PERBEDAAN FREKUENSI MENYUSU ASI EKSKLUSIF PADA BAYI USIA 1-3 BULAN SEBELUM DAN SESUDAH DILAKUKAN PIJAT BAYI DI DESA CANDI, KECAMATAN BANDUNGAN KABUPATEN SEMARANG
KARYA TULIS ILMIAH
Diajukan untuk Memenuhi Tugas Akhir Program Pendidikan Diploma III Kebidanan di Akademi Kebidanan Ngudi Waluyo
Disusun Oleh : UTIA DINA NASIROH NIM. 0131708
AKADEMI KEBIDANAN NGUDI WALUYO UNGARAN 2016
PERBEDAAN FREKUENSI MENYUSU ASI EKSKLUSIF PADA BAYI USIA 1-3 BULAN SEBELUM DAN SESUDAH DILAKUKAN PIJAT BAYI
1
PERBEDAAN FREKUENSI MENYUSU ASI EKSKLUSIF PADA BAYI USIA 1-3 BULAN SEBELUM DAN SESUDAH DILAKUKAN PIJAT BAYI DI DESA CANDI KECAMATAN BANDUNGAN KABUPATEN SEMARANG Utia Dina Nasiroh 1), Rini Susanti 2), Chichik Nirmasari. Akademi Kebidanan Ngudi Waluyo Email: UP2M@AKBIDNgudiWaluyo
ABSTRAK
Dina Nasiroh, Utia. 2016. Perbedaan Frekuensi Menyusu ASI Eksklusif Pada Bayi Usia 1-3 Bulan Sebelum Dan Sesudah Dilakukan Pijat Bayi Di Desa Candi Kecamatan Bandungan Kabupaten Semarang. Karya Tulis Ilmiah. D III Kebidanan Ngudi Waluyo Ungaran. Pembimbing I : Rini Susanti, S.SiT.,M.Kes Pembimbing II : Chichik Nirmasari, S.SiT.,M.Kes Xviii + 43 Halaman + 7 Tabel + 2 Bagan + 12 Lampiran
Masalah gizi di Indonesia mengakibatkan 80 persen kematian bayi. Salah satu upaya untuk meningkatkan frekuensi menyusu ASI pada bayi adalah dengan cara pijat bayi rutin. Menurut dr. Narulita, 2015 mengatakan bahwa manfaat pijat bagi bayi adalah memaksimalkan aktivitas nervus vagus dan penyerapan makanan akan lebih baik menjadikan bayi cepat lapar dan lebih sering menyusu ibunya. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisa frekuensi menyusu sebelum dilakukan pijat bayi, sesudah dilakukan pijat bayi serta menganalisa perbedaan frekuensi menyusu sebelum dan sesudah dilakukan pijat bayi di Desa Candi Kecamatan Bandungan Kabupaten Semarang. Desain penelitian menggunakan preeksperimental dengan pendekatan one group pretest post test pada 16 bayi usia 1-3 bulan. Teknik pengambilan sampel adalah total sampling. Hasil penelitian diperoleh sebagian besar frekuensi menyusu sebelum dilakukan pijat bayi dalam kategori cukup (8x-10x) sebanyak 11 responden (68,8%), sebagian besar frekuensi menyusu ASI Eksklusif sesudah dilakukan pijat bayi adalah baik (>10x) sebanyak 9 responden (56,2%). Uji normalitas menggunakan uji Saphiro Wilk, p-value untuk frekuensi menyusu bayi sebelum dan sesudah dilakukan pijat sebesar 0,516 dan 0,344. p-value > α (0,05), disimpulkan semua data berdistribusi normal. Uji perbedaan menggunakan uji t dependen yaitu t hitung = 7,303 dengan p-value 0,000. p-value 0,000 < 0,05 maka Ho ditolak, disimpulkan ada perbedaan frekuensi menyusu ASI bayi usia 1-3 bulan sebelum dan sesudah dilakukan pijat bayi di Desa Candi Kecamatan Bandungan Kabupaten Semarang.
