PENGARUH PAJANAN KEBISINGAN DARI PERLINTASAN KERETA API TERHADAP PERUBAHAN TEKANAN DARAH PADA MASYARAKAT YANG TINGGAL DI LINGKUNGAN SEKITAR STASIUN KERETA API LEMAHABANG, DESA SIMPANGAN, KEC. CIKARANG UTARA, KAB. BEKASI TAHUN 2014 EFFECT OF EXPOSURE TO NOISE FROM RAILWAY AGAINST BLOOD PRESSURE CHANGES IN COMMUNITY LIVING IN THE ENVIRONMENT AROUND LEMAHABANG RAILWAY STATION, KP. KAUM TENGAH, KEC. CIKARANG UTARA, KAB. BEKASI 2014 Agung Harri Munandar, Prof. dr Haryoto Kusnoputranto, Dr.PH Program Sarjana Kesehatan Masyarakat, Jurusan Kesehatan Lingkungan, Universitas Indonesia, Depok, Jawa Barat. Abstrak Kebisingan merupakan salah satu faktor yang cukup penting dalam hubungannya dengan kesehatan masyarakat. Kebisingan dapat menyebabkan gangguan kesehatan pada fisiologis, psikologis, patologis organis dan komunikasi. Penduduk yang tinggal di sekitar perlintasan rel kereta api memiliki resiko tinggi terpapar akibat kebisingan dari kereta api. Penelitian ini dilakukan untuk melihat pengaruh pajanan kebisingan dari perlintasan kereta api terhadap perubahan tekanan darah pada masyarakat yang yang tinggal di lingkungan sekitar Stasiun Kereta. Api Lemahabang, Desa Simpangan, Kecamatan Cikarang Utara, Kabupaten Bekasi. Jenis penelitian ini adalah deskriptif analitik dengan pendekatan cross sectional. Jumlah sampel 36 orang, pengumpulan data dilakukan dengan wawancara responden, pengukuran berat badan dan tinggi badan, dan pemeriksaan tekanan darah sebelum dan ketika kereta api melintas dan pengukuran intensitas kebisingan di sekitar stasiun kereta api. Analisis data dilakukan secara univariat, bivariat dengan uji Chi Square dan multivariat dengan uji regresi logistic ganda. Kondisi kebisingan rata-rata di area < 10 meter dari rel kereta api adalah 94,8 dan > 10 meter adalah 80,05 dBA. Hasil penelitian ini menujukkan ada pengaruh yang signifikan antara kebisingan dengan perubahan tekanan darah sistolik nilai p value 0,001 dan diastolik nilai p value 0,029. Dari hasil penelitian disarankan agar PT. Kereta Api Indonesia (Persero) dapat memanfaatkan lahan kosong di sepanjang rel kereta api untuk dilakukan penanaman vegetasi yang dapat mereduksi intensitas kebisingan dan dilakukan program penyuluhan akibat kebisingan bagi kesehatan masyarakat yang tinggal di pinggiran rel kereta api Kata kunci: kebisingan, tekanan darah Abstract Noise is one factor that is important in relation to public health. Noise can cause health problems in the physiological, psychological, pathological organic and communication. Residents who live near railroad crossings are at high risk of exposure due to the noise from the train. This study was conducted to see the effect of noise exposure from railroad crossings to changes in blood pressure in people who are living in the neighborhood Lemahabang Railway Station, Kp. Kaum Tengah, Kec. Cikarang Utara, Kab. Bekasi . This research is a descriptive analytic cross-sectional approach. Number of samples 36 people, collecting data by interviewing respondents, measurement of weight and height, and blood pressure before and when the train passed and measurement noise intensity around the railway station. Data analysis was performed using univariate, bivariate with chi-square and multivariate test with multiple logistic regression. Average noise conditions in the area <10 meters from the train tracks is 94.8 dBA and> 10 meters is 80.05 dBA. The results of this study showed no significant influence of noise with changes in systolic blood pressure P value of 0.001 and P value 0.029 diastolic. From the results of the study suggested that PT. Kereta Api Indonesia (Persero) can utilize the vacant land along the railroad tracks to planting vegetation to reduce the intensity of noise and noise-induced conducted outreach programs for the health of people living in the outskirts of the railroad Keyword: noise, blood pressure
Pengaruh pajanan kebisingan dari ..., Agung Harri Munandar, FKM UI, 2014
PENDAHULUAN Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi serta peningkatan pendapat masyarakat berkontribusi besar terhadap struktur populasi. Populasi manusia di dunia terus bertumbuh. Laju dan bahkan arah perubahan populasi manusia sangat berbeda-beda di penjuru dunia, dengan laju pertumbuhan populasi tertinggi (4% per tahun bahkan lebih) di beberapa Negara dunia ketiga, tingkat pertumbuhan lambat (1% per tahun atau kurang) di beberapa Negara dunia pertama seperti italia dan jepang, serta laju pertumbuhan negative di Negara-negara yang menghadapi krisis masyarakat, misalnya rusia dan Negara-negara afrika yang terpengaruh AIDS (Diamond, 2014). Penurunan angka kematian akibat sakit dan fertilitas meningkatkan jumlah penduduk dan usia lanjut. Sejalan dengan perubahan tersebut terjadi pergeseran pola penyakit infeksi dan malnutrisi ke penyakit non infeksi. (Setiawan, 2006) Pada tahun 1990, kematian penyakit tidak menular, di negara berkembang merupakan 68% dari seluruh kematian di dunia, sedangkan kematian penyakit kardiovaskuler sebesar 63% dari seluruh kematian di dunia. Pada tahun 2020 diperkirakan penyakit tidak menular menjadi 73% penyebab kematian dan 60% beban penyakit dunia. (reddy, K.S. & Yusuf, S.,2000 dalam Setiawan, 2006). Faktor risiko utama penyakit kardiovaskuler adalah hypertensi dan diabetes (Vintro, I.B.,2003 dalam Setiawan, 2006). Sebagai factor risiko utama penyakit kardiovaskuler yang penting, hipertensi meningkatkan risiko penyakit jantung koroner 5 kali dan stroke 10 kali. (Kodim, N., 2005 dalam Setiawan, 2006) Tekanan darah tinggi atau hipertensi ditandai dengan meningkatnya tekanan darah secara tidak wajar dan terus menerus karena rusaknya salah satu atau beberapa factor yang berperan mempertahankan tekanan darah tetap normal (Ritu Jain, 2011 dalam Kenia & Taviyanda, 2013). Terjadinya perubahan tekanan darah salah satunya dapat diakibatkan oleh kebisingan (Harrington & F, 2005). Kebisingan adalah bunyi yang tidak diinginkan dari usaha atau kegiatan dalam tingkat dan waktu tertentu yang dapat menimbulkan gangguan kesehatan masyarakat dan kenyamanan lingkungan. (KepMenLH no 48, 1996). Kebisingan dapat mengganggu
