniskan kebijakan publik sebagai tindakan yang diambil oleh pemerintah dalam merespon suatu krisis atau masalah publik. Sedangkan Ekowati (2005:78) menyebutkan bahwa kebijaksanaan adalah suatu taktik dan strategi yang diarahkan untuk mencapai suatu tujuan. Oleh karena itu suatu kebijaksanaan harus memuat 3 (tiga) elemen, yaitu :
a. “Kebijakan itu dirumuskan oleh orang-orang yang memiliki wewenang dalam sistem politik
7
seperti ketua adat, ketua suku, eksekutif, legislator, hakim, administrator, monarkhie, dan sebagainya. b. Kebijakan merupakan tindakan yang mengarah pada tujuan melalui tindakan-tindakan yang direncanakan secara matang. c. Kebijakan itu hakekatnya terdiri atas tindakan-tindakan yang berkait dan berpola yang mengarah pada tujuan tertentu yang dilakukan oleh pejabat pemerintah. Kebijakan tidak hanya mencakup keputusan untuk membuat undang-undang dalam bidang tertentu tapi juga diikuti dengan keputusankeputusan yang bersangkut dengan implementasi dan pemaksaan pemberlakuannya. d. Kebijakan bersangkutan dengan apa yang senyatanya dilakukan pemerintah dalam bidangbidang tertentu baik berbentuk positif atau negatif”.
kebijakan. Implemantasi Penilaian kebijakan.
Kebijakan.
Proses pembuatan kebijakan publik merupakan proses yang kompleks karena melibatkan banyak proses maupun variabel yang harus dikaji. Oleh karena itu beberapa ahli politik yang menaruh minat untuk mengkaji kebijakan publik membagi prosesproses penyusunan kebijakan publik kedalam beberapa tahap. Tujuan pembagian seperti ini adalah untuk memudahkan kita dalam mengkaji kebijakan publik. Namun demikian, beberapa ahli mungkin membagi tahaptahap ini dengan urutan yang berbeda. Tahap-tahap kebijakan publik menurut William Dunn sebagaimana dikutip Budi Winarno (2007: 32-34 adalah sebagai berikut : 1. Tahap penyusunan agenda Para pejabat yang dipilih dan diangkat menempatkan masalah pada agenda publik. Sebelumnya masalah ini berkompetisi terlebih dahulu untuk dapat masuk dalam agenda kebijakan. Pada akhirnya, beberapa masalah masuk ke agenda kebijakan para perumus kabijakan. Pada tahap ini mungkin suatu masalah tidak disentuh sama sekali, sementara masalah yang lain ditetapkan menjadi fokus pembahasan, atau ada pula masalah karena alasanalasan tertentu ditunda untuk waktu yang lama
Suatu kebijakan publik yang telah diterima dan disahkan tidaklah akan ada artinya apabila tidak dilaksanakan. Untuk itu implementasi kebijakan publik haruslah berhasil, malahan tidak hanya implementasinya saja yang berhasil, akan tetapi tujuan yang terkandung dalam kebijakan publik itu haruslah tercapai yaitu terpenuhinya kepentingan masyarakat (public inters). Dalam pembahasan pelaksanaan kebijakan banyak pembagian dalam suatu kebijakan yang akan diambil atau diterapkan, seperti Dunn (2003:22) Membagi proses pembuatan kebijakan dalam 5 (lima) tahapan yakni Penyusunan agenda kegiatan kebijakan. Formulasi Kebijakan. Adopsi
2. Tahap formulasi kebijakan Maslaah yang telah masuk ke agenda kebijakan kemudian dibahas oleh para pembuat kebijakan. Masalah-masalah tadi didefinisikan untuk 8
kemudian dicari pemecahan masalah terbaik. Pemecahan masalah tersebut berasal dari berbagai alternatif atau pilihan kebijakan (policy alternatives/policy options) yang ada. Dalam perumusan kebijakan masing-masing alternatif bersaing untuk dapat dipilih sebagai kebijakan yang diambil untuk memecahkan masalah. Dalam tahap ini masing-masing actor akan bersaing dan berusaha untuk mengusulkan pemecahan masalah terbaik.
namun beberapa yang lain munkin akan ditentang oleh para pelaksana. 5. Tahap evaluasi kebijakan Dalam tahap ini kebijakan yang telah dijalankan akan dinilai atau dievaluasi, unuk melihat sejauh mana kebijakan yang dibuat untuk meraih dampak yang diinginkan, yaitu memecahkan masalah yang dihadapi masyarakat. Oleh karena itu ditentukan ukuran-ukuran atau kriteria-kriteria yamh menjadi dasar untuk menilai apakah kebijakan publik yang telah dilaksanakan sudah mencapai dampak atau tujuan yang diinginkan atau belum.
3. Tahap adopsi kebijakan Dari sekian banyak alternatif kebijakan yang ditawarkan oleh para perumus kebijakan, pada akhirnya salah satu dari alternatif kebijakan tersebut diadopsi dengan dukungan dari mayoritas legislatif, konsensus antara direktur lembaga atau putusan peradilan.
2. Implementasi Kebijakan Suatu kebijakan publik yang telah disahkan tidak akan bermanfaat apabila tidak diimplementasikan secara maksimal dan benar. Hal ini disebabkan karena implementasi kebijakan publik berusaha untuk mewujudkan kebijakan publik yang masih bersifat abstrak kedalam realitanya. Maka harus ada implementor yang konsisten dan profesional untuk mensosialisasikan isi kebijakan tersebut. Dengan kata lain, bahwa pelaksanaan kebijakan publik berusaha menimbulkan hasil (outcome) yang dapat dinikmati terutama oleh kelompok sasaran (target groups). Implementasi menurut kamus Webster dalam Wahab (1991: 50) yang dikutip oleh Widodo (2007: 86) implementasi diartikan sebagai “to provide the means for carrying out (menyediakan sarana untuk melaksanakan sesuatu); to give practical effects to (menimbulkan dampak/akibat terhadap sesuatu tertentu.
4. Tahap implementasi kebijakan Suatu program kebijakan hanya akan menjadi catatan-catatan elit jika program tersebut tidak diimplementasikan, yakni dilaksanakan oleh badan-badan administrasi maupun agen-agen pemerintah di tingkat bawah. Kebijakan yang telah diambil dilaksanakan oleh unit-unit administrasikan yang memobilisasikan sumber daya finansial dan manusia. Pada tahap implementasi ini berbagai kepentingan akan saling bersaing. Beberapa implementasi kebijakan mendapat dukungan para pelaksana (implementors),
9
Mazmanian dan Sabatier menjelaskan lebih rinci proses implementasi kebijakan dengan mengemukakan bahwa implementasi adalah pelaksanaan keputusan kebijakan dasar, biasanya dalam bentuk undang-undang, namun dapat pula berbentuk perintah-perintah atau keputusan-keputusan eksekutif yang penting atau keputusan badan peradilan.(Widodo, 2007: 88)
implementasi kebijakan perlu juga diperhitungkan manakala hendak menentukan agen pelaksana. Semakin luas cakupan implementasi kebijakan, maka seharusnya semakin besar pula agen yang dilibatkan.
