ANALISA KADAR UREUM DALAM SERUM PENDERITA TB PARU YANG MENGKONSUMSI OBAT ANTI TUBERKULOSIS LEBIH DARI 4 BULAN DI UPT KESEHATAN PARU MASYARAKAT MEDAN TAHUN 2015
KARYA TULIS ILMIAH
OLEH : NIA TRIPUTRI NANDA 12.034.119
PROGRAM STUDI D-III ANALIS KESEHATAN FAKULTAS ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS SARI MUTIARA INDONESIA MEDAN 2015
ANALISA KADAR UREUM DALAM SERUM PENDERITA TB PARU YANG MENGKONSUMSI OBAT ANTI TUBERKULOSIS LEBIH DARI 4 BULAN DI UPT KESEHATAN PARU MASYARAKAT MEDAN TAHUN 2015
KARYA TULIS ILMIAH
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Ahli Madya Analis Kesehatan Pada Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Sari Mutiara Indonesia
OLEH : NIA TRIPUTRI NANDA 12.034.119
PROGRAM STUDI D-III ANALIS KESEHATAN FAKULTAS ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS SARI MUTIARA INDONESIA MEDAN 2015
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
I.
II.
III.
Identitas 1. Nama 2. Jenis Kelamin 3. Tempat Tanggal Lahir 4. Anak Ke 5. Kewarganegaraan 6. Status 7. Agama 8. Alamat
Riwayat Keluarga 1. Nama Orang Tua Ayah Ibu 2. Pekerjaan Ayah Ibu 3. Jumlah anak 4. Kewarganegaraan 5. Agama 6. Alamat
Riwayat Pendidikan 1. Tahun 2000-2006 2. Tahun 2006-2009 3. Tahun 2009-2012 4. Tahun 2012-2015
: Nia Triputri Nanda : Perempuan : Medan, 17 Januari 1995 : Enam dari tujuh bersaudara : Indonesia : Belum Kawin : Islam : Jl. Platina 1 Ling. XVI, No. 119, Kel Titi Papan Medan
: Umar : Almh. Nuri Ariyani : Pensiunan Pegawai Negeri Sipil (PNS) :: Tujuh (7) : Indonesia : Islam : Dayah Kp. Pisang, Kecamatan Sakti, Kabupaten Pidie
: SDN 1 Beureunuen : SMPN 1 Mutiara : SMAN 1 Mutiara : Sedang Menyelesaikan Pendidikan D-III Analis Kesehatan Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Sari Mutiara Indonesia Medan
ABSTRAK
Ureum merupakan hasil akhir metabolisme protein, ureum dibentuk dalam hepar, difiltrasi di glomerulus dan direabsorbsi di tubulus dalam jumlah yang bervariasi. Meningkatnya kadar ureum dapat menyebabkan kerusakan fungsi ginjal. Kerusakan fungsi ginjal salah satunya dapat disebabkan karena mengkonsumsi obat terlalu lama, seperti Obat Anti Tuberkulosis (OAT) yang harus dikonsumsi secara terus menerus lebih dari 6 bulan. Karena fungsi ginjal adalah sebagai alat ekskresi tubuh, dimana senyawa-senyawa obat yang tidak termetabolisme akan di keluarkan melalui ginjal. Telah dilakukan penelitian untuk mengetahui kadar ureum dalam serum penderita TB Paru yang mengonsumsi OAT lebih dari 4 bulan di UPT Kesehatan Paru Masyarakat Medan tahun 2015 pada bulan Mei-Juni dengan metode Deskriptif crossectional, dan metode pemeriksaan spektrofotometer kolorimetik, bahan yang di gunakan adalah serum, dengan sampel sebanyak 20 orang. Hasil penelitian menunjukkan yang normal sebanyak 17 orang (85%) dan yang meningkat 3 orang (15%), yang normal menunjukkan bahwa tidak semua OAT dapat merusak fungsi ginjal apabila dikonsumsi secara teratu dan sesuai petunjuk dokter.
Kata Kunci : Ureum, TB Paru
i
ABSTRACT Urea is the end product of protein metabolism, urea is formed in the liver, filtered at the glomerulus and reabsorbed in the tubules in varying amounts. Increased urea levels can lead to impaired renal function. Impaired kidney function one of which can be caused by taking too long, such as the AntiTuberculosis Drugs (OAT) which must be taken continuously for more than 6 months. Because kidney function is as a means of excretion of the body, where the compounds are not metabolized drugs will be released through the kidneys. Was conducted to determine serum urea levels in patients with pulmonary TB who consume more than 4 months OAT in Medan Public Lung Health Unit 2015 in May-June with a cross-sectional descriptive methods, and methods of inspection kolorimetik spectrophotometer, the materials used are serum, with a sample of 20 people. The results showed that normal as many as 17 people (85%) and increased 3 people (15%), which normally indicates that not all OAT can impair kidney function when consumed teratu and according to doctor's instructions.
Keywords: Ureum, Pulmonary TB
ii
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis sampaikan kepada Allah SWT yang telah melimpahkan kasih dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Proposal ini dengan judul “Analisa Kadar Ureum Dalam Serum Penderita TB Paru Yang mengkonsumsi Obat Anti Tuberkulosis Di UPT Kesehatan Paru Masyarakat Medan Tahun 2015”. Karya tulis ilmiah ini merupakan salah satu syarat memperoleh gelar Ahli Madya Analis Kesehatan (AMAK) di Akademi Analis Kesehatan Sari Mutiara Medan. Dalam penyusunan Karya Tulis Ilmiah ini penulis mendapat banyak kesulitan, namun berkat bimbingan dan saran dari berbagai pihak sehingga penulis dapat menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah ini. Dalam kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih yang sebesarbesarnya kepada: 1. Bapak Parlindungan Purba, SH, MM, selaku Ketua Yayasan Sari Mutiara Medan. 2. Ibu Dr. Ivan Elisabeth Purba M.Kes, selaku Rektor Universitas Sari Mutiara Indonesia. 3. Ibu Taruli Rohana Sinaga, SP, MKM, selaku Dekan Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Sari Mutiara Indonesia. 4. Ibu Nova Florentina Ambarwati, S.ST, M.Pd, selaku Ketua Program Studi DIII Analis Kesehatan Universitas Sari Mutiara Indonesia.
iii
5. Bapak Erlan Aritonang, S.Si, M.Si, selaku Dosen Pembimbing yang banyak meluangkan waktunya dan penuh sabar memberikan bimbingan serta memberikan dorongan semangat sehingga penulis dapat menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah ini. 6. Bapak dr. Denrison Purba Sp.PK, selaku Dosen Pengui I yang telah banyak memberikan kritik dan saran serta bimbingan dalam menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah ini. 7. Ibu Suryani Situmeang, S.Pd, M.Kes selaku Dosen Penguji II yang telah banyak memberikan kritik dan saran serta bimbingan dalam menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah ini. 8. Bapak dan Ibu dosen serta staf pegawai pendidikan Program Studi D-III Analis Kesehatan Universitas Sari Mutiara Indonesia. 9. Ayahanda Umar dan Ibunda Almh. Nuri Ariyani serta keluarga besar saya yang telah memberikan semangat, dukungan, dan doa kepada penulis untuk dapat menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah ini. 10. Semua teman-teman seangkatan khususnya kelas III-B Program Studi D-III Analis Kesehatan Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Sari Mutiara Indonesia, dan semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu untuk semua dukungan yang telah diberikan. Semoga segala kebaikan, bantuan, dan bimbingan yang telah diberikan kepada penulis mendapatkan balasan dari Tuhan Yang Maha Esa.
iv
Penulis menyadari Karya Tulis Ilmiah ini masih jauh dari sempurna dan masih terdapat kekurangan. Penulis menerima masukan berupa kritikan dan saran yang bersifat membangun untuk kesempurnaan Karya Tulis Ilmiah ini. Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih semoga Karya Tulis Ilmiah ini bermanfaat bagi semua pembaca.
