Review
Menara Perkebunan, 2009, 77(2),125-137.
Kemungkinan peningkatan produktivitas kelapa sawit melalui induksi perkembangan reproduktif: homologi molekuler dari tanaman kakao Possible improvement of oil palm productivity through induced reproductive development: a molecular homology from cacao trees
Djoko SANTOSO1), SAMANHUDI2) & Tetty CHAIDAMSARI1) 1)
2)
Balai Penelitian Bioteknologi Perkebunan, Bogor 16151, Indonesia Fakultas Pertanian - Universitas Sebelas Maret, Surakarta 57126, Indonesia
Summary Flowering plays a vital role in attempts to improve crop productivity. Flowering development is controlled at molecular level through a series of regulated expression of homeotic genes of MADSBOX which encode transcription factors. Among plant species, MADSBOX genes are structurally and functionally conserved. Our research on cacao showed that the primary genes involved in the flowering, TcLFY, TcAP1 and TcAG, have also very similar characteristics as other plant species. Homology analysis using online program of Clustal-W, demonstrated that the TcLFY is highly homologous to the LFY genes of citrus, poplar and rubber tree. Similarly TcAP1 is homologous to the AP1 genes of grapevine, poplar and citrus. Whereas the TcAG sequentially has a high homology to the AG of cotton, poplar and Arabidopsis. The TcAP1 was complementary functional in the system of a model plant. Ectopic expression of the AP1 induced early flowering of tobacco plantlets in vitro. Field trials conducted in cacao plantation strongly indicated that flowering and fruit setting were inducible by spraying of VGR formulae. VGR is known to inhibit biosynthesis of GA hormone which affects expression of LFY flowering gene in most plant species. This flowering improvement has increased the fruit
setting which finally improved the productivity of cacao. In oil palm homeotic genes were reported to high level of conservation at their structures and functions as well. Altered expression of the MADSBOX genes affects the development of flowering. Abnormality occurred in tissue culture derived oil palm, is due to imbalance expression levels of the flowering identity genes. A better understanding on the molecular process of the flowering development in oil palm should solve the problem of the abnormality by improving culture conditions and development of an early detection kit. Moreover, an opportunity to direct sexual differentiation leading to improve the productivity of oil palm will be widely opened. [Key words : MADSBOX, Elais guineensis, Theobroma cacao, molecular homology ].
Ringkasan Pembungaan memiliki peranan vital untuk produktivitas tanaman. Inisiasi dan perkembangan organ tanaman tersebut dikendalikan secara molekuler melalui serangkaian ekspresi gen-gen homeotik MADSBOX yang menyandikan faktor transkripsi. Struktur dan fungsi kelompok gen ini pada tanaman memiliki tingkat konservasi yang
125
Santoso et al.
tinggi. Penelitian pada tanaman kakao menunjukkan bahwa gen utama yang berperan pada pembungaan (TcLFY, TcAP1 dan TcAG) juga memiliki karakteristik yang sangat mirip dengan gen yang sama dari spesies tanaman lainnya. Analisis kekerabatan genetik dengan program Clustal-W, menunjukkan bahwa TcLFY memiliki tingkat homologi tertinggi dengan gen LFY dari tanaman jeruk, poplar dan karet. TcAP1 sangat homologus dengan gen AP1 dari tanaman anggur, poplar dan jeruk. TcAG secara berurutan homologus dengan gen AG dari tanaman kapas, poplar dan Arabidopsis. Gen TcAP1 berfungsi baik dalam sistem pada tanaman tembakau. Ekspresi konstitutif TcAP1 pada tanaman tembakau mampu menginduksi pembungaan tanaman tersebut in vitro. Penelitian di kebun menunjukkan bahwa pembungaan dan pembuahan kakao dapat diinduksi dan ditingkatkan dengan mengaplikasikan formulasi senyawa VGR. Senyawa ini diketahui sebagai penghambat biosintesis hormon GA yang pada kebanyakan tanaman mempengaruhi ekspresi gen pembungaan LFY. Peningkatan pembungaan ini diikuti oleh peningkatan pembuahan yang akhirnya meningkatkan produktivitas tanaman kakao. Pada tanaman kelapa sawit gen-gen homeotik juga dilaporkan memiliki konservasi struktural dan fungsi yang tinggi. Perubahan ekspresi kelompok gen MADSBOX ini memiliki pengaruh yang dominan terhadap perkembangan organ reproduktifnya. Abnormalitas yang terjadi pada tanaman kelapa sawit asal kultur jaringan disebabkan antara lain ketidaknormalan tingkat ekspresi gen identitas pembungaannya. Pemahaman yang lebih baik terhadap proses molekuler dari perkembangan organ reproduktif kelapa sawit akan membantu mengatasi masalah abnormalitas tersebut, misalnya dengan memperbaiki kondisi kultur yang lebih sesuai dan mengembangkan suatu kit untuk deteksi dini abnormalitas sawit hasil kultur jaringan. Selain itu, peluang untuk mengarahkan diferensiasi bunga sawit ke arah peningkatan produksi juga menjadi terbuka lebar.
