INTERAKSI SIMBOLIK DAN PEMBENTUKAN JIWA KEWIRAUSAHAAN (Kasus Interaksi Pemilik - Pengelola Perusahaan KemChicks)
RETNO DEWI
SEKOLAH PASCA SARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Interaksi Simbolik dan Pembentukan Jiwa Kewirausahaan Pengelola KemChicks (Kasus Interaksi Pemilik - Pengelola Perusahaan KemChicks) adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun.
Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang
diterbitkan maupun yang tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka dibagian akhir tesis ini.
Bogor, 30 September 2011
Retno Dewi NIM: I35270111
ABSTRACT RETNO DEWI. Symbolic Interaction and The Establishment of Entrepreneurship KemChicks Manager’s (case study interaction of owner – managers KemChicks) under directed by SARWITITI SARWO PRASODJO and SUTISNA RIYANTO Development of human resources in Indonesia who have the entrepreneurial spirit, is strategic steps to developt society economic in this country. Interaction with the business environment will encourage the formation of entrepreneurial spirit in a person. Therefore, interaction and entrepreneurship interesting to study. This study aims to determine how the meaning (definition of the situation) KemChicks managers to: (1) the social situation (society) of entrepreneurship in KemChicks, (2) self and significant others’ entrepreneurship, (3) self and the establisment self manager’s entrepreneurship. The study is expected to be a basic policy and further basic studies. The method used is the approach of phenomenology, phenomenology maked actuals lives experiences the basic dat a of reality. The data were analyzed qualitatively - interpretive. The conclusion is: (1) the meaning of the social situation entrepreneurship in KemChicks, differ according to each respondent, so that the delivery action (entreprenerurship) differently. (2) the meaning of different significant others for each respondent. The decision to adopt the values where the significant others, is highly dependent on the values and ideas of their own. (3) interactions encourage the formation of entrepreneurial spirit, but in varying degrees, according to the meaning of self and entrepreneurship in the respondent's own. Keywords : interaction, entrepreneurship
RINGKASAN RETNO DEWI. Interaksi Simbolik dan Pembentukan Jiwa Kewirausahaan Pengelola KemChicks (Studi Kasus : Interaksi Pemilik – Pengelola Perusahaan KemChicks). Dibimbing oleh SARWITITI SARWO PRASODJO dan SUTISNA RIYANTO. Di sepanjang sejarah peradaban manusia, terbukti kewirausahaan atau kewiraswastaan mampu menggerakkan perekonomian suatu masyarakat, bangsa atau negara. Oleh karena itu pengembangan sumberdaya manusia yang memiliki jiwa kewirausahaan (entrepreneurship) adalah langkah srategis untuk membangun perekonomian masyarakat di Indonesia. Kajian-kajian tentang strategi pengembangan jiwa kewirausahaan masih terbatas dan perlu untuk terus dikembangkan. Studi ini bertujuan untuk melihat dan mengkaji pembentukan entrepreneurship dari sudut pandang bidang ilmu komunikasi. Kajian ini dimulai dengan asumsi bahwa interaksi seseorang dengan lingkungan bisnis dapat mendorong terbentuknya entrepreneurship dalam diri orang tersebut. Tujuan yang lebih spesifik dari studi ini adalah melihat dan mengkaji; bagimana para pengelola suatu perusahaan berinteraksi dan memaknai situasi sosial dan situasi diri mereka sendiri serta pengaruhnya terhadap pembentukan entrepreneurship dalam diri mereka. Studi ini berupaya menggambarkan fenomena interaksi pengelola usaha dalam lingkungan usahanya, dimana pendekatan yang digunakan adalah pendekatan fenomenologi. Studi fenomenologi menurut Littlejhon (1996; 204), adalah studi yang menjadikan pengalaman hidup yang sesungguhnya sebagai data dasar dari realitas. Observasi ditujukan untuk melihat perilaku nyata (overt behavior) dan perilaku yang tidak nyata (covert behavior). Perilaku nyata meliputi; pola perilaku komunikasi dan interaksi dari subyek, data ini diperoleh dengan cara mengamati, memotret dan mencatat simbol-simbol yang signifikan (significant symbol). Perilaku tidak nyata seperti; pemikiran, pandangan, pengalaman, persepsi, harapan dan tujuan, serta motivasi subyek, diperoleh melalui wawancara mendalam (indepth interview) yang bersifat terbuka, tidak berstruktur, dalam suasana bebas, dan tidak formal. Data (percakapan) didokumentasikan dengan alat perekam audio Data dianalisis secara kualitatif, pengolahan data terdiri atas tiga tahap, yaitu ; (1) Reduksi Data, ialah memilih data yang sudah terkumpul berdasarkan derajat relevansinya sesuai dengan maksud penelitian, dimana data disederhanakan dengan cara mengklasifikasikannya berdasarkan tema-tema, kemudian memadukan data yang tersebar, lalu menelusuri tema-tema, selanjutnya melakukan abstraksi data kasar menjadi uraian singkat atau ringkasan ; (2) Penyajian Data, ialah menyajikan informasi dalam bentuk teks naratif, selanjutnya diringkas dalam bentuk tabel, masing-masing komponen dalam tabel merupakan abstraksi teks naratif data lapangan yang selanjutnya disajikan
berdasarkan susunan abstraksi dari tabel tersebut ; (3) Kesimpulan dan Verifikasi, ialah menguji kebenaran atau keabsahan data, caranya dengan menggunakan teknik triangulasi dengan melakukan verifikasi. Pada tahap ini dilakukan uji kebenaran setiap makna yang muncul dari data sebelum kesimpulan akhir dibuat. Setiap data diklarifikasikan kembali kepada informan yang bersangkutan dan pimpinan perusahaan, penelusuran kepustakaan dan diskusi dengan pembimbing dan sejawat. Apabila hasil klarifikasi telah memperkuat kesimpulan, maka pengumpulan data untuk komponen tersebut siap dihentikan. Apabila hasil klarifikasi ditemukan kekurangan atau kekeliruan, maka proses penelitian kembali ke tahap awal untuk melengkapi dan mengoreksi kesalahan. Apabila data-data baru dapat memperkuat kesimpulan sebelumnya, maka proses verifikasi dihentikan, setelah itu barulah kesimpulan akhir dibangun. Dari studi ini telah ditemukan ; bahwa situasi sosial kewirausahaan (entrepreneurship) di lingkungan KemChicks yang “nyaman” dalam konsep kekeluargaan, dimaknai secara berbeda. Umumnya informan memaknainya sebagai pendekatan yang menyentuh pusat kesadaran, hingga melahirkan kesetiaan dan loyalitas pada perusahaan. Namun, ada pula informan yang memaknainya sebagai lemahnya sistem managemen, sehingga melahirkan perilaku-perilaku yang bertentangan dengan nilai-nilai entrepreneurship. Pemilik perusahaan adalah figur penting (significant others) yang berperan dalam pengembangan jiwa kewirausahaan pengelola perusahaan tersebut. Pemilik perusahaan dinilai sebagai figur yang memenuhi semua sifat dan ciri dari seorang entrepreneur. Situasi sosial lain yang berperan dalam perkembangan dimensi kewirausahaan dan perilaku kewirausahaan pengelola KemChicks adalah tuntutan peran. Seorang pengelola perusahaan bisa memiliki definisi negatif terhadap aspek sosial lainnya, namun karena peran, misalnya sebagai pemimpin, maka ia merasa harus menggembangkan jiwa kepemimpinannya. Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa, definisi situasi sosial mempengaruhi perkembangan dimensi dan perilaku kewirausahaan (entrepreneurship) pengelola KemChicks, namun dalam derajat yang berbeda-beda, ditentukan oleh makna situasi sosial tersebut bagi mereka. Studi ini juga menemukan bahwa; definisi situasi diri berkembang sesuai makna atas diri yang dibangun oleh pengalaman, harapan/keinginan, tujuan, dan pandangan diri sebagai pengelola KemChicks. Dari temuan ini dapat disimpulkan bahwa definisi situasi diri memiliki pengaruh yang sama pentingnya dengan definisi situasi sosial dalam pembentukan dan pengembangan jiwa kewirausahaan pengelola KemChicks. Dengan demikian, dari studi ini dapat disimpulkan bahwa interaksi dengan situasi sosial dan dengan diri sendiri secara bersama-sama, simultan dan konvergen saling mempengaruhi satu dengan lainnya. Setiap aspek dari situasi sosial KemChicks dan aspek diri pengelola, mempengaruhi pembentukan jiwa kewirausahaan (enrepreneurship) pengelola KemChicks.
Hak cipta milik IPB, tahun 2011 Hak cipta dilindungi Dilarang mengutip dan memperbanyak tanpa izin tertulis dari Institut Pertanian Bogor, sebagian atau seluruhnya dalam bentuk apa pun, baik cetak, fotokopi, microfilm dan sebagainya
INTERAKSI SIMBOLIK DAN PEMBENTUKAN JIWA KEWIRAUSAHAAN (Kasus Interaksi Pemilik - Pengelola Perusahaan KemChicks)
RETNO DEWI
Tesis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Komunikasi Pembangunan Pertanian dan Pedesaan
SEKOLAH PASCA SARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2011
Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis : Ir. Hadiyanto, MS
Judul Tesis
: Interaksi Simbolik dan Pembentukan Jiwa Kewirausahaan Pengelola KemChicks (Kasus : Interaksi Pemilik – Pengelola Perusahaan KemChicks)
Nama
: Retno Dewi
NIM
: I352070111
Disetujui Komisi Pembimbing
Dr. Ir. Sarwititi Sarwoprasodjo, MS (Ketua)
Ir. Sutisna Riyanto, MS (Anggota)
Diketahui,
Koordinator Mayor Komunikasi Pembangunan Pertanian dan Pedesaan
Dr. Ir. Djuara P. Lubis, MS
Dekan Sekolah Pascasarjana
Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc.Agr
Tanggal Ujian : 30 September 2011
Tanggal Lulus :
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala rahmat dan karunia-Nya sehingga karya ilmiah yang berjudul ; “ Interaksi Simbolik dan Pembentukan Jiwa Kewirausahaan (entrepreneurship) (Kasus: Interaksi Pemilik Pengelola Perusahaan KemChicks) “ ini dapat diselesaikan dengan baik. Terima kasih penulis ucapkan kepada Ibu Dr.Ir. Sarwiti Sarwoprasodjo, MS dan Bapak Ir. Sutisna Riyanto, MS selaku pembimbing I dan II atas segala arahan dan bimbingannya, kepada Bapak Bob Sadino dan keluarga sebagai pemilik perusahaan yang banyak membantu dan memberi fasilitas dan kepada Bapak dan ibu pengelola perusahaan KemChicks yang telah bersedia meluangkan waktu untuk diwawancarai. Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada seluruh keluarga atas dukungan, doa, dan kasih sayangnya. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan.
Bogor, September 2011
Retno Dewi
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Painan (Sumatera Barat) tanggal 31 Desember 1966 dari Ayah Anas Latif (alm) dan Ibu Chasi’ah (alm). Penulis adalah bungsu dari empat bersaudara. Pendidikan sarjana (S1) ditempuh di Universitas Andalas Padang Fakultas Pertanian dan lulus pada tahun 1991. Pada tahun 1992 melanjutkan studi di Sekolah Pascasarjana (S2) Institut Pertanian Bogor bidang
Perencanaan
Pembangunan Wilayah dan Pedesaan (PWD) lulus tahun pada tahun 1996. Pada tahun 2007 kembali mengikuti studi di Sekolah Pascasarjana (S2) Institut Pertanian Bogor bidang Komunikasi Pembangunan Pertanian dan Pedesaan. Penulis bekerja sebagai staf dosen di Fakultas Pertanian Universitas Andalas Padang sejak tahun 1998 hingga sekarang.
DAFTAR
ISI Halaman
DAFTAR TABEL ………………………………………………............
xiii
DAFTAR GAMBAR ……………………………………………….......
xiv
DAFTAR LAMPIRAN.............................................................................
xv
I.
PENDAHULUAN ............................................................................ 1.1 Latar Belakang Penelitian ....................................................... 1.2 Perumusan Masalah Penelitian ................................................. 1.3 Tujuan Penelitian ...................................................................... 1.4 Manfaat Penelitian .................................................................... 1.5 Ruang Lingkup Penelitian ........................................................
1 1 4 7 7 7
II. TINJAUAN PUSTAKA ……………………………................... 2.1 Kewirausahaan (entrepreneurship) .......................................... 2.2 Interaksi dan Pembentukan Perilaku ........................................ 2.3 Interaksi Simbolik ………………………………................... 2.3.1 Perspektif Interaksi Simbolik .................................... 2.3.2 Pemikiran George H.Mead terhadap Perspektif Interaksi Simbolik ....................................................... 2.3.3 Pandangan Interaksi Simbolik tentang Diri ............... 2.3.4 Interaksi Simbolik, Inti Pandangannya ...................... 2.3.5 Prinsip-prinsip Dasar Interaksionisme Simbolik .......... 2.4 Hasil Studi Kewirausahaan, Interaksi Simbolik dan Kebaruan Penelitian ….............................................................................
9 9 15 17 17
III. KERANGKA PEMIKIRAN.............................................................
41
IV. METODE PENELITIAN ..................…………………………….. 4.1 Desain Penelitian ...................................................................... 4.2 Lokasi dan Subyek Penelitian ................................................. 4.3 Informan dan Kedudukannya dalam Perusahaan ..................... 4.4 Definisi Konseptual ................................................................ 4.5 Data dan Pengumpulan Data ................................................... 4.6 Pengolahan dan Analisis Data .................................................
45 45 46 47 48 48 50
V.
HASIL DAN PEMBAHASAN ........................................................
53
5.1 Definisi Situasi Sosial dan Pembentukan Jiwa Kewirausahaan (entrepreneurship) Pengelola KemChicks................................ 5.1.1 Hasil ............................................................................. 5.1.2 Pembahasan ................................................................. 5.2 Definisi Situasi Diri dan Pembentukan Jiwa Kewirausahaan (entrepreneurship) Pengelola Perusahaan ................................
53
19 22 24 25 35
53 67 75
5.2.1 Hasil ............................................................................. 5.2.2 Pembahasan .................................................................
75 98
5.3 Interaksi dan Pembentukan Jiwa Kewirausahaan Pengelola Perusahaan KemChicks........................................................... 5.3.1 Hasil ............................................................................. 5.3.2 Pembahasan .................................................................
106 106 111
VI. KESIMPULAN DAN SARAN ....................................................... 6.1 Kesimpulan....... ....................................................................... 6.2 Saran ..... ...................................................................................
115 115 116
DAFTAR PUSTAKA ...............................................................................
117
LAMPIRAN .............................................................................................
120
DAFTAR TABEL Halaman 1
Ciri dan sifat seorang entrepreneur ..............................................
12
2
Definisi situasi sosial dalam pembentukan jiwa kewirausahaan pengelola KemChicks ..................................................................
55
Definisi situasi diri dalam pembentukan jiwa kewirausahaan Pengelola KemChicks ...................................................................
76
4
Sumber definisi situasi diri dalam kewirausahaan “D’utama”....
77
5
Sumber definisi situasi diri dalam kewirausahaan “Divora”.......
81
6
Sumber definisi situasi diri dalam kewirausahaan “Divuma”.....
84
7
Sumber definisi situasi diri dalam kewirausahaan “Asila”..........
88
8
Sumber definisi situasi diri dalam kewirausahaan “Divsara”......
92
9
Sumber definisi situasi diri dalam kewirausahaan “Divua”........
95
10
Interaksi dan Pembentukan Jiwa Kewirausahaan (entrepreneurship) Pengelola Perusahaan KemChicks ...............
106
3
DAFTAR GAMBAR
Halaman 1 Model “AKSI” Charon (1998) ……………………..........................
35
2 Kerangka pemikiran penelitian “Interaksi Simbolik dan Terbentuknya Jiwa Kewirausahaan ………………………..............
44
3 Proses analisis data …………………………………………............
51
4 Fenomena Simbolik Budaya “Kekeluargaan” di KemChicks............
54
DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1. 2. 3. 4. 5. 6.
Definisi situasi dan sumber pembentukan jiwa kewirausahaan “D’utama”..............................................................................................................................
121
Definisi situasi dan sumber pembentukan jiwa kewirausaan “Divora”……………………………………………………………….
124
Definisi situasi dan sumber pembentukan jiwa kewirausaan “Divuma”……………………………………………………………...
127
Definisi situasi dan sumber pembentukan jiwa kewirausaan “Asila” ………….................................................................................
130
Definisi situasi dan sumber pembentukan jiwa kewirausaan “Divsara” ……………………………………………………………...
133
Definisi situasi dan sumber pembentukan jiwa kewirausaan “Divua”..................................................................................................
136
1
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Di sepanjang sejarah peradaban manusia, kewirausahaan atau kewiraswastaan terbukti mampu menggerakkan perekonomian suatu masyarakat, bangsa atau negara. Jalan ini pula yang telah melahirkan bangsa-bangsa besar, maju, mapan dan makmur secara ekonomi. Jepang dan Singapura adalah contoh nyata negaranegara yang dapat menggambarkan keadaan negeri miskin sumberdaya alam, tetapi mampu membangun diri menjadi negara-negara kaya yang rakyatnya hidup makmur. Kekayaan mereka ini diperoleh dari hasil kerja keras masyarakatnya yang berkualitas, sangat berbeda artinya dengan kekayaan yang ada pada negara-negara lain yang amat kaya, tetapi semata-mata berasal dari kekayaan alam. Negara-negara Arab di Timur Tengah serta sebagian negara Afrika, disebut “negara petro – dolar” karena kekayaan mereka yang melimpah berasal dari penambangan minyak. Sementara Jepang dan bangsa Singapura berhasil membangun sistem ekonominya melalui peranan kelas menengahnya sebagai kaum wiraswastawan (entrepreneur) (Drucker, 1985). Rachbini (2001) menjelaskan bahwa proses lepas landas (take off) masyarakat Jepang adalah contoh klasik yang sangat jelas dari kerangka pemikiran Rostow tentang peranan kaum entrepreneur. Menurut Rostow, dalam masa transisi proses lepas landas suatu bangsa, kesiapan sumberdaya manusia yang ditandai dengan lahirnya kelas menengah kaum entrepreneur dinilai
paling menentukan. Bagi
Rostow, para entrepreneur adalah pelopor, bahkan ujung tombak Restorasi Meiji di Jepang, ditandai
keberhasilan.
dengan munculnya kelas menengah kaum
entrepreneur yang populer disebut “Samurai”.
Kelompok kecil ini hadir dalam
masyarakat Jepang dengan eksistensi dan fungsinya sendiri dalam proses pembangunan ekonomi. Mereka pelopor karena kesiapannya untuk menerima dan memakai inovasi, bahkan menciptakan inovasi dalam metode-metode baru. Kelompok ini juga mempunyai peranan sebagai katalisator dan penunjang perkembangan arus investasi sehingga ikut memperkuat perekonomian bangsanya.
2
Harvey Leibenstein (dalam Rachbini, 2001) menjelaskan pentingnya peranan kaum entrepreneur sebagai pemacu kelesuan pasar. Failure market (pasar yang sakit) adalah tantangan baginya, dengan sikap berani kondisi pasar bagaimanapun menjadi arena jelajah
yang harus dikuasainya, meskipun penuh resiko.
Jadi
kepeloporan kaum entrepreneur terlahir bukan karena terdapat peluang saja, tetapi juga karena menemui kondisi pasar dan peluang yang sempit, kemudian menciptakan kondisinya menjadi lebih baik. Kelas menengah seperti itu perlu diciptakan, karena dalam setiap usaha atau bisnis yang dilakukan oleh kalangan ini biasanya akan mendatangkan efek ikutan (multy playing effect) berupa terserapnya tenaga kerja dan sumberdaya ekonomi, serta rentetan usaha lainnya. Semua seperti terkoneksi membentuk suatu rantai, jejaring, atau bahkan suatu sistem yang saling terkait (interdependensi), dan bersama-sama menggerakkan roda perekonomian. Menurut Surjohadiprojo dalam Rachbini (2001), tanpa kelahiran atau usaha untuk melahirkan kelas ini, kemajuan akan sulit diraih, khususnya dalam rangka memasuki arena pasar yang bersaing sangat ketat di dunia internasional. Namun melahirkan kelembagaan dan sikap entrepreneurship bukanlah hal mudah bagi suatu bangsa. Tidak mudah melahirkan kaum Samurai di Jepang, kaum Parsi di Timur Tengah, Yahudi dan lainnya.
Dalam sejarah ekonomi, kelahiran
kelompok-kelompok ini merupakan pertanda kebangkitan ekonomi suatu bangsa menuju era modern dan maju. Bagi masyarakat Indonesia, terdapat beberapa kendala yang selama ini hadir sebagai penghambat utama ketika seseorang
ingin memulai karir baru sebagai
seorang wirausahaan. Kendala-kendala tersebut pada dasarnya bersifat teknis dan non teknis. Hambatan teknis terdiri dari masalah-masalah seperti menentukan bidang usaha, bagaimana cara memperoleh modal, bagaimana kiat memasarkan produk, dan sebagainya. Sedangkan kendala yang sesungguhnya yang lebih bersifat fundamental adalah kendala non teknis, yaitu hambatan-hambatan mental dan cara berpikir (mindset), hambatan inilah yang banyak mewarnai kasus-kasus kewirausahaan di kalangan generasi muda Indonesia.
3
Menurut Swasono dalam Riyanti (2003), kualitas kewirausahaan di Indonesia secara umum dapat dikatakan imferior, hal ini tidak terlepas dari ciri dan kualitas manusia Indonesia sendiri, misalnya sangat jarang orang Indonesia yang achievement oriented, dan lebih banyak yang status oriented. Selanjutnya Swasono mengatakan, pada umumnya masyarakat Indonesia memiliki ciri; berorientasi pada masa lalu, menggantungkan diri pada nasib, konformis, berorientasi pada atasan, meremehkan mutu dan tidak teliti dan tidak sistematik, tidak percaya diri, tidak disiplin, suka mengabaikan tanggung jawab, munafik, feodal, percaya takhayul, berwatak lemah (terutama lemah terhadap uang), tidak hemat (konsumtif), kurang ulet, manja dan hidup santai, terlalu fleksibel, kurang inovatif, kurang waspada (mudah merasa aman), sok kuasa (haus kekuasaan), mencampur adukan kepentingan pribadi dengan kepentingan umum, berlagak ramah (friendly) padahal sebenarnya menghamba (servile), berlagak wajar-diri (low profile) padahal sebenarnya lemah (soft). Oleh karena itu, mengembangkan kewirausahaan di Indonesia seharusnya dimulai dengan pembangunan manusianya terlebih dulu, yaitu dengan cara merobah paradigma, cara/pola pikir dan mengembangkan sikap mental yang siap dan mampu bersaing, dan
berkewirausahaan. (entrepreneurship).
Hal ini sesuai dengan
pendapat Rachbini (2001) bahwa untuk membangun suatu bangsa, sumberdaya manusia dinilai paling menentukan. Kesiapan itu
kesiapan
biasanya ditandai
dengan lahirnya kelas menengah kaum entrepreneur. Kelompok ini mempunyai peranan sebagai katalisator dan menunjang perkembangan arus investasi sehingga ikut memperkuat pembangunan ekonomi yang tengah berlangsung. Studi Mayrowani dan Ariningsih (1998) menemukan bahwa faktor penting yang mempengaruhi perkembangan kewirausahaan adalah faktor manusia yang meliputi: kepribadian pelaku usaha, pendidikan, lingkungan, pengalaman,
dan
kemampuan memperoleh uang, nilai sosial, budaya, dan peluang yang ditentukan oleh lingkungan,
rangsangan ekonomi seperti peluang pasar, keuntungan yang
diperoleh, permintaan yang bersifat elastis, iklim usaha dan peraturan pemerintah. Studi Riyanti (2003) menemukan bahwa kepribadian entrepreneur merupakan faktor
4
utama, menyusul sesudahnya faktor kemampuan, faktor teknologi, dan faktor lain. Sifat kepribadian yang paling banyak dibahas oleh para ahli dalam kaitan dengan wirausaha, adalah sifat kreatif dan inovatif. Berangkat dari hal-hal di atas, maka studi/kajian pembentukan atau pengembangan jiwa kewirausahaan (entrepreneurship) dengan berbagai pendekatan teori perlu terus dikembangkan. Dari kajian-kajian tersebut diharapkan bisa dihasilkan suatu ide atau inovasi baru yaitu “strategi pembentukan/pengembangan jiwa entrepreneur (entrepreneurship)” dalam rangka pengembangan kualitas sumber daya manusia Indonesia.
1.2. Perumusan Masalah Penelitian Berbagai upaya dapat dilakukan untuk mendorong dan mendukung perubahan paradigma cara berpikir seseorang hingga berorientasi kewirausahaan, di antaranya adalah melalui; “komunikasi-interaksi”, baik dengan lembaga pendidikan dan pelatihan (formal maupun informal); interaksi dengan orang-orang dan atau lembagalembaga yang bersifat kewirausahaan; dan melalui interaksi budaya baik dalam artian luas maupun spesifik (budaya kewirausahaan dalam suatu masyarakat atau dalam sebuah perusahaan). Perusahaan KemChicks adalah satu organisasi bisnis yang memenuhi kriteria di atas. KemChicks merupakan salah satu unit usaha dari anak perusahaan konglomerasi yang dimiliki oleh konglomerat Bob Sadino, swalayan yang awalnya hanyalah merupakan outlet bagi produk-produk yang dihasilkan oleh perusahaanperusahaan induknya yaitu PT. Boga Caturrata, PT. Kemang Food Industries dan PT. Kem Farm Indonesia. Namun seiring dengan perkembangannya, KemChicks yang sekarang tidak lagi sekedar outlet bagi perusahaan induknya, tapi sudah merupakan unit usaha yang berdiri sendiri dan bergerak dibidang retail yang menjajakan tidak kurang dari 18.000 jenis barang. Di samping menjual produk dari perusahaan sendiri, juga menjual produk-produk dari perusahaan lain (Sadjad, 2002).
5
Pemilik perusahaan Bob Sadino dapat dikatakan sebagai entrepreneur sejati, Bob memulai usahanya dari dasar – dari nol sekali, tanpa modal finansial, tanpa ilmu dan pengalaman dibidang usaha yang digelutinya, tanpa dukungan baik dari perorangan maupun lembaga-lembaga keuangan. “Hanya bermodal keyakinan dan kerja keras.” Namun Bob sudah membuktikan bahwa tanpa semua itu, ia bisa sukses seperti sekarang. Pada beberapa kesempatan, publik bisa menyaksikan penampilannya dalam memberi kuliah umum tentang kewirausahaan baik di lembaga-lembaga pendidikan maupun melalui media masa. Peneliti sendiri adalah salah seorang yang pernah mengikuti kuliah umum dan mendapat “pencerahan” dari mengikuti perkuliahan singkat tersebut. Studi ini dimulai dengan pemikiran, jika pertemuan singkat saja dapat merobah paradigma, cara berpikir dan konsep diri peneliti, bagaimana hasilnya jika seseorang berkomunikasi/berinteraksi dengan Bob dalam waktu yang panjang ?. Jhon Dewey (1859 – 1952) seorang filosof dan pendidik berpengaruh pada zamannya
mengatakan;
manusia diperoleh dari hasil komunikasi.
yang sangat
“semua pengetahuan yang dimiliki Secara umum kegiatan komunikasi
merupakan suatu proses yang ditujukan untuk terjadinya perubahan sikap (attitude change), perubahan pendapat (opinion change), perubahan perilaku (behavior change) dan perubahan sosial (social change). Cooley menempatkan komunikasi pada nilai yang tinggi, suatu mekanisme dalam formasi yang ia sebut the looking glass self yang amat penting. Ini berarti bahwa interaksi dengan orang lain bagaikan sejenis cermin yang membantu membentuk konsep diri seseorang (Effendy, 2003). George Herbert Mead (salah seorang murid Dewey), ia dikenal sebagai pakar teoritisi interaksi simbolik. Di samping mengakui peranan interaksi sosial (social interaction) sebagai media pembentukan konsep diri seseorang, Mead juga menekankan pentingnya peranan interaksi dengan diri sendiri (self interaction), yang tidak lain adalah proses berpikir. Ritzer dan Goodman (2007) menyatakan, teori interaksionisme simbolik sangat menekankan arti pentingnya “proses mental” atau proses berpikir bagi manusia sebelum mereka bertindak. Tindakan manusia itu sama sekali bukan stimulus – respons, melainkan stimulus – proses berpikir – respons.
6
Jadi, terdapat variabel antara atau variabel yang menjembatani antara stimulus dengan respons, yaitu proses mental atau proses berpikir, yang tidak lain adalah interpretasi. Menurut Rakhmat (2005), konsep diri terbentuk melalui proses belajar sejak masa pertumbuhan seorang manusia dari kecil hingga dewasa. Lingkungan, pengalaman dan pola asuh orangtua turut memberikan pengaruh yang signifikan terhadap konsep diri yang terbentuk. Esensi interaksionisme simbolik adalah suatu aktivitas yang merupakan ciri khas manusia, yakni komunikasi atau pertukaran simbol yang diberi makna. Manusia bertindak hanya berdasarkan definisi atau penafsiran mereka atas obyek-obyek di sekeliling mereka. Dalam pandangan perspektif ini, proses sosial dalam kehidupan kelompoklah yang menciptakan dan menegakan aturan-aturan, bukan aturan-aturan yang menciptakan dan menegakan kehidupan kelompok. Penganut interaksionisme simbolik berpandangan, perilaku manusia adalah produk dari interpretasi mereka atas dunia di sekeliling mereka, jadi tidak mengakui bahwa perilaku itu dipelajari atau ditentukan, sebagaimana dianut teori behavioristik atau teori struktural (Ritzer & Goodman, 2007). Dengan menggunakan pendekatan teori-teori interaksi simbolik, penelitian ini ingin melihat bagaimana proses pembentukan jiwa kewirausahaan
pengelola
KemChicks? bagaimana mereka berinteraksi dalam lingkungan/situasi sosial KemChicks? bagaimana mereka memaknai setiap aspek dalam interaksi tersebut? dan bagaimana keputusan atau tindakan mereka ambil terkait dengan pembentukan/ pengembangan jiwa entrepreneur. Beberapa pertanyaan penelitian sehubungan dengan konteks tersebut dirumuskan sebagai berikut: (1) Bagaimana definisi situasi sosial dan pembentukan jiwa kewirausahaan (entrepreneurship) pengelola KemChicks ? (2) Bagaimana Definisi situasi ‘diri’ dan pembentukan jiwa kewirausahaan (entrepreneurship) pengelola KemChicks? (3) Bagaimana interaksi dan pembentukan jiwa kewirausahaan (entrepreneurship) pengelola KemChicks?
7
1.3. Tujuan Penelitian Secara sederhana dapat dikatakan bahwa tujuan penelitian ini adalah untuk mengkaji: (1) Definisi situasi sosial dan pembentukan jiwa kewirausahaan (entrepreneurship) pengelola KemChicks (2) Definisi situasi diri dan kewirausahaan pengelola KemChicks, sumber dan proses pembentukannya (3) Interaksi dan pembentukan jiwa kewirausahaan (entrepreneurship) pengelola KemChicks 1.4. Manfaat Penelitian Kajian ini diharapkan bisa bermanfaat bagi pengembangan konsep entrepreneur dan entrepreneurship yang berguna bagi semua pihak. Bagi penelitipeneliti lain baik yang independen maupun kelembagaan, kajian ini bisa menjadi dasar pijakan bagi penelitian lanjutan tentang konsep ini. Bagi pembuat kebijakan yang dalam upaya mencari dan mengembangkan metode dan strategi pengembangan kualitas sumberdaya manusia khususnya menyangkut dengan pengembangan entrepreneurship, hasil kajian ini bisa menjadi dasar pijakan bagi kebijakankebijakan selanjutnya.
Bagi pelaku dan pengelola usaha
terutama perusahaan
KemChicks tempat penelitian dilaksanakan, studi ini menjadi tambahan informasi dan referensi bagi upaya pengelolaan staf sehingga dapat menjadi entreprneur dalam artian yang luas. 1.5. Ruang Lingkup Penelitian Studi
yang
berjudul
“Interaksi
Simbolik
dan
Pembentukan
Jiwa
Kewirausahaan” ini, adalah sebuah studi dalam bidang ilmu Komunikasi Pembangunan.
Sebagaimana judulnya, maka secara umum tujuan penelitian ini
adalah untuk melihat dan mengkaji situasi interaksi-komunikasi antara pemilik dan pengelola KemChicks dan secara spesifik mengkaji makna atau definisi dari situasi
8
sosial (lingkungan) perusahaan dan situasi diri pengelola KemChicks itu sendiri, yang terbentuk atau berkembang akibat adanya interaksi sosial dan interaksinya dengan diri sendiri pengelola KemChicks. Studi ini merupakan studi kasus, oleh sebab itu hasil kajian tidak bisa digeneralisasikan (berlaku umum) untuk kasus-kasus yang lain. Studi ini tidak bisa menjadi jawaban dari semua persoalan yang menjadi hambatan dalam pembentukan entrepreneurship seseorang, karena ada sejumlah faktor pendukung lain yang diperlukan bagi pembentukan entrepreneurship (seperti faktor endogen dan eksogen pengelola usaha, faktor internal – eksternal perusahaan, kebijakan dan sistem ekonomi mikro dan makro, dan masih banyak faktor-faktor lainnya). Perbedaan pendekatan ilmu dan teori yang digunakan juga menghasilkan rumusan yang berbeda. Pendekatan teori interaksi simbolik yang digunakan sebagai pijakan dan kerangka penelitian ini pun, hanyalah satu-dua konsep saja dari teoriteori interaksi simbolik yang juga sangat banyak. Setelah konsep mind and self dari George Herbert Mead yang menjadi rujukan utama dalam studi ini, teori-teori interaksi simbolik dikembangkan terus, antara lain melalui karya-karya George H Blummer (murid Mead yang merilis konsep-konsep Mead), Manford H. Khun (teori Diri-Pribadi, Self Theory), Erving Goffman, Harold Garfinkel, Larry T.Reynolds, Norman Denzin, Anselm Strauss, Harvey A.Faberman, Jerome Manis, Bernart Meltzer, Tomatsu Shibutani, Spencer E. Cahill, Sheldon Stryker, Gary Alan Fine dan Joel M. Charon (Charon, 1998). Studi ini hanya satu kajian dari sekian banyak kajian yang sudah ada, yang mencoba mengungkap suatu fenomena sosial, dari sekian banyak fenomenafenomena sosial yang bisa dan telah menjadi obyek kajian peneliti-peneliti lainnya. Namun dari studi yang terbatas ini diharapkan bisa bermanfaat besar bagi pengembangan ilmu dan pengetahuan, yang bisa dijadikan rujukan dalam upaya pembentukan dan pengembangan entrepreneurship khususnya.
9
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kewirausahaan (Entrepreneurship) Entrepreneurship yang diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia sebagai kewiraswastaan atau kewirausahaan adalah kondisi kejiwaan seseorang yang memiliki semangat, kemauan, kemampuan dan kekuatan untuk memindahkan segala sumberdaya ekonomi dari kawasan poduktivitas rendah ke kawasan produktivitas tinggi dengan tambahan hasil yang lebih besar atau lebih menguntungkan. Orang yang memiliki jiwa kewirausahaan disebut entrepreneur (Baptiste Say dalam Riyanti, 2003). Di Amerika Serikat, entrepreneur seringkali diartikan sebagai seseorang yang memulai bisnis baru, kecil dan milik sendiri. Namun menurut Drucker (1985), tidak semua bisnis baru dan kecil adalah wiraswasta atau mewakili kewiraswastaan. Suami istri yang membuka sebuah restoran Padang yang baru disebuah kawasan pastilah menghadapi resiko, lalu apakah mereka itu wiraswastawan ?, apa yang mereka lakukan
adalah yang telah
berulang kali mereka lakukan sebelumnya.
Mereka mengadu untung dengan makin banyaknya orang yang suka makan di luar rumah di daerah itu, tetapi mereka sama sekali tidak menciptakan kepuasan baru atau permintaan konsumen yang baru.
Dilihat dari perspektif ini, menurut Drucker
mereka bukanlah “wiraswastawan” (entrepreneur), sekalipun usaha mereka itu juga merupakan bisnis baru. Namun usaha McDonald’s adalah kewiraswastaan, ia memang tidak menciptakan sesuatu. Produk akhir yang dihasilkannya, juga bisa dibuat oleh setiap restoran Amerika yang biasa-biasa saja sebelum itu,
tetapi dengan menerapkan
konsep manajemen dan teknik manajemen (yaitu dengan bertanya “nilai” apa yang paling berharga bagi pelanggan), standarisasi produk, perancangan proses dan peralatan, dan dengan mendasarkan pelatihan pada analisis pekerjaan yang akan dilakukan serta menetapkan standar yang diinginkan, maka McDonald’s
secara
10
drastis meningkatkan hasil dari sumberdaya yang ada, dan menciptakan pasar serta pelanggan baru. Inilah yang dinamakan kewiraswastaan (entrepreneurship). Menurut Drucker; entrepreneur adalah orang yang selalu mencari perubahan, menanggapinya dan memanfaatkannya sebagai peluang. Entrepreneur adalah orang yang memindahkan sumberdaya dari daerah yang produktivitas dan hasilnya rendah, ke daerah yang produktivitas dan hasilnya lebih tinggi. Drucker memberikan contoh seorang Bankir. Sebagai entrepreneur tugasnya adalah memobilisasi uang orang lain untuk dialokasikan pada berbagai bidang yang produktivitasnya lebih tinggi sehingga hasilnya lebih besar.
Semua Bankir sebelumnya adalah pemilik.
Bila mereka
membangun jalan kereta api, mereka membiayainya dengan uang sendiri. Sebaliknya Bankir wiraswasta tidak berkeinginan untuk menjadi pemilik, ia mendapatkan keuntungan dengan cara menjual kepada umum saham dari perusahaan yang mereka biayai pada awal pertumbuhannya. Ia mendapat dana investasi dari masyarakat. Dari contoh di atas, dapat dikatakan bahwa ciri yang paling penting dari seorang entrepreneur adalah inovator. Menurut Drucker inovasi merupakan alat spesifik
entrepreneurship.
Inovasi adalah tindakan yang memberi sumberdaya
kekuatan dan kemampuan baru untuk menciptakan kesejahteraan. Inovasi menciptakan sumberdaya. Tidak ada sesuatu pun yang menjadi sumberdaya sampai orang menemukan manfaat dari sesuatu yang terdapat di alam sehingga memberinya nilai ekonomis. Inovasi tidak selalu bersifat teknis, juga tidak selalu berupa “benda.” Menurut Drucker, hanya beberapa inovasi teknis yang bisa menandingi dampak inovasi sosial. Salah satu contoh yang paling menarik dari inovasi sosial dan arti pentingnya dapat dilihat pada Jepang modern. Jepang bukanlah pembaharu (inovator) dalam hal teknologi dan ilmu pengetahuan, melainkan peniru (imitator). Keberhasilan mereka berdasarkan pada inovasi sosial. Lembaga sosial yang didirikan di Jepang, harus bersifat “Jepang” tetapi “modern.”
Harus dijalankan oleh orang Jepang tetapi
melayani perekonomian yang bersifat “Barat” dan sangat teknis. Teknologi dapat diimpor dengan mudah dengan resiko budaya yang minimum. Sebaliknya lembaga sosial membutuhkan akar budaya untuk dapat tumbuh dan berkembang dengan baik.
11
Jepang telah membuat keputusan secara sadar satu setengah abad yang lalu, untuk memutuskan sumberdaya yang ada pada mereka untuk inovasi sosial, untuk meniru, mengimpor serta menyadap inovasi dalam bidang teknik dengan sukses yang mengejutkan. Ini berarti bahwa inovasi sosial jauh lebih penting dari pada inovasi teknis dan yang bersifat “kebendaan.” Jika orang Inggris memaknai entrepreneurship sebagai bisnis kecil dan baru, maka orang Jerman menafsirkannya sebagai kemampuan dan kepemilikan, sesuatu yang bahkan lebih menyesatkan. Istilah entrepreneur secara harfiah dalam bahasa Jerman adalah orang yang memiliki dan sekaligus menjalankan sendiri usahanya (dalam bahasa inggris disebut “owner manager”). Dan kata itu digunakan terutama untuk membedakan kata “Boss” yang memiliki perusahaan dengan kata profesional manajer untuk hired hand (tenaga yang digaji). Entrepreneur juga bukan kapitalis, sekalipun tentu saja mereka juga perlu modal untuk semua aktivitas ekonomi (dan sebagian untuk aktivitas non-ekonomi mereka). Mereka juga bukan penanam modal (investor). Tentu saja mereka juga menanggung resiko, tetapi resiko juga ditanggung oleh setiap orang yang melibatkan dirinya dalam setiap jenis kegiatan ekonomi. Unsur pokok dari kegiatan ekonomi adalah kegiatan sumberdaya sekarang untuk harapan masa yang akan datang, dan hal itu berarti ketidakpastian dan resiko. Wiraswastawan juga bukan seorang majikan, tetapi bisa jadi, dan bahkan seringkali seorang pekerja biasa atau seorang yang bekerja sendiri dan seluruhnya dilakukan sendiri (Drucker, 1985). Jadi entrepreneurship menurut Drucker, mempunyai cirinya sendiri, baik dari individu maupun lembaga.
Ciri itu bukan suatu gejala kepribadian seseorang.
Selama tiga puluh tahun Drucker mengamati orang dengan kepribadian dan tempramen yang amat berbeda satu sama lain, berhasil dengan baik
sebagai
wiraswastawan. Tetapi yang jelas, orang yang selalu menghendaki kepastian tidak akan dapat menjadi entrepreneur yang baik, bahkan juga tidak akan bisa berhasil dalam segala macam aktivitas lain.
Sebaliknya setiap orang yang memiliki
keberanian mengambil keputusan dapat belajar menjadi wiraswastawan dan
12
berperilaku wiraswastawan. Maka kewiraswastaan lebih merupakan perilaku dari pada gejala kepribadian, dan dasarnya terletak pada konsep dan teori. Meredith et al.(2001) menjelaskan tentang ciri-ciri dan sifat-sifat seorang entreprenenur yang selengkapnya disajikan pada Tabel 1 berikut. Tabel 1 Ciri dan sifat entrepreneur Nomor
Ciri-ciri
1
Percaya diri
2
Berorientasi tugas dan hasil
3
Pengambil resiko
4
Kepemimpinan
5
Keorisinilan
6
Berorientasi ke masa depan
Watak a. b. c. a. b. c. d. e. f. a. b. a. b. c. a. b. c. d. e.
