Setiapermas et al.- Inovasi Pola Tanam untuk Antisipasi Kekurangan Air pada Sawah Tadah Hujanl
INOVASI TEKNOLOGI PADA PERUBAHAN POLA TANAM UNTUK ANTISIPASI KEKURANGAN AIR PADA LAHAN SAWAH TADAH HUJAN Meinarti Norma Setiapermas, Suprapto, Sutoyo, Sularno dan Muryanto Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jawa Tengah Bukit Tegalepek, Sidomulyo, P.O. Box 101 Ungaran, Jawa Tengah
ABSTRAK Pelaksanaan kegiatan Prima Tani pada intinya adalah mengimplementasikan secara terbatas (unit percontohan) inovasi teknis dan inovasi kelembagaan agribisnis di desa lokasi sasaran. Di Kabupaten Rembang, sebagian besar pola tanam adalah padi-padi-padi atau padi-padi-bero. Dengan demikian untuk mengintroduksikan perubahan pola tanam membutuhkan waktu yang cukup lama. Untuk kegiatan di lokasi Primatani pola tanam selama ini masih padi-padi-bero atau padi-padi-melon. Dan sebagian kecil petani ada yang mencoba untuk menanam cabai merah dan bawang merah di musim tanam III dengan menggunakan pengairan alternatif. Bahan yang dipakai adalah saprodi budidaya cabai merah dan jaringan irigasi tetes yang merupakan inovasi teknologi efisiensi pemakaian air. Inovasi teknologi (pemakaian mulsa dan jaringan irigasi tetes) dilakukan pada bulan Juni sampai bulan Oktober 2007. Hasil inovasi adalah pemakaian air dengan menggunakan irigasi tetes cukup efisien yaitu 24 liter selama musim tanam untuk setiap tanaman, sedangkan yang tidak memakai jaringan irigasi tetes pada lahan Saji (penggenangan) mengkonsumsi 79 liter per tanaman, pada lahan Karyono (penggenangan) 147 liter per tanaman, pada lahan Sariman (siram) sebanyak 147 liter per tanaman dan pada lahan Marsito (penggenangan dan siram) sebanyak 133 liter per tanaman selama musim tanam. Hasil produksi cabai merah dengan menggunakan jaringan irigasi sebesar 3750 kg/ha sedangkan yang menggunakan penggenangan dan siram berkisar 1785 kg/ha sampai 3000 kg / ha. Secara penampakan vegetatif pertanaman cabai merah yang menggunakan irigasi tetes dan mulsa plastik hitam perak lebih baik dibandingkan dengan pertanaman cabai merah yang menggunakan irigasi manual dan mulsa plastik hitam perak. Adopsi inovasi ini belum seluruhnya oleh petani hortikultura di lahan sawah tadah hujan ini. Mulsa plastik dan paralon penghubung dari sumur ke lahan horti merupakan pilihan petani bermodal besar. Kata kunci :iInovasi, pola tanam, antisipasi kekurangan air
PENDAHULUAN Pengamatan Popi et al. (2005) menunjukkan bahwa kemarau yang terjadi terus meningkat besarannya, baik intensitas, periode ulang dan lamanya, sehingga dampak dan resiko yang ditimbulkan cenderung meningkat menurut ruang dan waktu. Faktor dominan yang menyebabkan kekeringan adalah fenomena iklim global, strategi pengelolaan air yang tidak efisien dan pemilihan komoditas yang tidak sesuai dengan ketersediaan air. Daerah yang membutuhkan strategi pengelolaan air yang efisien dan pemilihan komoditas yang bernilai strategis maupun harga jual tinggi merupakan pertimbangan dalam merencanakan sistem usaha tani di lahan tadah hujan, di mana pada musim kemarau lahan biasa diberokan selama
lima sampai enam bulan. Salah satu daerah sawah tadah hujan di Jawa Tengah adalah Rembang, yang merupakan lokasi kegiatan Prima Tani di Jawa Tengah (2007-2009). Di daerah ini petani menanam padi pada musim tanam pertama dan musim tanam kedua. Pada musim kemarau atau musim tanam ketiga, ada petani yang menanam tanaman hortikultur baik itu sayuran atau buah semusim. Untuk kebutuhan air tanaman pada musim tanam kedua dan ketiga, petani memompa air sumur atau air dari embung.
