BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Peranan kaum muda di dalam masyarakat sangat penting di dalam pembangunan masyarakat. Untuk dapat mengasah daya kepeloporan dan kepemimpinan serta peran serta aktif dalam pembangunan masyarakat, kaum muda harus diberi stimulan berupa kesempatan yang sebesar-besarnya dalam organisasi-organisasi kemasyarakatan (Ormas) maupun organisasi kepemudaan itu sendiri baik dalam tingkatan lokal maupun nasional. Kegiatan di dalam organisasi kemasyarakatan ini mental, ketangguhan, dan sumbangsih pemikiran seorang pemuda dapat diasah melalui program-program nyata di organisasi tersebut. Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki banyak suku, bahasa, agama, etnis, dan ras. Keberagaman latar belakang itu merangsang tumbuhnya kelompok-kelompok di dalam masyarakat, selain itu timbulnya kepentingan masyarakat yang sama dan jiwa gotong royang yang kuat menyebabkan masyarakat membentuk kelompok atau badan yang bertujuan untuk mencapai tujuan tersebut secara gotong royong. Berbagai keberagaman latar belakang ini tumbuhlah organisasi-organisasi untuk menyatukan orang-orang yang mempunyai paham atau pandangan hidup yang sama. Selanjutnya, secara resmi menjelma menjadi sebuah organisasi yang mempunyai visi dan misi tertentu. Basis organisasi ini ada yang di kampus, di kampung, di kecamatan, di gereja, di masjid, di tempat kerja, dan di tempat-tempat lainnya. Ragam asas yang
1 Universitas Sumatera Utara
2
ada dalam organisasi pun ada yang berdasarkan agama, keyakinan, suku, ras, lingkup kerja, sudut pandang, gender, ketokohan, dan lain-lain. Salah satu wadah untuk mengembangkan dan membentuk pemuda yang berkarakter adalah melalui organisasi kepemudaan. Pemuda yang diharapkan oleh masyarakat adalah pemuda yang inovatif dan kreatif, untuk mencapai ini pemuda dapat membentuk dirinya sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Organisasi kepemudaan diharapkan menjadi wadah komunikasi dan pemersatu generasi muda, sebagai wadah penempatan diri bagi para pemuda dalam rangka persiapan memasuki kehidupan yang sebenarnya di tengah-tengah masyarakat, wadah untuk memberdayakan potensi dan mendukung kepentingan nasional, serta sebagai wadah untuk mengembangkan kepemimpinan, kewirausahaan, dan kepeloporan.1 “Dalam kehidupan sehari-hari masyarakat sangat membutuhkan sekali peran pemuda untuk kemajuan kedepannya. Apa arti pemuda? pemuda adalah sosok individu yang masih berproduktif yang mempunyai jiwa optimis, berfikir maju, dan berintelegtual. Dan hal yang paling menonjol dari pemuda ialah dengan cara melakukan perubahan menjadi lebih baik dan menjadi lebih maju. Dengan semangat 45 pemuda bisa merubah segalanya menjadi lebih baik. perubahan hampir selalu di majukan oleh para golongan muda. pemuda merupakan pilar bagi kebangkitan umat. banyak kewajiban pemuda yaitu tanggung jawab. kebaikan akan membuat mereka jaya di duniannya. Perilakau Organisasi kepemudaan dalam beberapa hal kadang-kadang mengabaikan tugas dan kewajibannya. Kehidupan sehari-hari organisasi pemuda tidak dimanfaatkan oleh pemuda sebagai wadah pembinaan dan pengembangan bagi para kaula pemuda dan juga jarang digunakan sebagai wadah penempatan diri bagi para pemuda dalam rangka persiapan memasuki kehidupan yang
1
(http://acepwahyuhermawan79.blog.com/peran-pemuda-dalam-masyarakat.html), yang diakses 18 april 2016, jam 19.02, mengutip “Peran Pemuda dalam Masyarakat”
Universitas Sumatera Utara
3
sebenarnya di tengah-tengah masyarakat. Organisasi kepemudaan seringkali digunakan sebagai wadah untuk melakukan hal-hal yang negatif yang dapat meresahkan masyarakat misalnya terjadi perkelahian antara masyarakat dengan organisasi kepemudaan yang mengambil korban jiwa, juga perkelahian antara organisasi kepemudaan yang satu dengan organisasi lainnya. Organisasi kepemudaan seolah-olah digunakan sebagai wadah memamerkan kekuatan. Sebagian masyarakat menganggap bahwa organisasi kepemudaan itu tempat kumpulan orang-orang yang brutal yang membuat keresahan masyarakat dan merusak generasi muda. Besarnya peran organisasi kepemudaan bukan berarti terlahir tanpa permasalahan. Terdapat indikasi perpecahan gerakan organisasi kepemudaan yang terjadi karena : 1. Adanya kecenderungan untuk membangun interaksi sosial yang hanya berdasarkan pada moment-moment tertentu bukan karena adanya persamaan misi dan tujuan dalam kebersamaan. Hal ini menyeret banyak organisasi kepemudaan kepada fenomena gerakan yang terpecah-pecah dan tidak saling berintegrasi; 2. Adanya kecenderungan untuk bersikap pragmatis dalam merumuskan visi dan orientasi gerakan organisasi kepemudaan yang menyebabkan terkikisnya sikap independen, terkuburnya konsistensi, serta hilangnya komitmen antara anggota Organisasi Kepemudaan. Organisasi kepemudanaan yang ada di Sumatera utara cukup diterima masyarakat. Hal ini dapat dilihat dari banyaknya organisasi kepemudaan yang
Universitas Sumatera Utara
4
