KATA PENGANTAR
Puji Syukur kehadirat Allah Azza wa Jalla Yang Maha Kuasa atas segala sesuatu yang telah memberikan rahmat, kasih dan sayangnya sehingga skripsi ini dapat terselesaikan. Shalawat dan salam semoga selalu tercurahkan kepada manusia agung Nabi Besar Muhammad SAW serta keluarga, sahabat dan para penerus perjuangan Dinul Islam. Atas nikmat dan Karunia-Nya
sehingga penulis dapat
menyelesaikan skripsi ini yang berjudul. KONSEP ASURANSI SYARIAH DALAM PENANGGULANGAN BENCANA ALAM Skripsi ini tidak lepas dari bantuan berbagai pihak untuk membantu penulis dalam menyelesaikannya. Penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada pihakpihak berikut : 1. Prof. DR. H. Muhammad Amin Suma, SH, MA, MM, Dekan Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah. 2. Dr. Ibu Euis Amalia, M.Ag, Ketua prodi Muamalat Fakultas Syariah dan Hukum, dan Bapak Ah. Azharuddin Lathif, M.Ag, MH, Sekertaris Prodi Muamalat fakultas Syariah dan Hukum.
v
3. Ah. Azharuddin Lathif, M.Ag, MH dan Fahmi Basyah, ST, MM, AAIK, AIIS, QIP, Dosen Pembimbing. 4. Para Dosen yang telah mendidik dengan baik sehingga penulis dapat menyelesaikan studi di Program Muamalat Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah. 5. Kedua orang tua penulis yang tercinta yaitu Ayahanda H. Mardani Burhan (Alm) dah Umi Hj. Halimah, terima kasih atas cinta dan kasih sayangnya yang selama ini mengasuh dan membesarkan dengan penuh kasih sayang, serta mendidik penulis dengan segala curahan hati dan doa restu yang diberikannya serta segala upaya dan jerih payahnya penulis dapat menyelesaikan berbagai jenjang pendidikan sehingga selesainya skripsi ini. 6. Teman-teman sekelas, seangkatan dan seperjuangan Asuransi Syariah 2006 u are the best classmates!! Angkatan 2006 pokoknya incredible dan handal dah. Terutama untuk Edvan, Ervan, Dikin, Nita, Eva, Dinda, Iis (tetap jaga persahabatan kita ya) makasih atas bantuan dan dukungannya selama penulis mengerjakan skripsi ini. Love u all.. 7. And the last specially for my dearly Risa Yuni Andriani, terima kasih atas perhatian, kesabaran, kesetiaan, serta pengertian yang begitu besar untuk penulis, dukungan dan doanya dalam menyelesaikan skripsi ini.
vi
Akhirnya penulis mengharapkan kritik serta saran yang membangun dari berbagai pihak untuk perbaikan skripsi ini. Semoga karya tulis ini dapat bermanfaat bagi semua pihak. Amiin.
Jakarta : 10 Desember 2010 M 4 Muharram 1432 H
Penulis
vii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL …………………………………………………………….
i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING………………………………..
ii
LEMBAR PENGESAHAN PANITIA UJIAN ………………………………... iii LEMBAR PERNYATAAN……………………………………………………... iv KATA PENGANTAR ………………………………………………………….... v DAFTAR ISI …………………………………………………………………...... viii DAFTAR TABEL .................................................................................................. xi DAFTAR LAMPIRAN…………………………………………………………. 93 BAB I
:
PENDAHULUAN ………………………………………………... 1 A. Latar Belakang Masalah ……………………………………….. 1 B. Pembatasan dan Perumusan Masalah ………………………….. 8 C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ……………………………….... 9 D. Kajian Pustaka ………………………………………………… 11 E. Kerangka Teori dan Konsep …………………………………... 11 F. Metodologi Penelitian………………………………….………. 14 G. Sistematika Penulisan ………………………………….……… 16
BAB II
:
LANDASAN TEORI; ASURANSI BENCANA ALAM DAN GAMBARAN UMUM GEMPA BUMI ………………………… 18 A. Asuransi Bencana ……..………………………………………. 18 1. Konsep Asuransi Bencana……..…………………………... 18 2. Penanganan Asuransi untuk Bencana Alam……………….. 20 3. Skema Asuransi Bencana………………………………….. 21 B. Gambaran Umum Gempa Bumi …………………………….….26
viii
1. Pengertian gempa Bumi………………………………..…… 26 2. Sejarah Pemantauan Gempa di Indonesia……………..……. 27 3. Ancaman Gempa Bumi………………………………..……. 28 BAB III : GAMBARAN UMUM ASURANSI SYARIAH DALAM PENANGGULANGAN BENCANA ALAM ……...……………… 31 A. Pengertian Asuransi Syariah ……………………………............ 32 B. Jaminan Keamanan Dalam Perspektif al-Qur’an dan as-Sunah………………………………...………………………. 34 C. Sistem Operasional Asuransi Syariah ………………………….. 35 1. Konsep Operasional …………………………………………. 35 a. Konsep Takafuli (Tolong-menolong)……………………... 35 b. Perjanjian………………………………………………….. 35 2. Prinsip Dasar Asuransi syariah…………………………….… 36 D. Konsep Asuransi Kolektif Islam…………………………….….. 43 E. Mekanisme Pengelolaan Dana Asuransi Kerugian Syariah……. 46 1. Akad Tabarru’ pada Asuransi Umum Syariah….…………... 47 2. Akad Wakalah bil Ujrah pada Asuransi Umum Syariah ………….…………………………………... 48 F. Penilaian Kontribusi Untuk Bencana Alam pada Asuransi Syariah …………………………………………………………. 50 BAB IV :
ANALISIS
KONSEP
ASURANSI
SYARIAH
DALAM
PENANGGULANGAN BENCANA ALAM ………………….. 53 A. Risk and Loss Profile Produk Asuransi Bencana ……………… 55 1. Risk and Loss Profile tahun 2005………………………….... 56 2. Risk and Loss Profile tahun 2006 ……………………...…… 58 3. Risk and Loss Profile tahun 2007……………………...…….. 60
ix
B. Simulasi Kinerja Produk Asuransi Bencana (Syariah) ………… 62 1. Simulasi Kinerja Produk Asuransi Bencana tahun 2005….... 63 2. Simulasi Kinerja Produk Asuransi Bencana tahun 2006….... 66 3. Simulasi Kinerja Produk Asuransi Bencana tahun 2007….... 70 C. Solusi Asuransi Syariah dalam Penanggulangan Bencana Alam……………………………………………………………. 73 D. Peluang dan Tantangan…………………………………………. 78 E. Sinergi Asuransi Syariah dengan Badan dan Lembaga Sosial dalam Penanggulangan Bencana Alam………………………… 79
Peran Zakat dalam Memberikan Jaminan dan Asuransi …… 80
1. Contoh Terkini Model pemanfaatan Zakat untuk Jaminan Dan Asuransi ………………………………………………. 80 2. Peran Institusional Zakat dalam Mewujudkan Jaminan Dan Asuransi ………………………………………………. 81 BAB V
:
PENUTUP ........................................................................................ 84 A. Kesimpulan …………………………………………………….. 84 B. Saran …………………………………………………………… 87
DAFTAR PUSTAKA …………………………………………………………….. 90 LAMPIRAN ............................................................................................................. 93
x
1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Aktivitas ekonomi syariah pada saat ini semakin meningkat, baik dari segi kuantitas maupun kualitas. Indikasinya adalah tumbuhnya perbankan syariah yang telah memberikan stimulus kepada masyarakat tentang alternatif pembiayaan yang lebih adil dan distributif. Demikian juga terindikasi pada asuransi syariah yakni terdapat peningkatan permintaan bisnis ini, yaitu sejak beroperasinya dual sistem asuransi di indonesia dimana asuransi konvensional didasarkan pada prinsip bunga dan hanya sekedar mengejar orientasi keuntungan (profit) bagi peruahaan sedangkan asuransi
syariah,
yang
operasionalnya
berdasarkan
syariah
Islam
dengan
menitikberatkan pada nilai kebersamaan dan saling menanggung (takaful) disamping mencari keuntungan.1 Keberadaan produk asuransi syariah selain karena tuntutan pasar juga dikarenakan keberadaan suatu produk diperlukan dalam rangka menjaga komitmen terhadap prinsip-prinsip syariah terutama kemaslahatan ummat dan rahmat bagi alam. Kondisi ini menunjukkan bahwa selain karena orientasi bisnis, asuransi syariah juga berorientasi pada syiar Islam. Hal inilah yang menjadikan asuransi syariah dituntut
1
AM. Hasan Ali dan M. Nadratuzzaman Hosen, Tanya Jawab Ekonomi Syariah (Jakarta: PKES) 2007, h 75
1
2
lebih aktif, kreatif dan inovatif terhadap berbagai perkembangan didalam kehidupan masyarakat.2 Dan semua orang pun menyadari bahwa dunia penuh dengan ketidakpastian, kecuali kematian yang meskipun demikian juga tetap mengandung ketidakpastian didalamnya, antara lain mengenai kapan, karena apa kematian itu terjadi. Dimana ketidakpastian mengakibatkan adanya risiko (yang merugikan) bagi pihak-pihak yang berkepentingan.3 Lebih-lebih dalam dunia bisnis, ketidakpastian beserta resikonya merupakan sesuatu yang tidak dpat diabaikan begitu saja, bahkan harus diperhatikan secara cermat bila orang menginginkan kesuksesan. Seiring dengan perkembangan sejarah kehidupan manusia, tentu akan dibarengi juga dengan perubahan aktivitas manusia yang selalu berubah-ubah dan bervariatif. Hal tersebut bisa terjadi karena perubahan kebutuhan manusia, perubahan struktur dan kondisi alam atau perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Perubahan aktivitas manusia tersebut tidak terlepas dari berbagai ancaman risiko yang selalu menyertai setiap langkah manusia. Segala macam risiko yang berasal dari musibah dan bencana alam merupakan qadha dan qadhar dari Allah SWT. Banyak di antara sebab-sebab yang menjadikan pengurangan nilai itu dapat dicegah. Tetapi banyak juga sebab-sebab yang mengurangi nilai benda itu mempunyai sifat yang tidak dapat diharapkan lebih dahulu. Disebabkan karena
2
Heri Sudarsono, Bank dan Lembaga Keuangan Syariah (Yogyakarta: Ekonisia) 2007, h.126 Soeisno Djojosoedarso, Prinsip-prinsip Manjemen Risiko dan Asuransi, (Jakarta: Salemba empat)1999, h.1 3
3
kebakaran, maka benda seseorang akan hancur, karena pencurian maka seseorang akan kehilangan barang-barang berharganya, karena angin topan maka seseorang akan menderita kerugian dari hasil panennya. Sehubungan dengan kenyataan tersebut semua orang selalu harus berusha untuk menanggulanginya, artinya barupaya untuk meminimumkan ketidakpastian agar kerugian yang ditimbulkan dapat dihilangkan atau paling tidak diminimumkan. Apabila ini dihubungkan dengan asuransi maka dapatlah dikatakan bahwa kerugian orang-orang itu tadi dapat diperingan atau dikurangi, bahkan ditanggung oleh orang lain asal untuk itu diperjanjikan sebelumnya, diantara orang yang khawatir akan menderita kerugian dengan orang yang mau menanggung kerugian itu diadakanlah perjanjian asuransi. Ditengah kebangkitan kembali ekonomi yang mengacu kepada kaedah-kaedah syariat Islam, dunia asuransi juga mulai meresposisi diri dalam melakukan aktivitasnya agar sesuai dengan syariah. Akan tetapi, belum ada format baku tentang asuransi syariah yang disusun untuk menjadi pedoman operasional. Hal tersebut tidak menjadi masalah karena dinamisnya dunia Islam sehingga memungkinkan siapapun untuk menyusun format asuransi syariah berdasarkan pemahamannya terhadap fiqihfiqih syariah, nash-nash yang jelas dalam al-qur’an yang diperkuat oleh hadits-hadits shohih, ijma’ para ulama, sampai kepada ijtihad orang-perorangan. Berbagai perbedaan interprestasi dan implementasi dalam asuransi syariah bukanlah harus dipandang sebagai kelemahan akan tetapi sebagai berkah keanekaragaman. Asuransi syariah tentunya akan mengalami berbagai penyempurnaan-penyempurnaan sejalan waktu dan munculnya pemahaman serta teknik-teknik baru dibidang jasa keuangan.
4
Bumi kita ini sebenarnya sudah sangat tua. Usianya sudah lebih dari 5 milliar tahun. Penelitian para pakar geologi dengan menggunakan metode radiosotop menunjukkan hal itu. Maka, tidak heran bumi mulai memperlihatkan gejala-gejala ketuaanya. Ibarat manusia, semakin renta dan digerogoti oleh penyakit degeneratif. Bumi adalah planet yang rawan bencana. Tapi memang begitulah, setiap benda langit memiliki kondisi yang kurang lebih sama. Selalu diincar oleh bencana. Hanya, khusus Bumi, Allah memberikan perlindungan ekstra, sehingga bisa dihuni oleh mahluk hidup termasuk manusia. Bumi memang planet istimewa yang paling aneh di antara tatasurya ini. Tidak ada satu pun benda langit anggota tatasurya yang bisa ditempati oleh mahluk hidup, karena tidak memenuhi prasyarat untuk itu. Dan teristimewa karena selalu diancam bencana yang menghancurkan kehidupan.4 Indonesia telah menjelma menjadi negeri bencana. Betapa tidak, dalam kurun waktu yang relatif singkat, negeri ini dihajar oleh bencana bertubi-tubi dengan korban ratusan ribu jiwa dan harta benda yang tiada terkira. Mulai dari gempa dan tsunami Aceh di akhir tahun 2004, disusul ancaman gunung merapi, disusul lagi gempa dan tsunami di Yogyakarta, meluapnya Lumpur di Sidoarjo dan yang masih hangat yaitu banjir bandang di Wasior Papua, juga sejumlah gempa lainnya diberbagai kawasan.5 Bencana alam menciptakan tragedi kemanusiaan, meruntuhkan sendi-sendi perekonomian, dan menghambat pembangunan. Di negara maju ataupun berkembang,
4
Agus Mustofa, Menuai Bencana, Serial Diskusi Tasawwuf Modern, (Surabaya: Padma Press, 2008) h.46 5 Agus Mustofa, Menuai Bencana, Serial Diskusi Tasawwuf Modern, Ibid., h.164
5
masyarakat miskin adalah pihak yang paling rentan terhadap dampak yang ditimbulkan oleh bencana. Oleh karena itu, perlu dipikirkan suatu kebijakan nasional untuk memberi asuransi bagi masyarakat yang berada di daerah rawan bencana. Untuk mempercepat proses rehabilitasi pasca bencana, diusulkan pembuatan asuransi bencana bagi masyarakat yang menjadi korban bencana alam. Wacana ini telah disepakati Komisi VIII dan Badan Penanggulangan Bencana Nasional (BNPB) untuk segera diterapkan. Komisi VIII mendukung adanya skema asuransi sebagai salah satu instrumen dalam penyediaan dana dalam penanggulangan bencana dan diharapkan mampu mempercepat proses rehabilitasi korban bencana alam. Untuk pelaksanaannya diserahkan kepada BNPB yang mengurusi langsung penanganan bencana. Asuransi bencana ini dimaksudkan agar masyarakat yang terkena bencana mendapat kepastian dana bantuan secepatnya dan tidak menunggu bantuan dari pemerintah yang mungkin terlalu lama.6 Undang-undang penanggulangan bencana (UU PB) memang tidak secara eksplisit mengatur keterlibatan asuransi dalam penanggulangan bencana. Namun ini tidak berarti asuransi tidak dapat terlibat. Paradigma yang hendak dibangun pemerintah terkait penanggulangan bencana adalah, dari semula tanggung jawab
6
Reza Yunanto, Komisi VIII & BNPB Usulkan Asuransi Bencana, (Jakarta: DetikNews) Senin, 16 November 2009, h.7
6
pemerintah, menjadi tanggung jawab bersama.7 Dari semula responsif menjadi preventif. Pemerintah mengakui bahwa penerapan sistem asuransi penting dalam upaya penanggulangan bencana dan akan mengkaji format asuransi atau sistem jaminan sosial yang tepat bagi masyarakat yang tinggal di daerah rawan bencana. Secara eksplisit Undang-undang Penanggulangan Bencana (UUPB) memberikan peluang bagi keterlibatan asuransi dalam upaya pencegahan dan penanggulangan bencana. Asuransi bisa berperan pada masa pra-bencana, pada kondisi darurat dan pascabencana dan harapannya peraturan pemerintah yang nantinya akan diterbitkan bisa menstimulasi penerapan sistem asuransi bagi masyarakat di daerah rawan.8 Pada kondisi prabencana asuransi bisa melakukan edukasi kepada masyarakat mengenai cara meminimalkan resiko dan menghitung resiko kerugian akibat bencana. Sedangkan pada keadaan darurat dan pascabencana, asuransi berpeluang membantu pemerintah dalam pendanaan upaya penanggulangan bencana. Terkait dengan hal itu, asuransi seharusnya memang terlibat secara profesional sebagai mitra pemerintah dan masyarakat dalam memberikan perlindungan dan pelayanan kesehatan bagi masyarakat di daerah rawan bencana. Skema asuransi untuk penanggulangan bencana nasional bisa dikelola seluruhnya oleh asuransi atau dilakukan bersama dengan pemerintah. Dengan 7
Sunarsip dan Muhaimin Iqbal, Asuransi Dalam Penanggulangan Bencana, (Jakarta: Republika) Kamis, 19 April 2007, h.9 8 Bachtiar, Pemerintah Kaji Format Asuransi Bencana, (Jakarta: Antara News) Selasa, 10 April 2007, h.10
7
terintegerasinya skema asuransi tersebut maka beban penanggungan menjadi lebih murah. Saat ini, asuransi bencana masih dikelola secara sendiri-sendiri dan tidak terkoordinasi sehingga menjadi lebih mahal. Selain itu pemerintah juga menanggung beban penanggungan pasca bencana yang besar karena tidak memiliki asuransi 9 Kalangan praktisi asuransi menilai masyarakat belum terlalu mengenal asuransi bencana alam. Padahal asuransi ini sangat penting, apalagi Indonesia rawan bencana. Selain karena belum banyak perusahaan asuransi yang tidak menyediakan produk ini, masyarakat juga kurang sadar, dan minimnya informasi tentang asuransi jenis ini. Selain bermanfaat bagi masyarakat sendiri, asuransi ini juga bisa mengurangi beban pemerintah untuk menanggulangi bencana. Di tengah gempuran bencana alam yang berturut-turut sepanjang tahun ini, anggaran pemerintah sangat minim untuk menanggulanginya. Dana tanggap darurat dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara tahun ini alokasinya tinggal Rp 200 miliar. Oleh karena itu sudah saatnya pemerintah membuat undang-undang yang mewajibkan setiap kepala keluarga mempunyai asuransi ini. Jika separuhnya saja penduduk memiliki asuransi ini dengan premi yang dibayar cuma Rp 10 ribu setahun maka akan terkumpul dana asuransi sekitar Rp 10 triliun setahun. Sebab di negara-negara lain yang rawan gempa seperti Jepang, Selandia Baru, Amerika Serikat, atau Turki pemerintahnya sudah mewajibkan warga negaranya
9
Muhaimin Iqbal, Seminar: Mengupas UU Penangggulangan Bencana dari Perspektif Asuransi.