Prosiding Semiloka Nasional Dukungan Agro-Inovasi untuk Pemberdayaan Petani, Kerjasama UNDIP, BPTP Jateng, dan Pemprov Jateng, Semarang 14 Juli 2011
41
Setiapermas et al.- Inovasi Pola Tanam untuk Antisipasi Kekurangan Air pada Sawah Tadah Hujanl
pola tanam membutuhkan waktu yang cukup lama. Untuk kegiatan di lokasi Primatani pola tanam selama ini masih padi-padi-bero atau padi-padi-melon. Dan sebagian kecil petani ada yang mencoba untuk menanam cabai merah dan bawang merah di musim tanam III dengan menggunakan pengairan dari sumur bor. Tanaman sayuran yang cukup banyak ditanam adalah kacang panjang.
Gambar 1. Lahan tadah hujan yang dimanfaatkan petani dua kali tanam padi di Meteseh, Kaliori, Rembang Pelaksanaan kegiatan Prima Tani pada intinya adalah mengimplementasikan secara terbatas (unit percontohan) inovasi teknis dan inovasi kelembagaan agribisnis di desa lokasi sasaran. Inovasi tersebut dapat dilakukan pada: (a) bidang komoditas yang meliputi aspek produksi, sarana produksi, pasca panen, pengolahan dan pemasaran hasil; (b) bidang pemanfaatan sumber daya lahan dan air; (c) bidang pemanfaatan limbah pertanian untuk pakan ternak dan pupuk; dan (d) bidang konservasi tanah dan air. Di Kabupaten Rembang, sebagian besar pola tanam adalah padi-padi-padi atau padi-padi-bero. Dengan demikian untuk mengintroduksikan perubahan
Informasi dari hasil panen komoditas yang ditanam pada musim tanam 2005/2006 tidak lengkap pada semua musim tanam, hal ini karena pada tahun 2005/2006 terjadi kemarau panjang, sehingga ketersediaan air sangat terbatas, akibatnya banyak lahan yang bero dan hanya tanaman cabai dan bawang merah yang dapat ditanam pada musim hujan, MK 1 dan MK 2. Untuk tanaman padi hanya ditanam pada musim hujan, sedang tanaman melon hanya pada MK 1, dan MK 2 tidak ditanam, melon dan cabe ditanam pada MK 1 dan MK 2 dengan luasan yang terbatas. Untuk tanaman kacang panjang hanya ditanam pada musim hujan dan MK 2. Hasil panen mempunyai mutu yang bervariasi, kecuali pada tanaman cabai merah mutunya rendah, sehingga harganya juga rendah yaitu Rp. 2.500/kg. Sedang harga komoditas lain seperti padi, melon dan bawang merah cukup bervariasi dari yang mutunya rendah sampai tinggi. Data selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 1. Kalender Musim dan Pola Tanam Dominan di Desa Meteseh, 2005
Pola Tanam
Bulan 11
42
12
1
2
3
4
Pola Tanam I
padi
padi
Pola Tanam II
padi
padi
Pola Tanam III
melon
Pola Tanam IV
melon
5
6
7
8
9
10
melon
padi
Kc panjang
Prosiding Semiloka Nasional “Dukungan Agro-Inovasi untuk Pemberdayaan Petani, Kerjasama UNDIP, BPTP Jateng, dan Pemprov Jateng, Semarang 14 Juli 2011
Setiapermas et al.- Inovasi Pola Tanam untuk Antisipasi Kekurangan Air pada Sawah Tadah Hujanl
Tabel 2. Produksi menurut klasifikasi mutu yang berlaku di pasar
KLASIFIKASI MUTU HASIL 1. Padi Mutu 1 Mutu 2 Mutu 3 2. Melon Mutu 1 Mutu 2 Mutu 3 3, Cabai merah Mutu 1 Mutu 2 Mutu 3 4. Bawang merah Mutu 1 Mutu 2 Mutu 3 5. Kacang panjang Mutu 1 Mutu 2 Mutu 3
MH
Produksi (kg) MK1
MK2
3,361 3,000 1,000
MH
MK2
2,183 1,600 1,500 6,000 2,500
1,563 300
2,500 1,500
1,020 1,300
2,500 800
Harga (Rp/kg) MK1
9,000 2,500
4,000 2,000
5,000 3,000
3,000
1,500 3,000 208
5,000 1,300
2,500
2,500 7,500
1,500
1,000 600
Pertanaman cabai merah merupakan salah satu alternatif komoditas yang cukup menjanjikan dari segi pemasaran. Hal ini disebabkan karena pembeli / pengumpul komoditas cabai merah sudah ada. Varietas cabai yang ditanam adalah hibrida. Biasanya petani melakukan pengairan dari sumur bor yang dihibungkan dengan slang plastik dengan penyiraman pada masing-masing tanaman. Mereka belum dapat melakukan penyiraman / pengairan dengan sistem irigasi genangan karena keterbatasan air. METODOLOGI Bahan yang dipakai adalah saprodi untuk budidaya cabai merah dan jaringan irigasi tetes yang merupakan inovasi teknologi efisiensi pemakaian air. Inovasi teknologi (pemakaian mulsa dan jaringan irigasi tetes) dilakukan pada Juni sampai Oktober 2007.
