KELENTURAN FENOTIPIK (PHENOTYPIC PUS77Cl7Y) SPAT PERTUMBUHAN DAN REPRODUKSI UDANG GALAH (Mambachiurn mienberg#] STRAIN SUNGAI MUSI, BARITO, DAN GlMhcm PADA BERBAGAI TINGKAT SAL1NlfAS SEBAGAI KANDIDAT PEMBENTUKAN VARIETAS BARU
- . --.
-'
DISERTASI
4 0
Wartono Hadie, Kelenturan Fenotipik (phenotypic plasticity) Sifat Pertumbuhan dan Reproduksi Udang Galah (Macrobrachiurn rosenbergil) Strain Sungai Musi, Barito, dan GlMacro Pada Berbagai Tingkat Salinitas Sebagai Kandidat Pembentukan Varietas Baru. Dibimbing oleh : Komar Sumantadinata sebagai ketua; Ronny Rachman Nmr, Subandriyo, dan Odang Carman masing-masing sebagai anggota. Penelitian kelenturan fenotipik dilakukan untuk mengatasi masalah tidak optimal pada lingkungan bersalinitas. Ekspresi gen yang rnengatur kelenturan karakter pertumbuhan tersebut diharapkan dapat memperbaiki keragaan pertumbuhan udang galah yang dipelihara di air payau. Penelitian ini dirancang dengan menggunakan pola faktorial. Faktor pertama adalah strain yang terdiri dari tiga yaitu Sungai Musi (MM), Barito (8B), dan GlMacro (GG). Faktor kedua adalah tiga level salinitas yaitu &, 10960, dan 15%0. Perkawinan untuk memperoleh generasi pertama (Gl) dilakukan secara fullsib sebanyak lima pasang pada masing-masing strain. Pada generasi kedua (G2) dilakukan secara full diallele crosses pada tiga level salinitas dan menghasilkan 27 genotipe. Larva hasil dari persilangan tersebut dipelihara pada bak kerucut dengan menggunakan sistem air jernih dengar! satinitas 12-15%0. Pascalarva yang dihasilkan dari masing-masing persilangan dibesarkan di tambak pada tiga salinitas kontrol, I&, 15% selama lima bulan. Selanjutnya udang yang sudah dewasa diseleksi dan pelihara pada level salinitas masing-masing. Hasil yang diperoleh pada generasi pertarna (GI) memperlihatkan keragaan bobot yang bervariasi pada 3 level salinitas. Genotipe GG tumbuh dengan baik pada salinitas O%O, genotipe MM tumbuh lebih baik pada salinitas I% namun , pada saiinitas 15%0genotipe BB memitiki pertumbuhan yang paling baik. Pada generasi kedua diperoleh 27 genotipe dari hasil full diallele crosses. Setelah melalui program seleksi, keragaan generasi kedua (G2) menunjukkan peningkatan pertumbuhan pada ketiga level salinitas. Pada salinitas 15% genotipe MM mencapai pertumbuhan tertinggi. Genotik MG dan BB tumbuh dengan baik pada salinitas 10%. Heritabilitas kelenturan untuk genotipe BB adalah 0.057% 0.8, GG adalah 0.069% 0.53, dan genotipe MM sebesar 0.1242 Q52. Daya gabung khusus (SCA) maupun resiproknya yang tertinggi ditunjukkan oleh genotipe GM dengan nilai 0.57 dan 3.99. Persilangan Musi betina dan Barito jantan (MB) menghasilkan heterosis terbaik pada salinitas 3 5% dengan nilai 57.49%. pertumbuhan udang galah yang
ABSTRACT Wartono Hadie, Phenotypic plasticrty growth and reproduction traits of Macrobrachiurn rosenbergi from Musi, Barito and GlMacro strains in different salinity levels for producing new variety candidates. Supervisor : Kornar Sumantadinata, Ronny Rachman Noor, Subandriyo. and Odang Carrnan. A phenotypic plasticity study was conducted in order to overcome such non optimal growth rate of giant freshwater prawn in the brackish water. The expression of phenotypic plasticity genes of growth rate can be expected to improve their growth rate. This study was conducted using a factorial design. The first factor was strain consist of three levels, i.e. Musi (MM) Barito (BB and GlMacro (GG). The second factor was salinity consist of three levels, i.e. 0, 10 and t 5%. For each strain, five fullsib mating were conducted in order to produce the first generation (GI). At the second generation, full diallele crosses were conducted at three different salinity levels and produced 27 genotypes. Larvae were maintained at cone container using fresh water system contained 12-15s salinity level. The post larvae then were reared at growing pond that contained three different salinity levels (0, 10 and 15%0)for five months. The adults prawn then were selected and maintained at the same salinity level. There was high variation in body weight in three different salinity levels. GG strain grows well at 0% salinity. On the other hand, MM grow better at 1% salin'w level. However, at 15%0salinlty level, the BB stains grow the best. In the second generation, 27 genotypes were produced from full diallele crosses. After selection, the body weight increase at all salinity levels. At 15%0salinity level, the hAM reaches the highest growth. On the other hand, the MG and BB can grdw well at 10% salinity level. Estimated heritability of phenotypic plasticity of M y weight of BB genotype was 0.057 0.8; GG was 0.069 2 0.53 and MM was 0. 124 2 0.52. The highest specific cornbihlng ability (SCA) and reciprocal crosses were showed by GM with the values of 0.57 and 3.99, respectively. The cross of female of Musi and male of Barito strains (M8) produce the highest heterosis percentage at 15% salindy level with the value of 57.49%
+
PERNYATAAN
Saya menyatakan dengan sebenar-benamya bahwa segala pernyataan dalam disertasi saya yang bejudul :
KELENTURAN FENOTlPlK (PHENOTYPIC PfASTiC/TY) SlFAT PERTUMBUHAN DAN REPRODUKSI UDANG GALAH {Macrobrachiurn
rosenbergi~) STRAIN SUNGAl MUSI, BARITO, DAN GIMacm PADA BERBAGAI TINGKAT SALlNlTAS SEBAGAI KANDlDAT PEMBENTUKAN VARIETAS BARU
Adalah gagasan atau hasil penelitian disertasi saya sendiri dengan
bimbingan Komisi Pembimbing kecuali yang dengan jelas ditunjukkan rujukannya.
Disertdsi ini belum perhah
diajukan untuk memperoleh gelar pdda
progtahl sejenis di Perguruan f inggi lain. SernLla data dan informasi yang digunakan klah dinyatakan dengan jelas
dan dapat diperiksa
kebenarannya.
Bogor, Januari, ?005
Wartono Hadie NR P. P I9600005
KELENTURAN FENOTlPlK (PHENOTYPIC PLASTIC/P/) SIFAT PERTUMBUHAN DAN REPRODUKSI UDANG GALAH (Macrobrachiurn rosenbergiI) STRAIN SUNGAI MUSI, BARITO, DAN GlMacm PADA BERBAGAI TINGKAT SALINITAS SEBAGAI KANOIDAT PEMBENTUKAN VARlETAS BARU
Oleh
Wartono Hadie AIR P i9600005
DISERTASI Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh Gelar Doktor pada Sekolah Pascasajana lnstitut Pertanian 8ugor
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2005
: Kelenturan Fenotipik (Phenotypic Plasticity) Sifat
Judul Disertasi
Pertumbuhan dan Reproduksi Udang Galah (Macmbrachium rosenbergii) Strain Sungai Musi, Barito, Dan GlMacro Pada Berbagai Tingkat Salinitas Sebagai Kandidat Pembentukan Varietas Baru Nama Mahasiswa : Wartono Hadie Nomor Pokok : P19600005 Program Studi : llmu Perairan
Menyetujui
Pr-omar
Sumantadinata MSc etua
d
.
r. Ronnv achman Noor. MRur.Sc Anggota
-
Dr. Ir. Subandriyo, MSc. APU Anggota
Dr. Ir. Odang Caman. MSc.
Anggota
2. Ketua Program Studi llmu Perairan
Dr. Chairul Muluk. M.
3. Dekan Sekolah Pascasarjana
Prof. Dr. Ir. Hi. Siafrida Manuwoto MSc.
RIWAYAT HIDUP Wartono Hadie, adaiah generasi pertama dari pasangan bahagia Tomo Sentono Hadi dengan Diyani, dilahirkan pada tanggal 13 Mei 1958 di
Wonosari Yogyakarta. Penulis menikah dengan Lies Emmawati, rekan seprofesi dan mewariskan seperangkat gen kepada Dyah Rhetno
Wardhanni dan Adhityo Kuncoro Hadie. Pada usia sekolah penulis dapat menikmati pendidikan SO di
Sawahan dan lulus pada tahun 1971. Pendidikan SMP Negeri di Playen diselesaikan pada tahun 1974.
Sekoiah Usaha Perikanan Menengah
Negeri di Bogor diselesaikan pada tahun 1977. Pada tahun 1979 menjadi mahasiswa Universitas Nasional Jakarta pada fakultas Biologi, Bachelor of Science (BSc) diperoleh pada tahun 1984, dan sarjana penuh (Drs) diperoleh t 986. Pada tahun 1995 melanjutkan pada Program Studi Biologi
Konservasi, Universitas l ndonesia dan lulus sebagai Magister Sains (MSL) pada tahun 1997. Akhirnya pada tahun 2000 pemerintah melalui Program
Pembinaan
Sumberdaya
Manusia
Badan
Litbang
Pertanian
mengalokasikan dana melalui Proyek PAATP untuk melanjutkan studi
pada Program Studi llmu Perairan lnstitut Pertanian Bogor. Karier sebagai peneliti pada Balai Penelitian Perikanan Air Tawar
(sekarang Balai Riset Perikanan Budidaya Air Tawar) diawali dari tahun 1986 dan mengkhususkan pada komoditas udang galah. Karena keja tim
yang bagus, maka sebagai puncaknya pada tahun 2001 Departernen Kelautan dan Perikanan mengesahkan hasil karya tim ini sebagai suatu
penemuan baru di bidang perikanan yakni varietas baru udang galah yang
vii
diberi
nama
GlMacro (Genetic Improvement
of
Macrobrachiurn
rosenbergiij. Hasil ini merupakan karya terbesar saya yang dapat kami persembahkan kepada Negara.
...
Yllt
KATA PENGANTAR Hasil penelitian yang dituangkan daiam disertasi ini dimaksudkan
untuk membentuk galur udang galah yang mempunyai kelenturan fenotipik tehadap salinitas. Galur tahan salinitas ini diharapkan dapat
dilanjutkan untuk membentuk suatu varietas udang galah yang mampu klmbuh dengan baik pada kedua lingkungan perairan tawar
maupuri
lingkungan payau (tambak). Oengan menggunakan tiga strain dari Sungai Batito, Musi dan GIMacro, dan persilangannya dihasilkan kandidat galur
unggulan pembentuk varietas lentur terhadap salinitas. Berhasilnya penelitian dalam membentuk populasi dasar sebagai kandidat pembentukan varietas baru udang galah ini adalah atas kerja
keras dari 8apak Prof. Dr. Ir. Komar Sumantadinata, MSc, sebagai Ketua
Komisi Pembimbing, Dr. Ir. Ronny Rachman Noor, M.Rur,Sc., Dr. It. Subandriyo MSc, APU., Dr. Ir. Odang Carman, MSc, masing-masing sebagai anggota komisi pembimbing. Hanya ucapan terima kasih tidak
terhingga yang dapat saya sampaikan atas kerja keras, dalam membimbing,
mengarahkan,
mengweksi,
memberikan
nasehat,
mengasuh dan membekali ilmu sehingga saya telah layak menyusun disertasi ini.
Ucapan terima kasih saya haturkan kepada mendiang ayahanda pemilik gen kerendahan hati, kelemahlembutan, dan ketegaran, dan lbunda yang terus menerus rnemberikan senyum semangat kepada saya, dan semua ha1 baik yang sangat saya butuhkan yang semuanya tersedia, dan menjadi pendorong yang luar biasa. Juga secara sangat khusus
kepada Dra. Lies Emmawati Hadie, MSi, APMd, wanita cantik nan tangguh yang saya cintai, dan penerus gen-gen saya Dyah Rhetno Wardhanni, S.Kom. dan Adhityo Kuncoro Hadie yang dengan sukarela dail ceria yang selalu membantu saya dalam seluruh proses studi ini.
Ucapan terima kasih saya ucapkan kepada Pemerintah melaiui Proyek PAATP, Pirnpinan Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian yang telah memberikan kepercayaan kepada saya untuk mendapat Beasiswa.
Saya juga mengucapkan banyak terima kasih
kepada Pimpinan Balai Riset Perikanan Budidaya Air Tawar karena
memberi kesempatan untuk menempuh studi tersebut baik secara moril maupun rnateriil. Saya juga mengucapkan terirna kasih kepada pimpinan
PT Cahaya Windu yang telah memberi fasilitas yang cukup kepada saya untuk melakukan penelitian hingga selesai. Saya ucapkan terirna kasih kepada Bapak Johan K. Wgaya, 8pk. Hengky, Bpk. H. Kaswandi, Bpk. Ir Eko Satt-io, semua staff dan Teknisi PT Cahaya Windu di Betok Mati.
Secara khusus saya ucapkan terima kasih kepada rekan satu Tim Udang galah Dra. lrin lriana Kusmini dan Setiyadi yang secara tulus membantu
saya lahir batin. Akhirnya atas bantdan ddh rasa simpati yang telah diberikan berbagai kalangan bagi terlaksananya penelitian dan sampai selesainya tulisan ini, saya hanya dapat mengucapkan banyak terima kasih Semoga tulisan ini hermanfaat.
LV. HASlL DAN PEMBAHASAN ................................................. 44 4.1. Generasi Pertama (GI) ....................... . ........................ 44 4.2. Generasi Kedua (G2j ...................................................... 46 4.2.1. Kelenturan fenotipik ...........................................47 4.2.1.1. Norma Reaksi (Reaction Noms) ............. 47 4.2.1.2. Koefisien Variasi Bobot Badan ................ 52 4.2.1.3. lnteraksi Genotipe Lingkungan ................ 56 4.2.1.4. Pola Kelenturan Fenotipik ....................... 63 4.2.1.5. Heritabilitas Kelenturan Fenotipik ............ 66 4.2.1.6. Biaya Kelenturan Fenotipik dan Irnplementasi~ya..................................... 69 4.2.2. Keragaan Produksi dan Respons Seleksi ............ 76 4.2.2.1. Keragaan Produksi ................................ 76 4.2.2.2. Sintasan ................................................... 78 4.2.2.3. Respons Seleksi ....................................... 81 4.2.3. Daya Gabung Gen dan Heterosis ........................ 84 4.2.3.1. Daya Gabung Gen .................................. 84 4.2.3.2. Heterosis ................................................. 87 4.3. Kualitas Air ................................................................... 90 V. SIMPULAN DAN SARAN .................................................. 91
5.1. Sirnpulan .....................................-................................ 91 5.2. Saran .............................................................................. 92
IV. DAFTAR PUSTAKA ................................................... 93
DAFTAR TABEL
Teks
Perkawinan Udang Galah untuk Memperoleh Gj, Pemeliharaan Larva, dan Pembesaran pada Salinitas O%O, la, dan 15%0 Masing Masing Menunjukkan Nomor Penanda, Nomor Bak Perneliharaan Larva dan Nomor Petak Pembesaran PL. ................................... 32 Variabel Kerja dan Cara Pengukuran untuk Memperoleh Data Selama Penelitian Berlangsung ........... 39 Rataan Bobot Badan Udang Galah GI Terseleksi dari Strain Barito, Musi, dan GlMacro pada Salinitas ...........................................................45 0% 1 a n5 Hasil Analisis Sidik Ragam Dua Arah Koefisien Variasi (CV) dan Nilai Korelasi Spearman Antar Genotipe Berpasangan pada Rataan Sifat Bobot Badan Udang Galah G p..................... . . ......................................... 55 Analisis Varian untuk Bobot Badan Udang Galah Gp............ 57 Heritabilitas Kelenturan h;/, dan Ragam Kelenturan .... ............. 67 Fenotipik Udang Galah G2 ..............................
Penurunan Bobot Badan Udang Galah G2 Sebagai Respons Terhadap Salinitas ................................................. 71 Jumlah Telur Udang Galah G2 yang Dipelihara pada Salinitas la,dan 15%0................................................ 72
a,
Penurunan Bobot Udang Galah G2 Sebagai Respons Terhadap Penyimpanan lnduk pada Salintas Berkda ................................................................... 74 Rataan Eobot Badan Genotipe Udang Galah Gq dari Sembilan Genotipe yang Dipelihara pada Salinitas O%O, 10%, dan 45% ............................................................. 77
Sintasan Udang Galah G2(%) pada Salinitas la,dan 15% ..............................................................79
O%,
12
Rataan Terseleksi, Heritabilitas, dan Respons Seleksi dengan lntensitas Seleksi (i= 1.16) dari Karakter Bobot Badan pada 27 Genotipe yang Dipelihara dalam Media Salinitas O%, 10%0,dan 15% ..............................................................
82
13
Nilai GCA (Diagonal), SCA (Matriks Atas), dan Resiprok (Matriks Bawah) dari Rataan Genotipe yang Dipelihara pada Semua Salinitas ..................'............. 85
14
Nilai GCA (Diagonal), SCA (Matriks Atas), dan Resiprok (Matriks Bawah) dari Genotipe yang Dipelihara pada Salinitas O%, lo%, dan 15% ............................................. 86
15
Nilai Heterosis (%H) dari Sembilan Persilangan Antar Strain pada Tiga Tingkat Salinitas O%, lo%, dan 15%0.............................................................. 89
16
Data Kualitas Air Selama Masa Penelitian ........................... 90
DAFTAR GAMBAR Halaman Teks
Diagram Aiir Permasatahan pada Program Seleksi Udang Galah dan Pengujiannya ................................... Daur Hidup t l d a ~ gGalah dari Larva, Pasca Larva, dan Dewasa. Garis Tidak Terputus Adalah 8atas Salinitas Optimum dan Garis Terputus Menunjukkan Batas Toleransi di Alarn ......................................... Penanda Lempeng Plastik Bemomor (Whxxx) dengan Benang Elastik yang Dilengkapi Jarum untuk Memasukkan ke Dalam Otot Daging Udang Galah ............
Cara Pemasangan Penanda pada Tubuh Udang Galah, Benang Oimasukkan ke Dalam Otot Daging dan Posisi Nomor Ada di Punggung. .................................... Petakan Tambak yang Disekat dengan Polinet Menjadi 54 Petak yang Digunakan untuk Pembesaran Udang Galah. A: Petakan untuk Plot Salinitas, 8 : Satu Petak yang Dibagi menjadi 54 plot ............................... Skema Seleksi untuk Membentuk Populasi Dasar Udang Galah dengan Sifat Kelenturan Terbadap Salinitas. 1-5 Adalah Pasangan, % Adalah Pool untuk lndividu Terseleksi pada Kelompok Salinitas, O-($, Adalah Ulangan ................................................ Bak Perkawinan Udang Galah untuk Membentuk GI
.........
Bak Kerucut untuk Pemeliharaan Larva Udang Galah yang Digunakan untuk Mcnghasilkan Pascalanra (PL) ......
Petakan untuk Pembesaran Jwenil Udang Galah di Tambak dalam Salinitas 0%, 10% dan 15% ............... Perkawinan lnduk Hasil Seleksi yang Dilakukan dalam Hapa di Tambak untuk Membentuk Generasi Kedua (G2).................................................
11
Norma Reaksi Rataan Bobot Badan Jantan dan Betina Sembilan Genotipe Udang Galah G2 pada Salinitas O%o, I&, dan 15%0............................ . . .............................. 48
12
KoefisienVariasi Bobot Badan Udang Galah G2 pada Salinitas O%Q, lo%, dan 15%0....................................... 53
13
Bobot Badan Udang Galah G2 Keturunan dari Induk yang Disimpan pada Saiinitas O%O, 10%; dan 15% yang Dipelihara pada Salinitas O%O ........................................ 58
14
Bobot Badan Udang Galah G2Keturunan dad lnduk yang Disimpan pada Salinitas O%o, 10%0;dan 15%0 yang Dipelihara pada Salinitas 10% .............................
60
15
Bobot Badan Udang Galah G2Keturunan dari lnduk yang Disimpan pada Salinitas O%O, 10%; dan 15%0yang Dipelihara pada Salinitas 15% ....................................... 61
16
Pola Kelenturan Bobot Badan dan Kematangan Gonad Pertama Udang Galah G2 pada Tiga Salinitas yang Berbeda ............................ .... ..................... 65
17
Perbandingan lndividu Udang Galah G2 Jantan Terbesar pada Umur Lima Bulan yang Dipelihara Pada Salinitas a, 1O%, 15%0 ..........................................
xvi
78
DAFTAR LAMPIRAN Halaman Teks 1
2
Komposisi Nuttisi Pakan Udang Gafahyang Digunakan dalam Penelitian ..............................
