PENENTUAN KONSENTRASI BAHAN PENYAMAK ALDEHIDA DAN MINYAK BIJI KARET UNTUK PENYAMAKAN KULIT SAMOA PADA SKALA PILOT PLANT
SKRIPSI
MUHAMMAD JAYANINGRAT SETYO PRAYOGA F34070131
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013
MUHAMMAD JAYANINGRAT SETYO PRAYOGA. F34070131. Penentuan konsentrasi bahan penyamak aldehida dan minyak biji karet untuk penyamakan kulit samoa pada skala pilot plant. Dibawah bimbingan Ono Suparno. 2013
RINGKASAN Penelitian tentang penyamakan kulit samoa menggunakan minyak biji karet pada skala laboratorium telah mencapai hasil yang optimum. Oleh karena itu, penelitian selanjutnya diarahkan menuju skala pilot plant sebelum memasuki produksi secara massal untuk komersialisasi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh konsentrasi glutaraldehida (3% dan 5%) dan minyak biji karet (20% dan 30%) serta menentukan kombinasi perlakuan terbaik. Penelitian ini menunjukkan bahwa konsentrasi minyak biji karet berpengaruh nyata terhadap kadar minyak dan kuat tarik kulit samoa. Konsentrasi glutaraldehida memiliki pengaruh yang nyata terhadap kuat sobek dan kuat tarik kulit samoa. Interaksi kedua faktor berpengaruh nyata terhadap kuat tarik. Kombinasi perlakuan konsentrasi minyak biji karet 20% dan konsentrasi glutaraldehida 3% memberikan hasil terbaik. Sifat fisik kulit samoa yang dihasilkan adalah kuat tarik 30,1 N/mm2, perpanjangan putus 112,6%, kuat sobek 81,57 N/mm, daya serap air 2 jam 345%, daya serap air 24 jam 409,9%. Sifat kimianya adalah kadar minyak 5,9%, kadar abu 1,2%, dan pH 6,7. Nilai sifat organoleptiknya adalah kehalusan 8 (baik), warna 8-9 (sangat baik), dan bau 8-9 (sangat baik). Hasil terbaik penelitian ini juga tidak jauh berbeda atau dapat dikatakan sama baiknya dengan hasil penelitian optimum skala laboratorium. Dengan demikian, secara teknologi proses produksi kulit samoa dari minyak biji karet siap untuk diproduksi pada skala lebih besar untuk tujuan komersialisasi dengan mempertimbangkan nilai ekonomi. Kata kunci: kulit samoa, minyak biji karet, glutaraldehida, laboratorium, pilot plant
DETERMINATION OF CONCENTRATIONS OF ALDEHYDE TANNAGE AND RUBBER SEED OIL FOR CHAMOIS TANNING IN THE PILOT PLANT SCALE Muhammad Jayaningrat Setyo Prayoga and Ono Suparno Department of Agroindustrial Technology, Faculty of Agricultural Engineering and Technology, Bogor Agricultural University (IPB) Darmaga Campus, PO Box 220, Bogor, West Java, Indonesia. Phone: +62 857 90331813, e-mail:
[email protected]
ABSTRACT Research on chamois tanning using rubber seed oil on a laboratory scale has achieved optimum results. Therefore,further research is directed toward the pilot plant scale before entering mass production for the commercialization. This study aimed to determine the effects of glutaraldehyde concentrations (3% and 5%) and rubber seed oil concentrations (20% and 30%) and also to determine the best combination of treatments. This study shows that the concentration of rubber seed oil significantly affected oil content and tensile strength. The concentration of glutaraldehyde had a significant effect on tear strength and tensile strength. Interaction of these two factors significantly affected the tensile strength of chamois leather. Combination treatment of rubber seed oil concentration of 20% and 3% glutaraldehyde concentration gave the best results. The physical properties were tensile strength of 30.1 N/mm2, elongation of 112.6%, tear strength of 81.57 N/mm, 2 hours water absorption of 345%, 24-hour water absorption of 409.9%. The chemical properties were oil content of 5.9%, ash content of 1.2%, and pH of 6.7. The organoleptic properties were softness 8 (good), colours 8-9 (very good), and odour 8-9 (very good). This best result was similar with or may be as good as the best result on laboratory scale. Therefore, chamois leather production process technology of rubber seed oil is ready to be produced on a larger scale for the purpose of commercialization by considering economic value. Keyword: chamois leather, rubber seed oil, glutaraldehyde, laboratory, pilot plant
PENENTUAN KONSENTRASI BAHAN PENYAMAK ALDEHIDA DAN MINYAK BIJI KARET UNTUK PENYAMAKAN KULIT SAMOA PADA SKALA PILOT PLANT
SKRIPSI Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN pada Departemen Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor
Oleh MUHAMMAD JAYANINGRAT SETYO PRAYOGA F34070131
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013
Judul Skripsi
: Penentuan Konsentrasi Bahan Penyamak Aldehida dan Minyak Biji Karet untuk Penyamakan Kulit Samoa pada Skala Pilot Plant
Nama
: Muhammad Jayaningrat Setyo Prayoga
NIM
: F34070131
Menyetujui,
Pembimbing,
( Dr. Ono Suparno, S.TP., M.T. ) NIP. 19721203 199702 1 001
Mengetahui : Ketua Departemen,
( Prof. Dr. Ir. Nastiti Siswi Indrasti ) NIP. 19621009 198903 2 001
Tanggal Lulus :
April 2013
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI
Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa skripsi dengan judul Penentuan Konsentrasi Bahan Penyamak Aldehida dan Minyak Biji Karet untuk Penyamakan Kulit Samoa pada Skala Pilot Plant adalah hasil karya saya sendiri dengan arahan dosen pembimbing akademik, dan belum diajukan dalam bentuk apapun pada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Bogor, April 2013 Yang membuat pernyataan
Muhammad Jayaningrat Setyo Prayoga F34070131
BIODATA PENULIS
Muhammad Jayaningrat Setyo Prayoga. Lahir di Blitar, dari ayah Setyono Soemardjo S.Pd. dan ibu Lilik Yuliatiningsih, sebagai putra keempat dari empat bersaudara. Penulis menamatkan SMA dari SMAN 1 Blitar dan pada tahun 2007 diterima di IPB melalui jalur Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB). Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif dalam berbagai kegiatan termasuk menjadi asisten praktikum mata kuliah Penerapan Komputer pada tahun akademik 2009/2010 dan mata kuliah Teknologi Serat, Karet, Gum, dan Resin pada tahun akademik 2011/2012. Selain menjadi asisten praktikum, penulis juga aktif dalam kegiatan kemahasiswaan dan kepanitiaan kegiatan mahasiswa. Organisasi yang pernah diikuti antara lain Komunitas Pengabdian dan Pemberdayaan Masyarakat (KPPM) sebagai Bendahara dan Himpunan Mahasiswa Teknologi Industri IPB (Himalogin IPB) sebagai Ketua Departemen Pengabdian Masyarakat. Penulis menerima beasiswa beasiswa PPA (Peningkatan Prestasi Akademik) sejak tahun 2008 hingga 2011. Pada tahun 2010 penulis melaksanakan Praktik Lapangan di PT. Condong Garut dengan judul “Mempelajari Aspek Proses Produksi Crude Palm Oil di PT. Condong Garut”. Selanjutnya penulis melakukan penelitian di Laboratorium Penyamakan Kulit, Laboratorium Pengawasan Mutu, Laboratotium Teknik Kimia, dan Laboratorium Dasar Ilmu Terapan Departemen Teknologi Industri Pertanian IPB dengan topik “Penentuan Konsentrasi Bahan Penyamak Aldehida dan Minyak Biji Karet untuk Penyamakan Kulit Samoa pada Skala Pilot Plant” di bawah bimbingan Dr. Ono Suparno, S.TP., M.T..
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur dipanjatkan ke hadapan Allah SWT atas karunia-Nya sehingga skripsi ini berhasil diselesaikan. Penelitian dengan judul “Penentuan Konsentrasi Bahan Penyamak Aldehida dan Minyak Biji Karet untuk Penyamakan Kulit Samoa pada Skala Pilot Plant” dilaksanakan di Laboratorium Penyamakan Kulit, Laboratorium Pengawasan Mutu, Laboratotium Teknik Kimia, dan Laboratorium Dasar Ilmu Terapan Departemen Teknologi Industri Pertanian IPB, dan Balai Besar Penelitian Hasil Hutan Bogor dari bulan Februari sampai dengan Oktober 2012. Dengan telah selesainya penelitian hingga tersusunnya skripsi ini, penulis ingin menyampaikan penghargaan dan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada : 1. 2. 3. 4.
5.
Dr. Ono Suparno, S.TP., M.T. sebagai dosen pembimbing yang telah membimbing, memberikan kritik, saran, dan motivasi dalam penyusunan skripsi. Dr. Ir. Muslich, M.Si. dan Prof. Dr. Ir. Erliza Noor sebagai dosen penguji pada ujian skripsi yang telah berkenan memberikan kritik, saran, dan pemahaman. Kedua orang tua dan seluruh keluarga yang telah memberikan doa, kasih sayang, dan dukungan kepada penulis. Egnawati Sari, Sri Mulyasih, Rini Purnawati, Sugiardi, dan Gunawan selaku laboran di Laboratorium Departemen Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor, yang telah memberikan bantuan, kritik, dan saran selama penelitian. Teman-teman seperjuangan TIN 44, TIN 45, Kawah Kelud atas semangat dan kebersamaan kita selama ini.
Akhirnya penulis berharap semoga tulisan ini bermanfaat dan memberikan kontribusi yang nyata terhadap perkembangan ilmu pengetahuan di bidang Teknologi Industri Pertanian Indonesia.
Bogor,
April 2013
Muhammad Jayaningrat Setyo Prayoga
DAFTAR ISI
Halaman KATA PENGANTAR ................................................................................................................... i DAFTAR ISI ................................................................................................................................ ii DAFTAR TABEL ........................................................................................................................ iv DAFTAR GAMBAR .................................................................................................................... v DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................................................. vi I . PENDAHULUAN ....................................................................................................................... 1 1.1. Latar Belakang ........................................................................................................... 1 1.2. Tujuan ........................................................................................................................ 2 II. TINJAUAN PUSTAKA .............................................................................................................. 3 2.1. Minyak Biji Karet ...................................................................................................... 3 2.2. Penyamakan ............................................................................................................... 3 2.3. Penyamakan Aldehida ................................................................................................ 4 2.4. Penyamakan Minyak .................................................................................................. 6 2.5. Kulit Samak Minyak .................................................................................................. 7 III. METODE PENELITIAN ............................................................................................................ 8 3.1 Bahan dan Alat ............................................................................................................ 8 3.2 Waktu dan Tempat Penelitian ..................................................................................... 8 3.3 Tatalaksana Penelitian ................................................................................................. 8 3.4 Metode Penelitian ........................................................................................................ 8 3.4.1 Penelitian Pendahuluan ...................................................................................... 8 3.4.2 Penelitian Utama ................................................................................................ 8 3.4.2.1 Penyamakan Aldehida ............................................................................ 8 3.4.2.2 Penyamakan Minyak .............................................................................. 10 3.4.2.3 Analisis Karakteristik Kulit Samoa ........................................................ 12 3.4.2.4 Rancangan Percobaan dan Analisis Data ............................................... 12 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN .................................................................................................... 13 4.1 Penelitian Pendahuluan ............................................................................................... 13 4.2 Penelitian Utama ......................................................................................................... 13 4.2.1 Sifat-sifat Kimia .............................................................................................. 13 4.2.1.1 Kadar Abu ............................................................................................ 13 4.2.1.2 pH ......................................................................................................... 14 4.2.1.3 Kadar Minyak ....................................................................................... 14 4.2.2 Sifat-sifat Fisik ................................................................................................ 15 4.2.2.1 Suhu Kerut (Ts) ..................................................................................... 15 4.2.2.2 Kuat Sobek ........................................................................................... 16 4.2.2.3 Kuat Tarik ............................................................................................. 19 4.2.2.4 Perpanjangan Putus ............................................................................... 23 4.2.2.5 Daya Serap Air ..................................................................................... 24 4.2.2.6 Ketebalan .............................................................................................. 24
ii
Halaman 4.2.3 Sifat-sifat Organoleptik ................................................................................... 24 4.2.4 Penentuan Perlakuan Terbaik dan Perbandingan Mutu dengan Hasil Terbaik Skala Laboratorium .......................................................................................... 25 V. SIMPULAN DAN SARAN ......................................................................................................... 27 5.1 Simpulan .................................................................................................................... 27 5.2 Saran ........................................................................................................................... 27 DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................................... 28 LAMPIRAN ................................................................................................................................. 30
iii
DAFTAR TABEL
Halaman Tabel 1. Sifat Fisiko-Kimia Minyak Biji Karet dan Minyak Ikan .................................................... 3 Tabel 2. Komposisi Asam-asam Lemak di dalam Minyak Biji Karet .............................................. 3 Tabel 3. Volume Kerja Maksimum dan Kebutuhan Tenaga Beberapa Ukuran Drum ..................... 4 Tabel 4. Daftar Ukuran, Isi, Kapasistas, HP dan RPM dari Drum Penyamakan Kulit ...................... 4 Tabel 5. Persyaratan Mutu Kulit Samoa (SNI 06-1752-1990) ......................................................... 7 Tabel 6. Proses Penyamakan Aldehida ............................................................................................. 9 Tabel 7. Proses Penyamakan Minyak................................................................................................ 11 Tabel 8. Sifat fisiko-kimia minyak biji karet..................................................................................... 13 Tabel 9. Sifat-sifat organoleptik kulit samoa .................................................................................... 25 Tabel 10. Perbandingan mutu kulit samoa hasil terbaik skala pilot plant dengan skala laboratorium ................................................................................................. 26
iv
DAFTAR GAMBAR
Halaman Gambar 1. Gambar 2. Gambar 3. Gambar 4. Gambar 5.
Polimerisasi glutaraldehida ............................................................................................. 5 Reaksi antara glutaraldehida dan protein ......................................................................... 6 Hubungan antara konsentrasi minyak biji karet terhadap kadar minyak kulit samoa ...... 14 Perbandingan suhu kerut kulit pikel, kulit samak aldehida, dan kulit samoa .................. 15 Hubungan antara konsentrasi minyak biji karet, konsentrasi glutaraldehida terhadap suhu kerut (Ts) kulit samoa .............................................................................. 16 Gambar 6. Hubungan antara arah serat dan posisi pengambilan sampel kuat sobek ........................ 16 Gambar 7. Hubungan antara konsentrasi glutaraldehida terhadap kuat sobek tegak lurus kulit samoa .............................................................................................................................. 17 Gambar 8. Hubungan antara konsentrasi glutaraldehida terhadap kuat sobek rata-rata kulit samoa .............................................................................................................................. 18 Gambar 9. Hubungan antara konsentrasi minyak biji karet, konsentrasi glutaraldehida terhadap kuat tarik sejajar kulit samoa ........................................................................... 20 Gambar 10. Hubungan antara konsentrasi minyak biji karet, konsentrasi glutaraldehida terhadap kuat tarik tegak lurus kulit samoa ..................................................................... 21 Gambar 11. Hubungan antara konsentrasi minyak biji karet, konsentrasi glutaraldehida terhadap kuat tarik rata-rata kulit samoa ......................................................................... 22
v
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman Lampiran 1. Lampiran 2. Lampiran 3. Lampiran 4. Lampiran 5. Lampiran 6. Lampiran 7. Lampiran 8. Lampiran 9. Lampiran 10. Lampiran 11. Lampiran 12. Lampiran 13. Lampiran 14. Lampiran 15. Lampiran 16. Lampiran 17. Lampiran 18. Lampiran 19. Lampiran 20. Lampiran 21.