Gambar 2. Penyiraman manual yang biasa dilakukan petani Desa Meteseh, Kaliori, Rembang pada musim tanam ketiga pada tanaman semusim
Introduksi jaringan irigasi tetes yang menggunakan emiter okta merupakan hal yang baru bagi petani Desa Meteseh, Kaliori, Rembang. Bahan pengkajian meliputi 2 perlakuan yaitu pemakaian jaringan irigasi tetes lengkap dan irigasi secara manual yang biasa dilakukan petani pada hortikultura seperti tertera pada gambar di bawah ini :
Prosiding Semiloka Nasional Dukungan Agro-Inovasi untuk Pemberdayaan Petani, Kerjasama UNDIP, BPTP Jateng, dan Pemprov Jateng, Semarang 14 Juli 2011
43
Setiapermas et al.- Inovasi Pola Tanam untuk Antisipasi Kekurangan Air pada Sawah Tadah Hujanl
Gambar 3. Jaringan irigasi tetes dengan emitter okta pada tanaman cabai merah yang ditanam pada bulan Juli 2007.
Gambar 4. Emiter okta yang dipakai dalam jaringan irigasi tetes yang diletakkan di bawah mulsa. Petani yang terlibat adalah petani yang pernah menanam cabai merah, Saji dengan luasan 2000 m2, Karyono dengan luasan 4000 m2, Sariman dengan luasan 2000 m2 dan Marsito dengan luasan 1500 m2. Penanaman dilakukan antara tanggal 19 Juni sampai 6 Juli, 2007 Budi daya cabai merah yang dianjurkan adalah dengan tahapan penyemaian benih untuk mendapatkan bibit yang baik pertumbuhannya dan tidak terserang hama atau penyakit, kemudian pengolahan lahan sempurna dengan pembuatan bedengan ukuran 1 m dengan panjang bedengan
44
tergantung pada petani. Jarak tanam yang biasa dipakai 40 cm – 60 cm x 50 cm – 70 cm. Dosis pupuk kandang 20 – 40 ton /ha.,sedangkan dosis kompos (pupuk yang sudah difermentasi) 2 – 3 ton /ha, SP-36 dosis 400 kg / ha diberikan sebelum tanam, Urea dosis 100 – 150 kg / ha diberikan 3 kali (3,6 & 9 MST), ZA dosis 300 – 400 kg / ha diberikan 3 kali dan KCl : 150 – 200 kg /ha diberikan 3 kali. Pemakaian mulsa plastik hitam perak untuk musim hujan dan kemarau. Pengendalian hama penyakit penting seperti thrips, lalat buah, kutu daun perak, antraknose dan virus, karena serangan hama penyakit dapat menurunkan hasil sekitar 10 % - 80 %. Penggunaan musuh alami (parasitoid, predator dan pathogen serangga), penggunaan berbagai jenis perangkap (feromonoid seks, perangkap kuning, metyleugenol dll), penggunaan biopestisida, penggunaan insektisida selektif berdasarkan ambang pengendalian dapat dijadikan pilihan untuk mengatasi serangan hama penyakit. Penyiraman pada pertanaman cabai merah mutlak diperlukan karena biasanya cabai merah ditanam di akhir musim hujan – kemarau. Jika ditanam di musim hujan maka sistem drainase harus baik. Di Meteseh, pada musim hujan tidak pernah ada petani yang menanam cabai merah, karena lahan ditanami padi gogo rancah. Penyiraman yang dianjurkan adalah penyiraman yang efeisien artinya air disiramkan langsung ke tanaman (baik itu pakai gayung, gembor, slang plastik, sistem irigasi tetes atau lainnya). Di dalam kenyataan di lapang, budi daya cabai merah yang dilakukan petani beragam seperti penambahan pupuk makro maupun mikro yang telah diketahui petani. Dalam hal penyiraman mereka melakukan dengan waktu yang berbeda-beda sehingga pemakaian air untuk setiap tanaman berbeda. Seperti terlihat dalam tabel 3, Sedangkan pemakaian pupuk, pestisida dan alat yang dipakai untuk olah tanah berbeda seperti terlihat pada Tabel 4.
