Prinsip-prinsip Pembelajaran
KATA PENGANTAR Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan mulai tahun pelajaran 2013/2014 telah menetapkan kebijakan implementasi Kurikulum 2013 secara terbatas di 1.270 SMA sasaran dan sejumlah SMA yang melaksanakan secara mandiri. Selanjutnya pada tahun pelajaran 2014/2015, Kurikulum 2013 dilaksanakan di seluruh SMA untuk kelas X dan XI. Mempertimbangkan pentingnya Kurikulum 2013 dan masih ditemukannya beberapa kendala teknis, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan telah menetapkan kebijakan penataan kembali implementasi Kurikulum 2013 pada semua satuan pendidikan mulai semester dua tahun pelajaran 2014/2015 melalui Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 160 Tahun 2014 tentang Pemberlakuan Kurikulum Tahun 2006 dan Kurikulum 2013. Implementasi Kurikulum 2013 di SMA akan dilakukan secara bertahap mulai semester genap tahun pelajaran 2014/2015 di 10% SMA sampai dengan tahun pelajaran 2020/2021 di seluruh SMA. Sepanjang implementasi secara bertahap tersebut akan dilakukan evaluasi, perbaikan konsep dan strategi implementasi Kurikulum 2013 agar siap untuk dilaksanakan secara menyeluruh di semua SMA. Sejalan dengan kebijakan diatas, Direktorat Pembinaan SMA sesuai dengan tugas dan fungsinya terus melakukan fasilitasi pembinaan implementasi Kurikulum 2013, antara lain melalui pengembangan naskah pendukung kurikulum. Pada tahun 2015 Direktorat Pembinaan SMA melakukan reviu naskah yang dikembangkan tahun sebelumnya dan menyusun naskah baru mengikuti perkembangan kebijakan Kurikulum 2013. Naskahnaskah yang direviu dan disusun sebagai berikut : Panduan Pengembangan KTSP, Panduan Pengembangan Silabus, Panduan Pengembangan RPP, Model-Model Pembelajaran, Panduan Pengembangan Penilaian, Model Pembelajaran dan Penilaian Projek, Model Pelaksanaan Remedial dan Pengayaan, Model Penyelenggaraan SKS, Model Penyelenggaraan Aktualisasi Mata Pelajaran Dalam Kegiatan Kepramukaan, Model Penyelengaraan Peminatan, Model Penyelenggaraan Pendalaman Minat, Panduan Pengembangan Muatan Lokal, Model Penyelenggaraan Kewirausahaan, Panduan Transisi Kurikulum 2013 ke Kurikulum 2006, dan Panduan Pengisian Aplikasi Rapor. Naskahnaskah pendukung kurikulum dikembangkan oleh tim pengembang yang terdiri dari unsur staf Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota, pengawas, kepala sekolah, dan guru dengan prinsip dari kita, oleh kita, dan untuk kita. Naskah-naskah tersebut disusun sebagai acuan bagi sekolah dalam mengelola pelaksanaan kurikulum dan acuan bagi guru untuk melaksanakan pembelajaran di kelas sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan. Naskah-naskah pendukung kurikulum akan terus dikembangkan, sehingga menjadi lebih operasional. Oleh karena itu, sekolah diharapkan memberi masukan untuk penyempurnaan lebih lanjut. Kepada semua pihak yang terlibat dalam penyusunan dan pembahasan naskah-naskah ini diucapkan terima kasih.
Jakarta, 00Juni 2015 Direktur Pembinaan SMA,
Harris Iskandar, Ph.D NIP. 196204291986011001
@2015, Dit. Pembinaan SMA
ii
Prinsip-prinsip Pembelajaran
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ............................................................................................................................. i DAFTAR ISI ........................................................................................................................................iii BAB I PENDAHULUAN ....................................................................................................................... 1 A.
Latar Belakang ..................................................................................................................... 1
B.
Tujuan ................................................................................................................................... 2
C.
Ruang Lingkup ...................................................................................................................... 2
BAB II PRINSIP-PRINSIP PEMBELAJARAN........................................................................................ 3 A.
Pengertian Prinsip Pembelajaran ..................................................................................... 3
B.
Karakteristik Pembelajaran ............................................................................................... 4
C.
Konsep dan Implementasi Prinsip-prinsip Pembelajaran. ............................................ 5
BAB III PEMBELAJARAN YANG MENYENANGKAN ........................................................................ 66 A.
Pengertian .......................................................................................................................... 66
B.
Komponen Pembelajaran Menyenangkan ...................................................................... 69
C.
Strategi Pembelajaran Menyenangkan........................................................................... 71
BAB IV PENUTUP ............................................................................................................................. 74 DAFTAR PUSTAKA........................................................................................................................... 75
@2015, Dit. Pembinaan SMA
iii
Prinsip-prinsip Pembelajaran
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Proses pembelajaran pada satuan pendidikan diselenggarakan secara interaktif, inspiratif,
menyenangkan,
menantang,
memotivasi
peserta
didik
untuk
berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat, dan perkembangan fisik serta psikologis peserta didik. Untuk itu setiap satuan pendidikan melakukan perencanaan pembelajaran, pelaksanaan proses pembelajaran serta penilaian proses dan hasil pembelajaran
untuk
meningkatkan
efisiensi
dan
efektivitas
ketercapaian
kompetensi lulusan. Pembelajaran ditujukan untuk mengembangkan potensi peserta didik agar memiliki kemampuan hidup sebagai pribadi dan warga negara yang beriman, produktif, kreatif, inovatif, dan afektif, serta mampu berkontribusi pada kehidupan masyarakat, berbangsa, bernegara, dan berperadaban dunia. Peserta didik adalah subjek yang memiliki kemampuan untuk secara aktif mencari, mengolah,
mengkonstruksi,
dan
menggunakan
pengetahuan.
Untuk
itu
pembelajaran harus berkenaan dengan kesempatan yang diberikan kepada peserta didik untuk mengkonstruksi pengetahuan dalam proses kognitifnya. Agar benarbenar memahami dan dapat menerapkan pengetahuan, peserta didik perlu didorong untuk bekerja memecahkan masalah, menemukan segala sesuatu untuk dirinya, dan berupaya keras mewujudkan ide-idenya. Permendikbud Nomor 65 Tahun 2013 Tentang Standar Proses Pendidikan Dasar dan Menengah mengamanatkan tentang 14 (empat belas prinsip pembelajaran) yang sesuai dengan Standar Kompetensi Lulusan dan Standar Isi. Keempat belas prinsip pembelajaran tersebut harus diimplemantasikan dalam pembelajaran, mencakup perencanaan pembelajaran, pelaksanaan pembelajaran dan penilaian proses dan hasil pembelajaran. Perencanaan pembelajaran dirancang dalam bentuk Silabus dan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) yang mengacu pada Standar Isi. Perencanaan
pembelajaran
meliputi
penyusunan
rencana
pelaksanaan
pembelajaran dan penyiapan media dan sumber belajar, perangkat penilaian pembelajaran, dan skenario pembelajaran. Penyusunan Silabus dan RPP disesuaikan pendekatan pembelajaran yang digunakan. Persyaratan pelaksanaan pembelajaran
@2015, Dit. Pembinaan SMA
1
Prinsip-prinsip Pembelajaran
mencakup alokasi waktu, buku teks dan pengelolaan pembelajaran. Pelaksanaan pembelajaran mencakup pendahuluan, kegiatan inti dan kegiatan penutup. Pada umumnya pendidik belum memahami empat belas prinsip pembelajaran tersebut dan belum mengimplementasikannya secara optimal. Oleh karena itu Direktorat PSMA menyusun panduan “Prinsip-prinsip Pembelajaran”. Diharapkan panduan ini dapat membimbing pendidik dalam merencanakan, melaksanakan, menilai proses dan hasil pembelajaran.
B. Tujuan Panduan prinsip-prinsip pembelajaran ini disusun dengan tujuan agar pendidik dapat: 1.
Meningkatkan pemahaman tentang prinsip-prinsip pembelajaran;
2.
Mengembangkan perencanaan pembelajaran, pelaksanaan pembelajaran, dan penilaian proses dan hasil pembelajaran, dan
3.
Meningkatkan pemahaman dan mengimplementasikan pembelajaran yang menyenangkan.
C. Ruang Lingkup Panduan prinsip-prinsip pembelajaran ini menguraikan tentang 1.
Pengertian prinsip-prinsip pembelajaran
2.
Karakteristik pembelajaran
3.
Konsep dan implementasi prinsip-prinsip pembelajaran
4.
Pembelajaran yang menyenangkan
@2015, Dit. Pembinaan SMA
2
Prinsip-prinsip Pembelajaran
BAB II PRINSIP-PRINSIP PEMBELAJARAN A. Pengertian Prinsip Pembelajaran Kata prinsip berasal dari bahasa Latin yang berarti “asas (kebenaran yang menjadi pokok dasar berpikir, bertindak, dan sebagainya); dasar.” Dalam bahasa Inggris, prinsip disebut principle yang berarti a truth or belief that is accepted as a base for reasoning or action. Prinsip merupakan sebuah kebenaran atau kepercayaan yang diterima sebagai dasar dalam berfikir atau bertindak. Jadi prinsip dapat diartikan sebagai sesuatu yang menjadi dasar dari pokok berpikir, berpijak atau bertindak. Pembelajaran berarti suatu aktivitas atau proses mengajar dan belajar. Pembelajaran merupakan proses komunikasi dua arah, mengajar yang dilakukan oleh pihak pendidik dan belajar dilakukan oleh peserta didik. Jadi, prinsip-prinsip pembelajaran adalah landasan berpikir, landasan berpijak dengan harapan tujuan pembelajaran tercapai dan tumbuhnya proses pembelajaran yang dinamis dan terarah. Sehubungan dengan prinsip-prinsip pembelajaran, para ahli berbeda dalam pengelompokannya. Syaiful Sagala memasukkan prinsip perkembangan, perbedaan individu, minat, kebutuhan, aktivitas dan motivasi. Sementara Ahmad Rohani berpendapat bahwa prinsip pembelajaran adalah termasuk aktivitas, motivasi, individualitas, lingkungan, konsentrasi, kebebasan, peragaan, kerjasama dan persaingan, apersepsi, korelasi, efisiensi dan efektivitas, globalitas, permainan dan hiburan. Wina Sanjaya mengatakan bahwa yang termasuk prinsip pembelajaran adalah tujuan, aktivitas, individualitas, integritas, interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang dan motivasi. Namun, dari berbagai prinsip pembelajaran yang dikemukakan oleh para ahli terdapat beberapa prinsip yang berlaku secara umum, seperti perhatian dan motivasi, keaktifan, keterlibatan langsung, pengulangan, perbedaan individual, tantangan, balikan dan penguatan. Sesuai dengan Standar Kompetensi Lulusan dan Standar Isi, maka prinsip pembelajaran yang digunakan: 1.
dari peserta didik diberi tahu menuju peserta didik mencari tahu;
2.
dari Pendidik sebagai satu-satunya sumber belajar menjadi belajar berbasis aneka sumber belajar;
3.
dari pendekatan tekstual menuju proses sebagai penguatan penggunaan pendekatan ilmiah;
4.
dari pembelajaran berbasis konten menuju pembelajaran berbasis kompetensi;
5.
dari pembelajaran parsial menuju pembelajaran terpadu;
@2015, Dit. Pembinaan SMA
3
Prinsip-prinsip Pembelajaran
6.
dari pembelajaran yang menekankan jawaban tunggal menuju pembelajaran dengan jawaban yang kebenarannya multi dimensi;
7.
dari pembelajaran verbalisme menuju keterampilan aplikatif;
8.
peningkatan dan keseimbangan antara keterampilan fisikal (hardskills) dan keterampilan mental (softskills);
9.
pembelajaran yang mengutamakan pembudayaan dan pemberdayaan peserta didik sebagai pembelajar sepanjanghayat;
10. pembelajaran yang menerapkan nilai-nilai dengan memberi keteladanan(ing ngarso sung tulodo), membangun kemauan (ing madyo mangun karso), dan mengembangkan kreativitas peserta didik dalam proses pembelajaran (tut wuri handayani); 11. pembelajaranyang berlangsung di rumah, di sekolah, dan di masyarakat; 12. pembelajaran yang menerapkan prinsip bahwa siapa saja adalah guru, siapa saja adalah siswa, dan di mana saja adalah kelas. 13. Pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas pembelajaran; dan Pengakuan atas perbedaan individual dan latar belakang budayapesertadidik. 14. Pengakuan atas perbedaan individual dan latar belakang budaya peserta didik.
B. Karakteristik Pembelajaran Karakteristik pembelajaran pada setiap satuan pendidikan terkait erat pada Standar Kompetensi Lulusan dan Standar Isi. Standar Kompetensi Lulusan memberikan kerangka konseptual tentang sasaran pembelajaran yang harus dicapai. Standar Isi memberikan kerangka konseptual tentang kegiatan belajar dan pembelajaran yang diturunkan dari tingkat kompetensi dan ruang lingkup materi. Sesuai dengan Standar Kompetensi Lulusan, sasaran pembelajaran mencakup pengembangan ranah sikap, pengetahuan, dan keterampilan yang dielaborasi untuk setiap satuan pendidikan. Ketiga ranah kompetensi tersebut memiliki lintasan perolehan (proses psikologis) yang berbeda. Sikap diperoleh melalui aktivitas“ menerima, menjalankan, menghargai, menghayati, dan mengamalkan”. Pengetahuan diperoleh melalui aktivitas“ mengingat,
memahami, menerapkan, menganalisis, mengevaluasi,
mencipta. Keterampilan diperoleh melalui aktivitas“ mengamati, menanya, mencoba, menalar, menyaji, dan mencipta”. Karaktersitik kompetensi beserta perbedaan lintasan perolehan turut serta mempengaruhi karakteristik standar proses. @2015, Dit. Pembinaan SMA
4
Prinsip-prinsip Pembelajaran
C. Konsep dan Implementasi Prinsip-prinsip Pembelajaran. 1. Pembelajaran Berpusat pada Peserta didik. a. Pengertian Pembelajaran adalah proses interaksi antar peserta didik, antara peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar. Pembelajaran yang berpusat pada peserta didik melibatkan perencanaan, kegiatan pembelajaran, penilaian, dan pelaporan yang berbasis pada kebutuhan, minat dan kemampuan peserta didik. Pembelajaran yang dilakukan akan bermakna apabila topik yang dipelajari relevan dengan kehidupan dan melibatkan peserta didik dalam menciptakan, memahami, serta mengkorelasikan pengetahuan dengan konteks kehidupan yang nyata (Mc. Combs and Whistler 1997). Peserta didik akan menemukan motivasi yang tinggi karena keterlibatannya dalam kegiatan pembelajaran. Peran utama pendidik adalah melakukan
kontrol
terhadap
kegiatan yang dilakukan oleh peserta didik di kelas dalam mengeksplorasi, bereksperimen,serta menemukan sendiri jawaban
Diskusi kelompok
atas keingintahuan mereka.
Pendidik tidak bertindak sebagai satu-satunya sumber informasi di kelas dan peserta didik pun tidak menghapal informasi yang didapatkan melalui pendidik sebagaimana yang dilakukan dalam kegiatan belajar konvensional. Disamping
itu,
peserta
didik
dituntut
untuk
mampu
bekerja
dan
menggunakan informasi guna menyelesaikan masalah baik secara individu maupun kerja kelompok. Pembelajaran berpusat pada peserta didik (student centered) adalah “proses belajar mengajar berdasarkan kebutuhan dan minat anak” (Oemar Hamalik, 2004: 201). O‟Neill menjelaskan tentang kegiatan pembelajaran yang berpusat pada peserta didik. Peserta didik belajar dari apa yang dilakukan bukan dari apa yang disampaikan pendidik. Pendekatan pembelajaran yang berpusat kepada peserta didik atau anak merupakan sistem pembelajaran yang menunjukkan dominasi peserta didik selama kegiatan pembelajaran dan pendidik hanya sebagai fasilitator, pembimbing dan pemimpin.
@2015, Dit. Pembinaan SMA
5
Prinsip-prinsip Pembelajaran
J.J Rousseau (Masitoh, dkk, 2005: 36) menyatakan bahwa “kita jangan menekankan pada banyaknya pengetahuan yang diharapkan dapat dimiliki oleh seorang anak, tetapi harus menekankan pada apa yang dapat dipelajari anak serta apa yang ingin diketahui anak sesuai dengan minatnya”. Pendapat J.J Rousseau menjelaskan bahwa student centered merupakan proses pembelajaran yang seluruh kegiatan dipusatkan pada anak dan minat anak sehingga anak yang mendominasi proses pembelajaran. Yeni Rachmawati dan Euis Kurniawati (2010:43) mengemukakan pembelajaran yang berpusat pada anak “…melibatkan anak dalam proses pembelajaran dari awal sampai akhir berupa belajar aktif (active learning), yang lebih menempatkan peserta didik sebagai pusat dari pembelajaran”. Yeni Rachmawati dan Euis Kurniawati menjabarkan bahwa dalam proses pembelajaran yang menggunakan SCA (student
centered
approach)
inisiatif
anak
merupakan
penentu
keberlangsungan proses pembelajaran. Anak-anak melakukan eksplorasi dengan lingkungan dan tidak dimonopoli pendidik. Student centered approach (SCA) merupakan pendekatan yang didasarkan pada pandangan bahwa mengajar dianggap sebagai proses mengatur lingkungan dengan harapan agar peserta didik belajar. Konsep student centered approach yang penting adalah belajarnya peserta didik. Pendidik secara sadar menempatkan perhatian yang lebih banyak pada keterlibatan, inisiatif, dan interaksi sosial peserta didik. Kegiatan pembelajaran yang menggunakan student centered approach menghargai keunikan tiap individu dari diri setiap anak, baik dalam minat, bakat, pendapat serta cara dan gaya belajar masing-masing anak. Peserta didik atau anak disiapkan untuk dapat menghargai diri sendiri, orang lain, perbedaan, menjadi bagian dari masyarakat yang demokratis dan berwawasan global. “SCL puts students at the heart of the learning process, it is only proper recognition of this diversity that empowers students to realise their full potential; engaging with their teachers and embarking on the learning process in the manner that will be most benefi cial to them” (Attrad, A, dkk. 2010). Pendapat Attrad, A menjelaskan bahwa dalam proses pembelajaran yang menggunakan student centered approach, peserta didik merupakan titik pusat dari proses pembelajaran. Pendidik memulai pembelajaran dengan memberikan kesempatan yang seluas-luasnya bagi anak untuk mengkonstruksi pengetahuannya melalui pengalaman belajar, bereksplorasi, memberikan
@2015, Dit. Pembinaan SMA
6
Prinsip-prinsip Pembelajaran
kebebasan pada anak untuk memilih kegiatan yang sesuai dengan kebutuhan dan minat anak. b. Konsep Perubahan dari paradigma pengajaran menjadi paradigma pembelajaran dapat dibandingkan dalam tabel sebagai berikut: No 1 2 3 4
5
6
7
8
Pengajaran
Pembelajaran
Berpusat pada pendidik. Pendidik dominan dalam aktor kelas. Suasana “tertib”, tenang, kaku dan membosankan Peserta didik terlibat dalam kompetisi dengan peserta didik lain, dengan motivasi mengalahkan teman. Peserta didik adalah tempat pendidik mencurahkan pengetahuan (banking system). Prestasinya adalah sejumlah hapalan/produksi pengetahuan. Evaluasi oleh Pendidik bersifat menyeleksi dan merangking kuantitas hapalan. Sumber belajar buku teks dan buku. Tempat belajar ruangan kelas.
Berpusat pada peserta didik. Pendidik sebagai fasilitator (penulis skenario). Suasana “hidup”, menyenangkan, dan interaktif Peserta didik didorong bekerja sama mencapai tujuan. Tolong menolong dalam memecahkan masalah dan bertukar pikiran. Peserta didik adalah pelaku proses pengalaman mengambil keputusan, memecahkan masalah, menganalisis dan mengevaluasi. Kegiatan intelektual memproduksi pengetahuan. Evaluasi oleh peserta didik bersifat refleksi dan berperan memperbaiki proses untuk meningkatkan prestasi. Sumber belajar adalah pengalaman eksplorasi mandiri dan pengalaman keberhasilan temannya memecahkan masalah. sebatas Tempat belajar tidak terbatas ruang kelas tetapi seluas jagat raya.
Active learning, cooperative learning, authentic learning, dan cognitive apprenticeship merupakan pendekatan yang digunakan dalam pembelajaran yang berpusat pada peserta didik. Keempat pendekatan ini memberikan kesempatan yang seluas-luasnya kepada peserta didik untuk menentukan apa yang akan mereka pelajari dan bagaimana mereka belajar untuk menemukan jawaban atas rasa keingintahuan mereka. Dengan active learning memungkinkan peserta didik untuk melibatkan diri lebih jauh ke dalam proses pembelajaran. Peserta didik akan belajar bagaimana menyelesaikan masalah dan menemukan jawaban atas pertanyaan melalui kerja kelompok. Authentic learning memberikan jalan kepada peserta didik untuk
@2015, Dit. Pembinaan SMA
7
Prinsip-prinsip Pembelajaran
mengaplikasikan pengetahuan ke dalam kehidupan sehari-hari sesuai dengan kebutuhan dan keinginan mereka. Sedangkan
dengan
cognitive apprenticeship, Pendidik yang berperan sebagai pembimbing yang membantu peserta didik mencapai tujuan belajar.
Praktikum c. Prinsip pembelajaran berpusat pada siswa 1) Proses pembelajaran Proses pembelajaran harus terjadi secara
alamiah,
peserta
didik
membangun
pengetahuannya
sendiri
informasi
melalui
diperolehnya
atau
yang
melalui
pengalaman nyata yang kemudian disaring secara mental melalui Membangun konsep
persepsi,
pemikiran,
dan
perasaan. Peserta didik dalam hal ini harus terlibat secara aktif belajar baik secara fisik maupun secara mental (pikirannya). 2) Tujuan pembelajaran proses Pembelajaran tidak hanya ingin mencapai tujuan dalam bentuk hasil belajar (produk) saja, akan tetapi proses pembelajaran (tujuan proses) sangatlah penting.
Melalui
proses
pembelajaran
di
mana
terjadi
pada
saat
pembelajaran, peserta didik harus diajak berkomunikasi, berdiskusi dan melakukan berbagai kegiatan. Kurangnya penekanan pada tujuan proses dan terlalu mementingkan tujuan produk akan membuat peserta didik kurang memahami apa yang sedang mereka pelajari. Hal ini dapat mengakibatkan terjadinya miskonsepsi atau peserta didik hanya sekedar menghafal informasi saja tanpa menguasainya secara bermakna.
