NASKAH PUBLIKASI
DAMPAK KEMATIAN IBU TERHADAP KONDISI PSIKOLOGIS REMAJA PUTRI
Oleh: PUJI ASTUTI ULY GUSNIARTI
PROGRAM STUDI PSIKOLOGI FAKULTAS PSIKOLOGI DAN ILMU SOSIAL BUDAYA UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA YOGYAKARTA 2009
NASKAH PUBLIKASI
DAMPAK KEMATIAN IBU TERHADAP KONDISI PSIKOLOGIS REMAJA PUTRI
Telah Disetujui Pada Tanggal
__________________________
Dosen Pembimbing
(Uly Gusniarti, S.Psi.,M.Si.,Psikolog)
DAMPAK KEMATIAN IBU TERHADAP KONDISI PSIKOLOGIS REMAJA PUTRI
Puji Astuti Uly Gusniarti INTISARI Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui dampak kematian ibu terhadap kondisi psikologis remaja putri. Aspek yang digunakan adalah aspek duka cita dari Leming dan Dickinson (1998). Responden dalam penelitian ini adalah dua orang individu yang kehilangan ibu, berjenis kelamin perempuan, dan kehilangan ibu pada saat usia remaja. Metode penelitian yang dipakai adalah metode kualitatif dengan metode pengambilan data melalui wawancara. Hasil penelitian ini didapatkan bahwa kondisi individu saat mengalami duka cita kematian ibu yaitu mengalami respon seperti shock, sedih, dunia hampa, rasa rindu, kehilangan dan kesepian. Adanya dukungan sosial dari keluarga, saudara, dan juga orang lain dapat memperkuat responden dalam menghadapi kehidupan sehari-hari. Kematian ibu memberikan perubahan dalam keluarga yaitu keluarga tidak berperan optimal, hubungan dengan saudara menjadi lebih solid, hadirnya orang baru dalam keluarga. Peran ibu yang sangat besar dalam kehidupan memberikan dampak pada anak ketika ibu telah meninggal. Dampak yang ditimbulkan yaitu anak mengalami ketidakmampuan dalam menyelesaikan suatu masalah, terjadi kekhwatiran jika sudah menikah, harus lebih mandiri, hilangnya sosok ibu yang selalu memberi support dan nasehat, serta perubahan nilai akademis. Kata kunci : Duka Cita dan kematian ibu.
A. PENGANTAR Kematian merupakan akhir dari tahap kehidupan manusia. Setiap orang yang hidup akan mengalami kematian. Ketidakpastian mengenai kematian itu sendiri menimbulkan rasa takut pada diri manusia. Demikian juga dengan kematian salah satu anggota keluarga atau teman dekat akan menimbulkan rasa duka cita bagi orang yang ditinggalkannya Kesulitan bermacam-macam bentuknya dalam mewarnai perjalanan kehidupan manusia. Masalah ekonomi, politik. sosial, termasuk masalah kehilangan sesuatu yang berharga bagi manusia baik itu nyawa, kesehatan, harta benda bahkan orangorang yang dicintai. Santrock (2002) menyebutkan kehilangan dapat datang dalam berbagai bentuknya dalam kehidupan, seperti perceraian, kehilangan pekerjaan, matinya binatang peliharaan, tetapi tidak ada kehilangan yang lebih besar selain kematian dari seseorang yang dicintai dan disayangi seperti orang tua, saudara kandung, pasangan hidup, sanak saudara atau teman. Menurut Santrock (2002) bahwa kematian orang-orang yang dicintai memang merupakan suatu kehilangan yang sangat besar pengaruhnya terhadap individu. Harvard Medical School mengembangkan konsep kematian menjadi lima yaitu: ketidakmampuan menerima dan merespon stimulus, tidak memiliki kemampuan dalam
hal
gerakan
atau
pernafasan,
tidak
mempunyai
reflek,
EEG
(electroencephalogram) datar, dan tidak adanya sirkulasi dalam otak (Susanti, dkk, 2003).
