editorial
Kakao dari Rakyat Dalam Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI), kakao (biji cokelat) adalah salah satu komoditas dan industri yang menjadi fokus pengembangan 22 kegiatan ekonomi utama.
ENGINEER MONTHLY Pemimpin Umum Ir. Rudianto Handojo Pemimpin Redaksi Ir. Aries R. Prima Editor Ir. Aries R. Prima Ir. Aditya Warman Ir. Mahmudi Kontributor Biro Media PII Koordinator Promosi Ir. Erpandi Dalimunthe, MT Desain Grafis & Layout Elmoudy Freez Sekretariat PII Jl. Halimun 39 Jakarta 12980 Telp. 021-8352180 Fax. 021-83700663 Website : www.pii.or.id :
[email protected] Email
2 |
ENGINEER MONTHLY | No. 53 | Desember 2011
Melihat fakta bahwa Indonesia adalah penghasil biji kakao terbesar ketiga di dunia, setelah Pantai Gading dan Ghana, tidaklah berlebihan bila kita semua memberi perhatian khusus pada komoditas ini. Bahkan, menurut data dari Kementerian Pertanian di pertengahan tahun 2011, produktivitas Indonesia lebih tinggi dari Pantai Gading dan Ghana, yaitu sebesar 800 kilogram per hektar. Uniknya, lebih dari 90 persen perkebunan kokoa di Indonesia adalah perkebunan rakyat, yang mengelola lahan seluas antara 2 sampai 3 hektar. Artinya setiap kebijakan atau perubahan harga akan berdampak langsung kepada petani kakao. Sejalan dengan peningkatan produksi, ekspor biji kakao ini pun terus meningkat dari tahun ke tahun, walaupun terdapat banyak permasalahan dalam proses produksi, tata niaga, dan industrinya. Center for Engineering and Industrial Policy Studies (CEIPS), sebuah lembaga pengkajian stratejik dari Persatuan Insinyur Indonesia (PII) pada pertengahan Desember lalu mengadakan sebuah diskusi mengenai kakao yang menghadirkan beberapa pembicara dari para pemangku kepentingan di bidang “perkakaoan” di Indonesia, seperti dari AIKI, ASKINDO, lembaga penelitian kakao, BPPT, dan Kementerian Perindustrian. Banyak hal menarik yang muncul dari diskusi ini yang sebagian besar kami sajikan dalam bagian utama Engineer Monthly kali ini. Tentu saja kami tidak lupa untuk melaporkan sebuah kejadian aktual yang masih banyak diperbincangkan, terutama, oleh kalangan insinyur, yaitu rubuhnya jembatan di Tenggarong, Kutai Kartanegara yang dilengkapi dengan sebuah infografis. Laporan ini masih sebatas pengamatan awal, belum merupakan laporan final, karena masih menunggu data lengkap dari tim investigasi melalui Badan Kejuruan Sipil PII. Selain itu kami juga menyajikan berbagai laporan lain, seperti perkembangan proses RUU Keinsinyuran dan berita kegiatan PII lainnya. Mengingat pentingnya UU keinsinyuran, kami mengajak setiap anggota dan pengurus PII untuk terus mendukung dan mengawal seluruh tahapan prosesnya hingga RUU bisa disahkan menjadi UU. Dalam kesempatan ini, kami mengucapkan selamat Hari Natal kepada semua pembaca, anggota, dan pengurus PII yang merayakannya. Dan tidak lupa kami menyampaikan selamat tahun baru, semoga di tahun mendatang PII dan para insinyur Indonesia akan dapat lebih banyak berkiprah dan berkarya bagi Indonesia yang lebih cerdas dan sejahtera.
www.pii.or.id
update
Bagaimanakah biji kakao diolah menjadi coklat
?
infografis : Biro Media PII, 2011
www.pii.or.id
Desember 2011 | No. 53 | ENGINEER MONTHLY
| 3
mainframe
Kakao : Pahit Manisnya
Hidangan Dewa S alah-satu cemilan paling lezat di seluruh muka bumi adalah coklat. Keras-padat lalu lumer di lidah, menghadir k an sensasi manis-pahit, dilatari aroma yang tiada duanya.
Sejak 1000 SM, suku-suku bangsa yang mendiami Meso-Amerika-Amerika Tengah sampai bagian utara Amerika Selatan sudah mengonsumsi cokelat, mereka mengolahnya menjadi minuman seperti yang biasa kita temui saat ini. Hanya saja mereka menambahkan rempah-rempah seperti kayu manis, vanila, annatto, bubuk cabai, dan lain sebagainya. Cokelat (Kakao) mempunyai nama ilmiah “theobroma”, yang berarti "makanan para dewa". Pada tahun 1400-an, suku Aztek yang mengambil-alih sebagian besar Mesoamerika memasukkan kakao ke dalam budaya mereka. Mereka menggunakan minuman coklat sebagai persembahan kepada dewa. Cokelat berkaitan dengan Xochiquetzal, Dewi Kehamilan. Cokelat berasal dari buah kakao. Bentuknya oval, panjang 15-30 cm dan lebar 8-10 cm. Jika masak, warna kuning buah tersebut menjadi oranye dan bobotnya sekitar 500 g. Pohon kakao waktu kecil sangat ringkih. Bayi pohon kakao harus dinaungi tajuk pohon induknya agar tidak mati kepanasan. Uniknya, pohon kakao dewasa justru suka sinar matahari yang panas. Kakao hanya tumbuh di khatulistiwa, yang panas dan lembab. Setelah empat tahun, pohon kakao akan menghasilkan kantong warna-warni di batangnya. Itulah buah kakao yang sangat berharga. Permintaan akan cokelat yang semakin ’tasty’ terus berkembang, terutama sejak ditemukan mesin pengolah cokelat di masa revolusi industri. Kemudian
perubahan signifikan dalam meningkatkan mutu cokelat terjadi pada tahun 1828 di Belanda.