@2015, Dit. Pembinaan SMA
8
Prinsip-prinsip Pembelajaran
3) Peserta didik membangun pengetahuannya Melalui berbagai kegiatan, peserta didik terlibat aktif baik secara fisik maupun mental untuk membangun pengetahuan barunya, mengaitkan dan mengorganisasikannya dengan informasi (pengetahuan) yang telah mereka miliki sebelumnya untuk membangun “tubuh pengetahuan” yang lebih besar dan lengkap. 4) Motivasi belajar Pendidik harus berupaya dan berusaha untuk tetap menjaga bagaimanapun caranya agar peserta didik termotivasi dengan kegiatan belajarnya. Motivasi belajar
intrinsik
sangat
penting
dalam
hal
ini.
Pendidik
dapat
menyuburkannya melalui motivasi ekstrinsik. Banyak cara yang dapat dilakukan untuk ini, misalnya dengan menggunakan berbagai aktivitas fisik atau mental yang tentunya menarik dan bervariasi. 5) Berpikir tingkat tinggi Peserta didik harus diajak untuk menggunakan pemikiran-pemikirannya pada tataran yang lebih tinggi daripada sekedar menghafal (retensi). Peserta didik dapat diajak untuk memprediksi, menemukan pola atau hubungan, mencipta atau berkreasi, mengkritisi, dan sebagainya. 6) Perbedaan gaya belajar Selalu menggunakan beragam model/strategi/metode pembelajaran yang beragam dan bervariasi dari waktu
ke waktu. Tidak monoton. Hal ini
penting karena pada dasarnya setiap peserta didik itu berbeda. Mereka adalah pribadi yang unik yang memiliki perbedaan-perbedaan dalam gaya belajar. Pendidik harus mengakomodasi semua gaya belajar peserta didik di kelasnya sehingga semua peserta didik dapat aktif belajar dan tidak menjadi terabaikan. 7) Kultur sosial di dalam kelas Budaya kelas yang selalu menerima perbedaan gaya belajar, suku, agama, jenis kelamin, status sosial, kecepatan belajar, kemampuan berkomunikasi, dan sebagainya harus diutamakan. Budaya kelas yang suka mencemooh apabila peserta didik menjawab kurang tepat adalah contoh kultur sosial di dalam kelas yang kontraproduktif. Peserta didik akhirnya tidak akan memiliki rasa aman dan nyaman di dalam kelas tersebut karena takut melakukan kesalahan dan kemudian dicemooh oleh peserta didik lainnya.
@2015, Dit. Pembinaan SMA
9
Prinsip-prinsip Pembelajaran
2.
Belajar Berbasis Aneka Sumber (BEBAS) a. Pengertian Dalam paradigma pendidikan tradisional, pendidik dianggap sebagai satusatunya sumber belajar. Dalam paradigma pendidikan modern, tidak lagi demikian. Peserta didik dapat belajar dari berbagai sumber lain tidak hanya pendidik. Apalagi dalam era informasi saat ini, informasi tersedia dimana-mana dalam berbagai bentuk dan jenis mulai dari bentuk cetak, non-cetak, bahkan sumber belajar dari manusia itu sendiri. Masalahnya adalah bagaimana seorang pendidik
dapat
mengemas
aneka
sumber belajar itu menjadi suatu bagian yang terintegrasi dari strategi pembelajaran
yang
dia
lakukan.
Menantang, dan menuntut kreatifitas dan persiapan yang matang tentunya. Belajar berbasis teknologi Dorrell mengatakan bahwa istilah belajar berbasis aneka sumber terkait dengan istilah lainnya, “resource-based learning”. Menurut Dorrell, penggunaan berbagai sumber belajarlah yang merupakan pendorong dikembangkannya sistem belajar terbuka, belajar jarak jauh dan belajar fleksibel, sehingga istilah belajar berbasis aneka sumber sebenarnya sudah tercakup di dalamnya. BEBAS adalah strategi pembelajaran dimana peserta didik membangun pemahamannya melalui interaksi dengan berbagai sumber belajar baik cetak, non-cetak, maupun orang. Jadi, BEBAS sangat terkait erat dengan pendekatan konstruktivistik, metode belajar pemecahan masalah (problem-based learning, inquiry learning, atau pembelajaran berbasis proyek (project-based learning). BEBAS mendorong peserta didik meningkatkan literasi informasi, meningkatkan kemampuan berpikir kritis yang sangat dibutuhkan oleh masyarakat dalam era informasi/global saat ini. Disamping itu BEBAS lebih berpusat pada peserta didik (student-centered learning) yang memungkinkan peserta didik dapat menemukan dan membangun pengetahuannya sendiri, Pendidik lebih berperan sebagai fasilitator dan manajer pembelajaran. Menurut Percival & ellington (1988), bebas adalah pendekatan belajar yang berorientasi pada peserta didik dengan menggunakan sumber belajar manusiawi dan non manusiawi secara optimal. Sedangkan menurut brown & smith (1996), @2015, Dit. Pembinaan SMA
10
Prinsip-prinsip Pembelajaran
belajar berbasis aneka sumber mencakup berbagai cara dan sarana. Belajar berbasis aneka sumber terkait dengan beberapa pengertian dan system pembelajaran, diantaranya: open learning, distance learning, flexible learning, learning resources, dan resource based learning, yang dikemukakan oleh Dorrell (1993).
Open Learning, adalah prinsip belajar terbuka untuk semua
orang. Dengan kata lain, tidak ada prakualifikasi seperti batas usia, status sosial , ekonomi, dan lain-lain. Pemelajar dapat memilih dimana, kapan, bagaimana, mereka akan belajar serta bebas dari segala interupsi. Distance Learning, pendidikan jarak jauh adalah system yang langsung menghubungkan pembelajar dengan sumber-sumber yang jauh. Bahan-bahan yang digunakan sama dengan yang digunakan dalam pendidikan terbuka.
Flexible Learning,
adalah jenis belajar yang dapat menggunakan berbagai sumber dalam semua bentuk. Belajar fleksibel dapat dipakai untuk segala pola yang menggunakan sumber belajar. Learning Resources, adalah sumber belajar, termasuk didalamnya bahan-bahan pembelajaran seperti video, buku, kaset, audio CBT, IV, dan paket pembelajaran yang mengkombinasikan lebih dari satu media. Resources Based Learning, adalah belajar berbasis aneka sumber (BEBAS), yaitu suatu system belajar yang berorientasi pada peserta didik yang menggunakan aneka sumber dalam proses pembelajarannya. Penerapan bebas secara luas juga dapat dikaitkan dengan jenis system pendidikan terbuka, jarak jauh, belajar fleksibel yang menggunakan aneka sumber. b. Keuntungan BEBAS BEBAS memberikan berbagai keuntungan antara lain: 1) BEBAS
mengakomodasi
perbedaan individu baik dalam hal gaya belajar, kemampuan, kebutuhan, minat, dan pengetahuan awal
mereka.
Dengan
demikian, peserta didik dapat dengan
belajar
sesuai
kecepatannya
masing-masing.
Wawancara dengan petugas kebersihan
Sumber belajar dapat dipilih sesuai dengan kebutuhan masing-masing peserta didik.
@2015, Dit. Pembinaan SMA
11
Prinsip-prinsip Pembelajaran
2) BEBAS mendorong pengembangan kemampuan memecahkan masalah, mengambil keputusan, dan keterampilan mengevaluasi. Jadi, BEBAS memungkinkan peserta didik menjadi kreatif dan memiliki ide-ide orisinal. 3) Proses pembelajaran dengan metode BEBAS mendorong peserta didik untuk bisa bertanggung jawab teradap belajarnya sendiri. Jadi, dapat melatih kemandirian belajar sehingga pembelajaran dapat menjadi lebih bermakna, lebih tertanam dalam pada dirinya karena ia sendiri secara pribadi yang menemukan dan membangun pemahaman. 4) BEBAS menyediakan peluang kepada peserta didik untuk menjadi pengguna teknologi informasi dan komunikasi yang efektif. Dengan demikian
dapat
membangun
masyarakat
berbasis
pengetahuan
(knowledge-based society). Ia akan mampu bagaimana menemukan, dan memilih
informasi
yang
tepat,
menggunakan
informasi
tersebut,
mengolah dan menciptakan pengetahuan baru berdasarkan informasi tersebut serta menyebarluaskan atau menyajikan kembali informasi tersebut kepada orang lain. 5) Dengan didik
BEBAS,
peserta
akan
belajar
bagaimana belajar. Sekali ia melek informasi, ia akan mengembangkan
sikap
positif dan keterampilan yang sangat berguna bagi
Belajar menemukan melalui
dirinya dalam era informasi
praktikum
yang
sedang
dan
akan
dihadapinya kelak. Jadi, pada akhirnya BEBAS dapat membekali keterampilan hidup bagi peserta didik. c. Prinsip Pembelajaran BEBAS Tiga hal pokok yang harus diperhatikan dalam proses perencanaan kegiatan pembelajaran berbasis aneka sumber, sebagai berikut: 1) Belajar aneka sumber memungkinkan setiap pembelajar melakukan kegiatan belajar sesuai dengan sumber-sumber yang dimilikinya. Contoh, pembelajar dapat mendengarkan rekaman audio dalam belajar bahasa asing atau
@2015, Dit. Pembinaan SMA
12
Prinsip-prinsip Pembelajaran
memanfaatkan
program
televise
yang
bernuansa
pendidikan
dan
pembelajaran untuk mendukung proses belajar. 2) Kesempatan belajar yang dimiliki. Dengan kesempatan tersebut, seorang pembelajar dapat mengatur waktu belajarnya, kapan ingin melakukan kegiatan belajar. 3) Kemampuan atau motivasi untuk belajar. Hal ini akan sangat mempengaruhi proses belajar peserta didik. Tanpa motivasi yang tinggi, prestasi belajar akan sulit dicapai walau tersedia berbagai sumber belajar. Untuk menerapkan belajar berbasis aneka sumber dalam pembelajaran, dapat melakukan hal sebagai berikut: 1) Ciptakan
kondisi
yang
memungkinkan peserta didik memiliki
pengalaman
belajar
yang
berbagai
sumber,
sumber
yang
melalui baik
dirancang
maupun yang dimanfaatkan, Membangun pengalaman belajar
sehingga
mereka
akan
“belajar bagaimana belajar” (learn how to learn). 2) Pendidik harus merencanakan, menciptakan dan menemukan kegiatan yang bersifat menantang, sehingga akan membuat peserta didik berfikir, memberikan alasan logis, dan menggunakan pemikiran secara baik. Untuk dapat menerapkan belajar berbasis aneka sumber di sekolah, diperlukan upaya serius dari pihak pendidik. Pendidik sendiri harus melakukan dan membiasakan diri untuk memanfaatkan aneka sumber,
sehingga
akan
memudahkan bagi menentukan strategi yang tepat dalam memanfaatkan aneka sumber
yang
memungkinkan
terjadinya
pencapaian
kompetensi
yang
diharapkan. Jika dalam sistem pendidikan, peserta didik tidak dipersiapkan untuk memberi makna terhadap informasi, serta menciptakannya menjadi pengetahuan, kemudian menggunakan serta mengevaluasi pengetahuan yang diciptakan orang lain, maka mereka akan menjadi selalu tertinggal.
@2015, Dit. Pembinaan SMA
13
Prinsip-prinsip Pembelajaran
3. Penguatan Penggunaan Pendekatan Ilmiah a.
Esensi Pendekatan Ilmiah Kurikulum 2013 menekankan penerapan pendekatan ilmiah (saintifik) dalam pembelajaran.
Pendekatan
ilmiah
ini
diyakini
sebagai
titian
emas
perkembangan dan pengembangan sikap, keterampilan, dan pengetahuan peserta didik. Dalam pendekatan atau proses kerja yang memenuhi kriteria ilmiah, para ilmuan lebih mengedepankan penalaran induktif (inductive reasoning) ketimbang penalaran deduktif (deductive reasoning) (Kemendikbud, 2013b). Metode
ilmiah
teknik-teknik
merujuk
pada
investigasi
atas
suatu atau beberapa fenomena, memperoleh pengetahuan baru, atau mengoreksi dan memadukan pengetahuan sebelumnya. Mengamati Untuk dapat disebut ilmiah, metode pencarian (method of inquiry) harus berbasis pada bukti-bukti dari objek yang dapat diobservasi, empiris, dan terukur dengan prinsip-prinsip penalaran yang spesifik. Oleh karena itu, metode ilmiah umumnya memuat serangkaian aktivitas pengumpulan data melalui observasi atau ekperimen, mengolah informasi atau data,
menganalisis,
kemudian
memformulasi,
dan
menguji
hipotesis
(Kemendikbud, 2013b). Pembelajaran dengan pendekatan saintifik adalah proses pembelajaran yang dirancang sedemikian rupa agar
peserta didik
secara aktif mengonstruk konsep, hukum atau prinsip melalui tahapan-tahapan mengamati (untuk mengidentifikasi atau menemukan masalah), merumuskan masalah, mengajukan atau merumuskan hipotesis, mengumpulkan data dengan berbagai teknik, menganalisis data, menarik kesimpulan dan mengomunikasikan konsep,
hukum
atau
prinsip
yang
“ditemukan”.
Pendekatan
saintifik
dimaksudkan untuk memberikan pemahaman kepada peserta didik dalam mengenal, memahami
berbagai materi menggunakan pendekatan ilmiah,
bahwa informasi bisa berasal dari mana saja, kapan saja, tidak bergantung pada informasi searah dari pendidik. b.
Pendekatan Ilmiah dalam Pembelajaran Pembelajaran
berbasis
pendekatan
ilmiah
itu
lebih
efektif
hasilnya
dibandingkan dengan pembelajaran tradisional. Hasil penelitian membuktikan @2015, Dit. Pembinaan SMA
14
Prinsip-prinsip Pembelajaran
bahwa pada pembelajaran tradisional, retensi informasi dari pendidik sebesar 10 persen setelah 15 menit dan perolehan pemahaman kontekstual sebesar 25 persen. Pada pembelajaran berbasis pendekatan ilmiah, retensi informasi dari pendidik sebesar lebih dari 90 persen setelah dua hari dan perolehan pemahaman kontekstual sebesar 50-70 persen. Proses pembelajaran dengan berbasis pendekatan ilmiah harus dipandu dengan kaidah-kaidah pendekatan ilmiah. Pendekatan ini bercirikan penonjolan dimensi pengamatan, penalaran, penemuan, pengabsahan, dan penjelasan tentang suatu kebenaran. Dengan demikian, proses pembelajaran harus dilaksanakan dengan dipandu nilai-nilai, prinsip-prinsip, atau kriteria ilmiah. Proses pembelajaran disebut ilmiah jika memenuhi kriteria seperti berikut ini. 1) Substansi atau materi pembelajaran berbasis pada fakta atau fenomena yang dapat dijelaskan dengan logika atau penalaran tertentu; bukan sebatas kirakira, khayalan, legenda, atau dongeng semata. 2) Penjelasan Pendidik, respon peserta didik, dan interaksi edukatif Pendidikpeserta didik terbebas dari prasangka yang serta-merta, pemikiran subjektif, atau penalaran yang menyimpang dari alur berpikir logis. 3) Mendorong dan menginspirasi peserta didik berpikir secara kritis, analitis, dan tepat dalam mengidentifikasi, memahami, memecahkan masalah, dan mengaplikasikan substansi atau materi pembelajaran. 4) Mendorong dan menginspirasi peserta didik mampu berpikir hipotetik dalam melihat perbedaan, kesamaan, dan tautan satu dengan yang lain dari substansi atau materi pembelajaran. 5) Mendorong dan menginspirasi peserta didik mampu memahami, menerapkan, dan mengembangkan pola berpikir yang rasional dan objektif dalam merespon substansi atau materi pembelajaran. 6) Berbasis pada konsep, teori, dan fakta empiris yang dapat dipertanggungjawabkan. 7) Tujuan pembelajaran dirumuskan secara sederhana, jelas, dan menarik sistem penyajiannya. c.
Langkah-langkah Pembelajaran dengan Pendekatan Ilmiah Proses pembelajaran pada Kurikulum 2013 untuk semua jenjang dilaksanakan dengan menggunakan pendekatan ilmiah. Proses pembelajaran harus mencakup tiga ranah, yaitu sikap, keterampilan, dan pengetahuan. Dalam proses pembelajaran berbasis pendekatan ilmiah, ranah sikap menggamit transformasi substansi atau materi ajar agar peserta didik tahu tentang „mengapa‟. Ranah
@2015, Dit. Pembinaan SMA
15
Prinsip-prinsip Pembelajaran
keterampilan menggamit transformasi substansi atau materi ajar agar peserta didik tahu tentang „bagaimana‟. Ranah pengetahuan menggamit transformasi substansi atau materi ajar agar peserta didik tahu tentang „apa‟. Hasil akhirnya adalah peningkatan dan keseimbangan antara kemampuan untuk menjadi manusia yang baik (soft skills) dan manusia yang memiliki kecakapan dan pengetahuan untuk hidup secara layak (hard skills) dari peserta didik yang meliputi aspek kompetensi sikap, keterampilan, dan pengetahuan. Kurikulum
2013
menekankan
pada
dimensi
pedagogik
modern
dalam
pembelajaran, yaitu menggunakan pendekatan ilmiah. Pendekatan ilmiah (scientific appoach) dalam pembelajaran semua mata pelajaran meliputi menggali informasi melalui pengamatan, bertanya, percobaan, kemudian mengolah data atau informasi, menyajikan data atau informasi, dilanjutkan dengan menganalisis, menalar, kemudian menyimpulkan, dan mencipta. Untuk mata pelajaran, materi, atau situasi tertentu, sangat mungkin pendekatan ilmiah ini tidak selalu tepat diaplikasikan secara prosedural. Pada kondisi seperti ini, tentu saja proses pembelajaran harus tetap menerapkan nilai-nilai atau sifat-sifat ilmiah dan menghindari nilai-nilai atau sifat-sifat non-ilmiah. Pendekatan ilmiah meliputi lima pengalaman belajar sebagaimana diuraikan dibawah ini. 1) Mengamati (Observing) Metode
mengamati
(observasi)
mengutamakan
kebermaknaan
proses
pembelajaran (meaningful learning). Metode ini memiliki keunggulan tertentu, seperti menyajikan media obyek secara nyata, peserta didik senang dan tertantang, dan mudah pelaksanaannya. Kegiatan mengamati bertujuan agar pembelajaran berkaitan erat dengan konteks situasi nyata yang dihadapi dalam kehidupan sehari-hari. Proses mengamati fakta atau fenomena mencakup mencari informasi, melihat, mendengar, membaca, dan atau menyimak. Dalam kegiatan mengamati, pendidik membuka kesempatan bagi peserta didik untuk secara luas dan bervariasi melakukan pengamatan melalui kegiatan melihat, menyimak, mendengar, dan membaca. Pendidik memfasilitasi peserta didik untuk melakukan pengamatan, melatih mereka untuk memperhatikan (melihat, membaca, mendengar) hal yang penting dari suatu benda atau objek. Kompetensi yang dikembangkan pada kegiatan mengamati ini adalah melatih kesungguhan, ketelitian, dan mencari informasi.
@2015, Dit. Pembinaan SMA
16
Prinsip-prinsip Pembelajaran
Metode
mengamati
bermanfaat
bagi
sangat
pemenuhan
rasa ingin tahu peserta didik. Sehingga proses pembelajaran memiliki kebermaknaan yang tinggi. Pengamatan matahari dilapangan Dengan metode observasi peserta didik menemukan fakta bahwa ada hubungan antara obyek yang dianalisis dengan materi pembelajaran yang digunakan oleh pendidik. Kegiatan mengamati dalam pembelajaran dilakukan dengan menempuh langkah-langkah seperti berikut ini. a.
Menentukan objek apa yang akan diobservasi
b.
Membuat pedoman observasi sesuai dengan lingkup objek yang akan diobservasi
c.
Menentukan secara jelas data-data apa yang perlu diobservasi, baik primer maupun sekunder
d.
Menentukan di mana tempat objek yang akan diobservasi
e.
Menentukan secara jelas bagaimana observasi akan dilakukan untuk mengumpulkan data agar berjalan mudah dan lancar
f.
Menentukan cara dan melakukan pencatatan atas hasil observasi, seperti menggunakan buku catatan, kamera, tape recorder, video perekam, dan alat-alat tulis lainnya.
Kegiatan observasi
dalam proses pembelajaran meniscayakan keterlibatan
peserta didik secara langsung. Dalam kaitan ini, pendidik harus memahami bentuk keterlibatan peserta didik dalam observasi tersebut. a.
Observasi biasa (common observation). Pada observasi biasa untuk kepentingan
pembelajaran,
peserta
didik
merupakan
subjek
yang
sepenuhnya melakukan observasi (complete observer). Di sini peserta didik sama sekali tidak melibatkan diri dengan pelaku, objek, atau situasi yang diamati. b.
Observasi terkendali (controlled observation). Seperti halnya observasi biasa, pada observasi terkendali untuk kepentingan pembelajaran, peserta didiksama sekali tidak melibatkan diri dengan pelaku, objek, atau situasi yang diamati.Mereka juga tidak memiliki hubungan apa pun dengan pelaku, objek, atau situasi yang diamati. Namun demikian, berbeda dengan
@2015, Dit. Pembinaan SMA
17
Prinsip-prinsip Pembelajaran
observasi biasa, pada observasi terkendali pelaku atau objek yang diamati ditempatkan pada ruang atau situasi yang dikhususkan. Karena itu, pada pembelajaran dengan observasi terkendali termuat nilai-nilai percobaan atau eksperimen atas diri pelaku atau objek yang diobservasi. c.
Observasi partisipatif (participant observation). Pada observasi partisipatif, peserta didik melibatkan diri secara langsung dengan pelaku atau objek yang diamati. Sejatinya, observasi semacam ini paling lazim dilakukan dalam penelitian antropologi khususnya etnografi. Observasi semacam ini mengharuskan peserta didik melibatkan diri pada pelaku, komunitas, atau objek yang diamati. Di bidang pengajaran bahasa, misalnya, dengan menggunakan pendekatan ini berarti peserta didik hadir dan “bermukim” langsung di tempat subjek atau komunitas tertentu dan pada waktu tertentu pula untuk mempelajari bahasa atau dialek setempat, termasuk melibakan diri secara langsung dalam situasi kehidupan mereka.
Selama proses pembelajaran, peserta didik dapat melakukan observasi dengan dua cara pelibatan diri. Kedua cara pelibatan dimaksud
yaitu observasi
berstruktur dan observasi tidak berstruktur, seperti dijelaskan berikut ini. a.
Observasi berstruktur. Pada observasi berstruktur dalam rangka proses pembelajaran, fenomena subjek, objek, atau situasi apa yang ingin diobservasi oleh peserta didik telah direncanakan oleh secara sistematis di bawah bimbingan pendidik.
b.
Observasi tidak berstruktur. Pada observasi yang tidak berstruktur dalam rangka proses pembelajaran, tidak ditentukan secara baku atau rijid mengenai apa yang harus diobservasi oleh peserta didik. Dalam kerangka ini, peserta didik membuat catatan, rekaman, atau mengingat dalam memori secara spontan atas subjek, objektif, atau situasi yang diobservasi.
