III. INDUKSI PEMBUNGAAN PADA TANAMAN KAKAO
Abstrak Kakao merupakan komoditas penting bagi Indonesia, baik secara ekonomi maupun sosial. Namun demikian, produktivitas perkebunan kakao di Indonesia masih rendah. Salah satu masalah yang mempengaruhi rendahnya produksi kakao tersebut adalah pembungaannya yang tidak merata sepanjang tahun. Pada perkebunan di daerah tropis, pohon kakao dewasa dapat berbunga sepanjang tahun, tetapi pembungaan terbesar terjadi pada saat pergantian dari musim kering ke musim hujan. Di luar musim tersebut, pembungaan pohon kakao dapat diinduksi dengan beberapa senyawa retardan. Tujuan penelitian ini adalah untuk mendapatkan jenis dan konsentrasi senyawa penginduksi pembungaan. Penelitian dilakukan di Kebun Rajamandala, Bandung, Jawa Barat mulai bulan Juli sampai dengan Nopember 2003 menggunakan rancangan acak kelompok dengan tujuh ulangan. Paklobutrazol diaplikasikan pada konsentrasi 0.5 dan 1 g bahan aktif/pohon, sedangkan CCC dengan konsentrasi 1.000 dan 2.000 ppm. Paklobutrazol dan CCC diaplikasikan dalam bentuk larutan baik secara sendirian maupun dikombinasikan dengan sukrosa 1%, dengan aplikasi melalui penyemprotan daun. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan CCC 2.000 ppm yang dikombinasikan dengan sukrosa 1% merupakan penginduksi pembungaan kakao yang efektif, karena dengan perlakuan tersebut bunga dan pentil muncul lebih cepat, yaitu berturut-turut pada 24.3 hari setelah perlakuan (HSP) atau 21 hari lebih cepat dan 56.3 HSP atau 43 hari lebih cepat dibandingkan dengan kontrol yang baru muncul bunga pada 45.6 HSP dan pentil pada 98.9 HSP. Perlakuan tersebut juga menghasilkan jumlah bunga dan pentil yang tertinggi, yaitu masing-masing 304.7 buah (terjadi peningkatan 399.52%) dan 24.9 buah (terjadi peningkatan 500.48%) dibandingkan dengan tanaman kontrol. Kata kunci : senyawa penginduksi, retardan, paklobutrazol, CCC, sukrosa.
Pendahuluan Tanaman kakao (Theobroma cacao L.) merupakan salah satu komoditas perkebunan yang perkembangannya sangat pesat, terutama perkebunan rakyat dan perkebunan swasta. Potensi pengembangan kakao di Indonesia cukup besar, baik sumber daya yang dimiliki, teknologi yang dikuasai, maupun peluang pasar dalam dan luar negeri yang akan terus berkembang pada masa yang akan datang. Produksi kakao di Indonesia masih memungkinkan untuk ditingkatkan karena didukung oleh tersedianya lahan dan tenaga kerja yang banyak serta teknologi yang cukup. Produksi kakao yang dihasilkan selama ini belum mampu
32 memenuhi kebutuhan pasar dunia, apalagi mutu biji kakao Indonesia masih tergolong rendah. Hal ini disebabkan sebagian besar pengusahaan kakao di Indonesia masih bersifat sederhana, serta teknik budidaya yang belum dikuasai sepenuhnya. Karena itu diperlukan pengelolaan yang lebih intensif untuk meningkatkan produktivitasnya. Salah satu aspek fisiologis yang penting dalam hubungannya dengan peningkatan produksi buah kakao adalah pertumbuhan reproduktif yang terdiri atas pembungaan dan pembentukan buah. Pembungaan pada tanaman kakao perlu mendapatkan perhatian karena pada bulan-bulan tertentu bunganya sangat banyak tetapi pada bulan-bulan yang lain bunganya sangat sedikit. Pada saat tidak berbunga atau bunganya sedikit tersebut, tanaman kakao dapat ditingkatkan pembungaannya misalnya dengan menggunakan senyawa penginduksi pembungaan seperti paklobutrazol dan CCC. Paklobutrazol dan CCC merupakan senyawa kimia yang bekerja secara fisiologis dalam menghambat biosintesis giberelin (Rademacher 2000). Dasar teori penggunaan paklobutrazol adalah bahwa senyawa ini dapat menghambat biosintesis giberelin. Paklobutrazol juga diketahui dapat menurunkan level giberelin endogen pada beberapa spesies, meningkatkan aktivitas reproduktif, menekan pertambahan tinggi dan produksi daun (Hasan 1993; Moncur dan Hasan 1994).
Aplikasi paklobutrazol juga dapat meningkatkan
kandungan karbohidrat dalam jaringan kayu. Kandungan karbohidrat ini merupakan sumber energi untuk pembentukan bunga. Pada tanaman mangga dan pohon buah-buahan lainnya, perlakuan paklobutrazol mampu menginduksi pembungaan di luar musim dengan cara menghambat biosintesis giberelin sehingga dapat menstimulir pembungaan dan meningkatkan munculnya tunas reproduktif.
