KAJIAN TEKNOEKONOMI PENDIRIAN INDUSTRI KULIT SAMOA (CHAMOIS LEATHER)
SKRIPSI
ANI SULISTIORINI F34070082
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011
Techno-economic Study of Establishment of Chamois Leather Industry Ani Sulistiorini, Ono Suparno and Yandra Arkeman Department of Agroindustrial Technology, Faculty of Agricultural Engineering and Technology, Bogor Agricultural University (IPB), Darmaga Campus, PO Box 220 Bogor, West Java, Indonesia E-mail:
[email protected]
ABSTRACT Chamois leather is leather produced by the oil tanning. Nowadays, the need of domestic chamois leather is fulfilled by import. Import of chamois leather increases every year. In 2008, the import of chamois leather was 295,854 kg (US$ 2,090,554), while in 2009 it became 419,890 kg (US$ 2,609,916). High demand of domestic chamois leather indicates that chamois leather industry needs to be built in Indonesia. The objective of this study was to know the feasibility of chamois leather industry from many aspects. The aspects studied were technical and technological, market and marketing, management, financial, environment, and legality aspects. According to this study, chamois leather industry would be feasible to be built in Garut district with capacity of 734,400 pieces a year. The material used was goat skin by using rubber seed oil as a tanning agent. Investment criteria show that the net present value (NPV) was Rp 7,322,712,138; internal rate of return (IRR) was 25%; net benefit-cost ratio was 1.87; and payback period was 4 years and 3 month. The sensitivity analysis was calculated on the price of raw material, the selling price of chamois leather, and the exchange rate. The industry of chamois leather would become unfeasible if it meets the increasing of raw material price more than 15%, decreasing of selling market higher than 7%, and the decreasing of production capacity more than 21%, The exchange rate risk showed that the appreciation of Rupiah will increase profit, and the depreciation of Rupiah will decrease the profit. According to this study, it was feasible to establish the chamois leather industry in Garut district. Keywords: chamois leather, goat skin, rubber seed oil, tanning, techno-economic
ANI SULISTIORINI. F34070082. KAJIAN TEKNOEKONOMI PENDIRIAN INDUSTRI KULIT SAMOA (CHAMOIS LEATHER). Di bawah bimbingan Ono Suparno dan Yandra Arkeman. 2011
RINGKASAN Kulit samoa merupakan kulit samak hasil penyamakan dengan menggunakan minyak. Saat ini, kebutuhan kulit samoa dalam negeri dipenuhi oleh impor, perkembangan impor kulit samoa setiap tahun semakin meningkat. Pada tahun 2008 impor kulit samoa sebesar 295.846 kg dengan nilai U$ 2.090.554 dan pada tahun 2009 meningkat menjadi 419.890 kg dengan nilai U$ 2.609.916 (Kemenperin, 2010). Tingginya permintaan akan kulit samoa dalam negeri membuktikan bahwa industri kulit samoa perlu didirikan di Indonesia. Kulit samoa memiliki beberapa kelebihan yaitu daya serap air tinggi, lembut, nyaman bila digunakan, berat jenisnya rendah, dan kotoran yang menempel pada kulit tersebut mudah dihilangkan. Penggunaan kulit samoa dalam kehidupan semakin luas dan beragam. Kulit Samoa memiliki penggunaan khusus dalam penyaringan minyak bumi kualitas tinggi dan pembersih alat-alat optik, alat bantu cuci, dan sebagainya. Untuk mengetahui kelayakan pendirian industri tersebut, perlu dilakukan kajian teknoekonomi pendirian industri kulit samoa. Kajian teknoekonomi ini mengkaji beberapa aspek yang berpengaruh terhadap pendirian industri tersebut. Aspek-aspek yang dikaji meliputi aspek pasar dan pemasaran, aspek teknologis, aspek manajemen, aspek legalitas, aspek lingkungan, dan aspek finansial. Target pasar industri kulit samoa adalah konsumen dengan pendapatan menengah ke atas. Pemasaran akan dilakukan di beberapa wilayah perkotaan. Wilayah yang terpilih adalah DKI Jakarta, Jawa Barat, DI Yogyakarta, dan Banten. Industri kulit samoa akan didirikan di kabupaten Garut. Kapasitas produksi yang direncanakan sebesar adalah 734.400 pcs per tahun dengan mempertimbangkan ketersediaan bahan baku, permintaan pasar, dan kemampuan mesin dan peralatan. Proses pembuatan kulit samoa meliputi: proses rumah basah, proses penyamakan, proses finishing, dan pengemasan. Luas lahan untuk mendirikan industri ini adalah 2.102 m2. Tenaga kerja yang digunakan dalam industri kulit samoa ini terdiri dari tenaga kerja langsung dan tenaga kerja tak langsung. Jumlah tenaga kerja yang dibutuhkan sebanyak 60 orang dengan rincian pekerja langsung sebanyak 47 orang dan pekerja tidak langsung sebanyak 13 orang. Aspek legalitas mengkaji tentang badan usaha yang dipilih yaitu bentuk perusahaan dan perizinan yang harus dipenuhi dalam pendirian industri kulit samoa. Aspek lingkungan menunjukkan bahwa limbah yang dihasilkan dalam proses penyamakan kulit samoa berupa limbah padat, cair, dan gas. Limbah yang dihasilkan ini akan diolah terlebih dahulu agar tidak mencemari lingkungan. Investasi yang dibutuhkan untuk mendirikan industri kulit samoa sebesar Rp 9.502.668.528. Struktur pembiayaan adalah 65% pinjam bank dan 35% modal sendiri. Tingkat suku bunga yang digunakan adalah 12%. Berdasarkan analisis finansial diperoleh beberapa parameter kelayakan yang meliputi NPV proyek ini sebesar Rp 7.322.712.138; IRR mencapai 25%; Net B/C 1,87; dan PBP selama 4 tahun 3 bulan. Analisis titik impas menunjukkan bahwa kapasitas minimum kulit samoa sebesar 685.296 pcs per tahun. Keseluruhan penilaian kriteria tersebut menunjukkan bahwa industri kulit samoa ini layak untuk didirikan. Analisis sensitivitas dilakukan terhadap harga bahan baku, harga jual kulit samoa, dan penurunan kapasitas produksi. Industri kulit samoa ini akan menjadi tidak layak bila mengalami kenaikan bahan baku sebesar 15%, penurunan harga jual sebesar 7%, dan penurunan kapasitas produksi sebesar 21%. Analisis resiko pertukaran mata uang asing menunjukkan bahwa depresiasi dan apresiasi rupiah berpengaruh terhadap laba bersih yang diperoleh. Industri kulit samoa tidak layak dijalankan bila terjadi depresiasi rupiah sebesar 13%.
KAJIAN TEKNOEKONOMI PENDIRIAN INDUSTRI KULIT SAMOA (CHAMOIS LEATHER)
SKRIPSI Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN pada Departemen Teknologi Industri Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor
Oleh: ANI SULISTIORINI F34070082
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011
Judul Skripsi : Kajian Teknoekonomi Pendirian Industri Kulit Samoa (Chamois Leather) Nama
: Ani Sulistiorini
NIM
: F34070082
Menyetujui,
Pembimbing I,
Pembimbing II,
(Dr. Ir. Yandra Arkeman, M. Eng)
(Dr. Ono Suparno, S.TP, MT) NIP 19721203 199702 1 001
NIP 19650914 199002 1 001
Mengetahui: Ketua Departemen,
(Prof.Dr.Ir. Hj. Nastiti Siswi Indrasti) 19621009 198903 2 001
Tanggal Lulus : 07 Oktober 2011
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa skripsi dengan judul Kajian Teknoekonomi Pendirian Industri Kulit Samoa (Chamois Leather) adalah hasil karya saya sendiri dengan arahan dari dosen pembimbing akademik, dan belum diajukan dalam bentuk apapun pada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam bagian daftar pustaka.
Bogor, September 2011 Yang membuat pernyataan,
Ani Sulistiorini F34070082
BIODATA PENULIS Penulis di lahirkan di Pati pada tanggal 30 Agustus 1989. Penulis merupakan anak ke dua dari tiga bersaudara, putri dari pasangan Bapak Sardju Wijaya dan Ibu Rini Dwi Pangesti. Pada tahun 1995, penulis menyelesaikan pendidikan taman kanak-kanak di TK Harapan Bangsa Jetak yang dilanjutkan dengan menyelesaikan pendidikan dasar pada tahun 2001 di SD Negeri Jetak. Penulis menyelesaikan pendidikan sekolah menengah pertama di SLTP Negeri 1 Juwana pada tahun 2004. Kemudian penulis melanjutkan pendidikan di SMA Negeri 1 Tayu dan lulus pada tahun 2007. Setelah lulus sekolah menengah atas, penulis melanjutkan pendidikan S1 di Departemen Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI). Semasa kuliah penulis pernah aktif dalam beberapa kepanitiaan seperti Masa Pengenalan Kampus Mahasiswa Baru (MPKMB) 2008 sebagai anggota divisi Penanggung Jawab Kelompok. Hari Warga Industri (HAGATRI) 2009 sebagai anggota divisi komisi disiplin, Atsiri Fair 2009 sebagai anggota divisi dokumentasi dan publikasi, dan Tetranologi (From Art For Technology) 2009 sebagai koordinator sekretariat. Penulis aktif dalam organisasi Daerah (OMDA) Pati “IKMP” sebagai bendahara 2007-2008. Penulis pernah menjadi asisten praktikum mata kuliah Teknologi Serat, Karet, Gum, dan Resin. Penulis melaksanakan praktek lapang pada tahun 2010 dengan topik “Mempelajari Aspek Proses Produksi dan Pengawasan Mutu Gula SHS di PT. Kebon Agung Pabrik Gula Trangkil, Pati Jawa Tengah”. Untuk menyelesaikan pendidikan di Departemen Teknologi Industri Pertanian, penulis melakukan penelitian yang dituangkan dalam skripsi yang berjudul “Kajian Teknoekonomi Pendirian Industri Kulit Samoa (Chamois Leather)”.
KATA PENGANTAR Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, atas rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul Kajian Teknoekonomi Pendirian Industri Kulit Samoa (chamois leather). Skripsi ini merupakan syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknologi Industri Pertanian (STP) di Departemen Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terimakasih kepada berbagai pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. Ucapan terimakasih penulis sampaikan kepada: 1. Dr. Ono Suparno, S.TP. M.T. selaku dosen pembimbing akademis yang telah membimbing dan mengarahkan penulis hingga skripsi ini dapat terselesaikan. 2. Dr. Ir. Yandra Arkeman, M. Eng. selaku dosen pembimbing II yang telah memberikan masukan, saran, dan bimbingan hingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. 3. Dr. Ir. Mohammad Yani, M. Eng. selaku dosen penguji yang telah memberikan kritik dan saran bagi penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. 4. Ir. Sulistiyah. Wiryodiningrat, M.M. dan seluruh karyawan Balai Besar Kulit, Karet, dan Plastik (BBKKP), Kementerian Perindustrian, BPS, PK Ali ahmad yang telah memberikan kemudahan memperoleh data penelitian. 5. Bapak, Ibu, Kakak, dan Adikku yang selalu memberikan semangat, doa, dan dukungannya kepada penulis disetiap waktu. 6. Teman sebimbingan Niken, Yoga, Irfina, dan Shiva yang telah memberikan bantuan dan motivasi kepada penulis. 7. Sahabatku Ulan, Silmi, Ica, dan Tika yang telah memberikan bantuan dan dukungan selama ini. 8. Pandu Adji, Satria Danu, Putri, Febri, Fata, Dita, Eka, Surya, dan Eko yang telah memberikan dukungan, bantuan, dan informasi kepada penulis. 9. Teman-teman TIN 44 yang telah memberikan dukungan kepada penulis. 10. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu. Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam penyusunan skripsi ini, oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari berbagai pihak. Demikian skripsi ini dibuat, semoga dapat bermanfaat dan menambah wawasan bagi yang membaca.
Bogor, September 2011 Penulis
Ani Sulistiorini
iii
DAFTAR ISI Halaman KATA PENGANTAR ........................................................................................................................ iii DAFTAR ISI ...................................................................................................................................... iv DAFTAR TABEL .............................................................................................................................. vi DAFTTAR GAMBAR ...................................................................................................................... vii DAFTAR LAMPIRAN ..................................................................................................................... vii I.PENDAHULUAN ............................................................................................................................ 1 1.1 LATAR BELAKANG ............................................................................................................. 1 1.2 TUJUAN PENELITIAN ......................................................................................................... 2 1.3 RUANG LINGKUP ................................................................................................................ 2 II.TINJAUAN PUSTAKA................................................................................................................... 3 2.1 KULIT .................................................................................................................................... 6 2.2 MINYAK BIJI KARET ........................................................................................................... 6 2.3 KULIT SAMOA (KULIT SAMAK MINYAK) ....................................................................... 6 2.4 ANALISIS TEKNOEKONOMI .............................................................................................. 8 2.4.1 ASPEK PASAR DAN PEMASARAN ............................................................................ 9 2.4.2 ASPEK TEKNIS DAN TEKNOLOGIS ........................................................................ 10 2.4.3 ASPEK MANAJEMEN OPERSASIONAL................................................................... 10 2.4.4 ASPEK LINGKUNGAN DAN LEGALITAS ............................................................... 11 2.4.5 ASPEK FINANSIAL .................................................................................................... 12 III.METODOLOGI PENELITIAN .................................................................................................... 12 3.1 KERANGKA PEMIKIRAN .................................................................................................. 14 3.2 METODE PENGUMPULAN DATA .................................................................................... 16 3.3 ANALISIS DATA.................................................................................................................. 25 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ................................................................................................... 25 4.1 ASPEK PASAR DAN PEMASARAN .................................................................................. 25 4.1.1 POTENSI PASAR ........................................................................................................ 25 4.1.2 ANALISIS PEMASARAN ........................................................................................... 27 4.1.3 STRATEGI BAURAN PEMASARAN......................................................................... 29 4.2 ASPEK TEKNIS DAN TEKNOLOGIS ................................................................................. 31 4.2.1 PENENTUAN LOKASI ............................................................................................... 31 4.2.2 KETERSEDIAAN BAHAN BAKU ............................................................................. 33 4.2.3 KAPASITAS PRODUKSI ............................................................................................ 39 4.2.4 TEKNOLOGI PROSES PRODUKSI............................................................................ 40 4.2.5 NERACA MASSA DAN KEBUTUHAN ENERGI ...................................................... 56 4.2 .6 PERANCANGAN TATALETAK ................................................................................ 61 4.3 ASPEK MANAJEMEN DAN ORGANISASI ....................................................................... 66 4.3.1 KEBUTUHAN TENAGA KERJA ............................................................................... 66 4.3.2 STRUKTUR ORGANISASI ........................................................................................ 67 4.3.3 DESKRIPSI PEKERJAAN ........................................................................................... 68 4.5 ASPEK LEGALITAS DAN LINGKUNGAN ....................................................................... 68 4.5.1 ASPEK LEGALITAS ................................................................................................... 68 4.5.2 ASPEK LINGKUNGAN .............................................................................................. 74
iv
Halaman 4.6 ASPEK FINANSIAL ............................................................................................................ 80 4.6.1 BIAYA INVESTASI ..................................................................................................... 80 4.6.2 SUMBER PENDANAAN DAN PEMBAYARAN PINJAMAN ................................... 82 4.6.3 BIAYA PRODUKSI ..................................................................................................... 83 4.6.4 PRAKIRAAN BIAYA DAN PENERIMAAN .............................................................. 84 4.6.5 PROYEKSI LABA RUGI ............................................................................................ 84 4.6.6 PROYEKSI ARUS KAS .............................................................................................. 85 4.6.7 BREAK EVENT POINT(BEP)....................................................................................... 85 4.6.8 KRITERIA KELAYAKAN INVESTASI ..................................................................... 85 4.6.9 ANALISIS SENSITIVITAS ......................................................................................... 86 4.6.9 RESIKO PERTUKARAN MATA UANG ASING ....................................................... 88 V. PENUTUP .................................................................................................................................... 89 5. 1. SIMPULAN ......................................................................................................................... 89 5. 2. SARAN ................................................................................................................................ 90 DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................................................ 91 LAMPIRAN ...................................................................................................................................... 94
v
DAFTAR GAMBAR Halaman Gambar 1. Pembagian kulit secara makroskopis ................................................................................. 3 Gambar 2. Penampang Kulit ............................................................................................................... 4 Gambar 3. Diagram alir tahapan penelitian ........................................................................................ 14 Gambar 4. Diagram alir proses analisis pasar dan pemasaran ............................................................. 16 Gambar 5. Diagram alir proses analisis teknis dan teknologis ............................................................ 17 Gambar 6. Diagram alir proses manajemen operasional ..................................................................... 20 Gambar 7. Diagram alir analisi finansial ............................................................................................ 21 Gambar 8. Grafik analisis BEP .......................................................................................................... 23 Gambar 9. Hierarki keputusan pemilihan lokasi pabrik ...................................................................... 32 Gambar 10. Nilai pembobotan hasil akhir .......................................................................................... 32 Gambar 11. Denah lokasi Kabupaten Garut ....................................................................................... 33 Gambar 12. Grafik peramalan jumlah pemotongan kambing di Jawa Barat ........................................ 36 Gambar 13. Grafik peramalan jumlah pemotongan kambing di Banten .............................................. 36 Gambar 14. Grafik peramalan jumlah pemotongan kambing di DKI Jakarta ...................................... 36 Gambar 15. Grafik peramalan jumlah pemotongan kambing di Sumatera Selatan .............................. 37 Gambar 16. Grafik peramalan jumlah pemotongan kambing di Lampung .......................................... 38 Gambar 17. Neraca massa pembuatan minyak biji karet .................................................................... 42 Gambar 18. Polimerisasi glutaraldehida ............................................................................................. 46 Gambar 19. Reaksi antara glutaraldehida dan protein (Covington 2009) ............................................ 46 Gambar 20. Tray dryer ...................................................................................................................... 50 Gambar 21. Hammer mill .................................................................................................................. 51 Gambar 22. Screw press .................................................................................................................... 51 Gambar 23. Drum putar ..................................................................................................................... 51 Gambar 24. Buffing machine ............................................................................................................. 52 Gambar 25. Fleshing machine ........................................................................................................... 52 Gambar 26. Combined samming and setting- out machine ................................................................. 53 Gambar 27. Shaving machine ............................................................................................................ 53 Gambar 28. Staking machine ............................................................................................................. 53 Gambar 29. Toggling machine ........................................................................................................... 54 Gambar 30. Leather dedusting machine ............................................................................................. 54 Gambar 31. Leather measuring machine ........................................................................................... 55 Gambar 32. Timbangan ..................................................................................................................... 55 Gambar 33. Neraca massa pembuatan kulit samoa ............................................................................. 60 Gambar 34. Bagan keterkaitan antar aktivitas pada industri kulit samoa ........................................... 62 Gambar 35. Diagram keterkaitan antar aktivitas................................................................................. 63 Gambar 36. Sketsa industri kulit samoa ............................................................................................. 65 Gambar 37. Struktur organisasi ......................................................................................................... 67 Gambar 38. Prosedur AMDAL .......................................................................................................... 71
vi
DAFTAR TABEL Halaman Tabel 1. Pemotongan kambing tercatat tahun 2006-2010 per provinsi .................................................. 5 Tabel 2. Sifat fisiko kimia minyak biji karet dan minyak ikan .............................................................. 6 Tabel 3. Persyaratan mutu kulit samoa menurut SNI 06-1752-1990 ..................................................... 7 Tabel 4. Karakteristik kulit samoa ....................................................................................................... 8 Tabel 5. Jenis data, Sumber data, dan Metode Pengumpulan Data ..................................................... 15 Tabel 6. Perkembangan jumlah kendaraan bermotor di Indonesia ...................................................... 26 Tabel 7. Impor Chamois Indonesia tahun 2007-2010 ......................................................................... 26 Tabel 8. Pendapatan rata-rata pendududk sebulan menurut provinsi .................................................. 28 Tabel 9. Populasi Kambing (000 ekor) Tahun 2005-2010 di Indonesia .............................................. 34 Tabel 10. Pemotongan Kambing di Provinsi Jawa Barat, Banten, Jakarta, Sumsel, dan Lampung ...... 35 Tabel 11. Hasil prakiraan jumlah pemotongan kambing di daerah pemasok ....................................... 38 Tabel 12. Tahapan proses Beamhouse................................................................................................ 43 Tabel 13. Tahapan proses penyamakan Awal..................................................................................... 45 Tabel 14. Tahapan proses penyamakan minyak ................................................................................ 47 Tabel 15. Proses Pewarnaan Kulit Samoa .......................................................................................... 49 Tabel 16. Spesifikasi leather dedusting machine ................................................................................ 53 Tabel 17. Kebutuhan energi pada mesin dan peralatan ....................................................................... 56 Tabel 18. Penilaian derajat keterkaitan............................................................................................... 61 Tabel 19. Perhitungan nilai TCR ....................................................................................................... 61 Tabel 20. Kebutuhan ruang produksi industri penyamakan kulit samoa ............................................. 64 Tabel 21. Kebutuhan ruang pabrik industri penyamakan kulit samoa ................................................. 65 Tabel 22. Kebutuhan dan spesifikasi tenaga kerja .............................................................................. 66 Tabel 23. Identifikasi bahan pembantu industri kulit yang berkategori B3 ......................................... 76 Tabel 24. Karakteristik gas buang dan partikel debu .......................................................................... 77 Tabel 25. Sumber dan Karakteristik Kebisingan Pada Industri Penyamakan Kulit ............................. 77 Tabel 26. Baku mutu limbah cair ....................................................................................................... 78 Tabel 27. Biaya investasi ................................................................................................................... 81 Tabel 28. Rincian biaya mesin dan peralatan ..................................................................................... 82 Tabel 29. Struktur pendanaan industri kulit samoa ............................................................................. 83 Tabel 30. Angsuran modal investasi tetap .......................................................................................... 83 Tabel 31. Angsuran modal kerja ........................................................................................................ 83 Tabel 32. Total penerimaan industri kulit samoa ................................................................................ 84 Tabel 33. Penilaian kriteria investasi ................................................................................................. 86 Tabel 34. Analisis sensitifitas terhadap kenaikan harga bahan baku ................................................... 87 Tabel 35. Analisis sensitifitas terhadap harga jual kulit samoa ........................................................... 87 Tabel 36. Analisis sensitivitas terhadap penurunan kapasitas produksi ............................................... 87 Tabel 37. Analisis sensitifitas terhadap nilai tukar mata uang............................................................. 88 Tabel 38. Pengaruh nilai tukar mata uang terhadap laba bersih industri kulit samoa ........................... 88
vii
DAFTAR LAMPIRAN Halaman Lampiran 1. Kuisioner penggunaan AHP ........................................................................................... 95 Lampiran 2. SNI kulit kambing ....................................................................................................... 100 Lampiran 3. Gambar teknik mesin-mesin penyamakan dan cara kerjanya ...................................... 107 Lampiran 4. Estimasi biaya investasi industri kulit samoa ............................................................... 113 Lampiran 5. Modal kerja ................................................................................................................. 115 Lampiran 6. Biaya penyusutan. nilai sisa dan biaya pemeliharaan.................................................... 116 Lampiran 7. Biaya tetap................................................................................................................... 118 Lampiran 8. Biaya variabel .............................................................................................................. 119 Lampiran 9. Biaya operasional ........................................................................................................ 120 Lampiran 10. Laporan laba rugi ....................................................................................................... 122 Lampiran 11. Laporan cash flow...................................................................................................... 121 Lampiran 12. Perhitungan neraca massa minyak biji karet ............................................................... 123 Lampiran 13. Contoh perhitungan neraca massa penyamakan kulit samoa ....................................... 126
viii
I. PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Selama beberapa tahun terakhir perkembangan populasi ternak kambing menunjukkan kecenderungan yang semakin meningkat. Hal ini terlihat pada data statistik Indonesia yang menunjukkan peningkatan populasi ternak kambing dari 12.463.900 ekor pada tahun 2001 menjadi 15.768.400 ekor pada tahun 2009 (BPS, 2010). Peningkatan populasi ternak ini ternyata berakibat terhadap naiknya jumlah kulit mentah yang tersedia. Di lain pihak, kenaikan jumlah kulit mentah yang tersedia itu dihadapkan pada permintaan kulit yang semakin meningkat, baik untuk penjualan atau konsumsi dalam negeri maupun untuk ekspor. Pemanfaatan kulit mentah dalam proses produksi kulit samak merupakan salah satu upaya memanfaatkan hasil samping industri peternakan, sehingga dapat memberikan nilai tambah karena produk olahannya memiliki nilai jual yang tinggi. Selain itu, pendirian industri kulit samoa akan meningkatkan pendapatan nasional, membuka peluang usaha yang dapat menyerap tenaga kerja. Penyamakan kulit terdiri atas banyak proses yang saling berurutan. Sebelum kulit mentah menjadi kulit samak, kulit mengalami proses penyamakan yang secara umum dapat digolongkan menjadi tiga tahap, yaitu: pengerjaan rumah basah (beam house operation), penyamakan (tanning), dan penyelesaian (finishing). Berdasarkan bahan penyamak yang digunakan, dikenal berbagai jenis cara penyamakan seperti penyamakan nabati, sintetis, minyak, aldehida, quinon, dan campuran. Kulit samoa merupakan kulit samak hasil penyamakan dengan menggunakan minyak. Kulit samoa memiliki beberapa kelebihan yaitu daya serap air tinggi, lembut, nyaman bila digunakan, berat jenisnya rendah, dan kotoran yang menempel pada kulit tersebut mudah dihilangkan. Penggunaan kulit samoa dalam kehidupan semakin luas dan beragam. Kulit Samoa memiliki penggunaan khusus dalam penyaringan minyak bumi kualitas tinggi dan pembersih alat-alat optik. Selain itu, produk kulit samoa dapat digunakan sebagai pembersih jendela, badan kendaraan, kacamata, dan sebagainya. Minyak biji karet merupakan minyak nabati yang dapat digunakan dalam penyamakan kulit samoa sebagai alternatif pengganti minyak ikan. Penggunaan minyak biji karet akan menambah nilai estetika dari kulit samoa karena tidak meimbulkan bau. Selain itu biaya pembuatan minyak biji karet relatif lebih murah jika dibandingkan dengan harga minyak ikan. Minyak biji karet berasal dari ekstraksi biji karet. Indonesia merupakan salah satu negara penghasil karet alam terbesar di dunia. Berdasarkan data dari Ditjenbun total areal perkebunan karet di Indonesia sebesar 3.445.121ha pada tahun 2010. Pemanfaatan biji karet untuk saat ini belum optimal, sehingga biji karet sangat berpotensi untuk dijadikan minyak dan digunakan sebagai bahan penyamak kulit (Suparno, 2008) Saat ini, kebutuhan kulit samoa dalam negeri dipenuhi oleh impor, perkembangan impor kulit samoa setiap tahun semakin meningkat. Pada tahun 2008 impor kulit samoa sebesar 295.846 kg dengan nilai U$ 2.090.554 dan pada tahun 2009 meningkat menjadi 419.890 kg dengan nilai U$ 2.609.916 (Kemenperin, 2010). Tingginya permintaan akan kulit samoa dalam negeri membuktikan bahwa industri kulit samoa perlu didirikan di Indonesia. Untuk mengetahui kelayakan pendirian industri tersebut, perlu dilakukan kajian teknoekonomi mengenai pendirian industri kulit samoa. Kajian teknoekonomi ini mengkaji beberapa aspek yang berpengaruh terhadap pendirian industri tersebut. Aspek-aspek yang dikaji meliputi aspek pasar dan pemasaran, aspek teknologis, aspek manajemen operasional, aspek legalitas, aspek lingkungan, dan aspek finansial. Dengan pengkajian aspek-aspek tersebut dapat diketahui apakah industri kulit samoa ini layak atau tidak.
1
1.2 TUJUAN PENELITIAN Tujuan dari penelitian ini adalah untuk melakukan kajian teknoekonomi pendirian industri kulit samoa dari aspek teknis dan teknologis, aspek finansial, aspek pasar dan pemasaran, aspek manajemen, aspek lingkungan, dan aspek legalitas.
1.3 RUANG LINGKUP Ruang lingkup dari penelitian ini meliputi berbagai aspek yang mempengaruhi perencanaan pendirian industri kulit samoa mulai dari pengadaan bahan baku sampai terbentuk kulit samoa. Aspekaspek yang akan dikaji yaitu aspek pasar dan pemasaran yang meliputi analisis pasar dan strategi pasar dan bauran pemasaran. Aspek teknis dan teknologi meliputi ketersediaan bahan baku, penentuan kapasitas produksi, lokasi pendirian pabrik, teknologi penyamakan kulit, neraca massa dan kebutuhan energi, mesin dan peralatan yang digunakan, serta tata letak pabrik, Aspek manajemen operasional, meliputi kebutuhan tenaga kerja, struktur organisasi, dan deskripsi pekerjaan. Aspek legalitas meliputi bentuk badan hukum usaha kulit samoa dan perizinan yang harus dipenuhi terkait pendirian industri kulit samoa. Aspek lingkungan meliputi sumber dan karakteristik limbah yang dihasilkan, serta pengelolaan limbah yang dihasilkan oleh industri kulit samoa. Aspek finansial, meliputi prakiraan jumlah dana yang dibutuhkan, pengkajian laba rugi, dan perhitungan kelayakan investasi.
2
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 KULIT Kulit hewan merupakan bahan mentah kulit samak. Cara pembuatan kulit samak diantaranya adalah dengan mengeluarkan tenunan yang tidak dapat disamak, kemudian menyamak tenunan yang tinggal sedemikian rupa sehingga akan diperoleh sifat-sifat yang dikehendaki (Judoamidjojo, 1981). Menurut Purnomo (1991), bahan baku penyamakan kulit adalah kulit mentah atau kulit segar (fresh hide atau fresh skin), yaitu kulit yang baru saja dilepas dari karkas hewan. Menurut Saripudin (1996), bahan baku kulit didapat dari domestik berupa kulit garaman atau kulit kering dan impor berupa wet blue atau crust. Kulit hewan segar hasil pengulitan ini memiliki sifat alami yang sangat berbeda dengan satu dengan yang lainnya. Faktor yang menyebabkan perbedaan ini cukup banyak, diantaranya adalah faktor umur potong, keturunan, faktor lingkungan hidup, faktor pemeliharaan atau manajemen, faktor bangsa (breed) dan lain-lain (Fahidin dan Muslich, 1999). Struktur kulit hewan dapat dibedakan secara makroskopis dan mikroskopis (histology). Secara makroskopis kulit terdiri dari daerah krupon, daerah kepala dan leher, perut, dan ekor. Daerah satu dan lainnya memiliki sifat-sifat yang berbeda diantaranya tebal kulit hewan kira-kira bergeser dari daerah puncak (gumba) yang tertebal dan berangsur-angsur semakin tipis sampai ke daerah ekor, Sedangkan secara lateral maka daerah tulang punggung tertebal dan berangsur-angsur menipis ke daerah perut (Fahidin dan Muslich, 1999). Pembagian kulit secara makroskopis dapat dilihat pada Gambar 1.
Gambar 1. Pembagian kulit secara makroskopis Ditinjau secara mikroskopis (histologis), kulit hewan mamalia mempunyai struktur yang bersamaan. Kulit memiliki tiga lapisan utama yaitu lapisan epidermis, korium, dan subkutis. Epidermis adalah lapisan luar kulit. Strukturnya seluler dan terdiri dari lapisan-lapisan sel epitel yang dapat berkembang biak dengan sendirinya. Pada penyamakan kulit biasanya lapisan ini harus dibuang sampai bersih. Korium atau derma adalah bagian pokok tenunan kulit yang akan diubah menjadi kulit samak. Korium sebagian besar tersusun dari serat-serat tenunan pengikat. Dalam korium terdapat tiga tipe tenunan pengikat yaitu: tenunan kolagen, elastin, dan reticular. Lapisan subkutis merupakan tenunan pengikat longgar yang menghubungkan korium dengan bagian-bagian lain tubuh. Hipodermis sebagian besar terdiri atas serat-serat kolagen dan elastin (Fahidin dan Muslich, 1999). Penampang kulit dapat dilihat pada Gambar 2.
3
Gambar 2. Sharphouse (1995) Bahan baku yang digunakan dalam pembuatan kulit samoa merupakan hasil samping dari pemotongan kambing. Jumlah lembar kulit yang tersedia sama dengan jumlah pemotongan kambing. Ternak kambing tersebar di seluruh wilayah Indonesia. Hal ini disebabkan karena kambing sanggup hidup dan berkembang biak di daerah-daerah yang ternak lainnya mendapatkan kesulitan. Kambing tahan terhadap keadaan kering atau lembab. Oleh karena itu, pemotongan kambing juga tersebar di berbagai wilayah Indonesia. Pemotongan kambing terbesar berada di Jawa timur dengan jumlah 1.181.849 ekor, kemudian Jawa tengah dengan jumlah 345.711 ekor, Sumatera Selatan dengan jumlah 150.500 ekor, dan jumlah pemotongan paling kecil berada di Provinsi Bangka Belitung dengan jumlah pemotongan kambing 2.540 ekor. Pemotongan kambing per provinsi disajikan dalam Tabel 1.
4
No
Tabel 1. Pemotongan kambing tercatat tahun 2006-2010 per provinsi* Tahun Provinsi 2006 2007 2008 2009
2010
1
Aceh
78.414
237.956
133.152
131.653
142.919
2
Sumatra Utara
84.941
199.302
59.942
45.556
46.011
3
Sumatra Barat
42.253
9.604
66.838
49.083
85.895
4
Riau
40.835
73.499
106.272
110
97.902
5
Jambi
11.747
30.760
24.248
40.374
63.827
6
Sumatra Selatan
97.230
106.562
155.593
149.480
150.500
7
Bengkulu
15.359
17.555
12.517
7.773
8.934
8
Lampung
126.564
166.992
131.730
130.413
131.717
9
Bangka Belitung
2.390
1.103
8.479
2.515
2.540
10
Kepulauan Riau
4.493
5.935
8.884
6.239
6.301
11
Jakarta
90.771
88.029
77.823
65.168
67.826
12
Jawa Barat
69.639
73.053
76.939
113.920
125.590
13
Jawa Tengah
378.268
567.961
309.930
334.765
345.711
14
Yogyakarta
122.493
96.581
45.293
35.190
36.416
15
Jawa Timur
971.825
1.020.501
1.051.116
1.158.082
1.181.849
16
Banten
59.539
181.742
127.511
121.135
133.249
17
Bali
108.638
105.504
122.149
143.628
144.662
18
NTB
16.071
16502
11.093
10.822
11.147
19
NTT
43.622
44.933
46.264
41.638
49.297
20
Kalimantan Barat
19.984
34.913
38.864
46.870
47.810
21
Kalteng
5.500
35.668
28.534
14.219
12.899
22
Kalsel
18.777
18.114
22.191
26.476
26.529
23
Kalimantan Timur
24.447
44.847
37.974
41.830
42.884
24
Sulawesi Utara
51.310
29.893
22.129
29.406
29.847
25
Sulawesi Tengah
36.204
25.765
21.547
28.725
73.568
26
Sulawesi Selatan
26.149
163.758
62.660
41.356
42.183
27
Sulawesi Utara
17.250
21.897
19.700
45.671
47.137
28
Gorontalo
465
11.905
14.911
5.448
11.755
29
Sulawesi Barat
24.477
49.844
8.229
4.937
6.568
30
Maluku
59.763
3.599
8.883
10.926
11.800
31
Maluku Utara
5.546
17.288
5.406
3.514
3.690
32
Irjabar
1.410
1.774
10.078
2.385
2.658
33
Papua
5.406
6.668
10.992
7.827
8.218
*
Direktorat jenderal peternakan (2011)
5
2.2 MINYAK BIJI KARET Minyak biji karet merupakan salah satu jenis minyak mengering (drying oil). Minyak mengering bersifat dapat mengering jika terkena oksidasi dan akan berubah menjadi lapisan tebal, bersifat kental, dan membentuk sejenis selaput jika dibiarkan di udara terbuka (Ketaren, 1986). Kandungan minyak dalam daging biji atau inti biji karet adalah 45-50 % dengan komposisi 17-22 % asam lemak jenuh yang terdiri atas asam palmitat, stearat, arakhidat, serta asam lemak tidak jenuh sebesar 77-82 % yang terdiri atas asam oleat, linoleat, dan linolenat (Hardjosuwito, 1976). Minyak biji karet adalah salah satu minyak nabati yang dapat menggantikan minyak ikan dalam penyamakan. Minyak biji karet tidak menghasilkan kelebihan bau dan warna terhadap kulit samak. Bilangan iodnya, yang merupakan salah satu persyaratan dalam penyamakan minyak, mirip dengan minyak ikan. Karakteristik lainnya seperti bilangan asam, kadar asam lemak bebas/free fatty acid (FFA), bilangan penyabunan, bilangan peroksida, dan densitas mirip dengan minyak ikan (Suparno, 2009a). Perbandingan sifat fisiko kimia antara minyak biji karet dan minyak ikan dapat dilihat pada Tabel 2. Studi pendahuluan ekstraksi minyak biji karet dengan menggunakan alat pengempa berulir yang telah dilakukan di Departemen Teknologi Industri Pertanian-IPB diperoleh minyak biji karet dengan rendemen 27,74%. kadar air 0,09%, kadar minyak dalam bungkil 16, 26%, bilangan iod 138,4. bilangan peroksida 10,6, dan bilangan penyabunan 206,9 (Silam, 1998).
No
Tabel 2. Sifat fisiko kimia minyak biji karet dan minyak ikan * Sifat fisiko kimia Minyak biji karet Minyak ikan
1
Warna (Unit PtCo)
4076
6106
2
Densitas (g/cm3)
0.92
0.92
3
Bilangan iod (g I/100 g minyak)
146
148
4
Bilangan asam (mg KOH/g minyak)
2.08
0.19
5
Kadar asam lemak bebas (%)
1
0.095
6
Bilangan peroksida (meq/kg)
31.33
13.97
7
Bilangan penyabunan (mg KOH/g minyak)
185
168
*
Suparno et al. (2009a)
Bilangan iod menunjukkan ketidakjenuhan dari suatu minyak dan lemak. Menurut Hamilton dan Rossel (1987), bilangan iod adalah jumlah iod yang dapat diikat oleh 100 g minyak atau lemak. Ikatan rangkap yang terdapat dalam asam lemak tidak jenuh akan bereaksi dengan iod atau senyawasenyawa iod. Gliserida dengan ketidakjenuhan yang tinggi akan mengikat iod dalam jumlah yang lebih besar. Menurut Suparno et al. (2009a), minyak biji karet memiliki bilangan iod yang tinggi yaitu 146 yang menunjukkan tingginya kandungan asam lemak tak jenuh yang dimiliki. Bilangan iod yang tinggi merupakan salah satu persyaratan minyak dapat digunakan sebagai bahan penyamak minyak.
2.3 KULIT SAMOA (KULIT SAMAK MINYAK) Kulit samoa (chamois leather) adalah nama yang diberikan untuk kulit yang disamak dengan menggunakan minyak (Sharphouse, 1985). Permintaan akan kulit samoa di pasaran global akan terus meningkat (Krishnan et al., 2005). Kulit tersebut biasanya dihasilkan baik dari kulit kambing atau domba setelah penghilangan kapur (delimed pelt) dan lapisan grain.