8
memiliki asuransi ini. Kalau tidak, para pengungsi akibat bencana selamanya akan tinggal dalam tenda. Oleh karena itu, peran asuransi syariah sangat dibutuhkan dalam menanggulangi risiko dari bencana alam. Asuransi syariah dengan perjanjian di awal yang jelas dan transparan dengan aqad yang sesuai syariah, dimana dana-dana dan premi asuransi yang terkumpul (disebut juga dana tabarru‟) akan dikelola secara professional oleh perusahaan asuransi syariah melalui investasi syar‟i dengan berlandaskan pada prinsip syariah. Dan pada akhirnya semua dana yang dikelola tersebut (dana tabarru) nantinya akan dipergunakan untuk menghadapi dan mengantisipasi terjadinya musibah/ bencana/ klaim yang terjadi diantara peserta asuransi. Melalui asuransi syariah, kita mempersiapkan diri secara finansial dengan tetap mempertahankan prinsip-prinsip transaksi yang sesuai dengan fiqh Islam. Bertitik belakang dari latar belakang seperti terurai diatas, maka perlulah kiranya dilakukan penelitian lebih lanjut dalam sebuah skripsi dengan tema “KONSEP ASURANSI SYARIAH DALAM PENANGGULANGAN BENCANA ALAM”.
Akhirnya, semoga penelitian ini dapat dilaksanakan dengan baik dan
bermanfaat bagi semua kalangan.
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah Agar permasalahan dalam skripsi ini tidak melenceng jauh dan untuk menghindari kesalahpahaman terhadap persepsi masalah yang hendak ditulis, maka penulis merasa perlu untuk memberikan batasan dan perumusan masalah terhadap
9
objek yang dikaji. Adapun batasan dalam membahas bencana alam. Tulisan ini akan dibatasi hanya pada kondisi bencana alam di Indonesia secara umum dengan kriteria gempa bumi yang berdampak pada tempat tinggal. Adapun perumusan masalahnya adalah sebagai berikut: 1. Bagaimana peluang, tantangan dan solusi konsep asuransi syariah dalam penanggulangan bencana alam? 2. Bagaimana skema produk asuransi syariah yang tepat dalam melindungi dan menanggulangi risiko akibat bencana alam?
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah : 1. Agar dapat mengetahui peluang, tantangan dan solusi dari penerapan konsep asuransi syariah dalam penenggulangan bencana alam. 2. Agar dapat menjelaskan bagaimana skema produk asuransi syariah yang tepat dalam melindungi dan menanggulangi risiko akibat bencana alam
Adapun manfaat dari penelitian ini adalah : 1. Untuk menambah wawasan dan pengetahuan penulis mengenai konsep asuransi syariah terhadap penanggulangan bencana alam. 2. Untuk mengetahui sejauh mana asuransi syariah campur tangan dalam melindungi dan menanggulangi risiko akibat dari bencana alam.
10
3. Untuk
dapat
menjelaskan
konsep
asuransi
syariah
dalam
melindungi/
menanggulangi bencana alam. 4. Memberikan sumbangsih pemikiran kepada kalangan akedimisi sehingga dapat menambah literatur tentang asuransi syariah.
D. Kajian Pustaka Setelah melihat skripsi pada tahun-tahun sebelumnya, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa tidak ada skripsi yang membahas tentang konsep asuransi bencana. Namun ada sebuah skripsi yang membahas tentang konsep asuransi syariah, yaitu: Fitri Handayani, 2004 dengan judul skripsi “Konsep Asuransi Syariah Terhadap Resiko Usaha Industri Pertanian”. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui sejauh mana asuransi syariah dapat menerapkan konsep perlindungan terhadap resiko yang dihadapi usaha pertanian syariah. Sedangkan dalam skripsi ini, penelitiannya bertujuan untuk mengetahui bagaimana perusahaan asuransi syariah dapat menerapkan suatu produk asuransi yang dapat menanggulangi bencana alam.
E. Kerangka Teori dan Konsep 1. Kerangka Teori Asuransi Syariah adalah perjanjian antara dua belah pihak atau lebih yakni tertanggung dan penanggung, dimana tertanggung berkewajiban membayar premi yang telah disepakati sebelum adanya penutupan asuransi dan penanggung
11
berkewajiban membayar sejumlah uang jika terjadi sesuatu yang tidak diketahui kapan terjadinya yang didasarkan atas meninggal atau hidupnya seseorang yang dipertanggungkan yang pengoperasiaanya berdasarkan prinsip-prinsip syariah Islam.10 Resiko yang dihadapi oleh manusia yang paling besar ada dua, yakni hidup yang terlalu lama dan kematian yang terlalu cepat. Asuransi sebagai mekanisme perlindungan merupakan langkah yang tepat bagi seseorang untuk membagi atau mengalihkan suatu risiko, karena asuransi menjawab rasa aman bagi setiap orang. Dalam konteks akad dalam asuransi syariah, tabarru‟ bermaksud memberikan dana kebajikan dengan niat ikhlas untuk tujuan saling membantu diantara sesama peserta takaful (asuransi syariah) apabila ada diantara yang mendapat musibah. Dana klaim yang diberikan diambil dari rekening dana tabarru yang sudah diniatkan oleh semua peserta ketika akan menjadi peserta asuransi syariah, untuk kepentingan dana kebajikan atau dana tolong-menolong.11 Akad yang mendasari kontrak asuransi kerugian syariah adalah akad tabarru‟. Dalam akad ini, pihak pemberi dengan ikhlas memberikan sesuatu dalam bentuk kontribusi/ premi tanpa ada keinginan untuk menerima apa pun dari orang yang menerima kontribusi atau premi tersebut. Akad ini bertujuan menerapkan konsep bahwa bentuk tolong-menolong diwujudkan dalam kontribusi berupa dana tabarru‟
10
Man Supraman Sastrawidjaja dan Endang, Hukum Asuransi Perlindungan Tertanggung Asuransi Deposito UsahaPerasuransian, (Bandung: PT Alumni,2004) cet ke-3, h.165 11 Muhammad Syakir Sula, Asuransi Syariah (Life and General) Konsep dan Sistem Operasional, ( Jakarta: Gema Insani Press 2004) h.36
12
(kebajikan).12 Hasil surplus (jika ada) dikembalikan sebagian kepada peserta melalui mekanisme mudharabah (bagi hasil). Cadangan (reserve) adalah sebagian dari surplus tabarru‟ yang disisihkan guna suatu keperluan tertentu. Oleh karena itu, menurut teori akunting, cadangan bukan utang, tetapi sebagian aktiva, dimana hal ini banyak pada balance-sheet (neraca) dari perusahaan dagang dan industri. Disamping itu, perusahaan dagang dan industri menganggap cadangan sebagai accured basis. Namun, perusahaan asuransi menganggap cadangan bukan aktiva, tetapi utang. Perusahaan asuransi menggunakan pengertian cash basis/ paid basis untuk cadangan tersebut. Cadangan dalam perusahaan asuransi bermacam-macam, yang penting di antaranya ialah: a. cadangan untuk deviden b. cadangan untuk membayar komisi c. cadangan untuk keadaan tidak diduga d. cadangan kerugian dan cadangan biaya kerugian Perusahaan asuransi didirikan dengan tujuan untuk mengganti kerugiankerugian yang terjadi. Jadi, setiap laporan keuangan yang menyangkut rugi/laba harus menunjukan:
12
Abdullah Amrin, Asuransi Syariah (Keberadaan dan Kelebihannya di Tengah Asuransi Konvensional), (Jakarta: PT Elex Media Komputindo 2006) h.81
13
a. jumlah uang yang diterima (premi), yaitu sumber keuangan untuk membayar kerugian, dan berapa banyak yang perlu disisihkan untuk membayar kerugian yang belum terjadi. Ini termasuk cadangan premi yang tidak digunakan. b. Jumlah yang digunakan untuk membayar kerugian-kerugian yang telah terjadi dan
sejumlah yang belum dibayarkan untuk kerugian tersebut. Ini disebut dengan istilah cadangan kerugian.13
2. Kerangka Konsep
Bagian Pendapatan Operator (Perusahaan)
Hasil Investasi Investasi Ujroh
Kontribusi
Dana
Beban
Surplus
Premi
Tabarru
Tabarru
Tabarru
13
Cadangan Dana Tabarru
Abbas Salim, Asuransi dan Manajemen Risiko (Jakarta: PT Raja RajaGrafindo Persada 2005) Ed. 2, h.173
14
F. Metode Penelitian 1. Jenis Penelitian Dalam skripsi ini, jenis penelitian yang digunakan adalah kualitatif, yaitu jenis pendekatan yang berdasarkan tata cara penelitian yang menghasilkan data diskriptif, yaitu apa yang dinyatakan oleh narasumber secara lisan. Karena dalam penelitian ini akan menemukan sebuah konsep yaitu bagaimana konsep penanggulangan asuransi syariah terhadap risiko bencana alam di Indonesia.
2. Jenis dan Sumber Data a. Jenis Data Data ini bersifat kualitatif. Data kualitatif ini didasarkan pada isi atau mutu suatu fakta, seperti data-data yang berdasarkan buku-buku, majalah, koran serta artikel yang yang dikumpulkan penulis yang berhubungan dengan masalah yang terkait pada pembahasan skripsi ini yang kemudian di analisa supaya bisa menjawab permasalahan yang ada. b. Sumber Data Sumber data penelitian ini adalah studi kepustakaan (library research) yaitu dengan mengumpulkan sejumlah buku-buku dan sumber-sumber bacaan lainnya yang berkaitan dengan pembahasan. Penelitian ini bersifat diskriptif analisis.
15
3. Teknik Pengumpulan Data Sesuai dengan permasalahan yang diangkat, maka dalam pengumpulan data skripsi ini penulisan menggunakan pengumpulan data dengan metode penelitian kepustakaan (library reserch) dan wawancara. Kajian pustaka dilakukan untuk mencapai pemahaman yang komprehensif tentang konsep-konsep yang akan dikaji. Dalam hal ini penulis mengadakan penelitian terhadap litelatur yang ada kaitannya dengan penulisan skripsi ini. Litelatur yang digunakan untuk kajian pustaka adalah buku, majalah, surat kabar, dan beberapa artikel yang berkaitan dan relevan dengan kajian ini. Sedangkan wawancara diperlukan untuk tambahan dan penguatan data yang diperoleh dari kajian pustaka.
4. Teknik analisa data Dalam penelitian ini penulis akan menggunakan penelitian kualitatif yang bersifat diskriptif. Setelah data selesai dikumpulkan dengan lengkap, tahap berikutnya adalah analisis data. Pada tahap ini, data dikerjakan, dideskripsikan, dijelaskan, dan dianalisis sedemikian rupa sampai berhasil menyimpulkan kebenaran-kebenaran yang dapat dipakai untuk menjawab persoalan-persoalan yang diajukan dalam penelitian. Data dalam informasi tersebut akan disajikan dalam bentuk diskriptif analisis yang bertujuan untuk menjelaskan permasalahan sampai menemukan jawaban yang diharapkan dengan disertai alasan-alasan.
16
5. Teknik Penulisan Adapun sistem penulisan skripsi ini mengacu kepada ”Pedoman penulisan skripsi, tesis dan disertasi yang diterbitkan oleh FSH UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 2007”
G. Sistematika Penulisan Dalam penulisan skripsi yag berjudul ”Konsep Asuransi Syariah Dalam Penanggulangan Bencana Alam”, dipergunakan sistematika pembahasan yang terdiri dari lima bab, yang masing-masing tersusun sebagai berikut: Bab I : Pendahuluan Dalam bab ini terdiri dari latar belakang masalah, pembatasan dan perumusan masalah, tujuan penelitian, kegunaan atau manfaat penelitian, kajian pustaka, metodologi penelitian, serta sistematika penulisan. Bab II : Landasan Teori; Asuransi Bencana dan Gambaran Umum Gempa Bumi Dalam bab ini dibahas antara lain: Konsep asuransi bencana, penanganan asuransi untuk bencana, skema asuransi bencana (Maipark), gambaran umum gempa bumi; pengertian, sejarah pemantauan gempa dan ancaman gempa bumi di Indonesia. Bab III : Gambaran Umum Asuransi Syariah Dalam Penanggulangan Bencana Alam Dalam bab ini dibahas antara lain: Pengertian asuransi syariah, jaminan keamanan dalam perspektif al-Qur’an dan Sunnah, sistem operasional asuransi syariah, konsep asuransi kolektif islam, mekanisme pengelolaan dana
17
asuransi kerugian syariah, serta penilaian kontribusi untuk bencana alam pada asuransi syariah. Bab IV : Analisis Konsep Asuransi Syariah Dalam Penanggulangan Bencana Alam Dalam bab ini dibahas risk and loss profile asuransi bencana, simulasi kinerja produk asuransi bencana (syariah), solusi asuransi syariah dalam penanggulangan bencana alam, peluang dan tantangan implementasinya di Indonesia serta kolaborasi asuransi syariah dengan badan dan lembaga amil zakat dalam penanggulangan bencana alam. Bab V : Penutup Dalam bab ini berisi kesimpulan dan saran atas penelitian yang dilakukan oleh penulis.
18
BAB II LANDASAN TEORI; ASURANSI BENCANA ALAM DAN GAMBARAN UMUM GEMPA BUMI
A. Asuransi Bencana 1. Konsep Asuransi Bencana Asuransi Gempa masuk dalam asuransi katastrop bersama letusan gunung berapi, tsunami, dan tanah longsor. Asuransi gempa dan bencana lainnya merupakan perluasan dari polis standar asuransi properti. Namun, setelah gempa melanda Padang, banyak perusahaan asuransi lebih selektif dalam mengcover proteksi bencana alam. Bahkan ada yang menarik diri memberikan proteksi bencana alam seperti gempa dan sejenisnya.14 Ketua Umum Asosiasi Asuransi Umum Indonesia (AAUI) Kornelius Simanjuntak mengatakan, hal itu bisa disebabkan berkurangnya dukungan pihak reasuransi terhadap perusahaan asuransi. Saat ini perusahaan asuransi umum juga sedang meninjau perpanjangan renewal treaty asuransi sampai akhir tahun ini. Perusahaan asuransi tidak ada yang bisa memanage risiko ini sendiri. Industri asuransi harus kerjasama dengan pemerintah untuk membentuk kemitraan.
14
Amir Imam Poero, Asuransi di Indonesia, (Jakarta: Raja Grafindo, 1998) h.2
18
19
Dilihat dari segi masyarakat yang mengalami musibah bencana alam, maka dapat dikatakan bahwa dengan diasuransikannya harta benda mereka terhadap resiko bencana alam, maka mereka sedikit banyak telah tertolong. Memang, bagaimanapun asuransi tidak mungkin bisa memulihkan keadaan sepenuhnya seperti sedia kala, apalagi terhadap korban jiwa manusia. Tetapi paling tidak, asuransi dapat mengganti kerugian yang bersifat finansial, bila harta benda yang dimiliki masyarakat diasuransikan terhadap risiko bencana alam.15 Akan tetapi dilihat dari segi penanggung, maka terjadinya bencana alam dimana di lokasi itu banyak ditutup asuransi terhadap risiko bencana alam, hal itu adalah malapetaka besar. Dan inilah yang telah dialami beberapa perusahaan asuransi dan reasuransi internasional selama lima tahun terakhir, sehingga diberitahukan baru-baru ini banyak perusahaan asuransi dan reasuransi yang gulung tikar. AAUI mendesak kepada pemerintah perlunya asuransi wajib bencana alam. Jika asuransi itu terealisasi, gotong-royong yang diharapkan regulator kalau yang tidak terkena musibah membantu yang terkena bencana akan terwujud pula. Harga premi asuransi gempa dan banjir juga dapat stabil dan sangat murah. Dilihat dari segi frekuensi, bencana gempa bumi termasuk berfrekuensi rendah, akan tetapi dampak kerugiannya yang tinggi (high severity). Penentuan
15
Amir Imam Poero, Asuransi di Indonesia, Ibid., h.4
20
besarnya premi tergantung jenis bangunan, lantai bangunan, dan zona gempa sebuah daerah.