lingkungan dan merambatnya melalui udara, maka kebisingan dapat dimasukan sebagai pencemaran udara walaupun susunan udara tidak mengalami perubahan. (Wardhana, 2004) Transportasi, industri, kegiatan perkotaan dan komersial adalah sumber utama kebisingan, ditambah dengan kontribusi oleh peralatan rumah tangga dan peralatan lainnya (Salvato, 1992). Dalam percobaan yang dilakukan oleh Ortiz dkk tahun 1974 terhadap 18 pekerja mesin jet yang telah bekerja sekurangkurangnya 3 tahun, dipapar dengan kebisingan turbin mesin jet (105 . 115 dB) selama 3 jam. Di sini tidak dinyatakan apakah responden diberi alat pelindung telinga atau tidak. Kemudian dilakukan analisis terhadap darah, urine dan pengukuran tekanan darah baik sebelum, disaat maupun sesudah terjadi kebisingan. Ternyata hasil yang diperoleh dari 18 responden menunjukkan kenaikan tekanan darah pada 13 responden (72 %) (Kryter, 1985 dalam Rusli, 2008). Salah satu jenis transportasi darat yang cukup diminati oleh masyarakat adalah kereta api. Di mana kita ketahui bahwa sebagian kebutuhan mobilisasi penduduk di daerah Ibukota Jakarta dipenuhi oleh jasa kereta api ini. Dari tahun ke tahun kereta api indonesia terus berkembang dan berbenah diri dalam melayani penumpang, pada tahun 2012 PT Kereta Api Indonesia mempunyai kereta api dengan jumlah 1647 buah untuk melayani 202.881.026 orang penumpang pada tahun 2012 di seluruh indonesia. (KAI, 2012) Saat ini ada sekitar 86 kereta api yang melintasi jalur utara kereta api setiap harinya (Wiryawan, 2014). Dalam satu kali melintas setiap kereta api membutuhkan 5-10 menit, oleh karena itu penduduk di sekitar rel kereta api akan terpapar kebisingan dari perlintasan tersebut setiap harinya secara intermitten. Padahal keterpaparan terhadap kebisingan yang melebihi nilai ambang batas pada kurun waktu yang cukup lama akan berakibat pada gangguan pendengaran ringan dan jika terjadi terus menerus akan menyebabkan ketulian permanen. Selain itu kebisingan juga diduga menimbulkan gangguan emosional yang memicu meningkatnya tekanan darah. Energi kebisingan yang tinggi mampu juga menimbulkan efek viseral, seperti perubahan frekuensi jantung, perubahan tekanan darah dan tingkat pengeluaran keringat, dapat juga terjadi efek
Pengaruh pajanan kebisingan dari ..., Agung Harri Munandar, FKM UI, 2014
psikososial dan psikomotor ringan jika seseorang berada di lingkungan yang bising (Harrington dan Gill, 2005). Berdasarkan uraian tersebut maka penulis tertarik untuk menganalisis keterkaitan antara kebisingan yang berasal dari kereta api terhadap peningkatan tekanan darah pada masyarakat yang tinggal di daerah pinggiran rel kereta api. Penelitian ini akan mengkaji tentang pengaruh kebisingan kereta api terhadap tekanan darah pada masyarakat yang tinggal di pinggiran rel kereta api di sekitar stasiun kereta api Lemahabang, kp. Kaum tengah, Desa Simpangan, Kec Cikarang Utara, Kab. Bekasi. METODE Disain studi penelitian ini adalah deskriptif analitik dengan pendekatan cross sectional, di mana seluruh variabel dalam penelitian ini diukur satu kali pada saat yang sama dengan tujuan untuk menganalisis pengaruh dari kebisingan yang ditimbulkan oleh kereta api terhadap perubahan tekanan darah. Lokasi penelitian adalah daerah pemukiman penduduk yang berada di sekitar perlintasan rel stasiun kereta api lemahabang, Kampung Kaum Tengah, Desa Simpangan, Kecamatan Cikarang Utara Kab. Bekasi. Waktu penelitian dimulai dari bulan Mei sampai dengan Juni tahun 2014. Populasi penelitian adalah seluruh penduduk yang berada di sekitar perlintasan rel stasiun kereta api lemahabang, kecamatan Cikarang Utara Kab. Bekasi tahun 2014 sebanyak 321 jiwa. Sampel adalah masyarakat dengan kriteria inklusi sebagai berikut: 1. Usia 20 s/d 55 tahun, 2. Tidak mengalami obesitas, 3. Tinggal menetap di lokasi penelitian, minimal 1 tahun Obesitas diperoleh dari penghitungan Body Mass Index (BMI) menggunakan kalkulkator BMI di website : www.medkes.com. Dengan kriteria sampel di atas besar sampel diambil menggunakan rumus sebagai berikut: (Sastroasmoro & Ismael, 2002) n = (Zα √ P0 Q0 + √ PaQa )2 (Pa - P0)2 Dari hasil penghitungan besar sampel di atas diperoleh sampel minimal 36 orang dengan metode pengambilan sampel yang dilakukan adalah random sampling Pengumpulan data primer yaitu mengenai karakteristik responden meliputi variabel: berat badan, tinggi badan, pendidikan,
pekerjaan dan jenis kelamin. Variable lainnya meliputi kebiasaan merokok, konsumsi alkohol, minum kopi, tingkat kebisingan dan perubahan tekanan darah diperoleh melalui pengukuran langsung di lokasi penelitian. Sampel yang diambil adalah penduduk yang tinggal pada jarak dari rel Jarak ≤ 10 meter dan Jarak > 10 meter Pengumpulan data sekunder meliputi data penduduk diperoleh melalui pencatatan dokumen dari Kantor Kepala Desa Simpangan dibantu oleh ketua RT setempat dan data mengenai jadwal keberangkatan dan kedatangan kereta api dan data pendukung lainnya diperoleh dari Kantor stasiun Kereta Api Lemahabang dan dari website resmi PT. Kereta Api (Persero) 2014. Pemeriksaan tekanan darah diukur menggunakan tensimeter digital merk onemed OM2, Pengukuran tingkat kebisingan di sekitar rel kereta api dilakukan menggunakan sound level meter merk Larson Davis, Pendataan mengenai karakteristik responden (jenis kelamin, pekerjaan, pendidikan) dan kebiasaan responden (merokok, konsumsi alkohol dan minum kopi) dikumpulkan menggunakan kuesioner, Pengukuran tinggi dan berat badan menggunakan timbangan dengan kapasitas 130 kg dan alat pengukur tinggi badan Kebisingan diukur sesuai dengan (KepMenLH No 48, 1996) dengan metode cara langsung yakni dengan menggunakan sebuah integrating sound level meter yang mempunyai fasilitas pengukuran LTM5, yaitu Leq dengan waktu ukur setiap 5 detik. Pengukuran dilaksanakan oleh petugas dari instalasi laboratorium kesehatan lingkungan Bapelkes Cikarang. Titik pengukuran dilakukan pada 2 titik yakni pada jarak ≤ 10 meter dari rel kereta api, yakni pada jarak 5 meter dari rel dan 10 meter dari rel. Sedangkan 2 titik pengukuran pada jarak > 10 meter yaitu 15 meter dari rel dan 20 meter dari rel, Pengukuran dilakukan dengan cara pengambilan data saat kereta api melintasi titik pengukuran yang telah ditentukan,. Data Leq, Max, dan Min akan didapat dari hasil pembacaan alat Sound Level Meter secara langsung dengan melihat display/layar LCD sound level meter. Waktu pengukuran disesuaikan dengan jadwal keberangkatan dan kedatangan kereta api. Pengukuran Tekanan Darah dilakukan oleh tenaga medis, menggunakan alat tensimeter digital. Pengukuran tekanan darah pertama