100
Rataan Populasi Udang Galah yang Berasal dari Tiga Strain Musi (MM), Barito (BB), dan GlMacro (GG) pada Salinitas O%, lo%, dan 15% ...............................
101
3
Data Rataan Bobot Udang Galah dari 27 Genotipe pada Populasi G2 ..................................................... 103
4
Analisis Ragam Interaksi Genotipe dan tingkungan Sebagai Sumber Keragaman dalam Penghitungan Heritabilitas Kelenturan hi,, Udang Galah. ..................
108
Rataan Bobot Udang Galah Hasil Persilangan Dua Arah. ..........................................................................
109
5 6
ANOVA untuk Mengestimasi GCA, SCA, dan Resiprok dad Rataan Bobot Udang Galah Berdasar Genotipe ........................ 109 dari Semua Salinitas ...................... .....
I. PENDAHULUAN
Fhecotypic plasticiiy (kelenturan fenotipik) adalah kemampuan individu untuk menghasilkan lebih dari satu macam performa (keragaan) sebagai reaksi
terhadap perubahan lingkungan. Keragaan ini dapat
berupa penrbahan morfologi, tingkah laku, dan atau status fisiologi.
Sedangkan fenotipe didefinisikan sebagai keragaan suatu individu akibat ekspresi gen-gen
yang dimilikinya pada lingkungan tertentu (Scheiner
dan Lyman, 1989).
Ketika Schmalhausen tahun 1949 pertama kali memperkenakan istilah kelenturan fenotipik banyak ilmuwan yang skeptis. Menurut Schmalhausen, kelenturan fenotipik suatu individu dikendalikan oleh gen. Pada era tersebut lebih banyak ilmuwan yang berpendapat bahwa
kelenturan fenotipik hanyalah bentuk ekspresi gen individu pada lingkungan yang berbeda dan tidak ada gen khusus yang mengaturnya. Namun, pada konferensi internasional genetika di Cold Spring Harbour 1965, Bradshaw dengan hasil penelitiannya pada tanaman mendukung pendapat Schmalhausen (Noor, 2004).
Agar tidak teqadi perubahan ekstrim dan mengarah kepada evolusi yang independen, maka gen-gen kelentufan fenotipik bekeja merelokasi
sumber daya yang dimiliki individu tersebut, yang mengakibatkan terjadinya perubahan keragaan atau &ngan kata lain individu tersebut
melenturkan fenotipiknya. Fenomena ini terdapat pada hampir semua
makhluk hidup termasuk manusia.
Contoh paling mudah dari bentuk
kelenturan adalah perubahan tingkah laku seperti perubahan pola makan
ternak dan
ikan, apabila pakan yang diperlukan tidak tersedia, akan
mengurangi laju pertunbuhan dan menunda kematangan gonad atau bentuk tubuh berubah sebagai strategi tehadap predator (Parson, 1997).
Di bidang petikanan
fenomena kelenturan fenotipik membuka
peluang untuk mengembangkan kberapa komoditas yang mempunyai potensi genetik yang has untuk dikembangkan di beberapa ekosistem
yang ada yaitu ekosistem tawar, payau dan laut. Momentum dilepasnya varietas baru udang galah (Hadie et al. 2001) dengan nama GIMacro (genetic improvement of Macrobrachiurn rosenbergiq diharapkan dapat
meningkatkan produksi udang galah hasil budidaya secara signifikan. Habitat alami udang galah pada stadium pascalarva (PL) hingga
dewasa adalah perairan tawar, sedsngkan pada stadia larva da berada di air payau. Stadium pascalarva hingga juvenil menempati habitat peralihan antara air payau ke air tawar. Hal ini berarti bahwa udang galah mempunyai potensi genetik untuk hidup di air payau yang kemungkinan besar
bahkan seluruh siklus hidupnya. Potensi demikian perlu
dimanfaatkan secara baik dengan n~ernpertimbangkanpotensi dan faktorfaktor pendukung terekspresinya gen yang mengontrol ketahanan terhadap salinitas.
Dengan terekspresinya gen kelenturan fenotipik terhadap salinitas,
maka udang galah dapat secara bertahap dipelihara di tambak air payau yang lahannya tersedia cukup luas. Luasan lahan demikian sangat
membantu manajemen budidaya udang galah yang efisien. Menurut New
dan Singholkha (1985) manajernen budidaya akan lebih baik jika menggunakan luasan kolam 2 1000 m2, sedangkan lahan demikian merupakan karakteristik pertambakan air payau. Pertumbuhan udang galah di air payau belum optimal dan masih berada di bawah rataan pertumbuhan udang galah yang dipelihara di air tawar. Walaupun demikian budidaya di tambak dapat dilakukan (Hadie dan Hadie, 2003). Ketahanan udang galah pada salinitas yang relatif tinggi pada
umumnya kurang baik sehingga mengakibatkan kematian bahkan mencapai
50% (Sandifer et a/. 1975 ). Demikian pula dengan
pertumbuhannya juga lebih rendah dibanding dengan udang yang dipelihara di kolam air tawar (Hadie et al. 2001). Hal ini karena kemampuan gen yang mengatur regulasi osrnotik M u m terekspresi,
sehingga regulasi osmotiknya memerlukan cadangan energi yang tinggi dan alokasi energi untuk pertumbuhan menjadi kurang. Masalah demikian
akan teratasi jika gen kelenturan telah terekspresi, sehingga perubahan salinitas yang dihadapi di habitatnya tidak lagi menjadi stresor lingkungan.
1.2. Permasalahan
Masalah yang teridentifikasi pada sistem budidaya udang galah di air payau adalah belum terekspresinya gen kelenturan fenotipik terhadap salinitas sehingga pertumbuhan larnbat dan sintasan yang rendah. Terekspresinya gen kelenturan terhadap salinitas diharapkan dapat
memperbaiki keragaan produksi
udang galah yang dipelihara di air
payau. Hal ini dikarenakan kemampuan gen yang mengatur regulasi osrnotik dalam salinitas belum terekspresi, sehingga regulasi osmotiknya
memerlukan cadangan energi yang tinggi dan alokasi energi untuk pertumbuhan menjadi kurang. Masalah demikian akan teratasi jika gen kelenturan dapat terekspresi. sehingga perubahan salinitas yang dihadapi di habitatnya tidak tagi menjadi stresor lingkungan. Domestikasi udang galah yang sudah berlangsung hingga saat ini
dilakukan dengan tujuan untuk pengembangan di perairan tawar. Namun demikian udang galah dalam siklus hidupnya mempunyai stadium lawa yang hidup pada air payau dan ini diduga sebagai potensi gen toleran
salinitas. Tingkat adaptasi terhadap salinitas pada stadium pascalarva untuk pembesaran di tambak air payau merupakan masalah bagi budidaya (Sandifer et al. 1975) karena kematian juvenil selama adaptasi dari tawar ke payau tersebut cukup tinggi.
Potensi lahan untuk budidaya ikan di kolam air tawar mencapai 83.526 ha untuk berbagai jenis ikan air tawar, termasuk di antaranya adalah udang galah. Oleh karena ihr, lahan pengembangan udang galah dapat diarahkan ke perairan payau (tambak) yang luas perairannya mencapai
360.239ha (Ditjen Perikanan, 2004). Jika 5% saja dari luas tambak dapat digunakan untuk budidaya udang galah maka tersedia lahan 18.01 1 ha. Dengan demikian varietas baru udang galah ini akan besar sekali kontribusinya terhadap produksi nasional. Agar dapat berkembang dengan baik pada perairan payau. maka gengen yang mengatur kelenturan fenotipik terhadap salinitas pedu dieksploitasi terlebih dahulu.
Keberhasilan dalam mengekspresikan gen dan keberhasilan dalam pemuliaan udang galah menjadi varietas baru yang lebih lentur terhadap salinitas ini akan mendukung keberhasilan budidaya udang galah di perairan payau. Hal ini merupakan terobosan besar dalam meningkatkan prduksi udang nasional khususnya udang galah.
1.3. Perurnusan Masalah Permasalahan yang
perlu dipecahkan untuk pengembangan
udang galah di tambak adalah pertumbuhan dan sintasan udang galah
yang belum optimal di perairan payau. Dengan demikian dipertukan variebs baru udang galah yang tahan terhadap salinitas dengan laju
pertumbuhan dan sintasan yang tinggi. Diagram alir permasalahan dalam penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 1 Fungsi dari pembentukanvarietas baru udang galah adalah :
y = f (X, di mana :
XI
X2 X3.1X3.2
= populasilstrain
X4 )
= pakan X3.1 = salinitas X2
X3.2 = kualitas air lainnya X4
Tahap I
= populasi dasar
+ Y1 = f (X3.11X1,X2,
X3.2)
X3.1. = salinitas (O%O; 10%; 2%)
Tahap II
+ Y2 = f (X3,,1&, XI,
XZ, X3.2)
X4 = populasi dasar
Tahap l :
5 Populasi - strain
SR
Seleksi
Pop. Dasar
GR
GI
Kual itas air
m
Tahap ll :
1 2;. 1 Populasi
Populasi lentur G2 !
1
i I
-Resps
seleksi
- Laju perturnbuhan - Heritabililas Kelenturan - Heritabilitas
Gambar 1. Diagram Alir Permasatahan pada Program Sdeksi Udang Galah dan Pengujiannya
1A.Tujuan dan Manfaat Penelitian ini bertujuan untuk membentuk populasi kandidat udang
galah yang memiliki kelenturan fenotipik yang tinggi terhadap salinitas dan mengevaluasi potensi genetik pada populasi dasar. Sedangkan manfaat .+
dan sasaran penelitian yang ingin dicapai adalah untuk menyediakan varietas baru udang galah dengan kelenturan yang tinggi terhadap
salinitas.
1.5. Kerangka Pemikiran
(1). Konse~si.Kelangsungan hidup dan laju pertumbuhan udang galah
yang rendah dalam media air payau adalah karena belum terekspresinya
gen kelenturan fenotipik terhadap salinitas. Hal ini akan mengakibatkan penggunaan energi yang cukup tinggi untuk regulasi osmotik pada saat
udang galah berada di dalam media yang tidak isotonis tersebut. Dengan demikian maka alokasi energi untuk perturnbuhan dan bertahan hidup menjadi rendah. Keadaan yang tidak homeostatik (hipertonik atau hipotonik) yang melampaui batas toleransi ini akan menjadi faktor psmbatas atau sumber stres. Konsep dasarnya adalah berdasarkan sikius hidupnya, udang galah yang sudah teradaptasi pada lingkungan perairan tawar ini masih
mempunyai potensi kelenturan fenotipik pada salinitas tertentu dan dapat dieksploitasi sehingga dapat rnengekspresikan gen-gen kelenturan yang tahan terhadap salinitas. Apabila gengen kelenturan yang terekspresi dan
ditunrnkan kepada generasi berikutnya dan mempunyai respons seleksi, maka ha1 ini dapat dimanfaatkan untuk rnembentuk populasi dasar udang galah.
Populasi
dasar yang
mempunyai kelenturan ini dapat
dikembangkan di perairan tawar maupun perairan payau.
Guna menstimulasi terekspresinya gen kelenturan, maka perlu
dilakukan pendekatan masalah melalui tahapan-tahapan sebagai berikut : Pertama, penggunaan salinitas berbeda sebagai media pemeliharaan
yaitu 0%,
lo%,
dan 15% untuk seluruh siklus dari larva hingga dewasa.
Kedua, seleksi dilakukan terhadap udang galah yang bertahan hidup dengan kriteria seleksi bobot badan pada salinitas yang berbeda. Ketiga, evaluasi heritabilitas (hZ) dad rataan sifat kelenturan terhadap sahnitas dilakukan dengan target kelenturan sifat pertumbuhan dalam salinitas pada generasi berikutnya yang juga membawa gen tersebut. Keempat,
kemajuan seleksi dari sifat yang telah diseleksi dibandingkan dengan genotipe yang belum diseleksi yang meliputi : pertumbuhan, sintasan, dan reproduksi. (2). Prinsi~ dasar. Kemampuan adapbsi
genotipe dikontrol oleh
seperangkat gen yang kemudian dianggap sebagai potensi genetik setiap individu. Gen kelenturan dapat terekspresi setelah konbk lingkungan
secara permanen dalam seluruh siklus hidupnya. Munculnya gen kelenturan ini juga akan diekspresikan pada generasi berikutnya yang
tercermin dalam nilai heritabilitas (h2). Seperangkat gen yang mengatur kelenturan ini akan terekspresi dengan adanya stimulasi salinitas, yaitu jika udang galah secara terus menerus dipelihara dalam media bersalinitas. Oengan demikian akan menjadi keunggulan galur udang
galah tersebut sebagai produk akhir dari penelitian ini. Penampaka11 perubahan potensi gen ini akan terukur baik rnelalui fenotipenya.
1.6. Perurnusan Hipotesis Jika seperangkat gen yang mengatur kelenturan fenotipik terhadap
salinitas dapat terekspresi dalam populasi dasar dan mempunyai nilai heritabilitas tinggi, maka respons seleksi kelenturan fenotipik secara
langsung akan memberikan respons yang positif, sehingga udang galah
varietas baru tumbuh sama baiknya di lingkungan tawar maupun payau.
II TlNJAUAN PUSTAKA 2.1 . Kelenturan Fenotipik (Phenotypic Plasticity) Kelenturan fenotipik adalah kemampuan suatu individu atau genotipe untuk menghasilkan lebih dari satu atternatif bentuk morfologi, status fisiologis dan atau tingkah laku sebagai respons terhadap perubahan kondisi lingkungan (West-Ebehard, 1989; Noor, 2004). Sultan (1987) serta Taylor dan Aarssen (1988) mendefinisikan kelenturan
fenotipjk sebagai variasi ekspresi fenotipe dari suatu genotipe sebagai respons terhadap kondisi lingkungan tertentu, dan dapat meningkatkan
kemampuan individu untuk tetap bertahan hidup dan bereproduksi pada kondisi
lingkungan
tersebut.
Seianjutnya
kelenturan
fenotipik
menunjukkan seberapa besar variasi fenotipe suatu genotipe berdasarkan kondisi lingkungan yang berbeda.
Da!am kaitannya dengan aspek genetik, terdapat tiga teori utama berkenaan dengan kelenturan fenotipik. Teori pertama menggambarkan kelenturan fenotipik sebagai suatu sifat yang dikontrol deh gen-gen yang
terletak pada lokus yang k M a dengan gen-gen yang mengontrol rataan sifat pada lingkungan tertentu (Scheiner dan Lyman, 1989 dan 1991). Teori kedua menggambarkan kelenturan fenotipik sebagai suatu
fenomena seleksi, untuk rataan sifat yang berbeda pada lingkungan yang berbeda (Via dan Lande, 1985; Via, 1993). Teori ketiga menggambarkan kelenturan fenotipik sebagai fungsi homosigositas dan mengasumsikan bahwa jumlah perubahan fenotipe pada lingkungan yang berbeda
merupakan suatu fungsi menurun dari jumlah lokus heterosigositas
(Gillespte dan Turrelli, 1989). Kelenturan fenotipik sebagai salah satu rnekanisme adaptasi suatu organisme terhadap lingkungan yang beragam, hrgantung kepada : (1)
Genotipe
yang
mengontrol
mempengamhi norma reaksi. Ada
perkembangan organisme
dan
dua kategori kontrol genetik dari
kelenturan (Sclichting, 1986; Schlichting dan Levin, 1986, Jink dan Pooni, 1988; Scheiner dan Lyman 1989). (a) Sebagai kepekaan ale1 dimana seluruh lokus gen diekspresikan datam setiap lingkungan. Setiap individu
mempunyai kepekaan ale1 yang berbeda yang merupakan penganrh Langsung dari lingkungan (b) Kontrol regulator yaitu suatu kontrol dimana
tidak semua lokus gen diekspresikan dalam setiap lingkungan. Ekspresi gen diatur melalui lokus regulator yang mengontrol ekspresi sejumlah besar gen struktural melalui gen operator.
(2) Tekanan-tekanan yang dapat mempengaruhi arah evolusi dalam lingkungan yang berbeda (Schlichting dan Piglim', 1995). Pada umumnya suatu spesies hidup pada lingkungan yang
berbeda sepanjang waktu dan atau tempat. Untuk tetap hidup pada tingkungan yang benrariasi, suatu spesies harus secara fenotipe hams fleksibel atau secara genetik bervariasi (Scheiner dan Goodnight, 1984).
Fleksibilitas individu adalah keadaan dimana individu tersebut dapat bertahan hidup dan bereproduksi pada lingkungan betvariasi dengan cara rnengubah fenotipenya atau mempertahankan fenotipenya agar tetap stabil (homeostasis).
2.2. Heritabilitas
Heritabilitas adalah istilah yang digunakan untuk menunjukkan bagian dari keragaman total yang diukur dengan ragam dari suatu sifat yang diakibatkan oleh pengaruh genetik.
Heritabilitas dapat diperhitungkan
dalam dua konteks yakni dalam arb' luas dan daiarn arti sempit. Secara
luas, pengaruh genetik secara keseluruhan termasuk semua pengaruh gen, yaitu aditif, dominan dan epistasis. Taksiran pengamh genetik aditif biasanya lebih penting dibanding pengaruh genetik total. Karena itu sekarang dalam pustaka dan penelitian tentang pemuliaan, istilah hen'tabilitas biasanya menunjukkan taksiran bagian aditif dari ragam total fenotipik dan dituliskan sebagai h2. lstilah ini disebut heritabilitas dalam arti sempit.
Untuk banyak tujuan dalam
kegiatan genetik, nilai ini merupakan dugaan yang paling berguna karena menunjukkan laju perubahan yang dapat dicapai dari seleksi untuk sifat tersebut dalam popuiasi dan antar generasi (Wawick et al.1995). Pengetahuan
tentang
besamya
heritabilitas
penting
dalam
mengembangkan program seleksi d ~ rnendesain n perkawinan untuk ikan.
Pengetahuan ini mernberikan dasar untuk menduga besamya kernajuan program seleksi. Wain itu mkmungkinkan para pemulia untuk membuat suatu keputusan yang penting apakah biaya program seleksi sepadan dengan hasil yang diharapkan. Hal yang sangat erat dengan manfaat penaksiran heritabilitas dalam membuat rencana pemuliaan ini adalah kegunaannya untuk menaksir kemajuan genetik dalam bentuk respons seleksi. Manfaat lain adalah untuk menentukan nilai pemuliaan (breeding
value) dari suatu individu. Nilai ini sangat praktis untuk membuat ranking calonalon induk yang akan diseleksi. Nilai pemuliaan secara definitif diartikan sebagai kelipatan dua dari selisih antara perhrrnans anak yang berjumlah banyak terhadap rataan populasinya apabila individu tersebut
dikawinkan secara -acak dan semua keturunannya dipelihara secara seragam (Hardjosubroto, 1994; WaWck et al. 1995).
2.3.Heterosis Heterosis adalah perbedaan antara rataan hasil keturunan dari
suatu persilangan dengan rataan dari hasil tetuanya (Warwick et a/. 1995). Oalam suatu keadaan keturunan dapat melebihi rataan kedua tipe
tetuanya dan dalam keadaan lain keturunan dapat melebihi rataan dari salah satu tetuanya, tetapi bukan kedua tipe tetuanya.
Pada umumnya heterosis dipenganrhi oleh efek dominan. Pengaruh demikian
dapat digunakan untuk menjelaskan keragaan
fenotipe dari hibrida yang dikontrol oieh beberapa faktor genetik. Faktor tersebut adalah pengaruh gen matemallpaternal, heterosis individu
(specific combining abilrty),
dan pengamh epistasis (Mukhejee,
2001;Tave, 1986).
2.4. Daya Gabung Gen (combiningability) Daya gabung gen pada prinsipnya adalah varian dari antara
persilangan. Daya gabung umum (general combining ability I GCA)
menurut Falconer dan Mackay (1996) adalah suatu simpangan dad rataan semua persilangan yang dibentuk, sedangkan daya gabung khusus
(specific combining ability / SCA) adalah interaksi antar persilangannya.
Untuk dapat menghitung daya gabung tersebut dapat digunakan desain perkawinan dua arah (diallele crossing) ataupun perkawinan terpola antara satu strain dengan sejumlah strain lainnya (top crossing). Dengan hasil perhitungan demikian akan dlperoleh pendugaan
hasil suatu pola perkawinan tertentu. Dengan silang dua arah menurut Singh dan Chaudhary (19771, dapat diperoleh dugaan potensi gen masing-rnasing strain, kecendenrngan hasil persilangan antar strain tertentu (SCA), maupun hasil dari persilangan antar strain secara umum (GCA).
2.5. Seleksi
Seleksi adalah suatu tindakan untuk mernilih ikan yang dianggap rnempunyai mutu genetik baik untuk dikembangbiakkan lebih lanjut serta memilih ikan yang dianggap kurang baik untuk disingkirkan dan tidak dikembangbiakkan lebih lanjut. Adapun dasar pemilihan dan penyingkiran yang dipakai adalah nilai pemuliaannya.