berkembang dan memiliki cabang di berbagai daerah di Sumatera Utara salah satunya adalah di Binjai sebagai salah satu Organisasi Kemasyarakatan Pemuda (OKP) di bawah naungan KNPI (Komite Nasional Pemuda Indonesia) sebagai induk organisasi kepemudaan di Indonesia. Menjamurnya organisasi kepemudaan di indonesia menyebabkan konflik yang terjadi di beberapa daerah khusunya di Binjai dimana pernah terjadi pertikaian antara Dua Organisasi Kepemudaan. “Telah terjadi Aksi saling serang antara dua organisasi kepemudaan dari Pemuda Pancasila (PP) dan Ikatan Pemuda Karya (IPK) yang terjadi pada sabtu sore tanggal 22 maret 2014 di jalan diponegoro, kelurahan mencirim, kecamatan Binjai Timur. Akibat bentrokan tersebut beberapa orang mengalami luka-luka, 3 diantaranya yang harus mendapatkan perawatan yang intensif karena mengalami lukan bacok di seputar kepala hingga mata. Bentrokan bermula karena adanya pemasangan plang yang dipasang oleh Ormas Ikatan Pemuda Karya (IPK) di wilayah Pemuda Pancasila (PP), hal tersebut membuat Ormas Pemuda Pancasila (PP) merasa tidak senang dan langsung mencari tau siapa yang menyuruhnya mendirikan plang Ikatan Pemuda Karya (IPK) di dalam basis Pemuda Pancasila (PP), namun hal tersebut langsung mengundang respon dari pihak Ormas Ikatan Pemuda Karya (IPK) dan dengan tak lama berselang rombongan dari Ormas Ikatan Pemuda Karya (IPK) bentrokankan pun tidak dapat di hindari. Hal diatas memperlihatkan bahwa rendahnya kesadaran organisasi kepemudaan akan solidaritas antar sesama organisasi kepemudaan,
yang
Universitas Sumatera Utara
5
menyebabkan beberapa anggota mengalami luka-luka akibat benda tajam yang dipergunakan dalam bentrokan tersebut. Kementerian pemuda dan olahraga (2015) menyebutkan berbagai masalah yang kini dihadapi oleh Organisasi Kepemudaan di Indonesia secara umum sebagai berikut : 1. Jumlahnya semakin banyak tetapi tidak diimbangi dengan kualitas SDMnya. 2. Idealismenya pengurus dan anggota mulai terkikis oleh pragmatisme 3. Cenderung lebih berorientasi pada kepentingan publik dari pada sosial 4. Belum mampu mandiri dan masih bergantung pada berbagai pihak 5. Belum mampu berperan maksimal dalam merespon permasalahan sosial 6. Masih berorientasi pada kuantitas daripada kualitas anggota organisasi 7. Amanat Anggaran Dasar/anggaran Rumah Tangga (AD/ART) yang tidak dijalankan secara konsisten. Salah satu kejahatan yang meresahkan masyarakat adalah kejahatan dengan menggunakan senjata tajam. Kejahatan ini banyak macamnya, misalnya tindak pidana pembunuhan, penganiayaan berat, pencurian dengan pemberatan, pengancaman, penculikan, dan sebagainya. Kesemua jenis tindak pidana ini diatur dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana di Indonesia. Kejahatan yang terjadi di masyarakat merupakan sebuah pelanggaran terhadap hukum positif yaitu hukum pidana. Kejahatan dan pelanggaran yang diatur dalam Kitab Undangundang Hukum Pidana bisa dilihat sebagai hukum pidana objektif yaitu suatu tindak pidana yang digolongkan menurut ketentuan-ketentuan hukum itu sendiri dan hukum pidana subjektif yaitu ketentuan-ketentuan di dalam hukum mengenai hak penguasa menerapkan hukum. Maraknya persebaran senjata tajam di kalangan sipil adalah sebuah fenomena global. Tidak tertatanya pengawasan terhadap kepemilikan senjata tajam baik legal maupun illegal yang dimiliki oleh masyarakat umum, aparat
Universitas Sumatera Utara
6
kepolisian dan TNI, merupakan salah satu penyebab timbulnya kejahatankejahatan dengan penyalahgunaan senjata tajam di Indonesia. Banyaknya korban tewas adalah warga sipil. Di Indonesia, pasti angka tentang perdagangan senjata tajam, legal maupun illegal sulit diperoleh, meski peredarannya di masyarakat sipil dipastikan meningkat tajam. Karena alasan administrasi kepemilikan senjata api kurang tertib diawasi, maka aparat kepolisian tidak tahu pasti berapa banyak senjata tajam yang beredar di masyarakat, karena kepemilikan senjata tajam illegal sulit sekali untuk dilacak.2 Kepemilikan senjata tajam di indonesia sendiri masih belum bisa diatasi meskipun pemerintah telah mengatur perundang-undangannya sesuai dengan Pasal 2 ayat (1) UU Darurat No. 12 Tahun 1951 tentang Mengubah “Ordonnantietijdelijke Bijzondere Strafbepalingen” (Stbl. 1948 Nomor 17) dan UU Republik Indonesia Dahulu Nomor 8 Tahun 1948 (“UU Drt. No. 12/1951”) yang berbunyi: “Barang siapa yang tanpa hak memasukkan ke Indonesia, membuat, menerima, mencoba memperolehnya, menyerahkan atau mencoba menyerahkan, menguasai, membawa, mempunyai persediaan padanya atau mempunyai dalam miliknya, menyimpan, mengangkut, menyembunyikan, mempergunakan atau mengeluarkan dari Indonesia sesuatu senjata pemukul, senjata penikam, atau senjata penusuk (slag-, steek-, of stootwapen), dihukum dengan hukuman penjara setinggi-tingginya sepuluh tahun. Berdasarkan uraian diatasa penulis hendak menganalisis bagaiamana pertanggungjawaban yang dengan sengaja mempunyai dan memiliki senjata tajam tanpa izin, karena pada saat ini maraknya kejahatan yang menggunakan senjata
2
Majalah Kompas, terbitan tanggal 22 Februari 2016, mengutip “peredaran senjata illegal”, hal.10
Universitas Sumatera Utara
7
tajam di Organisasi Kepemudaan membuat khawatir di berbagai kalangan masyarakat, sehingga penulis tertarik untuk membahasnya dengan judul “Pertanggungjawaban Pidana Terhadap Okp Yang Membawa, Memiliki, Dan Menyimpan Senjata Tajam Tanpa Izin Berdasarkan UU Darurat Ri No.12 Tahun 1951 Untuk Dikaji Sesuai Dengan Putusan Pengadilan Negeri Binjai No.228/ Pid.B/ 2014/ Pn.Bj.”
