THE 5TH URECOL PROCEEDING
18 February 2017
UAD, Yogyakarta
KEAMANAN PANGAN ANAK SEKOLAH DASAR DI KELURAHAN PEKAJANGAN KECAMATAN KEDUNGWUNI TERHADAP PERSEPSI ORANG TUA DAN GURU Wulan Agustin Ningrum1), Urmatul Waznah2) Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Pekajangan Pekalongan email:
[email protected]
1,2
Abstrak Kebiasaan jajan pada anak sangat erat hubungannya dengan kehidupan ekonomi dan kebiasaan makan yang terdapat di lingkungan keluarga. Untuk itu perlu peran orang tua, terutama ibu rumah tangga sebagai penjaga gerbang (gate keeper) yang bertanggung jawab dalam pemilihan dan persiapan hidangan bagi seluruh keluarga. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui persepsi orang tua dan guru terhadap keamanan pangan jajanan anak sekolah sebagai dasar pengembangan strategi untuk memasyarakatkan pengetahuan keamanan pangan bagi orang tua dan guru sehingga orang tua dan guru dapat berkontribusi lebih maksimal terhadap keamanan pangan jajanan di sekolah. Dari hasil penelitian diketahui bahwa orang tua (71,98%) dan guru (75,63%) memiliki persepsi yang cukup bagus terhadap keamanan pangan jajanan anak sekolah. Hal ini ditunjang dengan pengetahuan, sikap dan perilaku kedua responden terhadap hal-hal yang menyangkup keamanan pangan jajanan. Sebanyak 85,78% orang tua mengetahui jenis bahan kimia berbahaya untuk pangan dan 94,97% mengetahui pengaruh yang akan timbul akibat bahan kimia berbahaya tersebut. Namun pengetahuan orang tua tentang pengaruh yang akan timbul akibat pangan yang tidak higienis masih kurang (24,57%). Sedangkan guru semuanya telah mengetahui jenis-jenis bahan kimia berbahaya untuk pangan dan 99,38% diantaranya juga mengetahui pengaruh yang akan ditimbulkan akibat pengkonsumsian bahan kimia berbahaya tersebut. Selain itu, sebanyak 70,00% guru mengetahui tentang pengaruh yang akan timbul akibat pangan yang tidak higienis. Keywords: keamanan pangan, kedungwuni, persepsi
Pangan jajanan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari kehidupan manusia. Selain harga yang murah dan jenisnya yang beragam, pangan jajanan juga menyumbangkan kontribusi yang cukup penting akan kebutuhan gizi. Tidak dapat dipungkiri bahwa setiap orang, terutama anak-anak sekolah sangat menyukai pangan jajanan. Oleh sebab itu, para pedagang berupaya untuk memberikan penampilan yang menarik dan rasa yang disenangi anak–anak dengan menambahkan bahan–bahan tertentu tanpa memperdulikan keamanannya (Fardiaz, 1993). Di sisi lain, pangan jajanan dapat menimbulkan berbagai efek yang negatif terhadap kesehatan apabila proses
1. PENDAHULUAN
Kebutuhan dasar manusia yang terpenting dalam menjaga kesehatan tubuh, pertumbuhan, pemeliharaan dan peningkatan derajat kesehatan serta kecerdasan masyarakat adalah pangan. Oleh karena itu, pangan yang dikonsumsi harus berkualitas dan dapat memenuhi kebutuhan manusia baik dari segi jumlah, jenis, maupun mutu, sehingga tidak akan menimbulkan penyakit bagi yang mengkonsumsinya. Pangan aman dikonsumsi apabila pangan tersebut bebas (di bawah toleransi maksimum yang dipersyaratkan) dari cemaran biologis, kimia, dan benda asing yang dapat mengganggu, merugikan, dan membahayakan manusia.