Prosedur Analisis dan Uji Minyak Biji Karet .............................................................. 31 Prosedur Analisis dan Uji Sifat Fisik Kulit .................................................................. 33 Prosedur Analisis dan Uji Sifat Kimia dan Organoleptik Kulit ................................... 37 Hasil Pengukuran Ketebalan Kulit .............................................................................. 38 Hasil Pengukuran dan Analisis Kadar Abu.................................................................. 39 Hasil Pengukuran dan Analisis pH .............................................................................. 40 Hasil Pengukuran dan Analisis Kadar Minyak ........................................................... 41 Hasil Pengukuran dan Analisis Suhu Kerut ................................................................. 42 Hasil Pengukuran dan Analisis Kuat Sobek Sejajar .................................................... 43 Hasil Pengukuran dan Analisis Kuat Sobek Tegak Lurus ........................................... 44 Hasil Pengukuran dan Analisis Kuat Sobek Rata-rata ................................................ 45 Hasil Pengukuran dan Analisis Kuat Tarik Sejajar ...................................................... 46 Hasil Pengukuran dan Analisis Kuat Tarik Tegak Lurus ............................................. 47 Hasil Pengukuran dan Analisis Kuat Tarik Rata-rata .................................................. 48 Hasil Pengukuran dan Analisis Perpanjangan Putus Sejajar ........................................ 49 Hasil Pengukuran dan Analisis Perpanjangan Putus Tegak Lurus............................... 50 Hasil Pengukuran dan Analisis Perpanjangan Putus Rata-rata .................................... 51 Hasil Pengukuran dan Analisis Daya Serap Air 2 Jam ................................................ 52 Hasil Pengukuran dan Analisis Daya Serap Air 24 Jam .............................................. 53 Hasil Pengukuran Sifat Organoleptik .......................................................................... 54 Foto-foto Peralatan yang Digunakan ........................................................................... 55
vi
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kulit merupakan salah satu komoditas pertanian yang memiliki nilai jual yang tinggi ketika telah diolah. Kulit samoa atau kulit samak minyak merupakan salah satu produk penyamakan dengan menggunakan minyak sebagai bahan penyamak. Kulit samoa sangat popular di dunia perdagangan dan permintaannya terus meningkat (Khrishnan et al. 2005). Penggunaaan kulit samoa sangat beragam dan luas. Kulit samoa memiliki penggunaan khusus, misalnya dalam penyaringan bensin bermutu tinggi, pembersihan dan pengeringan alat-alat optik (kaca mata, kaca jendela, dan kendaraan bermotor), serta dalam produksi garmen dan orthopaedic leather (Suparno et al. 2009). Kulit samoa diproduksi dari kulit domba maupun kambing yang telah mengalami proses prapenyamakan. Proses produksi kulit samoa menggunakan dua bahan penyamak utama yaitu glutaraldehida dan minyak. Penyamakan menggunakan glutaraldehida menghasilkan kulit samak yang tahan terhadap suhu tinggi, halus, kuat, dan tahan cuci. Kombinasi dengan penyamakan minyak menghasilkan kulit yang lebih halus dan berdaya serap air yang tinggi. Mutu kulit samoa yang baik dapat dilihat dari tingginya daya serap air, kehalusan, dan kekuatannya. Pada umumnya, penyamakan minyak kulit samoa menggunakan minyak hati ikan cod sebagai bahan penyamak. Penyamakan minyak dengan menggunakan minyak hati ikan cod memiliki kekurangan, yaitu bau minyak ikan yang masih dijumpai pada kulit samoa yang menimbulkan masalah estetika. Salah satu upaya untuk mengatasi masalah bau ini adalah dengan mensubstitusi minyak hati ikan cod dengan minyak nabati, seperti minyak biji karet. Suparno et al. (2008) melakukan penelitian pada skala laboratorium tentang penggunaan minyak biji karet sebagai bahan penyamak kulit samoa. Penelitian tersebut menghasilkan kulit samoa yang bermutu baik, dan tidak kalah dengan kulit samoa dari minyak hati ikan cod, serta telah memenuhi standar SNI. Penelitian tentang penyamakan kulit samoa menggunakan minyak biji karet pada skala laboratorium terus dikembangkan. Penelitian terakhir dilakukan oleh Febianti (2011). Pada penelitian tersebut teknologi proses pembuatan kulit samoa sudah baik karena telah menggunakan oksidator berupa natrium hipoklorit untuk mempercepat proses oksidasi menjadi hanya 3 hari yang sebelumnya bisa mencapai 9 hari. Selain itu, dengan penggunaan glutaraldehida sebesar 3% dan minyak biji karet sebesar 30% kulit samoa yang dihasilkan juga bermutu baik dan telah memenuhi standar SNI. Oleh karena itu, penelitian selanjutnya diarahkan menuju skala pilot plant dalam upaya untuk mendapatkan perlakuan terbaik pada skala yang lebih besar sebelum memasuki produksi massal untuk komersialisasi. Tahap pilot plant merupakan tahap pertengahan penelitian atau pembuatan produk sebelum masuk ke dalam produksi lebih besar. Tahap pilot plant ini merupakan jembatan yang dapat membantu produksi skala besar karena skala produksi besar terlalu sulit dilakukan apabila mendesain proses mulai dari skala laboratorium. Tahap pilot plant dapat mengevaluasi hasil dari laboratorium dalam pembuatan produk, mengkoreksi dan mengembangkan proses. Selain itu, tahap pilot plant juga dapat menyediakan informasi yang digunakan untuk mengambil keputusan dalam pengembangan proses skala besar (Harper 2007). Peningkatan skala merupakan salah satu target penelitian yang mempunyai arah industri, disamping itu juga merupakan kunci penghubung antara laboratorium dan industri. Peningkatan skala dilalui dengan tiga tahap, yaitu : (1) skala laboratorium, (2) skala pilot plant, (3) skala industri. Skala pilot plant merupakan skala untuk mendapatkan operasi optimal dan kontrol yang tepat sebelum menuju ke produksi secara komersial atau industrialisasi (Valentas et al. 1991).
1
Konsentrasi glutaraldehida dan minyak biji karet perlu diverifikasi karena merupakan bahan penyamak utama yang menentukan mutu kulit samoa. Selain itu, dengan konsentrasi bahan penyamak utama yang tepat diharapkan dapat menghasilkan mutu kulit samoa yang terbaik, sekaligus untuk mengefisienkan biaya produksi. Faktor-faktor lain seperti jenis oksidator, jumlah air pelarut oksidator, dan waktu oksidasi tidak diverifikasi dalam penelitian ini karena tidak berhubungan langsung dengan mutu kulit samoa. Penggunaan oksidator lebih ditujukan untuk mempercepat proses produksi. Selain itu, penelitian pada skala laboratorium sudah terbukti bahwa penggunaan oksidator berupa natrium hipoklorit sebesar 2 % dan jumlah air pelarut sebesar 70% mampu mempercepat proses oksidasi menjadi 3 hari, dan menghasilkan mutu kulit samoa yang baik sesuai standar SNI.
1.2 Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah : 1. Mengetahui pengaruh konsentrasi glutaraldehida dan minyak biji karet terhadap mutu kulit samoa yang dihasilkan pada skala pilot plant. 2. Menentukan kombinasi konsentrasi glutaraldehida dan minyak biji karet yang terbaik dalam penyamakan kulit samoa pada skala pilot plant dan membandingkan mutunya dengan kulit samoa hasil kombinasi perlakuan terbaik pada skala laboratorium. 3. Mengetahui sifat-sifat kulit samoa yang dihasilkan.
2
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Minyak Biji Karet Minyak biji karet merupakan salah satu jenis minyak mengering (drying oil), yaitu minyak yang mempunyai sifat dapat mengering jika terkena oksidasi dan akan berubah menjadi lapisan tebal, bersifat kental dan membentuk sejenis selaput jika dibiarkan di udara terbuka. Penggolongan minyak biji karet ke dalam kelompok minyak mengering berdasarkan bilangan iod yang dimiliki yaitu lebih dari 130 gram I/100 gram minyak (Ketaren 1986). Kandungan minyak dalam daging biji karet atau inti biji karet 45-50 persen dengan komposisi 17-22 persen asam lemak jenuh yang terdiri atas asam palmitat, stearat, arakhidat, serta asam lemak tidak jenuh sebesar 77-82 persen yang terdiri atas asam oleat, linoleat, dan linolenat (Hardjosuwito dan Hoesnan 1976). Minyak biji karet sangat potensial sebagai bahan penyamak untuk memproduksi kulit samak minyak. Hal ini disebabkan karena tingginya bilangan iod yang dimiliki minyak biji karet, yaitu >120 g/110 g minyak. Bilangan iod merupakan parameter utama dari minyak untuk penyamakan kulit (Suparno 2006). Perbandingan sifat fisiko minyak biji karet dengan minyak ikan dapat dilihat pada Tabel 1, sedangkan komposisi asam lemak penyusun minyak biji karet dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 1. Sifat Fisiko Minyak Biji Karet dan Minyak Ikan No 1. 2. 3. 4.
Sifat Fisiko Kimia Warna (PtCo) Densitas (g/cm3) Bilangan iod (g I/100 g minyak) Bilangan asam (mg KOH/g minyak) 5. Kadar asam lemak bebas (%) 6. Bilangan peroksida (meq/kg) 7. Bilangan penyabunan (mg KOH/g minyak) Sumber : Suparno et al. (2009a)
Minyak Biji Karet 4076 0.92 146 2.08
Minyak Ikan 6106 0.92 148 0.19
1 31.33 185
0.095 13.97 168
Tabel 2. Komposisi asam-asam lemak di dalam minyak biji karet Komponen Persentase Asam Palmitat 10.2 Asam Stearat 8.7 Asam Oleat 24.6 Asam Linoleat 39.6 Asam Linolenat 16.3 Sumber : Ramadhas et al. (2005)
2.2 Penyamakan Penyamakan adalah suatu rangkaian pengerjaan terhadap kulit mentah dengan zat penyamak, sehingga kulit yang semula labil terhadap pengaruh kimia dan biologis menjadi stabil pada tingkat
3
tertentu (Judoamidjojo 1974). Menurut Suparno et al. (2005), penyamakan merupakan proses memodifikasi struktur kolagen, komponen utama kulit dengan mereaksikannya dengan berbagai bahan kimia (tanin atau bahan penyamak) yang pada umumnya meningkatkan stabilitas hidrotermal kulit tersebut dan kulit tersebut menjadi tahan terhadap mikroorganisme. Ketika hewan hidup, kulitnya sangat lembut, fleksibel, dan sangat kuat. Kulit tersebut memiliki kemampuan untuk terjadinya penguapan air keluar kulit, sebaliknya air tidak dapat masuk ke dalamnya. Ketika hewan mati, maka kulitnya akan kehilangan karakteristik tersebut. Ketika basah, kulit hewan akan busuk, sebaliknya ketika kering kulit tersebut akan mengeras dan rapuh. Tujuan dari proses penyamakan adalah untuk mempertahankan karakteristik alami kulit, mempertahankan kestabilan dan juga mencegah terjadinya pembusukan (Mann dan McMillan 2000). Bahan penyamak yang ada di pasaran dan digunakan untuk menyamak asalnya beragam, yakni yang berasal dari tumbuhan, mineral (aluminium, khromium, dan zirkonium), minyak, dan ada yang dibuat oleh pabrik (Syntan). Bahan penyamak ini bila bereaksi dengan serat kulit akan menghasilkan kulit yang beragam sifat fisik dan kimianya (Purnomo 1992). Selama proses penyamakan alat yang paling sering digunakan adalah drum putar. Drum berfungsi sebagai media pencucian, pencampuran bahan, dan juga media mereaksikan bahan kimia dengan kulit yang akan disamak. Drum memiliki banyak ukuran. Setiap ukuran membutuhkan jumlah tenaga masing-masing (Sucipto 1989). Ukuran, volume kerja maksimum dan tenaga yang dibutuhkan setiap drum, serta kecepatan putar yang dibutuhkan dapat dilihat pada Tabel 3 dan Tabel 4. Tabel 3. Volume kerja maksimum dan kebutuhan tenaga beberapa ukuran drum (Sarkar 1995) Diameter (m) 0.7 1 1 1.13 1.2
Panjang (m) 0.35 0.5 0.6 0.5 0.5
Volume kerja maksimum (m3) 0.067 0.196 0.235 0.247 0.282
Horse Power (HP) 0.5 1 1 1.5 1.5
Tabel 4. Daftar ukuran, isi, kapasistas, Horse Power (HP) dan Rotation per Minute (RPM) dari drum penyamakan kulit (Sucipto 1989) Diameter x Lebar (m)
2x2 2.5 x 1.7 2.5 x 2 2.7 x 2 3 x 1.7
Isi (Liter)
4600 6200 7500 8700 9100
Perendaman & Pengapuran Kapasitas HP RPM (kg) 1200 5.5 5 1800 5.5 4 2100 5.5 4 2500 7.5 4 2600 7.5 3-6
Penyamakan Kapasitas (kg) 1000 1400 1600 1900 2000
HP
RPM
15 15 15 20 25
14 12 12 12 11
Peminyakan dan Pengecatan Dasar Kapasitas HP RPM (kg) 600 15 18 750 20 8-16 900 20 8-16 950 25 7-14 1000 25 7-14
2.3 Penyamakan Aldehida Dewasa ini, glutaraldehida (glutardialdehyde, CHO-CH2-CH2-CH2-CHO) menjadi populer sebagai bahan penyamak, baik sendiri maupun dikombinasikan dengan bahan penyamak lain. Sama
4
seperti formaldehida, glutaraldehida membentuk ikatan kovalen dengan group amino dari molekul kolagen dan di bawah kondisi alkali group-group aldehida berpolimerisasi untuk membentuk ikatan dengan protein kulit. Penyamakan glutaraldehida menghasilkan mutu kulit samak yang baik dan berisi. Penyamakan glutaraldehida dapat digunakan pada berbagai macam penyamakan kombinasi yang dibutuhkan oleh berbagai pabrik penyamakan kulit yang membutuhkan kualitas kulit yang lebih tahan terhadap alkali, dan pencucian (Sarkar 1995). Sebagai akibat dari peningkatan permintaan untuk kulit yang lembut, glutaraldehida menguntungkan jika digunakan dalam penyamakan atau penyamakan ulang. Kulit hasil penyamakan glutaraldehida memiliki warna kekuningan dan suhu kerut berkisar antara 80-85o C. Penyamakan glutaraldehida sebagian besar digunakan untuk membuat berbagai macam tipe kulit halus dan lembut seperti sarung tangan, pakaian, nappa upper dan suede, upholstory atau bahkan kulit lembut hasil penyamakan nabati (Sarkar 1995). Seperti formaldehida, kulit yang disamak dengan glutaraldehida adalah tahan cuci dan hidrofilik. Suhu kerutnya mirip. Namun, warnanya berbeda, glutaraldehida menghasilkan warna kuning. Turunan glutaraldehida telah ditawarkan ke industri, yakni Relugan GT, turunan tambahan bisulfit. Bahan tersebut menghasilkan kulit samak lebih pucat, tetapi tetap menghasilkan warna kuning. Produk lainnya adalah Relugan GT50, yang merupakan larutan 50 persen dari glutaraldehida yang digunakan sebagai pretanning, selftanning, dan retanning agents untuk seluruh jenis kulit samak (Suparno 2009). Menurut Damink et al. (1995), dalam suatu skema komplek reaksi, glutaraldehida membentuk basa Schiff dengan protein dan distabilisasi oleh molekul-molekul glutaraldehida lain. Tidak ada bukti bahwa crosslink terbentuk. Tiga molekul glutaraldehida difiksasi per grup amino lisyne, tidak ada bukti untuk sebuah matriks terpolimerisasi. Basa Schiff terbentuk karena adanya hubungan antara ikatan antara gugus aldehida dan gugus amino. Basa Schiff yang dihasilkan dari proses ikatan antara kedua gugus tersebut yang menghasilkan aldehida sedikitnya satu atom hidrogen terikat pada karbon dalam gugus karbonil. Gugus fungsi dalam senyawa ini adalah gugus karbonil, C=O. Keberadaan atom hidrogen tersebut menjadikan aldehida sangat mudah teroksidasi. Atau dengan kata lain, aldehida adalah agen pereduksi yang kuat. Aldehida dapat dioksidasi dengan mudah menggunakan semua jenis agen pengoksidasi (Arsyad 2001). Menurut Pudjaatmaka (2002), basa Schiff merupakan senyawa yang dibentuk karena kondensasi amina dan aldehida. : RCHO + H2NC6N5 RCH=NC6H5 + H2O Glutaraldehida (OCH-(CH2)3-CHO) adalah dialdehida yang dapat digunakan sebagai bahan penyamak kulit. Karena penggunaan formaldehida dalam penyamakan kulit menurun, penggunaan glutaraldehida sebagai bahan pengganti meningkat. Gambar 1 menunjukkan struktur dialdehida alifatik tersebut dalam larutan. Struktur tersebut merupakan sebuah struktur penghubung antara dua molekul glutaraldehida yang bereaksi. Gambar 2 menunjukkan reaksi yang terjadi antara glutaraldehida dengan protein (Covington 2009).
