II. TINJAUAN PUSTAKA A. BIOLOGI TANAMAN KAKAO Kakao merupakan tanaman yang menumbuhkan bunga dari batang atau cabang. Daerah yang menjadi daerah utama penanaman kakao adalah hutan hujan tropis di Amerika Tengah, tepatnya wilayah 18° Lintang Utara sampai 15° Lintang Selatan (Siregar et al., 2003). Tanaman ini mulai berbuah setelah berumur 4-5 tahun dan mencapai produksi buah tertinggi pada usia 12 tahun. Tanaman ini dapat berbuah terus menerus sampai berusia 50 tahun, dan dalam setahun dapat dilakukan pemanenan sebanyak dua kali (Nasution, 1985). Tanaman kakao akan tumbuh mencapai ketingian 20-30 kaki dan membutuhkan tanaman pelindung yang lebih besar. Tanaman ini membutuhkan curah hujan rata-rata/tahun antara 1150 – 2500 mm, dan temperatur pertumbuhan maksimum antara 30-32 ºC serta temperatur minimum antara 18-20 ºC. Pertumbuhan dan hasil yang baik juga dipengaruhi oleh intensitas cahaya matahari yang diterima dalam jumlah cukup, kondisi tanah yang subur dan jarak tanam yang baik. Tanaman kakao termasuk tanaman biseksual, tidak mempunyai madu, dan serbuk sarinya melekat dengan erat sehingga sulit untuk diserbukkan oleh angin. Namun pada akhirnya diketahui bahwa penyerbukan bunga disebabkan oleh bantuan seranga. Tanaman kakao di golongkan kedalam kelompok tanaman caolifloris, termasuk dalam Genus Theobroma. Famili Sterculiaceae, dan spesies theobroma cacao LINN. Criollo dan trinitario adalah nama fine cacao atau kakao mulia, sedangkan jenis forastero dikenal dengan nama bulk cacao atau kakao lindak (Susanto,1994). Perbedaan yang nyata antara kedua grup di atas terutama adalah warna buah, warna biji dan bau kakao masing-masing. Kakao dengan biji yang tidak berwarna termasuk grup Criollo, sedangkan kakao dengan warna biji berwarna ungu yang khas termasuk grup Forastero. Grup Criollo juga menghasilkan buah yang berwarna merah atau kuning dengan bau dan rasa yang lebih baik daripada bau dan rasa kakao lainnya. Forastero menghasilkan kakao yang berwarna kuning dengan bau yang agak rendah dan rasa yang lebih pahit. Di Indonesia khususnya di pulau Jawa, tanaman coklat yang tumbuh adalah dari jenis
3
Trinitario. Mutu coklat ini hampir sama atau sedikit di bawah grup Criollo dengan aroma yang segar dan rasa yang tidak terlalu pahit dan warna biji yang agak muda (Nasution., 1985). Tanaman kakao dikonsumsi oleh manusia hanya bagian bijinya saja. Biji kakao (Gambar 1) terletak di dalam buah atau pod yang tumbuh pada batang dan dahan-dahannya. Bentuk dan ukuran buah berbeda-beda tergantung jenis kakao yang ditanam. Pada umumnya sub grup Criollo mempunyai mempunyai kulit buah yang bertonjolan dengan lekuk-lekuk, sedangkan sub grup Forastero hampir rata dan licin, serta ukuran biji yang lebih besar dibandingkan dengan Criollo. Buah kakao yang masak mempunyai kulit yang tebal dan berisi 30 sampai 40 biji yang dikelilingi oleh pulp yang berlendir. Biji terdiri dari dua bagian utama dan sangat berperan selama proses fermentasi yaitu kulit biji (testa) dan keping biji. Kedua bahan inilah yang selama proses fermentasi mengalami perubahan dan menimbulkan aroma pada coklat.
Gambar 1. Biji kakao dengan kulit dan tanpa kulit.
4
B. PENGOLAHAN KAKAO 1.Pengolahan Primer Kakao Setelah pemanenan, buah kakao tidak dapat dimanfaatkan secara langsung, harus melalui beberapa proses olahan awal yaitu proses pengupasan buah, fermentasi, pencucian dan perendaman, pengeringan serta penentuan mutu. Setelah melewati semua tahapan ini barulah biji kakao siap untuk diolah menjadi produk setengah jadi dan selanjutnya menjadi produk siap konsumsi. Adapun tahapan pengolahan primer kakao dapat dilihat pada Gambar 2.