1162
THE 5TH URECOL PROCEEDING
18 February 2017
produksinya atau penyajiannya tidak memperhatikan persyaratan keamanan pangan. Sebagian besar pangan jajanan dibuat di lingkungan keluarga sebagai industri rumah tangga, dimana perhatian terhadap praktek sanitasi dan higienitas masih sangat minimal khususnya dalam menangani, mengolah dan menyajikan pangan jajanan. Menurut Rahayu (2014), kasus keracunan pangan yang paling sering dilaporkan dari tahun 2004-2014 di Indonesia adalah keracunan akibat pangan jajanan dan keracunan akibat pangan olahan. Pengujian yang dilakukan Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) tahun 2014 terhadap pangan jajanan diketahui bahwa pada 13.536 sampel menunjukkan 11.871 (87,69%) sampel memenuhi syarat dan 1.665 (12,31%) sampel tidak memenuhi syarat. Pangan yang tidak memenuhi syarat disebabkan karena menggunakan pemanis buatan bukan untuk makanan diet (31%), menggunakan benzoat melebihi batas (7,93%), menggunakan formalin (8,88%), menggunakan boraks (8,05%), menggunakan pewarna bukan untuk makanan (12,67%), cemaran mikroba (19,10%) dan TMS lainnya (12,13%) (Badan POM, 2007). Berita media massa seringkali memuat terjadinya kasus keracunan pangan serta penggunaan bahan kimia berbahaya yang membahayakan kesehatan. Sebagian masyarakat Indonesia seperti kurang menyadari pentingnya permasalahan keamanan pangan yang dihadapinya. Terjadinya kasus keracunan pangan dianggap sebagai hal yang lumrah bila tidak memakan korban jiwa. Demikian juga penyalahgunaan bahan kimia berbahaya yang tidak memberi efek akut masih banyak terjadi. Ironisnya kasus keracunan pangan tersebut sering kita jumpai terhadap anak sekolah.
UAD, Yogyakarta
Pangan jajanan (street food) untuk anak sekolah umumnya dan anak sekolah dasar pada khususnya perlu mendapat perhatian lebih dari semua pihak, baik dari orang tua maupun pihak sekolah. Siswa sekolah dasar merupakan objek yang sangat rentan terhadap penyakit yang ditimbulkan oleh pangan jajanan. Anak sekolah merupakan konsumen makanan jajanan yang cukup besar jumlahnya. Mereka mempunyai sifat yang berubah-ubah terhadap makanan, selalu ingin mencoba makanan yang baru dikenal, dan secara umum nafsu makan mereka tidak mengalami masalah (Komalasari, 1991). Makanan ringan, sirup, bakso, mie ayam dan sebagainya menjadi makanan jajanan sehari-hari di sekolah. Kebiasaan jajan pada anak sangat erat hubungannya dengan kehidupan ekonomi dan kebiasaan makan yang terdapat di lingkungan keluarga. Untuk itu perlu peran orang tua, terutama ibu rumah tangga sebagai penjaga gerbang (gate keeper) yang bertanggung jawab dalam pemilihan dan persiapan hidangan bagi seluruh keluarga (Engel et al., 1994). Selain itu, peran guru tidak dapat dihilangkan dimana guru sebagai panutan bagi siswa sekolah diharapkan dapat berperan dalam pengawas terhadap peredaran pangan jajanan, khususnya yang terdapat di sekolah. 2. METODE PENELITIAN Penelitian ini dilakukan di Kelurahan Pekajangan Kecamatan Kedungwuni Kabupaten Pekalongan terhadap dua belas Sekolah Dasar (SD). Dari setiap SD dipilih dua kategori sekolah yaitu Sekolah Dasar Negeri dan Sekolah Dasar Muhammadiyah. Penelitian dilaksanakan selama empat bulan dari bulan Juni 2015 sampai Oktober 2015. Cara Penentuan Sampel Sampel adalah sebagian populasi yang dianggap mewakili seluruh populasi.