33 Hasil penelitian Poerwanto et al. (1997) menunjukkan bahwa aplikasi paklobutrazol pada mangga dapat menginduksi pembungaan di luar musim. Walaupun
paklobutrazol
menghambat
munculnya
tunas
vegetatif,
tetapi
menginduksi munculnya bunga. Tanaman yang tidak mendapat paklobutrazol tidak berbunga, tetapi tunas vegetatif yang muncul banyak. Pada tanaman yang memperoleh paklobutrazol jumlah tunas vegetatif yang muncul menurun, tetapi muncul bunga. Pada manggis, pemberian paklobutrazol menyebabkan tanaman berbunga pada saat 48 hari setelah aplikasi, lebih cepat dibandingkan tanaman kontrol. Jumlah bunga dan buah tanaman yang diberi paklobutrazol juga lebih banyak dibandingkan kontrol (Poerwanto 2003). Chlormequat chloride (CCC) juga mempunyai pengaruh yang berlawanan dengan GA3 terhadap pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Menurut Gianfagna (1995), CCC merupakan senyawa penghambat tumbuh yang dapat mengurangi pemanjangan tunas pada pohon buah-buahan, menghambat pertumbuhan vegetatif dan memacu inisiasi kuncup bunga. Pemberian CCC pada berbagai tanaman dapat memperbaiki pembungaan dan membuat tanaman lebih kompak, dengan pertumbuhan tunas yang seragam. Pada tanaman jeruk, ketika senyawa penghambat tumbuh tersebut digunakan untuk menstimulasi hasil pada pohon muda, maka pengaruhnya terhadap pemanjangan dan vigor menjadi kurang efektif dan sebaliknya akan memacu pembungaan dan mempercepat pembentukan buah (Salomon 1981). Selain dengan paklobutrazol dan CCC, induksi pembungaan juga dapat dilakukan dengan menggunakan sukrosa. Pada konsentrasi yang rendah sukrosa dapat menginduksi pembungaan Arabidopsis secara nyata (Ohto et al. 2001). Studi fisiologi menunjukkan bahwa terdapat biomolekul kecil yang terlibat dalam transisi pembungaan. Molekul tersebut meliputi gula, sitokinin dan giberelin (GA). Studi pada Sinapsis alba, setelah induksi pembungaan,
34 konsentrasi molekul tersebut pada apeks meningkat dengan cepat dan nyata (Bernier et al. 1993). Tujuan penelitian ini adalah untuk mendapatkan jenis dan konsentrasi senyawa yang tepat untuk menginduksi pembungaan tanaman kakao.
Bahan dan Metode
Bahan Tanaman Bahan tanaman yang digunakan adalah kakao jenis UAH (Upper Amazone Hybrid), yang ditanam pada tahun 1990 di Kebun Rajamandala, Bandung, milik PT Perkebunan Nusantara VIII Jawa Barat. Pemilihan pohon kakao sebagai tanaman sampel dilakukan seseragam mungkin berdasarkan besar batang, tinggi tanaman dan ukuran tajuk atau kanopi, serta dipilih pohon yang tidak sedang berbunga atau berbuah.
Prosedur Pelaksanaan Penelitian dilaksanakan mulai bulan Juli sampai dengan Nopember 2003. Senyawa yang digunakan untuk menginduksi pembungaan tanaman kakao adalah paklobutrazol, CCC dan sukrosa yang diaplikasikan dalam bentuk larutan melalui penyemprotan daun, dengan volume semprot 1 liter per pohon. Untuk memecahkan dormansi digunakan senyawa KNO3 dengan konsentrasi 20 g/l, yang diaplikasikan satu bulan setelah perlakuan senyawa penginduksi. Satuan percobaan yang digunakan adalah pohon kakao, dengan wilayah pengamatan ditentukan pada batang mulai dari permukaan tanah sampai dengan setinggi 2 m. Rancangan percobaan yang digunakan adalah rancangan acak kelompok (RAK), dengan tujuh ulangan.
