Seminar Nasional Serealia, 2013
KELAYAKAN USAHATANI JAGUNG HIBRIDA PADA LAHAN SAWAH TADAH HUJAN MELALUI PENDEKATAN PTT Syuryawati, Roy Efendi, dan Faesal Balai Penelitian Tanaman Serealia
ABSTRAK Untuk menunjang program pengembangan jagung, dilakukan penelitian kelayakan usahatani jagung hibrida di lahan sawah tadah hujan dengan pendekatan PTT. Penelitian dilaksanakan pada MK 2011 di Kecamatan Mandalle, Kabupaten Pangkep, Sulawesi Selatan. Pada penelitian ini digunakan jagung hibrida Bisi 2 dengan membandingkan komponen teknologi pendekatan PTT dan teknologi yang diterapkan petani untuk mengetahui kelayakan usahatani. Hasil penelitian menunjukkan bahwa varietas Bisi 2 dengan pendekatan teknologi PTT diperoleh hasil 10,21–10,75 t/ha sedangkan dengan teknologi petani 9,50 t/ha. Dari hasil ini diperoleh penerimaan sebesar Rp 22.462.000–23.650.000 dengan pendekatan PTT sedangkan dengan teknologi petani sebanyak Rp 20.900.000 ada peningkatan penerimaan rata-rata 10,3%. Selain itu, dihasilkan bahwa teknologi perbaikan melalui pendekatan PTT lebih menguntungkan karena lebih unggul dibandingkan dengan yang diterapkan petani, hal ini ditunjukkan dengan nilai B/C ratio 9,59–14,76 sehingga sangat layak dikembangkan petani. Kata kunci: teknologi PTT, teknologi petani, hasil, keuntungan
PENDAHULUAN Pengelolaan Tanaman Terpadu (PTT) jagung merupakan suatu pendekatan inovatif dan dinamis dalam upaya peningkatan produksi dan pendapatan petani melalui perakitan komponen teknologi secara partisipatif bersama petani (Zubachtirodin et al. 2009).
Penerapan
PTT diawali dengan
pemahaman
masalah
dan
peluang
pengembangan sumber daya dan kondisi lingkungan setempat. Teknologi yang diterapkan dalam PTT, berupa teknologi dasar yang dianjurkan untuk diterapkan disemua areal pertanaman jagung (varietas unggul baru, benih bermutu dan berlabel, populasi tanaman yang optimal, pemupukan sesuai kebutuhan tanaman dan status hara tanaman). Selain itu komponen teknologi lain yang diterapkan dalam PTT merupakan komponen pilihan yang penerapannya disesuaikan dengan kondisi, kemauan, dan kemampuan petani setempat. Teknologi pengelolaan pertanaman jagung secara terpadu dengan menerapkan berbagai komponen teknologi yang memberikan pengaruh sinergik diharapkan merupakan pendekatan yang sesuai untuk memanfaatkan potensi lahan guna memproduksi jagung dengan tingkat produktivitas yang tinggi. Sebagaimana dengan tujuan PTT jagung adalah meningkatkan dan
691
Syuryawati et al.: Kelayakan Usahatani Jagung Hibrida …….
mempertahankan produktivitas secara berkelanjutan dan meningkatkan efisiensi produksi yang pengembangannya memperhatikan kondisi sumber daya setempat (Balitbangtan 2007; Balitbangtan 2008). Penelitian PTT jagung yang dilakukan di lahan sawah tadah hujan sangat membantu dalam pemanfaaan lahan yang di berokan setelah pertanaman padi. Di Kabupaten Pangkep yang memiliki areal sawah tadah hujan yang cukup luas, potensil dimanfaatkan untuk pertanaman jagung. Dukungan pemerintah daerah Pangkep yang respon positif terhadap potensi jagung sebagai komoditas yang mempunyai keunggulan kompetitif dibanding komoditas lain pada lahan sawah tadah hujan setelah padi, menyebabkan petani tidak lagi membiarkan lahannya bero saat musim kemarau. Pengembangan jagung di lahan sawah pada musim kemarau merupakan kebijakan yang strategis, karena: dapat mengurangi defisit pasokan jagung yang umum terjadi pada musim kemarau. Kualitas produk jagung pertanaman musim kemarau lebih baik dibandingkan dengan musim hujan, dan petani jagung musim kemarau memperoleh tambahan pendapatan yang lebih baik karena harga jagung relatif tinggi. Berkaitan hal tersebut di atas diharapkan dengan penerapan teknologi budidaya jagung oleh petani yang sudah dilakukan perbaikan atau modifikasi dari teknologi sebelumnya, akan dapat memberikan hasil yang lebih tinggi. Untuk itu dilakukan penelitian dengan tujuan untuk mengetahui kelayakan usahatani jagung hibrida pada lahan sawah tadah hujan melalui pendekatan PTT.