1163
THE 5TH URECOL PROCEEDING
18 February 2017
Populasi adalah jumlah seluruh unit analisa yang ciri-cirinya akan diduga. Pengambilan sampel pada penelitian ini dilakukan secara multistage random sampling, yaitu pengelompokan unit-unit analisa ke dalam gugus–gugus yang merupakan satuan-satuan pengambilan sampel. Pengambilan sampel dilakukan melalui beberapa tahap. Tahap pertama ditetapkan dua kategori yakni SD Negri dan SD Muhammadiyah, selanjutnya dari kategori tersebut diambil beberapa sekolah dasar yang akan dijadikan sebagai sampel. Multistage random sampling merupakan probability sampling, sehingga hasilnya dapat dievaluasi secara objektif (Singarimbun dan Effendi, 1995). Penentuan sampel SD dilakukan secara purposive (sengaja) dengan memilih sejumlah SD dari 54 SD yang terdaftar di Dinas Pendidikan Kecamatan Kedungwuni tahun 2014. Orang tua yang digunakan sebagai sampel adalah ibu rumah tangga, dimana ibu rumah tangga memegang peranan penting dalam rumah tangga sebagai penjaga gerbang (gate keeper) yang bertanggung jawab dalam pemilihan dan persiapan hidangan bagi seluruh keluarga. Ibu berperan sebagai penentu dan pembuat keputusan dalam keluarga, khususnya yang menyangkut anak (Engel et al., 1994). Sedangkan Guru bertanggung jawab mengawasi anak selama berada di lingkungan sekolah. Jumlah Orang tua dan Guru yang akan digunakan sebagai sampel dalam penelitian ini dihitung dengan menggunakan rumus Slovin (Simamora, 2002). Cara Pengumpulan Data Data yang dihimpun meliputi identitas responden (usia, pekerjaan, pengeluaran keluarga, pendidikan, dan jenis kelamin), pengetahuan tentang keamanan pangan jajanan, sumber informasi, persepsi tentang keamanan pangan jajanan, dan kebiasaan anak. Hal ini diperoleh dengan jalan penyebaran kuisioner kepada ibu rumah tangga dan guru. Penyebaran kuisioner dilakukan dengan 2 cara yaitu melakukan wawancara langsung dengan responden dan melakukan kerja sama dengan pihak
UAD, Yogyakarta
sekolah. Wawancara langsung dengan responden baik orang tua maupun guru dilakukan dilingkungan sekolah sehingga responden mengetahui kondisi jajanan anak sekolah yang ada di kantin dan di sekitar sekolah. Sedangkan kerja sama dengan pihak sekolah dilakukan karena pada saat pengambilan data sedang dilakukan ulangan umum, yang tidak memungkinkan peneliti melakukan wawancara secara langsung dengan responden orang tua maupun guru. Selain itu, ada pula data pendukung berupa keadaan umum sekolah diperoleh dari pengamatan langsung serta wawancara dengan pihak sekolah yang bersangkutan. Penyusunan Dan Pengujian Kuisioner Pengujian kuisioner dilakukan sebelum penelitian. Pengujian ini masing- masing dilakukan terhadap 30 responden. Jumlah responden tidak ada patokan yang pasti dan sangat tergantung pada homogenitas responden. Untuk pengujian kuisioner umumnya digunakan 30-50 kuisioner dan dipilih responden yang keadaannya kurang lebih sama dengan responden yang sesungguhnya akan diteliti (Singarimbun dan Effendi, 1995). Pada penelitian ini, ke tiga puluh responden dipilih berdasarkan kedekatannya dengan karakteristik responden yang akan diuji dan dipilih dari beberapa sekolah yang berada di wilayah Kelurahan Pekajangan Kecamatan Kedungwuni. Ketepatan pengujian suatu hipotesa tentang hubungan variabel penelitian sangat tergantung pada kualitas data yang dipakai dalam pengujian tersebut. Pengujian hipotesa penelitian tidak akan tepat mengenai sasarannya bila data yang dipakai untuk menguji hipotesa adalah data yang tidak reliabel dan tidak menggambarkan secara tepat konsep yang diukur atau tidak valid (Singarimbun dan Effendi, 1995). Pengujian validitas kuisioner dilakukan dengan menggunakan rumus teknik korelasi product moment pada selang 5%, sehingga kemungkinan terjadi kesalahan akan kecil sekali.
