“KERUMITAN” PENGHITUNGAN CAR DAN KELUHAN BANK PERKREDITAN RAKYAT : Ayunan Pendulum yang Menyesakkan Sudarsono Universitas Gadjah Mada Yoga Alumni STAN The year of 1988 Indonesia witnessed a contradictory phenomenon. At the global playing field a phenomenon of wishes amongst the financial community to tighten control on risk management. At the national level however, an opposing phenomenon of loosening up the control due probably to erroneous comprehension in the idea of liberalization. The liberalization pendulum triggered by PAKTO 1988 was followed up by tightening the risk management in financial institutions ten years later. BPR’s were victimized by the complicated procedural computation the ATMR (Risk Weighted Assets) in compliance to Basel Capital Accord. This study offers a piece of evidence indicating that the traditional long-term risk criterion ETA (Equity to Total Asset Ratio) as an alternative of exposing long-term risk management in lieu of ATMR. Keywords: liberalization, risk management, Basel Capital Accord, ATMR, ETA, pendulum.
PENDAHULUAN Dalam Arsitektur Perbankan Indonesia, Bank Pasar termasuk dalam kategori Badan Perkreditan Rakyat (BPR) dipetakan di kelompok lain-lain. Dengan kriteria pengelompokan menurut besarnya modal, kategori lain-lain tampak wajar-wajar saja. Walaupun demikian tidak terhindar kesan bahwa cara pengawasan Bank Indonesia terhadap BPR dirancang berbeda dengan bank internasional, nasional, regional dan lokal. Namun kekhususan ini ‘tidak dinikmati’ dalam hal keharusan mengikuti ketentuan Basel Accord, khususnya Basel Capital Accord II tentang risiko. Indonesia masuk menjadi bagian dari masyarakat finansial dunia yang dalam perbankan dikawal oleh Bank for International Settlement. Bisnis perbankan memang penuh risiko, bahkan di negara-negara dimana sejarah perbankannya sudah cukup panjang dengan lingkungan bisnis di sektor riil yang sudah mantap seperti di Amerika Serikat kebangkrutan bank masih sering terjadi. Dalam tahun 1988 kita mencatat dua peristiwa yang menarik. Pertama, apa yang terjadi di Indonesia yaitu diterbitkannya PAKTO 1988 yang memicu terjadinya proliferasi jumlah bank. Peningkatan jumlah bank ini berlanjut sehingga pada 1997 tercatat tidak kurang dari 150 bank nasional beroperasi di tanah air. Euforia deregulasi yang dihumbuskan pada pertengahan 1980-an membuat kita lupa prereguisite institusionalnya. Uji kepatuhan dan kelayakan bagi direksi maupun komisaris tidak dilakukan. Bahkan ada yang mendramatisasi kelemahan ini dengan mengatakan
1
bahkan tukang kelontong pun bisa jadi direktur bank. Memang benar dia dapat mempekerjakan tenaga profesional, namun bagaimanapun juga seorang komandan harus visioner yang berarti mampu mengantisipasi risiko perbankan dan mengelolanya. Peristiwa kedua terjadi pada Juni 1988 dengan diterbitkannya Basel Capital Accord I (BCA I) yang mengatur tentang persyaratan kecukupan modal bank (CAR) dengan keharusan memperhatikan berbagai risiko bank dalam menghitung CAR. Dalam perjalanan waktu semakin banyak jenis risiko yang perlu diakomodasikan mulai dari risiko bunga, risiko kredit, risiko likuiditas dan dalam BCA II dilengkapi dengan risiko pasar. Di tingkat korporat, dikembangkan konsep CAR (Capital at Risk) dan di tingkat manajemen tengah dikembangkan metoda statistik VAR (Value at Risk). Salah satu pilar dari tiga pilar BCA II adalah kewajiban bank untuk mengungkapkan secara terbuka struktur modal, eksposur risiko