Karya Tulis Ilmiah Oleh Ilham Rojali ini telah diperiksa dan disetujui untuk diujikan
Pembimbing,
Drs.Bilal S. ,M.Farm,Apt
AKTIVITAS ANTIBAKTERI EKSTRAK KULIT PISANG KEPOK (Musa paradisiacal Linn) TERHADAP BAKTERI Eschericia coli
KARYA TULIS ILMIAH
OLEH ILHAM ROJALI NIM 10.027
AKADEMI ANALIS FARMASI DAN MAKANAN PUTRA INDONESI MALANG JANUARI 2013
AKTIVITAS ANTIBAKTERI EKSTRAK KULIT PISANG KEPOK (Musa paradisiacal Linn) TERHADAP BAKTERI Eschericia coli
KARYA TULIS ILMIAH Diajukan Kepada Akademi Analis Farmasi dan Makanan Putra Indonesia Malang untuk memenuhi salah satu persyaratan dalam menyelesaikan program D III bidang Analis Farmasi
OLEH ILHAM ROJALI NIM 10.027
AKADEMI ANALIS FARMASI DAN MAKANAN PUTRA INDONESIA MALANG JULI 2012
Karya Tulis Ilmiah Oleh ILHAM ROJALI Telah dipertahankan di depan Dewan Penguji Pada tanggal dua puluh tiga bulan juli tahun dua ribu tigabelas Dewan Penguji
Drs.Bilal S. ,M.Farm, Apt
Penguji I
Drs. M Haminuddin. Apt
Penguji II
Dra. Nurkhulaila. Apt
Penguji III
Mengetahui,
Mengesahkan,
Pembantu Direktur Bidang Akademik Akademi Analis Farmasi dan Makanan
Direktur Akademi Analis Farmasi dan Makanan
Ayu Ristamaya Y., A.Md, ST
Hendyk Krisna Dani, S.Si
1
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Kebutuhan setiap manusia di dunia semakin lama semakin banyak. Mulai dari kebutuhan yang sifatnya umum sampai khusus. Kebutuhan umum dalam arti kebutuhan yang setiap hari selalu digunakan, sedangkan kebutuhan khusus itu merupakan kebutuhan yang terkadang saja penting atau hanya digunakan dalam keadaan tertentu misalnya penggunaan obat. Obat terbagi menjadi dua, sintesis kimia dan bahan alam. Namun banyaknya resiko yang dapat ditimbulkan dari bahan obat sintetis kimia, hal ini yang menyebabkan banyak masyarakat yang kembali menggunakan obat dari bahan alam. Salah satu penggunaan obat bahan alam adalah dari pisang. Pertumbuhan pisang di Indonesia sangatlah subur dan baik. Pisang juga dikenal sebagai tumbuhan yang ramah. Terlihat dari banyaknya pohon-pohon pisang yang tumbuh dengan baik di perkebunan, pekarangan, pinggir-pinggir jalan serta mudah dalam penanamannya dan waktu berbuahnya tidak tergantung dengan musim. Indonesia dapat memproduksi buah pisang dalam jumlah yang cukup besar per tahunnya, hal ini dibuktikan berdasarkan data statistik Departemen Pertanian (2008), produksi pisang Indonesia pada tahun 2006 mencapai 5,03 juta ton, dan volume ekspor mencapai 1,50 juta ton. Pisang memiliki banyak manfaat mulai dari buah, daun, batang, jantung pisang, bonggol, serta kulit pisang yang 1
2
kebanyakan menjadi sampah atau limbah ternyata memiliki manfaat yang berguna bagi kesehatan (Kumalaningsih, 1993). Beberapa industri rumah tangga pisang mengira kalau kulit pisang itu tidak ada gunanya, jadi banyak juga industry rumah tangga yang mengolah pisang lalu kulitnya langsung dibuang. Banyaknya pertumbuhan pisang di Indonesia, maka semakin banyak juga produksi pisang di Indonesia dan banyak pula limbah kulit pisang yang dihasilkan, oleh karena itu kita dapat memanfaatkan limbah kulit pisang menjadi sesuatu yang berguna dan juga akan menaikkan nilai dari limbah kulit pisang itu sendiri. Kulit pisang juga memiliki beberapa kandungan yang sangat bagus untuk kesehatan diantaranya karbohidrat, glukosa, tanin, serta kulit pisang juga memiliki kegunaan untuk mengobati luka, luka bakar, kutil, disentri, serta diare (heruwatno dkk, 1993). Diantara beberapa penyakit yang dapat diobati dengan kulit pisang tersebut, diare merupakan masalah yang sering timbul dikalangan anak bayi ataupun balita. Beberapa orang beranggapan bahwa diare merupakan penyakit yang tidak terlalu berbahaya dan menakutkan dibanding tumor, kanker, atau diabetes. Sebagian orang tua saat mendapati anaknya terserang diare terkadang menganggap sebagai penyakit biasa. PBB khususnya UNICEF mengungkapkan bahwa diare merupakan penyakit yang berbahaya bagi anak, walaupun tidak menyebabkan kematian, diare bisa menyebabkan infeksi berulang yang dampaknya anak akan mengalami kekurangan cairan, tubuhnya mengalami dehidrasi, sangat mempengaruhi nutrisi dan otak, sehingga anak sulit berkonsentrasi saat belajar jadi diare sangat mempengaruhi tumbuh kembang anak. Masalah yang dapat menyebabkan terjadinya diare salah satunya adalah air
3
yang tercemar bakteri Eschericia coli di konsumsi. Air kotor banyak mengandung bakteri yang dapat merugikan bagi kesehatan kita dan salah satu bakterinya adalah yang dapat menyebabkan diare yaitu bakteri Eschericia coli. Menurut WHO (1999) secara klinis diare didefinisikan sebagai bertambahnya defekasi (buang air besar) lebih dari biasanya/lebih dari tiga kali sehari, disertai dengan perubahan konsisten tinja (menjadi cair) dengan atau tanpa darah. Secara klinik dibedakan tiga macam sindroma diare yaitu diare cair akut, disentri, dan diare persisten. Sedangkan menurut menurut Depkes RI (2005), diare adalah suatu penyakit dengan tanda-tanda adanya perubahan bentuk dan konsistensi dari tinja, yang melembek sampai mencair dan bertambahnya frekuensi buang air besar biasanya tiga kali atau lebih dalam sehari . Berbagai cara dilakukan guna untuk mengobati penyakit ini. Namun beberapa masyarakat masih memilih pengobatan alami yang lebih memiliki sedikit efek samping. Dalam pengobatan tradisional di Indonesia, pemanfaatan ekstrak kulit pisang sebagai obat diare masih belum dimanfaatkan namun pemanfaatan tanaman pisang sudah lama dimanfaatkan mulai dari buah, daun, batang, bonggol, jantung pisang, serta kulit pisang. Pada umumnya setiap bagian tumbuhan yang mengandung senyawa tanin kemungkinan berpotensi dalam pengobatan diare, karena tanin merupakan senyawa fenol yang bekerja sebagai antibakteri pada bakteri. (Jones ,1965). Limbah kulit pisang yang akan diteliti adalah limbah kulit pisang kepok (Musa paradisiaca Linn) yang masih hijau atau pisang kepok yang belum matang. Pisang kepok (Musa paradisiaca Linn) juga biasa dimanfaatkan sebagai pisang olah karena yang digunakan adalah buahnya untuk dijadikan keripik pisang serta
4
kulitnya dibuang dan menjadi limbah. Berdasarkan uraian diatas maka perlu adanya penelitian untuk membuktikan ekstrak kulit pisang sebagai antibakteri yang dapat menghambat pertumbuhan bakteri Eschericia coli penyebab diare dan memaksimalkan manfaat penggunaan limbah kulit pisang sebagai obat diare. 1.2
Rumusan masalah Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah apakah ekstrak limbah kulit
pisang kepok (Musa paradisiaca Linn) dengan menggunakan konsentrasi 100% mempunyai aktivitas menghambat pertumbuhan bakteri Eschericia coli ? 1.3
Tujuan penelitian Berdasarkan permasalahan diatas tujuan penelitian ini yaitu, mengetahui
aktivitas daya hambat ekstrak kulit pisang kepok (Musa paradisiacal Linn) dengan konsentrasi 100% terhadap pertumbuhan bakteri Eschericia coli. 1.4
Kegunaan penelitian Penelitian ini akan diperoleh manfaat sebagai berikut:
1.4.1 1.4.1.1
Bagi akademik : Memberi informasi tentang aktivitas ekstrak kulit pisang kepok (Musa Paradisiaca Linn) mentah terhadap Eschericia coli sebagai penyebab diare.