Pendahuluan Peningkatan produktivitas tanaman masih menjadi salah satu program pemuliaan kelapa sawit yang diharapkan selain dapat meningkatkan produksi total, juga meningkatkan daya saing komoditas minyak sawit karena biaya produksinya menjadi lebih rendah. Peningkatan produktivitas tanaman dapat ditempuh setidaknya melalui dua pendekatan, yaitu pemakaian bibit unggul yang memiliki potensi produksi tinggi atau teknik budidaya yang intensif untuk mendapat-kan produktivitas nyata yang optimal. Di lapangan, sering terjadi kesenjangan yang besar antara produksi potensial dengan produksi nyata. Misalnya potensi produksi varietas atau klon kelapa sawit tertentu adalah 40 ton TBS (tandan buah segar) per ha, namun kenyataan di lapang produksinya hanya 25 ton TBS atau bahkan kurang dari 20 ton TBS/ha. Produktivitas kebun kelapa sawit di Indonesia tergolong rendah, ratarata nasional hanya sekitar 20,25 ton TBS/ha/ tahun (Suryana et al., 2007). Secara umum, produktivitas kebun kelapa sawit Indonesia lebih rendah daripada Malaysia. Menurut Tony-Liwang dalam Anonim (2007) produksi nasional hanya sekitar 15 ton TBS/ha/tahun sedangkan di Malaysia mencapai 25 ton TBS/ha/tahun. Jumlah buah atau berat TBS merupakan parameter utama yang digunakan untuk menentukan produktivitas tanaman atau kebun kelapa sawit. Secara kuantitatif seluler jumlah dan kualitas buah ini ditentukan sejak awal fase pembungaan. Oleh karena itu riset yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas dan kuantitas produksi buah seyogianya dilakukan juga di tingkat 126
Kemungkinan peningkatan produktivitas kelapa sawit melalui induksi……
bunga. Bahkan dengan kemajuan bidang biologi molekuler yang pesat, riset juga harus mengkaji aspek genetik karena inisiasi dan perkembangan bunga dikendalikan di tingkat molekuler melalui ekspresi gen-gen hometik atau pada tanaman disebut MADSBOX. Artikel ini merupakan ulasan perkembangan riset di bidang biologi molekuler tentang gen-gen homeotik dalam proses pembungaan dua tanaman perkebunan kelapa sawit dan kakao (Santoso, 2006). Analisa komparatif dilakukan untuk melihat kemungkinan peningkatan produktivitas tanaman kelapa sawit dengan pengetahuan praktis pada kakao dan referensi pada kelapa sawit tentang gen-gen homeotik yang telah dipublikasikan antara lain oleh Adam et al. (2007) Perkembangan bunga dikendalikan oleh gen MADSBOX Pembungaan pada tanaman dikendalikan oleh sejumlah faktor endogen maupun lingkungan. Studi pada tanaman model Arabidopsis menunjukkan bahwa yang termasuk faktor lingkungan pemicu terjadinya pembungaan adalah kondisi cahaya, suhu, dan cekaman. Sedangkan faktor endogen yang berpengaruh antara lain adalah umur tanaman, kandungan hormon, sukrosa dan sebagainya. Secara molekuler, proses pembungaan tanaman berlangsung mengikuti empat alur pensinyalan (signaling pathways) yang diilustrasikan sebagai model pada Gambar 1 (Blázquez, 2000). Model ini dibuat berdasarkan interaksi genetik antara beberapa mutan pada gen-gen saat (Time), meristem dan identitas organ pembungaan.