6
Kulit samoa dibuat dari kulit domba atau anak sapi dengan lapisan grain yang dihilangkan. Kulit samoa disamak dengan menggunakan minyak ikan untuk membuat kulit tersebut menjadi sangat lembut dan lemas. Kulit ini sangat lunak pada kedua sisinya. Kulit samoa tidak mahal dan sangat umum digunakan untuk penyaringan minyak bumi dan industri alat-alat optik. Kulit samoa juga bisa digunakan untuk industri garmen (Natesan, 1998). Kulit samoa memiliki sifat-sifat yang istimewa, yakni memiliki berat jenis yang sangat rendah, absorpsi air yang tinggi, kelembutan, dan kenyamanan (Wachsmann, 1999). Penggunaan utama kulit samak minyak adalah sebagai alat pencuci, yang memiliki kelebihan diantaranya adalah kapasitas mengabsorpsi air yang tinggi, pengeluaran air dengan mudah, dan sebagian besar kotoran mudah dicuci dari kulit tersebut. Penggunaan lainnya adalah untuk pembuatan sarung tangan, untuk penyaringan air dari minyak bumi, dan orthopaedic leather (Sharpouse, 1995). Kelemahan dari kulit samak minyak adalah ketahanan kurang baik terhadap air panas apabila direndam dengan air panas dengan suhu 70°C selama 2 menit struktur kulit akan mengalami pengerutan dan menjadi lebih keras. Kelebihan dari kulit samak minyak adalah bila struktur kulit yang telah mengkerut akibat dari pemanasan dicelupkan kembali dengan cepat ke dalam air dingin, maka struktur kulit tersebut berangsur-angsur akan kembali seperti semula (Sharphouse, 1985). Persyaratanpersyaratan penting kulit samoa menurut Standar Nasional Indonesia disajikan dalam Tabel 3. Tabel 3. Persyaratan mutu kulit samoa menurut SNI 06-1752-1990* No.
Jenis Uji
Sifat Kimia: Kadar Minyak 1.
Satuan
Persyaratan Maksimum
%
-
10
-
2.
Kadar Abu
%
-
5
3.
pH
-
-
8
Mm
0,3
1,2
-
5 4
-
N/mm2
15
-
2
N/mm
40
Sifat Fisis: Tebal 1. 2.
3.
Ketahanan Gosok cat tutup -Kering -Basah Kekuatan Sobek
4.
Kekuatan Jahit
5.
Kemuluran
%
50
6.
Penyerapan air 2 jam 24 jam Kekuatan Tarik
% %
100 200
N/mm2
7,5
7.
Organoleptik 1. Keadaan Kulit 2.
Warna
Keterangan
Minimum
Sesudah disarikan minyaknya
-
-
Halus
-
Kuning Muda / mendekati Putih
Seperti Beledu
*
Badan Standarisasi Nasional (1990)
7
Sifat-sifat kimia, fisik, dan organoleptik kulit samak minyak biji karet mirip dengan sifat-sifat kulit minyak ikan. Dalam hal warna dan bau, kulit samak biji karet bermutu lebih baik dibandingkan dengan kulit samak minyak ikan. Semua sifat-sifat tersebut memenuhi persyaratan mutu kulit samoa yang dinyatakan dalam SNI 06-1752-1990. Karakteristik kulit samoa dengan bahan penyamak minyak biji karet dan minyak ikan disajikan pada Tabel 4. Tabel 4. Karakteristik kulit samoaa Sifat-sifat kulit samoa
Kulit samak minyak biji
Kulit samak minyak
karet
ikan
6,9-7,0
7,1-7,3
4,8
3,0
0,4-1,0
0,4-1,0
Kekuatan tarik (N/mm )
9,5
7,7
Kemuluran (%)
104
91
388
395
424
437
Kelembutan
7-8
7-8
Warna
8-9
6-7
Bau
7-8
5-6
Sifat-sifat kimia pH Kadar abu (%) Sifat-sifat fisik Tebal (mm) 2
Penyerapan air (%) 1.
2 jam
2.
24 jam *
Sifat-sifat Organoleptik
*
Untuk penilaian skala organoleptik, pada skala 10 poin, 0 = sangat jelek, 10 = sangat baik.
a
Suparno et al. (2009a)
2.4 ANALISIS TEKNOEKONOMI Analisis teknoekonomi adalah analisis yang berkenaan dengan pembangunan proyek yang mencakup beberapa analisis dengan kriteria-kriteria tertentu, yaitu aspek pasar dan pemasaran, aspek teknis teknologis, aspek manajemen operasional, dan aspek finansial, analisis faktor-faktor yang tidak dapat diprediksikan (unpredictable factors). Hal yang penting dalam analisis teknoekonomi adalah perhatian diberikan dalam aspek teknis maupun ekonomi dari suatu persoalan secara lengkap (Sutojo, 2000). Analisis teknoekonomi menyediakan suatu dasar kuantitatif dalam unit moneter untuk pengambilan suatu keputusan dalam masalah teknik. Perhatian ditekankan pada aspek teknik maupun ekonomi terhadap suatu permasalahan secara lengkap (Wright, 1987). Analisis teknoekonomi erat kaitannya dengan pemecahan masalah teknik. Indikator efisiensi ekonomi dijadikan sebagai kriteria pemilihan alternatif. Hasil analisis tersebut akan menentukan kelayakan suatu investasi (Newman, 1990).
8
2.4.1 Aspek Pasar dan pemasaran Pemasaran adalah proses sosial dan manajerial dimana pribadi atau organisasi memperoleh apa yang mereka butuhkan dan inginkan melalui penciptaan dan pertukaran nilai dengan yang lain. Pemasaran (marketing) sebagai proses dimana perusahaan menciptakan nilai bagi pelanggan dan membangun hubungan yang kuat dengan pelanggan, dengan tujuan menangkap nilai dari pelanggan sebagai imbalannya (Kotler, 2002). Aspek pasar dan pemasaran dikaji untuk mengungkapkan permintaan, penawaran, harga, program pemasaran, dan perkiraan penjualan yang dapat dicapai oleh perusahaan, atau pangsa pasar yang dapat dikuasai oleh perusahaan. Selain itu, analisis terhadap pasar dan pemasaran pada suatu usulan proyek ditujukan untuk mendapatkan gambaran tentang potensi pasar bagi produk yang tersedia untuk masa yang akan datang, pangsa pasar yang dapat diserap oleh proyek tersebut dari keseluruhan pasar potensial serta perkembangan pangsa pasar tersebut di masa yang akan datang, dan menentukan jenis strategi pemasaran yang digunakan guna mencapai pangsa pasar yang telah ditetapkan (Husnan dan Muhammad, 2000). Studi pasar dan pemasaran dapat dikatakan merupakan hal yang sangat penting pada setiap studi kelayakan. Bagi suatu proyek baru, pengetahuan dan analisis pasar bersifat menentukan karena banyak keputusan tentang investasi tergantung dari hasil analisis pasar (Simarmata, 1992). Menurut Sutojo (2000) yang perlu diperhatikan dalam mengkaji aspek pasar dan pemasaran adalah bagaimana produk tersebut dalam masa kehidupannya di pasar dewasa ini, berapa permintaan produk di masa lampau dan sekarang, bagaimana komposisi permintaan tiap segmen pasar serta bagaimana kecenderungan perkembangan permintaan tiap segmen pasar serta bagaimana kecenderungan perkembangan permintaan, bagaimana proyeksi permintaan produk pada masa mendatang serta berapa % dari permintaan dapat diambil, bagaimana kemungkinan adanya persaingan.
2.4.2 Aspek Teknis dan Teknologis Aspek teknis dan teknologis merupakan salah satu aspek penting dalam proyek dan berkenaan dengan proses pembangunan industri secara teknis dan pengoperasiannya setelah proyek tersebut selesai dibangun. Berdasarkan analisis aspek teknis dan teknologis dapat diketahui rancangan awal penaksiran biaya investasi (Husnan dan Muhammad, 2000). Analisis teknis mencakup beberapa aspek, yaitu analisis terhadap ketersediaan bahan baku, proses produksi, mesin dan peralatan, kapasitas produksi, perancangan aliran bahan, analisis keterkaitan antar aktivitas, jumlah mesin dan peralatan, keperluan tenaga kerja, penentuan luas pabrik, dan perancangan tata letak pabrik (Husnan dan Muhammad, 2000). Menurut Sujoto (2000) evaluasi aspek teknis dan teknologis mencakup beberapa hal di bawah ini: 1. Penentuan lokasi proyek, yaitu lokasi dimana suatu proyek akan didirikan, baik untuk mempertimbangkan lokasi maupun lahan proyek. Peubah-peubah yang perlu diperhatikan antara lain iklim dan keadaan tanah, fasilitas transportasi, ketersediaan tenaga kerja, tenaga listrik dan air, keadaan dan sikap masyarakat, dan rencana perusahaan untuk perluasan. 2. Penentuan kapasitas produksi ekonomis yang merupakan volume atau jumlah satuan produk yang dihasilkan selama waktu tertentu. Kapasitas produksi merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi efisiensi operasi proyek yang akan didirikan. 3. Pemilihan teknologi yang tepat yang dipengaruhi oleh kemungkinan pengadaan tenaga ahli, bahan baku dan bahan pembantu, kondisi alam dan lainnya tergantung proyek yang didirikan. 4. Penentuan proses produksi yang akan dilakukan dan tata letak pabrik yang akan dipilih, termasuk tata letak bangunan dan fasilitas lain.
9
Faktor-faktor yang mempengaruhi analisis lokasi suatu industri dapat digolongkan menjadi faktor-faktor utama dan faktor-faktor sekunder. Faktor-faktor utama akan berpengaruh secara langsung terhadap kegiatan-kegiatan produksi dan distribusi dari industri yang akan didirikan. Faktorfaktor utama tersebut meliputi letak dari pasar, letak dari sumber bahan baku, tingkat biaya, dan ketersediaan fasilitas pengangkutan, biaya ketersediaan tenaga kerja, dan adanya pembangkit tenaga listrik (Assauri, 1999). Tataletak pabrik merupakan alat efektif untuk mernekan biaya produksi dengan cara menghilangkan atau mengurangi sebesar mungkin semua aktivitas yang tidak produktif (Machfud dan Agung, 1990). Perencanaan tata letak pabrik secara menyeluruh dapat dilakukan dengan berpedoman pada analisis keterkaitan antara aktivitas proses yang terjadi. Analisis keterkaitan antara aktivitas adalah metode analisis penentuan tata letak ruang untuk suatu aktivitas tertentu dengan mempertimbangkan keterkaitan atau interaksinya dengan kegiatan lain pada bagian ruang yang lain (Apple, 1990)
2.4.3 Aspek Manajemen dan Organisasi Manajemen adalah suatu cara penggunaan sumber daya yang ada dengan pengaturan yang baik sehingga tujuan yang dimaksud dapat tercapai (Ariyoto, 1990). Analisis dari aspek ini dimaksudkan untuk memperoleh gambaran mengenai struktur organisasi dari perusahaan. Dari gambaran tersebut akan diketahui tenaga manajemen apa dan berapa yang diperlukan untuk mengelola proyek secara berhasil (Sujoto,2000). Aspek manajemen dan organisasi dapat digolongkan menjadi dua, yaitu: a. Manajemen proyek, yaitu pengelolaan kegiatan yang terkait dengan mewujudkan gagasan sampai menjadi hasil proyek berbentuk fisik. b. Manajemen operasi, yaitu menangani kegiatan operasi dan produksi fasilitas hasil proyek (Soeharto, 2000). Aspek manajemen operasional adalah suatu fungsi atau kegiatan manajemen yang meliputi perencanaan organisasi, staffing, koordinasi, pengarahan, dan pengawasan terhadap operasi perusahaan (Umar, 2007). Manajemen operasi meliputi bentuk organisasi atau badan usaha yang dipilih, struktur organisasi, deskripsi dan spesifikasi jabatan, jumlah tenaga kerja yang diguankan, anggota direksi, dan tenaga lain (Husnan dan Muhammad, 2000).
2.4.4 Aspek Lingkungan dan Legalitas Pembangunan suatu industri hendaknya tetap memperhatikan kepentingan manusia dan lingkungannya. Pembangunan industri yang baik adalah pembangunan berwawasan lingkungan. Pembangunan tersebut dapat terwujud apabila semua komponen dalam perusahaan mengerti pentingnya menjaga keseimbangan lingkungan dalam setiap proses produksinya. Menurut Umar (2007), kajian aspek lingkungan hidup bertujuan untuk menentukan dapat dilaksanakannya industri secara layak atau tidak dilihat dari segi lingkungan hidup. Hal-hal yang berkaitan dengan aspek lingkungan antara lain peraturan dan perundang-undangan analisis mengenai dampak lingkungan (AMDAL) dan penggunaannya dalam kajian pendirian industri dan pelaksanaan proses pengelolaan dampak lingkungan. Aspek legalitas merupakan salah satu aspek penting dalam pendirian sebuah industri karena menyangkut hukum yang mengatur tingkah laku kegiatan usaha yang bersangkutan. Untuk menampung aspirasi dalam mencapai tujuan usaha diperlukan suatu wadah untuk melegalkan
10
kegiatan. Dalam evaluasi yuridis, salah satu pokok pengamatan yang merupakan kekuatan yang menunjang gagasan usaha adalah izin-izin yang harus dimiliki karena izin usaha merupakan syarat legalisasi usaha (Ariyoto, 1990). Aspek legalitas atau yuridis berguna untuk kelangsungan hidup proyek dalam rangka meyakinkan kreditur dan investor bahwa proyek yang akan dibuat sesuai dengan peraturan yang berlaku (Umar, 2007). Menurut Husnan dan Muhammad (2000), dalam pengkajian aspek yuridis atau hukum, hal yang perlu diperhatikan meliputi bentuk badan usaha yang akan digunakan dan berbagai akte, sertifikat, dan izin yang diperlukan.
2.4.5 Aspek Finansial Analisis aspek finansial dilakukan untuk menentukan rencana investasi melalui perhitungan biaya dan manfaat yang diharapkan, dengan membandingkan antara pengeluaran dan pendapatan, seperti ketersediaan dana, biaya modal, kemampuan proyek untuk membayar kembali dana tersebut dalam waktu yang telah ditentukan dan menilai apakah proyek dapat berkembang terus (Umar, 2007). Pada aspek finansial dihitung biaya investasi dan biaya modal kerja. Biaya investasi meliputi pembiayaan kegiatan prainvestasi, pengadaan tanah, bangunan, mesin dan peralatan, berbagai asset tetap, serta biaya-biaya lain yang bersangkutan dengan pembangunan proyek. Biaya modal kerja meliputi biaya produksi (bahan baku, tenaga kerja, overhead pabrik, dan lain-lain), biaya administrasi, biaya pemasaran, dan penyusutan. Kemudian dilakukan penilaian aliran dana yang diperlukan dan kapan dana tersebut dapat dikembalikan sesuai dengan jumlah waktu yang ditetapkan, serta apakah proyek tersebut menguntungkan atau tidak (Edris, 1993). Penyusutan merupakan pengalokasian biaya investasi suatu proyek pada setiap tahun sepanjang umur proyek tersebut. Penyusutan dimaksudkan untuk menjaga agar angka biaya operasi yang dimasukkan ke dalam neraca laba rugi tahunan mencerminkan dana bunga modal. Penghitungan biaya penyusutan ada empat metode yaitu garis lurus, penjumlahan angka tahun, keseimbangan menurun berganda, dan sinking fund (Pramudya dan Nesia, 1992). De Garmo et al. (1984) menyatakan bahwa metode yang sering digunakan adalah metode garis lurus, yakni perhitungan penyusutan didasarkan pada asumsi bahwa penurunan nilai peralatan atau bangunan berlangsung secara konstan selama umur penggunaan. Rumus untuk menghitung penyusutan berdasarkan metode garis lurus adalah sebagai berikut:
dengan: D = Biaya penyusutan setiap tahun P = Harga awal (Rp) S = Harga akhir (Rp) L = Perkiraan umur ekonomis (tahun) Untuk mencari ukuran yang menyeluruh sebagai dasar penerimaan atau penolakan suatu proyek telah dikembangkan berbagai cara yang dinamakan kriteria investasi. Beberapa kriteria investasi yang sering digunakan adalah net present value, internal rate of return, net benefit cost ratio, pay back period, dan analisis sensitivitas (Gray et al., 1992) Analisis sensitivitas bertujuan untuk melihat dampak dari berbagai perubahan dalam masing-masing peubah yang mempengaruhi proyek tersebut. Empat peubah yang dapat mempangaruhi kriteria investasi adalah perubahan (i) Pemanfaatan kapasitas, (ii) harga jual produk, (iii) umur pakai pabrik dan (iv) biaya bahan baku (De Garmo et al., 1990)
11
III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 KERANGKA PEMIKIRAN Kulit samoa merupakan kulit samak hasil penyamakan dengan menggunakan minyak. Penggunaan kulit Samoa dalam kehidupan semakin luas dan beragam. Kulit samoa memiliki penggunaan khusus dalam penyaringan minyak bumi kualitas tinggi dan pembersih alat-alat optik. Selain itu, produk kulit samoa dapat digunakan sebagai pembersih jendela, badan kendaraan, kacamata, dan sebagainya. Perencanaan pengembangan industri kulit samoa ini menghadapi berbagai persoalan seperti penyediaan bahan baku, baik dari segi mutu, kuantitas, maupun kontinuitasnya, investor, pasar, stabilitas harga dan lain-lain. Selain itu, dampak negatif dari pengolahan yang berupa pencemaran lingkungan dalam jangka panjang akan mengancam kelangsungan dari industri yang bersangkutan apabila tidak mendapatkan perhatian serius. Informasi yang berguna untuk pengembangan ini masih banyak dibutuhkan termasuk dalam pemanfaatan teknologi tepat guna dan cara-cara pengolahan kulit berbasis lingkungan. Pendirian industri kulit samoa membutuhkan sejumlah investasi sesuai dengan besar kecilnya proyek yang akan didirikan. Pendirian industri ini dimulai dengan mengetahui dan memahami faktorfaktor dan parameter yang berpengaruh terhadap keberhasilan pendirian industri kulit samoa. Langkah selanjutnya adalah dengan menganalisis dan meramalkan kemungkinan-kemungkinan yang akan terjadi di masa yang akan datang setelah kegiatan industri dilaksanakan. Untuk meminimumkan resiko kegagalan dalam pengambilan keputusan pendirian industri kulit samoa, analisis teknoekonomi industri tersebut dilakukan. Aspek-aspek yang berpengaruh terhadap pendirian industri kulit samoa adalah aspek pasar dan pemasaran, analisis teknis dan teknologis, analisis manajemen, analisis lingkungan dan legalitas, serta analisis finansial. Teknik yang dilakukan dalam analisis teknoekonomi industri kulit samoa adalah dengan melakukan studi pustaka sekaligus mempelajari deskripsi produk dan industri kulit samoa. Kemudian dilanjutkan dengan pengumpulan data dan informasi. Setelah data dan informasi yang dibutuhkan sudah mencukupi, kemudian dilakukan tabulasi data dan analisis pada setiap aspek. Data dan informasi yang sudah dianalisis disusun dalam bentuk laporan lengkap. Alir kerangka pemikiran sebagai langkah-langkah penelitian disajikan pada Gambar 3.
12
Mulai
Studi pustaka, mempelajari deskripsi produk dan industri kulit
Pengumpulan data (primer dan sekunder) Tidak Data cukup? Ya
Survey lapang
Tabulasi data Analisis teknis dan teknologis Metode AHP
Penentuan lokasi pabrik
Referensi, pustaka, Metode time series
Ketersediaan bahan baku dan forecasting
Mengacu ketersediaan bahan baku, kapasitas alat, dan permintaan pasar
Penentuan kapasitas produksi
Pemilihan teknologi proses, mesin dan peralatan
Referensi, wawancara pakar
Mengacu pada kapasitas produksi dan pemilihan teknologi proses dan mesin
Neraca massa dan kebutuhan energi
Metode AR-Chart
Perhitungan dengan Microsoft office excel
Perancangan tata letak
Analisis Finansial Penentuan asumsi
Sumber dana dan struktur pembiayaan Biaya investasi
Proyeksi laba rugi Proyeksi arus kas
PBP, IRR, NPV, B/C ratio, BEP Analisis sensitifitas
A
13
A
Analisis pasar dan pemasaran
Identifikasi potensi pasar
Segmenting, targeting, Positioning, market mix Analisis manajemen operasional
Referensi, pustaka
Struktur organisasi Deskripsi kerja
Spesifikasi kerja Kebutuhan tenaga kerja Analisis lingkungan dan legalitas
Analisis dampak lingkungan penangananya limbah hasil produksi kulit samoa
Peraturan pemerintah dan perizinan Penyusunan laporan
Selesai
Gambar 3. Diagram alir tahapan penelitian
3.2 METODE PENGUMPULAN DATA Data dan informasi merupakan bahan dasar dalam analisis aspek-aspek yang berkaitan dengan proses perencanaan pendirian industri. Data-data yang dikumpulkan meliputi data primer dan data sekunder. Pengumpulan data ini bertujuan untuk memperoleh informasi, gambaran dan keterangan tentang hal-hal yang berhubungan dengan penelitian, yaitu analisis teknoekonomi pendirian industri kulit samoa. Data tersebut diharapkan dapat digunakan untuk pemecahan masalah dan pengambilan keputusan. Metode yang akan digunakan dalam pengumpulan data primer adalah wawancara dan pengamatan langsung (survei lapang). Pengumpulan data sekunder dilakukan dengan studi pustaka dan mencatat data yang telah tersedia pada instansi-instansi yang ada hubungannya dengan studi ini. Data sekunder diperoleh melalui jurnal, buku, data-data statistik dari industri terkait dan internet. Data-data yang diperlukan disajikan pada Tabel 5.
14
Jenis data 1
Tabel 5. Jenis data, sumber data, dan metode pengumpulan data Sumber Metode pengumpulan data
Pasar dan pemasaran Harga jual kulit samoa
Swalayan, toko, internet
Survey, pengumpulan dokumen
Perkembangan pengguna kendaraan
BPS, Kemenperin
Pengumpulan dokumen
BPS
Pengumpulan dokumen
BPS, pakar
Pengumpulan
bermotor ekspor impor kulit samoa 2.
Teknik dan teknologi Daftar lokasi alternatif pendirian industri kulit samoa
dokumen,
dan
wawancara
Metode pemilihan lokasi
Pakar
wawancara
Populasi kambing
Direktorat jendral peternakan
Pengumpulan dokumen
Jumlah kambing terpotong
Direktorat jendral peternakan
Pengumpulan dokumen
neraca massa
scaleup hasil lab
penelitian di laboratorium
Teknologi pembuatan minyak biji
Jurnal, pakar
wawancara, dan Pengumpulan
karet
dokumen
Teknologi pembuatan kulit samoa
Jurnal, pakar, perusahaan kulit
Wawancara, dan Pengumpulan dokumen, survey
Mesin pembuat minyak biji karet
internet
Pengumpulan dokumen
Mesin dan alat pembuatan kulit
distributor mesin, internet
Pengumpulan dokumen
Buku dan pakar
wawancara
Spesifikasi dan deskripsi pekerjaan
Buku
Pengumpulan dokumen
Jenis kebutuhan tenaga kerja
Buku
Pengumpulan dokumen
Daftar jenis bentuk usaha
Undang-undang/peraturan
Pengumpulan dokumen
Peraturan pemerintah dan perizinan
Undang-undang/peraturan
Pengumpulan dokumen
pengolahan dan pembuangan limbah
Buku, jurnal, dan pakar
Wawancara, dan Pengumpulan
samoa Metode perencanaan tata letak 3.
4.
Manajemen operasional
Lingkungan dan legalitas
dokumen 5.
Finansial
a.
Daftar penentuan asumsi
Buku, internet
Pengumpulan dokumen
b.
Daftar harga mesin dan alat yang
Distributor mesin, internet
wawancara
Kemenperin, pengusaha kulit
wawancara, dan Pengumpulan
digunakan c.
Harga kulit kambing
dokumen d. e.
Daftar harga bahan pembuatan kulit
Pengusaha
samoa
bahan penyamak
Metode perhitungan PBP,
IRR,
kulit,
distributor
Wawancara
Buku
Pengumpulan dokumen
Buku
Pengumpulan dokumen
NPV, B/C Ratio, BEP f.
Jenis analisis sensitivitas
15
3.3 ANALISIS DATA Analisis data dilakukan secara kualitatif dan kuantitatif yang meliputi analisis pasar dan pemasaran, analisis teknis dan teknologis, analisis manajemen operasional, dan analisis finansial. Analisis kualitatif menggunakan parameter-parameter yang tidak terukur secara nominal, namun dapat dijadikan dasar dalam pengambilan keputusan. Analisis kuantitatif dilakukan terhadap data-data dan parameter yang dapat terukur secara nominal. 1. Analisis Pasar dan Pemasaran Menurut Sutojo (1991), hal yang perlu diperhatikan dalam mengkaji aspek pasar dan pemasaran antara lain adalah kedudukan produk di pasar saat ini, komposisi dan perkembangan permintaan produk dimasa sekarang, proyeksi permintaan produk pada masa mendatang, kemungkinan adanya pesaing, peranan pemerintah dan swasta dalam menunjang perkembangan produk dan pemasaran produk. Aspek-aspek yang dikaji pada analisis pasar dan pemasaran meliputi analisis potensi pasar dan strategi pemasaran untuk mencapai pangsa pasar kulit samoa. Semua aspek tersebut diukur dengan teknik yang sesuai dengan penelitian dan sumber data yang diperoleh. Setelah diketahui potensi pasar yang dapat diraih, maka diperlukan strategi pemasaran, diantaranya dengan segmentasi (segmenting), penentuan target pasar (targetting), dan penentuan posisi di pasar (positioning), serta bauran pemasaran (marketing mix). Langkah-langkah dalam analisis pasar dan pemasaran disajikan pada Gambar 4.
Mulai
Pencarian data
Data cukup?
Analisis potensi pasar Penentuan strategi pemasaran Penentuan strategi bauran pemasaran
selesai
Gambar 4. Diagram alir proses analisis pasar dan pemasaran
16
2.
Analisis Teknis dan Teknologis
Analisis teknis dan teknologis meliputi ketersediaan bahan baku, penentuan kapasitas produksi dan lokasi, pemilihan teknologi proses, mesin dan peralatan, neraca massa dan kebutuhan energi, perencanaan tata letak, kebutuhan luas ruang produksi, serta layout dari pabrik tersebut. Diagram alir proses analisis aspek teknis dan teknologi dapat dilihat pada Gambar 5.
Mulai Analisis data sekunder daerah yang berpotensi untuk lokasi pabrik, diskusi dengan pakar
Penentuan kriteria dan alternatif pemilihan lokasi pendirian pabrik Penyusunan matriks hierarki AHP
Penyebaran kuisioner AHP
Penilaian alternatif dan kriteria pemilihan lokasi pendirian pabrik
Menggunakan Software Expert choice 2000
Pengolahan data hasil kuisioner Tidak Consistency Ratio kurang dari 0,1 Ya Lokasi pabrik
Referensi, pustaka Mengacu pada ketersediaan bahan baku, kapasitas alat, dan permintaan pasar
Referensi, wawancara Scale up hasi lab, mengacu pada kapasitas produksi dan pemilihan teknologi proses dan mesin
Metode AR-Chart
Pencarian data bahan baku
Penentuan kapasitas produksi Pemilihan teknologi proses produksi, mesin, dan peralatan
Penyusunan neraca massa dan kebutuhan energi Penyusunan tata letak pabrik dan kebutuhan luas ruang produksi
selesai
Gambar 5. Diagram alir proses analisis teknis dan teknologis
17
Ketersediaan bahan baku dianalisis dengan mengkaji data populasi kambing, serta data pemotongan hewan tersebut. Jika kebutuhan bahan baku tidak terpenuhi, maka dilakukan pencarian alternatif bahan baku yang lain. Untuk memperkirakan jumlah bahan baku dimasa yang akan datang digunakan teknik peramalan atau prakiraan (forecasting). Teknik prakiraan dibagi menjadi dua kategori utama, yaitu metode kuantitatif dan metode kualitatif. Metode kuantitatif dapat dibagi menjadi metode time series dan metode kausal (sebab akibat) Metode kualitatif dapat dibagi menjadi metode eksploratif dan metode normatif. Metode prakiraan kuantitatif dapat diaplikasikan apabila terdapat pada kondisi: tersedianya informasi tentang masa lalu, Informasi tersebut dapat dikuantitatifkan dalam bentuk data numerik, dan keadaan masa lalu diasumsikan akan berlanjut terus dimasa mendatang. Penentuan lokasi pendirian pabrik harus dianalisis secara cermat karena akan berpengaruh terhadap kelangsungan pabrik yang akan didirikan. Penentuan lokasi industri kulit samoa dilakukan dengan menggunakan metode AHP. Menurut Marimin (2004) prinsip kerja AHP adalah penyederhanaan suatu persoalan kompleks yang tidak terstruktur, stratejik, dan dinamik menjadi bagian-bagiannya, serta menata dalam suatu hierarki, kemudian tingkat kepentingan setiap variabel diberi nilai numerik secara subyektif tentang arti penting variabel tersebut secara relatif dibandingkan dengan variabel yang lain, dari berbagai pertimbangan tersebut kemudian dilakukan sintesa untuk menetapkan variabel yang memiliki prioritas tinggi dan berperan untuk mempengaruhi hasil pada sistem tersebut. Langkah- langkah yang perlu dilakukan dalam pemilihan lokasi dengan menggunakan AHP adalah menyusun hierarki AHP, hierarki ini berisi tentang faktor-faktor yang berpengaruh terhadap lokasi pendirian industri kulit samoa dan alternatif lokasi yang ditentukan. Setelah dilakukan penyusunan hierarki AHP, proses selanjutnya adalah pembuatan kulisioner dan penyebaran kuisioner. Dalam pengolahan data hasil kuisioner, bila konsistensi data lebih dari 0,1 maka data tidak konsisten dan perlu dikaji ulang dan jika konsistensi data kurang dari 0,1 berarti data tersebut konsisten sehingga diperoleh lokasi terpilih. Penentuan kapasitas produksi dilakukan dengan memperhatikan ketersediaan bahan baku dan permintaan pasar. Komponen tersebut dianalisis, sehingga didapatkan kapasitas produksi kulit samoa. Pemilihan teknologi proses produksi didasarkan pada proses produksi yang menghasilkan produk paling optimal. Teknologi yang diterapkan mengacu dari penelitian sebelumnya, teknologi produksi skala lab kemudian di scale up menjadi skala industri. Pemilihan mesin dan peralatan ditentukan berdasarkan teknologi dan proses produksi yang dipilih. Neraca massa disusun untuk melihat laju alir, jumlah input, dan jumlah output masing-masing komponen bahan pada setiap proses dan kebutuhan energi digunakan untuk untuk mengetahui seberapa besar energi yang dibutuhkan dalam proses pembuatan kulit samoa. Penentuan tata letak pabrik dilakukan dengan menganalisis keterkaitan antar aktivitas, kemudian menentukan kebutuhan luas ruang dan alokasi area. Untuk menggambarkan hubungan keterkaitan antar aktivitas, maka diberikan derajat keterkaitan/keeratan hubungan yang dinyatakan sebagai A, E, I, O, dan U, yang mana: A (absolutely necessary) menunjukkan bahwa letak antara dua kegiatan harus saling berdekatan dan bersebelahan. E (especially important) menunjukkan bahwa letak antara dua kegiatan harus bersebelahan. I (important) menunjukkan bahwa letak antara dua kegiatan cukup berdekatan. O (ordinary important) menunjukkan bahwa letak antara dua kegiatan tidak harus saling berdekatan. U (unimportant) menunjukkan bahwa letak antara dua kegiatan bebas dan tidak saling mengikat. X (undesirable) menunjukkan bahwa letak antara dua kegiatan harus saling berjauhan dan tidak boleh saling berdekatan.
18
Sandi derajat hubungan aktivitas diletakkan pada bagian dalam kotak bagan keterkaitan antar aktivitas. Alasan-alasan yang mendukung kedekatan hubungan meliputi keterkaitan produksi, keterkaitan pekerja, dan aliran informasi. Alasan keterkaitan produksi meliputi urutan aliran kerja, penggunaan peralatan, catatan dan ruang yang sama, kebisingan, kotor, debu, getaran, serta kemudahan pemindahan barang. Alasan keterkaitan pekerja meliputi penggunaan karyawan yang sama, pentingnya berhubungan, jalur perjalanan, kemudahan pengawasan, pelaksanaan pekerjaan serupa, pemindahan pekerja, dan gangguan pekerja. Alasan informasi meliputi penggunaan catatan yang sama, hubungan kertas kerja, dan penggunaan alat komunikasi yang sama (Apple, 1990). Pada peta keterkaitan antar aktivitas, alasan-alasan pendukung ini disesuaikan penempatannya dalam kotak agar tidak tumpang tindih dengan kode derajat hubungan antar aktivitas. Tahapan proses dalam merencanakan peta keterkaitan antar aktivitas adalah sebagai berikut: 1. Mengidentifikasi semua kegiatan penting dan kegiatan tambahan 2. Membagi kegiatan tersebut ke dalam kelompok kegiatan produksi dan pelayanan. 3. Mengelompokkan data aliran bahan atau barang, informasi, pekerja, dan lainnya. 4. Menentukan faktor atau sub faktor mana yang menunjukkan keterkaitan (produksi, pekerja, dan aliran informasi) 5. Mempersiapkan peta aliran aktivitas. 6. Memasukkan kegiatan yang sedang dianalisis ke sebelelah kiri peta keterkaitan aktivitas. Urutannya tidak mengikat, namun dapat juga diurutkan melalui logika ketergantungan kegiatan. 7. Memasukkan derajat hubungan antar aktivitas di dalam kotak yang tersedia. Pada keterkaitan antar aktivitas yang telah dibuat kemudian diolah lebih lanjut menjadi diagram keterkaitan antar aktivitas. Berikut ini tahapan proses pembuatan diagram keterkaitan antar aktivitas. 1. Mendaftar semua kegiatan pada templet kegiatan diagram keterkaitan aktivitas 2. Memasukkan nomor kegiatan dari peta keterkaitan aktivitas pada sisi pojok dan tengah setiap templet kegiatan diagram keterkaitan aktivitas untuk menunjukkan derajat kedekatan antar aktivitas. 3. Melanjutkan prosedur untuk setiap templet yang tersedia sampai keseluruhan kegiatan tercatat. 4. Menyusun model dalam sebuah diagram keterkaitan aktivitas, memasangkan yang A terlebih dahulu, kemudian E, dan seterusnya. 5. Menggambarkan pola aliran sederhana Setelah diagram keterkaitan terbentuk, dilakukan pengalokasian aktifitas dengan menggunakan metode Total Closeness Rating (TCR), yang dirumuskan sebagai berikut: ∑ ( )
Keterangan : V(rij) = Derajat hubungan aktifitas yang diberikan pada aktifitas id an j m = Jumlah aktifitas Perancangan tata letak pabrik didasarkan pada diagram alir proses produksi dan diagram keterkaitan aktivitas yang ditentukan sebelumnya. Selanjutnya tata letak pabrik disussun dengan denah yang efektif dan efisien dari minimalnya jarak perpindahan bahan, keteraturan tempat kerja, dan runutnya aliran proses. Kebutuhan luas ruang produksi tergantung jumlah mesin dan peralatan, tenaga kerja atau operator yang menangani fasilitas produksi, serta jumlah dan jenis sarana yang mendukung kegiatan produksi.
19
8.
Analisis Manajemen dan Organisasi
Kajian terhadap manajemen operasional meliputi pemilihan bentuk perusahaan, struktur organisasi yang sesuai, kebutuhan tenaga kerja, deskripsi dan spesifikasi kerja. Alir analisis manajemen operasional disajikan pada Gambar 6.
Mulai
Menentukan tujuan perusahaan, dengan mempertimbangkan: Data prakiraan investasi yang diperlukan dari penggunaan mesin dan bahan baku Data kapasitas produksi Teknologi proses yang digunakan
Menentukan bentuk usaha yang dipilih Menentukan struktur organisasi, deskripsi dan spesifikasi kerja, dan kebutuhan tenaga kerja
selesai
Gambar 6. Diagram alir proses manajemen operasional Menurut Husnan dan Muhammad (2000), hal yang perlu dipelajari dalam aspek manajemen adalah manajemen selama masa pembangunan proyek yang meliputi pelaksanaan proyek tersebut, jadwal penyelesaian proyek, aktor yang melakukan studi setiap aspek dan manajemen dalam operasi. Manajemen dalam operasi meliputi bentuk organisasi atau badan usaha yang dipilih, struktur organisasi, deskripsi jabatan, jumlah tenaga kerja yang akan dipergunakan dan anggota direksi serta tenaga-tenaga terinci. 4. Analisis Lingkungan dan Legalitas Pada aspek lingkungan akan dilakukan pengkajian terhadap limbah yang dihasilkan oleh industri kulit samoa, dampak negatif pendirian industri kulit samoa terhadap lingkungan seperti kemungkinan pencemaran limbah atau sampah dan polusi udara, tanah, dan air, dan penangan limbah yang dihasilkan oleh industri kulit samoa. Analisis terhadap aspek legalitas meliputi tata cara perizinan pendirian pabrik yang diantaranya adalah prosedur perizinan dan pendirian badan/bentuk usaha perusahaan, izin pendirian bangunan, izin melakukan dagang, dan peraturan pajak. 5. Analisis Finansial Aspek yang akan dikaji dalam analisis finansial adalah perkiraan jumlah modal investasi dan modal kerja, biaya operasional, struktur pembiayaan, rencana penerimaan, dan penentuan kelayakan industri secara finansial dengan menggunakan kriteria-kriteria penentu kelayakan industri yang
20
meliputi Break Even Point, Net present Value, Internal rate of Return, Net Benefit Cost Ratio, Pay Back Period,dan analisis sensitivitas. Mulai
Pencarian data
Tabulasi biaya bahan baku, bahan pembantu, tenaga kerja, dan menghitung biaya investasi Perhitungan dengan Microsoft office excel
Menentukan Sumber dana dan struktur pembiayaan
Perhitungan proyeksi laba rugi, PBP, IRR, NPV, B/C ratio, BEP, dan analisis sensitivitas
selesai
Gambar 7. Diagram alir analisi finansial
1.
Net Present Value (NPV)
Net present value merupakan perbedaan nilai investasi sekarang dari keuntungan dan biaya dimasa yang akan datang. Formulasi yang digunakan untuk menghitung NPV adalah (Gray et al., 1993): ∑
(
)
dengan: Bt = Keuntungan pada tahun ke-t Ct = Biaya pada tahun ke-t i = Tingkat suku bunga (%) t = Periode investasi (t = 0,1,2,3,....,n) n = Umur ekonomis proyek Penilaian kelayakan investasi secara finansial menggunakan tiga kriteria metode NPV, yaitu: 1. Jika nilai NPV ≥ 0, menunjukkan bahwa proyek atau industri tersebut menguntungkan atau layak dilaksanakan 2. Jika nilai NPV = 0, menunjukkan bahwa proyek atau industri tersebut tidak untung tetapi juga tidak rugi, jadi tergantung pada penilaian subyektif pengambilan keputusan. 3. Jika nilai NPV ≤ 0, menunjukkan bahwa proyek atau industri tersebut merugikan karena penerimaan lebih kecil daripada biaya, jadi lebih baik tidak dilaksanakan.