1164
THE 5TH URECOL PROCEEDING
18 February 2017
Teknik pengukuran reliabilitas dilakukan dengan menggunakan teknik pengukuran ulang (test-retest). Dalam teknik ini, responden yang sama menjawab pertanyaan yang sama. Jarak waktu antara pengukuran pertama dan pengukuran kedua adalah selama 2 minggu. Analisis Data Kuisioner yang didapat dari responden pertama - tama dipilih dengan melihat jawaban yang ada. Kuisioner dinyatakan valid apabila responden menjawab semua pertanyaan secara benar, dengan ketentuan sebagai berikut: 1) Identitas responden dijawab semua; 2) Untuk jawaban dari pertanyaan- pertanyaan tentang persepsi dijawab sesuai perintah; 3) Setiap pertanyaan tertutup jawabannya hanya satu; 4) Setiap pertanyaan semi terbuka jawabannya hanya satu, apabila dijawab lebih dari satu maka dianggap menjawab “lainnya”; 5) Setiap pertanyaan terbuka diisi sesuai pertanyaan. Persepsi terhadap keamanan pangan jajanan anak sekolah diukur dengan cara memberikan sejumlah pertanyaan yang berkaitan dengan aspek keamanan pangan. Pertanyaan - pertanyaan tersebut kemudian dianalisis secara deskriptif dan statistik. Pertama-tama data ditampilkan dalam bentuk tabel kontingensi yang berupa persentase dari kelompok jawaban yang sama dari semua responden pada suatu pertanyaan. Untuk pertanyan yang bersifat terbuka dan semi terbuka, pengolahan data hanya sampai disini. Sedangkan untuk pertanyaan yang bersifat tertutup analisis dilanjutkan ke program SPSS, yaitu Crosstabulation (tabulasi silang). Keluaran dari Crosstabulation berupa nilai chi-square
UAD, Yogyakarta
diteliti umumnya memiliki koperasi/kantin sekolah selain pedagang yang berjualan di sekitar sekolah. Validitas Kuisioner Uji validitas kuisioner dilakukan terhadap 30 responden ibu yang mewakili orang tua dan 30 responden guru. Uji tersebut dilakukan terhadap pertanyaan yang bersifat tertutup, dimana terdapat 14 pertanyaan untuk orang tua dan 15 pertanyaan untuk guru. Nilai korelasi (r) dihitung menggunakan metode one shot (pengukuran hanya sekali) (Prastito, 2004). Tabel 1 Hasil uji validitas kuisioner responden orang tua No. Pertanyaan 1 2 3 4 5 8 9 12 14 16 17 19 22 23
Nilai r hitung 0,578 0,376 0,375 0,478 0,433 0,700 0,495 0,743 0,693 0,634 0,383 0,379 0,550 0,651
Keterangan Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid
Keterangan: ¾ Jumlah responden = 30 orang ¾ Nilai r tabel = 0,361 ¾ Nilai α = 0,05 Hasil uji validitas parameter persepsi orang tua menunjukkan bahwa semua pertanyaan yang diajukan dinyatakan valid, karena nilai r hitung lebih besar dari nilai r tabel pada selang kepercayaan 95% untuk N-2. Hal ini berarti bahwa pertanyaan pada kuisioner yang digunakan dapat diterima oleh orang tua. Tabel 2. Hasil uji validitas kuisioner responden guru
3.HASIL DAN PEMBAHASAN Sampel Penelitian Sekolah Dasar (SD) yang menjadi lokasi penelitian berjumlah 12 sekolah yang berada di Kelurahan Pekajangan di Kecamatan Kedungwuni. Dari hasil pengambilan data menunjukan bahwa responden yang mengisi kuisioner secara lengkap adalah sebanyak 232 orang responden ibu rumah tangga dan 160 orang responden guru. Sekolah yang
1165
THE 5TH URECOL PROCEEDING
No. Perta nyaan 1 2 3 4 6 8 9 10 12 14 15 16 17 18 21
Nilai r hitung 0,780 0,138 0,780 0,469 0,362 0,504 0,382 0,448 0,591 0,483 0,480 0,661 0,400 0,422 0,780
18 February 2017
UAD, Yogyakarta
sebesar 0,981 dan 0,975. Nilai r tabel pada selang kepercayaan 95% untuk N-2 adalah 0,361. Hasil uji reliabilitas terhadap kuisioner orang tua dan kuisioner guru menunjukkan bahwa r hitung lebih besar daripada r tabel. Hal ini berarti bahwa kuisioner yang digunakan dalam penelitian telah reliabel atau dapat dipercaya. Profil Responden Data sebaran orang tua berdasarkan kelompok usia terdapat pada Tabel 3.