PANEN BUIAH SORTASI BUAH PENGUPASAN BUAH
KULIT BUAH
FERMENTASI PENCUCIAN dan PERENDAMAN PENGERINGAN PENENTUAN MUTU PENYIMPANAN
Gambar 2. Tahapan pengolahan primer buah kakao. 1. Sortasi Buah Proses sortasi sangat berperan penting dalam menghasilkan biji kakao dengan kualitas yang baik. Digunakan untuk memisahkan buah kakao yang sehat dari buah kakao yang rusak karena penyakit, busuk maupun cacat. Hal ini perlu dilakukan agar buah yang sehat tidak ikut tercemar karena ditimbun di satu tempat.
5
2. Pengupasan Buah Setelah pemanenan, buah segera dikupas atau dipecahkan baik dengan pisau, arit maupun pemukul kayu. Dalam menghasilkan biji kakao kering dengan mutu yang baik, aspek pemecahan buah dan sortasi biji merupakan faktor yang menentukan.
Pemecahan buah harus dilakukan secara hati-hati supaya tidak
melukai biji yang kemudian didikuti dengan pemisahan biji
dari buah yang
sekaligus sortasi bijji agar diperoleh ukuran biji yang seragam (Mulato dan Widyotomo, 2003a). 3. Fermentasi Tujuan dari proses fermentasi adalah untuk mematikan biji kakao tersebut, sehingga perubahan-perubahan yang terjadi di dalam biji yang dapat mengakibatkan adanya proses pertumbuhan
dapat dihindarkan, sedangkan
perubahan yang meningkatkan kualitas kakap ditingkatkan. Perubahan yang harus ditingkatkan adalah perubahan warna keping biji, peningkatan aroma dan rasa serta melunaknya keping biji kakao. Tujuan lainnya adalah untuk melepaskan pulp dari keping biji, dan mempermudah lepasnya kulit biji dari keping biji pada proses pengeringan/penyangraian biji kakao (Siregar et al., 2003). Proses fermentasi merupakan salah satu tahap penting yang berpengaruh terhadap kualitas biji. Dari beberapa penelitian, diketahui bahwa biji kakao yang tidak di fermentasi atau setengah fermentasi akan memiliki rasa, aroma, maupun penampilan yang kurang. Kita ketahui bahwa biji kakao kebanyakan digunakan untuk bahan baku pangan, sehingga masakah rasa, aroma dan penampilannya merupakan hal yang sangat diperhatikan (Atmana, 2002). Perubahan kimia dan biologi yang terjadi selama proses fermentasi mengakibatkan pulp hancur dan mencair, biji mati dan enzim-enzim tertentu terbentuk dan memecah tanin serta beberapa zat perangsang lainnya sehingga mengurangi rasa pahit pada kakao. Bentuk biji kakao selama proses fermentasi berubah menjadi menggembung bila proses fermentasi berjalan dengan sempurna, sedangkan bila proses fermentasi tidak berjalan sempurna biji kakao akan tetap berbentuk pipih. Keping biji yang berwarna putih maupun ungu akan berubah menjadi coklat. Apabila warna biji masih ungu kecoklatan, maka hal ini
6
menunjukkan proses fermentasi belum sempurna selesai. Proses fermentasi dapat berlangsung dengan berbagai macam cara misalnya dengan ditumpuk diatas alas tertentu, dimasukkan kedalam keranjang, dimasukkan kedalam peti atau bak kayu yang diletakkan diatas rak-rak. Hasil percobaan menunjukkan bahwa perlakuan fermentasi berpengaruh terhadap suhu fermentasi, bobot biji hasil fermentasi, bobot biji hasil pengeringan (rendemen), kenampakan fisik, warna keping biji, indeks fermentasi, kadar kulit, pH dan kadar air relatif. Lama fermentasi untuk menghasilkan biji kakao bermutu baik adalah 3-5 hari. Selisih rendemen antara biji yang tidak difermentasi dengan yang difermentasi adalah 1.37-3.83 % atau setara dengan penurunan bobot kering 3.10-9.44 % (Yusianto et al., 1995). 