Secara umum faktor atau sinyal diterima oleh reseptor kemudian ditransmisikan ke dalam nukleus yang menyebabkan terjadinya ekspresi serangkaian gen yang akhirnya mengarah pada pembentukan bunga (Sung et al., 2003). Pada alur cahaya (kiri), cahaya ditangkap oleh reseptor cahaya. Dalam kondisi cahaya mencukupi (long-day), interaksi ini akan mengaktifkan alur pensinyalan long-day. Pada alur ini, gen-gen meristem pembungaan diaktivasi oleh FLOWERING LOCUS T (FT). Pada tanaman tahunan (parennial), protein ini juga dikenali sebagai sinyal florigenik universal yang bersifat sistemik (Lifschitz & Eshed, 2006; Shalit et al., 2009). Jika kondisi cahaya tidak mencukupi, insiasi pembungaan sangat tergantung pada alur pensinyalan GA (kanan) ataupun alur suhu (kedua dari kiri). Status metabolit tanaman direfleksikan sebagai jumlah sukrosa yang beredar, juga menginduksi terjadinya pembungaan (kedua dari kanan). Target dari gen-gen saat pembungaan yang menyandikan faktor transkripsi, adalah gen-gen meristem pembungaan seperti LFY dan AP1 (hijau) yang mengaktifkan gen-gen identitas organ pembungaan. Kekuatan gen LFY sebagai penginduksi pembungaan tanaman dilaporkan juga dari percobaan in vitro menggunakan konstruk 35S::LFY (Putterill et al., 2004). Secara struktur gen-gen di dalam alur pensinyalan pembungaan ini termasuk kelompok gen homeotik yang sering disebut MADSBOX dan memiliki struktur yang unik dengan tingkat konservasi tinggi pada domain MADS-nya. Secara fungsi molekuler gen-gen MADSBOX menyandi protein-protein yang dapat mengaktifkan proses transkripsi dari gen target (faktor 126
Santoso et al.
Cahaya
Suhu
Nutrisi GA1-5 ADG1 PGM
CO FCA LD
Reseptor GA
VRN2 Sukrosa
FT
FLC X Y
AP1 FUL LFY
Pembungaan Gambar 1. Alur pensinyalan perkembangan bunga. Figure 1. Signaling pathway of flower development.
transkripsi). Secara morfologis MADSBOX memiliki fungsi homeotik, menentukan wujud fisik perkembangan reproduktif pada eukariot. Dibandingkan dengan kelompok eukariot lainnnya. Faktor transkripsi yang disandi oleh MADSBOX pada tanaman tingkat tinggi memiliki keunikan struktur MIKC (Theissen et al., 2000). Gen utama pembungaan tanaman kakao terkonservasi Mekanisme molekuler dari proses pembungaan telah diungkap banyak pada spesies tanaman herbal semusim. Pada spesies tanaman tahunan tropis seperti kelapa sawit dan kakao informasi molekuler
tentang proses pembungaan masih sangat terbatas. Isolasi dan karakterisasi tiga gen utama yang berperan dalam proses pembungaan kakao (Theobroma cacao L.) telah dilakukan di Balai Penelitian Bioteknologi Perkebunan Indonesia. Masing-masing dari ketiga gen tersebut adalah TcLFY, TcAP1 dan TcAG. Keberadaan gen LFY pada kakao dapat dideteksi menggunakan teknik PCR dengan primer heterologous yang dirancang berdasarkan daerah terkonservasi dari gen tersebut. Dengan informasi sekuen dari fragmen (gDNA) TcLFY yang terdeteksi tersebut, klon genomik 2,7 kb dapat diisolasi meng-gunakan teknik genome walking. Analisis BlastX (http://www.ncbi.nlm. nih. gov/) membuktikan bahwa 2,5 kb dari DNA yang terisolasi tersebut adalah homolog LEAFY full length. Analisis penjajaran majemuk (multiple alignment analysis) menggunakan program online (http://www.ebi.ac.uk/clustalW.) menunjukkan bahwa LFY kakao memiliki homologi yang tinggi dengan homolognya dari spesies tanaman tahunan berkayu (Gambar 2). Pohon filogenetik tersebut menunjukkan bahwa TcLFY memiliki hubungan genetik yang sangat dekat dengan gen LFY dari tanaman jeruk (CsLFY). Gen tersebut berada pada klaster genetik yang sama dengan poplar (Pb), karet (Hb), akasia (Am), tembakau (Nt), tomat (Le), apel (Md), dan anggur (Vv). Homolog LFY ini berada pada cabang yang berlainan dengan LFY dari Arabidopsis (At), ataupun dari kelompok monokotil jagung (Zm) dan padi (Os). Pada model ABC genetik pembungaan di Arabidopsis, AP1 adalah satu dari dua gen tipe A, yang bertanggung-jawab untuk
127
Kemungkinan peningkatan produktivitas kelapa sawit melalui induksi……
AtLFYY
EgLFYY ZmFL1
TcLFY OsFL CsLFY PbLFY HbLFY
AmL
VvLFY
NtFL2
LeFLO MdAFL2
MdAFL1
Gambar 2. Pohon filogenetik protein Lfy dari kakao dan homolognya dari beberapa spesies tanaman lainnya. Figure 2. Phylogenetic tree of Lfy proteins of and its homologs of other several plant species.