Keterangan Valid Tidak Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid
Usia < 25 tahun 25 – 35 tahun 36 – 46 tahun > 46 tahun Total
N 21 78 124 9 232
%N 9,05 33,62 53,45 3,88 100,00
Berdasarkan pekerjaan, lebih dari setengah responden dalam penelitian ini adalah ibu rumah tangga tanpa pekerjaan sambilan atau ibu rumah tangga penuh (63,79%). Tabel 4. Sebaran orang tua berdasarkan pekerjaan. Pekerjaan N %N Ibu RT tanpa 148 63,79 pekerjaan sambilan Ibu RT dengan 64 27,59 pekerjaan sambilan 20 Ibu RT dengan 8,62 pekerjaan penuh di luar rumah
*Keterangan: ¾ Jumlah responden = 30 orang ¾ Nilai r tabel = 0,361 ¾ Nilai α = 0,05 Hasil uji validitas parameter persepsi guru terhadap keamanan jajanan anak sekolah menunjukkan ada pertanyaan yang tidak valid yaitu pertanyaan nomor 2, dimana nilai r hitung lebih kecil dari nilai r tabel. Pertanyaan yang tidak valid artinya pertanyaan tersebut tidak mengukur aspek yang sama dengan pertanyaan lain, atau menimbulkan penafsiran yang salah bagi responden (Singarimbun dan Effendy, 1995). Pertanyaan nomor 2 yang tidak valid berbunyi “Apakah sekolah memiliki Kantin?”. Namun berdasarkan uji validitas secara subjektif pertanyaan tersebut telah lulus dari uji validitas dan pertanyaan tersebut mudah dimengerti atau tidak menimbulkan bias. Pertanyaan tersebut berupa pertanyaan realita (nyata) yang tidak memerlukan pengetahuan guru sehingga tidak perlu diganti atau dihilangkan. Hal ini berarti bahwa kuisioner responden guru diterima untuk selanjutkan digunakan dalam penyebaran kuisioner. Reliabilitas Kuisioner Berdasarkan pengujian reliabilitas persepsi orang tua dan guru terhadap keamanan pangan jajan anak sekolah masing-masing diperoleh nilai r hitung
Total
232
100,00
Sebaran tingkat pendidikan responden dalam penelitian ini menunjukkan bahwa orang tua dinilai cukup mampu mengakses informasi yang diperlukan untuk kelangsungan dan kesejahteraan keluarganya. Selain itu, responden juga dinilai cukup mampu memahami instruksi yang diberikan peneliti lewat kuisioner selama pengambilan data, sehingga menunjang pencapaian tujuan penelitian (Mardiyanti, 2005). Tabel 5. Sebaran orang tua berdasarkan pendidikan.
Pendidikan Sekolah Dasar (SD Sekolah lanjutan atau sederajat) Perguruan tinggi (SLTP, SLTA atau Total (Diploma, S-1, S-2, sederajat) atau S-3) 1166
N 30 182 20 232
%N 12,93 78,45 8,62 100,00
THE 5TH URECOL PROCEEDING
18 February 2017
Guru diartikan sebagai orang yang pekerjaannya mengajar dan mendidik orang lain (Syah, 2000). Selain itu, guru juga dapat berperan sebagai (a) informator, yaitu sumber penyampaian informasi berupa ilmu pengetahuan, (b) organisator, yaitu menjaga dan mengatur keserasian kegiatan belajar mengajar, (c) katalisator, yaitu mengatur kegiatan belajar mengajar kearah tujuan, (d) inisiator, yaitu mengambil inisiatif pertama sehingga menimbulkan semangat baru untuk melaksanakan semua kegiatan belajar mengajar ke tujuan interaksional, (e) moderator, yaitu sebagai pengantar belajar bagi siswa (Wahab, 1993).
UAD, Yogyakarta
Gambar 2. Tabulasi silang antara kebiasaan sarapan dengan rutinitas sarapan anak. diketahui bahwa sebagian besar orang tua memberikan uang saku kepada anak (98,70%) dan hanya 1,30% orang tua yang tidak memberikan uang saku untuk anak. Besarnya uang saku yang diberikan orang tua kepada anak yaitu kurang dari Rp 1.000,00 (3,88%), Rp 1.000,00-Rp 5.000,00 (79,74%) dan Rp 5.000,00-Rp 10.000,00 (15,08%).
