KNOWLEDGE MANAGEMENT SEBAGAI BENTUK REFORMASI ADMINISTRASI DALAM UPAYA PENINGKATAN KINERJA APARATUR PEMERINTAH DAERAH Oleh: Dr. Andin Niantima Primasari, S.IP, M.Si Staf Pemerintah Kabupaten Pesisir Selatan
I. Pendahuluan Seiring dengan bergulirnya era reformasi yang berdampak kepada berubahnya sistim tata pemerintahan di Indonesia dari sentralistik ke otonomi daerah. Otonomi daerah diartikan sebagai pemberian kewenangan dan tanggung jawab dari Pemerintah Pusat kepada Pemerintah Daerah, untuk mengatur dan mengelola daerah otonom sesuai dengan aspirasi masyarakat dan tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan. Hal ini dilakukan melalui penyerahan beberapa urusan dari pemerintah pusat ke pemerintah daerah. Proses ini menuntut adanya transformasi manajemen pemerintahan sebagai implementasi dari perubahan tersebut. Transformasi pelayanan publik memberikan arah bagi upaya birokrasi pemerintahan (Osborne dan Gaebler: 1992), sejalan dengan keinginan pemerintah untuk melakukan pengaturan kelembagaan pada berbagai level kebijakan, institusional, organisasional dan operasional untuk dapat menciptakan pelayanan publik yang lebih baik. Menurut Osborne dan Plastik (1996), reformasi merupakan transformasi fundamental terhadap sistem dan organisasi pemerintahan guna mendukung peningkatan efektifitas, efisiensi, daya adaptasi dan kapasitas dalam melakukan inovasi organisasi. Otonomi daerah sebagai wujud dari reformasi di sepakati sebagai sebuah perubahan paradigma bagi semua komponen kelembagaan terutama di lingkungan birokrasi pemerintahan, partai politik, organisasi kemasyarakatan, organisasi profesi dan masyarakat pada umumnya. Sehingga aplikasi perubahan paradigma terwujud dalam penciptaan kinerja manajemen pemerintah daerah dalam merencanakan berbagai bentuk pelayanan publik. Seiring dengan pelimpahan kewenangan dari pemerintah pusat ke pemerintah daerah, maka tidak saja kewenangan dan tugas pokok dan fungsi suatu lembaga tersebut yang harus diemban oleh sebuah organisasi pemerintahan daerah, namun juga peningkatan kapasitas pemerintah daerah untuk memberdayakan masyarakat melalui upaya pelayanan masyarakat secara lebih efektif, efisien, akuntabel, transparan dan responsif. Dalam menciptakan kinerja pelayanan publik berkaitan dengan semakin besarnya tugas dan tanggung jawab, pemerintah daerah yang sampai saat ini masih mengalami beberapa kendala diantaranya adalah terbatasnya ketersediaan kemampuan sumberdaya
manusia yang berkualitas. Hal ini berkaitan erat dengan pelaksanaan managemen administrasi yang ada di pemerintahan daerah. Reformasi peningkatan kemampuan aparatur pemerintah daerah tersebut harus diikuti oleh peningkatan kinerja. Kinerja adalah pencapaian hasil kerja yang dilakukan oleh suatu instansi (unit kerja) dalam suatu jangka waktu tertentu. Peningkatan kapasitas dan kapabilitas sumberdaya aparatur pemerintah daerah merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari manajemen pemerintahan daerah. Untuk itu, dalam menjalankan tugasnya sebagai pengelola, penyelenggara, dan pembina serta mengembangkan daerah, suatu instansi (unit kerja) perlu didukung oleh sumber daya manusia yang handal guna menggerakkan organisasi. Sejalan
dengan
perubahan
organisasi
dan
paradigma
organisasi,
konsep
pengembangan sumber daya manusia (SDM) juga harus mengalami perubahan, sehingga yang perlu dilakukan dalam organisasi adalah menyiapkan sumberdaya manusia secara terus menerus melalui proses belajar baik secara individu maupun organisasi dengan memanfaatkan dan mengelola sumber-sumber informasi sebagai basic pengetahuan sehingga terjadi peningkatan pengetahuan dan kemampuan SDM secara terus menerus yang pada akhirnya dapat meningkatkan
motivasi kerja dan kepuasan kerja yang pada gilirannya akan
meningkatkan kinerja organisasi. Knowledge management merupakan jawaban pengembangkan sumberdaya manusia dalam suatu organisasi. Karena melalui pemberdayaan dan pengembangan intelektual capital, organisasi akan dapat mengolah informasi, pengalaman, gagasan dan pengetahuan yang diperoleh menjadi modal dalam pengambilan keputusan sekaligus pembelajaran bagi anggotanya. Dalam suatu organisasi, intelektual capital merupakan aset yang tak terwujud, namun memiliki peran stategis