Praktik observasi dalam pembelajaran hanya akan efektif, jika peserta didik dan pendidik melengkapi diri dengan dengan alat-alat pencatatan dan alat-alat lain, seperti: (1) tape recorder, untuk merekam pembicaraan; (2) kamera, untuk merekam objek atau kegiatan secara visual; (3) film atau video, untuk merekam kegiatan objek atau secara audio-visual; dan (4) alat-alat lain sesuai dengan keperluan. Secara lebih luas, alat atau instrumen yang digunakan dalam melakukan observasi, dapat berupa daftar cek (checklist), skala rentang (rating scale), catatan anekdotal (anecdotal record), catatan berkala, dan alat mekanikal (mechanical device). Daftar cek dapat berupa suatu daftar yang berisikan
@2015, Dit. Pembinaan SMA
18
Prinsip-prinsip Pembelajaran
nama-nama subjek, objek, atau faktor- faktor yang akan diobservasi. Skala rentang , berupa alat untuk mencatat gejala atau fenomena menurut tingkatannya. Catatan anekdotal berupa catatan yang dibuat oleh peserta didik dan Pendidik mengenai kelakuan-kelakuan luar biasa yang ditampilkan oleh subjek atau objek yang diobservasi. Alat mekanikalberupa alat mekanik yang dapat dipakai untuk memotret atau merekam peristiwa-peristiwa tertentu yang ditampilkan oleh subjek atau objek yang diobservasi. Prinsip-rinsip yang harus diperhatikan oleh pendidik dan peserta didik selama observasi pembelajaran disajikan berikut ini. a.
Cermat, objektif, dan jujur serta terfokus pada objek yang diobservasi untuk kepentingan pembelajaran.
b.
Banyak atau sedikit serta homogenitas atau hiterogenitas subjek, objek, atau situasi yang diobservasi. Makin banyak dan heterogen subjek, objek, atau situasi yang diobservasi, makin sulit kegiatan obervasi itu dilakukan. Sebelum obsevasi dilaksanakan, pendidik dan peserta didik sebaiknya menentukan dan menyepakati cara dan prosedur pengamatan.
c.
Pendidik dan peserta didik perlu memahami apa yang hendak dicatat, direkam, dan sejenisnya,
serta bagaimana membuat catatan atas
perolehan observasi. 2) Menanya (Questioning) Kegiatan
menanya
dilakukan
sebagai
salah
satu
proses
membangun
pengetahuan peserta didik dalam bentuk fakta, konsep, prinsip, prosedur, hukum dan teori. Tujuannnya adalah agar peserta didik memiliki kemampuan berpikir tingkat tinggi secara kritis, logis, dan sistematis (critical thinking skills). Proses menanya bisa dilakukan melalui kegiatan diskusi dan kerja kelompok serta diskusi kelas. Praktik diskusi kelompok memberi ruang pada peserta didik untuk mengemukakan ide/gagasan dengan bahasa sendiri. Pendidik membimbing peserta didik agar mampu mengajukan pertanyaan tentang hasil pengamatan objek yang konkrit sampai abstrak berkenaan dengan fakta, konsep, prosedur, atau pun hal lain yang lebih abstrak.
@2015, Dit. Pembinaan SMA
19
Prinsip-prinsip Pembelajaran
Pertanyaan yang disusun dapat bersifat faktual sampai kepada pertanyaan hipotetik. peserta
yang
bersifat
Pendidik
melatih
didik
menggunakan
pertanyaan-pertanyaan
yang
dibuat dan memberikan bantuan untuk
belajar
pertanyaan
Aktivitas bertanya
didik
mengajukan
sehingga
mampu
peserta
mengajukan
pertanyaan secara mandiri. Melalui kegiatan bertanya rasa ingin tahu peserta didik dikembangkan. Semakin terlatih dalam bertanya, rasa ingin tahu semakin berkembang.
Pertanyaan-
pertanyaan tersebut akan menjadi dasar untuk mencari informasi lebih lanjut dan beragam melalui sumber yang ditentukan pendidik sampai yang dipilih peserta didik sendiri. Dimulai dari sumber kajian yang tunggal sampai yang beragam. a.
Fungsi bertanya
Membangkitkan rasa ingin tahu, minat, dan perhatian peserta didik tentang suatu tema atau topik pembelajaran.
Mendorong dan menginspirasi peserta didik untuk aktif belajar, serta mengembangkan pertanyaan dari dan untuk dirinya sendiri.
Mendiagnosis kesulitan belajar peserta didik sekaligus menyampaikan rancangan untuk mencari solusinya.
Menstrukturkan tugas-tugas dan memberikan kesempatan kepada peserta
didik
untuk
menunjukkan
sikap,
keterampilan,
dan
pemahamannya atas substansi pembelajaran yang diberikan.
Membangkitkan mengajukan
keterampilan
pertanyaan,
dan
peserta memberi
didik
dalam
jawaban
berbicara,
secara
logis,
sistematis, dan menggunakan bahasa yang baik dan benar.
Mendorong partisipasi peserta didik dalam berdiskusi, berargumen, mengembangkan kemampuan berpikir, dan menarik simpulan.
Membangun sikap keterbukaan untuk saling memberi dan menerima pendapat atau gagasan, memperkaya kosa kata, serta mengembangkan toleransi sosial dalam hidup berkelompok.
@2015, Dit. Pembinaan SMA
20
Prinsip-prinsip Pembelajaran
Membiasakan peserta didik berpikir spontan dan cepat, serta sigap dalam merespon persoalan yang tiba-tiba muncul.
Melatih kesantunan dalam berbicara dan membangkitkan kemampuan berempati satu sama lain.
b. Tingkatan Pertanyaan Pendidik harus memahami kualitas pertanyaan, sehingga menggambarkan tingkatan kognitif seperti apa yang akan disentuh, mulai dari yang lebih rendah hingga yang lebih tinggi. Bobot pertanyaan yang menggambarkan tingkatan kognitif yang lebih rendah hingga yang lebih tinggi disajikan berikut ini. Tingkatan Kognitif yang lebih rendah
Sub tingkatan Pengetahuan (knowledge)
Pemahaman (comprehension)
Penerapan (application
Kognitif yang lebih tinggi
Analisis (analysis)
Sintesis (synthesis)
@2015, Dit. Pembinaan SMA
Kata-kata kunci pertanyaan
Apa… Siapa… Kapan… Di mana… Sebutkan… Jodohkan atau pasangkan… Persamaan kata… Golongkan… Berilah nama… Terangkahlah… Bedakanlah… Terjemahkanlah… Simpulkan… Bandingkan… Ubahlah... Berikanlah interpretasi… Gunakanlah… Tunjukkanlah… Buatlah… Demonstrasikanlah… Carilah hubungan… Tulislah contoh… Siapkanlah… Klasifikasikanlah… Analisislah… Kemukakan bukti-bukti… Mengapa… Identifikasikan… Tunjukkanlah sebabnya… Berilah alasan-alasan… Ramalkanlah… Bentuk… Ciptakanlah… Susunlah… 21
Prinsip-prinsip Pembelajaran
Tingkatan
Sub tingkatan
Kata-kata kunci pertanyaan
Evaluasi (evaluation)
Rancanglah… Tulislah… Bagaimana kita dapat memecahkan… Apa yang terjadi seaindainya… Bagaimana kita dapat memperbaiki… Kembangkan… Berilah pendapat… Alternatif mana yang lebih baik… Setujukah anda… Kritiklah… Berilah alasan… Nilailah… Bandingkan… Bedakanlah…
3) Mengumpulkan Informasi/Mencoba (Experimenting) Kegiatan pembelajaran yang dilakukan pada langkah mengumpulkan informasi adalah melakukan percobaan atau eksperimen, membaca literatur, menuliskan hasil
pengamatan
dari
suatu
objek,
dan
mewawancarai
narasumber.
Mengumpulkan informasi sering disamakan dengan kata mencoba ataupun eksperimen. Informasi yang dikumpulkan pada langkah ini adalah informasi mengenai objek yang telah diamati dan yang telah diperjelas setelah ditanyakan. Langkah mengumpulkan informasi pada pendekatan saintifik kurikulum 2013 berupaya mengembangkan beberapa kompetensi. Kompetensi yang dikembangkan meliputi mengembangkan sikap jujur, teliti, sopan, dan menghargai pendapat orang lain, serta kompetensi kemampuan berkomunikasi, kompetensi dalam menerapkan kemampuan mengumpulkan informasi melalui berbagai cara yang dipelajari, dan kompetensi mengembangkan kebiasaan belajar dan belajar sepanjang hayat. Untuk
mewujudkan
saintifik
dengan
mengumpulkan benar,
pembelajaran langkah
informasi
diperlukan
yang
keterampilan
pendidik dalam mengelola kegiatan pembelajarannya.
@2015, Dit. Pembinaan SMA
Mengumpulkan informasi
22
Prinsip-prinsip Pembelajaran
Keterampilan tersebut terutama diperlukan ketika menyelenggarakan suatu kegiatan eksperimen bagi peserta didik. Keterampilan tersebut antara lain adalah harus mampu:
merumuskan tujuan dari kegiatan eksperimen yang dilaksanakan oleh peserta didik
mempersiapkan perlengkapan yang diperlukan untuk kegiatan eksperimen
memperhitungkan waktu dan tempat untuk kegiatan eksperimen
menyediakan lembar kerja bagi peserta didik selama kegiatan eksperimen dilakukan
mengkomunikasikan masalah yang akan yang akan diujicobakan,
membimbing peserta didik dalam melakukan eksperimen
mengevaluasi hasil eksperimen peserta didik
4) Menalar (Associating) Istilah menalar merupakan padanan dari associating; bukan merupakan terjemahan dari reasoning, meski istilah ini juga bermakna menalar atau penalaran. Karena itu, istilah aktivitas menalar dalam konteks pembelajaran pada Kurikulum 2013 dengan pendekatan ilmiah banyak merujuk pada teori belajar
asosiasi
atau
pembelajaran
asosiatif.
Istilah
asosiasi
dalam
pembelajaran merujuk pada kemampuan mengelompokkan beragam ide dan mengasosiasikan beragam peristiwa untuk kemudian memasukannya menjadi penggalan memori. Selama mentransfer peristiwa-peristiwa khusus ke otak, pengalaman tersimpan dalam referensi dengan peristiwa lain. Pengalaman-pengalaman
yang
sudah tersimpan di memori otak berelasi dan berinteraksi dengan pengalaman
sebelumnya
yang
sudah tersedia. Proses itu dikenal sebagai asosiasi atau menalar. Membuat kesimpulan hasil percobaan Dari perspektif psikologi, asosiasi merujuk pada koneksi antara entitas konseptual atau mental sebagai hasil dari kesamaan antara pikiran atau kedekatan dalam ruang dan waktu. Bagaimana aplikasinya dalam proses pembelajaran? @2015, Dit. Pembinaan SMA
Aplikasi
pengembangan
aktivitas
pembelajaran
untuk 23
Prinsip-prinsip Pembelajaran
meningkatkan daya menalar peserta didik dapat dilakukan dengan cara berikut ini. 1) Pendidik menyusun bahan pembelajaran dalam bentuk yang sudah siap sesuai dengan tuntutan kurikulum. 2) Pendidik tidak banyak menerapkan metode ceramah. Tugas utama guru adalah memberi instruksi singkat tapi jelas dengan disertai contoh-contoh, baik dilakukan sendiri maupun dengan cara simulasi. 3) Bahan pembelajaran disusun secara berjenjang atau hierarkis, dimulai dari yang sederhana (persyaratan rendah) sampai pada yang kompleks (persyaratan tinggi). 4) Kegiatan pembelajaran berorientasi pada hasil yang dapat diukur dan diamati 5) Setiap kesalahan harus segera dikoreksi atau diperbaiki 6) Perlu dilakukan pengulangan dan latihan agar perilaku yang diinginkan dapat menjadi kebiasaan atau pelaziman. 7) Evaluasi atau penilaian didasari atas perilaku yang nyata atau otentik. 8) Pendidik mencatat semua kemajuan peserta didik untuk kemungkinan memberikan tindakan pembelajaran perbaikan. Terdapat dua cara menalar, yaitu penalaran induktif dan penalaran deduktif. Penalaran induktif merupakan cara menalar dengan menarik simpulan dari fenomena atau atribut-atribut khusus untuk hal-hal yang bersifat umum. Jadi, menalar secara induktif adalah proses penarikan simpulan dari kasus-kasus yang bersifat nyata secara individual atau spesifik menjadi simpulan yang bersifat umum. Kegiatan menalar secara induktif lebih banyak berpijak pada observasi inderawi atau pengalaman empirik. Contoh: 1)
Singa binatang berdaun telinga, berkembangbiak dengan cara melahirkan
2)
Harimau
binatang
berdaun
telinga,
berkembangbiak
dengan
cara
melahirkan 3)
Ikan Paus binatang berdaun telinga berkembangbiak dengan melahirkan
4)
Simpulan: Semua binatang yang berdaun telinga berkembang biak dengan melahirkan
Penalaran deduktif merupakan cara menalar dengan menarik simpulan dari pernyataan-pernyataan atau fenomena yang bersifat umum menuju pada hal yang bersifat khusus. Pola penalaran deduktif dikenal dengan pola silogisme. Cara kerja menalar secara deduktif adalah menerapkan hal-hal yang umum
@2015, Dit. Pembinaan SMA
24
Prinsip-prinsip Pembelajaran
terlebih dahulu untuk kemudian dihubungkan ke dalam bagian-bagiannya yang khusus. Ada tiga jenis silogisme, yaitu silogisme kategorial, silogisme hipotesis, silogisme alternatif. Pada penalaran deduktif tedapat premis, sebagai proposisi menarik simpulan. Penarikan simpulan dapat dilakukan melalui dua cara, yaitu langsung dan tidak langsung. Simpulan secara langsung ditarik dari satu premis, sedangkan simpulan tidak langsung ditarik dari dua premis. Contoh : 1)
Kamera adalah barang elektronik dan membutuhkan daya listrik untuk beroperasi
2)
Telepon genggam adalah barang elektronik dan membutuhkan daya listrik untuk beroperasi.
3)
Simpulan: semua barang elektronik membutuhkan daya listrik untuk beroperasi.
5) Mengomunikasikan (Communicating) Kegiatan mengomunikasikan meliputi menyajikan laporan dalam bentuk bagan, diagram, atau grafik; menyusun laporan tertulis; dan menyajikan laporan meliputi proses, hasil, dan kesimpulan secara lisan. Bentuk hasil belajarnya berupa menyajikan hasil kajian (dari pengamatan sampai menalar) dalam bentuk tulisan, grafik, multi media, dll. Ada beberapa kompetensi yang ingin dicapai dari pelaksanaan kegiatan mengkomunikasikan ini. Kompetensi tersebut antara lain kompetensi untuk bersikap jujur, saling toleransi, teliti, kompetensi dalam berpikir secara sistematis, kemampuan dalam menyampaikan pendapat secara singkat dan jelas, Mengkomunikasikan hasil diskusi kelompok
serta
kemampuan
dalam
dalam
menggunakan bahasa secara baik dan benar.
Hasil penyimpulan yang didapatkan selama peserta didik mengasosiasi belum bisa dikatakan telah dikomunikasikan apabila belum disampaikan kepada pendidik atau kepada peserta didik yang lain. Tujuan dari kegiatan mengkomunikasikan adalah untuk mengetahui perbedaan penarikan kesimpulan
@2015, Dit. Pembinaan SMA
25
Prinsip-prinsip Pembelajaran
dari masing-masing peserta didik, yang nantinya bisa dijadikan dasar bagi pendidik untuk membenahi kesimpulan yang masih belum tepat. 4.
Pembelajaran Berbasis Kompetensi. a. Pengertian Kompetensi adalah pernyataan yang menggambarkan penampilan suatu kemampuan tertentu
secara bulat yang merupakan perpaduan antara
pengetahuan dan keterampilan yang dapat diamati dan diukur. Kompetensi atau kemampuan lulusan merupakan modal utama untuk bersaing di tingkat global, karena persaingan yang terjadi adalah pada kemampuan sumber daya manusia. Pembelajaran berbasis kompetensi merupakan suatu model pembelajaran dimana perencanaan, pelaksanaan, dan penilaiannya mengacu pada penguasaan kompetensi. Pendekatan pembelajaran berbasis kompetensi dimaksudkan agar segala upaya yang dilakukan dalam pembelajaran benar-benar mengacu dan mengarahkan peserta didik untuk menguasai kompetensi yang ditetapkan sehingga mereka tuntas dalam belajarnya. (Depdiknas, 2003: 8). Pembelajaran berbasis kompetensi didasarkan atas pokok-pokok pikiran bahwa apa yang ingin dicapai oleh peserta didik melalui kegiatan pembelajaran harus dirumuskan dengan jelas. Perumusan dimaksud diwujudkan dalam bentuk kompetensi dasar yang diharapkan dikuasai oleh peserta didik.Untuk lebih mudah diukur, maka kompetensi dasar ini diuraikan dalam bentuk indikator. b. Tujuan Pembelajaran Berbasis Kompetensi Pembelajaran berbasis kompetensi memiliki tujuan, sebagai berikut:
Memberikan motivasi belajar kepada peserta didik agar dapat mewujudkan ketercapaian tujuan pembelajaran secara optimal;
Membina kedisiplinan dan rasa tanggung jawab peserta didik dalam mengikuti aturan main kelas, sehingga masing-masing peserta didik dapat belajar sesuai dengan kemampuannya;
Membimbing dan mengendalikan kegiatan belajar peserta didik demi tercapainya tujuan pembelajaran yang diharapkan secara optimal;
Mengarahkan sikap atau perilaku peserta didik yang menyimpang dari tujuan pembelajaran yang ingin dicapai;
Memberdayakan sarana kelas guna mendukung kelancaran kegiatan belajar peserta didik sesuai dengan tujuan pembelajaran yang ingin dicapai;
@2015, Dit. Pembinaan SMA
26
Prinsip-prinsip Pembelajaran
Mewujudkan lingkungan belajar yang menyenangkan (kondusif) sebagai wahana bagi peserta didik dalam menumbuh-kembangkan potensinya secara optimal.
c.
Prinsip Pembelajaran Berbasis Kompetensi Prinsip pembelajaran berbasis kompetensi adalah sebagai berikut:
Berpusat pada peserta didik agar mencapai
kompetensi
yang
diharapkan. Peserta didik menjadi subjek
pembelajaran
sehingga
keterlibatan aktivitasnya dalam pembelajaran tinggi.
Siswa mengkomunikasikan hasil pembelajarannya
Tugas pendidik adalah mendesain kegiatan pembelajaran agar tersedia ruang dan
waktu
bagi
peserta
didik
belajar
secara
aktif
dalam
mencapai
kompetensinya;
Pembelajaran terpadu agar kompetensi yang dirumuskan dalam kompetensi dasar dan standar kompetensi tercapai secara utuh. Aspek kompetensi yang terdiri dari sikap, pengetahuan, dan keterampilan terintegrasi menjadi satu kesatuan;
Pembelajaran dilakukan dengan sudut pandang adanya keunikan individual setiap peserta didik. Peserta didik memiliki karakteristik, potensi, dan kecepatan belajar yang beragam. Oleh karena itu dalam kelas dengan jumlah tertentu, pendidik perlu memberikan layanan individual agar dapat mengenal dan mengembangkan peserta didiknya;
Pembelajaran dilakukan secara bertahap dan terus menerus menerapkan prinsip pembelajaran tuntas (mastery learning) sehingga mencapai ketuntasan yang ditetapkan. Peserta didik yang belum tuntas diberikan layanan remedial, sedangkan yang sudah tuntas diberikan layanan pengayaan atau melanjutkan pada kompetensi berikutnya;
Pembelajaran dihadapkan pada situasi pemecahan masalah, sehingga peserta didik menjadi pembelajar yang kritis, kreatif, dan mampu memecahkan masalah
yang
dihadapi.
Oleh
karena
itu
pendidik
perlu
mendesain
pembelajaran yang berkaitan dengan permasalahan kehidupan atau konteks kehidupan peserta didik dan lingkungan;
@2015, Dit. Pembinaan SMA
27
Prinsip-prinsip Pembelajaran
Pembelajaran dilakukan dengan multi strategi dan multimedia sehingga memberikan pengalaman belajar beragam bagi peserta didik;
Peran pendidik sebagai fasilitator, motivator, dan narasumber.
Salah satu strategi yang memenuhi prinsip pembelajaran berbasis kompetensi adalah pembelajaran kontekstual dengan pendekatan konstruktivisme. Lima strategi pembelajaran kontekstual (contextual teaching and learning), yaitu: 1. Mengaitkan (Relating)
Dalam hal ini pendidik menggunakan strategi relating ini apabila ia mengkaitkan konsep baru dengan sesuatu yang sudah dikenal peserta didik. Jelasnya, mengkaitkan apa yang sudah diketahui peserta didik dengan informasi baru; 2. Mengalami Merupakan inti pembelajaran kontekstual dimana (Experiencing) mengkaitkan berarti menghubungkan informasi baru dengan pengalaman maupun pengetahuan informasi baru dengan pengalaman sebelumnya. Pembelajaran bisa terjadi dengan lebih cepat ketika peserta didik memanfaatkan (memanipulasi) peralatan dan bahan serta melakukan bentuk-bentuk penelitian yang aktif; 3. Menerapkan Ketika peserta didik menerapkan konsep dalam aktivitas (Applying) belajar memecahkan masalahnya, pendidik dapat memotivasi peserta didik dengan memberikan latihan yang realistik dan relevan; 4. Kerja sama Peserta didik yang bekerja sama secara kelompok biasanya (Cooperating) mudah mengatasi masalah yang komplek dengan sedikit bantuan ketimbang peserta didik yang bekerja sama secara individual. Pengalaman bekerja sama tidak hanya membantu peserta didik mempelajari bahan pembelajaran tetapi konsisten dengan dunia nyata;
5. Mentransfer (Transferring)
Fungsi dan peran pendidik dalam konteks ini adalah menciptakan bermacam-macam pengalaman belajar denga fokus pada pemahaman bukan hapalan.
