KESANTUNAN DALAM DEBAT INDONESIA LAWYERS CLUB DI TV ONE 2015 SEMESTER PERTAMA
Moh Zahid Mahasiswa Magister Pendidikan Bahasa Indonesia
Abstrak. Kegiatan berbahasa dengan santun sangatlah bermanfaat dalam proses interaksi dalam berbagai kegiatan komunikasi, tanpa adanya komunikasi yang santun, maka berjalannya komunikasi akan terasa membosankan dan menyedihkan, bahkan membuat lawan tutur menjadi marah, dari sekian banyak interaksi komunikasi yang terjadi melalui kegiatan berbahasa, komunikasi yang santun merupakan hal yang sangat penting dalam memperoleh pengetahuan yang makisimal. Ada enam cakupan masalah yang menjadi fokus penelitian yaitu tentang teori kesantunan berbahasa berdasarkan prinsip kesantunan (politenes principles) dalam debat Indonesia lawyers club (ILC) di TV ONE 2015 yaitu penggunaan (1) maksim kebijaksanaan, (2) maksim penerimaan, (3) maksim kemurahan, (4) maksim kerendahan, (5) maksim kecocokan, (6) maksim kesimpatian. Penelitian ini bersifat kualitatif, yaitu data dokumentasi yaitu hasil rekam, simak dan catat. Teknik rekam adalah pemerolehan data dengan cara merekam pembicaraan di dalam debat Indonesia Lawyers Club (ILC) 2015. Teknik simak dan catat dilakukan dengan cara menyimak hasil rekaman kemudian mencatatnya untuk dianalisis kesantunan dalam debat Indonesia Lawyers Club (ILC) 2015. Analisis data dilakukan dengan menggunakan model karangka analisis Fairclough, yaitu dengan langkah-langkah (1) deskripsi, (2) identifikasi, (3) klasifikasi, (4) interpretasi, (5) eksplanasi. Manusia menggunakan bahasa sebagai sarana komunikasi antar sesama, ketika berkomunikasi manusia dituntut untuk menggunakan bahasa yang santun meskipun kita mengenal bahasa nonformal dan hidup dilingkungan yang bebas yang tidak menuntut berbahasa yang santun, akan tetapi kesantunan berbahasa mutlak diperlukan dalam upaya menjalin hubungan yang harmunis antar sesama manusia dalam berkomunikasi. Kata kunci: Prinsip kesantunan, Maksim, Debat, Indonesia Lawyers Club PENDAHULUAN
Menurut Rahardjo, (2007:49) berbahasa tidak hanya diartikan sebagai sarana mengekspresikan individualitas atau menyampaikan pesan dengan kalimat kepada seseorang atau sekelompok orang, tetapi lebih dari itu merupakan sarana untuk menyampaikan tujuan tertentu yang terikat oleh etika dan sikap dalam berbahasa dan juga seorang penutur tidak hanya menyampaikan informasi, tugas, kebutuhan dan amanat, tetapi lebih dari itu, yaitu menjaga dan memelihara hubungan sosial antara penutur dan mitra tutur misalnya memberi informasi atau memberi motivasi kepada orang lain. Berkomunikasi untuk mencapai tujuan tidak terlepas dari kesantunan seseorang dalam berbahasa. Kesantunan merupakan fenomena universal dalam penggunaan bahasa di dunia ini. Manusia dalam berbahasa secara santun memiliki kesantunan asasi karena manusia memiliki daya pikir dan daya rasa yang pada gilirannya direpresentasikan dalam bahasa, hal ini dilakukan karena manusia ingin dihargai dan dihormati oleh manusia lain dari kelompok yang berbeda. Kegiatan berbahasa dengan santun sangatlah bermanfaat dalam proses interaksi dalam berbagai kegiatan komunikasi, tanpa adanya komunikasi yang santun, maka berjalannya komunikasi akan terasa membosankan dan menyedihkan bahkan membuat lawan tutur menjadi marah, dari sekian banyak interaksi komunikasi yang terjadi melalui kegiatan berbahasa, komunikasi yang santun merupakan hal yang sangat penting dalam memperoleh pengetahuan yang
makisimal. Menurut Chaer, (2010:62) seseorang dikatakan santun apabila dalam berkomunikasi bisa (1) menjaga suasana perasaan lawan tutur, (2) mempertemukan perasaan dengan perasaan lawan tutur, (3) menjaga agar tuturan dapat diterima oleh lawan tutur, (4) menjaga posisi lawan tutur. Menurut Chaer & Agustina, (2010:21) komunikasi yang santun itu bisa terjadi komunikasi dua arah secara bergantian secara terus menerus, si pengirim bisa menjadi penerima dan penerima bisa menjadi pengirim informasi. Dalam kegiatan komunikasi dua arah lainnya, kita tidak boleh menggunakan bahasa yang kasar atau ceroboh (vulgar), tetapi kita harus menggunakan bahasa yang sopan atau santun (elegan). Terkadang di dalam kegiatan berkomunikasi antara penanya atau penanggap dan pendengar kurang memperhatikan kesantunan dalam berbahasa, padahal dengan adanya komunikasi yang santun bisa bertukar informasi dan pengetahuan serta dapat memecahkan suatu masalah tanpa menambah masalah lain. Hal ini terlihat pada sikap toleransi dan pengembangan kebebasan pribadi yang sifatnya menyampaikan dengan berbahasa yang memerlukan kesantunan berbahasa untuk mengharhagai pendapat yang lainnya. Kata-kata atau kalimat tidak cukup dikatakan tuturan yang santun tanpa memperdulikan konteks tindak tutur dan konteks budaya. Kalimat dikatakan benar dan santun apabila kita mengetahui siapa pembicaranya, siapa pendengarnya dan bagaimana situasinya penutur dan mitra tutur