4. Sikap/Kecenderungan (Disposition) para pelaksana Sikap penerimaan atau penolakan dari agen pelaksana akan sangat banyak mempengaruhi keberhasilan atau tidaknya kinerja implementasi kebijakan publik. 5. Komunikasi Antarorganisasi dan Aktifitas Pelaksana Koordinasi merupakan mekanisme yang ampuh dalam implementasi kebijakan publik. Semakin baik koordinasi komunikasi diantara pihak-pihak yang terlibat dalam suatu proses implementasi, maka asumsinya kesalahan-kesalahan akan sangat kecil untuk terjadi dan begitu pula sebaliknnya. 6. Lingkungan Ekonomi, Sosial, dan Politik. Hal terakhir yang perlu diperhatikan guna menilai kinerja implementasi publik dalam perspektif yang ditawarkan oleh Van Metter dan Van Horn adalah sejauh mana lingkungan eksternal turut mendorong keberhasilan kebijakan publik yang telah ditetapkan. Lingkungan sosial, ekonomi, dan politik yang tidak kondusif dapat menjadi penyebab dari kegagalan kinerja implementasi kebijakan. Oleh karena itu, upaya untuk mengimplementasikan kebijakan harus pula
Menurut Van Metter Van Horn menyatakan, “implementasi kebijakan adalah tindakan-tindakan yang dilakukan oleh individu-individu (dan kelompok) pemerintah dan swasta yang diarahkan pada pencapaian tujuan dan sasaran yang telah ditetapkan.” Enam variabel menurut Van Metter dan Van Horn, yang mempengaruhi kinerja kebijakan yaitu: 1. Ukuran dan Tujuan Kebijakan Kinerja implementasi kebijakan dapat diukur keberhasilannya jika ukuran dan tujuan dari kebijakan memang realistis dengan sosiokultur yang ada di level pelaksana kebijakan. 2. Sumber daya Keberhasilan proses implementasi kebijakan sangat tergantung dari kemampuan memanfaatkan sumber daya yang tersedia. 3. Karakteristik Agen Pelaksana Pusat perhatian pada agen pelaksana meliputi organisasi formal dan organisasi informal yang akan terlibat pengimplementasian kebijakan (publik) akan sangat banyak dipengaruhi oleh ciri-ciri yang tepat serta sesuai dengan para agen pelaksananya. Selain itu, cakupan atau luas wilayah
10
memperhatikan kekondusifan kondisi lingkungan eksternal. Subarsono (2006: 89) mengemukakan beberapa teori dari beberapa ahli mengenai implementasi kebijakan, yaitu: a. Teori Geord C. Edward Dalam pandangan Edward III, implementasi kebijakan dipengaruhi oleh empat variabel, yaitu: a) Komunikasi, yaitu keberhasilan implementasi kebijakan mensyaratkan agar implementor mengetahui apa yang harus dilakukan, dimana yang menjadi tujuan dan sasaran kebijakan harus ditransmisikan kepada kelompok sasaran (target group), sehingga akan mengurangi distorsi implementasi. b) Sumberdaya, dimana meskipun isi kebijakan telah dikomunikasikan secara jelas dan konsisten, tetapi apabila implementor kekurangan sumberdaya untuk melaksanakan, maka implementasi tidak akan berjalan efektif. Sumber daya tersebut dapat berwujud sumber daya manusia, misalnya kompetensi implementor dan sumber daya financial. c) Disposisi, adalah watak dan karakteristik yang dimiliki oleh implementor. Apabila implementor memiliki disposisi yang baik, maka implementor tersebut dapat menjalankan kebijakan dengan baik seperti apa yang
diinginkan oleh pembuat kebijakan. Edward III (1980: 98) menyatakan bahwa sikap dari pelaksana kadangkala menyebabkan masalah apabila sikap atau cara pandangnya berbeda dengan pembuat kebijakan. Oleh karena itu, untuk mengantisipasi dapat mempertimbangkan atau memperhatikan aspek penempatan pegawai (pelaksana) dan insentif. d) Struktur Birokrasi, merupakan susunan komponen (unit-unit) kerja dalam organisasi yang menunjukkan adanya pembagian kerja serta adanya kejelasan bagaimana fungsi-fungsi atau kegiatan yang berbeda-beda diintegrasikan atau dikoordinasikan, selain itu struktur organisasi juga menunjukkan spesialisasi pekerjaan, saluran perintah dan penyampaian laporan (Edward III, 1980: 125) struktur organisasi yang terlalu panjang akan cenderung melemahkan pengawasan dan menimbulkan red-tape, yakni prosedur birokrasi yang rumit dan kompleks, yang menjadikan aktivitas organisasi tidak fleksibel. Aspek dari struktur organisasi adalah Standard Operating Procedur (SOP) dan fragmentasi. Menurut Nugroho (2012:294) menjelaskan implementasi kebijakan
11
pada prinsipnya adalah cara agar sebuah kebijakan dapat mencapai tujuannya, untuk itu ada dua langkah yang ada yaitu langsung mengimplementasikan dalam bentuk program dan melalui turunan dari kebijakan publik tersebut. Adapun kebiajakn publik yang langsung operasional yaitu Keputusan Kepala Daerah, Keputusan Kepala Dinas, dan sebagainya.
untuk mencapai tujuan. Salah satu komponen utama yang ditonjolkan oleh Lineberry, yaitu pengambilan kebijakan (piolicymaking) tidaklah berakhir pada saat kebijakan itu dikemukakan atau diusulkan, tetapi merupakan kontinuitas dari pembuatan kebijakan. Purwanto dan Sulistyastuti (2012:64) Realitasnya, didalam implementasi itu sendiri terkandung suatu proses yang kompleks dan panjang Proses implementasi sendiri bermula sejak kebijakan ditetapkan atau memiliki payung hukum yang syah. Seorang ahli mengambarkan kompleksitas dalam upaya mewujudkan kebijakan dalam proses impementasi yaitu „‟ it refres to the process of converting financial, material, technical, and human inputs into output – goods and services ‘’
Dan menurut salah satu ahli mendefinisikan kaitanya implementasi kebijakan dengan muatan politik seperti yang diungkapkan oleh Hinggis dalam Pasolong (2010:57) mendifinisikan implementasi sebagai rangkuman dari berbagai kegiatan yang didalamnya sumber daya manusia mengunakan sumberdaya lain untuk mencapai sasaran strategi. Dan Grindle mengungkapkan implementasi sering dilihat sebagai suatu proses yang penuh dengan muatan politik dimana mereka yang berkepentingan berusaha sedapat mungkin mempengaruhinya.
Hanya setelah melalui proses yang kompleks tersebut maka akan dihasilkan apa yang disebut sebagai policy outcomes : suatu kondisi dimana implementasi tersebut menghasilkan realisasi kegiatan yang berdampak pada tercapainya tujuan-tujuan kebijakan yang ditetapkan sebelumnya. Dampak kebijakan yang paling nyata adalah adanya perubahan kondisi yang dirasakan oleh kelompok sasaran, yaitu dari kondisi yang satu ke kondisi yang lebih baik. Menurut Nugroho (2012:711) implementasi kebijakan dalam konteks manajemen berada dalam kerangka organizing-leadingcontrolling.Jadi, ketika kebijakan sudah dibuat, tugas selanjutnya adalah mengorganisasikan, melaksanakan kepemimpinan untuk memimpin pelaksanaan, dan melakukan pengendalian pelaksanaan.
