DAMPAK PSIKOLOGIS BULLYING PADA SISWA SMA
CHRISTIN Program Sarjana, Universitas Gunadarma
Abstrak Semakin hari kita semakin dekat dengan peristiwa kekerasan khususnya bullying yang dilakukan terhadap siswa SMA. Tindakan bullying dapat terjadi di lingkungan sekolah dan sekitarnya. Para korban adalah para junior yang dapat dikatakan cukup rentan mengalami bullying yang dilakukan oleh kakak kelas atau senior baik bullying secara fisik, bullying secara verbal, bullying secara mental atau psikologis dan bullying relasional. Dalam penelitian ini, peneliti ingin melihat bagaimana gambaran bullying yang dialami oleh subjek, apa saja yang menyebabkan subjek menjadi target sasaran sebagai korban bullying, apa saja indikasi bullying pada perilaku subjek korban dan apa saja dampak bullying bagi subjek. Peneliti mengggunakan metode kualitatif agar memperoleh pemahaman yang menyeluruh, utuh dan mendalam tentang fenomena yang diteliti. Peneliti menggunakan teknik wawancara. Subjek yang diteliti adalah seseorang yang pernah mengalami bullying ketika SMA sebanyak dua orang. Hasil penelitian menunjukan bahwa kedua subjek mengalami berbagai macam tindakan bullying baik bullying secara fisik, bullying secara verbal dan bullying secara mental atau psikologis tetapi hanya subjek kedua yang mengalami bullying secara relasional yaitu menolak pertemanan dengan korban. Salah satu penyebab utama subjek menjadi target sasaran sebagai korban bullying karena tindakan bullying sudah menjadi tradisi di sekolah kedua subjek. Salah satu indikasi bullying pada perilaku subjek korban yaitu tidak mau pergi ke sekolah. Dampak bullying bagi kedua subjek antara lain dampak fisik, dampak emosional dan dampak psikologis. Hanya subjek kedua saja yang sampai berdampak psikologis yaitu merasa trauma setelah mengalami bullying. Dalam penelitian ini diharapkan dapat membangun kepekaan masyarakat mengenai isu bullying yang terjadi di lingkungan sekolah dan sekitarnya khususnya pada siswa SMA, seluruh pihak baik keluarga dan sekolah sebaiknya melakukan tindakan penanganan jika anak atau para siswa ada yang mengalami bullying dan melakukan tindakan pencegahan agar bullying tidak terjadi lagi di kemudian hari. Kedua subjek sebaiknya memiliki pemahaman mengenai tindakan penanganan yang dapat dilakukan sendiri ketika mengalami bullying, melakukan tindakan pencegahan agar tidak mengalami bullying lagi di kemudian hari agar dampak psikologis bullying yang dialaminya tidak mempengaruhi kehidupannya sehari-hari. Kata kunci : dampak psikologis, bullying, siswa SMA
A. LATAR BELAKANG Peristiwa kekerasan yang terjadi di lingkungan sekolah seperti tidak pernah ada habisnya. Beberapa insiden kekerasan yang telah terjadi di institusi pendidikan. Salah satunya adalah bullying yang terjadi di lingkungan sekolah. Saat ini mulai sering muncul berbagai kabar mengenai aksi bullying yang terjadi di kalangan pelajar khususnya siswa Sekolah Menengah Atas. Bullying adalah perbuatan atau perkataan yang menimbulkan rasa takut, sakit atau tertekan baik secara fisik maupun mental yang dilakukan secara terencana oleh pihak yang merasa lebih berkuasa terhadap pihak yang dianggap lebih lemah (Coloroso, 2007). Hal ini dilakukan dengan menggunakan alasan yang dibuat-buat untuk merasionalisasikan tindakan kekerasannya misalnya untuk membentuk mental junior yang tahan banting padahal alasan tersebut hanya untuk membenarkan tindakannya agar kekerasan menjadi tradisi (Sejiwa, 2008). Bullying dapat terjadi di sekitar lingkungan sekolah dengan menggunakan kekerasan atau kekuatan yang dimiliki oleh para senior atau kakak kelas yang ditujukan kepada para junior atau adik kelas. Kakak kelas atau para senior memberikan tekanan kepada para junior bahkan ada senior yang tega melakukan penganiayaan kepada adik kelas atau juniornya. Pada beberapa waktu yang lalu, masyarakat dikejutkan