4. Perendaman dan Pencucian Proses pencucian biji kakao setelah proses fermentasi hanya dilakukan oleh beberapa negara saja salah satunya adalah Indonesia. Selain itu kebijakan dari masing-mahsing perusahaan perkebunan menjadi salah satu alasan diadakannya atau tidaknya proses perendaman dan pencucian (Nasution, 1985). Tujuan utama dari proses pencucian ini antara lain untuk menghilangkan atau melepaskan pulp dari biji dan juga digunakan untuk menghambat atau menghentiksn proses fermentasi biji kakao yang sedang berlangsung. Proses perendaman serta pencucian biasanya dilakukan pada pagi hari. Proses pertama dilakukan perendaman biji kakao yang telah difermentasi di dalam wadah atau ember plastik dengan air yang terus mengalir selama 2 jam. Setelah itu dilanjutkan dengan proses pencucian dengan cara mengaduk-aduk biji kakao yang direndam dengan tangan. Namun ada pula proses perendaman dan pencucian dengan cara modern yaitu dengan menggunakan mesin pencuci yang dilengkapi alat pengaduk yang berputar dengan cepat. Manfaat dari proses pencucian serta perendaman pada biji kakao ini agar biji-biji yang dihasilkan akan lebih tahan terhadap hama dan serangan serangga perusak pada proses penyimpanan. Dengan melihat dari fungsi tersebut maka industri kecil jarang melakukan proses perendaman serta pencucian ini hal ini dikarenakan pada industri kecil bahan baku biji coklat yang diolah atau digunakan
7
dengan jumlah yang terbatas atau kecil sehingga tidak perlu dilakukan proses penyimpanan dengan waktu yang lama (± dalam 2-3 hari bahan baku biji kakao telah habis digunakan) . 5. Pengeringan Kadar air yang tinggi pada akhir proses fermentasi (± k.a 60 %), harus diturunkan menjadi sekitar 8 % sebelum biji kakao tersebut diolah lebih lanjut. Hal ini dilakukan agar pada biji kakao tidak mudah tumbuh kapang maupun jamur sehingga dapat mengurangi kualitas dari biji kakao itu. Namun apabila pengeringan berlangsung sampai pada kadar air dibawah 8 % maka biji kakao akan mudah hancur, kalitas rasa dan aroma juga akan menurun. Ada berbagai cara pengeringan
yang
dapat
dilakukan,
yaitu
pengeringan
secara
alami
(penjemuran/sun drying) dan pengeringan secara buatan (menggunakan alat/artificial drying) (Mulato dan Widyotomo, 2003a). Pengeringan alami dilakukan bila pada daerah yang memiliki curah hujan tidak terlalu tinggi intensitasnya dan lama penyinaran matahari cukup panjang dengan intensitas penyinarannya yang tinggi. Proses pengeringan dilakukan di atas tikar pandan yang dihamparkan di atas lantai semen. Pengeringan dengan cara penjemuran ini memberikan hasil yang baik,karena biji coklat yang dikeringkan tidak langsung kontak dengan suhu yang tinggi. Maksimum suhu selama pengeringan adalah antara 45 – 60 º C. Apabila pada proses awal pengeringan digunakan suhu yang tinggi (± > 60º C) maka persentasi biji yang mengerut dan yang permukaanya mengeras akan meningkat. Waktu penjemuran biji coklat sangat tergantung pada keadaan cuaca selama penjenuran tersebut. Bila tidak diselingi dengan hari hujan, maka waktu penjemuran berkisar antara 6 sampai 9 hari. Pengeringan biji kakao diawali dengan penjemuran dengan mengunakan panas matahari kemudian dilanjutkan dengan pengeringan tahap kedua yaitu meletakkan biji pada ruangan pengering dengan suhu diusahakan tidak lebih dari 45º C. Ruangan tersebut merupakan suatu lantai yang tinggi yang berlubang-lubang, dimana udara dalam ruangan tersebut dipanasi dengan menggunakan pipa pemanas yang mengalirkan udara panas dari tungku.