Nilai pemuliaan ikan
tidak
tampak dari luar, yang tampak dan dapat diukur dari luar adalah
fenotipenya. Sedangkan fenotipe sendiri ditentukan oleh dua faktor, yaitu faktor genetik dan faktor lingkungan. Oleh karena itu, harus dilakukan suatu pendugaan atau penaksiran terlebih dahutu terhadap nilai pemuliaan atas dasar fenotipenya.
Tepat tidaknya suatu program seleksi sangat bergantung kepada kecermatan dalam
melakukan pendugaan atau penaksiran nilai
pemuliaan. Kecermatan dari suatu seleksi bergantung kepada cara atau metode yang digunakan. Oleh karena itu, hams dicari cam atau metode
yang paling baik agar kecermatan yang diperoleh sangat tinggi, sehingga
walaupun seleksi dilakukan atas dasar pendugaan, namun karena pendugaan tersebut mendekati kebenaran maka hasilnya dapat
memenuhi sasaran (Warwick ef at. 1995). Seleksi yang paling sederhana adalah seleksi massa atau seleksi individu, yaitu individu diseleksi atas dasar keragaannya sendiir. Pada seieksi individu, dilakukan pemilihan terhadap individu-individu yang mempunyai keragaan terbaik sesuai kriteria yang diinginkan. Untuk dapat
rnelakukannya, biasanya keragaan dari ikan-ikan yang sedang dipilih disusun dan diurwtkan dari keragaan terbaik sampai yang tejelek atau sebaliknya. Dengan demikian akan menjadi sangat mudah untuk memilih
ikan mana yang akan dipilih dan mana yang akan disingkirkan, yaitu dengan mengambil suatu keputusan bahwa ikan dengan keragaan di atas nilai tertentu adalah ikan yang terpilih, sedang yang berada di bawah nilai tadi merupakan ikan yang hams disingkirkan (Hardjosubroto, 1994).
Seleksi keluarga adalah seleksi berdasarkan rataan suatu keluarga. Dalam seleksi keluarga ini dikenal dua macam metode seleksi yakni di dalam keluarga (within family) dan diantara keluarga (between family).
Seleksi antara keluarga adalah seleksi yang didasarkan pada rataan setiap keluarga dan tidak semua keluarga dapat mewakili pada generasi
berikutnya. Sebaliknya seleksi di dalam keluarga didasarkan pada rataan sifat dari masing-masing individu dalam setiap kelompok keluarga. Pada metode seleksi ini setiap keluarga terwakili oleh individu terbaiknya untuk membentuk generasi berikutnya (Pane, 1993; Warwick et a/, 1995). Kelenturan fenotipik merupakan fenomena yang relatif baru di bidang perikanan, baru dalam taraf pengetahuan tingkah laku dan belum mengarah kepada produk biologi, misalnya pada gastropods laut (Parsons, 1997), atau terhadap kerang air tawar (Jokela dan Mutikainen, 19951, dan sebagai biomonitoring pada udang tingkat rendah (Clarke,
1995) Jika kelenturan fenotipik dapat diasumsikan sebagai mekanisme
adaptasi genotipe terhadap lingkungan yang beragam, maka ini dapat dianggap sebagai
kepekaan alet sehingga seluruh lokus dapat
diekspresikan dalam setiap lingkungan. ltulah mungkin yang mendasari Bachman dan Reolfs (1995) untuk menyatakan bahwa kelenturan fenotipik ini menentukan efektivitas seleksi alam terhadap perbedaan sifat fenotipe yang dapat menyebabkan evolusi. Kelenturan fenotipik tersebut akan bermanfaat jika respons ale1 terhadap lingkungan ini juga diwariskan terhadap keturunannya. Oleh
karenanya evaluasi terhadap heritabilitas menjadi sangat penting, sehingga eksplorasi heritabilitas dari kelenturan sifat dalam penelitian ini menjadi fokusnya.
Seleksi udang galah telah dimulai sejak awal 1990-an pada karakter perturnbuhan dan persentase panjang karapas yang dilakukan pada ekosistem air tawar (Hadie et al. 1998; Hadie dan Hadie,1999).
Dengan demikian populasi udang galah terseleksi yang rnempunyai peningkatan keragaman genetik ini masih berbasis pada perairan tawar.
Maka jika populasi tersebut dapat diadaptasikan ke perairan payau dan dimanfaatkan gen kelenturannya, ha1 ini memungkinkan terekspresinya gen daya adaptasi sehingga terkntuk populasi baru dengan tambahan
daya adaptasi terhadap salinitas.
Model seleksi langsung (directional
selection) yang m o k telah dikernbangkan oleh Gavrilets dan Scheiner
(1993) sebagai usaha untuk mernanfaatkan sifat lentur dari genotipe dengan baik. Namun dalam penelitian ini akan dilakukan seleksi tidak langsung terhadap karakter bobot badan.
2.6. Kontrol Genetik Kelenturan Fenotipik Faktor
ekstemal, menurut Brett (1979), dibagi ke dalam dua
kelompok yaitu abiotik dan biotik. Faktor-faktor abiotik adalah tekanan, suhu, salinitas, oksigen, karbondioksida, NH3, pH, sinar, dan musim. Sedangkan faktor-faktor biotik adalah keiimpahan, ketersediaan dan kornposisi pakan serta kompetisi. Brett (1979) mengemukakan bahwa faktor salinitas masuk ke dalam kelompok masking factors yaitu faktorkktor yang dapat memdifikasi pengaruh faktor lingkungan lain melalui suatu mekanisme pengaturan tubuh ikan.
Kinne (1964) menyatakan bahwa salinitas berpengaruh langsung terhadap sintasan, konsumsi pakan, laju pertumbuhan, metabolisme dan distribusi ikan. Salah satu aspek fisiologis dari larva yang dipengaruhi oleh salinitas adalah tekanan osmotik dan konsentrasi ion cairan tubuh
(Holliday, 1969). Apabila ikan berada pada media yang bersalinitas, maka untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya diperlukan proses osmoregulasi yaitu pengaturan cairan tubuh pada tingkatan yang berbeda terhadap media. Sehubungan dengan mekanisme osmoregulasi, Anggoro (1992) membedakan tiga pola regulasi yaitu: Pertama, regulasi hipertonik atau
hiperosmotik yaitu pengaturan secara aktif konsentrasi cairan tubuh
hewan yang lebih tinggi dari konsentrasi media.
Kedua, regulasi
hipotonik atau hipoosmotik yaitu pengaturan secara aktif konsentrasi cairan tubuh yang lebih rendah dari konsentrasi media. Ketiga, regulasi isotonik atau isoosmotik yaitu bila kerja osmotik dilakukan pada keadaan konsentrasi cairan tubuh sama dengan konsentrasi media. lmplikasinya adalah bahwa ikan akan terganggu jika hams menghadapi perbedaan salinitas secara mendadak misalnya ikan air tawar yang dipelihara di air payau atau air laut dan sebaliknya. Adanya perbedaan tekanan osmotik antara sel dan media ekstraseluter mengakibatkan media menjadi stresor bagi sistern seluler. Menurut Kultz (1996) terdapat dua macam guncangan dengan akibat yang
hampir serupa yakni guncangan osmotik (osmotic shmlclOS) dan guncangan panas (heal shocklHS). Keduanya menimbulkan gejala umum yang disebut heat shock, yang selanjutnya respons ini menghasilkan produk yang disebut heat shmk protein (HSP). Guncangaii osmotik bisa berupa hiperosmotik (HIS) atau hipmsmotik (HOS) dan guncangan suhu
akan mengakibatkan taju sintesis protein (protein synthesized rate/PSR)
meningkat 3 hingga 20 kali.
Mekanisrnenya diawali dari induksi HS
terhadap ribosoma sebagai mesin sintesis protein sehingga mernproduksi
HSP sebagai kompensasi laju degradasi protein yang tinggi setelah 4-6
jam guncangan HS (Sheikh-Hamad et al. 1994). Menurut Kultz (1996) pengaruh jangka pendek dari OS dan HS pada pr~tein sel insang Gillictys mirabilis adalah laju sintesis protein (PSR) yang lebih cepat dari sel insang yang dipengaruhi oleh HIS (335635 mosmoli'kgH20) dan HS (25-37OC)tetapi tidak oleh HOS (335190
mosmollkgH20). Dengan menggunakan elektroforesis, ditemukan 21 protein setelah rangsangan HIS 14 jam dan HS 16 jam. Respons OS dari sel insang sangat spesifik terhadap sumber stres karena hanya 5 atau 3 protein diinduksi setelah HIS atau HOS secara berurutan. Hasilnya identik dengan protein yang diinduksi dan respons terhadap HS (isoform HSP70). Dengan demikian dapat dikatakan bahwa ditemukannya isoform-
HSPm merupakan indikator adanya stres terhadap lingkungan osmotik ataupun suhu (Mestril eta/. 1994). Menurut Schlichng dan Pigliucci (1993) terdapat dua model kontrol
genetik terhadap kelenturan fenotipik. Pertama adalah sensitivitas alel.
Sensisitivitas ale1 adalah suatu kasus dimana pada iingkungan berbeda
semua
lokus
diekspresikan.
Namun dernikian tergantung
pada
kemampuan individu dalam mengekspresikan gen regulatornya pada lingkungan yang b e m a . Kedua adalah mekanisme gen regulator. Tidak
semua lokus gen dimunculkan pada setiap lingkungan, dengan demikian ekspresi gen diperantarai oleh aksi lokus gen regulator yang dapat
mengontrol ekspresi dari banyak gen struktural ( M t t dan Scheiner, 2004). Selanjutnya menghasilkan produk gen krupa protein fungsional
yaitu enzim.
Dengzn kontrol gen regulator, kelenturan fenotipik ditentukan oleh lokus yang berbeda dari gengen yang bertanggung jawab untuk terekspresinya suatu rataan sifat pada beberapa lingkungan. Sebagai
bukti adanya kontrol gen regulator adalah metarnorfosis pada amfibi (Semlitsch, 1987; Newman, 1988), pada perubahan bentuk (seasonal polyphenism) dari serangga yang dipengaruhi oleh musim (Moran, 1992).
2.7. Daur Hidup Udang galah memiliki dua habitat di datam kehidupannya. Pada
stadia lama hidup di air payau, sedangkan setelah menjadi dewasa hidup dalam air tawar. Daur hidup udang galah dimulai dari telur-telur yang
sudah dibuahi dan dierami oleh induknya selama 19-21 hari dan menetas menjadi larva (Ling 1969). Larva yang baru menetas ini memerlukan air payau sebagai tempat kehidupannya. Apabila larva tidak berada di lingkungan air payau selama 3-5 hari semenjak menebs {Ling dan Merican, 1961), maka larva tersebut akan mati. Apabila larva yang baru
menetas itu menemukan lingkungan hidup yang cocdr, maka larva akan dapat tumbuh menjadi pasca larva ouvenil). Unkik mencapai tingkatan pasca larva, larva tersebut harus melalui 1i stadium perkembangan larva
(stadium I sld XI). Pada setiap tahap terjadi pergantian kulit yang diikuti dengan perubahan struktur morfologisnya. Setelah tahap benih dicapai,
udang galab mulai memerlukan lingkungan air tawar sampai udang tersebut dewasa. Siklus hidup udang galah menurut (Ling, 1969) dimulai dari induk yang hidup di air tawar dan larvanya harus mencapai air payau,
kmudian pasca larva kembali ke air tawar hingga dewasa (Garnbar 2). Pertumbuhan larva sangat dipengaruhi oleh faktor suhu media, jenis
pakan, intensitas cahaya dan kualitas air. Dalam perturnbuhannya, larva udang galah mengalami 11 kali ganti kulit sebelum mencapai stadia PL (Uno dan Soo, 1S69).
A,.
Gambar 2. Daur Hidup Udang Galah dslri Larva, Pasca Lanra, dan gewasa. Garis Tidak Terputus Adalah Eatas Salinitas Optimum dan Garis Terputus Menunjukkan Batas Toleransi di Alarn.
Proses ganti kulit ini memang perlu, sebab kulit larva udang galah mengandung rat tanduk (chitine) yang keras serta tidak elastis. Keadaan
ini akan membatasi perturnbuhan larva, sehingga tanpa ganti kulit tidak mungkin larva akan tumbuh.
2.8. Persyaratan Media Udang Gatah Udang galah hidup dalam lingkungan media yang b e M a dalam siklus hidupnya. Tampak adanya pemisahan yang jelas antara stadia larva
yang memerlukan lingkungan dengan salinitas 12
-
25%. sedangkan
pada stadia dewasa memerlukan lingkungan air tawar (Ling, 1969).
Kematian udang galah yang dipelihara hingga ukuran konsumsi dapat mencapai 75% dan pada tahap aklimatisasi dari lingkungan adalah yang terbesar, sisanya adalah kematian selama masa pemeliharaan (New, 1995). Pada stadium larva udang galah memerlukan media optimum,
selain salinitas adalah suhu 28-31°C; pH 7.5-8; oksigen 6-8 ppm,
kesadahan 40-150 pprn CaC03; amonia kurang dari 0,1 ppm; nitrit kurang dari 0.1 ppm; dan nitrat kurang dari 20 ppm (Amstrong et a/. 1978), Pada tahap pemksaran, kisaran suhu adalah 23-31°C; dan pH 6.58. Pada pemeiiharaan dari PL hingga dewasa diperlukan suhu 2931°C;
0 2
W3 ppm; pH 7 - 8.5; kesadahan < 140 ppm CaC03. Salinitas
yang dapat ditolerir udang galah dan hidup dengan r.mrmal adalah 16% (Popper dan Davidson. 1981) dan mencapai berat 26 gram selama 8 bulan. Sementara itu menurut Smith et a/, (1975) kondisi optimal untuk
- 1O%O. Tetapi menurut Hadie et al. payau dengan salinitas 1- 15%
pertumbuhan udang galah adalah 0% (2001) laju pertumbuhan pada air
S a r a signifikan lebih rendah dibandingkan dengan yang dipelihara di air tawar.
2.9. Desktipsi Strain Udang Galah.
Strain Sungai Musi diambil dari daerah Talangfatima 50 km dari laut. Strain Sungai Barito, diambil dari daerah Margasari, anak Sungai
Barito 70 km dari laut. GlMacro adalah varietas barn udang galah yang merupakan populasi sintetik dari strain Citanduy, Cimanuk, dan Musi
(Hadie ef al. 2000a). Karakterisasi strain Musi, Barito, dan GlMacro secara rnolekuler dilakukan oleh Nugroho et al. (2004) menggunakan sekuensi mt-DNA
C01 udang galah dengan panjang sekitar 1500 bp. Dari tujuh enzim restriksi yang digunakan untuk memotong sekuens tersebut (Rsa IHae
111, Mbo 7, Msp I, Alu 1 Sac [I dan #in6 I), hanya empat yang mempunyai situs pernotongan. Pol~morfismepola restriksi didapatkan pada enzim Haell/ dan Mspl. sedangkan restriksi sekuens mt-DNA COI
dengan menggunakan enzim Rsal dan Afbol menghasilkan pola
monomorfik. Tiga pola restriksi yang dihasilkan oleh enzim Hae //I sedangkan enrim Mspl hanya mempunyai 2 pola restriksi. Panjang
sekuens mt-DNA C01 ini setara dengan panjang sekuens daerah D-loop pada bebrapa ikan lainnya seperti nila, kingfish, yellow tail dan red sea
bream (Nugroho, 2001).
S-ra
keseluruhan terdapat 6
komposit haplotype yang
diidentifikasi berdasarkan 4 jenis enzim restriksi pada sekuens mt-DNA C01 udang galah yang diamati. Jumlah komposit haplotipe yang dimiliki
oleh masingmasing koleksi behisar antara 2-5. Jumlah yang terkecil
diamati pada udang galah strain 8arito dua buah, sedangkan jurnlah yang tinggi terdapat pada udang galah dari GlMacro dan Musi. Lebih lanjut tercatat bahwa varietas GlMacro didominasi oleh komposit haplotipe 1 dan 3 yang serupa dengan dominasi pada Barito, sedangkan Musi
didominasi oleh komposit 3 dan 2. Diversitas haplotipe atau gen dari strain Barito, Musi, dan GlMacro masing-masing secara krturut-turut adalah 0.471, 0.573,dan 0.766 (Nugroho et al. 2004). Tingkat atau level variasi genetik yang ditunjukkan dengan jumlah haplotype maupun diversitas haplotip yang ditemui pada udang galah yang diamati tidak jauh berbeda dibandingkan dengan polimorfisme pada ikan laut yang mempunyai jumlah haplotipe berkisar 6 -17 dengan nilai diversitas haplotipe antara. 0,649 (Nugroho, 2001). Nilai ini termasuk di atas rata-ra&. yang biasa dijumpai pada ikan budidaya air tawar, rnisainya
ikan nila (Nugroho et al. 2002). Relatif tingginya variasi genetik pada udang galah GIMacro ini dikarenakan populasi tersebut rnerupakan populasi sintetik hasil gabungan dari tiga populasi udang galah yaitu,
Citanduy, .Cimanuk dan Musi, dimana terdapat kemungkinan terjadinya hibridisasi antara udang galah dari populasi yang berbeda. Demikian pula pada udang galah Musi, tingginya, variasi genetik ini diduga ukuran
populasi efektif (Ne) di alam masih dalam kondisi yang baik. Sebaliknya,
tingkat variasi genetik yang lebih rendah pada udang galah Barito kemungkinan disebabkan adanya seleksi alami. Terdapat
perbedaan genetik secara nyata antara populasi udang
galah yang diuji berdasarkan frekuensi haplotipenya (P<0,05). Perbedaan ini disebabkan udang galah dari Barito mempunyai major composite
haplotype yang berbeda dengan udang galah dari Musi dan GlMacro. Selanjutnya, jika major composite haplotype tefkait pada karakter
pertumbuhan,
dimana
udang
galah
GlMacm rnempunyai laju
pertumbuhan yang lebih baik sekitar 30% (Hadie et
diduga bahwa haplotype
1 dan
ai. 2000b), dapat
4 udang galah GlMacro yang
mendominasi sekitar 50% dari total frekuensi haplotipe berasal dari
populasi Citanduy dan Citarum, sedangkan haplotipe 2 dan 3 udang galah
GlMacro mendominasi sekitar 44% dari total frekuensi haplotipe berasal dari poputasi Musi.
Ill. BAHAN DAN METODE
3.1.
Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilakukan pada April 2002
- Januari 2004 di
lnstalasi
Penelitian Perikanan Air Tawar Pasar Minggu dan Sukamandi, serta tambak air payau di Karawang.
Pemeliharaan larva dan pendederan
untuk memperoleh k n i h udang galah siap tebar dilakukan di hatchery Instalasi Penelitian Perikanan Air Tawar Pasar Minggu dan Sukarnandi. Pembesaran hingga mencapai ukuran induk dilakukan di tambak air
payau Karawang.
3.2. Bahan
3.2.1. lnduk Udang Galah lnduk yang digunakan dalam penelitian ini adalah tiga strain udang galah yang berasal dari
populasi Sungai Musi, Sungai Barito, dan
GIMacro masing-masing sebanyak 50 pasang. Pemilihan strain didasarkan pada pertimbangan bahwa populasi tersebut masih memiliki keragamanan genetik yang tinggi. Seaangkan Glllriacro adalah sebagai varietas hasil seleksi yang ingin diperbaiki keragaannya. Dengan dernikian
potensi genetik yang dimiIiki populasi tersebut dapat dimanfaatkan sebagai bahan dasar untuk membentuk variebs baru. Udang galah yang yang berasal dari Sungai Musi maupun Barito,
dibngkap dengan menggunakan pancing rawai dan tuguk, diistirahatkan kemudian diangkut ke lnstalasi Penelitian Perikanan Air Tawar Pasar
Minggu. Pengangkutan populasi Barito dan Musi ke lnstalasi Pasar
Minggu dilakukan pada bulan Februari 2002. Setiap populssi t i i p u n g
secara terpisah dirawat dengan baik sampai matang gonad.
Masing-masing induk dari poprrlasi yang berbeda digunakan penawia clewan nomor W k mempermudah rnamjmmn dan perkawinan. Jenis
pnanda terbuat dad lempeng plastik bemomor dengan pngikat beehtik, dan jarurn (Gambar 3). Janrrn m a n Qiamter 0.7 mm, panjang
43.8 mm, benang krdiameter 0.3 mm, panjaw h p e n g plastik 11.1
mm, dan lebar lempeng 2.4 mm. Penanda
dipaeang di pertengahn
antam chephaldhmx (Icepala) dan abdrwnen (badan) yang mewpalcan damh M n g Ijm
Gambar 3. Penanda Lernpeng Plastik Bernomor (Whxxx) dengan Benang Elasblk yang Dibgkapi Jarum untuk Memasukhn ke Oalam OW Daging Udang Galah.
