KIRTAN PADA IBADAH MINGGUAN MASYARAKAT SIKH DI GURDWARA TEGH BAHADAR POLONIA MEDAN: KAJIAN STRUKTUR TEKSTUAL DAN MELODI
SKRIPSI SARJANA DIKERJAKAN
O L E H
NEHEMIA HERWINKA SILABAN NIM: 070707016
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU BUDAYA DEPARTEMEN ETNOMUSIKOLOGI MEDAN 2012
KIRTAN PADA IBADAH MINGGUAN MASYARAKAT SIKH DI GURDWARA TEGH BAHADAR POLONIA MEDAN: KAJIAN STRUKTUR MELODI DAN TEKSTUAL
SKRIPSI SARJANA DIKERJAKAN O L E H NEHEMIA HERWINKA SILABAN NIM : 070707016 Pembimbing I,
Pembimbing II,
Drs. Muhamad Takari, M.Hum, Ph.D. NIP. 196512211991031001
Drs. Bebas Sembiring, M.Si. NIP.195703131991031001
Skripsi ini diajukan kepada panitia ujian Fakultas Ilmu Budaya USU Medan, untuk memenuhi salah satu syarat Ujian Sarjana Seni dalam bidang ilmu Etnomusikologi.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU BUDAYA DEPARTEMEN ETNOMUSIKOLOGI MEDAN 2012
ii
PENGESAHAN
DITERIMA OLEH: Panitia Ujian Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara untuk melengkapi salah satu syarat Ujian Sarjana Seni dalam bidang disiplin Etnomusikologi pada Fakultas Ilmu Budaya< Universitas Sumatera Utara, Medan
Pada Tanggal : Hari
:
Fakultas Ilmu Budaya USU, Dekan,
Dr. Syahron Lubis, M.A. NIP
Panitia Ujian:
Tanda Tangan
1. Drs, Muhammad Takari, M.A., Ph.D 2. Dra. Heristina Dewi, M.Pd. 3.Drs. Bebas Sembiring, M.Si. 4. Drs. Setia Dermawan Purba, M.Si. 5. Drs. Kumalo tarigan, M.A.
iii
DISETUJUI OLEH
FAKULTAS ILMU BUDAYA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
DEPARTEMEN ETNOMUSIKOLOGI KETUA,
Drs. Muhammad Takari, M.Hum., Ph.D. NIP 196512211991031001
iv
ABSTRAKSI Melalui skripsi ini, penulis akan menganalisis Kirtan yang disajikan dalam ibadah mingguan masyarakat Sikh, di rumah ibadah Gurdwara Tegh Bahadar Polonia Medan, dalam dua fokus utama yaitu tekstual dan melodi. Perlu diketahui bahwa Kirtan merupakan istilah bahasa Sanskerta yang berarti kegiatan mengagungkan Tuhan Yang Maha Esa. Kegiatan ini bisa berupa menyampaikan atau berbicara tentang keagungankeagungan Tuhan Yang Maha Esa dan bisa berupa menyanyikan nama-nama suci Tuhan untuk mengagungkan Tuhan. Kirtan atau lebih lengkap lagi, sankirtan (mengagungkan bersama-sama atau beramai-ramai), adalah proses yang dianjurkan untuk mencapai kesucian dan kedamaian hati. Agama Sikh berdiri di penghujung abad ke-15 dan awal abad ke-16. Kata Sikh sendiri berarti “murid” atau “pengikut.” Pendekatan yang penulis lakukan adalah dengan menggunakan metode penelitian kualitatif. Adapun dalam proses kerjanya penulis melakukan pengamatan terlibat, peneliti sebagai partisipant observer, wawancara, studi pustaka (termasuk pustaka online dalam jejaring dunia maya), perekaman kegiatan, transkripsi, dan analisis laboratorium. Penelitian ini berfokus kepada pendapat informan dalam konteks studi emik, namun diimbangi dengan penafsiran-penafsiran berdasarkan kaidah ilmiah yang disebut dengan pendekatan etnik oleh penulis. Dari metode dan teknik tersebut di atas didapatkan hasil penelitian sebagai berikut. (a) Teks Kirtan merupakan teks yang diambil dari kitab suci agama Sikh yang diberi nama Guru Granth Sahib. Isinya secara umum adalah puji-pujian kepada Tuhan Yang Maha Esa, yang disebut dengan Waheguru. (b) Struktur melodinya secara umum adalah strofik yaitu melodi yang sama atau hampir sama menggunakan teks yang terus menerus berbeda, karena itu dapat diklasifikasikan sebagai musik logogenik. Tangga nada yang digunakan adalah berasal dari sistem raga India, khususnya menggunakan interval-interval mikrotonal. Ritmenya berdasar kepada sistem tala yang menggunakan meter 4 yang disebut dengan laghu. Dengan demikian, struktur melodi berakar dari tradisi musik India, khususnya Hindustani (India Utara).
v
ABSTRACT Thoroughout this thesis, I will be analyzed Kirtan which is performing in Sikh socio-religious sosciety weekly praying in Gurdwara Tegh Bahadar Temple, Polonia Medan temple, especially in two main focuses, textual and melody. For the reader knowing, that Kirtan is a terminology in Sanskrit language which mean activity to praying the One God. This activity is fill by the religious chanting text which its thema about the Great of God and the Holy Name in Sikh religious systems. Kirtan or sankirtan mean praying in the group, which aim to the goal of the holy and peace heart. The Sikh relligion began in the end of 15th century or the first decade of 16th century. The word Sikh in the gramatical means as “student” or “followers.” The scientific approaches, I use qualitative research method. In the work process the writer use partisipant observation as a partisipant observer, interview, literature study (and online literature in the internet), recording of activities, transcription, and laboratory analysis. This research focused in the informants view in the context of emic study, but I use the explain basic on scientific procedures which called etic approach. Basic on these methods and technics, the writes discovere from this research as follows. (a) The Kirtan texts is come from Sikh Holy Book called Guru Granth Sahib. The thema of this texts are praying to The One God, called Waheguru. (b) The melodic structure, generally can be classified as strophic, which use same or near form melody and differetnt texts, we will be catogorized it as logogenic music. The Kirtan melodic basic on raga system in India music culture, specifically use the microtonal intervals. The rhythm of Kirtan melody, basic on time dimensions tala system in India music, use meter 4 which called laghu. In generally, Kirtan melody can be speak rooted from India music tradition, especially Hindustani (North India) music.
vi
KATA PENGANTAR
Segala pujian dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yesus Kristus, atas kasih dan anugrah-Nya yang begitu besar yang telah menolong dan menyertai hidup penulis, memberikan kebaikan-kebaikan lebih dari penulis bayangkan dan minta. Bahkan dalam penyelesaian skripsi ini kekuatan dan pengertian yang baru penulis selelu peroleh dari-Nya. Skripsi ini berjudul “Studi Deskriptif Kirtan Pada Ibadah Mingguan Masyarakat Sikh Di Gurdwara Tegh Bahadur Polonia Medan: Kajian Struktur Tekstual dan Melodi.” Skripsi ini diajukan sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Seni pada Departemen Etnomusikologi Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara. Penulis menyadari bahwa dalam menyelesaikan skripsi ini banyak hambatan yang penulis rasakan. Begitu juga dengan kejenuhan yang membuat penulis bosan dalam menyelesaikan skripsi ini. Namun, berkat orang-orang yang ada di sekitar penulis, membuat penulis kembali semangat untuk menyelesaikan skripsi ini. Pada kesempatan ini penulis ingin mempersembahkan skripsi ini dan mengucapkan terima kasih kepada kedua orang tua yang sangat saya cintai, ayahanda Pdt. Antoni Silaban, M.Th. dan ibunda Ruslan Samosir. Terima kasih buat segala cinta kasih serta ketulusan kalian sehingga saya bisa seperti sekarang, terima kasih buat perhatian yang tak pernah putus-putus khususnya selama pengerjaan skripsi ini, terimakasih buat motivasimotivasi yang kalian berikan sehingga saya tetap semangat dalam menyelesaikan skripsi ini, terima kasih buat doa-doa yang kalian panjatkan sehingga saya mendapatkan kekuatan dan penghiburan dari Tuhan. Penulis juga mengucapkan rasa terima kasih kepada abang terkasih Eben Ezer Silaban, S.Sn/ dan juga kepada adik-adik Jepri Silaban, Philip Silaban, dan Joice Sania Silaban yang terkasih. Terimakasih buat doa, dukungan, dan semangat yang telah kalian berikan kepada saya. vii
Penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada yang terhormat Bapak Dr. Syahron Lubis, M.A selaku Dekan Fakultas Ilmu Budaya USU Medan.
Begitu juga
segenap jajaran di Dekanat Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Sumatera Utara. Penulis juga mengucapkan terimakasih kepada yang terhormat Bapak Drs. M. Takari, M.Hum., Ph.D. sebagai Ketua Departemen Etnomusikologi dan juga sekaligus sebagai Dosen Pembimbing I penulis yang telah membimbing dan mengarahkan penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. Terimakasih untuk nasehat-nasehat, ilmu serta pengalaman yang telah Bapak berikan kepada saya selama berkuliah. Kiranya Tuhan selalu membalaskan semua kebaikan yang Bapak berikan. Kepada yang terhomat Bapak Drs. Bebas Sembiring, M.Si. Dosen Pembimbing II yang telah membimbing dan memberikan masukan kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. Terimakasih untuk perhatian, ilmu dan semua kebaikan yang Bapak berikan. Kiranya Tuhan membalas semua kebaikan Bapak. Terima kasih juga kepada Ibu Dra. Heristina Dewi, M.Pd. selaku sekretaris Departemen Etnomusikologi FIB USU, yang telah membantu lencarnya administrasi kuliah saya selama ini, serta ilmu yang diberikan. Begitu pula untuk Ibu Adry Wiyanni Ridwan, S.S., sebagai pegawai adminitrasi di Departemen Etnomusikologi FIB USU yang telah membantu semua urusan administratif dan pendekatannya. Terima kasih juga ditujukan kepada yang terhormat seluruh seluruh staf pengajar Departemen Etnomusikologi USU yang telah banyak memberikan pemahaman-pemahaman baru dan wawasan kepada penulis selama penulis menjalani perkuliahan. Kepada seluruh dosen di Etnomusikologi, Bapak Drs. Muhammad Takari, M.Hum, Ph.D., Ibu Drs. Heristina Dewi, M.Pd., Bapak Prof. Mauly Purba, M.A.,Ph.D, Bapak Drs. Irwansyah Harahap, M.A., Ibu Drs. Rithaony Hutajulu, M.A., Bapak Drs. Fadlin, M.A., Bapak Drs. Bebas Sembiring, M.Si., Ibu Arifni Netrosa, SST,M.A., Ibu Dra. Frida Deliana, M.Si., Bapak Drs. Perikuten Tarigan, M.Si., Bapak Drs. Dermawan Purba, M.Si., Bapak Drs. Torang Naiborhu, M.Hum..
viii
Terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Bapak/Ibu sekalian yang telah membagikan ilmu dan pengalaman hidup Bapak/Ibu sekalian. Sungguh ucapan terimakasih yang sebesar-besarnya saya ucapkan karena telah belajar dari orang-orang hebat seperti Bapak/Ibu sekalian. Biarlah kiranya ilmu yang saya dapatkan dari bapak-ibu sekalian bisa saya aplikasikan dalam kehidupan dan pendidikan selanjutnya. Biarlah Tuhan membalaskan semua jasa-jasa Bapak/Ibu sekalian. Kepada semua informan yang telah membantu saya dalam menyelesaikan skripsi ini; Ibu Raj Bir, Maninder Singh, dan Balwant Singh dan informan-informan lain yang tidak bisa saya sebutkan. Sungguh pengalaman yang berharga bisa berkenalan dengan kaum Sikh yang sangat ramah. Kiranya Tuhan membalaskan kebaikan kalian.
Kepada abang rohani dan sekaligus juga pemurid saya Daniel Limbong, S.Sn. yang yang senantiasa memotivasi, mendoakan, dan membantu saya bahkan dalam segala kesibukannya sekalipun. Kepada teman-teman KTB IMPERATIF Jepri Supomo Purba, S.E. dan Jansudin Saragih, S.S., walaupun kalian jauh dan sibuk dalam pekerjaan tapi tetap bisa memberikan waktu untuk mendoakan dan memotivasi saya. Serta kepada murid dan adik-adik rohani saya Daniel Zai, Denata Rajagukguk, dan Bincar Pasaribu terima kasih buat doa dan dukungan kalian. Kepada semua Abang/kakak, adik-adik dan saudara/i saya di IMPERATIF (Ikatan Mahasiswa Pemimpin Rasional dan Kreatif) yang telah mengajari saya tentang proses hidup, segala suka dan duka bersama dengan kalian semakin mengasah karakter saya untuk menjadi pribadi yang benar dan dewasa, ucapan terima kasih mungkin tidak akan cukup untuk menggantikan semua itu. Semoga kita tetap setia kepada Tuhan Yesus dan tetap menjaga nilai-nilai kita yang sudah kita pelajari selama ini dimanapun kita berada. Kepada rekan saya ketika penelitian yaitu Andro Mahardika, S.Sn. dan Marini Pratiwi Sinaga, S.Sn. terimakasih atas kerjasama yang telah kita bangun. Kepada saudarasaudari saya Etno 2007: Adi Suranta Ginting, Arah, Batoan Sihotang, Beripana Sitepu, ix
Bonggud Tyson Sidabutar, Chrismes Manik, Dussel, Evendy Waruwu, Freddy Purba, Fuad Tahan Simarmata, Jakup Sinulingga, Jaya Surbakti, Jeremia Barus, Kiki Alpinsyah, Risky Syahreza, Salmon Sembiring, Tumpal Saragih, terimakasih buat tahun-tahun yang telah kita miliki di Etnomusikologi. Saya sangat bangga bisa menjadi bagian orang-orang hebat seperti kalian. Sungguh pengalaman yang tidak terlupakan bisa menjadi bagian hidup kalian. Hal tersebut merupakan kenangan yang tidak bisa saya lupakan. Saya percaya kita semua akan menjadi orang-orang yang hebat. Semoga kita tetap bersahabat dan menjadi orang-orang yang berhasil di masa mendatang. Juga kepada senior dan junior di Etnomusikologi terutama stambuk 2004-2012 terimakasih buat hari-hari saya di perkuliahan yang begitu bersemangat karena kalian semua. Terima kasih juga kepada teman-teman band saya, Old fellas dan The One Purpose; Paul Oktavianus Manik, Alfred William, Richard, Risa Hutapea dan bang Sophian. Saya sangat bangga dan terhormat bisa bermain musik bersama-sama dengan kalian, semoga cita-cita kita kedepan dapat terwujud. Kepada seluruh teman-teman saya di GSJA Sukacita Polonia dan keluarga yang selalu mendoakan saya, saya mengucapkan terimakasih buat seluruh doa dan dukungannya.
Medan,
Desember 2012
Penulis,
Nehemia Herwinka Silaban
x
DAFTAR ISI
ABSTRAKSI ABSTRACT KATA PENGANTAR DAFTAR ISI DAFTAR ISTILAH
v vi vii viii xii
BAB I: PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah 1.2 Pokok Masalah 1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian 1.3.1 Tujuan Penelitian 1.3.2 Manfaat Penelitian 1.4 Konsep dan Teori 1.4.1 Kosep 1.4.2 Teori 1.5 Metode Penelitian 1.5.1 Studi Kepustakaan 1.5.2 Penelitian Lapangan 1.5.2.1 Observasi 1.5.2.2 Wawancara 1.5.2.3 Perekaman atau Dokumentasi 1.5.3 Kerja Laboratorium 1.6 Lokasi Penelitian
1 1 11 12 12 12 13 13 16 19 19 21 22 22 23 24 24
BAB II: MASYARAKAT SIKH DI KOTA MEDAN YANG HETEROGEN 2.1 Gambaran Umum Kota Medan 2.1.1 Letak Geografis Kota Medan 2.1.2 Iklim 2.1.3 Luas Wilayah 2.1.4 Demografi 2.2 Kedatangan Ajaran Sikh di Kota Medan 2.2.1 Populasi Masyarakat Penganut Agama Sikh 2.2.2 Sistem Kekerabatan 2.2.3 Sistem Mata Pencaharian 2.2.4 Bahasa 2.3 Masyarakat Sikh di Gurdwara Tegh Bahadar 2.3.1 Definisi Sikh 2.3.2 Pokok Ajaran Sikh 2.3.3 Ciri-ciri penampilan Pengikut Agama Sikh 2.3.4 Hari-hari Besar Sikh 2.4 Gurdwara Tegh Bahadar 2.4.1 Riwayat Singkat Gurdwara Tegh Bahadar 2.4.2 Komponen dan Denah Bangunan Gurdwra Tegh Bahadar
26 26 26 26 27 28 29 31 32 33 36 37 37 38 39 40 41 41 41
xi
BAB III: DESKRIPSI KIRTAN PADA IBADAH MINGGU SIKH 3.1 Pengertian Kirtan 3.2 Komponen Ibadah 3.2.1 Tempat Ibadah 3.2.2 Waktu Ibadah 3.2.3 Benda dan Peralatan Ibadah 3.2.4 Pemimpin dan Peserta Ibadah 3.3 Jenis Musisi dalam Sikh 3.3.1 Rababi 3.3.2 Ragi 3.3.3 Dhadha 3.4 Tujuan Mengadakan Ibadah
40 49 51 51 51 52 52 54 54 54 55 56
BAB IV: ANALISIS TEKSTUAL 4.1 Pengenalan 4.2 Logogenik 4.3 Analisis Semiotik Tekstual Kirtan
57 57 58 59
BAB V: LATAR BELAKANG BUDAYA MUSIK,TRANSKRIPSI, DAN ANALISIS 5.1 Kebudayaan Musik India 5.2 Teknik dan Simbol Transkripsi 5.2.1 Teknik 5.2.2 Simbol 5.3 Analisis Melodi 5.3.1 Tangga Nada (Scale) 5.3.2 Nada Dasar (Pitch Center) 5.3.3 Wilayah Nada (Range) 5.3.4 Jumlah Nada (Frequency of note) 5.3.5 Jumlah Interval 5.3.6 Pola Kadensa (Cadence Partterns) 5.3.6.1 Pola yang Terdapat di Akhir Melodi 5.3.6.2 Pola yang Terdapat di Pertengahan Melodi 5.4 Formula Melodi (Melody Formula) 5.4.1 Analisis Bentuk, Farsa, dan Motif Pada Kirtan 5.4.2 Kontur 5.5 Analisis Siklus Ayat-ayatAmrit Kirtan Halaman 363
66 66 69 69 70 72 72 73 74 74 75 76 76 76 76 77 79 80
BAB VI: KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan 6.2 Saran
84 84 85
DAFTAR PUSTAKA DAFTAR INFORMAN
87 89
xii
DAFTAR TABEL Tabel 2.1 Lus Wilayah Kota Medan ............................................................................ .27 Tabel 2.2 Jumlah Penduduk Menurut Kecamatan dan Jenis Kelamin 2010 .................... 28 Tabel 2.3 Jumlah Penduduk Kota Medan Berdasarkan Agama dan Persentasenya ........ 29 Tabel 2.4 Toko Sport Milik Masyarakat Sikh di Kota Medan ........................................ 35 Tabel 2.5 Hari-hari Besar Agama Sikh .......................................................................... 40 Tabel 5.1 Interval Amrit Kirtan .................................................................................... 75 DAFTAR GAMBAR Gambar 2.1 Pria dan Wanita Sikh ................................................................................ 39 Gambar 2.2 Gurdwara Tegh Bahadur Polonia .............................................................. 42 Gambar 2.3 The Guru Throne ...................................................................................... 43 Gambar 2.4 Chanani Shahib ......................................................................................... 43 Gambar 2.5 Rumala ..................................................................................................... 44 Gambar 2.6 Palki Sahib ............................................................................................... 45 Gambar 2.7 Nishan Sahib ............................................................................................. 45 Gambar 2.8 Chaur Sahib .............................................................................................. 46 Gambar 2.9 Langar atau Tempat Makan di Gurdwara .................................................. 47 Gambar 2.10 Makanan dan Minuman di Langar ........................................................... 47 Gambar 2.11 Denah Lokasi Gurdwara Tegh Bahadur Polonia Medan .......................... 48 Gambar 3.1 Pemusik yang Sedang Melakukan Kirtan .................................................. 51 Gambar 3.2 Altar tempat Pemusik yang Sejajar dengan Chanani .................................. 52 Gambar 3.3 Pengikut Sikh Sedang Memberikan Persembahan ..................................... 52 DAFTAR BAGAN Bagan 2.1 Sistem Kekerabatan Patrilineal Suku Punjabi Beragama Sikh ...................... 42
xiii
DAFTAR ISTILAH
Amrit Kirtan: Analisis:
Ardas: Asadivaar:
Bhai: Chanani: Chanting: Chaur sahib: Gurdwara: Gurmukhi: Golak: Gurbani: Hymne : Ilmiah: Identifikasi: Kirtan: Kaur: Khalsa: Katha: Kesh: Kangha: Kara: Kachha : Kirpan: Kirt temai: Langar: Logogenic: Majemuk: Musikal: Manji sahib: Naam Japna: Nam: Nishan sahib:
Kitab yang berisi lagu-lagu Kirtan yang liriknya diambil dari kitab Guru Granth Sahib. Penguraian suatu pokok permasalahan atas berbagai bagiannya dan penelaahan bagian itu sendiri serta hubungan antarbagian untuk memperoleh pengertian yang tepat dan pemahaman arti keseluruhan. Doa. nyanyian yang dibawakan di awal ibadah, berisi 24 bait yang dikutip dari Guru Granth Sahib, lirik pada Asadivaar tidak dapat berubah, selalu sama pada setiap ibadah, tetapi melodi musiknya tergantung pada pemusik yang membawakan Asadivaar tersebut Sebutan untuk pemimpin agama Sikh. Kanopi yang menutupi Sri Guru Granth Sahib Ji. Pembacaan Kitab yang dilantunkan secara musikal. Bendera Sikh. Tempat beribadah agama Sikh. Aksara Sikh. sistem manajemen keuangan di setiap gurdwara Firman Tuhan. Nyanyian pujian. Memenuhi syarat ilmu pengetahuan. Tanda pengenalan diri. Pembacaan Kitab Suci Sikh secara musikal. Nama belakang yang dipakai untuk perempuan Sikh. Peraturan pada agama Sikh. Membaca Sri Guru Granth Sahib Ji dan menjelaskan. Rambut panjang yang tidak dipangkas. Sisir. Gelang besi Celana panjang dalam Pedang atau pisau kecil. Memperoleh penghasilan dengan bekerja keras, kreatif, produktif dan jujur. Dapur bebas yang terletak di setiap gurdwara. Nyanyian yang lebih mementingkan kata-kata daripada melodi. Terdiri dari beberapa bagian atau beragam. Bersifat musik. Tempat tidur kecil untuk meletakkan Sri Guru Granth Sahib Ji. Mengingat nama Tuhan dengan beribadah. Nama Tuhan. Serat buatan manusia yang ditempelkan dalam logam yang ditempatkan di pegangan kayu. xiv
Patrilineal: Palki sahib: Pribumi Religi: Referensi: Rumala Sangat: Sabad::
:
:
Sat: SingH: Stropic: Sikh: Suku bangsa: Sri Guru Granth Sahib Ji: Tekstual: Vaisakhi: Waheguru: Wand Chekna:
Garis keturunan ditentukan oleh seorang laki-laki. Tempat Sri Guru Granth Sahib Ji. Penghuni asli. Suatu kepercayaan akan adanya kekuatan adikodrati diatas manusia. Sumber acuan. Kain untuk menutupi Sri Guru Granth Sahib Ji. Lembaga suci. Himne religius yang terdapat dalam Sri Guru Granth Sahib Ji. Kebenaran abadi. Nama belakang yang dipakai untuk laki-laki Sikh. Nyanyian atau melodi yang diulang dengan teks yang berbeda. Agama yang berasal dari daerah Punjab oleh Guru Nanak pada abad ke-16. Golongan manusia yang terikat oleh kesadaran dan identitas akan kesatuan budaya. Kitab suci agama Sikh Yang berhubungan dengan teks. Hari jadi agama Sikh. Sebutan Tuhan dalam agama Sikh. Membagikan makanan atau makan bersama-sama
.