Untuk lebih mudah dalam memahami pengertian implementasi kebijakan Lineberry (dalam Putra Fadillah, 2003:81) menspesifikasikan proses implementasi setidak-tidaknya memiliki elemenelemen sebagai berikut : 1. Pembentukan unit organisasi baru dan staf pelaksana 2. Penjabaran tujuan ke dalam berbagai aturan pelaksana (standard operating procedure / SOP) 3. Koordinasi berbagai sumber dan pengeluaran kepada kelompok sasaran; 4. Pengalokasian sumber-sumber
12
Menurut Subarsono (2011:89) keberhasilan implementasi kebijakan akan ditentukan oleh banyak variabel atau faktor, dan masing-masing variabel tersebut saling berhubungan satu sama lain. Berkaitan dengan faktor yang mempengaruhi implementasi kebijakan suatu program, menurut Rondinelli dalam Subarsono (2011 : 60) mengemukakan bahwa terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi Implementasi kebijakan programprogram pemerintah yang bersifat desentralisasi. Faktor-faktor tersebut diantaranya :
birokrasi, yang semuanya ini akan mempengaruhi implementasi suatu program. Untuk mengidentifikasi unsur – unsur kapasitas organisasi dalam Implementasi Sebelum kegiatan penyampaian berbagai keluaran kebijakan dilakukan kepada kelompok sasaran dimulai, perlu didahului dengan penyampaian informasi kepada kelompok sasaran, tujuan pemberian informasi ini adalah agar kelompok sasaran atau masyarakat memahami kebijakan yang akan di implementasikan sehinga mereka tidak hanya akan dapat menerima berbagai program yang diinisialisasi oleh pemerintah akan tetapi berpartisipasi aktif dalam upaya untuk mewujudkan tujuan-tujuan kebijakan. Proses implementasi sekurang-kurangnya terdapat tiga unsur yang penting dan mutlak, seperti dikemukakan oleh Tarwiyah (2005;11), yaitu:
1. Kondisi lingkungan. Lingkungan sangat mempengaruhi implementasi kebijakan, yang dimaksud lingkungan ini mencakupsosio cultural serta keterlibatan penerima program. 2. Hubungan Antar Organisasi. Dalam banyak program, implementasi sebuah program perlu dukungan dan koordinasi dengan instansi lain. Untuk ini diperlukan koordinasi dan kerjasama antar instansi bagi keberhasilan suatu program. 3. Sumberdaya organisasi untuk implementasi program. Implementasi kebijakan perlu didukung sumberdaya baik sumberdaya manusia (human resources) maupun sumberdaya non-manusia (non human resources). 4. Karakteristik dan kemampuan agen pelaksana yang dimaksud karakteristik dan kemampuan agen pelaksana adalah mencakup struktur birokrasi, norma-norma, dan pola-pola hubungan yang terjadi dalam
1. Adanya program atau kebijakan yang dilaksanakan; 2. Target groups, yaitu kelompok masyarakat yang menjadi sasaran, dan diharapkan dapat menerima manfaat dari program tersebut, perubahan atau peningkatan; 3. Unsur pelaksana (implementor), baik organisasi atau perorangan, yang bertanggungjawab dalam pengelolaan, pelaksanaan, dan pengawasan dari proses implementasi tersebut Dari pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa agar kebijakan itu berhasil dalam pencapaian tujuannya, maka serangkaian usaha perlu dilakukan diantaranya perlu
13
dikomunikasikan secara terbuka, jelas, dan transparan kepada sasaran. Perlunya sumber daya yang berkualitas untuk pelaksanaannya dan perlunya dirampungkan struktur pelaksana kebijakan. 3. Penelitian Terdahulu Penelitian yang berhubungan dengan masalah program beras untuk keluarga miskin (Raskin) memang bukan yang pertama kali. Sudah ada beberapa peneliti yang melakukan penelitian yang membahas masalah tersebut. Namun, sejauh ini penulis belum menemukan penelitian yang membahas masalah tersebut menggunakan pendekatan bottom up. Selain itu, penulis sudah menelusuri penelitian-penelitian sebelumnya untuk mengetahui hal-hal apa saja yang sudah diteliti dan yang belum diteliti sehingga tidak terjadi duplikasi. Dalam Skripsi Ayu Wahyuni, Mahasiswi Universitas Maritim Raja Ali Haji, Tahun 2014, dengan judul “Implementasi Kebijakan Raskin (Beras Untuk Rumah Tangga Miskin) Studi Kasus Desa Toapaya Selatan Kecamatan Toapaya Kabupaten Bintan Tahun 2015.” Dimana pada penelitian tersebut ia menggunakan sebuah teori milik Merilee. S. Grindle yang merupakan tokoh yang termasuk ke dalam golongan top down. Beliau melihat implementasi dari isi kebijakan dan lingkungan kebijakan. Kemudian, kesimpulan dari penelitian tersebut bahwasanya implementasi kebijakan Raskin di Desa Toapaya Selatan belum terlaksana dengan efektif dan maksimal mengingat masih adanya kendala dalam tahap pendistribusian dan adanya pengaruh dari luar kebijakan. Dalam mahasiswa
Negara Fakultas Ekonomi dan Ilmu Sosial Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau Pekanbaru yang berjudul “Analisis Efektifitas Pendistribusi Beras Bersubsidi Bagi Masyarakat Berpenghasilan Rendah (Raskin) Di Kecamatan Kundur Barat Kabupaten Karimun dijelaskan deskriptif persentase untuk variabel validitas data Rumah Tangga Miskin di Kecamatan Kundur Barat Kabupaten Karimun termasuk dalam kriteria sedang karena terdapat kesesuaian antara data Rumah Tangga Miskin di Kecamatan Kundur Barat Kabupaten Karimun dengan keadaan riil Rumah Tangga Miskin. Untuk perhitungan variabel dalam ketepatan sasaran Program RASKIN dalam kriteria kurang baik karena kualitas beras RASKIN yang dibagikan kepada Rumah Tangga Miskin di Kecamatan Kundur Barat Kabupaten Karimun Tidak puas dengan kualitas beras yang dibagikan. Untuk perhitungan tingkat efektivitas Program RASKIN termasuk dalam kriteria baik alasanya jumlah beras yang dibagikan kepada Rumah Tangga Miskin Kecamatan Kundur Barat Kabupaten Karimun selama ini sudah sesuai dengan ketentuan yang berlaku, yaitu sebesar 15 kg per Rumah Tangga Miskin per bulan. Sedangkan dalam variabel Kontribusi Program RASKIN termasuk dalam kriteria sedang faktanya bantuan beras RASKIN yang dibagikan kepada Rumah Tangga Miskin di Kecamatan Kundur Barat Kabupaten Karimun cukup memenuhi kebutuhan makan Rumah Tangga Miskin selama sebulan. Dan untuk variabel untuk kendalakendala terbesar yang dihadapi dalam pelaksanaan Program RASKIN di Kecamatan Kundur Barat Kabupaten Karimun adalah Waktu pendistribusian
Skripsi Bob Sahrizal, Jurusan Administrasi
14
dan kualitas beras yang tidak sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan.
dengan Direktur Utama Perum BULOG No.25 Tahun 2003 dan No. PKK12/07/2003, yang melibatkan instansi terkait, Pemerintah Daerah dan masyarakat. Berdasarkan Surat Kementerian Koordinator Kesejahteraan Rakyat No. B2143/KMK/Dep.II/XI/2007 tertanggal 30 November 2007, salah satu alternatif tindakan yang dilakukan pemerintah dalam menanggulangi kemiskinan ini diwujudkan dalam kebijakan Beras Untuk Keluarga Miskin (RASKIN) yaitu pendistribusian beras bersubsidi dengan ketentuan setiap rumah tangga memperoleh 10 Kg hinnga 15 Kg selama 10 bulan dengan harga Rp. 1.600,-/Kg netto di titik distribusi dengan ketentuan Rp. 4.616 harga beras/sesuai dengan HPP harga pembelian oleh pemerintah, sedangkan Rp 3.016 di subsidi oleh pemerintah/APBN. Namun sejak tahun 2009 sampai sekarang, penetapan jumlah beras per RTS-PM berubah menjadi 15 Kg/rumah tangga/bulan sehingga dalam setahun tiap rumah tangga memperoleh 180 Kg dengan harga yang tetap sama yaitu Rp. 1.600,/Kg netto di titik distribusi. Frekuensi distribusi yang pada tahun-tahun sebelumnya 12 kali, pada tahun 2006 berkurang menjadi 10 kali, dan pada tahun 2007 sampai sekarang ini kembali menjadi 12 kali per tahun.