dalam mengembangkan organisasi terutama dalam menciptakan
kondisi dimana anggota organisasi dapat menciptakan dan berbagi informasi menjadi pengetahuan dan pelajaran. Knowledge management di fokuskan untuk menjadi sebuah institusi agar unggul dalam kompetisinya untuk mewujudkan pelayanan publik dan mencapai tujuan otonomi daerah karena memiliki pengetahuan yang lebih baik. Isu utama knowledge management adalah competitiveness. Competitiveness tersebut di peroleh dengan cara mengelola pengetahuan yang dimiliki dengan baik dan effisien. Knowledge management adalah upaya memanfaatkan informasi dan pengetahuan menjadi kebutuhan bersama untuk mempertahankan, menganalisa, mengorganisir banyak hal dalam organisasi sehingga terbentuk suatu kondisi dimana pemimpin dan seluruh anggota organisasi memiliki pola pikir bahwa berbagi pengetahuan dan informasi adalah penting dan berharga sebagai modal dasar dalam meningkatkan kinerja organisasi. Perubahan paradigma pada semua komponen kelembagaan terutama di lingkungan birokrasi pemerintahan, partai politik, organisasi kemasyarakatan, organisasi profesi dan masyarakat pada umumnya sebagai apresiasi terhadap otonomi daerah, juga membawa
perubahan paradigma dalam penciptaan kinerja manajemen pemerintah daerah dalam merencanakan berbagai bentuk pelayanan publik. Sejalan dengan perubahan sistem tata pemerintahan, maka terjadi transformasi pelayanan publik yang memberikan arah bagi upaya birokrasi pemerintahan dan menuntut perubahan fundamental terhadap sistem dan organisasi pemerintahan guna mendukung peningkatan efektifitas, effisiensi, daya adaptasi dan kapasitas dalam melakukan inovasi organisasi. Kondisi tersebut sudah pasti menimbulkan berbagai permasalahan pada setiap organisasi pemerintahan terutama dalam kemampuan adaptif sumber daya manusia dalam menghadapi perubahan yang terjadi. Perubahan kebijakan pemerintah dalam berbagai sektor baik bidang politik, keuangan dan bidang teknis lainnya seiring dengan kebijakan otonomi daerah dengan segala pelimpahan kewewenangan dari pemerintah pusat ke pemerintah daerah akan berdampak kepada kesiapan aparatur dalam melaksanakannya. Kemampuan adaptif setiap karyawan terhadap perubahan yang terjadi akan menentukan tingkat keberhasilan setiap organisasi dalam mencapai keberhasilan kinerjanya. Setiap perubahan berdampak pada tercapainya tujuan organisasi tersebut tercapai atau tidak dan kinerja aparatur pemerintahan itu sendiri. Permasalahan yang sangat menonjol saat ini adalah banyak dinas/instansi pemerintahan daerah yang masih lemah dalam menyerap informasi dan pengetahuan terkait dengan tuntutan, sehingga berdampak pada kurangnya dinamisasi kegiatan organisasi dalam mejalankan tugas pokok dan fungsi. Masalah ini apabila terus dibiarkan dan tidak ditemukan solusinya akan mempengaruhi kinerja aparatur pemerintah yang menjalankan fungsi pemerintahan tersebut, karena apabila suatu informasi tidak dapat diserap, dikelola dengan baik serta ditambah dengan minimnya kemampuan serta pengetahuan aparatur tentang tugas dan kewajibannya dalam rangka menjalankan otonomi daerah tersebut maka aparatur tersebut tidak dapat bekerja secara maksimal dan tentunya akan berakibat kepada kualitas pelayanan kepada masyarakat. Dari uraian tersebut di atas maka perlu kiranya diketahui dan dicari solusi yang terbaik untuk menyelesaikan persoalan ini. II. Efektivitas Sistem Knowledge Management Sebagai Bentuk Reformasi Administrasi Dalam Management Pemerintahan Daerah. Dalam rangka menghadapi berbagai tantangan organisasi seiring dengan semakin tingginya tuntutan kinerja organisasi, maka organisasi perlu mengelola informasi sebagai sumber pengetahuaan bagi semua anggota organisasi sehingga organisasi perlu mengelola knowledge (pengetahuan) dengan baik untuk pengembangan organisasi. Demikian juga dengan organisasi pemerintah daerah sebagai kunci dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah. Fernandez dan Sabherwal (2001) mengartikan knowledge (pengetahuan) sebagai hasil refleksi dan pengalaman seseorang, sehingga pengetahuan selalu dipunyai oleh individu atau kelompok. knowledge (pengetahuan) melekat dalam bahasa aturan-aturan dan prosedurprosedur serta konsep.
