KAJIAN TEKNO EKONOMI PENDIRIAN INDUSTRI KATEKIN DAN TANIN DARI GAMBIR (Uncaria gambir Roxb)
Oleh: SHANTY RAHARJO PRATAMA F34060865
2010 FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR
KAJIAN TEKNO EKONOMI PENDIRIAN INDUSTRI KATEKIN DAN TANIN DARI GAMBIR (Uncaria gambir Roxb)
SKRIPSI Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN pada Departemen Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor
Oleh : SHANTY RAHARJO PRATAMA F34060865
2010 FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR
Shanty Raharjo Pratama F34060865. Kajian Tekno Ekonomi Pendirian Industri Katekin dan Tanin dari Gambir (Uncaria gambir Roxb). Di bawah bimbingan Aji Hermawan dan E. Gumbira Sa’id. 2010. RINGKASAN Gambir merupakan ekstrak dari bagian daun dan ranting tanaman Uncaria gambir (Hunter) Roxb yang dikeringkan. Gambir merupakan salah satu produk ekspor yang menghasilkan devisa bagi negara. Komponen yang paling banyak dibutuhkan oleh pasar adalah katekin dan tanin. Pada umumnya katekin digunakan dalam industri farmasi, kosmetika, dan industri minuman. Tanin banyak digunakan oleh industri penyamak kulit, industri perekat, industri cat, dan industri pewarna. Kebutuhan industri hilir akan katekin dan tanin cukup besar. Hal ini dikaji dari kebutuhan potensial akan katekin dan tanin berdasarkan data kebutuhan pada beberapa produk potensial pengguna. Dari hasil perhitungan didapat perkiraan pasar potensial katekin dan tanin adalah sekitar 1.090 ton katekin per tahun dan 207 ton tanin per tahun. Nilai tersebut merupakan nilai perkiraan pada beberapa produk pengguna, sehingga pada kondisi sebenarnya nilai pasar potensial katekin dan tanin akan lebih besar. Tujuan penelitian ini adalah mengkaji kelayakan pendirian industri katekin dan tanin. Ruang lingkup penelitian meliputi studi kelayakan pada aspek pasar dan pemasaran, teknis dan teknologis, manajemen, lingkungan dan legalitas, serta aspek finansial. Industri katekin dan tanin direncanakan didirikan di Ciawi Bogor dengan pertimbangan kondisi infrastruktur yang mendukung, ketersediaan sumber daya manusia, kemudahan akses dengan pasar dan sarana penunjang produksi. Kapasitas produksi pabrik sebesar 10,9 ton katekin per tahun dan 24,51 ton tanin. Bahan baku gambir yang digunakan merupakan gambir asalan dari Kabupaten Lima Puluh Kota dengan pertimbangan ketersediaan bahan baku yang stabil. Industri ini dijalankan oleh 40 orang tenaga kerja dengan deskripsi kerja masingmasing. Industri katekin dan tanin menghasilkan limbah dalam bentuk padat, cair, dan gas, namun jumlahnya relatif sedikit dan memenuhi standar baku mutu sehingga masih aman bagi lingkungan. Besar investasi yang diperlukan adalah sebesar Rp12.079.053.600,- yang terdiri dari biaya investasi tetap sebesar Rp 8.374.740.000,- dan modal kerja sebesar Rp 3.704.313.600,-. Nilai NPV industri ini sebesar Rp 67.196.856.477,-. Nilai IRR-nya sebesar 86,11 persen. Nilai net B/C-nya sebesar 6,56. Payback period industri ini adalah selama 1,62 tahun atau 1 tahun 8 bulan. Hasil analisis finansial menunjukkan bahwa industri katekin dan tanin ini layak untuk didirikan.
Shanty Raharjo Pratama F34060865. Techno Economic of Catechin and Tanin Industry From Gambier (Uncaria gambir Roxb). Under the guidance of Aji Hermawan dan E. Gumbira Sa’id. 2010.
SUMMARY Gambier is a dried extract from the leaves and twigs of Uncaria gambier (Hunter) Roxb plants. Gambier is one of Indonesian export products which generates foreign exchange for the country. The most demanded component are catechins and tannins. In general, catechin are used in pharmaceutical, cosmetic, and beverage industry. Tannins are widely used as leather tanning, industrial adhesives, industrial paint and dye. The potential demand of catechins and tannins are calculated based on the demand of potential users of multiple products. Based on the calculation, the catechin and tannin potential market involve around 1.090 tons per year for catechin and 207 tons per year for tannin. That amounts are estimated values of some product users, so the potential market value of catechin and tannins is greater. The purpose of this study is to assess the feasibility of the establishment of catechin and tannin industry. The scope of research includes studies of market and marketing, technical and technological, management, environment and legality, and financial aspects. The catechin and tannin industry is planned to be located in Bogor Ciawi considering the conditions that supports of infrastructure, human resource availability, ease of access to markets and production support facilities. Factory production capacity is 10,9 tons of catechin per year and 24,51 tons of tannin. Raw materials that used are gambier from the Lima Puluh Kota regency which has a stable supply of raw materials. This industry needs 40 workers with their respective job descriptions. It produces wastes in solid, liquid, and gas, but the numbers are relatively small and still below the threshold standard for the environment. The amount of investment needed is Rp Rp12.079.053.600,- consist of fixed investment cost Rp 8.374.740.000,- and working capital cost Rp 3.704.313.600,-. The NPV value is Rp 67.196.856.477, -. The IRR is 86,11 percent. The Net value of B / C is 6,56.The Payback period is 1,62 years. The financial analysis showed that the industry is feasible to set up.
PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi dengan judul “Kajian Tekno Ekonomi Pendirian Industri Katekin dan Tanin dari Gambir (Uncaria gambir Roxb)” adalah karya asli saya sendiri dengan arahan dari dosen pembimbing. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam bagian daftar pustaka.
Bogor, Agustus 2010 Yang membuat pernyataan,
Shanty Raharjo Pratama, F34060865
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Majalengka pada tanggal 19 April 1988. Penulis merupakan anak pertama, putri dari pasangan Bapak Mohamad Jojo Bisri dan Ibu Omi Suhaemi. Pada tahun 2000, penulis menyelesaikan pendidikan sekolah dasar di SDN Talagawetan III. Penulis menyelesaikan pendidikan sekolah menengah pertama di SMPN 1 Talaga pada tahun 2003. Kemudian penulis melanjutkan pendidikan di SMUN 1 Majalengka dan lulus pada tahun 2006. Setelah lulus sekolah menengah atas, penulis melanjutkan pendidikan S1 di Departemen Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI). Selama masa kuliah penulis aktif menjadi asisten praktikum mata kuliah Teknologi Minyak Atsiri, Rempah-rempah, dan Fitofarmaka (2010) dan asisten responsi Teknik Optimasi (2010). Penulis juga aktif di sejumlah organisasi dan kepanitiaan, diantaranya Himpunan Mahasiswa teknologi Industri (Himalogin), International Association of Students in Agricultural & Related Sciences (IAAS), dan Himpunan Mahasiswa Majalengka (Himmaka). Penulis melaksanakan praktek lapangan pada Tahun 2009 dengan topik “Hubungan Industri di PT. Indofood Sukses Makmur Tbk. Divisi Bogasari Flour Mills Jakarta”. Untuk menyelesaikan pendidikan di Departemen Teknologi Industri Pertanian, penulis melakukan penelitian yang dituangkan dalam skripsi yang berjudul “ Kajian Tekno Ekonomi Pendirian Industri Katekin dan Tanin dari Gambir (Uncaria gambir Roxb)”.
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan Ke Hadirat Allah SWT yang telah memberikan Rahmat dan Karunia sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Kajian Tekno Ekonomi Pendirian Industri Katekin dan Tanin dari Gambir (Uncaria gambir Roxb)”. Skripsi ini merupakan laporan hasil penelitian yang disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknologi Pertanian pada Departemen Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Pada kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada berbagai pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. Ucapan terima kasih yang tulus penulis sampaikan kepada personalia di bawah ini: 1. Dr. Ir. Aji Hermawan, MM. dan Prof. Dr. Ir. E. Gumbira Sa’id, MADev., selaku dosen pembimbing akademik yang telah mengarahkan dan membimbing penulis dari awal hingga selesainya skripsi penulis. 2. Ir. Sugiarto, M.Si. selaku dosen penguji yang telah memberikan masukan dan membantu dalam menyempurnakan skripsi ini. 3. Ayah dan Ibuku tersayang Bapak Mohamad Jojo Bisri dan Ibu Omi Suhaemi serta adik-adik terbaikku Ajeng Ika Oktaviani, Manik Nurul Alfiyyah, dan Rayi Sukma Anugrah Utami yang selalu menjadi sandaran baik suka maupun duka, yang telah memberikan segenap kasih sayang kepada penulis, terima kasih atas semua kasih sayang, doa, dukungan, semangat, motivasi, dan pengorbanannya. 4. Ir. Alexie Heryandi, M.T., Nur Afni Evalia SP, M.M, dan Aditya Hadiwijoyo S.Pt, atas segala bimbingan, informasi, dan perhatian selama penyusunan skripsi. 5. Ir. Ike Muttaqien Direktur PT. Agro Farmaka Nusantara atas bantuan, dukungan, dan informasi yang telah diberikan. 6. Dr. Ir. Hasan Sudradjat, MM., yang telah memberikan semangat dan motivasi untuk bisa menjadi seseorang yang lebih baik di masa depan. 7. Oktavia Lestari, Pramitasari Anung Putri, dan Resa Denasta Syarif selaku teman satu proyek penelitian yang selalu mendukung dan memberi semangat kepada penulis.
i
8. Nanu Nurul Fajri yang telah memberikan dukungan dan semangat kepada penulis. 9. Citra Wanurmarahayu, Irma Nopitasari, Sandra Setyawati, dan Sausan Anbar Mardiyyah yang selalu menjadi penyemangat dalam keadaan apapun. 10. Dwi Ajias Pramasari dan Rudi Haryanto Mario, teman satu bimbingan yang selalu mendukung satu sama lain. 11. Teman-teman TIN 43, teman-teman Pondok Amanah C, dan teman-teman HIMMAKA yang telah memberi semangat kepada penulis. 12. Semua pihak yang telah membantu penulis dari awal penelitian hingga penyusunan skripsi selesai.
Penulis menyadari dalam penyusunan skripsi ini masih banyak kekurangan. Oleh karena itu kritik dan saran sangat diharapkan dari semua pihak sehingga dapat membangun kearah yang lebih baik. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi kita semua.
Bogor, Agustus 2010 Penulis
Shanty Raharjo Pratama
ii
DAFTAR ISI
Halaman KATA PENGANTAR…………………………………………………...
iii
DAFTAR ISI……………………………………………………..............
vii
DAFTAR TABEL…………………………………………………….....
viii
DAFTAR GAMBAR……………………….…………………………..
ix
DAFTAR LAMPIRAN…………………………………………...........
x
I. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG....................................................................
1
B. TUJUAN.........................................................................................
2
C. RUANG LINGKUP........................................................................
2
II. TINJAUAN PUSTAKA A. GAMBIR.........................................................................................
4
1. Tanaman Gambir……………………………………………….
4
2. Penyebaran Tanaman Gambir………………………………….
8
3. Kandungan Kimia Gambir…………………………………......
9
4. Produk Olahan Gambir dan Penggunaannya…………………..
10
a. Tanin…………………………………………………………
11
b. Kegunaan Tanin……………………………………………..
14
c. Katekin………………………………………………………
16
d. Kegunaan Katekin…………………………………………...
