Kekerasan Verbal Dalam Media Sosial (Studi Kasus Florence Sihombing menghina Jogjakarta dan Kasus Kemal Septiandi menghina Bandung)
Makalah Non Seminar
Oleh Bella Andriani 1106084892
Departemen Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik Universitas Indonesia 2014
1
Kekerasan verbal…, Bella Andriani, FISIP UI, 2014
Universitas Indonesia
2
Kekerasan verbal…, Bella Andriani, FISIP UI, 2014
Universitas Indonesia
3
Kekerasan verbal…, Bella Andriani, FISIP UI, 2014
Universitas Indonesia
4
Kekerasan Verbal Dalam Media Sosial (Studi Kasus Florence Sihombing menghina Jogjakarta dan Kasus Kemal Septiandi di Bandung) Bella Andriani dan Askariani Kartono Departemen Ilmu Komunikasi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Indonesia Departemen Ilmu Komunikasi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Indonesia
[email protected] [email protected] Abstrak Jurnal ini membahas mengenai kekerasan verbal yang dilakukan oleh Florence dan Kemal di media sosial. Penulis mengumpulan data melalui data sekunder, melalui pengamatan terhadap kedua kasus di media sosial Path dan Twitter. Jika dikaitkan dengan teori Atribusi (penyebab prilaku). Florence memiliki orientasi budaya yang berbeda (Konteks Budaya Rendah) dengan penduduk asli Jogyakarta (Konteks Budaya Tinggi). Adanya perbedaan konteks budaya ini menimbulkan konflik antar budaya. Sedangkan Kemal lebih memanfaatlkan kekuatan media sosial yang memfasilitasi orang untuk mengekspresikan apapun, dengan mengabaikan batasan nilai dan norma budaya. Dari hasil analisis dapat disimpulkan bahwa dampak lebih jauh dari terjadinya kekerasan verbal di media sosial adalah terjadinya cyber bullying dikalangan pengguna media sosial yang memberikan tanggapan yang negatif atas kedua kasus tersebut. Kata Kunci Media Sosial; Teori Atribusi; Konteks budaya Rendah; Konteks Budaya Tinggi; Cyber Bullying Abstract This journal examines verbal abuse in social media which was done by Florence and Kemal. Using secondary data, I observed both cases on Path and twitter. According to the Attribution Theory, Florence has a culture orientation distinct from locals (Jogja and Bandung). This difference inflicting intercultural conflict. On the other hand, Kemal misused the power of social media by neglecting the boundaries of cultural norms and values. From result of analysis, it can be concluded that cyber bullying happened in both cases is an impact started by verbal abuse in social media. Keywords Social Media, Attribution Theory, Low Context Culture, High Context Culture, Cyber Bullying
Kekerasan verbal…, Bella Andriani, FISIP UI, 2014
Universitas Indonesia
5
I.
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Indonesia adalah Negara yang memiliki pengguna internet terbesar di Asia Tenggara.
Internet di Indonesia saat ini sudah menjadi kebutuhan primer untuk para penggunanya, perkembangan sosial media juga menjadi salah satu faktor penting besarnya pemakai internet di Negara ini. Bukan cuman itu saja berdasarkan Survei Data Global Web Index, Indonesia adalah Negara yang memiliki pengguna sosial media yang paling aktif di Asia. Indonesia memiliki 79,7% user aktif di social media mengalahkan Filipina 78%, Malaysia 72%, Cina 67%. Percaya atau tidak, bahwa statistik perkembangan internet di Indonesia mencapai 15% atau 38,191,873 pengguna internet dari total populasi kita 251,160,124, Sedang pengguna internet dengan menggunakan mobile/smartphone mencapai 14% dari populasi. Berdasarkan data statistik indikator pengguna sosial media di Indonesia yang kami dapatkan yakni, untuk persentase jumlah pengguna sosial media di Indonesia 15% dari total populasi, rata-rata waktu yang dibutuhkan user untuk mengakses sosial media di Indonesia sekitar 2 jam 54 menit setiap harinya. Sedang persentase user yang mengakses sosial media melalui mobile atau smartphonenya 74%.1 Dengan perkembangan zaman yang sudah semakin canggih maka terbentuklah dunia maya atau media internet sekarang menjadi tempat interaksi bagi masyarakat dimana saja dan kapan saja. Internet adalah sarana untuk melakukan berbagai kegiatan atau aktifitas seperti yang kita lakukan di dunia nyata. Dan keduanya memiliki kesamaan oleh karena itu harus adanya etika dalam kehidupan kedua dunia tersebut. Beberapa tahun ini, sosial media memang sedang marak dan terjadi saat ini. Di dunia nyata saat kita akan memberi pesan pribadi (kritik atau teguran) tentu tidak dapat dilakukan di depan umum, bahkan teguran atasan kepada bawahan juga harus dilakukan secara santun, bukan di depan orang lain. Lain halnya di dunia maya, sebagai individu yang sewajarnya sudah mengerti norma-norma pergaulan sehari-hari, kita semua seharusnya dapat mengetahui etika bersosialisasi dunia nyata ke dalam dunia maya. Cerita bahwa dunia maya adalah dunia tanpa aturan dan tanpa etika sama sekali tidak benar. Tidak adanya batasan ruang dan waktu 1