Gambar 1. Tabulasi antara umur dan jenis kelamin guru. Tingkat pendidikan seseorang akan mempengaruhi nilai-nilai yang dianutnya, cara pandang, cara berpikir, bahkan persepsinya terhadap suatu masalah. Responden yang memiliki pendidikan yang lebih baik akan sangat responsif terhadap informasi (Sumarwan, 2003).
Gambar 3. Frekuensi pemberian dan jumlah uang saku anak. Pola makan yang dianjurkan kepada anak seharusnya mengandung karbohidrat berkisar 50-60 persen dari total kalori yang dikonsumsi. "Sementara asupan lemak tidak lebih dari 30 persen dari total kalori, dan protein 20-25 persen.
Gambar 2. Sebaran tingkat pendidikan guru. Persepsi Orang Tua Anak yang melakukan sarapan pagi memiliki stamina yang fit selama mengikuti kegiatan di sekolah. Sedangkan anak yang tidak sarapan pagi akan mengalami kekosongan lambung sehingga kadar gula akan menurun.
Gambar 4. Jajanan yang dibeli oleh anak sekolah. Pangan jajanan yang baik menurut orang tua adalah pangan yang ditempatkan di tempat
1167
THE 5TH URECOL PROCEEDING
18 February 2017
yang layak. Sebanyak 96,89% orang tua menyatakan bahwa penyajian pangan yang baik adalah ditempatkan pada wadah yang tertutup/etalase yang tertutup. Sisanya yaitu 3,11% orang tua menyatakan pangan jajanan yang baik yaitu ditempatkan dalam bungkusan plastik. Persepsi Guru Berdasarkan penelitian diketahui bahwa guru yang memonitor langsung keamanan jajanan di kantin sekolah adalah sebanyak 64,38% dan yang selalu mengingatkan anak didik untuk sarapan dahulu sebelum berangkat ke sekolah sebanyak 86,87%. Sedangkan guru yang selalu mengajarkan murid untuk tidak mengkonsumsi pangan jajanan sembarangan sebanyak 68,75%. diketahui bahwa guru yang disekolahnya memiliki kantin berpendapat bahwa sebagian besar pangan jajanan yang dijual di kantin sekolah aman untuk dikonsumsi (86,99%) dan ada pula guru yang menyatakan bahwa hanya sebagian pangan jajanan yang dijual di kantin sekolah aman untuk dikonsumsi (13,01%). Sedangkan untuk pangan jajanan yang dijual di sekitar sekolah, lebih dari 50% guru menyatakan hanya sebagian pangan jajanan yang aman untuk dikonsumsi (69,38%). Sisanya guru menyatakan bahwa pangan jajanan yang dijual di sekitar sekolah aman untuk dikonsumsi (22,50%) dan pangan jajanan yang dijual di sekitar sekolah tidak aman untuk dikonsumsi (8,12%). Hasil tersebut mengungkapkan bahwa perlu adanya kerja sama antara pihak sekolah dengan pedagang yang berjualan disekitar sekolah untuk dapat meningkatkan keamanan pangan jajanan yang beredar di sekolah. Persepsi guru tentang kebersihan pangan jajanan berbeda-beda. Jika ditinjau dari masing-masing tempat berjualan, menurut guru pangan jajanan yang dijual di kantin sekolah bersih (78,08%) sedangkan pangan jajanan yang dijual di sekitar sekolah kurang bersih (85,00%). Perbandingan Antara Persepsi Orang Tua Dan Guru Gangguan kesehatan yang dimaksud adalah gangguan kesehatan yang diakibatkan oleh
UAD, Yogyakarta
pengkonsumsian pangan jajanan yang dijual di sekolah. Dilihat dari hasil penelitian, menurut orang tua anak yang mengalami gangguan kesehatan lebih banyak dibandingkan dengan anak yang tidak pernah mengalami gangguan kesehatan (65,76%). Sedangkan menurut guru sebagian besar anak didik tidak pernah mengalami gangguan kesehatan (89,11%). Dari 232 responden orang tua, sebanyak 85,78% menyatakan bahwa mereka mengetahui tentang jenis bahan kimia berbahaya untuk pangan dan sebanyak 94,97% mengetahui pengaruh yang akan timbul akibat bahan kimia berbahaya. Responden guru semuanya mengetahui jenis-jenis bahan kimia berbahaya (100,00%) dan 99,38% mengetahui pengaruh yang akan ditimbulkan akibat