16
B. ANALISIS TEKNO EKONOMI..................................................
17
1. Aspek Pasar dan Pemasaran……………………………………
17
2. Aspek Teknis dan Teknologis………………………………….
18
3. Aspek Manajemen……………….……………………………..
21
4. Aspek Legalitas………………………………………………...
22
5. Aspek Lingkungan…………………………………………......
22
6. Aspek Finansial………………………………………………...
23
III. METODE PENELITIAN A. KERANGKA PEMIKIRAN KONSEPTUAL................................
iii
28
Halaman B. TATA LAKSANA..........................................................................
30
IV. ANALISIS PASAR DAN PEMASARAN A. POTENSI PASAR..........................................................................
37
B. STRATEGI PEMASARAN.............................................................
51
1. Segmenting...................................................................................
45
2. Targetting.....................................................................................
47
3. Positioning...................................................................................
48
4. Bauran Pemasaran.......................................................................
49
V. ANALISIS TEKNIS DAN TEKNOLOGIS A. BAHAN BAKU……………..…………………............................
55
1. Spesifikasi Bahan Baku...............................................................
55
2. Ketersediaan Bahan Baku............................................................
58
B. PERENCANAAN KAPASITAS PRODUKSI...............................
60
C. TEKNOLOGI PROSES PRODUKSI.............................................
61
1. Proses produksi............................................................................
70
2. Mesin dan Peralatan.....................................................................
67
3. Kebutuhan Energi Listrik pada Mesin dan peralatan..................
80
4. Neraca Massa Produksi Katekin dan Tanin.................................
82
D. PENENTUAN LOKASI PABRIK.................................................
83
E. DESAIN TATA LETAK DAN KEBUTUHAN RUANG PABRIK..........................................................................................
85
VI. ANALISIS MANAJEMEN A. KEBUTUHAN TENAGA KERJA.................................................
91
B. STRUKTUR ORGANISASI...........................................................
95
C. DESKRIPSI PEKERJAAN.............................................................
96
VII. ANALISIS LINGKUNGAN DAN LEGALITAS A. ASPEK LINGKUNGAN................................................................
99
B. ASPEK LEGALITAS.....................................................................
100
1. Badan Usaha...............................................................................
100
iv
Halaman 2. Perizinan.....................................................................................
104
C. PAJAK...........................................................................................
105
VIII. ANALISIS FINANSIAL A. ASUMSI PERHITUNGAN FINANSIAL......................................
107
B. BIAYA INVESTASI.......................................................................
108
C. PRAKIRAAN HARGA DAN PENERIMAAN.............................
109
D. PROYEKSI LABA DAN RUGI.....................................................
111
E. PROYEKSI ARUS KAS.................................................................
112
G. KRITERIA KELAYAKAN INVESTASI......................................
113
1. Net Present Value (NPV)............................................................
113
2. Internal Rate of Return (IRR).....................................................
114
3. Net Benefit Cost Ratio (Net B/C)................................................
114
4. Payback Period (PBP)................................................................
115
5. Break Even Point (BEP)............................................................
115
IX. KESIMPULAN DAN SARAN A. KESIMPULAN.............................................................................
116
B. SARAN.........................................................................................
117
DAFTAR PUSTAKA................................................................................
119
LAMPIRAN...............................................................................................
123
v
DAFTAR GAMBAR Halaman Gambar 1. Penampakan Tanaman Gambir ..............................................
5
Gambar 2. Struktur Kimia Katekin ..........................................................
10
Gambar 3. Berbagai Jenis Gambir Indonesia ..........................................
11
Gambar 4. Struktur Molekul Tanin Terhidrolisis .....................................
13
Gambar 5. Struktur Molekul Tanin Terkondensasi ..................................
13
Gambar 6. Diagram Alir Tahapan Penelitian Kelayakan Pendirian Industri Katekin dan Tanin ...................................................
29
Gambar 7. Diagram Alir Proses Analisis Pasar dan Pemasaran Katekin dan Tanin ................................................................
32
Gambar 8. Diagram Alir Proses Analisis Aspek Teknis dan Teknologis Industri Katekin dan Tanin .................................
33
Gambar 9. Diagram Alir Analisis Aspek Manajemen dan Organisasi Dalam Pendirian Industri Katekin dan Tanin dari Gambir .....
35
Gambar 10. Penampakan Katekin Sebelum Dikemas ................................
50
Gambar 11. Penampakan Tanin Sebelum Dikemas ...................................
50
Gambar 12. Diagram Alir Pengolahan Gambir Rakyat ..............................
55
Gambar 13. Teknologi Proses untuk Pemurnian Katekin dan Tanin ..........
63
Gambar 14. Hammer Mills untuk Mengecilkan Ukuran Gambir Asalan ..................................................................................
68
Gambar 15. Tangki Pencampuran Gambir Asalan dengan Air Panas .........
70
Gambar 16. Penyaring (Screener) yang Digunakan untuk Menyaring Kotoran pada Larutan Gambir...............................................
71
Gambar 17. Sentrifuse untuk Memisahkan Komponen Katekin dan Tanin ....................................................................................
71
Gambar 18. Tangki Penyimpan Larutan yang Siap Dikeringkan dengan Spray Dryer ..............................................................
72
Gambar 19. Tangki Pencucian Pasta Katekin Dengan Menggunakan Air Dingin ............................................................................ vi
73
Halaman
Gambar 20. Bagian dan Tahapan Proses Pengering Semprot dengan Susunan Open Cycle Concurrent ..........................................
75
Gambar 21. Spray Dryer untuk Mengeringkan Larutan Katekin dan Tanin ....................................................................................
76
Gambar 22. Boiler Penghasil Uap Panas untuk Kegiatan Produksi Katekin dan Tanin ..............................................................
77
Gambar 23. Pompa yang Digunakan pada Proses Produksi Katekin dan Tanin..............................................................................
77
Gambar 24. Peralatan Pengolahan Air (Water Treatment) untuk Kebutuhan Pengolahan Gambir Menjadi Katekin dan Tanin ....................................................................................
78
Gambar 25. Generator Set ........................................................................
78
Gambar 26. Instalasi Pengolahan Air Limbah pada Industri Katekin dan Tanin..............................................................................
79
Gambar 27. Dust Collector untuk Mengumpulkan Gas Buangan Industri Katekin dan Tanin ...................................................
79
Gambar 28. Destilator untuk Mendapatkan Kembali Pelarut yang Teruapkan pada Proses Pengeringan .....................................
80
Gambar 29. Neraca Massa Proses Pemurnian Katekin dan Tanin ..............
82
Gambar 30. Bagan Keterkaitan Antaraktivitas pada Pabrik Katekin dan Tanin..............................................................................
87
Gambar 31. Hubungan Antar Ruang Pabrik Katekin dan Tanin .................
89
Gambar 32. Struktur Organisasi Industri Katekin dan Tanin......................
96
vii
DAFTAR TABEL Halaman Tabel 1. Perbedaan Warna Daun, Ranting, Bunga, dan Buah Pada Masing- Masing GenotipeGambir .............................................
6
Tabel 2. Penampilan Karakter Morfologis Masing-Masing Genotipe.......
7
Tabel 3. Komponen Hasil dan Produktivitas Masing-Masing Genotipe Gambir ......................................................................................
7
Tabel 4. Luas Area Tanaman Perkebunan Di Propinsi Riau, Sumatera Barat, Sumatera Utara, dan Sumatera Selatan Pada Tahun 2007 ..........................................................................................
8
Tabel 5. Persebaran Perkebunan Gambir di Kabupaten Lima Puluh Kota ..........................................................................................
9
Tabel 6. Komponen-Komponen yang Terdapat dalam Gambir ................
9
Tabel 7. Jenis data dan metode pengumpulan data yang dilakukan dalam penelitian ........................................................................
31
Tabel 8. Jumlah Katekin Potensial yang Dibutuhkan untuk Ekspor .......
38
Tabel 9. Jumlah Tanin Potensial yang Dibutuhkan untuk Ekspor ...........
41
Tabel 10. Permintaan Ekspor dan Inpor Tanin Dunia Tahun 2000-2008 ....
42
Tabel 11. Standar Tanin Industrial Grade GB 5308-85 ..............................
50
Tabel 12. Standar Mutu Gambir Asalan Menurut SNI 031-3391-2000 ......
57
Tabel 13. Standar Mutu Gambir pada Pedagang Perantara dan Eksportir Menurut Warna, Bentuk Cetakan, dan Berat..............................
57
Tabel 14. Spesifikasi Hammer Mills Secara Umum...................................
68
Tabel 15. Spesifikasi Tangki Pencampuran Gambir Asalan Cacah dengan Air Demineralisasi ....................................................................
69
Tabel 16. Spesifikasi Sentrifuse Pemisah Komponen Katekin dan Tanin ...
71
Tabel 17. Spesifikasi Tangki penyimpan bahan yang akan dikeringkan .....
72
Tabel 18. Spesifikasi Tangki Pencucian Pasta Katekin ..............................
73
Tabel 19. Spesifikasi Spray Dryer dalam Pengeringan Larutan Katekin dan Tanin ........................................................................................ viii
75
Halaman Tabel 20. Spesifikasi Boiler Penghasil Steam ............................................
76
Tabel 21. Spesifikasi Pompa yang Digunakan pada Proses Produksi Katekin
dan Tanin .................................................................
77
Tabel 22. Kebutuhan Energi Listrik pada Mesin dan Peralatan yang Digunakan oleh Industri Katekin dan Tanin............................
81
Tabel 23. Hasil Perhitungan Total Closeness Rating untuk Menentukan Pusat Aktivitas ..........................................................................
88
Tabel 24. Kebutuhan Luas Ruang Produksi Katekin dan Tanin .................
90
Tabel 25. Penentuan Jumlah Tenaga Kerja yang Dibutuhkan pada Setiap Pekerjaan ..................................................................................
92
Tabel 26. Kebutuhan dan Kualifikasi Tenaga Kerja yang Dibutuhkan pada Industri Katekin dan Tanin ........................................................
94
Tabel 27. Komponen Biaya Investasi Tetap yang Dibutuhkan dalam Pendirian Industri Katekin dan Tanin ........................................
109
Tabel 28. Prakiraan Penerimaan Industri Katekin dan Tanin .....................
111
Tabel 29. Proyeksi Laba Rugi Penjualan Katekin dan Tanin dalam 10 Tahun Produksi .........................................................................
112
Tabel 30. Proyeksi Arus Kas Industri Katekin Dan Tanin..........................
113
ix
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman Lampiran 1. Pohon industri gambir ........................................................
124
Lampiran 2. Contoh Produk Potensial Pengguna Katekin ......................
125
Lampiran 3. Contoh Produk Potensial Pengguna Tanin..........................
128
Lampiran 4. Dokumentasi Kunjungan Lapang Di Pabrik Penyamakan Kulit ..................................................................................
129
Lampiran 5. Penampakan Kemasan Katekin dan Tanin ..........................
130
Lampiran 6. Data Ekspor Gambir Bulanan Tahun 2009 .........................
131
Lampiran 7. Kuesioner Pembobotan Lokasi Menggunakan Metode Pembanding Eksponensial .................................................
132
Lampiran 8. Dokumentasi Kunjungan ke Lokasi yang Akan Dijadikan Pabrik Katekin dan Tanin...................................................
136
Lampiran 9. Asumsi-Asumsi Untuk Analisis Finansial Industri Katekin dan Tanin ...........................................................................
137
Lampiran 10. Perincian Kebutuhan Investasi Pendirian Industri Katekin dan Tanin ...........................................................................
139
Lampiran 11. Perhitungan Kebutuhan Bahan Bakar untuk Produksi Katekin dan Tanin..............................................................
142
Lampiran 12. Komposisi Modal Kerja Industri Katekin dan Tanin ..........
143
Lampiran 13. Penyusutan Tanan, Bangunan, Mesin dan Peralatan, Alat Kantor, serta Kendaraan.....................................................