METODOLOGI Penelitian dilakukan di lahan sawah tadah hujan setelah panen padi di Desa Mandalle Kecamatan Mandalle Kabupaten Sidrap Sulawesi Selatan, pada MK 2011 (Mei-September). Lokasi penelitian ditentukan berdasarkan pada pertimbangan bahwa di Mandalle merupakan salah satu daerah penelitian pengkajian teknologi PTT jagung periode 2005-2009 dengan menggunakan varietas bersari bebas. Petani yang dilibatkan dalam penelitian ini dipilih yaitu petani yang aktif, berhasil dan berpengalaman dalam usahatani, mau menerima dan mencoba teknologi baru, serta dapat menjadi contoh dalam kelompok tani, sehingga teknologi yang disosialisasikan dapat diterapkan pada petani-petani lainnya. Teknologi PTT yang dievaluasi adalah komponen teknologi yang sebagian sudah teradaptasi dan ditambahkan perbaikan teknologi dalam upaya untuk meningkatkan produktivitas dan pendapatan petani, yaitu varietas, pemupukan, jarak tanam (75 cm x 20 cm dan legowo 100-50 cm x 20 cm dengan 1 biji/lubang), dan menyandingkan teknologi petani
692
Seminar Nasional Serealia, 2013
kebiasaannya dalam berusahatani jagung (Tabel 1). Kajian penelitian ini dititik beratkan pada aspek ekonomi usahatani jagung.
Tabel 1. Komponen teknologi PTT vs teknologi petani produksi jagung hibrida di lahan sawah tadah hujan. Pangkep Sulawesi Selatan, 2011 Variabel Pengolahan tanah Varietas Mutu benih Kebutuhan benih (kg/ha) Cara tanam
Populasi tanaman/ha Pupuk: - Urea (kg/ha) - Phonska (kg/ha) Pengendalian gulma Pengendalian hama & penyakit Panen
Teknologi PTT TOT + herbisida Bisi 2 Berlabel 20 Normal 75 cm x 20 cm dan Legowo 100-50 cm x 20 cm (1 biji/ lubang) 66.666 Secara tugal 400 270 Herbisida Kaidah PHT
Teknologi petani TOT + herbisida Bisi 2 Berlabel 20 80 cm x 40 cm (2 biji/ lubang)
Saat klobot mengering & biji keras
Saat klobot mengering
62.500 Dilarutkan dalam air 550 150 Herbisida Kaidah PHT
Data yang dikumpulkan meliputi data sekunder dan primer. Data sekunder diperoleh melalui data dari instansi terkait yang mendukung penelitian, sedangkan data primer meliputi data yang berhubungan dengan kegiatan usahatani yaitu jenis, jumlah dan harga sarana produksi yang digunakan, jenis kegiatan dan upah tenaga kerja yang dikeluarkan, hasil dan nilainya, serta pendapatan yang diterima dari usahatani jagung. Wawancara dan pengamatan langsung dilakukan agar diperoleh data dan informasi yang relevan dengan kegiatan usahatani. Data yang telah dikumpulkan ditabulasi kemudian dianalisis. Untuk mengukur efisiensi usahatani jagung dapat dilihat pada nilai imbangan antara jumlah biaya yang dikeluarkan dengan penerimaan yaitu dengan analisis R/C ratio (Kadariah 1998). Untuk mengukur kelayakan teknologi introduksi atau teknologi perbaikan dengan analisis MBCR (Marginal Benefit Cost Ratio). Jika nilai perbandingan tersebut > 1 maka teknologi perbaikan itu mampu menggantikan teknologi yang diterapkan petani. Secara sederhana dapat diturunkan dengan rumus: Selisih keuntungan MBCR Teknologi perbaikan = -------------------------vs Teknologi petani) Selisih biaya
693
Syuryawati et al.: Kelayakan Usahatani Jagung Hibrida …….