Coenraad van Houten menemukan cara memisahkan bubuk dan minyak kakao dari adonan biji kakao giling. Hal ini membuka penemuan-penemuan berikutnya yang mampu mencampur cokelat berupa cairan kental dan pekat dengan minyak kakao dan gula.
Pada abad 19, cokelat yang rasanya lembut di lidah mulai diciptakan di Swiss. Adonan biji kakao giling dimasukkan ke cakram porselen dan dihaluskan selama beberapa jam sehingga menghasilkan cokelat lembut yang lumer di lidah. Proses “Grinding and Pressing” adalah proses penggerusan biji kakao menjadi serbuk coklat. Yang diinginkan adalah ukuran partikel dibawah 70 mikron. Apa yang terjadi disini? Biji kakao dibersihkan dan dipanggang, kemudian cangkangnya dibuang dan dagingnya diambil. Daging biji kakao kemudian digiling untuk membuat cairan cokelat, yang merupakan padatan kakao dalam mentega cokelat. Kemudian dipisahkan antara mentega cokelat dan padatan. Padatan diproses menjadi bubuk Kakao. Kakao bubuk ada dua jenis, yaitu kakao dengan proses natural dan kakao dengan proses Dutch. Kakao natural sedikit asam, sedangkan kakao dari hasil proses Dutch diperlakukan dengan larutan alkalin untuk menaikkan kadar pH. Proses Dutching menghasilkan cokelatnya lebih lembut dan warna lebih gelap. Karena mentega coklat harganya jauh lebih mahal dari serbuk coklat, maka banyak perusahaan di Indonesia mengganti mentega coklat dengan lemak nabati lainnya. Akibatnya, coklat di Indonesia kehilangan ‘mouth feel’-nya. E
infografis : Biro Media PII, 2011
4 |
ENGINEER MONTHLY | No. 53 | Desember 2011
Diambil dari berbagai sumber
www.pii.or.id
mainframe Dr. Ing. Ilham A. Habibie, MBA (Ketua CEIPS PII)
Tantangan
Industri Kakao Nasional Lebih dari 90% perkebunan kakao di Indonesia dimiliki oleh petani perorangan dan sisanya dikelola oleh PTPN/swasta. Perkebunan kakao di Indonesia saat ini setidaknya menghidupi sekitar 1,5 juta petani dan keluarganya. (BBIA), antaralain mengatakan bahwa produktivitas Kakao Nasional di tingkat on farm relatif rendah, 1000 kg/ha. Sedangkan Pantai Gading dan Ghana menghasilkan 1.500-2000 kg/ha.
C
enter For Engineering And Industrial Policy Studies (CEIPS) – PII menyelenggarakan diskusi panel tentang peluang dan tantangan Industri Kakao Nasional, di Jakarta, 12-12/2011. Diskusi substansial dan menarik ini dibuka (dan ditutup) Ketua CEIPS Dr. Ing. Ilham Akbar Habibie, yang juga mengikuti seluruh rangkaian paparan -yang dipandu dengan rapi oleh Dr. Utama Padmadinata. Menurut berbagai data yang ditampilkan dalam diskusi ini, Indonesia adalah produsen biji kakao terbesar ketiga dunia setelah Pantai Gading dan Ghana. Luas total perkebunan kakao mencapai 1,6 juta hektar yang tersebar di seluruh provinsi dari Sabang sampai Merauke. Demikian juga menurut Firman Bakri dari Asosiasi Kakao Indonesia (Askindo) dalam paparannya bertajuk ”Permasalahan Pengembangan Kakao Indonesia”.