Pengaruh pajanan kebisingan dari ..., Agung Harri Munandar, FKM UI, 2014
dilakukan sebelum kereta api melintas dan pengukuran kedua dilakukan pada saat kereta api melintasi pemukiman masyarakat, pengukuran dilakukan pada responden dalam keadaan duduk dan rileks di tangan kanan bagian atas sesuai prosedur. Perubahan tekanan darah, jika terjadi penambahan atau pengurangan tekanan darah ± 10 mmHg (Soeripto, 1994 dalam Rusli, 2008). Penentuan obesitas responden yaitu dengan mengukur tinggi badan menggunakan alat ukur tinggi badan, metode pengukuran dilakukan dalam keadaan berdiri tegak tanpa menggunakan alas kaki. Selanjutnya diukur berat badan dengan menggunakan timbangan badan kapasitas 130 kg dengan cara berdiri di atas timbangan tanpa ada beban,. Selanjutnya menetapkan BMI dengan dengan memasukan data tinggi dan berat badan tersebut pada kalkulator BMI di website: www.medkes.com. Data yang diperoleh diolah melalui proses editing dan coding dengan bantuan komputer menggunakan program SPSS sebagai berikut: 1.Analisis Univariat Analisis ini dilakukan secara deskriptif dengan distribusi frekuensi terhadap variabelvariabel yang meliputi: kebisingan, tekanan darah, kebiasaan merokok, kebiasaan mengkonsumsi minuman alkohol, minum kopi, serta tekanan darah untuk melihat gambaran karakteristik responden. 2.Analisis Bivariat Analisis ini dilakukan untuk melihat pengaruh antara variabel bebas dengan terikat digunakan uji Chi Square pada tingkat kepercayaan 95 % (α= 0,05). 3.Analisis Multivariat Analisis multivariat dilakukan dengan menghubungkan beberapa variabel bebas dengan satu variabel terikat pada waktu yang bersamaan (Hastono, 2007). Analisis yang digunakan yaitu regresi logistic ganda, karena jenis data variabel bebas dan variabel terikat pada penelitian ini adalah kategorik. Dan dalam penelitian ini analisis multivariat dilakukan untuk melihat variabel bebas secara bersama-sama terhadap variabel terikat yakni untuk mengetahui Pengaruh Tingkat
Kebisingan, , Kebiasaan Merokok, Mengkonsumsi Alkohol dan Kopi terhadap Perubahan Tekanan Darah Sistolik Maupun Diastolik digunakan uji regresi logistik ganda pada tingkat kepercayaan 95% . HASIL Gambaran umum lokasi penelitian Lingkungan Stasiun kereta api Lemahabang berada di Kp. Kaum Tengah Desa Simpangan, Kecamatan Cikarang Utara, Kab. Bekasi. yang mempunyai 321 penduduk. Seluruh masyarakat lingkungan tersebut mayoritas menganut agama Islam dengan beragam mata pencaharian, terdiri dari karyawan pabrik, buruh pegawai negeri sipil dan pedagang. Masyarakat Kp. Kaum Tengah Desa Simpangan tinggal dan menetap di sepanjang pinggiran rel Kereta Api yang menuju arah barat (Jakarta) dari arah timur (Purwakarta). Selain berdekatan dengan stasiun disebelah juga berdekatan dengan kantor Balai Pelatihan Kesehatan Cikarang Kementerian Kesehatan RI yang merupakan instansi diklat dengan unggulan kesehatan lingkungan di bawah Badan PPSDMKes Kementerian Kesehatan RI. Saat ini lingkungan sekitar stasiun kereta api lemahabang sudah ditertibkan, rumah dan ruko liar yang dulunya berada di lingkungan stasiun kereta api pada tahun 2013 sudah dibersihkan dan dibangun pagar beton sebagai pembatas dengan ketinggian kurang lebih sekitar 2-3 meter dan panjang sekitar 1.000 meter. Akan tetapi banyak pagar beton tersebut banyak yang di dipotong/dibolongin bagian atasnya kurang lebih setengah dari ketinggian beton oleh masyarakat karena dirasakan menganggu pandangan dari halaman rumah. Sedangkan jarak rumah masyarakat dengan rel kereta api berkisar antara 5 - 20 meter. Perlintasan stasiun kereta api lemahabang cukup padat dilalui kereta api dipadukan dengan kepadatan lalu lintas kendaraan di perlintasan sehingga mengakibatkan kemacetan parah pada pagi dan sore hari berbarengan dengan jadwal keluar masuknya karyawan dan sekolah.
Pengaruh pajanan kebisingan dari ..., Agung Harri Munandar, FKM UI, 2014
Tabel 1. Distribusi Responden Menurut Karakteristik Responden Karakteristik Jumlah Persentase Umur 21-27 28-34 35-43 44-55 Total Jenis Kelamin Laki-laki Perempuan Total Jarak Rumah dengan Rel Kereta Api
11 8 8 9 36
30,6 22,2 22,2 25 100
14 21 36
38,9 61,1 100
<10 meter >10 meter Total
16 20 36
44,4 55,6 100
Pada Tabel 1 dapat dilihat bahwa kelompok umur tertinggi sebanyak 11 orang (30,6%) responden berumur antara 21-27 tahun, pada kelompok umur antara 28-34 tahun sama dengan kelompok umur antara 35-43 tahun mempunyai jumlah sama yakni masing-masing 8orang (22,2%) dan pada kelompok usia 44-55 adalah sebanyak 9 orang (25%). Responden yang berjenis kelamin laki-laki sebanyak 23 orang (63,9%) dan perempuan sebanyak 13 Tabel 2. Tingkat Kebisingan
Titik Pengukuran Jarak < 10 meter Jarak > 10 meter
5m 10 m 15 m 20 m
Tabel 2 menunjukkan bahwa semakin jauh jarak antara tempat tinggal penduduk dengan rel kereta api maka akan semakin rendah kebisingan yang ditimbulkan. Dan dapat dilihat bahwa tingkat kebisingan pada jarak 10 meter (93,2 dB A) dengan rerata 94,8 (< 10 meter)
orang (36,1%). Ada 20 responden (55,6%) responden tinggal pada jarak < 10 meter dari rel kereta api dan yang tinggal pada jarak > 10 meter dari rel kereta api sebanyak 16 orang (44,4%). Berdasarkan tabel di atas ternyata mayoritas responden berumur 21 -27 tahun (30,6%), jenis kelamin perempuan sebanyak (61,1%) dan jarak rumah dengan rel pada jarak > 10 meter (55,6%).
Tingkat Kebisingan Leq (dBA) Ketika kereta lewat 96,4 93,2 82,6 77,5
Rata-rata 94,8 80,05
tingkat kebisingan yang ditimbulkan masih melebihi nilai ambang batas kebisingan yaitu 85 dB A ((Permenakertrans, 2011) dan jauh diatas baku mutu yang ditetapkan untuk pemukiman yakni 55 dB A (KepMenLH, 1996).
Pengaruh pajanan kebisingan dari ..., Agung Harri Munandar, FKM UI, 2014
Tabel 3. Distribusi Frekuensi Menurut Kebiasaan Merokok, Mengkonsumsi Alkohol, dan Minum Kopi Variabel Jumlah Persentase Kebiasaan merokok Tidak Perokok 22 61,1 Perokok 14 38,9 Total 36 100 Kebiasaan mengkonsumsi alcohol Tidak mengkonsumsi alcohol 36 100 Mengkonsumsi alcohol Total 36 100 Kebiasaan minum kopi Tidak minum kopi 17 47,2 Minum kopi 19 52,8 Total 36 100 Pada Tabel 3 menunjukkan bahwa kebiasaan responden dalam merokok ada 14 orang (38,9%), minum kopi sebanyak 19
orang (52,8%) dan tidak ada responden yang mempunyai kebiasaan mengkonsumsi alkohol.