HASIL DAN PEMBAHASAN Potensi Hasil Jagung di Lokasi Penelitian Kabupaten Pangkep merupakan salah satu kabupaten yang ada di Sulawesi Selatan yang mempunyai potensi untuk pengembangan tanaman pangan, komoditas jagung. Luas lahan Kabupaten Pangkep berdasarkan data BPS seluas 111.210 ha, terdiri atas lahan sawah 16.670 ha, lahan kering 62.580 ha, lainnya 31.960 ha. Dari luas lahan sawah tersebut, yang memiliki jenis pengairan irigasi teknis seluas 3.594 ha, irigasi setengah teknis 2.005 ha, irigasi sederhana 665 ha, dan irigasi non PU 3.679 ha (Bappeda Prov. Sulsel 2012). Untuk komoditas jagung pada tahun 2011, dari luas panen 297.126 ha wilayah Sulawesi Selatan terdapat 1.055 ha luas panen jagung wilayah Kabupaten Pangkep. Berdasarkan luas panen jagung tersebut memberikan produksi jagung 5.841 ton dengan produktivitas 5,54 t/ha (Bappeda Prov. Sulsel 2012). Hasil yang dicapai ini masih cukup rendah dibanding hasil yang diperoleh dari hasil-hasil penelitian. Untuk itu teknologi budidaya jagung yang diterapkan oleh petani selama ini perlu perbaikan atau ditingkatkan pengelolaannya melalui penerapan komponen teknologi produksi jagung secara terpadu dan saling bersinergis sesuai dengan lingkungan tumbuh tanaman jagung. Keragaan Pertanaman Jagung Pendekatan PTT dan Cara Petani Lahan sawah tadah hujan setelah panen padi di musim kemarau dimana komoditas padi tidak memungkinkan untuk ditanam, petani menanam dengan pertanaman palawija termasuk tanaman jagung. Petani di lokasi penelitian ini dalam penerapan budidaya jagung, sebagian sudah mengikuti teknologi PTT yang pernah disosialisasikan, dan masih menerapkan juga sistem usahatani dari kebiasaan petani dalam usahataninya, sehingga belum sepenuhnya menerapkan teknologi jagung yang benar dan efektif dan hasil yang dicapai belum optimal. Pada pendekatan teknologi dengan PTT, untuk persiapan lahan pertanaman jagung adalah tanpa olah tanah (TOT) setelah padi, hal tersebut sesuai kebiasaan petani. Gulma yang tumbuh disemprot herbisida glifosat, setelah lima hari dilakukan penanaman. Menggunakan jagung hibrida varietas Bisi 2 benih bermutu dan berlabel. Benih ditanam dengan menggunakan dua cara tanam yaitu cara tanam normal 75 cm x 20 cm dan cara legowo 100-50 cm x 20 cm dengan 1 biji/lubang, kedua cara tanam tersebut populasinya sama yaitu 66.666 tanaman/ha. Pada saat tanam dengan cara tugal dilakukan juga pemberian furadan pada setiap lubang tanaman kemudian ditutup. Pertumbuhan varietas hibrida pada kedua cara tanam cukup baik. Pada umur 10 hari
694
Seminar Nasional Serealia, 2013
setelah tanam (HST) dilakukan pemupukan pertama dengan takaran 100 kg urea + 270 kg phonska, perlakuannya dengan tugal disamping akar tanaman. Pemeliharaan tanaman dilakukan dengan baik, membuat saluran drainase/irigasi dan sebelum pemupukan kedua pertanaman disemprot dengan herbisida (calaris). Pada umur 35 HST dilakukan pemupukan kedua dengan takaran 300 kg urea/ha, dengan cara tugal disamping akar tanaman dan pemberian furadan pada pucuk tanaman. Setelah pemupukan kedua dilakukan penyiangan (herbisida gramoxon) serta pemberian air, dan tanaman tumbuh baik pada cara tanam normal maupun cara tanam legowo. Untuk kecukupan kebutuhan air dilakukan pemberian air sebanyak 9 kali. Keragaman tanaman cukup baik sampai pada fase generatif, tegap, serta tongkolnya cukup besar. Pengendalian hama dan penyakit dilakukan secara monitoring dan hasil pemantauan di lapangan, serangan hama utama tikus dan belalang, adalah tergolong rendah. Panen pertanaman varietas Bisi 2 pada cara tanam normal maupun cara legowo dilakukan bersamaan pada umur sekitar 110 hari, setelah klobot tongkol telah mengering atau berwarna coklat dan biji telah mengeras, dan sebagian telah terdapat lapisan hitam pada biji. Penerapan teknologi petani juga menggunakan jagung hibrida