dapat berkomuniksi dengan baik, apalagi memahami dasar sebuah tuturan atau disebut konteks. Karena konteks sebagai norma-norma, nilai dan ideologi yang diperoleh secara sosiokultural yang mempengaruhi kelancaran dalam berkomunikasi (Yoce, 2014:66). Menurut Elizabeth, (2011:179) konteks sebagai sekumpulan premis atau ide yang digunakan untuk menafsirkan sebuah ucapan yang berasumsi bahwa ucapan itu adalah relevan dengan situasi dan keadaan sehingga ucapan itu dapat dikatakan santun. Sesuai dengan pendangan tersebut debat dapat dikatakan sebagai suatu budaya komunikasi, budaya yang dimaksud adalah sistem kaidah komunikasi dan interaksi dalam percakapan di dalam sebuah forum yang bersifat formal yang diwarnai oleh faktor sosial budaya masyarakat tuturnya yang berbeda yang dianggap secara bersama-sama telah mempunyai pengetahuan dan kesepakatan tentang kaidah berbahasa. Dalam acara debat banyak ditemukan sengitnya argumentasi untuk mempertahankan pendapat agar pendapatnya diterima dengan baik oleh lawan tutur, bahkan pendapat diutarakan dengan tujuan menjatuhkan lawan tutur dan lawan tutur tidak tinggal diam ketika dirinya dipojokkan oleh orang lain, dengan tujuan mencapai kemenangan dan berada pada posisi yang dianggap benar tanpa memperdulikan kesantunan dalam berbahasa, karena pada dasarnya dalam debat unsur subjektif sangat berpengaruh, dan perasaan orang dan emosi lebih mendasari suatu pandangan daripada fakta. Bahkan tidak jarang perdebatan sewaktu-
waktu meruncing menjadi panas, khususnya dalam perdebatan ideologis, orang mudah dikuasai oleh emosi dan tidak lagi berpikir secara rasional. Maka tak heran jika mereka mulai bersikeras dan bersitegang mempertahankan pandangan atau gagasannya, meskipun secara objektif hal itu kurang penting seperti debat dalam acara Indonesia Lawyers Club di TV ONE 2015 Indonesia Lawyers Club (ILC) adalah sebuah program talk show yang dikemas secara interaktif dan komunikatif untuk memberikan pembelajaran tentang berbagai pengetahuan bagi para pemirsanya. Program ini selalu menghadirkan narasumber-narasumber utama yang berkualitas sesuai dengan bidangnya masing-masing. Debat dalam acara Indonesia Lawyers Club (ILC) membahas dan menceritakan kejadian demi kejadian dari sebuah isu yang sedang hangat diperbincangkan di masyarakat dan menjadi salah satu program yang digemari masyarakat Indonesia karena acara tersebut ilmiah dan faktual. Dalam acara tersebut tergambar strategi seseorang tokoh islam, politis, pakar tata negara, kuasa hukum, pengamat politik dan para pakar dibidang lainnya berargumentasi untuk mempertahankan pendapatnya, maka dengan berbahasa santun seseorang dapat mempertahankan pendapatnya apalagi diikuti dengan sikap yang sopan di dalam mengutarakan pendapatnya. Dari paparan diatas, peneliti tertarik untuk meneliti tentang kesantunan dalam debat Indonesia Lawyers Club (ILC) di TV ONE 2015 pertama karena banyaknya
masyarakat yang menyaksikan acara tersebut seperti kalangan mahasiswa, guru, pelajar, buruh, nelayan bahkan petani sekalipun. Kedua karena para tokoh yang hadir berkualitas sesuai dengan bidang, profesi dan keahlian masing-masing seperti tokoh agama, politis, pakar tata negara, kuasa hukum, pengamat politik dan para pakar dibidang lainnya sehingga pendengar merasa bangga dan senang menyaksikan acara tersebut. Ketiga karena Indonesia Lawyers Club (ILC) di TV ONE ratingnya tinggi berdasarkan pandangan banyak orang yang mengatakan acara Indonesia Lawyers Club (ILC) di TV ONE acara yang hebat karena yang hadir orang-orng yang hebat dan orang yang yang berkualitas tinggi dan konpeten dalam bidangnya. Dari hal tersebut penting dilakukan untuk mengeksplorasikan tingkat kesantunan berbahasa tokoh agama, politis, pakar tata negara, kuasa hukum, pengamat politik dan para pakar dibidang lainnya yang turut hadir dalam acara debat Indonesia Lawyers Club (ILC) di TV ONE 2015. Tujuan yang hendak dicapai dalam penelitin ini secara umum yaitu memperoleh deskripsi objektif tentang kesantunan dalam debat Indonesia Lawyers Club (ILC) di TV ONE 2015. Untuk mengetahui penggunaan maksim kebijaksanaan, maksim penerimaan, maksim kemurahan, kerendahan hati, maksim kecocokan dan maksim kesimpatian dalam debat Indonesia Lawyers Club (ILC) di TV ONE 2015 Mengungkap prinsip kesantunan berbahasa dari teori yang terdapat dalam disiplin ilmu pragmatik dan ilmu tentang teori kesantunan berbahasa lainnya, dapat