35 Adapun perlakuannya secara rinci adalah sebagai berikut : P-0.5 (paklobutrazol 0.5 g bahan aktif/pohon), P-0.5S (paklobutrazol 0.5 g b.a./pohon + sukrosa 1%), P-1 (paklobutrazol 1 g b.a./pohon), P-1S (paklobutrazol 1 g b.a./pohon + sukrosa 1%), C-1000 (CCC 1.000 ppm), C-1000S (CCC 1.000 ppm + sukrosa 1%), C-2000 (CCC 2.000 ppm), C-2000S (CCC 2.000 ppm + sukrosa 1%), KO (kontrol, tanpa disemprot) dan KA (kontrol, disemprot air). Peubah yang diamati meliputi : saat muncul bunga pertama, waktu berbunga (50% muncul bunga), jumlah tandan bunga, jumlah bunga, saat muncul pentil pertama, jumlah pentil total, persentase pentil layu, jumlah pentil sehat, jumlah tunas, panjang tunas dan jumlah daun. Saat muncul bunga pertama adalah saat pertama kali muncul titik bunga pada batang tanaman yang diamati, dihitung dalam hari setelah perlakuan (HSP). Waktu berbunga ditentukan ketika jumlah bunga yang muncul pada satu pohon telah mencapai 50% (dalam HSP). Jumlah tandan bunga diamati setiap minggu sekali dengan cara menghitung berapa titik tempat munculnya gerombol bunga pada batang yang diamati, mulai dari permukaan tanah sampai dengan setinggi 2 m. Jumlah bunga diamati setiap minggu sekali dengan cara menghitung semua kuncup bunga yang muncul pada permukaan batang yang diamati, mulai dari permukaan tanah sampai dengan setinggi 2 m. Saat muncul pentil pertama adalah saat pertama kali terbentuk pentil pada batang tanaman yang diamati, dihitung dalam hari setelah perlakuan (HSP). Jumlah pentil total diamati setiap minggu sekali dengan cara menghitung semua pentil yang terbentuk pada permukaan batang yang diamati, mulai dari permukaan tanah sampai setinggi 2 m. Persentase pentil layu ditentukan setiap minggu sekali dengan cara menghitung persentase jumlah pentil layu terhadap jumlah semua pentil yang terbentuk (dalam %). Jumlah pentil sehat diamati setiap minggu sekali dengan cara menghitung jumlah pentil yang masih tersisa
36 pada permukaan batang yang diamati, mulai dari permukaan tanah sampai dengan setinggi 2 m (jumlah pentil total dikurangi dengan jumlah pentil layu). Jumlah tunas diamati setiap minggu sekali dengan cara menghitung semua tunas yang muncul pada batang yang diamati, mulai dari permukaan tanah sampai dengan setinggi 2 m. Panjang tunas diukur setiap minggu sekali dengan cara mengukur semua tunas yang muncul pada wilayah pengamatan, mulai dari pangkal tunas sampai dengan titik tumbuh tunas (dalam cm). Jumlah daun diamati setiap minggu sekali dengan cara menghitung semua daun yang terbentuk pada semua tunas yang diamati, mulai dari permukaan tanah sampai dengan setinggi 2 m. Data hasil pengamatan dianalisis dengan menggunakan analisis ragam (Anova) dan jika terdapat beda nyata dilanjutkan dengan uji Duncan dan uji kontras orthogonal.
Hasil dan Pembahasan Secara morfologis, awal munculnya bunga merupakan suatu proses perubahan bentuk pertumbuhan tanaman dari fase vegetatif ke reproduktif. Data hasil pengamatan (Tabel 1), menunjukkan bahwa semua perlakuan senyawa penginduksi memberikan pengaruh yang efektif terhadap pembungaan kakao. Dari delapan perlakuan yang diaplikasikan, semua memberikan pengaruh terhadap inisiasi pembungaan yang lebih cepat dibandingkan dengan kontrol. Saat muncul bunga pertama tercepat terjadi pada perlakuan P-1S, C-1000S, C-2000 dan C-2000S, masing-masing pada 24.3 hari setelah perlakuan (HSP). Sementara itu pada tanaman kontrol baru mulai muncul bunga pada 21 hari berikutnya (Tabel 1).
37 Pohon kakao yang diinduksi mempunyai waktu berbunga (kejadian 50% muncul bunga) yang lebih cepat dibandingkan dengan kontrol. Waktu berbunga tercepat terjadi pada perlakuan C-2000S yaitu pada 44.3 HSP, sedangkan pada tanaman kontrol terjadi pada 62.6 HSP (Tabel 1). Data tersebut menunjukkan bahwa perlakuan CCC 2.000 ppm dengan sukrosa 1% dapat mempercepat waktu berbunga 18 hari lebih awal. Jadi pengaruh senyawa penginduksi pembungaan selain dapat mempercepat munculnya bunga pertama juga dapat mempercepat waktu berbunga secara keseluruhan. Berdasarkan hasil analisis kontras orthogonal (Tabel 1) dapat diketahui bahwa terhadap waktu berbunga, perlakuan paklobutrazol memberikan pengaruh yang berbeda nyata dengan perlakuan CCC, demikian juga antara penambahan sukrosa dan tanpa sukrosa. Perlakuan CCC mempercepat waktu berbunga yaitu rata-rata 49.4 HSP, sedangkan pada perlakuan paklobutrazol rata-rata 52.2 HSP. Penambahan sukrosa 1% juga nyata mempercepat waktu berbunga yaitu pada 49.2 HSP, sedangkan pada perlakuan tanpa sukrosa waktu berbunganya terjadi pada 52.4 HSP. Dengan demikian perlakuan CCC dan penambahan sukrosa 1% terbukti dapat mempercepat waktu berbunga tanaman kakao. Pada Tabel 1 juga diperlihatkan jumlah tandan bunga, yaitu gerombolan bunga yang muncul pada bantalan bunga. Walaupun secara statistik semua perlakuan hanya berbeda nyata dengan tanaman kontrol yang disemprot dengan air, namun dilihat dari nilainya semua perlakuan menghasilkan jumlah tandan bunga yang lebih tinggi dibandingkan dengan pohon yang tidak diperlakukan. Jumlah tandan bunga tertinggi terdapat pada perlakuan C-2000S yaitu 79.0 buah, yang berarti terjadi peningkatan 168.43% dibandingkan dengan kontrol. Dalam satu tandan bunga kakao dapat berisi beberapa bunga sampai puluhan bunga, sehingga jumlah tandan bunga tersebut penting kaitannya dengan jumlah bunga secara keseluruhan.