Memiliki keyakinan Ketidakbergantungan Optimisme Kebutuhan akan prestasi Berorientasi laba Tekun dan tabah Mempunyai tekad kerja keras Mempunyai dorongan yang kuat, Energitik dan inisiatif Kemampuan mengambil resiko Suka pada tantangan Bertingkah laku sebagai pemimpin Dapat bergaul dengan orang lain Menanggapi saran dan kritik Inovatif dan kreatif Fleksibel Punya banyak sumber Serba bisa Mengetahui banyak
a. Pandangan ke depan
Menurut Meredith et al. (2002) dari semua ciri tersebut, mustahil bisa ditemui seorang wirausahawan mendapat angka tinggi untuk semua sifat-sifat itu, namun besar kemungkinan bahwa wirausahawan tersebut akan mendapat angka tinggi untuk kebanyakan sifat-sifat itu, terutama kepercayaan terhadap diri sendiri, kemampuan mengambil resiko, fleksibilitas, keinginan untuk mencapai sesuatu, dan keinginan untuk tidak tergantung pada orang lain. Adam Smith (dalam Riyanti, 2003) melihat wirausaha sebagai orang yang memiliki pandangan yang tidak lazim yang dapat mengenali tuntutan potensial atas barang dan jasa. Dalam pandangan Smith, wirausaha bereaksi terhadap perubahan ekonomi, lalu menjadi agen ekonomi yang mengubah permintaan menjadi produksi.
13
Ahli ekonomi Prancis Jean Babtise (dalam Riyanti, 2003) berpendapat wirausaha adalah orang memiliki seni dan keterampilan tertentu dalam menciptakan usaha ekonomi yang baru.
Dia memiliki pemahaman sendiri akan kebutuhan
masyarakat dan dapat memenuhi kebutuhan itu.
Wirausaha mempengaruhi
masyarakat dengan membuka usaha baru, tetapi pada saat yang sama dia dipengaruhi oleh masyarakat untuk mengenali kebutuhan dan memenuhinya melalui ketajaman manajemen sumberdaya. Menger (dalam Riyanti, 2003) sebaliknya berpendapat bahwa wirausaha adalah orang yang dapat melihat cara-cara ekstrem dan tersusun untuk mengubah sesuatu yang tidak bernilai atau bernilai rendah menjadi sesuatu yang bernilai tinggi (misalnya dari terigu menjadi roti bakar yang lezat), dengan cara memberikan nilai baru ke barang tersebut untuk memenuhi kebutuhan manusia. Model Menger ini diterima luas di Amerika Serikat. Secara komprehensif Meng and Liang (dalam Riyanti, 2003) merangkum pandangan beberapa ahli, dan mendefenisikan wirausaha sebagai: 1. Seorang inovator 2. Seorang pengambil resiko atau a risk-taker 3. Orang yang mempunyai misi dan visi 4. Hasil dari pengalaman masa kanak-kanak 5. Orang yang memiliki kebutuhan berprestasi tinggi 6. Orang yang memiliki locus of control internal Berdasarkan pendapat para ahli yang diuraikan di atas, terdapat ciri umum yang selalu terdapat dalam diri seorang wirausaha, yaitu kemampuan mengubah sesuatu menjadi lebih baik atau menciptakan sesuatu yang benar-benar baru, dalam literatur psikologi dikenal sebagai perilaku kreatif dan inovatif.
Banyak ahli
menggarisbawahi ciri kreatif dan inovatif sebagai sifat yang terdapat pada wirausaha. Penelitian Cunningham (dalam Riyanti, 2003) terhadap 178 wirausaha dan manager profesional di Singapura, menunjukkan bahwa keberhasilan berkaitan dengan sifat-sifat kepribadian, seperti keinginan untuk melakukan pekerjaan dengan baik, keinginan untuk berhasil, motivasi diri, kepercayaan diri dan berpikir positif,
14
komitmen dan sabar. Cunningham
menyimpulkan
bahwa
sebagian
keberhasilan usaha, sangat ditentukan oleh faktor entrepreneur.
besar
Kepribadian
entrepreneur merupakan faktor utama, menyusul sesudahnya faktor kemampuan, faktor teknologi, dan faktor lain. Sifat kepribadian yang paling banyak dibahas oleh para ahli dalam kaitan dengan wirausaha, adalah sifat kreatif dan inovatif. Drucker (1985) juga menegaskan bahwa untuk meraih keberhasilan, seorang wirausaha harus belajar mempraktekan inovasi secara sistematik.
Menurut Drucker Inovasi
adalah alat khusus bagi
entrepreneur. Menurut Riyanti (2003) orang sering menyamakan kreativitas dan inovasi, padahal keduanya memiliki pengertian yang berbeda. Kreativitas berarti menghasilkan sesuatu yang baru. Kreativitas lebih menekankan kemampuan, bukan kegiatan. orang disebut kreatif jika dia memiliki ide/gagasan yang baru tanpa harus merealisasikan gagasannya itu. Inovasi adalah proses melakukan sesuatu yang baru. Jadi kreativitas dan inovasi adalah dua hal yang berbeda. Oleh karena itu inovasi berarti tranformasi dari gagasaan-gagasan kreatif pada aplikasinya yang bermanfaat. Kreativitas merupakan prasyarat untuk inovasi. Inovasi adalah alat spesifik wiraswastawan, suatu alat untuk memanfaatkan perubahan sebagai peluang bagi bisnis yang berbeda atau jasa yang berbeda. Inovasi dapat
ditampilkan sebagai ilmu, dapat
dipelajari dan dapat
dipraktekan.
Wiraswastawan perlu secara sengaja mencari sumber inovasi, perubahan dan gejala yang menunjukan adanya peluang untuk inovasi yang berhasil, dan mereka perlu mengetahui dan menerapkan prinsip-prinsip inovasi yang berhasil. (Drucker, 1985). McClelland (1987), pelopor dalam pendidikan kewirausahaan bertolak dari Joseph Schumpeter tentang peranan entrepreneur sebagai unsur dinamik
dalam
pertumbuhan dan perkembangan ekonomi, melihat bahwa yang menjadi sumber penggerak (motivasi) para intrepreneur itu bukanlah keinginan untuk mendapatkan keuntungan (uang), suatu hal yang bertentangan dengan ilmu ekonomi yang percaya bahwa penggerak (pendorong) manusia dalam kegiatan ekonomi adalah keuntungan. Keunggulan yang dimiliki oleh wiraswasatawan terletak pada kebutuhannnya yang tinggi untuk berprestasi atau keberhasilan mencapai prestasi (n-Ach).
15
2.2. Interaksi dan Pembentukan Perilaku Jhon Dewey (1859 – 1952) seorang filosof dan pendidik berpengaruh pada zamannya
mengatakan bahwa ;
yang sangat
“semua pengetahuan yang
dimiliki manusia diperoleh dari hasil komunikasi”. Bahasa memiliki kedudukan yang begitu penting, tanpa didukung oleh sistem ekspresi yang memadai, manusia mustahil bisa saling berinteraksi dan bertindak bersama. Dari proses komunikasi manusia berupaya mencari makna (meaning) suatu obyek atau peristiwa. Perilaku manusia dikatakan sukar dipahami tanpa memahami makna, nilai dan tujuan yang menyertai perilaku itu. Tema “meaning arises through communication” Dewey ini kemudian dieksplorasi lebih dalam oleh Mead, bahkan menjadi asumsi dasar teori interaksi simbolik (Lesmana, 2001). Secara umum kegiatan komunikasi merupakan suatu proses yang ditujukan untuk terjadinya perubahan sikap (attitude change), perubahan pendapat (opinion change), perubahan perilaku (behavior change) dan perubahan sosial (social change). Sesuai dengan pendapat Carl Hovland dalam Effendy (2005), bahwa yang dijadikan obyek studi
komunikasi bukan saja penyampaian informasi,
melainkan juga
pembentukan pendapat umum (public opinion) dan sikap publik (public attitude). Bahkan Hovland memberikan definisi secara khusus, bahwa komunikasi adalah proses mengubah perilaku orang lain. Cooley menempatkan komunikasi pada nilai yang tinggi, suatu mekanisme dalam formasi yang ia sebut the looking glass self yang amat penting. Ini berarti bahwa interaksi dengan orang lain bagaikan sejenis cermin yang membantu membentuk konsep diri seseorang.
Bagi Cooley, komunikasi berfungsi sebagai
sarana sosialisasi, dan dengan demikian menjadi tali yang mengikat masyarakat. Dasar empirik yang utama dari teori Cooley adalah introspeksi (Effendy, 2003). R. Wayne Pane, Brent D Peterson dan M. Dallas Burnet (dalam Effendy, 2005) menyatakan tujuan sentral
kegiatan komunikasi
adalah: (1)
to secure
understanding (2) to establish acceptance dan (3) to motivation action. Pertama (to secure understanding) memastikan diterimanya. Andaikata ia
bahwa komunikan
mengerti pesan yang
sudah dapat mengerti dan dapat menerima, maka
16
penerimaannya haruslah dibina (to establish acceptance). Pada akhirnya kegiatan dimotivasikan (to motivate action). Park dalam Effendy (2003) mendefinisikan komunikasi sebagai proses sosial psikologis dengan mana seseorang mampu menerima sikap dan pandangan orang lain. Park menunjukkan bahwa dua orang atau lebih, dapat bertukar informasi selama berlangsungnya proses komunikasi, dimana masing-masingnya memberikan makna berbeda pada informasi yang diterima. Makna pesan merupakan inti dari komunikasi.
Proses komunikasi pada
intinya adalah proses penyampaian makna dalam bentuk pesan dengan menggunakan kode-kode tertentu. Pembicaraan, gambar atau lainnya hanyalah merupakan simbol atau kode, sedangkan yang disampaikan adalah
apa yang terkandung di dalam
simbol/gambar itu. Makna menjadi penting karena padanyalah ukuran suatu bahasa berada. (Mulyana, 2005). Pemberian makna merupakan proses yang aktif. Makna diciptakan dengan kerjasama di antara sumber dan penerima, pembicara dan pendengar, penulis dan pembaca, makna pesan dapat diilustrasikan sebagai lambang atau simbol komunikasi. Karena pesan bersifat abstrak, dengan akal budinya manusia melahirkan sejumlah lambang komunikasi: mimik, gerak-gerik, suara, bahasa lisan, dan bahasa tulisan; yang berfungsi untuk merubah pesan yang abstrak menjadi kongkrit/berwujud (DeVito, 1997). Lambang atau simbol digunakan untuk merujuk pada sebuah obyek. Obyek yang ditunjuk oleh lambang itu adalah apa yang dimaksud oleh kelompok sosial penggunanya, melekat pada budaya setempat.
Tidak harus ada hubungan yang
penting antara obyek yang ditunjuk dengan lambang yang menunjuknya, sehingga dapat dinyatakan bahwa lambang atau simbol komunikasi sebagai bentuk pesan yang bersifat sembarang. Manusialah yang memberi makna terhadap lambang komunikasi yang digunakan.
Kita tidak tahu mengapa hewan tunggangan berkaki empat diberi
lambang komunikasi ”kuda” dalam bahasa Indonesia atau ”horse” dalam bahasa Inggris. Sekali suatu lambang komunikasi telah memiliki makna, maka ia melekat
17
terhadapnya. Dengan demikian, kita dapat nyatakan bahwa makna adalah hubungan antara suatu obyek dengan lambangnya (Littlejohn, 1996). Menurut Dewey dalam Denzin (1992) manusia tidak akan bertindak sebelum memahami situasi, dan tindakannya selalu disesuaikannya dengan definisi situasi yang dibuatnya. Karena situasi bisa berubah-rubah, kebenaranpun bersifat relatif. Kebenaran, bagi penganut pragmatisme, tidak pernah bersifat absolut, selalu dikaitkan dengan kebutuhan dan kepentingan manusia. Kebenaran suatu pemikiran atau makna sebuah pernyataan dipengaruhi oleh konsekwensi
praktis dari
pemikiran dan pernyataan (Hewit, 1991).
Menurut
William James dalam Denzin (1992) kebenaran suatu pemikiran harus bisa diuji dan diverifikasi di lapangan. Suatu pemikiran bisa bermanfaat untuk sebuah situasi, namun tidak bermanfaat untuk situasi yang lainnya. Dengan kata lain James pun percaya bahwa kebenaran itu bersifat relatif. 2.3 Interaksi Simbolik 2.3.1 Perspektif Interaksi Simbolik Pemikiran filsafat pragmatisme banyak mempengaruhi pemikiran para teoritisi interaksi simbolik. Stephen W. Litlejhon (1996) dalam bukunya “theories of human communication” mengatakan bahwa
yang memberikan dasar teori
interaksi simbolik adalah George Herbert Mead, Herbert Blumer, Manford Khun, Kenneth Burke, dan Hugh Duncan. Interaksi simbolik adalah suatu perspektif sosiologis yang berakar pada filsafat pragmatisme yang berkembang pada akhir abad ke-19 hingga awal abad ke20. Para penganutnya percaya bahwa perspektif ini mampu menjawab dan menjelaskan pengalaman sehari-hari manusia serta setiap permasalahan yang dihadapinya (Hewitt, 1991). Interaksi simbolik adalah perspektif ilmiah untuk memahami kehidupan masyarakat dan perilaku manusia. Berdasarkan pandangan ini manusia sesungguhnya adalah sosok yang aktif dan dinamis serta goal-oriented,
bukan semata-mata
18
mahkluk yang pasif dan responsif, sosok yang tidak mudah dimanipulasi dan sukar diprediksi perilakunya (Lesmana, 2001). Cooley (1864 – 1929) melalui perangkat yang dinamakannya “sympathetic imagination,” menjelaskan bahwa seseorang diyakini dapat mengamati situasi atau melihat permasalahan dari perspektif orang lain.
Hal ini dilakukan dengan
menempatkan diri pribadi (self) pada posisi orang lain.
Konsep
“sympathetic
imagination” dikemudian hari dieksplorasi oleh George Herbert Mead dan melalui sedikit modifikasi, diubah menjadi konsep “taking the role of the other”
atau
mengambil peran orang lain, salah satu konsep penting dalam teori interaksi simbolik (Hewitt, 1991). William James (1842-1910) (dalam Denzin, 1992) secara khusus mempelajari hubungan antara mind and body. Menurut James apa yang dilakukan manusia, sebagian
besar diyakini lahir
dari
kesadaran yang reflektif
(reflective
consciousness). Bagi James, kesadaran merupakan tema utama yang harus dipelajari oleh psikologi. Dua konsep lain yang dikemukakan oleh James adalah diri-pribadi (self) dan realita. Diri-pribadi diakui sebagai pusat kesadaran manusia, terdiri atas “I” dan “Me” (“Aku” dan “Diriku”), masing-masing mewakili subyek dan obyek individu. Tiap manusia sesungguhnya memiliki banyak diri-pribadi: sebagai suami atau istri di rumah, sebagai pendidik di sekolah,
sebagai anggota masyarakat dan lain-lain.
Konsep “Aku” dan “Diriku” kemudian dikembangkan oleh Mead dalam teorinya interaksi simbolik (Denzin, 1992). Jhon Dewey (1859 – 1952) yang konsepnya “meaning arises through communication”, adalah seorang filosof dan pendidik yang banyak menulis tentang komunikasi. Menurut Dewey, semua pengetahuan yang dimiliki manusia diperoleh dari hasil komunikasi. Bahasa memiliki kedudukan yang begitu penting, sehingga tanpa didukung oleh sistem ekspresi yang memadai, manusia mustahil bisa saling berinteraksi dan bertindak bersama.
Dari proses komunikasi manusia berupaya
mencari makna (meaning) suatu obyek atau peristiwa. Perilaku manusia dikatakan sukar dipahami tanpa memahami makna, nilai dan tujuan yang menyertai perilaku
19
itu.
Konsep Dewey kemudian menjadi salah satu asumsi dasar teori interaksi
simbolik (Lesmana,2001) 2.3.2 Pemikiran George H. Mead terhadap Perspektif Interaksi Simbolik George Herbert Mead (1863 – 1931) diakui sebagai “Bapak interaksi simbolik”. Mead belajar ilmu filsafat dan psikologi di Universitas Harvard pada 1887. Disini Ia berkenalan dengan William James yang ketika itu telah menjadi guru besar.
Mead bahkan tinggal
memberikan tutoring
beberapa waktu lamanya di rumah James serta
pada anaknya.
Gelar doctor dalam ilmu physiological
psychology diperolehnya dari universitas Berlin pada 1891.
setelah itu Mead
mengajar di Universitas Michigan, An Arbor. Di Universitas tersebut, Ia berkenalan dengan Jhon Dewey. Hubungan kerja antara kedua filosof ini sangat erat. Mead mengaku banyak ajaran Dewey yang mempengaruhi pandangannya tentang individu dan masyarakat. Sebaliknya Dewey sangat kagum atas pemikiran-pemikiran Mead.
Ketika Dewey diminta menjadi
ketua Departemen Filsafat Universitas Chicago, Ia pun mengajukan satu syarat, yaitu diperbolehkan membawa Mead.
Maka pada tahun 1894 Mead pindah ke
Universitas Chicago dan bekerja sebagai asisten Dewey. Ia mengajar Filsafat pada Universitas tersebut hingga akhir hayatnya pada 1931. Mead tidak pernah menyebut ajarannya dengan istilah “interaksi simbolik”. Adalah Herbert Blumer, salah seorang murid Mead, yang pertama kali pada 1937 memperkenalkan istilah “interaksi simbolik” pada tulisannya Man and Society yang merupakan salah satu bab dalam buku Emerson Schmid. Man and Socity terbit tiga tahun setelah buku klasik Mead berjudul Mind, Self and Society beredar. Buku tersebut sebetulnya merupakan kumpulan bahan kuliah dan ceramah Mead ketika ia mengajar di Universitas Chicago.
Bahan-bahan kuliahnya itulah yang secara
sistematis kemudian diterbitkan dalam bentuk buku. Masih dalam tahun yang sama, Universitas yang sama juga menerbitkan buku kedua Mead yang berjudul George Herbert Mead on Social Psychology, lagi-lagi merupakan bahan kuliah dan ceramah Mead.
Buku ini diedit dan diberi kata
20
pengantar oleh Anselm Strauss, yang juga seorang interaksionis. Dalam ulasannya Strauss juga menyatakan bahwa Mead sesungguhnya tidak pernah menulis satu buku pun sepanjang hidupnya.
Buku-bukunya yang diterbitkan setelah Ia meninggal
diambil dari artikel-artikelnya yang berjumlah lebih dari 80 judul (Wallace dan Wolf, dalam Lesmana, 2001). George Herbert Blumer, seperti dikutip oleh Fine (1990), membedakan tiga pendekatan dalam psikologi sosial. Pertama, pendekatan yang menggunakan insting manusia dan ajaran evolusi Darwin. Kedua, pendekatan yang menitik beratkan refleksi seperti yang terdapat
di dalam tulisan-tulisan para penganut psikolog
behavioristik, antara lain Jhon Watson. Ketiga, sintesa dari kedua pendekatan yang menurut pengakuan Blumer didasarkan atas karya-karya gurunya, yaitu Mead. “Psikologi Darwin’” berpandangan bahwa emosi adalah keadaan psikologis, keadaan kesadaran individu, a state of consciousness, yang tidak dapat diformulasikan dalam bentuk sikap atau perilaku. Emosi secara instink sudah ada pada diri seseorang. Memang sikap adakalanya merefleksikan emosi seseorang, namun tanpa sikap dan perilaku yang mendukung, emosi tetap ada dalam diri seseorang, sebab emosi mencerminkan a state of consciousness. Dengan demikian psikologi sosial Darwin, menurut Mead, hampir identik dengan psikologi individu. Perilaku individu dipahami sebagai the inner state dari individu yang bersangkutan (Fine,1990). Para penganut behavioristik mengoreksi
psikologi Darwin dengan
pendekatan perilaku. Pemahaman atas individu diyakini bersumber pada pemahaman terhadap perilaku atau tindakan serta stimuli lingkungan yang mendorong lahirnya perilaku tersebut. Jhon Watson mengatakan, “behavior is learned”, dan Ia mencoba megungkap hukum-hukum yang mengatur perilaku sebagai
reaksi atas stimuli
(Hewitt, 1991). Psikologi sosial Mead, sebagai diakui sendiri oleh Mead, sebenarnya juga termasuk aliran behaviorisme, namun behaviorisme yang bersifat sosial. Aliran ketiga ini menekankan pentingnya pemahaman perilaku individu dalam konteks sosial. Ide sentral lain dari psikologi sosial Mead menyangkut realitas sosial yang
21
dikatakan tidak pernah statis, tetapi mengalami perubahan terus menerus. Individu dan perilakunya senantiasa dalam proses “menjadi” (becoming), tidak pernah dalam keadaan “jadi” (become) (Hewit, 1991). Perbedaan pokok lain antara behaviorisme Watson dan behaviorisme Mead ialah pengakuan Mead tentang adanya komponen perilaku yang tidak kalah penting untuk diobservasi, yaitu apa yang disebut Mead minded behavior yang tidak lain adalah kegiatan berpikir dalam diri individu, atau intra-komunikasi. Komponen ini dipandang tidak kalah penting dengan perilaku itu sendiri, walaupun adakalanya sulit diobservasi oleh orang lain. mendapat
Bahkan aktifitas mind
dan juga self, kemudian
fokus yang lebih khusus lagi dalam pemaparan Mead tentang teori
interaksi simbolik (Hewitt, 1991). Kedua buku Mead, Mind, self and Society dan George Herbert Mead on Social Psycology banyak mempengaruhi karya Blumer (1969) yang berjudul Symbolic Interactionism Perspective and Methode. Jika orang berbicara tentang teori interaksi simbolik, maka salah satu acuan utamanya adalah buku Blumer yang satu ini. Dalam buku tersebut Blummer memaparkan secara komprehensif teori interaksi simbolik, termasuk aspek metodologisnya (Charon, 1998). Setelah Blumer, teori interaksi simbolik
dikembangkan terus, antara lain
melalui karya-karya Manford H. Khun (teori Diri-Pribadi, Self Theory), Erving Goffman, Harold Garfinkel, Larry T.Reynolds, Norman Denzin, Anselm Strauss, Harvey A.Faberman, Jerome Manis, Bernart Meltzer, Tomatsu Shibutani, Spencer E. Cahill, Sheldon Stryker, Gary Alan Fine dan Joel M. Charon. Interaksi simbolik kemudian juga memberi inspirsasi bagi lahirnya perspektif-perspektif lain dalam sosiologi yang masih “sendirian”, seperti teori label, dramaturgi Ervin Goffman dan etnomethodologi Harold Garfinkel (Charon, 1998). Setelah 1990 timbul upaya dari kaum interaksionis untuk mengintegrasikan teori interaksi simbolik dengan ajaran pasca modern. Teori pasca-modern menolak mitos obyektivitas dalam ilmu pengetahuan, pemisahan fakta dan nilai,
upaya
menemukan kebenaran sejati dan hukum yang mengatur realitas ekternal. Pasca-
22
modern juga menolak apa yang disebut obdurate (realitas eksternal yang tidak terbantahkan (Lesmana, 2001). Fine (1990) secara tegas mengemukakan “Institution partly determine behavior,” bahwa perilaku seseorang sebagian ditentukan oleh institusi tempat ia berada. Sedang Denzin (1992) berpendapat “ aparatus budaya” ikut mempengaruhi tindakan individu. Bahkan Gofman, menurut Fine (1990), akhirnya bergeser dari dari seorang interaksionis menjadi
strukturalis ketika ia mengemukakan “structure
underlies all interactions.” Charon (1998) percaya bahwa struktur yang dimaksud dalam pernyataan Goffman bukanlah “solid structure being handed down to us,” melainkan kualitas struktur yang ada pada proses interaksi sosial. Pendapat Goffman mungkin saja berlebihan oleh kaum interaksionis, namun pendapat interaksionis-awal bahwa individu bebas dalam menentukan segala tindakannya kiranya tidak lagi menjadi pandangan resmi teori interaksi simbolik.
2.3.3 Pandangan Interaksi Simbolik Tentang Diri Secara analitik,
Mead
membedakan diri pribadi antara “I” dan “Me”
(diterjemahkan: Aku dan Diriku). Perbedaan analitik ini sekaligus menunjukan bahwa diri-pribadi
bisa dilihat sebagai suatu proses, disamping sebagai obyek.
Sebagaimana diketahui suatu tindakan biasanya berawal ketika terjadi gangguan terhadap lingkungan eksternal individu. Terhadap gangguan itu, individu cendrung untuk secepatnya memberikan reaksi. Jika telepon tiba-tiba berdering, atau suatu suara keras di luar rumah, atau apa yang dikatakan oleh seseorang dinilai kurang jelas, ia tergerak untuk memberikan reaksi. Namun setelah reaksi diberikan, individu cendrung untuk mengevaluasi apa yang dilakukannya melalui minded-activity (Lesmana, 2001) Menurut Hewitt (1991), bagian awal dari suatu tindakan individu seringkali belum begitu terorganisir, karena semata-mata lahir dari kebutuhan untuk secepatnya memberikan reaksi. Tindakannya tidak jarang bersifat spontan dan impulsif. Pada
23
tahap evaluasi, individu memikirkan kembali apa yang dilakukannya. Hasilnya bisa berupa kesadaran atau kekeliruan yang dilakukannya, bahkan bisa berupa kecaman terhadap diri sendiri,
tapi bisa juga penguatan karena keyakinan bahwa yang
dilakukannya memang benar. “Aku” mewakili aspek tindakan yang bersifat spontan dan impulsif ; sedangkan “Diriku” mewakili aspek evaluatif dari tindakan. Menurut Mead, “Aku” mewakili kecendrungan individu yang tidak terarah, individu yang penuh dorongan. “Diriku” mewakili pandangan atau penilaian orang lain terhadap “aku.” Aku sebagaimana dilihat dan diharapkan oleh orang lain, itulah ‘Diriku’. Hal ini berarti, ketika individu mengevaluasi tindakannya, norma-norma yang berlaku di lingkungannya dan perspektif kelompok referensi (reference group) dijadikan acuannya.
“Diriku” mengarahkan, sekaligus mengevaluasi, tindakan
“Aku”, agar menjadi sasaran dan konform pada norma-norma yang berlaku. Dalam konteks ini, “Diriku” merupakan representasi dari wujud sosial (Lesmana, 2001). Maka diri-pribadi (self) sekaligus subyek dan obyek. “Aku” dan “Diriku” tidak henti-hentinya saling berganti posisi dalam proses interaksi-diri (selfinteraction). Pada suatu saat individu bertindak sebagai “aku,” memberikan reaksi pada obyek dan situasi yang dihadapinya. Pada saat lain, reaksi menjadi bagian dari masa lalu, sekaligus bagian dari “Diriku.” Karena reaksi menjadi obyek yang sudah lalu, individu bisa memanfaatkannya untuk bahan renungan. Seorang ibu yang memarahi anaknya yang dinilai nakal. Ia bertindak sebagai “Aku”. Setelah itu, setelah merenungkan apa yang baru saja dilakukannya, sang ibu mungkin menyesal. Mungkin ia menyadari bahwa hukuman yang dijatuhkan kepada anaknya terlalu berat.
Pada saat itu,
sang ibu bertindak
amarahnya kepada anak menjadi obyek renungan.
sebagai “Diriku”;
Dalam interaksi-pribadi yang
dilakukannya, ibu sebagai “Diriku” menegur ibu sebagai “Aku,” sekaligus mengoreksi tindakan “Aku” (Lesmana, 2001). Sebagai suatu proses sosial, self (diri-pribadi) mempunyai dua makna, pertama; ia terus menerus terlibat dalam dialog antara “Aku” dan “Diriku,” communication with self, atau self-interaction. Kedua self itu sendiri lahir dari pengalaman sosial, pengalaman berinteraksi dengan orang lain, communication with
24
others.
Kesadaran bahwa “aku pemalas”, “aku enerjik,” atau “aku pemboros,”
sebagiannya karena pengalaman interaksi sosial “Aku” dengan individu lain yang kemudian direfleksikan lagi dalam self-interaction” (Mead, 1967 dalam Lesmana 2001). Karena diri-pribadi terutama dibentuk oleh interaksi sosial yang dilakukan seseorang, dengan siapa ia berinteraksi menjadi sangat menentukan. Mead dalam hal ini memakai istilah “the sigificant other,” orang-orang yang mempunyai arti penting, yang dihormati atau menjadi panutan bagi individu dalam hal tertentu (Charon, 1998). Istilah yang dipakai oleh Shibutani (1995) (dalam Lesmana, 2001) adalah reference group. Masyarakat atau kelompok referensi berfungsi sebagai acuannya untuk bertindak. 2.3.4 Interaksi Simbolik, Inti Pandangannya Profesor Joel M, Charon (1998), seorang interaksionis lulusan Universitas Minnesota, yang kini menjadi ketua Departemen Sosiologi Moorhead State University (Minnesota), memaparkan inti pandangan teori interaksi simbolik sebagai berikut: (1) Interaksi simbolik memusatkan perhatiannya pada hakekat dan dinamika interaksi yang terjadi antar manusia. (2) Tindakan manusia (human action) dipengaruhi oleh interaksi
sosial dan
interaksinya dengan dirinya sendiri (self interaction). (3) Sebelum melakukan tindakan, manusia terlebih dahulu merumuskan situasi (define the situation) lingkungan yang dihadapinya. (4) Kejadian masa lalu dapat mempengaruhi kejadian saat ini, harapan dan tujuan juga dapat mempengaruhi tindakan saat ini. Namun keputusan yang diambil seseorang selalu didasarkan atas analisis dan rumusan terhadap situasi rill yang dihadapinya saat ini. (5) Berbeda dengan mahkluk hidup lainnya, manusia sesungguhnya adalah sosok yang bebas yang dalam batas tertentu dapat menentukan sendiri tindakannya.
25
Menurut Blommer dan Spradly dalam Endraswara (2001) ada beberapa premis dasar interaksi simbolik;
pertama manusia melakukan berbagai hal atas
makna yang diberikan oleh berbagai hal itu kepada mereka. Kedua makna berbagai hal itu berasal atau muncul dari
interaksi sosial seseorang dengan orang lain.
Kebudayaan sebagai sistem makna yang dimiliki bersama, dipelajari, diperbaiki, dipertahankan dan didefinisikan dalam konteks orang yang berinteraksi.
Ketiga,
makna ditangani atau dimodifikasi melalui satu proses penafsiran yang digunakan oleh orang dalam berbagai hal yang dia hadapi. Di samping tiga premis dasar di atas, Muhajir dalam Endraswara (2001) menambahkan tujuh proposisi,yaitu : (1) Perilaku manusia itu mempunyai makna dibalik yang mengejala, (2) Kemaknaan manusia dicari sumbernya kedalam interaksi sosial, (3) Manusia itu merumuskan
proses yang berkembang secara holistik, tidak
terpisahkan, tidak linier, dan tidak terduga, (4) Pemaknaan berlaku menurut penafsiran fenomenologi, yaitu sejalan dengan tujuan, dan maksud, bukan berdasarkan mekanik, (5) Konsep mental manusia berkembang secara dialektik, (6) Perilaku manusia itu wajar, kreatif dan konstruktif, bukan elementer-reaktif, (7) Perlu menggunakan
metode introspeksi simpatetik, menekankan pendekatan
intuitif untuk menangkap makna. 2.3.5 Prinsip-prinsip Dasar Interaksionisme Simbolik Beberapa tokoh interaksionisme simbolik merumuskan beberapa prinsip dasar teori ini, yang meliputi ; (1) Manusia dibekali kemampuan untuk berpikir (2) Kemampuan berpikir dibentuk oleh interaksi sosial (3) Dalam interaksi sosial manusia mempelajari arti dan simbol yang memungkinkan mereka menggunakan kemampuan berpikir mereka (4) Makna dan simbol memungkinkan manusia melanjutkan tindakan khusus dan berinteraksi
26
(5) Manusia mampu mengubah arti dan simbol yang mereka gunakan dalam tindakan dan interaksi berdasarkan penafsiran mereka terhadap situasi (6) Manusia mampu membuat kebijakan modifikasi dan perubahan, sebagian karena kemampua mereka berinteraksi dengan diri mereka sendiri yang memungkinkan mereka
menguji serangkaian peluang tindakan, menilai keuntungan, dan
kerugian relatif mereka, dan kemudian memilih satu diantara
serangkaian
peluang itu. (7) Pola tindakan dan interaksi yang saling berkaitan akan membentuk kelompok dan masyarakat (Ritzer & Goodman, 2007). Kapasitas Berpikir Salah satu konsep dasar mengenai interaksi simbolik adalah apa yang disebut oleh George Herbert Mead (Charon, 1998) sebagai “mind, self and socity.” Mind didefinisikan
sebagai the ability (of the invidual) to indicate to one’s self the
response that one’s gestures indicates to others.” Mind juga dinamakan “reflecting thinking” memungkinkan individu untuk berhenti sejenak dan menunda respons kepada stimuli.
Proses mental itu bertujuan untuk mengorganisir dan mengontrol
respons individu kepada stimuli. Mead menjelaskan komponen perilaku yang penting untuk diobservasi, yaitu apa yang disebut Mead sebagai minded behavior, yang tidak lain adalah kegiatan berpikir dalam diri individu, atau intra-komunikasi. Komponen ini dipandang tidak kalah penting dengan perilaku itu sendiri, walaupun adakalanya sulit diobservasi. Intra-komunikasi dalam diri individu dimungkinkan karena tiap-tiap individu memiliki self (diri-pribadi). Self merupakan bagian dari lingkungan yang menjadi obyek perbuatan seseorang. Manusia pun
bisa menilai perbuatannya, atau marah
terhadap diri sendiri, menyesali tindakan sendiri atau mengakui bahwa perbuatannya salah.
Singkat kata ia bisa mengenal diri sendiri (make indication to himself).
Bahkan ia bisa berdialog dengan diri sendiri yang dinamakan self-interaction (interaksi pribadi) atau minded activity (berpikir) (Charon, 1998)
27
Intra-komunikasi menurut Mead, tidak berbeda dengan proses berkomunikasi dengan orang lain. Hanya saja, intra-komunikasi berlangsung dalam diri sendiri, sehinggga orang lain tidak dapat memahaminya, namun Mead menolak tudingan psikologi diobservasi.
behavioristik yang mengatakan bahwa kegiatan berpikir tidak dapat Menurut Mead, apa yang dipikirkan seseorang bisa saja dituturkan
kepada orang lain, sehingga dapat diobservasi. Mead menamakan covert behavior (perilaku tersembunyi atau tidak kasat mata) dan overt behavior (perilaku lahiriah atau kasat mata). Masing-masing untuk aktifitas berpikir dan bentuk tindakan (perilaku) yang dihasilkannya.
Masalah
perilaku tidak kasat mata sama sekali tidak disinggung dalam psikologi behavioristik yang sering juga disebut psikologi obyektif, padahal proses berpikir menjadi kualitas paling esensial bagi manusia. Mead percaya bahwa pengingkaran atas eksisitensinya sama dengan mengidentifikasikan manusia dengan benda mati (Charon, 1998). Teori interaksi simbolik memusatkan perhatian terutama pada makna dan simbol dari tindakan dan interaksi manusia.
Perilaku tersembunyi atau proses
berpikir melibatkan simbol dan makna. Perilaku lahiriah adalah perilaku sebenarnya yang dilakukan oleh seorang aktor. Beberapa perilaku tidak melibatkan perilaku tersembunyi (karena kebiasaan atau tanggapan
tanpa pikir terhadap rangsangan
eksternal). Tetapi, sebagian besar tindakan manusia melibatkan kedua jenis perilaku itu (Ritzer & Goodman, 2007). Teori interaksiaksionisme simbolik tidak membayangkan
pikiran sebagai
benda, sebagai sesuatu yang memiliki struktur fisik, tetapi lebih membayangkan sebagai proses yang berkelanjutan.
Sebagai sebuah proses yang dirinya sendiri
merupakan bagian dari proses yang lebih luas dari stimuli dan respon. Pikiran, menurut interaksionisme simbolik, sebenarnya berhubungan dengan setiap aspek lain termasuk sosialisasi, arti, simbol, diri, interaksi dan juga masyarakat (Ritzer, dan Goodman, 2007) Manusia memiliki kapasitas untuk berpikir, kapasitas ini dibentuk dan diperhalus dalam proses interaksi sosial, pandangan ini menyebabkan teoritisi interaksionisme simbolik memusatkan perhatian pada bentuk khusus interaksi sosial
28
yakni sosialisasi.
Kemamapuan manusia untuk berpikir dikembangkan sejak dini
dalam sosialisasi
anak-anak dan diperhalus selama sosialisasi di masa dewasa.
Sosialisasi adalah proses dinamis yang memungkinkan manusia mengembangkan kemampuan untuk berpikir, untuk mengembangkan cara hidup manusia itu sendiri. Sosialisasi bukanlah semata-mata proses atau arah dimana aktor menerima informasi, tetapi aktor menyusun dan menyesuaikan informasi itu dengan kebutuhan mereka sendiri (Manis &Melzer, dalam Ritzer & Goodman, 2007). Interaksi Interaksi berarti aksi atau tindakan seseorang yang senantiasa
memper-
hatikan aksi atau tindakan orang lain yang ditujukan kepadanya, action that takes account one other (Charon,1998), atau seperti yang dikatakan oleh George Simmel dalam Lesmana (2001), action which is mutually determined. Interaksi berarti seseorang
tidak hanya dipengaruhi oleh orang lain, tetapi ia pun senantiasa
mempengaruhi orang lain. Interaksi juga berarti tindakan seseorang dibangun atas dasar tindakan orang lain yang ditujukan terhadapnya didalam situasi tertentu. Ini berarti individu juga senantiasa memperhatikan dan menginterpretasikan tindakan mitra interaksinya sebelum bertindak (Lesmana, 2001). Interaksi adalah proses diperlihatkan.
dimana kemampuan berpikir dikembangkan dan
Semua jenis interaksi tidak hanya interaksi selama sosialisasi,
memperbesar kemampuan kita untuk berpikir. Dalam kebanyakan interaksi, aktor harus memperhatikan orang lain dan menentukan kapan dan bagaimana cara menyesuaikan aktivitasnya terhadap orang lain, dan interaksi simbolik memerlukan proses mental itu dengan kebutuhan mereka sendiri (Ritzer dan Goodman 2007). Charon (1998) mendefenisikan interaksi sebagai; “aksi sosial bersama individu-individu yang berkomunikasi satu sama lain mengenai apa yang mereka lakukan
dengan mengorientasikan kegiatannya kepada dirinya masing-masing
(mutual action individuals, communicating to each other in what they do orienting their acts to each other).”
29
Jhon Dewey mengemukakan bahwa ”meaning arise through communication.” George Herbert Mead kemudian memperjelas pendapat Dewey dengan mengatakan; ” meaning is content of an object which is dependent upon the relation of an organism or group of “communication”
organism to it.”
Dewey menggunakan istilah
sedangkan Mead menggunakan istilah “relation.”
sama-sama menunjukan mutlaknya interaksi sosial
Keduanya
untuk terbentuknya sebuah
makna obyek. Pemahaman individu atas makna timbul dari interaksinya dengan lingkungan fisik dan sosial.
Interaksi mengandung arti bahwa para pelaku
memperhatikan satu sama lain dan senantiasa saling menginterpretasikan pesan yang disampaikan (Lesmana, 2001). Ballis-Lal dalam Lesmana (2001) menjelaskan bahwa tindakan seseorang dibangun atas dasar tindakan
mitra-interaksinya melalui proses interpretasi.
Langkah yang diambil seorang aktor bergantung pada langkah yang diambil atau akan diambil oleh aktor lain. Itulah yang dimaksud dengan interdependensi antarinteraktan. Dari hasil interaksi sosialnya, individu juga menyadari adanya kebudayaan (the generalized other), istilah yang dipergunakan diperhatikan, bahkan ditaati dalam interaksi sosial.
oleh Mead yang perlu Dikatakan oleh Mead “the
matured self arises when a generalized other is internalized so that the community exercise control over the conduct of its individual
members.”
Hanya dengan
menghayati dan melaksanakan kebudayaan yang berlaku dalam masyarakat tempat terjadinya interaksi, individu dikatakan bisa mencapai tingkat kedewasaan yang matang (Charon, 1998). Kecuali dipengaruhi oleh interaksi dengan individu lain, tindakan individu juga dipengaruhi
oleh interaksi dengan diri-pribadi (self)
sebelum mengambil
keputusan, individu berdialog dengan diri pribadi mengenai obyek yang dihadapi. Komunikasi dan dialog dengan diri pribadi menjadi sasaran untuk menginterpretasi makna obyek.
Konsep diri, pengalamannya terhadap obyek di masa lampau,
kepentinganya terhadap obyek tersebut, dan faktor resiko menjadi bahan penting dalam proses interaksi dengan self (Charon, 1998)
30
Simbol Teoritisi interaksi simbolik membayangkan bahasa sebagai sistem simbol yang sangat luas. Kata-kata adalah simbol karena digunakan untuk menggantikan sesuatu yang lain.
Kata-kata membuat seluruh simbol yang lain menjadi tepat.
Tindakan obyek, dan kata-kata lain eksis dan hanya mempunyai makna karena telah dan dapat dideskripsikan melalui penggunaan kata-kata (Ritzer & Goodman, 2007). Simbol adalah aspek penting yang memungkinkan orang untuk bertindak menurut cara-cara khas yang dilakukan manusia.
Karena simbol, manusia tidak
memberikan respon secara pasif terhadap realitas yang memaksakan dirinya sendiri, tetapi secara aktif menciptakan dan mencipta ulang dunia tempat mereka berperan (Charon, 1998). Ritzer dan Goodman (2007) menambahkan kegunaan umum dari simbol dan bahasa, khususnya yang mempunyai sejumlah fungsi bagi aktor : 1. Simbol memungkinkan orang menghadapi dunia material dan dunia sosial yang memungkinkan mereka untuk mengatakan, menggolongkan dan mengingat obyek yang mereka jumpai di situ. Dengan cara ini manusia mampu menata kehidupan, agar tidak membingungkan.
Bahasa memungkinkan orang mengatakan,
menggolongkan dan terutama mengingat secara lebih efisien ketimbang yang dapat mereka
lakukan dengan menggunakan jenis simbol lain seperti kesan
bergambar. 2. Simbol meningkatkan kemampuan manusia untuk memahami lingkungan. Dari pada dibanjiri oleh banyak stimuli yang tak dapat dibeda-bedakan, aktor dapat berjaga-jaga terhadap
bagian lingkungan tertentu ketimbang terhadap bagian
lingkungan yang lain. 3. Simbol meningkatkan kemampuan untuk berpikir.
Jika sekumpulan simbol
bergambar hanya dapat meningkatkan kemampuan berpikir secara terbatas, maka bahasa akan dapat lebih mengembangkan kemampuan ini. Dalam artian ini, berpikir dapat dibayangkan sendiri.
sebagai berinteraksi secara simbolik dengan diri
31
4. Simbol meningkatkan kemampuan
untuk menyelesaikan berbagai masalah,
kemampuan ini mengurangi peluang berbuat kesalahan yang merugikan 5. Simbol memungkinkan aktor mendahului waktu, ruang dan bahkan pribadi mereka sendiri.
