Kebisingan , Level Kebisingan , Frekuensi Kritisnya , Pengukuran Kebisiningan , Auditory Masking , Daerah Pendengaran Oleh Sari Mahmudah Dikutip dari buku Acoustics An Introduction by Heinrich Kuttruff* *bab 12.4-12.7 Seperti yang kita ketahui sampai saat ini , kekuatan atau besarnya suatu bunyi ditentuakan oleh jumlah objek bunyi itu ( kuantitas objek ) dari tekanan suara efektif atau tingkat tekanan dari suatu bunyi yang mana itu artinya ekuivalen dengan intenitas suatu bunyi. Sekalipun kauntitaskuantitas itu berhubungan langsung dengan suatu subjek dari suatu kebisingan itu tidak berarti merupakan cara umum pengukurannya. Karena kita dihadapkan pada sutu pertanyaan ‘bagaimana kita dapat mengukur suatu kebisingan secara subyektif ? ’. Oke guys !! biar bisa nyelesein tu pertanyaan kita harus ingat bahwa ‘ pendengaran kita itu tergantung dari suatu frekuensi ’. Yang mana itu artinya jika 2 nada (bunyi) yang memiliki frekuensi yang berbeda tapi mempunayi level (tingkat) tekanan bunyi yang sama tidak akan menghasilkan suatu bunyi dengan tingkt kebisingan yang sama pula. Ketergantungan pada frekuensi ini
dapat ditentukan dengan meminta subjek untuk menyesuaikan dengan bunyi
referensinya pada 1000 Hz sehingga menghasilkan bunyi yang sama kerasnya dengan yang suaran yang diberikan. Kemudian level buniy refernsi itu dapat dianggap sebagai pengukuran dari suatu kebidsingan pada bunyi yang diberikan. Yang mana itu disebut dengan level kebisingan yang mna satuaanya adalah ‘phon’. Sekali lagi proses ini melibatkan banyak individu untuk melakukan penilaian dan sangat bertele-tele serta memakan waktu yang banyak. Akan tetapi akan membuahkan sutu hasil yang pasti. Yang hasilnya kan diterapkan pada bunyi asli yang dikenal ddengan ‘ contour tingkat kebisingan yang sama ‘ (lihat gambar 12.8) dalam hal gelombang bunyi yang terjadi secara langsung. Setiap kurva berhubungan dengan titik-titik level frekuensi yang disebabkan karena suatu kebisingan itu sendiri. Pada kurva tersebut level kebisingan sudah dalm bentuk phon. Menurut definisi level kebisingan pada 1000 Hz itu ientik dengan tekana level bunyi dalam desibel. Pada diagram itu memperlihatkan bahw frekuensi itu tergantung dati besarnya suatu kebisingan. Hal itu berarti jika kita menginginkan level tekanan
bunyi pada 100 Hz maka tonenya (bunyinya) harus kita naikkna menjadi
56 dBuntuk
menghasilkan bunyi yang sama kerasnya dengan 1000 Hz pada 40 dB. Yan gmenjadi catatan kita adalah ‘ contour atau kurvanya tidak bena-benar sejajar satu sama lain ‘ , bagaimanapun telah ditetapkan level suatu kebisingan dari setiap bunyi sinus yang diberikan oleh frekuensi dan level tekanan bunyi , tpi jika diperlukan dapat ditentkan dengan interpolasi.
gb.12.8 kebisingan kontour sama untuk bunyi murni yang terjadi pada saat bunyi langsung
Namun level kebisingan atau skala phon melupakan satu hal penting dari skalanya yaitu menggandakan suatu kuantitas berarti menggandakan jumlah satuan. Misalnya jarak 100km merupakan dua klainya jarak 50km , akan tetapi suatu sinyal bunyi dengan skala 100 phon bukanlah dua kali lipat lebih keras dari 50 phon , akan tetapi lebih dari itu. Inilah alas an mengapa pengukuran kuantitas dalam phon, tidak hanya kebisingan saja akan tetapi ‘tingkat (level) kebisingan’. Untuk sampai pada kuantitas subjek yang memenuhi kondisi pada suatu prosese tersebut maka dapat dianalogikan dengan cara mendefinisikan skala subjektif pada suatu puncak (gb.12.2) subjek tersebut diminta untuk membandingkan dan memutuskan sendiri bunyi mana bunyi mana yang terdengar 2 kali lebih keras atau hanya setengahnya saja.
