DAFTAR MASUKAN ASOSIASI / INDUSTRI SEKTORAL TELEMATIKA UTK POKJA MASTEL RUU PAJAK
NAMA ASOSIASI / INSTITUSI : CONTACT PERSONS :
APJII Sylvia W. Sumarlin
A. MASUKAN / KEBERATAN UMUM NO
PASAL/AYAT
ISI & KETERANGAN PASAL
1
RUU Pph pasal 21 ayat 5a (Pemotongan PPh)
Pemotongan PPH sehubungan dgn pekerjaan,jasa atau kegiatan lain jika WP tidak memiliki NPWP lebih tinggi 20% daripada tarif yang diterapkan terhadap WP yang dapat menunjukkan NPWP.
KEBERATAN / KOMENTAR
USULAN
Sangat keberatan dengan tarif tersebut bayangkan saja untuk para karyawan yangbekerja (hanya mempunyai 1 sumber
Perlu dipertimbangkan untuk tarif ini dan harus dilihat ukuran orang yang seharusnya
penghasilan) harus terkena potongan PPhlebih besar sehingga take home pay-nya menjadi sangat kecil ditambah lagi dengakondisi ekonomi yang dapat dikatakan sangat sulit.
memiliki NPWP.
B. MASUKAN / KEBERATAN TEKNIS SEKTORAL INDUSTRI TELEMATIKA NO
PASAL/AYAT
ISI & KETERANGAN PASAL
KEBERATAN / KOMENTAR
USULAN
L-1
1
2
RUU PPH pasal 4 ayat 1 Butir h
RUU PPh pasal 2 ayat 5 butir o
Yang menjadi objek Pajak adalah royalti atau imbalan atas penerimaan atau penggunaan hak yang disalurkan melalui satelit,kabel,serat optic atau teknologi serupa & menggunakan sebagian / seluruh spektrum radio komunikasi
Bandwidth adalah bukan merupakan royalty atau
Definisi royalti mengenai penggunaan satelit ,
pembayaran hak eksklusif atas suatu barang tertentu. Arti sesungguhnya adalah para ISP mendapatkan jalan / akses dalam besaran Mb untuk dapat menyediakan koneksi bagi para pelanggan internet. Jika mau fair, pengertian ini dapat dianalogikan dgn pemakaian listrik, para konsumen juga hanya membayar atas daya listriknya dan bukan royalty atas listrik tersebut. Bandwidth itu sendiri adalah bukan teknologidan tidak ada unsur know-how-nya serta tidak dapat dikategorikan sebagai Passive Income
serat optic, spectrum radio dsb tdk dimasukkan
Mengatur tentang Bentuk Usaha Tetap, termasuk perangkat elektronik untuk menjalankan usaha secara elektronis (dedicated server).
Secara riil, portal yang ada di server PJII tidak menghasilkan penambahan income, PJI melakukan cache atau capture data di portal tersebut agar pengguna bisa mendapatkan akses yang cepat dan
Dedicated server tidak
Bandwidth sebaiknya dikategorikan sebagai business profit / active income, sehingga tidak dikenakan PPh ps.23 atas royalti karena harga pokok dari internet itu otomatis akan mahal dan jika dibandingkan dengan negara lain, maka tarif berinternet di Indonesia itu otomatis akan mahal , sehingga pendidikan juga mendaji sulit dan tidak merata
dimasukkan dalam konsep BUT, karena memang dalam industri internet, peletakan portal baik yang lokal ataupun asing memang
L-2
3
RUU PPh pasal 23 ayat 1 butir c2
Ditentukan jasa teknik, manajemen, konsultan dan jasalain sebesar 15% dari perkiraan penghasilan netto
mengurangi besaran waktu pakai.Jadi, bila dedicated server dianggap sebagai BUT bagaimana sebuah PJI bisa memotong PPh si Portal Luar Negeri tsb.
dilakukan untuk mempercepat akses informasi, sehingga tidak ada keuntungan yang diperoleh dari peletakan portal tersebut
Melihat nature of business yang dijalankan PJI dan pemanfaatan bandwidth untuk usaha internet sebegai business profit / active income, makaseharusnya pengenaan PPh 23 menjadi tidak berlaku lagi
Konsep witholding Tax seharusnya hanya dikenakan untuk PPh ps.21 dan passive income lain agar cash flow perusahaan tidak terganggu
Saat ini, banyak bukti potong PPh 23 susah didapatkan oleh PJI dan walaupun didapatkan bukti tersebut, banyak customer yang tidak melaporkan sehingga ketika diperiksa oleh pihak fiskus, ternyatapihak PJI harus kembali menanggung PPh tsb. (Hal ini disebabkan karena banyaknya customerkorporat dengan nilai transaksi kurang lebih Rp 100.000,-)
Jika tetap diberlakukan, apakah untuk jasa internet perkiraan penghasilan netto sebesar 40% tidak terlalu besar, mengingat laba akhir PJI tsb belum tentu dapat mencapai margin sekian Jika memang terpaksa diberlakukan apakah PJI dapat diberikan range untuk besaran jumlah pendapatan yang dapat digolongkan oleh customer dan jika mungkin dibuat mekanisme PJI memo-
L-3
tong sendiri. 4
RUU PPN pasal 3A ayat 3
Tentang badan yang memanfaatkan Barang Kena pajak Tidak Berwujud dari Luar Daerah Pabean mempunyai kewajiban memungut, menyetor dan melaporkan PPN yang terutang.
