BAB III PERSEPSI ORANG TUA TERHADAP BIMBINGAN BELAJAR BAGI ANAK USIA SEKOLAH DASAR DI DESA SASTRODIRJAN KECAMATAN WONOPRINGGO KABUPATEN PEKALONGAN
A. Gambaran Umum Desa Sastrodirjan 1. Sejarah desa Desa Sastrodirjan merupakan salah satu dari 14 (empat belas) desa di kecamatan Wonopringgo dan salah satu dari 285 (dua ratus delapan puluh lima) desa/ kelurahan di Kabupaten Pekalongan yang terletak di tengahtengah wilayah kecamatan Wonopringgo yang berbatasan dengan wilayah kecamatan Karanganyar, Bojong, Kedungwuni dan Doro. Sebelum terbentuknya Desa Sastrodirjan, dahulu kawasan tersebut merupakan tanah gambut yang tumbuh ilalang. Suatu ketika terjadi musim kemarau panjang. Masyarakat berembug untuk menentukan batas wilayah dengan cara membakar lahan tersebut dari arah utara sampai ke selatan dengan catatan api tidak boleh dipadamkan (harus padam sendiri). Setelah api padam, ternyata bekas pembakaran tersebut bentuknya memanjang. Maka pada saat itulah masyarakat menentukan wilayah desa, batas desa, luas wilayah, dan nama desa yaitu “Dirjan Jaya”. Setelah masyarakat berhasil menentukan luas wilayah, batas wilayah dan nama desa, maka desa tersebut dibagi menjadi beberapa bagian
36
37
yang disebut “dukuh”. Akhirnya Dirjan Jaya terbagi menjadi 5 pedukuhan yaitu: a. Dukuh Kembangan I b. Dukuh Kembangan II c. Dukuh Kesedran d. Dukuh Kletak e. Dukuh Sebleber Sehubungan Dukuh Kembangan I dan II berupa alas bulung, maka nama dukuh Kembangan I dan II dirubah namanya menjadi dukuh Wonolobo. Kata tersebut diambil dari kata “wono” yang artinya alas, dan “lobo” yang artinya bulung. Pada saat perubahan nama dukuh itu desa Dirjan Jaya sedang dipimpin oleh Kepala Desa yang pertama bernama Makram, kemudian dilanjutkan oleh Kepala Desa Samir. Pada masa kepemimpinan Kepala Desa yang ketiga, yakni Bapak Tawijan serta sekretarisnya Bapak Castro, nama Desa Dirjan Jaya dirubah menjadi Sastrodirjan. Nama desa tersebut diambil dari nama sebutan carik yaitu Sastro (aslinya Castro) dan dari nama Kepala Desa Tawijan. Akhirnya nama desa menjadi Sastrodirjan.1
1
2015.
Abidin Abdul Mu‟in, Carik desa Sastrodirjan, Wawancara Pribadi, Pekalongan, 15 April
38
2. Kondisi Demografi2 a. Wilayah desa Wilayah desa Sastrodirjan kecamatan Wonopringgo sebagian besar merupakan tanah garapan berupa tanah sawah dan sebagian kecil berupa tanah daratan/ pemukiman, dengan hasil utama berupa padi dan sebagian berupa palawija. b. Luas wilayah
: 146.045 Ha
c. Jumlah dusun
: 4 dusun
1) Dusun Wonolobo 2) Dusun Sedran 3) Dusun Puton 4) Dusun Bleber d. Batas wilayah 1) Utara
: Desa Kwagean Kec. Wonopringgo
2) Selatan
: Desa Kayugeritan Kec. Karanganyar
3) Barat
: Desa Jetak Kidul Kec. Wonopringgo
4) Timur
: Desa Legok Gunung Kec. Wonopringgo
e. Topografi 1) Luas kemiringan lahan datar (rata-rata)
: 234.66 Ha
2) Ketinggian di atas permukaan laut (rata-rata)
: 27 m/dpl
f. Hidrologi Irigasi berpengairan teknis dan irigasi liar (bendungan tradisional). 2
Dokumentasi Rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa (RPJM-Desa) Sastrodirjan Tahun 2014-2019, hlm.9.
39
3. Monografi Desa3 Tabel 1 Jumlah penduduk dilihat dari jenis kelamin serta usia No
Uraian
Jumlah Keterangan
1.
Jumlah penduduk
3757
2.
Jumlah KK
978
3.
Jumlah laki-laki 0-15 tahun
4.
-
Usia TK
94
-
Usia SD
140
-
Usia SMP
246
16-55 tahun
865
Diatas 55 tahun
385
Jumlah perempuan 0-15 tahun
3
636
612
- Usia TK
107
- Usia SD
146
- Usia SMP
234
16-55 tahun
898
Diatas 55 tahun
361
Dokumentasi buku induk kependudukan desa Sastrodirjan tahun 2014.
40
Tabel 2 Jumlah penduduk berdasarkan mata pencaharian No
Mata pencaharian
Jumlah Keterangan (jiwa)
1.
