LAPORAN AKHIR KEGIATAN
KAJIAN TEKNOLOGI PENINGKATAN RODUKTIVITAS DAN PENGEMBANGAN AYAM KAMPUNG UNGGUL BADAN LITBANG (KUB) UNTUK MENDUKUNG SWASEMBADA DAGING DI PROVINSI ACEH
PENELITI UTAMA IR. NANI YUNIZAR
BALAI PENGKAJIAN TEKNOLOGI PERTANIAN ACEH
BALAI BESAR PENGKAJIAN DAN PENGEMBANGAN TEKNOLOGI PERTANIAN
BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERTANIAN KEMENTERIAN PERTANIAN 2014
1
LEMBAR PENGESAHAN 1.
Judul RDHP
: Kajian
2.
Unit Kerja
3.
Alamat Unit Kerja
4. 5. 6.
7.
Sumber Dana Status Penelitian Penanggung Jawab A. Nama B. Pangkat / Golongan C. Jabatan Lokasi
: Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Provinsi Aceh : Jalan P. Nyak Makam No. 27 Lampineung Banda Aceh - 23125 : DIPA BPTP Aceh TA. 2014 : Baru : : Ir. Nani Yunizar : Pembina IV/b : Penyuluh Madia : Aceh Timur
8. 9. 10. 13.
Agroekosistem Tahun Mulai Tahun Selesai Output Tahunan
: : : :
12.
Output Akhir
12.
Biaya
teknologi peningkatan produktivitas dan pengembangan ayam kampung unggul badan litbang (kub) untuk mendukung Swasembada daging di provinsi Aceh
Lahan Kering 2014 Terlaksananya pendampingan berupa demplot dalam budidaya ayam kub secara intensif di tingkat peternak serta meningkatkan produksi ayam unggul balitnak : Terjadi peningkatan produktivitas daging ayam kampung unggul di beberapa wilayah aceh yang menjadi sebagai demplot peternakan ayam kub, sehingga dapat berkembang untuk kabupaten lain dan dapat mendukung swasembada daging. : 83.500.000 (delapan puluh tiga juta lima ratus ribu rupiah)
Koordinator Program,
Penanggungjawab Kegiatan,
Ir. T. Iskandar, M.Si NIP. 19580121 198303 1 003
Ir. Nani yunizar NIP. 19590623 198803 2 001
Mengetahui, Kepala Balai Ir. Basri AB, M.Si NIP. 19600811 198503 1 001
2
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT karena dengan karunia-Nya penulis beserta tim telah dapat menyelesaikan laporan Kajian Teknologi Peningkatan Produktifitas dan Pengembangan Ayam Kampung Unggul Badan Litbang Untuk Mendukung Swasembada Daging di Provinsi Aceh. Laporan ini disusun berdasarkan kegiatan yang telah dilaksanakan selama tahun 2014 bertempat di Kabupaten Aceh Timur. Kegiatan ini didukung oleh DIPA BPIP Nanggroe Aceh Darussalam 2014. Pengkajian ini merupakan kegiatan lapangan yang bersifat partisipatif dan kemitraan antara tim peneliti/Penyuluh BPTP NAD, Universitas Syiah Kuala, PPL dan Kelompok Tani Kooperator. Kagiatan yang mana hasil akhirnya ini terbentuknya sentral produktifitas dan pengembangan ayam kampung unggul Badan
Litbang Pertanian (KUB) yang akan menjadi pemasok DOC ayam
kampung unggul di Provinsi Aceh. Kami sangat berterimakasih kepada semua pihak terutama petani Kooperator yang telah berpartisipasi dalam kegiatan ini. Selain itu ucapan terima kasih juga kami sampaikan kepada semua pihak, dimana atas dukungan dari awal hingga Pengkajian ini bisa selesai dan berjalan dengan lancar nantinya.
Banda Aceh, Desember 2014 Penanggung Jawab Kegiatan
Ir. Nani Yunizar NIP. 19590623 198803 2 001
3
RINGKASAN
1.
Judul RDHP
2.
Unit Kerja
3.
Lokasi
4.
Agroekosistem
5.
: Kajian teknologi peningkatan produktivitas dan pengembangan ayam kampung unggul badan litbang (kub) untuk mendukung Swasembada daging : Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Aceh : Kabupaten Aceh Timur
:
:
Lahan Kering
Status
:
Baru
6.
Tujuan
:
Meningkatkan produktifitas ayam kampung unggul Badan Litbang sebagai ayam petelur maupun pedaging. Meningkatkan produktivitas daging ayam kampung unggul dalam rangka mendukung swasembada daging. Teradopsi dan terdifusinya pendampingan teknologi budidaya beternak ayam KUB secara intensif.
7.
Keluaran
:
Terjadi peningkatan produktivitas daging ayam kampung unggul di beberapa wilayah yang menjadi sebagai demplot peternakan ayam KUB, sehingga dapat berkembang untuk kabupaten lain. Terlaksananya pendampingan berupa demplot dalam pengembangan budidaya ayam KUB secara intensif di tingkat peternak serta meningkatkan produksi ayam unggul Balitnak. Dapat meningkatkan kebutuhan daging ayam lokal dan memperkecil tingkat ketergantungan daging ayam dari Provinsi lain serta mendukung swasembada daging.
4
8.
Hasil
9.
Prakiraan Manfaat
10.
Prakiraan Dampak
11.
Prosedur
: Terjadi peningkatan produktivitas daging ayam kampung unggul di wilayah yang menjadi sebagai demplot peternakan ayam KUB. Petani sudah dapat meningkatkan pendapatan dengan pengembangan budidaya ayam KUB sebagai pedaging dan petelur. Petani telah mampu membuat ransum ayam KUB dengan mengunakan bahan baku lokal sehingga biaya ransum lebih murah dari pakan komersial. : Meningkatnya produktifitas daging ayam kampung unggul sebagai produk lokal dalam upaya mendukung swasembada daging. Meningkatnya kemandirian dalam produktifitas pengembangan ayam KUB (Kampung Unggul Balitbang) di provinsi Aceh. : Meningkatkannya pengunaan ayam kampung yang bermutu sebagai pedaging. Meningkatnya konsumsi ayam kampung unggul yang dicanangkan dari 16% menjadi 25% Memperkuat ketahanan pangan dengan penggunaan sumber ayam lokal yang dapat diproduksi di negeri sendiri. Meningkatkan pendapatan petani peternak. : Pendampingan kajian tekknologi peningkatan produktifitas dan pengembangan ayam kampung unggul badan (kub) untuk mendukung swasembada daging di provinsi aceh. Dilaksanakan pada kabupaten aceh timur. Pendampingan yang dilakukan pada petani kooperator sebagai berikut : a. Lokasi demplot roduktifitas dan pengembangan ayam kampung unggul Balitnak di Kabupaten Aceh Timur.
5
b.
c.
d.
e.
f.
Pendekatan Komponen teknologi yang dipilih sesuai dengan kebutuhan setempat dengan cara pendekatan partisipatif, proses pemilihan atau perakitan teknologi didasarkan pada hasil analisis potensi dan kendala – kendala yang dihadapi. Untuk pemecahan masalah, dipilih teknologi yang akan diintroduksi. Penentuan Petani Kooperator Penentuan petani kooperator dilakukan bersama-sama dengan Kepala Desa dan penyuluh lapangan setempat. Petani kooperator yang dipilih berdasarkan kriteria telah terbiasa memelihara ayam tapi masih bersifat tradisional. Temu lapang dalam penerapan teknologi yang diintroduksi. Dengan harapan Petani dapat meningkatkan sumberdaya dalam budidaya ayam KUB, serta mencari solusi yang menjadi kendala dipetani. Melaksanakan kegiatan dilapangan dengan pendekatan partisipatif - Demostrasi pembuatan pakan lokal, sehingga petani peternak mampu membuat ransum unggas dengan pemanfaatan bahan baku lokal. - Melakukan monitoring kegiatan yang dilaksanakan oleh petani kooperator supaya dapat memperkecil kasalahan saat penanganan produksi ayam KUB. - Evaluasi dilakukan guna untuk meningkatkan produktifitas dan pengembangang ayam KUB lebih baik. - Diskusi dengan petani kooperator untuk memperbaiki kesalahankesalahan sekecil apapun, sehingga terbentuk suatu komunikasi baik. Parameter yang digunakan adalah: a. Pertambahan berat badan berdasarkan analisis ragam
6
b.
c.
d.
e.
pada paket A dan C mengalami perbedaan nyata (P >0,01). Dengan demikian berat badan pada ayam KUB sangat baik, bisa memberikan keuntungan bagi peternak. Konsumsi Dari hasil analisa statistik konsumsi ransum selama pengkajian pada semua paket A, B dan C tidak mengalami perbedaan nyata. Dapat dilihat rataan konsumsi ransum pada paket A sebesar 11,596 Kg/ekor/160 hari, paket B 12,567 Kg/ekor/160 hari, dan paket C 12,714 Kg/ekor/160 hari. Konversi pakan Secara statistik terdapat perbedaan nyata (P> 0,01) antara konversi paket A, B dan C, paket A 4,56, paket B 5,67 dan paket C 6,08, ini menunjukan semakin rendah nilai konversinya maka semakin baik terhadap pertumbuhan dan biaya produksi. Kecepatan produksi telur Dari hasil pengkajian yang dilakukan menunjukan data pada tabel dibawah ini, pada paket A mulai awal berproduksi telur pada umur 140 hari (4,6 bulan) dengan rata-rata produksi telur pada umur 140 hari selama 10 hari sebanyak 18,25 butir, pada paket B mulai berproduksi telur pada umur ayam 146 hari, dengan ratarata produksi telur sebanyak 12,75 butir pada data 10 hari pertama, dan paket C menyusul pada ayam umur 148 hari dengan rata-rata produksi selama 10 hari pertama pengambilan data sebanyak 10 butir. Berat telur/butir hasil analisis sidik ragam
7
menunjukan bahwa berat telur disetiap paket A, B dan C terjadi perbedaan nyata,(P>0,01). Pada paket A rata-rata berat telur ayam KUB sebesar 33,96 gram/ekor/10 hari pengamatan, paket B ratarata sebesar 32,43 gram/ekor/10 hari pengamatan dan C rata sebesar 31,80 gram/ekor/10 hari pengamatan. f. Mortalitas Selama pengkajian dilakukan sebanyak 9 ekor atau (3%) ayam mati dari 300 ekor ayam yang digunakan untuk pengkajian 4 ekor kematian terjadi pada masa stater yang disebabkan terjepit dengan tempat pakan dan 5 ekor lagi terjadi pada ayam berumur 1,5 – 2 bulan disebabkan terjadi kanibalisme sesamanya, hampir semua paket terjadi hal demikian g. Tebal kerabang Hasil analisis sidik ragam menunjukan ketebalan kerabang berada pada paket A sebesar 0,328 mm, paket B 0,320 mm, dan paket C 0,315. Membuktikan bahwa terjadi perbedaan nyata (P>0,01) h. Analisa usaha tani Menunjukan bahwa nilai R/C ratio pada paket A sebesar 1,27, pada paket B 1,33 dan paket C 1,26, maka pada setiap paket layak untuk dikembangkan usaha peternakan ayam KUB sebagai usaha peternakan rakyat. Maka jika kita simpulkan ayam kampong unggul Balitnak mempunyai potensi ayam tipe pedaging dan petelur, jika ayam KUB ini dipelihara dengan intensif maka Provinsi Aceh dapat memenuhi kebutuhan daging, dalam upaya
8
mendukung daging.
swasembada
12.
Jangka Waktu
: 1 Tahun
13.
Biaya
: Rp. 83.500.000 (delapan puluh tiga juta lima ratus ribu rupiah)
9
SUMMARY
1.