Gambar 1. Polimerisasi glutaraldehida (Covington 2009)
5
Gambar 2. Reaksi antara glutaraldehida dan protein (Covington 2009)
2.4 Penyamakan Minyak Penyamakan minyak adalah metode penyamakan kulit menggunakan minyak, biasanya minyak ikan, untuk menghasilkan kulit samak minyak atau kulit samoa (chamois leather). Umumnya penyamakan minyak dilakukan dengan oksidasi in situ minyak tidak jenuh, misalnya minyak hati ikan cod. Penyamakan minyak merupakan salah satu contoh proses leathering, karena walaupun kulit samak minyak tahan serangan mikroorganisme, tetapi suhu pengerutannya (shrinkage temperature) tidak meningkat secara signifikan dibandingkan kulit tersebut sebelum disamak. Proses tersebut melibatkan pengisian kulit basah dengan minyak tak jenuh, kemudian polimerisasi minyak in situ dengan oksidasi (Suparno 2009). Dasar penyamakan minyak modern adalah mengoksidasi minyak ikan yang sudah diaplikasikan pada kulit setelah penghilangan kapur (delimed pelt) dengan bantuan oksigen atmosfir pada kondisi terkendali. Bahan penyamak trigliserida tak jenuh yang biasa digunakan adalah minyak cod dan minyak sardine. Asam-asam lemak tersebut memiliki sampai enam ikatan ganda dalam rantai alifatiknya yang memberikan efek penyamakan minyak pada kondisi penyamakan normal (Sharpouse 1995). Metode tradisional pembuatan kulit samoa adalah mengimpregnasi kulit domba split basah dengan minyak ikan dalam fulling stocks dan kemudian menggantungnya dalam stoves hangat untuk oksidasi minyak. Minyak yang teroksidasi tersebut memiliki kemampuan untuk menyamak kulit. Kedua proses tersebut dapat diulang sampai kulit tersamak dengan memadai. Kelebihan minyak dari kulit dihilangkan dengan pengepresan hidrolik dilanjutkan dengan pencucian akhir dalam air alkalin hangat. Kulit tersebut kemudian digantung untuk pengeringan dan kemudian dilanjutkan ke finishing (Sharpouse 1981). Minyak yang dibutuhkan dalam penyamakan tergantung dari jumlah bahan (kulit) yang akan disamak. Minyak tersebut akan melakukan cross link dengan protein yang ada di kulit untuk membentuk kulit samak (Suparno 2006). Penyamakan minyak berlangsung dalam dua fase, mula-mula minyak diambil oleh kulit secara mekanis, kemudian dilanjutkan dengan proses oksidasi. Dalam proses pengikatan yang penting adalah terdapatnya paling sedikit dua ikatan rangkap dalam molekul. Pada proses oksidasi, ikatan rangkap mengambil dua atom oksigen dan membentuk peroksida. Sebagian dari peroksida dapat bereaksi dengan gugus amino dari kolagen (Judoamidjojo 1981). Selama proses oksidasi, minyak akan mengalami beberapa perubahan kimia dan beberapa hasil dari oksidasi tersebut memiliki kemampuan untuk berikatan dengan serat kulit (kolagen) sehingga akan memberikan efek penyamakan pada kulit. Sangat penting untuk mengusahakan agar proses oksidasi terjadi secara in situ pada serat kulit. Dalam proses oksidasi, mula-mula akan terbentuk
6
peroksida dan hidroperoksida, dan reaksinya dengan protein kulit akan memberikan karakteristik penyamakan ‘full oil’. Selanjutnya, minyak yang tidak terikat dapat teroksidasi lebih lanjut menjadi aldehida yang menguap atau aldehida tidak menguap, kemudian akan mengalami perubahan kimia seperti polimerisasi, membentuk produk yang lebih kental. Produk ini juga dapat berikatan dengan serat kulit selama pembentukannya (Sharphouse 1995). Menurut Covington (2009), reaksi dalam proses penyamakan minyak adalah belum jelas. Bahan aktifnya adalah minyak tak jenuh yang dapat dimodelkan dengan asam linoleat, yaitu CH3(CH2)4CH=CHCH2CH=CH(CH2)7CO2OH, yang diketahui dapat berpolimerisasi. Lebih jauh dijelaskan bahwa penyamakan minyak merupakan fiksasi produk-produk oto oksidasi resin atau minyak terhadap serat protein dalam bentuk seperti pembungkus. Hal ini mungkin dalam bentuk polimer dan tahan terhadap air pencuci basa serta pelarut-pelarut umum. Hal tersebut yang membedakan antara penyamakan aldehida dan penyamak samoa ‘full oil’. Hasil dari penyamakan tersebut sebagai sebuah matrik polimer dalam matrik kolagen. Tidak ada kepastian reaksi antara polimer tersebut dengan kolagen, tidak seperti hasil dari penyamak aldehida. Dengan demikian, sistem tersebut dapat digambarkan sebagai suatu matriks dari ikatanikatan hidrokarbon terpolimerisasi, menahan struktur serat kolagen berjauhan, sebagai bentuk lubrikasi ekstrim untuk mencegah struktur serat tersebut bersatu dan lengket (Covington 2009).
2.5 Kulit Samak Minyak Kulit samoa (chamois leather) merupakan artikel kulit yang popular dalam perdagangan (Sharpouse 1995). Permintaan akan kulit samoa di pasaran global terus meningkat (Krishnan et al. 2005). Kulit chamois memiliki sifat-sifat yang istimewa, yakni memiliki berat jenis yang sangat rendah, absorpsi air yang tinggi, kelembutan, dan kenyamanan (Wachsmann 1999). Penggunaan utama kulit samak minyak adalah sebagai alat pencuci yang memiliki kelebihan diantaranya adalah kapasitas mengabsorpsi air yang tinggi, pengeluaran air yang mudah, dan sebagaian besar kotoran mudah dicuci dari kulit tersebut. Penggunaan lainnya adalah untuk pembuatan sarung tangan, untuk penyaringan air dari minyak bumi, dan orthopaedic leather (Sharpouse 1995). Persyaratan mutu kulit samoa menurut SNI dapat dilihat pada Tabel 5. Tabel 5. Persyaratan Mutu Kulit Chamois (BSN 1990)
No.
Uraian
1. 1.1. 1.2.
Kimiawi Kadar minyak Kadar abu
1.3 2. 2.1. 2.2. 2.3. 2.4. 2.5. 2.6.
pH Fisik Tebal Kekuatan tarik Kemuluran Kekuatan jahit Kekuatan sobek Penyerapan air - 2 jam - 24 jam Organoleptik
3.
Satuan
Min.
% %
Persyaratan Maks. 10 5
Keterangan
Sesudah disarikan minyaknya
8 Mm N/mm2 % N/mm2 N/mm
0.3 7.5 50 40 15
% %
100 200
1.2
7
III. METODE PENELITIAN
3.1 Bahan dan Alat Bahan baku utama yang digunakan adalah kulit kambing pikel sebanyak 10 lembar setiap perlakuan yang dibeli dari pabrik kulit Ali Ahmad di daerah Cibuluh, Bogor. Bahan penyamak yang digunakan adalah Relugan GT50 dan minyak mentah biji karet. Relugan GT50 merupakan sebuah merek produk dengan kandungan larutan 50% glutaraldehida yang dilarutkan di dalam air. Minyak mentah biji karet diproduksi dari proses pengepresan biji tanaman karet (Hevea brasiliensis) yang didapat dari perkebunan karet milik PTPN VIII Cikumpay, Purwakarta, Jawa Barat dan tanpa melalui proses pemurnian. Bahan kimia yang digunakan adalah air, natrium karbonat, NaCl, natrium formiat, natrium hipoklorit (NaClO) sebagai oksidator, asam formiat, dan degreaser sebagai bahan pencuci kulit. Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah molen (drum putar), sammying machine, shaving machine, alat stacking, kuda-kuda, toggle, buffing machine, oven, hammer mill, pH meter, baumemeter, thickness gauge, tensile strength tester (Instron), dan mesin pres hidrolik.
3.2 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan selama tujuh bulan, yaitu dari bulan Februari sampai dengan Oktober 2012. Tempat yang digunakan untuk pelaksanaan penelitian ini adalah Laboratorium Penyamakan Kulit, Laboratorium Pengawasan Mutu, Laboratotium Teknik Kimia, dan Laboratorium Dasar Ilmu Terapan Departemen Teknologi Industri Pertanian IPB, dan Balai Besar Penelitian Hasil Hutan Bogor.
3.3 Tatalaksana Penelitian Penelitian ini terdiri dari 2 tahap yaitu penelitian pendahuluan dan penelitian utama. Penelitian pendahuluan yaitu analisis sifat fisiko kimia minyak biji karet. Penelitian utama meliputi penyamakan kulit, analisis sifat-sifat kulit samoa yang dihasilkan yang meliputi sifat fisik, kimia dan organoleptik, dan pengolahan data.
3.4 Metode Penelitian 3.4.1 Penelitian Pendahuluan Karakterisasi minyak biji karet yang dilakukan adalah analisis sifat fisiko kimia yang mencakup warna, bilangan iod, bilangan asam, dan bilangan peroksida. Metode analisis yang digunakan dapat dilihat pada Lampiran 1.
3.4.2 Penelitian Utama 3.4.2.1 Penyamakan Aldehida Penyamakan awal dimulai dengan pencucian kulit pikel kambing dalam drum berputar (molen). Sebelum dicuci, kulit ditimbang untuk menentukan jumlah bahan pencuci yang akan digunakan sesuai dengan persentase yang sudah ditetapkan. Persentase bahan pencuci yang digunakan berbasis bobot total bahan (kulit pikel). Kulit pikel dicuci dengan menggunakan NaCl sebanyak 8% dan air sebanyak 200%. Selanjutnya kulit pikel yang telah bercampur dengan bahan pencuci dalam
8
molen berputar selama 20 menit. Kecepatan putaran drum pada proses penyamakan awal dan penyamakan minyak adalah sebesar 10 rpm. Proses selanjutnya adalah mengeluarkan air cucian yang telah dipakai dan menggantinya dengan bahan pencuci baru yaitu 10% NaCl dan 100% air. Molen kemudian diputar kembali selama 10 menit. Setelah itu dilakukan pengecekan pH bahan, dengan standar nilai pH 3. Proses selanjutnya adalah penambahan bahan pretanning yaitu Relugan GT50 dengan taraf uji sebanyak 3% dan 5% dari bobot bahan. Relugan yang ditambahkan sebelumnya diencerkan dengan air 3 kali bobot Relugan GT50 dan dimasukkan ke dalam molen dengan tiga kali pemasukan setiap 15 menit. Pemutaran molen dilanjutkan selama 60 menit dengan kecepatan putar yang sama yaitu 10 rpm. Penambahan bahan berikutnya yaitu natrium formiat sebanyak 1% yang telah diencerkan menggunakan air dengan perbandingan 1 : 10. Penambahan tersebut dilakukan dengan empat tahap pemasukan dengan selang waktu 10 menit. Pemutaran drum dilanjutkan selama 20 menit. Setelah pemutaran selesai, dilakukan penambahan natrium karbonat sebanyak 2% dan air sebanyak 10%. Penambahan dilakukan dengan tiga kali tahap pemasukan setiap selang waktu 15 menit. Setelah itu, air sebanyak 10% ditambahkan ke dalam molen dan pemutaran molen dilanjutkan selama 60 menit. Setelah semua selesai, maka selanjutnya dilakukan pengecekan pH dengan nilai standar sebesar 8. Jika pH yang terukur kurang dari 8 maka perlu ditambahkan dengan natrium karbonat kembali. Kemudian kulit dikeluarkan dari molen dan larutan di dalam molen dibuang. Proses penyamakan aldehida secara lebih jelas tersaji pada Tabel 6. Tabel 6. Proses Penyamakan Aldehida (modifikasi dari Suparno et al. 2009) Proses
Penimbangan Pencucian 1
Pencucian 2
Bahan Kimia
Jumlah (% kulit pikel) (b/b)
NaCl Air
8-10 200
NaCl Air
8-10 100
Waktu
20 menit
10 menit
Pre-Tanning
Relugan GT50 Air
3 dan 5 9 dan 15
3 x 15 + 60 menit
Natrium formiat Air
1 10
4 x 10 + 20 menit
Natrium karbonat Air Air
2 10 10
Diukur min.8 derajat baume, jika kurang dari 8 ditambahkan NaCl Air pencucian dibuang Diukur min. 8 derajat baume, jika kurang dari 8 tambahkan NaCl Dicek pH mak. 3, jika kurang tambahkan asam formiat Relugan GT50 diencerkan dengan air, perbandingan 1:3 Natrium formiat diencerkan dengan air, perbandingan 1:10
3 x 15 menit
1 jam Shaving
Catatan
24 jam
pH min. 8, jika kurang ditambahkan natrium karbonat Ketebalan 0.7 – 0.8 mm
9
3.4.2.2 Penyamakan Minyak Prosedur penyamakan minyak merujuk pada prosedur di dalam jurnal yang dilaporkan oleh Suparno dan Wahyudi (2012) dan telah dimodifikasi berdasar hasil terbaik penelitian skala laboratorium Febianti (2011) dengan penggunaan natrium hipoklorit (NaClO) sebagai oksidator dan dengan waktu oksidasi di dalam dan di luar molen sebanyak 4 jam dan 3 hari. Sebelum disamak minyak, kulit hasil penyamakan glutaraldehida terlebih dahulu di-shaving menggunakan mesin shaving. Shaving bertujuan untuk mengurangi ketebalan kulit (0.7-0.8 mm) dan menghilangkan lapisan grain. Kulit yang telah di-shaving selanjutnya ditimbang untuk diketahui bobotnya. Bobot ini digunakan untuk mengetahui dan menentukan kebutuhan bahan-bahan penyamak minyak berdasarkan persentase terhadap kulit shaving. Kulit yang telah ditimbang dimasukkan ke dalam molen (drum putar) dan ditambahkan air 200% (bobot kulit shaving) dengan tiga tahap penambahan setiap 10 menit. Setelah selesai, air cucian dibuang. Selanjutnya, sebanyak 0.5% natrium karbonat yang telah dilarutkan dalam air 10% (bobot kulit shaving) ditambahkan ke dalam molen dan diputar selama 10 menit, kemudian kulit di-setting out. Kulit yang telah di-setting out selanjutnya dioles dengan minyak biji karet dengan taraf uji sebanyak 20% dan 30% bobot kulit shaving yang sebelumnya telah dicampur dengan natrium karbonat 0.5% bobot kulit shaving dalam 300% air (bobot natrium karbonat). Kulit yang telah dioles minyak selanjutnya dilakukan penetrasi dengan cara diperam selama satu malam. Selanjutnya kulit diputar dalam molen dengan waktu 8 jam. Selanjutnya natrium hipoklorit 2% (bobot minyak biji karet) dan air 70% (bobot minyak biji karet) ditambahkan ke dalam molen dan diputar selama 4 jam. Setelah dioksidasi di dalam molen dengan bantuan oksidator, kulit diangkat dari molen dan digantung pada toggle untuk oksidasi lanjut di suhu ruang selama 3 hari. Proses selanjutnya adalah pencucian. Kulit yang telah dioksidasi pada toggle selanjutnya dimasukkan kembali ke dalam molen dan ditambahkan air hangat (suhu 40oC) sebanyak 300% bobot kulit shaving, natrium karbonat 4% bobot kulit shaving dan degreaser 2% bobot kulit shaving. Molen kemudian diputar selama 60 menit. Selanjutnya, air cucian dibuang dan diganti dengan air hangat 1000% bobot kulit shaving. Molen kembali diputar selama 15 menit. Selanjutnya air cucian dibuang dan kulit diangkat dari molen untuk di-setting out. Proses selanjutnya yaitu pencucian lanjut di dalam molen putar. Sebanyak 1000% air hangat, 2% natrium karbonat, dan degreaser 1% ditambahkan dan molen diputar selama 60 menit. Selanjutnya air cucian dibuang dan diganti dengan air hangat 1000%. Molen kembali diputar selama 15 menit. Kulit kemudian diangkat dari molen dan di-setting out. Tahap selanjutnya yaitu pengeringan pada toggle minimal selama 2x24 jam. Kulit yang telah kering kemudian diketun dengan alat stacking hingga lemas dan lentur. Tahap terakhir adalah proses buffing yang bertujuan menghaluskan permukaan kulit dan mengatur ketebalan produk akhir. Proses penyamakan minyak secara lebih jelas dapat dilihat pada Tabel 7.
10
Tabel 7. Proses Penyamakan Minyak (modifikasi dari Suparno dan Wahyudi 2012; Febianti 2011) Proses
Bahan Kimia
Jumlah (% kulit shaving) (b/b)
Waktu
Penimbangan Pencucian 1 Prapenyamakan Ulang
Air Natrium karbonat
200 0.5
3 x 10 menit
Air
100
Minyak biji karet Natrium karbonat Air
20 dan 30 0.5 1.5
Pencucian 3
Setting Out Pencucian 4
Pencucian 5
Setting Out Pengeringan Stacking Buffing
Bahan dioleskan pada kulit Semalam
Penetrasi minyak
Pencucian 2
pH larutan 8-9 1 jam
Pemeraman
Oksidasi dalam molen Oksidasi di togel
Air cucian dibuang
10 menit
Penirisan Setting Out Penyamakan minyak
Catatan
8 jam NaClO
2% dari minyak biji karet
Air
70% dari minyak biji karet
4 jam 3 hari Air Natrium karbonat Degreaser Air
300 4 2 1000
Air Natrium karbonat Degreaser Air
1000 2 1 1000
60 menit 15 menit
60 menit 15 menit
Disimpan dan didiamkan Kulit diputar di dalam molen Kulit diputar di dalam molen Dibentang pada togel Digunakan air hangat (40oC). Air sisa cucian dibuang Digunakan air hangat (40oC). Air sisa cucian dibuang Digunakan air hangat (40oC). Air sisa cucian dibuang Digunakan air hangat (40oC). Air sisa cucian dibuang
2 x 24 jam Ketebalan 0.3 -1.2 mm (SNI)
11
3.4.2.3 Analisis Karakteristik Kulit Samoa Sifat-sifat fisik kulit seperti kuat tarik dan perpanjangan putus diuji dengan prosedur SLP 6, suhu kerut (Ts) dengan prosedur SLP 18, ketebalan dengan prosedur SLP 4, kuat sobek dengan prosedur SLP 7 dan daya serap air dengan prosedur SLP 19. Sifat kimia yang diuji adalah kadar minyak dengan prosedur AOAC 1984, pH sesuai prosedur SLC 13, dan kadar abu sesuai prosedur AOAC 1984. Sifat organoleptik yang diuji berupa warna, bau, dan kehalusan dan diuji oleh dua orang panelis yang berpengalaman dalam hal kulit samoa (Suparno dan Wahyudi 2012).
3.4.2.4 Rancangan Percobaan dan Analisis Data Penelitian ini menggunakan rancangan percobaan faktorial acak lengkap dengan dua kali ulangan. Faktor-faktor yang terlibat adalah faktor A sebagai faktor konsentrasi minyak biji karet dan faktor B sebagai faktor konsentrasi glutaraldehida. Model linear aditif dari rancangan percobaan faktorial acak lengkap yaitu: Yk(ij) = µ + Ai + Bj + ABij + εk(ij) dengan: Y k(ij) = peubah yang diukur µ = rata-rata yang sebenarnya Ai = konsentrasi minyak biji karet (20% dan 30%) Bj = konsentrasi glutaraldehida (3% dan 5%) ABij = pengaruh interaksi dari faktor A pada taraf ke-i dan faktor B pada taraf ke-j ε k(ij) = galat dari faktor A ke-i, faktor B ke-j dan ulangan ke-k Selanjutnya, data yang diperoleh dari hasil penelitian diolah menggunakan analisis ragam dengan alat bantu software SAS versi 9.1 dengan perhitungan mengacu pada rancangan percobaan yang digunakan. Apabila terdapat perbedaan yang nyata antar perlakuan, maka dilakukan uji perbandingan berganda Duncan. Uji tersebut bertujuan untuk melihat perbedaan pengaruh tiap faktor maupun kombinasi perlakuan.