dengan berita mengenai adanya kekerasan kepada para siswa junior yang dilakukan oleh para siswa senior di sekitar lingkungan Sekolah Menengah Atas. Hal ini cukup mendapat perhatian dari berbagai kalangan dan menjadi suatu fenomena baru yang terjadi di masyarakat. Salah satu contohnya adalah bullying yang dialami oleh seorang siswa SMA Negeri 34, Pondok Labu, Jakarta Selatan yang bernama Muhammad Fadhil (16 tahun). Fadhil menjadi korban kekerasan atau praktik bullying yang dilakukan oleh para seniornya yang tergabung dalam suatu komunitas geng sekolah bernama Gazper. Alasan penganiayaan tersebut karena Fadhil menolak ajakan seniornya untuk bergabung menjadi anggota
geng tersebut. Para seniornya marah karena menerima penolakan tersebut sehingga mereka melakukan penganiayaan kepada Fadhil. Beberapa kasus bullying bullying yang dilakukan oleh siswa Sekolah Menengah Atas tidak terlepas dari pengaruh “pewarisan ideologi” yang dilakukan oleh para senior. Faktor ini sangat berpengaruh terhadap pewarisan tradisi siapa “kawan” dan siapa “lawan” dalam bullying. Media massa memegang peranan penting untuk memberikan edukasi yang antisosial khususnya dalam sejumlah sinetron atau film remaja yang berisi “kebencian” hanya karena alasan kelompok kaya atau miskin, kelompok cantik atau jelek, kelompok gaul atau cupu. Meskipun hal tersebut hanya bersifat fiksi namun secara tidak langsung akan memberikan model bagi siswa Sekolah Menengah Atas untuk melakukan bullying. Usia yang rentan menjadi korban bullying adalah usia remaja yaitu sekitar 15 tahun sampai 18 tahun dimana dalam periode tersebut dianggap sebagai masa yang sangat penting dalam kehidupan seseorang khususnya dalam pembentukan kepribadian. Secara umum, periode remaja merupakan klimaks dari periode perkembangan sebelumnya karena apa yang diperbolehkan dalam masa sebelumnya akan diuji dan dibuktikan sehingga dalam periode selanjutnya individu tersebut telah mempunyai kepribadian yang lebih matang (Irwanto, 2002). Bullying memiliki dampak bagi anak-anak yang menjadi korban. Dampak tersebut dapat bersifat fisik maupun psikologis. Beberapa dampak fisik yang dapat ditimbulkan oleh bullying antara lain kondisi fisik yang menurun, merasa sakit pada bagian tubuh tertentu dan mengalami luka secara fisik. Dampak fisik tersebut dapat berakibat fatal bahkan dapat mengakibatkan kematian. Dampak lain yang kurang terlihat namun memiliki efek jangka panjang adalah menurunnya kesejahteraan psikologis dan penyesuaian sosial yang buruk. Korban bullying akan merasakan emosi yang negatif dalam dirinya seperti perasaan marah, dendam, kesal, tertekan, takut, malu, sedih, tidak nyaman dan terancam serta merasa
tidak berdaya untuk mengatasi
permasalahan yang dialaminya. Dalam jangka waktu yang cukup panjang,
emosi tersebut akan menimbulkan perasaan rendah diri karena merasa dirinya tidak berharga. Hal yang paling ekstrim mengenai dampak psikologis yang dialami yaitu munculnya gangguan psikologis misalnya rasa cemas yang berlebihan, merasa ketakutan, depresi dan memiliki keinginan untuk bunuh diri serta munculnya gejala gangguan stres pasca trauma (Sejiwa, 2008). Berdasarkan uraian di atas, peneliti ingin mengetahui lebih dalam tentang dampak psikologis bullying pada siswa SMA. B. PERTANYAAN PENELITIAN Peneliti akan mengemukakan beberapa pertanyaan penelitian antara lain: 1. Bagaimana gambaran bullying yang dialami oleh subjek? 2. Apa yang menyebabkan subjek menjadi target sasaran sebagai korban bullying? 3. Apa saja indikasi bullying pada perilaku subjek korban? 4. Apa dampak bullying bagi subjek?
C. TUJUAN PENELITIAN Penelitian ini juga bertujuan untuk mengetahui gambaran bullying yang dialami oleh subjek, mengetahui penyebab subjek menjadi target sasaran sebagai korban bullying, mengetahui indikasi bullying pada perilaku subjek korban dan mengetahui dampak bullying bagi subjek.