8
Pengeringan buatan banyak dilakukan pada negara yang memiliki tingkat curah hujan yang tinggi. Keuntungan utama dari pengeringan buatan ini adalah mengurangi waktu dan luas tempat dilakukannya pengeringan, selain itu dengan dilakukannya pengeringan buatan maka proses pengeringan tidak tergantung terhadap cuaca tempat pengeringann tersebut berada. Pengeringan buatan yang dianjurkan adalah dengan menggunakan gabungan alat pengering, dengan suhu yang berbeda. Mula-mula biji basah dikeringkan dengan menggunakan convorted gordon dryer pada suhu sekitar 90º C selama 3 – 4 jam, yaitu sampai gejala melekatnya biji dengan biji hilang. Kadar air biji setelah melalui proses pengeringan pendahuluan ini adalah sekitar 40 %. Penmgeringan lanjutan dilakukan dengan meneberkan biji di atas tray dan dimasukkan ke dalam tunnel dryer dengan type counter current. Ruangan tunnel itu dipanasi
dan
dipertahankan suhunya kurang dari 70º C dengan jalan menyalakan burner selama 40 menit setiap jam (Mulato dan Widyotomo, 2003a). 6. Pemisahan dan Penentuan Mutu Penentuan mutu biji kakao sekarang ini didefinisikan sebagai alokasi contoh coklat berdasarkan atas penentuan kerusakan biji. Pemisahan biji yang telah dikeringkan dilaksanakan atas dasar berat biji, kemurnian, warna dan bahan ikutan, serta jamur. Dalam menetapkan kualitas biji, faktor-faktor seperti kulit ari, kadar lemak, kadar air turut diperhatikan. Standar minimum persentase kandungan biji coklat ini berbeda-beda pada setiap negara penghasil coklat. Misalkan saja biji kakao Ghana yang mempunyai standar kadar kulit ari 11.5-12 %, kadar lemak 57-58 %, dan kelembaban biji 6-7 % digolongkan bermutu baik (Siregar et al., 2003). Pemisahan yang dilakukan untuk memisahkan bahan ikutan dan mengklasifikasikan biji adalah proses pemindahan bahan-bahan asing dan biji kakao yang berada diluar kategori kelas. Pada perkebunan besar biasanya proses dilakukan dengan bantuan peralatan khusus yang berupa piring-piring silinder yang dibagi atas empat bagian, dan setiap bagian terdiri dari ukuran dan bentuk yang berbeda. Mula-mula biji kering dilewatkan pada bagian yang pertama, khusus untuk memisahkan debu, bahan-bahan kecil bekas kulit dan sampah.
9
Pemisah kedua bertujuan untuk memisahkan biji tipis atau gepeng. Bagian ketiga menghasilkan biji kakao kelas dua, dan sisanya adalah biji kakao kelas pertama. Pada umumnya penentuan mutu masih dilakukan secara subyektif dengan berdasarkan penampakan fisik biji tersebut, yaitu bulat, keriput, gepeng, biji pecah dan warna kulit biji. Menurut Nasution (1985) di Indonesia penetuan mutu biji dibedakan atas mutu A, B, C, G, dan Z. Mutu A
adalah biji-biji kakao yang berwarna rata dengan bentuk bulat penuh.
Mutu B
adalah biji-biji yang berwarna kurang rata, pada kulitnya terdapat bercak-bercak, bentuk tidak bulat penuh dan ada bagian biji yang rusak.
Mutu C
adalah biji-biji yang berwarna tidak rata, berbentuk gepeng dan keriput.
Mutu G
adalah campuran biji-biji yang terpecah atau belah.
Mutu Z
adalah biji-biji yang berwrna hitam.
7. Penyimpanan Proses penyimpanan bertujuan untuk menyimpan hasil panen yang telah disortasi dalam kondisi yang aman dan terkontrol dengan baik sebelum diolah lebih lanjut atau diperdagangkan. Penyimpanan biji kakao dilakukan didalam karung goni yang memiliki kapasitas makasimal 60 kg dan diberi label sesuai dengan mutu yang telah ditetapkan dan juga menunjukkan identitas produsen dari biji kakao tersebut. Kemudian karung biji kakao itu ditumpuk dengan jumlah tumpukan maksimal enam tumpukan. Sebelumnya tumpukan karung diberi penyangga yang terbuat dari papan kayu setinggi 10 cm dari lantai gudang penyimpanan, dan diberi jarak 20 sampai 15 cm dari dinding gudang. Selain itu aerasi di gudang penyimpanan harus diperhatikan secara serius agar biji kakao tidak menjadi lembab (Siregar et al., 2003). Dalam proses penyimpanan, dilakukan juga proses fumigasi yang bertujuan untuk mengatasi infestasi dan kontaminasi hama gudang pada penyimpanan biji kakao. Karena tiga persyaratan dasar biji kakao agar bisa
10
diekspor ke negara lain seperti Amerika Serikat, yaitu memenuhi persyaratan yang berhubungan dengan jamur, serangga dan kotoran, bebas dari pencemaran bahan kimia dan residu pestisida (Yusianto dan Teguh, 2001).