Tujuh konsep utama pembelajaran kontekstual. 1. Constructivism
2. Inquiry @2015, Dit. Pembinaan SMA
Belajar adalah proses aktif mengonstruksi pengetahuan dari abstraksi pengalaman alami maupun manusiawi, yang dilakukan secara pribadi dan sosial untuk mencari makna dengan memproses informasi sehingga dirasakan masuk akal sesuai dengan kerangka berpikir yang dimiliki. Belajar berarti menyediakan kondisi agar memungkinkan peserta didik membangun sendiri pengetahuannya. Kegiatan belajar dikemas menjadi proses mengonstruksi pengetahuan, bukan menerima pengetahuan sehingga belajar dimulai dari apa yang diketahui peserta didik. Peserta didik menemukan ide dan pengetahuan (konsep, prinsip) baru, menerapkan ide-ide, kemudian peserta didik mencari strategi belajar yang efektif agar mencapai kompetensi dan memberikan kepuasan atas penemuannya itu Siklus inquiry: observasi dimulai dengan bertanya, 28
Prinsip-prinsip Pembelajaran
3. Questioning
4. Learning Community 5. Modelling
6. Reflection
7. Assesment
mengajukan hipotesis, mengumpulkan data, dan menarik simpulan. Langkah-langkah inkuiri dengan merumuskan masalah, melakukan observasi, analisis data, kemudian mengomunikasikan hasilnya Berguna bagi pendidik untuk: mendorong, membimbing dan menilai peserta didik; menggali informasi tentang pemahaman, perhatian, dan pengetahuan peserta didik. Berguna bagi peserta didik sebagai salah satu teknik dan strategi belajar Dilakukan melalui pembelajaran kolaboratif. Belajar dilakukan dalam kelompok-kelompok kecil sehingga kemampuan sosial dan komunikasi berkembang Berguna sebagai contoh yang baik yang dapat ditiru oleh peserta didik seperti cara menggali informasi, demonstrasi, dan lain-lain. Pemodelan dilakukan oleh pendidik (sebagai teladan), peserta didik, dan tokoh lain Tentang cara berpikir apa yang baru dipelajari Respon terhadap kejadian, aktivitas/pengetahuan yang baru Hasil konstruksi pengetahuan yang baru. Bentuknya dapat berupa kesan, catatan atau hasil karya Menilai sikap, pengetahuan, dan ketrampilan Berlangsung selama proses secara terintegrasi Dilakukan melalui berbagai cara (test dan non-test) Alternatif bentuk: kinerja, observasi, portofolio, dan/atau jurnal
5. Pembelajaran Terpadu a.
Pengertian pembelajaran terpadu Pembelajaran terpadu merupakan suatu pendekatan dalam pembelajaran yang secara sengaja mengaitkan beberapa aspek, baik dalam intra mata pelajaran maupun antarmata pelajaran. Dengan adanya pemaduan itu, peserta didik akan memeroleh pengetahuan dan keterampilan secara utuh sehingga pembelajaran menjadi bermakna bagi peserta didik. Bermakna di sini memberikan arti bahwa pada pembelajaran terpadu peserta didik akan dapat memahami konsep-konsep yang
mereka
pelajari
melalui
pengalaman
langsung
dan
nyata
yang
menghubungkan antarkonsep dalam intra mata pelajaran maupun antarmata pelajaran. Cohen dan Manion (1992) dan Brand (1991), terdapat tiga kemungkinan variasi pembelajaran terpadu yang berkenaan dengan pendidikan yang dilaksanakan dalam suasana pendidikan progresif, yaitu kurikulum terpadu (integrated curriculum), hari terpadu (integrated day), dan pembelajaran terpadu (integrated learning). Kurikulum terpadu adalah kegiatan menata keterpaduan berbagai materi mata pelajaran melalui suatu tema lintas bidang membentuk suatu keseluruhan yang bermakna sehingga batas antara berbagai bidang studi @2015, Dit. Pembinaan SMA
29
Prinsip-prinsip Pembelajaran
tidaklah ketat atau boleh dikatakan tidak ada. Hari terpadu berupa perancangan kegiatan peserta didik dari sesuatu kelas pada hari tertentu untuk mempelajari atau mengerjakan berbagai kegiatan sesuai dengan minat mereka. Sementara itu, pembelajaran terpadu menunjuk pada kegiatan belajar yang terorganisasikan secara lebih terstruktur yang bertolak pada tema-tema tertentu atau pelajaran tertentu sebagai titik pusatnya (center core / center of interest); Prabowo (2000 : 2), pembelajaran merupakan mengajar
pendekatan yang
belajar
melibatkan
beberapa bidang studi. Pendekatan belajar
mengajar
seperti
ini
diharapkan akan dapat memberikan Diskusi dari berbagai sumber
pengalaman yang bermakna kepada anak didik kita.
Arti bermakna di sini karena dalam pembelajaran terpadu diharapkan anak akan memperoleh pemahaman terhadap konsep-konsep yang mereka pelajari dengan melalui pengalaman langsung dan menghubungkannya dengan konsep lain yang sudah mereka pahami. Pembelajaran terpadu merupakan pendekatan belajar-mengajar yang memperhatikan dan menyesuaikan dengan tingkat perkembangan anak didik (Developmentally Appropriate Practical). Pendekatan yang berangkat dari teori pembelajaran yang menolak drill-system sebagai dasar pembentukan pengetahuan dan struktur intelektual anak. b.
Karakteristik Pembelajaran Terpadu Pembelajaran terpadu memiliki karakteristik sebagai berikut : 1)
Pembalajaran terpusat pada anak. Pembalajaran terpadu dikatakan sebagai pembelajaran yang berpusat pada anak, karena pada dasarnya pembelajaran terpadu merupakan suatu sistem pembelajaran yang memberikan keleluasaan pada peserta didik, baik secara individu maupun secara kelompok. Peserta didik dapat aktif mencari, menggali, dan manemukan konsep serta prinsip-prinsip dari suatu pengetahuan yang harus dikuasainya sesuai dengan perkembangannya.
2) Menekankan pembentukan pemahaman dan kebermaknaan Pembelajaran terpadu mengkaji suatu fenomena dari berbagai macam aspek yang membentuk semacam jalinan antarskema yang dimiliki oleh
@2015, Dit. Pembinaan SMA
30
Prinsip-prinsip Pembelajaran
peserta didik, sehingga akan berdampak pada kebermaknaan dari materi yang dipelajari peserta didik. Hasil yang nyata didapat dari segala konsep yang diperoleh dan keterkaitannya dengan konsep-konsep lain yang dipelajari dan mengakibatkan kegiatan belajar menjadi lebih bermakna. Hal ini diharapkan dapat berakibat pada kemampuan peserta didik untuk dapat menerapakan perolehan belajaranya pada pemecahan masalahmasalah yang nyata dalam kehidupannya. 3) Belajar melalui proses pengalaman langsung Pada pembelajaran terpadu diprogramkan untuk melibatkan peserta didik secara langsung pada konsep dan prinsip yang dipelajari dan memungkinkan peserta didik belajar dengan melakukan kegiatan secara langsung. Dengan demikian, peserta didik akan memahami hasil belajarnya secara langsung, kemudian peserta didik akan memahami hasil belajarnya sesuai dengan fakta dan peristiwa yang mereka alami, bukan sekedar informasi dari pendidiknya. Pendidik lebih banyak bertindak sebagai fasilitator yang membimbing ke arah tujuan yang ingin dicapai. Sedangkan, peserta didik sebagai aktor pencari fakta dan informasi untuk mengembangkan pengetahuannya. 4) Lebih memperhatikan proses daripada hasil semata Pada pembelajaran terpadu dikembangkan pendekatan discovery inquiry (penemuan terbimbing) yang melibatkan peserta didik secara aktif dalam proses pembelajaran yaitu mulai dari perencanaan, pelaksanaan sampai proses evaluasi. Pembelajaran terpadu dilaksanakan dengan melihat keinginan, minat, dan kemampuan peserta didik sehingga memungkinkan peserta didik termotivasi untuk belajar terus-menerus. 5)
Sarat dengan muatan keterkaitan Pembelajaran terpadu memusatkan perhatian pada pengamatan dan pengkajian suatu gejala atau peristiwa dari beberapa mata pelajaran sekaligus, tidak dari sudut pandang yang terkotak-kotak. Sehingga memungkinkan
peserta
didik
untuk
memahami
suatu
fenomena
pembelajaran dari segala sisi, yang pada gilirannya nanti akan membuat peserta didik lebih arif dan bijak dalam menyikapi atau menghadapi kejadian yang ada.
@2015, Dit. Pembinaan SMA
31
Prinsip-prinsip Pembelajaran
c.
Model-model pembelajaran terpadu Menurut Fogarty dalam bukunya “How to Integrate the Curricula”, ada 10 macam model pembelajaran terpadu yaitu : 1)
The connected model (model terhubung) Connected
Model
adalah
model
pengembangan
kurikulum
yang
menggabungkan secara jelas satu topik dengan topik berikutnya, satu konsep dengan konsep lainnya, satu kemampuan dengan kemampuan lainnya, kegiatan satu hari dengan hari lainnya, dalam satu mata pelajaran. Contoh pengajaran menggunakan pembelajaran terpadu tipe terhubung (connected) : Guru menghubungkan/menggabungkan konsep matematika tentang uang dengan konsep jual beli, untung rugi, simpan pinjam, dan bunga. 2)
The webbed model (model jaring laba-laba) Tahapan atau Langkah untuk membuat rancangan pembelajaran terpadu dengan model jaring laba-laba, yaitu:
Mempelajari kompetensi dasar, hasil belajar, dan indikator setiap bidang pengembangan untuk masing-masing kelompok usia;
Mengidentifikasi materi pokok dan memetakannya dalam jaring materi pokok;
Mengidentifikasi
indikator
pada
setiap
kompetensi
bidang
pengembangan melalui materi pokok;
Menentukan kegiatan pada setiap bidang pengembangan dengan mengacu pada indikator yang akan dicapai dan materi pokok yang dipilih;
Menyusun Rencana Kegiatan Mingguan;
Menyusun Rencana Kegiatan Harian.
Contoh dari penggunaan pembelajaran terpadu model jaring laba-laba (webbed) ini adalah : siswa dan Guru menentukan tema, misalnya air, maka Guru-Guru mata pelajaran dapat mengajarkan tema air itu ke dalam sub-sub tema, misalnya: siklus air, kincir air, air waduk, air sungai, bisnis air dari PDAM yang tergabung dalam mata pelajaran matematika, fisika, kimia, biologi, ekonomi dan bahasa. 3)
The integrated model ( model integrasi) Integrated
Model
adalah
model
pengembangan
kurikulum
yang
menggunakan pendekatan lintas bidang ilmu utama dengan mencari keterampilan, konsep dan sikap yang tumpang tindih. Model ini berusaha @2015, Dit. Pembinaan SMA
32
Prinsip-prinsip Pembelajaran
memberikan gambaran yang utuh pada anak tentang tujuan melakukan kegiatan-kegiatan yang terdapat dalam bidang-bidang pengembangan. Contoh penerapan pembelajaran terpadu tipe keterpaduan adalah : Pada awalnya Guru menyeleksi konsep-konsep keterampilan dan nilai sikap yang diajarkan dalam satu semester dari beberapa mata pelajaran, misalnya: matematika, fisika, kimia, biologi, ekonomi, dan bahasa. Selanjutnya, dipilih beberapa konsep, keterampilan, dan nilai sikap yang memiliki keterhubungan yang erat dan tumpang tindih di antara beberapa mata pelajaran. 4)
The Nested Model (Model Tersarang) Model Sarang (Nested) adalah model pembelajaran terpadu yang target utamanya adalah materi pelajaran yang dikaitkan dengan keterampilan berpikir dan keterampilan mengorganisasi. Artinya, memadukan aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik serta memadukan keterampilan proses, sikap, dan komunikasi. Model ini masih memfokuskan keterpaduan pada beberapa aspek, kemudian dilengkapi dengan aspek keterampilan lain. Model ini dapat digunakan bila Guru mempunyai tujuan selain menanamkan konsep suatu materi, tetapi juga aspek keterampilan lainnya menjadi suatu kesatuan.
Dengan
menggabungkan
atau
merangkaikan
kemampuan-
kemampuan tertentu pada ketiga cakupan tersebut, akan lebih mudah mengintegrasikan konsep-konsep dan sikap melalui aktivitas yang telah terstruktur. Contoh : pada mata pelajaran Bahasa Indonesia terdapat aspek membaca, menulis, berbicara, menyimak. Keempat aspek tersebut menjadi satu keterpaduan yang menghasilkan ketrampilan berbahasa. 5)
The Fragmented Model ( Model Fragmen) Model Penggalan (Fragmented) adalah model pembelajaran konvensional (umumnya) yang terpisah secara mata pelajaran. Hal ini dipelajari peserta didik tanpa menghubungkan kebermaknaan dan keterkaitan antara satu pelajaran dengan pelajaran lainnya. Setiap mata pelajaran diajarkan oleh Guru yang berbeda dan mungkin pula ruang yang berbeda. Setiap mata pelajaran memiliki ranahnya tersendiri dan tidak ada usaha untuk mempersatukannya. Setiap mata pelajaran berlangsung terpisah dengan pengorganisasian dan cara mengajar yang berbeda dari setiap Guru. Contoh: dalam satu pelajaran, terdapat materi perambatan cahaya (content),
@2015, Dit. Pembinaan SMA
prediksi
(thinking
skill),
dan
peta
konsep
(organizing 33
Prinsip-prinsip Pembelajaran
skill). Yang merupakan pemaduan berbagai bentuk penguasaan konsep ketrampilan berpikir, dan ketrampilan mengorganisasi. 6)
The Sequenced Model ( Model Terurut) Model PenGurutan (Sequenced) adalah model pembelajaran yang topik atau unit
yang
disusun
kembali
dan
diurutkan
sehingga
bertepatan
pembahasannya satu dengan yang lainnya. Misalnya, dua mata pelajaran yang berhubungan diurutkan sehingga materi pelajaran dari keduanya dapat diajarkan secara paralel. Dengan menGurutkan urutan topik-topik yang diajarkan, tiap kegiatan akan dapat saling mengutamakan karena tiap subjek saling mendukung. Contoh: pada mata pelajaran IPA dan matematika tentang pengukuran. Pelajaran IPA = suhu (Kelvin, derajat, Fahrenheit, Reamur). Pelajaran matematika
=
cara
pengolahan
data.
Dengan
cara
penambahan,
pengurangan, pembagian, dan perkalian. 7)
The Shared Model ( Model Terbagi) Model Irisan (Shared) adalah model pembelajaran terpadu yang merupakan gabungan atau keterpaduan antara dua mata pelajaran yang saling melengkapi dan di dalam perencanaan atau pengajarannya menciptakan satu fokus pada konsep, keterampilan, dan, sikap. Penggabungan antara konsep pelajaran, keterampilan dan sikap yang saling berhubungan satu dengan yang lainnya dipayungi dalam satu tema. Model ini berbeda dengan model sarang, yaitu tema memayungi dua mata pelajaran, aspek, konsep, keterampilan ,dan sikap menjadi kesatuan yang utuh. Sedangkan, pada model sarang, sebuah tema hanya memayungi satu pelajaran saja. Contoh: menggabungkan 2 mata pelajaran atau lebih dalam satu tema.
8)
The Threaded Model (Model Pasang Benang) Model Pasang Benang/ Bergalur (Threaded) adalah model pembelajaran yang memfokuskan pada metakurikulum yang menggantikan atau yang berpotongan
dengan
inti
materi
subjek.
Misalnya,
untuk
melatih
keterampilan berpikir (problem solving) dari beberapa mata pelajaran dicari materi yang merupakan bagian dari problem solving. Seperti komponen memprediksi, meramalkan kejadian yang sedang berlangsung, mengantisipasi sebuah bacaan, hipotesis laboratorium,
dan sebagainya.
Keterampilan-keterampilan ini merupakan dasar yang saling berkaitan. Keterampilan yang digunakan dalam model ini disesuaikan pula dengan perkembangan usia peserta didik sehingga tidak tumpang tindih.
@2015, Dit. Pembinaan SMA
34
Prinsip-prinsip Pembelajaran
Contoh: disuatu mata pelajaran, membutuhkan pemecahan masalah dari mata pelajaran lainnya. 9)
The Immersed Model (Model Terbenam) Model Terbenam (Immersed) adalah model pembelajaran yang melibatkan beberapa
mata
pelajaran
dalam
satu
proyek.
Misalnya
seorang
mahapeserta didik yang memperdalam ilmu kedokteran maka selain Biologi, Kimia, Komputer, juga harus mempelajari fisika dan setiap mata pelajaran tersebut ada kesatuannya. Model ini dapat pula diterapkan pada peserta didik SD, SMP, maupun SMU dalam bentuk proyek di akhir semester. 10) The Networked Model (Model Jaringan) Model Jaringan Kerja (Networking) adalah model pembelajaran berupa kerjasama antara peserta didik dengan seorang ahli dalam mencari data, keterangan, atau lainnya sehubungan dengan mata pelajaran yang disukainya atau yang diminatinya sehingga peserta didik secara tidak langsung mencari tahu dari berbagai sumber. Sumber dapat berupa buku bacaan, internet, saluran radio, TV, atau teman, kakak, orangtua atau Guru yang dianggap ahli olehnya. Peserta didik memperluas wawasan belajarnya sendiri artinya peserta didik termotivasi belajar karena rasa ingin tahunya yang besar dalam dirinya. 6. Pembelajaran yang menekankan pada jawaban divergen yang memiliki kebenaran multi dimensi a.
Berpikir Divergen Sternberg & Lubart (1991)
menunjukkan bahwa
pengukuran kemampuan
peserta didik dengan tes standar (pencil and paper tes) hanya dapat mengungkap kemampuan peserta didik menghasilkan satu jawaban yang benar, namun gagal dalam mengukur kreativitas dan berpikir divergen. Berpikir divergen merupakan kemampuan untuk mengkonstruksi atau menghasilkan berbagai respon yang mungkin, ide-ide, opsi-opsi atau alternatif alternatif untuk suatu permasalahan (Isaksen, Dorval, & Treffinger, 1994). Karakteristik berpikir divergen ditunjukkan oleh: (a) adanya proses interpretasi dan evaluasi terhadap ide-ide. (b) proses motivasi untk memikirkan bebagai kemungkinan ide yang masuk akal, dan (c) pencarian tehadap kemungkinan-kemungkinan yang tak biasanya (non rutin) dalam mengkonstruksi ide-ide. Untuk menggali kemampuan
@2015, Dit. Pembinaan SMA
berpikir
divergen
peserta
didik
dapat
dilakukan
dengan 35
Prinsip-prinsip Pembelajaran
memanfaatkan solusi yang mereka hasilkan dengn menanyakan alternatifalternatif yang mungkin lagi dari solusi itu. Dalam hal ini Guru tidak boleh memberi tahu, Guru hanya memberikan pertanyaan-pertanyaan pancingan, sampai anak sendiri yang menyelesaikan dan mencari alternatif yang lain. Keterampilan berpikir divergen membuka peluang peserta didik untuk Kreativitas
berpikir
kreatif.
sangat
diperlukan
dalam kehidupan global, tanpa kreativitas Berpikir kreatif menyelesaikan masalah
sulit
bangsa
kita
untuk bersaing dengan banagsabangsa lain dalam segala hal di era globalisasi sekarang.
Menurut Suharnan (2005) berpikir divergen merupakan jenis kemampuan berpikir yang berpotensi untuk digunakan ketika seseorang melakukan aktivitas atau memecahkan masalah yang kreatif. Namun ini belum merupakan jaminan bahwa seseorang akan menjadi kreatif secara aktual atau kreatif-produktif. Sebab untuk menjadi orang kreatif-produktif masih diperlukan potensi yang bersumber dari karakteristik kepribadian dan lingkungan yang kondusif. Munandar (2004) dan Suharnan (2005) menjelaskan bahwa berpikir divergen sebagai operasi mental yang menuntut penggunaan kemampuan berpikir kreatif, meliputi kelancaran, kelenturan, orisinalitas, dan elaborasi dan kolaborasi. Artinya seseorang dikatakan berpikir divergen dalam memecahkan masalah jika memenuhi empat kriteria sebagai berikut: kelancaran berpikir, keluwesan, orisinalitas, dan elaborasi. Keempat kriteria tersebut diuaraikan sebagai berikut: (a) kelancaran berpikir adalah kelancaran seseorang menghasilkan gagasan yang banyak; (b) keluwesan berpikir adalah kemampuan seseorang menghasilkan gagasan yang terdiri dari kategorikategori yang berbeda-beda atau kemampuan memandang sesuatu objek, situasi atau masalah dari berbagai sudut pandang; (c) orisinalitas atau sering disebut berpikir tidak lazim adalah bentuk keaslian berpikir mengenai sesuatu yang belum dipikirkan orang lain atau tidak sama dengan pemikiran orang pada umumnya; (d) elaborasi adalah kemampuan memerinci suatu gagasan pokok ke dalam gagasangagasan yang lebih kecil.
@2015, Dit. Pembinaan SMA
36
Prinsip-prinsip Pembelajaran
b.
Kebenaran Multi Dimensi Dalam teori correspondence dijelaskan bahwa kebenaran itu terbukti benar apabila ada kesesuaian antara arti yang dimaksud suatu pernyataan atau pendapat dengan obyek yang dituju/dimaksud oleh pernyataan atau pendapat tersebut.Manusia selalu mencari kebenaran, jika manusia mengerti dan memahami kebenaran, sifat asasinya terdorong pula untuk melaksanakan kebenaran itu. Berdasarkan ruang lingkupnya,tingkatan kebenaran meliputi : 1)
Tingkatan kebenaran indera adalah tingkatan kebenaran yang paling sederhana dan pertama yang dialami oleh manusia.
2)
Tingkatan
kebenaran
ilmiyah
adalah
pengalaman-pengalaman
yang
didasarkan disamping indera manusia, diolah pula dengan rasio. 3)
Tingkatan kebenaran filosofi, rasio dan piker murni, renungan yang mendalam mengolah kebenaran itu menjadi tinggi nilaianya.
4)
Tingkatan kebenaran religious adalah kebenaran mutlak yang bersumber dari Tuhan YME dan dihayati oleh kepribadian dengan integritas, iman dan taqwa.
Manusia memiliki perangkat berfikir yang berlapis, dunia indera, akal dan hati. Maka dalam eksistensinya kemampuan
berfikir manusia mengalami berbagai
lapisan kebenaran, sehingga lahirlah pemahaman terhadap adanya kebenaran multi dimensi. Bentuk kebenaran multi dimesi tersebut adalah kebenaran yang tertangkap oleh dunia indera, kebenaran yang tertangkap oleh akal dan kebenaran yang tertangkap oleh hati. Dimensi-dimensi kebenaran multi dimensi, meliputi: 1)
Dimensi kebenaran Empirik, adalah bentuk kebenaran yang berasal dari dimensi yang bisa manusia tangkap dengan kekuatan pengalaman dunia inderawinya.
2)
Dimensi
kebenaran
rasional,
kebenaran
empirik
yang
didalam
perumusannya telah melibatkan akal fikiran . 3)
Dimensi kebenaran hakiki, kebenaran tertinggi yang ditangkap oleh indera dan akal.
Kemampuan berfikir multi dimensi dapat dibangun dengan mendorong tumbuhnya kemampuan divergen pada manusia. Hal ini bisa dikembangkan dalam proses pembelajaran yang terjadi dalam kehidupan manusia termasuk dalam pembelajaran di sekolah.
