STUDI TENTANG ANALISIS TERHADAP PENYELENGGARAAN PERTANGGUNGAN ASURANSI PADA LINI USAHA ASURANSI KENDARAAN BERMOTOR DAN PENGARUHNYA TERHADAP PERUSAHAAN ASURANSI.
Studi tentang analisis terhadap penyelenggaraan pertanggungan asuransi pada lini usaha asuransi kendaraan bermotor dan pengaruhnya terhadap perusahaan asuransi bertujuan untuk melakukan kajian penyelenggaraan pertanggungan asuransi pada lini usaha asuransi kendaraan bermotor serta menganalisis hambatan-hambatan pelaksanaannya. Studi ini menggunakan metode pengumpulan data melalui survey dan studi literatur. Dari hasil analisis terhadap data yang dikumpulkan dapat diperoleh kesimpulan bahwa sejak diatur, perusahaan perasuransian mendukung secara positif pelaksanaan PMK No74/PMK.01/2007 jo PMK No. 01/PMK.010/2011 tentang penyelenggaraan pertanggungan asuransi pada lini usaha asuransi kendaraan bermotor. Hal ini dapat dilihat dari semakin banyak perusahaan yang berusaha menggunakan tarif asuransi sendiri dibandingkan dengan tarif referensi yang dikeluarkan Bapepam LK, dengan cara meningkatkan kualitas data risk and loss profile perusahaan. Berarti tujuan dibuatnya peraturan ini telah tercapai. Demikian juga dengan perubahan atmosfer yang terjadi setelah dibuatnya peraturan tersebut, perang tarif dapat lebih diminimalisir sehingga dimungkinkan adanya persaingan yang lebih sehat antara perusahaan asuransi.
i
KATA PENGANTAR
Kami panjatkan Puji Dan Syukur Kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas selesainya Studi tentang Analisis terhadap Penyelenggaraan Pertanggungan Asuransi pada Lini Usaha Asuransi Kendaraan Bermotor dan Pengaruhnya terhadap Perusahaan Asuransi. Semoga hasil kajian ini dapat menjadi bahan penelitian awal bagi pengembangan industri Asuransi khususnya di Indonesia. Tujuan dari kegiatan penelitian ini diharapkan dapat melakukan kajian berupa mengeksplorasi penyelenggaraan pertanggungan asuransi pada lini usaha
asuransi
kendaraan
bermotor
serta
menganalisis
hambatan-hambatan
pelaksanaannya. Tim juga berharap kajian ini dapat memberikan manfaat bagi pihak-pihak yang memiliki kepentingan dan kompetensi dalam pengambilan keputusan baik dalam perumusan regulasi maupun peluang investasi di Indonesia. Akhir kata Tim Studi mengucapkan terimakasih kepada segenap pihak yang telah membantu penyelesaian studi ini. Kritik maupun saran yang membangun sangat diharapkan dalam penyempurnaan penelitian ini.
Jakarta, Desember 2011 Ketua Tim Studi Asuransi
ii
DAFTAR ISI
ABSTRAK ………………………………………………………..…………...
i
KATA PENGANTAR …………………………………………….………….
ii
DAFTAR ISI …………………………………………………….……………
iii
DAFTAR GAMBAR ……………..……………………………….…….……
vi
DAFTAR GRAFIK ……………………………………………..……………
vii
DAFTAR TABEL ……………………………………………….……………
Iic wi
BAB I LATAR BELAKANG ………….……………………………..………
1
1.1. Landasan Pemikiran ………………………………….………....……..
1
1.2. Masalah Penelitian ….………………...…………..………….….……..
2
1.3. Tujuan Penelitian ….……………………..…………..……….………..
2
1.4. Metode Penelitian ….……………………...…………..………………..
3
1.5. Objek Penelitian ….……………………...……………………………..
3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ………………………………………..……
4
2.1. Penetapan Tarif Premi ……………....………………………….….…..
4
2.2. Perkembangan Industri Kendaraan Bermotor Serta Penetapan Tarif Premi di Indonesia ………………….…………………..………..
8
2.3. Pengaturan Premi Kendaraan Bermotor di Indonesia ………………
10
BAB III METODOLOGI DAN RESPONDEN …………………….…...….
13
3.1. Metodologi Studi ………………………..……………….…………..….
13
iii
3.1.1. Studi Regulasi mengenai Premi Asuransi Kendaraan Bermotor ....
13
3.1.2. Focus Group Discussion (FGD) …………………………………..
14
3.1.3. Kuesioner …………………………………………………………..
14
3.2. Responden ……………………………………………….……….....…..
15
BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN ……..…………………………..
16
4.1 Laporan
Hasil
Focus
Group
Discussion
dengan
Biro Perasuransian ………………………………….....…………….…
16
4.2 Praktik Pengenaan Premi Asuransi Kendaraan Bermotor di Industri ………………………………………...………………..………
18
4.2.1. Praktik Penggunaan Tarif Referensi ……………….…………..…..
19
4.2.2. Penggunaan Tarif Sendiri Berdasarkan Profil Risiko ………...…...
22
4.2.3. Besaran Tarif Premi Asuransi Kendaraan Bermotor …………...….
24
4.2.4. Belanja Teknologi Informasi dan Komunikasi dalam Rangka Memperbaiki Data Profil Risiko ……………………….…...…...…
28
4.3 Pandangan Industri Mengenai Diberlakukannya PMK Nomor 74/PMK.010/2007……………………………………...…………….…..
31
4.3.1. Kondisi Iklim Usaha Sebelum Ditetapkannya PMK Nomor 74/PMK.010/2007 ……………………………...……………..…...
31
4.3.2. Kondisi Iklim Usaha Setelah Ditetapkannya PMK Nomor 74/PMK.010/2007 …………………………………………………
34
4.3.3. Masukan Pelaku Industri bagi Penyempurnaan Penyelenggaraan Pertanggungan Asuransi Kendaraan Bermotor ……………………
iv
38
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ………………………………………
41
1. Kesimpulan ………………………………………………..………………
41
2. Saran ……………………………………………………………..………..
41
DAFTAR PUSTAKA ………………………………………………………..
vii
v
DAFTAR GAMBAR
GAMBAR 1
……………...………...……...………………….……...……...
5
GAMBAR 2
……………...………...……...………………….……...……...
9
GAMBAR 3
……………...………...……...………………….……...……...
11
vi
DAFTAR GRAFIK
GRAFIK 4.1
……………………...……...………………….……….……...
19
GRAFIK 4.2 ……………………...……...………………….……….……...
20
GRAFIK 4.3 ……………………...……...………………….……….……...
23
GRAFIK 4.4 ……………………...……...………………….……….……...
30
GRAFIK 4.5 ……………………...……...………………….……….……...
31
vii
DAFTAR TABEL
TABEL 1
……………………...……...…………………………………...
8
TABEL 4.1 ……………………...……...…………………………………...
21
TABEL 4.2
……………………...………………...………………………...
24
TABEL 4.3
……………………...…………...……………………………...
25
TABEL 4.4
……………………...………………...………………………...
27
TABEL 4.5
……………………...………………...………………………...
28
TABEL 4.6
……………………...………………...………………………...
33
TABEL 4.7
……………………...………………...………………………...
36
TABEL 4.8
……………………...………………...………………………...
39
viii
BAB I LATAR BELAKANG
1.
Landasan Pemikiran Pertumbuhan kendaraan bermotor akhir-akhir ini dirasakan sudah sangat
fantastis. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik, rata-rata pertumbuhan kendaraan bermotor selama sepuluh tahun terakhir sekitar 17,6% dengan konsentrasi yang lebih besar lagi di kota-kota besar. Hal ini tentu saja sangat menggembirakan karena bisa menjadi salah satu tolak ukur pertumbuhan ekonomi Indonesia. Pertumbuhan kendaraan bermotor yang cukup pesat ini tentu saja bisa menarik industri lain yang bersinggungan dengannya untuk ikut tumbuh. Salah satu industri yang ikut serta adalah asuransi pada lini usaha kendaraan bermotor. Pemerintah dalam hal ini Kementerian Keuangan selaku regulator industri perasuransian
telah
mengeluarkan
PMK
74/PMK.01/2007
tentang
Penyelenggaraan Pertanggungan Asuransi Pada Lini Usaha Kendaraan Bermotor yang diperbarui dengan PMK No. 01/PMK.010/2011. Dalam PMK ini telah diatur ttentang penetapan premi, biaya akuisisi dan komisi, pembentukan cadangan atas premi yang belum merupakan pendapatan serta pemeliharaan data dan pelaporan. Untuk memperjelas peraturan tersebut, pemerintah juga telah mengeluarkan Peraturan Ketua Bapepam LK No. 06/BL/2008 tentang Referensi Unsur Premi Murni serta unsur biaya administrasi dan biaya umum lainnya pada lini usaha asuransi kendaraan bermotor tahun 2008 – 2009.
1
Pelaksanaan peraturan tersebut telah dilaksanakan tiga tahun lebih terhitung peraturan mulai diundangkan. Waktu yang cukup untuk dilaksanakan evaluasi efisiensi dan efektifitas penerapan peraturan sehingga didapat tingkat premi wajar yang tidak memberatkan konsumen. Hal ini juga diperlukan untuk mengetahui hambatan-hambatan yang ditemui dalam penerapan peraturan untuk menegakkan praktik usaha yang sehat. Untuk membahas hal-hal tersebut perlu kiranya dilakukan sebuah studi tentang analisis terhadap penyelenggaraan pertanggungan asuransi pada lini usaha asuransi kendaraan bermotor dan pengaruhnya terhadap perusahaan asuransi.
