DAMPAK KEBISINGAN VERSUS GANGGUAN PSIKOLOGIS Zuhdi Ismail (M0208062) Jurusan Fisika Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sebelas Maret Surakarta
A. Pendahuluan Bising didefinisikan sebagai bunyi yang tidak dikehendaki yang timbul akibat aktivitas manusia maupun alam. Dalam perkembangan peradaban manusia dengan kemajuan yang ada sekarang ini memicu tingkat kebisingan yang sangat tinggi. Dampak yang timbul akibat kebisingan tersebut antara lain adalah masalah kesehatan, baik itu gangguan fisiologis maupun psikologis. Manurut laporan, pada tahun-tahun terakhir ini diberitakan bahwa sekitar 14,7 juta penduduk Amerika Serikat terpapar kebisingan yang mengancam pendengaran karena pekerjaan, sedangkan 13,5 juta orang tanpa disadari terpapar kebisingan pada tingkat berbahaya, seperti bising dari pesawat terbang, truk, bis, mobil, sepeda motor, alat-alat musik, pemotong rumput dan alat-alat dapur[1]. Depkes RI melaporkan juga bahwa dampak dari kebisingan di lingkungan perumahan terhadap kesehatan masyarakat antara lain gangguan komunikasi, gangguan psikologis, keluhan dan tindakan demonstrasi, sedangkan keluhan somatik, tuli sementara dan tuli permanen merupakan dampak yang dipertimbangkan dari kebisingan dilingkungan kerja/industri. Sedangkan gangguan kesehatan psikologis berupa gangguan belajar, gangguan istirahat, gangguan sholat, gangguan tidur dan gangguan lainnya[2]. B. Kebisingan Bising didefinisikan sebagai bunyi yang tidak dikehendaki yang merupakan aktivitas alam atau buatan manusia. Pengertian lain adalah bunyi yang tidak diinginkan dan dirasa menggangu pendengaran. Bising secara subyektif adalah suara yang tidak disukai atau tak diinginkan. Batasan bising
di atas lebih diarah-kan kepada bising sehari-hari yang sumbernya berbeda, misalnya lalu lintas darat, laut, udara, keramaian di stasiun, dan pasar[1]. Jenis-jenis kebisingan berdasarkan sifat dan spectrum bunyi dapat dibagi menjadi bising yang continue, dimana bising continue ada dua jenis yaitu Wide Spectrum dan Narrow Spectrum. Selain bising continue juga ada bising terputus-putus; bising impulsive serta bising impulsive berulang. Berdasarkan pengaruhnya pada manusia, terdapat bising yang mengganggu (Irritating noise), bising yang menutupi (Masking noise) dan bising yang merusak (damaging/injurious noise). Beberapa faktor yang terkait kebisingan yaitu frekuensi, intensitas suara, amplitude, kecapatan suara, panjang gelombang, periode, octave band, frekuansi bendwidth, pure tune, loudness, kekuatan suara serta tekanan suara[3]. Pada system pendengaran manusia dikenal
adanya Ambang
Pendengaran Minimum (APM). Ambang pendengaran minimum (APM) merupakan nilai ambang tekanan suara yang masih dapat didengar oleh seorang yang masih muda dan memiliki pendengaran normal, diukur di udara terbuka setinggi kepala pendengar tanpa adanya pendengar. Nilai ini penting dalam pengukuran di lapangan, karena bising akan mempengaruhi banyak orang dengan banyak variasi. Pendengaran dengan kedua telinga lebih rendah 2 sampai 3 dB. Batasan kebisingan yang diberikan oleh The Workplace and Safety (Noise) Compliance Standar 1995, SL No 381 adalah 8 jam terus menerus pada level tekanan suara 85 dB (A), dengan refrensi 20 micropascal. Berdasarkan Keputusan Menteri Tenaga Kerja No 51/Men/1999 tentang kebisingan adalah sebagai berikut :
Tabel 1 Nilai Ambang Batas Kebisingan No
Waktu Papar Per Hari
Tingkat Suara dalam dB (A)
1
8 jam
85
2
4 jam
88
3
2 jam
91
4
1 jam
94
5
30 menit
97
6
15 menit
100
7
7,5 menit
130
8
3,5 menit
106
9
1,88 menit
109
Sumber : US Department Of Health and Human Service, Occuational Noise Exposure (Revised Criterial 1998), Public Health Service Centre for Disease Control and Prevetion, National Institute for Occupational Safety and Health, Cincinnati, Ohio, June 1998 (dikutip dari Jennie Babba, 2007)[4]. Jika seseorang terpapar pada suara di atas nilai kritis tertentu kemudian dipindahkan dari sumber suara tersebut, maka nilai ambang pendengaran orang tersebut akan meningkat; dengan kata lain, pendengaran orang tersebut berkurang. Jika pendengaran kembali normal dalam waktu singkat, maka pergeseran nilai ambang ini terjadi sementara. Fenomena ini dinamakan kelelahan auditorik. Kemampuan telinga untuk mengolah informasi akustik sangat tergantung pada kemampuan untuk mengenali perbedaan yang terjadi pada stimulus akustik. Pemahaman percakapan dan identifikasi suara-suara tertentu, atau suatu alunan musik tertentu merupakan suatu proses harmonis di dalam otak manusia yang mengolah informasi auditorik berdasarkan frekuensi, amplitudo, dan waktu yang didengar untuk masing-masing rangsangan auditorik tersebut[5].