Kata Kunci
: Frekuensi menyusu, ASI Eksklusif, Pijat Bayi
Kepustakaan
: 21 daftar pustaka ( 2002 - 2015)
PERBEDAAN FREKUENSI MENYUSU ASI EKSKLUSIF PADA BAYI USIA 1-3 BULAN SEBELUM DAN SESUDAH DILAKUKAN PIJAT BAYI
1
ABSTRACT Nasiroh, Utia Dina. 2016. The Differences in Frequency of Breastfeeding of Exclusive Breastfeeding In Infants Aged 1-3 Months Old Before And After Baby Massage In Candi Village, Bandungan, Semarang Regency. Scientific Paper. Ngudi Waluyo Midwifery Academy. First Advisor: Rini Susanti, S.SiT.,M.Kes Second Advisor: Chichik Nirmasari, S.SiT.,M.Kes xviii + 43 pages + 7 tables + 2 charts + 12 appendices Nutritional problems in Indonesia cause 80 percent of infant deaths. One effort to increase the frequency of breastfeeding in infants is by doing routine baby massage. According to dr. Narulita, 2015, the benefits of massage for infants are to maximize the activity of the vagus nervus and to get better absorption of food will be better to make a baby hungry faster and breastfeeding more frequently. The purpose of this study was to analyze the frequency of breastfeeding before the baby massage, after baby massage and to analyze the frequency difference of breastfeeding before and after baby massage at the Candi Village Bandungan, Semarang Regency. The study design used pre experimental approach using one group pretest posttest in 16 infants aged 1-3 months old. The sampling technique used total sampling. The research results get that mostly the frequency of breastfeeding before the baby massage in the enough category (8x-10x) in 11 respondents (68.8%), mostly the frequency of exclusive breastfeeding after the baby massage is good (> 10x) in 9 respondents (56 , 2%). Test for normality using Shapiro Wilk test,gets p-value for the frequency of breastfeeding of the baby before and after a massage at 0.516 and 0.344. P-value> α (0.05), means that all distribution of data is normal. Test of difference using the t test dependent is t = -7.303, p-value of 0.000. Pvalue 0.000 <0.05 then Ho is rejected, concluded that there are differences in frequency of breastfeeding of exclusive breastfeeding infants aged 1-3 months old before and after baby bassage in Candi Village, Bandungan, Semarang Regency Keywords
: Frequency of breastfeeding, infants aged 1-3 months old, Baby Massage
PENDAHULUAN Latar Belakang Badan kesehatan dunia (WHO) memperkirakan bahwa 54 persen kematian bayi disebabkan oleh keadaan gizi yang buruk. Sementara masalah gizi di Indonesia mengakibatkan lebih dari 80 persen kematian bayi. Di Negara berkembang, sekitar 10 juta bayi mengalami kematian, dan sekitar 60 persen dari kematian tersebut seharusnya dapat ditekan salah satunya adalah dengan menyusu, karena air susu ibu (ASI) sudah terbukti meningkatkan status kesehatan bayi sehingga 1,3 juta bayi dapat diselamatkan. Bayi kemungkinan besar akan mengalami gizi buruk, apabila tidak diberikan zat gizi untuk meningkatkan imunitas, seperti terkandung dalam ASI (WHO, 2007). ASI Eksklusif adalah memberikan hanya ASI saja tanpa memberikan makanan dan minuman lain kepada bayi sejak lahir sampai berumur 6 bulan,kecuali obat dan vitamin. (WHO, 2011).
Di Indonesia presentase menyusu eksklusif menurut umur anak dan karakteristik responden, presentase menyusu bayi usia 0-1 bulan (45%), usia 2-3 bulan (38,3%), dan usia 4-5 bulan (31%). (Riskesdas, 2006). American Academy of pediatrics (AAP) merekomendasikan agar ibu menyusu anaknya pada bulan pertama sebanyak 8 – 12 kali sehari, bergantian dari payudara kanan dan kiri dan indikasi bahwa anak tersebut cukup ASI terlihat ketika bayinya BAK minimal 6 kali sehari. Bayi menyusu dengan intensitas yang berbeda, bayi akan menyusu 8-9 kali diusia 2 bulan, dan bayi akan menyusu 7-8 kali di usia 3 bulan. (Isma, 2015). Banyak hal yang mempengaruhi frekuensi menyusu ASI pada bayi salah satu upaya yang dilakukan adalah melakukan pijat bayi. Menurut Roesli 2008, Pijat adalah terapi sentuh tertua yang dikenal manusia dan yang paling populer. Pijat adalah seni perawatan kesehatan dan pengobatan yang dipraktekkan sejak berabad-abad silam. Laporan tertua tentang seni pijat untuk pengobatan tercatat di Papyrus
PERBEDAAN FREKUENSI MENYUSU ASI EKSKLUSIF PADA BAYI USIA 1-3 BULAN SEBELUM DAN SESUDAH DILAKUKAN PIJAT BAYI
2
Ebers, yaitu catatan kedokteran pada zaman Mesir Kuno. Ayur Veda adalah buku kedokteran tertua (sekitar 1800 SM) yang menuliskan tentang pijat, diet, dan olahraga, sebagai cara penyembuhan utama pada masa itu di India. Para dokter di Cina dan Dinasti Tang, sekitar 5000 tahun yang lalu, meyakini bahwa pijat adalah salah satu dari empat teknik pengobatan yang penting. Menurut Kusmini, Melyana dan Sutarmi, 2015 mengatakan bahwa pijat merupakan salah satu bentuk dari terapi sentuh yang berfungsi sebagai salah satu pengobatan penting. Bahkan menurut penelitian modern, pijat bayi secara rutin akan membantu tumbuh kembang fisik dan emosi bayi disamping mempertahankan kesehatannya. Peraturan Mentri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 369/MENKES/SK/III/2007 tentang Standar Profesi Bidan