Medan,
Juni 2015
Penulis
v
DAFTAR ISI Halaman LEMBAR PERSETUJUAN HALAMAN PENGESAHAN SURAT PERNYATAAN DAFTAR RIWAYAT HIDUP ABSTRAK ........................................................................................................... ABSTRACT .......................................................................................................... KATA PENGANTAR......................................................................................... DAFTAR ISI........................................................................................................ DAFTAR TABEL ............................................................................................... DAFTAR LAMPIRAN .......................................................................................
i ii iii vi viii ix
BAB I
PENDAHULUAN ............................................................................... 1.1 Latar Belakang............................................................................... 1.2 Rumusan Masalah ......................................................................... 1.3 Tujuan Penelitian........................................................................... 1.4 Manfaat Penelitian.........................................................................
1 1 5 5 5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA ..................................................................... 2.1 Definisi Tuberkulosis Paru ............................................................ 2.2 Cara Penularan Bakteri Tuberkulosis ............................................ 2.3 Gejala Klinis Tuberkulosis Paru.................................................... 2.4 Faktor-Faktor Penyebab Tuberkulosis Paru .................................. 2.5 Test Diagnostik.............................................................................. 2.5.1 Pemeriksaan Radiologis : foto rontgen torak ....................... 2.5.2 Pemeriksaan Laboratorium .................................................. 2.5.3 Test Tuberculin (Mantoux Test) .......................................... 2.5.4 Pemeriksaan Penunjang ....................................................... 2.6 Pencegahan Penyakit TB Paru....................................................... 2.7 Pengobatan Tuberkulosis Paru ...................................................... 2.8 Efek Dari Obat Anti Tuberkulosis................................................. 2.9 Ginjal ............................................................................................. 2.9.1 Fungsi Ginjal........................................................................ 2.9.2 Penyakit Gagal Ginjal .......................................................... 2.10Uji laboratorium ............................................................................
6 6 6 7 7 9 9 9 11 11 11 12 12 14 14 16 18
vi
2.11Ureum ............................................................................................ 2.11.1 Metabolisme Ureum .......................................................... 2.11.2 Transport/ Sirkulasi Ureum ............................................... 2.11.3 Peningkatan Ureum Dalam Darah (Uremia) ..................... 2.12 Kerangka Konsep .........................................................................
19 19 20 20 21
BAB III METODE PENELITIAN .................................................................. 3.1 Jenis Penelitian .............................................................................. 3.2 Tempat dan Waktu Penelitian ....................................................... 3.2.1 Tempat Penelitiaan............................................................... 3.2.2 Waktu Penelitian .................................................................. 3.3 Populasi dan Sampel...................................................................... 3.3.1 Populasi................................................................................ 3.3.2 Sampel.................................................................................. 3.4 Metode Pengumpulan Data ........................................................... 3.4.1 Metode Pemeriksaan dan Prinsip......................................... 3.4.2 Alat, Bahan dan Reagensia .................................................. 3.5 Prosedur Kerja ............................................................................... 3.5.1 Cara Pengambilan Darah Vena ............................................ 3.5.2 Cara Pemisahan Serum Dari Darah ..................................... 3.5.3 Prosedur Kerja Spektrofotometer......................................... 3.5.4 Perhitungan .......................................................................... 3.5.5 Nilai Normal ........................................................................ 3.6 Definisi Operasional......................................................................
22 22 22 22 22 22 22 22 23 23 23 26 26 27 27 28 28 29
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN........................................................... 4.1 Hasil Penelitian.............................................................................. 4.2 Pembahasan ...................................................................................
30 30 31
BAB V
33 33 33
KESIMPULAN DAN SARAN........................................................... 5.1 Kesimpulan.................................................................................... 5.2 Saran ..............................................................................................
DAFTAR PUSTAKA
vii
DAFTAR TABEL Halaman Tabel 4.1 Hasil Pemeriksaan Kadar Ureum Dalam Serum Penderita TB Paru Yang Mengkonsumsi OAT lebih dari 4 bulan ...................................
viii
30
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 : Surat Izin Penelitian Lampiran 2 : Surat Balasan Penelitian Lampiran 3 : Lembar Konsul Karya Tulis Ilmiah Lampiran 4 : Lembar Perbaikan Karya Tulis Ilmiah Lampiran 5 : KIT Ureum
ix
BAB I PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Penyakit Tuberkulosis (TB) Paru yang berarti suatu penyakit infeksi yang
disebabkan
bakteri
berbentuk batang (basil)
yang dikenal
dengan nama
Mycobacterium tuberculosis. Penularan penyakit ini melalui perantaraan ludah, dahak atau droplet penderita yang mengandung basil bakteri masuk ke dalam tubuh manusia melalui saluran pernafasan. Pada saat penderita TB Paru batuk, butir-butir air ludah beterbangan di udara dan terhirup oleh orang lain. Apabila telah terhirup dan bersarang di dalam paru-paru seseorang, maka bakteri tuberkulosis akan mulai membelah diri dan berkembang biak. Kemudian dapat menyebabkan penyakit TB Paru. Resiko tinggi terjangkit penyakit TB Paru pada anak berusia di bawah 3 tahun, remaja, usia lanjut dan juga pada orang yang kurang gizi (Sholeh S. Naga, 2013). Menurut World Health Organization (WHO), Tuberkulosis merupakan masalah kesehatan masyarakat yang terpenting di Asia terutama di negara berkembang. Ada beberapa hal yang menjadi penyebab semakin meningkatnya penyakit TB Paru di Asia antara lain karena kemiskinan, meningkatnya jumlah penduduk, perlindungan kesehatan yang tidak mencukupi, kurangnya biaya untuk berobat, dan kurangnya asupan makanan yang bergizi (WHO, 2006).
1
2
TB Paru paling banyak terjadi di Negara berkembang, pada tahun 2009 Indonesia menduduki peringkat ke lima di dunia setelah India, Cina, Afrika Selatan dan Nigeria dengan jumlah prevalensi 285/100.000 penduduk, sedangkan angka kematian telah turun menjadi 27/100.000 penduduk (Kemenkes RI, 2010). Di Indonesia di perkirakan prevalensi TB di Indonesia untuk semua tipe TB adalah 505,614 kasus per tahun, 244 per 10.000 penduduk dan 1.550 per hari. Insiden kasus baru 236.029 pertahun, 102 kasus per 10.000 penduduk. Dan kematian 91.369 per tahun, 30 kasus per 10.000 penduduk, dan 250 perhari (Depkes, 2010). Berdasarkan jumlah penderita TB paru di Indonesia tahun 2010, Sumatera Utara menempati urutan ke-7. Jumlah penderita TB Paru klinis di Sumatera Utara pada tahun 2010 sebanyak 104,992 orang setalah dilakukan pemeriksaan dan diobati sebanyak 13.744 orang serta yang sembuh sebanyak 9.390 orang atau sekitar 68,32%. Jumlah kasus TB Paru di Sumatra Utara meningkat pada tahun 2012, secara klinis sebanyak 123,790 orang setelah dilakukan pemeriksaan dan yang diobati sebanyak 16,392 orang. Dan di dapat prevalensi TB di Kota Medan sekitar 1.941 orang (Dinkes Prov Sumut, 2012). Penanggulangan tuberkulosis di Indonesia dilakukan secara nasional melalui strategi Directly Observed Treatment Shortcourse (DOTS) atau pengawasan langsung yang diintegrasikan dalam pelayanan kesehatan dasar dengan mengkonsumsi obat dalam rentang waktu kurang lebih 6 bulan dan terus menerus tanpa putus, adapun obat yang dikonsumsi antara lain Isoniazid, Rifampisin, Pirazinamid, Etambutol, dan Streptomisin (Depkes RI, 2007).