Tabel 4. Distribusi Frekuensi Menurut Perubahan Tekanan Darah Sistolik dan Diastolik Variabel Frekuensi Persentase Perubahan Tekanan Darah Sistolik Tidak berubah 21 58,3 Berubah 15 41,7 Total 36 100 Perubahan Tekanan Darah Diastolik Tidak berubah 28 77,8 Berubah 8 22,2 Total 36 100 Dari tabel . diketahui responden yang mengalami perubahan tekanan darah sistolik sebanyak 15 orang (41,7%) sedangkan
responden yang mengalami perubahan tekanan darah diastolic sebanyak 8 orang (22,2%)
Tabel 5. Distribusi Responden Menurut Rata-rata Tekanan Darah Sistolik dan Diastolik Rata-rata Jumlah (orang) Variabel (mmHg)
Tekanan darah sistolik Tekanan sistolik sebelum KA lewat
122,8
36
Tekanan sistolik saat KA lewat
128,8
36
6,1
36
87,6
36
Selisih sistolik 1 dan 2 Tekanan Darah Diastolik Tekanan Diastolik sebelum KA lewat
Pengaruh pajanan kebisingan dari ..., Agung Harri Munandar, FKM UI, 2014
Tekanan Diastolik saat KA lewat
91,3
36
Selisih Diastol 1 dan 2
3,6
36
Dari tabel 5 dapat diketahui bahwa rata-rata tekanan darah sistolik sebelum kereta api lewat pada responden sebesar 122,8 mmHg dan 128,8 mmHg rata-rata tekanan darah sistolik saat kereta api lewat kemudian selisih tekanan darah sistolik sebelum dan saat kereta api lewat adalah 6,1 mmHg. Demikian halnya dengan
tekanan darah diastolik sebelum kereta api lewat pada responden sebesar 87,6 mmHg dan 91,3 mmHg rata-rata tekanan darah diastolik saat KA lewat juga selisih perubahan tekanan darah diastolik sebelum kereta api lewat dan saat kereta api lewat adalah 3,6 mmHg.
Tabel 6. Distribusi Responden Menurut Tingkat Kebisingan dan Perubahan Tekanan Darah Sistolik Tingkat Perubahan Tekanan Darah Total P kebisingan Sistolik Tidak Berubah Berubah n % n % n % Sesuai NAB 19 95 1 5 20 100 0,001 Tidak sesuai 4 25 12 75 16 100 NAB Total 23 63,9 13 36,1 36 100
Tabel 6 menunjukkan bahwa 16 orang (75%) dari total responden yang bertempat tinggal di daerah dengan tingkat kebisingan melebihi NAB mengalami perubahan tekanan darah sistolik pada saat kereta api lewat, dan hanya 1 orang (5 %) dari total responden yang bertempat tinggal di daerah dengan tingkat
kebisingannya sesuai NAB yang mengalami perubahan tekanan darah, dengan nilai p 0,001< α (0,05) dengan demikian ada pengaruh antara kebisingan terhadap perubahan tekanan darah sistolik. .
Tabel 7. Distribusi Responden Menurut Tingkat Kebisingan dan Perubahan Tekanan Darah Diastolik Tingkat Perubahan Tekanan Darah Total P kebisingan Diastolik Tidak Berubah Berubah n % n % n % Sesuai NAB 19 95 1 5 20 100 0,029 Tidak sesuai 9 56,3 7 43,7 16 100 NAB Total 28 77,8 8 22,2 36 100 Tabel 7 menunjukkan bahwa 7 orang (43,7%) dari total responden yang bertempat tinggal di daerah dengan tingkat kebisingan yang tidak sesuai NAB
mengalami perubahan tekanan darah diastolik pada saat kereta api lewat, dan hanya 1 orang (5%) dari total responden yang tingkat kebisingannya sesuai NAB
Pengaruh pajanan kebisingan dari ..., Agung Harri Munandar, FKM UI, 2014
yang mengalami perubahan tekanan darah. Hasil uji statistik nilai p 0,029 < α (0,05) artinya ada pengaruh antara kebisingan
terhadap diastolik. .
perubahan
tekanan
darah
Tabel 8. Distribusi Responden Menurut Kebiasaan Merokok dan Perubahan Tekanan Darah Sistolik Kebiasaan Perubahan Tekanan Darah Total P merokok Sistolik Tidak Berubah Berubah n % n % n % Tidak perokok 13 59,1 9 40,9 22 100 Perokok 8 57,2 6 42,8 14 100 0,760 Total 21 58,3 15 41,7 36 100 Pada Tabel 8 menunjukkan bahwa dari 22 orang yang tidak perokok hanya 9 orang (40,9%) mengalami perubahan tekanan darah sistolik, sedangkan 14 orang yang perokok ada 6 (42,8%) mengalami perubahan tekanan darah sistolik. Setelah dianalisis menggunakan uji
statistik chi-square memperlihatkan bahwa nilai p 0,760 > α (0,05), artinya tidak terdapat pengaruh antara kebiasaan merokok terhadap perubahan tekanan darah sistolik.
Tabel 9. Distribusi Responden Menurut Kebiasaan Merokok dan Perubahan Tekanan Darah Diastolik Saat Kereta Api Lewat Kebiasaan merokok
Tidak perokok Perokok Total
Perubahan Tekanan Darah Diastolik Tidak Berubah Berubah n % n % 17 77,2 5 22,8 11 78,5 3 21.5 28 77,8 8 22,2
Pada Tabel 9 menunjukkan bahwa dari 22 orang yang tidak perokok 5 orang (22,8%) mengalami perubahan tekanan darah diastolik, dan dari 14 orang yang perokok 3 orang (21,5%) mengalami perubahan tekanan darah diastolik. Dari hasil uji statistik chi-square memperlihatkan nilai p 0,523 > α (0,05), artinya tidak ada pengaruh antara kebiasaan merokok terhadap
Total
n 22 14 36
P
% 100 0,523 100
perubahan tekanan darah diastolic. Untuk Hasil analisis terhadap variabel kebiasaan mengkonsumsi alkohol dan perubahan tekanan darah sistolik dan diastolik menunjukkan bahwa tidak ada responden yang mempunyai kebiasaan mengkonsumsi alkohol, sehingga uji statistic tidak dapat dilakukan.
Pengaruh pajanan kebisingan dari ..., Agung Harri Munandar, FKM UI, 2014
Tabel 10. Distribusi Responden Menurut Kebiasaan Mengkonsumsi Kopi dan Perubahan Tekanan Darah Sistolik Saat Kereta Api Lewat Kebiasaan konsumsi kopi Perubahan Tekanan Darah Total P Sistolik Tidak Berubah Berubah n % n % n % Tidak mengkonsumsi 9 52,9 8 47,1 17 100 0,672 kopi Mengkonsumsi Kopi 12 63,2 7 36,8 19 100 Total 21 58,3 15 41,7 36 Pada Tabel 10. menunjukkan bahwa dari 17orang yang tidak mengkonsumsi kopi 8 orang (47,1%) mengalami perubahan tekanan darah sistolik, dan dari 19 orang yang yang mengkonsumsi kopi 7 orang (36,8%) mengalami perubahan tekanan darah sistolik.