2. Pengolahan Sekunder Kakao Setelah melewati proses pengolahan primer maka kakao yang dihasilkan diolah lebih lanjut dalam pengolahan sekunder kakao (Gambar 3). Pengolahan sekunder kakao merupakan pengolahan biji kakao menjadi bahan setengah jadi yang dapat dimanfaatkan menjadi berbagai macam produk jadi baik itu bubuk kakao, lemak kakao, minuman instan, permen dan produk-produk lainnya. BIJI KAKAO
PENYANGRAIAN KULIT BIJI
PEMISAHAN KULIT
DAGING BIJI PEMASTAAN KASAR PASTA KAKAO KASAR PENGEMPAAN
LEMAK KAKAO
BUBUK KAKAO
Gambar 3. Tahapan pengolahan sekunder buah kakao 1. Penyangraian Proses penyangraian merupakan salah satu proses yang menentukan kualitas dari kakao yang dihasilkan untuk diolah menjadi produk jadi. Proses
11
penyangraian memiliki beberapa tujuan yaitu proses penyangraian yang baik harus dapat mengembangkan rasa, aroma, warna, memudahkan pelepasan kulit dari biji, mengurangi kadar air, dan mengendorkan kulit sehingga dengan mudah dapat dipisahkan kulitnya pada proses pemisahan biji kulit. Rasa dan aroma yang didapat dari proses penyangraian bergantung atau ditentukan oleh beberapa factor yaitu suhu dan lama penyangraian, panas spesifik biji, bentuk biji, asal biji, jenis varietas biji, cara pengolahan serta cara dan lama proses penyimpanan biji coklat. Biji yang berbentuk relatif bulat, pada suhu dan lama penyangraian yang sama akan lebih cepat mengalami perubahan daripada yang berbentuk hemiellipsoida. Biji berukuran lebih kecil juga akan lebih cepat berubah warna daripada yang berukuran lebih besar. Jika penyangraian biji-biji yang relative lebih kecil dicampur dengan yang berukuran lebih besar, maka biji yang berukuran lebih kecil akan tersangrai lebih gelap warnanya (Mulato dan Widyotomo, 2000). Perubahan pertama yang terjadi pada proses penyangraian diantaranya adalah penurunan kadar air dan pengeringan biji kakao. Perubahan kedua adalah terjadinya penghilangan rasa asam dengan menguapnya komponen asam organic volatile, seperti asam aetat yang sangat dominan terbentuk pada proses fermentasi biji. Selain itu komponen utama seperti tanin yang menyebabakan rasa pahit sepat dapat teroksidasi selama proses penyangraian. Sedangkan untuk pengembangan komponen rasa dapat diketahui dari aroma yang terbentuk (Lee, et al. 2001) Pada prinsipnya terdapat dua tipe mesin penyangraian, yaitu tipe kontinyu dan tipe batch (Gambar 4). Penyangrai tipe batch biasnya berbentuk drum berputar dengan pemanas dari luar memakai burner minyak tanah, kayu, arang, atau LPG (Liquid Petroleum Gas). Penyangraian tipe kontinyu biasanya menggunakan udara panas yang dialirkan berlawanan arah dengan aliran biji kakao. Di divisi pasca panen di PUSLIT Jember ini digunakan mesin penyangrai tipe Batch.
12
Gambar 4. Mesin sangrai biji kakao tipe Batch 2. Pemisahan Kulit Proses pemishan kulit dilakukan karena hanya biji kakao (nib) saja yang digunakan untuk proses pengoalahan selanjutnya. Kulit biji kakao tidak cocok untuk dikonsumsi oleh manusia karena memiliki kandungan selulosa yang cukup tinggi yang dapat mengakibatkan rasa pedih. Kulit biji juga dapat menyebbakan kapasitas penghancuran biji secara mekanis sangat rendah (Beckett, 2000). Proses pemisahan nib dari biji dilakukan setelah biji disangrai dan mengalami proses tempering. Biji coklat ini dimasukkan ke dalam mesin pemecah kulit yang memiliki kapasiat sekitar 27 kg/jam (Gambar 5). Mesin ini digunakan untuk proses pemisahan kulit biji kakao menjadi nib sekaligus memperkecil ukuran dari kakao tersebut, proses pemisahannya menggunakan silinder berulir yang berputar dengan kecepatan tertentu, input mesin tersebut berupa biji kakao yang telah disangrai yang dimasukkan ke dalam lubang input berupa corong yang terdapat di bagian atas mesin. Output dari mesin ini yaitu nib yang keluar dari lubang bagian bawah dari mesin yang ditampung dengan menggunakan wadah, kemudian output yang lain berupa kulit biji kakao yang keluar dari lubang di tengah mesin dengan menggunakan sistem blower.