147
Lampiran 14. Perhitungan Biaya Operasional Industri Katekin dan Tanin
148
Lampiran 15. Rekapitulasi Produksi dan Proyeksi Penerimaan Industri Katekin dan Tanin..............................................................
150
Lampiran 16. Proyeksi Laba Rugi Industri Katekin dan Tanin..................
151
Lampiran 17. Proyeksi Arus Kas Industri Katekin dan Tanin ...................
153
Lampiran 18. Kriteria Kelayakan Investasi Pendirian Industri Katekin dan Tanin ........................................................................
x
155
I. PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG Gambir merupakan ekstrak dari bagian daun dan ranting tanaman Uncaria gambir (Hunter) Roxb yang dikeringkan. Gambir telah lama menjadi produk ekspor yang mendatangkan devisa. Gambir yang diekspor sebagian besar merupakan gambir yang diproduksi dengan teknik pengolahan gambir cara rakyat. Sentra produksi gambir Indonesia adalah Sumatera Barat, Sumatera Utara, Riau, dan Sumatera Selatan, sedangkan sentra produksi gambir terpenting di Indonesia berada di Kabupaten Lima Puluh Kota, Provinsi Sumatera Barat (Gumbira-Sa’id et al., 2009). Negara tujuan ekspor gambir Indonesia adalah Australia, Bangladesh, Hongkong, India, Jepang, Nepal, Malaysia, Pakistan, Filipina, Saudi Arabia, Singapura, Taiwan, dan Thailand. India merupakan negara tujuan utama gambir dari Indonesia yang mencakup 68% dari total ekspor gambir Indonesia. Ekspor gambir Indonesia pada tahun 2009 mencapai sekitar 18.000 ton dengan nilai US$ 38 juta (BPS, 2009). Dengan nilai ekspor tersebut Indonesia menjadi negara pengekspor terpenting yang memasok 80% pangsa pasar gambir di dunia. Namun dalam perdagangan internasional India lebih dikenal sebagai negara pengekspor gambir ke berbagai negara. Hal ini dikarenakan Indonesia hanya mengekspor gambir dalam bentuk gambir asalan, sedangkan India melakukan pemrosesan ulang untuk memperoleh komponen yang memiliki nilai ekonomis lebih tinggi sebelum diekspor kembali ke berbagai negara tujuan. Komponen dari gambir yang mempunyai nilai ekonomis adalah tanin, katekin, tannin catechu, fluoresin, quersetin dan lilin. Komponen yang paling banyak dimanfaatkan oleh berbagai industri hilir adalah katekin dan tanin. Katekin dan tanin merupakan hasil pemurnian komponen yang terkandung dalam produk gambir asalan (Gumbira-Sa’id, et al., 2009). Kedua komponen di atas banyak diinginkan oleh pasar dengan persyaratan tertentu yang harus dipenuhi. Berdasarkan nilai ekonomis, nilai tambah, dan kebutuhan, gambir seharusnya diolah kembali dengan cara diisolasi menjadi katekin dan tanin yang akan digunakan kembali oleh industri hilir. Industri hilir merupakan industri pengguna
1
katekin dan tanin sebagai bahan baku maupun bahan penunjang dalam pembuatan produk turunan berikutnya. Contoh industri hilir pengguna katekin adalah industri farmasi, kosmetik, dan industri minuman, sedangkan tanin banyak digunakan oleh industri penyamakan kulit, tinta, perekat, cat dan lain-lain. Pengolahan kembali gambir menjadi katekin dan tanin perlu dilakukan dalam skala industri untuk memenuhi permintaan pasar yang cukup tinggi. Industri yang akan didirikan direncanakan dalam skala industri menengah. Teknologi pengolahan gambir menjadi katekin dan tanin sudah dikuasai dengan baik sehingga untuk melaksanakan pengolahan gambir dalam skala industri tersebut perlu dilakukan kajian tekno ekonomi. Kajian dilakukan pada beberapa aspek pendirian industri yaitu aspek pasar dan pemasaran, teknik dan teknologi, manajemen, lingkungan dan legalitas, serta analisis finansial.
B. TUJUAN Penelitian ini bertujuan menganalisis kelayakan pendirian industri pemurnian gambir di lokasi terpilih dari aspek pasar dan pemasaran, teknis dan teknologis, manajemen, lingkungan dan legalitas, serta aspek finansial.
C. RUANG LINGKUP Ruang lingkup penelitian ini meliputi aspek-aspek yang mempengaruhi pendirian industri katekin dan tanin dari gambir di lokasi terpilih yakni sebagai berikut: 1. Analisis aspek pasar dan pemasaran, meliputi identifikasi potensi pasar, strategi pembentukan dan pengembangan pasar, serta strategi bauran pemasaran. 2. Analisis aspek teknis teknologis, meliputi spesifikasi dan ketersediaan bahan baku, penentuan kapasitas produksi, jenis teknologi beserta informasi neraca massa, mesin dan peralatan yang digunakan, serta lokasi proyek dan tata letak pabrik. 3. Analisis aspek manajemen, meliputi penentuan struktur organisasi, kebutuhan tenaga manajerial dan operasional yang mendukung keberhasilan usaha beserta deskripsi dan spesifikasi kerja masing-masing.
2
4. Analisis aspek lingkungan dan legalitas meliputi analisis dampak lingkungan akibat pendirian industri katekin dan tanin, peraturan pemerintah terkait pendirian industri serta perizinan yang harus dipenuhi. 5. Analisis aspek finansial, meliputi perkiraan jumlah dana yang diperlukan serta perhitungan kelayakan investasi.
3
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. GAMBIR 1. Tanaman Gambir Gambir (Uncaria gambir (Hunt) Roxb) merupakan spesies tanaman berbunga genus Uncaria dalam famili Rubiaceae. Gambir merupakan tanaman perdu dengan tinggi 1 - 3 m. Batangnya tegak, bulat, percabangan simpodial, dan warna cokelat pucat. Pada tanaman yang sudah tua, lingkar batang pohon dapat berukuran hingga 36 cm (Gumbira-Sa’id et al, 2009). Daunnya tunggal, berhadapan, berbentuk lonjong, tepi bergerigi, panjang bulat, ujung meruncing, panjang 8 - 13 cm, lebar 4 - 7 cm, dan berwarna hijau. Bunga gambir adalah bunga majemuk, berbentuk lonceng, terletak di ketiak daun, panjang lebih kurang 5 cm, memiliki mahkota sebanyak 5 helai yang berbentuk lonjong, dan berwarna ungu. Buahnya berbentuk bulat telur, panjang lebih kurang 1,5 cm, dan berwarna hitam (Sudibyo, 1988). Secara botanis, tanaman gambir diklasifikasikan sebagai berikut: Divisi
Spermatophyta
Kelas
Angiospermae
Sub-Kelas
Monocotyledonae
Ordo
Rubiales
Famili
Rubiceae
Genus
Uncaria
Spesies
Uncaria gambir Roxb.
Terdapat sekitar 34 spesies gambir dari jenis Uncaria, dimana satu macam terdapat di Afrika, dua macam di Amerika dan selebihnya terdapat di Asia, terutama di Kepulauan Indonesia (Nazir, 2000). Pada Gambar 1 diperlihatkan salah satu contoh penampakan spesies tanaman gambir di Indonesia.
4
Gambar 1. Penampakan Tanaman Gambir Tanaman gambir terdapat pada ketinggian 200 - 800 m di atas permukaan laut dan menghendaki cahaya matahari yang banyak dan merata sepanjang tahun. Suhu udara yang dibutuhkan berkisar antara 26°C sampai 28°C, dengan kelembaban nisbi udara 70% - 85%. Rata-rata curah hujan 3.353 cm3/h dengan jumlah hari hujan 143 hari (Daswir dan Kusumah, 1993). Tanaman gambir dapat hidup baik dan menghasilkan sampai umur 30 tahun asal perawatannya baik. Lahan seluas satu hektar dapat ditumbuhi lebih dari 1.600 rumpun tanaman gambir serta dapat menghasilkan getah gambir antara 750 – 1.500 kg (Yeni, 2007). Tanaman gambir varietas unggul yang terdapat di Sumatera Barat terdiri dari tanaman gambir tipe Udang, Cubadak, dan Riau. Karakter morfologis masing-masing genotipe tanaman gambir memperlihatkan perbedaan yang cukup signifikan. Keragaman atau variasi lebih ditonjolkan dengan perbedaan warna terutama pucuk daun (baik permukaan atas daun maupun permukaan bawah daun), warna ranting, warna bunga dan warna buah, seperti yang diperlihatkan pada Tabel 1.
5
Tabel 1. Perbedaan Warna Daun, Ranting, Bunga, dan Buah Pada Masing-Masing Genotipe Gambir No
Bagian Udang
1
Pucuk Daun
2
Ranting
Genotipe gambir Cubadak
Merah sampai merah kecoklatan Coklat kemerahan
Hijau kekuningan
Riau Hijau muda
Coklat sampai Hijau muda coklat tua sampai hijau tua 3 Permukaan atas daun Coklat Hijau Hijau muda kemerahan kekuningan 4 Permukaan bawah Coklat Hijau Hijau muda daun kemerahan kekuningan 5 Bunga Hijau kemerahan Hijau sampai Hijau sampai hijau muda hijau muda 6 Buah Hijau kemerahan Hijau sampai Hijau muda hijau muda sampai hijau kemerahan Sumber: Koperasi Serba Usaha “Subur” (2009) Disamping perbedaan warna pada masing-masing genotipe juga terdapat perbedaan pada ukuran ranting, ukuran daun, ukuran bunga dan ukuran buah. Perbedaan ukuran ranting, ukuran daun, ukuran bunga dan ukuran buah dari tiga genotipe gambir dapat dilihat pada Tabel 2.