3
Obat dapat menjadi zat toksik dalam tubuh, akibat lamanya mengkonsumsi obat akan berpengaruh terhadap organ tubuh lainnya misalnya organ hati dan ginjal, bahkan bisa berdampak pada penyakit gagal ginjal, dimana organ tersebut berfungsi sebagai alat pembuangan atau eksresi. Obat-obatan dieliminasi dari dalam tubuh baik dalam bentuk yang tidak diubah oleh proses eksresi maupun diubah menjadi metabolit. Ginjal merupakan organ yang paling penting untuk mengeluarkan obatobatan dan hasil metabolitnya. Efek samping yang dapat timbul karena mengkonsumsi Obat Anti Tuberkulosis (OAT) dalam waktu lama berdasarkan obat yang diberikan yaitu Isoniazid timbulnya rasa panas pada kaki, bercak-bercak kemerahan pada seluruh kulit. Rifamfisin menimbulkan efek samping keringat dan urine berwarna merah muda, mual, kadang-kadang timbul sakit perut bahkan diare, gatal-gatal pada kulit, sakit kepala dan tulang, dapat pula terjadi anemia hemolitik akut dan gagal ginjal. Etambutol menimbulkan efek samping gangguan penglihatan bahkan bisa menimbulkan kebutaan, altralgi (nyeri sendi) dan gagal ginjal. Pirazinamide menimbulkan efek samping kerusakan hati, sakit pada persendian, pembesaran hati, limpa terasa nyeri dapat diikuti ikterus, kadar asam urat meningkat yang semakin lama dapat mengganggu fungsi ginjal (Gilman, 2010). Namun demikian TB Paru dapat disembuhkan dengan meminum Obat Anti Tuberkulosis (OAT) dengan teratur menurut petunjuk dokter atau petugas kesehatan lainnya. Selama pengobatan TB Paru dapat menyebabkan efek samping, jika tidak sesuai dosis atau tidak teratur dengan petunjuk dokter. Pengobatan OAT yang cukup lama di atas 6 bulan, sehingga dengan lamanya komsumsi obat terus menerus dapat
4
mempengaruhi ginjal dan menyebabkan penyakit gagal ginjal atau kerusakan fungsi ginjal sehingga meningkatkan kadar ureum dalam darah. Berdasarkan hasil penelitian Harun Rasid Lubis tahun 2006 mengkonsumsi obat secara tidak teratur dalam waktu yang lama, beresiko terkena gagal ginjal. Dari 200 penderita gagal ginjal yang ditangani tercatat 5-6 orang diantaranya masyarakat yang semula sehat namun akhirnya menderita gagal ginjal akibat mengkonsumsi obat dengan tidak teratur. Penyakit Gagal ginjal adalah suatu penyakit dimana fungsi organ ginjal mengalami penurunan hingga akhirnya tidak lagi mampu berfungsi sama sekali dalam hal filtrasi zat sisa dari dalam tubuh. Ginjal juga berfungsi menjaga keseimbangan cairan dan zat kimia tubuh seperti sodium dan kalium didalam darah atau produksi urine. Beberapa jenis pemeriksaaan untuk melihat kerusakan fungsi ginjal yaitu ureum, kreatinin, asam urat, dan kreatinin klearanse, dan ureum klearanse. Ureum merupakan hasil akhir metabolisme protein, ureum dibentuk dalam hepar, difiltrasi di glomerulus dan direabsorbsi di tubulus dalam jumlah yang bervariasi. Reabsorbsi ureum ini menjadi lebih besar dengan meningginya kadar ureum dalam urine dan sebaliknya reabsorbsi berkurang bila urine makin cair. Karena itu penentuan kadar ureum dalam serum berperan sebagai indikator yang peka terhadap kelainan fungsi ginjal (Depkes RI, 2003). Pemeriksaan ureum dilakukan pada penderita TB Paru dimana terjadi akumulasi dari konsumsi OAT yang akan mempengaruhi ginjal.
5
Maka dilakukan penelitian “Analisa Kadar Ureum dalam Serum Penderita TB Paru Yang Mengkonsumsi Obat Anti Tuberkulosis Lebih Dari 4 Bulan. 1.2
Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang diatas, maka peneliti merumuskan masalah yang
terjadi yaitu: Apakah ada peningkatan kadar ureum dalam serum penderita TB Paru yang mengkonsumsi OAT lebih dari 4 bulan di UPT Kesehatan Paru Masyarakat Medan Tahun 2015. 1.3
Tujuan Penelitian Untuk mengetahui kadar ureum dalam serum penderita TB paru yang
mengkonsumsi OAT lebih dari 4 bulan di UPT Kesehatan Paru Masyarakat Medan Tahun 2015. 1.4
Manfaat Penelitian 1. Bagi Peneliti Untuk menambah pengetahuan ilmiah dan pengalaman penulis khususnya dibidang Kimia Klinik, serta cara kerja yang baik dan benar bagi penulis dalam pemeriksaan ureum. 2. Bagi Klinisi Untuk mengetahui keadaan fungsi ginjal pada penderita TB Paru yang mengkonsumsi OAT lebih dari 4 bualn. 3. Bagi Penderita Untuk memberi saran dan masukkan pada penderita TB Paru untuk mengkonsumsi OAT secara teratur.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Definisi Tuberkulosis Paru TB Paru adalah suatu penyakit infeksi yang menyerang paru-paru secara khas
ditandai oleh pembentukan granuloma dan menimbulkan nekrosi jaringan. Penyakit ini dapat menular dari penderita kepada orang lain. TB Paru disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis sejenis bakteri berbentuk batang dengan ukuran panjang 1-4 mikron, dan tebal 0,3-0,6 mikron. Bakteri ini terdiri dari asam lemak, sehingga bakteri lebih tahan asam dan tahan terhadap gangguan kimia dan fisis (Santa Manurung, 2009). Bakteri ini mempunyai sifat istimewa, yaitu dapat bertahan terhadap pencucian warna dengan asam alkohol, sehingga bakteri ini disebut Basil Tahan Asam (BTA), serta tahan terhadap zat kimia dan fisik. Bakteri tuberkulosis juga tahan dalam keadaan kering dan dingin, bersifat dorman dan aerob. Bakteri tuberkulosis ini mati pada pemanasan 100oC selama 5-10 menit atau pada pemanasan 60oC selama 30 menit, dan dengan alkohol 70-90% selama 15-30 detik. Bakteri ini tahan selama 1-2 jam di udara terutama di tempat yang lembab dan gelap (bisa berbulan-bulan), namun tidak tahan terhadap sinar matahari atau aliran udara (Widoyono, 2008). 2.2
Cara Penularan Bakteri Tuberkulosis Penyebaran bakteri tuberkulosis ini terjadi di udara melalui dahak yang
berupa droplet. Pada saat penderita batuk atau bersin, bakteri tuberkulosis dan BTA
6
7
positif yang berbentuk droplet sangat kecil ini akan berterbangan di udara. Droplet yang sangat kecil ini kemudian mengering dengan cepat dan menjadi droplet yang mengandung bakteri tuberkulosis. Bakteri ini dapat bertahan di udara selama beberapa jam lamanya, sehingga cepat atau lambat droplet yang mengandung bakteri tuberkulosis akan terhirup oleh orang lain. Apabila droplet ini telah terhirup dan bersarang di dalam paru-paru seseorang, maka bakteri ini akan membelah diri atau berkembangbiak. Dari sinilah akan terjadi infeksi dari satu penderita ke calon penderita lain (Sholeh Naga, 2013). 2.3
Gejala Klinis Tuberkulosis Paru Untuk mengetahui penderita TB Paru dengan baik harus dikenali tanda dan
gejalanya. Seseorang ditetapkan sebagai penderita TB Paru apabila ditemukan gejala utama seperti batuk berdahak lebih dari tiga minggu, batuk berdarah, sesak nafas, nyeri dada. Dan gejala lainnya seperti berkeringat malam hari, demam, dan penurunan berat badan (Widoyono, 2008). 2.4
Faktor-Faktor Penyebab Tuberkulosis Paru Resiko penyakit TB Paru pada seseorang dipengaruhi oleh beberapa faktor
penting yaitu: 1. Fakstor Sosial Ekonomi Faktor sosial ekonomi sangat erat kaitannya dengan kondisi rumah, kepadatan hunian, lingkungan perumahan, serta lingkungan dan sanitasi tempat bekerja yang buruk dan dapat memudahkan penularan TB Paru. Pendapatan keluarga juga
8
sangat erat dengan penularan TB Paru, karena pendapatan yang kecil membuat orang tidak dapat hidup layak, yang memenuhi syarat-syarat kesehatan. 2. Status Gizi Kekurangan kalori, protein, vitamin, zat besi, dan lain-lain atau malnutrisi akan mempengaruhi daya tahan tubuh seseorang, sehingga rentan terhadap berbagai peyakit, termasuk TB Paru. 3. Umur Penyakit TB Paru paling sering ditemukan pada usia muda atau produktif, yaitu 15-50 tahun. Pada usia lanjut lebih dari 55 tahun sistem imunologis seseorang menurun, sehingga sangat rentan terhadap berbagai penyakit, termasuk penyakit TB Paru. 4. Jenis Kelamin Menurut WHO, sedikitnya dalam periode setahun ada sekitar 1 juta perempuan yang meninggal akibat tuberkulosis paru, dapat disimpulkan bahwa kaum perempuan lebih rentan terhadap kematian serangan TB Paru dibandingkan akibat proses kehamilan dan persalinan. Pada laki-laki penyakit ini lebih tinggi karena rokok dan minuman alkohol dapat menurunkan sistem pertahanan tubuh. Sehingga jika perokok dan peminum alkohol lebih mudah terpapar penyakit tuberculosis paru (Sholeh Naga, 2013).