B. Rumusan Masalah Berdasarkan
Uraian
diatas,
maka
penulisan
yang
berjudul
“Pertanggungjawaban Pidana Terhadap OKP yang Membawa, Memiliki dan Menyimpan Senjata Tajam Tanpa Izin Berdasarkan UU Darurat RI No. 12 Tahun 1951” merumuskan beberapa permasalahan sebagai berikut : 1. Bagaimana pengaturan hukum dan pertanggungjawaban pidana terhadap organisasi kemasyarakatan pemuda (OKP) yang membawa, memiliki dan menyimpan senjata tajam tanpa izin. 2. Bagaimana
pertimbangan
Hakim
dalam
menjatuhkan
Putusan
No.228/PID.B/2014/PN.BJ terhadap pelaku
C. Tujuan dan Manfaat Penulisan 1. Tujuan Penulisan Adapun yang menjadi tujuan dalam penulisan skripsi ini dapat di uraikan sebagai berikut :
Universitas Sumatera Utara
8
1) Untuk mengetahui pengaturan hukum tentang membawa, memiliki dan menyimpan senjata tajam. 2) Bagaimana
pertanggungjawaban
kemasyarakatan pemuda (OKP)
pidana
terhadap
organisasi
yang membawa, memiliki dan
menyimpan senjata tajam tanpa izin. 3) Bagaimana pertimbangan Hakim dalam menjatuhkan putusan perkara pidana terhadap pelaku organisasi kemasyarakatan pemuda (OKP) yang membawa, memiliki dan menyimpan senjata tajam tanpa izin, dalam putusan No.228/PID.B/2014/PN.BJ. 2. Manfaat Penulisan 1) Secara teoritis Diharapkan menjadi bahan untuk mengembangkan wawasan dan untuk memperkaya khasana ilmu pengetahuan, menambah, dan melengkapi pembendaharaan, dan koleksi ilmiah serta memiliki kontribusi pemikiran yang menyoroti dan membahas mengenai Pertanggungjawaban Pidana Terhadap OKP yang membawa, memiliki dan menyimpan senjata tajam tanpa izin Berdasarkan UU Darurat RI No. 12 Tahun 1951. 2) Secara Praktis a. Memperoleh gambaran tentang Organisasi Kepemudaan (OKP). b. Memberikan sumbangan pikiran dan kajian kepada para pembaca dan masyarakat tentang Pertanggungjawaban Pidana Terhadap OKP yang Membawa, Memiliki dan Menyimpan Senjata Tajam tanpa Izin Berdasarkan UU Darurat RI No.12 Tahun 1951.
Universitas Sumatera Utara
9
D. Keaslian Penulisan Skripsi ini Berjudul “Pertanggungjawaban Pidana Terhadap OKP yang Membawa, Memiliki dan Menyimpan Senjata Tajam tanpa Izin Berdasarkan UU Darurat RI No.12 Tahun 1951”. Berdasarkan Penelusuran yang telah dilakukan di perpustakaan dan Departemen Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara tidak ditemukan pokok pembahasan yang sama dengan judul yang sama. Bila ternyata terdapat judul serta permasalahan yang sama sebelum skripsi ini dibuat, saya bertanggung jawab sepenuhnya.
E. Tinjauan Kepustakaan 1.
Pengertian Pertanggungjawaban Pidana Pertanggungjawaban pidana sudah muncul sejak zaman Revolusi Prancis, pada masa itu tidak saja manusia yang dapat pertanggungjawaban tindak pidana bahkan hewan atau benda mati lainya pun dapat di pertanggungjwabkan
tindak
pidana.
Seseorang
tidak
saja
mempertanggungjawabkan tindak pidana yang di lakukanya, akan tetapi perbuatan orang lain juga dapat di pertanggungjawabkan karena pada masa itu hukuman tidak hanya terbatas pada pelaku sendiri tetapi juga di jatuhkan pula pada keluarga atau teman-teman pelaku meskipun mereka tidak melakukan tindak pidana. Hukuman yang di jatuhkanya atas atau jenis perbuatan sangat berbeda-beda yang di sebabkan oleh wewenang yang mutlak dari seorang hakim untuk menentukan bentuk dan jumlah hukuman.
Universitas Sumatera Utara
10
Masa setelah revolusi prancis pertanggungjawaban pidana di dasarkan atas dasar falsafah kebebasan berkehendak yang di sebut dengan teori tradisionalisme ( mashab taqlidi), kebebasan berkehendak di maksud bahwa seorang dapat di mintai pertanggungjawaban pidana atas dasar pengetahuan dan pilihan, menurut teori ini seseorang yang pada usia tertentu dapat memisahkan dan membedakan mana yang di katakana perbuatan baik dan mana yang tidak baik.3 Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, ”tanggung jawab” adalah keadaan wajib menanggung segala sesuatu (kalau terjadi apa-apa, boleh dituntut, dipersalahkan, diperkarakan dan sebagainya). Pidana adalah kejahatan. Terdapat beberapa pengertian tentang pertangunggjawaban pidana. Pertanggungjawaban pidana di dalam bahasa asing disebut sebagai toerekenbaarheid, criminal responbility,dan criminal liability. Bahwa pertanggungjawaban pidana dimaksudkan untuk
menentukan apakah
seseorang tersangka/terdakwa dipertanggungjawabkan atas suatu tindak pidana (crime) yang terjadi atau tidak. Dengan perkataan lain apakah terdakwa akan dipidana atau dibebaskan. Jika ia dipidana, harus ternyata bahwa tindakan yang dilakukan itu bersifat melawan hukum dan terdakwa mampu bertanggung jawab. Kemampuan tersebut memperlihatkan kesalahan
3
S.R Sianturi, Asas-asas Hukum Pidana Indonesia dan Penerapanya,Cet IV, ( Jakarta :Alumni Ahaem-Peteheam,1996),hlm .245
Universitas Sumatera Utara
11
dari petindak yang berbentuk kesengajaan atau kealpaan. Artinya tindakan tersebut tercela tertuduh menyadari tindakan yang dilakukan tersebut.4 Hal pertama yang perlu diketahui mengenai pertanggungjawaban pidana adalah bahwa pertanggungjawaban pidana hanya dapat terjadi jika sebelumnya seseorang telah melakukan tindakan pidana. Moeljatno mengatakan, orang tidak mungkin dipertanggungjawabkan (dijatuhi pidana) kalau tidak melakukan perbuatan pidana.5 Situasi dimana orang yang telah melakukan perbuatan itu kemudian juga dipidana, tergantung pada soal, apakah dia dalam melakukan perbuatan itu mempunyai kesalahan atau tidak. Akan lebih pasti orang yang melakukan perbuaan pidana itu memang mempunyai kesalahan, maka tentu dia akan dipidana. Tetapi, manakala dia tidak mempunyai kesalahan walaupun dia telah melakukan perbuatan yang terlarang dan tercela, dia tentu tidak dipidana. Asas yang tidak tertulis “tidak dipidana jika tidak ada kesalahan” merupakan dasar daripada dipidananya si pembuat. Dapat disimpulkan, pertanggungjawaban pidana pertama-tama tergantung pada dilakukannya tindak pidana). Nyatalah bahwa hal dipidana atau tidaknya si pembuat bukanlah bergantung pada apakah ada perbuatan pidana atau tidak, melainkan pada apakah siterdakwa tercela atau tidak karena tidak melakukan tindak pidana.6
4
(http://www.zamrolawfirm.com/publikasi/esai/18-perbuatan-pidana-danpertanggungjawaban-pidana) diakses pada tanggal 22 februari 2016, jam 11.48, mengutip “Perbuatan Pidana dan Pertanggungjawaban Pidana” 5 Moeljatno, Asas-asas Hukum Pidana, Jakarta:Rineka Cipta, 1993,hal 155 6 Roeslan Saleh, Perbuatan Pidana Dan Pertanggungjawaban Pidana, Jakarta : Aksara Baru, 1983, hal 75
Universitas Sumatera Utara
12
Roeslan Saleh1 menyatakan bahwa: 7 “Dalam membicarakan tentang pertanggungjawaban pidana, tidaklah dapatdilepaskan dari satu dua aspek yang harus dilihat dengan pandanganpandangan falsafah. Satu diantaranya adalah keadilan, sehingga pembicaraan tentang pertanggungjawaban pidana akan memberikan kontur yang lebih jelas. Pertanggungjawaban pidana sebagai soal hukum pidana terjalin dengan keadilan sebagai soal filsafat”. Jadi perbuatan yang tercela oleh masyarakat itu dipertanggungjawabkan pada si pembuatnya, artinya celaan yang objektif terhadap perbuatan itu kemudian diteruskan kepada si terdakwa.”