5
RUU PPN pasal 4A ayat 3
mengatur Jenis Jasa tidak dikenakan PPN adalah jasa tertentu dalam kelompok-kelompok jasa ….
6
RUU PPH pasal 17 ayat 1 Butir b
Tarif Pajk yang diterapkan atas PKP bagi WP Badan adalah sebesar 30%
belum adanya dasar hukum yang mengatur tentang ruang angkasa, sehingga penggunaan bandwidth yang merupakan satuan terkecil dari transponder pun masih gray area
Bila akan dikenakan PPN, harus dibuat dasar hukum yang jelas, sehingga PJI pun memiliki dasar atas pengenaan PPN tersebut
Mengingat PJI menyediakan akses internet untuk masyarakan luas & untuk mendukung mencerdaskan bangsa, maka APJII mengusulkan jasa internet dapat dikecualikan sebagai jasa tidak kena pajak, agar peranan internet dapat segera meluas Tarif 30% sangat tinggi sekali dan bagi industri ISP, investasi teknologi sangat mahal, mengingat seluruh komponen hardware & software harus up-to-date dan seringkali dibiayai dengan Dollar.
Pengenaan pajak tetap progresif dan mengingat perusahaan yang sudah Tbk. Tidak lebih ketat pemantauannya dan segi fairnessnya lebih terukur, maka tarifnya harus lebih rendah lagi dibandingkan dengan perusahaan non Tbk.
L-4
C. CASE PERUSAHAAN ISP 1
Mekanisme pemotongan Pph ps. 23 Pada prakteknya jasa internet yang diberikan oleh ISP dipotong Pph ps. 23 oleh para customer, kendala yang terjadi adalah sebagian besar pendapatan internet berkisar antara Rp.50.000 - Rp.200.000 (jadi, jika dipotong PPh 23 kurang lebih adalah Rp.3.000 - Rp.12.000). Untuk mengumpulkan bukti tersebut, ISP harus mengeluarkan effort : a. Telepon untuk meminta bukti potongan PPh 23 b. Energi dan waktu SDM khusus untuk mem-follow up bukti tersebut & mem-file c. Customer meminta bukti potong tersebut diambil (karena mungkin nilainya kecil) dalam hal ini jika pakai jasa kuris sudah harus bayar lagi, sehingga total biaya yang ISP keluarkan untuk mengambil bukti potong tersebut dapat lebih mahal daripada bukti potongannya. Kendala lain yang muncul, karena mayoritas ISP masih rugi maka dengan adanya bukti potong tersebut dapat menjadi kredit pajak dan direstitusikan, akan tetapi seringkali beberapa bukti dinyatakan tidak valid (setalah cross check dengan Kpp lain - customer nakal tidak menyetorkan SSP tersebut) sehingga ISP menjadi double charge dalam hal ini Usulan : a. Dibuatkan satu range untuk potongan PPh ps.23 ini misalnya untuk yang pemakaian internet di atas Rp.2.000.000 b. ISP dapat langsung melakukan potongan sendiri untuk para customernya, sehingga mekanisme pemungutan menjadi lebih mudah dan valid.
2
BHP yang dibayarkan ke Dirjen Postel ISP diharuskan untuk menyetor 1% dari pendapatan brutonya ke Dirjen Postel (sebagaii setoran penerimaan bukan pajak) dan atas ini ditanyakan kembali PPh-nya sehingga membingungkan ISP, karena dari pungutan tersebut yang notabene adalah untuk negara juga harus dipotong dan memang ini belum ada kejelasannya.
L-5
Usulan ; Tidak dikenakan kembali PPh atas Biaya Hak Penyelenggaraan 3
Ilustrasi ISP jika RUU baru berlaku PJI membeli bandwidth dari luar negeri PJI otomatis terkena royalti sebesar 15% dan PPn 10%. Pada saat PJI melakukan kegiatan penjualan internet dan penempatan portal (hosting), maka terkena lagi pemotongan PPh 23 sebesar 6% terhadap invoice pemakaian internet (di mana PJI hampir tidak pernah menerima bukti setor dari pelanggan karena nilai yang terlalu kecil - namun volume besar) plus PPh 23 sebesar 6% terhadap hosting. Di atas itu semua PJI harus siap-siap memperbesar 1% BHP dari goss income ke Dept. Kominfo untuk jasa internet dan 1% BHP frekuensi. Total 2% BHP dari gross income sudah sama dengan pemotongan net profit sebesar + 20% ditambah lagi withholding Tax sebesar 30%. Padahal, dalam praktek usaha sebagai PJI, net profit belum bisa dicapai. Tidaklah heran bila pada kenyataannya banyak sekali lisensi PJI yang tidak beroperasi. Belum juga jalan sudah terkena berbagai macam pungutan resmi.