9
2.5
Test Diagnostik Untuk menegakkan diagnosa TB Paru, maka test diagnostik yang sering
dilakukan adalah: 2.5.1
Pemeriksaan Radiologis : foto rontgen torak Tuberkulosis dapat memberikan gambaran yang bermacam-macam pada foto
rontgen toraks, akan tetapi terdapat beberapa gambaran yang karakteristik untuk tuberkulosis paru yaitu : a.
Apabila lesi terdapat terutama di lapangan diatas paru.
b.
Bayangan berwarna atau bercak.
c.
Terdapat kavitas tunggal atau multipel.
d.
Terdapat klasifikasi.
e.
Apabila lesi bilateral terutama bila terdapat pada lapangan atas paru.
f.
Bayangan abnormal yang menetap pada foto toraks setelah foto ulang beberapa minggu kemudian.
2.5.2 1.
Pemeriksaan Laboratorium
Sputum BTA Bakteri Tahan Asam (BTA) merupakan bakteri yang memiliki ciri-ciri yaitu
berantai karbon yang memiliki dinding sel yang tebal yang terdiri dari lapisan lilin dan asam lemak mikolat, lipid yang ada bisa mencapai 60% dari berat dinding sel. Baketri yang termasuk BTA antara lain Mycobacterium tuberculosis. Mycobacterium tuberculosis adalah bakteri patogen yang dapat menyebabkan penyakit tuberkulosis dan bersifat tahan asam sehingga digolongkan Bakteri Tahan Asam (BTA). Mycobacterium tuberculosis termasuk dalam kelompok pewarnaan Ziehl Neelson
10
atau pewarnaan tahan asam. Kelompok bakteri ini disebut bakteri tahan asam karena dapat mempertahankan zat warna pertama (carbol fuchsin) sewaktu dicuci dengan larutan pemucat (asam alkohol) akan melakukan reaksi dengan carbol fuchsin dengan cepat, sehingga sel bakteri tidak bewarna. Uji bakteri tahan asam menggunakan prosedur Pewarnaan Ziehl Neelson yaitu dengan memberi larutan pewarna carbol fuchsin, asam alkohol, dan methyelen blue. Tujuan pemberian carbol fuchsin adalah untuk mewarnai seluruh sel bakteri. Tujuan pemberian asam alkohol adalah melunturkan warna dari carbol fuchsin, tetapi pada golongan BTA tidak terpengaruh pemberian asam alkohol karena memiliki lapisan lipid yang sangat tebal sehingga alkohol sukar menembus dinding sel bakteri tersebut dan warna merah akibat pemberian carbol fuchsin tidak hilang. Tujuan methylene blue adalah memberi warna latar belakang. Pemeriksaan bakteriologik dilakukan untuk menemukan bakteri tuberkulosis. Diagnosa pasti ditegakkan bila pada biakan ditemukan kuman tuberkulosis. a.
Biakan/kultur BTA Pemeriksan penting untuk diagnosa dan menilai kemajuan pasien. Dilakukan
tiga kali berturut-turut dan biakan/kultur BTA selama 4-8 minggu (Santa Manurung, 2009). b.
Pewarnaan BTA Pada Sampel Dahak Metode pemeriksaan dahak sewaktu, pagi, sewaktu (SPS) dengan pemeriksaan
mikroskopis membutuhkan kurang lebih 5 ml dahak dan biasanya menggunakan : 1. Pewarnaan panas dengan metode Ziehl Neelsen (ZN) 2. Pewarnaan dingin Kinyoun-Gabbet menurut Tan Thiam Hok.
11
Bila dari dua kali pemeriksaan didapatkan BTA positif, maka pasien tersebut dinyatakan positif mengindap TB Paru (Widoyono, 2008). 2.5.3
Test Tuberculin (Mantoux Test) Pemeriksaan ini banyak digunakan untuk menegakkan diagnosa terutama
pada anak–anak. Biasanya diberikan suntikan Protein Perified Derivation (PPD) secara intra cutan 0,1 ml. Lokasi penyuntikan umumnya pada ½ bagian atas lengan bawah sebelah kiri bagian depan. Penilaian test tuberkulosis dilakukan setelah 4-8 jam penyuntikan dengan mengukur diameter dari pembengkakan (indurasi) yang terjadi pada lokasi penyuntikan dengan mengukur diameter dari pembengkakan (indurasi) yang terjadi pada lokasi suntikan. Indurasi berupa kemerahan dangan hasil sebagai berikut: a. Indurasi 0-5 mm: negatif b. Indurasi 6-9 mm : meragukan c. Indurasi > 10 mm : positif Test tuberkulin negatif berarti bahwa secara klinis tidak ada infeksi mikobakterium tuberkulosis, dan bila hasil meragukan dapat disebabkan karena kesalahan teknik reaksi silang (Santa manurung, 2008). 2.5.4
Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan Haemoglobin (HB) 2. Pemeriksaan Laju Endap Darah (LED) 3. Pemeriksaan Fungsi Hati 4. Pemeriksaan Fungsi Ginjal
12
2.6
Pencegahan Penyakit TB Paru (Sholeh Naga, 2013) Pencegahan-pencegahan berikut dapat dikerjakan oleh penderita, masyarakat,
maupun petugas kesehatan : 1.
Bagi penderita, dengan menutup mulut saat batuk, dan membuang dahak tidak sembarangan tempat.
2.
Bagi masyarakat, dengan meningkatkan ketahanan terhadap bayi, yaitu dengan memberikan vaksinasi BCG.
3.
Bagi petugas kesehatan, dengan memberikan penyeluhan tentang penyakit TB Paru, yang meliputi gejala, bahaya, dan akibat timbulkannya terhadap kehidupan masyarakat pada umumnya.