xv
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah Manusia adalah makhluk sosial yang memiliki budaya, yang digunakan sebagai respon dalam menjawab tantangan alam. Kebudayaan ini mencakup semua unsurnya seperti bahasa, organisasi sosial dan politik, teknologi, pendidikan, ekonomi, kesenian, dan agama atau sistem religi. Kesemua unsur ini diwujudkan dalam bentuk gagasan atau ide, aktivitas atau kegiatan, dan juga benda-benda atau artefak. Dalam sistem religi misalnya, sebelum datangnya agama-agama besar dunia di Sumatera Utara, masyarakat di kawasan ini mempercayai adanya makhlukmakhluk gaib yang menghuni tempat-tempat tertentu. Mereka juga mempercayai roh-roh nenek moyang yang dapat membantu menyelesaikan berbagai masalah dalam kehidupannya. Oleh karena itu mereka selalu memuja roh-roh nenek moyangnya. Sistem kepercayaan dinamisme dan animisme seperti itu masih dapat dilacak sisa-sisanya pada berbagai sistem religi yang dianut masyarakat natif Sumatera Utara, misalnya dalam Pemena, Parmalim, atau juga Perbegu. Setelah datangnya agama-agama besar dunia seperti Hindu, Budha, Islam, dan Kristen, maka sebahagian besar etnik di Sumatera Utara menganut agama ini, terutama Islam dan Kristen (Protestan dan Katolik). Namun berbagai unsur agama Hindu juga masih bisa dilacak dalam kebudayaan etnik di Sumatera Utara ini. Berbagai konsep dan terapan agama Hindu ini wujud dalam sistem religi Pemena. Begitu juga adanya hubungan budaya Hindu dengan masyarakat di Sumatera Utara dapat dilacak melalui keturunan seperti marga Sembiring Brahmana, Colia, juga 1
berbagai terminologi yang berkaitan dengan peradaban India sperti debata, nariiti, daksina, dan lainnya. Juga dalam bentuk artefak seperti Candi Portibi di Tapanuli bahagian Selatan. Namun demikian, Sumatera Utara sebagai daerah tujuan migrasi berbagai etnik Nusantara dan Dunia, mengalami berbagai polarisasi keagamaan. Masyarakat natifnya menganut agama Islam dan Kristen, dengan berbagai kontinuitasnya yang diperoleh dari masa animisme, Hindu, dan Budha. Selain itu ada pula kelompokkelompok etnik pendatang yang membawa budaya dan agamanya di kawasan ini. Misalnya orang Bali membawa agama Hindu Dharma Bali, orang-orang dari Indonesia Timur mmembawa agama Kristen Protestan yang terintegrasi dalam Gereje Protestan Indonesia Bahagian Barat (GPIB), orang-orang Tionghoa yang membawa agama Budha (berkarakter budaya China) juga Taoisme, Konfusianisme, dan lainnya. Demikian pula masyarakat yang berasal dari India seperti suku Tamil, Hindustani, dan lainnya membawa agama Hindu, Islam, dan Sikh, yang tentu saja berkkarakter budaya India. Melalui skripsi ini penulis akan mengkaji keberadaan masyarakat beragama Sikh yang nenek moyangnya berasal dari India, khususnya aktivitas pembacaan Kirtan pada
ibadah mingguan di Gurdwara Tegh Bahadar
Polonia Medan, dengan fokus perhatian pada kajian struktur melodis dan tekstual. Sikh merupakan agama yang berasal dari Punjab India yang didirikan oleh Guru Nanak Dev Ji1 (1469-1539) pada akhir abad 15 dan awal abad 16. Tujuan ia mendirikan agama baru ini adalah menjadikan semua agama yang diterima oleh semua orang India (agar tidak terjadi konflik antara Islam dan Hindu), dengan demikian ia menggabungkan ciri-ciri terbaik agama Hindu dan Islam, yaitu memakai 1
Guru Nanak Dev Ji adalah Guru pertama dan juga salah satu pendiri agama Sikh. Beliau hidup di masa pertengahan abad kelima belas sampai tiga dasawarsa awal abad keenambelas. Beliau dianggp orang suci, yang membawa perintah-perintah Tuhan Yang maha Esa untuk keselamatan manusia baik di dunia maupun di akhirat nantinya.
2
ritual keagamaan terutama dari agama Hindu dan memiliki konsep monoteisme (bertuhan satu saja) seperti agama Islam. Sikh berkembang dengan pesat dan menyebar ke hampir seluruh wilayah dunia, dan tidak terkecuali dengan Indonesia. Masuk melalui pedagang-pedagang India asal Punjabi pada awal abad 19. Sikh bertahan sebagai suatu agama yang dianut oleh kebanyakan suku bangsa Punjabi yang tinggal dan hidup di Indonesia. Di Indonesia, agama Sikh berada di bawah naungan Parisada Hindu Dharma Indonesia. Tengku Luckman Sinar (1991) menyatakan bahwa dalam tahun 1930 sudah lebih dari 5000 orang masyarakat Sikh tersebar di Sumatera Utara antara lain Medan, Binjai, Lubuk Pakam, Kisaran, Pematang Siantar, Perbaungan, Tebing Tinggi, dan lain-lain. Suku bangsa Punjabi yang ada di Sumatera Utara ini juga membawa serta kebudayaannya antara lain: bahasa, sistem pengetahuan, organisasi sosial, sistem peralatan hidup dan teknologi, sistem mata pencaharian hidup, sistem religi dan kesenian (Koentjaraningrat 1980:203-204). Ada tiga bagian dalam setiap ibadah Sikh, yaitu : (1) Asadivaar, (2) Kirtan, dan (3) Ardas. Asadivaar, adalah nyanyian yang dibawakan di awal ibadah, berisi 24 bait yang dikutip dari Guru Granth Sahib,2 lirik pada Asadivaar tidak dapat berubah, selalu sama pada setiap ibadah, tetapi melodi musiknya tergantung pada pemusik yang membawakan Asadivaar tersebut. Kirtan adalah bagian kedua pada ibadah Sikh, Kirtan lebih bersifat kontekstual, artinya lirik dan melodi tergantung pada upacara/ibadah apa yang sedang berlangsung di Gurdwara. Apabila upacara kematian maka lirik dan melodi
2
Guru Granth Sahib adalah nama kitab suci agama Sikh, isinya berasal dari ajaran-ajaran 10 guru pendiri agama tersebut yang terdiri dari 1430 halaman. Agak berbeda dengan agama-agama lain seperti Kristen yang kitab sucinya adalah Injil (Bibel), Islam kitab sucinya Al-Qur’an, Yahudi kitab sucinya Taurat, maka umat Sikh memandang kitabnya adalah rangkaian yang terintegrasi dengan para sepuluh gurunya. Bahkan Kitab Guru Granth Sahib ini merupakan “guru yang kesebelas.”
3
musiknya akan terdengar sedih, sedangkan apabila upacara perkawinan isinya akan tentang kebahagiaan, setiap liriknya diambil dari Guru Granth Sahib. Kemudian Ardas adalah bagian terakhir pada setiap ibadah umat Sikh. Ardas adalah pembacaan ayat tanpa menggunakan alat musik oleh Bhai.3 Gaya membacanya dapat dideskripsikan sebagai teknik chanting yaitu penyajian teks-teks keagamaan yang dibawakan secara melodis. Menurut penjelasan para informan, setiap harinya penganut agama Sikh di India melakukan ketiga bagian ibadah ini di Gurdwara. Di Indonesia agak berbeda, yaitu dipusatkan pada hari minggu di setiap Gurdwara, karena hari tersebut adalah hari libur nasional. Ardas, Kirtan, dan Asadivaar merupakan cara masyarakat Sikh untuk dekat kepada Waheguru. 4 Asadivaar dan Kirtan adalah nyanyian yang diiringi oleh melodi musik harmonium, ritme tabla, dan terkadang juga dengan iringan simbal kecil sebagai pembawa tempo. Sedangkan Ardas merupakan doa penutup yang berisi permohonan maaf sekiranya saat ibadah mereka melakukan kesalahan dan harapan mereka terhadap Waheguru. Dalam hal ini penulis tertarik untuk mengkaji tentang Kirtan pada Ibadah mingguan Sikh. Kirtan merupakan salah satu ritual penting dalam kehidupan keagamaan Sikh yang diturunkan oleh kesepuluh Guru5 pendiri agama ini. Kirtan
3
Istilah ini merujuk kepada pengertian yaitu pendeta pada agama Sikh. Tgas pokoknya adalah menyampaikan ajaran-ajaran guru Sikh kepada umatnya. Juga mempimpin ibadah-ibadah agama Sikh baik di Gurdwara atau tempat-tempat lainnya. 4 Waheguru adalah nama Tuhan penganut agama Sikh. Penyebutan nama-nama Tuhan ini, dalam konteks agama-agama di dunia juga muncul berbagai sebutan. Dalam agama Islam, Tuhan mereka disebut dengan Allah. kemudian pada umat Yahudi, Tuhan ini disebut dengan Yahweh. Dalam agama Hindu Tuhan Yang Maha Kuasa disebut dengan Sang Hyang Widhi (dalam agama Hindu Dharma Bali ditambahi dengan Sang Hyang Widhi Wase). Dalam religi Parrmalim di Sumatera Utara, Tuhan disebut dengan Debata Mula Jadi na Bolon. 5 Dalam konteks sejarah dan kepercayaan agama Sikh ini ada sepuluh guru dalam ajaran Sikh, yaitu: (1) Sri Guru Nanak Dev Ji, (2) Sri Guru Anggad Dev Ji, (3) Sri Guru Amardas Ji, (4) Sri Guru Raamdas Ji, (5) Sri Guru Arjan Dev Ji, (6) Sri Guru Hargobind Sahib Ji, (7) Sri Guru Har Rai Ji,
4
merupakan istilah bahasa Sanskerta yang berarti kegiatan mengagungkan Tuhan Yang Maha Esa. Kegiatan ini bisa berupa menyampaikan atau berbicara tentang keagungan-keagungan Tuhan Yang Maha Esa dan bisa berupa menyanyikan namanama suci Tuhan untuk mengagungkan Tuhan. Kirtan atau lebih lengkap lagi, Sankirtan (mengagungkan bersama-sama atau beramai-ramai), adalah proses yang dianjurkan di dalam Kitab Veda6 untuk mencapai kesucian dan kedamaian hati. Dalam Kirtan mereka menyanyikan Gurbani7 yang berasal dari kitab Guru Granth Sahib dan buku Amrit Kirtan8. Gurbani merupakan peninggalan dari kesepuluh Guru Sikh pendahulu mereka. Bhai menyanyikan Kirtan sambil memainkan harmonium, dan diiringi dengan pemain tabla oleh Bhai yang lain sambil menyanyikan Kirtan. Setiap orang dapat melakukan Kirtan, tidak ada batasan dan aturan tertentu dalam melakukannya. Saat Bhai melakukan Kirtan, para jemaah dapat juga menyanyikannya bersama-sama. Gurdwara9 (tempat ibadah Sikh) merupakan pusat peribadatan kaum Sikh, setiap minggunya selalu ada ibadah yang dilakukan disini. Dimulai dari kegiatan Asadivar, Kirtan dan Ardas, setiap kaum Sikh datang untuk melakukan kegiatan ini,
(8) Sri Guru Har Krishan Sahib Ji, (9) Sri Guru Tegh Bahadur Sahib Ji, (10) Sri Guru Gobind Singh Ji. 6 Kitab suci agama Hindu disebut Veda atau dalam sebutan bahasa Indonesia Weda. Kitab initerdiri dari: Rig Veda, Yajur Veda, Atharva Veda, dan Sama Veda. Menurut Malm (1977) Rig Veda adalah teks suci keagaamn Hindu dalam bentuk yang paling awal dan tetap dipertahankan. Beberapa teksnya dirancang kembali dalam bentuk yang disebut Yajur Veda. Sama Veda terdiri dari teks-teks pilihan dari sumber yang yang dipergunakan pada upacara keagamaan Hindu. Atharva Veda adalah sekumpulan teks-teks yang berbeda, diturunkan dari magik keagamaan rakyat dan mantera-mantera. Rig Veda dan Sama Veda di India dapat dianalogikan dengan lagu-lagu tradisi keagamaan di barat pada Gereja Katolik dan Kristen Ortodoks, meskipun kedua bentuk ini nyatanya dipertunjukkan dan diketahui oleh hanya sekelompok orang tertentu saja. Teks-teks dan teori awalnya dianggap sebagai dasar dari beberapa gaya yang lebih akhir. 7 Gurbani adalah tulisan suci kaum Sikh, Gurbani dapat diartikan juga sebagai kata-kata Tuhan. Gurbani ini dipandang sebagai wahyu dan perkataan Tuhan yang dijelmakan dalam bentuk tulisan, yang diajarkan dari satu generasi ke generasi umat Sikh berikutnya. 8 Amrit Kirtan adalah buku yang berisikan lirik-lirik Kirtan yang diambil dari kitab induknya yaitu Guru Granth Sahib. 9 Gurdwara adalah tempat beribadah kaum Sikh, wara artinya gerbang, Gurdwara atinya gerbang menuju Guru. Gurdwara dapat dikenali dari jauh dengan tiang bendera yang tinggi yang diujungnya berkibar bendera Nishan Sahib (bendera kaum Sikh).
5
walaupun tidak semua hal dipertahankan seperti aslinya, misalnya kegiatan Asadivar yang seharusnya dilakukan pada pagi-pagi subuh sebelum matahari terbit tetapi pada Gurdwara Polonia dilakukan pada pukul 09.00 WIB untuk menunggu kedatangan umat terlebih dahulu.10 Berdasarkan wawancara dengan Maninder Singh dan Balwant Singh (Bhai sementara di Gurdwara Tegh Bahadar), setiap orang dapat melakukan Kirtan, mereka dapat melakukannya di mana saja dan kapan saja, walaupun ternyata setelah wawancara lebih lanjut Kirtan itu dinyanyikan berdasarkan waktu-waktu tertentu. Kirtan adalah cara dimana manusia mendekatkan diri kepada Tuhan, dalam Kirtan kita memuji Tuhan, memuliakan keagungan dan kebesaran Tuhan. Pada umumnya melodi yang dimainkan tetap atau berulang-ulang, tetapi teksnya berubah-ubah. Ini disebut strofik. Atau dengan kata lain, Kirtan lebih mengutamakan kata-kata dibandingkan melodi atau disebut logogenic (logogenik).11 Menurut Koentjaraningrat, dalam melaksanakan aktivitas yang berhubungan dengan religi, didorong oleh suatu getaran jiwa, yang biasanya disebut dengan emosi keagamaan (religious emotion), yang mendorong orang melakukan tindakantindakan yang bersifat religi (Koentjaraningrat 1990: 376-378). Emosi keagamaan 10
Berdasarkan pengamatan lapangan dan wawancara yang penulis lakukan dengan para informan dan jemaah di Gurdwara Tegh Bahadar. 11
Yang dimaksud logogenik adalah satu kebudayaan musik etnik atau musik dunia, yang ciri khas utamanya adalah menggunakan dan menumpukan teks yang dikomunikasikan secara verbal. Biasanya menggunakan salah satu atau perpaduan unsur-unsur ritme, melodi, atau harmoni. Dalam kebudayaan musik logogenik ini, unsur sastra dan folklor mendapat peranan penting. Namun agak berbeda dengan bahasa sehari-hari, teks dipertunjukan melalui lagu bukan bahasa sehari-hari. Dengan demikian nyanyian jenis ini selalu menggunakan bahasa yang digayakan dan mengandung unsur-unsur perlambangan. Ada kalanya bersifat rahasia seperti pada mantra. Seterusnya, jika sebuah kebudayaan musik mengutamakan aspek melodi atau ritme saja, bukan menekankan kepada teks, maka musik seperti ini dapat dikategorikan sebagai budaya musik melogenik. Musik seperti ini, lebih menumpukan pertunjukan pada aspek komunikasi bukan lisan terutama menggunakan dimensi waktu dan ruang. Untuk mengkaji makna yang diungkapkan melalui ritme, melodi, atau bunyi-bunyian lainnya, diperlukan pemahaman dan penafsiran dengan cara menelitinya, terutama apa yang ingin dikomunikasikan pencipta musik atau senimannya, yang bisa dijejaki melalui pemikiran mereka (lihat Malm, 1977).
6
yang mendorong tindakan-tindakan yang bersifat religi ini tampak pada Kirtan yang dilantunkan secara musikal atau yang mengandung kombinasi nada, ritme, dan dinamika yang dilakukan masyarakat Sikh di Gurdwara Tegh Bahadar di Kelurahan Polonia Medan. Dari kenyataan religius, sosial, dan budaya seperti tergambar di atas, maka pembacaan Kirtan dalam ibadah mingguan umat Sikh di Medan amatlah menarik untuk dikaji menurut etnomusikologi, sebagai ilmu dasar penulis selama kuliah di Program Studi Etnomusikologi, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Sumatera Utara. Bahwa pembacaan Kirtan mengandung unsur-unsur musik baik dimensi ruang maupun waktu. Lebih menarik lagi secara sainntifik Kirtan ini memiliki dimensi religius, sejarah, sosial, dan budaya. Etnomusikologi sebagai sebuah disiplin ilmu pengetahuan, dengan terangterangan dinobatkan oleh para ilmuwannya berada dalam dua kelompok disiplin, yaitu ilmu humaniora dan ilmu sosial sekali gus. Etnomusikologi memberikan kontribusi keunikannya dalam hubungannya bersama aspek-aspek ilmu pengetahuan sosial dan aspek-aspek ilmu humaniora, dalam caranya untuk melengkapi satu dengan lainnya, mengisi penuh kedua pengetahuan itu. Keduanya akan dianggap sebagai hasil akhir darinya sendiri; keduanya dipertemukan menjadi pengetahuan yang lebih luas (Merriam, 1964). Disiplin etnomusikologi biasanya secara tentatif paling tidak menjangkau lapangan-lapangan studi lain sebagai suatu sumber stimulasi (stimulus) baik terhadap etnomusikologi itu sendiri maupun disiplin saudaranya. Ada beberapa cara yang dapat dijadikan nilai pemecahan terhadap masalah-masalah ini. Studi teknis dapat memberitahukan kita banyak tentang sejarah kebudayaan. Fungsi dan penggunaan musik adalah sebagai suatu yang penting dari berbagai aspek lainnya pada
7
kebudayaan, untuk mengetahui kerja suatu masyarakat. Musik mempunyai interelasi dengan berbagai tumpuan budaya; ia dapat membentuk, menguatkan, saluran sosial, politik, ekonomi, linguistik, religi, dan beberapa jenis perilaku lainnya.