Buruh tani
293
2.
Petani
242
3.
Pedagang
36
4.
Tukang kayu
7
5.
Tukang batu
11
6.
Penjahit
205
7.
Guru
3
8.
PNS
8
9.
Pensiunan
3
10.
TNI/ Polri
1
11.
Perangkat desa
8
12.
Pengrajin
10
Pengrajin batu
13.
Industri kecil
5
Pembuat tempe
14.
Buruh industri
9
Buruh cucian
15.
Supir
3
Supir angkot
Pedagang kelontong
Jahit konveksi
41
Tabel 3 Jumlah penduduk berdasarkan tingkat pendidikan No
Tingkat Pendidikan
Jumlah
1.
Tidak tamat SD
1012
2.
SD
1476
3.
SMP
651
4.
SMA
375
5.
Diploma/ sarjana
25
Keterangan
4. Pendapatan atau kekayaan desa Pendapatan desa merupakan jumlah keseluruhan penerimaan desa yang dibukukan dalam APBDes setiap tahun anggaran. Menurut peraturan daerah Kabupaten Pekalongan Nomor 1 Tahun 2010 bahwa sumber pendapatan desa berasal dari: a. Pendapatan asli desa yang terdiri dari hasil usaha desa, hasil kekayaan desa, hasil swadaya dan partisipasi, hasil gotong royong dan lain-lain pendapatan asli desa yang sah; b. Bantuan keuangan dari pemerintah, pemerintah provinsi, dan pemerintah daerah yang disalurkan melalui kas desa; c. Sumber pendapatan desa yang telah dimiliki dan dikelola oleh desa tidak dibenarkan diambil alih oleh pemerintah, pemerintah provinsi, dan pemerintah daerah.
42
Adapun pendapatan desa Sastrodirjan berasal dari: a) Tanah kas desa b) Bangunan desa yang dikelola desa c) Kontribusi dari pengusaha yang ada di desa d) Lain-lain kekayaan milik desa4
5. Struktur organisasi desa Struktur organisasi pemerintah desa Sastrodirjan terdiri dari seorang Kepala Desa (KADES), Sekretaris Desa (SEKDES), 5 Kepala Urusan (KAUR) dan 3 Kepala Dusun (KADUS). Adapun bagan struktur organisasi pemerintah Desa Sastrodirjan adalah sebagai berikut:5 BPD
Kades Sekdes KA PEMR KA PEMB KA UANG KA UMUM KA KESRA
KADUS I
4 5
KADUS II
KADUS III
Dokumentasi Pembangunan Jangka Menengah, op.cit., hlm.7. Ibid, hlm.12.
43
Keterangan:6 a. BPD
: Badan Pembangunan Desa
b. Kepala Desa
: Mahmudun
c. Sekretaris Desa
: Abidin Abdul Mu‟in
d. Kaur Pemerintahan
: Ati Mufiati
e. Kaur Pembangunan
: Jupriyah
f. Kaur Keuangan
: Ida Eliza
g. Kaur Umum
: H. Mustadi
h. Kaur Kesra
: Rosyadi
i. Kadus I
: Kanapi
j. Kadus II
: Muamalah
k. Kadus III
: Kusnoto
6. Pembagian wilayah desa Desa Sastrodirjan dibagi menjadi 4 dusun yaitu: a. Dusun Wonolobo
: 3 RT dan 1 RW (RT 01,02,03 dan RW 01)
b. Dusun Sedran
: 2 RT dan 1 RW (RT 04,05 dan RW 02)
c. Dusun Puton
: 1 RT dan 1 RW (RT 06 dan RW 03)
d. Dusun Bleber
: 1 RT dan 1 RW (RT 07 dan RW 03)7
6
Jupriyah, Kaur Pembangunan Desa Sastrodirjan, Wawancara Pribadi, Pekalongan, 29 April 2015. 7 Dokumentasi Pembangunan Jangka Menengah, op.cit., hlm.12.
44
7. Kondisi pemerintahan desa Tabel 4 Pelayanan pemerintahan umum No.
Uraian
keberadaan
keterangan
Ada
tidak
1.
Pelayanan kependudukan
Ada
-
2.
Pemakaman
Ada
-
3.
Perijinan
-
Tidak
4.
Pasar tradisional
-
Tidak
5.
Ketentraman dan tibum
Ada
-
Dari tabel tersebut diatas dapat disimpulkan bahwa: a. Pelayanan kependudukan dilaksanakan setiap hari jam kerja kadang kala ada juga penduduk yang datang pada sore atau malam hari, hal ini bisa dimaklumi karena mayoritas penduduk adalah petani atau buruh tani sehingga kesibukan bekerja seharian. Pemahaman mengenai jam kerja kantor masih kurang. b. Ada 3 (tiga) lokasi pemakaman di desa Sastrodirjan. Tidak ada tim khusus yang menangani hal ini. Prosesi pemakaman dipimpin oleh ulama setempat dan dilaksanakan secara gotong royong oleh warga. c. Perijinan diantaranya adalah ijin keramaian (mengadakan acara) dan ijin tinggal.
45
d. Ijin keramaian diwajibkan bagi kegiatan yang bisa mendatangkan massa dalam jumlah banyak. Seperti hiburan rakyat, ketoprak atau orkes yang nantinya setelah ijin ke pemerintah desa juga diteruskan ke Muspika. e. Ijin tinggal diberlakukan kepada warga asing yang bertamu lebih dari 24 jam atau menginap terutama jika bukan keluarga dekat dengan warga setempat. f. Pasar tradisional tidak ada, warga biasa datang ke pasar tradisional yang ada di Kecamatan Wonopringgo. g. Satuan linmas memiliki anggota sebanyak 30 personel aktif dan siap sewaktu-waktu jika ada kegiatan yang bersifat lokal atau skala kecil. Untuk pengamanan skala sedang dan besar linmas dibantu dari Polsek dan Koramil.8 8. Sarana dan prasarana Tabel 5 Jumlah sarana umum di Desa Sastrodirjan
8
No.
Nama sarana umum
Jumlah
1.
Masjid dan Mushola
11 buah
2.
Taman Kanak-kanak
3 buah
3.
Sekolah Dasar
2 buah
4.
Taman Pendidikan Alquran
4 buah
5.
MCK umum
9 buah
Ibid, hlm.11.
46
B. Persepsi Orang Tua terhadap Bimbingan Belajar Bagi Anak Usia Sekolah Dasar Jumlah anak usia Sekolah Dasar (usia 6-11 tahun) di Desa Sastrodirjan sebanyak 286 anak.9 Jadi jumlah orang tua yang memiliki anak usia Sekolah Dasar pun juga 286 keluarga. Peneliti melakukan wawancara dengan orang tua yang mempunyai anak usia Sekolah Dasar sejumlah 10 informan. Adapun dasar dari pengambilan informan yaitu berdasarkan profesi orang tua. Berikut ini adalah hasil wawancara terkait persepsi orang tua terhadap bimbingan belajar bagi anak usia sekolah dasar: 1) Arti bimbingan belajar Para orang tua memberikan tanggapan tentang arti bimbingan belajar, berikut ini hasil wawancaranya: Informan pertama adalah Maghfiroh, seorang Ibu yang berprofesi sebagai pedagang dan memiliki anak laki-laki yang duduk di kelas 2 SD, beliau mengatakan: “Bimbingan belajar itu ya berarti mengarahkan anak agar mau belajar. Dinasehati terus, biar mau belajar. Nanti lama-lama kan walaupun saya tidak menyuruh, anaknya bisa sadar sendiri mau belajar”.10 Informan kedua adalah Rinawati, seorang ibu rumah tangga yang kini anaknya duduk di kelas 2 SD. Menurut beliau: “Bagi saya bimbingan belajar itu berarti membimbing anak supaya mau belajar. Agar anak tidak mengalami kesulitan, belajar itu kan lebih baik
9
Dokumentasi buku induk Kependudukan Desa Sastrodirjan, tahun 2014. Maghfiroh, Orang tua anak usia sekolah dasar, Pekalongan, Wawancara Pribadi, 18 April 2015. 10
47
sedikit-sedikit tapi bisa terus menerus daripada langsung banyak nanti sulit dipahami apalagi dihapalkan.11 Informan ketiga adalah Kharizah, seorang Ibu yang bekerja di suatu instansi pemerintah (PNS). Beliau menjelaskan: “Menurut saya bimbingan belajar adalah membimbing anak dalam belajar. Kalau bimbingan belajar dari orang tua itu berarti orang tua mendampingi anak belajar di rumah, atau membantu anak kalau dia mengalami kesulitan dalam belajar.”12 Selanjutnya informan keempat adalah Khakimatul Khoiriyah yang merupakan pengusaha konveksi. Anaknya duduk di kelas 4. Pendapatnya mengenai arti dari bimbingan belajar yaitu: “Bimbingan belajar adalah membimbing anak supaya dia pintar, dan rajin belajar. Anakpun bisa semangat lagi belajarnya.”13 Jawaban tersebut senada dengan apa yang diungkapkan oleh Khakimah dan Tilarsih bahwa bimbingan belajar itu artinya membimbing anak agar dia rajin belajar dan menjadi pintar. Adapula informan kelima yaitu Ahmad Rozaqi, seorang bapak yang berprofesi sebagai petani ternyata juga memperhatikan pendidikan anaknya, beliau berpendapat: “Bimbingan belajar menurut saya adalah melatih kebiasaan belajar bagi anak. Dengan belajar anak bisa pandai, dan pandai merupakan kunci kesuksesan. Anak harus dilatih di rumah agar orang tua tahu kondisi dan perkembangan anak”.14 11
Rinawati, Orang tua anak usia sekolah dasar, Pekalongan, Wawancara Pribadi, 24 April
12
Kharizah, Orang tua anak usia sekolah dasar, Pekalongan, Wawancara Pribadi, 10 Mei
2015. 2015. 13
Khakimatul Khoiriyah, Orang tua anak usia sekolah dasar, Pekalongan, Wawancara Pribadi, 11 Mei 2015. 14 Ahmad Rozaqi, Orang tua anak usia sekolah dasar, Pekalongan, Wawancara Pribadi, 15 Mei 2015.
48
2) Belajar dengan teratur setiap harinya Peneliti juga menanyakan apakah anak-anak belajar dengan teratur setiap harinya? Mayoritas informan menjawab bahwa anak-anak mereka belajarnya tidak teratur. Walaupun orang tua mengingatkan anak agar belajar, namun anak tiap malamnya belum tentu belajar. Mereka belajar dengan sesuka hati, biasanya hanya ketika ada Pekerjaan Rumah (PR) serta ketika ulangan semester. 3) Kesulitan dalam belajar Dalam memaparkan mengenai kesulitan belajar yang dialami anaknya, berikut ini merupakan penjelasan dari para orang tua, Rinawati mengatakan: “Anak saya masih mengalami kesulitan belajar termasuk dalam mengatur waktu belajar. Dia kalau disuruh belajar susah, kalau dia tidak mau ya sudah. Saya tidak memaksa. Biasanya hanya suka belajar kalau mau ada ulangan. Anak saya itu yang jelek nilai agamanya”.15 Kharizah juga menjelaskan: “Anak saya lemah dalam pelajaran bahasa jawa dan IPA. Dia sering bertanya ke saya kalau ada istilah-istilah asing atau bahasa jawa yang sulit dimengerti. Maklum, anak saya kan tidak lahir di sini. Kalau matematika malah jarang bertanya”.16 Adapula anak yang masih mengalami kesulitan dalam hal menulis, seperti yang dijelaskan oleh Ida Irmalayanti seorang ibu yang menjadi guru di TK (Taman Kanak-kanak) yang anaknya masih duduk di kelas 1 SD:
15 16
Rinawati, Op.Cit. Kharizah, Op.Cit.
49
“Jika menulis terlalu banyak dan bahasa juga sulit dipahami, anak saya jadi malas. Katanya bahasa yang diberikan guru terlalu susah. Kalau hitunghitungan anak saya malah suka”.17 Sedangkan Ahmad Rozaki menjelaskan: “Anak saya kurang bisa dalam pelajaran matematika. Kadang sampai nangis kalau pas ada PR dan dia tidak bisa mengerjakan”.18 Hal tersebut sama dengan apa yang diungkapkan oleh Tilarsih dan Ida Wakiah bahwa anaknya lemah dalam pelajaran matematika. Lebih parah lagi ibu Munasifah, seorang ibu yang setiap harinya menjahit untuk menghidupi keluarganya menjelaskan: “Ya semua pelajaran dia sepertinya kurang mampu. Semangat belajarnya itu kurang tinggi. Tadinya penurut, tapi sejak ayahnya meninggal jadi semaunya sendiri”.19 Sebaliknya, ada anak yang sudah mampu menguasai materi pelajaran dengan baik seperti yang dijelaskan oleh Khakimatul Khoiriyah: “Yang saya tahu anak saya tidak mengalami kesulitan dalam memahami pelajaran. Nilainya juga cukup bagus-bagus. Dia juga sudah bisa membagi waktu belajar dengan baik. Namun semangat belajarnya tidak selalu tinggi, terkadang anak saya juga mengalami kejenuhan”.20 4) Memberikan bimbingan kepada anak Terkait dengan pemberian bimbingan kepada anak oleh orang tua, mayoritas orang tua mengaku bahwa mereka membimbing anak ketika belajar. Kharizah mengatakan:
17
Ida Irmalayanti, Orang tua anak usia sekolah dasar, Pekalongan, Wawancara Pribadi, 15 Mei 2015. 18 Ahmad Rozaqi, Op.Cit. 19 Munasifah, Orang tua anak usia sekolah dasar, Pekalongan, Wawancara Pribadi, 14 Mei 2015. 20 Khakimatul khoiriyah, Op.Cit.
50
“Ya, saya selalu membimbing sekaligus mendampingi anak dalam belajar. Hal itu sangat penting karena memang kewajiban orang tua. Karena pagi sampai sore saya bekerja, jadi pada malam hari saya baru bisa mendampingi anak belajar. Bagi saya anak-anak jauh lebih penting”.21 Maghfiroh juga menjelaskan: “Tiap malam saya selalu menemani anak belajar. Saya berjualan kan disiang hari, jadi malamnya masih bisa memperhatikan anak saya. Salah satunya dengan menemani anak belajar”.22 Ida Irmalayanti juga menegaskan: “Oh ya, selalu. Tiap malam saya selalu berusaha mendampingi anak saya. Apalagi dia baru lulus dari TK. Sebenarnya saya membimbing anak dalam belajar itu hanya sekedar saya arahkan. Saya nasehati. Jadi biar anak mampu berpikir mandiri. Kalau ada pertanyaan yang sulit dan anak saya tidak mampu menjawabnya, baru saya bantu dia menjawab”.23 Ahmad Rozaqi menjelaskan: “Saya selalu berusaha menasehati dan membimbing anak agar mau belajar. Untuk mendampingi, itu tidak pasti. Yang terpenting, saya selalu mengusahakan supaya anak saya rajin belajar. Karena saya tidak ingin anak saya seperti saya, hidupnya susah seperti ini. Kalau anak saya pintar kan nanti bisa jadi orang yang lebih baik lagi”.24 Khakimah seorang ibu yang berprofesi sebagai bidan dan kini memiliki anak yang duduk di kelas 6 SD juga menjelaskan: “Walaupun di rumah saya buka praktek pengobatan dan lumayan sibuk, tapi saya selalu mengingatkan anak saya untuk belajar. Kalau pas sepi dan ada waktu saya mendampingi dia belajar”.25
21
Kharizah, Op.Cit. Maghfiroh, Op.Cit. 23 Ida Irmalayanti, Op.Cit. 24 Ahmad Rozaqi, Op.Cit. 25 Khakimah, Orang tua anak usia sekolah dasar, Pekalongan, Wawancara Pribadi, 17 Mei 22
2015.
51
Lain halnya dengan beberapa informan berikut ini, Khakimatul Khoiriyah mengatakan: “Sebenarnya saya sih ingin membimbing anak saya sendiri. Namun karena saya membantu suami menangani urusan konveksi, saya jadi tidak bisa. Tapi sungguh saya sangat memperhatikan pendidikan anak saya. Karena saya tidak bisa membimbing langsung sendiri, jadi saya memanggil guru les privat untuk mendampingi anak saya belajar”.26 Hampir senada dengan informan di atas, Tilarsih seorang ibu yang menjadi pegawai (PNS) dan memiliki anak yang masih duduk di kelas 3 SD, mengatakan: “Jarang sekali saya menemani anak saya belajar. Saya berangkat kerja pagi, pulang sampai di rumah biasanya maghrib. Badan saya rasanya juga capek. Jadi saya hanya bisa mengingatkan anak saya agar belajar, tapi kalau dia tidak mau ya sudah. Saya tidak memaksa. Hal ini terjadi karena memang keterbatasan waktu saya. Mau bagaimana lagi, pekerjaan memang menuntut saya bekerja pada jam tersebut”.27 Ida Wakiah mengatakan: “Saya jarang menemani anak belajar. Kalau pas dia belajar terus merasa kesulitan, paling tanya ke bapaknya. Karena memang bapaknya lebih mengerti”.28 Munasifah juga menjelaskan: “Saya selalu menyuruh anak saya agar belajar. Tapi untuk menemaninya, jarang sekali. Tiap hari saya menjahit. Pagi, siang, sore, dan malam saya menjahit. Pekerjaan ini penting sekali bagi saya karena menjadi sumber utama yang bisa menghidupi keluarga. Suami sudah tidak ada, ya beginilah. Saya sekaligus merangkap menjadi ayah bagi anak saya”.29
26 27
Khakimatul Khoiriyah, Op.Cit. Tilarsih, Orang tua anak usia sekolah dasar, Pekalongan, Wawancara Pribadi, 13 Mei
2015. 28
Ida Wakiah, Orang tua anak usia sekolah dasar, Pekalongan, Wawancara Pribadi, 18
Mei 2015. 29
Munasifah, Op.Cit.