varietas Bisi 2. Persiapan lahan setelah panen padi dengan tanpa olah tanah (TOT), gulma yang disemprot dengan herbisida Glifosat. Setelah lima hari penyemprotan, dilakukan penanaman jagung dengan jarak tanam 80 cm x 40 cm, 2 biji/lubang (populasi 62.500 tanaman/ha) dan pada saat tanam diberikan furadan pada setiap lubang tanaman. Umur 10 hari setelah tanam (HST), pemupukan pertama dilakukan dan takaran yang digunakan 200 kg urea + 150 kg phonska). Kedua campuran pupuk tersebut dilarutkan dalam air, dengan konsentrai larutan pupuk yaitu 1,35 kg pupuk dan air sebanyak 25 liter. Tiap rumpun tanaman jagung dipupuk dengan larutan pupuk sebanyak 200 ml. Pemberantasan gulma dilakukan, dengan penyemprotan herbisida (gramoxon) dan diikuti pemberian air agar tanaman tidak kekeringan. Pada umur 35 HST dilakukan pemupukan kedua, takaran pupuk 350 kg urea yang dilarutkan dalam air dengan konsentrasi sama pada pemupukan pertama. Setiap rumpun tanaman dipupuk dengan larutan pupuk sebanyak 200 ml, dan juga pemberian furadan pada pucuk tanaman. Pemeliharaan pertanaman jagung dilakukan seperti pada pertanaman penerapan PTT, termasuk pemantauan serangan hama tikus dan belalang yang masih belum merugikan. Pertumbuhan tanaman cukup baik, terlihat tegap dan cukup tinggi, dan tanaman tidak rebah. Selain itu, tongkol jagung sedang
695
Syuryawati et al.: Kelayakan Usahatani Jagung Hibrida …….
dan klobot tertutup rapat. Sesuai karakteristik varietas jagung hibrida Bisi 2 bahwa klobot menutup tongkol dengan baik. Waktu panen, bersamaan dengan waktu panen pada pertanaman perlakuan PTT. Pada umur 110 hari setelah tanam, klobot sudah keras dan terdapat bintik hitam pada biji. Penggunaan Sarana Produksi dan Tenaga Kerja Hasil analisis usahatani jagung yang berkaitan dengan jumlah fisik sarana produksi yang digunakan pada perlakuan penerapan teknologi PTT dan teknologi petani dengan menanam varietas hibrida Bisi 2 di lahan sawah tadah hujan, tidak banyak berbeda. Demikian halnya terhadap penggunaan tenaga kerja menunjukkan relatif sama, hal ini dapat dilihat pada Tabel 2 berikut ini.
696
Seminar Nasional Serealia, 2013
Tabel 2. Penggunaan sarana produksi dan tenaga kerja serta nilainya pada usahatani jagung hibrida dengan teknologi PTT dan teknologi petani di lahan sawah tadah hujan. Pangkep Sulawesi Selatan, 2011 Uraian (per ha) I. Sarana produksi Benih (kg) Pupuk (kg) - Urea - Phonska Supremo (l) Gramoxon (l) Calaris (l) Furadan (kg) Bensin*) II. Tenaga kerja (HOK) Penanaman - 75 cm x 20 cm - 100-50 cm x 20 cm - 80 cm x 20 cm Pemupukan 2x - 75 cm x 20 cm - 100-50 cm x 20 cm - 80 cm x 20 cm Pengendalian gulma - 75 cm x 20 cm - 100-50 cm x 20 cm - 80 cm x 20 cm Pengendalian OPT - 75 cm x 20 cm - 100-50 cm x 20 cm - 80 cm x 20 cm Panen dan prosesing - 75 cm x 20 cm - 100-50 cm x 20 cm - 80 cm x 20 cm Pemipilan, tresher - 75 cm x 20 cm - 100-50 cm x 20 cm - 80 cm x 20 cm
Teknologi PTT Fisik Nilai
Teknologi Petani Fisik Nilai
20
1.000.000
20
1.000.000
400 270 2 1 1 10 180
720.000 702.000 90.000 55.000 155.000 150.000 900.000
550 150 2 1 1 10 180
990.000 390.000 90.000 55.000 155.000 150.000 900.000
11 11 -
385.000 385.000 -
11
385.000
20 21 -
700.000 735.000 -
19
665.000
4 4 -
140.000 140.000 -
4
140.000
4 4 -
140.000 140.000 -
4
140.000
36 35
1.260.000 1.225.000
35
1.225.000
-
537.500 510.500 -
475.000
Sumber: Data primer, 2011 *) Pemberian air 9 kali HOK = Hari orang kerja OPT = Organisme pengganggu tanaman
Pada Tabel 2 terlihat bahwa penggunaan tenaga kerja yang tinggi pada kegiatan panen dan prosessing, dimulai dari pemetikan tongkol, kemudian pengupasan klobot, pengeringan tongkol dan biji jagung, rata-rata waktu yang digunakan sampai 35 HOK dengan kirasan biaya sebesar Rp 1.225.000 atau berkisar 39,85% dari rata-rata
697
Syuryawati et al.: Kelayakan Usahatani Jagung Hibrida …….