21
2.
Internal Rate of Return (IRR)
Internal rate of return (IRR) adalah tingkat suku bunga pada saat NPV sama dengan nol dan dinyatakan dalam % (Gray et al., 1993). IRR merupakan tingkat bunga yang bilamana dipergunakan untuk mendiskonto seluruh kas masuk pada tahun-tahun operasi proyek akan menghasilkan jumlah kas yang sama dengan investasi proyek. Tujuan perhitungan IRR adalah mengetahui %tase keuntungan dari suatu proyek tiap tahunnya. Proyek layak dijalankan bila nilai IRR besar atau sama dengan dari nilai suku bunga yang berlaku. Menurut Kadariah et al. (1999), rumus IRR adalah sebagai berikut.
( )
( )
dengan: NPV (+) NPV (-) i(+) i(-) 3.
( )
[ - ( )] ( ) ( )
= NPV bernilai positif = NPV bernilai negative = suku bunga yang membuat NPV positif = suku bunga yang membuat NPV negatif
Net Benefit Cost Ratio (Net B/C)
B/C ratio sering disebut sebagai profit ability index dan excess present value index, yang merupakan perbandingan antara keuntungan yang diperoleh terhadap biaya yang dikeluarkan (D Garmo et al., 1984). Metode yang digunakan dalam analisa B/C Ratio adalah Net Benefit-Cost Ratio yang merupakan perbandingan antara NPV terhadap present cost. Jika net B/C bernilai lebih dari satu, berarti NPV > 0 dan proyek layak dijalankan, sedangkan jika net B/C kurang dari satu, maka proyek sebaiknya tidak dijalankan (Kadariah et al., 1999). Kriteria keputusan yang diambil adalah layak jika B/C > 1. rumus B/C Ratio adalah sebagai berikut (Gray et al., 1993): ∑ ∑
dengan: Bt Ct n t i 4.
(
)
(
)
= Penerimaan (Benefit) pada tahun ke-t = Biaya (Cost) pada tahun ke-t = Umur proyek = tahun proyek = Discount rate
Break Even Point (BEP)
Menurut Sutojo (2000), suatu proyek telah dikatakan mencapai titik impas (Break Even Point) apabila jumlah hasil penjualan produknya pada suatu periode waktu tertentu sama dengan jumlah biaya yang ditanggung sehingga proyek tersebut tidak mengalami kerugian tetapi juga tidak memperoleh laba. Menurut Soeharto (2000), hubungan antara biaya tetap dan biaya variabel dapat disajikan pada rumus dan grafik (Gambar 8) berikut:
22
dengan: Qi = Jumlah unit (volum) yang dihasilkan dan terjual pada titik impas FC = Biaya tetap P = Harga penjualan per unit VC = Biaya tidak tetap per unit Biaya (Rupiah) d(pendapatan)
c (biaya total)
b (biaya tidak tetap) Titik I (impas) a (biaya tetap)
Volum produksi (jumlah output) Gambar 8. Grafik analisis BEP Break Even Point merupakan titik dimana total biaya produksi sama dengan pendapatan. Titik impas menunjukkan bahwa tingkat produksi telah menghasilkan pendapatan yang sama besarnya dengan biaya produksi yang dikeluarkan. Pada Gambar 8, titik tersebut ditunjukkan oleh huruf I. Sumbu vertikal menunjukkan jumlah biaya (produksi atau pendapatan) yang dinyatakan dalam rupiah, sedangkan sumbu horizontal menunjukkan volume produksi (jumlah output) yang dinyatakan dalam satuan unit. Garis a, b, c, berturut-turut adalah biaya tetap, biaya tidak tetap, dan biaya total. Biaya total adalah jumlah dari a dan b, sedangkan d adalah jumlah pendapatan dari penjualan produksi. Di atas titik I, diantara garis c dan d merupakan daerah laba. Selain dapat mengungkapkan hubungan antara volum produksi, harga satuan, dan laba, analisis titik impas bagi manajemen akan memberikan informasi mengenai hubungan antara biaya tetap dan biaya variabel. Berdasarkan grafik dan rumus dan Gambar 8. Perusahaan dengan biaya tetap yang tinggi harus memproduksi dan menjual lebih banyak produk untuk sampai pada titik impas dibanding perusahaan dengan biaya tetap lebih rendah agar perusahaan tersebut tidak mengalami kerugian. 5.
Pay back Period (PBP)
Pay Back Period (PBP) diartikan sebagai jangka waktu kembalinya investasi yang dikeluarkan, melalui keuntungan yang diperoleh dari suatu proyek. Rumus yang digunakan untuk menghitung nilai PBP adalah sebagai berikut.
(
)
23
Dimana: n = periode investasi pada saat nilai kumulatif Bt-Ct negatif yang terakhir (tahun) m = nilai kumulatif Bt-Ct negatif yang terakhir (Rp) Bn = manfaat bruto pada tahun ke-n (Rp) Cn = biaya bruto pada tahun ke-n (Rp). 6.
Analisis sensitivitas
Analisis ini dimaksudkan untuk mengkaji sejauh mana perubahan parameter aspek finansial berpengaruh terhadap keputusan yang dipilih. Apabila nilai unsur tertentu berubah dengan variasi yang relatif besar tetapi tidak berakibat terhadap investasi, maka dikatakan bahwa keputusan untuk berinvestasi pada suatu proyek tidak sensitif terhada unsur yang dimaksud. Sebaliknya bila terjadi perubahan yang kecil saja mengakibatkan perubahan keputusan investasi, maka dinamakan keputusan untuk berinvestasi tersebut sensitif terhadap unsur yang dimaksud. Analisis sensitivitas terhadap unsur-unsur yang terdapat di dalam aliran kas meliputi perubahan harga bahan baku, biaya produksi, berkurangnya pangsa pasar, turunnya harga jual produk per unit, ataupun tingkat bunga pinjaman (Soeharto, 2000). Selain itu dianalisis juga resiko nilai tukar mata uang asing.
24
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 ASPEK PASAR DAN PEMASARAN Aspek pasar merupakan salah satu aspek yang perlu dikaji untuk mengetahui kelayakan dari pendirian industri kulit samoa. Suatu industri yang dinyatakan layak dari aspek teknis dan aspek finansial namun pasarnya tidak ada, maka industri tersebut dianggap tidak layak untuk dijalankan. Untuk itu, sebelum industri kulit samoa didirikan dilakukan pengkajian terhadap pasar potensial kulit samoa. Pasar berdasarkan tujuan pembeliannya dibedakan menjadi dua macam, yaitu pasar konsumen akhir dan pasar organisasional (pasar bisnis). Pasar konsumen terdiri atas setiap individu dan rumah tangga yang tujuan pembeliannya untuk memenuhi kebutuhan sendiri atau untuk dikonsumsi langsung. Sementara itu, pasar organisasional terdiri atas organisasi, pemakai industri, pedagang, pemerintah, dan lembaga non profit yang tujuan pembeliannya adalah untuk diproses lebih lanjut hingga menjadi produk akhir, dijual kembali, disewakan, atau dipasok kepada pihak lain, baik untuk kepentingan meraih laba ataupun untuk meningkatkan kesejahteraan anggotanya. Berdasarkan tujuan pembeliannya, kulit samoa ini termasuk dalam pasar konsumen akhir.
4.1.1 Potensi Pasar Kulit samoa merupakan salah satu produk yang popular dalam perdagangan. Kulit samoa memiliki sifat-sifat yang istimewa, yaitu daya serap air tinggi, lembut, nyaman, dan berat jenisnnya rendah. Bila digunakan untuk lap mobil kulit samoa tidak menimbulkan goresan-goresan tipis, tidak menyebabkan swirl marks, kotoran mudah dicuci dari kulit tersebut, serta pengeluaran airnya mudah. Kulit samoa biasanya digunakan untuk alat pencuci, lap kaca mata dan perhiasan, penyaringan minyak bumi, sarung tangan, orthopaedic leather, selimut, golf grip, industri garmen, dan lain-lain. Potensi pasar adalah seluruh permintaan/kebutuhan konsumen yang didasarkan atas dua faktor: jumlah konsumen potensial dan daya beli. Konsumen potensial adalah konsumen yang memiliki keinginan untuk membeli. Daya beli adalah kemampuan konsumen dalam rangka untuk membeli barang. Permintaan akan kulit samoa di pasaran global terus meningkat seiring dengan meningkatnya jumlah kendaraan bermotor, pengguna kaca mata, dan jumlah perumahan yang dilengkapi jendela berkaca. Kulit jenis tersebut biasanya dihasilkan baik dari kulit kambing atau domba setelah penghilangan kapur dan lapisan rajah (Suparno 2009). Secara nasional terjadi peningkatan jumlah kendaraan bermotor sebesar 8%. Tahun 2008 jumlah kendaraan bermotor yang ada di Indonesia sebesar 65.273.451 dan pada tahun 2009 meningkat menjadi 70.714.569. Untuk lebih jelasnya jumlah kendaraan bermotor tahun 2000-2009 di Indonesia disajikan dalam Tabel 6.
25
Tabel 6. Perkembangan jumlah kendaraan bermotor menurut jenis tahun 2000-2009 di Indonesia* Tahun
Mobil Penumpang
Bus
Truk
Sepeda Motor
Jumlah
2000
3.038.913
666.280
1.707.134
13.563.017
18.975.344
2001
3.261.807
687.770
1.759.547
15.492.148
21.201.272
2002
3.403.433
714.222
1.865.398
17.002.140
22.985.193
2003
3.885.228
798.079
2.047.022
19.976.376
26.706.705
2004
4.464.281
933.199
2.315.779
23.055.834
30.769.093
2005
5.494.034
1.184.918
2.920.828
28.556.498
38.156.278
2006
6.615.104
1.511.129
3.541.800
33.413.222
45.081.255
2007
8.864.961
2.103.423
4.845.937
41.955.128
57.769.449
2008
9.859.926
2.583.170
5.146.674
47.683.681
65.273.451
2009
1. 36. 125
2.729.572
5.187.740
52.433.132
70.714.569
*
BPS (2010)
Secara umum teknik pengukuran permintaan dapat dilakukan dengan (1) penggunaan data impor, (2) penggunaan data impor, ekspor, produksi dalam negeri dan perubahan sediaan selama massa yang bersangkutan, dan (3) metode rasio rantai. Penggunaan data impor digunakan jika selama ini produk yang dikonsumsi oleh penduduk semuanya berasal dari impor, maka untuk mengukur permintaan produk pada periode tertentu secara otomatis adalah jumlah produk yang diimpor dalam periode yang bersangkutan (Suratman, 2002). Permintaan kulit samoa dalam negeri tinggi dan permintaan semakin meningkat tiap tahunnya, namun untuk saat ini di Indonesia belum ada pabrik yang memproduksi kulit samoa, pemenuhan kebutuhan kulit samoa dalam negeri dipenuhi oleh impor. Pada tahun 2010 impor kulit samoa di Indonesia sebesar 374,132 kg dengan nilai mencapai US$ 1,354,861 karena di Indonesia belum ada industri kulit samoa maka impor kulit samoa sama dengan permintaan kulit samoa di Indonesia. Tabel 7 memperlihatkan jumlah impor kulit samoa dari tahun 2007-2010. Data tersebut memperlihatkan permintaan kulit samoa di Indonesia semakin meningkat. Tabel 7. Impor chamois Indonesia tahun 2007-2010a Tahun Berat (kg) 2007
55.220
2008
295.846
2009
419.890
2010
374.132
2011*
556.467
a
Kementrian Perindustrian (2010) * Proyeksi impor Hasil prakiraan menunjukkan bahwa permintaan kulit samoa tahun 2011 akan meningkat, jumlah permintaan kulit samoa sebesar 556.467 kg. Jumlah tersebut adalah pasar potensial dari industri kulit samoa karena tidak ada penyediaan kulit samoa dalam negeri. Untuk menentukan pangsa pasar yang dapat diraih oleh industri kulit samoa yang akan didirikan, perlu dikaji derajat persaingan struktur pasar kulit samoa. Berdasarkan data dari Kemenperin (2011), tidak ada industri penyamakan kulit di Indonesia yang memproduksi kulit samoa.
26
Hal ini bukan berarti terjadi pasar monopoli karena banyak distributor yang mengimpor kulit samoa kemudian dijual di dalam negeri. Struktur pasar kulit samoa cenderung pasar monopolistik, namun kulit samoa yang akan diproduksi ini memiliki keunggulan dibandingkan produk yang ada dipasaran, baik dari sisi geografis maupun dari mutu produk yang dihasilkan. Kulit samoa yang akan diproduksi terbuat dari kulit asli sedangkan yang ada dipasaran saat ini samoa terbuat dari bahan sintetis dan hanya sebagian kecil yang terbuat dari kulit asli. Samoa sintetik yang ada dipasarkan cukup banyak jenis dan merknya, berdasarkan hasil survey merk samoa sintetik yang ada dipasaran adalah aion plas chamois, kain synthetic cloth, flash synthetic, ruv chamois cloth, 3M, kenma synthetic chamois, tugachi, Aisana PVA chamois, keano, oshiwa, dan chammy chamois, dan sebagainya. Berdasarkan hasil pengumpulan data dan survey yang dilakukan di carrefour Cawang MT. Haryono menunjukkan bahwa samoa yang biasa dibeli oleh konsumen adalah aion, walaupun produk ini harganya lebih mahal dari produk sejenisnya, namun konsumen lebih menyukai membeli produk ini. Hal ini karena aion mutunya sangat bagus, tahan lama, dan daya serap airnya tinggi. Industri kulit samoa memiliki peluang pasar sendiri karena pesaing terdekat belum ada. Hal ini dapat dibuktikan dari produk sejenis yang ada di pasaran, produk tersebut memiliki kegunaan yang sama, namun bahan baku yang digunakan berbeda sehingga kulit samoa yang diproduksi memiliki karakteristik yang berbeda.
4.1.2
Analisis Pemasaran
Sebelum bisnis dilaksanakan perlu dilakukan analisis pasar yang akan dimasuki oleh produk yang dihasilkan oleh perusahaan/industri. Analisis pasar yang dilakukan terdiri dari tiga tahap yaitu segmentasi pasar, penentuan target pasar, dan penentuan posisi produk di mata konsumen. Segmentasi pasar merupakan suatu aktivitas membagi atau mengelompokkan pasar yang heterogen menjadi pasar yang homogen. Menurut Kotler (2002), dalam mengevaluasi segmen pasar yang berbeda-beda, sebuah perusahaan harus mempertimbangkan tiga faktor: ukuran dan pertumbuhan segmen, daya tarik struktural segmen, serta tujuan dan sumber daya perusahaan. Segmentasi memiliki peranan yang penting bagi perusahaan karena perusahaan akan lebih fokus dalam mengalokasikan sumber daya, menentukan komponen-komponen strategi, dan mengalahkan pesaing. Pembagian segmentasi meliputi: a. Segmentasi geografis adalah pembagian pasar menjadi unit-unit geografis yang berbeda-beda seperti negara, wilayah, Negara bagian, kabupaten, kota atau pemukiman. b. Segmentasi demogratif adalah upaya membagi pasar menjadi sejumlah kelompok berdasarkan variabel-variabel seperti usia, jender, ukuran keluarga, siklus hidup keluarga, pendapatan, pekerjaan, pendidikan, agama, ras, dan kebangsaan. c. Segmentasi psikografis adalah upaya membagi pembeli menjadi kelompok-kelompok yang berbeda berdasarkan kelas sosial, gaya hidup, atau karakteristik kepribadian. d. Segmentasi perilaku adalah upaya membagi suatu pasar ke sejumlah kelompok berdasarkan pengetahuan, sikap, penggunaan, atau tanggapan konsumen terhadap suatu produk. Berdasarkan publikasi BPS pada bulan Desember 2010, jumlah penduduk Indonesia dari hasil sensus adalah 237.641.326 jiwa, dengan proporsi 40% penduduk berpendapatan rendah, 40% penduduk berpendapatan sedang, dan 20% penduduk berpendapatan tinggi. Adapun pendapatan ratarata penduduk setiap provinsi disajikan pada Tabel 8.
27
Tabel 8. Pendapatan rata-rata penduduk sebulan menurut provinsi tahun 2010* No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. 21. 22. 23. 24. 25. 26. 27. 28. 29. 30. 31. 32. 33.
Provinsi Aceh Sumatera Utara Sumatera Barat Riau Kep. Riau Jambi Sumatera Selatan Kep. Bangka Belitung Bengkulu Lampung DKI Jakarta Jawa Barat Banten Jawa Tengah DI Yogyakarta Jawa Timur Bali Nusa Tenggara Barat Nusa Tenggara Timur Kalimantan Barat Kalimantan Tengah Kalimantan Selatan Kalimantan Timur Sulawesi Utara Gorontalo Sulawesi Tengah Sulawesi Selatan Sulawesi Barat Sulawesi Tenggara Maluku Maluku Utara Papua Papua Barat Indonesia
Pendapatan (Rp) 1.256.780 1.344.045 1.488.135 1.422.766 1.897.900 1.300.541 1.222.406 1.247.103 1.441.785 1.077.290 1.925.662 1.361.182 1.564.443 981.047 1.216.090 1.046.363 1.460.283 1.346.708 1.466.074 1.227.337 1.371.985 1.348.762 2.155.991 1.348.762 1.260.240 1.283.669 1.271.087 1.217.854 1.358.730 1.575.696 1.584.550 2.164.784 1.950.837 1.337.753
*
Badan Pusat Statistik (2011)
Segmentasi pasar yang dilakukan dalam mengkaji pemasaran kulit samoa dilakukan berdasarkan aspek geografis dan demogratif. Pada segmentasi geografis pemasaran kulit samoa akan dititik beratkan pada wilayah negara karena kulit samoa ini akan dipasarkan di dalam negeri. Wilayah yang dipilih adalah wilayah yang memerlukan kulit samoa dalam jumlah yang besar seperti wilayah perkotaan dan kawasan industri. Pertimbangan tersebut diambil karena kulit samoa ini masih dalam fase pengenalan. Namun, seiring berjalannya waktu pemasaran kulit samoa akan terus meningkat dan menjangkau seluruh wilayah Indonesia. Berdasarkan analisis segmentasi demogratif pemasaran kulit samoa (chamois leather) dispesifikasikan pada masyarakat dengan tingkatan ekonomi menengah ke
28
atas. Hal ini dilakukan karena kulit samoa memiliki harga yang relatif lebih tinggi jika dibandingkan dengan samoa sintetis. Samoa sintetis diperdagangkan dengan harga Rp 6-80 ribu. Bagi konsumen menengah ke atas harga kulit samoa ini cukup terjangkau. Setelah dilakukan segmentasi pasar, dapat diketahui beberapa segmen yang potensial untuk dimasuki, targetting merupakan suatu tindakan memilih satu atau lebih segmen pasar yang akan dimasuki. Pemilihan wilayah perkotaan sebagai target dikarenakan jumlah kendaraan dan barangbarang berharga (berlian, emas, batu mulia, laptop, dan kamera) di kota lebih banyak mengingat kegunaan kulit samoa yang diproduksi digunakan untuk lap pembersih barang mewah dan barang dengan permukaan sensitif. Pendapatan rata-rata di perkotaan besar sehingga tingkat konsumsi masyarakat perkotaan lebih besar daripada masyarakat pedesaan. Selain itu, masyarakat dengan pendapatan di atas rata-rata cenderung memilih barang yang bermutu dibanding dengan barang yang harganya murah. Wilayah perkotaan yang akan menjadi target juga dibatasi mengingat jumlah penduduk Indonesia yang cukup besar sehingga industri kulit samoa ini belum mampu untuk memenuhi semua permintaan di seluruh wilayah Indonesia. Wilayah pemasaran yang dipilih adalah wilayah perkotaan di DKI Jakarta, Banten, Jawa Barat, dan DI Yogyakarta. Keempat wilayah ini memiliki rata-rata pendapatan yang cukup besar dan berpotensi sebagai wilayah pemasaran kulit samoa. Positioning adalah bagaimana posisi sebuah produk dimata konsumen yang membedakannya dengan produk pesaing. Tujuan dilakukannya positioning kulit samoa adalah menciptakan perbedaan, keuntungan, dan manfaat yang membuat konsumen puas dan selalu ingat dengan produk, sehinnga konsumen lebih memilih kulit samoa produksi dalam negeri dari pada produk impor. Dengan positioning, perusahaan akan membentuk citra produk yang diproduksi lebih unggul dan memiliki mutu yang lebih baik dibanding dengan produk impor yang ada dipasaran. Positioning dari kulit samoa ini adalah produk samoa yang terbuat dari kulit asli dengan tingkat kelembutan tinggi, tahan lama, dan daya serap air yang besar membuat produk ini cocok digunakan sebagai lap pembersih barang mewah dan barang dengan permukaan sensitif. Dengan kelembutan yang tinggi, kulit samoa tidak akan menyebabkan goresan-goresan tipis yang biasanya terjadi pada samoa sintetis. Kulit samoa yang akan diproduksi adalah lap serbaguna yang dapat digunakan untuk membersihkan mobil, emas, berlian, batu mulia, layar laptop, lensa, kamera, layar tv dan sebagainya.
4.1.3 Strategi Bauran Pemasaran Bauran pemasaran mencakup sejumlah variabel pemasaran yang terkontrol oleh perusahaan untuk mencapai target pasar yang telah ditetapkan dan memberikan kepuasan kepada konsumen (Husnan dan Muhammad, 2000). Keempat unsur atau variabel bauran pemasaran adalah strategi produk, strategi harga, strategi tempat, dan strategi promosi. Strategi produk didefinisikan sebagai suatu strategi yang dilaksanakan oleh suatu perusahaan yang berkaitan dengan produk yang dipasarkannya. Strategi produk yang tepat akan menempatkan perusahaan dalam suatu posisi persaingan yang lebih unggul daripada pesaingnya. Pada umumnya, pembuatan kulit samoa menggunakan metode penyamakan kulit dengan minyak. Biasanya penyamakan minyak dilakukan dengan oksidasi in situ minyak tidak jenuh, misalnya dengan menggunakan minyak hati ikan cod dan minyak sardine. Produk yang dihasilkan adalah kulit samoa dengan minyak biji karet sebagai bahan penyamaknya. Dengan menggunakan minyak biji karet sebagai bahan penyamaknya, produk ini dapat dipercaya karena telah sesuai dengan SNI 06-1752-1990. Kulit samoa yang diproduksi tidak berbau seperti kulit samoa yang disamak dengan menggunakan minyak ikan. Hal ini menunjukkan bahwa kulit samoa yang diproduksi
29
memiliki nilai estetika yang lebih tinggi. Jika dibandingkan dengan produk pesaing yang berbahan sintetis, kulit samoa memiliki keunggulan yang lebih besar, selain lebih tahan lama kulit samoa memiliki kemampuan menyerap air lebih besar, pengeluaran air lebih mudah, lebih lembut dan nyaman bila digunakan, dan kotoran yang ada mudah dicuci dari kulit tersebut. Ukuran kulit samoa yang diproduksi adalah 43 cm x 32 cm dengan berat 65 gram per pcs. Kulit samoa yang diproduksi ada tiga pilihan warna yaitu biru, kuning, dan original (warna kulit asli). Produk ini dikemas dengan kemasan primer berupa plastik polietilen (PE) dengan ukuran panjang 22 dan lebar 16 cm. Kulit samoa yang telah terbungkus kemasan primer dimasukkan ke dalam kemasan sekunder yang terbuat dari plastik HDPE dengan ukuran panjang 8 cm, lebar 5 cm, dan tinggi 25 cm. Dalam kemasan tersebut terdapat keterangan nama merk produk, tanggal produksi, kegunaan produk, cara penggunaan, keunggulan produk, dan sebagainya. Selanjutnya kulit samoa dimasukkan dalam kardus yang terbuat dari karton dengan ukuran 50 cm x 40 cm x 25 cm. Setiap 1 kardus berisi 50 pcs kulit samoa. Harga adalah jumlah uang yang harus dibayar untuk produk tertentu. Harga merupakan satusatunya variabel strategi pemasaran yang secara langsung menghasilkan pendapatan. Menurut Kasmir (2003), tujuan penetapan harga adalah untuk bertahan hidup, untuk memaksimalkan laba, untuk memperbesar market share, mutu produk, dan karena pesaing. Harga samoa di pasaran berbeda-beda tergantung dari mutu dan merk. Berdasarkan hasil survey harga samoa berkisar antara Rp 6000-Rp80.000. Harga kulit samoa ditentukan berdasarkan metode penetapan harga mark up (mark up pricing). Dengan menggunakan strategi ini perhitungan penentuan harga dilakukan dengan menghitung biaya ditambah dengan markup yang diinginkan perusahaan. Markup yang ingin diraih oleh industri kulit samoa ini adalah 14% dari biaya produksi. Mark up yang diambil hanya 14 % karena kulit samoa ini merupakan produk baru, jadi untuk menarik perhatian konsumen maka harga yang ditetapkan tidak terlalu tinggi. Setelah konsumen mencoba dan melihat hasilnya maka diharapkan konsumen tersebut menjadi pelanggan setia. Harga akhir kulit samoa dalam 1 unit adalah:
(
( = 39.600
)
)
Tempat penjualan merupakan salah satu faktor yang berpengaruh terhadap keputusan konsumen untuk membeli suatu produk. Tempat pemasaran kulit samoa dilakukan di pasar-pasar modern. Strategi tersebut dilakukan agar konsumen yang mememerlukan kulit samoa dapat mendapatkannya denggan mudah. Target kulit samoa mencakup beberapa wilayah dan jaraknya cukup jauh dari lokasi pabrik, untuk itu kulit samoa disalurkan melalui distributor. Promosi dilakukan untuk menunjang pemasaran produk. Promosi diperlukan karena kulit samoa dengan bahan penyamak minyak biji karet merupakan produk baru. Langkah-langkah yang direncanakan untuk memasarkan kulit samoa adalah dengan melakukan pre-marketing yaitu memasarkan produk yang sama dengan produk yang akan dihasilkan sebelum pabrik beroperasi secara komersial. Hal ini dilakukan untuk mengenalkan produk yang dihasilkan kepada konsumen sehingga pemasaran kulit samoa akan lebih mudah ketika pabrik telah beroperasi. Selain itu, akan dibuat brosur yang mengenalkan kelebihan-kelebihan produk dan dilakukan demonstrasi produk di tempat penjualan kulit samoa. Strategi promosi juga dilakukan dengan menggunakan media periklanan dan
30
promosi penjualan. Hal ini dilakukan untuk menempatkan positioning produk di benak konsumen. Media iklan yang dipilih adalah media cetak dan internet. Hal tersebut dilakukan karena biaya yang dibutuhkan relatif kecil dan menjangkau pasar secara luas.
4.2 ASPEK TEKNIS DAN TEKNOLOGIS Aspek teknis merupakan suatu aspek yang berkenaan dengan proses pembangunan bisnis secara teknis dan pengoperasiannya setelah bisnis tersebut selesai dibangun. Berdasarkan analisis ini pula dapat diketahui rancangan awal penaksiran biaya investasi termasuk biaya eksploitasinya. Halhal yang dikaji dalam aspek teknis dan teknologis adalah kapasitas produksi, lokasi proyek, pemilihan teknologi dan proses, dan perencanaan tataletak pabrik.
4.2.1 Penentuan Lokasi Pemilihan lokasi sebelum didirikan suatu industri sangatlah penting. Sebelum memutuskan untuk memilih lokasi yang tepat perlu dipertimbangkan berbagai faktor yang berpengaruh. Menurut Umar (2007) faktor-faktor utama yang diperhatikan dalam menentukan lokasi pabrik adalah letak konsumen potensial atau pasar sasaran yang akan dijadikan tempat produk dijual; letak bahan baku utama; sumber tenaga kerja; sumber daya seperti air; kondisi udara; tenaga listrik, dan sebagainya; fasilitas transportasi untuk memindahkan bahan baku ke pabrik dan hasil produksi ke pasar, fasilitas untuk pabrik, lingkungan masyarakat sekitar, dan peraturan pemerintah. Lokasi yang tepat akan meminimalisasi biaya yang yang akan dikeluarkan. Dalam melakukan pemilihan lokasi pendirian industri kulit samoa terdapat enam kriteria yang terpilih, yaitu: ketersediaan bahan baku, kemudahan akses dengan pasar, ketersediaan dan upah tenaga kerja, sarana transportasi, tenaga listrik dan air, serta kebijakan pemerintah. Kriteria tersebut diperoleh dari studi pustaka dan brainstorming dengan pakar. Ketersediaan bahan baku merupakan komponen yang sangat penting dari keseluruhan proses operasi perusahaan, maka kriteria ini merupakan kriteria signifikan dalam penentuan lokasi. Pabrik samoa didirikan dekat dengan sumber baahan baku agar kontinuitas perolehan bahan baku dapat terjamin, sehingga produksi dapat berjalan dengan lancar. Jika pabrik didirikan jauh dari bahan baku ada banyak kemungkinan terjadi hambatan-hambatan yang disebabkan kesukaran dalam pengangkutan. Selain itu, bila jaraknya jauh peluang rusaknya bahan baku yang diangkut besar dan biaya untuk pengangkutan akan mahal, sehingga akan mengakibatkan peningkatan biaya produksi. Pendirian pabrik perlu memperhatikan daerah pemasaran hasil produksinya. Lokasi pabrik yang dekat dengan pasar akan dapat melayani konsumen dengan cepat. Selain itu, biaya pengangkutan produk ke pasar akan menjadi lebih rendah. Industri kulit samoa membutuhkan air dalam jumlah yang besar, sehingga lokasi pabrik harus dekat dengan sumber air agar proses produksi berjalan lancar. Selain itu, untuk menjalankan mesinmesin penyamakan dan penerangan pabrik dibutuhkan tenaga listrik yang volumenya cukup besar. Bila daerah didirikan pabrik tidak memiliki supply tenaga listrik yang banyak, maka tarifnya akan mahal. Transportasi berkaitan erat dengan pertimbangan bahan baku dan pertimbangan pasar. Jika lokasi mendekati sumber bahan baku maka fasilitas transportasi terutama diperhitungkan dalam kaitannya dengan ongkos transportasi menuju pasar dengan tidak berarti tidak diperhitungkan biaya transportasi dari sumber bahan baku ke lokasi pabrik, demikian pula sebaliknya. Tidak hanya fasilitas pengangkutannya, namun kondisi jalan setempat, jembatan perlu diperhatikan oleh perencana bisnis.
31
Tersedianya tenaga kerja, baik yang terdidik maupun terlatih akan berpengaruh terhadap biaya produksi yang ditanggung perusahaan. Jika sumber tenaga kerja dekat dan mudah didapat di sekitar pabrik proses SDM akan sangat terbantu. Kebijakan pemerintah juga perlu diperhatikan, terkait dengan adanya peraturan yang melarang pendirian bisnis baru pada lokasi tertentu. Setelah ditentukan kriteria-kriteria untuk menentukan lokasi selanjutnya ditentukan alternatif lokasi yang mewakili enam kriteria tersebut. Alternatif lokasi yang dipilih ada lima daerah yaitu: Wonogiri, Surabaya, Sidoarjo, Garut, dan Bogor. Dalam melakukan pemilihan lokasi pendirian industri kulit samoa digunakan metode Analitycal Hierarchy Process (AHP). Keunggulan yang diperoleh dengan menggunakan AHP adalah mudah dipahami oleh semua pihak yang terlibat dalam pengambilan keputusan karena digambarkan secara grafis. Selain itu, AHP juga menguji konsistensi penilaian. Setelah ditentukan kriteria dan alternatif, selanjutnya dilakukan penyusunan hierarki keputusan. Hierarki keputusan pemilihan lokasi pabrik disajikan pada Gambar 9. Lokasi Pabrik
Ketersediaan bahan baku
Kemudahan akses dengan pasar
Wonogiri
Surabaya
Ketersediaan dan upah tenaga kerja
Sidoarjo
Sarana transportasi
Tenaga listrik dan air
Garut
Kebijakan pemerintah
Bogor
Gambar 9. Hierarki keputusan pemilihan lokasi pabrik Setelah hierarki keputusan pemilihan lokasi terbentuk, dilakukan pembobotan masingmasing kriteria dan alternatif lokasi yang dilakukan dengan wawancara dan pengisisan kuisioner oleh tiga pakar penyamakan kulit. Lembar kuisioner dapat dilihat pada Lampiran 1. Pakar yang dipilih adalah bidang akademisi, perwakilan dari Asosiasi Penyamakan Kulit Indonesia (APKI), dan peneliti kulit dari Balai Besar Kulit, Karet, dan Plastik (BBKKP). Setelah dilakukan wawancara dan pengisisan kuisioner oleh pakar, dilakukan pengolahan data dengan menggunakan expert choise 2000. Hasil akhir dari pembobotan tersebut ditampilkan pada Gambar 10.
Gambar 10. Nilai pembobotan hasil akhir
32
Berdasarkan nilai pembobotan hasil akhir dapat diketahui kriteria penentu lokasi yang paling berpengaruh adalah ketersediaan bahan baku dengan nilai sebesar 0,351. Kemudian kemudahan akses dengan pasar dengan nilai 0,196, kebijakan pemerintah dengan nilai 0,166, tenaga listrik dan air dengan nilai 0,124, sarana transportasi dengan nilai 0,89, dan ketersediaan dan upah tenaga kerja dengan nilai 0,74. Ketersediaan bahan baku merupakan komponen yang sangat penting dari keseluruhan proses operasi perusahaan. Pabrik kulit samoa didirikan dekat dengan sumber bahan baku agar kontinuitas perolehan bahan baku dapat terjamin, sehingga produksi dapat berjalan dengan lancar. Jika pabrik didirikan jauh dari bahan baku ada banyak kemungkinan terjadi hambatanhambatan sehingga peluang bahan baku rusak besar. Dari hasil pembobotan diperoleh lokasi yang layak untuk pendirian industri kulit samoa, lokasi yang terpilih adalah Garut dengan nilai 0,333. Garut sangat cocok sebagai tempat didirikannya industri kulit samoa, karena bahan baku dan bahan pembantu penyamakan kulit mudah didapatkan di daerah ini. Kabupaten Garut terletak di Provinsi Jawa Barat bagian Selatan pada koordinat 6º56'49'' - 7 º45'00'' Lintang Selatan dan 107º25'8'' - 108º7'30'' Bujur Timur. Kabupaten Garut memiliki luas wilayah administratif sebesar 306.519 Ha (3.065,19 km²). Untuk memperjelas lokasi Garut, disajikan sebuah denah Kabupaten Garut dan lokasi yang berada di sekitar Garut yang dapat dilihat pada Gambar 11. Batas-batas Kabupaten Garut adalah sebagai berikut : Utara : Kabupaten Bandung dan Kabupaten Sumedang Timur : Kabupaten Tasikmalaya Selatan : Samudera Indonesia Barat : Kabupaten Bandung dan Kabupaten Cianjur
Gambar 11. Denah lokasi Kabupaten Garut Industri penyamakan kulit dan industri kerajinan barang-barang dari kulit merupakan salah satu keunggulan industri di Kabupaten Garut. Industri kulit ini mengelompok dan membentuk klaster industri penyamakan dan sentra kulit di kawasan Sukaregang. Pendirian industri kulit di daerah yang membentuk klaster memiliki keunggulan, seperti: Sumber daya manusia yang sudah terlatih, bahan baku dan bahan pendukung relatif mudah didapat, dan pasar produk mudah dijangkau oleh konsumen.
4.2.2
Ketersediaan dan Prakiraan Bahan Baku
Kulit merupakan bahan baku untuk penyamakan. Pada umumnya, semua jenis kulit hewan dapat disamak tergantung dari tujuan akhir produk yang ingin dibuat. Bahan baku yang digunakan
33
untuk pembuatan kulit samoa adalah kulit kambing. Kulit tersebut diperoleh dari pengumpul kulit mentah dan Rumah Potong Hewan (RPH). Jumlah populasi kambing sangat berpengaruh terhadap ketersediaan kulit. Tingkat pertumbuhan populasi kambing tinggi akan berdampak positif bagi kelangsungan industri penyamakan kulit. populasi kambing di Jawa Barat setiap tahun semakin meningkat. Hal ini berdampak positif bagi industri kulit samoa. Namun, jumlah kulit mentah hasil pemotongan kambing di Jawa Barat belum mencukupi bahan baku yang dibutuhkan oleh industri kulit samoa. Untuk itu, dibutuhkan pasokan bahan baku dari daerah lain yang lokasinya dekat dengan Jawa Barat. Daerah yang dipilih yaitu Provinsi DKI Jakarta, Banten, lampung, dan Sumatera Selatan. jumlah populasi kambing di DKI Jakarta jumlahnya sedikit, namun pemotongan kambing di daerah ini besar. Hal ini dikarenakan penduduk Jakarta banyak mendatangkan kambing dari daerah lain. Populasi kambing di daerah pemasok kulit samoa disajikan pada Tabel 9. Tabel 9. Populasi kambing di daerah pemasok industri kulit samoa tahun 2006-2010* Tahun Provinsi 2006 2007 2008 2009 2010* Sumsel
463.720
465.250
383.951
365.787
413.246
Lampung
798.816
955.901
1.012.605
1.015.700
1.206.383
9.333
7.784
4.501
6.061
6.122
1.148.547
1.294.453
1.431.012
1.600.423
1.825.748
681.253
729.713
821.588
800.777
839.883
DKI Jakarta Jabar Banten *
Direktorat jenderal peternakan (2010)
Berdasarkan data dari Kemenperin (2010) Jumlah pemotongan kambing yang tinggi terdapat pada provinsi Jawa Timur, Aceh, Sumatera Selatan, Lampung, Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Banten. Dengan jumlah pemotongan yang tinggi, delapan provinsi tersebut layak untuk menjadi daerah pemasok bahan baku. Namun, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan sebelum memutuskan daerah yang akan menjadi pemasok bahan baku industri kulit samoa. Hal yang perlu diperhatikan adalah lokasi terdekat dengan industri dan bahan baku yang ada di daerah tersebut belum dimanfaatkan. Jawa Timur merupakan daerah dengan jumlah pemotongan kambing terbesar. Pada tahun 2010 jumlah pemotongan kambing di provinsi ini adalah 1.181.849 ekor. Daerah ini sangat berpotensi sebagai daerah pemasok, namun sebagian besar kulit sudah termanfaatkan. Menurut Kemenperin (2010) di Jawa Timur terdapat sekitar 8 usaha penyamakan dengan berskala besar dan memiliki kapasitas produksi total 46 juta sqf/tahun. Disamping itu, di Jawa Timur masih terdapat beberapa usaha penyamakan berskala menengah. Jawa Tengah dan DI Yogyakarta juga memiliki potensi sebagai daerah pemasok namun,sebagian besar bahan baku di daerah ini telah temanfaatkan. Usaha penyamakan di Jawa Tengah dan DI Yogyakarta kurang lebih terdapat 9 usaha penyamakan dengan total kapasitas 26,5 juta sqf/tahun. Untuk itu ketiga wilayah ini tidak ditargetkan menjadi pemasok bahan baku industri kulit samoa. Daerah yang menjadi pemasok bahan baku adalah seluruh daerah yang ada di Provinsi Jawa Barat, Jakarta, Banten. Sumatera Selatan dan Lampung. Jumlah kambing yang dipotong di 5 provinsi tersebut disajikan pada Tabel 10. Data dari Tabel 10 dapat juga dipergunakan untuk memprediksi ketersediaan bahan baku dimasa yang akan datang.