pembentukan sepal dan petal. Selain itu, faktor transkripsi MADSBOX ini juga berfungsi dalam meristem pembungaan. Untuk melihat fungsi TcAP1 dalam meristematik pembungaan, dilakukan RTPCR menggunakan RNA total dari jaringan pembungaan. Hasil pengujian ini menunjukkan bahwa ekspresi TcAP1 terdeteksi pada bantalan bunga, yaitu jaringan meristem dimana bunga biasanya muncul (Gambar 3). Selanjutnya, ekspresi ektopik dari gen TcAP1 terbukti bahwa produknya dapat menginduksi pembungaan pada planlet tembakau in vitro (data tidak ditampilkan). Untuk menguji fungsi gen identitas pembungaan tipe A, ekspresi spatial TcAP1 pada beberapa jaringan kakao diuji dengan teknik RT-PCR dengan primer yang sama. Hasil pengujian menunjukkan bahwa transkrip TcAP1 dijumpai banyak di
jaringan sepal dan petal. Ekspresi pada lingkaran yang lebih dalam dari bunga kakao sangat rendah atau tidak terdeteksi (Santoso, 2006). Hasil ini membuktikan bahwa TcAP1 memiliki fungsi A pada model ABC. Telah dilakukan kloning dari cDNA penyandi faktor transkripsi TcAP1, suatu homolog AP1 dari kakao. Protein deduksi dari klon cDNA dari TcAP1 yang sekuen cds lengkapnya berukuran sekitar 0,9kb digunakan dalam analisis homologi dengan sekuen-sekuen DNA ataupun proteinnya yang dapat diakses dari GenBank (http:// www.ncbi.nlm.nih.gov/). Protein yang dihasilkan memiliki tingkat homologi tertinggi (85 %) dengan homolognya dari anggur, Vitis vinifera AP1-like protein (AAT07447), kemudian dengan Populus balsamifera PTAP1-1 (AY615964), dan 128
Santoso et al.
pb 400 200 1
2
3
4
5
6
Gambar 3. RT-PCR dengan RNA dari beberapa jaringan kakao. Panel atas RNA total yang digunakan. Lini 1 marka DNA, 2-6 adalah dari kuncup, bantalan berbunga, bantalan pasif, bantalan bertunas, dan jaringan daun. Figure 3. RT-PCR using total RNA of several cacao tissues. Top panel is the total RNA, Lane 1 is DNA marker, 2-6 are from flower bud, active, pasive flower cushions, shooting cusion, and leaf respectively.
Citrus sinensis AP1. Homolog AP1 dari kelompok dikotil ini agak jauh dari homolognya dari kelompok monokotil seperti Oryza sativa dan Zea mays AP1 (Gambar 4). Pola ekspresi TcAP1 ini sangat mungkin merupakan refleksi dari fungsinya sebagai gen identitas pembungaan tipe A dari model ABC, dimana gen tersebut yang berperan dalam pembentukan sepal (Mandel & Yanofsky, 1995; Ferrandiz et al., 2000). Kenyataannya dari hasil analisis pola ekspresi spatial yang dilakukan lebih lanjut menggunakan RT-PCR, menunjukkan fungsi fungsi A dari model ABC. TcAP1 diekspresikan sangat kuat pada sepal dan petal. (data tidak ditunjukkan, Chaidamsari, 2005). Homolog gen AG telah diklon melalui pustaka cDNA kakao (TcAG) (Chaidamsari et al., 2006). Mirip dengan AG dari Arabidopsis, TcAG diekspresikan pada dua lingkaran (whorls) yang lebih dalam dari bunga kakao (Gambar 5).Transkrip dijumpai
banyak pada jaringan stamen dan ovari, sedangkan pada jaringan sepal dan petal, ekspresinya tidak terdeteksi (Chaidamsari et al., 2006). Untuk meneliti lebih lanjut fungsi homeotik TcAG dilakukan transgenesis dengan Arabidopsis. Overekspresi AG diharapkan memberikan perubahan homeotik pada lingkaran pertama dan kedua. Hasil percobaan menunjukkan bahwa ekspresi ektopik TcAG pada Arabidopsis transgenik menghasilkan fenotipe seperti mutan ap2 dengan tingkat yang lemah hingga kuat. Namun, fenotipe mutan tersebut berkorelasi positif dengan level transkrip TcAG dalam tanaman transgenik tersebut (Gambar 6). Klon TcAG dengan cds lengkap memiliki panjang DNA 939pb atau sama dengan protein yang terdiri dari 241 asam amino. Analisis penjajaran dengan sekuen protein yang ada di GenBank menunjukkan homolognya dari tanaman kapas Gossypium hirsutum AG-like protein GhMADS-3 (86,3%), kemudian dengan tanaman poplar 129
Kemungkinan peningkatan produktivitas kelapa sawit melalui induksi……
AtAGL8 ScAGL8 LeTDR4 StTF
PhFPB26
ZmM4
EgAP1
OsAP1 VvFUL-L
VvAP1-L NtMADS
PtAP1-1
NtAP1-2 MdMB
TcAP1
MdAP1-L SaAP1 BoAP1
AtAP1
CsAP1
Gambar 4. Pohon filogenetik TcAP1 dengan AP1 atau MADS BOX dari spesies tanaman lainnya. TcAP1 sangat dekat dengan homolognya dari tanaman poplar dan jeruk. Figure 4.