Kematian orang tua merupakan suatu hal yang sangat sakit untuk dihadapi oleh seorang anak, apalagi jika peristiwa kematian orang tua itu terjadi pada saat seorang anak sedang berada dalam tahap remaja, pada saat transisi dari tahap kanak – kanak ketahap dewasa. Selama periode ini seorang remaja berada di dalam masa transisi dari masih tergantung sebagai seorang anak menjadi dapat berdiri sendiri sebagai orang dewasa. Perkembangan anak sangat membutuhkan perhatian dari orang-orang yang ada di sekeliling kehidupan anak, yaitu yang pertama dan terutama adalah orang tua sendiri yaitu ayah dan ibu. Kenyataannya yang sering berfungsi sebagai orang tua adalah ibu. Peran dan fungsi ibu dalam kehidupan anak sangat besar. Anak akan lebih merasa senang, lebih bebas, lebih terbuka dalam menanyakan sesuatu jika ibunya yang melakukan (Gunarsa, 2004). Ibu merupakan sosok yang memiliki peran sangat vital dalam proses pendidikan anak sejak dini, sebab ibulah sosok yang pertama berinteraksi dengan anak, sosok pertama yang memberi rasa aman dan sosok pertama yang dipercaya dan didengar omongannya. Ibu menjadi sekolah pertama bagi anak-anaknya. Anak biasanya berpikir tentang ibu sebagai seseorang yang melakukan sesuatu baginya, yang memenuhi kebutuhan fisik baginya, yang memberi kasih sayang, dan perhatiannya. Sesuai pendapat Hurlock (2002), pada masa anak sejak lahir sampai usia remaja awal, anak kehilangan ibu jauh lebih merusak daripada kehilangan ayah. Alasannya ialah bahwa pengasuhan anak kecil dalam hal ini harus dialihkan ke sanak saudara atau pembantu rumah tangga yang menggunakan cara mendidik anak yang mungkin
berbeda dari yang digunakan ibu, dan mereka jarang dapat memberi anak perhatian dan kasih sayang yang sebelumnya ia peroleh dari ibunya. Kehadiran ibu dalam perkembangan jiwa anak sangat penting. Anak yang kehilangan peran dan fungsi ibunya dalam proses tumbuh kembangnya akan kehilangan pembinaan, bimbingan, kasih sayang, perhatian. Anak akan mengalami dampak dalam perkembangannya. Hal ini terjadi tidak hanya jika anak semata-mata kehilangan ibu secara fisik (loss), tetapi juga bisa dikarenakan tidak adanya (lack) peran ibu yang amat penting dalam proses imitasi dan identifikasi anak terhadap ibunya (Ma’ruf, 2007 http//baitijannati.worldpres.com). Menurut James & Friedman (Astuti,2005), duka cita atas kematian seseorang atau sesuatu yang dicintai adalah masalah kesehatan mental yang paling menantang dan paling sering dihadapi oleh para konselor. Kematian seseorang yang dicintai mungkin merupakan pengalaman kehilangan yang paling mempengaruhi individu secara fisik, emosional dan spiritual. Perasaan duka (respon emosional individu atas kehilangan yang dialami) mencakup seluruh emosi alamiah manusia yang mengiringi kehilangan tersebut. Hubungan seseorang dengan orang yang meninggal sangat mempengaruhi tanggapan emosional individu terhadap kematian. Jika individu yang ditinggalkan memiliki hubungan positif dengan orang yang meninggal, maka individu tersebut akan mengalami rasa berduka yang lebih intens dibandingkan individu yang hubungannya tidak terlalu positif dengan orang yang meninggal (Astuti, 2005).