dan kecukupan modal. Rangkaian peristiwa yang diungkap di atas semata untuk mengingatkan bergeraknya ayunan pendulum pengawasan terhadap bank kearah semakin ketatnya pengawasan terhadap bank melalui keharusan melaporkan dan penghitungan eksposur bank terhadap berbagai risiko secara ketat. Di Indonesia banyak terjadi keluhan diantara pengelola BPR termasuk bank pasar daerah tentang kerumitan cara penghitungan seperti yang diharuskan oleh Bank Indonesia. Keharusan untuk segera menambah modal bila indek kecukupan modalnya lebih rendah dari ketentuan, mudah dipersepsikan sebagai ancaman mengingat keterbatasan sumber potensial tambahan modal bagi pemilik BPR. Pertanyaan yang sering mereka ajukan adalah bila pengelolaan bank sudah dilaksanakan sesuai dengan kaidah-kaidah pengelolaan risiko secara benar, apakah BPR tetap harus selalu melewati saat-saat sengsara untuk menyampaikan laporan CAR yang dihitung dengan prosedur rumit. Dapatkah BPR kembali menggunakan metode konvensional seperti Equity Total Assets Ratio (ETA) yang lebih sederhana namun tetap mengindikasikan tingkat kehati-hatian dalam permodalan. Studi ini dilaksanakan untuk menyampaikan secuil bukti empiris bahwa untuk beberapa bank pasar di Jawa Tengah penggunaan ETA masih memadai sebagai indikator kehati-hatian pengelolaan bank. Ketentuan besarnya bobot risiko dari Bank Indonesia tidak dinyatakan dalam ATMR (Asset Tertimbang Menurut Risiko) namun digeser menjadi bobot risiko rata-rata tertimbang menurut besarnya asset (BRT). DATA Data 25 buah variabel pada BPR di enam kabupaten di Jawa Tengah sebagai sampel penelitian dicantumkan dalam Tabel 1Tampak bahwa data CAR sangat beragam yaitu dengan rentangan 79,57 antara minimum 5,18 dan maksimum 84,75 untuk 1987-1991 dan rentangan CAR 60,50 antara minimum 2,97 dan 63,47 pada tahun 2000-2003. Keragaman nilai CAR justru memperkuat kesimpulan studi tentang signifikansi peran ETA dan BRT dalam membentuk CAR. Heterogenitas data ini kita dapat amati juga pada data yang lain misalnya Z-skor dan EVA.
2
No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. 21. 22. 23. 24. 25.
Tabel 1 : Deskripsi 25 Jenis Data BPR Enam Kabupaten Var N Mean Variance Std Min Max CAR 35 27,23 383,45 19,58 5,18 84,75 KRS 35 1517,50 479007 692,10 165 1993,5 TKB 35 19,29 2,7672 1,6635 17,87 22,49 LIF 35 7,7260 3,56178 1,8873 5,46 9,53 BYH 35 21,53 4,442 2,10 16,56 25,27 STM 35 521, 288203 536 21 1.990 ATMR 35 4026,08 12108123 3479,67 322,00 11260,49 BRT 35 90,63 27,84288 5,27663 77,86 98,67 ETA 35 25,48 306,97 17,52 4,74 76,44 ZSKOR 35 2,36 0,3847 0,6203 1,3098 4,3155 EVA 35 -373,95 327958 572,676 -1927 565 RSB 35 218,83 11376,96 106,66 110,13 519,73 RSM 35 27,93 385,92 19,64 5,18 84,75 RSO 35 125,11 864,12 29,40 101,44 238,51 RSL 35 6,82 1592,25 39,90 -209,37 52,65 RSD 35 62,08 5677,42 75,35 327,41 5,02 ROA 35 3,45 6,7333 2,5948 0,19 9,55 ROE 35 14,64 63,75 7,98 1,04 32,85 NIM 35 11,54 42,46 6,51 1,65 24,44 BOPO 35 82,97 190,80 13,81 41,93 98,58 PTE 35 52,41 3298,83 57,44 0,00 225,54 LDR 35 100,80 1501,17 38,74 67,57 259,96 NPM 35 1160,11 806799 898,22 111 3797 RKS 35 1699,67 8818595 1821,70 13,45 7439,58 AKTM 35 44,17 2124,87 46,10 2,53 173,88
Range 79,57 1828 4,62 4,07 8,71 1.969 10938,52 20,81 71,70 3,007 2492 409,60 79,57 137,07 262,02 322,39 9,36 31,81 22,79 56,65 225,54 192,39 .3.686 7426,13 171,35
Sedangkan data tahun 2000-2003 disampaikan dalam Tabel 2
No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8.