1.4.1.2 1.4.2
Dapat dijadikan dasar penelitian lebih lanjut. Bagi masyarakat : Memberi informasi baru kepada masyarakat tentang manfaat limbah kulit pisang kepok (Musa paradisiaca Linn) mentah.
5
1.5
Asumsi penelitian Asumsi dalam penelitian dalam penelitian ini yaitu :
1.5.1 Pengambilan ekstrak kulit pisang kepok (Musa paradisiaca Linn) mentah dapat dilakukan dengan proses maserasi. 1.5.2 Limbah kulit pisang kepok (Musa paradisiaca Linn) mentah memiliki kandungan tanin, sehingga dapat dimanfaatkan menjadi alternatif obat tradisional. 1.6
Ruang lingkup. Ruang lingkup penelitian ini adalah melakukan pengujian aktivitas ekstrak
kulit pisang kepok (Musa paradisiaca Linn) mentah terhadap bakteri Eschericia coli dengan metode difusi. 1.7
Definisi istilah Untuk menghindari perbedaan penafsiran terhadap beberapa istilah penelitian
ini, maka diuraikan maksud dari beberapa istilah sebagai berikut: 1. Antibakteri adalah suatu komponen kimia yang berkemampuan dalam mengahambat pertumbuhan atau kemampuan dalam mematikan bakteri. 2. Eschericia coli adalah salah satu bakteri yang dapat menyebabkan diare.
6
BAB II Tinjaun Pustaka 2.1
Pisang 2.1.1
Menurut Herbarium Medanense (2011), klasifikasi pisang kepok,
adalah sebagai berikut: Kingdom
: Plantae
Divisi
: Spermatophyta
Class
: Monocotyledoneae
Ordo
: Zingiberales
Famili
: Musaceae
Genus
: Musa
Spesies
: Musa paradisiaca. L.
Gambar.1 Pisang Kepok
Nama Lokal : Pisang Kepok Pisang merupakan tumbuhan asli Asia Tenggara, yaitu berasal dari Semenanjung Malaysia dan Filipina. Tetapi ada juga yang menyebutkan bahwa pisang berasal dari Brasil dan India. Dari sini kemudian menyebar hingga ke daerah Pasifik (Cinthya, 2006). Tinggi tanaman pisang (dewasa) berkisar antara 2 – 8 m (tergantung jenisnya), dengan daun-daun yang panjangnya mencapai 3,5 m. Tanaman pisang akan menghasilkan satu tandan buah pisang. Satu tandan pisang sendiri terdiri atas 5 – 20 sisir, yang masing-masing terdiri lebih dari 20 buah pisang. Pisang berkembang dengan subur pada daerah tropis yang lembab, terutama di dataran rendah. Di daerah hujan turun merata sepanjang tahun, produksi pisang
6
7
dapat berlangsung tanpa mengenal musim. Indonesia (Cinthya, 2006). Daun pisang adalah daun dari pohon pisang, masyarakat pedesaan memanfaatkan daun pisang sebagai bahan pembungkus makanan. Daun yang tua setelah dicacah, biasa digunakan untuk pakan ternak seperti kambing, kerbau atau sapi, karena banyak mengandung unsur yang diperlukan oleh hewan. Daun pisang mengandung polifenol dalam jumlah besar yang sama seperti pada daun teh, sehingga menghasilkan aroma khas ketika menjadi bahan pelengkap makanan. Daun pisang letaknya tersebar. Helaian daun berbentuk lanset memanjang,dan mudah sekali robek oleh hembusan angin yang keras karena tidak mempunyai tulang-tulang pinggir yang menguatkan lembaran daun. Bunga berkelamin satu, berumah satu dan tersusun dalam tandan. Daun pelindung berukuran panjang 10 25 cm, berwarna merah tua, berlilin, dan mudah rontok. Bunga tersusun dalam dua baris yang melintang. Bakal buah berbentuk persegi, sedangkan bunga jantan tidak ada. Setelah bunga keluar, bunga membentuk sisir pertama, kedua dan seterusnya (Satuhu & Supriyadi, 2000). Batang atau pelepah pisang merupakan bagian dari tanaman pisang yang berada di atas tanah yang berfungsi sebagai kultur penyangga daun, tunas dan buah. Batang pisang berfungsi sebagai jalan pengangkutan hasil-hasil asimilasi dari atas ke bawah. Batang semu tersusun dari cekungan-cekungan pelepah daun. Cekungan pelepah daun tersebut umumnya terdapat pada tumbuhan yang tergolong dalam tumbuhan berbiji tunggal atau Monocotyledonae, gabungan daun tersebut berbentuk sirkuler (Tjitrosoepomo, 1988). Batang pisang sebagian berisi air dan serat (selulosa), disamping mineral, kalium dan fosfor. Komposisi kimia batang pisang dipengaruhi oleh berbagai faktor yaitu komposisi tanah, frekuensi
8
pemotongan, fase pertumbuhan, pemupukan, iklim setempat dan ketersediaan air. Serat batang pisang mengandung 63% selulosa, 20% hemiselulosa dan 5% lignin (Small, 1954 dalam Wijaya, 2002). Jantung pisang adalah ujung bunga pisangn yang tersisa saat bagian lainnya bertumbuh menjadi buah pisang. Jadi bagian ini adalah sisa bunga pisang yang tidak lagi bisa menghasilkan buah. Bagian ini memang harus dipotong agar buah pisang bisa bertumbuh maksimal. Jantung pisang yang berupa kelopak berwarna ungu dengan jajaran bunga berwarna putih kekuningan ini tidak begitu enak sehingga nilai ekonominya rendah. Jantung pisang mengandung zat gizi yang bermanfaat bagi tubuh, yaitu berupa protein, karbohidrat, lemak, mineral terutama fosfor, kalsium, dan besi, serta sejumlah vitamin A, B1 dan C. Bonggol pisang memiliki komposisi pati yang cukup tinggi, pati ini menyerupai pati tepung sagu dan tepung tapioka. Menurut Yuanita (2008), bonggol pisang memiliki komposisi yang terdiri dari 76% pati, 20% air. Potensi kandungan pati bonggol pisang yang besar dapat di manfaatkan sebagai alternative bahan bakar yaitu bioetanol. Menurut Prihandana (2007), bahan berpati yang akan digunakan sebagai bahan baku bioetanol disarankan memiliki kadar pati tinggi, memiliki potensi hasil yang tinggi, fleksibel dalam usaha tani dan u mur panen. Menurut Munadjim (1983), bonggol pisang basah mengandung ± 11% pati. Kulit pisang merupakan bahan buangan (limbah buah pisang) yang cukup banyak jumlahnya. Pada umumnya kulit pisang belum dimanfaatkan secara nyata, hanya dibuang sebagai limbah organik saja atau digunakan sebagai makanan ternak seperti kambing, sapi, dan kerbau. Jumlah kulit pisang yang cukup banyak
9
akan memiliki nilai jual yang menguntungkan apabila bisa dimanfaatkan sebagai bahan baku makanan (Susanti, 2006). Menurut Basse (2000) jumlah dari kulit pisang cukup banyak, yaitu kira- kira 1/3 dari buah pisang yang belum dikupas. Kandungan unsur gizi kulit pisang cukup lengkap, seperti karbohidrat, lemak, protein, kalsium, fosfor, zat besi, vitamin B, vitamin C dan air. Unsur-unsur gizi inilah yang dapat digunakan sebagai sumber energi dan antibodi bagi tubuh manusia (Munadjim, 1988).
2.2
Senyawa Tanin
2.2.1
Pengertian Tanin adalah senyawa golongan polifenol yang memiliki khasiat sebagai
anti mikroba dan memiliki berat molekul cukup tinggi (lebih dari 1000) dan dapat membentuk kompleks dengan protein. Tanin terdapat luas dalam tumbuhan berpembuluh, dalam angoispermae terdapat khusus dalam jaringan kayu. Dalam tumbuhan, letak tanin terpisah dari protein dan enzim sitoplasma, bila jaringan tumbuhan rusak, misalnya hewan memakannya, maka dapat terjadi reaksi penyamakan. Reaksi ini menyebabkan protein lebih sukar dicapai oleh cairan pencernaan hewan. Sebagian besar tumbuhan yang banyak mengandung tanin dihindari oleh hewan pemakan tumbuhan karena rasanya sepat, sehingga mungkin mempunyai arti sebagai pertahanan bagi tumbuhan (Hagerman, 2002; Harbone, 1996). Tanin Pada Kulit Pisang Peneliti Heruwatno dkk (1993) menyatakan bahwa kulit pisang yang masih hijau kaya akan tanin. Kandungan tanin pada kulit pisang mentah sebesar 7,36 % dan setelah masak turun menjadi 1,99 %.