34
Tabel 10. Jumlah pemotongan kambing di provinsi Jawa Barat, Banten, DKI Jakarta, Sumatera Selatan, dan Lampung tahun 2001-2010 No Provinsi Tahun 2001
2002
2003
2004
2005
2006
2007
2008
2009
2010
1
Jabar
313.470
135.490
101.653
101.157
39.602
69.639
73.053
76.939
113.920
125.590
2
Banten
49.906
51.303
209.408
97.239
146.642
59.539
181.742
127.511 121.135
133.249
3
Jakarta
107.578
91.392
144.399
80.093
82.142
90.771
88.029
77.823
65.168
67.826
4
Sumsel
56.880
79.680
76.880
83.868
83.870
97.230
106.562
155.593 149.480
150.500
5
Lampung
119.247
119.643
127.168
132.269
133.592
126.564
166.992
131.730 130.413
131.717
Daerah pemasok bahan baku industri kulit samoa adalah Jawa Barat, Banten, dan DKI Jakarta. Ke-lima daerah ini akan menjadi pemasok utama kulit kambing. Industri kulit samoa ini membutuhkan kulit kambing sebanyak 244.800 lembar per tahun. Jumlah kulit kambing di Jawa Barat, Banten, dan Jakarta adalah 326.665 lembar. Jumlah tersebut sudah mencukupi, namun perlu dipertimbangkan adanya industri kulit di daerah Jawa Barat dan sekitarnya. Bahan baku yang tersedia di Jawa Barat, Jakarta, dan Banten diambil 50% dari jumlah bahan baku yang ada. Untuk menutupi kekurangan dalam perolehan bahan baku, bahan baku diambil dari daerah Sumatera Selatan dan Lampung. Untuk melihat ketersediaan bahan baku dimasa yang akan datang dilakukan permalan jumlah pemotongan kambing. Metode yang digunakan adalah metode time series atau analisis deret berkala. Time series adalah metode prakiraan yang disusun dengan menggunakan suatu analisis statistik terhadap data masa lalu. Asumsi dasar yang digunakan adalah nilai masa lalu dan masa kini mempunyai pola yang sama dan terus berlanjut dimasa yang akan datang. Metode ini membuat peramalan dengan hanya memperhitungkan satu faktor yaitu waktu. Dalam melakukan peramalan untuk masa yang akan datang tidak dapat dihitung secara pasti. Hal tersebut dapat dilakukan melalui pendekatan dengan membandingkan nilai fits dan aktual dari data-data pada masa lalu. Nilai yang umum digunakan adalah MAPE (Mean Absolute Percentage Error), MAD (Mean Absolute Deviation), atau MSD (Mean Square Deviation). Semakin kecil nilainilai MAPE, MAD, dan MSD, semakin kecil nilai kesalahannya. Oleh karenanya, dalam menetapkan model yang akan digunakan dalam peramalan, dipilih model dengan nilai MAPE, MAD atau MSD yang paling kecil. Dengan membandingkan nilai MAPE, MAD, dan MSD dari peramalan trend linier, trend kuadratik, trend pertumbuhan eksponensial, dan trend kurva S, ditetapkan model yang digunakan untuk peramalan ketersediaan bahan baku di Jawa Barat adalah dengan menggunakan metode time series dengan trend kuadratik. Data tersebut diproses dengan menggunakan Minitab 12. Hasil dari peramalan jumlah kambing yang dipotong di Jawa Barat disajikan pada Gambar 12. Model yang digunakan untuk peramalan ketersediaan bahan baku di Banten adalah dengan menggunakan metode time series dengan trend pertumbuhan eksponensial. Hasil dari peramalan jumlah kambing yang dipotong di Banten disajikan pada Gambar 13, dan untuk peramalan di DKI Jakarta model yang digunakan adalah metode time series dengan trend kuadratik. Hasil dari peramalan jumlah kambing yang dipotong di DKI Jakarta. disajikan pada Gambar 14.
35
Tahun
Gambar 12. Grafik peramalan jumlah pemotongan kambing di Jawa Barat
Tahun
Gambar 13. Grafik peramalan jumlah pemotongan kambing di Banten
Tahun
Gambar 14. Grafik peramalan jumlah pemotongan kambing di DKI Jakarta
36
Berdasarkan Grafik 12 dan Grafik 13, jumlah pemotongan kambing di Jawa Barat dan Banten mengalami peningkatan. Namun, berdasarkan Grafik 14, untuk pemotongan kambing di DKI Jakarta setiap tahun mengalami penurunan. Hal tersebut dikarenakan jumlah konsumsi kambing di DKI Jakarta semakin menurun. Berdasarkan hasil peramalan jumlah pemotongan kambing, sampai tahun 2015 pasokan bahan baku untuk industri kulit samoa dari tiga provinsi tersebut sudah dapat memenuhi kebutuhan industri kulit samoa. Sumatera Selatan dan Lampung menjadi daerah alternatif pasokan bahan baku. Bahan baku diambil dari daerah ini bila industri kulit samoa kekurangan pasokan dari Jawa Barat, Jakarta, dan Banten. Dengan membandingkan nilai MAPE, MAD, dan MSD dari peramalan trend linier, trend kuadratik, trend pertumbuhan eksponensial, dan trend kurva S, model yang digunakan untuk peramalan ketersediaan bahan baku di Sumatera Selatan adalah dengan menggunakan metode time series dengan trend pertumbuhan eksponensial. Hasil dari peramalan jumlah kambing yang dipotong di Sumatera Selatan disajikan pada Gambar 15. untuk jumlah pemotongan kambing di Lampung disajikan pada Gambar 16.
Tahun
Gambar 15. Grafik peramalan jumlah pemotongan kambing di Sumatera Selatan Berdasarkan Grafik 15, jumlah pemotongan kambing di Sumatera Selatan semakin meningkat. Pada tahun 2010 jumlah kambing yang dipotong adalah 150.500 ekor dan diperkirakan tahun 2011 jumlah pemotongan kambing di daerah tersebut akan meningkat menjadi 177.411 ekor. peningkatan jumlah pemotongan kambing ini diperkirakaan akan terus berlanjut di tahun-tahun berikutnya.
37
Tahun
Gambar 16. Grafik peramalan jumlah pemotongan kambing di Lampung Berdasarkan Grafik 16, jumlah pemotongan kambing di lampung cenderung menurun. Pasokan bahan baku dari lampung ini dibutuhkan saat industri kulit samoa mengalami kekurangan pasokan bahan baku atau terjadi peningkatan kapasitas pabrik. Hasil prakiraan dari daerah pasokan bahan baku disajikan pada Tabel 11. Tabel 11. Hasil prakiraan jumlah pemotongan kambing di daerah pemasok tahun 2011-2015 Provinsi
Tahun 2011
Tahun 2012
Tahun 2013
Tahun 2014
Tahun 2015
Jawa Barat
2.139.76
292.416
385.970
494.638
618.420
DKI Jakarta
57.071,5
49.575
41678
33.383
24.688
Banten
164.564
178.429
193.462
209.762
227.436
Sumatera Selatan
177.411
197.324
219473
244.107
271.506
Lampung
126.235
119.399
111.112
101.376
90.189
Ketersediaan bahan baku industri penyamakan kulit juga mendapat dukungan dari Pemerintah. Hal ini dapat terlihat dari kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan pemerintah, dengan dikeluarkannya kebijakan tentang larangan ekspor kulit mentah secara langsung yaitu SK Menteri Perdagangan No. 306/Kp/X/1986, Selain itu Pemerintah juga mengenakan pajak ekspor kulit pikel yang tinggi yaitu sebesar 20%. Garut merupakan daerah sentra kulit di Jawa Barat. Pemenuhan kebutuhan akan kulit mentah sebagai bahan baku penyamakan di wilayah tersebut lebih mudah karena banyaknya pengumpul kulit yang berasal dari berbagai daerah menjual kulit tersebut ke Garut. Selain dibutuhkan kulit kambing sebagai bahan baku, pembuatan kulit samoa membutuhkan bahan-bahan lain seperti minyak biji karet, dan bahan-bahan kimia. Minyak biji karet belum tersedia di pasaran, sehingga pabrik memproduksi sendiri untuk memenuhi kebutuhan minyak tersebut, sedangkan bahan-bahan kimia diperoleh dari distributor khusus untuk bahan kimia penyamakan. Minyak biji karet sangat berpotensi untuk digunakan. karena bahan baku yang tersedia banyak. Total luas perkebunan karet di Indonesia adalah 3.445.121 (Ditjenbun, 2010). Proporsi tanaman karet yang menghasilkan adalah 2.067.073 ha (61%). setiap hektar dapat menghasilkan biji
38
karet rata-rata sebanyak 1.500 kg (Teterissa dan Marpaung, 1985), maka dari luas areal tanaman menghasilkan biji karet sekitar 3 juta ton per tahun. Apabila diasumsikan 25 % digunakan sebagai benih, maka biji karet yang belum digunakan secara optimal sekitar 2,3 juta ton per tahun. Dengan melihat tingginya kandungan minyak di dalam biji karet, yakni sebesar 45-50% (Aritonang, 1986) maka dari biji karet yang belum dimanfaatkan akan dapat menghasilkan minyak biji karet sebanyak 1,1 juta ton setiap tahunnya. Bahan baku yang digunakan untuk pembuatan kulit samoa harus memenuhi standar mutu agar produk yang dihasilkan memiliki kualitas yang baik. Standar mutu kulit mentah yang digunakan mengacu pada SNI 06-0107-1987. SNI kulit mentah domba/kambing akan disajikan pada Lampiran 2.
4.2.3
Kapasitas Produksi
Penentuan kapasitas produksi adalah jumlah produksi yang dihasilkan dalam waktu tertentu dengan mempertimbangkan kapasitas teknis dan peralatan yang dimiliki serta biaya yang paling efisien. Kapasitas produksi dapat dilihat dari segi ekonomis dan segi teknis. Dari segi ekonomis yang dilihat adalah jumlah produk yang dihasilkan dalam waktu tertentu dengan biaya yang paling efisien. Sedangkan dari segi teknisnya yang dilihat adalah jumlah produk yang dihasilkan atas dasar kemampuan mesin dan peralatan serta persyaratan teknis. Secara umum luas produksi ekonomis ditentukan anatara lain oleh: kecenderungan permintaan yang akan datang; kemungkinan pengadaan bahan baku, bahan pembantu, tenaga kerja; tersedianya teknologi, mesin dan peralatan di pasar; daur hidup produk, dan produk subtitusi dari produk tersebut (Kasmir, 2003) Penetapan kapasitas produksi difokuskan berdasarkan kecenderungan permintaan yang akan datang, mesin penyamakan, dan ketersediaan bahan baku. Permintaan kulit samoa dalam negeri cukup besar dan masih mengandalkan impor. Tercatat tahun 2010 impor kulit samoa sebesar 374.132 kg. Ketersediaan bahan baku merupakan aspek yang perlu diperhatikan, karena sebagian besar kulit kambing telah diserap oleh berbagai industri penyamakan kulit. Menurut Kementrian perindustrian untuk regional Garut dan Jawa Barat, terdapat 8 usaha penyamakan kulit berskala besar, 12 skala menengah, dan 200 skala rumahan dengan total kapasitas penyamakan di wilayah ini adalah 31 juta sqf/tahun (Kulit yang diolah adalah kulit sapi, kambing, dan domba). Kapasitas mesin penyamakan juga perlu diperhatikan, bila kapasitas produksi dan mesin yang digunakan tidak seimbang akan menyebabkan pengeluaran biaya yang lebih besar. Mesin dan peralatan penyamakan yang paling pokok digunakan adalah drum putar karena sebagian besar proses penyamakan dilakukan di alat ini (pencucian, perendaman, pengapuran, deliming, bating, penyamakan, dan pewarnaan). Kapasitas drum putar, umumnya yang ada dipasaran adalah drum dengan diameter 3 m x 2,5 m dengan isi dalam 14.000 liter. Drum ini biasa digunakan untuk 3000 kg bahan. 3000 kg kulit kambing setara dengan 1.700 lembar kulit kambing garaman kering dengan rata-rata panjang kulit 100 cm dan lebar 60 cm. Setiap 1 minggu dilakukan proses sebanyak tiga kali. Hal ini dikarenakan proses penyamakan kulit membutuhkan waktu yang relatif lama. Setiap 1 lembar kulit dapat dibuat 3 pcs kulit samoa. Berdasarkan pertimbangan tersebut jumlah kulit yang dapat diproduksi dalam 1 tahun = 3 pcs/ lembar x 1700 lembar /hari x 144 hari/tahun = 734.400 pcs/tahun. Setelah diperoleh hasil tersebut, tidak langsung diputuskan kapasitas pabrik kulit samoa 734.400 pcs/tahun melainkan dilihat juga dari ketersediaan bahan baku dan permintaan pasar. Jumlah bahan baku yang dibutuhkan adalah 244.800 lembar kulit kambing. Setelah dilakukan kajian lebih lanjut dari segi bahan baku, jumlah kulit kambing yang tersedia di Jawa Barat dan sekitarnya mencukupi. Langkah selanjutnya yaitu mengkaji permintaan kulit samoa di pasar dalam negeri. Mengingat kulit samoa dengan bahan penyamak minyak biji karet merupakan produk yang baru jadi perlu adanya pengenalan terlebih dahulu, jadi
39
tidak memungkinkan memproduksi kulit samoa sebanyak permintaan yang ada. Untuk itu, dikaji lebih lanjut jika pabrik memproduksi kulit sebanyak 734.400 pcs/tahun industri akan layak atau tidak. Berat 1 pcs kulit samoa adalah 65 gram. Berat total kulit samoa yang diproduksi selama satu tahun adalah 734.400 x 65 gram x
kg/gram = 47.736 kg. Permintaan kulit samoa dalam negeri (tahun 2010)
adalah 374.132 kg. Pasar yang akan diambil kulit samoa =
= 13%. Permintaan dalam
negeri lebih besar dibandingkan jumlah yang diproduksi. Hal ini menunjukkan bahwa kapasitas 734.400 pcs/tahun masih layak untuk direalisasikan.
4.2.4
Teknologi Proses Produksi
Teknologi proses produksi yang terlibat pada industri kulit samoa dengan minyak biji karet meliputi dua proses, yaitu proses pembuatan minyak biji karet dan proses pembuatan kulit samoa. Proses-proses pembuatan minyak biji karet adalah sortasi, pengeringan, penggilingan, pengepresan, dan pemurnian. Sedangkan proses pembuatan kulit samoa meliputi proses pra penyamakan (meliputi: soaking, liming, fleshing, deliming, bating, dan pickling), proses penyamakan (meliputi: Pencucian, penyamakan awal, shaving, setting out, penyamakan minyak, oksidasi dan pengeringan), dan finishing (staking, buffing dan pewarnaan). 1.
Proses Pembuatan Minyak Biji Karet
Biji karet terdiri atas 45 – 50% kulit biji yang keras berwarna coklat dan 50 – 55% daging biji yang berwarna putih (Nadaradjah 1969 di dalam Silam 1998). Biji karet segar terdiri atas 34,1% kulit, 41,2% isi dan 24,4% air (Nadarajapillat dan Wijewantha 1967). Tahap awal pembuatan minyak biji karet adalah pengurangan kadar air biji karet. Biji tersebut di jemur di bawah sinar matahari selama tiga hari. Menurut Suparno (2008), kadar air biji karet setelah dilakukan penjemuran adalah 9,06%. Kadar tersebut belum oktimum untuk ekstraksi minyak dengan metode pengempaan. Setelah dijemur, kadar air biji karet dijaga konstan sampai tahap pengeringan untuk menurunkan kadar air tahap kedua. Setelah dilakukan penjemuran, biji karet disortasi sehingga didapatkan biji yang berkualitas baik yaitu biji yang masih segar, tidak busuk, dan belum tumbuh. Bila biji baik dicampur dengan biji rusak maka minyak yang dihasilkan akan mengalami penurunan kualitas. Minyak yang dihasilkan dari biji yang telah rusak adalah berwarna gelap atau keruh, sifat-sifat fisio-kimianya berubah, serta rendemennya menurun. Proses selanjutnya adalah pengeringan biji karet dengan tray dryer. Biji karet dikeringkan dengan suhu 70 °C selama satu jam hingga kadar airnya 5-7%. Kadar air tersebut merupakan kadar air optimum untuk proses pengempaan minyak dari biji-bijian. Menurut Suparno et al. (2009) Pemanasan pada suhu 70 °C selama satu jam memiliki nilai rendemen lebih tinggi daripada rendemen biji karet yang tidak mengalami pemanasan terlebih dahulu. Hal tersebut terjadi karena pada biji yang dipanaskan pada suhu 70 °C selama satu jam telah terjadi penggumpalan protein pada dinding sel dan telah terjadi kerusakan pada dinding selnya, sehingga dinding sel akan mudah dipecahkan. Dengan demikian, dinding sel tersebut mudah ditembus oleh minyak atau lemak sehingga minyak akan mudah keluar. Semakin tinggi suhu dan lama pemanasan biji karet, maka rendemen yang dihasilkan akan semakin menurun. Hal ini diduga karena kandungan air dalam tempurung semakin berkurang seiring dengan meningkatnya suhu dan lama pemanasan biji karet, sehingga menyebabkan sebagian minyak terperangkap dalam tempurung biji karet tersebut.
40
Biji karet yang telah kering selanjutnya diekstraksi untuk mendapatkan minyak biji karet. Menurut Ketaren (1986) cara ekstraksi ini bermacam-macam, yaitu rendering (dry rendering dan wet rendering), ekstraksi cara mekanis (mechanical expression), dan ekstraksi menggunakan pelarut (solvent extraction). Rendering merupakan suatu cara ekstraksi minyak atau lemak yang diduga mengandung minyak atau lemak dengan kadar air yang tinggi. Pada semua cara rendering, penggunaan panas adalah suatu hal yang spesifik, yang bertujuan untuk menggumpalkan protein pada dinding sel bahan dan untuk memecahkan dinding sel tersebut, sehingga mudah ditembus oleh minyak atau lemak yang terkandung di dalamnya. Menurut pengerjaannya rendering dibagi dalam dua cara yaitu wet rendering dan dry rendering. Wet rendering adalah proses rendering dengan penambahan sejumlah air selama proses tersebut berlangsung, sedangkan dry rendering adalah cara rendering tanpa penambahan air selama proses berlangsung (Ketaren 1986). Pengepresan mekanis merupakan suatu cara ekstraksi minyak atau lemak, terutama untuk bahan yang berasal dari biji-bijian. Cara ini dilakukan untuk memisahkan minyak dari bahan yang berkadar minyak tinggi (30-70 %). Pada pengepresan mekanis ini diperlukan perlakuan pendahuluan sebelum minyak atau lemak dipisahkan dari bijinya. Perlakuan pendahuluan tersebut mencakup pembuatan serpih, perajangan, dan penggilingan, serta tempering atau pemasakan. Tujuan utama pemasakan adalah untuk mengkoagulasikan protein dalam bahan, sehingga butiran minyak terakumulasi dan minyak mudah keluar dari bahan. Selain itu, pemasakan menyebabkan penurunan afinitas minyak dengan permukaan bahan, sehingga minyak diperoleh semaksimal mungkin pada waktu bahan dikempa (Ketaren, 1986). Ekstraksi menggunakan pelarut dilakukan dengan cara melarutkan minyak atau lemak yang ada dalam bahan dengan pelarut organik yang mudah menguap. Pelarut minyak atau lemak yang biasa dipergunakan dalam proses ekstraksi dengan pelarut menguap adalah petroleum eter, gasolin karbon disulfida, karbon tetraklorida, benzena, dan n-heksan (Ketaren 1986). Sebelum biji karet diekstraksi, biji tersebut diperkecil terlebih dahulu ukurannya. Pengecilan ukuran biji karet bertujuan untuk memudahkan proses ekstraksi dan memberikan hasil minyak yang lebih tinggi dengan kandungan minyak pada bungkil seminimal mungkin. Tujuan pengecilan ukuran adalah untuk mendapatkan ukuran permukaan yang lebih luas, sehingga mempercepat proses pengempaan minyak. Setelah biji karet diperkecil ukurannya kemudian diekstraksi dengan menggunakan alat pengempa berulir. Menurut Ketaren (1986) cara pengepresan berulir memerlukan perlakuan pendahuluan yang terdiri dari proses pemasakan. Proses pemasakan berlangsung pada suhu 240°F (115,5°C) dengan tekanan sekitar 15-20 ton/in2. kadar air minyak atau lemak yang dihasilkan berkisar sekitar 2,5-3,5%, sedangkan bungkil yang dihasilkan masih mengandung minyak sekitar 45%. Neraca massa pembuatan minyak biji karet disajikan pada Gambar 17. Dalam satu tahun industri kulit samoa membutuhkan minyak biji karet sebanyak 40,5 liter. Minyak biji karet diproduksi selama 7 bulan. Hal ini dikarenakan biji karet bersifat musiman dan biji karet tidak tahan lama sehingga harus segera diproses. Proses pemasakan biji karet berlangsung selama 5-6 bulan. Biasanya pohon karet berbunga dan berbuah dua kali dalam satu tahun dan waktunya sangat dipengaruhi oleh jenis klon, lokasi dan keadaan lingkungan Pembungaan pertama biasanya terjadi setelah gugur daun alami dan pembungaan kedua terjadi setelah musim pertama jatuh biji. Di Jawa, musim pembungaan pertama pada bulan September-Desember dan buah jatuh pada bulan Januari-Maret. Di Sumatera musim pembungaan pertama pada bulan Februari-April, yang terjadi setelah gugur daun alami dan buah jatuh pada bulan September-Nopember. Musim pembungaan yang kedua yaitu pada bulan Augustus-Oktober, biasanya menghasilkan buah dalam jumlah yang lebih sedikit dan buah jatuh pada bulan Maret-April. Perhitungan neraca massa minyak biji karet disajikan pada Lampiran 11.
41
Biji karet (KA = 24.4%) 250 kg Penjemuran ( 3 hari, KA 9,06%) 207,8 kg
Pengeringan dalam oven ((1 jam, 70°C), KA 5,86% ) 200,76 kg
Air yang menguap 42,17 kg
Air yang menguap 7,04 kg
Pengecilan ukuran 200,76 kg
Pengepresan 30,11 kg
Bungkil 170,65 kg
Minyak biji karet
Gambar 17. Neraca massa pembuatan minyak biji karet 2.
Proses Pembuatan Kulit Samoa
Proses penyamakan kulit dibagi menjadi tiga tahap, yaitu proses pra penyamakan, yang biasa disebut proses rumah basah (beamhouse operation), proses penyamakan (tanning), dan proses penyelesaian (finishing). Proses Rumah Basah (Beamhouse Operation) Proses awal penyamakan lazim disebut beam house atau proses rumah basah, karena dalam pelaksanaannya selalu dilakukan dalam keadaan basah. Proses rumah basah terdiri atas beberapa tahapan proses, yaitu proses perendaman (soaking), pengapuran (liming), pembuangan daging (flashing), pembuangan kapur (deliming), pelumatan (bating), dan pemikelan (pickling). Proses tahapan rumah basah disajikan pada Tabel 12.
42
Proses Soaking 1
Tabel 12. Tahapan proses Beamhousea Bahan kimia Jumlah Waktu
Catatan
Air Anti bakteri (zenith Gu) Degreaser Air Soda ash Anti bakteri Sabun degreaser Air Air Amin Na2S Kapur NaHS NaHS Kapur
300% kulit 0,1% kulit 0,1% kulit 200% kulit 0,75% kulit 0,1 % kulit 0,1% kulit 200 % kulit 100% kulit 1% kulit 1% kulit 1 % kulit 1 % kulit 1% kulit 1% kulit
2 jam
Setelah 2 jam airny dibuang
overnigt
Setiap 1 jam molen diputar selama 5 menit derajat boume diukur 01
Liming 3
NaHS Kapur
1% kulit 1% kulit
60 menit
Liming 4
Kapur
1% kulit
30 menit + overnight
Pencucian Fleshing Penimbangan Deliming
Air
200 % kulit
20 menit
Air ZA
100% kulit 2% kulit
20 menit 30 menit
Soaking 2
Pencuciam Liming 1
Liming 2
20 menit 10 menit 60 menit
Diputar 30 menit kemudian berhenti selama 30 menit
60 menit
Diputar 30 menit kemudian berhenti selama 30 menit Diputar 30 menit kemudian berhenti selama 30 menit Setiap berhenti 1 jam diputar selama 5 menit. Dengan total waktu 18 jam. Setelah itu air sisa liming dibuang
Pemberian ZA 2 x, pertama 0,5% diputar selama 10 menit, kemudian ditambah ZA 1,5 % diputar selama 20 menit. pH 8,8-9 pH 8-8,5 Setelah selesai air dibuang.
Natrium metabisulfit 0,1-0,3% kulit 20 menit Bating Bating agent 2% kulit 2 jam Degreaser 0,1% kulit Pencucian Air 200 % kulit 20 menit * Pickling Air 70% kulit 10 menit Setelah selesai over nigt Garam 7 % kulit Formid acid 0,5% kulit 2 x 15 menit H2SO4 1% kulit 6x 15 menit *Formid acid dan H2SO4 dincerkan terlebih dahulu. Perbandingan pengenceran untuk formid acid 1:10, dan untuk H2SO4 pengencerannya 1:20. a
PK. H. Ali Ahmad.
43
Perendaman (Soaking) Tujuan dari Proses perendaman (soaking) adalah untuk membuang darah, feses, tanah, dan sisa-sisa garam. Perendaman juga berfungsi untuk membuka tenunan kulit sehingga bahan kimia yang ditambahkan pada proses selanjutnya dapat bereaksi dengan baik, serta mengembalikan kadar air kulit sehingga kadar air kulit mendekati kulit hewan yang baru lepas dari badannya (kulit segar). Sebelum dilakukan perendaman, kulit ditimbang terlebih dahulu kemudian dicuci sampai bersih. Kulit ditimbang bobotnya untuk menentukan bobot bahan kimia yang dibutuhkan berdasarkan %tase terhadap kulit. Setelah kulit dicuci dilakukan presoaking. Pada proses ini kulit dimasukkan dalam drum putar kemudian ditambah dengan air 300%, degreaser 0,1%, dan anti bakteri (zenit GU) 0,1% setelah semua bahan dimasukkan, drum diputar selama 30 menit. Selanjutnya larutan sisa proses tersebut dibuang dan kulit dicuci sampai bersih. Setelah kulit dicuci hingga bersih, kulit direndam selama 12 jam. proses ini biasanya disebut sebagai proses soaking atau perendaman. Bahan-bahan yang ditambahkan dalam proses ini antara lain air 200%, degreaser 0,1%, soda ash 0,7-0,75%, dan anti bakeri (zenit GU) 0,1%. Selama proses perendaman setiap 1 jam, molen diputar selama 5 menit. Pengapuran (Liming) Proses selanjutnya setelah perendaman adalah pengapuran (liming). Tujuan proses pengapuran adalah untuk membuka tenunan kulit melalui hidrolisis serat-serat kolagen dan elastin menjadi serat-serat yang lebih kecil dan elastin. Pembukaan tenunan kulit akan mempermudah masuknya bahan-bahan penyamak kedalam serat-serat kulit serta mempermudah pembuangan sisa daging dan lemak yang masih ada di kulit. Proses pengapuran juga berfungsi untuk melepaskan epidermis beserta bulunya. Bahan yang digunakan dalam proses pengapuran adalah air 50% dari berat kulit, Na2S 2%, anti ringkal 1%, dan kapur (Ca(OH) 2 5-6%. Setelah semua bahan dimasukkan ke dalam molen, setiap setengah jam molen dputar selama 10 menit. Proses liming berlangsung selama 18 jam. Fungsi dari penambahan natrium sulfida (Na2S) yaitu untuk membuang bulu dan menghilangkan epidermis, penambahan kapur (Ca(OH) 2) digunakan untuk membuka tenunan serat kulit. dan penambahan anti ringkal berfungsi untuk merilekskan kulit. Buang daging (fleshing) Tujuan dari proses buang daging adalah untuk menghilangkan sisa daging dan lemak yang terdapat di area sub kutis. Lemak akan menghalangi masuknya garam ke dalam kulit, sehingga menyebabkan proses pengawetan kulit terhambat dan memberikan proses otolisis maupun bakteribakteri pembusuk untuk berkembang biak, terutama untuk kulit hewan besar. Proses buang daging dilakukan dengan mesin buang daging (fleshing machine). Buang Kapur (deliming) dan Pelumatan (bating) Tujuan dari deliming adalah untuk menurunkan pH kulit agar siap untuk melanjutkan proses selanjutnya. Bating berfungsi untuk pengikisan protein dengan penggunaan enzim. Jika tidak dilakukan proses penghilangan kapur maka kapur yang tertinggal akan bereaksi dengan bahan penyamak. Bahan yang digunakan untuk buang kapur adalah air 100%, ZA 2%, dan degreaser 0,1%, sedangkan bahan yang digunakan dalam proses pelumatan (bating) adalah oropon 2%. Penambahan oropon berfungsi untuk membuka dan melemaskan kulit secara enzimatik selain itu oropon juga berfungsi sebagai pembuang sisa-sisa epidermis, sisa kelenjar, sisa-sisa akar rambut, pigmen, dan bulu
44
halus. Oropon biasanya terbuat dari enzim pankreas dan garam-garam ammonium. Setelah semua bahan dimasukkan molen diputar selama 2 jam. Kulit kemudian dicuci sampai bersih, selanjutnya dilakukan proses pemikelan. Pengasaman (Pickling) Tujuan dilakukan pemikelan adalah untuk mengasamkan kulit agar pH kulit sesuai dengan pH bahan penyamak yang akan digunakan pada proses selanjutnya, agar kulit tidak mengalami kontraksi. Selain itu, pengasaman juga bertujuan untuk bekerjanya obat pengikisan protein, dan mencegah tumbuh atau hidupnya bakteri pembusuk. Bahan yang ditambahkan dalam proses pemikelan kulit adalah air 100%, garam 7-8%, formid acid 0,5% (diencerkan dengan air, perbandingannya 1:10 dan dimasukkan 2x15 menit), H2SO4 1% (diencerkan dengan air, perbandingannya 1:10 dimasukkan 4x15 menit). Setelah proses pemikelan selesai pemutaran kulit dalam molen ditambah 2 jam. Penyamakan (Tanning) Penyamakan adalah suatu rangkaian pengerjaan terhadap kulit mentah dengan zat penyamak sehingga kulit yang semula labil terhadap pengaruh fisis, kimia, dan mikroorganisme menjadi stabil terhadap pengaruh tersebut. Proses penyamakan kulit samoa ini menggunakan metode yang dilaporkan oleh Suparno et al. (2009a). Proses penyamakan ini terdiri dari penyamakan awal dan penyamakan minyak. Tahapan proses penyamakan awal disajikan pada Tabel 13.
Proses Pencucian
Pencucian ke-2
Penyamakan awal
Shaving
Tabel 13. Tahapan proses penyamakan awal* Bahan kimia Jumlah (% kulit pikel) Waktu (b/b) NaCl 8 -10 % 20 menit Air 200 %
Catatan
NaCl Air
8 – 10 % 100 %
10 menit
Glutaraldehida (Relugan GT50) Air
3%
3x15 + 30 menit
Derajat Boume diukur, minimal 8, jika kurang maka ditambahkan NaCl Derajat Boume diukur, minimal 8, jika kurang maka ditambahkan garam. pH dicek, min. 3, jika lebih maka ditambahkan asam formiat Relugan GT50 dilarutkan dalam air
Natrium formiat Air
1% 10 %
4x10 + 20 menit
Natrium formiat dilarutkan
Natrium karbonat Air Air
2% 10 % 10%
3x15 menit
Natrium karbonat dilarutkan
9%
1 jam
pH dicek, minimal 8 jika kurang ditambah dengan natrium karbonat Ketebalan 0.7 – 0.8 mm
*
Suparno et al. (2009a)
45
Penyamakan Awal Bahan penyamak yang digunakan dalam pembuatan kulit samoa ini adalah Relugan GT50, yang merupakan larutan 50% dari glutaraldehida. Menurut Damink et al. (1995), dalam suatu skema komplek reaksi, glutaraldehida (OCH-(CH2)3-CHO) membentuk basa Schiff dengan protein dan distabilisasi oleh molekul-molekul glutaraldehida lain. Tidak ada bukti bahwa crosslink terbentuk. Tiga molekul glutaraldehida difiksasi per grup amino lisyne; tidak ada bukti untuk sebuah matriks terpolimerisasi. Menurut Pudjaatmaka (2002), basa Schiff merupakan senyawa yang dibentuk karena kondensasi amina dan aldehida: RCHO + H2NC6N5 RCH=NC6H5 + H2O Sobiston (1995) menjelaskan bahwa kekuatan serat kolagen tergantung atas hubungan silang di dalam dan di antara molekul. Ikatan yang paling sering adalah ikatan antara gugus aldehida hidroksilisin dan gugus amino hidroksilisin lain yang disebut basa Schiff. Gambar 18 menunjukkan polimerisasi glutaraldehida dan Gambar 19 menunjukkan reaksi yang terjadi antara glutaraldehida dengan protein.
Gambar 18. Polimerisasi glutaraldehida (Suparno, 2009)
Gambar 19. Reaksi antara glutaraldehida dan protein (Covington, 2009) Pada proses penyamakan awal, pertama-tama kulit pikel ditimbang terlebih dahulu kemudian dicuci dalam drum putar. Kulit pikel dicuci dengan menggunakan air 200%, dan NaCl 8% pencucian dilakukan selama 20 menit di dalam molen. Setelah dilakukan pencucian, larutan sisa pencucian dibuang. Kemudian kulit pikel dicuci kembali dengan menggunakan air sebanyak 100% dan NaCl 10% kemudian molen diputar selama 30 menit. Selanjutnya kulit yang berada di dalam molen ditambah dengan Relugan GT50 3% penambahan dilakukan setiap 15 menit dan dilanjutkan dengan pemutaran selama 60 menit. Sebelum digunakan, Relugan GT50 diencerkan terlebih dahulu dengan air 300% dan digunakan 3 kali. Tahap selanjutnya adalah penambahan natrium formiat 1% (diencerkan dalam air, dengan perbandingan 1:3) dengan 4 kali tahap penambaahan setiap 10 menit dan dilanjutkan dengan pemutaran selama 20 menit. Tahap selanjutnya dilakukan penambahan
46
natrium karbonat 2% (diencerkan dalam air 10%) ditambahkan dalam molen dengan 3 tahap penambahan setiap 15 menit. Kemudian ditambah air sebanyak 10% dan diputar selama 1 jam. Sebelum dikeluarkan dari molen pH nya dicek terlebih dahulu. Bila pH mencapai 8-9, kulit dikeluarkan dari molen dan di setting out. Tahapan proses penyamakan minyak disajikan pada Tabel 14. Tabel 14. Tahapan proses penyamakan minyak * Proses Bahan kimia Jumlah (% kulit Waktu Catatan shaving) (b/b) Penimbangan Pencucian 1 Prapenyamakan ulang
Air
200 %
3x10 menit
Natrium Karbonat
0.5%
10 menit
Air
100%
Minyak biji karet
30%
Natrium karbonat
0,5%
Air
1,5 %
Air sisa pencucian dikeluarkan Cek pH, bagus = 8-9
Setting Out Penyamakan minyak
Pemeraman Penetrasi minyak Oksidasi dalam Molen
Oksidator
0,6%
Air
15%
Oksidasi pada toggle Pencucian 2
Pencucian 3
Penyamakan dilakukan dengan mengoleskan bahan penyamak pada kulit
Semalam
Natrium karbonat dilarutkan dahulu Disimpan dan didiamkan
8 jam
Diputar di dalam molen
6 jam
Diputar di dalam molen
2 x 24 jam
Dibentangkan pada toggle
60 menit
Menggunakan air hangat
Air
300%
Natrium karbonat
4%
(40°C )
Degreaser
2%
Air cucian dibuang
Air
1000%
15 menit
Air cucian dibuang
Air
1000%
60 menit
Air cucian dibuang
Natrium karbonat
2%
Degreaser
1%
Air
1000%
15 menit
Air cucian dibuang
Setting out Pencucian 4
Pencucian 5 Setting out Pengeringan
2 x 24 jam
Diketun Buffing
Ketebalan 0.3 – 1.2 mm
*
Suparno et al. (2009)
47
Penyamakan Minyak Suparno (2009) menyebutkan bahwa penyamakan minyak adalah metode untuk pembuatan kulit samoa. Kulit samak tersebut adalah terkenal dengan sifatnya yang dapat menahan/menyerap air, yang berguna untuk pembersihan dan pengeringan permukaan, misalnya jendela. Umumnya penyamakan minyak dilakukan dengan oksidasi in situ minyak tak jenuh, misalnya minyak hati cod. Penyamakan minyak merupakan salah satu contoh proses leathering, karena walaupun kulit samak minyak tahan terhadap serangan mikroorganisme, suhu pengerutan (shrinkage temperature/Ts)-nya tidak meningkat secara signifikan di atas suhu pengerutan kulit tersebut sebelum disamak. Proses tersebut melibatkan pengisian kulit basah dengan minyak tak jenuh, kemudian polimerisasi minyak in situ dengan oksidasi. Menurut Judoamidjojo (1981), penyamakan minyak berlangsung dalam dua fase, mula-mula minyak diambil oleh kulit secara mekanis, kemudian dilanjutkan dengan proses oksidasi. Dalam proses pengikatan yang penting adalah terdapatnya paling sedikit dua ikatan rangkap dalam molekul. Pada proses oksidasi, ikatan rangkap mengambil dua atom oksigen dan membentuk peroksida. Sebagian dari peroksida dapat bereaksi dengan gugus amino dari kolagen. Reaksi dalam proses penyamakan minyak adalah belum jelas. Bahan aktifnya adalah minyak tak jenuh, yang dapat dimodelkan dengan asam linoleat, CH3(CH2)4CH=CHCH2CH= CH(CH2)7CO2OH, yang diketahui dapat berpolimerisasi. Reaksi tersebut berbasiskan pada pembentukan senyawa-senyawa aldehida, terutama karena proses tersebut diikuti oleh pelepasan akrolein, CH2=CHCHO, yang telah digunakan sebagai salah satu elemen pengendali mutu. Namun akrolein sendiri tidak dapat digunakan dalam pembuatan kulit samoa (Covington 2009). Suparno (2009) menyebutkan bahwa hasil dari penyamakan tersebut sebagai sebuah matriks polimer dalam matriks kolagen. Tidak ada kepastian reaksi antara polimer tersebut dan kolagen, tidak seperti hasil dari penyamakan aldehida. Dengan demikian, sistem tersebut dapat digambarkan sebagai suatu matriks dari ikatan-ikatan hidrokarbon terpolimerisasi, menahan struktur serat kolagen terpisah/berjauhan, sebagai sebuah bentuk lubrikasi ekstrim untuk mencegah struktur serat tersebut bersatu dan lengket. Sebelum kulit di samak minyak kadar air dalam kulit dikurangi terlebih dahulu dengan menggunakan mesin sammying. Selanjutnya kulit di shaving untuk menghilangkan lapisan grain. Kulit di shaving dengan menggunakan mesin shaving sampai ketebalan kulit 0,7-0,8 mm. Kulit yang telah di shaving kemudian ditimbang untuk menentukan kebutuhan bahan-bahan penyamak minyak berdasarkan %tase terhadap kulit shaving. Kulit yang telah ditimbang dimasukkan ke dalam drum putar dan ditambahkan air sebanyak 200% dari bobot kulit setelah shaving dengan tiga tahap penambahan setiap 10 menit, setelah selesai air cucian tersebut dibuang. Kemudian kulit ditambah dengan natrium karbonat 0,5% (dilarutkan dalam air 100% bobot kulit shaving) dan diputar dalam drum putar selama 10 menit, selanjutnya kulit di setting out. Proses selanjutnya adalah pembuatan larutan minyak, pertama-tama natrium karbonat 0,5% dari bobot kulit shaving dilarutkan dalam air 300% dari natrium karbonat kemudian ditambah dengan minyak 30% dari bobot kulit shaving. Kulit dioles dengan larutan minyak tersebut dan diperam 1 malam kemudian diputar dalam drum putar selama 8 jam. Selanjutnya kulit ditambah dengan oksidator dan air kemudian diputar dalam drum putar selama 6 jam. Setelah dioksidasi di dalam molen dengan bantuan oksidator, kulit diangkat dari molen dan digantung pada toggle untuk oksidasi lanjut di suhu ruang selama 2 hari. Penyamakan minyak merupakan proses kompleks yang melibatkan pembentukan dan fiksasi polimer minyak dan aldehida. Peroksida merupakan produk antara yang menjadi kunci dalam pembentukan polimer minyak dan aldehida. Oleh karena itu, bilangan peroksida minyak selama penyamakan dapat digunakan untuk menentukan kondisi oksidasi yang optimum untuk penyamakan.