Teks
nyanyian melahirkan beberapa pemikiran tentang suatu masyarakat, dan musik secara luas dipergunakan sebagaimana analisis makna terhadap prinsip struktur sosial. Etnomusikolog seharusnya tidak bisa menghindarkan diri dengan masalahmasalah simbolisme (perlambangan) di dalam musik, pertanyaan tentang hubungan antara berbagai seni, dan semua kesulitan pengetahuan apa itu estetika dan bagaimana strukturnya. Ringkasnya, masalah-masalah etnomusikologi bukan hanya terbatas
kepada
teknik
semata--tetapi
juga
tentang
perilaku
manusia.
Etnomusikologi juga tidak sebagai sebuah disiplin yang terisolasi, yang memusatkan perhatiannya kepada masalah-masalah esoterisnya saja, yang tidak dapat diketahui oleh orang selain yang melakukan studi etnomusikologi itu sendiri. Tentu saja, etnomusikologi berusaha mengkombinasikan dua jenis studi, untuk mendukung hasil penelitian, untuk memecahkan masalah-masalah spektrum yang lebih luas, yang mencakup baik ilmu humaniora ataupun sosial. Ilmu pengetahuan humaniora lebih memfokuskan perhatian kepada nilai-nilai kemanusiaan dibandingkan dengan ilmu pengetahuan sosial, dan lebih menaruh perhatian kepada nilai kebebasan dalam mendeskripsikan perilaku manusia. Pernyataan ini, secara umum memang benar, yang kembali mendiskusikan dan menanyakan metode-metode dari menanyakan muatan lapangan studinya. Begitu juga, penting untuk menyatakan bahwa ilmu pengetahuan humaniora sangat melibatkan nilai-nilai, dan ini menjadi titik kuncinya. Dengan demikian, fokus ilmuilmu humaniora dibangun di atas kritik pengujian dan evaluasi dari produk manusia di dalam urusan kebudayaan (seni, musik, sastra, filsafat, dan religi), sedangkan
8
fokus ilmu pengetahuan sosial adalah cara
manusia hidup bersama, termasuk
aktivitas-aktivitas kreatif mereka. Berdasarkan sejarah perkembangan etnomusikologi, terjadi gabungan dua disiplin
yaitu muskologi dan etnologi. Musikologi selalu
digunakan
dalam
mendeskrip-sikan struktur musik yang mempunyai hukum-hukum internalnya sendiri--sedangkan etnologi memandang musik sebagai
bahagian dari
fungsi
kebudayaan manusia dan sebagai suatu bahagian yang menyatu dari suatu dunia yang lebih luas. Secara eksplisit dinyatakan oleh Merriam sebagai berikut. Ethnomusicology carries within itself the seeds of its own division, for it has always been compounded of two distinct parts, the musicological and the ethnological, and perhaps its major problem is the blending of the two in a unique fashion which emphasizes neither but tidakes into account both. This dual nature of the field is marked by its literature, for where one scholar writes technically upon the structure of music sound as a system in itself, another chooses to treat music as a functioning part of human culture and as an integral part of a wider whole. At approximately the same time, other scholars, influenced in considerable part by American anthropology, which tended to assume an aura of intense reaction against the evolutionary and diffusionist schools, began to study music in its ethnologic context. Here the emphasis was placed not so much upon the structural components of music sound as upon the part music plays in culture and its functions in the wider social and cultural organization of man. It has been tentatively suggested by Nettl (1956:26-39) that it is possible to characterize German and American "schools" of ethnomusicology, but the designations do not seem quite apt. The distinction to be made is not so much one of geography as it is one of theory, method, approach, and emphasis, for many provocative studies were made by early German scholars in problems not at all concerned with music structure, while many American studies heve been devoted to technical analysis of music sound (Merriam, 1964:34). Berdasarkan kutipan di atas, menurut Merriam, para pakar etnomusikologi membawa dirinya sendiri kepada pembahagian bidang kajian ilmu. Oleh karena itu, selalu dilakukan percampuran dua bagian keilmuan, yaitu musikologi dan etnologi.
Kemudian menimbulkan kemungkinan-kemungkinan
masalah
besar
dalam rangka mencampurkan kedua disiplin itu dengan cara yang unik, dengan 9
penekanan pada salah satu bidangnya, tetapi tetap mengandung kedua disiplin tersebut. Sifat dualisme lapangan studi ini, dapat ditandai dari literatur-literatur yang dihasilkannya. Seorang sarjana menulis secara teknis tentang struktur suara musik sebagai suatu sistem tersendiri, sedangkan sarjana lain memilih untuk memperlakukan musik sebagai suatu bahagian dari fungsi kebudayaan manusia, dan sebagai bagian yang integral dari keseluruhan kebudayaan ini.
Pada saat
yang sama, beberapa sarjana dipengaruhi secara luas oleh pakar antropologi Amerika, yang cenderung untuk mengandaikan kembali suatu aura reaksi terhadap aliran-aliran yang mengajarkan teori-teori evolusioner difusi, dimulai
dengan
melakukan studi musik dalam konteks etnologisnya. Di sini, penekanan etnologi yang dilakukan oleh para sarjana ini tidak seluas struktur komponen suara musik sebagai suatu bahagian dari permainan musik dalam
kebudayaan, dan fungsi-
fungsinya dalam organisasi sosial dan kebudayaan manusia yang lebih luas. Dengan demikian meneliti musik religi umat Sikh berarti pula ikut mengembangkan disiplin etnomusikologi. Berdasarkan penjelasan-penjelasan yang dituturkan di atas, maka penulis tertarik untuk meneliti lebih dalam lagi tentang Kirtan pada ibadah mingguan masyarakat Sikh di Gurdwara Tegh Bahadar yang akan difokuskan pada nyanyian Kirtan pada ibadah mingguan masyarakat Sikh. Penelitian ini akan dibuat ke dalam karya tulis ilmiah dengan judul: Studi Deskriptif Kirtan pada Ibadah Mingguan Masyarakat Sikh di Gurdwara Tegh Bahadar Polonia Medan: Kajian Struktur Melodi dan Tekstual.
10
1.2 Pokok Permasalahan Dalam penulisan skripsi ini, penulis membuat batasan masalah untuk menghindari ruang lingkup pembahasan yang meluas. Selain itu, batasan masalah juga berguna untuk memfokuskan pokok pembahasan dalam tulisan ini. Adapun yang menjadi pokok permasalahan dalam tulisan ini adalah sebagai beriku: 1. Bagaimana proses jalannya kegiatan pembacaan Kirtan pada ibadah mingguan masyarakat Sikh dan komponen-komponen pendukungnyadi Gurdwara Tegh Bahadar Kecamatan Medan Polonia? Pokok masalah ini akan dijawab dengan deskripsi persiapan ibadah, jalannya ibadah, dan sesudah ibadah. deskripsi yang penulis lakukan berasal dari pengamatan lapangan yang dilakukan berulang kali, untuk dapat menyiasati pola-pola yang digunakan dan kemungkinan penambahan dan pengurangannya. 2. Bagaimana struktur melodi dan tekstual Kirtan yang disajikan pada ibadah mingguan masyarakat Sikh di Gurdwara Tegh Bahadar Polonia Medan? Untuk menjawab struktur melodi Kirtan penulis akan mentranskripsi dan menganalisisnya berdasarkan delapan unsur melodi yaitu: tangga nada, wilayah nada, nada dasar, jumlah nada, interval, formula melodi, pola-pola kadensa, dan kontur. Sementara pokok masalah tentang struktur tekstual Kirtan akan dijawab dengan analisis strutur teks yang menjadi bahagian dari Kitab Suci Guru Granth Sahib, garapan kalimat, frase, suku kata, dan tentu saja makna teks dalam konteks pemikiran dan penafsiran umat Sikh, terutama yang dijelaskan oleh para informan kunci.
11
1.3
Tujuan dan Manfaat Penelitian
1.3.1 Tujuan Penelitian Tujuan penulisan skripsi adalah sebagai berikut: 1. Memperoleh hasil deskripsi jalannya kegiatan Kirtan pada ibadah masyarakat Sikh di Gurdwara Tegh Bahadar Polonia Medan. 2. Memperoleh hasil analisis melodis dan tekstual Kirtan pada ibadah masyarakat Sikh di Gurdawara Tegh Bahadar Polonia Medan.
1.3.2 Manfaat Penelitian Sedangkan manfaat penelitian ini adalah: 1. Memberikan informasi tentang jalannya kegiatan Kirtan pada Ibadah Masyarakat Sikh di Gurdwara Tegh Bahadar Polonia Medan. 2. Sebagai salah satu referensi ilmiah yang dapat memberikan suatu kajian terhadap ibadah religi yang mengandung unsur-unsur musikal kepada disiplin ilmu etnomusikologi khususnya, dan ilmu pengetahuan pada umumnya. 3. Sebagai salah satu bahan referensi dan acuan bagi peneliti berikutnya yang memiliki keterkaitan dengan topik penelitian. 4. Memperluas pengetahuan dan wawasan penulis dalam mengaplikasikan ilmu yang diperoleh selama masa studi di Program Studi Etnomusikologi, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Sumatera Utara, Medan. 5. Dapat memberikan gambaran bagaimana ibadah dalam agama Sikh yang menyebar keluar wilayahnya dan memasuki wilayah baru, yaitu dari Punjab India ke Medan Sumatera Utara.
12
1.4
Konsep dan Teori
1.4.1 Konsep Menurut Melly G. Tan (dalam Koentjaraningrat 1990:21), konsep merupakan defenisi dari apa yang kita amati, konsep menentukan antara variabel-variabel mana yang kita inginkan untuk menentukan hubungan empiris. Maka dari itu, penulis akan memaparkan beberapa konsep yang berhubungan dengan tulisan ini. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia edisi kedua (1995:37), kajian atau analisis adalah penguraian suatu pokok permasalahan atas berbagai bagiannya dan penelaahan bagian itu sendiri serta hubungan antar bagian untuk memperoleh pengertian yang tepat dan pemahaman arti keseluruhan. Dengan demikian, kata analisis dalam penulisan ini berarti hasil analisa objek penelitian. Adapun yang menjadi objek penelitian yang akan dibahas dalam tulisan ini adalah Ibadah rutin mingguan Sikh dan pokok pembahasan difokuskan pada Kirtan yang disajikan secara musikal serta makna teks yang terdapat di dalamnya. Musik adalah kejadian bunyi atau suara dapat dipandang dan dipelajari jika mempunyai kombinasi nada, ritem dan dinamika sebagai komunikasi secara emosi estetika atau fungsional dalam suatu kebiasaan atau tidak berhubungan dengan bahasa (Malm dalam terjemahan Takari 1993: 8).12 Dari pengertian musik tersebut, dapat dipahami bahwa musikal merupakan hal yang berkenaan atau mengandung unsur musik. Kirtan pada Ibadah masyarakat Sikh dapat penulis nyatakan sebagai bahan kajian etnomusikologi karena mengandung unsur musikal atau dapat dikategorikan sebagai nyanyian. Di dalamnya terdapat kombinasi yang mengandung unsur nada, ritem dan dinamika. 12
Music Culture of the Pasific, the Near East and Asia karya William P. Malm tahun 1977 yang dialihbahasakan menjadi Kebudayaan Musik Pasifik, Timur Tengah dan Asia oleh Muhammad Takari, Jurusan Etnomusikologi, Fakultas Sastra, Universitas Sumatera Utara pada tahun 1993.
13
Teks adalah naskah yang berupa kata-kata asli dari pengarang, kutipan dari kitab suci untuk pangkal ajaran atau alasan, bahan tertulis untuk dasar memberikan pelajaran, berpidato dan sebagainya (Kamus Besar Bahasa Indonesia edisi kedua 1995:1024). Dari pengertian teks tersebut, maka tekstual merupakan hal yang berhubungan atau berkaitan dengan teks. Sesuai dengan tulisan ini, maka pengertian teks yang dipakai adalah kutipan dari kitab suci untuk pangkal ajaran atau alasan yang kemudian akan dianalisa makna yang terkandung dalam teks tersebut. Pengertian masyarakat (society dalam Bahasa Inggris) dalam Oxford Advanced Learner’s Dictionary sixth edition (2000: 1226) adalah sebagai berikut.
people in general, living together in communities; (2) a particular community of people who share the same customs, laws, etc; (3) a group of people who join together for a particular purpose; (4) the group of people in a country who are fashionable, rich and powerful; (5) the state of being with other people
Artinya secara harfiah, orang-orang yang secara umum hidup bersama dalam komunitas; sebuah komunitas khusus oleh orang-orang yang berbagi dalam adat istiadat yang sama, norma-norma yang sama dan sebagainya; sekelompok orangorang yang saling terikat untuk tujuan khusus; sekelompok orang-orang dalam satu negara yang modern, kaya dan berkuasa; tempat di mana tinggal dengan orang lain). Dari beberapa pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa masyarakat adalah sekelompok orang-orang yang tergabung dalam satu komunitas yang mempunyai kebiasaan atau adat istiadat yang sama, norma-norma yang sama, kepentingan atau tujuan yang sama, dan banyak persamaan lain yang saling terikat satu dengan yang lain.
14
Kata Sikh yang dalam bahasa Punjabi: siha, berasal dari bahasa Sansekerta yaitu
k
śisya yang berarti “murid, mahasiswa” atau śiksa yang berarti “pelajaran.” Menurut pasal I dari “Rehat Maryada“ (norma dan ketentuan tingkah laku dalam Sikh), seorang Sikh didefinisikan sebagai “setiap manusia yang setia percaya pada Yang Kekal; Kesepuluh Guru, dari Sri Guru Nanak Dev sampai Sri Guru Gobind Singh; Sri Guru Granth Sahib, ucapan-ucapan dan ajaran dari sepuluh Guru dan baptisan yang diwariskan oleh Guru kesepuluh, dan yang tidak berutang setia kepada agama lain”. Di antara perpindahan atau migrasi orang-orang Sikh, ada perbedaan pendapat yang meningkat tentang apa arti menjadi seorang Sikh terutama dalam pengertian sebuah bangsa, dan kelompok etnis-agama. Berdasarkan hasil wawancara dengan Balwant Singh dan Maninder Singh (11 September 2011), kata Sikh berarti “belajar terus-menerus.” Kemudian umat Sikh harus hidup dalam kesederhanaan dan percaya hanya kepada satu Tuhan yang disebut dengan Waheguru. Gurdwara dalam bahasa Punjabi memiliki arti gerbang menuju Guru, adalah tempat para pengikut Sikh beribadah. Gurdwara dapat dikenali dari jauh dengan adanya tiang bendera yang tinggi dan ada bendera Sikh pada ujungnya yang disebut Nishan Sahib.13 Gurdwara pertama dibangun di Kartapur, di pinggir sungai Ravi wilayah Punjab oleh Guru pertama Sikh, Guru Nanak Dev Ji. Nama Gurdwara Tegh Bahadar sendiri diambil dari nama salah satu Guru pendiri Sikh, yaitu Guru Tegh Bahadar, Guru kesembilan Sikh. Guru Tegh Bahadar lahir pada 20 Maret 1665, ayahnya Guru Har Gobind merupakan Guru ke-enam
13
Bendera lambang Sikh berwarana jingga yang ada pada setiap Gurdwara di seluurh dunia
ini.
15
Sikh, dan anaknya Guru Gobind Singh merupakan Guru ke-sepuluh atau yang terakhir pada agama Sikh.
1.4.2 Teori Teori adalah sarana pokok untuk menyatakan hubungan sistematik dalam gejala sosial maupun natura yang ingin diteliti. Teori merupakan abstraksi dari pengertian atau hubungan dari proporsi atau dalil. Menurut Kerlinger (1973) teori adalah sebuah set konsep atau construct yang berhubungan satu dengan lainnya, suatu set dari proporsi yang mengandung suatu pandangan sistematis dari fenomena (Moh. Nazir 1988:21). Untuk itu, penulis menggunakan teori sebagai landasan untuk membahas dan menjawab pokok permasalahan yang ada. Untuk melihat sistem upacara keagamaan, maka penulis menggunakan teori upacara oleh Koentjaraningrat (2002:377). Secara khusus teori ini mengandung 4 aspek yang menjadi perhatian khusus yaitu: (1) tempat upacara keagamaan dilakukan; (2) saat-saat upacara keagamaan dijalankan; (3) benda-benda dan alat upacara; dan (4) orang-orang yang melakukan dan memimpin upacara. Untuk menganalisis struktur musik dalam Kirtan, penulis menggunakan teori weighted scale (bobot tangga nada) yang dikemukakan oleh William P. Malm. Halhal yang harus diperhatikan dalam mendeskripsikan melodi, yaitu (1) tangga nada, (2) nada dasar (pitch center), (3) wilayah nada, (4) jumlah nada, (5) jumlah interval, (6) pola kadensa, (7) formula melodik, dan (8) kontur (Malm dalam terjemahan Takari 1993:13). Dalam menganalisa teks-teks dalam Kirtan, penulis menggunakan teori William P. Malm. Ia menyatakan bahwa dalam musik vokal, hal sangat penting diperhatikan adalah hubungan antara musik dengan teksnya. Apabila setiap nada
16
dipakai untuk setiap silabel atau suku kata, gaya ini disebut silabis. Sebaliknya bila satu suku kata dinyanyikan dengan beberapa nada disebut melismatik. Studi tentang teks juga memberikan kesempatan untuk menemukan hubungan antara aksen dalam bahasa dengan aksen pada musik, serta sangat membantu melihat reaksi musikal bagi sebuah kata yang dianggap penting dan pewarnaan kata-kata dalam puisi (Malm dalam terjemahan Takari 1993:15). Selain itu, untuk mendalami makna-makna religius yangb hendak disampaikan melalui teks Kirtan ini, penulis menggunakan teori semiotik. Teori semiotik adalah kajian tentang tanda dan segala sesuatu yang berhubungan dengan tanda. Menurut Sobur (dalam Sartini, 2011), bahwa semiotik atau semiotika berasal dari kata Yunani semeion yang berarti “tanda”. Istilah semeion tampaknya diturunkan dari kedokteran hipokratik atau asklepiadik dengan perhatiannya pada simtomatologi dan diagnostik inferensial. Bahasa
adalah
interaksi,
dan
semua
interaksi
adalah
multimodal.
Implikasinya adalah bahasa adalah semiotik multimodal karena merupakan tanda atau simbol yang dihasilkan dalam komunikasi manusia. Ilmu semiotik meliputi studi seluruh tanda-tanda tersebut baik tanda visual, tanda yang dapat berupa imaji dalam lukisan dan foto dalam seni dan fotografi, tanda pada kata-kata, bunyi-bunyi, imaji bahasa tubuh, ekspresi wajah, warna, dan semua unsur-unsur komunikasi. Imaji adalah gambaran yang terbentuk dari sebuah objek visual. Gramatika didalam bahasa menjelaskan kata, klausa, frasa, kalimat, dan teks. Sedangkan gramatika visual memperlihatkan
orang,
tempat,
dan
benda-benda
dikombinasikan
dengan
kompleksitas dan perluasan penjelasan visual dari sebuah objek. Fokus gramatika visual adalah pada deskripsi estetika imaji dan cara komposisi imaji yang digunakan untuk menarik perhatian penyaksi atau pembaca (Kress dan van Leeuwen, 1996:1).
17
Grammar goes beyond formal rules of correctness. It is a means of representing patterns of experience…. It enables human beings to build a mental picture of reality, to make sense of their experience of what goes on around them and inside them (Halliday, 1985: 101) Analoginya adalah struktur visual merealisasikan makna-makna sebagaimana struktur linguistik
melakukannya,
dengan demikian
menyebabkan
berbeda
interpretasi dari pengalaman dan berbeda bentuk interaksi sosial. Makna dapat direalisasikan dalam bahasa, sedangkan komunikasi visual diekspresikan keduaduanya baik dalam verbal maupun dalam visual. Walaupun keduanya berbeda, misalnya bahasa melalui pilihan antara kelas kata dan semantik, namun di dalam komunikasi visual ekspresi dilakukan melalui sistem pilih, pada beberapa hal seperti: penggunaan warna dan struktur komposisi yang menonjol. Bahasa visual belum dipahami secara universal karena bahasa visual itu spesifik secara budaya, misalnya komunikasi visual dalam dunia barat berbeda dengan dalam dunia timur. Dalam mendukung kajian struktur melodi Kirtan penulis menggunakan metode transkirpsi. Dalam etnomusikologi transkirpsi merupakan suatu proses penotasian bunyi menjadi simbol-simbol yang dapat dilihat atau diamati, dan simbolsimbol tersebut disebut dengan notasi. Dalam melakukan transkripsi, penulis berpedoman pada teori yang dinyatakan oleh Charles Seeger tentang notasi perskriptif dan notasi deskriptif yang didapat penulis selama mengikuti perkuliahan di etnomusikologi. (1) notasi perskriptif adalah notasi yang bertujuan sebagai petunjuk atau suatu alat untuk membantu mengingat bagi seorang penyaji bagaimana ia harus menyajikan sebuah komposisi musik, (2) notasi deskriptif adalah notasi yang dimaksudkan untuk menyampaikan kepada pembaca tentang ciri-ciri atau detaildetail komposisi musik yang belum diketahui oleh pembaca.14
14
Materi kuliah dalam mata kuliah Transkripsi/ Analisa I pada tanggal 29 Januari 2009.