Kuantitas subjektif ditentukan oleh suatu perbandingan yang yang diebut dengan ‘kebisingan’ dan satuannya adalah ‘sone’. Setiap penggandaan (pengurangan ½) dari suatu kebisingan dikaitkan dengan 2kali (1/2) dari jumlah sone. Untuk mengkonversikan skala ini dalam 1 absolut 1 sone didefinisikan sebagai suatu kebisingan pada 1000 Hz pada level tekanan 40 dB yang sebanding dengan 40 phon. Jadi kedua kuantitas itu , ‘kebisingan’ dan level (tingkat) kebisingan berhubungan erat dengan hal yang bernama bunyi. Suatu sinyal (sumber) bunyi yang kecil hubungannya digambarkan oleh kurva (gb.12.9) kedua sumbunya dibagi secara logaritma. Pada rentang di atas 40nphon kurva dapat ditentukan pada suattu garis lurus , yang mana secara matematis dituliskan sebaga berikut : = 2(
Dengan
)/
= 33.2
, …. (12.3a) + 40
ℎ
….. (12.3b)
Terbukti , dengan meningkatkan tingkat kebisingan ( kenyaringan )LN dengan 10 phon sama saja dengan menggandakan kenyaringan ( kebisingan ) bunyi tersebut. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya denga tingkat kenyaringan 100 phon itu berarti 32 kali lebih keras daripada tingkat kenyaringan 50 phon atau lebih tepatnya seperti ini : suatu bunyi mempunyai kebisingan 64 sone ketika intensitasnya sinyal bunyi turun maka kebisingannya hanya 2 sone. Hubungan antara kedua kuantitas ini ditunjukkan pada gambar 12.8 yang merujuk pada kebisingan dan tingkat kebisingan. Perbedaan antara keduanya terletak pada penjumlahan kurva. Bagaimanapun , kurva yang paling bawah dimulai dari 0 sone.
Gb.12.9 hubungan antara kebisingan N dan level kebisingan LN
Persamaan (12.3) dapat diinterpretasikan ( ditafsirkan ) dalam bentuk lain, menurut persamaan 3.34 kita dapat menggambarkan suatu level kebisingan pada persamaan 12.3a dengan
akar
kuadrat
= 10 .
(
dari
/
tekanan
bunyi
(suara)
)
Dan diperoleh lah setelah menghilangkan factor-faktor numerik yang tidak signifikan , 2
N∝
.
:
atau karena 2
=
……. (12.4)
≈
.