Title
:
Study of Technology Increased Productivity and Development of Native Chicken Superior Board (KUB) to Support Self-Sufficiency Meat in Aceh province. Assessment Institute for Agriculture Technology (AIAT Aceh)
2.
Institution
:
3.
Location
:
East Aceh
4.
Agroecosystem
:
Dry land
5.
Status
:
New
6.
Objectives
:
Increase productivity superior chicken and Development Agency as laying hens and broilers. Increase the productivity of chicken meat is superior in order to support self-sufficiency in meat. Teradopsi and cultivation technology assistance terdifusinya KUB intensively raised chickens.
7.
Output
:
An increase in the productivity of chicken meat excel in some areas into a chicken farm plots KUB, so it can expand to other districts. Implementation of assistance in the form of plots in the development of intensive chicken farming KUB at the farmer level and increasing the production of superior chicken Balitnak. Can increase the demand of local chicken meat and chicken meat to reduce the level of dependence of another province and to support self-sufficiency in meat.
8.
Outcome
:
An increase in the productivity of chicken meat excel in what became a chicken farm plots KUB. Farmers are able to increase revenue by developing cultivation KUB as broiler chickens and laying
10
hens. Farmers have been able to make chicken feed KUB by using local raw materials so that the cost of the ration is cheaper than commercial feed. 9.
Expected benefits
:
Increased productivity superior chicken meat as local products in order to support self-sufficiency in meat. Increased self-reliance in development productivity chicken KUB (Kampung Superior Research and Development) in the province.
10.
Expected impacts
:
Increasing this use as a quality chicken meat. Increased consumption of chicken superior launched from 16% to 25%. Strengthening food security with the use of sources of local chickens can be produced in their own country. Increasing farmers' income farmers.
11.
Procedures
:
Study Assistance Tekknologi Increased Productivity and Development Agency Winning Native Chicken (KUB) to Support Self-Sufficiency Meat in Aceh province. Implemented in East Aceh. Mentoring is done on farmer cooperators as follows: a. Location demplot roduktifitas and development of superior chicken Balitnak in East Aceh. b. Approach to technology components are selected according to local needs by means of a participatory approach, the selection process or assembly technology is based on the results of the analysis of the potential and constraints - the constraints faced. For solving the problem, selected technologies will be introduced. c. Determination Farmer Cooperators Determination farmer cooperators conducted jointly with the head of
11
the village and the local field extension. Farmer cooperators were selected based on criteria have been accustomed to raise chickens but still traditional. d. Open-field in the application of technology is being introduced. With the hope of Farmers can improve resource in KUB chicken farming, and to find solutions that become constraints on farmers. e. Carry out activities on the ground with aparticipatory approach - Demonstration of local feed manufacture, so that livestock farmers are able to make use of poultry rations with local raw materials. - To monitor the activities carried out by the farmer cooperators in order to minimize kasalahan KUB when handling chicken production. - The evaluation was done in order to increase productivity and better pengembangang KUB chicken. Discussions with farmer cooperators to fix mistakes slightest, thus forming a good communication. f. The parameters used are: a. Weight gain based on the analysis of variance on the package A and C suffered significant differences (P> 0.01). Thus the weight on KUB chicken is very good, can provide benefits for farmers. b. Consumption From the results of statistical analysis of feed intake during the assessment on all parcels A, B and C do not experience a noticeable difference. Can be seen the average feed consumption on a package of 11,596 kg / head / day 160, the package B 12.567 kg / head / day 160, and package C 12.714
12
c.
d.
e.
f.
kg / head / 160 days. Feed conversion There is a statistically significant difference (P> 0.01) between the conversion package A, B and C, package A 4.56, B 5.67 package and package C 6.08, shows the lower the value the better the conversion of the growth and the cost of production. Egg production speed From the results of studies conducted show the data in the table below, in a package early start producing eggs at the age of 140 days (4.6 months) with an average production of eggs at the age of 140 days for 10 days as much as 18.25 grains, the package B started production of chicken eggs at the age of 146 days, with an average production of eggs as much as 12.75 grains in the first 10 days of data, and package C following the 148day-old chicken with the average production during the first 10 days of data collection as much as 10 grains. Egg weight / item the results of analysis of variance showed that the weight of eggs in each package A, B and C occur real difference, (P> 0.01). In a packet average egg weight of 33.96 grams KUB chicken / fish / 10 days of observation, package B average of 32.43 g / head / C 10 days of observation and an average of 31.80 g / head / 10 days of observation. Mortality During the assessment done as much as 9 tails or (3%) of the 300 dead chickens chickens were used for assessment 4 tail deaths occurred during the
13
g.
h.
stater caused by a pinched tail again feed and 5 occur in chickens aged 1.5 - 2 moon due to take place cannibalism fellows, almost all packages such problem. Thick shell Results of analysis of variance showed eggshell thickness was on a package of 0.328 mm, 0.320 mm package B, and package C 0.315. Proving that there significant differences (P> 0.01). Analysis of farming shows that the value of R / C ratio on a package of 1.27, the package and package B 1.33 C 1.26, then in each package worth developing KUB chicken farm as farm folk. So if we conclude the superior range chickens Balitnak potential types of broiler and layer chicken, if chicken is maintained intensive KUB the Aceh province to meet the needs of the flesh, in order to support selfsufficiency in meat.
12.
Duration
:
1 Year
13.
Budget
:
IDR 83.500.000 (Eighty Three Million Five Hundred Thousand)
14
DAFTAR ISI
Halaman Pengesahan............................................................................
i
Kata Pengantar.....................................................................................
iii
Ringkasan ...........................................................................................
iv
Daftar Isi ............................................................................................
xiv
Daftar Tabel ........................................................................................
xv
Daftar Lampiran............................................................................. ....... ........................................................................................................... xvii Daftar Gambar .................................................................................... ........................................................................................................... xviii I. PENDAHULUAN ................................................................................
1
1.1 Latar Belakang............................................................................
1
1.2 Tujuan dan Keluaran ...................................................................
2
1.3 Manfaat dan Dampak .................................................................
3
II.
TINJAUAN PUSTAKA .....................................................................
4
III.
PROSEDUR PELAKSANAAN ............................................................
7
3.1. Pendekatan .........................................................................
7
3.2. Waktu dan Tempat ..............................................................
7
3.3. Metode Pengkajian................................................................
7
3.4. Ruang Lingkup Kegiatan ........................................................
9
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN .............................................................
11
4.1. Gambaran Umum Lokasi Kegiatan..........................................
11
4.2. Hasil Pengkajian Berat Badan.................................................
14
4.3. Analisa Usaha Tani ................................................................
28
4.4. Temu Lapang .......................................................................
30
V. KESIMPULAN DAN SARAN. ...............................................................
32
5.1. Kesimpulan......................……………… ....................................
32
5.2. Saran .................................................................................
32
VI. KINERJA HASIL KEGIATAN ..............................................................
33
VII. TENAGA DAN ORGANISASI KEGIATAN .............................................
34
DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………………………………
35
FOTO KEGIATAN.................................................................................. .
41
15
16
DAFTAR TABEL Tabel
Hal
1
Komposisi dan bahan baku ransum ayam KUB fase starter ..........
8
2
Komposisi dan bahan baku ransum fase layer ............................
9
3
Tahapan Kegiatan Demplot Ayam Kampung Unggul Berbasis Bahan Lokal ........................................................................... 10
4
Luas Lahan Menurut Penggunaan Lahan Di Desa Dama Pulo Kec. Idi Rayeuk Kab. Aceh Timur .............................................. 11
5
Jenis Dan Infrastruktur Fisik Lainnya Di Desa Dama Pulo Kecamatan Bantayan Kab Aceh Timur. ...................................... 12
6
Jumlah Penduduk Berdasarkan Mata Pencaharian Di Desa Dama Pulo Kecamatan Bantayan Kabupaten Aceh Timur. ............ 12
7
Jumlah Penduduk Berdasarkan Tingkat Pendidikan Di Desa Dama Pulo Kecamatan Bantayan Kabupaten Aceh Timur ............ 13
8
Jumlah Penduduk Berdasarkan Tingkat Umur Di Desa Dama Pulo Kecamatan Bantayan Kabupaten Aceh Timur ............................ 13
9
Nama-Nama Petani Kooperator Di Kecamatan Bantayan ............. 14
10
Rataan Berat Badan Ayam KUB berdasarkan pengolahan data statistik Selama Pengkajian160 hari (Gram/Ekor)........................ 15
11
Rataan Pertambahan Berat Badan Ayam KUB Selama Pengkajian 160 hari dengan pengukuran data (Gram/Ekor/10 Hari)......... .... 18
12
Rataan data Konsumsi Pakan Ayam KUB Selama Pengkajian 160 hari dengan pengukuran data (Kg/Paket/10 Hari)................ 20
13
Rataan Konversi Pakan Ayam KUB Selama Pengkajian 160 hari dengan pengukuran data (Gram/Ekor/10 Hari) .......................... 21
14
Rata-rata Pertambahan Berat Badan Ayam KUB per 10 hari, selama 160 hari Pengkajian ...................................................... 23
15
Rataan Berat Telur Ayam KUB Selama Produksi Telur 50 hari dengan pengukuran data (Gram/Ekor/10 Hari) ........................... 25
16
Rataan Tebal Kerabang Telur Ayam KUB Selama Produksi Telur 50 hari dengan pengukuran data (Gram/Ekor/10 Hari) ................ 27
17
Analisa kelayakan usaha tani pada 3 paket ayam KUB selama 160 hari Pengkajian ................................................................. 28
17
18
BEP harga telur dan hasil telur pada ayam KUB Pengkajian selama 160 hari ....................................................................... 29
19
BEP harga karkas ayam dan hasil karkas pada ayam KUB Pengkajian selama 160 hari........................................................ 30
18
DAFTAR GAMBAR Gambar
Hal
1
Grafik Rataan Berat Badan Ayam KUB Selama 160 Hari............... 16
2
Grafik Rataan Pertambahan Berat Badan Ayam KUB Selama 160 Hari ..................................................................... 17
3
Grafik Rataan Konsumsi Ransum Pengkajian Ayam KUB Selama 160 Hari ...................................................................... 20
4
Grafik Rataan Konsumsi Pakan Ayam KUB.................................. 22
5
Grafik Rataan Kecepatan Produksi Telur..................................... 23
6
Grafik Berat Telur Ayam KUB Selama 50 Hari Pengamatan ............................................................................ 25
7
Grafik Ketebalan Kerabang Telur Ayam KUB Pengkajian .............. 27
19
DAFTAR LAMPIRAN Lampiran
Hal
1
Daftar Resiko........................................................................... 38
2
Penanganan Resiko ................................................................. 39 3 .................................................................................................. Orga nisasi Pelaksanaan Kegiatan ............................................... 40
20
I. PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang Ayam kampung merupakan salah satu jenis unggas yang cukup dikenal
oleh masyarakat Indonesia dan tersebar di pedesaan. Peranan ternak ini tidak kalah penting dalam mensuplay daging dan telur untuk mencukupi kebutuhan protein hewani bagi masyarakat.Program nasional yang dicanangkan HIMPULI (Himpunan Peternak Unggas Lokal Indonesia) yang disepakati Dirjen Peternakan bahwa konsumsi ayam lokal 16% dari total populasi unggas akan ditingkatkan menjadi 25%. Disisi lain bila ditinjau dari aspek ekonomi komoditas ayam kampung baik berupa telur atau daging memiliki potensi pasar yang tinggi karena kebiasaan masyarakat mengkonsumsi produksi unggas ini sangat tinggi dan merupakan penyangga ekonomi petani peternak yang paling diandalkan disegala waktu. Berdasarkan data dari Dinas Peternakan Provinsi Aceh diprediksikan kebutuhan daging ugggas tahun 2013 sebesar 35.660 ton yang dapat dipenuhi hanya sekitar 25.701 ton dengan demikian kekurangan harus didatangkan dari luar Provinsi Aceh berupa ayam petelur afkir. Sementara itu konsumsi telur ayam di Aceh tahun 2011 mencapai 25.566.247 kg atau setara 409,1 juta butir, di mana 2.753.747 kg atau 10,77 persen berasal dari produksi lokal, sedangkan 22.812.500 kg atau 89,23 persen masih harus dipasok dari luar Aceh. Tingginya permintaan daging ayam kampung dan telur harus diikuti dengan usaha peningkatan produktivitas ayam kampung. Disisi lain bila dilihat dari populasi ayam kampung di Provinsi Aceh hanya
6.311.104 ekor dan masih jauh dari
populasi ayam kampung di Indonesia yang mencapai 257.544.102 ekor. (Dirjennak, 2011). Kondisi ternak ayam kampung saat ini masih dipelihara secara tradisional dan masih diusahakan dalam bentuk sampingan sehingga produktivitas masih rendah. Rendahnya produktifitas diakibatkan ayam kampung lokal memiliki potensi genetik yang rendah sehingga kemampuan produksinya pun sangat rendah. Untuk meningkatkan populasi dan produktivitas perlu upaya perbaikan dalam sistem pemeliharaannya, salah satunya dengan menggunaan bibit unggul. Pada dekade tahun terakhir ini Balai Pengkajian
Ternak Ciawi Bogor selaku
21
lembaga riset yang bergerak dalam bidang peternakan telah menemukan varietas bibit unggul berupa ayam kampung unggul yang memiliki potensi untuk dikembangkan diseluruh provinsi guna meningkatkan populasi sebagai sumber bibit. Salah satu keunggulan Ayam Kampung Unggul Badan Litbang (KUB) antara lain tahan terhadap penyakit, produksi telur/tahun 160 – 180 butir, konsumsi pakan 80-85 gram, sifat mengeram 10% dari total populasi, umur pertama bertelur, 22-24 minggu, bobot telur 35-45 gram dan konversi pakan 3,8. (Sartika et al, 2009). Dengan potensi yang dimiliki oleh ayam KUB tersebut, maka BPTP sebagai
perpanjangan
tangan
badan
litbang
di
daerah
dalam
upaya
meningkatkan sumber genetic Ayam Kampung Unggul Ditingkat peternak diperdesaan perlu turun peran Langsung mentransfer hasil pengkajian
dari
Balitnak ke petani peternak di Propinsi Aceh. Pada tahun 2012 atas komitmen bersama antara Kementerian Pertanian dan Badan Litbang melaksanakan program pembinaan pembangunan pertanian di kabupaten Aceh Timur yang salah satu programnya adalah pengembangan ayam KUB.