Melalui penggunaan simbol,
aktor dapat membayangkan kehidupan
seperti apa dimasa lalu, atau kemungkinan hidup dimasa depan. Lagi pula, aktor dapat secara simbolik mendahului pribadi mereka sendiri dan membayangkan seperti apa kehidupan ini dilihat dari sudut pandang orang lain. Inilah konsep teoritis interaksinisme simbolik yang terkenal: mengambil peran orang lain. 6. Simbol memungkinkan orang untuk membayangkan realitas metafisik seperti surga dan neraka. 7. Simbol memungkinkan orang menghindari diperbudak oleh lingkungan mereka. Mereka dapat lebih aktif – mengatur sendiri mengenai apa yang akan mereka kerjakan. Makna Makna bukan berasal dari proses mental yang menyendiri, tetapi berasal dari interaksi.
Manusia mempelajari simbol dan makna di dalam interaksi sosial.
Manusia menanggapi simbol dengan cara berpikir. Tanda-tanda mempunyai artinya sendiri. Simbol adalah obyek sosial yang dipakai untuk merepresentasikan (atau menggantikan)
apapun yang disetujui orang yang akan mereka representasikan
(Charon, 1998). Obyek sosial diartikan sebagai “anything that becomes involved in a social interaction” (Shibutani dalam Lesmana 2001). Jangkauan obyek sosial amat luas, termasuk juga diri (self) ketika terjadi proses intra-komunikasi atau proses berdialog dengan diri sendiri. Obyek diyakini tidak memiliki makna apa-apa. Manusialah yang memberikan makna tertentu pada obyek yang dijumpainya.
Obyek-obyek yang
dimaksud bisa berbentuk fisik (benda mati, lingkungan), orang, peristiwa atau yang bersifat abstrak seperti gagasan dan ideologi. Memberikan makna berarti memahami apa arti sebuah simbol dari obyek, kemudian bertindak atas dasar pemahaman itu. Makna adalah apa yang dipikirkan ,
32
ketika seseorang memikirkan seekor kuda, apa yang dirasakan ketika ia membayangkan sebuah ujian yang sulit, apa yang dinginkan ketika berkhayal menjadi orang kaya. Makna berfungsi menjembatani individu ketika ia berpikir, merasa dan menginginkan sesuatu, dengan obyeknya (Lesmana, 2001). Berdasarkan pengertian obyek sosial tersebut, interaksi simbolik mengajukan tiga asumsi dasar yang berkaitan dengan itu, yaitu; Pertama, manusia bertindak terhadap suatu obyek berdasarkan pemahaman makna obyek tersebut bagi dirinya, atau berdasarkan definisi situasi tempat obyek tersebut berada. Kedua, makna obyek, atau definisi situasi obyek terbentuk oleh interaksi sosial, khususnya interaksi dengan significant others, yaitu orang-orang yang dianggap penting untuk dijadikan referensi untuk satu masalah tertentu. Ketiga, makna obyek tidak konstan, tetapi dapat berubah dari waktu ke waktu melalui proses interpretasi, proses pemahaman kembali makna dan pemahaman kembali situasi (Charon, 1998). Definisi Situasi Analisis dan pemahaman situasi dalam teori interaksi simbolik dinamakan “definisi situasi.”
Menurut Charon (1998), humans do not sense their environment
directly but instead define their situation as they go along in their action.” Manusia bertindak menurut hasil rumusan situasi yang dibuatnya. Aktor memberikan respons kepada setiap sinyal (cues) yang dijumpai, menganalisisnya dalam definisi situasi, dan bertindak atas dasar konstruksi definisi tersebut. Definisi situasi adalah hasil dari proses eksplorasi untuk mengetahui segala opsi perilaku yang ada dalam situasi tertentu, serta tindakan yang perlu diambil dalam mengantisipasi kemungkinan-kemungkinan tersebut. Definisi situasi bersifat kognitif, menyangkut pengetahuan mengenai posisi seseorang di dalam waktu dan ruang yang dapat membatasi cara dan pilihan untuk bertindak (Hewit, 1991). Begitu pentingnya defenisi situasi dalam tindakan manusia, sehingga W.I Thomas dan Doroty Thomas (Charon, 1998) berpendapat “ if men define situation as real, they are real in their consequences”. Jika seseorang telah mendefinisikan situasi sebagai sesuatu yang nyata, maka akibatnyapun adalah nyata. Jika seseorang
33
melihat situasi A dapat menimbulkan kejadian B, dan kebenaran atas defenisi situasi A yang dilakukannya tidak diragukan, maka ia percaya bahwa B pasti akan terjadi. Realita bagi seseorang pada hakekatnya sama dengan definisi situasi yang dibuatnya. Definisi situasi diyakini menjadi kuasa-prima lahirnya tindakan. Thomas mengetahui bahwa sebagian besar definisi kita tentang situasi telah disediakan oleh masyarakat untuk kita.
Thomas menekankan bahwa yang menjadi sumber definisi sosial
terutama keluarga dan komunitas (Charon, 1998). Charon mengakui bahwa menganalisis dan merumuskan situasi mudah.
tidaklah
Banyak faktor ikut mempengaruhinya; obyek sosial yang ada, tujuan,
perspektif, norma,
kelompok referensi, pengalaman masa lalu,
terhadap apa yang sedang terjadi,
dan penilaian
semua harus diperhatikan dengan seksama.
Definisi situasi itu harus dikonstruksi, bukan sesuatu yang sudah
ada sehingga
dengan mudah bisa diperoleh siapapun. Konstruksi bisa dilakukan seorang diri, atau bersama interaktan lain dalam proses interaksi. Dari sekian banyak faktor yang mempengaruhi perumusan situasi, tujuan (goals) dan perspektif diyakini dua faktor paling utama. Perbuatan manusia, baik secara individu maupun kolektif, umumnya berorientasi pada tujuan atau perwujudan atas tujuan tertentu.
Bagaimana tujuan dikaitkan dengan situasi yang dihadapi,
perspektif memegang peran, khususnya perspektif yang dianut oleh referensi
dan
kelompok
yang berkaitan dengan posisinya (Charon, 1998). Perspektif
digambarkan sebagai
lensa untuk memfilter dan menginter-pretasikan realita.
Tingkat pengetahuan mengenai orang lain dan tujuan yang hendak dicapainya serta kekuasaan yang dimiliki orang tersebut terhadap dirinya juga faktor-faktor yang dapat mempengaruhi ketepatan definisi situasi (Hewitt, 1991). Membuat Pilihan (Keputusan) Berdasarkan kemampuan
memaknai simbol-simbol dari suatu obyek dan
mendefinisikan situasi obyek tersebut, maka manusia dapat membuat pilihan tindakan yang akan mereka lakukan. Orang tidak harus menyetujui arti dan simbol yang dipaksakan terhadap mereka.
Berdasarkan penafsiran mereka sendiri, manusia
34
mampu membentuk arti baru dan deretan arti baru terhadap situasi. Jadi menurut teori interaksionisme simbolik, aktor setidaknya mempunyai sedikit otonom. Mereka tidak semata-mata sekedar dibatasi atau ditentukan; mereka dapat membuat pilihan yang unik dan bebas. Begitu pula mereka mampu membangun kehidupan dengan gaya yang unik (Ritzer & Goodman, 2007). Aksi dan Interaksi Dari teori interaksi simbolik akhirnya memberikan sebuah teori aksi (a theory of action). Teori aksi dan reaksi dapat digambarkan seperti diagram berikut ini (Gambar 1). Teori aksi ini bisa dipakai untuk memperoleh pemahaman tentang tindakan individu atau sebab-sebab tindakan (action) individu.
Teori tersebut
menyebutkan bahwa aksi atau tindakan seseorang terhadap suatu obyek sosial selalu didasarkan atas keputusan yang diambilnya saat itu yang dipengaruhi
oleh
pemaknaannya terhadap obyek atau definisi situasi dari obyek itu. Tindakan dapat berubah, apabila keputusan yang diambil berubah yang diakibatkan oleh perubahan definisi situasi yang dihadapinya. Perubahan definisi situasi dimungkinkan karena perubahan hasil interaksi yang dialaminya dengan lingkungan dan significant others.
35
Obyek Sosial
Interaksi dengan diri sendiri (self-interaction) tujuan perspektif pengalaman
Interaksi dengan orang lain (Social- interaction) significant others refference group
Definisi Situasi
Keputusan
Tindakan
Gambar 1. Model “AKSI” Charon (1998) 2.4 Hasil Studi Kewirausahaan, Interaksi Simbolik dan Kebaruan Penelitian Beberapa kajian terkait yang dianggap memiliki kesamaan dengan studi ini, baik berdasarkan obyek kajian (entrepreneurship) maupun pendekatan teori yang digunakan (interaksi simbolik), berikut ini disajikan dengan tujuan untuk menjelaskan kebaharuan yang ditawarkan oleh studi ini. Kajian Pambudy (1999), menjelaskan bahwa: (a) perilaku berwirausaha dipengaruhi oleh perilaku komunikasi, yaitu dalam hal pemilihan media komunikasi, partisipasi sosial, keterdedahan media
massa, kontak antara sesama peternak,
aktivitas peternak dalam kelompok, dan kontak dengan penyuluh pada taraf yang berbeda. Selain itu, juga dipengaruhi oleh karakteristik wirausahawan seperti; umur,
36
tanggungan keluarga, lama berternak, pendidikan dan penghasilan peternak.
(b)
perilaku berwirausaha dibentuk dari tiga aspek, yaitu pengetahuan berwirausaha, sikap mental berwirausaha, dan keterampilan berwirausaha.
(c) perilaku
berwirausaha dipengaruhi oleh fungsi agribisnis, baik itu pada tingkat off-farm hulu, on-farm dan off-farm hilir. Kajian Suparta (2001) dalam disertasinya menyimpulkan: (1) 90,30 persen peternak mempunyai sifat kewirausahaan tinggi, yang terbentuk karena pengaruh peubah-peubah yang dapat dialami dan atau dirasakan langsung dalam aktivitas kehidupan sehari-hari, seperti; keterampilan sistem nilai masyarakat lokal, persepsi, penyediaan sapronak, dan pemasaran hasil. (2) semua faktor internal peternak berpengaruh terhadap terbentuknya perilaku agribisnis terutama faktor keterampilan dan sifat kewirausahaan, sedangkan (3) faktor-faktor eksternal berpengaruh terhadap terbentuknya perilaku peternak secara tidak langsung melalui; pengetahuan, persepsi, sikap, keterampilan, motivasi ekternal, dan sifat kewirausahaan. Seperti terlihat dari
kajian-kajian di atas, semua peneliti menggunakan
paradigma positivistic-scientific (ilmiah). Hal lain yang dapat disimak adalah; penelitian-penelitian tersebut lebih banyak melihat dan didasari oleh teori-teori tentang “faktor apa yang menggerakkan orang berperilaku tertentu (isi).” Penelitianpenelitian tersebut menurut Kast dan Rosenzweig (1995) didasari oleh teori yang fokus pada variabel spesifik yang mempengaruhi perilaku, seperti kondisi internal dan kondisi eksternal yang bersangkutan. Sementara penelitian ini lebih fokus pada keinginan untuk melihat proses terjadi suatu perubahan perilaku seseorang yaitu dalam hal pembentukan dan atau pengembangan jiwa kewirausahaan dari perspektif paradigma kualitatif-naturalistik (alamiah). Studi ini menggunakan metode penelitian kualitatif yaitu fenomenologi. Studi fenomenologi adalah studi yang melihat dan menyajikan realitas sebagaimana tampaknya tanpa memaksakan nilai-nilai atau ukuran-ukuran tertentu didalamnya. Dengan metode tersebut studi ini melihat, bagaimana sesungguhnya realitas perilaku kewirausahaan dihasilkan (diproses). Teori-teori interaksi simbolik, adalah salah satu teori yang ikut memperkaya studi fenomenologi ini.
37
Mulyana (2001) menjelaskan bahwa, akar pemikiran interaksi simbolik mengasumsikan realitas sosial sebagai proses dan bukan sebagai sesuatu yang statis. Artinya, masyarakat dilihat sebagai sebuah interaksi simbolik bagi individu-individu yang ada di dalamnya.
Pada hakekatnya tiap manusia bukanlah ’barang jadi’
melainkan barang yang ’akan jadi’, karenanya teori interaksi simbolik membahas pula konsep
mengenai ’diri’ (self) yang tumbuh berdasarkan ’negosiasi makna’
dengan orang lain. Dari penelusuran pada beberapa kepustakaan, teori dan konsep interaksi simbolik banyak digunakan oleh para antropolog atau para sosiolog untuk melihat kasus-kasus sosial budaya (peradaban) dalam suatu masyarakat. Untuk kasus-kasus yang lebih sempit seperti perubahan sifat dan ciri individu dalam suatu komunitas bisnis, belum ditemukan.
Penggunaan pendekatan teori interaksi simbolik untuk
melihat proses pembentukan entrepreneurship adalah kebaharuan lain dari penelitian ini. Dua kajian yang menggunakan teori interaksi simbolik adalah Studi Dramaturgis Komunikasi Politik di DPR RI dan Manajemen Komunikasi Pengemis, yang kedua tulisan ini terdapat dalam buku Metode Penelitian Komunikasi Deddy Mulyana (2007). ”Studi Dramaturgis Komunikasi Politik di DPR RI” merupakan disertasi Arrianie (2010) menyimpulkan bahwa para aktor politik di DPR RI sangat dinamis, mereka memiliki motif yang lebih bersifat individual dalam memainkan peran politik mereka di DPR RI, bukan motif yang berkaitan dengan kepentingan partai politik yang mereka wakili, apalagi dengan kepentingan rakyat banyak. Untuk itu mereka kerap melakukan pengelolaan kesan (impression management) untuk mewujudkan kepentingan mereka. Panggung politik adalah sebuah dunia yang kental dengan manipulasi diri. Makna pesan politik yang sama dalam suatu fraksi boleh jadi dimaknai berbeda oleh politisi dari fraksi yang sama, tapi boleh jadi dimaknai sama oleh politisi dari fraksi yang berbeda. Terdapat kekacauan konsepsi pada panggung politik. Peristiwa yang seharusnya terjadi di panggung belakang (back stage), bisa terjadi di panggung
38
depan (front stage) atau sebaliknya. Apa yang terjadi di pangung depan bagi individu atau kelompok politisi
(baik dalam arti partai, fraksi atau komisi) boleh jadi
merupakan panggung belakang bagi individu atau kelompok politisi lainnya, atau dapat juga terjadi sebaliknya. Ditemukan pula panggung tengah yang menjadi ajang kompromi politik, yang berada di luar atau mengantarai dua panggung tersebut. Studi ”Manajemen Komunikasi Pengemis” Engkus Kuswarno (dalam Mulyana 2007) antara lain menjelaskan: apabila pengemis diberi sejumlah identitas, maka pengemis merupakan subyek yang melakukan suatu tindakan sosial; pengemis adalah aktor kehidupan; pengemis menciptakan dunianya sendiri; pengemis memiliki hidup yang penuh dengan makna simbolik; dan pengemis memerankan panggung sebuah drama kehidupan
serta pengemis hidup
komunikasi interpersonal, intrapersonal
dengan kemampuan mengelola
maupun sistem dimana mereka berada.
Interaksi di antara sesama pengemis dan pengemis dengan orang lain yang bukan pengemis, dibangun oleh sistem simbol atau lambang dengan makna tersendiri. Secara intersubyektif pengemis memilih lambang yang dapat berinteraksi dalam sistem sosial mereka. Pengemis berupaya menampilkan dirinya seperti apa yang mereka kehendaki. Mereka wujudkan hal itu dalam bentuk verbal maupun non verbal untuk memberikan kesan yang diharapkan bagi lawan mereka berinteraksi.
Mereka menampakkan
panggung depan (front stage) di hadapan publik (calon dermawan) yang berbeda dengan panggung belakang (back stage) atau kehidupan keseharian tanpa kehadiran calon dermawan. Dalam konteks tersebut, pengemis memiliki kemampuan untuk mengelola komunikasi mereka didasarkan atas nilai komponen masing-masing (impression management), baik secara intrapersonal, interpersonal maupun sistem dalam arti luas. Kedua kajian di atas lebih banyak melihat bagaimana aktor mengelola kesan (impression management) untuk berbagai alasan. Keduanya lebih banyak bersandar pada teori dramaturgis yang dipopulerkan oleh Erving Gofman dan merupakan varian dari teori interaksi simbolik.
39
Berbeda dengan kajian-kajian tersebut, penelitian ini lebih ditekankan pada keinginan untuk melihat bagaimana aktor memaknai atau menginterpretasikan hubungan atau interaksinya dengan lingkungan sosial (social interaction) terutama dengan orang-orang yang dianggap berpengaruh secara signifikan (significant others). Proses pemaknaan atau penginterpretasian itu sendiri dalam perspektif teori interaksi simblik adalah suatu proses berpikir, atau dengan kata lain disebut interaksi dengan dirinya sendiri (self interaction). Tidak semua orang lain mempunyai pengaruh yang sama terhadap diri kita. Ada yang paling berpengaruh, yaitu orang-orang yang dekat dengan diri kita. George Herbert Mead menyebut mereka significant others – orang lain yang sangat penting. Ketika kita masih kecil, mereka adalah orang tua kita, saudara-saudara kita, dan orang yang tinggal satu rumah dengan kita. Richard Dewey dan W. J. Humber menamainya affective others – orang lain yang dengan mereka kita mempunyai ikatan emosional. Dari merekalah kita secara perlahan-lahan membentuk konsep diri kita (Rakhmat, 2005). Dari hasil interaksi sosialnya, individu juga menyadari adanya kebudayaan (the generalized other), istilah yang dipergunakan diperhatikan, bahkan ditaati dalam interaksi sosial.
oleh Mead yang perlu Dikatakan oleh Mead “the
matured self arises when a generalized other is internalized so that the community exercise control over the conduct of its individual
members.”
Hanya dengan
menghayati dan melaksanakan kebudayaan yang berlaku dalam masyarakat tempat terjadinya interaksi, individu dikatakan bisa mencapai tingkat kedewasaan yang matang (Charon, 1998). Selanjutnya Rakhmat (2005) menjelaskan bahwa dalam perkembangannya, significant others meliputi semua orang yang mempengaruhi perilaku, pikiran, dan perasaan kita. Mereka mengarahkan tindakan kita, membentuk pikiran kita, dan menyentuh kita secara emosional. Orang-orang ini boleh jadi masih hidup atau sudah mati. Ketika kita tumbuh dewasa, kita mencoba menghimpun penilaian semua orang yang pernah berhubungan dengan kita. Pandangan diri kita terhadap keseluruhan pandangan orang lain terhadap kita disebut generalized others. Memandang diri kita
40
seperti orang-orang lain memandangnya, berarti mencoba menempatkan diri kita sebagai orang lain. Kita mengambil peran orang lain (role taking) yang amat penting artinya dalam pembentukan konsep diri. Dalam bermasyarakat, manusia pasti menjadi anggota dari suatu kelompok. Setiap kelompok pasti mempunyai norma-norma tertentu. Ada kelompok yang secara emosional mengikat kita, dan berpengaruh terhadap pembentukan konsep diri kita. Ini disebut kelompok rujukan. Dengan melihat kelompok ini, orang mengarahkan perilakunya dan menyesuaikan dirinya dengan ciri-ciri kelompoknya. Kalau kita memilih kelompok rujukan tertentu, maka kita akan menjadikan norma-norma dalam kelompok ini sebagai ukuran perilaku kita.
41
III. KERANGKA PEMIKIRAN Kesiapan pelaku/pengelola sebuah usaha menghadapi berbagai tantangan ditentukan sejauh mana mereka mau mengembangkan dirinya. Pada tahap awal, hal ini akan sangat tergantung pada persepsi (pandangan) pengelola usaha terhadap usahanya itu sendiri. Jika pengelola usaha memaknai usahanya sebagai
suatu
“bisnis” yang harus diperjuangkan dan dikelolanya sedemikian rupa, maka ia akan termotivasi untuk membangun dan mengembangkan usahanya dengan segala kemampuannya untuk memperoleh out come yang paling optimal. Pandangan pengelola usaha terhadap usaha/bisnis yang dilakoninya berubah seiring dengan perjalanan waktu, demikian pula halnya dengan pandangan pelaku usaha terhadap makna ‘kewirausahaan.’
Hal tersebut sangat dipengaruhi situasi
lingkungan sosial yang memungkinkan mereka bisa berinteraksi dengan berbagai kalangan dan memperoleh berbagai pengetahuan atau informasi dari interaksi tersebut. Ilmu, pengetahuan dan informasi yang diperoleh cepat atau lambat akan merubah pandangan (persepsi) orang pada obyek tersebut, yang pada akhirnya melahirkan motif (dorongan) dalam diri seseorang untuk melakukan perubahanperubahan. Interaksi seseorang dengan orang lain atau lingkungannya adalah media dan sekaligus katalisator terjadinya perubahan sikap dan perilaku orang tersebut. Hal ini sesuai dengan apa yang dijelaskan oleh Charles H. Cooley bahwa interaksi dengan orang lain bagaikan sejenis cermin yang membantu
membentuk konsep diri
seseorang. Bagi Cooley, interaksi berfungsi sebagai sarana sosialisasi. Menurut Jhon Dewey, semua pengetahuan yang dimiliki manusia diperoleh dari hasil komunikasi. Dari proses komunikasi manusia berupaya mencari makna (meaning) suatu obyek atau peristiwa.
Perilaku manusia dikatakan sukar dipahami tanpa memahami
makna, nilai dan tujuan yang menyertai perilaku itu.
42
Penelitian ini ingin melihat bagaimana aktor (subyek penelitian–pengelola perusahaan dilakoninya.
KemChicks),
memaknai
dunianya
(usaha/bisnis)
yang
sedang
Jiwa entrepreneur atau entrepreneurship aktor akan tumbuh dan
berkembang, tergantung pada bagaimana ia memaknai situasi
entrepreneurship
tersebut. Penelitian ini dimulai dengan asumsi bahwa ; seorang (bila ia inginkan), bisa menjadi seorang wirausahawan (entrepreneur) atau menjadi apapun seperti yang diinginkannya. Dengan siapa dan pada lingkungan mana dia berinteraksi, cepat atau lambat akan mempengaruhi pandangan atau pemikirannya. Pandangan atau pemikirannya itulah pada akhirnya yang akan menentukan makna entrepreneur – entrepreneurship bagi dirinya dan yang akan menuntunnya untuk menjadi atau tidak menjadi seorang entrepreneur yang sesungguhnya. Berdasarkan asumsi tersebut dapat dijelaskan bahwa keputusan seseorang untuk menjadi seorang wirausahawan (entrepreneur) tidak muncul begitu saja, namun lahir dari suatu proses konstruksi yang sadar; dan ia bertindak menurut hasil rumusan situasi yang dibuatnya. Apakah ia akan menjadikan dirinya seorang wirausahawan atau tidak selalu dipengaruhi oleh pemahaman serta makna yang ia berikan terhadap kewirausahaan. Secara instrinsik, suatu obyek tidak memiliki makna apa-apa. Manusialah yang memberikan makna tertentu pada obyek yang dijumpainya. Memberikan makna berarti
memahamai apa arti sebuah simbol,
kemudian bertindak
atas dasar
pemahaman itu. Makna adalah apa yang dipikirkan pelaku usaha ketika ia memikirkan usahanya, apa yang dirasakan ketika ia membayangkan usahanya berkembang, apa yang dinginkannya ketika berkhayal menjadi orang kaya. Makna berfungsi menjembatani pelaku usaha ketika ia berpikir, merasa dan menginginkan sesuatu, dari usahanya. Pendekatan atau teori interaksi simbolik digunakan untuk mengkonstruksi dan menganalisis proses pemaknaan atau pendefinisian entrepreneurship oleh para aktor. Kelebihan dari pendekatan interaksionisme simbolik ini adalah karena adanya pengakuan bahwa “manusia adalah mahkluk yang berpikir.” Artinya, perspektif ini mengakui bahwa tidaklah mudah bagi siapapun merubah sikap dan perilakunya, hanya karena adanya satu atau dua stimulus, apalagi jika sikap dan perilaku yang
43
dimaksud telah menjadi kebiasaan atau budaya baginya. Keberadaan significant others maupun situasi entrepreneurship yang mendukung tidak serta merta merubah perilaku seseorang, tetapi kedua hal tersebut akan diterjemahkan lebih dulu melalui proses berpikir. Sebelum mengambil keputusan, aktor
berdialog (berinteraksi)
dengan diri pribadi (self-interaction). Proses berpikir atau interaksi dengan diri-sendiri sesungguhnya adalah proses merumuskan atau mendefinisikan situasi. Dalam proses tersebut, pelaku usaha tidak hanya dipengaruhi kedua faktor eksogen (faktor luar diri) di atas, akan tetapi dalam diri pelaku usaha itu sendiri juga terdapat potensi yang sangat besar (faktor indogen) dan paling menentukan perubahan pada pelaku usaha tersebut. Faktor-faktor yang dimaksud adalah (a) tujuan hidup, (b) perspektif, (c) situasi (konteks), (d) pengalaman masa lalu yang terkait dengan obyek sosial. Komunikasi dan interaksi di antara aktor (pelaku usaha) tidak berlangsung di ruang hampa, tetapi selalu terjadi dalam suatu situasi, artinya interaksi mempunyai lingkungan, apakah itu lingkungan politik, ekonomi, sosial atau budaya. Sebagaimana dijelaskan Charon (1998), manusia bertindak menurut hasil rumusan situasi yang dilakukannya. Aktor memberikan respons kepada setiap sinyal (cues) yang dijumpai, menganalisisnya dalam definisi situasi, dan bertindak atas dasar konstruksi definisi tersebut. Jadi definisi situasi merupakan proses eksplorasi untuk mengetahui segala opsi perilaku yang ada dalam situasi tertentu, serta tindakan apa yang perlu diambil dalam mengantisipasi kemungkinan-kemungkinan tersebut. Secara singkat kerangka pemikiran dari penelitian ini sebagaimana dijelaskan di atas disajikan dalam bentuk skema berikut ini, seperti tersaji pada Gambar 2. Gambar skema tersebut diadopsi dari model Charon (1998) yang disesuaikan dengan tujuan penelitian.
44
Entrepreneurship
Interaksi dengan Diri Sendiri (self-interaction)
Interaksi dengan Lingkungan Sosial (Social- interaction)
Definisi Situasi (makna) Lingkungan Sosial (society) norma, budaya significant others refference graup
Definisi Situasi (makna) Diri sendiri (self) tujuan (motif) perspektif pengalaman
Definisi Situasi (makna) Entrepreneurship Definisi Situasi Lingkungan entrepreneurship Definisi Situasi Diri dan entrepreneurship
Keputusan Menjadi Entrepreneur
Entrepreneur & Entrepreneurship
Gambar 2. Kerangka pemikiran penelitian “Interaksi Simbolik dan Terbentuknya Jiwa Kewirausahaan (entrepreneurship)”
45
IV. METODE PENELITIAN 4.1 Desain Penelitian Penelitian ini berupaya menggambarkan realitas interaksi-komunikasi dan pengalaman berwirausaha pelaku usaha
(pemilik - pengelola perusahaan Kem
Chicks) dalam mengembangkan diri mereka bersamaan dengan berkembangnya perusahaan mereka. Metode yang dianggap paling cocok untuk melihat pengalaman hidup seseorang khususnya menyangkut suatu konsep (dalam penelitian ini konsep entrepreneurship) adalah fenomenologi. Menurut Creswell (1998) ”a phenomenological study describes the meaning of the life experiences several individuals about a conscept of fenomenon.” Menurut Maleong (2000), dalam penelitian fenomenologi, peneliti tidak mengetahui “arti sesuatu” bagi orang yang sedang diteliti. Inkuiri fenomenologi memulai dengan diam, diam merupakan tindakan untuk menangkap pengertian sesuatu yang sedang diteliti. Peneliti berusaha untuk masuk ke dalam dunia konseptual orang yang diteliti sedemikian rupa sehingga mereka mengerti apa dan bagaimana suatu pengertian yang dikembangkan oleh mereka di sekitar peristiwa dalam kehidupan sehari-hari. Littlejhon (1996) yang menyebutkan “phenomenology maked actuals lives experiences the basic data of reality.” fenomenologi menjadikan pengalaman hidup yang sesunguhnya menjadi data dasar dari realitas.
Fenomenologi berarti
membiarkan segala sesuatu menjadi nyata sebagaimana aslinya tanpa memaksakan kategori-kategori
peneliti terhadapnya.
Peneliti tidak merumuskan hipotesis
sebagaimana yang dilakukan oleh peneliti-peneliti yang “obyektif,” tetapi peneliti akan menyelidiki dengan seksama pengalaman langsung yang sesungguhnya untuk melihat bagaimana tampaknya. Secara umum Mulyana
(2001)
menyebutkan,
bahwa
pendekatan
fenomenologi termasuk kepada pendekatan subyektif atau interpretatif, yang memandang manusia
sebagai mahkluk yang aktif.
Maurice Natanson (dalam
Creswell, 1998) mengatakan bahwa istilah fenomenologi dapat digunakan sebagai
46
istilah generik untuk merujuk kepada semua pandangan ilmu sosial yang menempatkan kesadaran manusia dan makna subyektifnya
sebagai fokus untuk
memahami tindakan sosial. Rebert Bogdan dan Stave J. Taylor dalam Mulyana (2001) menyebutkan; terdapat dua pendekatan utama dalam tradisi fenomenologi, yaitu interaksi simbolik dan etnometodologi, sedangkan pendekatan yang digunakan dalam studi ini hanyalah pendekatan teori interaksi simbolik. Menurut Litlejhon (1996), interaksi simbolik mengandung inti dasar premis tentang komunikasi dan masyarakat (core of common premises about communication and society). Perspektif interaksi simbolik memandang bahwa individu bersifat aktif, reflektif dan reaktif, menafsirkan dan menampilkan perilaku yang rumit dan sulit diramalkan. Menurut Mulyana (2001), paham interaksi simbolik menolak gagasan bahwa individu
adalah organisme pasif yang perilakunya ditentukan
oleh kekuatan-
kekuatan atau struktur di luar dirinya. Oleh karena individu terus berubah, maka masyarakat pun berubah melalui interaksi.
Interaksi dianggap sebagai
variabel
penting yang menentukan perilaku manusia, bukan struktur masyarakat. Struktur itu sendiri tercipta dan berubah karena interaksi manusia, yakni ketika individu-individu berpikir dan bertindak secara stabil terhadap seperangkat obyek yang sama. Untuk memotret interaksi para pelaku usaha dalam perusahaan KemChicks, digunakan peneliti menggunakan yang bersifat terbuka kepada subyek penelitian. Wawancara yang peneliti lakukan merupakan wawancara mendalam, bersifat informal dan tidak terstruktur. Pertanyaan-pertanyaan yang peneliti rancang bukan merupakan pedoman yang baku, melainkan hanya sebagai rambu-rambu atau kisikisi.
Adakalanya peneliti mengajukan pertanyaan lain atau meminta mereka
menjabarkan lebih jauh jawaban mereka. 4.2 Lokasi dan Subyek Penelitian Lokasi dan subyek penelitian dipilih dengan sengaja.
Lokasi penelitian
adalah swalayan KemChicks gedung The Mension jalan Kemang Raya Jakarta Selatan, rumah tinggal pemilik perusahaan di jalan Lebak Bulus Raya Jakarta Selatan
47
dan di kawasan hunian Sentul City Bogor. Adapun subyek dalam penelitian ini adalah individu pemilik dan pengelola perusahaan KemChicks. Pemilihan lokasi dan subyek dalam penelitian ini mengacu pada pendapat Creswell (1998). Menurut Creswell, dalam studi fenomenologi, lokasi penelitian boleh satu tempat atau tersebar, dengan memperhatikan individu yang dijadikan informan baik seseorang atau mereka yang dapat memberikan penjelasan dengan baik. – For a phenomenology study, the process of collecting information involves primarily in-depth interview. I have seen the number of interviewees refferenced in studies range from 1 up to 325. Duke (1984) recommends studying 3 to 10 subjects. Imfortant points is to describe the meaning of small number individual who have experienced the phenomenon. With in-depth interview lasting as long as 2 hour. 4.3 Informan dan Kedudukannya dalam Perusahaan Pemilik perusahaan (selanjutnya disebut Pemilik usaha), adalah informan utama dan informan kunci dalam penelitian ini. Sebagai pemilik sekaligus pimpinan group perusahaan Kem Group, Pemilik usaha memenuhi semua syarat, sifat dan ciri untuk bisa disebut sebagai seorang entrepreneur sejati. Selanjutnya Pemilik usaha dilihat sebagai orang yang membawa pengaruh signifikan (significant others) dalam pembentukan dan pengembangan entrepreneurship “anak-anaknya.” Bagaimana pengelola KemChicks berkembang menjadi entrepreneur atau menjadi pekerja professional dengan dukungan dari Pemilik usaha, menjadi perhatian utama dan tujuan penelitian ini. Enam orang pengelola KemChicks dipilih sebagai informan pada penelitian ini. Mereka dipilih secara sengaja dengan kriteria sebagai berikut: (1) telah bekerja pada perusahaan tersebut dalam waktu tidak kurang dari 5 lima tahun, (2) peran-peran mereka sangat strategis dan menentukan kemajuan perusahaan, (3) duduk pada berbagai posisi dan pada berbagai level dalam perusahaan dan (4) dapat mengkomunikasikan pikiran-pikiran, pandangan, sikap, serta harapan-harapan mereka dengan baik.
48
Untuk menjaga etika akademik, reputasi dan kredibilitas informan, maka nama-nama dan jabatan para informan disamarkan seperti berikut ini ; 1) D’ Utama. Direkur Utama Perusahaan KemChicks 2) Divopra. Pengelola Divisi Operasional 3) Divuma. Pengelola Divisi Human Resources and Development (HRD) 4) Divsara. Pengelola Divisi Pemasaran 5) Divua. Pengelola Divisi Keuangan 6) Asila. Assisten Pengelola 4.4 Definisi Konseptual Definisi situasi sosial dalam pembentukan jiwa kewirausahaan pengelola KemChiks adalah pemaknaan situasi (lingkungan) sosial perusahaan KemChiks oleh pengelolanya yang mempengaruhi pembentukan dan pengembangan jiwa kewira usahaan dirinya. Definisi situasi diri dalam pembentukan jiwa kewirausahaan pengelola KemChicks adalah pemaknaan pengelola KemChicks terhadap dirinya sendiri yang mempengaruhi terbentuk dan berkembangnya jiwa kewirausahaan dalam dirinya. Interaksi dan pembentukan jiwa kewirausahaan pengelola KemChicks adalah pemaknaan pengelola KemChiks terhadap interaksinya dengan situasi (lingkungan) sosial KeChicks dan dengan dirinya sendiri yangmempengaruhi terbentuk dan berkembangnya jiwa kewirausahaan dalam dirinya. 4.5 Data dan Pengumpulan Data Data yang dikumpulkan dari penelitian ini meliputi data-data tentang perilakuperilaku atau tindakan-tindakan tersembunyi (covert behavior) dan perilaku-perilaku atau tindakan-tindakan yang nyata (overt behavior) (keduanya mengacu pada definisi Mead) dikumpulkan dengan menggunakan teknik wawancara mendalam (indepth interview) dan observasi. Data tentang perilaku atau tindakan yang tersembunyi (covert behavior) meliputi; pemikiran-pemikiran, pandangan, pengalaman masa lalu, persepsinya
49
terhadap usaha yang digelutinya dan konteks yang mendukungnya, harapan-harapan dan tujuan yang ingin dicapai, serta motivasi subyek. Pengamatan tersebut ditujukan untuk mendapatkan jawaban
tentang bagaimana informan mendefinisikan
kewirausahaan, bagaimana mereka mengembangkan, menggunakan dan mengubah perspektif, mengambil peran, memecahkan masalah, berbicara dengan diri sendiri dan mengambil suatu keputusan. Teknik pengumpulan data untuk mengamati covert behavior (perilaku tidak nyata) ini ialah melalui wawancara mendalam (indepth interview).
Wawancara dilakukan secara terbuka,
tidak berstruktur dan dalam
suasana bebas, berusaha menghilangkan kesan formal, dengan menyesuaikan diri dengan keadaan subyek. Data (percakapan) didokumentasikan dengan alat perekam audio (tape recorder). Data yang merupakan perilaku atau tindakan nyata (overt behavior) adalah data tentang ”pola komunikasi dan interaksi subyek” sesama pengelola usaha perusahaan KemChicks. Di samping melakukan wawancara,
pengamatan juga
ditujukan untuk mengamati bahasa dan lambang-lambang (simbol-simbol) yang digunakan dalam pertukaran pesan-pesan bisnis, baik dalam bentuk verbal maupun non verbal. Data diperoleh melalui teknik observasi yaitu dengan cara merekam dan mengamati serta mencatat cara-cara mereka berinteraksi, simbol-simbol apa yang mereka gunakan dalam berkomunikasi, dengan siapa saja mereka berkomunikasi, pada saat-saat bagaimana mereka berkomunikasi, dimana mereka melakukan komunikasi, dan menguping masalah atau konteks yang mereka komunikasikan. Observasi dilakukan secara non-partisipan, artinya peneliti hanya mengamati informan melakukan aktivitasnya dalam jangka waktu tertentu (selama proses pengumpulan data). Cara pengamatan seperti ini biasa disebut ’pelacak (tracer)’ dimana peneliti mengikuti subyek dalam melakukan serangkaian aktivitas normalnya selama beberapa jam dalam beberapa hari. Dalam masa itu peneliti mencatat dan atau merekam segala hal yang berkaitan dengan topik penelitian, yang berlangsung dalam dunia subyek. Di samping menggunakan teknik tracer (melacak), juga digunakan teknik earsdroping’ (mencuri-dengar). ’Mencuri – dengar’ adalah pengamatan, dimana
50
peneliti tidak perlu selalu meminta informasi. Peneliti dapat memperolehnya secara kebetulan, misalnya dengan mendengarkan subyek menelepon atau menerima telepon atau ketika subyek sedang berinteraksi dengan pihak lain. Data seperti ini menjadi temuan yang sama nilainya dengan hasil wawancara bagi penelitian ini. Untuk memperoleh data tentang gambaran situasi (lingkungan dimana interaksi berlangsung) pengamatan juga diarahkan kepada setiap detil (informasi) yang merupakan simbol-simbol komunikasi yang berpengaruh dan disepakati oleh setiap staf kemChicks (significant symbol). Simbol-simbol tersebut dapat berupa atribut-atribut, tempat atau ruang tertentu, benda-benda, slogan atau icon, kepercayaan dan lainnya. Simbol-simbol tersebut dapat saja melekat pada manusianya (anggota komunitas), maupun pada lingkungan fisiknya (di luar manusia).
Data diperoleh dengan mengamati langsung subyek dan lingkungan
subyek. 4.6 Pengolahan dan Analisis Data Data hasil penelitian yang telah dikumpulkan, dianalisis secara kualitatif. Pengolahan dan Analisa data berlangsung bersaman dengan proses pengumpulan data. Artinya, segera setelah data diambil dari lapangan, data langsung diolah dan dianalisa. Pengolahan data terdiri atas tiga tahap, yaitu reduksi data, penyajian data dan verifikasi data, sebagaimana dijelaskan pada Gambar 4 berikut. a. Reduksi Data Pada tahap ini peneliti memusatkan perhatian pada data lapangan yang telah terkumpul. Data lapangan tersebut kemudian dipilih, dalam arti menentukan derajat relevansinya
dengan
maksud
penelitian.
Selanjutnya data
disederhanakan, yaitu dengan mengklasifikasikan data
yang
terpilih
atas dasar tema-tema;
memadukan data yang tersebar; menelusuri tema untuk merekomendasikan data tambahan; kemudian peneliti melakukan abstraksi data kasar tersebut menjadi uraian singkat atau ringkasan.
51
Pengumpulan Data
Penyajian Data
Reduksi Data
Simpulan : Verifikasi
Gambar 3. Proses analisis data b. Tahapan Penyajian Data Pada
tahap ini, disajikan informasi
melalui bentuk teks naratif terlebih
dahulu. Selanjutnya, teks naratif tersebut diringkas ke dalam bentuk bagan yang menggambarkan
alur proses pembentukan jiwa atau budaya entrepreneurship.
Masing-masing komponen dalam bagan merupakan abstraksi teks naratif data lapangan. Kemudian disajikan informasi hasil penelitian berdasarkan pada susunan yang telah diabstraksikan dalam bagan tersebut. c. Tahap Kesimpulan dan Verifikasi Gambar di atas juga dimaksudkan untuk menjelaskan tahapan proses analisa data yang terdiri atas dua tahap, tahap pertama ditunjukan oleh garis bagian dalam yang menjelaskan bahwa proses analisa data telah dimulai sejak data dikumpul, direduksi, disajikan dan kemudian disimpulkan. Tetapi proses analisa data belum berhenti meskipun kesimpulan (sementara) sudah dibuat. Untuk menguji kebenaran atau keabsahan data, digunakan teknik triangulasi, yaitu dengan melakukan verifikasi (ditunjukkan oleh garis sebelah luar). Di samping menyandarkan pada klarifikasi data, peneliti juga memfokuskan pada abstraksi data yang tertuang dalam bagan. Pada tahap ini dilakukan uji kebenaran setiap makna yang muncul dari data sebelum kesimpulan akhir dibuat. Setiap data yang menunjang komponen bagan, diklarifikasikan kembali baik dengan informan di lapangan maupun melalui diskusi-diskusi dengan sejawat.
52
Apabila hasil klarifikasi telah memperkuat
simpulan atas data, maka
pengumpulan data untuk komponen tersebut siap dihentikan. Apabila hasil klarifikasi ditemukan kekurangan atau kekeliruan, maka peneliti kembali ke tahap awal untuk melengkapi dan mengoreksi kesalahan. Apabila data-data baru dapat memperkuat simpulan sebelumnya, maka proses verifikasi dihentikan, setelah itu barulah kesimpulan akhir dibangun.
53
V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Definisi Situasi Sosial dalam Pembentukan Jiwa Kewirausahaan (entrepreneurship) Pengelola KemChicks 5.1.1. Hasil Para informan menyebut dengan berbagai ungkapan untuk menjelaskan definisi (makna) situasi sosial di lingkungan perusahaan KemChicks bagi mereka. Ungkapan-ungkapan yang paling sering dinyatakan oleh para informan dengan bahasa verbal antara lain adalah; kenyamanan, keamanan, kepercayaan, penghargaan, persaudaraan, keakraban, dukungan, kehangatan, harmonisasi hubungan, keterbukaan serta ungkapan-ungkapan lainnya untuk menunjukan suasana
interaksi,
pola
komunikasi internal, perilaku komunikasi, budaya atau iklim kerja, aturan-aturan serta nilai-nilai dalam lingkungan KemChicks,
Mereka menyebutnya sebagai
“budaya kekeluargaan.” Menurut para informan, situasi interaksi yang “kental” dengan budaya kekeluargaan, diajarkan melalui teladan dari kedua Pemilik perusahaan, bukan hanya dengan kata-kata verbal tetapi juga dengan simbol-simbol. Meskipun sekarang kepemimpinan KemChicks sudah berganti, namun budaya dan pendekatan kekeluargaan tersebut tetap dipertahankan. Menurut Divora, sebagai pemilik dan pimpinan perusahaan, mereka tidak pernah memperlihatkan arogansinya, sebaliknya mereka justru menggunakan pendekatan kekeluargaan dalam kepemimpinannya. Berikut pernyataan Divora tentang hal tersebut; “Bapak dan Ibu menempatkan diri mereka sebagai orang tua dan teladan kami, mereka tidak pernah menyebut kami staf atau karyawan, tetapi menyebut kami anakanaknya.”