http://bebmen.com/4027/statistik-internet-sosial-media-dan-mobile-di- indonesia.html (diakses pada 25 November 2014, pada pukul 00.37)
Kekerasan verbal…, Bella Andriani, FISIP UI, 2014
Universitas Indonesia
6
untuk berinteraksi atau berkomunikasi dengan adanya sosial media ini. Tetapi dengan begitu banyak orang yang menyelahgunakan etika bersosialisasi di dunia maya dengan tidak memikirkan resiko apa saja yang mereka dapatkan jika sembarangan mengunggah sesuatu. Kasus pertama yang ingin dibahas penulis yaitu, beberapa bulan terkahir lalu di media sosial marak membahas tentang kasus Florence Sihombing (Flo), mahasiswi S2 Fakultas Hukum Universitas Gajah Mada (UGM), yang beretnis Batak. Kejadian ini berawal dari tulisan Flo yang diunggah di akun Path miliknya dan dinilai kontroversial karena dianggap menghina warga Yogyakarta. Kejadian tersebut juga menarik perhatian media massa. Hasil capture postingan Flo dengan cepat diunggah dan tersebar di twitter dan facebook. Flo yang sedang kesal menulis status “Jogja miskin, tolol, dan tak berbudaya. Teman-teman JakartaBandung jangan mau tinggal di Jogja.” Drama kasus hukum pencemaran nama baik yang melibatkan mahasiswa pascasarjana Universitas Gadjah Mada, Florence Sihombing, harus menjadi pengingat bagi kita untuk senantiasa berhati-hati dalam mengutarakan pendapat, baik di dunia maya maupun dunia nyata. Selang seminggu setelah kasus penghinaan terhadap warga Yogyakarta yang dilakukan mahasiswi S-2 Universitas Gadjah Mada, Florence Sihombing, mencuat melalui akun jejaring sosial Path, kali ini giliran akun Twitter milik Kemal Septiandi yang menjadi sorotan warga Kota Bandung. Melalui akun Twitter-nya, @kemalsept, dia menghina Kota Bandung dengan sebutan kota yang penuh dengan pelacur. Tak hanya satu kali, Kemal tercatat melakukan empat kali kicauan berisi penghinaan terhadap Kota Bandung di akun Twitter-nya.
Permasalahan yang timbul dari kedua kasus tersebut adalah salah satu tindak kriminal di dunia internet yaitu (Cyber bullying). Cyber bullying lebih mudah dilakukan karena si pelaku tidak perlu bertatap muka dengan orang lain yang menjadi target cyber bullying. Mereka bisa mengatakan hal-hal yang buruk dan dengan mudah mengintimidasi orang lain karena mereka menggunakan internet atau ponsel pintar tanpa harus melihat akibat yang ditimbulkan pada orang lain. Cyber bullying pada umumnya dilakukan melalui media situs jejaring sosial seperti Facebook, Twitter, Path, Instagram, dll. Cyber bullying merupakan bentuk bully yang lebih parah dibandingkan yang terjadi di dunia nyata, karena dapat menjangkau siapapun orang-orang yang menjadi korban cyber bully, dapat diakses kapan pun
Kekerasan verbal…, Bella Andriani, FISIP UI, 2014
Universitas Indonesia
7
(lewat handphone, laptop, ataupun gadget lain), serta kejamnya para pengguna internet.2
Seorang bully di dunia maya dapat seenaknya tanpa merasa bersalah walaupun sudah menuliskan komentar-komentar sadis karena merasa tidak akan mungkin dituntut ataupun dijadikan korban bullying berikutnya atas kata-kata yang telah ditulisnya. Mungkin kita berpikir bahwa tindakan tersebut hanya sebuah lelucon dan tidak berarti apa-apa. Hanya iseng, buat seru-seruan, atau alasan yang lain. Atau bahkan ada yang merasa senang bila komentar kejam tersebut ditanggapi oleh orang lain yang setuju dengan opini kita, lalu menambahkan komentar yang lebih kejam, dan terjadinya banyak komentar-komentar yang melecehkan yang menghina salah satu pihak dalam media tersebut. Mungkin bagi kita, itu bukanlah hal besar. Mungkin ada yang merasa itu hanya keisengan semata yang tidak mungkin dianggap serius oleh orang lain. Mungkin ada yang setelah log out tidak ingat lagi aktivitas yang telah kita lakukan di dunia maya. Bagi kita, mungkin itu hanyalah keisengan atau seru-seruan belaka, walaupun ada yang memang berniat untuk menjatuhkan pihak lawan, tapi patut diingat bahwa itu dapat menimbulkan sakit hati pada orang lain. Hampir semua orang mengetahui dampak bullying. Rasa malu, depresi, hingga dapat memicu tindak bunuh diri umum dialami para korban bully. Kita semua mengetahui dan menentang bullying yang terjadi di dunia nyata, namun di dunia maya, kita dapat berubah menjadi seorang yang mendukung bullying. Dampak yang ditimbulkan dari kasus Florence dan Kemal Septiandi adalah komentar masyarakat luas di media sosial yang mengkritik kedua orang tersebut. Namun banyak masyarakat yang berpandangan negatif atas kasus cyber bullying di social media. Penulis melihat adanya kesalahan proses komunikasi antar budaya yang diakibatkan karena adanya perbedaan latar belakang budaya diantara pihak-pihak yang bersangkutan. Hal ini menyebabkan terjadinya cyber bullying di media sosial, pihak-pihak yang terlibat pun tak hanya yang berkepentingan langsung, namun juga tidak langsung yakni masyarakat awam yang tidak mengenal kedua individu tersebut.