Menindak lanjuti
kerjasama tersebut, BPTP Aceh selaku perpanjangan tangan Badan Litbang yang ada di daerah melalukan terobosan melalui pengkajian
dan pengembangan
ayam kampung unggul dengan tujuan untuk menumbuhkan sentra pembibitan ayam KUB. 1.2. Tujuan Dan Keluaran Tujuan :
Meningkatkan produktifitas ayam kampung unggul Badan Litbang sebagai ayam petelur maupun pedaging.
Meningkatkan produktivitas daging ayam kampung unggul dalam rangka mendukung swasembada daging.
Dapat memenuhi kebutuhan daging ayam pada wilayah pengembangan ayam kampung unggul Badan Litbang.
Teradopsi dan terdifusinya pendampingan teknologi budidaya beternak ayam KUB secara intensif.
22
Keluaran : Keluaran Jangka Panjang Terjadi peningkatan produktivitas daging ayam kampung unggul di beberapa wilayah yang menjadi sebagai demplot peternakan ayam KUB, sehingga dapat berkembang untuk kabupaten lain. Keluaran Tahunan - Terlaksananya pendampingan berupa demplot dalam budidaya ayam KUB secara intensif di tingkat peternak serta meningkatkan produksi ayam unggul Balitnak. - Dapat meningkatkan kebutuhan daging ayam lokal dan memperkecil tingkat ketergantungan daging ayam dari provinsi lain serta mendukung swasembada daging. 1.3. Manfaat dan dampak Manfaat : Meningkatnya produktifitas daging ayam kampung unggul sebagai produk lokal dalam upaya mendukung swasembada daging. Meningkatnya kemandirian dalam produktifitas pengembangan ayam KUB (Kampung Unggul Balitbang) di provinsi Aceh. Dampak : Meningkatkannya pengunaan ayam kampung yang bermutu sebagai pedaging. Meningkatnya konsumsi ayam kampung unggul yang dicanangkan dari 16% menjadi 25% Memperkuat ketahanan pangan dengan penggunaan sumber ayam lokal yang dapat diproduksi di negeri sendiri. Meningkatkan pendapatan petani peternak.
23
II. TINJAUAN PUSTAKA Sampai saat ini penyediaan bibit ayam kampung dalam jumlah banyak dengan kualifikasi bibit yang memadai dan berkesinambungan masih sangat sulit. Oleh karena itu Balitnak salah satu lembaga Riset Terpercaya di Indonesia telah melakukan pengkajian breeding ayam lokal, sehingga telah menghasilkan bibit (parent stock) ayam kampung yang dinamakan ayam KUB (Kampung Unggul Balitnak) untuk dikembangkan lebih lanjut (Sartika et al,. 2009). Ayam KUB merupakan hasil persilangan berbagai jenis ayam kampung dari berbagai daerah di Jawa Barat mempunyai sifat unggul. Menurut Peneliti dari Balitnak, Dr Ir Tike Sartike, MSi, (komunikasi pribadi), ayam KUB secara jenis sebenarnya sama dengan ayam kampung lainnya, hanya produktivitas telurnya tinggi serta pertumbuhannya lebih cepat. Seleksi dalam pembentukan ayam kampung unggul yang kini disebut sebagai Ayam KUB (Ayam Kampung Unggul Balitnak) telah dilakukan selama 6 generasi, dimana satu generasi memerlukan waktu selama 12-18 bulan. Ayam KUB mempunyai dwi guna yaitu ayam sebagai penghasil telur dan pedaging. Ayam KUB pedaging waktu pemeliharaan 2 - 3 bulan sudah siap panen, dan untuk petelur pada umur 5 - 6 bulan sudah tinggi produksinya. Karakteristik dan Keunggulan Ayam KUB meliputi ; 1) Warna bulu beragam, seperti ayam kampung pada umumnya ; 2) Bobot badan : 1.200 1.600 gram ; 3) Bobot telur : 35-45 gram ; 4) Umur pertama bertelur lebih awal 20 - 22 minggu ; 5)
Produktivitas telur lebih tinggi (130 -160
butir/ekor/tahun) ; 6) Produksi telur (henday) : 50 % ; 7) Puncak produksi telur : 65 % ; 8) Lebih tahan terhadap penyakit. Keunggulan lainnya yaitu dari sisi efisiensi pakan yang hanya 80 – 85 gram per ekor per hari, biasanya ayam kampung menghabiskan pakan 100 gram per ekor per hari. Selain itu yang ayam KUB mempunyai sifat mengeram yang rendah sehingga produksi telurnya tinggi. Menurut Sturkie (1976), kebutuhan energi untuk unggas dinyatakan dengan energi termetabolis (ME). Dari sejumlah energi tersebut tidak seluruhnya dapat digunakan langsung tetapi masih ada yang hilang dalam bentuk panas (heat increment) selama proses metabolisme, sehingga yang tinggal yaitu energi netto. Energi digunakan oleh ayam untuk kebutuhan hidup pokok dan untuk produksi. Kebutuhan energi untuk hidup pokok meliputi kebutuhan untuk
24
metabolisme basal, aktivitas, dan pengaturan temperatur/panas tubuh. Pakan
yang
diberikan
untuk
ayam
kampung
bervariasi
menurut
pengalaman dan kondisi daerah setempat. Beberapa susunan pakan yang biasa digunakan untuk ayam kampung antara lain adalah : (1) pakan terdiri dari campuran dedak halus dengan hijauan dari hasil limbah dapur; (2) campuran 3 bagian konsentrat, 6 bagian bekatul, 4 bagian jagung giling, ditambah grit dan Vit B12; (3) campuran 1 bagian konsentrat, I bagian dedak halus dan 1 bagian jagung; (4) campuran 3 bagian konsentrat, 4 bagian dedak halus dan 3 bagian jagung; (5) campuran 1 bagian konsentrat ,4 bagian dedak halus , 3 bagian jagung; dan (6) campuran 0.8 bagian konsentrat, 6 bagian dedak halus dan 2 bagian jagung. Semua susunan pakan tersebut mengandung protein 12,8 – 16,8% dengan energi metabolis 2614 – 2750 kkal/kg pakan (Iskandar et al.,1991). Beberapa hasil pengkajian menggambarkan bahwa kebutuhan zat-zat nutrisi untuk ayam kampung lebih rendah dibandingkan dengan ayam ras pedaging maupun ras petelur (Sarwono, 2005). Pemberian ransum komersial ayam ras untuk ayam kampung merupakan pemborosan, ditinjau baik dari segi teknis maupun ekonomis. Resnawati et al. (1998) melaporkan bahwa imbangan protein dan energi dalam pakan ayam kampung yang dibutuhkan selama masa pertumbuhan adalah 14% protein dan 2600 kkal/kg energi termetabolis. Sedangkan ayam kampung pada periode bertelur membutuhkan protein 17% dan energi metabolis 3200 kkal/kg ransum (Nataamidjaja, 1998). Keadaan ini menggambarkan bahwa kebutuhan protein dan energi untuk ayam kampung cenderung lebih rendah dibandingkan dengan untuk ayam ras. Iskandar et al. (1991 dan 1998) melaporkan bahwa, kebutuhan protein ayam kampung pedaging (ayam sayur) adalah 15 % pada umur 0 – 6 minggu dan 19% pada umur 6 – 12 minggu dengan energi metabolis 2900 kkal/kg. Sementara untuk ayam kampung sedang bertelur membutuhkan 15% protein pada umur 0-12 minggu, protein 14% pada umur 12-22 minggu dan protein 15% pada umur > 22 minggu dengan 2600 kkal/kg energi metabolis. Pembatasan pemberian pakan dapat mempengaruhi performans ayam kampung. Husmaini (1994) melaporkan bahwa pertumbuhan ayam kampung dapat ditingkatkan dengan pertumbuhan kompensasi. Pembatasan pakan
25
sebanyak 40% selama satu minggu kepada ayam berumur dua minggu menyebabkan pertumbuhan meningkat dengan tajam pada minggu berikutnya pada saat ransum diberikan secara ad libitum. Bobot akhir pada umur 12 minggu sangat nyata lebih berat dibandingkan dengan bobot ayam kampung tanpa pembatasan pemberian pakan pada umur yang sama. Pemberian protein 20 % dan
energi
metabolis
3100
kkal/kg
setelah
pembatasan
pakan
dapat
meningkatkan performans ayam kampung pada umur 8 minggu (Husmaini, 1994). Pertumbuhan ternak dipengaruhi oleh faktor genetik dan lingkungan. Faktor lingkungan yang paling berpengaruh adalah pakan. Sutardi (1995) melaporkan bahwa ternak ayam kampung akan dapat tumbuh secara optimal sesuai dengan potensi genetiknya bila mendapat zat zat makanan yang sesuai dengan kebutuhannya. Ayam yang beratnya 40 g memerlukan energi untuk hidup pokok sebesar 8 kkal/ekor/hari, sedangkan energi untuk pertumbuhannya adalah berkisar antara 1,5 – 3,0 kkal setiap kenaikan 1 g berat badan (Scott et al, 1982). Kebutuhan energi untuk hidup pokok pada ayam kampung umur 0 - 4 minggu dan 0 – 8 minggu masing-masing 204,95 kkal/W0,75/ hari dan 127 kkal/W0,75/hari (Asnawi,1997).
