LAPORAN AKHIR
GELAR TEKNOLOGI BUDIDAYA PEMBIBITAN BAWANG MERAH PADA LAHAN SAWAH TADAH HUJAN DI LOMBOK TIMUR
Oleh: Muhammad Zairin Awaludin Hipi Andri Nurwati H. Noor Inggah
BALAI PENGKAJIAN TEKNOLOGI PERTANIAN NUSA TENGGARA BARAT BALAI BESAR PENGKAJIAN DAN PENGEMBANGAN TEKNOLOGI PERTANIAN
BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERTANIAN DEPARTEMEN PERTANIAN 2006
LEMBAR PENGESAHAN LAPORAN AKHIR
1.
Judul Kegiatan
2
Unit Kerja
3 4
5 6 7 8
Alamat Penanggung Jawab a. Nama b. Pangkat/ Golongan c. Jabatan C1. Struktural C2. Fungsional Lokasi Kegiatan Status Kegiatan Tahun di mulai Tahun ke
9
Biaya Kegiatan TA. 2006
10 Sumber Dana
: Gelar Teknologi Budidaya Bawang Merah pada Lahan Sawah Tadah Hujan di Lombok Timur : Balai Pengkajian Teknologi Pertanian NusaTenggara Barat : Jl. Raya Peninjauan Narmada : Ir. Muhammad Zairin : Penata Tk.I /IIId :: Peneliti Muda : Lombok Timur : Baru (B) : I. 2006 II. : Rp. 54. 340.000 ( Lima puluh empat juta tiga ratus empat puluh ribu rupiah) Satker Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Nusa Tenggara Barat. Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian, T.A. 2006
Mengetahui Kepala Balai Pengkajian Teknologi Pertanian NTB
Penanggung Jawab Kegiatan
Dr. Ir. Dwi Praptomo S, MS NIP.080.065.973
Ir. Muhammad Zairin NIP. 080.096.480
ii
DAFTAR ISI Halaman KATA PENGANTAR .................................................................................. i
DAFTRA ISI ...............................................................................................
ii
DAFTAR TABEL .........................................................................................
iii
RINGKASAN ..............................................................................................
1
I. PENDAHULUAN ....................................................................................
1
1.1. Latar Belakang ................................................................................
2
1.2. Tujuan Kegiatan ...............................................................................
4
1.3. Keluaran ...........................................................................................
4
II. MATERI DAN METODOLOGI ......................................................................................
4
III. HASIL DAN PEMBAHASAN .........................................................................................
8
1. Hasil .........................................................................................................................
8
2. Pembahasan ...........................................................................................................
12
IV. KESIMPULAN DAN SARAN ........................................................................................
14
V. PRAKIRAAN DAMPAK HASIL KEGIATAN ..................................................................
15
DAFTAR PUSTAKA ...........................................................................................................
16
iii
KATA PENGANTAR Dengan memanjatkan puji syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, kami dapat menyelesaikan laporan ” Gelar Teknologi Budidaya Pembibitan bawang Merah pada Lahan Sawah Tadah Hujan di Lombok Timur” tahun 2006. Kami menyadari bahwa laporan ini masih banyak kekurangan, namun kami mengharapkan semoga laporan ini dapat menjadi bahan untuk penyempurnaan kegiatan yang datang. Penghargaan dan terima kasih kami sampaikan kepada semua pihak yang telah membantu memberikan saran dan koreksinya terutama bapak kepala BPT NTB, atas kerjasama yang baik dalam menyusun laporan ini. Kami mengharapkan kritik dan saran yang membangun demi kesempurnaan laporan ini. Akhirnya, semoga laporan ini berguna untuk semua pengguna.
iv
DAFTAR TABEL Halaman
Tabel 1. Komponen teknologi introduksi dan teknologi petani di desa Montong Tangi Sakra Timur kabupaten Lombok Timur, Lombok Timur, MK. II.... Tabel 2. Analisa usahatani gelar teknologi budidaya pembibitan bawang merah di Montong Tangi Tangi Sakra Timur kabupaten Lombok Timur, Lombok Timur, MK. II............................................................................. Tabel 3. Luas panen, produksi dan produktivitas bawang merah menurut kabupaten di provinsi NTB, 2005 ..................................................... .....
