MEMINIMALISASI BULLYING DI SEKOLAH Nandiyah Abdullah*
Abstrak : Bullying di sekolah tidak hanya terjadi ketika masa orientasi sekolah, tetapi sepanjang tahun dengan berbagai modus, intensitas dan pelaku. Menghilangkan perilaku bullying di sekolah bukan perkara mudah. Faktor penyebabnya sangat kompleks. Dapat disebabkan karena faktor yang bersifat individual, kultural dan struktural. Bullying perlu diminimalisasi karena bullying tidak boleh ada dalam dunia pendidikan. Konsep sekola tanpa bullying perlu dikomunikasikan seawal mungkin saat siswa diterima sebagai siswa baru.
PENDAHULUAN Kita sering mendengar banyak kasus bullying di sekolah. Bullying dilakukan dalam konteks pertemanan informal, tetapi juga tidak jarang menggunakan wahana masa orientasi siswa, seperti yang terjadi di SMA Don Bosco (Kompas,28 Juli 2012). Bullying adalah persoalan penting yang perlu ditangani secara serius. Di sekolah bullying masih terus terjadi dan tak kunjung berhenti, bahkan cenderung diwariskan kepada siswa baru, sering muncul dalam berbagai bentuk. Kegiatan inisiasi seperti MOS (Masa Orientasi Studi), perubahan pengurus OSIS, latihan dasar kepemimpinan, ritual yang sering dilakukan oleh senior sekolah merupakan bentuk bullying yang tidak disadari. Kegiatan yang seharusnya mengenalkan program sekolah malah melenceng menjadi ajang untuk mempermalukan siswa baru dengan kegiatan yang merendahkan dan mengintimidasi. Fakta menunjukkan bullying
menjadi tempat untuk mencari kawan berubah menjadi tempat mencari lawan. Sebenarnya bullying merupakan masalah klasik, berkesinambungan dan kompleks. Bullying terjadi di hampir semua area kehidupan, keluarga, sekolah, masyarakat, dunia kerja, olah raga. Bullying di sekolah merupakan masalah global dan merupakan masalah sosial yang berakibat serius karena berdampak negatif pada kehidupan dan karier anak sekolah (Smith, 2000). Bullying tidak hanya memberi dampak negatif pada korban tetapi juga pada pelaku. Semua orang bisa menjadi korban atau malah menjadi pelaku bullying. Untuk mengatasinya diperlukan kebijakan yang bersifat menyeluruh di sekolah. Sebuah kebijakan yang melibatkan komponen dari guru sampai siswa dari kepala sekolah sampai orang tua siswa.
berdampak secara fisik seperti kehilangan selera
Kebijakan hanya akan berlangsung baik bila
makan, pusing. Dampak psikis dan sosial seperti
ada langkah nyata dari sekolah untuk menyadarkan
pencemas, menarik diri dari pergaulan. Sekolah yang seharusnya menjadi tempat
dari seluruh komponen sekolah betapa bullying sangat mengganggu proses belajar mengajar.
menyenangkan berubah menjadi tempat mengerikan, bahkan mengancam nyawa. Sekolah yang seharusnya * Psikologi Fakultas Psikologi UNWIDHA Klaten
50
Magistra No. 83 Th. XXV Maret 2013 ISSN 0215-9511
Meminimalisasi Bullying di Sekolah
3.
TANDA-TANDA BULLYING
Ancaman agresi lebih lanjut
Bullying merupakan aktivitas sadar, disengaja
Baik pihak pem-bully maupun pihak yang
dan keji yang bermaksud melukai, menanamkan
di-bully mengetahui bahwa bullying dapat dan
ketakutan melalui ancaman agresi lebih lanjut dan
kemungkinan akan terjadi kembali. Bullying
menciptakan teror. Apakah bullying itu diciptakan
bukan peristiwa yang hanya terjadi sekali saja.
lebih dulu atau terjadi tiba-tiba, nyata atau
4.
Teror
tersembunyi, dihadapan kita atau dibelakang punggung kita, mudah diidentifikasi atau terselubung dibalik pertemanan yang tampak, dilakukan oleh anak atau sekelompok anak. Bullying sesungguhnya selalu melibatkan unsur berikut: 1.