Duka cita ( grieve ) adalah kelumpuhan emosional, tidak percaya, kecemasan akan berpisah, putus asa, sedih, dan kesepian yang menyertai disaat kita kehilangan orang yang kita cintai (Santrock,2002). Duka cita adalah perasaan subjektif
yang disebabkan karena kematian
seseorang yang dicintai (Kaplan dkk, 1997). Duka cita awal sering kali dimanifestasikan sebagai keadaan terguncang yang diekspresikan sebagai perasaan mati rasa dan perasaan kebingungan. Keadaan tersebut diikuti oleh ekspresi penderitaan dan ketegangan seperti berkeluh kesah dan menangis. Hurlock (1997) mengatakan duka cita adalah trauma psikis, suatu kesengsaraan emosional, yang disebabkan oleh hilangnya sesuatu yang dicintai. Kavanaugh (Leming & Dickinson, 1998) mengidentifikasi tujuh perilaku dan perasaan sebagai bagian dari proses penanggulangan duka cita; shock dan penolakan, kekacauan, perasaan yang berubah-ubah, rasa bersalah, kehilangan dan kesepian, kelegaan dan kembali hidup. a. Shock dan Penolakan Penolakan tidak hanya merupakan pengalaman yang biasa terjadi diantara orang yang baru berduka, tapi juga memberikan fungsi positif dalam proses adaptasi. Fungsi utama melakukan penolakan adalah untuk memberikan tempat sementara yang aman bagi mereka yang berduka karena kehilangan dari kenyataan buruk dari dunia sosial yang hanya menawarkan kesepian dan rasa sakit. b. Kekacauan
Kekacauan adalah suatu tingkatan dalam proses berduka cita dimana seseorang mungkin benar-benar merasa tidak sesuai dengan kenyataan hidup sehari-hari.. c. Reaksi yang mudah berubah Kapanpun
seseorang mengalami duka cita dihadapkan pada kemungkinan
kecenderungan seseorang merasa marah, frustasi, tidak berdaya, dan atau sakit hati. Reaksi yang berubah-ubah terhadap teror, kebencian, penguraian baru, dan kecemburuan sering dialami sebagai manifestasi emosi dari perasaan tersebut. d. Rasa Bersalah Rasa bersalah adalah kemarahan dan kebencian pada diri seseorang dan sering kali membuat orang menyalahkan dirinya sendiri dan depresi. Rasa bersalah adalah bagian yang normal dalam proses duka cita. e. Kehilangan dan Kesepian Kehilangan dan kesepian adalah sisi lain dari penolakan. Mereka yang lari dari pengalaman ini akan berubah menjadi penolakan dalam usaha untuk menolak perasaan kehilangan atau berusaha untuk menemukan pengganti-teman baru. Lari dari kenyataan tidak akan terjadi selamanya, tetapi karena merasa kehilangan dan kesepian merupakan bagian penting dari pengalanan yang menyedihkan. Menurut Kavanaugh (Leming & Dickinson,1998) tujuan pokok melawan kesedihan adalah membangun kebebasan baru atau untuk menemukan kebebasan baru dan hubungan yang aktif.
f. Kelegaan. Walaupun perasaan lega dapat meningkatkan perasaan bersalah, seperti penolakan, rasa bersalah juga menjadi tempat yang aman dari rasa sakit, kehilangan, dan kesepian yang ditahan ketika seseorang merasa sedih. g. Hidup Kembali Sebagai seseorang yang terus maju dalam hidup, tanpa adanya kematian sangatlah jelas jika proses yang melibatkan penyesuaian diri dan penyesuaian waktu, terutama jika hubungannya sangat berarti. Hubungan dengan seseorang yang merasa kesepian dan kacau pada saat yang sama dan seseorang yang merasa lega pada sesuatu maka akan terjadi gerakan penolakan terhadap kematian. Kesedihan adalah hal yang normal dan menyadari apa yang diharapkan (membantu orang yang bersedih dengan berfantasi bersama-sama) akan menjanjikan kehidupan yang baru yang diisi dengan peraturan, tujuan, dan makna kehidupan.
B. METODE PENELITIAN 1. Responden Penelitian Penelitian ini melibatkan individu yang telah kehilangan ibu karena kematian. Untuk lebih jelasnya peneliti mencoba memaparkan karakteristik-karakteristik utama subjek penelitian ini, yaitu : 1.
Individu yang telah ditinggal meninggal oleh ibu kandung.
2.
Berjenis kelamin perempuan
3.
Usia responden pada saat mengalami kematian ibu pada masa remaja antara 12-21 tahun, karena pada masa ini orang tua sangat berperan bagi remaja terutama dalam hal perubahan yang terjadi melewati masa transisi dari anakanak menuju remaja. Hubungan antara orang tua dan anak pada masa remaja dapat membantu kompetensi sosial sebagaimana tercermin dalam harga diri, penyesuaian emosional, kesehatan fisik dan dapat menyangga remaja dari kecemasan dan potensi perasaan-perasaan depresi atau tekanan emosional yang berkaitan dengan masa transisi dari masa anak-anak ke masa dewasa awal (Allen dalam Santrock, 2002).