2. Penanganan Asuransi untuk Bencana Alam Penanganan Asuransi atas risiko gempa di Indonesia harus dimotori oleh suatu skim nasional berdasarkan Undang-undang atau regulasi pemerintah dalam mana peran serta pemerintah mutlak diperlukan. Skim ini dapat sepenuhnya merupakan skim pemerintah (seperti di Selandia Baru, California dan Taiwan) atau semi pemerintah (seperti di Jepang dan Turki). TKARBA (Tim Kerja Asuransi Risiko Bencana Alam) merekomendasikan pembentukan pool reasuransi gempa seperti yang dijalankan Negara lain termasuk Turki dan Taiwan. Rekomendasi ini dilakukan dengan beberapa pertimbangan, yaitu:16 1. Tidak diperlukan waktu yang lama sejak pembentukan hingga pool reasuransi dapat mulai operasional. 2. Pool reasuransi merupakan sebuah lembaga kerjasama yang melibatkan semua perusahaan asuransi umum dan reasuransi di Indonesia, hal mana
16
S. Edi Santosa, Media Asuransi, Desember 2009, h.15
21
sesuai dengan amanat Undang-Undang Nomor 2 tahun 1992 dan Peraturan Pemerintah Nomor 63 tahun 1999. 3. Malalui partisipasi semua perusahaan asuransi umum dan reasuransi di Indonesia tercapai pooling of expertise dan penggabungan kapsitas akseptasi. 4. Melalui kerjasama pool reasuransi, langkah-langkah standarisasi polis dan klausul dapat lebih mudah dicapai. 5. Pool reasuransi adalah salah satu alat yang sangat efektif untuk membentuk database yang diperlukan sebagai dasar perhitungan premi risiko yang proper. 6. Pool reasuransi dapat menjalankan fungsi kajian dan analisis mengenai risiko gempa dan hal-hal yang bertalian dengannya.
3. Skema Asuransi Bencana (Maipark) Asosiasi Asuransi Umum Indonesia (AAUI) mendirikan perusahaan asuransi Maipark, yang embrionya adalah PT Maskapai Asuransi Indonesia (MAI) dan Perusahaan Asuransi Khusus (PARK). Salah satu yang dilakukan Maipark adalah menyusun harga referensi untuk premi asuransi gempa. Diharapkan harga referensi yang sedemikian itu akan menjadi benchmark Indonesia dan digunakan sebagai rujukan oleh kalangan reasuransi internasional. Selain itu, salah satu tonggak sejarah yang ditancapkan
22
Maipark adalah keberhasilan memproduksi CAT Modelling Khusus untuk Indonesia.17 Keberadaan Maipark
berhasil meningkatkan kesadaran perusahaan
asuransi mengenai perlunya penerapan premi yang layak untuk jaminan asuransi gempa bumi. Jika sebelumnya nihil, atau gratis, kini sebagian besar perusahaan asuransi telah menerapkan premi gempa untuk asuransi properti (asuransi kebakaran). Selain itu, rangkaian program edukasi yang dijalankan selama ini juga meningkatkan pemahaman masyarakat mengenai perlunya perlindungan asuransi gempa bumi. Kombinasi kedua hal ini, dalam tingkat yang ekstrim, dibeberapa perusahaan bahkan membalik apa yang terjadi beberapa tahun lalu. Saat ini sudah banyak perusahaan asuransi yang menetapkan premi layak untuk jaminan gempa, dan justru memberikan jaminan gratis untuk perlindungan lainnya. Kebalikan beberapa tahun silam, saat jaminan asuransi gempa justru digratiskan. Dari sisi premi, penentuan besarnya tarif tergantung jenis bangunan, bahan kontruksi bangunan, lantai bangunan dan zona gempa sebuah daerah. Semakin tinggi lantai bangunan dan lokasinya di zona gempa lebih tinggi, preminya juga akan makin besar. Premi bangunan dari baja juga lebih mahal dibanding bangunan beton. Hal lain juga menunjukkan bahwa lokasi merupakan faktor terpenting
17
S. Edi Santosa, Media Asuransi, Desember 2009, h.16
23
dalam untuk dipertimbangkan sebelum memberikan jaminan asuransi pada bencana alam seperti gempa bumi, letusan gunung berapi dan tsunami. Peta risiko bencana alam biasanya dapat diperoleh dari perusahaan asuransi profesional dan berpengalaman atau dari lembaga yang terkait dengan masalah gempa bumi. Salah satu yang sudah terkenal adalah yang diproduksi oleh CRESTA
(Catastrophone
Risk
Evaluation
and
Standardizing
Target
Accumulation). CRESTA didirikan oleh industri asuransi pada tahun 1977 sebagai lembaga independen untuk penanggungan secara teknis risiko bencana alam.18 CRESTA bertjuan membentuk sistem yang seragam diseluruh dunia untuk pengendalian akumulasi risiko bencana alam, terutama gempa bumi, badai dan banjir. Dewasa ini standarisasinya sudah diterima secara luas dan diterapkan di industri asuransi internasional. Berikut tabel yang menunjukan tarif gempa bumi berdasarkan keputusan Rapat Umum Anggota AAUI pada tanggal 16 Februari 2010.
18
Iqbal, Muhaimin, Asuransi Umum Syariah Dalam Praktik; Upaya Menghilangkan Gharar, Maisir dan Riba (Jakarta : Gema Insani Press 2005) Cet.1, hal 62
24
Tabel 2.1 Data Tarif Gempa Bumi tahun 2010
Commercial and Industrial (Non Dwelling House) Contruction Class ≤9 Steel, Wood and RC Storeys Frame >9 Storeys Others
Zone I
Zone II
Zone III
Zone IV
Zone V
0.90
0.95
1.25
1.50
1.90
1.35
1.45
1.55
1.60
2.00
1.00
1.10
1.55
3.00
4.70
Non Dwelling House - Occupation Contruction Class Steel, Wood and RC Frame Others
Zone I
Zone II
Zone III
Zone IV
Zone V
0.85
0.95
1.15
1.35
1.00
0.90
1.00
1.55
2.75
4.50
Tarif in ‰ (mil)
Definisi : a. Commercial and Industrial : obyek selain okupasi dwelling house (kode okupasi selain 2976) 1) Steel Frame : struktur bangunan yang menggunakan baja sebagai rangkanya 2) Wood
: struktur bangunan yang menggunakan kayu sebagai rangkanya
3) RC
: struktur bangunan yang menggunakan beton sebagai rangkanya
4) Others
: struktur bangunan selain konstruksi baja, beton atau rangka kayu; termasuk bangunan yang terbuat dari susunan batu tanpa rangka
25
b. Dwelling House 1)
: obyek dengan kode okupasi 2976
Stell, wood n RC : struktur bangunan rumag tinggal dengan kontruksi baja, beton atau rangka kayu
5) Others
: struktur bangunan selain konstruksi baja, beton atau rangka kayu; termasuk bangunan yang terbuat dari susunan batu tanpa rangka
Terlihat peningkatan yang signifikan premi asuransi gempa bumi secara nasional setiap tahun. Hal ini tergambar pada pendapatan premi Maipark, karena semua perusahaan asuransi umum di Indonesia mensesikan (cession) seluruh asuransi gempa yang di covernya ke Asuransi Maipark. (lihat tabel dibawah) Tabel 2.2 Perkembangan Premi dan Klaim Asuransi Maipark
Perkembangan Premi & Klaim Maipark (dalam Miliar rupah)
No. Keterangan
2004
2005
2006
2007
2008
1.
Premi Bruto
27,46
37,33
46,09
54,79
62,93
2.
Premi Netto
11,85
15,02
18,19 29,51
38,04
3.
Klaim Netto
6,29
1,21
6,33
11,01
1,27
Ket: Sumber dari laporan keuangan terpublikasi, diolah Lembaga Riset Asuransi
26
B. Gambaran Umum Gempa Bumi 1. Pengertian Gempa Bumi Gempa bumi adalah gerakan tiba-tiba dikerak mantel bumi bagian atas. Gerakan tiba-tiba ini bisa diartikan semacam cara bumi berelaksasi menuju keadaan normal setelah mengalami dorongan, desakan, tumbukan, geseran atau gesekan antar lempeng. Selama proses relaksasi inilah energi akan disebar dalam bentuk gelombang yang merambat ke sejumlah penjuru dan dirasakan sebagai gempa. Setidaknya ada 3 penyebab gempa, yakni oleh sebab tumbukan benda raksasa dari ruang angkasa, pergeseran dan pergesekan lempeng dikerak bumi (biasa disebut gempa tektonik), dan bisa juga oleh aktifitas gunung api (biasa disebut gempa vulkanik). Khusus gempa tektonik, gempa bisa terjadi karena lempeng-lempeng penyusun permukaan bumi masih terus bergerak dan berdesakan satu sama lain. Pergerakan ini disebabkan oleh beberapa sisi lempeng, sementara luas permukaan bumi sendiri cenderung tetap. Pertumbuhan ini akan mendorong sisi yang lain dan bisa membuatnya menunjam kebawah sisi lempeng yang didesaknya. Gambaran seperti inilah yang memungkinkan gempa-gempa di sepanjang busur terluar Sumatera, Jawa hingga Nusa Tenggara.19
19
Winardi A, Gempa Jogja, Indonesia dan Dunia (Jakarta: PT Gremedia Majalah, sebagai by Product majalah Angkasa) 2006, h 46
27
2. Sejarah Pemantauan Gempa di Indonesia Sejarah Pemantauan Gempa di Indonesia sudah dimulai sejak 1898. Kala itu pemerintah Hindia Belanda mengawalinya dengan Seismograf mekanik ewing. Pada tahun 1908, Belanda menambahnya dengan seismograf wiechert komponen horizontal, dan 20 tahun kemudian dilengkapi dengan seismograf wiechert komponen vertical. Seismograf model awal ini dipasang di Jakarta, Medan, Bengkulu dan Ambon. Delapan tahun setelah Indonesia merdeka, jaringan pemantau gempa ini ditambah dengan seismograf elektromagnetik sprengnether. Secara bertahap seismograf tipe ini dipasang di Ambon. Inilah seismograf pertama di tanah air. Sesuai dengan kebutuhan zaman, peralatan dan jaringan tersebut masih terus menerus disempurnakan. Salah satu perkembangan yang cukup menarik terjadi pada tahun 1974, yakni ketika UNDP-UNESCO turut serta dalam pengembangan seismologi. Proyek ini meliputi standarisasi seismograf, proses pengolahan data, dan pengembangan jaringan pemantau. Perkembangan yang sangat signifikan itu ditandai dengan pemasangan seismograf periode pendek komponen Z di 27 stasiun pemantau di Indonesia. Lima belas tahun kemudian BMG menyempurnakannya dengan sistem telematri di 28 stasiun pemantau. Ke dua puluh delapan ini selanjutnya dikelompokkan ke dalam lima wilayah, yang masing-masing memilki pusat gempa bumi regional (regional seismological center). Dengan sistem pemantauan secara
28
real time yang dipusatkan di Jakarta sebagai pusat gempa bumi nasional (national seismological center). Jaringan inilah yang masih beroperasi sampai saat ini. Dalam perjalanannya, jaringan dan peralatan itu pun masih terus menjalani penyempurnaan. Antara 1997-2001, misalnya Jepang melengkapinya dengan seismograf jenis broadband di 23 stasiun. Dan antara 2001-2006, mereka melanjutkan pemasangan peralatan yang sama di 22 stasiun. Perkembangan juga ditandai dengan didirikannya sistem pemantauan seismik nasional, 3 pusat seismik regional mini (di Padang Panjang, Kepahyang, Palu) dan pemasangan 15 digital strong-motion eccelerograph.
3. Ancaman Gempa Bumi Indonesia terletak pada pertemuan 3 lempeng/ kulit bumi aktif yaitu lempeng Indo-Australia di bagian selatan, lempeng Euro-Asia di bagian utara dan Lempeng pasifik di bagian timur. Ketiga lempeng tersebut bergerak dan saling bertumbukan sehingga lempeng Indo-Australia menunjam ke bawah lempeng Euro-Asia. Penunjaman lempeng Indo-Australia yang bergerak ke utara dengan lempeng Euro-Asia yang bergerak ke selatan menimbulkan jalur gempa bumi dan rangkaian gunung api aktif sepanjang pulau Sumatera, Jawa, Bali dan Nusa Tenggara, belok ke utara ke Maluku dan Sulawesi Utara, sejajar dengan jalur penunjaman kedua lempeng.
29
Daerah rawan gempa bumi di Indonesia tersebar pada daerah yang terletak pada zona penunjaman maupun sesar aktif. Daerah yang terletah dengan zona penunjaman adalah pantai barat Sumatera, pantai selatan Jawa, pantai selatan Bali dan Nusa Tenggara, kepulauan Maluku, Maluku Utara, pantai utara dan timur Sulawesi dan pantai utara Papua. Sedangkan daerah di Indonesia yang terletak dekat dengan zona sesar aktif adalah daerah sepanjang Bukit Barisan di pulau Sumatera, provinsi Jawa Barat, Jawa Tengan, Daerah Istimewa Jogjakarta, Jawa Timur, Bali, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, pulau Sulawesi, kepulauan Maluku, dan pulau Papua. Beberapa sesar aktif yang telah dikenal di Indonesia antara lain adalah sesar Sumatera, Cimandiri, Lembang, Baribis, Opak, Busur Belakang Flores, Palu-Koro, Sorong, Ransiki, sesar aktif di daerah Banten, Bali, Nusa Tenggara, kepulaun Maluku dan sistem sesar aktif lainnya yang belum terungkap. Tabel berikut manyajikan data beberapa kejadian gempa bumi di Indonesia dengan jumlah korban jiwa besar.
30
Tabel 2.3 Data Jumlah Korban Gempa Bumi di Indonesia No.
Tahun
Magnitudo (Mw)
MMI
Korban Jiwa (org)
Daerah
1
1892
-
VIII
250
Pulau Timur
2
1926
7,8
IX
354
Sumatera Barat
3
1943
-
IX
213
Yogyakarta, Jawa Tengah
4
1994
7
IX
1207
Liwa, Lampung
5
2000
7,9
X
100
Bengkulu
6
2005
8,7
VIII
> 1000
Pulau Nias
7
2006
6,2
VIII
> 5.700
Yogyakarta, Jawa Tengah
Sumber: Pusat Vulkanologi Mitigasi Bencana Geologi / PVMBG, 2008)
31
BAB III GAMBARAN UMUM ASURANSI SYARIAH DALAM PENANGGULANGAN BENCANA ALAM
Penggalian tata nilai keislaman merupakan sebuah aktivitas yang didasari oleh pemahaman yang mendalam terhadap ajaran Islam. Islam sebagai tata nilai yang telah sempurna, penuh dengan aturan dan norma dalam membina dan mengatur kehidupan manusia. Termasuk didalamnya bidang asuransi. Maka dari itu sebuah kewajaran jika umat Islam menyusun sebuah format asuransi yang betul-betul digarap atas ajaran Islam.20 Asuransi sebagai lembaga keuangan modern yang bergerak dalam bidang pertanggungan, merupakan hasil temuan dari dunia barat yang ditransformasikan kedalam dunia timur (Islam) dalam suasana kehidupan ekonomi. Tentu saja yang menjadi dasar semangat operasionalnya adalah berorientasi pada pengumpulan modal untuk keperluan pribadi atau golongan tertentu.21
20
AM Hasan Ali, Asuransi Dalam Perspektif Hukum Islam; Suatu Tinjauan Analisis, Historis, Teoritis & Praktis (Jakarta: Prenada Media 2004) Ed.ke 1, h.10 21 Ibid., h.55
31
32
A. Pengertian Asuransi Syariah Istilah asuransi merupakan terjemahan insurance atau assurantie, yang dalam hukum Belanda disebut verzekering yang artinya pertanggungan. 22 Sedangkan asuransi dalam bahasa Arab disebut at-Ta’min yang berasal dari kata “amana” yang berarti memberikan perlindungan, ketenangan, rasa aman serta bebas dari rasa takut. Dalam pandangan Islam, konsep asuransi (at-Ta‟min) yang sesuai dengan tujuan-tujuan umum syariah adalah pertanggungan yang dibentuk atas dasar saling tolong-menolong. Seperti dikutip Muhammad Syakir Sula dari buku Hukmu asySyari‟ah al-Islamiyyah Fii „Uquudi at-Ta‟miin karya Husain Hamid Hisan yang mengatakan bahwa “asuransi adalah sikap ta’awun (tolong-menolong) yang telah diatur dengan sistem yang rapi, antara sejumlah besar manusia. Semuanya telah siap mengantisipasi suatu peristiwa. Jika sebagian dari mereka mengalami peristiwa tersebut, maka semuanya saling menolong dalam menghadapi peristiwa tersebut dengan sedikit pemberian (derma) yang diberikan oleh masing-masing peserta. Dengan demikian (derma) tersebut, mereka dalam menutupi kerugian-kerugian yang dialami oleh peserta yang tertimpa musibah”.23 Dalam Fatwa Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI) tentang pedoman umum asuransi syariah No. 21/DSN-MUI/IX/2001 mendefinisikan
22
Man Suparman Sastrawidjaja, Aspek-aspek Hukum Asuransi dan Surat Berharga, (Bandung: Penerbit Alumni 1997) cet.ke 1, h 1 23 Muhammad Syakir Sula, Asuransi Syariah, Ibid., h. 29
33
asuransi syariah sebagai usaha saling melindungi dan tolong-menolong diantara sejumlah orang atau pihak melalui investasi dalam bentuk asset atau tabarru‟ yang memberikan pola pengembalian untuk menghadapi risiko tertentu melalui akad (perikatan) yang sesuai dengan syariah. Dari definisi diatas tampak bahwa asuransi syariah bersifat saling melindungi dan tolong-menolong yang disebut dengan “ta‟awun”. Yaitu prinsip hidup saling melindungi dan saling menolong atas dasar ukhuwah islamiyah antara sesama anggota peserta asuransi syariah dalam menghadapi malapetaka (risiko)24. Oleh sebab itu, premi pada asuransi syariah adalah sejumlah dana yang dibayarkan oleh peserta yang terdiri dari Dana Tabungan dan Tabarru‟. Dana Tabungan adalah dana titipan dari peserta asuransi syariah (life insurance) dan akan mendapat alokasi bagi hasil dari pendapatan investasi bersih yang diperoleh setiap tahun. Dana tabungan beserta alokasi bagi hasil akan dikembalikan kepada peserta apabila peserta yang bersangkutan mengajukan klaim nilai tunai maupun klaim manfaat asuransi. Sedangkan, Tabarru‟ adalah derma atau dana kebajikan yang diberikan dan diikhlaskan oleh peserta asuransi jika sewaktu-waktu akan dipergunakan untuk membayar klaim atau manfaat asuransi (life maupun general insurance).