pengkonsumsian bahan kimia berbahaya. Jenis bahan kimia berbahaya pada pangan jajanan menurut orang tua antara lain formalin, boraks, penyedap rasa, serta zat pewarna tekstil. Sebagian besar orang tua menyebutkan semua jenis bahan kimia berbahaya tersebut (82,91%). Anak yang mempraktekkan mencuci tangan sebelum menyentuh pangan berbeda-beda yaitu ada yang selalu mempraktekkan sebelum menyentuh pangan, kadang-kadang saja mempraktekkannya dan ada pula yang tidak mempraktekkannya sama sekali. Menurut orang tua anak yang selalu mempraktekkan mencuci tangan sebelum menyentuh pangan sebanyak 55,56% sedangkan menurut guru anak yang selalu mempraktekkan mencuci tangan sebelum menyentuh pangan sebanyak 45,95%. Sebagian besar orang tua mendapatkan informasi tersebut dari media elektronik seperti: TV atau radio (52,58%). Sedangkan guru sebagian besar mendapatkan informasi tentang keamanan pangan dari media cetak seperti: koran atau majalah (40,00%). tingkat persepsi orang tua (71,98%) dan guru (75,63%) berada pada kategori sedang. Sedang disini maksudnya adalah orang tua
1168
THE 5TH URECOL PROCEEDING
18 February 2017
maupun guru memiliki sikap dan perilaku yang cukup bagus terhadap keamanan pangan. Hal ini dipengaruhi oleh berbagai elemen seperti usia, pendidikan dan pengetahuan, dimana ketiganya saling mempengaruhi satu sama lain Adanya pengetahuan yang ditunjang dengan usia dan pendidikan akan menyebabkan seseorang mempunyai sikap positif, kemudian akan mempengaruhi niatnya untuk ikut serta dalam suatu kegiatan yang akan diwujudkan dalam suatu tindakan (Noor, 1999). Tabel 5. Klasifikasi tingkat persepsi responden terhadap keamanan pangan Orang tua Guru Resp N %N N %N on Bagus 33 14,22 12 7,50 Sedan 167 g Buruk 32 Total 232
71,98
121
75,63
13,79
27
16,87
UAD, Yogyakarta
oleh bahan kimia berbahaya. Selain itu, diketahui pula bahwa terdapat hubungan antara jenis kelamin guru dengan aktivitas guru dalam memonitor keamanan jajanan di sekitar sekolah dan gangguan kesehatan anak setelah jajan di sekitar sekolah. Namun setelah dilakukan regresi hasil R square yang diperoleh sama dengan hasil R square orang tua yaitu mendekati 0. 4.SIMPULAN Orang tua dan guru dalam penelitian ini memiliki persepsi yang cukup bagus terhadap keamanan pangan jajanan anak sekolah. Hal ini ditunjang dengan pengetahuan, sikap dan perilaku kedua responden terhadap hal-hal yang menyangkup keamanan pangan jajanan. Namun dari hasil penelitian, diketahui jumlah anak sekolah yang mengalami gangguan kesehatan menurut orang tua masih lebih besar (65,76%) dibandingkan dengan anak sekolah yang tidak pernah mengalami gangguan kesehatan. Gejala yang banyak dirasakan oleh anak sekolah menurut orang tua dan guru sebagian besar adalah diare. Sebagian besar anak sekolah hanya kadang-kadang saja melakukan sarapan pagi di rumah (47,84%) sehingga lebih banyak yang jajan di sekolah (80,35%). Pangan jajanan disekolah yang dikonsumsi anak menurut orang tua mengandung bahan kimia berbahaya (94,97%) dan mengandung kuman atau tidak higienis (65,52%). Sedangkan menurut guru pangan jajanan disekitar sekolah sebagian besar aman untuk dikonsumsi (69,38%) dan pangan jajanan yang dijual di sekitar sekolah kurang bersih (85,00%). Sumber informasi tentang keamanan pangan umumnya diperoleh orang tua dari media elektronik seperti TV dan Radio (53,02%) sedangkan guru umumnya berasal dari media cetak seperti: koran dan majalah (40,00%). Kedua media tersebut merupakan alat komunikasi yang efisien dalam menyampaikan informasi kepada masyarakat. Daftar pustaka Anonim. 2005a. Pilihan Pekerjaan Untuk Ibu. http://www.ibudananak.com [11 januari 2007].