2. Metode Pengumpulan Data Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif. Penelitian kualitatif adalah penelitian yang memiliki tujuan untuk memahami fenomena yang dialami oleh subjek penelitian misalnya perilaku, persepsi, motivasi, tindakan, dll secara holistik dan drngan cara deskripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa, pada suatu konteks
khusus yang alamiah dan dengan memanfaatkan berbagai metode alamiah (Moleong, 2006). Peneliti dalam mengambil data penelitian menggunakan teknik wawancara mendalam. Wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu yang dilakukan oleh dua pihak, yaitu pewawancara (interviewer) yang mengajukan pertanyaan dan terwawancara (interviewee) yang memberikan jawaban atas pertanyaan itu (Moleong, 2006). Wawancara mendalam adalah menggali informasi atau data sebanyakbanyaknya dari responden atau informan (Hamidi, 2004). Sebelum melakukan wawancara diawali dengan sosialisasi diri sebelumnya, sehingga ketika wawancara berlangsung peneliti harus sudah dikenal betul, bahkan diusahakan untuk bisa akrab dengan para informan, sehingga para informan bisa lebih terbuka dalam memberi informasi, sehingga informasi detail bisa diperoleh (Hamidi, 2004). Wawancara berjalan secara tidak terstruktur (terbuka, bicara apa saja) dalam arti membiarkan informan berbicara sesuai dengan pengalaman mereka, tetapi peneliti tetap menyiapkan pertanyaan-pertanyaan penting yang berkaitan dengan permasalahan penelitian (terstruktur). 3. Validitas Penelitian Menurut Alsa (2004), validitas penelitian kualitatif adalah kepercayaan terhadap data yang diperoleh dan analisis yang dilakukan peneliti secara akurat dalam mempresentasikan dunia sosial di lapangan.
Validitas yang diperoleh dalam penelitian ini, dilakukan oleh peneliti dengan mempelajari terlebih dahulu mengenai metode dan tata cara wawancara yang tepat, dengan membuat pedoman wawancara terlebih dahulu dan dilakukan secara mendalam dalam kondisi yang membuat nyaman interviewee sehingga bisa menjawab dengan jujur dan terbuka. Dalam proses pengambilan data terlebih dahulu peneliti juga membangun rapport dengan subjek penelitian, agar dalam proses pelaksanaan penelitian nanti antara peneliti dan responden sudah terjalin hubungan yang baik. Demi memperoleh validitas data, wawancara penelitian ini direkam dengan menggunakan tape recorder. Selain itu peneliti juga menjaga kode etik psikologi dalam penelitian ini. 4. Metode Analisis Data Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis tematik. Analisis tematik merupakan proses mengkode informasi, yang dapat menghasilkan daftar tema, model tema atau indikator yang komplek, kualifikasi yang biasanya terkait dengan tema itu, atau hal-hal di antara atau gabungan yang telah disebutkan. Tema tersebut secara minimal dapat mendeskripsikan fenomena, dan secara maksimal memungkinkan interpretasi tema (Boyatzis dalam Poerwandari, 2001). Langkah-langkah yang dilakukan peneliti dalam melakukan analisis data hasil penelitian ini adalah : 1. Data yang diperoleh dituliskan dalam bentuk catatan hasil wawancara.
2. Hasil wawancara ditulis dalam bentuk narasi (uraian) untuk menjelaskan tentang konsep-konsep mengenai aspek yang diteliti melalui tema-tema. 3. Tema-tema tersebut selanjutnya oleh peneliti dilakukan analisis isi, dengan mengkelompokan sesuai dengan kategorinya. 4. Hasil kategorisasi tema-tema tersebut, peneliti jelaskan di pembahasan dalam bentuk narasi. 5. Hasil dari pembahasahan tersebut kemudian peneliti membuat sebuah bagan yang kemudian meghasikan suatu kesimpulam penelitian.