Pernyataan Divuma di bawah ini, juga menyatakan hal yang hampir sama tentang suasana interaksi-komunikasi di lingkungan KemChicks. Berikut pernyataan Divuma:
54
“Terbangunnya budaya kekeluargaan di KemChicks adalah karena Bapak dan Ibu menempatkan diri mereka sebagai orang tua kami. Dalam kesehariannya mereka selalu tampil sederhana dan tidak pernah mengambil jarak dengan kami apalagi memperlihatkan arogansinya sebagai Pemilik perusahaan. Orang siapapun dia dan apapun posisinya, bisa bicara langsung sama mereka, tidak ada komunikasi yang formal, orang didorong untuk berekspresi agar diperoleh ideide yang segar dan berguna untuk perusahaan.”
Gambar 4 berikut, kiranya dapat mewakili pesan yang ingin disampaikan para informan tentang “budaya kekeluargaan” di KemChicks.
Gambar 4. Fenomena Simbolik Budaya “Kekeluargaan” di KemChicks Menurut para informan, Ibu (istri Pemilik perusahaan) adalah figur yang paling berperan dalam membangun budaya kekeluargaan di KemChicks. Ibu seperti yang diungkapkan oleh para informan, lebih suka menempatkan dirinya sebagai orangtua (foto di atas dapat menunjukkan hal tersebut). Ibu selalu memilih cara-cara yang halus ketika harus menegur “anak-anaknya,” Ia sama sekali tidak keberatan “mengambil” (melakukan pekerjaan para staf), jika hal itu dapat “mengajari” anakanaknya.
Demikian antara lain pendapat para informan tentang situasi sosial
(lingkungan) KemChicks. Semua informan mendefinisikan situasi sosial KemChicks sebagai situasi perusahaan yang nyaman dengan pendekatan kekeluargaan, dan Pemilik perusahaan yang lebih menempatkan diri mereka sebagai orang tua dari pada sebagai pimpinan, namun demikian, ketika dua elemen penting dari aspek situasi sosial KemChicks
55
tersebut dihubungkan dengan pembentukan jiwa kewirausahaan, maka makna kedua elemen tersebut menjadi berbeda bagi masing-masing informan. Pada umumnya para informan menyebut beberapa nama (figur) yang mereka anggap sangat berperan dalam “mewarnai” situasi sosial KemChicks. Namun dalam hal pembentukan dan pengembangan jiwa kewirausahaan (entrepreneurship) mereka, figur yang mereka anggap memberi pengaruh secara signifikan (significant others) adalah Pemilik perusahaan.
Gambaran makna (definisi) situasi sosial perusahaan
(termasuk significant others) bagi masing-masing pengelola
KemChicks dan
pengaruhnya dalam pembentukan dan pengembangan jiwa kewirausahaan mereka, secara ringkas disajikan pada Tabel 2. Tabel 2 Definisi situasi sosial dalam pembentukan jiwa kewirausahaan (entrepreneurship) pengelola KemChicks Dimensi Kewirausahaan A. Berorientasi tugas dan hasil B. Pengambil resiko
Definisi situasi sosial dalam pembentukan jiwa kewirausahaan D’utama
Divora
(d,e,f,g)
Divuma
Asila
Divsara
(c,d)
(c,d,e,f)
(a,d,e,f,g)
(a,b)
(a)
(a)
(a,b)
(a,b,c,d,e)
(a,b,c,d,e)
(a,b,c,d,e)
(f)
(b, c,d,e)
D. Keorisinilan
(b,c,d)
(a,b,c)
(d)
(b,d)
(a,b,c,d)
E. Percaya diri
(a)
(b,d,e)
(b.e)
C. Kepemimpinan
F. Berorientasi ke masa depan
Divua
(f)
(a)
Keterangan : A. (a) kebutuhan berprestasi, (c) tekun dan tabah, (d) mempunyai tekad, (e) kerja keras, (f) mempunyai dorongan/motif, (g) energitik dan inisiatif (Meredith et al. 2002). B. (a) tidak kuatir akan situasi yang serba tidak pasti, (b) berani mengambil resiko dan selalu antisipatif terhadap kemungkinan gagal (Sukardi, 1991), C. (a) menjaga keharmonisan organisasi, (b) memandang staf sebagai manusia dan bukan sebagai alat produksi, (c) menghargai dan menghormati kebutuhan, tujuan, keinginan, perasaan dan ide karyawan (d) membangun komunikasi timbal balik yang baik dengan staf, (e) menciptakan suasana kerjasama dan gugus kerja dalam organisasi, (f) mendelegasikan kekuasaan dan tanggung jawab (memberi ; kepercayaan, pengukuhan, kebebasan membuat keputusan, menerapkan tindakan dan mengambil tindakan korektif (Meredith et al. 2002), D. (a) bekerja keras, mencari cara-cara baru untuk memperbaiki kinerja, (b) terbuka terhadap gagasan, pandangan, dan penemuan baru, (c) tidak terpaku pada masa lampau, gagasan-gagasan lama tetapi berpandangan ke depan dan mencari ide-ide baru, (d) mampu menciptakan cara/ide baru atau membuat kombinasi-kombinasi baru (Alma, 2003), E (a) optimis dan yakin bahwa usahanya akan berhasil. (Sukardi, 1991), F. (b) Memiliki visi (sasaran yang ingin dicapai); intuitif dan inisiatif, (d) Ekonomis dan Efisien (cerdas, bijak, bekerja keras, ekonomis dan efisien); (e) Penentu Resiko bukan penanggung resiko (Fadel Muhamad dalam Alma, 2003)
56
Dari Tabel 2 diketahui, secara umum dapat dikatakan bahwa situasi sosial KemChicks medukung pembentukan dan pengembangan jiwa kewirausahaan pengelolanya, hanya saja dimensi dan derajad pengembangan-nya berbeda bagi masing-masing pengelola.
Dari Tabel 2 tersebut dapat dilihat bahwa, di antara
pengelola Kemchicks, dimensi jiwa kewirausahaan D’utama berkembang dengan derajad yang lebih baik. Begitu pula halnya dengan Divhuma, Divsara dan Asila. Situasi sosial KemChicks berpengaruh positif dalam pengembangan dimensi jiwa kewirausahaan mereka. Tetapi sebaliknya pengembangan dimensi kewirausahaan Divua dan Divora praktis tidak banyak dipengaruhi oleh situasi sosial KemChicks. Definisi situasi sosial perusahaan bagi masing-masing pengelola KemChicks disajikan sebagaimana bahasan berikut ini. Dari pernyataan-pernyataan informan, kiranya dapat menjadi penjelasan mengapa definisi mereka terhadap situasi sosial KemChicks berbeda satu sama lain. Definisi Situasi Sosial Perusahaan bagi D’utama Seperti dapat dilihat pada Tabel 2, situasi sosial KemChicks dimaknai D’utama sedemikian rupa dan membawa pengaruh hampir pada semua dimensi kewirausahaan D’utama.
D’utama mengaku banyak
belajar dari
lingkungan,
terutama dari Pemilik perusahaan dan “kakak-kakaknya” yang dulu ikut membantu Pemilik perusahaan di KemChicks.
Pelajaran utama yang didapat D’utama dari
situasi sosial KemChicks berhubungan dengan tugas dan tanggung jawabnya baik sebagai pekerja pemula diawal karirnya maupun sebagai pimpinan perusahaan semenjak tanggung jawab itu diserahkan padanya. Berikut ini pernyataan D’utama tentang hal tersebut; “Beliau (Pemilik perusahaan) memberi saya dukungan dan sekaligus kesempatan untuk belajar dan mengembangkan diri menjadi seorang entrepreneur... 40 tahun bersama beliau, pastilah banyak pelajaran yang saya dapat darinya…………………. Saya juga banyak belajar dari kakak-kakak dan adik-adik saya yang dulu membantu Bapak di KemChicks, mereka adalah orang-orang yang hebat yang bisa memahami dan merealisasikan kemauan Bapak, saya tahu hal itu tidak mudah, karena beliau selalu punya ide-ide “gila” (berbeda).”
57
Pernyataan D’utama di atas, kemudian ditransformasikan kedalam nilai-nilai kewirausahaan menurut Meredith et al. (2002), Sukardi (1991) dan Alma (2003). Kemauan D’utama untuk belajar dapat diartikan bahwa D’utama memiliki tekad (e), dorongan atau motif (f), energi dan inisiatif (g) dalam Tabel ditulis (e,f,g). Dengan demikian dapat dikatakan bahwa situasi sosial KemChicks
berperan dalam
pembentukan dimensi kewirausahaan A D’utama. Pengembangan dimensi “B” dari D’utama. Seperti yang dinyatakan D’utama sendiri, bahwa dirinya banyak meniru gaya Pemilik perusahaan, bahwa dirinya
bisa dikatakan
meneruskan pola Pemilik perusahaan, hanya cara atau gayanya
dimodifikasi sedemikian rupa, agar sesuai dengan zaman dan kepribadian D’utama. Pemilik perusahaan menurut D’utama “mengajarkan” padanya dengan cara menunjukan, bahwa sebagai entrepreneur ia harus berani mengambil resiko. Simbol (a,b) pada Tabel menunjukan karakter kewirausahaan D’utama yang ‘ambil tantangan’ (a); tidak kuatir akan menghadapi situasi yang serba tidak pasti dimana usahanya belum tentu berhasil, dan berani mengambil resiko, (b); selalu antisipatif terhadap kemungkinan kegagalan cermat).
(segala tindakannya diperhitungkannya secara
Kedua nilai tersebut (a,b) mengacu pada
Sukardi, (1991).
Berikut
pernyataan D’utama tentang hal tersebut. “Menjalankan KemChicks juga ngga gampang, karena KemChicks beda dengan supermarket lainnya, punya karakter sendiri. Memiliki “gudang” ide yang beda dari lain yang, seperti; interiornya, barang-barangnya, packaging barangnya, orangorangnya, segmentasi pasarnya, ornamennya dll. Kalo dihitung untung-ruginya, ngga masuk..., Over budget. Tapi itulah KemChicks, kita ngga mikirin kapan modal bisa balik? Jalan aja dulu, kita yakin aja, saatnya kita akan memetik buah dari yang kita tanam.”
Pengembangan dimensi “C” dari D’utama. D’utama mengaku banyak belajar dari Pemilik perusahaan, Menurut D’utama Pemilik perusahaan sangat menekankan nilai-nilai kekeluargaan dalam kepemimpinannya. Berikut pernyataannya; “Setiap orang yang bernaung di dalam KemChicks, diperlakukan sebagai anggota keluarga. Bapak menyebut mereka ”anaknya.” Karena Bapak dan Ibu sudah mengajarinnya, maka kita semua ikut dengan budaya seperti itu.”
58
Sebagai pimpinan, “budaya kekeluargaan” bagi D’utama dimaknainya sebagai suatu pendekatan atau strategi kepemimpinan yang cukup berhasil dalam membangun komitmen staf. Berikut ini adalah pernyataan D’utama tentang konteks tersebut; “...dengan pendekatan kekeluargaan, diharapkan semua orang merasa memiliki perusahaan, jika perusahaan untung, dia akan ikut menikmati keuntungan itu, dan jika perusahaan rugi, mereka pun ikut merasakan akibatnya. Orang tidak perlu diawasi atau disuruh-suruh mengerjakan tanggung jawabnya, komitmen untuk bertanggung jawab harus datang dari dalam diri setiap orang (staf), bukan karena tekananan atau paksaan..”
D’utama hampir memenuhi semua kualifikasi entrepreneur yang memiliki jiwa kepemimpinan (a,b,c,d,e); (a) menjaga keharmonisan organisasi (b) memandang staf sebagai manusia dan bukan sebagai alat produksi
(c)
menghargai dan
menghormati kebutuhan, tujuan, keinginan, perasaan dan ide karyawan
(d)
membangun komunikasi timbal balik yang baik dengan staf dan (e) menciptakan suasana kerjasama dan gugus kerja dalam organisasi. Dalam hal Keorisinilan (D),
D’utama juga dapat dikategorikan sebagai
entrepreneur yang mampu menghasilkan inovasi-inovasi segar (baru) dan atau kombinasi inovasi baru. Menurut D’utama KemChicks saat ini sudah bergerak dari supermarket
yang awalnya berorientasi pasar (marked oriented) kemudian
berorientasi pada (product oriented), dan sekarang sudah berorientasi pada upaya mendidik (educated oriented). Pernyataan D’utama berikut ini dapat menjelaskan inovasi KemChicks ini; “Kemchicks sudah satu tahap di depan supermarket-supermarket lain yang masih market oriented, yang berorientasi pada pemenuhan kebutuhan pasar. Sementara kita product oriented... Bahkan kita udah bergerak ke market educated. Kita didik orang untuk tau dan terbiasa dengan produk-produk asing.”
Kemampuan D’utama menghasilkan inovasi-inovasi baru tentunya tidak terlepas dari peran KemChicks
sebagai wadah yang mampu menerima
perkembangannya, itu artinya D’utama juga mendapat dukungan dari seluruh staf KemChicks. Kemchicks
juga
sangat
menekankan
‘Kepercayaan/
keyakinan
dan
kemandirian pada seluruh stafnya (E). Semua informan menyatakan bahwa mereka
59
belajar menjadi pelaku usaha di KemChicks atas inisiatif sendiri, belajar sendiri tanpa ada yang menyuruh-nyuruh atau mengawasi.
Begitu pula halnya dengan D’utama,
diberi dan memberi kepercayaan bagi D’utama adalah tantangan yang sama besarnya. Berikut pernyataan D’utama tentang hal itu; “...yang menjadi tantangan buat saya adalah Bapak tidak pernah meminta atau mengarahkan saya untuk begini atau begitu, tetapi beliau berpesan; silahkan anda berjuang sendiri, tentukan apa yang anda inginkan, bacalah situasi, peluang apa yang anda lihat, telaah, silahkan mengambil kesimpulan dan keputusan, berkaryalah dan berkembanglah sendiri. Kepribadian saya tidak akan seperti sekarang jika Bapak tidak memperlakukan saya seperti itu...”
Pengembangan dimensi “B” dari D’utama tentang kepercayaan diri seorang entreprneur, D’utama juga dapat dikategorikan sebagai entrepreneur yang memiliki kepercayaan diri untuk berhasil, masuk kategori; entrepreneur yang (a) optimis dan yakin bahwa usahanya akan berhasil. (b) percaya diri dengan langsung terlibat dalam kegiatan konkret, (c) keberhasilan atau kegagalan dikaitkan dengan tindakantindakan pribadi (d)
lebih menyenangi kebebasan dalam mengambil keputusan
untuk bertindak. Berikut pernyataan D’utama; “Di KemChicks orang dididik dengan memberinya kepercayaan. Seorang supervisor misalnya, itu adalah karyawan, Bapak memberi keleluasaan yang luas pada dia untuk mengelola sebuah counter, karena itu dia harus menemukan dan memilih sendiri produk apa yang ingin dia jual. Dia harus bisa merencanakan, memutuskan, dengan demikian dia harus tahu segala hal tentang produk yang akan dijualnya. Seperti harga, sumber, kebutuhan pasar, daya tahan poduk, tingkat keuntungan, dan lain sebagainya. Jadi dia seperti pengusaha kecil dalam KemChicks.”
Definisi Situasi Sosial Perusahaan bagi Divora Divora sangat nyaman dengan situasi sosial KemChicks, namun jika dihubungkan dengan pembentukan atau perkembangan kewirausahaan, Divora hanya memaknai situasi sosial KemChicks dalam dimensi, kepemimpinan saja. Dengan kata lain, situasi sosial kewirausahaan KemChicks yang “nyaman,” tidak mampu menggerakan perkembangan kewirausahaan Kepemimpinan (C).
Divora kecuali dalam dimensi
60
Dalam hal “Kepemimpinan”, Divora mengaku banyak belajar dari gaya Pemilik perusahaan. Sebagaimana yang sudah menjadi budaya di KemChicks, orang saling menghargai, tidak ada formalitas antara pimpinan dan staf.
Berdasarkan
kriteria Meredith et al. (2002) tentang kepemimpinan, Divora memiliki perilaku; (a) menjaga keharmonisan organisasi (b) memandang staf sebagai manusia dan bukan sebagai alat produksi
(c)
menghargai dan menghormati kebutuhan, tujuan,
keinginan, perasaan dan ide karyawan (d) membangun komunikasi timbal balik yang baik dengan staf dan (e) menciptakan suasana kerjasama dan gugus kerja dalam organisasi . Perilaku kewirausahaan Divora sangat dipengaruhi oleh pandangan Divora terhadap dirinya sendiri (makna diri), yang dibahas panjang lebar pada bagian makna diri dan kewirausahaan. Namun secara singkat dapat dijelaskan; bahwa Divora mendefinisikan dirinya sama sekali bukan seorang entrepreneur, hanya pekerja biasa yang menjalankan tugas-tugasnya sesuai dengan prosedur yang ditetapkan perusahaan. Sepanjang karirnya selama 25 tahun lebih di KemChick, Divora tidak pernah dan tidak merasa perlu menyumbangkan ide-ide kreatif bagi pengembangan KemChicks. Divora juga tidak merasakan tantangan dan resiko dalam pekerjaannya, semua berjalan sesuai protap (presedur tetap). Penjelasan singkat ini kiranya dapat menjadi jawaban tentang makna situasi sosial KemChicks bagi Divora. Definisi Situasi Sosial Perusahaan bagi Divuma Divuma mengaku mendapat
banyak “pelajaran” dari situasi sosial
kewirausahaan KemChicks yang memberikan pengaruh
dalam pengembangan
entrepreneurship dirinya (terlihat pada Tabel 2). Makna situasi sosial KemChicks bagi Divuma, berperan dalam pengembangan kewirausahaan Divuma pada dimensi; orientasi tugas dan hasil (A). Pada dimensi ini Divuma belajar tentang prinsip-prinsip atau nilai (c) ketekunan, ketabahan dan (d) tekad untuk melaksanakan tugas dengan sebaik-baiknya. Berikut pernyataan Divuma tentang hal tersebut;
61
“Disini (di KemChicks) kalo lagi banyak kerjaan, saya bisa ngga pulang, kalo rasa capek, ngantuk, lapar atau apapun yang menganggu menyerang saya, saya negosiasi dengan diri saya, saya katakan kediri sendiri sebentar lagi pekerjaan ini akan selesai, tinggal sedikit waktu lagi.., jadi bersabarlah.”
Dalam pengembangan dimensi kewirausahaan Pengambil resiko (B), Divuma mendapat pelajaran tentang (a) mengambil tantangan, tidak kwatir akan menghadapi situasi yang serba tidak pasti dimana usahanya belum tentu berhasil. Hal tersebut sangat berkaitan dengan perannya sebagai pengelola SDM. berikut dapat menjawab bagaimana makna dan peran
Pernyataan Divuma
situasi sosial KemChicks
dalam pengembangan kewirausahaan Divuma; “Memilih SDM inti yang akan menempati posisi strategis, merupakan tugas yang sangat penting. Tidak semua SDM berbakat. Sering kita tidak tahu seorang SDM cocok di posisi apa, terutama pendatang baru. Karena itu, untuk mengetahuinya mereka kita tempatkan dulu pada posisi-posisi yang tanggung jawabnya paling ringan, seterusnya mereka akan pindah hampir ke tiap bagian. Situasi ini biasanya tidak nyaman bagi staf baru, apalagi mereka dengan latar belakang pendidikan dan status sosial yang bagus... Banyak di antara mereka kemudian tiba-tiba berhenti karena tidak kuat menjalani proses itu. Namun bagi mereka yang memang memiliki motivasi untuk menjadi entrepreneur, pola tersebut menjadi peluang besar baginya untuk memperoleh pengetahuan dan pengalaman bisnis. Untuk mereka yang berpotensi dan berbakat, harus dipikirkan bagaimana caranya agar mereka loyal dan tidak direbut oleh perusahaan lain.”
Dalam Pengembangan dimensi Kepemimpinan (C), Divuma mendapat banyak pelajaran dari
KemChicks, Tabel 2 juga dapat menunjukan hal itu.
Apresiasi
Divuma terhadap KemChicks dapat disimpulkan dengan mentransformasikannya kepada nilai-nilai Meredith et al. (2002) tentang kepemimpinan, yaitu (a) menjaga keharmonisan organisasi (b) memandang staf sebagai manusia dan bukan sebagai alat produksi (c)
menghargai dan menghormati kebutuhan, tujuan, keinginan,
perasaan dan ide karyawan (d) membangun komunikasi timbal balik yang baik dengan staf (e) menciptakan suasana kerjasama dan gugus kerja dalam organisasi Hal ini dapat disimak dari pernyataan Divuma Berikut ini; “Saya rasa inilah satu-satunya perusahaan yang memberi keleluasaan yang luas pada karyawannya. Kita mau berkreasi seperti apa...? silahkan! Misalnya kalo saya punya ide, saya bisa sampaikan secara resmi ke Pak Ari. Kalo bagus dan dananya tersedia, akan disuruh teruskan. Kalo belum sempurna, Pak Ari akan
62
menambahkan atau mengkoreksi beberapa hal. Intinya mereka selalu menghargai ide-ide kita, tidak pernah dikecilkan atau direndahkan.”
Dalam dimensi Keorisinilan (D) Divuma mendapat pelajaran dari KemChicks bagaimana mengelola SDM dengan bijak. Divuma berusaha menemukan cara-cara bagaimana mengelola dan mempertahankan SDM yang berbakat, telah terlatih dan berpengalaman, berikut ini pernyataan Divuma tentang hal tersebut: “Untuk mereka yang berpotensi dan berbakat, harus dipikirkan bagaimana caranya agar mereka loyal dan tidak direbut oleh perusahaan lain. Biasanya dengan mempromosikan yang bersangkutan. Cara ini efektif memotivasi mereka untuk melakukan pekerjaan dengan lebih baik. Inovasi lainnya “pemerkayaan pekerjaan” yaitu memberikan tanggung jawab tambahan disamping tugas-tugasnya sekarang. Pada awalnya ide tersebut tidak mudah dipahami oleh pimpinan, karena kebijakan ini akan membawa konsekwensi logis pada peningkatan pengeluaran perusahaan. Naik jabatan atau rangkap jabatan berarti naik pula income staf yang bersangkutan. Pertanyaan berkisar pada “seberapa efektifkah” inovasi ini bagi upaya mengatasi kelangkaan dan kehilangan SDM potensial. Setelah kita terapkan ternyata cukup berhasil.”
Dalam dimensi
Kepercayaan diri (E).
Divuma mendapat pelajaran dan
bercermin dari sikap dan perilaku Pemilik perusahaan. Berikut pernyataan Divuma tentang nilai-nilai kepercayaan diri yang ia pelajari dari Pemilik perusahaan; “Beliau suka bilang seperti itu; ...”bertindak saja, lakukanlah, ngga usaha banyak perhitungan dan tidak perlu direncanakan sedetil itu...” yang ingin beliau sampaikan adalah; kalo mau usaha tapi mesti direncanakan dengan detil banget begitu...,seperti; ngga punya modal, ngga punya gerobak, ngga punya relasi, dsb, pasti ngga jadi kan? Itu yang ingin beliau “patahkan” dengan mengatakan bahwa Ia membangun bisnisnya ngga pake rencana. Rencana itu bukan garis lurus, tapi berbelok-belok, karena itu jangan terlalu bergantung dengan rencana.”
Definisi Situasi Sosial Perusahaan bagi Asila Asila
mendapat
banyak
pelajaran
dari
situasi
sosial
KemChicks.
Sebagaimana dapat dilihat pada Tabel 2, Asila menunjukan perkembangannya hampir pada semua dimensi kewirausahaan berdasarkan rujukan kepustakaan yang dipakai sebagai acuan. Pada dimensi
Berorientasi
pada tugas dan hasil (A), Asila memaknai
KemChicks sebagai wadah/tempat belajar banyak hal, tentang; (c) ketekunan dan ketabahan, (d) tekad, (e) kerja keras, (f) dorongan dan motif.
Pernyataan Asila
63
berikut kiranya dapat menunjukan orientasi Asila tehadap tugas dan hasil secara keseluruhan. “Begitu jam kantor di mulai, saya langsung turun ke lapangan (ke seluruh bagian), memastikan staf yang bekerja di bagian tersebut sudah masuk dan menjalankan aktivitasnya. Jika ada yang tidak masuk, saya harus membantu dulu bagian itu terutama jika keadaannya mendesak. Misalnya bagian gudang harus segera mengeluarkan barang, tetapi packing nya belum selesai, maka saya akan bantu dulu disana”.
Dalam dimensi Pengambil resiko (B); Asila mengaku belajar dari lingkungan KemChicks tentang (a) keberanian mengambil tantangan, Tidak kwatir akan situasi yang serba tidak pasti
(b) berani mengambil resiko dan selalu antisipatif terhadap
kemungkinan gagal. Pernyataan Asila berikut ini dapat mempertegas makna dan peran situasi sosial KemChicks bagi pengembangan kewirausahaan dirinya. “Di HRD tugas utama saya adalah mengembangkan sikap-sikap positif karyawan, saya harus memastikan staf siap bekerja, tidak hanya hadir fisiknya, tapi juga hadir jiwanya. Yang paling sulit adalah pada saat saya harus menegur staf, sering menimbulkan konflik.., yang ditegur ngga terima dirinya salah. Saya dalam posisi sulit; kalo saya tegur, itu bisa menimbulkan konflik, kalo saya tidak tegur, saya yang ditegur oleh pimpinan.. Senang atau susah saya melakukannya hampir setiap hari, dan itu sudah berlangsung delapan tahun ini. Demikian lamanya mengamati dan mempelajari karakter orang, memberi saya pengetahuan dan pemahaman yang cukup tentang sifat dan atau karakter orang. Hal ini menjadi sangat berguna dalam penseleksian calon karyawan baru dan dalam mengevaluasi kenerja staf.”
Dalam dimensi Kepemimpinan (C); menurut Asila, situasi sosial KemChicks memberinya pengalaman tentang bagaimana bersikap tegas pada saat yang tepat, menyikapi dan menindaklanjuti
dengan bijaksana.
Menurut Asila, ia berusaha
membangun komunikasi dengan staf, walaupun mungkin mereka sudah tahu tentang tugas dan kewajiban mereka, tetapi menurut Asila ia akan dan terus mengingatkan mereka lagi.
Pernyataan Asila berikut dapat memberi penjelasan tentang
kewirausahaan Asila. “Saya belajar banyak hal di KemChicks, dari Bapak saya belajar berani menerima tantangan, tidak takut ambil resiko. Dari Pak Ari saya belajar ketelitian dan ketelatenan, dan dari Pak Drajad saya belajar bagaimana harus bersikap tegas pada saat yang tepat. Saya juga selalu berdiskusi dengan Bapak Arif Widodo (manager marketing), dan Bapak Drajad (manager HRD) tentang pekerjaan. Pak Drajad
64
pimpinan saya langsung di HRD, beliau banyak mengajarkan pada saya bagaimana menghadapi dan menjalanani tugas-tugas, yang banyak berhubungan dengan SDM.”
Asila mengaku bahwa ia juga berusaha meniru cara pendekatan Ibu Sadino dalam memimpin. Tiap hari Asila keliling ke tiap bagian, disamping bertujuan untuk mengontrol, juga berusaha bisa ngobrol dan bercanda dengan “adik-adiknya”, dengan demikian menurut Asila dapat menghapus jarak (gap) antara dirinya dan staf, serta terbangun saling pengertian. Menurut Asila, dari Ibu Sadino ia belajar bagaimana bekerja dengan hati, penuh perhatian dan kelembutan. Jika penjelasan Asila di atas ditransformasikan kepada kategori Meredith et al. (2002) maka dapat dikatakan bahwa Asila adalah pelaku usaha yang memenuhi kriteria kepemimpinan yang (a) menjaga keharmonisan organisasi (b) memandang staf sebagai manusia dan bukan sebagai alat produksi (d) membangun komunikasi timbal balik yang baik dengan staf . Dalam dimensi Keorisinilan (D), Asila juga banyak belajar dari lingkungan KemChicks terutama Pemilik perusahaan. Saat ini Asila sedang
mencoba
mempraktekan ilmu yang ia dapat dari KemChicks, yaitu membuka usaha kecilkecilan (berjualan nuget), namun itu menantang jiwa kewirausahaannya, ia lakukan hal itu setelah pulang dari KemChicks (malam hari). Menurut Asila walaupun hasilnya hanya bisa untuk bayar listrik, tapi buat permulaan hal ini tidak masalah baginya.
Hal ini dilatarbelakangi oleh kesadarannya bahwa ia tidak mungkin
selamanya bekerja di KemChicks, pada saat berhenti, ia berharap usaha yang dirintisnya sekarang sudah jalan (running). Menurut Alma (2003), entrepreneur
sifat keorisinilan mempunyai ciri
prilaku (a) bekerja keras, mencari cara-cara baru untuk memperbaiki kinerja (b) terbuka terhadap gagasan, pandangan, dan penemuan baru (c)
berpandangan ke
depan dan mencari ide-ide baru dan (d) Mampu menciptakan cara/ide baru atau membuat kombinasi-kombinasi baru. Jika kewirausahaan Asila ditransformasikan menurut kriteria Alma (2003), maka dapat dikatakan bahwa Asila memenuhi kriteria (a) dan (c).
65
Sebagaimana terlihat pada Tabel 2 di atas, Asila memiliki orientasi terhadap masa depan (F). Menurut Asila; Pemilik perusahaan dan lingkungan KemChicks, menjadi inspirasi dari kemandirian Asila. Hal ini terkait dengan visi dan misi Asila membuka usaha sendiri, kemauannya bekerja lebih keras jika dibandingkan informan lain, ketabahan dan keuletannya dalam merintis usaha serta tekad yang dimilikinya. Semua nilai-nilai / perilaku yang ditunjukan Asila sesuai dengan kriteria entrepreneur yang memiliki orientasi ke masa depan berdasarkan pendapat Fadel Muhammad (1991) dalam Alma (2003) yaitu; (b) memiliki visi (sasaran yang ingin dicapai); intuitif dan inisiatif (d) ekonomis dan efisien (cerdas, bijak, bekerja keras, ekonomis dan efisien); dan (d)
memiliki Visi Masa Depan ; yang merupakan
pencerminan komitmen – kompetensi – konsistensi. Definisi Situasi Sosial Perusahaan Bagi Divsara Seperti dapat dilihat pada Tabel 2 situasi sosial KemChicks memiliki makna dan peran dalam pengembangan kewirausahaan Divsara terutama dalam dimensi; (A), (C), (D) dan (F). Dalam dimensi (A); Divsara memaknai situasi sosial KemChicks sebagai situasi yang sangat nyaman. Divsara tidak pernah merasa ada tekanan dari siapapun, namun menurut Divsara, hal itulah yang memotivasi dirinya untuk berbuat (bekerja) dengan sebaik-baiknya. Berikut pernyataan Divsara tentang hal tersebut; Saya berusaha mendisiplinkan diri; meskipun Bapak atau pimpinan tidak pernah menekan kami staf mereka; bahkan cendrung sangat memberi ruang dan kebebasan. Tapi karena kebaikan mereka itulah yang memotivasi saya untuk berbuat lebih... Saya berusaha agar tanggung jawab yang diserahkan pada saya dapat saya penuhi, meskipun untuk itu saya harus bekerja lebih keras dan lebih lama dari yang seharusnya.
Dengan mentransformasikan pernyataan Divsara tersebut pada kriteria sifat dan ciri ‘berorientasi tugas dan hasil’ menurut Meredith et al. (2002), maka dapat dikatakan bahwa Divsara memiliki ciri (a) mempunyai kebutuhan berprestasi, (d) mempunyai tekad, (e) kerja keras, (f) mempunyai dorongan /motif dan (g) energitik dan inisiatif.
66
Dalam dimensi (D); Divsara banyak belajar dari lingkungan KemChicks. Sebagaimana budaya yang berkembang, Divsara pun berusaha menyesuaikan diri dengan budaya tersebut. Berikut pernyataan Divsara tentang hal itu; “Saya tidak menempatkan diri saya sebagai pimpinan yang menakutkan, karena saya tidak bisa seperti itu. Lagi pula tidak ada budaya seperti itu di KemChicks, semua orang dihargai kedudukannya. Bapak dan Ibu Sadino mengajarkannya seperti itu, kami “anak-anaknya” melanjutkan pola yang sudah dibangun.”
Berdasarkan kriteria Meredith et al. (2002) tentang kepemimpinan, Divsara memiliki ciri (b) memandang staf sebagai manusia dan bukan sebagai alat produksi (c) menghargai dan menghormati kebutuhan, tujuan, keinginan, perasaan dan ide karyawan (d) membangun komunikasi timbal balik yang baik dengan staf (e) menciptakan suasana kerjasama dan gugus kerja dalam organisasi. Definisi Situasi Sosial Perusahaan Bagi Divua Sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya; tidak semua informan memiliki pemaknaan sama terhadap situasi sosial KemChicks, hal ini pun terlihat dari Tabel 2 di atas. Yang paling ekstrim adalah Divua. Berdasarkan Tabel tersebut, dapat dikatakan bahwa situasi sosial KemChicks hampir tidak memiliki makna sama sekali bagi pembentukan atau pengembangan kewirausahaan informan.
Nilai yang ia
maknai dari situasi sosial KemChicks adalah kebebasan (f) pada dimensi kepemimmpinan (D) berdasarkan kriteria
Meredith et al. (2002), situasi yang
memungkinkan informan bisa mendelegasikan tugas-tugasnya pada staf. Divua juga memaknai
situasi
sosial
KemChicks
sebagai perusahaan
yang
“mendidik
kepercayaan diri (F).” Berdasarkan kriteria Sukardi (1991), Divua memiliki perilaku (b) percaya diri dengan langsung terlibat dalam kegiatan konkret dan (d) lebih menyenangi kebebasan dalam mengambil keputusan untuk bertindak (tidak mau bergantung pada orang lain). Pada umumnya pernyataan Divua terhadap KemChicks sebagai organisasi berupa kritikan,
apalagi terhadap aktor-aktor/pengelola KemChicks yang lain.
Berikut ini adalah beberapa pernyataan Divua tentang situasi sosial KemChicks;
67
“...ngga ada sistem yang jelas, manajemen perusahaan sangat lemah. Saya melihat, teman-teman dan adik-adik di KemChicks umumnya adalah para savety player, orang yang lebih suka cari aman dan tidak mau mengambil inisisatif, lebih suka menunggu perintah, tidak proaktif. Disisi lain, pimpinan sungkan suruh-suruh, beliau maunya kita sadar sendiri dan kreatif. Jadinya ngga ketemu kan? pimpinan ngga suka perintah-perintah, tapi yang dipimpin senangnya nunggu perintah, akhirnya ngga kerja kan? Kelemahan Bapak dan Ibu Sadino, adalah mereka terlalu memberi kepercayaan sama orang..,”
Pandangan-pandangan
negatif Divua terhadap situasi sosial KemChicks,
kiranya dapat menjadi jawaban bagaimana makna dan peran situasi sosial KemChicks bagi pengembangan jiwa kewirausahaan Divua. 5.1.2 Pembahasan Pesan yang ingin disampaikan oleh pemilik dan pimpinan KemChicks melalui pendekatan
budaya kekeluargaan adalah “kenyamanan” bagi semua orang yang
berada di KemChicks, terutama para pengelolanya.
Menurut D’utama, Budaya
kekeluargaan yang “diajarkan” melalui teladan pemilik KemChicks dan diteruskan hingga sekarang merupakan bagian dari upaya menumbuhkan rasa memiliki dalam diri setiap orang. Dengan demikian, diharapkan akan muncul tindakan (aksi) dalam bentuk tanggung jawab dan motivasi pencapaian yang tinggi pada diri setiap staf KemChicks. Budaya yang kuat merupakan kekuatan pendorong di belakang sukses yang terus menerus. Curtis, et al. (2000), mengatakan bahwa iklim organisasi merupakan suatu hal yang penting. Rasa harga diri dan iklim yang mendukung merupakan persyaratan bagi terciptanya suatu hubungan bisnis yang berhasil. Hubungan yang positif dan profesional dalam lingkungan bisnis merupakan hal penting bagi tim kerja dan akan menimbulkan produktivitas. Menurut Kartono (2002),
Atmosfir psikis dalam perusahaan sangatlah
penting, karena iklim tersebut akan menentukan semua tingkah laku dan sikap anggota atau karyawan dari perusahaan yang bersangkutan. Pada perusahaan dengan iklim psikis yang buruk, semua perlakuan dan situasi akan dirasakan sebagai buruk dan menjengkelkan oleh setiap orang. Setiap situasi akan diinterpretasikan jelek,
68
salah dan mencurigakan. Misalnya saja iklim perusahaan yang sangat otokratis, pastilah menimbulkan respon ketidaksenangan, kebencian, kemarahan dan agresi, baik sesama karyawan maupun terhadap atasan atau pimpinan. Sebaliknya, iklim psikis yang demokaratis akan diliputi oleh suasana wirheit atau “kekamian”, dimana orang merasa enak, senang, “masuk-dalam-kelompok-sendiri”, lalu merasa aman dan nyaman di dalamnya. Sesungguhnya iklim dan budaya yang terbangun adalah hasil interaksi dari semua elemen lingkungan KemChicks termasuk didalamnya interaksi antara manusianya.
Dari peryataan-pernyataan para informan, tergambar pemahaman
mereka atas keinginan dan upaya yang sunguh-sunguh dari pimpinan KemChicks dalam menstimulasi kreatifitas staf, pengembangan (personality) staf hingga lebih profesional dan memiliki performa atau attitude yang baik, serta dorongan lahirnya jiwa entrepreneur pada diri mereka. Dari hasil wawancara dengan para informan diketahui bahwa sebagian besar staf dan atau pengelola, awalnya sama sekali tidak berlatar belakang bisnis, mereka belajar bisnis dan bagaimana berbisnis setelah mereka bekerja di KemChicks. Berdasarkan pernyataan para informan tersebut, dapat dikatakan bahwa KemChiks bukan hanya tempat mereka bekerja dan memperoleh pendapatan, tapi juga menjadi tempat mereka memperoleh pengetahuan, terutama tentang usaha (bisnis) dan bagaimana menjadi seorang pelaku usaha atau seorang pebisnis (entrepreneur). Menurut para informan, mereka belajar dengan mengamati dan memahami lingkungan (perusahaan), lalu beradaptasi sesuai dengan budaya yang ada, setiap orang memberi pengaruh terhadap yang lain baik disadari ataupun tidak, secara langsung atau tidak langsung. Menurut Kartono (2002) selain fungsi ekonomisnya yaitu memproduksi barang atau jasa, industri dan perusahaan mempunyai fungsi sosial yaitu menciptakan dan medistribusikan kepuasan manusiawi dan kesejahteraan sosial. Oleh sebab itu, individu karyawan tidak dilihat sebagai “elemen tunggal yang terisolasi” yang harus diutamakan, akan tetapi mereka dilihat sebagai anggota atau satu bagian dari satu kelompok primer yang berperan atau berfungsi dan bermartabat.
69
Selanjutnya Kartono (2002) menjelaskan bahwa, motivasi-motivasi kerja yang jelas-gamblang dan kuat, adalah jauh lebih penting artinya daripada segala macam hadiah dan keenakan serta kondisi fisik, karena motivasi tersebut menjadi tenaga penggerak utama untuk bekerja dan berkarya. Karena itu baik fungsi ekonomis maupun fungsi sosial dari perusahaan kedua-duanya adalah sama pentingnya; dan kedua-duanya tidak bisa dipisahkan satu sama lain. Jika organisasi dengan aspekaspek sosialnya tidak imbang dan tidak diperhatikan sama sekali, maka semua bentuk sistem efisiensi yang bagaimanapun efektifnya di dunia ini tidak mungkin bisa mempertinggi efisiensi kerja dan menambah kapasitas produksi. Tidak semua informan memiliki pemaknaan yang sama terhadap pendekatan “kekeluargaan” tersebut, di antara orang-orang yang merasa nyaman dengan pendekatan tersebut, ada pula informan yang mengkuatirkannya. Salah satu alasan yang dikemukakannya adalah karena pendekatan tersebut cendrung lemah dalam manajemen dan sistem.
Staf tidak bekerja dengan efektif, menunggu perintah,
sementara pimpinan tidak suka memerintah. Beban perusahaan menjadi berat karena SDM kurang profesional dan produktivitas kerja rendah. Manusia
berinteraksi dengan
dunia
di
luar
diri
yang
merupakan
lingkungannya, karenanya manusia sangat kaya dengan berbagai informasi yang disumbangkan oleh lingkungannya tersebut, namun manusia tidak akan begitu saja meniru perilaku-perilaku, kebiasaan-kebiasaan atau budaya orang lain, tanpa memikirkan terlebih dahulu tindakan yang diambilnya. Keputusan manusia untuk bersikap atau berperilaku tertentu, sepenuhnya lahir dari dari proses berfikir atau pemaknaanya terhadap obyek sikap dan perilaku tersebut (Charon,1998). Masyarakat mungkin memiliki arti yang universal untuk istilah kekeluargaan, tetapi setiap orang akan memaknai budaya kekeluargaan itu berdasarkan pemahaman dan interest (kepentingan) masing-masing. Temuan ini sesuai dengan konsep Berlo (1960) yang menjelaskan bahwa; kita (setiap orang) cendrung bersifat egosentris, kita menginterpretasikan dunia dari sudut pandang kita yang menguntungkan. Sering dikatakan bahwa kata-kata tidak berarti sama bagi semua orang.
70
Temuan ini juga sesuai dengan dengan konsep-konsep teori interaksi simbolik, antara lain menyatakan: makna (definisi situasi) suatu obyek bisa berbeda antar individu, hal itu sangat bergantung pada personaliti individu itu sendiri. Sedangkan diri (self) akan sangat dipengaruhi oleh interaksi dengan lingkungan sosial (social interaction) dan interaksi dengan diri sendiri (self interaction) (Charon, 1998). Dari hasil interaksi sosialnya, individu juga menyadari adanya kebudayaan (the generalized other), istilah yang dipergunakan diperhatikan, bahkan ditaati dalam interaksi sosial.
oleh Mead yang perlu Dikatakan oleh Mead “the
matured self arises when a generalized other is internalized so that the community exercise control over the conduct of its individual
members.”