100,00 160 100,00 Korelasi Antar Parameter Terhadap Persepsi Keamanan Pangan analisis uji Chi- square baik berdasarkan probabilitas maupun dengan membandingkan antara x2 hitung dan x2 tabel mengungkapkan bahwa nilai R square menggambarkan bahwa hubungan yang ada adalah lemah, dimana nilai yang diperoleh rata-rata mendekati 0, artinya terdapat hubungan antara profil responden seperti usia dengan kebiasaan anak sarapan sebelum berangkat sekolah dan kebiasaan orang tua memonitor pangan jajanan anak, profil pekerjaan dengan tahu atau tidak orang tua terhadap pengaruh penanganan pangan jajanan yang tidak higienis, profil pengeluaran dengan tahu atau tidak orang tua terhadap pengaruh penanganan pangan jajanan yang tidak higienis, serta profil pendidikan dengan jumlah uang saku anak dan tahu atau tidak orang tua terhadap pengaruh penanganan pangan jajanan yang tidak higienis. korelasi antara umur dengan persepsi guru dalam memonitor keamanan pangan jajanan di kantin sekolah dan di sekitar sekolah serta pengaruh yang ditimbulkan
1169
THE 5TH URECOL PROCEEDING
18 February 2017
Badan POM RI. 2002. Panduan Pengolahan Pangan yang Baik Bagi Industri Rumah tangga: Amankan Dan Bebaskan Produk Dari Bahan Berbahaya. Direktorat Surveilan dan Penyuluhan Keamanan Pangan Deputi Bidang Pengawasan keamanan Pangan dan Bahan Berbahaya. Jakarta. Fardiaz, S. 1993. Keamanan Pangan Jilid I. Jurusan Teknologi Pangan dan Gizi. Fakultas Teknologi Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Harper, L. J, B. J Deaton, dan J. A. Driskel. 1985. Pangan, Gizi dan Pertanian. Manalu, H. 2004. Persepsi Bidan Desa Terhadap Peran, Tugas dan Fungsinya di Kabupaten Tanggerang Tahun 2004. http://dinkesjatim.go.id/keg- ukbm.html. [3 Januari 2007]. Martoadmodjo, M. Khumaidi, dan Husaini. 1973. Pengetahuan Gizi untuk Membina Keluarga Sehat. Persagi Cabang Kedungwuni. Kedungwuni Merril, C. J & L. R. Lowenstein, 1971. Media, Massage and Man: New Perspective In Communication. David Mckey Co. New York. Pang, T., Z.A. Bhutta, B.B Finlay, dan M. Altwegg. 1995. Typhoid fever and other salmonellosis: a continuing challenge.” Trend Microbial., 3(7):253-255. di dalam Cary et al. Microbial Foodborne Disease Mechanisms of Pathogenesis and Toxin Synthesis. Technomic Publishing Company, Inc. Pennsylvania.
UAD, Yogyakarta
dari: Essential of Organization Behaviour (5th ed). Setiadi, N. J. 2003. Perilaku Konsumen: Konsep dan Implikasi untuk Strategi dan Penelitian Pemasaran. Prenada Media. Jakarta.
Prastito, A. 2004. Cara Mudah Mengatasi Masalah Statistik dan RancanganPercobaan Dengan SPSS 12. Elex Media Komputindo. Jakarta. Purnawijayanti, H. A. 2001. Sanitasi, Higiene dan Keselamatan Kerja dalam Pengolahan Makanan. Kanisius (Anggota IKAPI). Yogyakarta. Rahayu, W.P., P.B. Hartini, Y. Kuswanti, Y. Syella, dan Y.F. Dewi. 2002. Robbins, S. P. 2002. Prinsip-Prinsip dan Perilaku Organisasi. Ed ke-5. Halida, Sandika D, (penerjemah); Mahanani N (editor). Jakarta: Erlangga. Terjemahan
1170