Tabel 1 Rata-rata saat muncul bunga pertama, waktu berbunga, jumlah tandan bunga, jumlah bunga, saat muncul pentil pertama, jumlah pentil total, persentase pentil layu, jumlah pentil sehat, jumlah tunas, panjang tunas dan jumlah daun pada tanaman kakao yang diinduksi pembungaannya Peubah Pengamatan Perlakuan
Waktu Muncul bunga berbunga (HSP) pertama (HSP)
Jumlah tandan bunga
Jumlah bunga
Muncul pentil pertama (HSP)
Jumlah pentil total
Persentase pentil layu (%)
Jumlah pentil sehat
Jumlah tunas
Panjang
2.9 c 3.6 bc 5.0 bc 8.3 bc 8.1 bc 11.9 ab 7.6 bc 8.1 bc 9.6 bc 20.3 a
4.1 a 3.1 ab 2.3 ab 1.7 ab 1.6 ab 1.4 b 1.9 ab 1.4 b 1.3 b 1.3 b
31.4 a 22.8 a 18.5 a 14.6 a 17.9 a 15.0 a 16.7 a 14.3 a 14.4 a 13.7 a
49.43 a 27.43 ab 21.14 ab 18.57 b 13.71 b 13.14 b 14.00 b 12.86 b 13.14 b 10.86 b
tunas (cm)
Jumlah daun
Hasil Uji Duncan KA KO P-0.5 P-0.5S P-1 P-1S C-1000 C-1000S C-2000 C-2000S
45.6 a 36.7 b 28.9 c 28.3 c 24.6 c 24.3 c 27.7 c 24.3 c 24.3 c 24.3 c
62.6 a 60.6 ab 55.7 bc 54.1 c 52.7 cd 46.3 e 52.7 cd 52.0 cd 48.6 de 44.3 e
29.4 b 50.0 a 68.6 a 64.7 a 68.7 a 76.9 a 66.1 a 62.4 a 63.1 a 79.0 a
61.0 c 109.1 bc 179.6 ab 192.3 ab 207.3 ab 251.0 ab 188.9 ab 209.9 ab 206.4 ab 304.7 a
98.9 a 91.7 a 72.6 bc 73.1 bc 71.1 bc 68.3 bc 74.9 b 73.1 bc 72.3 bc 56.3 c
4.1 c 5.0 bc 7.4 bc 10.6 bc 10.1 bc 13.6 b 9.1 bc 9.7 bc 12.6 b 24.9 a
26.6 a 28.4 a 36.9 a 21.1 a 26.8 a 24.0 a 24.1 a 19.8 a 24.9 a 21.9 a
Hasil Uji Kontras Orthogonal Kontrol (KA) vs Semua Paklobutrazol vs CCC Sukrosa vs Tanpa sukrosa
233.47** 2.48tn 1.55tn
39.86** 5.16* 6.84*
15.90** 0.06tn 0.00tn
22.51** 0.24tn 0.40tn
23.59** 0.30tn 1.62tn
6.95* 2.47tn 3.85tn
0.04tn 0.87tn 1.26tn
6.10* 2.15tn 4.18tn
9.99** 0.28tn 0.42tn
3.63tn 0.12tn 0.34tn
11.89** 0.30tn 0.14tn
KK (%)
11.51
8.92
17.14
16.52
20.04
18.38
18.81
15.00
7.81
26.03
28.05
38
Keterangan : Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan berbeda tidak nyata pada uji Duncan taraf 5% (atas). Angka pada hasil uji kontras orthogonal menunjukkan nilai F-hitung (bawah). * = berbeda nyata, ** = berbeda sangat nyata, tn = berbeda tidak nyata.
39 Perkembangan jumlah bunga sangat nyata mulai 4 minggu setelah perlakuan (MSP) dan mencapai puncaknya pada 11 MSP. Perkembangan jumlah bunga cenderung konstan dari minggu ke minggu, dengan jumlah bunga tertinggi terjadi pada perlakuan C-2000S dan disusul oleh perlakuan P-1S (Gambar 4). Kedua senyawa retardan, baik paklobutrazol maupun CCC ketika diaplikasikan secara sendirian maupun dikombinasikan dengan sukrosa 1%, memberikan pengaruh yang nyata terhadap peubah saat muncul bunga pertama dan saat muncul pentil pertama. Perlakuan C-2000S menghasilkan jumlah bunga yang nyata lebih tinggi dibandingkan dengan kontrol, serta menghasilkan jumlah pentil total yang nyata lebih tinggi dibandingkan dengan kontrol maupun dengan perlakuan lainnya. Jumlah bunga yang dihasilkan pada perlakuan C-2000S sebesar 304.7 buah (lima kali lipat) dibandingkan dengan kontrol, dan jumlah pentil total sebesar 24.9 buah (enam kali lipat) dibandingkan dengan kontrol (Tabel 1).