D. MANFAAT PENELITIAN Penelitian ini diharapkan memiliki dua manfaat yaitu : 1. Manfaat Teoritis Manfaat yang dapat diambil dari penelitian ini adalah dapat memberikan sumbangan bagi ilmu pengetahuan khususnya psikologi pendidikan dan psikologi kepribadian mengenai dampak psikologis bullying pada siswa SMA. Penelitian ini juga dapat digunakan sebagai acuan untuk penelitian selanjutnya.
2. Manfaat Praktis Manfaat yang dapat diambil adalah untuk menambah wawasan tentang dampak psikologis bullying pada siswa SMA. Membantu para siswa Sekolah Menengah Atas agar terhindar dari bullying yang dapat menyebabkan berbagai dampak yang akan berpengaruh pada kehidupan sehari-hari serta agar para siswa tersebut mengetahui cara mengantisipasi bullying. Memberikan pemahaman kepada para orang tua agar dapat mengetahui perkembangan kepribadian anak dan berperan aktif dalam penanganan bullying pada anak. Memberikan pedoman kepada institusi pendidikan khususnya para pengajar untuk dapat mencegah dan melakukan penanganan terhadap bullying yang terjadi di lingkungan sekolah. E. LANDASAN TEORI Bullying adalah perilaku agresif yang dilakukan secara berulang-ulang oleh seseorang atau sekelompok siswa yang memiliki kekuasaan terhadap siswa dan siswi lain yang lebih lemah dengan tujuan menyakiti orang tersebut (Riauskina, 2005). Berikut ini merupakan beberapa jenis bullying (Coloroso, 2008) : a. Bullying secara fisik Contoh bullying fisik antara lain memukuli, berkelahi, mencekik, menyikut,
meninju,
menendang,
menggigit,
memiting,
mencakar,
meludahi korban, menekuk anggota tubuh korban hingga ke posisi yang menyakitkan, merusak dan menghancurkan barang pakaian serta barang-barang milik korban, menampar, menimpuk, menginjak kaki, menjegal, memalak, melempar dengan barang, menghukum dengan berlari keliling lapangan, menghukum dengan cara push up, menolak sesuatu, menarik rambut, mencubit dan pemerasan.
b. Bullying secara verbal Contoh bullying verbal antara lain memberikan julukan nama tertentu, celaan, fitnah, kritik kejam, penghinaan baik yang bersifat pribadi maupun rasial, pernyataan-pernyataan yang bernuansa seksual atau pelecehan
seksual,
perampasan
uang
jajan
atau
barang-barang,
telepon yang kasar, email yang mengintimidasi, surat-surat kaleng yang berisi ancaman kekerasan, tuduhan yang tidak benar, kasak kusuk yang keji dan keliru, gosip yang dapat menjadi penindasan, memaki, menjuluki, meneriaki, mempermalukan di depan umum, menuduh, menebar gosip, menolak dan mengejek, mengancam, merendahkan, mengganggu. c. Bullying secara mental atau psikologis Contoh bullying mental atau psikologis antara lain memandang sinis, memandang dengan penuh ancaman, mempermalukan di depan umum, mendiamkan, mengucilkan, mempermalukan, meneror lewat pesan pendek telepon genggam atau email, memandang yang merendahkan, memelototi,
mencibir,
mengintimidasi,
mengabaikan
dan
mendiskriminasikan. d. Bullying relasional Bullying relasional dapat digunakan untuk mengasingkan atau menolak seorang teman atau secara sengaja ditujukan untuk merusak persahabatan. Perilaku ini dapat mencakup sikap tersembunyi seperti pandangan yang agresif, lirikan mata, bahu yang bergidik, helaan nafas, cibiran, tawa yang mengejek dan bahasa tubuh yang kasar. Beberapa ciri anak yang bisa dijadikan korban bullying (Sejiwa, 2008) antara lain memiliki fisik yang kecil dan lemah, anak yang berpenampilan lain dari biasanya, anak mengalami kesulitan dalam bergaul, anak memiliki kepercayaan diri yang rendah, anak yang canggung (sering melakukan kesalahan ketika sedang berbicara, bertindak dan berpakaian), anak yang