@2015, Dit. Pembinaan SMA
37
Prinsip-prinsip Pembelajaran
8. Pembelajaran berbasis keterampilan aplikatif Penemuan indikator keterampilan berpikir kritis dapat diungkapkan melalui aspekaspek perilaku yang diungkapkan dalam definisi berpikir kritis. Menurut beberapa definisi yang diungkapkan, terdapat beberapa kegiatan atau perilaku yang mengindikasikan bahwa perilaku tersebut merupakan kegiatan-kegiatan dalam berpikir kritis. Angelo (dalam Achmad, 2007) mengidentifikaasi lima indikator yang sistematis dalam berpikir kritis, yaitu sebagai berikut : a.
Keterampilan Menganalisis Keterampilan menganalisis merupakan keterampilan menguraikan sebuah struktur ke dalam komponen-komponen agar mengetahui pengorganisasian struktur tersebut. Kata-kata operasional yang mengindikasikan keterampilan berpikir kritis (Arikunto,2010:138) diantaranya : 1)
Memerinci
2)
Menyusun diagram
3)
Membedakan
4)
Mengidentifikasi,
5)
Mengilustrasikan,
6)
Menyimpulkan
7)
Menunjukkan
8)
Menghubungkan
9)
Memilih,
Menunjukkan hubungan antar hal
10) Memisahkan 11) Membagi Contoh soal yang memuat keterampilan menganalisis adalah : Apakah semua sifat dalam persegi panjang dimiliki oleh persegi ? Apakah berlaku sebaliknya ? b.
Keterampilan Mensintesis Keterampilan mensintesis adalah keterampilan menggabungkan bagian-bagian menjadi sebuah bentukan atau susunan yang baru. Pertanyaan sintesis menuntut pembaca untuk menyatupadankan semua informasi yang diperoleh dari materi bacaannya, sehingga dapat menciptakan ide-ide baru yang tidak dinyatakan secara eksplisit didalam bacaannya. Kata-kata operasional yang
@2015, Dit. Pembinaan SMA
38
Prinsip-prinsip Pembelajaran
mengindikasikan
keterampilan
berpikir
sintesis(Arikunto,2010:138).,
diantaranya:
Mensintesis gambar
Contoh
soal
yang
memuat
1)
Mengategorikan,
2)
Mengombinasikan
3)
Mengarang
4)
Menciptakan
5)
Menjelaskan,
6)
Mengorganisasikan,
7)
Menyusun
8)
Menghubungkan
9)
Merevisi,
10)
Menuliskan kembali
11)
Menceritakan
keterampilan
mensintesis:
Dapatkah
kamu
menghitung luas persegi panjang jika kelilingnya diketahui ? Jelaskan ! c.
Keterampilan mengenal dan memecahkan masalah Keterampilan ini merupakan keterampilan aplikatif konsep kepada beberapa pengertian baru. Keterampilan ini menuntut pembaca untuk memahami bacaaan dengan kritis sehingga setelah kegiatan membaca selesai peserta didik mampu menangkap beberapa pikiran pokok bacaan, sehingga mampu mempola sebuah konsep. Tujuan keterampilan ini adalah agar pembaca mampu memahami dan menerapkan konsep-konsep ke dalam permasalahan. Kata-kata operasional yang mengindikasikan keterampilan mengenal dan memecahkan masalah diantaranya : 1) Mengubah, 2) Menghitung, 3) Mendemonstrasikan, 4) Mengoperasikan, 5) Meramalkan, 6) Menyiapkan, 7) Menghasilkan, 8) Menghubungkan 9) Menunjukkan,
Mengenal dan memecahkan masalah
10) Memecahkan 11) Menggunakan.
@2015, Dit. Pembinaan SMA
39
Prinsip-prinsip Pembelajaran
Contoh soal yang memuat keterampilan mengenal dan memecahkan masalah : Sebuah taman berbentuk persegi dengan panjang sisinya 10 m. Dalam taman tersebut terdapat sebuah kolam renang yang berbentuk persegipanjang dengan ukuran panjang 8m dan lebar 6 m. Berapakah luas tanah dalam taman yang dapat ditanami bunga? d.
Keterampilan menyimpulkan Keterampilan menyimpulkan menuntut pembaca untuk mampu menguraikan dan memahami bebagai aspek secara bertahap agar sampai kepada suatu formula baru, yaitu sebuah kesimpulan. Proses pemikiran manusia itu sendiri dapat menempuh dua cara, yaitu : deduksi dan induksi. Jadi, kesimpulan merupakan sebuah proses berpikir yang memberdayakan pengetahuannya sedemikian rupa untuk menghasilkan sebuah pemikiran atau pengetahuan yang baru. Kata-kata operasional yang mengindikasikan kemampuan menyimpulkan adalah :
Menjelaskan penyelesaian soal
1)
Memerinci,
2)
Menjelaskan,
3)
Menghubungkan
4)
Mengategorikan,
5)
Memisah
6)
Menceritakan.
Contoh soal yang memuat keterampilan menyimpulkan : Dapatkah kamu menyimpulkan apa pengertian dari bangun persegi, persegi panjang dan jajar genjang ? e.
Keterampilan mengevaluasi atau menilai Keterampilan ini menuntut pemikiran yang matang dalam menentukan nilai sesuatu dengan berbagai kriteria yang ada. Keterampilan menilai menghendaki pembaca agar memberikan penilaian tentang nilai yang diukur dengan menggunakan
standar
tertentu.
Dalam
taksonomi
Bloom,
keterampilan
mengevaluasi merupakan tahap berpikir kognitif yang paling tinggi. Pada tahap
@2015, Dit. Pembinaan SMA
40
Prinsip-prinsip Pembelajaran
ini peserta didik dituntut agar ia mampu mensinergikan aspek-aspek kognitif lainnya dalam menilai sebuah fakta atau konsep. Kata-kata operasional yang mengindikasikan kemampuan mengevaluasi atau menilai(Arikunto,2010:138) adalah : 1)
Menilai,
2)
Membandingkan,
3)
Menyimpulkan
4)
Mengkritik
5)
Mendiskrisikan,
6)
Menafsirkan,
7)
Menerangkan,
8)
Memutuskan
Contoh soal yang memuat keterampilan mengevaluasi : BEAC suatu belah ketupat dengan = 6 cm dan diagonal-diagonalnya berpotongan di titik H. Benar atau salahkan pernyataan berikut ? jelaskan alasannya ! 8. Peningkatan dan keseimbangan antara keterampilan fisikal (hardskills) dan keterampilan mental (softskills); a.
Pengertian Elfindri dkk (2011: 67), menatakan bawa soft skills merupakan keterampilan dan kecakapan hidup, baik untuk sendiri, berkelompok, atau bermasyarakat, serta dengan Sang Pencipta. Dengan mempunyai soft skills membuat keberadaan seseorang akan semakin terasa di tengah masyarakat. Keterampilan akan
berkomunikasi,
keterampilan
emosional,
keterampilan
berbahasa,
keterampilan berkelompok, memiliki etika dan moral, santun dan keterampilan spiritual. Lebih lanjut Elfindri dkk (2011: 175) berpendapat bahwa: Semua sifat yang menyebabkan berfungsinya hard skills yang dimiliki. Soft skills dapat menentukan arah pemanfaatan hard skills. Jika seseorang memilikinya dengan baik, maka ilmu dan keterampilan yang dikuasainya dapat mendatangkan kesejahteraan dan kenyamanan bagi pemiliknya dan lingkungannya. Sebaliknya, jika seseorang tidak memiliki soft skills yang baik, maka hard skills dapat membahayakan diri sendiri dan orang lain. Sedangkan menurut Iyo Mulyono (2011: 99), “soft skills merupakan komplemen dari hard skills”. Aribowo sebagaimana dikutip oleh Illah Sailah (2008: 17), menyebutkan soft skills sebagai berikut: Soft skills adalah keterampilan seseorang dalam berhubungan dengan orang lain (termasuk dengan dirinya sendiri). Atribut soft skills, dengan
@2015, Dit. Pembinaan SMA
41
Prinsip-prinsip Pembelajaran
demikian meliputi nilai yang dianut, motivasi, perilaku, kebiasaan, karakter dan sikap. Atribut soft skills ini dimiliki oleh setiap orang dengan kadar yang berbeda-beda, dipengaruhi oleh kebiasaan berfikir, berkata, bertindak dan bersikap. Namun, atribut ini dapat berubah jika yang bersangkutan mau merubahnya dengan cara berlatih membiasakan diri dengan hal-hal yang baru. Dari berbagai definisi tersebut dapat dirumuskan bahwa pada dasarnya soft skills merupakan kemampuan yang sudah melekat pada diri seseorang, tetapi dapat dikembangkan dengan maksimal dan dibutuhkan dalam dunia pekerjaan sebagai pelengkap dari kemampuan hard skills. Keberadaan antara hard skills dan soft skills sebaiknya seimbang, seiring, dan sejalan. b. Strategi Integrasi Soft Skills dan Hard Skills dalam Pembelajaran Soft skills bukanlah suatu nama mata pelajaran yang diberikan pada saat jam pelajaran mata pelajaran itu berlangsung, tetapi soft skill merupakan kemampuan
non
teknis
bagi
peserta
didik
yang
harus
diberikan
pengembangannya pada setiap mata pelajaran. Seluruh pendidik mata pelajaran diharapkan mampu mengintegrasikan soft skills dalam proses pembelajaran sehingga peserta didik mampu mengasah dan mengembangkan kemampuan soft skills secara rutin. Adanya pembelajaran terpadu antara hard skills dan soft skills sangatlah diharapkan keberadaannya karena kemampuan soft skills tidak kalah pentingnya dengan kemampuan hard skills. Melalui strategi pembelajaran yang tepat, soft skills menjadi hal yang dapat diintegrasikan dalam proses pembelajaran sehingga peserta didik dapat mengembangkan kemampuan soft skills. Menurut Elfindri dkk (2011: 177), mengajarkan soft skills dapat dilakukan dengan pembelajaran hard skills berbasis
soft
skills.
Langkah-langkah
yang
perlu
ditempuh
dalam
menerapkannya antara lain sebagai berikut:
Keyakinan yang tinggi Dimulai dari keyakinan seorang pendidik yang mampu mengajarkan hard skills dan soft skills sekaligus. Tentunya pendidik harus menguasai keduanya, jika pendidik belum menguasainya maka pendidik pun sambil mengajar juga belajar meningkatkan kemampuan yang dimilikinya.
Menyusun rencana pembelajaran Sebelum memulai pembelajaran tentunya pendidik harus menyusun rencana pembelajaran. Dalam rencana ini pendidik dapat merencanakan soft skills apa saja yang akan diberikan sehingga peserta didik dapat
@2015, Dit. Pembinaan SMA
42
Prinsip-prinsip Pembelajaran
menguasainya. Misalnya kemampuan komunikasi yang baik, maka dalam perencanaan
pembelajaran
pendidik
merencanakan
kegiatan
yang
mengharuskan peserta didik untuk berkomunikasi di depan kelas.
Gunakan strategi pembelajaran yang tepat Soft skills akan sulit untuk diajarkan jika hanya bersifat teori saja. Dengan adanya model atau contoh, soft skills akan lebih mudah untuk dipahami oleh peserta didik. Disini pendidik harus bisa menjadi model dari soft skills tersebut, sehingga peserta didik memiliki contoh dalam bersikap. Hal ini menjadi tantangan bagi seorang pendidik agar dapat terus meningkatkan kemampuan soft skills yang dimilikinya.
4)
Berikan bimbingan Tentunya dalam mengembangkan soft skills peserta didik membutuhkan bimbingan. Disini siapa lagi kalau bukan peran pendidik yang diperlukan. Dengan bimbingan pendidik peserta didik dapat mengetahui kemampuan apa saja yang harus dikembangkan sehingga dapat memiliki kemampuan soft skills yang berguna untuk dirinya sendiri. Menurut Illah Sailah (2008: 37), pengembangan soft skills hanya efektif jika dilakukan dengan cara penularan. Cara penularan tersebut antara lain: Role model Role model adalah dengan cara memberikan contoh kepada peserta didik, disini kuncinya terdapat pada pendidik. Pendidik harus dapat memberikan contoh yang baik kepada peserta didik, misalnya tentang kedisiplinan jam masuk, pendidik harus dapat disiplin tepat waktu sehingga peserta didik pun akan tepat waktu. Message of the week Message of the week maksudnya pendidik harus dapat memberikan pesan moral pada saat jam pelajaran berlangsung. Misalnya dengan memberikan kata-kata motivasi untuk memotivasi peserta didik. Hidden curriculum Pelajaran dari kurikulum tersembunyi ini disampaikan dengan tidak berbentuk suatu mata pelajaran tetapi selalu disampaikan sebagai kompetensi tambahan dalam setiap kegiatan belajar mengajar.
Sedangkan menurut Elfindri dkk (2011: 145), “strategi penerapan soft skills selain diintegrasikan ke dalam proses pembelajaran, dapat juga diterapkan melalui kegiatan ekstrakulikuler dan kegiatan di dalam asrama sekolah tentunya jika sekolah tersebut memiliki asrama”. @2015, Dit. Pembinaan SMA
43
Prinsip-prinsip Pembelajaran
Dari
strategi-strategi
pembelajaran di atas dapat disimpulkan
bahwa
strategi
pembelajaran yang dianggap efektif
dalam
memberikan
kemampuan soft skills selain dengan
pembelajaran
langsung agar peserta didik dapat terjun langsung dan menghadapi situasi, strategi Project Manager’s Essential Soft
lainnya yang dianggap efektif
Skills
tentu saja adalah contoh atau model.
Dalam hal ini siapakah yang menjadi model, sudah tentu adalah pendidikpendidik, dengan melihat contoh pendidik-pendidik yang memiliki kemampuan soft skills yang baik, peserta didik pun akan mencontohnya karena dengan mencontoh proses pembelajaran akan lebih cepat dibandingkan dengan hanya memberikan teori. Dengan menggunakan strategi pembelajaran yang tepat diharapkan soft skills dapat diintegrasikan dalam setiap kegiatan belajar mengajar sehingga akan menghasilkan sumber daya manusia yang tidak hanya cakap dalam kemampuan hard skills saja, tetapi juga dalam kemampuan soft skills. 9. Pembelajaran yang mengutamakan pembudayaan dan pemberdayaan peserta didik sebagai pembelajar sepanjang hayat. a.
Pengertian Belajar Sepanjang Hayat Belajar Sepanjang Hayat Belajar adalah suatu konsep tentang belajar terus menerus dan berkesinambungan (continuing-learning) dari buaian sampai akhir hayat, sejalan dengan fase-fase perkembangan pada manusia. Karena setiap fase perkembangan pada masing-masing individu harus dilalui dengan belajar agar dapat memenuhi tugas-tugas perkembanganya, maka belajar itu dimulai dari masa kanak-kanak sampai dewasa bahkan masa tua. Bertolak dari fasefase perkembangan seperti dikemukakan Havinghurst, berimplikasi kepada keharusan untuk belajar secara terus menerus sepanjang hayat dan memberi
@2015, Dit. Pembinaan SMA
44
Prinsip-prinsip Pembelajaran
kemudahan kepada para perancang pendidikan pada setiap jenjang pendidikan untuk: 1)
Menentukan arah pendidikan.
2)
Menentukan metode atau model belajar anak-anak agar mereka mampu menyelesaikan tugas perkembangannya.
3)
Menyiapkan materi pembelajaran yang tepat.
4)
Menyiapkan pengalaman belajar yang cocok dengan tugas perkembangan itu.
Delker (1974) mengemukakan bahwa pendidikan sepanjang hayat adalah perbuatan manusia secara wajar dan alamiah yang prosesnya tidak selalu memerlukan kehadiran pendidik, pamong, atau pendidik. Proses belajar tersebut mungkin tidak disadari oleh seseorang atau kelompok bahwa ia atau mereka telah atau sedang terlibat di dalamnya. Kegiatan belajar sepanjang hayat terwujud apabila terdapat dorongan pada diri seseorang atau kelompok untuk memenuhi kebutuhan belajar dan kepuasan, serta apabila ada kesadaran dan semangat untuk belajar selama hayat dikandung badan. Dalam arti luas pembelajaran sepanjang hayat adalah bahwa pendidikan tidak terhenti hingga individu menjadi dewasa, tetapi berlanjut sepanjang hidupnya. Pembelajaran sepanjang hayat menjadi semakin tinggi urgensinya karena manusia harus mampu beradaptasi dengan setiap perubahan dan perkembangan zaman. b. Konsep Belajar Sepanjang Hayat Konsep belajar sepanjang hayat adalah suatu ide atau gagasan yang manyatakan bahwa belajar dalam arti sebenarnya adalah sesuatu yang berlangsung secara terus-menerus sepanjang kehidupan, hal ini sesuai dengan tinjauan psikologis yang menjelaskan bahwa pada setiap fase perkembangan, setiap individu perlu belajar agar dapat melaksanakan tugas-tugas pada setiap fase perkembangan tersebut. Konsep belajar sepanjang hayat berusaha untuk memberikan motivasi kepada mereka yang telah selesai mengikuti pendidikan sekolah, agar tetap belajar dalam rangka meningkatkan kualitas kehidupannya dengan memanfaatkan teori kebutuhan dan psikologi belajar. Konsep belajar sepanjang hayat memiliki signifikasi serta
relevansi terhadap kualitas
kehidupan individu warga belajarnya. Karena itu konsep belajar sepanjang
@2015, Dit. Pembinaan SMA
45
Prinsip-prinsip Pembelajaran
hayat bila dihubungkan dengan keinginan untuk meningkatkan kualitas kehidupan, maka konsep ini merupakan wahana yang tepat untuk memacu usaha memajukan kehidupan umat. Dalam perspektif Islam, belajar sepanjang hayat ini sebenarnya telah dicanangkan oleh Nabi Muhammad SAW ratusan tahun yang silam, dengan sabdanya: “Carilah ilmu sejak ayunan sampai ke liang lahat (al-hadits)”. Selain itu dipahami bahwa belajar itu sepanjang hayat, dijelaskan pula bahwa belajar adalah
suatu
kewajiban,
sebagaimana
sabdanya
pula:
“Mencari
ilmu
pengetahuan adalah wajib atas setiap orang muslim (H.R.Abdi‟I Barr)”. Dengan memperhatikan kedua hadits tersebut, dapat dipahami bahwa aktivitas belajar sepanjang hayat memang telah menjadi bagian dan kehidupan kaum muslimin. Sedangkan
secara
umum,
gerakan
belajar
sepanjang
hayat
itu
baru
dipublikasikan di sekitar tahun 1970, ketika UNESCO menyebutnya sebagai tahun Pendidikan Internasional (International Education Year). Karena pada tahun itu dilontarkan berbagai isu pembaharuan dalam falsafah dan konsep tentang pendidikan. Latar belakang munculnya gagasan ini ialah rasa kurang puas terhadap pelaksanaan belajar melalui sistem sekolah, yang dikatakan memperlebar jurang antara yang kaya dan yang miskin. Secara eksplisit gagasan ini dilontarkan oleh Paul Lengrand dalam bukunya yang berjudul An Introduction to life Long Education. Pengembangan pemikiran Lengran tersebut merubah anggapan bahwa belajar atau pendidikan itu tidak hanya berlangsung di dunia pendidikan sekolah, sedangkan di luar dunia sekolah sebenarnya secara individual, mereka terus belajar sesuai dengan kebutuhannya masing-masing dan dengan cara yang disenanginya. Muncul dan berkembangnya konsep belajar sepanjang hayat tersebut menunjukkan bahwa pengalaman belajar tidak pernah
berhenti
selama
manusia
itu
sadar
dan
berinteraksi
dengan
lingkungannya. Belajar sepanjang hayat sebagai asas baru, kesadaran baru, harapan baru, membawa implikasi kepada pentingya aktivitas individual mandiri guna senantiasa memburu pengetahuan, pengalaman-pengalaman baru kapanpun
dan
dimanapun.
Dari
gagasan-gagasan
dengan
pendekatan
keagamaan, maupun yang bersifat umum, dapat dipahami bahwa hakikatnya belajar itu tiada hentinya, terutama bagi orang dewasa dan orang tua agar mereka dapat mengikuti perkembangan zaman serta penemuan-penemuan baru di bidang pengetahuan dan teknologi. Pertanyaan ialah bagaimana memberikan
@2015, Dit. Pembinaan SMA
46
Prinsip-prinsip Pembelajaran
kesadaran kepada mereka tentang pentingnya belajar sepanjang hayat ini. Untuk memecahkan persoalan ini, antara lain Arden N Frandsen seperti dikutip oleh Sumadi Suryabrata, mengemukakan tentang hal yang mendorong seseorang untuk belajar adalah: 1)
Adanya sifat ingin tahu menyelidiki dunia yang lebih luas
2)
Adanya sifat yang kreatif yang ada pada manusia dan keinginan untuk selalu maju
3)
Adanya keinginan untuk memperbaiki kegagalan yang lalu dengan usaha yang baru.
Sedangkan Abraham Maslow, sarjana dan ketua American Psychological Assosiation,
mengemukakan
teori
tentang
kebutuhan
yang
mendorong
seseorang untuk belajar, yaitu: 1)
Pshical needs
2)
Safety needs
3)
Love needs
4)
Esteem needs
5)
Self actualization need.
Teori kebutuhan Maslow tersebut meliputi kebutuhan: fisik, rasa aman, cinta, harga diri dan aktualisasi diri. Berdasarkan teori ini, belajar sepanjang hayat khususnya bagi orang dewasa dan orang tua akan menjadi efektif dalam arti menghasilkan perubahan tingkah laku (perilaku), apabila isi dan cara belajarnya sesuai dengan kebutuhan yang dirasakan. Hal penting yang perlu diperhatikan ialah bagaimana menyadarkan orang bahwa ia membutuhkan sesuatu seperti digambarkan oleh Maslow dari kebutuhan terendah (fisik) sampai aktualisasi diri. Kesadaran akan kebutuhan di atas diharapkan bisa mendorong seseorang untuk belajar. Dorongan atau motivasi menurut J.P Chaplin bermakna alasan yang diasadari, yang dibenikan individu bagi satu tingkah laku. Dari dimensi psikologis, belajar sepanjang hayat, terutama bagi orang dewasa dan orang tua dalam situasi belajar mempunyai sikap tertentu. Karena itu perlu diperhatikan hal-hal berikut: 1)
Belajar adalah suatu pengalaman yang diinginkan oleh orang dewasa itu sendiri.
Maka
orang
dewasa
perlu
dimotivasikan
untuk
mencari
pengetahuan yang lebih mutakhir, ketrampilan baru dan sikap yang lain. 2)
Orang dewasa belajar kalau ditemukannya arti pribadi bagi dirinya dan melihat sesuatu mempunyai hubungan dengan kebutuhannya.
@2015, Dit. Pembinaan SMA
47
Prinsip-prinsip Pembelajaran
3)
Bagi orang dewasa proses belajar adalah khas dan bersifat individual. Setiap orang punya cara dan kecepatan sendiri untuk belajar dan memecahkan masalah.
Dengan mengamati cara-cara yang dipakai orang lain, Ia dapat memperbaiki dan
menyempumakan
caranya
sendiri,
agar
menjadi
lebih
efektif.