10
Tergantung dari jenis pisang yang digunakan seperti kulit pisang raja masak diperoleh tanin sebesar 0,042 %.. Tanin mempunyai dua sifat utama yang dapat dihidrolisis (hidrolizable tannin) baik dengan larutan asam, basa, atau enzim sehingga menghasilkan senyawa sederhana seperti monosakarida, dan asam karbosilat. Tannin hidrolis merupakan senyawa gallatanin dan ellagitannin yaitu ester dari glucose dan asam gallat atau asam elegant. Tanin yang kedua adalah tanin condensed yang mempunyai struktur yang lebih komplek dan tidak dapat dihidrolisis oleh asam atau enzim. Sedangkan yang termasuk dalam senyawa ini adalah catechin dan leucoantosianin yang molekulnya dapat terpolarisasi menimbulkan warna hitam bilamana bereaksi dengan ion logam. Seperti yang dilaporkan Pond dan Manner (1974) bahwa dalam proses pematangan buah pisang akan terjadi reduksi tanin bebas menjadi tanin terikat dan biasanya tanin jenis ini banyak terdapat didalam kulit pisang dibandingkan dalam dagingnya. Senyawa fenol dan turunannya (flavonoid) merupakan salah satu antibakteri yang bekerja dengan mengganggu fungsi membran sitoplasma. Pada konsentrasi rendah dapat merusak membran sitoplasma yang menyebabkan bocornya metabolit penting yang menginaktifkan sistem enzim bakteri, sedangkan pada konsentrasi tinggi mampu merusak membran sitoplasma dan mengendapkan protein sel (Volk dan Wheller, 1993).
2.2
Maserasi
2.2.1
Pengertian Proses perendaman sampel dengan pelarut organik yang digunakan dalam
temperatur ruang. Pelarut yang digunakan harus dipilih pelarut yang dapat
11
melarutkan suatu senyawa metabolit tanpa dilakukan pemanasan. Tersedianya waktu kontak yang cukup lama (perendaman beberapa hari) dan jenis pelarut yang mampu melarutkan senyawa metabolit dengan baik diupayakan mempunyai titik didih rendah sehingga mudah dipisahkan pada proses penguapan.
2.2.2
Prinsip Penyaringan zat aktif yang dilakukan dengan cara merendam serbuk
simplisia dalam cairan penyari yang sesuai selama 5 hari, pada tempertur kamar, terlindungi dari cahaya, cairan penyari akan masuk ke dalam sel melalui dinding sel. Isi sel akan larut karena adanya perbedaan konsentrasi antara larutan di dalam sel dan di luar sel. Yang konsentrasinya tinggi akan terdesak keluar dan diganti oleh cairan penyari dengan konsentrasi rendah. Peristiwa tersebut berulang sampai keseimbangan konsentrsi larutan diluar dan didalam sel. Selama proses maserasi dilakukan, pengadukan dari pergantian cairan penyari. Setiap hari, endapan yang diperoleh dipisahkan dari filtrat yang dipekatkan. Keuntungan cara penyarian dengan maserasi adalah cara pengerjaan dan peralatan sederhana dan mudah diusahakan, pengerjaan dan
peralatan yang
digunakan sederhana dan mudah diperoleh maseratnya, dapat digunakan untuk zat yang tahan dan tidak tahan pemanasan, cairan penyari yang digunakan lebih bervariasi dibandingkan dengan metode ekstraksi lainnya karena dapat menggunakan air, air-etanol, atau etanol saja, alat dan cara yang digunakan sederhana, pada metode maserasi banyak menghabiskan cairan penyari, waktu yang dibutuhkan pada metode maserasi cukup lama. Gambar 1. Proses Ekstraksi Maserasi
12
2.3
Bakteri Escherichia coli
sciencephoto.com 2.3.1 Klasifikasi bakteri Eschericia coli Bakteri Eschericia coli termasuk dalam : Domain
: Bacteria
Filum
: Proteobacteria
Kelas
: Gammaproteobacteria
Ordo
: Enterobacteriales
Famili
: Enterobacteriaceae
Genus
: Escherichia
Spesies
: E. coli. ((Diunduh dari http://wikipedia.org pada, 26 april 2011 pukul 19.45))
2.3.2 Morfologi bakteri Escherichia coli atau biasa disingkat E. coli, adalah salah satu jenis spesies utama bakteri gram negatif. Pada umumnya, bakteri yang ditemukan oleh Theodor Escherich ini dapat ditemukan dalam usus besar manusia. Kebanyakan E.coli tidak berbahaya, tetapi beberapa seperti E.coli tipe O157:H7 dapat mengakibatkan keracunan makanan yang serius pada manusia yaitu diare. Levinson, 2008. Bakteri ini berbentuk batang, berukuran 0,4-0,7 x 1,0-3,0 µm, termasuk gram negatif, dapat hidup soliter maupun berkelompok, umumnya motil, tidak membentuk spora, serta fakultatif anaerob(Carter & Wise 2004).
13
2.3.3 Pembiakan Bakteri ini dapat tumbuh dengan cepat selama 24 jam, tumbuh baik pada suhu 20-40 0C. Eshericia coli dapat tumbuh pada garam-garam ammonium dan glukosa. Pada lempeng agar selama 12-24 jam sudah memperlihatkan permukaan koloni yang khas. (Bonang,1982).
2.4
Senyawa Antibakteri
2.4.1 Pengertian Antibakteri adalah setiap bahan yang menghancurkan dan menghambat pertumbuhan bakteri (Harty dan Ogston, 1995). Menurut Pelczar dan Chan (1998), antibakteri merupakan bahan yang dapat mengganggu pertumbuhan dan metabolisme bakteri. Antibakteri yang ideal menunjukkan toksisitas yang selektif (Brooks dkk., 1996), artinya bahwa bahan antibakteri berbahaya bagi parasit dan tidak membahayakan bagi manusia karena sel parasit dengan sel manusia memiliki perbedaan dalam hal dinding sel, komponen membran sel, struktur ribosom, dan metabolismenya. Daya antibakteri merupakan kemampuan suatu bahan antibakteri alami atau sintetik dalam menghambat dan membunuh pertumbuhan mikroorganisme (Madigan dkk., 2003). Berdasarkan sifatnya, Pelzcair dan Chan (1988) membagi antibakteri menjadi dua jenis, yang bakteriostatik dan bakterisid. Antibakteri yang bersifat menghambat pertumbuhan bakteri tanpa terjadinya lisis sel bakteri, dikenal sebagai aktivitas bakteriostatik, dan ada yang bersifat membunuh bakteri dengan melisiskan dan merusak sel, dikenal sebagai aktivitas bakterisid atau bakteriolisis (Stiabudy dan Gan, 1995; Madigan dkk., 2003).
14
2.4.2 Mekanisme kerja antibakteri : Berdasarkan mekanisme kerjanya, antibakteri dibagi dalam lima kelompok: 1) Menggangu metabolisme sel bakteri; 2) Menghambat sintesis dinding sel bakteri; 3) Mengganggu permeabilitas membran sel bakteri; 4) Menghambat sintesis protein sel bakteri; dan 5) menghambat sintesis atau merusak asam nukleat sel bakteri (Seetaibudy dan Gan, 1995). Menurut Volk dan Wheeler (1988) antibakteri dalam melakukan efeknya harus mampu mempengaruhi bagian sel yang vital seperti membran sitoplasma, enzim dan protein. Pelczar dan Chan (1988) menyatakan bahwa cara kerja senyawa antibakteri dalam melakukan efeknya terhadap mikroorganisma adalah sebagai berikut : 1. Merusak dinding sel Dinding sel merupakan bagian yang berfungsi memberi bentuk dan kekuatan atau perlindungan sel, mengatur pertukaran zat-zat dari dan ke dalam sel serta memegang peranan penting dalam pembelahan sel. Struktur dinding sel dapat dirusak dengan cara menghambat pembentukannya atau mengubahnya setelah terbentuk. Kerusakan pada dinding sel akan berakibat terjadinya perubahan-perubahan yang mengarah pada kematian sel. 2. Perubahan permeabilitas membran sel Membran sel berfungsi dalam memelihara integritas komponen-komponen seluler yang secara selektif mengatur keluar masuknya zat antara sel dengan lingkungan luar. Dengan demikian kerusakan pada membran sel akan memungkinkan ion organik penting, nukleotida, asam amino dan enzim keluar dari sel.
15
3. Penghambatan kerja enzim Suatu sel yang normal memiliki sejumlah enzim untuk membantu kelangsungan
proses-proses
metabolisme
bersama
protein
yang
lain.
penghambatan pada kerja enzim dapat mengakibatkan terganggunya metabolisme atau matinya sel.