memiliki aksen berbeda, anak yang dianggap menyebalkan dan suka menantang, anak yang cantik atau tampan dan anak yang kurang cantik atau kurang tampan, anak yang berasal dari keluarga yang kurang mampu atau anak orang kaya, anak yang kurang pandai, anak yang gagap, anak yang dianggap sering argumentatif. Biasanya para korban memiliki persepsi yang beragam mengenai bullying (Riauskina, 2005) antara lain para korban mempunyai persepsi bahwa para pelaku melakukan bullying karena tradisi dan balas dendam karena mereka pernah diperlakukan seperti itu (menurut korban laki-laki), para pelaku ingin menunjukkan kekuasaan, para pelaku marah karena korban tidak berperilaku sesuai dengan yang diharapkan, agar para pelaku mendapatkan kepuasan (menurut korban perempuan), dan adanya perasaan iri hati (menurut korban perempuan). Para korban juga mempersepsikan dirinya sendiri menjadi korban bullying karena memiliki penampilan yang menyolok, tidak berperilaku dengan sesuai, perilaku dianggap tidak sopan, dan tradisi. Beberapa gejala yang dapat dijadikan tanda-tanda bahwa seorang anak telah mengalami bullying (Sejiwa, 2008) antara lain mengurung diri, menangis, minta pindah sekolah, konsentrasi anak berkurang, prestasi belajar menurun, tidak mau bermain atau bersosialisasi, suka mengambil atau membawa barang-barang tertentu (sesuai dengan permintaan para pelaku), anak menjadi penakut, marah-marah atau uring-uringan, merasa gelisah, sering berbohong, melakukan perilaku bullying terhadap orang lain, memar atau lebam-lebam, tidak bersemangat, anak menjadi pendiam, mudah sensitive, anak menjadi rendah diri, menyendiri, anak menjadi kasar dan dendam, mengompol waktu tidur, berkeringat dingin, tidak percaya diri, mudah cemas, mengalami mimpi buruk, anak mudah tersinggung. Salah satu dampak bullying yang dapat secara jelas terlihat adalah kesehatan fisik yang menurun. Beberapa dampak fisik yang dapat ditimbulkan oleh bullying antara lain merasa sakit kepala, sakit tenggorokan, flu, batuk,
bibir pecah-pecah dan sakit pada daerah dada. Dampak fisik tersebut dapat berakibat fatal bahkan dapat mengakibatkan kematian. Para korban bullying yang mengakhiri hidupnya dengan bunuh diri merupakan salah satu contoh ekstrim betapa tragisnya akibat yang dapat ditimbulkan dari tindakan bullying. Dampak psikologis yang dapat dialami oleh para korban bullying antara lain merasa tidak aman, takut, trauma, khawatir atau paranoid, kehilangan percaya
diri, rendah diri dan merasa tidak berharga, korban dapat
mengembangkan mentalitas dengan merasa bahwa dirinya layak untuk tidak dihargai,
korban
menjadi
kurang
terampil
dalam
bersosialisasi,
hanya memiliki sedikit dan sering merasa kesepian, akan memiliki kondisi fisik yang lemah, kemungkinan mengalami trauma fisik dan muncul gejala psikosomatis, menjadi sulit berkonsentrasi sehingga akan berpengaruh terhadap prestasi akademis, korban dapat melampiaskan kemarahan atau perasaan dendam kepada orang lain yang lebih lemah dari dirinya, beresiko lebih besar untuk depresi bahkan dapat melakukan bunuh diri karena menganggap bunuh diri merupakan jalan keluar atas masalah yang dialaminya dan terdapat kecenderungan sebelum anak yang bersangkutan bunuh diri maka akan
membunuh
orang
yang
telah
menyakitinya
terlebih
dahulu
(Coloroso, 2007). F. METODE PENELITIAN Pendekatan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian kualitatif karena penelitian kualitatif dapat memahami suatu permasalahan manusia atau permasalahan sosial serta dapat menciptakan suatu gambaran menyeluruh mengenai permasalahan tertentu dan secara kompleks dapat disajikan dengan cara melaporkan suatu pandangan terinci yang diperoleh dari para sumber informasi. Melalui penelitian kualitatif, peneliti akan mendapatkan pemahaman mengenai suatu permasalahan berdasarkan pengalaman subjek yang mengalami peristiwa tertentu dan dengan melakukan proses pelaporan yang sebenar-benarnya. Selain itu penelitian kualitatif dapat digunakan untuk memahami bagaimana para
partisipan mengambil makna dari lingkungan sekitar serta bagaimana makna tersebut
mempengaruhi
perilaku
orang
yang
bersangkutan.