1.2
Perumusan Masalah
2
https://www.selasar.com/budaya/bullying-di-era-cyber-tak-berwajah-tak-berhati (diakses pada 25 November 2014, pada pukul 00.52)
Kekerasan verbal…, Bella Andriani, FISIP UI, 2014
Universitas Indonesia
8
Sejauh mana terjadi kekekarasan verbal yang dilakukan Florence Sihombing dan Kemal Septiandi dalam media sosial? 1.3
Tujuan Penulisan
Tujuan dari tulisan ini adalah untuk mengkaji kekerasan verbal dalam yang dilakukan Florence Sihombing dan Kemal Septiandi dalam media sosial. 1.4
Metode Pengumpulan data Pengumpulan data dilakukan penulis dengan menggunakan data sekunder melalui
media sosial Path dan Twitter dan juga pemberitaan-pemberitaan di segala situs media dan berita online, yang terkait dengan pemberitaan Florence dan Kemal.
II. KERANGKA PEMIKIRAN 2.1 Komunikasi Antar Budaya Menurut Andrea L. Rich dan Dennis M. Ogawa menyatakan dalam buku Intercultural Communication, A Reader bahwa komunikasi antarbudaya adalah komunikasi antara orangorang yang berbeda kebudayaan, misalnya antara suku bangsa, etnik, ras, dan kelas sosial.3 Komunikasi antarbudaya adalah suatu proses komunikasi simbolik, interpretative, transaksional, dan konstekstual yang dilakukan oleh sejumlah orang yang karena memiliki perbedaan derajat kepentingan, memberikan interpretasi dan harapan secara berbeda terhadap apa yang disampaikan dalam bentuk perilaku tertentu sebagai makna yang dipertukarkan. Gou-Ming Chen dan William J. Starosta mengatakan bahwa komunikasi antarbudaya adalah proses negosiasi atau pertukaran sistem simbolik yang membimbing perilaku manusia, dan membatasi mereka dalam menjalankan fungsinya sebagai kelompok. Selanjutnya, komunikasi antarbudaya itu dilakukan (1) dengan negosiasi untuk melibatkan manusia di dalam pertemuan antarbudaya yang membahas satu tema (penyampaian tema melalui symbol) yang sedang dipertentangkan. Symbol tidak dengan sendirinya mempunyai makna, tetapi dia dapat berarti dalam satu konteks, dan makna-makna itu dinegosiasikan atau diperjuangkan; (2) melalui pertukaran sistem symbol yang tergantung dari persetujuan antarsubjek yang terlibat 3
Richard E Porter and Samovar, Larry A. 2004. Communication Between Cultures. 5th edition, Thomson wadsworth. (hal. 25) 3 Jolene Koester & Lustig, Myron.W., 2003, Intercultural Competence: Interpersonal Communication across Cultures. Boston : Allyn & Bacon (hal. 102)
Kekerasan verbal…, Bella Andriani, FISIP UI, 2014
Universitas Indonesia
9
dalam komunikasi, sebuah keputusan dibuat untuk berpartisipasi dalam proses pemberian makna yang sama; (3) sebagai pembimbing perilaku budaya yang tidak terprogram namun bermanfaat karena mempunyai pengaruh terhadap perilaku kita; (4) menunjukkan fungsi sebuah kelompok lain, dinamika identitas dan perbedaan kerja tatkala itu terjadi, membentuk satu kelompok dan mengidentifikasinya dengan berbagai cara. Konsep yang berkaitan dengan Komunikasi antarbudaya yaitu Etnik. Etnik adalah sebuah himpunan manusia yang dipersatukan oleh suatu kesadaran atas kesamaan sebuah kultur atau subkultur tertentu, atau karena kesamaan ras, agama, asal usul bangsa, bahkan peran dan fungsi tertentu.4 2.2 Teori Atribusi Teori atribusi adalah teori yang mengatakan bahwa seseorang termotivasi untuk menjelaskan perilaku mereka sendiri dan orang lain berdasarkan pada factor situasi atapun disposisi. Kecenderungan ini disebut sebagai fundamental attribution error atau kesalahan atribusi mendasar. Self-serving bias kecenderungan dalam menjelaskan perilaku diri mereka sendiri, mengakui kesuksesan pribadi sebagai usahanya sendiri, dan merasionalisasikan kesalahan dirinya pada faktor lingkungan. Menurut just-world hypothesis atau asumsi bahwa dunia adalah pemahaman bahwa banyak orang membutuhkan rasa percaya bahwa di dunia ini adil dan keadilan berlaku di dunia, bahwa orang yang buruk akan diberi hukuman dan orang baik akan diberi penghargaan.5 2.3 Cyber bullying Secara harfiah, cyber bully merupakan gabungan dari dua kata, yakni cyber dan bully. Cyber, secara umum bisa diartikan sebagai: jaringan elektronik yang menghubungkan satu pengguna dengan pengguna lain, semisal internet. Kata bully sendiri, jika dirujuk di Oxford Dictionary (2008), memiliki arti: hurt a weaker person (menyakiti orang yang lebih lemah). Maka, jika kedua kata tersebut digabungkan (cyber-bully), secara umum bisa diartikan sebagai: tindakan menyakiti orang lain melalui media jaringan elektronik. Karena jaringan elektronik itu umum sekali sifatnya, maka termasuk di dalamnya adalah internet, jaringan telepon seluler, bahkan software game yang terhubung dengan internet pun juga bisa termasuk. Semuanya, bisa menjadi medium yang menjadikan sebuah tindakan kejahatan 4 Alo
Liliweri, Makna Budaya dalam Komunikasi Antarbudaya, Yogjakarta: PT LKiS Pelangi Aksara, 2002 (hal 14) 5 Carole Wade & Carol Tavris. (2007). Psikologi Edisi kesembilan Jilid I. Jakarta : Erlangga.