2.
Masalah Penelitian Permasalahan utama yang akan diangkat dalam penelitian ini adalah
mempelajari efisiensi dan efektifitas penyelenggaraan pertanggungan asuransi pada lini usaha asuransi kendaraan bermotor dan pengaruhnya terhadap perusahaan asuransi penyelenggara.
3.
Tujuan Penelitian (1) Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk: (2) Melakukan kajian penyelenggaraan pertanggungan asuransi pada lini usaha asuransi kendaraan bermotor. (3) Menganalisis
hambatan-hambatan
pelaksanaan
PMK
No
01/PMK.010/2011 tentang penyelenggaraan pertanggungan asuransi pada lini usaha asuransi kendaraan bermotor.
2
4.
Metode Penelitian Metode studi yang akan digunakan dalam studi ini terdiri dari studi pustaka
maupun studi lapangan. (1) Studi Pustaka Studi pustaka dilakukan dengan mempelajari dan mengkaji berbagai literatur,
peraturan-peraturan,
maupun
berita
yang
berkaitan
dengan
perkembangan perasuransian dari berbagai sumber. (2) Studi Lapangan Studi lapangan dilakukan melalui wawancara dan penyebaran kuesioner yang berkaitan dengan studi kepada pelaku pasar terkait, antara lain perusahaan asuransi. Studi lapangan ini juga dilakukan dengan mendatangkan narasumber yang kompeten untuk memaparkan dan mendiskusikan materi terkait.
5. Objek Penelitian Yang menjadi objek penelitian adalah produk asuransi pada lini usaha asuransi kendaraan bermotor, dan dilihat dari sisi perusahaan penerbit di Indonesia.
3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
1. Penetapan Tarif Premi Premi pada umumnya diartikan sebagai biaya yang harus dibayar kepada perusahaan asuransi untuk memperoleh suatu perlindungan atau jaminan atas risiko yang dapat menimpa suatu objek asuransi. Besarnya biaya yang dibayarkan terdiri dari dua komponen utama yaitu premi murni dan biaya asuransi atau disebut juga loading. Premi murni merupakan nilai sekarang dari klaim yang harus dibayarkan oleh perusahaan asuransi pada yang akan datang. Biaya asuransi (loading) merupakan biaya yang muncul sebagai akibat dari usaha perusahaan untuk memenuhi ketentuan yang terdapat dalam kontrak polis. Biaya asuransi umumnya terbagi atas tiga kelompok utama yaitu: 1. Biaya yang bergantung pada premi seperti komisi agen dan pajak 2. Biaya yang bergantung pada jumlah asuransi seperti biaya underwriting yang dipengaruhi besar polis 3. Biaya yang bergantung pada jumlah polis seperti biaya penyiapan polis untuk diterbitkan, biaya pengiriman tagihan. Terdapat empat tujuan utama dalam penetapan tarif premi yang berlaku umum diantara para akuaris. Adapun empat tujuan penetapan premi tersebut yaitu: 1. dapat menutupi klaim dan biaya terkait. Dalam pencapaian tujuan pertama ini, terdapat dua hal yang harus dihindari. Pertama, tidak diperkenankan adanya
4
subsidi antar generasi. Kedua, tidak diperkenankan adanya subsidi antar kelas resiko yang berbeda. 2. dapat membentuk cadangan kerugian atas kejadian yang tidak terduga. 3. memberikan keuntungan yang wajar bagi perusahaan asuransi. 4. memenuhi ketentuan perundangan yang berlaku. Dalam upaya menetapkan premi yang dapat memenuhi keempat tujuan utama diatas, aktuaris melakukan pengawasan terhadap resiko yang mungkin terjadi pada saat penetapan premi. Pengelolaan resiko penetapan premi dilakukan melalui beberapa tahapan seperti yang digambarkan dalam gambar 1. Gambar 1 Siklus Aktuaris
5
Tahap Pertama, identifikasi informasi dan data pendukung. Salah satu poin penting dalam penetapan premi adalah tersedianya database yang komprehensif dan muktahir. Aktuaris harus memiliki keyakinan bahwa data tersebut adalah akurat, muktahir dan diperoleh melalui suatu sistem pengolahan data yang dapat dipertanggungjawabkan penggunaannya. Jenis data yang diperlukan antara lain proposal klaim (tanggal kejadian, lokasi kejadian, sebab dan akibat), pembayaran kerugian dan premi yang diperoleh, demografi pemegang polis. Tahap Kedua, penetapan asumsi Penetapan premi dilakukan berdasarkan suatu asumsi yang telah ditentukan. Sebagai contoh adalah penetapan asumsi biaya operasi. Dalam menentukan besar biaya opersional yang dibebankan kepada pemegang polis baru, perusahaan biasanya menghitung besaran biaya yang rata-rata polis menurut jenis polis dan usia masuk. Hasil perhitungan atas data tersebut menjadi asumsi awal dalam penentuan besaran biaya yang akan dibebankan dalam polis baru. Tahap Ketiga, pembangunan metode perhitungan Penetapan premi menggunakan berbagai macam data yang berasal dari berbagai sumber. Pengolahan data tersebut dilakukan melalui permodelan yang menggunakan
disiplin ilmu statistik. Dari berbagai literatur mengenai
penghitungan nilai premi, terdapat tiga metode utama yang umum dipakai oleh
6
aktuaris dalam penentuan nilai premi. Ketiga metode tersebut adalah metode adhoc, characterization method dan the economic method1. Metode pertama yaitu metoda ad-hoc. Pada metoda ini,
aktuaris
mendefinisikan sendiri rumus perhitungan yang diinginkan, kemudian ia menentukan faktor faktor pendukung yang dapat dipergunakan dalam rumus tersebut. Metode ini terdiri dari berbagai macam variasi teknik perhitungan yaitu: a.
Net Premium Principle:
b.
Expected Value Premium Principle
c.
Variance Premium Principle
d.
Standard Deviation Premium Principle
e.
Exponential Premium Principle
f.
Esscher Premium Principle
g.
Proportional Hazards Premium Principle
h.
Principle of Equivalent Utility
i.
Wang’s Premium Principle:
j.
Swiss Premium Principle
k.
Dutch Premium Principle:
Metode kedua yaitu characterization method. Pada metode ini, aktuaris melakukan dua pekerjaan secara simultan. Pekerjaan pertama adalah menentukan faktor input yang akan digunakan dalam perhitungan. Pekerjaan kedua adalah menentukan rumus perhitungan yang rasional dengan menggunakan faktor input dalam pekerjaan pertama
1
Premium Principles Reproduced from the Encyclopedia of Actuarial Science.John Wiley & Sons, Ltd,
2004.
7
Metode ketiga yaitu the economic method. Sesuai dengan namanya, dalam membuat suatu permodelan untuk menghasilkan rumus perhitungan premi, aktuaris mengembangkan rumus perhitungan dengan mengadopsi teori ekonomi tertentu. Contohnya adalah dengan menggabungkan Esscher Premium Principle dan expected utility theory. Tahapan berikutnya adalah analisis profitabilitas, pemantauan data dan asumsi dan pemuktahiran data dan asumsi. Setiap langkah tersebut dilakukan untuk menguji model yang ditetapkan untuk meyelidiki dan memilih suatu rumus yang diharapkan dapat memberikan keuntungan bagi perusahaan. 2. Perkembangan Industri Kendaraan Bermotor Serta Penetapan Tarif Premi di Indonesia Jumlah kendaraan bermotor di Indonesia sejak tahun 1987 terus bertumbuh. Berdasarkan data BPS, pada tahun 2009 jumlah kendaraan bermotor yang ada di seluruh Indonesia mencapai 70,7 juta unit. Jumlah ini terdiri dari 18,2 juta unit kendaraan roda empat dan 52,4 juta unit kendaraan roda dua. Peningkatan jumlah kendaraan bermotor terus terjadi. Data dari Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo) dan Asosiasi Industri Sepeda Motor Indonesia (AISI) menunjukkan terdapat penambahan 8,1 juta unit kendaraan pada tahun 2010 yang terdiri dari 7,4 juta kendaraan roda dua dan 764,7 ribu kendaraan roda empat dari berbagai tipe. Sehingga populasi kendaraan pada tahun 2010 sebesar 78,8 juta unit.
8
Tabel 1 Tahun
Mobil Penumpang
Bis
Truk
Sepeda Motor
Jumlah
1987
1 170 103
303 378
953 694
5 554 305
7 981 480
2000
3 038 913
666 280
1 707 134
13 563 017
18 975 344
2001
3 261 807
687 770
1 759 547
15 492 148
21 201 272
2002
3 403 433
714 222
1 865 398
17 002 140
22 985 193
2003
3 885 228
798 079
2 047 022
19 976 376
26 706 705
2004
4 464 281
933 199
2 315 779
23 055 834
30 769 093
2005
5 494 034
1 184 918
2 920 828
28 556 498
38 156 278
2006
6 615 104
1 511 129
3 541 800
33 413 222
45 081 255
2007
8 864 961
2 103 423
4 845 937
41 955 128
57 769 449
2008
9 859 926
2 583 170
5 146 674
47 683 681
65 273 451
2009
10 364 125
2 729 572
5 187 740
52 433 132
70 714 569
Sumber: BPS *)
sejak 1999 tidak termasuk Timor-Timur
Jumlah kendaraan di Indonesia dalam beberapa tahun terakhir terus bertumbuh secara signifikan. Data Organisation Internationale des Constructeurs d’Automobiles (OICA) menunjukkan pada tahun 2010, produksi kendaraan roda empat di Indonesia meningkat sebesar 51,1 % dibanding tahun sebelumnya. Kondisi ini menempatkan Indonesia dalam posisi kedua setelah Thailand dalam hal produksi kendaraan roda empat di kawasan asia oceania.