T i i rnasuknya bmang penanda berada pada 1/3 timi badan dari
arah ventral seperti yang Mihat pada Gambgr 4. LeCak bgnang ini cukup penting k a m a jika M a l u ke atas (kearah dorsal) akan
mmgenai usus udang sehingga b m mnyebabkan udang mati. Sebalilcnya jika d
i
n tedalu ke bawah (anh ventral) maka Wak
M a l u kuat sehin$ga pads saat ganti kulit penanda b i i Mepas.
b m m g h a m diikat kuat tidak terlalu ketat q a r tid& saat
b@di pertumhhan. Nomor yang diunakan
mew@-u
m a n seri
(wtlool- WH1000).
Nomor
Garnbar 4. Cara Pemasangan Penanda pada Tubuh Udang Galah, 8enang Dimasukkan ke Dalam OBot Daging dan Posisi Nomor Ada di Punwung. I
Jsring polinst dengan ukuran mata 0.2
em diiunakan untuk hmbak u r n
m b m t sekat pada ptahan a-k.
prlakuan salinitas d i w M menpdi 54 petak m a n ukuran 2 x 25 x 0.8
m. Jumlah pehk yaw b m d i a
unbuk @a level s a l m h adalah 162
petak. (Gambar 5).
Gambar 5. Petakan Tarnbak yang Disekat dengan Pdirret Menjadi 54 Pgtak yaw Digunakan untuk P e m h n n Udang Galah. A: Pebkan untuk Plot Salinb, 6: Satu Petak yang D i m menjadi 54 prot-
Jatiw dengan ukuran mats 0.5 an digunakan untuk mambuat
hapa ukuran 2 x 1 x 1 m sebagai tempat pemijahan udang galah pada Mok dinitas masing-ing
pada waktu membentuk G2. Jumlah hapa
p n g digunakan p d a mawingmasing Mok saliniEae sebanyak 18 buah atau 54 h h untuk tigs level salinihs.
3.2.4. Pakan
Selama perneliharaan larva hingga
Pt
digunakan pakan alami dan
pakan buabn. Pakan alami berupa nauplii Artemia salina dan pakan buatan berupa pasta padat. Pakan buatan tersebut terdiri dari tepung
terigu, tepung susu non fat, daging ikan, telur ayam, dan vitamin dan mineral, dibuat formulasi seperti kue, kemudian dikukus hingga masak
dan disimpan di kulkas (Aquacop, 1983) Pakan yang diberikan pada pemeliharaan juvenil hingga dewasa adalah pakan standar komersial berupa pelet udang galah (UG800; UG801; UG802; UG 803) yang diproduksi oleh PT. Central Proteina
Prima. Komposisi protein, lemak, serat, dan kadar air dari pakan yang digunakan dapat dilihat pada Lampiran I. Pakan diberikan tiga kali sehari
sebanyak 10% dari bobot badan pada bulan pertama dan 3-5% dari bobot badan per hari pada bulan kedua dan selanjutnya.
3.3. Metode 3.3.1. Teknis Pembenihan dan Pembesaran
.
3.3.i .i Perkawinan Perkawinan difakukan secara futlsib sebanyak lima pasangan dari
setiap strain seperti yang terlihat pada Gambar 6. lnduk udang galah yang digunakan dafam perkawinan untuk membentuk G1 diberi nomor penanda seperti pada Tabet 1.
Induk-induk yang dipasangkan dipilih dari induk betina yang telah matang gonad, yaitu yang berwama merah oranye pada bagian kepala
arah dorsal. lnduk demikian kernudian dipasangkan satu jantan satu betina dalam satu wadah. Generasi
Gambar 6. Skema Seleksi untuk Membentuk Populasi Dasar Udang Galah dengan Sifat Kelenturan Terhadap Salinitas. 1-5 Adalah Pasangan, %O Adalah Pool Salinitas untuk lndividu Terseleksi, O - 0 Adalah Ulangan.
Tabel 1. Perkawinan Udang Galah untuk Memperoleh G*, Pemeliharaan Larva, dan Pembesaran pada Salinitas O%O, 10% dan 15% Masing Masing Menunjukkan Nomor Penanda, Nomor Bak Pemeliharaan Larva dan Nomor Petak Pembesaran PL.
Jantan Betina
No. bak pemeliharaan
No. Petak pembesaran di tambak
Pelaksanaan perkawinan dilakukan dalam bak teraso dan bak dari
kayu yang dilapisi plastik ukuran 60 x 60 x 40 cm (Gambar 7). lnduk yang
sudah ovulasi dan dibuahi dalam bak pemijahan, dipindahkan dan dipelihara pada bak beton ukuran 5 x 2 x 0.5 m hingga embrio berkembang sempma dengan warna telur aoklat keabu-abuan. lnduk dengan telur demikian kemudian. ditetaskan dalam wadah fiber glass
volume 50 liter dengan salinitas 8% secara terpisah sesuai dengan nomor penanda.
Gambar 7. 8ak Perkawinan Udang Galah untuk kmbentuk G1
Larva yang diperoleh dari seti%ppasangan dipelihara secara Wpmh mnggunakan mWe air jemih tanpa plankton (dear water system)
m a n kepadatan 100 ekornii (Aquacop, 3983). 6ak larva y q diiunakan adalah
g&ss berbentuk keruwt (Gambar 8). Salinitas
medb selama pemeliharaan larva hingw PL diunakan 12-15960 secan Wap.
Penyifonan dilakukan Map hari p&da
sore hari untuk
membersihkan sisa pakan. Selama pemelitsaman digunakan pemanas otomatis (-t
heat@ unMc menjaga agar k i n suhu bmda
pa& kondii optimum.
Gambar 8. B8k Keruwt untuk Pemeliharaan L a m Wang Galah yang Digunakan urkrk Menghasiiksn Pasdarva (PL).
JuvenP
yang dihasilkan dari pemeliharaan larva kemudian
dibessrkan ke d a h media bersalinitas sesuai plot perlakuan masing-
masing yaitu U L ,
dan 15%. Masingmasing plot berukuran 2 x 25
m m a n kedataman air 80 cm, sebanyak 162 plot untuk selunrh level safinitas seperti dapat dilihat pada Gambar 9.
Agar kualitas air &tap baik, rnaka air tambak diganti dua kali setiap minggu. Tujuannya selain mengganti air, juga untuk mernpertahankan
m r dinitas &tap pada kiwran perhkuan. Percampumn pada saat mengganti, mnaikkan atau menufunkan satinitas dipercepat dengan
mmbuat trga titik pemawkan pada tarnbak, yakni di -ah
dan di kedua
Jsi memanjangnya. Oengan demikian pemrnpuran air dan kadar garam akan berlangsung lebih merata dan cepat.
.
Gambar 9. P e t a d untul. 'embesaran Juvenil Udang G~.,.Jdi Tambak dalam Winitas O%O, 10940, clan i5%0.
3.3.2. Rancangan Pertohan dan Analisis Data k d i i a n diraneang dengan mmggunakan pda hMrl. Fapertama adalah strain yam terdiri atas tiga level, yaitu Sungai Musi (MM); Sungai Sarito (BB); dan G l M m (GG). Sdanjutnya dalam h l i n ini Amin akan ditulis sebagai Baito, Musi, GiMacro atau lambang genotipenya BB, MM, atau GG.F a b kgdua
atas tiga kvel, yaitu C%
sehgai kontrol;
adatah dinitas ymg t d i r i
1m dan 15% m a n d a w n
tiga kali. Seluruh kombinasi faktor diuji secara Jmubn.
3.3.2.1. Rancangan untuk Mernperoleh Generasi Pertama (G,)
Pada generasi pertams, perkawinan dilakukan secara fullsib dari
masing-masing strain Musi, Barito, dan GIMacro, kemudian keturunannya dipelihara pada tiga tingkat salinitas O%O, 10%0,dan 15% hingga dewasa.
Plot yang dibutuhkan untuk masing-masing level salinitas sebanyak 45 pfot, sehingga seluruhnya dibutuhkan 135 plot untuk tiga level salinitas.
Setelah dewasa udang galah diseleksi 30% terbaik berdasarkan bobot badan untuk rnernbentuk populasi dasar (base population). Masingmasing
strain dan disirnpan pada pool salinitas sesuai perlakuan
(Gambar 6).
Metode seleksi untuk memilih calon induk sebagai populasi dasar
(base population) dilakukan pada umur lima bulan dengan menggunakan metode seleksi di dalam keluarga (w'thin family selection). lndividu yang diambil untuk digunakan dalam program selanjutnya adalah 30% terbaik dari setiap keluarga. Individu-individu terpilih dari setiap keluarga
digunakan sebagai populasi dasar untuk program seleksi dan evaluasi
pada generasi berikutnya. Estimrrsi heritabilibs dilakukan pada karakter bobot badan. Calon-calon induk udang gaiah hasil seleksi disimpan masing-masing sesuai dengan plot salinitas. Dengan demikian, setiap strain mempunyai perwakilan pada masing-masing salinitas (O%O, I%, dan 15%0). Setiap
calon induk terseleksi dikrikan nomor penanda dan dicatat dalam pangkalan data.
3.3.2.2. Rancangan untuk Memperoleh Generasi Kedua (Gz) Pada generasi kedua dilakukan perkawinan dua arah (full dialiele
crossing) di dalam strain dan antar strain (Gambar 6). Keturunan yang diperoleh dipelihara daiam tiga tingkat salinitas hingga dewasa selama iima bulan. Pada tahapan ini diperoleh 27 genotipe yakni sebanyak
sembilan pada masing-masing level salinitas, sehingga dibutuhkan 162 plot. Genotipe dari masing-masing pool salinitas diambil untuk dikawinkan secara krpasangan
fullsib untuk membentuk generasi kedua
(G2).
Udang gatah jantan dan betina hasil seleksi yang telah matang gonad dan
telah diberi nomor penanda dikawinkan dengan rasio induk jantan dibanding betina satu banding satu (fullsib) dalam hapa ukuran 2 x 1 x
1-25 m dan diletakkan dalam plot salinitas masing-masing seperti terlihat
pada Gambar 10. Perkawinan yang dilakukan pada plot-plot salinitas tersebut sangat mernudahkan pengelolaan karena berada dalam lingkungan yang tidak berbeda dengan pemeliharaannya.
Setiap genotipe
dikawinkan
sebanyak lima pasang, namun yang digunakan selanjutnya dipilih dua
pasang. yang memijah szrentak dan diperoleh larva pada umur yang seragam. lnduk yang bertelur dan dibuahi dipelihara dalam hapa hingga perkembangan embrio sempurna dan siap menetas. Setelah siap menetas induk dipindahkan ke dalam bak larva. Media penetasan digunakan air dengan salinitas 8%0 -15%.
Tabel 2. Variabel Kerja dan Cara Pengukuran untuk Memperoleh Data Selama PeneWan Berlangsung *
No Variable kej a Satuan Sintasan 1 % 2 Kualitas air Salinitas % 00 PPm Con PPm NH; PPm NO2 PPm "C Suhu 3
pH Bobot badan
g
Cara pengukuran (Nt INo) x 100%
Hand refractometer Water quality test kit Water quality test kit Water quality test kit Water quality test kit f ermometer pH meter Timbangan elektronik
Waktu pengamatan Akhir pemeliharaan
Setiap Tiga hari Setiap dua minggu Setiap dua minggu Setiap dua minggu Setiap dua minggu Setiap dua minggu Setiap dua minggu Setiap bulan
3.3.2.4. Analisis Data Data yang dikumpulkan rneliputi sintasan dan bobot udang galah
ditabulasi kemudian dianalisis untuk mengestimasi : sintasan, laju perturnbuhan harian, heritabilitas ( hZ), respom seleksi, heritabilitas
keienturan (hi,,), norrna reaksi (reaction norms), daya gabung gen
(combining ability), dan
heterosis. Selanjutnya data diolah dengan
menggunakan prinsip: 1) Sintasan dihitung dengan menggunakan rumus:
di mana
EJ, : jumlah saat tebar
N, : jumlah saat panen 2) Laju pertumbuhan harian dihitung dengan menggunakan rumus NRC (1977):
Laju pertumbuhan harian = di mana t Wt
Wo
[[E
- l)xlOO%
: waktu : bobot pada waktu t : bobot awal.
Heritabilitas (hL)diestimasi dengan menggunakan rumus Falconer
dan Mackay (1996); Scholtz dan Roux (1981) dengan prinsip :
di mana
a,
02 8
: varian di dalarn keluarga
02 T
: varian total
fFS
: korelasi intrakelas
Kompnen varian diestimasi dengan menggunakan ANOVA dua arah dari prosedur GLM (SAS, 1997) 4) Respons seleksi yang diharapkan (Rexpeded) dihitung dengan
rumus (Falconer dan Mackay, 1996) :
R = h2io: di mana
R
: respons seleksi
h2
:heritabilitas
i
: intensitas seleksi
a;
: standar deviasi fenotipik
Respons seleksi yang sesungguhnya ( R d & )
dihitung
dengan menggunakan setisih raban sifat sebelum dan sesudah seleksi.
5) Jumlah kelenturan fenotipik dihitung dengan metoda Scheiner dan Lyman (1989) dengan menggunakan rumus :
di mana CV : koefisien variasi least square mean (LSM) SD : standar deviasi -
X
: Rataan populasi
Sedangkan
arah
kelenturan
ditentukan
dengan
menggunakan korelasi Spearman dengan program SAS: SPEARMAN'S RHO Proc. CORR.
6) Heritabilitas
kelenturan
( hi,,)
dianalisis
dengan
menggunakan Prinsip (Scheiner dan Lyman, 1991) :
di mana
&, : heritabilitas kelenturan
cr;xs
: inferaksi antar genetik dan lingkungan salinitas
U P : keragarnan fenotipe total
7) Ragarn kelenturan fenotipik dicari dengan rumus Scheiner
dan
Lyman (1991).
dimana
a ,2 : Ragam kelenturan fenotipik 0;: Ragam lingkungan salinitas
41
a&, : ragarn interaksi sire dengan salinitas 2
op : keragaman fenotipik total 8) Komponen varian dicari dengan menggunakan MJVQUEO
prm. VARCOMP (SAS, 1997). 9) Norma reaksi (reaction norms) dianalisis dengan prinsip Scheiner dan Lyman (1991) yang merupakan grafik rataan sifat bobot badan pada lingkungan yang beheda. 10) Daya gabung gen (combining ability) dianalisis dengan
menggunakan prinsip Singh dan Chaudary (1977) dengan menggunakan lima langkah sebagai berikut:
a. Anova combining ability
ss,,,
= SS,,,
- S S , , - SS,,
b. Pendugaan komponen varian digunakan rumus :
-
Ox-
n(Ms- M ' e ) 2(n2 n + ~ )
I o;= -(Mr -M'e) 7
2
c. Pengaruh general combining ability
d. Pengaruh specjfic combining abilii'y
e. Pengaruh reciprocal
.1?) Heterosis
dihitung
dengan
menggunakan
rumus
Hardjosubroto (1994) dan Tave (1996) :
di mana : Oh
H
p
Tufua
= Koefisien heterosis (AA+BB)
= Rataan keragaan karakter bobot badan tetua
-
P, ,,, (AB+BA) =
Rataan keragaan karakter bobot
badan keturunan silangan 12) Standard emr (SE) untuk heritabilitas { h 2 + s ~ )dianalisis
dengan metoda Becker (I984).
di mana : k = jumlah anak yang digunakan s = sire t = korelasi intrakelas +
IV. HASlL DAN PEMBAHASAN Dalam penelitian ini dihasilkan dua generasi udang galah yaitu generasi pertama (GI) yang digunakan sebagai populasi dasar dan keturunannya yaitu genetasi kedua (G2).Bedasarkan silsilahnya populasi udang gatah GI ini merupakan generasi pertama dan statusnya dalam program pemuliaan berfungsi sebagai populasi dasar.
Hasil implementasi metoda seleksi sesuai Garnbar 6 adalah udang galah G pyang selanjutnya dianalisis sehubungan dengan sifat kelenturan fenotipik, biaya kelenturan fenotipik, keragaan produksi, respons seleksi, dan daya gabung gen serta heterosis. Untuk mengetahui inieraksi antara genotipe dan lingkungan
dilakukan anatisis varian. Dalam upaya
mengetahui sifat kelenturan terhadap salinitas ini diwariskan atau tidak,
maka dihitung heritabilitas kelenturannya. 4.1. Generasi Pertama (GI) Populasi dasar adalah suatu populasi yang memiliki keragaman genetik yang has, menjadi dasar dalam melakukan seleksi dan untuk menentukan kemajuannya guna rnernperbaiki keragaan suatu sifat pada program pemuliaan. Oleh karena itu, populasi dasar merupakan suatu
hal yang rnutlak dibutuhkan dalam program pemuliaan (Bensten, 1990). Dalam penelitian ini karakter yang digunakan untuk kriteria seleksi adalah bobot badan pada umur lima M a n . Karakter bobot badan populasi
udang galah G I yang diperoleh dari hasil pemeliharaan selama lima bulan dapat dilihat pada Lampiran 2. Karakter bobot badan dari populasi yang
diperoleh dalam penelitian ini kemudian diseleksi dan digunakan sebqai populasi dasar disajikan pada Tabel 3.
Dari Tabel 3 terlihat bahwa
rataan bobot badan strain Barito berkisar 24.30
- 34.36 g.
Pada strain
tersebut genotipe BB2 mempunyai nilai SD yang lebih besar dibanding 061 dan BB3. Hal ini memperlihatkan bahwa genotipe BB2 rnempunyai potensi untuk menghasilkan respons seleksi yang lebih besar. Pada strain GtMacro, rataan bobot mencapai 28.84
- 34.12 g,
genotipe GG1
mempunyai SD yang cukup besar yakni 14.56. Hal ini memperlihatkan bahwa genotipe ini akan menghasilkan respons seleksi yang lebih baik dibanding GG2 dan GG3. Tabel 3. Rataan Bobot Badan Udang Galah GI Terseleksi dari Strain Barito, Musi dan GlMacro pada Salinitas 0%, lo%, dan 15% Genotipe
1 Jumlah 1
Bobot (g)
1
SD
/
Koefisien Variasi
1
SD : standsr deviasi Notasi genotipe 1 : O%O: 2 : 10%; 3 : 15%0 Pada strain Musi, rataan bobot mencapai 25.20
-
30.03 g.
Genotipe MM1 akan rnemberikan respons seleksi yang lebih baik dibanding MM2 dan MM3. Dengan populasi dasar tersebut diharapkan
program seleksi untuk generasi selanjutnya memberikan respons seleksi
yang positip. Populasi dasar yang tefbentuk kemudian diberi nomor
penanda berdasarkan strain dan salinitas tempat penyimpanannya. Nilai koefisien variasi bobot badan menunjukkan keragaman ukuran
dalam populasi. Jika suatu pertumbuhan merupakan produk gen dari setiap individu, maka keragaman individu merupakan gambaran keragaman gen dalam populasi tersebut. Secara
umum koefisien variasi
meningkat pada salinitas 10% tetapi menurun pada salinitas 15960, kecuali 8
GG yang tinggi pada salinitas 0% tetapi terus menurun hingga salinitas
Dad tabel tersebut terlihat bahwa GG pada satinitas 0% memiliki
koefisien variasi tertinggi diikuti oleh genotipe BB. Pada salinitas 10% MM
memiliki koefrsien variasi tertinggi diikuti oieh BB. Sedangkan pada salinitas 15%0genotipe BB memiliki koefisien variasi tertinggi diikuti oleh
MM. Dengan demikian genotipe MM rnemiliki koefisien variasi yang baik untuk perneliharaan dalam salinitas 10% hingga 15%a.
4.2. Generasi Kedua (G2) Pada generasi kedua (G2) diperoleh 27 genotipe yang dihasilkan dari persiiangan dua arah dari tiga strain dan pada tiga level salinitas. Hasil rataan populasi dari 27 genotipe tersebut Lampiran 3.
dapat dilihat pada
Selanjutnya dari populasi tersebut diperoleh populasi
terseleksi dari 27 genotipe
dan kemudian diberi penanda
populasi untuk membentuk generasi ketiga
sebagai
(G3). Dari 27 genotipe G2
tersebut dianalisis dan diperoleh karakter penting sesuai dengan tujuan penelitian.
4.2.1. Kelenturan Fenotipik (Phenotypic Plasticity) Kelenturan fenotipik
merupakan ekspresi suatu sifat pada
lingkungan yang berbeda. Gambaran tentang kelenturan fenotipik udang gaiah
G Pfehadap salinitas, diestimasi melalui: norma reaksi, koefisien
variasi, interaksi genotipe dan lingkungan, pola kelenturan fenotipik,
heritabilitas kelenturan, dan biaya kelenturan. Sifat-sifat tersebut secara keseluruhan akan menggambarkan bagaimana suatu genotipe dapat beradaptasi dengan lingkungan dengan fungsi biologi yang normal.