350
Jum lah Bunga
300 250 200 150 100 50 0 0
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
Minggu Setelah Perlakuan (MSP) KO
KA
P-0.5
P-0.5S
P-1
P-1S
C-1000
C-1000S
C-2000
C-2000S
Gambar 4 Grafik perkembangan jumlah bunga kakao.
40 Berdasarkan Tabel 1 juga dapat diketahui bahwa penambahan sukrosa 1% terhadap paklobutrazol dan CCC dapat meningkatkan pembungaan dan pembentukan pentil kakao. Jumlah bunga dan jumlah pentil total terjadi lebih tinggi pada perlakuan dengan sukrosa 1% dibandingkan dengan perlakuan tanpa sukrosa. Stimulus penginduksi dapat diperlukan untuk membuat daun menjadi kompeten untuk menghasilkan stimulus bunga atau untuk meningkatkan produksinya. Pada apeks, stimulus bunga diperlukan untuk membuat apeks kompeten terhadap reaksi stimulus berikutnya atau untuk menginisiasi determinasi bunga (Lyndon 1990).
30
Jumlah Pentil Total
25 20 15 10 5 0 6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
18
20
Minggu Setelah Perlakuan (MSP) KA
KO
P-0.5
P-0.5S
P-1
P-1S
C-1000
C-1000S
C-2000
C-2000S
Gambar 5 Grafik perkembangan jumlah pentil total.
Perlakuan C-2000S juga dapat memacu terbentuknya pentil lebih cepat yaitu pada 56.3 HSP, dibandingkan dengan tanaman kontrol yang baru membentuk pentil pada 43 hari berikutnya (Tabel 1). Demikian juga terhadap jumlah pentil total, perlakuan C-2000S mampu menghasilkan pentil enam kali
41 lipat lebih banyak dibandingkan dengan kontrol (Gambar 5, Tabel 1). Terjadinya peningkatan jumlah bunga dan jumlah pentil akibat perlakuan CCC dan juga paklobutrazol menunjukkan bahwa senyawa tersebut dan atau kombinasinya dengan sukrosa 1% merupakan inducer yang kuat terhadap pembungaan kakao. Hal ini dimungkinkan karena senyawa tersebut menghambat pertumbuhan vegetatif, sehingga arah asimilat dialihkan untuk pembentukan bunga dan buah (Gianfagna 1995; Rademacher 1995; Yuceer et al. 2003). Semua perlakuan pada penelitian ini memberikan pengaruh yang tidak nyata terhadap persentase pentil layu, walaupun secara umum persentase pentil layu pada pohon yang diperlakukan dengan senyawa penginduksi lebih kecil dibandingkan dengan tanaman kontrol. Persentase pentil layu terkecil terjadi pada perlakuan C-1000S sebesar 19.84%, kemudian disusul oleh perlakuan C-2000S sebesar 21.87% (Tabel 1). Pentil layu (cherelle wilt) merupakan suatu mekanisme pada tanaman kakao untuk mengurangi banyaknya buah agar sesuai dengan daya dukung tanaman. Kejadian cherelle wilt diawali dengan buah menguning, mengkerut, warna buah berubah menjadi coklat hingga kehitaman dan akan menempel terus pada batang atau cabang. Puncak cherelle wilt biasanya terjadi pada minggu ke-10 setelah polinasi atau saat buah berumur 70 hari dan terjadi pada buah-buah yang panjangnya kurang dari 10 cm. Kelayuan tersebut terjadi akibat adanya kompetisi asimilat, air dan hara, dan rendahnya kandungan IAA di dalam biji kakao yang berumur kurang dari 70 hari tersebut (Tjasadihardja 1981; Duladi 2004). Walaupun persentase pentil layu antar perlakuan tidak berbeda nyata, namun jumlah pentil sehat pada beberapa perlakuan memberikan hasil yang nyata lebih tinggi dibandingkan dengan kontrol. Jumlah pentil sehat tertinggi terdapat pada perlakuan C-2000S sebesar 20.3 buah, kemudian disusul oleh perlakuan P-1S sebesar 11.9 buah, sedangkan pada tanaman kontrol hanya
42 mencapai 2.9 buah per pohon (Tabel 1, Gambar 6). Jumlah pentil sehat merupakan peubah yang cukup penting karena dapat menggambarkan jumlah buah yang akan bertahan sampai masak. Tingginya buah sehat yang masih terdapat di pohon dapat menunjukkan tingginya produksi biji yang akan dihasilkan. Jumlah pentil total dan jumlah pentil sehat yang nyata lebih tinggi pada perlakuan C-2000S menunjukkan bahwa CCC 2.000 ppm dan kombinasinya dengan sukrosa 1% merupakan perlakuan yang lebih optimal didalam mendukung pembentukan pentil dan meningkatkan jumlah pentil kakao dibandingkan dengan perlakuan lainnnya.