6 |
ENGINEER MONTHLY | No. 53 | Desember 2011
Lebih dari 90% perkebunan kakao di Indonesia dimiliki oleh petani perorangan dan sisanya dikelola oleh PTPN/swasta. Perkebunan kakao di Indonesia saat ini setidaknya menghidupi sekitar 1,5 juta petani dan keluarganya. Kakao adalah tanaman pekarangan yang cocok untuk ditanam disela-sela pohon kelapa. Kakao menghasilkan devisa terbesar ketiga setelah kelapa sawit dan karet. Devisa dari kakao pada tahun 2010 mencapai USD 1,6 milyar. Pada 2011, karena merosotnya nilai keekonomisan dan program yang kurang tepat sasaran, produksi kakao Indonesia diperkirakan mengalami penurunan hingga tinggal sebesar 450.000 metrik ton (MT). Kemudian paparan bertajuk “Tantangan Dan Strategi Pengembangan Industri Pengolahan Kakao”, yang disampaikan oleh Agus Sudibyo dari Balai Besar Industri Agro
Hal itu terjadi karena bibit yang kurang bermutu, pohon tua, plus adanya 40% tanaman kakao yang terserang hama penggerek. Namun, data lain yang dikeluarkan oleh Kementerian Pertanian (2011) yang digabungkan dengan data dari Centre for the Study of African Economies menyatakan bahwa produktivitas kakao Indonesia adalah yang tertinggi, yaitu sebesar 800 kg/hektar, dibandingkan dengan produktivitas dari Pantai Gading sebesar 764,7 kg/hektar dan Ghana sebesar 400 kg/hektar. 80% Biji kakao nasional diekspor dalam bentuk produk primer sehingga proses nilai tambah tidak terjadi di dalam negeri. Padahal menurut UU No. 18 Th 2004 tentang Perkebunan (item d) : “Mengutamakan hasil perkebunan dalam negeri untuk memenuhi kebutuhan konsumsi dan bahan baku industri.” Kenyataannya, produksi biji kakao Indonesia 760.000 ton/th 2010, sedangkan Singapura tidak memproduksi biji kakao, tetapi negeri tetangga ini mampu memproduksi kakao olahan 110.000 ton/th. Malaysia yang hanya memproduksi biji kakao sebesar 80.000 ton/th, memproduksi kakao olahan 360.000 ton/th. Produksi kakao olahan Indonesia baru mencapai 200.000 ton/th. E
www.pii.or.id
mainframe
Kondisi Kakao Nasional : antara produktivitas dan konsumsi
infografis : Biro Media PII, 2011
Senyatanya, teknologi pengolahan kakao cukup lengkap di Indonesia. Dari teknologi pembibitan, budidaya, dan pasca panen kakao di sektor hulu. Kemudian teknologi pembuatan pasta, lemak, dan bubuk kakao yang merupakan industri semi hilir. Dan di sektor hilir sudah ada teknologi pembuatan cokelat batangan, cokelat putih, meises, berbagai jenis permen dan minuman, hingga selai. Tapi dipasar lokal, menemukan kedai coklat lebih sulit dari mencari jarum di tumpuk an jerami. B egitu ada, harganya lebih mahal dari secangkir kopi. Hingga 2011, produksi biji kakao Indonesia lebih banyak diekspor sebagai bahan mentah - layaknya ekonomi zaman VOC. Saat ini hanya ada lima industri pengolahan kakao di
www.pii.or.id
Indonesia. Padahal hingga tahun 2001 jumlahnya sudah lebih dari 40 perusahaan. Pengenaan PPN bagi industri kakao saat itu telah mendorong relokasi pabrik ke Malaysia dan Singapura.
bisa menjadi kenyataan karena pada tahun tersebut total areal perkebunan kakao Indonesia diperkirakan mencapai 1,35 juta ha dan mampu menghasilkan 1,3 juta ton/tahun biji kakao.
Pengembagangan industri kakao bagi Indonesia sesungguhnya memiliki arti strategis. Kebutuhan kakao dunia pertahun mencapai 3,5 juta ton, plus pertumbuhan permintaan hingga 5% atau 175.000 ton pertahun.
Infografis
Melalui berbagai upaya perbaikan dan perluasan maka areal perkebunan kakao Indonesia pada tahun 2010 ditargetkan mencapai 1,1 juta ha dan diharapkan mampu menghasilkan produksi 730 ribu ton/tahun biji kakao. Pada tahun 2025, sasaran untuk menjadi produsen utama kakao dunia
Pada gambar di atas terlihat di tahun 2010, Indonesia mampu memproduksi kakao sebanyak 600.000 ton dan mengekspor biji kakao hingga 432.427 ton (72% dari total produksi). Sedangkan jumlah industri nasional kakao dan cokelat sebanyak16 unit, dengan kapasitas 689.750 ton/tahun, produksi 455.831 ton, utilitas 66%. Hal yang tak kalah menarik adalah perbandingan produktivitas kakao, Indonesia mampu menghasilkan 800 kg/hektar, sedangkan Pantai Gading 764,7 kg/hektar, dan Ghana 400 kg/hektar. E
Desember 2011 | No. 53 | ENGINEER MONTHLY
| 7
mainframe
infografis : Biro Media PII, 2011
Kebijakan Kakao:
Industri Prioritas yang Kontroversial
P
emerintah melalui berbagai instansi telah melakukan pelatihan dan pendampingan pada para petani kakao - dari Aceh hingga Papua. Namun mutu kakao tetap rendah dibanding produk tetangga, apalagi Pantai Gading dan Ghana. Pemerintah menargetkan produksi kakao Indonesia mencapai 2 juta ton pertahun pada 2020. Dalam PerPres No. 28/2008 dinyatakan bahwa industri pengolahan kakao merupakan salah satu industri prioritas yang didorong pengembangannya di dalam negeri, yang saat ini digenjot dengan program Gerakan Peningkatan Produksi dan Mutu Kakao Nasional alias Gernas. Program ini diantaranya adalah peremajaan pertanaman kakao yang rusak, rehabilitasi pertanaman yang kurang baik, dan intensifikasi pertanaman yang kurang produktif. Untuk menjaga mutu, semua plantlet yang
8 |
ENGINEER MONTHLY | No. 53 | Desember 2011
disalurkan dan bibit siap tanam yang dibuat oleh penangkar disertifikasi oleh lembaga yang berwenang yaitu Balai Besar Perbenihan dan Proteksi Tanaman Perkebunan (BBP2TP). Selain Gernas, Pemerintah mewajibkan penerapan SNI Kakao Bubuk, melalui Peraturan Menperin No. 45/MIND/PER/5/2009. Dan yang sempat kontroversial adalah penerapan Bea Keluar (BK) atas ekspor biji kakao, berdasarkan PMK No. 64 Tahun 2010. Pemerintah menerapkan bea keluar (BK) supaya penyerapan di dalam negeri lebih baik, per 1 April 2010. Menurut AIKI, BK diterapkan untuk merangsang pertumbuhan industri pengolahan kakao di dalam negeri. Setelah penerapan kebijakan fiskal tersebut, konsumsi biji kakao oleh industri dalam negeri meningkat menjadi 180.000 ton pada 2010 dari 125.000 ton pada 2009.