26
III. PROSEDUR PELAKSANAAN
3.1 Pendekatan Komponen teknologi yang dipilih sesuai dengan kebutuhan setempat dengan cara pendekatan partisipatif, proses pemilihan atau perakitan teknologi didasarkan pada hasil analisis potensi dan kendala – kendala yang dihadapi. Untuk pemecahan masalah, dipilih teknologi yang akan diintroduksi. 3.2. Waktu dan Tempat Pelaksanaan kegiatan dimulai pada bulan Pebruari - Desember 2014 di Kabupaten Aceh Timur. -
Parameter Pengamatan Beberapa parameter yang diamati i.
Pertambahan berat badan
j.
Konsumsi
k. Konversi pakan l.
Kecepatan produksi telur
m. Berat telur/butir n. Mortalitas o. Tebal kerabang p. Analisa usaha tani 3.3. Metodologi Pengkajian Pengkajian ini menggunakan ayam kampung unggul Badan Litbang yang didatangkan dari Balitnak Ciawi Bogor, masing-masing paket mendapatkan bibit berupa parent stock berjumlah 300 ekor dengan perlakuan sebegai berikut : Paket A : 100 ekor Doc + Ransum komersial 100% (ransum phokphan protein 21%, EM 3000 Kkal) Paket B : 100 ekor Doc + Ransum introduksi Balitnak (ransum komersial 20%+80% ransum lokal) Paket C : 100 ekor Doc + Ransum komersial 30% + 70% ransum perlakuan petani)
27
Kandang Persiapan kandang dengan tatalaksana kandang masing –masing dilakukan renovasi kandang dengan ukuran 12 x 5,2 m, setiap kandang di sekat. Untuk menentukan paket-paket dalam kajian setelah kandang di renovasi dilakukan pembersihan kandang dengan penyemprotan desinfektan rodalon, lantai kandang diberikan alas serbuk gergaji dan kapur, dinding kandang dicat dengan oli bekas agar lebih kuat dan anti rayap, pemasangan lampu penerangan untuk setiap unit perlakuan, kemudian dilakukan penyekatan setiap unit perlakuan, dilakukan plot setiap paket. Pengumpulan atau pembuatan ransum lokal Pakan yang diperlukan disediakan dan disesuaikan dengan standar nutrisi kebutuhan hidup pokok baik berupa protein, karbohidrat, kalsium, dan kalori. Untuk peningkatan berat badan ternak ayam KUB tersebut yang terdiri dari bahan lokal berupa : dedak/bekatul, jagung, bungkil kelapa,bungkil kedelai, tepung ikan dan feed supplement. Kemudian bahan tersebut diaduk dengan mengunakan skrup agar sehomogen mungkin dan dalam keadaan kering, kemudian diberikan pakan komersial dengan presentase perlakuan seperti pada Tabel 1. Tabel. 1. komposisi dan bahan baku ransum ayam KUB fase starter (umur 11 hari – 3 bulan) Bahan Baku
Paket A
Paket B
Paket C
100
20
10
Jagung
42.5
47.5
Bekatul
9
9
Dedak
6
9
Bungkil Kedelai
10
12
Bungkil Kelapa
2
3
Minyak Kelapa
2
2
8.5
7.5
511 Bravo
Tepung Ikan
28
Tabel. 2. Komposisi dan bahan baku ransum fase layer (3-5 bulan) Bahan Baku
Paket A
Paket B
Paket C
100
20
10
Jagung
44
48.5
Bekatul
8
10
Dedak
8
9
Bungkil Kedelai
9
10
Bungkil Kelapa
2.5
3
Minyak Kelapa
1.5
2
7
7.5
524 Nuvo
Tepung Ikan
Selama adaptasi seluruh ternak diberikan pakan komersial selama 30 hari agar ternak dalam keadaan sehat sebelum dilakukan perlakuan pengamatan, racikan perlakuan dilakukan setiap 10 hari sekali. Vaksinasi Bibit ayam KUB didatangkan langsung dari Balai Pengkajian Ciawi Bogor sebanyak 300 ekor. Setelah ternak ayam tersebut sampai dilokasi seluruh ternak diistirahatkan dengan member cairan molase sebagai supplement tenaga untuk memulihkan kesehatan ternak selama perjalanan 2 hari dari pengangkutan. Kemudian, semua DOC ayam KUB divaksinasi dengan pemberian vaksinasi ND Lasota diberikan melalui tetes mata. Setelah 14 (empat belas) hari kemudian divaksin dengan vaksinasi gumoro A yang diberikan dengan cara tetes mulut. Di samping itu diberikan feed supplement melalui air minum guna untuk ketahanan tubuh DOC ayam KUB. Selama adaptasi DOC ayam Kampung mengalami tingkat kematian sebanyak 2% akibat kelelahan dalam perjalanan. 3.4. Ruang Lingkup Kegiatan Cakupan lingkup kegiatan : a. Koordinasi BPTP Aceh dengan Pemerintah Daerah dalam hal ini Dinas Peternakan Kabupaten setempat. b. Penentuan lokasi kegiatan berupa demplot dan kelompok tani kooperator yang tergolong dalam suatu kelompok dengan kriteria yaitu :
29
Memiliki pengalaman dalam beternak ayam buras Sistem
pemeliharaan
yang
diterapkan
masih
tradisional
dengan
dilaksanakan
dengan
penerapan manajemen yang rendah Produktivitas rendah. Kegiatan
ini
berupa
demplot
di
lapangan
menggunakan unsur partisipatif dan kemitraan antara Peneliti, Penyuluh dan Petani. Dalam pelaksanaannya melibatkan Dinas Peternakan Tingkat I dan Tingkat II. Tabel .3. Tahapan Kegiatan Demplot Ayam Kampung Unggul Berbasis Bahan Lokal. No. Tahapan Pelaksanaan Kegiatan Keluaran 1.
Survey lokasi
2.
Penerapan adopsi teknologi berdsarkan komponen Pembentukan Tim pelaksana untuk penentuan petani kooperator
3.
4.
Temu lapang dalam penerapan teknologi yang diintroduksi
5.
Penyusunan petunjuk teknis dan pelaksanaan di lapangan Melaksanakan kegiatan dilapangan dengan pendekatan partisipatif - Demostrasi pembuatan pakan lokal, monitoring, evaluasi - Diskusi Pelaporan
6.
7.
Gambaran umum tentang keadaan karakteristik lokasi Model pengembangan demplot penyebaran ayam KUB - Tim pelaksana - Lokasi kegiatan - Petani kooperator - Model demplot paket teknologi yang diterapkan Petani dapat meningkatkan sumberdaya dalam budidaya ayam KUB Buku petunjuk teknis pelaksanaan di lapangan Data agronomis dan ekonomi serta data yang mendukung tujuan
-
Laporan Laporan Laporan Laporan
bulanan triwulan tengah tahunan akhir
30
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Gambaran Umum Lokasi Kegiatan Desa Dama Pulo Kecamatan Idi Tunong kabupaten Aceh Timur berada di atas ketinggian 0-10 m permukaan laut dengan luas 113 ha. Jarak desa ke ibukota kecamatan 2,5 km dengan jarak desa ke ibukota kabupaten 3,5 km, sedangkan batasan desa sebagai berikut: Sebelah utara berbatasan dengan Desa Kurepblang, Sebelah timur berbatasan dengan Desa Bantayan timur, Sebelah barat berbatasan dengan Desa Bantayan barat, Sebelah selatan berbatasan dengan Desa Teuping panah. a.
Keragaman Lahan dan Tataguna Lahan Keragaman lahan dan tataguna lahan di Desa Dama Pulo Kecamatan
Bantayan Kab Aceh Timur seperti Tabel 4. Tabel 4. Luas Lahan Menurut Penggunaan Lahan Di Desa Dama Pulo Kec. Idi Rayeuk Kab. Aceh Timur. No Uraian Luas Lahan Jumlah Petani 1.
2.
3. 4. b.
Sawah Irigasi Tadah hujan Lahan Kering Pekarangan Tegalan Ladang/huma Lahan tidur Padang rumput Tambak/kolam Kebun
12
70
116 25 30 15 6 10
76 60 54 12 20 29
Infrasruktur dan Sumber Fisik lainnya Jenis dan kondisi infrastruktur fisik di Desa Dama Pulo Kecamatan
Bantayan Kabupaten Aceh Timur adalah seperti Tabel 5.
31
Table 5. Jenis Dan Infrastruktur Fisik Lainnya Di Desa Dama Pulo Kecamatan Bantayan Kab Aceh Timur. No. Infrastruktur Kondisi Infrastruktur 1. 2. 3. 4. 5. 6.
c.
Prasarana jalan Baik Alat transportasi Tersedia dan lancer Jaringan listrik Ada, baik Sarana Pendidikan Sekolah 1 buah Dasar Sarana kesehatan Tidak ada Pasar dan kios sarana produksi Kedai 12 buah Pabrik padi 3 buah Warung pengumpul 4 buah
Karakteristik Penduduk dan SDM (Demografi) Penduduk di Desa Dama Pulo Kecamatan Bantayan Kabupaten Aceh
Timur berjumlah 556 jiwa. Sebagai daerah pesisir, mata pencaharian penduduk umumnya nelayan dan bertani dengan tingkat pendidikan terbanyak adalah sekolah dasar, sedangkan jumlah penduduk terbanyak pada umur 22 – 59. Untuk lebih jelasnya karakteristik penduduk berdasarkan mata pencaharian, tingkat pendidikan dan tingkat umur dapat dilihat pada Tabel 3, 4 dan 5. Tabel 6. Jumlah Penduduk Berdasarkan Mata Pencaharian Di Desa Dama Pulo Kecamatan Bantayan Kabupaten Aceh Timur. No. Mata Pencaharian Jumlah (jiwa) 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9.
Bertani Berkebun Nelayan Pedagang Pegawai negeri Pegawai swasta Pertukangan Perbengkelan Lain-lain Jumlah
46 16 70 7 10 13 4 6 2 174
32
Tabel 7. Jumlah Penduduk Berdasarkan Tingkat Pendidikan Di Desa Dama Pulo Kecamatan Bantayan Kabupaten Aceh Timur. No. Tingkat Pendidikan Jumlah (jiwa) 1. 2. 3. 4. 5. 6.
Belum/tidak sekolah SD/sederajat SLTP/sederajat SLTA/sederajat Akademi/sederajat Perguruan Tinggi/sederajat Jumlah
121 205 165 50 10 6 556
Tabel 8. Jumlah Penduduk Berdasarkan Tingkat Umur Di Desa Dama Pulo Kecamatan Bantayan Kabupaten Aceh Timur. No. Tingkat Umur (Tahun) Jumlah (jiwa) 1. 2. 3. 4. 5. 6.
0–4 5–6 7 – 15 16 – 21 22 – 59 60 tahun ke atas Jumlah
14 11 50 58 383 40 556
d. Karakteristik Pertanian Usahatani yang dikelola oleh masyarakat di Desa Dama Pulo beragam. Umumnya petani mengelola lebih dari 1 jenis usahatani. Beberapa jenis komoditas yang utama diusahakan masyarakat adalah tanaman semusim seperti padi, sayuran, kacang tanah dan lain-lain. Jenis tanaman perkebunan yang dominan diusahakan adalah kelapa dan kakao. Adapun komoditas ternak yang banyak diusahakan adalah sapi, kambing, ayam dan itik. Usaha itik lokal di Desa Dama Pulo Kecamatan Bantayan masih dilakukan secara tradisional. Pakan yang diberikan adalah limbah rumah tangga dengan kandungan gizi yang rendah. Umumnya kegiatan usahatani itik di desa ini hanya sebagai usahatani sampingan dengan jumlah itik yang dipelihara untuk setiap petani hanya berkisar 10 – 15 ekor per kepala keluarga. Penentuan Petani Kooperator Penentuan petani kooperator dilakukan bersama-sama dengan Kepala Desa dan penyuluh lapangan setempat. Petani kooperator yang dipilih
33
berdasarkan kriteria telah terbiasa memelihara ayam tapi masih bersifat tradisional. Tabel 9. Nama-Nama Petani Kooperator Di Kecamatan Bantayan No.