18
Dalam pembahasan, nantinya penulis akan menggunakan notasi deskriptif. Alasannya adalah karena dalam penulisan ini akan memberikan informasi dan kajian yang mendetail yang terdapat dalam komposisi Kirtan.
1.5
Metode Penelitian Metode ilmiah adalah segala jalan atau cara dalam rangka ilmu tersebut,
untuk sampai kepada kesatuan pengetahuan (Koentjaraningrat 1980:41). Sedangkan penelitian adalah penyelidikan yang hati-hati dan kritis dalam mencari fakta dan prinsip-prinsip; suatu penyelidikan yang amat cerdik untuk menetapkan sesuatu (menurut kamus Webster’s New International dalam Moh. Nazir 1988:13). Jadi, metode penelitian adalah cara kerja yang dipakai untuk menyelidiki fakta atau kenyataan yang ada dalam rangka memahami objek penelitian yang bersangkutan. Dalam melakukan penelitian, penulis menggunakan metode pendekatan kualitatif yang mengutamakan kualitas data. Data yang disajikan dalam bentuk katakata atau kalimat dan datanya adalah data sekunder seperti dokumen dan dalam penelitian-penelitian yang menggunakan metode pengamatan terlibat atau participant observation (M. Sitorus 2003:25). Teknik pengumpulan data yang dipakai dalam penelitian ini adalah:
1.5.1 Studi Kepustakaan Hal pertama yang penulis lakukan adalah melakukan studi kepustakaan dengan cara mempelajari tulisan-tulisan yang berhubungan dengan objek pembahasan. Penulis mencari dan mengumpulkan informasi dan referensi dari skripsi yang ada di Departemen Etnomusikologi. Selain mempelajari bahan-bahan
19
yang diperoleh dari skripsi yang telah ada, penulis juga mempelajari bahan lain seperti buku dan artikel. Agar kajian penulis ini tidak tumpang tindih dengan penelitian-penelitian terdahulu, khususnya yang dilakukan oleh para penulis dari Departemen Etnomusikologi, maka perlu dideskripsikan tulisan-tulisan berupa skripsi. Di antaranya adalah sebagai berikut. (1)
Andro
Mahardika
Hutabarat,
2012.
Studi
Analisis
Melodis
Harmonium dan Pola Ritem Tabla Dalam Mengiringi Ibadah Sikh Di Gurdwara Tegh Bahadar Polonia Medan. Skripsi Sarjana Departemen Etnomusikologi, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Sumatera Utara. Skripsi ini sama dengan objek penelitian penulis sama-sama menggunakan data yang berada di Gudwara Tegh Bahadar Polonia. Namun Andro mahardika Hutabarat khusus menganalisis melodi harmonium dan tabla dalam mengiringi ibadah umat Sikh. Penulis sendiri menitikberatkan pada kajian Kirtan, suatu pembacaan dan sekaligus lantunan yang diidentifikasi dalam teks suci umat Sikh. (2)
Semanpreet Kaur. 2012, yang menulis tajuk Kelas Sosial dan Ilmu
Sosial pada Interaksi Agama Sikh di Medan. Skripsi Sarjana Departemen Ilmu Sosial, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Sumatera Utara. Skripsi yang berbasis ilmu sosial (sosiologi)_ ini lebih menekankan kepada kelas-kelas sosial dan interaksi umat Sikh yang ada di Medan. Skripsi ini melihat pola-pola sosial yang terjadi di dalam masyarakat Sikh. (3)
Zulkifli Lubis, seorang dosen di Program Studi Antropologi, Fakultas
Ilmu Sosial dan Politik USU, . 2005, menulis penelitian yang bertajuk Kajian Awal Tentang Komunitas Tamil dan Punjabi di Kota Medan-Jurnal Antropologi Sosial Budaya ETNOVISI Volume 1 Nomor 3. Medan: USU. Zulkifli Lubis menyoroti
20
secara antropologis tentang keberadaan masyarakat
dan kebudayaan Tamil dan
Punjabi di Kota Medan. (4)
Liat Roy P. Malau, 2004, menulis skripsi yang bertajuk Kajian
Musikal dan Tekstual Pembacaan Sutra Amitabha pada Upacara Uposatha Masyarakat Buddha Mahayana di Vihara Borobudur Medan Sumatera Utara. Medan: USU. Skripsi ini menyoroti ibadah berupa pembacaan Sutra Amitabha dalam upacara upostha masyarakat Budha yang terintegrasi di Vihara Borobudur Medan. Skripsi ini menjadi bahan perbandingan bagi penulis dalam melihat dan menganalisis teks Kirtan. (5)
Rina Simanjuntak,
2011, menulis skripsi yang berjudul
Studi
Analisis Musikal dan Tekstual Pembacaan Kitab Sri Guru Granth Sahib Ji pada Upacara Pahila Parkas Dihara Masyarakat Sikh di Gurdwara Shree Guru Granth Sahib Darbar Kota Tebing Tinggi. Skripsi Sarjana Jurusan Etnomusikologi, Fakultas Sastra, Universitas Sumatera Utara. Skripsi ini memfokuskan perhatian pada pembacaan kitab suci umat Sikh dengan lokus penelitian di Tebing Tinggi. Bagaimanapun skripsi ini dengan rinci mengenalisis musik dan teks kitab suci tersebut dalam upacara pahila parkas dihara.
1.5.2 Penelitian Lapangan Penelitian lapangan adalah semua kegiatan yang dilakukan penulis berkaitan dengan pengumpulan data di lapangan yang terdiri dari observasi, wawancara, dan perekaman. Observasi dilakukan dengan cara mengamati secara berulang-ulang peristiwa atau kegiatan ibadah yang melibatkan Kirtan dalam masyarakat Sikh khususnya di Gurdwara Tegh Bahadar Polonia Medan. Wawancara mendalam dan terfokus dilakuakan baik kepada infrman pangkal dan terutama adalah informan
21
kunci atau informan pokok. Wawancara diarahkan pendalamannya kepada dua pokok masalah yang dikaji yaitu makna teks dan struktur melodi Kirtan. Perekaman dilakukan dalam dua format, yang pertama adalah format gambar, seperti yang dapat dilihat dalam beberapa gambar dalam skripsi ini. Forman kedua adalah dalam bentuk video yang berformat avi (audiovisual interchange). hasil rekaman audiovisual ini kemudian diolah dalam bentuk transkripsi secara notasi musik dan kemudian dianalisis menurut kaidah-kaidah yang berlaku di dalam disiplin etnomusikologi.
1.5.2.1 Observasi Pengumpulan data dengan cara observasi adalah metode pengumpulan data yang digunakan untuk menghimpun data penelitian melalui pengamatan dan penginderaan. Metode observasi menggunakan kerja pancaindera mata sebagai alat bantu utamanya selain pancaindera lainnya seperti telinga, penciuman, mulut dan kulit (Burhan Bungin 2007:115). Observasi yang dilakukan oleh penulis bertujuan untuk mengetahui langsung detail Kirtan pada masyarakat Sikh di Gurdwara Tegh Bahadar. Selain melakukan pengamatan langsung dalam ibadah masyarakat Sikh, penulis juga menjalin komunikasi dan persahabatan dengan pelaku upacara lainnya yang adalah masyarakat Sikh itu sendiri.
1.5.2.2 Wawancara Wawancara adalah salah satu metode yang dipakai untuk memperoleh data yang tidak didapat melalui observasi. Wawancara adalah proses memperoleh keterangan untuk tujuan penelitian dengan cara tanya jawab sambil bertatap muka antara si penanya atau pewawancara dengan si penjawab atau responden
22
dengan menggunakan alat yang dinamakan interview guide atau panduan wawancara (Moh. Nazir 1988: 234).
Lebih lanjut M. Sitorus (2003:32-33) menjelaskan tentang bentuk-bentuk wawancara. Format pertanyaan yang digunakan pada pedoman wawancara pada dasarnya sama dengan format pertanyaan kuesioner, yaitu berstruktur, tidak berstruktur, atau kombinasi keduanya. Bila ditinjau dari segi pelaksanaannya, wawancara berstruktur disebut juga wawancara terpimpin karena pewawancara telah membawa sederetan pertanyaan lengkap dan terperinci. Sebaliknya, wawancara tidak berstuktur disebut wawancara bebas karena pewawancaranya bebas menanyakan apa saja. Selain itu dikenal wawancara bebas terpimpin yaitu kombinasi antara wawancara bebas dan terpimpin. Di sini, pewawancara membawa pedoman yang hanya merupakan garis besar tentang hal yang akan ditanyakan.
Metode wawancara yang digunakan penulis dalam pengumpulan data adalah wawancara berstruktur, tidak berstruktur, dan kombinasi keduanya. Langkah awal yang penulis lakukan adalah menyiapkan dan menyusun sejumlah pertanyaan yang terperinci sebelum bertemu dengan informan. Kenyataan di lapangan yang dihadapi penulis adalah sering kali pertanyaan-pertanyaan lain juga muncul selain dari pertanyaan yang sudah disiapkan sebelumnya akibat dari percakapan yang berkembang dari pertanyaan yang sudah disediakan dan rasa ingin tahu yang tinggi. Dalam wawancara selanjutnya, penulis menggunakan wawancara kombinasi dengan menyiapkan pedoman yang merupakan garis besar tentang hal yang akan ditanyakan. Dalam penelitian ini penulis menentukan Ibu Raj Bir sebagai informan kunci karena beliau adalah pemusik di Gurdwara Tegh Bahadar dan sebagai informan pangkal penulis menentukan Maninder Singh dan Balwant Singh karena mereka adalah Bhai sementara di Gurdwara Tegh Bahadar. Selain itu penulis juga mewawancarai beberapa jemaat yang hadir.
23
1.5.2.3 Perekaman atau Dokumentasi Untuk mendokumentasikan data yang berhubungan dengan Kirtan di Gurdwara Tegh Bahadar, penulis menggunakan kamera digital dan handycam sebagai media rekam. Adapun spesifikasi kamera SLR yang digunakan adalah merk Canon 550d, sedangkan spesifikasi handycam yang digunakan adalah merk Sony Handycam CMOS Carl Zeiss Vario-Sonnar T* dengan menggunakan kaset Sony Mini DVD.
1.5.3 Kerja Laboratorium Keseluruhan informasi dan bahan yang dikumpulkan dan diperoleh dari studi kepustakaan dan hasil penelitian lapangan kemudian diolah, diseleksi, dan disaring dalam kerja laboratorium untuk dijadikan data sesuai dengan objek penelitian untuk penulisan skripsi. Data yang dipergunakan untuk penulisan skripsi ini adalah datadata yang sesuai dengan kriteria disiplin ilmu etnomusikologi. Setelah data dikumpulkan, proses selanjutnya adalah menganalisis data. Menurut Burhan Bungin (2007:153), ada dua hal yang ingin dicapai dalam analisis data kualitatif, yaitu: (1) menganalisis proses berlangsungnya suatu fenomena sosial dan memperoleh suatu gambaran yang tuntas terhadap proses tersebut; dan (2) menganalisis makna yang ada dibalik informasi, data, dan proses suatu fenomena sosial tersebut. Dengan menggunakan cara analisis ini, hasil penelitian akan diungkapkan secara deskriptif berdasarkan data-data yang diperoleh. Analisis kualitatif yang digunakan oleh penulis, dipakai untuk membahas komponen pendukung Kirtan pada masyarakat Sikh di Gurdwara Tegh Bahadar. Komponen pendukung tersebut adalah pemimpin ibadah, teks nyanyian, alat musik, dan masyarakat Sikh yang ada di Gurdwara Tegh Bahadar Polonia Medan.
24
1.6
Lokasi Penelitian Lokasi penelitian terletak di Gurdwara Tegh Bahadar jalan Polonia,
Kelurahan Polonia Medan.. Alasan memilih lokasi tersebut karena merupakan satu dari empat Gurdwara yang terdapat di Sumatera Utara dan setiap minggunya diadakan ibadah rutin bagi masyarakat Sikh di tempat tersebut. Tempat ibadah Sikh ini dikunjungi jamaah Sikh setiap hari Minggu atau kalau diperlukan juga di hari-hari lain. Namun bagaimanapun, dalam konsep masyarakat Sikh, tempat ini adalah pusat dari ibadah agama Sikh, baik secara komunal atau juga secara individual. Tempat ibadah dalam konsepo agamam Sikh juga adalah seabai rumah Tuhan yang disebut dengan Waheguru. Di rumah iadah ini para umat Sikh melakukan berbagai kegiatan terutama kegiatan yang langsung memohon kepada Tuhan berupa doa-doa dan harapan bagi setiap umat Sikh. Rumah ibadah ini memiliki nilai sacral dan suci bagi mereka. Oleh karena itu, kesucian rumah ibadah yaitu Gurdwara Tegh bahadur ini perlu diajaga, baik kebersihan fisiknya dan juga kebersihan perilaku umatnya.
25
BAB II MASYARAKAT SIKH DI KOTA MEDAN YANG HETEROGEN
2.1 Gambaran Umum Kota Medan 2.1.1 Letak Geografis Kota Medan Kota Medan memiliki luas 26.510 hektar (265,10 km²) atau 3,6% dari keseluruhan wilayah Sumatera Utara. Dengan demikian, dibandingkan dengan kota/kabupaten lainya, Medan memiliki luas wilayah yang relatif kecil dengan jumlah penduduk yang relatif besar. Secara geografis kota Medan terletak pada 3° 30' – 3° 43' Lintang Utara dan 98° 35' - 98° 44' Bujur Timur. Untuk itu topografi kota Medan cenderung miring ke utara dan berada pada ketinggian 2,5 - 37,5 meter di atas permukaan laut. Secara geografis kota Medan didukung oleh daerah-daerah yang kaya sumber alam seperti Deli Serdang, Labuhan Batu, Simalungun, Tapanuli Utara, Tapanuli Selatan, Mandailing Natal, Karo, Binjai, dan lain-lainnya. Sumber alam ini dimanfaatkan untuk berbagai kebutuhan pokok, industri, dan keperluan seharai-harai masyarakatnya. Ada yang juga diekspor ke luar negeri.
2.1.2 Iklim Kota Medan mempunyai iklim tropis dengan suhu minimum menurut Stasiun Polonia pada tahun 2001 berkisar antara 23,2 berkisar antara 30,8 berkisar antara 23,3
- 33,2 - 24,1
- 24,3
dan suhu maksimum
serta menurut Stasiun Sampali suhu minimumnya dan suhu maksimum berkisar antara 31,0
26
- 33,1 .
Kelembaban (humiditas) udara di wilayah Kota Medan rata-rata berkisar antara 84 – 85 %. Kecepatan angin rata-rata sebesar 0,48 m/detik, sedangkan ratarata total laju penguapan tiap bulannya 104,3 mm. Hari hujan Kota Medan pada tahun 2011 rata-rata per bulan 19 hari dengan rata-rata curah hujan per bulannya 226,0 mm (menurut Stasiun Sampali) dan 299,5 mm pada Stasiun Polonia.
2.1.3 Luas Wilayah Medan adalah kota berpenduduk 2 juta orang memiliki areal seluas 26.510 hektar yang secara administratif dibagi atas 21 kecamatan yang mencakup 151 kelurahan. Tabel 2.1: Luas Wilayah Kota Medan No.
Kecamatan
Luas (Km²)
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21
Medan Tuntungan Medan Selayang Medan Johor Medan Amplas Medan Denai Medan Tembung Medan Kota Medan Area Medan Baru Medan Polonia Medan Maimun Medan Sunggal Medan Helvetia Medan Barat Medan Petisah Medan Timur Medan Perjuangan Medan Deli Medan Labuhan Medan Marelan Medan Belawan Total
20,68 12,81 14,58 11,19 9,05 7,99 5,27 5,52 5,84 9,01 2,98 15,44 13,16 6,82 5,33 7,76 4,09 20,84 36,67 23,82 26,25 265,1
Sumber: BPS Kota Medan (2010)
27
2.1.4 Demografi Jumlah penduduk kota Medan berdasarkan hasil sensus penduduk tahun 2010 adalah sebanyak 2.109.339 jiwa. Terdiri dari 1.040.680 jiwa laki-laki dan 1.068.659 jiwa perempuan.
Tabel 2.2: Jumlah Penduduk Menurut Kecamatan dan Jenis Kelamin Tahun 2010 No Kecamatan 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21
Medan Tuntungan Medan Selayang Medan Johor Medan Amplas Medan Denai Medan Tembung Medan Kota Medan Area Medan Baru Medan Polonia Medan Maimun Medan Sunggal Medan Helvetia Medan Barat Medan Petisah Medan Timur Medan Perjuangan Medan Deli Medan Labuhan Medan Marelan Medan Belawan TOTAL
Laki-laki 39.729 48.587 60.912 58.320 71.346 65.760 35.258 47.590 18.838 25.897 19.402 55.164 70.880 34.596 29.590 52.438 45.171 84.671 56.795 70.903 48.833 1.040.680
28
Perempuan Laki-laki dan Perempuan 42.245 81.974 50.780 99.367 62.557 123.469 59.456 117.776 70.496 141.842 69.003 134.763 37.603 72.861 48.801 96.391 23.351 42.189 26.655 52.552 20.517 39.919 57.262 112.426 73.698 144.478 36.117 70.713 32.572 62.162 55.970 108.408 48.791 93.962 82.521 167.192 54.696 111.491 68.917 139.820 46.751 95.584 1.068.659 2.109.339 Sumber: BPS Kota Medan (2010)
Tabel 2.3: Jumlah Penduduk Kota Medan Berdasarkan Agama dan Persentasenya Agama Islam Katolik Protestan Hindu Budha Kong Hu Chu Lainnya Tidak terjawab Tidak ditanyakan Total
Jumlah 1.422.237 37.552 425.253 9.296 184.807 370 339 491 17.265 2.097.610
Persentase 67,80 % 1,79% 20,27% 0,44% 8,81% 0,01% 0,01% 0,02% 0,82% 100%
Sumber: BPS Kota Medan (2012)
2.2
Kedatangan Ajaran Sikh di Kota Medan Ajaran Sikh yang datang di Medan dibawa oleh suku bangsa Punjabi yang
berasal dari daerah Amritsar dan Jullundur di kawasan Punjab-India Utara sudah ada di Indonesia dan telah menyebar ke berbagai daerah, seperti halnya di Sumatera Utara. Datangnya suku bangsa Punjabi dalam jumlah yang cukup besar, sehingga sekarang menetap dan membentuk suatu komunitas di berbagai wilayah di Sumatera Utara. Sejarah kedatangan suku bangsa Punjabi di Sumatera Utara mempunyai dua versi. Versi pertama, menyatakan bahwa kedatangan suku bangsa Punjabi ke Sumatera Utara dimulai pada akhir abad ke 19, untuk bekerja sebagai buruh kontrak pada perkebunan tembakau raya milik Belanda (Sandhu dan Mani 1993:85). Lebih lanjutnya, Veneta (1998:23) juga menjelaskan bahwa suku bangsa Punjabi yang datang ke Indonesia khususnya ke Sumatera Utara adalah para pria yang belum
29
menikah untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka dengan bekerja di perkebunan milik Belanda. Sistem yang diterapkan oleh perkebunan Belanda adalah sistem kontrak, sistem kontrak yang dimaksud yaitu pihak pengusaha perkebunan mengambil atau mendatangkan tenaga kerja buruh yang mau bekerja kepada mereka dan mereka diharuskan bekerja selama beberapa tahun sesuai dengan isi kontrak. Para buruh juga harus mematuhi semua peraturan yang telah ditetapkan oleh pihak perkebunan. Hal ini disebabkan, karena sistem yang digunakan adalah sistem kontrak. Setelah masa kontrak mereka habis, para buruh dapat menentukan hidup mereka sendiri dan ada juga membuat pilihan untuk tetap tinggal di Sumatera Utara atau kembali ke negara asal mereka. Banyak di antara mereka kembali ke negara asalnya dan menikah dengan wanita satu sukunya. Banyak juga di antara mereka yang merasa betah tinggal di Indonesia, sehingga dari antara mereka kembali lagi ke Indonesia dengan membawa keluarga dari negara asalnya. Versi kedua, menyatakan bahwa kedatangan suku bangsa Punjabi ke Sumatera Utara dimulai sejak abad ke 18 melalui Aceh atau Sabang, dengan tujuan berdagang dan selanjutnya menetap dan menyebar di berbagai tempat di Sumatera Utara. Penyebaran suku bangsa Punjabi di Sumatera Utara di antaranya di Kota Medan, Pematang Siantar, Tebingtinggi, Kisaran, Binjai, dan lain sebagainya. Di Kota Medan, suku bangsa Punjabi menyebar ke berbagai wilayah seperti halnya di Kelurahan Polonia.