24
Huzaemah T, Yanggo, Asuransi Hukum dan Permasalahannya, Jurnal AAMAI Tahun VII No 12-2003, h23
34
B. Jaminan Keamanan Dalam Perspektif Al-Qur’an Dan Sunah Konsep dasar asuransi adalah untuk memberikan ketenangan pada seseorang dari bahaya yang mungkin terjadi dan menyebabkan kerugian materiil maupun immaterial. Dengan kata lain, asuransi bertujuan untuk meminimalisir ketakutan akan kemungkinan terjadinya sesuatu yang tidak diinginkan dan dapat membawa dampak yang tidak disukai. Target asuransi dengan demikian adalah menghilangkan atau meminimalisir ketakutan dan kekhawatiran. Hal ini menurut syara‟ sah-sah saja, atau diterima (Maqbul). Dari sisi lain, seorang mukmin dituntut untuk selalu takut kepada Allah Swt. Dan sudah menjadi tabiatnya pula untuk takut terhadap siksa, baik di dunia maupun di akhirat. Juga khawatir terhadap keluarga dan anak-anaknya jika ia meninggal dunia, khawatir akan kekurangan harta dan buah-buahan, serta takut dari kezhaliman.25 Tampak jelas bahwa jiwa manusia memang selalu diliputi beragam ketakutan dan kekhawatiran, dan karenanya ia membutuhkan solusi untuk meringankan atau bahkan menghilangkan perasaan tersebut. Dalam hal ini, islam telah meletakkan sebuah pendekatan untuk mencapai tujuan tersebut yang diaktualisasikan dalam bentuk ketakwaan kepada Allah, penerapan sistem zakat mal (zakat kekayaan), sistem solidaritas sosial, dan perilaku yang baik dan terpuji, sekaligus dorongan untuk
25
cet. 1, h.49
Husaian Husaian Syahatah, Asuransi Dalam Perspektif Syariah, (Jakarta: Amzah 2006)
35
menabung demi kemaslahatan generasi mendatang, juga gotong-royong, saling membantu, solider, dan menjalin persaudaraan diantara kaum muslimin sebagai saudara seiman. Oleh karena itu, bahwa asuransi dari ketakutan dan marabahaya pada dasarnya adalah gagasan yang acceptable menurut islam. Dan kalangan ahli fikih pun telah mendeduksi sejumlah asas dan prosedur asuransi berbasis syariah.
C. Sistem Operasional Asuransi Syariah
1. Konsep Operasional a. Konsep Takafuli (Tolong-Menolong) Dalam konsep asuransi kerugian, sebenarnya lebih mempresentasikan Firman Allah SWT yang menjadi dasar konsep asuransi syariah. Yaitu konsep tolong-menolong atau saling melindungi dalam kebenaran. Bentuk tolongmenolong ini diwujudkan dalam kontribusi dana kebajikan (dana tabarru‟) sebesar yang ditetapkan. Apabila ada salah satu dari peserta asuransi syariah mendapat musibah, maka peserta lainnya ikut menanggung risiko, dimana klaimnya dibayarkan dari akumulasi dana tabarru‟ yang terkumpul. b. Perjanjian (Akad) Akad yang mendasari kontrak asuransi syariah (kerugian) adalah akad tabarru‟, dimana pihak pemberi dengan ikhlas memberikan sesuatu
36
(kontribusi/premi) tanpa ada keinginan untuk menerima apa pun dari orang yang menerima, kecuali hanya mengharapkan keridhaan Allah. Hal ini tentu akan sangat berbeda dengan akad dalam asuransi konvensional. Dalam asuransi konvensional, akad yang digunakan adalah akad mu‟awadhahi. Yaitu, suatu perjanjian dimana pihak yang memberikan sesuatu kepada pihak lain, berhak menerima pengganti dari pihak yang diberinya. 26 2. Prinsip Dasar Asuransi Syariah Industri asuransi syariah, baik asuransi kerugian maupun asuransi jiwa, memiliki prinsip-prinsip yang menjadi pedoman bagi seluruh penyelenggaraan kegiatan perasuransian syariah dimana pun berada. Asuransi syariah merupakan lembaga deriviatif dari ekonomi Islam. Semua produk-produk dalam ekonomi Islam dipastikan memiliki sifat-sifat yang sama seperti yang terdapat pada semua produk ekonomi Islam. Dalam hal ini, prinsip dasar asuransi syariah mengacu pada prinsip yang sudah ada dalam ekonomi Islam. Prinsip-prinsip ini wajib ada dan harus dipenuhi. Prinsip-prinsip tersebut antara lain: a. Tauhid Prinsip tauhid (unity) adalah dasar utama dari setiap bentuk bangunan yang ada dalam syariah Islam. Setiap bangunan dan aktivitas kehidupan manusia harus
26
Muhammad Syakir Sula, Asuransi Syariah, Ibid., h. 227
37
didasarkan pada niai-nilai tauhidy. Artinya bahwa dalam setiap gerak langkah serta bangunan hukum harus mencerminkan nilai-nilai ketuhanan. Dalam berasuransi yang harus diperhatikan adalah bagaimana seharusnya menciptakan suasana dan kondisi bermuamalah yang tertuntun oleh nilai-nilai ketuhanan. Paling tidak dalam setiap melakukan aktivitas berasuransi ada semacam keyakinan dalam hati bahwa Allah SWT selalu mengawasi seluruh gerak langkah kita dan selalu berada bersama kita. b. Keadilan Prinsip kedua adalah terpenuhinya nilai-nilai keadilan antara pihak-pihak yang terikat oleh akad asuransi. Keadilan dalam hal ini dipahami sebagai upaya dalam menetapkan hak dan kewajiban antara peserta asuransi dan perusahaan asuransi.27 Peserta harus memposisikan pada kondisi yang mewajibkan untuk selalu membayar premi kepada perusahaan asuransi dan mempunyai hak untuk mendapatkan dana santunan jika terjadi peristiwa kerugian. Sedangkan, perusahaan asuransi yang berfungsi sebagai lembaga pengelola dana mempunyai kewajiban membayar klaim kepada peserta. Disisi lain, keuntungan (profit) yang dihasilkan oleh perusahaan asuransi dari hasil investasi dana nasabah harus dilakukan bagi hasil antara peserta dan peusahaan asuransi sesuai dengan akad yang disepakati sejak awal.
27
AM Hasan Ali, Asuransi Dalam Perspektif Hukum Islam, Ibid., h.125
38
c. Tolong Menolong (Ta‟awun) Prinsip yang paling utama dalam konsep asuransi syariah adalah prinsip tolong-menolong baik untuk life insurance maupun general insurance. Ini adalah bentuk solusi bagi mekanisme operasional untuk asuransi syariah. Tolongmenolong atau dalam bahasa Al-Qur’an disebut ta‟awun adalah inti dari semua prinsip dalam asuransi syariah. Ia adalah pondasi dasar dalam menegakkan konsep asuransi syariah. Praktik tolong-menolong dalam asuransi adalah unsur utama pembentuk bisnis asuransi. Tanpa adanya unsur ini, atau hanya semata-mata untuk mengejar keuntungan bisnis (profit oriented), berarti perusahaan asuransi itu sudah kehilangan karakter utamanya. 28 d. Kerjasama (coorperation) Prinsip kerjasama merupakan prinsip universal yang selalu ada dalam litelatur ekonomi Islam. Manusia sebagai mahluk sosial tidak akan dapat hidup sendiri tanpa adanya bantuan orang lain. Kerjasama dalam bisnis asuransi dapat terwujud dalam bentuk akad yang menjadi acuan kedua belah pihak yang terlibat, yaitu antara nasabah dan perusahaan asuransi. Dalam operasionalnya, akad yang dipakai adalah mudharabah dan musyarakah.
28
AM Hasan Ali, Asuransi Dalam Perspektif Hukum Islam, Ibid., h.128
39
e. Amanah Prinsip amanah dalam organisasi perusahaan dapat terwujud dalam nilai-nilai akuntabilitas (pertanggungjawaban) perusahaan melalui penyajian laporan keuangan tiap periode. Dalam hal ini, perusahaan asuransi harus member kesempatan yang besar bagi nasabah untuk mengakses laporan keuangan perusahaan. Prinsip amanah juga berlaku pada diri nasabah asuransi. Seseorang nasabah asuransi berkewajiban menyampaikan informasi yang benar berkaitan dengan obyek yang dipertanggungkan, pembayaran dana premi dan tidak memanipulasi kerugian (peril) yang menimpa dirinya.29 f. Kerelaan Prinsip kerelaan (al-ridha) dalam ekonomi Islam berdasar pada firman Allah SWT dalam QS. An-Nisa’(4):29 … …
Artinya : “… Kerelaan diantara kamu sekalian…”(QS. An-Nisa‟(4):29) Ayat ini menjelaskan tentang keharusan untuk bersikap rela dan ridha dalam setiap melakukan akad (transaksi) dan tidak ada paksaan antara pihak-pihak yang terikat oleh perjanjian akad.
29
AM Hasan Ali, Asuransi Dalam Perspektif Hukum Islam, Ibid., h.129
40
Dalam bisnis asuransi, kerelaan dapat diterapkan pada setiap peserta asuransi agar mempunyai motivasi dari awal untuk merelakan sejumlah dana (premi) yang disetorkan ke perusahaan asuransi, yang difungsikan sebagai dana sosial (tabarru‟) yang diperuntukkan membantu peserta lain yang mengalami kerugian.30 g. Larangan Riba Riba secara bahasa bermakna ziyadah (tambahan). Dalam pengetian lain, secara linguistik riba berarti tumbuh dan membesar. Sedangkan untuk istilah teknis berarti pengambilan tambahan dari harta pokok atau modal secara bathil. Ada beberapa pendapat dalam menjelaskan riba, namun secara umum terdapat benang merah yang menegaskan bahwa riba adalah pengambilan tambahan, baik dalam transaksi jual beli maupun pinjam-meminjam secara bathil atau bertentangan dengan prinsip muamalat dalam islam. Dalam mengeliminir riba, asuransi Islam menerapkan sistem bagi hasil (mudharabah) dalam menginvestasikan dana peserta pada jalan yang halal, dimana peserta berkedudukan sebagai pemilik modal (shahibul mal) dan perusahaan asuransi berfungsi sebagai pemegang amanah (mudharib). Kemudian, keuntungan yang diperoleh dari pengembangan dana peserta dilakukan bagi hasil sesuai dengan ketentuan (nisbah) yang telah disepakati di awal akad.
30
AM Hasan Ali, Asuransi Dalam Perspektif Hukum Islam, Ibid., h.132
41
h. Larangan Maisir (judi) Allah SWT telah memberi penegasan tentang keharaman melakukan aktivitas ekonomi yang mempunyai unsur maisir. Firman Allah dalam QS. AlMaidah (5):90
Artinya :“Hai orang-orang yang beriman, Sesungguhnya (meminum) khamar, berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah termasuk perbuatan syaitan. Maka jauhilah perbuatanperbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan”. Menurut Syafi’I Antonio seperti dikutip oleh AM Hasan Ali, bahwa unsur maisir artinya adanya salah satu pihak yang untung, namun di lain pihak justru mengalami kerugian. Hal ini tampak jelas apabila pemegang polis dengan sebab-sebab tertentu membatalkan kontraknya sebelum masa reversing period, biasanya tahun ketiga maka yang bersangkutan tidak akan menerima kembali uang yang telah dibayarkan kecuali sebagian kecil saja.31 i. Larangan Gharar (ketidakpastian) Gharar dalam pengertian bahasa adalah al-khilda‟ (penipuan), yaitu suatu tindakan yang didalamnya diperkirakan tidak ada unsur kerelaan. M.Anwar
31
AM Hasan Ali, Asuransi Dalam Perspektif Hukum Islam, Ibid., h.134
42
Ibrahim seperti yang diikuti oleh AM. Hasan Ali mengatakan bahwa fiqh hampir dikatakan sepakat mengenai definisi gharar, yaitu untung-untungan yang sama kuat antara ada dan tidak ada, ada sesuatu yang mungkin terwujud dan tidak mungkin terwujud. Kerancauan (gharar) dalam asuransi jiwa dikarenakan akad yang digunakan adalah akad tabaduli atau akad pertukaran, yaitu pertukaran pembayaran premi dengan uang pertanggungan. Dimana peserta mengetahui berapa yang akan dibayarkan (jumlah seluruh premi). Secara syariah dalam akad pertukaran tersebut harus jelas berapa yang harus dibayarkan dan berapa yang harus diterima.32 j. Asas Investasi dan Menabung Untuk Cadangan Bencana Asas
ini
membelanjakan
memotivasi uang
seorang muslim
serta
menabung
untuk surplus
berlaku
hemat
pendapatan
dan dan
menginvestasikannya agar dapat dimanfaatkan sewaktu terjadi musibah dan krisis. Hal ini ditegaskan oleh Allah Swt sewaktu mendeskripsikan hamba-hamba Allah yang bertakwa dengan label bijak dalam membelanjakan uang. Firman Allah dalam QS. Al-Furqan (25):67
32
Ibid., h.136
43
Artinya : “Dan orang-orang yang apabila membelanjakan (harta), mereka tidak berlebih-lebihan, dan tidak (pula) kikir, dan adalah (pembelajaran itu) di tengah-tengah antara yang demikian.”( QS. Al-Furqan (25):67) Al-qur’an sendiri sarat dengan ayat-ayat suci yang menekankan peran kerja keras mencari rezeki dalam rangka memenuhi kebutuhan pokok dan menjamin kebutuhan anak-anak di masa depan (sepeninggalnya), serta demi memberikan rasa aman dan tenteram bagi keluarga. 33
D. Sistem Asuransi Kolektif Islam 1. Konsep Asuransi Kolektif Islam Sistem ini mengacu pada pemikiran kerjasama di antara sekelompok orang yang membentuk satu organisasi massa, atau lembaga, maupun perusahaan, dimana seluruh pihak bersama-sama menanggung beban bencana dan memberikan sumbangan kompensasi bencana dengan cara membagi jumlah kompensasi tersebut di antara mereka sehingga mampu meringankan sisa-sisa bencana dan beban-bebannya.
33
Husain Husain Syahatah, Asuransi Dalam Perpsektif Syariah, Ibid., h.59
44
Dengan kata lain, hal itu adalah sistem yang bertujuan untuk memecah beban dan dampak materiil bencana yang menimpa seseorang dengan cara membagi rata tanggungan dana ganti ruginya kepada sebanyak mungkin orang. Akad asuransi ini merupakan akad sumbangan (tabarru‟). Sebab premi asuransi yang dibayar oleh peserta asuransi ini dapat dianggap sebagai sumbangan untuk saudaranya sesama anggota kelompok asuransi yang sedang ditimpa kemalangan. Dan jika tidak terjadi kerugian yamg mengimplikasikan ganti rugi, maka setoran premi ini pun tetap menjadi milik kelompok asuransi.34
2. Asas Asuransi Kolektif Islam Sistem asuransi kolektif Islam berpijak pada dua kategori asas, yaitu asas kefikihan dan asas kolektif. Pertama, asas kefikihan sistem asuransi kolektif Islam mencakup sebagai berikut: 1) Asuransi kolektif Islam merupakan akad sumbangan (tabarru‟) yang bermisi menjalin solidaritas dan kesetiakawanan dalam membagi (beban) marabahaya dan memikul tanggung jawab terjadinya bencana melalui sumbangan dana yang dialokasikan untuk memberikan santunan atau ganti rugi pada anggota yang tertimpa musibah.
34
Husain Husain Syahatah, Asuransi Dalam Perpsektif Syariah, Ibid., h.65
45
2) Asuransi jenis ini bersih dari riba, baik riba fadhl maupun riba nasi‟ah. Sebab akad para penyumbang saham asuransi tidak bersifat ribawi dan dana asuransi yang terkumpul tidak diputar untuk transaksi-transaksi yang berbau riba. 3) Ketidaktahuan para peserta asuransi kolektif ini mengenai manfaat definitif yang akan mereka nikmati tidak menjadi masalah, sebab mereka pada dasarnya menyumbang, sehigga di sini tidak ada spekulasi, penipuan maupun perjudian. 4) Dana peserta asuransi kolektif ini diinvestasikan secara Islami dalam perspektif hukum dan prinsip syariat Islam, pada lahan investasi yang halal dan baik, serta jauh dari unsur riba dan kebusukan.35 Kedua, asas kolektif sistem asuransi kolektif Islam meliputi: 1) Solidaritas Anggota; Asuransi ini berlandaskan asas saling tolong-menolong, solidaritas dan kesetiakawanan diantara sekelompok orang untuk menangani marabahaya dan mengatasi bencana. 2) Pelayanan Anggota; Asuransi ini bertujuan untuk melayani anggotanya dan diwujudkan dalam bentuk pengasuransian mereka dari marabahaya. Ia sama sekali tidak bertujuan komersil (profil oriented) dengan memberikan rasa aman dan mewujudkan keuntungan. 3) Keanggotaan Terbuka; Anggota asuransi ini bisa dianggap sebagai partisipan. Premi yang dibayarkan pun dapat dianggap sebagai sumbangan yang
35
Husain Husain Syahatah, Asuransi Dalam Perpsektif Syariah, Ibid., h.67
46
diberikan secara sukarela dan senang hati untuk menyantuni orang yang tertimpa musibah (kerugian). Dan disini setiap orang bisa bergabung kapan saja. 4) Penginvestasian Premi; Sebagian dana premi diinvestasikan dalam bidang investasi yang diperbolehkan syariat Islam, sehingga bersih dari syubhat riba.