Nama
1.
Zulmi Bullah Husaini Usman Maria Ulfa Juliana Marbawi
2. 3. 4. 5.
Umur (tahun) 26
Pendidikan Pekerjaan Pekerjaan Desa Asal Utama Sampingan SMA Beternak Dagang Dama Pulo
28
SLTP
Beternak
Nelayan
Dama Pulo
26 27 30
SMA SMA SD
Beternak Beternak Beternak
Dagang Dagang Nelayan
Dama Pulo Dama Pulo Dama Pulo
Permasalahan Usahatani Ayam Kampung Populasi ayam kampung di desa Dama Pulo masih rendah dikarenakan adanya beberapa permasalahan yang teridentifikasi, yaitu: a. Banyaknya ayam kampung yang mati akibat terserang wabah penyakit b. Modal usahatani rendah c. Tidak tersedia bibit ayam kampung unggul d. Kondisi kandang yang kurang baik e. Peternak belum menerapkan teknologi budidaya secara intensif. 4.2. Hasil Pengkajian Berat Badan Berat badan ayam KUB pada umur 1 hari untuk
semua
perlakuan
pengkajian
adalah sama yaitu seberat 32 gr/ekor, berdasarkan
hasil
pengkajian
yang
dilakukan, rataan berat badan ayam KUB setiap per 10 hari dilakukan pengambilan data, yang mangalami peningkatan berat badan, sedangkan berat badan akhir ayam KUB setelah berumur 160 hari pada setiap perlakuan kenaikan berat badan sangat berbeda antar paket A, B dan C, yakni data yang ditimbang berdasarkan data rataan dilapangan pada paket A sebesar 1845 gram/ekor, Paket B 1620 gram/ekor dan paket C sebesar 1490
34
gram/ekor. Berat badan pada ayam KUB ini berbeda- beda, hal ini sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain faktor genetik, faktor ransum, faktor jenis kelamin dan manajemen pemeliharaanya. Data ini dapat dilihat pada tabel dibawah ini, penimbangan berat badan ayam KUB dilakukan setiap per 10 hari sekali, mulai dari umur 1 hari hingga 160 hari (5,33 bulan). Jika dilihat dari kurva grafik dibawah ini berdasarkan data pada tabel diatas maka menunjukan garis pertumbuhan barat badan yang sangat baik, pada paket A menunjukan garis grafik yang paling tinggi, paket B pada garis grafik kedua dan paket C pada garis ketiga. Ini menunjukan pada paket A yang mengunakan ransum komersial komplit buatan pabrik sudah tentu ransum yang berkualitas dan teruji kandungan nutrisi yang baik dan sesuai dengan kebutuhan nutrisi ternak. Tabel 10. Rataan Berat Badan Ayam KUB berdasarkan pengolahan data statistik Selama Pengkajian 160 hari (Gram/Ekor) Ulangan Paket Total Rataan 1 2 3 4 A
989.13
996.25
781.00
B
873.13
887.38
854.94
C
780.56
783.31
797.00
1020.1
3786.57
946.64b
864.5
3479.95
869.99ab
787.19
3148.06
787.02a
9
Ket : Huruf yang berbeda pada kolom yang sama menunjukan perbedaan nyata (P>0,01).
35
Grafik.1. Rataan Berat Badan Ayam KUB selama 160 hari
Hasil pengolahan data statistik pada Tabel 10 menunjukkan perbedaan nyata pada paket A dan C sedangkan paket B secara statistik tidak berbeda nyata. Berat badan ayam rata-rata pada umur 160 hari pada paket A adalah: 946,64 gr/ekor, sedangkan berat badan paket B dan C adalah 869.99 gr/ekor, dan 787.02 gr/ekor, berdasarkan analisis ragam pada paket A dan C mengalami perbedaan nyata (P >0,01), hal ini terjadi karena level protein dalam ke 3 paket tersebut berbeda-beda, pada paket A protein dan Energi Metabolis (Prot 21%, EM 3000 kkal), paket B (Prot 20%, EM 2980 kkal) dan paket C (Prot 19%, EM 2850 kkal), pada paket A pemberian ransum komersial 100% dan pada paket B dan C dilakukan pencampuran ransum komersial dengan bahan baku lokal, sehingga pada paket B dan C berat badan tidak sebesar pada paket A, hal ini bisa disebabkan kualitas nutrisi bahan baku lokal yang digunakan kemungkinan kurang baik, karena bahan baku lokal yang dibeli dipasaran berbeda-beda tempat produksi, lama penyimpanan dan tingkat kualitas yang sudah kurang baik, sehingga menurunnya kandungan nutrisi seperti korbohidrat dan protein ransum. Korbohidrat dan protein merupakan nutrisi utama yang mempengaruhi pertumbuhan ayam. Penurunan konsumsi nutrisi ini akan menyebabkan penurunan pertumbuhan ayam dapat mempengaruhi berat badan ayam. Candrawati dan Mahardika (1999) mendapatkan bahwa ayam kampung yang diberikan ransum dengan kandungan energi 3100 Kkal/kg dan protein kasar 22% berat badannya selama 8 minggu adalah 542 g/ekor sedangkan yang mendapat
36
ransum dengan energi 2823 Kkal/kg dan protein kasar 15,33% adalah 391 gr/ekor. Pertambahan Berat Badan Pertambahan berat badan adalah berkembangnya jaringan-jaringan tubuh baik luar maupun dalam yang ditandai dengan pertumbuhan dalam bentuk dan berat, seperti urat danging, jantung, ootak dan jaringan tubuh lainya kecuali lemak (Anggorodi,1985). Pada tabel dibawah ini data rata- rata pertambahan berat badan ayam KUB per 10 hari mengalami peningkatan dan juga penurunan, ini berarti menunjukan pertambahan berat badan sangat dipengaruhi oleh genetik, jenis kelamin, ransum, dan manajemen pemeliharaan, laju pertambahan berat badan ini terlihat pada tabel dibawah ini, pada umur 80 hari menunjukan puncak pertumbuhan rata-rata pertambahan berat badan ayam KUB, pada paket A 207,5 gr/ekor, paket B 225 gr/ekor dan paket C 212,5 gr/ekor. Pertambahan berat badan tertinggi pada umur 80 hari pada paket B 225 gram/ekor, namun pada hari berikutnya sangat fluktuatif. Grafik.2. Rataan Pertambahan Berat Badan Ayam KUB selama 160 hari
Dari grafik 2 diatas garis laju pertambahan berat badan ayam KUB bertolak belakang dengan grafik berat badan, namun secara data lapangan yang diperoleh pertambahan berat badan ayam KUB memiliki angka yang cukup baik.
37
Tabel.11. Rataan Pertambahan Berat Badan Ayam KUB Selama Pengkajian 160 hari dengan pengukuran data (Gram/Ekor/10 Hari) Ulangan
Paket
Total
Rataan
1
2
3
4
A
113.0
113.6
103.6
113.6
443.9
111.0c
B
101.1
100.5
96.1
99.3
397.0
99.3b
C
88.6
91.8
93.0
90.5
363.9
91.0a
Ket: Huruf yang berbeda pada kolom yang sama menunjukan perbadaan nyata (P>0,01) Hasil data analisis ragam menunjukkan bahwa semua paket A, B dan C mengalami perbedaan nyata (P>0,01), secara data statistik pada paket A mengalami peningkatan kenaikan pertambahan berat badan yang cukup baik yakni Paket A 111,0, gr, paket B 99,3 dan paket C 91, hal ini sangat dipengaruhi oleh kualitas pakan, genetik dan manajemen pemeliharaan.
Paket B dan C
menggunakan pakan campuran ransum komersil dengan bahan pakan lokal, dari tingkat kualitas ransum pada paket B tidak begitu besar selisih pertambahan berat badan dengan paket A, ini menunjukan bahwa ransum pada paket B bisa digunakan untuk uransum usaha peternakan ayam, paket A lebih baik ini disebabkan menggunakan 100% ransum komersial dimana ransum tersebut hasil produksi charoen phokphan dengan kualitas yang baik, sehingga jelas pertambahan berat badan pada ayam KUB sangat baik, namun pada paket B dan C yang menggunakan bahan baku lokal yang sebagian di campur dengan ransum komersial memberikan pertambahan berat badan yang cukup baik. Dari tingkat kualitas ransum paket B dan C berbeda namun pertambahan berat badan yang dihasilkan tidak jauh selisih antara Paket A, B dan C. Selain itu juga pola pemeliharaan yang dilakukan dilapangan saat pengkajian
sangat
berpengaruhi terhadap pertambahan berat badan, jadi pengunaan bahan baku lokal masih baik digunakan sebagai ransum untuk ayam KUB. Ini menandakan bahwa ayam KUB yang dilakukan pengkajian
bisa cepat beradaptasi dengan
iklim Provinsi Aceh serta dapat absob bahan pakan lokal dengan baik. Menurut Soeparno (1994) perbedaan jenis kelamin dapat menyebabkan perbedaan laju pertumbuhan. Ayam jantan biasanya tumbuh lebih cepat dan lebih berat
38
dibandingkan ayam betina pada umur yang sama. Titus dan Frizt (1971) menyatakan bahwa pertumbuhan pada anak ayam yang cepat terjadi pada awal masa pertumbuhan dan setelah mencapai puncaknya lalu menurun sesuai bertambah umur. Konsumsi Ransum Konsumsi ransum adalah jumlah ransum yang dimakan ayam pada selang waktu tertentu. Dengan mengetahui konsumsi ransum, banyaknya
peternak ransum
dapat yang
menduga harus
disediakan dan diberikan pada jumlah ayam tertentu (Suharyanto, 2007). Dari hasil analisa statistik konsumsi ransum selama pengkajian pada semua paket A, B dan C tidak mengalami perbedaan nyata. Pada tabel dibawah dapat dilihat rataan konsumsi ransum pada paket A sebesar 11,596 Kg/ekor/160 hari, paket B 12,567 Kg/ekor/160 hari, dan paket C 12,714 Kg/ekor/160 hari. Pada paket A lebih rendah dibanding paket B dan C, walaupun konsumsi ransum rendah pada paket A namun pertambahan berat badan mengalami peningkatan, ini disebabkan keseimbangan antara protein dan energi metabolisme serta nutrisi lainnya, pada ransum paket A sesuai dengan kebutuhan pada ayam KUB. Pada paket B dan C tingkat konsumsi ransum lebih tinggi, ini menunjukan bahwasanya pengunaan ransum yang menggunakan bahan pakan lokal bisa jadi tingkat kualitas ransum yang diformulasikan belum memenuhi keseimbangan nutrisinya, ini disebabkan kualitas bahan baku ransum yang kurang baik. Ayam akan berhenti makan bila energi metabolismenya telah terpenuhi, maka pada paket B dan C kemungkinan ransum yang digunakan masih kurang energi metabolisme, dari faktor kesehatan jika ayam dalam kondisi sakit maka dapat menurunkan palatabelitas konsumsi ransum.