Skripsi penulis merupakan yang bertujuan untuk mengisi kekosongan dalam penelitian-penelitian sebelumnya. Dalam penelitianpenelitian terdahulu tentang implementasi kebijakan program Raskin belum ada yang membahas tentang implementasi Raskin menggunakan pendekatan Bottom up. Skripsi ini membahas tentang permasalahan Raskin dari bawah ke atas, dari masyarakat dan pemerintah desa. 4. Beras Untuk Keluarga Miskin (Raskin) Program Beras Untuk Keluarga Miskin (RASKIN) sebagai salah satu Program Penanggulangan Kemiskinan Klaster I, yaitu kegiatan perlindungan sosial berbasis keluarga dalam pemenuhan kebutuhan pangan pokok bagi masyarakat kurang mampu, dimana RASKIN ini mempunyai multi fungsi yaitu memperkuat ketahan pangan keluarga miskin, sebagai pendukung kualitas Sumber Daya Manusia (SDM), pendukung usaha tani padi dan sektor lainnya dan peningkatan pemberdayaan ekonomi daerah. Program Beras Untuk Keluarga Miskin (RASKIN) adalah bagian dari upaya pemerintah Indonesia untuk memperdayakan masyarakat dengan menanggulangi masalah kemiskinan secara terpadu.
Program subsidi beras bagi masyarakat berpendapatan rendah (Program Raskin) adalah Program Nasional lintas sektoral baik horizontal maupun vertikal, untuk membantu mencukupi kebutuhan pangan beras masyarakat yang berpendapatan rendah.Secara horizontal semua Kementerian/Lembaga {K/L} yang terkait memberikan kontribusi sesuai
Program ini dilaksanakan dibawah tanggung jawab Departermen Dalam Negeri dan Perum BULOG sesuai dengan SKB (Surat Keputusan Bersama) Menteri Dalam Negeri
15
dengan tugas pokok dan fungsinya.Pemerintah Pusat berperan dalam membuat kebijakan program, sedangkan pelaksanaannya sangat tergantung kepada Pemerintah Daerah.Oleh karena itu, peran Pemerintah Daerah sangat penting dalam peningkatan efektifitas Program Raskin (Pedoman Umum Raskin 2015) Pelaksana distribusi Raskin merupakan tanggung jawab dua lembaga, yakni Bulog dan pemerintah daerah (pemda).Bulog bertanggung jawab terhadap penyaluran beras hingga titik distribusi, sedangkan pemda bertanggungjawab terhadap penyaluran beras dari titik distribusi hingga rumah tangga sasaran.Selama ini Bulog telah melaksanakan tugasnya dengan relatif baik dan sesuai aturan pelaksanaan. Namun demikian, penilaian keberhasilan program tidak dapat dilakukan secara parsial, karena Raskin merupakan sebuah kesatuan program untuk menyampaikan beras bersubsidi kepada rumah tangga miskin. Berdasarkan hasil tinjauan dokumen dan studi lapangan, permasalahan pelaksanaan Raskin banyak terjadi dari titik distribusi hingga rumah tangga penerima. a. Tujuan dan Sasaran Program Beras untuk Rakyat Miskin (Raskin) Program Raskin merupakan subsidi pangan sebagai upaya dari pemerintah untuk meningkatkan ketahanan pangan dan memberikan perlindungan pada keluarga miskin melalui pendistribusian beras yang diharapkan mampu menjangkau keluarga miskin. Tujuan program Raskin adalah memberikan bantuan dan meningkatkan/membuka akses pangan keluarga miskin dalam rangka memenuhi kebutuhan beras
sebagai upaya peningkatan ketahanan pangan di tingkat keluarga melalui penjualan beras kepada keluarga penerima manfaat pada tingkat harga bersubsidi dengan jumlah yang telah ditentukan dan mengurangi beban pengeluaran rumah tangga sasaran melalui pemenuhan sebagian kebutuhan pangan pokok dalam bentuk beras. Sasarannya adalah terbantu dan terbukanya akses beras keluarga miskin yang telah terdata dengan kuantum tertentu sesuai dengan hasil musyawarah desa/kelurahan dengan harga bersubsidi di tempat, sehingga dapat membantu meningkatkan ketahanan pangan keluarga miskin. b. Prinsip Pengelolaan Prinsip pengelolaan Raskin adalah suatu nilai-nilai dasar yang selalu menjadi landasan atau acuan dalam setiap pengambilan keputusan maupun tindakan yang akan diambil dalam pelaksanaan rangkaian kegiatan Raskin. Nilainilai dasar tersebut diyakini mampu mendorong terwujudnya tujuan Raskin. Keberpihakan kepada Rumah Tangga Miskin (RTM), yang maknanya mendorong RTM untuk ikut berperan aktif dalam perencanaan, pelaksanaan, pengendalian dan pelestarian seluruh kegiatan Raskin baik di desa dan kecamatan, termasuk menerima manfaat atau menikmati hasilnya. Transparansi, yang maknanya membuka akses informasi kepada lintas pelaku Raskin terutama masyarakat penerima Raskin, yang harus tahu, memahami dan mengerti.