Tahun ini, industri kakao dalam negeri diprediksi menyerap 280.000 ton biji kakao. Pengembangan Industri Kakao mengacu pada PerMenPerin No. 113 /MIND/Per/10/2009 tentang Peta Panduan (Roadmap) Pengembangan Klaster Industri Kakao. Namun menurut Asosiasi Kakao Indonesia (Askindo), pengenaan bea keluar justru merugikan petani, meski melindungi pabrik dalam negeri. Karena pabrik menjual hasil olahan kakao ke luar negeri tanpa dikenakan pajak. Lalu ada usulan penuruan tarif bea masuk mesin pembuatan coklat. Mesin yang dioperasikan secara elektrik tersebut belum bisa diproduksi dalam negeri. Pertanyaannya adalah mengapa insinyur dan industri kita belum belum mampu membuatnya? E
www.pii.or.id
aktual Bambang
(Ketua Tim Fasilitator Lembaga Ekonomi Masyarakat (LEM) Sejahtera Sultra)
Memberdayakan Kakao dari Bawah Sebagai ilustrasi, salah satu LEM yang telah berjalan selama dua tahun adalah LEM Desa Andomesinggo, Kecamatan Besulutu, Kabupaten Konawe, yang sudah memiliki 93 anggota dengan basis utama pertanian kakao.
M
asyarakat desa Sulawesi Tenggara dalam posisi lemah di bidang permodalan dan proses produksi kakao, karena masih berjalan sendiri-sendiri. Padahal jumlah produksi kakaonya lebih dari 151.000 ton, dengan produksi biji kakao fermentasi yang dihasilkan petani pada tahun 2011 baru mencapai 100 ton. ”Masalahnya, harga kakao fermentasi masih terlalu rendah, jauh dari harapan petani. Selisih harga kakao fermentasi dan kakao non fermentasi hanya berkisar Rp2000 per kilogram,” kata Ketua Tim Fasilitator Lembaga Ekonomi Masyarakat (LEM) Sejahtera Sultra, Bambang, dalam Diskusi CEIPS di Jakarta, Senin 12/12/11. ”Harga kakao non fermentasi sekitar Rp 21 ribu perkilogram. Sedangkan harga kakao fermentasi di tempat kami hanya Rp23 ribu. Selisih harga yang hanya Rp2000 itu membuat petani tak berminat melakukan fermentasi. Karena fermentasi kakao butuh perlakuan khusus selama empat hari. Setelah dilakukan fermentasi empat hari, bobot kakao berkurang, tetapi harganya beda tipis dengan non fermentasi,” katanya. ”Bahkan dalam kenyataannya, acapkali kakao fermentasi dihargai sama dengan yang belum difermentasi, dan para tengkulak mencampurnya begitu saja. Petani dalam posisi yang lemah tak bisa berbuat apa-apa menghadapi hal ini,” ujar Bambang. ”Mungkin jika petani berhimpun dalam satu lembaga berbasis desa, kami akan memiliki posisi lebih kuat,” ujarnya. Maka sejak 2009, Bambang memelopori berdirinya Lembaga
10 |
ENGINEER MONTHLY | No. 53 | Desember 2011
Ekonomi Masyarakat (LEM) Sejahtera, menghimpun potensi sumberdaya desa d a l a m s a t u k e k u a t a n . Tu j u a n n y a , menumbuhkan kemandirian, perekonomian, dan kesejahteraan warga.
Sejak berdirinya LEM Sejahtera, semua anggotanya sudah bisa memenuhi kebutuhan pupuk dan modal. Sebelum ada LEM, petani kesulitan mencari pupuk. Kalaupun ada, harganya mahal.
Menurutnya, saat ini, telah terbentuk 14 LEM Sejahtera di lima kabupaten. Lembaga ini memadukan prinsip koperasi, bank, sekaligus perusahaan, yang kepengurusan dan anggotanya dijalankan oleh anggota masyarakat sendiri. Dalam lembaga ini, petani bisa meminjam modal untuk kebutuhan produksi dengan syarat dan ketentuan ringan.
"Sekarang, kami bisa langsung berhubungan dengan distributor karena membeli dalam partai besar. Harga lebih murah. Anggota juga membayar pupuk dengan sistem kredit, dilunasi setelah mereka panen," imbuhnya.
LEM Sejahtera juga menyatukan sarana produksi atau pengolahan lanjutan hasil produksi untuk meningkatkan nilai jual produk per tanian. Petani juga bisa mengakses sarana produksi dengan harga lebih murah karena pembelian dalam partai besar. "Selain itu, petani juga bisa menjual langsung ke pembeli besar, seperti p e r u s a h a a n , k a re n a h a s i l p ro d u k s i terkumpul dalam kuantitas besar dan standar mutu yang sama," ujarnya. Dari 14 LEM yang ada saat ini telah terkumpul total aset senilai sekitar Rp 3 miliar. LEM akan terus memutar dan mengembangkan aset. Karena seluruh aset itu terkumpul dari iuran setiap anggota.