Memperhatikan situasi belajar bagi orang dewasa tersebut, maka salah satu teori belajar klasik, yaitu teori psikologi belajar naturalistik atau aktualisasi diri. Teori ini berpangkal dari psikologi naturalistik romantik yang dipelopori Rousseau. Menurut teori ini belajar itu sebaiknya dilakukan secara wajar di alam bebas, bisa diterapkan pada pendidikan luar sekolah, terutama untuk belajar seumur hidup. b. Implementasi Belajar Sepanjang Hayat Implementasi Konsep belajar sepanjang hayat ini bisanya tidak membutuhkan orang lain sebagai pembimbing khusus. Mereka mencari sendiri bahan-bahan pelajaran
yang
mereka
butuhkan,
mempelajari
sendiri,
dan
mencoba
menempatkannya. Jadi bagi mereka dapat belajar di mana saja dan dengan cara apa saja di lingkungan kediaman mereka. Pada hakikatnya mereka mengaktualisasi diri sendiri sejalan dengan teori belajar naturalis. Namun demikian belajar sepanjang hayat dapat juga dilaksanakan secara kelompok dalam bentuk kursus-kursus, kelompok sosial dan kelompok keagamaan. Dari segi tujuan, belajar sepanjang hayat ini pada mulanya bersifat individual, yakni untuk memperkaya kehidupan rohani atau intelektual seseorang. Pada taraf perkembangan selanjutnya belajar sepanjang hayat ini mulai mengembangkan tujuan-tujan yang bersifat sosial. Mulai disadari bahwa kegiatan belajar mengajar sepanjang hayat ini tidak hanya menguntungkan peroranganperorangan
saja,
melainkan
juga
bermanfaat
bagi
masyarakat
secara
keseluruhan. Apabila mayoritas anggota suatu masyarakat selalu melibatkan diri dalam kesibukan belajar setelah mereka memasuki berbagai lingkungan pekerjaan, maka pada umumnya masyarakat semacam ini akan menjadi lebih dinamis, lebih mudah menenima gagasan-gagasan pembaruan, dan lebih mudah pula memahami interpendensi dan interaksi yang ada antara dirinya dengan masyarakat-masyarakat lain. Suatu masyarakat dengan kegiatan belajar sepanjang hayat yang intensif akan lebih mudah membangun dirinya pada masyarakat yang tidak mengembangkan kebiasaan untuk belajar secara terus menerus. Di masyarakat pada umumnya kelompok yang amat membutuhkan
@2015, Dit. Pembinaan SMA
48
Prinsip-prinsip Pembelajaran
layanan belajar sepanjang hayat adalah remaja yang putus sekolah dan orang dewasa atau orang tua yang ingin meningkatkan kehidupanya. Karena itu di tinjau dan aspek signifakasi dan relevansi konsep belajar sepanjang hayat dalam hubungannya dengan keinginan untuk meningkatkan kualitas kehidupan yang ada dalam masyarakat. Maka konsep ini merupakan wahana yang tepat dan tangguh untuk memacu kehidupan masyarakat, kalau dengan salah satu cara dapat diusahakan : 1)
Bahwa sebagian besar remaja dan orang dewasa dan orang tua yang aktif dalam kehidupan kemasyarakatan benar-benar mendapatkan pelayanan belajar yang memadai dan relevan dengan kebutuhan mereka sebagai individu dan sebagai anggota masyarakat.
2)
Bahwa program-program belajar seperti ini benar-benar dikembangkan dan dilaksanakan
3)
Bahwa masyarakat remaja, orang dewasa serta orang tua yang aktif dalam kehidupan kemasyarakatan benar-benar terangsang untuk mengikuti program-program belajar sepanjang hayat ini.
Belajar sepanjang hayat akan bermanfaat apabila mendapatkan respon positif dari individu atau warga masyarakat yang memiliki kemauan dan kegemaran untuk belajar secara terus menerus, sesuai dengan kebutuhan kebutuhan masing-masing individu warga belajamya. Dengan demikian konsep belajar sepanjang hayat memiliki signifikasi di dalam masyarakat. 10. Pembelajaran yang menerapkan nilai-nilai dengan memberi keteladanan(ing ngarso sung tulodo), membangun kemauan (ing madyo mangun karso), dan mengembangkan kreativitas peserta didik dalam proses pembelajaran (tut wuri handayani); Ing Ngarso Sun Tulodo artinya Ing ngarso itu didepan/dimuka, Sun berasal dari kata langsung yang artinya saya, Tulodo berarti teladan. Jadi makna Ing Ngarso Sun Tulodo adalah menjadi seorang pendidik harus mampu memberikan suri teladan bagi orang - orang disekitarnya.Sehingga yang harus dipegang teguh oleh seseorang adalah kata suri teladan. Tut Wuri Handayani artinya mengikuti dari belakang dan handayani berati memberikandorongan moral atau dorongan semangat. Sehingga Tut Wuri Handayani ialahseseorang harus memberikan dorongan moral dan semangat kerja dari
@2015, Dit. Pembinaan SMA
49
Prinsip-prinsip Pembelajaran
belakang. Dorongan moral ini sangat dibutuhkan oleh orang-orang disekitar kita menumbuhkan motivasi dan semangat. Ing Madyo Mbangun Karso, Ing Madyo artinya di tengah-tengah, Membangun berarti membangkitan atau menggugah dan Karso diartikan sebagai bentuk kemauan atau niat. Jadimakna dari kata itu adalah seseorang ditengah kesibukannya harus mampu membangkitkan atau menggugah semangat. Karena itu seseorang juga harus mampu memberikan inovasi-inovasi dilingkungannya dengan menciptakan suasana yang lebih kodusif untuk keamanan dan kenyamanan. Prinsip-prinsip ini bisa diterapkan dalam sebuah proses pembelajaran sebagai berikut: a.
Ketika berdiri di depan: pendidik dapat melakukan apersepsi, menghubungkan pelajaran sekarang dengan pengalaman masa lalu, memberikan contoh dan pengalaman dunia nyata kepada peserta didik.
b.
Ketika di tengah: pendidik masuk ke dalam ruang kerja peserta didik, bukan untuk mengintervensi mereka, tetapi untuk mendorong mereka berkarya, membantu memecahkan permasalahan yang ada dalam kelompok kecil dan menyadarkan peserta didik agar dapat bekerjasama dalam sebuah lingkungan social kelompok.
c.
Ketika di belakang: pendidik mendorong dan memberikan motivasi kepada para peserta didik untuk berani tampil di depan, mempresentasikan hasil karya mereka kepada teman-temannya.
Prinsip semboyan ini dapat juga diartikan: orangtua/pendidik semestinya menjadi teladan bagi anaknya. Tidak hanya mengajarkan anak-anak dengan teori-teori tetapi lebih kepada memberikan contoh melalui sikap dan kelakuan. Orang tua/pendidik senantiasa harus memberi bimbingan agar anak nantinya tetap berada di jalur yang benar. Orang tua/pendidik harus memberi dorongan dan semangat agar anak mau maju. Yang sering kali salah kaprah, yang namanya orang tua suka otoriter (ingin selalu dihormati/diteuladani dengan paksaan), posesif (mengawasi terus menerus, cenderung membelenggu kebebasan anak dengan berbagai aturan) dan mengkritik/mencela jika anak gagal mengerjakan pekerjaannya kurang sempurna. Guru sebagai pendidik merupakan tugas yang sangat mulia karena sangat berjasa dalam memberikan pendidikan dan ketauladanan bagi murid-muridnya. Pendidik yang memiliki integritas dan loyalitas terhadap tugas dan tanggung jawabnya sangat
@2015, Dit. Pembinaan SMA
50
Prinsip-prinsip Pembelajaran
diperlukan pada masa pembagunan pendidikan karena akan membantu tercapainya tujuan pendidikan nasional yaitu mencerdaskan kehidupan bangsa. Bangsa Indonesia pada masa pembangunan khususnya dunia pendidikan sangat membutuhkan tenaga pendidik yang terdidik, terlatih, bersahaja, mumpuni, beraklak mulia, berbudi pekerti yang luhur, berjiwa nasionalisme yang tinggi dan dapat diteladani oleh pada muridnya. Dengan sumber daya manusia yang baik tentu akan mampu menjalankan tugas dan fungsinya sebagai tenaga pendidik yang mampu mencerdaskan dan menanamkan
nilai-nilai yang luhur
bagi muridnya. Untuk mendapatkan SDM
yang baik tentu diperlukan proses pendidikan dan perekrutan tenaga pendidik yang memenuhi kriteria. Selain kriteria yang bersifat akademis dan kepribadian yang baik maka tenaga pendidik juga dapat melaksanakan
semboyan yang sangat terkenal dalam
menjalankan proses pendidikan dari Ki Hajar Dewantara yaitu “Ing Ngarso Sung Tulodo, Ing Madya Mangun Karso, Tut Wuri Handayani” . Semboyan ini memiliki makna yang sangat besar dalam pelaksanaan pendidikan karena tenaga pendidik diharapkan selain bisa memberikan pengetahuan juga dapat memberikan teladan bagi peserta didik dalam berbicara, berbuat dan bertingkah laku. Dengan melaksanakan semboyan ini maka antara tenaga pendidik dan peserta didik akan melaksanakan kegiatan pendidikan dan melaksanakan nilai-nilai luhur dari Ki Hajar Dewantara bersama-sama. Tenaga pendidik yang telah memberikan kontribusi yang besar dalam menciptakan anak didik yang cerdas, berkepribadian luhur sesuai dengan kepribadian bangsa Indonesia tentunya mengharapkan dapat memenuhi kebutuhan hidupnya baik yang bersifat materi maupun karir. Pemerintah maupun swasta diharapkan dapat memberikan kesejahteraan bagi tenaga pendidik sehingga kontribusi yang telah diberikan dapat dilanjutkan dan ditingkatkan dalam melaksanakan pendidikan. 11. Pembelajaran yang berlangsung di rumah, di sekolah, dan di masyarakat. a. Pengertian Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional No 20 Tahun 2015 menyatakan bahwa pendidik merupakan tenaga profesional yang bertugas merencanakan dan
melaksanakan
proses
pembelajaran,
menilai
hasil
pembelajaran,
melakukan pembimbingan dan pelatihan, serta melakukan penelitian dan pengabdian kepada masyarakat, terutama bagi pendidik pada sekolah. Sedangkan menurut Dwi Siswoyo, pendidikan pada dasarnya adalah proses komunikasi yang didalamnya mengandung transformasi pengetahuan, nilai-nilai
@2015, Dit. Pembinaan SMA
51
Prinsip-prinsip Pembelajaran
dan ketrampilan-ketrampilan, di dalam dan diluar sekolah yang berlangsung sepanjang hayat dari generasi ke generasi dari pengertian diatas dapat diartikan bahwa proses pembelajaran adalah kegiatan yang positif dari peserta didik yang dapat berlangsung di sekolah, di rumah dan di masyarakat dalam rangka untuk meningkatkan kecerdasan, membentuk manusia yang berkualitas, terampil, mandiri, inovatif, dan dapat meningkatkan keimanan dan ketaqwaan, oleh karena itu pembelajaran sangat diperlukan oleh peserta didik dalam rangka melangsungkan kehidupannya sebagai makhluk individu, sosial dan beragama. Keberhasilan peserta didik dalam proses pembelajaran tidak cukup diperoleh dari bangku pendidikan formal atau sekolah, tetapi juga ditentukan oleh pembelajaran yang terjadi di rumah dan di masyarakat, karena untuk meningkatkan ilmu pengetahuan, ketrampilan dan memperbaiki sikap dan budi pekerti, dapat berlangsung dimana saja dan kapan saja, karena setiap proses kehidupan adalah proses pembelajaaran. b. Membentuk kemandirian peserta didik melalui pembelajaran di rumah Setiap manusia yang lahir di dunia ini tidak langsung dapat hidup mandiri. Di awal kehidupannya, ia membutuhkan bantuan orang lain, bahkan cenderung tergantung terhadap orang lain. Sejak bayi hingga anak-anak ia akan membutuhkan peran keluarga dan orang-orang disekitarnya agar dapat membantu ia untuk bertahan hidup. Namun seiring pertumbuhannya, sedikit demi sedikit ia akan mampu mengurangi tingkat ketergantungannya kepada orang lain, sehingga lama kelamaan ia dapat menjadi manusia yang mandiri. Sudjana (2001:228) berpendapat bahwa dalam pengembangan sikap dan perilaku mandiri, pendidikan di rumah dapat berperan membantu peserta didik sehingga dapat menyadari dan mengakui potensi dan kemampuan dirinya. Peserta didik keluarganya.
perlu dibantu untuk mampu berdialog dengan dirinya dan Program-program
pembelajran
di
rumah
diarahkan
untuk
memotivasi peserta didik dalam upaya mengaktualisasi potensi diri, berfikir, dan berbuat positif terhadap keluarganya, serta mencapai kepuasan diri dan bermakna bagi keluarganya. c. Empat Pilar Pendidikan di Sekolah Upaya meningkatkan kualitas suatu bangsa tidak ada cara lain kecuali melalui peningkatan mutu pendidikan.
@2015, Dit. Pembinaan SMA
52
Prinsip-prinsip Pembelajaran
UNESCO mencanangkan empat pilar pendidikan sekarang dan masa depan yaitu : learning to know
(belajar
mengetahui),
untuk
learning
to
do
(belajar untuk bisa melakukan), learning to be (belajar adalah proses menjadi diri sendiri) dan learning (belajar
to
live
untuk
together menjalani
Belajar di teras sekolah
kehidupan bersama). 1)
Learning to know : Pendidikan disekolah pada hakekatnya merupakan usaha untuk mencari agar mengetahui informasi yang dibutuhkan dan berguna bagi kehidupan, penguasaan yang dalam dan luas akan bidang ilmu tertentu. Untuk mengimplementasikan “ learning to know “ (belajar untuk mengetahui)
Pendidik
harus
mampu
menempatkan
dirinya
sebagai
fasilitator. Di samping itu pendidik dituntut untuk dapat berperan sebagai kawan berdialog bagi peserta didiknya dalam rangka mengembangkan penguasaanpengetahuan. 2)
Learning to do : Pendidikan di sekolah merupakan proses belajar untuk bisa melakukan sesuatu (learning to do). Proses belajar menghasilkan dalam ranah
pengetahuan,
peningkatan
ketrampilan,
serta
pemilihan
danpenerimaan secara sadar terhadap nilai, sikap, penghargaan, perasaan, serta kemauan untuk berbuat atau merespon suatu stimulus. Pembelajaran di sekolah dalam rangka mengaplikasi ilmu, bekerja sama dalam tim, serta belajar memecahkan masalah (problem solving). Sekolah sebagai wadah masyarakat
seyogyanya
memfasilitasi
peserta
didik
untuk
mengaktualisasikan ketrampilan ayng dimiliki, serta bakat dan minatnya agar learning to do ( belajar untuk melakukan sesuatu) dapat terealisir. 3)
Learning to be : Pembelajaran di sekolah sebagai upaya untuk penguasaan pengetahuan dan ketrampilan merupakan bagian dari proses menjadi diri sendiri ( leraning to be). Hal ini erat sekali kaitanya denganbakat,minat, perkembangan fisik, kejiwaan, tipologi pribadi peserta didik serta kondisi lingkunganya. Misal bagi peserta didik yang agresif akan menemukan jati
@2015, Dit. Pembinaan SMA
53
Prinsip-prinsip Pembelajaran
dirnya bila diberi kesempatan cukup luas untuk berkreasi. Dan sebaliknya bagi peserta didik yang pasif, peran pendidik sebagai kompas penunjuk arah
sekaligus
menjadi
fasilitator
sangat
dibutuhkan
untuk
menumbuhkembangkan potensi peserta didik secara utuh dan maksimal. Menjadi diri sendiri diartikan sebagai proses pemahaman terhadap kebutuhan dan jati diri. 4)
Learning to live together : Pembeljaaran di sekolah adalah sebuah proses memahami dan menghargai orang lain, sejarah mereka dan nilai-nilai agamanya. Terjadi proses “ learning to live together ( belajar untuk menjalani hidup bersama), dimana kebiasaan hidup bersama saling menghargai, terbuka, memberi dan menerima perlu dikembangkan di sekolah. Kondisi seperti inilah yang memungkinkan tumbuhnya sikap saling pengertian antar ras, suku, dan agama.
Dengan mengapllikasikan pilar-pilar tersebut diharapkan pendidikan yang berlangsung di Indonesia dapat menjadi lebih baik. d. Pentingnya pembelajaran di Masyarakat Keberhasilan proses pembelajaran di rumah dan di sekolah merupakan sarana untuk menopang kehidupan peserta didik untuk belajar dan berperilaku sesuai dengan norma dan kaidah yang berlaku di masyarakat. Peserta didik dapat menempatkan diri sesuai dengan perannya, Pemahaman tentang peran diri dan orang lain dalam kelompok dalam
belajar
merupakan
bersosialisasi
Pembelajaran kemasyarakatan merupakan demokratisasi
di
bekal
masyarakat. berwawasan
bagi
peserta
didik
perwujudan
dari
pembelajaran
melalui
Belajar dari masyarakat
pelayanan. Beberapa prinsip-prinsip pentingnya pembelajaran di masyarakat sebagai berikut : 1)
Self determination ( Determinasi diri ), mengandung makna bahwa setiap keputusan untuk kepentingan peserta didik harus dimusyawarahkan terlebih dahulu secara bersama-sama. Prinsip ini akan mendorong terciptanya kondisi yang kondosif dalam melakukan berbagai kegiatan.
@2015, Dit. Pembinaan SMA
54
Prinsip-prinsip Pembelajaran
Peserta didik akan merasa dihargai apabila dilibatkan dalam pengambilan keputusan,
sehingga
keputusan
yang
diambil
didasarkan
kepada
kepentingan bersama. 2)
Self Help ( Membantu diri sendiri ), setiap peserta didik diberi kesempatan untuk meningkatkan potensi yang dimilikinya sehingga setiap peserta didik dapat membantu dirinya untuk berkembang sesuai dengan kapasitas yang dimilikinya. Prinsip ini akan menumbuhkan kemandirian pada peserta didik untuk melakukan sesuatu keputusan tanpa ketergantungan pada pihak lain.
3)
Leadhership Development ( Mengembangkan kepemimpinan ) , setiap peserta didik harus diberi kesempatan untukmenjadi pemimpin dalam berbagai kegiatan. Hal ini sangat penting, yaitu untuk melatih keberanian peserta didik dalam mengatur sebuahkegiatan sehingga kepercayaan diri dari peserta didik akan terbentuk dengan adanya pemimpin yang dapat diharapkan.
4)
Life Long Learning ( belajar terus menerus ), prinsip belajar terus menerus harus memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk terus belajar sesuai
dengan
kebutuhannya.
Konsekuensinya
dalam
kegiatan
pembelajaran harus menyediakan program materi yang beraneka ragam sesuai dengan kebutuhan peserta didik. Adapaun tujuan pembelajaran peserta didik di masyarakat adalah : 1. Melatih kemampuan akademis peserta didik. 2. Memperkuat mental fisik dan disiplin. 3. Memperkenalkan tanggung jawab. 4. Membangun jiwa social. 5. Sarana mengembangkan diri dan berkreativitas. 12. Pembelajaran yang menerapkan prinsip bahwa siapa saja adalah guru, siapa saja adalah siswa, dan di mana saja adalah kelas. a.
Siapa saja adalah guru Menurut undang-undang Guru dan Dosen, guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar dan pendidikan menengah. pendidik adalah orang dewasa yang bertanggung jawab memberikan bimbingan kepada peserta didik dalam
perkembangan
@2015, Dit. Pembinaan SMA
jasmani
maupun
rohani
agar
mencapai
tingkat
55
Prinsip-prinsip Pembelajaran
kedewasaan (maupun berdiri sendiri) memenuhi tugasnya sebagai makhluk Tuhan, makhluk individu dan makhluk social. Siapa saja yang bisa menjadi guru, yaitu setiap orang yang mampu menjadi : 1) Teladan dan memiliki budi pekerti yang baik dan tidak tergantung dari segi usia, status sosial dan ekonomi 2) Agen pembaharuan, apabila mereka memiliki ide-ide pembaharuan. 3) Pemimpin dan pendukung nilai-nilai masyarakat, yaitu mereka yang menghayati dan mengenalkan nilai-nilai masyarakat. 4) Fasilitator, yaitu memungkinkan terciptanya kondisi yang baik bagi peserta didik untuk belajar. b. Siapa saja siswa Dalam UU RI No. 20 tahun 2003 pasal 1 ayat 4 dijelaskan bahwa siswa atau peserta
didik merupakan bagian dari masyarakat yang berusaha dalam
mengembangkan kemampuan lewat proses pendidikan pada jenjang tertentu. Sedangkan menurut Prof. Dr. Shafique Ali Khan, peserta didik adalah orang yang datang ke suatu lembaga untuk mempelajari beberapa tipe pendidikan. Seorang siswa adalah orang yang mempelajari ilmu pengetahuan berapa pun usianya, di mana pun, kapan pun, dalam bentuk apa pun, dengan biaya berapa pun untuk meningkatkan intelek dan moralnya dalam rangka mengembangkan dan membersihkan jiwanya dan mengikuti jalan kebaikan. Dengan demikian hakikat siswa adalah : 1. Pribadi yang sedang berkembang menuju kemandirian . 2. Bertanggung jawab atas pendidikannya sendiri sesuai dengan wawasan pendidikan seumur hidup. 3. Pribadi yang memiliki potensi yang berbeda-beda sehingga masing-masing merupakan insan yang unik. 4. Orang yang mempunyai potensi dasar berupa fisik dan psikis yang perlu dikembangkan melalui pendidikan. 5. Mereka yang merupakan insan aktif menghadapi lingkungan yang terus berkembang sesuai dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi. c.
Dimana saja adalah kelas Menurut Hadari Nawawi kelas dalam arti sempit adalah ruangan yang dibatasi oleh empat dinding, tempat sejumlah peserta didik berkumpul untuk mengikuti proses belajar mengajar. Dalam pengertian ini kelas bersifat statis karena
@2015, Dit. Pembinaan SMA
56
Prinsip-prinsip Pembelajaran
sekedar mengelompokkan peserta didik menurut tingkat perkembangannya antara lain berdasarkan batas umur kronologis masing-masing.