4.
Juga dapat dicegah dengan melakukan deksifensi, seperti mencuci tangan, kebersihan rumah yang ketat, perhatian khusus terhadap muntahan atau ludah anggota keluarga yang terjangkit penyakit ini (piring, tempat tidur, pakaian).
5.
Melakukan imunisasi orang-orang yang melakukan kontak langsung dengan penderita.
6.
Dilakukan pengobatan yang khusus dengan meminum obat yang terartur selama 6-12 bulan.
2.7
Pengobatan Tuberkulosis Paru Tujuan pengobatan penderita TB Paru adalah menyembuhkan penderita,
mencegah kematian, mencegah kekambuhan, dan menurunkan tingkat penularan. Saat ini pengobatan dalam program pemberantasan TB Paru, menggunakan paduan OAT yang diberikan dalam bentuk kombinasi dalam jumlah cukup dan dosis tepat selama selama 6-8 bulan yang terdiri dari Isoniazid (H), Rifampisin (R), Pirasinamid
13
(Z) Streptomycin (S), dan Etambutol (E). Pengobatan tuberkulosis diberikan dalam dua tahap yaitu: a. Tahap intensif Tahap intensif (awal) penderita mendapat obat setiap hari dan diawasi langsung, untuk mencegah terjadinya resistensi semua OAT, terutama Rifamfisin. Bila pengobatan tahap intensif diberikan secara tepat, biasanya penderita menular menjadi tidak menular dalam kurun waktu 2 minggu dan sebagian besar penderita tuberkulosis BTA positif menjadi BTA negatif pada tahap pengobatan intensif. b. Tahap lanjutan Pada tahap lanjutan penderita mendapat jenis obat lebih sedikit, namun dalam jangka waktu yang lebih lama, ini sangat penting untuk membunuh kuman rersisten (dormant) sehingga mencegah terjadinya kekambuhan (Depkes RI, 2002). 2.8 a.
Efek Dari Obat Anti Tuberkulosis (Sylvia Anderson P, 2005) Isoniazid
: Kemerahan, Kadar enzim hepatik, Hepatitis, Efek sistem saraf pusat ringan.
b.
Rifampisin
: Gangguan pencernaan, Interaksi obat, Hepatitis, Masalahmasalah pendarahan, Kemerahan, Gagal ginjal, Demam.
c.
Rifabutin
: Kemerahan, Hepatitis, Demam, Trombositopenia.
d.
Pirazinamid
: Hepatitis, Hiperurisemia, Gangguan pencernaan, Kemerahan.
e.
Etambutol
: Neuritis optikus, Kemerahan.
f.
Streptomisin : Ototoksik, Keracunan pada ginjal.
g.
Kapreomisin : Keracunan pada auditorius, Vestibular, Ginjal.
14
h.
Etonamid
: Gangguan pencernaan, Hepatotoksis, Hipersensitivitas.
i.
Sikloserin
: Psikosis, Kejang, Sakit kepala, Interaksi obat.
j.
Kanamisin
: Keracunan pada auditorius, Vestibular, Ginjal.
k.
Asam para amino salisilat: Gangguan pencernaan, Hepatotoksis, Hipersensitivitas, Natrium berlebihan.
2.9
Ginjal Ginjal adalah organ vital dalam tubuh yang berbentuk mirip dengan kacang
dan terletak didalam perut bagian belakang. Sebagian dari ginjal berfungsi mengeluarkan sisa-sisa metabolisme tubuh (seperti kreatinin, ureum, asam urat) dan membuangnya bersamaan dengan urine. Ginjal berfungsi pula sebagai pengatur cairan yang terlarut seperti natrium, kalium, dan hidrogen. Ginjal terletak dirongga retoperitoneum pada dinding abdominal posterior dari sisi columa vertebra, ginjal kanan terletak dibawah hati dan ginjal kiri 12 mm lebih rendah. Ginjal dewasa berukuran panjang kurang lebih 11 sampai 12 cm, dengan lebar kurang lebih 6 cm dan beratnya kurang lebih 140 gram. Ginjal terbentuk oleh unit yang terkecil yaitu nephron yang berjumlah 1-1,2 juta buah pada setiap ginjalnya (Depkes RI, 2008). 2.9.1
Fungsi Ginjal Secara umum ginjal merupakan organ yang bertanggung jawab terutama
untuk ekskresi sisa-sisa metabolisme dari tubuh. Beberapa fungsi ginjal: 1. Pengaturan keseimbangan air dan elektrolit. 2. Ekskresi sisa metabolisme.
15
3. Ekskresi zat-zat bioaktif yang mempengaruhi fungsi tubuh (Hormon dan zat asing, seperti obat-obatan). 4. Pengaturan tekanan darah. 5. Pengaturan produksi sel darah merah. 6. Pengaturan produksi vitamin D. 7. Glukoneogenesis. Dalam tubuh, ginjal berfungsi mengeluarkan sisa metabolisme tubuh dalam darah yang berasal dari aktifitas otot dan berasal dari makanan yang dimakan. Setelah tubuh menggunakan makanan untuk energi, sisa metabolisme dikirim melalui darah dan apabila ginjal tidak membuang sisa metabolisme tersebut maka akan menumpuk diginjal dan menggagu kesehatan tubuh. Ginjal juga berfungsi sebagai penjaga keseimbangan cairan tubuh, memproduksi hormon yang mengontrol tekanan darah dan sintesis sel darah merah (Eritropoetin) yang membantu pembuatan sel darah merah. Ginjal juga memproduksi vitamin D3 yang berguna untuk memelihara kesehatan tulang. Selain itu penyerapan kembali elektrolit tertentu juga dilakukan oleh bagian ginjal yang bernama tubulus. Unit nephron di mulai dari pembuluh darah kapiler yang bersifat sebagai saringan, disebut Glomerulus. Darah akan melewati glomerulus tersebut dan disaring sehingga terbentuk filtrate (urine yang masih encer) sekitar 180 liter/hari, kemudian dialirkan melalui saluran yang disebut tubulus. Cairan filtrate kemudian diproses di dalam tubulus hingga akhirnya keluar dari kedua ginjal menjadi urine sebanyak 1-2 liter/hari. Kemudian urine dialirkan melalui ureter kedalam kandung kemih dan dikeluarkan melalui ureter (Depkes RI, 2008).
16
2.9.2
Penyakit Gagal Ginjal Penyakit Gagal Ginjal adalah suatu penyakit dimana organ ginjal tidak dapat
menjalani fungsinya secara normal atau mengalami penurunan hingga akhirnya tidak lagi mampu bekerja sama sekali dalam hal penyaringan pembuangan elektrolit tubuh, menjaga keseimbangan cairan dan zat kimia tubuh seperti sodium dan kalium didalam darah atau produksi urine. Penyakit gagal ginjal ini dapat menyerang siapa saja yang menderita penyakit serius atau terluka dimana hal itu berdampak langsung pada ginjal itu sendiri. Penyakit gagal ginjal lebih sering dialamai mereka yang berusia dewasa, terlebih pada kaum lanjut usia. Gagal ginjal sebagian besar dibagi dua yaitu: 1.