Prosiding Semiloka Nasional “Dukungan Agro-Inovasi untuk Pemberdayaan Petani, Kerjasama UNDIP, BPTP Jateng, dan Pemprov Jateng, Semarang 14 Juli 2011
Setiapermas et al.- Inovasi Pola Tanam untuk Antisipasi Kekurangan Air pada Sawah Tadah Hujanl
Tabel 3. Pemakaian air pada pertanaman cabe merah Princes di Meteseh, Kaliori, Rembang pada Musim Kemarau 2007 Nama Saji
Tanggal tanam 19 Juni
Karyono
5 - 6 Juli
Sariman
19 Juni
Marsito
6 juli
Jumlah Penyiraman Tanaman 2000 batang Tidak memakai jaringan irigasi tetes Pengairan selama 64 jam yang sebanding dengan 1572636.246 liter untuk 2000 tanaman, sehingga untuk setiap tanaman 79 liter selama musim tanam 4000 batang Memakai jaringan irigasi irigasi tetes Pengairan selama pertumbuhan membutuhkan sekitar 36000 liter untuk 4000 tanaman sehingga untuk satu tanaman membutuhkan air sekitar 24 liter 2000 batang Tidak memakai jaringan irigasi tetes Pengairan dilakukan selama 120 jam yang kira-kira memakai air sekitar 294880.5461 liter. Sehingga satu tanaman membutuhkan air 147 liter selama musim tanam 4000 batang Tidak memakai jaringan irigasi tetes Pengairan dilakukan selama 240 jam dengan pemakaian air sekitar 589761.0922 liter. Sehingga satu tanaman membutuhkan air 147 liter selama musim tanam 2500 batang Tidak memai jaringan irigasi tetes 150/ batang Pengairan dilakukan selama 135 jam yang menyedot air sekitar 331740.6143 liter. Sehingga untuk satu tanaman memakai air sekitar 133 liter
Tabel 4. Pemakaian pupuk, pestisida dan alat olah tanah yang dilakukan petani kooperator di Meteseh, Kaliori, Rembang pada Musim Kemarau 2007 Saji Jumlah
Keterangan 1 2
3 4
5
Benih Urea ZA Sp-36 KCl Phonska Kompos 1 Kompos 2 Kompos 3 Gandasil D Gandasil B Grand Fonik urine sapi Mulsa Pestisida Marshal Reagent Curacron Pramextin Olah tanah Traktor Diluku Tenaga pria
2 bungkus 20 kg 20 kg 20 kg 30 kg 35 kg 165 kg 1 bungkus 1 bungkus 4.5 liter 2 rol 3 botol 1 botol 1 botol
Karyono Sariman Marsito Jumlah Jumlah Jumlah 4 bungkus 2 bungkus 2 bungkus 100 50 50 70 20 25 60 kg 50 150 kg 700/kg 50 250/kg 1050 kg 200/kg 300 2 bungkus 1 bungkus 2 bungkus 2 bungkus 2 bungkus 2 bungkus 3 botol 4 rol
2 rol
2 rol
1 botol
1 botol
2 botol
2 botol
2 botol 4 botol
2 botol
2 hari 1 hari 2 HOK
6 HOK
1 hari 3 hari 3 HOK
4 HOK
Kompos 1 adalah pupuk kandang yang telah diproses memakai mikroba Kompos 2 adalah pupuk kandang yang telah diproses dari pembuangan biogas Kompos 3 adalah pupuk kandang yang sudah kering tanpa proses fermentasi
Prosiding Semiloka Nasional Dukungan Agro-Inovasi untuk Pemberdayaan Petani, Kerjasama UNDIP, BPTP Jateng, dan Pemprov Jateng, Semarang 14 Juli 2011
45
Setiapermas et al.- Inovasi Pola Tanam untuk Antisipasi Kekurangan Air pada Sawah Tadah Hujanl
HASIL DAN PEMBAHASAN Pengamatan Popi et al. (2005) pendekatan teknis untuk mengurangi resiko kekurangan air dapat dilakukan melalui tindakan mengefektifkan informasi prakiraan iklim, memanfaatkan peta wilayah rawan kekeringan sebagai informasi awal dalam memantau kekeringan, melakukan analisis dampak anomali ikilm, menentukan saat tanam dan masa tanam yang tepat dengan memanfaatkan analisis neraca air wilayah dan analisis indeks kecukupan air, penyediaan sarana dan prasarana yang tepat dengan kondisi iklimnya, mengembangkan teknik panen hujan dan aliran permukaan melalui pengembangan