Kekerasan verbal…, Bella Andriani, FISIP UI, 2014
Universitas Indonesia
10
melaluinya bisa disebut sebagai cyber bully.6 Menurut Kowalski (2008), cyberbullying mengacu pada bullying yang terjadi melalui instant messaging, email, twitter, facebook, path instagram atau melalui gambar atau pesan yang dikirim melalui telepon selular. Dari beberapa pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa cyber bullying merupakan salah satu bentuk dari bullying secara verbal dan non-verbal yang dilakukan melalui media elektronik seperti komputer atau telepon selular, seperti mengirimkanpesan singkat yang berisi kebencian terhadap seseorang, mengatakan hal-hal yang menghina perasaan orang lain dalam sebuah chat, atau menyebarkan isu yang tidak benar mengenai seseorang melalui internet. Mengacuhkan seseorang dalam sebuah chat room, atau mengejek seseorang melalui media online juga merupakan salah satu bentuk dari cyber bullying. Cyberbullying adalah penggunaan Teknologi Informasi untuk menyakiti atau melecehkan orang lain secara sengaja, berulang, hingga bermusuhan.7 2.4 Snowball Effect Efek Bola Salju atau Snowball Effect adalah suatu kondisi dimana “hal kecil mengakibatkan terjadinya hal besar”. Konotosinya positif, karena terjadi ‘pengembangan’ dari kecil ke besar. Efek bola salju tidak terkontrol. Snowball effect di mana bola salju yang menggelinding ke bawah akan menggulung membawa salju yang lain bersamanya, makin lama makin banyak, sehingga menjadi bola salju yang amat besar. Begitulan kira-kira dampak dari apa yang kita tularkan kepada orang lain. Segala kekesalan, kepahitan, dan kemarahan bila terus kita bawa bersama kita tidak hanya akan berdampak pada diri kita sendiri, tapijuga kepada orang lain. Hal-hal tersebut memiliki sifat racun yang perlahan-lahan akan menggerogoti kita dan merusak diri kita, baik secara fisik maupun mental.8
III. ANALISIS DAN PEMBAHASAN 3.1 Analisis Dalam melakukan pengumpulan data untuk kasus ini, penulis menggunakan sumbersumber yang ada di berita-berita online, path dan youtube. Dari hasil tulisan-tulisan yang 6
https://aeymanusia.wordpress.com/2013/02/04/stop-cyberbully-dimulai-dari-diri-kita-sendiri/ (diakses pada tanggal 1 Desember 2014, pada pukul 19.05) 7 “What is Cyberbullying". U.S. Department of Health & Human Services. (hal. 102) 8 Men
Jung, Go To The Next Level, Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2010 (hal. 156)
Kekerasan verbal…, Bella Andriani, FISIP UI, 2014
Universitas Indonesia
11
penulis dapatkan, penulis melakukan analisis terhadap fenomena yang dihasilkan dari aktivitas yang dilakukan Florence Sihombing dan Kemal Septiandi di media sosial milik dirinya sehingga menjadi konsumsi public. Berikut ini gambaran mengenai tulisan-tulisan yang diunggah. Pada Kasus Florence Sihombing di Jogjakarta. Awalnya wanita bernama Florence Sihombing mengunggah status yang menghina Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY). Florence menyebut Yogya tolol dan dia mengajak teman-temannya agar jangan tinggal di Kota Pelajar itu. Hal itu dijadikan status akun jejaring sosial Path-nya. Florence menulis : “Jogja miskin, tolol, dan tak berbudaya. Teman-teman Jakarta-Bandung jangan mau tinggal Jogja,” Ada dua teman Florence yang mengomentari status tersebut, Nico dan Rachel. “Ijin repath yaaakkk,” tulis Nico berada di Jakarta Timur menurut GPS Path. “Kenapa kak flo?” tulis Rachel dengan emoticon sedih dari Depok, Yogya menurut GPS Path. Kemudian Florence menjawab. “#Nico: Repath lah Nih, awas kalau enggak. Bahahaha… “Orang Jogja BANGSAT. Kakak mau beli Pertamax 95 mentang-mentang pake motor harus antri di jalur mobil terus enggak dilayani. Malah disuruh antri di jalur motor yang stuck panjangnya gak ketulungan…Diskriminasi…Emangnya aku gak bisa bayar apa. Huh. KESEL,” Florence menjawab dengan emoticon sedih. Status tersebut dicapture oleh salah satu teman Florence. Saat dicapture, status Florence sudah dilihat 86 teman Path-nya dan ada 11 emoticon. Dari 11 emoticon tersebut, ada yang sedih, ada yang kaget, ada yang senyum dan ada juga yang malah tertawa.