Ketidak seimbangan kekuatan. Pem-bully dapat saja orang yang lebih tua,
Bullying adalah kekerasan sistematik yang digunakan untuk mengintimidasi dan memelihara dominasi. Teror yang menusuk tepat di jantung korban bukan hanya merupakan sebuah cara untuk mencapai tujuan penindasan, teror itulah yang menjadi tujuan penindasan. Sekali sebuah teror diciptakan sang penindas dapat bertindak tanpa merasa takut akan adanya serangan balasan.
lebih besar, atau lebih kuat, lebih mahir secara verbal, lebih tinggi dalam status sosial. Berasal dari ras yang berbeda atau tidak berjenis kelamin sama. Sejumlah besar anak yang berkumpul bersama-sama
untuk
menindas
dapat
menciptakan ketidak seimbangan. Bullying bukan persaingan antara keluarga dan bukan pula perkelahian yang melibatkan dua pihak yang
Niat untuk mencederai Bullying
Ada berbagai jenis bullying yaitu bullying verbal, fisik dan relasional. Masing-masing dapat menimbulkan bencana sendiri-sendiri. Namun ketiganya kerap membentuk kombinasi untuk menciptakan serangan yang lebih kuat. Anak perempuan dan anak laki-laki sama-sama
setara. 2.
BENTUK-BENTUK BULLYING
menggunakan penindasan verbal. Anak laki-laki cenderung menggunakan penindasan fisik, lebih
menyebabkan kepedihan
sering dari pada anak perempuan. Sementara anak
emosional dan atau luka fisik, memerlukan
perempuan menggunakan penindasan relasional lebih
tindakan untuk melukai dan menimbulkan rasa
banyak dari pada anak laki-laki. Perbedaan ini lebih
senang dihati sang penindas saat menyaksikan
berkaitan dengan sosialisasi laki-laki dan perempuan
luka tersebut. Tidak ada kecelakaan atau
dalam budaya kita daripada dengan keberanian fisik
kekeliruan, tidak ada keseleo lidah atau godaan
dan ukuran. Anak laki-laki cenderung untuk bermain
yang main-main, tidak ada kaki yang salah
berkelompok dalam jumlah besar dengan kelompok-
tempat, tidak ada ketaksengajaan dalam
kelompok yang didefinisikan secara lepas, disatukan
pengucilan, tidak ada “aduh maaf, aku tidak
oleh minat bersama. Mereka menetapkan suatu
bermaksud begitu”.
tatanan tentang siapa menguasai siapa yang ditetapkan
Magistra No. 83 Th. XXV Maret 2013 ISSN 0215-9511
51
Meminimalisasi Bullying di Sekolah
Kendati bentuk bullying berbeda tetapi mereka
dengan jelas dan benar-benar dihargai. Ada perebutan posisi yang dominan. Keberanian fisik lebih dihormati
memiliki sifat yang sama, yaitu :
di atas kecakapan intelektual.
1.
Suka mendominasi orang lain.
2.
Suka memanfaatkan orang lain untuk
Bullying verbal adalah bentuk yang paling umum digunakan, baik oleh siswa laki-laki maupun perempuan. Bullying ini mudah dilakukan dan dapat dibisikkan dihadapan orang dewasa serta teman sebaya, tanpa terdeteksi. Dapat diteriakkan ditempat
mendapatkan apa yang mereka inginkan. 3.
Sulit melihat situasi dari titik pandang orang lain.
4.
Hanya peduli pada keinginan dan kesenangan mereka sendiri, bukan pada kebutuhan, hak-hak,
umum, terdengar oleh orang banyak dan biasanya
dan perasaan-perasaan orang lain.
diabaikan karena dianggap sebagai dialog tidak simpatik antar teman sebaya. Cepat dan tidak
5.
orangtua atau orang dewasa lainnya tidak ada di
menyakitkan pelaku tapi dapat sangat melukai korban.
sekitar kita.
Jika bullying verbal dapat diterima korban maka hal tersebut dapat dianggap hal yang wajar. Bullying
6.
Memandang saudara-saudara atau rakan-rekan yang lebih lemah sebagai mangsa.
verbal dapat berupa julukan nama, celaan, fitnah, penghinaan, pelecehan, tuduhan yang tidak benar,
Cenderung melukai anak-anak lain ketika
7.