48
Anonim (2009). Setelah melalui proses oksidasi, kulit dimasukkan dalam drum putar dan ditambah dengan air hangat (suhu 40°C) 300% (dari berat kulit shaving), natrium karbonat 4% (dari berat kulit shaving), degreaser 2% (dari bobot kulit shaving), kulit tersebut diputar selama 60 menit, air sisa pencucian dibuang. Kemudian ditambah dengan air hangat 1000% (dari bobot kulit shaving) dan diputar selama 15 menit, selanjutnya air dibuang dan kulit di setting out. Setelah setting out dilakukan pencucian II, kulit dimasukkan dalam drum putar kemudian ditambah dengan air hangat 100 % (dari bobot kulit shaving), natrium karbonat 2% (dari bobot kulit shaving), dan degreaser 1% (dari bobot kulit shaving), kemudian diputar selama 60 menit. Air sisa cucian dibuang, kemudian air hangat 1000% (dari bobot kulit shaving) dimasukkan dalam drum putar dan diputar selama 15 menit. Kulit dikeluarkan dari drum putar kemudian di setting out. Selanjutnya, kulit dikeringkan dengan cara memementangkannya di toogle selama 2 hari. Setelah kulit kering, kulit di staking agar lentur dan lemas kemudian di buffing hingga halus dan memiliki ketebalan sesuai standar produk.
Proses
Tabel 15. Proses Pewarnaan Kulit Samoa* Bahan Kimia Jumlah (% kulit Waktu
Catatan
samoa) (b/b) Penimbangan Leveling Dye
Pewarnaan
Fiksasi
Pencucian
Leveling Dye
3
10 menit
Air
500
Pewarna
-
-
Air
-
-
Formic Acid
2
3 x 15
Air
20
menit
Air
200%
5 menit
Kulit diputar dalam molen Dicek pH 6 – 8 Air dicampur dengan pewarna sedikit demi sedikit Kulit diputar dalam molen Kulit diputar dalam molen Dicek pH 3,5 – 4 Diputar dalam molen
Setting Out Hanging Pengeringan
1 malam 2 hari
Hingga kering
*
Wachmann (1999)
Pewarnaan Pewarnaan kulit samoa bertujuan untuk menambah nilai estetika dari kulit tersebut sehingga konsumen lebih tertarik untuk membeli. Sebelum dilakukan proses pewarnaan, kulit ditimbang terlebih dahulu kemudian dilakukan proses leveling dye. Proses ini dilakukan untuk mengondisikan kulit agar pewarnaan kulit bisa merata. Dalam proses ini kulit samoa ditambah dengan leveling dye sebanyak 3% dan air 500% dari berat kulit samoa, lalu kulit tersebut diputar dalam drum putar selama 10 menit dan dicek pH-nya sampai 6-8. Proses selanjutnya adalah pewarnaan, pewarna diencerkan dengan air. Kulit dalam drum putar kemudian ditambah dengan pewarna. Setelah dilakukan pewarnaan proses selanjutnya adalah fiksasi. Tujuan fiksasi adalah untuk mengikat warna pada kulit. Pada proses ini kulit ditambah dengan formic acid (2/3 dari berat pewarna) dan air sebanyak 1:10
49
kemudian kulit diputar dalam drum putas selama 3 x 15 menit. Selanjutnya, kulit dicuci dengan air 200 % dari berat kulit samoa lalu di setting out dan dikeringkan. 3.
Mesin dan Peralatan
Dalam proses produksi kulit samoa diperlukan mesin dan peralatan yang mendukung proses tersebut. Alat-alat yang digunakan adalah hammer mill, tray dryer, screw press, drum putar, buffing machine, fleshing machine, combined samming and setting-out machine, shaving machine, staking machine, toggling, timbangan, pompa air, water treatment, instalasi pengolahan air limbah, dust collector, dan generator set. Cara kerja dan gambar teknik mesin penyamakan kulit disajikan pada lampiran 3. a.
tray dryer
Untuk mengurangi kadar air dalam biji karet, biji tersebut dikeringkan ke dalam tray dryer dengan suhu 70°C selama 1 jam agar minyak yang dihasilkan dapat maksimal. Alat ini terbuat dari stainless steel memiliki dimensi 200 x 100 x 190 cm. Kapasitas yang dimiliki alat ini adalah 200-400 kg/ shift. Tray dryer disajikan pada Gambar 20.
Gambar 20. tray dryer (www.skengineering.tradeindia.com) b.
Hammer mill
Mesin ini digunakan untuk menggiling biji karet sehingga ukuran biji karet menjadi kecil. Prinsip kerja dari hammer mill mengalirkan umpan menuju penggilingan, kemudian produk dipukulpukul dengan menggunakan martil khusus yang tergabung dengan beater rotor dimana akan memperkecil ukuran partikel sampai dengan ukuran yang diinginkan. Kapasitas yang dimili alat ini adalah 200-600 kg/jam. Dimensi alat ini adalah 1000 x 800 x 1200 mm.Gambar Hammer mill disajikan pada Gambar 21.
50
Gambar 21. Hammer mill (www.indonetwork.co.id/WIRA_PERDANA_MANDIRI/167391/hammermill.htm) c.
Screw press
Mesin ini digunakan untuk ekstraksi minyak biji karet. Biji karet yang telah melalui pengecilan ukuran kemudian dipres dengan pengepres berulir. Screw press disajikan pada Gambar 22.
Gambar 22. screw press (www.indonetwork.co.id/cv_putraabaditeknik) Spesifikasi: Dimensi : 110 x 55 x 150 cm Kapasitas : 200-250 kg / jam penggerak diesel : 24 pk d.
Drum putar
Drum putar yang digunakan dalam penyamakan kulit samoa dibedakan berdasarkan kegunaannya dan kecepatan putar dari drum tersebut. Drum putar tersebut meliputi drum putar liming dan perendaman, drum putar pickling, drum putar penyamakan, dan drum putar pewarnaan. Drum putar disajikan pada Gambar 23.
Gambar 23. Drum putar (www.alibaba.com/industry-promotion/tannery-machine-industry-promotion.html)
51
Spesifikasi mesin: Dimensi drum putar : Φ3000x2500mm kecepatan drum putar : 8-10 rpm Daya yang dibutuhkan : 7 PK e.
Buffing machine
Buffing machine digunakan untuk menghaluskan permukaan kulit samoa. Mesin ini memiliki panjang rol 1.500 mm dengan kecepatan kerja mesin sebesar 0-27,5 m/min. Energi yang dibutuhkan untuk menjalankan mesin ini adalah 17,5 kw. Mesin ini memiliki dimensi 2.855 x 1.740 x 1.340 mm dengan berat 3.000 kg. Buffing machine disajikan pada Gambar 24.
Gambar 24. Buffing machine (Sumber : Huzhou Huafei Machinery Co, Ltd) f.
Fleshing machine
Fleshing machine digunakan untuk menghilangkan daging dan lemak yang menempel pada kulit. Mesin ini dirancang untuk digunakan pada kulit domba, kulit kambing, kulit babi, dan kulit anak sapi. Mesin ini memiliki dimensi 3.700 x 995 x 1.573 mm, dengan panjang rol 1.600 mm. Energi yang yang dibutuhkan oleh mesin ini sebesar 26,37 kw dengan kecepatan mesin 37-45 m/min. Fleshing machine disajikan pada Gambar 25.
Gambar 25. Fleshing machine (Sumber : Huzhou Huafei Machinery Co, Ltd) g.
Combined samming and setting- out machine
Combined samming and setting- out machine berfungsi untuk mengurangi kadar air dalam kulit hingga 50-70%, membuka pori-pori dan memperlebar kulit, serta mengurangi minyak berlebih yang masih menempel pada kulit samoa. Mesin ini dilengkapi peralatan pelindung sehingga aman bagi operator yang menggunakannya. Mesin ini memiliki dimensi 3.500 x 1.450 x 1.600 mm dengan berat 3.500 kg dan panjang rol 1500 mm. Energi yang dibutuhkan mesin ini sebesar 11 kw.
52
Kecepatan mesin ini adalah 3-23 m/min. Combined jikansamming and setting- out machine disajikan pada Gambar 26.
Gambar 26. combined samming and setting- out machine (Sumber : Huzhou Huafei Machinery Co, Ltd) h.
Shaving machine
Shaving machine berfungsi untuk menghilangkan lapisan grain dan menipiskan kulit hingga kulit tersebut memiliki ketebalan tertentu. Dimensi dari mesin ini adalah 2.200 x 1.500 x 1.500 mm dengan panjang rol sebesar 450 mm. Berat dari mesin ini adalah 2.200 kg. Energi yang dibutuhkan mesin ini sebesar 8,6 kw. Mesin ini memiliki kecepatan sebesar 7,4-11,7 m/min. Shaving machine disajikan pada Gambar 27.
Gambar 27. Shaving machine (Sumber : Huzhou Huafei Machinery Co, Ltd) i.
Staking machine
Staking machine digunakan untuk melemaskan dan melenturkan kulit samoa. Dimensi dari mesin ini adalah 3.500 x 1.450 x 1.600 mm, berat mesin 3.500 kg, dan panjang rol 1.500 mm. Energi yang dibutuhkan mesin ini adalah 16 kw. Mesin ini mampu bekerja dengan kecepatan 2-17 m/min. Staking machine disajikan pada Gambar 28.
Gambar 28. Staking machine (Sumber : Huzhou Huafei Machinery Co, Ltd)
53
j.
Toggling machine
Toggling machine berfungsi sebagai alat peregangan dan pengeringan kulit. Mesin ini memiliki dimensi 17.700 x 2.410 x 2.300 mm dengan panjang dimensi kerja sebesar 4000 mm dan tingg dimensi kerjanya sebesar 1800 mm. Toggling machine disajikan pada Gambar 29.
Gambar 29. Toggling machine (www.silgroup.org/togling1800.htm) k.
Leather dedusting machine
Leather dedusting machine dirancang untuk menghilangkan debu-debu yang menempel pada kulit domba, kulit kambing, dan kulit sapi. Mesin ini dilengkapi dengan sikat untuk proses pembersihan debu. Operator yang dibutuhkan untuk mengoperasikan mesin ini sebanyak 1 orang. Leather dedusting machine disajikan pada Gambar 30. Spesifikasi mesin disajikan pada Tabel 14.
Gambar 30. Leather dedusting machine (www.freewtc.com/products/leather-dedusting-machine-8739-64369.htm) Tabel 14. Spesifikasi leather dedusting machine Model Lebar kerja Produksi per jam Daya terpasang Motor penyerap debu Berat bersih pxlxt
AD-130 1000 mm 350 lembar/jam 13,2 kw 11 kw-2800 rpm 500 kg 2200 x 2700 x 1000 mm
54
l.
Vibrating knife leather cutting machine
Mesin ini digunakan untuk memotong kulit samoa secara digital. Pemotongan dengan menggunakan mesin ini akan menghemat waktu dan tenaga.Mesin ini dapat digunakan untuk memotong kulit alam, kulit buatan, bahan sintetis, dan karton. Ketebalan bahan yang dapat dipotong 0,5-6 mm dengan kecepatan potong 1-1000 mm/sekon.Energi yang dibutuhkan sebesar 5,5 kw. Dimensi dari mesin ini yaitu 1400 x 1000 mm. Vibrating knife leather cutting machine disajikan pada Gambar 31.
Gambar 31. Leather measuring machine (www.diytrade.com/china/4/products/7228894/Leather_Measuring_MACHINE.html) m. Timbangan Timbangan merupakan alat yang digunakan untuk mengukur massa bahan baku yang akan digunakan dalam pembuatan kulit samoa. Timbangan yang akan digunakan berupa timbangan digital dengan kapasitas sebesar 2000 kg. Timbangan digital ini memiliki dimensi 1,2 m x 1,2 m. Timbangan disajikan pada Gambar 32.
Gambar 32. Timbangan (http://rajatimbangan.blogspot.com) n.
Dust collector Dust collector merupakan salah satu peralat saman K3 yang digunakan oleh industri penyamakan kulit. Mesin ini akan menyerap debu yang berasal dari limbah penyamakan kulit samoa sehingga para pekerja tidak terganggu oleh debu yang berda pada ruang proses produksi. Mesin ini memiliki dimensi mesin 21"w x 26"d x 48"h dengan kapasitas 30 gallons.
55
4.2.5 Neraca Massa dan Kebutuhan Energi Neraca massa ini dibuat dengan menggunakan perbesaran skala (scale up). Bahan baku yang digunakan untuk memproduksi kulit samoa adalah kulit kambing garaman. Bahan penolong yang digunakan adalah air, zenith Gu, degreaser, anti bakteri, soda ash, amin, Na2S, kapur, NaHS, natrium metabisulfit, bating agent, NaCl, asam formiat, H2SO4, glutaraldehida, natrium karbonat, minyak biji karet, natrium hipoklorit, leveling dye, dan pewarna. Neraca massa proses pembuatan kulit samoa disajikan pada Gambar 33. Mesin dan peralatan sebagian besar menggunakan energi listrik, kebutuhan energy listrik pada mesin dan peralatan penyamakan disajikan pada Tabel 17.
Tabel 17. Kebutuhan energi pada mesin dan peralatan yang digunakan No
Nama Alat
Daya listrik (kW) 5.2 5.2
Jumlah
Total
2 2
10.4 10.4
waktu operasi per hari (jam) 11.5 2.7
Kebutuhan energi listrik perhari (kWh) 119.60 28.08
1 3
Drum pengapuran Drum pickling
4 5 6
5.2 5.2 11
2 1 1
10.4 5.2 11
21.5 1.8 5
223.60 9.36 55.00
7
Drum penyamakan Drum pewarnaan Combined samming and setting-out machine Shaving machine
8.6
1
8.6
2.4
20.64
8
Fleshing machine
26.3
1
26.3
1
26.30
9 10
Staking machine Vibrating knife leather cutting machine Buffing machine Dedusting machine Pompa transfer Pompa dozing Heater sealer mesin jahit Tray dryer Hammermill Mesin pres
16 5.5
1 1
16 5.5
1.8 2
28.80 11
17.5 13.2 2.2 2.2 6 0.42 0.45 30 11.9 17.9
1 1 4 2 1 1 5 1 1 1
17.5 13.2 8.8 4.4 6 0.42 2.25 30 11.9 17.9
1.4 5 5 2 2 3 8 13 13 13
24.50 66.00 44.00 8.8 12 1.26 18 390.00 154.70 232.70 1474.34
11 12 13 14 15 16 17 18 19 20
Total
56
Kulit garaman (3.000 kg) Air 300% = 9.000 kg Zenith Gu 0,1% = 3 kg Degreaser 0,1% = 3 kg Air 200% = 6.000 kg Anti bakteri 0,1% = 3 kg Soda Ash 0,75% = 22,5 kg Degreaser 0,1% = 3 kg
Soaking 1 (Perendaman) ( 2 jam) 3000 kg
Larutan sisa soaking 9.006 kg Larutan sisa soaking
Soaking 2 (Perendaman) (overnigt) 3000 kg
Larutan sisa soaking 6.028,5 kg
Pencucian (20 menit) 3.000 kg
Air 200% = 6.000 kg Air 100% = 3.000 kg Amin 1% = 30 kg Na2S 2% = 60 kg Kapur 1% = 30 kg NaHS 1% = 30 kg NaHS 1 % = 30 kg Kapur 1% = 30 kg
Liming 1 (70 menit) 6.150 kg
NaSN 1% = 30 kg Kapur 1% = 30 kg
Liming 3 (60 menit) 6.330 kg
Kapur 1% = 30 kg
Liming 4 (30 menit + overnigt) 2.175 kg
Air 200% = 6.000 kg
Pencucian (20 menit) 2.175 kg
Air cucian 6.000 kg
Liming 2 (60 menit) 6.270 kg
Fleshing 1.635 kg
Limbah cairan basa 3300 kg bulu 825
Air cucian 6.000 kg
Daging dan lemak 540 kg
Penimbangan Air 100% = 3.000 kg ZA 2% = 60 kg Natrium metabisulfit 0,1% = 3 kg
Deliming (60 menit) 4.698 kg
A
57
A Bathing agent 2 % = 60 kg Degreaser 0,1% = 3 kg
Bathing (120 menit) 1.585 kg
Larutan sisa 3.176 kg
Air 200% = 6.000 kg
Pencucian (20 menit) 1.585 kg
Larutan sisa 6.000 kg
Air 70% = 2.100 kg NaCl 7% = 210 kg Asam Formiat 0,5% = 15 kg H2SO4 1 % = 30 kg
Pickling (130 menit) + overnigt 1560 kg
Larutan sisa pemikelan 2.380 kg
Penimbangan (1.560 kg)
Pencucian 1 (20 menit, 8°Be) 2.203 kg
NaCl 10% = 156 kg Air 200% = 3.120 kg NaCl 10% = 156 kg Air 200% = 3.120 kg
(10
Pencucian 2 menit, pH min 3, 8°Be)
Air cucian = 2.633 kg
Air cucian = 3.276 kg
2.203 kg
Relugan GT50 3% = 46,8 kg Air 9% = 140,4 kg
Pretanning 1 (3 x15 +30 menit)
Natrium formiat 1% = 15,6 kg Air 10% = 156 kg
Pretanning 2 (4x10 +20 menit)
Natrium karbonat 2% = 31,2 kg Air 10% = 156 kg
Pretanning 3 (3x15 menit)
Air 10% = 156 kg
Pretanning 4 (60 menit, pH min 8) 2.566 kg
Air cucian = 339 kg
Samming 1.650 kg
Air perasan = 915 kg
Shaving (0,7-0,8 mm) 936 kg
Lapisan grain yang dihilangkan = 714 kg
Kulit shaving 936 kg
58
Kulit shaving Penimbangan (936 kg) Air 200 % = 1.872 kg
Natrium karbonat 0,5 % = 4,68 kg Air 100 % = 936 kg
Pencucian I (3 x 10 menit) 1.584 kg
Air cucian = 1.224 kg
Prapenyamakan ulang (10 menit, pH 8-9) 1.584 kg
Air cucian = 940,86 kg
Setting Out 1.235 kg
Minyak biji karet 30 % = 280,8 kg Natrium karbonat 0,5 % = 4,68 kg Air 1,5 % = 14.04 kg
Penyamakan minyak (1.443 kg)
Air perasan = 349 kg
Loss = 91,52 kg
Pemeraman (Semalam) Penetrasi minyak (8 jam)
Oksidator = 5,62 kg Air = 140,4 kg
Oksidasi dalam Molen (6 jam) (1.589 kg) Oksidasi di togel (2 x24 jam) 717 kg
Natrium karbonat 4% = 37,44 kg Degreaser 2% = 18,72 kg Air 40°C, 300% = 2.808 kg
Pencucian 2 (60 menit) 1.486 kg
Air 40°C, 1000% = 9.360 kg
Pencucian 3 (15 menit) (1.464 kg) Setting out 1.193 kg
Air cucian =2.967,16 kg
Air cucian 9.198 kg
Air perasan = 271 kg
A
59
A Natrium karbonat 2% = 18,72 kg Degreaser 1%= 9,36 kg Air 40°C, 1000% = 9.360 kg
Air 40°C, 1000% = 9.360 kg
Pencucian 4 (60 menit) (1.447 kg)
Air cucian = 9.134,08 kg
Pencucian 5 (15 menit) (1.490 kg)
Air cucian = 9.317 kg
Setting out
Air perasan = 244 kg
(1.246 kg)
Pengeringan (2 x 24 jam)
Air yang menguap = 790 kg
( 456 kg)
Stacking 456 kg Buffing 259 kg Leveling dye 3% = 7.77 kg Air 500% = 1259 kg
Debu hasil buffing = 197 kg
Leveling Dye (10 menit) 1.525,77 kg
Pewarna = 7.77 kg Air = 7.77 kg
Pewarnaan (45 menit) 1541,31 kg
Formic acid = 5.18 kg Air = 51.8 kg
fiksasi (45 menit) 324 kg
Larutan sisa = 1.274,29 kg
Air = 518 kg
Pencucian (5 menit) 329 kg
Larutan sisa = 513 kg
Setting out
Air perasan = 54 kg
275 kg
Pengeringan 259
Air yang menguap = 16 kg
Kulit samoa 259 kg
Gambar 33. Neraca massa pembuatan kulit samoa
60
4.2 .6 Perancangan Tataletak Perancangan tataletak dilakukan agar proses produksi dapat berjalan secara efektif dan efisien. Selain itu, perancangan tata letak yang baik dapat meminimumkan elemen-elemen biaya, seperti biaya pemindahan bahan, biaya konstruksi dan instalasi bangunan, mesin, dan fasilitas lain. Perancangan tata letak ini berhubungan dengan penyusunan letak mesin, peralatan-peralatan produksi, dan ruanganruangan dalam pabrik. Ada tiga tipe penentuan tataletak pabrik, yaitu berdasarkan produk (product layout), berdasarkan proses (proses layout), dan berdasarkan stationary (stationary layout). Penentuan tataletak bergantung pada spesifikasi proses produksi. Produk yang dibuat industri kulit samoa hanya satu jenis. Untuk itu tipe tata letak yang digunakan adalah product layout. Product layout adalah cara pengaturan dan penempatan semua fasilitas produksi yang diperlukan ke dalam suatu departemen tertentu atau khusus. Tata letak jenis ini membentuk suatu garis mengikuti jenjang proses pengerjaan produksi suatu produk dari awal hingga akhir. Mesin-mesin diletakkan menurut urutan proses dari suatu produk. Tujuan dari product layout adalah untuk mengurangi proses pemindahan bahan dan memudahkan pengawasan di dalam aktivitas produksi, sehingga pada akhirnya terjadi penghematan biaya. Penyusunan tata letak akan berpengaruh terhadap efisiensi produksi. Pada umumnya dalam menetapkan desain tataletak digunakan satu dari beberapa metode antara lain yaitu Activity Relationship Chart dan Travel Chart. Activity Relationship Chart merupakan suatu metode yang menghubungkan aktivitas-aktivitas secara berpasangan sehingga semua aktivitas akan diketahui tingkat hubungannya. Travel Chart merupakan suatu metode yang digunakan untuk kondisi dimana terdapat banyak produk atau item yang mengalir melalui suatu area. Industri kulit samoa menggunakan Activity Relationship Chart untuk perancangan tataletaknya. Keterkaitan aktivitas digambarkan dengan menggunakan bagan yang disebut dengan bagan keterkaitan aktivitas. Alasan dalam penilaian derajat keterkaitan aktivitas disajikan pada Tabel 18. Bagan keterkaitan antar aktivitas pada industri kulit samoa disajikan pada Gambar 34. Derajat hubungan aktivitas dapat diberi tanda sandi sebagai berikut: A = absollutely necessary (mutlak) E = especially important (sangat penting) I =important (penting) O = ordinary (biasa) U = unimportant (tidak penting X = undesirable (harus berjauhan)
Kode
Tabel 18. Penilaian derajat keterkaitan Alasan
1
Urutan proses dan kerja
2
Penggunaan pekerja yang sama
3
Pengawasan dan keamanan
4
Efisiensi waktu
5
Keindahan, kebersihan, dan kenyamanan
6
Adanya komunikasi dan pencatatan
7
Kontak antar pekerja
8
Bising, asap, debu, atau bau.
61
1. Kantor
O O
2. Gudang bahan baku
I 2,4
I 3,6,7
3. Gudang bahan kimia
U
O E 1,4
O I 4
4. Gudang barang jadi
E 1,4
O
5. Ruang produksi minyak
I 1,4
E 1,4
6. Ruang produksi kulit
O
U E 4
U 8
U
10. Pengemasan
X 8
U U
U
12. Pos satpam I 3,6
13. Parkir dan jalan
O U
U
O I 4
O
U O U
O
O
U
U
U X 5, 8
O U
E 1,4
U
U U
I 4
U
A U
9. Laboratorium
O O
U
O U
11. Toilet dan mushola
O
I 4
U
X 8
U X 8
X 8
O
U 8
8. Pengelolaan limbah
U O
U
I 4
7. Sumber air
O A 1,2,4
O I 4,7
U O
U U X 8
U U
U
Gambar 34. Bagan keterkaitan antar aktivitas pada industri kulit samoa (chamois leather) Bagan keterkaitan antaraktivitas digunakan untuk merencanakan dan menganalisis keterkaitan antar aktivitas. Informasi yang diperoleh dari bagan tersebut kemudian diwujudkan dalam diagram keterkaitan antaraktivitas.Pada bagan keterkaitan antar aktivitas dapat dihitung pembobotan nilainya pada setiap hubungan keterkaitan. Penilaian di atas berdasarkan ketentuan: A =81; E = 27; I = 9; O = 3;X =0. Pembobotan di atas digunakan sebagai acuan dalam perhitungan keterkaitan antar ruang. Nilai total terbesar menjadi pusat ruang aktivitas. Perhitungan nilai TCR disajikan dalam Tabel 19. Tabel 19. Perhitungan nilai TCR Nilai
Lokasi
Jumlah
Kantor
3
3
9
3
3
1
0
3
3
3
3
3
37
Gudang bahan baku
3
9
1
27
81
3
1
3
1
1
3
9
142
Gudang bahan kimia
3
9
3
9
27
3
0
9
1
1
3
3
71
Gudang produk jadi
9
1
3
3
9
1
0
3
27
1
3
9
69
Ruang produksi minyak
3
27
9
3
27
3
0
9
1
1
1
1
85
Ruang produksi kulit
3
81
27
9
27
27
3
27
81
1
1
3
290
Sumber air
1
3
3
1
3
27
0
3
1
1
1
1
45
Pengelolaan limbah
0
1
0
0
0
3
0
1
0
0
0
0
5
Laboratorium
3
3
9
3
9
27
3
1
1
1
1
1
62
Pengemasan
3
1
1
27
1
81
1
0
1
1
1
1
119
Toilet dan mushola
3
1
1
1
1
1
1
0
1
1
1
1
13
Pos satpam
3
3
3
3
1
1
1
0
1
1
1
1
19
Parkir dan jalan
3
9
3
9
1
3
1
0
1
1
1
9
41
62
Informasi yang dihasilkan dari bagan keterkaitan aktivitas, kemudian digunakan untuk membuat diagram keterkaitan antar aktivitas. Diagram tersebut menggunakan tamplate yang menggambarkan kegiatan yang ada. Setiap tamplate mencantumkan informasi mengenai derajat keterkaitan kegiatan tersebut dengan kegiatan lainnya. Diagram keterkaitan antar aktivitas disajikan pada Gambar 36.
E - A-
A-
A-
E 2,6
X8 3
X5
Sumber air
G. bahan kimia
Ruang produksi minyak
I6 A-
O 2,3,5,9 I 2,5,9 E 6 A 2,10 X9 Laboratorium
I 3,5 A-
O- I-
O1,4,7,12, 13
I 1,3,9 E 3,5,7,9 A 6
A-
E- AX8 12
Toilet dan mushola
Pos satpam
O 1,4,7 IE 5 A-
O 1 I 13 E-
X2
X8 1
Ruang produksi kulit
G.bahan baku
Kantor
O 1,13 I 3,13 E 4 A-
O1,7,9,12 IE 10 A-
O 1,2,3,4
O 2,3,5,6,9,10, 11,12,13
E-
X10
X8 4
X8 13
R. pengemasan
G. produk jadi
Parkir dan jalan
O1
E-
X8 11
X6
O 1,2,4,7 I 4 E- A6 X 1,3,4, 11,12,13 8
R. Pengelolaan limbah
I-
E6
X7
I 1,6,13 O 3,5,9,12 I 2,4,13
O 1,3,6
Gambar 35. Diagram keterkaitan antar aktivitas Setelah membuat diagram keterkaitan antar aktivitas, langkah selanjutnya adalah menentukan kebutuhan luas ruang. Luas ruang dihitung dari perkiraan luas ruang yang dibutuhkan oleh mesin dan peralatan industri, luas ruang yang dibutuhkan oleh operator, kelonggaran, kebutuhan luas gudang, kantor, dan ruang-ruang lain. Kebutuhan luas ruang disajikan pada Tabel 20 dan Tabel 21.
63
Tabel 20. Kebutuhan ruang produksi industri penyamakan kulit samoa 150% Jumlah Panjang Lebar Luas Nama ruang kelonggaran mesin (m) (m) (m2) luas (m2)
No
Total luas (m2)
1
Gudang bahan baku
-
90
2
Gudang bahan kimia
-
30
3
Gudang produk jadi
-
70
4
Ruang proses produksi minyak biji karet
5
Tray dryer (pengering)
1
2
1
2
3
3
Hammer mill
1
1
0,8
0,8
1
1
Pengepres biji jarak
1
1,1
0,55
0,605
1
1
Tangki minyak
8
1.45
1.45
16,82
25
25
Drum putar
7
3
2,5
45
68
68
Fleshing
1
3,7
0,995
3,6815
6
6
Penyamakan minyak dan bak
-
-
-
-
-
60
Penimbangan
2
1,2
1,2
2,88
4
4
Samming dan settling out
1
3,5
1,45
5,075
8
8
Shaving
1
2,2
1,5
3,3
5
5
Pengeringan (toggle)
2
17,7
2,41
85,314
128
128
Pengeringan (hanging)
-
-
-
-
-
20
Staking
1
3,5
1,45
5,075
8
8
Buffing
1
2,855
1,4
4,9677
7
7
Dedusting machine
1
2,2
2,7
5,94
9
9
Vibrating knife leather cutting
1
1,4
1
1,4
2
2
Ruang pembuatan chamois ball
-
-
-
-
-
30
Ruang pengemasan
-
-
-
-
-
36
Ruang
proses
produksi
penyamakan kulit
pemeraman
machine
Total
623
64
Tabel 21. Kebutuhan ruang pabrik industri penyamakan kulit samoa NO Keterangan Sub total (m2) 1
Ruang produksi
2
Ruang non produksi
623
2.1
Kantor
45
2.2
Laboratoriun
30
2.3
Pengolahan limbah
300
2.4
Mushola dan toilet
24
2.5
Water treatment
80
3
Lain-lain
3.1
Pos satpam
3.2
parkir dan jalan
150
RTH
841
4
9
2.102
Total
Untuk kebutuhan ruang produksi kulit samoa disediakan kelonggaran 150% untuk kegiatan penanganan bahan, pergerakan pekerja dan perawatan, lorong, kolom, dan sebagainya sesuai kebutuhan. Berdasarkan perhitungan Tabel 17 luas ruang yang dibutuhkan untuk pendirian pabrik sebesar 2.102 m2. Sketsa industri kulit samoa disajikan pada Gambar 37.
30.0 in. x 30.0 in.
Ruang produksi minyak
42.0 in. x 30.0 in.
Sumber air
Gudang bahan kimia
Ruang Beam house dan Penyamakan Gudang bahan baku
Laboratorium
A
A
R. Chamois ball Gudang Produk
Ruang Finishing Ruang Pengemasan
C
Area parkir
Pengolahan Limbah
Kantor Mushola
Gambar 36. Sketsa industri kulit samoa Pada Gambar 32. dapat dilihat ruangan yang terdapat di industri kulit samoa, ruangan ini meliputi kantor, mushola dan toilet, gudang bahan baku, gudang produk, ruang produksi minyak, gudang bahan kimia, laboratorium, ruang produksi kulit samoa, tempat pengelolaan limbah, water treatment, dan area parkir. Luas pabrik kulit samoa yang dirancang adalah sebesar 1.765 m2. Luas bangunan pabrik adalah 931 m2 selebihnya digunakan untuk parkir, RTH dan jalan. Sketsa ini disusun berdasarkan perencanaan tata letak yang dilakukan sebelumnya.
65
4.3 ASPEK MANAJEMEN DAN ORGANISASI 4.3.1 Kebutuhan Tenaga Kerja Pada awal proyek, analisis kebutuhan tenaga kerja perlu dilakukan. Proses produksi kulit samoa ini sebagian besar dilakukan oleh mesin, namun dalam pelaksanaan proses produksi tetap dibutuhkan tenaga manusia sebagai operator, pengawas proses produksi, dan beberapa proses produksi yang membutuhkan campur tangan manusia secara langsung. Tenaga manusia juga dibutuhkan dalam pelaksanaan aktivitas di luar proses produksi seperti kegiatan pemasaran, kegiatan administrasi, kegiatan transportasi dan distribusi dan lain-lain. Tenaga kerja yang digunakan dalam industri kulit samoa ini terdiri dari tenaga kerja langsung dan tenaga kerja tak langsung. Tenaga kerja langsung merupakan tenaga kerja yang terlibat langsung dalam proses produksi, sedangkan tenaga kerja tidak langsung merupakan tenaga yang tidak berhubungan langsung dengan proses produksi. Tenaga kerja langsung meliputi operator produksi, laboran, teknisi IPAL, teknisi produksi, dan pekerja pabrik. Tenaga kerja tak langsung meliputi direktur, manajer produksi dan QA, manajer pemasaran dan logistik, staf keuangan dan administratif, staf pemasaran dan logistik, sopir, dan security. Kebutuhan dan spesifikasi tenaga kerja yang dibutuhkan pada industri kulit samoa disajikan pada Tabel 22. Jam kerja yang diberlakukan adalah mulai dari jam 08.00-17.00. Tabel 22. Kebutuhan dan spesifikasi tenaga kerja yang dibutuhkan pada industri kulit samoa No
Jabatan
Kualifikasi Pendidikan (minimal)
Jumlah (Orang)
1
Direktur
S1 Berpengalaman (min 5 tahun)
1
2
Manajer produksi dan QA
S1 Teknologi industri Pertanian/ ATK
1
3
Manajer pemasaran dan logistik
S1 Manajemen
1
4
Staf keuangan dan administratif
D3 Manjemen, Ekonomi, akutamsi
2
5
Staf pemasaran dan logistik
D3 Manajemen, Ekonomi
3
6
Teknisi produksi
D3 Teknik Mesin
3
7
Teknisi IPAL
D3 Teknik Lingkungan
2
8
Operator produksi
D3 Teknik
11
9
QC
SMK Analis kimia
1
10
Pekerja pabrik
SMA
30
11
Sopir
SMA
2
12
Security
SMA
3
Total
60
Pada kajian ini, jumlah sumber daya yang diperlukan sebanyak 60 orang dengan rincian pekerja langsung sebanyak 47 orang dan pekerja tidak langsung sebanyak 13 orang dengan upah per bulan sesuai dengan jabatan dan deskripsi pekerjaan masing-masing bagian dengan mengacu pada upah minimum kerja daerah Garut.
66
4.3.2 Struktur Organisasi Struktur organisasi dapat diartikan sebagai susunan dan hubungan antara bagian dan posisi dalam perusahaan. Struktur organisasi menjelaskan pembagian aktivitas kerja, serta memperhatikan hubungan fungsi dan aktivitas tersebut sampai batas-batas tertentu. Selain itu, struktur organisasi memperlihatkan tingkat spesialisasi aktivitas tersebut. Struktur organisasi juga memperlihatkan hierarki dan susunan kewenangan, serta hubungan pelaporan. Dengan adanya struktur organisasi, stabilitas dan komunitas organisasi tetap bertahan (Umar, 2007). Besar kecilnya perusahaan akan sangat menentukan bentuk perusahaan dan struktur organisasi yang dijalankan oleh perusahaan tersebut. Hubungan koordinasi antar bagian juga berbeda-beda pada setiap perusahaan. Semua pekerjaan yang akan dilaksanakan dalam rangka mencapai tujuan perusahaan harus dirinci dan didistribusikan semuanya kepada orang-orang yang mampu bekerja dibidang tersebut. Adanya struktur organisasi yang jelas akan memudahkan koordinasi antar anggota organisasi, sehingga masing-masing anggota akan mengetahui tugasnya secara jelas dan bekerja seekonomis mungkin dalam bidangnya masing-masing. Dalam struktur formal organisasi ditetapkan tingkat-tingkat wewenang dan tanggung jawab, yang merupakan mekanisme yang mengaitkan tugas, jabatan, dan cara pengoperasian. Secara garis besar rencana pengelolaan opersional industri kulit samoa pada dasarnya terdiri dari dua kegiatan utama, yaitu kegiatan operasional dan produksi. Rencana struktur organisasi untuk industri kulit samoa yang setiap bagian memiliki peranan dalam bidang yang menjadi tanggung jawabnya. Bagan struktur organisasi disajikan pada Gambar 38.