Dari hasil uji statistik chi-square memperlihatkan nilai p 0,672 > α (0,05), artinya tidak ada pengaruh antara kebiasaan merokok terhadap perubahan tekanan darah diastolik.
Tabel 11. Distribusi Responden Menurut Kebiasaan Mengkonsumsi Kopi dan Perubahan Tekanan Darah Diastolik Saat Kereta Api Lewat Kebiasaan konsumsi kopi
Tidak mengkonsumsi kopi Mengkonsumsi Kopi Total
Perubahan Tekanan Darah Diastolik Tidak Berubah Berubah n % n % 13 76,5 4 23.5
n 17
% 100 0,768
15 28
19 36
100 100
78,9 77,8
Pada Tabel 11. di atas menunjukkan bahwa dari 17orang yang tidak mengkonsumsi kopi 4 orang (23,5%) mengalami perubahan tekanan darah diastolik, dan dari 19 orang yang yang mengkonsumsi kopi 4 orang (21,1%) mengalami perubahan tekanan darah
4 8
21,1 22,8
Total
P
sistolik. Dari hasil uji statistik chi-square memperlihatkan nilai p 0,768 > α (0,05), artinya tidak ada pengaruh antara kebiasaan merokok terhadap perubahan tekanan darah diastolik.
Tabel 12. Hasil Analisis Bivariat Pengaruh Variabel Independen terhadap Perubahan Tekanan Darah Sistolik dan Diastolik Variabel Independen N Perubahan Tekanan Darah Sistolik Diastolik (p) (p) Tingkat kebisingan 36 0,000* 0,007* Kebiasaan merokok 36 0,620 0,500 Kebiasaan mengkonsumsi 36 alcohol Kebiasaan mengkonsumsi kopi 36 0,630 0,480
Pengaruh pajanan kebisingan dari ..., Agung Harri Munandar, FKM UI, 2014
Dari Tabel 5.12 ternyata dari hasil analisis bivariat hanya satu variable yang memiliki nilai p < 0,25 yaitu tingkat kebisingan, maka dengan demikian variabel
kebisingan yang masuk sebagai kandidat multivariat.
Tabel 13. Hasil Analisis Regresi Logistik Ganda Pengaruh Kebisingan dan terhadap Perubahan Tekanan Darah Sistolik Variabel Koefisien β P Exp β 95% CI Exp β Independen Tingkat 1,956 0,023 7,126 1,180 – 44,142 kebisingan Dari hasil akhir uji Regresi Logistik Ganda dengan metode enter, ternyata variabel kebisingan berpengaruh terhadap perubahan tekanan darah sistolik. Dapat dilihat dari nilai probabilitas (< 0,05). Hal ini terlihat bahwa
variable kebisingan dan menunjukkan nilai p < dari nilai α(0,05) maka variable tersebut berperan atau berpengaruh terhadap perubahan tekanan darah sistolik.
Tabel 14. Hasil Analisis Regresi Logistik Ganda Pengaruh Tingkat Kebisingan terhadap Perubahan Tekanan Darah Diastolik Variabel Koefisien β P Exp β 95% CI Exp Independen β Tingkat 1,520 0,043 4,61 1,187 – 27,868 kebisingan Dari hasil akhir uji Regresi Logistik Ganda dengan metode enter, ternyata variabel kebisingan berpengaruh terhadap perubahan tekanan darah sistolik. Dapat dilihat dari nilai probabilitas (< 0,05). Hal ini terlihat bahwa PEMBAHASAN Tingkat Kebisingan Hasil dari penelitian yang telah dilakukan menunjukkan khususnya dalam pengukuran tingkat kebisingan kereta api. Dapat dilihat bahwa rata –rata kebisingan pada jarak < 10 meter menunjukan rata-rata 94,8 dBA dan pada jarak > 10 meter 80,05 dBA. Dari hasil tersebut menunjukkan bahwa semakin jauh jarak antara tempat tinggal penduduk dengan rel kereta api maka akan semakin rendah kebisingan yang ditimbulkan. Kecepatan bising sama dengan kecepatan suara diudara (suhu: 21 0C), adalah 344 m/s (Salvato, 1992), karena pada dasarnya bising adalah suara yang tidak diinginkan (Salvato, 1992) semakin jauh dari sumber bising maka intensitas bising semakin berkurang karena daya rambat bising tergantung sama satuan jarak perwaktu, semakin jauh maka semakin
variable kebisingan menunjukkan nilai p < dari nilai α(0,05) maka variable kebisingan berperan atau berpengaruh terhadap perubahan tekanan darah diastolik. memerlukan waktu yang lebih lama dan intensitas kebisinganpun semakin berkurang. Menurut Pulat 1992 dalam Rusli, 2008 menyatakan bahwa pemaparan kebisingan yang keras selalu di atas 85 dBA, dapat menyebabkan ketulian sementara. Biasanya ketulian akibat kebisingan terjadi tidak seketika sehingga pada awalnya tidak disadari oleh manusia. Baru setelah beberapa waktu terjadi keluhan kurang pendengaran yang sangat mengganggu dan dirasakan sangat merugikan. Pengaruh-pengaruh kebisingan selain terhadap alat pendengaran dirasakan oleh para pekerja yang terpapar kebisingan keras mengeluh tentang adanya rasa mual, lemas, stres, sakit kepala bahkan peningkatan tekanan darah. Menurut Moeljosoedarmo, 2008 dalam Hartati, 2011 bahwa reaksi peningkatan tekanan darah terjadi pada permulaan pemajanan terhdap bising, yang kemudian akan kembali kepada
Pengaruh pajanan kebisingan dari ..., Agung Harri Munandar, FKM UI, 2014
keadaan semula. Apabila terpajan bising terus menerus maka akan terjadi adaptasi sehingga perubahan tekanan darah tersebut tidak Nampak lagi. Tingkat kebisingan yang semakin tinggi akan meningkatkan tingkat risiko bagi kesehatan, nilai ambang batas 50 dBA saja beresiko meningkatkan risiko perubahan tekanan darah diastolic sampai 44%, tekanan darah sistolik 78%. (www.thepollutionfacts.com, 2013) Dalam penelitian kesehatan masyarakat yang dilakukan di Swedia Selatan pada tahun 2009 dengan jumlah sampel 24.238 orang (usia: 18-80 tahun) dengan metode cross sectional yang menemukan adanya pengaruh antara kebisingan dari lalu lintas kendaraan bermotor dengan kejadian hypertensi pada responden, dan efek yang jelas terlihat pada paparan kebisingan > 64 dB (A) (OR = 1,91, 95% CI 1,19-3,06) (Bodin, Albin, Ardo, Stroh, Ostergen, & Bjork, 2009). Pajanan kebisingan dari kereta api lebih dari 60 dBA mempunyai hubungan dengan 8% tingginya risiko hipertensi (Sorensen, et al., 2011). Bahkan penelitian Nakamura pada tahun 1977 mencatat adanya fenomena berat badan lahir rendah (BBLR) bila ibu hamil terkena kebisingan tingkat tinggi kerja. (Behar, Chasin, & Cheesman, 2000) Pengaruh Kebisingan terhadap Perubahan Tekanan Darah Sistolik dan Diastolik Dari hasil penelitian menunjukkan sebanyak 16 orang (44,4%) dari total responden yang bertempat tinggal di daerah tingkat kebisingan tidak sesuai NAB mengalami perubahan tekanan darah sistolik pada saat kereta api lewat, sedangkan hanya 1 orang (5%) dari total responden yang tingkat kebisingannya sesuai NAB yang mengalami perubahan tekanan darah, setelah dianalisis didapat nilai nilai p 0,001< α (0,05) hal itu berarti ada pengaruh yang signifikan antara kebisingan dengan perubahan tekanan darah sistolik. Hal ini dapat terjadi sesuai dengan teori bahwa kebisingan melalui telinga akan direspon oleh otak yang merasakan pengalaman ini sebagai ancaman atau stress yang kemudian berhubungan dengan pengeluaran hormon stress seperti epinepfrin, norepinefrin dan kortisol. Stress akan mempengaruhi sistim saraf yang kemudian berpengaruh pada detak jantung dan berakibat pada perubahan tekanan darah (Hastuti, 2004 dalam Montolalu, Supit, & Danes, 2013) Dari hail penelitian yang telah dilaksanakan juga membuktikan bahwa hipotesis alternative diterima yakni ada pengaruh