6
Tabel 2. Penampilan Karakter Morfologis Masing-Masing Genotipe Gambir No Karakteristik morfologis 1 Ukuran ranting Panjang ranting (cm) Jumlah ruas (buah) Panjang ruas (cm) Diameter pangkal (mm) Diameter ujung (mm)
Udang
Cubadak
Riau
35 - 54 3-8 5,4 - 10 5-9 3,1 – 3,7
32 - 59 3-8 6-8 3 – 4,65 0,9- 1,5
40 - 72 5 - 12 4,5 - 10 3,4 - 5 0,7 – 1,4
0,7 – 0,8 9,6 – 19,1 6,3 – 9,2 0,20 – 0,25
0,5 – 1,1 10,7 – 17,7 6,2 – 8,6 0,20 – 0,35
3,4 – 4,1 0,7 – 0,9 108 - 142
2,1 – 5,5 1,2 – 1,65 91 - 145
3,8 – 5,0 2,0 – 4,9 45 - 67
3,4 – 4,8 2,5 – 3,5 21 - 105
2
Ukuran Daun Panjang tangkai (cm) 0,6 – 1,3 Panjang daun (cm) 10,2 – 14,2 Lebar daun (cm) 6,1 - 8 Tebal daun (mm) 0,25 – 0,50 3 Ukuran Bunga Panjang tangkai (cm) 3,3 – 3,8 Panjang tangkai sari (mm) 0,6 – 0,8 Jumlah benang sari (lembar) 112 - 154 4 Ukuran Buah Panjang tangkai (cm) 4,9 – 5,1 Panjang polong (cm) 2,5 – 3,5 Jumlah polong (buah) 34 - 60 Sumber: Koperasi Serba Usaha “Subur” (2009)
Apabila dikaji dari segi komponen hasil tanaman gambir yang meliputi jumlah daun per ranting, jumlah ranting per cabang, jumlah cabang per batang, bobot daun dan ranting per tanaman dan rendemen hasil merupakan faktor penentu untuk tinggi rendahnya produktivitas tanaman gambir. Perbedaan karakteristik pada tiga genotipe gambir dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3. Komponen Hasil dan Produktivitas Masing-Masing Genotipe Gambir No 1 2 3 4
Parameter Udang Jumlah daun/ ranting (lembar) 10-18 Jumlah ranting/ cabang (buah) 5-9 Jumlah cabang/ batang (buah) 7 - 13 Bobot daun dan ranting per 4,5 – 7,0 tanaman (kg) 5 Rendemen (%) 6,5 – 7,0 6 Bobot getah kering per Ha (kg) 750 – 1.200 Sumber: Koperasi Serba Usaha “Subur” (2009)
Cubadak 6 - 16 4-8 6 - 13 4,2 – 7,3
Riau 10 - 24 6 - 11 8 - 14 4,0 – 7,0
6,0 - 6,5 630 – 1.050
5,5 - 6,0 550 - 950
7
2. Penyebaran Tanaman Gambir Tanaman gambir diketahui tumbuh di Malaysia, Singapura, dan Indonesia. Tanaman gambir saat ini tumbuh secara alami dapat ditemukan di Kepulauan Riau, pantai timur Sumatera, Indragiri, Bangka, Belitung, Sumatra Barat, Kalimantan Barat (Sambas, Mempawah, Landak dan Malaysia). Tanaman gambir dapat pula ditemukan di Kabupaten Merauke Papua (Dinas Pertanian Kabupaten Merauke, 2008). Sentra perkebunan gambir di Indonesia adalah Aceh, Sumatera Barat, Sumatera Utara, Riau, Bangka Belitung, Sumatera Selatan, dan Papua (Amos et al., 2005). Sumatera Barat, Sumatera Utara, Riau, dan Sumatera Selatan merupakan propinsi sentra produksi gambir Sumatera. Diantara keempat sentra produksi gambir tersebut, Propinsi Sumatera Barat merupakan sentra produksi gambir terbesar yang memasok sekitar 90% dari total produksi gambir nasional (Gumbira-Sa’id et al, 2009). Luas areal perkebunan pada sentra produksi gambir di Indonesia dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4. Luas Area Tanaman Perkebunan di Propinsi Riau, Sumatera Barat, Sumatera Utara, dan Sumatera Selatan pada Tahun 2007 No Propinsi Luas Perkebunan Rakyat (Ha) 1 Sumatera Barat 13.115,0 2 Sumatera Utara 1.481,5 3 Riau 4.901,0 4 Sumatera Selatan 512.0 Sumber: BPS masing-masing propinsi (2008) Sentra perkebunan gambir Sumatera Barat terdapat di Kabupaten Lima Puluh Kota dan Kabupaten Pesisir Selatan. Perkebunan gambir di Kabupaten Lima Puluh Kota tersebar di beberapa kecamatan seperti diperlihatkan pada Tabel 5.
8
Tabel 5. Persebaran Perkebunan Gambir di Kabupaten Lima Puluh Kota No
Kecamatan
Luas Kecamatan (Km2) Lahan Gambir (Ha) 1 Kapur IX 723,36 6,234 2 Pangkalan Koto Baru 712,06 2,709 3 Suliki 136,94 354 4 Guguak 106,2 693 5 Lareh Sago Halaban 394,85 53 6 Mungka 83,76 811 7 Harau 416,8 797 8 Payakumbuh 99,47 130 9 Bukit Barisan 294,2 2,636 Sumber : Dinas Perkebunan Kabupaten Lima Puluh Kota (2008)
3. Kandungan Kimia Thorpe dan Whiteley (l921) mengemukankan bahwa kandungan utama gambir adalah asam catechutannat (20-50%), katekin (7-33%), dan pyrocatechol (20-30%), sedangkan yang lainnya dalan jumlah terbatas. Di lain pihak Bakhtiar (1991) menyatakan bahwa kandungan kimia gambir yang paling banyak dimanfaatkan adalah katekin dan tanin. Komponen-komponen yang terdapat dalam gambir dapat dilihat pada Tabel 6. Tabel 6. Komponen-Komponen yang Terdapat dalam Gambir No Nama komponen 1 Katekin 2 Asam catechutannat 3 Pyrocathecol 4 Gambir flouresensi 5 Red Catechu 6 Quersetin 7 Fixed Oil 8 Lilin 9 Alkaloid Sumber: Thorpe dan Whiteley (1921)
Jumlah (%) 7-33 20-55 20-30 1-3 3-5 2-4 1-2 1-2 sedikit
Menurut Thorpe dan Whiteley (1921), katekin biasa disebut asam catechoat yang termasuk dalam struktur flavanoid, tidak berwarna, dan dalam keadaan murni tidak larut dalam air dingin tetapi sangat larut dalam air panas,
9
larut dalam alkohol dan etil asetat. Katekin hampir tidak larut dalam kloroform, benzene, dan eter. Pada Gambar 2 diperlihatkan struktur kimia senyawa katekin.
Gambar 2. Struktur Kimia Senyawa Katekin Asam catechutannat disebut anhydride dan dapat dihasilkan apabila larutan dipanaskan pada suhu 110°C dengan larutan alkali karbonat.Asam catechutannat larut dalam alkohol dan air dingin, tidak larut dalam eter. Asam catechutannat adalah campuran terbesar yang terkandung dalam gambir. Bila airnya diuapkan maka bubuk yang dihasilkan berwarna merah kecoklatan (Nazir, 2000).
4. Produk Olahan Gambir dan Penggunaannya Gambier, cutch, catechu atau pale catechu merupakan nama dagang gambir yang dikenal dalam perdagangan dunia. Gambir merupakan produk yang berasal dari ekstrak atau getah daun dan ranting tanaman gambir (Uncaria gambir (Hunt.) Roxb) yang telah dikeringkan. Gambir diolah melalui beberapa tahapan yaitu
perebusan,
pengempaan,
pengendapan,
penirisan,
pencetakan
dan
pengeringan hingga diperoleh gambir asalan. Pada tahap pengolahan secara tradisional tersebut terjadi penurunan kadar catechu-tannat nya karena ikut terlarut dalam air sisa pengepresan (Risfaheri dan Yanti, 1993). Berdasarkan perbedaan bentuknya, gambir asalan yang diproduksi di Indonesia terdiri dari enam jenis yaitu gambir stick , coin, bootch, lumpang, dan wafer block. Gambar beberapa jenis gambar dapat dilihat pada Gambar 3.
10
a
d
b
e
c
f
Gambar 3. Berbagai Jenis Gambir Indonesia a. Gambir stick; b. Gambir coin; c. Gambir bootch; d. Gambir dairi; e. Gambir lumpang; f. Gambir wafer block (Gumbira-Sa’id, et al. 2009) Senyawa-senyawa yang terkandung pada ekstrak atau getah daun dan ranting tanaman gambir memiliki potensi pemanfaatan yang beragam. Gambir asalan dapat digunakan untuk berbagai keperluan misalnya pengikat partikel pelet kayu, campuran dalam pakan ternak sapi potong, serta untuk menginang. Selain digunakan langsung, gambir asalan diolah kembali menjadi berbagai produk turunan misalnya diolah menjadi beberapa produk yaitu gambir murni, gambir terstandarisasi, katekin, tanin, serta alkaloid. Gambir dapat pula digunakan untuk membuat produk farmasi, senyawa kimia, antioksidan, serta berbagai produk dari nano gambir (Gumbira-Sa’id et al, 2009). Penggunaan gambir secara rinci dapat dilihat pada bagan pohon industri gambir (Lampiran 1). Katekin dan tanin merupakan hasil pemurnian komponen yang terkandung dalam gambir asalan yang kini paling banyak dicari pasar. Katekin diperdagangkan dalam bentuk bubuk katekin, sedangkan tanin diperdagangkan dalam bentuk balok kecil dan serbuk. Produk-produk gambir olahan tersebut digunakan oleh industri hilir gambir seperti tanin untuk industri penyamakan kulit, pewarna, adhesive dan sebagainya, sedangkan katekin diperlukan oleh industri farmasi, kosmetik, minuman, dan lainnya.
a. Tanin Tanin merupakan senyawa polifenol yang dapat membentuk senyawa kompleks dengan logam-logam berat seperti Pb, Cu, Fe, dan Sn. Komponen
11
dasar tanin adalah asam galat dan flavonoid dan akan membentuk glikosida bila polifenol berikatan dengan karbohidrat (Yeni, 2007). Tanin di alam umumnya banyak terdapat pada tanaman tertentu seperti pada teh, anggur, kacang-kacangan yang sebagian besar dapat memberikan rasa dan aroma yang khas, tersebar luas pada seluruh bagian tumbuhan terutama pada daun, buah, dan kulit kayu seperti akasia (Acacia sp), ekaliptus (Eucalyptus sp), pinus (Pinus sp) dan sebagainya. Kandungan tanin pada tanaman tergantung pada jenis dan umur tanaman. Tanin dapat diambil dari tumbuhan pada bagian babakannya (kulit kayu), kayu, buah, dan daun. Tumbuhan yang mengandung tanin pada bagian-bagian tersebut antara lain sebagai berikut: a. Akasia dan mangrove pada bagian babakan (kulit kayu) b. Quebracho, eik, dan kastanie pada bagian kayu c. Mirobalan dan pinang pada bagian buah d. Sumach, gambir, dan teh pada bagian daun. Selama ini tanin banyak digunakan sebagai bahan perekat, yang terutama terdapat pada bagian kulit kayu. Tanin memiliki sifat antara lain dapat larut dalam air atau alkohol karena tanin banyak mengandung fenol yang memiliki gugus OH, dapat mengikat logam berat, serta adanya zat yang bersifat anti rayap dan jamur (Carter et al., 1978). Menurut Sjostrom (1981), tanin adalah suatu senyawa polifenol dan dari struktur kimianya dapat digolongkan menjadi dua macam, yaitu tanin terhidrolisis (hidrolized tannin) dan tanin terkondensasi (condensed tannin). Tanin yang terhidrolisis bobot molekulnya akan terpolimerisasi bila dipanaskan. Dengan adanya asam kuat akan terbentuk suatu zat warna merah yang disebut flobafen atau tanin merah. Tanin yang terdapat dalam gambir merupakan tanin yang tidak dapat dihidrolisa. Struktur molekul tanin terhidrolisis dapat dilihat pada Gambar 4.
12
Gambar 4. Struktur Molekul Tanin Terhidrolisis Tanin yang tidak dapat terhidrolisis dapat mengalami polimerisasi bila dipanaskan. Apabila bereaksi dengan asam kuat akan terbentuk suatu zat warna merah yang disebut flobafen atau tanin merah. Tanin yang terdapat dalam gambir merupakan tanin yang tidak dapat dihidrolisis (tanin terkondensasi) (Yeni, 2007). Struktur molekul tanin terkondensasi dapat dilihat pada Gambar 5.
Gambar 5. Struktur Molekul Tanin Terkondensasi Menurut Yeni (2007), tanin memiliki beberapa sifat sebagai berikut: a. Berwarna coklat kemerah-merahan dan mempunyai rasa yang sepat. b. Tidak larut dalam eter, petroleum eter, kloroform, dan benzene. c. Larut dalam air, alkohol, gliserol, dan profil alkohol. d. Berupa koloid dalam air dan alkohol. e. Merupakan serbuk yang berbentuk amorf yang tidak dapat dikristalkan. f. Dapat memberikan rasa sepat (zat yang menciutkan). g. Mengendap dengan gelatin, alkaloid, albumin, dan protein-protein lainnya. h. Dengan menambahkan larutan FeCl3 akan memberikan warna hijau atau biru tua dan bila ditambah H2SO4 warna akan hilang. i.
Membentuk kompleks berwarna spesifik jika direaksikan dengan ion-ion logam seperti Pb, Cu, Fe, dan Sn.