13
Gambar 5. Mesin pemisah kulit biji kakao 3. Pemastaan Proses pemastaan merupakan proses penghancuran nib (daging buah kakao) menjadi ukuran tertentu (<20 mμ). Dengan ukuran seperti itu maka nib yang dihancurkan akan menjadi pasta cair kental. Hasil jadi penghancuran kakao tersebut terjadi dikarenakan kandungan yang terdapat pada biji kakao yang terdiri dari 50 % lemak kakao. Penghancuran tersebut bertujuan juga untuk memperbesar luas permukaan kakao, sehingga pada saat perlakuan pengempaan dengan bantuan pemanasan massa kakao akan memberikan pengaruh semakin banyaknya kakao yang dapat diekstrak. Kadar kulit dan kadar air biji kakao akan mempengaruhi tingkat kesulitan dalam penghancuran nib menjadi pasta kakao (Beckett, 2000). Mesin pemasta kasar (Gambar 6) merupakan mesin pembuat pasta kakao kasar yang bahan inputnya adalah nib. Sistemnya menghancurkan nib menjadi pasta kental dengan memasukan nib dari lubang input yang kemudian digiling atau dihancurkan oleh silinder yang berputar di dalam mesin dengan kecepatan yang cukup tinggi (± 800 RPM) sehingga menghancurkan nib. Pasta kasar yang dihasilkan akan dilanjutkan dengan proses pengempaan, tetapi sebelumnya dimasukkan ke dalam kantong kain setelah itu disimpan di ruang pemanas agar lemak yang terdapat pada pasta mengendap dan pasta tersebut tidak beku sehingga memudahkan proses pengempaannya.
14
Gambar 6. Mesin pemasta kasar biji kakao.
4. Pengempaan Pengempaan bertujuan untuk memisahkan lemak kakao dari pasta kasar yang telah dihasilkan. Banyaknya lemak yang dapat dipisahkan tergantung pada lamanya pengempaan yang dilakukan, tekanan yang digunakan, dan ukuran partikel pasta yang diekstrak. Menurut Mulato dan Widyotomo, (2003), rendemen lemak yang diperoleh dari pengepresan dipengaruhi oleh bebrapa faktor antara lain suhu pasta, kadar air pasta, ukuran partikel pasta, kadar protein pasta, tekanan kempa, dan waktu pengepresan. Alat pengempa/pengepres pasta coklat terdiri dari 2 macam jenis yaitu alat pengempa tipe mekanis dan alat pengempa tipe hidrolik. Alat pengempa tipe mekanis merupakan alat pengempa yang menggunakan tenaga manusia dalam melakukan pengepresan, sistem kerja menggunakan sistem kerja dari dongkrak hanya bedanya pada alat pengempa ini bagian atas dongkarak dibuat “mati” / tidak bergerak sehingga timbul tekanan ke bawah, terdapat komponen alat berupa per yang berfungsi mengembalikan ujung bagian pengempa ke posisi semula atau atas, silinder / lempengan ujung pengempa yang kontak langsung dengan pasta dapat lepas untuk mempermudah pemasukan pasta ke dalam ruang pengempa selain itu berguna untuk mempermudah pembersihannya, bagian penampung lemak coklat berada di bawah alat pengempa, input adalah pasta kakao yang dikemas dalam kantong kain, output berupa lemak kakao dan bungkil.
15
Alat pengempa tipe hidrolik (Gambar 7) merupakan alat pengempa lemak kakao yang menggunakan tenaga mesin dalam proses pengempaan pasta dalam hal ini menggunakan prinsip dasar tekanan bahan cair (oli) yang didorong oleh pompa / motor melalui selang atau pipa bertekanan tinggi, tekanan pengepresan bisa dilakukan secara optimum yaitu sebesar 200 kg/cm3 agar menghasilkan lemak secara maksimal, satu kali pengepresan butuh waktu ± 7 – 15 menit.