menyebutkan bahwa bidan mempunyai kewenangan untuk melaksanakan pemantauan dan stimulasi tumbuh kembang bayi dan anak. Salah satu bentuk stimulasi tumbuh kembang yang selama ini dilakukan oleh masyarakat adalah dengan pijat bayi. Manfaat pijat bayi dari segi fisik yaitu pijat dapat merangsang fungsi pencernaan (Riksani, 2015). Menurut Galenia Mom and Child Center,2015 mengatakan bahwa memijat anak secara teratur dapat memberikan manfaat untuk mempengaruhi rangsangan saraf dan kulit serta memproduksi hormon-hormon yang berpengaruh dalam meningkatkan nafsu makan, seperti hormon gastrin dan insulin yang berperan aktif dalam penyerapan makanan. Menurut dr. Narulita Dewi dalam Kusmini, Melyana dan Sutarmi, 2015 mengatakan bahwa manfaat pijat bagi bayi salah satunya adalah memaksimalkan aktivitas nervus vagus yang berfungsi untuk meningkatkan volume asi, tidak hanya itu penyerapan makanan yang lebih baik karena peningkatan aktivitas nervus vagus akan menjadikan bayi cepat lapar sehingga akan lebih sering menyusu ibunya. Frekuensi pijat bayi yang ideal mengacu pada hasil penelitian beberapa peneliti yang mengungkapkan bahwa frekuensi pemijatan bayi yang efektif minimal 2 kali 1 minggu. (Ghicara, 2006). Pijat bayi sebaiknya dilakukan saat bayi berusia diatas 1 bulan, mengingat kulit bayi yang belum terbentuk sempurna,selain itu secara emosi mental pun belum stabil. (Purwadi, 2015) . Penelitian Prof.T.Field & Scafidi cit Dasuki(2005), menunjukkan bahwa bayi yang dipijat mengalami peningkatan kadar enzim penyerapan gastrin dan insulin,sehingga penyerapan makanan lebih baik. Aktifitas itulah yang menyebabkan bayi cepat lapar sehingga akan lebih sering menyusu pada ibunya. Menurut
hasil penelitian Annisa Falikhah (2015) melakukan pemijatan rutin 2X seminggu selama 4 minggu pada 17 bayi menunjukkan bahwa sebelum dilakukan pijat bayi ada 11 orang (64,7%) yang termasuk dalam kategori baik, sedangkan 6 orang (35,3%) lainnya masuk ke kategori cukup, setelah dilakukan pijat bayi sebanyak 17 orang (100%) masuk dalam kategori baik. Desa Candi termasuk dalam Kecamatan Bandungan yang mana Desa Candi ikut dalam wilayah kerja puskesmas Duren. Wilayah kerja Puskesmas Duren dibagi menjadi 5 bagian yaitu Desa Bandungan, Desa Candi, Desa Duren, Desa Kenteng dan Desa Banyukuning. Penulis melakukan studi pendahuluan di Desa Candi karena jumlah balita yang sudah pernah melakukan pijat bayi dan mengerti tentang pijat bayi, pada bulan Desember terbanyak di Desa Candi yaitu 41 bayi dan 10 bayi lainnya tidak melakukan pijat bayi. Dibulan November ada 2 bayi yang meninggal dunia di hari ke 3, dan gejalanya sama bayi itu tidak mau menyusu sehingga warna kulitnya menjadi kuning, pada hari ketiga pukul 09.00 penulis melakukan pemijatan pada bayi Ny.I yang tidak mau menyusu selama 2 hari dan warna nya kuning, setelah dilakukan pemijatan bayi mau menyusu sepertiga gelas ASI perah dengan menggunakan sendok. Hasil studi pendahuluan di Desa Candi melalui pengamatan dan wawancara terhadap 6 ibu yang yang mempunyai bayi 1-3 bulan, dan bayinya sudah pernah dipijat 2X dalam seminggu dengan pertanyaan seputar frekuensi menyusu, diperoleh data bayi yang menyusu lebih kuat dan lebih sering setelah dilakukan pijat bayi ada 5 bayi (83.3%), dan 1 bayi (16,7%) tidak mengalami perubahan yang berarti. Tujuan Penelitian 1. Tujuan umum Untuk mengetahui Perbedaan Frekuensi Menyusu ASI Bayi Usia 1-3 Bulan Sebelum Dan Sesudah Dilakukan Pijat Bayi Di Desa Candi Kecamatan Bandungan Kabupaten Semarang. 2. Tujuan khusus a. Untuk menggambarkan Frekuensi Menyusu ASI Eksklusif Bayi Usia 1-3 bulan sebelum dilakukan pijat bayi di Desa Candi Kecamatan Bandungan Kabupaten Semarang. b. Untuk menggambarkan Frekuensi Menyusu ASI Eksklusif BayiUsia 1-3 bulan sesudah dilakukan pijat bayi di Desa Candi Kecamatan Bandungan Kabupaten Semarang.
PERBEDAAN FREKUENSI MENYUSU ASI EKSKLUSIF PADA BAYI USIA 1-3 BULAN SEBELUM DAN SESUDAH DILAKUKAN PIJAT BAYI
3
c. Untuk menganalisa Perbedaan Frekuensi Menyusu ASI Eksklusif Bayi Usia 1-3 bulan sebelum dan sesudah dilakukan pijat bayi di Desa Candi Kecamatan Bandungan Kabupaten Semarang
penelitian ini menggunakan kuisioner. Pada penelitian ini tidak dilakukan uji validitas dan reliabilitas.
Manfaat Penelitian 1. Bagi Masyarakat Diharapkan dapat sebagai sumber informasi bagi masyarakat sehingga dapat meningkatkan kesadaran masyarakat khususnya ibu tentang frekuensi menyusu ASI Eksklusif bayi usia 1-3 pada bayi sebelum dan sesudah dilakukan pijat bayi, 2. Bagi Peneliti Untuk menambah wawasan dan pengalaman penulis khususnya dalam hal penelitian mengenai perbedaan frekuensi menyusu ASI Eksklusif Bayi Usia 1-3 bulan sebelum dan sesudah dilakukan pijat bayi. 3. Bagi Institusi Pendidikan Untuk dijadikan sebagai tambahan sumber bacaan di perpustakaan khususnya tentang perbedaan frekuensi menyusu ASI Eksklusif bayi usia 1-3 bulan pada bayi sebelum dan sesudah dilakukan pijat bayi. 4. Bagi Keluarga Dapat menambah pengetahuan tentang frekuensi menyusu ASI Eksklusif bayi usia 1-3 bulan pada bayi yang sebelum dan sesudah dilakukan pijat bayi.