13
k. Dapat diekstrak dengan air panas dan pengendapan dengan Pb-asetat atau Cu-asetat.
b. Kegunaan Tanin Tanin banyak digunakan dalam berbagai aktivitas industri hilir, baik sebagai bahan baku maupun bahan pembantu. Industri yang menggunakan tanin dijelaskan di bawah ini: (1). Industri kulit Getah gambir dapat digunakan sebagai zat penyamak kulit. Pada proses penyamakan, katekin dan tanin mengendapkan sisa-sisa protein yang tertinggal di kulit. Dengan bebasnya kulit dari protein, maka kulit tidak dapat ditumbuhi oleh mikroorganisme, sehingga kulit menjadi lemas dan tidak cepat busuk (Amos et al., 1993). Senyawa yang secara langsung bekerja sebagai zat samak pada gambir adalah tanin sedangkan secara tidak langsung adalah katekin. Gambir digunakan oleh penyamak kulit di Eropa untuk memperoleh kulit jenis “calf” dan “kips”. Bila hanya gambir yang digunakan pada penyamakan, tanpa adanya campuran lain, maka penyamakan akan menghasilkan kulit yang lebih berongga dan kurang bermutu. Akan tetapi bila gambir dicampur dengan wattle dan myobalans penyamakan akan menghasilkan kulit dengan mutu yang tinggi (Bakhtiar, 1991). (2). Industri Tekstil Penggunaan gambir yang mengandung tanin tinggi dalam industri tekstil adalah sebagai pewarna. Gambir yang mengandung tanin digunakan sebagai bahan pembantu untuk mendapatkan warna coklat kemerahmerahan pada kain batik yang tahan terhadap terik matahari. Tanin gambir dapat pula digunakan untuk mewarnai sutera dan wool. Di Eropa, gambir digunakan dalam bentuk campuran dengan logwood dan fustic (Nazir, 2000). (3). Industri Farmasi Gambir yang mengandung tanin dalam industri farmasi digunakan sebagai obat anti diare, obat kumur-kumur, dan obat sakit kulit. Tanin
14
dalam jumlah kecil dapat menghalangi pertumbuhan mikroorganisme dan dalam jumlah besar dapat berfungsi sebagai anti bakteri. Hal ini terjadi dengan cara menggumpalkan protoplasma yang terdapat pada bakteri. Namun demikian dengan terbentuknya mukosa, maka tanin akan mengakibatkan terjadinya penggumpalan lapisan yang lebih dalam yang dapat menyebabkan iritasi dan muntah-muntah pada manusia. Di samping itu tanin dalam gambir juga dapat digunakan sebagai penawar racun alkaloid atau logam, dimana racun tersebut diendapkan dan membentuk senyawa tidak larut (Bakhtiar, 1991). (4). Industri Logam Tanin mengandung senyawa yang dapat digunakan
sebagai
peluruh karat pada besi. Tanin telah dikenal sebagai senyawa peluruh karat (rust converter) dan senyawa anti karat (rust inhibitor) (Gumbira-Sa’id et al., 2009). (5). Laboratorium Tanin digunakan sebagai reaksi pengental alkaloid, protein, dan garam logam berat dan membentuk senyawa yang tidak larut. Oleh karena itu tanin digunakan di laboratorium untuk reaksi uji alkaloid, protein, dan garam-garam logam berat. Jika bereaksi dengan kapur, tanin akan menjadi kalsium tannat (Bakhtiar, 1991). (6). Industri bahan perekat Tanin yang terdapat pada gambir dapat digunakan sebagai bahan perekat kayu lapis atau papan partikel (Gumbira-Sa’id et al., 2009). Tanin yang terdapat pada gambir merupakan tanin terkondensasi. Tanin kondensasi merupakan jenis tanin yang diduga menyebabkan tanin dapat digunakan sebagai bahan perekat. Penggunaannya dipengaruhi oleh pH perekat terutama waktu gelatinisasi, umur pakai, waktu penyimpanan, dan umur perekat Komponen kimia tanin sangat potensial digunakan sebagai perekat, dan keadaan perekat tanin ini tergantung pada keadaan struktur kimia poliflavanoid (Pizzi, 1983).
15
c. Katekin Katekin biasanya disebut juga dengan asam catechoat dengan rumus kimia C15H14O6. Katekin termasuk struktur flavonoid, tidak berwarna, dan dalam keadaan murni tidak larut dalam air dingin tetapi sangat larut dalam air panas, larut dalam alkohol dan etil asetat. Katekin hampir tidak larut dalam kloroform, benzene, dan eter. Jika katekin diberi timah hitam asetat yang dikristalkan dari air dengan udara kering, maka produk yang dihasilkan akan mencair pada suhu 96°C. Jika diberi ferri chloride katekin akan menghasilkan cairan yang berwarna hijau pekat (Thorpe and Whiteley, 1921).
d. Kegunaan Katekin Katekin digunakan dalam berbagai industri hilir sebagai bahan untuk pembuatan berbagai produk turunan lainnya, diantaranya sebagai berikut: (1). Industri Farmasi Katekin dimanfaatkan oleh industri farmasi dalam pembuatan berbagai macam obat seperti obat penyakit hati, permen pelega tenggorokan, obat sakit perut, obat sakit gigi, obat untuk penyakit Alzheimer, obat anti kanker, pasta gigi, dan sebagainya (Nazir, 2000). (2). Industri kosmetika Dalam industri kosmetika, katekin digunakan untuk membuat aneka ragam produk kosmetika diantarnya krim anti penuaan, krim anti jerawat, anti ketombe, kosmetik perawatan rambut rusak, sabun mandi, dan sebagainya (Gumbira-Sa’id et al, 2009). (3). Industri minuman Katekin dapat digunakan dalam pembuatan minuman. Selain itu katekin dapat digunakan sebagai bahan dalam pembuatan minuman kesehatan gambir selain teh gambir (Gumbira Sa’id et al., 2009). (4). Industri pewarna alami Senyawa katekin yang terdapat pada gambir dapat dijadikan bahan pewarna alami untuk mewarnai kain wool dan sutra. Selain digunakan
16
untuk mewarnai kain, katekin dapat digunakan untuk pewarna kulit samak, pewarna rambut, dan pewarna makanan (Gumbira-Sa’id et al., 2009).
B. ANALISIS TEKNO EKONOMI Analisis teknoekonomi erat kaitannya dengan pemecahan masalah teknik dimana indikator efisiensi ekonomi dijadikan sebagai kriteria pemilihan alternatif. Hasil analisis tersebut akan menentukan kelayakan suatu investasi (Newman, 1990). Menurut Sutojo (1996), untuk melakukan evaluasi tekno ekonomi perlu ada kriteria-kriteria tertentu yang mencakup aspek pemasaran, aspek teknis dan teknologis, aspek manajemen operasional, dan aspek finansial.
1. Aspek Pasar dan Pemasaran Aspek pasar dan pemasaran dikaji untuk mengungkapkan permintaan, penawaran, harga, program pemasaran, dan perkiraan penjualan yang dapat dicapai oleh perusahaan, atau pangsa pasar yang dapat dikuasai oleh perusahaan. Selain itu, analisis terhadap pasar dan pemasaran pada suatu usulan proyek ditujukan untuk mendapatkan gambaran tentang potensi pasar bagi produk yang tersedia untuk masa yang akan datang, pangsa pasar yang dapat diserap oleh proyek tersebut dari keseluruhan pasar potensial serta perkembangan pangsa pasar tersebut di masa yang akan datang, dan menentukan jenis strategi pemasaran yang digunakan guna mencapai pangsa pasar yang telah ditetapkan (Husnan dan Suwarsono, 2000). Studi pasar dan pemasaran merupakan hal yang sangat penting pada setiap studi kelayakan. Bagi suatu proyek baru, pengetahuan dan analisis pasar bersifat menentukan karena banyak keputusan tentang investasi tergantung dari hasil analisis pasar (Simarmata, 1992). Kegunaan dari analisis pasar adalah menentukan besar, sifat, dan pertumbuhan permintaan total akan produk yang bersangkutan, deskripsi tentang produk dan harga jual, situasi pasar dan adanya persaingan, berbagai faktor yang ada pengaruhnya terhadap pemasaran produk, dan program pemasaran yang sesuai untuk produk (Edris, 1993). Adapun dalam mengkaji aspek pasar dan pemasaran perlu diperhatikan beberapa hal yaitu bagaimana produk tersebut
17
dalam masa kehidupannya di pasar dewasa ini, berapa permintaan produk di masa lampau dan sekarang, bagaimana komposisi permintaan tiap segmen pasar serta bagaimana kecenderungan perkembangan permintaan tiap segmen pasar serta bagaimana kecenderungan perkembangan permintaan, bagaimana proyeksi permintaan produk pada masa mendatang serta berapa persen dari permintaan dapat diambil, dan bagaimana kemungkinan adanya persaingan (Sutojo, 1996).
2. Aspek Teknis dan Teknologis Aspek teknis dan teknologis merupakan salah satu aspek penting dalam proyek dan berkenaan dengan proses pembangunan industri secara teknis dan pengoperasiannya setelah proyek tersebut selesai dibangun. Berdasarkan analisis aspek teknis dan teknologis dapat diketahui rancangan awal penaksiran biaya investasi. Analisis teknis berhubungan dengan input proyek berupa barang dan jasa dan menguji hubungan-hubungan teknis yang memungkinkan dalam suatu proyek yang diusulkan serta mengidentifikasi perbedaan-perbedaan yang terdapat dalam informasi selama perencanaan dan tahap pelaksanaan. Analisis teknis secara spesifik mencakup analisis terhadap ketersediaan bahan baku, proses produksi, mesin dan peralatan, perancangan aliran bahan, analisis keterkaitan antar aktivitas, jumlah mesin dan peralatan, keperluan tenaga kerja, penentuan luas pabrik, dan perancangan tata letak pabrik (Husnan dan Muhammad, 2000). Sutojo (1996) menyebutkan bahwa evaluasi aspek teknis dan teknologis mencakup beberapa hal di bawah ini: 1. Penentuan lokasi proyek, yaitu lokasi dimana suatu proyek akan didirikan, baik untuk pertimbangan lokasi maupun lahan proyek. Peubah-peubah yang perlu diperhatikan antara lain iklim dan keadaan tanah, fasilitas transportasi, ketersediaan tenaga kerja, tenaga listrik dan air, keadaan dan sikap masyarakat, dan rencana masa depan perusahaan untuk perluasan. Penentuan lokasi proyek harus memperhatikan faktor-faktor antara lain iklim dan keadaan tanah, fasilitas transportasi, ketersediaan tenaga kerja, tenaga listrik, air, sikap masyarakat, serta rencana pengembangan industri ke depan. Hal lain yang perlu diperhatikan yaitu letak konsumen potensial atau pasar sasaran, letak bahan baku, dan peraturan pemerintah.