4.2.1.1. Norma Reaksi (Reaction Norms)
Norma reaksi bobot badan udang galah dari sembilan genotipe
seperti yang terlihat
pada Gambar 11 adalah keragaan babot badan
genotipe pada tiga lingkungan salinitas berbeda. Norma reaksi menurut Steam et a!. (1991) merupakan suatu gambaran yang menceminkan distribusi lingkungan ke dalam distn'busi fenotipe. Norma reaksi dapat
dinyatakan dalam bentuk garis atau kurva
yang menghubungkan
fenotipe dengan lingkungan (Suzuki et a/. 1986; Stearn el 81. 1991). Perpotongan garis antar genotipe pada salinitas yang berbeda
mengartikan adanya perpindahan ranking genotipe pada lingkungan yang krbeda. Dalam penelitian ini perpotongan garis pada kelompok betina tejadi antara genotipe BG dan BB, antara BM dan BB, dan antara BG
teqaul paoa genoupe tru rernaaap trtr,
perubahan ranking yang ekstrim tejadi mengungguli semua genotipe lain
MM, MU.
nelompoK jantan
pada genotipe BG yang
dalam lingkungan salinitas 10%.
Namun demikian pada salinitas 15%0 ranking dari genotipe tersebut
digantlkan oleh GG, sedangkan ranking genotipe B 6 dan MB digantikan oleh genotipe GM. Perpotongan garis demikian menurut Stearn et a/.
(1991) menunjukkan adanya beda nyata antar genotipe.
Gambar 11. Noma Reaksi Rataan Bobot Badan Jantan dan Betina Sembilan Genotipe Udang Galah G2 pada Salinitas O%, 10%, dan 15%.
Stearn et al. (1991) selanjutnya rnenyatakan bahwa adanya perpotongan garis norma reaksi mempunyai dua arti penting sehubungan dengan distribusi fenotipe pada lingkungan, yaitu pertama adanya
perubahan ranking genotipe di sebelah kiri titik perpotongan dengan di sebelah kanannya. Kedua apakah variasi sifat tersebut dapat diwariskan
atau tidak. Kemampuan melawan cekaman lingkungan salinitas dinyatakan dengan arah kelenturan. Arah kelenturan rnenunjukkan kemampuan genotipe dalam melawan cekaman lingkungan yang diperlihatkan sebagai
perbedaan rataan karakter bobot antara salinitas % sebagai lingkungan favorit dengan
salinitas 10%, dan 1 5 % ~sebagai lingkungan yang
menimbulkan cekaman. Secara keseluruhan pada kelompok betina terdapat dua genotipe
yang tumbuh lebih baik dibanding genotipe lainnya pada salinitas 15%, yaitu GG dan 8G. Genotipe GM mempunyai pertumbuhan yang stabil
pada salinitas 0% hingga 10%0,tetapi kemudian menurun pada salinitas 15%0. Sebaliknya genotipe BG menurun pada salinitas 10% tetapi
meningkat kembali pada salinitas 15%. Genotipe 86 relatif sbbil pada salinitas 0% hingga I%, tetapi menurun pada salinitas 15%. Genotipe BG pada individu jantan mempunyai pertumbuhan yang kbih baik pada saliniias 10% dibanding pada salinitas
maupun
salinitas 15%. Pada salinitas 10%o genotipe 6G,GG, 8B, dan GB memiliki bobot yang lebih baik dibanding genotipe lainnya, sedangkan pada
salinitas 15%0tiga genotipe yaitu BG, GG, dan GM mempunyai bobot yang lebih baik.
Norma reaksi adalah suatu pengekspresian fenotipe dari genotipe yang dipengaruhi oleh variabel lingkungan (Angilleta et at. 2003). Nonna
reaksi menurut Scheiner (1993) dan Noor (2004) adalah perbedaan rataan suatu sifat dalam lingkungan yang betkcla, dalam ha1 ini adalah pertumbuhan udang galah pada tiga tingkat salinitas yang berbeda. Genotipe BG pada individu jantan dan betina menunjukkan adanya kelenturan terbadap salinitas sehingga menghasilkan bobot yang lebih baik pada salinitas 10% dan 15%0 dibanding genotipe lainnya. Pertumbuhan dari genotipe GM pada salinitas IS%, lebih baik dibanding pada salinitas I&. Pads kelompok betina selain genotipe GG dan BG, pertumbuhannya makin menurun dengan meningkatnya salinitas. Sedangkan pada kelompok jantan selain genotipe GM, BG, dan GG
pertumbuhannya menurun dengan meningkatnya salinitas. Genotipe BG pada individujantan memilikl pertumbuhan yang lebih baik dalam salinitas 1-
dibanding 0%. Genotipe tersebut memDiki
rataan pertumbuhan yang lebih baik dibanding genotipe lainnya. Oengan
demikian potensi gen dari genotipe tersebut patut diperhatikan untuk penelitian lebih lanjut. Hasil yang diperoleh pada Gambar 11 menunjukkan bahwa individu jantan mempunyai keragaman yang lebih tinggi dibanding betina. Hal ini dikarenakan laju pertumbuhan pada individu jantan lebih cepat dibanding betina. Sehingga apabila dalam periode pertumbuhan terjadi perubahan lingkungan maka kelompok jantan lebih responsif terhadap perubahan.
Demikian pula ukuran maksimum yang bisa dicapai, individu jantan juga lebih besar dibanding individu betina. Hal ini mengartikan bahwa pada individu jantan memiliki laju perturnbuhan yang lebih baik dibanding betina
seperti halnya yang terjadi pada ikan Nila. Sebagai konsekuensinya, dalam melakukan seleksi, intensitas jantan dan betina harus dibedakan
untuk mendapatkan kemajuan seleksi yang maksimal. Pertumbuhan individu pada lingkungan yang berbeda dari
lingkungan tawar ke lingkungan payau dipengaruhi oleh kemampuan adaptasi enzimatis (Angilleta et at. 2003). lnvasi organisme air tawar ke dalam lingkungan air payau atau laut, akan mengakibatkan perubahan fisiologis yang didasarkan seberapa besar kemampuan adaptasi enrim (Rollwagen, 1996). Holopainen et a/. (1997) juga menegaskan adanya hubungan antara proses fisiologis dan ekspresi fenotipik dari morfologi yang spesifik. Hubungan tersebut merupakan pertahanan terhadap
predator yang merupakan kelenturan fenotipik yang dikontrol oleh gen.
Enzim adaptif salinitas pada organisme tersebut mungkin belum cukup mernadai, sehingga akan kekurangan energi untuk proses anabolik dan katablik
sebagai
kunci
pertumbuhan.
Sementara
itu
efisiensi
pertumbuhan menurut Angelita et at. (2003) akan meningkat jika ada penurunan laju pembongkaran protein dan transfer ion. Hal ini karena
proses fisiologis tersebut memerlukan banyak energi. ldealnya adalah
enzim adaptif salinitas tersedia dalam konsentrasi yang cukup sehingga energi yang seharusnya digunakan untuk perawatan fisiotogis seperb
osmoregulasi
dapat dialokasikan untuk pertumbuhan. Hal ini dapat
dicapai jika gen kelenturan pada salinitas telah terekspresi secara optimal.
4.2.1.2. Koefisien Variasi Bobat Badan.
Koefisien variasi dari h b o t badan pada berbagai salinitas seperti yang terlihat pada Gambar 12, memperlihatkan keragarnan yang cukup tinggi pada beberapa genotipe.
Koefisien variasi pada bobot badan
individu jantan menunjukkan variasi yang lebih tinggi dibanding betina. Koefisien yang paling tinggi tampak pada genotipe MM dan nilainya jauh lebih tinggi dibanding dengan genotipe lainnya. Semakin tinggi salinitas maka makin tinggi koefisien variasi pada genotipe tersebut. Pada genotipe 80 lebih rendah dibanding MM, namun polanya serupa. Genotipe MG mernpunyai nilai koefisien variasi yang berada di
antara genotipe MM dan BB tetapi memiliki pola yang sama yakni rnakin tinggi salinitas makin tinggi koefisien variasinya. P e M a a n pola dijumpai
pada genotipe BM, GB, dan MB. Pada ketiga genotipe tersebut koefisien variasi bobot yang lebih rendah pada salinitas yang tinggi. Genotipe yang lain yakni
BG dan GG memiliki keofisen variasi yang sgdang tetapi
memiliki pola seperti yang pertarna. Arah pertumbuhan bobot badan dari masingmasing
dalam lingkungan satinitas yang berbeda
genotipe
(a, 10360, dan 15%0),tejadi
penurunar; pada salinitas 10%, dan 15% pada seluruh genotipe, kecuali BG jantan pada 10% dan BG betina pada salinitas 15%. Pada saiinitas 10% rnasih terlihat variasi bobot, namun pada salinitas 15%0 terlihat kisaran bobot yang lebih kecil.
kkm
omQi3-
am{ a=> 5 0.mm-
10
0
-ME W
G
M
M
15
-&I
Gambar 12. Koefisien VaFiasi Bobot Badan Udang Galah Salinitas 0%, 1U%, dan 15%.
G p pada
Koefisien variasi pada individu betina memperlihaikan keragaman yang cukup tinggi yang tampak pada genotipe MG, MM, BM, GB. Pada keempat genotipe tersebut
rnemperlihatkan koefisien variasi yang
semakin tinggi pada salinitas tinggi. Namun demikian genotipe MB, 86, BG, dan GG terlihat sebaliknya dari yang pertama yaitu semakin tinggi
salinitas semakin rendah koefisien variasinya. Hal ini mengartikan bahwa pertumbuhan individu-individu dalam populasi pada tingkungan salinitas tinggi relatif beragam dan tertekan. Suatu perbedaan pola didapati pada genotipe GM betina, yang mempunyai nilai koefisien variasi rendah pada 10% tetapi meningkat lagi pada salinitas 15%0.Dengan dernikian terdapat
tiga pola koefisien variasi, pertama makin tinggi salinitas rnakin tinggi koefisien variasinya. Kedua rnakin tinggi salinitas makin rendah koefisien
variasinya, dan kelompdr ketiga yaitu pada genotipe GM yang menurun pada salinitas 10%0tapi meningkat pada salinitas 15%.
Cara lain untuk menentukan kelenturan fenotipik adalah dengan menghitung interaksi antara genotipe dengan lingkungan (salinitas) dan membuat peringkat dengan korelasi Spearman (Scheiner dan Lyman, 1991). Besamya nilai koefisien variasi menunjukkan kelenturan suatu
genotipe, sedangkan nilai korelasi Spearman rnenunjukkan arah dari kelenturan. Hasil penghitungan koefisien variasi dan korelasi Spearmarl seperti yang dapat dilihat pada Tabel 4, menunjukkan bahwa strain BB,
MM, dan GG berinteraksi dengan salinitas, yang berarti menunjukkan perbedaan kelenturan antar strain terhadap salinitas. Kaefisien variasi
least square mean (LSM) terbesar dimiliki oleh genotipe MM (59.08), MG (58.991, sedangkan nilai terkecilnya adalah GG (52.90) dan BM (54.909).
Perbedaan besarnya koefisien variasi dalam krbagai salinitas tersebut menunjukkan adanya kelenturan fenotipik terhadap salinitas.
Keragaman fenotipe teftinggi dimiliki pada individu udang jantan dari genotipe MM. Dengan demikian genotipe tersebut memiliki keragaman
yang luas dalam arti potensi kelenturannya lebih baik dibanding genotipe lainnya.
Tabel 4. Hasil Analisis Sidik Ragam Dua Arah, Koefisien Variasi (CV) dan Nilai Korelasi Spearman antar Genotipe Berpasangan pada Rataan Sifat Bobot Badan Udang Galah Gz.
Ketmngan : NS (P> 0.05); S (PC 0.05); SS (PC0.01)
Pada udang betina keragaman yang cukup tinggi tejadi pada
salinitas 10% dari genotipe MB, namun pada salinitas 15% genotipe MM
dan MG memiliki keragaman yang lebih baik. Hal tersebut didukung pula deh hasil evaluasi secara moiekuler oleh Nugroho et ai. (2004) bahwa strain Musi (MM) memiiiki keragaman genetik yang tinggi.
Berdasarkan uji lanjut berpasangan terlihat bahwa genotipe MM krbeda kelenturan fenotipiknya dibanding genotipe lainnya. Perbedaan tersebut pada umumnya disebabkan oleh perbedaan jumlah dan arah kelenturannya
jika dibandingkan dengan kelenturan fenotipik strain
lainnya. Kelenturan yang tinggi pada MM mengartikan bahwa genotipe MM lebih dapat melenturkan sifat bobot badan dibandingkan dengan genotipe yang lainnya jika dipelihara di lingkungan bersalinitas. Menurut Taylor dan
Aarssen (1988) menyatakan bahwa genotipe dengan kelenturan fenotipik
yang tinggi memiliki respons tinggi terhadap lingkungan.
4.2.1.3. lnteraksi Genotipe Lingkungan lnteraksi genotipelingkungan, menurut Guntrip dan Sibly (1998)
dapat diarnati dengan mengevaluasi interaksi komponen tetua (dam atau
sire) dengan salinitas sebagai lingkungan pemeliharaan. Jika interakstnya nyata (Pd 0.01), berarti teldapat interaka genotipe dengan lingkungan yang rnenunjukkan adanya kelenturan fenotipik populasi. Adanya interaksi genotipe dengan lingkungan salinitas yang nyata mengartikan adanya pengaruh salinitas kepada genotipe, berarti bahwa gen-gennya mampu menyesuaikan lingkungan baru dan ini dinyatakan sebagai kelenturan Scheiner dan Lyman (1989).
Eksistensi kelenturan fenotipik terhadap lingkungan secara menyeluruh dapat diukur secara statistik dengan membandingkan
kuadrat tengah dad faktor lingkungan
salinitas dengan nilai dalam
populasi (3,6) nilainya adatah F2,- = 345.35 (PC 0.01) seperti pada lajur ketiga Tabel 5.
Tabel 5. Analisis Varian untuk Bobot Badan Udang Galah Gz
Menurut Guntrip dan Sibty (1998) nilai F pada kolom 6 memperlihatkan kelenturan, jika Fhif>Ftab(PeO.01). Secara keseluruhan pembandingan dari komponen ragam tersebut mewhasilkan perbedaan yang nyata (P<0.01), sehingga populasi ini memiliki kelenturan fenotipik
temadap salinitas.
Dengan kata lain, bobot badan udang galah
merupakan sifat yang lentur pada lingkungan yang salinitasnya b e M a . Bebetapa ha1 yang menarik dalam analisis ini, yaitu mumulnya
k k r a p a individu dari populasi yang tumbuh lebih baik pada salinitas 1%
ataupun 15%0. Varian gen aditif terlihai pada pertumbuhan dalam
lingkungan salinitas berbeda yang ditunjukkan oleh perbedaan yang nyata (P<0.01) pada komponen 4
(F16,-
= 5.46).
Bobot badan udang galah pada lingkungan salinitas
berbeda
disajikan pada Gambar 13-15. Pada Gambar 13 terlihat bahwa persilangan yang berasal dari induk-induk yang dipelihara pada salinitas O%O, genotipe GG dan MM
memiliki pertumbuhan yang terbaik pada
salinitas 0%.
Peme liharaan pada Salinitas 0%
35
-
30 m
2
Y
w-
25
0
m
20
-
15
T
I -
---
\
e
1
..
-w
MG
I
0 10 15 Asal Penyimpanan lnduk (W
Gambar 13. Bobot Badan Udang Galah Gz Keturunan dari lnduk yang Dipelihara pada Disimpan pada Salinitas O%o, I% dan , 15% Salinitas 0%
Dari Gambar 13 terlihat bahwa pemelharaan pada salinitas O%O,
keturunan dari induk GG yang disirnpan pada salinitas 0% menghasilkan
bobot badan yang paling besar. Demikian pula dari induk yang disimpan pada salinitas lo%, GG masih rnemberikan bobot badan yang paling baik. Sebaliknya induk-induk dari genotipe BM, MG, GM, dan GB yang disimpan pada salinitas 15%0memberikan b o k t badan yang lebih baik dibanding genotipe lainnya.
Dengan demikian penyimpanan induk genotipe GG pada salinitas O%O hingga 10% memberikan pertumbuhan yang baik untuk dipelihara
pada salinitas 0%. Sedangkan pada genotipe BM, MG, GM,dan GB yang
disimpan pada salinitas 15% keiunrnannya dapat tumbuh baik pada salinitas O%O, tetapi tidak melebihi GG. Pemeliharaan keturunan pada salinitas 10% dari induk-induk yang disimpan pada salinitas 0%,10%0, dan 15% rnemberikan poia yang berbeda dibanding pada salinitas 0% (Gambar 14). Dari gambar tersebut
terlihat bahwa induk yang disimpan pada salinitas
keturunannya tidak
mernperlihatkan perbedaan yang berarti jika dipelihara pada salinitas 1%. Akan tetapi genotip 66 dan BG yang berasal dari salinitas 10%o
keturunannya mempunyai perturnbuhan yang lebih baik jika dipelihara pada salinitas 10% dibanding genotipe lainnya. Induk-induk
yang
disimpan pada
salinitas 15%0, temyata
berpengaruh kurang baik pada GM dan GB dibanding genotipe lain
dimana ada penurunan pertumbuhan jika dipelihara pada salinitas 10%. Dengan demikian penyimpanan induk pada salinibs 10% secara khusus memberikan pengaruh baik pada keturunan BB dan BG, sedangkan penyimpanan pada salinitas f 5%0memberikan pengaruh baik pada MM dan BM.
Khusus pada BM makin tinggi salinitas penyirnpanan induk
makin baik pertumbuhannya jika dipelihara pada salinibs 1096o.
.
Pemeliharaan pada SslinHas 10%
30 25 A
5 20 a 95 1
10
15
Asal Penyim panan lnduk (%)
Gambar 14. Bobot Badan Udang Galah G2 Keturunan dari lnduk yang Dipelihara pada Disimpan pada Salinitas &, I%, clan 15% Salinitas 10%
Perneliharaan udang galah pada saiinitas 15% dari keturunan induk-induk yang disimpan pada salinitas U%, 1&,
dan A 5% (Gambar 15)
memperlihatkan keragaman sama t~arnpirdi semua salinitas. Gambar 15 tersebut memperlihatkan bahwa keturunan dari induk yang disimpan pada
salinitas O%O menghasilkan bobot badan yang lebih beragam dalam salinitas 15%. Namun demikian GG dan BG memberikan bobot terbaik dibanding genotipe lainnya. Pertumbuhan dari genotipe B8 dan GB dari
induk yang disimpan pada salinitas 10% tebih baik dibanding genotipe lainnya, tetapi perturnbuhannya menurun jika induknya disimpan pada salinitas 15%. Penyimpanan induk GG pada salinitas 15%0memkrikan pengaruh yang baik jika dipelihara pada salinitas 15%0,bahkan lebih baik jika dibanding dengan penyimpanan pada salinitas 0%. Pada genotipe BM perkrmbuhannya akan semakin baik jika induknya disimpan pada salinitas
yang semakin tinggi,
walaupun pertumbuhannya
tidak lebih baik
dibanding genotipe lainnya.
Pemeliharaan pada Sallnbs 15%
30 25
=
20
m
-
+m
10
I
0
I0 15 Asal Penyimpanan lnduk (%)
Gambar 15. Bobot Badan Udang Galah G2 Keturunan dari lnduk yang Disimpan pada Salinitas 0940, I&,dan 15% Dipelihara pada Salinitas 15%
Pengaruh yang tidak baik tejadi pada GB dimana penyimpanan induk hanya efeMif hingga 10% dan akan menurun pertumbuhan keturunannya jika disimpan pada salinitas 15%. Genotipe BG dan E M memiliki perturnbuhan yang relatif stabil pada penyimpanan induk hingga salinitas 10%0. Perturnbuhan genotipe MM
memiliki pola yang sama
dengan GG dimana penyimpanan induk pada salinitas 15%0,memberikan pertumbuhan yang lebih baik
dibanding genotipe lainnya pada
pemeliharaan dalam salinitas 15%. Secara keseluruhan pemeliharaan keturunan pada salinitas 1O%O dari induk yang disimpan pada salinitas 09h, 1&, dan IS%, memberikan
keseragaman yang lebih baik dibanding salinitas 15%. Dengan demikian
penyimpanan induk akan lebih efisien jika dilakukan pada salinitas 10%. Ditinjau dari segi hasil persilangan genotipe antar strain, maka
terdapzt beberapa kandidat yang mempunyai pertumbuhan lebih baik pada salinitas 10 %O dan 15 %. Beberapa genotipe tersebut adalah BG,
GG, dan MM yang disirnpan pada salinitas 0%. Genotipe BB, BG, GG, dan MM yang disimpan pada salinitas 10%0.Sedangkan untuk genotipe
yang disimpan pada salinitas 15% adalah genotipe BM ,MG, GM, GB, MM, dan GG.