Pertanggungjawaban pidana ditentukan berdasar pada kesalahan pembuat (liability based on fault), dan bukan hanya dengan dipenuhinya seluruh unsur suatu tindak pidana. Dapat disimpulkan bahwa kesalahan ditempatkan sebagai faktor penentu pertanggungjawaban pidana dan tidak hanya dipandang sekedar unsur mental dalam tindak pidana. Konsepsi yang menempatkan kesalahan sebagai faktor penentu pertanggungjawaban pidana, juga dapat ditemukan dalam common law sistem, berlaku maksim latin yaitu octus non est reus, nisi mens sit rea. Suatu kelakukan tidak dapat dikatakan sebagai suatu kejahatan tanpa kehendak jahat, pada satu sisi doktrin ini menyebabkan adanya mens rea merupakan suatu keharusan dalam tindak pidana. Konsep “pertanggungjawaban” dalam Hukum Pidana itu merupakan konsep sentral yang dikenal dengan ajaran kesalahan. Istilah ajaran kesalahan dalam bahsa latin dikenal dengan sebutan mens rea. Doktin mens rea dilandaskan pada suatu perbuatan tidak mengakibatkan seseorang bersalah
7
Roeslan Saleh, Pikiran-pikiran Tentang Pertanggungjawaban Pidana, (Jakarta : Ghalia Indonesia), 1982, hal. 10
Universitas Sumatera Utara
13
kecuali jika pikiran orang itu jahat. Dalam bahasa Inggris doktrin tersebut dirumuskan dengan an act does not make a person guilty, unless the mind is legally blameworthy. Berdasarkan asas tersebut, ada dua syarat yang harus dipenuhi untuk dapat memidana seseorang, yaitu ada perbuatan lahiriah yang terlarang/perbuatan pidana (actus reus),dan ada sikap batin jahat/tersela (mens rea).8 Pertanggungjawaban pidana diartikan sebagai diteruskannya celaan yang obyektif yang ada pada perbuatan pidana dan secara subjektif yang ada memenuhi syarat untuk dapat dipidana karena perbuatannya itu, Dasar adanya perbuatan pidana adalah asas legalitas, sedangkan dasar dapat dipidananya pembuat adalah asas kesalahan. Ini berarti bahwa pembuat perbuatan pidana hanya akan dipidana jika ia mempunyai kesalahan dalam melakukan perbuatan pidana tersebut. Kapan seseorang dikatakan mempunyai kesalahan menyangkut masalah pertanggungjawaban pidana. Disebabkan oleh itu pertanggungjawban pidana adalah pertanggungjawaban orang terhadap tindak pidana yang dilakukannya. Tegasnya, yang dipertanggungjawabkan orang itu adalah tindak pidana yang dilakukannya. Terjadinya pertanggungjawaban pidana karena telah ada tindak pidana yang dilakukan oleh seseorang. Pertanggungjawaban pidana pada hakikatnya merupakan suatu mekanisme yang dibangun oleh hukum pidana untuk bereaksi terhadap pelanggaran atas “kesepakatan menolak” suatu perbuatan tertentu.9
8
Hanafi, “Reformasi Sistem Pertanggungjawaban Pidana”, Jurnal Hukum, Vol.6 No.11 tahun 1999, hal.27. 9 Mahrus Ali, Dasar-dasar Hukum Pidana, (Jakarta: Sinar Grafika), 2012, hal.156
Universitas Sumatera Utara
14
Didalam hal kemampuan bertanggungjawab bila di lihat dari keadaan batin orang yang melakukan perbuatan pidana merupakan masalah kemampuan bertanggungjawab dan menjadi dasar yang penting untuk menentukan adanya kesalahan, yang mana keadaan jiwa orang yang melakukan perbuatan pidana haruslah sedemikian rupa sehingga dapat dikatakan normal, sebab karena orang yang normal, sehat inilah yang dapat mengatur tingkah lakunya sesuai dengan ukuran – ukuran yang di anggap baik oleh masyarakat.10 Sementara bagi orang yang jiwanya tidak sehat dan normal, maka ukuran – ukuran tersebut tidak berlaku baginya tidak ada gunanya untuk di adakan pertanggungjawaban, sebagaimana di tegaskan dalam ketentuan Bab III Pasal 4 KUHP yang berbunyi sebagai berikut :11 1. Barang siapa mengerjakan sesuatu perbuatan, yang tidak dapat di pertanggungjawabkan kepadanya karena kurang sempurna akalnya atau karena sakit berubah akal tidak boleh di hukum 2. Jika nyata perbuatan itu tidak dapat di pertanggungjawabkan kepadanya karena kurang sempurna akalnya karena sakit berubah akal maka hakim boleh memerintahkan menempatkan di di rumah sakit gila selamalamanya satu tahun untuk di periksa. 3. Yang di tentukanya dalam ayat di atas ini, hanya berlaku bagi Mahkamah Agung, Pengadilan Tingi dan pengadilan negeri
Mengenai kemampuan bertanggungjawab sebenarnya tidak secara terperinci di tegaskan oleh pasal 44 KUHP. Hanya di temukan beberapa pandangan para sarjana, misalnya Van Hammel yang mengatakan, orang
10
Sutrisna, I Gusti Bagus, “Peranan Keterangan Ahli dalam Perkara Pidana ( Tijauan terhadap pasal 44 KUHP),” dalam Andi Hamzah(ed.), Bunga Rampai HUkum Pidana dan Acara Pidana ( Jakarta :Ghalia Indonesia ,1986), hlm. 78 11 R. Soesilo, Op.Cit, hlm. 60-61
Universitas Sumatera Utara
15
yang mampu bertanggungjawab harus memenuhi setidaknya 3 (tiga) syarat, yaitu : (1) dapat menginsafi (mengerti) makna perbuatannya dalam alam kejahatan, (2) dapat menginsafi bahwa perbuatanya di pandang tidak patut dalam pergaulan masyarakat, (3) mampu untuk menentukan niat atau kehendaknya terhadap perbuatan tadi. Sementara itu secara lebih tegas, Simons mengatakan bahwa mampu bertanggungjawab adalah mampu menginsafi sifat melawan hukumnya perbuatan dan sesuai dengan ke insafan itu menentukan kehendaknya. Adapun menurut Sutrisna, untuk adanya kemampuan beranggungjawab maka harus ada dua unsur yaitu : (1) kemampuan untuk membeda-bedakan antara perbuatan yang baik dan buruk, yang sesuai dengan hukum dan yang melawan hukum; (2) kemampuan untuk menentukan kehendaknya menurut keinsafan tentang baik dan buruknya perbuatan tadi.