.
Phylogenetic tree of TcAPI and the homologs of other plant species. TcAPI is closely related to the homologs of the poplar and citrus.
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
Gambar 5. Produk RT-PCR dengan RNA berbagai jaringan kakao dan primer spesifik TcAG. Lini 1-10 adalah daun, bantalan bertunas, pasif, berbunga, kuncup bunga, sepal, petal, staminod, pistil dan ovari. Panel atas adalah RNA total yang digunakan. Figure 5. RT-PCR product using total RNA of several cacao tissues using TcAG specific primers. Lanes 1-10 are from leaf, shooting, positive and active flower cushion, flower bud, sepal, petal, staminode, pistil and ovary respectively. Top panel is the total RNA.
130
Santoso et al.
A
B
C
D
Gambar 6. Morfologi bunga A. thaliana. (A) bunga galur liar. (B) Fenotipe bunga ekspresi lemah dari TcAG, sepal dan petal yang lebih kecil. (C) Overekspresi TcAG mengakibatkan hilangnya petal dan munculnya sepal mirip karpel. (D) Overekspresi TcAG juga memberikan struktur mirip ovul (tanda anak panah). Figure 6. Morphology of A. thaliana flowers. (A) wild type flower. (B) flower fenotipe expressing weakly TcAG, sepal and petal are smaller. (C) Overexpression of TcAG causing the absence of petal and forming carpel like sepal. (D) Overexpression of TcAG is also forming ovule like structure (arrows).
PTAG1 dan PTAG2 (84,6%), Sedangkan terhadap AG Arabidopsis dan tomat, TcAG memiliki kekerabatan genetik yang agak jauh (data tidak ditunjukkan). Formulasi VGR meningkatkan pembungaan dan produktivitas tanaman kakao Salah satu alur pensinyalan pada pembungaan tanaman adalah alur homonal GA (giberelic acid). Pada tataran praktis, inhibitor GA sering digunakan dalam kultur teknis tanaman untuk meningkatkan produktivitas tanaman karena rendahnya hormon ini pada level tertentu dapat meng-hambat pertumbuhan vegetatif sehingga memberi kompensasi bagi organ reproduktif tanaman seperti bunga untuk berkembang lebih baik. Percobaan lapang menggunakan formulasi dengan komposisi tertentu menun-jukkan bahwa dengan aplikasi formula FISCA (flower inducing substances for cacao) yang berbahan aktif VGR (vegetative growth retardant) dapat meningkatkan pembungaan tanaman kakao (Samanhudi et al., 2006). Diantara formulasi yang diuji, P-1S dan C-2000S adalah formula terkuat sebagai penginduksi pembungaan pada tanaman kakao (Gambar 7 kanan). Kedua formula tersebut dapat menginduksi tana-man kakao dewasa untuk berbunga lebih awal tiga minggu maupun lebih banyak 200-300% (pada 11 minggu setelah penyem131
Kemungkinan peningkatan produktivitas kelapa sawit melalui induksi……
protan) daripada perlakuan kontrol (Gambar 7 kiri). Perlakuan ini juga meningkatkan jumlah pentil (buah muda) yang terbentuk dan berkembang kemudian lebih dari 100% (data tidak ditunjukkan). Meskipun mekanisme molekuler dari pembungaan terinduksi ini belum diketahui pasti, namun dari data percobaan yang telah dilaporkan, diduga kuat tetap mengikuti alur pensinyalan pembungaan sebagaimana diuraikan di atas. VGR menghambat biosintesis GA. Hormon ini menekan pertumbuhan vegetatif sehingga sukrosa produk fotosintesis teralokasi lebih banyak ke jaringan meristem dimana gen-gen homeotik dapat berubah ekspresinya. Kondisi metabolit yang kaya sukrosa ini menyebabkan alur pensinyalan nutrisi
(kedua dari kanan pada Gambar 1) menjadi aktif yang akhirnya terjadi pembungaan. Pengaruh inhibitor dari biosintesis GA terhadap pembungaan pada kakao ini terjadi melalui penghambatan perkembangan tunas (vegetatif) yang memberikan konsekuensi pada realokasi asimilat (sukrosa) untuk mendukung perkembangan reproduktif (Wilkie et al., 2008). Gen homeotik kelapa sawit memiliki struktur dan fungsi yang terkonservasi Sebagai tanaman tahunan, bunga kelapa sawit terbentuk sepanjang tahun. Dari setiap ketiak pelepah daun yang telah berumur dapat terbentuk satu kali satu tandan bunga jantan atau satu tandan bunga
Gambar 7. Bantalan bunga tanaman kakao beberapa minggu setelah penyemprotan. Panel kiri kontrol dengan air = tidak muncul bunga (atas), selanjutnya muncul tunas (bawah). Panel kanan dengan FISCA, muncul bunga. Figure 7.