dam parit untuk meningkatkan ketersediaan air dan memperpanjang masa tanam, melakukan budidaya komoditas pangan berumur pendek dan toleran terhadap kekeringan yang mengkonsumsi air terbatas, melakukan upaya-upaya penanggulangan potensi kekeringan melalui pengembangan pompanisasi pada daerah-daerah yang masih memiliki cadangan air tanah permukaan dan dalam, memperbaiki saluran irigasi dan embung, meningkatkan daya dukung DAS dan mengembangkan rumah plastik atau rumah kaca sebagai modifikasi iklim dan cuaca untuk produksi. Popi et al. (2005) mengatakan bahwa produksi pangan yang tergantung pada sawah dengan konsumsi air tinggi harus dimodifikasi ke lahan kering dengan irigasi suplementer. Budidaya pertanian sudah seharusnya menyesuaikan dengan tingkat dan pola ketersediaan airnya, karena selain dapat meminimalkan resiko pertanian juga terjadi diversifikasi komoditas. Bila pendayagunaan air dimaksimalkan maka perlu sinkronisasi institusional. Salah satu upaya konkrit untuk mengurangi resiko kekeringan adalah dengan memanen sebagian volume air hujan dan aliran permukaan. Salah satu upaya panen hujan dan aliran permukaan dengan pengalian sumberdaya air alternatif seperti embung, rorak, embung sawah dan sumur resapan baik yang berukuran besar maupun kecil. Dengan sistem irigasi tetes dan budidaya cabai merah pada musim kemarau di lahan sawah irigasi tadah hujan, merupakan salah satu tindakan yang berani dalam memanfaatkan lahan bera dan sisa air sumur. Petani cabai merah di Meteseh, Kaliori, Rembang memanfaatkan air sumur pantek untuk budidaya cabai merah, melon, bawang merah dan kacang panjang.
46
Jaringan irigasi tetes merupakan pengembangan dari penyediaan air dari sumber untuk areal pertanian dan penyalurannya secara teratur. Arsyad (2000) mengemukakan bahwa cara pemberian air irigasi dapat di bagi dalam empat golongan : a) pemberian air pada permukaan tanah (penggenangan bebas, penggenangan tepi, penggenangan galengan, pemberian air dalam selokan-selokan, pemberian air di antara baris tanaman, dan pemberian air pada bokoran tanaman), b) pemberian air di bawah permukaan atau di dalam profil tanah. Air diberikan melalui semacam pipa-pipa saluran yang dibenamkan di bawah permukaan tanah, c) pemberian air dengan cara penyiraman dapat berupa penyiraman bergoyang dan penyiraman berputar, dan d) pemberian air dengan mengalirkan air melalui lubang-lubang kecil yang dibuat sepanjang pipa langsung ke tanaman dengan laju aliran rendah (irigasi tetes). Keuntungan pemakaian irigasi tetes antara lain, meningkatkan nilai guna air, meningkatkan keseragaman pertumbuhan dan hasil tanaman, dapat mencegah erosi dan perbaikan drainase tanah, dapat menekan pertumbuhan gulma, pemupukan dapat dilakukan melalui irigasi dan dapat menghemat tenaga kerja. Hasil pengamatan pada pemakaian jaringan irigasi di Desa Meteseh, Kecamatan Kaliori Rembang pada tanaman cabai merah Princes baik itu memakai irigasi tetes, penggenangan atau siram ternyata pemakaian air untuk tanaman tersebut bervariasi. Seperti terlihat pada Tabel 5 di bawah ini. Produktivitas petani cabai merah dari hasil pengamatan berbeda seperti terlihat pada table berikut : Pada Tabel 3, pemakaian air dengan menggunakan irigasi tetes cukup efisien yaitu 24 liter selama musim tanam untuk setiap tanaman, sedangkan