18
2. Penentuan kapasitas produksi ekonomis yang merupakan volume atau jumlah satuan produk yang dihasilkan selama waktu tertentu. Kapasitas produksi merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi efisiensi operasi prouek yang akan didirikan. Kapasitas produksi ditentukan berdasarkan perpaduan hasil penelitian berbagai macam komponen evaluasi, yaitu perkiraan jumlah penjualan produk di masa yang akan datang atau kemungkinan pasar yang akan diraih, kemungkinan pengaduan bahan baku, bahan pembantu dan tenaga kerja, serta tersedianya mesin dan peralatan di pasar sesuai dengan teknologi yang diterapkan. 3. Pemilihan teknologi yang tepat yang dipengaruhi oleh kemungkinan pengadaan tenaga ahli, bahan baku dan bahan pembantu, kondisi alam dan lainnya tergantung proyek yang didirikan. 4. Penentuan proses produksi yang akan dilakukan dan tata letak pabrik yang dipilih, termasuk tata letak bangunan dan fasilitas lain. Tata letak pabrik merupakan alat efektif untuk menekan biaya produksi dengan cara menghilangkan atau mengurangi sebesar mungkin semua aktivitas yang tidak produktif (Machfud dan Agung, 1990). Penjelasan mengenai evaluasi aspek teknis dan teknologis dapat dijelaskan secara rinci berikut ini. a. Penentuan lokasi proyek Lokasi merupakan hal yang penting bagi pendirian suatu perusahaan karena akan mempengaruhi kedudukan perusahaan dalam persaingan dan menentukan kelangsungan hidup perusahaan tersebut. Perusahaan yang didirikan tanpa pertimbangan lokasi yang ekonomis, mengalami kesulitan dalam menjamin kelangsungan hidupnya. Penentuan lokasi yang kurang tepat merupakan salah satu penyebab perusahaan beroperasi secara tidak efisien dan efektif, sehingga biaya produksi menjadi tinggi. Oleh karena itu dalam penentuan lokasi suatu industri diperlukan suatu pengkajian terhadap faktor-faktor yang mempengaruhi aktivitas dari industri tersebut. Lokasi suatu industri sangat dipengaruhi oleh kebijakan pemerintah, letak sumber bahan baku, daerah pemasaran, serta faktor lingkungan. Menurut Assauri (1999), faktor-faktor yang mempengaruhi analisis lokasi suatu industri dapat digolongkan menjadi faktor-faktor utama dan faktor-faktor
19
sekunder. Faktor-faktor utama akan berpengaruh secara langsung terhadap kegiatan-kegiatan produksi dan distribusi dari industri yang akan didirikan. Faktor-faktor utama tersebut meliputi letak dari pasar, letak dari sumber bahan baku, tingkat biaya dan ketersediaan fasilitas pengangkutan, biaya ketersediaan tenaga kerja, dan adanya pembangkit listrik. Menurut Apple (1990), ciri-ciri tata letak yang baik diantaranya adalah keterkaitan kegiatan yang terencana, pola lairan yang terencana, aliran bahan yang lurus, pemindahan bahan antar operasi minimum, metode pemindahan yang terencana, jarak pemindahan yang minimum, tata letak yang dapat disesuaikan dengan perubahan, penempatan yang tepat untuk fasilitas pelayanan produksi dan pemindahan ulang bahan yang minimum. Pola aliran bahan merupakan salah satu langkah yang penting dalam perencanaan fasilitas. Pola aliran dapat dikelompokkan menjadi pola aliran di dalam tempat kerja, pola aliran dalam fasiltas dan aliran antar fasilitas. Menurut Birchfield (1988), terdapat tiga bentuk umum tata letak ruang kerja, yaitu garis lurus, bentuk U, dan bentuk L, dimana setiap bentuk memiliki peruntukkannya sendiri. Bentuk garis lurus sering digunakan untuk mengefisienkan waktu dan pergerakan. Bentuk U akan memberikan area yang cukup, namun jumlah waktu terbuang lebih banyak karena pergerakan pekerja untuk masuk dan keluar ruangan. Analisa aliran bahan sangat diperlukan dalam merancang suatu tata letak industri atau pabrik. Penentuan aliran bagi manajemen, material, aliran bahan, distribusi fisik dan logistik merupakan salah satu langkah dalam perencanaan fasilitas yang sangat penting terutama penentuan pola aliran bahan. Menurut Heizer dan Render (1993), peta keterkaitan kegiatan atau disebut juga relationship chart, merupakan suatu cara untuk menunjukkan aliran departemen. Peta keterkaitan kegiatan serupa dengan peta dari-ke, tapi tidak seperti peta dari-ke yang berisis data perpindahan material, peta ini berisikan tanda kualitatif yang menggambarkan hubungan antar departemen. Analisis terhadap peta ini memperlihatkan departemen-departemen yang harus berdekatan dan departemen-departemen yang tidak boleh berdekatan. Untuk membantu menentukan kegiatan yang haru diletakkan pada suatu tempat, telah ditetapkan
20
satu pengelompokkan derajat kedekatan, yang diikuti dengan tanda bagi toap derajat kedekatan tadi (Heizer dan Render, 1993). Keterkaitan antar aktivitas dan hasil dari proses perancangan kegiatan tersebut adalah dalam bentuk bagan dan diagram keterkaitan antar kegiatan, yang secara sistematis telah menunjukkan bagaimana kedudukan (letak atau lokasi) suatu kegiatan (ruang) tertentu dikaitkan dengan kegiatan (ruang) yang lain (Apple, 1990).
3. Aspek Manajemen Manajemen adalah suatu cara penggunaan sumber daya yang ada dengan pengaturan yang baik sehingga tujuan yang dimaksud dapat tercapai (Ariyoto,1990). Menurut Husnan dan Muhammad (2000), hal yang perlu dipelajari dalam aspek manajemen adalah manajemen selama masa pembangunan proyek yang meliputi pelaksanaan proyek tersebut, jadwal penyelesaian proyek, aktor yang melakukan studi setiap aspek dan manajemen dalam operasi. Manajemen dalam operasi meliputi bentuk organisasi atau badan usaha yang dipilih, struktur organisasi, deskripsi jabatan, jumlah tenaga kerja yang akan dipergunakan dan anggota direksi serta tenaga-tenaga terinci. Aspek manajemen dan organisasi dapat digolongkan menjadi dua, seperti dijelaskan di bawah ini: a. Manajemen proyek, yaitu pengelolaan kegiatan yang terkait dengan mewujudkan gagasan sampai menjadi hasil proyek berbentuk fisik. b. Manajemen operasi, yaitu menangani kegiatan operasi dan produksi fasilitas hasil proyek (Soeharto, 2000). Aspek manajemen dan organisasi dapat dikelompokkan menjadi manajemen proyek, yaitu pengelolaan kegiatan yang berkaitan dengan mewujudkan gagasan sampai menjadi hasil proyek berbentuk fisik, manajemen operasi atau produksi fasilitas hasil proyek. Lingkup manajemen organisasi meliputi pengelolaan kegiatan yang langsung berhubungan dengan kegiatan memproduksi barang atau memberikan pelayanan. Mulai dari usaha mendapatkan sumber daya, mengkonversikan masukan menjadi produk atau pelayanan yang
21
diinginkan. Masukan tersebut dapat terdiri dari bahan mentah, tenaga kerja, material, energi, dan waktu. Melalui proses pemurnian katekin dan tanin terjadi nilai tambah dari bahan mentah gambir asalan menjadi produk katekin dan tanin. Untuk menjaga agar kualitas produk sesuai dengan standar mutu maka di berbagai titik proses produksi dilakukan pemeriksaan. Secara garis besar lingkup kegiatan operasi adalah sebagai berikut: (1) identifikasi jenis dan lingkup kegiatan operasi fasilitas proyek, (2) menyusun organisasi pengelola, (3) membuat deskripsi pekerjaan (job description) posisi kunci, (4) Merekrut dan melatih personil, (5) menjalankan operasi (Soeharto, 2000). Aspek manajemen operasional adalah suatu fungsi atau kegiatan manajemen
yang
meliputi perencanaan
organisasi,
staffing,
koordinasi,
pengarahan dan pengawasan terhadap operasi perusahaan (Umar, 2005). Manajemen operasi meliputi bentuk organisasi atau badan usaha yang dipilih, stuktur organisasi, deskripsi dan spesifikasi jabatan, jumlah tenaga kerja yang digunakan, anggota direksi, dan tenaga-tenaga lainnya (Husnan dan Muhammad, 2000).
4. Aspek Legalitas Aspek legalitas merupakan salah satu aspek penting dalam pendirian sebuah industri karena menyangkut hukum yang mengatur tingkah laku kegiatan usaha yang bersangkutan. Untuk menampung aspirasi dalam mencapai tujuan usaha diperlukan suatu wadah untuk melegalkan kegiatan. Dalam evaluasi yuridis, salah satu pokok pengamatan yang merupakan kekuatan yang menunjang gagasan usaha adalah izin-izin yang harus dimiliki karena izin usaha merupakan syarat legalisasi usaha (Ariyoto, 1990). Aspek legalitas atau yuridis berguna untuk kelangsungan hidup proyek dalam rangka meyakinkan kreditur dan investor bahwa proyek yang akan dibuat sesuai dengan peraturan yang berlaku (Umar, 2005). Menurut Husnan dan Muhammad (2000), dalam pengkajian aspek yuridis atau hukum, hal yang perlu diperhatikan meliputi bentuk badan usaha yang akan digunakan dan berbagai akte, sertifikat, serta izin yang diperlukan.
22
5. Aspek Lingkungan Pembangunan suatu industri hendaknya tetap memperhatikan kepentingan manusia
dan lingkungannya.
Pembangunan
industri
yang
baik adalah
pembangunan yang berwawasan lingkungan. Pembangunan tersebut dapat terwujud apabila semua komponen dalam perusahaan mengerti pentingnya menjaga keseimbangan lingkungan dalam setiap tahapan proses produksinya. Menurut Umar (2005), kajian aspek lingkungan hidup bertujuan untuk menentukan dapat dilaksanakannya industri secara layak atau tidak dilihat dari segi lingkungan hidup. Hal-hal yang berkaitan dengan aspek lingkungan antara lain peraturan dan perundang-undangan analisis mengenai dampak lingkungan (Amdal) dan kegunaannya dalam kajian pendirian industri dan pelaksanaan proses pengelolaan dampak lingkungan.
6. Aspek Finansial Evaluasi aspek finansial dilakukan untuk memperkirakan jumlah dana yang diperlukan. Selain itu dipelajari struktur pembiayaan serta sumber dana yang menguntungkan (Djamin, 1984). Aspek finansial dilakukan setelah selesai evaluasi aspek lain dalam rencana investasi proyek selesai dilaksanakan. Analisis finansial adalah perbandingan antara pengeluaran dengan pemasukan suatu proyek dengan melihat dari sudut badan atau orang yangmenanamkan modalnya dalam proyek tersebut memberikan sumbangan atau rencana yang positif dalam pembangunan ekonomi nasional (Kadariah et al., 1978). Dari aspek finansial dapat diperoleh gambaran tentang struktur permodalan bagi perusahaan yang mencakup seluruh kebutuhan modal untuk dapat melaksanakan aktivitas mulai dari perencanaan sampai pabrik beroperasi. Secara umum, biaya dikelompokkan menjadi biaya investasi dan biaya modal kerja. Biaya investasi meliputi pembiayaan kegiatan prainvestasi, pengadaan tanah, bangunan, mesin dan peralatan, berbagai aset tetap, serta biaya-biaya lain yang bersangkutan dengan pembangunan proyek. Biaya kerja meliputi biaya produksi (bahan baku,tenaga kerja, overhead pabrik, dan lain-lain), biaya
23
administrasi, biaya pemasaran, dan penyusutan. Kemudian dilakukan penilaian aliran dana yang diperlukan dan kapan dana tersebut dapat dikembalikan sesuai dengan jumlah waktu
yang ditetapkan,
serta
apakah proyek tersebut
menguntungkan atau tidak (Edris, 1993). Modal investasi dalam analisis finansial dibagi menjadi dua, yaitu modal tetap dan modal kerja. Modal tetap dipergunakan antara lain untuk pembiayaan kegiatan pra investasi, pengadaan tanah, bangunan, mesin dan peralatan, serta biaya-biaya lain yang bersangkutan dengan pembangunan proyek serta pengadaan dana modal tetap itu sendiri (Sutojo, 1996). Untuk menghindari salah perhitungan karena timbulnya hal-hal yang tidak dapat diduga sebelumnya, maka ditambahkan biaya lain-lain atau biaya yang biasa disebut dengan biaya kontingensi. Nilai yang lazim digunakan dalam menghitung biaya kontingensi adalah sebesar 10 persen (Sutojo, 1996). Penyusutan merupakan pengalokasian biaya investasi suatu proyek pada setiap tahun sepanjang umur proyek tersebut. De Garmo et al. (1984) menyatakan bahwa metode yang sering digunakan yaitu metode garis lurus dimana perhitungan penyusutan didasarkan pada asumsi bahwa penurunan nilai peralatan atau bangunan berlangsung secara konstan selama umur pemakaian. Rumus untuk menghitung penyusutan berdasarkan metode garis lurus adalah sebagai berikut: D=
(
)
Dimana: D = Biaya penyusutan tiap tahun P = Harga awal (Rp) S = Harga akhir (Rp) L = Perkiraan umur ekonomis (tahun) Menurut Gray et al. (1993) untuk mencari ukuran yang menyeluruh sebagai dasar penerimaan atau penolakan suatu proyek
telah dikembangkan
berbagai cara yang dinamakan kriteria investasi. Beberapa kriteria investasi yang sering digunakan adalah Net Present Value, Internal Rate of Return, Net Benefit Cost Ratio, Pay Back Period, dan Analisis Sensitivitas.