Hasil Penelitian 1. Karakteristik Responden a. Umur Tabel 4.1 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Umur Responden
METODE PENELITIAN Variabel penelitian ini terdiri dari dua yaitu : variabel bebas : pijat bayi dan variable terikat : frekuensi menyusu ASI Eksklusif. Hipotesis penelitian ini adalah “ada perbedaan frekuensi menyusu asi bayi usia 1-3 bulan sebelum dan sesudah dilakukan pijat bayi di Desa Candi Kecamatan Bandungan Kabupaten Semarang”. Penelitian ini dilakukan di Desa Candi, Kecamatan Bandungan, Kabupaten Semarang pada bulan April - Juni 2016. Populasi dalam penelitian ini adalah semua bayi berusia 13 bulan pada bulan April 2016 di Desa Candi, Kecamatan Bandungan, Kabupaten Semarang. Sampel penelitian ini yang digunakan adalah bayi usia 1-3 bulan pada bulan April 2016 di Desa Candi, Kecamatan Bandungan, Kabupaten Semarang sebanyak 48 ibu dengan kriteria inklusi : bayi berusia 1-3 bulan pada bulan April 2016 di Desa Candi, Kecamatan Bandunga, Kabupaten Semarang. Pada penelitian ini pengambilan sampling menggunakan teknik Total Sampling adalah semua populasi yang memenuhi criteria Inkulsi dan ekskulsi sebanyak 16 bayi. Instrumen
HASIL DAN PEMBAHASAN
Umur 1 bulan 2 bulan Jumlah
Frekuensi 7 9 16
Persentase (%) 43,8 56,2 100
Berdasarkan tabel 4.1 dapat diketahui bahwa dari 16 responden ibu yang memiliki bayi usia 1-2 bulan di Desa Candi, Kecamatan Bandungan, Kabupaten Semarang, , lebih banyak yang berusia 2 bulan, yaitu sejumlah 9 bayi (56,2%).
2. Analisis Univariat a. Frekuensi Menyusu Bayi Sebelum Diberikan Pijat Tabel 4.2 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Frekuensi Menyusu Bayi Usia 1-3 Bulan Sebelum Dilakukan Pijat di Desa Candi Kecamatan Bandungan Kabupaten Semarang Frekuensi Menyusu ASI sebelum dilakukan pijat bayi Baik Cukup Kurang Jumlah
Frekuensi
Persentase (%)
4 11 1 16
25,0 68,8 6,2 100,0
Hasil analisis univariat pada tabel 4.2 diketahui bahwa sebelum diberikan pijat sebagian besar frekuensi menyusu bayi dalam kategori cukup (8x-10x sehari), yaitu sejumlah 11 bayi (68,8%). b. Frekuensi Menyusu Bayi Sesudah Diberikan Pijat Tabel 4.3 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Frekuensi Menyusu Bayi Usia 1-3 Bulan Sesudah Dilakukan Pijat di Desa Candi Kecamatan Bandungan Kabupaten Semarang Frekuensi Menyusu ASI sesudah dilakukan pijat bayi Baik Cukup Kurang Jumlah
Frekuensi
Persentase (%)
1 6 9 16
6,3 37,5 56,2 100,0
PERBEDAAN FREKUENSI MENYUSU ASI EKSKLUSIF PADA BAYI USIA 1-3 BULAN SEBELUM DAN SESUDAH DILAKUKAN PIJAT BAYI
4
Hasil analisis univariat pada tabel 4.3 diketahui bahwa sesudah diberikan pijat sebagian besar frekuensi menyusu bayi dalam kategori dalam kategori baik (> 10x sehari), yaitu sejumlah 9 bayi (56,2%). 3. Analisis Bivariat Analisis bivariat ini disajikan untuk menganalisis perbedaan frekuensi menyusu ASI bayi usia 1-3 bulan sebelum dan sesudah dilakukan pijat bayi di Desa Candi Kecamatan Bandungan Kabupaten Semarang. Untuk menganalisis perbedaan ini digunakan uji t dependen karena data yang diperoleh berdistribusi normal. Data berdistribusi normal dibuktikan pada hasil uji normalitas berikut ini. a. Uji Normalitas Tabel 4.4 Uji Normalitas Data Variabel Frekuensi menyusu
Perlakuan Sebelum Sesudah
p-value 0,516 0,344
Kesimpulan Normal Normal
Hasil uji normalitas menggunakan uji Saphiro Wilk karena responden kurang dari 50, sebagaimana disajikan pada tabel 4.4 diperoleh p-value untuk frekuensi menyusu bayi sebelum dan sesudah dilakukan pijat masing-masing sebesar 0,516 dan 0,344. Oleh karena kedua p-value tersebut lebih besar dari α (0,05), maka disimpulkan semua data tersebut memiliki distribusi normal. Jadi uji perbedaan yang digunakan adalah uji t dependen. b. Perbedaan Frekuensi Menyusu ASI Bayi Usia 1-3 Bulan Sebelum dan Sesudah Dilakukan Pijat Bayi Tabel 4.5 Perbedaan Frekuensi Menyusu ASI Bayi Usia 1-3 Bulan Sebelum dan Sesudah Dilakukan Pijat Bayi di Desa Candi Kecamatan Bandungan Kabupaten Semarang Variabel
Perlakuan
N Mean
Frekuensi Menyusu
Sebelum Sesudah
16 16
8,3 10,3