mengungkap cara berdebat dengan santun dan benar apalagi ditayangkan ditelevisi dan dapat menambah khzanah pengetahuan dalam penggunaan bahasa sesuai dengan teori pragmatik yang akan diterapkan dilapangan. METODE PENELITIAN Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif. Pendekatan ini dipilihnya karena ini berusaha memberikan gambaran yang terperinci dari fenomena sosial atau aspek kehidupan tertentu dari suatu masyarakat dalam hal ini, peneliti berusaha mendeskripsikan gambaran penggunaan kesantunan berbahasa peserta debat yaitu tokoh agama, politis, pakar tata negara, kuasa hukum, pengamat politik dan para pakar dibidang lainnya dalam debat Indonesia Lawyers Club (ILC) di TV ONE 2015. Mengingat data yang akan dikaji merupakan dokumentasi debat Indonesia Lawyers Club (ILC) di TV ONE 2015 dengan kreteria tertentu. Data dalam penelitian ini adalah data kualitatif, yaitu data yang berupa dokumentasi berupa rekaman debat Indonesia Lawyers Club (ILC) 2015 yang ditayangkan langsung oleh stasiun penyiaran telivisi nasional TV ONE. Pemilihan stasiun ini karena stasiun televisi tersebut merupakan stasiun televisi yang menayangkan acara debat Indonesia Lawyers Club (ILC) 2015. Data dalam penelitian ini berupa peristiwa kebahasaan yang berwujud wacana lisan. Oleh karena itu, teknik pengumpulan data dalam penelitian ini dengan teknik
dokumen yaitu hasil rekam, simak dan catat. Teknik rekam adalah pemerolehan data dengan cara merekam pembicaraan di dalam debat Indonesia Lawyers Club (ILC) 2015. Teknik simak dan catat dilakukan dengan cara menyimak hasil rekaman kemudian mencatatnya untuk dianalisis kesantunan dalam debat Indonesia Lawyers Club (ILC) 2015. Menurut Badara, (2013:72) pada tahapan analisis data, data yang sudah dikelompokkan selanjutnya dianalisis dengan teknik analisis data yang disesuaikan dengan kebutuhan penelitian dan permasalahan penelitian. Bertitik tolak dari pendekatan kritis yang digunakan dalam penelitian ini, maka digunakanlah karangka analisis wacana kritis untuk mendapatkan pemahaman secara utuh. Berdasarkan hal tersebut, digunakanlah langkah-langkah berikut sebagai terjemahan model karangka analisis Fairclough. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Debat Indonesia Lawyers Club (ILC) dipimpin oleh Karni Ilyas bertema Isis Mengancam Kita pada yang ditayangkan pada tanggal 29 Maret 2015 pukul 22.00 sampai pukul 24.00. Adapun bentuk perdebatan dalam acara ini dibentuk sesi/rehat karena ada sponsor atau iklan sebagai berikut. (a) Maksim Kebijaksanaan (Tact Maxim) Gagasan dasar maksim kebijaksanan dalam prinsip kesantunan adalah bahwa para peserta debat hendaknya berpegang
pada prinsip untuk selalu mengurangi keuntungan bagi dirinya sendiri dan memaksimalkan keuntungan lawan tutur. Apabila did alam bertutur orang selalu berpegang teguh pada maksim kebijaksanaan ia akan menghindarkan dari sikap dengki dan iri hati dan sikap-sikap lain yang kurang santun terhadap mitra tutur. Demikian pula perasaan sakit hati sebagai akibat dari perlakuan yang tidak menguntungkan pihak lain akan dapat diminimalkan apabila maksim kebijaksanaan ini dipegang teguh dan dilaksanakan dalam kegiatan bertutur. (1) Apa ISIS ini? kita banyak yang belum tahu. Malam ini kami ingin mengetahui petanya, dimana tempatnya ISIS, dalam agama Islam apa bedanya dengan Al-Qaidah? Apa dasarnya orang yang pergi ketimur tengah seperti yang 6 orang itu. Bagaimana menurut bapak tentang hal tersebut? dipersilahkan. (1.1.P) Pada percakapan (1.1.P) yang diungkapkan oleh Karni Ilyas bila ditinjau dari segi penerapan maksim kebijaksanaan sudah bersifat informatif dan santun karena tuturan Karni Ilyas tersebut memberi kesempatan terhadap Pak Anton Kharlyan yang diikuti dengan kata bapak dan dipersilahkan. Tuturan itu disampaikan dengan maksud agar mitra tutur Pak Anton Kharlyan merasa bebas dan senang hati menjawab pertanyaan Karni ilyas tentang seluk beluk ISIS dan permasalahannya tanpa ada paksaan atau tekanan. Menurut Chaer, (2010:57) memerintah dengan