Direktur
Staf keuangan dan administrasi
QC
Operator produksi
Manajer Produksi dan QA
Maintenance
Teknisi IPAL
Manajer pemasaran dan logistik
Staf
Staf
Pekerja pabrik
Gambar 37. Struktur organisasi
67
4.3.3 Deskripsi Pekerjaan Diskripsi pekerjaan disusun untuk memudahkan pekerja dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya. Deskripsi tugas dan tanggung jawab masing-masing jabatan antara lain: 1. Direktur Direktur adalah pemimpin perusahaan yang bertanggung jawab terhadap kelangsungan hidup perusahaan. Direktur bertanggung jawab untuk memimpin, merencanakan, mengorganisasikan, dan mengarahkan bawahannya agar tujuan perusahaan dapat tercapai. 2. Manajer Produksi dan QA Manajer produksi dan QA bertugas untuk mengatur dan mengontrol kegiatan produksi kulit samoa dan produk-produk turunannya dan memastikan bahwa target produksi yang telah ditetapkan dapat terpenuhi, serta melakukan pengawasan terhadap kualitas bahan baku dan produk sehingga menghasilkan produk dengan kualitas sesuai standar yang telah ditetapkan perusahaan. 3. Manajer pemasaran dan logistik Manajer pemasaran dan logistik bertugas mengatur pengadaan bahan baku kulit mentah, dan bahan pembantu yang digunakan untuk proses produksi, serta mengawasi dan merancang strategi pemasaran produk sehingga penjualan produk mencapai jumlah yang telah ditargetkan. 4. Staf pemasaran Staf pemasaran bertugas untuk pemasaran produk, mencari informasi mengenai kebutuhan konsumen dan kondisi pesaing, serta menjalin kerjasama dengan mitra. 5. Staf logistik Staf logistik bertugas untuk mengelola ketersediaan bahan baku dan bahan pembantu, serta mengelola pendistribusian produk. 6. Teknisi IPAL Teknisi IPAL bertugas untuk mengelola limbah yang berasal dari proses produksi kulit. 7. Teknisi Produksi Teknisi produksi bertugas untuk menyiapkan mesin dan peralatan agar siap dipakai selama proses produksi, dan memperbaiki mesin dan peralatan bila terjadi kerusakan. 8. Operator produksi Operator bertugas untuk menjalankan mesin sesuai dengan prosedur yang ada dan melakukan perawatan mesin dan alat-alat produksi. 9. Quality control Bertugas untuk melakukan pengawasan terhadap mutu bahan baku dan produk sesuai dengan standar mutu yang ditetapkan perusahaan. 10. Pekerja pabrik Pekerja pabrik bertugas untuk melaksanakan proses produksi di pabrik, dan mengangkut bahan baku, bahan pembantu, dan juga produk yang dihasilkan. 11. Sopir Sopir bertugas untuk melakukan kegiatan transportasi dan distribusi yang berhubungan dengan kegiatan perusahaan, seperti pengangkutan bahan baku, bahan pembantu, dan produk. 12. Security Security bertugas untuk menjaga keamanan perusahaan. Agar pabrik aman dalam 24 jam pekerjaan security dibagi menjadi 3 shift jaga.
68
4.5
ASPEK LEGALITAS DAN LINGKUNGAN
4.5.1 Aspek Legalitas Pendirian dan beroperasinya industri akan lebih diketahui serta diakui keberadaannya oleh pemerintah apabila telah berbentuk badan usaha. Suatu industri yang layak untuk direalisasikan, perlu mendapatkan legalitas sehingga dalam perjalanannya dapat melakukan akses keluar yang baik, dan mendapat dukungan serta terikat pada kebijakan yang berlaku baik di tingkat wilayah/daerah, nasional, maupun internasional. Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah menyebutkan bahwa dalam pelaksanaan otonomi daerah yang nyata, luas, dan bertanggung jawab, bidang industri merupakan salah satu bidang yang diserahkan dan telah menjadi kewenangan daerah. Oleh karena itu, peraturan mengenai perizinan industri diatur sesuai dengan peraturan daerah di daerah tempat industri tersebut didirikan. a.
Badan Usaha
Perusahaan yang ada di Indonesia terdapat dalam beberapa bentuk, yaitu Perseroan Terbatas (PT), Persekutuan Komanditer (CV), Koperasi, Firma, Kongsi, Yayasan dan bentuk usaha tetap. Dalam hal pemilikan, bentuk perusahaan dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain ukuran perusahaan, jenis perusahaan, pembagian laba, resiko yang akan ditanggung, pembagian pengawasan, dan aturan penguasaan perusahaan. Bentuk perusahaan untuk industri penyamakan kulit samoa ini adalah Perseroan Terbatas (PT). Pemilihan ini dilakukan dengan alasan modal investasi yang dibutuhkan relatif cukup besar. Kelebihan dari Perseroan Terbatas adalah luasnya bidang usaha yang dimiliki, kewenangan, dan tanggung jawab yang dimiliki terbatas kepada modal yang disetor. b. Perizinan Kegiatan usaha selalu memerlukan dokumen penunjang usaha beserta izin-izin yang diperlukan sebelum menjalankan kegiatannya. Dokumen dan izin-izin diperlukan untuk melindungi kepentingan perusahaan dari berbagai hal. Dalam mendirikan industri kulit samoa di daerah Garut diperlukan izin-izin dan persyaratan legalitas sebagai berikut: 1.
Izin lokasi
Dalam pendirian suatu industri diperlukan izin lokasi usaha. Dasar hukum izin lokasi usaha adalah Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional No. 2 Tahun 1999. Persyaratan pembuatan izin lokasi yang harus dilengkapi adalah: 1. Surat permohonan ijin lokasi. 2. Akta pendirian perusahaan dan pengesahan Mentri Kehakiman. 3. Fotokopi KTP pemohon. 4. Surat keterangan NPWP. 5. Uraian rencana kegiatan pembangunan/ proyek proposal. 6. Pernyataan kesanggupan dan memberikan ganti rugi bagi pemilik tanah yang berhak atas tanah. 7. Gambar kasar/sketsa lokasi.
69
2.
Ijin Peruntukan Penggunaan Tanah (IPPT)
Berdasarkan Perda No. 7 Tahun 1999 tentang Retribusi Izin Peruntukan Penggunaan Tanah dan keputusan Bupati Garut Nomor 280 Tahun 2000 tentang Petunjuk Pelaksanaan Peraturan Daerah Kabupaten Garut Tingkat II Garut Nomor 7 Tahun 1999 tentang Restribusi Izin Peruntukan Penggunaan Tanah sebelum proyek didirikan harus membuat IIPPT terlebih dahulu. Persyaratan yang harus dilengkapi adalah sebagai berikut: 1. Fotokopi Kartu Tanda Penduduk Pemohon 2. Surat permohonan 3. Surat kuasa bagi yang menguasakan 4. Fotokopi KTP Pemohon 5. Fotokopi Surat Tanah 6. Fotokopi lunas PBB/ SPPT 7. Ijin tetangga 8. Denah/ Peta lokasi tanah dimohon 9. Surat Pernyataan Pelepasan Hak atas tanah 10. Nominatif konsumen 11. Proposal yang berisikan uraian rencana kegiatan proyek 12. Akta Pendirian Perusahaan 13. NPWP 14. SIUJK 15. TDR 16. Keanggotaan Asosiasi 3.
Site plan
Rencana tapak (Site plan) adalah gambaran atau peta rencana peletakan bangunan dengan segala unsur penunjangnya dalam skala batas-batas luas lahan tertentu. Rencana tapak dibuat dalam gambar/peta dalam skala tertentu diatas kertas kalkir dengan format yang telah ditetapkan dinas. Tata cara pengesahan rencana tapak adalah sebagai berikut: 1. Pra rencana tapak diajukan oleh pemohon kepada Walikota melalui Kepala Dinas Tata Kota dan Pemukiman dengan surat permohonan disertai kelengkapan persyaratan yang ditetapkan. 2. Permohonan yang memenuhi persyaratan administratif, maka permohonannya dikabulkan dan bila tidak memenuhi persyaratan dapat ditolak dengan alasan yang jelas. 3. Untuk permohonan yang dikabulkan, selanjutnya Dinas akan melaksanakan penelitian dan pemeriksaan serta memproses administrasi untuk pengesahan rencana tapak. 4. Untuk permohonan yang hanya dipersyaratkan dengan advise planning (fatwa/rencana pengarahan lokasi) tanpa izin lokasi atau merupakan pecahan dari rencana induk (master plan). Maka pengesahan rencana tapak dapat disahkan oleh Kepala Dinas Tata Kota dan Pemukiman, sepanjang memenuhi syarat dan ketentuan yang berlaku. 5. Rencana Tapak yang telah mendapat izin Mendirikan Bangunan (IMB) dan Izin Undang-undang Gangguan/HO.
70
4.
AMDAL
Dalam Peraturan Pemerintah No.27 tahun 1999 tentang Analisis Mengenai Dampak Lingkungan disebutkan bahwa AMDAL merupakan kajian mengenai dampak besa dan penting untuk pengambilan keputusan suatu usaha dan/atau kegiatan yang direncanakan pada lingkungan hidup yang diperlukan bagi proses pengambilan keputusan tentang penyelenggaraan usaha dan/atau kegiatan. Bentuk hasil kajian AMDAL berupa dokumen AMDAL yang terdiri dari lima dokumen, yaitu: Dokumen Kerangka Acuan Analisis Dampak Lingkungan Hidup (KA-ANDAL), Dokumen Analisis Dampak Lingkungan Hidup (ANDAL), Dokumen Rencana Pengelolaan Lingkungan Hidup (RKL), Dokumen Rencana Pemantauan Lingkungan Hidup (RPL), dan Dokumen Ringkasan Eksekutif. Prosedur AMDAL disajikan pada Gambar 38.
Renca kegiatan dari pemrakarsaa
Proses penapisan: Daftar kegiatan wajib AMDAL
AMDAL dipersyaratkan
AMDAL tidak diperlukan
Pemberitahuan rencana studi AMDAL ke Sektretariat Komisi Penilai AMDAL
Penyusunan Upaya Pengelolaan Lingkungan (UKL) dan Upaya Pemantauan Lingkungan (UPL)
Pengumuman rencana kegiatan dan konsultasi masyarakat Penyusunan Kerangka Acuan (KA-ANDAL) Penilaian KA-ANDAL Penyusunan dokumen ANDAL, RKL, dan RPL
Layak lingkungan
Tidak layak Lingkungan
Surat Keputusan Kelayakan Lingkungan oleh MenLH/ Gubernur/Bupati/Walikota
Proses Perizinan Gambar 38. Prosedur AMDAL Sumber: Diinterpretasikan dari Peraturan Pemerintah No. 27 Tahun 1999 tentang AMDAL
71
Dalam prosedur AMDAL, Langkah pertama bagi pemrakarsa adalah mendatangi konsultan (Orang yang mempunyai sertifikat kompetensi membuat amdal A/B). Pemrakarsa menceritakan kepada konsultan tentang usaha/aktivitas yang akan ia bangun. Setelah itu, konsultan melihat Buku Pedoman Amdal (mengenai dampak penting) yang diterbitkan oleh Menteri Lingkungan Hidup. Setelah itu, konsultan mengetahui apakah usaha/kegiatan yang akan dilakukan oleh pemrakarsa tersebut memiliki dampak penting atau tidak. Jika tidak memiliki dampak penting maka pemrakarsa hanya cukup membuat UKL/UPL (Upaya Pengelolaan Lingkungan/Upaya Pemnatauan Lingkungan). Namun jika usaha/kegiatan itu memiliki dampak penting, maka pemrakarsa wajib membuat dan menyusun dokumen Amdal. Setelah itu konsultan membuat Amdal atas permintaan pemrakarsa. Ia membuat Kerangka Acuan (KA) terlebih dahulu. KA diberikan kepada Kepala Daerah melalui komisi penilai (bisa berupa Badan Lingkungan Hidup). Komisi Penilai Amdal adalah komisi yang dibentuk oleh kepala daerah untuk menilai dokumendokumen Amdal yang dibuat oleh pemrakarsa dengan dibantu oleh konsultan Amdal. Sesudah itu membuat ANDAL (Analisis Dampak Lingkungan), RKL (Rencana Pengelolaan Lingkungan), RPL (Rencana Pemantauan Lingkungan). Setelah semua itu disusun kemudian dinilai lagi oleh Komisi Penilai Amdal, apakah manfaat itu lebih besar daripada kerugian, dan apakah ada teknologi penangkal bahaya usaha tersebut. Setelah itu ada feasibility study, apakah layak untuk dilakukan. Jika layak maka akan diberikan kepada kepala daerah untuk diberikan surat keputusan, sebagai instansi yang bertanggungjawab. Berdasarkan surat keputusan kelayakan tersebut, maka dikeluarkan Ijin Lingkungan. Setelah keluarnya ijin lingkungan, maka akan keluar juga ijin usaha. 5.
Ijin Mendirikan Bangunan (IMB)
Izin Mendirikan Bangunan adalah Izin yang diberikan oleh pemerintah Kabupaten Daerah Tingkat II Garut dalam rangka mendirikan Bangunan secara fisik berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun 1987. Jangka waktu berlakunya Izin Mendirikan Bangunan selama bangunan itu berdiri dan tidak ada perubahan bentuk. Persyaratan yang harus dilengkapi adalah sebagai berikut: 1. fotocopy KTP 2. Surat permohonan 3. Ijin tetangga yang diketahui oleh ketua RT dan Lurah setempat, 4. Sertifikat hak atas tanah atau bukti perolehan tanah, 5. Foto copy lunas PBB dan SPPT tahun terakhir, 6. Gambar konstruksi bangunan / Rencana Gambar bangunan, 7. Ijin Peruntukkan Penggunaan Tanah ( IPPT ) dan izin lokasi, 8. Foto copy akta pendirian bagi perusahaan yang berstatus badan hukum, 9. Foto copy analisis mengenai dampak lingkungan (AMDAL) 6.
Surat Izin Tempat Usaha (SITU) Pelayanan Izin Tempat Usaha adalah izin yang diberikan berkenaan dengan tempat-tempat usaha bagi perusahaan yang telah memiliki AMDAL atau bagi BADAN yaitu sekumpulan orang dan atau modal yang merupakan kesatuan baik yang melakukan usaha maupun yang tidak melakukan usaha. Surat izin tempat usaha berdasar pada Peraturan Daerah Kabupaten Garut No.15 Tahun 2001 tentang Retribusi Ijin Pelayanan Gangguan dan Ijin Tempat Usaha. Penetapan ijin berlaku 3 (tiga) tahun atau sampai terjadi
72
perubahan jenis usaha, kepemilikan perusahaan dan perluasan kegiatan usaha. Persyaratan yang harus dilengkapi adalah: 1. Fotocopy Kartu Tanda Penduduk Pemilik Usaha 2. Ijin Tetangga yang diketahui oleh Ketua RT dan Lurah setempat 3. Fotocopy Ijin Mendirikan Bangunan (IMB) 4. Fotocopy Sertifikat Tanah 5. Fotocopy akta notaris bagi badan usaha yang berbadan hukum 7. Syarat pendirian PT Persyaratan untuk mendirikan Perseroan Terbatas berdasar pada UU No.40/2007. Tata cara mendirikan Perseroan Terbatas dan syarat-syarat yang harus dipenuhi untuk pendirian tersebut adalah sebagai berikut: 1. Pendiri minimal 2 orang atau lebih. 2. Pendirian PT dituangkan dalam Akta Notaris. 3. Bahasa yang digunakan adalah bahasa Indonesia. 4. Mencantumkan perkataan “PT” dalam akta notaris. 5. Setiap pendiri harus mengambil bagian atas saham, kecuali dalam rangka peleburan. 6. Didaftarkan berdasarkan Undang-undang Wajib Daftar Perusahaan. 7. Akta pendirian harus disahkan oleh Menteri kehakiman dan diumumkan dalam BNRI. 8. Memiliki modal dasar sekurang-kurangnya Rp 20.000.000,- (dua puluh juta rupiah). 9. Modal ditempatkan sekurang-kurangnya 25% dari modal dasar. 10. Menyetor modal setor 50% (lima puluh %) dari modal ditempatkan pada saat perusahaan didirikan. 11. Pemegang saham harus WNI atau Badan Hukum yang didirikan menurut hukum Indonesia, kecuali PT. Penanaman Modal Asing. Pendirian Perseroan Terbatas harus dibuatkan Akta Notaris, kemudian didaftarkan di pengadilan negeri untuk memperoleh pengesahan dan akan diberitakan dalam lembaran negara. Dalam akta pendirian juga dicantumkan nama-nama pendiri, komisaris, direksi, bidang usaha, dan tujuan perusahaan didirikan. Persyaratan material berupa kelengkapan dokumen yang harus disampaikan kepada Notaris pada saat penanda-tanganan akta pendirian adalah: 1. KTP dari para Pendiri (minimal 2 orang dan bukan suami isteri). Kalau pendirinya cuma suami isteri (dan tidak pisah harta) maka, harus ada 1 orang lain lagi yang bertindak sebagai pendiri/ pemegang saham. 2. Modal dasar dan modal disetor. 3. Jumlah saham yang diambil oleh masing-masing pendiri. 4. Susunan Direksi dan komisaris serta jumlah Dewan Direksi dan Dewan Komisaris. Untuk izin-izin perusahaan berupa surat keterangan domisili Perusahaan, Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) perusahaan, Surat Izin Usaha Industri (SIUI), Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP), Tanda Daftar Perusahaan (TDP), dan izin gangguan. Dokumen-dokumen pelengkap yang diperlukan adalah: Kartu Keluarga Direktur Utama, NPWP Direksi (kalau tidak ada, minimal Direktur Utama), foto copy sertifikat tanah dan copy PBB terakhir berikut bukti lunasnya, pas foto Direktur Utama ukuran 3X4 sebanyak 2 lembar, foto kantor tampak depan dan tampak dalam, serta Stempel perusahaan.
73
c.
Pajak
Industri penyamakan kulit tidak terlepas dari kewajiban membayar pajak yang dibebankan, sesuai dengan Undang-undang No.17 tahun 2000 tentang pajak penghasilan yang menyatakan bahwa yang menjadi subyek pajak adalah badan yang terdiri dari Perseroan Terbatas, Perseroan Komanditer, Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Badan Usaha Milik Daerah (BUMD), Perseroan atau perkumpulan lainnya, Firma Kongsi, Koperasi, Yayasan atau lembaga untuk usaha tetap. Penentuan besar pajak penghasilan yang dilakukan berdasarkan Undang-undang perpajakan No. 36 tahun 2008 pasal 17 ayat 2a yang menyatakan bahwa wajib pajak badan dalam negeri dan bentuk usaha tetap adalah sebesar 28% (dua puluh delapan %) menjadi 25% (dua puluh lima %) yang mulai berlaku sejak tahun pajak 2010.
4.5.2
Aspek Lingkungan
Aspek ini mempelajari pengaruh industri kulit samoa terhadap lingkungan, Tujuan dari kajian aspek lingkungan adalah menentukan apakah secara lingkungan hidup industri kulit samoa ini layak atau tidak. Studi aspek lingkungan hidup dilakukan dengan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL). AMDAL merupakan merupakan informasi yang detail mengenai keadaan lingkungan pada waktu penelitian proyek dan gambaran keadaan pada waktu proyek dibangun sehingga dengan adanya AMDAL sebagai acuan diharapkan kualitas lingkungan tidak rusak akibat beroperasinya industri kulit samoa. AMDAL harus mengacu pada peraturan dan perundangan yang berlaku mengenai lingkungan hidup di lokasi tempat studi AMDAL dilakukan. Tujuan AMDAL adalah menduga kemungkinan terjadinya dampak dari suatu rencana usaha atau kegiatan. AMDAL harus mengacu pada peraturan dan perundangan mengenai lingkungan hidup setempat studi AMDAL dilakukan. Pemanfaatan limbah dapat menunjang peningkatan pendapatan industri. Dalam tahapan operasinya industri kulit samoa akan menghasilkan limbah cair, limbah padat, dan limbah udara. Limbah yang akan dibuang ke lingkungan akan diolah terlebih dahulu agar tidak menyebabkan pencemaran dan kerusakan lingkungan sekitar. 1.
Limbah yang diihasilkan
Kegiatan produksi kulit samoa akan menghasilkan limbah yang tidak dapat dihindari ataupun dihilangkan, namun limbah yang dihasilkan akan dikelola agar dampak akibat pencemaran limbah seminimal mungkin. Dalam tahapan proses produksi kulit samoa akan menghasilkan limbah padat, limbah cair, dan limbah udara. a.
Limbah Padat
Sumber dan volume limbah padat dapat dipengaruhi antara lain oleh: macam dan banyaknya kulit yang diproses, tahapan proses, lamanya proses, teknologi proses yang diterapkan, dan juga cara menjaga kebersihan. Limbah padat yang dihasilkan industri kulit samoa ini meliputi bungkil (ampas) biji karet yang berasal dari pengepresan minyak biji karet, limbah garam yang diperoleh dari proses perontokan garam pada gudang bahan baku, limbah bulu kambing yang diperoleh dari proses pengapuran,
74
limbah sisa daging dan lemak yang berasal dari proses buang daging, limbah hasil shaving dan buffing kulit, limbah sisa pemotongan kulit, serta lumpur (sludge). b. Limbah Cair Proses penyamakan kulit samoa akan menghasilkan limbah cair dan limbah domestik (limbah ini berasal dari kegiatan sanitasi (MCK pabrik). Limbah cair berasal dari proses perendaman (soaking), pencucian, pengapuran (liming), buang kapur (deliming) , pickling, dan penyamakan, serta limbah dari pencucian peralatan produksi. 1. Perendaman (Soaking) dan pencucian Air limbah soaking dan pencucian mengandung sisa daging, darah, bulu, garam, mineral, dan kotoran lain, atau bahkan bakteri antrax. Volume limbah soaking yang dihasilkan adalah 5000/ton kulit. Air sisa rendaman dan pencucian berbau busuk dan kotor. Selain itu UNEP 1991 menambahkan bahwa air limbah soaking juga mengandung garam dan bahan organik lain yang akan mempengaruhi BOD, COD, dan SS 2. Buang bulu dan liming Air limbah pengapuran berwarna putih kehijauan dan kotor, berbau menyengat, pH 9-10, mengandung kalsium, natrium sulfida, albumin, bulu, sisa daging dan lemak, dan suspended solid 3,6%. Volume limbah liming yang dihasilkan adalah 1.100 liter/ton . UNEP 1991 menambahkan bahwa limbah unhairing dan liming akan berpengaruh terhadap air, tanah, dan udara. Pengaruh terhadap air terutama pada BOD, COD, SS, Alkalinitas, Sulfhida H-organik dan N-amonia. Adanya gas H2S akan menyebabkan terjadinya pencemaran udara. 3. Air limbah buang kapur (Deliming) dan bating Air limbah dari proses deliming mempunyai beban polutan yang lebih kecil dibanding dengan unhairing dan liming. Air limbah ini mempunyai volume 1.058 liter/ton kulit mentah dengan pH 3-9. 4. Air limbah pikel Air limbah dari proses ini akan mengandung bahan protein, sisa garam, dan sejumlah kecil mineral. Air limbah pikel mempunyai volume 793 liter/ton kulit dengan pH 2,9-4. 5. Limbah penyamakan Air limbah yang dihasilkan dari proses ini meliputi limbah dari proses pencucian kulit, pretanning, dan fiksasi. Volume limbah cair dari proses ini berkisar antara 19,929 liter/ton kulit. Bahan-bahan kimia yang digunakan dalam industri penyamakan kulit sebagian besar termasuk kelompok bahan berbahaya dan beracun (B3). Menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No 74 Tahun 2001, definisi bahan berbahaya dan beracun (B3) adalah bahan yang karena sifat dan atau konsentrasinya dan atau jumlahnya, baik secara langsung amupun tidak langsung, dapat mencemarkan dan atau merusak llingkungan hidup, dan atau dapat membahayakan lingkungan hidup, kesehatan, kelangsungan hidup manusia serta mahluk hidup lainnya. Identifikasi bahan pembantu industri kulit yang berkategori B3 disajikan pada Tabel 23. Beberapa klasifikasi B3 adalah sebagai berikut: a. Mudah meledak (explosive) b. Pengoksidasi (oxidizing agent) c. Sangat mudah sekali menyala (extremely flammable) d. Sangat mudah menyala (highly flammable) e. Mudah menyala (flammable)
75
f. g. h. i. j. k. l. m. n. o.
No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18
Amat sangat beracun (extremely toxic) Sangat beracun (highly toxic) Beracun (moderately toxic) Berbahaya (harmful) Korosif (corrosive) Iritasi (irritant) Berbahahaya bagi lingkungan (dangerous to the environment) Karsinogenik (carcinogenic) Teratogenik (teratogenic) Mutagenik (mutagenic) Tabel 23. Identifikasi bahan pembantu industri kulit yang berkategori B3 * Sumber Nama Bahan Rumus Kimia Soaking Natrium hidroksida NaOH Liming Kalsium hidroksida Ca(OH)2 Liming Natrium sulfida Na2S Liming Natrium hidrosulfida NaHS Deliming/ pickling Asam sulfat H2SO4 Deliming/ pickling/ Asam formiat HCOOH dyeing/ fatliquoring Dyeing Ammonia NH4OH Deliming Ammonium sulfat (NH4)2SO4 Ammonium clorida NH4Cl Tanning Chromium sulfat Cr2(SO4)3OH Tanning Formaldehida HCOH Glutaraldehida C5H8O2 Fatliquoring Chlorinated fatliquoring Dyeing Pewarna/ pigmen dengan logam Pb, Cd, Cr Finishing Etilene glikol Finishing Butylacetat Finishing Icolac SNA (cellulose ester, wax white organic solvent) Finishing Nitro cellulose Finishing Melamine C3H6 Perawatan mesin Minyak tanah/ bensin/ solar/ pelumas
Sifat B3 Korosif Iritasi Korosif, beracun Korosif Korosif Korosif Korosif Beracun Beracun Iritasi Beracun Beracun Beracun, iritasi Beracun, iritasi Iritasi Mudah terbakar iritasi, beracun Mudah terbakar Mudah terbakar Mudah terbakar
*
BBKKP (1994)
Bahan pembantu industri kulit samoa yang termasuk dalam kategori B3 adalah kalsium hidroksida (Ca(OH)2), Natrium sulfida (Na2S), natrium hidrosulfida (NaHS) yang bersumber dari proses liming, asam sulfat (H2SO4) bersumber dari proses deliming, Asam formiat (HCOOH) bersumber dari proses pickling, dan glutaraldehida (C5H8O2) bersumber dari proses pretanning.
76
c.
Limbah debu dan gas buang Limbah gas buang yang dihasilkan berasal dari proses rumah basah (beamhouse), penyamakan, dan proses pengolahan limbah cair. Sumber limbah partikel debu berasal dari shaving dan buffing. Limbah ini bersifat korosif dan berpengaruh terhadap kesehatan manusia. Pengelolaan limbah gas buang dan debu ini difokuskan untuk menjaga kualitas udara di lokasi pabrik kulit samoa dan sekitarnya agar berada di bawah baku mutu yang telah ditetapkan pemerintah. Ambang batas tempat kerja penyamakn kulit yaitu untuk SO2 sebesar 5 ppm, NH3 sebesar 18 ppm, H2S sebesar 10 ppm, serta partikel debu sebesar 10 mg/m3. Karakteristik gas buang dan partikel debu pada industri penyamakan kulit disajikan pada Tabel 24. Tabel 24. Karakteristik gas buang dan partikel debu pada industri penyamakan kulit No 1
Bentuk limbah
Tempat pengukuran
Kadar polutan
Gas buang
Ruang beam house dan penyamakan
SO2 0,0144-0,0166 ppm NH3 0,00307-0,3576 ppm H2S 0,00345-6,8807 ppm
2
Partikel debu
Ruang penyerutan (shaving)
0,01579-0,3988 mg/m3
3
Suhu
Ruang proses penyamakan
32,07-35,5 °C
4
Kelembapan
Ruang proses penyamakan
65,70-82,74 %
q
BBKKP, 1994
d.
Kebisingan Dalam industri penyamakan kulit, timbulnya kebisingan yang berasal dari mesin-mesin produksi dan pembangkit tenaga tidak dapat dihindari. Ambang batas baku mutu kebisingan diruang kerja sebesar 85 dBA. Sumber kebisingan yang diukur pada beberapa mesin industri disajikan dalam Tabel 25. Tabel 25. Sumber dan Karakteristik Kebisingan Pada Industri Penyamakan Kulit No.
r
Tahapan proses
Mesin
Kebisingan (dBA)
1
Beam house dan tanning
Drum putar
2
Penyerutan
Mesin shaving
77-83
3
Setting out
Mesin setting out
90-95
4
Pengampelasan
Mesin buffing
79-83
5
Pelemasan
Mesin staking
84-85
6
Pembangkit tenaga
Boiler
78-80
79-82,5
BBKKP (1994)
Penanganan Limbah Padat Limbah sisa daging dapat diolah kembali menghasilkan produk yang berguna lainnya diantaranya adalah untuk makanan unggas, sumber nitrogen untuk pupuk tanaman, diambil lemaknya (tallow) yang dapat digunakan untuk sabun, kosmetik, dsb. Limbah hasil shaving dan buffing kulit sudah berupa kulit tersamak sehingga limbah tersebut tidak dapat terdegradasi oleh mikroorganisme, hal tersebut akan menyulitkan penanganan (Prayitno, 2009). Menurut BAPEDAL (2007) sisa shaving dapat digunakan
77
untuk berbagai keperluan seperti pembuatan leather board, panel serba guna, kertas seni, kertas karton dan pembuatan asbes, eternit, genteng, dll. Upaya yang akan dilakukan untuk menangani limbah padat yang dihasilkan industri kulit samoa yaitu: 1. Memasang instalasi penyedot debu atau pengumpulan limbah debu pada ruang penyerutan (shaving) dan pengampelasan (buffing). 2. Sebelum dilakukan proses beam house, garam yang menempel pada kulit mentah dirontokkan terlebih dahulu. Rontokan garam kemudian dikumpulkan dan dimanfaatkan kembali dalam proses penggaraman. 3. Memanfaatkan bulu, sisa daging dan lemak dari hasil buang daging, serta bungkil (ampas) hasil pengepresan biji karet untuk pembuatan kompos. 4. Untuk limbah padat yang belum termanfaatkan, dikumpulkan kemudian dibuang ke TPA yang disediakan oleh Pemerintah. 5. Sisa-sisa kulit samoa hasil pemotongan digunakan sebagai bahan pembuat samoa ball. Penanganan Limbah Cair Limbah yang dihasilkan industri kulit harus sesuai dengan baku mutu limbah yang ditetapkan. Baku Mutu tersebut dikeluarkan oleh Menteri Negara Kependudukan dan Lingkungan Hidup dengan Surat Keputusan No. 03/MENKLH/II/1991. Baku mutu ini memuat 8 parameter pokok dan berdasarkan kapasitas limbah cair maksimum 70 m3/ton. Baku mutu limbah cair disajikan pada Tabel 26. Tabel 26. Baku mutu limbah cair sesuai Surat Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Lingkungan Hidup No. 51/MENLH/10/1995 Parameter Nilai maksimum Beban Pencemaran COD 300 mg/l 21,0 kg/ton BOD5 150 mg/l 10,5 kg/ton Total suspended solid 150 mg/l 10,5 kg/ton Sulfida (H2S) 1,0 mg/l 0,07 kg/ton Cr total 2 mg/l 0,14 kg/ton Amoniak (NH3-N) 10 mg/l 0,70 kg/ton Minyak dan lemak 5 mg/l 0,35 kg/ton pH Debit Limbah Maksimum
6-9 mg/l 70 m3 ton bahan baku
s
BBKKP (1994)
Setiap tahapan proses penyamakan kulit dihasilkan limbah yang memiliki karakteristik berbedabeda. Agar mencapai baku mutu limbah cair yang ditetapkan oleh pemerintah, dilakukan pengolahan limbah cair sebelum limbah tersebut dibuang ke lingkungan. Pengolahan limbah yang dilakukan melalui beberapa tahapan yaitu pengolahan primer, sekunder, dan tersier.
78
1.
Pengolahan primer Pengolahan primer dilakukan secara fisika dan kimia. Limbah cair dari proses penyamakan kulit disaring dengan menggunakan saringan bertingkat yaitu saringan kasar, menengah, dan saringan halus. Tujuan dilakukan penyaringan adalah memisahkan benda padat agar pipa saluran dan mesin pengolahan IPAL tidak tersumbat akibat benda padat tersebut. Setelah dilakukan penyaringan limbah dimasukkan ke dalam bak equalisasi yang dilengkapi dengan pengaduk atau blower agar karakteristik air limbah menjadi homogen, kemudian pH cairan limbah dinetralkan agar kondisi pH limbah cair cocok untuk proses biologis. Pengaturan pH dilakukan dengan cara menambahkan asam atau basa pada bak netralisasi koagulasi. Selanjutnya limbah cair ditambah dengan bahan-bahan koagulan untuk menggabungkan partikel-partikel kecil menjadi partikel yang lebih besar sehingga mudah mengendap. Bahan kimia yang ditambahkan sebagai koagulan adalah aluminium sulfat (tawas). Tawas akan menetralisir colloidal yang bermuatan ionik dalam efluen dan membuatnya mengendap. Kemudian limbah cair masuk ke bak pengendap. Pada tahapan proses pengolahan primer endapan akan mengendap di dasar bak pengendap dan cairan masuk ke bak pengolahan biologis. 2.
Pengolahan sekunder Pengolahan sekunder dilakukan secara biologis. Tujuan dilakukannya pengolahan sekunder adalah untuk menghilangkan kandungan bahan pencemar yang tidak bisa dihilangkan pada tahap pengolahan primer. Pengolahan sekunder dilakukan dengan sistem pengolahan aerob, anaerob, dan lumpur aktif. Pengolahan aerob dilakukan dengan menggunakan sistem Anaerobic Contact Filter, waktu tinggal untuk kontak bakteri dengan bahan organik 1-2 hari. Sistem ini ditandai dengan terbentuknya lapisan film pada bagian permukaan filter di dalam reaktor. Dalam sistem pengolahan anaerob dibutuhkan nutrient dan oksigen untuk perkembangbiakan bakteri, kondisi pH yang cocok yaitu 6-9 dan bebas dari kandungan beracun. Limbah setelah diolah dengan sistem biologi anaerob dilanjutkan dengan pengolahan biologi lumpur aktif. limbah yang akan diolah dimasukkan dalam bak aerasi dan dicampur dengan flok kultur bakteri sehingga didapatkan bentuk suspensi yang konstan. Setelah waktu kontak cukup maka suspense bakteri yang konstan dialirkan ke bak clarifier dan ekstrak lumpur direcycle ke bak aerasi biologi. 3.
Pengolahan tersier Pengolahan tertier adalah proses penjernihan dengan filtrasi. Proses ini dapat dilakukan dengan menggunakan saringan pasir atau menggunakan proses filter press. Dalam industri kulit samoa ini pengolahan limbah tersier yang diterapkan dengan menggunakan filter press. Teknik filtrasi dengan menggunakan filter press meliputi pemisahan padatan dari cairannya dengan mengalirkan lumpur ke dalam medium filter sehingga padatan akan dikeluarkan melalui lubang pori-pori filter dengan memberikan tekanan press.
79
4.6
ASPEK FINANSIAL
Analisis finansial bertujuan untuk menghitung jumlah dana yang diperlukan dalam perencanaan suatu industri melalui perhitungan biaya dan manfaat yang diharapkan dengan membandingkan antara pengeluaran dan pendapatan. Aspek yang dikaji dalam analisis finansial pendirian industri kulit samoa meliputi perkiraan modal investasi dan modal kerja, biaya operasional, struktur pembiayaan, rencana penerimaan, proyeksi laba rugi, proyeksi arus kas, kriteria kelayakan investasi, dan analisis sensitivitas. Untuk penenentuan perkiraan biaya yang dibutuhkan asumsi-asumsi yang menjadi dasar perhitungan biaya. Asumsi yang digunakan dalam analisis finansial industri kulit samoa adalah sebagai berikut: 1. Umur ekonomis proyek direncanakan selama 10 tahun, umur ini ditentukan berdasarkan umur ekonomis mesin dan peralatan yang digunakan dalam proyek. 2. Jumlah hari kerja 300 hari dalam 1 tahun, 25 hari dalam 1 bulan, dan direncanakan dalam 1 bulan 12 kali memproses kulit mentah. 3. Kapasitas produksi 734.400 pcs/tahun. 4. Produksi pada tahun pertama sebesar 80 %, pada tahun ke-2 sebesar 90 %, dan pada tahun ke-3 sampai 10 sebesar 100 %. 5. Penyusutan menggunakan Straight Line Method. Nilai sisa bangunan pada masa akhir proyek bernilai 50 % dari nilai awal, sedangkan nilai tanah tetap.
6.
Nilai sisa mesin dan peralatan, instalasi pemipaan, instalasi listrik, serta kendaraan adalah 10% dari nilai awal, biaya pemeliharaan mesin dan peralatan sebesar 10%, dan biaya asuransi sebesar 0.5% dari harga awal. Umur ekonomis mesin dan peralatan 10 tahun, umur ekonomis kendaraan, peralatan kantor, dan utilitas 5 tahun Besarnya pajak ditetapkan sebagai berikut: Berdasarkan UU PPh Nomor 36 Tahun 2008, pajak penghasilan untuk perusahaan adalah 25% Pajak Bumi dan Bangunan sebesar 0,2% dari total investasi bangunan.
Pajak kendaraan sebesar 1,5% dari harga pembelian. 7. Kredit investasi maksimal 65% dari kebutuhan modal, Masa pinjam kredit untuk modal kerja 3 tahun dan 5 tahun untuk investasi. 8. Pembayaran kredit menggunakan metode sliding rate. 9. Discount factor diasumsikan sebesar 12 %. 10. Nilai tukar dolar terhadap rupiah adalah 1 U$ = Rp 9.000.
4.6.1 Biaya Investasi Biaya investasi merupakan biaya yang diperlukan untuk mendirikan industri kulit samoa. Biaya investasi meliputi biaya investasi tetap dan biaya modal kerja. Biaya investasi tetap meliputi biaya tanah, dan bangunan, pemasangan dan instalasi pemipaan, telepon, dan listrik, biaya untuk pembelian mesin dan peralatan produksi, alat kantor, kendaraan, biaya kontingensi, serta bunga selama pembangunan. Total biaya investasi yang dibutuhkan sebesar Rp 9.502.668.528. Biaya investasi industri kulit samoa disajikan
80
pada Tabel 27. Rincian biaya investasi disajikan pada Lampiran 4 dan rincian nilai sisa, penyusutan, dan biaya pemeliharaan disajikan pada Lampiran 6. Biaya modal kerja adalah modal yang diperlukan untuk membiayai operasional perusahaan.. Perhitungan modal kerja tergantung pada kebijakan perusahaan, yang pembelian atau penjualannya secara kredit tentu akan membutuhkan modal kerja yang berbeda dengan perusahaan yang melakukan tunai. Asumsi yang digunakan dalam penentuan modal kerja adalah piutang usaha, hutang usaha, persediaan produk. Modal kerja yang dibutuhkan industri kulit samoa adalah Rp 1.083.085.356. Rincian modal kerja disajikan pada Lampiran 5.
No A. 1 2 3 4 5 6 7 8 B.