Dengan pendekatan kualitatif ini diharapkan penelitian juga dapat lebih fleksibel sehingga tidak menutup kemungkinan adanya perkembangan baru. Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode wawancara dengan pedoman wawancara dan observasi berupa catatan lapangan. G. SUBJEK PENELITIAN Dalam penelitian ini, subjek penelitian yang digunakan adalah siswa SMA yang pernah mengalami bullying. Jumlah subjek penelitian yang digunakan ada dua orang. H. HASIL PENELITIAN Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh peneliti, bullying yang dialami oleh subjek 1 antara lain bullying secara fisik (memalak, memukul dan berkelahi), bullying secara verbal (mengancam dan menuduh), bullying secara mental atau psikologis (memelototi dan mempermalukan di depan umum). Sedangkan bullying yang dialami oleh subjek 2 antara lain bullying secara fisik (para pelaku bullying melempar sesuatu kepada korban), bullying secara verbal (menuduh, menebarkan gosip dan mengejek), bullying secara mental atau psikologis (mempermalukan di depan umum, memandang sinis dan memandang
dengan
penuh
ancaman),
bullying
relasional
(menolak
pertemanan dengan korban). Penyebab subjek 1 menjadi target sasaran sebagai korban bullying karena karena tidak berperilaku sesuai dengan yang diharapkan oleh para pelaku bullying; subjek memiliki keinginan untuk melakukan balas dendam kepada para pelaku bullying karena merasa kesal; subjek termasuk salah satu anak yang cukup pintar di kelasnya dan cukup menonjol dalam prestasi akademik; bullying sudah menjadi tradisi di sekolah subjek dimana para pelaku secara berkelompok melakukan bullying kepada siswa lainnya;
adanya komunitas geng sekolah. Sedangkan penyebab subjek 2 menjadi target sasaran sebagai korban bullying karena tidak berperilaku sesuai dengan yang diharapkan oleh para pelaku bullying; subjek memiliki keinginan untuk melakukan balas dendam kepada para pelaku bullying agar mereka juga dapat merasakan hal yang sama seperti yang telah dialami subjek ketika sedang di bullying; subjek termasuk salah satu anak yang berprestasi dimana subjek selalu mendapatkan peringkat kelas dan menjadi juara umum di sekolah; bullying sudah menjadi tradisi di sekolah subjek subjek dimana para pelaku ketika masih junior pernah menjadi korban bullying juga; adanya komunitas geng sekolah yang terdiri dari sepuluh orang siswi senior; perilaku subjek dianggap tidak sopan oleh para pelaku bullying; subjek berasal dari keluarga yang mampu; perilaku subjek cukup menyolok dan tampak sangat berbeda dengan anak yang lain; para pelaku merasa iri hati terhadap subjek. Indikasi bullying pada perilaku subjek 1 korban antara lain mengalami kesulitan dalam berkonsentrasi ketika sedang belajar di kelas; merasa malas dan tidak mau pergi ke sekolah; subjek berusaha menghindar agar tidak bertemu dengan para pelaku bullying; subjek menjadi anak yang cenderung menyendiri; subjek merasa tidak percaya diri jika menghadapi para pelaku bullying hanya seorang diri. Sedangkan indikasi bullying pada perilaku subjek 2 korban antara lain tidak mau masuk sekolah; subjek pernah kehilangan barang-barang milik pribadinya; subjek menjadi anak yang cenderung pendiam; subjek merasa terisolasi karena tidak mempunyai teman dan tidak ada yang membela dirinya ketika di bullying; subjek menjadi anak yang mudah menangis walaupun hal tersebut tidak ditunjukan secara langsung di hadapan para pelaku bullying. Dampak bullying bagi subjek 1 antara lain prestasi akademik mengalami penurunan,
merasa
tertekan,
merasa
takut,
merasa
tidak
tenang,
mengalami kesulitan menyesuaikan diri, mengalami kesulitan belajar dan merasa tidak nyaman. Sedangkan dampak bullying bagi subjek 2 antara lain merasa takut, merasa lebih sensitif, meminta untuk pindah sekolah,
membolos sekolah, mengalami cedera fisik, sering berbohong dan merasa trauma. I. KESIMPULAN Bullying yang dialami oleh kedua subjek antara lain bullying secara fisik, bullying secara verbal, bullying secara mental atau psikologis dan bullying secara relasional. Kedua subjek menjadi target sasaran sebagai korban bullying karena tidak berperilaku sesuai dengan yang diharapkan oleh para pelaku bullying, subjek memiliki keinginan untuk melakukan balas dendam kepada para pelaku bullying, subjek termasuk salah satu anak yang cerdas dan berbakat di sekolah, adanya tradisi bullying di sekolah dan adanya komunitas geng sekolah. Indikasi bullying pada perilaku subjek korban yaitu tidak mau pergi ke sekolah. Dampak bullying yang dialami oleh kedua subjek yaitu merasa takut. J. SARAN 1. Saran untuk perkembangan ilmu pengetahuan Peneliti menyadari bahwa dalam penelitian ini terdapat banyak kekurangan. Berikut ini, peneliti memberikan beberapa saran untuk memperbaiki
kelemahan
tersebut
bagi
penelitian
selanjutnya.