52
5) Cara orang tua membujuk anak agar mau belajar Masing-masing orang tua memiliki cara yang berbeda dalam membujuk anaknya agar mau belajar, seperti yang diungkapkan oleh Ida Irmalayanti: “Saya mencari media-media sederhana yang ada di rumah dan sekiranya pas untuk diajarkan. Hal itu saya lakukan ketika anak sulit diajak belajar”.30 Lain hal nya dengan Ahmad Rozaqi, beliau mengatakan: “Saya menceritakan tentang tokoh-tokoh yang sukses dikarenakan rajin belajar dan sangat mementingkan pendidikan. Saya rasa hal itu bisa sedikit menyadarkan anak saya, nanti akhirnya dia jadi semangat lagi”.31 Sementara Khakimatul Khoiriyah menjelaskan: “Anak saya itu kan saya ikutkan les, jadi kalau dia kambuh malas belajar saya bilang saja, „tidak usah les lagi ya? Mulai besok belajar sendiri saja terus‟, seperti itu. Walaupun seperti mengancam, tapi itu cukup ampuh”.32 Khakimah juga menjelaskan: “Paling saya nasehati terus. Supaya dia mau belajar”. Hal tersebut serupa dengan apa yang diungkapkan Kharizah, Maghfiroh, dan Rinawati. Ada pula beberapa orang tua yang membiarkan anaknya ketika mereka tidak mau belajar, Ida Wakiah seorang ibu yang menjadi buruh dan memiliki anak yang duduk di kelas 5 SD, menjelaskan:
30
Ida Irmalayanti, Op.Cit. Ahmad Rozaqi, Op.Cit. 32 Khakimatul Khoiriyah, Op.Cit. 31
53
“Yang penting saya sudah mengingatkan, kalau nanti anaknya tidak mau belajar ya sudah. Saya tidak suka memaksa anak”.33 Tilarsih juga mengatakan: “Saya capek. Jadi kalau saya sudah menasehati anak agar belajar tapi dia tetap tidak mau ya sudah. Saya tidak memaksa”.34 6) Peran orang tua dalam mendidik anak Peneliti juga menanyakan kepada informan mengenai seberapa besar peran orang tua dalam mendidik anak. Khakimah mengatakan: “Oh ya tentu besar sekali. Keluarga itu kan pendidik pertama dan yang utama bagi anak. Anak bisa melakukan berbagai hal itu karena dari kecil mendapat didikan dari orang tua. Anak yang masih kecil, hampir seluruh waktunya kan dihabiskan di rumah. Disitu mereka belajar berbicara, berjalan, tersenyum dari orang-orang didekatnya yaitu keluarga. Pelajaran itu akan melekat pada diri anak sampai mereka beranjak dewasa. Itu hanya contoh kecilnya saja. Jadi kesimpulannya memang orang tua itu sangat berperan mendidik anak”.35 Sama hal nya dengan Ida Irmalayanti yang berpendapat bahwa: “Peran orang tua besar sekali. 100% orang tua wajib mendidik anaknya baik tentang pelajaran maupun akhlaq. Bukankah dalam Islam itu orang tua memang menjadi pendidik utama bagi anak? Namun kenyataannya sekarang memang terbalik. Setelah memasukkan anak di sekolah, orang tua justru lepas tangan karena menganggap sekolah telah memberikan pendidikan yang layak. Padahal kebanyakan anak di sekolah hanya mendapat pengajaran yang bersifat teori saja. Untuk mempraktekkannya, justru orang tua yang harus mendidik dan mengawasi anaknya”.36 Rinawati memiliki pendapat yang sama dengan informan di atas, bahwa 100% orang tua berperan dalam mendidik dan mendukung anak dalam kebaikan. Contoh dukungannya adalah dengan mengarahkan anak agar belajar dan memberikan fasilitas pendidikan yang sesuai.
33
Ida Wakiah, Op.Cit. Tilarsih, Op.Cit. 35 Khakimah, Op.Cit. 36 Ida Irmalayanti, Op.Cit. 34
54
Maghfiroh juga menegaskan: “Orang tua berperan sekali dalam mendidik anak. Kalau dihitung-hitung anak lebih banyak menghabiskan waktu dirumah, jadi perlu sekali mendapat perhatian orang tua”.37 Sama hal nya dengan apa yang diungkapkan oleh Kharizah, Tilarsih, Munasifah dan Ida Wakiah bahwa orang tua berperan besar dalam mendidik anak karena keluarga adalah lingkungan pertama yang dikenal anak. Khakimatul Khoiriyah menegaskan: “Orang tua sangat berperan dalam mendidik anak. Alasannya itu memang kewajiban orang tua”.38 Ahmad Rozaqi juga menegaskan: “Totalitas, 100% orang tua sangat berperan dalam mendidik anak. Anak merupakan amanah yang terberat. Kalau orang tua membiarkan anak semaunya saja, tidak mengarahkan pada kebaikan maka akan merugikan keduanya. Anak seenaknya berbuat sendiri meskipun perbuatan jahat, sedangkan orang tua akan dimintai pertanggung jawaban kelak di akhirat. Saya pernah dengar di pengajian, ketika nanti di akhirat seorang anak masuk neraka, timbangan buruknya lebih banyak, maka yang ditanyai adalah orang tuanya. Bagaimana mereka dulu mendidik anak sehingga menjadi seperti itu. Orang tua yang seharusnya masuk surga, akhirnya tercegah akibat perbuatan anaknya yang buruk”.39