Gagal ginjal akut Gagal ginjal akut adalah suatu keadaan penurunan fungsi ginjal secara
mendadak akibat kegagalan sirkulasi renal, serta gangguan fungsi tubulus dan glomerulus dengan manifestasi penurunan produksi urine dan terjadi azotemia (peningkatan kadar nitrogen dalam darah, peningkatan kreatinin serum, dan retensi produk metabolit yang harus diekskresikan oleh ginjal) (Arrif Muttaqi, dkk, 2011). Etiologi gagal ginjal akut dikelompokkan dengan tiga kategori : 1. Penyebab prerenal (terjadi hipoperfusi ginjal) akibat kondisi
yang
menyebabkan berkurangnya aliran darah dan menurunnya filtrasi glomerulus. Keadaan penipisan volume (hipovolemia seperti luka bakar dan pendarahan atau kehilangan cairan melaui saluran pencernaan), dan terapi diuretik. Hal ini
17
biasanya ditandai dengan penurunan turgor kulit, mukosa membrane kering, penurunan berat badan, hipotensi, oliguria, atau anuria. 2. Penyebab intrarenal kerusakan aktual jaringan ginjal akibat trauma jaringan glomerulus atau tubulus ginjal. Keadaan yang berhubungan dengan iskemia intrarenal, toksin proses imunologi, sistemik dan vascular. Pemakaian obat anti inflamasi nonsteroid, terutama pada pasien lansia karena mengganggu prostaglandin yang melindungi aliran darah renal. Cedera akibat terbakar dan benturan menyebabkan pembebasan hemoglobin dan mioglobin (protein yang dilepaskan dari otot ketika cedera sehingga terjadi toksik renal, iskemik, atau kedua-duanya). Cedera akibat benturan dan infeksi serta agen nefrotoksik menyebabkan nekrosisntubulus akut. Selain transfusi menyebabkan gagal intrarenal dimana hemoglobin dilepaskan melalui mekanisme hemolisis melewati membran glomerulus dan terkonsentrasi di tubulus ginjal. Hal ini biasanya ditandai dengan demam, kemerahan, pada kulit. 3. Penyebab postrenal terjadi akibat sumbatan atau ganguan aliran urine melalui saluran kemih (sumbatan bagian distal ginjal). Tekanan di tubulus meningkatkan sehingga laju filtasi glomerulus meningkat. Hal ini biasanya ditandai denagn adanhya kesulitan dalam mengosongkan kandung kemih dan perubahan aliran kemih (Nursalam, dkk, 2009). 2.
Gagal ginjal kronik Gagal ginjal kronik adalah kegagalan fungsi ginjal untuk mempertahankan
metabolisme serta keseimbangan cairan dan elektrolit akibat destruksi struktur ginjal
18
yang progresif dengan manifestasi penumpukan sisa metabolit (toksik uremik) di dalam darah (Arrif Muttaqin, dkk, 2011). Etiologi gagal ginjal kronik bisa disebabkan dari ginjal sendiri dan diluar ginjal: 1. Penyakit dari ginjal a.
Penyakit pada saringan (glomerulus): glomerulonephritis.
b.
Infeksi kuman: pyelonefritis, urteritis.
c.
Batu ginjal: nefrolitiasis.
d.
Kista di ginjal: polcystis kidney.
e.
Trauma langsung pada ginjal.
f.
Keganasan pada ginjal.
g.
Sumbatan: batu, tumor, penyempitan/striktur.
2. Penyakit umum diluar ginjal: a.
Penyakit sistemik: diabetes mellitus, hipertensi, kolesterol tinggi,
b.
Dyslipidemia,
c.
Infeksi dibadan: TB Paru, sifilis, malaria, hepatitis,
d.
Preeklamasi
e.
Obat-obatan,
f.
Kehilangan banyak cairan yang mendadak (luka bakar)
2.10
Uji laboratorium Beberapa pemeriksaan serum dilakukan untuk mengevaluasi fungsi ginjal.
Dua pemeriksaan yang paling lazim dilakukan adalah kadar ureum dan kadar kreatinin.
19
2.11
Ureum Ureum berasal dari penguraian protein, terutama yang berasal dari makanan
yang banyak mengandung protein seperti tempe, kacang-kacangan, ikan dan sebagainya. Ureum merupakan hasil akhir dari metabolisme protein. Ureum dibentuk dalam hepar, di filtrasi di glomeruli dan di reabsorbsi di tubuli dalam jumlah yang bervariasi. Reabsorbsi ureum ini menjadi lebih besar dengan meningginya kadar ureum dalam urine dan sebaliknya reabsorbsi berkurang bila urine makin cair. Karena itu penentuan kadar ureum dalam serum berperan sebagai indikator yang peka terhadap kelainan fungsi ginjal. Kadar ureum darah yang normal adalah 20–40 mg setiap 100 ml darah, tetapi hal ini tergantung dari jumlah normal protein yang di makan dan fungsi hati dalam pembentukan ureum. Ureum berdifusi bebas masuk ke dalam cairan intra sel dan ekstrasel. Zat ini dipekatkan dalam urine untuk diekskresikan. Pada keseimbangan nitrogen yang stabil, sekitar 25 gram ureum diekskresikan setiap hari. Kenaikan kadar ureum dalam serum dapat dijumpai pada penderita- penderita glomerulus nephritis akuta dan kronis, keracunan sublimat dan juga pada pembendungan saluran kencing oleh batu (Depkes RI, 2003). 2.11.1 Metabolisme Ureum Gugusan amino dicopot dari asam amino bila asam itu didaur ulang menjadi sebagian dari protein lain atau dirombak dan akhirnya dikeluarkan dari tubuh. Aminotransferase (transaminase) yang ada diberbagai jaringan meng-katalisis pertukaran gugusan amino antara senyawa-senyawa yang ikut serta dalam reaksi-
20
reaksi sintesis. Pada pihak lain, deaminasi oksidatif memisahkan gugusan amino dari molekul aslinya dan gugusan amino yang dilepaskan itu diubah menjadi ammonia. Amonia diantar ke hati dan disana ia berubah menjadi ureum melalui reaksi-reaksi bersambung. Ureum adalah satu molekul kecil yang mudah mendifusi kedalam cairan ektrasel, tetapi pada akhirnya ia dipekatkan dalam urine dan diekskresi (Frances K, 1989). 2.11.2 Transport/ Sirkulasi Ureum Sirkulasi ureum yang direabsorbsi dari koligentes ke dalam cairan interstial. Ureum ini kemudian masuk ke dalam ansa henle, melalui Tubulus distalis, dan akhirnya masuk kembali kedalam kolingetes. Sirkulasi ureum ini membantu menangkap ureum di medula ginjal karena ureum adalah produk buangan yang sangat banyak jumlahnya sehingga harus dibuang oleh gijal. Hal ini penting untuk menjaga cairan tubuh bila suplai air hanya sedikit (Baradero Mary, 2008). 2.11.3 Peningkatan Ureum Dalam Darah (Uremia) Ada tiga faktor peningkatan ureum dalam darah (uremia) terjadi karena: 1. Faktor prerenal a.
Shock
b.
Penurunan darah ke ginjal
c.
Perdarahan
d.
Dehidrasi
e.
Luka bakar, demam tinggi dan trauma
21
3. Faktor renal a.
Gagal ginjal akut
b.
Glomerulo nefritis
c.
Hiprtensi maligna
d.
Nekrosis kortek ginjal
e.
Obat – obat nefrotoksik
4. Faktor post renal : a.
Obstruksi ureter oleh batu
b. Penyempitan atau penyumbatan uretera oleh karena prostate hipertropi 2.12
Kerangka Konsep
Tuberkulosis Paru
Mengkonsumsi OAT
Kerusakan fungsi ginjal
Meningkat
Kadar ureum
Normal
BAB III METODE PENELITIAN
3.1
Jenis Penelitian Jenis penelitian ini dilakukan secara deskriptif crossectional untuk melihat
kadar ureum pada serum penderita TB Paru yang mengkonsumsi OAT lebih dari 4 bulan di UPT Kesehatan Paru Masyarakat Medan Tahun 2015. 3.2
Tempat dan Waktu Penelitian
3.2.1
Tempat Penelitiaan Penelitian dilaksanakan di UPT Kesehatan Paru Masyarakat Medan.
3.2.2
Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan Pada bulan Mei s/d Juni 2015.