kebisingan kereta api terhadap perubahan tekanan darah sistolik penduduk di di lingkungan sekitar rel kereta api stasiun kereta api Lemahabang, Desa Simpangan, Kec Cikarang Utara, Kab. Bekasi Hasil dari penelitian mengenai pengaruh kebisingan terhadap perubahan tekanan darah diastolic juga menunjukkan bahwa 16 orang (44,4%) dari total responden yang bertempat tinggal di daerah tingkat kebisingan tidak sesuai NAB mengalami perubahan tekanan darah diastolik pada saat kereta api lewat, sedangkan hanya 1 orang (5%) dari total responden yang tingkat kebisingannya sesuai NAB yang mengalami perubahan tekanan darah, kesimpulannya ada pengaruh kebisingan terhadap perubahan tekanan darah diastolik. Dan membuktikan bahwa hipotesis alternative diterima yakni ada pengaruh kebisingan kereta api terhadap perubahan tekanan darah diastolik penduduk di di lingkungan sekitar rel kereta api stasiun kereta api Lemahabang, Desa Simpangan, Kec Cikarang Utara, Kab. Bekasi Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Dinar Hartanto pada tahun 2011dengan hasil penelitianya yang menyebutkan bahwa pada rata-rata intensitas kebisingan sebesar 89,3 dBA yang melebihi ambang batas sebesar 85 dBA menunjukan ada hubungan kebisingan denga tekanan darah karyawan unit compressr PT Indo Acidatama, yang berarti bahwa semakin tinggi intensitas kebisingan, maka semakin tinggi pula tekanan darah ada karyawan. (Hartanto, 2011) Begitupun dengan penelitian yang dilakukan shinly suzana montolalu, wenny supit dan vennetia R. Danes yang melakukan penelitian mengenai hubungan kebisingan terhadap tekanan darah pada pekerja lapangan di PT. Gapura Angkasa di Bandar Udara Sam Ratulangi, Manado pada tahun 2013. Hasil dari penelitiaannya menyatakan terdapat 18 orang (60%) mengalami peningkatan tekanan darah sistolik dan 14 orang (46,7%) mengalami peningkatan tekanan darah diastolic yang terpapar intensitas kebisingan > 85 dBA. Artinya fenomena tersebut menunjukan adanya peningkatan darah sistolik (p=0,32) dan tekanan darah diastolic (p=0,018) yang berarti p<0,05. Dalam penelitian Dimalouw (2002) ditemukan adanya korelasi walaupun cukup rendah antara kebisingan diatas ambang batas dengan perubahan tekanan darah pada polisi lalu lintas dengan hasil analisis korelasi: sistolik 0,28 dan siastolic 0,11. (Dimalouw, 2002)
Pengaruh pajanan kebisingan dari ..., Agung Harri Munandar, FKM UI, 2014
Pengaruh Kebiasaan Merokok dengan Perubahan Tekanan Darah Sistolik dan Diastolik Dari hasil penelitian ini menunjukkan bahwa dari 22 orang yang tidak merokok hanya 9 orang (40,9%) mengalami perubahan tekanan darah sistolik, sedangkan 14 orang perokok ada 6 (42,8%) mengalami perubahan tekanan darah sistolik. Hasil analisis meperlihatkan bahwa tidak terdapat pengaruh antara kebiasaan merokok dengan perubahan tekanan darah sistolik maupun diastolik, penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Rusli pada tahun 2008 yang mengungkapkan tidak adanya pengaruh antara kebiasaan merokok dengan perubahan tekanan darah sistolik dan diastolik (Rusli, 2008). Asap rokok mengandung nikotin yang memacu pengeluaran zat-zat seperti adrenalin. Zat ini merangsang denyut jantung dan tekanan darah. Merokok berulang kali dapat menaikan langsung tekanan darah 5 sampai 10 mmHg (Iman, 2004 dalam Hartanto, 2011). Menurut pendapat Singgih, 1995 dalam Rusli, 2008, nikotin dalam merokok dapat mengakibatkan jantung berdenyut lebih cepat dan penyempitan saluran-saluran nadi sehingga menyebabkan jantung terpaksa memompa dengan lebih kuat untuk memenuhi kebutuhan darah ke seluruh tubuh, rokok mengandung nikotin sebagai penyebab ketagihan yang akan merangsang jantung, saraf, otak dan organ tubuh lainnya bekerja tidak normal, nikotin juga merangsang pelepasan adrenalin sehingga meningkatkan tekanan darah, denyut nadi dan tekanan kontraksi otot jantung. Walaupun ada responden yang mempunyai kebiasaan merokok tetapi pada saat pengukuran tekanan darah hampir semua responden berada pada kondisi tidak merokok baik sebelum kereta api datang maupun ketika sedang lewat sehingga pengaruh merokok menjadi semakin kecil, kecuali apabila penelitian ini mencari pengaruh terhadap hypertensi. Seperti yang di sampaikan Miswar dalam Babba, 2007, Rokok menyebabkan kenaikan darah selama 2 - 10 menit setelah diisap, karena merangsang saraf untuk mengeluarkan hormon yang bias menyebabkan pengerutan pembuluh darah sehingga tekanan darah menjadi naik. Namun kenaikan tekanan darah ini hanya berlangsung selama kita merokok (Babba, 2007) Pengaruh Kebiasaan Mengkonsumsi Alkohol dengan Perubahan Tekanan Darah Sistolik dan Diastolik