30
2.2.1 Populasi Masyarakat Penganut Agama Sikh Tommy Santokh Singh yang merupakan seorang pemerhati kebebasan beragama dari kelompok Sikh mengatakan bahwa jumlah penganut agama Sikh yang ada di Indonesia kurang lebih mencapai 1 juta orang dengan penganut terbanyak berada di Sumatera Utara. Namun, menurut Tommy, mungkin saja jumlah penganut agama Sikh lebih dari 1 juta orang. Hal ini tidak dapat diketahui secara pasti karena agama Sikh masih belum diakui sebagai agama resmi sehingga dalam penulisan Kartu Tanda Penduduk (KTP), masyarakat Sikh masih dianggap sebagai Hindu.15 Namun, menurut Master Tjung Teck yang menulis tentang agama Sikh mengatakan bahwa umat Sikh mencapai 80.000 jiwa di Indonesia, kebanyakan di Medan, Jakarta, Pematang Siantar, Tebing Tinggi, Binjai, Palembang. Jumlah terbesar dari pengikut Sikh yang ada di Indonesia berada di Sumatera Utara dengan jumlah sekitar 10.000 jiwa. Hal ini dapat ditandai dengan adanya 7 rumah ibadah umat Sikh yang tersebar di Sumatera Utara, antara lain di Pematang Siantar, Binjai, Tebing Tinggi, dan 4 lainnya terdapat di Medan, yang masing-masing berada di Kecamatan Medan Barat Kelurahan Petisah Tengah, serta di Kecamatan Medan Polonia terdapat 3 rumah ibadah yang terletak di dua kelurahan, yaitu 2 buah di Kelurahan Polonia dan 1 buah di Kelurahan Sari Rejo.
15
(Komunitasrelijius.multiply.com diakses 05/04/2012 pukul 11.15).
31
2.2.2 Sistem Kekerabatan Masyarakat Punjabi yang beragama Sikh menganut sistem kekerabatan patrilineal, yang artinya garis keturunan ditentukan melalui seorang laki-laki atau seorang ayah. Misalnya seorang laki-laki bermarga Aulakh menikah seorang perempuan bermarga Bajwa, maka anaknya laki-laki atau perempuan akan memiliki marga ayahnya yaitu Aulakh. Untuk lebih jelasnya, lihat skema berikut:
Skema 2.1: Sistem Kekerabatan Patrilineal Suku Punjabi Beragama Sikh
♂
♀
(A. Aulakh)
(B. Bajwa)
♂
♀
♂
(C. Aulakh)
(D. Aulakh)
(E. Aulakh)
Masyarakat Sikh dapat dikenali dari ciri khas namanya. Setiap laki-laki, diberi gelar ‘Singh’16 di belakang namanya, contoh: X. Singh Aulakh. Dan untuk perempuan diberi gelar ‘Kaur’17 di belakang namanya, contoh: X. Kaur Bajwa. Ada sekitar 3.000 marga dari masyarakat Sikh, dimana 42 diantaranya dianggap sebagai marga yang berada pada golongan paling tinggi yang disebut Jatt. Marga-marga yang termasuk golongan tinggi tersebut adalah Atwal, Aulakh, Bains, Bajwa, Bal, Baath, Bhullar, Brar, Buttar, Chahal, Chima, Chung, Deol, Dhaliwal, Dhillon, Dhindsa, Garewal, Ghuman, Gill, Goraya, Her, Hinjra, Hundal, Kahlon, Kang,
16
Singh artinya singa jantan menandakan setiap laki-laki Sikh haruslah seorang yang pemberani. 17 Kaur artinya singa betina menandakan setiap perempuan Sikh haruslah seorang yang pemberani.
32
Khaira, Khosa, Mahal, Malhi, Man, Mangat, Pannu, Randhawa, Sohi, Sahota, Sandhu, Sara, Sekhon, Sidhu, Sohal, Varaich, Virk.18
2.2.3 Sistem Mata Pencaharian Pekerjaan yang ditekuni masyarakat Sikh di Kota Medan yaitu beternak sapi perah, membuka toko sport (olah raga) dan kursus bahasa Inggris, yang sekalian juga menjadi guru privat les bahasa Inggris. Ketiga jenis mata pencaharian ini merupakan pekerjaan yang ditekuni secara turun-temurun dan merupakan keahlian mereka. Meskipun banyak juga di antara suku mereka yang menggeluti profesi lain seperti dokter, dosen, akuntan, dan lain sebagainya (Lubis 2005:146). Beternak sapi perah merupakan sistem mata pencaharian yang pertama ditekuni oleh masyarakat Sikh, setelah mereka tidak bekerja lagi sebagai buruh di perkebunan milik Belanda. Pekerjaan ini ditekuni mereka sebagaimana kebiasaan di daerah asalnya dan untuk memenuhi kebutuhan hidup akan susu dan minyak sapi. Peternak sapi perah ini menjual susu sapi tersebut ke rumah sakit negri, swasta, pabrik, dan setiap orang yang membutuhkan dan minyak sapi tersebut berguna untuk campuran dalam makanan yang dibuat dalam Gurdwara dan untuk minyak membakar jenazah masyarakat Sikh yang meninggal dunia. Veneta (1998:26) menjelaskan bahwa dalam beternak sapi, masyarakat Sikh mempunyai masalah yaitu sulitnya memperoleh surat izin usaha dari pemerintah agar ternak diperbolehkan keluar dari tanah peternak untuk merumput di hutan, resiko ternak mati, dicuri, sakit dan biaya pengobatan, jumlah susu berkurang karena kurangnya rumput. Dengan hal ini, masyarakat Sikh tidak banyak lagi yang menekuni jenis usaha ini karena lahan untuk beternak sapi sudah sangat sedikit dan
18
The Ilustrated of weekly India (1973:11).
33
juga disebabkan oleh banyaknya resiko-resiko. Lokasi-lokasi masyarakat Sikh yang masih bekerja memelihara ternak sapi antara lain ada di kawasan Percut Sei Tuan, di kawasan Sari Rejo. Pada masa sekarang ini, banyak masyarakat Sikh tidak lagi langsung memelihara sapi. Hal ini disebabkan, sulitnya mereka mendapat surat izin dari pemerintah sehingga para pemilik sapi perah ada yang menjual sapinya dan ada juga yang menitip kepada orang lain. Lebih lanjut juga dijelaskan bahwa jenis usaha lain yang ditekuni oleh masyarakat Sikh adalah membuka toko sport. Usaha ini pertama sekali dijalankan oleh masyarakat Sikh yang berasal dari Negara India pada tahun 1930-an. Selama tinggal di Indonesia, suku bangsa Punjabi tetap menjalin hubungan yang baik antar mereka. Mereka juga mempekerjakan sesama masyarakat Sikh yang tinggal di Kota Medan, sekaligus menghemat biaya bagi karyawan yang dibawa langsung dari India. Hal ini merupakan salah satu cara masyarakat Sikh untuk menempatkan diri dalam lingkungan baru dan pada umumnya mereka tinggal pada suku yang sama, yang kemudian dapat menolong mereka untuk mengenal lingkungan yang baru. Lambat laun, para karyawan sudah merasa betah tinggal di Indonesia dan mereka berusaha untuk membuka toko sports miliknya sendiri. Hal inilah yang membuat sehingga usaha ini banyak digeluti dan dikuasai oleh masyarakat Sikh, serta jenis usaha ini masih eksis sampai sekarang di Kota Medan. Tabel di bawah ini adalah nama sejumlah toko sports yang ada di Kota Medan, yang sebagian besar dimiliki oleh masyarakat Sikh.
34
Tabel 2.3: Toko Sports milik masyarakat Sikh di Kota Medan
No. Nama Toko 1 Rose & Co 2 Hari Bros 3 PT Ratan Sports 4 Atal Sports 5 Sumatera Sports 6 Gajah Mada Sports 7 Gajah Mada 8 Anil Sports 9 Sibal Sports 10 Olympic Sports 11 Sejahtera Sports 12 Sejahtera Jaya 13 Anand Sports 14 Ajit Sports 15
Aneka Sports
Nama Pemilik
Harry Jager Singh Sarbejit Singh Amerjit Singh Hrnam Singh
Tahun buka 19421984 1948 1951
Asal
Lokasi
India
Suku Bangsa Punjabi
India India
Bamen Punjabi
Kesawan Kesawan
1954
India
Punjabi
Kesawan
1969
Medan
Punjabi
Jl. Palangkaraya Jl. Palangkaraya
Kesawan
1978
Punjabi
Toli
1997
Punjabi
Anil
1982
Bamen
Jl. Palangkaray Kesawan
Sibal
1984
Bamen
Kesawan
Amrick singh Bobby
1985
Surabaya
Jl Palangkaraya Jl Palangkaraya Tembung
1987
Medan
Punjabi
1997
Medan
Punjabi
Gurdial 1991 Punjabi Kesawan Singh Ajit 1996 Medan Punjabi Kesawan Singh Maninder 1992 Punjabi Jl Singh Palangkaraya Sumber: Veneta 1998 (Toko Sport Orang Punjabi)
Jenis usaha ketiga yang ditekuni oleh masyarakat Sikh yaitu membuka kursus bahasa Inggris. Masyarakat Sikh cenderung dapat berbahasa Inggris dengan baik, disebabkan negara asal mereka India merupakan negara bekas jajahan Inggris sehingga bahasa Inggris sudah dinasionalisasikan di negara tersebut. kursus bahasa 35
Inggris yang dibuka oleh masyarakat Sikh ini sangat maju, karena mereka diakui dan dipercayai oleh masyarakat untuk mengajar bahasa Inggris dengan baik (Fachria, 2002:54). Usaha ini sangat menguntungkan bagi mereka, dapat dilihat dari jumlah siswa-siswinya yang belajar di kursus tersebut seperti kursus bahasa Inggris yang dibuka di jalan serdang yang bernama Standart English Course dan di jalan Iskandar Muda yang bernama Tropica. Selain ketiga bidang usaha tersebut, masyarakat Sikh juga menekuni pekerjaan dalam bidang seperti pegawai swasta, satpam, dokter, dan tukang jahit dan lain sebagainya. Masyarakat Sikh sering melibatkan anggota keluarganya dalam usahanya, karena mempunyai beberapa usaha sekaligus. Hal ini membuat, di antara sesama masyarakat Sikh terjalin hubungan kerja sama dengan syarat dapat menguntungkan kedua belah pihak.
2.2.4 Bahasa Bahasa yang dipakai oleh masyrakat Sikh adalah bahasa Punjabi dan memakai aksara atau alphabet Gurmukhi. Kata Gurmukhi secara harafiah berarti dari mulut Guru. Gurmukhi memiliki beberapa persamaan dengan tulisan India lama, tetapi Gurmukhi memiliki tiga puluh lima huruf dan modifikasi huruf vokal yang dibakukan oleh Guru Anggad. Daripada menggunakan huruf Hindu yaitu Sansekerta, Guru Anggad memilih untuk membuat huruf baru untuk standar Sikh. Sansekerta hanya terbatas untuk kelas pendeta Hindu saja, tetapi Guru Anggad tidak percaya kalau hal itu hanya untuk kalangan atas atau terkemuka saja. Guru Anggad menghabiskan masa hidupnya mengajarkan tulisan Gurmukhi kepada orang biasa di Punjab. Gurmukhi tidak hanya dipakai oleh orang Sikh tetapi juga Hindu dan Muslim yang hidup di Punjab untuk mengatur ulang pengucapan bahasa umum, yaitu
36
Punjabi. Seorang Sikh diharapkan membuat suatu usaha mempelajari tulisan Gurmukhi dan mengajarkannya kepada anak-anak mereka supaya dapat membaca Sri Guru Granth Sahib Ji dalam bentuk asli penulisannya. Masyarakat Sikh ini sangat menjaga kelestarian budaya mereka, termasuk bahasa yang mereka pakai. Mereka terbiasa memakai bahasa Punjabi dalam kehidupan sehari-hari ketika berkomunikasi dengan sesama mereka. Hal ini menggambarkan ‘kekuatan dan kesatuan’ masyarakat Sikh walaupun mereka berada jauh dari negara asal dan budaya asli mereka. Hal ini juga didukung oleh kegiatan keagamaan yang dilakukan di Gurdwara, yaitu keseluruhan upacaranya selalu menggunakan bahasa Punjabi dan tulisan Gurmukhi. Hasil dari ketaatan mereka menjalankan semua perintah Guru ini adalah kebudayaan dan kegiatan keagamaan yang terpelihara dengan baik
2.3
Masyarakat Sikh di Gurdwara Tegh Bahadar
2.3.1 Defenisi Sikh Kata Sikh yang dalam bahasa Punjabi: siha, berasal dari bahasa Sansekerta yaitu
k
śisya yang berarti “murid, mahasiswa” atau śiksa yang berarti “pelajaran”. Menurut pasal I dari Rehat Maryada (norma dan ketentuan tingkah laku dalam Sikh), seorang Sikh didefinisikan sebagai “setiap manusia yang setia percaya pada Yang Kekal; Kesepuluh Guru, dari Sri Guru Nanak Dev sampai Sri Guru Gobind Singh; Sri Guru Granth Sahib, ucapan-ucapan dan ajaran dari sepuluh Guru dan baptisan yang diwariskan oleh Guru kesepuluh, dan yang tidak berutang setia kepada agama lain”. Berdasarkan wawancara yang dilakukan penulis, Sikh adalah agama yang menjunjung kesetaraan, baik pria dan wanita memiliki kesamaan posisi dalam beribadah dan kehidupan. 37
2.3.2 Pokok Ajaran Sikh Guru pertama ajaran sikh adalah Guru Nanak, dan Guru Nanak ini telah membuat tiga prinsip utama dalam ajaran sikh yaitu: (1) Naam Japna, artinya mengingat Tuhan dan meditasi. (2) Vand Kae Chhakna, artinya berbagi dengan yang lain sebelum memikirkan diri sendiri, adalah prinsip hidup untuk menjadi inspirasi kepada orang lain dan mendukung masyarakat, contohnya seperti ikut dalam aksi penggalangan dana amal. (3) Kirat Karni, mencari pendapatan yang jujur melalui kerja keras. Guru terakhir Sikh yaitu Guru Gobind Singh, mendirikan persaudaraan kaum yang disebut Khalsa19 atau sering disebut baptisan. Bagi mereka yang sudah dibaptis harus mengikuti aturan atau 5 identitas keimanan Sikh sebagai berikut: (1) Keshas, adalah rambut yang tak dicukur, pemeliharaan rambut diartikan sebagai keselarasan dalam mengikuti kehendak Tuhan, rambut terbungkus dalam Turban20, menunjukkan martabat dan harga diri, (2) Kirpan, adalah pedang yang disarungkan, yang menunjukkan martabat dan perjuangan Sikh melawan ketidakadilan. (3) Kachhehra, adalah celana dalam pendek, yang menunjukkan komitmen Sikh kepada monogami dan pengekangan seksual. (4) Kanga, adalah sisir kecil yang dikenakan di rambut penganut Sikh, yang mengartikan pentingnya disiplin dan digunakan juga untuk menjaga kebersihan rambut.
19
Khalsa artinya murni adalah baptisan yang diberikan kepada seorang Sikh yang mengambil keputusan untuk memberikan dedikasi total dan siap melakukan 5 identitas keimanan Sikh. 20 Turban atau Sorban adalah kain yang menutupi rambut biasanya berwarna jingga atau putih walaupun tidak ada aturan khusus yang mengatur tentang warna Turban/Sorban tersebut.
38
(5) Kara, adalah gelang baja yang biasanya dikenakan di tangan kanan, artinya suatu pengingat
simbolis tentang komitmen dari penganut Sikh kepada
Tuhan.
2.3.3 Ciri-Ciri Penampilan Pengikut Agama Sikh Setiap masyarakat Sikh dapat dikenali dengan Turban yang dipakai di kepala mereka, 99 % orang yang memakai Turban di seluruh dunia dapat dipastikan adalah seorang yang beragama Sikh. Kebanyakan wanita Sikh memakai Turban yang lebih kecil dan mempunyai rambut yang panjang.
Gambar 2.1 Pria dan Wanita Sikh
Sumber: Dokumentasi Winka Silaban (2012)
39
2.3.4 Hari-hari Besar Sikh Menurut Bhai Dalip Singh, hari besar agama Sikh adalah setiap hari lahir dan meninggalnya semua Guru, tahun baru Sikh dan juga hari Vaisakhi atau hari jadi agama Sikh (1699). Peringatan hari besar agama Sikh ini berdasarkan pada penanggalan kalender Sikh. Kalender ini berdasarkan pada tahun matahari tropis, sebagai pengganti perputaran bulan, yang berarti bahwa tanggal tidak akan berubah dari tahun ke tahun seperti yang sebelumnya dilakukan berdasarkan kalender bulan lama.
Tabel 2.4. Hari-hari Besar Agama Sikh
No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
Tanggal Peringatan Kelahiran Kematian
Peristiwa / Nama Guru Tahun Baru Sikh
Tanggal 1 Bulan Cet atau 14 Maret
Vaisakhi
13 April
Guru Nanak Dev
15 April 1469
22 September 1539
Guru Angad Dev
31 Maret 1504
29 Maret 1552
Guru Amar Das
5 Mei 1479
1 September 1574
Guru Ram Das
24 September 1534
1 September 1581
Guru Arjan Dev
15 April 1563
30 Mei 1606
Guru Har Gobind
19 Juni 1595
3 Maret 1644
Guru Har Rai
26 Februari 1630
6 Oktober 1661
Guru Har Krishan
7 Juli 1656
30 Maret 1664
Guru Tegh Bahadur
1 April 1621
11 November 1675 7 Oktober 1708
Guru Gobind Singh
22 Desember 1666
40
2.4 Gurdwara Tegh Bahadar 2.4.1 Riwayat Singkat Gurdwara Tegh Bahadar Gurdwara Tegh Bahadur Sahib (1 April 1621 – 11 November 1675) menjadi Guru Sikh ke-9 pada tanggal 20 Maret 1665, mengikuti jejak dari keponakannya Guru Har Krisnan. Guru Tegh bahadur dieksekusi atas perintah Kaisar Mughal Aurangzeb di Delhi. Tegh Bahadur adalah anak bungsu dari lima putra guru Sikh keenam, Guru Hargobind dan ibunya adalah nanaki. Sebelumnya dia bernama Tyaga Mal, dan lahir di Amritsar tanggal 1 April 1621. Namun Tegh Bahadur (Pedang Yang Perkasa), diberikan kepadanya oleh Hargobind setelah ia menunjukkan keberaniannya dalam pertempuran melawan Mughal. Tegh Bahadur dibesarkan dalm budaya Sikh. Ia dididik dengan seni bela diri, memanah, dan menunggang kuda, dan juga diajarkan ajaran-ajaran kuno. Tegh Bahadur menikah dengan Gujri tanggal 3 Februari 1631. Tegh Bahadur dipilih menjadi Guru ke-9 Sikh setelah wafatnya Har Krishan, keponakannya yang merupakan Guru ke-8 Sikh karena mengidap penyakit cacar. Guru Tegh Bahadur dikenal karena keberaniannya dalam mempertahankan pengajaran Sikh di masa pemerintahan tirani Mughal. Ia dipenggal karena menolak untuk mengganti kepercayaannya. Guru Tegh bahadur menuliskan 514 baris ayat-ayat, yang kebanyakan dia tulis sewaktu ia dipenjara. Tulisan tersebut kemudian dijadikan bagian dari Guru Grant Sahib oleh anaknya, Gobind Rai. Penamaan Gurdwara di Polonia sebagai Gurdwara Tegh bahadur merupakan perwujudan dari sifat-sifat dan semangat Guru Tegh Bahadur kepeda pengikut Sikh di tempat tersebut.
41
2.4.2 Riwayat Singkat Gurdwara Tegh Bahadur Gurdwara Tegh bahadur diresmikan pada 6 November 1994 oleh Raja Inal Siregar dengan nama Balai Pengobatan dan tempat ibadah Sikh Tegh bahadur. Bukan hanya sebagai tempat ibadah, Gurdwara Tegh bahadur juga digunakan sebagai tempatpengobatan yang dikelola oleh Bhar Bir, balai pengobatan tersebut hanya dibuka saat acara perayaan Guru-guru Sikh.