24
1.
Net Present Value (NPV) Net Present Value (NPV) adalah metode untuk menghitung selisih antara nilai sekarang investasi dan nilai sekarang penerimaan kas bersih (operasional maupun terminal cash flow) di masa yang akan datang pada tingkat bunga tertentu (Husnan dan Muhammad, 2000 dan Hernanto, 1991). Menurut Gray et al. (1993), formula yang digunakan untuk menghitung NPV adalah sebagai berikut. − (1 + )
NPV =
dengan
Bt
= keuntungan pada tahun ke-t
Ct
= biaya pada tahun ke-t
i
= tingkat suku bunga (%)
t
= periode investasi (t = 0,1,2,3,…,n)
n
= umur ekonomis proyek
Proyek dianggap layak dan dapat dilaksanakan apabila NPV > 0. Jika NPV < 0, maka proyek tidak layak dan tidak perlu dijalankan. Jika NPV sama dengan nol, berarti proyek tersebut mengembalikan persis sebesar opportunity cost faktor produksi modal.
2.
Internal Rate of Return (IRR) Internal rate of return (IRR) adalah discount factor pada saat NPV
sama dengan nol dan dinyatakan dalam persen (Gray et al., 1993). Menurut Sutojo (1996), IRR merupakan tingkat bunga yang bilamana dipergunakan untuk mendiskonto seluruh kas masuk pada tahun-tahun operasi proyek akan menghasilkan jumlah kas yang sama dengan investasi proyek.
Tujuan
perhitungan
IRR
adalah
mengetahui
persentase
keuntungan dari suatu proyek tiap tahunnya. Menurut Kadariah et al. (1999), rumus IRR adalah sebagai berikut. IRR =
dengan
( )
+
( ) ( )
[
( )
( ) - ( )]
NPV (+) = NPV bernilai positif
25
NPV (-) = NPV bernilai negatif i(+)
= discount factor yang membuat NPV positif
i(-)
= discount factor yang membuat NPV nrgatif
Proyek layak dijalankan bila nilai IRR besar atau sama dengan dari nilai discount factor.
3.
Net Benefit Cost Ratio (Net B/C) Perhitungan net B/C dilakukan untuk melihat berapa kali lipat
manfaat yang diperoleh dari biaya yang dikeluarkan (Gray et al.,1993). Formulasi perhitungan net B/C adalah sebagai berikut. ∑ Net B/C =
∑瑡
− (1 + ) − (1 + )
Jika net B/C bernilai lebih dari satu, berarti NPV > 0 dan proyek layak dijalankan, sedangkan jika net B/C kurang dari satu, maka proyek sebaiknya tidak dijalankan (Kadariah et al., 1999).
4.
Break Even Point (BEP) Break Even Point atau titik impas merupakan titik dimana total
biaya produksi sama dengan pendapatan. Titik impas menunjukkan bahwa tingkat produksi sama besarnya dengan biaya produksi yang dikeluarkan.
5.
Pay Back Period (PBP) Payback period merupakan kriteria tambahan dalam analisis
kelayakan meliputi periode waktu yang diperlukan dalam melunasi seluruh pengeluaran investasi. Rumus yang digunakan untuk menghitung nilai PBP adalah sebagai berikut.
26
PBP = n +
Dengan n
(
−
)
= periode investasi pada saat nilai kumulatif Bt-Ct
negatif yang terakhir (tahun) m
= nilai kumulatif Bt-Ct negatif yang terakhir (Rp)
Bn
= manfaat bruto pada tahun ke-n (Rp)
Cn
= biaya bruto pada tahun ke-n (Rp)
27
III. METODE PENELITIAN
A. KERANGKA PEMIKIRAN KONSEPTUAL Gambir merupakan salah satu produk ekspor Indonesia yang prospektif, namun hingga saat ini Indonesia baru mengekspor gambir dalam bentuk gambir asalan. Pengolahan gambir asalan lebih lanjut dapat menghasilkan beberapa produk turunan terutama melalui proses pemurnian menjadi katekin dan tanin. Menurut Evalia (2009), pengolahan gambir menjadi katekin dan tanin memberikan nilai tambah yang jauh lebih tinggi dibandingkan gambir asalan. Rasio nilai tambah dari pengolahan gambir menjadi tanin untuk tiga kilogram gambir adalah 83,81 % dan katekin adalah 91,67 %. Selain itu, katekin dan tanin merupakan komponen yang digunakan dalam berbagai industri hilir diantaranya tanin untuk industri penyamak kulit, pewarna, dan adhesive, sedangkan katekin untuk industri farmasi dan kosmetik. Nilai tambah yang tinggi yang diperoleh melalui pemurnian gambir asalan menjadi katekin dan tanin merupakan peluang untuk didirikannya industri skala menengah sampai skala besar karena sampai saat ini industri katekin dan tanin belum ada di Indonesia. Peluang tersebut masih terbuka lebar bagi pengusaha dan investor yang berminat menanamkan modalnya pada sektor industri pengolahan gambir menjadi katekin dan tanin. Sebelum proyek pendirian industri pengolahan gambir menjadi katekin dan tanin diimplementasikan, terlebih dahulu dilakukan kajian teknoekonomi yang meliputi analisis dari berbagai aspek. Hal ini dilakukan untuk memberikan rekomendasi kepada pihak pengambil keputusan kelayakan pendirian industri pengolahan gambir menjadi katekin dan tanin. Secara konsep, penelitian ini dimulai dengan melakukan studi pustaka sekaligus mempelajari deskripsi produk dan industri katekin dan tanin. Kemudian dilanjutkan dengan pengumpulan data dan informasi. Data dan informasi yang dikumpulkan meliputi data primer dan data sekunder yang meliputi aspek pasar dan pemasaran, analisis teknis dan teknologis, analisis manajemen, analisis lingkungan dan legalitas, serta analisis finansial. Apabila data yang dikumpulkan belum cukup maka kembali dilakukan pengumpulan data. Namun jika data dan informasi yang dibutuhkan sudah mencukupi kemudian dilakukan tabulasi data
28
dan analisis pada tiap aspek. Setelah dilakukan analisis data dan informasi yang sudah dianalisis disusun dalam bentuk laporan lengkap. Setelah disusun dalam bentuk laporan, penelitian selesai. Diagram alir kerangka pemikiran yang merupakan tahapan penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 6.
Mulai
Studi pustaka, mempelajari deskripsi produk dan industri katekin dan tanin
Pengumpulan data (primer dan sekunder)
Tabulasi data
Analisis pasar dan pemasaran katekin dan tanin •
Identifikasi potensi pasar
•
Segmenting, Targetting, Positioning, dan Marketing mix
Analisis teknis dan teknologis • • • • •
Spesifikasi bahan baku Ketersediaan bahan baku dan Penentuan kapasitas produksi dan lokasi, serta dan Perencanaan tata letak Pemilihan teknologi proses dan mesin serta peralatan Neraca massa Analisis manajemen
• •
Struktur organisasi • Deskripsi kerja •
Spesifikasi Kerja Kebutuhan Tenaga Kerja
Analisis lingkungan dan legalitas • • •
Analisis dampak lingkungan Peraturan pemerintah Perizinan
Analisis finansial • • • •
Penentuan asumsi Sumber dana dan struktur pembiayaan Biaya investasi Proyeksi laba rugi
• • •
Proyeksi arus kas PBP, IRR, NPV, B C ratio, BEP Analisis sensitivitas
Penyusunan Laporan
Selesai
Gambar 6. Diagram Alir Tahapan Penelitian Kelayakan Pendirian Industri Katekin dan Tanin 29
B.
TATA LAKSANA Tahapan yang dilakukan pada analisis tekno ekonomi adalah melakukan
analisis masalah dan meneliti aspek-aspek yang berhubungan dengan perancangan industri katekin dan tanin dari gambir asalan tersebut yaitu aspek pasar dan pemasaran, aspek teknik dan teknologi, aspek manajemen operasi dan organisasi, aspek lingkungan dan legalitas, dan aspek finansial. Pelaksanaan studi kelayakan ini terdiri dari pengumpulan data dan analisis data. 1.
Pengumpulan Data Pengumpulan data dan informasi bertujuan untuk mendapatkan gambaran
dan keterangan tentang hal-hal yang berhubungan dengan penelitian yaitu kajian teknoekonomi pendirian industri katekin dan tanin dari gambir. Data tersebut diharapkan dapat digunakan untuk pemecahan masalah pengambilan suatu keputusan. Data yang dikumpulkan meliputi data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dengan melakukan pengamatan langsung di lokasi yang akan dibangun industri pengolahan gambir menjadi katekin dan tanin, yaitu di Ciawi Bogor. Data tersebut didapat dengan melakukan wawancara dan observasi lapangan. Data sekunder diperoleh melalui penelusuran laporan, jurnal, buku, data statistik dari instansi-instansi terkait, dan internet. Jenis data dan metode pengumpulan data dapat dilihat pada Tabel 7.
30
Tabel 7. Jenis data dan metode pengumpulan data yang dilakukan dalam penelitian Data/informasi yang Jenis Data Metode Pengumpulan dibutuhkan 1. Pasar dan pemasaran Deskripsi produk dan Sekunder dan primer Studi dokumen dan industri wawancara Harga Sekunder Studi dokumen Pesaing Sekunder dan primer Studi dokumen dan wawancara Ekspor dan impor Sekunder Studi dokumen Kebutuhan katekin dan Sekunder Studi dokumen tanin dalam produk Strategi pemasaran dan Sekunder Studi dokumen bauran pemasaran 2. Teknis dan teknologis Bahan baku Sekunder Studi dokumen Teknologi proses Primer Observasi lapang di Leuwi kopo dan laboratorium Departemen Teknologi Industri Pertanian Mesin dan peralatan Primer dan sekunder Observasi lapang dan studi dokumen Lokasi pabrik Primer dan sekunder Observasi lapang dan wawancara 3. Manajemen Manajemen dan Sekunder Studi dokumen organisasi 4. Lingkungan dan Legalitas Lingkungan Primer dan sekunder Observasi lapang dan Studi dokumen Legalitas Sekunder Studi dokumen 5. Finansial Primer dan sekunder Wawancara dan studi dokumen 2.