Tabel 2 : Deskripsi Data 12 Variabel BPR Enam Kabupaten Var N Mean Variance Std Min Max CAR 24 34,96 326,69 18,07 2,97 63,47 BYH 24 15,28 25,31 5,03 9,23 31,08 STM 24 334,53 115579,92 339,97 77,09 1302,77 BRT 24 85,23 124,02 11,14 52,89 99,56 ETA 24 30,02 234,06 15,30 2,96 54,90 RSB 24 318,10 17080,70 130,69 100,06 580,23 RSM 24 63,68 2273,24 47,67 7,67 206,06 RSO 24 139,04 628,44 25,07 107,83 188,38
3
Range 60,50 21,85 1225,68 46,67 51,94 480,17 198,39 80,55
9. 10. 11. 12.
RSL RSD LDR NPM
24 24 24 24
239,97 100,88 91,98 17,86
174752,19 6714,36 168,62 94,40
418,03 81,94 12,98 9,72
29,00 15,68 77,63 4,99
1582,57 375,36 128,77 33,44
1553,57 359,68 61,14 28,45
MODEL REGRESI SEDERHANA Sebelum data diterapkan dalam analisa regresi terlebih dahulu dilaksanakan uji-uji sederhana terhadap data tersebut dan ternyata memenuhi persyaratan normal di atas bersifat homokedastik dan tidak ada multikolinearitas antar variabel penjelas. Pada fase pertama analisis digunakan 10 variabel penjelas yang diduga mempengaruhi indeks CAR. Variabel ini terdiri dari tiga kelompok yaitu variabel risiko (RSM, RSB, RSO, BRT, RSL dan RSD). Variabel struktur neraca (ETA, LDR dan EYM) dan variabel kinerja (NPM dan BYH). Definisi variabel-vaiabel tersebut disampaikan data Lampiran A. Hasil regresi ini dapat diperiksa dalam Tabel 3 Tabel 3 : Hasil Regresi CAR dengan 10 Variabel Penjelas Beta t Sig Konstanta RSM RSB RSO RSL RSD BRT ETA LDR NPM STM BYH
-0,31 0,148 0,392 0,059 0,023 -0,099 0,824 -0,030 -0,362 -0,036 0,078
0,629 0,294 1,070 1,495 1,216 0,342 -2,107 4,232 -719 -1,402 0,332 1,079
0,541 0,774 0,308 0,181 0,248 0,738 0,057 0,001 0,486 0,186 0,745 0,302
F = 76,104 R2 = 0,986 N = 24 Karena hanya variabel BRT dan ETA saja yang koefisien regresinya signifikan, maka pada tahap kedua regresi CAR diulangi dengan hanya menggunakan dua variabel tersebut yang hasilnya dilaporkan dalam Tabel 4a
4
Tabel 4a : Hasil Regresi CAR dengan 2 Variabel Penjelas 1987-1991 Variabel Beta t Sig Konstanta 23,065 BRT -0,268 -3,059 0,004 ETA +1,117 42,320 0,000 F = 900,093 R2 = 0,983 N = 35 Tabel 4b : Hasil Regresi CAR dengan 2 Variabel Penjelas 2000-2003 Variabel Beta t Sig Konstanta BRT ETA
12,555 -0,085 0,963
2.328 -2.395 27.195
0,030 0,026 0,000
F = 411.046 R2 = 0,975 N = 24 IMPLIKASI Bila misalnya BPR di enam kabupaten tersebut diijinkan untuk tidak usah menghitung CAR yang dirasakan terlalu rumit bagi mereka dan kemudian diperbolehkan hanya melaporkan ETA (ETA atau ratio modal sendiri terhadap total asset) saja, maka gambaran kecukupan modal sudah terwakili oleh ETA seperti yang tampak pada Tabel 5. Angkaangka ETA selama 2000-2003 tampak sangat mendekati angka-angka CAR versi ketentuan BI. Yang menarik untuk dicatat adalah bahwa angka-angka BRT (bobot risiko rata-rata ditimbang oleh besaran aset) dan ATMR (aset tertimbang menurut risiko) tidak jelas korelasinya dengan CAR. Tabel 4b memperkuat kesimpulan tentang peran pemberian bobot risiko pada aset (BRT) yaitu bahwa koefisien beta sangat rendah 0,085 dan tingkat signifikansinya hanya pada 95% bukan 99% seperti variabel ETA.
