Prosiding Seminar Nasional Lahan Suboptimal 2016, Palembang 20-21 Oktober 2016
ISBN .........................
Kinerja Model Kawasan Rumah Pangan Lestari (m-KRPL) di Kota Palembang The Performance of Area Model of Sustainable Food Home in Palembang City Harnisah1)*, S. Emma2), I.K.W Edi2), B. Honorita3) Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Sumatera Selatan 2 Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Sumatera Selatan 3 Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Bengkulu *Coresponding author:
[email protected] 1
ABSTRACT The measurement of an activity or program’s performance is important to create a better and an optimum of program direction and strategy. The effort to hold the measurement of performance is an important thing in the development of area model of sustainable food home. How it is expected to be more sustainable and well adopted by sustainable food home after the program implementation. A good performance is expected to push the development, adoption, and sustainability of the program in Palembang. The objectives of this study are (1) to measure the performance of area model of sustainable food home from technical, social, and economic aspects; and (2) to measure the role of farmer’s organization and extensionist to the performance of area model of sustainable food home. This study was conducted from July to September 2016 in Palembang City, South Sumatera with 25 respondents from Cemara farmer group. The method used in this study is a structural interview to the farmer as respondent along with answering list or questionnaires. The performance of area model of sustainable food home in Palembang is evaluated from 3 indicators: (1) Technical Performance, (2) Social Performance, and (3) Economic Performance which is then analyzed descriptively by using class interval. The results shown that (1) the development, adoption, and sustainability of area model of sustainable food home program are categorized in a good performance range with an average score of 2.57; (2) Farmer organization and extensionist have a central role in area model of sustainable food home program performance with an average score 2.36. Key words: Extension, farmer organization, m-KRPL, performance, role, ABSTRAK Pengukuran terhadap kinerja suatu kegiatan atau program dipandang perlu dalam menyusun arah dan strategi program menjadi lebih baik dan optimal. Upaya untuk mengadakan penilaian terhadap kinerja merupakan hal penting dalam pengembangan Model Kawasan Rumah Pangan Lestari (m-KRPL). Bagaimana m-KRPL tetap dapat berlanjut dan diadopsi oleh Rumah Pangan Lestari (RPL) setelah program selesai dilaksanakan. Kinerja yang baik diharapkan dapat mendorong pengembangan, adopsi dan keberlanjutan m-KRPL di Kota Palembang. Tujuan dari pengkajian ini adalah (1) mengukur kinerja m-KRPL dilihat dari aspek teknis, sosial, dan ekonomi; (2) mengukur peran kelembagaan tani dan penyuluhan terhadap kinerja m-KRPL. Pengkajian dilakukan di Kota Palembang Provinsi Sumatera Selatan pada bulan Juli – September 2016 dengan responden adalah anggota Kelompok Tani Cemara sebanyak 25 orang. Metode yang digunakan adalah wawancara terstruktur kepada petani contoh dengan menggunakan daftar 648
Prosiding Seminar Nasional Lahan Suboptimal 2016, Palembang 20-21 Oktober 2016