Knowledge manajemen dalam Wikipedia Bahasa Indonesia diartikan sebagai “kumpulan
perangkat,
teknik,
dan
strategi
untuk
mempertahankan,
menganalisa,
mengorganisir, meningkatkan, dan membagikan pengertian dan pengalaman. Pengertian dan pengalaman semacam itu terbangun atas pengetahuan, baik yang terwujudkan dalam seorang individu atau yang melekat di dalam proses dan aplikasi nyata suatu organisasi. Fokus dari manajemen pengetahuan (knowledge management) adalah untuk menemukan cara-cara baru untuk menyalurkan data mentah ke bentuk informasi yang bermanfaat, hingga akhirnya menjadi pengetahuan.” Terdapat beberapa definisi manajemen pengetahuan, yang dirangkum Singh dalam Cut Zurnali (2008), yaitu: 1. Menurut Dimttia dan Oder (2001), manajemen pengetahuan adalah mengenai penggalian dan
pengorganisasian
pengetahuan
untuk
mengembangkan
organisasi
yang
menguntungkan dan lebih efisien. 2. Menurut Dimttia dan Oder, manajemen pengetahuan merupakan proses menangkap keahlian kolektif organisasional, di mana pun pengetahuan tersebut berada, baik di dalam database, pada paper-paper, atau di kepala orang, dan kemudian mendistribusikan pengetahuan tersebut ke mana pun agar dapat menghasilkan pencapaian yang terbesar. 3. Menurut Wiig (1999), manajemen pengetahuan adalah bangunan sistematis, eksplisit dan disengaja, pembaharuan, dan aplikasi pengetahuan untuk memaksimalkan efektivitas yang berkenaan dengan pengetahuan organisasi dan pengembalian kembali aset pengetahuan organisasi. 4. Menurut Townley (2001), manajemen pengetahuan adalah seperangkat proses menciptakan dan berbagi pengetahuan ke seluruh organisasi untuk mengoptimalkan pencapaian misi dan tujuan organisasi. Jadi manajemen pengetahuan adalah mengenai meningkatkan
penggunaan
pengetahuan
organisasional
melalui
praktik-praktik
manajemen informasi dan pembelajaran organisasi untuk mencapai keunggulan kompetetitif dalam pengambilan keputusan. (http://id.wikipedia.org) Menyadari pentingnya peran knowledge dalam meningkatkan kinerja organisasi khususnya dalam penyelesaian tugas-tugas karyawan/ pegawai membawa perkembangan kepada manajemen ilmu pengetahuan (Knowledge Management), dimana knowledge managament merupakan suatu metode untuk meningkatkan inovasi dan kinerja perusahaan/ organisasi dan secara menyeluruh ditujukan untuk mendukung kesuksesan dan kelangsungan hidup perusahaan/organisasi tersebut. Dalam kerangka knowledge manajemen Choo (1998), menyarankan bahwa organisasi seyogyanya mengelola informasi dalam tiga arena, yaitu Sence making, knowledge creating, dan decision making. Sence making berkaitan dengan bagaimana organisasi menafsirkan informasi dalam rangka mengkonstruksi makna tentang apa yang terjadi dan apa yang sedang dilakukan dalam organisasi. Knowledge creating berkenaan bagaimana organisasi mengkreasikan pengetahuan dengan mengembangkan knowledge conversion (Nonaka &
Takeuchi, 1995), Knowledge building (Leonard-Barton, 1995) dan knowledge linking (Badaracco, 1991). Decision making merupakan aktivitas tentang bagaimana organisasi memproses dan menganalisa informasi guna memilih tindakan yang tepat. Berkenaan dengan kebutuhan akan knowledge management semakin terasa disaat kondisi lingkungan dan organisasi mengalami perubahan yang mendasar, maka organisasi membutuhkan membutuhkan orang-orang yang tidak hanya memiliki pengetahuan tentang tugas-tugas rutin individual, tapi juga dapat memahami dan menangani situasi yang beragam akibat perubahan yang terjadi serta mengambil keputusan yang tepat bagi organisasi. Situasi ini menuntut karyawan untuk bersikap adaptif terhadap perubahan yang terjadi dan mengharuskan karyawan untuk memiliki ilmu pengetahuan tertentu sesuai dengan persyaratan bidang tugas dan dapat diperbaharui dan dikembangkan secara terus menerus sesuai dengan perkembangan dan perubahan lingkungan. Choo (1998) menjelaskan bahwa kemajuan teknologi informasi dan komunikasi akan membawa konsekuensi serius dan penting yang mendorong semakin dibutuhkannya knowledge management. Setiap organisasi jika ingin mempertahankan daya saingnya mau tidak mau harus mampu mengelola informasi, mulai dari informasion need, informasion seeing, dan informasion use. Berkaitan dengan pengelolaan informasi inilah yang kemudian menjadi dasar bagi organisasi untuk mengelola sense making, knowledge creating, dan decision making. Arti pentingnya informasi ini yang dipermudah dengan kemajuan teknologi informasi dan komunikasi maka berdampak kepada semakin cepatnya perkembangan ilmu administrasi dan memanfaatkan informasi untuk mengembangkan knowledge management. Terkait