Hama penggerek ditengarai sebagai ancaman yang serius bagi kelangsungan usaha perkebunan kakao karena belum ditemukan pengendalian hama yang efektif. Namun menurut Bambang, upaya penanggulangan hama, secara teori, sebetulnya sangat mudah. Yakni dengan melakukan gerakan pengendalian hama. Kesulitannya terletak pada bagaimana menjadikannya sebagai gerakan terpadu secara luas dan menyeluruh. LEM sudah berhasil mengatasi persoalan ini, paling tidak dalam lingkup jejaring mereka. Lebih jauh Bambang merencanakan akan menampung hasil kakao desa lain dan menjual langsung ke perusahaan di Jakarta. "Dengan cara ini, kami bisa memotong rantai pemasaran dan mendongkrak harga jual," pungkasnya. E
Sebagai ilustrasi, salah satu LEM yang telah berjalan selama dua tahun adalah LEM Desa Andomesinggo, Kecamatan Besulutu, Kabupaten Konawe, yang sudah memiliki 93 anggota dengan basis utama pertanian kakao.
www.pii.or.id
aktual
Ketika Jembatan Mulai Merapuh Ir. Said Didu mengimbau untuk menyelidiki kemampuan SDM yang terlibat dalam pengerjaan proyek jembatan Kukar. “Kesalahan yang melanggar etika profesi insinyur, maka siapa pun yang keluarkan sertifikat harus bertanggung jawab,” ujarnya. Jembatan Marunda merupakan penghubung Jalan Bulak Cabe dengan Kampung Sawah di kawasan Jalan Cakung Drain Cilincing, Jakarta Utara. Jalan itu sangat ramai dan menjadi rute penting di sana. Menurut rencana kerja, enam balok sepanjang 30,8 meter itu akan dipasang berjejer. Petugas di lokasi proyek menduga balok yang digunakan untuk membangun jembatan tersebut belum kering. Kerugian diperkirakan mencapai Rp750 juta. Proyek jembatan dengan anggaran sebesar Rp 17,7 milyar tersebut direncanakan akan selesai Mei 2012. Beberapa jembatan besar di Tanah Air belak angan ini ambruk . Yang paling menggegerkan adalah keruntuhan jembatan berkonstruksi gantung, Jembatan Kutai Kartanegara, di Kalimantan Timur. Jembatan sepanjang 700 meter itu dalam keadaan ramai kendaraan saat tiba-tiba runtuh serentak. 3
Menurut sejumlah analisis, rangka besi jembatan Kukar ternyata bukan untuk jembatan gantung, namun dimodifikasi untuk jembatan gantung.
Jembatan Kukar, Kutai - Kalimantan Timur
E
ntah ini gejala apa, berturut-turut jembatan beruntuhan di Indonesia. Termutakhir adalah jembatan gantung Krueng Keureutoe Lhoksukon, Aceh, yang rubuh pukul 11.30 Wib, 18/12/11. Jembatan Krueng, yang menghubungkan Kecamatan Lhoksukon dan Kecamatan Pirak Timu, tercebur ke dalam sungai akibat besi pengikat kabelnya putus. Jembatan gantung yang ambruk tersebut, menurut mereka, dibangun tahun 1982 dan ini merupakan kerusakan kedua kalinya. Bedanya, yang kedua ini ternyata fatal dan ambruk. Belum lama berselang, jembatan penghubung akses Marunda menuju Cilincing, juga roboh. Enam tiang beton balokan jembatan di Jalan Arteri, Cilincing, Jakarta Utara itu ambruk saat dipasang, sekitar pukul 03.00 WIB, 10/12/11.
www.pii.or.id
Ada banyak pelajaran yang dapat ditarik dari peristiwa mengenaskan ini. Tak lama setelah Jembatan Kukar diresmikan pada 2001, ada laporan bahwa ditemukan pergeseran pada struktur jembatan. Blok angkur bergeser delapan sentimeter. Lima tahun kemudian gelagar jembatan turun 50 cm dan tiang jembatan bergeser 18 cm. Tak ada tindakan segera untuk mengatasi keadaan darurat ini. Perawatan yang sempat dilakukan pada 2007 tidak merespon turunnya gelagar dan pergeseran tiang jembatan. Sense of urgency tidak muncul hingga saat kegagalan ekstrem terjadi. Ketua Umum PII, Dr. Ir. Said Didu menyoroti, tender-tender pemeliharaan berisiko tinggi biasanya memakai sistem cost and fee. Maka ditetapkan dulu cost-nya baru kemudian ditenderkan feenya. Ir. Said Didu mengimbau untuk menyelidiki kemampuan SDM yang terlibat dalam pengerjaan proyek jembatan itu. “Kesalahan yang melanggar etika profesi insinyur, maka siapa pun yang keluarkan sertifikat harus bertanggung jawab,” ujarnya. E
Desember 2011 | No. 53 | ENGINEER MONTHLY
| 11
aktual
Malam silaturahmi RUU Keinsinyuran antara Pengurus PII dengan Anggota Legislatif dan Menteri
RUU Keinsinyuran : Penting dan Segera engurus PII dan sejumlah anggota DPR dan pemerintah bertemu di Bimasena Club, Jakarta Selatan, 30 November 2011. Didahului acara makan malam, Ketua Umum PII Dr. Ir. M. Said Didu membuka acara finalisasi perkembangan RUU Keinsinyuran malam itu.
P
Dalam kesempatan yang sama, mantan Ketua Umum PII, Ir. Arifin Panigoro menyatakan secara singkat beberapa hal yang berkaitan dengan runtuhnya Jembatan KuKar. Menurutnya, kita perlu segera membentuk badan yang mengaudit sarana infrastruktur, terutama jembatan dan gedung pencakar langit.
Tak berlebihan jika seluruh hadirin adalah para insinyur, baik dari unsur eksekutif maupun legislatif. Dari unsur pemerintah diantaranya Menteri Pertahanan Dr. Ir. Purnomo Yusgiantoro, Menteri Negara Ristek Prof. Dr. Ir. Gusti Muhammad Hatta, dan Kepala BPPT Dr. Ir. Marzan Aziz Iskandar.