kalimat berita atau kalimat tanya dipandang lebih santun dibandingkan dengan kalimat perintah (imperatif). ( 2) Terima kasih Pak Karni. Selamat malam pemirsa diseluruh tanah air. (1.2.P) Maksim kebijaksanaan menyarankan agar peserta komunikasi memaksimalkan keuntungan bagi orang lain dan meminimalkan keuntungan bagi dirinya dalam pertuturan. Pada percakapan (1.2.P) jawaban dari Brigjen Pol Anton Kharlyan merupakan pertuturan yang santun karena menggunakan kata terima kasih yang diikuti dengan senyuman dan anggukan terhadap Pak Karni Karni Ilyas sebagai pinpinan acara Indonesia lawyers club (ILC) yang menandakan bangga dan bahagia karena diberi kesempatan dalam memaparkan prihal yang menjadi topik perdebatan. Adapun maksud dan tujuan dari tuturan tersebut menghargai mitra tutur supaya merasa dihormati karena sudah diberi kesempatan. Sesuai dengan petunjuk Pranowo (dalam Chaer, 2010:63) mengatakan pertuturan dikatakan santun apabila menggunakan kata terima kasih sebagai penghormatan atas kebaikan orang lain sebagai lawan tutur. (3)Sehingga saya menerapkan beberapa pasal tentang terorisme pasal UU No 9 2013 termasuk didalamnya UU teroris. (1.3.N) Pada percakapan (1.3.N) yang diungkapkan oleh Brigjen Pol Anton Kharlyan merupakan pertuturan kurang santun karena peserta debat melanggar maksim kebijaksanaan dan menyampaikan informasi yang disertai dengan intonasi tinggi serta
menunjukkan dirinya satu-satunya yang mempunyai preoritas pembuat dan pelaksana undang-undang, dia memaksimalkan keuntungan, kebanggan dan ego pada dirinya sendiri yang diikuti dengan gerakan jari-jemari, sehingga orang lain merasa disepelekan. Padahal semua pengurus yang ada di instansi kepolisian apalagi polisi yang hadir di dalam acara debat Indonesia lawyers club (ILC) yang juga mempunya hak dan kewajiban dalam hal tersebut. Namun pelangaran diatas termasuk pelanggaran yang sengaja diakukan untuk memancing peserta yang lain dan menampakkan dirinya aktif dalam pembuatan dan melaksanakan undang-undang. Menurut Levinson, (dalam Kunjana, 2005:69) peringkat tinggi rendahnya tingkat kesantunan di ukur dari skala peringkat status sosial antara penutur dan mitra tutur (the speaker and heare relative power) atau sering disebut peringkat kekuasaan (power rating) yang didasarkan pada kedudukan asimetrik antara penutur dan mitra tutur. (b) Maksim penerimaan (Approbation Maxim) Maksim penerimaan dijelaskan bahwa orang hanya akan dapat dianggap santun apabila dalam bertutur selalu berusaha memberikan penghormatan kepada mitra tutur dan dan mengurangi keuntungan bagi dirinya sendiri serta sering bekerja sama dan saling membantu orang lain dengan tujuan meringankan beban mereka. (9) Dulu Nasir Abbas kita tangkap bukan namanya Nasir Abbas bermacam nama panggilannya, sehingga sulit untuk ditangkap, sekarang
sudah terkenal jadi pengamat maka diketahui bahwa Nasir Abbas. (2.1.P) Dalam contoh (2.1.P) mengungkapkan contoh dari maksim penerimaan karena menghormati mitra tutur Nasir Abbas yang sudah sukses dan sudah terkenal menjadi pengacara yang diikuti dengan gerakan tangan yang menunjuk kepada Nasir Abbas, meski Pak Petrus Reinhard merasa bersalah dan kecewa atas gagalnya menyelesaikan permasalahan ini dan terasa beban bagi pihak kepolisian. Maksud dari tuturan tersebut memberikan penjelasan tentang latar belakang seorang teroris yang sudah insaf/bertaubat, sehingga bisa ditiru oleh yang lainnya. Menurut Chaer, (2010:62) dalam bertutur harus menjaga agar dalam tuturan selalu terlihat posisi lawan tutur selalu berada pada posisi yang lebih tinggi. (10) Saya mau ceritakan dulu kronologisnya adik saya, biar jelas dan dalam hal ini saya juga pingin tidak mengganggu kami/keluarga yang ditinggalkan. (2.2.P) Tuturan pada (2.2.P) merupakan tuturan mengandung maksim penerimaan karena mau membantu lawan tuturnya untuk mengetahui tentang masalah adiknya yang bernama Wildan dengan ekspresi muka sedih yang pernah bergabung dalam kelompok ISIS dan merasa bahagia karena sudah diberi kesempatan untuk menjelaskan masalah adiknya, sehingga peserta debat Indonesia Lawyers club (ILC) lainnya bisa mengetahui yang sebenarnya berkenaan latar belakang saudara Wildan pergi ke Mesir dan pada akhirnya meninggal dunia.