Gambar 2
Country
2009
2010
% change
THAILAND
999,378
1,644,513
+64.6%
INDONESIA
464,816
702,508
+51.1%
PAKISTAN
109,433
152,97
+39.8%
TAIWAN
226,356
303,456
+34.1%
INDIA
2,641,550
3,536,783
+33.9%
CHINA
13,790,994
18,264,667
+32.4%
50,419
65,625
+30.2%
SOUTH KOREA
PHILIPPINES
3,512,926
4,271,941
+21.6%
JAPAN
7,934,057
9,625,940
+21.3%
489,269
567,715
+16.0%
MALAYSIA
9
IRAN VIETNAM AUSTRALIA
1,394,075
1,599,454
+14.7%
32,969
36,286
+10.1%
227,283
243,495
+7.1%
Sumber: OICA correspondents survey
Produksi kendaraan roda dua juga menunjukkan pertumbuhan yang signifikan. Berdasarkan data BPS, jumlah kendaraan roda dua pada tahun 2005 sebesar 28,5 juta unit. Produksi kendaraan roda dua pada tahun yang sama sebanyak 5,1 juta unit. Pada tahun 2009 jumlah kendaraan mengalami peningkatan 84 persen dari kondisi pada tahun 2005 menjadi 52,4 juta unit. Produksi kendaraan juga mengalami peningkatan signifikan dengan rata rata pertumbuhan
selama tahun 2005 sampai dengan 2010 sebesar 12,8 persen
pertahun.
Pertumbuhan produksi kendaraan bermotor memberi dampak positif terhadap pertumbuhan premi perusahaan asuransi umum. Secara rata rata, pertumbuhan premi asuransi kendaraan bermotor mengalamai kenaikan sebesar 20,1 persen pertahun. Pertumbuhan tertinggi terjadi pada tahun 2008 sebesar 28,3 persen dan terendah pada tahun 2009 sebesar 7,8 persen.
10
Gambar 3
Year
Net Premi
Motor
% Shared
% changed
2006
8.147.201
3.505.199
43,0%
2007
9.310.933
4.204.402
45,2%
19,9%
2008
11.810.167
5.393.758
45,7%
28,3%
2009
13.739.771
5.812.405
42,3%
7,8%
2010
15.775.776
7.221.600
45,8%
24,2%
average
20,1%
Sumber: Buku Perasuransian Indonesia 2010
Pada periode 2006 hingga 2010, premi Asuransi Umum bertumbuh sebesar 94% menjadi Rp.15,7 trilyun dari posisi tahun 2006. Kenaikan perolehan premi ini banyak disumbangkan dari lini bisnis asuransi kendaraan bermotor. Data Biro Perasuransian menunjukkan premi kendaraan bermotor menyumbang 43 persen pendapatan premi bersih perusahaan asuransi kerugian. 3. Pengaturan Premi Kendaraan Bermotor di Indonesia Pengaturan mengenai premi asuransi secara umum diatur pada pasal 20, 21 dan pasal 22 Peraturan Pemerintah nomor 73 tahun 1992. Pasal 20 mengatur mengenai sifat premi yang dikenakan kepada pemengang polis. Sifat utama premi menurut pasal tersebut adalah mencukupi, tidak berlebihan, dan tidak diskriminatif. Pasal 21 mengatur mengenai cara penetapan premi. Pasal ini mewajibkan perusahaan untuk melakukan analisis resiko yang sehat dalam penetapan nilai premi yang dibebankan. Pasal 22 mengatur mengenai tata cara pembayaran premi, tenggat waktu dan tanggung jawab pembayar premi. Pengaturan lebih lanjut mengenai premi tertuang dalam pasal 19 Keputusan Menteri Keuangan nomor 422/ KMK.06/2003 tanggal 30 September 2003 tentang Penyelenggaraan Usaha Perusahaan Asuransi dan Perusahaan
11
Reasuransi. Pasal tersebut kembali menegaskan penggunaan asumsi yang wajar dan praktek asuransi yang berlaku umum dalam perhitungan tingkat premi. Khusus untuk perusahaan asuransi umum, pasal ini mengamanatkan 2 hal yang harus dipertimbangkan dalam penetapan tarif premi yaitu: 1. Kewajiban Penggunaan data profil resiko selama lima tahun dalam penentuan premi murni 2. Mempertimbangkan faktor loadin yaitu biaya akuisisi, biaya administrasi dan biaya umum lainnya. Selanjutnya pengaturan premi khusus asuransi kendaraan bermotor diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No. 74/PMK.010/2007 tentang Penyelenggaraan Pertanggungan Asuransi pada Lini Usaha Asuransi Kendaraan Bermotor.
Ketentuan ini memberikan petunjuk mengenai unsur-unsur yang
diperlukan dalam penetapan premi murni, biaya administrasi dan umum, biaya akuisisi dan keuntungan yang wajar. Pengaturan selengkapnya terdapat pada pasal 2 ayat 2 sebagai berikut: (2) Penetapan tarif premi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mencakup unsurunsur premi murni, biaya administrasi dan umum lain, biaya akuisisi, serta keuntungan, dengan ketentuan sebagai berikut: a. Penetapan unsur premi murni dilakukan berdasarkan perhitungan yang didukung dengan data profil risiko dan kerugian (risk and loss profile) untuk periode paling singkat 5 (lima) tahun; b. Penetapan unsur biaya administrasi dan biaya umum lainnya dilakukan berdasarkan perhitungan yang didukung dengan data biaya administrasi dan biaya umum lainnya yang menjadi bagian lini usaha Asuransi Kendaraan Bermotor untuk periode paling singkat 5 (lima) tahun; c. Penetapan unsur biaya akuisisi dilakukan sesuai dengan ketentuan mengenai biaya akuisisi sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Menteri Keuangan ini; dan d. Penetapan unsur keuntungan yang wajar.
Selain mengatur mengenai penetapan tarif premi, ketentuan ini juga memberikan tarif referensi yang dapat dipergunakan oleh perusahaan yang belum 12
memiliki basis data yang mencukupi sesuai dengan ketentuan pasal 2. Penetapan tarif dibagi atas 6 kategori uang pertanggungan,2 (dua) jenis kendaraan untuk jenis pertanggungan total lossonly (TLO) dan pertanggungan comprehensive.
13
BAB III METODOLOGI DAN RESPONDEN
1. Metodologi Studi Sebagaimana telah diuraikan dalam Bab I, studi ini memiliki tiga tujuan sebagai berikut.Pertama, studi ini bermaksud mengetahui praktik penetapan premi asuransi kendaraan bermotor di kalangan industri setelah diberlakukannya PMK Nomor 74/PMK.010/2007. Kedua, studi ini bermaksud mengevaluasi apakah PMK tersebut dapat mengurangi “perang tarif” dalam penetapan premi asuransi kendaraan bermotor. Ketiga, studi ini juga ditujukan untuk memberikan masukan bagi penyempurnaan PMK dimaksud. Untuk mencapai ketiga tujuan di atas, studi ini menggunakan tiga metode, sebagaimana diuraikan sebagai berikut: 1.1.
Studi Regulasi mengenai Premi Asuransi Kendaraan Bermotor Sebagai perbandingan sekaligus bahan masukan bagi perbaikan atau
penyempurnaan regulasi di Indonesia, Tim Studi mengumpulkan berbagai peraturan mengenai tarif premi asuransi kendaraan bermotor yang berlaku di negara-negara lain, baik yang dikeluarkan oleh regulator industri asuransi ataupun asosiasi industri. Negara-negara yang dijadikan referensi dalam studi ini meliputi Australia, Malaysia, dan Singapura. Dari peraturan-peraturan yang berhasil dikumpulkan, Tim membuat ikhtisar atas pasal-pasal peraturan yang dipandang relevan sebagai perbandingan ataupun sebagai masukan bagi penyempurnaan PMK Nomor 74/PMK.010/2007. Hasil dari studi regulasi ini dituangkan dalam Bab II (Tinjauan Pustaka).
13
1.2.
Focus Group Discussion (FGD) Tim
juga
menyelenggarakan
FGD
dengan
mengundang
Biro
Perasuransian, Bapepam-LK, yang merupakan regulator industri asuransi di Indonesia. FGD tersebut dimaksudkan untuk memberikan pemahaman mengenai latar belakang dikeluarkannya PMK Nomor 74/PMK.010/2007 yang mengatur mengenai premi asuransi kendaraan bermotor. Bab IV dari Laporan Studi ini melaporkan hasil FGD tersebut, yang diharapkan dapat memberikan gambaran mengenai praktik umum di industri asuransi kendaraan bermotor serta pengaruh PMK tersebut dalam mengurangi “perang tarif.” 1.3.