Sebelumnya, Ketua Umum PII Dr. Ir. M. Said Didu juga sempat menyinggung soal insiden runtuhnya Jembatan KuKar. Maka UU Keinsinyuran setidaknya diperlukan untuk menjawab dua tantangan. Per tama, memproteksi dan mengatur arus globalisasi tenaga kerja profesional khususnya bidang keinsinyuran. Kedua, memberikan perlindungan pada masyarakat atas praktik keinsinyuran.
Sedangkan dari Legislatif nampak hadir Ketua Fraksi Demokrat Ja’far Hafsah dan anggota Fraksinya, Sutan Batugana, serta Anggota Komisi XI DPR RI, Arif Budimanta yang juga anggota dari Fraksi PDI Perjuangan. Dari DPD hadir Bambang Soeroso selaku Ketua DPD. Acara ramah-tamah malam dimaksudkan untuk memaparkan dan mendiskusikan tentang pentingnya Undang-undang Keinsinyuran. Anggota Komisi XI DPR RI, Arif Budimanta yang juga anggota dari Fraksi PDI Perjuangan – yang kerap mengambil posisi selaku partai oposisi – mengatakan, bahwa ia siap mendukung UU Keinsinyuran, jika itu akan membawa manfaat bagi masyarakat.
12 |
ENGINEER MONTHLY | No. 53 | Desember 2011
”Profesi insinyur seharusnya mendapat sanksi jika melakukan kesalahan dalam membangun infrastruktur, sebagaimana profesi dokter yang dikenai sanksi bila salah mendiagnosa,” imbuhnya. Tak kalah penting adalah, bahwa UU Keinsinyuran juga akan memperkuat profesinalisme dengan standar kompetensi yang jelas dan berjenjang, dengan adanya akreditasi dan sertifikasi, serta remunerasi profesi keinsinyuran.
insinyur Indonesia berkompetisi agar setara dengan insinyur di negara lain,"ujar Dr. M Said Didu. Ketua Dewan Insinyur yang juga inisiator RUU Keinsinyuran di DPR Ir. Airlangga Hartarto, MMT, MBA menambahkan bahwa praktik keinsinyuran yang dapat menimbulkan dampak destruktif semestinya menjadi pelajaran berharga bagi kita semua selaku insinyur yang ada di DPR, untuk segera menuntaskan pembahasan RUU ini di Balegnas. ”Perlindungan masyarakat adalah prioritas utama, dan UU Keinsinyuran menjadi alat untuk menjaga kredibilitas dan rasa tanggung jawab bagi profesi Insinyur,” katanya. Anggota DPR lainnya seperti Ketua Fraksi Demokrat Ja’far Hamzah, dan beberapa angota dewan lainnya menyatakan hal senada. Lebih lanjut Dr. Ir. Jafar Hafsah menyatakan bahwa RUU Keinsinyuran ini harus tetap melalui prosedur yang berlaku, dan harus masuk dulu dalam program legislasi nasional dan dibahas di Badan Legislasi Nasional untuk kemudian ditetapkan dan disahkan sebagai Undangundang. E
"Akreditasi profesi insinyur akan mendorong
www.pii.or.id
aktual
Diskusi BK Mesin :
Mengukur Indikator Percepatan Proyek MP3EI
M
enyusul rapat internal BK Mesin PII di Lantai 9 Gedung Kementerian BUMN, Jakarta 8 Desember 2011, peserta rapat mengikuti kegiatan diskusi dengan tema ”Indikator Percepatan Projek ’Not As Usual’”. Diskusi yang dibuka Ketua Umum BK Mesin, Dr. Budhi Suyitno itu berlangsung meriah. Seluruh bangku di ruangan yang sebenarnya cukup besar itu penuh. Dari judul diskusinya saja orang sudah bisa menerka bahwa objek tinjauan adalah MP3EI. Benarkah MP3EI adalah ”Percepatan Projek ’Not As Usual’”? Presenter Dr. Ir. Irnanda Laksanawan Msc. Eng tidak secara verbal menjawab pertanyaan itu. Tidak dengan binary mengomentari MP3EI ini betul atau salah, tepat atau gagal. Masterplan ini tentu didasari dengan itikad baik para pemangku kebijakan untuk memajukan Indonesia, salah satunya pada sektor industri nasional. Deputi Menneg BUMN Bidang Usaha Strategis dan Manufaktur itu menjanjikan komitmennya untuk melakukan terobosanterobosan terhadap berbagai bottle-neck yang ada selama ini, agar proyek-proyek yang telah direncanakan bisa terlaksana. Seperti diketahui, prinsip organisasi berjalan dalam konsep POAC (Plan-Organize-ActionControl). Dua tahap awal, plan dan organize adalah tahapan yang relatif mudah. Tetapi action dan control-lah yang menjadi indikator keberhasilan suatu rencana organisasi. Jika MP3EI berjalan efektif, akan tercermin dalam PDB 2012 di atas 7%. Jika ternyata PDB
www.pii.or.id
masih di bawah 7% menandakan realisasinya biasa-biasa saja, alias pertanda bahwa MP3EI tidak jalan. Dengan berkelakar Ir. Irnanda mengatakan bahwa Korea itu tidak konsisten, Indonesialah yang konsisten. Sejak 32 tahun lalu produksi baja Korea meningkat 20 x lipat, sedangkan produksi baja Krakatau Steel "konsisten", alias tak ada peningkatan berarti. Banyak pekerjaan rumah yang harus dilakukan oleh pemerintah maupun kalangan industri untuk membenahi masalah tersebut. Daya saing industri, penguatan ekspor, dan proteksi non-tarif menjadi hal penting. Permasalahan yang cuk up besar salah satunya adalah infrastruktur kita yang belum siap bersaing dengan China. Produksi baja China mencapai 54,3 juta metrik ton atau naik 9,7% dibanding Februari 2010. Kenaikan produksi juga dialami Jepang, yaitu naik 5,7% menjadi 8,9 juta metric ton, sedangkan produksi baja Korea Selatan naik 25,7% menjadi 5 juta metric ton. PT Krakatau Steel memperkirakan produksi perseroan hanya 2 juta ton hingga akhir tahun 2011. Tanpa ada inovasi hasil produksi, maka dalam tempo 4-5 tahun lagi, bakal banyak BUMN yang kolaps. Padahal perusahaan pelat merah juga harus bisa bersaing dengan produk-produk impor.