16
c. Sosialisasi dan Transparansi Informasi Sosialisasi program merupakan salah satu kunci keberhasilan sebuah program, namun kegiatan penting ini tidak diatur secara rinci dalam Pedoman Umum Raskin.Hal ini menjadi salah satu penyebab bervariasinya kegiatan sosialisasi tingkat aparat antarwilayah dan lemahnya sosialisasi kepada masyarakat. d. Pelaksana program beras untuk keluarga miskin (Raskin) Kinerja pelaksanaan Raskin dapat ditinjau dari aspek-aspek sosialisasi dan transparansi informasi, alokasi, penargetan, frekuensi pendistribusian, jumlahberas yang diterima penerima manfaat, sistem pembayaran dan harga beras, serta penggunaan dana. Kepala desa/lurah sebagai penanggungjawab di tingkat desa/kelurahan bertanggung jawab atas pelaksanaan distribusi Raskin, penyelesaian pembayaran HPB dan administrasi distribusi Raskin di wilayahnya. Untuk pelaksanaan distribusi Raskin di wilayahnya, kepala desa/lurah dapat memilih dan menetapkan salah satu dari 3 alternaif pelaksana distribusi Raskin, yaitu kelompok kerja (pokja), warung desa (wardes) dan kelompok masyarakat (pokmas). Pembentukan pokmas dan wardes diatur dalam Pedoman Teknis tersendiri yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Pedoman Umum Raskin. e. Penetapan penerima Raskin Penetapan penerima manfaat program Raskin di desa/kelurahan menggunakan mekanisme
musyawarah desa/kelurahan yang dilaksanakan secara transparan dan partisipatif.Musyawarah desa/kelurahan dilakukan untuk menentukan nama-nama calon penerima manfaat untuk ditetapkan sebagai RTS-PM. Musyawarah desa/kelurahan dipimpin oleh Kepala Desa/Lurah dan diikuti oleh aparat desa/kelurahan (termasuk Kepala Dusun/Lingkungan, RW, RT), anggota Badan Permuyawaratan Desa/Dewan Kelurahan, institusi kemasyarakatan Desa/Kelurahan, tokoh-tokoh masyarakat (agama, adat, dan lain-lain) serta perwakilan Rumah Tangga Miskin. Daftar RTS-PM Raskin (Format DPM-1) dituangkan dalam berita acara yang ditanda tangani oleh Kepala Desa/Lurah, dan disahkan oleh Camat setempat. RTS-PM yang tercantum dalam DPM-1 diberikan identitas berupa tanda tertentu. Mekanisme Musyawarah Desa/Kelurahan lebih rinci diatur oleh Tim Raskin Provinsi atau Tim Raskin Kabupaten/Kota dalam Pedoman Pelaksanaan atau Petunjuk Teknis. Mekanisme pelaksanaan penyaluran Raskin dari titik distribusi (TD) ke titik bagi (TB) dan penyaluran Raskin dari titik bagi ke RTS-PM (Pedoman Umum Raskin 2015: 34). a. Pelaksanaan penyaluran Raskin dari TD ke TB (1) Penyaluran Raskin dari TD ke TB sampai RTS-PM menjadi tanggung jawab pemerintah daerah (provinsi dan kabupaten/kota). (2) Tim Koordinasi Raskin/Pelaksana Distribusi
17
Raskin harus melakukan pengecekan kualitas dan kuantitas beras yang diserahkan oleh Satker Raskin di TD. (3) Apabila kuantitas dan kualitas Raskin tidak sesuai, maka Tim Koordinasi Raskin/ Pelaksana Distribusi harus langsung mengembalikan kepada Perum BULOG dan Perum BULOG dalam waktu selambat-lambatnya 2 x 24 jam, harus menggantinya dengan kualitas dan kuantitas yang sesuai. (4) Penyaluran Raskin dari TD ke TB dan RTS-PM dapat dilakukan secara regular oleh kelompok kerja (pokja) atau pelaksana distribusi, atau melalui warung desa, kelompok masyarakat dan padat karya Raskin. b. Penyaluran beras Raskin dari TB ke RTS-PM (1) Untuk meminimalkan biaya transportasi penyaluran Raskin dari TB ke RTS-PM maka TB ditetapkan di lokasi yang strategis dan mudah dijangkau oleh RTSPM. (2) Pelaksanaan penyaluran Raskin dari TB kepada RTSPM dilakukan oleh pelaksana distribusi Raskin dengan menyerahkan Raskin kepada RTS-PM sebanyak 15 kg/RTS/bulan, selama 12 kali dalam setahun, dicatat dalam DPM-2, selanjutnya dilaporkan kepada Tim Koordinasi Raskin Kabupaten/kota melalui Tim
koordinasi Raskin Kecamtan. c. Pembayaran harga tebus beras Raskin (HTR) (1) Harga tebus Raskin (HTR) sebesar Rp 1.600,00/kg di TD. (2) Pembayaran HTR dari RTSPM kepada pelaksana distribusi Raskin pada prinsipnya dilakukan secara tunai. Pelaksana distribusi Raskin langsung menyetorkan uang HTR tersebut ke rekening Perum Bulog melalui bank setempat atau disetorkan langsung kepada Perum Bulog setempat. Pelaksanaannya diatur lebih lanjut dalam juklak/juknis sesuai dengan situasi dan kondisi setempat. (3) Pada prinsipnya harga yang dibayarkan oleh RTS-PM sesuai dengan HTR sebesar RP. 1.600,-/kg. apabila ada biaya tambahan dalam penyaluran dari TD ke TB yang kurang atau tidak dialokasikan dalam APBD dapat dibantu oleh masyarakat secara sukarela dan diatur lebih lanjut di dalam Juklak/Juknis. d. Pembiayaan (1) Sesuai dengan peraturan Menteri Keuangan (PMK) tentang tata cara penyediaan, penghitungan, pembayaran dan pertanggungjawaban subsidi beras bagi masyarakat berpendapatan rendah, kuasa pengguna anggaran (KPA) mengatur mekanisme pembayaran
18
subsidi Raskin dan tata cara verifikasinya. (2) Biaya penyelenggaraan dan pelaksanaan program Raskin, seperti: biaya distribusi, sosialisasi, koordinasi, pemantauan dan evaluasi, dan pengaduan dialokasikan pada biaya operasional/safeguarding dari APBN dan APBD dan /atau Perum BULOG.
Kades/Lurah sebagai hasil Musyawarah Desa/Kelurahan dan disahkan oleh Camat setempat. Penanggung jawab penyediaan dan pendistribusian beras Raskin dari gudang Perum Bulog sampai Titik Distribusi maupun penyelesaian administrasi dan pembayarannya adalah Kadivre Perum Bulog sesuai tingkatan wilayahnya, dan dalam pelaksanaannya dibantu oleh Satgas Raskin Penanggung jawab pendistribusian beras Raskin dari Titik Distribusi sampai kepada Keluarga Sasaran Penerima Manfaat maupun penyelesaian administrasi dan pembayarannya adalah camat, Kepala Desa/Lurah yang dilaksanakan oleh Pelaksana Distribusi dipantau oleh Tim Raskin Kabupaten Karimun KoordinasiPenanganan Pengaduan Masyarakat di Kabupaten Karimun oleh Tim Unit Pengaduan Masyarakat
Peran masing-masing Street Level Bureucrats dalam program Raskin sebagai berikut : Penanggung jawab pelaksanaan dan sosialisasi, pemantauan dan evaluasi raskin di tingkat Kabupaten Karimun adalah Bupati Karimun. Dalam pelaksanaannya secara fungsional dibantu oleh Tim Raskin Kabupaten Karimun serta berbagai pihak yang dipandang perlu seperti Perguruan Tinggi dan institusi kemasyarakatan lainnya. Penanggung jawab penyediaan data dasar Rumah Tangga Sasaran (RTS) sebagai referensi musyawa¬rah Desa/Kelurahan untuk penetapan Keluarga Sasaran Penerima Manfaat Raskin adalah Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Kabupaten Karimun. Penanggung jawab penetapan jumlah Keluarga Sasaran Penerima Manfaat dan pagu kuantum beras adalah Bupati Karimun, sebagai hasil konsultasi teknis bersama Tim Raskin dengan pertimbangan proporsi jumlah Rumah TanggaSasaran(RTS)dan kondisi obyektif daerah yang bersangkutan
III. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN A. Gambaran Kecamatan Ungar Kecamatan Ungar merupakan kecamatan pemekaran dari kecamatan kundur yang dibentuk berdasarkan peraturan daerah Nomor 2 tahun 2012, pemerintah efektif pada awal tahun 2013. Pada awal terbentuknya kecamatan Ungar terdiri dari 1 kelurahan dan 3 desa diantaranya Kelurahan Alai, Desa Batu Limau, Desa Ngai dan Desa Sungai Buluh. Dalam waktu 1 tahun telah dilaksanakan berbagai kegiatan dan pembangunan yang mungkin masih minim dengan anggaran yang tidak memadai.
Penanggung jawab penetapan Keluarga Sasaran Penerima Manfaat di setiap Desa/ Kelurahan adalah
19
Secara geografis kecamatan Ungar berada pada daratan rendah dengan perbukitan dengan ketinggian rata-rata 4 meter dari permukaan laut, memiliki wilayah pantai dan terdapat beberapa sungai. Kecamatan Ungar dibentuk dengan Peraturan Daerah Kabupaten Karimun Nomor 02 Tahun 2012 dengan luas wilayah 1.012 Km, dengan jumlah penduduk 5785 jiwa yang terdiri dari 2944 laki-laki dan 2841 perempuan.
Tabel III.1 Jumlah Penduduk Desa Batu Limau Berdasarkan agama tahun 2015 No.