Hanya dengan
menghayati dan melaksanakan kebudayaan yang berlaku dalam masyarakat tempat terjadinya interaksi, individu dikatakan bisa mencapai tingkat kedewasaan yang matang. Dengan demikian Mead percaya bahwa masyarakat yang direpresentasikan oleh kebudayaan menjadi faktor penting bagi pemikiran dan tindakan individu (Charon, 1998). Makna Significant Others bagi Pengelola KemChicks Pemilik perusahaan KemChicks merupakan salah satu pilar utama yang membangun dan mengembangkan sistuasi
sosial kewirausahaan di KemChicks.
Pemilik perusahaan ini dinilai sebagai figur penting dan berpengaruh secara dominan (Significant Others) pada perusahaan dan pada pengelolanya. Sebagai entrepreneur Pemilik perusahaan dinilai memiliki sifat-sifat dan ciri seorang
entrepreneur
entreprenmeur.
sejati,
ia
memiliki
semua
kualifikasi
diri
sebagai
Dimensi kewirausahaan Pemilik perusahaan yang dinilai paling
menonjol adalah dimensi originalitasnya. Pemilik perusahaan disebut sebagai gudang ide; selalu memiliki ide-ide “gila,” yang tidak terpikirkan oleh orang lain, D’utama menyebutnya pioner. D’utama sendiri kadang merasa harus mematahkan ide-idenya sendiri, demi menampung ide-ide Pemilik perusahaan. Pemilik perusahaan juga seorang pengambil resiko. Ide hanya akan menjadi sebuah angan-angan, jika tidak direalisasikan.
Keberanian Pemilik perusahaan untuk merealisasikan ide-ide
71
“gilanya” dalam bentuk inovasi baru, tentunya membutuhkan keberanian untuk mengambil tantangan dan resiko. Pemilik perusahaan lebih suka berbuat dari pada berteori, “berbuat” adalah kata-kata sederhana yang sering diucapkan Pemilik perusahaan namun memiliki implikasi luas. Pemilik perusahaan demikian dikagumi oleh para informan, ia dinilai sederhana, bijak, lebih menempatkan dirinya sebagai orang tua, dari pada sebagai pimpinan, meskipun beberapa informan juga menyebut Pemilik perusahaan sangat tegas, kadang kasar (membuat mereka malu kalau mendapat teguran darinya), dan beberapa informan menyebut otoriter. Namun menurut para informan, perpaduan kesederhanaan, kebapakkan dan ketegasan Pemilik perusahaan justru dinilai pantas dan diperlukan dalam kapasitasnya sebagai pimpinan.
Para informan dapat
memaklumi dan menerima ‘diri’ Pemilik perusahaan sebagaimana adanya. Hampir semua pengelola KemChicks menjadikan Pemilik perusahaan sebagai rujukan dalam pengembangan diri. Manusia dipengaruhi oleh manusia lain. Orang mungkin membuat patokan sendiri dan bertindak berdasarkan patokan tersebut, tetapi patokan dan tindakan tersebut akan berhubungan dengan patokan dan tindakan orang lain. Jadi setiap pribadi dapat dilihat sebagai satu terminal yang dihubungkan dengan ratusan terminal yang lain dan secara ajeg mendengungkan pesan-pesan yang dikirim dan pesan yang diterima. Interaksi sosial mengajarkan pada individu keyakinan, nilai dan perilaku yang dapat diterima orang di sekitar. Melalui interaksi dengan orang lain, orang belajar mengendalikan tubuh, lisan dan pikiran agar sesuai dengan kebiasaan dan aturan dalam masyarakat. Memberi tanggapan kepada orang lain, mempedulikan mereka dan mengambil perilaku yang cocok, intinya orang belajar menjadi sosial.
Proses
penyesuaian diri tersebut disebut sosialisasi (Charon, 1998). Dalam pandangan teori interaksi simbolik, diri-pribadi terutama dibentuk oleh interaksi sosial yang dilakukan seseorang, dengan siapa ia berinteraksi akan sangat menentukan kepribadian orang itu.
Mead dalam hal ini memakai istilah “the
72
sigificant other,” yaitu orang-orang yang mempunyai arti penting, yang dihormati atau menjadi panutan bagi individu dalam hal tertentu (Charon, 1998). Semua informan kecuali Divua, menyatakan bahwa hampir setiap orang yang ada di KemChicks, saling mempengaruhi satu sama lain. Bukan hanya dari pimpinan, tetapi hampir dari semua “saudara-saudaranya” di KemChicks, beberapa informan bahkan mengatakan bahwa ia pun mendapat “pelajaran” para pelanggannya. Semua berperan dan mempengaruhi pengembangan diri dan pembentukan entrepreneurship mereka, namun orang yang dianggap paling berperan adalah Pemilik perusahaan. Pemaknaan para informan tentang significant others (SO - diri Pemilik perusahaan) tidak lahir tiba-tiba, tidak berasal dari pemahaman yang dipaksakan, namun sepenuhnya bersumber dari pengalaman batin yang diperoleh dari perjalanan panjang mereka selama belasan hingga puluhan tahun berada di KemChicks bersama Pemilik perusahaan dan bersama saudara-saudara mereka yang lain.
Dengan
demikian dapat dikatakan bahwa makna para informan terhadap ‘diri’, peran dan pengaruh Pemilik perusahaan terhadap diri mereka, adalah apa yang sesungguhnya mereka rasakan terhadap Pemilik perusahaan. Pemberian makna merupakan proses yang aktif. Makna diciptakan dengan kerjasama di antara sumber dan penerima, pembicara dan pendengar, penulis dan pembaca,
Makna pesan dapat di ilustrasikan sebagai lambang atau simbol
komunikasi. Karena pesan bersifat abstrak, dengan akal budinya manusia melahirkan sejumlah lambang komunikasi: mimik, gerak-gerik, suara, bahasa lisan, dan bahasa tulisan;
yang
berfungsi
untuk
merubah
pesan
yang
abstrak
menjadi
kongkrit/berwujud (DeVito, 1996). Mulyana (2001) menjelaskan bahwa;
akar pemikiran interaksi simbolik
mengasumsikan realitas sosial sebagai proses dan bukan sebagai sesuatu yang statis. Artinya masyarakat dilihat sebagai sebuah interaksi simbolik bagi individu-individu yang ada didalammnya.
Pada hakekatnya tiap manusia bukanlah ”barang jadi”
melainkan barang yang ”akan jadi”, karenanya teori interaksi simbolik membahas pula konsep mengenai ”diri” (self) yang tumbuh berdasarkan ”negosiasi makna” dengan orang lain.
73
Keberanian Pemilik perusahaan untuk merealisasikan ide-ide “gilanya” dalam bentuk inovasi, tentunya
membutuhkan keberanian dan konsekwensi yang luar
biasa. Pemilik perusahaan mengajarkan dengan menunjukkan kepada anak-anaknya bahwa untuk semua itu, Ia harus jatuh bangun, “berdarah-darah” untuk sampai pada apa yang namanya sukses (keberhasilan). Namun Pemilik perusahaan tidak pernah jera, apalagi berhenti. “Saya ini orang bodoh, karena saya bodoh, saya tidak punya pilihan lain selain harus berhasil dengan yang saya pilih,” demikian ucap Pemilik perusahaan. Pemilik perusahaan pun selalu mendorong anak-anaknya mengembangkan diri mereka agar berani bertindak, “lakukan, berbuat, jangan hanya berteori, anda tidak akan tahu apa yang akan terjadi sebelum anda melaluinya,” demikian kata-kata Pemilik perusahaan memberi dorongan dan dukungan. Dalam dunia usaha, dorongan dan dukungan dari pemilik dan pimpinan perusahaan, tidak bisa hanya sekedar kata-kata dan wacana belaka.
Pemilik
perusahaan pun sangat paham bahwa untuk mengembangkan suatu ide menjadi suatu produk kreativitas, membutuhkan ketrampilan, pengetahuan dan pembiayaan. Menurut para informan, mereka mendapat dukungan penuh untuk itu. Beberapa orang informan mengatakan bahwa mereka pernah dikirim ke luar negeri untuk mendapatkan pengetahuan dan ketrampilan yang diperlukan. Menurut para informan, Kem Group (di dalamnya ada KemChicks),
bisa besar seperti sekarang adalah
karena kepercayaan Pemilik perusahaan dalam memberi dukungan kepada anakanaknya. Kelebihan Pemilik perusahaan yang lain, ia bisa menemukan orang-orang pintar dan handal yang bisa menampung dan merealisasikan ide-ide “gilanya,” sambil mereka sendiri juga harus mengembangkan ide-ide mereka. D’utama, juga tidak kalah heroik dalam pandangan para informan lain. D’utama dinilai sebagai pribadi yang baik hati dan halus. Berbeda dengan Pemilik perusahaan, D’utama jarang sekali “menegur “ adik-adiknya (para staf – pengelola KemChicks). Kalau ada, itu pun dengan bahasa yang sangat santun. Seperti yang dikatakan Divuma, orang lain pasti susah menebak apa yang dirasa dan dipikirkan oleh D’utama, emosinya datar sehingga orang lain tidak tahu kapan ia marah atau
74
senang. Namun jika D’utama memberi pengarahan, itu bisa lama, ia sangat detil dalam menyampaikan pemikirannya, begitupun dalam bekerja, ia memperhatikan halhal kecil yang tidak menjadi perhatian orang lain. D’utama juga dinilai kaya dengan ide-ide kreatif, KemChicks yang sekarang, sebagian besar adalah hasil kreasinya.
Mulai dari design ruang dan interior,
pengadaan/ pengembangan jenis dan pengolahan produk brands KemChicks-group, serta pengembangan jenis dan mutu pelayanan (services). Sebagai mana ia menyebut dirinya seorang “pekerja keras,” para informan lain pun menilainya seperti itu. Divuma sangat kagum dengan semangat kerja D’utama, ia mengatakan; “saya mendampingi beliau bekerja, itu bisa berhari-hari, dan kadang kami tidak pulang ke rumah.” Menurut Divora, jika D’utama bekerja, ia bisa lupa hal lainnya, termasuk lupa pada kondisi phisiknya yang sebenarnya tidak sanggup menerima beban yang berat. Sering kali D’utama jatuh sakit setelah melakukan bekerja berat itu. Sebagaimana dapat disimak dari uraian di atas, masing-masing informan memiliki penekanan makna yang berbeda terhadap nilai-nilai/ciri-ciri enreprneurship SO. Ada yang menekankan sisi diri Pemilik perusahaan sebagai seorang yang tegas dan disiplin, lalu memaknai sifat tersebut sebagai hal yang biasa dan memang harus ditunjukan baik dalam kapasitas SO sebagai “Bapak” maupun sebagai pimpinan. Sementara informan lain menekankan sisi kepiawaian Pemilik perusahaan berkomunikasi, menurut informan tersebut, hal itulah yang menjadikan SO sebagai pemimpin yang disegani. Informan lain menyebut SO sebagai entrepreneur yang memiliki banyak (gudang) ide dan sosok yang berani menanggung resiko demi merealisasikan ide-idenya tersebut. Setiap orang memiliki penekanan makna yang berbeda-beda. Perbedaan itu tidak bersumber dari diri Pemilik perusahaan, tetapi bersumber dari diri (pemaknaan) mereka sendiri. Keputusan para informan untuk mengadop nilai-nilai mana dari yang ditunjukkan/diajarkan oleh Pemilik perusahaan, sangat tergantung pada nilainilai dan pandangan mereka. Tindakan yang diambil selalu sesuai dengan makna gambaran Pemilik perusahaan bagi mereka. Informan yang lebih intens melihat sisi diri Pemilik perusahaan yang tegas dan disiplin, mereka cendrung mengadopsi nilai-
75
nilai tersebut dan menjadi pimpinan yang tegas dan disiplin pula.
Informan yang
lebih intens memperhatikan keberanian Pemilik perusahaan mengambil resiko, cendrung mengadopsi nilai-nilai tersebut dan menjadi orang yang berani mengambil resiko pula. Informan memaknai Diri Pemilik perusahaan dari sudut pandang dan pemikiran mereka masing-masing, dan itu menuntunnya untuk ”menjadi” sesuai pandangan dan pemikirannya itu. Menurut Dewey dalam Denzin (1992) manusia tidak akan bertindak sebelum memahami situasi, dan tindakannya selalu disesuaikannya dengan definisi situasi yang dibuatnya. Karena situasi bisa berubah-rubah, kebenaranpun bersifat relatif. Kebenaran, bagi penganut pragmatisme, tidak pernah bersifat absolut, selalu dikaitkan dengan kebutuhan dan kepentingan manusia. Kebenaran suatu pemikiran atau makna sebuah pernyataan dipengaruhi oleh konsekwensi
praktis dari
pemikiran dan pernyataan (Hewitt, 1991).
Menurut
William James dalam Denzin (1992) kebenaran suatu pemikiran harus bisa diuji dan diverifikasi di lapangan. Suatu pemikiran bisa bermanfaat untuk sebuah situasi, namun tidak bermanfaat untuk situasi yang lainnya. Dengan kata lain James pun percaya bahwa kebenaran itu bersifat relatif. 5.2 Definisi Situasi Diri dalam Pembentukan Jiwa Kewirausahaan (entrepreneurship) Pengelola KemChicks 5.2.1 Hasil Sebagaimana telah disebutkan sebelumnya (pada bagian definisi konseptual), definisi situasi diri dalam pembentukan jiwa kewirausahaan pengelola KemChicks diartikan sebagai pemaknaan pengelola KemChiks terhadap dirinya sendiri yang mempengaruhi terbentuk dan berkembangnya jiwa kewirausahaan dalam dirinya. Gambaran ringkas tentang definisi situasi diri dalam pembentukan jiwa kewirausahaan pengelola KemChiks yang dimaksud, disajikan seperti Tabel 3.
76
Tabel 3 Definisi situasi diri dalam pembentukan jiwa kewirausahaan pengelola KemChicks Dimensi Kewirausahaan
Definisi situasi diri dan kewirausahaan D’utama
Divora
Divuma
Asila
Divsara
Divua
(a,c,d,e,f,g)
(c,f)
(a,c,d,e,f,g)
(a,c,d,f,g)
(a,d,e,f,g)
(d,e,f)
(a,b)
(a)
(a,b)
(a,b)
(a,b)
(a,b)
(a,b,c,d,e,f)
(a,b,c,d,e,)
(d,e,f,)
(a,b,c,d,e,f)
(a,b,c,d,e)
(a,b,e)
D. Keorisinilan
(a,b,c,d)
(-)
(a,b,c,d)
(a,b,c,d)
(a,b,c,d)
(a,b,c,d)
E. Percaya diri
(a,b,c,d)
(-)
(a,b,c)
(a,b,c,d)
(-)
(a,b,c,d)
(a,b,c,d,e)
(-)
(a)
(a,b,c,d,e)
A. Berorientasi Tugas dan Hasil B. Pengambil Resiko C. Kepemimpinan
F. Berorientasi kemasa depan
(a,e)
Keterangan: (-) bertentangan dengan nilai-nilai kewirausahaan A.(a) kebutuhan berprestasi (c) tekun dan tabah (d) mempunyai tekad (e) kerja keras (f) mempunyai dorongan/motif (g) energitik dan inisiatif (Meredith et al. 2002). B. (a) Tidak kuatir akan situasi yang serba tidak pasti (b) berani mengambil resiko dan selalu antisipatif terhadap kemungkinan gagal (Sukardi, 1991). C. (a ) menjaga keharmonisan organisasi (b) memandang staf sebagai manusia dan bukan sebagai alat produksi (c) Menghargai dan menghormati kebutuhan, tujuan, keinginan, perasaan dan ide karyawan (d) membangun komunikasi timbal balik yang baik dengan staf (e) menciptakan suasana kerjasama dan gugus kerja dalam organisasi (f) mendelegasikan kekuasaan dan tanggung jawab (Meredith et al. 2002). D. (a) bekerja keras, mencari cara- cara baru untuk memperbaiki kinerja (b) terbuka terhadap; gagasan, pandangan, dan penemuan baru (c) tidak terpaku pada masa lampau, gagasan-gagasan lama tetapi berpandangan ke depan dan mencari ideide baru (d) Mampu menciptakan cara/ide baru atau membuat kombinasi-kombinasi baru (Alma, 2003). E. (a) optimis dan yakin bahwa usahanya akan berhasil. (b) percaya diri dengan langsung terlibat dalam kegiatan konkret, (c) keberhasilan atau kegagalan dikaitkan dengan tindakan-tindakan pribadi (d) lebih menyenangi kebebasan dalam mengambil keputusan untuk bertindak (tidak mau bergantung pada orang lain (Sukardi, 1991). F. (a) memdorong pengembangan staf (b) Memiliki visi (sasaran yang ingin dicapai); intuitif dan inisiatif (c) tanggap terhadap perubahan setiap perubahan dianggap mengandung peluang; (d) Ekonomis dan Efisien (cerdas, bijak, bekerja keras, ekonomis dan efisien); (e) Memiliki Visi Masa Depan (visi pada hakekadnya merupakan pencerminan komitmen – kompetensi – konsistensi; (Fadel Muhamad, 1992 dalam Alma, 2003)
Tabel 3 memperlihatkan bahwa definisi situasi diri dari pengelola KemChicks mempengaruhi terbentuk dan berkembangnya jiwa kewirausahaan mereka. Setiap dimensi kewirausahaan hampir pada semua informan
berkembang dengan baik
kecuali pada Divora, yang pengembangan dimensi kewirausahaannya hanya berkembang pada beberapa dimensi saja yaitu dimensi (A,B dan C).
Namun
demikian temuan ini secara umum menunjukan adanya pengaruh definisi situasi diri dalam pembentukan dan pengembangan jiwa kewirausahaan pengelola KemChicks.
77
Seperti terlihat pada Tabel 3, dimensi A dan B, derajad pengembangan dimensi
kewirausahaannya
juga
terbatas,
bahkan,
perkembangan
dimensi
kewirausahaan divora yang lain pun bernilai negatif (negatif artinya, nilai-nilai yang diyakini Divora bertentangan dengan nilai-nilai kewirausahaan). Dengan demikian dapat dikatakan bahwa, tidak atau kurang berkembangnya dimensi kewirausahaan Divora disebabkan karena pandangan-pandang negatif
Divora terhadap dunia
kewirausahaan itu sendiri. Pembahasan lebih jauh tentang Divora dan tentang pengelola-pengelola KemChicks lain yang menjadi informan pada penelitian ini (terkait konteks definisi situasi diri dan kewirausahaan masing-masing informan), dibahas satu persatu pada bahasan berikut ini. Masing-masing bahasan akan disertai dengan Tabel dan penjelasanannya
tentang
sumber-sumber
(aspek-aspek
yang
membangun)
pembentukan definisi situasi diri masing-masing pengelola. Sumber Definisi Situasi Diri dan Kewirausahaan D’utama Aspek yang membangun definisi situasi diri seseorang adalah; pandangan atau prinsip-prinsip hidup, pengalaman, tujuan dan atau harapan-harapannya. Ketiga aspek inilah yang pada akhirnya menentukan apakah seorang pengelola usaha pada perusahaan
KemChicks
akan
entrepreneur atau yang lainnya.
dan
ingin
mengembangkan
dirinya
sebagai
Gambaran definisi situasi diri D’utama sumber
dalam proses pembentukan jiwa kewirausahaannya disajikan pada Tabel 4. Tabel 4 Sumber definisi situasi diri dalam kewirausahan D’utama Dimensi Kewirausahaan A. B. C. D. E. F.
Berorientasi Tugas dan Hasil Pengambil Resiko Kepemimpinan Keorisinilan Percaya diri Berorientasi kemasa depan
Definisi situasi diri (a,c,d,e,f,g) (a, b) (a,b,c,e,f) (a,b,c,d ) (a,b,c,d) (b,c,d,e )
Sumber definisi situasi diri Makna Diri (a,c,d,e,f,g) (a,b) (a,b,c,e,f) (a,b,c,d) (a,b,c,) (b,c,d,e)
Pengalaman (c,e) (a,b) (b,e,f) (b,c,d) (a) (c)
Harapan Tujuan (d,f,g) (a,b) (a,e) (a,b,c) (b,c) (b,c,e)
Pandangan (a,d,f) (a,b) (a,b,c,d) (a,b) (b,d,e)
78
Sebagaimana dapat dilihat dari Tabel 4 di atas, D’utama memiliki semua kualifikasi untuk bisa disebut sebagai entrepreneur (pengusaha) berdasarkan rujukan yang diacu dalam studi ini, yaitu Meredith et al. (2002), Sukardi (1991) dan Alma (2003). Semua dimensi (sifat/ciri) kewirausahaan dirinya berkembang dengan baik. Tabel 4 adalah gambaran singkat dari definisi situasi diri dan kewirausahaan D’utama, gambaran yang lebih rinci dapat dilihat pada Lampiran 1 Mengacu pada kedua Tabel tersebut (Tabel 4 dan Lampitan 1), maka secara ringkas definisi situasi diri dan kewirausahaan D’utama adalah sebagai berikut: D’utama adalah pribadi yang ulet, tekun dan pekerja keras, ia memulai karirnya dari dasar, naik setapak demi setapak hingga akhirnya bisa menjadi orang nomor satu (pimpinan tertinggi) di KemChicks. D’utama adalah juga pribadi yang sabar. Berdasarkan penuturan D’utama, tidak mudah baginya untuk sampai pada level sekarang, tidak mudah baginya memahamai dan mengapresiasi kemauan pimpinan Pemilik perusahaan, yang disebut D’utama sebagai “gudang ide,” namun tidak mau tahu bagaimana “ide-ide” tersebut dapat diwujudkan dalam bentuk inovasi. Hal itu menjadi tugas utama D’utama, disamping ia juga harus memimpin organisasi agar bisa berjalan dan berkembang dengan baik. Berikut ini pernyataan D’utama tentang hal tersebut; “Beliau (Pemilik perusahaan) sering banget mengeluarkan ide-ide gila, saya bukan orang yang tidak punya ide, tapi saya harus memikirkan bagaimana melaksanakan ide-ide tersebut, beliau ngga mau tau bagaimana merealisasikan ide tersebut. Luckyly, KemChicks bisa sebesar ini, karena selalu ada yang bisa menjalankan ideide baliau tersebut.”
Menurut D’utama, ia memiliki standar selera yang tinggi, tidak mau kerja “asalan.” Ia berkomitmen dengan dirinya sendiri untuk terus mempertahankan citra atau ciri KemChicks sebagai supermarket yang memiliki kelas tersendiri, harapannya adalah ia bisa menterjemahkan harapan dan keinginan pelanggan. Ia terus menggali ide-ide, antara lain dengan cara “ngulik” (memperhatikan hal-hal kecil) agar bisa membuat/menciptakan inovasi yang ‘berbeda’. Berdasarkan pengalamannya menjadi bagian selama empat puluh tahun ini dan memimpin KemChicks hingga sekarang,
79
akhirnya D’utama memiliki pandangan, kunci sukses KemChicks adalah ‘memberi apa yang diinginkan pelanggan’. Menurut D’utama, ia mengambil resiko; seperti membengkaknya biaya (over budget) untuk mewujudkan ide-ide kreatifnya. Namun ia yakin dengan keputusannya ia percaya bahwa usahanya akan berbuah hasil. D’utama juga mendapat kepercayaan dan dukungan yang sangat besar dari Pemilik perusahaan, menurut D’utama, seperti itulah Pemilik perusahaan mengajarkan dan mengembangkan keberanian “anakanaknya” dalam mengambil resiko. Pola didikan Pemilik perusahaan yang memberi kepercayaan penuh pada dirinya (termasuk dalam mengambil keputusan), menjadikan D’utama berkembang seperti sekarang, menjadi pimpinan yang mandiri dan memiliki kepercayaan diri. “Saya sadari atau tidak, pastilah kepribadian saya sangat dipengaruhi oleh mereka berdua yang memiliki perusahaan ini dan sekaligus orang tua saya. Rasanya apa yang menjadi tantangan buat saya adalah, bahwa Bapak tidak pernah meminta atau mengarahkan saya untuk begini atau begitu, tetapi beliau berpesan; silahkan anda berjuang sendiri, tentukan apa yang anda inginkan, bacalah situasi, peluang apa yang anda lihat, telaah, silahkan mengambil kesimpulan dan keputusan, berkaryalah dan berkembanglah sendiri. Kepribadian saya tidak akan seperti sekarang jika Bapak tidak memperlakukan saya seperti itu.”
Dalam kepemimpinannya, D’utama pun banyak merujuk pada pola kepemimpinan Pemilik perusahaan, hanya menyesuaikan dengan kepribadiannya dan situasi saat ini.
Sebagaimana Pemilik perusahaan, D’utama pun menggunakan
pendekatan kekeluargaan; tidak ada formalitas, setiap orang dihargai dan menghargai, tidak hirarki dalam komunikasi, setiap orang diberi kepercayaan yang luas agar muncul kreatifitas. Sama seperti Pemilik perusahaan D’utama pun berpandangan, ‘seorang entrepreneur harus memiliki keberanian memberi kepercayaan pada orang lain’. Dari pengalamannya memimpin D’utama memahami satu hal bahwa; dengan memberi perhatian, penghargaan dan kepercayaan, bisa membangun kesetiaan dan prestasi. Komitmennya adalah mensejahterakan karyawan yang mensejahterakan perusahaan. Namun kepemimpinan D’utama mendapat ujian ketika ia harus memimpin KemChicks keluar dari krisis, seiring dengan terjadinya krisis global pada tahun
80
1998. Pengalaman itu memberi pemahaman lain pada D’utama, bahwa ia harus merobah paradigma diri dan stafnya yang tidak sesuai lagi dengan situasi saat ini. Karena itu orientasi D’utama ke depan adalah mengembangkan SDM menjadi lebih profesional. Harapannya adalah setiap orang (staf) dapat bersinergi membesarkan perusahaan KemChicks. Dalam konteks ‘keorisinilan’; menurut D’utama sifat kreatifnya adalah bakat bawaan, namun intuisi, ide-ide dan pengetahuan ia peroleh dari lingkungan dan melalui pendidikan formal. Menurut pandangan D’utama; salah satu kunci sukses seorang entrepreneur ‘harus terus menggali ide-ide kreatif’. Pandangan ini sekaligus menjadi harapan, tujuan serta komitmen D’utama untuk terus menggali ide-ide baru, atau menyempurnakan ide-ide yang sudah ada. Inovasi terbaru dari D’utama adalah design interior ruang KemChicks, yang sekarang berada di apartemen “The Mension”,
termasuk di antaranya penataan
display. D’utama juga menghasilkan inovasi-inovasi baru dalam bentuk produk seperti menghasilkan makanan berbahan dasar daging, susu, sayur dan buah, (dalam bentuk produksi masal), maupun fresh oven. Inovasi D’utama lainnya adalah inovasi-inovasi dalam bentuk service (pelayanan). Menurut D’utama KemChicks sudah bergerak dari market oriented ke produk oriented dan sekarang educate oriented. Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa : interaksi D’utama dalam situasi sosial KemChicks membawa pengaruh yang sangat besar pada pembentukan dan atau pengembangan jiwa kewirausahaannya hampir pada semua dimensi dan disetiap kategori. Sumber Definisi Situasi Diri dan Kewirausahaan Divora Secara umum definisi situasi diri seseorang dibangun oleh; pandangan atau prinsip-prinsip hidup, pengalaman, tujuan dan atau harapan-harapannya. Ketiga aspek inilah yang menentukan apakah seorang pengelola usaha akan dan ingin mengembangkan dirinya sebagai entrepreneur atau yang lainnya. Gambaran definisi
81
situasi diri Divora sumber dan proses pembentukan jiwa kewirausahaannya secara ringkas disajikan pada Tabel 5 berikut ini. Tabel 5 Sumber definisi situasi diri dalam kewirausahaan “Divora” Sumber definisi situasi diri Dimensi Kewirausahaan A. Berorientasi Tugas dan Hasil B. Pengambil Resiko C. Kepemimpinan D. Keorisinilan E. Percaya diri F. Berorientasi kemasa depan
Definisi situasi Diri
Makna Diri
( c, f,) (a) (a,b, c,d,e,)
(-) (-) (a,b,c,d,e)
(- ) (-) (- )
(-) (-) (-)
Pengalaman
Harapan Tujuan
Pandangan
(c,f)
(-) 0 (e)
(-)
(-) (-)
Keterangan: (-) = Bertentangan dengan nilai-nilai kewirausahaan 0 = Tidak memiliki nilai dalam pengembangan kewirausahaan yang bersangkutan Kosong = Tidak ada data A. (c) tekun dan tabah (f) mempunyai dorongan/motif (Meredith et al. 2002). B. (a) Tidak kuatir akan situasi yang serba tidak pasti (Sukardi, 1991). C. (a ) menjaga keharmonisan organisasi (b) memandang staf sebagai manusia dan bukan sebagai alat produksi (c) menghargai dan menghormati kebutuhan, tujuan, keinginan, perasaan dan ide karyawan (d) membangun komunikasi timbal balik yang baik dengan staf (e) menciptakan suasana kerjasama dan gugus kerja dalam organisasi ( Meredith et al. 2002)
Sebagaimana dapat dilihat dari Tabel 5 di atas, hampir semua dimensi kewirausahaan diri Divora kurang/tidak berkembang dengan baik, kecuali dimensi kepemimpinan. Tabel tersebut adalah gambaran singkat dari definisi situasi diri dan kewirausahaan Divora, gambaran yang lebih rinci dapat dilihat pada Lampiran 2. Mengacu Tabel 5 dan Lampiran 2 tersebut, maka secara ringkas definisi situasi diri dan kewirausahaan Divora adalah sebagai berikut: Tugas utama Divora adalah mengkoordinir seluruh sistem operasional KemChicks, seperti SDM, peralatan (hardware dan software); memonitor ketersediaan stock barang, display dan tugas-tugas yang lainnya. Menurut Divora, ia berusaha menjalankan tugas dan tangung jawabnya tersebut dengan sebaik-baiknya, dan hanya itu kewajibannya. Baik pada waktu wawancara pertama maupun pada wawancara ke dua (verifikasi data), dengan tegas Divora mengatakan bahwa dirinya bukan
82
entrepreneur, dan mengatakan bahwa dirinya hanya salah seorang pekerja di KemChicks. Berikut pernyataannya; “Saya karyawan, saya manusia pekerja, bukan pengusaha,. Jadi pengusaha harus memiliki berbagai syarat; kemampuan, nasib dan keberuntungan.. ngga enak jadi pengusaha, hutangnya banyak. Kalo mati bagaimana saya mempertanggungjawabkannya. Yang di urus itu uang, Tuhan akan tanya darimana dapat untuk apa digunakan?. kita ngga bisa seperti nabi dagang, zaman nabi tidak ada penipuan, sekarang kalo tidak suap ngga bisa dagang. misalnya untuk badan POM, izin DepKes, Badan Karantina, izin notaris, izin lingkungan, dsb. tanggung jawabnya terlalu besar. Pemilik perusahaan, bisa jual barang apapun, ngga ada yang berani sama dia, tapi saya kan tidak bisa.”
Orientasi Divora terhadap tugas semata ingin menjalankan tugasnya sesuai standar operasional. Tidak ada tuntutan pada dirinya sendiri untuk melakukan/berbuat lebih.
Dalam kapasitasnya sebagai salah seorang pimpinan salah satu divisi di
KemChicks, Divora tidak memiliki orientasi ke masa depan, harapannya sebatas menjalankan tanggung jawabnya sesuai standar, selaku manager operasional, harapannya hanyalah agar semua sistem
(software dan hardware) bekerja dan
berjalan lancar. Namun seandainya pun sistem tidak berjalan lancar, juga tidak ada resiko bagi Divora.
Jika Ia tidak bisa mengatasi masalah di lapangan karena salah satu
komponen sistem tidak bekerja, Divora hanya perlu melaporkan hambatan tersebut pada manager yang bersangkutan. Misalnya staf tidak bekerja dengan kompeten; display kosong, staf gudang tidak masuk, atau komputer macet dan lain sebagainya. Selama bisa diatasinya, masalah-masalah itu akan ia tanggulangi langsung. Namun jika tidak, ia akan laporkan pada manager yang bersangkutan. Satu-satunya dimensi kewirausahaan yang terbentuk/berkembang pada diri Divora adalah dalam hal kepemimpinan. Peran dan fungsinya menuntut Divora lebih banyak bersama staf di lapangan.
Sebagaimana budaya yang dibangun Pemilik
perusahaan dan pimpinan lainnya, yaitu budaya “kekeluargaan”, Divora pun menggunakan pendekatan tersebut dalam memimpin. Ia berusaha mengembangkan sikap saling pengertian, memberi sanksi.
ia lebih suka mengawasi dan menghimbau dari pada
Divora berpandangan bahwa pendekatan kekeluargaan cukup
efektif dalam tugasnya. Teguran / kritikan ia sampaikan secara kekeluargaan.
83
Menurut Divora pengalamannya bekerja memberinya
pengetahuan tentang
bagaimana mengkoordinasi SDM dengan baik. “Kita mengkritik secara kekeluargaan. Sebelum saya memegang jabatan ini, saya sudah pernah bekerja di bagian mead (daging), groseri (P&D), purchasing, gudang, dsb nya. Jadi saya sudah tahu pekerjaan dan staf disana seperti apa dan bagaimana. Jadi kami saling mengerti dan menjaga saja, semuanya didasari azaz kekeluargaan, sehingga tidak pernah ada gesekan.”
Dalam hal keorisinilan; Divora mengatakan, tidak ada inovasi yang bisa ia tawarkan untuk pengembangan KemChicks. tuntutan baginya untuk operasional.
Menurut pandangannya, tidak ada
itu (menghasilkan inovasi), karena tugasnya adalah di
Divora juga berpandangan; tidak mudah meyakinkan Pemilik
perusahaan dan pimpinan jika sebuah ide datang dari staf. Yang ia tahu; jika Pemilik perusahaan ingin mengembangkan (diversifikasi) usaha, Pemilik perusahaan akan undang profesional dari luar untuk merencanakan dan menanganinya. Jika pengembangan untuk tujuan penguatan KemChicks, ide-ide biasanya datang dari Pemilik perusahaan (sekarang lebih banyak dari D’utama), sedangkan inovasi bisa direalisasikan oleh siapa saja. Divora mengaku tidak banyak tahu dengan hal-hal di luar bidangnya, bahkan ketika Divora disuruh “belajar” ke luar negeri untuk pencarian ide-ide kreatif, kesempatan itu lebih banyak ia manfaatkan untuk lessure, karena ia berpandangan sulit mengaplikasikan budaya bisnis luar negeri untuk konteks bisnis di negeri sendiri. Dalam hal kepercayaan diri. Sebagaimana telah dijelaskan di atas, Divora tidak mau dan tidak ingin disebut sebagai pengusaha (entrepreneur) dengan berbagai alasan. Alasan lainnya adalah; Divora mengaku bahwa ia tidak bisa disiplin, ia displin karena ada sistem yang mengaturnya, jadi kalau dia jadi pengusaha pasti bangkrut. Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan; bahwa Divora hampir tidak memaknai dirinya sebagai entrepreneeur. Ia tidak berfikir, tidak merasa dan karenanya juga tidak menunjukan perilaku sebagai seorang entrepreneur. Divora
84
bahkan mempunyai pandangan yang negatif (-) terhadap dunia usaha dan pelaku usaha (entrepreneur) seperti ; banyak hutang, menghalalkan segala cara dan lainnya. Kerena itu ia tidak ingin dan tidak mau menjadi dan disebut sebagai pelaku usaha (entrepreneur). Sumber Definisi Situasi Diri dalam Kewirausahaan Divuma Definisi situasi diri Divuma lebih banyak dibangun oleh pandangan atau prinsipprinsip hidup dan pengalaman hidupnya. Gambaran definisi situasi diri Divuma sumber dan proses pembentukan jiwa kewirausahaannya secara ringkas disajikan pada Tabel 6 berikut ini.
Tabel 6 Sumber, definisi situasi diri dalam Kewirausahaan “Divuma” Sumber definisi situasi diri Dimensi Kewirausahaan
Definisi situasi Diri
Makna Diri
Pengalaman
(a,c,d,e,f,g)
(a,c,d,e,f,g)
(c,d,e)
(c,d,e,f)
(a,b)
(a,b)
(a.b)
(a)
C. Kepemimpinan
(c,d,e,f)
(d,e,f,)
D. Keorisinilan
(a,b,c,d )
(a,b,c,d)
E. Percaya diri
(a,b,c)
(a,b,c)
(a )
(a)
A. Berorientasi Tugas dan Hasil B. Pengambil Resiko
F. Berorientasi kemasa depan
Harapan Tujuan
Pandangan
(c) (a,d) (c)
(a,c) (a)
Keterangan : A (a) kebutuhan berprestasi (c) tekun dan tabah (d) mempunyai tekad (e) kerja keras (f) mempunyai dorongan/motif (g) energitik dan inisiatif (Meredith et al. 2002). B. (a) Tidak kuatir akan situasi yang serba tidak pasti (b) Berani mengambil resiko dan selalu antisipatif terhadap kemungkinan gagal (Sukardi, 1991). C. (c) Menghargai dan menghormati kebutuhan, tujuan, keinginan, perasaan dan ide karyawan (d) membangun komunikasi timbal balik yang baik dengan staf (e) menciptakan suasana kerjasama dan gugus kerja dalam organisasi (f) mendelegasikan kekuasaan dan tanggung jawab (memberi ; kepercayaan, pengukuhan, kebebasan membuat keputusan, menerapkan tindakan, berbuat salah, dan mengambil tindakan korektif (Meredith et al. 2002). D. (a) Bekerja keras mencari cara- cara baru untuk memperbaiki kinerja (b) terbuka terhadap; gagasan, pandangan, dan penemuan baru (c) tidak terpaku pada masa lampau, gagasan-gagasan lama tetapi berpandangan ke depan dan mencari ide-ide baru (d) Mampu menciptakan cara/ide baru atau membuat kombinasi-kombinasi baru (Alma, 2003). E. (a) optimis dan yakin bahwa usahanya akan berhasil. (b) percaya diri dengan langsung terlibat dalam kegiatan konkret, (c) keberhasilan atau kegagalan dikaitkan dengan tindakan-tindakan pribadi (d) lebih menyenangi kebebasan dalam mengambil keputusan untuk bertindak (tidak mau bergantung pada orang lain (Sukardi, 1991). F.(a) Memiliki Jiwa Kepemimpinan hangat, memdorong pengem-bangan staf, disenangi bawahan (Fadel Muhamad, 1992 dalam Alma, 2003).
85
Sebagaimana dapat dilihat dari Tabel 6, Divuma memiliki kualifikasi untuk bisa disebut sebagai entrepreneur (pengusaha) berdasarkan rujukan yang diacu dalam studi ini, yaitu Meredith et al. (2002), Sukardi (1991) dan Alma (2003). Semua dimensi (sifat/ciri) kewirausahaan dirinya berkembang dengan baik. Tabel tersebut adalah gambaran singkat dari definisi situasi diri dan kewirausahaan Divuma, gambaran yang lebih rinci dapat dilihat pada Lampiran 3 Mengacu pada Tabel 6 dan Lampiran 3 tersebut, maka secara ringkas definisi situasi diri dan kewirausahaan Divuma adalah sebagai berikut: Divuma adalah tipe entrepreneur yang berorientasi pada tugas dan hasil. Ia adalah pekerja keras, tekun dan tabah dalam menjalankan tugas-tugasnya.
Ia
memiliki sikap yang positif terhadap pekerjaan, bahkan tekanan dalam pekerjaan dianggap sebagai pertarungan dalam kehidupannya. Ia bertekad tidak akan kalah, atau pun berhenti ditengah pertarungan bagaimanapun tantangannya. Prinsip-prinsip tersebut sudah tertanam dalam dirinya jauh sebelum Divuma bekerja di KemChicks. Nilai-nilai itu telah ia peroleh dari didikan orang tuanya – dan melalui kegiatan olah raga bela diri yang ditekuninya ketika ia masih remaja. Ketika ia bekerja di KemChicks, prinsip-prinsip tersebut menjadi sangat berarti baginya, karena dengan itu ia dapat dengan mudah menyesuaikan diri dengan suasa pekerjaan yang juga sering menuntut;
ketabahan, ketelitian dan ketelatenan serta tekad
pantang/tidak mudah menyerah. Divuma menyebutnya “bekerja dengan hati.” Dari pengalamannya itu lahirlah suatu pandangan dalam dirinya; orang tidak perlu pintar, yang penting ia memiliki jiwa entrepreneur, yaitu jiwa yang tidak ‘cengeng’ (terlalu banyak mengasihani diri sendiri). Berikut pernyataan Divuma tentang hal tersebut. “Ngga boleh cengeng, itu aja!. Orang harus memiliki daya tahan, nah untuk menjadi seorang entrepreneur, seseorang harus memiliki daya tahan berfikir, daya tahan bekerja, daya tahan menerima tantangan, daya tahan menerima kegagalan. Orang cengeng, sedikit capek aja, ngeluh kesana-kemari, kalo mengalami hambatan sedikit aja – dia akan patah semangat, kalo gagal – dia cari kambing hitam. Jadi orang cengeng, sama dengan orang sakit, dia mau berbuat apapun, fisiknya ngga mampu. Orang cengeng terlalu banyak mengasihi diri sendiri, itu sifat mbak, dan ujian paling berat adalah melawan sifat itu. Padahal sebenarnya secara fisik dia mampu melakukan hal-hal yang berguna bagi hidupnya, tapi karena yang sakit adalah jiwanya (cengeng), belum apa-apa, dia udah bilang ngga bisa, ngga sanggup pada dirinya, dan..., pada akhirnya tentu saja dia tidak akan sanggup berbuat apapun.”
86
Divuma juga “pengambil resiko.” Ia mengaku; pada awal karirnya ia sering mendapat teguran dari Pemilik perusahaan, “tiada hari dimana Pemilik perusahaan tidak marah,” demikian Divuma menyebutnya. dijadikannya tantangan,
Namun teguran-demi teguran
semakin ia ditekan, semakin ia tertantang, Divuma
menganggap bahwa dirinya sedang bertarung, Ia bertekad tidak akan berhenti di tengah permainan. Prinsipnya; “orang kalo sudah melewati titik lelah, maka waktu selanjutnya rasa lelah itu akan hilang. Dari pernyataan-pernyataan
Divuma di atas,
sangat jelas bahwa makna
kewirausaan baginya bisa diungkapkan dengan sepotong kalimat yaitu “daya tahan.” Hal ini dapat berarti bahwa entrepreneurship bagi Divuma adalah “kerja keras dan motivasi untuk melaksanakan pekerjaan dengan sebaik-baiknya (motivasi pencapaian – need for achivement).” Pernyataan Divuma berikut ini mempertegas hal tersebut: “Disini (di KemChicks) kalo lagi banyak kerjaan, saya bisa ngga pulang, kalo rasa capek, ngantuk, lapar atau apapun yang menganggu, menyerang saya, saya negosiasi dengan diri saya, saya katakan kepada diri sendiri, sebentar lagi pekerjaan ini akan selesai, tinggal sedikit waktu lagi.., jadi bersabarlah...”