dengan
pentingnya
manajemen
ilmu
pengetahuan,
Schulz
(2001)
mengingatkan bahwa tantangan bagi perusahaan dan organisasi dewasa ini adalah pada bagaimana knowledge tersebut dapat diproduksi dan diproses atau dengan kata lain bagaimana leverage human capital perusahaan dilakukan dan merupakan pertanyaan yang juga harus dijawab oleh Knowledge Managament. Bontis dan Fitz-enz (2002), menyatakan bahwa manajemen ilmu pengetahuan terdiri dari: 1. Knowledge generation, yang menggambarkan cara karyawan meningkatkan dan memperbaiki pekerjaan dan melakukan inovasi. 2. Knowledge integration, menggambarkan bagaimana karyawan mentransformasikan tacit knowledge menjadi explicit knowledge melalui pengkodean ide ke dalam sistem organisasi. 3. Knowledge sharring, menggambarkan proses sosialisasi dan penyebaran knowledge. Klasifikasi terhadap manajemen ilmu pengetahuan tersebut di atas pada hakekatnya adalah suatu proses pengembangan, pemeliharaan, dan penggunaan knowledge dalam
perusahaan/organisasi sehingga mereka menegaskan bahwa manajemen ilmu pengetahuan adalah leverage human capital perusahaan/ organisasi. Pendapat yang sama dengan Bontis dan Fit-enz dikemukakan oleh Schulz (2001) yang melihat bahwa proses leverage human capital perusahaan adalah proses pembelajaran organisasi (organization learning) yang terdiri dari: 1. Production of knowledge to the organization (Collecting new knowledge) 2. Encoding of knowledge in forms suitable for transmission (Codifying knowledge) 3. Recombining existing organizational knowledge (Combining old knowledge). Sebagai proses pembelajaran bagi semua anggota organisasi maka produksi knowledge management dapat dilakukan melalui aliran horizontal (horizontal outflows) dan aliran vertical (vertical outflows). Horizontal outflows merupakan proses produksi dan akumulasi knowledge yang terjadi antara sesama karyawan yang setingkat. Sedangkan vertical outflows merupakan proses produksi dan akumulasi knowledge yang terjadi antara atasan dengan bawahan. Darroch dan Naughton (2002) menyatakan bahwa fungsi dari manajemen pengetahuan adalah menciptakan pengetahuan, mengelola arus pengetahuan dalam organisasi dan menjamin bahwa pengetahuan tersebut digunakan secara efektif
dan effisien
untuk
keuntungan jangka panjang organisasi. Fungsi ini memberikan tempat belajar (learing) dalam organisasi yang pada gilirannya dapat meningkatkan stok ilmu pengetahuan organisasi tersebut. Selanjutnya dapat dikatakan bahwa organisasi belajar adalah organisasi yang mengelola ilmu pengetahuan dan human capital nya secara efektif. Peter Senge dalam Sedarmayanti (2010) menjelaskan bahwa organisasi pembelajar (learning organization) adalah “organisasi yang orang-orangnya secara terus-menerus meningkatkan kapasitas yang mereka dambakan, pola pikir baru dipelihara, aspirasi kolektif dibiarkan bebas, dan setiap orang secara terus-menerus belajar untuk bagaimana belajar bersama.” Adapun lima disiplin organisasi pembelajaran adalah : 1.
System thinking (Berpikir serba sistem). Berpikir serba sistem merupakan disiplin yang mengintegrasikan keempat disiplin lainnya, dan bersama-sama mencampurnya dalam teori yang logis dan praktis. Teori sistem mampu mengenali dan menerangkan keseluruhan, dan mempelajari interelasi antar bagian yang ada. Proses berpikir serba sistem merupakan suatu bentuk sistem pembelajaran yang baik dalam proses peningkatan kinerja organisasi.
2.
Personal mastery (penguasaan pribadi). Proses penguasaan pribadi terus menerus memperjelas, memperdalam, mengklasifikasi visi pribadi dan kemudian memusatkan energi untuk membangun kesabaran dan melihat realitas secara objektif.
3.
Mental Models (model mental) adalah asumsi yang diresapkan dengan sangat dalam, memandang secara umum atau merupakan gambaran/bayangan yang mempengaruhi bagaimana memahami dunia dan bagaimana cara bertindak.