ISBN ......................... pertanyaan (kuesioner). Kinerja m-KRPL di Kota Palembang dinilai dari 3 indikator, yaitu (1) Kinerja teknis; (2) Kinerja sosial; dan (3) Kinerja ekonomi dianalisis secara deskriptif dengan menggunakan interval kelas. Hasil pengkajian menunjukkan bahwa (1) pengembangan, adopsi, dan keberlanjutan m-KRPL didorong oleh kinerja yang baik dengan skor rata-rata 2,57; (2) kelembagaan tani dan penyuluhan berperan baik terhadap kinerja m-KRPL dengan skor rata-rata 2,36. Kata kunci : Kelembagaan tani, kinerja, m-KRPL, penyuluhan, peran PENDAHULUAN Pekarangan pada umumnya belum dimanfaatkan secara optimal, baik dalam usaha untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga maupun sebagai sarana untuk menambah penghasilan keluarga, sehingga sebagian besar fungsi dari pekarangan selama ini hanya berfungsi sebagai sarana estetika saja. Padahal jika dioptimalkan, pekarangan dapat memberikan banyak keuntungan, salah satunya adalah sebagai sarana untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga dan peningkatan pendapatan keluarga (Duaja, et al, 2011). Pemanfaatan pekarangan dapat mendukung penyediaan aneka ragam pangan di tingkat rumah tangga, sehingga terwujud pola konsumsi pangan keluarga yang beragam, bergizi seimbang dan aman, dimana di pekarangan dapat ditanami berbagai jenis tanaman yang dibutuhkan sehari-hari seperti tanaman sayuran, tanaman obat, tanaman buah dan lain-lain (Afrinis dalam Sujitno, E et al, 2012). Untuk mendukung usaha pemenuhan pangan dan gizi keluarga, pemanfaatan pekarangan saat ini lebih dititikberatkan pada usaha budidaya sayuran yang berumur pendek sehingga dapat dengan segera dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan keluarga atau dijual untuk menambah pendapatan keluarga. Peny dan Ginting (1984) dalam Muryanto (2012) melaporkan bahwa jika usaha di pekarangan diusahakan secara intensif sesuai dengan potensi pekarangan, disamping dapat memenuhi kebutuhan konsumsi rumah tangga, juga dapat memberikan sumbangan pendapatan bagi keluarga antara 7% sampai dengan 45%. Kementerian Pertanian telah menyusun suatu konsep pemanfaatan pekarangan yang disebut dengan “Kawasan Rumah Pangan Lestari (KRPL)”, yang dibangun dari Rumah Pangan Lestari (RPL) (Kementerian Pertanian, 2011). Pengembangan KRPL ini diimplementasikan melalui pemanfaatan lahan pekarangan, dan/atau sumberdaya ruang yang dapat untuk memelihara tanaman, ternak maupun ikan, baik di perkotaan maupun perdesaan. BPTP Sumatera Selatan (2012) menginformasikan bahwa pada awalnya terdapat 20 KK yang menerapkan konsep KRPL dan telah berkembang atau direplikasi rata-rata 25 KK per kabupaten. Pada tahun 2013, BPTP Sumatera Selatan melaporkan bahwa tanaman yang diusahakan di lahan pekarangan yang sempit sebagian besar untuk memenuhi kebutuhan keluarga sendiri sedangkan pada lahan pekarangan yang luas selain untuk memenuhi kebutuhan keluarga sendiri, bisa menjual sehingga akan mendapatkan hasil tambahan. Kemudian dengan pemanfaatan pekarangan akan mendapatkan penghematan belanja Rp 7.500 – Rp 10.000/kk/hari untuk konsumsi sayuran. Kemudian diversifikasi pangan keluarga yang ditunjukkan dengan skor pola pangan harapan (PPH) terjadi peningkatan ± 10% setelah para petani/masyarakat memanfaatkan lahan pekarangan (BPTP Sumatera Selatan, 2013). Pelaksanaan KRPL di Provinsi Sumatera Selatan yang dimulai pada tahun 2012 hingga tahun 2014 secara umum menunjukkan respon yang positif dari masing-masing anggota kelompok tani kooperator pada 11 kabupaten/kota. Hal ini juga didukung oleh kegiatan yang serupa yang dilakukan oleh pemerintah daerah seperti “Desa atau kecamatan mandiri pangan” (Dinas Pertanian, BP4K dan BP3K/KCD) atau instansi terkait seperti 649
Prosiding Seminar Nasional Lahan Suboptimal 2016, Palembang 20-21 Oktober 2016