Kelemahan tersebut antara lain peneliti mengalami kesulitan untuk menemukan subjek penelitian yaitu siswa SMA yang mengalami bullying selain itu berhubung subjek penelitian yang digunakan adalah anak yang sudah menjadi alumni tetapi pernah mengalami bullying ketika SMA maka peneliti tidak dapat melakukan catatan lapangan mengenai perilaku subjek ketika mengalami situasi bullying tersebut. 2. Saran Aplikatif Beberapa saran aplikatif ini diperuntukan bagi kedua subjek, orang tua, kalangan pendidik yaitu guru dan pihak sekolah.
(a) Bagi Subjek 1 Subjek 1 pernah mengalami bullying ketika sedang duduk di bangku SMA tetapi subjek berusaha untuk menangani masalahnya sendiri dengan baik dan melakukan berbagai pencegahan agar tidak mengalami bullying di kemudian hari. Subjek diharapkan dapat mengubah perilaku menjadi lebih baik dalam melakukan aktivitas sehari-hari. Subjek diharapkan dapat lebih mengendalikan diri agar tidak membalas setiap perlakuan yang diberikan oleh orang lain kepadanya. Subjek juga diharapkan dapat menyesuaikan diri dengan baik terhadap situasi di lingkungan sekitarnya. (b) Bagi subjek 2 Subjek pernah mengalami bullying ketika duduk di bangku SMA. Subjek dapat menyelesaikan kasus tersebut seorang diri dengan baik. Subjek juga berusaha agar tidak melakukan tindakan kekerasan kepada orang lain dan subjek berharap tidak akan mengalami bullying di kemudian hari. Sebaiknya subjek dapat melakukan aktivitas sehari-hari dengan lebih baik. Subjek sebaiknya dapat lebih membuka diri ketika berinteraksi dengan orang lain terutama dengan orang baru sehingga subjek dapat menjalin relasi yang cukup baik. (c) Bagi orang tua Meskipun dalam penelitian ini tidak dikemukakan mengenai peranan kedua orang tua ketika anaknya mengalami bullying tetapi bukan berarti kedua orang tua tidak memiliki kepedulian saat anaknya mengalami bullying. Sebaiknya kedua orang tua senantiasa dapat melakukan pengawasan terhadap aktivitas yang dilakukan oleh anaknya, mengamati perkembangan anaknya dengan baik, melakukan penanganan ketika anaknya mengalami tindakan kekerasan dan melakukan pencegahan agar anaknya tidak mengalami bullying di kemudian hari.
(d) Bagi pihak sekolah Kalangan pendidik hendaknya dapat memberikan pengarahan kepada anak didik bahwa bullying tidak baik untuk dilakukan sehingga tradisi bullying di sekolah dapat dihapuskan. Pihak sekolah juga hendaknya dapat mengisi waktu luang para siswa di sekolah dengan melibatkan mereka dalam berbagai kegiatan yang positif, dapat menyalurkan minat dan bakat anak serta meningkatkan kemampuan anak untuk berinteraksi dengan anak yang lain termasuk dengan para pelaku yang telah melakukan bullying kepadanya. Pihak sekolah sebaiknya melakukan pengawasan terhadap kegiatan para siswa dan melakukan pengamatan di lokasi-lokasi tertentu yang dianggap rawan terjadinya bullying di sekitar lingkungan sekolah. Pihak sekolah sebaiknya melakukan penanganan bullying dengan lebih baik yaitu dengan memperketat peraturan sekolah dan memberikan sangsi kepada anak-anak yang terlibat dalam bullying. Sedangkan tindakan yang dapat dilakukan oleh pihak sekolah untuk mencegah agar bullying tidak terjadi di kemudian hari adalah sebaiknya menghapus segala bentuk senioritas di sekolah, sebaiknya pihak sekolah memberikan sosialisasi mengenai bullying dan lebih sering mengadakan kegiatan yang melibatkan seluruh siswa sehingga mereka dapat terjalin hubungan yang baik antara junior dengan senior.