Belajar di Lingkungan Sekolah Kelas dalam arti luas adalah suatu masyarakat kecil yang merupakan bagian dari masyarakat sekolah, yang sebagai satu kesatuan diorganisir menjadi unit kerja yang secara dinamis menyelenggarakan kegiatan belajar mengajar yang kreatif untuk mencapai suatu tujuan. Pergeseran pradagima pendidikan memungkinkan ruang belajar peserta didik tidak hanya dibatasi dengan dinding ruang kelas. Ruang kelas dapat di buat seolah-olah tidak terbatas atau disebut kelas digital . Sekolah dan lingkungan sekitar adalah kelas besar untuk peserta didik belajar. Lingkungan sekolah sebagai ruang belajar yang sangat ideal untuk mengembangkan kompetensi peserta didik. Alam dan lingkuan sekitar adalah sumber dan tempat belajar yang tak terbatas. Sejalan dengan pepatah Minangkabau Alam Takambang Jadi pendidik, kalau diartikan dalam bahasa Indonesia menjadi “alam terbentang luas dijadikan sebagai pendidik.” Pepatah ini menunjukkan alam sebagai sumber dan tempat belajar yang menyajikan berbagai fenomena. Dengan kemajuan teknologi informasi dan murahnya alat komunikasi seperti gagdet, telepon gengam, dan komputer terbentuklah kelas maya atau kelas digital. Di kelas digital yang berhubungan dengan media internet peserta didik dapat berhubungan dan berkolaborasi dengan teman dan pendidik, dapat mengakses sumber belajar, mengirimkan pekerjaan rumah atau tugas dengan cepat, mudah, terkini, dan tanpa dibatasi ruang dan waktu.
@2015, Dit. Pembinaan SMA
57
Prinsip-prinsip Pembelajaran
13. Pemanfaatan Tekhnologi Informasi dan Komunikasi untuk meningkatkan efisiensi dan efektifitas pembelajaran a.
Pengertian Teknologi informasi dan Komunikasi (TIK), dalam jangka waktu yang relatif singkat, berkembang dengan sangat pesat. Pengguna Internet di Indonesia dari tahun ke tahun mengalami peningkatan yang sangat signifikan. Menurut Ketua Umum APJII Semuel A Pangerapan, selama tahun 2014 menunjukkan pengguna naik menjadi 88,1 juta atau dengan kata lain penetrasi sebesar 34,9%, dengan hasil tersebut maka kalau mengacu pada standard Millenium Development Goals (MDG‟s) yang mensyaratkan pada 2015 minimal 50% penetrasi (separuh dari total
penduduk),
maka
tahun
ini
pemerintah
bersama
pihak
swasta
menargetkan pertumbuhan sekitar 15,1%. Perkembangan
teknologi
memperngaruhi
seluruh
komunikasi aspek
dan
kehidupan
informasi tak
(ICT),
terkeculai
yang
telah
pendidikan.
Pengembangan dan pemanfaatan media pembelajaran berbasis TI baik yang bersifat off-line maupun on-line, bisa dimanfaatkan dalam pembelajaran di sekolah. Dalam PP nomor 19 tahun 2005 Pasal 20, diisyaratkan bahwa pendidik diharapkan mengembangkan materi pembelajaran, yang kemudian dipertegas melalui Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud) nomor 65 tahun 2013 tentang Standar Proses, yang antara lain mengatur tentang perencanaan proses pembelajaran yang mensyaratkan untuk Setiap pendidik pada satuan pendidikan berkewajiban menyusun dan mengembangkan RPP secara lengkap dan sistematis agar pembelajaran berlangsung secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, efisien, memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat, dan perkembangan fisik serta psikologis peserta didik. Salah satu elemen dalam RPP adalah sumber belajar. Dengan demikian, pendidik diharapkan untuk mengembangkan bahan ajar sebagai salah satu sumber belajar. Seorang pendidik diharapkan dapat memanfaatkan Teknologi informasi dan Komunikasi (TIK) hal ini sejalan dengan kompetensi yang harus dimiliki seorang pendidik yang mengamanatkan seorang pendidik harus menguasai Teknologi Informasi dan Komunikasi. Hal ini dimaksudkan agar pendidik mampu membuat bahan
ajar
berbasis
TIK,
karena
penggunaannya
dapat
membantu
mempermudah pemahaman peserta didik dalam proses pembelajaran di kelas.
@2015, Dit. Pembinaan SMA
58
Prinsip-prinsip Pembelajaran
b. Implementasi TIK dalam Pembelajaran Untuk melayani pembelajaran yang tak terkendala waktu dan tempat juga dapat difasilitasi oleh TIK. Sejalan dengan itu mulailah bermunculan berbagai jargon berawalan e, mulai dari e-book, e-learning, e-laboratory, e-education, e-library, dan sebagainya. Awalan e bermakna electronics yang secara implisit dimaknai berdasar teknologi elektronika digital. Pemanfaatan TIK dalam pembelajaran di Indonesia telah memiliki sejarah yang cukup panjang. Inisiatif menyelenggarakan siaran radio pendidikan dan televisi pendidikan merupakan upaya melakukan penyebaran informasi ke satuansatuan pendidikan yang tersebar di seluruh nusantara. Hal ini adalah wujud dari kesadaran untuk mengoptimalkan pendayagunaan teknologi dalam membantu proses pembelajaran masyarakat. Kelemahan utama siaran radio maupun televisi pendidikan adalah tidak adanya feedback yang seketika. Siaran bersifat searah yaitu dari narasumber atau fasilitator kepada pembelajar. Introduksi komputer
dengan kemampuannya mengolah dan menyajikan
tayangan multimedia (teks, grafis, gambar, suara, dan gambar bergerak) memberikan peluang baru untuk mengatasi kelemahan yang tidak dimiliki siaran radio dan televisi. Bila televisi hanya mampu memberikan informasi searah (terlebih jika materi tayangannya adalah materi hasil rekaman), pembelajaran berbasis teknologi internet memberikan peluang berinteraksi baik secara sinkron (real time) maupun asinkron (delayed). Pembelajaran berbasis Internet memungkinkan terjadinya pembelajaran secara sinkron dengan keunggulan utama bahwa pembelajar maupun fasilitator tidak harus berada di satu tempat yang sama. Pemanfaatan teknologi video conference yang dijalankan dengan menggunakan teknologi Internet memungkinkan pembelajar berada di mana saja sepanjang terhubung ke jaringan komputer. Selain aplikasi unggulan seperti itu, beberapa peluang lain yang lebih sederhana dan lebih murah juga dapat dikembangkan sejalan dengan kemajuan TIK saat ini. Buku elektronik atau e-book adalah salah satu teknologi yang memanfaatkan komputer untuk menayangkan informasi multimedia dalam bentuk yang ringkas dan dinamis. Dalam sebuah e-book dapat diintegrasikan tayangan suara, grafik, gambar, animasi, maupun movie sehingga informasi yang disajikan lebih kaya dibandingkan dengan buku konvensional.
@2015, Dit. Pembinaan SMA
59
Prinsip-prinsip Pembelajaran
Jenis e-book paling sederhana adalah yang sekedar memindahkan buku konvensional menjadi bentuk elektronik yang ditayangkan oleh komputer. Dengan teknologi ini, ratusan buku dapat disimpan dalam satu keping CD atau compact disk (kapasitas sekitar 700MB), DVD atau digital versatile disk (kapasitas 4,7 sampai 8,5 GB) maupun flashdisk (saat ini kapasitas yang tersedia sampai 32 GB). Bentuk yang lebih kompleks dan memerlukan rancangan yang lebih cermat misalnya pada Microsoft Encarta dan Encyclopedia Britannica yang merupakan ensiklopedi dalam format multimedia. Format multimedia memungkinkan e-book menyediakan tidak saja informasi tertulis tetapi juga suara, gambar, movie dan unsur multimedia lainnya. Penjelasan tentang satu jenis musik misalnya, dapat disertai dengan cuplikan suara jenis musik tersebut sehingga pengguna dapat dengan jelas memahami apa yang dimaksud oleh penyaji. Beragam definisi dapat ditemukan untuk e-learning. Victoria L. Tinio, misalnya, menyatakan bahwa e-learning meliputi pembelajaran pada semua tingkatan, formal maupun nonformal, yang menggunakan jaringan komputer (intranet maupun ekstranet) untuk pengantaran bahan ajar, interaksi, dan/atau fasilitasi. Untuk pembelajaran yang sebagian prosesnya berlangsung dengan bantuan jaringan internet sering disebut sebagai online learning. Definisi yang lebih luas dikemukakan pada working paper SEAMOLEC, yakni elearning adalah pembelajaran melalui jasa elektronik. Meski beragam definisi namun pada dasarnya disetujui bahwa e-learning adalah pembelajaran dengan memanfaatkan teknologi elektronik sebagai sarana penyajian dan distribusi informasi. Dalam definisi tersebut tercakup siaran radio maupun televisi pendidikan sebagai salah satu bentuk e-learning. Meskipun radio dan televisi pendidikan adalah salah satu bentuk e-learning, pada umumnya disepakati bahwa e-learning mencapai bentuk puncaknya setelah bersinergi dengan teknologi internet.
@2015, Dit. Pembinaan SMA
60
Prinsip-prinsip Pembelajaran
Ulangan harian pakai Google drive Internet-based learning atau web-based learning dalam bentuk paling sederhana adalah website yang dimanfaatkan untuk menyajikan materi-materi pembelajaran. Cara ini memungkinkan pembelajar mengakses sumber belajar yang disediakan oleh narasumber atau fasilitator kapanpun dikehendaki. Bila diperlukan dapat pula disediakan mailing list khusus untuk situs pembelajaran tersebut yang berfungsi sebagai forum diskusi. Fasilitas e-learning yang lengkap disediakan oleh perangkat lunak khusus yang disebut
perangkat
lunak
pengelola
pembelajaran
atau
LMS
(learning
management system). LMS mutakhir berjalan berbasis teknologi internet sehingga dapat diakses dari manapun selama tersedia akses ke internet. Fasilitas yang disediakan meliputi pengelolaan peserta didik atau peserta didik, pengelolaan materi pembelajaran, pengelolaan proses pembelajaran termasuk pengelolaan evaluasi pembelajaran serta pengelolaan komunikasi antara pembelajar
dengan
fasilitator-fasilitatornya.
Fasilitas
ini
memungkinkan
kegiatan belajar dikelola tanpa adanya tatap muka langsung di antara pihakpihak yang terlibat (administrator, fasilitator, peserta didik atau pembelajar). „Kehadiran‟ pihak-pihak yang terlibat diwakili oleh e-mail, kanal chatting, atau melalui video conference. 14. Pengakuan atas perbedaan individual dan latar belakang budaya peserta didik. a.
Pengertian Gaya Belajar Kita tidak bisa memaksakan seorang anak harus belajar dengan suasana dan cara yang kita inginkan karena masing masing anak memiliki tipe atau gaya belajar sendiri-sendiri. Kemampuan anak dalam menangkap materi dan
@2015, Dit. Pembinaan SMA
61
Prinsip-prinsip Pembelajaran
pelajaran tergantung dari gaya belajarnya.Banyak anak menurun prestasi belajarnya disekolah karena dirumah anak dipaksa belajar tidak sesuai dengan gayanya. Anak akan mudah menguasai materi pelajaran dengan menggunakan cara belajar mereka masing-masing. Menurut DePorter dan Hernacki (2002), gaya belajar adalah kombinasi dari menyerap, mengatur, dan mengolah informasi. Memahami gaya belajar dari peserta didik adalah cara terbaik bagi seorang pendidik untuk memenuhi kebutuhan peserta didiknya. Uraian di atas sesuai dengan Jowkar (2012:739), yaitu bahwa gaya belajar terkait erat dengan strategi pemahaman yang jelas tentang peserta didik. Gaya belajar akan membantu para pendidik mengembangkan peserta didik yang potensial dalam meningkatkan strategi pembelajaran dan meningkatkan kesempatan mereka untuk belajar sukses. Terdapat tiga jenis gaya belajar berdasarkan modalitas yang digunakan individu dalam memproses informasi (perceptual modality). b. Macam-macam Gaya Belajar 1) VISUAL (Visual Learners) Gaya belajar visual adalah gaya belajar dimana kecenderungan peserta didik untuk dapat belajar dengan baik melalui apa yang dapat mereka lihat dengan mata mereka sendiri. Gaya belajar visual memiliki kecenderungan untuk belajar dengan mengamati dan menggambarkan segala sesuatu yang mereka lihat. Peserta didik dengan gaya belajar visual akan lebih mudah belajar dan lebih mudah memahami suatu konsep dengan alat bantu visual. Untuk memfasilitasi gaya belajar visual, maka proses pembelajaran hendaknya mampu menghadirkan berbagai alat bantu visual. Alat-alat bantu visual yang dapat digunakan oleh peserta didik dengan gaya belajar ini antara lain gambar, foto, diagram, peta, grafik, video/film, animasi dan simulasi. Hal ini sesuai dengan Sternberg (2012:19), yang menyatakan bahwa gaya belajar visual melibatkan penggunaan obyek yang dapat dilihat atau diamati, termasuk gambar, diagram, demonstrasi, display, handout, film, grafik, dll. Gaya Belajar Visual (Visual Learners) menitikberatkan pada ketajaman penglihatan. Artinya, bukti-bukti konkret harus diperlihatkan terlebih dahulu agar mereka paham Gaya belajar seperti ini mengandalkan penglihatan
atau
melihat
dulu
buktinya
untuk
kemudian
bisa
mempercayainya. Ada beberapa karakteristik yang khas bagai orang-orang
@2015, Dit. Pembinaan SMA
62
Prinsip-prinsip Pembelajaran
yang menyukai gaya belajar visual ini. Pertama adalah kebutuhan melihat sesuatu (informasi/pelajaran) secara visual untuk mengetahuinya atau memahaminya, kedua memiliki kepekaan yang kuat terhadap warna, ketiga memiliki pemahaman yang cukup terhadap masalah artistik, keempat memiliki kesulitan dalam berdialog secara langsung, kelima terlalu reaktif terhadap suara, keenam sulit mengikuti anjuran secara lisan, ketujuh seringkali salah menginterpretasikan kata atau ucapan. Ciri-ciri gaya belajar visual ini yaitu : a. Cenderung melihat sikap, gerakan, dan bibir pendidik yang sedang mengajar b. Bukan pendengar yang baik saat berkomunikasi c. Saat mendapat petunjuk untuk melakukan sesuatu, biasanya akan melihat teman-teman lainnya baru kemudian dia sendiri yang bertindak d. Tak suka bicara didepan kelompok dan tak suka pula mendengarkan orang lain. Terlihat pasif dalam kegiatan diskusi. e. Kurang mampu mengingat informasi yang diberikan secara lisan f. Lebih suka peragaan daripada penjelasan lisan g. Dapat duduk tenang ditengah situasi yang rebut dan ramai tanpa terganggu. 2)
AUDITORI (Auditory Learners ) Gaya belajar auditory adalah gaya belajar dimana peserta didik memiliki kecenderungan belajar lebih baik dengan cara mendengarkan. Peserta didik dengan gaya belajar auditory adalah peserta didik yang memiliki sifat sebagai pendengar yang sangat baik. Peserta didik-peserta didik dengan gaya auditory cenderung untuk menyerap informasi dalam cara yang lebih efisien melalui suara, musik, diskusi, ceramah. Peserta didik dengan gaya belajar auditory akan mendapatkan kemudahan belajar dengan membaca mengunakan suara yang keras atau mendengarkan ceramah yang direkam kemudian diputar secara berulang-ulang. Gaya belajar ini juga lebih mudah belajar melalui tugas-tugas presentasi lisan dari pada tugas-tugas dalam bentuk laporan tertulis. Untuk memfasilitasi gaya belajar auditory, maka proses pembelajaran dapat dilakukan dengan alat bantu yang menghadirkan audio, berupa narasi, music, diskusi. pendidik juga dapat mendesain pembelajaraan dengan kegiatan presentasi peserta didik, diskusi kelompok dan Tanya
@2015, Dit. Pembinaan SMA
63
Prinsip-prinsip Pembelajaran
jawab.
Uraian
tersebut
sesuai
dengan
Sternberg
(2012:20),
yang
menyatakan bahwa gaya belajar Auditory melibatkan transfer informasi melalui cara mendengarkan: dengan kata yang diucapkan, dari suara diri sendiri atau dari suara lainnya Gaya
belajar
Auditori
(Auditory
Learners) mengandalkan
pada
pendengaran untuk bisa memahami dan mengingatnya. Karakteristik model belajar seperti ini benar-benar menempatkan pendengaran sebagai alat utama menyerap informasi atau pengetahuan. Artinya, kita harus mendengar, baru kemudian kita bisa mengingat dan memahami informasi itu. Karakter pertama orang yang memiliki gaya belajar ini adalah semua informasi hanya bisa diserap melalui pendengaran, kedua memiliki kesulitan untuk menyerap informasi dalam bentuk tulisan secara langsung, ketiga memiliki kesulitan menulis ataupun membaca. Ciri-ciri gaya belajar Auditori yaitu : a)
Mampu mengingat dengan baik penjelasan pendidik di depan kelas, atau materi yang didiskusikan dalam kelompok/ kelas
b)
Pendengar ulung: anak mudah menguasai materi iklan/ lagu di televise/ radio
c)
Cenderung banyak omong
d)
Tak suka membaca dan umumnya memang bukan pembaca yang baik karena kurang dapat mengingat dengan baik apa yang baru saja dibacanya
e)
Kurang cakap dalm mengerjakan tugas mengarang/ menulis
f)
Senang berdiskusi dan berkomunikasi dengan orang lain
g)
Kurang tertarik memperhatikan hal-hal baru dilingkungan sekitarnya, seperti hadirnya anak baru, adanya papan pengumuman di pojok kelas, dll.
3)
KINESTETIK (Kinesthetic Learners) Gaya belajar kinestetik adalah gaya belajar dimana peserta didik memiliki kecenderungan belajar lebih baik melalui gerakan. Peserta didik dengan gaya belajar kinetetik lebih suka melakukan kegiatan langsung melalui interaksi dengan sumber belajar, melakukan percobaan / eksperimen, mengeksplorasi dan melakukan tugas-tugas. Agar peserta didik dengan gaya belajar kinestika dapat belajar dengan baik maka proses pembelajaran hendaknya di desain agar peserta didik dapat
@2015, Dit. Pembinaan SMA
64
Prinsip-prinsip Pembelajaran
secara langsung melakukan kegiatan psikomotor. Dalam hal ini pendidik dapat menggunakan berbagai alat bantu seperti alat-alat percobaan atau multimedia interaktif yang banyak memberikan fasilitas bagi peserta didik untuk dapat berinteraksi. Kegiatan pembelajarannya dapat didesain dengan interaktif melalui eksperimen, diskusi, eksplorasi pengetahuan. Pemahan ini sesuai dengan Sternberg (2012:21), yang menyatakan bahwa gaya belajar kinestetik melibatkan pengalaman fisik secara langsung seperti menyentuh, merasakan, memegang, melakukan, pengalaman praktek langsung/ percobaan. Lebih lanjut dijelaskan bahwa kata 'kinestetik' menggambarkan kegiatan yang menggunakan otot. Dengan kata lain belajar yang menggunakan gerakan secara fisik.
Oleh karena itu
kinestetik menggambarkan gaya belajar yang melibatkan stimulasi saraf pada otot tubuh, sendi dan tendon. Gaya belajar Kinestetik (Kinesthetic Learners) mengharuskan individu yang bersangkutan menyentuh sesuatu yang memberikan informasi tertentu agar ia bisa mengingatnya. Tentu saja ada beberapa karakteristik model belajar seperti ini yang tak semua orang bisa melakukannya. Karakter pertama adalah menempatkan tangan sebagai alat penerima informasi utama agar bisa terus mengingatnya. Hanya dengan memegangnya saja, seseorang yang memiliki gaya ini bisa menyerap informasi tanpa harus membaca penjelasannya. Ciri-ciri gaya belajar Kinestetik yaitu : a)
Menyentuh segala sesuatu yang dijumapinya, termasuk saat belajar
b)
Sulit berdiam diri atau duduk manis, selalu ingin bergerak
c)
Mengerjakan segala sesuatu yang memungkinkan tangannya aktif. Contoh: saat pendidik menerangkan pelajaran, dia mendengarkan sambil tangannya asyik menggambar
d)
Suka menggunakan objek nyata sebagai alat bantu belajar
e)
Sulit menguasai hal-hal abstrak seperti peta, symbol dan lambing
f)
Menyukai praktek/ percobaan
g)
Menyukai permainan dan aktivitas fisik
@2015, Dit. Pembinaan SMA
65
Prinsip-prinsip Pembelajaran
BAB III PEMBELAJARAN YANG MENYENANGKAN
A. Pengertian Undang-undang No. 20 Tahun 2003 Pasal 40 Ayat (2a) yang menyatakan “pendidik dan tenaga kependidikan berkewajiban untuk menciptakan suasana pendidikan yang bermakna, menyenangkan, kreatif, dinamis, dan dialogis”. Hal ini ditegaskan lagi dalam PP No. 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan Pasal 19 Ayat (1) yang menyatakan “proses pembelajaran pada satuan pendidikan diselenggarakan secara inspiratif, interaktif, menyenangkan, menantang, memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif, memberikan ruang gerak yang cukup bagi prakarsa, kreativitas dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat, dan perkembangan fisik dan psikologis peserta didik”. Menyenangkan diartikan sebagai suasana pembelajaran yang “hidup“, semarak, terkondisi untuk terus berlanjut, ekspresif, dan mendorong pemusatan perhatian peserta didik terhadap belajar. Agar menyenangkan maka diperlukan afirmasi (penguatan/penegasan), memberi pengakuan, dan merayakan hasil keras peserta didik dengan tepuk tangan, poster umum, pajangan, catatan pribadi atau saling menghargai. Menyenangkan adalah istilah yang digunakan oleh Peter Kline dalam bukunya Everyday Genius. Dalam buku tersebut Kline melontarkan pernyataan bahwa belajar menjadi efektif, maka belajar itu menyenangkan (Hernowo, 2006: 15). Lebih lanjut Kline mengemukakan bahwa sekolah harus menjadi, ajang kegiatan yang paling menyenangkan dan anak-peserta didik akan sangat cepat belajar jika mereka dibimbing untuk menemukan prinsip-prinsip belajar itu. Pembelajaran yang menyenangkan adalah suatu proses pembelajaran yang mengasyikan dan bermakna, Mengasyikan berarti pelajaran tersebut dapat dinikmati oleh siswa dan tanpa adanya tekanan, sedangkan bermakna berarrti pengetahuan dan keterampilan yang diperoleh siswa dapat bermanfaat bagi kehidupannya (Elaaine B, Johnson, 2006:4). Sedangkan menurut Chatarinacatur (2008:2), pembelajaran menyenangkan atau joyfull learning adalah proses belajar mengajar yang mengedepankan kegembiraan dan kegairahan anak. ”Pembelajaran menyenangkan adalah susasana belajar-mengajar yang menyenangkan sehingga siswa memusatkan perhatiannya secara penuh pada belajar, sehingga waktu curah perhatiannya time on task tinggi (Depdiknas, 2004:3).