25
Jumlah Pentil Sehat
20
15
10
5
0 6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
18
20
Minggu Setelah Perlakuan (MSP) KA
KO
P-0.5
P-0.5S
P-1
P-1S
C-1000
C-1000S
C-2000
C-2000S
Gambar 6 Grafik perkembangan jumlah pentil sehat.
Jumlah bunga erat kaitannya dengan jumlah pentil, karena bunga yang terbentuk sangat menentukan terbentuknya pentil. Berdasarkan uji korelasi diketahui bahwa terdapat korelasi positif antara jumlah bunga dengan jumlah pentil total, dengan persamaan regresi Y = 3.0285 + 0.0075X dan nilai R2 =
43 0.8482. Di samping itu antara jumlah bunga dengan jumlah pentil sehat juga terdapat korelasi positif, dengan persamaan regresi Y = 2.9216 + 0.0068X dan nilai R2 = 0.8645. Berarti semakin besar jumlah bunga yang terbentuk, kemungkinan terbentuknya pentil juga semakin besar. Kalau kejadian pentil layu dapat ditekan, maka hal tersebut dapat meningkatkan terbentuknya buah yang mampu bertahan hingga menghasilkan biji. Sesuai dengan hasil penelitian Duladi (2004), bahwa produksi buah atau biji yang tinggi perlu didukung oleh potensi pembentukan bunga dan pentil yang tinggi, serta rendahnya kejadian pentil layu (cherelle wilt). Terhadap pertumbuhan vegetatif, paklobutrazol dan CCC dapat menekan jumlah tunas, panjang tunas dan jumlah daun. Pada pohon kakao yang tidak diperlakukan, tunas muncul lebih awal dengan jumlah tunas lebih banyak (3-4 tunas per pohon), dibandingkan dengan pohon-pohon yang diberi perlakuan yang rata-rata hanya muncul kurang dari dua tunas per pohon (Tabel 1). Terhadap panjang tunas, walaupun antar perlakuan tidak berbeda nyata namun secara umum perlakuan retardan tersebut cenderung menghasilkan panjang tunas yang rata-rata lebih pendek dibandingkan dengan tunas yang muncul dari tanaman kontrol (Tabel 1). Demikian halnya dengan jumlah daun, karena jumlah dan panjang tunas sangat menentukan jumlah daun yang terbentuk, maka tanaman kontrol yang mempunyai jumlah dan panjang tunas tertinggi juga mempunyai jumlah daun yang jauh lebih besar dibandingkan dengan tanaman yang diperlakukan (Tabel 1). Data tersebut menunjukkan bahwa dibandingkan dengan kontrol, perlakuan CCC 2.000 ppm dengan sukrosa 1% memberikan jumlah tunas paling sedikit (1.3 buah), panjang tunas terpendek (13.7 cm) dan jumlah daun paling sedikit (10.9 buah).
44 Penurunan pertumbuhan oleh paklobutrazol terjadi karena senyawa tersebut menghambat biosintesis giberelin, yaitu memblokir lintasan pembentukan senyawa ent-kaurene menjadi ent-kaurenoic acid. Salah satu peranan utama giberelin pada pohon adalah menstimulasi pemanjangan sel. Ketika produksi giberelin dihambat, pembelahan sel masih terjadi, tetapi sel-sel baru tidak mengalami pemanjangan (Chaney 2003). Peranan CCC dalam biosintesis giberelin yaitu menghambat lintasan pembentukan senyawa geranyl-geranyl pyrophosphate menjadi copalyl pyrophosphate. Sebagai senyawa anti giberelin, CCC dapat menghambat pertumbuhan batang, daun dan stolon, tetapi dapat memacu pengumbian kentang (Sharma et al. 1998). Penyemprotan CCC juga dapat meningkatkan kandungan gula pereduksi, pati dan sukrosa pada batang. Sukrosa merupakan salah satu produk akhir fotosintesis dan merupakan bentuk utama dari gula yang ditranslokasikan pada kebanyakan tanaman. Pada pohon Eucalyptus nitens, CCC dan juga paklobutrazol dapat mengontrol pertumbuhan vegetatif dan merangsang pembungaan, serta dapat menurunkan level GA1 dan GA20 pada apeks sebagai akibat terjadinya penghambatan biosintesis GA pada daerah tersebut (Williams et al. 1999). CCC menyebabkan penurunan produksi giberelin pada daun-daun muda dan sebagai akibatnya produksi auksin dari meristem apikal juga menurun (Maiti et al. 1972). Pada tanaman jeruk, perlakuan CCC dapat menginduksi pembungaan yang lebih awal dan memperbaiki fruit set. Total tunas yang mengalami pemanjangan lebih rendah pada tanaman yang diperlakukan dan menghasilkan penampilan pohon yang kompak. Percabangan juga dipengaruhi oleh CCC, yang mana jumlah daun per tanaman menurun, serta dapat menginisiasi buah lebih awal dan meningkatkan hasil akhir. Buah dari tanaman yang diperlakukan dengan CCC mempunyai biji yang lebih banyak daripada buah yang berasal dari tanaman kontrol (Salomon 1981).