3.3
Populasi dan Sampel
3.3.1
Populasi Populasi dalam penelitian ini adalah pasien penderita TB Paru yang
mengkonsumsi OAT di lebih dari 4 bulan sebanyak 200 orang di UPT Kesehatan Paru Masyarakat Medan. 3.3.2
Sampel Jumlah sampel yang diambil sebanyak 20 sampel dari seluruh penderita TB
Paru yang mengkonsumsi OAT lebih dari 4 bulan di UPT Kesehatan Paru Masyarakat Medan.
22
23
3.4
Metode Pengumpulan Data Data dikumpulkan dengan cara melakukan pemeriksaan ureum dengan
metode Kolorimetik pada penderita TB paru yang mengkonsumsi OAT dengan populasi sebanyak 200 dan sampel sebanyak 20 orang di UPT Kesehatan Paru Masyarakat Medan. Wanita : 15-43 mg/dl Pria
: 18-55 mg/dl
3.4.1 1.
Metode Pemeriksaan dan Prinsip ( Kit IVD, 2012)
Metode Pemeriksaan Spektrofotometer Kolorimetik
2.
Prinsip Urea di hidrolisis dengan adanya air dan urease untuk menghasilkan ammonia dan karbon dioksida. Dalam reaksi berthelot di modifikasi ion ammonium bereaksi dengan hipoklorit dan salisilat untuk membentuk warna hijau. Peningkatan absorbansi pada 578 nm sebanding dengan konsentrasi urea dalam sampel.
3.4.2
Alat, Bahan dan Reagensia
1. Alat a. Alat pengambilan darah vena : 1.
Rak Tabung
2.
Tabung Reaksi
3.
Spuit 3 ml
4.
Tourniquet
24
5.
Kapas Alkohol 70%
6.
Plaster
b. Alat memperoleh serum : 1. Sentrifuge 2. Tabung reaksi 3. Mikropipet, yellow tip c. Alat untuk pemeriksaan Ureum : 1. Tabung reaksi 2. Mikro pipet ,yellow tip dan blue tip 3. Spektrofotometer microLAB 300 4. Mikropipet 2. Bahan Bahan yang digunakan untuk pemeriksaan adalah serum pasien penderita TB Paru yang mengkonsusmsi OAT. 3.
Reagensisa 1. Komposisi Reagensia ureum terdiri dari: a. Reagent 1 : - Phosphate buffer 120 mmol/L - Sodium Salicylate 60 mmol/L - Sodium nitroprusside 40 mmol/L - EDTA 1.3 mmol/L b. Reagent 2 : - Phosphate buffer < 50 mmol/L - Sodium hydroxide 150 mmol/L
25
- Sodium hypoclorite 10 mmol/L c. Reagent 3 : - Urease ≥ 0.5 Ku/ml 2. Persiapan Reagent Reagent 1A : Reagent 1 + Reagent 3, campurkan 50 ml R1 + 0.5 ml R3 Reagent 2 : Siap untuk digunakan 3. Stabilitas Reagent Dan Penyimpanan Reagent 1A Pada suhu 15-25 oC selama 2 hari Pada suhu 2-8 oC selama 2 minggu Dan berlaku sampai habis masa kadaluarsa. 4.
Persiapan Blanko, Standar, dan Sampel Blanko : pipet 1000 µL Reagent 1A , inkubasi selama 10 menit pada suhu 25oC. Kemudian tambahkan 1000 µL Reagent 2, campur dan inkubasi selama 10 menit pada suhu 25oC. Standar : pipet 1000 µL Reagent 1A + 10 µL serum standar , campur dan inkubasi selama 10 menit pada suhu 25oC. Kemudian tambahkan 1000 µL Reagent 2, campur dan inkubasi selama 10 menit pada suhu 25 oC. Sampel : pipet 1000 µL Reagent 1A + 10 µL serum, campur dan inkubasi selama 10 menit pada suhu 25oC. Kemudian tambahkan 1000 µL Reagent 2, campur dan inkubasi selama 10 menit pada suhu 25oC.
26
3.5
Prosedur Kerja
3.5.1
Cara Pengambilan Darah Vena (Ganda soebrata, 2010) :
1. Pasang tourniquet pada lengan, tiga jari diatas siku dan mintalah agar pasien menggepalkan tangannya agar vena terlihat jelas. 2. Raba vena yang menonjol. 3. Bersihkan bagian kulit yang akan ditusuk dengan kapas alkohol 70% dengan cara memutar dari arah dalam keluar dan tekan sedikit agar benar-benar bersih dan biarkan sampai kering. 4. Tusuk vena dengan spuit dengan sudut kemiringan 45o hingga masuk kedalam lumen vena. 5. Tarik penghisap spuit perlahan-lahan sampai darah masuk sebanyak 3 ml. 6. Lepaskan kepalan tangan pasien dan tourniquet 7. Letakkan kapas alkohol 70% diatas permukaan kulit yang ditusuk, lalu jarum dilepaskan secara perlahan-lahan. 8. Mintalah agar pasien tersebut meneruskan menekan kapas alkohol tersebut dan melipat siku tangan selama beberapa menit. 9. Beri plaster agar darah tidak keluar lagi. 10. Masukkan darah kedalam tabung reaksi secara perlahan-lahan melalui dinding tabung untuk menghindari terjadinya hemolisis atau lisis, lalu tutup tabung. 11. Beri label.
27
3.5.2
Cara Pemisahan Serum Dari Darah Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah serum, maka pemisahan
serum dari sel-sel darah dapat dilakukan dengan cara: 1. Darah yang sudah ada di dalam tabung tadi didiamkan hingga darah membeku selama 30 menit. 2. Masukkan ke dalam sentrifuge. 3.
Beri pembanding dengan volume yang sama agar darah seimbang, lalu tutup sentrifuge.
4. Tekan ON Pada sentrifuge lalu putar dengan kecepatan 3000 rpm selama 15 menit. 5. Setelah sentrifuge berhenti berputar, angkat tabung yang berisi darah tadi 6. Setelah serum dan sel-sel terpisah, pipet serum dengan menggunakan mikro pipet dan masukkan kedalam tabung reaksi yang baru. 3.5.3
Prosedur Kerja Spektrofotometer Micro LAB 300
1. Hubungkan alat dengan satu daya + UPS kemudian nyalakan alat. 2. Tunggu 10 menit (alat akan menghitung mundur) tunggu sampai layar main menu. 3. Cuci alat dengan aquadest dengan cara: a.
Celup ujung selang mikro pada aquadest lalu tekan wash.
b.
Ulangi 2-3 kali proses pencucian tersebut.