5
No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24
Tabel 5 Gambaran Angka-angka CAR, ETA, ATMR dan BRT Bank Perkreditan Rakyat Tahun CAR ETA ATMR Kabupaten Karanganyar
Kabupaten Boyolali
Kabupaten Sukoharjo
Kabupaten Grobogan
Kabupaten Sragen
Kabupaten Klaten
2000 2001 2002 2003 2000 2001 2002 2003 2000 2001 2002 2003 2000 2001 2002 2003 2000 2001 2002 2003 2000 2001 2002 2003
23.27 34.73 34.86 32.53 31.39 24.36 19.16 16.85 57.76 46.85 48.45 31.57 49.29 48.97 37.45 38.08 9.75 8.66 7.42 2.97 63.47 59.06 57.82 54.22
21.41 29.60 32.27 29.39 27.91 21.99 14.29 13.82 48.72 40.99 31.39 25.52 43.35 37.86 35.59 34.78 9.55 8.40 7.37 2.96 54.90 53.12 51.18 44.39
1.8E+07 2.3E+07 3.1E+07 4.0E+07 6861371 9581848 1.4E+07 2.2E+07 954366 1852146 2690809 3834258 2017052 4710544 7018736 8618763 1907040 2621158 3253745 8339225 2.4E+07 2.7E+07 2.8E+07 3.2E+07
BRT 92.02 85.25 52.89 70.83 87.96 90.28 74.58 82.02 84.34 87.50 64.79 80.84 87.95 77.31 95.03 91.33 97.98 96.95 99.33 99.56 86.50 89.95 88.52 81.87
Walaupun diperlukan verifikasi lebih lanjut, namun jalan pikiran yang ingin dibangun oleh studi memperoleh relevansi sebagai satu pemikiran yang layak untuk dipertimbangkan oleh pengambil kebijakan dalam pengawasan BPR. Selanjutnya dalam berbagai kesempatan seringkali muncul bahwa pelaku ekonomi skala kecil cenderung lebih prudent dibanding konglomerat. Keberhasilan Grameen Bank di Bangladesh, bertahannya ekonomi yang diwakili oleh Warung Tegal dan Rumah Makan Padang mungkin memang perlu ditambah bukti-bukti baru lagi untuk memantapkan kesimpulan bahwa ekonomi skala kecil memang mempunyai habitat yang dihuni oleh pelaku-pelaku ekonomi tidak memanfaatkan distribusi informasi yang bersifat asimetris secara tidak benar. Jangan-jangan BPR sebagai lembaga perantara finansial hidup dalam habitat dimana hubungan dengan nasabahnya tidak sedemikian rawan tingkat risikonya. Variabel Z-skor dan EVA yang ditanya tercantum pada Tabel 2 hanyalah dua dari sekian banyak lagi informasi yang perlu diverifikasi lebih lanjut.