yang tidak memakai jaringan irigasi tetes pada lahan Saji (penggenangan) mengkonsumsi 79 liter per tanaman, pada lahan karyono (penggenangan) 147 liter per tanaman, pada lahan Sariman (siram) sebanyak 147 liter per tanaman dan pada lahan Marsito (penggenangan dan siram) sebanyak 133 liter per tanaman selama musim tanam. Bila pemakaian air efisien dengan jaringan irigasi tetes begitu pula dengan produksi cabai merah di lahan yang menggunakan irigasi tetes. Hasil produksi cabai merah dengan menggunakan jaringan irigasi sebesar 3750 kg/ha sedangkan yang menggunakan
Prosiding Semiloka Nasional “Dukungan Agro-Inovasi untuk Pemberdayaan Petani, Kerjasama UNDIP, BPTP Jateng, dan Pemprov Jateng, Semarang 14 Juli 2011
Setiapermas et al.- Inovasi Pola Tanam untuk Antisipasi Kekurangan Air pada Sawah Tadah Hujanl
penggenangan dan siram berkisar 1785 kg/ha sampai 3000 kg / ha. Secara penampakan vegetatif pertanaman cabai merah yang menggunakan irigasi tetes dan mulsa plastik hitam perak lebih baik dibandingkan dengan pertanaman cabai merah yang menggunakan irigasi manual dan mulsa plastik hitam perak. Pemakaian jaringan irigasi tetes di lahan petani yang terbiasa mendapatkan bantuan dari pemerintah dirasakan akan membebankan pada biaya input produksi. Namun bagi petani yang bermodal besar, jaringan irigasi / pengairan merupakan hal yang sangat penting bagi budidaya tanaman semusim baik itu di lahan terbukamaupun di rumah kaca. Adanya inovasi mulsa plastik ternyata juga mempengaruhi serangan hama penyakit di pertanaman cabai merah. Pada pengamatan lapang yang dilakukan pada umur 70 hari setelah tanam didapatkan ratarata serangan hama dan intensitas penyakit seperti berikut: Thrips intensitas serangan 28 %, virus daun kuning (bulai, WhiteflyTransmitted Geminivirus) 15 %, virus kerupuk (Chili Puckery Stunt Virus) 11 %, tungau (Mite) 1 % dan kutu daun (Aphis) 1 %. Adapun serangan hama penyakit pada pertanaman yang memakai mulsa dan yang tidak memakai mulsa tidak sama. Terlihat dengan introduksi mulsa plastik hitam perak yang sebelumnya petani belum pernah pakai untuk tanaman cabai merah serangan penyakit lebih kecil dibandingkan tanpa mulsa plastik. Sedangkan serangan hama penyakit di luar lokasi pengkajian (Tabel 7): Terlihat dari pengamatan tersebut, bahwa introduksi mulsa plastik hitam perak pada pertanaman cabai di lahan pengkajian lebih
rendah serangan hama penyakitnya di bandingkan teknologi petani yang tidak memakai mulsa plastik hitam perak. Antisipasi serangan hama dan penyakit pada pertanaman cabai di wilayah ini pada musim kemarau perlu dilakukan terutama pada Thrips, penyakit bulai dan penyakit kerupuk. Hama dan penyakit tersebut umumnya bersumber dari lahan yang terserang/terinfeksi lebih dahulu pada tanaman yang lebih tua menular ke tanaman yang lebih muda yang ada di sekitarnya. Sehingga pada pertanaman yang biasa di tanam lebih awal biasanya mempunyai intensitas hama penyakit yang lebih rendah. Dari introduksi inovasi mulsa plastik dan jaringan irigasi tetes, memang agak sulit diterima petani cabai merah maupun petani pemula yang biasa menanam padi. Namun ada beberapa petani yang mengadopsi inovasi teknologi mulsa plastik dan komponen jaringan irigasi irigasi seperti paralon yang menghubungkan sumur bor ke lahan hortikultura seperti pada Gambar 5.