keseluruhan biaya tenaga kerja. Untuk kegiatan pemupukan (2 kali) dan tanam ratarata penggunaan tenaga kerja 11 HOK dengan biaya sekitar Rp 350.000 – 385.000. Untuk biaya pemipilan jagung bervariasi tergantung banyaknya hasil yang diperoleh baik pada teknologi PTT maupun cara budidaya petani, dan biaya memipil tresher yaitu Rp 50/kg. Analisis Kelayakan Usahatani Jagung Produksi jagung yang dicapai pada pertanaman pendekatan PTT dengan cara tanam yaitu (75 cm x 20 cm) dan cara tanam legowo (100-50 cm x 20 cm) tidak jauh berbeda masing-masing memperoleh hasil 10,75 t/ha dan 10,21 t/ha. Sedangkan teknologi petani memberikan hasil lebih rendah hanya mencapai 9,50 t/ha (Tabel 3). Komponen teknologi pada penerapan PTT dengan aplikasi pemupukan yang seimbang dan cara tanam yang tepat memberikan hasil yang lebih tinggi dan lebih efisien dari kebiasaan cara tanam petani. Hasil yang dicapai masih dibawah potensi hasil varietas Bisi 2 (13 t/ha pipilan kering), hal ini disebabkan karena selama pertanaman keadaan curah hujan sangat kurang dan sumber air untuk mengairi pertanaman, persediaan airnya juga terbatas. Berdasarkan biaya produksi yang digunakan dan pendapatan yang diterima dari usahatani jagung ini, keuntungan yang diperoleh lebih tinggi pada penerapan teknologi PTT dengan cara tanam normal (75 cm x 20 cm) Rp 16.750.500, berikutnya cara tanam legowo (100-50 cm x 20 cm) Rp 15.589.500 dan untuk teknologi petani hanya Rp 14.175.000 (Tabel 3). Apabila dihitung biaya produksi per kg biji, maka penerapan teknologi pendekatan PTT memberikan keuntungan yang lebih tinggi, biaya produksi jagung per kg biji sekitar Rp 642 – 673 (rata-rata Rp 658), yang lebih rendah 7,60% dari biaya per kg biji jagung teknologi petani (Rp 708). Ditinjau dari segi efisiensi ekonomi menunjukkan teknologi pendekatan PTT lebih tinggi (7,72%) dengan kisaran 3,27 – 3,43 (rata-rata 3,35) dari teknologi petani 3,11. Selanjutnya, jika dibandingkan sistem teknologi petani dengan cara tanam (80 cm x 20 cm, pop. 62.500 tan/ha), takaran pupuk sesuai kebiasaan dan dilarutkan dalam air dengan teknologi PTT pada dua cara tanam yang diaplikasikan, takaran pupuk yang efisien sesuai kebutuhan tanaman maka dengan teknologi cara tanam normal (75 cm x 20 cm) populasi 66.666 tanaman/ha ditunjang oleh pemupukan yang efektif diperoleh nilai B/C ratio 14,76 dan dengan cara tanam legowo 100-50 cm x 20 cm (pop. 66.666 tan/ha) yang didukung dengan pemupukan yang sesuai diperoleh nilai MBCR sebesar 9,59. Dengan demikian bahwa penerapan teknologi jagung melaui pendekatan PTT layak dikembangkan untuk
698
Seminar Nasional Serealia, 2013