45 Selain mempercepat munculnya bunga, perlakuan senyawa penginduksi pembungaan pada kakao juga dapat mempercepat perkembangan bunga. Pada saat muncul bunga pertama (24 HSP), pada pohon yang diperlakukan telah muncul titik bunga, sementara pada tanaman kontrol belum kelihatan adanya titik bunga (Gambar 7). Pada 12 hari setelah muncul (HSM), bunga kakao dari pohon yang diberi perlakuan tersebut telah berkembang membentuk kuncup-kuncup bunga yang besar (Gambar 8). Sementara pada tanaman kontrol, dimana gambar juga diambil pada 12 HSM, tampak perkembangan bunga yang masih berupa titik bunga dan kuncup yang masih kecil. Hasil tersebut menunjukkan bahwa perlakuan senyawa penginduksi pembungaan pada kakao juga dapat mempercepat pendewasaan bunga dan memperpendek fase anthesis, sehingga sangat dimungkinkan bahwa perlakuan senyawa penginduksi pembungaan pada penelitian ini juga dapat memunculkan pentil dan menghasilkan buah yang lebih cepat. Kuncup bunga pada tanaman kakao biasanya muncul di sepanjang batang atau cabang dari pohon, terutama pada bagian permukaan yang mengalami penonjolan. Pada bagian tersebut biasanya juga tumbuh tunas. Asimilat dari jaringan daun ditranslokasikan ke seluruh bagian tanaman dan dengan laju yang lebih rendah ketika mencapai bagian tonjolan kulit batang tersebut, yang selanjutnya digunakan untuk inisiasi pertumbuhan organ vegetatif atau generatif seperti bunga, tergantung kompetensi untuk membentuk bunga dari pohon tersebut. Pohon yang mempunyai kompetensi rendah akan menggunakan sebagian besar asimilat tersebut untuk pertumbuhan vegetatif, sedangkan pohon yang mempunyai kompetensi tinggi akan menggunakan asimilat untuk perkembangan organ regeneratif. Oleh karena itu bunga berkembang lebih banyak pada pohon yang diperlakukan dengan inducer daripada pada tanaman kontrol (Santoso dan de Maagd 2003).
46
KA
P-1
C-2000
KO
P-1S
C-2000S
Gambar 7 Penampilan bunga kakao pada 24 HSP (Hari Setelah Perlakuan).
KA
P-1
C-2000
KO
P-1S
C-2000S
Gambar 8 Penampilan bunga kakao pada 12 HSM (Hari Setelah Muncul).
C-2000S merupakan perlakuan terbaik dibandingkan dengan semua perlakuan yang diaplikasikan. Pengaruh perlakuan tersebut terhadap inisiasi bunga dan pembentukan pentil memberikan hasil yang sebanding. Perlakuan
47 C-2000S dimungkinkan dapat menekan pertumbuhan vegetatif dan merangsang pertumbuhan reproduktif. Akibatnya, karbohidrat sebagai metabolit utama lebih banyak digunakan secara langsung untuk mendukung perkembangan bunga dan buah. Penambahan sukrosa 1% terhadap CCC 2.000 ppm mengindikasikan bahwa sukrosa mempunyai peranan penting dalam perkembangan reproduktif. Dalam menghambat pertumbuhan vegetatif, CCC mengalihkan sebagian besar asimilat untuk mendukung perkembangan bunga. Penambahan sukrosa eksogen pada perlakuan CCC 2.000 ppm dapat menambah asimilat dan karenanya dapat meningkatkan pembungaan (Santoso dan de Maagd 2003). Transisi ke perkembangan reproduktif terjadi setelah periode perkembangan vegetatif, yaitu ketika tanaman menjadi kompeten untuk merespon sinyal lingkungan (seperti panjang hari, intensitas cahaya dan ketersediaan nutrisi). Selama fase reproduktif, meristem vegetatif berkembang menjadi meristem bunga. Selama proses inisiasi bunga, meristem vegetatif akan memunculkan sejumlah meristem bunga lateral atau meristem bunga di bagian axilnya. Transisi dari vegetatif ke reproduktif biasanya dibarengi dengan perubahan posisi relatif dari organ-organ lateral (phyllotaxis) dan perubahan jarak antara organ-organ lateral (panjang ruas) (Davies et al. 1999). Fase induksi dalam proses pembungaan merupakan fase paling penting yang menentukan apakah tanaman tersebut akan berbuah atau tidak. Pada fase ini terjadi perubahan fisiologis atau biokimia pada mata tunas dari pertumbuhan vegetatif mengarah pada pertumbuhan mata tunas bunga. Fase ini menjadi penting karena tidak ada perubahan morfologi yang tampak pada kuncup (Poerwanto 2003). Selanjutnya dikatakan bahwa terdapat tiga teori yang mendasari induksi pembungaan, yaitu: (1) teori nutrisi, (2) teori penghambat pembungaan dan (3) teori florigen.