Menggunakan kesalahan, kritikan dan tuduhan yang
gosip. 8.
pertama menuju kekerasan yang lebih kejam.
memproyeksikan
Tidak mau bertanggung jawab atas tindakan mereka.
mudah dilakukan, bisa menjadi pintu masuk menuju bentuk bullying lainnya serta menjadi langkah
untuk
ketidakcakapan mereka kepada targetnya.
Dari berbagi bentuk bullying tadi maka bullying verbal adalah salah satu jenis bullying yang
keliru
9.
Tidak memiliki pandangan terhadap masa depan.
10. Haus perhatian.
Bullying fisik merupakan jenis yang paling tampak dan dapat diidentifikasi. Bisa dalam bentuk memukul, mencekik, menendang, merusak. Semakin besar siswa semakin kuat dan berbahaya. Bullying relasional sulit diketahui dari luar. Biasanya dalam bentuk pengabaian, pengecualian, penghindarann, penyingkiran. Bullying ini dapat digunakan untuk mengasingkan atau menolak teman serta secara sengaja untuk merusak persahabatan.
Bullying dapat mengubah sesuatu yang awalnya menyenangkan menjadi tidak menyenangkan bahkan mimpi buruk bagi anak-anak. Bullying dapat berdampak fisik, emosional,dan akademik secara serius terhadap korban. Bullying menumbuhkan lingkungan pendidikan yang tidak sehat dan tidak nyaman, apalagi jika terus dibiarkan dan tidak ditanggulangi oleh otoritas sekolah. Sementara pelaku sering tidak menyadari kesalahan dan dampak perilakunya. Mereka menganggap tindakan tersebut sekedar untuk senang-senang, lucu-lucuan dan merasa hebat dihadapan siswa lain jika melakukannya. Tindakan ini dapat membekas bagi emosi anak bahkan bisa mengancam nyawa.
52
Magistra No. 83 Th. XXV Maret 2013 ISSN 0215-9511
Meminimalisasi Bullying di Sekolah
Bagaimana meminimalisasi Bullying di sekolah? Bullying adalah kekerasan fisik dan psikologis yang berjangka panjang, dilakukan seseorang atau
Untuk itu ada beberapa strategi bagaimana menghindari bullying: 1.
dengan orang tersebut.
kelompok terhadap seseorang yang tidak mampu mempertahankan diri dalam situasi dimana ada hasrat
Hindari tindakan bullying dan tak berteman
2.
Tidak mudah terpancing emosi karena memang
untuk melukai atau menakuti orang serta membuat
hal tersebut yang diinginkan oleh pelaku. Untuk
orang lain tertekan.
meredakan amarah dengan menarik nafas dalamdalam, menghitung sampai sepuluh, menulis
Sejumlah pakar mengkategorikan kekerasan
kemarahan dalam tulisan atau pergi menjauh.
fisik sebagai bullying. Namun kebanyakan tidak memasukkan kekerasan sebagai bentuk bullying.
3.
bullying.
Bullying lebih merupakan tahapan yang terjadi sebelum kekerasan fisik atau step awal dari kekerasan.
Bersikap berani lalu menjauh dan acuhkan pelaku
4.
Adukan kepada guru, kepala sekolah, orangtua,
Jadi bullying merupakan perilaku yang dirasakan baik
atau siapapun yang dapat menghentikan tindakan
secara verbal maupun non verbal atau perilaku yang
tersebut.
dirasakan oleh korban sebagai sesuatu yang tidak
5.
menyenangkan.
Bicarakan dengan orang lain yang dipercayai dan bisa memberikan saran atau jalan keluar.
Meski berdampak hebat tidak mudah menghentikan perilaku bullying. Hal tersebut karena kadang korban merasa tidak sedang mendapat perlakuan bullying. Selain itu juga karena lingkungan
6.
