Mawar biru Kusiapkan ini khusus untuk hadiah ulang tahunmu Sebagai persembahanku atas perhatianmu... Cintamu dan kesediaanmu menerima diriku Terimalah ini Mawar biru... Yang khusus kupetik dari surga Untuk menerangi gelapmu Dengan cahaya birunya yang menerangi malam
Pemilik jiwa yang sepi HIDUP ADALAH PILIHAN, menyerah bukanlah jawaban. Itu adalah filsafat yang sudah lama di anut oleh ayahku, sehingga beliau bisa sukses seperti sekarang, tak terhitung berapa banyak harta ayahku, kalau ku taksir mungkin bisa disebut tujuh turunan tidak habis, tak tahu yang turunan kedelapannya. Pagi yang cerah, kehidupan yang nyaman selalu mengawali hariku, bangun tidur, mandi, dan begitu di meja makan, sarapan sudah tersedia. Kedua orang tuaku sangat sayang padaku, karena aku anak semata wayang mereka, ibuku cantik sekali walau dari desa, dan ayahku adalah seorang pemuda yang tampan, tinggi dan gagah, yang akhirnya semuanya itu menurun padaku, cukup bayangkan aku sesempurna bayangan kalian, nah begitulah aku dan hidupku. “ kamu tidak puasa fer ?” tanya Irfan, ketika di kampus, dia sepupuku dari keluarga ibuku, orangtuanya dari desa yang sama dengan ibuku. “ ah tidak fan, ngapain puasa bikin repot saja “ ucapku, karena waktu di kampus Irfan melihatku sedang minum di kelas, apa ada yang salah kalau aku minum siang hari saat bulan puasa kan haus, tapi memang benar kan teman, buat apa juga puasa, menyiksa diri saja, walau aku tahu bahwa ini bulan 2
puasa, tapi buat apa puasa, bisa saja kan nanti kubayar dengan uang. Sejak dulu juga, orangtuaku mengajarkanku untuk seperti itu, kalau bulan puasa tiba, pasti si mbok ngingetin buat puasa, tapi kata ibuku nanti bisa saja kita bayar dengan uang. Sholat juga aku jarang, bahkan, mungkin bisa dibilang Cuma hari Raya saja aku sholat itu pun kalau ingin, hari jumat dan magrib juga pernah, walau jarang, yang lainnya, tidak tahu deh. “ ah itu Lena, dengan Ray, sudah dulu ya fan “ ucapku seketika melihat Lena, pacarku dan Ray sahabatku. Irfan mengangguk dan aku pergi. --oo0oo-Masa depanku bisa dibilang cerah, kalau dilihat dari segala sisi kehidupanku, dari kekayaan ayahku, keberhasilanku di kampus dan banyak lagi yang akan mencerahkan karirku di masa depan, memang benar kata orang, dengan uang semua bisa, dengan uang apa saja jadi nyata, karena uang adalah segalanya, dan kasihanlah orang yang hidupnya melarat. Yah maaf saja sebelumnya, seperti sepupuku itu, si Irfan, karena dari kampung, mana ada dia uang buat jalanjalan, apalagi mencari pacar, tempat tinggal saja disediakan ibuku, di sebuah kost, padahal sudah di tawarin di kost yang paling bagus, dia tolak, bodoh sekali, katanya mau mencari yang dekat mesjid saja, apa sih untungnya, sering di ganggu kalau azan, apalagi kalau subuh. Aku tak habis pikir, waktu itu 3
juga kutawarin dia pacar, eh dia tolak, padahal sudah kubilang, nanti semua biaya buat jalan, atau apa juga aku yang tanggung, tetap saja ditolaknya, bodoh nian pikiran anak itu, padahal bodoh juga ada batasnya. Kata ayahku, nanti setelah aku lulus kuliah, aku akan di tempatkan di sebuah perusahaan ayah yang ada di kota, atau kalau aku mau di luar negri tinggal bilang, tapi aku tidak mau. Maka Jabatan itu kuserahkan pada Ray. dan Lena nanti setelah lulus akan menikah denganku, terserah dia saja lagi mau kerja atau tidak, yang jelas, kehidupannya akan bahagia, itu bukan lain karena aku, dan berkat kekayaan ayahku, semua berkat uang, kelihatan dengan jelas sekali bukan, bahwa, masa depan orang kaya seperti ku ini akan terang, dan hidup akan bahagia, beruntung sekali Ray dan Lena, karena menjadi orang yang dekat denganku, apalagi Lena, ah, gadis cantik jelita itu, pasti akan selalu tersenyum dalam hidupnya nanti. Tapi Irfan ?, yah cukuplah dia nanti bekerja menjadi salah satu stafku, mungkin itu juga bisa disebut beruntung. “ maaf fer, aku tidak bisa, aku ingin mengabdi di desa “ jawab Irfan ketika aku menyampaikan niat baikku itu. “ aih fan, tidak punya otak kah kau, kau akan kaya, dan bisa membantu kampungmu, kau tak ingin uang fan “ kataku kaget bukan main mendengar setiap jawaban yang keluar dari mulut Irfan.