4.
Building shared vision (membangun visi bersama) mencakup keterampilan untuk menemukan gambaran masa depan bersama yang mendukung komitmen dan keterlibatan murni, bukan sekedar kesepakatan/kemufakatan. Visi tersebar disebabkan oleh proses penguatan, yaitu meningkatnya kegiatan, antusiasme dan komitmen saling mempengaruhi dalam organisasi.
5.
Team Learning (Tim Pembelajaran) sebagai proses pencerahan dan pembangunan kapasitas tim untuk menciptakan hasil yang benar-benar mereka dambakan.. Tim yang anggotanya belajar bersama tidak saja akan memberikan hasil baik bagi organisasi, tetapi juga bagi anggotanya akan tumbuh lebih cepat dan berhasil. Knowledge management digambarkan sebagai sebuah barisan sistem professional
yang memiliki target dan aktivitas managerial yang memusatkan pada penciptaan, pengumpulan, mengorganisir pengetahuan organisasi serta memperkuatnya dengan informasi dan data. Nissen at all dalam Hind Benbya and Nassim Aissa Belbaly (2005) menjelaskan bahwa “the first stage of knowledge system design involves process analysis; in fact, until one understands the process, with its various opportunities and required knowledge, it makes little sense to begin designing systems. Therefore, business processes determine the underlying KMS because they use all the flows necessary to reproduce the real working of the business processes”. Langkah pertama dalam desain sistem ilmu pengetahuan adalah proses analisis agar mengerti prosesnya serta berbagai peluang dan pentingnya ilmu pengetahuan memberikan sebuah alasan untuk merancang sebuah sistem. Seperti yang digambarkan di bawah ini:
Seperti yang diungkapkan oleh Maier and Remus dalam Annette M. Mills and Trevor A. Smith (2011) bahwa “Knowledge management supports the aggregation of resources into capabilities”, bahwa management pengetahuan mendukung pengumpulan sumberdaya kedalam sebuah kemampuan. Gold at. all menjelaskan bahwa : “Knowledge management capabilities can be categorized into two broad types – knowledge infrastructure capability and knowledge process capability.
i. Knowledge infrastructure capability. This study adopts the Gold et al. (2001) typology which views technology, organizational culture and organizational structure as key components of a firm’s knowledge infrastructure capability. ii. Knowledge process capability. Gold et al. (2001) suggested that knowledge process capabilities (required for storing, transforming and transporting of knowledge throughout the organization) are needed for leveraging the infrastructure capability. iii. A composite model of knowledge management capabilities. There is a general consensus in the literature that knowledge management is linked to organizational performance Melihat begitu pentingnya peran knowledge management dalam sebuah organisasi, maka pengadopsian knowledge management ke dalam management pemerintahan daerah juga merupakan suatu hal yang mungkin untuk dilakukan dalam memberikan perubahan terhadap sistem pemerintahan daerah terutama untuk meningkatkan kinerja aparatur. III. Peningkatan Kinerja Aparatur Pemerintah Daerah Berbagai pengaruh perubahan yang terjadi menuntut organisasi untuk membuka diri terhadap tuntutan perubahan dan berupaya menyusun strategi dan kebijakan yang selaras dengan perubahan lingkungan akan bergantung pada kemampuan organisasi dalam meyesuaikan diri terhadap lingkungan. Artinya suatu organisasi mampu menyusun strategi dan kebijakan yang ampuh untuk mengatasi setiap perubahan yang terjadi. Dalam sebuah organisasi dalam proses mencapai tujuan serta reformasi dalam rangka peningkatan kemampuan aparatur harus diikuti oleh peningkatan kinerja. Jika kinerja aparatur pemerintah baik dan maksimal maka tujuan organisasi akan tercapai dan organisasi tersebut dapat dikatakan berhasil dalam menjalankan tugasnya. Kinerja aparatur juga dapat menunjukkan kemampuan aparatur tersebut, aparatur yang menciptakan dan mewujudkan kinerja aparatur yang baik maka setidaknya memiliki kemampuan yang baik pula dan sebaliknya. Kinerja menurut Rahardjo merupakan (2011) “pencapaian hasil kerja yang dilakukan oleh suatu instansi (unit kerja) dalam suatu jangka waktu tertentu.” Jackson