2. Pengertian OKP (Organisasi Kepemudaan) Kata “organisasi” mempunyai dua pengertian umum. Pengertian pertama menandakan suatu lembaga atau kelompok fungsional seperti organisasi perusahaan, rumah sakit, perwakilan pemerintah atau suatu kumpulan
olahraga.
Pengertian
kedua
berkenaan
dengan
proses
pengorganisasian, sebagai suatu cara dimana kegiatan organisasi dialokasikan dan ditugaskan di antara para anggotanya agar tujuan organisasi dapat
Universitas Sumatera Utara
16
tercapai dengan efisien. Menurut James A.F. Stoner, organisasi adalah dua orang atau lebih yang
bekerja sama dalam cara yang terstruktur untuk
mencapai sasaran spesifik atau sejumlah sasaran. Jadi organisasi merupakan sekumpulan orang yang bekerja sama dengan sistem tertentu dalam rangka mencapai suatu tujuan Sebuah organisasi dapat terbentuk karena dipengaruhi oleh beberapa aspek seperti penyatuan visi dan misi serta tujuan yang sama dengan perwujudan eksistensi sekelompok orang tersebut terhadap masyarakat. Organisasi yang dianggap baik adalah organisasi yang dapat diakui keberadaannya oleh masyarakat disekitarnya, karena memberikan kontribusi seperti; pengambilan sumber daya manusia dalam masyarakat sebagai anggota-anggotanya sehingga menekan angka pengangguran. Berdasarkan data Proyeksi Penduduk Indonesia Tahun 2005-2025 yang dilakukan BPS berdasarkan pada SUPAS 2005, jumlah pemuda tahun 2009 mengalami pasang surut. Pada tahun 2009, jumlah pemuda sebanyak 62,77 juta jiwa. Angka tersebut terus mengalami kenaikan sampai dengan tahun 2011 menjadi 62,92 juta jiwa. Dilihat dari jumlahnya yang mencapai 62,92 juta jiwa, pemuda merupakan salah satu kekuatan terbesar bagi bangsa Indonesia. Jumlah ini merupakan populasi yang sangat besar, karena itu pemuda memiliki posisi yang strategis bagi bangsa Indonesia.
Jumlah angka yang
sebesar itu, pemuda terbagi dalam
berbagai organisasi, baik organisasi kepemudaan seperti KNPI yang telah tersusun rapi dari tingkat pusat hingga ke daerah maupun yang lainnya (Sholehuddin 2008: 10)
Universitas Sumatera Utara
17
Organisasi kepemudaan adalah lembaga nonformal yang tumbuh dan eksis dalam masyarakat antara lain ikatan remaja masjid, kelompok pemuda (karang taruna) dan sebagainya. Pengertian lain menyatakan organisasi kepemudaan adalah organisasi sosial wadah pengembangan generasi muda yang tumbuh dan berkembang atas dasar kesadaran dan tanggung jawab sosial dari, oleh, dan untuk masyarakat terutama generasi muda di desa/kelurahan atau komunitas adat sederajat yang bergerak dibidang usaha kesejahteraan sosial. Organisasi
kepemudaan
diorientasikan
untuk
menjadi
organisasi
pelayanan kemanusiaan penyelenggara usaha kesejahteran sosial yang memiliki pendekatan dan standar pada pendekatan pekerja sosial yang memadai.
Pada dasarnya organisasi kepemudaan memiliki tujuan terarah yang sesuai dengan program kerja dari organisasi tersebut, namun secara khusus yang terlihat pada saat sekarang sangat berbeda bila dibandingkan dengan tujuan dari organisasi kepemudaan yang ada pada awal kemerdekaan. Fakta ini sesuai dengan kemajuan zaman yang dinamis dengan kinerja dan program pemerintah yang bekuasa. Satu organisasi terbentuk berdasarkan atas suatu perencanaan yang memiliki visi dan misi serta memiliki aturan yang mengikat atau berbadan hukum. 3.
Pengertian Senjata Tajam Salah satu kejahatan yang meresahkan masyarakat adalah kejahatan
dengan menggunakan senjata tajam. Kejahatan ini banyak macamnya, misalnya tindak pidana pembunuhan, penganiayaan berat, pencurian dengan pemberatan,
Universitas Sumatera Utara
18
pengancaman, penculikan, dan sebagainya. Kesemua jenis tindak pidana ini diatur dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana di Indonesia. Kejahatan yang terjadi di masyarakat merupakan sebuah pelanggaran terhadap hukum positif yaitu hukum pidana. Kejahatan dan pelanggaran yang diatur dalam Kitab Undangundang Hukum Pidana bisa dilihat sebagai hukum pidana objektif yaitu suatu tindak pidana yang digolongkan menurut ketentuan-ketentuan hukum itu sendiri dan hukum pidana subjektif yaitu ketentuan-ketentuan didalam hukum mengenai hak penguasa menerapkan hukum. Pengertian senjata tajam dalam Kamus Bahasa Indonesia, W.J.S. Poerwadarminta memberikan pengertian sebagai berikut: a.