Dalam hal kepemimpinan, seperti yang lain maka ia pun banyak mengambil “pelajaran” dari Pemilik perusahaan dan Ibu Sadino. Menggunakan pendekaatan kekeluargaan; tidak ingin membuat jarak dengan staf, berusaha untuk selalu membangun komunikasi,
menghargai staf sebagai manusia. Intinya mengelola
perusahaan dengan “hati,” namun sebagaimana Pemilik perusahaan, ia pun bisa sangat tegas jika menyangkut disiplin dan kejujuran. Sebagai orang yang dipimpin, Divuma berusaha memahami sikap pimpinan, cara dan budaya kerja, dan bijak menerima teguran. Prinsipnya; untuk menjadi seorang entrepreneur orang harus me – nol – kan dirinya lebih dulu, melepaskan egonya, melupakan latar belakang dirinya dan sebagainya. Dalam hal orisinalitas; Divuma memiliki pandangan; ” SDM adalah harta yang paling berharga” karena itu ia bertekad mengelolanya dengan baik. Divuma berusaha memahami dan memenuhi harapan/ keinginan, perasaan dan pemikiran staf, mengembangkan SDM yang handal untuk mencapai tujuan perusahaan “mensejahterakan orang yang mensejahterakan perusahaan). Yang sering menjadi
87
tantangan baginya adalah bahwa; ‘tidak semua SDM berbakat’ dan sering pula ia tidak tahu dimana (pada posisi apa) SDM yang dimaksud harus ditempatkan. Idealnya mereka belajar dulu dari bawah, menimba pengalaman dan pengetahuan dari tiap-tiap konter, tetapi tidak semua orang positif memandang pekerjaan (kasar). Bagi SDM berbakat, Divuma juga harus terus mencari cara bagaimana agar SDM tersebut tidak pergi atau “dicaplok” oleh perusahaan lain. Sejauh ini inovasi yang diterapkan adalah promosi jabatan atau dengan “pemerkayaan” yaitu memberi tanggung jawab tambahan disamping tugas-tugas pokoknya yang ia jalani sekarang. Dalam hal kepercayaan diri:
mengambil contoh pada dua inovasi diatas.
Promosi jabatan atau pemerkayaan jabatan, keduanya mengandung konsekwensi dimana perusahaan harus memberi reward atau kompensasi. Tantangan berikutnya adalah bagaimana caranya bisa meyakinkan pimpinan, sebagaimana pengakuan Divuma, usulan tersebut tidak mudah diterima pimpinan. Berikut pernyataan Divuma tentang hal tersebut; “Ada tidak enaknya bekerja dalam hubungan yang sangat kekeluargaan, bagaimanapun bagusnya ide seorang adik, kakaknya tetap menganggap adiknya masih perlu dibimbing, yang masih perlu tuntunan”. Pimpinan kadang bahkan sering menganggap kita tidak mampu untuk melakukan suatu pekerjaan dengan baik, sehingga kita harus tahu benar bagaimana caranya meyakinkan pimpinan, harus tahu betul waktu mood nya.”
Divuma harus mencari cara agar pimpinan bisa mengerti atau dirinyalah yang harus mengerti. Divuma mengatakan, ia memaklumi sikap pimpinannya, ia menyadari bahwa mungkin ia hanya berpikir dari satu sudut pandang, yaitu dari idenya saja, tapi pimpinan berpikirnya dari berbagai aspek; dari segi teknisnya, marketable, financial (pendanaan), pengelolaannya, dan sebagainya. Sampai pada titik itu, Divuma kembali mengatakan” semua orang harus melakukan pekerjaan dengan hati”, memahami dengan baik pekerjaan dan permasalahan yang dihadapi “kami semua mulai dari situ” ungkap Divuma berphilosofi.
88
Sumber Definisi Situasi Diri dalam Kewirausahaan Asila Dimensi kewirausahaan Asila berkembang dengan baik. Definisi situasi diri Asila juga dibangun atas berbagai aspek dirinya, antara lain pengalaman, tujuan/harapan yang ingin diraih dan pandangan hidupnya. Gambaran definisi situasi diri Asila, sumber dan proses pembentukan jiwa kewirausahaannya secara ringkas disajikan pada Tabel 7 berikut ini. Tabel 7 Sumber definisi situasi diri dalam Kewirausahaan “Asila” Sumber definisi situasi diri Dimensi Kewirausahaan
Definisi situasi Diri
Makna Diri
Pengalaman
Harapan Tujuan
Pandangan (d,e,f,g)
A. Berorientasi tugas dan hasil
(a,c,d,e,f,g)
(c,d,f,g)
c,d,e,f,g)
(a)
B. Pengambil Resiko C. Kepemimpinan
(a,b) (a,b,c,d,e,)
(b)
(a,b)
(a,b)
(d,e,c)
D. Keorisinilan E. Percaya diri F. Berorientasi kemasa depan
(a ) (a,b,c,d) (a )
(a) (a,b,d)
(a,c) (a) (a,b,c,d)
(a,b,c) (c)
(a)
Keterangan : A. (a) kebutuhan berprestasi (c) tekun dan tabah (d) mempunyai tekad (e) kerja keras (f) mempunyai dorongan/motif (g) energitik dan inisiatif (Meredith et al.,2002). B. (a) Tidak kuatir akan situasi yang serba tidak pasti (b) Berani mengambil resiko dan selalu antisipatif terhadap kemungkinan gagal (Sukardi, 1991). C. (a ) Menjaga keharmonisan organisasi (b) Memandang staf sebagai manusia dan bukan sebagai alat produksi (c) Menghargai dan menghormati kebutuhan, tujuan, keinginan, perasaan dan ide karyawan (d) membangun komunikasi timbal balik yang baik dengan staf (e) menciptakan suasana kerjasama dan gugus kerja dalam organisasi ( Meredith et al. 2002). D. (a) bekerja keras, mencari cara- cara baru untuk memperbaiki kinerja (Alma, 2003). E. (a) optimis dan yakin bahwa usahanya akan berhasil. (b) percaya diri dengan langsung terlibat dalam kegiatan konkret, (c) keberhasilan atau kegagalan dikaitkan dengan tindakan-tindakan pribadi (d) lebih menyenangi kebebasan dalam mengambil keputusan untuk bertindak (tidak mau bergantung pada orang lain (Sukardi, 1991). F.(a) Memiliki Jiwa Kepemimpinan hangat, memdorong pengem-bangan staf, disenangi bawahan (b) Memiliki visi (sasaran yang ingin dicapai); intuitif dan inisiatif (c) Tanggap terhadap perubahan setiap perubahan dianggap mengandung peluang; (d) Ekonomis dan Efisien (cerdas, bijak, bekerja keras, ekonomis dan efisien); (d) Memiliki Visi Masa Depan (visi pada hakekadnya merupakan pencerminan komitmen – kompetensi – konsistensi; (e) Penentu Resiko bukan penanggung resiko (Fadel Muhamad, 1992 dalam Alma 2003)
Sebagaimana yang dapat dilihat dari Tabel di atas, Asila memiliki kualifikasi untuk bisa disebut sebagai entrepreneur (pengusaha) berdasarkan rujukan yang diacu dalam studi ini, yaitu Meredith et al., (2002), Sukardi (1991) dan Alma (2003). Semua dimensi (sifat/ciri) kewirausahaan dirinya berkembang dengan baik. Tabel tersebut adalah gambaran singkat dari definisi situasi diri dan kewirausahaan Asila, gambaran yang lebih rinci dapat dilihat pada Lampiran 4 Mengacu kedua Tabel 7 dan
89
Lampiran 4 tersebut, maka secara ringkas definisi situasi diri dan kewirausahaan Asila adalah sebagai berikut : Asila memiliki sikap dan perilaku yang positif sebagai pelaku bisnis dan pekerja profesional. Ia memaknai setiap dimensi kewirausahaan dengan baik dan terbuka.
Berkembang baiknya jiwa entrepreneur
pada diri Asila adalah hasil
interaksi yang positif antara dirinya dengan lingkungan KemChicks termasuk di dalamnya interaksinya dengan significant others (Pemilik perusahaan) dan interaksi dengan dirinya sendiri. Tuntutan perannya di KemChicks menjadikan Asila sebagai pribadi yang sangat positif. Di samping itu Asila juga memiliki pengalaman, harapan/tujuan, serta pandangan hidup yang positf, sehingga hal itu berkontribusi pula pada positifnya pemaknaan diri yang bersangkutan.
Penuturan Asila berikut ini dapat menjadi
penguatan analisis di atas: Di HRD tugas utama saya adalah mengembangkan sikap-sikap positif karyawan, tugas sehari-hari, memastikan semua SDM (staf) bekerja dengan kompeten. Saya harus memastikan staf siap bekerja, tidak hanya hadir fisiknya, tapi juga hadir jiwanya. Begitu jam kantor di mulai, saya langsung turun ke lapangan (ke seluruh bagian), memastikan staf yang bekerja di bagian tersebut sudah masuk dan menjalankan aktivitasnya. Jika ada yang tidak masuk, saya harus membantu dulu bagian itu terutama jika keadaannya mendesak. Misalnya bagian gudang harus segera mengeluarkan barang, tetapi packing nya belum selesai, maka saya akan bantu dulu disana
Asila mengaku, dalam beberapa hal banyak meniru gaya Pemilik perusahaan, terutama hal-hal positif, seperti keberanian mengambil keputusan (resiko), berorientasi kedepan, memberi kepercayaan, selalu mendorong kreatifitas dll. Asila juga mendapat banyak “pelajaran dari D’utama. Menurut penilaian Asila, D’utama sangat pintar dan detil, terutama dalam hal display (menempatkan suatu product ditempat yang
pas).
D’utama selalu menekankan pentingnya hal tersebut
diperhatikan pada saat ia menerima karyawan baru. Menurut Asila, ia mencoba mempraktekan ilmu yang ia dapat dari KemChicks. Sore hari setelah pulang dari KemChicks ia berjualan nuget. Menurut Asila, walaupun hasilnya hanya bisa untuk bayar listrik, tapi buat permulaan hal ini
90
tidak masalah baginya, hal itu dilatarbelakangi oleh kesadaran bahwa ia tidak mungkin selamanya bekerja di KemChicks, pada saat ia berhenti, ia ingin usaha yang di rintisnya dari sekarang udah running (jalan). Menurut penuturannya, setiap hari Asila harus datang lebih awal, untuk memastikan semua staf disemua bidang (terutama bidang pengadaan barang dan pelayanan) sudah siap dengan aktivitas mereka pada hari itu. Menurut Asila, ia punya kegiatan rutin di administasi, tapi kalau tidak ada kesibukan setelah ia mengerjakan pekerjaan rutin tsb, ia jalan kesetiap counter. Ia sudah punya catatan, kemana ia harus pergi, misalnya ke gudang untuk memeriksa ketersediaan barang, kemudian ke bagian pengepakan. Setelah selesai ia ke counter atau ke bagian lain, kalau kebetulan di salah satu bagian kekurangan SDM, ia akan turun tangan untuk membantu. Hal-hal seperti biasa ia lakukan, membantu apa saja. Menurut Asila ia tidak bisa diam “hanya berpangku tangan,” hal itu pasti akan membuatnya jenuh, demikian katanya. Menurut pengakuan Asila, dalam menjalankan tugas-tugasnya, ia banyak meniru gaya Pemilik perusahaan dan Ibu Sadino. Ia tiap hari keliling ke tiap bagian, disamping bertujuan untuk mengontrol, ia juga berusaha bisa berkomunikasi dan bercanda dengan “adik-adiknya,” dengan demikian ia berharap tidak ada gap di antara mereka, dan terbangun saling pengertian,
ia berharap mereka dapat
memahami, jika mereka membuat kesalahan, ia pasti akan menegurnya. Resiko yang paling sering ia hadapi adalah dalam hubungannya dengan rekanrekannya, katanya ia pada posisi di tengah, kadang ia ditegur pimpinan langsung atau pimpinan lain yang terkait, kadang dari Pemilik perusahaan.
Informan bercerita,
bahwa ia pernah bertengkar karena ia menegur salah seorang staf. Informan sempat merasa takut karena keluarganya marah dan mengancam.
Untungnya pimpinan
(manager HRD ) meyakinkan dan menguatkannya. Itu membuatnya kuat dan lebih berani menjalankan fungsinya pada waktu-waktu selanjutnya. Menurut informan, ia mengambil pelajaran dari kejadian-kejadian itu, ia merasa posisinya tidak enak, masalah bisa datang dari atas atau dari bawah, sering ia harus menerima teguran karena kesalahan yang tidak ia buat. Asila bercerita; pada
91
waktu ia masih menjadi staf keuangan, pernah ada kejadian, dimana KemChicks harus melakukan pembayaran pada salah satu distributor. Tetapi Manager Keuangan bilang, “jangan bayar dulu,” distributor mengancam, kalau tidak dilakukan pembayaran, pengiriman selanjutnya akan distop. Begitu barang tidak masuk, ia “dimarahi” Manager Pengadaan Pemasaran dan Direktur, saya dianggap salah, karena dinilai keputusan saya tidak tepat. Saya sedih sekali waktu itu, tetapi itulah resiko pekerajaan, “itu tantangan bagi saya.” Demikian informan meyakinkan dirinya sendiri. Meskipun mengalami berbagai masalah, namun informan tetap merasa senang. Penuturan Asila berikut ini kiranya dapat menggambarkan sikap positifnya dalam menghadapi masalah : “Saya berusaha memahami setiap orang, mengenal watak dan sifat-sifat masingmasingnya, dengan begitu saya bisa mengerti apa yang mereka inginkan. Kalo saya bisa, saya akan lakukan apa yang mereka harapkan... Saya berusaha membangun komunikasi yang baik dengan staf. Mendengarkan segala keluh kesah mereka, berusaha memahami dan menanggapi, jika perlu tindakan korektif, saya akan bicara dari hati ke hati, dan menghargai pemikiranpemikiran mereka. Hal yang terakhir ini saya pelajari dari Bapak dan Ibu Sadino. Intinya, saya selalu berusaha menempatkan diri saya pada posisi mereka, selalu saya tanyakan pada diri sendiri “bagaimana saya ingin diperlakukan jika saya ada dalam posisi mereka?” Cara seperti ini sangat efektif pada saat saya harus membuat keputusan untuk mereka.”
Pernyataan dan obsesi Asila sangat menarik perhatian peneliti. Pernyataan tersebut seakan menunjukkan konsep dirinya yang sangat terbuka untuk pembaharuan.
Ia terus memperbaiki dan mengembang dirinya. Ketika peneliti
mengajukan pertanyaan tentang alasan Asila untuk melanjutkan studinya ke jenjang S2 (pertanyaan yang sebenarnya kurang relevan dengan obyek studi ini), namun di luar dugaan ternyata justru mendapat jawaban yang sangat relevan dengan tujuan studi ini, berikut jawaban Asila: “Tidak ada yang menuntut saya untuk melanjutkan sekolah. Saya hanya takut tidak bisa berkembang lagi, saya yakin saya akan bertemu dengan orang-orang yang lebih hebat dari saya, saya ingin bisa mengimbangi mereka...walaupun Bapak mengatakan pendidikan tidak menjamin orang bisa lebih hebat, banyak yang berpendidikan tinggi, tapi tidak punya pengetahuan seperti kita...tapi saya tetap berfikir bahwa tingkat pendidikan menentukan kualitas personal seseorang. Saya kan dibagian HRD, salah satu tugas saya adalah menseleksi karyawan baru,
92
bagaimana bisa menilai orang?, kalo saya tidak paham bagaimana caranya menilai dengan benar”.
Sumber Definisi Situasi Diri dalam Kewirausahaan Divsara Definisi situasi diri Divsara banyak dipengaruhi oleh makna diri dan pengalaman hidupnya. Gambaran definisi situasi diri Divsara, sumber dan proses pembentukan jiwa kewirausahaannya secara ringkas disajikan pada Tabel 8 berikut ini. Tabel 8 Sumber definisi situasi diri dalam kewirausahaan “Divsara” Dimensi Kewirausahaan
Definisi situasi Diri
Sumber definisi situasi diri Makna Diri
Pengalaman
Harapan Tujuan
Pandangan
A. Berorientasi Tugas dan Hasil
(b,d,e,f)
(d,e,f)
(d)
(b)
(b)
B. C. D. E. F.
(a,b) (a,b,c,e,) (a,b,d ) (a) (b,c,d,e)
(a) (a) (d) (-) (b,c,e)
(b) (b,c,e) (b) (a) (b,e)
(a)
(a)
(b,d,e)
(b,d,e)
Pengambil Resiko Kepemimpinan Keorisinilan Percaya diri Berorientasi kemasa depan
Keterangan : A. (b) berorientasi laba (d) mempunyai tekad (e) kerja keras (f) mempunyai dorongan/motif (Meredith et al. 2002). B. (a) tidak kuatir akan situasi yang serba tidak pasti (b) berani mengambil resiko dan selalu antisipatif terhadap kemungkinan gagal (Sukardi, 1991). C. (a ) menjaga keharmonisan organisasi (b) memandang staf sebagai manusia dan bukan sebagai alat produksi (c) menghargai dan menghormati kebutuhan, tujuan, keinginan, perasaan dan ide karyawan (e) menciptakan suasana kerjasama dan gugus kerja dalam organisasi (Meredith et al. 2002). D. (a) Bekerja keras, mencari cara- cara baru untuk memperbaiki kinerja (b) terbuka terhadap; gagasan, pandangan, dan penemuan baru (d) Mampu menciptakan cara/ide baru atau membuat kombinasi-kombinasi baru (Alma, 2003). E. (a) optimis dan yakin bahwa usahanya akan berhasil. (Sukardi, 1991). F. (b) Memiliki visi (sasaran yang ingin dicapai); intuitif dan inisiatif (c) Tanggap terhadap perubahan setiap perubahan dianggap mengandung peluang; (d) Ekonomis dan Efisien (cerdas, bijak, bekerja keras, ekonomis dan efisien); (e) Memiliki Visi Masa Depan (visi pada hakekadnya merupakan pencerminan komitmen – kompetensi – konsistensi; (Fadel Muhamad, 1992 dalam Alma, 2003).
Sebagaimana yang dapat dilihat dari Tabel 8 dimana, Divsara memiliki kualifikasi untuk bisa disebut sebagai entrepreneur (pengusaha) berdasarkan rujukan yang diacu dalam studi ini, yaitu Meredith et al. (2002), Sukardi (1991) dan Alma (2003). Semua dimensi (sifat/ciri) kewirausahaan dirinya berkembang dengan baik. Tabel tersebut adalah gambaran singkat dari definisi situasi diri dan kewirausahaan Divsara, gambaran yang lebih rinci dapat dilihat pada Lampiran 5 Mengacu pada
93
Tabel 8 dan Lampiran 5 tersebut, maka secara ringkas definisi situasi diri dan kewirausahaan Divsara adalah sebagai berikut: Tugas utama Divsara adalah memastikan stafnya bertugas secara kompeten, yang tidak hanya hadir secara phisik tapi juga hadir jiwa dan kemampuannya yaitu “memasarkan”.
Divsara sangat menyadari bahwa staf pemasaran adalah ujung
tombak dari bisnis KemChicks, karena itu ia berupaya
menjalankan tugas dan
fungsinya dengan sebaik-baiknya (memasarkan barang sebanyak-banyaknya). Divsara pun terus berusaha mengembangkan diri mengasah kemampuan, berbuat lebih dari yang bisa dilakukannya sekarang. Tantangan utama bagi Divsara adalah ; tidak semua staf pemasaran memiliki ilmu sekaligus seni menjual/memasarkan. Sebagai pimpinan Divsara harus terus mendidik staf agar sesuai dengan kebutuhan perusahaan. Namun karena mendidik bisa berarti menegur/mengkritisi, Divsara sering berada dalam situasi dilematis. Menurut Divsara masalahnya adalah ; ia tidak bisa bersikap keras apalagi menjatuhkan sanksi, pertama karena ia sendiri adalah pribadi yang halus, sulit sekali bagi Divsara untuk melakukan hal itu.
Divsara lebih memilih untuk menutupi
kelemahan stafnya dengan ia bekerja lebih dari pada ia harus berkonflik. Yang kedua menjatuhkan sanksi bukanlah kewenangannya, tapi wewenang manager HRD. Manager HRD pun mengetahui dan menyadari bahwa; lebih banyak SDM KemChicks yang tidak berbakat, seperti sudah dijelaskan di bagian penjelasan Divuma, sulit mendapatkan SDM yang benar-benar berbakat, jika ada, sulit pula mempertahankannya. Persoalan SDM pada akhirnya menjadi masalah KemChiks secara keseluruhan, tidak ada solusi yang mudah. Menurut Divsara, sementara ini semua orang saling membantu, termasuk kedua Pemilik perusahaan, meskipun saat ini mereka seharusnya sudah pensiun, namun tiap hari mereka tetap datang untuk menyapa, membangun hubungan emosional dan mengedukasi pelanggan dan sekaligus “anak-anaknya.” Meskipun Pemilik perusahaan tidak pernah memberi arahan secara khusus, namun Divsara dan seluruh staf melihat Pemilik perusahaan “mengajarkan” dengan cara menunjukan, suatu pendekatan yang paling penting dalam bidang pemasaran
94
yaitu membangun hubungan/komunikasi dengan pelanggan. Berikut ini pernyataan Divsara tentang hal tersebut; “Bapak dan Ibu Sadino adalah guru utama saya, tiap hari datang kesini hanya untuk menyapa pelanggan mereka dan kami semua, biasanya Bapak akan menyapa mereka dengan bahasa mereka sendiri. Orang Prancis akan disapa dengan bahasa Perancis, orang Jerman atau orang Belanda akan disapa dengan bahasa mereka masing-masing. Itulah hebatnya Bapak, beliau memiliki kemampuan dan kesenangan berkomunikasi dalam berbagai bahasa. Point nya bukan hanya pada kemampuan berbahasa yang dimiliki Bapak, tetapi pada kesenangannya membangun hubungan dan menunjukan emphaty pada orang lain.”
Dari Tabel 8, juga terlihat adanya dimensi kewirausahaan yang tidak dimiliki Divsara, yaitu dimensi kepercayaan diri. Namun masalah Divsara berbeda dengan Divora, Divsara tidak memiliki pandangan yang bertentangan dengan konsep-konsep kewirausahaan. . Menurut Divsara, ketidakpercayaan dirinya semata disebabkan ketidakmampuannya untuk bersikap tegas pada stafnya, sementara jabatan yang dia pimpin sangat membutuhkan kemampuan seperti itu.
Divsara sendiri sangat
menyadari situasi diri dan atau kelemahan dirinya, oleh sebab itu ia berusaha mengimbangi kelemahan-kelemahan tersebut dengan berbuat lebih banyak dari yang seharusnya ia tanggung. Situasi diri Divsara ini dapat disimak melalui pernyataannya seperti berikut; “Orang-orang pemasaran harus memiliki ilmu sekaligus seni.. Tantangannya adalah; tidak semua staf memiliki kemampuan seperti itu, kadang ada yang bahkan tidak memiliki keduanya. Staf juga dituntut memiliki standar etika yang tinggi dan tidak ketinggalan informasi. Hal-hal seperti itu sering menjadi hambatan. Mereka tidak percaya diri, takut salah. Akhirnya mengambil posisis diam..”. (sela; bagaimana Bp mengatasi hal ini?) “Masalahnya; saya pun bukanlah orang yang bisa tegas, saya tidak bisa pecat orang. Akhirnya dari pada menimbulkan konflik, saya lebih memilih melakukan pekerjaan itu sendiri semampu saya..”.
Salah satu syarat penting untuk menjadi entrepreneur menurut Divsara adalah mampu memimpin, kunci sukses memimpin adalah komunikasi.
Pandai
berkomunikasi dalam artian tidak hanya mempunyai keahlian dalam menguasai beberapa bahasa, tetapi juga dalam artian mampu membangun hubungan dan membina hubungan yang baik dengan semua orang yang terlibat dalam usahanya,
95
Menurut Divsara, kemampuan seorang pemimpin mengelola sebuah organisasi juga sangat ditentukan oleh kemampuan komunikasi ini. “Saya tidak bisa memimpin, karena saya tidak bisa berkomunikasi. Saya tidak bisa marah sama orang. Kalo ada yang kerjaannya ngga benar atau salah lebih baik memilih diam, mengerjakan apa yang bisa kerjakan, dari pada saya negor, terus timbul masalah.”
Dari pernyataan Divsara tersebut, Tabel 8 dapat dipahami
dengan lebih
mudah; bahwa meskipun dimensi kewirausahaan Divsara khususnya dalam konteks kepercayaan diri rendah, namun orientasinya terhadap tugas dan hasil baik, demikian pula dengan orientasinya terhadap masa depan. Sumber Definisi Situasi Diri daalam Kewirausahaan Divua Definisi situasi Divua lebih banyak dipengaruhi oleh aspek konsep (makna) dirinya sebagai pengelola KemChicks. Gambaran definisi situasi diri Divua, sumber dan proses pembentukan jiwa kewirausahaannya secara ringkas disajikan pada Tabel 9 berikut. Tabel 9 Sumber definisi situasi diri dalam kewirausahaan “Divua”
Dimensi Kewirausahaan A. B. C. D. E. F.
Berorientasi Tugas dan Hasil Pengambil Resiko Kepemimpinan Keorisinilan Percaya diri Berorientasi kemasa depan
Definisi situasi Diri (d,e,f) (a,b) (f) (b,d ) (a,b,c,d) (e)
Sumber definisi situasi diri Makna Diri (d,e,f) (a,b) (f) (d) (a,b,d) (e)
Pengalaman
Harapan Tujuan
Pandangan
(a,b)
(a,b)
(a,b)
(a,b)
(d) (a,b) (e)
(b,d) (c,d)
Keterangan: A (d) mempunyai tekad (e) kerja keras (f) mempunyai dorongan/motif (Meredith et al. 2002). B. (a) Tidak kwatir akan situasi yang serba tidak pasti (b) Berani mengambil resiko dan selalu antisipatif terhadap kemungkinan gagal (Sukardi, 1991). C. (f) mendelegasikan kekuasaan dan tanggung jawab (memberi ; kepercayaan, pengukuhan, kebebasan membuat keputusan, menerapkan tindakan, berbuat salah, dan mengambil tindakan korektif (Meredith et al.,2002). D. (b) terbuka terhadap; gagasan, pandangan, dan penemuan baru (d) Mampu menciptakan cara/ide baru atau membuat kombinasi-kombinasi baru (Alma, 2003). E. (a) optimis dan yakin bahwa usahanya akan berhasil. (b) percaya diri dengan langsung terlibat dalam kegiatan konkret, (c) keberhasilan atau kegagalan dikaitkan dengan tindakan-tindakan pribadi (d) lebih menyenangi kebebasan dalam mengambil keputusan untuk bertindak (tidak mau bergantung pada orang lain (Sukardi, 1991). F. (e) Penentu Resiko bukan penanggung resiko (Fadel Muhamad, 1992 dalam Alma 2003)
96
Sebagaimana yang dapat dilihat dari Tabel 9, Divua memiliki kualifikasi untuk bisa disebut sebagai entrepreneur (pengusaha) berdasarkan rujukan yang diacu dalam studi ini, yaitu Meredith et al. (2002), Sukardi (1991) dan Alma (2003). Semua dimensi (sifat/ciri) kewirausahaan dirinya berkembang. Tabel tersebut adalah gambaran singkat dari definisi situasi diri dan kewirausahaan Divua, gambaran yang lebih rinci dapat dilihat pada Lampiran 6. Mengacu pada Tabel 9 dan Lampiran 6 tersebut, maka secara ringkas definisi situasi diri dan kewirausahaan D’utama adalah sebagai berikut: Divua mendefinisikan dirinya sebagai orang yang ingin selalu exist; selalu menginginkan perubahan ke arah yang lebih baik. Ia punya motif dan target untuk berhasil.
Sesuai tuntutan perannya; ia terus belajar hal-hal baru, memanfaatkan
jaringan kerja. Divua mengaku mengerti sistematika kerja atau admisnistrasi, karena pada dasarnya ia adalah orang yang dibelakang meja (back office) Dalam hal ‘pengambil resiko’ ia adalah orang yang berbuat, bertanggung jawab dan tidak takut salah. Dalam kepemimpinan; Divua mengaku sebagai orang yang memiliki jiwa kepemimpinan, dapat dipercaya, bertanggung jawab dan memiliki sifat melayani. Ia adalah orang yang menjaga kepercayaan, ia berusaha mengerjakan tugas dengan baik. Divua juga tidak banyak mengungkapkan makna diri dan tuntutan peran yang membuatnya mau atau tidak mau harus mengasah jiwa kewirausahaannya. Tentang tuntutan perannya, Divua antara lain mengatakan bahwa hingga saat ini ia masih suka belajar hal-hal baru, terutama dalam hal mengembangkan sistem jaringan. Dengan sistem jaringan yang ia bangun, Divua mengaku dapat mengerjakan tugastugasnya, mengemban tanggung jawabnya tanpa harus hadir di KemChicks. Dengan kemampuannya itu, Divua mengaku sering dimintai tolong untuk menyelesaikan masalah di KemChicks. Hal lain yang diuangkapkan Divua lebih banyak tentang kelemahan Pemilik perusahaan yang dinilai Divua terlalu banyak memberi kepercayaan dan kepemimpinan yang dinilai Divua sangat lemah, yang menyebabkan rendahnya
97
kinerja staf. Namun sayangnya informasi tersebut tidak relevan dengan pembentukan entrepreneurship diri yang bersangkutan. Sisanya adalah tentang dirinya dengan berbagai kelebihan seperti pernyataan-pernyataan berikut ini. Saya sendiri memang punya sifat perfectionist, saya merasa selama kerja di KemChicks, banyak berbuat untuk menyelamatkannya. Saya memiliki selera tinggi, saya punya kelebihan bisa meyakinkan orang. Saya orangnya pemilih dan berwatak keras, saya punya keyakinan kuat, punya target, harus ada yang bisa saya capai, Prinsip saya, saya tidak semata cari uang, saya ingin dipercaya, oleh sebab itu saya bertekat bahwa saya harus bisa meyakinkan orang, kalo saya berhasil, tentu orang itu akan percaya sama saya. Bapak (Pemilik perusahaan Sadino) paling benci sama orang yang sok tau, tapi kalo saya disuruh, saya tidak mau menolak, saya lakukan aja dulu apa yang saya bisa, saya tipe orang yang ambil resiko, saya ngga takut salah, kalo salah saya juga bisa bertanggung jawab. Ada beberapa teman saya tipe savety player. Takut resiko, cari aman, tapi ngga menyelesaikan masalah, selalu nunggu perintah, menurut saya yang seperti susah juga buat atasan, tidak ada improve.
Dari pernyataan-pernyataan Divua di atas, sepertinya informan memiliki hampir semua sifat dan ciri seorang entrepreneur sejati, namun informan tidak menjelaskan pada konteks atau peristiwa apa sebuah pernyataan muncul, dan pada situasi dan kondisi seperti apa suatu perilaku muncul, serta ada peristiwa atau pengalaman hidup yang bagaimana sehingga ia memiliki sifat-sifat seperti itu. Berbeda dengan informan-informan yang lain, meskipun hanya satu atau dua sifat yang ia sebut sebagai identitas dirinya, namun dengan lugas mereka menjelaskan situasi, history (perjalan/pengalaman hidup yang mereka lalui), lingkungan, pola pengasuhan dan pendidikan yang bisa mendukung pernyataan mereka atas identitas diri mereka itu. Dengan kenyataan seperti itu, lebih banyak inormasi dari Divua yang tidak bermanfaat karena tidak relevan. Menurut informan, seorang entrepreneur harus cerdas, menarik, orang yang memiliki kepercayaan diri dan mempunyai bakat sebagai pemimpin, dan dia bisa memberi kepercayaan. Divua juga mengaku, ia adalah tipe pimpinan yang general, ia mengetahui banyak hal yang berhubungan dengan IT, tapi tidak ahli. Disamping itu ia juga menyebut dirinya sebagai problem solver karena ia selalu diminta untuk memecahkan berbagai persoalan di perusahaan, katanya juga tipe perfect dan
98
konservatif dalam beberapa hal,
itu menjadi kelebihan informan, dan ia juga bisa
jadi leader. Pandangan-pandangan informan lainnya, terutama menyangkut identitas dirinya disajikan seperti yang berikut ini : Sampai sekarang saya masih dipercayai untuk mengurusi masalah finance dan akutansinya tapi belakang mulai dari 2 tahun yang lalu saya juga diminta membangun IT system, memang saya ngga bisa create sepenuhnya, tapi saya udah bilang sama Pak Ari (D’utama), kita harus bangun sistem. Sampai sekarang, belum bisa jalan sepenuhnya, hal ini karena SDM didalam paradigmanya belum bisa berubah, terlalu konfensional, aku-nya terlalu besar, jadi susah melompat. Sepertinya ada ketakutan, kalo sistem dibangun orang akan menjadi robot, tapi tidak selalu seperti itu kan?... Ada kelebihan kalo kita membangun sistem yang bagus, orang mau goblok atau mau pintar, sistem tetap bisa jalan. Yang salah adalah kalo sistem diakalin, sehingga orang bisa berdalih, sistemnya yang ngga benar.
5.2.2 Pembahasan Diri dapat didefinisikan sebagai suatu konsep hypothetis yang merujuk pada perangkat kompleks dari karakteristik fisik, perilaku dan kejiwaan seseorang. Diri sebagai konsep hypothetik artinya orang tidak dapat menggunakan panca indera untuk membuktikan keberadaannya, sebaliknya hal tersebut adalah sesuatu yang dikatakan
ada
karena
orang
membutuhkan
satu
kesatuan
istilah
untuk
menggambarkan segala sesuatu yang dialami panca inderanya (Calhoun & Acocella, 1990). Dalam bidang ilmu psikologi, banyak aspek yang menyangkut diri yang sudah biasa menjadi kupasan. Menurut Markus dan Nurius (1986) dalam (Calhoun & Acocella, 1990), konsep tentang diri meliputi aspek-aspek: (1) Fisik–diri, tubuh dan semua aktivitas biologis berlangsung di dalamnya. Meskipun banyak orang
mengidentifikasi diri mereka lebih pada akal dan
pikiran dari pada dengan tubuh mereka sendiri, tidak dapat disangkal bahwa mana kala tubuh terancam bahaya atau benar-benar cidera–misalnya ketika kaki seseorang harus diamputasi, maka pengertian diri menjadi terganggu. (2) Diri–sebagai proses; suatu aliran akal pikiran, emosi dan perilaku yang konstan. Apabila seseorang mendapat suatu masalah, memberikan respon secara emosional,
membuat
suatu
perencanaan
seperti
misalnya
bagaimana
99
memecahkannya, dan kemudian melakukan tindakan, semua peristiwa tersebut adalah bagian dari diri – sebagai proses. Maka diri–sebagai proses, menjadi markas besar penyesuaian. (3) Diri–sosial, adalah sebuah konsep yang paling penting bagi ahli ilmu-ilmu sosial. Diri-sosial terdiri dari akal pikiran dan perilaku yang kita ambil sebagai respon secara umum terhadap orang lain dan masyarakat. Menurut banyak ahli ilmu sosial, salah satunya Brim (1960) dalam Calhoun dan Acocella (1990), perilaku lebih banyak merupakan hasil dari peran yang dimainkan pada saat tertentu dan bukan bagian dalam ”diri” yang terkait. (4) Konsep–diri, adalah apa yang terlintas dalam pikiran saat berfikir tentang ”saya”. Tiap orang melukis sebuah gambaran mental tentang dirinya sendiri, meskipun gambaran itu mungkin sangat tidak realistis, tetapi semua itu tetap milik diri dan berpengaruh besar pada pemikiran dan perilaku. (5) Citra–diri, citra diri adalah apa yang diinginkan diri atau cita-cita. Citra diri akan menentukan konsep–diri. Tiap bagian diri tersebut saling bergantung satu sama lain; mereka saling tumpang tindih dan saling berkaitan. Misalnya jika fisik–diri mengalami cidera, maka konsep diri akan menderita, akibatnya pikiran dan tingkah laku seseorang (diri sebagai–proses) akan menjadi terganggu, begitu seterusnya. Singkatnya kesatuan bagian-bagian diri saling mendukung untuk membentuk suatu konsep diri yang utuh. Bagi teori interaksionisme simbolik, diri (self) merupakan konsep yang sangat penting. Self merupakan bagian dari lingkungan yang menjadi obyek perbuatan seseorang. Manusia pun
bisa menilai perbuatannya, atau marah terhadap diri
sendiri, menyesali tindakan sendiri atau mengakui bahwa perbuatannya salah. Singkat kata ia bisa mengenal diri sendiri (make indication to himself). Bahkan ia bisa berdialog dengan diri sendiri (self-interaction) (interaksi pribadi) atau minded activity (berfikir). Studi ini pada intinya menyelidiki bagaimana para informan memberikan definisi atau memaknai tentang diri mereka terutama dalam kaitannya dengan fungsi
100
mereka sebagai pengelola sebuah perusahaan, dan bagaimana pengaruh makna diri tersebut dalam pembentukan entrepreneurship mereka ?” Di antara para informan (pengelola) KemChicks, D’utama adalah satu-satunya pengelola yang memiliki perkembangan jiwa kewirausahaan (entrepreneurship) hampir pada semua dimensi, karenanya D’utama memiliki semua kualifikasi untuk bisa disebut sebagai entrepreneur sejati.
Namun diatara dimensi-dimensi
kewirausahaan itu, dimensi orisinilitas lah yang paling menonjol pada D’utama. Dimensi yang
untuk
pengelola
lain
demikian
sulit,
karena
harus terus
menggali/menghasilkan ide-ide kreatif. Kemampuan D’utama menghasilkan inovasi-inovasi baru tidak terlepas dari dukungan dan kesempatan yang diberikan Pemilik perusahaan, disamping ia sendiri memang memiliki bakat dan pengetahuan dibidang yang ia tekuni.
Sejak kecil
D’utama sudah suka berkreasi (membuat gambar tempel - inovasi), lalu menjualnya (ada peningkatan nilai – added value).
Setelah bergabung di KemChick,
kreativitasnya terus berkembang dari inovasi satu ke inovasi yang lain. Tidak hanya dalam satu bidang, tapi pada beberapa bidang (memasak, design ruang, mengelola dan memimpin perusahaan). Sebagai “pemilik” informan sudah pasti menanggung beban finansial dan psikologis. Ia bekerja keras “istilah D’utama ngulik,” detil dan teliti (berorientasi hasil). Menurut Sutanto (2002), kewirausahaan yang sering dikenal dengan sebutan entrepreneurship didefinisikan sebagai proses penciptaan sesuatu yang berbeda nilainya dengan mengunakan usaha dan waktu yang diperlukan, memikul resiko finansial, psikologi dan sosial yang menyertainya serta menerima balas jasa moneter dan kepuasan pribadi. Selanjutnya Sutanto juga mendefenisikan entrepreneurship sebagai sikap dan perilaku mandiri yang mampu memadukan unsur cipta, rasa dan karsa serta karya atau mampu menggabungkan unsur-unsur kreativitas, tantangan, kerja keras dan kepuasan
untuk mencapai prestasi maksimal sehingga dapat
memberikan nilai tambah maksimal terhadap jasa, barang maupun pelayanan yang dihasilkan dengan mengindahkan sendi-sendi kehidupan masyarakat.
101
Berbeda dengan D’utama,
Divuma memaknai entrepreneurship sebagai;
daya tahan dan daya juangnya. Daya tahan dan daya juang bagi informan bermakna; keuletan (motivasi diri), kekuatan menghadapi tantangan dan resiko, belum mau berhenti sebelum berhasil (berorientasi hasil), sabar dan
berkeyakinan. Semua
karakter Divuma ini, sudah terasah sejak ia masih kecil, melalui pendidikan orang tuanya dan pemaknaan informan terhadap philisofi kegiatan olah raga bela diri yang ditekuninya. Karakter/sifat-sifat tersebut, mendapat wadah bagi pengembangannya, sehingga semakin matang setelah Ia bekerja di KemChicks. Menurut pandangan Divuma, entrepreneurship adalah kondisi kejiawaan seseorang yang tidak “cengeng.” Katanya, “untuk menjadi seorang entrepreneur, orang harus me – nol – kan dirinya terlebih dulu, melepaskan egonya, melupakan latar belakangnya, tidak peduli dia pernah sekolah dimana dan sepintar apa?, anak siapa dan sekaya apa orang tuanya?, kalau dia masih memakai semua embel-embel itu, dia tidak akan pernah bisa menjadi seorang entrepreneur.” Makna dan pandangan Divuma terhadap entrepreneurship sesuai dengan pandangan Sutanto (2002). Menurut Sutanto entrepreneurship
merupakan suatu
kualitas dari sikap seseorang bukan hanya sekedar keahlian. seorang entrepreneur memiliki kualitas kepribadian yang tahan banting,
selalu mencari peluang dan
memiliki visi. Dan entrepreneur yang berhasil berangkat dari pandangan untuk berhasil, tidak hanya sekedar berbuat. Entrepreneur adalah mereka yang mengerti dan dapat membedakan antara tantangan dan peluang lalu memanfaatkannya untuk keuntungan mereka.
Seorang entrepreneur
selalu mengamati lingkungannya,
bekerja dengan metode yang bervariasi dalam rangka mengidentifikasi peluangpeluang yang potensial. mereka berharap kejadian-kejadian pada bisnis mereka baik berupa keberhasilan maupun kegagalan merupakan tanda-tanda dari peluang. Entrepreneur dan entrepreneuship menurut Divua, adalah pengusaha, atau seseorang yang pada dasarnya mencari uang yang melibatkan selera bisnis, feeling, penguasaan bidang dan membangun managemen serta membangun komitmen, artinya semua orang yang terlibat harusnya berfikir managerial. Sekarang ini setiap usaha itu sudah harus dilengkapi dengan sistem, nah seorang entrepreneur juga harus
102
punya pemahaman yang cukup di bidang IT (information technology) minimal dalam artian bisa opperating. Apapun penilaian seseorang terhadap dirinya, hal itu adalah konsep-diri yang menjadi milik pribadinya. Konsep–diri menurut Markus dan Nurius (1986), adalah apa yang terlintas dalam pikiran saat berfikir tentang ”saya”. Tiap orang melukis sebuah gambaran mental tentang dirinya, meskipun gambaran itu mungkin sangat tidak realistis, tetapi semua itu tetap milik diri dan berpengaruh besar pada pemikiran dan perilaku. Goss dan O’Hair (1988) dalam Curtis, DB et al. (2002) menunjukan bahwa suatu konsep diri mengacu pada bagaimana individu menilai diri sendiri, seberapa besar Ia berfikir bahwa dirinya berharga sebagai seseorang. Penghargaan diri lebih merupakan suatu persepsi evaluasi publik sedangkan evaluasi yang lebih pribadi.