2.4.3 Komponen dan Denah Bangunan Gurdwara Tegh Bahadar Dalam setiap Gurdwara di seluruh dunia terdapat komponen penting yang disebut The Guru Throne (Mahkota Guru) dan sebuah ruang makan besar untuk tempat makan setiap orang yang datang ke Gurdwara. The Guru Throne terdiri dari chanani, manji sahib, palki sahib, rumalla dan bantal kecil, chaur sahib, golak dan nishan sahib
Gambar 2.2 Gurdwara Tegh Bahadar Polonia
sumber: dokumentasi Winka Silaban (2012)
42
Gambar 2.3 The Guru Throne
sumber: dokumentasi Winka Silaban (2012) Gambar 2.3: Chanani Sahib
sumber: dokumentasi Winka Silaban (2012)
43
1. Chanani adalah kanopi dengan dekorasi megah yang menutupi Kitab selama digunakan yang ditandai dengan rasa hormat. Chanai terbuat dari kain mahal dan yang terpasang dari atas Kitab 2. Manji Sahib adalah tempat tidur kecil dan sahib berarti untuk menunjukkan rasa hormat untuk benda yang digambarkan dalam kata. Jadi manji sahib adalah tempat tidur kecil untuk meletakkan Kitab. 3. Rumalla adalah kain persegi panjang yang terbuat dari sutera atau bahan lainnya untuk menutupi Kitab di dalam Gurdwara saat tidak dibaca.
Gambar 2.5 Rumalla
Dokumentasi: Winka Silaban (2012)
4. Palki sahib adalah tempat Kitab diletakkan saat Kitab diletakkan dari satu tempat ke tempat yang lain.
44
Gambar 2.6 Palki Sahib
Dokumentasi: Winka Silaban (2012)
5. Nishan sahib adalah bendera Sikh berwarna kuning yang dikibarkan siang dan malam di Gurdwara. Gambar 2.7 Nisan Sahib
Dokumentasi: Winka Silaban (2012)
45
6. Golak adalah sistem manajemen keuangan yang ada di setiap Gurdwara untuk membantu pengeluaran, memberikan sumbangan dana dan lain-lain. 7. Chaur sahib adalah alat yang digunakan untuk mengipasi Guru Granth Sahib sebagai tanda penghormatan dan penghargaan terhadap tulisan suci serta menjaga agar jangan ada lalat dan nyamuk yang hinggap ketika sedang dibuka Guru Granth Sahib.
Gambar 2.8 Chaur Sahib
Dokumentasi: Winka Silaban (2012)
8. Langar adalah ruang makan besar yang dibuat agar setiap orang yang datang ke Gurdwara dapat makan di sana secara gratis. Kaum Sikh merupakan vegetarian, yaitu orang-orang yang tidak memakan daging, mereka hanya makan sayur-sayuran, kacang-kacangan, dan buah-buahan.
46
Gambar 2.9 Langar atau Tempat Makan di Gurdwara
Dokuemntasi: Winka Silaban (2012)
Gambar 2.10
Dokumentasi: Winka Silaban (2012)
47
Lokasi Gurdwara Tegh Bahadar berada di jalan Polonia no. 172 Polonia Medan, tepat di depan Sekolah TK/SD/SMP/SMA Angkasa 2 Medan Gambar 2.11: Denah Lokasi Gurdwara Tegh Bahadar Polonia Medan.
48
BAB III DESKRIPSI KIRTAN PADA IBADAH MINGGU SIKH 3.1
Pengertian Kirtan Kirtan atau Gurbani Kirtan adalah musik yang bersifat kebaktian yang
berasal dari tradisi Hindu, yang digunakan pada masyarakat Sikh, sebagai nyanyian kasih yang ditujukan kepada Tuhan. Kirtan merupakan salah satu aspek terpenting dalam Sikh yang mengacu pada himne suci dari Guru Granth Sahib dengan diiringi musik. Pengikut Sikh menempatkan nilai besar pada nyanyian ini dan mereka diharapkan untuk mendengar dan atau menyanyikan Kirtan sesering mungkin. Secara tradisional musik yang digunakan untuk mengiringi Kirtan adalah musik klasik India. Alat musik pengiringnya adalah harmonium dan tabla, walaupun dalam perkembangannya ada juga Gurdwara yang memakai instrumen tambahan seperti biola, dirluba, dan svarmandal. Menurut wawancara yang dilakukan penulis, komposisi Kirtan dibentuk berdasarkan dari kegiatan apa yang sedang berlansung di Gurdwara dan perasaan atau mood pemusik. Walaupun mereka tidak mengenali secara detil sistem raga dan tala pada komposisi India Klasik, namun mereka juga mengakui bahwa penyajian Kirtan ini tetap berdasar kepada sistem tersebut, walaupun dengan polarisasi dan perkembangan tersendiri, karena keterbatasan akan teori dan praktiknya. Kirtan atau Sankirtan berasal dari kata Sanskerta yang berarti mengagungkan Tuhan secara bersama-sama. Dalam wawancara yang dilakukan oleh penulis, Kirtan adalah kegiatan menyanyikan Gurbani yang diiringi oleh instrumen musik dan
49
dilakukan setelah Puja,21 di pagi hari dan malam hari, Kirtan adalah cara untuk berhubungan dengan Waheguru. Kirtan hanya dapat dilakukan dengan diiringi musik dan dibawakan oleh Pendeta Sikh atau pemain musik yang sudah menghafal teks-teks dari Guru Granth Sahib dan buku Amrit Kirtan, isi lirik tersebut tergantung pada kegiatan apa yang sedang terjadi di Gurdwara. 22 Kirtan merupakan keharusan dalam setiap ibadah Sikh. Alasannya adalah karena didalamnya terkandung pengajaran Guru-Guru Sikh pendiri agama tersebut dan merupakan cara untuk mendekatkan diri kepada Tuhan. Lirik Kirtan berasal dari Guru Granth Sahib Ji, tulisan dari Guru-Guru yang ada di Sikh. Saat Kirtan, bhani (Pendeta) juga akan melakukan pecar (khotbah) yang isinya tentang riwayat hidup Guru-Guru Sikh. Jika Kirtan yang diambil berasal dari Guru Gobind Singh maka Pecar-nya itu akan menceritakan riwayat Gobind Singh dan begitulah setiap Kirtan dan Pecar yang berasal dari Guru yang lain juga.23 Untuk mempermudah Pendeta mengambil lirik Kirtan,24 maka dibuatlah kitab Amrit Kirtan yang didalamnya terdapat lagu-lagu yang liriknya berasal dari Guru Granth Sahib Ji. Pemilihan lirik tergantung pada kegiatan apa yang sedang berlangsung di Gurdawara tersebut. Dalam hal ini penulis akan mendeskripsikan pertunjukan Kirtan yang dilakukan di pagi hari dan diadakan oleh masyarakat Sikh di Gurdwara tersebut (Sangat). Deskripsi ini mengacu kepada teori upacara oleh Koentjaraningrat dan berdasarkan pengamatan lapangan.
21
Puja dalam bahasa Punjabi artinya berdoa. Wawancara yang dilakukan dengan Maninder Singh, salah satu Pendeta Sikh di Gurdwara Tegh Bahadar Polonia pada tanggal 9 Juni 2012. 23 Wawancara yang dilakukan penulis dengan Ibu Raj Bir pada tgl 08 Agustus 2012. 24 Karena Guru Granth Sahib Ji tidak bisa dibawa pulang sehingga dibuatlah kitab Amrit Kirtan yang isinya merupakan turunan dari Guru Granth Sahib Ji. 22
50
3.2.
Komponen Ibadah
3.2.1 Tempat Ibadah Ibadah dilakukan di Gurdwara Tegh Bahadar jalan Polonia no. 172 Polonia Medan, ibadah dilakukan di bagian tengah Gurdwara dengan pusatnya adalah Chanani. Jemaat duduk di lantai dan tidak boleh membelakangi Chanani begitu juga setiap orang yang datang di Gurdwara, sedangkan Pendeta duduk sejajar dengan Chanani di atas altar kecil dengan ukuran kira-kira 1x3 m, tempat para Pendeta Sikh memainkan musik dan menyanyikan Asadivaar dan Kirtan.
3.2.2 Waktu Ibadah Menurut keterangan para informan, di India ibadah dimulai sejak sebelum matahari terbit. Sedangkan di Gurdwara Tegh Bahadar Polonia dimulai dari jam 09.00 WIB untuk menunggu kehadiran para jemaat di Gurdwara. Ibadah diawali dengan Asadivaar yang berdurasi lebih kurang 90 menit dan dilanjutkan dengan Kirtan dengan durasi lebih kurang 10 menit, kemudian penyampaian pengumuman oleh pengurus Gurdwara dengan durasi lebih kurang 10 menit setelah itu diakhiri dengan Ardas dengan durasi lebih kurang 15 menit. Setelah ibadah selesai setiap umat akan pergi ke langar untuk makan bersama yang telah disediakan oleh pengurus Gurdwara. Jadi total waktu ibadah setiap minggunya adalah lebih kurang 120 menit.
3.2.3 Benda dan Peralatan Ibadah Setiap ibadah dapat dilakukan dengan dukungan dari benda dan peralatan ibadah yang selalu ada di Gurdwara, yaitu: (1) sound system, (2) alat-alat musik
51
yang terdiri dari: harmonium dan tabla, (3) Chanani, 4) Guru Granth Sahib, (5) Golak, (6) Manji Sahib, (7) Rumalla, serta (8) bunga dan pedupaan.25
3.2.3 Pemimpin dan Peserta Ibadah Ibadah dipimpin oleh Pendeta yang dibantu oleh 1 atau 2 Pendeta lain dan Pemain musik yang berasal dari Jemaat Gurdwara tersebut atau yang secara khusus disewa oleh pengurus Gurdwara. Peserta Ibadah adalah setiap orang yang masuk ke dalam Gurdwara artinya Ibadah terbuka untuk umum, tidak hanya jemaat atau suku Punjabi penganut agama Sikh saja.
Gambar 3.1: Pemusik yang Sedang Melakukan Kirtan
sumber: dokumentasi Winka Silaban (2012)
25
Pengertian kata-kata tersebut dapat dilihat di Bab 2 hal 28-29.
52
Gambar 3.2: Altar Tempat Pemusik yang Sejajar dengan Chanani
sumber: dokumentasi Winka Silaban (2012)
Gambar 3.3: Pengikut Sikh sedang Memberikan Persembahan
sumber: dokumentasi Winka Silaban (2012)
53
3.3 Jenis Musisi dalam Religi Sikh Ada tiga jenis musisi Sikh, yang semuanya terus berkembang selama periode para Guru, yaitu: (a) Rababi, (b) Ragi, dan (c) Dhadhi. Ketiganya dapat dideskriosikan sebagai berikut.
3.3.1 Rababi Guru Nanak memulai tradisi Rababi dengan melibatkan Bhai Merdana sebagai pengiring musiknya. Sebelumnya dalam istilah Muslim dikenal sebagai Mirasi.
Namun Guru Nanak memberi mereka nama baru yaitu Rababi, karena
mereka bermain Rabab dan mengadopsi cara hidup Sikh dalam makan, berpakaian, dan sopan santun. Beberapa Rababi yang terkenal setelah Mardana adalah anaknya; Shahjada Balwand dan Satta. Selnjutnya ada Babak, anak Satta, Chatra putra Babak, dan Saddu, dan Baddu. Rababi biasa melakukan Kirtan secara teratur di Amritsar sebelum pembagian India pada tahun 1947. Yang terakhir dari garis Rababi adalah Bhai Chand yang Kirtan, sebelum 1947. Setelah pemisahan India, para Rababi bermigrasi ke Pakistan, garis rababi hampir punah tanpa perlindungan kaum Sikh.
3.3.2 Ragi Tipe musisi kedua, Ragi, adalah penyanyi amatir yang didorong Guru Arjan untuk melakukan Kirtan, untuk menghindari ketergantungan pada Rababi profesional. Beberapa penyair di Istana Guru Arjan, yang komposisinya terdapat dalam Kitab Suci, menjadi Ragi dan melakukan Kirtan di hadapan jemaat pada tempat yang berbeda-beda. Pada awal abad ke-18, Bhai Jassa Singh Ahluwalia
54
(seorang prajurut besar Sikh) melakukan Kirtan di kediaman Mata Sundri di Delhi, setelah wafatnya Guru Gobind Singh. Kirtan di Kuil Emas, Amritsar, sempat dihentikan (karena penindasan dan kekejaman penguasa Muslim) selama bertahun-tahun pada abad ke-18. Ketika konfederasi Sikh memperoleh kendali atas Amritsar, Kirtan kembali dilakukan di Kuil Emas. Kelompok Bagi pada umumnya terdiri dari tiga orang, yaitu: satu memainkan tabla atau jori (sepasang drum), jarang berpartisipasi dalam bernyanyi. Yang lain memainkan harmonium, dan yang ketiga memainkan alat musik gesek atau harmonium atau simbal. Pemimpin kelompok duduk di tengah-tengah dan kelompoknya dikenal menggunakan namanya. Sampai saat ini, kelompok Ragi masih dipekerjakan di Komitee Shromani Gurdwara Parbandhak untuk melakukan Kirtan secara bergiliran di Kuil Emas dan di beberapa Gurdwara bersejarah di Punjab. Beberapa kelompok Ragi juga terus berpergian untuk melakukan Kirtan di berbagai belahan dunia di mana ada konsentrasi warga Sikh.
3.3.3 Dhadhi Guru Hargobind pertama kali menggunakan jenis musisi ketiga ini yang disebut Dhadhi pada abad ke-17. Ia memerintahkan mereka untuk menyanyikan balada kepahlawanan (Vaar) di Istana untuk menginspirasi kaum Sikh untuk bertindak dengan keberanian dan kepahlawanan. Bhai Abdulla (ahli bermain Sarangi) dan Bhai Nata (pemain dhadh yaitu drum tangan kecil) yang cukup populer. Sebagai perlawanan terhadap para penguasa tirani Muslim muncullah kelompokkelompok Dhadhi di tengah masyarakat dan kelompok tentara Sikh. Kelompokkelompok ini kemudian menjadi sangat populer di seluruh Punjab karena
55
penggunaan lagu-lagu rakyat dan gaya mereka yang bersemangat dan emosional ketika bernyanyi. Penyanyi-penyanyi itu hampir tidak ada yang memiliki pengetahuan tentang musik klasik Hindustani. Namun daya tarik mereka di masyarakat sangat menarik. Sekelompok Dhadhi terdiri dari dua atau tiga penyanyi, satu bermain sarangi, yang lain bermain di Dhadhi, dan ketiga adalah pemimpin mereka, yang membacakan isi lagu-lagu mereka. Meskipun mereka diharapkan untuk menyanyikan Vaar dan Kitab Suci, mereka biasanya menyanyikan komposisi puitis mereka sendiri sebagai penghargaan atau keberanian prajurit Sikh. Di Gurdwara Tegh Bahadur Polonia Medan, jenis musikal yang dipakai adalah Ragi, sesuai dengan kebutuhan para masyarakat Sikh di tempat tersebut.
3.4
Tujuan Mengadakan Ibadah Menurut wawancara yang dilakukan penulis dengan Pendeta, pemusik dan
juga jemaat Sikh, ibadah dilakukan dengan tujuan-tujuan sebagai berikut : (1) Sebagai pemenuhan kebutuhan rohani jemaat dan cara jemaat untuk berhubungan atau berkomunikasi dengan Waheguru. (2) Sebagai cara jemaat untuk saling bersosialisasi yang dilakukan di akhir ibadah saat makan bersama di Langar. (3) Menghimpun dana yang didapat dari persembahan setiap jemaat dan digunakan sebagai biaya perawatan Gurdwara, tambahan gaji para Pendeta dan biaya makan bersama jemaat.
56
BAB IV ANALISIS TEKSTUAL 4.1 Pengenalan Dalam setiap seni pertunjukan music di sunia ini, termasuk Kirtan terjadi komunikasi di antara seniman religi dan para jemaah, dengan berbagai interpretasi (penafsiran)
terhadap pertunjukan yang terjadi. Berbagai
aktivitas komunikasi
dalam peristiwa seni pertunjukan keagamaan ini berdasarkan kepada pola-pola budaya Punjab dan agama Sikh yang telah wujud selama berabad-abad. Dalam konteks komunikasi pertunjukan keagamaan ini, komunikasi pertunjukan itu mencakup: (a) lirik atau teks Kirtan, yang memiliki ciri-ciri khas dibandingkan komunikasi verbal dengan bahasa seharian, (b) inteyeksi atau kata-kata seru untuk memperkuat suasana pertunjukan, (c) kata-kata pendeta (bhani) dalam setiap pertunjukan upacara keagamaan. Komunikasi lisan dalam seni pertunjukan masyarakat Sikh biasanya menggunakan kata-kata pilihan yang berasal dari Kitab Suci. Komunikasi lisan ini juga menjadi bahagian dari Amrit Kirtan yang tentu saja terintegrasi dengan aspek-aspek bukan lisan seperti nada, irama, rentak, melodi, gerak-gerik, dinamika, mimesis, dan sebagainya. Komunikasi lisan selalu distilisasi untuk lebih menghayati dan kekhusukkan dalam melakukan ibadah mingguan ini. Teks Amrit kirtan yang dilakukan pada Kirtan ini ada yang sifatnya eksplisit, yaitu mudah dicerna dan ditafsir secara langsung, dan ada pula teks yang sulit untuk dicerna dan ditafsir, karena teks yang bersifat rahasia, diberi gaya bahasa, dan sifatnya lebih tertutup (implisit). Oleh karena itu, teks keagamaan Sikh ini perlu diresapi, dipahami, dan ditafsir oleh penonton berdasarkan nilai-nilai budaya yang hidup di dalam kebudayaan masyarakat Sikh secara umum, yaitu budaya India Utara
57
(khususnya Punjabi). Walau bagaimana pun, secara umum teks (lirik) Kirtan ini memainkan peran utama dalam budaya Sikh. Sehingga dapat dikatakan bahwa teks Kirtan sebenarnya dalam pertunjukan mengutamakan sajian teks, yang dalam studi etnomusikologi lazim disebut dengan logogenik.
4.2 Logogenik Menuurut pengalaman penulis sebagai mahasiswa etnomusikologi FIB USU, salah satu aspek yang sangat penting dalam lagu-lagu atau musik India (Punjabi) ialah peranan teks atau lirik yang sangat menonjol. Garapan teks ini mendapat kedudukan yang utama dalam pertunjukan musik Punjabi. Lagu-lagu India Utara (Hindustani termasuk Punjabi), umumnya berdasarkan kepada aturan-aturan puisi di kawasan ini. Sementara Kirtan berdasar kepada Kitab Suci Guru Granth Sahib. Dengan kedudukan sedemikian rupa, maka penulis mengkategorikannya sebagai “musik” yang logogenik. Artinya bahwa pertunjukan Kirtan sangat mengutamakan wujud verbal atau bahasa, dalam pertunjukannya (lihat Malm, 1977).
Dengan
demikian, komunikasi lisan dalam Kirtan memegang peranan utama. Komunikasi lisan ini umumnya dinyanyikan dengan melodi tertentu, dan iringan rentak tertentu, disertai berbagai norma dan aturan, menurut tradisi pertunjukan tradisional masyarakat Sikh. Di sisi lain, ada pula kebudayaan musik yang lebih mengutamakan aspek ritme dan melodi musik, misalnya tradisi gordang atau gondang pada masyarakat Mandailing, Angkola, Toba, Simaungun dan Dairi di Sumatera Utara. Budaya musik yang sedemikian ini dapat dikategorikan sebagai muzik melogenik. Dalam Bab IV ini, penulis akan mengkaji teks (lirik) Kirtan yang digunakan dalam ibadah Mingguan umat Sikh di Gurdwara Tegh Bahadar Polonia Medan.
58
Kajian ini menggunakan teori semiotik, yang mencakup makna intrinsik lagu, kajian mengenai tanda-tanda lagu itu sendiri, seperti kualitas nyanyian, aktualisasi lagu, dan pengorganisasian lagu. Kemudian melangkah kepada referensi lagu, yaitu kajian tanda-tanda nyanyian dengan berbagai objek yang mungkin, yang memfokuskan kepada signifikasi nyanyian dengan objek yang lebih luas. Selepas itu adalah interpretasi musikal atau kajian tanda-tanda musikal yang berhubungan dengan pelbagai interpretannya, yang memfokuskan perhatian kepada aksi tanda-tanda musikal dalam pikiran manusia yang menerimanya. Kajian terakhir ini terdiri daripada: persepsi musik, persembahan, dan intelektualisasi.
4.3
Analisis Semiotik Tekstual Kirtan Lirik Kirtan yang diambil penulis untuk dianalisis berasal dari kitab Amrit
Kirtan halaman 363. Berikut ini adalah liriknya dan artinya dalam bahasa Indonesia. Artinya ini diterjemahkan oleh informan kunci penulis yaitu Guru Raj Bir. Demikian pula analisis semiotij ini adalah berdasarkan kepada tafsiran-tafsiran beliau terhadap tekstual Kirtan yang disajikan.26 1.
Par Berm Hoa Shai Kba Kirtn Suke Dahi || Maha Tuhan Allah telah menjadi penolong dan teman saya; khotbah dan Kirtan-Nya dari Pujian-Nya telah membawa kedamaian pada saya.
2.
Gur Pure Ki Bani Jap Anande Keroh Nit Parni ||1|| Nyanyian Firman Guru Bani yang sempurna, serta senantiasa dalam kebahagiaan, ya fana. ||1||
3.