Gambar 5. Komponen teknologi mulsa plastic dan jaringan irigasi yang diadopsi petani hortikultura di lahan sawah tadah hujan Desa Meteseh, Kecamatan Kaliori Kabupaten Rembang 2008.
Tabel 5. Produksi cabai merah per hektar di petani kooperator Metese, Kaliori, Rembang Musim Kemarau 2007 Tgl Tanam
Luas 2 (m )
Jarak tanam (cm)
Jumlah tanaman (batang)
Produksi (ton)
Produktivitas (kg/ha)
Saji
19 Juni
2000
40 x 60
2000
357
1785
Karyono Sariman Marsito
5 - 6 Juli 19 Juni 6 juli
3000 2000 1500
50 x 60 40 x 60 40 x 60
6000 4000 2500
750 600 300
3750 3000 2000
Nama
Prosiding Semiloka Nasional Dukungan Agro-Inovasi untuk Pemberdayaan Petani, Kerjasama UNDIP, BPTP Jateng, dan Pemprov Jateng, Semarang 14 Juli 2011
47
Setiapermas et al.- Inovasi Pola Tanam untuk Antisipasi Kekurangan Air pada Sawah Tadah Hujanl
Tabel 6. Intensitas rata-rata hama dan penyakit dominan pada guludan dengan mulsa PHP dan pada guludan tanpa mulsa PHP MK 2007, Meteseh, Kaliori, Rembang Jenis OPT dominan Perlakuan
Hama Penyakit Thrips bulai 27,96 % 13,33 %
Guludan dengan mulsa PHP Guludan tanpa mulsa 28,43 % 17,22 % PHP
Penyakit kerupuk 10,83 %
DAFTAR PUSTAKA Arsyad, S. 2000. Konservasi Tanah dan Air. Serial Pustaka IPB Press. 290p Popi R., Yayan S., Nurwindah P. dan Sawiyo. 2005. Meningkatkan Kesiagaan Menghadapi Kekeringan Akibat Iklim Eksepsional dalam Buku Sistem Informasi Sumberdaya Iklim dan Air. Editor Istiqlal A., Hidayat P. dan Effendy Pasandaran. Balai Penelitian Agroklimat dan Hidrologi. 81-1
11,76 %
Tabel 7. Intensitas rata-rata hama dan penyakit dominan di dalam lahan kajian dan di luar kajian MK 2007, Meteseh, Kaliori, Rembang Jenis OPT dominan Perlakuan Di dalam lahan kajian Di luar lahan kajian
Hama Thrips 27,5 %
Penyakit bulai 15,2 %
Penyakit kerupuk 11,1 %
35,2 %
15,3 %
17,3 %
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Pemakaian jaringan irigasi pada tanaman cabai merah menunjukkan lebih efisien dalam pemakaian air selama pertanaman yaitu 24 liter setiap tanaman. Pada tanaman cabai merah yang menggunakan system pengairan penggenangan membutuhkan air sebanyak 79 liter, 147 liter dan 133 liter selama pertanaman. Walupun dengan jaringan irigasi tetes yang sedikit memakai air produktivitasnya 3 ton/ha. Pada system pengairan penggenangan produkstivitas cabai merah adalah 1.8 ton/ha, 3 ton/ha dan 2 ton/ha. Saran Pemakaian jaringan irigasi tetes baik itu menggunakan teknologi tinggi maupun sistem kocor lebih baik dikembangkan pada lahan sawah tadah hujan untuk mengairi pertanaman cabai merah. Bila petani tidak dapat mengadopsi selutuh teknologi yang diintroduksikan, petani dapat memakai paralon untuk menghubungkan sumber air ke lahan pertanian kemudian memakai slang yang ujungnya memakai alat shower.
48
Prosiding Semiloka Nasional “Dukungan Agro-Inovasi untuk Pemberdayaan Petani, Kerjasama UNDIP, BPTP Jateng, dan Pemprov Jateng, Semarang 14 Juli 2011