Flower cushions of cacao trees several weeks after the spray. Left panel is control spryed with water only=no flower (top), then forming shoot (lower). Right panels were spryed with FISCA, forming flowers.
132
Santoso et al.
betina secara terpisah. Namun kadangkadang bunga jantan dan betina terdapat bersamaan di dalam satu tandan (Adam et al., 2005). Perbedaan antara kedua jenis bunga tersebut antara lain bunga jantan memiliki organ staminat ”tunggal” (individual) sedangkan bunga betina membentuk triad yang terdiri dari satu pistilat yang diapit oleh dua staminat. Kapan terjadinya diferensiasi seksual ini, belum ada informasi pasti. Diferensiasi diperkirakan terjadi antara 17 – 25 bulan sebelum antesis (Lubis, 1992). Namun demikian, rasio antara bunga betina dengan bunga jantan dipengaruhi oleh faktor endogen umur tanaman dan faktor lingkungan seperti status nutrisi dan air. Pada umur tanaman tiga tahun rasio bunga betina per bunga total (sex-ratio) sekitar 95% dan menurun hingga menjadi 50% pada umur
tanaman 10 tahun (Lubis, 1992). Secara genetika molekuler, perkembangan organ reproduktif tanaman kelapa sawit termasuk belum banyak ketahui. Beberapa tahun terakhir, dijumpai sejumlah laporan hasil riset dasar molekuler tentang pembungaan kelapa sawit. Studi ini diawali dari fenomena bunga abnormal atau buah mantled yang dijumpai pada tanaman kelapa sawit hasil kultur jaringan (Morchillo et al., 2005; Alwee et al., 2006; Adam et al., 2007). Dari laporan tersebut disimpulkan bahwa perkembangan bunga pada kelapa sawit secara genetika molekuler lebih mengikuti model ABC, bukan model modified ABC seperti pada beberapa spesies monokot tertentu. Selanjutnya gen-gen MADSBOX pada kelapa sawit yang telah diklon dan terkait dengan perkembangan
Tabel 1. Pola ekspresi lima gen MADSBOX kelapa sawit dan fenotipe dari ekspresi ektopiknya Table 1 .Expression patterns of five MADSBOX genes of oil palm and the phenotypes from their ectopic expressions. Pola ekspresi Gen Sawit mantel
Fenotipenya pada A.thaliana
Fungsi terduga
Bunga jantan
Bunga betina
EgSQUA1
Inflorescence & meristem bunga
Inflorescence & meristem bunga
Tidak terpengaruh
Jangkung (banyak ruas)
A
EgDEF1
Stamen & petal
Staminod & petal
Ekspresi rendah pada kedua seks
Tak ada perubahan yang nampak
B
EgGLO2
Sepal, petal & stamen
Sepal & petal
Ekspresi rendah pada kedua seks
Berubah dari sepal ke petal
B
EgAG2
Semua whorls pada yg muda
Ovul/primordia karpel
Rendah pada bunga betina
Tak ada perubahan yang nampak
C dan/ atau D
EgAGL2-1
Petal & stamen
Petal & primordia ovul
Ekspresi rendah pada kedua seks
Sepal & petal mirip; bunga dlm bunga
E
Sumber: Adam et al. (2007)
133
Kemungkinan peningkatan produktivitas kelapa sawit melalui induksi……
terkonservasi. Riset yang mempelajari pola ekspresi beberapa gen EgMADSBOX pada tiga jenis bunga, yaitu bunga jantan, betina dan mutan mantled mengindikasikan fungsi hometik yang terkonsevasi dalam model ABC (Tabel 1). Transkrip EgSQUA1 ditemukan hanya pada meristem baik bunga jantan, betina maupun mantel, namun tidak terdeteksi pada sepal. Hal ini diduga karena perbedaan, dimana secara morfologi baik sepal maupun petal bunga sawit, keduanya lebih bersifat petaloib. Fungsi meristematik pembungaan dari EgSQUA1 sejajar dengan AP1 pada spesies tanaman lainnya. Namun fungsinya sebagai tipe A dalam model ABC masih perlu dikonfirmasi lebih lanjut.