ISBN ......................... “Program P2KP” (Balitbangda dan BKP). Hal ini menunjukkan kinerja yang baik dari kegiatan Model Kawasan Rumah Pangan Lestari (m-KRPL). Kinerja sebagai terjemahan dari performance sering diartikan sebagai penampilan, unjuk kerja, atau prestasi (Yeremias T. Keban, 2004 : 191). Kinerja ikut menentukan keberhasilan adopsi dan keberlanjutan Model Kawasan Rumah Pangan Lestari (m-KRPL) di Sumatera Selatan. Pengukuran terhadap kinerja suatu kegiatan atau program dipandang perlu dalam menyusun arah dan strategi program menjadi lebih baik dan optimal. Upaya untuk mengadakan penilaian terhadap kinerja setelah program selesai dilaksanakan merupakan hal penting dalam pengembangan m-KRPL. Bagaimana m-KRPL tetap dapat berlanjut dan diadopsi oleh Rumah Pangan Lestari (RPL) setelah program selesai dilaksanakan. Oleh karena itu, kajian ini bertujuan untuk: (1) mengukur kinerja Model Kawasan Rumah Pangan Lestari (m-KRPL) dilihat dari aspek teknis, sosial, dan ekonomi; (2) mengukur peran kelembagaan tani dan penyuluhan terhadap kinerja Model Kawasan Rumah Pangan Lestari (mKRPL). BAHAN DAN METODE Pengkajian dilaksanakan pada bulan Juli – September 2016 dengan responden adalah anggota Kelompok Tani Cemara Kota Palembang sebanyak 25 orang. Metode yang digunakan dalam pengkajian ini adalah wawancara terstruktur kepada petani contoh dengan menggunakan daftar pertanyaan (kuesioner). Jenis data yang digunakan dalam pengkajian ini adalah data primer, meliputi karakteristik petani contoh, kinerja model Kawasan Rumah Pangan Lestari (m-KRPL) serta peran kelompok tani dan penyuluh terhadap kinerja m-KRPL di Kota Palembang. Kinerja model Kawasan Rumah Pangan Lestari (m-KRPL) di Kota Palembang dinilai dari 3 indikator, yaitu (1) Kinerja teknis; (2) Kinerja sosial; dan (3) Kinerja ekonomi. Kinerja m-KRPL serta peran kelompok tani dan penyuluh terhadap kinerja mKRPL dianalisis dengan menggunakan statistik deskriptif dan interval kelas. Pertanyaan pada setiap indikator dibagi menjadi 3 skor: 1 (tidak baik/rendah); 2 (cukup baik/sedang); dan 3 (baik/tinggi). Menurut Nasution dan Barizi dalam Rentha, T (2007), penentuan interval kelas untuk masing-masing indikator adalah: NR = NST – NSR
dan
Dimana : NR : Nilai Range NST : Nilai Skor Tertinggi NSR : Nilai Skor Terendah
PI
= NR : JIK
PI : Panjang Interval JIK: Jumlah Interval Kelas
Secara rinci nilai interval kelas per pertanyaan dan kriteria nilai indikator tersaji pada Tabel 1. Tabel 1. Nilai interval kelas per pertanyaan dan kriteria nilai indikator No.
Interval Kelas (Per Pertanyaan)
Kriteria Nilai
1. 2. 3.
1,00 ≤ x ≤ 1,67 1,67 < x ≤ 2,34 2,34 < x ≤ 3,00
Tidak baik/rendah Cukup baik/sedang Baik/Tinggi
HASIL 650
Prosiding Seminar Nasional Lahan Suboptimal 2016, Palembang 20-21 Oktober 2016
ISBN ......................... Karakteristik Petani Contoh Karakteristik petani contoh yang diperoleh adalah umur dan tingkat pendidikan (Tabel 2). Pengelompokkan petani contoh berdasarkan umur, yang terbanyak adalah kelompok umur 36 – 50 tahun yaitu sebanyak 16 orang atau 64,00%. Kemudian kelompok umur 51 – 65 tahun dan 20 – 35 tahun masing-masing sebesar 28,00% dan 8,00%. Tingkat pendidikan petani contoh dibagi menjadi empat kelompok yaitu Tidak Sekolah, Sekolah Dasar (SD), Sekolah Menengah Pertama (SMP), dan Sekolah Menengah Atas (SMA), dengan tingkat pendidikan mayoritas adalah SD (60,00%), kemudian tingkat pendidikan SMA (24,00%) serta tingkat pendidikan SMP dan tidak sekolah masing-masing 8,00%. Tabel 2. Karakteristik Petani Contoh di Kota Palembang Tahun 2016 No. 1.