Kuesioner Guna menghimpun informasi dan masukan dari kalangan industri, metode
yang digunakan dalam studi ini adalah kuesioner semi-terstruktur (semi-structured questionnaire) yang dikirimkan kepada seluruh perusahaan asuransi yang memiliki lini usaha asuransi kendaraan bermotor. Pertanyaan-pertanyaan yang diajukan dalam kuesioner terdiri dari pertanyaan tertutup (close-ended question) serta pertanyaan terbuka (open-ended question). Adapun topik-topik pertanyaan yang diajukan meliputi praktik penetapan premi, kondisi bisnis sebelum dan sesudah ditetapkannya PMK Nomor 74/PMK.010/2007, serta menghimpun masukan bagi penyempuraan PMK dimaksud. Penggunaan metode kuesioner ini diharapkan dapat mendukung tercapainya ketiga tujuan studi. Hasil dari penyebaran kuesioner ini selanjutnya akan dianalisis secara kuantitatif maupun kualitatif. Dalam analisis kuantitatif, digunakan statistika
14
deskriptif, yaitu data disajikan dalam bentuk tabel dan grafik. Dari pertanyaanpertanyaan kuesioner yang bersifat kualitatif, akan dianalisis kesamaan intisari jawaban secara manual sebagai dasar pengambilan kesimpulan.
2. Responden Salah satu metodologi studi adalah kuesioner semi-terstruktur, yang dikirimkan kepada perusahaan-perusahaan asuransi yang memiliki lini usaha asuransi kendaraan bermotor. Hingga akhir Desember 2010, di Indonesia terdapat 87 perusahaan asuransi yang memegang izin usaha asuransi kendaraan bermotor. Mengingat jumlah perusahaan asuransi yang relatif tidak besar, keseluruhan 87 perusahaan tersebut dijadikan sebagai responden dalam studi ini. Dengan demikian, sampel yang digunakan adalah 100% dari populasi. Pengiriman kuesioner dilaksanakan selama bulan Juli 2011. Hingga akhir September 2011, Tim Studi telah menerima sebanyak 49 kuesioner, untuk kemudian dijadikan sebagai dasar analisis lebih lanjut. Dengan demikian, tingkat respons pengembalian kuesioner mencapai 60,49%.
15
BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN
1. Laporan Hasil Focus Group Discussion dengan Biro Perasuransian Sebagai pijakan awal pelaksanaan studi tentang Analisis penyelenggaraan pertanggungan asuransi pada lini usaha asuransi kendaraan bermotor dan pengaruhnya kepada perusahaan asuransi, maka tim studi melakukan Focus Group Discussion (FGD) dengan narasumber dari Biro Perasuransian. Tujuan dilaksanakannya FGD ini adalah untuk mengetahui situasi sebelum lahirnya PMK No 74 Tahun 2007, isi dari peraturan tersebut dan hipotesa awal yang dimiliki oleh Biro Perasuransian terhadap peraturan tersebut, sebelum diadakannya penelitian ini. Bapak Irfan Sitanggang dari Biro Perasuransian menjelaskan situasi sebelum lahirnya PMK No 74 tahun 2007 yaitu sebagai berikut:
Lini usaha Asuransi Kendaraan Bermotor sangat memprihatinkan. Penetapan premi yang ada sudah tidak wajar, tidak berdasarkan Risk & Profile.
Persaingan yang timbul menjadi tidak sehat. Dikhawatirkan premi yang ada tidak mampu menutup klain yang terjadi.
Timbul inisiatif untuk menertibkan praktek yang tidak sehat tersebut. Kemudian dilakukan kajian yang menjadi dasar pembuatan PMK No 74/010/2007 tentang penyelenggaraan pertanggungan asuransi pada lini usaha asuransi kendaraan bermotor.
PMK tersebut mengatur perusahaan asuransi untuk menetapkan premi berdasarkan data risk & profile. Apabila tidak memiliki data tersebut, maka
16
perusahaan asuransi dapat menggunakan tarif referensi yang dikeluarkan oleh Biro Perasuransian. Selanjutnya Ibu Eko Martini menjelaskan lebih lanjut mengenai PMK No 74/PMK.010/2007 dan PMK No 01/PMK.010/2011 tentang penyelenggaraan pertanggungan asuransi pada lini usaha asuransi kendaraan bermotor sebagai berikut:
Perusahaan asuransi harus melaporkan data risk & Profile perusahaan. Pada awalnya data agregat yang diminta, setelah keluar PMK 01 2011, data yang diminta menjadi lebih rinci.
Data-data perusahaan yang dikumpulkan oleh Biro Perasuransian kemudian diolah oleh ITB dan PAI yang kemudian didapatkan tarif premi yang bisa dijadikan referensi oleh perusahaan asuransi. Bu Endang Ari kemudian menambahkan mekanisme perusahaan dalam
penetapan tarif premi sebagai berikut:
Biro perasuransian mewajibkan menjual asuransi kendaraan bermotor dengan premi yang berdasarkan atas data risk & profile selama 5 tahun.
Jika tidak ada data, maka perusahaan asuransi wajib menggunakan tarif referensi.
Selanjutnya diterbitkan peraturan Ketua Bapepam LK No 07/BL/2009 Tentang REFERENSI UNSUR PREMI MURNI SERTA UNSUR BIAYA ADMINISTRASI DAN BIAYA UMUM LAINNYA PADA LINI USAHA ASURANSI KENDARAAN BERMOTOR TAHUN 2010. Pada peraturan tersebut, perusahaan yang menggunakan data sendiri harus memperkitungkan
17
faktor kredibilitas. Jika perusahaan memiliki data, tetapi tidak kredibel, maka perusahaan tersebut juga wajib menggunakan tarif referensi, bukan data perusahaan.
Setiap tahun, perusahaan asuransi wajib menyampaikan laporan rencana pengeluaran tarif. Dari laporan tersebut, terihat apakah perusahaan menggunakan premi dengan data sendiri atau dengan tarif referensi. Dari FGD tersebut, telah diambil hipotesa awal bahwa setelah
diundangkannya PMK No 74 Tahun 2007, terjadi perubahan yang signifikan mengenai perilaku Perusahaan Asuransi pada lini usaha asuransi kendaraan bermotor dalam menetapkan tarif preminya.
2. Praktik Pengenaan Premi Asuransi Kendaraan Bermotor di Industri Sebagaimana telah dibahas dalam Bab III, Tim Studi mengirimkan kuesioner kepada perusahaan-perusahaan asuransi yang memiliki lini usaha asuransi kendaraan bermotor. Di sini akan dianalisis dan dibahas jawabanjawaban yang diberikan responden atas pertanyaan-pertanyaan terkait praktik pengenaan premi asuransi kendaraan bermotor. Sebagaimana ditentukan dalam PMK Nomor 74/PMK.010/2007, untuk asuransi kendaraan bermotor, perusahaan asuransi menetapkan tarif premi berdasarkan data profil risiko dan kerugian serta data biaya. Apabila data dimaksud belum dimiliki, perusahaan asuransi yang bersangkutan wajib menggunakan tarif referensi yang ditetapkan oleh PMK tersebut. Untuk mengetahui pelaksanaan atas ketentuan PMK tersebut, Tim Studi menanyakan kepada responden, “Apa dasar penetapan tarif premi asuransi kendaraan
18
bermotor di perusahaan Saudara saat ini ini?”” Kepada responden diberikan pilihan “Tarif Referensi” dan “Tarif Sendiri.” Sendir Grafik 4.1 menyajikan ikhtisar jawaban yang diberikan oleh responden. Dari 49 responden yang mengembalikan kuesioner, 40 responden (81,63%) menetapkan tarif premi sendiri berdasarkan data profil risiko, sedangkan sisanya (sembilan responden atau 18,37 18,37%) %) memilih menggunakan tarif referensi. Hal ini mengindikasikan bahwa sebagian besar perusahaan asuransi untuk lini usaha asuransi kendaraan bermotor telah memiliki memiliki data profil risiko, sehingga sesuai dengan PMK perusahaan-perusahaan perusahaan tersebut dapat menetapkan kan tarif premi sendiri berdasarkan data data-data yang mereka miliki. Grafik 4.1 Praktik penetapan tarif asuransi kendaraan bermotor (n ( = 49) Tarif Referensi 18,37%
Tarif Sendiri 81,63%
2.1.