Senjata diartikan: Alat perkakas yang gunanya untuk berkelahi atau berperang (Keris,
Tombak), Tajam diartikan: 1)
Bermata tipis, halus, dan mudah mengiris, melukai dsb (tentang Pisau, Pedang, dsb);
2)
Runcing,berujung lancip.
tidak memberikan pengertian tentang apa yang dimaksud dengan senjata tajam, tetapi hanya menggolongkan senjata tajam yaitu: 1)
Senjata pemukul;
2)
Senjata penikam atau;
3)
Senjata penusuk.
Universitas Sumatera Utara
19
Senjata adalah suatu alat yang digunakan untuk melukai, membunuh, atau menghancurkan suatu benda. Senjata dapat digunakan untuk menyerang maupun untuk mempertahankan diri, dan juga untuk mengancam dan melindungi. Apapun yang dapat digunakan untuk merusak (bahkan psikologi dan tubuh manusia) dapat dikatakan senjata. Senjata bisa sederhana seperti pentungan atau kompleks seperti peluru kendali balistik. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 Tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia pada penjelasan Pasal 15 ayat (2) huruf e dijelaskan bahwa pengertian senjata tajam adalah senjata penikam, senjata penusuk, dan senjata pemukul, tidak termasuk barangbarang yang nyata-nyata dipergunakan untuk pertanian, atau untuk pekerjaan rumah tangga, atau untuk kepentingan melakukan pekerjaan yang sah, atau nyata untuk tujuan barang pusaka, atau barang kuno, atau barang ajaib sebagaimana diatur dalam UndangUndang Nomor 12/Drt/1951. Indonesia memang dikenal memiliki beragam jenis kebudayaan, dan termasuk juga berbagai jenis dan ragam senjata tajam yang telah menjadi simbol masing -masing daerah tersebut, dalam disebutkan antara lain :12 a.
Provinsi
DI
Aceh/Nanggro
Aceh
Darussalam/NAD,
Senjata
Tradisional : Rencong. b. Provinsi Sumatera Utara /Sumut, Senjata Tradisional : Piso Surit, Piso Gaja Dompak. c. Provinsi Sumatera Barat /Sumbar Senjata Tradisional : Karih, Ruduih, Piarit. 12
(www.organisasi.org, 14 April 2010), yang diakses pada tanggal 24 Mei 2016, pukul 22.34, mengutip “Jenis senjata tajam adat Indonesia”
Universitas Sumatera Utara
20
d. Provinsi Riau, Senjata Tradisional : Pedang Jenawi, Badik Tumbuk Lado e. Provinsi Jambi, Senjata Tradisional : Badik Tumbuk Lada f. Provinsi Sumatera Selatan/Sumsel, Senjata Tradisional : Tombak Trisula g. Provinsi Lampung, Senjata Tradisional : Terapang, Pehduk Payan h. Provinsi Bengkulu, Senjata Tradisional : Kuduk, Badik, Rudus i. Provinsi DKI Jakarta, Senjata Tradisional : Badik, Parang, Golok j. Provinsi Jawa Barat/Jabar, Senjata Tradisional : Kujang k. Provinsi Jawa Tengah/Jateng, Senjata Tradisional : Keris. l. Provinsi DI Yogyakarta/Jogja/Jogjakarta, Senjata Tradisional : Keris Jogja. m. Provinsi Jawa Timur/Jatim, Senjata Tradisional : Clurit n. Provinsi Bali, Senjata Tradisional : Keris o. Provinsi Nusa Tenggara Barat/NTB, Senjata Tradisional : Keris, Sampari, Sondi. p. Provinsi Nusa Tenggara Timur/NTT, Senjata Tradisional : Sundu q. Provinsi Kalimantan Barat/Kalbar, Senjata Tradisional : Mandau r. Provinsi Kalimantan Tengah/Kalteng, Senjata Tradisional : Mandau, Lunjuk Sumpit Randu. s. Provinsi Kalimantan Selatan /Kalsel, Senjata Tradisional : Keris, Bujak Beliung. t. Provinsi Kalimantan Timur/Kaltim, Senjata Tradisional : Mandau u. Provinsi Sulawesi Utara /Sulut, Senjata Tradisional : Keris, Peda, Sabel.
Universitas Sumatera Utara
21
v. Provinsi Sulawesi Tengah/Sulteng, Senjata Tradisional : Pasatimpo. w. Provinsi Sulawesi Tenggara/Sultra, Senjata Tradisional : Keris x. Provinsi Sulawesi Selatan/Sulsel, Senjata Tradisional : Badik y. Provinsi Maluku, Senjata Tradisional : Parang Salawaki/Salawaku, Kalawai. z. Provinsi Irian Jaya/Papua, Senjata Tradisional : Pisau Belati Bahkan untuk beberapa daerah tertentu, menjelaskan bahwa terdapat lebih dari satu jenis senjata tajam yang bahkan biasanya merupakan kewajiban dalam kegiatan-kegiatan adat seperti :13 a. Punta adalah senjata tajam jenis tusuk, dengan panjang sekitar 15-20cm. Senjata ini lebih berfungsi sebagai senjata pusaka yang menjadi simbol strata sosial pada waktu itu, karena senjata tajam ini tidak pernah digunakan untuk bertarung. Di Jawa Barat mungkin dikenal sebagai Kujang, namun Kujang lebih variatif dari segi bentuk dan motif ciung. b. Beliung adalah sejenis kapak dengan mata menyilang kearah gagang pegangan, umumnya digunakan sebagai perkakas untuk membuat kayu. Beliung Gigi Gledek merupakan jenis kapak dengan mata kapak terbuat dari batu, merupakan teknik pembuatan senjata sisa peninggalan zaman batu baru di Betawi yang masih tersisa antara abad 1-3M. Beberapa tokoh yang diketahui pernah menggunakan ini sebagai senjata andalannya adalah Batara Katong (Wak Item) dan Salihun pemimpin kelompok Si Pitung. Beliung digunakan Salihun sebagai sarana dalam
13
Gusman Natawijaya , Adat di Indonesia, Bandung : Refika Aditama, 2008, hal.75
Universitas Sumatera Utara
22
melakukan aksi perampokan maupun pelarian dengan memanjat pagar tembok. c. Cunrik merupakan senjata tradisional para perempuan Betawi, biasa digunakan oleh para resi perempuan yang tidak ingin menonjolkan kekerasan dalam pembelaan dirinya, terbuat dari besi kuningan dengan panjang kurang dari 10cm. Salah seorang resi perempuan yang terkenal menggunakan cunrik ini adalah Buyut Nyai Dawit, pengarang Kitab Sanghyang Shikshakanda Ng Karesiyan (1518). Dimakamkan di Pager Resi Cibinong. d. Golok Gobang, adalah golok yang berbahan tembaga, dengan bentuk yang pendek. Panjang tidak lebih dari panjang lengan (sekitar 30cm) dan diameter 7cm. Bentuk Golok Gobang yang pada ujung (rata) dan perut melengkung ke arah punggung golok, murni digunakan sebagai senjata bacok. Di Jawa Barat model Golok Gobang ini dinamakan Golok
Candung.