Har Saca Simeroh Phai ||
26
Dalam analisis teks ini penulis menganalisisnya berdasarkan urutan ayat-ayat yang tertera di dalam Kitab Amrit Kirtan, dimulai dari ayat 1 sampai 10. Dalam praktek ritual pertunjukannya ayat tersebut dibaca dimulai dari ayat 5, kemudian pembacaan ayat-ayat berikutnya dilakukan secara acak sesuai keinginan Bhai (pendeta). Pembacaan seperti ini dapat dilihat pada hasil transkripsi halaman 71-73 skripsi ini.
59
Mengingat Tuhan yang benar dalam meditasi, ya saudara dalam takdir. 4.
Sadeh Sangh Seda Sok Paiyeh Her Biser Na Kabehu Jaih ||Rehao|| Dalam Sangat Saadh, persekutuan dari perdamaian, kekekalan kudus diperoleh, dan Tuhan tidak pernah terlupakan. | | Jeda | |
5.
Amret Namo Parmeser Tera Jo Simereh So Jiwe || Nama Mu, ya Tuhan yang sukar dipahami, adalah madu bunga; siapapun yang merenungkannya, hidup.
6.
Jes Nu Kerim Perapete Howe So Jan Nermel Tiwe ||2|| Orang yang diberkati dengan Kasih Karunia Tuhan - pelayan yang rendah hati menjadi bersih dan murni. ||2||
7.
Begen Benasen Sabe Doke Nasen Gor Cereni Mano Laga || Hambatan dihapus, dan semua rasa sakit dihilangkan; pikiran saya melekat pada kaki Guru.
8.
Gone Gawte Acote Abe nasi Ane deno Her Range Jaga ||3|| Bernyanyi serta memuji keagungan Tuhan yang tenang dan kekal, satu tetap terjaga untuk mencintai Tuhan, siang dan malam.
9.
Mou Iceh Sehi Vele Pae Har Ke Ketah Suheli || Dia memperoleh buah dari keinginan batinnya, mendengarkan khotbah penghiburan Tuhan.
10. Adeh Ant Nide Nanek Koh So Prbe Howa Beli ||4||16||27|| Di awal, tengah, dan akhir, Tuhan adalah teman terbaik Nanak. Teks pada Amrit Kirtan halaman 363 merupakan ungkapan pujian atas kebesaran Tuhan yang ditulis oleh Guru Nanak dan dibawakan di pagi hari. Secara singkat, Kirtan yang dinyanyikan di atas memberitahu pengikut Sikh untuk melakukan naam (meditasi/mengingat Tuhan) yang ditanamkan dalam pikiran.
60
Setiap Kirtan akan diakhiri dengan kata-kata: “Waheguru Ji Ka Khalsa Waheguru Ji Ki Fateh.” Arti kalimat ini adalah bahwa Sikh milik yang Maha Kuasa, kemenangan ada pada yang Maha Kuasa.
Di bawah ini merupakan tulisan aksara Gurmukhi dari lirik Kirtan di atas. Tulisan ini discanning langsung dari tulisan tangan pemain musik Gurdwara tersebut karena keterbatasan komputer penulis untuk memasukkan aksara Gurmukhi.
61
Secara struktural, teks Amrit Kirtan di atas terdiri dari 10 baik (kalimat). Kesepuluh baris itu menjadi satu kesatuan dalam penyajian Kirtan. Teks ini disajikan dengan menggunakan vocal, aspek melodi seperti tangga nada, wilayah nada, nada dasar, formula melodi, interval, nada, dan kontur. Sepuluh baris teks Kirtan tersebut disajikan dengan penuh khidmat dan khusuk. Baris pertama yaitu terdiri dari kalimat: Par Berm Hoa Shai Kba Kirtn Suke Dahi. Artinya dalam bahasa Indonesia adalah Maha Tuhan Allah telah menjadi penolong dan teman saya; khotbah dan Kirtan-Nya dari Pujian-Nya telah membawa kedamaian pada saya. Dalam baris ini secara eksplisit dinyatakan bahwa Tuhan telah menjadi penolong sekali gus teman orang Sikh. Artinya adalah bahwa Tuhan itu Maha Kuasa, Ia yang menciptakan
alam dan manusia. Bagi yang selalu
mendekatkan diri kepada Tuhan, maka ia akan menjadi teman Tuhan, dan Tuhan akan selalu menyayanginya sebagaimana layaknya seroang teman. lebih lanjut lagi baris ini mengemukakan bahwa khotbah, Kirtan, dan pujian kepada Tuhan telah membawa seseorang yang melakukannya menjadi tenang dan damai dalam dirinya, karena ia selalu mengingat Tuhan, dan ada yang melindunginya. Selanjutnya baris kedua, yang terdiri dari kalimat Gur Pure Ki Bani Jap Anande Keroh Nit Parni, artinya adalah
Nyanyian Firman Guru Bani yang
sempurna, serta senantiasa dalam kebahagiaan, ya fana. Bahwa Kirtan ini dilantunkan oleh sang pendeta yaitu Guru Bani yang telah sempurna tingkat ilmu dan penghayatan agamanya. Selanjutnya umat Sikh perlu memberikan salam dan pengharapan agar sang pendeta senantiasa dalam kebahagiaan, termasuk di alam dunia yang fana ini, juga di akhirat kelak. Kemudian baris ketiganya, selengkapnya berbunyi sebagai berikut. Har Saca Simeroh Phai. Artinya dalam bahasa Indonesia adalah Mengingat Tuhan yang benar 62
dalam meditasi, ya saudara dalam takdir. Kalimat ini juga ditujukan kepada sang pendeta, dan juga pujian bagi beliau. Bahwa Guru Bani itu dalam mengingat Tuhan adalah benar senantiasa. Juga beliau selalu benar dalam memimpin meditasi, yaitu berupa pendekkatan diri dengan Tuhan. Demikian pula Tuhan telah memberikan takdirnya kepada sang pendeta untuk selalu membimbing umat. Selanjutnya kata-kata pada baris keempat selengkapnya adalah Sadeh Sangh Seda Sok Paiyeh Her Biser Na Kabehu Jaih. Artinya dalam bahasa Indonesia adalah sebagai berikut: Dalam Sangat Saadh, persekutuan dari perdamaian, kekekalan kudus diperoleh, dan Tuhan tidak pernah terlupakan. Bahwa dalam Sangat Saadh (ibadah Sikh) persekutuan atau integrasi umat Sikh yang berdasar kepada perdamaian, maka kekekalan yang suci (kudus) akan diperoleh. Dengan demikian, maka Tuhan akan selalu dikenang di dalam diri umat Sikh, Tuhan akan selalu dikenang. Setelah itu, baris kelima, terdiri dari klalimat sebagai berikut: Amret Namo Parmeser Tera Jo Simereh So Jiwe. Artinya dalam bahasa Indonesia adalah Nama Mu, ya Tuhan yang sukar dipahami, adalah madu bunga; siapapun yang merenungkannya, hidup.
Kalimat ini menjelaskan bahwa nama Tuhan yang itu
merujuk kepada sifat-sifat Tuhan sulit difahami bagi yang tidak merenungkan eksistensi Tuhan itu seperti apa. Oleh karena itu kontemplasi terhadap sifat-sifat Tuhan ini perlu terus diasah oleh seorang penganut Sikh. Jika seseorang Sikh itu telah dapat mengenali sifat-sifat Tuhan maka ia akan menyadari betapa lezat dan manisnya kebenaran Tuhan itu, seperti yang dilambangkan sebagai madu bunga. Jika setiap orang dapat merenungkannya maka ia akan selamat dalam kehidupannya, baik di dunia maupun di akhirat. Ini kira-kira tafsiran semiosis terhadap baris kelima Kirtan ini.
63
Selanjutnya pada baris keenam, yang selengkapnya berbunyi: Jes Nu Kerim Perapete Howe So Jan Nermel Tiwe, yang artinya dalam bahasa Indonesia adalah: Orang yang diberkati dengan Kasih Karunia Tuhan--pelayan yang rendah hati menjadi bersih dan murni. Maknanya adalah jika seseorang telah dapat merenungkan dan memahami sifat-sifat Tuhan, maka selanjutnya ia akan diberkati kasih dan karunia Tuhan secara langsung, Tuhan akan saying dan kasih kepadanya. Selanjutnya ia akan menjadi pelayan kepada semua manusia dengan sifat-sifat yang mulia, teruma rendah hati, tidak sombong, bersih, dan sucilah jiwanya. Setelah itu, pada baris ketujuh, kata-kata yang diucapkan adalah berupa kalimat sebagai berikut. Begen Benasen Sabe Doke Nasen Gor Cereni Mano Laga artinya dalam bahasa Indonesia adalah, Hambatan dihapus, dan semua rasa sakit dihilangkan; pikiran saya melekat pada kaki Guru. Maknanya bahwa dengan mendekatkan diri kepada Tuhan selalu, maka seseorang itu akan cinta kepada Tuhan, tidak mengutamakan kepentingan duniawi yaitu menghapus hambatan-hambatan yang menyebabkan terganggunya hubungan manusia dengan Tuhan. Demikian pula tidak ada alas an apapun dalam melakukan pendekatan dengan Tuhan, termasuk rasa sakit pun hilang dengan sendirinya. Cara pendekatan diri kepada Tuhan ini adalah melalui perantaraan Guru, yang disimbolkan dengan pikiran umat Sikh melekat pada kaki Guru. Di sini terlihat bahwa Guru memainkan peran penting dalam hubungan manusia dengan Tuhan. Guru adalah sebagai unsur perantara umat dengan Tuhan. Artinya Guru memegang peran penting dalam mengarahkan jalan menuju Tuhan. Berikutnya baris kedelapan, selengkapnya berbunyi sebagai berikut. Gone Gawte Acote Abe nasi Ane deno Her Range Jaga. Artinya dalam bahasa Indonesia Bernyanyi serta memuji keagungan Tuhan yang tenang dan kekal, satu tetap terjaga untuk mencintai Tuhan, siang dan malam. Bahwa setiap umat Sikh dengan panduan
64
Guru (Bhani) mengingat Tuhan dengan teknik bernyanyi dalam konteks memuji Tuhan. Dalam keadaan ini, teks Kirtan perlu diberi sentuhan estetika berupa unsur melodi dan ritme yang didasari pada kebudayaan di mana ia hidup, dalam hal ini sistem raga dan tala India. Tuhan itu adalah kekal dan abadi, dengan memujinya akan memebrikan ketenangan di dalam jiwa. Setiap umat Sikh perlu terus menerus mengingat Tuhan, baik di kala siang maupun malam. Seterusnya baris kesembilan adalah sebagai berikut. Mou Iceh Sehi Vele Pae Har Ke Ketah Suheli. Artinya dalam bahasa Indonesia adalah Dia memperoleh buah dari keinginan batinnya, mendengarkan khotbah penghiburan Tuhan. Maknanya seorang penganut Sikh jika telah daoat menghayati dan memahami sifat Tuhan, senantiasa memuji Tuhan melalui bimbingan Guru, maka ia akan memperoleh buah kedamaian di dalam batinnya. Kemudian juga selalu mendengarkan khotbah keagamaan dan mendapatkan penghiburan dari Tuhan, yang menyelamatkannya di dalam kehidupan ini. Baris yang kesepuluh selengkapnya berbunyi sebagai berikut. Adeh Ant Nide Nanek Koh So Prbe Howa Beli. Artinya dalam bahasa Indonesia adalah Di awal, tengah, dan akhir, Tuhan adalah teman terbaik Nanak. Maknanya secara religius adalah bahwa Nanak itu adalah utusan dan teman Tuhan di dunia untuk menyelamatkan umat manusia. Nanak adalah pendiri agama Sikh, dan guru yang pertama agama Sikh. kalimat ini menegaskan bahwa sejak awal, kini, dan nanti Nanak adalah utusan terbaik Tuhan di dunia ini dalam menyampaikan ajaran-ajaran Tuhan (Waheguru). Demikian kira-kira tafsiran semiosis terhadap sepuluh teks Kirtan yang disajikan dalam iabadah mingguan umat Sikh pada lokus penelitian di Polonia Medan, Sumatera Utara, Indonesia.
65
BAB V LATAR BELAKANG BUDAYA MUSIK, TRANSKRIPSI, DAN ANALISIS MELODI KIRTAN
5.1 Gambarab Umum Kebudayaan Musik India Menurut Malm (1977) music seni India biasanya selalu dikatakan dimulai dengan himne yang dilatarbelakangi oleh tradisi Veda, yaitu berupa teks suci masyarakat Arya, dan materi-materi lainnya yang dapat ditambahkan dan berkembang selama beberapa abad. Rig Veda adalah bentuk tradisi Veda yang paling awal dan tetap dipertahankan hingga kini. Beberapa teksnya dirancang kembali dalam bentuk yang disebut Yajur Veda. Sementara itu Sama Veda terdiri dari teksteks pilihan dari sumber yang sama dengan yang dipergunakan pada upacara keagamaan. Di sisi lain Atharva Veda adalah sekumpulan teks-teks yang berbeda, diturunkan dari magik keagamaan rakyat dan mantera-mantera. Tradisi Veda dianggap hanya untuk budaya kasta yang lebih tinggi, dan disebabkan alam kegamaannya, yang memiliki tulisan-tulisan singkat yang begitu kuat mengkoreksi pertunjukan. Secara metafisis, getaran fisik yang menghasilkanb suara musikal yang disebut nada, tidak akan terselasaikan dengan cara menghubungkannya dengan dunia spiritual. Hukum-hukum nyanyian Rig Veda dilekatkan kepada nyanyian silabik dengan memperhatikan aksentuasi pada kata-kata. Walaupn seluruh tradisi Veda agak jarang dipertunjukan pada masyarakat India pada masa sekarrang ini, berbagai istilah dan beberapa padangan musikalnya digunakan untuk pertunjukan religius dan epos (syair kepahlawanan) sekuler, yang
66
diperuntukkan kepada kasta-kasta yang lebih rendah di India. Natya Sastra dianggaap sebagai cerita jenis sage yang dikarang oleh Bharata (sekitar abad kelima Masehi). Ia mengatakan bahwa ada sejenis karya yang menghasilkan bentuk-bentuk teater dalam tradisi ini, yang disebt dengan Veda. Buku-buku ini paling banyak dijumpai pada abad kelima, meskipun di beberapa tempat ditemui pada awal abad kedua Seb. M. Sisa-sisa dari tradisi ini memperlihatkan adanya hubungan antara musik India Lama dan musik klasik sampai sekarang ini, musik dan tariannya dikatakan mempunyai berbagai variasi unsur dramatis. Berbagai sumber teori penting lainnya untuk musik India adalah karya Matanga, yang bertajuk Brhaddesi pada abad kesepuluh. Juga karya Sangaradewa, yang bertajuk Sangita Ratnakara, pada abad ketiga belas, ditulis sejak datangnya ide-ide musik dari Timur Tengah yang dibawa oleh pemerintahan Moghul. Ahli-ahli teori musik India dari abad keenambelas sampai abad kedua puluh secara
kontinu
mencoba
mensintesis
kedua
budaya
ini
dan
kemudian
menstandardisasinya (Malm dalam terjemahan Takari 1993:153-154). Kalau kita berbicara musik India maka yang paling menonjol adalah ide dan terapan dimensi waktu yang disebut tala, juga dikensi ruang yang disebut dengan raga. Baik praktik musik lama dan modern, secara umum menghasilkan tujuh svara, pada sebuah oktaf (saptaka). Ketujuh svara tersebut mempunyai nama-nama khusus, tetapi hanya silabis pertamanya dari tiap-tiap namanya yang umum dipergunakan untuk menuliskan nada-nada ini. Silabis sa, ri, ga, ma, pa, dha, ni, seperti do, re, mi pada musik Barat, datang dari sebuah istilah dasar untuk mendiskusikan atau menyanyikan musik India. Pada teori lama, tujuh svara dimainkian bersama-sama dengan sebuah grama, sebuah tangga nada. Tiga tangga nada induk (sadjagrama, madhyamagrama, dan gandharagrama) dikatakan sebagai dasar tangga nada “induk,” pada musik 67
India, tetapi pada masa Natya sastra hanya dau tangga nada pertama yang disebutkan. dalam konsep musik India, maka terdapat beberapa istilah sebagai berikut: (a) nada yaitu getaran suara, (b) sruti yaitu interval-interval mikroton dengan berbagai ukuran, (c) svara yaitu interval-interval musik nyata yang dibentuk dari kombinasi-kombinasi sruti, (d) grama yaitu perbendaharaan tonal dasar, yang dibentuk dari tujuh svara terdiri dari sa, ga, dan ma grama, (e) murchana yaitu tangga nada yang dibentuk dari dua buah tangga nada induk; (f) jati yaitu modusmodus dasar, klasifikasi akhir dari sebuah modus oelh nomor-nomor nadanya, (g) raga adalah bentuk melodi dari tangga nada, didasari oleh berbagai jati, (h) melakarta dan that yaitu kelompok-kelompok nada yang berhubungan dengan raga. Istilah raga (rag di India Utara atau ragam dalam bahasa Tamil) dapat didefinisikan sebagai suatu bentuk pengukur (scalar) melodi, yang mencakup baik itu tangga nada dasar atau struktur melodi dasar. Istilah ini diambil dari akar kata bahasa Sanskerta, ranj, yang berarti mewarnai dengan emosi. Selanjutnya istilah itu mempengaruhi keadaan dalam mewujudkan nada-nada yang sebenarnya. Karena itu, aspek-aspek ekstramusikal menjadi penting untuk beberapa ahli musik dalam mempertunjukan raga. Selanjutnya dimensi waktu dalam musik India disebut dengan tala. Biasanya berkait erat dengan siklus birama. Hal ini dapat dikatakan siklus sebab karakteristik dasarnya adalahh terus menerus memunculkan garapan waktu. Tempo atau laya musik India dapat dibentuk dari yang sangat cepat (druta), sampai yang sedang (madhya), dan yang lambat (vilambita). Pada sistem tala ini, kelompokkelompok ritmik disebut dengan anga yang dapat dikategorikan kepada tiga tipe. Yang pertama adalah anudruta, yang biasanya hanya terdiri dari satu ketukan. Kedua druta yang terdiri dari dua ketukan. Yang ketiga adalah laghu, yang terdiri dari salah
68
satu ketukan ini yaitu 3, 4, 5, 7u, atau 9 ketukan. Dalam konteks Kirtan maka ketukan dasarnya adalah empat. Dimensi ruang yang disebut raga dan dimensi waktu yang disebut tala atau taal itu, menjadi dasar dalam penggarapan melodi dan ritme Kirtan yang disajikan oleh pembawa Kirtan, pemain harmonium, dan tabla. walaupun ketika penulis tanya apakah mereka menerapkan dan memahami tala dan raga mereka dengan jelas menyebutkan tidak begitu paham, mereka hanya sesuai dengan perasaan saja dalam menyajikannya. Namun demikian, ketika mereka ditanya apakah rasa musikal tersebut berakar dari tradisi musik klasik India, mereka membenarkannya. Inilah fenomena yang terjadi dalam pertunjukan Kirtan di Kota Medan.
5.2 Teknik Transkripsi Untuk menganalisis melodi Kirtan, penulis akan menggunakan teknik transkripsi notasi deskriptif. Lagu yang akan dianalisa diambil dari kitab Amrit Kirtan hal 363 yang ditulis oleh Guru Nanak. Penulis terlebih dahulu merekam video Kirtan tersebut dengan menggunakan Camera Sony T Vario dan merekam suaranya dengan menggunakan MP4 Advance. Setelah itu penulis meminta Pendeta tersebut untuk menuliskan teks Kirtan-nya beserta dengan artinya dalam bahasa Indonesia.
69
5.2.1 Simbol dalam Notasi Dalam transkripsi Kirtan ada beberapa simbol notasi Barat yang digunakan, yaitu: 1.
= Merupakan garis paranada yang memiliki lima buah garis paranada dan empat buah spasi dengan tanda kunci B.
2.
= Merupakan birama 4/4 dalam kunci B.
3.
= Merupakan dua buah not 1/8 yang digabung menjadi satu ketuk.
4.
= Merupakan sebuah tanda diam 1/8 dan not 1/8 digabung menjadi satu ketuk.
5.
= Merupakan sebuah not 1/8 dan dua buah not 1/16 digabung menjadi satu ketuk.
6.
= Merupakan tanda mol (flat) yang berarti nada yang diturunkan ½ dari nada sebelumnya.
7.
= Merupakan tanda kres (sharp) yang berarti nada yang dinaikkan ½ dari nada sebelumnya.
8.
= Merupakan tanda pugar (natural) yang berfungi untuk mengembalikan atau menaturalkan nada yang dinaikkan atau diturunkan ½ dari nada sebelumnya.
70
Simbol-simbol di atas merupakan simbol-simbol yang terdapat dalam lampiran partitur yang perlu diketahui agar pembaca memahami makna-maknanya. Ini penting untuk menjelaskan apa yang dimaksud dalam notasi. Dari cara bekerja transkripsi seperti diurai di atas, maka hasilnya adalah seperti di bawah ini.