Selain MM, BB, dan BM keempat genotipe lainnya
melibatkan GlMacro (GG). Dengan demikian ada pengaruh yang dominan
dari GlMacro dalarn mendukung pertumbuhan. Pertumbuhan merupakan fungsi deposisi protein dalarn bentuk daging. Laju deposisi protein juga dtpenganrhi oleh laju sintesa protein yang masuk dikurangi penggunaannya untuk kegiatan fisiologis. Beban fisiologis akibat stres baik secara osrnotik maupun suhu menurut Kultz
(1996) mengakibatkan pentngkatan laju sintesa protein 3
-
20 kali
dibanding normal. Perombakan protein akan tejadi 4-6 jam setelah stres (Sheikh-Hamad et al. 1994) yaitu dengan merombak protein
atau
polipeptida dan membantuk asam amino sebagai substansi osmolit
organik untuk regulasi osmotik. Osmolit organik dapat berupa berbagai asam amino atau turunannya misalnya taurin, berbagai poli-ol sepertr sorbito!, inositol, atau senyawa glkol lainnya. Tujuan utama dari reguiasi
osmotik ini adalah untuk konservasi air antar sel yaitu berupa senyawa yang mampu untuk mernpertahankan air di sekitar senyawa itu sendiri
dengan cara mernkentuk lapisan air yang disebut hydration cell. Dengan penggunaan protein atau polipeptida tersebut dalam regutasi osmotik ini, maka laju deposisi protein rendah yang berartt pertumbuhan lambat.
Dari pendekatan Kultz (1 996)
,
dapat
dijelaskan bahwa
pertumbuhan yang lebih balk pada salinitas 10% - 15%0, mengindikasikan kurangnya alokasi energi untuk stres atau dengan k a b lain energi dapat dialokasikan sebagai protein untuk tumbuh. Dengan demikian gengen kelenturan tetah terekspresi pada genotipe tersebut. m n y a bahwa pemeliharaan udang galah dalam salinitas 10%15%0 dapat menggertak gen kelenturan untuk diekspresikan.
4.2.1 -4. Pola Kelenturan Fenotipik
Guntrip dan Sibly (1998) membuat pendekatan dalam menjelaskan
karakterisasi
kelenturan
fenotipik
yang
bemubungan
dengan
perkembangan spesialisasi organisme pada lingkungannya. Spesialisasi tidak dapat berkembang jika tidak ada interaksi genotipe-lingkungan, tetapi spesialisasi akan terjalan jika terdapat korelasi negatif di
antara
lingkungan. Walaupun tidak terdapat korelasi negatif di antara lingkungan, spesialisasi mungkin dapat bejalan jika terdapat ihteraksi genotipelingkungan, tergantung pada norma reaksi dari genotipe. Artinya bahwa ada genotipe yang tumbuh lebih baik pada satu lingkungan tetapi tidak
pada lingkungan lain. Pda kelenturan fenotipik yang didasarkan pada hubungan antara
pertumbuhan dan
kematangan gonad
pertama
{Gambar
16)
memperlihatkan pola tertentu. Pola ini merupakan strategi udang unhrk
mengalokasikan energinya apakah untuk tumbuh ataukah untuk repmduksi. Fenomena demikian disebut cost of plasticity, yaitu suatu
alternatif
yang harus dibayar agar populasi tetap bertahan (fitness).
Model yang baik untuk kasus ini adalah percobaan Reznick (1989)
dengan menggunakan PoeciIIia reticulata, untuk rnelihat model kelenturan apakah fleksibel atau tidak. Pola fleksibel ini kernudian diarbkan bahwa
dalam perkembangannya didukung oleh gen yang aditif. Oleh karena itu pola kelenturan demikian dapat diseleksi. Sifat perkembangan ini juga akan memperlihatkan apakah genotipe mempunyai kelenturan fenotipik atau tidak (Wilbur dan Colin, 1973). Dari Gambar 16 terlihat bahwa ukuran pada saat kematangan
gonad tidak sama. Artinya bahwa bobot badan bukan harga mutlak untuk matang gonad demikian pula dengan umur pada saat matang gonad.
Pada udang yang dipelihara dalam salinitas 15%,
waktu kematangan
gonad tidak secepat udang yang dipelihara pada salinitas 0% dan IO%. Dengan demikian
umur juga bukan penentu yang mutlak dalam
kematangan gonad. Sesuai dengan fenomena yang ditemukan oleh Rernick (1990),
pertumbuhan udang galah dalam salinitas yang berkda, menghasilkan laju pertumbuhan yang
beheda
pula,
masuk dalam kelornpok
pertumbuhan fleksibel. Artlnya udang galah akan menekan laju pertumbuhan untuk dapat melanjutkan reproduksinya walaupun tidak
mencapai ukuran maksimal seperti pada lingkungan dan atau pakan optimal.
50 r*
0
-- -10%
4.-
V
5 m"
m 30-* - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - 0
20
a
......................... -:---------------------
0
*
I I I
10-
I I
I I
0 30
60
90
I
120 135
150
Umur (hari) Gambar 16. Pola Kelenturan Bobot Badan dan Kematangan Gonad Pertama Udang Galah G ppada Tiga Salinitas yang Berbeda.
Garis harisontal terputus menunjukkan ukuran bobot kematangan
gonad pertama dan garis terputus vertikal menunjukkan umur genotipe pada kematangan gonad pertama. Ruang yang berada dalarn kedua garis ini adalah suatu nilai yang hams dibayar oleh udang sebagai akibat
cekaman lingkungan. Udang telah mengubah strakgi pertumbuhan yakni mengubah alokasi energi untuk tumbuh menjadi energi untuk kernatangan gonad pada ukuran yang lebih kecil dibanding salinitas di bawahnya
sehingga populasi tetap fitness fenomena ini disebut cost of plasticity. Kematarigan gonad pertama terjadi pada umur 120 hari pada
salinitas 0% dan A&,
sedangkan pada salinitas 15% teqadi pada umur
135 hati. Perkembangan
gonad pada udang galah tersebut mengikuti
pola fleksibel yattu pola kedua dari hipotesis Wilbur dan Colin (1973). Lebih jauh pola ini menurut Rernick (1989) adalah suatu poia organisme yang fleksibel yakni untuk mencapai kematangan gonadnya tidak dibatasi oleh umur dan atau ukuran tertentu. Artinya pada lingkungan dan pakan yang optimal organisme akan tumbuh lebih cepat dan demikian pula dengan kematangan gonadnya.Akan tetapi jika berada dalam lingkungan dan atau pakan yang tertekan, kematangan gonad akan tercapai pada ukuran tubuh yang lebih kecil dan umur yang lebih h a . Pola fleksibel ini selanjutnya oleh Smith-Gill (1983) disimpulkan sebagai gen aditif dari kelenturan atau disebut sebagai kelenturan aditif. Dengan demikian sifaf lentur dari genotipe tersebut dapat diseleksi dan memberikan respons positif.
4.2.1.5. Heritabilitas Kelenturan Fenotipik Dalam penelitian ini
nilai heritabilitas
diukur
dengan
menggunakan komponen varian (Lampiran 41, di mana interaksi genotipelingkungan rnenrpakan total pengaruh interaksi lingkungan tehadap induk betina dan lingkungan terhadap induk jantan.
Pengukuran heritabilitas kelenturan dapat dilakukan dengan menggunakan rnetoda varian komponen dua arah ataupun regresi (Scheiner dan Lyman, 1989). Dalam penelitian ini heritabilitas dihitung dengan komponen varian dan hasilnya disajikan pada Tabel 6. Nilai h;,,
untuk total genotipe sebesar 0.070+0.480. Nilai h:
suatu karakter
menurut Scheiner dan Lyman, (1989) selalu lebih rendah dari h2karakter itu sendiri bahkan kurang dari separuhnya. Namun demikian telah didapatkan suatu nilai heritabilitas dari kelenturan karakter bobot badan dan ini merupakan data dasar yang baik untuk keperluan seleksi pada masa mendatang. Nilai ragam kelenturan fenotipik menunjukkan variasi
fenotipe pada berbagai lingkungan salinitas (Scheiner dan Lyman, 1989). Hal ini berarti sesuai dengan hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa ketiga strain tersebut mempunyai variasi fenotipik yang tinggi, sehingga ada peluang untuk diseleksi. Agar populasi dapat memiliki kelenturan adaptif, maka dibutuhkan guncangan variabel lingkungan dalam intensitas dan anrs waktu. Schlichting dan Pigliucci (1993) rnengelornpokkan kelenturan fenotipik ke
dalam regulasi genetik melalui gen khusus kelenturan. Oengan cara lokus regulator mengupayakan mengontrol struktur ekspresi gen kelenturan temadap ketergantungan kontrol lingkungan. Lokus regulator ini berbeda
dengan lokus yang bertanggung jawab pada ekspresi karakter pada lingkungan tunggal.
Tabel 6. Heritabilitas Kelenturan hi, Udang Galah Gz. Komponen
h,: Ragam Kelenturan fenotipik (a:,,)
dan Ragam Kelenturan Fenotipik
Barito (B8)
GlMacro (GG)
0.057+0.800
0.069+0.530
0.124+0.520
0.070+0.480
0.359
0.338
0.623
0.379
Musi (MM)
Pooled
1
Moran (1992) juga menggambarkan regulasi suatu bentuk utama
kelenturan fenotipik
disebut polyphenism. Artinya bahwa pada satu
genotipe tunggal dapat mernproduksi dua atau lebih fenotipe
yang
berbeda dalam merespons satu sinyal lingkungan. Polipenisme dikontrol
oleh sebuah pengubah perkembangan (developmental switch) yang diisyaratkan oleh perubahan lingkungan. Seringkali isyarat tersebut bisa
krwpa
kehadiran
predator
perkembangan organisme.
yang
mengakibatkan
perubahan
Selanjutnya organisme tersebut akan
menghasilkan alat bertahan atau strategi tingkah laku (Pfennig, 1992;
Dodson, 1989). Kunci penentu perawatan kelenturan adaptif adalah keakuratan dalam merespons faktor lingkungan yang akan bekerja
sebagai isyarat yang diterima oleh sistem reseptor (Moran, 1992). Hasil tidak langsung lain, tetapi penting adalah kontrol dari ekspresi kelenturan fenotipik yaitu biaya untuk fitness tapi lentur. Cost of plasticity bukanlah biaya yang berarti fenotipe, tetapi adalah tradeoffs antara kemampuan untuk merespons lingkungan dengan karakter lain untuk tetap fitness. Sebagai contoh organisme harus memilih biaya fitness diberikan
agar lentur daripada tidak lentur tetapi hams rnelawan
perubahan lingkungan (Newman, 1992). Menurut Moran (1992) kelenturan fenotipik adalah sebagai jaminan jika muncul tantangan lingkungan yang menstimulasi pengeluaran energi
yang banyak untuk pemeliharaan fungsi fisiologis dan struktur morfologi yang dibutuhkan. Jadi tradeoffs lebih ditujukan kepada lentur pada
karakter yang berhubungan dengan fitness seperti strategi reprduksi, misalnya berhubungan dengan jumlah telur . Pada kenyataannya kelenturan fenotipik pada bekrapa taksa, adalah kunci kekrhasilan ;nenguasai habitat baru sebagai invader. Hal ini memperlihatkan
bahwa
kelenturan
fenotipik
sering
memberikan
keuntungan yang lebih banyak daripada biaya mengatasi variabel lingkungan tanpa mernbuat kelenturan (Rollwagen, 1996).
4.2.1.6. Biaya Kelenturan (Cost of Plasticitv) dan lmplementasinya
Biaya kelenturan fenotipik, rnerupakan sesuatu
yang harus
dikorbankan agar individu dapat terus hdiup secara normal. Dalarn ha1 ini biaya kelenturan berupa penurunan laju pebumbuhan ataupun perubahan sifat reproduksi. Dalam program seleksi biaya kelenturan tersebut dapat dimanfaatkan dengan mengimplementasikan penyimpanan induk pada salinitas tertentu.
4.2.1.6.1.
Biaya Kelenturan Bobot Badan
Adaptasi dari suatu genotipe pada lingkungan baru yang tidak
menguntungkan akan mengakibatkan
ekspresi fenotipe yang tidak
optimal, sebagai contoh adalah pertumbuhan. Menurunnya pertumbuhan
suatu individu yang hidup pada lingkungan yang menimbulkan stres disebut biaya kelenturan (Scheiner dan Goodnight, 1984). Fenomena lain adalah genotipe yang hidup pada lingkungan buruk akan tetapi mampu
rnempertahankan laju pertumbuhannya, walaupun hams mengohankan ekspresi karakter lain. Fenomena ini disebut tradeom. Tradeof73 diartikan sebagai hubungan antara dua sifat yang mendukung fitness dari genotipe
tersebut mencegah sifat lainnya berkembang secara bebas (Angilleta et ai. 2003).
Biaya kelenturan yang ditemukan dalam penelitian ini adalah persentase penurunan laju perturnbuhan udang yang terjadi pada lingkungan salinitas 10%o dan 15% dibanding dengan salinitas 0%. Penurunan bobot badan sebagai respons terhadap meningkatnya salinitas (Tabel 7), rnencapai 2.86% pada salinitas 10%
dan 15.61% hingga
46.34% pada salinitas 15%0. Dari Tabel 7 terlihat bahwa genotipe BG
rnempunyai penurunan yang paling kecil yaitu 2.86% pada saat menghadapi peningkatan salinitas 1a. Selanjutnya pada pemeliharaan
dalam salinitas 15%0, penurunan bobot akibat cekaman salinitas adalah 15.6194. Nilai tersebut merupakan nilai terkecil dibanding genotipe lainnya
pada salinitas 15%. Penurunan bobot badan terbesar dialami oleh genotipe MM pada pemeliharaan dalam salinitas 10% yaitu sebesar 25.27%. Sedangkan penurunan bobot badan terbesar pada salinitas 15%0
dialami deh genotipe BM yakni 46.34%. Dengan dernikian secara keseluruhan terlihat bahwa peningkatan salinitas dari O%O ke salinitas 10%0genotipe memperlambat pertumbuhan hingga 16.8% agar semua fungsi lain tetap berjalan. Sedangkan adanya peningkatan salinitas dari O%O ke 15% penurunan bobot badan sebagai
cost of plasticity mencapai 34.5%.
Tabel 7. Penurunan Bobot b d a n Udang Galah G2 Sebagai Respons Terhadap Salinitas.
4.2.6.1 .Z. TradeoffSifat Repmduksi
Penurunan laju pertumbuhan yang terjadi pada lingkungan salinitas 15%, berakibat pada bergesernya wa ktu pematangan gonad pertama
dari 120 hari pada salinitas 0-1% menjadi 135 hari pada salinitas 15%0
(Gambar 16). Respons sifat reproduksi udang
pada lingkungan
bersalinitas diekspresikan pada jumlah telur yang berbeda pada setiap level salinitas (Tabel 8). Rataan jumlah telur tertinggi (PC0.01) dimiliki
oleh genotipe MB, kelompok kedua (PC 0.05) oleh genotipe BM, GB,GM,
sedangkan kelompok ketiga (PM.05) adalah BG, GG, GM, dan MM. Kemampuan reproduksi menurut Moran (1992)
dapat dihubungkan
dengan startegi fitness dari populasi suatu spesies sehubungan dengan kondisi Ihgkungantertentu yang dikenal dengan biaya kelenturan. Tradeoff. adalah salah satu strategi fitness dari setiap indiviiu
(Moran,1992). Oleh karena itu, jumlah telur yang dihasilkan pada saat
udang galah mampu kttahan pada salinitas tertenh
juga diartikan
sebagai hasil sifat kelenturannya. Strategi fitness yang dinyatakan dengan
kemampuan reproduksi rnempakan gambaran kemampuan genotipe tersebut pada berbagai lingkungan salinitas. Penumnan bobot badan udang galah sebagai respons terhadap tingginya salinitas media
menyebabkan adanya perubahan kemampuan memproduksi telur. Dalam penelitian ini tradeoffs terjadi pada genotipe yang dipelihara pada salinitas 15% yakni berupa penurunan jumlah blur yang berkisar
antara 16.7% dan 45.0%. GM merupakan genotipe yang paling besar penurunan jumlah telurnya pada salinitas 15%0dibanding dengan genotipe lainnya yang mencapai 45.0%. Sebaliknya MB menrpakan genotipe yang paling kecil mengalami penurunan jumlah telur sebanyak 16.7%.
Tabel 8. Jumlah Telur Udang Galah G2 yang Dipelihara pada Salinitas O%O, lo%, dan 15%0
Huruf superscript yang berbeda dalam kolom yang - sama menunjukan pe&daan yang nyata (PC 0.01).
Fenomena tradeom terhadap jurnlah telur demikian juga dapat
digunakan untuk
melakukan seleksi. Dengan menghitung koefisien
korelasi (3 antara bobot badan dan jumlah telur dapat dilihat hubungan antara h b o t badan dengan jumlah telur yang dihasilkan. Nilai
(6 yang
tinggi mengartikan bahwa dengan memilih induk dengan ukuran bobot badan yang
besar akan diperoleh jumlah telur yang banyak pula.
Dengan kata-lain nilai r antara bobot badan dan jumlah telur adalah rekornendasi dari individu yang akan diseleksi. Korelasi antara bobot badan dan jumlah telur pada salinitas
Oq6p
adalah 0.916, pada salinitas
10%0 adalah 0.797, dan pada salinitas 15%0 adalah 0.710.
Secara
keseluruhan nilai korelasi antara jumlah telur dengan bobot badan pada salinitas O%O hingga 15%0 mencapai r = -0.595. Artinya ada penurunan jumlah telur dengan meningkatnya salinitas media. Rendahnya jumlah tetur pada salinitas 15%
adalah sebagai akibat cekaman lingkungan
salinitas sehingga alokasi energi untuk reproduksi lebih besar dibanding pada salinitas 0% sebagai media favorit.
4.2.1.6.3. lmplementasi Kelenturan Fenotlpik
lnduk-induk udang galah yang dipelihara dalam pool salinitas O%O, 10%
dan
15%
memberikan
pertumbuhan yang
berbeda jika
keturunannya dipelihara pada lingkungan salinitas berbeda. Efisiensi penyimpanan induk ditunjukkan dengan persentase penurunan bobot
yang paling kecil jika dipelihara pada satinibs yang lebih tinggi (Tabel 9). Penytmpanan
induk dalam salinitas O%o, rataan bobot badan
keturunannya menurun 14.43% jika dipelihara pada salinitas fO%o dan menurun 39.05% ji ka dipelihara pada salinitas 15%.
Dari induk yang disimpan pada salinitas 10%
rataan bobot
keturunannya menurun 15.54% jika dipelihara pada salinitas 10%0, dan menurun 32.10% jika dipelihara pada salinitas 15%0.Induk yang dishpan pada salinitas d5%0ternyata rataan bobot keturunannya menurun 16.13%
jika dipelihara pada salinitas 10% dan menurun 30.72% jika dipelihara pada salinitas 15%0.
Kelenturan fenotipik pola fleksikl berhubungan dengan krngsi waktu, itarena karakter ini bersifat lentur adaptif dan ini berhubungan
dengan terekspresinya gen pengatur kelenturan (Smith-Gill, 1983). Tereksposenya induk pada lingkungan dalam jangka waktu yang lama, mernungkinkan terekspresinya atau switch on gen kelenturan dan
mewariskannya kepada keturunannya. Walaupun pola ini befum nyata
pada genotipe yang di ekspose pada lingkungan salinitas tertentu, tetapi ada kecendenrngan meningkatnya keragaan hasil dari tetua yang
disimpan pada salinitas 10%o.
Tabel 9. Penurunan Bobot Udang Galah Gp Sebagai Respons Terhadap Penyimpanan lnduk pada Salinitas Berbeda Pertumbuhan keturunan yang dipelihara pada salinitas lnduk yang ditampung pada salinbs
0960
W
I%,
t
0%
(9) 25.50
10% 15%
25.48 24.54
Bobot (9) 21.82 21.52 20.58
Penurunan
Bobot (%) 14.43 15.54 16.13
15960 Penurunan Bobot (%) Bobot (g) 15.54 39.05 17.30 32.10 17.00 30.72
Ada beberapa pilihan untuk menyimpan induk hasil seleksi pada
pool salinitas perlakuan. Pertama induk hasil seleksi yang disimpan pada w
salinitas O%O, keturunannya mempunyai pertumbuhan yang cenderung menurun pada salinitas 15%0. Kedua induk yang disimpan pada salinitas 10%
tidak
berubah perturnbuhannya
pada salinitas 0%
tetapi
pertumbuhannya lebih baik pada salinitas 15%0dibanding dengan yang perlama. Ketiga induk yang disimpan dalam salinitas 15%0,terlihat ada
perbaikan keragaan pertumbuhannya pada salinitas 15% tetapi menurun keragaannya pada salinitas 10% dan 0%.