12
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Penelitian Pendahuluan Karakterisasi minyak biji karet dilakukan untuk mengetahui sifat fisiko-kimia minyak biji karet. Sifat fisiko-kimia merupakan parameter yang penting untuk menentukan mutu minyak. Sifatsifat fisiko-kimia minyak yang diamati meliputi warna, bilangan iod, bilangan asam, dan bilangan peroksida. Data hasil karakterisasi minyak biji karet disajikan dalam Tabel 8. Table 8. Sifat fisiko-kimia minyak biji karet No 1. 2. 3. 4.
Sifat-sifat fisiko-kimia Warna (PtCo) Bilangan iod (g I/100 g minyak) Bilangan asam (mg KOH/g minyak) Bilangan peroksida (meq/kg)
Nilai 3895 127.74 15.79 12.41
Bilangan iod merupakan parameter utama dalam menentukan mutu minyak sebagai bahan penyamak dalam proses pembuatan kulit samoa. Minyak yang dapat digunakan sebagai bahan penyamak adalah minyak yang termasuk minyak mengering yaitu minyak yang memiliki bilangan iod diatas 110 g I/100 g minyak. Berdasarkan hasil karakterisasi minyak biji karet yang telah dilakukan, minyak biji karet yang digunakan sebagai bahan penyamak memiliki mutu yang baik, walaupun minyak biji karet memiliki bilangan asam yang cukup tinggi yang mengidentifikasi terjadinya kerusakan pada minyak. Minyak biji karet yang digunakan memenuhi syarat sebagai bahan penyamak. Hal ini ditunjukkan oleh bilangan iod yang cukup tinggi yaitu 127.74 g I/100 g minyak yang menunjukkan minyak biji karet termasuk minyak mengering.
4.2 Penelitian Utama 4.2.1 Sifat-sifat Kimia 4.2.1.1 Kadar Abu Uji kadar abu dilakukan untuk mengetahui kandungan mineral yang terdapat di dalam kulit samoa. Kulit samoa dalam penelitian ini memiliki nilai kadar abu berkisar antara 1.07%-1.29% yang dapat dilihat pada Lampiran 5. Hasil analisis ragam (Lampiran 5) dengan nilai α (0.05) menunjukkan bahwa faktor konsentrasi minyak biji karet (20% dan 30%) dan glutaraldehida (3% dan 5%), serta interaksi keduanya tidak memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap nilai kadar abu kulit samoa. Uji kadar abu mengukur kandungan mineral yang terdapat di dalam suatu bahan. Kandungan mineral yang terdapat di dalam kulit samoa berasal dari bahan kulit yang digunakan, dan tidak berasal dari minyak biji karet maupun glutaraldehida yang digunakan sebagai bahan penyamak utama. Dengan demikian, konsentrasi minyak biji karet dan glutaraldehida tidak mempengaruhi nilai kadar abu kulit samoa. Suparno (2010) menyatakan bahwa kadar abu dalam kulit samoa dipengaruhi oleh kandungan mineral di dalam kulit seperti potassium, kalsium, besi, fosfor, dan biasanya mineral tersebut di dalam kulit sebagai garam klorida, sulfat, karbonat, atau garam fosfat.
13
4.2.1.2 pH Hasil uji pH untuk kulit samoa pada penelitian ini menunjukkan nilai antara 6.64-6.71 yang dapat dilihat pada Lampiran 6. Hasil analisis ragam (Lampiran 6) dengan nilai α (0.05) menunjukkan bahwa faktor konsentrasi minyak biji karet (20% dan 30%) dan glutaraldehida (3% dan 5%), serta interaksi keduanya tidak memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap nilai pH kulit samoa. Nilai pH kulit samoa dipengaruhi oleh proses pencucian. Pencucian yang baik akan menghasilkan kulit samoa dengan pH yang sesuai (Suparno 2010).
4.2.1.3 Kadar Minyak
Kadar Minyak (%)
Pengujian kadar minyak dilakukan untuk mengetahui kandungan minyak atau lemak yang terdapat pada kulit samoa, terutama sisa minyak dari penyamakan minyak yang masih terkandung di dalam kulit samoa. Hasil pengujian kadar minyak kulit samoa menunjukkan nilai kadar minyak antara 5.99-7.81% seperti yang tertera pada Lampiran 7. Hasil analisis ragam (Lampiran 7) dengan nilai α (0.05) menunjukkan bahwa faktor konsentrasi minyak biji karet (20% dan 30%) berpengaruh nyata terhadap kadar minyak kulit samoa, sedangkan faktor konsentrasi glutaraldehida (3% dan 5%) dan interaksi keduanya tidak memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap kadar minyak kulit samoa. Hasil uji lanjut Duncan menunjukkan bahwa nilai kadar minyak dengan perlakuan konsentrasi minyak biji karet 20% berbeda nyata dengan perlakuan konsentrasi minyak biji karet 30%. Berdasarkan hasil uji lanjut Duncan konsentrasi minyak biji karet 30% memberikan nilai kadar minyak tertinggi dengan nilai rata-rata 7.86%, sedangkan nilai rata-rata terendah sebesar 6.27% didapat dari perlakuan konsentrasi minyak biji karet 20%. Hubungan antara konsentrasi minyak biji karet terhadap kadar minyak kulit samoa dapat dilihat pada Gambar 3. 9 8 7 6 5 4 3 2 1 20 30 Konsentrasi Minyak Biji Karet (%) Gambar 3.
Hubungan antara konsentrasi minyak biji karet terhadap kadar minyak kulit samoa
Berdasarkan hasil pengujian dapat dilihat bahwa semakin tinggi konsentrasi minyak biji karet yang diberikan maka nilai kadar minyak kulit samoa akan semakin besar pula. Suparno dan Wahyudi (2012) menyatakan bahwa kadar minyak dipengaruhi oleh beberapa faktor. Minyak yang berlebih pada proses penyamakan minyak dapat dihilangkan pada proses pencucian dengan menggunakan air alkali hangat. Dengan demikian, kandungan minyak yang masih tertinggal dalam kulit hasil penyamakan minyak sangat tergantung kepada proses pencucian yang dilakukan. Selain itu, kadar minyak pada kulit juga dipengaruhi oleh proses prapenyamakan, misalnya tahap pengapuran kulit (liming). Proses pengapuran kulit bertujuan untuk melarutkan epidermis dan menghidrolisis lemak serta zat-zat yang tidak diperlukan pada proses penyamakan, sehingga sewaktu proses pengapuran
14
sebagian lemak pada kulit tersebut akan terbuang. Suparno et al. (2011) menyatakan bahwa kulit samoa dengan kadar minyak yang tinggi akan menyebabkan bau yang tidak sedap, lengket, dan tidak nyaman saat digunakan.
4.2.2 Sifat-sifat Fisik 4.2.2.1 Suhu Kerut (Ts) Kulit ketika dipanaskan akan mengalami pengerutan seiring dengan berjalannya waktu. Suhu kerut (Ts) merupakan suhu pada saat kulit mengalami pengerutan paling besar akibat pengaruh panas atau pada saat kulit mengerut 0.3% dari panjang awalnya. Pengujian suhu kerut dilakukan pada sampel kulit kambing pikel, kulit samak glutaraldehida, dan kulit samoa. Perbandingan suhu kerut kulit pikel, kulit samak aldehida, dan kulit samoa dapat dilihat pada Gambar 4.
Suhu Kerut (oC)
100 80 60 40 20 0 Kulit Pikel
Kulit Samak Aldehida
Kulit Samoa
Gambar 4. Perbandingan suhu kerut kulit pikel, kulit samak aldehida, dan kulit samoa Hasil pengujian kulit kambing pikel mempunyai nilai suhu kerut sebesar 42 oC. Setelah kulit kambing pikel tersebut disamak, nilai suhu kerutnya meningkat menjadi 79-81 oC. Hal ini berarti kulit setelah disamak dengan glutaraldehida akan lebih tahan terhadap peningkatan suhu. Suparno et al. (2011) menyatakan bahwa hal ini berkaitan dengan penggunaan glutaraldehida selama proses penyamakan awal mampu membentuk ikatan silang dengan gugus amina pada kulit, sehingga struktur kulit yang awalnya terpisah menjadi bergabung bersama menjadi struktur yang lebih kuat. Hasil uji suhu kerut untuk kulit samoa menunjukkan nilai rata-rata 75.39 oC. Jika dibandingkan dengan nilai suhu kerut kulit hasil penyamakan glutaraldehida nilainya justru menurun. Suparno et al. (2011) menyatakan bahwa hal ini dapat disebabkan oleh berkurangnya efek penyamakan glutaraldehida akibat dari proses pencucian menggunakan soaking agent. Selain itu, minyak yang terdifusi dan mengisi rongga di dalam jaringan serat kulit yang menyebabkan struktur serat kulit saling berjauhan juga dapat menyebabkan nilai suhu kerut berkurang. Hasil pengujian suhu kerut kulit samoa untuk berbagai macam kombinasi perlakuan menunjukkan nilai berkisar antara 73.25-77.05 oC yang dapat dilihat pada Gambar 5. Hasil analisis ragam (Lampiran 8) dengan nilai α (0.05) menunjukkan bahwa faktor konsentrasi minyak biji karet (20% dan 30%) dan glutaraldehida (3% dan 5%), serta interaksi keduanya tidak memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap nilai suhu kerut kulit samoa. Akan tetapi, jika dilihat dari grafik di bawah maka nilai suhu kerut akan semakin meningkat seiring dengan semakin banyaknya konsentrasi glutaraldehida yang ditambahkan, meskipun perbedaannya tidak signifikan. Hal ini dapat disebabkan oleh semakin banyaknya ikatan yang terbentuk antara glutaraldehida dengan serat kolagen kulit seiring dengan bertambahnya konsentrasi glutaraldehida yang diberikan. Dengan demikian, serat kolagen kulit semakin kuat dan tersusun dengan kompak, sehingga nilai suhu kerut pun meningkat.
15
Suhu Kerut Kulit Samoa (oC)
90 80 70 60 50 40 30 20 10 0
Konsentrasi Glutaraldehida (%) 3 5
20 30 Konsentrasi Minyak Biji Karet (%) Gambar 5. Hubungan antara konsentrasi minyak biji karet, konsentrasi glutaraldehida terhadap suhu kerut (Ts) kulit samoa
4.2.2.2 Kuat Sobek Kuat sobek menunjukkan seberapa besar gaya yang dibutuhkan untuk dapat merobek kulit tiap mm ketebalan kulit. Pengujian kuat sobek dilakukan pada dua jenis sampel, yaitu sampel yang arah panjangnya tegak lurus tulang belakang (perpendicular) dan sampel dengan arah panjangnya sejajar tulang belakang (parallel). Dua jenis sampel ini juga berkaitan dengan arah serat kulit yang dapat dilihat pada Gambar 6.
Sampel Parallel
Sampel Perpendicullar
Gambar 6. Hubungan antara arah serat dan posisi pengambilan sampel kuat sobek Berdasarkan pengujian diperoleh hasil bahwa nilai kuat sobek untuk sampel sejajar (parallel) memiliki rentang nilai antara 58.23-67.53 N/mm dan dapat dilihat pada Lampiran 9. Hasil analisis ragam (Lampiran 9) menunjukkan bahwa faktor konsentrasi minyak biji karet (20% dan 30%) dan glutaraldehida (3% dan 5%) juga interaksi keduanya tidak memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap kuat sobek sampel sejajar kulit samoa. Pengujian pada sampel tegak lurus (perpendicular) menunjukkan nilai kuat sobek berkisar antara 79.06-95.62 N/mm dan dapat dilihat pada Lampiran 10. Hasil analisis ragam (Lampiran 10) memberikan hasil bahwa kuat sobek sampel tegak lurus dipengaruhi oleh faktor konsentrasi glutaraldehida (3% dan 5%), sedangkan faktor konsentrasi minyak biji karet (20% dan 30%) dan interaksi kedua faktor tidak memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap kuat sobek sampel tegak lurus kulit samoa.
16
Kuat Sobek Tegak Lurus (N/mm)
100 80 60 40 20 0 3 5 Konsentrasi Glutaraldehida (%)
Gambar 7.
Hubungan antara konsentrasi glutaraldehida terhadap kuat sobek tegak lurus kulit samoa
Hasil uji lanjut Duncan menunjukkan bahwa nilai kuat sobek tegak lurus dengan perlakuan konsentrasi glutaraldehida 3% berbeda nyata dengan perlakuan konsentrasi glutaraldehida 5%. Berdasarkan hasil uji lanjut Duncan konsentrasi glutaraldehida 3% memberikan nilai kuat sobek sampel tegak lurus tertinggi dengan nilai rata-rata 91.434 N/mm, sedangkan nilai rata-rata terendah sebesar 79.131 N/mm didapat dari perlakuan konsentrasi glutaraldehida 5%. Hubungan antara konsentrasi glutaraldehida terhadap kuat sobek tegak lurus kulit samoa dapat dilihat pada Gambar 7. Hasil ini menunjukkan bahwa kuat sobek sampel tegak lurus dan memiliki nilai kuat sobek yang semakin menurun seiring dengan bertambahnya konsentrasi glutaraldehida yang diberikan. Hal ini diduga konsentrasi glutaraldehida 3% merupakan konsentrasi optimum pada penyamakan kulit samoa. Sarkar (1995) juga menyebutkan bahwa konsentrasi glutaraldehida (50%) yang disarankan untuk digunakan dalam penyamakan awal produk clothing leather adalah sebesar 1.5-3% dari bobot kulit pikel. Selain itu, diduga sampel kulit pada konsentrasi glutaraldehida 5% mempunyai komposisi serat yang lebih sedikit atau longgar daripada sampel kulit konsentrasi glutaraldehida 3%, sehingga nilai kuat tarik lebih rendah. Faktor lain yang kemungkinan besar dapat mempengaruhi nilai kuat sobek adalah proses prapenyamakan, khususnya proses liming dan bating. Hasil uji kuat sobek kedua sampel jika dibandingkan akan memberikan hasil bahwa nilai kuat sobek tegak lurus lebih besar daripada nilai kuat sobek sejajar. Menurut Amwaliya (2011), hal ini dikarenakan pada sampel perpendicular, arah serat kulit sejajar dengan arah gaya sobekan sehingga gaya yang dibutuhkan untuk melepaskan jalinan serat menjadi lebih besar. Sebaliknya, pada sampel parallel, arah serat tegak lurus terhadap arah gaya sobekan sehingga gaya yang dibutuhkan untuk merobek atau membuka tenunan serat menjadi lebih kecil. Selain dipengaruhi oleh faktor mutu kulit dan arah serat, kuat sobek juga dipengaruhi oleh susunan atau jalinan serat kolagen. Selain itu, Febianti (2011) menyebutkan bahwa nilai kuat sobek yang dihasilkan dipengaruhi oleh ketebalan kulit, arah serat kolagen, sudut antar serat dengan lapisan grain dan lokasi sampel pada kulit. Ketebalan kulit mempengaruhi nilai kuat sobek karena kulit yang tebal memiliki tenunan seratserat kolagen yang berikatan lebih banyak. Selain itu, kulit pada bagian-bagian tertentu memiliki komposisi protein serat yang berbeda, sehingga nilai kuat sobek yang dihasilkan pun akan berbeda. Hal yang serupa juga disampaikan oleh Haines dan Barlow (1975) di dalam Fahroji (2010), sudut yang kecil antara jalinan serat-serat kolagen terhadap permukaan grain kulit memungkinkan gaya tarik dapat didistribusikan lebih menyebar ke seluruh sumbu jalinan serat, sehingga kuat sobek menjadi semakin besar. Hasil dari pengujian kuat sobek sampel sejajar dan tegak lurus dirata-ratakan untuk mendapatkan nilai kuat sobek rata-rata kedua jenis sampel. Nilai kuat sobek rata-rata sampel parallel
17
dan perpendicular berkisar antara 68.72-81.57 N/mm seperti yang tertera pada Lampiran 11. Hasil analisis ragam (Lampiran 11) dengan nilai α (0.05) menunjukkan bahwa kuat sobek rata-rata dipengaruhi oleh faktor konsentrasi glutaraldehida (3% dan 5%), namun tidak dipengaruhi oleh faktor konsentrasi minyak biji karet (20% dan 30%) dan interaksi kedua faktor tersebut. Hasil uji lanjut Duncan menunjukkan bahwa nilai kuat sobek rata-rata dengan perlakuan konsentrasi glutaraldehida 3% berbeda nyata dengan perlakuan konsentrasi glutaraldehida 5%. Berdasarkan hasil uji lanjut Duncan konsentrasi glutaraldehida 3% memberikan nilai kuat sobek ratarata tertinggi dengan nilai rata-rata 77.91 N/mm, sedangkan nilai rata-rata terendah sebesar 69.06 N/mm didapat dari perlakuan konsentrasi glutaraldehida 5%. rata-rata terendah sebesar 79.131 N/mm didapat dari perlakuan konsentrasi glutaraldehida 5%. Hubungan antara konsentrasi glutaraldehida terhadap kuat sobek rata-rata kulit samoa dapat dilihat pada Gambar 8. Kuat Sobek Rata-rata (N/mm)
100 80 60 40 20 0 3 5 Konsentrasi Glutaraldehida (%) Gambar 8.