9
12
13
v
RINGKASAN Nusa Tenggara Barat (NTB) termasuk daerah kering yang didominasi oleh tipe iklim D4 (4 bulan basah) dan E3 (3 bulan basah), dan bulan keringnya lebih dari enam bulan (Oldeman, 1980). Provinsi NTB dengan luas wilayah 20.153.150 ha, yang terdiri dari lahan sawah 220.437 ha (9,33%) dan lahan kering 1.814.340 ha (84,19%) lahan yang berpotensi untuk tanaman pangan seluas 330.069 ha sedang yang dimanfaatkan baru mencapai 118.241 (6,32%) diantaranya bawang merah. Luas panen bawang merah di NTB selama 5 tahun (2000-2004) mencapai 9.474 ha dengan produktivitas 9.06 t/ha, sedangkan luas areal panen di Lombok Timur mencapi 1.203 ha dengan produktivitas 5,96 t/ha. Hasil penelitian di Desa Labuhan Lombok, Kecamatan Pringgabaya, Kabupaten Lombok Timur sebesar 10,77 t/ha dan di Bima 15 t/ha menggunakan varietas Super Philip. Rendahnya produksi yang dicapai oleh petani karena teknologi budi daya yang masih sederhana di antaranya penggunaan varietas yang berpotensi hasil rendah, bibit kurang bermutu, harganya mahal dan ketersediaanya kurang. Untuk mengatasi permasalahan ini diperlukan upaya introduksi varietas yang berpotensi hasil tinggi, dan untuk mengefisienkan usahatani bawang merah, bibit perlu diproduksi ditempat dimana di usahakannya sekaligus meningkatkan pengetahuan petani mendorong petani menjadi penangkar bibit bawang merah. Gelar teknologi ini melibatkan 5 petani koperator pada hamparan seluas 1,0 ha di desa Montong Tangi –Sakra Timur yang merupakan salah satu sentra produksi bawang merah pada lahan sawah tadah hujan di Lombok Timur yang dilaksanakan pada pertengahan Desember 2006. Paket teknologi yang digelarkan adalah (1) Varietas Super Philip dan Keta Monca, (2) pengendalian hama dan penyakit secara PHT, (3) jarak tanam yang teratur (20 x 15 cm), (4) takaran pupuk: Urea 150kg, ZA 300kg, SP36 100 kg dan KCl 100 kg/ha. SP36 diberikan semua pada saat pembuatan bedengan, Urea, ZA, KCL masingmasing diberikan 1/3 saat tanam, umur 15 dan 30 hari setelah tanam. Hasil Pertumbuhan tanaman cukup baik hal inidapat dilihat dari persentase pertumbuhannya rata-rata 99,95 %, hal ini didukung oleh bibit yang ditanam bermutu tinggi dan keadaan lingkungan tumbuhn yang mendukung terutama pada awal pertumbuhan. Pertumbuhan tanaman cukup baik dilihat dari tinggi tanaman pada umur 45 hst berkisar 30-35 cm dari 5 orang petani. Pembentukan umbi bawang merah sudah mulai pada umur 25 hst, dan pada umur 35 hst diameter umbi yang terbentuk berkisar 1,2-1,5 cm dengan jumlah anakan berkisar 5-10 umbi/rumpun. Produksi yang rata-rata dari 5 petani koperator adalah 6.334 kg/ha, sedangkan petani pembanding 3.750 kg/ha umbi kering dengan pendapatan bersih masingmasing RP 657.630 dan petani pembanding menderita kerugian mencapai Rp 9.265.000. Hal ini karena terjadinya kekeringan mulai umur 30 hari (hujan tidak turun/menghilang selama 30 hari), sehinggga pertumbuhan dan pembentukan umbi tanaman tidak sempurna, akhinya memaksa petani panen pada umur muda (belum masak fisiologis) umur 45-55 hari, dan harga jual berkisar Rp 2500/kg. Respon petani koperator, non koperator dan masyarakat sekitarnya yang diwawancara memberikan respon yang baik, bahwa teknologi yang diterapkan dirasakan adanya manfaat, berbeda dengan teknologi petani terutama mutu bibit, pertumbuhan dilapang cukup baik, yang dinilai akan memberikan produksi diatas teknologi petani. Kendala utama pada pelaksanaan kegiatan ini adalah adanya kemunduran waktu turun hujan, biasanya akhir oktober petani sudah selesai melaksankan penanaman,
vi
sehingga pada akhir Desember bawang merah sudah dipanen. Kenyataannya waktu turun hujan mundur dan eratik, sehingga penanaman baru bisa dilaksanakan pertengahan Desember 2006. OPT yang hadir berupa penyakit busuk umbi dengan persentase serangan kurang dari 0,5% , penyakit mati pucuk 25% dan hama ulat bawang merah dengan tingkat serangan sekitar 5%.
vii
I. PENDAHULUAN 1. 1. Latar Belakang Pengembangan sayuran dataran rendah meliputi usaha peningkatan hasil dan produksi sayuran dataran rendah yang bernilai ekonomi tinggi seperti bawang merah. Pengembangan sayuran dataran rendah juga dapat membantu usaha diversifikasi usaha tani dalam rangka memantapkan swasembada pangan. Dengan adanya tanaman sayuran yang bernilai ekonomi tinggi berumur relatif pendek, maka petani mempunyai alternatif lebih banyak untuk memilih komoditas yang sesuai dengan permintaan pasar guna meningkatkan pendapatannya. Permintaan pasar akan komoditas bawang merah untuk kebutuhan rumah tangga dan industri pengolahan bahan makanan sekarang semakin meningkat sejalan dengan pertambahan jumlah penduduk yang menggunakan bawang merah sebagai bumbu penyedap makanan sehari-hari (Duriat., 1996,
Rismunandar,
1989). Nusa Tenggara Barat (NTB) termasuk daerah kering yang didominasi oleh tipe iklim D4 (4 bulan basah) dan E3 (3 bulan basah), dan bulan keringnya lebih dari enam bulan (Oldeman, 1980). Provinsi NTB yang terdiri dari tujuh daerah tingkat II mempunyai wilayah seluas 20.153.150 ha, yang terdiri dari lahan sawah 210.614 ha (9,33%) dan lahan kering 1.814.340 ha (84,19%) lahan yang berpotensi untuk tanaman pangan seluas 330.069 ha sedang yang dimanfaatkan baru mencapai 118.241 (6,32%) diantaranya bawang merah seluas 7.400 ha (Anonim, 1999). Untuk meningkatkan intensitas tanam, produksi dan pendapatan petani pada lahan sawah tadah hujan dengan pola paditembakau-bero. Sebelum tanam padi pada musim hujan petani memanfaatkan lahan yang kosong setelah panen tembakau dengan menanam bawang merah sebelum tanam padi pada saat musim hujan (istilah selang ngampar). Dengan memanfaatkan lahan yang kosong dua bulan sebelum tanam padi dengan bawang merah, maka terjadi peningkatan indek pertanaman (IP) 200 menjadi IP300 yakni padi- tembakau-bawang merah. Permasalahan yang dihadapi oleh petani adalah masih rendahnya produksi yang dicapai oleh karena teknologi budi daya yang masih sederhana di antaranya jarak tanam sebagian petani belum teratur, jenis dan takaran pemupukan yang tidak sesuai, penggunaan bibit yang bermutu rendah dan adanya serangan OPT. Pada hal bawang merah dari NTB banyak diantar pulaukan seperti ke Pulau Jawa, Bali, Sulawasi Selatan,
1
Sulawesi Tenggara dan Kalimantan Timur serta NTT. Oleh karena itu Pemda NTB saat ini sedang gencar-gencarnya mencari teknologi terapan (spesifik lokasi) dan menggali potensi daerah terutama di sektor pertanian pada umumnya untuk meningkatkan produksi, pendapatan petani, serta meningkatkan Peningkatan Pendapatan daerah (PAD}.