dan Morgan (1978) mengemukakan bahwa “kinerja pada umumnya menunjukkan tingkat tujuan yang telah ditentukan sebelumnya, yang hendak dicapai.” Rue and Byar (1981 dalam (Keban, 1995) menyebutkan bahwa “kinerja (performance) didefinisikan sebagai tingkat pencapaian hasil atau “ the degree of accomplishment “ atau kinerja merupakan tingkat pencapaian tujuan organisasi secara berkesinambungan.” Berdasarkan pendapat di atas, dapat dijelaskan bahwa kinerja berhubungan dengan bagaimana melakukan suatu pekerjaan dan menyempurnakan hasil pekerjaan berdasarkan tanggungjawab namun tetap mentaati segala peraturan-peraturan, moral maupun etika. Berbeda dengan pendapat di atas Lawler dan Porter dalam Edy Sutrisno (2010) menyatakan bahwa “kinerja adalah kesuksesan seseorang dalam melaksanakan tugas.” Lain pula halnya
dengan Miner, menurut Miner (1990) “kinerja adalah bagaimana seseorang diharapkan dapat berfungsi dan berperilaku sesuai dengan tugas yang telah dibebankan kepadanya.” Setiap harapan mengenai bagaimana seseorang harus berperilaku dalam melaksanakan tugas, berarti menunjukkan suatu peran dalam organisasi. Suatu organisasi dalam mencapai tujuan yang ditetapkan harus melalui sarana dalam bentuk organisasi yang digerakkan oleh sekelompok orang yang berperan aktif sebagai actor dalam usaha mencapai tujuan organisasi tersebut. Tercapainya tujuan organisasi hanya mungkin jika ada upaya para pelaku yang terdapat dalam organisasi tersebut. Itulah kenapa terdapat hubungan yang sangat erat antara kinerja aparatur perorangan dengan kinerja organisasi. Cormick dan Tiffin dalam Edy Sutrisno (2010), mengemukakan “kinerja adalah kuantitas, kualitas dan waktu yang digunakan untuk menjalankan tugas.” Kuantitas merupakan hasil yang dapat dihitung sejauh mana seseorang dapat mencapai tujuan yang ditetapkan. Kualitas adalah bagaimana seseorang dalam menjalankan tugasnya, yaitu mengenai banyaknya kesalahan yang dibuat, kedisiplinan dan ketepatan. Waktu kerja adalah mengenai jumlah absen yang dilakukan, keterlambatan dan lamanya masa kerja dalam tahun yang dijalani. Miner (1990) juga mengemukakan secara umum empat aspek dari kinerja yakni: 1. Kualitas yang dihasilkan, menerangkan tentang jumlah kesalahan, waktu dan ketepatan dalam melakukan tugas. 2. Kuantitas yang dihasilkan, berkenaan dengan berapa jumlah produk atau jasa yang dapat dihasilkan. 3. Waktu kerja, menerangkan akan berapa jumlah absen, keterlambatan serta masa kerja yang telah dijalani oleh aparatur tersebut. 4. Kerjasama, menerangkan akan bagaimana individu membantu atau menghambat usaha dari teman sekerjanya. Golbert dalam Edy Sutrisno (2010) berpendapat sebaliknya, bahwa “kinerja pada dasarnya adalah produk waktu dan peluang.” Bernadin dan Russel sebagaimana dikutip Jones (1991) lebih rinci memberikan batasan mengenai kinerja yakni dampak yang dihasilkan dari fungsi suatu pekerjaan tertentu atau kegiatan selama satu periode waktu tertentu. Bermadin dan Russel dalam Gomes (2002), mengartikan ferformance sebagai “ The record of outcomes produced on a specipied job inction or activity during , a specified time periode
“ (catatan outcome yang dihasilkan dari fungsi suatu pekerjaan tertentu atau
kegiatan selama suatu priode waktu tertentu. Hal senada dikemukakan Hasibuan (1990), kinerja/prestasi kerja adalah hasil yang dicapai seseorang dalam melaksanakan tugas-tugas yang dibebankan kepadanya didasarkan atas kecakapan, pengalaman, kesungguhan serta waktu. Dari beberapa pendapat pakar di atas dapat disimpulkan bahwa kinerja adalah hasil kerja yang dicapai oleh suatu organisasi sesuai dengan wewenang dan tanggung jawabnya