Jumlah Penduduk Jumlah Berdasarkan Agama 1 Islam 1440 2 Khatolik 3 Protestan 4 Hindu 5 Budha 20 Total Jiwa 1460 Sumber data: Kantor Desa Batu Limau Kecamatan Ungar 2015
B. Sejarah Umum Desa Batu Limau Desa Batu Limau merupakan salah satu desa yang berada di bawah wilayah administratif Kecamatan Ungar yang dibentuk dengan Peraturan Daerah Kabupaten Karimun Nomor 16 Tahun 2001. Luas wilayah Desa Batu Limau adalah 170,78 KM2. Adapun batas Desa Batu Limau adalah sebagai berikut:
Berdasarkan tabel di atas penduduk Desa Batu Limau lebih dominan beragama Islam dibandingkan agama yang lainnya.
Sebelah Utara : Desa Sungai Buluh Sebelah Selatan : Kecamatan Kateman dan KecamatanDurai Sebelah Barat : Kelurahan Tanjungbatu Kota SebelahTimur : Desa Ngal
TABEL III.2 Jumlah Sarana Tempat Ibadah Di Desa Batu Limau Tahun 2015
Berdasarkan data yang ada di kantor Desa Batu Limau bahwa jumlah penduduknya adalah 1460 jiwa. Pada umumnya menganut agama islam, namun juga ada menganut agama lainnya, tetapi dengan jumlah yang sangat sedikit. Untuk lebih jelasnya penganut agama dapat dilihat pada tabel dibawah ini
No.
Jumlah Jumlah Sarana Tempat Ibadah 1
Masjid
2
2
Gereja
-
3
Vihara
-
4
Pura
-
Total 2 Sumber data: Kantor Desa Batu Limau Kecamatan Ungar 2015
20
Berdasarkan tabel diatas bahwasanya di Desa Batu Limau hanya memiliki 2 bangunan masjid sedangkan tempat ibadah lainnya tidak ada. C. Pendidikan dan Sarana Pendidikan Tabel III.3 Jumlah Penduduk Desa Batu Limau Berdasarkan Tingkat Pendidikan Tahun 2015
Kemudian untuk mengetahui sarana dan prasarana pendidikan Desa Batu Limau dapat dilihat pada tabel berikut : TABEL III.4 Jumlah Sarana Tempat Pendidikan Di Desa Batu Limau Tahun 2015
No.
Jumlah Penduduk Berdasark Jumlah an Pendidika n Belum 1 102 Sekolah Tidak Tamat 2 275 SD 3 Tamat SD 530 Tamat SLTP 4 135 Sederajat Tamat SLTA 5 57 Sederajat Tamat Akademisi / 6 4 Perguruan Tinggi 7 Buta Huruf 135 Total Jiwa 1238 Sumber data: Kantor Desa Batu Limau Kecamatan Ungar 2015
No.
Jumlah Jumlah Sarana Tempat Pendidi kan
1
TK
1
2
SD
2
3
SMP
-
4
SMU
1
Total 4 Sumber data: Kantor Desa Batu Limau Kecamatan Ungar 2015 D. Struktur Organisasi Desa Batu Limau Struktur yang ada di Desa Batu Limau Kecamatan Ungar dikepalai oleh seorang Kepala Desa dan dibantu oleh seorang Sekretaris Desa dan dibantu oleh beberapa kaur diantaranya Kaur Umum, Kaur Kesra, Kaur Keuangan, Kaur Pemerintahan. Kemudian Kasi Trantib, Kasi Retribusi, Staf Pendukung dan juga kepala dusun beserta RT dan RW.
Dari tabel diatas dapat dilihat bahwasanya di Desa Batu Limau dalam tingkat pendidikan sudah memadai ini dibuktikan dengan banyaknya penduduk yang bersekolah dibandingkan tidak bersekolah.
21
c. Meningkatkan peran Ulama, kaum Cerdik Pandai dan kelompok-kelompok pengajian sebagai media peningkatan Iman dan Taqwa; d. Memberdayakan masyarakat Desa dalam mengelola pembangunan dalam segala bidang sektor yang merupakan hasil komoditi utama; e. Meningkatkan peran Pemuda sebagai generasi penerus, tokoh masyarakat dan kaum intelektual dalam membina kebudayaan, terutama kebudayaan melayu yang berbasisI slami; f. Meningkatkan peran kelompok PKK sebagai wadah pengembangan Rumah Tangga sejahtera dalam rangka menuju Keluarga Sakinah; g. Meningkatkan pelayanan publik; h. Melestarikan dan mengembangkan Seni dan Budaya
E. Visi dan Misi Desa Batu Limau 1. Visi Visia dalah suatu gambaran yang menantang tentang keadaan masa depan yang diinginkan dengan melihat potensi dan kebutuhan Desa. Penyusunan Visi Desa Batu Limau adalah : a. Mewujudkan Pemerintah Desa yang bersih dari KKN b. Meningkatkan ekonomi rakyat dengan memanfaatkan lahan-lahan terbiar menjadi lahan produktif c. Meningkatkan pembangunan Desa dengan memprioritaskan : - Sektor Agama - Sektor Pendidikan dan Kebudayaan - Sektor Ekonomi dan Kesehatan Visi Desa Batu Limau adalah “Mewujudkan Masyarakat Desa Batu Limau Yang Maju, Amandan Sejahtera Melalui Pembangunan Di Segala Yang Dilandasi Iman dan Taqwa”
IV. ANALISA PEMBAHASAN
2. Misi a. Meletakkan nilai-nilai agama dalam penyelenggaraan pembangunan desa; b. Memberdayakan aparatur Pemerintah Desa dan Masyarakat Desa untuk menggali Pendapatan Asli Daerah (PAD) dengan memanfaatkan segalapotensi yang ada sesuai dengan kemampuan;
DATA
DAN
1. Street Level Bureaucrats a. Pemahaman pelaksana Berdasarkan hasil wawancara dengan informan maka dapat dianalisa bahwa pemahaman pelaksana sebenarnya sudah baik, Pemerintah desa sudah tahu tentang pedoman raskin baik prosedur syarat maupun pendistribusian. Memang secara kenyataannya
22
pembagian raskin di Desa ini tidak berjalan sesuai dengan pedoman raskin, mulai dari ketentuan pembagian yang harusnya 15 kg menjadi 3 kg, seharusnya yang mendapatkan hanya 31 KK disini yang mendapatkan 155 KK. Hal ini sudah diketahui oleh berbagai pihak termasuk dinas Sosial Kabupaten Karimun, namun hal ini terpaksa di lakukan karena data yang didapatkan dari BPS tidak bisa digunakan di Desa Batu Limau, karena banyak masyarakat miskin yang tidak terdaftar dan akhirnya program ini dinilai tidak tepat sasaran. Dinas Sosial sendiri sudah berkoordinasi dengan pemerintah desa dan pihak Kecamatan untuk menyelesaikan permasalahan ini, namun hingga saat ini belum ada jalan keluar, karena menunggu data terbaru dari BPS.