2.6
Definisi Diare Menurut WHO (1999) secara klinis diare didefinisikan sebagai
bertambahnya defekasi (buang air besar) lebih dari biasanya/lebih dari tiga kali sehari, disertai dengan perubahan konsisten tinja (menjadi cair) dengan atau tanpa darah. Secara klinik dibedakan tiga macam sindroma diare yaitu diare cair akut, disentri, dan diare persisten. Sedangkan menurut menurut Depkes RI (2005), diare adalah suatu penyakit dengan tanda-tanda adanya perubahan bentuk dan konsistensi dari tinja, yang melembek sampai mencair dan bertambahnya frekuensi buang air besar biasanya tiga kali atau lebih dalam sehari . 2.6.1
Penyebab Secara klinis penyebab diare dapat dikelompokkan dalam golongan enam
besar, tetapi yang sering ditemukan di lapangan adalah diare yang disebabkan infeksi dan keracunan. Penyebab diare secara lengkap adalah sebagai berikut: (1) infeksi yang dapat disebabkan: a) bakteri, misal: Shigella, Salmonela, E. Coli, golongan vibrio, bacillus cereus, Clostridium perfringens, Staphyiccoccus aureus, Campylobacter dan aeromonas; b) virus misal: Rotavirus, Norwalk dan norwalk like agen dan adenovirus; c) parasit, misal: cacing perut, Ascaris, Trichiuris, Strongyloides, Blastsistis huminis, protozoa, Entamoeba histolitica, Giardia
16
labila, Belantudium coli dan Crypto; (2) alergi, (3) malabsorbsi, (4) keracunan yang dapat disebabkan; a) keracunan bahan kimiawi dan b) keracunan oleh bahan yang dikandung dan diproduksi: jasat renik, ikan, buah-buahan dan sayur-sayuran, (5) Imunodefisiensi dan (6) sebab-sebab lain (Widaya, 2004). 2.6.2
Mekanisme diare Pada diare terdapat gangguan resorpsi, sedangkan sekresi getah lambung-
usus dan motilitas usus meningkat. Menurut teori klasik diare disebabkan oleh meningkatnya peristaltik usus tersebut pelintasan chymus sangat dipercepat dan masih mengandung banyak air pada saat meninggalkan tubuh sebagai tinja. Penelitian dalam tahun-tahun terakhir menunjukkan bahwa penyebab utamanya adalah bertumpuknya cairan di usus akibat terganggunya resorpsi air atau terjadinya hipersekresi. (Tjay, 2007).
2.7
Metode Mengukur Daya Hambat Penentuan daya kerja suatu senyawa antibakteri dapat dilakukan dengan
beberapa metode. Metode yang digunakan dalam menguji aktivitas suatu senyawa antibakteri disebut dengan metode uji aktivitas antibakteri. Ada beberapa macam metode yang dapat digunakan untuk menguji aktivitas antibakteri ekstrak kulit pisang kepok (Musa paradisiaca Linn) mentah dalam menghambat pertumbuhan bakteri penyebab diare : 1. Uji Sensitivitas Antibiotika (Antibiotic Sensitivity Test) Antimikroba atau antibiotik adalah obat atau zat yang dihasilkan oleh suatu mikroba, terutama fungi, yang dapat menghambat/membasmi mikroba lain (jasad renik / bakteri), khususnya mikroba yang merugikan manusia yaitu mikroba
17
penyebab infeksi pada manusia (Saepudin, Sulistiawan, R.Y., dan Hanifah, S., 2007). Tes uji kepekaan antibiotika merupakan suatu metode untuk menentukan kerentanan suatu orgamisme terhadap terapi antibiotika yang diberikan. Apabila organisme infeksius telah dikenali, ia dikultur dan diuji terhadap beberapa jenis obat antibiotik (tergantung jenis mikroba sama ada gram positif atau gram negatif). Sekiranya pertumbuhan mikroba dihambat oleh aksi obat tersebut, ia dilaporkan sebagai sensitive atau peka terhadap antibiotik tersebut. Jika pertumbuhan mikroba tidak dihambat oleh antibiotik, dikatakan sebagai resisten terhadap obat tersebut. (The Free Dictionary by Farlex) Identifikasi suatu mikroba selalu dikerjakan bersamaan dengan tes AST. Ini dapat memberi gambaran jenis mikroba yang telah dikultur sekaligus mengenali jenis antibiotika yang harus dipertimbangkan. Kepekaan suatu isolasi terhadap antibiotik tertentu diukur dengan mencapai Minimim Inhibitory Concentration
(MIC)
atau
breakpoint.
Ini
merupakan
konsentrasi
minimal/terendah (diuji di double dilutions) antibiotika dimana isolat tidak dapat memberikan pertumbuhan yang tampak setelah inkubasi (Rapidmicrobiology). Penetapan kerentanan patogen terhadap antimikroba penting untuk menyelidik antibiotik yang sesuai untuk mengobati penyakit. Tidak ada gunanya menggunakan antibiotik yang tidak efektif untuk menlawan mikroorganisme penyebab penyakit. Ada beberapa prosedur berbeda yang digunakan oleh ahli mikrobiologi klinis untuk menentukan sensitivitas mikroorganisme terhadap antibiotik, antara lain metode Cakran KIRBY-BAUER dan Metode Konsentrasi
18
Hambatan Minimum (KHM) atau Minimum inhibitory concentration (MIC) (Harmita dan Radji, M., 2008). Cara yang mudah untuk menetapkan kerentanan organisme terhadap mikroorganisme terhadap antibiotik adalah degan mengokulasi pelat agar dengan biakan dan membiarkan antibiotik berdifusi ke media agar. Cakram yang telah mengandung antibiotik diletakkan di permukaan pelat agar yang mengandung mikroorganisme yang ingin diuji. Konsentrasi sebanding dengan luas bidang difusi. Pada jarak tertentu pada masing-masing cakram, antibiotik berdifusi sampai pada titik antibiotik tersebut tidak lagi menghambat pertumbuhan mikroba. Efektivitas antibiotik ditunjukkan oleh zona hambatan. Zona hambatan tampak sebagai area jernih atau bersih yang mengelilingi cakram tempat zat dengan aktivitas antimikroba terdifusi. Diameter zona dapat diukur dengan penggaris dan hasil dari eksperimen ini merupakan satu antibiogram (Harmita dan Radji, M., 2008). 2. Metode Cakram KIRBY-BAUER Metode difusi agar telah digunakan secara luas dengan menggunakan cakram kertas saring yang tersedia secara komersial, kemasan yang menujukkan konsentrasi antibiotik tertentu juga tersedia. Efektivitas relatif antibiotik yang berbeda menjadi dasar bagi spektrum sensitivitas suatu organisme. Informasi ini, bersama dengan berbagai pertimbangan farmakologi, digunakan dalam memilih antibiotik untuk pengobatan (Harmita dan Radji, M., 2008). Ukuran zona hambatan dapat dipengaruhi oleh kepadatan atau viskositas media biakan, kecepatan difusi antibiotik, dan interaksi antibiotik dengan media. Selain itu, zat yang ditemukan mempunyai efek samping signifikan tidak bolah
19
digunakan untuk terapi karena zat ini mungkin juga mempunyai efek samping signifikan pada sistem yang diobati (Harmita dan Radji, M., 2008). Metode cakram mewakili prosedur sederhana untuk menyelidik zat dalam menentukan apakah zat tersebut signifikan dan mempunyai aktivitas antibiotik yang berguna (Harmita dan Radji, M., 2008).
(sumber: Rapidmikrobiology) (Gambar 2.4. menunjukkan suatu hasil daripada metode cakram. Bakteri tersebut adalah sensitif terhadap antibiotika C dan D, sementara resisten terhadap A, B, ,dan E. 3. Metode Konsentrasi Hambatan Minimum (KHM) Konsentrasi hambatan minimum (KHM) adalah konsentrasi antibiotik terendah yang masih dapat menghambat pertumbuhan organisme tertentu. Prosedur ini digunakan untuk menentukan konsentrasi antibiotik yang masih efektif untuk mencegah pertumbuhan patogen dan mengindikasikan dosis antibiotik yang efektif untuk mengontrol infeksi pada pasien. Inokulum mikroorganisme yang telah distandarisasi ditambahkan ke dalam tabung yang mengandung seri enceran suatu antibiotika, dan pertumbuhan mikroorganisme akan termonitor dengan perubahan kekeruhan. Dengan cara ini, KHM antibiotik yang dapat mencegah pertumbuhan mikroorganisme in vitro dapat ditentukan (Harmita dan Radji, M., 2008).
20
2.8 Tabel Greenwod Pertumbuhan mikroorganisme dapat dikendalikan melalui proses fisik dan kimia. Pengendalian dapat berupa pembasmian dan penghambatan populasi mikroorganisme. Menurut Pelczar dan Chan (1998), zat anti-mikrobial adalah zat yang dapat mengganggu pertumbuhan dan metabolisme melalui mekanisme penghambatan pertumbuhan mikroorganisme. Zat antimikrobial terdiri dari antijamur dan antibakterial. Zat antibakterial adalah zat yang mengganggu pertumbuhan dan metabolisme melalui penghambatan pertumbuhan bakteri. Keefektifan penghambatan merupakan salah satu kriteria pemilihan suatu senyawa antimikroba untuk diaplikasikan sebagai bahan pengawet bahan pangan. Semakin kuat penghambatannya semakin efektif digunakan. Kerusakan yang ditimbulkan kom-ponen antimikroba dapat bersifat mikrosidal (kerusakan tetap) atau mikrostatik (kerusakan sementara yang dapat kembali). Suatu komponen akan bersifat mikrosidal atau mikrostatik tergantung pada konsentrasi dan kultur yang digunakan (Ardiansyah, 2007b). Pengujian aktivitas penghambatan senyawa antimikroba dapat dilakukan diantaranya dengan metode difusi agar (difusi lempeng agar) dan metode kontak. Metode uji antimikrobial yang sering digunakan adalah metode Difusi Lempeng Agar. Uji ini dilakukan pada permukaan medium padat. Mikroba ditumbuhkan pada permukaan medium dan kertas saring yang berbentuk cakram yang telah mengandung mikroba. Setelah inkubasi diameter zona pengham-batan diukur. Diameter zona pengambatan merupakan pengukuran MIC secara tidak langsung dari antibiotika terhadap mikroba. Sensitivitas klinik dari mikroba kemudian ditentukan dari tabel klasifikasi menurut Ahn dkk (Greenwood, 1995).
21
Tabel 1. Klasifikasi Respon Hambatan Pertumbuhan Bakteri
Diameter
Respon hambatan pertumbuhan
zona bening ≤ 10 mm
Tidak ada
11 – 15 mm
Lemah
16 – 20 mm
Sedang
> 20 mm
Kuat
(Ahn dkk, 1994 dalam Greenwood, 1995) Pengujian aktivitas antimikroba dapat dilakukan dengan metode kontak. Metode ini adalah metode yang mengevaluasi aktivitas antimikroba berdasarkan perkembangan atau kematian bakteri dengan mengukur jumlah bakteri setelah diberi sejumlah zat antimikroba dan dikontakkan pada waktu tertentu. Kemudian dilakukan penghitungan jumlah koloni sesuai dengan peraturan Standart Plate Count (SPC) (Fardiaz, 1989 dan Radiati, 2002). Aktivitas antimikroba ditentukan berdasarkan nilai MIC (minimal inhibitory con-centration) dan MBC (minimal bactericid concebtration). Nilai MIC adalah konsentrasi yang terendah yang dapat menurunkan kemampuan tumbuh bakteri lebih besar dari 90 persen dan MBC adalah minimal konsentrasi antimikroba yang dapat membunuh bakteri sama dengan atau lebih besar dari 99,9 persen terhadap inokulum asal (Carson dan Riley, 1995; Baron et al., 1995). Greenwood (1995) menambahkan konsentrasi minimun penghambatan atau lebih dikenal dengan MIC (Minimum Inhibitory Concentration) adalah konsentrasi terendah dari antibiotika atau antimikrobial yang dapat menghambat
22
pertumbuhan mikroba tertentu. Nilai MIC adalah spesifik untuk tiap-tiap kombinasi dari antibiotika dan mikroba. MIC dari sebuah antibiotika ter-hadap mikroba digunakan untuk menge-tahui sensitivitas dari mikroba terhadap antibiotika. Nilai MIC berlawanan dengan sensitivitas mikroba yang diuji. Semakin rendah nilai MIC dari sebuah antibiotika, sensitivitas dari bakteri akan semakin besar. MIC dari sebuah antibiotika terhadap spesies mikroba adalah ratarata MIC terhadap seluruh strain dari spesies tersebut. Strain dari beberapa spesies mikroba adalah sangat berbeda dalam hal sensitivitasnya
2.9
Kerangka teori Pisang merupakan tanaman yang memiliki banyak manfaat, mulai dari
buah, daun, jantung pisang, bonggol, batang, dan kulit. Bagian tanaman yang sangat jarang digunakan oleh masyarakat adalah kulitnya. Kulit pisang merupakan kulit dari buah pisang yang kebanyakan tidak berguna serta menjadi limbah yang sangat meresahkan kita dan terkadang hanya beberapa orang saja memanfaatkan kulit pisang sebagai pakan ternak. Penelitian ini menggunakan kulit pisang segar dengan alasan untuk mendapatkan nilai guna dari kulit pisang yang sebagian besar hanya menjadi limbah. Kulit pisang memiliki kandungan kimia seperti tanin, karbohidrat, glukosa, dan vitamin B6. Tanin pada kulit pisang bersifat antibakteri sehingga bisa digunakan sebagai antibakteri terhadap bakteri Eschericia coli salah satu bakteri penyebab diare. Mekanisme kerja dari antibakteri tersebut salah satunya adalah merusak dinding sel. Dinding sel berfungsi sebagai perlindungan sel, sehingga jika perlindungan
sel dapat dirusak maka akan berujung kepada
23
kematian sel itu sendiri dengan cara menghambat pembentukan atau merusak dinding sel setelah terbentuk. Pengambilan ekstrak dari kulit pisang kepok (Musa paradisiaca Linn) mentah ini dapat menggunakan metode maserasi dengan campuran pelarut etanol 70%. Maserasi adalah proses perendaman sampel dengan pelarut yang disesuaikan dengan senyawa aktif yang akan diambil pada sampel tersebut. Kulit pisang kepok rentan rusak dengan pemanasan langsung, sehingga digunakan metode maserasi, yang dalam pengerjaannya mudah serta alatnya juga sederhana. Ekstraksi dengan metode maserasi dilakukan selama 5 hari dengan temperatur kamar dan terlindungi dari cahaya. Pemilihan etanol agar tanin pada kulit pisang kepok dapat tersari dengan maksimal dan etanol juga berfungsi untuk mencegah pertumbuhan mikroorganisme. Hasil maserat lalu dievaporasi menggunakan vacum rotary evaporator yang bertujuan untuk memisahkan tanin dengan etanol. Proses ini dilakukan pada suhu 78 oC, sesuai dengan titik didih etanol. Pada saat proses evaporasi, etanol akan menguap dan didinginkan di kondensor kemudian mengalir menuju wadah yang disediakan. Proses evaporasi berakhir ketika sudah tidak ada lagi peristiwa kondensasi pada kondensat, dengan kata lain etanol telah menguap semua. Ekstrak tersebut lalu dilakukan uji tabung dengan reagen FeCl3 jika menghasilkan warna hijau kehitaman atau biru tua, maka sampel mengandung tanin. Sampel yang mengandung tanin tersebut lalu dilakukan uji aktivitas antibakteri pada cawan petri yang sudah ada bakteri Eschericia coli dengan metode difusi. Daya antibakteri dapat dilihat dengan mengukur diameter zona hambatan pertumbuhan bakteri disekitar cakram. Semakin besar diameter zona
24
hambatan pertumbuhan bakteri menunjukkan bahwa bahan uji dapat menghambat pertumbuhan bakteri dengan baik. Keuntungan metode difusi adalah jumlah sampel yang dibutuhkan sedikit dan bisa dikerjakan dalam satu petri disk 5-6 sampel sekaligus. Pada tahap akhir adalah menganalisis data dengan analisis Standar Deviasi dan Koefisien Variasi dan menyimpulkannya.
25
BAB III METODE PENELITIAN
3.1 Rancangan Penelitian Berdasarkan tujuannya penelitian ini bertujuan untuk mengetahui aktivitas antibakteri ekstrak kulit pisang kepok (Musa paradisiaca Linn) mentah terhadap bakteri Eschericia coli sebagai penyebab diare. Rancangan penelitian ini meliputi 3 tahap. Pertama, tahap persiapan meliputi : pengambilan ekstrak kulit pisang kepok (Musa paradisiaca Linn) mentah, sterilisasi alat, pembuatan media, penyiapan kertas cakram dan suspensi bakteri. Kedua, tahap pelaksanaan meliputi : Identifikasi tanin, uji aktivitas antibakteri ekstrak kulit pisang kepok (Musa paradisiaca Linn) mentah terhadap bakteri Eschericia coli dengan konsentrasi 100%. Kemudian membandingkan daya hambat dari diameter zona bening. Ketiga, tahap pengamatan terhadap hasil uji.
3.2 Populasi, Sampel, dan Bakteri Uji 3.2.1 Populasi Kulit pisang kepok (Musa paradisiaca Linn) mentah yang diperoleh dari home industry di desa klampok kecamatan singosari. 3.2..2 Sampel Sebanyak 500 g kulit pisang kepok (Musa paradisiaca Linn) mentah yang diambil dari populasi limbah kulit pisang kepok (Musa paradisiaca Linn) mentah di home industri desa klampok kecamatan singosari di cuci hingga bersih, lalu di
25
26
potong kecil-kecil. Potongan-potongan kulit pisang tersebut lalu dimaserasi dengan pelarut etanol 70% dibotol coklat, lalu dievaporasi sampai mendapatkan ekstrak kental. 3.2.3 Bakteri uji Bakteri yang digunakan dalam penelitian ini adalah Eschericia coli yang diperoleh dari bakteri murni Pabrik Scahring Plough Pandaan.
3.3 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di laboratorium Mikrobiologi Akademi Analis Farmasi dan Makanan Putra Indonesia Malang. Waktu penelitian ini dilaksanakan mulai penyusunan proposal bulan Desember 2012 sampai terselesaikannya karya tulis ilmiah ini pada bulan Januari 2013.
3.4 Definisi Operasional Variabel Klasifikasi variabel dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : Sub variable
Aktivitas antibakteri terhadap Eschericia coli.
Definisi operasional
Alat
Kemampuan ekstrak menghambat atau Jangka membunuh sorong pertumbuhan bakteri Eschericia coli
Hasil ukur Ditandai dengan adanya zona bening disekitar cakram
Skala ukur
Kriteria Diameter zona bening ≤ 10 mm
Respon hambatan Tidak ada
11 – 15 mm
Lemah
16 – 20 mm
Sedang
> 20 mm
kuat
Ordinal
27
3.5 Pengumpulan data Data dikumpulkan dengan langkah kerja sebagai berikut : 3.5.1 Instrument Penelitian Adapun alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian ini sebagai berikut: Bahan yang digunakan adalah biakan murni Eschericia coli, Macconkey agar, kulit pisang kepok (Musa paradisiaca Linn) mentah 500 g, aquadest, dan etanol 70%, serta alat-alat yang digunakan adalah
autoklav, oven, incubator,
cawan petri 125 mL, gelas ukur “pyrex” 10 ml, jangka sorong, kertas saring “whatman” dan kawat nikrom 3.5.2 Pengambilan ekstrak kulit pisang kepok (Musa paradisiacan Linn) mentah Pengambilan ekstrak dilakukan dengan cara maserasi, sebagai berikut : 1. Disiapkan botol coklat. 2. Sampel 500 gr yang berupa rajangan dimasukkan dalam botol coklat. 3. Masukkan etanol 70 % hingga merendam sampel. 4. Maserasi dilakukan 5 hari. 5. Hasil maserat di evaporasi dengan suhu 780C sampai didapat ekstrak kental. 6. Ekstrak dihitung volumenya di gelas ukur 100 mL yang selanjutnya digunakan untuk uji aktivitas antibakteri.
28
3.5.3 Identifikasi ekstrak kulit pisang kepok (Musa paradisiaca Linn) mentah Uji tabung 1. Dimasukkan maserat ke tabung reaksi secukupnya. 2. Tambahkan 2-3 tetes larutan FeCl3 jika menghasilkan warna hijau kehitaman atau biru tua, maka sampel mengandung tanin. 3.5.4 Metode yang digunakan Metode yang digunakan untuk aktivitas antibakteri ekstrak kulit pisang kepok (Musa paradisiaca Linn) mentah terhadap Eshericia coli adalah metode difusi. Metode ini dilakukan dengan menanam bakteri pada media Macconkey agar kemudian bahan uji dicelupkan pada cakram kertas diatas biakan bakteri, dan diinkubasi dengan suhu 35o C selama 2 x 24 jam. Daya hambat ekstrak kulit pisang kepok (Musa paradisiaca Linn) mentah dapat dilihat dengan mengukur diameter zona hambatan pertumbuhan bakteri disekitar cakram. 3.5.5 Uji Aktivitas Antibakteri 1. Sterilisasi alat dan bahan Sterilisasi alat dan bahan yang akan digunakan. Cara sterilisasi adalah dengan
membungkus
alat-alat
menggunakan
alumunium
foil
kemudian
dimasukkan dalam oven dengan suhu 150 0C selama 2 jam untuk alat-alat dari logam. Alat-alat dari kaca, dibungkus dengan kertas coklat, kemudian dimasukkan dalam autoklav dengan suhu 1210C selama 15 menit. 2. Penyiapan Kertas Cakram Kertas cakram yang digunakan adalah kertas saring Whatman dengan diameter 6 mm yang kemudian dimasukkan ke dalam cawan petri. Kemudian
29
cawan disterilkan dengan autoklav selama 15 menit pada suhu 121o C. Setelah disterilkan, kertas cakram dibiarkan sampai dingin dan siap digunakan. 3. Proses Pembuatan Media 4 cawan x 15 mL (media) :
2,1 g (EMB) 60 mL 35 g (EMB) 1000 mL
1. Disiapkan 2,1 g media Macconkey. 2. Dilarutkan dalam 60 ml aquadest. 3. Dipanaskan hingga mendidih. 4. Setelah itu dimasukkan kedalam erlenmeyer dan ditutup dengan kapas. 5. Disterilkan ke dalam autoklav pada suhu 121o C selama 15 menit. 4. Inokulasi bakteri pertama 1. Disiapkan bakteri indukan dari pabrik Scharing. 2. Disiapkan pepton untuk pengenceran 3. Masukkan bakteri ke dalam pepton 4. Dihomogenkan dengan vortex 5. Inkubasi selama 30 menit 6. Ambil dengan menggunakan kawat oase untuk di goreskan di tabung reaksi yang berisi media Macconkey 7. Goreskan kawat oase yang sudah ada bakterinya ke dalam tabung reaksi tersebut 8. Inkubasi selama 1x24 jam 5. Inokulasi ke dua 1. Siapkan media Macconkey yang sudah ada di tabung reaksi untuk pembiakkan bakteri. 2. Ambil bakteri indukkan dengan menggunakan kawat oase.
30
3. Lalu goreskan ke tabung reaksi yang berisi media Macconkey. 4. Di tunggu sekitar 1 x 24 jam untuk pertumbuhannya. 6.
Suspensi bakteri 1. Nyalakan Spektrofotometri UV- Visible 2. Disiapkan hasil biakan dari Bakteri Eschericia coli yang telah di inkubasi selama 24 jam. 3. Sterilisasi Kuvet dengan etanol, dan dikeringkan. 4. Diencerkan salah satu biakan bakteri Eschericia coli dengan NaCl infus dalam tabung reaksi, dan ditaruh dalam beaker glass 5. Lalu isi kuvet dengan larutan tersebut, masukan dalam alat spektrofotometri UV- Visibel pada panjang gelombang 530 nm 6. Dilihat persen T 25 (Jika belum transmitan 25 ditambah bakteri E. coli dari biakan, jika transmitan lebih dari 25 ditambah NaCl Infus).
7.
Pelaksanaan Uji Aktivitas Antibakteri 1. Siapkan cawan petri yang telah diberi media Macconkey dan suspense bakteri. Masing-masing konsentrasi dilakukan dengan cara duplo. 2. Dipipet 10 mL ekstrak kulit pisang kedalam gelas ukur. 3. Celupkan kertas cakram ke dalam larutan ekstrak hingga jenuh (± 15 menit). 4. Siapkan media Macconkey agar yang berisi biakan bakteri Eschericia coli. 5. Letakkan kertas cakram yang telah mengandung tanin pada media Macconkey agar. 6. Inkubasi pada suhu 37o C selama 24 - 48 jam.
31
7. Setelah diinkubasi, keluarkan dari inkubator lalu diamati dan diukur diameter daerah hambatan pertumbuhan bakteri dengan menggunakan jangka sorong / penggaris milimeter. 3.6 Analisis data Dalam penelitian ini analisis data dilakukan dengan mengukur daerah jernih disekitar cakram dari bagian media dalam cawan petri. Cakram kertas yang berisi ekstrak kulit pisang kepok (Musa paradisiaca Linn) mentah diletakkan diatas lempengan agar yang telah disemai dengan bakteri uji. Penghambatan pertumbuhan bakteri oleh ekstrak kulit pisang kepok (Musa paradisiaca Linn) mentah terlihat sebagai wilayah jernih sekitar pertumbuhan bakteri. Diameter wilayah jernih merupakan petunjuk kepekaan bakteri terhadap ekstrak kulit pisang kepok (Musa paradisiaca Linn) mentah. Dari hasil pengukuran, data diolah dengan menggunakan metode statistik yaitu menggunakan standart deviasi dan koefisien variasi untuk mengetahui data dari hasil penelitian, ini untuk mengetahui keajegan dari data hasil penelitian.
32
BAB IV HASIL PENELITIAN
Hasil penelitian maserasi 500 g rajangan kulit pisang kepok (Musa paradisiaca Linn) mentah dengan pelarut etanol 70 % selama 5 hari didapatkan maserat sebanyak 156 mL. Ekstrak kulit pisang kepok (Musa paradisiaca Linn) mentah yang didapat kemudian diidentifikasi untuk mengetahui ekstrak kulit pisang kepok (Musa paradisiaca Linn) mentah tersebut mengandung tanin. Identifikasi ekstrak kulit pisang kepok (Musa paradisiaca Linn) mentah tersebut dilakukan dengan uji tabung yang menggunakan reagen FeCl3 dengan perubahan warna menjadi hijau. Ekstrak kulit pisang kepok (Musa paradisiaca Linn) mentah tersebut kemudian disimpan di botol coklat dan ditutup dengan alumunium foil agar tidak menguap, yang selanjutnya digunakan untuk uji aktivitas antibakteri. Bakteri yang digunakan dalam penelitian ini adalah bakteri Eschericia coli yang merupakan salah satu contoh bakteri gram negative. Untuk mengetahui kebenaran bakteri tersebut. Pada aktivitas antibakteri ekstrak kulit pisang kepok (Musa paradisiaca Linn) mentah ini menggunakan 4 cawan petri. Cawan tersebut meliputi blanko media 1 cawan, blanko bakteri 1 cawan, sample 2 cawan. Pengujian sample dilakukan 3 replikasi. Hasil uji aktivitas antibakteri ekstrak kulit pisang kepok (Musa paradisiaca Linn) mentah ditunjukkan pada tabel dibawah ini.
32
33
Tabel 4.1 Pengamatan ekstrak kulit pisang kepok (Musa paradisiaca Linn) mentah terhadap diameter zona hambatan pertumbuhan Eschericia coli dalam mm.
Perlakuan
Diameter zona hambatan
Replikasi satu
23,9 mm
14,55 mm
Replikasi dua
20,1 mm
12 mm
Replikasi tiga
19,8 mm
11,98 mm
Blanko media
Tidak ada hambatan
Tidak ada hambatan
Blanko bakteri
Tidak ada hambatan
Tidak ada hambatan
Pada
sampel
pertama
replikasi
pertama
bakteri
Eshcericia
coli
menunjukkan diameter zona hambatan 23,9 mm, pada replikasi kedua menunjukkan diameter zona hambatan sebesar 20,1 mm, dan pada replikasi ketiga menunjukkan diameter zona hambatan 19,8 mm. Blanko media maupun blanko bakteri menunjukkan zona hambatan 0 mm. Pada sampel kedua replikasi pertama bakteri Eshcericia coli menunjukkan diameter zona hambatan 14,55 mm, pada replikasi kedua menunjukkan zona hambatan 12 mm, pada replikasi ketiga menunjukkan diameter zona hambatan 11,98 mm. Blanko media maupun blanko bakteri menunjukkan zona hambatan 0 mm. Hasil perhitungan analisa data dengan standar deviasi dan koefisien variasinya pada sampel pertama adalah 6,2278 % dan sampel yang kedua adalah 6,1765 %.
34
BAB V PEMBAHASAN
Pada aktivitas antibakteri secara metode cakram digunakan ekstrak kulit pisang kepok (Musa paradisiaca Linn) mentah. Hal ini didasarkan sebagai penemuan baru dari pemanfaatan limbah industri rumah tangga yang digunakan sebagai obat diare. Namun penggunaannya masih kurang. Untuk membuktikan khasiatnya sebagai antibakteri, maka perlu dilakukan uji secara ilmiah. Ekstrak kulit pisang kepok (Musa paradisiaca Linn) mentah diperoleh dengan cara maserasi. Bagian yang digunakan untuk maserasi adalah rajangan kulit pisang kepok (Musa paradisiaca Linn) mentah sebanyak 500 g dikarenakan agar hasil maserasi yang didapatkan cukup untuk diujikan. Memaserasi rajangan tersebut dengan menggunakan pelarut etanol 70 % selama 5 hari. Hasil maserasi yang berupa maserat tersebut dimurnikan dengan melakukan evaporasi. Evaporasi ini dilakukan dengan tujuan untuk memisahkan pelarut dan ekstraknya, sehingga didapatkan ekstrak kulit pisang kepok (Musa paradisiaca Linn) mentah tersebut sebanyak 156 mL. Setelah didapatkan ekstrak kulit pisang kepok (Musa paradisiaca Linn) mentah tersebut, maka dilakukan identifikasi untuk mengetahui kebenaran ekstrak kulit pisang kepok (Musa paradisiacal Linn) mentah tersebut mengandung
tanin
dengan
mengambil
sampel
dari
ekstrak
tersebut,
mengidentifikasinya menggunakan uji kualitatif dengan reagen FeCl3 dan menghasilkan warna hijau kehitaman.
Ini disebabkan oleh senyawa tanin
membentuk senyawa kompleks dgn ion Fe3+. Selanjutnya hasil dari maserasi tersebut siap untuk dilakukan pengujian aktivitas antibakteri.
34
35
Pengujian ekstrak kulit pisang kepok (Musa paradisiaca Linn) mentah dilakukan dengan metode difusi yaitu dengan metode cakram. Dalam metode ini, sampel ekstrak kulit pisang kepok (Musa paradisiaca Linn) mentah yang di peroleh diletakkan dalam beaker glass, kemudian kertas cakram dicelupkan hingga jenuh sekitar
15 menit. Kemudian kertas cakram tersebut diletakkan
diatas media Macconkey. Hasil yang diperoleh adalah terdapat zona bening di sekitar cakram kertas di 2 sampel yang digunakan dengan konsentrasi ekstrak pisang kepok yang sama yaitu 100%. Terbentuknya zona bening dari ekstrak ini disebabkan karena senyawa antibakteri yang terdapat pada kulit pisang kepok (Musa paradisiaca Linn) mentah adalah senyawa tanin, merupakan senyawa polifenol yang bekerja dengan mengganggu fungsi membran sitoplasma. Pada konsentrasi rendah dapat merusak membran sitoplasma yang menyebabkan bocornya metabolit penting yang menginaktifkan sistem enzim bakteri, sedangkan pada konsentrasi tinggi mampu merusak membran sitoplasma dan mengendapkan protein sel (Volk dan Wheller, 1993). Pada pengamatan sampel pertama didapatkan rata-rata zona bening sebesar 21,2 mm dan dalam tabel greenwood termasuk kategori kuat sedangkan pada pengamatan sampel kedua didapatkan rata-rata zona bening sebesar 12,8 mm dan dalam tabel greenwod termasuk kategori lemah. Pengamatan sampel kedua didapatkan hasil yang kurang maksimal dari sampel 1 dimungkinkan pada saat mengambil kertas cakram, penekanan pinset pada kertas cakram tersebut terlalu berlebihan jadi ada beberapa ekstrak yang keluar dari kertas cakram tersebut serta kurang jenuhnya kertas cakram pada saat mencelupkan kertas cakram pada ekstrak tersebut.
36
Media yang digunakan adalah Media Macconkey. Media Macconkey adalah media yang mengandung laktosa, garam empedu, netral dan kristal merah ungu adalah sebuah media selektif karena organisme gram-positif yang terhambat oleh garam empedu dan ungu kristal. Ketika bakteri memfermentasi laktosa dan menghasilkan produk asam yang cukup untuk mengurangi pH di bawah 6,8 yang netral berubah dari tidak berwarna merah. Media macconkey agar membedakan bakteri yang memfermentasi laktosa, (berkoloni merah muda) dengan yang nonfermentasi (tidak berwarna). NaCl yang terkandung dapat menghambat koloni bakteri proteus. Koloni salmonella halus dan tidak berwarna. Mempunyai keistimewaan memilah bakteri enteric gram negative yang memfermentasi laktosa, karena media ini mengandung laktosa, crystal violet dan neutral red bile salt. Kemampuan Eshcericia coli memfermentasi laktosa menyebabkan penurunan pH, sehingga mempermudah absorpsi neutral red untuk mengubah koloni menjadi merah muda. Koloni lain (S.aureus, P.aeruginosa dan salmonella), bila tumbuh tidak akan berwarna karena tidak mampu memfermentasikan laktosa. Dengan demikian diferensial Macconkey adalah media di mana fermentasi laktosa koloni tampak merah atau pink. Media Macconkey merupakan medium diferensial untuk bakteri Eschericia coli yang mana ditandai dengan adanya warna merah muda pada bakteri yang telah dibiakkan. Dalam penelitian ini didapatkan warna merah muda pada medium deferensial Macconkey, sehingga dapat dipastikan bahwa bakteri yang digunakan adalah Eschericia coli, karena hanya bakteri tersebut yang dapat tumbuh dan menghasilkan warna merah muda pada medium Macconkey.