E. Mekanisme Pengelolaan Dana Asuransi Kerugian Syariah Perusahaan asuransi kerugian (umum) adalah perusahaan yang memberikan jasa dalam penanggulangan risiko atas kerugian, kehilangan manfaat, dan tanggung jawab hukum kepada pihak ketiga, yang timbul dari peristiwa yang tidak pasti. 36 Dalam polis asuransi
dan perjanjian reasuransi dengan prinsip syariah wajib
mengandung akad tabarru‟ dan akad tijarah.37 Akad yang menjadi fokus utama dalam business process Asuransi Umum Syariah adalah akad tabarru dan akad wakalah bil Ujrah. Adapun mengenai akad mudharabah, mudharabah musytarakah merupakan akad yang diimplementasikan dalam kegiatan investasi saja. Lain halnya dengan perusahaan asuransi jiwa yang memang dalam produk asuransinya ada yang mengandung unsur saving dan ada yang tidak.
36
Undang-Undang Nomor 2 tahun 1992, Tentang Perasuransian, Pasal 1 Ayat (5). Peraturan Menteri Keuangan Nomor 18/PMK.010/2010, Tentang Dasar Penyelenggaraan Usaha Asuransi dan Usaha Reasuransi dengan Prinsip Syariah, Pasal 7. 37
47
1. Akad Tabarru‟ Pada Asuransi Umum Syariah Tabarru‟ berasal dari kata tabarra‟a, yatabarra‟u, tabarru‟an artinya sumbangan, hibah, dana kebajikan, atau derma. Orang yang memberi sumbangan disebut mutabarri‟ (dermawan). Niat tabarru‟ (dana kebajikan/hibah) dalam akad asuransi syariah adalah alternatif uang sah yang dibenarkan oleh syara dalam melepaskan diri dari praktik gharar yang diharamkan oleh Allah Swt. Dalam konteks akad pada asuransi syariah, tabarru‟ bermaksud memberikan dana kebajikan dengan niat ikhlas untuk tujuan saling membantu diantara peserta jika ada yang mendapat musibah, dan dana tersebut ditempatkan secara terpisah pada rekening sekaligus pencatatannya dari dana pengelola (perusahaan asuransi syariah).38 Jadi, dana tabarru merupakan dana kolektif di antara peserta yang hanya boleh digunakan untuk kepentingan peserta saja seperti klaim, cadangan tabarru’ dan reasuransi syariah. Dana tabarru‟ ini dapat diinvestasikan oleh perusahaan sebagai pihak pengelola, dan jika terdapat surplus dari investasi dana tabarru ini akan dimasukkan ke rekening dana tabarru peserta dan pihak pengelola mendapatkan upah/ bagi hasil sesuai dengan akad yang disepakati (wakalah bil ujrah, mudharabah, atau mudaharabah musytarakah).39 Selain itu, jika terdapat
38 39
Muhammad Syakir Sula, Asuransi Syariah, Ibid., h.35-36. Fatwa DSN-MUI No. 53/DSN-MUI/III/2006 tentang Tabarru Pada Asuransi Syariah
48
surplus dari dana tabarru’, penetapan besaran pembagiannya tergantung kepada peserta kolektif, regulator atau kebijakan manajemen :40 1) seluruh surplus sebagai cadangan dana tabarru, 2) sebagian sebagai cadangan dana tabarru’, dan sebagian lainnya didistribusikan kepada peserta; atau, 3) sebagian sebagai cadangan tabarru’, sebagian didistribusikan kepada peserta, dan sebagian lainnya didistribusikan kepada entitas pengelola.
2. Akad Wakalah Bil Ujrah Pada Asuransi Umum Syariah Dalam konteks asuransi syariah akad wakalah bil ujrah adalah pemberian kuasa dari peserta kepada perusahaan asuransi untuk mengelola dana peserta dan atau melakukan kegiatan lain seperti, administrasi, pengelolaan dana, pembayaran klaim, underwriting
pengelolaan portofolio risiko, pemasaran, dan investasi,
dimana perusahaan mendapatkan imbalan dalam bentuk ujrah/fee karena jasanya tersebut.41 Alur dari akad wakalah bil ujrah ini diawali dari kontribusi peserta yang diterima oleh perusahaan asuransi syariah, lalu dipisah menjadi 2, yaitu ke dana peserta (tabarru‟) dan dana pengelola sebagai ujrah. Dana tabarru yang terkumpul selanjutkan digunakan untuk hal-hal seperti yang telah disebutkan pada 40 41
Syariah
Ikatan Akuntan Indonesia, PSAK 108 tentang Transaksi Asuransi Syariah Fatwa DSN-MUI No. 52/DSN-MUI/III/2006 tentang Wakalah bil Ujrah Pada Asuransi
49
pembahasan akad tabarru’ diatas. Jika terdapat defisit pada dana tabarru’, maka perusahaan memberikan pinjaman dari dana pengelola dengan akad qardh. Dalam hal ini, akad wakalah adalah bersifat amanah (yad amanah) sehingga perusahaan sebagai wakil tidak menanggung risiko terhadap kerugian investasi dengan mengurangi fee yang telah diterimanya kecuali karena kecerobohannya atau wanprestasi. ( lihat kembali Fatwa DSN-MUI No. 52/DSN-MUI/iii/2006). Untuk lebih jelasnya mengenai alur/ business process pada asuransi syariah lihatlah ilustrasi 3.1 dibawah ini. Tabel 3.1 Syariah Business Process SYARIAH BUSINESS PROCESS*
Biaya Operasional, Marketing, Gaji Karyawan, dsb (+)
Bagian Pendapatan Operator (Perusahaan) Mudharabah
Alokasi
x% of HI
x%
% of Surplus
Hasil Investasi
of Premi
Investasi Mudharabah
Ujrah
x% of
(+)
Alokasi
(1-x)% of HI
% of Surplus
DanaTabarru
Kontribusi Premi
Dana
(-)
Beban
Surplus
Cad. Dana
Tabarru
Tabarru
Tabarru
(1-x)%
Tabarru of Premi
Alokasi
(-) Klaim
% of Surplus
(-) Tabarru R/A
Bagian (+) Alokasi Waad R/A
Peserta (-) Penyisihan Teknis
Sumber : PT. Asuransi Umum Bumiputera Muda 1967
50
F. Penilaian Kontribusi Untuk Bencana Alam Pada Asuransi Syariah Lokasi merupakan faktor terpenting dalam untuk dipertimbangkan sebelum memberikan jaminan asuransi pada bencana alam seperti gempa bumi, letusan gunung berapi dan tsunami. Peta risiko bencana alam biasanya dapat diperoleh dari perusahaan asuransi profesional dan berpengalaman atau dari lembaga yang terkait dengan masalah gempa bumi. Salah satu yang sudah terkenal adalah yang diproduksi oleh CRESTA (Catastrophone Risk Evaluation and Standardizing Target Accumulation). CRESTA didirikan oleh industri asuransi pada tahun 1977 sebagai lembaga independen untuk penanggungan secara teknis risiko bencana alam.42 CRESTA bertjuan membentuk sistem yang seragam diseluruh dunia untuk pengendalian akumulasi risiko bencana alam, terutama gempa bumi, badai dan banjir. Dewasa ini standarisasinya sudah diterima secara luas dan diterapkan di industri asuransi internasional. Bagi operator asuransi syariah, standar serupa juga bermanfaat sebagai dasar untuk menghitung kontribusi jaminan asuransi gempa bumi, dll. Keikutsertaan dalam asuransi syariah untuk risiko gempa bumi biasanya tidak harus dengan nilai penuh karena mungkin ini juga tidak dibutuhkan, keikutsertaan bisa sampai nilai tertentu yang disebut sebagai kerugian pertama atau first loss. Oleh karena itu, dalam perhitungan kontribusi asuransi gempa bumi juga harus mempertimbangkan perlindungan atas dasar kerugian pertama atau first loss tersebut.
42
Iqbal, Muhaimin, Asuransi Umum Syariah Dalam Praktik; Upaya Menghilangkan Gharar, Maisir dan Riba (Jakarta : Gema Insani Press 2005) Cet.1, hal 62
51
Zona 1 Katagori Bangunan Uraian Kode Bangunan Pabrik 1 Bangunan lainnya s.d 3 lantai 2 4 sampai 9 lantai 3 di atas 10 lantai 4
Kelas Kontruksi A B Beton Rangka Baja 0.108% 0.108%
C Lainnya 0.122%
0.104% 0.122% 0.135%
0.113% 0.270% Ditolak
0.104% 0.135% 0.149%
Tarif Gempa Bumi Indonesia (Zona 1) – Sumber Biro Tarif
Zona 2 Katagori Bangunan Uraian Kode Bangunan Pabrik 1 Bangunan lainnya s.d 3 lantai 2 4 sampai 9 lantai 3 di atas 10 lantai 4
Kelas Kontruksi A B Beton Rangka Baja 0.108% 0.108%
C Lainnya 0.122%
0.104% 0.122% 0.135%
0.113% 0.270% Ditolak
0.104% 0.135% 0.149%
Tarif Gempa Bumi Indonesia (Zona 2) – Sumber Biro Tarif
Zona 3 Katagori Bangunan Uraian Kode Bangunan Pabrik 1 Bangunan lainnya s.d 3 lantai 2 4 sampai 9 lantai 3 di atas 10 lantai 4
Kelas Kontruksi A B Beton Rangka Baja 0.132% 0.132%
C Lainnya 0.149%
0.127% 0.149% 0.165%
0.138% 0.330% Ditolak
0.127% 0.165% 0.182%
52
Tarif Gempa Bumi Indonesia (Zona 3) – Sumber Biro Tarif43
Zona 1
: Daerah yang intensitas pergerakan tanahnya sedikit atau lambat sehingga apabila terjadi gempa bumi bisa mengakibatkan keparahan yang tidak signifikan.
Zona 2
: Daerah yang intensitas pergerakan tanahnya sedang sehingga apabila terjadi gempa bumi bisa mengakibatkan keparahan yang cukup berarti.
Zona 3
: Daerah yang intensitas pergerakan tanahnya tinggi sehingga apabila terjadi gempa bumi bisa mengakibatkan keparahan yang tinggi.
43
Iqbal, Muhaimin, Asuransi Umum Syariah Dalam Praktik; Upaya Menghilangkan Gharar, Maisir dan Riba., Ibid., h.62
53
BAB IV ANALISIS KONSEP ASURANSI SYARIAH DALAM PENANGGULANGAN BENCANA ALAM
Keberadaan Asuransi syariah di Indonesia mempunyai market share (pembagian pangsa pasar) tersendiri dalam percaturan bisnis usaha perasuransian di tanah air. Jumlah penduduk yang mayoritas muslim menjadi faktor utama yang dikedepankan. Maka tidaklah mengherankan jika orientasi bisnis yang dipakai dan segmentasi yang dipilih oleh perusahaan asuransi syariah di Indonesia saat ini banyak mengejar market dari kalangan intern umat Islam Indonesia.44 Salah satu sektor yang belum diterapkan oleh asuransi syariah di Indonesia dan sangat membutuhkan perlindungan terhadap risiko-risiko yang sering terjadi adalah sektor bencana alam, terutama dalam menanggulangi dampak dari bencana alam tersebut. Kebutuhan akan inovasi dalam bentuk asuransi bencana ini dapat diaplikasikan dan lebih cocok diterapkan dengan menggunakan model syariah, mengingat sistem yang dipakai nanti akan menggunakan akad-akad yang sesuai dengan prinsip syariah. Asuransi bencana ini nantinya diharapkan dapat memberikan perlindungan kepada korban bencana alam terhadap kerugian ekonomi dan atau kerusakan atas tempat tinggal mereka yang dipertanggungkan akibat terjadinya resiko
44
AM Hasan Ali, Asuransi Dalam Perspektif Islam, Ibid,. h.160
53
54
yang tidak diinginkan, secara sebagian (partial loss) maupun secara keseluruhan (total loss), akibat dari musibah bencana alam seperti gempa bumi dan lain-lain. Selain mengadopsi sistem asuransi konvensional, skim asuransi syariah juga dapat digunakan dalam penanggulangan risiko kerugian akibat bencana. Selanjutnya dalam pengelolaan asuransi berbasis syariah, dana tabarru' yang disimpan dalam suatu rekening khusus merupakan dana yang telah diniatkan oleh semua pemegang polis untuk kepentingan saling membantu. Sampai saat ini memang penanganan akibat dari bencana sebagian besar masih menjadi tanggung jawab pemerintah. Mengingat besarnya nilai kerugian yang harus ditanggung, sudah seharusnya ada sistem khusus untuk penanggulangan risiko kerugian. Dengan demikian dapat mengurangi beban pemerintah, yaitu dengan melakukan risk-sharing dengan pihak swasta. Selama ini, ketiadaan risk-sharing tersebut membawa konsekuensi, yakni ketika terjadi bencana, kerugian yang ditimbulkan hanya akan tertutupi sebesar anggaran negara yang disediakan pemerintah. Di sisi lain, asuransi komersial mengalami premium dan over-funding berkali lipat, karena tidak terlibat dalam subsidi silang atas kerugian akibat bencana tersebut. Karena itulah, penanganan bencana perlu melibatkan asuransi secara terintegrasi, antara pemerintah dan swasta. Tujuannya, agar terjadi keseimbangan antara beban pemerintah yang harus ditanggung dengan kapasitas industri asuransi juga dapat lebih ditingkatkan.
55
A. Risk and Loss Profile Produk Asuransi Bencana Risk and Loss Profile ini sangat penting dalam melakukan perhitungan pertanggungan pada produk asuransi bencana. Dengan data ini akan dapat disimulasikan perhitungan pertanggungan bencana alam dalam asuransi syariah. Dan dengan data ini juga seorang aktuaris memiliki dasar pengetahuan yang luas dan dengan informasi tersebut aktuaris dapat memperkirakan risiko dan kerugian yang mungkin akan terjadi dimasa mendatang.
56
A.1 Risk and Loss Profile tahun 2005 Data dibawah ini menunjukan jumlah produksi/ premi, klaim dan tarif asuransi bencana pada masing-masing provinsi di Indonesia pada tahun 2005 Tabel 4.1 Data Risk and Loss Profil 200545 Tarif
Gross Premium
Klaim
Total Sum
Asuransi
Income (Rp)
(Rp)
Insured (Rp)
Provinsi Nanggroe Aceh
0.001
1,442,695,026
54,759,400
1,442,695,025,820
Sumatera Utara
0.00135
58,009,472,427
788,221,350
42,969,979,575,948
Sumatera Selatan
0.00115
96,617,988,353
952,956,545
84,015,642,046,339
DKI Jakarta
0.00135
742,448,593,078
1,000,000,000
549,961,920,798,304
Jawa Barat
0.00135
549,906,356,822
2,477,037,734
407,338,042,090,385
Jawa Tengah
0.00115
61,416,797,214
10,128,246,573
53,405,910,621,052
D.I. Yogyakarta
0.00135
4,724,013,608
202,543,141,326
3,499,269,339,615
Jawa Timur
0.00115
202,671,028,324
0
176,235,676,803,339
Kalimantan
0.00085
85,751,921,895
0
100,884,613,994,165
0.001
67,443,389,431
0
67,443,389,431,360
36,776,236,377
0
1,907,208,492,556
217,944,362,928
Sulawesi Other Island
Jumlah Sumber : Asuransi MaiPark
45
Data PT Asuransi MAIPARK Indonesia
1,481,513,980,988,970
57
Dilihat dari data statistik Asuransi Maipark yang terjadi dalam kurun waktu 3 tahun terakhir ini, menunjukan terjadinya fruktuasi besarnya premi dan klaim pada masing-masing provinsi di Indonesia. Pada
tahun
2005
secara
keseluruhan
tercatat
Asuransi
Maipark
mengumpulkan premi sebesar Rp 1.520.546.531.996, Angka tersebut dihasilkan dari jumlah premi masing-masing provinsi di Indonesia, yakni pada provinsi Nanggroe Aceh sebesar Rp 1.442.695.025, Sumatera Utara Rp 58.009.472.427, Sumatera Selatan Rp 96.617.988.353, DKI Jakarta Rp 742.448.593.077, Jawa Barat Rp 549.906.356.822, Jawa Tengah Rp 61.416.797.214, Jawa Timur Rp 202.671.028.323, Yogyakarta Rp 4.724.013.608, Kalimantan Rp 85.751.921.895, Sulawesi Rp 67.443.389.431, dan provinsi lainnya sebesar Rp 36.776.236.377. Dari jumlah premi yang terkumpul pada tahun 2005 ini dikelola oleh perusahaan asuransi tersebut untuk membayar klaim yang terjadi, dan dalam hal dan tahun ini diperlukan biaya sebesar Rp 217.944.362.928. Angka tersebut dihasilkan dari jumlah klaim yang terjadi di provinsi Nanggroe Aceh sebesar Rp 54.759.400, Sumatera Utara Rp 788.221.350, Sumatera Selatan Rp 952.956.545, DKI Jakarta Rp 1.000.000.000, Jawa Barat Rp 2.477.037.734, dan Jawa Tengah Rp 10.128.246.573. Dengan Premi yang tercipta pula maka dihasilkanlah harga pertanggungan suatu objek asuransi
yang secara
1.481.513.980.988.970.
keseluruhan pada
tahun ini
berjumlah Rp.