atau sebagai gambaran mengenai tentang besar kecilnya hasil yang dicapai dari suatu kegiatan baik dilihat secara kualitas maupun kuantitas sesuai dengan visi, misi suatu organisasi yang bersangkutan. Organisasi pemerintahan dapat beroperasi karena aktivitas yang dilakukan oleh aparatur pemerintah daerah tersebut. Prawirosentono (1999) menjelaskan: “faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja karyawan/aparatur adalah sebagai berikut : 1. Efektivitas dan efisiensi Efektivitas dapat terwujud bila tujuan dapat tercapai sesuai dengan kebutuhan yang direncanakan. Sedangkan efisien berkaitan dengan jumlah pengorbanan yang dikeluarkan dalam upaya mencapai tujuan organisasi. 2. Otoritas dan tanggungjawab Dalam organisasi yang baik wewenang dan tanggungjawab telah didelegasikan dengan baik tanpa adanya tumpang tindih dan tugas. Kejelasan wewenang dan tanggungjawab setiap orang dalam sebuah organisasi akan mendukung kinerja karyawan. Kinerja karyawan akan dapat terwujud bila karyawan mempunyai komitmen dengan organisasinya dan ditunjang dengan disiplin kerja yang tinggi. Begitu juga dengan organisasi pemerintahan. 3. Disiplin Disiplin meliputi ketaatan terhadap aturan dan berkaitan erat dengan sanksi yang perlu dijatuhkan kepada pihak yang melanggar. 4. Inisiatif Inisiatif seseorang berkaitan dengan daya piker, kreativitas dalam bentuk ide untuk merencanakan seseuatu yang berkaitan dengan tujuan organisasi. Untuk melihat dan mengetahui kinerja aparatur perlu diadakan penilaian terhadap kinerja tersebut. Bernardin dan Russel dalam Edy Sutrisno (2010) menjelaskan: “ Enam kinerja primer yang dapat digunakan untuk mengukur kinerja, yaitu : 1. Quality. merupakan tingkat sejauh mana proses atau hasil pelaksanaan kegiatan mendekati tujuan yang diharapkan. 2. Quantity. Merupakan jumlah yang dihasilkan, misalnya jumlah rupiah, unit dan siklus kegiatan yang dilakukan. 3. Timeliness. Merupakan sejauh mana suatu kegiatan diselesaikan pada waktu yang dikehendaki, dengan memperhatikan koordinasi output lain serta waktu yang tersedia untuk kegiatan orang lain. 4. Cost efektiveness. Merupakan tingkat sejauh mana penggunaan sumberdaya organisasi (manusia, keuangan, teknologi dan material) dimaksimalkan untuk
mencapai hasil tertinggi atau pengurangan kerugian dari setiap unit penggunaan sumberdaya. 5. Need for supervision. Merupakan tingkat sejauh mana seorang pekerja dapat melaksanakan suatu fungsi pekerjaan tanpa memerlukan pengawasan seorang supervisor untuk mencegah tindakan yang kurang diinginkan. 6. Interpersonal inpact. Merupakan tingkat sejauh mana pegawai memelihara harga diri, nama baik dan kerjasama dengan rekan kerja dan bawahan.” Beberapa faktor yang mempengaruhi kinerja pegawai/karyawan menurut A.A. Anwar Prabu Mangkunegara (2009) diantaranya “faktor kemampuan (ability) dan faktor motivasi (motivation). Senada dengan pendapat diatas, Keiith David dalam Anwar Prabu Mangkunegara (2009) mencoba merumuskan kinerja manusia (human ferformance) dengan mengemukakan rumusan sebagai berikut: 1. Human ferformance = Ability x Motivation 2. Motivation
= Attitude x Stuation
3. Ability
= Knoledge x Skills
Perubahan yang terjadi dalam tatanan kehidupan berbangsa dan bernegara yang disertai dengan perubahan sistem pemerintahan dari sentralistik ke era otonomi daerah membawa perubahan pula dalam struktur organisasi dan tata kerja organisasi publik dalam rangka memberikan pelayanan kepada masyarakat. Pelimpahan sebagian besar kewenangan Pemerintah Pusat kepada Pemerintah Daerah membutuhkan kesiapan segenap aparatur daerah dalam menjalankan kewenangan tersebut, disamping sarana dan prasarana yang dibutuhkan. Selama ini sebagian besar urusan pemerintahan direncanakan dan dikelola oleh pemerintah pusat, sementara hanya sebagian kecil yang dilaksanakan oleh Pemerintah Daerah. Dengan perubahan tata pemerintahan ini yang disertai dengan pelimpahan sebagian besar kewenangan tentunya harus dibarengi dengan pola pengembangan sumber daya manusia yang terencana, sistematis dan terarah agar setiap perubahan yang terjadi dapat diikuti secara adaptif oleh segenap aparatur pemerintahan. Dengan berubahnya organisasi dan tata kerja Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) yang diiringi semakin beratnya tugas pokok dan fungsi, menuntut setiap aparatur tanggap dan kritis terhadap tuntrutan tugas yang diembannya. Pola kerja yang selama ini dilakukan berubah menjadi pola kinerja organisasi. Dengan berbagai perubahan tersebut tentunya segenap aparatur pemerintahan dituntut untuk terus mengembangkan diri dengan berupaya menggali informasi dan belajar tentang segala aspek terkait dengan perubahan tersebut, kalau tidak ingin tergilas dengan arus perubahan itu sendiri. Dalam rangka mengembangkan human capital ini, organisasi harus memiliki sistem yang jelas dan mudah diakses oleh semua karyawan/ aparatur dalam rangka pembelajaran