Postingan
Florence
Sihombing
di
media
sosial Path
tersebut
ternyata
berbuntut
panjang. Bukan saja mendapat kecaman dari dari berbagai orang, postingan pun menjalar ke ranah hukum. Akhirnya Florence resmi dilaporkan ke Polda Daerah Istimewa Yogyakarta oleh LSM Jangan Khianati Suara Rakyat (Jati Sura) yang didampingi oleh kantor advokat
Kekerasan verbal…, Bella Andriani, FISIP UI, 2014
Universitas Indonesia
12
Erry Suprianto, pada Kamis (28/8). Menurut Ahmad Nurul Hakam yang mendampingi pelaporan kasus tersebut, Florence dituding melanggar UU ITE No.11 tahun 2008 terkait penghinaan dan pencemaran nama baik dan provokasi mengkampanyekan kebencian. Ahmad menjelaskan : “Karena aturan hukum jelas, di UU ITE Nomor 11 tahun 2008, kami laporkan tentang pasal penghinaan, pencemaran nama baik, dan provokasi mengkampanyekan kebencian,” Dengan pasal ancaman tersebut, Florence pun bisa terancam hukuman maksimal 6 tahun penjara dan denda Rp 1 miliar. Ahmad menambahkan : “Ancamannya 6 tahun penjara dan denda 1 miliar,” Setelah kasus pelaporan tersebut menjalar ke ranah hukum. Pagi tadi pukul 10.30 WIB, Florence mendatangi Polda Daerah Istimewa Yogyakarta untuk dimintai keterangan. Menurut pengacara Florence, Wibowo Malik, setelah empat jam diperiksa, Florence kemudian ditahan. Wibowo berkata di Polda Daerah Istimewa Yogyakarta, Sabtu (30/08) : “Alasan penahanannya polisi mengatakan karena Flo tidak bersikap kooperatif, karena tidak mau menandatangani BAP,” Saat melakukan pertemuan dengan sejumlah komunitas yang melaporkan Florence ke Polda Daerah Istimewa Yogyakarta atas umpatannya di media sosial, Sabtu (30/08), Florence kembali mengucapkan permintaan maaf atas tindakannya tersebut. Sebelumnya permintaan maaf Florence juga pernah diungkapkannya secara langsung oleh Florence lewat televisi dan juga akun Path miliknya. Florence berkata : “Saya, Florence Sihombing beserta keluarga dan teman-teman yang bersangkutan dengan kasus ini, dengan postingan di Path saya meminta maaf terutama kepada warga Yogya, kepada Sultan, UGM, Fakultas Hukum, Notariat dan kepada semua pihak yang terkena imbas. Saya mohon maaf sekali,” Dia juga memohon kerelaan semua pihak terutama pelapor untuk mencabut laporan dan supaya dia tetap dapat tinggal di Yogyakarta untuk melanjutkan studinya di Universitas Gajah Mada (UGM).
Kekerasan verbal…, Bella Andriani, FISIP UI, 2014
Universitas Indonesia
13
Florence mengatakan : “Saya mohon keringanan sedikit saja. Saya bersalah. Ini sangat mengganggu dan saya tahu ini sangat mengganggu, menyakitkan orang. Saya mohon dimaafkan dan dicabut BAP. Saya berjanji tidak akan mengulangi lagi,” Sementara itu pengacara Florence, Wibowo Malik, berharap pihak pelapor berbaik hati untuk memaafkan dan mencabut laporan serta BAP. Wibowo : “Kami mohon berikan kesempatan untuk klien kami memperbaiki diri, menjadi pribadi yang lebih baik dan bisa menempuh masa depan lebih baik. Jangan hancurkan masa depannya. Kami mohon dengan sangat,” Setelah dilaporkan ke Polda Daerah Istimewa Yogyakarta oleh sejumlah komunitas di Yogyakarta, Florence bersama pengacaranya, Wibowo Malik mendapatkan undangan untuk melakukan klarifikasi dan dipertemukan dengan pihak pelapor untuk melakukan upaya perdamaian. Sayangnya upaya tersebut gagal. Menurut Ryan Nugroho perwakilan dari Reptil RO Yogyakarta yang melaporkan Florence, upaya perdamaian tersebut ditolak karena mereka menilai Florence tidak melakukannya dengan tulus. Ryan berkata : “Kami menolak karena terlihat Florence dan kuasa hukumnya tidak tulus, kita bisa lihat gesture tubuhnya, bagaimana dia bicara,” Selain itu dalam pembicaraan mereka, Ryan menilai bahasa yang diucapkan oleh kuasa hukum Florence tidak seperti meminta maaf tetapi menyuruh. Ryan berkata : “Bahasanya itu seperti menyuruh kami mencabut laporan, lho kita harus tahu siapa yang salah, bahasanya tidak seperti itu, makanya kami tidak respek,” Sementara itu saat dikonfirmasi, Penasehat hukum Florence, Wibowo Malik SH, membenarkan jika ada upaya perdamaian. Namun pihaknya menolak jika dikatakan tidak tulus meminta maaf. Wibowo berkata : “Kami sudah dengan setulus hati meminta maaf, bahkan ketika mereka meminta permintaan maaf secara langsung, kami lakukan itu, sebelumnya sudah lewat media pun begitu,” Dalam perdamaian tersebut pihaknya juga merasa dijebak. Saat itu menurut Wibowo, mereka
Kekerasan verbal…, Bella Andriani, FISIP UI, 2014
Universitas Indonesia
14
datang untuk melakukan klarifikasi, namun pada kenyataannya Florence langsung di periksa dan di BAP. Wibowo menjawab : “Undangannya klarifikasi, tapi ini tadi malah di BAP, makanya klien kami menolak untuk menandatangani BAP,” .9
Diatas adalah capture dari akun media sosial Path Florence.