Luas areal panen rata-rata untuk bawang merah di NTB selama 5 tahun (2001- 2005) mencapai 10.447,4 ha dengan rata-rata produksi
7,83 t/ha,
diantaranya 1.532 ha terdapat di Lombok Timur dengan produksi 8,32 t/ha (BPS, 2005). Hasil penelitian yang dicapai pada
kegiatan uji multilokasi galur-galur
harapan bawang merah pada tahun1997/1998 di Desa Labuhan Lombok, Kecamatan Pringgabaya, Kabupaten Lombok Timur pada lahan kering yang menggunakan sumur pompa dalam, diperoleh produksi bawang merah sebesar 10,77 t/ha (Zairin, dkk., 1998). Hasil uji adaptasi varietas bawang merah pada lahan kering dataran rendah bersumur di Bima mencapai hasil lebih dari 15 t/ha (Zairin, dkk, 2001). Varietas yang beradaptasi baik dan berproduksi tinggi dari hasil uji adaptasi bawang merah pada MK. 2000 adalah varietas Super Philipina. Varietas ini telah diuji lagi melalui kegiatan pengkajian SUT bawang merah pada lahan kering dataran rendah bersumur pada MK.2001,
untuk mendapatkan
rakitan/paket teknologi budi daya bawang merah spesifik lokasi pada lahan kering dataran rendah bersumur yang siap digelarkan. Pemanfaatan sumber daya lahan sawah tadah hujan secara optimal merupakan alternatif yang sangat baik, yang harus dilakukan untuk meningkatkan produksi dan pendapatan petani dengan penerapan teknologi budi daya yang sesuai dengan agroekosistem setempat (spesifik lokasi). Budi daya tanaman sayuran (bawang merah) pada lahan sawah tadah hujan dengan pola : Paditembakau- bawang merah sudah biasa dilakukan oleh petani, padi ditanam sekitar Januari-April, diikuti tembakau bulan Mei-September. Sedangkan untuk menanam bawang merah petani memanfaatkan curah hujan yang datang akhir Oktober sampai Desember. Hasil bawang merah yang dicapai masih rendah sekitar 4-5 t/ha. Rendahnya hasil yang dicapai karena teknik bercocok tanam yang belum memadai, menggunakan bibit yang bermutu rendah, varietas lokal, harganya 2
mahal dan ketersediaannya terbatas . Oleh karena itu, teknologi yang mengarah pada perbaikan cara bercocok tanam, penggunaan bibit yang
bermutu dan
varietas yang berpotensi hasil tinggi (spesifik lokasi) itulah yang relevan untuk dikembangkan guna mengatasi persoalan petani yang ada. Untuk mengatasi ketersediaan bibit yang bermutu dan harganya terjangkau oleh petani, diperlukan pembinaan langsung kelompok tani untuk meningkatkan keterampilan dan pengetahuan petani melalui proses pembelajaran langsung untuk budi daya pembibitan bawang merah, yang pada akhirnya diharapkan diantara petani ada yang berminat menjadi penangkar bibit bawang merah untuk memenuhi kebutuhan petani di desa tersebut. Dengan demikian diperlukan gelar teknologi budi daya pembibitan bawang merah pada lahan sawah tadah hujan.. Melalui gelar teknologi akan dilibatkan lebih banyak petani dengan luas areal yang lebih luas guna mempercepat adopsi teknologi pada daerah sentra bawang merah di Lombok Timur, sehingga diharapkan hasil yang dicapai oleh petani untuk bawang merah dari
5,73 t/ha meningkat menjadi lebih dari 10 t/ha.
Manfaatnya diperkirakan bisa dirasakan oleh petani setempat berupa paket teknologi budi daya yang mantap dalam sistem usahatani bawang merah yang siap diterapkan. Paket berupa (1) varietas baru yang sesuai dan berproduksi tinggi (spesifik lokasi), (2) pengendalian hama dan penyakit, (3) jarak tanam yang teratur, (4) jenis dan takaran pupuk yang sesuai dan efisien, dan (5) penggunaan bibit yang efisien. Perubahan perilaku cara bercocok tanam yang dilakukan petani dari sederhana menjadi sesuai dengan teknik budi daya yang baik juga diperlukan. Dengan
demikian
diharapkan
pendapatan
petani
dapat
ditingkatkan.