C. Gangguan Psikologis Akibat Kebisingan Suara yang tidak diinginkan akan memberikan efek yang kurang baik terhadap kesehatan. Suara merupakan gelombang mekanik yang dihantarkan oleh suatu medium yaitu umumnya oleh udara. Kualitas dan kuantitas suara ditentukan antara lain oleh intensitas (loudness), frekuensi, periodesitas (kontinyu atau terputus) dan durasinya. Faktor-faktor tersebut juga ikut mempengaruhi dampak suatu kebisingan terhadap kesehatan[6]. Pengaruh buruk kebisingan, didefinisikan sebagai suatu perubahan morfologi dan fisiologi suatu organisma yang mengakibatkan penurunan kapasitas fungsional untuk mengatasi adanya stress tambahan atau peningkatan kerentanan suatu organisma terhadap pengaruh efek faktor lingkungan yang merugikan, termasuk pengaruh yang bersifat sementara maupun gangguan jangka panjang terhadap suatu organ atau seseorang secara fisik, psikologis atau sosial. Pengaruh khusus akibat kebisingan berupa gangguan pendengaran, gangguan kehamilan, pertumbuhan bayi, gangguan komunikasi, gangguan istirahat, gangguan tidur, psikofisiologis, gangguan mental, kinerja, pengaruh terhadap perilaku permukiman, ketidak nyamanan, dan juga gangguan berbagai aktivitas sehari-hari[6]. Menurut Kryter (1996), tingkat kebisingan di jalan raya dapat mencapai 70-80 dB, sedangkan di sekitar jalur kereta api mencapai 90 dB dan di sepanjang jalur take off pesawat dapat mencapai 110 dB.5 Basirudin (2003) pada penelitiannya mendapatkan bahwa rerata intensitas bising kendaraan bajaj adalah sebesar 91 dB dan survai Shield (2005) melaporkan bahwa 86% sumber bising di lingkungan sekolah adalah berasal dari mobil. Hal ini dapat merepresentasikan intensitas bising di jalan raya, dengan volume kendaraan yang sangat padat dengan jenisnya yang beragam. Pada suasana kelas yang tenang dan jauh dari jalan raya tingkat kebisingannya mencapai 40-50 dB; sama dengan yang dilaporkan Jonsdotir (2002) bahwa sebagian besar ruangan kelas mempunyai tingkat kebisingan 50 dB. Kids (1998) cit. Geary (1998) pada penelitian di Munich Airport melaporkan bahwa kebisingan pesawat sangat mempengaruhi proses belajar
mengajar di sekolah yakni pada kemampuan membaca (learning ability) dan cognitive ability. Penelitian Lang (1998) pada Cornell University Study menjelaskan bahwa pada anak usia kelas III dan IV didapatkan dampak kesehatan dan psikologis tingkah laku yang dapat berlanjut sepanjang hidupnya; akan terjadi stres dan diikuti oleh gejala/keadaan lain seperti kenaikan tekanan
darah karena kenaikan
hormon stres (epinefrin,
norepinefrin, kortisol). Kebisingan juga berpengaruh pada proses membaca, mendengar dan bicara. Bising yang masuk di ruangan kelas mengakibatkan murid sulit mendengar dan berkonsentrasi terhadap pelajaran yang diberi-kan oleh guru. Survei Shield dan Dockrell di London (2005) pada 142 sekolah dasar, menemukan 65% sekolah dasar terpapar bising melebihi standar WHO (55 dB) ; 86% dari sumber bising tersebut berasal dari jalan raya, sedangkan sumber bising jalan raya tersebut 85% disebabkan oleh suara mesin mobil, disusul 55% dari bising pesawat udara yang melintas di atas lingkungan sekolah[1]. D. Kesimpulan Kebisingan merupakan salah satu masalah kesehatan lingkungan. Bising adalah suara yang tidak dikehendaki yang timbul akibat aktivitas manusia maupun lingkungan yang dapat mengganggu dan membahayakan kesehatan, baik itu gangguan secara fisiologis maupun psikologis. Dalam keterkaitannya dengan gangguan psikologis, kebisingan dapat mempengarhi proses belajar mengajar di sekolah yakni pada kemampuan membaca (learning
ability)
dan
cognitive
ability,
bahkan
kebisingan
menimbulkan kesulitan pada siswa untuk berkonsentrasi pada pelajaran.
dapat
E. Reference [1]. M. Arief Purnanta, dkk. 2008. Pengaruh Bising Terhadap Konsentrasi Belajar Murid Sekolah Dasar: CDK 163/vol. 35 no. 4/Juli-Agustus 2008. [2]. Ikron, dkk. 2007. Pengaruh Kebisingan Lalu Lintas Jalan Terhadap Gangguan Kesehatan Psikologis Anak SDN Cipinang Muara Kecamatan Jatinegara, Kota Jakarta Timur, Propinsi DKI Jakarta, 2005: Makara, Kesehatan, Vol. 11, No. 1, Juni 2007. [3]. Tutiek Rahayu. 2010. Dampak Kebisingan Terhadap Munculnya Gangguan Kesehatan: W-UNY Edisi Januari 2010. [4]. Jennie Berra. 2007. Hubungan Antara Intensitas Kebisingan di Lingkungan Kerja dengan Peningkatan Tekanan Darah. Semarang: Universitas Diponegoro [5]. Novi Atifilani. 2004: Pengaruh Kebisingan Terhadap Kesehatan Tenaga Kerja: Cermin Dunia Kedokteran, No. 144, 2004. [6]. Mansyur, Muchtaruddin. 2003. Dampak Kebisingan Terhadap Kesehatan. Job Traininga Petugas Pengawas Kebisingan. Yogyakarta.