APLIKASI GIBBERELIN TERHADAP INDUKSI PEMBUNGAAN TANAMAN Mentha spp
Dawud Ardisela
ABSTRACT Mentha piperita L. is peppermint oil producer that used for bubble sweet, toothpaste, cigarettes, balsam, drugs, etc. Main problem of Mentha spp planting in Indonesia is photoperiodicity that it longday plant need 14 hours for growing and flowering. Gibberelin treatment will anticipate photoperiodicity or vernalization problem of this plant. The flowering process in this plant is very important for exactly harvesting and plant breeding. Keywords: gibberelin, flowering, peppermint oil
PENDAHULUAN Latar Belakang Tanaman pepermin (Mentha piperita L.) merupakan herba tahunan yang termasuk Familia Labiatae. Herba berupa batang dan daunnya menghasilkan minyak atsiri yang disebut minyak permen (peppermint oil). Minyak pepermin dengan kandungan utama menthon dan menthol diperoleh dengan cara penyulingan uap dan digunakan sebagai bahan baku pembuatan permen karet, manisan permen, pasta gigi, minyak angin, balsam, obat batuk, rokok dan lainlain. Pepermin diperbanyak secara vegetatif dengan jangkar/stolon/runner, yaitu batang yang menjalar dan dapat mengeluarkan akar dari buku-bukunya. Tanaman ini bisa digunakan untuk penutup tanah dan dapat berumur panjang asal dipelihara dengan baik. Panjang tanaman dapat mencapai 90 cm (LPTI, 1971). Kebutuhan minyak pepermin dalam negeri rata-rata 300 ton per tahun yang hampir seluruh kebutuhan tersebut masih dipasok dari luar negeri dengan nilai devisa yang cukup besar. Dalam rangka mengamankan devisa negara pada masa resesi ekonomi dewasa ini, sudah sepantasnya swasembada minyak pepermin mulai dirintis. Usaha-usaha pengembangan tanaman pepermin perlu dilakukan dengan mengintroduksi jenis-jenis, pemuliaan jenis-jenis yang ada, 17
mencari alternatif cara pembudidayaannya dan teknik pengolahannya (Balittro, 1986).
Identifikasi Masalah Tanaman Mentha piperita L. dibudidayakan di daerah subtropik karena waktu berbunga memerlukan hari panjang. Minyak pepermin di daerah subtropik dengan mutu terbaik diperoleh dari terna/herba yang dipanen pada stadia berbunga penuh. Walau demikian tanaman yang dipanen sebelum berbunga dapat menghasilkan minyak dengan kandungan menthol yang cukup tinggi (Balittro, 1988). Mentha piperita L.di Indonesia tidak pernah berbunga, maka penentuan waktu panen yang tepat sulit dilakukan. Disamping itu dalam rangka pemuliaan tanaman dengan persilangan untuk menghasilkan varietas yang cocok dibudidayakan di Indonesia sulit dilakukan karena tidak berbunga. Perlu dicari alternatif-alternatif untuk menstimulus pembungaan di antaranya adalah dengan aplikasi hormon tumbuh gibberelin, yaitu Gibberelic Acid – 3 atau GA-3 yang mudah didapatkan.
Kerangka Pemikiran Mentha piperita L. yang ditanam di Amerika Serikat adalah hibrid alam dari persilangan Mentha sylvestris L. , Mentha rotundifolia L. dan Mentha aquatica L.
Varietas yang secara ekonomis dikembangkan adalah Mentha
piperita varietas Vulgaris L. (Black mint, English mint, Micham mint, Black Micham) dan Mentha piperita varietas America L. atau American mint (LPTI, 1971). Hasil minyak permen yang optimal baik dari segi kualitas maupun kuantitas didapatkan dari terna yang dipanen pada saat yang tepat, yaitu pada masa pembungaan. Kalau panen terlambat maka kuantitas akan turun dan kalau panen terlalu cepat maka minyak permen berkadar menthol rendah dan menthon tinggi (LPTI, 1971).
18
Masalah
utama
dalam
budidaya
pepermin
di Indonesia
adalah
fotoperiodisitas. Tanaman ini tergolong tanaman hari panjang yang membutuhkan panjang hari paling sedikit 14 jam untuk tumbuh dan berbunga. Apabila ditanam di daerah tropis dengan panjang hari kurang lebih 12 jam sepanjang tahun, tanaman ini tumbuh melata dengan ukuran daun kecil dan banyak stolon sehingga hasil biomasa yang dapat dipanen menjadi rendah serta kualitas minyak yang rendah pula (Danawikarsa, 1990 dan Chairani, 1987). Salah satu terobosan untuk menanggulangi masalah fotoperiodisitas adalah dengan penggunaan hormon tumbuh. Orang menduga ada satu hormon yang memegang peranan dalam pembentukan bunga sementara disebut florigen (Dwijoseputro, 1988). Pertumbuhan bunga pada suatu tanaman itu bergantung kepada faktorfaktor dalam dan luar. Tetapi tanaman itu terlebih dahulu mencapai kedewasaan untuk dapat menghasilkan bunga. Faktor suhu, cahaya, dan panjang hari pengaruhnya sangat besar dalam pembungaan (Dwijoseputro, 1988).