Karakteristik Petani Contoh Umur
Jumlah 2. Pendidikan
Kelompok
Jumlah (orang)
%
21 – 35 36 – 50 51 – 65
2 16 7 25 2 15 2 6 25
8,00 64,00 28,00 100,00 8,00 60,00 8,00 24,00 100,00
Tidak Sekolah SD SMP SMA
Jumlah Sumber : Tabulasi data primer
Kinerja Model Kawasan Rumah Pangan Lestari (m-KRPL) Pengembangan m-KRPL di Kota Palembang dinilai melalui pengukuran kinerja m-KRPL dengan tiga variabel, yaitu kinerja aspek teknis, sosial, dan ekonomi kegiatan m-KRPL. Kinerja merupakan terjemahan dari performance yang sering diartikan sebagai penampilan, unjuk kerja, atau prestasi (Yeremias T. Keban, 2004 : 191). Hasil kajian memperlihatkan bahwa tingkat kinerja aspek teknis dan sosial berada pada kriteria tinggi, sedangkan aspek ekonomi berada pada kriteria sedang (Tabel 3). Tabel 3. Skor dan kriteria kinerja Model Kawasan Rumah Pangan Lestari (m-KRPL) di Kota Palembang Tahun 2016 Kinerja m-KRPL Aspek teknis Aspek social Aspek ekonomi Rata-rata
Skor 2,76 2,69 2,25 2,57
Kriteria Tinggi Tinggi Cukup Tinggi
Sumber: Data primer (2016) Keterangan : *1,00 ≤ x ≤ 1,67 = Rendah; 1,67 < x ≤ 2,34 = Cukup; 2,34 < x ≤ 3,00= Tinggi
Peran Kelembagaan Tani dan Penyuluhan Terhadap Kinerja Model Kawasan Rumah Pangan Lestari (m-KRPL)
651
Prosiding Seminar Nasional Lahan Suboptimal 2016, Palembang 20-21 Oktober 2016
ISBN ......................... Hasil survey menunjukkan bahwa peran kelembagaan tani dan penyuluhan terhadap kinerja m-KRPL berada pada kriteria tinggi dengan nilai skor rata-rata 2,36 (Tabel 4). Hal ini memperlihatkan bahwa secara keseluruhan, kelembagaan tani dan penyuluhan telah berperan baik terhadap tingginya kinerja m-KRPL di Kota Palembang. Tabel 4. Peran kelembagaan tani dan penyuluhan terhadap kinerja m-KRPL di Kota Palembang Tahun 2016 Uraian Peran kelembagaan tani Peran penyuluhan Rata-rata
Skor 2,33 2,38 2,36
Kriteria Sedang Tinggi Tinggi
Sumber: Data primer (2016) Keterangan : *1,00 ≤ x ≤ 1,67 = Rendah; 1,67 < x ≤ 2,34 = Cukup; 2,34 < x ≤ 3,00= Tinggi
PEMBAHASAN Karakteristik Petani Contoh Umur petani berpengaruh pada kemampuan belajar petani. Semakin tinggi umur petani maka kemampuan belajar semakin rendah. Data primer menunjukkan bahwa ratarata umur petani contoh adalah 46 tahun dengan kisaran umur 21 – 65 tahun. Hal ini menunjukkan bahwa petani di lokasi pengkajian sangat beragam. Sehingga dalam menerapkan inovasi teknologi budidaya dalam pemanfaatan lahan pekarangan juga akan cukup beragam. Hal ini juga didukung oleh pendapat Cruz dalam Choirotunnisa, dkk (2008) bahwa petani yang lebih muda dalam hal usia dan pengalaman bertani, mempunyai kemungkinan yang lebih besar dia akan menerima ide. Petani muda dapat sedikit meninggalkan metode lama. Hal ini dapat memudahkan untuk berubah dari satu sistem ke sistem yang lain. Menurut Bandolan, Y (2008), tingkat pendidikan sangat berpengaruh terhadap penerimaan teknologi yang diberikan dalam proses berusahatani. Sedangkan Hadiwijaya dan Soekartawi dalam Choirotunnisa (2008) mengemukakan bahwa berbagai macam target produksi pertanian akan berhasil baik apabila ketersediaan dan keterampilan para petani untuk berproduksi bisa ditingkatkan. Mereka yang berpendidikan tinggi akan relatif lebih cepat dalam melaksanakan adopsi inovasi. Begitu pula sebaliknya mereka yang berpendidikan rendah, agak sulit melaksanakan adopsi inovasi dengan cepat. Kinerja Model Kawasan Rumah Pangan Lestari (m-KRPL) Dari Tabel 3 diketahui bahwa kinerja Model Kawasan Rumah Pangan Lestari (mKRPL) di Kota Palembang