Praktik Penggunaan Tarif Referensi Meskipun mayoritas perusahaan asuransi telah menetapkan tarif sendiri
untuk asuransi kendaraan bermotor, sejumlah perusahaan masih menggunakan tarif referensi yang ditetapkan dalam PMK Nomor 74/PMK.010/2007. Perusahaan-perusahaan perusahaan semacam ini diduga belum memiliki memiliki data profil risiko yang memadai sebagai prasyarat untuk dapat menetapkan tarif sendiri. Karena itu,
19
terdapat kemungkinan perusahaan-perusahaan tersebut akan melakukan investasi perbaikan basis data dan infrastruktur sehingga pada masa yang akan datang dapat menetapkan tarif premi sendiri berdasarkan data profil risiko. Hal ini merupakan latar belakang dari diajukannya pertanyaan lanjutan kepada perusahaan asuransi yang menggunakan tarif referensi, “Jika saat ini menggunakan tarif referensi, apakah
dalam
tiga
tahun
mendatang
perusahaan
Saudara
akan
menggunakan tarif sendiri berdasarkan data profil risiko?” Dari sembilan responden yang menggunakan tarif referensi, lima responden (55,56%) menjawab “Ya,” yang berarti mereka akan tetap menggunakan tarif referensi hingga setidaknya tiga tahun mendatang. Empat perusahaan yang lain (44,44%) menjawab “Tidak,” yang menunjukkan bahwa hingga tiga tahun mendatang mereka akan beralih menggunakan tarif sendiri berdasarkan data profil risiko. Dengan demikian, proporsi perusahaan yang memberikan jawaban “Ya” dan “Tidak” relatif berimbang, sebagaimana ditunjukkan dalam Grafik 4.2. Hal ini mengindikasikan bahwa terdapat sebagian pelaku industri yang tetap ingin menggunakan tarif referensi hingga beberapa tahun mendatang, dan belum merencanakan untuk beralih menggunakan tarif sendiri berdasarkan data profil risiko. Terdapat kemungkinan hal ini dikarenakan tidak adanya klausul yang mengatur bahwa perusahaan asuransi harus memiliki data profil risiko dan kerugian yang sesuai dengan persyaratan Bapepam LK. Sampai saat ini perusahaan hanya wajib memiliki Sistem Informasi yang dapat menghasilkan data profil risiko dan wajib memelihara data profil risiko (pasal 6 PMK No 74 Tahun 2007)
20
Grafik 4.2 Rencana Jangka Menengah Perusahaan Asuransi Pengguna Tarif Referensi (n ( = 9)
Tidak lagi menggunakan tarif referensi 44,44%
Selanjutnya,
Tim
Studi
Tetap menggunakan tarif referensi 55,56%
menanyakan,
“Mohon “Mohon
jelaskan
alasan
perusahaan Saudara untuk menggunakan tarif referensi.” referensi.” Untuk pertanyaan ini, responden diberikan beberapa alternatif jawaban yang dapat dipilih lebih dari satu. Jika alasan responden tidak terdapat dalam alternatif yang diberikan, responden dapat menuliskan jawabannya sendiri. Tabel 4.1 merangkum alasanalasan alasan yang dipilih oleh responden. Tabel 4.1 Alasan Perusahaan Asuransi Menggunakan Tarif Referensi yang Ditetapkan PMK Nomor 74/PMK.010/2007 Alasan Kualitas basis data kurang memadai Infrastruktur belum memadai Lebih mudah Data profil il risiko nasabah belum ada
Jumlah Responden yang Memilih 6 3 2 2
Dari tabel di atas, dapat diketahui bahwa sebagian besar (enam dari sembilan) perusahaan asuransi pengguna tarif referensi mengaku belum memiliki kualitas bass data yang memadai, sehingga mereka belum dapat menetapkan tarif referensi sendiri berdasarkan data data profil risiko, dan karenanya harus mengikuti
21
tarif referensi yang ditetapkan oleh PMK. Sebagian responden juga masih menghadapi masalah terkait kurang memadainya infrastruktur dan belum adanya data profil risiko nasabah. Namun, terdapat dua responden yang menggunakan tarif referensi karena penggunaannya cenderung lebih mudah dibandingkan penetapan tarif sendiri berdasarkan berbagai data. Selain keempat alternatif jawaban di atas, beberapa alasan juga dikemukakan responden terkait penggunaan tarif referensi ini. Beberapa di antaranya dikutip sebagai berikut: “Dasar penetapan tarif premi di perusahaan kami adalah dengan menggabungkan tarif referensi sesuai ketentuan dan tarif perusahaan sesuai profil risiko. Hal ini dikarenakan portofolio kami belum cukup besar jumlahnya untuk kami gunakan menetapkan tarif sendiri sesuai ketentuan.” “Tarif premi merupakan cerminan data statistik dari Bapepam-LK atas perusahaan asuransi.” “Jumlah data kurang dari standar credibility factor.”
2.2.
Penggunaan Tarif Sendiri Berdasarkan Profil Risiko Dari 49 responden, sebanyak 40 responden menyatakan bahwa mereka
menetapkan tarif premi sendiri berdasarkan profil risiko. Kepada perusahaanperusahaan asuransi yang menggunakan tarif sendiri, diajukan pertanyaan lebih lanjut, “Apakah perusahaan Saudara pernah menggunakan tarif referensi?” Rangkuman jawaban responden disajikan pada Grafik 4.3. Dari 40 responden, 23 di antaranya (57,50%) menyatakan tidak pernah menggunakan tarif referensi, sedangkan sisanya (17 perusahaan atau 42,50%) mengaku pernah menggunakan tarif referensi.
22
Grafik 4.3 Pengalaman Menggunakan Tarif Referensi oleh Perusahaan Asuransi yang Menetapkan Tarif Sendiri (n ( = 40)
Tidak Pernah Menggunakan 57,50%
Pernah Menggunakan 42,50%
Temuan di atas menunjukkan bahwa lebih dari separuh pengguna tarif sendiri tidak pernah menggunakan tarif referensi. Hal ini menunjukkan bahwa perusahaan-perusahaan perusahaan tersebut tersebut telah menetapkan tarif sendiri, bahkan sebelum PMK Nomor 74/PMK.010/2007 diberlakukan. Perbedaan yang ada setelah ditetapkannya PMK tersebut adalah bahwa perusahaan perusahaan asuransi yang menetapkan tarif sendiri diharuskan mendasarkan perhitungannya pada data profil risiko dan kerugian. Selanjutnya, 42,50% perusahaan asuransi yang menggunakan tarif sendiri mengaku menggunakan tarif referensi. Temuan ini menunjukkan bahwa perusahaan-perusahaan perusahaan tersebut cenderung menggunakan tarif referensi begitu PMK Nomor 74/PMK.010/2007 ditetapkan, karena mereka belum mempunyai data yang diperlukan untuk dapat menetapkan tarif sendiri. Seiring waktu, mereka melakukan investasi untuk memperbaiki memperbaiki basis data dan infrastruktur sehingga akhirnya dapat menggunakan tarif sendiri berdasarkan basis data yang telah memadai.
23
Selanjutnya, Tim Studi juga menanyakan, “Apakah dasar pertimbangan perusahaan Saudara menggunakan tarif sendiri berdasarkan data profil risiko?” Responden diberikan beberapa alternatif pilihan jawaban yang boleh dipilih lebih dari satu. Sebagaimana ditunjukkan dalam Tabel 4.2, dari 40 responden, 39 responden di antaranya (97,50%) menjawab “Telah memiliki data profil risiko nasabah.” Hal ini secara relatif menunjukkan kepatuhan industri atas ketentuan PMK Nomor 74/PMK.010/2007, yaitu perusahaan asuransi dapat menetapkan tarif premi sendiri berdasarkan data profil risiko. Dua alternatif jawaban yang lain, yaitu “Tarif referensi kurang bersaing” dan “Tarif referensi lebih mahal,” masing-masing dipilih oleh sembilan dan enam responden. Hal ini mengindikasikan bahwa sebagian pelaku industri memandang tarif sendiri sebagai pilihan yang kompetitif, karena mereka dapat menetapkan tarif premi yang lebih rendah daripada tarif referensi, didukung oleh data profil risiko yang telah dimiliki. Tabel 4.2 Alasan Perusahaan Asuransi Menggunakan Tarif Sendiri Berdasarkan Data Profil Risiko Alasan Telah memiliki data profil risiko nasabah Tarif referensi kurang bersaing Tarif referensi lebih mahal
2.3.