Cobalah untuk tidak membawa barang-barang berharga ke sekolah atau tidak membawa uang jajan, sebagai penggantinya dengan membawa bekal.
menganggap bullying sebagai hal yang wajar. Dukungan orang-orang sekitar pelaku sangat penting
Menurut Sarlito (2007) jalan keluar yang
supaya hal tersebut tidak terjadi. Orang tua dan guru
sebaiknya ditempuh untuk mengatasi kekerasan dalam
juga harus tahu terhadap bullying. Korban juga harus
dunia pendidikan jika menggunakan teori Durkheim
berani melapor apabila mengalami bullying. Korban
adalah dengan cara mengembalikan semuanya pada
juga harus survive atas dirinya sendiri agar tidak terus
norma. Para penegak norma harus berfungsi
menerus menjadi korban. Semakin lemah semakin
semaksimal mungkin.
ditindas. Butuh konselor untuk memulihkan yang sudah parah.
Hampir semua siswa pernah melakukan hal-
Keterlambatan dalam menangani
hal yang buruk atau melanggar norma, melakukan
bullying yang telah sekian lama terjadi karena korban
sesuatu yang sangat tidak bisa diterima, seperti
enggan melaporkannya kepada pihak yang berwajib
merusak barang mengintimidasi atau melukai siswa
dan orang terdekatnyapun takut atau enggan
lain. Reaksi yang dilakukan guru adalah terkejut, malu
melakukan intervensi terhadap bullying tersebut,
kemudian menjadi marah dan cenderung ingin
kemungkinan besar mereka kelak akan menindas anak
menghukum siswa. Masa yang paling sulit adalah
mereka sendiri, gagal dalam hubungan antar pribadi,
bagaimana agar guru tetap dapat mendidik tanpa
kehilangan pekerjaan dan berakhir di penjara.
Magistra No. 83 Th. XXV Maret 2013 ISSN 0215-9511
53
Meminimalisasi Bullying di Sekolah
mempermalukan siswa ketika mereka sedang
3.
Menghentikan praktek kekerasan di sekolah,
mengejutkan dengan melakukan hal-hal yang tidak
dengan pola pendidikan yang ramah tamah,
dapat diterima. Menurut Linda Popov (1997) kunci
penerapan disiplin yang positif.
untuk menangani situasi ini adalah dengan
4.
Membangun kapasitas anak dalam melindungi
menggunakan kebajikan untuk tidak terkejut dan
diri dari perilaku bullying dan tidak menjadi
bukan berfokus pada bagaimana melibatkan nurani
pelaku.
siswa, rasa hormat, cinta kasih. Semua kebajikan Sekolah sebagai lembaga yang bertugas
sudah ada dalam diri siswa tetapi butuh bimbingan untuk membawanya ke permukaan. Bullying yang sudah terjadi bertahun-tahun menunjukkan minimnya kesadaran dan tanggung jawab sekolah terhadap pendidikan yang dikelolanya. Terkadang memang bullying terjadi selepas jam sekolah bahkan sore hari sehingga sudah berada diluar
mencerdaskan bangsa sudah seharusnya menjadi tempat yang aman, nyaman dan bermartabat bagi anak. Sehingga mereka dapat tumbuh dan berkembang secara optimal. Dengan demikian generasi yang unggul dan siap menjadi warga negara yang baik telah disiapkan. Ada beberapa alasan mengapa orang tidak
pagar sekolah. Selain faktor kepemimpinan pendidikan, karakter yang efektif akan terjadi ketika siswa dalam lembaga pendidikan merasa aman dan
peduli melakukan intervensi terhadap bullying, diantaranya :
nyaman bersekolah. Siswa tidak akan belajar dengan
1.
Korban memang layak untuk di bully.
baik jika selalu dihantui rasa was-was. Perasaan aman
2.
Bukan urusan saya untuk melakukan intervensi.
dan nyaman akan muncul bila setiap siswa merasa
3.
Sebaiknya orang lain saja yang melakukan.
4.
Kalau saya ikut campur tangan, bisa
dihargai, dimanusiakan dan danggap bernilai kehadirannya di sekolah. Kegiatan-kegiatan yang bisa dilakukan untuk
memperburuk situasi korban. 5.
mengurangi atau bahkan menghilangkan bullying di sekolah : 1.
Harus dibangun kesadaran dan pemahaman tentang bullying dan dampaknya kepada semua
teman akan menyerang saya. 6.
Saya tidak mungkin melakukan dengan sukses.
7.
Orang lain saja tidak ada yang peduli dan tidak melakukan tindakan apapun untuk mengatasi.
stakeholder sekolah, mulai dari guru, murid, kepala sekolah, orang tua. 2.