Maka, BUMN strategis dan manufaktur telah menandatangani Key Performance Indicator (KPI) dan komitmen pengembangan bisnis dengan Dr. Irnanda selaku Deputi Bidang Usaha Industri Strategis dan Manufaktur Kementerian BUMN. Menurut Dr. Irnanda, perusahaan BUMN harus mengembangkan teknologi agar bisa bersaing. Seperti yang dilakukan PT Telkom yang terus melakukan terobosan. Misalnya, pengembangan broadband dan fiber optic. “Semuanya harus di-drive dengan teknologi. Daya tarik persaingan ke depan adalah Teknologi Informasi dan Litbang. ”Kita harus membuat produk-produk yang lebih efisien dan murah agar bisa bersaing di pasar,” ujarnya. Satu ilustrasi menarik, tutur Ir. Irnanda, adalah bahwa China yang selama ini kita asumsikan melakukan dumping, sebenarnya tidak. Yang mereka lakukan adalah efisiensi. Penerapan teknologi dengan produksi besar-besaran sehingga komponen biaya jauh lebih hemat. Dan dalam hal ini kita kalah jauh. Walau hanya 26% produk lokal yang ”head to head” dengan China, di bidang industri kita kalah total. China menduduki posisi pertama dalam kinerja industri di Asia Timur dan Tenggara, sedangkan Indonesia pada urutan ke-38. E
Desember 2011 | No. 53 | ENGINEER MONTHLY
| 13
aktual
Konferensi Insinyur se-ASEAN (CAFEO)
Sustainable Urbanization
‘Engineering Challenges and Opportunities’
D
ipimpin Sekjen PII, Ir. Heru D ewanto dan Direktur Eksekutif PII, Rudianto Handojo, belasan delegasi PII hadir dalam Konferensi AFEO ke -29 di The Rizqun International Hotel, Bandar Seri Begawan, Brunei Darussalam, 27 - 30 November 2011. Dari konferensi regional bertemakan “Sustainable Urbanization: Engineering Challenges and Opportunities” itu, lima angota PII menerima AFEO Honorary Fellow. Mereka adalah Ir. Habimono Koesoebjono, Ir. Eddy J. Danu, Ir. Arifin Tasrif, Ir. Rinaldi Firmansyah, dan Ir. Alwin Syah Loebis.
nasional yang disebut “M asterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI). Intinya, MP3EI mengedepankan pendekatan business as not usual, melibatkan seluruh pemangku kepentingan, serta fokus pada prioritas yang kongkrit dan terukur. Melalui langkah MP3EI, percepatan dan perluasan pembangunan ekonomi akan menjadikan Indonesia memiliki pendapatan perkapita yang berkisar antara 14.250–15.500 USD pada tahun 2025.
Prof. Dr. Ir. Wiratman Wangsadinata memperoleh Asean Engineering Award untuk kategori perorangan. Sedangkan Asean Egineering Award untuk kategori perusahaan diraih PT PP, yang diwakili oleh Ir. Hajar Setiadi.
U n t u k m e w u j u d k a n ny a d i p e r l u k a n pertumbuhan ekonomi ril sebesar 6,4 – 7,5 persen pada periode 2011 – 2014, dan sekitar 8,0 – 9,0 persen pada periode 2015 – 2025. Pertumbuhan ekonomi tersebut akan dibarengi oleh penurunan inflasi dari sebesar 6,5 persen pada periode 2011 – 2014 menjadi 3,0 persen pada 2025.
Country Report Indonesia disampaikan oleh Sekjen PII, Ir. Heru Dewanto. Dikatakan, dengan berbagai potensi keunggulan dan keberadaan lebih dari 600.000 insinyur di segenap penjuru negeri, pada bulan Mei lalu Pemerintah RI mencanangkan program
Indonesia tengah berada dalam periode transisi struktur penduduk usia produktif. Pada kurun waktu 2020– 2030, penurunan indeks rasio ketergantungan Indonesia akan mencapai angka terendah. Implikasi penting dari kondisi ini adalah semakin
14 |
ENGINEER MONTHLY | No. 53 | Desember 2011
pentingnya penyediaan lapangan kerja agar perekonomian dapat memanfaatkan secara maksimal besarnya porsi penduduk usia produktif. Inilah yang disebut sebagi Visi 2025 dalam MP3EI. Visi 2025 tersebut diwujudkan melalui tiga misi yang menjadi strategiutamanya: Pertama, mengembangkan 22 kegiatan ekonomi utama dalam enam koridor ekonomi ; Kedua, Memperkuat konektivitas lokal dan nasional ; dan ketiga, Memperkuat SDM dan IPTEK Nasional. PII sebagai asosiasi profesi insinyur memegang peran penting dalam MP3EI, terutama dalam aspek penguatan SDM dan IPTEK. “Dengan 18.000 anggota, 20 staf profesional, 6 komite, 14 Badan Kejuruan, 1 pusat studi, dan 86 cabang, PII adalah asosiasi insinyur terbesar di Indonesia,” papar Sekjen. E
www.pii.or.id
pictures
Diskusi CEIPS : Kakao Jakarta, 12 Desember 2011. Center for Engineering And Industrial Policy Studies PII (CEIPS-PII) menggelar diskusi panel dengan tema Pemberdayaan Sektor Kakai Indonesia secara Terpadu Melalui Kebijakan dan Teknologi. Acara dibuka Dr. Ing. Ilham A. Habibie, MBA selaku Ketua CEIPS, serta dihadiri para praktisi dan pakar teknologi bidang pertanian khususnya Kakao.