Jumlah Responden yang Memilih 39 9 6
Besaran Tarif Premi Asuransi Kendaraan Bermotor Untuk mengetahui besaran tarif premi asuransi kendaraan bermotor, Tim
Studi juga menanyakan rata-rata besaran tarif premi yang ditetapkan perusahaan asuransi, yang diukur secara relatif terhadap tarif referensi. Pertanyaan yang
24
diajukan dalam kuesioner adalah “Dibandingkan dengan tarif premi referensi pada PMK Nomor 74/PMK.010/2007, bagaimana tarif premi rata-rata di perusahaan Saudara saat ini?” Responden diberi tiga alternatif jawaban yang hanya boleh dipilih salah satunya, yaitu (1) di bawah tarif premi referensi; (2) di atas tarif premi referensi; dan (3) sama dengan tarif premi referensi. Jawaban responden, sebagaimana diikhtisarkan pada Tabel 4.3, dipisahkan antara pengguna tarif premi referensi dan pengguna tarif premi sendiri. Tabel 4.3 Besaran Tarif Premi Asuransi Kendaraan Bermotor Dibandingkan dengan Tarif Premi Referensi Besaran Tarif Premi Di atas tarif premi referensi Di bawah tarif premi referensi Sama dengan tarif premi referensi Tidak menjawab Jumlah
Pengguna Tarif Referensi 3 2 3 1 9
Pengguna Tarif Sendiri
Jumlah
6 34
9 36 3
40
1 49
Dari sembilan responden yang menggunakan tarif referensi, terdapat tiga responden yang menetapkan tarif sama dengan tarif referensi dan tiga responden yang menetapkan tarif di atas tarif referensi. Hal ini sesuai dengan PMK Nomor 74/PMK.010/2007, di mana tarif referensi merupakan tarif minimal yang harus digunakan apabila perusahaan asuransi belum memiliki data profil risiko yang memadai. Akan tetapi, terdapat dua responden pengguna tarif referensi yang menetapkan tarif justru di bawah tarif referensi. Setelah ditelusuri, Tim Studi mendapati bahwa kedua perusahaan ini menggunakan penggabungan antara tarif
25
referensi sesuai PMK dan tarif sendiri sesuai profil risiko, karena portofolionya belum cukup besar untuk dapat menetapkan tarif premi sendiri. Selanjutnya, dari 40 perusahaan yang menggunakan tarif premi sendiri, sebanyak 34 perusahaan (85%) menetapkan tarif premi di bawah tarif referensi. Hal ini dapat dipahami mengingat salah satu motivasi perusahaan asuransi dalam menggunakan tarif sendiri adalah untuk meningkatkan daya saing, di mana mereka dapat menetapkan tarif yang lebih rendah namun didasarkan pada data profil risiko yang memadai. Sebagian kecil perusahaan asuransi yang menggunakan tarif sendiri (15%) justru menetapkan tarif premi di atas tarif premi referensi. Perusahaan-perusahaan ini mungkin memandang bahwa tarif premi referensi yang ditetapkan terlalu rendah serta tidak sesuai dengan profil risiko mereka, sehingga mereka tetap memilih menetapkan tarif premi di atas tarif referensi. Untuk memperoleh gambaran yang lebih detail, Tim Studi melanjutkan pertanyaan pada perbedaan antara tarif premi yang ditetapkan perusahaan dengan tarif referensi. Untuk perusahaan-perusahaan yang menetapkan tarif premi di atas tarif referensi, pertanyaan yang diajukan adalah “Berapa besar perbedaan tarif premi rata-rata, jika tarif premi di perusahaan saudara di atas tarif premi referensi pada PMK Nomor 74/KMK.010/ 2007?” Sebagaimana disajikan dalam Tabel 4.4, dari sembilan perusahaan yang menetapkan tarif premi rata-rata di atas tarif referensi, empat perusahaan menetapkan tarif premi hingga di atas 15% dari tarif referensi, dan keempat perusahaan ini merupakan pengguna tarif sendiri. Hal ini menunjukkan bahwa keempat perusahaan tersebut tidak ragu-ragu menetapkan tarif di atas tarif
26
referensi, meskipun dengan perbedaan yang cukup besar, berdasarkan data profil risiko yang mereka miliki. Hal ini mungkin juga ditopang oleh keunggulan tertentu yang mereka miliki di industri asuransi. Tabel 4.4 Perbedaan Tarif Premi Tarif Referensi untuk Perusahaan yang Menetapkan Tarif Premi di Atas Tarif Referensi Perbedaan dengan Tarif Referensi <5% 5% - 10% 10% - 15% >15% Jumlah
Pengguna Tarif Referensi 1 1 1 3
Pengguna Tarif Sendiri
Jumlah
1 1 4 6
1 1 2 5 9
Untuk perusahaan-perusahaan asuransi yang menetapkan tarif premi di bawah tarif referensi, Tim Studi juga mengajukan pertanyaan serupa, “Berapa besar perbedaan tarif premi rata-rata, jika tarif premi di perusahaan saudara di bawah tarif premi referensi pada PMK Nomor 74/KMK.010/ 2007?” Dari 34 perusahaan asuransi pengguna tarif sendiri yang menetapkan tarif di bawah tarif referensi, sebanyak 15 di antaranya menjawab bahwa perbedaan antara tarif premi mereka dengan tarif referensi mencapai lebih dari 15%. Hal ini membawa pada kesimpulan bahwa perusahaan-perusahaan tersebut “berani” memasang tarif serendah mungkin dalam rangka mendongkrak daya saing mereka di industri asuransi kendaraan bermotor, dengan mendasarkan perhitungan pada data profil risiko yang mereka miliki. Sebanyak tujuh dan delapan responden masing-masing menetapkan tarif dengan perbedaan 5-10% dan 10-15%.
27
Tabel 4.5 Perbedaan Tarif Premi Tarif Referensi untuk Perusahaan yang Menetapkan Tarif Premi di Bawah Tarif Referensi Perbedaan dengan Tarif Referensi <5% 5% - 10% 10% - 15% >15% Tidak menjawab Jumlah 2.4.
Pengguna Tarif Referensi 1 1 2
Pengguna Tarif Sendiri
Jumlah
1 7 8 15 3 34
1 8 8 16 3 36
Belanja Teknologi Informasi dan Komunikasi dalam Rangka Memperbaiki Data Profil Risiko PMK Nomor 74/PMK.010/2007 menetapkan bahwa perusahaan asuransi
yang menjalankan lini usaha asuransi kendaraan bermotor harus menggunakan tarif premi jika tidak memiliki data profil risiko dan kerugian. Apabila ingin menetapkan tarif premi sendiri, perusahaan asuransi harus mendasarkan penghitungan premi tersebut pada data profil risiko. Dalam rangka memperoleh data profil risiko yang memadai, perusahaan perlu melakukan investasi untuk perbaikan infrastrukturnya. Oleh karena itu, dalam kuesioner penelitian ini, Tim Studi juga menanyakan persentase belanja teknologi informasi dan komunikasi (TIK) terhadap belanja modal, yang digunakan sebagai indikator dari investasi perusahaan untuk memperbaiki basis data profil risiko. Pertanyaan yang diajukan adalah “Berapa persentase belanja Teknologi Informasi dan Komunikasi terhadap belanja modal pada tahun 2005-2010?” Responden diminta untuk menyajikan persentase belanja piranti keras (hardware) maupun piranti lunak (software) terhadap belanja modal selama enam tahun berturut-turut, yaitu tahun 2005 hingga tahun 2010. 28
Untuk analisis ini, terdapat 32 perusahaan asuransi dengan data valid, terdiri dari 28 pengguna tarif sendiri dan empat pengguna tarif referensi. Untuk masing-masing tahun, Tim Studi menghitung rata-rata persentase belanja untuk kedua kategori perusahaan. Grafik 4.4 menunjukkan perkembangan persentase belanja hardware terhadap belanja modal dari tahun 2005 hingga 2010, baik untuk pengguna tarif referensi ataupun tarif sendiri. Kedua kategori perusahaan asuransi tersebut menunjukkan tren meningkat. Untuk perusahaan yang menggunakan tarif sendiri, setelah ditetapkannya PMK Nomor 74/PMK.010/2007, terdapat peningkatan belanja hardware pada tahun 2009. Dengan tren meningkat, grafik untuk pengguna tarif sendiri menunjukkan perkembangan yang relatif stabil atau tidak terdapat fluktuasi yang cukup tajam. Hal ini dapat dipahami mengingat sebagian besar perusahaan kategori ini telah menggunakan data profil risiko sebelum ditetapkannya PMK Nomor 74/PMK.010/2007. Sebaliknya, meskipun terdapat tren meningkat, terdapat fluktuasi yang cukup tajam pada perusahaan-perusahaan yang menggunakan tarif referensi. Misalnya, terdapat penurunan cukup tajam dari tahun 2005 ke tahun 2006, untuk kemudian menunjukkan tren meningkat hingga tahun 2010. Salah satu interpretasi yang dapat menjelaskan hal ini adalah bahwa sebagian besar perusahaan pengguna tarif referensi berencana untuk beralih menggunakan tarif sendiri pada masa yang akan datang, sehingga terdapat investasi yang cukup besar dalam rangka meningkatkan hardware yang dimiliki.
29
Grafik 4.4 Perkembangan Persentase Belanja Hardware terhadap Belanja Modal % Rata-rata 30 25 20 15 10 5 0 2005
2006
2007
2008
Pengguna Tarif Sendiri
2009
2010
Tahun
Pengguna Tarif Referensi
Grafik 4.5 menunjukkan perkembangan persentase belanja hardware terhadap belanja modal dari tahun 2005 hingga 2010, baik untuk pengguna tarif referensi ataupun tarif sendiri. Berbeda dengan Grafik 4.4, fluktuasi yang cukup tajam didapati pada pengguna tarif sendiri. Misalnya, terdapat peningkatan tajam pada persentase belanja software dari tahun 2005 ke tahun 2006, serta dari tahun 2008 ke tahun 2010. Hal ini mengindikasikan bahwa perusahaan pengguna tarif sendiri terus berusaha meningkatkan kapasitas software pada sistem informasi mereka, meskipun sebelum tahun 2007 mereka sebagian besar sudah menetapkan tarif premi berdasarkan data profil risiko. Sedangkan untuk pengguna tarif referensi, meskipun sempat mengalami penurunan pada tahun 2009, persentase belanja software kembali meningkat pada tahun 2010. Temuan ini mengindikasikan bahwa sebagian besar perusahaan pengguna tarif referensi berencana untuk beralih menggunakan tarif sendiri pada masa yang akan datang, sehingga terdapat investasi yang cukup besar dalam rangka meningkatkan software yang dimiliki. 30
Grafik 4.5 Perkembangan Persentase Belanja Software terhadap Belanja Modal % Rata-rata 14 12 10 8 6 4 2 0 2005
2006
2007
2008
Pengguna Tarif Sendiri
3. Pandangan
Industri
Mengenai
2009
2010
Tahun
Pengguna Tarif Referensi
Diberlakukannya
PMK
Nomor
74/PMK.010/2007 Tim Studi juga bermaksud menghimpun pandangan industri asuransi mengenai kondisi pasar sebelum dan setelah ditetapkannya PMK Nomor 74/PMK.010/2007, serta masukan bagi penyempurnaan PMK dimaksud.