58
A.2 Risk and Loss Profile tahun 2006 Data dibawah ini menunjukan jumlah produksi/ premi, klaim dan tarif asuransi bencana pada masing-masing provinsi di Indonesia pada tahun 2006 Tabel 4.2 Data Risk and Loss Profil 200646 Tarif
Gross Premium
Klaim
Total Sum
Asuransi
Income (Rp)
(Rp)
Insured (Rp)
Provinsi Nanggroe Aceh
0.001
3,991,544,532
0
3,991,544,532,270
Sumatera Utara
0.00135
60,855,486,434
369,712,000
45,078,138,099,637
Sumatera Selatan
0.00115
144,820,942,190
28,165,378,132
125,931,254,078,513
DKI Jakarta
0.00135
454,108,720,665
1,170,925,820
336,376,830,121,948
Jawa Barat
0.00135
925,048,588,383
25,573,384,250
685,221,176,579,726
Jawa Tengah
0.00115
90,279,188,515
16,384,411,815
78,503,642,187,061
D.I. Yogyakarta
0.00135
7,740,245,310
43,512,014,997
5,733,515,044,170
Jawa Timur
0.00115
254,505,882,546
0
221,309,463,083,730
Kalimantan
0.00085
89,846,279,406
0
105,701,505,183,482
0.001
72,143,722,882
59,459,000
72,143,722,882,080
44,514,923,113
187,000,000
2,147,855,523,977
115,422,286,014
Sulawesi Other Island Jumlah
Sumber : Asuransi MaiPark
46
Data PT Asuransi MAIPARK Indonesia
1,673,911,556,562,890
59
Pada
tahun
2006
secara
keseluruhan
tercatat
Asuransi
Maipark
mengumpulkan premi sebesar Rp 2.147.855.523.977. Angka tersebut dihasilkan dari jumlah premi masing-masing provinsi di Indonesia, yakni pada provinsi Nanggroe Aceh sebesar Rp 3.991.544.532, Sumatera Utara Rp 60.855.486.434, Sumatera Selatan Rp 144.820.942.190, DKI Jakarta Rp 454.108.720.665, Jawa Barat Rp 925.048.588.383, Jawa Tengah Rp 90.279.188.515, Jawa Timur Rp 254.505.882.546, Yogyakarta Rp 7.740.245.310, Kalimantan Rp 89.846.279.406, Sulawesi Rp 72.143.722.882, dan provinsi lainnya sebesar Rp 44.514.923.113. Dari jumlah premi yang terkumpul pada tahun 2006 ini dikelola oleh perusahaan asuransi tersebut untuk membayar klaim yang terjadi, dan dalam hal dan tahun ini diperlukan biaya sebesar Rp 115.422.286.014. Angka tersebut dihasilkan dari jumlah klaim yang terjadi di provinsi Sumatera Utara sebesar Rp 369.712.000, Sumatera Selatan Rp 28.165.378.132, DKI Jakarta Rp 1.170.925.820, Jawa Barat Rp 25.573.384.250, Jawa Tengah Rp 16.384.411.815, Yogyakarta Rp 43.512.014.997, Sulawesi Rp 59.459.000, dan provinsi lainnya sebesar Rp 187.000.000. Dengan Premi yang tercipta pula maka dihasilkanlah harga pertanggungan suatu objek asuransi
yang
secara
1.673.911.556.562.890.
keseluruhan
pada
tahun
ini
berjumlah
Rp
60
A.3 Risk and Loss Profile tahun 2007 Data dibawah ini menunjukan jumlah produksi/ premi, klaim dan tarif asuransi bencana pada masing-masing provinsi di Indonesia pada tahun 2007. Tabel 4.3 Data Risk and Loss Profil 200747 Tarif
Gross Premium
Klaim
Total Sum
Asuransi
Income (Rp)
(Rp)
Insured (Rp)
Provinsi Nanggroe Aceh
0.001
5,089,870,821
0
5,089,870,821,240
Sumatera Utara
0.00135
53,451,364,293
0
39,593,603,179,770
Sumatera Selatan
0.00115
112,770,971,334
204,926,791,991
98,061,714,203,078
DKI Jakarta
0.00135
291,934,967,718
2,272,310,000
216,248,124,235,318
Jawa Barat
0.00135
572,624,289,698
575,343,107
424,166,140,516,711
Jawa Tengah
0.00115
39,025,513,330
0
33,935,228,982,696
D.I. Yogyakarta
0.00135
5,303,972,659
0
3,928,868,636,511
Jawa Timur
0.00115
301,567,019,503
0
262,232,190,872,539
Kalimantan
0.00085
41,114,810,181
0
48,370,364,918,635
0.001
17,834,114,495
369,371,661
17,834,114,494,870
79,829,637,965
15,000,000
1,520,546,531,996
208,158,816,758
Sulawesi Other Island Jumlah
Sumber : Asuransi MaiPark
47
Data PT Asuransi MAIPARK Indonesia
1,147,957,418,222,580
61
Pada
tahun
2007
secara
keseluruhan
tercatat
Asuransi
Maipark
mengumpulkan premi sebesar Rp 1.520.546.531.996. Angka tersebut dihasilkan dari jumlah premi masing-masing provinsi di Indonesia, yakni pada provinsi Nanggroe Aceh sebesar Rp 5.089.870.821, Sumatera Utara Rp 53.451.364.293, Sumatera Selatan Rp 112.770.971.334, DKI Jakarta Rp 291.934.967.718, Jawa Barat Rp 572.624.289.698, Jawa Tengah Rp 39.025.513.330, Jawa Timur Rp 301.567.019.503, Yogyakarta Rp 5.303.972.659, Kalimantan Rp 41.114.810.181, Sulawesi Rp 17.834.114.495, dan provinsi lainnya sebesar Rp 79.829.637.965. Dari jumlah premi yang terkumpul pada tahun 2007 ini dikelola oleh perusahaan asuransi tersebut untuk membayar klaim yang terjadi, dan dalam hal dan tahun ini diperlukan biaya sebesar Rp 208.158.816.758. Angka tersebut dihasilkan dari jumlah klaim yang terjadi di provinsi Sumatera Selatan sebesar Rp 204.926.791.991, DKI Jakarta Rp 2.272.310.000, Jawa Barat Rp 575.343.107, Sulawesi Rp 369.371.661, dan provinsi lainnya sebesar Rp 15.000.000. Dengan Premi yang tercipta pula maka dihasilkanlah harga pertanggungan suatu objek asuransi yang secara keseluruhan berjumlah Rp 1,147,957,418,222,580. Dari data tersebut, maka perusahaan akan mengalami surplus underwriting, karena jumlah klaim yang terjadi tidak melebihi dari jumlah premi yang terkumpul. Dari surplus tersebut dalam konsep asuransi syariah akan di alokasikan ke dalam tiga unsur, yakni peserta, perusahaan dan cadangan tabarru. Namun dalam hal ini lebih
62
diprioritaskan ke dalam dana cadangan tabarru, guna untuk menutupi jumlah klaim yang mungkin akan terjadi pada tahun-tahun berikutnya.
B. Simulasi Kinerja Produk Asuransi Bencana (Syariah) Simulasi kinerja produk asuransi bencana ini berdasarkan dari data Risk and loss profile PT Maipark Indonesia pada tahun 2005 sampai dengan 2007, dan juga berdasarkan dari beberapa asumsi. Simulasi ini sangat penting, mengingat kita akan dapat mengetahui kinerja produk asuransi bencana pada perusahaan asuransi syariah selama 3 tahun belakangan ini. Tabel 4.4 Data Simulasi Kinerja Produk Asuransi Bencana (Syariah) Tahun 2005-2007 No Keterangan 2005 2006 2007 1 Produksi 1.907.208.492.555 2.147.855.523.977 1.520.546.531.996 2 Ujrah 572.162.547.767 644.356.657.193 456.163.959.599 3 Biaya Akuisisi 95.360.424.628 107.392.776.199 76.027.326.600 4 B. Operasional 286.081.273.883 322.178.328.596 228.081.979.799 5 Ujrah R/A 66.752.297.239 75.174.943.939 53.219.128.620 6 Margin Ujrah 128.968.252.016 139.610.609.058 98.835.524.580 7 Tabarru' 1.335.045.944.789 1.503.498.866.783 1.064.382.572.397 8 Investasi 400.513.783.437 451.049.660.035 319.314.771.719 9 Hasil Investasi 32.041.102.675 36.083.972.803 25.545.181.738 10 Tabarru' R/A 667.522.972.394 751.749.433.392 532.191.286.199 11 Klaim 217.944.362.928 115.422.286.014 208.158.816.758 12 Cad. Teknis 267.009.188.958 300.699.773.357 212.876.514.479 13 Surplus 198.589.971.846 620.678.549.380 424.628.319.187 Sumber : Data yang diolah
63
B.1 Simulasi Kinerja Produk Asuransi Bencana tahun 2005 Berdasarkan simulasi dari tabel 4.4, maka dapat dikatakan jumlah produksi atau premi yang dihasilkan oleh suatu perusahaan asuransi syariah yang terjadi pada tahun 2005 sebesar Rp 1.907.208.492.555. Pengertian dari premi itu sendiri adalah bayaran asuransi atau harga sebagai jaminan penanggung auransi untuk bertanggung jawab. Hal itu tidak perlu dibayar lebih dahulu karena biasanya oleh penanggung asuransi dijadikan sebagai satu isyarat yaitu perjanjian akan berlaku hanya setelah premi dibayar.48 Kontribusi/ premi yang dibayar peserta, dimasukkan ke dalam kumpulan uang peserta (insurance fund) yang berfungsi sebagai investasi dan sumbangan (tabarru‟) untuk menutupi klaim apabila terjadi musibah pada peserta asuransi.49 Dari jumlah produksi atau premi peserta asuransi syariah yang terkumpul tersebut akan dikelola oleh suatu perusahaan asuransi syariah dengan memisahkan jumlah produksi yang terkumpul menjadi 2 bagian, yaitu ke dalam dana pengelola (ujrah) dan dana tabarru‟. Ujrah yang dikeluarkan oleh perusahaan asuransi syariah pada tahun 2005 sebesar
Rp 572.162.547.767. Ujrah ini dihasilkan dari
perbandingan dengan tabarru‟, yaitu 70:30 (asumsi) dari nilai Produksi.
48 49
hal 212
Muhammad Muslehuddin, Asuransi dalam Islam (Jakarta: Bumi Aksara 2005) hal 32 Wirdyaningsih, Bank dan Asuransi Islam di Indonesia (Jakarta: Kencana 2005) Ed.1, Cet 2.
64
Alokasi Ujrah meliputi biaya akuisisi, biaya operasional, ujrah R/A dan dari itu semua akan diketahui margin ujrahnya mengalami surplus atau defisit. 1. Biaya Akuisisi pada tahun 2005 sebesar Rp 95.360.424.628. Jumlah tersebut dihasilkan dari Jumlah produksi yakni 5%. Penetapan biaya biaya akuisisi tidak terlalu besar, karena produk asuransi bencana ini merupakan asuransi wajib yang harus didukung oleh undang-undang. Mengingat alokasi biaya akuisisi untuk biaya agen asuransi syariah, diskon, hadiah dan lain-lain, maka oleh karena itu biaya akuisisi tidak terlalu diperlukan. 2. Biaya operasional pada tahun 2005 sebesar Rp 286.081.273.883. Biaya operasional ini adalah biaya untuk administrasi, biaya pemasaran dan lain-lain. Penetapan biaya operasional sebesar 15% dari jumlah produksi. 3. Ujrah R/A pada tahun 2005 sebesar Rp 66.752.297.239. Penetapan biaya ujrah R/A sebesar 10% dari tabarru R/A. 4. Dari biaya akuisisi, biaya operasional dan ujrah R/A, maka akan didapatkan margin ujrahnya, pada tahun 2005 yaitu sebesar Rp 128.968.252.016. Dana tabarru‟ merupakan dana kolektif di antara peserta yang hanya boleh digunakan untuk kepentingan peserta saja seperti klaim, cadangan tabarru‟ dan reasuransi syariah. Dana tabarru‟ ini dapat diinvestasikan oleh perusahaan sebagai pihak pengelola, dan jika terdapat surplus dari investasi dana tabarru‟ itu akan dimasukkan ke rekening dana tabarru peserta dan pihak pengelola mendapatkan upah
65
atau bagi hasil sesuai dengan akad yang disepakati. (wakalah bil ujrah, mudharabah atau mudharabah musyarakah).50 1. Investasi pada tahun 2005 sebesar Rp 400.513.783.437. Angka ini dihasilkan dari pengasumsian alokasi dana tabarru pada tahun tersebut untuk investasi sebesar 30%. Dari investasi tersebut, maka perusahaan asuransi syariah akan mendapatkan hasil investasi dengan asumsi 8% yaitu sebesar Rp 32.041.102.675.
Hasil
investasi tersebut maka akan dibagi dua, yaitu untuk perusahaan dan untuk dana tabarru‟. 2. Beban tabarru‟ meliputi tabarru R/A, pembayaran klaim, cadangan teknis dan juga pendapatan dari hasil investasi dan pencairan cadangan teknis. Dari hal itu itu semua, maka perusahaan asuransi syariah akan mengalami surplus atau defisit. a. Tabarru‟ R/A
pada tahun 2005 sebesar Rp 667.522.972.394. Angka ini
dihasilkan dari pengasumsian alokasi dana tabarru‟ pada tahun tersebut untuk tabarru R/A sebesar 50%. b. Perusahaan asuransi syariah harus membayarkan klaim pada tahun 2005 sebesar Rp 217.944.362.928. Angka ini dihasilkan dari data asuransi Maipark pada tahun tersebut (tabel 4.1). pengertian dari klaim tersebut adalah proses yang mana peserta dapat memperoleh hak-hak berdasarkan perjanjian tersebut. Oleh karena itu, penting bagi pengelola asuransi bencana (syariah) untuk
50
Fatwa DSN-MUI No.53/DSN-MUI/III/2006 tentang tabarru pada asuransi syariah
66
mengatasi klaim secara efisiensi walaupun risiko dari bencana alam ini sangat luas. c. Cadangan teknis pada tahun 2005 sebesar Rp 267.009.188.958. Angka ini dihasilkan dari pengasumsian alokasi dana tabarru‟ setelah pembayaran kepada pihak reasuransi pada tahun tersebut sebesar 40%. Cadangan teknis pada tahun 2005 akan di cairkan pada tahun 2006, dan begitu juga selanjutnya. 3. Surplus yang dihasilkan pada tahun 2005 sebesar Rp 198.589.971.846. Dengan surplus ini maka perusahaan asuransi syariah akan memilki cadangan dana tabarru untuk bencana alam sebesar Rp 148.942.478.884. Angka ini dihasilkan dari asumsi pengalokasian surplus sebesar 75%. (mengingat bencana alam merupakan risiko fundamental).
B.2 Simulasi Kinerja Produk Asuransi Bencana tahun 2006 Berdasarkan simulasi dari tabel 4.4, maka dapat dikatakan jumlah produksi atau premi yang dihasilkan oleh suatu perusahaan asuransi syariah yang terjadi pada tahun 2006 sebesar Rp 2.147.855.523.977. Jumlah produksi atau premi yang dibayar peserta, dimasukkan ke dalam kumpulan uang peserta (insurance fund) yang berfungsi sebagai investasi dan sumbangan (tabarru‟) untuk menutupi klaim apabila terjadi musibah pada peserta asuransi.
67
Dari jumlah produksi atau premi peserta asuransi syariah yang terkumpul tersebut akan dikelola oleh suatu perusahaan asuransi syariah dengan memisahkan jumlah produksi yang terkumpul menjadi 2 bagian, yaitu ke dalam dana pengelola (ujrah) dan dana tabarru‟. Ujrah yang dikeluarkan oleh perusahaan asuransi syariah pada tahun 2006 sebesar
Rp 644.356.657.193. Ujrah ini dihasilkan dari
perbandingan dengan tabarru‟, yaitu 70:30 (asumsi) dari nilai Produksi. Alokasi Ujrah meliputi biaya akuisisi, biaya operasional, ujrah R/A dan dari itu semua akan diketahui margin ujrahnya mengalami surplus atau defisit. 1. Biaya Akuisisi pada tahun 2006 sebesar Rp 107.392.776.199. Angka tersebut dihasilkan dari Jumlah produksi yakni 5%. Penetapan biaya biaya akuisisi tidak terlalu besar, karena produk asuransi bencana ini merupakan asuransi wajib yang harus didukung oleh undang-undang. Mengingat alokasi biaya akuisisi untuk biaya agen asuransi syariah, diskon, hadiah dan lain-lain, maka oleh karena itu biaya akuisisi tidak terlalu diperlukan. 2. Biaya operasional pada tahun 2006 sebesar Rp 322.178.328.596. Biaya operasional ini adalah biaya untuk administrasi, biaya pemasaran dan lain-lain. Penetapan biaya operasional sebesar 15% dari jumlah produksi. 3. Ujrah R/A pada tahun 2006 sebesar Rp 75.174.943.939. Penetapan biaya ujrah R/A sebesar 10% dari tabarru R/A.