dinilai tinggi dengan skor rata-rata 2,57. Dari ketiga indikator kinerja m-KRPL, kinerja aspek teknis m-KRPL adalah yang paling tinggi dengan skor rata-rata 2,76. Hal ini menunjukkan bahwa secara teknis inovasi yang selama ini diperoleh telah berkembang dan diterapkan dengan baik oleh anggota kelompok serta tetap berlanjut meskipun program telah selesai dilaksanakan. Kebun Bibit Desa (KBD) yang dikelola hingga saat ini masih ada dan terawat, budidaya berbagai komoditas tanaman di pekarangan seperti sayuran, beraneka ragam umbi, toga, dan buah berlanjut dan dilakukan secara terus-menerus. Media tanam (tanah, sekam dan kompos) tersedia setiap waktu, fasilitas dan peralatan (selang air, gembor, handsprayer, dll) tersedia dan lengkap di KBD. Anggota kelompok sudah terampil dan aktif dalam budidaya tanaman di pekarangan. 652
Prosiding Seminar Nasional Lahan Suboptimal 2016, Palembang 20-21 Oktober 2016
ISBN ......................... Kegiatan pemanfaatan lahan pekarangan dirasakan bermanfaat bagi ketahanan dan kemandirian pangan keluarga dan bernilai estetika. Kinerja yang baik dari aspek teknis ini mendukung keberlanjutan pengembangan m-KRPL di Kota Palembang. Dari sisi sosial, kegiatan m-KRPL memberikan nilai yang positif bagi anggota kelompok. Pemanfaatan lahan pekarangan mendorong semakin seringnya gotong-royong dan tolong-menolong dalam kegiatan kelompok. Kelompok antusias dan semangat dalam mengikuti pertemuan, pelatihan dan penyuluhan. Kegiatan pemanfaatan lahan pekarangan mampu memperkenalkan kelompok ke masyarakat luas, kelompok sering mendapatkan penghargaan (reward) dari pemerintah, dan keberadaan kelompok diakui di lingkungan masyarakat. Dilihat dari sisi ekonomi, kinerja m-KRPL sudah cukup baik dengan nilai skor ratarata 2,25. Kelompok meyakini bahwa kegiatan pemanfaatan lahan pekarangan sudah bermanfaat bagi penghematan pengeluaran rumah tangga dan peningkatan pendapatan, kas dan aset kelompok menjadi meningkat melalui penjualan bibit dan tanaman. Namun, pemanfaatan lahan pekarangan dirasa hanya cukup mampu meningkatkan daya beli rumah tangga, aset pribadi rumah tangga cukup meningkat dan kerjasama dengan unit usaha lain kadang-kadang terlaksana. Kelompok juga jarang menghasilkan berbagai produk olahan dari pekarangan serta terbatas dalam mensuplai hasil pekarangan (seperti sayuran dan toga) kepada kelompok lainnya/mitra usaha. Diperlukan pembinaan dan penyuluhan yang intensif terhadap kelompok dari segi kemitraan, teknik pemasaran hasil pekarangan baik segar maupun olahan, serta pelatihan pascapanen sehingga kinerja aspek ekonomi m-KRPL dapat ditingkatkan. Kinerja pengelolaan kawasan m-KRPL yang baik menggambarkan pemanfaatan pekarangan secara intensif melalui pengelolaan sumberdaya alam lokal secara bijaksana, yang menjamin kesinambungan persediaannya dengan tetap memelihara dan meningkatkan kualitas, nilai dan keanekaragamannya. Kinerja pengelolaan kawasan yang baik menunjukkan pemberdayaan kawasan yang menghasilkan kemandirian kawasan. Werdhany (2012) menyebutkan bahwa penataan lingkungan kawasan diperlukan untuk mengatur RPL agar dapat membentuk lingkungan asri dan nyaman, serta menjadi daya tarik bagi orang lain untuk melakukan replikasi. Penataan yang baik menjadikan lingkungan yang indah dan menyenangkan. Andianyta, dkk (2013) juga menggambarkan KRPL sebagai suatu kawasan dalam satu Rukun Tetangga atau Rukun Warga/Dusun (Kampung) yang telah menerapkan prinsip Rumah Pangan Lestari (RPL) dengan menambahkan