3.1.
Kondisi
Iklim
Usaha
Sebelum
Ditetapkannya
PMK
Nomor
74/PMK.010/2007 Pertanyaan yang diajukan adalah “Menurut Saudara, bagaimana kondisi iklim usaha sebelum berlaku PMK Nomor 74/PMK.010/2007 dalam memasarkan produk asuransi kendaraan bermotor? Jelaskan!” Pertanyaan ini merupakan pertanyaan terbuka (open-ended question), jawaban diserahkan sepenuhnya kepada responden.
31
Tim Studi mendapati bahwa mayoritas responden berpandangan bahwa kondisi iklam usaha sebelum diberlakukannya PMK dimaksud cenderung tidak kondusif. Pada saat itu, sebagian besar responden menyebutkan bahwa terjadi persaingan yang tidak sehat dan cenderung mengarah pada perang tarif. Berikut dikutip beberapa jawaban yang diberikan oleh responden. Namun, beberapa responden juga memberikan jawaban positif bahwa tarif yang rendah justru dapat mempermudah pemasaran produk asuransi kendaraan bermotor yang ditawarkan. Berikut ini dikutip beberapa jawaban responden. “Kondisi iklim usaha dalam memasarkan produk asuransi kendaraan bermotor tidak tertata dengan baik. Pasar cenderung berkompetisi dengan tidak sehat, di mana para pelaku menetapkan tarif tanpa adanya panduan umum yang patut menjadi acuan bersama. Hal ini berdampak beberapa pelaku usaha mengalami kerugian sebagai akibat penetapan tarif yang tidak sesuai dengan risk and loss profile perusahaannya.” “Persaingan sangat ketat dengan mengedepankan strategi harga saja dan sangat tingginya biaya akuisisi bisnis.” “Kondisi iklim usaha sebelum berlaku PMK 74 Tahun 2007 dalam memasarkan produk asuransi kendaraan bermotor adalah kompetisi yang sangat ketat dan cenderung tidak sehat, di mana tidak ada acuan diskon komisi premi serta tidak ada pengelompokan data profil resiko berdasarkan kategori uang pertanggungan kendaraan bermotor.” “Sebelum berlakunya PMK 74 Tahun 2007 tarif premi asuransi kendaraan bermotor tidak diatur. Situasi seperti itu memacu terjadinya perang tarif dan diskon/komisi di antara sesama perusahaan asuransi dan hanya berorientasi mencari premi sebanyak-banyaknya tanpa memperhitungkan risikonya.” “Persaingan tetap sama, yaitu masih dikuasai oleh beberapa asuransi besar.” “Pemasaran lebih mudah karena perusahaan dapat lebih bebas memberikan persetujuan tarif untuk seluruh kategori jenis kendaraan kepada nasabah. Perusahaan dapat mengukur sendiri tergantung dengan loss ratio apakah mau lanjut atau tidak.”
32
Selanjutnya, berdasarkan jawaban yang diberikan oleh responden atas pertanyaan ini, Tim Studi melakukan analisis secara manual berdasarkan intisari jawaban. Jawaban responden dibagi dalam tiga kategori jawaban, yaitu negatif, positif, dan netral; serta dipisahkan antara pengguna tarif referensi dan pengguna tarif sendiri. Ikhtisar jawaban responden disajikan pada Tabel 4.6. Tabel 4.6 Kondisi Iklim Usaha Sebelum PMK Nomor 74/PMK.010/2007 Kategori Jawaban Negatif
Positif Netral
Jawaban
Persaingan tidak sehat (perang tarif) Persaingan rate sangat ketat Didominasi beberapa perusahaan besar Pemasaran lebih mudah Tarif terkontrol Asuransi kendaraan bermotor bukan bisnis utama perusahaan
Pengguna Tarif Referensi (n=9) 3 3 1
Pengguna Tarif Sendiri (n=40) 26 11
3
2 1
1
Temuan ini mengindikasikan bahwa keadaan iklim usaha sebelum ditetapkannya PMK tersebut cenderung jauh dari kondisi ideal persaingan yang sehat. Perusahaan asuransi berlomba-lomba menawarkan tarif premi yang rendah, untuk menjaring pemegang polis sebanyak-banyaknya, tanpa didukung oleh data profil risiko dan kerugian yang kuat. Hal ini kemudian dapat memengaruhi kesehatan perusahaan asuransi. Akan tetapi, penetapan tarif premi yang rendah juga dapat mempermudah pemasaran produk asuransi, namun hal ini hanya dikemukakan oleh empat responden. Dengan demikian, secara keseluruhan, temuan di atas memperkuat alasan dikeluarkannya peraturan yang mengikat seluruh pelaku industri, sehingga tercipta iklim persaingan usaha yang lebih sehat.
33
Pada dasarnya, PMK Nomor 74/PMK.010/2007 memberikan keleluasaan kepada perusahaan asuransi untuk menetapkan sendiri tarif premi kendaraan bermotor yang dikenakan kepada pemegang polis. Namun, penetapan tarif tersebut harus didukung oleh basis data profil risiko dan kesehatan yang memadai, sehingga perusahaan asuransi dapat memenuhi kewajiban pertanggungan tanpa mengganggu kesehatan finansial perusahaan. Untuk perusahaan asuransi yang belum memiliki basis data dimaksud, diharuskan menggunakan tarif premi referensi sebagaimana ditetapkan dalam PMK tersebut, yang merupakan batas bawah dalam menetapkan tarif premi asuransi kendaraan bermotor.
3.2.
Kondisi
Iklim
Usaha
Setelah
Ditetapkannya
PMK
Nomor
74/PMK.010/2007 Berkaitan dengan perkembangan pasca-ditetapkannya PMK tersebut, Tim Studi menanyakan “Menurut Saudara, bagaimanakah kondisi iklim usaha setelah berlaku PMK 74 tahun 2007 dalam memasarkan produk asuransi kendaraan bermotor? Jelaskan!” Sebagaimana pertanyaan sebelumnya, pertanyaan ini juga diajukan sebagai pertanyaan terbuka (open-ended question). Dari pertanyaan ini, sebagian besar jawaban responden menunjukkan bahwa persaingan yang ketat antarperusahaan asuransi menjadi berkurang atau lebih rasional pasca-penetapan PMK Nomor 74/PMK.010/2007. Selain itu, juga terdapat dampak-dampak positif lainnya seperti mendorong masuknya pemain baru, perbaikan sistem internal perusahaan, dan pertumbuhan bisnis yang menggembirakan. Namun, masih terdapat beberapa kondisi negatif setelah diberlakukannya PMK tersebut, seperti kesulitan yang dialami perusahaan kecil
34
untuk bersaing dengan perusahaan besar serta masih tingginya persaingan diskon kepada lembaga perantara. Beberapa jawaban responden dapat dikutip sebagai berikut: “Dengan adanya maksimal biaya akuisisi dan penetapan tarif berdasarkan profil resiko perusahaan sendiri bisa menciptakan persaingan yang lebih sehat karena suatu perusahaan tidak bisa memberikan tarif yang lebih kecil dari minimum tarif dan tidak bisa memberikan biaya akuisisi lebih dari 25%.” “Jauh lebih baik, perusahaan asuransi yang sudah mempunyai database profil resiko dapat menggunakan tarif sendiri, sesuai kondisi perusahaan masing-masing. Besaran komisi/discount sudah ditetapkan 25% sehingga tidak ada lagi persaingan komisi/diskon.” “Kompetisi di market menjadi lebih teredam karena bargaining position penanggung untuk meraih pangsa pasar tidak lagi ditekankan pada tarif asuransi belaka, melainkan lebih pada service (pelayanan nasabah) dan kepuasan penggunaan jasa asuransi.” “Kompetisi dari sisi komisi berkurang. Perusahaan dengan portofolio kecil kurang bisa bersaing rate, karena tarif premi perusahaan harus memperhitungkan faktor kredibilitas (Z) yang formulanya memberi efek daya saing yang lebih bagus untuk perusahaan dengan portofolio besar.” “Menurut pendapat saya pribadi lebih tidak sehat lagi karena: (a) perbedaan tarif antara satu perusahaan asuransi dengan perusahaan asuransi lain (khususnya perusahaan besar) cukup signifikan, sehingga perusahaan kecil tidak dapat memasarkan dengan leluasa (selalu kalah dari segi tarif) (b) Selain itu dalam hal operasionalnya kurang terbuka, khususnya dalam pemberian biaya akuisisi oleh pesaing.” “Karena setiap perusahaan asuransi menerapkan rate yang berbedabeda berdasarkan risk profile masing-masing, sebenarnya masih ada penerapan tarif di pasar. Dan hal ini juga akan membingungkan konsumen, mengapa tarif antara perusahaan yang satu dengan yang lain berbeda-beda. Dari sisi konsumen tentu saja rate yang lebih murah adalah faktor yang menarik.” “Semakin kacau mengingat pemain leasing saling memberikan discount yang melebihi ketentuan, tentunya mereka mempunyai alasan tersendiri kenapa mereka melakukan hal tersebut.”