Hasil penelitian dari 36 responden didapatkan hasil bahwa tidak ada yang mengkonsumsi alkohol sehingga pengaruh kebiasaan mengkonsumsi alcohol terhadap perubahan tekanan darah tidak dapat dianalisis, walaupun secara teoritis alcohol merupakan salah satu yang dapat menyebabkan hypertensi dan atau perubahan tekanan darah. Pengaruh Kebiasaan Mengkonsumsi Kopi dengan Perubahan Tekanan Darah Sistolik dan Diastolik Dari Hasil penelitian pada 36 responden yang mengkonsumsi kopi ada 19 orang dan 7 orang (36,8%) mengalami perubahan tekanan darah sistolik dan 4 orang (21,1%) mengalami perubahan tekanan darah diastolic. dan dalam penelitian ini tidak ditemukan pengaruh kebiasaan mengkonsumsi kopi terhadap perubahan tekanan darah. Kafein bisa mempengaruhi orang dengan cara berbeda-beda. Pada beberapa orang untuk sementara waktu kopi bisa meningkatkan tekanan darah atau menimbulkan denyut jantung yang tidak beraturan. Akan tetapi pemakaian kafein dalam jumlah sedang, misalnya hanya 2(dua) atau 3 (tiga) cangkir kopi sehari tidak terlalu menimbulkan risiko bagi kebanyakan orang. (Litin, 2006) Penelitian yang dilakukan ini lebih terfokus pada pengaruh kebisingan dan terhadap perubahan tekanan darah pada saat kereta api lewat. Pengukuran tekanan darah dilakukan 2 kali terhadap setiap responden yaitu sebelum kereta api lewat dan pada saat kereta api lewat, yang hanya berselang 5-10 menit. Jadi kebiasaan merokok tidak mempengaruhi hasil penelitian. Pengaruh Tingkat Kebisingan, Kebiasaan Merokok, Mengkonsumsi Alkohol dan Kopi terhadap Perubahan Tekanan Darah Sistolik Maupun Diastolik Dari hasil penelitian yang telah dilaksanakan dapat diketahui hanya satu variabel yang berpengaruh yaitu tingkat kebisingan, sedangkan variabel lainnya tidak berpengaruh terhadap perubahan tekanan darah. Hasil analisis menunjukan bahwa kebisingan merupakan faktor yang dominan dan berpengaruh terhadap perubahan tekanan darah sistolik maupun diastolic. Masyarakat yang tinggal di lingkungan sekitar stasiun kereta api Lemahabang cukup terganggu dengan adanya kebisingan hal ini terlihat dari 36 responden 17 merasakan bahwa konsentrasi sangat terganggu dan 9 responden mengalami gangguan pada telinga yang
Pengaruh pajanan kebisingan dari ..., Agung Harri Munandar, FKM UI, 2014
disebabkan oleh kebisingan pada saat kereta api melewati rel yang berada dekat perumahan penduduk. Akan tetapi karena factor lain seperti ekonomi dan sebagainya, keluhan itu ditiadakan dan masyarakat menerima kondisi dengan tingkat kebisingan seperti itu. Akan tetapi sebenarnya hal itu akan berdampak buruk terhadap kondisi kesehatan masyarakat pada jangka waktu yang lama. Perubahan fisiologis yakni berupa perubahan tekanan darah ketika kereta api datang tidak dirasakan masyarakat padahal sebenarnya hal itu terjadi dan lambat laun apabila dibiarkan akan menjadi hypertensi. Seperti yang dikemukakan Ritu Jain bahwa Tekanan darah tinggi atau hipertensi ditandai dengan meningkatnya tekanan darah secara tidak wajar dan terus menerus karena rusaknya salah satu atau beberapa factor yang berperan mempertahankan tekanan darah tetap normal (Ritu Jain, 2011 dalam Kenia & Taviyanda, 2013). Salah satu penelitian yang dilakukan oleh Karolinska Institute, Stokholm, Dr Mats Rosenlund 2008 dalam Rusli, 2008, mengatakan, orang yang tinggal di sekitar bandara sangat berisiko mengalami tekanan darah tinggi akibat tingginya polusi udara. Kesimpulan itu diambil dari penelitian terhadap 2.000 lelaki yang tinggal di sekitar bandara selama sepuluh tahun. Penelitian ini juga mengambil data dari tingkat kepadatan lalu lintas udara dan data diagnosis dokter tentang peningkatan tekanan darah dalam 10 tahun terakhir. Hasilnya, secara umum 20 persen lelaki yang sering terkena polusisuara dari pesawat 19 persen mengalami peningkatan tekanan darah tinggi. Kebisingan dapat mempengaruhi kesehatan terhadap fungsi tubuh yang menyebabkan peningkatan tekanan darah dan berupa peningkatan sensitivitas tubuh seperti peningkatan sistem kardiovaskuler dalam bentuk kenaikan tekanan darah dan peningkatan denyut jantung. Keterpaparan terhadap kebisingan dan yang melebihi nilai ambang batas pada kurun waktu yang cukup lama akan berakibat pada gangguan pendengaran ringan dan jika terjadi terus menerus akan menyebabkan ketulian permanen. Selain itu kebisingan juga diduga menimbulkan gangguan emosional yang memicu meningkatnya tekanan darah. (Candra, 2007) Morrel, 1998 dalam Babba, 2007, secara cross sectinal, yang mengukur tekanan darah sistolik maupun diastolik pada 1230 anak sekolah kelas 3 SD, dari sampel yang diambil
secara random dalam radium 20 km dari Bandara Sydney. Meliputi sekitar 80 % sekolah, dan sekitar 40 % dari anak kelas 3 SD. Dan dari penelitiannya diperoleh perubahan (kenaikan) tekanan darah adalah ± 2 mmHg. Dengan kebisingan penerbangan dilaporkan sebesar 15 sampai 45 ANEI (Australia Noise Energi Index). Selain itu juga penelitian yang dilakukan Boedhi Raharjani pada pekerja PT KAI didapatkan hasil yaitu tekanan darah sebelum kerja rata-rata dalam batas normal, namun sesudah kerja dicatat adanya kenaikan tekanan darah baik sistolik maupun diastolik. Keadaan ini diduga kuat bukan disebabkan oleh beban kerja masinis (ringan), tetapi lebih banyak dipengaruhi oleh factor tingginya tingkat kebisingan di dalam kabin kerja masinis (Rosidah, 2003 dalam Babba, 2007)
Kesimpulan Dari hasil penelitian yang telah dilakukan dapat diperoeh kesimpulan sebagai berikut: Kebisingan yang dihasilkan kereta api masih diatas nilai ambang batas hingga jarak 10 meter dari rel kereta api yaitu (93,2 dBA) padahal dalam 1 hari ada 86 kereta api yang melintas dengan waktu 1-2 menit (hanya kereta melintas tanpa sirene dll) dan kurang lebih 5-10 menit per satu kali melintas kereta ditambah waktu bunyi sirene perlintasan atau ada pemberhentian kereta api berarti kurang lebih warga sekitar terpapar kebisingan antara 8 menit sampai lebih dari 430 menit perhari.Rata-rata tekanan darah penduduk yang tinggal di pinggiran rel kereta api untuk sistolik adalah 122,8 mmHg sebelum kereta api lewat dan 128,8 mmHg pada saat kereta api lewat, sedangkan untuk rata-rata tekanan darah diastolik 87,6 mmHg sebelum kereta api lewat dan 91,3 mmHg pada saat kereta api lewat.Ada pengaruh yang signifikan antara kebisingan terhadap perubahan tekanan darah sistolik nilai p 0,001< α (0,05).Ada pengaruh yang signifikan antara kebisingan terhadap perubahan tekanan darah diastolik nilai p 0,029 < α (0,05). Saran Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan dan pengamatan selama penelitian, maka dapat dikemukakan beberapa saran sebagai berikut: Bagi PT KAI: Saat ini PT. Kereta Api (Persero) sudah membuat pagar beton I sepanjang rel tapi sayangnya belum optimal karena baru sebagian dan diharapkan PT KAI dapat memanfaatkan lahan kosong di sepanjang rel kereta api untuk