Hubungan antara konsentrasi glutaraldehida terhadap kuat sobek rata-rata kulit samoa
Hasil uji lanjut Duncan menunjukkan bahwa kuat sobek sampel tegak lurus dan kuat sobek rata-rata memiliki nilai kuat sobek yang semakin menurun seiring dengan bertambahnya konsentrasi glutaraldehida yang diberikan. Hal ini diduga konsentrasi glutaraldehida 3% merupakan konsentrasi optimum pada penyamakan kulit samoa. Sarkar (1995) juga menyebutkan bahwa konsentrasi glutaraldehida (50%) yang disarankan untuk digunakan dalam penyamakan awal produk clothing leather adalah sebesar 1.5-3% dari bobot kulit pikel. Selain itu, diduga sampel kulit pada konsentrasi glutaraldehida 5% mempunyai komposisi serat yang lebih sedikit atau longgar daripada sampel kulit konsentrasi glutaraldehida 3%, sehingga nilai kuat tarik lebih rendah. Faktor lain yang kemungkinan besar dapat mempengaruhi nilai kuat sobek adalah proses prapenyamakan, khususnya proses liming dan bating. Proses pengapuran (liming) bertujuan untuk melepaskan epidermis dan bulu kulit. Selain itu, proses liming juga dapat membuka tenunan kulit yang akan menentukan tingkat kelemasan, kelembutan kulit, serta kemampuan penetrasi bahan penyamak. Tenunan kulit juga akan lebih sempurna terbuka pada proses pelumatan (bating) dengan menggunakan enzim sebagai agen pelumat. Proses liming dan bating yang berlebihan akan membuat tenunan kulit terlalu terbuka atau terurai, sehingga kekuatan kulit berkurang. Sebaliknya, jika proses liming dan bating kurang sempurna akan berakibat tenunan kulit kurang terbuka. Tenunan kulit yang kurang terbuka berpengaruh terhadap berkurangnya daya penetrasi bahan penyamak, sehingga kulit yang dihasilkan kurang tersamak dengan baik. Selain dipengaruhi oleh faktor-faktor di atas, menurut Suparno dan Wahyudi (2012) kuat sobek sangat dipengaruhi oleh ketebalan, arah serat kolagen, dan sudut serat kolagen terhadap lapisan grain.
18
4.2.2.3 Kuat Tarik Kuat tarik menunjukkan besar gaya yang dibutuhkan untuk menarik kulit hingga kulit tersebut putus. Selain dipengaruhi oleh ketebalan, kuat tarik juga dipengaruhi oleh arah serat kulit terhadap tulang belakang serta lokasi pengambilan sampel. Pengujian kuat tarik pada penelitian ini dilakukan pada arah sejajar (parallel) dan tegak lurus tulang belakang (perpendicular) dan hasilnya dirata-rata. Berdasarkan pengujian diperoleh hasil bahwa nilai kuat tarik untuk sampel sejajar (parallel) memiliki rentang nilai antara 31.42-39.38 N/mm2 dan dapat dilihat pada Gambar 9. Hasil analisis ragam (Lampiran 12) menunjukkan bahwa faktor konsentrasi minyak biji karet (20% dan 30%) dan glutaraldehida (3% dan 5%) juga interaksi keduanya memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap kuat tarik sejajar kulit samoa. Hasil uji lanjut Duncan untuk faktor konsentrasi glutaraldehida menunjukkan bahwa nilai kuat tarik sejajar dengan perlakuan konsentrasi glutaraldehida 3% berbeda nyata dengan perlakuan konsentrasi glutaraldehida 5%. Berdasarkan hasil uji lanjut Duncan konsentrasi glutaraldehida 3% memberikan nilai kuat tarik sejajar tertinggi dengan nilai rata-rata 37.87 N/mm2, sedangkan nilai rata-rata terendah sebesar 32.40 N/mm2 didapat dari perlakuan konsentrasi glutaraldehida 5%. Hal ini diduga konsentrasi glutaraldehida 3% merupakan konsentrasi optimum pada penyamakan kulit samoa. Sarkar (1995) juga menyebutkan bahwa konsentrasi glutaraldehida (50%) yang disarankan untuk digunakan dalam penyamakan awal produk clothing leather adalah sebesar 1.5-3% dari bobot kulit pikel. Faktor lain yang kemungkinan besar dapat mempengaruhi nilai kuat tarik sejajar adalah proses prapenyamakan, khususnya proses liming dan bating. Proses pengapuran (liming) bertujuan untuk melepaskan epidermis dan bulu kulit. Selain itu, proses liming juga dapat membuka tenunan kulit yang akan menentukan tingkat kelemasan, kelembutan kulit, serta kemampuan penetrasi bahan penyamak. Tenunan kulit juga akan lebih sempurna terbuka pada proses pelumatan (bating) dengan menggunakan enzim sebagai agen pelumat. Proses liming dan bating yang berlebihan akan membuat tenunan kulit terlalu terbuka atau terurai, sehingga kekuatan kulit berkurang. Sebaliknya, jika proses liming dan bating kurang sempurna akan berakibat tenunan kulit kurang terbuka. Tenunan kulit yang kurang terbuka berpengaruh terhadap berkurangnya daya penetrasi bahan penyamak, sehingga kulit yang dihasilkan kurang tersamak dengan baik. Faktor-faktor yang mempengaruhi kuat sobek tegak lurus dan rata-rata juga dapat mempengaruhi kuat tarik sejajar. Hasil uji lanjut Duncan untuk faktor konsentrasi minyak biji karet menunjukkan bahwa nilai kuat tarik sejajar dengan perlakuan konsentrasi minyak biji karet 30% berbeda nyata dengan perlakuan konsentrasi minyak biji karet 20%. Berdasarkan hasil uji lanjut Duncan konsentrasi minyak biji karet 30% memberikan nilai kuat tarik sejajar tertinggi dengan nilai rata-rata 36.38 N/mm2, sedangkan nilai rata-rata terendah sebesar 33.89 N/mm2 didapat dari perlakuan konsentrasi minyak biji karet 20%. Tingginya kuat tarik kulit samoa pada sampel dengan konsentrasi minyak biji karet 30% dibandingkan 20% diduga disebabkan oleh semakin banyaknya ikatan yang terbentuk pada saat proses oksidasi berlangsung. Semakin banyak ikatan yang terbentuk maka kulit akan semakin kuat dan nilai kuat tarik pun akan semakin tinggi. Selain itu, karakteristik minyak biji karet yang termasuk golongan drying oil diduga turut menyebabkan peningkatan nilai kuat tarik. Menurut Ketaren (1986) minyak biji karet merupakan salah satu jenis minyak mengering (drying oil), yaitu minyak yang mempunyai sifat dapat mengering jika terkena oksidasi dan akan berubah menjadi lapisan tebal, bersifat kental dan membentuk sejenis selaput jika dibiarkan di udara terbuka. Perubahan sifat menjadi tebal, kental, dan lengket inilah yang diduga berperan dalam peningkatan nilai kuat tarik seiring dengan peningkatan konsentrasi minyak biji karet.
19
Kuat Tarik Sejajar (N/mm2)
Proses terbentuknya ikatan tersebut dijelaskan oleh Sharphouse (1995) sebagai berikut, selama proses oksidasi, minyak akan mengalami beberapa perubahan kimia dan beberapa hasil dari oksidasi tersebut memiliki kemampuan untuk berikatan dengan serat kulit (kolagen) sehingga akan memberikan efek penyamakan pada kulit. Sangat penting untuk mengusahakan agar proses oksidasi terjadi secara in situ pada serat kulit. Dalam proses oksidasi, mula-mula akan terbentuk peroksida dan hidroperoksida, dan reaksinya dengan protein kulit akan memberikan karakteristik penyamakan ‘full oil’. Selanjutnya, minyak yang tidak terikat dapat teroksidasi lebih lanjut menjadi aldehida yang menguap atau aldehida tidak menguap, kemudian akan mengalami perubahan kimia seperti polimerisasi, membentuk produk yang lebih kental. Produk ini juga dapat berikatan dengan serat kulit selama pembentukannya. Interaksi kedua faktor juga menunjukkan hasil uji lanjut Duncan yang berbeda nyata untuk semua kombinasi perlakuan. Kombinasi perlakuan konsentrasi minyak biji karet 30% dan glutaraldehida 3% memberikan nilai rata-rata kuat tarik sejajar tertinggi sebesar 39.39 N/mm2. Nilai rata-rata kuat tarik sejajar terendah sebesar 31.43 N/mm2 didapat dari kombinasi perlakuan konsentrasi minyak biji karet 20% dan glutaraldehida 5%. 40 30 20
Konsentrasi Glutaraldehida (%) 3 5
10 0 20
30
Konsentrasi Minyak Biji Karet (%) Gambar 9.
Hubungan antara konsentrasi minyak biji karet, konsentrasi glutaraldehida terhadap kuat tarik sejajar kulit samoa
Pengujian pada sampel tegak lurus (perpendicular) menunjukkan nilai kuat tarik berkisar antara 19.14-23.75 N/mm2 dan dapat dilihat pada Gambar 10. Hasil analisis ragam (Lampiran 13) memberikan hasil bahwa faktor konsentrasi minyak biji karet (20% dan 30%) dan glutaraldehida (3% dan 5%) juga interaksi keduanya memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap kuat tarik tegak lurus kulit samoa. Hasil uji lanjut Duncan untuk faktor konsentrasi glutaraldehida menunjukkan bahwa nilai kuat tarik tegak lurus dengan perlakuan konsentrasi glutaraldehida 3% berbeda nyata dengan perlakuan konsentrasi glutaraldehida 5%. Berdasarkan hasil uji lanjut Duncan konsentrasi glutaraldehida 3% memberikan nilai kuat tarik tegak lurus tertinggi dengan nilai rata-rata 22.56 N/mm2, sedangkan nilai rata-rata terendah sebesar 19.63 N/mm2 didapat dari perlakuan konsentrasi glutaraldehida 5%. Sama halnya dengan kuat tarik sejajar, hal ini diduga konsentrasi glutaraldehida 3% merupakan konsentrasi optimum pada penyamakan kulit samoa. Selain itu, diduga sampel kulit pada konsentrasi glutaraldehida 5% mempunyai komposisi serat yang lebih sedikit atau longgar daripada sampel kulit konsentrasi glutaraldehida 3%, sehingga nilai kuat tarik lebih rendah. Faktor lain yang kemungkinan besar dapat mempengaruhi nilai kuat tarik sejajar adalah proses prapenyamakan, khususnya proses liming dan bating. Hasil uji lanjut Duncan untuk faktor konsentrasi minyak biji karet menunjukkan bahwa nilai kuat tarik tegak lurus dengan perlakuan konsentrasi minyak biji karet 30% berbeda nyata dengan
20
perlakuan konsentrasi minyak biji karet 20%. Berdasarkan hasil uji lanjut Duncan konsentrasi minyak biji karet 20% memberikan nilai kuat tarik tegak lurus tertinggi dengan nilai rata-rata 21.45 N/mm2, sedangkan nilai rata-rata terendah sebesar 20.75 N/mm2 didapat dari perlakuan konsentrasi minyak biji karet 30%. Hasil ini berbanding terbalik dengan hasil uji kuat tarik sejajar. Selain itu, hasil penelitian Setiawan (2009) menyebutkan bahwa konsentrasi minyak biji karet tidak berpengaruh nyata terhadap nilai kuat tarik sejajar, tegak lurus, dan rata-rata kulit samoa. Perbedaan ini diduga diakibatkan oleh proses liming dan bating dari masing-masing kulit yang digunakan. Selain itu, kuat tarik juga sangat dipengaruhi oleh ketebalan, arah serat kolagen, dan sudut serat kolagen terhadap lapisan grain. Interaksi kedua faktor juga menunjukkan hasil uji lanjut Duncan yang berbeda nyata untuk semua kombinasi perlakuan. Kombinasi perlakuan konsentrasi minyak biji karet 20% dan glutaraldehida 3% memberikan nilai rata-rata kuat tarik tegak lurus tertinggi sebesar 23.76 N/mm2. Nilai rata-rata kuat tarik tegak lurus terendah sebesar 19.15 N/mm2 didapat dari kombinasi perlakuan konsentrasi minyak biji karet 20% dan glutaraldehida 5%.
Kuat Tarik Tegak Lurus (N/mm2)
40 30 Konsentrasi Glutaraldehida (%)
20
3 5
10 0 20
30
Konsentrasi Minyak Biji Karet (%) Gambar 10. Hubungan antara konsentrasi minyak biji karet, konsentrasi glutaraldehida terhadap kuat tarik tegak lurus kulit samoa Perbandingan hasil kuat tarik dari kedua jenis sampel menunjukkan bahwa nilai kuat tarik sampel sejajar (parallel) lebih besar daripada nilai kuat tarik sampel tegak lurus (perpendicular). Amwaliya (2011) berpendapat bahwa hal ini dikarenakan pada sampel perpendicular, arah serat kulit sejajar dengan arah gaya tarikan sehingga kulit menjadi lebih mudah ditarik yang mengakibatkan gaya tariknya pun menjadi lebih kecil. Sebaliknya, pada sampel parallel, arah serat tegak lurus terhadap arah gaya tarikan sehingga gaya yang dibutuhkan untuk menarik dan memutuskan kulit menjadi lebih besar. Hasil dari pengujian kuat tarik sampel sejajar dan tegak lurus dirata-ratakan untuk mendapatkan nilai kuat tarik rata-rata kedua jenis sampel. Berdasarkan hasil pengujian didapatkan nilai kuat tarik rata-rata kulit samoa berkisar antara 25.28 N/mm2-30.38 N/mm2 seperti yang disajikan pada Gambar 11. Hasil analisis ragam (Lampiran 14) dengan nilai α (0.05) menunjukkan bahwa faktor konsentrasi minyak biji karet (20% dan 30%) dan glutaraldehida (3% dan 5%) juga interaksi keduanya memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap nilai kuat tarik rata-rata kulit samoa. Hasil uji lanjut Duncan menunjukkan bahwa nilai kuat tarik rata-rata dengan perlakuan konsentrasi glutaraldehida 3% berbeda nyata dengan perlakuan konsentrasi glutaraldehida 5%. Berdasarkan hasil uji lanjut Duncan konsentrasi glutaraldehida 3% memberikan nilai kuat tarik rata-rata tertinggi dengan nilai rata-rata 30.22 N/mm2, sedangkan nilai rata-rata terendah sebesar 26.02 N/mm2 didapat dari
21
perlakuan konsentrasi glutaraldehida 5%. Sama halnya dengan kuat tarik sejajar, hal ini diduga konsentrasi glutaraldehida 3% merupakan konsentrasi optimum pada penyamakan kulit samoa. Selain itu, diduga sampel kulit pada konsentrasi glutaraldehida 5% mempunyai komposisi serat yang lebih sedikit atau longgar daripada sampel kulit konsentrasi glutaraldehida 3%, sehingga nilai kuat tarik lebih rendah. Faktor lain yang kemungkinan besar dapat mempengaruhi nilai kuat tarik sejajar adalah proses prapenyamakan, khususnya proses liming dan bating.
Kuat Tarik Rata-rata (N/mm2)
40 30 20
Konsentrasi Glutaraldehida (%) 3 5
10 0 20 30 Konsentrasi Minyak Biji Karet (%)
Gambar 11. Hubungan antara konsentrasi minyak biji karet, konsentrasi glutaraldehida terhadap kuat tarik rata-rata kulit samoa Hasil uji lanjut Duncan untuk faktor konsentrasi minyak biji karet memberikan hasil bahwa nilai kuat tarik rata-rata dengan perlakuan konsentrasi minyak biji karet 30% berbeda nyata dengan perlakuan konsentrasi minyak biji karet 20%. Berdasarkan hasil uji lanjut Duncan konsentrasi minyak biji karet 30% memberikan nilai kuat tarik rata-rata tertinggi dengan nilai rata-rata 28.56 N/mm2, sedangkan nilai rata-rata terendah sebesar 27.67 N/mm2 didapat dari perlakuan konsentrasi minyak biji karet 20%. Alasan yang serupa dengan hasil uji kuat tarik sejajar adalah faktor-faktor atau alasan yang diduga menyebabkan sampel dengan konsentrasi minyak biji karet 30% memiliki nilai kuat tarik rata-rata yang lebih tinggi dibandingkan dengan sampel konsentrasi minyak biji karet 20%. Interaksi kedua faktor juga menunjukkan hasil uji lanjut Duncan yang berbeda nyata untuk semua kombinasi perlakuan. Kombinasi perlakuan konsentrasi minyak biji karet 30% dan glutaraldehida 3% memberikan nilai rata-rata kuat tarik rata-rata tertinggi sebesar 30.38 N/mm2. Nilai rata-rata kuat tarik terendah sebesar 25.29 N/mm2 didapat dari kombinasi perlakuan konsentrasi minyak biji karet 20% dan glutaraldehida 5%. Selain dipengaruhi oleh arah serat kulit, kuat tarik menurut Suparno et al. (2011) juga dipengaruhi oleh ketebalan dan lokasi pengambilan sampel. Menurut Kanagy (1977) di dalam Amwaliya (2011), tingginya nilai kuat tarik kulit dipengaruhi oleh tingginya komposisi protein serat di dalam kulit. Komposisi protein serat terkait dengan lokasi pengambilan sampel. Kulit yang diambil pada bagian krupon akan memiliki kuat tarik yang lebih baik bila dibandingkan dengan kulit yang diambil pada bagian bahu dan perut karena kulit pada bagian krupon memiliki jaringan kolagen yang lebih kuat, rapat, dan kompak. Nilai kuat tarik juga dipengaruhi oleh ketebalan kulit. Kulit yang tipis mempunyai serat kolagen yang longgar sehingga mempunyai daya regang dan kuat tarik yang lebih rendah jika dibandingkan dengan kulit yang lebih tebal (O’Flaherty dan Lollar, 1960). Faktor-faktor yang mempengaruhi nilai kuat sobek juga dapat mempengaruhi nilai kuat tarik, begitu juga dengan sebaliknya. Selain itu, Suparno (2010) menyatakan bahwa selain penyamakan, kuat tarik juga dipengaruhi oleh komposisi serat di dalam kulit. Kuat tarik pada bagian krupon yang lebih kuat dan jaringan kolagen yang lebih kompak akan lebih tinggi daripada kulit bagian bahu atau perut. Kuat tarik kulit juga dipengaruhi ketebalan. Kulit yang tipis memiliki jaringan kolagen yang longgar, sehingga memiliki kuat tarik dan elongasi yang rendah.