Konsep diri merupakan
Pesan-pesan intern mengenai diri (konsep diri dan
penghargaan diri), dalam kadar yang besar mengarahkan individu untuk merasakan diri dalam berhubungan dengan orang lain. Pengembangan konsep-diri merupakan proses yang relatif pasif.
Intinya
adalah orang berperilaku dengan cara tertentu dengan mengamati reaksi orang lain terhadap perilaku dirinya. Mead & Cooley dalam Curtis, Floyd & Winsor (2002) yakin bahwa konsep-diri merupakan suatu cerminan cara yang disajikan orang lain sebagai tanggapan kepada individu. Kesan pribadi seseorang merupakan cerminan cara yang dipikirkan orang tersebut mengenai reaksi orang lain kepadanya. Secara analitik, Mead (1863-1931) dalam Charon (1978) membedakan diri pribadi antara “I” dan “Me” (diterjemahkan: Aku dan Diriku), masing-masing mewakili subyek dan obyek individu. Perbedaan analitik ini menunjukan bahwa diri-pribadi bisa dilihat sebagai suatu proses, disamping sebagai obyek. Sebagai suatu proses sosial, diri-pribadi mempuyai dua makna. Pertama, ia terus menerus terlibat dalam dialog antara “aku” dan “diriku,” communication with self, atau selfinteraction.
Kedua diri itu sendiri
lahir dari pengalaman sosial, pengalaman
berinteraksi dengan orang lain, communication with others. Kesadaran bahwa “aku pemalas”, “aku enerjik,” atau “aku pemboros,” sebagian, karena pengalaman interaksi
103
sosial “Aku” dengan individu lain yang kemudian direfleksikan lagi dalam selfinteraction” (Mead dalam Lesmana 2002). Divora menyebut dirinya hanya seseorang yang membantu Pemilik perusahaan di perusahaan KemChicks.
Kecintaan dan kepeduliannya
pada
perusahaan terutaman pada Pemilik perusahaan dan Ibu Sadino, ditunjukannya dalam bentuk simbol-simbol ‘bekerja dengan sebaik-baiknya’. entrepreneurship bagi informan ditekankan pada
Makna entrepreneur –
ciri “orang yang memilki
perusahaan”. Definisi situasi (makna) entrepreneur bagi Divsara dan Divora, agaknya merujuk pada definisi klasik entrepreneur. Entrepreneur seringkali diartikan sebagai seseorang yang memulai bisnis baru, kecil dan milik sendiri (Drucker, 1985). Namun sesungguhnya
definisi
klasik entrepreneur tersebut sudah lama dipertanyakan
bahkan dinegara dimana teori-teori tentang entrepreneuship ini lahir dan berkembang (Amerika). Menurut Druker siapapun dapat dan bisa belajar menjadi entrepreneur. Namun orang-orang yang selalu menginginkan kepastian dalam hidupnya tidak bisa menjadi entrepreneur yang baik, bahka juga tidak bisa sukses dalam bidang apapun. Simbol-simbol diri yang ditunjukkan oleh Asila, menunjukkan keunikan tersendiri.
Saat ini ia bekerja sebagai pekerja profesional di KemChicks, tetapi
sedang menuju proses untuk menjadi entrepreneur dalam artian yang sesungguhnya. Motivasi pencapaiannya tidak hanya terlihat dari aktivitasnya di KemChicks, tetapi juga pada usaha milik pribadi yang sedang ia rintis. Motivasinya bukan hanya sukses di bidang bisnis, tetapi juga di bidang pendidikan. Entrepreneur – entrepreneurship bagi Asila adalah orang yang memiliki jiwa wirausaha, dan juga memiliki kemauan,
“seperti Pak Sadino misalnya, beliau
memiliki kemauan dan tekad bagaimana dari usaha telur bisa berkembang lebih maju, berani dengan resiko apapun dan tidak ragu-ragu memutuskan sesuatu” demikian Asila memaknainya. Asila “belajar” dari situasi sosial entreprneurship KemChicks dan dari setiap perilaku orang-orang yang ada di KemChicks, baik sesama pengelola atau staf
104
maupun dari pelanggan, namun nama yang paling sering disebutnya adalah Pemilik perusahaan dan D’utama. Menurut Swann (1983); Mischel (1986) dalam Calhoun & Acocella (1995) Konsep-diri mungkin dipengaruhi oleh situasi lingkungan, menurut, terdapat bukti kuat adanya kemampuan berubah dari manusia, namun pengalaman sehari-hari memberi kesan bahwa orang-orang memiliki kepribadian ”inti” yang terus bertahan selamanya. Kualitas yang paling menonjol dari diri adalah kesinambungan dan konsistensi yang tampak. Terlepas apakah eksisitensi dapat dibuktikan atau tidak secara ilmiah, kebanyakan orang percaya mereka memiliki ‘diri’, dan keyakinan itu sendiri membuat diri menjadi hal yang penting dalam penyesuaian diri. Walaupun diri memiliki kesatuan dan kesinambungan, namun tidak bersifat tetap.
Hal ini menyangkut serangkaian proses, bukan sebagai hasil akhir suatu
produk. Sebagaimana telah ditunjukan oleh para eksistensialis, kita semua sedang dalam keadaan ”menjadi”, keadaan bertumbuh dan berubah.
Pengalaman-
pengalaman baik akan mempernbaiki konsep diri kita, dan sebaliknya. Perubahan ini membentuk penyesuaian diri, sentuhan yang tidak pernah berhenti, orang lain dan lingkungan. Orang dapat mengarahkan penyesuaian diri sehingga perubahan diri sesuai dengan pilihan (Calhoun & Acocella, 1995). Realitas di atas, sesuai dengan yang dijelaskan oleh Meredith et al. (2002), bahwa dari semua ciri dan sifat seorang entrepreneur (percaya diri, berorientasi tugas dan hasil, pengambil resiko, kepemimpinan, keorisinilan dan berorientasi kemasa depan) mustahil bisa ditemui seorang wirausahawan mendapat angka tinggi untuk semua sifat-sifat itu, namun besar kemungkinannya bahwa wirausahawan tersebut akan mendapat angka tinggi untuk kebanyakan sifat-sifat itu, terutama kepercayaan terhadap diri sendiri, kemampuan mengambil resiko, fleksibelitas, keinginan untuk mencapai sesuatu, dan keinginan untuk tidak tergantung pada orang lain. Jika temuan di atas dihubungkan dengan teori interaksi simbolik, dapat dijelaskan bahwa perbedaan ciri dan sifat entrepreneur yang satu dengan entrepreneur yang lain, adalah karena setiap informan memiliki makna sendiri terhadap ‘diri’ dan entrepreneurship. Menurut teori komunikasi, meskipun orang-
105
orang terekspose (exposured) dengan informasi yang sama dalam lingkungan yang sama, namun penafsiran atau pemaknaan setiap orang terhadap
diri dan
entrepreurship tersebut bisa sangat berbeda satu sama lain. Hal ini menurut kedua teori tersebut disebabkan karena setiap orang memiliki personaliti (tujuan hidup, pengalaman, persfektif dan pemikiran) yang berbeda.
Kajian ini membuktikan
kebenaran teori tersebut. Temuan ini juga membuktikan konsistensi pandangan George Herbert Mead, yang menyatakan bahwa manusia adalah mahkluk yang berfikir, dalam dirinya manusia selalu berdialog dengan diri sendiri (intra komunikasi) dan atau berinteraksi dengan dirinya sendiri (self interaction). Manusia tidak pasif menerima begitu saja pengaruh orang lain dan lingkungan terhadap dirinya sebagaimana yang dimaksudkan oleh teori psikologi
behavioristik.
Manusia
juga
bukan
hasil konstruksi
lingkungannya sebagaimana yang dimaksudkan oleh teori konstruktivisme. Berbeda dengan mahkluk hidup lainnya, manusia sesungguhnya adalah sosok yang bebas yang dalam batas tertentu dapat menentukan sendiri tindakannya. Sebelum melakukan tindakan, manusia terlebih dahulu merumuskan situasi (define the situation) lingkungan yang dihadapinya. mempengaruhi kejadian saat ini,
Kejadian masa lalu dapat
harapan dan tujuan juga dapat mempengaruhi
tindakan saat ini. Namun keputusan yang diambil seseorang selalu didasarkan atas analisis dan rumusan terhadap situasi rill yang dihadapinya saat ini (Blommer dan Spradly dalam Endraswara , 2001) Mead juga menyatakan, manusia berinteraksi dengan dunia di luar diri yang merupakan lingkungannya, karenanya manusia sangat kaya dengan berbagai informasi yang disumbangkan oleh lingkungannya tersebut, namun manusia tidak akan begitu saja meniru perilaku-perilaku, kebiasaan-kebiasaan atau budaya orang lain, tanpa memikirkan terlebih dahulu tindakan yang diambilnya.
Keputusan
manusia untuk bersikap atau berperilaku tertentu, sepenuhnya lahir dari dari proses berfikir atau pemaknaanya terhadap obyek sikap dan perilaku tersebut (Charon,1998).
106
5.3. Interaksi dan Pembentukan Jiwa Kewirausahaan (entrepreneurship) Pengelola KemChicks 5.3.1
Hasil Dari dua temuan diatas yaitu tentang “Definisi Situasi Sosial dan Definisi
Situasi Diri bagi Pembentukan Jiwa Kewirausahaan Pengelola KemChicks,” maka diperoleh temuan yang utuh dari studi ini yaitu tentang “Interaksi dan Pembentukan Jiwa Kewirausahaan (entrepreneurship) Pengelola KemChicks.” Gambaran dari temuan studi ini secara ringkas disajikan pada Tabel 10. Tabel 10 Interaksi dalam pembentukan jiwakewirausahaan (entrepreneurship) pengelola KemChicks Proses dan Sumber Pembentukan Jiwa Kewirausahaan (Entrepreneurship) Diri
Berorientasi tugas dan hasil D’utama (a, c, d, e, f, g) Divora (c,f) Divuma (a, c, d, e, f, g) Asila (a, c, d, e, f, g) Divsara (a, d, e, f, g) Divua (a,d, e, f, g) “Pengambil Resiko”
a,c,d,e,f,g
Significant others
Situasi Sosial
Tuntutan Peran
d,e,f
d,f,g
d,e,f
-
Pengalaman
Harapan Tujuan
Pandangan
c,e
d,f,g
a,d,f
c,f
-
c
a,c,d,e,f,g
c,d,e,g
c,d
c,d
c,d,e
c,d,f,g
c,d,e,f
c,d,e,f
d,e,f,g
c,d,e,f,g
a
d,e,f,g
d,e,f
f, g
a,d,e,f,g
b
d
b
a
d,e,f
d,f,g
a,b
a,b
a,b
a,b
a,b
a,b
a,b
-
0
-
a
a,b
a,b
a
a,b
a.b
Asila (a, b)
b
a,b
a,b
a,b
a,b
Divsara (a, b)
a
b
b
b
a,b
a,b
D’utama (a, b) Divora (a) Divuma (a, b)
Divua
(a, b)
c,d,e,f
a,d,f,g
0
a,b
a a,b
a,b
a,b
107
Tabel lanjutan Proses dan Sumber Pembentukan Jiwa Kewirausahaan (Entrepreneurship) Konsep Diri
Significant others
Situasi Sosial
Tuntutan Peran
Pengalaman
Harapan Tujuan
Pandangan
a,b,c,e,f
b,e,f
a,b,c,d,e
a,b,c,d,e
b,e,f
a,e
a,b,c,d,e
a,b,c,d,f
a,b,c,d,e
b,c,d,e
e
d,e,f,
a,b,c,d,e,f
a,b,c,d,e
a,c,f
c
d,e,c
b,c,d
f
d,e
a
a,b,c,d,e
b, c,d,e
b
b,c,e
e
b,c,d
f
D’utama (a, b, c, d) Divora (-)
b,c,d
a,b,c,d
b,c,d
a,c,d
b,c,d
-
0
0
-
-
Divuma (a, b, c, d) Asila (a, b, c, d) Divsara (a, b, c, d) Divua (a, b, c, d)
a,c,d
a,b,c,d
d
a,b,c,d
b,d
b,c
a
a
b
“Kepemimpinan” D’utama (a, b, c, d, e, f) Divora (a, b, c, d, e, f) Divuma (a, b, c, d, e, f) Asila (a, b, c, d, e, f) Divsara (a, b, c, d, e) Divua (a, b, c, d, e, f)
a,c
a,b,c
a,b,c
b,c
“Keorisinilan”
a d
c
a,b,c,d
d
-
-
D’utama (a,b, c, d) Divora (-)
a,c,d
a,b,c,d
a
Divuma (a, b, c) Asila (a, b, c, d) Divsara (a, b, c, d) Divua (a, b, c, d) “Berorientasi ke Masa Depan” D’utama (a, b, c, d, e) Divora (-)
a,b,c
b
a,b,d
a,d
a,c
a
c
d
b,d
b,c
a
“Percaya Diri” a,b,c
a
-
a,b,c
c
a
a,c
a,b,c
a,b,c,d
c
a,b,d
b,c
a
a,b,d
a,b,d
a,b,c
a,b
a,b
c,d
b,e
a,b,c,d,e
b,c,e
c
b,c,e
b,d,e
-
0
b
b,e
b,d,e
Divuma (a)
a
Asila (a, b, c. d, e) Divara (a, b, c, d, e) Divua (a, e)
a
b,c,e e
a
a,b,c,d,e
b,d,e
a,b,e
b.e
a
e
108
Keterangan : A. (a) kebutuhan berprestasi (c) tekun dan tabah (d) mempunyai tekad (e) kerja keras (f) mempunyai dorongan/motif (g) energitik dan inisiatif (Meredith et al. 2002). B. (a) Tidak kuatir akan situasi yang serba tidak pasti (b) berani mengambil resiko dan selalu antisipatif terhadap kemungkinan gagal (Sukardi, 1991). C. (a ) menjaga keharmonisan organisasi (b) memandang staf sebagai manusia dan bukan sebagai alat produksi (c) menghargai dan menghormati kebutuhan, tujuan, keinginan, perasaan dan ide karyawan (d) membangun komunikasi timbal balik yang baik dengan staf (e) menciptakan suasana kerjasama dan gugus kerja dalam organisasi (f) mendelegasikan kekuasaan dan tanggung jawab (memberi ; kepercayaan, pengukuhan, kebebasan membuat keputusan, menerapkan tindakan, berbuat salah, dan mengambil tindakan korektif (Meredith et al. 2002). D. (a) Bekerja keras, mencari cara- cara baru untuk memperbaiki kinerja (b) terbuka terhadap; gagasan, pandangan, dan penemuan baru (c) tidak terpaku pada masa lampau, gagasan-gagasan lama tetapi berpandangan ke depan dan mencari ide-ide baru (d) Mampu menciptakan cara/ide baru atau membuat kombinasi-kombinasi baru (Alma, 2003). E. (a) optimis dan yakin bahwa usahanya akan berhasil. (b) percaya diri dengan langsung terlibat dalam kegiatan konkret, (c) keberhasilan atau kegagalan dikaitkan dengan tindakan-tindakan pribadi (d) lebih menyenangi kebebasan dalam mengambil keputusan untuk bertindak (tidak mau bergantung pada orang lain (Sukardi 1991). F. (a) memiliki jiwa kepemimpinan hangat, memdorong pengem-bangan staf, disenangi bawahan (b) Memiliki visi (sasaran yang ingin dicapai); intuitif dan inisiatif (c) Tanggap terhadap perubahan setiap perubahan dianggap mengandung peluang; (d) Ekonomis dan Efisien (cerdas, bijak, bekerja keras, ekonomis dan efisien); (d) Memiliki Visi Masa Depan (pencerminan komitmen – kompetensi – konsistensi; (e) Penentu Resiko bukan penanggung resiko (Fadel Muhamad, 1992 dalam Alma, 2003)
Dari Tabel 10 terlihat
bahwa: setiap dimensi dari kewirausahaan semua
pengelola KemChicks secara umum berkembang dengan baik, kecuali Divora. Pengembangan dimensi jiwa kewirausahaan Divora sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya, hanya pada tiga dimensi saja yaitu dimensi A, B dan C. Pengembangan dimensi A hanya pada kategori c, dan f, pengembangan dimensi B hanya pada kategori a, sedangkan pengembangan dimensi
C (kepemimpinan) Divora dapat
dikatakan berkembang dengan baik. Sedangkan pada pengelola KemChicks yang lainnya, perkembangan setiap dimensi kewirausahaan mereka secara umum dapat dinilai berkembang positif. Tabel 10 memperlihatkan peran significant others yang nyata. Perkembangan dimensi kewirausahaan pengelola KemChicks, hampir semuanya bersumber dari interaksi pengelola dan pemaknaannya terhadap kewirausahaan significant others (khususnya Pemilik perusahaan). Hampir semua dimensi kewirausahaan Pemilik perusahaan menjadi acuan, dan diaplikasikan dalam kepemimpinan pengelola KemChicks itu sendiri, terutama dalam gaya kepemimpinan (dimensi C) yang menekankan pendekatan kekeluargaan.
109
Beberapa orang pengelola mengatakan bahwa pengaruh Pemilik perusahaan sangat dominan di KemChicks, dari diskusi dengan mereka, tergambar jelas bahwa KemChicks sangat bergantung pada figur Pemilik perusahaan. Pada beberapa kasus, definisi pengelola terhadap situasi sosial KemChicks (di luar peran significant others) tidak begitu bermakna bagi pengembangan dimensi kewirausahaan mereka. Tabel 10 menunjukan bahwa situasi sosial KemChicks hampir tidak memiliki implikasi terhadap pengembangan dimensi E (Kepercayaan diri) dan F (Berorientasi pada masa depan) dari hampir semua pengelola KemChicks, sementara pemaknaan pengelola terhadap significant others masih tetap terlihat nyata. Tabel 10 juga juga memperlihatkan dominansi pengaruh tuntutan peran terhadap pengembangan dimensi jiwa kewirausahaan pengelola KemChicks. Semua informan memaknai perannya dengan baik, dan mengalami perkembangan diri sesuai dengan tuntutan peran mereka masing-masing. Tuntutan perannya itulah yang menuntun mereka untuk mengembangkan sikap dan perilaku kewirausahaan. Hal ini dapat disimak dengan mudah dari kasus Divora. Meskipun dimensi kewirausahaan Divora
secara umum kurang berkembang dengan baik, namun dalam dimensi
kepemimpinan perkembangan kewirausahaan Divora sangat baik. Pengembangan dimensi kepemimpinan Dovora ini, seperti terlihat pada Tabel 10, antara lain bersumber dari pemaknaannya terhadap tuntutan perannya sebagai salah seorang pengelola dan pimpinan salah satu divisi di KemChicks. Di samping interaksi dan pemaknaan (definisi) situasi sosial, studi ini juga menemukan peran penting dari interaksi dan pemaknaan diri sendiri dari para pengelola KemChicks dalam pembentukan dan pengembangan jiwa kewirausahaan mereka. Makna (konsep) diri seseorang dibangun dari berbagai aspek diri antara lain; pengalaman, tujuan/harapan dan padangan diri. Setiap aspek diri seseorang akan terus berkembang sepanjang waktu, dalam proses komunikasi dan interaksinya dengan lingkungannya, demikian pula halnya dengan pengelola KemChicks. Seperti terlihat pada Tabel 10, pengaruh makna (konsep) diri semua pengelola KemChicks terlihat nyata dalam pembentukan dan pengembangan dimensi jiwa kewirausahaannya. Makna diri pengelola KemChicks berpengaruh langsung terhadap
110
definisi situasi diri mereka sebagai pelaku usaha, yang kemudian menentukan tindakan atau prilaku kewirausahaan para pengelola KemChicks yang bersangkutan. Beberapa kasus pada pengelola KemChicks, dapat menunjukan peran penting makna (konsep) diri dalam pembentukan dan pengembangan jiwa kewirausahaan. Misalnya pada kasus Divora. Sejak awal Divora dengan tegas mengatakan bahwa dirinya bukanlah seorang entrepreneur, namun hanya seorang pekerja di KemChicks. Ia tidak ingin dan tidak mau menjadi seorang entrepreneur karena takut tidak dapat mempertanggungjawabkannya di hadapan Allah. Makna (konsep) diri Divora ini, membawa implikasi secara langsung pada sikap dan perilaku kewirausahaannya. Karena konsep dirinya negatif terhadap kewirausahaan, maka sikap dan perilaku
yang muncul juga
bertentangan dengan prinsip-prinsip kewirausahaan (entrepreneurship). Contohnya, Divora tidak merasa perlu untuk menyumbangkan ide-ide kreatif bagi pengembangan KemChicks, karena menurut Divora hal itu bukanlah kewajibannya. Dari temuan-temuan di atas, dapat disimpulkan bahwa interaksi pengelola KemChicks dengan lingkungan (situasi) sosial KemChicks dan interaksinnya dengan dirinya sendiri, sangat
berperan. dalam pembentukan dan pengembangan jiwa
kewirausahaan mereka. Setiap aspek dari lingkungan (situasi) sosial KemChicks dan aspek diri dari pengelola KemChicks itu sendiri saling mempengaruhi satu sama lain dan menjadi
sumber pembentukan dan pengembangan jiwa kewirausahaan
pengelola KemChicks tersebut. Meskipun semua dimensi kewirausahaan dari semua pengelola KemChicks berkembang sesuai dengan peran dan tanggung jawabnya, namun derajad perkembangannya tidaklah sama bagi tiap-tiap individu pengelola.
Hal ini pada
Tabel 10 ditunjukan dengan symbol huruf a s/d g (simbol-simbol huruf ini yang disebut kategori pada bahasan-bahasan sebelumnya). Dengan kata lain, kategori dari dimensi kewirausahaan masing-masing individu pengelola berbeda satu sama lain. Kategori kewirausahaan mana yang lebih berkembang pada seorang individu pengelola KemChicks, sangat tergantung pada bagaimana makna kategori
111
kewirausahaan tersebut baginya. Hal inilah yang kemudian menjadi ciri diri dan kewirausahaan bagi masing-masing orang (pengelola). 5.3.2 Pembahasan Sebagaimana bahasan di atas, studi ini menemukan bahwa sebagian dari perkembangan dimensi kewirausahaan pengelola KemChiks itu bersumber dari pemaknaanya (definisi) terhadap situasi sosial KemChicks dan sebagiannya adalah hasil pemaknaannya (definisi) terhadap diri sendiri dari pengelola tersebut. Diantara aspek lingkungan (situasi) sosial, terlihat adanya dominansi pengaruh significant others dan tuntutan peran pengelola dalam organisasi KemChicks. Sementara itu, makna (konsep) diri pengelola KemChicks sendiri tidak kalah penting perannya bagi terbentuk dan berkembangnya
dimensi kewirausahaan dalam diri pengelola
KemChicks yang bersangkutan. Interaksi berarti aksi atau tindakan seseorang yang senantiasa
memper-
hatikan aksi atau tindakan orang lain yang ditujukan kepadanya, action that takes account one other (Charon,1998), atau seperti yang dikatakan oleh George Simmel dalam Lesmana (2001), action which is mutually determined. Interaksi berarti seseorang
tidak hanya dipengaruhi oleh orang lain, tetapi ia pun senantiasa
mempengaruhi orang lain. Interaksi juga berarti tindakan seseorang dibangun atas dasar tindakan orang lain yang ditujukan terhadapnya didalam situasi tertentu. Ini berarti individu juga senantiasa memperhatikan dan menginterpretasikan tindakan mitra interaksinya sebelum bertindak (Lesmana, 2001). Interaksi adalah proses
dimana kemampuan berfikir dikembangkan dan
diperlihatkan. Semua jenis interaksi memperbesar kemampuan kita untuk berfikir. Dalam kebanyakan interaksi, aktor harus memperhatikan orang lain dan menentukan kapan dan bagaimana cara menyesuaikan aktivitasnya terhadap orang lain (Manis & Melzer, 1978 dalam Ritzer & Goodman 2007). Dari hasil interaksi sosialnya, individu juga menyadari adanya kebudayaan (the generalized other), istilah yang dipergunakan diperhatikan, bahkan ditaati dalam interaksi sosial.
oleh Mead yang perlu Dikatakan oleh Mead “the
112
matured self arises when a generalized other is internalized so that the community exercise control over the conduct of its individual
members”.
Hanya dengan
menghayati dan melaksanakan kebudayaan yang berlaku dalam masyarakat tempat terjadinya interaksi, individu dikatakan bisa mencapai tingkat kedewasaan yang matang (Charon, 1998). Kecuali dipengaruhi oleh interaksi dengan individu lain, tindakan individu juga dipengaruhi
oleh interaksi dengan diri-pribadi (self).
Sebelum mengambil
keputusan, individu berdialog dengan diri pribadi mengenai obyek yang dihadapi. Komunikasi dan dialog dengan diri pribadi menjadi sasaran untuk menginterpretasi makna obyek.
Konsep diri, pengalamannya terhadap obyek di masa lampau,
kepentinganya terhadap obyek tersebut, dan faktor resiko menjadi bahan penting dalam proses interaksi dengan self (Charon, 1998) Intra-komunikasi dalam diri individu dimungkinkan karena tiap-tiap individu memiliki self (diri-pribadi). Self merupakan bagian dari lingkungan yang menjadi obyek perbuatan seseorang. Manusia pun
bisa menilai perbuatannya, atau marah
terhadap diri sendiri, menyesali tindakan sendiri atau mengakui bahwa perbuatannya salah.
Singkat kata ia bisa mengenal diri sendiri (make indication to himself).
Bahkan ia bisa berdialog dengan diri sendiri yang dinamakan self-interaction (interaksi pribadi) atau minded activity (berpikir) (Charon, 1998) Jika temuan di atas dihubungkan dengan teori interaksi simbolik, dapat dijelaskan bahwa perbedaan ciri kewirausahaan pengelola KemChicks yang satu dengan pengelola KemChicks yang lain, adalah karena setiap orang memiliki makna sendiri terhadap ‘diri’ dan entrepreneurship (kewirausahaannya). Menurut teori komunikasi, meskipun orang-orang terekspose (expousured) dengan informasi yang sama dalam lingkungan yang sama, namun penafsiran atau pemaknaan setiap orang terhadap diri dan entrepreurship tersebut bisa sangat berbeda satu sama lain. Hal ini menurut kedua teori tersebut disebabkan karena setiap orang memiliki personaliti (tujuan hidup, pengalaman, persfektif dan pemikiran) yang berbeda. membuktikan kebenaran teori tersebut.
Kajian ini
113
William James (1842-1910) (dalam Denzin, 1992) secara khusus mempelajari hubungan antara mind and body. Menurut James apa yang dilakukan manusia, sebagian
besar diyakini lahir
dari
kesadaran yang reflektif
(reflektive
consciousness). Bagi James, kesadaran merupakan tema utama yang harus dipelajari oleh psikologi. Dua konsep lain yang dikemukakan oleh James adalah diri-pribadi (self) dan realita. Diri-pribadi diakui sebagai pusat kesadaran manusia, terdiri atas “I ” dan “Me” (“Aku” dan “Diriku”), masing-masing mewakili subyek dan obyek individu. Tiap manusia sesungguhnya memiliki banyak diri-pribadi: sebagai suami atau istri di rumah, sebagai pendidik di sekolah,
sebagai anggota masyarakat dan lain-lain.
Konsep “Aku” dan “Diriku” kemudian dikembangkan oleh Mead dalam teorinya interaksi simbolik (Denzin, 1992). Temuan ini juga membuktikan konsistensi pandangan George Herbert Mead, yang menyatakan bahwa manusia adalah mahkluk yang berfikir, dalam dirinya manusia selalu berdialog dengan diri sendiri (intra komunikasi) dan atau berinteraksi dengan dirinya sendiri (self interaction). Manusia tidak pasif menerima begitu saja pengaruh orang lain dan lingkungan terhadap dirinya sebagaimana yang dimaksudkan oleh teori psikologi
behavioristik.
Manusia
juga
bukan
hasil konstruksi
lingkungannya sebagaimana yang dimaksudkan oleh teori konstruktivisme. Berbeda dengan mahkluk hidup lainnya, manusia sesungguhnya adalah sosok yang bebas yang dalam batas tertentu dapat menentukan sendiri tindakannya. Sebelum melakukan tindakan, manusia terlebih dahulu merumuskan situasi (define the situation) lingkungan yang dihadapinya. mempengaruhi kejadian saat ini,
Kejadian masa lalu dapat
harapan dan tujuan juga dapat mempengaruhi
tindakan saat ini. Namun keputusan yang diambil seseorang selalu didasarkan atas analisis dan rumusan terhadap situasi rill yang dihadapinya saat ini (Blommer dan Spradly dalam Endraswara , 2001) Mead juga menyatakan, manusia berinteraksi dengan dunia di luar diri yang merupakan lingkungannya, karenanya manusia sangat kaya dengan berbagai informasi yang disumbangkan oleh lingkungannya tersebut, namun manusia tidak
114
akan begitu saja meniru perilaku-perilaku, kebiasaan-kebiasaan atau budaya orang lain, tanpa memikirkan terlebih dahulu tindakan yang diambilnya.
Keputusan
manusia untuk bersikap atau berperilaku tertentu, sepenuhnya lahir dari dari proses berfikir atau pemaknaanya terhadap obyek sikap dan perilaku tersebut (Charon,1998). Peran sosial cendrung membentuk perilaku, tanpa mempedulikan karakter seseorang. Perilaku mungkin dipengaruhi karakteristik orang-orang yang dipergauli, ini disebut penyesuaian diri. Menurut Goffman ( 1959) dalam Mulyana (2007), proses penyesuaian diri merupakan bagian dari apa yang dikenal sebagai managament impression (manajemen-kesan), kebiasaan orang untuk menyesuaikan kata-kata, dan perilaku sedemikian rupa sehingga menghasilkan kesan yang diinginkan dari orang-orang yang mengawasi – untuk membuat mereka menyukai, menghargai, takut atau apa saja yang diinginkan.
115
VI. KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan Beberapa temuan dari penelitian ini dapat disimpulkan sebagai berikut : (1). Situasi sosial (society) KemChicks dimaknai sebagai kondisi yang serba ”menyenangkan” (comfort zone) bagi pengelola KemChiks.
Interaksi yang
berlangsung dalam lingkungan perusahaan KemChicks dinilai sangat dinamis dan hangat dalam suasana kekeluargaan. Setiap orang merasa nyaman, dihargai dan diakui keberadaannya sebagai anggota keluarga dan merupakan bagian yang telah ikut membangun dan membesarkan perusahaan. Significant others – Pemilik Perusahaan Sadino memiliki sifat dan ciri layaknya seorang
entrepreneur
sejati,
namun
penekanan
makna
’diri’
dan
entrepreneurship Pemilik Perusahaan berbeda bagi masing-masing pengelola KemChicks.
Keputusan untuk mengadopsi nilai-nilai entrepreneurship yang
mana dari yang ”diajarkan” Pemilik Perusahaan, ditentukan oleh kesesuaian nilai-nilai tersebut dengan konsep diri pengelola KemChicks itu sendiri. (2). Masing-masing pengelola KemChicks berkembang sesuai dengan definisi situasi ’dirinya sendiri’. Keputusan untuk menjadi entrepreneur tipe yang manapun, atau bahkan untuk tidak menjadi entrepreneur seperti apapun, lebih banyak dipengaruhi oleh interaksi dengan dirinya sendiri.
Studi ini membuktikan
bahwa, meskipun seorang pelaku usaha berinteraksi dalam lingkungan usaha / situasi sosial
kewirausahaan yang paling mendukung sekalipun, namun
keputusan untuk mengadopsi nilai-nilai kewirausahaan dari lingkungan tersebut, akhirnya ditentukan oleh definisi situasi diri mereka sendiri. (3). Interaksi pengelola KemChicks, baik dengan situasi sosial perusahaan maupun dengan diri sendiri menghasilkan pemahaman (definisi situasi) tentang diri dan kewirausahaannya, yang menentukan arah pembentukan/pengembangan dimensi kewirausahaan masing-masing pengelola.
Dimensi kewirausahaan semua
pengelola perusahaan tersebut mengalami perkembangan yang signifikan (semua
116
informan kecuali D’utama, mengaku tidak berlatar belakang bisnis sama sekali, mereka belajar semua hal tentang bisnis di KemChicks), meskipun dengan derajad yang berbeda-beda. 6.2 Saran
Studi ini membuktikan bahwa, interaksi dalam suatu lingkungan/ situasi sosial wirausaha (bisnis) dapat menjadi salah satu metode/strategi pembentukan dan pengembangan jiwa kewirausahaan, namui hasil studi ini harus diuji dalam konteks yang lebih luas (makro). Oleh sebab itu, disarankan kepada peneliti selanjutnya untuk melakukan penelitian dalam konteks makro.
117
DAFTAR PUSTAKA Alma B. 2003. Kewirausahaan. Bandung: ALFABETA. Arrianie L. 2010. Komunikasi Politik, Politik dan Pencitraan di Panggung Politik. Bandung : Widya Padjadjaran. Charon JM. 1998. Symbolic Interaction: An Introdction, An Interpretation, An Integration. Sixth Edition, Englewoods Cliffs, New Jersey: Prentice Hall, Inc. Calhoun JF., Acocella JR. 1995. Psikologi Tentang Penyesuaian dan Hubungan Kemanusiaan (Terjemahan). Semarang: IKIP Creswell JW. 1998. Qualitative Inquiry and Research Design : Choosing Among Five Traditions. Thousand Oaks : Sage Curtis DB, Floyd JJ, Winson JR editor. 2000. Komunikasi Bisnis dan Profesional (Terjemahan). Bandung: Remaja Rosdakarya. DeVito JA. 1997. Komunikasi Antar Manusia. Alih Bahasa Ir. Agus Maulana MSM. Jakarta: Professional Books. Denzin. 1992. The Space of Post-modernism, Studies in Symbolic Interaction. Oxford and Cambridge : Blackwell Publisher. Drucker PF. 1985. Inovasi dan Kewiraswastaan. Praktek dan Dasar-dasar. Alih Bahasa : Rusjdi Naib, MBA. Jakarta: Airlangga. Effendy UO. 2003. Ilmu, Teori dan Filsafat Komunikasi. Bandung: Citra Aditian Bakti ------------------------------. 2005. Komunikasi Teori dan Praktek. Bandung : Remaja Rosdakarya. Endraswara S. 2001. Interaksionisme Simbolik, Grounded Theoy & Cross Culture Studies dalam Metodologi Riset Budaya. Yogyakarta: UGM Press. Fine. 1990. Symbolic Interactionism in the Post Bluemerian Age. George Ritzer (editor), Frotiers of Sociology Theory. The New synthesis. New York: Columbia University Press Hewitt PJ.1991. Self and Society . Fith Edition. Boston : Allyn and Bacon Jewell, L.N dan Siegall, Marc. 1998. Psikologi Industri / Organisasi Modern. Penerbit Arcan. Jakarta. Kartono K. 2002. Psikologi Sosial Untuk Manajemen Perusahaan & Industri. Jakarta : Raja Grafindo Persada.
118
Kast FE, Rosenzweig JE. 1995. Organisasi dan Manajemen. Jilid I, Ed. Ke-4. Penerjemah : Hasyani Ali. Jakarta : Penerbit Bumi Aksara. Lesmana T. 2001. Teori Interaksi Simbolik dalam Memahami Hubungan Pers dan Pemerintah di Indonesia. Studi Kasus tentang Majalah Tempo. Disertasi. Program Pascasarjana Universitas Indonesia. Jakarta. Littejhon SW. 1996. Theory of Human Communication. Edisi ke -5 Belmont, California : Wadsworth. Maleong LJ. 2000. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung : Remaja Rosdakarya. Mayrowani H, Ariningsih E. 1998. Perkembangan Kewirausahaan dalam Agrbisnis di Pedesaan, Kasus pada Masyrakat Bugis di Sulawesi Selatan. Prosiding. Dinamika Ekonomi Pedesaan dan Peningkatan Daya Saing Sektor Pertanian; Buku I PPSE. Bogor : Balitbang Pertanian. McClelland DC. 1987. Memacu Masyarakat Berprestasi : Mempercepat Laju Pertumbuhan Ekonomi Melalui Peningkatan Motif Berprestasi. Terjemahan dari The Achieving Society oleh S. Suparna, Editor S. Suyanto dan W.W. Bakowatun. Jakarta : Intermedia. Meredith GG, Nelson RE, Neck PA. 2002. Kewirausahaan. Teori dan Praktek. Terjemahan dari The Practice of Entrepreneurship oleh A. Asparsayogi, Editor D. Suseno. Jakarta : Penerbit PPM. Mulyana D. 2001. Metodologi Penelitian Kualitatif: Paradigma Baru Ilmu Komunikasi dan Ilmu Sosial Lainnya. Bandung : Remaja Rosdakarya. --------------------. 2005. Ilmu Komunikasi. Suatu Pengantar. Bandung : Remaja Rosdakarya. --------------------. 2007. Rosdakarya.
Metode Penelitian Komunikasi.
Bandung : Remaja
Pambudy R. 1999. Perilaku Komunikasi, Perilaku Wirausaha Peternak, dan Penyuluhan dalam Sistem Agribisnis Peternakan Ayam. Disertasi. Program Pascasarjana, IPB. Bogor. Rachbini D. 2001. Pembangunan Ekonomi dan Sumberdaya Manusia. Jakarta : Gramedia Widiasarana Indonesia. Rakhmad J. 2005. Psikologi Komunikasi. Bandung : Remaja Rosdakarya. Ritzer G, Goodman DJ. 2007. Teori Sosiologi Modern. Penerjemah Alimandan. Jakarta : Kencana Prenada Media Group.
119
Riyanti BP. 2003. Kewirausahaan Dari Sudut Pandang Psikilogi Kepribaian. Jakarta : Gramedia Widiasara Indonesia. Sadjad S. 2002. Agribisnis Yang Membumi, Kisah Sukses Bob Sadino. Jakarta : Grasindo. Sukardi IS. 1991. Intervensi Terencana Faktor-Faktor Lingkungan terhadap Pembentukan Sifat-sifat Entrepreneur (Entrepreneur Traits). Disertasi. Fakultas Pascasarjan, Universitas Indonesia. Suparta N. 2001. Perilaku Agribisnis dan Kebutuhan Penyuluhan Peternak Ayam Ras Pedaging. Disertasi. Program Pascasarjan IPB, Bogor Sutanto A. 2002. Kewiraswastaan. Jakarta : Ghalia Indonesia dengan UMM Press.
120
LAMPIRAN
Lampiran 1 Definisi situasi dan sumber pembentukan jiwa kewirausahaan D’utama Definisi Situasi dan Sumber Pembentukan Jiwa Kewirausahaan Dimensi Kewirausahaan
A. Berorientasi Tugas dan Hasil Menurut Meredith 2002: a. Kebutuhan akan prestasi b. Berorientasi laba c. Tekun dan tabah d. Mempunyai tekad e. kerja keras f. Mempunyai dorongan /motif g. Energitik dan inisiatif
B. Pengambil Resiko Menurut Sukardi 1991 a. Tidak khawatir akan situasi yang serba tidak pasti b. Berani mengambil resiko dan selalu antisipatif terhadap kemungkinan gagal
Makna Diri (Self)
Makna Significant other
Makna Situasi Sosial
Makna Tuntutan Peran
Makna Pengalaman
Makna Harapan Tujuan
Makna Pandangan
(a,c,d,e,f,g)
(d,e,f)
(d,f,g)
(d,e,f)
(c,e)
(d,f,g)
(a,d,f)
40 tahun lebih ikut terlibat dalam pengelolaan perusahaan , tentu banyak suka duka, pengetahuan dan pengalam yang didapat
Berusaha menterjemah kan keinginan pelanggan, 5.6 (d,f,g)
Tekun, ulet, kerja keras, memulai karir dari dasar, naik setapak demi setapak, menjadi “orang nomor 1” 2.6 (c,e) Sabar, karena tidak mudah memahami kemauan Bapak, terus belajar dari lingkungan 2.9 (c,d,f,g) Prestatif; menuntut diri sendiri dan staf dengan standar tinggi (standar of excelent), tidak asalan. 4.6(a,d,f)
Bapak memiliki komitmen dan disiplin yang tinggi dalam menjalankan tugastugas/tanggung jawab 3.5 (d,e,f)
(a,b)
(a,b)
Mengambil resiko dan menerima konsekwensi seperti Over budget, untuk mewujudkan ide kreatif menjadi produk inovastif 4.1 (a,b)
Banyak belajar dari kakak-kakak dan adik-adik saya yang membantu Bapak di KemChicks, tentang tugas dan tanggung jawab 2. 8 (d,f,g)
berkomitmen dengan diri sendiri (bertekad) mempertahankan citra / ciri KemChicks yang berbeda dengan supermarket lain, 3.9 (d,e,f,)
Memperhatikan hal-hal kecil (“Ngulik”) agar bisa berbeda 4.6(a,d,f)
1.8(c,e,)
Bapak mengajarkan dan mengembangkan jiwa keberanian dengan mengambil resiko) 1.9 (a,b)
(a,b) Cendrung meneruskan pola Bapak, hanya cara/gaya dimodifikasi agar sesuai zaman dan kepribadian 4.3. (a,b)
(a,b) harus merobah paradigma, harus realistis, (lebih profesional) 8.3 (a,b)
(a,b) Harus memimpin perusahaan keluar dari krisis 98 5.3 (a).
