Pusat Studi Pembangunan, LP-IPB Badan BlMAS Ketahanan Pangan, Departemen Pertanian RI
D M IIGEEDA AM P M G M Oleh : Dedi M. Masykur Riyadi Deputi Menteri Negara PPN/Kepala Bappenas Bidang Sumberdaya Alum dan Lingkungan Hidup w
PENDAHULUAN Pembangunan pertanian sebagai bagian dari pembangunan nasional selama ini mempunyai tugas utama untuk mencukupi kebutuhan pangan penduduk, menyediakan kesempatan kerja, serta meningkatkan nilai tambah prduk-produk pertanian untuk meningkatkan kesejahteran petani-nelayan. Salah satu indikator keberhasiian pembangunan pertanian sampai saat ini antara lain dicirikan oleh tersedianya bahan pangan pokok masyarakat di dalam negeri, serta lerciptanya pertanian yang tangguh guna mendukung sektor industri dan jasa. Beberapa studi telah mengindikasikan bahwa perekonomian berkelanjutan yang didukung oleh pertumbuhan industri dan jasa, tidak terlepas dari terkondisikannya pembangunan pertanian yang tangguh. Dalam sejarah, negara kita pernah menjadi pelopor dalam revoiusi hijau yang mendorong peningkatan prodik% pangan terutama padi pada tahun 1960-an. Mulai saat itu tingkat. kesejahteraan penduduk negara kita mulai meningkat dan penduduk miskin berkurang secara signifikan. Hal lain adalah terdiversifikasinya sektor manufaktur yang dapat melampaui seMor pertanian, dan ekspor produk-produk
Tekanan Penduduk, Degradasi Lingkungan dan KetahananPangan
97
Pusat Studi Pernbangunan, LP-IPB Badan BlMAS Ketahanan Pangan, Departernen Pertanian RI
Indonesia menjadi semakin kompetitif di pasar dunia. Tingkat ketahanan panganpun terus meningkat, yang dicirikan dengan tejadinya surplus b r a s sehingga negara kita dapat mencapai swasembada pangan pada tahun 1984. Sementara itu peran pemeriniah dalam menjalankan roda perekonomian makin berkurang, dan digantikan perlahan-lahan oleh masyarakat dan dunia usaha swasta sebagai mesin pertumbuhan. Bangsa kita telah pula menunjukkan bahwa masalah ketahanan pangan sangat erat kaitannya dengan ketahanan sosial, stabilitas ekonomi, stabilitas politik dan keamanan atau yang krarti ketahanan nasional secara keseluruhan. Kelemahan dalam mewujudkan ketahanan pangan akan dengan mudah menggoyahkan sendisendi ketahanan nasional. Oleh karena itu membangun sistem ketahanan pangan yang mantap menjadi syarat mutlak bagi pembangunan nasional. Pada periode 1990-2000, pertumbuhan penduduk Indonesia mencapai 1,5 persen pertahun. Bagian terbesar dari pertumbuhan penduduk tersebut adalah di daerah perkotaan yang mencapai 4,5 persen pertahun, sementara pertumbuhan penduduk perdesaan cenderung mengalami pertumbuhan 0 persen atau sedikit negatif. Kondisi demografis demikian memperlihatkan bahwa meskipun struktur populasi penduduk masih didominasi oleh penduduk perdesaan, terdapat kecenderungan perubahan
struktur
demografis
penduduk
dari
perdesaan ke
perkotaan.
Kecenderungan menunjukkan pula bahwa tekanan penduduk di daerah perkotaan semakin lama akan semakin menin;kat.