6
REFERENSI Anwar, Affendi. (1999) Indikator Kinerja Institusi Kredit Mikro, IPB. Bank for International Settlement. Basel Capital Accord I dan II. Committee of Chief Risk Officers (2002). Valuation and Risk Metrics, BIS. De Camps, Jean Paul, Jean Charles Rocket and Benoit Roger (2003). The Free Pillars of Basel II, Optimizing The Mix, BIS. Emiaty, Ratna E. (2004). Meneropong UMKM, Jakarta; 10-BW . Edisi 11.16 Desember 2003 – 15 Januari 2004. Empat Penerbit Karina (2003). Peraturan-peraturan Bank Indonesia 2003. Surabaya: Penerbit KARINA Surabaya. Furrer, Hansjorg (2004). Quantifying Operational Risk: Possibilities and Limitations. Harsono, Soni (2004) Bank Perkreditan Rakyat, Yogyakarta; Perbarindo. Husnan, Suad, Marwan Asri S.W. (2002) Bunga Rampai Kajian Teori Keuangan Internasional Memorium, Prof. Dr. Bambang Riyanto; Universitas Gajahmada, Yogyakarta. Jorion, Philippe (2002). Value at Risk, McGraw Hill. Kuncoro, Mudradjad (2003). Metode Riset untuk Bisnis & Ekonomi, Jakarta Penerbit Erlangga. Laksono, Eko Tri (2001) Risk Management, Buletin BI No.11/XIII, Edisi Desember. Laksono, Eko Tri (2004). Implementasi API di Manakah Posisi BRI, BI 2004. Maligan, Daud & Djoko Retnadi (2004). The Indonesian Banking Sektor Outlook for 2004, Jakarta: Buletin BI No.3/XV – Edisi Desember 2003. Martono (2002). Bank dan Lembaga Keuangan Lain. Yogyakarta: Ekonosia Fakultas Ekonomi UII Yogyakarta, 2002. Mihibudin (2002). Evaluasi Kinerja Perusahaan Daerah Bank Perkreditan Rakyat Lumbung Kredit Pedesaan (PD BPR LPK) Kabupaten, Sumbawa, Yogyakarta UGM, 2002. Prawiranegara, Safuan A. (2002). Faktor-faktor yang Mempengaruhi Produktivitas BPR Bhakti Daya Ekonomi Yogyakarta; UGM 2002. Rahmat (2003). Beragam Problem BPR Menghambat Lari Kencang, Jakarta, No. 295, November 2003 Info Bank. Ratnadi, Djoko (2001). Meninjau Lanskap Baru Perbankan; Jakarta; Buletin BI No. 2001. Edisi Desember 2001. Rockefeller, R. Tyrrel and Stanislav Uiya Sev (2001). Conditional Value at Risk for General Loss Distribution, the University of Washington. Siwei, Cheng, Yanhui Liu, and Shontyang Wang (2004). Progress in Risk Measurement, Advanced Modelling and Organization, Vol. 6, 2004. Sukardi, Gunarso (2004). Usaha Meningkatkan Kinerja & Kepatuhan Perbankan di Indonesia, Jakarta; Universitas Atmadjaya Yogyakarta. Umar, Husein (2003). Research Methods in Finance and Banking, Jakarta: Percetakan PT. SUN. Mochtar, Syahriel (2004). Rating Bank, Jakarta; Info Bank No. 303, Juni 2004. _______. (2003). Rating 235 Bank, Jakarta: Info Bank No. 289, Juni 2003. Kirana, Wasito (2004). Analisis Manajemen Risiko, Info Bank, Edisi 4.15 April 2004.
7
LAMPIRAN A DAFTAR SINGKATAN VARIABEL CAR = Capital Adequacy Ratio Modal sendiri ____________________ = x 100% ATMR ATMR = Aktiva Tertimbang Menurut Risiko STM = Struktur Tabungan Relatif Terhadap Modal Sendiri THP = Total Hutang Jangka Panjang (Tabungan, Deposito, Pinjaman) MDS = Modal Sendiri BYH = Biaya Hutang RSM = Rasio Struktur Modal Modal sendiri ____________________ = Total Hutang RSB = Risiko Tingkat Bunga RSO = Risiko Operasional RSL = Risiko Likuiditas RSD = Risiko Deposit BRT = Bobot Risiko Tertimbang ATMR = ____________ TA Modal sendiri ETA = __________________ Total asset LDR = Loan to Deposit Ratio NPM = Net Profit Margin BMS = ETA
8