∶
∝
Oleh karena itu kebisingan itu sebnding dengan 0.6th kekuatan dari akar rata-rata kuadrat tekanan bunyi. Hal in berlaku , seperti yang tela diasumsikan sebelumnya untuk sinyal dari bandwith frekuensi yng kecil, untuk sinyal yang jangkauannya lebar maka eksponensialnya dikurangi kirakira sebesar 0.5. Keadaan pun semakin menarik teman-teman .. semakinmendalam kita membahasan tentang kebisingan maka kan ditemukan hal-hal yang menarik lainnya. Anggap saja misalnya , sinyal suara itu merupakan suatu kebisingan random (acak) dengan bandwidth mul-mula yang sangat kecil ∆ . Yang mana ∆ dibuat meningkat secara bertahap dan intensitas kebisingan
dipertahankan konstan. Kemudian kebisingan tetap tidak ada perubahannya sampai pada bandwith ∆
kritis . setelah melebihi nilai kritis tersebut maka kebisingan akan meningkat
secara kontinyu . ini berarti bahwa bandwith di bawah ∆
kebisingan hanya terbentuk dari
intensitas total yang ada pada sinyal sementara sinyal yang mengandung bandwith yang lebih besar kaan diproses langsung oleh oendengaran kita yang tentunya dengnproses yng lebih rumit pula. Hal inilah yang menyebabkan titik kritis (critical band) tersebut penting dalam masalah kebisingan. Dengan demikian seluruh frekuensi dalam kisaran yang dapat kita dengar dianggap sebagai berkas (titik) dengan lebar ∆ . tabel 12.1 merupakan tabel yang membatasi rentang berkas-berkas frekuensi. Pada frekuensi rendah titik kritisnya memiliki lebar konstan pada
100Hz dan pada frekuensi yang lebih tinggi bandwidth nya meningkat sampai 3500Hz. Nili-nilai ini terkait dengan sifat mekanik dari telinga bagian dalam dan skala mel. Bahkan lebar kritis dapat dinyatakan jau lebih sederhana, yaitu : Lebar sebuah titik kritis = 100 mel = 1.3mm jarak pada membran basilar
Dapat kita simpulkan pada bab ini adalah tetang fase pendengaran, menurut akustik hokum ohm, fase yang berbeda dengan komponen spectral dari suatu bunyi harus dapay tidak terdengar. Namun hal ini ntu yang tidak sepnunya benar, karena faktanya sepasang sinyal bunyi tertentu yang dihasilkan bunyi yang berbeda meskipun mereka sama, dan spekturum fase juga sama dan spectrum amplitudonya sama. Tabel 12.1
12.5 auditory masking System pengolahan sinyal pada system pendengaran kita disebut dengan efek mask (masking effect). Yaitu jika suatu bunyi sangat keras maka dapat disimpan menjadi bunyi yang lebih lembut dan membuatnya tidak dapat terdengar. Contoh mudahnya saja, seorang yang
bekerja menjadi pemalu automatik kita tidak dapat mendengar apa yang mereka bicarakan bahkan kita tidak dapat mendengar orang ang sedang berbicara karena kebisingan dari palu tesebut telah menutup dan memblokir bunyi pembicaraan. Untuk dapat mempelajari secara sistematis tentang fenomena masking terlebih dahulu kita tentukan ambang batas pendengarannya. Frekuensi bunyi variable sebagai isyarat yang mana akan di eksitasi keluar membran basilar dikarenakan adanya masker. Agar tidak terjadi suatu irama maka tidak digunakan nada (bunyi ) murni seperti pada percobaan akan tetapi bising random yang mempunyai bandwidth sangat kecil sehingga keluar efek phase. Gambar 12.10a memperlihatkan gejala masking oleh suatu kebisingan dengan bandwidth kritis dengan frekuensi pertengahan 1000 Hz. Tingkat tekanan suara dari kebisingan masking adalah 80 dB dan 100 dB. Jauh dari frekuensi masking kebisingan ambang dengan yang tak bermasking lainnya, ditunjukkan oleh garis putus-putus itu berarti terjadi masking pada daerah tersebut. Ketika frekuensi bunyi testnya mencapai frekuensi masker dari sebekah kiri maka batas ambang nya menagalami peningkatan yagn pesat dan mencapai maksimum pada 1000Hz dan turun pada frekuensi yang lebih tinggi. Dengan meningkatnya level masking suatu bunyi tinggi frekuensi pun menjadi datar hal ini menunjukkan bahwa ada beberapa proses non-linear yang terjadi di dalamnya. Apa yang telah dijelaskan sebelumnya adalah masking denganbunyi yang stasioner dalam domain frekuensi. Selain itu, masking terjadi juga dalam domain waktu yang non-stasioner dari suatu sinyal bunyi. Gambar 12.10b menyajikan contoh tipikal. Ini menunjukkan sinyal masking adalah sinyal yang mempunyai implus pendek tetapi mempunyai kekuatan yagn dapat divariasikan. Hal ini menunjukkan bahwa batas mabang pendengaran kita sudah mulai naik bahkan saat telinga kita belu menerima implus masking. Amazing !! fenomena tersebut dikenal dengan masking mundur. Bagian horizontal adalah kisaran simultan masking, sedangkan dibagian sisi kanan adalah masking maju. Hal ini menunjukkan bahwa proses masking membutuhkan waktu tertentu untuk pemulihan sebelum siap untuk menerima sinyal bunyi berikutnya. Di sisi lain, masking mundur adalah disebabkan oleh organ pendengaran membutuhkan lebih banyak waktu untuk memproses ,maka untuk melihat sinyal test yang lemah dibutuhkan sinyal untuk masking lebih kuat.