Teradopsinya paket teknologi secara luas dan berkelanjutan oleh kelompok tani di sekitarnya juga diharapkan terjadi lebih cepat.
3
1. 2. Tujuan 1. Mempercepat penyampaian/difusi paket teknologi budi daya pembibitan bawang merah pada lahan sawah tadah hujan di kabupaten Lombok Timur, melalui penerapan langsung oleh petani pengguna. 2. Menambah pengetahuan petani pengguna tentang teknologi budi daya pembibitan bawang merah yang sesuai dengan kondisi biofisik dan sosial ekonomi setempat .
1.3. Luaran : 1. Paket teknologi budidaya pembibitan bawang merah yang telah teruji sesuai dengan kondisii biofisik dan sosial ekonomi setempat dapat diadopsi oleh pengguna dengan lebih cepat. 2. Bertambahnya pengetahuan petani pengguna tentang teknologi budi daya bawang merah yang sesuai dengan kondisi biofisik dan sosial ekonomi setempat.
II. MATERI DAN METODOLOGI
Materi Bahan yang digunakan dalam kegiatan gelar teknologi budidaya pembibitan bawang merah adalah benih bawang merah varietas Filipina dan Keta Monca yang disenangi pengguna. Sarana produksi berupa pupuk Urea, ZA, SP36, KCl, dan pestisida. Peralatan yang digunakan adalah hand sprayer, dan alat pendukung lainnya. Untuk mendukung Gelar ini digunakan peralatan yang ada di BPTP NTB seperti komputer lengkap dengan sofware yang dibutuhkan untuk mengolah data, tabulasi, pengetikan dan print out. Selain itu untuk memperlancar kegiatan di lapang, diperlukan alat transportasi kendaraan roda dua dan roda empat. 4
Metodologi a. Pendekatan Gelar ini dilakukan pada lahan sawah tadah hujan milik petani secara on farm research (OFR) dengan melibatkan petani kooperator (petani yang menerapkan teknologi anjuran) dan petani non koopeator sebagai pembanding. Petani kooperator akan dibimbing oleh peneliti, penyuluh, teknisi serta instansi terkait untuk mempercepat adopsi teknologi. Kegiatan ini bersifat gelar yang titik beratnya adalah paket rekomendasi teknologi pembibitan budidaya bawang merah dengan asumsi bahwa paket teknologi yang akan diterapkan memiliki keunggulan secara teknis pada ekosistem yang sama. Kajian banyak diarahkan pada aspek sosial terutama tingkat penerimaan petani terhadap teknologi baru dan kendala yang dihadapi petani dalam menerapkan teknologi baru. Sedangkan untuk aspek agronomi diarahkan pada teknik budi daya atau keunggulan agronomis, komponen hasil, dan hasil yang dicapai oleh petani kooperator dan dibandingkan dengan petani non kooperator. b. Penentuan lokasi Penentuan lokasi hamparan pengkajian dan petani kooperator didasarkan atas (1) merupakan daerah sawah tadah hujan, (2) karakteristik biofisik dan sosial ekonomi, (3) peluang mereka atas kesejangan hasil antara teknologi anjuran dengan teknologi petani. c. Pertemuan pembinaan kelompok tani Pertemuan
pembinaan
kelompok
tani
dilakukan
secara
berkala
dimaksudkan untuk memudahkan petani mengadopsi inovasi secara bertahap sesuai dengan tahap kegiatan di lapang dalam budidaya pembibitan bawang merah yakni mulai penanaman, pemeliharaan, panen dan prosessing. d. Temu lapang Kegiatan gelar teknologi budidaya pembibitan bawang merah ini perlu disebar luaskan kepada aparat Pemda dan pengguna melalui kegiatan temu lapang untuk meyakinkan bahwa teknologi yang diterapkan bisa diadopsi.