Peningkatan produktivitas sawit melalui perbaikan perkembangan organ reproduktif Ada dua aspek molekuler dari pembungaan melalui mana peningkatan produktivitas tanaman kelapa sawit dapat ditingkatkan. Pertama adalah perbanyakan klonal yang menghasilkan bibit kelapa sawit dengan tingkat abnormalitas rendah. Kedua, membuat struktur genetik atau kondisi budidaya tanaman kelapa sawit yang memiliki sex-ratio terjaga relatif tinggi. Kedua pemikiran tersebut didasarkan pada pertimbangan ilmiah (state of the art) hingga saat ini sebagaimana tertera pada Tabel 2. Peningkatan produktivitas melalui per-
Tabel 2. Pendekatan molekuler dalam peningkatan produktivitas kelapa sawit. Table 2. Molecular approaches toward possible improvement of oil palm productivity. State of the Art
Kelanjutan/ Konsekuensi
1. Perbanyakan klonal tanaman kelapa sawit unggul • Teknologi kloning tanaman kelapa sawit telah cukup maju • Bibit sawit klonal dgn abnormalitas rendah (<5%): meningkatkan produksi hingga 40% • Proses molekuler terjadinya abnormalitas sawit mulai terungkap, adanya peran gen-gen MADSBOX
¾ Penyempurnaan teknologi: kondisi hormonal atau kultur yang mungkin berpengaruh ¾ Mekanisme rinci/ pasti terjadinya abnormalitas ¾ Menciptakan kit diagnostik untuk deteksi dini abnormalitas
2. Peningkatan sex-ratio tanaman kelapa sawit • Proses molekuler pembungaan terkonservasi mengikuti model ABC • Pada sistem kakao berlaku model ABC, produktivitas tanaman dapat ditingkatkan dengan kondisi buatan (aplikasi) VGR • Adanya konservasi fungsi sistem pembungaan kakao dgn kelapa sawit
¾ Mekanisme rinci dari proses molekuler diferensiasi seksual ¾ Faktor penentu dalam proses diferensiasi seksual ¾ Formulasi nutrisi/ hormonal yang efektif dan ekonomis meningkatkan sex-rasio
134
Santoso et al.
banyakan klonal terdapat tiga poin pertimbangan sebagaimana tertera pada kolom kiri State of the Art. Tiga tindak lanjut yang perlu diselesaikan untuk tahap tingkat tepat guna (kolom kanan). Pertama adalah penyempurnaan teknologi, terutama optimasi kondisi kultur. Dalam hal peningkatan produktivitas melalui peningkatan sex-ratio kelanjutan pertama yang harus dilakukan adalah mengungkap mekanisme dari proses molekuler diferensiasi seksual. Setelah itu, skrining/pengujian faktor-faktor penentu, kemudian untuk membawanya ke tingkat tepat guna diperlukan menyusun formulasi yang efektif dan ekonomis sehingga meningkatkan sexratio tanaman kelapa sawit di kebun. Laporan sebelumnya menyebutkan antara lain defoliasi pada tanaman kelapa sawit dapat menurunkan sex-rationya (Corley et al., 1995), demikian sebaliknya cadangan fotosintat mempengaruhi sex-ratio juga (Williams & Thomas, 1970). Menurut Corley (1976) zat pengatur tumbuh (ZPT) juga memberikan pengaruh terhadap sexratio tanaman kelapa sawit. GA menurunkan sex-ratio tanaman kelapa sawit. Kesimpulan Sebagaimana tanaman lainnya, mekanisme molekuler dari proses pembungaan tanaman kelapa sawit terindikasi mengikuti model ABC. Pengetahuan yang lebih mendalam tentang hal tersebut akan membuka peluang bagi peningkatan produktivitas tanaman melalui dua pendekatan yaitu perbanyakan klonal tanaman kelapa sawit unggul, dan peningkatan sex-ratio tanaman kelapa sawit.