C. HASIL PENELITIAN
KEMATIAN IBU
Dukungan Sosial : - Dukungan keluarga dan saudara - Dukungan orang lain
Respon individu karena mengalami duka cita kematian ibu:
Perubahan dalam keluarga setelah kematian ibu:
1. Shock 2. Sedih, pingsan, dunia hampa 3. Kehilangan dan kesepian 4. Rasa rindu
-
-
Keluarga tidak berperan optimal dan semakin membingungkan Hadirnya orang baru di keluarga Hubungan dengan saudara kandung menjadi semakin solid
Dampak kematian ibu pada anak : -
Ketidakmampuan dalam menyelesaikan suatu masalah Kekhawatiran jika sudah menikah Harus lebih mandiri Hilangnya sosok ibu yang selalu memberi support dan nasehat Perubahan nilai akademis
Gambar 1: Model dampak kematian ibu terhadap kondisi psikologis remaja putri
D. PEMBAHASAN
Dari model gambar tersebut dapat dijelaskan bahwa gambaran dinamika psikologis dampak kematian ibu terhadap kondisi psikologis remaja putri terdapat empat kategori yang terlibat dalam proses pembentukannya yaitu respon individu karena mengalami peristiwa kematian ibu, perubahan dalam keluarga setelah kematian ibu, dukungan sosial, dampak kematian ibu pada anak. Lima komponen tersebut sangat erat kaitannya dengan dampak psikologis yang terjadi pada diri individu. Berdasarkan gambar diatas peristiwa kematian ibu menyebabkan individu mengalami shock, sedih, pingsan, dunia hampa, rasa rindu, merasa kehilangan dan kesepian. Responden merasa tidak percaya bahwa ibu telah meninggal. Respon individu karena mengalami duka cita kematian ibu dapat diperkuat dengan adanya dukungan sosial dari keluarga, saudara, dan orang-orang yang berada disekitar responden. Peristiwa kematian ibu memberikan pengaruh dalam keluarga karena sejak ibu meninggal keluarga tidak dapat berperan secara optimal dan keluarga semakin membingungkan, dan hadirnya orang baru dalam keluarga. Kematian ibu yang sangat cepat memberikan dampak psikologis pada individu yaitu, individu akan merasa khawatir jika dirinya telah menikah. Individu mengharapkan agar ibunya dapat merawat anaknya, menggendong anaknya, karena anak belum merasa puas jika ibu kandungnya belum menggendong anaknya. Individu juga sangat mengharapkan
kehadiran ibunya ketika dirinya wisuda. Peran ibu yang sangat besar tersebut akan menimbulkan kecemasan pada diri individu ketika ibu telah meninggal. Individu mengalami ketidakmampuan dalam meyelesaikan suatu masalah yang sedang dialaminya. Hal ini disebabkan karena individu selalu berbagi cerita kepada ibunya ketika sedang mendapatkan masalah, dan ibu menjadi orang penengah ketika sedang terjadi permasalahan di dalam keluarga. Responden harus lebih mandiri, terjadi penurunan dalam nilai akademis karena nilai kuliah menurun drastis dan responden kehilangan sosok ibu yang selalu memberi support dan nasehat. Ibu merupakan sosok yang memiliki peran sangat vital dalam proses pendidikan anak sejak dini, sebab ibulah sosok yang pertama berinteraksi dengan anak, sosok pertama yang memberikan rasa aman, dan sosok yang pertama yang dipercaya dan didengar omongannya (Hurlock,2002).
E. KESIMPULAN Hasil penelitian ini menyimpulkan bahwa kondisi individu pada saat ibu meninggal yaitu mengalami respon seperti shock, sedih, dunia hampa, rasa rindu, kehilangan dan kesepian. Gambaran dampak psikologis meninggal
yang terjadi pada anak ketika ibu telah
adalah adanya ketidakmampuan individu dalam menghadapi suatu
masalah yang sedang dihadapi, kekhawatiran jika sudah menikah, individu harus lebih mandiri baik dalam menjalani kehidupan maupun dalam pengambilan suatu keputusan, dan hilangnya sosok ibu yang selalu memberi support dan nasehat pada anak, serta penurunan nilai kuliah yang sangat drastis. Ketakutan dalam menghadapi masalah dipengaruhi karena individu selalu berbagi cerita kepada ibu jika sedang menghadapi suatu masalah, dan ibu menjadi penengah jika terjadi masalah dalam keluarga. Semenjak kematian ibu jika terjadi masalah dikeluarga masalah yang pada awalnya kecil tetapi bisa berdampak menjadi masalah yang panjang dan berlarutlarut.