22
Penelitian pada skala pilot plant menunjukkan bahwa nilai kuat tarik akan semakin meningkat dengan semakin bertambahnya konsentrasi minyak biji karet yang ditambahkan. Selain itu, nilai kuat tarik kulit samoa juga semakin bertambah dengan semakin berkurangnya konsentrasi glutaraldehida yang diberikan. Hasil yang berbeda terdapat pada penelitian kulit samoa pada skala laboratorium. Fahroji (2010) melakukan penelitian produksi kulit samoa pada skala laboratorium. Perlakuan yang diberikan yaitu konsentrasi minyak biji karet (10%, 20%, dan 30%) dan konsentrasi glutaraldehida (1.5%, 3%, dan 4.5%). Penelitian tersebut menunjukkan bahwa kuat tarik tidak dipengaruhi oleh konsentrasi glutaraldehida dan konsentrasi minyak biji karet, serta interaksi keduanya. Oleh karena itu, disarankan untuk melakukan penelitian lebih lanjut produksi kulit samoa dengan jumlah taraf perlakuan konsentrasi glutaraldehida dan minyak biji karet yang lebih banyak. Hal ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh konsentrasi glutaraldehida dan minyak biji karet yang tepat karena jika dilihat dari dua penelitian di atas menunjukkan hasil yang berbeda. Selain itu, diharapkan didapat konsentrasi glutaraldehida dan minyak biji karet yang optimum.
4.2.2.4 Perpanjangan Putus Perpanjangan putus menunjukkan nilai keelastisan kulit. Nilai perpanjangan putus yang tinggi berarti kulit tersebut bermutu baik dan tidak mudah sobek, tidak kaku, maupun putus saat digunakan. Pengujian perpanjangan putus dilakukan dengan dua arah yaitu paralel dan tegak lurus tulang belakang. Hasil pengujian perpanjangan putus dari kedua arah dirata-ratakan untuk mendapatkan nilai perpanjangan putus rata-rata dari kedua arah. Berdasarkan pengujian diperoleh hasil bahwa nilai perpanjangan putus untuk sampel sejajar (parallel) memiliki rentang nilai antara 69.09-72.58 % dan dapat dilihat pada Lampiran 15. Pengujian pada sampel tegak lurus (perpendicular) menunjukkan nilai perpanjangan putus tegak lurus berkisar antara 152.66-161.59 % dan dapat dilihat pada Lampiran 16. Hasil analisis ragam (Lampiran 15 dan Lampiran 16) menunjukkan bahwa faktor konsentrasi minyak biji karet (20% dan 30%) dan glutaraldehida (3% dan 5%) juga interaksi keduanya tidak memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap nilai perpanjangan putus sejajar dan perpanjangan putus tegak lurus kulit samoa. Hasil pengujian perpanjangan putus kulit samoa dari kedua arah dirata-ratakan dan didapat hasil berkisar antara 111.52 %-117.09 % dan dapat dilihat pada Lampiran 17. Hasil analisis ragam (Lampiran 17) dengan nilai α (0.05) menunjukkan bahwa faktor konsentrasi minyak biji karet (20% dan 30%) dan glutaraldehida (3% dan 5%) juga interaksi keduanya tidak memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap nilai perpanjangan putus rata-rata kulit samoa. Nilai perpanjangan putus sampel tegak lurus (perpendicular) lebih besar daripada sampel sejajar (parallel). Hal ini berbanding terbalik dengan kuat sobek dimana sampel sejajar lebih besar daripada sampel tegak lurus. Menurut Febianti (2011), bagian kulit dengan arah serat sejajar terhadap arah tarikan pada pengujian mempunyai nilai perpanjangan putus yang lebih tinggi diakibatkan pada bagian tersebut (kearah perut) lebih sering digunakan hewan untuk berkontraksi menahan beban perut dan makanan semasa hidupnya sehingga elastisitasnya lebih tinggi. Amwaliya (2011) berpendapat bahwa tingginya perpanjangan putus sampel perpendicular dikarenakan pada sampel ini, arah serat kulit sejajar dengan arah gaya tarikan sehingga kulit menjadi lebih mudah mengalami perpanjangan atau perpanjangan dan pada akhirnya kulit akan putus. Sebaliknya, pada sampel parallel, arah serat tegak lurus terhadap arah gaya tarikan sehingga pada saat ditarik, kulit menjadi sulit mengalami perpanjangan karena kurang elastis atau lentur. Hal ini yang menyebabkan pada sampel parallel dibutuhkan gaya tarik (kuat tarik) yang lebih besar. Kemuluran (perpanjangan putus) kulit berkaitan dengan kelemasan atau elastisitas kulit yang dihasilkan. Kulit samak menjadi lemas karena terjadi reduksi elastin pada proses pengapuran dan
23
pengikisan protein kulit. Judoamidjojo (1974) menyatakan elastin merupakan protein fibrous yang membentuk serat-serat yang sangat elastis karena mempunyai rantai asam amino yang membentuk sudut. Sudut-sudut tersebut menjadi lurus pada saat mendapat tegangan dan akan kembali seperti semula apabila tegangan tersebut dilepaskan. Hilangnya elastin pada protein kulit dapat mengurangi elastisitas kulit. Kemuluran kulit juga dipengaruhi oleh tingginya komposisi protein serat. Derajat kemuluran serta kelemasan juga dipengaruhi oleh proses penyelesaiannya seperti pementangan, pelemasan dan penghamplasan (Purnomo 1985).
4.2.2.5 Daya Serap Air Daya serap air menjadi salah satu parameter utama dari penentuan mutu kulit samoa. Mutu kulit samoa yang baik atau tinggi didapatkan jika memiliki nilai daya serap air yang tinggi. Hal ini mengingat fungsi utama kulit samoa sebagai bahan lap atau media pembersih dan pengering berbagai macam barang seperti kendaraan bermotor, bahan optik, dan perhiasan. Pengujian daya serap air dilakukan dengan dua macam waktu, yaitu selama 2 jam dan 24 jam perendaman dalam air. Kulit samoa memiliki kemampuan daya serap yang baik. Menurut Suparno et al. (2011), penyamakan kulit samoa adalah sebuah reaksi pengikatan minyak yang teroksidasi dengan bagian serat protein pada kulit. Hal ini memberikan efek penjagaan struktur serat kulit saling berjauhan. Oleh sebab itu, kolagen kulit mampu menahan air yang berlebih ke dalam matrik minyak terpolimerisasi yang bersifat hidrofobia. Hasil uji daya serap air selama 2 jam menunjukkan bahwa nilai daya serap air antara 313.8%353.9% dan dapat dilihat pada Lampiran 18. Hasil analisis ragam (Lampiran 18) dengan nilai α (0.05) menunjukkan bahwa faktor konsentrasi minyak biji karet (20% dan 30%) dan glutaraldehida (3% dan 5%) juga interaksi keduanya tidak memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap hasil uji daya serap air 2 jam kulit samoa. Setelah sampel diuji daya serap air selama 2 jam, sampel dilakukan pengujian daya serap air dengan lama perendaman 24 jam. Nilai daya serap air 24 jam mengalami peningkatan dari sebelumnya 2 jam yaitu berkisar antara 357%-409% dan dapat dilihat pada Lampiran 19. Suparno dan Wahyudi (2012) menyatakan bahwa semakin lama waktu penyerapan air, maka semakin banyak air yang terserap oleh kulit dan pada suatu saat daya serap air akan tetap ketika titik jenuh sudah tercapai. Namun sama halnya dengan daya serap air 2 jam, hasil analisis ragam (Lampiran 19) untuk kedua faktor dan interaksinya tidak memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap daya serap air 24 jam kulit samoa.
4.2.2.6 Ketebalan Kulit samoa pada penelitian ini memiliki ketebalan berkisar antara 0.56-0.60 mm. Keragaman ketebalan kulit diakibatkan oleh proses shaving dan buffing. Selama proses shaving ketebalan kulit diatur antara 0.7-0.8 mm untuk menghilangkan lapisan grain. Selama proses buffing kulit diamplas menggunakan mesin sampai halus. Selain itu, keragaman ketebalan juga dapat disebabkan oleh ketebalan awal kulit yang berbeda-beda, meskipun sudah diupayakan hanya kulit dengan ketebalan rata-rata 1 mm yang dijadikan sebagai bahan penelitian.
4.2.3 Sifat-sifat Organoleptik Sifat organoleptik menjadi salah satu parameter utama penentu mutu kulit samoa terutama kehalusannya. Hal ini terkait dengan fungsi utama kulit samoa sebagai media pembersih, pengering, dan penyaring. Jika dilihat dari hasil pengujian seperti yang disajikan pada Tabel 9, kulit samoa hasil penelitian mempunyai mutu yang sangat baik dari segi kehalusan, warna, dan bau, karena mampu
24
memiliki nilai uji yang tinggi yaitu 8-9. Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa faktor konsentrasi minyak biji karet dan glutaraldehida, serta interaksi keduanya tidak berpengaruh nyata terhadap kehalusan, warna, dan bau kulit samoa. Tabel 9. Sifat-sifat organoleptik kulit samoa Minyak Biji Karet (%)
Glutaraldehida (%)
Kehalusan
Warna
Bau
20
3
8
8-9
8-9
20
5
8-9
8
8-9
30
3
8-9
8
8-9
30
5
8-9
8
8-9
Keterangan : 1-2 = sangat buruk, 2-3 = buruk, 3-4 = sangat kurang, 4-5 = kurang, 5-6 = cukup, 6-7 = sangat cukup, 7-8 = baik, 8-9 = sangat baik, 9-10 = sempurna
4.2.4 Penentuan Perlakuan Terbaik dan Perbandingan Mutu dengan Hasil Terbaik Skala Laboratorium Penentuan perlakuan terbaik didasarkan pada mutu kulit Samoa yang dihasilkan. Sifat organoleptik dan sifat fisik menjadi faktor penentu mutu kulit samoa. Sifat organoleptik terutama kehalusan dan sifat fisik daya serap air menjadi faktor penting penentu mutu karena berhubungan langsung dengan fungsi utama kulit samoa sebagai media pembersih, penyerap, dan penyaring. Selain itu, nilai kuat tarik, kuat sobek, dan perpanjangan putus yang tinggi berarti umur pakai kulit samoa dapat lebih lama karena kulit tidak mudah sobek maupun putus. Kulit samoa hasil kombinasi perlakuan konsentrasi minyak biji karet 20% dan konsentrasi glutaraldehida 3% dipilih sebagai hasil terbaik pada penelitian ini. Hal ini dapat dilihat dari hasil uji organoleptik, dan uji sifat fisik yang memiliki nilai yang tinggi. Perbandingan mutu kulit samoa terbaik dari penelitian ini dengan hasil terbaik penelitian skala laboratorium dapat dilihat pada Tabel 12. Penelitian skala laboratorium yang menjadi perbandingan adalah penelitian yang dilakukan oleh Setiawan (2009), Fahroji (2010), dan Febianti (2011). Setiawan (2009) melakukan penelitian pembuatan kulit samoa pada skala laboratorium dengan jumlah kulit pikel kambing sebesar setengah lembar setiap perlakuan. Perlakuan yang diberikan yaitu konsentrasi minyak biji karet (10%, 20%, dan 30%) dan waktu oksidasi di luar molen (3 hari, 6 hari, dan 9 hari). Penelitian ini menghasilkan kombinasi perlakuan terbaik yaitu konsentrasi minyak biji karet sebesar 20% dengan waktu oksidasi di luar molen 9 hari. Mutu kulit samoa hasil perlakuan terbaik dapat dilihat pada Tabel 12. Fahroji (2010) melakukan penelitian pembuatan kulit samoa pada skala laboratorium dengan jumlah kulit pikel kambing sebesar setengah lembar setiap perlakuan. Perlakuan yang diberikan yaitu konsentrasi minyak biji karet (10%, 20%, dan 30%) dan konsentrasi glutaraldehida (1.5%, 3%, dan 4.5%). Waktu oksidasi di luar molen menggunakan hasil penelitian Setiawan (2009) yaitu sebesar 9 hari. Penelitian ini menghasilkan kombinasi perlakuan terbaik yaitu konsentrasi minyak biji karet sebesar 10% dan konsentrasi glutaraldehida sebesar 3%. Mutu kulit samoa hasil perlakuan terbaik dapat dilihat pada Tabel 12. Febianti (2011) melakukan penelitian pembuatan kulit samoa pada skala laboratorium dengan jumlah kulit pikel kambing sebesar setengah lembar setiap perlakuan. Perlakuan yang diberikan yaitu waktu oksidasi di dalam molen (4 jam, 6 jam, dan 8 jam) dan waktu oksidasi di luar molen (1 hari, 2 hari, dan 3 hari). Waktu oksidasi di luar molen menggunakan hasil penelitian Setiawan (2009) yaitu selama 9 hari. Penelitian ini menghasilkan kombinasi perlakuan terbaik yaitu waktu oksidasi di dalam
25
molen selama 4 jam dan waktu oksidasi di luar molen selama 3 hari. Penelitian ini juga sudah menggunakan oksidator berupa NaClO sebanyak 2% yang dilarutkan dalam air sebanyak 70% dari jumlah minyak biji karet yang digunakan. Penggunaan oksidator ini bertujuan untuk mempercepat waktu oksidasi di luar molen yang pada awalnya membutuhkan waktu sampai 9 hari. Konsentrasi minyak biji karet yang digunakan sebesar 30% dan konsentrasi glutaraldehida yang digunakan sebesar 3%. Mutu kulit samoa hasil perlakuan terbaik dapat dilihat pada Tabel 10. Tabel 10. Perbandingan mutu kulit samoa hasil terbaik skala pilot plant dengan skala laboratorium
Parameter
Sifat Kimia: Kadar minyak
Kadar Abu
pH
Sifat Fisis: Tebal
Kuat tarik
Perpanjangan putus
Kuat sobek
Penyerapan air 2 jam 24 jam
Satuan
Kulit samoa hasil terbaik penelitian penulis (skala pilot plant)
Nilai Kulit samoa hasil terbaik penelitian skala laboratorium a b c
SNI (BSN 1990)
% %
5.9 1.2 6.7
4.5 1.9 7.5
2.5 1.2 8
6.0 1.1 8.3
Maks. 10 Maks. 5 Maks. 8
mm N/mm2 % N/mm (%)
0.6 30.1 112.6 81.6
0.7 30.2 178.1 75.1
0.9 21.5 144 55.8
0.8 21.5 133 90.8
0.3-1.2 Min. 7.5 Min. 50 Min. 15
345.0 409.9
315.7 346.5
266 299
231 257
Min. 100 Min. 200
8-9 7 7-8
7-8 8-9 8-9
8-9 7-8 7-8
Halus Kuning muda -
Organoleptis: Kehalusan 8 Warna 8-9 Bau 8-9 Keterangan : a = Febianti (2011) c = Setiawan (2009) b = Fahroji (2010)
Perbandingan hasil terbaik dari kedua skala penelitian menunjukkan bahwa kulit samoa yang diproduksi skala pilot plant memiliki mutu yang sama baiknya dengan kulit samoa hasil produksi skala laboratorium. Bahkan untuk beberapa kriteria seperti daya serap air, kuat sobek, dan sifat organoleptik warna dan bau, kulit samoa hasil produksi skala pilot plant lebih unggul. Perbedaan nilai warna dan bau bisa diakibatkan selama proses pencucian dan setting out kulit samoa berlangsung. Pencucian yang baik akan mengeluarkan sisa minyak biji karet yang tidak berikatan dengan kulit selama proses penyamakan. Sisa minyak yang terlalu banyak tertinggal di dalam kulit samoa akan menyebabkan timbul warna bercak coklat tua dan bau minyak yang cukup menyengat. Akan tetapi, jika dibandingkan dengan kulit samoa yang disamak dengan kulit ikan, kulit samoa dengan minyak biji karet memiliki bau yang lebih baik. Secara keseluruhan, mutu kulit samoa hasil terbaik penelitian skala laboratorium maupun skala pilot plant sudah memenuhi standar SNI.