intensifikasi pemanfaatan pagar hidup, jalan desa, dan fasilitas umum lainnya, lahan terbuka hijau, serta mengembangkan pengolahan dan pemasaran hasil. Kinerja pengelolaan kawasan m-KRPL akan lebih baik jika didukung dengan kelembagaan penggerak KRPL yang baik pula, seperti manajemen dan dinamika kelompok, peran anggota dan pengurus kelompok, pemerintah desa, tokoh masyarakat, pemerintah daerah, serta petugas lapang. Mardiharini, dkk (2013) menyatakan bahwa partisipasi masyarakat, terutama peran aktif tokoh masyarakat (local champion) atau kelembagaan pengelola KRPL juga perlu ditumbuhkan. Tokoh masyarakat, baik pamong desa, maupun ketua atau pengurus kelompok tani atau kelompok keagamaan, yang dituakan atau “sesepuh” adat, penggerak PKK, Posyandu, dan sebagainya, semua dapat berfungsi sebagai penggerak atau motivator dalam pengembangan KRPL. Mereka berperan dalam menumbuhkan kesadaran akan pentingnya kemandirian dan ketahanan pangan, perlunya gizi dan makanan yang sehat bagi keluarga, serta penghematan belanja/pengeluaran dan peningkatan pendapatan keluarga untuk peningkatan kesejahteraan mereka. Selain itu, dukungan Pemerintah Daerah (Pemda), baik berupa kebijakan maupun alokasi anggaran atau dalam bentuk natura, juga menjadi pilar keberlanjutan KRPL. 653
Prosiding Seminar Nasional Lahan Suboptimal 2016, Palembang 20-21 Oktober 2016
ISBN ......................... Kebijakan Pemda, dalam bentuk Peraturan Daerah (Perda), tentang pentingnya pengembangan KRPL untuk ketahanan dan kemandirian pangan wilayah perlu diimplementasikan baik dalam bentuk gerakan atau himbauan kepada segenap jajarannya, baik di tingkat provinsi, kabupaten, hingga tingkat desa. Alokasi anggaran, baik dalam bentuk APBD Tingkat I maupun APBD Tingkat II, dukungan dalam bentuk natura seperti benih/bibit tanaman, ternak maupun ikan, serta pendampingannya juga sangat diperlukan dalam pengembangan dan keberlanjutan KRPL. Senada dengan hal tersebut, Saliem (2011) menyebutkan bahwa komitmen dan dukungan serta fasilitasi dari pengambil kebijakan utamanya Pemerintah Daerah untuk mendorong implementasi model inovasi teknologi seperti model KRPL dalam gerakan secara masif di wilayah kerjanya untuk dilaksanakan secara konsisten merupakan hal penting yang menentukan cepatnya adopsi dan keberlanjutan model KRPL tersebut. Upaya untuk mengadakan penilaian terhadap kinerja m-KRPL merupakan hal penting. Kinerja aspek teknis, sosial dan ekonomi yang baik diharapkan dapat mendorong pengembangan dan keberlanjutan KRPL di Kota Palembang. Peran Kelembagaan Tani dan Penyuluhan Terhadap Kinerja Model Kawasan Rumah Pangan Lestari (m-KRPL) Tabel 4 menunjukkan bahwa jika dilihat secara parsial, peran kelembagaan tani berada pada kriteria sedang dengan skor rata-rata 2,33 sedangkan peran penyuluhan berada pada kriteria tinggi dengan skor rata-rata 2,38. Namun, secara keseluruhan kedua aspek tersebut telah berperan baik terhadap kinerja m-KRPL. Dilihat dari sisi peran kelembagaan tani, pada pertemuan kelompok sering dibahas mengenai pemanfaatan lahan pekarangan dan kelompok telah berperan aktif dalam pemanfaatan lahan pekarangan. Namun, sampai saat ini hanya sekitar 35 – 70% anggota kelompok yang ikut berpartisipasi dalam pemanfaatan lahan pekarangan. Dalam hal merencanakan, melaksanakan, dan mengevaluasi kegiatan pemanfaatan lahan pekarangan, peran kelompok masih cukup baik. Juraemi (2012) menyebutkan bahwa keberhasilan usaha agribisnis yang dilakukan oleh petani memerlukan dukungan