@2015, Dit. Pembinaan SMA
66
Prinsip-prinsip Pembelajaran
Pembelajaran yang menyenangkan adalah proses belajar yang memberikan kenyamanan bagi peserta didik sehingga mendorong atau memotivasi peserta didik untuk terus mengembangkan potensi diri dan sosialnya, prakarsa, kreativitasnya, serta keterampilan yang dimiliki. Pembelajaran seperti ini menempatkan peserta didik sebagi subjek pembelajaran. Peserta didik terlibat secara aktif selama proses pembelajaran. Dalam kaitan ini sangat tepat pandangan
J.J Rousseau
yang
menyatakan bahwa “kita jangan menekankan pada banyaknya pengetahuan yang diharapkan dapat dimiliki oleh seorang anak, tetapi harus menekankan pada apa yang dapat dipelajari anak serta apa yang ingin diketahui anak sesuai dengan minatnya”. (Masitoh, dkk, 2005: 36) Menurut hasil penelitian, tingginya waktu curah perhatian terbukti meningkatkan hasil belajar.Keadaan aktif dan menyenangkan tidaklah cukup jika proses pembelajaran tidak efektif, yaitu tidak menghasilkan apa yang harus dikuasai peserta didik setelah proses pembelajaran berlangsung, sebab pembelajaran memiliki sejumlah tujuan pembelajaran yang dicapai. Pembelajaran yang menyenangkan (joyful) perlu dipahami secara luas, bukan hanya berarti selalu diselingi dengan lelucon, banyak bernyanyi atau tepuk tangan yang meriah. Pembelajaran yang menyenangkan adalah pembelajaran yang dapat dinikmati peserta didik. Peserta didik merasa nyaman, aman dan asyik. Perasaan yang
mengasyikkan
mengandung
unsur
inner
motivation,
yaitu
dorongan
keingintahuan yang disertai upaya mencari tahu sesuatu. Selain itu pembelajaran perlu memberikan tantangan kepada peserta didik untuk berpikir, mencoba dan belajar lebih lanjut, penuh dengan percaya diri dan mandiri untuk mengembangkan potensi diri secara optimal. Dengan demikian, diharapkan kelak peserta didik menjadi manusia yang berkarakter penuh percaya diri, menjadi dirinya sendiri dan mempunyai kemampuan yang kompetitif (berdaya saing). Adapun ciri-ciri pokok pembelajaran yang menyenangkan, ialah: adanya lingkungan yang rileks, menyenangkan, tidak membuat tegang (stress), aman, menarik, dan tidak membuat peserta didik ragu melakukan sesuatu meskipun keliru untuk mencapai keberhasilan yang tinggi; terjaminnya ketersediaan materi pelajaran dan metode yang relevan; terlibatnya semua indera dan aktivitas otak kiri dan kanan; adanya situasi belajar yang menantang (challenging) bagi peserta didik untuk berpikir jauh ke depan dan mengeksplorasi materi yang sedang dipelajari;
@2015, Dit. Pembinaan SMA
67
Prinsip-prinsip Pembelajaran
adanya situasi belajar emosional yang positif ketika para peserta didik belajar bersama, dan ketika ada humor, dorongan semangat, waktu istirahat, dan dukungan yang enthusiast.
Lingkungan belajar yang menyenangkan Alhasil, dalam pembelajaran yang menyenangkan pendidik tidak membuat peserta didik: takut salah dan dihukum; takut ditertawakan teman-teman; takut dianggap sepele oleh pendidik atau teman. Di sisi lain, pembelajaran yang menyenangkan dapat membuat peserta didik: berani bertanya; berani mencoba/berbuat; berani mengemukakan pendapat/gagasan; berani mempertanyakan gagasan orang lain. Ian Gilbert dalam bukunya Independent Thinking menyusun 25 daftar pertanyaan untuk menunjukkan sejauh mana proses pembelajaran itu berlangsung secara menyenangkan. Dari 25pertanyaan tersebut paling tidak dapat disimpulkan bahwa pembelajaran yang menyenangkan tersebut adalah pembelajaran yang memiliki ciri-ciri sebagai berikut: a.
Peserta didik selalu
terlibat dalam pembelajaran sehingga peserta didik
menikmati dan merasa tertantang untuk mengembangkan kompetensi
dan
kemampuan berfikir mandiri yang dimiliki. b.
Semua warga sekolah terlibat dalam pembelajaran, terbuka dengan ide-ide baru, fokus pada nilai-nilai moral, serta menjadi teladan bagi peserta didik.
@2015, Dit. Pembinaan SMA
68
Prinsip-prinsip Pembelajaran
c.
Sekolah hanyalah salah satu tempat belajar yang harus terus mengikuti perkembangan terbaru dalam dunia IPTEK serta mendorong peserta didik untuk terus berinteraksi dengan dunia luar.
B. Komponen Pembelajaran Menyenangkan Meier (Hernowo, 2006: 17) mengemukakan bahwa menyenangkan dapat ditunjukkan oleh 5 (lima) komponen, yaitu: (i) bangkitnya minat, (ii) keterlibatan penuh, (iii) terciptanya makna, (iv) pemahaman, dan (v) nilai yang membahagiakan pada diri anak. 1)
Bangkitnya Minat Seseorang senang belajar apabila ia berminat untuk mempelajari materi yang diterimanya. Beberapa kalangan memandang minat sebagai gairah atau keinginan yang menggebu-gebu. Jadi bila kegembiran dikaitkan dengan minat maka peserta didik menjadi gembira lantaran ada keinginan untuk mempelajari materi yang diajarkan.
2) Keterlibatan penuh Selanjutnya adanya keterlibatan secara sungguh-sungguh peserta dalam mempeljari sesuatu, menurut Meier sangat bergantung pada keberadaan minat. Meier menggambarkan bahwa tidak mungkin seseorang dapat terlibat secara penuh dalam pembelajaran, jika ia tidak ada keinginan sama sekali untuk mempelajari materi tersebut. Demikian pula jika tidak ada hubungan timbal balik seseorang dengan materi yang dipelajarinya, maka ia tidak akan mengkonsentrasikan diri secara penuh dalam mempelajari materi tersebut. Lebih lanjut Meier mengemukakan (Hernowo, 2006: 25) bahwa: Penelitian mengenai otak dan kaitannya dengan pembelajaran, telah mengungkapkan fakta yang mengejutkan: Apabila sesuatu dipelajari secara sungguh-sungguh, struktur internal sistem saraf kimiawi (atau elektris) seseorangpun berubah. Hal-hal baru tercipta dalam diri seseorang – jaringan saraf baru, jalur elektris baru, asosiasi baru, dan koneksi baru. Dalam proses pembelajaran para peserta didik harus diberi waktu agar hal-hal baru tersebut benar-benar terjadi dalam dirinya. Apabila tidak, tentu saja tidak ada yang akan melekat. Juga tak ada yang menyatu dan tak ada yang benar-benar dipelajari. Pembelajaran adalah perubahan. 3) Terciptanya Makna Kemudian tentang makna meskipun sulit didefinisikan, namun berkaitan erat dengan masing-masing pribadi. Makna kadang muncul secara sangat kuat dalam @2015, Dit. Pembinaan SMA
69
Prinsip-prinsip Pembelajaran
konteks yang personal. Istilah “mengesankan” dianggap paling dekat dengan konsep makna. Artinya, sesuatu yang mengesankan biasanya menghadirkan makna. Dengan demikian pembelajaran tidak menimbulkan kesan yang mendalam pada diri peserta didik maka pembelajaran tersebut tidak bermakna. 4) Pemahaman Berikut tentang pemahaman, menurut Meier erat kaitannya dengan minat, keterlibatan dalam pembelajaran, dan makna dari apa yang telah dipelajari. Artinya pemahaman terhadap materi yang dipelajari akan sangat kuat jika peserta didik beminat dalam mempelajari materi tersebut, aktif secara sungguh-sungguh dalam pembelajaran, dan terkesan dengan pembelajaran yang diikutinya. Demikian pula rasa ingin tahu seseorang terhadap sesuatu akan muncul jika ada minat serta kesan untuk mempelajari sesuatu tersebut. 5) Nilai Terakhir nilai kebahagiaan, bahagia berarti perasaan atau keadaan tentram (bebas segala yang menyusahkan). Berkaitan dengan belajar, bahagia adalah keadan yang bebas dari tekanan, ketakutan, dan ancaman (Hernowo, 2006: 23). Apabila ciri-ciri menyenangkan telah terpenuhi, maka pembelajaran aktif dapat diciptakan. Pembelajaran aktif adalah pembelajaran yang memungkinkan peserta didik untuk berinteraksi secara aktif dengan lingkungan, memanipulasi obyek-obyek yang ada di dalamnya, dan mengamati pengaruh dari manipulasi obyek tersebut (Daldiry, 2007: 3). Dari statemen ini nampak bahwa aktif berarti keterlibatan
penuh
baik
secara
fisik
maupun
psikis
dalam
kegiatan
pembelajaran. Selanjutnya aktif berarti peserta didik maupun pendidik berinteraksi untuk menunjang pembelajaran. pendidik harus menciptakan suasana sehingga peserta didik aktif bertanya, memberikan tanggapan, mengungkapkan ide, dan mendemonstrasikan gagasan atau idenya. Demikian pula pendidik aktif akan memantau kegiatan belajar peserta didik, memberi umpan balik, mengajukan pertanyaan menantang, dan mempertanyakan gagasan peserta didik. Pembelajaran kreatif dapat diciptakan apabila pendidik memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk aktif sehingga dapat mendorong mereka berkreatif. Kreatif diartikan bahwa pendidik memberikan variasi dalam kegiatan pembelajaran, membuat alat bantu mengajar, bahkan menciptakan teknik pembelajaran tertentu sesuai dengan tingkat kemampuan peserta didik. Dalam kegiatan pembelajaran yang efektif, kata efektif diartikan sebagai ketercapaian suatu tujuan atau kompetensi yang merupakan pijakan dalam suatu rancangan pembelajaran (Depdiknas, 2005: 13). Oleh sebab itu
@2015, Dit. Pembinaan SMA
70
Prinsip-prinsip Pembelajaran
suatu kegiatan pembelajaran dikatakan efektif jika pembelajaran memberikan hasil
yang
optimal.
Selanjutnya
Dick
&
Reiser
(Sutikno,
2007:
54)
mengemukakan bahwa pembelajaran efektif adalah suatu pembelajaran yang memungkinkan peserta didik belajar ketrampilan spesifik, ilmu pengetahuan, dan sikap yang membuat peserta didik senang. Dunne & Wragg menjelaskan bahwa pembelajaran efektif memudahkan peserta didik belajar sesuatu yang bermanfaat, seperti fakta, keterampilan, nilai, konsep, cara hidup serasi dengan sesame, atau sesuatu yang diinginkan.
C. Strategi Pembelajaran Menyenangkan Beberapa strategi yang dapat dilakukan agar pembelajaran menyenangkan, yaitu pembelajaran
kontekstual,
pembelajaran
dengan
pemecahan
masalah,
pembelajaran bermakna, pemanfaatan alat peraga, dan pembelajaran melalui lingkungan sekitar. 1. Pembelajaran kontekstual Inti
pembelajaran
adalah
kontekstual
pembelajaran
menghubungkan
konsep
dengan
kehidupan
sehari-hari.
Pembelajaran
kontekstual
melibatkan
tujuh
pembelajaran community, ques-tioning,
komponen
efektif
konstruktivisme, Membangun pengetahuan
dengan
yaitu: learning
modeling,
inquiri,
reflection,
dan
authentic assessment. 2. Pembelajaran pemecahan masalah Pembelajaran pemecahan masalah pada dasarnya adalah pembelajaran yang mengacu pada masalah yang dikemukakan kepada peserta didik selanjutnya peserta didik dapat merancang upaya pemecahannya. Pembelajaran dengan pemecahan masalah mengacu pada strategi yang dikemukakan salah seorang ahli yaitu Polya yang mengemukakan empat tahap upaya mencari solusi suatu masalah yaitu: Memahami Masalah (Understanding The Problem), Merencanakan Penyelesaian (Devising a plan), Melaksanakan Perhitungan (Carrying Out the Plan), dan Memeriksa Kembali Proses dan Hasil (Looking Back). @2015, Dit. Pembinaan SMA
71
Prinsip-prinsip Pembelajaran
3. Pembelajaran Bermakna Peristiwa psikologis tentang belajar bermakna menyangkut asimilasi informasi baru terhadap pengetahuan yang sudah ada dalam struktur kognitif. Jika tidak ada upaya untuk mengasimilasi informasi baru dengan pengetahuan relevan yang sudah ada dalam struktur kognitif. Selanjutnya Ausubel (Basuki, 2000 : 10) mengemukakan 3 hal kebaikan belajar bermakna, yaitu : (i) Informasi yang dipelajari secara bermakna lebih lama diingat. (ii) Informasi baru yang telah dikaitkan dengan konsep-konsep yang relevan dengan konsep yang telah diketahui sebelumnya akan meningkatkan penguasaan konsep sebelumnya tersebut, dan lebih memudahkan pemahaman terhadap konsep berikutnya, dan (iii) Informasi yang telah terlupakan, namun pernah dikuasai sebelumnya masih meninggalkan bekas, sehingga mempermudah untuk belajar hal-hal yang mirip dengan informasi tersebut. 4. Pemanfaan Alat Peraga Pemanfaatan alat peraga sangat diperlukan. Peserta didik yang umumnya masih berada pada tahap operasional konkrit dan awal tahap operasional formal masih perlu dibantu alat peraga. Konsep-konsep akan lebih mudah jika dibantu dengan alat peraga, demikian pula kemampuan berfikir lain seperti penalaran, pemecahan masalah, komunikasi dapat dikembangkan jika menggunakan alat peraga. Selain itu melalui penggunaan alat peraga. Pemanfaatan lingkungan sekitar juga sangat membantu dalam pembelajaran.
Identifikasi batuan baik menggunakan alat Loup, cairan HCL, mengamati reaksi carbonat dan cuka untuk pembuktian proses vulkanisme yang di kaitkan dengan teori konveksi
@2015, Dit. Pembinaan SMA
72
Prinsip-prinsip Pembelajaran
5.
Pembelajaran melalui lingkungan sekitar Mereka dapat belajar dari lingkungannya baik dalam lingkungan fisik maupun dari lingkungan sosialnya (contextual teaching and learning). Jadi faktor untuk menciptakan pembelajaran yang menyenangkan (joyfull learning) adalah penciptaan lingkungan pembelajaran yang menyenangkan dan merangsang anak untuk belajar. Suasana kelas yang diciptakan penuh kegembiraan akan membawa kegembiraan pula dalam belajar (Prof. Dr. Mukhlas Samni, M.pd, 2000 : 1).
@2015, Dit. Pembinaan SMA
73
Prinsip-prinsip Pembelajaran
BAB IV PENUTUP Mengingat panduan prinsip-prinsip pembelajaran memuat unsur-unsur yang umum,
diperlukan
adanya
kreativitas
dari
setiap
pendidik
untuk
bersifat mencoba
mengimplementasikan setiap prinsip pembelajaran dalam pembelajaran. Implementasi prinsip-prinsip pembelajaran lebih lanjut ke dalam perencanaan, pelaksanaan dan penilaian proses dan hasil pembelajaran. Implementasi perlu melibatkan kepala sekolah, pendidik, dan pengawas agar panduan tersebut dapat dipahami dan diterapkan di
satuan
pendidikan
masing-masing.
Dengan
adanya
panduan
prinsip-prinsip
pembelajaran ini diharapkan agar Kurikulum 2013 bisa diimplementasikan secara optimal oleh seluruh pemangku kepentingan, utamanya para pendidik mata pelajaran. Kepala sekolah memegang peran yang sangat penting dalam membangun motivasi pendidik agar tercipta guru pembelajar. Begitu pula pengawas satuan pendidikan dapat melakukan monitoring, supervisi pelaksanaan pembelajaran, melakukan evaluasi dan menyusun tindak lanjut hasil pengawasan proses pembelajaran. Apabila guru, kepala sekolah dan pengawas melakukan tugas dan fungsinya secara profesional, Insya Allah kurikulum 2013 dapat diimplementasikan secara optimal.
@2015, Dit. Pembinaan SMA
74
Prinsip-prinsip Pembelajaran
DAFTAR PUSTAKA Abin Syamsuddin Makmun. 2003. Psikologi Pendidikan. Bandung: Rosda Karya Remaja. AECT. 1977. Selecting Media for Learning. Washington DC: Association for Education Communication and Technology. Allen, L. (1973). An examination of the ability of third grade children from the Science Curriculum Improvement Study to identify experimental variables and to recognize change. Science Education, 57, 123-151. Anderson, O.W. & Krathwohl, D.R. (2001). A taxonomy for learning, teaching, and assessing: A revision of Bloom‟s taxanomy of educational objectives. New York: Addison Wesley Longman. Arend, R.I. 2001. Learning to Teach, 5th Ed. Boston: McGraw-Hill Company, Inc. Baldwin, A.L. 1967. Theories of Child Development. New York: John Wiley & Sons. Barbara, S. (1998). Making instructional design decisions. Apper Saddle River, N.J.: Merill. Belt, S. (1997). Emerging vision of an information age education, http://www.pnx.com/gator Barrows, H.S. 1996. “Problem-based learning in medicine and beyond: A brief overview” Dalam Bringing problem-based learning to higher education: Theory and Practice (hal 3-12). San Francisco: Jossey-Bass. Carin, A.A. & Sund, R.B. 1975. Teaching Science trough Discovery, 3rd Ed. Columbus: Charles E. Merrill Publishing Company. Carin, A.A. 1993. Teaching Science Through Discovery. ( 7th. ed. ) New York: Maxwell Macmillan International. Danim, S. (2002) Inovasi Pendidikan dalam upaya meningkatkan profesionalisme tenaga kependidikan. Bandung. Pustaka Setia. Dedi Supriawan dan A. Benyamin Surasega, 1990. Strategi Belajar Mengajar (Diktat Kuliah). Bandung: FPTK-IKIP Bandung. Delisle, R. (1997). How to Use Problem_Based Learning In the Classroom. Alexandria, Virginia USA: ASCD. Depdiknas (2007) Materi Diklat Pengembangan Proggam PAKEM. Jakarta: Ditjen PMPTK Depdiknas DePORTER, B, Reardon, M. Nouri, S, S (2002) Quantum Teaching. Jakarta: KAIFA. Dorrell, J. (1993). Resource-based learning: Using open and flexible learning resources for continous development. Berkshire: McGraw-Hill Book Company Europe. @2015, Dit. Pembinaan SMA
75
Prinsip-prinsip Pembelajaran
Gijselaers, W.H. 1996. “Connecting problem-based practices with educational theory.” Dalam Bringing problem-based learning to higher education: Theory and Practice (hal 13-21). San Francisco: Jossey-Bass. Hamalik, Oe (1999) Kurikulum dan Pembelajaran. Jakarta Bina Aksara. Hernowo (2006) Menjadi Guru Pendidik yang mau dan mampu mengajar secara menyenangkan. Jakarta: MLC http://duniaguruPendidik.com/index.php?option=com_content&task=view&id=406&Ite mid=26, diakses tanggal 30 November 2010, 13:38 http://education-mantap.blogspot.com/2010/05/prinsip-prinsip-cara-belajarstswa.html, diakses tanggal 1 Desember 2010, 08:01 http://edukasi.kompasiana.com/2010/01/12/pembelajaran-siswa siswa-aktif/, diakses tanggal 29 November 2010, 4:18 http://jurnalbidandiah.blogspot.com/2012/04/model-pembelajaranterpadu.html#ixzz3Wr1xooKG http://kidispur.blogspot.com/2009/01/prinsip-pembelajaran-berbasis.html, tanggal 22 November 2010, 15:20
diakses
http://organisasi.org/strategi-pembelajaran-kontekstual-oleh-oleh-dari-plpg-slamet-p, diakses tanggal 30 November 2010, 12:40 http://translate.google.co.id/translate?hl=id&langpair=en|id&u=http://en.wikipedia.o rg/wiki/Mastery_learning, diakses tanggal 30 November 2010, 12:59 http://www.smkn1majalengka.sch.id/bimtek_ktsp/Pengelolaan%20Pbk.pdf, tanggal 29 November 2010, 16:01
diakses
Jowkar, M. 2012. The Relationship Between Perceptual Learning Style Preferences And Listening Comprehension Strategies Of Iranian Intermediate Efl Learners. Journal Academic Research International. Vol. 2, No. 2 Miarso, Yusufhadi, (2004), Menyemai Benih Teknologi Pendidikan, Jakarta: Kencana Edisi Satu Muller, U., Carpendale, J.I.M., Smith, L. 2009. The Cambridge Companion to PIAGET. Cambridge University Press. Nur, M. & Wikandari, P.R. 2000. Pengajaran Berpusat Kepada Siswa Dan Pendekatan Konstruktivis Dalam Pengajaran. Surabaya : Universitas Negeri Surabaya University Press. Nur, M. 1998. Teori-teori Perkembangan. Surabaya: Institut Keguru Pendidikan dan Ilmu Pendidikan. Nur, M. 2011. Pembelajaran Berdasarkan Masalah. Surabaya: PSMS Unesa. Osborne, R.J. & Wittrock, M.C. 1985. Learning Science: A Generative Process, Science Education, 64, 4: 489-503.
@2015, Dit. Pembinaan SMA
76
Prinsip-prinsip Pembelajaran
Padilla, M., Cronin, L., & Twiest, M. (1985). The development and validation of the test of basic process skills. Paper presented at the annual meeting of the National Association for Research in Science Teaching, French Lick, IN. Percival, Fred & Henry Ellington (1988), Teknologi Pendidikan, terjemahan Sudjarwo, Jakarta: Penerbit Erlangga Quinn, M., & George, K. D. (1975). Teaching hypothesis formation. Science Education, 59, 289-296. Science Education, 62, 215-221. Rohani, Ahmad (2004), Pengelolaan Pengajaran Edisi Revisi, Jakarta : PT. Rineka Cipta Sanjaya, Wina, (2008). Pembelajaran dalam Implementasi Kurikulum Berbasis Kompetensi. Jakarta: Kencana Seels, Barbara B, & Rita C.Richey (1994), Teknologi Pembelajaran, Definisi dan Kawasannya, Jakarta: Unit Percetakan UNJ. Sternberg. 2012. Learning Styles: Meeting the Learning Needs of All Students. http://www.hdsb.ca/Community/PIC/Documents/Meeting Learning Needs of All Students 20 October 2012.pdf Sund, R.B. & Trowbridge, L.W. 1973. Teaching Science by Inquiry in the Secondary School, 3rd Ed. Columbus: Charles E. Merrill Publishing Company. Sutherland, P. 1992. Cognitive Development Today: Piaget and his Critics. London: Paul Chapman Publishing Ltd. Thiel, R., & George, D. K. (1976). Some factors affecting the use of the science process skill of prediction by elementary school children. Journal of Research in Science Teaching, 13, 155-166. Tim Sertifikasi Unesa. 2010. Modul Pembelajaran Inovatif. Surabaya: PLPG Unesa. Tomera, A. (1974). Transfer and retention of transfer of the science processes of observation and comparison in junior high school students. Science Education, 58, 195-203. Udin S. Winataputra. 2003. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: Pusat Penerbitan Universitas Terbuka.
@2015, Dit. Pembinaan SMA
77
Prinsip-prinsip Pembelajaran
@2015, Dit. Pembinaan SMA
78