12.6 Pengukuran kenyaringan Jika suatu sinyal kebisingan yang ditentukan oleh bunyi asli (nada murni) atau yang mendekati titk bising tersebut itu sudah cukup untuk mengukur frekuensinya dan level tekanan bunyi. Dari data-data level kebisingan yang ditunjukkan oleh kurva 12.8 . lebih bagusnya lai pengukur suatu level bunyi yang terlihat pada gambar 12.11a yaitu mikropon yang terklibrasi yang mana dapat membawa sinyal bunyi dan mengubahnya menjadi sinyal elektrik, dari 'filter telinga ' itu, penyearah kuadrat dan satu meter skala yang menunjukkan tingkat di desibel. Dalam instrumen yang lebih modern pengukur diganti dengan layar digital.
Salah satu masalah utama dari metode ini adalah bahwa karakteristik bobot filter yang tergantung pada kuantitas yang akan ditentukan, yaitu, kenyaringan tersebut. Bahkan, beberapa filter kurva (A, B, C, dll) untuk rentang kenyaringan yang berbeda telah dikembangkan dan standar internasional. Satu-satunya yang masih umum digunakan saat ini adalah kurva A-bobot ditunjukkan pada Gambar 12.11b. Kuantitas yang diukur dengan hal itu disebut 'A-tingkat tekanan suara berbobot', dan satuannya adalah bernama dB (A).
gb.12.11a dang b 12.11b
Untuk pengukuran yang benar dari sinyal kebisingan suara harus dibuat satu set filter bandpass yang mana itu terbagi menjadi sinyal parsial dengan bandwidths kritis disebutkan dalam Bagian 12.4. Kemudian perbedaan tingkat frekuensi yang dikonversikan ke angka yang menunjukkan kebisingan. Hasilnya akan seperti pada Gambar 12.12. 12.7 ruang pendengaran Jika gelombang suara adalah kejadian dari arah yang tidak berada dalam bidang simetri vertikal kepala (bagian tegah) salah satu dari kedua telinga lebih atau kurang dinaungi oleh kepala sementara yang lain sepenuhnya terkena suara tiba. Selain itu dengan selisih amplitudo yang disebabkan oleh Akibatnya, perbedaan dalam waktu transit dari kedua sinyal telinga terjadi. Situasi dijelaskan pada Gambar 12.13.
Gb.12.12
gb.12.13 arah pendengaran Pada kenyataannya, hal-hal agak lebih rumit daripada yang ditunjukkan oleh angka ini karena gelombang datang terdifraksi oleh kepala dan pinnae, dan hasil proses ini berbeda untuk kedua telinga jika suara tiba dari arah samping. Proses ini dijelaskan secara kuantitatif dengan 'head related transfer function(HRTF)', yaitu fungsi transfer mengacu pada transmisi sinyal suara dari daun telinga ke pintu masuk saluran telinga.Gambar 12.14 nilai absolut dari kedua fungsi transfer pada kejadian suara (terbuka dan teduh telinga) dari samping. Keduanya mencerminkan ketergantungan frekuensi kuat difraksi. perbedaan spectrum ini yang dikenakan pada kedua sinyal telinga oleh HRTFs yang terditeksi oleh otak kita dan diberikan ke arah dengan akurasi tinggi. Jadi sudut pergeseran sumber dari insiden frontal oleh sekecil sekitar 2⁰ dapat dideteksi. Pada kejadian bunyi lateral ketidakpastian lokasi meningkat menjadi sekitar ± 10⁰, jika gelombang suara datang dari belakang kesalahan dalam waktu sekitar ± 5⁰.