68
4. Dari biaya akuisisi, biaya operasional dan ujrah R/A, maka akan didapatkan margin ujrahnya, pada tahun 2006 yaitu sebesar Rp 139.610.609.058. Disini terlihat bahwa di tahun 2006
ini ternyata margin ujrahnya mengalami
peningkatan dari tahun sebelumnya. Dana tabarru‟ merupakan dana kolektif di antara peserta yang hanya boleh digunakan untuk kepentingan peserta saja seperti klaim, cadangan tabarru‟ dan reasuransi syariah. 1. Investasi pada tahun 2006 sebesar Rp 451.049.660.035. Angka ini dihasilkan dari pengasumsian alokasi dana tabarru pada tahun tersebut untuk investasi sebesar 30%. Dari investasi tersebut, maka perusahaan asuransi syariah akan mendapatkan hasil investasi dengan asumsi 8% yaitu sebesar Rp 36.083.972.803. Hasil investasi tersebut maka akan dibagi dua, yaitu untuk perusahaan dan untuk dana tabarru‟. 2. Beban tabarru‟ meliputi tabarru R/A, pembayaran klaim, cadangan teknis dan juga pendapatan dari hasil investasi dan pencairan cadangan teknis. Dari hal itu itu semua, maka perusahaan asuransi syariah akan mengalami surplus atau defisit. a. Tabarru‟ R/A
pada tahun 2006 sebesar Rp 751.749.433.392. Angka ini
dihasilkan dari pengasumsian alokasi dana tabarru‟ pada tahun tersebut untuk tabarru R/A sebesar 50%.
69
b. Perusahaan asuransi syariah harus membayarkan klaim pada tahun 2006 sebesar Rp 115.422.286.014. Angka ini dihasilkan dari data asuransi Maipark pada tahun tersebut (tabel 4.4). pengertian dari klaim tersebut adalah proses yang mana peserta dapat memperoleh hak-hak berdasarkan perjanjian tersebut. Oleh karena itu, penting bagi pengelola asuransi bencana (syariah) untuk mengatasi klaim secara efisiensi walaupun risiko dari bencana alam ini sangat luas. c. Cadangan teknis pada tahun 2006 sebesar Rp 300.699.773.357. Angka ini dihasilkan dari pengasumsian alokasi dana tabarru‟ setelah pembayaran kepada pihak reasuransi pada tahun tersebut sebesar 40%. Cadangan teknis pada tahun 2006 akan di cairkan pada tahun 2007, dan begitu juga selanjutnya. 3. Surplus yang dihasilkan pada tahun 2006 sebesar Rp 620.678.549.380. Dengan surplus ini maka perusahaan asuransi syariah akan memilki cadangan dana tabarru untuk bencana alam sebesar Rp 465.508.912.035. Angka ini dihasilkan dari asumsi pengalokasian surplus sebesar 75%. (mengingat bencana alam merupakan risiko fundamental).
70
B.3 Simulasi Kinerja Produk Asuransi Bencana tahun 2007 Berdasarkan simulasi dari tabel 4.4, maka dapat dikatakan jumlah produksi atau premi yang dihasilkan oleh suatu perusahaan asuransi syariah yang terjadi pada tahun 2007 sebesar Rp 1.520.546.531.996. Jumlah produksi atau premi yang dibayar peserta, dimasukkan ke dalam kumpulan uang peserta (insurance fund) yang berfungsi sebagai investasi dan sumbangan (tabarru‟) untuk menutupi klaim apabila terjadi musibah pada peserta asuransi. Dari jumlah produksi atau premi peserta asuransi syariah yang terkumpul tersebut akan dikelola oleh suatu perusahaan asuransi syariah dengan memisahkan jumlah produksi yang terkumpul menjadi 2 bagian, yaitu ke dalam dana pengelola (ujrah) dan dana tabarru‟. Ujrah yang dikeluarkan oleh perusahaan asuransi syariah pada tahun 2007 sebesar Rp 456.163.959.599. Ujrah ini dihasilkan dari perbandingan dengan tabarru‟, yaitu 70:30 (asumsi) dari nilai Produksi. Alokasi Ujrah meliputi biaya akuisisi, biaya operasional, ujrah R/A dan dari itu semua akan diketahui margin ujrahnya mengalami surplus atau defisit. 1. Biaya Akuisisi pada tahun 2007 sebesar Rp 76.027.326.600. Angka tersebut dihasilkan dari Jumlah produksi yakni 5%. Penetapan biaya biaya akuisisi tidak terlalu besar, karena produk asuransi bencana ini merupakan asuransi wajib yang harus didukung oleh undang-undang. Mengingat alokasi biaya akuisisi untuk
71
biaya agen asuransi syariah, diskon, hadiah dan lain-lain, maka oleh karena itu biaya akuisisi tidak terlalu diperlukan. 2. Biaya operasional pada tahun 2007 sebesar Rp 228.081.979.799. Biaya operasional ini adalah biaya untuk administrasi, biaya pemasaran dan lain-lain. Penetapan biaya operasional sebesar 15% dari jumlah produksi. 3. Ujrah R/A pada tahun 2007 sebesar Rp 53.219.128.620. Penetapan biaya ujrah R/A sebesar 10% dari tabarru R/A. 4. Dari biaya akuisisi, biaya operasional dan ujrah R/A, maka akan didapatkan margin ujrahnya, pada tahun 2007 yaitu sebesar Rp 98.835.524.580. Disini terlihat bahwa di tahun 2007, ternyata margin ujrahnya mengalami penurunan dari tahun sebelumnya. Dana tabarru‟ merupakan dana kolektif di antara peserta yang hanya boleh digunakan untuk kepentingan peserta saja seperti klaim, cadangan tabarru‟ dan reasuransi syariah. 1. Investasi pada tahun 2007 sebesar Rp 319.314.771.719. Angka ini dihasilkan dari pengasumsian alokasi dana tabarru pada tahun tersebut untuk investasi sebesar 30%. Dari investasi tersebut, maka perusahaan asuransi syariah akan mendapatkan hasil investasi dengan asumsi 8% yaitu pada tahun 2007 sebesar Rp 25.545.181.738. Hasil investasi tersebut maka akan dibagi dua, yaitu untuk perusahaan dan untuk dana tabarru‟.
72
2. Beban tabarru‟ meliputi tabarru R/A, pembayaran klaim, cadangan teknis dan juga pendapatan dari hasil investasi dan pencairan cadangan teknis. Dari hal itu itu semua, maka perusahaan asuransi syariah akan mengalami surplus atau defisit. a. Tabarru‟ R/A
pada tahun 2007 sebesar Rp 532.191.286.199. Angka ini
dihasilkan pengasumsian alokasi dana tabarru‟ pada tahun tersebut untuk tabarru R/A sebesar 50%. b. Perusahaan asuransi syariah harus membayarkan klaim pada tahun 2007 sebesar Rp 208.158.816.758. Angka ini dihasilkan dari data asuransi Maipark pada tahun tersebut (tabel 4.4). pengertian dari klaim tersebut adalah proses yang mana peserta dapat memperoleh hak-hak berdasarkan perjanjian tersebut. Oleh karena itu, penting bagi pengelola asuransi bencana (syariah) untuk mengatasi klaim secara efisiensi walaupun risiko dari bencana alam ini sangat luas. c. Cadangan teknis pada tahun 2007 sebesar Rp 212.876.514.479. Angka ini dihasilkan dari pengasumsian alokasi dana tabarru‟ setelah pembayaran kepada pihak reasuransi pada tahun tersebut sebesar 40%. Cadangan teknis pada tahun 2007 akan di cairkan pada tahun 2008, dan begitu juga selanjutnya. 3. Surplus yang dihasilkan pada tahun 2007 sebesar Rp 424.628.319.187. Dengan surplus ini maka perusahaan asuransi syariah akan memilki cadangan dana
73
tabarru untuk bencana alam sebesar Rp 318.471.239.390. Angka ini dihasilkan dari asumsi pengalokasian surplus sebesar 75%. (mengingat bencana alam merupakan risiko fundamental).
C. Solusi Asuransi Syariah Dalam Penanggulangan Bencana Alam Kegagalan konsep asuransi konvensional dalam menanggulangi risiko katastropik harus diikuti dengan mencari konsep alternatif lainnya. Asuransi syariah dapat mewakili kepentingan pemerintah dalam menangani masalah gempa bumi di tanah air. Dalam asuransi syariah, risiko tidak dipindahkan ke pihak lain, melainkan dibagi atau dipikul bersama oleh para pemilik risiko. Seseorang yang memiliki risiko bergabung dengan orang lain yang memiliki risiko sejenis dan kemudian membentuk suatu kelompok atau komunitas atau pool. Para anggota kelompok tersebut bersepakat memberikan sumbangan yang sebanding dengan risikonya untuk dikumpulkan dan digunakan membayar kerugian yang diderita oleh sebagian anggota kelompok yang mengalami musibah. Para anggota kelompok tidak mungkin menjalankan sendiri kegiatan pengelolaan risikonya karena mereka memiliki keterbatasan dalam hal pengelolaan atau manajemen. Mereka membutuhkan bantuan pihak lain untuk melakukan seleksi untuk anggota baru, memungut dan mengelola dana sumbangan para anggota,
74
melakukan investasi agar dana tidak diam percuma, menghitung besarnya kerugian serta membayar dana klaim kepada anggota yang tertimpa musibah, melakukan penghitungan dan distribusi keuntungan atau surplus bila ada, dan seterusnya. Semua kegiatan kelompok tersebut membutuhkan keahlian khusus agar dapat berjalan dengan baik dan sesuai dengan target-target yang telah ditetapkan. Di sinilah perusahaan asuransi memainkan peranan sebagai pelaksana sebuah aktivitas tersebut. Dalam asuransi syariah, perusahaan asuransi tidak bertindak sebagai penanggung risiko, melainkan sebagai pihak lain (pengelola) yang diminta oleh anggota kelompok untuk menggunakan keahliannya dan kompetensinya melakukan kegiatan- kegiatan tertentu agar mekanisme saling menanggung di antara para anggota kelompok berjalan dengan adil, tertata dan berkembang. Asuransi dan reasuransi syariah dipijakkan pada landasan risk sharing, bukan risk transfer sebagaimana yang diterapkan pada asuransi konvensional dalam menjalankan bisnisnya. Dengan alasan itu perusahaan asuransi tidak lagi disebut insurer atau penanggung, melainkan sebagi operator dan pengelola. Para anggota kelompok tidak disebut dengan sebagai tertanggung melainkan sebagai partisipan atau peserta. Kontribusi (premi) yang dibayarkan oleh setiap peserta bukan milik perusahaan melainkan milik para peserta secara kolektif dan dikelola oleh perusahaan asuransi. Dana ini setelah dipotong upah untuk perusahaan, dimasukkan ke dalam rekening
75
yang disebut rekening Dana tabarru‟. Dana yang statusnya milik para pesrta inilah yang digunakan untuk membayar klaim. Sementara itu, atas keahlian, kopetensi dan segenep sumber daya yang dikerahkan oleh operator dalam menglola mekanisme kelompok tersebut. maka selayaknya ia memperoleh upah. Bagaimanapun upah yang diberikan, dimuka atau di belakang, tetap jumlahnya atau tergantung prestasi, harus disepakati oleh kedua belah pihak. Hal ini tentu terkait dengan jenis kontrak atau akad yang digunakan antara peserta dan operator. Upah yang diambil dari sebagian kontribusi peserta ini disebut ujrah. Secara singkat dapat dikatakan bahwa kontribusi (premi) asuransi terdiri dari dua komponen yaitu dana tabarru‟ dan ujrah. Dana tabarru‟ tetap menjadi milik peserta dan dipersiapkan untuk menghadapi klaim, sedangkan ujrah merupakan pendapatan bagi perusahaan. Bila tidak terjadi kerugian sama sekali atau bila total kerugian lebih kecil dari pada total kontribusi tabarru‟, maka kelebihan (surplus) ini merupakan milik para peserta secara kolektif, bukan milik perusahaan. Namun mengingat asuransi bencana ini merupakan risiko fundamental dan juga asuransi ini bersifat saling membantu maka surplus tersebut lebih dialokasikan kepada dana cadangan tabarru‟ guna untuk menutupi risiko yang akan terjadi di masa mendatang, karena akad tabarru‟ dalam asuransi syariah bermisi menjamin solidaritas dan kesetiakawanan dalam hal berbagi beban dan memikul tanggung jawab terjadinya bencana melalui sumbangan dana (derma) yang dialokasikan untuk memberikan santunan atau ganti rugi pada anggota
76
yang tertimpa musibah.51
Hal inilah yang membedakan asurasi syariah dengan
asuransi konvensional dalam hal pengelolaan dana premi. Meskipun demikian, fatwa Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI) No.53/DSNMUI/2006
mewajibkan perusahaan asuransi untuk menanggulangi kekurangan
tersebut dengan memberikan pinjaman tanpa bunga kepada dana tabaru‟ yang mereka kelola. Pengembalian ini dilakukan pada periode berikutnya ketika dana tabarru‟ kembali menghasilkan surplus. Dengan menempatkan perusahaan asuransi semata-mata sebagai pengelola portofolio sekaligus pengelola dana tabarru‟ yang terkumpul, sesungguhnya perusahaan asuransi tidak secara langsung mempertaruhkan kekayaannya terhadap risiko yang diterima. Risiko kerugian finansial tidak berpindah kepada perusahaan asuransi, melainkan dipikul bersama oleh para pesertanya. Perusahaan hanya perlu menyiapkan dana untuk memberi pinjaman apabila dana tabarru‟ memerlukannya. Keunggulan inilah yang seharusnya dimanfaatkan sehingga oleh pemerintah dengan menggunakan asuransi syariah sebagai alternatif dalam rangka membangun kemampuan finansial dalam menghadapi kerugian yang ditimbulkan dari gempa bumi dan bencana-bencana katastropik lainnya. Berbeda dengan asuransi komersial konvensional yang dilepaskan pada mekanisme pasar, asuransi untuk gempa memerlukan keseriusan dan konsisten dari
51
Husain Husain Syahatah, Asuransi dalam Perspektif Syariah, Ibid., h.66
77
pemerintah dengan menetapkan regulasi yang komprehensif. Undang–undang tersendiri diperlukan untuk mewadahi operasional mekanisme asuransi gempa ini. Terutama dalam hal mengatasi fenomena anti seleksi, pemerintah bisa saja memutuskan bahwa asuransi gempa merupakan asuransi wajib (compulsory insurance), misalnya bagi setiap pemilik bangunan tempat tinggal tidak terbatas pada daerah rawan gempa saja akan tetapi pada seluruh wilayah Indonesia. Dengan begitu masyarakat yang berada didaerah aman dari gempa dapat menolong peserta lainnya yang berada di wilayah rawan gempa, sehingga tercipta tolong-menolong (ta‟awun) yang merupakan nafas asuransi syariah benar-benar luas sehingga dana tabarru‟ pun dapat membesar dengan cepat. Untuk keadilan, para pemilik objek asuransi yang berada di rawan gempa selayaknya memberikan kontribusi yang lebih besar dari pada yang berada di daerah yang aman. Oleh karena itu perlu dibentuk perusahaan khusus asuransi syariah yang menangani risiko gempa bumi, sehingga semua perusahaan asuransi syariah yang mengcover risiko gempa bumi harus mensesikan ke perusahaan tersebut (konsorsium) dan bekerja secara amanah. Jadi penulis menyarankan institusi yang harus mengelola dana tabarru‟ asuransi gempa ini selayaknya adalah perusahaan asuransi syariah atau membentuk perusahaan khusus untuk mengelolanya. Yang penting, semua bekerja dengan amanah dibawah regulasi dan kontrol yang komprehensif dan disiplin. Karena jika permasalahan ini diserahkan dengan sistem konvensional, maka nantinya perusahaan asuransi konvensional akan memberlakukan anti seleksi terhadap para peserta
78
asuransi, namun jika hal ini diterapkan dengan sistem asuransi wajib, maka mau tidak mau mayarakat wajib mengasuransikan harta atau bangunan yang di milikinya. Jadi dengan sistem risk sharing yang ditawarkan perusahaan asuransi syariah. Maka diharapkan penyebaran risiko dapat diberlakukan, dapat terciptanya suatu mekanisme tolong-menolong diantara masyarakat.
D. Peluang dan Tantangan Peluang Asuransi Syariah dalam menerapkan konsep penanggulangan bencana alam, antara lain yaitu: a. Indonesia merupakan termasuk Negara yang rawan dari bencana, sehingga terdapat kebutuhan akan perlindungan terhadap risiko tersebut. b. Jumlah pemilik tempat tinggal di Indonesia sangat besar, sehingga ini menjadi potensi bisnis bagi industri perasuransian, mengingat asuransi ini nantinya merupakan asuransi wajib bagi pemilik tempat tinggal. c. Konsep syariah sangat memungkinkan untuk digunakan pada produk asuransi bencana, mengingat konsep asuransi syariah dapat menguntungkan baik bagi peserta, pengelola maupun pemerintah. Sementara tantangan yang dihadapi asuransi syariah dalam penanggulangan bencana alam terletak pada beberapa aspek, yakni:
79
a. Aspek Regulasi; Siapa pihak pengelola asuransi bencana ini. Apakah dari Pemerintah/ Negara ataupun dari Asuransi Milik Negara/ Swasta. b. Sosialisasi; pihak pengelola harus memaksimalkan bentuk sosialisasi tentang pentingnya asuransi bencana ini, sehingga masyarakat merasa program ini menjadi sebuah kebutuhan bukan sekedar kewajiban dan sekaligus kebersamaan untuk membantu pihak yang mengalami musibah bencana alam. c. Peraturan pengumpulaan kontribusi premi bagi setiap pemilik tempat tinggal; apakah harus melalui Undang-undang atau cukup dengan peraturan pemerintah saja. Peraturan tersebut sangat dibutuhkan karena asuransi ini merupakan asuransi wajib, apabila tidak merupakan asuransi wajib (sukarela) maka akan kemungkinan terjadi seleksi risiko52.