memperbaiki sistem usahatani teknologi petani secara benar, agar produktivitas jagung yang selama ini diproleh petani dapat ditingkakan lagi, yang tentunya akan mempengaruhi nilai pendapatannya. Sejalan dengan tujuan utama penerapan PTT adalah untuk meningkatkan pendapatan petani dan menjaga kelestarian lingkungan. Tabel 3. Analisis biaya dan pendapatan usahatani jagung hibrida pada teknologi PTT vs teknologi petani pada lahan sawah tadah hujan. Pangkep Sulawesi Selatan, 2011 Uraian Biaya Sarana produksi (Rp/ha) Biaya tenaga kerja (Rp/ha) Hasil (t/ha) Penerimaan (Rp/ha) Keuntungan (Rp/ha) Ratio biaya/kg biji (Rp) R/C ratio MBC ratio - Tek. PTT (1) vs Tek. petani (3) - Tek. PTT (2) vs Tek. petani (3)
Teknologi PTT 1 2 3.772.000 3.772.000 3.127.500 10,75 23.650.000 16.750.500 642 3,43
3.100.500 10,21 22.462.000 15.589.500 673 3,27
Teknologi petani 3 3.730.000 2.995.000 9,50 20.900.000 14.175.000 708 3,11
14,76 9,59
Sumber: Data primer, 2011 Keterangan: 1 : Jarak tanam 75 cm x 20 cm; populasi 66.666 tan/ha; pemupukan yang efisien, secara tugal 2 : Jarak tanam legowo 100-50 cm x 20 cm; populasi 66.666 tan/ha; pemupukan yang efisien, secara tugal 3: Jarak tanam 80 cm x 40 cm; populasi 62.500 tan/ha; pemupukan kebiasaan petani, dilarutkan dalam air
KESIMPULAN Hasil jagung varietas Bisi 2 dengan penerapan teknologi PTT pada dua perlakuan system tanam menunjukkan lebih tinggi berkisar 10,21 – 10,75 t/ha dibanding teknologi petani dengan hasil 9,50 t/ha. Usahatani jagung hibrida Bisi 2 penerimaan tertinggi dihasilkan pada penerapan teknologi
PTT
rata-rata
sekitar
Rp
23.056.000
dengan
keuntungan
Rp
16.170.000/ha sementara teknologi petani diperoleh penerimaan sebesar Rp 20.900.000 dengan keuntungan Rp 14.175.000/ha.
699
Syuryawati et al.: Kelayakan Usahatani Jagung Hibrida …….
Nilai R/C ratio usahatani teknologi penerapan PTT pada dua perlakuan sekitar 3,27 – 3,43 (rata-rata 3,35) sedangkan teknologi petani 3,11. Demikian pada nilai MBCR antara teknologi penerapan PTT dengan dua perlakuan sistem tanam dibanding teknologi petani diperoleh nilai >1 yaitu dengan nilai MBCR 14,76 dan 9,59 yang berarti teknologi PTT layak dikembangkan dalam usahatani jagung.
DAFTAR PUSTAKA Balitbangtan. 2007. Petunjuk teknis lapang pengelolaan tanaman terpadu (PTT) padi sawah irigasi. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian (Balitbangtan). Jakarta. 27 p. Balitbangtan. 2008. Panduan umum pengelolaan tanaman terpadu jagung. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Jakarta. 27 p. Bappeda Provinsi Sulawesi Selatan. 2012. Provinsi Sulawesi Selatan Dalam Angka 2012. Bappeda Provinsi Sulawesi Selatan. 538 p. Badan Pusat Statistik. 2012. Statistik Indonesia 2012. Jakarta. 622 p. Kadariah. 1998. Evaluasi Proyek Analisa Ekonomi. LPEE – UI, Jakarta. Zubachtirodin, S. Saenong, M.S. Pabbage, M. Azrai, D. Setyorini, S. Kartaatmadja, dan F. Kasim. 2009. Pedoman Umum PTT Jagung. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan. Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian. Balai Penelitian Tanaman Serealia. 20 p.
700