39
Tabel .12. Rataan Konsumsi Pakan Ayam KUB berdasarkan data statistik Selama Pengkajian 160 hari dengan pengukuran data (Kg/Ekor/10 Hari) Ulangan
Paket 1
2
3
Total
Rataan
4
A
12,491
12,138
9,565
12,192
46,385
11,596
B
12,654
12,618
12,540
12,457
50,268
12,567
C
12,747
12,686
12,721
12,702
50,856
12,714
Pada tabel 12 dapat dilihat data yang dikumpulkan per 10 hari selama 160 hari pengkajian , ini menunjukan bahwa setiap per 10 hari data yang diinput, pada paket A, B dan C mengalami peningkatan konsumsi ransum, pada pengkajian yang dilakukan tidak ada ayam yang mengalami sakit, sehingga dapat dilihat pada tabel diatas, tingkat palatabelitas yang tinggi, pada paket B dan C konsumsi yang tinggi dibanding dengan paket A, namun pertambahan berat badan lebih rendah dibanding dengan paket A. Jadi ini membuktikan tingkat keseimbangan nutrisi yang dikandung dalam ransum paket B dan C masih kurang seimbang. Rasyaf (1994) menyatakan bahwa pada umumnya ayam makan untuk memenuhi kebutuha energinya, sebab semua aktifitas bertumpu pada energi Grafik.3. Rataan konsumsi ransum pengkajian ayam KUB selama 160 hari
40
Konversi Ransum Konversi ransum adalah jumlah unit makanan
yang
diperlukan
untuk
memproduksi satu unit pertambahan berat badan (North dan Bell, 1990) ini juga diperkuat oleh Rasyaf (1992) bahwa konversi ransum merupakan pembagian antara konsumsi ransum dengan pertambahan berat badan. Secara statistik terdapat perbedaan nyata (P> 0,01) antara konversi paket A, B dan C, dapat dilihat pada tabel dibawah ini, paket A 4,56, paket B 5,67 dan paket C 6,08, ini menunjukan semakin rendah nilai konversinya maka semakin baik. Konversi ini bisa dipengaruhi oleh strain ayam, kualitas ransum, jenis kelamin, berat badan dan konsumsi, namun jika dilihat sudut pandang penggunaan bahan baku lokal, maka pada paket B sangat baik di implementasikan karena ransum pada paket B selain dicampurkan dengan ransum komersial, juga mengunakan potensi bahan baku lokal, sehingga peternak kedepan bisa menekan biaya ransum dan menfaatkan bahan baku lokal yang ada di wilayah pengkajian. Tabel .13. Rataan Konversi Pakan Ayam KUB Selama Pengkajian dengan pengukuran data (Gram/Ekor/10 Hari) Ulangan
Paket
160 hari
Total
Rataan
1
2
3
4
A
4.80
4.92
3.58
4.92
18.22
4.56a
B
5.42
5.90
5.84
5.50
22.66
5.67b
C
6.54
5.94
5.79
6.04
24.31
6.08c
Pada grafik konversi dibawah ini menunjukan pada paket A nilai konvesinya semakin dewasa ayam KUB, maka nilai konversinya semakin rendah, pada paket B ada penurunan nilai konversi dibanding paket C, maka disimpulkan bahwa perbedaan protein dan energi dalam tiap paket A, B dan C dapat mempengaruhi
41
nilai konversi. Namun pada paket B perbedaan dengan paket A tidak begitu besar, secara komersial paket B bisa untuk kelayakan bisnis usaha. Grafik 4. Rataan Konversi Pakan Ayam KUB
Kecepatan Produksi Telur Dari hasil pengkajian
yang dilakukan
menunjukan data pada tabel dibawah ini, pada paket A mulai awal berproduksi telur pada umur 140 hari (4,6 bulan) dengan rata-rata produksi telur pada umur 140 hari selama 10 hari sebanyak 18,25 butir, pada paket B mulai berproduksi telur pada umur ayam 146 hari, dengan rata-rata produksi telur sebanyak 12,75 butir pada data 10 hari pertama, dan paket C menyusul pada ayam umur 148 hari dengan rata-rata produksi selama 10 hari pertama pengambilan data sebanyak 10 butir. Ini menunjukan bahwa ada bebarapa faktor yang menyebabkan ayam cepat berproduksi telur antara lain yang terjadi pada paket A disebabkan karena ransum yang dikonsumsi lebih baik artinya protein, energi, vitamin dan mineral yang cukup tinggi serta pengunaan cayaha didalam kandang pada malam hari yang berlebihan sehingga memicu hormon untuk berkembangnya dan ceparnya masak sel telur. Sehingga pada pelaksanaan pengkajian
dilapangan terdapat
penerangan didalam kandang hampir setiap malam hidup sampai pagi, sehingga batas pengunaan cahaya pada ayam sudah sangat berlebihan.
42
Berdasarkan Tabel 14 menunjukan pada paket A rata-rata produksi telur 37,30 butir/ekor /50 hari. Paket B rata-rata produksi telur 31,55 butir/ekor /50 hari dan paket C rata-rata produksi telur 23,80 butir/ekor /50 hari, hasil pengkajian ini membuktikan pengunaan ransum yang baik akan mempengaruhi produksi telur, selain itu juga penambahan vitamin dan mineral dapat membantu pematangan sel telur, ini terbukti pada paket A. Jamarun (1998) mengatakan bahwa banyaknya jumlah telur dipengaruhi oleh jumlah ransum yang tepat dan zat nutrisi yang terkandung dalam ransum seperti energi, protein, asam amino, mineral dan vitamin. Tabel. 14. Rataan Kecapatan Produksi Telur (butir) Ayam KUB Paket
Ulangan
Total
Rataan
34.40
149.200
37.30c
33.00
33.60
126.200
31.55b
24.20
24.60
95.200
23.80a
1
2
3
4
A
41.20
36.00
37.60
B
28.20
31.40
C
22.60
23.80
Ket: Huruf yang berbeda pada kolom yang sama menunjukan perbedaan nyata (P>0,01) Grafik.5. Rataan Kecepatan Produksi Telur
Pada grafik 4 membuktikan bahwa paket A lebih cepat dan mengalami peningkat produksi telur, namun ada penurunan yang disebabkan stres pada
43
ayam tersebut, dikarenakan pada saat itu bersamaan dengan program vaksinasi. Setelah penanganan pemberian anti stres selama 2 minggu, maka produksi telur ayam KUB kembali berangsur-angsur naik kembali. Ini membuktikan bahwasanya ayam KUB tergolong dalam ayan tipe produksi telur yang baik, jika dilihat dari faktor genetik ayam KUB ini mempunyai daya produksi telur yang cukup tinggi dibanding ayam buras lainnya, tidak terlepas dari itu juga ayam KUB ini bisa beradaptasi dengan ransum yang dicampur dengan bahan baku lokal. Pengunaan bahan baku lokal adalah merupakan pemanfaat sumber daya alam yang terdapat didaerah,
dengan formulasi ransum yang
diformulakan sehingga dapat
memberikan ransum yang sesuai dengan kebutuhan fase umurnya, juga dapat meningkatkan produksi telur dan menekan biaya ransum. Berat Telur (Butir) Berat telur merupakan bobot telur yang dihasilkan
dengan
jumlah
tertentu
dalam gram atau kilo. Berat telur dipengaruhi oleh jumlah ransum dan zat-zat yang dikonsumsi (Warsito dan Rohaeni, 1994). Dari tabel dibawah hasil analisis sidik ragam menunjukan bahwa berat telur disetiap paket A, B dan C terjadi perbedaan nyata,(P>0,01). Pada paket A rata-rata berat telur ayam KUB sebesar 33,96 gram/ekor/10 hari pengamatan, paket B rata-rata sebesar 32,43 gram/ekor/10 hari pengamatan dan C rata sebesar 31,80 gram/ekor/10 hari pengamatan. Berat telur ayam KUB di setiap paket mengalami peningkatan seiring dengan bertambahnya umur dan tingkat produksi yang tinggi, ransum yang digunakan juga sudah diformulakan sesuai dengan kebutuhan ayam pada fase produksi. Selain ransum penyebab berat telur, faktor genetik juga cukup berperan, pada jenis ayam KUB selain produksi yang telur yang tinggi, berat telur juga sama halnya. Pada paket A pemberian pakan komersil dengan kalsium 3.5%, Paket B 3,2% dan Paket C 3% ini dapat meningkatkan berat telur, sesuai dengan hasil pengkajian
Keshavarars dan Nakajima (1990) bahwa dengan
penambahan kalsium sebanyak 3,75% gr/ekor/hari pada ayam sedang bertelur
44
dapat meningkatkan berat telur. Faktor penambahan kalsium menunjukan, semakin meningkat persentase penambahan kalsium dalam ransum ayam, akan menghasilkan telur dengan berat lebih tinggi. Tabel .15. Rataan Berat Telur Ayam KUB Selama Produksi Telur 50 hari dengan pengukuran data (Gram/Ekor/10 Hari) Ulangan
Paket
Total
Rataan
1
2
3
4
A
33.8
34.0
33.6
34.4
135.82
33.96
c
B
32.4
32.0
32.6
32.7
129.70
32.43
b
C
31.8
31.6
32.2
31.6
127.20
31.80
a
Ket: Huruf yang berbeda pada kolom yang sama menunjukan perbedaan nyata (P>0,01) Grafik.6. Berat Telur Ayam KUB, selama 50 hari pengamatan
Grafik 5 menunjukan berat telur yang berangsur-angsur naik seiring dengan pertambahan umur ayam, namun pada perlakuan ada yang turun kemudian naik kembali, ini disebabkan karena stres pada saat dikandang terjadi kegaduhan, terjadi perubahan cuaca secara mendadak dan penurunan kualitas ransum yang mengunakan bahan baku lokal, sebab bahan baku tidak didapat dari satu sumber namun banyak sumber atau tempat yang memproduksi bahan ransum lokal tersebut maka tingkat kualitas bahan baku tersebut bisa berbeda-
45
beda. Berat telur pada saat ini merupakan masih cukup muda, karena pengamatan yang diambil mulai bertelur pada umu 4,6 bulan selama 50 hari kedepan, sehingga beratnya nanti akan lebih besar lagi seiring bertambanya umur ayam. Mortalitas (%) Mortalitas merupakan salah satu faktor yang juga turut menentukan tingkat keberhasilan dalam suatu usaha ayam KUB. Selama pengkajian dilakukan sebanyak 9 ekor atau (3%) digunakan untuk pengkajian
ayam mati dari 300 ekor ayam yang
4 ekor kematian terjadi pada masa stater yang
disebabkan terjepit dengan tempat pakan dan 5 ekor lagi terjadi pada ayam berumur 1,5 – 2 bulan disebabkan terjadi kanibalisme sesamanya, hampir semua paket terjadi hal demikian, hal ini diatasi dengan penambahan mineral, memperbaiki ventilasi udara, memperluas kandang dan pemberian hijau seperti daun singkong, daun pepaya dan lamtoro, setiap jam 10-11 pagi, yang diberikan mulai umur 35 hari. Mansjoer (1985) menyatakan bahwa system perkandangan yang memadai, perbaikan kualitas ransum dan vaksinasi secara teratur dapat menurunkan mortalitas. Ketebalan Kerabang Kerabang telur merupakan bagian telur yang paling luar dan paling keras. Kerabang ini tersusun atas Calsium Carbonat (CaCO3). Kerabang
yang
sedikit
rusak
seperti
berlubang atau retak menyebabkan mikroba akan mudah masuk kedalam telur sehingga telur menjadi rusak. Ketebalan kerabang telur dapat diukur secara manual dengan mengunakan alat mickrometer, setelah telur dipecahkan terlebih dahulu. Dan ada juga alat pengukur ketebalan kerabang telur tanpa memecahkan telur yaitu Precision Egg Shell Thickness Gauge dengan sistem digital. Pada tabel rata-rata dibawah yang belum diolah analisis sidik
46
ragam, menunjukan adanya peningkatan ketebalan kerabang telur dari setiap paket, pada paket A tertinggi 0,34 mm, paket B 0,33 mm dan paket C 0,33 mm. Grafik.7. Ketebalan Kerabang Telur Ayam KUB Pengkajian
Pada grafik 7 menunjukan kurva peningkatan ketebalan kerabang telur, semua paket A, B dan C mengalami kurva menjulam keatas, artinya dengan bertambahnya umur dengan pemberian ransum fase produksi telur yang kandungan kalsium sesuai dengan kebutuhan dapat memberikan ketebalan kerabang telur. Tabel.16. Rataan Tebal Kerabang Telur Ayam KUB Selama Produksi Telur 50 hari dengan pengukuran data (Gram/Ekor/10 Hari) Ulangan
Paket
Total
Rataan
1
2
3
4
A
0.32
0.33
0.33
0.33
1.310
0.328b
B
0.32
0.32
0.32
0.32
1.280
0.320a
C
0.31
0.32
0.32
0.31
1.260
0.315a
Ket: Huruf yang berbeda pada kolom yang sama menunjukan perbedaan nyata (P>0,01) Hasil analisis sidik ragam menunjukan ketebalan kerabang berada pada paket A sebesar 0,328 mm, paket B 0,320 mm, dan paket C
0,315.