(a,b) Jabatan menjadi ujian dan tantangan 5.4 (a,b)
Tabel lanjutan.... C. Kepemimpinan Menurut Meredith,2002 a. Menjaga keharmonisan organisasi b. Memandang staf sebagai manusia c. Menghargai dan menghormati ide karyawan d. membangun komunikasi timbal balik dengan staf e. menciptakan suasana kerjasama dan gugus kerja dalam organisasi f. mendelegasikan kekuasaan dan tanggung jawab
D. Keorisinilan Menurut Alma, Buchari. 2003) a. Bekerja keras, mencari cara- cara baru untuk memperbaiki kinerja b. terbuka terhadap; gagasan, pandangan, dan penemuan baru c. tidak terpaku pada masa lampau, gagasan-gagasan lama tetapi berpandangan ke depan dan mencari ide-ide baru d. Mampu menciptakan cara/ide baru atau membuat kombinasikombinasi baru
(a,b,c,e,f)
(b,e,f)
Tidak ada formalitas antara pimpinan dan staf (dihargai dan menghargai) 1.3 (a,b,c) Tidak ada hirarkhi dalam komuni-kasi, setiap orang bisa menyampaikan pendapatnya 1.4 (e,b) Diberi dan memberi kepercaan dan keleluasaan yang luas agar muncul kreatifitas; komitmen untuk bertanggung jawab datang dari mereka sendiri 1.5(f)
Bapak memberi keleluasaan pada staf; merencanakan, memutuskan, mengelola sendiri tugas-tugasnya 1.6 (f)
(b,c,d)
(a,b,c,d)
Kreatif -inovatif, ; memproduksi makanan yang berbahan dasar daging, sayur, membuat ice cream, keju, butter, saos, makanan kaleng, - 2.3 (b,c,d) harus memikirkan dan kerja keras merealisasikan ide-ide Bapak. 3.8(b)
Bapak punya tuntutan tinggi, selalu menghasilkan Inovasi yang berbeda 3.2 (a,c,d) Bapak; Kreatif, selalu menemukan ide-ide segar dan berbeda (pioner) dan bisa menempatkan orang-orang yang bisa menterjemahkan ide-idenya, 3.4(a,b,c)
(a,b,c,d,e) Bapak ”mengajarkan” nilai-nilai kekeluargaan tersebut, maka semua ikut dengan budaya seperti itu 1.2 (a,b,c,d,e)
(b,c,d) Kemchicks sudah bergerak dari market oriented product orientedmarked eucated (mengedukasi) pelanggan dengan produk-produk asing. - 5.9 (b,c,d)
(a,b,c,d,e) meneruskan pola kepemimpinan beliau, hanya cara/gaya dimodifikasi agar sesuai dengan zaman dan kepribadian (Bekerja dengan gaya sendiri) 4.3 (a,b,c,d,e)
(a,c,d) Berusaha menterjemahkan keinginan pelanggan, 5.6 (a,c,d) terus menggali ide-ide baru, menyempurnakan ide yang sudah ada 4.5(a,)
(b,e,f) Dengan memberi perhatian, peng-hargaan dan kepercayaan berhasil membangun kesetiaan dan prestasi karyawan 1.7 (b,e,f)
(a,e) Setiap orang bersinergi dengan baik membesarkan perusahaan 7.4 (a,e)
(b,c,d)
(a,b,c)
sifat “kreatif” bakat bawaan 2.5 (b,c,d) intuisi, pengetahuan dan ide-ide diperoleh dari mengamati lingkungan, hobi/ kesukaan dan pendidikan formal - 2.2 (b,c,d)
punya obsesi di KemChicks orang bisa mendapatkan ayam kalkun, 5.10 (a,b,c) obsesi lain; disini ada konsultasi gizi, jadi orang belanja sambil konsultasi 5.1 (a,b,c)
(b,c) salah satu kunci sukses seorang entrepreneur harus terus menggali ideide, yang lebih baik 5.1 (a,b,c,d)
Tabel Lanjutan E. Percaya diri
(a,c,d)
(a,b,c,d)
Menurut Sukardi 1991 a. optimis dan yakin bahwa usahanya akan berhasil. b. percaya diri dengan langsung terlibat dalam kegiatan konkret, c. keberhasilan atau kegagalan dikaitkan dengan tindakan-tindakan pribadi d. lebih menyenangi kebebasan
Independen, tidak mau mengambil keuntungan dari sebuah hubungan, itu saya pelajari dari Bapak (yakin dengan kemampuan diri sendiri) 3.3 (a,c,d)
Tantangannya Bapak tidak pernah meminta atau mengarahkan belajar sendiri 2.3 (a,b) Independen, tidak mau mengambil keuntungan dari sebuah hubungan 3.3 (a,c,d)
F. Berorientasi kemasa depan
(b,e)
(a,b,c,d,e)
(Menurut Fadel Muhamad, 1992 dalam Alma 2003) a. Memiliki Jiwa Kepemimpinan hangat, b. Memiliki visi (sasaran yang ingin dicapai); intuitif dan inisiatif c. Tanggap terhadap perubahan; d. Ekonomis dan Efisien e. Memiliki Visi Masa Depan (visi pada hakekadnya merupakan pencerminan komitmen – kompetensi – konsistensi; f. Penentu Resiko bukan penanggung resiko
Bertekad menempatkan perusahaan selangkah didepan (be the leader one’s step a head), being deference; 4.5 (b,e)
Bapak memiliki banyak pengalaman pengetahuan luas meski memulai usaha dari nol, tapi Ia punya kelas 6.4 (c,d) BAPAK - significant others memberi dukung an moril dan materil, peluang & kesempatan belajar pada semua staf 2.7 (a,b,e)
(a) Di KemcHicks orang dididik dengan memberinya keperca-yaan. Orang harus merencakan sendiri tugasnya 1.3 (a,)
(a,b,c)
(a)
(b,c)
Berjuang sendiri, BerkD’utama dan berkembang sendiri, tentukan sendiri apa yang diinginkan, baca situasi, peluang apa yang anda lihat, 2.1 (a,b,c)
Dengan memberi kepercayaan, komitmen untuk bertanggung jawab datang dari diri sendiri, 1.5 (a,)
Menjadikan Kemchicks tenggelek maneh (muncul lagi), bahkan lebih hebat 5.5(b,c)
(b,c,e)
(c)
(b,c,e)
Kuncinya sukses KemChicks; memberi yang di inginkan costumer 5.7 (c)
Setiap orang bersinergi dengan baik membesarkan perusahaan 7.4(b,e) yang terhambat/ menghambat. harus mencari wadah yang cocok dengan dinamika perkembanga n 7.5(c)
SDM & perusahaan harus berkembang bersama atau sendiri-sendiri Idealnya, orang berbuat sesuatu agar wadah ini pool kembali 7.6 (b,c,e)
(a) Seorang entrepreneur harus memiliki keberanian, memberi kepercayaan pada orang lain 6.5(a,b)
(b,d,e)
Komitmen perusahaan adalah mensejahtera kan karyawan yang mensejahterakan perusahaan. 7.7(b,d,e)
Lampiran 2 Definisi situasi dan sumber pembentukan jiwa kewirausahaan Divora Definisi Situasi dan Sumber Pembentukan Jiwa Kewirausahaan Dimensi Kewirausahaan
A. Berorientasi Tugas dan Hasil Menurut Meredith et al., 2002: a. Kebutuhan akan prestasi b. Berorientasi laba c. Tekun dan tabah d. Mempunyai tekad e. kerja keras f. Mempunyai dorongan /motif g. Energitik dan inisiatif
B. Pengambil Resiko Menurut Sukardi ,1991 a. Tidak khawatir akan situasi yang serba tidak pasti b. Berani mengambil resiko dan selalu antisipatif terhadap kemungkinan gagal
Makna Diri (Self)
Makna Significant other
Makna Situasi Sosial
(-)
(c)
Menyebut diri hanya karyawan, manusia pekerja, bukan entrepreneur 5.5 tidak bisa disiplin bekerja berdasarkan instrumen 5.6
Menjalankan tugas dan tangggung jawabnya dengan baik berdasarkan instrumen yang sudah ada 4.3 (c)
(-) Hampir tidak ada resiko pekerjaan, tidak ada situasi yang dianggap sulit, semua seperti mengalir saja. karena sudah ada sis tem operasional yang baku 4.10 (a)
Makna Tuntutan Peran
(-) Bapak pribadi yang optimis meskipun perusahaannya dalam masalah, 3.3 (a,b) Bapak mengambil resiko (mis. banyak hutang) 5.9 (a,b)
pindahnya pelanggan ke outlet KC yang lain, juga tidak dianggap sebagai masalah 4.6 (a)
Makna Pengalaman
Makna Harapan Tujuan
Makna Pandangan
(c,f)
(-)
bisa menjalan kan tanggung jawab dengan baik 4.3(c) Berupaya agar : segala sesuatu berjalan lancar, 4.8 (f,)
tidak ingin dan tidak menyukai dunia wirausaha takut tidak bisa mempertangg ung jawabkanya kepada TME 5.7
(a) bekerja sesuai sistem operasi onal (3.1(a)
semua perusahaan memiliki standar aturan yang hampir sama 3.1 (b)
Tabel lanjutan.... C. Kepemimpinan Menurut Meredith et al., 2002 a. Menjaga keharmonisan organisasi b. Memandang staf sebagai manusia c. Menghargai dan menghormati ide karyawan d. membangun komunikasi timbal balik dengan staf e. menciptakan suasana kerjasama dan gugus kerja dalam organisasi f. mendelegasikan kekuasaan dan tanggung jawab
D. Keorisinilan Menurut Alma, 2003 Bekerja keras, mencari cara- cara baru untuk memperbaiki kinerja b. terbuka terhadap; gagasan, pandangan, dan penemuan baru c. tidak terpaku pada masa lampau, gagasangagasan lama tetapi berpandangan ke depan dan mencari ide-ide baru d. Mampu menciptakan cara/ide baru atau membuat kombinasikombinasi baru a.
(a,b,c,d,e) menggunakan pende katan kekeluargaan dalam memimpin mengembangkan sikap saling pengertian 2.2 (a,b,c,d,e) lebih suka menghim-bau dan mengawasi 4.2(e)
(a,b,c,d,f) Sikap Bapak lebih sebagai orang tua 1.1 (b,c,d) membangun loyali tas staf dan pelanggan 2.3 (a) Bapak memberi kepercayaan dan arahan kepada seluruh staf, 2.5(f)
(a,b,c,d,e) Di KC tidak ada resmi-resmian., siapapun bisa bicara kepada siapapun, kapanpun 1.4 (a,b,c,d,e) pertemuanpertemuan sifatnya tidak resmi, arahan/kritikan/ masukan diberikan bila mana bertemu 1.5 (c,e)
(-) tidak ada inovasi yang bisa ditawarkan, 4.8 tidak tahu hal-hal di luar bidang, tidak pernah dilibatkan dalam proses pengembangan usaha 3.5
(b,c,d,e) teguran/kritikan disampaikan secara kekeluargaan mengembangkan sikap saling mengerti dan menjaga, 2.1 (b,c,d,e)
(-) Ide -ide berasal dari Bapak, inovasinya bisa direalisasikan oleh yang lain 5.1(b,) Bapak memiliki ketajaman insting dan kepiawaian dalam berbisnis 3.9 (d) Bapak merancang pengembangan usahanya dengan tenaga propesional dari luar KC 3.6 (a,b,c)
KemChicks menghadapi persaingan dengan ber bagai strategi 5.3(a) Inovasi terbaru kerjasama dengan sistem francise 4.7(b,c) Sekarang Ide pengembangan KC lebih banyak bersumber dari Dir. OP 3.8 (b)
tidak ada tuntutan untuk menjadi inovator, karena tugas utama nya adalah; operasioanal 5.2
(a) pengalaman bekerja dibeberapa perusahaan lain memberi pemaha-man informan tentang sistem dan prosedur kerja 2.7 (a)
(-) tidak mudah meyakinkan Bapak jika suatu Ide datang dari staf, 3.8
(e) Pendekatan kekeluargaan efektif semua divisi bekerja sesuai aturan, 1.8 (e)
(-) tidak semua pengetahuan dari negara lain bisa di aplikasikan 4.9
Tabel Lanjutan E. Percaya diri Menurut Sukardi 1991 a. optimis dan yakin bahwa usahanya akan berhasil. b. percaya diri dengan langsung terlibat dalam kegiatan konkret, c. keberhasilan atau kegagalan dikaitkan dengan tindakantindakan pribadi d. lebih menyenangi kebebasan
F. Berorientasi kemasa depan (Menurut Fadel Muhamad, 1992 dalam Alma 2003) a. Memiliki Jiwa Kepemimpinan hangat, b. Memiliki visi (sasaran yang ingin dicapai); intuitif dan inisiatif c. Tanggap terhadap perubahan; d. Ekonomis dan Efisien e. Memiliki Visi Masa Depan (visi pada hakekadnya merupakan pencerminan komitmen – kompetensi – konsistensi; f. Penentu Resiko bukan penanggung resiko
(-) Divora tidak mau dan tidak ingin disebut sebagai pengusaha (entrepreneur) dengan berbagai alasan. 5.5 Alasan lainnya adalah; Divora mengaku bahwa ia tidak bisa disiplin, ia displin karena ada sistem yang mengaturnya, 5.6
(-) Bapak membe ri kepercayaan, tapi tetap mendidik, membimbing dan mengasah insting bisnis “anakanaknya 3.9(a) Bapak memiliki; kepercayaan diri insting bisnis yang kuat 5.4(a)
disiplin karena diikat oleh peraturan, (5.11) kalau dia jadi pengusaha pasti bangkrut 5.6
Lampiran 3 Definisi situasi dan sumber pembentukan jiwa kewirausahaan Divuma Definisi Situasi dan Sumber Pembentukan Jiwa Kewirausahaan Dimensi Kewirausahaan
A. Berorientasi Tugas dan Hasil Menurut Meredith et al., 2002 a. Kebutuhan akan prestasi b. Berorientasi laba c. Tekun dan tabah d. Mempunyai tekad e. kerja keras f. Mempunyai dorongan /motif g. Energitik dan inisiatif
B. Pengambil Resiko Menurut Sukardi, 1991 a. Tidak khawatir akan situasi yang serba tidak pasti b. Berani mengambil resiko dan selalu antisipatif terhadap kemungkinan gagal
Makna Diri (Self)
Makna Significant other
Makna Situasi Sosial
Makna Tuntutan Peran
Makna Pengalaman
(a,c,d,e,f,g)
(c,d,e,g)
(c,d)
(c,d)
(c,d,e)
Positif terhadap tekanan dianggap sebagai pertarungan hidup 3.4 (c,g) Tekun dan tabah, kalo lagi banyak kerjaan, negosiasi dengan diri sendiri agar bersabar 4.2 (c,e) Mempunyai tekad, tidak akan berhenti ditengah pertarungan bagaimanapun tantangannya. 3.6 (a,d,e,f)
(a,b) Tegruan dari pimpinan dijdikan tantangan, semakin saya ditekan, semakin saya tertantang 1.6 (a) tekanan, saya anggap sedang fict dengan hidup saya 3.4(a,b)
Bapak tidak lagi memimpin secara langsung, tapi keputusan penting masih melalui Bapak 4.4 (g) Dari significant others belajar tentang; disiplin (kerja keras, tekad, tekun dan tabah) 4.5 (c,d,e)
(a,b) Awal kerja, tiap hari mendapat tempaan (teguran) dari Bapak. 1.5 (a) Bapak tegas cendrung otoriter dalam soal peraturan Orangnya spontan dan apa adanya 5.3(a,b)
prinsip-prinsip lain yang ditanamkan KC ; teliti, tabah, telaten dan tidak berhenti ditengah proses 4.1(c,d)
(a) memahami pekerjaan dan permasalahan yang akan dihadapi, kami semua mulai dari situ 1,2 (a)
melakukan pekerjaan dengan “hati”, 1.2(c,d)
(a,b) Tugas utama adalah mengembangkan SDM, pekerjaan yang sangat menatang 10.1(a) Tekanan pekerjaan dijadikan tantangan, 2.5(a,b)
keluarga mengajarkan tentang disiplin, sistem dan prosedur, 2.1(c,d,e) Juga tentang; teliti, tabah, telaten dan tidak berhenti ditengah proses 3.6 (c,d,e)
(a.b) Tidak berhenti ditengah pertarungan bagaimanapun tantangannya. 3.6 (a,b)
Makna Harapan Tujuan
Makna Pandangan
(c,d,e,f) Orang tidak perlu pintar, yang penting ia memiliki jiwa entrepreneur (tidak cengeng /mengasihani diri sendiri) 1.4 (c,d,e,f)
(a) orang kalo sudah melewati titik lelah, pada waktu selanjutnya, rasa lelah itu akan hilang”, 3.5(a)
Tabel lanjutan.... C. Kepemimpinan Menurut Meredith et al., 2002 a. Menjaga keharmonisan organisasi b. Memandang staf sebagai manusia c. Menghargai dan menghormati ide karyawan d. membangun komunikasi timbal balik dengan staf e. menciptakan suasana kerjasama dan gugus kerja dalam organisasi f. mendelegasikan kekuasaan dan tanggung jawab
D. Keorisinilan
(d,e,f,) tidak ingin membuat jarak dengan staf, (e) berusaha untuk selalu berkomunikasi, (d) menjadi sangat tegas menyangkut peraturan. 7.3 (f) tegas tapi fleksibel (f) 9.5
(a,c,d)
(a,b,c,d,e,f) • Budaya kekeluargaan dibangun oleh Bapak dan Ibu sendiri • sederhana, tidak pernah mengambil jarak, • tidak ada komunikasi formal, • setiap orang didorong berekspresi, • Mengelola perusahaan dengan hati, bukan arogansi. 5.2 (a,b,c,d,e,f) (a,b,c,d)
(a,b,c,d,e)
(a,c,f)
(c)
perusahaan memberi keleluasaan, selalu menghargai ide-ide kita, tidak pernah dikecilkan atau direndahkan 8.2 (a,b,c,d) Tidak ada hirarkhi komunikasi di KemChicks 9.3 (d) Di KC belajar membangun hubungan emosional dengan banyak orang 2.3(a,b,c,d,e,)
belajar memahami sikap pimpinan, cara dan budaya kerja 2.6 (a) bijak menerima teguran. 9.4(a,c) harus tau bagaimana meyakinkan pimpinan 9.1(f)
Untuk menjadi seorang entrepreneur, orang harus me – nol – kan dirinya dulu, melepaskan egonya, melupakan latar belakangnya, 2.2(c)
(d)
(a,b,c,d)
(a,d) (a,c)
Menurut Alma, 2003 a. Bekerja keras, mencari cara- cara baru untuk memperbaiki kinerja b. terbuka terhadap; gagasan, pandangan, dan penemuan baru c. tidak terpaku pada masa lampau, gagasan-gagasan lama tetapi berpandangan ke depan dan mencari ide-ide baru d. Mampu menciptakan cara/ide baru atau membuat kombinasikombinasi baru
menempatkan staf pada posisi paling bawah agar ia bisa belajar 1.3 (a) Inovasi pengembangan SDM: Mempromosikan staf berbakat 10.5 (a) Inovasi lainnya “pemerkayaan pekerjaan”, yaitu memberikan tanggung jawab tambahan disamping tugas-tugasnya sekarang. 10,6 (a,c,d)
Unik, berfikirnya udah di luar kotak (out of the box) Seperti “tidak perlu perencanaan... Yang penting berbuat, bertindak.. 6.3 (a,b,c,d)
Mengelola SDM yang tidak semua berbakat. Tantangannya Sering tidak tahu seorang SDM cocok di posisi apa, terutama pendatang baru 10.3 (a,c,d)
Berusaha memahami , dan memenuhi harapan, keinginan, perasaan dan pemikiran orang, 10.9 (a,b,c) Mengembangkan SDM yang handal untuk mencapai tujuan perusahaan sebagai swalayan “berkelas” 10.2(d)
Bisa menjalan-kan fungsi Manager HRD dengan baik terutama menempatkan staf pada posisi yang pas 10.11(a,d)
SDM merupakan harta paling penting , harus mengelolanya dengan baik 10.1(a,c)
Tabel Lanjutan E. Percaya diri Menurut Sukardi, 1991 a. optimis dan yakin bahwa usahanya akan berhasil. b. percaya diri dengan langsung terlibat dalam kegiatan konkret, c. keberhasilan atau kegagalan dikaitkan dengan tindakantindakan pribadi d. lebih menyenangi kebebasan
(a,b,c)
(b)
(a,)
(a,b,c)
(c)
melakukan pekerjaan dengan “hati”, memahami dengan baik pekerjaan dan permasalahan yang akan dihadapi, kami semua mulai dari situ 1.2(a, b,c)
Pimpinan kadang nganggap kita masih perlu dibimbing, tuntunan. Tantangannya, harus tau bagaimana meyakinkan pimpinan 7.2 (b)
Banyak pelajaran yang didapat dari bercermin dari sikap dan perilaku Bapak, harus percaya diri 4.3(a),
belajar memahami sikap pimpinan, cara dan budaya kerja 2.6 (a,b,c)
Awalnya tidak ada hari, dimana Bapak tidak marah , Tiap hari mendapat tempaan, akhirnya bisa memamahami sikap itu 2.4 (c)
F. Berorientasi kemasa depan (Menurut Fadel Muhamad, 1992 dalam Alma, 2003) a. Memiliki Jiwa Kepemimpinan hangat, b. Memiliki visi (sasaran yang ingin dicapai); intuitif dan inisiatif c. Tanggap terhadap perubahan; d. Ekonomis dan Efisien e. Memiliki Visi Masa Depan (visi pada hakekadnya merupakan pencerminan komitmen – kompetensi – konsistensi; f. Penentu Resiko bukan penanggung resiko
dipercaya menjadi manager HRD, suatu jabatan yang banyak sekali berhubungan dengan sisi-sisi yang manusiawi. 2.3 (a)
(a) Kemarahan dan tekanan dijadikan tantangan, 2.5(a)
Lampiran 4 Definisi situasi dan sumber pembentukan jiwa kewirausahaan Asila Definisi Situasi dan Sumber Pembentukan Jiwa Kewirausahaan Dimensi Kewirausahaan
A. Berorientasi Tugas dan Hasil
Makna Diri (Self)
(c,d,f,g)
Menurut Meredith et al., - tugas utama tiap hari 2002 kontrol staf yang ada di a. Kebutuhan akan lapangan, memastikan prestasi semua SDM (staf) b. Berorientasi laba bekerja secara kompeten, 1.2 (d,f) c. Tekun dan tabah Kadang harus d. Mempunyai tekad membantu, ikut e. kerja keras f. Mempunyai dorongan bertanggung jawab sebagai konsekwensi /motif dari jabatan g. Energitik dan inisiatif 1,3 (c,d,g)
B. Pengambil Resiko
(b)
Menurut Sukardi, 1991 Resiko pekerjaan; a. Tidak khawatir akan - konflik dengan rekan situasi yang serba tidak - mendapat teguran dari pasti pimpinan b. Berani mengambil - 2.2(b) resiko dan selalu Mengantisipasi resiko antisipatif terhadap - memahami watak dan kemungkinan gagal sifat orang, - gaya dan cara komunikasinya - keinginannya 2.3(b)
Makna Significant other
Makna Situasi Sosial
Makna Tuntutan Peran
Makna Pengalaman
(c,d,e,f)
(c,d,e,f)
(d,e,f,g)
Bapak memiliki kemauan dan tekad bagaimana dari usaha telur bisa berkembang lebih maju, 4.1 (c,d,e,f)
Belajar dari lingkungan ; menerima tantangan, tidak takut resiko ketelitian dan ketelatenan dari belajar disiplin 3.5(c,d,e,f)
Tugas utama di Membangun HRD, usaha sendiri, memastikan “mengajarkan SDM (staf) ” tentang ; bekerja sesuai - kerja keras , aturan 1.1(d,f) masih bekerja bertanggung di malam hari jawab dan - tabah dan ulet menerima - memiliki konsekwensi dari tekad untuk tugas mandiri 1.2 (e,g) 4.4 (c.d.e.f.g)
(a,b) Bapak selalu mendorong agar kami berani mengambil resiko, tidak mengkwatirkan hal-hal yang belum tentu terjadi realistis dan optimis 4.2
(a,b)
(a,b)
Belajar dari - menjadikan lingkungan untuk masalah sebagai berani menerima tantangan - menjadikan tantangan, tidak masalah sebagai takut resiko 3.5 (a,b) bekal pelajaran tidak mau untuk masa yang mengkwatirkan hal- akan datang hal yang belum 2.3(a,b) tentu terjadi (optimis) 1.2
(c,d,e,f,g)
(a,b) menerima resiko pekerjaan mengambil peran orang lain atas inisiatif sendiri 1.3 (a,b)
Makna Harapan Tujuan
(a)
Makna Pandangan
(d,e,f,g)
- berusaha memenuhi harapan semua pihak 1.4(a)
(a,b) bertekad meng-hadapi resiko sabar dan berusaha tenang (a,b)
Kewirausahaa n itu harus ; memiliki jiwa, berkemauan, tekad dan keberani mengambil resiko. 2.6 (d,e,f,g)
Tabel lanjutan.... C. Kepemimpinan Menurut Meredith et al., 2002 a. Menjaga keharmonisan organisasi b. Memandang staf sebagai manusia c. Menghargai dan menghormati ide karyawan d. membangun komunikasi timbal balik dengan staf e. menciptakan suasana kerjasama dan gugus kerja dalam organisasi f. mendelegasikan kekuasaan dan tanggung jawab
D. Keorisinilan Menurut Alma, 2003 a. Bekerja keras, mencari cara- cara baru untuk memperbaiki kinerja b. terbuka terhadap; gagasan, pandangan, dan penemuan baru c. tidak terpaku pada masa lampau, gagasangagasan lama tetapi berpandangan ke depan dan mencari ide-ide baru d. Mampu menciptakan cara/ide baru atau membuat kombinasikombinasi baru
(d,e,c)
(b,c,d)
(f)
(d,e)
Membangun komuni-kasi yang baik. Mendengarkan keluh kesah staf, berusaha memahami, menanggapi, bicara dari hati ke hati, dan meng-hargai pemikiran-pemikiran mereka 2.3 (d,e,c)
Belajar kepemimpinan dari Ibu Sadino al; - membangun hubungan dan rasa saling pengertian - bekerja dengan hati - lembut dan penuh perhatian 4.5 (b,c,d,)
belajar bagaimana harus bersikap tegas pada saat yang tepat, misalnya menyikapi /menindak sikap dan perilaku staf yang tidak mengikuti aturan yang berlaku 3.5(f)
berusaha bisa ngobrol dan bercanda dengan mereka “adik-adik saya”, dan berharap tidak ada gap di antara kami, 3.2 (d,e)
(a)
(b,d)
(b,c)
mengembangkan sikap positif karyawan, (tampak dari kinerja) memastikan staf bekerja secara kompeten, tidak hanya hadir fisiknya, tapi juga jiwanya 1.2(a,)
lingkungan, terutama pimpinan KC banyak memberikan arahan dan bimbingan 4.1 (b,d)
mengamati dan mempelajari karakter orang, menghasilkan pengetahuan dan pemahaman tentang sifat dan atau karakter orang 2.1(b, c)
(a,c) terbangun saling pengertian, dan saling memahami , 3.3 (a,c)
(a) Bekerja di KemChicks, tidak hanya ngurusi barang tapi juga pelanggan, itu paling susah 1.6(a)
(a,b,c) Menyadari staf adalah bagian penting dari perusahaan 3.4 (a,b,c,)
Tabel Lanjutan E. Percaya diri Menurut Sukardi, 1991 a. optimis dan yakin bahwa usahanya akan berhasil. b. percaya diri dengan langsung terlibat dalam kegiatan konkret, c. keberhasilan atau kegagalan dikaitkan dengan tindakantindakan pribadi d. lebih menyenangi kebebasan
(a,b,d)
(a,c)
(a,b,c)
(a,b,c,d)
Belajar sendiri dengan mengamati cara dan gaya teladan melakukan tugas - Memperhatikan atitude atau tingkah laku orang - Mengasah filling dari kasus-kasus yang sering dihadapi 5.2 (a,b,d)
tidak mau mengkwatirkan halhal yang belum tentu terjadi (optimis) 1.2 (a,c)
mengatasi masalah dengan menjadikannya tantangan 3.1b - bertekad menghadapi nya - belajar lagi - sabar dan berusaha tenang (a,b,c)
memiliki tekad untuk mandiri dengan cara membuka/mer intis usaha sendiri, (jualan nuget), 1.3 (a,b,c,d)
(a)
(a,b,c,d,e)
-
F. Berorientasi kemasa depan (Menurut Fadel Muhamad, 1992 dalam Alma, 2003) a. Memiliki Jiwa Kepemimpinan hangat, b. Memiliki visi (sasaran yang ingin dicapai); intuitif dan inisiatif c. Tanggap terhadap perubahan; d. Ekonomis dan Efisien e. Memiliki Visi Masa Depan (visi pada hakekadnya merupakan pencerminan komitmen – kompetensi – konsistensi; f. m. Penentu Resiko bukan penanggung resiko
(c)
berusaha menempatkan diri pada posisi staf. menanyakan pada diri sendiri “bagaimana saya ingin diperlakukan jika saya ada dalam posisi mereka?” 2.6 (a)
Bapak pemimpin yang tegas dan lugas, apa adanya, berani mengambil resiko, berorientasi kedepan, memberi kepercayaan 4.3(a,b, e) Bapak memiliki kemauan dan tekad bagaimana dari usaha telur bisa berkembang lebih maju, 4.1 (b,c,d,e) -
(b,d,e)
Bapak dan lingkungan kerja menjdi inspirasi kemandirian - membuka/merinti s usaha sendiri, (jualan nuget), - kerja keras (informan masih bekerja di malam hari) - tabah dan ulet - memiliki tekad (untuk mandiri) 1.3(b,d,e)
adanya kesada-ran bahwa tidak mungkin selamanya bekerja di KemChicks, (c)
Lampiran 5 Definisi situasi dan sumber pembentukan jiwa kewirausahaan Divsara Definisi Situasi dan Sumber Pembentukan Jiwa Kewirausahaan Dimensi Kewirausahaan
A. Berorientasi Tugas dan Hasil Menurut Meredith et al., 2002 a. Kebutuhan akan prestasi b. Berorientasi laba c. Tekun dan tabah d. Mempunyai tekad e. kerja keras f. Mempunyai dorongan /motif g. Energitik dan inisiatif
B. Pengambil Resiko Menurut Sukardi, 1991 a. Tidak khawatir akan situasi yang serba tidak pasti b. Berani mengambil resiko dan selalu antisipatif terhadap kemungkinan gagal
Makna Diri (Self)
Makna Significant other
Makna Situasi Sosial
Makna Tuntutan Peran
Makna Pengalaman
Makna Harapan Tujuan
Makna Pandangan
(d,e,f)
(f, g)
(a,d,e,f,g)
(b)
(d)
(b)
(a)
Bapak masih datang tiap hari, meskipun sudah tidak “menjabat lagi” , tetap mencurahkan perhatiannya pada perusahaan 1.7 (f,g)
Pimpinan tidak pernah menekan kami staf mereka; tapi itulah yang memotivasi diri untuk berbuat lebih 3.7 (a, d, e,f,g)
memastikan staf menyukai pekerjaannya; tujuannnya tidak lain terjadi transaksi dan tercapainya kepuasan pembeli. 2.7 (b)
Berusaha menjalankan tugas dan fungsi sebaikbaiknya (bekerja lebih keras dan tekun) 2.4 (d,e,f) Terus mengasah kemampuan, ingin berbuat lebih dari yang bisa dilakukan sekarang 5.2(d,f)
(a)
Menghadapi tantangan dimana tidak semua staf pemasaran memiliki ilmu sekaligus seni menjual 2.9 (a) Harus menegur dengan resiko konflik atau melaksanakan tugas staf 3.1 (a)
(b)
mendapat suport dari Bapak, Ibu dan para manager lain. Mengatasi kelemahan 3.5 (b)
(b)
Menutupi kelemahan staf dengan bekerja lebih keras, dan menjadikannya sebagai tantangan dan resiko pekerjaan 4.1 (b)
mengagumi banyak orang, belajar agar bisa seperti mereka. 4.9 (d)
(b)
memilih bekerja lebih keras dari pada menimbulkan konflik, 3.4 (b)
target utama adalah bagaimana bisa menjual barang sebanyakbanyaknya 2.6 (b)
Staf pemasaran (termasuk diri) merupakan ujung tombak kegiatan pemasaran 2.5 (a)
Tabel lanjutan.... C. Kepemimpinan Menurut Meredith et al., 2002 a. Menjaga keharmonisan organisasi b. Memandang staf sebagai manusia c. Menghargai dan menghormati ide karyawan d. membangun komunikasi timbal balik dengan staf e. menciptakan suasana kerjasama dan gugus kerja dalam organisasi f. mendelegasikan kekuasaan dan tanggung jawab
D. Keorisinilan Menurut Alma, 2003 a. Bekerja keras, mencari cara- cara baru untuk memperbaiki kinerja b. terbuka terhadap; gagasan, pandangan, dan penemuan baru c. tidak terpaku pada masa lampau, gagasangagasan lama tetapi berpandangan ke depan dan mencari ide-ide baru d. Mampu menciptakan cara/ide baru atau membuat kombinasikombinasi baru
(a) Menghindari konflik, lebih banyak menggunakan perasaan tidak mau dianggap sok kuasa 5.4 (a) Selalu berusaha membangun komunikasi dengan staf, mencari tahu masalah didivisi yang dipimpin, 5.7 (d)
(d) Penguatan pola/model lama yaitu menekan servis bagi pelanggan, ditengah maraknya model self service. 4.3 (d)
(a,b,c,d,e) Bapak dan pimpinan menghargai kinerja dan menjaga hubungan yang harmonis dengan staf. 1.2 (a, b,c) Bapak terus membangun komunikasi dengan staf dan pelanggan, 1.8 (d,e)
(c) Bapak dan Ibu selalu memberikan contoh pelajaran tentang cara memberikan servis yang baik ; berkomunikasi dan membangun jaringan terutama dengan pelanggan. 3.2 (c)
(b, c,d,e) Komunikasi dengan staf baik dan lancar, sesuai pola yang dibangun pemilik tidak ada hirarki dalam komunikasi 5.6 (b,c,d,e)
(a,b,c,d) KemChicks sudah bergerak dari konsep swalayan marked oriented, kemudian product oriented, sekarang educated oriented. . 4.5 (a, b, c, d)
(b) Kebijakan perusahaan juga menekankan pentingnya membangun hubungan baik 1.3(b)
(a) Tugas utama; memberi servis pada pelanggan dan menjaga stabilitas kontinuitas pemasaran 1.6 (a)
(b,c,e) Di KemChicks orang selalu diperlakukan dengan hangat, setiap orang dihargai 1.1 (b,c) Perusahaan berupaya agar setiap orang harus melakukan pekerjaan dengan “hatinya”, 2.3 (b,e)
(b) Idenya bisa datang dari siapa saja (lebih sering dari Bapak inovasi baru dirancang bersama pimpinan dan manager lainnya 4.7 (b)
(a)
(c)
Terus mencari cra-cara baru berharap dapat menjaga agar pelanggan tetap setia. 4.6 (a)
ada yang tidak bisa digantikan fungsinya oleh mesin (teknolgi modern), yaitu pelayanan yang memberi rasa nyaman, kepuasan, pengetahuan yang lebih. 4.4 (c)
Tabel Lanjutan E. Percaya diri Menurut Sukardi, 1991 a. optimis dan yakin bahwa usahanya akan berhasil. b. percaya diri dengan langsung terlibat dalam kegiatan konkret, c. keberhasilan atau kegagalan dikaitkan dengan tindakantindakan pribadi d. lebih menyenangi kebebasan
F. Berorientasi kemasa depan (Menurut Fadel Muhamad, 1992 dalam Alma, 2003) a. Memiliki Jiwa Kepemimpinan hangat, b. Memiliki visi (sasaran yang ingin dicapai); intuitif dan inisiatif c. Tanggap terhadap perubahan; d. Ekonomis dan Efisien e. Memiliki Visi Masa Depan (visi pada hakekadnya merupakan pencerminan komitmen – kompetensi – konsistensi; f. m. Penentu Resiko bukan penanggung resiko
(a,b,d) Tidak mau menyebut diri sebagai entrepreneur, tetapi sebagai pekerja (staf) di KemChicks 4.7 (a-) sifat atau watak diri yang lebih cendrung kepada folowership 5.4 (d-) Menghindari konflik, tidak bisa tegas, tidak mau dianggap sok kuasa 5.2 (d)
(b,c,e) terus mengasah kemampuan, karena merasa belum optimal ingin berbuat lebih dari yang bisa dilakukan sekarang 5.1 (b,c,e)
(b,c)
Idenya lebih sering dari Bapak, inovasi baru dirancang bersama pimpinan dan manager lain 4.7 (a) Bapak mengajarkan bagaimana membangun hubungan 6.5 (b) Bapak memberi kepercayaanmembe ri kebebasan 3.7 (a,b,d)
(a,b,e) Banyak belajar dari Bapak dan pimpinan lain bercermin dari sikap dan perilaku orang lain, jika dinilai baik, akan dicontoh 6.4 (a, b, e)
Berusaha menjalankan tugas dan fungsi sebaik-baiknya dengan penuh tanggung jawab 2.4 (b,c)
(b.e) mengagumi banyak orang, terus belajar agar bisa seperti mereka. 4.8 (b,e)
(b) berusaha semaksimal mungkin mengum-pulkan informasi sebanyakbanyaknya, dan mengambil keputusan yang paling minim tingkat resikonya 7.6 (b)
(a) Belajar bisnis sendiri, tidak ada yang mengajari Belajar dari mengamati lingkungan dan memprakteka nnya belajar dari kesalahan 6.3 (a)
(b,e) bekerja dengan baik, menjalankan tugas dan fungsi 2.3 (b,e)
Seorang entrepreneur harus memiliki bakat dan watak layaknya seorang entrepreneur, dan itu adalah anugerah Allah SWT pada orangorang tertentu 5.3
(b,d,e) Dapat melakukan hal yang bermanfaat dan bisa memenuhi kepentingan perusahaan, pelanggan dan masa depan sendiri 4.1(b,d,e)
Lampiran 6 Definisi situasi dan sumber pembentukan jiwa kewirausahaan Divua Definisi Situasi dan Sumber Pembentukan Jiwa Kewirausahaan Dimensi Kewirausahaan
A. Berorientasi Tugas dan Hasil Menurut Meredith et al., 2002 a. Kebutuhan akan prestasi b. Berorientasi laba c. Tekun dan tabah d. Mempunyai tekad e. kerja keras f. Mempunyai dorongan /motif g. Energitik dan inisiatif
B. Pengambil Resiko Menurut Sukardi, 1991 a. Tidak khawatir akan situasi yang serba tidak pasti b. Berani mengambil resiko dan selalu antisipatif terhadap kemungkinan gagal
Makna Diri (Self)
Makna Significant other
(d,e,f)
(d,f,g)
Ingin selalu eksis, ingin ada perubahan ke arah yang baik 2.4 (d,f) Punya motiv untuk berhasil Punya target 5.2 (d,f) Tidak ingin menolak pekerjaan seberat apapun 5.3 (e)
(a,b) Ambil resiko, Berbuat Tidak takut salah Bertanggung jawab 5.3 (a,b)
Punya pengetahuan teknis Bisa memotivasi orang Memotivasi diri Selera tinggi Bisa meyakinkan orang 5.5 – 61 (d,f,g)
(a,b) berani mengambil resiko; Bapak masih suka “bermain” (tidak memperhitungkan untung rugi) tidak mau lihat laporan keuangan 4.1 (a,b)
Makna Situasi Sosial
Makna Tuntutan Peran
Makna Pengalaman
Makna Harapan Tujuan
Makna Pandangan
(a,d,f,g) Terus belajar hal-hal baru Tidak sungkan bertanya Bisa memanfaatkan jaringan kerja 6.3(a,d,f,g)
Berlatar belakang back office mengerti sistematika kerja atau administrasi Mampu berkomunik asi 6.3
Kemampuan diri adalah pembawa an, tidak perlu belajar, kuncinya kemauan 6.2
(a,b)
(a,b)
Meningkatkan produktifitas diri dengan membuka usaha sendiri 6.1 (a,b)
Ingin selalu eksis, ingin ada perubahan ke arah yang baik 2.4 (a,b)
Tabel lanjutan.... C. Kepemimpinan Menurut Meredith et al., 2002 a. Menjaga keharmonisan organisasi b. Memandang staf sebagai manusia c. Menghargai dan menghormati ide karyawan d. membangun komunikasi timbal balik dengan staf e. menciptakan suasana kerjasama dan gugus kerja dalam organisasi f. mendelegasikan kekuasaan dan tanggung jawab
D. Keorisinilan Menurut Alma, 2003 a. Bekerja keras, mencari cara- cara baru untuk memperbaiki kinerja b. terbuka terhadap; gagasan, pandangan, dan penemuan baru c. tidak terpaku pada masa lampau, gagasangagasan lama tetapi berpandangan ke depan dan mencari ide-ide baru d. Mampu menciptakan cara/ide baru atau membuat kombinasikombinasi baru
(e) Menjaga kepercayaan, bisa menyelesaikannya tugas dengan baik, bisa atasi masalah didevisi yang dipimpin 4.2 (e)
(b,c,d) Ahli meloby Terbuka untuk pembaharuan mampu membangun kinerja anak buahnya dengan optimal, 7.3(b,c,d),
(d) Inovatif Membuat sistem kerja dan sistem monitoring sehingga dapat mengontrol pekerjaan dari manapun 4.3(d)
(b) Bapak sangat memberi ruang, kebebasan untuk berkreasi. tidak ada aturan” (tidak ada tekanan – punishment) 1.4(b)
(f) Pimpinan tidak suka memerintah tapi yang dipimpin nunggu perintah 2.1(f) Pemimpin harus; Memiliki jiwa kepemimpina Dipercaya Bertanggung jawab Memiliki sifat melayani 7 (f.)
(d) Tertarik pada IT sistem, dan ingin menerapkan dalam perusahaan 7.2 (d)
(b,d) Entrepreneurs hip melibatkan selera, felling, komitmen, dan penguasaan ilmu 7.1(b,d)
Tabel Lanjutan E. Percaya diri Menurut Sukardi, 1991 a. optimis dan yakin bahwa usahanya akan berhasil. b. percaya diri dengan langsung terlibat dalam kegiatan konkret, c. keberhasilan atau kegagalan dikaitkan dengan tindakan-tindakan pribadi d. lebih menyenangi kebebasan
F. Berorientasi kemasa depan (Menurut Fadel Muhamad, 1992 dalam Alma, 2003) a. Memiliki Jiwa Kepemimpinan hangat, b. Memiliki visi (sasaran yang ingin dicapai); intuitif dan inisiatif c. Tanggap terhadap perubahan; d. Ekonomis dan Efisien e. Memiliki Visi Masa Depan (visi pada pencerminan komitmen – kompetensi – konsistensi; f. Penentu Resiko bukan penanggung resiko
(a,b,d) belajar sendiri, tanpa perlu disuruh-suruh, bekerja secara spontan, 1.3 (a,d) Punya keyakinan Berbuat, Tidak takut salah (b) ,5.3 Merasa harus menyelamatkan perusahaan 3.5 (b)
(e) Merasa memiliki perusahaan, (ikut membangun), karena itu ingin perusahaan terus berkembang 4.3 (e)
(a,b,d) Menyukai kebebasan Tidak suka diatur 6.1 Tidak suka diperintah percaya diri dan memberi kepercayaan 5.6 -6.1 (d,b,a)
(a,b,c)
(a,b)
(a,b)
Tidak mau Menjaga Ingin menolak kepercaya an, dipercaya pekerjaan bisa menyelesai “Ingin kan tugas dengan seberat apapun bersih” 5.3 (a,b) baik, bisa atasi (jujur) masalah didivisi (a,b) yang dipimpin 4.5 (a,b,c)
(c,d) tidak ada orang yang benar-benar berpengaruh, kehidupanlah yang menjadikan seperti ini 5.4 (c,d)
(a) Problem solver Senang menjadi orang terakhir yang menyelesai kan masalah 5,2(a)
(e) ingin menjaga keselamatan perusahaan 5.1 (e)