guna pengembangan diri sehingga dapat bekerja dengan baik dan dapat menciptakan kinerja yang lebih baik dalam kata lain dapat meningkatkan kinerja aparatur pemerintah dalam menjalankan tugas dan kewajibannya sebagai aparatur. Manajemen ilmu pengetahuan (knowledge management) merupakan jawaban dari semua tantangan tersebut, sebab melalui manajemen yang baik, pengetahuan akan diproduksi, dikembangkan, dan dimanfaatkan dengan mudah oleh segenap karyawan/ Aparatur. Di sini informasi sebagai sumber pengetahuan akan diolah dan dikembangkan menjadi bahan pembelajaran sehingga semua aparatur/ karyawan akan mudah mengakses pengetahuan dimaksud. Namun demikian peran pimpinan juga sangat dibutuhkan dalam mendorong karyawan untuk terus belajar dan berkembang sesuai dengan tuntutan perubahan itu sendiri sehingga akan tercipta kondisi kerja yang dinamis, akuntable dan memiliki kinerja yang baik sehingga dapat menghasilkan dan menyelesaikan pekerjaan dengan maksimal. Dengan membangun knowledge manajement dalam lingkup organisasi pemerintahan, dalam hal ini adalah Sekretariat Daerah Kabupaten Pesisir Selatan mampu meningkatkan kinerja aparatur pemerintah dalam mewujudkan tujuan organisasi pemerintahan dan pelayanan terhadap masyarakat. Konwledge management merupakan sebuah strategi yang telah lama di terapkan dalam meningkatkan kinerja serta peningkatan kualitas organisasi swasta/bisnis. Proses pengadopsian serta penggunaan knowledge management dalam organisasi pemerintahan diharapkan mampu menjadi solusi yang terbaik terhadap perbaikan administrasi terutama dalam peningkatan kinerja paratur pemerintah daerah. Melalui pengelolaan pengetahuan yang meliputi proses pengembangan informasi, membagi, dan penggunaan knowledge dalam organisasi sehingga akan terbentuk organisasi pembelajar. Namun yang tidak kalah penting yang harus dipertimbangkan adalah : 1. Untuk meningkatkan kinerja aparatur pemerintah daerah perlu diperhatikan beberapa faktor penting yang menjadi kunci utama peningkatan kinerja, diantaranya adalah efektivitas dan efisien, otoritas dan tanggung jawab, disiplin dan inisiatif. 2. Sinergitas serta keberlangsungan proses reformasi administrasi melalui knowledge management merupakan hal penting yang harus selalu diperhatikan.
DAFTAR PUSTAKA Adisasmita, Rahardjo. 2011. Manajemen Pemerintah Daerah. Graha Ilmu. Jakarta: Benbya, Hind et all. 2005. Mechanisms for Knowledge Management Systems Effectiveness: An Exploratory Analysis. Journal of Knowledge and Process Management. Vol. 12 No. 3 Choo, CW. 1998. The Knowing Organization: How Organization Use Information to Contruct meaning, create knowledge, and Make Decisions, Oxford University Press. New York:
Fernandes, I.B dan Sabherwal, R. 2001. Organitational knowledge management : a contingensi perspective. Jurnal of manajemen information system. Vol 18. pp 23-55 Gomes, C.F. 2002. Manajemen Sumber Daya manusia., Andi , Jogyakarta. http://id.wikipedia.org/wiki/Manajemen_pengetahuan Jackson, J.H, Morgan,CP, dan Paolillo,J,.1978. Organization Theory, A Macro Perspective for management. Prentice-Hall. U.S.A: Jones, Gareth R. 1991. Organizational Theory: Text and Cases Addition Wesley Publishing Company. A & M University. Texas: Keban, T. Yeremias. 1995. Kinerja Organisasi Publik, Bahan seminar sehari dalam rangka purna tugas Drs. Sediyono. Fisipol-UGM. Yogyakarta: Mangkunegara, Anwar Prabu, 2009, Evaluasi Kinerja Sumber Daya Manusia, Cetakan Kedua, PT. Refikta, Arditama, Yoyakarta. Mills, Annete et all. 2011. Knowledge management and Organizational Performance: a decomposed View. Journal of Knowledge Management. Vol 15 No.1. Schulz, Martin .The Uncertain Relevance Of Newness: Organizational Learning And Knowledge Flows. University Of Washington. Sedarmayanti. 2010. Reformasi Administrasi Publik, Reformasi Birokrasi dan Kepemimpinan Masa Depan. Refika Aditama. Bandung: Sulastri.2007.Knowledge Management dan Competitive Advantages Sutrisno, Edy. 2010. Budaya Organisasi. Kencana Preada Media Group. Jakarta: