KATA PENGANTAR
Assamulaikum Wr. Wb. Puji Syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan limpahan nikamat dan karunianya kepada kita semua. Kita mampu beraktivitas dalam rangka mendapat ridho semata-mata atas pertolongan dan ma’unah-Nya. Shalawat dan salam kita haturkan pada Nabi Muhammad SAW, keluarga, sahabat dan orang-orang yang mencitainya. Alhamdulillah kami telah menyelesaikan rangkaian proses penelitian yang di selenggarakan oleh Lembaga Penelitian Universitas Islam Negeri (UIN) Maulana Malik Ibrahim Malang dalam kegiatan Penelitian Kompetitif Dosen tahun 2010. Adapun judul penelitian yang kami angkat adalah “Penerapan E-Commerce Sebagai Upaya Pengembangan Usaha Kecil & Menengah Yang Berdaya Saing Global (Studi Kasus Pada Sentra Industri Keripik Tempe Sanan Kota Malang)”. Penelitian tersebut mengambil obyek
penelitian di Sanan Kota Malang. Penelitian ini dapat terselesaikan tidak terlepas dari dorongan, bantuan dan kerjasama dari beberapa pihak.
Oleh karena itu, kami menyampaikan terima kasih dan doa
jazakumullah khoiro jaza’ antara lain kepada: 1. Prof. Dr. H. Imam Suprayogo selaku Rektor Universitas Islam Negeri (UIN) Maulana Malik Ibrahim Malang 2. Prof. Dr. H. Mudjia Rahardjo selaku Wakil Rektor Bidang Akademik Universitas Islam Negeri (UIN) Maulana Malik Ibrahim Malang
3. Dr. H. Saifullah, M.Hum selaku Wakil Rektor Bidang Administrasi Umum Universitas Islam Negeri (UIN) Maulana Malik Ibrahim Malang 4. Dr. Hj. Ulfah Utami selaku ketua Lemlit Universitas Islam Negeri (UIN) Maulana Malik Ibrahim Malang 5. Drs. H.A. Muhtadi Ridwan, MA selaku dekan Fakultas Ekonomi Universitas Islam Negeri (UIN) Maulana Malik Ibrahim Malang 6. Segenap Pengusaha Keripik Tempe di Sanan Kota Malang Kepada pihak Lembaga Penelitian Universitas Islam Negeri (UIN) Maulana Malik Ibrahim Malang, kami menyampaikan apresiasi setulus-tulusanya yang telah memberikan kesempatan menyelesaikan penelitian ini. Akhirnya peneliti berharap semoga hasil penelitian ini dapat memberikan informasi dan pertimbangan dalam rangka meningkatkan kualitas sumberdaya manusia Perbankan Syariah di Kota Malang serta dapat memberikan manfaat bagi kita semua. Amin...
Wassamulaikum Wr. Wb. Malang, 10 Desember 2010 Ketua Peneliti,
H. Slamet, MM., Ph.D Nip. 196604121998031003
PENERAPAN E-COMMERCE SEBAGAI UPAYA PENGEMBANGAN USAHA KECIL & MENENGAH YANG BERDAYA SAING GLOBAL (Studi Kasus pada Sentra Industri Keripik Tempe Sanan Kota Malang)
Slamet
[email protected] Salim Al Idrus
[email protected] Siswanto
[email protected] Jurusan Manajemen - Fakultas Ekonomi Universitas Islam Negeri (UIN) Maulana Malik Ibrahim Malang Abstract Tujuan – Penelitian ini memiliki tujuan mendiskripsikan pemahaman dan kesadaran pengusahan kripik tempe pada sentra industri keripik tempe Sanan Kota Malang. Faktor-faktor yang mendorong dan menghambat implementasi sistem e-commerce diidentifikasi dalam rangka merancang strategi implementasinya. Desain/Metodologi/Pendekatan – Penelitian ini mengungkap pemahaman dan kesadaran pengusaha dalam penggunaan sistem e-commerce sehingga dapat digunakan merancang strategi implementasi. Berdasarkan maksud tujuan penelitian diatas, penelitian ini menggunakan pendekatan inquiry. Informan penelitian adalah orang-orang yang terlibat langsung dalam pengelolaan usaha di sentra industri keripik tempe Sanan Kota Malang dengan teknik purposive dan snowball. Hasil – Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa para pengusaha keripik tempe di Sanan Kota Malang dapat diklasifikasikan menjadi 3 karakteristik berdasarkan pemahaman dan pemanfaataan teknologi informasi dalam sistem perdagangannya. Tiga karakteristik tersebut meliputi; sangat familiar dalam penggunaan internet dan memanfaatkannya dalam e-commerce, sudah mengenal internet namun belum memanfaatkan dalam sistem perdagangan e-commerce, dan kelompok pedagang tradisional yang belum mengenal internet secara langsung kecuali generasi penerusnya. Faktor penghambat pengembangan e-commerce pada keripik tempe di Sanan Kota Malang adalah permasalah penguasaan teknologi dan informasi tentang manfaat dari implementasi sistem ecommerce yang kurang baik. Guna mengatasi problem yang dihadapi pengusaha keripik tempe tersebut dapat digunakan strategi aliansi antara lembaga pendidikan, dinas terkait dan provider. Implikasi – Hasil penelitian memberikan beberapa masukan penting dalam rangka merancang strategi pemanfaatan sistem e-commerce industri keripik tempe Sanan Kota Malang sehingga memiliki daya saing global. Orisinilitas/Value – Penelitian ini memiliki kontribusi pada pengembangan strategi dalam rangka pengembangan memenangkan persaingan global bagi UKM Keywords – E-Commerce, Strategy, Small-medium enterprises
DAFTAR ISI
BAB I
:
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang ................................................................................................ 1
B.
Rumusan Masalah ........................................................................................... 5
C.
Signifikansi Penelitian ..................................................................................... 5
D.
Batasan ............................................................................................................ 6
E.
Kajian Riset Terdahulu ................................................................................... 6
BAB II
:
KAJIAN PUSTAKA
A.
Definisi UKM .................................................................................................. 11
B.
Peran UKM di Indonesia ................................................................................ 13
C.
Permasalahan UKM ...................................................................................... 15
D.
Upaya Pengembangan UKM ........................................................................... 18
E.
Penggunaan TIK pada UKM ........................................................................... 19
F.
Definis e-commerce ....................................................................................... 22
G.
Tipe-Tipe e-commerce ................................................................................... 23
H.
Ruang Lingkup e-commerce .......................................................................... 24
I.
Keuntungan Penggunaan e-commerce ........................................................... 25
J.
Konsep Daya Saing Global ............................................................................ 27
K.
Jaringan Usaha ............................................................................................... 29
BAB III : METODE PENELITIAN A.
Jenis dan Pendekatan penelitian ...................................................................... 37
B.
Proses Penelitian ............................................................................................ 38
C.
Proses Analasis Data ...................................................................................... 40
BAB IV : HASIL PENELITIAN & PEMBAHASAN A.
Profil Kampung Sanan .................................................................................... 41
B.
Industri Tempe di Sanan Kota Malang .......................................................... 42
C.
Pemahamana Pengusaha e-commerce ............................................................ 44
D.
Praktik Sistem e-commerce ............................................................................ 46
E.
Strategi Implementasi e-commerce ................................................................ 62
i
BAB V : KESIMPULAN DAN SARAN A.
Kesimpulan ..................................................................................................... 69
B.
Saran ............................................................................................................... 70
Daftar Pustaka
ii
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Usaha Kecil Menengah (UKM) merupakan tulang punggung dalam peningkatan pertumbuhan perekonomian dan industri suatu negara (Tambunan, 2005), hampir 90% dari total usaha yang ada di dunia merupakan kontribusi UKM (Lin, 1998). Sehingga banyak negara mengapresiasi keberadaan UKM termasuk Indonesia. Secara umum ada tiga alasan utama yang mendasari pentingnya keberadaan dan pengembangan UKM: (1) UKM mempunyai kinerja yang cenderung lebih baik dalam hal menghasilkan tenaga kerja yang produktif; (2) UKM sebagai bagian dari dinamikanya, UKM sering mencapai peningkatan produktivitasnya melalui investasi dan perubahan teknologi; dan (3) UKM memiliki keunggulan dalam hal fleksibilitas dibandingkan dengan usaha skala besar (Berry, et.al., 2001). Selain itu, UKM di Indonesia telah memainkan peranan penting terutama dalam penyerapan tenaga kerja, meningkatkan jumlah unit usaha, dan mendukung pendapatan rumah tangga (Kuncoro, 2000; Tambunan, 2005). Merujuk Kementerian Negara Koperasi dan UKM, jumlah UKM mengalami peningkatan sebesar 2,88%. Pada tahun 2008, UKM mampu menyerap tenaga kerja sebesar 90.896.270 orang atau 97,04% dari total penyerapan tenaga kerja yang ada, jumlah ini meningkat sebesar 2,43% atau 2.156.526 orang dibandingkan tahun 2007. Eksistensi dan peran UKM yang pada tahun 2008 mencapai 51,26 juta unit usaha, dan merupakan 99,99 persen dari pelaku usaha nasional, dalam tata perekonomian nasional sudah tidak diragukan lagi, dengan
1
melihat kontribusinya dalam penyerapan tenaga kerja, pembentukan Produk Domestik Bruto (PDB) Nasional, devisa nasional, dan investasi nasional (http://www.depkop.go.id/). Secara umum UKM memberikan kontribusi yang sangat besar terhadap penyerapan tenaga kerja, sehingga mempunyai peranan signifikan dalam penanggulangan masalah pengangguran, sebagaimana yang dinyatakan oleh Rafinaldi (2004), bahwa UKM mampu menyerap tenaga kerja sebesar 50% dari total serapan secara nasional. Oleh sebab itu, UKM dapat bertahan di masa krisi ekonomi. Ada 4 (empat) hal, UKM dapat bertahan yaitu (1) sebagian besar UKM adalah menghasilkan barang konsumsi, khususnya yang tidak bertahan lama; (2) mayoritas UKM lebih mengandalkan pada keuangan non bank dalam aspek pendanaan; (3) UKM hanya memproduksi barang atau jasa tertentu saja; dan (4) terbentuknya UKM baru sebagai akibat dari banyaknya pemutusan hubungan kerja (Basri, 2003). Melihat peranan UKM yang strategis bagi pertumbuhan ekonomi dan industri di Indonesia, maka sudah selayaknya perlu digerakkan dan dikembangkan karena potensinya yang besar dalam mendorong pertumbuhan ekonomi masyarakat dan sekaligus menjadi tumpuan sumber pendapatan sebagian besar masyarakat dalam meningkatkan kesejahteraannya (http://www.depkop.go.id/). Sentra industri keripik tempe di kampung Sanan Kelurahan Purwantoro Kecamatan Blimbing Kota Malang, merupakan salah satu dari sekian ribu bentuk UKM di Indonesia yang juga perlu digerakkan dan dikembangkan secara strategis pula. Walaupun produsen keripik tempe tidak terhitung berapa jumlahnya di Indonesia, tetapi sentra industri keripik tempe Sanan sudah terkenal dan ia telah dijadikan andalan kawasan pariwisata Kota Malang. Hampir seluruh penduduk
2
kampung Sanan ini sudah sejak puluhan tahun yang lalu bergiat sebagai produsen tempe dan usaha ini sudah menjadi usaha turun-temurun (Rudi Adam dalam http://www.sentraukm.com). Menurut data kajian Muhtadi (2010), sekitar 80,78% dari jumlah produsen tempe di Sanan adalah tergolong usaha mikro dan selebihnya tergolong usaha kecil. Rata-rata omzet per tahun sebesar Rp 411.710.526,-. Penyerapan tenaga kerja rata-rata setiap produsen tempe sebanyak 5 (lima) orang tenaga kerja. Pengrajin keripik tempe sendiri telah mencapai 40% lebih
dari
jumlah
pendudukan
kampong
Sanan
(Wicaksono
dalam
http://www.sentrakukm.com). Walaupun industri keripik tempe di kampung Sanan dapat menopang perekonomian keluarga dan dampaknya terhadap perekonomian nasional serta merupakan kawasan andalan pariwisata Kota Malang, namun demikian mereka masih menghadapi beberapa masalah, diantaranya (1) terkait dengan masalah eksternal, seperti kenaikan harga kedelai, plastik, kardus (Suhartini, dalam http://malangraya.web.id); (2) terkait masalah persaingan di antara pengrajin keripik
tempe
yang
kurang
sehat
(Wicaksono
dalam
http://www.sentrakukm.com); dan (3) terkait masalah pemasaran, meskipun di kampung Sanan sudah ada koperasi yakni Primpopti Bangkit Usaha, namun koperasi ini tidak menangangi masalah pemasaran, tetapi hanya menangangi masalah
pasokan
kedelai
(Mashuri
sekretaris
Koperasi,
dalam
http://www.sentrakukm.com). Beberapa masalah tersebut juga terjadi pada UKM secara umum di Indonesia, misalnya (1) kurangnya akses permodalan, akses teknologi dan informasi, akses pasar dan pemasaran, akses profesionalitas sumber daya manusia, dan manajemen perusahaan (Ridha, 2009); dan (2) kurangnya
3
permodalan, sumber daya manusia yang terbatas, lemahnya jaringan usaha dan kemampuan penetrasi pasar, iklim usaha belum sepenuhnya kondusif, terbatasnya sarana dan prasarana usaha, implikasi otonomi daerah, implikasi perdagangan bebas, sifat produk dengan lifetime pendek, dan terbatas akses pasar (Hafsah, 2004). Melihat UKM mempunyai peranan yang sangat besar bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat dan pertumbuhan perekonomian suatu negara serta sekaligus memperhatikan pelbagai masalah yang muncul, maka perhatian besar harus diberikan kepada UKM agar mampu berdaya saing secara global. Dalam era informasi saat ini, sistem e-commerce dianggap dapat membantu pertumbuhan dan perkembangan UKM tersebut (Sarmila & Faridahanum, t.th). Yang mana teknologi informasi dan komunikasi atau ICT (information communication technology) adalah perangkat utama dalam sistem e-commerce dan perkembangan ICT sendiri telah mampu merubah pola perilaku baik secara individu maupun organisasi. Secara individu ICT telah merubah gaya hidup seseorang, seperti orang bekerja dengan bantuan ICT, orang berbicara dengan sarana ICT, orang berbelanja (shoping) melalui ICT, orang belajar dengan bantuan sarana ICT dan lain sebagainya. Secara organisasi, ICT telah merubah pola dan model bisnis dari model bisnis tradisional berubah ke model bisnis modern. Oleh sebab itu, merujuk Maksoud (2003) UKM sudah semestinya menggunakan ICT sesuai dengan level UKM. Tanpa hal ini, diyakini UKM akan tetap lemah dibandingkan perusahaan besar dalam hal pemasaran, perdagangan, keterampilan manajerial, dan sebagainya. Merujuk hasil kajian Sarmila & Faridahanum (t.th), menyatakan bahwa faktor utama pentingnya penggunaan
4
sistem e-commerce pada UKM adalah meningkatnya kemampuan untuk mendapatkan feedback dari pelanggan secara cepat selain penghematan biaya dan perluasan pemasaran. Dalam konteks pemasaran, dengan sistem e-commerce, usaha yang dijalankan secara kecil-kecilan juga dapat menembus baik pasa domestic maupun global. B. Rumusan Masalah 1. Bagaimana pemahaman dan kesadaran para pengusaha keripik tempe di Kampung Sanan terhadap sistem e-commerce dalam rangka meningkatkan kemampuan pemasaran produknya? 2. Sejauhmana sistem e-commerce telah dipraktikkan oleh para pengusaha keripik tempe di Kampung Sanan dalam manajemen usahanya? 3. Faktor-faktor
apa
saja
yang
menjadi
pendorong
atau
penghambat
implementasi sistem e-commerce pada para pengusaha keripik tempe di Kampung Sanan? 4. Strategi implementasi e-commerce apa saja yang seharusnya dilakukan dalam rangka meningkatkan daya saing usaha keripik tempe di Kampung melalui implementasi e-commerce ? C. Signifikansi Penelitian 1. Mendeskripsikan pemahaman tentang sistem e-commerce dan sekaligus menilai kesadaran para pengusaha keripik tempe di Kampung Sanan dalam menggunakan sistem e-commerce untuk meningkatkan daya saing usahanya melalui pemasaran berbasis ICT.
5
2. Mengidentifikasi
penggunaan
sistem
e-commerce
dalam
mendukung
manajemen usaha dikalangan para pengusaha keripik tempe di Kampung Sanan Malang. 3. Memberikan sumbangan kepada para pengusaha keripik tempe di Kampung Sanan Kec. Blimbing Kota Malang tentang strategi-strategi pemanfaatan sistem e-commerce yang sepatutnya digunakan dalam meningkatkan daya saing usahanya pada era global saat ini. D. Batasan Secara teoritik penelitian ini hanya dibatasi pada masalah-masalah yang terkait dengan penerapan sistem e-commerce yang relevan pada Usaha Kecil Menengah (UKM). Penelitian ini dilakukan pada para pengusaha keripik tempe di Kampung Sanan Kec. Blimbing Kota Malang. E. Kajian Riset Terdahulu Pada saat ini, siapa saja yang melakukan penelitian adalah bukan orang yang pertama dalam melakukan penelitian dalam kajian ilmu tertentu. Untuk itu perlu mengidentifikasi dan memahami hasil kajian yang pernah dilakukan oleh fihak lain. Kajian dari hasil penelitian sebelumnya mempunyai peranan dan arti penting bagi peneliti selanjut. Pertama, untuk menambah khazanah dan wawasan keilmuan yang sebidang dan kedua untuk mengidentifikasi posisi penelitian yang akan dilakukan. Berikut beberapa kajian dari hasil penelitian yang pernah dilakukan oleh pihak lain. Kajian yang dilakukan oleh Arief Rahmana dengan judul Peranan Teknologi Informasi dalam Peningkatan Daya Saing Usaha Kecil Menengah (2009). Temuan dari hasil kajian menyatakan bahwa (1) pada dasarnya setiap
6
UKM telah memiliki komputer untuk membantu proses usahanya, yang berarti mereka telah memahami pentingnya teknologi informasi untuk meningkatkan produktivitasnya. Penggunaan ini sebagian besar pada bidang administrasi; dan (2) penggunaan internet digunakan hanya untuk browsing dan email terutama dalam berkomunikasi dengan konsumen. Peneliti menyimpulkan bahwa UKM perlu memanfaatkan teknologi informasi untuk meningkatkan daya saingnya, mengingat era globalisasi merupakan arena persaingan yang semakin kompetitif dan bersifat mendunia. Kajian yang dilakukan oleh Sarmila Md Sum & Faridahanun Othman (2005) dengan judul Industri Kecil dan Sederhana (IKS) dan e-Dagang: Satu Kajian Awal. Kajian ini dilakukan pada 20 IKS di Taman Industri Selaman, hasil kajian menunjukkan bahwa hampir semua responden mengetahui tentang bisnis secara elektronik yaitu e-dagang. Namun, tidak semua dari jumlah responden yang menggunakan pelayanan dengan sistem e-Dagang dalam operasi bisnisnya. Hanya 60% yang menggunakan sistem e-Dagang dalam operasi bisnisnya. Dari 60% tersebut hanya 30% yang menggunakan sistem e-Dagang bagi tujuan mendapat pelayanan secara elektronik selain tujuan pemasaran. Tidak ada satupun IKS yang tergantung secara penuh terhadap sistem e-Dagang bagi tujuan pemasaran. Hal ini disebabkan masih rendahnya kepercayaan di kalangan IKS terhadap kemampuan sistem e-Dagang dalam menarik minat pelanggan. Adapun alasan para IKS yang telah menggunakan sistem e-Dagang diantaranya adalah (1) untuk mendapatkan feed back secara cepat dari para pelanggan; dan (2) dapat menembus pasaran baik domestik maupun global, dengan ini dapat meningkatkan jumlah permintaan dan penambahan pelanggan.
7
Kajian yang dilakukan oleh Rosen (2000) menunjukkan 3 (tiga) kelebihan utama sekiranya perusahaan menggunakan sistem e-Dagang dalam bisnisnya. Pertama, perusahaan tidak memerlukan tempat yang besar dalam usahanya. Kedua, tidak disibukkan terkait dengan pemilihan lokasi usaha. Dengan adanya sistem e-Dagang merupakan salah satu cara penyelesaian terhadap pemilihan lokasi usaha, di mana dalam bisnis konvensional lokasi merupakan masalah utama yang perlu difikirkan oleh pengusaha bagi memulakan bisnis. Namun dengan adanya sistem e-Dagang, lokasi terletak di seluruh dunia dan capai bisa dibuat melalui internet dari mana saja. Dan ketiga adalah kecepatan menerima umpan balik (feed back) dari para pelanggan. Hal ini berbeda dengan bisnis konvensional di mana umpan balik dari pelanggan sangat lambat dan sukar diketahui. Namun dengan sistem e-Dagang, umpan balik dari para pelanggan dapat diterima lebih cepat baik melalui e-mail maupun ruangan feedback yang memang disediakan oleh pengusaha dalam pelayanan e-Dagang bisnis mereka. Oleh sebab itu, penggunaan sistem e-Dagang sangat sesuai dengan industri dengan skala kecil, sehingga industri ini dapat bersaing secara baik dengan industri skala besar. Kajian oleh Nazif (2003), menyatakan bahwa e-dagang mampu memberikan kebaikan kepada pengguna, organisai dan masyarakat. Dengan investasi yang rendah, perusahaan dapat mempromosikan produk hasil produksi mereka kepada pelanggan di seluruh dunia, mencari suplair yang terbaik di kalangan suplair yang ada dan membangun jaringan bisnis pada level nasional dan global. Selain itu, biaya operasional yang terkait dengan pengeluaran, penyebaran dan penyimpanan informasi dapat dikurangi.
8
E-dagang juga memberikan kemudahan bagi calon pembeli, hal ini dinyatakan dalam kajian yang dilakukan oleh Mohd. Johari (2001). Manfaat yang sangat menonjol dengan adanya e-dagang adalah memberikan kemudahan dan peluang kepada calon pembeli, karena sebelum memutuskan untuk membeli, ada peluang membincangkan bersama keluarga. Dengan wujudnya sistem e-dagang calon pelanggan mendapatkan informasi yang menyenangkan dan utuh tentang barang yang akan dibeli. Dengan informasi yang dimuat dalam sistem e-dagang, calon pembeli dapat melakukan pilihan dan membuat keputusan secara betul. Kajian yang dilakukan oleh Mohd. Sani (2000) lebih berfokus kepada penglibatan IKS dalam pelayanan e-dagang. Perkembangan ekonomi digital dapat membantu para pengusaha kecil untuk mengurangi biaya pembelian, hubungan dengan pelanggan, logistik dan inventori, perencanaan pengeluaran dan mampu membangun komunikasi dengan pelangaan yang ada dan atau calon pelanggan potensial secara inten. Namun, berdasarkan kajiannya ditemukan bahwa sistem edagang dalam lingkungan IKS kurang dimanfaatkan secara maksimal. Sementara kajian yang dilakukan oleh A. Ridwan Siregar (2008) menyimpulkan bahwa penggunaan teknologi informasi oleh UKM di negara maju terus mengalami peningkatan, walaupun jumlah aplikasi sistem informasi yang dikembangkan masih rendah dibandingkan dengan perusahaan yang lebih besar. Sedangkan pada negara berkembang, penggunaan teknologi informasi oleh UKM masih tergolong rendah. Ada sejumlah faktor yang menjadi penyebabnya, diantaranya yang menonjol adalah kurangnya pemahaman tentang manfaat yang diperoleh dari penggunaan sistem informasi atau teknologi informasi, termasuk persepsi pada manajer perusahaan tentang sistem informasi atau teknologi
9
informasi. Penggunaan teknologi informasi belum dipandang sebagai suatu peluang untuk membuat perusahaan menjadi kompetitif.
10
BAB II KAJIAN PUSTAKA
A.
Definisi Usahan Kecil Menengah (UKM) Beberapa lembaga atau instansi bahkan undang-undang memberikan
definisi dan kriteria Usaha Kecil dan Menengah (UKM) sedikit perbedaan dalam penekanannya. Merujuk Penjelasan dari Undang-Undang No. 9 Tahun 1995 tentang Usaha Kecil menyebutkan bahwa yang dimaksud dengan Usaha Kecil tradisional adalah usaha yang menggunakan alat produksi sederhana yang telah digunakan secara turun temurun, dan/atau berkaitan dengan seni dan budaya. Sedangkan yang dimaksud dengan Usaha Menengah dan Usaha Besar meliputi usaha nasional (milik negara atau swasta), usaha patungan, dan usaha asing yang melakukan kegiatan ekonomi di Indonesia. Merujuk Undang-undang Nomor 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil dan Menengah menyatakan bahwa usaha mikro adalah usaha produktif milik orang perorangan dan/atau badan usaha perorangan, usaha kecil adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang dilakukan oleh orang perorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan atau cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai atau menjadi bagian bank langsung maupun tidak langsung dari usaha menengah atau usaha besar, dan usaha menengah adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri yang dilakukan oleh orang perorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan atau cabang perusahaan. Adapun kriteria UKM yang dinyatakan oleh beberapa lembaga dan undang-undang sebagaimana berikut :
11
1. Kantor Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil Menengah, yang dimaksud dengan usaha kecil adalah entitas usaha yang mempunyai kekayaan bersih paling banyak Rp 200.000.000,- tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha, memiliki penjualan tahunan paling banyak Rp 1.000.000.000,-. Sementara usaha menengah merupakan entitas usaha milik warga negara Indonesia yang memiliki kekayaan bersih lebih besar dari Rp 200.000.000,s.d Rp 10.000.000.000,- tidak termasuk tanah dan bangunan. 2. Badan Pusat Statistik memberikan definisi UKM dilihat dari jumlah tenaga kerja. Usaha kecil merupakan entitas usaha yang memiliki jumlah tenaga kerja 5 s.d 19 orang, sedangkan usaha menengah merupakan entitas usaha yang memiliki tenaga kerja 20 s.d 99 orang. 3. UU No. 20 Tahun 2008, yang dimaksudkan dengan usaha kecil adalah entitas yang memiliki kriteria (1) kekayaan bersih lebih dari Rp 50.000.000,- s.d Rp 500.000.000,- tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha; dan (2) memiliki hasil penjualan tahunan lebih dari Rp 300.000.000,- sd. Rp 2.500.000.000,- Sementara yang dimaksud dengan usaha menengah dalam UU tersebut adalah entitas usaha yang memiliki kriteria (1) kekayaan bersih lebih dari Rp 500.000.000,- s.d Rp 10.000.000.000,- tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha; dan (2) memiliki hasil penjualan tahunan lebih dari Rp 2.500.000.000,- s.d Rp 50.000.000.000,-. 4. Undang-Undang No. 5 Tahun 1999, terdapat batasan terhadap UKM yaitu yang dimaksud dengan usaha kecil adalah usaha yang (1) memiliki kekayaan (aset) bersih Rp 200.000.000,- tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha (2) hasil penjualan tahunan paling banyak Rp 1.000.000.000,-; (2) milik
12
warga Indonesia; (4) berdiri sendiri, bukan merupakan anak perusahaan atau cabang perusahaan. 5. Undang-Undang No. 9 Tahun 1995, yang dimaksud dengan Usaha Kecil adalah memiliki kekayaan bersig paling banyak Rp 200.000.000,- tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha; atau memiliki hasil penjualan tahunan paling banyak Rp 1.000.000.000,-; milik warga negara Indonesia; berdiri sendiri, bukan merupakan anak perusahaan atau cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau berafisiliasi baik langsung maupun tidak langsung dengan usaha Menengah atau Usaha Besar; berbentuk usaha orang perseorangan, badan usaha yang tidak berbadan hukum, atau badan usaha yang berbadan hukum, termasuk koperasi. Pada prinsipnya, definsi dan kriteria UKM didasarkan pada aspek jumlah tenaga kerja, pendapatan, dan jumlah aset. B.
Peran UKM di Indonesia Sejarah perekonomian telah ditinjau kembali untuk mengkaji ulang
peranan UKM dalam perekonomian negara. Beberapa kesimpulan atau setidaktidaknya hipotesis telah ditarik mengenai hal ini. Pertama, pertumbuhan ekonomi yang sangat cepat sebagaimana terjadi di Jepang, telah dikaitkan dengan besaran sektor usaha kecil. Kedua, dalam penciptaan lapangan kerja di Amerika Serikat sejak perang dunia ke-11, sumbangan UKM ternyata tak dapat diabaikan (Anderson dalam Partomo & Soejoedono, 2002). Negara-negara berkembang telah mengubah orientasinya ketika melihat pengalaman di negara-negara industri maju tentang peranan dan sumbangan UKM dalam pertumbuhan ekonomi. Penanganan UKM, tampanya telah lama menjadi
13
prioritas perhatian beberapa negara maju dan negara berkembang di dunia. Hal ini sebagaimana diungkapkan oleh Idrus (1999), bahwa berbagai perhatian untuk mengembangkan para entrepreneur telah dilakukan baik di negara berkembang maupun di negara maju. Strategi (overall plan) yang digunakan juga berbeda-beda pada masing-masing negara. Di negara seperti Amerika Serikat, Inggris, Jepang, Kanada, Australia, Jerman dan Hongkong, pengembangan entrepreneur dilakukan dengan cara laissez faire (bebas tanpa intervensi). Namun keberpihakan kepada para entrepreneur kecil (small enterprise), jelas terlihat untuk meningkatkan efisien, produktiitas dan kemampuan bersaing dari para entrepreneur kecil tersebut. sedangkan di negara berkembang seperti India, Malaysia, Korea Selatan dan Indonesia mengorientasikan pengembangan entrepreneur ke arah employment oriented. Adapun peran UKM di Indonesia menurut Urata (2000:1) adalah sebagai berikut: (a) Memiliki kontribusi utama dalam aktivitas ekonomi; dalam mana UKM didefinisikan sebagai perusahaan yang memiliki nilai penjualan sebesar Rp 50.000.000.000,00 (lima puluh milyar) dalam satu tahun; sebanyak 99,99% dari total perusahaan termasuk kelompok UKM; sebanyak 99,94% pekerja bekerja di sektor ini; sumbangannya terhadap GDP sebesar 59,36%; (b) penggerak peluang kerja yang atraktif; (c) peran kunci dalam pembangunan ekonomi daerah; (d) menciptakan pasar baru dengan bersumber inovasi teknologi; dan (e) memiliki kontribusi untuk memperbaiki neraca pembayaran internasional. Bukti lain tentang pentingnya peranan usaha kecil bagi penciptaan lapangan kerja sebagaimana diungkapkan oleh Ria Ananta Ariawati, Ketua Laboratorium Fakultas Ekonomi Universitas Padjajaran Bandung, bahwa: “99% jumlah usaha di tanah air terkelompok dalam usaha kecil yang mempekerjakan 88,3% dari seluruh tenaga kerja di Indonesia sedangkan
14
11,7% terkelompok dalam usaha menengah umum. Dari usaha itu usaha kecil di bidang pertanian sekitar 57,92% diikuti sektor perdagangan 24,26%, industri pengolahan 7% dan sektor jasa 5%. Sedangkan sisanya terbesar di beberapa sektor usaha” (Kompas, 8 April 2000). Pandangan serupa dikemukakan oleh Presiden Direktur Basowa Group, M. Aksa Mahmud, bahwa “agar perekonomian nasional tetap berjalan, maka pemerintah seharusnya lebih peduli pada UKM. Sebab urat nadi kemajuan pertumbuhan ekpor maupun ekonomi Indonesia secara keseluruhan pada tahun 2000 adalah UKM. Selama tahun tersebut, ekspor tumbuh 30 persen terutama karena sumbangan UKM”. Lebih lanjut ia mengemukakan, bahwa: “Selama krisis ekonomi, UKM merupakan kekuatan ekonomi Indonesia, sebaliknya pengusaha besarlah yang menyebabkan ekonomi Indonesia ambruk. Dan sejarah juga membuktikan, bahwa di negara manapun yang berpenduduk padat, seperti Cina dan India, kekuatan utamanya terletak pada UKM atau ekonomi kerakyatan. Bahkan Korea pun kekuatan ekonominya ditopang oleh UKM dan bukan konglomerat” (Republika, 2 Januari 2001). C.
Permasalahan Usaha Kecil dan Menengah (UKM) UKM merupakan bagian integral dunia usaha nasional mempunyai
kedudukan, potensi, dan peranan yang sangat penting dan strategis dalam mewujudkan tujuan pembangunan nasional pada umumnya dan tujuan pembangunan ekonomi pada khususnya. Sumbangan UKM dalam pembangunan ekonomi nasional ditunjukkan kepada kontribusinya terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia. Merujuk data statistik usaha kecil dan menengah tahun 2007-2008, disebutkan bahwa pada tahun 2007 proporsi kontribusi UMKM sebesar 56,23%, kontribusi usaha mikro sebesar 32,27%, kontribusi usaha kecil sebesar 10,29%, kontribusi usaha menengah sebesar 13,67%, dan kontribusi usaha
15
besar sebesar 43,77%. Sementara pada tahun 2008, proporsi kontribusi UMKM sebesar 55,56%, kontribusi usaha mikro sebesar 32,05%, kontribusi usaha kecil sebesar 10,08%, kontribusi usaha menengah sebesar 13,43%, dan kontribusi usaha besar sebesar 44,44% Namun kenyataan menunjukkan bahwa UKM masih belum dapat menunjukkan kemampuan dan peranannya secara optimal. Hal ini disebabkan oleh kenyataan bahwa UKM masih menghadapi berbagai hambatan dan kendala, baik yang bersifat eksternal maupun internal, dalam bidang produksi dan pengolahan, pemasaran, permodalan, sumber daya manusia, dan teknologi serta iklim usaha yang belum mendukung perkembangannya. Menurut Hafsah (2004), permasalahan yang dihadapi oleh UKM dikelompokkan menjadi dua, yaitu (1) faktor internal. Masalah yang tergolong faktor internal meliputi (a) kurangnya permodalan; (b) terbatasnya sumber daya manusia; dan (c) lemahnya jaringan usaha dan kemampuan penetrasi pasar. Dan (2) faktor eksternal. Masalah yang tergolong faktor eksternal meliputi (a) iklim usaha belum sepenuhnya kondusif; (b) terbatasnya sarana dan prasarana usaha; (c) implikasi otonomi daerah; (d) implikasi perdagangan bebas; (e) sifat produk dengan lifetime pendek; (f) terbatasnya akses pasar. Sementara merujuk Mohammad Ridha (2009), ia menyatakan bahwa aspek-aspek yang menjadi kendala bagi UKM adalah akses permodalan, akses teknologi dan informasi, akses pasar dan pemasaran, akses profesionalitas sumber daya
manusia,
dan
kurangnya
profesionalisme
manajemen
perusahaan.
Mohammad Ridha lebih lanjut menyatakan bahwa penyebab lemahnya faktorfaktor tersebut adalah lemahnya karakter jiwa kewirausahaan yang demiliki dan
16
belum kokohnya peranan manajerial dalam mengelola usaha pada lingkungan yang sedang berubah. Merujuk Sritomo W. Soebroto (2003) salah satu faktor yang menjadi titik lemah UKM adalah masalah struktur organisasi. UKM yang terbentuk berdasarkan semangat usahawan, biasa mengorganisasikan dirinya dengan mengikuti prinsip organisasi tradisional dan memiliki tipikal konfigurasi sederhana. Namun, dengan organisasi yang tertata dan dirancang sejak awal akan lebih efektif. Tantangan global dengan segala macam paradigma perubahannya, mengharuskan
sektor
UKM
untuk
lebih
pekah
mengantisipasi
dan
mengakomodasi perubahan yang dirancang secara efektif dan rapi. Berdasarkan beberapa masalah dasar yang dihadapi oleh UKM masih ditambah lagi pelbagai masalah baru terkait perkembangan teknologi informasi dan komunikasi yang begitu pesat dan bersifat global. Dengan perkembangan ini, mau tidak mau UKM dihadapkan pada masalah baru yang mesti dihadapi. Misalnya kurangnya pemahaman dan persepsi tentang manfaat dari penggunaan TIK dalam pengembangan UKM (Siregar, 2008). Penggunaan TIK juga harus didukung oleh software yang relevan dengan konteks. E-commerce adalah sistem software yang relevan dalam konteks organisasi bisnis. Banyak kajian yang telah menyatakan manfaat sistem e-commerce pada UKM. Namun demikian tidak sedikit para pengusaha pada sektor UKM yang sadar terhadap manfaat sistem ecommerce untuk pengembangan usaha dalam skala global (Sarmila & Faridahanum, tth). Berangkat dari masalah UKM yang bersifat mendasar, juga ditambah dengan masalah terkait dengan pemahaman, persepsi dan kesadaran tentang
17
perkembangan TIK, yang seungguhnya memberikan salah satu solusi untuk meningkatkan daya saing usahanya. D.
Upaya Pengembangan Usaha Kecil & Menengah Merujuk UU No. 9 Tahun 1995, pembinaan dan pengembangan adalah
upaya yang dilakukan oleh pemerintah, dunia usaha, dan masyarakat melalui pemberian bimbingan dan bantuan perkuatan untuk menumbuhkan dan meningkatkan kemampuan UKM agar menjadi usaha yang tangguh dan mandiri. Pembinaan dan pengembangan difokuskan kepada produksi, pemasaran, sumber daya manusia, dan teknologi. Mohammad Jafar Hafsah (2004) mengusulkan beberapa hal terkait dengan upaya pengembangan UKM, diantaranya adalah (1) penciptaan iklim usaha yang kondusif; (2) bantuan permodalan; (3) perlindungan usaha; (4) pengembangan kemitraan; (5) pelatihan; (6) membentuk lembaga khusus; (7) memantapkan asosiasi; dan (8) mengembangkan promosi. Sedangkan dalam www....... ada beberapa hal yang perlu bantuan sebagai upaya pengembangan terhadap UKM. Beberapa dimaksud diantaranya adalah (1) bantuan pembiaya operasional UKM; (2) penggunaan teknologi; (3) pemberian pelatihan; (4) pelayanan konsultan; (5) bantuan pemasaran; dan (6) bantuan manajemen operasional bisnis. Sementara Mohammad Ridha (2009) mengusulkan upaya pengembangan UKM
adalah dengan cara membangun jaringan pemasaran relasional. Hal
didasari oleh pemikiran bahwa (1) 95% sektor usaha di sektor primer adalah UKM; dan (2) keberhasilan UKM ditentukan dari segi kemampuannya mengidentifikasi kebutuhan dan keinginan pasar sasarannya. Yang mana pemasaran relasional bermaksud untuk membangun hubungan baik dengan
18
konsumen, sebab (1) perilaku pembelian konsumber semakin beragam, persaingan semakin tajam, kemajuan teknologi semakin pesat; (2) pemasaran dihadapkan pada konsumen yang semakin kritis, dinamis, tuntutan beragam, sulit ditebak keinginannya; dan (3) mempertahankan konsumen yang ada jauh lebih penting dan murah daripada mencari konsumen yang baru. E.
Penggunaan Teknologi Informasi & Komunikasi bagi Sektor Usaha Kecil & Menengah Sebelum membicarakan penggunaan teknologi informasi & komunikasi
(TIK) bagi sektor usaha kecil & menengah (UKM), sangat penting untuk membicarakan apa yang dimaksud dengan TIK itu sendiri agar dapat difahami secara utuh, termasuk fungsi dan peranannya dalam sebuah organisasi. Teknolgi Informasi adalah teknologi berkaitan dengan pengumpulan, penyimpanan, pemprosesan, penyebaran, dan pencarian kembali informasi secara elektronik (Abdul Razak et al. 2003), yang mana pemprosesan tersebut tertanam dalam perangkat keras dan perangkat lunak komputer, proses data dan sistem komunikasi data (IDB 2003). Sementara, ICT merujuk kepada definisi utama teknologi informasi itu sendiri dan teknologi telekomunikasi serta kawasan broadcasting yang meliputi internet dan peralatan elektronik pelanggan, seperti handhpone dan personal digital assitants atau PDA’s (IDB 2003), sesemuanya meliputi perangkat keras, perangkat lunak, database, jaringan, dan piranti-piranti elektronik lainnya (Turban et al. 2008). Namun,
ketika membincangkan teknologi
informasi
sudah pasti
membincangkan sistem informasi (Ward & Peppard 2002; Turban et al. 2008). Meskipun kedua istilah tersebut mempunyai makna dan tujuan yang berbeda
19
(Hackney et al. 2000; Ward & Peppar 2002; Kadir 2003; Urumsah 2004). Teknologi informasi tidak akan bisa digunakan oleh sebuah organisasi, ketika belum wujud sistem informasi. Sebaliknya sistem informasi tidak dapat diciptakan ketika tidak ada teknologi informasi. Oleh sebab itu, kedua hal ini ibarat uang logam yang mempunyai dua sisi yang berbeda tetapi satu kesatuan yang utuh. Merujuk definisinya, sistem informasi merupakan tindakan mengumpulkan, memproses, menyimpan, menganalisis dan menyebarluaskan informasi dengan maksud khusus (Oetomo 2002; Turban et al. 2008). Kadir (2003) mendefinisikan sistem informasi merupakan sekumpulan orang, teknologi, prosedur kerja dan informasi untuk mencapai tujuan. Sekumpulan elemen berkenaan saling berkait erat satu sama lain dalam membentuk satu kesatuan untuk mengintegrasikan data, memproses, menyimpan dan menyebarluaskan maklumat (Oetomo 2002). Pada intinya, sistem informasi adalah mengautomatikkan proses manusia dan mekanik sedia ada menjadi lebih cepat secara logik dan sistem terintegrasi (Clarke 2005). Di lihat dari sisi penggunaannya pada sektor UKM relatif lambat berbanding perusahaan-perusahaan dengan skala besar, Penggunaan TIK pada UKM cenderunga hanya untuk meningkatkan kecepatan dan efisiensi, sementara pada perusahaan skala besar lebih mengarah kepada mengurangi struktur manajemen dan mendelegasikan pengambilan keputusan ke level bawah (Freedman, 1996). Denganp perkembangan TIK yang begitu cepat dan berfungsi sebagai alat strategi bagi bisnis (Jogiyanto, 2005), maka penggunaan TIK pada UKM semakin pesat yang kemudian harus melakukan mutasi dari sistem manual ke sistem komputer yang lebih canggih dalam waktu yang relatif singat. Merujuk kepada Arief Rahmana (2009), namun saat ini hampir seluruh UKM telah
20
menggunakan TIK. Berdasarkan kajian Arief Rahmana (2009) menyatakan bahwa secara urut tingkatan penggunaan TIK sebagian besar untuk membantu administrasi, desain produk, pemasaran, proses produksi, dan lainnya. Sementara, penggunaan internet secara urut adalah untuk browsing, email, website, LAN, ebusiness, dan pertukaran data atau EDI (electronic data interchange). Arief Rahmana lebih lanjut menyatakan ada tiga fungsi utama TIK bagi proses bisnis UKM, yaitu : a. Media Komunikasi. TIK dapat digunakan sebagai media komunikasi dengan berbagai pihak. Komunikasi ini bisa dengan cara berbagai macam, misalnya chating, e-mail, dan jejaring sosial lainya. b. Media Promosi. TIK dapat digunakan sebagai sarana promosi jasa atau produk yang diawarkan oleh UKM. Promosi ini bisa dilakukan melalui berbagai cara, misalnya (1) website, UKM bisa membuat website bagi jasa atau produk yang akan dijual; (2) mailing list, UKM bisa mengirimkan promosi jasa atau produk dalam bentuk e-mail ke mailing list yang relevan dengan yang ditawarkan; dan (3) chat, UKM juga bisa menggunakan sarana chatting untuk menawarkan produk atau jasa yang dihasilkan. c. Media Riset. Fungsi lain dari TIK bagi UKM adalah untuk melakukan riset dan perbandingan. UKM harus mampu memanfaatkan TIK untuk riset agar bisa mengetahui seberapa jauh keunggulan produknya di banding produk sejenis lain yang sudah ada. Fungsi riset disini juga bisa digunakan untuk mencari formula baru untuk memperkuat mutu dari produk atau jasa. Riset juga berguna untuk mengetahui apa yang sedang dkerjakan oleh kompetitor pada produk yang sejenis.
21
F.
Definsi E-Commerce Istilah e-commerce baru dikenal beberapa tahun terakhir, namuna
sesungguhnya telah ada dalam bentuk lain, misalnya EDI (electronic data interchange) dan EFT (electronic fund transfer). Kedua sistem ini mengawali munculnya istilah e-commerce. Komersialisasi dan privatisasi internet merupakan pendorong utama dan menjadi dasar pertumbuhan sistem e-commerce. Infrastruktur digital yang menyediakan sarana efisien untuk komunikasi dan pertukaran informasi menjadi media baru yang menarik untuk e-commerce. Di masa lalu, dunia bisnis melakukan aktivitas melalui jaringan khusus, tetapi dengan pertumbuhan internet yang sudah meluas telah mampu merubah paradigma para pelaku bisnis dalam melakukan bisnisnya. Ketika mengkaji istilah e-commerce, definsi e-commerce sendiri diartikan sangat bervariatif. E-commerce merupakan konsep baru yang digambarkan sebagai proses jual beli barang atau jasa pada web site (www). Merujuk Turban et al (2008) Electronic commerce (EC atau e-commerce) menggambarkan proses membeli, menjual, mentransfer, melayani, atau tukar produk, jasa, informasi melalui jaringan komputer termasuk di dalamnya internet. Sementara, e-business merujuk definisi besar e-commerce sendiri, e-business tidak saja membeli dan menjual barang atau jasa, tetapi juga melayani pelanggan, bekerjasama dengan partner bisnis, melakukan e-learning, dan melakukan transaksi elektronik dalam sebuah organisasi. Dalam
http://www.investorwords.com/1678/electronic_commerce.html
disebutkan bahwa e-commerce membeli dan menjual produk atau jasa oleh organisasi
bisnis
dan
pelanggan
melalui
22
internet.
Sementara
dalam
http://en.wikipedia.org/wiki/Electronic_commerce dinyatakan bahwa e-commerce merupakan pengetahuan umum yang meliputi membeli dan menjual produk atau jasa melebihi sistem elektronik seperti internet dan jaringan komputer lainnya. Menurut Gary Coulter dan John Buddemeir, e-commerce berhubungan dengan penjualan, periklanan, pemesanan produk, yang semuanya dikerjakan melalui internet. Dari beberapa definisi tersebut, e-commerce dapat didefinisikan dari beberapa perspektif (1) komunikasi. Pengiriman barang, jasa, informasi, atau pembayaran melalui jaringan komputer atau sarana elektronik lainnya; (2) perdagangan. Penyediaan sarana untuk membeli dan menjual produk, jasa, dan informasi melalui internet atau fasilitas on-line lainnya; (3) proses bisnis. Menjalankan proses bisnis secara elektronik melalui jaringan elektronik, menggantikan proses bisnis fisik dengan informasi; (4) layanan. Cara bari pemerintah, perusahaan, konsumen, dan manajemen untuk memangkas biaya pelayanan/operasi sekaligus meningkatkan mutu dan kecepatan layanan bagi konsumen; (5) pembelajaran. Sarana pendidikan dan pelatihan on-line untuk sekolah, universitas, dan organisasi lain termasuk perusahaan; (6) kolaborasi. Metode kolaborasi antar dan intra organisasi; dan (7) komunitas. Tempat berkumpul (mangkal) bagi anggota suatu masyarakat untuk belajar, mencari informasi, melakukan transaksi, dan berkolaborasi. G.
Tipe-tipe E-Commerce Transaksi e-commerce dapat dilakukan antara berbagai pihak. Merujuk
berbagai sumber, salah satunya Turban et., al (2008) disebutkan 8 (delapan) tipe, diantaranya adalah (1) business-to-busines (B2B). Dalam transaksi B2B, baik
23
penjual dan pembeli adalah organisasi bisnis; (2) Collaborative commerce (ccommerce). Dalam c-commerce, kerjasama partner bisnis (lebih dari membeli dan menjual) secara elektronik. Seperti kerjasama yang dilakukan secara frekuensi antara dan diantara partner bisnis berdasarkan mata rantai bisnis; (3) business-tocustomer (B2C). Dalam B2C, penjual adalah organisasi dan pembeli adalah individu, B2C juga disebut dengan e-tailing; (4) Consumber-to-Consumer (C2C). Dalam C2C, individu menjual produk atau jasa kepada individu lainnya; (5) Business-to-business-to-consumer. Dalam kasus ini sebagai bisnis penjual untuk organisasi bisnis tetapi pengantarannya produk atau jasa untuk individu; (6) Consumer-to-business (C2B). Dalam C2B, consumer membuat tahu tentang keperluan produk atau jasa, dan suplair memenuhi untuk menyediakan produk atau jasa untuk customer; (7) Intrabusines (intraorganizational) commerce. Dalam kasus ini sebuah organisasi menggunakan e-commerce secara internal untuk memperbaiki operasinya; dan (8) Government-to-cotozens (G2C) and to Other. Dalam kasus ini suatu pemerintahan menyediakan pelayanan kepada warga negaranya melalui e-commerce. Pemerintah dapat melakukan bisnis dengan pemerintah lainnya (G2G) atau dengan organisasi bisnis (G2B). H.
Ruang Lingkup e-Commerce Banyak aplikasi dalam e-commerce yang didukung oleh infrastruktur,
seperti perangkat keras, perangkat lunak, jaringan, tingkatan browser untuk multimedia, dan juga didukung oleh lima pilar. Kelima pilar tersebut adalah orang, kebijakan publik, pemasaran dan periklanan, dukungan pelayanan, dan kerjasama bisnis. Ruang lingkup e-commerce secara terperinci ditunjukkan pada gambar berikut :
24
Sumber : Turban, et., al (2008) Gambar 1 Kerangka e-Commerce I.
Keuntungan Penggunaan Sistem e-Commerce Keuntungan e-Commerce dapat dilihat dari dua sisi. Pertama dari sisi
pembisnis (pengusaha) dan kedua dari sisi pelanggan (customer) (Turban et., al 2008). Secara ringkas dijelaskan sebagai berikut : a. Keuntungan e-Commerce bagi Pembisnis : 1) Perusahaan dapat mengjangkau
pelanggan seluruh dunia. Dengan
memperluas jangkauan bisnis sama halnya meningkatkan keuntungan; 2) Pelaku
bisnis
dapat
mengumpulkan
informasi
mengenai
para
pelanggannya melalui penggunaan cookies. Cookies membantu operator website untuk mengumpulkan informasi mengenai kebiasaan membeli yang dilakukan oleh sekelompok orang. Informasi tersebut tidak terhingga 25
nilainya bagi bisnis, karena informasi tersebut menjadikan pelaku bisnis membuat target periklanannya lebih baik dengan informasi yang lebih baik mengenai demografis; 3) Menawarkan pengurangan sejumlah biaya tambahan. Sebuah perusahaan yang melakukan bisnis di internet akan mengurangi biaya tambahan karena biaya tersebut tidak digunakan untuk gedung dan pelayanan pelanggan (customer services), jika dibandingkan dengan jenis bisnis tradisional.
Hal
ini
membantu
perusahaan
dalam
meningkatkan
keuntungannya. 4) Perbaikan rantai pasokan 5) Penambahan jam operasi perusahaan selama 24 jam 6) Kustomisasi 7) Model bisnis baru 8) Spesialisasi vendor 9) Kecepatan time-to-market 10) Biaya komunikasi/koordinasi lebih rendah 11) Efisien pengadaan 12) Meningkatkan hubungan dengan konsumen b. Keuntungan e-Commerce bagi Pelanggan : 1) Melakukan transaksi bisnis dapat dilakukan secara mudah. Seorang pembeli di internet dapat menggunakan komputer pribadinya kapan saja dan dimana saja. Sehingga seorang pembeli tidak perlu mengantri bahkan meninggalkan rumah, yang dilakukan hanya dengan mengklik sebuah
26
produk yang ingin dibelinya, memasukkan informasi kartu kreditnya, kemudian menunggu produk datang melalui jasa pengantaran; 2) Pengurangan biaya. 3) Lebih banyak pilihan produk dan jasa 4) Harga lebih murah 5) Pengiriman/penyampaian dapat dilakukan dengan segera 6) Ketersediaan informasi 7) Kesempatan berpartisipasi 8) Personalisasi, sesuai selera. Secara ringkas keuntungan e-commerce adalah sebagai berikut : 1) Bagi konsumen
: harga lebih mudah, belanja cuku pada satu tempat
2) Bagi pengelola bisnis
: efisiensi, tanpa kesalahan, tepat waktu.
3) Bagi manajemen
: peningkatan pendapatan, loyalitas pelanggan.
J.
Konsep Daya Saing Global Daya
saing
dapat
didefinisikan
sebagai
kemampuan
untuk
mempertahankan pangsa pasar. Kemampuan ini sangat ditentukan oleh faktor suplai yang tepat waktu dan harga yang kompetitif. Secara berjenjang, suplai tepat waktu dan harga yang kompetitif dipengaruhi oleh dua faktor penting lainnya, yaitu fleksibilitas (kemampuan untuk melakukan adaptasi terhadap keinginan konsumen) dan manajemen differensiasi produk. Begitu pula halnya dengan fleksibilitas dan differensiasi produk dapat dicapai sepanjang adanya kemampuan untuk melakukan inovasi dan adanya efektivitas dalam sistem pemasaran. Korelasi antara faktor-faktor tersebut di atas disajikan pada gambar 2.
27
Di samping itu, berdasarkan gambar di atas, daya saing mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap peningkatan produktivitas perusahaan dan memperluas akses pasar. Hal ini akan bermuara kepada peningkatan omzet penjualan dan profitabilitas perusahaan.
Peningkatan Produktifitas
Perluasan pasar
DAYA SAING
Kemampuan untuk mempertahankan pangsa pasar
Suplai tepat waktu
Harga yang kompetitif
Fleksibilitas
Manajemen Differensiasi produk
Efektifitas sistem pemasaran
Kapasitas inovatif
Sumber : Rahmana (2009)
Gambar 2 : Konsep Daya Saing
28
K.
Jaringan Usaha Jaringan usaha dalam pengertian yang umum merupakan terjemahan dari
kata network, yang penekanannya lebih pada usaha atau kerja dalam hubungan antar simpul, antar unit kerja, dan atau antar perusahaan sebagaimana halnya ditunjukkan oleh cara bekerjanya sebuah jaring. Pemahaman inilah yang kemudian dipergunakan sebagai analogi untuk menjelaskan jaringan usaha dalam konteks teori modal sosial. Lawang (2004) dengan jelas menguraikan bahwa, dalam suatu ikatan antar simpul (orang atau kelompok) yang dihubungkan oleh media (hubungan sosial), maka hubungan sosial itu diikat dengan kepercayaan, boleh dalam bentuk strategik, boleh pula dalam bentuk moralistik. Kepercayaan itu dipertahankan oleh norma yang mengikat kedua belah pihak. Kemudian, dalam suatu usaha antar simpul yang melalui media hubungan sosial menjadi kerjasama, bukan kerja bersama-sama,
maka
kepercayaan
simbiotik
bilateral
dan
kepercayaan
interpersonal masuk dalam kategori ini. Semakin kuat jaringan kerja yang dapat dijalin antarsimpul, tentunya akan lebih kuat menahan beban bersama. Dalam jaringan kerja itu ada ikatan (simpul) yang tidak dapat berdiri sendiri, setiap dan semua simpul menjadi satu kesatuian dan ikatan yang kuat. Ini berarti, antara media dan simpul tidak dapat dipisahkan. Pengikat atau simpul dalam modal sosial adalah norma yang mengatur dan menjaga bagaimana ikatan dan medianya itu dipelihara dan dipertahankan. Perhatian terhadap jaringan usaha tersebut dari waktu ke waktu dirasakan makin diperlukan karena akan mempengaruhi perilaku dan kinerja perusahaan. Jaringan usaha ini meliputi sejumlah relasi, baik relasi horizontal maupun vertikal,
29
dengan berbagai organisasi seperti pemasok, pelanggan, pesaing, atau lembaga lain apakah dalam industri yang sama maupun pada industri berbeda (Gulati, et al., 2000). Dalam perspektif ekonomi dan bisnis, jaringan usaha merupakan suatu sistem tertutup dan didefinisikan sebagai kelompok perusahaan yang bekerjasama dalam mengembangkan proyek bersama (Asian Development Bank, 2001). Pengertian ini berbeda dengan klaster industri yang merupakan suatu sistem terbuka. Klaster industri melibatkan lebih banyak pelaku dan merupakan kelompok perusahaan yang saling terhubung dan berdekatan secara geografis dengan institusi terkait dalam bidang tertentu, sedangkan jaringan usaha tidak harus terkonsentrasi secara geografis. Sjaifuddin (1996) dalam Soen’an (2002) mendefinisikan jaringan usaha sebagai alat yang dapat dipergunakan untuk melepaskan usaha, utamanya di sektor industri manufaktur dari keterbatasan sumber daya yang sering menjadi faktor penghambat bagi perusahaan untuk berkembang. Definisi ini tidak menjelaskan apa dan bagaimana alat tersebut dipergunakan oleh suatu perusahaan untuk menghindar dari keterbatasan sumber daya yang dipandang menghambat usahanya, sehingga definisi ini sulit diimplementasikan. Sedangkan menurut Soen’an (2002) jaringan usaha dimaksudkan sebagai suatu bentuk organisasi di bidang ekonomi antar unsur ataupun antar unit, baik dalam intraorganisasi maupun antarorganisasi. Unsur-unsur tersebut dapat berupa unit usaha atau non unit usaha yang merupakan unsur dalam rangkaian yang memfasilitasi pengoperasioan unit usaha. Bentuk keterkaitan unit usaha tersebut dapat berupa
30
komunikasi informal di antara unit usaha, asosiasi, dan kerjasama usaha (joint venture). Namun jaringan usaha itu tidak selalu sama dalam bentuk joint venture. Pada prinsipnya, dalam joint venture beberapa perusahaan digabung dalam satu nama, sedangkan pada jaringan usaha nama masing-masing perusahaan tetap dipertahankan, walaupun mereka memiliki kepentingan bersama dalam urusan tertentu. Jaringan usaha. Pada umumnya terbentuk atas dasar upaya mencari terobosan-terobosan baru dalam menghadapi berbagai kendala yang jika diperoleh cara mengatasinya akan menjanjikan keberhasilan dan peluang baru bagi pengembangan bisnis. Di dunia bisnis, etika menjadi sangat penting. Etika yang dilandasi oleh kejujuran merupakan pegangan bersama dan menjadi rambu-rambu dalam melakukan kemitraan usaha. Sukses tidaknya sebuah kemitraan usaha sangat tergantung kepada apakah para pengusaha berpegang pada rambu-rambu tersebut. Utaminingsih (2002) menjelaskan bahwa kemitraan usaha terwujud melalui proses yang panjang, bertahap, dan memerlukan kerja keras dari pihakpihak yang bermitra. Prosesnya dapat dianalogikan dengan proses hubungan dua orang yang hendak mempertimbangkan untuk hidup berumah tangga, yaitu melalui tahap pacaran, tunangan, dan tahap pernikahan. Pada tahap pacaran, pihak-pihak terkait melakukan penjajagan keandalan masing-masing pihak untuk dijadikan sebagai mitra usaha. Keikutsertaan perusahaan dalam ISO misalnya, dapat dijadikan sebagai persyaratan untuk membangun kemitraan usaha. Pada tahap ini masing-masing pihak melakukan
31
penjajagan paradigma, core belief dan core values yang dapat dipergunakan masing-masing pihak dalam bermitra. Pada tahap tunangan, masing-masing pihak meningkatkan keeratan kemitraan usaha dengan cara melakukan perluasan hubungan dan atau kedalaman hubungan. Sebagai contoh, jika pada tahap pacaran, kemitaraan usaha hanya terbatas pada pengadaan bahan tertentu, melalui kontrak berjangka enam bulan, pada tahap tunangan diperluas ke pengadaan beberapa macam bahan untuk jangka waktu kontrak satu tahun. Dalam hal ini, sistem informasi manajemen telah dibangun di antara pihak-pihak yang terkait dalam kemitraan usaha, namun sifatnya masih sementara. Sedangkan pada tahap pernikahan, masing-masing pihak sepakat untuk membangun kemitraan usaha jangka panjang yang bersifat permanen. Sistem informasi manajemen kemudian dibangun untuk memungkinkan pihak-pihak yang terkait melakukan akses ke data base perusahaan dalam melaksanakan transaksi bisnis, kemitrausahaan diperluas dan diperdalam dengan landasan paradigma core belief dan core values yang diperlukan untuk membangun kemitraan yang permanen. Jaringan usaha yang dibangun perusahaan dengan para mitra usahanya akan menjadikan perusahaan reposnif terhadap setiap kebutuhan pelanggan. Oleh karena itu setiap komponen jasa yang terkandung dalam produk yang disediakan oleh perusahaan bagi pelanggan dihasilkan oleh perusahaan yang memiliki core competency yang tergabung dalam jaringan usaha akan secara responsif mampu memenuhi setiap perubahan kebutuhan pelanggan.
32
Selain daripada itu, jaringan usaha juga akan meningkatkan kecepatan layanan yang diberikan oleh perusahaan bagi pelanggannya. Sebagaimana dikemukakan oleh Fisher (1988) dalam Utaminingsih (2002) bahwa perbedaan cara dalam memahami, mempersepsikan, dan beralasan terhadap perbaikan yang berkelanjutan (continous improvement mindset) menjadi paradigma setiap perusahaan yang tergabung dalam kemitraan usaha akan menjadi proses yang dipergunakan untuk menghasilkan barang dan jasa semakin cepat, dengan mengurangi ushz perusahaan dan aktivitasnya tidak menambah nilai bagi pelanggan. Jaringan usaha terbentuk karena adanya latar belakang tertentu. Menurut Prabatmodj (1996) ada 3 hal yang melatarbelakangi terbentuknya jaringan usaha: pertama, berdasarkan perspektif pertukaran yang dikembangkan oleh Blau. Menurut model ini jaringan usaha dipandang sebagai struktur sosial yang terbentuk karena adanya relasi sosial di antara para pelakunya, misalnya melalui pertukaran secara langsung atau tidak langsung mengenai segala sesuatu yang dianggap berharga. Kedua, model ketergantungan sumber daya. Model ini menjelaskan bahwa terbentuknya jaringan usaha adalah hasil upaya strategis unit usaha untuk mengamankan sumber daya penting yang dikuasai pihak lain. Ketiga, model transaction cost economy dari Williamson. Model ini menjelaskan dengan jaringan usaha, perusahaan dapat memperoleh kebutuhannya secara efisien melalui pasar atau hirarki. Dalam bentuknya seperti tersebut, jaringah usaha dapat diorientasikan untuk kepentingan produksi, pemasaran, dan pelayanan. Menurut Soen’an (2002) jaringan usaha yang diroentasikan untuk kepentingan produksi, dapat dibentuk
33
melalui kemitraan usaha dengan perusahaan atau usaha-usaha yang bergerak dalam rangkaian ke belakang kegiatan produksi atau membentuk berbagai fasilitas yang mendukung kegiatan produksi, meliputi penyediaan bahan baku dan bahan pembantu, tenaga kerja, modal, mesin dan peralatan proses produksi, dan penyediaan lainnya. Dalam hal pembentukan jaringan usaha untuk kepentingan pemasaran, jaringan usaha dapat dibentuk dengan menjalin kerjasama berbagai usaha yang kegiatannya bergerak dalam rangkaian ke depan kegiatan produksi atau membentuk berbagai fasilitas yang mendukung kegiatan pemasaran yang meliputi kegiatan distribusi dan penyampaian hasil produksi kepada konsumen, kegiatankegiatan pendukung yang dilakukan para penyalur seperti agen dan para pedagag perantara hingga ke toko-toko pengecer. Sedangkan untuk kepentingan pelayanan, jaringan usaha dapat dibentuk dengan menjalin kerjasama berbagai usaha yang kegiatannya mengelola jasa-jasa tertentu seperti pelatihan, informasi tentang teknologi, manajemen konsultasi atau jasa konsultasi tenaga ahli. Untuk mendukung keberhasilan jaringan usaha, selain mengembangkan berbagai aspek usaha kerjasama seperti aspek pembelian, pengembangan sumber daya manusia, pengembangan dan peningkatan produk, dan kerjasama pemasaran, juga perlu memenuhi beberapa syarat agar jaringan usaha yang dibentuk dapat terus dipertahankan: (1) adanya disiplin, kejujuran, sikap saling percaya, dan sikap kesungguhan yang kuat di antara semua pihak yang berkepentingan dalam melaksanakan kerjasama yang telah disepakati, (2) adanya tekad yang kuat untuk meraih kemajuan dalam kebersamaan, (3) mengedepankan sikap transparansi
34
dalam setiap tindakan yang melibatkan kepentingan bersama, dan (4) berusaha kuat menangani setiap masalah dan perbedaan demi kepentingan bersama. Selain syarat-syarat tersebut, untuk mendukung keberhasilan jaringan usaha juga diperlukan suatu kerja jaringan yang efektif yang mampu menciptakan networkties dengan stakeholder perusahaan yang bisa membuat jaringan sebagai subyek transaksional untuk mencapai manfaat yang lebih banyak. Kerja jaringan yang berhasil, menurut Warner (2004:29) berkaitan dengan persoalan: (1) memberi dan menerima, (2) memberi kontribusi dan menerima dukungan, (3) menawarkan dan meminta, (4) mengajukan kebutuhan pihak mitra dan mengajukan kebutuhan perusahaan (kita), dan (5) percaya dan tekun. Perusahaan-perusahaan yang memperluas jaringan usahanya, akan memiliki kesempatan yang lebih besar dan terbuka untuk: (1) memasuki pasar baru, (2) melakukan penawaran bersama untuk pembangunan proyek-proyek besar, (3) membentuk produk dan jasa baru atau membangun keberadaan perusahaan pada pasar internasional dengan biaya yang secara individu lebih rendah, (4) mengkoordinasikan produk-produk baru atau yang telah beredar di pasar, (5) mengakses informasi dan pengetahuan penting tentang usaha, (6) mengurangi biaya produksi dan pemasaran barang, (7) memperbaiki teknologi proses produksi, (8) membentuk jaringan pemasaran dan distribusi efektif dan efisien, dan (9) memberikan alternatif solusi permasalahan. Implementasi dari segala bentuk jaringan usaha, menurut Utaminingsih (2002) dilandasi oleh: (1) fokus untuk memuaskan kebutuhan pelanggan berjangka panjang, (2) transaksi usaha dilaksanakan dengan kompetensi dan kualitas hubungan jangka panjang antara pihak-pihak terkait, dan (3) kemitraan
35
usaha merupakan dasar untuk membangun transaksi bisnis, karena itu kemitraan usaha yang tidak menambah nilai bagi pelanggan dapat dikurangi dan pada akhirnya dapat dihilangkan. Ringkasnya, jaringan usaha hanya akan berjalan dengan lancar dan efisien jika dilandasi oleh nilai-nilai kejujuran, dan masing-masing pihak yang terlibat dalam transaksi bisnis menjunjung tinggi kejujuran itu. Selain kejujuran, jaringan usaha juga terkait dengan integritas yang merupakan kemampuan seseorang untuk mewujudkan komitmennya ke dalam tindakan nyata. Setiap jaringan usaha hanya akan berjalan dengan lancar dan berkelanjutan jika masing-masing pihak dalam melaksanakan transaksi usaha sesuai dengan kesepakatan yang telah dibuat bersama. Sebagai misal, ketika perusahaan akan membangun quality relationship antara perusahaan dan mitra usahanya, khususnya dengan para pemasoknya, maka semua transaksi pengadaan harus dirancang berlandaskan kompetensi dan kepercayaan yang telah dibangun, kegiatan-kegiatan yang berkaitan dengan inspeksi, waktu tunggu, pengerjaan kembali produk rusak yang biasanya dilaksanakan dalam transaksi pengadaan barang dapat dikurangi dan pada akhirnya dapat dihilangkan. Demikian selanjutnya terhadap praktik-praktik perluasan jaringan usaha yang lain, sehingga setiap bentuk kemitraan yang tidak menambah nilai bagi pelanggan dapat dikurangi atau dihilangkan. Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa praktik perluasan jaringan usaha pada dasarnya juga tertambat dalam suatu struktur hubungan yang kualitasnya akan sangat ditentukan oleh seberapa jauh para pihak yang bermitra dapat memenuhi syarat-syarat agar jaringan usaha yang dibentuk dapat terus dipertahankan.
36
BAB III METODE PENELITIAN
A.
Jenis dan Pendekatan Penelitian Berangkat dari fokus penelitian dan signifikansi penelitian. Penelitian bermaksud
mengungkap tingkat pemahaman dan kesadaran para pengusaha keripik tempe di Kampung Sanan tentang system e-commerce sebagai akibat perkembangan TIK saat ini. Selanjutnya juga ingin mengungkap sejauh mana system e-commerce telah dipraktikkan pengusaha keripik tempe tersebut untuk mendukung dan sekaligus meningkatkan system pemasarannya. Selain itu, penelitian ini juga ingin mengungkap apa yang sesungguhnya menjadi penghambat dan kendala seandainya system e-commerce diimplementasikan pada pengusaha keripik tempe yang belum menerapkan system e-commerce. Berdasarkan pengungkapan fakta tersebut dan sebagai sumbangan hasil penelitian, maka akan dirumuskan tentang bagaimana strategi implementasi e-commerce yang efektif bagi para pengusaha keripik tempe di Kampung Sanan. Berdasarkan maksud penelitian di atas, maka penelitian ini tergolong penelitian kualitatif dengan pendekatan studi kasus. Sesungguhnya di Indonesia umumnya dan khusus di Malang adalah sangat banyak jenis UKM, tetapi dalam penelitian hanya para pengusaha Keripik Tempe di Kampung Sanan yang dijadikan situs penelitian. Yang mana studi kasus adalah salah satu dari jenis penelitian kualitatif (Creswell 2002; Myers & Avision 2002). Dalam penelitian kualitatif, manusia adalah sumber data utama dan hasil penelitiannya berupa kata-kata atau pernyataan sesuai yang dialami dan dirahasiakan. Sebagaimana pendapat Denzin & Lincoln dalam Moloeng (2006), yang menyatakan bahwa penelitian kualitatif adalah penelitian yang menggunakan latar belakang alamiah dengan maksud menafsirkan apa yang terjadi.
37
B.
Proses Penelitian
Proses pelaksanaan penelitian dilakukan melalui tiga tahap yaitu proses persiapan penelitian, proses pelaksanaan penelitian, dan proses analisis data hasil penelitian. Ketiga langkah ini merupakan rancangan penelitian yang tidak dapat dipisah-pisahkan. Yang mana rancangan penelitian merupakan susunan sistematis yang menghubungkan data empiric dengan focus penelitian dan kesimpulan hasil penelitian. Ia dimulai dengan bantuan hipotesis (jika ada), menggambarkan pengumpulan data, menentukan prosedur pengumpulan data, mengidentifikasi alat analisa data yang digunakan, menyatakan langkah-langkah pembuktian (jika ada), dan menggambarkan hasil naratif penelitian (Creswell 2002). Gambar 3 berikut adalah menggambarkan aliran proses penelitian.
Proses persiapan penelitian
Proses pelaksanaan penelitian
Proses analisis data penelitian
Gambar 3 : Aliran Proses Penelitian a. Proses persiapan penelitian Proses persiapan adalah menerangkan proses mendesain instrument penelitian yang digunakan dalam mengumpulkan data, baik kuantitatif mahupun kualitatif. Instrumen penelitian dibentuk berdasarkan teori dan hasil penelitian-penelitian sebelumnya serta observasi pendahuluan.
38
Teori
Hasil Penelitian
Observasi awal
Perumusan Instrumen Penelitian
belum Perbincangan
ya Administrasi instrumen
Gambar 4 : Proses Merumuskan Instrumen Penelitian b.
Proses pelaksanaan penelitian Pelaksanaan penelitian merupakan proses pengumpulan data penelitian.
Teknis pengumpulan data utama dengan teknik wawancara dengan beberapa pengusaha keripik tempe di Kampung Sanan Kota Malang. Untuk mengefektifkan pengumpulan data sekaligus memantapkan data penelitian, peneliti menggunakan pendekatan Focus Group Discussion (FGD). Yang mana FGD adalah satu di antara teknik pengumpulan data dalam penelitian berjenis kualitatif (sekarang 1992; Widayat 2004; Bungin 2004). Sementara untuk mendapatkan keabsahan data dan hasil penelitian, peneliti menggunakan pendekatan diskusi dengan teman sejawat. Instrument utama dalam penelitian ini adalah tim peneliti sendiri. Karena menurut kaedah peneliti kualitatif, kehadiran peneliti dalam situs penelitian merupakan keharusan. Sebagaimana dinyatakan oleh Sugiyono (2008), ia menyatakan penelitian kualitatif merupakan pendekatan yang menekankan pada hasil pengamatan peneliti, sehingga manusia sebagai instrument penelitian menjadi suatu keharusan. Bahkan posisi peneliti menjadi instrument kunci.
39
C.
Proses analisis data penelitian Data hasil penelitian perlu dianalisis untuk memperoleh informasi guna
pengambilan keputusan (Simamora 2004). Menurut Bogdan & Biklen (1982), analisis data merupakan proses mencari dan mengatur secara sistematis dari yang diperoleh dari objek penelitian. Sehingga memungkinkan peneliti dapat melaporkan hasil penelitian secara sistematis pula. Oleh sebab itu, analisis data hasil penelitian perlu dilakukan secara sistematis yang dimulai dari penelitian data, menata menjadi satu-satuan untuk dianalisis, mensintesiskan, mencari pola, menentukan makna dari apa yang telah diteliti Adapun langkah-langkah dalam analisis data penelitian meliputi penyajian data, reduksi data, penarikan kesimpulan. Merujuk Lexy J. Moleong (2006), proses analisis data dalam penelitian kualitatif dimulai dengan menelaah seluruh data yang tersedia yang diperoleh dari berbagai sumber. Selanjutnya data tersebut dilakukan reduksi data yang dilakukan dengan jalan melakukan abstraksi. Abstraksi merupakan usaha membuat rangkuman yang inti, proses, dan pernyataan-pernyataan yang perlu dijaga sehingga tetap berada di dalamnya. Langkah selanjutnya adalah menyusunnya dalam satuan-satuan. Satuan-satuan itu kemudian dikategorisasikan. Tahap akhir dari analisis data ialah mengadakan pemeriksaan keabsahan data, yang selanjutnya dilakukan penafsiran-penafsiran yang dikaitkan dengan teori-teori.
40
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
A.
Profil Umum Kampung Sanan Kelurahan Purwantoro Kota Malang merupakan kota terbesar kedua di Jawa Timur setelah Surabaya. Umumnya
orang Indonesia mengenalnya sebagai kota pendidikan dan kota pariwisata, berlokasi di pegunungan yang sejuk. Disebut sebagai Kota Pendidikan karena banyaknya fasilitas pendidikan yang tersedia dari mulai tingkat Taman Kanak-kanak, SD sampai Pendidikan Tinggi dan jenis pendidikan non-formal seperti kursus bahasa asing dan kursus komputer, baik yang diselenggarakan oleh pemerintah maupun swasta. Sebagai Kota Wisata, Kota Malang merupakan salah satu kota tujuan wisata di Jawa Timur karena potensi alam dan iklim yang dimiliki. Letaknya yang berada di tengah-tengah wilayah Kabupaten Malang secara astronomis terletak pada posisi 112.06 – 112.07 Bujur Timur, 7.06 – 8.02 Lintang Selatan. Adapun batas batas wilayah Kota Malang adalah sebagai berikut: Sebelah Utara : Kecamatan Singosari dan Kecamatan Karangploso Kabupaten Malang; Sebelah Timur : Kecamatan Pakis dan Kecamatan Tumpang Kabupaten Malang; Sebelah Selatan: Kecamatan Tajinan dan Kecamatan Pakisaji Kabupaten Malang; Sebelah Barat : Kecamatan Wagir dan Kecamatan Dau Kabupaten Malang. Luas wilayah Kota Malang sebesar 110,06 km2 terbagi dalam lima kecamatan yaitu Kecamatan Kedungkandang, Sukun, Klojen, Blimbing dan Lowokwaru. Dataran Kota Malang letaknya cukup tinggi yaitu 440 – 667 meter di atas permukaan air laut. Salah satu lokasi yang paling tinggi adalah Pegunungan Buring yang terletak di sebelah timur Kota Malang. Dari atas pegunungan ini terlihat jelas pemandangan yang indah antara lain dari arah Barat terlihat barisan Gunung Kawi dan Panderman, sebelah utara Gunung Arjuno, Sebelah Timur Gunung Semeru 41
dan jika melihat ke bawah terlihat hamparan Kota Malang. Sedangkan sungai yang mengalir di Wilayah Kota Malang adalah Sungai Brantas, Amprong dan Bango. Dari sisi pendapatan daerah terlihat total pendapatan daerah selama 2007 sebesar Rp 644.755.574.122,46. Sumber pendapatan yang terbagi dalam tiga kelompok. Dari sumber Pendapatan Asli Daerah (PAD) memberikan kontribusi sebesar 87.115.734.710,46 rupiah. Sedangkan pendapatan yang merupakan Pendapatan Transfer, yaitu Dana Perimbangan (DAU) memberikan kontribusi terbesar yaitu 420.234.685.000 rupiah. Dari sisi pengeluaran total, pengeluaran yang dilakukan pemerintah Kota Malang sebesar 648.747.892.165 rupiah di mana pengeluaran tersebut terbagi untuk Belanja Operasi sebesar 461.645.273.818 rupiah, Belanja Modal sebesar 148.181.706.215 rupiah, Belanja tak terduga 62.092.331 rupiah dan transfer bagi hasil ke desa sebesar 45.916.200 rupiah. Kampung Sanan berada di Kelurahan Purwantoro Kecamatan Blimbing Kota Malang. Daerah ini dikenal tidak hanya di Malang saja, melainkan sudah di tingkat internasional sebagai penghasil kripik tempe yang besar dengan kualitas yang bisa diandalkan. B.
Industri Tempe di Sanan Kulon Sentra industri tempe di Sanan terdapat di RW 15 dan RW 16. Jumlah pengusaha di RW
15 sebanyak 184 orang yang meliputi pengusaha keripik tempe dan pembuat tempe. Sedangkan jumlah pengusaha di RW 16 sebanyak 98 orang. Pengusaha di sentra industri Sanan dapat diklasifikasikan menjadi usaha mikro dan usaha kecil. Omzet penjualan di sentra industri Sanan berkisar antara 37 juta sampai denga 1,8 milyar rupiah per tahun. Total pengusaha tempe di sentra industri Sanan terdapat 281. Dengan rincian, sebanyak 89 pengusaha yang memiliki penjualan per tahun kurang dari 100 juta. Sebanyak 175 orang memiliki omzet penjualan berkisar antara 100 juta s/d 500 juta rupiah. Sedangkan pengusaha
42
krepek tempe yang omzetnya berkisar antara 500 juta s/d 1 milya sebanyak 10 orang. Pengusaha dengan omzet penjualan lebih dari 1 milyar sebanyak 7 orang.
Omzet Frequency Percent Valid Percent Valid
Omzat Kurang dari 100 juta
Cumulative Percent
89
31.7
31.7
31.7
100 juta s/d 500 juta
175
62.3
62.3
94.0
500 juta s/d 1 milyar
10
3.6
3.6
97.5
7
2.5
2.5
100.0
281
100.0
100.0
lebih dari 1 milya Total
Sumber: Data diolah Berdasarkan karakteristik usaha dapat diklasifikasikan menjadi usaha kecil dan usaha mikro. Berdasarkan Undang-Undang No. 9 Tahun 1995, yang dimaksud dengan Usaha Kecil adalah memiliki kekayaan bersig paling banyak Rp 200.000.000,- tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha; atau memiliki hasil penjualan tahunan paling banyak Rp 1.000.000.000,-; milik warga negara Indonesia; berdiri sendiri, bukan merupakan anak perusahaan atau cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau berafisiliasi baik langsung maupun tidak langsung dengan usaha Menengah atau Usaha Besar; berbentuk usaha orang perseorangan, badan usaha yang tidak berbadan hukum, atau badan usaha yang berbadan hukum, termasuk koperasi. Hasil analisis data dilapangan menunjukkan bahwa industri krepek tempe di Sanan 19,2% atau sebanyak 227 usaha berskala mikro, sedangkan sisanya yakni 80,8% atau sebanyak 54 merupakan usaha yang berskalan menengah.
43
JeninUMKM Frequency Percent Valid Percent
Cumulative Percent
Valid Usaha Mikro
227
80.8
80.8
80.8
Usaha Kecil
54
19.2
19.2
100.0
281
100.0
100.0
Total
Sumber: Data diolah C.
Pemahaman Pengusaha Pada E-commerce Beberapa kapabilitas utama teknologi informasi meliputi (Turban, 2001): a. Melakukan komputasi numerik secara cepat dan kapasitas volume besar. b. Menghasilkan komunikasi yang cepat, akurat, dan murah di dalam dan antar organisasi. c. Kapasitas penyimpanan besar dalam media yang semakin kecil dan mudah diakses. d. Memungkinkan akses banyak informasi secara cepat dan murah, lingkup global. e. Meningkatkan efektivitas kinerja tim/grup yang tersebar/berbeda lokasi. f. Otomatisasi proses bisnis. g. Kecapatan pengetikan dan pengeditan. h. Kemampuan-kemampuan di atas dilakukan dengan murah dibandingkan dengan cara manual. Dengan kemampuan tersebut, teknologi informasi memberikan dukungan penting dalam
kegiatan usaha, mencakup: a. Meningkatkan produktivitas. b. Mengurangi biaya. c. Meningkatkan kualitas pengambilan keputusan. d. Meningkatkan relasi dengan pelanggan/konsumen. e. Membangun aplikasi-aplikasi strategi baru. 44
Kemajuan teknologi informasi telah mampu menciptakan sebuah jaringan global yang disebut dengan internet. Pemanfaatan internet dewasa ini juga telah demikian berkembang pada berbagai aspek kehidupan. Berbagai aplikasi yang ada dikembangkan dari 3 (tiga) kategori aplikasi dasar yaitu: 1) Discovery yaitu aplikasi untuk akses informasi, (browsing dan information retrieval/searching), 2) Communication yaitu e-mail, chat, newsgroup, 3) Collaboration yaitu aplikasi untuk kolaborasi antar individual/group, seperti workflow systems, screen sharing, visual teleconferencing (teleconferencing), group decision support systems (GDSS). Pemanfaatan internet untuk berbagai aktivitas usaha disebut dengan e-commerce. Kegiatan bisnis yang dilakukan secara online itu bisa meliputi pemasaran, promosi, public relation, transaksi, pembayaran, dan penjadwalan pengiriman barang, serta masih sangat terbuka kemungkinan inovasi-inovasi kegiatan bisnis online seiring dengan perkembangan teknologi ecommerce sendiri. Meskipun penerapan e-commerce dapat mendukung pengembangan pemasaran produk UKM, tetapi penerapan tersebut tidak selalu berjalan lancar dan penggunanya dapat menemui lima macam kendala seperti yang disajikan dalam tabel berikut ini berdasarkan factor-faktor kendala pemanfaatan e-commerce pelaku bisnis UKM: No.
Kendala yang dihadapi
1.
Walaupun telah memiliki computer, tapi belum tahu dan belum mengerti tentang internet Sudah punya alat berupa internet, tapi belum ada kesempatan untuk belajar memanfaatkan internet dalam kegiatan perdagangan Sudah memiliki website, namun websitenya kurang menarik sehingga jarang yang mengunjunginya Belum punya angan-angan untuk memanfaatkan internet dalam jual-beli walaupun sudah memiliki jaringan internet Belum ada keinginan untuk memanfaatkan jaringan internet dalam perdagangan
2. 3. 4. 5.
45
Untuk membuka peluang penerapan ecommerce agar produk UKM dapat dipasarkan secara lebih luas dan tanpa batas, maka kendala tersebut harus diatasi. Respon para pengusaha UKM mengenai keinginan mereka untuk mendapatkan pasar yang lebih luas dengan media promosi yang lebih bervariasi, efisien, pemangkasan rantai distribusi dari pemasok maupun kepada pembeli, serta menjaga agar jumlah produksi dapat disesuaikan dengan permintaan pasar. Dari semua keinginan ini, tampak bahwa penerapan ecommerce diharapkan dapat memfasilitasi agar manfaatnya dapat dicapai optimal. D.
Praktik Sistem e-commerce Berdasarkan hasil observasi dilapangan menunjukkan bahwa para pengusaha keripik
tempe di Sanan Kota Malang dapat diklasifikasikan menjadi 3 karakteristik berdasarkan pemahaman dan pemanfaataan teknologi informasi dalam sistem perdagangannya. Tiga karakteristik tersebut meliputi; sangat familiar dalam penggunaan internet dan memanfaatkannya dalam e-commerce, sudah mengenal internet namun belum memanfaatkan dalam sistem perdagangan e-commerce, dan kelompok pedagang tradisional yang belum mengenal internet secara langsung kecuali generasi penerusnya. Kelompok pertama adalah kelompok yang telah sering dan aktif menggunakan internet untuk kegiatan jual-belinya. Kelompok pertama ini masuk didalamnya adalah Bapak Nasichin, Meski masih tergolong muda, Bp M. Nasichin (47 tahun), kini memiliki omset penjualan milyaran rupiah dari usaha kripik tempe yang digelutinya. Pendapatannya mencapai 35 juta per hari. Usaha kripik tempe yang dirintis sejak tahun 2003 menuai sukses. Kini ia telah memiliki dua buah kantor berlantai tiga,
terletak di Jalan Sanan 30, depan Gang Pondok III (telp.
0341.477247). Alumni STIKEN Malang ini memberi nama Lancar Jaya pada produk kripik
46
tempenya. Dari usaha kripik tempe yang digeluti, ia mampu mempekerjakan 28 karyawan dengan honor berkisar antara Rp 400.000 hingga Rp. 500.000 per bulan. Nasichin, tidak memproduksi kripik tempe secara mandiri. Ia mengambil bahan kripik tempe jadi, dari berbagai produsen yang ada di Sanan. Setidaknya terdapat sepuluh produsen kripik tempe yang biasa memasok produknya ke Nasichin.
Kripik tempe tanpa merek ini
kemudian dikemas dan diberi nama Kripik Tempe Lancar Jaya. Satu kemasan kripik tempe berisi lebih kurang 20 potong dengan bentuk dan ukuran yang beragam, dengan berat rata-rata 150-180 gram dengan harga rata-rata Rp. 7.000,00 per bungkus. Sistem pemasaran yang dilakukan tergolong unik. Setiap rombongan wisata dari luar Kota Malang yang singgah di sentra industry tempe Sanan, maka ia memberi “bonus” satu kilo kripik tempe pada supir travel rombongan dan kartu nama pada penumpangnya. Tak ayal, Toko Lancar Jaya termasuk yang paling sering dikunjungi oleh wisatawan domestic dan mancanegara, untuk membeli oleh-oleh kripik tempe khas malang dengan berbagai rasa. Di samping menggunakan cara tersebut, Nasichin juga memasarkan kripik tempenya dengan memanfaatkan fasilitas teknologi informasi mulai dari televisi, koran, radio, majalah, yellow page, dan lain-lain. Ia juga menawarkan aneka produk kripik tempenya dengan system ecommerce, melalui fasilitas internet. Dari 28 karyawannya, ia menunjuk seorang karyawan khusus, yang menangani pemasaran melalui dunia maya ini. Hampir semua situs internet ia tawarkan produk kripik tempe. Mulai infojajan.com, foursquare (google), doyan makan, aneka kripik.com, dan lain-lain. Informasi yang disajikan dalam penawaran tersebut meliputi aneka rasa kripik tempe, harga, peta lokasi Lancar Jaya, cara pemesanan, cara pembayaran, cara pengiriman, dan lain-lain. Nama kripik tempe Lancar Jaya kini banyak dikenal pada berbagai kota di Indonesia dan manca Negara, khususnya bagi mereka yang terbiasa dengan dunia maya.
47
Mulai tukang becak, supir travel, artis, hingga Presiden SBY pun pernah memasuki toko oleholeh milik pria yang dikaruniai tiga orang anak ini. Berbagai warga negara dari Australia, Jepang, Cina, Malaysia, Saudi Arabia, dan lain-lain sering menikmati gurihnya kripik tempe Lancar Jaya. Mereka terbiasa pesan kripik tempe melalui e-mail dan dalam jumlah yang cukup banyak. Kripik tempe dikirim melalui jasa paket atau peti kemas. Berikut adalah kegiatan dan contoh-contoh website dari Toko Lancar Jaya.
48
49
50
Untuk memberikan pelayanan pada pelanggan, Lancar Jaya biasa membagikan kalender gratis yang memuat informasi produk dan foto artis ibukota atau kalangan pejabat pemerintah yang singgah di toko oleh-olehnya. Khusus untuk karyawan dan pemasok kripik tempe, Lancar Jaya melakukan wisata ke berbagai kota di Indonesia setiap tahunnya.
Mulai dari Bali,
Yogyakarta, Bandung, Jakarta, Bogor, dan lainnya. Perjalanan wisata biasa dilakukan selama tiga hari, menginap di hotel, dan peserta tidak dipungut biaya. Pengrajin kripik tempe lainnya, Ibu Halimah (40 th), juga mengikuti jejak Nasichin. Alumni Unisma sekaligus adik kandung Nasichin ini, memberi nama produknya “Swari”. Nama kripik tempe merek Swari ini juga cukup dikenal dalam situs internet. Usaha yang ia rintis selama Sembilan tahun kini juga menuai sukses. Dengan dibantu oleh sepuluh orang karyawan, Swari mampu meraup penghasilan lebih kurang 20 juta per hari. Ia juga menjajakan oleh-oleh
51
makanan khas lainnya seperti tape, tahu, jenang kudus, dodol, rengginang, kacang-kacangan, berem, kripik nangka, dan lain-lain. Semua produk yang ia miliki, juga dipasarkan melalui dunia maya.
Sama halnya dengan Ibu Halimah, Rohani (45 th) yang telah merintis usaha kripik tempe selama 21 tahun juga menggunakan fasilitas internet untuk mempromosikan produk kripik tempenya yang ia beri nama Rohani. mempekerjakan
enam orang karyawan.
Sekarang ia memiliki toko oleh-oleh sendiri dan Ada beberapa kendala yang menurutnya menjadi
penghambat memasarkan kripik tempe di dunia maya. Di antaranya adalah keterbatasan waktu, jarang mengabdit tampilan informasi produk baru, dan memerlukan biaya yang tinggi. Rupanya, ibu Rohani tidak mengetahui jika ada fasilitas internet (webset) yang tidak perlu membayar (alias gratis). Setelah mendapat penjelasan adanya fasilitas webset gratis, maka ia semakin bersemangat untuk memasarkan produksinya melalui fasilitas internet. Menurutnya, cara ini akan lebih efektif dan efisien untuk bisa lebih cepat dikenal oleh masyarakat luas.
52
53
Keberhasilan upaya Nasichin, Rohani, dan Ibu Halimah dalam membagun industry kripik tempe, menginspirasi berbagai kalangan untuk mengikuti jejaknya. Salah satu di antaranya adalah Muhammad Nanang Khoiruddin, yang beralamat di Jl. Sanan Gang 3 no 174 malang. Mahasiswa Pascasarjana Unibraw ini mulai merintis usaha kripik tempe sejak 2009.
Ia
mengambil bahan mentah kripik tempe, kemudian diolah sesuai citarasa racikan sendiri. Kripik tempe produksinya ia beri nama “Sanan Choir Soya Creckers”. Semula ia memasarkan produknya secara konvensional baik melalui teman, saudara, dan relasi yang ia miliki. Seperti biasa, ia menawarkan dengan cara memberi sampel secara cuma-cuma kemudian berharap ada respon yang mengarah pada kerjasama bisnis. Cara seperti ini, ia rasakan tidak bisa berkembang dengan cepat karena adanya keterbatasan jangkauan wilayah dan relasi. Demam facebook. Menjadi pemantik inspirasi untuk memperluas jejaring social guna mengenalkan dan mempromosikan kripik tempe yang ia produksi. Harapnya, cara ini akan memperluas jangkauan wilayah dan relasi serta dapat meningkatkan produksi kripik tempenya. Di samping itu, nama daerah Sanan dengan oleh-oleh khas kripik tempe, bisa dikenal secara regional maupun internasional. Sanan Choir Soya Creckers kemudian ia kenalkan melalui jejaring tersebut, di antaranya melalui webset: http:soyacreckers.wordpress.com, Blog: http: sananchoirsoyacreckers.blogspot, facebook:sananchoir, email:
[email protected]. Berbagai informasi terkait dengan jenis produk, proses pembuatan, bahan baku, aneka rasa, pemesanan, cara pembayaran dan pengiriman kripik tempe ia sajikan baik dalam webset, blog, dan facebook. Hasilnya, respon positif berdatangan. Mulai dari telepon, sms, komunikasi secara online, atau melalui e-mail terkait dengan aktifitas jual-beli atau pemesanan kripik tempe. Jaringan pemasaran dan relasi semakin luas. Melalui penggunaan teknologi “dunia maya” cita
54
rasa kripik tempe Sanan Choir Soya Cricker dapat dinikmati hingga Sumatera, Kalimantan, Jakarta, Medan, Surabaya, Lombok, Banyuwangi, Banten, Thailand, dan Australia. Jaringan pemasaran dan relasi-pun bertambah tidak hanya dikalangan/melalui dunia maya. Sanan Choir mulai dilirik oleh departemen pertanian dan disertakan dalam berbagai event/pameran diwilayah Jatim maupun Nasional. Ia menjadi satu-satunya anggota ASPARTAN (assosiasi pengusaha hasil pertanian) dari Sanan di bawah naungan Departemen Pertanian. Berbagai pameran produk hasil pertanian, lelang/tender, dan seminar di berbagai kota seperti Sidoarjo, Surabaya, Malang, Yogyakarta, Jakarta, sering ia ikuti. Departemen Pertanian selalu menyertakannya pada setiap event pameran dan lelang produksi pertanian, tanpa dikenai biaya pendaftaran apapun. Meski usahanya hanya dijalankan sambil lalu dan tidak memiliki toko, ia mampu menyerap tenaga kerja 4-5 orang untuk setiap proses produksi, yang difungsikan untuk proses pengirisin, pengorengan, dan packing.
Sistem pembayaran yang digunakan menggunakan
borongan, dengan besaran biaya rata-rata Rp. 7.000,00 per alir (2 lonjor). Sekali kirim berkisar antara 30-60 kg kripik tempe. Pendapatannyapun meningkat menjadi Rp. 1.000.000 – Rp. 1.500.000/bulan. Bahkan jaringan pasar di Banyuwangi, Lamongan, dan Kalimantan yang siap untuk memasarkan hasil produksi dari Sanan Choir, diperoleh melalui dunia maya ini.
55
56
57
Lain lagi dengan Mashuri (29 th), ia tergolong pendatang baru pada usaha kripik tempe di Sanan, tepatnya baru berjalan satu tahun. Merek kripik tempe yang ia produksi diberi nama Niken. Mashuri biasa memasarkan produksi kripik tempenya dilakukan secara konvensional, dengan system konsnyasi (nitip, yang laku dibayar) pada berbagai toko makanan atau toko oleholeh. Untuk meyakinkan kualitas produksinya, tidak jarang Mashuri harus memberikan sampel kripik tempe secara gratis kepada pemilik toko.
Berbagai keterbatasan seperti jangkauan
wilayah, jumlah sebaran toko makanan atau oleh-oleh, dan ketatnya persaingan pasar kripik tempe di Sanan mengakibatkan produksinya tidak bisa berkembang dengan cepat. Ia hanya memproduksi kripik tempe sesuai pesanan, berkisar antara 16 – 50 kg kripik tempe. Mashuri Zuhri tidak patah semangat. Setelah berbincang dengan pemilik Sanan Choir Soya Crickers terkait dengan kemudahan, keuntungan, efesiensi dan efektifitas memperluas jaringan pasar melalui dunia maya, maka Mashuri bergegas untuk membuat webset/facebook, 58
yang akan digunakan secara khusus untuk memasarkan produksi kripik tempenya. Kekhawatiran dikenakan biaya tinggi untuk membayar webset-pun hilang. Rupanya ia baru mengetahui ada fasilitas webset gratis setelah berbincang dengan pemilk kripik tempe Sanan Choir. Kekecewaan tersirat diwajahnya. Pasalnya, webset yang ia buat semalaman tidak bisa diakses. Padahal, ia sangat berkeinginan untuk bisa memasukan berbagai informasi terkait dengan kripik tempe Niken agar produksinya bisa diserap oleh pasar yang lebih luas. Memang, Mashuri belum terlalu piawai dalam menggunakan berbagai fasilitas terlait dengan dunia maya. Ia harus banyak belajar menggunakan teknologi informasi (khususnya internet), jika ingin memasuki dunia usaha/bisnis melalui jaringan internet (e-commers). Lain lagi dengan Ibu Ida (35 th).
Meski ia memiliki computer, namun tidak bisa
mengoperasikan internet. Meski demikian, usaha kripik tempe yang ia geluti selama 2 tahun berkembang cukup pesat. Kripik tempe merek Kiky kerap muncul di dunia maya. Ibu Ida tidak memasarkan sendiri kripik tempenya melalui internet. Ibu Widya (30 th), pelangan kripik tempe Kiky yang cukup familiar dengan internet, memanfaatkan kesempatan tersebut untuk memasarkan produksi kripik tempe Ibu Ida.
Ibu Widya mendapatkan keuntungan hasil
penjualan kripik tempe yang ia peroleh melalui internet. Bahkan, hingga kini usaha yang ia geluti cukup pesat dan dapat berkembang diberbagai kota.
Ibu Ida sangat tertarik untuk
membuat webset sendiri, yang khusus digunakan untuk memasarkan produksinya. Agar dapat menyapa langsung pelanggan kripik tempenya tersebar di berbagai kota. Inilah salah satu contoh webset bentuk pemasaran kripik tempe yang dilakukan oleh pelanggan kripik tempe Kiky.
59
26-08-2010, 12:56 PM great_ones kaskuser UserID: 940194 Join Date: Jun 2009 Posts: 182
asli enak teunan boss... beda dengan kripik tempe yang lain lebih crunchy, gak keras dr kripik tempe yg udah ada sebelumnya pas untuk ngemil di saat nyantai dengan teman2 atau sodara yang lain... QUOTE
60
26-08-2010, 12:59 PM cucubit kaskuser
UserID: 1641751 Join Date: May 2010 Posts: 202
#4 Quote: Originally Posted by great_ones asli enak teunan boss... beda dengan kripik tempe yang lain lebih crunchy, gak keras dr kripik tempe yg udah ada sebelumnya pas untuk ngemil di saat nyantai dengan teman2 atau sodara yang lain... Thanks gan kiriman udah nyampek ya... kalau beli banyak dapet diskon gan lumyan dijual lagi...OK QUOTE
26-08-2010, 01:02 PM SherinNayla kaskuser
#5 lokasi di mana gan? kykny enaak ..minimal beli berapa??
UserID: 1329706 Join Date: Jan 2010 Location: jakartatangerang Posts: 161 QUOTE
61
26-08-2010, 01:27 PM cucubit kaskuser
#6 Quote: Originally Posted by SherinNayla lokasi di mana gan? kykny enaak ..minimal beli berapa?? ane sekarang di cikarang.. kalau pesen berapa aja boleh ... terserah ente gan..
UserID: 1641751 Join Date: May 2010 Posts: 202
kalau pesen banyak langsung kirim dari malang ... bisa cek di web http://kripiktempeanekarasa.blogspot.com/ untuk ongkirnya.. biasanya kalau banyak ongkir makin murah karena ada paket ekspedisi 1-5 kg... ok
Selain Ibu Ida dan Mashuri Zuhri, masih banyak produsen kripik tempe di Sanan yang sangat menginginkan usahanya berkembang pesat, melalui teknologi informasi (internet). Seperti Bapak Salim, Cholil (kripik tempe Ami), Cak Indrus, Cak Sholeh, Cak Idris (kripik tempe Arin) yang biasa menerima pesanan 3 ton kering tempe khusus untuk jamaah haji di Makkah, dan lainnya. Mereka ingin mengikuti jalan sukses yang telah dilakukan oleh produsen kripik tempe Lancar Jaya, Rohani, dan Swari. Namun, karena berbagai kendala seperti belum memiliki computer, belum bisa mengoperasikan computer atau internet, dan lain-lain, maka keinginannya-pun harus dipendam dalam-dalam. Mereka sangat berharap ada lembaga yang bersedia dan mampu memediasi agar keinginannya bisa terwujud, dapat memasarkan produksinya ke berbagai kota (nasional maupun internasional) melalui fasilitas internet. E.
Strategi implementasi e-commerce Implementasi e-commerce menuntut pergeseran paradigma secara fundamental, dari yang
semula marketplace yang menekankan interaksi secara fisik antara penjual dan pembeli menjadi marketspace yang mengandalkan transaksi elektronik. Dalam traditional marketplace, lalu lintas informasi, produk/jasa, dan pembayaran bersifat fisik (location based). Dengan kata lain, model 62
bisnis yang berlaku adalah geographic business model. Sebaliknya, dalam dunia virtual marketplace, aliran informasi produk, proses komunikasi antara produsen dan konsumen, distribusi barang/jasa dan transaksi berlangsung dalam dunia maya/virtual. E-commerce merupakan satu set dinamis teknologi, aplikasi dan proses bisnis yang menghubungkan perusahaan, konsumen, dan komunitas tertentu melalui transaksi elektronik dan perdagangan barang, pelayanan dan informasi yang dilakukan secara elektronik. M. Suyanto (2003) mengatakan, e-commerce (EC) merupakan konsep baru yang bisa digambarkan sebagai proses jual beli barang atau jasa pada World Wide Web internet (Shim, Qureshi, Siegel, 2000) atau proses jual beli atau pertukaran produk, jasa dan informasi melalui jaringan informasi termasuk internet (Turban, Lee, king, Chung, 2000). Kalakota dan Whinston (1997) mendefinisikan e-commerce dari beberapa perspektif berikut: 1. Dari
perspektif
komunitas,
e-commerce
merupakan
pengiriman
informasi,
produk/layanan, atau pembayaran melalui lini telepon, jaringan komputer atau sarana elektronik lainnya. 2. Dari perspektif proses bisnis, e-commerce merupakan aplikasi teknologi menuju otomatisasi transaksi dan aliran kerja perusahaan. 3. Dari perspektif layanan, e-commerce merupakan satu alat yang memenuhi keinginan perusahaan, konsumen, dan manajemen dalam memangkas service cost ketika meningkatkan mutu barang dan ketepatan pelayanan. 4. Dari perspektif on line, e-commerce berkaitan dengan kapasitas jual beli produkdan informasi di internet dan jasa on line lainnya. E-commerce bisa beragam bentuknya tergsntung pada tingkat digitalitas produk/ layanan untuk dijual dan sebagainya. Phillip Kotler (2000) mengatakan, pemasaran merupakan proses perencanaan dan pelaksanaan
63
pemikiran, penetapan harga, promosi serta penyaluran gagasan, barang dan jasa untuk menciptakan pertukaran yang memenuhi sasaran-sasaran individu dan organisasi. Strategi menurut Phillip Kotler adalah program yang luas untuk mendefinisikan dan mencapai tujuan organisasi dan melakukan misinya. Program merupakan peran aktif yang didasari rasional yang dimainkan oleh manajemen dalam merumuskan strategi perusahaan/ organisasi. Sedangkan perspektif selanjutnya , strategi adalah pola tanggapan organisasi yang dilakukan terhadap lingkungannya sepanjang waktu (James A.F. Stoner 1991). Tujuan pemasaran adalah untuk mengetahui dan memahami pelanggan sedemikian rupa, sehingga produk atau jasa itu cocok dengan pelanggan dan selanjutnya bisa menjual sendiri. Idealnya, pemasaran hendaknya menghasilkan seorang pelanggan yang siap untuk konsep pemasaran menegaskan behwa kunci untuk mencapai tujuan organisasi yang ditetapkan perusahaan tersebut haruslah efektif dibanding para pesaing dalam menciptakan, menyerahkan dan mengkomunikasikan nilai pelanggan. Membangun dan mengimplementasikan sebuah sistem E-commerce bukanlah merupakan sebuah proses atau program “instant”, namun merupakan suatu sistem yang perlahan-lahan berkembang terus-menerus sejalan dengan perkembangan perusahaan. Tidak sedikit perusahaanperusahaan besar yang memilih jalan evolusi dalam memperkenalkan dan mengembangkan Ecommerce di perusahaannya. Alasan utama yang melatarbelakangi pemikiran ini adalah sebagai berikut: Mengimplementasikan sebuah sistem E-commerce tidak semudah atau sekedar mempergunakan sebuah perangkat aplikasi baru, namun lebih kepada pengenalan sebuah prosedur kerja baru (transformasi bisnis). Tentu saja perubahan yang ada akan mendatangkan
64
berbagai permasalahan, terutama yang berhubungan dengan budaya kerja dan relasi dengan rekanan maupun pelanggan (Fingar, 2000): 1. Sistem E-commerce melibatkan arsitektur perangkat lunak dan perangkat keras yang akan terus berkembang sejalan dengan kemajuan teknologi, sehingga strategi pengembangan dan penerapannya-pun akan berjalan seiring dengan siklus hidup perusahaan; dan 2. Mengembangkan sistem E-commerce secara perlahan dan bertahap secara tidak langsung menurunkan tingginya resiko kegagalan implementasi yang dihadapi perusahaan. Hal pertama yang baik untuk dilakukan adalah menyamakan visi E-commerce diantara seluruh manajemen perusahaan melalui berbagai pendekatan formal maupun informal. Jajaran Direksi dan Manajemen Senior harus memiliki visi yang jelas dan tegas, dan dipahami oleh seluruh perangkat perusahaan untuk menghasilkan persamaan persepso di dalam perkembangan implementasi E-commerce. Visi yang jelas juga diharapkan akan mengurangi berbagai hambatan-hambatan atau resistansi yang mungkin timbul karena tidak didukungnya program tersebut oleh jajaran manajemen atau staf perusahaan yang ada. Mensosialkan visi E-commerce di perusahaan dapat dilakukan melalui berbagai cara, seperti pelatihan formal, diskusi/rapat bulanan, seminar, diskusi dan tanya jawab, dan lain sebagainya. Visi E-commerce ini harus pula disosialkan di kalangan rekanan bisnis dan para pelanggan, karena walau bagaimanapun mereka semua akan merupakan bagian yang secara langsung atau tidak langsung akan memiliki pengaruh dalam pengembangan dan implementasi E-commerce. Langkah berikutnya adalah melakukan koordinasi antara berbagai pihak yang akan membangun sistem E-commerce bersama perusahaan terkait. Pihak-pihak tersebut misalnya: rekanan bisnis (seperti pemasok dan distributor), vendor teknologi informasi, pelanggan, bank
65
(penyedia jasa kartu kredit), pihak asuransi, dan lain sebagainya. Tujuan dari koordinasi ini adalah pengembangan sebuah kerangka kerja sama yang disepakati bersama, sehingga dalam perjalanan implementasinya, E-commerce tidak mendapatkan gangguan yang berarti. Seluruh pihak-pihak dalam “konsorsium” ini harus menyadari bahwa mereka semua berada dalam sebuah ekosistem E-commerce, dimana sistem yang ada baru akan berjalan secara baik jika masingmasing komponennya memiliki kinerja yang baik sesuai dengan fungsinya masing-masing. Tahap berikutnya merupakan sebuah fase yang cukup sulit, karena diperlukan suatu pemahaman yang baik terhadap apa yang disebut sebagai metoda pendekatan sistem (system thinking). Penggabungan proses bisnis beberapa perusahaan dengan menggunakan kerangka Ecommerce tidak sekedar menghubungkan satu divisi dengan divisi lain dengan menggunakan perangkat telekomunikasi dan komputer, tetapi lebih jauh merupakan suatu usaha membentuk sistem bisnis yang lebih besar dan luas (internetworking). Pemahaman mengenai perilaku sebuah sistem, yang terdiri dari berbagai komponen arsitektur yang saling terkait dan terintegrasi merupakan hal mutlak yang harus dikuasai oleh mereka yang bertanggung jawab terhadap sistem tersebut. Tahap ini memiliki tujuan untuk mengadakan suatu analisa terhadap hal-hal pokok berkaitan dengan prinsip-prinsip dasar bisnis setelah lingkungan kerjasama baru antar perusahaan terbentuk, seperti: Menentukan model bisnis yang akan diterapkan di dalam E-commerce;
Mendefinisikan segmen pasar dan tipe pelanggan yang akan menjadi target;
Menyusun kebijakan atau peraturan pembelian melalui internet bagi pelanggan;
Membagi tugas dan tanggung jawab antar berbagai pihak yang berkerja sama;
Mengusulkan pembagian biaya dan keuntungan dari model bisnis baru tersebut; dan lain sebagainya.
66
Setelah media infrastruktur e-commerce selesai dibangun, tahap berikutnya adalah menentukan proyek percontohan atau proyek awal (pilot project) yang akan diuji coba dan diimplementasikan. Prinsip “don’t run before you can walk” merupakan pedoman pemikiran yang biasa dipergunakan dalam skenario implementasi teknologi informasi secara evolusi ini. Diharapkan dari pilot project ini dapat dilihat seberapa “feasible” konsep-konsep model bisnis yang telah dirancang dapat memenuhi objektif yang dikehendaki. Berdasarkan hasil evaluasi dan fakta yang terjadi selama pilot project dirancang dan diimplementasikan, berbagai perbaikan konsep dilakukan dan dimatangkan. Hal terakhir dalam siklus yang harus dilakukan adalah pembentukan tim penanggung jawab program pengembangan dan implementasi E-commerce. Hampir semua pengembangan sistem
e-commerce
dilaksanakan
dengan
menggunakan
pendekatan
proyek
(project
management), dimana tim terkait harus berhadapan dengan portofolio program-program pengembangan E-commerce yang beragam dan bertahap. Yang harus diperhatikan oleh manajemen perusahaan adalah suatu kenyataan bahwa tim penanggung jawab pengembangan dan implementasi E-commerce tidak hanya harus terdiri dari mereka yang memiliki kompetensi dan keahlian yang memadai, tetapi mereka haruslah merupakan pekerja-pekerja waktu penuh (full time); atau dengan kata lain, mereka tidak boleh terpecah fokusnya untuk melakukan pekerjaan-pekerjaan lain di dalam perusahaan. Di dalam perkembangannya, inisiatif-inisiatif baru akan terjadi, dan secara natural akan kembali ke siklus analisa kesempatan bisnis e-commerce (inter-enterprise assessment). Dalam kerangka inilah evolusi secara perlahan-lahan akan terjadi dan e-commerce akan berkembang dari satu tahap ke tahap berikutnya.
67
Periklanan adalah penggunaan
media
bayaran oleh
seorang
penjual untuk
mengkomunikasikan informasi persuasif tentang produk (ide, barang, jasa) ataupun organisasi merupakan alat promosi yang kuat. Para pemasar Amerika menghabiskan 89 milyar dolar lebih setiap tahunnya untuk iklan. Dan iklan mempunyai berbagai macam bentuk (nasional, regional, lokal; konsumen, industri, eceran; produk, merek,lembaga; dan sebagainya) yang dirancang untuk mencapai berbagai macam tujuan (penjualan seketika, pengenalan merek, preferensi dan sebagainya). Di perusahaan kecil, iklan ditangani oleh seseorang di departemen pemasaran atau penjualan, yang bekerjasama dengan biro iklan. Sedangkan di perusahaan besar sering membentuk departemen periklanan sendiri. Strategi Periklanan pada e-commerce (Internet) merupakan proses 5 tahap, yang dikenal dengan 5 M yang terdiri dari penetapan tujuan (Mission), keputusan tentang anggaran (Money), keputusan pesan (Message), penetapan media (Media) dan evaluasi mengenai kampanye (Measurement). Gambar berikut memperlihat tahapan proses strategi periklanan dalam ecommerce (Internet). Penetapan Tujuan
Penetapan Anggaran . Keputusan Pesan
Penetapan Media
Evaluasi 1.1 Proses strategi e-commerce
68
BAB V PENUTUP
A.
Kesimpulan Hasil penelitian penerapan e-commerce sebagai upaya pengembangan
usaha kecil dan menengah yang berdaya saing global (studi kasus pada Sentra Industri Keripik Tempe Sanan Kota Malang) menunjukkan bahwa: 1. Sebagian besar pengusaha keripik tempe di kampung Sanan masih belum memahami tentang pemanfaatan sistem e-commerce dalam rangka menunjang promosi dan penjualan mereka. 2. Hanya ada 4 pengusaha saja yang telah mempraktikkan e-commerce yakni; Bapak Nasichin (Toko Lancar Jaya), Ibu Rohani (keripik tempe Swari), Nanang Choirudin (Sanan Choir), dan Mahuri Zuhdi (keripik tempe Niken). Keberhasilan para pengusaha tersebut dapat menginspirasi para pengusaha keripik tempe yang lain. Keberhasilan tersebut dapat dilihat misalnya dari Bapak Nasichin yang memiliki omzet penjualan 35 juta per hari dari 28 karyawan yang dimiliki. 3. Beberapa faktor yang menghambat implementasi sistem e-commerce di sanan antara lain; belum mengenal perdagangan sistem online, belum mengerti internet walaupun sudah memiliki komputer, belum bisa membuat sistem e-commerce, masih belum punya angan-angan untuk menggunakannya. 4. Strategi
yang
digunakan
untuk
mengimplemetasikannya
penyaamaan visi, sosialiasasi, pendekatan sistem dan aliansi.
69
berupa;
B.
Saran Pengembangan usaha kecil melalui e-commerce di sentra industri keripik
tempe kampung Sanan Kota sangat menjanjikan dalam rangka meningkatkan daya saing global. Sebagai contoh, keripik tempe Lancar Jaya mampu merambah pasaran luar negeri, misalnya; Australia, Jepang, China, Malaysia, Saudi Arabia dan lain-lain setelan memanfaatkan internet dalam sistem perdagangan ecommerrce. Disamping itu, infrastruktur yang berupa kelengkapan komputer dan internet bukan menjadi kendala utama. Sebagian besar pengusaha keripik tempe telah memiliki komputer.
Walaupun sampai dengan saat ini, penggunaan
komputer dan internet masih belum diorientasi dalam kegiatan perdagangan online. Berdasarkan hasil observasi di lapangan nampak bahwa generasi kedua yang akan mewarisi usaha keripik tempe generasi pertama semakin aware terhadap penggunaan teknologi informasi. Oleh karena itu, diperlukan strategi kemitraan dan kelembagaan yang dapat mendorong sistem e-commerce di sentra industri keripik tempe Sanan Kota Malang.
70