9
http://masshar2000.com/2014/08/31/detail-lengkap-awal-kasus-florence-sihombing-si-ratu-spbu/ (diakses pada tangal 22 November 2014, pukul 15.49)
Kekerasan verbal…, Bella Andriani, FISIP UI, 2014
Universitas Indonesia
15
Diatas ini adalah akun media sosial Twitter Florence, di Twitternya ia mengeluarkan kata-kata kasarnya yang menghina kota Jogja.
Kekerasan verbal…, Bella Andriani, FISIP UI, 2014
Universitas Indonesia
16
Penulis juga mengambil tanggapan negatif dari masyarakat yang menganggap hal ini adalah suatu kasus yang besar. Ini salah satu komentar yang diambil dari beberapa orang lewat akun media sosial twitter: “kasihan dengaan cewe @florencje_ niy,ngakunya S2 tapi cara bicaranya gak ada cerminan intelektualnya” – @senorita_eve Kemudian followers Florence yang lainnya juga berkomentar :
“@florencje_ Status S2, cara berpikir & ngomongnya kok KAMPUNGAN. Keluar aja dari Yogya” – @mercurianearth Penduduk asli Jogyakarta mayoritas merupakan suku Jawa yang dikenal dengan karakter ramah, sopan dan masih menjunjung tata karma serta adat istiadat dalam kehidupan sehari-hari. Menurut Ismawati (2000), masyarakat Jawa atau lebih tepatnya suku bangsa Jawa secara antropologi budaya adalah orang-orang yang dalam hidup kesehariannya menggunakan bahasa Jawa dengan berbagai ragam dialeknya secara turun-temurun. Penduduk asli Yogyakarta termasuk dalam rumpun suku Jawa, mereka diidentikkan memiliki karakter khas sopan, ramah, segan, menjunjung etika, tata krama, halus, selalu melestarikan nilai budaya dan adat istiadat turun temurun dalam perilaku sehari-hari, serta selalu mengedepankan prinsip keselarasan, keharmonisan dan mengaplikasikan sikap kekeluargaan dalam kehidupan sehari-hari.10
Menurut data yang ditemukan penulis di Jawapos.com kota Jogja memang istimewa jika dibandingkan dengan kota lain di Indonesia. Jogja satu-satunya kota di Indonesia yang berkat kehadiran keraton secara sosiologis dan psikologis memiliki sentimen kekitaan yang kuat. Kota Jogja adalah kota yang mempunyai kebudaan yang sangat kuat dan orang Jogja adalah orang-orang yang melambangkan Kota Jogja. Karena itu, Jogja adalah suatu kota yang memiliki jiwa dan rasa yang bisa merasa sakit hati jika ada orang yang menghina kota Jogja.
Kasus kedua datang dari Kemal Septiandi di Bandung. Kemal Septiandi @kemalsept menghina kota Bandung dan Ridwan Kamil dengan kata-kata kasar melalui melalui media sosial pribadinya yaitu Twitter. Kasusnya mirip dengan Florence Sihombing yang sempat 10
http://digilib.uin-suka.ac.id/10822/1/BAB%20I,%20V,%20DAFTAR%20PUSTAKA.pdf
Kekerasan verbal…, Bella Andriani, FISIP UI, 2014
Universitas Indonesia
17
menghebohkan media sosial beberapa waktu lalu yaitu menghina kota tempat tinggalnya, lalu dikecam di media sosial, trus menutup akunnya, selanjutnya dilaporkan ke pihak berwajib. Kemal Septiandi langsung dilaporkan oleh Ridwan Kamil, walikota Bandung karena telah menghina kota Bandung dan juga dirinya. Sebenarnya siapakah Kemal Septiandi @Kemalsept yang menghebohkan dunia media sosial belakangan ini. Kemal Septiandi @Kemalsept adalah pendukung Persija. Kata-kata kasar yang dilontarkan @Kemalsept melalui akun twitternya tampaknya berawal dari kekesalannya karena Persija Tim kesayangannya tidak lolos ke babak 16 besar ISL 2014. Sedangkan dua tim asal Bandung yakni Persib Bandung dan Pelita Bandung Raya (PBR) lolos ke babak 16 besar. Dari Tagar #YangGakLolosDiem dan #TheJakLagibete tampak @kemalsept kesal dengan tagar ejekan dari pendukung dua tim asal Bandung itu. Ternyata Kemal Septiandi @kemalsept adalah mahasiswa Universitas Pendidikan Indonesia (UPI). Dari tweet belakangan, diketahui bahwa Kemal Septiandi adalah mahasiswa FPMIPA Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) Bandung. Akun @InfoUPI pada 5 September 2014 kemudian menanggapi informasi itu dengan tweet.