Gambar 7. Mesin pengempa mekanik type silinder.
16
C. LEMAK KAKAO Lemak kakao merupakan lemak alami yang diperoleh dari biji kakao. Beberapa Negara membatasi pengertian lemak kakao sebagai lemak alami yang diperoleh dari nib kakao dengan pengepresan hidrolik atau ekspeler. FDA mendefinisikan lemak kakao sebagai lemak kakao yang dapat dimakan yang diperoleh dari biji theobroma cacao atau spesies yang sangat dekat, baik sebelum maupun sesudah penyangraian.
1. Sifat Lemak Kakao Lemak kakao memiliki sifat yang khas dibandingkan dengan lemak nabati lainnya, diantara sifat lemak kakao tersebut bersifat plastis, memiliki kandungan senyawa lemak padat yang relatif tinggi, warnanya putih kekuningan dan memiliki bau khas dari coklat. Selain itu lemak kakao mengalami proses penyusutan volume (kontraksi) pada saat dilakukan pendinginan sehingga padatan lemak yang dihasilkan sangat kompak dan memiliki penampilan fisik yang menarik. Sifat-sifat inilah yang menjadi unggulan dibandingkan jenis lemak yang lainnya (Mulato dan Widyotomo, 2003).
2. Manfaat Lemak Kakao Melihat dari sifat lemak kakao diatas maka lemak kakao dapat dimanfaatkan dalam berbagai bidang, baik bidang mengenai olahan makanan maupun bidang mengenai kacantikan dan farmasi (Mulato dan Widyotomo, 2003). Untuk bidang olahan makanan lemak kakao digunakan sebagai bahan campuran dalam pembuatan permen cokelat yang sebelumnya dicampur dengan pasta kakao, susu, dan gula. Selain itu lemak kakao bisa juga digunakkan sebagai minyak untuk menggoreng makanan namun dengan harga kakao yang mahal dan juga membutuhkan proses lanjutan yang juga membutuhkan biaya tambahan maka lemak kakao sebagai minyak goreng terasa kurang efisien. Sedangkan mengenai manfaat lemak kakao di bidang kecantikan digunakan sebagai bahan pencampur untuk produk pelembab serta pewarna bibir hal ini bisa dilakukan karena lemak kakao yang bersifat lembut untuk kulit dan mudah mencair pada suhu tubuh.
17
3. Cara Mendapatkan Lemak Kakao Lemak kakao didapatkan dari kakao yang dipress dengan menggunakan alat pengempa lemak tipe mekanis maupun hidrolik. Pengempaan bertujuan untuk memisahkan lemak atau minyak dari pasta kasar, pasat halus, maupun biji kakao (nib). Bahan baku yang masih panas yang berasal dari ruang pemanas dimasukkan ke dalam alat pengempa. Dinding silinder diberi lubang-lubang sebagai alat penyaring. Cairan lemak tersebut akan melewati lubang-lubang tersebut dan bungkil kakao tertahan di dalam silinder. Proses sekali pengempaan lemak kakao biasanya berlangsung selama 7-15 menit.
4. Kriteria Mutu Lemak Kakao Lemak kakao yang dihasilkan dari proses pengempaan memiliki nilai mutu yang tidak sama. Untuk menentukan apakah lemak kakao yang dihasilkan memiliki nilai mutu yang baik atau tidak maka harus dilihat berdasarkan kriteriakriteria mutu lemak kakao yang ada. Kriteria atau dasar dari penilaian mutu lemak kakao adalah berupa nilai dari tingkat kekerasan, proses kristalisasi pada lemak kakao, dan juga tingkat titik cair dari lemak kakao tersebut. Lemak kakao yang baik memiliki tingkat kekerasan serta titik cair yang cukup tinggi agar lemak kakao tersebut tidak mudah mencair apabila disimpan pada suhu tertentu dengan waktu yang cukup lama. Lemak kakao berbentuk padat pada suhu kamar, menurut SNI (Anonim, 1995) lemak kakao yang baik memiliki rentang titik cair 31-35°C. Sedangkan lemak kakao yang baik harus memiliki tingkat kristalisasi yang rendah hal ini agar menekan proses blooming atau proses terdifusinya gula ke permukaan yang menimbulkan bintik-bintik putih pada permukaan adonan cokelat apabila lemak digunakan untuk campuran pembuatan permen cokelat (Mulato dan Widyotomo, 2003).
18