gb.12.14a
gb.12.14b Penjelasan ini tidak berlaku jika gelombang suara dari tengah bidang, yaitu, dari depan, dari belakang atau dari atas, dll Kemudian sinyal tiba di kedua telinga adalah identik karena mereka disaring bersamaan atau hampir HRTFs yang sama, sehingga tidak ada perbedaan yang bisa dievaluasi. Tetapi masih merupakan HRTFs tergantung pada arah kejadian dan sehingga mempengaruhi warna nada pada kedua telinga karena asimetris dengan kepala manusia (lihat Gambar 12.14b.). Selain itu, tampak bahwa pinnae memainkan peran tertentu, setidaknya pada frekuensi yang lebih tinggi. Dalam hal apapun, untuk pemisahan sumber suara di pesawat themedian kita harus bergantung pada perubahan ini timbre yang sama untuk kedua telinga, jelas, mereka cukup untuk tertentu lokalisasi dalam bidang simetris. Blauert bahkan mampu menunjukkan bahwa kita dapt menunnjukkan pita frekuensi tertentu dengan arah tertentu di bidang tengah('band-menentukan arah').
Sifat pemisahan dari pendengaran kita seperti yang dijelaskan sebelumnya mengacu pada pendengar di lingkungan refleksi bebas yang terkena hanya satu bidang (atau bulat) gelombang. Sebaliknya, seorang pendengar di ruang tertutup akan menerima banyak gelombang suara yang berasal dari sumber yang sama, yaitu, gelombang yang telah terpantul sekali atau berulang kali dari dinding ruang (lihat Bab 13). Mereka mengirimkan yang sama atau setidaknya sinyal yang sama, dan gelombang samapi ke telinga kita dalam jangka waktu yng paling singkat, yang disebut
suara langsung. Sekarang pendengaran kita memiliki kemampuan luar biasa yaitu
memisahkan sumber suara dari arah mana suara langsung tiba, sedangkan suara terpantul tidak terpengaruh oleh arah meskipun energi yang dimilikinya sangat mungkin melampaui suara langsung. Fakta ini dikenal sebagai 'efek didahulukan' atau 'hukum muka gelombang pertama ".
gb.12.15 'Haas efek'. Yaitu suatu efek dimana suatu sumber bunyi dapat membatasi ruangnya meskipun jika salah satu dari bunyi refleksi tertentu (tertunda proses pengulangannya dari sumber) lebih intens daripada bunyi primer dan dating dari arah yagn berbeda( liaht Gambar 12.15). Dalam diagramtersebut, absis adalah sinyal bunyi sekunder yang lebih lambat datang daripada suara langsung. Ordinat menunjukkan seberapa besar tingkat suara sekunder yang kemungkinan lebih tinggi dari suara langsung tanpa merusak daya dengar seseorang dan semua bunyi tersebut berasal dari sumber utama. Oleh karena itu, jika suat bunyi memilki perbedaan level (tingkatan) sebesar 10dB maka itu berarti pembatasan akan terjadi jika intens bunyi sekunder lebih dari 10 kali lipatnya bunyi langsung. Efek ini sangat penting dalam hal elektroakustik dimana energy suara yagn diterima oleh pendengar diperoleh dari pengeras suara (lihat persamaan 20.2.3)