kelembagaan. Keberhasilan kelembagaan itu tidak hanya ditentukan oleh peran kelembagaan itu saja, tetapi juga memerlukan keterlibatan para petani secara aktif dalam kelembagaan bersangkutan. Jika peran kelembagaan dan keterlibatan para petani belum optimal, maka kinerja kelembagaan sebagai salah satu subsistem sulit diharapkan dukungannya dalam membentuk keragaan sistem agribisnis yang kondusif. Keragaan sistem agribisnis yang kurang kondusif bukan saja menyebabkan rendahnya produktivitas dan hasil produksi, tetapi juga menyebabkan rendahnya pendapatan petani. Upaya peningkatan peran kelembagaan tani tersebut dapat dilakukan melalui pembinaan dan bimbingan yang intensif, memberikan sosialisasi, advokasi dan motivasi, melaksanakan pelatihan, serta melakukan pengawasan (monitoring) dan evaluasi. Peran penyuluhan terhadap kinerja m-KRPL berada pada kriteria tinggi. Dimana penyuluhan mengenai pemanfaatan lahan pekarangan sering dilaksanakan, penyuluh aktif dalam menyampaikan inovasi teknologi pemanfaatan lahan pekarangan, materi dan inovasi teknologi yang disuluhkan telah cukup, penyuluh aktif dalam memotivasi kelompok untuk memanfaatkan lahan pekarangan. Beberapa hal yang perlu diperhatikan guna meningkatkan lagi peran penyuluhan dalam pengembangan KRPL diantaranya adalah kemampuan penyuluh dalam memfasilitasi petani untuk memanfaatkan lahan pekarangan, kemampuan dalam memberikan solusi dan konsultasi mengenai teknologi pemanfaatan lahan pekarangan, serta efektivitas evaluasi kegiatan pemanfaatan lahan pekarangan.
654
Prosiding Seminar Nasional Lahan Suboptimal 2016, Palembang 20-21 Oktober 2016
ISBN ......................... Saadah, dkk (2011) menyebutkan bahwa penyuluhan berperan dalam peningkatan pengetahuan sasaran, baik pelaku utama maupun pelaku usaha, akan teknologi maupun informasi-informasi pertanian yang baru. Peranan penyuluhan dalam memberikan pengetahuan kepada sasaran dapat berfungsi sebagai proses penyebarluasan informasi, penerangan atau memberikan penjelasan, perubahan perilaku, dan pendidikan. Peningkatan perilaku petani melalui pendampingan yang intensif dari penyuluh pertanian merupakan salah satu strategi untuk mempercepat transfer teknologi pertanian kepada pengguna. KESIMPULAN 1. Pengembangan, adopsi, dan keberlanjutan Model Kawasan Rumah Pangan Lestari (mKRPL) didorong oleh kinerja yang baik dengan skor rata-rata 2,57. 2. Kelembagaan tani dan penyuluhan berperan baik terhadap kinerja Model Kawasan Rumah Pangan Lestari (m-KRPL) dengan skor rata-rata 2,36. UCAPAN TERIMAKASIH Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih kepada Dr. Ir. Harmanto, M.Eng atas kepercayaan dan dukungannya dalam pelaksanaan pengkajian. Ucapan terimakasih juga kami sampaikan kepada anggota tim pengkajian dan teknisi yang telah membantu dalam aplikasi sampai dengan pengumpulan data pengkajian, serta semua pihak yang tidak dapat kami sebutkan satu per satu. DAFTAR PUSTAKA Andianyta, H, dkk. 2012. Modul Training of Trainers Pengembangan Kawasan RumahPangan Lestari: Menumbuhkan dan Mengembangkan Kawasan Rumah Pangan Lestari. Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian. Bogor. Bandolan Y, Abd. Aziz, dan Sumang. 2008. Tingkat Adopsi petani Terhadap Teknologi Budidaya Rambutan di Desa Romangloe Kecamatan Bontomarannu Kabupaten Gowa. Jurnal Agrisistem, Desember 2008, Vol. 4 No.2. BPTP Sumsel. 2012. Laporan Akhir Kegiatan Model Kawasan Rumah Pangan (m-KRPL) di Wilayah Sumatera Selatan. BPTP Sumsel. Palembang.