Pengaruh pajanan kebisingan dari ..., Agung Harri Munandar, FKM UI, 2014
dilakukan penanaman vegetasi seperti bambu jepang, pohon angsana, dsb untuk mereduksi intensitas kebisingan yang dihasilkan dari kereta api yang melintas. Bagi Dinas Kesehatan Kab. Bekasi: Bagi tenaga kesehatan/sanitarian di Puskesmas Mekar Mukti sebagai UPTD dari Dinas Kesehatan Kabupaten Bekasi agar menyusun program penyuluhan akibat kebisingan bagi kesehatan masyarakat yang tinggal di pinggiran rel kereta api Bagi Balai Pelatihan Kesehatan (Bapelkes) Cikarang: Lokasi penelitian yang secara geografis sangat berdekatan dengan Bapelkes Cikarang dapat dijadikan laboratorium diklat khususnya diklat pengendalian kebisingan dengan pengembangan teknik rekayasa lingkungan baik dengan teknologi tepat guna (TTG), pemberdayaan masyarakat dan metode lainnya sehingga ke depannya peserta diklat terkait pengendalian kebisingan yang berasal dari aparatur (tenaga sanitarian/kesehatan lingkungan), mahasiswa, dan masyarakat umum dapat mempelajari pengendalian kebisingan lebih optimal. DAFTAR PUSTAKA Achmadi, U. F. (2011). Dasar - Dasar Penyakit Berbasis Lingkungan. Jakarta: Rajawali Pers. Babba, J. (2007). Hubungan Antara Intensitas Kebisingan di Lingkungan Kerja Dengan Peningkatan Tekanan Darah (Tesis). Semarang: Program Pasca Sarjana Magister Kesehatan Lingkungan Universitas Diponegoro. Behar, A., Chasin, M., & Cheesman, M. (2000). noise control. San Diego, California: Singular Publishing Group. Bodin, T., Albin, M., Ardo, J., Stroh, E., Ostergen, P.-O., & Bjork, J. (2009). Road traffic noise and hypertension: results from a cross-sectional public health survey in southern Sweden. Environmental Health Journal , 8-38. Candra, B. (2007). Pengantar Kesehatan Lingkungan. Jakarta: EGC. Depkes. (1992). SK Dirjen P2M dan Penyehatan Lingkungan Pemukiman Departemen Kesehatan RI Nomor 70-1/PD.03.04.Lp tentang Petunjuk Pelaksanaan Pengawasan Kebisingan yang Berhubungan dengan Kesehatan. Jakarta: Depkes RI.
Diamond, J. (2014). Collapse. Jakarta: Gramedia. Dimalouw, J. A. (2002). Pengaruh Kebisingan Terhadap Tekanan Darah dan Detak Jantung Pada Polisi Lalu Lintas . Bandung: Jurusan Teknik Lingkungan Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan Institut Teknologi Bandung. Harrington, J., & F, S. G. (2005). Buku Saku Kesehatan Kerja (Pocket Consultant: Occupational Health). Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. Hartanto, D. (2011). Hubungan Kebisingan dengan Tekanan Darah Pada Karyawan Unit Compressor PT. Indo Acidatama. Tbk. Kemiri, Kebakkramat, Karanganyar. Surakarta: Program Diploma III Hiperkes Dan Keselamatan Kerja Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret. Hartati. (2011). Perbedaan Tekanan Darah Tenaga Kerja Sebelum dan Sesudah Terpapar Kebisingan Melebihi NAB di Unit Boiler BatuBara PT. Indo Acidatama, Tbk. Kemiri, Kebakkramat, Karanganyar (Skripsi). Surakarta: Program DIV Kesehatan Kerja Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret. Hastono, S. P. (2007). Analisis Data Kesehatan. Depok: FKM-UI. KAI, P. (2012). Laporan Tahunan 2012. Jakarta: PT Kereta Api Indonesia (Persero). Kaplan, N M; Stamler, J;. (1996). Pencegahan Penyakit Jantung Koroner, Penatalaksanaan Praktis Faktor-Faktor Risiko. Jakarta: EGC. Kenia, N. M., & Taviyanda, D. (2013). Influence Of Relaxation (Rose Aromatherapy) Towards Blood Pressure Change Of The Elderly With Hypertension. Jurnal STIKES, Vol. 6, No. 1 , 84-98. KepMenLH. (1996). Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No: KEP48/MenLH/11/1996 Tentang Baku Tingkat Kebisingan. Jakarta. Litin, S. C. (2006). Mayo Clinic Family Health Book. Jakarta: Gramedia. Montolalu, S. S., Supit, W., & Danes, V. R. (2013). Hubungan Kebisingan Terhadap Tekanan Darah Pada Pekerja Lapangan PT. Gapura Angkasa Di Bandara Udara Sam Ratulangi, Manado (Skripsi). Manado: Fakultas Kedokteran Universitas Sam Ratulangi Manado.
Pengaruh pajanan kebisingan dari ..., Agung Harri Munandar, FKM UI, 2014
Permenakertrans. (2011). Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No. Per. 13/Men/X/2011 Tahun 2011 Tentang Nilai Ambang Batas Faktor Fisika dan Faktor Kimia di Tempat Kerja. Jakarta. Rusli, M. (2008). Pengaruh Kebisingan dan Getaran Terhadap Perubahan Tekanan Darah Masyarakat yang Tinggal di Pinggiran Rel Kereta Api Lingkungan XIV Kelurahan Tegal Sari Kecamatan Medan Denai Tahun 2008 (Tesis). Medan: Sekolah Pasca Sarjana Universitas Sumatera Utara. Salvato, J. A. (1992). Environmental Enginering And Sanitation Fourt Edition. New York: John Wiley & Sons, Inc. Setiawan, Z. (2006). Prevalensi dan Determinan Hipertensi di Pulau Jawa, Tahun 2004. Jurnal Kesehatan Masyarakat Nasional Vol. 1 , 58. Slamet, J. S. (2004). Kesehatan Lingkungan. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Sorensen, M., Hvidberg, M., Hoffman, B., Andersen, Z. J., Nordsborg, R. B., Lillelund, K. G., et al. (2011). Exposure to road traffic and railway noise and associations with blood pressure and self reported hypertension: a cohort study. Environmental Health Journal , 10:92. suma'mur, P. K. (1993). Hygiene Perusahaan dan Kesehatan Kerja. Jakarta: CV. Haji Masagung. Wardhana, W. A. (2004). Dampak Pencemaran Lingkungan. Yogyakarta: Andi. Wijayanto, A. (2013). http://eprints.undip.ac.id/. Retrieved 05 20, 2014, from http://eprints.undip.ac.id/6796/1/CHIKUADRAT.pdf Wiryawan, H. B. (2014, 05 09). www.detik.com. Retrieved 05 10, 2014, from http://finance.detik.com/read/2014/05/09 /111940/2578034/4/ada-jalur-gandajumlah-keretawww.medkes.com. (2013, 11 01). Retrieved 05 01, 2014, from http://www.medkes.com/2013/11/kalkul ator-imt-ukur-berat-badan-ideal.html www.thepollutionfacts.com. (2013, 02). Retrieved 05 03, 2014, from www.thepollutionfacts.com/2013/02/noi se-pollution-facts.html Youngson, R. M. (2009). Pustaka Kesehatan Populer(Pancaindra) Edisi Ketiga. Jakarta: Bhuana Ilmu Populer.
Pengaruh pajanan kebisingan dari ..., Agung Harri Munandar, FKM UI, 2014