Maksud dan tujuan Moh In’am tersebut untuk menperjelas informasi tentang adiknya sehingga mitra tutur mengetahui langsung dari kakaknya sendiri. Menurut Lakoff, (dalam Kunjana, 2007:70) tuturan dikatakan santun apabila peserta tutur merasa nyaman dan kerasan dalam kegiatan bertutur sehingga penutur leluasa bertutur dan merasa puas. (c) Maksim Kemurahan (Generosity Maxim) Di dalam maksim kemurahan dijelaskan orang akan dapat dianggap santun apabila dalam bertutur selalu berusaha memberikan penghargaan dan penghormatan kepada orang lain. Dengan maksim ini diharapkan agar para peserta pertuturan tidak saling mengejek, saling mencaci atau saling merendahkan peserta yang lain. Peserta tutur yang sering mengejek orang lain dalam kegiatan bertutur akan dikatakan tidak sopan, karena tindakan mengejek merupakan tindakan tidak menghargai dan menghormati orang lain dan perbuatan ini harus dihindari dari kehidupan bertutur dan dalam kehidupan sesungguhnya. (12) Walaupun saya polisi, jadi yang bertanggung jawab polisi yang berkaitan. (3.1.P) Tuturan (3.1.P) mengandung maksim kemurahan karena apa yang diungkapakan oleh Brigjen Petrus Reinhard memahami, menghormati dan menghargai tugas-tugas anggota polisi yang lain dalam kepolisian, apalagi dikuti dengan petunjuk jari tangan yang menuju pada anggota polisi yang lain yang sama-sama hadir pada acara Indonesia lawyers club (ILC). Adapun maksud dari tuturan diatas tersebut menperjelas
bagian-bagian tugas kepolisian secara lugas dan tegas. Menurut Chaer, (2010: 110) Jangan menyombongkan diri, membanggakan diri atau memuji diri dihadapan lawan tutur. (d) Maksim Kerendahan hati (Modesty Maxim) Di dalam maksim kerendahan hati, peserta tutur diharapkan dapat bersikap rendah hati dengan cara mengurangi pujian dan penghormatan terhadap diri sendiri. Orang dikatakan sombong dan congkak hati apabila dalam kegiatan bertutur selalu menghormati dan mengunggulkan diri sendiri. Dalam masyarakat bahasa dan budaya Indonesia kesederhanaan dan kerendahan hati banyak digunakan sebagai parameter penilaian kesantunan seseorang. (14) Kami persilahkan kepada mantan teroris Nasir Abbas. (4.1.N) Maksim kerendahan hati merupakan maksim yang harus ditaati oleh peserta tutur jika tidak ditaati akan melanggar prinsip kesopanan seperti tuturan (4.1.N) merupakan ungkapan yang kurang santun karena melanggar maksim kerendahan hati yang meminimalkan penghormatan pada orang lain (lawan tutur Nasir Abbas) sepantasnya tuturannya memaksimalkan penghormatan dan pujian pada orang lain dan mengungkapan tuturan secara langsung yang membuat orang sakit hati karena menyebut sesuatu yang negatif dimasa silam Nasir Abbas dengan intonasi yang tinggi dan muka yang sinis. Tujuan dari Karni Ilyas mengutarakan mantan teroris kepada Nasir Abbas agar dia
menjelaskan tentang seluk beluk dia ketika masih bergabung dijaringan teroris dan sekarang sudah berhenti dan bekerja menjadi pengacara. Menurut Chaer, (2010:57) tuturan yang diutaran secara tidak langsung lebih santun dibandingkan tuturan yang diutarakan secara langsung. .
(e) Maksim Kecocokan (Agreement Maxim) Maksim kecocokan menekankan agar para peserta tutur dapat salin membina kecocokan atau kemufakatan di dalam kegiatan bertutur. Kalau kita cermati orang bertutur pada zaman sekarang sering kali didapatkan bahwa dalam memperhatikan dan menanggapi penutur, mitra tutur menggunakan anggukan-anggukan tanda setuju, acungan jempol tanda setuju, wajah tanpa kerutan dahi tanda setuju dan beberapa hal lainnya yang sifatnya kinestik. (17) Sesorang yang tidak pernah keluar rumah hanya Jakarta Makasar ditangkap dan dituduh teroris dan proses penangkapannya aneh bagi kami karena sudah dua kali ditangkap dengan dugaan yang sama. (5.1.N) Di dalam maksim kecocokan menerapkan agar dalam berkomunikasi selalu memaksimalkan kesetujuan diantara mereka dan meminimalkan ketidaksetujuan di antara mereka seperti dalam tuturan (5.1.N) kurang santun karena melanggar maksim kecocokan disebabkan penutur tidak memaksimalkan kesetujuan dan tidak meminimalkan ketidaksetujuan terhadap kenerja kepolisian apalagi pernyataan itu seakan menuduh