E. Sinergi Asuransi Syariah dengan Badan dan Lembaga Sosial Amil Zakat Dalam Penanggulangan Bencana Alam. Sistem asuransi pada umumnya hanya berlaku bagi kalangan orang-orang yang mampu membayar premi yang ditentukan. Sementara untuk kalangan yang tidak mampu, Islam menjamin asuransi mereka dengan sistem sebagai berikut; Zakat, Wakaf, Shadaqah Jariyah, Denda Kafarat atau Nadzar, Kerja atau Bakti Sosial.53
52 53
Wawancara pribadi dengan Wulan Setyorini, Jakarta, 10 November 2010 Husaian Husaian Syahatah, Asuransi Dalam Perspektif Syariah, Ibid., h.100
80
Peran Zakat Dalam Memberikan Jaminan dan Asuransi Salah satu target zakat adalah mewujudkan jaminan dan asuransi sosial ditengah ancaman marabahaya, musibah dan bencana yang selalu membayangi kehidupan manusia dan menyebabkan ketakutan serta kepanikan. Islam telah menjamin sebuah mekanisme asuransi sosial yang hakiki bagi mereka, yaitu dengan mengalokasikan bagian tertentu dari hasil zakat untuk mereka dalam kapasitas mereka sebagai “gharimin” (orang-orang yang pailit).54 Sebagian kalangan ahli fiqh bahkan berpendapat bahwa jaminan dan asuransi sosial masuk dalam lingkup kalangan yang berhak menerima zakat sebagai berikut : fakir miskin, orang-orang yang berutang (pailit), budak, ibnu sabil (musafir yang kehabisan ongkos dan bekal perjalanan), juga para tawanan dan tahanan dijalan Allah. a. Contoh-contoh Terkini Model Pemanfaatan Zakat untuk Jaminan dan Asuransi Kelompok orang-orang yang berutang (gharimin) merupakan salah satu kelompok penerima zakat yang memiliki hubungan langsung dengan realisasi solidaritas dan kesetiakawanan sosial. Lahan penerapannya pun perlu diperluas sehingga bisa mencakup hal-hal berikut.
54
Husaian Husaian Syahatah, Asuransi Dalam Perspektif Syariah, Ibid., h.82
81
1) Orang-orang pailit yang dililit utang tanpa mampu membayarnya, dan utang tersebut tidak digunakan untuk huru-hara, pemborosan maupun untuk aksi siasia. 2) Orang-orang yang dililit utang untuk melayani masyarakat, misalnya barutang untuk mendamaikan kedua kelompok yang berseteru. 3) Orang-orang yang tertimpa musibah atau bencana. 4) Orang-orang yang menderita kerugian yang besar akibat kelesuan ekonomi atau kebakaran, banjir bandang, gempa bumi dan sejenisnya. 5) Orang yang menderita sakit kronis yang membutuhkan pengobatan rutin selama-lamanya sementara ia tidak menanggung biayanya. b. Peran Institusional Zakat dalam Mewujudkan Jaminan dan Asuransi. Sudah banyak organisasi dan lembaga pengurusan zakat yang didirikan di berbagai negara Arab dan Islam, seperti Kuwait (Bait az-Zakat), Qatar, Bahraian, Indonesia (BAZIS,LAZIS dan lain-lain) dan masih banyak lagi. Lembaga-lembaga ini memiliki peran yang penting sekali dalam proyek-proyek bantuan kemanusian dan mewujudkan jaminan sosial.55 Kalangan ahli fiqih telah membolehkan orang-orang kaya untuk memberikan zakat mal (zakat kekayaan) mereka, juga sedekah, hibah, uang denda nadzar, dan 55
Husaian Husaian Syahatah, Asuransi Dalam Perspektif Syariah, Ibid., h.83
82
kafarat, kepada yayasan atau lembaga ini untuk bertindak sebagai wakil mereka dalam memberikan zakat tersebut kepada orang-orang yang berhak menerimanya. Dengan adanya institusi zakat dan lembaga sosial tersebut, hal ini bisa digunakan untuk mendirikan takaful semacam badan yang membantu masyarakat yang kesulitan dan tidak mampu membayar kontribusi asuransi bencana ini. Hal ini juga bisa digunakan untuk memecahkan permasalahan ekonomi (pengangguran, musibah sakit, meninggal dunia, cacat, adanya krisis ekonomi ataupun bencana alam dan lain-lain) yang kadang-kadang sulit diprediksikan membuat masyarakat akan merasakan perasaan was-was juga rasa takut jika permasalahan tersebut tiba-tiba datang.56 Oleh karena itu, institusi zakat dan lembaga sosial tersebut akan membayarkan sejumlah premi untuk para mustahik, agar orang-orang tersebut dapat dilindungi secara finansial dari risiko bencana alam yang mungkin akan terjadi.
56
Yani Mulyaningsih, Mencari Alternatif Jaminan Sosial di Indonesia; Kajian Tethadap Zakat, h.143.di akses 24 November 2010 dari http://www.irfi.org/articles/sosial_security_in_islam.htm
83
Adapun Konsepnya dapat dilihat sebagai berikut:
Individu
Asuransi Bencana (Syariah)
Recovery : - Tempat Tingal - Kendaraan - dll Asuransi Syariah
Lembaga Sosial (NGO & GO)
Korban Bencana Alam
Asuransi Bencana Syariah ini akan memiliki beberapa sumber dana, di antaranya dari Individu, Asuransi Syariah, Lembaga Sosial, dll. Dari unsur tersebut dikelola oleh pihak Asuransi Bencana untuk mencover risiko akibat dari bencana alam. Salah satu bentuk recovery asuransi bencana ini adalah tempat tinggal, kendaraan, dan lain-lain. Oleh karena itu, mayarakat baik peserta asuransi bencana maupun para mustahik tidak lagi perlu merasa perasaan was-was jika musibah tersebut tiba-tiba datang. Sehingga masyarkat dapat dilindungi dari kerugian finansial akibat musibah bencana alam yang terjadi, dengan adanya skema asuransi bencana (syariah) tersebut.
84
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan Berdasarkan analisis yang telah dilakukan penulis berkenaan dengan konsep asuransi syariah dalam menanggulangi bencana alam, maka dapat disimpulkan suatu jawaban dari permasalahan yang ada, yaitu: 1. Terdapat beberapa peluang pada asuransi syariah dalam menerapkan konsep penanggulangan bencana alam, dimana Indonesia merupakan termasuk Negara yang rawan dari bencana, sehingga terdapat kebutuhan akan perlindungan terhadap risiko tersebut, serta jumlah pemilik tempat tinggal di Indonesia sangat besar, sehingga ini menjadi potensi bisnis bagi industri perasuransian, mengingat asuransi ini nantinya merupakan asuransi wajib bagi pemilik tempat tinggal. Oleh karena itu konsep asuransi syariah ini sangat memungkinkan untuk digunakan pada produk
asuransi
bencana,
mengingat
konsep
asuransi
syariah
dapat
menguntungkan baik bagi peserta, pengelola maupun pemerintah. Sementara tantangan yang dihadapi asuransi syariah dalam penanggulangan bencana alam terletak pada beberapa aspek, yakni: a. Aspek Regulasi; Siapa pihak pengelola asuransi bencana ini. Apakah dari Pemerintah/ Negara ataupun dari Asuransi Milik Negara/ Swasta.
84
85
b. Sosialisasi; pihak pengelola harus memaksimalkan bentuk sosialisasi tentang pentingnya asuransi bencana ini, sehingga masyarakat merasa program ini menjadi sebuah kebutuhan bukan sekedar kewajiban dan sekaligus kebersamaan untuk membantu pihak yang mengalami musibah bencana alam. c. Peraturan pengumpulaan kontribusi premi bagi setiap pemilik tempat tinggal; apakah harus melalui Undang-undang atau cukup dengan peraturan pemerintah saja. Peraturan tersebut sangat dibutuhkan karena asuransi ini merupakan asuransi wajib, apabila tidak merupakan asuransi wajib (sukarela) maka akan kemungkinan terjadi seleksi risiko. Dengan demikian maka solusi yang tepat dalam penanggulangan bencana ini adalah dengan pembentukan suatu perusahaan asuransi syariah yang khusus menangani risiko gempa bumi, sehingga semua perusahaan asuransi syariah yang mengcover risiko gempa bumi harus mensesikan ke perusahaan tersebut (konsorsium) dan bekerja secara amanah, karena dalam menanggulangi dampak kerugian yang diakibatkan gempa bumi ini dapat dilakukan dengan cara risk sharing yaitu dengan bentuk compulsory insurance (asuransi wajib) yang diberlakukan bagi semua masyarakat khususnya yang memilki tempat tinggal (residential) baik itu masyarakat yang tinggal dirawan gempa ataupun yang tingal didaerah aman (daerah yang tidak rawan gempa). Dengan kebijakan pemerintah agar di adakan atau diberlakukan asuransi wajib ini diharapkan masyarakat mengerti akan kebutuhan suatu proteksi asuransi khususnya dalam hal bencana
86
gempa. Apalagi statement ini di pertegas tentang wilayah kita yang memang benar-benar rawan gempa sehingga memang benar-benar dibutuhkan suatu lembaga manjemen risiko yang bertindak sebagai lembaga sosial yang dapat menyediakan finansial untuk mengantisipasi kerugian yang di akibatkan bencana gempa. Mengenai sistem syariah yang digunakan, pemerintah dapat menjelaskan konsep yang ditawarkan perusahaan ini, yaitu dengan cara memberitahukan kelebihan yang diberikan khususnya penumpukkan dana yang merupakan milik bersama dari peserta, bukan milik perusahaan. 2. Skema produk yang tepat dalam melindungi dan menanggulangi risiko akibat bencana alam adalah dengan pembentukan suatu perusahaan asuransi syariah yang khusus menangani risiko gempa bumi, sehingga semua perusahaan asuransi syariah yang mengcover risiko gempa bumi harus mensesikan ke perusahaan tersebut (konsorsium). Hal ini guna untuk meringankan beban pertanggungan akibat bencana alam. Selain itu pemerintah ikut berperan dalam menciptakan suatu peraturan yang mewajibkan masyarakat untuk dapat mengikuti asuransi tersebut. Sementara operasional perusahaan khusus tersebut dikelola dengan cara konsep asuransi syariah pada umumnya, namun apabila mengalami surplus dalam satu tahun, maka dana tabarru‟ akan lebih diprioritaskan alokasinya kedalam dana cadangan tabarru‟.
87
B. Saran 1. Peran Pemerintah a. Pemerintah harus mendukung pembentukan perusahaan yang menangani bencana alam khususnya gempa bumi yaitu dengan cara menginvestasikan dana kepada perusahaan asuransi tersebut, agar kemampuan dalam mengakseptasi resiko gempa bumi semakin besar dan dapat membeli kapasitas reasuransi ke luar negeri, dengan tujuan agar semua resiko gempa bumi nantinya dapat di aksep. b. Mewajibkan setiap pemilik tempat tinggal (residential) harus memiliki asuransi gempa bumi terhadap tempat tinggal tersebut. c. Peran pemerintah yang lebih besar adalah dapat membuat lembaga yang dapat menangani catastrophic risk management untuk mengetahui besar kecilnya risiko suatu daerah terhadap bencana tertentu, sehingga nantinya dapat ditanggulangi dengan memanfaatkan manejemen risiko. d. Pemerintah sesering mungkin melakukan pelatihan kepada masyarakat dalam hal menghadapi bencana alam. Hal ini juga sering dilakukan di Negara-negara yang rawan gempa kepada masyarakatnya, seperti Jepang. Di Jepang apabila terjadi gempa bumi, masyarakatnya mengetahui apa yang harus dilakukan, baik itu penyelamatan dirinya ataupun melakukan pertolongan terhadap pihak lain. Hal ini juga diharapkan dari pemerintah kita agar sering melakukan pelatihanpelatihan dalam menghadapi bencana alam sehingga diharapkan nantinya
88
masyarakat kita dapat mengantisipasi akan datangnya gempa minimal yang harus diketahui adalah penyelamatan atas diri sendiri dan orang lain. e. Peran pemerintah yang lebih besar adalah dapat membuat RUUPB (Rancangan Undang-undang Penanggulangan Bencana) yaitu yang berfungsi sebagai pewajiban kepada masyarakat untuk mengasuransikan asset-aset yang dimilkinya. Jadi jika terjadi bencana maka Departemen Sosial berperan pada lapisan pertama yaitu dalam mengkoordinasi evakuasi korban dan bantuan sosial. Pada lapisan kedua fungsi jaminan sosial yang menjamin asuransi jiwa dan kesehatan dapat dijalankan. Pada lapisan ketiga kerusakan atas asset-aset yang dimiliki dapat ditutup dengan asuransi gempa bumi dan kebakaran.
2. Peran Perusahaan Asuransi Syariah 1. Mensosialisasikan sistem risk sharing kepada masyarakat akan pentingnya berasuransi dan menciptakan kesadaran untuk saling menolong dikalangam masyarakat, agar apabila dari peserta yang ikut dapat tertolong jika terkena musibah, hal ini dapat dipertegas dengan daerah Indonesia saat ini yang rawan gempa. 2. Membentuk suatu perusahaan khusus asuransi syariah yang menangani risiko gempa bumi, sehingga semua perusahaan asuransi syariah yang mengcover risiko gempa bumi harus mensesikan ke perusahaan tersebut (konsorsium) dan bekerja secara amanah.
89
3. Perusahaan asuransi syariah khusus risiko gempa bumi dibentuk oleh AASI (Asosiasi Asuransi Syariah Indonesia) yang lebih memahami konsep pendiriannya yang mungkin nantinya dengan nama Takaful Catastrophic Pool.
DAFTAR PUSTAKA
Al-Qur’an Al-Karim Amrin, Abdullah, Asuransi Syariah (Keberadaan dan Kelebihannya di Tengah Asuransi Konvensional), Jakarta: PT Elex Media Komputindo, 2006. Ali, AM Hasan, Asuransi Dalam Perspektif Hukum Islam; Suatu Tinjauan Analisis, Historis, Teoritis & Praktis, Jakarta: Prenada Media 2005 Ali, AM Hasan, MA dan M. Nadratuzzaman Hosen, Tanya Jawab Ekonomi Syariah, Jakarta: PKES 2007 Bachtiar, Pemerintah Kaji Format Asuransi Bencana, Jakarta: Antara News, Selasa, 10 April 2007 Dewan Syariah Nasional MUI,Himpunan Fatwa Dewan Syariah Nasional MUI. Ed. Revisi Tahun 2006. Jakarta : CV. Gaung Persada. 2006. Fatwa DSN-MUI
No. 53/DSN-MUI/III/2006 tentang Tabarru’ Pada Asuransi
Syariah Fatwa DSN-MUI No. 52/DSN-MUI/III/2006 tentang Wakalah bil Ujrah Pada Asuransi Syariah Husaian Syahatah, Husaian, Asuransi Dalam Perspektif Syariah, Jakarta: Amzah 2006 Ikatan Akuntan Indonesia, PSAK 108 tentang Transaksi Asuransi Syariah Iqbal, Muhaimin, Asuransi Umum Syariah Dalam Praktek (Upaya Menghilangkan Gharar, Maisir dan Riba), Cet-1, Jakarta: Gema Insani Press, 2005 Muslehuddin, Muhammad, Asuransi dalam Islam, Jakarta: Bumi Aksara 2005
Mustofa, Agus, Menuai Bencana (serial diskusi tasawwuf modern), Surabaya: Padma Press, 2008. Peraturan
Menteri
Keuangan
Nomor
18/PMK.010/2010,
Tentang
Dasar
Penyelenggaraan Usaha Asuransi dan Usaha Reasuransi dengan Prinsip Syariah, Pasal 7. Poero, Amir Imam, Asuransi di Indonesia, Jakarta: Raja Grafindo, 1998 Salim, Abbas, Asuransi dan Manajemen Risiko, Jakarta: PT Raja RajaGrafindo Persada, Ed ke-2, 2005. Santosa, S. Edi, Media Asuransi, Desember 2009 Sastrawidjaja, Man Suparman, Aspek-aspek Hukum Asuransi dan Surat Berharga, Bandung: Penerbit Alumni 1997 Sastrawidjaja, Man Supraman dan Endang, Hukum Asuransi Perlindungan Tertanggung Asuransi Deposito UsahaPerasuransian, Bandung: PT Alumni, 2004. Sevila, Consuelo G., Pengantar Metode Peneletian, Jakarta : UI-Press, 1993. Sudarsono, Bank dan Lembaga Keuangan Syariah, Yogyakarta: Ekonisia, 2007. Sula, Muhammad Syakir. Asuransi Syariah(Life and General): Konsep dan Sistem Operasional, cet. I. Jakarta: Gema Insani Press, 2004. Sunarsip dan Iqbal, Muhaimin, Asuransi Dalam Penanggulangan Bencana, Jakarta: Republika, Kamis, 19 April 2007 Soeisno Djojosoedarso, Prinsip-prinsip Manjemen Risiko dan Asuransi, Jakarta: Salemba Empat, 1999. Undang-Undang Nomor 2 tahun 1992, Tentang Perasuransian, Pasal 1 Ayat (5).
Wawancara pribadi dengan Wulan Setyorini, Jakarta, 10 November 2010 Winardi A, Gempa Jogja, Indonesia dan Dunia, Jakarta: PT Gremedia Majalah, sebagai by Product majalah Angkasa 2006 Wirdyaningsih, Bank dan Asuransi Islam di Indonesia, Jakarta: Kencana 2005 Yanggo, Huzaemah T, Asuransi Hukum dan Permasalahannya, Jurnal AAMAI, Tahun VII No 12-2003 Yunanto, Reza, Komisi VIII & BNPB Usulkan Asuransi Bencana, Jakarta: DetikNews, Senin, 16 November 2009 http://www.irfi.org/articles/sosial_security_in_islam.htm