47
Membuktikan bahwa terjadi perbedaan nyata (P>0,01). Pada ransum B dan C yang mengunakan bahan baku lokal, selain mengunakan kalsium komersial mineral B12, juga ditambahkan tepung kerang yang merupakan bahan baku lokal yang banyak terdapat di Provinsi Aceh. Menurut Roland (1986) bahwa kualitas kerabang telur ditentukan oleh kandungan kalsium dalam ransum yang diberikan selain itu faktor pengunaan cahaya. Sehingga jika dilihat perbandingan ketebalan kerabang telur paket B tingkat ketebalan kerabang telur sangat baik dan mendekati paket A. 4.3. Analisa Usaha Tani Analisa Usaha Tani yang dilakukan terhadap analisis financial terkait input dan output selama 160 hari pemeliharaan ayam pengkajian KUB, adapun biaya pengeluran yang dimaksud adalah pengadaan Doc , pembelian pakan, Vaksin dan obat-obatan, dalam analisa usaha ayam KUB ini ada 2 biaya penerimaan yang diterima yaitu penjualan telur dan karkas ayam. a. Revenue cost ratio (R/C) R/C ratio merupakan perbandingan antarea penerima dan biaya. Nilai R/C ratio hasil pengkajian ayam KUB yang dipelihara oleh peternak, dapat dilihat pada Tabel 17. Tabel.17. Analisa kelayakan usaha tani pada 3 paket ayam KUB selama 160 hari pengkajian . Analisa Usaha Tani Paket
Penerimaan (Rp)
Pengeluaran (Rp)
Keuntungan (Rp)
R/C
A
6,392,000
5,035,500
1,356,500
1.27
Layak
B
6,112,000
4,596,400
1,515,600
1.33
Layak
C
5,802,000
4,617,500
1,184,500
1.26
Layak
Keterangan
Sumber : Data primer diolah (2014) Pada Tabel 17 menunjukan bahwa nilai R/C ratio pada paket A sebesar 1,27, pada paket B 1,33 dan paket C 1,26, maka pada setiap paket layak untuk dikembangkan usaha peternakan ayam KUB sebagai usaha peternakan rakyat.
48
Hal ini sesuai dengan pendapat Soekartawi (2002), bahwa nilai R/C ratio lebih dari 1 maka usaha tersebut dinyatakan menguntungkan atau layak untuk dikembangkan. Hasil pengkajian
Mila (2011) nilai dari R/C ratio dari usaha
peternakan ayam petelur yaitu 1,21. Semakin besar angka R/C ratio semakin besar pula penerimaanyang didapat, pada paket B dapat dilihat angka R/C ratio 1,33 maka dapat diartikan bahwa setiap pengunaan biaya produksi pada usaha ayam KUB sebesar Rp 1.000.000,- akan memporeloh penerimaan sebesar Rp. 1,330,000,-. Hal ini tidak terlepas dari pengunaan bahan baku lokal ransum yang harganya bisa lebih murah dibanding mengunakan ransum komersial 100%, penggunaan bahan baku lokal dapat menekan biaya ransum, karena dalam usaha perunggasan penggunaan ransum bisa mencapai antara 60-70% dari total biaya produksi. b. Break even point (BEP) BEP harga telur dan BEP hasil telur dapat dilihat pada Tabel 18 ini. Ini menunjukkan bahwa pengumpulan telur yang dilakukan selama 50 hari dimulai sejak produksi pertama, untuk total biaya produksi selama pengkajian sangat bervariasi di setiap paket penalitian pada paket A sebesar Rp. 5.035.500, paket B Rp. 4.596.400,- dan paket C Rp.4.617.500,- dengan produksi telur selama 50 hari pengambilan data masing- masin Paket A,B dan C adalah 27.756 kg, 21.454 kg, dan 15.708 kg, sehingga dapat dilihat pada tabel dibawah ini paket A titik impas BEP hasil atau produk telur jika bisa mencapai sebesar 89,92 kg telur paket B 79.25 kg dan paket C 76.96 kg, sedangkan titik impas BEP harga telur paket A sebesar Rp 181.420. paket B Rp. 214.244 dan paket C Rp. 293.958. Tabel.18. BEP harga telur dan hasil telur pada ayam KUB pengkajian selama 160 hari No 1
KETERANGAN
Biaya Produksi (Rp) Rata-rata harga jual Per Kg 2 telur (Rp) Produksi telur selama 50 3 hari (Kg) 4 BEP harga telur (Rp) 5 BEP hasil telur (Kg) Sumber : Data primer diolah (2014)
PAKET A
B
C
5,035,500
4,596,400
4,617,500
56,000
58,000
60,000
27.756
21,454
15.708
181.420 89.92
214,244 79.25
293,958 76.96
49
Pada Tabel 19 BEP harga karkas ayam menunjukan bahwa selama pengkajian selama pengkajian
dan BEP hasil karkas dapat
160 hari, untuk total biaya produksi
sangat bervariasi di setiap paket penilitian pada paket A
sebesar Rp. 5.035.500, paket B Rp. 4.596.400,- dan paket C Rp.4.617.500,dengan produksi karkas ayam masing- masin Paket A,B dan C adalah 178.48 kg, 157.14 kg, dan 144.53 kg, sehingga dapat dilihat pada tabel dibawah ini titik impas BEP hasil atau produk karkas pada paket A 183,11 kg, paket B 167,14 kg dan paket C 167,91 kg, dengan titik impas BEP harga karkas ayam pada paket A Rp 28,213, paket B Rp. 29,250 dan paket C Rp. 31, 948. Tabel.19. BEP harga karkas ayam dan hasil karkas pada ayam KUB pengkajian selama 160 hari No 1 2 3
KETERANGAN Biaya Produksi (Rp) Rata-rata harga jual Per Kg ayam (Rp) Produksi karkas selama 160 hari (Kg)
PAKET A
B
C
5,035,500
4,596,400
4,617,500
27,500
27,500
27,500
178.48
157.14
144.53
4
BEP harga karkas(Rp)
28,213
29,250
31,948
5
BEP hasil karkas (Kg)
183.11
167.14
167.91
Sumber : Data primer diolah (2014)
Dari analisa usaha R/C ratio dan Break even point (BEP) yang telah diterangkan bahwa ke tiga paket ayam KUB hasil pengkajian
layak untuk
dikambangkan, namun jika kita lihat dari potensi daerah pada paket B dan C yang mengunakan bahan baku ransum lokal bisa mengurangi atau menekan biaya ransum bila dibanding dengan menggunakan ransum komersial murni. 4.4.
Temu Lapang Kegiatan temu lapang dilaksanakan pada tanggal 18 November 2014 di
Balai Desa Dama Pulo Kecamatan Idi Tunong Kabupaten Aceh Timur, dan peserta yang mengikuti acara ini sebanyak 75 orang terdiri dari : Kepala Badan Ketahanan Pangan, Kepala Dinas Peternakan Kabupaten, kontak tani, petani kooperator,dan kelompok ternak unggas. Tujuan temu lapang ini adalah untuk Teradopsi dan terdifusinya pendampingan teknologi budidaya beternak ayam
50
KUB secara intensif dan membentuk sentral pembibitan ayam kampung unggul Badan Litbang sebagai penyediaan bibit, baik untuk petelur maupun pedaging serta diharapkan petani kooperator mampu membuat ransum ayam KUB dengan potensi bahan baku lokal. Selanjutnya melakukan demontrasi cara pembuatan ransum ayam KUB dengan mengunakan bahan baku lokal yang terdapat didaerah Kabupaten Aceh Timur, yang dapat dimanfaatkan kepada ayam KUB, dalam upaya menekan biaya produksi ransum, sehingga petani kooperator mampu menekan biaya ransum dan bisa memberikan keuntungan yang lebih baik. Dengan adanya demontrasi tersebut petani koopertaor telah mampu memanfaatkan bahan baku lokal, karena ransum merupakan biaya produksi yang cukup tinggi, yakni 60-70% dalam budidaya, namun ransum merupakan hal yang penting dalam produktifitas ayam baik untuk produksi daging maupun produksi telur.
51
V. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1.
Kesimpulan 1. Produksi berat badan ayam kampung unggul Balitnak lebih baik disbanding dengan ayam kampong lainnya, rata-rata pada paket A sebesar 1,845 kg/ekor selama 5 bulan. Sehingga dapat mendukung kebutuhan produksi daging ayam dalam rangka swasembada daging. 2. Ayak KUB mempunyai daya produksi telur dan daging serta daya adaptasi dengan lingkungan cukup baik dibanding dengan ayam buras lainnya. 3. Pengunaan ransum dengan campuran bahan baku lokal secara analisa ekonomi R/C ratio pada paket B dengan angka 1,33 memberi keuntungan
sebesar
Rp.1.515.600,-
sangat
layak
untuk
dikembangkan. 5.2.
Saran Perlu dilakukan pengkajian lebih lanjut tentang Ayam KUB yang masih
tinggi mempunyai sifat kanibalisme sesamanya, dan perlu dikaji ulang tentang warna kulit telur yang masih dominan bewarna coklat muda, sehingga bisa dirubah lebih putih lagi, seperti pada ayam buras lainya.
52
VI. KINERJA HASIL KEGIATAN Kajian Teknologi Peningkatan Produktifitas Ayam Kampung Unggul Badan Litbang Untuk Mendukung Swasembada Daging di Provinsi Aceh. Pengkajian ini untuk membentuk sentral pengembangan produktifitas ayam kampung unggul Badan Litbang sebagai peningkatan produksi baik untuk petelur maupun pedaging dan memberi pendampingan teknologi tentang budidaya cara beternak secara intensif bersama dengan Pemerintah Daerah di tingkat Kabupaten. Pengkajian
ini memberikan dampak yang sangat baik dan berjalan lancar.
Kegiatan ini merupakan pengkajian yang memberi dampak yang sangat positif terhadap terlaksananya pendampingan berupa demplot dalam budidaya ayam KUB secara intensif di tingkat peternak, sehingga terbentuknya beberapa sentral demplot pengembangan ayam kampong unggul Balitnak dalam suatu wilayah binaan setempat. Keluaran yang diperoleh dari hasil pengkajian ini terbentuknya sentral produktivitas dan pengembangan ayam kamoung unggul di beberapa wilayah yang
menjadi pemasok
terbangunnya
jejaring
daging ayam KUB untuk kerja
sama
antara
kabupaten lain dan
pemerintah
daerah
dalam
pengembangan budidaya beternak ayam KUB.