tanyakan kembali kepada pemerintah desa, mereka mengatakan bahwa kerjasama sudah dilakukan dalam bentuk pendataan, dan pendistribusian titik, bukan dalam hal pengawasan.. c. Kemampuan Pihak Desa Berdasarkan hasil observasi dengan informan maka dapat dianalisa bahwa pegawai yang ada saat ini sudah cukup memahami apa yang menjadi tugasnya dalam pelaksanaan program raskin namun yang perlu di \pertimbangkan adalah penambahan pegawai agar lebih efisien dari segi waktu. Karena jika dilihat apabila dalam pembagian beras maka masyarakat harus mengantri berdesakan karena yang melayani hanya 3 orang dari pegawai desa saja. Sama halnya dengan wawancara yang telah dilakukan menunjukanbahwa pegawai memang sudah memahami tetapu jumlah dari mereak sangat kurang. Sumber daya merupakan variable yang sangat penting dalam implementasi kebijakan. Meskipun kebijakan sudah dikomunikasikan dengan jelas kepada aparat pelaksana, tetapi jika tidak didukung oleh tersedianya sumber daya secara memadai untuk pelaksanaan kebijakan,maka efektivitas kebijakan akan sulit dicapai. Sumber daya dalam hal ini meliputi: dana, sumber daya manusia (staf) dan fasilitas lainnya. Oleh karena itu agar sumber daya yang ada dapat menunjang keberhasilan implentasi kebijakan, maka sumberdaya harus dipersiapkan sedini mungkin sehingga pada saat dibutuhkan sudah tersedia sesuai kebutuhan d. Standar Operasional Prosedur Berdasarkan hasil wawancara dengan informan maka dapat dianalisa bahwa masyarakat miskin yang ada di Desa batu limau di data belum sesuai dengan
b. Koordinasi Implementor Berdasarkan hasil wawancara dengan informan maka dapat dianalisa bahwa selama ini pihak Desa sudah berkoordinasi dengan baik, karena program ini adalah program dari pusat dan diturunkan ke daerah sehingga banyak koordinasi yang instansi terkait. Selama ini pelaksanaan Raskin tidak lepas dari berbagai permasalahan dan hambatan dan tantangan. Untuk itu Tim Koordinasi Provinsi dan atau Tim Kabupaten/Kota, diharapkan dapat menyelesaikannya. Sosialisasi secara berjenjang, monitoring dan evaluasi, serta pengawasan pelaksanaan distribusi Raskin agar diterima oleh RTS. Berdasarkan hasil observasi yang dilakukan maka ditemukan bahwa Dinas Sosial tidak datang secara rutin, selama penelitian berlangsung sudah 2 kali pembagian raskin di Desa batu limau namun hanya di laksanakan oleh pemerintah desa saja. Namun jika di
23
kriteria yang ada. Hal ini mengakibatkan banyak program yang akhirnya tidak tepat sasaran. Konsep tentang kemiskinan sangat beragam, mulai dari sekedar ketidakmampuan memenuhi kebutuhan konsumsi dasar dan memperbaiki keadaan, kurangnya kesempatan berusaha, hingga pengertian yang lebih luas yang memasukkan aspek sosial dan moral. Ada pendapat yang mengatakan bahwa kemiskinan terkait dengan sikap, budaya hidup, dan lingkungan dalam suatu masyarakat. Hasil observasi juga menunjukan bahwa tidak pernah dilakukan pendataan oleh pihak desa, pihak desa bahkan tidak memiliki arsip nama-nama masyarakat miskin yang ada di Desa batu limau. Pemerintah desa juga tidak dapat menentukan mana yang berhak dapat atau tidak karena dengan alasan nama-nama tersebut datang dari Badan Pusat Statistik Langsung. Kemiskinan juga dapat diartikan sebagai ketidakberdayaan sekelompok masyarakat terhadap sistem yang diterapkan oleh suatu pemerintahan sehingga mereka berada pada posisi yang sangat lemah dan tereksploitasi (kemiskinan struktural). Tetapi pada umumnya, ketika kemiskinan dibicarakan, yang dimaksud adalah kemiskinan material. Dengan pengertian ini, maka seseorang masuk dalam kategori miskin apabila tidak mampu memenuhi standar minimum kebutuhan pokok untuk dapat hidup secara layak. Ini yang sering disebut dengan kemiskinan konsumsi. e. Struktur Birokrasi Berdasarkan hasil wawancara dengan informan diatas dapat diketahui bahwa tim kerja sudah ada. Berdasarkan hasil observasi maka dapat dianalisa bahwa untuk sosialisasi yang dilakukan baik
kepada masyarakat maupun kepada pegawai maka ditemukan bahwa sosialisasi sudah menyeluruh. pihak Namun jika dilihat belum semua masyarakat mengetahui apa manfaat program raskin. Mestinya pemerintah mampu menjelaskan arti penting program raskin dalam kaitannya dengan interaksi masyarakat. 2. Target Group 1. Dukungan masyarakat Berdasarkan hasil wawancara dengan informan maka dapat dianalisa bahwa persepsi selama ini sudah positif. Karena Raskin merupakan salah satu dari berbagai programprogram pro rakyat yang diluncurkan oleh pemerintah Indonesia sebagai upaya percepatan penanggulangan kemiskinan. Kepuasan RTS dinilai dengan perbandingan kinerja Raskin selama ini dengan harapan terhadap Raskin. Sehingga penelitian berguna untuk memberikan masukan dan sebagai bahan evaluasi dalam peningkatan efektivitas program Raskin di masa yang akan datang, sehingga manfaat Raskin benar benar dirasakan oleh rumah tangga sasaran dalam upaya pengetasan kemiskinan V. PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian maka dapat diambil kesimpulan bahwa Implementasi Kebijakan Program Beras Untuk Keluarga Miskin (Raskin) di Desa Batu limau Kecamatan Ungar Kabupaten Karimun Tahun 2015 belum berjalan dengan baik, hal ini dapat dilihat dari :
Street
24
Berdasarkan pemahaman level Level Bureaucrats, para
pelaksana sebenarnya mengetahui tentang pedoman program beras miskin karena sebelum dilaksanakan program raskin ini, para pelaksana mulai dari pihak desa, kecamatan hingga Dinas Sosial sudah di berikan pengetahuan dan sosialisasi baik syarat, prosedur, sampai dengan pendistribusian. Namun dalam pelaksanaannya banyak masyarakat yang menganggap bahwa para pelaksana tidak memahami tentang aturan-aturan yang berlaku dalam pendistribusian raskin. Karena di Desa Batu Limau ini diketahui bahwa dalam pembagiannya tidak sesuai dengan aturan, masyarakat desa hanya mendapatkan 3 Kg beras seharusnya dalam aturannya sebanyak 15 kg per kepala keluarga.
hal ini tidak sesuai dalam pedoman raskin. Bahwa banyak faktor yang menjadi pertimbangan yaitu faktor lingkungan sosial, dimana di Desa Limau ini masih mengedepankan rasa solidaritas, dan kekeluargaan, sehingga masyarakat tidak mempermasalahkan pembagian raskin tersebut walaupun di kurangi. Ini yang membuat dasar tidaka adanya konflik hingga saat ini, tidak hanya itu adanya musyawarah terlebih dahulu membuat masyarakat desa merasakan adanya keterbukaan dalam pembagian raskin ini. Faktor lain adalah faktor ekonomi, masyarakat di Desa ini hampir setengahnya yaitu 155 Kepala Keluarga dari 410 Kepala Keluraga dalam lingkaran kemiskinan. Perlu di pertimbangkan adalah penambahan pegawai agar lebih efisien dari segi waktu. Karena jika dilihat apabila dalam pembagian beras maka masyarakat harus mengantri berdesakan karena yang melayani hanya 3 orang dari pegawai desa saja. Sama halnya dengan wawancara yang telah dilakukan menunjukanbahwa pegawai memang sudah memahami tetapu jumlah dari mereka sangat kurang.
Permasalahan muncul mulai dari pendataan yang tidak valid mengakibatkan masyarakat yang harusnya mendapatkan sesuai ketentuan program terpaksa harus mengalah, karena pemerintah desa mengharapkan adanya keadilan walaupun nyatanya tidak sesuai dengan pedoman yang berlaku, hal ini terpaksa di lakukan karena data yang didapatkan dari BPS tidak bisa digunakan di Desa Batu Limau, karena banyak masyarakat miskin yang tidak terdaftar dan akhirnya program ini dinilai tidak tepat sasaran. Dinas Sosial sendiri sudah berkoordinasi dengan pemerintah desa dan pihak Kecamatan untuk menyelesaikan permasalahan ini, namun hingga saat ini belum ada jalan keluar, karena menunggu data terbaru dari BPS.