5
e. Pendampingan teknologi gelar Paket
teknologi budidaya pembibitan di lahan milik petani melalui
pendampingan secara intensif oleh peneliti, penyuluh, teknisi, PPL/BPP, KID dan instansi terkait dari tahap persiapan pemilihan petani kooperator, penentuan lokasi, pelaksanaan kegiatan hingga evaluasi terhadap pelaksanaan teknologi. Metoda a. Lokasi dan waktu pelaksanaan Gelar teknologi budidaya dan pembibitan bawang
merah di tanam
pertengahan Desember 2006 di desa Montong Tangi Kecamatan Sakra Timur Kabupaten Lombok Timur, yang merupakan salah satu wilayah pengembangan bawang merah pada sawah tadah hujan milik anggota kelompok tani yang biasa menanam bawang merah pada satu hamparan agroekosistem yang sama seluas 1,0 dengan melibatkan 5 petani kooperator (sebagai ulangan) dengan luasan berkisar : 0,10 - 0,40 ha/petani di bawah bimbingan peneliti, penyuluh dan teknisi lapangan. b. Cakupan Gelar Gelar ini dilaksanakan pada musim kemarau (MK) 2006 dengan menggunakan satu hamparan agroekosistem yang sama, seluas ± 1,0 ha pada lahan kelompok tani/petani dengan melibatkan 5 petani kooperator (sebagai ulangan) dengan luasan berkisar: 0,15 - 0,40 ha/petani di bawah bimbingan peneliti, penyuluh dan teknisi lapangan. Berbagai pihak yang terlibat dalam gelar ini adalah lembaga/instansi terkait mulai sejak perencanaan adalah tingkat pusat (Balai komoditas), tingkat propinsi (Diperta PropinsI), tingkat kabupaten (Pemda kabupaten, Diperta kabupaten) dan tingkat kecamatan /lapangan (BPP, KCDK, PHP, Camat dan desa) c. Jenis, Prosedur Pengumpulan Data dan Analisa Data Dalam pengumpulan data, ditentukan yang mewakili seluruh populasi (unit percobaan), dan ditarik secara acak. Oleh karena itu rumpun/ populasi tanaman harus ditetapkan dahulu sebelum pengamatan dilakukan. Parameter yang diamati 6
dalam kegiatan pengkajian ini meliputi : Data agronomi berupa jumlah umbi/rumpun, serangan hama penyakit dengan sistem skoring; umur panen, persentase jumlah tanaman panen; hasil (bobot riel umbi kering), dan preferensi petani/konsumen). Data sosial ekonomi berupa penggunaan tenaga kerja, upahh tenaga kerja; jenis dan takaran saprodi, harga saprodi dan harga satuan hasil; respon petani terhadap teknologi, respon konsumen dan respon petugas (KID, Dinas terkait). Data non parametrik : Potensi sumberdaya, data iklim dan jenis tanah. Sedangkan data agronomi dikumpulkan menggunakan lembar pengamatan sedangkan data sosial ekonomi dan data nonparametrik dikumpulkan dengan kuesioner FRK. Data agronomi yang diambil dari setiap petani kooperator, termasuk hasil riilnya/petani. Data sosial ekonomi dikumpulkan dari semua kooperator, dan pembanding (non kooperator) Metode Analisis Untuk mengetahui kelayakan ekonomi teknologi budidaya bawang merah yang dilaksanakan oleh petani pada lahan kering yang menggunakan pompa air menggunakan formula sebagai berikut (Anonim, 1988): RAVC = Gross Income – TVC B/C ratio = RAVC/TVC Dimana: Gross Income = Nilai Produksi TVC = Total variebel cost atau total biaya berubah RAVC = Keuntungan biaya berubah Paket teknologi yang digelarkan Paket teknologi budi daya pembibitan bawang merah yang siap digelarkan adalah sebagai berikut: 1. Pengolahan tanah sempurna 2. Pembuatan bedengan dengan lebar 1,0-1,2 m dan panjang sesuai dengan kebutuhan di lapang, dengan kedalaman 30-40 cm 7
3. Menggunakan varietas Super Pilip yang beradaptasi baik dan berpotensi hasil tinggi, disenangi petani setempat serta konsumen 4. Penanaman: Bibit ditanam pada bedengan dengan jarak tanam: 20 cm x 15 cm, 5. Pemupukan . Pupuk yang digunakan: Urea 150kg, ZA 300kg, SP36 100 kg dan KCl 100 kg/ha. SP36 diberikan semua pada saat pembuatan bedengan, Urea, ZA, KCL masing-masing diberikan 1/3 saat tanam, umur 15 dan 30 hari setelah tanam (HST) 6. Penyiraman/Pengairan Air untuk penyiraman tanaman diperoleh dari sumur, curah hujan dan air pengairan, oleh karena itu bedengan mutlak dibutuhkan untuk mengalirkan kelebihan air. 7. Penyiangan: dilakukan pada umur 2, 4, dan 6 minggu setelah tanam 8. Pengendalian hama dan penyakit berdasarkan konsep PHT. Penggunaan pestisida merupakan alternatif terakhir apabila berbagai cara lain sudah tidak dapat dilakukan. 9. Panen dapat dilakukan setelah 80 persen populasi batangnya lemas, kira-kira umur 60 HST dengan cara mencabut. - Pada saat panen umbi yang memenuhi syarat untuk bibit diseleksi (dipisahkan) antara yang berukuran sedang dan besar - Prosessing: bawang merah dikeringkan selama ± 7 hari, dan di ikat.
III. HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Hasil a. Penerapan teknologi Teknologi budidaya bawang merah petani koperator (introduksi) dan petani non koperator pada lahan sawah tadah hujan pada musim kering (MK.II) di Desa Montong Tangi kecamatan Sakra Timur kabupaten Lombok Timur disajikan pada Tabel 1
8
Tabel. 1 No
Komponnen teknologi introduksi dan teknologi petani di desa Montong Tangi Sakra Timur, Lombok Timur , MK. II. 2006
Komponen teknologi
Introduksi
Petani
1 2
Varietas Pengolahan tanah
Super Philipina 2 kali
Lokal Lombok 2 kali
3
Jarak tanam
20 cm x 15 cm
20 x 20 cm
4
Takaran pupuk (kg/ha - Urea - ZA - SP36 - KCL Bedengan
150 300 100 100 1-1,2 x sesuai panjang petak
200 100 1-1,2 x sesuai panjang petak Seuai kebutuhan tanaman
5 6 7
8 9 10
-Penyiraman -Pengairan Pengendalian Gulma - penyiangan tangan Pengendalian hapen Panen (umur) Prosessing
Seuai kebutuhan tanaman 3 kali (2, 4 dan 6 mst) atau disesuaikan dengan pertumbuhan gulma Secara PHT 60 hst dijemur 6-7 hari digantung pada tempat jemur
3 kali (10, 25, 40 hst) Cara petani 60 hst dijemur 6- 7 hari digantung pada tempat jemur
Dua hari sebelum penanaman, lahan yang akan ditanami diari secara lab sampai penuh, dengan maksud untuk mempermudah penanaman bawang merah yang ditancap langsung ke tanah sesuai dengan jarak tanam 20 cm x 15 cm (1umbi/lubang). Pemupukan, urea diberikan 3 kali yakni saat tanam, 15 dan 30 hst , yang diberikan pada garitan diantara tanaman dengan cara menabur kemudian ditutup dengan tanah, kemudian diari secara leb atau disiram
dengan air supaya
tercampur merata dengan tanah dan meresap ketanahuntuk diserap oleh tanaman. Pemeliharaan tanaman berupa penyiangan dilakukan 3 kali yakni secara manual, bersamaan dengan pengemburan tanah /pembumbunan sebanyak 3 kali yakni umur 2, 4 dan 6 mst. Pengendalian hama pemakan daun Spodoptera exygua dilakukan dengan Dursban dengan takaran 1-2 l/ha. Untuk penyakit mati pucuk oleh cendawan Phytopthora porri dan busuk umbi Botrytis allii dengan Dithane M-
9
45 atau dengan Antracol dengan takaran 0,5 – 1,0 kg/ha b. Pertumbuhan Pertumbuhan tanaman cukup baik hal ini dapat
dilihat dari persentase
pertumbuhan nya mencapai 100%, hal ini didukung oleh bibit yang ditanam bermutu tinggi dan keadaan lingkungan awal pertumbuh yang baik pertumbuhan sampai umur 25 hst karena masih tersedia air pengairan. Namun setelah umur 2545 tanaman menderita kekurangan air sehingga prsose pembentukan umbi tidak bisa normal c. Tinggi tanaman, pertumbuhan tanaman dilapang pada umur 25-30 hst ratarata berkisar 25- 30 cm, dan tinggi tanaman menjelang panen berkisar 35- 38 cm dari 5 orang petani. d. Pembentukan umbi Pembentukan umbi bawang merah pada kegiatan ini sudah mulai pada umur 25 hst, dan pada umur 30 hst diameter umbi yang terbentuk berkisar 1-1,2 cm. saat panen diameternya berkisar 1,5-2,0 cm, dengan jumlah umbi rata-rata 7/pohon e. Respon petani Dari 5 orang petani koperator, petani non koperator dan masyarakat sekitarnya yang diwawancara memberikan respon yang baik, bahwa teknologi yang diterapkan dirasakan adanya perbedaan dengan teknologi petani terutama bibit, pertumbuhan dilapang cukup baik, yang dinilai akan memberikan produksi diatas teknologi petani. f. Kendala Kendala utama pada pelaksanaan kegiatan ini adalah adanya kemunduran waktu turun hujan, biasanya akhir oktober petani sudah selesai melaksankan penaman, sehingga pada akhir Desember bawang merah sudah dipanen. Kenyataannya waktu turun hujan mundur, sehingga penanaman baru bisa dilaksanakan pertengahan Desember 2006, dan curah hujannya sangat eratik. OPT yang hadir berupa penyakit busuk umbi dengan persentase serangan kurang 10
dari 0,5%, penyakit mati pucuk 25%, juga adanya serangan hama utama bawang merah ulat bawang (Spdoptera exygua) dengan tingkat serangan mencapai 5%. g. Pemungutan hasil Pemungutan hasil/panen bawang merah pada kegiatan ini dilakukan sebelum masak fisiologis yakni dipanen muda sekitar umur 45-50 hst, hal ini dilakukan karena tanaman mengalami kekeringan yang menyebabkan daun banyak yang sudah mati, begitu hujan datang daun bertambah hancur. Pemungutan hasil bawang merah menurut Kusuma dan Sunarjono (1992) dapat dilakukan setelah 80 % populasi batangnya lemas, kira-kira umur 70-90 hari (tergantung varietasnya) dengan cara mencabut. Varietas Super Philipina dan Keta Monca dapat dipanen pada umur 55-60 hari pada daerah kering di Bima (Zairin, dkk, 2000). Di Montong Tangi bawang merah ditanam pada saat selesai panen tembakau (September-Oktober) memanfaatkan lahan kosong 1-2 bulan menjelang persemaian padi. Dari pola tanam padi-tembakau dengan ditanam bawang merah pada lahan bekas tembakau sebelum persemaian padi dilaksanakan (menunggu turun hujan) memanfaatkan sisa air yang ada, maka pola tanamnya menjadi padi-tembakau-bawang merah. Dengan kondisi ini akan ada resiko apakah hujan turun secara normal atau ada penyimpangan dari biasanya, yang terjadi pada MK.II menjelang musim hujan (MH.2006/2007) hujan terlambat datang dan eratik. Hal ini menyebabkan pertumbuhan bawang merah terhambat karena mengalami kekeringan selama sebulan pada saat pembentukan umbi, sehingga umbi yang terbentuk berukuran kecil –sedang dan dipanen sebelum masak fisiologisnya yakni umur 45-50 hst dengan demikian hasil yang dicapai rendah. Umbi yang dipanen dijemur pada tempat penjemuran yang dibuat dari bambu yang ditancapkan berjejer 3-4 batang kedalam tanah (di sawah atau dipinggir jalan) kemudian dibentangkan bambu yang sudah dibelah antara tiang bambu sebagai tempat penjemuran selama ± 7 hari, setelah daun kering kemudian diikat pada malam hari.