pvalue 1,40 -7,303 0,000 1,70 SD
T
Pembahasan 1. Gambaran Frekuensi Menyusu Bayi Usia 1-3 Bulan Sebelum Dilakukan Pijat di Desa Candi Kecamatan Bandungan Kabupaten Semarang Hasil analisis univariat pada tabel 4.4 diketahui bahwa sebelum diberikan pijat, frekuensi menyusu bayi di Desa Candi Kecamatan Bandungan Kabupaten Semarang dalam kategori kurang sejumlah 4 bayi
(25,0%), dalam kategori cukup sejumlah 11 bayi (68,8%), dan dalam kategori baik sejumlah 1 bayi (6,2%). Ini menunjukkan bahwa sebagian besar frekuensi menyusu bayi sebelum diberikan pijat dalam kategori cukup. Hasil di atas menunjukkan bahwa frekuensi menyusui bayi di Desa Candi Kecamatan Bandungan Kabupaten Semarang, sebagian besar dalam kategori cukup. Frekuensi menyusu bayi bisa dipengaruhi oleh faktor usia. Hasil ini sesuai dengan hasil penelitian bahwa hasil rata-rata frekuensi menyusui bayi berdasarkan usia diperoleh menunjukkan bahwa rata-rata frekuensi menyusui pada bayi usia 1 bulan adalah 9,4 kali per hari sedangkan pada bayi usia 2 bulan hanya 7,4 kali per hari. Sebagaimana dinyatakan oleh Isma (2015) bahwa semakin bertambah usia bayi, akan semakin rendah frekuensi menyusui dibandingkan bulan pertama. Bayi menyusu dengan intensitas yang berbeda, pada bulan-bulan awal, bayi dapat menyusu 7-9 kali per hari, bayi akan menyusu 8-9 kali di usia 2 bulan, dan bayi akan menyusu 7-8 kali di usia 3 bulan. Sebanyak 4 bayi (25,0%) yang memiliki frekuensi menyusu dalam kategori kurang. Hal ini bisa terjadi misalnya karena ibu menyusui bayinya hanya karena permintaan bayi, misalnya saat bayi menangis. Menyusui hanya berdasarkan permintaan bayi akan menimbulkan masalah diantaranya bayi tidak minta terlalu sering disusui. Ada beberapa bayi terlalu tenang dan tidak menangis bila lapar. Jika hal ini terjadi akan mengakibatkan pertambahan berat badan bayi tidak cukup. Oleh karena itu ibu harus mengetahui cara menyusui bayinya lebih sering daripada yang diminta bayi. Frekuensi menyusui yang baik akan berpengaruh terhadap pertumbuhan bayi yang dapat dilihat dari adanya kenaikan berat badan bayi setiap bulan. Kandungan nutrisi alami yang mudah diserap saluran cerna bayi serta growth factor dalam ASI dapat menunjang pertumbuhan bayi terutama dari segi berat badan. Sesuai dengan teori yang menyatakan bahwa bayi yang diberi ASI dengan frekuensi menyusu yang tepat akan memiliki pertambahan berat badan yang normal (Riordan, 2004). Untuk dapat menyusui dengan baik dan lebih sering, ibu sebaiknya dianjurkan untuk menyusui sebagai respon isyarat bayi dan berhenti menyusui bila bayi tampak kenyang (isyarat kenyang meliputi relaksasi seluruh
PERBEDAAN FREKUENSI MENYUSU ASI EKSKLUSIF PADA BAYI USIA 1-3 BULAN SEBELUM DAN SESUDAH DILAKUKAN PIJAT BAYI
5
tubuh, tidur saat menyusu dan melepaskan puting). (Verney, 2007). Selain itu, frekuensi menyusu juga bisa dipengaruhi oleh faktor durasi menyusu yang terlalu singkat atau kurang dari 10 menit, bayi yang belum kenyang akan minta minum terus menerus, sebagaimana dinyatakan oleh anonim (2011) bahwa bayi disebut menyusu jika bayi membuka rahang lebar dan menyusu minimal 10 menit (bukan hanya sekedar ngempeng). Tidak hanya itu, kadang - kadang mulut bayi tidak menempel secara pas sehingga bayi tidak mendapatkan ASI yang cukup, oleh karena itu peneliti melakukan konseling tentang durasi menyusu dan teknik menyusui yang benar sebelum melakukan penelitian. 2. Gambaran Frekuensi Menyusu Bayi Usia 1-3 Bulan Sesudah Dilakukan Pijat di Desa Candi Kecamatan Bandungan Kabupaten Semarang Hasil analisis univariat pada tabel 4.3 diketahui bahwa sesudah diberikan pijat sebagian besar frekuensi menyusu bayi dalam kategori dalam kategori kurang sejumlah 1 bayi (6,3%), dalam kategori cukup sejumlah 6 bayi (37,5%) dan dalam kategori baik sejumlah 9 bayi (56,2%). Ini menunjukkan bahwa sesudah diberikan pijat sebagian besar frekuensi menyusu bayi dalam kategori baik. Hasil di atas menunjukkan bahwa frekuensi menyusu bayi telah mengalami perubahan menjadi lebih baik sesudah dilakukan pijat dibandingkan sebelum dilakukan pijat, sesuai dengan IDAI (2012) menyatakan bahwa frekuensi menyusu bayi usia 1-3 bulan sekitar 8 – 12 kali perhari, selain itu bayi yang sehat dapat mengosongkan 1 payudara sekitar 5-7 menit dan ASI dalam lambung akan kosong dalam waktu 2 jam. Untuk menjaga keseimbangan besarnya kedua payudara dan diusahakan sampai payudara kosong agar produksi ASI tetap baik. Ibu sebaiknya dianjurkan untuk menyusui sebagai respon isyarat bayi dan berhenti menyusui bila bayi tampak kenyang (isyarat kenyang meliputi relaksasi seluruh tubuh, tidur saat menyusu dan melepaskan puting). (Verney, 2007). Selain itu, hal ini sesuai dengan pembagian frekuensi menyusu pada bayi usia 1-3 bulan menurut Anisa Falikhah 2015 yaitu frekuensi menyusu dikatakan baik apabila dalam 24 jam bayi menyusu bayi menyusu lebih dari 10 kali, dan bayi dikategorikan cukup apabila menyusu 8-10 kali dalam 24 jam, sedangkan
bayi yang menyusu kurang dari 8 kali dalam 24 jam termasuk dalam kategori kurang. Bayi yang sudah semakin besar akan memiliki interval menyusui yang lebih panjang. Lamanya pun bervariasi tergantung tiap- tiap bayi. Perlu diketahui bahwa bayi ASI akan lebih cepat lapar daripada bayi dengan susu formula. ASI lebih mudah dicerna sehingga bayi lebih cepat lapar (Nursanti, 2012). Jadi interval menyusu bayi ASI lebih sering daripada bayi dengan susu formula. Jumlah ASI yang dihasilkan oleh ibu tergantung dari seberapa banyak bayinya menyusu. Payudara akan memproduksi lebih banyak ASI apabila bayi banyak menyusu (dalam arti lebih sering, atau lebih lama ataupun keduanya). Sebaliknya, payudara memproduksi lebih sedikit ASI, jika bayi jarang menyusu. Hanya dengan memperbaiki asupan ibu, tidak akan meningkatkan jumlah ASI ibu tersebut. Bayi sebaiknya menyusu sebanyak mungkin untuk membuat payudara tetap memproduksi ASI atau untuk meningkatkan jumlahnya. Jika bayi tidak dapat menyusu, ASI sebaiknya tetap sering dikeluarkan dengan cara diperah Produksi ASI akan berkurang dan akhirnya berhenti apabila ASI tidak dikeluarkan.(IFE,2007) 3. Perbedaan Frekuensi Menyusu ASI Bayi Usia 1-3 Bulan Sebelum dan Sesudah Dilakukan Pijat Bayi di Desa Candi Kecamatan Bandungan Kabupaten Semarang Hasil penelitian sebagaimana disajikan pada tabel 4.7 menunjukkan bahwa Berdasarkan hasil uji t dependen didapatkan p-value 0,000 < (0,05), yang menunjukkan bahwa ada perbedaan yang signifikan frekuensi menyusu ASI bayi usia 1-3 bulan sebelum dan sesudah dilakukan pijat bayi di Desa Candi Kecamatan Bandungan Kabupaten Semarang. Ini terlihat dari hasil rata-rata frekuensi bayi menyusu ASI sebelum dilakukan pijat adalah 8,3 kali dalam 24 jam. Kemudian, meningkat menjadi 10,3 kali dalam 24 jam sesudah dilakukan pijat bayi. Hasil ini dikarenakan bayi yang dipijat mengalami peningkatan kadar enzim penyerapan gastrin dan insulin, sehingga penyerapan makanan lebih baik. Aktifitas itulah yang menyebabkan bayi cepat lapar sehingga akan lebih sering menyusu pada ibunya dibandingkan bayi yang tidak dilakukan pijat. Hasil ini sesuai dengan hasil penelitian Annisa Falikhah (2015) melakukan
PERBEDAAN FREKUENSI MENYUSU ASI EKSKLUSIF PADA BAYI USIA 1-3 BULAN SEBELUM DAN SESUDAH DILAKUKAN PIJAT BAYI
6
pemijatan rutin 2X seminggu selama 4 minggu pada 17 bayi menunjukkan bahwa sebelum dilakukan pijat bayi ada 11 orang (64,7%) yang termasuk dalam kategori baik, sedangkan 6 orang (35,3%) lainnya masuk ke kategori cukup, setelah dilakukan pijat bayi sebanyak 17 orang (100%) masuk dalam kategori baik. Kedua hasil penelitian di atas sesuai dengan apa yang dinyatakan Luize A (2006) bahwa pijat bayi akan merangsang peningkatan aktivitas nervus vagus yang akan menyebabkan penyerapan lebih baik pada system pencernaan, sehingga bayi akan lebih cepat lapar dan frekuensi menyusu bayi akan semakin sering. Selain itu terdapat berbagai manfaat pijat bayi bagi bayi antara lain meningkatkan berat badan karena bayi lebih sering menyusu, meningkatkan pertumbuhan, meningkatkan daya tahan tubuh, membuat bayi tidur lebih lelap, dan dapat meningkatkan produksi ASI. Hasil penelitian di atas juga sesuai dengan teori yang dikemukakan oleh Roesli (2008) yang mengatakan pijat bayi meningkatkan aktifitas nervus vagus dan akan merangsang hormon pencernaan antara lain insulin dan gaselin. Insulin memegang peranan pada metabolisme, menyebabkan kenaikan metabolisme karbohidrat, penyimpanan glikogen, sintesa asam lemak, ambilan asam amino sintesa protein. Jadi insulin merupakan suatu hormon anabolik penting yang bekerja pada berbagai jaringan termasuk hati, lemak dan otot. Peningkatan insulin dan gastrin dapat merangsang fungsi pencernaan sehingga penyerapan terhadap sari makanan pun menjadi lebih baik. Penyerapan makanan yang lebih baik akan menyebabkan bayi cepat lapar karena itu bayi lebih sering menyusu. Akibatnya produksi ASI akan lebih banyak. Roesli (2008) juga menambahkan bahwa pijat bayi dapat memberikan rasa aman yaitu dengan adanya kontak fisik secara positif antara anak dan orang tua, maka anak merasa bahagia dan dicinta, meningkatkan kesehatan umum yaitu bayi yang disentuh dengan kasih sayang jarang menangis dan jarang sakit. Pijat bayi juga dapat memperbaiki sirkulasi dan menambah sistem kekebalan, mengatasi rasa sakit dan gejala penyakit, meningkatkan relaksasi dan menenangkan bayi, meningkatkan kesadaran fisik, kekuatan otot-otot dan membuat persendian lebih lentur, mengajarkan
berkomunikasi nonverbal dan memberi kemampuan bersosialisasi sejak dini. Dari uraian di atas menunjukkan bahwa pemijatan pada bayi berpengaruh terhadap peningkatan nafsu makan atau frekuensi menyusu pada bayi dengan melihat frekuensi kenaikan menyusui bayi yang ratarata memiliki frekuensi 8,3 kali dalam 24 jam sebelum dilakukan pijat. Kemudian, meningkat menjadi 10,3 kali dalam 24 jam sesudah dilakukan pijat bayi. Hal ini juga menunjukkan dengan pemijatan dapat merangsang peningkatan masukan ASI. Pijat bayi dapat dilakukan segera setelah bayi lahir. Meskipun hanya berupa usapan halus tanpa tekanan. Bayi akan mendapat keuntungan lebih besar bila pemijatan dilakukan tiap hari sejak lahir sampai usia enam atau tujuh bulan. Pemijatan dapat dilakukan pagi hari sebelum mandi. Bisa juga malam hari sebelum bayi tidur sehingga bayi dapat tidur lebih nyenyak, untuk seluruh tahap pemijatan secara lengkap perlu disediakan waktu khusus minimal 15 menit dan tidak perlu tergesa-gesa (Ria Riksani, 2015). PENUTUP Kesimpulan 1. Sebelum dilakukan pijat sebagian besar frekuensi menyusu bayi di Desa Candi Kecamatan Bandungan Kabupaten Semarang dalam kategori cukup (8x-10x sehari), yaitu sejumlah 11 bayi (68,8%). 2. Sesudah dilakukan pijat sebagian besar frekuensi menyusu bayi di Desa Candi Kecamatan Bandungan Kabupaten Semarang dalam kategori dalam kategori baik (> 10x sehari), yaitu sejumlah 9 bayi (56,2%). 3. Terdapat perbedaan yang signifikan frekuensi menyusu ASI bayi usia 1-3 bulan sebelum dan sesudah dilakukan pijat bayi di Desa Candi Kecamatan Bandungan Kabupaten Semarang dengan p-value 0,000 < (0,05). Saran 1. Bagi Ibu Ibu sebaiknnya menambah wawasan dan mencari informasi lebih banyak lagi mengenai perawatan bayi khususnya pijat bayi dengan cara membaca buku, searching atau aktif bertanya kepada tenaga kesehatan karena melakukan pijat bayi memiliki manfaat yang sangat banyak bagi bayi jika dilakukan dengan benar oleh ibu di rumah, dengan begitu ibu tidak harus membawa bayinya ke dukun.
PERBEDAAN FREKUENSI MENYUSU ASI EKSKLUSIF PADA BAYI USIA 1-3 BULAN SEBELUM DAN SESUDAH DILAKUKAN PIJAT BAYI
7
2.
Bagi bidan dan tenaga kesehatan lainnya Bidan dan tenaga kesehatan lainnya lebih aktif dan lebih banyak lagi memberikan pendidikan kesehatan ataupun penyuluhan tentang perawatan pada bayi khususnya pijat bayi seperti memberikan sosialisasi kepada ibu dan ini juga dapat dilakukan dengan membuka pelayanan pijat bayi di klinik atau tempat praktik bidan. 3. Bagi peneliti lain Peneliti lain diharapkan meneliti faktor-faktor lain yang dapat meningkatkan pengetahuan dan keterampilan ibu tentang pijat bayi yang dapat mempengaruhi kesejahteraan ibu dan bayi.
Kedokteran Jakarta.
Universitas
Indonesia,
Isma. Bayi cukup ASI. 2015 [Diakses tanggal 5 November 2015]. Didapat dari : http://www.ibupedia.com Jurnal Media Ilmu Kesehatan Vol. 1, No. 1, April 2012. Yogyakarta: STIKES Jenderal A. Yani Yogyakarta Kepmenkes RI 369/Menkes/SK/III.Tentang Standar Profesi Bidan.Departemen kesehatan ; Jakarta 2007. Kusmini,Melyana,Sutarmi dkk.2015. Modul IHCA
DAFTAR PUSTAKA Alan Heath, & Nicki Bain Bridge. 2006. Baby Massage. Jakarta: Dian Rakyat. Annisa Falikhah, 2015, Pengaruh frekuensi menyusu pada bayi usia 0-3 bulan di BPS Dini Melani Condong Catur Sleman Yogyakarta , Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Aisyiyah Yogyakarta Program Studi D-IV Kebidanan Anonymous. Frekuensi menyusu,2015 [Diakses tanggal 7 November 2015]. Didapat dari http://www.parenting.com Arikunto, S.2002.Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik.Jakarta:Rineka Cipta. Arikunto, S. 2010. Prosedur penelitian : Suatu Pendekatan Praktik. (Edisi Revisi). Jakarta : Rineka Cipta
Luize, A (2006). Sentuhan yang Menyehatkan. Diakses 26 November 2015 dari http://keluarqasehat.com Muchtadi, Deddy. 2002.Gizi Untuk Bayi. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan Notoatmodjo ,S. 2010, Metodologi penelitian Kesehatan Kesehatan, Jakarta: Rineka Cipta Nursalam.(2003).Manajemen Keperawatan Aplikasi dalam Praktik Keperawatan Profesional.Jakarta:Salemba Medika Nursalam, 2008. Konsep dan Penerapan Metodelogi Penelitian Ilmu Keperawatan. Jakarta : Salemba Medika Nursanti, Ida. 2012. Meningkatkan Frekuensi Menyusui Mempercepat Onset Laktasi. Perpustakaan.uns.ac.id
Departemen Kesehatan RI. (2005). Manajemen Laktasi. Jakarta : Depkes RI
Perpustakaan.usu.ac.id
Gelenia Mom and Child Center.2015 Jakarta Timur :Perum bukit permai.
Purwadi, Rina. Menyusu ASI.2015 [Diakses tanggal 8 November 2015]. Didapat dari http://www.nestle.co.id
Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI). Indonesian Pediatric Society. Nilai
Riyanto,Agus (2011). Yogyakarta: Nuha Medika
Nutrisi Air Susu Ibu [Diakses tanggal 30 November 2015]
Riksaani, Ria. 2015. Cara Mudah dan Aman Pijat Bayi. Jakarta: Dunia Sehat
Didapat dari http://idai.or.id
Riordan J. 2005. Breastfeeding and human lactation. 3rd ed. Massachusetts : Jones and Bartlett Publishers.
Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), 2008. Bedah ASI, Balai Penerbit Fakultas
PERBEDAAN FREKUENSI MENYUSU ASI EKSKLUSIF PADA BAYI USIA 1-3 BULAN SEBELUM DAN SESUDAH DILAKUKAN PIJAT BAYI
8
Riskesdas, 2006. Badan penelitian dan pengembanganKesehatan (2006), Riset Kesehatan Dasar. Riyanto, Agus. 2011. Aplikasi Metodologi Penelitian Kesehatan. Yogyakarta: Nuha Medica Roesli, Utami dR, SpA, MBA., CIMI. 2008. Pedoman Pijat Bayi Prematur dan Bayi Usia 0-3 Bulan. Jakarta: Trubus Agriwidya. 2011. Pedoman Pijat Bayi. Jakarta: Trubus Agriwidya Siregar, Arifin, Muhammad. 2015. Pemberian ASI Ekslusif dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya, Medan; FKM USU
Sugiyono. 2011. Metode Penelitian kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Bandung:Alfabeta Varney,H., 2007. Buku Ajar Asuhan Kebidanan. Edisi 4. Jakarta: EGC WHO. Breastfeeding. 2007. [Diakses tanggal 15 November 2015]. Didapat dari http://www.unicef.org/nutrition/index_24824.html WHO,(2011). UNICEF / NUT /Distr : General Original English. Pelatihan Konseling Menyusu Yuliarti, 2010. Keajaiban ASI,Penerbit Andi Yogyakarta.
PERBEDAAN FREKUENSI MENYUSU ASI EKSKLUSIF PADA BAYI USIA 1-3 BULAN SEBELUM DAN SESUDAH DILAKUKAN PIJAT BAYI
9
PERBEDAAN FREKUENSI MENYUSU ASI EKSKLUSIF PADA BAYI USIA 1-3 BULAN SEBELUM DAN SESUDAH DILAKUKAN PIJAT BAYI DI DESA CANDI, KECAMATAN BANDUNGAN KABUPATEN SEMARANG
ARTIKEL
Disusun Oleh : UTIA DINA NASIROH NIM. 0131708
AKADEMI KEBIDANAN NGUDI WALUYO UNGARAN 2016
PERBEDAAN FREKUENSI MENYUSU ASI EKSKLUSIF PADA BAYI USIA 1-3 BULAN SEBELUM DAN SESUDAH DILAKUKAN PIJAT BAYI
10