pihak kepolisian melakukan tindakan diluar hukum yang diikuti dengan nada kesal. Pernyataan Ismarsyafrudin bukan berarti orang harus senantiasa setuju dengan pendapat dan pernyataannya. Maksud dan tujuan dari ungkapan/ pernyataan Ismarsyafrudin pembelaan terhadap adiknya yang dianggap teroris oleh pihak kepolisian. Menurut Chaer, (2010:109) Jangan menyatakan ketidaksetujuan atau ketidaksepakatan dengan lawan tutur baik langsung maupun tidak langsung, apalagi diikuti gelengan kepala dan hanya untuk pembelaan terhadap adiknya. (f) Maksim Kesimpatian (Sympath Maxim) Didalam maksim kesimpatian diharapkan agar peserta tutur dapat memaksimalkan sifat simpati antara pihak yang satu dengan pihak yang lain. Masyarakat tutur Indonesia sangat menjungjung tinggi rasa kesimpatian terhadap orang lain di dalam komunikasi sehari-hari. Kesimpatian terhadap orang lain biasanya ditunjukkan dengan senyuman anggukan, gandengan tangan dan sebagainya. (22) Biasalah orang Sulawesi kalau ke Jakarta pasti nyari orang yang ia kenal. (6.1.P) Dalam penggunaan maksim kesimpatian menerapkan untuk memaksimalkan rasa simpati terhadap lawan tutur dan meminimalkan antipati diantara mereka. Seperti tuturan Ismarsyafrudin (6.1.P) mengandung maksim kesimpatian agar orang yang mendengarkan simpati dan membela terhadap adiknya yang dianggap
tidak bersalah secara hukum yang diikuti dengan intonasi tinggi agar orang yang mendengarkan simpati. Tujuan dari tuturan (6.1.P) memberitahuan bahwa adiknya Ismarsyafrudin tidak bersalah. Dalam penelitian ini dapat dipergunakan sebagai alternatif bahan untuk menambah pengetahuan bahasa tentang kesantunan dalam berkomunikasi. Oleh karena itu, guru sebagai seorang pendidik dalam kaitannya dengan hal ini mempunyai peranan penting untuk mendidik para siswanya agar mempunyai keterampilan berbahasa santun dengan siapapun yang diajak berkomunikasi. Membiasakan santun berbahasa mungkin agak sulit untuk para siswa yang notabene tidak pernah diajarkan membiasakan berbahasa santun di rumah. Dalam kenyataannya para guru yang telah mendidik para siswanya membiasakan berbahasa santun di sekolah, tidak dipraktekkan di rumah. Dengan demikian hal ini perlu mendapatkan perhatian khusus agar dalam kehidupan masyarakatnya mereka telah terbiasa menghormati orang lain. Orang tua yang seharusnya menjadi pendidik utama di rumah diharapkan mampu membiasakan anak-anaknya untuk berbahasa dengan santun agar terjalin suatu kerjasama yang berkesinambungan dalam mendidik anak baik itu di sekolah maupun di rumah. Teori kesantunan berbahasa bisa diterapkan seoarang guru melalui teknis yang akan dikembangkan oleh guru dalam pembelajaran kesantunan berbahasa melalui berbagai mata pelajaran di sekolah. Dalam hal ini, kepala
sekolah sebaiknya mengambil peranan untuk memberikan petunjuk teknis bagaimana agar para guru dalam penyampaian mata pelajaran dapat mempraktekkan kesantunan berbahasa kepada para siswa, demikian pula para guru juga harus aktif berkomunikasi dengan para siswa baik itu di kelas maupun di luar kelas, di sekolah maupun diluar sekolah menggunakan bahasa yang santun. Kesantunan berbahasa sebagai salah satu kajian pendidikan umum yang dapat dijadikan jembatan pertama menuju pemaknaan lebih mendasar pada tujuan, peran dan fungsi pendidikan umum dengan mengambil nilai-nilai dari agama. Oleh karena itu, bahasa dalam pendidikan umum merupakan aspek yang sangat penting dan menonjol dan sekaligus menjadi ciri kepribadian yang tampak ke permukaan. Kesantunan itu juga yang kemudian menjadi tolak ukur pendidikan seseorang. tingkat kesantunan seseorang biasanya berbanding lurus dengan tingkat pendidikan orang tersebut. Kesantunan berbahasa berimplikasi pada penerapan berbahasa santun setiap hari sebagai bagian dari pendidikan umum yang memerlukan proses pendidikan yang tidak hanya melakukan kegiatan belajar mengajar yang mentransformasikan pengetahuan bahasa yang bertata nilai, tetapi menanamkan nilai dan mengaktualisasikannya dalam pergaulan sehari-hari yang dapat diterapka dengan cara pertama guru semua bidang studi menggunakan bahasa pengantar dalam pelajarannya dengan menggunakan bahasa yang santun, kedua sedapat mungkin guru
mengaitkan mata pelajarannya dengan nilai-nilai termasuk etika kesantunan berbahasa, ketiga guru menegur siswa yang menggunakan bahasa tidak santun dalam proses belajar mengajar, keempat guru mendorong siswa untuk menggunakan bahasa dan sikap santun. Hasil penelitian ini juga berimplikasi pada kegiatan pembelajaran bahasa Indonesia pada siswa tingkat SMA yang berhubungan dengan keterampilan berbicara sangat diperlukan dalam proses komunikasi antara guru dengan siswa maupun siswa dengan siswa, sehingg dapat terjalin dengan baik. Dan dapat dipergunakan dalam pembelajaran di sekolah. Kegiatan pembelajaran yang berhubungan dengan keterampilan berbicara yakni kegiatan berdiskusi, bercerita, bertanya kepada guru, mengungkapkan gagasan dan menanggapi suatu masalah yang terkait dengan pembelajaran bahasa Indonesia memerlukan pengetahuan tentang bagaimana cara bertutur atau berkomunikasi yang santun. Dengan adanya pemahaman yang baik tentang kesantunan dalam berbahasa dapat membantu siswa untuk dapat berbahasa yang santun di dalam berkomunikasi dalam kehidupan sehari-hari baik formal maupun non formal. Implikasi dalam penelitian ini yang berhubungan dengan tuturan yang tidak santun dapat dihindari dalam kegiatan diskusi dan kegiatan pada keterampilan berbicara lainnya, maka siswa yang baik, sebaiknya bersifat tenang, santai dan santun menghadapi kritikan dari lawan bicara dan para pendengar lainnya