Jika ha1 ini iidak tertangani secara baik,
Tekanan Penduduk, Degradasi Lingkungandan Ketahanan Pangan
Pusat Studi Pembangunan, LP-IPB Badan BlMAS Ketahanan Pangan, Departemen Pertanian RI
maka kualitas hidup penduduk perkotaan akan menurun terutama diakibatkan oleh menunrnnya daya dukung lahan, kualitas lingkungan, serta kesehatan. Selain itu upaya membangun ketahanan pangan yang mantap dihadapkan pula pada penurunan kualitas dan kuantitas sumber daya alam, seperti sumber daya #
lahan dan air. Dalam periode 1983 sampai 1993, luas lahan pertanian mengalami penurunan dari 16,7 juta heMar menjadi 15,6 juta hektar, atau sekitar 110 ribu hektar per tahun. Penurunan tersebut terutama terjadi di Jawa, yang mempunyai implikasi serius dalam produksi komoditas pangan utama seperti beras. Data BPS menunjukkan bahwa Jawa merupakan kawasan utama produksi beras di Indonesia, yang pada tahun 2002 diperkirakan mencapai 56 persen dari total produksi beras nasional. Konversi penggunaan lahan dari lahan pertanian ke industri dan perumahan tentunya juga diikuti oleh penurunan kualitas lahan dan air akibat pola pemanfaatan lahan dan perkembangan sektor non pertanian yang sering kurang mempematikan aspek lingkungan. Sejalan dengan terjadinya proses alih fungsi lahan, skala usaha pertanian juga terus menurun. Jumlah petani gurem, dengan kepemilikan lahan kurang dari 1 hektar dan petani yang tidak mempunyai lahan meningkat. Sensus pertanian tahun 1983 dan 1993 menunjukkan bahwa rata-rata penguasaan lahan pertanian semakin menyempit dari 0,58 heMar menjadi 0,41 hektar di Jawa dan dari 1,58 heMar menjadi 0,83 hektar di luar Jawa. Oleh karena itu, menjamin ketahanan pangan yang mantap di masa depan bagi negara kita bukanlah pekejaan mudah. Namun demikian, kita telah memiliki -
Tekanan Penduduk, Degradasi Lingkungan dan Ketahanan Pangan
-- -
99
Pusat Studi Pembangunan, LP-IPB Badan BlMAS Ketahanan Pangan, Departemen Pertanian RI
pengalaman yang cukup banyak untuk ha! ini. Sebagian besar pengalaman tersebut
cukup
positif
terutama
untuk
mengkoordinasikan
dan
mengimplementasikan berbagai kebijakan serta merealisasikannya. lnstitusiinstitusi yang berwenang dalam menangani ketahanan pangan tentunya perlu mengkaji ulang pengalaman lama dan kemudian memformulasikannya untuk menjawab tantangan di masa depan.
Secara teoritis, ketahanan pangan merupakan fungsi dari jumlah penduduk dan ketersediaan pangan yang berasal dari dalam negeri dan impor. Diperkirakan jumlah penduduk Indonesia saat ini sekitar 210 juta orang, dan sekitar 98 persen mengkonsumsi beras. Dengan melihat jumlah penduduk yang besar dibarengi keragaman sosial budaya yang ada, maka membangun ketahanan pangan yang mantap mendapat prioritas tinggi. Ketahanan pangan yang mantap tersebut perlu dibangun dengan membina sisi peningkatan prcduksi dalam negeri yang berdaya saing tinggi, sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan petani dalam negeri pula. Menggantungkan penyediaan bahan pangan dari impor tentu dapat dilakukan pula, tetapi hal ini akan beresiko tinggi, memerlukan devisa yang cukup besar, serta bemadapan pula dengan pasar bahan pangan utama dunia seperti beras yang-tipis (thin markeg, dimana pangan yang diperdagangkan di pasar internasional relatii sedikit. Oleh karena itu, tidak ada pilihan lain bagi kita untuk mengembangkan dan memantapkan sistem ketahanan pangan yang bersumber pada keragaman sumkr
100
Tekanan Penduduk, Degradasi Lingkungandan KetahananPangan
Pusat Studi Pembangunan, LP-IPB Badan BlMAS Ketahanan Pansan, Departemen Pertanian RI