Delegasi Insinyur Muda YEAFEO Brunei, 27-30 November 2011. Beberapa delegasi insinyur muda Indonesia menghadiri Konferensi Insinyur se ASEAN (CAFEO : Conference ASEAN Federation of Engineering Organisations) di Brunei Darussalam. Beberapa agenda penting yang dibahas diantaranya mengenai pemberdayaan insinyur muda lintas negara tingkat ASEAN dalam mengembangkan energi terbarukan.
Malam Silaturahmi RUU Keinsinyuran Jakarta, 30 November 2011. Persatuan Insinyur Indonesia (PII) menggelar acara Malam Silaturahmi RUU Keinsinyuran dengan jajaran menteri dan para anggota legislatif dalam upaya finalisasi RUU Keinsinyuran. Hal yang menjadi sorotan adalah urgensinya UU keinsinyuran dalam menumbuhkembangkan kompetensi insinyur Indonesia menghadapi tantangan global. www.pii.or.id
Desember 2011 | No. 53 | ENGINEER MONTHLY
| 15
charisma
Ir. Sutami
S
eseorang akan dikenang dari karya dan perbuatannya. Begitu juga dengan sosok Ir. Sutami. Kita akan selalu mengenang insinyur sipil ini dengan melihat karya besarnya bagi bangsa ini. Sebut saja diantaranya adalah Jembatan Ampera yang membentang di atas Sungai Musi di Palembang, lalu juga Jembatan Semanggi dan Gedung MPR/DPR di Jakarta. Tanpa keahlian pria kelahiran Surakarta ini, kita mungkin tidak akan melihat kemegahan gedung parlemen saat ini. Tahap awal pembangunan gedung ini penuh dengan berbagai kekeliruan dan ketidaksengajaan. Namun dengan perhitungan struktur yang rinci, Sutami menjamin keberlangsungan dan berdirinya salah satu gedung kebanggan bangsa Indonesia, yang pada awalnya dimaksudkan sebagai gedung untuk konferensi internasional “Conference of New Emerging Forces” (Conefo). Begitu juga, ia melakukan perhitungan yang matang ketika memelopori penggunaan konstruksi beton pratekan untuk membangun Jembatan Semanggi yang melintas jalan Jenderal Sudirman di Jakarta.
Nama Ir. Sutami
Lahir - Meninggal 19 Oktober 1928 – 13 November 1980
Pendidikan Technische Hoogeschool (THS, sekarang ITB), lulus tahun 1945
Karir Direktur PT. Hutama Karya (1961 – 1966) Menteri Pekerjaan Umum (1964 – 1978)
Dengan segala kepandaian, kesantunan, dan kerja kerasnya ini, beliau dipercaya menjabat sebagai Menteri Pekerjaan Umum dalam waktu yang panjang, sejak Kabinet Dwikora tahun 1964, jaman Presiden Soekarno, hingga Kabinet Pembangunan di tahun 1978, jaman kepemimpinan Presiden Soeharto. Konon, Menteri yang pernah dijuluki “menteri termiskin di dunia” ini mengidap penyakit “kurang gizi”, padahal ia memimpin departemen dengan anggaran besar. Beliau memang dikenal sebagai menteri yang lurus dan bersih. Bahkan, aliran listrik rumahnya di Solo hampir dicabut, karena tidak bisa membayar tagihannya. Para wartawan di tahun ‘70-an sering berkeluh kesah jika mengikuti beliau meninjau daerah terpecil. Karena kalau perlu, ia berjalan kaki lebih dari enam jam. Tubuhnya yang kurus, basah oleh keringat, senyumnya jarang terlihat. Tapi tidak selalu tampak serius menakutkan atau angker. Bahkan ketika Proyek Listrik Tenaga Air di Maninjau, Sumatra Barat, yang diperkirakan tak akan bisa dibuat, ketika berhasil, beliau tak segan menggendong pimpinan proyek. Pak Menteri menggendong anak buahnya, sebagai bentuk apresiasi yang begitu tinggi. Salah satu penggagas berdirinya Fakultas Teknik Universitas Indonesia dan beroperasinya jalan tol Jagorawi ini wafat pada usia 52 tahun dengan meninggalkan banyak karya, keteladanan, dan inspirasi yang terus hidup diantara kita. Sebagai penghormatan kepadanya, kini banyak kita temui nama bangunan dan jalan yang menggunakan namanya, seperti Waduk Sutami yang terletak di kecamatan Sumber Pucung, Malang, Jawa Timur. Beliau adalah panutan, pemberi inspirasi, dan seorang insinyur sejati. E
16 |
ENGINEER MONTHLY | No. 53 | Desember 2011
www.pii.or.id