“@kemalsept BUKAN mahasiswa berpendidikan. Secara resmi dan mewakili warga Universitas Pendidikan Indonesia (UPI). Kami info Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) tidak mengakui.Terimakasih-Informasi Kampus Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) (@InfoUPI).” Setelah kicauannya mendapat kecaman pada media sosial, akhirnya akun @kemalsept ditutup. Tak cukup sampai di situ saja, pacar dari @kemalsept yang mempunyai akun @viscatasia juga ikut-ikutan menutup akunnya. Mungkin dia takut kalau dia kena imbas dari tulisannya nakal sang pacar @kemalsept. Akhirnya Walikota Bandung Ridwan Kamil melaporkan Kemal Septiandi @kemalsept pada polisi karena dianggap sudah menghina kota Bandung. Semoga kasus Florence Sihombing yang menghebohkan Jogja beberapa waktu lalu dan kasus @kemalsept ini bisa menjadi pembelajaran bagi kita untuk berhati-hati dalam menulis status-status pada media sosial.11
11
http://www.indoberita.com/2014/09/072242/mengenal-lebih-dekat-kemalsept-yang-menghebohkan bandung/ (diakses pada tanggal 4 Desember 2014, pada tanggal 19.34)
Kekerasan verbal…, Bella Andriani, FISIP UI, 2014
Universitas Indonesia
18
Diatas ini merupakan capture hasil tulisan Kemal Septiandi di akun media sosial Twitter miliknya. Berdasarkan data yang didapatkan penulis, terdapat informasi yang mengatakan bahwa Kemal Septiandi bukan merupakan mahasiswa Universitas pendidikan Indonesia (UPI), akun Twitter resmi Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) mengatakan : “Berdasarkan data yang ada untuk angkatan 2011 Ilmu Komunikasi Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) tidak ada mahasiswa yang bernama KEMAL SEPTIANDI”
Kekerasan verbal…, Bella Andriani, FISIP UI, 2014
Universitas Indonesia
19
“Sekian.. InfoUPI hanya ingin membantu klarifikasi berita yang ada yg membawa nama almamater. Karena kami terlalu #CintaUPI. Malam :)”
3.2 PEMBAHASAN Berdasarkan data yang penulis dapatkan melalui media dan portal berita online kasus Florence Sihombing atau yang akrab dipanggil Florence beberapa bulan yang lalu marak diperbincangkan di media sosial. Jika dikaitkan kasus Florence tersebut, pada kejadian itu dia merasa menjadikan dirinya tidak peduli dengan perilaku yang seharusnya dia tunjukan sebagai pendatang yang sedang berada di kota Jogja yang memiliki budaya yang berbeda dari budaya asal Florence. Adanya perbedaan budaya yang dimiliki Florence dari budaya Batak yang memiliki “low context culture” atau “budaya konteks rendah” kebudaya Jogja yang orientasi budayanya sangat “high context culture” menyebabkan Florence tidak mampu mengkontrol perilakunya sendiri, sehingga kekerasan verbal yang ia lakukan menjadi permasalahan yang rumit di ranah publik. Masyarakat Jogja memiliki karakteristik sopan, ramah, segan, menjunjung etika, tata krama, dan halus. Hal ini nampak dari pola perilaku sosialnya. Karena kekesalan dan kekecewaan yang pada awalnya ingin ia luapkan di akun media sosialnya, dalam sekejap tulisannya menyebar luas dan menjadi perbincangan banyak orang dan sampai kasusnya masuk ke kantor polisi dan di proses secara hukum. Imbas dari permasalahanya ini menimbul snowball effect. Memacu pada efek tersebut yang di dapatkan Florence ialah menyebarkan tulisannya yang seharusnya menjadi konsumsi pribadi bukan untuk public. Dampak dari snowball effect yang dialami Florence juga menimbulkan cyber bullying. Masyarakat yang melihat tulisan yang ditulis Florence menganggap bahwa Florence menghina Yogyakarta dengan mem-post tulisan yang berisikan cacian di Path. Mungkin hal yang biasa untuk mencaci kota dan masyarakatnya jika itu terjadi di Jakarta, tapi bisa jadi dianggap masalah di kota yang istimewa seperti Jogjakarta. Tulisan Florence di Path itu kemudian di-capture dan disebarluaskan di media sosial, dalam waktu singkat Florence pun menjadi obyek bully dunia maya. Berbanding terbalik antara kasus Florence dan kasus Kemal, jika kasus Florence penyebab adanya permasalahan itu berakar dari adanya perbedaan orientasi budaya antara Florence yang berasal dari etnik Batak dengan Jogja tetapi pada kasus Kemal
Kekerasan verbal…, Bella Andriani, FISIP UI, 2014
Universitas Indonesia
20