Bentuk
gagang
pegangan
umumnya
tidak
menggunakan motif ukiran hewan, hanya melengkung polos terbuat dari kayu rengas. Masyarakat Betawi tengah menyebutnya dengan istilah “Gagang Jantuk”. Bilah golok gobang polos tanpa pamor atau wafak yang umum dipakai sebagai golok para jawara, dengan diameter 6cm yang tampak lebih lebar dari golok lainnya. e. Golok jenis ini adalah golok tanding dengan ujung yang lancip, panjang bilah sekitar 40cm, dengan diameter 5-6cm. Umumnya golok Ujung Turun ini menggunakan wafak pada bilah dan motif ukiran hewan pada
Universitas Sumatera Utara
23
gagangnya. Gagang dan warangka golok lebih sering menggunakan tanduk, hal ini dimaksudkan sebagai sarana mengurangi beban golok ketika bertarung. Di Jawa Barat golok jenis ini merupakan perpaduan antara jenis Salam Nunggal dan Mamancungan. f. Golok Betok adalah golok pendek yang difungsikan sebagai senjata pusaka yang menyertai Golok Jawara, begitupun Badik Badik yang berfungsi hanya sebagai pisau serut pengasah Golok Jawara. Kedua senjata tajam ini digunakan paling terakhir manakala sudah tidak ada senjata lagi di tangan. g. Orang Betawi menyebutnya sebagai Siku, karena bentuknya yang terdiri dari dua batang besi baja yang saling menyiku atau menyilang. Ujung tajam menghadap ke lawan. Dalam setiap permainan siku selalu digunakan berpasangan. Dalam istilah lain senjata tajam jenis ini disebut Cabang atau Trisula. Berikut adalah beberapa jenis senjata tajam yang dapat dipergunakan untuk melakukan kejahatan, antara lain:14 a. Parang Parang adalah senjata tajam yang terbuat dari besi biasa. Bentuknya relatif sederhana tanpa pernak pernik. Kegunaannya adalah sebagai alat potong atau alat tebas (terutama semak belukar) kala penggunanya keluar masuk hutan. Parang juga digunakan untuk pertanian. Parang juga merupakan senjata khas orang
14
(http://suryacomm.blogspot.com/2013/12/10-jenis-senjata-tradisional-di.html).
Universitas Sumatera Utara
24
Melayu di kampung-kampung pada zaman dahulu. Sedangkan masyarakat Melayu di Jawa dan Sumatra menjadikan parang sebagai salah satu senjata pertempuran. b. Badik Badik atau badek adalah pisau dengan bentuk khas yang dikembangkan oleh masyarakat Bugis dan Makassar. Badik bersisi tajam tunggal atau ganda, dengan panjang mencapai sekitar setengah meter. Seperti keris, bentuknya asimetris dan bilahnya kerap kali dihiasi dengan pamor. Berbeda dari keris, badik tidak pernah memiliki ganja (penyangga bilah). Menurut pandangan orang Bugis Makassar, setiap jenis badik memiliki kekuatan sakti (gaib). Kekuatan ini dapat memengaruhi kondisi, keadaan, dan proses kehidupan pemiliknya. Sejalan dengan itu, terdapat kepercayaan bahwa badik juga mampu menimbulkan ketenangan, kedamaian, kesejahteraan dan kemakmuran ataupun kemelaratan, kemiskinan dan penderitaan bagi yang menyimpannya. Sejak ratusan tahun silam, badik dipergunakan bukan hanya sebagai senjata untuk membela diri dan berburu tetapi juga sebagai identitas diri dari suatu kelompok etnis atau kebudayaan. Badik ini tidak hanya terkenal di daerah Makassar saja, tetapi juga terdapat di daerah Bugis dan Mandar dengan nama dan bentuk berbeda. c. Keris Keris adalah senjata tikam golongan belati dengan banyak fungsi budaya yang dikenal di kawasan Nusantara bagian barat dan tengah. Bentuknya khas dan mudah dibedakan dari senjata tajam lainnya karena tidak simetris di bagian pangkal yang melebar, seringkali bilahnya berlikuliku, dan banyak di antaranya memiliki pamor, yaitu guratan-guratan logam cerah pada helai bilah. Pada masa
Universitas Sumatera Utara
25
lalu keris berfungsi sebagai senjata dalam duel/peperangan, sekaligus sebagai benda pelengkap sesajian. Pada penggunaan masa kini, keris lebih merupakan benda aksesori dalam berbusana, memiliki sejumlah simbol budaya, atau menjadi benda koleksi yang dinilai dari segi estetikanya. d. Golok Golok adalah pisau besar dan berat yang digunakan sebagai alat berkebun sekaligus senjata yang jamak ditemui di Asia Tenggara. Hingga saat ini kita juga bisa melihat golok digunakan sebagai senjata dalam silat. Ukuran, berat, dan bentuknya bervariasi tergantung dari pandai besi yang membuatnya. e. Celurit Celurit, atau Sabit adalah alat pertanian berupa pisau melengkung Celurit, atau Sabit adalah alat pertanian berupa pisau melengkung menyerupai bulan sabit. Meskipun memiliki bentuk yang sama, secara bahasa Arit cenderung bersifat sebagai alat pertanian, sedangkan Celurit lebih mengacu pada senjata tajam. Celurit juga merupakan senjata khas dari suku Madura, Indonesia dan biasa digunakan sebagai senjata carok. Senjata ini sudah melegenda sebagai senjata yang biasa digunakan oleh tokoh yang bernama Sakera. Masyarakat Madura akan “mengisi” celurit dengan khodam dengan cara merafalkan doa-doa sebelum melakukan carok. f. Tombak Tombak dalam bahasa Makassar disebut juga “Poke” adalah senjata tajam yang bentuknya panjang yang ujungnya runcing dan tajam. Jenis senjata tajam ini
Universitas Sumatera Utara
26
berfungsi sebagai alat untuk melakukan suatu pekerjaan, biasanya digunakan untuk berburu. g. Pedang Pedang adalah sejenis senjata tajam yang memiliki bilah panjang.pedang dapat memiliki dua sisi tajam atau hanya satu sisi tajam saja. Dibeberapa kebudayaan jika dibandingkan senjata lainyapedang biasanya memiliki prestise lebih atau paling tinggi.bilah pedang biasanya dibuat dari logam keras seperti besi atau baja. Meski begitu terdapat pedang dari emas yang digunakan sebagai hiasan saja. h. Panah Panah adalah jenis senjata tajam yang dibuat dari batang besi atau besi bekas yang dibuat sebagai senjata. Dan menggunkan ketapel sebagai pendorong. Di Makassar Ketapel Panah cukup populer di kalangan masayarakat, Karena mudah dibuat dan harganya pembuatanya juga terbilang cukup murah, maka dari itu mulai dari kalangan anak-anak sampai orang dewasa mudah untuk mendapatkanya, dan belakangan ini cukup banyak digunakan sebagai alat kejahatan maupun sebagai alat perang.