26
V. SIMPULAN DAN SARAN 5.1 Simpulan Faktor konsentrasi minyak biji karet berpengaruh nyata terhadap kadar minyak, dan kuat tarik kulit samoa. Faktor konsentrasi glutaraldehida memiliki pengaruh yang nyata terhadap kuat sobek dan kuat tarik kulit samoa. Interaksi antara faktor konsentrasi minyak biji karet dan glutaraldehid berpengaruh nyata terhadap kuat tarik kulit samoa. Kombinasi perlakuan konsentrasi minyak biji karet 20% dan konsentrasi glutaraldehida 3% memberikan hasil terbaik pada penelitian ini. Sifat-sifat fisik kulit samoa yang dihasilkan adalah ketebalan 0.6 mm, kuat tarik 30.1 N/mm2, perpanjangan putus 112.6%, kuat sobek 81.57 N/mm, daya serap air 2 jam 345%, daya serap air 24 jam 409.9%. Sifat-sifat kimianya adalah kadar minyak 5.9%, kadar abu 1.2%, dan pH 6.7. Nilai sifat-sifat organoleptiknya adalah kehalusan 8 (baik), warna 8-9 (sangat baik), dan bau 8-9 (sangat baik). Hasil terbaik ini juga tidak jauh berbeda atau dapat dikatakan sama baiknya dengan hasil penelitian terbaik skala laboratorium.
5.2 Saran Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut produksi kulit samoa dengan jumlah taraf perlakuan konsentrasi glutaraldehida dan minyak biji karet yang lebih banyak.
27
DAFTAR PUSTAKA
Amwaliya S. 2011. Pengaruh Waktu Oksidasi Terhadap Mutu Kulit Samoa pada Proses Penyamakan Minyak yang Dipercepat dengan Hidrogen Peroksida. [Skripsi]. Bogor: Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. AOAC. 1984. Official methods of analysis. Washington DC (US): Association of Analytical Chemistry. Arsyad. 2001. Kamus Kimia. Jakarta (ID): Gramedia Pustaka. [BSN] Badan Standarisasi Nasional. 1990. Standar Nasional Indonesia. Kulit Samoa (chamois). SNI 06-1752-1990. Jakarta(ID): BSN. Covington AD. 2009. Tanning Chemistry, The Science of Leather. Cambridge (UK): The Royal Society of Chemistry. Damink LHHO, Dijkstra PJ, Van Luyn MJA, Van Wachem PB, Nieuwenhuis P, Feijen J. 1995. Glutaraldehyde as a crosslinking agent for collagen-based biomaterials. J. Mat. Sci.; Mats. In Medicine 6:460-472. Fahroji Z. 2010. Pengaruh Jumlah Bahan Pretanning dan Minyak Biji Karet (Hevea brasiliensis) terhadap Mutu Kulit Samoa. [Skripsi]. Bogor: Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Febianti I. 2011. Penentuan Waktu Oksidasi Terbaik untuk Proses Penyamakan Kulit Samoa Menggunakan Minyak Biji Karet dengan Oksidator Natrium Hipoklorit. [Skripsi]. Bogor: Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Haines BM, Barlow JR. 1975. The anatomy of leather. British Leather Manufacturer’s Research Association, Militon Park, Egham, Surrey, UK. Journal of Material Science 10 (1975) 525-538. Hardjosuwito B, Hoesnan A. 1976. Minyak Biji Karet, Analisis dan Kemungkinan Penggunaannya. Menara Pertkebunan, 44 (55) : 225. Harper J. 2007. Food Processing Scale-Up. Diakses dari http://class/scaleup [26 Maret 2011]. Judoamidjojo RM. 1974. Dasar Teknologi dan Kimia Kulit. Departemen Teknologi Hasil Pertanian, Fakultas Teknologi Mekanisasi Pertanian. IPB, Bogor. Kanagy RJ. 1977. Physical and Performance Properties of Leather. New York (US): Robert E. Krieger Publishing So. Hunting. Ketaren S. 1986. Pengantar Teknologi Minyak dan Lemak Pangan. Jakarta (ID): Indonesia Univ Pr. Krishnan SH, Sundar VJ, Rangasamy T, Muralidharan C, Sadullla S. 2005. Studies on chamois leather – tanning using plant oil. Journal of the Society of Leather Tecnologists and Chemists, 89 : 260 – 262. Mann BR, McMillan MM.2000. The Chemistry of Leader Industry. New Zealand: G.L.Brown & Co. Ltd. O’Flaherty F, Roddy WT, Lollar RM. 1960. The Chemistry and Technology of Leather. New York (US): Reinhold Publishing Co. Pudjaatmaka AH. 2002. Kamus Kimia. [Online]. http://books.google.co.id/books?id=7zzlUf927wUC&pg=PR3&dq=basa+schiff&source=gbs_selected_pages&cad=3#v=onepa ge&q=basa%20schiff&f=false. [9 Desember 2012].
28
Purnomo E. 1985. Pengetahuan Dasar Teknologi Penyamakan Kulit. Akademi Teknologi Kulit. Departemen Perindustrian. Yogyakarta. Purnomo E. 1992. Penyamakan Kulit Kaki Ayam. Yogyakarta (ID): Penerbit Kanisius. Ramadhas AS, Muraleedharan C, Jayaraj S. 2005. Performance and emission evaluation of a diesel engine fueled with methyl esters of rubber seed oil. Renewable Energy 30:1789-1800. Sarkar KT. 1995. Theory and Practice of Leather Manufacture. India: The C. L. S. Press, Madras-7. Setiawan F. 2009. Pengaruh Konsentrasi Minyak Biji Karet (Hevea brasiliensis) dan Waktu Oksidasi dalam Penyamakan Minyak terhadap Mutu Kulit Samoa. [Skripsi]. Bogor: Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Sharpouse JH. 1981. Chamois Leather and Oil Tannages : Gloving, Clothing, and Special Leather. Tropical Product Institute, Desember 1981. Sharpouse JH. 1995. Leather Technician’s Handbook. Northampton (UK): Leather Producer’s Association. [SLTC] Society of Leather Technologists and Chemists. 1996. Official methods of Analysis. Northampton (UK): SLTC. Sucipto. 1989. Alat dan Mesin Penyamakan Kulit. Yogyakarta (ID): Penerbit Kanisius. Suparno O. 2006. Potensi Pemanfaatan Biji Karet di Indonesia [karya ilmiah]. Tidak dipublikasikan. Suparno O. 2009. Penyamakan kulit samoa (chamois leather). Bogor: Departemen Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Suparno O. 2010. Optimization of chamois leather tanning using rubber seed oil. Journal of The Society of Leather Technologists and Chemists 105(6): 189-194. Suparno O, Covington AD, Evans CS. 2005. Kraft lignin degradation products for tanning and dyeing of leather. Journal of Chemical Technology and Boitechnology 80 (1) : 44-49. Suparno O, Gumbira-Sa’id E, Kartika IA, Muslich, Mubarak S. 2011. An Innovative New Application of Oxidizing Agents to Accelerate Chamois Leather Tanning. Journal of the American Leather Chemists Association 106(12): 360-366. Suparno O, Kartika IA, dan Muslich. 2008. Rekayasa Proses Penyamakan Kulit Menggunakan Minyak Biji Karet. [Laporan Akhir Penelitian Hibah Bersaing]. Bogor: Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat, Institiut Pertanian Bogor. Suparno O, Kartika IA, Muslich. 2009. Chamois leather tanning using rubber seed oil. Journal of The Society of Leather Technologists and Chemists Vol 93. P. 158. Suparno O, Wahyudi E. 2012. Pengaruh konsentrasi natrium perkarbonat dan jumlah air pada penyamakan kulit samoa terhadap mutu kulit samoa. Jurnal Teknologi Industri Pertanian 22 (1): 1-9. Valentas JK, Levine L, Clark JP. 1991. Food Processing Operation and Scale-Up. New York (US): Marcel Deker Inc., Madison. Wachsmann HM. 1999. Chamois Leather –Traditional and Today. World Leather, Oktober 1999.
29
LAMPIRAN
30
Lampiran 1. Prosedur Analisis dan Uji Minyak Biji Karet 1.
Bilangan Asam (AOAC 1995) Contoh minyak yang akan diuji ditimbang sebanyak 10 - 20 gram. kemudian ke dalam contoh tersebut ditambahkan 50 ml alkohol 95 persen, lalu dipanaskan pada penangas air sambil diaduk sampai semua minyak larut (sekitar 10 menit). Larutan ini kemudian dititrasi dengan KOH 0.1 N dengan indikator phenolpthalein (pp) (sampai terbentuk warna merah jambu yang tidak hilang selama 10 detik. Bilangan asam dapat dihitung dengan persamaan berikut:
2.
Kadar Asam Lemak Bebas /persen FFA Bilangan asam sering juga dinyatakan sebagai kadar asam lemak bebas persen FFA. Hubungan kadar asam lemak bebas dengan bilangan asam menurut Sudarmadji et al. (1989) dapat dtituliskan sebagai berikut:
Dimana : Faktor konversi untuk oleat Faktor konversi untuk palmitat Faktor konversi untuk laurat Faktor konversi untuk linoleat 3.
Bilangan Iod Cara Wijs (AOCS 1951) Contoh minyak yang telah disaring ditimbang sebanyak 0.25 gram dalam labu erlenmeyer 500 ml yang bertutup. Sebanyak 20 ml khloroform dan 25 larutan Wijs ditambahkan ke dalam contoh dengan hati-hati (menggunakan pipet). Labu elenmeyer kemudian disimpan pada tempat gelap selama 30 menit, dan akhirnya ditambahkan 20 ml KI 15 persen dan 100 ml aquades. Kemudian erlenmeyer ditutup dan dikocok dengan hati-hati. Titrasi dilakukan dengan larutan natrium tiosulfat 0.1 N dengan indikator pati, sampai warna biru berubah menjadi putih jernih. Dengan cara yang sama dilakukan pula titrasi blanko. Bilangan iod dihitung dengan rumus berikut:
A B 12.69 4.
= 1.99 = 2.19 = 2.80 = 2.01
= ml Na-tio untuk titrasi contoh = ml Na-tio untuk titasi blanko = sepersepuluh dari BM atom iodium
Bilangan Peroksida (AOAC 1995) Sebanyak 5 gram minyak ditimbang dalam erlenmeyer 300 ml, kemudian dilarutkan dengan pelarut yang merupakan campuran dari 60 persen asam asetat glasial dan 40 persen kloroform, lalu ditambahkan 0.5 ml KI jenuh sambil dikocok. Dua menit setelah penambahan KI, ditambahkan aquades sebanyak 30 ml. Larutan kemudian dititrasi dengan indikator pati.
31
Dengan cara yang sama dibuat pula titrasi blanko tanpa minyak. Bilangan peroksida dinyatakan dalam mili-equivalen dari peroksida setiap 100 gram contoh.
5.
Warna (Suparno et al. 2008) Pengukuran warna dilakukan dengan menggunakan alat DR (Direct Read) 2000. Sebelum dilakukan pengukuran, contoh minyak yang akan digunakan diencerkan terlebih dahulu dengan menggunakan pelarut n-heksan. Perbandingan antara minyak dan pelarut adalah 1 : 9. Kemudian panjang gelombang cahaya yang akan digunakan adalah 455 nm. Setelah siap, cuvet yang berisi aquades dimasukan ke dalam alat, kemudian skala dinolkan. Kuvet yang berisi aquades diganti dengan kuvet yang berisi contoh minyak dan nilai warna dapat dibaca setelah menekan tanda ‘read’ pada alat tersebut. Pengukuran dilakukan minimal sebanyak tiga kali untuk setiap contoh minyak. Rataan dari nilai tersebut dikalikan dengan faktor pengenceran ditetapkan sebagai warna dari contoh.
32
Lampiran 2. Prosedur Analisis dan Uji Sifat Fisik Kulit Pengkondisian sampel (SLTC 2006) Sebelum diuji fisik dan mekanis sampel harus dikondisikan terlebih dahulu pada kondisi standar atmosfer. Ini dapat dipakai untuk semua jenis kulit kering. Berikut ini standar atmosfer dan toleransinya. Penandaan Suhu Kelembaban relati (RH) 20/65 20±2 65±5 Kondisi di bawah adalah alternatif, namun tidak ekuivalen, kondisi ini mungkin bisa digunakan. 23/50 23±2 50±5 Pengkondisian Sampel dikondisikan sesuai dengan standar atmosfer seperti tabel di atas. Udara bebas diusahakan dapat mengenai kedua sisi permukaan sampel. Pengkondisian sampel dilakukan minimal selama 48 jam sebelum pengujian. Sampel diambil pada bagian berikut ini :
Lokasi pengambilan sampel uji fisik dan kimia
1.
Ketebalan (SLTC 2006) Ketebalan kulit diukur dengan cara mengukur ketebalan pada tiga titik permukaan kulit dan dihitung rata-rata dari hasil pengukuran. Pengukuran ketebalan menggunakan alat thickness gauge. Alat diletakkan di atas bidang horizontal dengan permukaan yang rata kemudian sampel diletakkan di antara tatakan dan penekan dengan sisi grain berada di atas (jika dapat diidentifikasi). Jika sisi grain-nya tidak dapat diidentifikasi, maka sampel diletakkan dengan salah satu sisi ke atas. Penekan dilepas, ditunggu sekitar 5 detik ±1 detik, kemudian angka yang terbaca pada meteran dicatat.sebagai ketebalan. Hasil ketebalan yang terbaca kemudian dirataratakan.
2.
Kekuatan tarik (SLTC 2006) Pengujian kekutan tarik dilakukan dengan menggunakan alat tensile strength tester. Sampel dipasang pada alat penguji dengan cara menjepitkan kedua ujung sampel pada alat penjepit.
33
Jarak antar jepitan adalah 5 cm. Setelah sampel terpasang, mesin dinyalakan dan dimatikan ketika sampel terputus. Nilai kekuatan tarik dapat dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut:
F = nilai yang terbaca pada alat (kgf) l = lebar kulit yang diuji (mm) t = ketebalan kulit (mm) Berikut ini adalah bentuk sampel untuk uji kekuatan tarik
Dimensi (mm): L 55
3.
l1 25
l2 15
b 5
b1 12.5
A 5
Perpanjangan putus (SLTC 2006) Pengujian perpanjangan (elongasi) adalah pengukuran perpanjangan kulit yang ditarik mulai dari kondisi awal sampai dengan akhir yaitu terputusnya kulit pada saat pengujian kekuatan tarik. Perpanjangan dihitung dengan membandingkan perpanjangan kulit ketika terputus pada saat pengujian kekuatan tarik dengan panjang kulit diawal pengukuran. Penghitungan perpanjangan putus dilakukan dengan menggunakan rumus sebagi berikut:
L1 = Panjang pada waktu putus (mm) L0 = Panjang mula – mula (mm) 4.
Kekuatan sobek (SLTC 2006) Pengujian kekuatan sobek menggunakan alat yang sama dengan uji kekuatan tarik, yang berbeda hanya pada bentuk sampel dan penggunaan alat tambahan pada alat tensile strength tester. Alat tambahan yang digunakan yaitu pengait yang berfungsi untuk menarik sampel uji kekuatan sobek. Sampel dipasang dengan cara mengaitkan bagian tengah sampel pada alat pengait. Alat pengait akan menarik sampel dengan arah yang berlawanan sehingga sampel akan tersobek. Nilai kekuatan sobek yang terbaca pada alat dilihat ketika sampel mulai
34
tersobek dan jarum penunjuk nilai kekuatan sobek pada alat pengujian berhenti. Nilai kekuatan sobek dapat dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut :
F = Nilai yang terbaca pada alat ( kgf) t = Ketebalan kulit (mm)
Keterangan : A. Penampang alat uji kekeuatan sobek. B. Bentuk dan ukuran sampel C. Posisi sampel untuk pengujian kekuatan sobek. 5.
Daya serap air (SLTC 2006) Pengujian daya serap air dilakukan dengan cara merendam sampel kulit pada alat uji daya serap air selama 2 jam pertama dan 24 jam berikutnya. Sampel kulit yang diuji memiliki bentuk lingkaran dengan diameter 6 cm. Bulb
Silind er
35
Keterangan : A. Penampang alat uji kekuatan sobek. B. Bentuk dan ukuran sampel. 6.
Suhu pengerutan (SLTC 2006) Prosedur pengujian : 1. Sampel dikaitkan pada pengait D dan J 2. Sampel dimasukkan ke dalam gelas A yang telah berisi 350±50 ml air destilasi. Kecuali sampel diduga mempunyai suhu pengerutan di bawah 60 oC , sampel dimasukkan ke dalam air dengan suhu 50±5oC. Air dipanaskan dengan menjaga kenaikan suhu sebisa mungkin sebesar 2oC per menit. 3. Setiap interval setengah menit, suhu yang terbaca pada termometer M dan derajat yang terbaca pada pointer G dicatat. Kegiatan ini diteruskan sampai sampel mengalami pegerutan. Kegiatan ini dapat diakhiri setelah sampel tidak lagi mengalami pengerutan seiring dengan kenaikan suhunya. Dengan membaca hubungan antara suhu dan besarnya derajat pergerakan pointer atau dengan menggunakan grafik hubungan antara pembacaan pointer dengan suhu maka dapat ditentukan derajat pengerutan dari sampel tersebut. Suhu pengerutan adalah suhu dimana terjadi pengerutan sampel dengan derajat paling besar.
Keterangan : A. Penampang alat uji suhu pengerutan. B. Posisi sampel untuk pengujian suhu pengerutan.
36
Lampiran 3. Prosedur Analisis dan Uji Sifat Kimia dan Organoleptik Kulit 1.