F. SARAN 1. Bagi Responden Bagi responden agar tetap bersabar dan bertawakal kepada Allah dalam menghadapi cobaan yang diberikan Allah dan yakinlah bahwa kejadian tersebut pasti membawa hikmah yang positif. 2. Bagi peneliti selanjutnya
Bagi peneliti selanjutnya dalam pengambilan responden penelitian lebih beragam tidak hanya pada kasus kematian ibu tapi keluarga dekat lain. Adanya tambahan data dari orang terdekat responden untuk lebih menguatkan data yang diperoleh dari responden yang diteliti.
DAFTAR PUSTAKA
Alsa, A. 2004. Pendekatan Kualitatif dan Kuantitatif serta Kombinasinya dalam Penelitian Psikologi. Yogyakarta ; Pustaka Pelajar Astuti, Y.D. 2005. Kematian Akibat Bencana dan Pengaruhnya Pada Kondisi Psikologis Survivor : Tinjauan tentang Arti penting Death Education. Anima Indonesian Psychological Journal, 41-53. Atkinson, R. L., Atkinson, R. C., Hilgard E. R. 1999. Pengantar Psikologi. Jakarta: Erlangga. Cowles & Rodgers. 2006. palestin.blogspot.com)
Konsep
Duka
Cita.
Dalam
(http:/bondan-
Desmita. 2005. Psikologi Perkembangan. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya. Farihayati. 2006. Resilience Pada Individu Yang Telah Mengalami Duka Cita Kematian Ibu. Skripsi (Tidak Diterbitkan). Yogyakarta: Universitas Islam Indonesia. Gunarsa, Singgih D dan Yulia Singgih. 2004. Psikologi Praktis: Anak, Remaja dan Keluarga. Jakarta: Gunung Mulia. Hamidi, Dr. 2004. Metode Penelitian Kualitatif. Malang: Universitas Muhamadiyah Malang Press. Hartoko, V. 1998. Ketakutan Terhadap Kematian Personal, Kebermaknaan Hidup dan Religiusitas. Skripsi (Tidak Diterbitkan). Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada. Hidayat, K. 2006. Psikologi Kematian : Mengubah Ketakutan Menjadi Optimisme. Bandung : Penerbit Hikmah. Hurlock, E.B. 2002. Perkembangan Anak : Jilid 2. Jakarta : Penerbit Erlangga. Kaplan, Harold., Sadock, B. J., Grebb, J. A. 1997. Ilmu Pengetahuan Perilaku Psikiatri Klinis. Jakarta: Binarupa Aksara. Leming, M.R & Dickinson, G.E. 1998. The Grieving Process. Annual Edition : From Understanding Dying, Death and Breavement, 170-173.
Ma’ruf, F. 2007. (http://baitijannati.worldpres.com/18 April 2007) Moleong, L.J. 2006. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung : PT Remaja Rosdakarya. Poerwandari, K. 2005. Pendekatan Kualitatif Untuk Penelitian Perilaku Manusia. Jakarta : LPSP3 UI Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional. 2001. Kamus Besar Bahasa Indonesia : Edisi Ketiga. Jakarta ; Balai Pustaka. Santrock, J. W. 2002. Life Span Development : Perkembangan Masa Hidup, Edisi 5, Jilid II : Terjemahan. Jakarta : Penerbit Erlangga. Susanti, C., Wahyuningsih, S., Sukamto, M. E. 2003. Makna Hidup dan Ketakutan Akan Kematian Pada Penderita Penyakit Kanker Usia Dewasa Madya: Sebuah Studi Kasus. Anima, Indonesian Psychological Journal, 19, 54-85.
Identitas Penulis Nama
: Puji Astuti
Alamat
: Jl. Suprapto No: 88 Cilacap
No. HP
: 081802840515