daya hayati, serta budaya lokal. Sebagai contoh adalah bems, sebagai bahan pangan utama kita, harus dapat kita produksi sendiri untuk pemenuhan kebutuhan pangan. lmpor b r a s dapat dilakukan dengan memberikan kuota maksimum 5-10 persen saja dari kebutuhan kita. Tentunya untuk menghadapi impor beras, terutama dalam kaitan~yadengan semakin mendekatnya implementasi perdagangan bebas, jika beras kita kurang kompetitif, pengenaan i m p l i fan'ffatau non taflbanierdapat dilakukan dalam jangka pendek-menengah. Pada prinsipnya semakin terbukanya pasar pangan secara global ditunjukkan dengan meningkatnya frekuensi perdagangan yang mengalir dua arah, domestik dan internasional. Sebagai bagian dari upaya perbaikan ekonomi, pengembangan kebijakan ketahanan pangan perlu terus dideregulasi untuk menciptakan suatu kondisi yang efektii dan efisien guna menciptakan komoditas pangan yang kompetitif, baik di pasar dalam negeri maupun pasar intemasional. Langkahlangkah ini diharapkan dapat menciptakan pula kesempatan kerja baru, terutama dalam
industri
pengolahan
pangan,
karena
pada
saatnya
nanti
basis
pngembangan pangan berada pada industri-industri pengolahan yang akan menciptakan komcditas yang berorientasi global. Peranan pemerintah nantinya adalah dalam penyediaan informasi sangat diperlukan untuk membantu pasar berfungsi secara efisien guna mendorong pengembangan pangan yang kompetitif. Tingginya konsumsi beras pnduduk kita menyebabkan tingkat ketergantungan tefiadap b r a s juga tinggi. Selain persentase konsumen beras yang besar, ratarata konsumsi beras perkapila periahun men~apaisekilar 140 kg. Kafau kita
-
-
Tekanan Penduduk, Degradasi Lingkungandan Ketahanan Pangan
Pusat Studi Pembangunan, LP-IPB Badan BlMAS Ketahanan Pansan, Departemen Pertanian RI
bandingkan dengan negara maju seperti Jepang yang masyarakatnya juga pengkonsumsi beras, tingkat konsumsinya hanya mencapai sekitar 60-an kg perkapita pertahun. Melihat perbandingan ini ada dua ha1 yang terlihal, yaitu: (1) budaya makan nasilberas sangat kental di masyarakat kita, dan dari sisi keseimbangan gizi ha1 ini kurang baik; dan (2) tingkat pendapatan rata-rata penduduk masih rendah, sehingga hanya mampu mengkonsumsi beras. Kedua ha1 tersebut merupakan aspek penting yang harus kita selesaikan bersama. Diversifikasi konsumsi pangan dan peningkatan kesejahteraan penduduk yang diiringi dengan pengentasan penduduk dari kemiskinan merupakan kebijakan jangka menengah-panjang yang perlu diterapkan. Diversifikasi konsumsi pangan tentunya perlu difokuskan pada pengembangan komoditas pangan berbasis keragaman sumber daya hayati yang ada di setiap daerah, yang dibarengi pula dengan upaya peningkatan kesadaran masyarakat terhadap p l a konsumsi dan keseimbangan gizi yang mempertimbangkan budaya dan kelembagaan lokal. Aspek beras dan tingkat kesejahteraan penduduk Indonesia ternyata mempunyai tingkat keeratan hubungan yang cukup tinggi. Beras adalah pangan utama bagi masyarakat miskin. Oleh karena itu setiap kebijakan peningkatan pendapatan dan kesejahteraan penduduk, baik di perdesaan maupun perkotaan, akan mempunyai kecenderungan penuntnan konsumsi beras ke pangan altematii yang lebih baik. Di lain pihak, fluMuasi harga beras akan mempengaruhi tingkat konsumsi masyarakat miskin akan beras, seperti ke pangan alternati yang berkualitas lebih rendah bila
102
Tekanan Penduduk, Degradasi Lingkungandan Ketahanan Pangan
Pusat Studi Pembangunan, LP-IPB Badan BlMAS Ketahanan Pangan, Departemen Pertanian RI
harga b r a s naik, atau dengan mengodankan pengeluaran lainnya yang sebenamya juga merupakan kebutuhan dasar, misalnya pendidikan dan kesehatan. Hal lain yang dapat mempedumk tingkat kemiskinan adalah sempitnya " penguasaan"