Tabel 27. Biaya investasi Komponen Nilai (Rp) Modal investasi tetap Biaya pra investasi 300.000.000 Biaya tanah dan bangunan 2.153.000.000 Biaya fasilitas penunjang 215.500.000 Biaya pembelian mesin dan peralatan 4.090.990.000 Biaya peralatan kantor 20.850.000 Biaya pembelian kendaraan 320.000.000 Biaya kontingensi 710.034.000 Bunga selama pembangunan 609.209.172 Subtotal 8.419.583.172 Modal kerja Subtotal 1.083.085.356 9.502.668.528 Total
Biaya prainvestasi merupakan biaya yang dibutuhkan untuk berbagai keperluan sebelum industri didirikan. Biaya prainvestasi meliputi biaya perizinan pendirian industri kulit samoa, biaya untuk AMDAL dan biaya studi kelayakan. Biaya prainvestasi yang dibutuhkan diperkirakan sebesar Rp 300.000.000. Industri kulit samoa akan didirikan pada lahan seluas 2.102 m2 dengan bangunan diatasnya seluas 2. 1.102 m Asumsi harga tanah di Garut sebesar Rp 500.000/m2 dan biaya pembangunan pabrik dan kantor diperkirakan sebesar Rp 1.000.000/m2. Total biaya yang dibutuhkan untuk membeli tanah dan mendirikan bangunan sebesar Rp 2.153.000.000. Fasilitas penunjang ini meliputi instalasi telepon, instalasi listrik, instalasi air, instalasi mesin, dan instalasi generator. Total biaya yang dibutuhkan untuk fasilitas penunjang sebesar Rp 215.500.000. Untuk kebutuhan distribusi dan transportasi bahan baku maupun produk perusahaan membeli 2 unit kendaraan. Total biaya yang dibutuhkan untuk membeli kendaraan sebesar Rp 320.000.000. Sedangkan total biaya yang dibutuhkan untuk membeli perlengkapan kantor sebesar Rp 20.850.000. Total biaya pembelian mesin dan peralatan adalah Rp 4.090.990.000. Biaya tersebut merupakan total keseluruhan dari biaya pembelian mesin dan peralatan penyamakan, pembuatan minyak biji karet, dan pembuatan samoa ball. Rincian biaya mesin dan peralatan pembuatan kulit samoa disajikan pada Tabel 28. Mesin dan peralatan yang dibutuhkan dalam pembuatan kulit samoa adalah drum putar (drum liming, drum pickling, drum penyamakan, dan drum pewarnaan), mesin buffing, mesin fleshing, mesin
81
samming dan setting-out, mesin shaving, mesin staking, dedusting machine, vibrating knife leather cutting machine, toggling, dan timbangan. Tabel 28. Rincian biaya mesin dan peralatan Penyamakan kulit samoa
Jumlah
Satuan
Harga satuan
Jumlah biaya
Drum putar
7
unit
90.000.000
630.000.000
Mesin buffing
1
unit
450.000.000
450.000.000
Mesin fleshing
1
unit
252.000.000
252.000.000
Mesin samming dan setting-out
1
unit
315.000.000
315.000.000
Mesin shaving
1
unit
63.000.000
63.000.000
Mesin staking
1
unit
225.000.000
225.000.000
Dedusting machine
1
unit
180.000.000
180.000.000
Vibrating knife leather cutting
1
unit
33.300.000
33.300.000
Toggling
2
unit
180.000.000
360.000.000
Water heater
1
unit
65.000.000
65.000.000
Timbangan
2
unit
2.000.000
4.000.000
Generator
1
unit
395.000.000
395.000.000
machine
Total
2.972.300.000
Biaya kontingensi adalah biaya yang dibutuhkan untuk mengantisipasi hal-hal yang tidak terduga yang diperkirakan akan terjadi seperti bencana alam,dan kesalahan dalam estimasi. Selain itu biaya kontingensi juga disiapkan untuk mengantisipasi kenaikan harga yang mungkin akan terjadi selama berlangsungnya proyek. Biaya kontingensi diperhitungkan sebesar 10% dari total investasi. Besarnya biaya kontingensi adalah Rp 710.034.000. Bunga selama pembangunan diperhitungkan sebesar 12% dari nilai investasi tetap yang dipinjam dari bank. Total biaya investasi yang berasal dari pinjaman bank sebesar Rp 5.472.729.062. Jangka waktu pembayaran bunga 1 tahun, bunga selama pembangunan dibayar secara 2 tahap. Rincian pembayaran bunga selama pembangunan disajikan pada Tabel 29.
4. 6.2 Sumber Pendanaan dan pembayaran pinjaman Dana investasi proyek berasal dari modal pinjaman bank dan modal sendiri dengan Debt Equity Ratio (DER) yang berlaku yaitu 65% dari pihak bank dan 35% dari modal sendiri. Hal ini mengacu pada kebijakan bank mandiri. Nilai suku bunga yang berlaku untuk pinjaman tersebut sebesar 12%. Rincian sumber pendanaan disajikan dalam Tabel 29.
82
Tabel 29. Struktur pendanaan industri kulit samoa Sumber dana
Investasi
Modal kerja
Modal pinjaman (65%)
5.472.729.062
704.005.481
Modal sendiri (35%)
2.946.854.110
379.079.875
Total
8.419.583.172
1.083.085.356
Pembayaran pinjama investasi dilakukan selama 5 tahun dan untuk pembayaran modal kerja dilakukan selama 3 tahun dengan tingkat suku bunga 12%. Pembayaran menggunakan metode sliding rate. Angsuran modal investasi tetap disajikan pada Tabel 30 dan angsuran modal kerja disajikan pada Tabel 31. Tabel 30. Angsuran modal investasi tetap Tahun
Jumlah kredit
Angsuran pokok
(Rp)
(Rp)
Bunga (Rp)
Jumlah Angsuran (Rp)
0
5.472.729.062
1
5.472.729.062
912.121.510
656.727.487
1.568.848.998
2
4.560.607.552
912.121.510
547.272.906
1.459.394.416
3
3.648.486.041
912.121.510
437.818.325
1.349.939.835
4
2.736.364.531
912.121.510
328.363.744
1.240.485.254
5
1.824.243.021
912.121.510
218.909.162
1.131.030.673
6
912.121.510
912.121.510
109.454.581
1.021.576.092
Tabel 31. Angsuran modal kerja Tahun
4.6.3
Angsuran pokok (Rp)
0
Jumlah kredit (Rp) 704.005.481
Bunga (Rp)
Jumlah Angsuran (Rp)
1
704.005.481
234.668.494
84.480.658
319.149.152
2
469.336.988
234.668.494
56.320.439
290.988.932
3
234.668.494
234.668.494
28.160.219
262.828.713
Biaya Produksi
Biaya produksi merupakan biaya yang dibutuhkan untuk kelancaran proses produksi sehingga dapat menghasilkan produk. Dalam analisis finansial ini terdapat biaya tetap dan biaya variabel. Biaya variabel merupakan biaya yang jumlahnya akan berubah dengan perubahan intensitas volume kegiatan. Sedangkan untuk biaya tetap jumlahnya akan selalu tetap walaupun intensitas volume kegiatan berubah. Biaya variabel meliputi biaya bahan baku dan bahan penunjang, biaya kemasan, gaji tenaga kerja langsung, biaya bahan bakar, biaya listrik dan air.
83
Biaya yang termasuk biaya tetap meliputi gaji tenaga kerja tak langsung, biaya administrasi, biaya pemasaran, biaya pemeliharaan, biaya asuransi, biaya penyusutan, bunga investasi dan modal kerja. Rincian biaya tetap di sajikan pada Lampiran 7 dan rincian biaya variabel disajikan pada Lampiran 8.
4.6.4
Prakiraan biaya dan Penerimaan
Pada tahun pertama industri kulit samoa memproduksi kulit sebesar 80% dari kapasitas terpasang. Pada tahun kedua kapasitas produksi sebesar 90%, dan untuk tahun ketiga dan seterusnya industri kulit samoa memproduksi kulit sebesar 100%. Prakiraan biaya total produksi kulit samoa pada tahun pertama sebesar Rp 21.028.897.342, pada tahun kedua sebesar Rp 23.086.590.860, dan pada tahun ketiga sebesar Rp 25.144.284.378, Biaya total produksi kulit samoa pada tahun ketiga dan seterusnya lebih besar dibandingkan tahun pertama dan kedua. Hal ini disebabkan kapasitas produksi untuk tahun pertama dan kedua belum mencapai 100%. rincian biaya produksi disajikan pada Lampiran 9. Total penerimaan industri kulit samoa berasal dari penjualan kulit samoa, samoa ball dan pupuk yang merupakan hasil samping dari industri tersebut. Prakiraan penerimaan industri kulit samoa pada tahun pertama sebesar Rp 24.864.622.400, pada tahun kedua sebesar Rp 27.972.700.200, pada tahun ketiga sampai tahun kesepuluh sebesar Rp 31.080.778.000. Rincian total penerimaan industri kulit samoa disajikan dalam Tabel 32. Tabel 32. Total penerimaan industri kulit samoa Tahun
Kapasitas
Biaya Total
Harga
Penerimaan
Penerimaan
Penerimaan
Total
produksi per
(Rp)
jual (Rp)
chamois ball
Pupuk (Rp)
kulit samoa(Rp)
Penerimaan
tahun (unit) 1
587.520
21.028.897.342
39.600
354.670.400
1.244.160.000
23.265.792.000
24.864.622.400
2
660.960
23.086.590.860
39.600
399.004.200
1.399.680.000
26.174.016.000
27.972.700.200
3
734.400
25.144.284.378
39.600
443.338.000
1.555.200.000
29.082.240.000
31.080.778.000
4
734.400
25.006.669.577
39.600
443.338.000
1.555.200.000
29.082.240.000
31.080.778.000
5
734.400
24.897.214.996
39.600
443.338.000
1.555.200.000
29.082.240.000
31.080.778.000
6
734.400
24.787.760.415
39.600
443.338.000
1.555.200.000
29.082.240.000
31.080.778.000
7
734.400
24.678.305.833
39.600
443.338.000
1.555.200.000
29.082.240.000
31.080.778.000
8
734.400
24.678.305.833
39.600
443.338.000
1.555.200.000
29.082.240.000
31.080.778.000
9
734.400
24.678.305.833
39.600
443.338.000
1.555.200.000
29.082.240.000
31.080.778.000
10
734.400
24.678.305.833
39.600
443.338.000
1.555.200.000
29.082.240.000
31.080.778.000
4.6.5
Proyeksi laba Rugi
Laba rugi merupakan selisih antara penerimaan hasil penjualan produk dengan total pengeluaran. Proyeksi laba rugi digunakan untuk mengetahui tingkat profitabilitas suatu usaha. Laba bersih diperoleh dari pengurangan laba kotor dengan pajak. Besarnya pajak adalah 25%, pajak ini dihitung berdasarkan Undang-undang No 36 Tahun2008. Rincian proyeksi laba rugi disajikan pada Lampiran 10. Berdasarkan perhitungan, pada tahun pertama laba yang diperoleh industri kulit samoa sebesar Rp 1.955.913.794, tahun
84
kedua sebesar Rp 2.628.592.361, tahun ketiga sebesar Rp 3.301.270.217, dan tahun kesepuluh sebesar Rp 3.650.754.125. Laba dari tahun ke tahun semakin meningkat. hal ini disebabkan oleh biaya pembayaran bunga yang menurun setiap tahunnya dan pada akhir tahun kelima bunga investasi telah terbayar seluruhnya.
4.6.6
Proyeksi Arus Kas
Aliran kas dihitung dengan mengurangi aliran kas masuk dengan aliran kas keluar setiap tahunnya. Aliran kas masuk terdiri dari modal kerja sendiri dan pinjaman, laba bersih, depresiasi, nilai sisa, dan pengembalian modal kerja. Aliran kas keluar terdiri dari investasi tetap, modal kerja, dan angsuran pinjaman. Proyeksi arus kas disajikan dalam Lampiran 10.
4.6.7 Break Even Point (BEP) BEP merupakan titik dimana total biaya produksi sama dengan total penerimaan. Analisis titik impas (BEP) digunakan untuk mengetahui berapa jumlah produk minimal yang harus diproduksi agar industri kulit samoa tidak rugi. Selain itu, BEP dapat digunakan untuk melihat harga terendah yang harus ditetapkan agar industri ini tidak mengalami kerugian. Analisis BEP menunjukkan bahwa industri kulit samoa harus memproduksi kulit minimum sebesar 685.296 pcs/tahun dan harga terendah Rp 36.410/pcs.
4.6.8 Kriteria Kelayakan Investasi Kriteria investasi yang digunakan antara lain adalah Net Present Value (NPV), Internal Rate Return (IRR), Net Benefit Cost Ratio (Net B/C), dan Pay Back Period (PBP). Untuk menentukan layak atau tidaknya proyek tersebut didanai, maka diperlukan metode yang memperhitungkan pula berubahnya nilai uang terhadap waktu atau faktor diskonto. Hal ini dikarenakan faktor diskonto merupakan suatu teknik, dan dengan teknik tersebut dapat menurunkan manfaat yang diperoleh pada masa mendatang dan arus biaya menjadi nilai biaya pada masa sekarang (Gittinger, 1986). 1.
Net Present Value
Net Present Value (NPV) merupakan perbedaan antara nilai sekarang dari manfaat dan biaya dari suatu proyek investasi. Perhitungan angka yang dihasilkan menunjukkan besarnya penerimaan bersih selama sepuluh tahun setelah dikalikan dengan discount factor yang dihitung pada masa kini. Berdasarkan kriteria investasi metode NPV, suatu investasi dikatakan layak untuk dijalankan jika nilainya lebih besar jika dibandingkan dengan 0. Discount factor yang digunakan sebesar 12%. Berdasarkan analisis nilai NPV menunjukkan angka sebesar Rp. 7.322.712.138. Berdasarkan hasil analisis tersebut nilai NPV industri kulit samoa lebih besar dari 0, hasil ini menunjukkan bahwa industri kulit samoa layak untuk didirikan. 2.
Internal Rate Return (IRR)
IRR digunakan untuk mencari tingkat bunga yang menyamakan nilai sekarang dari arus kas yang diharapkan di masa datang. Jika nilai IRR lebih besar dari tingkat suku bunga bank yang berlaku maka
85
proyek layak untuk dilaksanakan. Sebaliknya jika IRR lebih kecil dari suku bunga bank yang berlaku maka proyek ini tidak layak untuk dilaksanakan. Hasil analisis menunjukan bahwa nilai IRR adalah 25%. Jika dibandingkan dengan tingkat suku bunga (discount factor) yang digunakan dalam analisis sebesar 12% maka nilai IRR jauh lebih besar. Hasil ini menunjukkan bahwa industri kulit samoa layak untuk didirikan. 3.
Net Benefit Cost Ratio (Net B/C)
Net B/C digunakan untuk perbandingan benefit yang diterima perusahaan dengan cost (biaya) yang harus ditanggung perusahaan. Investasi yang dilakukan perusahaan layak bila Net B/C lebih besar dari satu dan tidak layak bila Net B/C kurang dari satu. Hasil analisis menunjukkan bahwa nilai Net B/C adalah 1,87. Berdasarkan hasil tersebut, maka industri kulit samoa layak untuk didirikan. 4.
Pay Back Period (PBP)
PBP merupakan metoda yang digunakan untuk menghitung seberapa cepat investasi bisa kembali. Semakin pendek periode Payback Period maka investasi akan semakin bagus. hasil analisis menunjukkan bahwa nilai Payback Period adalah 4,20 tahun atau 4 tahun 3 bulan. Berdasarkan semua kriteria investasi yang telah dipaparkan maka dapat disimpulkan bahwa industri penyamakan kulit samoa layak untuk direalisasikan. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 33. Tabel 33. Penilaian kriteria investasi Kriteria Nilai
4.6.9
NPV
7.322.712.138
IRR
25%
Net B/C
1,87
PBP (Tahun)
4,20
Analisis Sensitivitas
Analisis sensitivitas digunakan untuk melihat dampak dari suatu keadaan yang berubah-ubah terhadap hasil dari suatu analisis kelayakan. variabel yang dirubah pada analisis ini meliputi harga bahan baku atau harga kulit kambing, harga jual kulit samoa, dan kapasitas produksi. Analisis sensitivitas dilakukan pada kriteria investasi yang meliputi NPV, IRR, Net B/C, dan PBP. Kenaikan harga kulit kambing berpengaruh terhadap kriteria investasi. Titik kritis kenaikan bahan baku berkisar antara 14-15%. Bila bahan baku mengalami kenaikan sebesar 14% maka industri kulit samoa masih layak untuk didirikan karena nilai NPV positif yaitu Rp 71.572.574, IRR sebesar 12,14%, Net B/C lebih dari satu yaitu 1,01. Namun, bila mengalami kenaikan bahan baku 15% industri ini tidak layak untuk didirikan karena NPV-nya negatif Rp 446.365.966, IRR sebesar 11,14% nilai ini lebih kecil dari suku bunga, dan Net B/C sebesar 0,95. Rincian analisis sensitivitas terhadap kenaikan harga bahan baku disajikan dalam Tabel 34.
86
Tabel 34. Analisis sensitifitas terhadap kenaikan harga bahan baku Kriteria
Nilai
NPV
Basis 7.322.712.138
14% 71.572.574
15% (446.365.966)
IRR
25%
12,14%
11,14%
Net B/C
1,87
1,01
0,95
PBP (Tahun)
4,20
6,85
7,09
Penurunan harga jual kulit samoa memiliki titik kritis berkisar antara 6% sampai 7%. Bila terjadi penurunan harga jual sebesar 7%, industri ini tidak layak untuk dijalankan karena pada kenaikan harga 7% NPV sudah bernilai negatif Rp 622.792.164. IRR sebesar 11%, Net B/C 0,93. Rincian analisis sensitivitas terhadap harga jual kulit samoa disajikan pada Tabel 3. Tabel 35. Analisis sensitivitas terhadap harga jual kulit samoa Kriteria
Nilai
NPV
Basis 7.322.712.138
6% 512.279.879
7% (622.792.164)
IRR
25%
13%
11%
Net B/C
1,87
1,06
0,93
PBP (Tahun)
4,20
6,66
7,69
Jika terjadi penurunan kapasitas produksi sebesar 21% dari kapasitas yang direncanakan, industri kulit samoa tidak layak untuk dijalankan. NPV industri kulit samoa pada penurunan kapasitas 21% adalah negatif Rp 243.263.807, dengan IRR 11,53%, dan Net B/C sebesar 0,97. Rincian analisis sensitivitas terhadap penurunan kapasitas produksi disajikan pada Tabel 36. Tabel 36. Analisis sensitivitas terhadap penurunan kapasitas produksi Kriteria
Nilai
NPV
Basis 7.322.712.138
20% 117.020.762
21% (243.263.807)
IRR
25%
12.23%
11.53%
Net B/C
1,87
1,01
0,97
PBP (Tahun)
4,20
7,11
7,00
87
4. 6. 10 Resiko Pertukaran Mata Uang Asing Nilai tukar mata uang sangat berpengaruh terhadap kelayakan pendirian industri kulit samoa. Hal ini dikarenakan harga bahan baku, harga bahan penolong, dan harga mesin penyamakan mengacu pada dolar sehingga kenaikan maupun penurunan nilai tukar mata uang akan berpengaruh nyata terhadap kelayakan industri kulit samoa. Nilai tukar rupiah terhadap dolar diasumsikan sebesar RP 9.000/1 U$. Bila terjadi depresiasi mata uang (nilai rupiah menjadi lemah) sebesar 12% maka laba yang didapatkan akan menurun 54% menjadi Rp 907.646.839 pada tahun pertama, dan pada tahun kesepuluh menurun 36% menjadi Rp 2.352.549.068. Hal tersebut terjadi dikarenakan biaya yang dikeluarkan menjadi lebih besar. Pada depresiasi mata uang 12% industri kulit samoa masih layak untuk didirikan. Namun pada depresiasi mata uang 13% industri kulit samoa tidak layak untuk didirikan karena nilai NPV negatif Rp 304.197.500, IRR 11,43%, dan Net B/C sebesar 0,96. Pada depresiasi 13% laba industri kulit samoa akan menurun 58% menjadi Rp 820.291.260, dan pada tahun kesepuluh laba menurun 39% keuntungan yang didapat adalah Rp 2.244.365.314. Selanjutnya bila terjadi apresiasi mata uang (nilai rupiah menguat) keuntungan yang didapat akan semakin bertambah. Rincian mengenai analisis sensitivitas terhadap nilai tukar mata uang disajikan pada Tabel 37. Pengaruh nilai tukar rupiah terhadap laba bersih disajikan Tabel 38. Tabel 37. Analisis sensitivitas terhadap nilai tukar mata uang Nilai Kriteria
Basis
NPV
7.322.712.138
Depresiasi Rupiah (12%) 282.487.856
Depresiasi Rupiah (13%) (304.197.500)
Apresiasi Rupiah (12%) 14.362.936.419
Apresiasi Rupiah (13%) 14.949.621.776
IRR
25%
13%
11,43%
37,84%
38,88%
Net B/C
1,87
1,03
0,96
2,75
2,83
PBP (Tahun)
4,20
6,76
7,01
3,65
3,58
Tabel 38. Pengaruh nilai tukar mata uang terhadap laba bersih industri kulit samoa Tahun ke Basis Depresiasi Depresiasi Apresiasi Apresiasi
Laba Bersih
Rupiah 12%
Rupiah 13%
Rupiah 12%
Rupiah 13%
Laba Bersih
Laba Bersih
Laba Bersih
Laba Bersih
1
1.955.913.794
907.646.839
820.291.260
3.004.180.748
3.091.536.328
2
2.628.592.005
1.452.520.586
1.354.514.634
3.804.663.425
3.902.669.376
3
3.301.270.217
1.997.394.332
1.888.738.008
4.605.146.102
4.713.802.425
4
3.404.481.317
2.099.956.856
1.991.246.484
4.709.005.778
4.817.716.150
5
3.486.572.253
2.184.154.260
2.075.619.428
4.788.990.246
4.897.525.079
6
3.568.663.189
2.268.351.664
2.159.992.371
4.868.974.714
4.977.334.007
7
3.650.754.125
2.352.549.068
2.244.365.314
4.948.959.181
5.057.142.936
8
3.650.754.125
2.352.549.068
2.244.365.314
4.948.959.181
5.057.142.936
9
3.650.754.125
2.352.549.068
2.244.365.314
4.948.959.181
5.057.142.936
10
3.650.754.125
2.352.549.068
2.244.365.314
4.948.959.181
5.057.142.936
88
V. PENUTUP 5.1 SIMPULAN Kulit samoa (kulit yang disamak dengan minyak) merupakan salah satu produk kulit yang populer di dunia perdagangan. Permintaan kulit samoa di dalam negeri semakin meningkat. Berdasarkan kajian aspek pasar dan pemasaran potensi pasar kulit samoa sangat besar. Hal ini dapat terlihat dari kegunaan kulit samoa yang beragam. Permintaan kulit samoa akan semakin meningkat seiring dengan meningkatnya jumlah kendaraan bermotor, pengguna kaca mata, dan jumlah perumahan yang dilengkapi jendela berkaca. Target pasar industri kulit samoa adalah konsumen dengan pendapatan menengah ke atas. Pemasaran akan dilakukan di beberapa wilayah perkotaan. Wilayah yang terpilih adalah DKI Jakarta, Jawa Barat, DI Yogyakarta, dan Banten. Berdasarkan kajian aspek teknis dan teknologis industri kulit samoa ini akan didirikan di daerah Garut Jawa Barat dengan luas lahan sebesar 2.102 m2 dan bangunan sebesar 1.102 m2. Kapasitas produksi kulit samoa sebesar 734.400 pcs per tahun dengan kebutuhan kulit sebanyak 244.800 lembar. Harga jual kulit samoa adalah Rp 39.600. Teknologi proses produksi kulit samoa meliputi proses rumah basah/ beam house, proses penyamakan awal, proses penyamakan minyak, dan finishing. Proses rumah basah atau beam house meliputi: perendaman, pengapuran (liming), fleshing, deliming, bating, dan pickling. Proses penyamakan awal yaitu kulit disamak dengan glutaraldehida. Kulit yang telah disamak dengan glutaraldehida memiliki sifat tahan cuci, hidrofilik, dan suhu pengerutan relatif tinggi. Setelah disamak dengan glutaraldehide selanjutnya dilakukan proses penyamakan minyak. Kulit yang telah melalui proses penyamakan menjadi kaku untuk dilakukan proses staking agar kulit lentur dan dilakukan proses buffing agar permukaan kulit menjadi halus. Setelah kulit selesai di buffing selanjutnya dilakukan proses pewarnaan. Berdasarkan kajian aspek manajemen operasional tenga kerja yang dibutuhkan sebanyak 60 orang dengan rincian pekerja langsung sebanyak 47 orang dan pekerja tidak langsung sebanyak 13 orang. Limbah yang dihasilkan industri kulit berupa limbah cair, padat, dan gas. Limbah cair industri penyamakan kulit sangat berbahaya bagi lingkungan, untuk itu sebelum limbah tersebut dibuang ke sungai akan dilakukan pengolahan limbah terlebih dahulu. Limbah padat yang dihasilkan berupa bungkil biji karet hasil pengepresan minyak dan limbah padat hasil penyamakan kulit. Limbah padat ini dapat dimanfaatkan sebagai bahan pembuatan pupuk sehingga perusahaan akan mendapatkan keuntungan tambahan dari hasil penjualan pupuk. Berdasarkan analisis finansial diperoleh beberapa parameter kelayakan yang meliputi NPV proyek ini sebesar Rp 7.322.712.138, IRR mencapai 25%, Net B/C 1,87, dan PBP selama 4 tahun 3 bulan. Keseluruhan penilaian kriteria tersebut menunjukkan bahwa industri kulit samoa ini layak untuk didirikan. Analisis sensitivitas dilakukan terhadap kenaikan harga bahan baku, penurunan harga jual kulit samoa, dan penurunan kapasitas produksi. Resiko pertukaran mata uang juga berbengaruh terhadap kelayakan industri kulit samoa. Industri kulit samoa ini akan menjadi tidak layak bila mengalami kenaikan bahan baku sebesar 15%, penurunan harga jual sebesar 7%, penurunan kapasitas produksi sebesar 21% dan depresiasi rupiah sebesar 13%.
89
5.2 SARAN
1. 2.
Saran untuk melengkapi penelitian ini perlu dilakukan: Perlu dilakukan kajian pemasaran kulit samoa terhadap pasar ekspor dan negara yang berpotensi untuk menjadi negara tujuan ekspor Perlu dilakukan pengkajian lebih lanjut terhadap pengembangan produk-produk yang dapat dihasilkan dari kulit samoa.
90
DAFTAR PUSTAKA Apple JM. 1990. Tata Letak Pabrik dan Penanganan Bahan. Mardiono dan Nurhayati, penerjemah; Sutalaksana I. Z. , penyunting. Penerbit ITB, Bandung. Terjemahan dari : Plant Layout and Material Handling. 3rd Edition. Ariyoto K. 1990. Feasibility study. Teknik Evaluasi Gagasan Usaha. Jakarta: Mutiara Sumber Widya. Aritonang. 1986. Kemungkinan pemanfaatan biji karet dalam ramuan makanan ternak. Jurnal Litbang Pertanian 5 (3): 73. Assauri. 1999. Manajemen Pemasaran. Jakarta: Raja Grafindo Persada. [BAPEDAL] Badan Pengembalian Dampak Lingkungan. 2007. Panduan Produksi Bersih Industri Penyamakan Kulit. BAPEDAL Jakarta. [BBKKP] Balai Besar Kulit, Karet, dan Plastik. 1994. Panduan Pengendalian Pencemaran Limbah Bahan Berbahaya Beracun Pada Industri Penyamakan Kulit. BBKKP. Yogyakarta. [BSN] Badan Standarisasi Nasional. 1990. Standar Nasional Indonesia. Kulit Samoa (chamois). SNI 061752-1990. Jakarta: BSN. [BSN] Badan Standarisasi Nasional. 1987. Standar Nasional Indonesia. Kulit Kambing/ Domba Mentah Kering. SNI 06-0107-1987. Jakarta: BSN. Covington AD, Evans CS, Lilley TH, and Suparno O. 2005. Collagen and polyphenols: new relationships and new outcomes. Part 2. Phenolic reactions for simultaneous tanning and coloring. Journal of the American Leather Chemists Association 100 (9): 336-343. Covington AD. 2009. Tanning Chemistry, The Science of Leather. Cambridge : The Royal Society of Chemistry. Damink LHHO, Dijkstra PJ, Van Luyn MJA, Van Wachem PB, Nieuwenhuis P, and Feijen J. 1995. Glutaraldehyde as a crosslinking agent for collagen-based biomaterials. J. Mat. Sci.; Mats. In Medicine 6:460-472. De Garmo EP, Williams GS, John RG. 1984. Engineering Economic Analysis. Jakarta: Binarupa Aksara. De Garmo EP, Williams GS, James AB. 1990. Engineering Economy: Eight Edition. New York: Macmillan Publishing Company. Edris M. 1993. Penuntun Menyusun Studi Kelayakan Proyek. Sinar Baru, Bandung.. Fahidin, Muslich. 1999. Diklat Ilmu dan Teknologi Kulit. Fakultas Teknologi Pertanian IPB. Bogor. Gray C, P Simanjuntak, LK Sabur, PF Maspatiella, RGC Varley. 1993. Pengantar Evalusi Proyek. PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. Hamilton RJ, Rossel JB. 1987. Analysis of Oils and Fats. Elsevier Applied Science Publisehr Co., New York. Hardjosuwito B, A Hoesnan. 1976. Minyak Biji Karet, Analisis dan Kemungkinan Penggunaannya. Menara Pertkebunan, 44 (55) : 225.
91
Husnan S, S Muhammad. 2000. Studi Kelayakan Proyek. UPP AMP YKPN, Yogyakarta. Judiamidjojo RM. 1981. Teknik Penyamakan Kulit untuk Pedesaan. Penerbit Angkasa, Bandung. Kadariah L, Karlina, C Gray. 1999. Pengantar Evaluasi Proyek. Edisi revisi. Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. Jakarta Kasmir dan Jakfar. 2003. Studi Kelayakan Bisnis. Prenada Media Group. Jakarta Ketaren S. 1986. Pengantar Teknologi Minyak dan Lemak Pangan. UI-Press, Jakarta. Kotler P. 2002. Manajemen Pemasaran. Edisi kesepuluh. Jilid kesatu. Terjemahan. PT Prenhallindo. Jakarta. Krishnan SH, Sundar VJ, Rangasamy T, Muralidharan C, Sadullla S. 2005. Studies of Chamois Leather – An Investigation Using Modified Fish Oil. Central Leather Research Institut, vol 100 Machfud, Y Agung. 1990. Perencanaan Tata Letak Pada Industri Pangan. Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi Institut Pertanian Bogor, Bogor. Marimin. 2004. Teknik dan Aplikasi Pengambilan Keputusan Kriteria Majemuk. PT Gramedia. Jakarta. Nadarajapillat N, Wijewantha RT. 1967. Productivity potential of rubber seed. RRIC Bulletin 2: 8-16. Natesan S. 1998. Manual For Leather Accessories and Leather Goods. Central Leather Institute, Adyar, Chennai, India. Newnan DG. 1990. Engineering Economic Analysis. Binarupa Aksara, Jakarta. Pramudya B. dan N. Dewi. 1992. Ekonomi Teknik. Fakultas Teknologi Pertanian, IPB. Bogor. Prayitno. 2009. Kajian Penerapan Recycle, Reuse dan Recovery Untuk Proses Produksi Kulit Wet Blue Pada Industri Penyamakan Kulit. Balai Besar Kulit, Karet, dan Plastik. Yogyakarta. Pudjaatmaka AH. 2002. Kamus Kimia.[Online]. http://books.google.co.id/books?id=7zzlUf927w UC&pg=PR3&dq=basa+schiff&source=gbs_selected_pages&cad=3#v=onepage&q=basa%20sch iff&f=false. [15 Agustus 2011]. Purnomo E. 199. Penyamakan Kulit Reptil. Penerbit Kanisius, Yogyakarta. Saripudin. 1996. Analisis Efisiensi Faktor Produksi pada Agroindustri Penyamakan Kulit di Botabek. Skripsi Jurusan Sosial Ekonomi Peternakan fakultas Peternakan IPB. Bogor. Sharpouse. 1985. Theory and practice of modern chamois leather production. Journal of the Society of Leather Technologists and Chemists 69 (2):29-43. Sharpouse. 1995. Leather Technician’s Handbook. Leather Producer’s Association, Northampton. Silam. 1998. Ekstraksi Minyak Biji Karet (Hevea brasiliensis) dengan Alat Pengempa Berulir (expeller) dan Karakteristik Mutu Minyaknya [skripsi]. Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor, Bogor Sobiston DC. 1995. Buku ajar bedah. Jakarta: EGC. [Online]. http://books.google.co.id/books?id= qgdPlhdlc0C&pg=PA146&lpg=PA146&dq=sifat+basa+schiff&source=bl&ots=YI_c1ulfJE&sig =PDp5nEb9KNZWcGTcL2Al5iF8o8&hl=id&ei=tmAATbTVA4PsrQfsupiRDw&sa=X&oi=boo
92
k_result&ct=result&resnum=5&ved=0CCwQ6AEwBDgo#v=onepage&q=sifat%20basa%20schif f&f=false. [15 Agustus 2011]. Soeharto I. 2000. Manajemen Proyek, dari Konseptual sampai Operasional. Penerbit Erlangga, Jakarta. Sucipto. 1989. Alat dan Mesin Penyamakan Kulit. BKKP. Yogyakarta. Suparno O, IA Kartika, Muslich. 2008. Rekayasa Proses Penyamakan Kulit Menggunakan Minyak Biji Karet. [Laporan Akhir Penelitian Hibah Bersaing]. Bogor: Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat, Institiut Pertanian Bogor Suparno O. 2009. Penyamakan kulit samoa (chamois leather). Bogor: Departemen Teknologi Industri Pertanian, fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Suparno O, IA Kartika, Muslich. 2009a. Chamois leather tanning using rubber reed oil. Journal of the Society of Leather Technologists and Chemists Vol 93. p. 158. Suratman. 2002 Studi Kelayakan Proyek. Malang: Fakultas Ekonomi. Universitas Merdeka Sutojo S. 2000. Studi Kelayakan Proyek. Damar. Jakarta Teterissa JJ, D Marpaung. 1985. Potensi Limbah Tanaman Karet di Indonesia. Kantor Menteri Muda Urusan Peningkatan Produksi Pangan, Jakarta Umar H. 2007. Studi Kelayakan Bisnis. Cetakan kesembilan. PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. [UNEP] United Nations Environment Programme. 1991. Tanning and Environment. Technical Guide to Reducing the Environmental Impact of Tannery Operations. UNIDO-VIENA. Wachsmann HM. 1999. Chamois Leather –Traditional and Today. World Leather, Oktober 1999. Wright JC. 1987. Technoeconomics : Concept and Cases. Asian Productivity Organization, Hongkong.
93
LAMPIRAN
94
Lampiran 1. Kuisioner penggunaan AHP
KUISIONER Penggunaan Analytical Hierarchy Proces (AHP) Pada Penelitian: KAJIAN TEKNOEKONOMI PENDIRIAN INDUSTRI KULIT SAMOA (CHAMOIS LEATHER)
Oleh: Ani Sulistiorini (F34070082)
Nama Responden
:
Jabatan
:
Tanggal Pengisian
:
Tandatangan
:
2011 DEPARTEMEN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR
95
KUISIONER PENENTUAN LOKASI PENDIRIAN INDUSTRI KULIT SAMOA (CHAMOIS LEATHER)
1. 2. 3. 4. 5.
1. 2. 3. 4. 5. 6.
Petunjuk Nilai Skala Banding Bila A sama pentingnya dengan B :1 Bila A sedikit lebih penting daripada B : 3 ; bila sebaliknya (B sedikit lebih penting daripada A) : 1/3 Bila A jelas lebih penting daripada B : 5 ; bila sebaliknya (B jelas lebih penting daripada A) : 1/5 Bila A sangat lebih penting daripada B : 7 ; bila sebaliknya (B sangat lebih penting daripada A) : 1/7 Bila A mutlak lebih penting daripada B : 9 ; bila sebaliknya (B mutlak lebih penting daripada A : 1/9 Nilai skala banding genap (2, 4, 6, 8, atau 1/2, 1/4, 1/6, 1/8) diberikan untuk skala pembanding yang nilainya berada diantara dua nilai pembanding ganjil yang berurutan. A adalah indikator vertikal dan B adalah indikator horizontal. BAGIAN I Kriteria yang berperan dalam penentuan lokasi pabrik kulit samoa (chamois leather) adalah: Ketersediaan bahan baku kemudahan akses dengan pasar Ketersediaan dan upah tenaga kerja Sarana transportasi Tenaga listrik dan air Kebijakan pemerintah
Ketersediaan bahan baku merupakan komponen yang sangat penting dari keseluruhan proses operasi perusahaan, maka kriteria ini merupakan kriteria signifikan dalam penentuan lokasi . Pabrik samoa didirikan dekat dengan sumber baahan baku agar kontinuitas perolehan bahan baku dapat terjamin, sehingga produksi dapat berjalan dengan lancar. Jika pabrik didirikan jauh dari bahan baku ada banyak kemungkinan terjadi hambatan-hambatan yang disebabkan karena kesukaran dalam pengangkutan. Selain itu, bila jaraknya jauh peluang rusaknya bahan baku yang diangkut besar dan biaya untuk pengangkutan akan mahal, sehingga akan mengakibatkan peningkatan biaya produksi. Pendirian pabrik perlu memperhatikan daerah pemasaran hasil produksinya. Lokasi pabrik yang dekat dengan pasar akan dapat melayani konsumen dengan cepat. Selain itu biaya pengangkutan produk ke pasar akan menjadi lebih rendah. Industri kulit samoa membutuhkan air dalam jumlah yang besar untuk itu lokasi pabrik harus dekat dengan sumber air agar proses produksi berjalan lancar. Selain itu untuk menjalankan mesin-mesin penyamakan dan penerangan pabrik dibutuhkan tenaga listrik yang volumenya cukup besar. Bila daerah didirikan pabrik tidak memiliki supply tenaga listrik yang banyak maka tarifnya akan mahal. Transportasi berkaitan erat dengan pertimbangan bahan baku dan pertimbangan pasar. Jika lokasi mendekati sumber bahan baku maka fasilitas transportasi terutama diperhitungkan dalam kaitannya dengan ongkos transportasi menuju pasar dengan tidak berarti tidak diperhitungkan biaya transportasi dari sumber bahan baku ke lokasi pabrik, demikian pula sebaliknya. tidak hanya fasilitas pengangkutannya, namun kondisi jalan setempat, jembatan perlu diperhatikan oleh perencana kegiatan bisnis. Tersedianya tenaga kerja baik yang terdidik maupun terlatih akan berpengaruh terhadap biaya produksi yang ditanggung perusahaan. Jika sumber tenaga kerja dekat dan mudah didapat di sekitar pabrik proses SDM
96
akan sangat terbantu. Kebijakan pemerintah juga perlu diperhatikan, terkait dengan adanya peraturan yang melarang pendirian bisnis baru pada lokasi tertentu. Instruksi 1. Bandingkanlah besarnya tingkat kepentingan diantara kriteria yang berperan dalam penentuan lokasi pendirian industri kulit samoa (chamois leather) Faktor
Bahan baku
Pasar
Tenaga kerja
Transportasi
Listrik dan air
Kebijakan pemerintah
Bahan baku Pasar Tenaga kerja Transportasi Listrik dan air Kebijakan pemerintah BAGIAN II Alternatif lokasi yang potensial untuk pendirian industri kulit samoa (chamois leather) adalah sebagai berikut: 1. Wonogiri 2. Surabaya 3. Sidoarjo 4. Malang 5. Bogor Instruksi 1. Bandingkan besarnya tingkat kepentingan diantara alternatif lokasi terkait dengan ketersediaan bahan baku Alternatif
Wonogiri
Surabaya
Sidoarjo
Garut
Bogor
Wonogiri Surabaya Sidoarjo Garut Bogor Instruksi 2. Bandingkan besarnya tingkat kepentingan diantara alternatif lokasi terkait dengan kemudahan akses dengan pasar
97
Alternatif
Wonogiri
Surabaya
Sidoarjo
Garut
Bogor
Wonogiri Surabaya Sidoarjo Garut Bogor Instruksi 3. Bandingkan besarnya tingkat kepentingan diantara alternatif lokasi terkait dengan ketersediaan dan upah tenaga kerja Alternatif
Wonogiri
Surabaya
Sidoarjo
Garut
Bogor
Wonogiri Surabaya Sidoarjo Garut Bogor Instruksi 4. Bandingkan besarnya tingkat kepentingan diantara alternatif lokasi terkait dengan sarana transportasi: Alternatif
Wonogiri
Surabaya
Sidoarjo
Garut
Bogor
Wonogiri Surabaya Sidoarjo Garut Bogor Instruksi 5. Bandingkan besarnya tingkat kepentingan diantara alternatif lokasi terkait dengan tenaga listrik dan air: Alternatif
Wonogiri
Surabaya
Sidoarjo
Garut
Bogor
Wonogiri Surabaya Sidoarjo Garut Bogor
98
Instruksi 6. Bandingkan besarnya tingkat kepentingan diantara alternatif lokasi terkait dengan kebijakan pemerintah: Alternatif
Wonogiri
Surabaya
Sidoarjo
Garut
Bogor
Wonogiri Surabaya Sidoarjo Garut Bogor
99
Lampiran 2. SNI kulit kambing/ domba kering
100
Kulit kambing/Domba Mentah Kering Pendahuluan Standar kulit kambing/domba mentah kering disusun untuk menjamin dan melindungi industri perkulitan dan pengembangan ekspor terhadap mutu kulit mentah kering yang tidak memenuhi persyaratan. Disamping itu juga membantu membantu mengurangi meluasnya penyakit ternak yang berbahaya dan menular kepada manusia (Zoonose).