Daftar Pustaka Adam, H., S. Jouannic, J. Escoute, Y. Duval, J. L. Verdeil & J.W. Tregear (2005). Reproductive developmental complexity in the African oil palm (Elaeis guineensis). Am. J. Bot., 92, 1836–1852. Adam, H., S. Juannic, F. Morcillo, J.L Verdell, Y. Duval & J.W. Tregear (2007). Determination of flower structure in Elaeis guineensis: Do palms use the same homeotic genes as other species? Ann. Bot., 100, 1-12. Alwee, S.S., C.G. Van der Linden, J. Van der Schoot, S. de Folter, G.C. Angenent & S.C. Cheah (2006). Characterization of oil palm MADS box genes in relation to the mantled flower abnormality. Plant Cell, Tiss. & Org. Cult., 85, 331–344. Anonim (2007). Meski produsen nomor satu, produktivitas sawit Indonesia rendah. ANTARA NEWS. http://www.antara. co.id/ arc/2007/7/20 Blasquez, M. A. (2000). Flower developmental pathways. J. Cell Sci.,113, 3547-8. Chaidamsari, T., Samanhudi, H. Sugiarti, D. Santoso, G.C.Angenent & R. A. de Maagd (2006). Isolation and characterization of an AGAMOUS homologue from cocoa. Plant Sci., 170, 968-975. Corley, R.H.V. (1976). Sex differentiation in oil palm: Effects of growth regulators. J. Exp. Bot ., 27, 553-558. Corley, R.H.V., M. Ng & C. R. Donough (1995). Effects of defoliation on sex differentiation in oil palm clones. Experiment. Agricult., 31, 177-190.
135
Kemungkinan peningkatan produktivitas kelapa sawit melalui induksi……
Ferrandiz, C., Q. Gu, R. Martienssen & M. F. Yanofsky (2000). Redundant regulation of meristem identity and plant architecture by FRUITFULL, APETALA1 and CAULIFLOWER. Development, 127, 4725-4734.
Santoso, D. (2006). Molecular and Genetic Engineering Studies Toward Improvement of Cacao Bean Production. Bogor, Indonesian Biotechnology Research Institute for Estate Crops. 133p.
Lifschitz, E. & Y. Eshed (2006) Universal florigenic signals triggered by FT homologues regulate growth and flowering cycles in perennial day-neutral tomato. J. Experimen. Bot., 57, 3405–3414.
Shalit, A., A. Rozman, A. Goldshmidt, J.P. Alvarez, J.L. Bowman, Y. Eshed & E. Lifschitz (2009). The flowering hormone florigen functions as a general systemic regulator of growth and termination. PNAS, 106, 8392-8397.
Lubis, A. U. (1992). Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq.) di Indonesia. Pusat Pematang Siantar, Penelitian Perkebunan Marihat-Bandar Kuala
Sung, Z. R., L. J. Chen & Y. H. Moon (2003). Molecular mechanism of shoot determinacy and flowering in Arabidopsis. Hort Sci., 38, 1325-1327.
Mandel, M. A. & M. F. Yanofsky (1995). A gene triggering flower formation in Arabidopsis. Nature, 377, 522-524.
Suryana, A., D. H. Goenadi, L. Erningpraja, B. Drajat, B. Hutabarat & A. Kurniawan (2007). Prospek Dan Arah Pengembangan Agribisnis Kelapa Sawit. Edisi Kedua. Jakarta, Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian - Departemen Pertanian. 36p.
Morchillo, F., C. Gagneur, H. Adam, F. Richaud, R. Singh, S-C Cheah, A. Rival, Y. Duval & J.W. Tregear (2005). Somaclonal variation in micro-propagated oil palm. Characterization two novel genes with enhanced expression in epigenetically abnormal cell lines and in response to auxin. Tree Physiol., 26, 1-10. Putterill, J., R. Laurie & R. Macknight (2004). It's time to flower: the genetic control of flowering time. BioEssays, 26, 1-11. Samanhudi, R. Poerwanto, Sobir, A Purwito, D. Santoso (2006). Aplikasi paklobutrazol dan CCC untuk menginduksi pembungaan tanaman kakao (Theobroma Cacao L.) Agrosains, 8 (1), 7-12.
Theissen, G., A. Becker, A. Di Rosa, A. Kanno, J.T. Kim & T. Munster (2000). A short history of MADS-box genes in plants. Plant Mol. Biol., 42, 115-149. Wilkie, J.D, M. Sedgley & Trevor Olesen (2008). Regulation of floral initiation in horticultural trees. J. Experiment. Bot., 59, 3215–3228. Williams, C. N. & R.L. Thomas (1970). Observations on sex differentiation in the oil palm, Elaeis guineensis L. Ann. Bot., 34, 937-963.
136