L-6
PT Indo Pratama Cyber Net Income Statements Comparative For The Year 2006-2010 (Depend On Assumsion) 2006 Net Revenue
2007 Rp
14,658,000,000
Rp
29,316,000,000
Cost Of Revenue : a. International Link
Rp 4,209,000,000
Rp 8,418,000,000
b. Indonesia Internet Exchange
Rp
60,000,000
Rp
120,000,000
c Fiber Optik
Rp
120,000,000
Rp
240,000,000
d Dial-Up
Rp 230,000,000
Rp
460,000,000
e ADSL
Rp 1,099,560,000
Rp 2,199,120,000
f CDMA
Rp
80,000,000
Rp
160,000,000
g Hotspot
Rp 456,000,000
Rp
912,000,000
h Wireless Customer
Rp 243,000,000
Rp
486,000,000
Total Cost Of Revenue
Rp
(6,497,560,000)
Rp (12,995,120,000)
Gross Margin
Rp
8,160,440,000
Rp 16,320,880,000
Operating Expenses : Sales and Marketing Expense
Rp 2,177,000,000
Rp 3,047,800,000
General and Administrative Expense
Rp
Rp
Salary
Rp 1,233,750,000
Research and Development
Rp
Total Operating Expenses
585,419,941
702,503,929
Rp 1,609,612,500
60,000,000
Rp
72,000,000
Rp
(4,056,169,941)
Rp
Income From Operating
Rp
4,104,270,059
Rp 10,888,963,571
Interest Expense 15%
Rp
(194,250,000)
Rp
(5,431,916,429)
(112,500,000)
Net Income (Loss) Before Income Tax
Rp
3,910,020,059
Rp 10,776,463,571
Income Tax 28%
Rp
(1,094,805,617)
Rp
(3,017,409,800)
Net Income (Loss) After Tax
Rp
2,815,214,443
Rp
7,759,053,771
L-7
2008 Rp
Net Revenue Cost Of Revenue :
2009 43,974,000,000
Rp
a. International Link
Rp 12,627,000,000
Rp 16,836,000,000
b. Indonesia Internet Exchange
Rp
180,000,000
Rp
240,000,000
c Fiber Optik
Rp
300,000,000
Rp
360,000,000
d Dial-Up
Rp
690,000,000
Rp
920,000,000
e ADSL
Rp 3,298,680,000
Rp 4,398,240,000
f
Rp
Rp
CDMA
240,000,000
g Hotspot
Rp 1,368,000,000
h Wireless Customer
Rp
58,632,000,000
320,000,000
Rp 1,824,000,000
729,000,000
Rp
972,000,000
Total Cost Of Revenue
Rp (19,432,680,000)
Rp (25,870,240,000)
Gross Margin
Rp 24,541,320,000
Rp 32,761,760,000
Operating Expenses : Sales and Marketing Expense
Rp 4,266,920,000
Rp 5,973,688,000
General and Administrative Expense
Rp
843,004,715
Rp 1,011,605,657
Salary
Rp 2,100,672,375
Rp 2,742,376,811
Research and Development
Rp
Total Operating Expenses Income From Operating Interest Expense 15%
86,400,000
Rp Rp
(7,296,997,090)
103,680,000 Rp
(9,831,350,469)
Rp 17,244,322,910
Rp 22,930,409,531
Rp
Rp
(112,500,000)
(112,500,000)
Net Income (Loss) Before Income Tax
Rp 17,131,822,910
Rp 22,817,909,531
Income Tax 28%
Rp
(4,796,910,415)
Rp
(6,389,014,669)
Net Income (Loss) After Tax
Rp
12,334,912,496
Rp
16,428,894,863
2010 Net Revenue
Rp
73,290,000,000
L-8
Cost Of Revenue : a.
International Link
Rp 21,045,000,000
b.
Indonesia Internet Exchange
Rp
300,000,000
c
Fiber Optik
Rp
420,000,000
d
Dial-Up
Rp 1,150,000,000
e
ADSL
Rp 5,497,800,000
f
CDMA
Rp
g
Hotspot
Rp 2,280,000,000
h
Wireless Customer
Rp 1,215,000,000
400,000,000
Total Cost Of Revenue
Rp (32,307,800,000)
Gross Margin
Rp 40,982,200,000
Operating Expenses : Sales and Marketing Expense
Rp 8,363,163,200
General and Administrative Expense
Rp 1,213,926,789
Salary
Rp 3,581,108,823
Research and Development
Rp
Total Operating Expenses Income From Operating Interest Expense 15%
124,416,000 Rp (13,282,614,812) Rp 17,244,322,910 Rp
(112,500,000)
Net Income (Loss) Before Income Tax
Rp 17,131,822,910
Income Tax 28%
Rp
(4,796,910,415)
Net Income (Loss) After Tax
Rp
12,334,912,496
L-9
L - 10