2.
Kadar lemak (AOAC 1984) Sampel yang telah dikeringkan dalam oven, ditimbang sebanyak 2 - 3 gram. Sampel kemudian dibungkus dengan kertas saring dan dibentuk silinder sesuai dengan jumlah dan ukuran sampel. Selanjutnya, sampel dimasukkan kedalam soxhlet yang telah berisi pelarut (heksan) dan dihubungkan dengan pendingin tegak, labu lemak, dan pemanas. Labu lemak yang digunakan sebelumnya harus sudah diketahui bobotnya. Setelah semua alat terpasang, pemanas dinyalalakan. Selama pemanasan, pelarut akan mengalir melewati bahan (refluks). Setelah refluks sebanyak 60 kali maka pemanasan dihentikan. Minyak yang telah bercampur dengan pelarut dalam labu lemak kemudian dipisahkan dengan menggunakan alat rotary evaporator sampai semua pelarut terpisah dari minyak. Kadar minyak pada sampel adalah jumlah minyak yang terdapat pada labu lemak. Penghitungan kadar minyak dibuat dengan persamaan sebagai berikut:
Kadar abu (AOAC 1984) Contoh sebanyak 3 gram ditimbang pada cawan porselin yang telah diketahui bobotnya. Cawan porselin yang berisi sampel kemudian dibakar dengan menggunakan pemanas listrik di ruang destruksi sampai tidak ada lagi asap yang keluar dari sampel. Selanjutnya, sampel pada cawan poselin dimasukkan kedalam tanur pada suhu 750 oC selama 4 jam. Sampel kemudian didinginkan dalam desikator dan ditimbang. Kadar abu dihitung dengan menggunakan persamaan berikut:
B = Berat contoh akhir (g) A = Berat contoh awal (g) 3.
pH (SLTC 2006) Contoh sebanyak 5 gram dihancurkan sampai halus, kemudian dimasukkan kedalam erlenmeyer 250 ml dan ditambahkan 100 ml aquades. Selanjutnya Erlenmeyer yang berisi contoh dan aquades tersebut di-shaker selama 24 jam. Sampel kemudian dilakukan pengujian pH menggunakan pH meter.
4.
Uji Organoleptik (Suparno et al. 2008) Uji organoleptik dilakukan dengan cara mengindentifikasi beberapa parameter mutu kulit samak minyak (samoa) diantaranya yaitu: kehalusan, warna, dan bau. Indentifikasi dilakukan oleh panelis ahli yang mengetahui standar mutu kulit samoa. Selang nilai yang diberikan adalah 1 – 10 dengan skala nilai 1 adalah sangat kurang dan 10 adalah sangat baik.
37
Lampiran 4. Hasil Pengukuran Ketebalan Kulit Sampel
Ketebalan (mm)
Rata-rata
Ulangan 1
Ulangan 2
(mm)
A1B1
0.58
0.63
0.603
A1B2
0.50
0.61
0.557
A2B1
0.50
0.61
0.556
A2B2
0.54
0.67
0.600
Keterangan : A1B1 : Konsentrasi minyak biji karet 20% dan konsentrasi glutaraldehida 3% A1B2 : Konsentrasi minyak biji karet 20% dan konsentrasi glutaraldehida 5% A2B1 : Konsentrasi minyak biji karet 30% dan konsentrasi glutaraldehida 3% A2B2 : Konsentrasi minyak biji karet 30% dan konsentrasi glutaraldehida 5%
38
Lampiran 5. Hasil Pengukuran dan Analisis Kadar Abu Kadar Abu (%)
Sampel
Rata-rata
Ulangan 1
Ulangan 2
(%)
A1B1
1.364
1.007
1.186
A1B2
1.319
1.278
1.299
A2B1
1.181
1.101
1.141
A2B2
1.118
1.030
1.074
Hasil analisis ragam kadar abu Sumber
Db
KT
F Hitung
Pr > F
A
1
0.03618050
2.02
0.2283
B
1
0.00105800
0.06
0.8199
A*B
1
0.01620000
0.90
0.3954
Galat
4
0.07163700
keragaman
39
Lampiran 6. Hasil Pengukuran dan Analisis pH pH
Sampel
Rata-rata
Ulangan 1
Ulangan 2
A1B1
7.023
6.393
6.708
A1B2
6.892
6.420
6.656
A2B1
6.948
6.483
6.715
A2B2
6.858
6.440
6.649
Hasil analisis ragam pH Sumber
Db
KT
F Hitung
Pr > F
A
1
0.00000312
0.00
0.9963
B
1
0.00702112
0.06
0.8255
A*B
1
0.00010513
0.00
0.9784
Galat
4
0.01790925
keragaman
40
Lampiran 7. Hasil Pengukuran dan Analisis Kadar Minyak Kadar Minyak (%)
Sampel
Rata-rata
Ulangan 1
Ulangan 2
(%)
A1B1
5.775
6.200
5.988
A1B2
6.265
6.820
6.543
A2B1
7.160
8.450
7.805
A2B2
7.453
8.067
7.760
Hasil analisis ragam kadar minyak Sumber
Db
KT
F Hitung
Pr > F
A
1
5.08326612
18.10
0.0131*
B
1
0.22011612
0.78
0.4260
A*B
1
0.09968112
0.35
0.5834
Galat
4
0.28087487
keragaman
Ket : * = berpengaruh nyata Uji lanjut Duncan faktor konsentrasi minyak biji karet Minyak biji karet
Kadar Minyak (%)
Berganda Duncan α=0.05
(%) 30
7.859
A
20
6.265
B
41
Lampiran 8. Hasil Pengukuran dan Analisis Suhu Kerut Suhu Kerut (oC)
Sampel
Rata-rata
Ulangan 1
Ulangan 2
(oC)
A1B1
70.50
76.00
73.25
A1B2
77.25
77.00
77.13
A2B1
74.33
74.00
74.17
A2B2
76.75
77.33
77.04
Hasil analisis ragam suhu kerut Sumber
Db
KT
F Hitung
Pr > F
A
1
0.32000000
0.08
0.7870
B
1
23.12000000
6.03
0.0700
A*B
1
0.50000000
0.13
0.7363
Galat
4
3.83500000
keragaman
42
Lampiran 9. Hasil Pengukuran dan Analisis Kuat Sobek Sejajar Kuat Sobek Sejajar (N/mm)
Sampel
Rata-rata
Ulangan 1
Ulangan 2
(N/mm)
A1B1
70.707
64.349
67.528
A1B2
62.142
57.328
59.735
A2B1
62.810
59.644
61.227
A2B2
57.109
59.358
58.234
Hasil analisis ragam kuat sobek sejajar Sumber
Db
KT
F Hitung
Pr > F
A
1
30.44340450
3.09
0.1534
B
1
58.17968450
5.91
0.0718
A*B
1
11.52000000
1.17
0.3400
Galat
4
9.8366292
keragaman
43
Lampiran 10. Hasil Pengukuran dan Analisis Kuat Sobek Tegak Lurus Kuat Sobek Tegak Lurus (N/mm)
Sampel
Rata-rata
Ulangan 1
Ulangan 2
(N/mm)
A1B1
96.854
94.388
95.621
A1B2
80.335
77.779
79.057
A2B1
89.854
84.639
87.246
A2B2
82.084
76.324
79.204
Hasil analisis ragam kuat sobek tegak lurus Sumber
Db
KT
F Hitung
Pr > F
A
1
33.8458781
3.71
0.1264
B
1
302.7399211
33.18
0.0045*
A*B
1
36.3079811
3.98
0.1168
Galat
4
9.1235146
keragaman
Ket : * = berpengaruh nyata Uji lanjut Duncan faktor konsentrasi glutaraldehida Berganda Duncan α=0.05
Minyak biji karet
Kuat Sobek Tegak Lurus
(%)
(%)
3
91.434
A
5
79.131
B
44
Lampiran 11. Hasil Pengukuran dan Analisis Kuat Sobek Rata-rata Kuat Sobek Rata-rata (N/mm)
Sampel
Rata-rata
Ulangan 1
Ulangan 2
(N/mm)
A1B1
83.781
79.368
81.575
A1B2
71.238
67.554
69.396
A2B1
76.332
72.141
74.237
A2B2
69.597
67.841
68.719
Hasil analisis ragam kuat sobek rata-rata Sumber
Db
KT
F Hitung
Pr > F
A
1
32.1201125
4.79
0.0939
B
1
156.5742080
23.33
0.0085*
A*B
1
22.1844605
3.31
0.1432
Galat
4
6.7118052
keragaman
Ket : * = berpengaruh nyata Uji lanjut Duncan faktor konsentrasi glutaraldehida Glutaraldehida (%)
Kuat Sobek Rata-rata
Berganda Duncan α=0.05
(N/mm) 3
77.906
A
5
69.058
B
45
Lampiran 12. Hasil Pengukuran dan Analisis Kuat Tarik Sejajar Kuat Tarik Sejajar (N/mm2)
Sampel
Rata-rata
Ulangan 1
Ulangan 2
(N/mm2)
A1B1
36.410
36.321
36.366
A1B2
31.647
31.200
31.423
A2B1
39.187
39.578
39.382
A2B2
33.163
33.592
33.378
Hasil analisis ragam kuat tarik sejajar Sumber
Db
KT
F Hitung
Pr > F
A
1
12.35790613
181.80
0.0002*
B
1
59.91293112
881.40
<.0001*
A*B
1
0.56445313
8.30
0.0449*
Galat
4
0.06797438
keragaman
Ket : * = berpengaruh nyata Uji lanjut Duncan faktor konsentrasi minyak biji karet Minyak Biji Karet
Kuat Tarik Sejajar (N/mm2)
Berganda Duncan α=0.05
(%) 30
36.3803
A
20
33.8945
B
Uji lanjut Duncan faktor konsentrasi glutaraldehida Glutaraldehida (%)
Kuat Tarik Sejajar (N/mm2)
3
37.8740
A
5
32.4008
B
Berganda Duncan α=0.05
Uji lanjut Duncan interaksi faktor konsentrasi minyak biji karet dan glutaraldehida Kuat Tarik Sejajar (N/mm2)
Berganda Duncan α=0.05
A2B1
39.388
A
A1B1
36.371
B
A2B2
33.381
C
A1B2
31.429
D
Interaksi Faktor
46
Lampiran 13. Hasil Pengukuran dan Analisis Kuat Tarik Tegak Lurus Kuat Tarik Tegak Lurus (N/mm2)
Rata-rata
Ulangan 1
Ulangan 2
(N/mm2)
A1B1
23.877
23.623
23.750
A1B2
19.371
18.911
19.141
A2B1
21.120
21.630
21.375
A2B2
20.282
19.958
20.120
Sampel
Hasil analisis ragam kuat tarik tegak lurus Sumber
Db
KT
F Hitung
Pr > F
A
1
0.97440800
12.16
0.0252*
B
1
17.19324800
214.52
0.0001*
A*B
1
5.62465800
70.18
0.0011*
Galat
4
0.08014900
keragaman
Ket : * = berpengaruh nyata Uji lanjut Duncan faktor konsentrasi minyak biji karet Minyak Biji Karet
Kuat Tarik Tegak Lurus
Berganda Duncan α=0.05
2
(%)
(N/mm ) 20
21.4455
A
30
20.7475
B
Uji lanjut Duncan faktor konsentrasi glutaraldehida Glutaraldehida (%)
Kuat Tarik Tegak Lurus
Berganda Duncan α=0.05
2
(N/mm ) 3
22.5625
A
5
19.6305
B
Uji lanjut Duncan interaksi faktor konsentrasi minyak biji karet dan glutaraldehida Interaksi Faktor
Kuat Tarik Tegak Lurus
Berganda Duncan α=0.05
2
(N/mm ) A1B1
23.755
A
A2B1
21.380
B
A2B2
20.125
C
A1B2
19.146
D
47
Lampiran 14. Hasil Pengukuran dan Analisis Kuat Tarik Rata-rata Kuat Tarik Rata-rata (N/mm2)
Sampel
Rata-rata
Ulangan 1
Ulangan 2
(N/mm2)
A1B1
30.144
29.972
30.058
A1B2
25.509
25.056
25.282
A2B1
30.153
30.604
30.379
A2B2
26.723
26.775
26.749
Hasil analisis ragam kuat tarik rata-rata Sumber
Db
KT
F Hitung
Pr > F
A
1
1.59668450
28.97
0.0058*
B
1
35.32201250
640.91
<.0001*
A*B
1
0.65665800
11.91
0.0260*
Galat
4
0.05511225
keragaman
Ket : * = berpengaruh nyata Uji lanjut Duncan faktor konsentrasi minyak biji karet Minyak Biji Karet
Kuat Tarik Rata-rata
Berganda Duncan α=0.05
2
(%)
(N/mm )
30
28.564
A
20
27.670
B
Uji lanjut Duncan faktor konsentrasi glutaraldehida Glutaraldehida (%)
Kuat Tarik Rata-rata
Berganda Duncan α=0.05
2
(N/mm ) 3
30.218
A
5
26.016
B
Uji lanjut Duncan interaksi faktor konsentrasi minyak biji karet dan glutaraldehida Interaksi Faktor
Kuat Tarik Rata-rata (N/mm2)
Berganda Duncan α=0.05
A2B1
30.384
A
A1B1
30.063
B
A2B2
26.754
C
A1B2
25.288
D
48
Lampiran 15. Hasil Pengukuran dan Analisis Perpanjangan Putus Sejajar Perpanjangan Putus Sejajar (%)
Sampel
Rata-rata
Ulangan 1
Ulangan 2
(%)
A1B1
74.653
67.700
71.176
A1B2
67.727
70.460
69.094
A2B1
77.862
67.296
72.579
A2B2
76.033
64.733
70.383
Hasil analisis ragam perpanjangan putus sejajar Sumber
Db
KT
F Hitung
Pr > F
A
1
3.62343200
0.10
0.7696
B
1
9.15492050
0.25
0.6445
A*B
1
0.00638450
0.00
0.9901
Galat
4
36.8929817
keragaman
49
Lampiran 16. Hasil Pengukuran dan Analisis Perpanjangan Putus Tegak Lurus Perpanjangan Putus Tegak Lurus (%)
Sampel
Rata-rata
Ulangan 1
Ulangan 2
(%)
A1B1
151.6335
156.2191
153.9263
A1B2
154.3244
154.9079
154.6161
A2B1
158.0615
165.1267
161.5941
A2B2
155.1092
150.2017
152.6555
Hasil analisis ragam perpanjangan putus tegak lurus Sumber
Db
KT
F Hitung
Pr > F
A
1
16.28777813
1.37
0.3074
B
1
34.01887613
2.85
0.1665
A*B
1
46.35400613
3.89
0.1199
Galat
4
11.9224321
keragaman
50
Lampiran 17. Hasil Pengukuran dan Analisis Perpanjangan Putus Rata-rata Perpanjangan Putus Rata-rata (%)
Sampel
Rata-rata
Ulangan 1
Ulangan 2
(%)
A1B1
113.143
111.959
112.551
A1B2
111.026
112.684
111.855
A2B1
117.962
116.211
117.086
A2B2
115.571
107.467
111.519
Hasil analisis ragam perpanjangan putus Sumber
Db
KT
F Hitung
Pr > F
A
1
8.81790013
0.97
0.3809
B
1
19.61571613
2.15
0.2162
A*B
1
11.86575612
1.30
0.3175
Galat
4
9.11145462
keragaman
51
Lampiran 18. Hasil Pengukuran dan Analisis Daya Serap Air 2 Jam Daya Serap Air 2 Jam (%)
Sampel
Rata-rata
Ulangan 1
Ulangan 2
(%)
A1B1
347.904
342.169
345.037
A1B2
322.342
385.465
353.904
A2B1
343.696
284.000
313.848
A2B2
313.127
361.792
337.459
Hasil analisis ragam daya serap air 2 jam Sumber
Db
KT
F Hitung
Pr > F
A
1
1134.427528
0.91
0.3936
B
1
527.426481
0.42
0.5504
A*B
1
108.700140
0.09
0.7822
Galat
4
1243.662249
keragaman
52
Lampiran 19. Hasil Pengukuran dan Analisis Daya Serap Air 24 Jam Daya Serap Air 24 Jam (%)
Sampel
Rata-rata
Ulangan 1
Ulangan 2
(%)
A1B1
404.432
415.371
409.902
A1B2
345.367
442.979
394.173
A2B1
379.432
333.691
356.562
A2B2
334.686
436.833
385.760
Hasil analisis ragam daya serap air 24 jam Sumber
Db
KT
F Hitung
Pr > F
A
1
1906.778258
0.68
0.4546
B
1
77.800338
0.03
0.8754
A*B
1
108.700140
0.35
0.5878
Galat
4
965.010312
keragaman
53
Lampiran 20. Hasil Pengukuran Sifat Organoleptik Kehalusan
Sampel
Warna
Bau
1
2
Rata-rata
1
2
Rata-rata
1
2
Rata-rata
A1B1
8
8
8
8
9
8-9
8
9
8-9
A1B2
8
9
8-9
8
8
8
8
9
8-9
A2B1
8
9
8-9
8
8
8
8
9
8-9
A2B2
8
9
8-9
8
8
8
8
9
8-9
54
Lampiran 21. Foto-foto Peralatan yang Digunakan
Mesin sammying
Mesin shaving
Kuda- kuda
Drum Putar (molen)
Toggle dryer & oksidasi
UTM Instron
Hasil Kulit Samoa
Mesin buffing
55
Thickness gauge
Alat stacking
Timbangan
Shaker
56