4
“ tidak fer, bagiku uang itu tidak abadi, aku lebih suka jika aku yang mengabdikan diri, bukan kuserahkan ke orang lain, dan juga bukan karena uang “. “ lantas untuk apa kau mengajar disana kalau bukan demi uang “. “ demi membina akhlak anak-anak di desa, asal mereka berada di jalan yang lurus, aku rela kalau tak di bayar “. Aih, coba kalian dengarkan jawaban dari sepupuku ini, aku sampai geleng-geleng kepala setiap kali mendengar jawabannya. Tak pernah bisa kumengerti jawaban dari sepupuku ini, mau makan apa dia kalau bekerja tidak di bayar. Waktu libur akhir semester akhirnya tiba juga, Skripsi sudah, sidang lancar, semua sudah beres. kami tinggal menunggu waktu wisuda saja lagi. semua temanku mengajakku untuk camping, tak mungkin lah aku tidak ikut, Irfan kuajak, tapi jawabannya sudah pasti dia tidak mau, ya sudah aku saja yang pergi. Sayang sekali, dan mimpi-mimpiku itu tinggal selangkah saja lagi menuju kenyataan. Selang lama ketika liburan, setelah kumpul panjang bersama teman satu kampus selama seminggu, bernyanyi tengah malam, mendaki gunung, membakar makanan dan memakannya bersama, indahnya hidup ini, di akhir sebelum kami pulang kami berpelukan dan larut dalam tangis haru,
5
karena sesudah di wisuda nanti kami mungkin tidak akan bertemu lagi untuk waktu yang sangat lama. Tapi ketika Aku pulang, aku dikejutkan oleh sebuah berita buruk yang paling buruk, tak pernah aku membayangkan, hal seperti ini, detak waktu seketika terhenti, ketika aku berdiri di depan pagar rumahku, aku seolah melihat kenyataan yang hancur. Rumahku disita oleh bank. Ayahku pergi melarikan diri dan ibuku mati bunuh diri, tak ada seorang pun yang memberitahuku mengenai ini, hanya si mbok yang ketika ku temui mau menceritakan semuanya, katanya, ayahku di tipu dalam bisnisnya, karena banyak modal yang rugi dan sebagian modal adalah hasil korupsi dari salah seorang pejabat kolega ayahku maka semua harta kami habis segian lenyap sebagian di sita, dalam sekejap beberapa perusahaan ayahku bangkrut, yang di luar negri juga terjadi hal yang sama, seseorang mengambil alih perusahaan ayahku dengan cara yang licik. Sehingga semua impianku musnah di hadapanku, dan sering kali aku mengatakan dan merasa, apakah ini Cuma mimpi. Dan ibuku, dia di kamar ditemukan bunuh diri, mungkin karena ditinggalkan ayahku pergi, juga karena rasa malu yang tak tertahankan lagi. Sisa aku sendiri, kepalaku berputar, semua yang kuimpikan serasa lenyap seperti api yang melahap kertas, padahal baru sesaat tadi aku tertawa, berkumpul dan bersenang-senang, sekarang aku, aku tidak bisa berkata apa-apa lagi, semuanya jadi gelap. --oo0oo-6