lebih berkesan baik, sehingga tujuan dalam mengungkapkan gagasan tercapai dengan baik. Menurut Tarigan, (2008:116) mengatakan bila kita ingin mencapai tujuan yang sebenarnya dari suatu kegiatan berdiskusi maka harus didukung dengan beberapa hal. Oleh sebab itu, semua pembicara hendaklah memiliki. (1) pengetahuan yang sempurna mengenai pokok pembicaraan, (2) kompetensi atau kemampuan menganalisis, (3) mengerti mengenai prinsip-prinsip argumentasi, (4) memahami terhadap kebenaran fakta-fakta, (5) kecakapan menemukan buah pikiran yang keliru dengan penalaran, (6) keterampilan dalam pembuktian kesalahan, (7) keterarahan, kelancaran, kekuatan dan percaya diri dalam cara menyampaikan argumentasi, dan (8) dapat menjaga perasaan orang lain dengan menggunakan bahasa yang santun. Hasi penelitian ini berimplikasi pada mahasiswa di perguruan tingggi, tentunya sebagai pelajar tertinggi, mahasiswa harus bisa bersikap berbeda dengan orangorang yang masih mengenyam pendidikan yang tingkatannya berada di bawahnya. Sikap berbeda itu salah satunya adalah dengan kedewasaan menyikapi segala hal termasuk ketika berkomunikasi. Temuan kesantunan berbahasa yang dipakai dalam lingkungan perguruan tinggi tentunya berbeda dengan lingkungan yang berada di luar perguruan tinggi. Keasantunan berbahasa sangat diutamakan karena perguruan tinggi merupakan salah satu tempat interaksi sosial orangorang berpendidikan. Sebagai orang yang berpendidikan tinggi,
mahasiswa harus menggunakan dan menguasai kesantunan dalam berbahasa. Namun dilingkugan kampus, masih banyak mahasiswa yang kurang santun ketika berbicara. Kekurangsantunan itu dapat berupa ketika (1) penutur menyampaikan kritik secara langsung, (2) penutur didorong rasa emosi ketika bertutur, (3) penutur protektif terhadap pendapatnya, dan (4) penutur sengaja ingin memojokkan mitra tutur dalam bertutur. Padahal hal-hal seperti ini dapat berakibat fatal, membuat orang lain marah dan memalukan apabila terjadi komunikasi dengan mitra tutur yang status sosialnya lebih tinggi. Hasil penelitian ini berimplikasi pada mata kuliah bahasa Indonesia yang menjadi mata kuliah wajib. Secara umum, alasan diwajibkannya mata kuliah ini antara lain. (1) mahasiswa merupakan komponen bangsa yang wajib mempelajari dan mengembangkan bahasa Indonesia yang merupakan bahasa nasional dari bangsa Indonesia, (2) sebagai alat pengembangan kepribadian oleh setiap mahasiswa, agar mahasiswa dapat memahami konsep penulisan ilmiah dan mampu menerapkan dalam penulisan karya ilmiahnya,dan (3) sebagai alat komunikasi yang sekaligus dapat mengembangkan kecerdasan, karakter dan kepribadiannya. ketiga alasan di atas. Mengingat kurangnya pemahaman pemakaian bahasa Indonesia dalam tindak tindak tutur sebagai alat komunikasi sosial, maka adanya mata kuliah bahasa Indonesia di perguruan tinggi diharapkan dapat menjembatani mahasiswa untuk dapat menggunakan bahasa
Indonesia yang baik dan benar sehingga kesantunan berbahasa tetap terjaga dan dapat dilestarikan. Namun pengajarannya jangan lagi hanya bersifat teoritis dan sama persis dengan yang ada di sekolahsekolah sebelumnya. Tingkatan pemahaman ke arah aplikasi berbicara santun atau berkomunikasi santun harus lebih ditonjolkan. SIMPULAN DAN SARAN SIMPULAN Pada bagian ini akan disimpulkan secara ringkas hasil dari penelitian, temuan dan pembahasan penelitian yang telah dikemukakan pada bab sebelumnya, merupakan dasar dalam menyusun simpulan dalam bab ini. Kesantunan, pelanggaran prinsip kesantunan (politeness principles) dan maksud dari tuturan dalam acara debat Indonesia lawyers club (ILC) TV ONE 2015 yang akan dihadirkan pada bab ini untuk menjawab pertanyaan penelitian. Tuturan para peserta debat Indonesia lawyers club (ILC) TV ONE 2015 terbagi menjadi dua edisi pertama edisi 25 Maret 2015 tentang ISIS mengancam kita terdiri dari enam sesi, Kedua edisi 31 Maret tentang Golkar rusuh, menkumham kena angket terdiri dari sepuluh sesi. Pada simpulan akhir di dalam debat Indonesia lawyers club (ILC) pada edisi 25 Maret 2015 tentang ISIS mengancam kita banyak tuturan yang santun karena mengikuti maksim atau aturan dalam berbicara walau masih ada yang melanggar prinsip-prinsip kesantunan. Akan tetapi pada debat Indonesia lawyers club (ILC) pada edisi 31 Maret 2015