48 Menurut teori nutrisi, pembungaan dapat dipacu dengan pengaturan keseimbangan antara karbohidrat dan nitrogen (nisbah C/N). Sach dan Hackett (1983) dalam Ryugo (1988) memformulasikan ide pengalihan nutrisi yang menyebabkan pucuk apeks menginisiasi primordia bunga. Mereka menemukan bahwa suatu senyawa kimia kompleks dialihkan ke apeks vegetatif pada kondisi tertentu. Bahan kimia tersebut mengaktifkan gen spesifik untuk menginisiasi morfogenesis, mengubah apeks menjadi bunga. Menurut teori penghambat pembungaan, bahwa tanaman yang tumbuh pada kondisi yang tidak favorabel untuk berbunga akan menghasilkan zat penghambat pembungaan. Tanaman akan berbunga apabila berada pada kondisi yang dapat mencegah produksi zat penghambat pembungaan tersebut. Jadi induksi pembungaan berarti menurunkan konsentrasi zat penghambat pembungaan sampai di bawah ambang penghambatan (Bernier et al. 1985). Menurut teori florigen, bahwa tumbuhan tidak akan berbunga kecuali ada kondisi yang menginduksi. Bahwa pada tanaman mempunyai bagian yang responsif terhadap fotoperiodisitas yaitu daun. Pada daun yang mendapat fotoperiodisitas tersebut terdapat informasi yang kemudian dikirim ke mata tunas, yang menyebabkan mata tunas tersebut terinduksi untuk berbunga. Pada stadia tertentu dari siklus hidupnya, tanaman mengalami perkembangan dari fase vegetatif ke fase reproduktif. Transisi tersebut diatur oleh faktor lingkungan dan berbagai perkembangan yang kompleks. Dalam hal ini tanaman akan mengalami perkembangan menuju pembungaan pada saat dimana bahan internal telah mencukupi dan diakumulasikan, serta kondisi lingkungannya yang mendukung. Beberapa tanaman, khususnya perenial berkayu, akan mengalami fase juvenil selama tanaman tersebut tidak menghasilkan struktur reproduktif meskipun semua sinyal lingkungannya sesuai.
49 Transisi dari juvenil ke stadia dewasa memerlukan kompetensi oleh daun atau meristem untuk merespon sinyal internal maupun eksternal (Gilbert 2005). Pembungaan pada tanaman kakao sebenarnya dapat terjadi sepanjang tahun
tetapi
intensitasnya
bervariasi.
Pada
bulan-bulan
tertentu
terjadi
pembungaan yang lebat sekali, namun pada saat yang lain bunganya sangat sedikit atau bahkan tidak berbunga sama sekali. Pola pembungaan yang khas pada
tanaman
kakao
tersebut
telah
berkontribusi
terhadap
rendahnya
produktivitas perkebunan kakao di Indonesia. Pemberian paklobutrazol dan CCC telah terbukti dapat memperbaiki pola pembungaan pada tanaman kakao, yaitu dapat meningkatkan pembungaan kakao terutama pada saat tanaman tidak berbunga. Perlakuan retardan tersebut dapat mengakibatkan berkurangnya sintesis hormon, diantaranya sintesis giberelin. Kandungan giberelin yang rendah pada tanaman dapat menyebabkan tanaman berbunga. Penambahan sukrosa secara eksogen juga dapat meningkatkan terjadinya penumpukan karbohidrat di bagian tajuk tanaman. Peningkatan karbohidrat tersebut akan menyebabkan nisbah C/N menjadi tinggi, dimana nisbah C/N yang tinggi penting dalam menginduksi pembungaan dan pembentukan buah.
Kesimpulan Perlakuan CCC 2.000 ppm dengan sukrosa 1% merupakan perlakuan penginduksi pembungaan kakao yang efektif, karena selain memberikan pembungaan dan pembentukan pentil tercepat juga menghasilkan jumlah bunga dan jumlah pentil yang tertinggi. Dengan perlakuan tersebut bunga dan pentil muncul lebih cepat, yaitu berturut-turut pada 24.3 HSP (21 hari lebih cepat) dan 56.3 HSP (43 hari lebih cepat) dibandingkan dengan kontrol yang baru muncul bunga pada 45.6 HSP dan pentil pada 98.9 HSP. Perlakuan tersebut juga
50 menghasilkan jumlah bunga dan pentil yang tertinggi, yaitu masing-masing 304.7 buah (terjadi peningkatan 399.52%) dan 24.9 buah (terjadi peningkatan 500.48%) dibandingkan dengan kontrol. Selain mempercepat inisiasi bunga, perlakuan senyawa penginduksi pembungaan juga mempercepat perkembangan bunga kakao, dimana pendewasaan bunga dan waktu anthesis terjadi lebih singkat sehingga pembentukan pentil juga terjadi lebih cepat.