35
“Pembatasan biaya akuisisi menjadi 25% juga menjadi lebih baik dibanding sebelumnya tidak ada pembatasan. Namun, informasi yang kami dengar masih terdapat pelanggaran atas ketentuan yang berlaku.” Selanjutnya, jawaban yang dihimpun dari para responden dikategorikan berdasarkan kesamaan intisari jawaban. Jawaban responden dibagi dalam dua kategori jawaban, yaitu positif dan negatif; serta dipisahkan antara pengguna tarif referensi dan pengguna tarif sendiri. Ikhtisar jawaban responden disajikan pada Tabel 4.7. Tabel 4.7 Kondisi Iklim Usaha Setelah PMK Nomor 74/PMK.010/2007 Kategori Jawaban Positif
Jawaban
Persaingan berkurang (lebih rasional) Pendapatan dan pelayanan meningkat Mendorong pemain baru Perbaikan sistem internal Persaingan harga masih tinggi Perusahaan kecil sulit bersaing Masih terdapat pelanggaran Tidak terdapat tarif tunggal Perlu strategi pemasaran baru
Negatif
Pengguna Tarif Referensi (n=9) 4 2 1 2 1
Pengguna Tarif Sendiri (n=40) 30 4 1 1 7 3 3 2 1
Temuan ini mengindikasikan bahwa PMK Nomor 74/PMK.010/2007 terbilang cukup efektif dalam membawa persaingan di industri asuransi kendaraan bermotor menuju ke arah yang lebih sehat. Perusahaan asuransi dapat menetapkan tarif sendiri, namun harus didukung oleh basis data yang memadai. Hal ini akan menghindarkan kondisi di mana perusahaan asuransi menawarkan tarif premi serendah-rendahnya agar dapat bersaing, tanpa mengindahkan profil risiko dan kewajiban pertanggungannya. Akan tetapi, sebagian responden juga menyoroti kelemahan
praktik
industri
pasca-diberlakukannya
PMK
Nomor 36
74/PMK.010/2007. Kelemahan-kelemahan utama yang disoroti oleh responden meliputi: 1. Persaingan harga masih tinggi. Meskipun sudah diatur dalam PMK tersebut, sejumlah kalangan menilai bahwa masih terdapat persaingan yang cukup ketat, misalnya terkait pemberian diskon kepada pengguna jasa asuransi ataupun lembaga perantara/intermediary (meliputi agen asuransi, pialang asuransi, dan perusahaan pembiayaan). PMK telah mengatur bahwa pembebanan Biaya Akuisisi (termasuk pemberian diskon) secara kumulatif tidak boleh melebihi 25% dari premi bruto. Kondisi ini memungkinkan perusahaan asuransi untuk memberikan angka diskon yang besar, namun masih di bawah 25% sesuai ketentuan. 2. Perusahaan dengan skala usaha yang lebih kecil sulit bersaing. Sebagaimana diatur dalam PMK, perusahaan asuransi dapat menetapkan tarif premi sendiri sepanjang didasarkan pada data profil risiko dan kerugian yang memadai. Perusahaan asuransi besar, dengan skala bisnis yang lebih besar serta reputasi yang lebih baik, cenderung dapat menetapkan tarif premi yang jauh lebih rendah daripada tarif referensi. Kondisi ini membuat perusahaanperusahaan yang lebih kecil kesulitan untuk bersaing. 3. Masih terdapat pelanggaran terhadap ketentuan yang berlaku. Sebagian responden menyayangkan masih ditemukannya berbagai pelanggaran terhadap ketentuan-ketentuan
yang
telah
ditetapkan
dalam
PMK
Nomor
74/PMK.010/2007, apalagi tidak terdapat tindakan atau sanksi lebih lanjut terhadap pelanggaran tersebut.
37
3.3.
Masukan
Pelaku
Industri
bagi
Penyempurnaan
Penyelenggaraan
Pertanggungan Asuransi Kendaraan Bermotor Pada pertanyaan terakhir kuesioner, responden diberi pertanyaan “Apakah masukan Saudara untuk penyempurnaan penyelenggaraan pertanggungan asuransi pada lini usaha asuransi kendaraan bermotor?” untuk menghimpun masukan bagi penyempurnaan peraturan terkait pada masa yang akan datang. Beberapa masukan yang diberikan oleh responden di antaranya sebagai berikut: “Diperlukan mekanisme dan sistem pengawasan dalam pelaksanaan PMK 74 Tahun 2007 yang lebih baik. Direapkan sanksi yang tegas atas setiap pelanggaran, agar lebih sederhana, rate referensi merupakan "rate standar" sehingga persaingan di industri adalah service.” “Regulator hendaknya menetapkan rate baku untuk dipedomani oleh perusahaan asuransi, tentunya dalam menetapkan rate baku, regulator berpedoman pada profil resiko yang diserahkan oleh semua perusahaan asuransi. Dengan demikian rate kendaraan bermotor untuk semua perusahaan asuransi sama. Atau penentuan rate untuk masing-masing perusahaan asuransi diserahkan kepada perusahaan asuransi yang bersangkutan yang tentunya berdasarkan profil resiko masing-masing, tanpa mempertimbangkan faktor kredibilitas seperti sekarang ini.” “Pengawasan oleh regulator terhadap kedisiplinan anggota dalam melaksanakan aturan PMK 74.” “Penetapan tarif premi harus juga melibatkan praktisi dari industri asuransi.” “Tarif premi disamakan dengan tarif referensi dan komisi juga tetap dibatasi. Ketentuan berlaku untuk semua perusahaan asuransi, sehingga persaingan hanya dilakukan pada aspek pelayanan/service.” “Pertahankan pola pelaporan, sehingga pelaku asuransi mengetahui persis apa yang sedang dikelola. Tidak mengatur terlalu detail halhal teknis pemasaran seperti besaran komisi, rate atau biaya. Perusahaan asuransi mempunyai teknik yang berbeda-beda dalam pemasaran dan pengelolaan bisnis. Kehati-hatian perusahaan dalam mengelola bisnis asuransi kendaraan bermotor dapat di monitor melalui RBC atau laporan lainnya.”
38
“Sering dilakukan program pelatihan untuk menyamakan persepsi dari pelaku pasar sehingga diperoleh data profil nasional yang lebih baik.” Tim
Studi
mengelompokkan
masukan-masukan
dari
responden
berdasarkan kesamaan intisari jawaban, sebagaimana ditunjukkan dalam Tabel 4.8. Untuk menyederhanakan pembahasan, hanya ditampilkan jawaban-jawaban utama yang diberikan oleh responden. Tabel 4.8 Masukan Pelaku Industri bagi Penyempurnaan Penyelenggaraan Pertanggungan Asuransi Kendaraan Bermotor No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Masukan Pengawasan dan penjatuhan sanksi yang lebih efektif Penetapan tarif standar dan pemabatasan komisi/diskon Peraturan yang konsisten, aktual, dan terintegrasi dengan kondisi bisnis terkini Sosialisasi dan pelatihan terhadap pelaku industri Penetapan tarif yang realistis, sederhana, dan sesuai peruntukan kendaraan bermotor Penentuan profil risiko tanpa memperhitungkan faktor kredibilitas Penentuan tarif premi diserahkan kepada masing-masing perusahaan asuransi Pelaksanaan “wajib asuransi” dan edukasi kepada masyarakat Pelayanan dan manajemen klaim yang baik oleh perusahaan asuransi
Jumlah 21 7 5 5 4 3 2 2 2
Dari rangkuman jawaban responden pada tabel di atas, dapat diketahui bahwa sebagian besar responden mengharapkan adanya pengawasan serta penetapan sanksi yang lebih efektif oleh regulator. Sebagian responden justru mengharapkan adanya penetapan tarif yang baku dan standar untuk seluruh industri asuransi kendaraan bermotor, sehingga pelaku industri akan bersaing dalam segi kualitas pelayanan kepada pengguna jasa.
39
Masukan lain yang diberikan oleh perusahaan asuransi di antaranya penetapan tarif yang aktual dan sesuai dengan kondisi bisnis asuransi terkini; sosialisasi dan pelatihan; serta penetapan tarif premi asuransi kendaraan bermotor yang realistis, sederhana, dan mempertimbangkan peruntukan masing-masing kendaraan. Di samping itu, beberapa responden mengusulkan agar faktor kredibilitas dihilangkan dari penghitungan profil risiko, karena faktor ini hanya akan menguntungkan perusahaan-perusahaan asuransi yang besar.
40
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
1. Kesimpulan 1. Sejak diatur, perusahaan perasuransian mendukung secara positif pelaksanaan PMK
No74/PMK.01/2007
jo
PMK
No.
01/PMK.010/2011
tentang
penyelenggaraan pertanggungan asuransi pada lini usaha asuransi kendaraan bermotor. 2. Semakin banyak perusahaan yang berusaha menggunakan tarif asuransi sendiri dibandingkan dengan tarif referensi yang dikeluarkan Bapepam LK, dengan cara meningkatkan kualitas data risk and loss profile perusahaan. 3. Terjadi perubahan atmosfer yang terjadi setelah dibuatnya peraturan tersebut, perang tarif dapat lebih diminimalisir sehingga dimungkinkan adanya persaingan yang lebih sehat antara perusahaan asuransi. 2. Saran Bapepam LK selaku pengawas perusahaan asuransi diharapkan memiliki rencana yang dapat membawa semua perusahaan perasuransian memiliki data profil risiko yang berkualitas.
41