tentang Golkar rusuh, menkumham kena angket lebih banyak yang melanggar prinsi kesantunan atau aturan dalam bertutur atau berkomunikasi dan masih ada tuturan yang santun. SARAN Penelitian ini merupakan upaya untuk membuktikan betapa pentingnya model analisis pragmatik sebagai media untuk mengungkap fenomena kesantunan dalam berbahasa dalam acara debat Indonesia lawyers club (ILC) 2015. Selain itu penelitian ini dapat menambah wawasan kita bahwa ilmu bahasa sangat berperan dalam menguak fenomena kebahasaan yang terjadi pada setiap tuturan manusia dalam kehidupan sehari-hari. Berdasarkan temuan penelitian di atas, disampaikan beberapa saran yang yang berkaitan dengan masalah penerapan maksim kebijaksanan, penerimaan, kemurahan, kerendahan hati, kecocokan dan kesimpatian dalam komunikasi langsung maupun tidak langsung sebagai bagian dari kajian pragmatik, baik yang bersifat teoriti, praktik maupun untuk keperluan penelitian lanjutan demi pengembangan ilmu pragmatik. Beberapa saran tersebut disampaikan sebagai berikut. (a) Temuan penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan bagi pengembangan teori pragmatik utamanya dalam penerapan maksim kebijaksanan, penerimaan, kemurahan, kerendahan hati, kecocokan dan kesimpatian. Tidaklah berlebihan jika temuan penelitian ini juga diharapkan dapat memperkaya
khazanah teoritis dan menjadi acuan dalam pengembangan teori tentang penerapan maksim kebijaksanan, penerimaan, kemurahan, kerendahan hati, kecocokan dan kesimpatian sebagai salah satu aspek kajian pragmatik. Dan penerapan maksim diatas tersebut masih terdapat pelanggaran sebagai acuan dan dilakukan penyempurnaan untuk pengembangan teori dalam menerapkan maksim secara umum. (b) Untuk pengajaran bahasa Indonesia temuan penelitian tentang penerapan maksim kebijaksanan, penerimaan, kemurahan, kerendahan hati, kecocokan dan kesimpatian dalam interaksi belajar mengajar diharapkan dapat memberikan sumbangan bagi pengembangan strategi pembelajaran yang efektif untuk tercapainya tujuan dari sebuah pendidikan sehingga komunikasi guru kepada murid dan komunikasi murid kepada guru termasuk komunikasi yang santun. (c) Kepada para penulis buku pelajaran bahasa Indonesia disarankan agar temuan penelitian ini, peneapan maksim kebijaksanan, penerimaan, kemurahan, kerendahan hati, kecocokan dan kesimpatian dan penerapannya diintegrasikan ke dalam pembahasan tematema pembelajaran bagi siswa dengan tujuan agar murid dan guru bahasa Indonesia dapat memperoleh kemudahan-
kemudahan dalam proses belajar mengajar didalam penerapan maksim-maksim tersebut. Kepada guru bahasa Indonesia yang langsung terjun dilapangan agar temuan dalam penelitian ini dijadikan dasar menyusun materi pengajaran dengan penerapan maksim kebijaksanan, penerimaan, kemurahan, kerendahan hati, kecocokan dan kesimpatian untuk mewujudkan penguasaan siswa dalam berbicara agar sesuai dengan aturan. (d) Kepada masyarakat secara umum dalam berinteraksi dengan masyarakat yang lainnya hendaknya santun dalam berbahasa dan menerapkan maksim dalam prinsip kesantunan. DAFTAR RUJUKAN Arikunto, Suharsimi. 2010. Prosedur Penelitia: Suatu Pendekatan Praktis. Jakarta:Renika Cipta. Badara, Aris. 2013. Analisis Wacana Teori, Metode dan Penerapan pada Wacana Media. Jakarta:Kencana Penanda Media Group. Black, Elizabeth. 2011. Stilistika pragmatis. Yogyakarta:Pustaka Belajar. Chaer, Abdul. 2010. Kesantunan berbahasa. Jakarta:Renika Cipta. Chaer & Agustina. 2010. Sosiolinguistik. Jakarta:Renika Cipta. Darma,Y. A. 2014a. Analisis Wacana Kritis dalam
Multiperspektif. Bandung: PT.Refika Aditama. Darma,Y. A. 2009b. Analisis Wacana Kritis. Bandung:PT.Refika Aditama. Hendrikus, Dori Wuwur. 2009. Retorika: Terampil Berpidato, Berdiskusi, Berargumentasi, Bernegosiasi. Kanisius:Yogayakarta. Ibrahim, Syukur. 1993. Kajin tindak tutur. Surabaya:Usaha Nasional. Leech, Geoffrey. 1983. Prinsipprinsip Pragmatik. Terjemahan oleh Dr.M.D.D. Oka, M.A. 1993. Jakarta:Uneversitas Indonesia. Moleong, L. J. 2011. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung:PT Remaja Rosdakarya. Poerwadarminta. 2007. Kamus Umum Bahasa Indonesia. Jakarta:Balai Pustaka. Rahardi, Kunjana. 2007. Peragmatik Kesantunan Imperatif Bahasa Indonesia. Yogyakarta:PT Gelora Aksara Pratama. Rahardjo, Mudjia. 2007. Hermeneutika Gadamerian Kuasa Bahasa dalam Wacana Politik Gusdur. Malang:UIN Malang Pres. Rosalita.2012. Perbedaan Kepuasan Mahasiswa Terhadap Dua Tayangan Televisi Indonesia Lawyers Club dan Today’s Dialogue(Online) (http://www.TV One news.tv/tentang kami/index.php/posting/3 diakses tanggal 19 April 2015). Schiffin, Deborah.1994. Ancangan kajian wacana. Terjemahan oleh Unang DKK. 2007. Yogyakarta:Pustaka Belajar.
Sugiyono. 2010. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Bandung:Alfabet. Tarigan, Henry Guntur. 2008a. Berbicara: Sebagai Suatu Keterampilan. Berbahasa. Bandung:Angkasa. Tarigan, Henry Guntur. 2009b. Pengajaran pragmatik. Bandung:Angkasa Yule, George. 1996. Pragmatik. Terjemahan oleh Indah Fajar Wahyuni. 2006. Yogyakarta:Pustaka Belajar. Zamzani. 2007. Kajian Sosiopragmatik. Yogyakarta:Cipta Pustaka.