11
Penggunaan bibit varietas Super Fhilipna atau Keta Monca pada petani koperator 1.000 kg/ha umbi kering, sedangkan pada petani non koperator yang mengggunakan bibit lokal sebanyak 1.500 kg/ha.
Tingginya jumlah bibit yang
digunakan oleh petani non koperator karena menggunakan bibit yang berukuran besar sehingga membutuhkan benih yang lebih banyak dan jarak tanam yang lebih rapat.
2. Pembahasan Produksi yang dicapai dari 5 petani koperator menggunakan varietas Super Philipina dan Keta Monca rata-rata sebanyak 6,334 t/ha umbi kering, hasil dicapai ini masih dapat ditingkatkan apabila tidak terjadi kekeringan mulai umur 25 – 50 hst sehingga pertumbuhan dan pembentukan umbi terhambat. Sedangkan petani pembanding hanya mencapai 3,750 t/ha. Rendahnya produksi yang dicapai oleh petani pembanding karena teknologi budi daya yang belum baik, yakni jarak tanam yang agak rapat, takaran dan jenis pemupuk yang belum sesuai, pengendalian hama dan penyakit yang belum optimal, dan adanya kekeringan pada saat umur 25-50 hst sehingga pembentukan umbi tidak normal. Analisa usahatanil gelar teknologi budidaya pembibitan bawang merah dicantumkan pada Tabel 2. Tabel 2. Analisa Usahatani Gelar teknologi Budidaya pembibitan Bawang Merah di Montong Tangi Kecamatan Sakra Kabupaten Lombok Timur, MK.II 2006 Teknologi No Uraian Teknologi petani introduksi Produksi (t/ha) 1 6,334 3,750 2 Harga (Rp/kg) 2500 2500 Penerimaan (Rp/ha) 3 15.835.000 9.375.000 Biaya saprodi (Rp/ha) 4 a. Sarana produksi (Rp) 9.590.650 12.900.000 - Bibit 6.500.000 9.750.000 - Pupuk (Rp) 1.015.000 460.000 - Obat-obatan (Rp) 1,075.650 2.490.000 b. Tenaga kerja (Rp) 5.586.700 5.740.000 Total (Rp) 15.177.350 18.640.000 5. Keuntungan (Rp) 657.650 - 9.265.000
12
6.
B/C ratio
0,04 - 0,50 Disamping itu adanya serangan hama ulat pemakan daun dan penyakit
busuk umbi, penyakit mati pucuk Phytopthora porri (25%), juga keterbatasan bibit yang bermutu, petani hanya menggunakan bibit antar lapang sehingga hasil yang dicapai rendah. Hasil yang dicapai ini lebih tinggi dibandingkan dengan hasil ratarata di NTB (BPS,2005) sebesar 4,43 kw/ha (Tabel 3). Hasil yang dicapai ini sangat rendah dibandingkan dengan hasil uji adaptasi varietas Super Philipina pada lahan kering berpengairan P2AT di Bima tahun 2000 yakni 15.170 kg/ha umbi kering (Zairin, dkk., 2000). Gambaran luas panen, produksi dan produktivitas bawang merah di Propinsi Nusa Tenggara Barat tahun 2005 sebesar 10.136 ha dengan produksi 81.369 ton dengan rata-rata produktivitas 4,43 kw/ha. Sentra produksi bawang merah berada di Kabupaten Bima yakni 6.897 ha (68,04%) dan Kabupaten Lombok Timur1.525 ha, dengan tingkat produktivitas masing-masing 8,76 kw/ha dan 8,32 kw/ha, produkvitas tertinggi di Kabupaten Sumbawa Barat 9,78 kw/ha (Tabel 3). Tabel 3. Luas Panen, Produksi dan Produktivitas Bawang Merah menurut Kabupaten di Propinsi Nusa Tenggara Barat, 2005
Kabupaten/Kota Lombok Barat Lombok Tengah Lombok Timur Sumbawa Dompu Bima Sumbawa Barat Kota Mataram Kota bima Total NTB
Luas Panen (Ha)
Produksi (Ton)
886 11 1.525 367 430 6.897 9 11 10.136
1.813 45 12.688 3.138 3.087 60.432 88 78 81.369
Produktivitas (kw/Ha) 2,05 4,09 8,32 8,55 8,41 8,76 9,78 7,09 4,43
Sumber : BPS Propinsi NTB, 2005
Biaya saprodi terutama bibit merupakan komponen biaya yang paling banyak dikeluarkan oleh petani pembanding yakni berkisar 52,31% (Tabel 2) dari total biaya produksi, sedangkan pupuk, pestisida dan tenaga kerja hanya sekitar
13
46,62%. Bibit yang ditanam oleh petani adalah varietas Lokal berasal dari hasil panen di Sembalun (benih antar lapang) .. Tingkat keuntungan yang diperoleh petani koperator sangat rendah yakni Rp 657.650/ha karena harga jual umbi bawang merah yang sangat rendah yakni Rp 2.500/kg dari biasanya berkisar Rp 6.000 - Rp 6.500/kg umbi kering, sedangkan petani pembanding menderita kerugian mencapai Rp9.265.000. Hal ini karena mutu umbi bawang merah yang rendah dipanen umur muda (45 hst) sebelum masak fisiologis, karena adanya kekeringan yang panjang selama 30 hari sehingga memaksa petani panen muda dari pada menederita kerugian yang lebih banyak. Kelompok Tani Kelompok tani dibentuk dengan tujuan untuk memudahkan pembinaan oleh instansi terkait, memudahkan koordinasi diantara petani yang berhubungan dengan kebutuhan usaha taninya baik saprodi, teknologi budidaya serta pemasaran hasil. Dalam hal pemasaran hasil kelompok tani tidak mengkoordinasikan sesama anggotanya tentang kesepakatan pemasaran hasil, dijual kepada siapa, berapa harga jual yang layak, hal ini yang tidak disadari oleh petani sehingga mereka mudah dipermainkan oleh pedagang dalam menentukan nilai jual.