101
Kulit Kambing/Domba Mentah Kering 1. Ruang lingkup Standar ini meliputi bahan baku, bahan pengawet, persyaratan teknis, kontaminasi dan hygiene, mutu dan berat kulit, penandaan dan pengemasan serta pengambilan contoh dan petugas pengambilan contoh.
2. Diskripsi Kulit kambing/domba mentah kering adalah bagian dari kulit kambing/domba yang telah diawetkan melalui penjemuran sedemikian rupa sehingga kadar air kulit tersebut menjadi kurang dari batas minimum air diperlukan untuk hidup dan tumbuhnya bakteri pembusuk.
3. Klasifikasi 3.1 Berdasarkan ukuran kulit dibagi dalam 5 (lima) tingkatan: 3.1.1 Ukuran kulit 100A 3.1.2 Ukuran kulit 100 3.1.3 Ukuran kulit 90 3.1.4 Ukuran kulit 80 3.1.5 Ukuran kulit 70 3.2 Berdasarkan mutu kulit dibagi dalam 5 (lima) tingkatan: 3.2.1 Mutu kulit nomor 1 (Primes) 3.2.2 Mutu kulit nomor 2 (Intermediates) 3.2.3 Mutu kulit nomor 3 (Seconds) 3.2.4 Mutu kulit nomor 4 (Thirds) 3.2.5 Mutu kulit yang diafkir (Rejects) 4. Persyaratan 4.1 Bahan baku 4.1.1 Bau dan Warna 4.1.2 Jenis dan ras 4.1.3 Struktur dan bulu 4.1.4 Kerusakan/cacat a) Sebelum dipotong (ante mortem) 102
b) Sesudah dipotong (post mortem) 4.2 Kriteria dan Spesifikasi 4.2.1 Bau : Tidak berbau busuk Warna : Merata, segar dan bersih, serta tidak ada warna-warna yang mencurigakan 4.2.2 Jenis dan ras : antara jenis bangsa kambing/ domba terdapat variasi pada rajah, bobot dan tebal kulit 4.2.3 Struktur Struktur yang dimaksud lebih menunjukkan berisi atau kosongnya kulit dibandingkan dengan tebal atau tipisnya kulit, untuk itu perlu diperhatikan: a) kesesuaian antara tebal dan luasnya b) perbedaan tebal antara bagian-bagian punggung (croupon), leher dan perut sedikit dan peralihan yang satu dengan yang lainnya harus merata. Bulu Tidak ada bulu yang rontok atau mudah dicabut, biasanya bila ada hal yang demikian dapat dicurigai adanya kerusakan atau pengeringan yang tidak merata 4.2.4 Kerusakan-kerusakan/contoh: 4.2.4.1 Sebelum dipotong (ante-mortem) a) Pengaruh mekanis : luka-luka cambuk, goresan duri dan lain-lain b) Pengaruh parasit : caplak, kutu, lalat, dan lain-lain 4.2.4.2 Sesudah dipotong (post-mortem) a) Semasa disembelih sampai dikuliti - keterampilan pekerja dalam pengulitan - tersedianya alat-alat : katrol, pisau pengulitan, dan lain-lain. b) Semasa pengawetan : - Kesalahan waktu pengeringan 4.3 Bahan pengawet dan bahan tambahan 4.3.1 Bahan pengawet Larutan racun kulit (Natrium Arsenit 3%) 4.3.2 Bahan Tambahan Tidak ada 4.4 Teknik, Kontaminasi dn Hygiene 103
4.4.1 Teknik Bentuk pentangan bagus dan merata tidak ada kulit yang melipat atau salah arah tarikan atau terlampau ditarik. 4.4.2 kontaminasi a) Serangga dan larvanya (family Dermestideae) b) Jamur c) Gigitan binatang pengerat 4.4.3 Hygiene a) Tempat penyimpanan tidak lembab dan mudah dikontrol, b) Kulit harus dijaga janagan mengandung dan tercemar dari sumber bibit penyakit yang berbahaya dan menular pada manusia (Zoonose) 4.5 Mutu dan ukuran kulit 4.5.1 Mutu kulit ditetapkan berdasarkan kriteria sebagai berikut: a) Mutu kulit nomor 1 (Primes) dengan syarat : Struktur kulit baik, warna hidup, bersih dan merata, bentuk pentangannya baik, tidak ada cacat di daerah punggung (croupon). b) Mutu kulit nomor 2 (Intermediates) syarat : Hampir sama dengan kwalitas nomor 1, tetapi terdapat cacat di daerah punggung (croupon). c) Mutu kulit nomor 3 (seconds) dengan syarat : Struktur kulit kososng dan lemas/lembek, warnanya layu dan pucat, bentuk pentangannya kasar, cacatnya banayak. d) Mutu kulit yang diafkir (Rejects). 4.5.2 Ukuran kulit berdasarkan panjang dan lebarnya ditetapkan berdasarkan kriteria sebagai berikut: a) Tanda 100A : Panjang lebih dari 100 cm dan lebar lebih dari 60 cm b) Tanda 100 : Panjang 100 cm dan lebar 60 cm c) Tanda 90 : Panjang 90 dan lebar 55 cm d) Tanda 80 : Panjang 80 cm dan lebar 50 cm e) Tanda 70 : Panjang 70 cm dan lebar 45 cm 4.6 Penandaan dan Pengemasan 4.6.1 Penandaan Penandaan mengenai mutu dan ukuran digabungkan, umumnya diletakkan di daerah tepi kulit pada tiap-tiap lembar dengan ketentuan sebagai berikut: 4.6.1.1 Mutu nomor 1 (Primes) 1/100A : Kulit mutu No.1 dengan ukuran panjang lebih dari 100 cm dan ukuran lebar lebih dari 60 cm 1/100 : Kulit mutu No.1 dengan ukuran panjang 100 cm dan lebar 60 cm 104
1/90 1/80 1/70
: Kulit mutu No.1 dengan ukuran panjang 90 dan lebar 55 cm : Kulit mutu No.1 dengan ukuran panjang 80 cm dan lebar 50 cm : Kulit mutu No.1 dengan ukuran panjang 70 cm dan lebar 45 cm
4.6.1.2 Mutu nomor 2 (Intermediates) 2/100A: Kulit mutu No.2 dengan ukuran panjang lebih dari 100 cm dan ukuran lebar lebih dari 60 cm 2/100 : Kulit mutu No.2 dengan ukuran panjang 100 cm dan lebar 60 cm 2/90 : Kulit mutu No.2 dengan ukuran panjang 90 dan lebar 55 cm 2/80 : Kulit mutu No.2 dengan ukuran panjang 80 cm dan lebar 50 cm 2/70 : Kulit mutu No.2 dengan ukuran panjang 70 cm dan lebar 45 cm 4.6.1.3 Mutu nomor 3 (Seconds) 3/100A: Kulit mutu No.3 dengan ukuran panjang lebih dari 100 cm dan ukuran lebar lebih dari 60 cm 3/100 : Kulit mutu No.3 dengan ukuran panjang 100 cm dan lebar 60 cm 3/90 : Kulit mutu No.3 dengan ukuran panjang 90 dan lebar 55 cm 3/80 : Kulit mutu No.3 dengan ukuran panjang 80 cm dan lebar 50 cm 3/70 : Kulit mutu No.3 dengan ukuran panjang 70 cm dan lebar 45 cm 4.6.1.4 Mutu nomor 4 (Thirds) 4/100A: Kulit mutu No.4 dengan ukuran panjang lebih dari 100 cm dan ukuran lebar lebih dari 60 cm 4/100 : Kulit mutu No.4 dengan ukuran panjang 100 cm dan lebar 60 cm 4/90 : Kulit mutu No.4 dengan ukuran panjang 90 dan lebar 55 cm 4/80 : Kulit mutu No.4 dengan ukuran panjang 80 cm dan lebar 50 cm 4/70 : Kulit mutu No.4 dengan ukuran panjang 70 cm dan lebar 45 cm 4.6.1.5. Kulit yang diafkir (Rejects) Merupakan kulit yang rusak dan biasanya tidak diperdagangkan menurut aturan biasa. 4.6.2 Pengemasan: Untuk setiap kemasan kulit disarankan memakai etiket atau dalam surat pengantar mencantumkan: a) Nama kulit b) Daerah asal kulit (misalnya : Jawa Barat, Jawa Timur, Sumatera Utara, Sulawesi Selatan dan lain-lain). c) Mutu kulit d) Jumlah lembar kulit
105
5. Cara Pengambilan Contoh 5.1 Cara Pengambilan Contoh Tujuan pengambilan contoh untuk memeriksa keseragaman mutu tiap kemasan. Untuk setiap mutu contoh diambil secara acak dari tiap ikatan, setiap jumlah ikatan per 100 lembar diambil kembali.
Jumlah ikatan dalam partai (Lot) 1 sampai 10 10 sampai 50 50 sampai 100 lebih dari 100
Tabel 1 Contoh acak Jumlah ikatan yang diambil 1 3 5 10
Jumlah lembaran kulit yang diperiksa 5 lembar 15 lembar 25 lembar 50 lembar
5.2 Petugas Pengambilan contoh: Petugas pengambilan contoh dilakukan oleh petugas yang ditunjuk oleh Direktur Jenderal Peternakan. Petugas tersebut harus mematuhi syarat, yaitu orang berpengalaman atau dilatih terlebih dahulu.
106
Lampiran 3. Gambar teknik mesin-mesin penyamakan dan cara kerjanya (sumber : Sucipto, 1989) Drum putar
Tampak depan
Tampak atas
Tampak kanan Keterangan: 1. Motor listrik 2. Speed Reducer 3. Roda gigi penggerak 4. Roda gigi drum 5. Pintu drum 6. Tutup pintu drum 7. Penyangga (dari besi siku atau dengan landasan beton) 8. Lubang untuk memasukkan air/bahan kimia Dinding : kayu jati Ukuran :lebar : 10 cm Minimum : tebal : 5 cm Pengikat : Logam Syarat : Logam yang ada di bagian drum harus dari kuningan Cara penggunaan drum putar yaitu kulit dimasukkan ke dalam drum, dan air dimasukkan lewat lubang pada as drum. Pintu drum ditutup kemudian drum diputar sampai batas waktu yang ditentukan.
107
Mesin fleshing ( mesin buang daging)
Tampak depan
Tampak samping Keterangan: A. Rol karet penekan B. Pisau berbentuk spiral C. Rol umpan penarik D. Handel E. Rol pneumatik F. Rol umpan G. Pengatur tekanan rol umpan H. Kulit I. Injakan Cara kerja dari mesin ini yaitu kulit ditaruh di atas rol B dan rol E, rol pneumatic secara otomatis mengembang dan mengempis sesuai dengan tebal dan tipisnya kulit, bagian daging di atas. Setelah injakan diinjak maka rol B dan E akan bergerak menuju ke pisau dan kulit terkena pisau hinggadagingnya terlepas atau teriris. Banyak sedikitnya daging teriris dapat diatur pada alat pengatur H1dan H2 yang menekan rol C yang bersama-sama rol A mengatur keluarnya kulit.
108
Mesin Samming dan Setting out
Tampak depan
Tampak samping Keterangan : A. Rol atas B. Rol pisau (tumpul) C. Rol umpan D. Injakan E. Kopling penggerak roda gigi eksentrik F. Roda gigi eksentrik pengangkat rol umpan G. Penyetel tekanan rol umpan H. Kulit I. Motor penggerak Setelan tekanan keras dan lembeknya hasil pemerahan diatur dengan baut A dan B. Semakin ke dalam akan semakin berkurang tekanannya. Cara kerjanya yaitu kulit diletakkan diatas rol C kemudian injakan D diinjak. Maka rol C akan terangkat ke rol E, sehingga kulit terperah sambil terjadi setting out (peregangan kulit basah).
109
Mesin Shaving
Tampak depan
Tampak samping Keterangan: A. Rol umpan B. C. D. E. F. G. H. I. J.
Pisau silinder Rol pembantu Pedal penekan hidraulis Handel penyetel ketebalan kulit Meja berengsel Plat silinder penahan kulit Pompa hidraulis Manometer Kulit Cara kerjanya yaitu kulit diletakkan di atas meja, bagian daging ada di atas. Bila ingin menghilangkan nerf-nya, bagian nerf ada dibagian atas. Injakan D diinjak. Rol C akan turun membantu menahan kulit, meja dan kulit dengan rol A sebagai penekan utama, menekan kulit ke pisau B, terjadilah penyerutan. Penekanan meja tersebut dikerjakan secara hidraulis oleh pompa hidraulis H yang dapat dilihat tekanannya pada manometer I. Tebal tipisnya kulit dapat diatur dengan pengemudi E.
110
Mesin staking
Keterangan: A. Tombol utama B. Meja C. Injakan D. Pengatur tekanan E. Roda besar F. Ujung penekan G. Rol karet penekan H. Penjepit bawah I. Penekan kulit Cara kerjanya yaitu mesin dihidupkan dengan tombol A, kulit diletakkan di atas meja B dengan bagian nerf di atas. Bila injakan C diinjak, peregangan dan pelemasan akan terjadi, sebagai hasil kerja penekanan F dan G bersama-sama penjepit bawah H, dan ditarik oleh E. Keras atau lembeknya tekana dapat diatur oleh pengatur (sekrup ) D. Agar kulit tidak tertarik oleh tarikan E, kulit di tahan oleh penahan I, yang secara otomatis kerjanya bersama tarikan tersebut.
111
Mesin buffing
Tampak depan
Tampak samping Keterangan: A. Kerangka meja/ dari plat siku B. Blok laker C. Poros D. Rol amplas E. Dexel F. Poli pemutar poros G. Motor listrik H. Motor listrik I. Papan penahan kulit J. Kulit K. Pengisap debu L. Pelindung
112
Lampiran 4. Estimasi biaya investasi industri kulit samoa No 1
Uraian Biaya pra investasi a c d
Perizinan Amdal Studi kelayakan Total 1 Tanah dan bangunan 2
a
Tanah
b
3
4
Bangunan Total 2 Fasilitas penunjang a Instalasi telepon b Instalasi listrik c Instalasi air d Instalasi mesin e Instalasi generator Total 3 Mesin dan peralatan a Mesin produksi 1 Minyak biji karet Tray dryer Hammer mill Mesin pengepres ulir Tangki minyak Sub total 1 2
3
Jumlah
Satuan
1 1 1
paket paket paket
2.102 1.102
Harga satuan (Rp)
Jumlah biaya (Rp)
50.000.000 200.000.000 50.000.000
50.000.000 200.000.000 50.000.000 300.000.000
m2
500.000
1.051.000.000
2
1.000.000
1.102.000.000
m
2.153.000.000 1 1 1 1 1
paket paket paket paket paket
1.500.000 95.000.000 9.000.000 45.000.000
1 1 1 8
unit unit unit unit
125.250.000 28.000.000 20.500.000 11.500.000
125.250.000 28.000.000 20.500.000 92.000.000 265.750.000
7
unit
90.000.000
630.000.000
1 1
unit unit
450.000.000 252.000.000
450.000.000 252.000.000
1
unit
315.000.000
315.000.000
1 1 1
unit unit unit
63.000.000 225.000.000 180.000.000
63.000.000 225.000.000 180.000.000
1
unit
33.300.000
33.300.000
2 1 1 5 3 1
unit unit unit unit unit unit
180.000.000 65.000.000 1.200.000 1.700.000 2.000.000 395.000.000
360.000.000 65.000.000 1.200.000 8.500.000 6.000.000 395.000.000 2.984.000.000
1
paket
35.000.000
35.000.000
65.000.000
1.500.000 95.000.000 9.000.000 45.000.000 65.000.000 215.500.000
Penyamakan kulit samoa Drum putar Mesin buffing Mesin fleshing Mesin Samming dan setting-out Mesin shaving Mesin staking Dedusting machine Vibrating knife leather cutting machine Toggling Water heater Sealer Mesin jahit Timbangan Generator Sub total 2 Pengolahan air water treatment
113
Lampiran 4. Estimasi biaya investasi industri kulit samoa No
5
6
7 8
Uraian Pompa transfer Sub total 3 4 Pengelolaan limbah Waste water treatment Dust collector Filter press Sub total 4 5 Peralatan laboratorium Sub total 5 6 Perlengkapan utilitas Tangki bahan bakar Tabung pemadam kebakaran Gerobak Sub total 6 Total 4 Alat kantor a Komputer b Meja kursi kantor c Lemari arsip d Pesawat telepon e Fax f Printer g Alat tulis kantor Total 5 Sarana Distribusi Kendaraan Total 6
Jumlah 2
Satuan unit
Harga satuan (Rp) 4.000.000
Jumlah biaya (Rp) 8.000.000 43.000.000
1 1 1
paket paket unit
500.000.000 20.000.000 150.000.000
1
paket
115.000.000
500.000.000 20.000.000 150.000.000 670.000.000 115.000.000 115.000.000
1 2
unit unit
11.500.000 520.000
2
unit
350.000
11.500.000 1.040.000 700.000 13.240.000 4.090.990.000
2 4 1 2 1 1 1
unit paket paket paket unit unit paket
2
unit
Total 1.2.3.4.5.6 (modal tetap) Kontingensi Bunga
4.000.000 1.500.000 1.750.000 200.000 1.200.000 1.500.000 2.000.000
8.000.000 6.000.000 1.750.000 400.000 1.200.000 1.500.000 2.000.000 20.850.000
160.000.000
320.000.000 320.000.000 7.100.340.000
Total investasi
710.034.000 609.209.172 8.419.583.172
114
Lampiran 5. Modal kerja No
Komponen
Waktu
1
Piutang usaha
1 bulan
2
Persediaan produk
3
hutang usaha
Total
2 minggu 1 bulan
Tahun Nilai (Rp) 2.590.064.833 310.807.780 (1.817.787.257) 1.083.085.356
115
Lampiran 6. Biaya penyusutan. nilai sisa, dan biaya pemeliharaan No 1
Uraian Biaya pra investasi a Perizinan c
Amdal
d
Studi kelayakan Total 1
2
3
Nilai Sisa (Rp)
Umur Ekonomis (tahun)
1.051.000.000
0 10
Biaya pemeliharaan
200.000.000 50.000.000 300.000.000 1.051.000.000
b
Bangunan
1.102.000.000
551.000.000
Total 2
2.153.000.000
1.602.000.000
Fasilitas penunjang a Instalasi telepon
Depresiasi
50.000.000
Tanah dan bangunan a Tanah
55.100.000
110.200.000
55.100.000
110.200.000
1.500.000
b
Instalasi listrik
c
Instalasi air
d
Instalasi mesin
45.000.000
e
Instalasi generator
65.000.000
Total 3 4
Jumlah biaya (Rp)
95.000.000 9.000.000
215.500.000
0
0
0
Mesin dan peralatan a 1
Mesin produksi Minyak biji karet Tray dryer
125.250.000
12.525.000
10
11.272.500
12.525.000
Hammer mill
28.000.000
2.800.000
10
2.520.000
2.800.000
Mesin pengepres ulir
20.500.000
2.050.000
10
1.845.000
2.050.000
10
Tangki minyak
8.280.000
9.200.000
23.917.500
26.575.000
10 10 10
56.700.000 40.500.000 22.680.000
63.000.000 45.000.000 25.200.000
31.500.000
10
28.350.000
31.500.000
63.000.000 225.000.000 180.000.000
6.300.000 22.500.000 18.000.000
10 10 10
5.670.000 20.250.000 16.200.000
6.300.000 22.500.000 18.000.000
33.300.000
3.330.000
10
2.997.000
3.330.000
360.000.000 65.000.000
36.000.000 6.500.000
10 10
32.400.000 5.850.000
36.000.000 6.500.000
Sealer
1.200.000
120.000
10
108.000
120.000
Mesin jahit
8.500.000
850.000
10
765.000
850.000
Timbangan
6.000.000
600.000
10
540.000
600.000
Sub total 1 2
Penyamakan kulit samoa Drum putar Mesin buffing Mesin fleshing Mesin Samming dan setting-out Mesin shaving Mesin staking Dedusting machine Vibrating knife leather cutting machine Toggling Water heater
92.000.000
9.200.000
265.750.000
26.575.000
630.000.000 450.000.000 252.000.000
63.000.000 45.000.000 25.200.000
315.000.000
116
Lampiran 6. Biaya penyusutan. nilai sisa, dan biaya pemeliharaan No
Uraian
Jumlah biaya (Rp) 395.000.000
Nilai Sisa (Rp)
35.550.000
Biaya pemeliharaan 39.500.000
2.984.000.000
258.900.000
268.560.000
298.400.000
water treatment
35.000.000
3.500.000
10
3.150.000
3.500.000
Pompa transfer
8.000.000
800.000
10
7200.000
800.000
43.000.000
4.300.000
3.870.000
4.300.000
500.000.000
50.000.000
10
45.000.000
50.000.000
20.000.000
2.000.000
10
1.800.000
2.000.000
Filter press
150.000.000
15.000.000
10
13.500.000
15.000.000
Sub total 4
670.000.000
67.000.000
60.300.000
67.000.000
Peralatan
115.000.000
11.500.000
10.350.000
11.500.000
115.000.000
11.500.000
10.350.000
11.500.000
11.500.000
1.150.000
5
2.070.000
1.150.000
1.040.000
104.000
5
187.200
104.000
700.000
70.000
5
126.000
70.000
13.240.000
40.754.000
2.383.200
1.324.000
4.090.990.000
409.029.000
Generator Sub total 2 3
Depresiasi
Pengolahan air
Sub total 3 4
39.500.000
Umur Ekonomis (tahun) 10
Pengelolaan limbah Waste water treatment Dust collector
5
10
laboratorium Sub total 5 6
Perlengkapan utilitas Tangki bahan bakar Tabung pemadam kebakaran Gerobak Sub total 6
Total 4 5
Alat kantor a
Komputer
8.000.000
800.000
5
1.440.000
800.000
b
Meja kursi kantor
6.000.000
600.000
5
1.080.000
600.000
c
Lemari arsip
1.750.000
175.000
5
315.000
175.000
d
Pesawat telepon
400.000
40.000
5
72.000
40.000
e
Peralatan kantor
2.000.000
200.000
5
360.000
200.000
20.850.000
1.815.000
3.267.000
1.815.000
320.000.000
32.000.000
57.600.000
32.000.000
320.000.000
32.000.000
57.600.000
32.000.000
7.100.340.000
2.044.844.000
485.347.700
553.114.000
Total 5 6
Sarana Distribusi Kendaraan Total 6
Total 1.2.3.4.5.6 (modal tetap)
5
117
Lampiran 7. Biaya tetap No
Deskripsi
Biaya Satuan
Biaya total per
(Rp)
tahun (Rp)
Jumlah
Satuan
Direktur
1
Orang/bulan
10.000.000
120.000.000
Manajer produksi dan QC
1
Orang/bulan
5.000.000
60.000.000
Manajer pemasaran dan logistik
1
Orang/bulan
5.000.000
60.000.000
Staf keuangan dan administratif
2
Orang/bulan
2.000.000
48.000.000
Staf pemasaran dan logistik
3
Orang/bulan
2.000.000
72.000.000
Sopir
2
Orang/bulan
1.400.000
33.600.000
Security
3
Orang/bulan
1.400.000
50.400.000
A
Biaya tetap
1
Tenaga kerja tak langsung
Sub total 2
444.000.000
Biaya administrasi a. Telepon dan fax
1
per bulan
300.000
3.600.000
b. Internet
1
per bulan
200.000
2.400.000
c. Alat tulis kantor
1
paket
200.000
2.400.000
PBB
1
paket
4.306.000
4.306.000
listrik non produksi
1
paket
400.000
4.800.000
kendaraan
2
unit
2.400.000
4.800.000
d. Pajak
Sub total 3
22.306.000
Biaya pemasaran dan distribusi Promosi penjualan
1
per bulan
55.000.000
660.000.000
Biaya distribusi
1
perbulan
45.000.000
540.000.000
Sub total 4
Pemeliharaan
1.200.000.000 1
per tahun
553.114.000
1
per tahun
20.454.950
Sub total Asuransi
553.114.000
Sub total Penyusutan Sub total Total
553.114.000
20.454.950 20.454.950
1
per tahun
485.347.700
485.347.700 485.347.700 2.725.222.650
118
Lampiran 8. Biaya variabel No B 1
2
Deskripsi Biaya variabel Tenaga kerja langsung Operator produksi Teknisi IPAL Teknisi produksi Laboran Buruh Sub total Biaya bahan baku Kulit kambing Anti bakteri Degresser Soda ash Anti ringkel Na2S Kapur Za Natrium metabisulfit Oropon (Bating agent) Formid acid H2SO4 Nacl Glutaraldehida Natrium formiat Natrium karbonat Natrium hipoklorit Leveling dye Pewarna Biji karet Starter pupuk Benang Bahan kimia IPAL Sub total
3
Biaya utilitas
4
1. Listrik 2. air 3. Bahan bakar (solar) Sub total Pengemasan samoa Kemasan balok plastik Kemasan plastik carton box Sub total
Jumlah
11 2 3 1 30
Satuan
orang/bulan orang/bulan orang/bulan orang/bulan orang/bulan
Biaya Satuan (Rp)
Biaya total per tahun (Rp)
2.000.000 2.000.000 2.000.000 1.200.000 900.000
264.000.000 72.000.000 48.000.000 14.400.000 324.000.000 722.400.000
1700
lembar
54.000
13.219.200.000
3 37.08 22.5 30 60 120 60 3 60 20.18 30 522 46.8 15.6 96.72 5.62 7.77 7.77 2.000 6 5 1
kg kg kg kg kg kg kg kg kg kg kg kg kg kg kg kg kg kg kg/hari l/hari Gulung bulan
25.200 38.700 8.100 16.200 7.200 1.500 7.500 9.000 22.500 13.500 3.500 1.600 23.400 5.400 8.100 16.200 17.000 102.500 7.000 15.000 17.000 200.000.000
10.886.400 206.639.424 26.244.000 69.984.000 62.208.000 25.920.000 64.800.000 3.888.000 194.400.000 39.229.920 15.120.000 120.268.800 157.697.280 12.130.560 112.814.208 13.110.336 19.020.960 114.685.200 2.450.000.000 12.960.000 12.240.000 2.400.000.000 19.363.447.088
1 83.509 36.25
per bulan m3 liter/hari
14.574.102
174.889.220 167.000.000 56.546.875 398.436.095
5100 6800
unit/hari unit/hari unit/hari
2.000 200 1.000
119 Total
4.500
1.468.800.000 195.840.000 17.136.000 1.681.776.000 22.166.059.183
119
Lampiran 9. Biaya operasional Komponen
Tahun 1
Tahun 2
Tahun 3
Tahun 4
Tahun 5
80%
90%
100%
100%
100%
1. Biaya Tetap Gaji tenaga kerja langsung Biaya Administrasi Biaya Pemasaran Biaya pemeliharaan Asuransi
444.000.000
444.000.000
444.000.000
444.000.000
444.000.000
22.306.000
22.306.000
22.306.000
22.306.000
22.306.000
1.200.000.000
1.200.000.000
1.200.000.000
1.200.000.000
1.200.000.000
553.114.000
553.114.000
553.114.000
553.114.000
553.114.000
20.454.950
20.454.950
20.454.950
20.454.950
20.454.950
Biaya Penyusutan
485.347.700
485.347.700
485.347.700
485.347.700
485.347.700
Bunga pinjaman Investasi
656.727.487
547.272.906
437.818.325
328.363.744
218.909.162
84.480.658
56.320.439
28.160.219
3.466.430.795
3.328.815.995
3.191.201.194
3.053.586.394
2.944.131.812
Bunga pinjaman modal kerja Total Biaya Tetap 2. Biaya Variabel Biaya bahan baku
15.490.757.670
17.427.102.379
19.363.447.088
19.363.447.088
19.363.447.088
Gaji Tenaga Kerja Langsung
577.920.000
650.160.000
722.400.000
722.400.000
722.400.000
Biaya Utilitas
318.748.876
358.592.486
398.436.095
398.436.095
398.436.095
1.175.040.000
1.321.920.000
1.468.800.000
1.468.800.000
1.468.800.000
17.562.466.547
19.757.774.865
21.953.083.183
21.953.083.183
21.953.083.183
21.028.897.342
23.086.590.860
25.144.284.378
25.006.669.577
24.897.214.996
Biaya Pengemasan samoa Total Biaya Variabel Biaya Total
120
Lampiran 9. Biaya operasional (Lanjutan) Tahun 6
Tahun 7
Tahun 8
Tahun 9
Tahun 10
100%
100%
100%
100%
100%
Komponen 1. Biaya Tetap Gaji tenaga kerja langsung Biaya Administrasi Biaya Pemasaran Biaya pemeliharaan Asuransi
444.000.000
444.000.000
444.000.000
444.000.000
444.000.000
22.306.000
22.306.000
22.306.000
22.306.000
22.306.000
1.200.000.000
1.200.000.000
1.200.000.000
1.200.000.000
1.200.000.000
553.114.000
553.114.000
553.114.000
553.114.000
553.114.000
20.454.950
20.454.950
20.454.950
20.454.950
20.454.950
Biaya Penyusutan
485.347.700
485.347.700
485.347.700
485.347.700
485.347.700
Bunga pinjaman Investasi
109.454.581 2.834.677.231
2.725.222.650
2.725.222.650
2.725.222.650
2.725.222.650
19.363.447.088
19.363.447.088
19.363.447.088
19.363.447.088
19.363.447.088
Gaji Tenaga Kerja Langsung
722.400.000
722.400.000
722.400.000
722.400.000
722.400.000
Biaya Utilitas
398.436.095
398.436.095
398.436.095
398.436.095
398.436.095
Bunga pinjaman modal kerja Total Biaya Tetap 2. Biaya Variabel Biaya bahan baku
Biaya Pengemasan samoa Total Biaya Variabel Biaya Total
1.468.800.000
1.468.800.000
1.468.800.000
1.468.800.000
1.468.800.000
21.953.083.183
21.953.083.183
21.953.083.183
21.953.083.183
21.953.083.183
24.787.760.415
24.678.305.833
24.678.305.833
24.678.305.833
24.678.305.833
121
lampiran 10. Laporan laba rugi Komponen
Tahun 1
Tahun 2
Tahun 3
Tahun 4
Tahun 5
Tahun 6
Tahun 7
Tahun 8
Tahun 9
Tahun 10
23.265.792.000
26.174.016.000
29.082.240.000
29.082.240.000
29.082.240.000
29.082.240.000
29.082.240.000
29.082.240.000
29.082.240.000
29.082.240.000
354.670.400
399.004.200
443.338.000
443.338.000
443.338.000
443.338.000
443.338.000
443.338.000
443.338.000
443.338.000
Penjualan Kulit samoa Pupuk Washing ball
16.320.000.00
18.360.000.00
20.400.000.00
20.400.000.00
20.400.000.00
20.400.000.00
20.400.000.00
20.400.000.00
20.400.000.00
20.400.000.00
23.636.782.400
26.591.380.200
29.545.978.000
29.545.978.000
29.545.978.000
29.545.978.000
29.545.978.000
29.545.978.000
29.545.978.000
29.545.978.000
17.562.466.547
19.757.774.865
21.953.083.183
21.953.083.183
21.953.083.183
21.953.083.183
21.953.083.183
21.953.083.183
21.953.083.183
21.953.083.183
3.466.430.795
3.328.815.995
3.191.201.194
3.053.586.394
2.944.131.812
2.834.677.231
2.725.222.650
2.725.222.650
2.725.222.650
2.725.222.650
21.028.897.342
23.086.590.860
25.144.284.378
25.006.669.577
24.897.214.996
24.787.760.415
24.678.305.833
24.678.305.833
24.678.305.833
24.678.305.833
2.607.885.058
3.504.789.340
4.401.693.622
4.539.308.423
4.648.763.004
4.758.217.585
4.867.672.167
4.867.672.167
4.867.672.167
4.867.672.167
Pajak (25%)
651.971.265
876.197.335
1.100.423.406
1.134.827.106
1.162.190.751
1.189.554.396
1.216.918.042
1.216.918.042
1.216.918.042
1.216.918.042
Laba bersih
1.955.913.794
2.628.592.005
3.301.270.217
3.404.481.317
3.486.572.253
3.568.663.189
3.650.754.125
3.650.754.125
3.650.754.125
3.650.754.125
Total penjualan Pengeluaran Biaya variabel Biaya Tetap Total pengeluaran Laba kotor
122
Lampiran 11. Laporan cash flow Komponen
Tahun 0
Tahun 1
Tahun 2
Tahun 3
Tahun 4
Tahun 5
1.955.913.794
2.628.592.005
3.301.270.217
3.404.481.317
3.486.572.253
485.347.700
485.347.700
485.347.700
485.347.700
485.347.700
Penerimaan Bersih Laba bersih Depresiasi Nilai sisa
74.569.000
Modal pinjaman
5.472.729.062
Modal sendiri
2.946.854.110
Subtotal
8.419.583.172
2.441.261.494
3.113.939.705
3.786.617.917
3.889.829.017
4.046.488.953
912.121.510
912.121.510
912.121.510
912.121.510
Pengeluaran Bersih Investasi + bunga sebelum pembangunan
8.419.583.172
Modal kerja
1.083.085.356
Angsuran modal investasi tetap
912.121.510
Angsuran modal kerja
234.668.494
234.668.494
234.668.494
8.419.583.172
2.229.875.360
1.146.790.004
1.146.790.004
912.121.510
912.121.510
Arus Kas Bersih
-
211.386.133
1.967.149.701
2.639.827.913
2.977.707.507
3.134.367.443
Kas Awal Tahun
-
-
211.386.133
2.178.535.835
4.818.363.747
7.796.071.254
Subtotal
123
Lampiran 11. Laporan cash flow (lanjutan) Komponen
Tahun 6
Tahun 7
Tahun 8
Tahun 9
Tahun 10
3.568.663.189
3.650.754.125
3.650.754.125
3.650.754.125
3.650.754.125
485.347.700
485.347.700
485.347.700
485.347.700
485.347.700
Penerimaan Bersih Laba bersih Depresiasi Nilai sisa
2.044.844.000
Modal pinjaman Modal sendiri Subtotal
4.054.010.889
4.136.101.825
4.136.101.825
4.136.101.825
6.180.945.825
Pengeluaran Bersih Investasi + bunga sebelum pembangunan
354.090.000
Modal kerja Angsuran modal investasi tetap
912.121.510
Angsuran modal kerja Subtotal
1.266.211.510
Arus Kas Bersih
2.787.799.379
4.136.101.825
4.136.101.825
4.136.101.825
6.180.945.825
Kas Awal Tahun
10.930.438.697
13.718.238.076
17.854.339.901
21.990.441.726
26.126.543.550
124
Lampiran 12. Perhitungan neraca massa minyak biji karet Perhitungan neraca massa minyak biji karet: Massa biji karet = 250 kg (wet base) Massa air bahan= 24,4/100 x 250 = 61 kg air Massa bahan kering = 250-61= 189 kg proses penjemuran: KA penjemuran = 9,06% Massa air penjemuran = (9,06/90,94) x 189 = 18,83 kg air Massa biji karet setelah penjemuran = 189 + 18,83 = 207,8 Massa air yang diuapkan = 250- 207,8 = 42,2 kg Proses pengeringan dalam oven: KA pengeringan dalam oven = 5,86% Massa air pengeringan dalam oven = (5,86/94,14) x 189 = 11,76 Massa biji karet setelah di oven = 189 + 11,76 = 200,76 kg Massa air yang diuapkan = 207,8-200,76 = 7,04 kg Proses pengecilan ukuran: Pada proses ini, loss biji karet sedikit sehingga dianggap tidak signifikan. Proses pengepresan: Rendemen minyak dengan menggunakan pengepres berulir ±15% Minyak biji karet yang dihasilkan = 15/100* 200,76 = 30,11 kg Massa bungkil biji karet = 200,76-30,11 = 170,65 kg
125
Lampiran 13. Contoh perhitungan neraca massa penyamakan kulit samoa. skala lab menggunakan 10 sampel kulit pikel Massa kulit pikel : 1. 893 gram 2. 1.359 gram 3. 902 gram 4. 858 gram 5. 897 gram 6. 941 gram 7. 885 gram 8. 812 gram 9. 735 gram 10. 807 gram Total massa kulit pikel = 9.179 gram Rata-rata massa kulit pikel = 917, 9 gram Massa kulit setelah pencucian : 1. 1.324 gram 2. 1.263 gram 3. 1.297 gram 4. 1.251 gram 5. 1.204 gram 6. 1.295 gram 7. 1.142 gram 8. 1.158 gram 9. 1.053 gram 10. 1.973 gram Total massa kulit pikel setelah proses pencucian = 12.960 gram Rata-rata massa kulit pikel setelah proses pencucian = 1.296 gram Scale up Massa 1700 lembar kulit pikel = 1.560 kg Kulit pikel 1.560 kg NaCl 10% = 156 kg Air 200% = 3.120 kg
Pencucian 1
air = 2.633 kg
Kulit pikel = 2.203 kg Massa NaCl yang ditambahkan = 10/100 x 1.560 = 156 kg Massa air yang ditambahkan = 200/100 x 1.560 = 3.120 kg %tase penambahan massa kulit pikel setelah pencucian = Massa kulit pikel industri kulit samoa = (41, 19% x 1.560) + 1.560 = 2.203 kg Massa air bekas cucian = (1.560+156+3.120) – 2.203 = 2.633 kg
126