lahan (akses kepada lahan olahan), atau tak berlahan sama
sekali tenttams bagi penduduk di perdesaan. Aspek penting lain untuk menjamin ketahanan pangan yang mantap adalah dalam ha1 penataan ruang. Penataan ruang bermanfaat terutama dalam pengelolaan pemanfaatan ruang yang berkaitan dengan mempertahankan pemanfaatan fungsi lahan irigasi teknis dan kawasan-kawasan lindung yang pada akhirnya dapat menciptakan tata wang pertanian yang efektif sebagai dasar pengembangan wilayah pertanian. Jika penataan ruang berjalan dengan baik, maka konversi lahan pertanian ke lahan non pertanian dapat dikurangi. Data BPS menunjukkan bahwa pada tahun 2002, luas panen padi di Jawa diperkirakan mencapai sekitar 50,4 persen dari total luas panen. Jika konversi lahan pertanian di Jawa masih tinggi, maka ha1 ini relevan untuk menjadi ancaman ketahanan pangan. Dari sisi paradigma pemerintahan, masa sekarang ini dikenal sebagai era otonomi daerah dan desentralisasi. Pengaturan kewenangan, pembagian tugas dan tanggung jawab antara pemerintah dan pemerintah daerah dengan partisipasi masyarakat dan dunia usaha merupakan aspek lain yang perlu dipertimbangkan. Seperti halnya ketahanan nasional yang sangat ditentukan oleh ketahanan daerah maka ketahanan panganpun secara nasional pada dasarnya merupakan resultante atau agregat dari ketahanan pangan daerah.
Tekanan Penduduk, DegradasiLingkungandan Ketahanan Pangan
'103
Pusat Studi Pernbangunan, LP-IPB Badan BlMAS Ketahanan Pangan, Departernen Pertanian RI
PENUTUP DAN S A M M Pengembangan kebijakan pangan yang mantap terkait dengan beberapa isu penting, yang harus diintqrasikan dalam suatu kerangka pengembangan kebijakan kelahanan pangan jangka panjang. Isu-isu penting dimaksud meliputi : .a
1. Jumlah dan tekanan penduduk yang berkaitan erat dengan peningkatan
permintaan efektif pangan bagi masyarakat, dan dampaknya ierhadap kualitas sumber daya alam dan lingkungan;
2. Masih tingginya konsumsi beras sebagai bahan pangan utama masyarakat yang memberikan tekanan pada surnber daya alam dan lingkungan, dan perlunya mengintegrasikan perspektif diversifikasi pangan (baik dari sudut pandang penawaran rnaupun perrnintaan) ke dalam kebijakan pangan nasional; 3. Besamya masalah kemiskinan struktural di perdesaan dan masyarakat yang
mengandalkan
hidupnya
dari
sektor
pertanian
yang
mengisyarakatkan perlunya mengorientasikan kebdakan pangan nasional untuk memberikan nilai yang iinggi bagi peningkatan kesejahteraan produsen pangan perdesaan, sehingga access fo food and other needs, confro( dan voices masyarakat produsen pangan terus rneningkat; 4.
Penataan ruang wiiayah ierutama melalui proses pembangunan wilayah pertanian
yang
didasarkan
aias
wmpefifive f w e s
(mmparative
advantages) dengan mengelola hegemonic forces melalui pengembangan
104
Tekanan Penduduk, Degradasi Lingkungan dan KetahananPangan
Pusat Studi Pembangunan, LP-IPB Badan BlMAS Ketahanan Pangan, Departernen Perianian RI
kebijakan yang sejalan dengan sistem nilai ~ngembangan pangan sebagaimana diamanatkan oleh UU Pangan No. 7 Tahun 1996; 5.
Perdagangan intemasional yang semakin terbuka dan perdagangan domestik yang semakin restn'ctive oleh semakin berkembangnya hambatan mobilitas barang dan jasa antar wilayah. Untuk ini kebijakan perdagangan yang sejalan dengan sistem pangan yang ingin kita bangun harus diletakkan dalam perspektif yang tepat.
Kelima isu tersebut diharapkan menjadi agenda pembahasan untuk memkrikan sorusi komprehensgdalam membangun ketahanan pangan yang mantap.
Tekanan Penduduk, Degradasi Lingkungandan KetahananPangan
105