Pembahasan dan Pemecahan Masalah Hormon adalah zat yang dibuat di suatu tempat dan menjalankan fungsinya di tempat lain. Fitohormon, hormon pertumbuhan adalah sekumpulan zat-zat yang membantu pertumbuhan tanaman. Diantara hormon pertumbuhan yang diketahui antara lain; auksin, hetero auksin, asam indol asetat (AIA), asam traumatat, kinin, gibberelin, dan vitamin (Dwijoseputro, 1988). Hormon pertumbuhan atau Zat Pengatur Tumbuh (ZPT) diartikan sebagai senyawa-senyawa organik yang terdapat secara alami maupun sintetis dalam jumlah kecil dapat memodifikasi derap pertumbuhan dan perkembangan tanaman dengan cara mendorong, merangsang, menghambat atau menahan proses fisiologis tanaman. Pengertian senyawa organik di sini tidak termasuk senyawasenyawa yang memasok karbon, energi atau hara tanaman (Abidin, 1983). Hampir seluruh hormon tumbuh tanaman telah dibuktikan dapat menginduksi pembungaan. Walaupun demikian tampaknya dari seluruh hormon
19
tumbuh, hanya gibberin-lah yang mempunyai peluang besar bagi keberhasilan induksi pembungaan tanaman pepermin di Indonesia (Noggle dan Fritz, 1983). Gibberelin ditemukan oleh F. Kurusawa yang diperoleh dari jamur yang hidup sebagai parasit pada tanaman padi. Jamur itu dalam fase sempurna dikenal sebagai Gibberella fujikuroi dan di dalam fase tidak sempurna disebut Fusarium moniliforma (Dwijoseputro, 1988). Selanjutnya dalam Dwijoseputro (1988) disebutkan bahwa pengaruh gibberelin terhadap pertumbuhan dan perkembangan tanaman adalah sebagai berikut: a. Menyebabkan tanaman menghasilkan bunga sebelum waktunya b. Menyebabkan buah partenokarpi c. Membuat tanaman raksasa dalam waktu singkat d. Mempercepat timbuhnya biji dan tunas e. Menyebabkan tinggi tanaman 3 - 5 kali tinggi normal f. Mempercepat pertumbuhan sayur-sayuran g. Menimbukan pembungaan tumbuhan hari panjang yang ditanam di daerah berhari pendek Prawiranata (1981) menyebutkan bahwa gibberelin berpengaruh terhadap rangsangan dan penghambatan terhadap perkembangan antara fase muda dan fase dewasa.
Lintasan sintetis gibberelin dan senyawa terpenoid yang lain dalam
tumbuhan dapat dilihat pada Gambar 1 : Acetil Ko-A ( 2 C )
Intermediat (Isopentenil Pirofosfat)
Karet
( 5 C )x
Karotenoid
( 5 C )x
(5C) Aterol
( 5 C )x
Asam Absisik (15 C)x Gibberelin (20 C) Gambar 1. Lintasan Sintesis Giberlin & Senyawa Terpenoid Ternyata gibberelin, karet alam, karotenoid dan steroid secara kolektif disebut terpenoid. Gibberelin dibentuk dengan jalan kondensasi precursor 5 C
20
melalui sejumlah intermediet. Senyawa-senyawa penghambat seperti Fosfon-D Cycocel dan Amo 1618 menghambat biosintetis gibberelin. Gibberelin terdapat dalam berbagai organ tumbuhan seperti akar, batang, tunas, daun, tunas-tunas bunga, binti akar, buah dan jaringan kalus.
Telah
diketahui ada 40 jenis struktur senyawa yang aktifitasnya sejenis gibberelin. Pengaruh gibberelin dapat memperbesar buah dan bunga, dapat mengganti perlakuan suhu rendah 2 – 4 0C pada tanaman yang membutuhkan perlakuan suhu rendah untuk pembungaannya, dapat pula memecahkan dormansi biji dan tunas pada tanaman tertentu.