53
VII. TENAGA DAN ORGANISASI PELAKSANAAN
a. Tenaga yang terlibat dalam Kegiatan Tugas/ Jabatan Penanggung Jawab Utama Penelitian Penyuluh Peneliti Pembantu Penyuluh Teknisi
Alokasi Waktu Jam/Bln 6
Bidang Keahlian
Jenjang Fungsional
Ir. Nani Yunizar
Nutrisi Pakan
Penyuluh Pertanian Madya
Ir. Elviwirda
Pemuliabiakan Ternak
Penyuluh Pertama
6
Dr. Yenni Yusriani, S.Pt, MP
Nutrisi Pakan
Peneliti Muda
6
Masykura, S.ST
Penyuluhan Peternakan
Calon Penyuluh
2
Nur Aida Fitri, A.Md
Administrasi
-
1
Nama & Gelar
54
DAFTAR PUSTAKA Anggorodi, R., 1985. Kemajuan Mutakhir dalam Ilmu Makanan Ternak Unggas. UI Press, Jakarta. Asnawi. 1997. “Kinerja Pertumbuhan dan Fisiologi Ayam Kampung dan Hasil Persilangannya dengan Ayam Ras Tipe Pedaging” (tesis). Bogor : Institut Pertanian Bogor. Candrawati, D.P.M.A. 1999. “Pendugaan Kebutuhan Energi dan Protein Ayam Kampung Umur 0-8 minggu” (tesis). Bogor : Institut Pertanian Bogor. Direktorat
Jendral
Peternakan,
2011.
Pedoman
Umum
RestrukturisasiPerunggasan Melalui Pengembangan Budidaya Unggas di Pedesaan. Direktorat Budidaya Ternak Non Ruminansia. Husmaini,
1994.
Pengaruh
cara
pembatasan
pemberian
ransum
pada
ayamkampung periode kutuk terhadap penampilan ayam kampung. Prosiding Seminar hasil pengkajian Fakultas Peternakan UNAND. Padang. Husmaini, 2000. Pengaruh peningkatan level protein dan energi ransum saat refeeding
terhadap
performans
ayam
buras,
Jurnal
Peternakan
danLingkungan. Vol.6 (01). Iskandar, S., E, Juarini, D. Zainuddin, H. Resnawati, B. Wibowo dan Sumanto.1991. Teknologi tepat guna ayam buras. Balai Pengkajian Ternak Bogor. Iskandar, S., D. Zainuddin, S. Sastrodihardjo,T. Sartika, P. Stiadi dan T. Sutanti.1998 Respon pertumbuhan ayam kampung dan ayam silangan pelungterhadap
ransum
berbeda
kandungan
protein,
JITV,3:1-14.
Puslitbang Peternakan Bogor33. Jamarun. N. 1998. Ternak Dan Lingkungan. Pusat Pengkajian
Universitas
Andalas. Padang. Keshavararz, K. And Nakajima, 1990. Re-Evaluasi of Calcium and Phosphorus Re Guirement Of Laying Hens For Optimum Performance and Egg Shell Quality, Poult. Sci. 72:144-153. Mansjoer, S. S. 1985 Pengkajian Sifat-Sifat Produksi Ayam Kampung Beserta Persilangan Dengan Rhode Island Red. Disertasi Fakultas Pascasarjana Institut Pertanian Bogor, Bogor.
55
Mila, F. 2011. Analisis Ekonomi Perusahaan Peternakan Ayam Petelur UD. Jaya di Desa Bululawang Kecamatan Bululawang Kabupaten Malang. Nataamidjaja, A.G 1998. Produktifitas ayam buras di kandang litter pada berbagaiimbangan kalori protein. Prosiding Nasional Seminar Peternakan dan Forum Peternak Unggas dan Aneka Ternak II. Balai Pengkajian Ternak,Bogor. Resnawati,
H.,
A.
Gozali,
I
Barchia,
A.
P.
Sinurat,
T.
Antawidjaja.
1998.Penggunaan berbagai tingkat energi dalam ransum ayam buras yang dipelihara secara intensif. Laporan pengkajian . Balai Pengkajian Ternak,Bogor. Rasyaf, M. 1994. Beternak Ayam Kampung. Penerbit PT. Penebar Swadaya, Jakarta. Roland, D.A 1986. Egg Shell Quality IV” Oyster Shell Versus Limestone and The Importance of Particle Size Or Solubility Of Ca Source “ World’s Poult. Sci. 42: 166-177. Sartika, T., S. Iskanda, D. Zainuddin, S. Sopiyana, B. Wibowo dan A. Udjianto. 2009. Seleksi dan “open nucleus” ayam KUB (Kampung Unggul Balitnak). Lap. Pengkajian No.: NR/G-01/Breed/APBN 2009. Sarwono. B. 2005. Beternak Ayam Buras Pedaging dan Petelur. Edisi Revisi.Jakarta Scott, M. L., M.C, Nesheim and R.J.Young. 1982. Nutritions of The Chickens.Second Ed. M. L. Scott and Associates Ithaca, New York.Setioko, A.R. dan S. Iskandar. 2005. Review Hasil Hasil Pengkajian dukunganTeknologi
Dalam
LokakaryaNasional
Inovasi
Pengembangan Teknologi
Ayam
Lokal.
Pengembangan
Semarang, 25September 2005. Pusat pengkajian
dan
Prosiding
Ayam
Lokal.
dan Pengembangan
Peternakan, Bogor.Hal. 10 – 19. Sturkei, P.D. 1976. Avian Physiology. Third Edition. Heidelberg Berlin. Sutardi,T. 1995. Landasan Ilmu Nutrisi, Jilid I. Departemen Ilmu MakananTernak, Fakultas Peternakan , Institut Pertanian Bogor. Soekartawi, 2002 Prinsip Dasar Ekonomi Pertanian PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta. Suharyanto, 2007. Panen Ayma Kampung Dalam 7 Minggu. Penebar Swadaya.
56
Soeparno, 1994. Ilmu Teknologi Daging. Gajah Mada Universitas Press, Yogyakarta. Titus, H.W. and S.C Frizt, 1971. The Scientific Feeding of Chickens. The Interstate Print and Publising, Inc., IIIinonis. Warsito dan Rohaeni. E. S. 1994 Beternak Itik Alabio. Cetakan ke-1 Kanisius, Yogyakarta.
57
Lampiran 1 DAFTAR RISIKO BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERTANIAN UNIT KERJA/UPT
: BALAI PENGKAJIAN TEKNOLOGI PERTANIAN ACEH
NAMA PIMPINAN
: Ir. Basri AB, M.Si
NIP
: 19600811 198503 1 001
KEGIATAN
: Kajian
Tekknologi
Peningkatan
Produktifitas
dan
Pengembangan Ayam Kampung Unggul Badan Litbang (KUB)
Untuk
Mendukung
Swasembada
Daging
di
Provinsi Aceh TUJUAN KEGIATAN : 1. Meningkatkan produktifitas ayam kampung unggul Badan Litbang sebagai ayam petelur maupun pedaging. 2. Meningkatkan produktivitas daging ayam kampung unggul dalam rangka mendukung swasembada daging. 3. Dapat memenuhi kebutuhan daging ayam pada wilayah pengembangan ayam kampung unggul Badan Litbang. No 1.
Resiko
Penyebab
Dampak
Kematian ternak
Manajemen pemeliharaan, Biosecurity yang kurang ketat.
Kematian pada ayam.
2.
Wabah Penyakit.
Vaksinasi dan sanitasi kurang disiplin.
Menular dan kematian pada ayam.
3.
Ketersedian bahan baku lokal ransum.
Stok tidak selalu ada, perlu waktu yang lama.
Keterlambatan dalam pembuatan ransum.
Keterbatasan DOC KUB
Masih kurangnya mesin penetas.
4.
DOC belum bisa dijual belikan dalam skala besar.
Disusun Tanggal : Desember 2014 Penjab Kegiatan :
Ir. Nani Yunizar NIP: 19590623 198803 2 001
58
Lampiran 2 PENANGANAN RESIKO BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERTANIAN UNIT KERJA/UPT NAMA PIMPINAN NIP KEGIATAN
: : : :
TUJUAN KEGIATAN :
No
Resiko
BALAI PENGKAJIAN TEKNOLOGI PERTANIAN ACEH Ir. Basri AB, Msi 19600811 198503 1 001 Kajian Tekknologi Peningkatan Produktifitas dan Pengembangan Ayam Kampung Unggul Badan (KUB) Untuk Mendukung Swasembada Daging di Provinsi Aceh 1. Meningkatkan produktifitas ayam kampung unggul Badan Litbang sebagai ayam petelur maupun pedaging. 2. Meningkatkan produktivitas daging ayam kampung unggul dalam rangka mendukung swasembada daging. 3. Dapat memenuhi kebutuhan daging ayam pada wilayah pengembangan ayam kampung unggul Badan Litbang. Penyebab
Upaya Penanganan
1.
Kematian ternak
Manajemen pemeliharaan, Biosecurity yang kurang ketat.
2.
Wabah Penyakit.
Vaksinasi dan sanitasi kurang disiplin.
3.
Ketersedian bahan baku lokal ransum.
Stok tidak selalu ada, perlu waktu yang lama.
4.
Keterbatasan DOC KUB
Masih kurangnya mesin penetas dan indukan.
Perbaikan manajemen pemeliharaan dan melakukan desinfektan serta membatasi orang yang dating ke lokasi kandang. Melakukan vaksinasi sesuai dengan programnya dan lakukan sanitasi dalam dan luar kandang setiap hari. Perlu dilakukan pencarian bahan baku ransum lebih banyak dengan penyimpanan stok yang baik, serta mencari relasi bahan baku lokal. Perlu diperbanyak mesin tetas dan induk ayam serta melakukan seleksi terhadap calon induk.
Disusun Tanggal : Desember 2014 Penjab Kegiatan :
Ir. Nani Yunizar NIP: 19590623 198803 2 001
59
Lampiran 3. Organisasi pelaksanaan kegiatan
NO
NAMA/NIP
1.
Ir. Nani Yunizar / 19590623 198803 2001
2.
Ir. Elviwirda / 19690326 200112 2001
3.
Dr. Yenni Yusriani, MP /19730716 199903 2 002 Masykura, S.ST /19851001 200912 1 003
4.
5.
Nur Aida Fittri, A.Md / 19741027 200812 2001
JABATAN FUNGSIONA L/BIDANG KEAHLIAN
JABATAN DALAM KEGIATAN
Penyuluh Madya / Budidaya Peternakan Penyuluh Pertama / Budidaya Peternakan Peneliti Muda / Budidaya Peternakan
Penanggung Jawab
Teknisi / Budidaya Peternakan
Anggota
Administrasi
Anggota
Anggota
Anggota
URAIAN TUGAS Mengkoordinir kegiatan mulai perencanaan sampai pelaporan Membantu kegiatan mulai perencanaan sampai pelaporan Membantu kegiatan mulai perencanaan sampai pelaporan Membantu kegiatan mulai perencanaan sampai pelaporan Membantuk kegiatan administrasi dan keuangan
ALOKA SI WAKTU (Jam/m inggu) 20
20
20
15
10
60
FOTO KEGIATAN GAMBAR SELAMA KEGIATAN
Masa adaptasi DOC Ayam KUB
DOC Ayam KUB Berumur 1 Minggu
61
DOC Ayam KUB Berumur 10 Hari
KUB
Petani sedang melakukan penimbangan ayam
62
Ayam Dara KUB Berumur 2 Bulan
Ayam KUB Dara Berumur 2 Bulan
Proses pembuatan ransum ayam KUB dengan menggunakan bahan baku lokal
63
Ayam KUB Pra Layer 3.5 Bulan
Tim Pengkajian sedang melakukan pengamatan ransum ayam secara langsung.
64
TIM kajian sedang dengan petani kooperator
melakukan
pengkajian
Kunjungan pada lokasi kajian ayam KUB di Kabupaten Aceh Timur
65