Dengan rnempertimbangkan
respons seleksi per generasinya diharapkan ada pengaruh adaptif selama penyimpanan induk dalam salinitas tersebut.
Fenomena ini cukup
menarik untuk dilihat pada generasi berikutnya mengingat akan makin stabilnya ekspresi gen kelenturan dengan lamanya genotipe mengalami cekaman lingkungan. Menurut Loeschke dan Krebs (1996) pada Drosophila ketahanan tehadap
suhu tinggi barn stabil setelah generasi keempat. Hal tersebut
juga didukung oleh percobaan terpisah (studi kasus tidak dipublikasi) bahwa udang galah rnampu hidup hingga salinitas 28% jika diekspose pada perubahan salinitas sebagai fungsi gradien penguapan. Namun demikian tujuan utama dari kegiabn ini adalah membuat genotipe udang galah rnampu disimpan pada salinitas mana saja dalam batas toleransi ini namun tetap tumbuh sama baiknya pada salinitas 0% maupun 15%. Seperti halnya pada Dmophila melanogaster, respons seleksi kelenturan
akan semakin baik pada generasi kesepuluh dan seterusnya ( S h i n e r
dan Lyman, 1991), udang galah diharapkan akan semakin baik ekspresi gen kelenturannya pada generasi selanjutnya.
4.2.2. Keragaan Prduksi dan Respons Seleksi
Keragaan produksi udang galah dari sifat bobot badan pada G2ini diarnati pada umur 5 bulan. Pengukuran kemajuan seleksi yang dari sifat bobot badan digambarkan dalam nilai respons seleksi yang merupakan
ekspresi dari kemajuan genetiknya.
4.2.2.1. Keragaan Produksi
Rataan bobot badan udang galah dari masing-masing genotipe pada generasi kedua ini (Tabel 10) masih menunjukkan keragaman yang tinggi pada semua salinitas.
salinitas 0%
Dan tabel tersebut terlihat bahwa pada
genotipe GG memiliki keragaan paling baik (P<0.01)
dibanding genotipe lain. Pertumbuhan pada salinitas O%O lebih cepat
dibanding salinitas 10% maupun 15%0(PcO.01). GlMacro adalah varietas baru (Hadie et a/. 2001) yang telah
beradaptasi pada lingkungan akuakuttur, sementara genotipe MM dan BB
barn didomestikasi. Persilangan MG yaitu antara Musi x GlMacro adalah yang terbaik kedua (PC 0.01). Persilangan GM mempunyai rataan populasi paling kecil (Pc0.05) dibanding pasangan lainnya. GlMacro merupakan varietas sintetik dari tiga komponen genetik
yaitu strain Sungai Musi, Cimanuk, dan Citanduy dengan komposisi genetik (50:25:25).Oalam analisis molekuler (mt-DNA) Nugroho et a/. (2004) mempertihatkan bahwa keragaman genetik varietas ditunjukkan
dengan nilai komposit haplotipe. Varietas GlMacro adatah yang tertinggi (0.766) dibanding dengan Musi (0.573) dan Barito (0.471).
Dengan dernikian pertumbuhan yang lebih tinggi pada GlMacro
(GG) didukung oleh keragaman genetik yang tinggi. Demikian 9uia hasil persilangan dengan strain Barito (BG), terlihat memberikan suntikan gen
baru, sehingga laju pertumbuhan
cukup tinggi (PC 0.05) dibanding
dengan persilangan lain.
Tabel 10 Rataan Bobot Badan Genotipe Udang Galah G2 dari Sembilan Genotipe yang Dipelihara pada Salinitas O%O, 1O%, dan 15%0. Genotipe
MG
MM
Rataan bobot badan (g) 1 10% 15%
21.26AsC0 15.82C0 26.6p 9.93OC ~ 6 . 6 7 ~1~ 14.6~~
Notasi supenwipt yang krbeda dalam kdom yang &ammenunjukkan nyata.
Perbandingan ukuran tubuh maksirnum individu jantan (Gambar
17) memperlihatkan ukuran maksimum berbeda antar salinitas. Terlihat dalam gambar tersebut bahwa ukuran maksimum tubuh udang galah dipengaruhi oleh salinitas pemeliharaan. Ukuran maksimum yang bisa dicapai pada salinitas O%O lebih besar dibanding pada salinitas 10% dan
15%. -
Hal tersebut membuktikan bahwa ada pengaruh salinitas pada laju pertumbuhan sehingga ukuran maksimum yang dicapai pada umur yang sama berbeda. Terdapat gradasi warna dimana pada salinitas 15%0
cenderung lebih terang dibanding pada salinitas 0% dan 10%0,walaupun pada penelitian ini belum diketahui bagaimana perbedaan warna tersebut
terjadi.
Garnbar 17. Perbandingan lndividu Udang Galah G p Jantan Terbesar 0960, I&, dan 15%0..
L , hl
4.2.2.2. Sintasan
Rataan sintasan (survival rate) yang diperoieh pada akhir penelitian terlihat adanya tiga kelompok yang berbeda nyata pada salinitas 0% dan
10% tetapi tidak berbeda pada salinitas 15%0(Tabel 11). Variasi yang
nyata tampak antar genotipe dan persilangannya pada salinitas O%O dan salinitas 10% (PC 0.05), namun tidak demikian pada salinitas 15%0(P> 0.05). Hal tersebut memperlihatkan bahwa salinitas 15%0secara umum masih menrpakan cekaman lingkungan yang nyata pada generasi ini.
Tabel 11. Sintasan Udang Gatah G2 (%) pada Salinitas O%, 1O%O, dan 15%0
1
Rataan
1
63.17
1
42.20
1
36.52
Huruf supersapt yang terbeda dalam kolom yang sama menunjukan perbedaan yang nyata (PC0.05).
Adanya tiga kelompok yang berbeda nyata (Pe0.01) pada
pemeliharaan dalam salinitas 0% dan 10%, memperlihatkan adanya variasi pertumbuhan genotipe pada kedua level salinitas tersebut. Namun pada salinitas
15%
menunjukkan keseragaman (P>0.05), yang
mengartikan bahwa semua genotipe menganggap salinitas tersebut sebagai stresor. Cekaman salinitas terhadap sintasan cukup brmakna (PC 0.01), di mana pada salinitas 10%, sinbsan menurun sebanyak
33.19%, sedangkan pada salinitas 15% penurunan sintasan sebesar 42.18% dibanding salinitas 0%0. Nilai tersebut
cukup signifikan pada
sistem akuakultur karena berarti ada penurunan produksi. Namun demikian di bidang pemuliaan hasil ini baru langkah awat, selanjutnya dengan memanfaatkan laju perbaiican genetik dengan nilai heritabilitas dan respons terhadap seleksi maka peningkatan prduksi dapat dicapai
pada generasi selanjutnya.
Nilai heritabilitas kelenturan pada Tabel 6 dan respons terhadap seleksi yang akan diukur pada generasi selanjutnya diharapkan akan meningkatkan rataan bobot pada salinitas 15%0. Harapan ini menurut Angilleta et al. (2003) didukung dengan nilai kelenturan yang dimiliki dan model tradeofi dari udang galah terhadap cekaman salinitas Tradeofi adalah mekanisme bertahan atau pilihan lentur yang
berhubungan dengan fitness.Tiga jenis tradeom yang dikemukakan oleh Angilleta et al. (2003) berhubungan dengan alokasi energi dan pengatwhnya terhadap aktiiitas enrimatis dan fisiologis lainnya. Kelompok pertama adalah alocation tradeoffs, dimana organisme mempunyai keragaan yang baik pada rentang tingkungan yang has dengan
mekanisrne fisiologis
memperbanyak
konsentrasi isozim,
kepadatan organel, dan jumlah sel. Kedua ~ ~ u i s i t i o '~radeotb, n dimana
organisme mempunyai keragaan yang baik pada rentang lingkungan yang sempit dengan mekanisme fisiologis memperbanyak konsentrasi isozirn spesifik dan melakukan stabilisasi intraseluler. Ketiga adalah specialist-
generalist tradeoffs, dimana organisme mernpunyai keragaan yang baik
pada lingkungan spesifik dengan mekanisme fisiologis membuat enzirn
yang fleksibel dan stabilisasi enzim. Implikasi dari model tersebut dilihat pada kemampuan menghadapi cekaman lingkungan, sempit atau luasnya
lingkungan yang dapat ditolerir, dan akhimya bisa bertahan a b u tidak. Dengan demikian hasil sintasan pada generasi ini nilainya bukan
semata-mata pada tinggi rendahnya sintasan, tetapi terletak pada strategi apa yang dikernbangkan genotipe tersebut dalam salinitas 15%0. Strategi
tersebut akan lebih berharga lagi jika sifat itu dapat diseleksi, walaupun dengan nilai h;,, 0.070+0.480 dan ha1 ini baru dapat dilakukan pada generasi berikutnya.
4.2.2.3. Respons Seleksi
Respons terhadap seleksi ditentukan oleh nilai heritabilitas dan intensitas seleksinya selain karakater yang diseleksinya. Dalam menghitung respons seleksi pada penelitian ini digunakan karakter bobot badan. Hasil penghitungan respons seleksi harapan
(A) maupun
respons seleksi kenyataan (Rmred) dalarn penelitian ini disajikan pada Tabel 12. Respons seleksi harapan tertinggi diperoleh dari genotipe GG1 sebesar 10.37 g per generasi dan terendah diperoleh pada genotipe 601 yakni sebesar 3.25 g per generasi di atas rataan bbot populasi. Respons seleksi berdasar hasil yang diperoleh (RMw)
twlihat bahwa genotipe
GG1 memiliki respons terbaik yakni sebesar 4.98 g di atas rataan tetua dan terendah pada genotipe GM3 yakni 0.31 g di atas rataan tetua.
Tabel. 12. Rataan Terseleksi, Heritabilitas, dan Respons Seleksi dengan Intensitas Seleksi (i=1.16) dari Karakter Bobot Badan pada 27 Genotipe yang Dipelihara dalarn Media Salinitas O%O, 10%, dan 15%.
Secara keseluruhan
respons seleksi harapan
untuk semua
genotipe mencapai 5.58 g per generasi dan respons seleksi kenyataan untuk semua genotipe mencapai 3.07 g per generasi di atas rataan tetua.
Hasil ini sangat bemakna dalam meningkatkan ukuran bobot badan udang galah sebagai keberhasilan program seleksi. Pewarisan sifat-sifat perturnbuhan bobot badan dari persilangan tersebut dinyatakan dalam hentuk
heritabilttas (h?.
Nilai h2 yang
diperoleh dari keluarga yang digunakan dalarn penelitian ini tedihat beragam menurut kriteria Noor (2004) dan Tave (1996) dari yang rendah (I0.2),sedang (0.2- 0.4) dan tinggi
0.4).
Nilai hZ dari masing-masing persilangan memberikan harapan yang baik untuk pelaksanaan seleksi dalam upaya meningkatkan
laju
pertumbuhan pada generasi selanjutnya dengan mernpertimbangkan respons seleksi. Respons terhadap sdeksi
tersebut mernperlihatkan
adanya penambahan prduksi yang berkisar antara 3.25 dan 10.37 g per generasi dari rataan tetua. Keberhasilan seleksi untuk meningkatkan
keragaan sifat perturnbuhan pada generasi berikutnya tergantung pada tiga hal yaitu nitai h2, intensitas seleksi, dan standar deviasi fenotipe
populasi (Falconer den Mackay, 1996). Keberhasilan seleksi dari rataan Mot badan merupakan seleksi Langsung untuk sifat pertumbuhan. Scheiner dan Lyman (1991)
menyatakan bahwa seleksi pada kelenturan sifat bobot badan tidak akan menghasilkan fataan dari karakter itu, tetapi seleksi pada sifat itu pada lingkungan yang diperlakukan akan .menambah kelenturan dari .sifat tersebut. Artinya adalah bahwa jika diseleksi sifat kelenturan bobot pada Lingkungan bersalinitas tidak selalu meningkatkan rataan bobot itu sendiri.
Sedangkan jika diseleksi rataan karakter
bobot pada lingkungan
bersalinitas berarti sekaligus menyeleksi kelenturannya.
4.2.3. Daya Gabung Gen (Combining Ability) dati Heterosis
Hasil persilangan antar genotipe memberikan gambaran tentang potensi gen masing-masing dan juga keunggulan dari penggabungan gen
tersebut. Dari hasit persilangan ini dapat dihitung daya gabung gen umum (general combining ability), daya gabung khusus (specific combining ability) dan heterosisnya.
4.2.3.1.
Daya Gabung Gen
Bedasarkan analisis ragam (Lampiran 5 dan 6) dapat ditentukan
pola penggabungan gen antar strain. Daya gabung umum (GCA), daya gabung gen secara khusus (SCA), dan resiproknya berasal dari rataan bobot udang galah hasil persilangan dua arah dapat dilihat pada Tabel 13. Genotipe GG memiliki daya gabung gen tertinggi dari total sernua salinitas dibanding genotipe BB dan MM. Demikian pula daya gabung khusus
(SCA) untuk persilangan dengan unsur genotipe GG memkrikan hasil
yang lebih tinggi dibanding persilangan tanpa GG. Pada silang
balik
(resiprok) juga terlihat bahwa genotipe MG memiliki nilai tertinggi, artinya bahwa sifat paternal GG sangat mendukung pertumbuhan pada
persilangan tersebut.
Tabel 13. Nilai GCA (Diagonal), SCA (Matriks Atas), dan Resiprok (Matrik Bawah) dari Rataan Genotipe yang Dipelihara Semua Salinitas.
Penggabungan gen melalui persilangan acak yang dilakukan dalam penelitian ini dimaksudkan untuk mencari peluang genotipe mana yang menghasilkan keturunan terbaik (Falconer dan Mackay, 1996) karena garnet-garnet dalam kelompok tersebut tidak berbeda nyata. SCA adalah heterosis individu (Mukhejee, 2001) karena hasilnya bergantung dari kecocokan
konfigurasi gen
(harmoniszsi gen) dari kedua individu
tersebut. Nilainilai harapan dari penghitungan tersebut (Tabel 13) dapat positif ataupun negatif (Singh dan Chaudary, 1977). Hasil ini merupakan
garnbaran kecocokan kombinasi dari konfigurasi gen antar keiompok (GCA), antar individu (SCA) dan kemungkinan silang baliknya (resiprok).
Genotipe GG mempunyai daya gabung terbsar diantara tiga strain yang digunakan, berarti mempunyai potensi genetik '
yang . baik untuk
dieksploitasi dalam mendukung laju pertumbuhan. Selanjutnya disusul
secara bertunrt-turut strain Musi dan Barito. Hasil ini sesuai dengan hasil pemindaian DNA oleh Nugroho et 81. (2004). Kesesuaian
dalam
penggabungan
garnetgarnet
dalam
persilangan yang dipelihara pada salinitas berbda ditunjukkan dari hasil -
penghitungan GCA, SCA dan Resiprok (Tabel 14). Pada unsur GCA terlihat bahwa genotipe GG memiliki nilai tertinggi pada salinitas 0%. Sedangkan pada salinitas 15%, strain MM menjadi yang tertinggi. Nilai resiprok tertinggi untuu sa!initas O%o adalah MG, salinitas 10960 genotipe
GB dan pada salinitas 15% adalah BM. GCA untuk genotipe BB tertinggi pada genotipe GG nilai tertinggi pada salinitas dimiliki pada salinitas I%, O%O sedangkan pada genotipe MM nilai tertinggi terlihat pada salinibs 15%0.
Nilai SCA tertinggi dimiliki genotipe GM pada salinitas 0%
sedangkan untuk resiproknya tertinggi pada salinitas 1O%O.
Tabel 14. Nilai GCA (Diagonal), SCA (Matriks Atas), dan Resiprok (Matriks Bawah) dari Genotipe yang Oipelihara pada Salinitas a, 1O%, dan 15%.
Nilai-milai pada Tabel 14 tersebut cukup menarik dan terutama akan lebih berarti lagi, jika masing-masing strain mengekspresikan
gen
kelenturan adaptif terhadap salinitas pada generasi selanjutnya. Hal tersebut didukung adanya nilai hen'tabilttas kelenturan itu sendiri. Pada waktu gen-gen ini terekspresi, tejadi konfigurasi gen pada masing-masing
individu, maka pada generasi berikutnya akan berubah sebanding dengan kemajuan seleksi sifat kelenturan yang teqadi.
4.2.3.2. Heterosis Nilai heterosis dari persilangan antar strain antara Musi, Barito, dan GlMacro (Tabel 15) memberikan hasit yang beragam yang dipemgaruhi oleh salinitas media pernbesaran. Artinya
terdapat
keragaman nilai heterosis dari setiap persilangan yang dipelihara pada salinitas berbeda. Dari tabel 15 terlihat bahwa nilai heterosis tertinggi diperoleh pada persilangan MB pada salinitas 15%. Tetapi secara keseluruhan kombinasi MB mempunyai nilai tinggi pada semua salinitas perlakuan dibanding persilangan lain.
Hybrid vigor atau yang lebih dikenat dengan istilah heterosis untuk suatu sifat adalah keunggulan individu hasil persilangan terhadap rataan
keragaan galur tetua yang digunakan dalam persilangan tersebut.
Harapan dari setiap persilangan adalah diperolehnya individu yang Iebih baik keragaannya (misalnya ukuran dan laju pertumbuhan) dibandingkan
dengan tetuanya. Hal tersebut mengingat bahwa di setiap galur sudah terjadi silang dalam dan menfiksasi gen tertentu dalarn galur masing-
masing dengan kadar yang krbeda dan tidak hams berarti buruk (Warwick ef ai. 1995). Dengan rnenyilangkan antar strain tersebut maka
akan tejadi suatu kombinasi gengen baru yang diharapkan memberikan keragaan yang lebih baik dibanding rataan kedua tetuanya. Kombinasi
gen yang baru sebagai hasil persiiangan antar strain akan terbentuk konfgurasi gen baru atau akan menutup gengen yang tidak diinginkan. Sebagai hasilnya akan rnemiliki keragaan yang lebih baik dibanding tetuanya. Silang luar
(outbreeding) akan dapat
memunculkan
heterosigositas
yang
tertekan
pada
inbreeding,
sehingga
bisa
meningkatkan fertilitas maupun fitness (Falconer dan Mackay, 1996). Nilai heterosis dari hasil persilangan antar strain berkisar antara 15.79% dan 58.43%. Nilai tersebut menurut (Warwick et at. 1995) bisa
menggambarkan kecocokan gen diantara genotipe dalam berbagi potensi
gen, atau pemunculan sesaat karena adanya perbedaan gen dan akan berubah pada F2dan selanjutnya.
Telah banyak diketahui bahwa beberapa persilangan bangsa atau strain, menghasilkan heterosis lebih besar pada F1dibanding persilangan lain. Namun ada persilangan lain dati galurgalur yang
mempunyai
keunggulan fenotipe yang sama
hasil yang
tapi tidak memberikan
menguntungkan, kejadian ini disebut nicking atau daya gabung khusus (Warwick et al. 1995). Dengan demikian beberapa persilangan bangsa
atau strain, menghasilkan hybrid vigor pada Fl yang lebih besar Persilangan lain menghasilkan heterosis yang lebih besar pada F2. Hal tersebut semata-mata menurut Falconer dan Mackay (1996), Warwick
et ab (1995) karena kecocokan konfigurasi gen yang dibawa masingmasing induk yang dipersilangkan. Heterosis akan mengalami maksimum apabila tetuanya tidak mempunyai hubungan kekerabatan yang dekat.
Namun dernikian persilangan akan menguntungkan apabila dibentuk dari galurgalur yang telah diadaptasikan dengan lingkungan yang diinginkan.
Terdapat interaksi antara heterosis dengan lingkungan dimana heterosis pada umumnya lebih besar jika individu tersebut dipelihara pada lingkungan yang buruk (15%0, Tabel 15). Oleh sebab itu, keunggulan <
heterosigot
(hetemzygot
dapat
advantage)
dimaksimumkan
pemanfaatannyajika dipelihara pada lingkungan yang marginal.
Tabel 15. Nilai Heterosis (%HI dari Sembilan Persilangan Antar Strain pada Tiga Tingkat Salinitas 0%, lo%, dan 1 5 % ~
M
41.73 46.61 44.17
45.01 44.36 44.68
56.54 58.43 57.49
Jantan Betina Rataan
Daya gabung (combining ability) bukanlah suatu hasil yang tidak dapat diramalkan. Warwick et a/. (1995)
mengemukakan bahwa
penampitan dari persitangan krgantung pada susunan genetik dari
bangsa atau galur yang disilangkan. Jayaprakhas et a!. (1988) menjelaskan juga bahwa
jika heterosis untuk karakter pertumbuhan
ditentukan oleh efek domirlan, maka F1 hybrid akan tumbuh lebih cepat
karena heterosisnya besar. Sebaliknya Tave et a/. (f990) menjdaskan bahwa
jika faktor genetik
antar strain atau galur yang disilangkan
berbeda nyata, maka F2 dan setenlsnya
akan tumbuh lebih cepat
daripada Fj. Sebagai konsekuensinya, hasil program pemuliaan akan
meningkat jika nitai keturunan dari parameter genetik yang ikut andil ke heterosis diketahui.