F. Metode Penelitian Metode penelitian merupakan hal yang utama di dalam suatu upaya untuk mencapai suatu tujuan hukum tertentu, sehubung dengan hal tersebut maka dalam penelitian ini penulis menggunakan penelitian sebagai berikut :
Universitas Sumatera Utara
27
1.
Jenis Penelitian Jenis penelitian hukum yang dialakukan penulis dalam penulisan skripsi ini adalah metode penelitian Hukum yang Yuridis Normatif dinamakan juga dengan penelitian hukum normatif atau penelitian hukum doktrinal dan dibantu
dengan
hasil
wawancara
dengan
Majelis
Hakim
untuk
mempertanyakan apa saja yang menjadi dasar pertimbangan bagi hakim dalam mengambil Putusan di Pengadilan dalam perkara tersebut. Dalam hal penelitian hukum normatif, penulis melakukan terhadap perundang-undangan dan bahan hukum yang berhubungan dengan judul skrpsi penulis ini yaitu “Pertanggungjawaban Pidana Terhadap Okp Yang Membawa, Memiliki, Dan Menyimpan Senjata Tajam Tanpa Izin Berdasarkan UU Darurat Ri No.12 Tahun 1951 Untuk Dikaji Sesuai Dengan Putusan Pengadilan Negeri Binjai No.228/ Pid.B/ 2014/ Pn.Bj.” 2.
Sifat Penelitian Penelitian ini memiliki sifat sebagai penelitian deskriptif, yang menyajikan, menggambarkan dan memaparkan mengenai gejala-gejala dan fakta-fakta yang terjadi dimasyarakat. Menurut Soejono Soekanto, penelitian deskriptif adalah “Suatu penelitian yang dimaksud untuk memberikan data yang seteliti mungkin tentang manusia, keadaan, gejala-gejala lainnya. Maksudnya adalah terutama mempertegas hipotesa-hipotesa, agar dapat membantu memperkuat teori-teori lama, atau di dalam kerangka penyusunan teori baru” 15
15
Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, UI Press, Jakarta, 2008, hlm 43
Universitas Sumatera Utara
28
3.
Data dan sumber data Data yang diperlukan dalam penelitian ini sesuai dengan permasalahan dan tujuan penelitian , dibagi kedalam dua jenis data yaitu : 1. Data Primer Data primer yaitu data empiris yang berumber dari pengetahuan dan pengalaman responden yang diperoleh langsung dari responden dilapangan melalui wawancara dengan pihak-pihak yang terkait dengan permasalahan dalam penelitian ini. 2. Data Sekunder Data sekunder yaitu pada umumnya merupakan data-data normatif yang dijadikan sebagai landasan teori dalam menjawab permasalahan penelitian, yang sumbernya diperoleh dari kajian kepustakaan, referensi-referensi hukum, peraturan perundang-undangan dan sumber lainnya yang relevan dengan penelitian ini.
4.
Metode Pengumpulan Data Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah studi kepustakaan, seperti Peraturan perundang-undangan, buku, pendapat sarjana, majalah hukum yang berkaitannya dengan skripsi yang penulis buat.
5. Analisis Data Analisis Data Analisis data yang dilakukan penulis dalam penulisan skripsi ini dengan cara kualitatif, yaitu menganalisis melalui data lalu diolah dalam pendapat atau tanggapan dan data-data sekunder yang diperoleh dari pustaka
Universitas Sumatera Utara
29
kemudian dianalisis sehingga diperoleh data yang dapat menjawab permasalahan dalam skripsi ini.
7. Sistematika Penulisan Skripsi ini diuraikan dalam 5 (lima) bab dan tiap tiap bab terbagi atas beberapa sub-sub bab untuk mempermudah dalam memaparkan materi dari skripsi ini yang dapat digambarkan sebagai berikut : BAB I
:
Pendahuluan Bab ini merupakan gambaran umum yang berisi tentang latar belakang,
perumusan
masalah,
tujuan
penelitian,
keaslian
penulisan, tinjauan kepustakaan, metode penelitan dan sistematika penulisan. BAB II
:
Pengaturan Dan Pertanggungjawaban Pidana Terhadap Organisasi Kemasyarakatan Pemuda (OKP) Yang Membawa, Memiliki, Dan Menyimpan Senjata Tajam Tanpa Izin Bab ini berisikan satu Sub-bab yaitu mengenai Bagaimana pengaturan hukum tentang memiliki, membawa, dan menyimpan senjata tajam serta Bagaimana pertanggungjawaban pidana terhadap
organisasi
kemasyarakatan
pemuda
(OKP)
yang
membawa, memiliki, dan menyimpan senjata tajam tanpa izin. Sub-bab Yang kedua berisi tentang Undang–Undang yang mengatur tentang membawa, memiliki, dan menyimpan senjata tajam tanpa izin
Universitas Sumatera Utara
30
BAB III
:
Pertimbangan Hakim Dalam Menjatuhkan Putusan Perkara No.228/Pid.B/2014/PN.BJ Terhadap Pelaku Bab ini berisi dua sub-bab. Sub-bab pertama berisikan tentang Bagaimana pertimbangan Hakim dalam menjatuhkan putusan perkara pidana terhadap pelaku organisasi kemasyarakatan pemuda (OKP) yang membawa, menyimpan, dan memiliki senjata tajam tanpa izin, dalam putusan No. 228/PID.B/2014/PN.BJ. Sub-bab yang kedua berisikan tentang analisis putusan No.228/PID.B/ 2014/PN.BJ
BAB IV : Kesimpulan dan Saran Bab ini berisikan tentang kesimpulan dari permasalahan dan Saran dari penulis.
Universitas Sumatera Utara