permasalahannya berakar dari penghinaan terhadap walikota Bandung yang sekaligus merepresentasikan stereotip Kota Bandung. Jika memacu pada teori atribusi (teori penyebab) maka biasanya orang menilai perilaku orang lain penyebabnya adalah dari diri dia sendiri secara internal. Namun jika perilaku tersebut dilakukan oleh dirinya sendiri maka biasanya yang dijadikan penyebab adalah faktor eksternal, seperti kondisi fisik atau penyebab dari orang lain. Terkait dengan kasus Kemal tersebut maka penilaian kemal terhadap walikota bandung secara implisit terkait dengan stereotip kota bandung bahwa Kota Bandung adalah “BANDUNG SAMPAH KOTA PEREK PELACUR SEMUA LOL HAHAHA LAPOR? BANCI! SILAHKAN KALO BERANI”. Apa yang diungkapkan Kemal secara verbal atas kota bandung dengan kata-kata hinaan terhadap Kota Bandung itu berdasarkan hasil pengamatan terhadap kondisi fisik kota bandung yang sekaligus merupakan stereotip Kota Bandung. Makimakiannya tersebut tidak hanya berhenti pada objek Kota Bandung juga pada sosok yang melekat pada kota bandung sendiri yaitu Walikotanya dengan menyebut kata “kunyuk. Efek yang ditimbulkan kasus Kemal sama seperti kasus Florence yaitu snowball effect. Apa yang dirasakan Kemal saat itu hanya sebuah kicauan kekesalan yang ia tulis di akun media sosial Twitter-nya. Sampai halnya kasus ini sudah menjalar ke ranah publik. Setalah kasusnya menyebar luas banyak masyarakat yang marah dengan kicauan yang dilontarkan Kemal di akun media sosialnya yang menghina Kota Bandung dan juga Walikota Bandung. Kemal langsung mendapat kecaman dari masyarakat karena perbuatannya tersebut dianggap menjadi kejahatan cyber bullying. Walikota Bandung melaporkannya ke kantor polisi karena apa yang ditulis Kemal menghina banyak orang khususnya salah satu etnik di Indonesia yaitu, Bandung. Dengan perilakunya tersebut banyak orang yang menghujatnya sampai akun Twitter-nya di tutup.
VI. KESIMPULAN Berdasarkan keseluruhan analisis dan pembahasan tersebut dapat disimpulkan sebagai berikut : 1. Adanya perkembangan teknologi yang sangat canggih membuat banyaknya media sosial, seperti path, twitter, facebook, instagram,
yang kemudian dimanfaatkan
sebesar-besarnya oleh penggunya media sosial tersebut dalam mengekspresikan
Kekerasan verbal…, Bella Andriani, FISIP UI, 2014
Universitas Indonesia
21
apapun yang ia rasakan dan alami. Tiadanya batasan ruang dan waktu ditambah dengan tiadanya batas etika dan budaya membuat orang-orang seakan tidak peduli dengan adanya batasan-batasan tersebut. 2. Implikasi dari poin nomor 1 tersebut nyata terlihat di berbagai akun Path, twitter dan Facebook, berbagai cara orang mengekspresikan pikiran dan perasaannya secara lugas. Mulai dari kasus Prita, Farhat Abbas, Marshanda, semuanya berujung ke kasus hukum. 3. Kasus-kasus semacam itu yang bergulir di media sosial ibarat bola salju yang menggelinding tiada batas. Dari kasus per kasus orang-orang seakan tidak jera. Demikian juga halnya dengan kasus yang menimpa Florence dan Kemal. 4. Belajar dari berbagai kasus Florence dan Kemal dapat disimpulkan bahwa nilai-nilai budaya timur kita yang menjunjung tinggi nilai etika itu seakan tiada artinya lagi. 5. Tanggapan masyarakat terhadap 2 kasus tersebut cukup negatif. Walaupun pada akhirnya Florence meminta maaf kepada seluruh warga Jogja dan Sultan Hamengkubuwono, namun sebagaimana aksioma komunikasi menyebut bahwa komunikasi sifatnya irreversible (tidak bisa di balik), artinya sekali orang berbuat kesalahan, sampai kapanpun kesan yang buruk sulit untuk dihilangkan.
Kekerasan verbal…, Bella Andriani, FISIP UI, 2014
Universitas Indonesia
22
DAFTAR PUSTAKA Buku Liliweri, Alo. (2002). Makna Budaya dalam Komunikasi antar Budaya. Yogjakarta. PT. LKiS Pelangi Aksara Samovar, Larry A, Richard E Porter. 2004. Communication Between Cultures. 5th edition, Thomson wadsworth. Wade, Carole., Tavris, Carol. (2007). Psikologi Edisi kesembilan Jilid I. Jakarta : Erlangga. Jung, Men. (2010). Go To The Next Level, Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama “What is Cyberbullying". U.S. Department of Health & Human Services.
Internet http://bebmen.com/4027/statistik-internet-sosial-media-dan-mobile-di- indonesia.html https://www.selasar.com/budaya/bullying-di-era-cyber-tak-berwajah-tak-berhati https://aeymanusia.wordpress.com/2013/02/04/stop-cyberbully-dimulai-dari-diri-kita-sendiri/ http://masshar2000.com/2014/08/31/detail-lengkap-awal-kasus-florence-sihombing-si-ratuspbu/ http://digilib.uin-suka.ac.id/10822/1/BAB%20I,%20V,%20DAFTAR%20PUSTAKA.pdf http://www.indoberita.com/2014/09/072242/mengenal-lebih-dekat-kemalsept-yangmenghebohkan-bandung/ http://www.tribunnews.com/regional/2014/09/06/menghina-wali-kota-bandung-laporkanpemilik-akun-twitter-kemalsept-ke-polisi
Kekerasan verbal…, Bella Andriani, FISIP UI, 2014
Universitas Indonesia