4.3. Kualitas Air
Parameter kualitas air yang diamati selama penelitian adalah suhu, pH, kandungan oksigen terlarut, kandungan nitrit dan kandungan amonia
(Tabel 16).
Nilai kualitas air selama penelitian berlangsung secara
keseluruhan selain salinitas berada dalam kisaran yang mendukung pertumbuhan udang galah.
Salinitas dipertahankan sesuai perlakuan
yaitu 0%0+2, salinitas 10%022 , dan salinitas 1 5 % ~3.
Tabel 16. Data Kualitas Air Selarna Masa Penelitian.
I
Parameter kualitas air Kadar ' 2.10 8.56 Oksigen (ppm) 0.17 - 0.33 Nitrit (ppm) 0.08 - 0.12 Amonia (ppm) 7.8 - 8.7 PH 25.0 - 32.0 Suhu (O C) I a. Pcernomo, (1988). b. Colt dan Amstrong, (1981). c. New dan Singholkha, (1985). d. Suharto et a!. (1988). Dengan demikian
TingkatKelayakan 3 - 5ad
0-5b
0.1 - 0.45 7 - 8Sd 25 - 31d
secara keseluruhan hasil penelitian yang
diperoleh rnerupakan hasil dari perlakuan yang digunakan yakni salinitas,
bukan kualitas air yang lain.
jantan (MB) menghasilkan heterosis terbaik pada salinitas 15%
dengan nilai 57.49%.
5.1
SARAN
a. Disarankan untuk membentuk populasi sintetik dengan cara menyilangkan strain Musi (MM) dan Barito {BB) dan selanjutnya keturunannya disilangkan dengan GlMacro (GG). b. Dalam menjaga sifat lentur terhadap salinitas pada populasi dasar
yang telah dibentuk tersebut tetap stabil dan bahkan meningkat, maka perlu dimanbpkan dengan program seleksi sampai minimal tiga generasi.
Vl. DAFTAR PUSTAKA Amstrong, D., A. Chippendale, A.W. Knight, and J.E. Colt. 1978. Interaction of ionized and un-ionized ammonia on short term survival and growth of prawn larvae M. rosenbergii. Biol. Bull. 154:1531.
Anggoro, S. 1992. Efek osmotik betbagai tingkat salinitas media terhadap daya tetas telur dan vitalitas larva udang windu, Penaeus monodon Fabricus. Disertasi, Program Pascasarjana IPB, Bogor.
Angilleta. M.J., R.S. Wilson, C.A. Navas, dan R.S. James. 2003. Tradeaffs and the evoiutron of thermal reaction norms. TREE. Vol 18(5): 234-240. Aquacop, 1983. lntensive Larval Rearing in Clear Water of Macrobrachiurn rosenbergii (de Man anuenue stocks) at Center Oceanologique du Pacinque, Tahiti, Handbook of Madculture. Vol. 1. Crustacean Aquaculture 179-187pp. Bachman, K. and T.F.M. Reolfs. 1995. Phenotypic plasticity and parenttoffspring regression of character in inbreed strain Microseries douglasi (Asteracea, lectuceae). Biologische Zentallblatt. 144:67-82. Becker, W.A. 1984. Manual of Quantitative Genetics. Fourth Edition. Published by Academic Enterprises, Pulman, Washington. Bensten, H.B. 1990. Application of breeding and selection theory on farmed fish. Proc. of the 4'" World Congr. on Genet. Apptied to Livest. Prod. XVI: 149-158.
Brett, J.R.. 1979. Environmental Factor and Growth, 8599667. In. W.S. Hoar, D.J. Randall and J.H. Brett (Eds): Fish Physiology. Acad. Press. N.Y.
Clarke, G.M.1995.Fluctuating asymmetry of invertebrate pop~lations~as a biological indicator of environmental quality. Environmental Pollution 82: 207-211. Colt, J.E. dan D.A. Amstrong. 1981. Nitrogen toxicity to fish, crustacean and mol!usks. Proc, of Bioengineering Symposium for Fish Culture. American Fisheries Society. Fish Cutture Section, Bethesda Maryland. 39-42pp. DeWitt. T.J. and S.M. Scheiner. 2004. Phenotypic Plasticity: Functional
and Conceptual Approaches. Oxford University Press.
Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya. 2004. Statistik Perikanan Budidaya Indonesia. Departemen Kelautan dan Perikanan, Jakarta. Stat-Prod. No.04. Dodson, S. 1989. Predator-induced reaction norms. Bioscience 39(7):447452. ,
Falconer, D.S. and T.F.C. Mackay. 1996. Introduction to Quantitative Genetics. 4'" Ed. Longman, Malaysia. Gavrilets, S. and S.M. Scheiner. 1993. The genetics of phenotypic plasticity. V. Evolution and reaction norm shape. J. Evol. Biol. 4:23-
50. Gillespie, J. H. and M. Turrelli. 1989. Genotype-environment interadon and the maintenance of phylogenic variation. Genetics 121:129138.
Guntrip, J. And R. M. Sibly. 1998. Phenotypic plasticity, genotype-byenvironment interaction and the analysis of generalism and specialization in Callosobruchus maculatus. Heredity 8 1:198-204.
Hadie, W. dan L.E. Hadie. 1993. Pembenihan Udang Galah : Usaha lndustri Rumah Tangga. Penerbit Kanisius, Yogyakarta-pp.110. Hadie, L.E., W. Hadie, Jaelani, 1.1. Kusmini, dan Sudarto. 1998. lmplernentasi indeks seleksi dalam upaya peningkatan perkrrnbuhan udang galah (Macrobrachiurn rosenbergio. Jurnal Penelitian Perikanan Indonesia, Puslitbangkan, Jakarta. 4(1): 4754. Hadie. L.E dan W. Hadie. 1999. Ekktivitas seleksi terhadap perbaikan mutu genetik udang galah. Di dalam : Hardjamulia, A., K, Sumantadinata, K. Sugama, A. Sudradjat, dan E.S. Heruwati (Editor). Prosiding Seminar Hasil Penelitian Genetika Ikan. INFIGRAD, Puslitbang Perikanan dan Dirjen-Perikanan.Deptan. . Jakarta Hal: 30 -34 Hadie, L.E., W. Hadie, I. I. Kusrnini, Jaelani, Sularto, dan Y. Hikmayani . 2000a. Manajemen stok induk penjenis pada populasi sintetik udang galah hasil seleksi. Jurnal Penelitian Perikanan Indonesia. 6 (34) : 63 -69.
Hadie, l.E, W. Hadie, Jaelani, dan 1.1. Kusmini. 2000b. Evaluasi genetik udang galah (M. rosenbergiii) dalam populasi sintetis. Teknologi unggulan. Pemacu Pembangunan Pertanian. Badan Litbang Pertanian, Jakarta. 3: 27-31.
Hadie, W., L.E. Hadie, I. I. Kusmini, Jaelani, Sularto, dan Y. Hikmayani . 2001. Evaluasi perturnbuhan udang galah pada ekosistem kotam dan tambak air payau. Tidak dipublikasikan. Hadie, W dan L.E. Hadie. 2003. Budidaya Udang Galah GtMacro di Kolam, Sawah Tambak, dan Tambak. Penebar Swadaya, Jakarta.88pp. Hardjosubroto, W. 1994. Aplikasi Pemuliabiakan Ternak di Lapangan. Gramedia Wdiasarana Indonesia, Jakarta. Pp284. Holliday, F.G.T. 1969. The Effect of Salinity on Eggs And Larvae of Teleost, p:293-309. In W.S. Hoar and D.J. Randall (Eds). Fish physiology. Vol. I. Acad. Press, N.Y. and London. Holopainen, I.J., J Aho., M. Vomanen, dan H. Huuskonen. 1997. Phenotypic plasticity and predator effects on morphology and physiology of crudan carp in nature and in the laboratory. Journal of fish biology. 50:781-798. Jayaprakhas, V., D. Tave and R.O. Smitherman. 1988. Growth of two strain O m h r o m i s niloticus ang their F3, F2 and backcross hybrids. LCIARM Conference Proceeding. 15:197-201. Jink, J.L. and H.S. Pmni. 1988. The Genetic Basis Environmental Sensitiwty. Prac. of the 2"d International Conference on Quantitative Genetics Sinauer Assoc., Sanderland, MA.
Jokela, J. and P. Mutikainen. 1995. Phenotypic plastiaty and priority rules for energy alocation in a freshwater dam : a field experiment. Oecologia 104: 122-132. Kinne, 0. 1964. The Effect of Temperature and Salincty on Marine and Brackish Water Animals. P 281-336. In H. Bariles (Ed.). The Oceanography and Marine Biology Vol. II George Allen and Unwin Ltd., London. Kultz. D. 1996. Plasticity and stressor specifity of osmotic and heat shock responsses of Gillicthys rnirabilis gill cell. Am. Physiol. Soc. C1181C1195. Ling, S.W. 1969. The general biology and development of Macrobrachiurn rosenbergii (de Man). F A 0 World Sci. Conf. on the Biol. and Culture of Shrimp and Prawn, Mexico city 9-21pp.
Ling, S.W. and A.B.O. Merican. 1961. Notes on life and habits of the adults of Macrobrachiurn msenbergii (de Man), IPEC. Prm. 9(2):55-61.
Loeschke, V. and R.A. Krebs. 1996. Selection for heat-shock resistence in lanrae and in adult Dmophila buzratii : Comparing direct and indirect responsses. Evolution, 50(6):2354-2359. Mestril, R., S-H. Chi, M.R. Sayen, and W.H. Dillmann. 1994. Isolation of a novel inducible rat heat-shock protein (HSP70) gene and its expression during ischaemialhypoxia and heat shock. Biochem. J. Great Britain. 298561-569.
Moran, N.A. 1992. The evolutionary maintenance phenotypes. American Naturalist. 139:971-989.
of alternative
Mukherjee, T.K. 2001. Genetics for improvement of fish in Malaysia. International Network on Genetics in Aquaculture. ICLARM Conf. Proc. 64. 179p.
New, M.B. 1995. Status of freshwater prawn farming : a review. Aquaculture research. 26 (1): 1-54. New. M.B. and Singholkha. 1985. Freshwater prawn farming. A Manual for the culture of Macrobrachiurn rosenbergii, F A 0 Fish, Tech. Pap.(225) Rev.1:118p.
Newman, R.A. 1988. Adaptive plasticity in development of Scaphiopus couchii tadpole in desert ponds. Evolution 42:774-783.
Newman, R.A. 1992. Adaptive plasticity in amphibian metamorphosis. Bioscience 42(9):671-678. Noor, R.R. 2004. Genetika Ternak Cetakan 114. Penebar Swadaya, Jakarta. 200 p.
NRC. 1977. Nutrient Requirements of Warmwater Fishes. Academic for' Science, Washington D.C.,71 p.
Natural
'
Nugroho, E. 2001. Population genetics studies on the aquaculture fish in genus Seriola for their risk management. PhD Thesis. Tohoku University. 123p. Nugroho, E., A. Widiyati, lmron dan T. Kadarini. 2002. Keragaan Genetik ikan Nila GIFT Berdasarkan Polimorfisme Mitokondria DNA DLoop. JPPI., BRKP. Edisi Akuakultur. Vo1.8 (3):7-12.
Nugroho, E., T. Kumiasih, W. Hadie, dan L.E. Hadie. 2004. Evaluasi Variasi Genetik Udang Galah GIMacro, Musi, den Barito dengan menggunakan penciri DNA. Di dalam : Sudradjat, A., D. Satyani, Z.I. Aswar (Editor). Prosiding Hasil Penelitian Balai Riset Perikanan Budidaya Air Tawar. Parson, K.E. 1997. Role of dispersal ability in the phenotypic differentiation and plasticity of two marine gastropods. I. Shape. Oecologia 110:461-471. Pfennig, D.W. 1992. Proximate and functional causes of polyphenism in an anuran tadpole. Func. Ecol. 61167-174.
Poernomo, A. 1988. Faktor-faktor iingkungan dominan pada budidaya udang intesif di tambak. Seminar Budidaya Udang Intensif. Patra Utama, Jakarta. 66 pp. Popper, O.M. and R. Davidson. j981. An experiment in rearing freshwater prawns in brackish water polyculture. UNDPlFAO Bait Fish Project, Apia. Somoa. 245-146. Reznick, D.N. 1989. Life history evolution of Guppies. 2. Repeatability of field observations and the effects of season on life history. Evolution 43: 1285-1297. Reznick, D.N.1990. Plasticity in age and size maturity in male Guppies (Poecilia reticulata): An experimental evaluation of alternative models of development. J. Evol. Biol. 3: 185-203. Rollwagen, G. 1996. Phenotypic plasticity and its role in the success and evolution of introduced species. http:llist-socrates.berkelev. edu:752l/proiects/lB160/ rnaterialKerrn Pa~erlGRollwasen.html. Sandifer, P.A, J.S. Hopkin, and T.I.J. Smith. 1975. Obsewation on salinity tolerance and osmoregulation in reared M msenbergii post larvae (Crustacea : Caridea). Aquaculture 6 : 103.
SAS institute Inc. 3997. SAS User Guide : Statitistics, Version 6.12 Edition, Cary, NC. USA. 956pp. Scheiner,S.M. and C.J. Goodnight, 1984. The comparison of phenotypic plasticity and genetic variation in population of grass Danthonia spicata. Evolution 38:845855. Scheiner, S.M. and R.F. Lyman, 1989. The genetics of phenotypic plasticity I. Heritability. J. Evd. Biol. 2:95-107.
Scheiner, S.M. and R.F. Lyman. 1991. The genetics of phenotypic plasticity. II. Response to selection. J. Evol. Biol. 4:23-50. Scheiner, S.M. 1993. Genetic and Evolution of phenotypic plasticity. Annual Review of Ecology Systematics 24:35-68. Schlichting, C.D. and D.A. Levin. 1986. Effects of inbreeding on phenotypic plasticity in cultivated Phlox. Theor. Appl. Genet. 72:114-119.
Schlictiting, C.D. 1986. The evolution of phenotypic plasticity in plants. Ann. Rev. Ecol. Syst. 17- 661-693. Schlichting, C. D. and M. Pigliucci. 1993. Control of phenotypic plasticity via regulatory genes. The American naturalist. Vol. 142(2):366370. Schlichting, C. D. and M. Pigliucci. 1995. Gene regulation, quantitative genetics and the evolution of reaction norms. J. Evol. Ecol. 8: 1547 68.
Scholtz, M.M. and C.Z. Roux. 1981. The allame~c-autoregressivemodel in genetic studies heritabilities and correlation in the rat. S.Afr. J.Anim-Sci.11:69-76. Semlitsch, R.D. 1987. Paedomorphosis in Ambystoma talpoideum: effects of density, food, and pond drying. Ecology 68:994-1002.
Sheikh-Hamad, D,, A..Garcia-Perez, J.D. Ferraris, E.M. Peters, and M.B. Burg. 1994. Introduction of gene expression by heat shock versus osmoticstress. Am. J. Physiol. 267 (Renal fluid electrolyte Physiol. 36):F28-F34.
Singh, R.K. and 8.D. Chaudhary. 1977. Biomehcal Methods in Quantitative Genetic Analysis. Kalayani Publisher, New Delhi. 102143. Smith-Gill, S.J. 1983. Developmental plasticity. Developmeiltal conversions versus phenotypic modulationAm. Zool. 23:47-56. Smith, T.I. J., P.A. Sandifer, and W.E. Jenkins. 1975. Growth and survival of prawn M. msenbergii, pond reared at different salinities. International Conference on Macrobrachiurnfarming: 309-328.
Suharto, H.H., A. Ismail., H. Supriyadi., dan 0. Satyani. 1988. Petunjuk Teknis Pernbesaran Udang Galah. Pusat Penelitian dan Pengernbangan Perikanan, Badan iltbang Pertanian, Jakarta.
Sultan, S. E. 1987. Evolutionary implication of phenotypic plasticity in p1ants.J. Evol. Biol. 21:127-178. Suzuki, D.T., A.J.F. Griffith, J.H. Miller dan R. Lewontin. 1986. An Introduction to Genetics Analysis Third Ed. W.H. Freeman and Co, New York.
Stearn, S.C., G. De Jong, and B. Newman. 1991. The effect of phenotypic plasticity of genetics correlation. TREE. 6: 123127.
Tave, D. 1986. Genetics for fish Hatchery Manager. AVI Publishing Co. Inc. Westport, Connecticut. Tave, D., R.O. Smitheman., V. Jayaprakhas., and 0.1.Kuhler. 1996. Estimate of additive genetics effects, maternal genetics effects, individual heterosis, maternal heterosis, and egg cytoplasmic effects for growth in Tilapia nilotica. J. WAS. Vol 21(4):263-270.
Tave, D. 1990. Selective Breeding Programmes for Medium-sized Fish Farms, F A 0 Fisheries Technical Paper. 352.Rorne. Taylor, D.R. and I.W. Aarssen. 1988. An interpretation of phenotypic plasticity in Agrophyron repens (Graminae). Am. J. Bot. 75:401413.
Uno, Y. and K.C. Soo.1969. Larval development of Macrobrachiurn msenbergii {de Man) in the laboratory, Journal of Tokyo University of Fisheries (55, 2: 179. Via, S. 1993. Regulatory genes and reaction norms. Amer. Nat. 142: 374-378.
Via, S. and R. Lande. 1985. Genotype-environment interaction and the evolution of phenotypic plasticity. Evolution 39: 505-522. Wawick, E.J., J.M. Astuti dan W. Hardjosubroto. 1995. Pemuliaan Temak. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta. West-Ebehard, M.J. 1989. Phenotypic plasticity and the Annual Review. Ecological Systematics. 17: 249-278. Wilbur,H.M., and J.P. Colins. 1973. Ecological aspects of Amphibian metamorphosis. Science 182:1305 -1314.
Lampiran 1. Komposisi Nutrisi Pakan Udang Galah yang Digunakan dalam Penelitian. Kode Pakan JenisPakan UG Cwmble halus 800 CrumbEe 801 802 Pelet 1 803 Pelet
Ukuran
(mm) I -0 - 2.0 2.0 - 3.0 2.3 - 3.4 2.3 - 7.3
Protein Minimum (%)
30
30 30 26
Komposisi Pakan Lemak Serat Kasar Minimum Minimum (%) {%) 4 6 4 6 6 4 4 6
1
Kadar Air Minimum (016) 13 13
13 13
Lampiran 2 . Rataan Populasi Udang Galah yang Berasal dari Tiga Strain Musi (MM), Barito (BB), dan GlMacro (GG) pada Salinitas %, 10% dan 15%
Lampiran 2. Rataan Populasi Udang Galah yang Berasal dari Tiga Strain Musi (MM), Baflto (BB), dan GlMacro (GG) pada Salinitas 0% 10%0,dan15%0(Lanjutan)
Lampiran 3. Data Rataan Bobot Udang Galah dari 27 Genotipe pada
Lampiran 3. Data Rataan 8obot Udang Galah dari 27 Genotipe pada
Lampiran 3. Data Rataan Bobot Udang Galah dari 27 Genotipe pada
Lampiran 3. Data Rataan Bobot Udang Galah dari 27 Genotipe pada populasi G2 (Lanjlrtan)
I0
15 15
Betina Jantan Betina
56.43 43-17 33.44
10.22 8.24 8.79
20.13 13.29 14.35
11.73 8.65 8.39
(hi,) Udang tialan. Komponen
Dam (D) Sire (S) Salinitas (El Sire*Salinitas(SxE) Dam(Sire) Genotipe"Salinbs (GxE) Dam*Salinitas
Galat Total
1-
Barito (6s) 24.711 15.052 21343 17.62 16.089 6.29 155.296 279.038
Ragam Musi GlMm IMM) (GG) 18.719 17.997 19.210 18.000 35.997 17.817 37.231 28.1 25 12.061 6.805 35.986 19,517 10.307 1.613 133.154 159.259 288.715 283.083
PooCed 6.280 9.328 19.613 3.254 7.724
14.122 2.619 137.808 200.728
Untuk memperoleh heritabilitas.kelenhrran (fuIIsib) adalah :
= interaksi genotipe salinitas 0
= Total varian
Jadi h;, strain Barito = i6m089 = 0.057 279.038
Ragam kelenturan dihitung dengan rumus :
Jadi ragam kelenturan strain 8arito
+4(21.343) aiL= ls.a52279.038
= -358