71
72
5.3 Analisis Melodi Dalam menganalisis Kirtan, penulis berpedoman kepada teori yang dikemukakan oleh William P. Malm yang dikenal dengan teori weighted scale dan hal-hal yang harus diperhatikan dalam mendeskripsikan melodi, yaitu (1) tangga nada (scale), (2) nada dasar (pitch center), (3) wilayah nada (range), (4) jumlah nada (frequency of note), (5) jumlah interval, (6) pola kadensa (cadence patterns), (7) formula melodik (melody formula), dan (8) kontur (contour) (Malm dalam terjemahan Takari 1993: 13).
5.3.1 Tangga Nada (Scale) Dalam mendeskripsikan tangga nada, penulis akan mengurutkan nada-nada yang terdapat dalam Kirta tersebut yang dimulai dari nada terendah sampai nada yang tertinggi. Penulis mengurutkan nada-nada pada Amrit Kirtan hal 363 dan memperoleh bahwa terdapat 10 nada dengan nada terendah adalah D dan nada tertinggi adalah Dis pada oktaf yang berikutnya.
Melihat struktur tangga nada yang digunakan maka dapat dikelompokkan ke dalam jenis tangga nada mikrotonal, yaitu tangga nada yang cenderung menggunakan nada-nada berinterval kecil. Dalam hal ini interval tersebut adalah setengah laras atau 100 sent. Tangga nada ini sebenarnya kalau diperhatikan secara seksama masih berakar dari tradisi raga yang ada di India, terutama dalam musik Punjabi. Selengkapnya deretan nada yang digunakan dalam melodi Kirtan ini adalah sebagai berikut bersama dengan komposisi laras yang digunakannya.
73
d
dis ½ 100
f ½
fis ½
g ½
gis ½
a ½
c 1½
cis ½
100 100 100 100 100 300 100
dis 1 200
laras cent
5.3.2 Nada Dasar (Pitch Center) Dalam menentukan nada dasar nyanyian ini, penulis beracuan pada hasil rekaman video maupun audio yang penulis dapatkan saat pelaksaan upacara yang telah ditranskripsikan ke dalam notasi Barat. Maka hasil yang didapatkan adalah Gis, dengan tangga nada yang menyerupai minor, tetapi berpola raga India.
5.3.3 Wilayah Nada (Range) Wilayah nada adalah jarak antara nada yang terendah dengan nada yang tertinggi. Wilayah nada pada Amrit Kirtan halaman 363 adalah:
d
dis 12 ½ laras 1300
cent
Dari notasi tersebut di atas, maka dapat disimpulkan bahwa wilayah nada atau yang lazim disebut range dan ambitus melodi Kirtan ini adalah sebesar 12 ½ laras atau sebanding dengan 1300 cent.
74
5.3.4 Jumlah Nada (Frequency of Note) Jumlah nada adalah banyaknya nada yang dipakai dalam suatu musik atau nyanyian. Terdapat 41 nada D, 60 nada Dis, 163 nada F, 93 nada Fis, 54 nada G, 178 nada Gis, 117 nada Ais, 92 nada C’, 76 nada Cis’ dan 24 nada Dis’ pada Amrit Kirtan Halaman 363. Selengkapnya lihat gambar di bawah ini.
Nada yang paling sering muncul adalah nada Gis, disusul nada F dan A. Nada-nada lain muncul berkisar antara 41 sampai 93. Sementara nada yang paling sedikit muncul adalah nada Dis. Dengan demikian, kemunculan yang paling banyak nada Gis ini mengindikasikan nada tersebut sebagai pusat tonalitasnya.
5.3.5 Jumlah Interval Interval adalah jarak antara satu nada dengan nada yang lain yang terdiri dari interval naik maupun turun. Berikut adalah interval dari Amrit Kirtan halaman 363:
75
Tabel 5.1: Interval Amrit Kirtan halaman 363
Interval 1P 1Aug 2m 2M 3dim 3m
Posisi ↑ ↓ ↑ ↓ ↑ ↓ ↑ ↓ ↑ ↓
Jumlah 160 94 130 12 37 93 106 72 117 17 -
Total 160 224 49 199 189 17
Dari tabel di atas dapat diketahui interval yang paling sering muncul adalah interval Prime Murni (1P), yang muncul sebanyak 124 kali, interval 1Aug sebanyak 217 kali baik yang naik maupun turun, interval 2m sebanyak 49 kali, interval 2M sebanyak 199 kali, interval 3dim sebanyak 186 kali. Interval yang jarang digunakan adalah interval 3m dengan jumlah penggunaan sebanyak 4 kali. Dari analisis interval Amrit Kirtan halaman 363 ini dapat dilihat bahwa interval 1P, 1 Aug, 2M, dan 3dim memiliki peranan yang penting dalam membentuk melodi Amrit Kirtan halaman 363.
5.3.6 Pola Kadensa (Cadence Patterns) Kadensa adalah suatu rangkaian harmoni atau melodi sebagai penutup pada akhir melodi atau di tengah kalimat, sehingga bisa menutup sempurna melodi tersebut atau setengah menutup (sementara) melodi tersebut. Terdapat 3 pola 76
Kadensa pada Amrit Kirtan halaman 363, dimana terdapat 2 pola pada akhir melodi dan 1 pola pada pertengahan melodi
5.3.6.1 Pola yang Terdapat di Akhir Melodi
5.3.6.2 Pola yang Terdapat di Pertengahan Melodi
5.4 Formula Melodik (Melody Formula) Formula melodik yang akan dibahas tulisan ini meliputi bentuk, frasa dan motif. Bentuk adalah gabungan dari beberapa frasa yang terjalin menjadi satu pola melodi. Frasa adalah bagian-bagian kecil dari melodi. Dan motif adalah ide melodi sebagai dasar pembentukkan melodi. William P. Malm mengemukakan bahwa ada beberapa istilah dalam menganalisis bentuk, yaitu: 1. Repetitive yaitu bentuk nyanyian yang diulang-ulang. 2. Ireratif yaitu bentuk nyanyian yang memakai formula melodi yang kecil dengan kecenderungan pengulangan-pengulangan di dalam keseluruhan nyanyian.
77
3. Stropic yaitu bentuk nyanyian yang diulang tetapi menggunakan teks nyanyian yang baru atau berbeda. 4. Reverting yaitu bentuk yang apabila dalam nyanyian terjadi pengulangan pada frasa pertama setelah terjadi penyimpangan-penyimpangan melodi. 5. Progresive yaitu bentuk nyanyian yang terus berubah dengan menggunakan materi melodi yang selalu baru. Melihat kepada apa yang dikemukakan Malm mengenai bentuk nyanyian, maka penulis mengambil kesimpulan bahwa melodi Repetitive pada melodi Amrit Kirtan halaman 363. Melodi Amrit Kirtan dalam tulisan ini memiliki meter 4/4. Untuk itu penulis berpedoman dengan pendapat Nettle yang mengungkapkan: dalam menentukan bentuk dari suatu komposisi yang harus diperhatikan adalah pengulangan frasa, tanda diam, pola ritem, transposisi dan kesatuan teks yang terdapat dalam musik vokal (Nettl dalam Irawan Zulhidayat 1997:76).
5.4.1 Analisis Bentuk, Frasa dan Motif pada Kirtan 1. Terdapat 8 bentuk pada Amrit Kirtan halaman 363 yang terdiri dari bentuk A, B, C, D, sampai I. Bentuk Pada Kirtan terdapat 18 frasa. Bentuk tersebut adalah Bentuk A
Bentuk B
78
Bentuk C
Bentuk D
Bentuk E
Bentuk F
Bentuk G
Bentuk H
2. Motif yang terdapat di dalam pujian ini:
79
4.4.2. Kontur (Contour) Kontur adalah garis melodi dalam sebuah lagu. Malm (dalam Irawan 1997: 85) membedakan beberapa jenis kontur, yaitu: 1. Ascending yaitu garis melodi yang bergerak dengan bentuk naik dari nada yang lebih rendah ke nada yang lebih tinggi. 2. Descending yaitu garis melodi yang bergerak dengan bentuk turun dari nada yang lebih tinggi ke nada yang lebih rendah. 3. Pendulous yaitu garis melodi yang bentuk gerakannya melengkung dari nada yang lebih tinggi ke nada yang lebih rendah, kemudian kembali lagi ke nada yang lebih tinggi atau sebaliknya.
4. Conjuct yaitu garis melodi yang sifatnya bergerak melangkah dari satu nada ke nada yang lain baik naik maupun turun. 5. Terraced yaitu garis melodi yang bergerak berjenjang baik dari nada yang lebih tinggi ke nada yang lebih rendah atau dimulai dari nada yang lebih rendah ke nada yang lebih tinggi. 6. Disjuct yaitu garis melodi yang bergerak melompat dari satu nada ke nada yang lainnya, dan biasanya intervalnya di atas sekonde baik mayor maupun minor. 7. Static yaitu garis melodi yang bentuknya tetap yang jaraknya mempunyai batas-batasan.
80
Garis kontur yang terdapat pada melodi Amrit Kirtan halaman 363 pada umumnya adalah ascending, descending, conjuct dan juga static. Untuk lebih jelasnya lihat gambar di bawah ini:
5.5 Analisis Siklus Ayat-ayat Amrit Kirtan Halaman 363 Di bawah ini merupakan hasil analisis ayat-ayat Amrit Kirtan halaman 363 berdasarkan urutan dinyanyikan dan beberapa kali dinyanyikan. Ayat 5: dinyanyikan secara lengkap 2 kali dan separuh bagian pertama dan kedua 4 kali
“Amret Namo Parmeser tera
Jo Simereh So Jiwe”
Separuh bagian pertama
Separuh bagian kedua
Lengkap
Ayat 6: dinyanyikan secara separuh bagian pertama 4 kali dan separuih bagian kedua 2 kali
81
“Jes Nu Kerim Perapete Huwe So Jan Nermei Tiwe” Separuh bagian pertama
Separuh bagian kedua
Ayat 5: dinyanyikan secara lengkap 2 kali Diselingi musik saja 16 bar Ayat 1: dinyanyikan secara separuh bagian pertama 2 kali dan separuh bagian kedua dua kali. “Par Berm Haa Shai
Kha Kirtin Suke Dahi”
Separuh bagian pertama Separuh bagian kedua Diselingi musik saja 4 bar. Ayat 2: dinyanyikan secara separuh bagian pertama 2 kali
dan separuh
bagian kedua 4 kali “Gur Pure Ki Bani
Jap Anande Keroh Nit Parni”
Separuh bagain pertama
Separuh bagian kedua
Ayat 5 dinyanyikan secara lengkap 2 kali. Diselingi musik saja 7 bar. Ayat 3 dinyanyikan secara lengkap 1 kali dan separuh bagian kedua 3 kali. “Har Saca Simeroh Pal” Separuh bagian kedua Lengkap Diselingi kadensa “Waheguru” 4 kali “Waheguru, Waheguru, Waheguru Ji, Waheguru.” Ayat 5: dinyanyikan secara lengkap 1 kali dan separuh bagian kedua 1 kali.
82
Ayat 4: dinyanyikan secara separuh bagian pertama 2 kali dan separuh bagian kedua 4 kali. “Sadeh Sangh Seda Sok Paiyeh
Her Biser Na Kabehu Jath”
Separuh bagian pertama
Separuh bagian kedua
Ayat 5: dinyanyikan secara lengkap 2 kali Diselingi musik saja 13 bar. Ayat 7: dinyanyikan secara separuh bagian pertama 4 kali dan separuh bagian kedua 4 kali. “Begen Benasen Sabe Doke Nasen Separuh bagian pertama
Gor Cereni Mano Laga” Separuh bagian kedua
Diselingi musik saja 4 bar. Ayat 8: dinyanyikan secara separuh bagian pertama dua kali dan separuh bagian kedua 4 kali. “Gone Gawte Acote Abe Nasi Separuh bagian pertama
Ane Deno Her Range Jaga”
Separuh bagian kedua
Ayat 5: dinyanyikan secara separuh bagian pertama 4 kali dan separuh bagian kedua 4 kali. “Mou Iceh Sehi Pele Pae Separuh bagian pertama
Her Ke Ketah Suheli” Separuh bagian kedua
Ayat 10: dinyanyikan secara separuh bagian pertama 2 kali dan separuh bagian kedua 4 kali. “Ade Ant Nide Nanek Koh Separuh bagian pertama
So Prbe Howa Beli” Separuh bagian kedua
83
Ayat 5: dinyanyikan secara separuh bagian pertma 3 kali, separuh bagian kedua 7 kali dan secara lengkap 2 kali. Kirtan diakhiri dengan ucapan seluruh peserta ibadah “Waheguru Ji Ka Khalsa, Waheguru Ji Ki Fateh.”
84
BAB VI PENUTUP 6.1
Kesimpulan Sikh merupakan agama termuda ke 5 terbesar di dunia. Perkembangannya
sangat pesat yang dimulai dari Amritsar India ke seluruh dunia dan juga Indonesia. Masuk ke Indonesia melalui pedagang dan juga prajurit yang dibawa oleh tentara Inggris pada awal abad 19. Di Indonesia Sikh belum menjadi agama resmi, mereka hanya diakui sebagai suatu kepercayaan dan berada di bawah naungan Parisada Hindu Dharma Indonesia. Masyarakat Sikh tersebut membawa serta ajaran agama dan kebudayaan mereka, dan salah satunya adalah Kirtan. Kirtan merupakan nyanyian yang diiringi instrumen musik India yang isinya merupakan pujian kepada Tuhan dan riwayat para Guru pembawa ajaran mereka. Kirtan dinyanyikan pada waktu-waktu tertentu dan merupakan kegiatan ritual rutin Masyarakat Sikh. Saat mereka mengadakan acara pernikahan, kematian ataupun syukuran, Kirtan merupakan hal wajib yang akan dilaksanakan dalam acara tersebut. Sama seperti agama-agama atau kepercayaan yang lain, Sikh juga melakukan ritual rutin setiap minggunya yang diadakan pada hari minggu dan disini juga Kirtan dinyanyikan oleh Pendeta, pemain musik dan masyarakat yang hadir. Ibadah berlangsung di Gurdwara Tegh Bahadar Polonia yang dimulai sejak jam 09.00 WIB sampai jam 13.00 WIB. Lirik-lirik
Kirtan berasal dari Guru Granth Sahib; kitab suci Sikh dan
diturunkan ke buku Amrit Kirtan sedangkan melodi atau musiknya berdasarkan perasaan atau pembawaan oleh pemain musik tersebut dan disesuaikan juga pada
85
konteks acara yang sedang berlangsung. Kirtan yang diteliti Penulis diambil dari buku Amrit Kirtan hal 363 yang ditulis oleh Guru Nanak. Teksnya berisi tentang puji-pujian kepada Tuhan. Kirtan yang dibahas dalam tulisan ini terdiri dari 10 ayat. Bentuk atau pola nyanyiannya adalah stropic atau gaya nyanyian yang diulang dengan teks yang baru atau berbeda. Dengan kata lain, pembacaan Kitab ini adalah nyanyian yang lebih mementingkan kata-kata daripada melodi atau disebut dengan logogenic. Gaya musik vokal yang dipakai dalam pujian ini adalah melismatis dan juga sillabis. Melismatis adalah apabila satu suku kata dinyanyikan dengan beberapa nada. Sedangkan silabis adalah apabila setiap nada dipakai untuk setiap silabel atau suku kata.
6.2 Saran Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam membuat tulisan ini. Untuk
itu,
bagi
para
peneliti
selanjutnya
diharapkan
untuk
semakin
menyempurnakannya. Bagi para peneliti selanjutnya, peneliti juga berharap supaya mengkaji kegiatan-kegiatan ritual, musik dan kebudayaan oleh suku Punjabi atau agama Sikh ini. Karena dalam bidang ilmu etnomusikologi masih sangat sedikit yang membahas tentang kebudayaan dari masyarakat ini. Bagi pemilik kebudayaan ini yaitu masyarakat Sikh, penulis berharap dapat memberikan pengetahuan tentang eksistensi atau keberadaan budayanya. Dan penulis berharap supaya masyarakat Sikh tetap mempertahankan dan meningkatkan kesatuan komunitas dengan menjalankan kebudayaan-kebudayaan yang ada pada masyarakat itu sendiri.
86
Demikian saya menyelesaikan tulisan ini, semoga dapat bermanfaat dan memberikan kontribusi yang positif terhadap apresiasi budaya dan pengetahuan terhadap ilmu pengetahuan secara umum dan bidang etnomusikologi secara khusus.
87
DAFTAR PUSTAKA Bungin, Burhan. 2007. Penelitian Kualitatif. Jakarta: Kencana Prenada Media Grup. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. 1995. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka. Hornby, A. S. 2000. Oxford Advanced Learner’s Dictionary of Current English sixth edition. New York: Oxford University Press. Hutabarat, Andro Mahardika. 2012. Studi Analisis Melodis Harmonium dan Pola Ritem Tabla Dalam Mengiringi Ibadah Sikh Di Gurdwara Tegh Bahadar Polonia Medan. Skripsi Sarjana Departemen Etnomusikologi, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Sumatera Utara. Kaur, Semanpreet. 2012. Kelas Sosial dan Ilmu Sosial pada Interaksi Agama Sikh di Medan. Skripsi Sarjana Departemen Ilmu Sosial, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Sumatera Utara. Kerlinger, Fred N., 2010. Asas-asas Penelitian Behavioral. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Koentjaraningrat. 1980. Pengantar Ilmu Antropologi. Jakarta: PT. Rineka Cipta. Koentjaraningrat. 1981. Metode-Metode Penelitian Masyarakat. Jakarta: PT. Gramedia, Indonesia. Lubis, Zulkifli. 2005. Kajian Awal Tentang Komunitas Tamil dan Punjabi di Kota Medan-Jurnal Antropologi Sosial Budaya ETNOVISI Volume 1 Nomor 3. Medan: USU. Malau, Liat Roy P., Kajian Musikal dan Tekstual Pembacaan Sutra Amitabha pada Upacara Uposatha Masyarakat Buddha Mahayana di Vihara Borobudur Medan Sumatera Utara. Medan: USU. Malm, William P. 1977. Music Culture of the Pasific, the Near East, and Asia (terjemahan M. Takari). Medan. Departemen Etnomusikologi Fakultas Sastra Universitas Sumatera Utara. Manurung, Eva Yanthi. 2010. Samelan. Medan: USU. Nazir, Moh. 1988. Metode Penelitian. Jakarta: Ghalia Indonesia. Sandhu, K.S. dan A. Mani (ed.), 1979. Indian Communities in Southeast Asia. Times Academic Press. Sartnini, Ni Wayan, 2011. Tinjauan Teoretik tentang Semiotika. Tesis Jurusan sastra Indonesia, Fakultas sastra, Universitas Airlangga.
88
Simanjuntak, Rina. 2011. Studi Analisis Musikal dan Tekstual Pembacaan Kitab Sri Guru Granth Sahib Ji pada Upacara Pahila Parkas Dihara Masyarakat Sikh di Gurdwara Shree Guru Granth Sahib Darbar Kota Tebing Tinggi. Skripsi Sarjana Jurusan Etnomusikologi, Fakultas Sastra, Universitas Sumatera Utara. Silaban, Eben Ezer. 2009. Studi Deskriptif Upacara Sacapme dan Penggunaan Musik pada Sembahyang Malam Tahun Baru Gong Xi Fat Cai di Vihara Pekong Kelurahan Polonia dalam Budaya Masyarakat Tionghoa Agama Budha di Medan. Skripsi Sarjana Departemen Etnomusikologi, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Sumatera Utara. Sinar, Tengku Luckman. 1991. Sejarah Medan Tempo Doeloe. Medan: Lembaga Penelitian dan Pengembangan Seni Budaya Melayu. Singh, Justice Choor. ----. Sikhism. Singapore: Ludwinia Printer Pte Ltd. Sitorus, M. 2003. Berkenalan dengan Sosiologi jilid 2. Jakarta: Erlangga. Supanggah, Rahayu. 1995. Etnomusikologi. Yogyakarta: Yayasan Bentang Budaya, Indonesia. Veneta, 1998. Toko Sport Orang Punjabi: Suatu Studi Antropologi tentang Budaya Korporasi Bisnis, Perdagangan Alat-alat Olahraga di Medan. Skripsi Sarjana Departemen Antropologi FISIPOL USU. Internet: www.google.com www.wikipedia.com www.usu.ac.id http://religion.wikia.com/wiki/Kirtan http://komunitasrelijius.multiply.com (diunduh 5/4/2012)
89
DAFTAR INFORMAN 1.
Nama
: Raj Bir
Umur
: 47 tahun
Alamat
: Jalan Polonia Medan
Pekerjaan : Pemusik dan Guru
2.
Nama
: Dul Singh
Umur
: 43 tahun
Alamat
: Medan
Pekerjaan : Pemusik
3.
Nama
: Maninder Singh
Umur
: 19 Tahun
Alamat
: India
Pekerjaan : Peendeta
4.
Nama
: Balwant Singh
Umur
: 25 Tahun
Alamat
: India
Pekerjaan : Pendeta
90