37
Maghfiroh, Op.Cit. Khakimatul Khoiriyah, Op.Cit. 39 Ahmad Rozaqi, Op.Cit. 38
55
7) Tanggapan mengenai lembaga bimbingan belajar atau les Adapun sebagai penunjang, peneliti juga menanyakan kepada para orang tua terkait tanggapan mereka terhadap lembaga bimbingan belajar (bimbel) atau les yang kini marak. Kharizah berpendapat: “Bimbingan belajar atau les ditempat lain itu bagus. Anak yang tadinya kurang memahami pelajaran nanti jadi bisa lebih paham. Apalagi bagi orang tua yang bekerja dan kurang bisa maksimal dalam mendampingi anak belajar sehingga bisa terbantu dengan adanya lembaga bimbingan belajar”.40 Begitu juga pendapat Maghfiroh, Munasifah, Tilarsih, Ahmad Rozaki dan Rinawati yang menjelaskan bahwa mereka setuju dengan adanya lembaga bimbel karena bisa membantu anak agar lebih memahami pelajaran. Khakimah juga menuturkan: “Lembaga bimbingan belajar itu baik sekali bagi anak. Bisa membantu anak dalam belajar. Biasanya anak juga diajari trik atau cara mengerjakan soal dengan cepat dan mudah, utamanya dalam pelajaran matematika”.41 Senada dengan apa yang diungkapkan oleh Khakimatul khoiriyah, bahwa les itu bagus sekali. Anak jadi lebih menguasai pelajaran dan mendapatkan trik-trik tertentu untuk mengerjakan soal. Ida Wakiah juga mengatakan: “Saya setuju dengan adanya lembaga bimbingan belajar. Itu bisa membantu pemahaman anak”.42
40
Kharizah, Op.Cit. Khakimah, Op.Cit. 42 Ida Wakiah, Op.Cit. 41
56
Sedangkan Ida Irmalayanti menegaskan: “Les sebenarnya penting bagi anak karena bisa membantu anak lebih paham pada pelajaran. Tapi yang saya tahu di lembaga bimbel itu biasanya diajari trik-trik. Anak jadi berpikir serba instan. Yang penting mendapatkan jawaban walaupun tidak tahu cara mengerjakan yang sebenarnya”.43 8) Mengikutsertakan anak di lembaga bimbingan belajar (bimbel) atau les Lebih lanjut lagi peneliti menanyakan kepada para informan tentang minat mereka untuk mengikutsertakan anaknya di lembaga bimbel atau les. Para orang tua kebanyakan berminat untuk mengikutsertakan anaknya di lembaga bimbel disertai alasan masing-masing. Berikut ini penuturan orang tua yang sudah mengikutsertakan anaknya di lembaga bimbingan belajar: Khakimatul Khoiriyah mengatakan: “Saya berminat sekali. Anak saya juga sudah saya les kan. Saya malah memanggil guru privat ke rumah. Karena kalau ikut di lembaga bimbel lumayan jauh, pelaksanaannya juga malam hari. Hal itu justru menyita waktu saya. Saya harus mengantar dan menunggui disana. Lebih simpel memanggil privat ke rumah”.44 Khakimah juga menuturkan: “Saya mengikutsertakan anak saya di lembaga bimbel sudah dua tahun. Saya sangat mendukung. Apalagi sekarang anak saya kelas 6 dan sebentar lagi menghadapi ujian nasional. Biasanya suami saya yang ada waktu untuk mengantar dan menjemput anak saya dari tempat les”.45 Lain hal nya dengan para orang tua yang berminat terhadap lembaga bimbel, namun belum bisa mengikutsertakan anaknya.
43
Ida Irmalayanti, Op.Cit. Khakimatul Khoiriyah, Op.Cit. 45 Khakimah, Op.Cit. 44
57
Maghfiroh menjelaskan: “Saya berminat. Tapi anak saya yang tidak mau. Saya pernah menanyai dia, dan dia bilang tidak mau”.46 Tilarsih juga menjelaskan: “Minat ada, alasannya supaya anak jadi tambah pintar. Anak saya kalau belajar sendiri kurang senang, kurang semangat. Tapi di desa ini belum ada. Tempat bimbel agak jauh jadi harus memikirkan antar jemput, dan saya belum bisa melakukannya”.47
Serupa dengan apa yang dikatan oleh Rinawati, Ida Wakiah dan Ahmad Rozaqi bahwa ada minat, tapi karena tempat yang agak jauh sehingga harus antar jemput anak, maka belum bisa melakukannya. Munasifah menegaskan: “Oh minat sekali. Saya merasa keteteran mendidik sendiri. Dia sulit diatur. Tapi sampai saat ini saya belum bisa karena sibuk dengan pekerjaan. Kalau ada uang banyak saya malah ingin mengundang guru les privat ke rumah”.48 Kharizah juga menjelaskan: “Saya minat sekali. Tapi di daerah sini masih jarang jadi memang anak saya belum saya ikutkan les. Antar jemputnya tidak ada”.49 Sementara Ida Irmalayanti menjelaskan: “Untuk saat ini saya rasa masih belum perlu, anak saya masih kelas satu. Saya masih bisa menangani sendiri. Kalau les nanti malah waktu bermain anak saya tidak ada karena pikiran terforsir untuk belajar terus”.50