Respon terhadap Gibberelin meliputi peningkatan
pembelahan sel dan pembesaran sel. Berbeda dengan auksin, gibberelin lebih efektif pada tanaman utuh sedangkan kebanyakan pengaruh auksin terlihat pada organ-organ yang telah dipotong (Prawiranata, 1981). Induksi pembungaan tanaman hari panjang yang ditumbuhkan dalam kondisi hari pendek, dengan perlakuan gibberelin telah berhasil pada tanaman selada dan lobak dengan aplikasi semprot pada berbagai stadia pertumbuhan dengan konsentrasi 100 – 1000 ppm (Weaver, 1972), Aplikasi hormon gibberelin pada tanaman pepermin pernah diteliti oleh Bosela dan Smik (1977) dan hasilnya menunjukkan bahwa tinggi tanaman, jumlah tunas dan daun, jumlah dan ukuran bunga pepermin meningkat melalui aplikasi gibberelin. Disamping itu gibberelin dapat menginduksi agar bunga lebih cepat keluar. Konsentrasi yang digunakan optimal 300 ppm. Mekanisme kerja Gibberelin dalam perangsangan bunga diterangkan dengan dasar hipotesis adanya hormon pembungaan florigen. Florigen terdiri dari 2 gugus hormon, yaitu gibberelin yang mengontrol pembentukan tangkai bunga dan antesin yang mengontrol pembentukan bunga. Sampai kini belum berhasil diisolasi. Pengetahuan akan keberadaan antesin didasarkan hasil uji biologi yang menunjukkan adanya senyawa perangsang pembungaan yang berbeda dengan hormon yang telah diketahui (Chailakhyan, 1982). Dalam rangka pemuliaan tanaman, perlu sekali adanya usaha-usaha pembungaan tanaman Mentha piperita L. agar dapat dilakukan hibridisasi selain dari pada mendatangkan varietas-varietas unggul dari luar negeri. Dengan
21
hibridisasi dan seleksi antara beberapa varietas yang ada maka akan didapatkan varietas yang unggul dan secara ekonomis layak ditanam di daerah tropis seperti Indonesia. Berdasarkan analisis di lapangan dan di laboratorium ternyata ada varietas-varietas Mentha piperita unggul yaitu yang berasal dari Manoko Lembang dan New Zealand. Mentha piperita asal Manoko tumbuh tegak, sedikit stolon dan sudah adaptif terhadap kondisi tropik dan menghasilkan minyak dengan kadar menthol 64 % dan menthofuran 7 % yang hamper mencapai standar yang diinginkan. Mentha piperita asal New Zealand dengan produksi 16 ton per ha terna segar dan produksi minyak 15 liter per ha pada waktu panen I (4-5 bulan), tetapi mutu minyaknya rendah dengan kandungan menthol terlalu rendah dan kandungan menthofuran dan menthil asetat terlalu tinggi (Balittro, 1988).
SIMPULAN 1. Tanaman pepermin tergolong tanaman hari panjang yang berasal dari daerah subtropik. Bila ditanam di daerah tropik seperti Indonesia, tanaman tumbuh melata dengan ukuran daun kecil, stolon banyak dan tidak berbunga. 2. Hampir seluruh hormon tumbuh tanaman telah dibuktikan dapat menginduksi pembungaan, tapi hanya gibberelin yang punya peluang besar bagi keberhasilan induksi pembungaa tanaman pepermin di Indonesia. 3. Usaha-usaha pembungaan tanaman pepermin perlu dilakukan dalam rangka pemuliaan tanaman untuk mendapatkan varietas yang cocok untuk kondisi Indonesia dengan produksi tinggi dan menghasilkan mutu minyak yang memenuhi syarat.
DAFTAR PUSTAKA Abidin, Z. 1983. Dasar-dasar Pengetahuan Tentang Zat Pengatur Tumbuh. Angkasa, Bandung. Balittro. 1986. Kemungkinan Pembudidayaan Tanaman Penghasil Minyak Permen, Tanaman Penghasil Minyak Atsiri Potensial, Panili dan Lidah Buaya. Bogor. Balittro. 1988. Penelitian Pendahuluan Penanaman Mentha di KP Manoko. Bogor
22
Bosela, K.A. dan Smik G.K. 1977. Biomorphological Changes in M. piperita and M. Crispa caused by growth Regulatora. Ukraina ‘kii Botanichnii Zhurnal 34 (1):95-99 dalam Plant Growth Regulator Abstract 1978 4(4):62 Chailakhyan, M.K. 1982. Hormonal Substances in Flowering dalam P.F. Wareing (Ed.) Plant Growth Substances 1982. Academic Press, London. Chairani, F. 1987. Pepermin. Dwijoseputro, D. Jakarta.
Kemungkinan Stimulasi Pembungaan dalam budidaya
1988.
Dasar-dasar Fisiologi Tumbuhan.
PT Gramedia,
LPTI. 1971. Pedoman Bercocock Tanam Mentha. Bogor Noggle, G.R. dan Fritz, G.J. 1983. Introductory Plant Physiology. Prentice-Hall, New Jersey Prawiranata, W. 1981. Dasar-dasar Fisiologi Tumbuhan. IPB, Bogor Weaver, R.J. 1972. Plant Growth Substances in Agriculture. W.H. Freeman dan co, San Fransisco.
23