4. Pilih program nomor 1 (sampel test) lalu tekan ENTER untuk program berikutnya.
28
5. Pilih parameter dengan memasukkan nomor program parameter Ureum lalu ENTER. 6. Tunggu sampai dilayar muncul perintah (aspirate water). 7. Celupkan ujung selang mikro kedalam aquadest lalu tekan tombol START. 8. Tunggu perintah berikutnya. Pilih blanko kemudian masukkan selang micro ke dalam tabung blanko lalu tekan START, tunggu 4 detik untuk mengisap blanko. 9. Sebelum membaca sampel terlebih dahulu membaca serum kontrol. 10. Pilih standart untuk membaca standar lalu tekan START. 11. Sebelum membaca sampel terlebih dahulu membaca serum kontrol. 12. Pilih sampel kemudian masukkan selang mikro kedalam tabung sampel lalu tekan START. Tunggu hasil tercetak di printer 3.5.4
Perhitungan:
Serum/plasma
3.5.5
Nilai Normal (Kit IVD, 2012):
Wanita : 15-43 mg/dl Pria
: 18-55 mg/dl
29
3.6
Definisi Operasional 1. Tuberkulosis Paru adalah suatu penyakit infeksi yang menyerang paru-paru yang secara khas ditandai oleh pembentukan granuloma dan menimbulkan nekrosi jaringan. Penyakit ini bersifat menahun dan dapat menular dari penderita kepada orang lain fisis (Santa Manurung, 2009). 2. Mengkonsumsi OAT merupakan suatu terapi pengobatan lebih dari 6 bulan untuk pasien penderita TB Paru (Sylvia Anderson P, 2005). 3. Kerusakan fungsi ginjal merupakan suatu keadaan dimanaorgan ginjal tidak dapat menjalani fungsinya secara normal atau mengalami penurunan hingga akhirnya tidak lagi mampu bekerja sama sekali dalam hal penyaringan pembuangan elektrolit tubuh, menjaga keseimbangan cairan dan zat kimia tubuh seperti sodium dan kalium di dalam darah atau produksi urine (Nursalam, dkk, 2009). 4. Kadar ureum dalam serum berperan sebagai indikator yang peka terhadap kelainan fungsi ginjal. 5. Pada keadaan normal ( Kit IVD, 2012) : Wanita : 15-43 mg/dl Pria
: 18-55 mg/dl
6. Pada keadaan meningkat Kadar ureum meningkat melebihi nilai normal dapat menjadi indikasi kerusakan fungsi ginjal.
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1
Hasil Penelitian Dari penelitian yang dilakukan terhadap 20 sampel yang diperiksa di
Laboratorium UPT Kesehatan Paru Masyarakat Medan pada bulan Mei-Juni 2015 maka diperoleh hasil sebagai berikut: Tabel 4.1 Hasil Pemeriksaan Kadar Ureum Dalam Serum Penderita TB Paru Yang Mengkonsumsi OAT lebih dari 4 bulan No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20
Kode Pasien X-1 X-2 X-3 X-4 X-5 X-6 X-7 X-8 X-9 X-10 X-11 X-12 X-13 X-14 X-15 X-16 X-17 X-18 X-19 X-20
Jenis Kelamin Lk Lk Lk Lk Pr Pr Lk Pr Lk Lk Pr Lk Pr Pr Lk Pr Pr Lk Pr Lk
Umur (Tahun) 51 74 50 69 28 53 52 19 18 34 62 52 53 26 28 18 50 48 50 57
Mengkonsumsi OAT (Bulan) 9 5 6 4 5 6 12 6 5 6 5 5 5 5 5 6 8 4 9 6
30
Ureum (mg/dl) 65 33 40 32 33 41 38 41 36 34 38 40 37 40 34 40 70 32 73 38
Keterangan Meningkat Normal Normal Normal Normal Normal Normal Normal Normal Normal Normal Normal Normal Normal Normal Normal Meningkat Normal Meningkat Normal
31
Dari hasil pemeriksaan pada 20 sampel yang di dapat, diperoleh hasil kadar ureum yang normal sebanyak 17 sampel, maka presentasenya adalah : =
x 100%
=
x 100%
= 85% Dari hasil pemeriksaan pada 20 sampel yang di dapat, diperoleh hasil kadar ureum yang meningkat sebanyak 3 sampel, maka presentasenya adalah : =
x 100%
=
x 100%
= 15% 4.2
Pembahasan Dari hasil pemeriksaan kadar ureum yang dilakukan terhadap penderita TB
Paru yang mengkonsumsi OAT lebih dari 4 bulan sebanyak 20 sampel di Laboratorium UPT Kesehatan Paru Masyarakat Medan diperoleh hasil kadar ureum pada penderita TB Paru yang meningkat sebanyak 3 pasien (15%) dan pada penderita TB Paru yang normal sebanyak 17 orang (85%). Jika mengkonsumsi OAT dengan waktu yang lama, tidak teratur dan tidak mengikuti petunjuk Dokter, maka akan berpengaruh terhadap organ ginjal. Hal ini disebabkan karena fungsi ginjal adalah sebagai
alat
ekskresi
tubuh,
dimana
senyawa-senyawa
obat
yang
tidak
32
termetabolisme akan dikeluarkan melalui ginjal. Dan apabila terjadinya kerusakan fungsi ginjal, maka ginjal tidak mampu berkerja dengan baik dan mengakibatkan kadar ureum meningkat. Pada penderita TB Paru yang kadar ureumnya normal, kemungkinan penderita TB Paru mengkonsumsi OAT secara teratur, mengikuti petunjuk Dokter dan menjaga pola makan. Tetapi dari hasil penelitian tersebut pada penderita TB Paru yang hasil kadar ureumnya
meningkat
tidak
bisa
dinyatakan
karena
mengkonsumsi
OAT,
kemungkinan penderita tersebut sudah mengalami riwayat gagal ginjal atau kemungkinan penderita tersebut banyak mengkonsusmsi makanan yang tinggi protein sehingga kadar ureum meningkat, dimana ureum merupakan hasil metabolisme protein.
Maka
sebaiknya
memngkonsumsi OAT.
dilakukan
pemeriksaan
kadar
ureum
sebelum
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
5.1
Kesimpulan Dari hasil penelitian yang dilakukan maka ditemukan kadar ureum pada
penderita TB Paru yang mengkonsumsi OAT lebih dari 4 bulan di UPT Kesehatan Paru Masyarakat Medan pada bulan Mei-Juni tahun 2015 dengan jumlah 20 sampel dimana diperoleh 17 sampel (85%) kadar ureum yang normal, dan 3 sampel (15%) kadar ureum meningkat. 5.2 1.
Saran Bagi Klinisi sebaiknya melakukan pemeriksaan kadar ureum secara berkala pada penderita TB Paru yang mengkonsumsi OAT.
2.
Bagi klinisi dan penderita sebaiknya melakukan pemeriksaan kadar ureum sebelum terapi pengobatan.
3.
Bagi penderita TB Paru sebaiknya mengkonsumsi OAT secara teratur dan mengikuti petunjuk Dokter.
4.
Bagi peneliti selanjutnya sebaiknya memperbanyak jumlah sampel supaya hasilnya lebih di percaya.
33
DAFTAR PUSTAKA
DepKes, RI. 2003. Pasien Pendarahan Ureum Meningkat. Jakarta: DepKes RI DepKes, RI. 2008. Petunjuk Teknis Pengendalian Penyakit Ginjal Kronik. Jakarta: Ditjen PP & PL. Dialab, 2012. Produktion Und Vertrieb Von Chemisch Austria. Gandasoebrata.G. 2010. Penuntun Laboratorium Klinik.. Jakarta : Dian Rakyat. Goodman & Gilman. 2010. Manual Farmakologi dan Terapi. Jakarta: EGC. Manurung, Santa, dkk. 2009. Asuhan Keperawatan Gangguan Sistem Pernafasan Akibat Infeksi. Jakarta: TIM. Mary, Baradero, dkk. 2008. Klien Gangguan Ginjal. Jakarta: ECG. Muttaqin, Arif & Kumala Sari. 2011. Asuhan Keperawatan Gangguan Sistem Perkemihan. Jakarta: Salemba Medika. Naga, Sholeh.S. 2013. Buku Panduan Lengkap Ilmu Penyakit Dalam. Yogyakarta: Divapress Nursalam, dkk. 2009. Asuhan Pada Pasien Dengan Gangguan Sistem Perkemihan. Jakarta: Salemba Medika. Price, Sylvia.A. 2005. Patofisiologi Konsep Klinis Proses – proses Penyakit. Jakarta: EGC. Widmann, Frances K. 1989. Tinjaun Laboratorium. Jakarta : EGC.
Klinis
Atas
Hasil
Pemeriksaan
Widoyono, 2008. Penyakit Tropis Epidemiologi, Penularan, Pencegahan Dan Pemberantasannya. Jakarta: Penerbit Erlangga.