Umumnya
petani jarang menyimpan hasil panen untuk menunggu harga yang baik/layak, tetapi segera menjual hasil secara sendiri-sendiri setelah diprosessing kepada pedagang
pengumpul
dengan
harga
yang
telah
ditentukan
oleh
tengkulak/pedagang pengumpul berdasarkan mutu hasil (ukuran) umbi yakni besar dan kecilnya.
IV. KESIMPULAN DAN SARAN Dari hasil kegiatan ini dapat disimpulkan bahwa: 1. Usahatani bawang merah pada lahan sawah tadah hujan setelah padi dan tembakau dapat meningkatkan IP 200 menjadi IP 300, dan dapat memberikan keuntungan yang baik bila tidak terjadi kekeringan 14
2. Kendala usahatani bawang merah adalah ketersedian bibit yang bermutu (varietas Super Philipina) masih sangat kurang, sehingga petani menggunakan bibit lokal antar lapang yang bermutu rendah. Serangan hama dan penyakit busuk umbi dan mati pucuk. Saran 1. Penggunaan bedengan dan pembuatan saluran drainase dianjurkan untuk memudahkan pemeliharaan, menghindari air yang tergenang sehingga dapat mencegah terjadinya pembusukan umbi dan penyakit busuk umbi (Botritiis allii). 2. Perlu adanya penakar bibit bawang merah terutama varietas Super Philipina untuk mengatasi kekurangan bibit 3. Dalam pemasaran hasil petani dan kelompoknya harus kompak dalam hal waktu menjual dan harga jual yang diinginkan untuk menghindari permainan harga oleh tengkulak/ pedagang pengumpul
V. PERKIRAAN MANFAAT DAN DAMPAK
Perkiraan manfaat Tersedianya paket teknologi budi daya pembibitan bawang merah di kabupaten Lombok Timur, yang dapat meningkatkan produksi dan pendapatan petani pengguna.
Perkiraan Dampak -
Dinas/Instansi sebagai bahan pertimbangan dalam kebijakan pembangunan pertanian
-
Sebagai bahan penyuluhan kepada masyarakat tani
-
Meningkatkan keterampilan dan pengetahuan petani menjadi penangkar
15
DAFTAR PUSTAKA Anonim, 1998. Analisis ekonomi pola tanam,. Bahan pelatihan Analisa ekonomi polatanam Proyek P3NT. Badan Litbang Pertanian. BPS,2005. Nusa Tenggara Barat Dalam Angka. Kerjasama Kantor Perwakilan Biro Pusat Statistik Propinsi NTB dengan Kantor Bappeda TK.I. NTB Duriat,A.S. (1996). Cabai Merah Komoditas Prospektif dan Andalan. Teknologi Produksi Cabai Merah. Balai Penelitian Tanaman Sayuran. Pusat Penelitian dan Pengembangan Hortikultura. Badan Litbang Pertanian. Kusumo S., dan Hendro Sunarjono (1992). Petunjuk Bertanam Sayuran. Cara Bercocok Tanam Bawang Merah. Proyek P3NT Badan Litbang Pertanian. Departemen Pertanian. hal 51-55. Oldeman, L.R.,Irsal Las, and muladi, 1980. The Agroklimat map of Kalimantan, Maluku, Irian Jaya, and Bali, West and East Nusa Tenggara. Central Research Institute for Agricultura Bogor, Indonesia. Rismundar (1989). Membudidayakan 5 Jenis Bawang. Cetakan Kedua. Penerbit Sinar Baru Bandung. Sunarjono H. dan Prasojo Soedomo (1989). Budidaya Bawang Merah (Allium ascelonicum.L). Cetakan Kedua. Sinar baru Bandung. 1989. Zairin, K. Kumoro, S.S. Piyai, Sudarto, N.Inggah dan A.S Wahid (1998). Uji Multilokasi Galur Harapan Bawang Merah. Laporan Hasil Pengkajian . IPPTP Mataram Badan Litbang Pertanian.
Zairin, Irianto Basuki, H.Sembiring, M. Lutfhi, K. Kumoro, dan Awaludin (2001). Uji Adaptasi Varietas dan Perbaikan Teknologi Budidaya Bawang Merah pada Lahan Keriing Bersumur. IPPTP Mataram, Badan Litbang Pertanian.
16