B. Saran Adapun saran yang dapat diberikan dalam penelitian ini agar Implementasi Implementasi Kebijakan Program Beras Untuk Keluarga Miskin (Raskin) di Desa Batu limau Kecamatan Ungar Kabupaten Karimun Tahun 2015 dengan baik adalah sebagai berikut :; 1. Sebaiknya ada pendataan yang dilakukan oleh pihak pemerintah desa, dan kemudian diserahkan kepada Dinas Sosial Kabupaten Lingga atau ke
Walaupun para pelaksana berkoordinasi dengan baik termasuk dalam permasalahan pengurangan jumlah beras yang di bagikan namun
25
Badan Pusat Statistik, karena yang memahami kondisi masyarakatnya adalah pemerintah desa, hal ini dilakukan untuk menghindari permasalahan ketidak tepatan sasaran dalam pembagian raskin.
Hariyoso, S. 2002. Pembangunan. Birokrasi dan Kebijakan Publik. Bandung: Peradaban. Herdiansyah, Haris. 2014. Metodologi Penelitian Kualitatif untuk Ilmu-ilmu Sosial. Cet. 3. Jakarta: Salemba Humanika.
2. Perlu di beritahukan kepada masyarakat mengenai kriteria penerima masyarakat penerima raskin sehingga yang tidak berhak mendapatkannya akan mengetahuinya.
Islamy, Irfan. 2009. Prinsip- prinsip Perumusan Kebijaksanaan Negara. Bumi Aksara: Jakarta Keban, Yeremias. T. 2004. Enam Dimensi Strategis Administrasi Publik, Konsep, Teori, dan Isu. Yogyakarta. Gava Media
3. Sebaiknya ada penambahan pegawai dalam pelaksanaan program raskin ini agar dalam pendistribusiannya berjalan dengan lancara.
Nugroho, Riant D. 2012. Kebijakan Publik Formulasi Implementasi dan Evaluasi. Jakarta : PT.Elex Media Komputindo
DAFTAR PUSTAKA
Labolo, Muhadam. 2010. Memahami Ilmu Pemerintahan. Ed.3,-4- Jakarta: Rajawali Pers.
Abidin, Said Zainal. 2002. Kebijakan Publik Edisi Revisi. Jakarta: Yayasan. Pancur Siwah.
Lester, Stewart. Public Policy. Belmont : Wadswort
Agustino, Leo. 2014. Dasar-Dasar Kebijakan Publik. Bandung: Alfabeta
Pasolong, Harbani. 2010. Teori Administrasi Publik. Bandung: Alfabeta.
Dunn, William N. 2003. Analisis Kebijakan Publik. Yogyakarta:Gadjah Mada University Press
Putra, Fadillah. 2003. Paradigma Kritis dalam Studi Kebijakan Publik. Yogyakarta : Pustaka Pelajar
Dwiyanto. 2009. Kebijakan Publik Berbasis Dynamic Analiysis. Gava Media: Yogyakarta.
Purwanto, Erwan Agus., Dyah Ratih Sulistyastuti. 2014. Implementasi Kebijakan Publik. Yogyakarta: Gava Media.
Ekowati, Mas Roro Lilik, 2005, Perencanaan, Implementasi dan Evaluasi Kebijakan atau Program, Edisi Revisi, PT Rosdakarya, Bandung.
Santoso, Pandji. 2009. Administrasi Publik- Teori dan Aplikasi Good Governance. Bandung: Refika Aditama.
26
Subarsono, AG.2011. Analisis kebijakan Publik : Konsep. Teori dan. Aplikasi.Yogyakarta : Pustaka Pelajar.
Winarno, Budi. 2007. Kebijakan Publik, Teori dan Proses. Jakarta: PT. Buku Kita.
Subiyantoro, Arief. 2007. Metodedan Teknik Penelitian Sosial. Yogyakarta: Andi
Widodo, Joko. 2007. Analisis Kebijakan Publik: Konsep dan Aplikasi Analisis Proses Kebijakan Publik. Malang: Bayumedia.
Suharto, Edi. 2011. Kebijakan Sosial, Sebagai Kebijakan Publik. Bandung: Alfabeta. Sumber Jurnal dan Skripsi: Suharto, Edi. 2010. Analisis Kebijakan Publik, Panduan Praktis Mengkaji Masalah dan Kebijakan Sosial. Bandung: Alfabeta.
Rachmawati Utomo, Fitria(2014). Studi Deskriptif Tentang Faktor-Faktor Penyebab Kegagalan Program Relokasi PKL di Area Stadion Tambaksari Surabaya [Online], Vol 2, 11 halaman. Tersedia:http[24 desember 2015].
Syafiie, Inu Kencana. 2006. Ilmu Administrasi Publik. Jakarta: Rineka Cipta.
Maryana, Rt.Nina. (2011). Implementasi Program Beras Miskin (Raskin) Di Kelurahan Kabayan Kecamatan Pandeglang Kabupaten Pandeglang Tahun 2010. Skripsi Sarjana Ilmu Sosial Pada FISIP Universitas Sultan Ageng Tirtayasa Serang: tidak diterbitkan.
Sumaryadi, I Nyoman. 2005. Efektivitas Implementasi Kebijkan Otonomi Daerah. Jakarta : Citra Utama Syafarudin. 2008. Efectivitas Kebijakan Pendidikan. Jakarta: PT. Rineka Cipta Tachan. 2006. Implementasi Budaya Unggulan di Industri Menuju World Class. Menara Tunggal, Jakarta
Wahyuni, Ayu. (2014). Implementasi Kebijakan Raskin (Beras Untuk Rumah Tangga Miskin) Studi Kasus Desa Toapaya Selatan Kecamatan Toapaya Kabupaten Bintan Tahun 2012. Skripsi Sarjana pada FISIP UMRAH Tanjungpinang: Naskah Publikasi
Tangkilisan, Hesel Nogi. 2003. Implementasi Kebijakan Publik. Yogyakarta: Lukman. Tarwiyah Tuti. 2005. Kebijakan pendidikan Era 0tonomi Daerah. Jakarta: Raja Grafindo Persada
Sumber Web : Wahab, Solichin. 2002. Analisis Kebijaksanaan, Dari Formulasi Ke Implementasi Kebijaksanaan Negara. Jakarta: Bumi Aksara.
http://apdiprojo.blogspot.ae/2010/04/m odel-model-implementasikebijakan_05.html. [6 januari 2016]
27
Siregar, Arpan. (2013). PendekatanPendekatan dalam Implementasi Kebijakan. [Online]. Tersedia: https://arpansiregar.wordpress.com. [26 November 2015] Wikipedia. (2016). Ungar, Karimun – Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas. [Online]. Tersedia:http//id.m.wikipedia.org/wiki/ Ungar,-Karimun [25 Januari 2016]
Yana, Trida. (2011). Bahagia Penuh Cinta…..: Tinjauan Pustaka Implementasi Kebijakan.[Online].Tersedia:http//tridas abrina.blogspot.ae/2011/07/tinjauanpustaka-implementasikebijakan.html[22 Mei 2016].
Peraturan Undang-Undang Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 5 Tahun 2007 Tentang Pedoman Penataan Lembaga Kemasyarakatan. Keputusan Menteri Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat Nomor 54 Tahun 2014 Tentang Pedoman Umum Raskin 2015.
28