46
Maghfiroh, Op.Cit. Tilarsih, Op.Cit. 48 Munasifah, Op.Cit. 49 Kharizah, Op.Cit. 50 Ida Irmalayanti, Op.Cit. 47
58
C. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Persepsi Orang Tua terhadap Bimbingan Belajar Bagi Anak Usia Sekolah Dasar Peneliti bertanya kepada sejumlah informan tentang faktor yang mempengaruhi persepsi mereka terhadap bimbingan belajar. Berikut ini adalah hasilnya: Informan pertama, Maghfiroh mengatakan: “Yang menyebabkan saya berpendapat seperti itu adalah pemahaman diri saya sendiri. Saya merasa kurang, jadi bertekad agar anak tidak meniru saya. Selain itu juga dari pengalaman pribadi, dulu orang tua kurang bisa mengarahkan saya akhirnya saya seperti ini. Saya tidak mau hal tersebut juga terjadi pada anak saya ”.51 Informan kedua, Rinawati juga mengatakan: “Saya berpendapat seperti itu karena memang keyakinan pada diri saya sendiri. Saya yakin bahwa bimbingan belajar dari orang tua itu sangat penting”.52 Informan ketiga, Kharizah menjelaskan: “Faktor yang mempengaruhi persepsi saya yaitu cara pandang diri saya. Karena memang kewajiban orang tua untuk mendampingi anak dalam belajar apalagi usia anak SD yang terbilang masih kecil dan kadang belum melaksanakan sesuatu kalau tidak diingatkan”.53 Informan keempat, Khakimatul khoiriyah juga menjelaskan: “Saya rasa yang mempengaruhi persepsi saya adalah keyakinan saya. Dalam hal belajar terutama di sekolah itu kan ada persaingan untuk mendapatkan rangking yang terbaik. Jadi saya yakin kalau anak dibimbing terus ia pasti memiliki pemahaman yang lebih daripada yang tidak dibimbing”.54 51
Maghfiroh, Orang tua anak usia sekolah dasar, Pekalongan, Wawancara Pribadi, 18 April 2015. 52 Rinawati, Orang tua anak usia sekolah dasar, Pekalongan, Wawancara Pribadi, 24 April 2015. 53 Kharizah, Orang tua anak usia sekolah dasar, Pekalongan, Wawancara Pribadi, 10 Mei 2015. 54 Khakimatul Khoiriyah, Orang tua anak usia sekolah dasar, Pekalongan, Wawancara Pribadi, 11 Mei 2015.
59
Informan kelima, Tilarsih berpendapat bahwa: “Yang mempengaruhi persepsi saya adalah pengetahuan saya. Walaupun saya akui jarang memberikan bimbingan pada anak, namun saya tahu bahwa bimbingan belajar itu baik dan penting sekali bagi anak agar berhasil dalam pendidikan”.55 Informan keenam, Munasifah juga berpendapat: “Yang menyebabkan saya menjawab seperti itu adalah cara pemikiran saya. Bimbingan belajar itu menjadi kewajiban bagi orang tua terhadap anak yang tidak bisa dipungkiri lagi”.56 Informan ketujuh, Ida Irmalayanti mengungkapkan: “Saya memberikan persepsi seperti itu karena dipengaruhi oleh cara pandang diri saya serta lingkungan. Di lingkungan keluarga kami, memang hal membimbing anak dalam belajar itu sudah menjadi kebiasaan”.57 Informan kedelapan, Ahmad Rozaqi juga mengungkapkan: “Saya berpikir seperti itu memang karena saya tahu. Kodratnya orang tua adalah membimbing anaknya dalam segala hal”.58 Informan kesembilan, Ida Wakiah berpendapat: “Memang saya paham kalau orang tua wajib membimbing anaknya jadi saya jawab seperti itu”.59
55
Tilarsih, Orang tua anak usia sekolah dasar, Pekalongan, Wawancara Pribadi, 13 Mei
56
Munasifah, Orang tua anak usia sekolah dasar, Pekalongan, Wawancara Pribadi, 14
2015. Mei 2015. 57
Ida Irmalayanti, Orang tua anak usia sekolah dasar, Pekalongan, Wawancara Pribadi, 15 Mei 2015. 58 Ahmad Rozaqi, Orang tua anak usia sekolah dasar, Pekalongan, Wawancara Pribadi, 15 Mei 2015. 59 Ida Wakiah, Orang tua anak usia sekolah dasar, Pekalongan, Wawancara Pribadi, 15 Mei 2015.
60
Informan kesepuluh, Khakimah juga berpendapat: “Yang memepengaruhi persepsi saya adalah cara pandang saya. Anak adalah titipan dari Allah yang harus kita jaga dan bimbing. Kan nanti orang tua juga akan dimintai pertanggungjawabannya”.60 Itulah beberapa persepsi orang tua terhadap bimbingan belajar bagi anak usia sekolah dasar di Desa Sastrodirjan serta faktor-faktor yang mempengaruhi
persepsinya
yang diperoleh
dari
hasil
wawancara.
Selanjutnya akan peneliti analisis pada bab IV.
60
2015.
Khakimah, Orang tua anak usia sekolah dasar, Pekalongan, Wawancara Pribadi, 17 Mei