Dibangun sistem atau mekanisme untuk mencegah dan menangani kasus bullying di sekolah. Perlu diakomodir bagaimana seorang
Saya takut orang melakukan bullying dan teman-
8. 9.
Jika saya mengintervensi artinya saya konyol. Tidak tahu bagaimana melakukan intervensi dengan cara simpatik dan tidak agresif (Thompson, 2002).
anak yang menjadi korban bullying bisa melaporkan kejadian yang menimpa tanpa rasa takut dan malu.
54
Magistra No. 83 Th. XXV Maret 2013 ISSN 0215-9511
Meminimalisasi Bullying di Sekolah
Bullying pada kasus siswa bukan sekedar
bantuan medis, seperti bullying fisik. Sementara
tanggung jawab sekolah karena peristiwa itu bisa juga
bullying verbal, sosial dan relasional masih belum
terjadi di luar sekolah yaitu saat mereka pulang
ditanggapi dengan baik. Hal ini karena kurang
sekolah. Kontribusi semua pihak, orang tua, guru
pahamnya akan dampak buruk dari bullying terhadap
maupun masyarakat sangat berarti.
perkembangan dan prestasi anak di sekolah dan tidak
Di sekolah tentu tidak mudah menghilangkan
adanya atau belum dikembangkannya mekanisme anti
bullying tetapi dapat diminimalisasikan mengingat
bullying di sekolah. Konsep sekolah tanpa bullying
adanya faktor pubertas pada siswa. Pada masa tersebut
perlu dikomunikasikan seawal mungkin saat siswa
anak tengah memasuki masa peralihan dari anak ke
diterima di sekolah dan orangtua juga memperoleh
dewasa dan pada tahap tersebut rata-rata anak ingin
informasi mengenai hal tersebut. Dengan demikian
diakui (masa pencarian identitas diri), terbentuknya
siswa sejak awal sudah memahami nilai-nilai yang
peer, perubahan sosial, serta emosi. Aksi bullying
diberlakukan di sekolah dan orangtua juga ikut
dilakukan bisa karena merasa keren jika dia merasa
membantu. Disamping itu seluruh jajaran sekolah
memiliki power. Disisi lain guru adalah pelaksana
juga harus memperoleh pemahaman dan ketrampilan
semua kebijakan sekolah yang langsung berhubungan
memadai untuk menangani persoalan. Siswa juga
dengan siswa. Semua guru dapat menyediakan diri
perlu diberikan pemahaman tentang bullying dan
sebagai konselor yang melaksanakan bimbingan,
dampaknya. Sehingga sekolah menjadi tempat aman
artinya tidak hanya diserahkan kepada guru
dan nyaman bagi siswa.
bimbingan konseling saja. Tetapi semua staf yang ada di sekolah turut peduli untuk menyelesaikan.
PENUTUP
DAFTAR PUSTAKA Agustin Dwi Putri, 2010, Bullying masih jadi momok, kompas,23 Desember 2011, Jakarta.
Maraknya aksi bullying di sekolah baik dilakukan siswa, alumni, guru merupakan lagu lama. Masalahnya kasus ini jarang menguak ke permukaan karena guru, orang tua bahkan siswa belum memiliki kesadaran kapan terjadinya bullying dan kalaupun
Coloroso,B. 2007. Stop Bullying. Serambi ilmu semesta, Jakarta. Dwi As Setyaningsih,2011, Bullying di lingkungan pendidikan, kompas,Jakarta.
disadari jarang mau membicarakan. Bullying memang istilah yang belum cukup dikenal oleh masyarakat luas di Indonesia meski pelakunya eksis dalam kehidupan masyarakat bahkan dalam institusi pendidikan. Umumnya orang tua, guru maupun masyarakat menganggap fenomena bullying di sekolah adalah hal biasa dan baru merespon jika telah membuat korban terluka hingga membutuhkan
Magistra No. 83 Th. XXV Maret 2013 ISSN 0215-9511
Gultom, 2010, Bullying di sekolah bibit premanisme, Pos Kita, Jakarta. Kristi Purwandari,2012, Kekerasan di sekolah, Kompas,12 Agustus,2012, Jakarta. Sarlito, 2007, Remaja menyalahi norma, Ilmu semesta, Jakarta.
55