37
BAB VI PENUTUP
6.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian aktivitas antibakteri ekstrak kulit pisang kepok (Musa paradisiaca Linn)
mentah terhadap bakteri Eschericia coli sebagai
penyebab diare diperoleh kesimpulan bahwa ekstrak kulit pisang kepok (Musa paradisiaca Linn) mentah memiliki daya dalam membunuh atau menghambat pertumbuhan Eschericia coli sebagai salah satu bakteri penyebab penyakit diare. Daya hambat tersebut ditunjukkan dengan adannya zona bening disekitar cakram.
6.2 Saran 6.2.1 Perlu diadakan penelitian lebih lanjut tentang aktivitas antibakteri ekstrak kulit pisang kepok (Musa paradisiaca Linn) mentah terhadap bakteri lain. 6.2.2 Perlu dilakukan isolasi senyawa tanin terhadap kulit pisang kepok (Musa paradisiaca Linn) mentah. 6.2.3 Perlu dilakukan uji aktivitas antibakteri menggunakan metode yang lainnya .
37
38
DAFTAR RUJUKAN Ajizah, A., 2004, Sensitivitas Salmonella Typhimurium Terhadap Ekstrak Daun Psidium Guajava L. Bioscientiae, Vol. 1, No. 1 : 31-8. Akiyama, H., Fujii, K., Yamasaki, O., Oono, T., Iwatsuki, T., 2001. Antibacterial Action of Several Tannins Agains Sta-phylococcus aureus, Journal of Antimicrobial Chemotherapy. Vol. 48 : 487-91 Ardiansyah. 2007a. Antimikroba dari Tum-buhan(Bagian Pertama). Artikel Iptek. http://www.beritaip-tek.com/ zberita-beritaiptek-2007-06-03 Anti- mikrobadari-Tumbuhan-(Bagian-per-tama).shtml. 13 Maret 2008. ________. 2007 b. Antimikroba dari Tum-buhan (Bagian kedua). Artikel Iptek. http://www.beritaiptek.com/zberita-be ritaiptek-2007-06-03 Anti-mikrobadari -Tumbuhan-(Bagian-Pertama).shtml. 13 Maret 2008. Astawan, M. 2004. Makan Rendang Dapat Protein dan Mineral. http:// www.cimbuak.net/content/view/349/5/. 13 Maret 2008. Baron, E.J., L.R. Peterson and S.M. Fine-gold. 1995. Diagnostic Microbiology. 9th eds. Bailey and Scott’s Publisher. London Bonang, G.et al. 1982. Mikrobiologi Kedokteran untuk Laboratorium dan Klinik. Jakarta : PT Gramedia. Brooks, G.F., Butel, J.S., Ornston, L.N., 1996, Jawetz, Melnick & Adelberg Mikrobiologi Kedokteran (terj.), Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta. Cinthya. 2006. Mahoni. Diakses dari http://journal/item/5/Mahoni_ Swietenia_ mahagoni_Jacq. Eva Nuramanah, 2012. Kajian Aktivitas Antioksidan Kulit Pisang Raja dan Produk Olahannya FAO. 1988. Food and Agriculture Organization Production. Yearbook 42, 1988. Greenwood. 1995. Antibiotics, Susceptibility (Sensitivity) Test Antimicrobial And Chemoterapy. Mc. Graw Hill Company, USA. Harmita, maksum Radji, Analisi hayati, edisi 3, Jakarta, EGC,2008,h:63-7 Harty, F.J. dan Ogston, R., 1995, Kamus Kedokteran Gigi, Penerbit buku kedokteran EGC, Jakarta. Heruwatno, K.D. Natawihardja, T. Widiastuti dan C. Aisyah. 1993. Pengaruh Berbagai Tingkat Penggunaan Tepung Kulit Pisang Raja dalam
39
Ransum terhadap Performans Ayam Pedaging. Fakultas Peternakan. Universitas Padjadjaran. Bandung
Indonesia. 1987. Analisa Obat Tradisional. Jakarta : Departemen Kesehatan R. I. Jones, D.E. 1965. Banana tannin and its reaction with polyethylene glycols. Nature 206:299-300. Kumalaningsih, S. 1993. Sistem Penanganan dan Pengolahan Pisang Segar Modern. Hasil Seminar Pengembangan Agro-Industri dengan Memanfaatkan Pembibitan cara Modern. Agribisnis Kajian Tehnis dan Ekonomis. Tugu Park Hotel. Sekolah Tinggi Pertanian Tribhuwana. Malang) Levinson W.2008 Review of Medical Microbiology. Amerika : the McGraw-Hill Companies. Munadjim. 1983. Teknologi Pengolahan Pisang. Gramedia. Jakarta Madigan, M.T., Martinko, J.M., Parker, J., 2003, Biology of Microorganisms, 10th ed., Pearson Education inc, USA Parakkasi, A. 1990. Ilmu Gizi dan Makanan Ternak Monogastrik. Penerbit Angkasa. Bandung. Preston, T.R. dan Leng, R.A., 1987. Matching ruminant production system with available resources in the tropics and subtropics. Penambul book, Armidale-Australia Pelczar, Jr, Michel J dan Chan, E.C.S 1998. Dasar-dasar Mikrobiologi. Jakarta : Universitas Indonesia press Prindle, R.F. 1983. Phenolic compounds. In Block SS. Ed Disinfection Sterilization and Preservation. Lea and Febiger. Philadelphia. Prihandana. 2007. Bioetanol Ubi kayu Bahan Bakar Masa Depan.Agromedia. Jakarta. Radiati, L.E. 2002. Penghambatan Bakteri Enterolatogen oleh Ekstrak DikloroMetan Jahe. Jurnal Habitat. Vol. 13 (2): 81-91 Recio, M. et al. 1988. Journal of Echompharmacologi. Madrid : departemen to de Farmakologia Faculted de Farmacia Univercidad Complutense. Siswandono dan soekardjo B., 2000 Kimia Medisina,Airlangga university press, Surabaya. Hal: 10-14
40
Setiabudy, R., Gan, V.H.S., 1995, Antimikroba dalam Ganiswarna, S.G., Setiabudy, R, Suyatna F.D., Purwantyastuti dan Nafrialdi (eds):Farmakologi dan Terapi, ed. 4, Bagian Farmakologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta. Tan Hoan Tjay, Kirana Rahardja. 2007. Obat-obat penting. Penerbit PT Elex Media Komputindo. Jakarta. Title, Essentials of Veterinary Bacteriology and Mycology. Authors, G.R. Carter, Darla J. Wise. Edition, 6, illustrated. Publisher, Wiley, 2004 Volk, Wesley A. dan Wheeler, Margaret F. 1993. Mikrobiologi Dasar Jilid 1. Jakarta : Erlangga. Widaya, W., 2004, Permasalahan dan Kebijakan Pemerintah untuk Penanggulangan Diare, disampaikan dalam Seminar Nasional Diare Perkembangan Terkini dan Permasalahannya, Yogyakarta. Yuanita, dkk. 2008. Pabrik Sorbitol dari Bonggol Pisang (Musa Paradisiaca) dengan Proses hidrogenasi Katalitik. Jurnal Ilmiah Teknik Kimia. ITS. Surabaya.
41
Lampiran 1. Skema Perlakuan Sampel Sampel rajangan kulit pisang kepok (Musa paradisiacal Linn) mentah 500 g
Maserasi dengan etanol 70 %
Evaporasi dengan suhu 780C
Identifikasi tanin ekstrak kulit pisang kepok dengan FeCl3
Ekstrak kulit pisang kepok mengandung senyawa tanin
Pengujian Aktivitas Antibakteri
Difusi
Terdapat zona hambatan pertumbuhan bakteri
Tidak terdapat zona hambatan pertumbuhan bakteri
Terdapat Aktivitas Antibakteri
Tidak terdapat Aktivitas Antibakteri
42
Lampiran 2. Analisis data dengan Standar Deviasi dan Koefisien Variasi ekstrak kulit pisang kepok (Musa paradisiaca Linn) mentah.
Sampel 1
Zona Hambat
Replikasi 1
23,9 mm
Replikasi 2
20,1 mm
Replikasi 3
19,8 mm
X = 21,267
SD =
=
= 1,3203 KV= = = 6,2278 %
43
Lampiran 3. Analisis data dengan Standar Deviasi dan Koefisien Variasi ekstrak kulit pisang kepok (Musa paradisiaca Linn) mentah.
Sampel 2
Zona Hambat
Replikasi 1
14,55 mm
Replikasi 2
12 mm
Replikasi 3
11,98 mm
X = 12,8
SD =
=
= 0,7906 KV= = = 6,1765 %
44
Lampiran 4. Gambar zona hambatan ekstrak kulit pisang kepok (Musa paradisiaca Linn) mentah.