Lestari
BPTP Sumsel. 2013. Laporan Akhir Kegiatan Model Kawasan Rumah Pangan (m-KRPL) di Wilayah Sumatera Selatan. BPTP Sumsel. Palembang.
Lestari
Choirotunnisa, Sutarto, dan Supanggyo. 2008. Hubungan Karakteristik Sosial Ekonomi Petani dengan Tingkat Penerapan Model Pengelolaan Tanaman Terpadu Padi Sawah di Desa Joho Kecamatan Mojolaban Kabupaten Sukoharjo. Agritexts No. 24 Desember, 2008. Cruz, Federico. A. 1987. Adoption and Diffusion on Agricultural Innovations. Hal 97– 124. dalam Valera. Jaime B. et. al. 1987. An Introduction to Extension Delivery Systems. Island Publishing House. Inc. Manila. Duaja, M.D, Kartika, E dan F.Mukhlis. 2011. Peningkatan Kesehatan Masyarakat Melalui Pemberdayaan Wanita Dalam Pemanfaatan Pekarangan Dengan Tanaman Obat 655
Prosiding Seminar Nasional Lahan Suboptimal 2016, Palembang 20-21 Oktober 2016
ISBN ......................... Keluarga (TOGA) di Kecamatan Geragai. Jurnal Pengabdian pada Masyarakat, No. 52, Tahun 2011, ISSN : 1410-0770, 74-79. Juraemi. 2012. Hubungan Antara Kinerja Kelembagaan Dengan Keragaan Sistem Agribisnis Pada Perusahaan Inti Rakyat Perkebunan Kelapa Sawit. EPP.Vol.1.No.2.2004:33-40. Kementerian Pertanian. 2011. Panduan Umum Kawasan Rumah Pangan Lestari. Jakarta. Muryanto. 2012. Model-model Pengembangan ternak di pekarangan. Prosiding Seminar Nasional optimalisasi pekarangan Universitas Diponegoro, Semarang, 6 Nopember 2012. Hal. 636-642. Mardiharini, M. 2013. Petunjuk Pelaksanaan Pengembangan Model Kawasan Rumah Pangan Lestari dan Sinergi Program TA. 2013. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Jakarta. Rentha, T. 2007. Identifikasi Perilaku, Produksi dan Pendapatan Usahatani Padi Sawah Irigasi Teknis Sebelum dan Sesudah Kenaikan Harga Pupuk di Desa Bedilan Kecamatan Belitang OKU Timur (Skripsi S1). Universitas Sriwijaya. Palembang. Saadah, dkk. 2011. Peranan Penyuluh Pertanian Terhadap Pendapatan Petani yang Menerapkan Sistem Tanam Jajar Legowo. Jurnal Agrisistem, Desember 2011, Vol. 7 No. 2 (online). Saliem, Purwati Handewi. 2011. Kawasan Rumah Pangan Lestari (KRPL): Sebagai Solusi Pemantapan Ketahanan Pangan. Kongres Ilmu Pengetahuan Nasional (KIPNAS) tanggal 8-10 November 2011. http://www.opi.lipi.go.id/data/ 1228964432/ data/ 13086710321319802404. makalah.pdf. Sujitno, E., Kurnia dan Taemi Fahmi. 2012. Aplikasi Tanaman Sayuran di Lahan Pekarangan Pada Kawasan Rumah Pangan Lestari Di Kabupaten Garut. Prosiding Seminar Nasional optimalisasi pekarangan Universitas Diponegoro, Semarang, 6 Nopember 2012. Hal. 534-538 Werdhany, I W dan Gunawan. 2012. Teknik Pengembangan Kawasan Rumah Pangan Lestari di Daerah Istimewa Yogyakarta. Jurnal Ilmu-Ilmu Pertanian, Volume 16, Nomor 2, Desember 2012. http://stppyogyakarta.ac.id/wp-content/uploads /2013 /04/ Jurnal_IIP_Vol_16_No_2_Desember_2012_Wiendarti_Indri_Werdhany.pdf.
656