Pengolahan Data Analisis dilakukan secara kualitatif dan kuantitatif yang meliputi analisis
pasar, analisis teknis dan teknologis, analisis manajemen operasional, dan analisis finansial. a. Analisis Pasar dan Pemasaran Aspek-aspek yang dikaji pada analisis pasar dan pemasaran meliputi analisis potensi pasar dan strategi pemasaran untuk mencapai pangsa pasar
31
katekin dan tanin. Semua aspek tersebut diukur dengan teknik yang sesuai dengan kebutuhan penelitian dan sumber data yang diperoleh. Setelah diketahui potensi pasar yang dapat diraih, maka diperlukan strategi pemasaran, diantaranya dengan segmentasi (segmenting), penentuan target pasar (targetting), dan penentuan posisi di pasar (positioning), serta bauran pemasaran (marketing mix). Langkah-langkah dalam analisis pasar dan pemasaran tersebut dapat dilihat pada Gambar 7. Mulai
Pencarian data
Analisis potensi pasar katekin dan tanin
Penentuan strategi pemasaran katekin dan tanin
Penentuan strategi bauran pemasaran
Selesai
Gambar 7. Diagram Alir Proses Analisis Pasar dan Pemasaran Katekin dan Tanin b. Analisis Teknis dan Teknologis Analisis teknis dan teknologi meliputi ketersediaan bahan baku, penentuan kapasitas produksi dan lokasi, pemilihan teknologi proses, mesin dan peralatan, neraca massa dan energi, dan perencanaan tata letak, dan kebutuhan luas ruang produksi dari pabrik tersebut. Aliran proses analisis aspek teknis dan teknologis dapat dilihat pada Gambar 8.
32
Mulai
Pencarian data bahan baku gambir asalan
Penentuan lokasi pabrik
Penentuan kapasitas produksi
Pemilihan teknologi proses, mesin, dan peralatan
Penyusunan neraca massa
Penyusunan diagram keterkaitan antar aktivitas, kebutuhan luas ruang produksi, jumlah mesin, dan jumlah operator
Penyusunan tata letak pabrik
Selesai
Gambar 8. Diagram Alir Proses Analisis Aspek Teknis dan Teknologis Industri Katekin dan Tanin Ketersediaan bahan baku gambir asalan dianalisis dengan mengkaji data produksi gambir, ekspor gambir, penggunaan katekin dan tanin. Jika kebutuhan gambir asalan tidak terpenuhi, maka dilakukan pencarian alternatif tempat bahan baku dapat diperoleh. Penentuan
kapasitas
produksi
dilakukan
dengan
memperhatikan
ketersediaan bahan baku gambir asalan dan kemampuan menyerap pasar
33
katekin dan tanin. Kedua komponen tersebut dianalisis sehingga didapatkan kapasitas produksi industri pengolahan gambir menjadi katekin dan tanin. Pemilihan jenis teknologi proses produksi didasarkan pada kemudahan proses produksi dan perkiraan biaya produksi. Pemilihan mesin dan peralatan ditentukan berdasarkan teknologi dan proses produksi yang dipilih. Neraca massa disusun untuk melihat laju alir, jumlah input, dan jumlah output masing-masing kompinen bahan pada setiap proses. Penentuan tata letak pabrik dilakukan dengan menganalisis keterkaitan antar aktivitas, kemudian menentukan kebutuhan luas ruang dan alokasi area. Untuk menganalisis keterkaitan antar aktivitas, perlu ditentukan derajat hubungan aktivitas. Derajat hubungan aktivitas diberi tanda sandi sebagai berikut: 1. A (absolutely necessary) menunjukkan bahwa letak antara dua kegiatan harus saling berdekatan dan bersebelahan. 2. E (especially important) menunjukkan bahwa letak antara dua kegiatan harus bersebelahan. 3. I (important) menunjukkan bahwa letak antara dua kegiatan cukup berdekatan. 4. O (Ordinary important) menunjukkan bahwa letak antara dua kegiatan tidak harus saling berdekatan. 5. U (unimportant) menunjukkan bahwa letak antara dua kegiatan bebas dan tidak saling mengikat. 6. X (undesirable) menunjukkan bahwa letak antara dua kegiatan harus saling berjauhan atau tidak boleh saling berdekatan. Sandi derajat hubungan aktivitas diletakkan pada bagian dalam kotak bagan keterkaitan antar aktivitas. Alasan-alasan yang mendukung kedekatan hubungan meliputi keterkaitan produksi, keterkaitan pekerja, dan aliran informasi. Alasan keterkaitan produksi meliputi urutan aliran kerja, penggunaan peralatan, catatan dan ruang yang sama, kebisingan, kotor, debu, getaran, serta kemudahan pemindahan barang. Alasan keterkaitan pekerja meliputi penggunaan karyawan yang sama, pentingnya berhubungan, jalur perjalanan,
kemudahan
pengawasan,
pelaksanaan
pekerjaan
serupa,
34
perpindahan pekerja, dan gangguan pekerja. Alasan informasi meliputi penggunaan catatan yang sama, hubungan kertas kerja, dan penggunaan alat komunikasi yang sama (Apple, 1990). Kebutuhan luas ruang produksi tergantung pada jumlah mesin dan peralatan, tenaga kerja atau operator yang menangani fasilitas produksi, serta jumlah dan jenis sarana yang mendukung kegiatan produksi. Metode yang digunakan dalam menentukan kebutuhan luas ruang produksi adalah metode pusat produksi. Pusat produksi terdiri dari mesin dan semua perlengkapan untuk mendukung proses produksi serta luasan untuk melaksanakan operasi (Machfud dan Agung, 1990).
c.
Aspek Manajemen Kajian terhadap manajemen dan organisasi meliputi pemilihan bentuk
perusahaan dan struktur organisasi yang sesuai, kebutuhan tenaga kerja, dan deskripsi dan spesifikasi kerja. Alir analisis manajemen dan organisasi dapat dilihat pada Gambar 9. Mulai
Mempertimbangkan: • • •
Data perkiraan investasi yang diperlukan dari penggunaan mesin dan bahan baku Data kapasitas produksi Teknologi proses yang digunakan Menentukan bentuk usaha yang dipilih
Menentukan struktur organisasi, deskripsi dan spesifikasi kerja, dan kebutuhan tenaga kerja
Selesai
Gambar 9. Diagram Alir Analisis Aspek Manajemen dalam Pendirian Industri Katekin dan Tanin dari Gambir
35
d. Analisis Lingkungan dan Legalitas Analisis lingkungan meliputi sejauh mana keadaan tingkat lingkungan dapat menunjang perwujudan pendirian industri pengolahan gambir, terutama sumber daya yang diperlukan, seperti air, energi, manusia, dan ancaman alam sekitar, serta analisis mengenai dampak lingkungan yang ditimbulkan oleh pendirian industri ini. Analisis legalitas meliputi mekanisme perizinan dan peraturan-peraturan yang berlaku. e. Analisis Finansial Kriteria-kriteria yang digunakan dalam analisis finansial meliputi Break Even point, Net Present Value, Internal rate of Return, Net Benefit Cost Ratio, Pay Back period, dan analisis sensitivitas. Kriteria-kriteria di atas digunakan untuk menentukan kelayakan industri secara finansial.
36
IV. ANALISIS PASAR DAN PEMASARAN
Dalam menganalisis aspek pasar dan pemasaran, beberapa hal yang diperhatikan adalah kedudukan produk dalam pasar saat ini, komposisi dan perkembangan permintaan produk, dan kemungkinan persaingan. Kotler (2000) mengemukakan bahwa untuk memasuki pasar harus memperkirakan pasar potensial agar sumber daya yang dimiliki dapat dimanfaatkan secara efektif. Pasar potensial adalah sejumlah konsumen yang mempunyai kadar minat tertentu pada tawaran tertentu. Katekin dan tanin termasuk kategori produk industri, konsumen produk katekin dan tanin terfragmentasi berdasarkan aplikasi katekin dan tanin di dalam produk turunan yang dihasilkan oleh konsumen industri.
A. POTENSI PASAR Katekin dan tanin merupakan produk pemurnian gambir yang banyak dibutuhkan oleh berbagai industri hilir. Katekin biasanya digunakan untuk industri farmasi, kosmetik, dan minuman. Di lain pihak tanin digunakan untuk berbagai keperluan seperti penyamak kulit, farmasi, peluruh anti karat, pelapis logam, anti kerak pada boiler, tinta, pewarna, antiseptik, dan adhesive. Sampai saat ini tidak tersedia data pasti mengenai kebutuhan dalam negeri, nilai ekspor, maupun impor produk katekin dan tanin sebab belum terdapat industri yang mengolah gambir menjadi katekin dan tanin di Indonesia. Oleh karena itu untuk mengetahui potensi konsumsi katekin dan tanin yang akan diproduksi dapat diperkirakan dari volume kebutuhan industri pengguna yang menggunakan produk katekin dan tanin. Data produksi industri pengguna tidak tersedia, data yang tersedia adalah data ekspor produk potensial pengguna katekin dan tani. Jadi, kebutuhan katekin dan tanin hanya diduga berdasarkan kebutuhan ekspor produk potensial pengguna katekin dan tanin. Berarti permintaan potensial akan produk katekin dan tanin sebenarnya akan jauh lebih besar dari perkiraan ini, terutama apabila diketahui kebutuhan katekin dan tanin untuk produksi dalam negeri.
37
Perkiraan kebutuhan katekin dan tanin
dihitung dari produk yang
potensial menggunakan produk katekin dan tanin dengan berbasis data ekspor produk yang dikalikan dengan kebutuhan katekin dan tanin dalam bahan. 1. Katekin Kebutuhan katekin dari industri tersebut didekati dengan menggunakan data-data paten mengenai produk yang memakai katekin, beberapa skripsi mengenai penggunaan katekin pada produk, dan berbagai sumber yang menjelaskan komposisi penggunaan katekin dalam suatu bahan. Jumlah katekin yang dibutuhkan untuk ekspor berdasarkan perhitungan penggunaan katekin pada produk potensial pengguna katekin dapat dilihat pada Tabel 8. Tabel 8. Jumlah Katekin Potensial yang Dibutuhkan untuk Ekspor No
Produk Potensial Pengguna Katekin
1
Pasta gigi
2
Ekspor (Kg)
Persen Katekin yang Dibutuhkan dalam Bahan (%)
Volume Kebutuhan Katekin (Kg)
2.178.636
0,2
4.357,27
Obat cuci mulut dll
72.180
0,2
144,36
3
Preparat kulit luar
2.704.556
1
27.045,56
4
Krim anti jerawat Kosmetika perawatan rambut rusak Bedak mampat maupun powder Face & skin cream &lotion
9.253
1
92,53
725.110
0,1
3.626,56
1.638.193
0,3
4.914,58
8.413.680
1
84.136,80
153.626.110
0,01
15.362,61
7.253.110
12,77
926.222,15
47.761
10
4.776,10
1.877.885 Jumlah
1
3.755,77 1,089,457.36
5 6 7 8
9
Sabun mandi Preparat perawatan kulit luar lainnya (skin protection and improvement)
10
Obat untuk kanker
11
Minuman
Sumber: Ahyarudin (2009), BPS (2009), Gumbira-Sa’id et al. (2009), US Patent (2010), Yanita (2005). Produk utama yang diproduksi adalah katekin, sedangkan tanin merupakan produk hasil samping yang bernilai tambah cukup tinggi. Potensi pasar katekin 38
cukup besar karena banyak industri hilir yang menggunakan katekin dalam pembuatan produk hilir tersebut diantaranya farmasi, kosmetika, dan minuman. Di lain pihak terdapat banyak produk yang dibuat di dalam negeri yang menggunakan katekin di dalamnya untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri, namun karena keterbatasan data produksi industri pengguna maka pada perhitungan tidak dimasukkan, hal ini berarti permintaan potensial sebenarnya jauh lebih bisar dari nilai yang diperkirakan. Nilai pasar dari produk katekin yang diperkirakan pada penelitian ini mencapai 6,5 trilyun rupiah. Berdasarkan data pada Tabel yang disajikan di atas, permintaan pasar produk katekin dianggap cukup besar dan dibutuhkan oleh berbagai industri hilir terutama industri kosmetik, farmasi, dan minuman. Pasar potensial yang menjadi sasaran pasar katekin adalah ketiga industri di atas dengan mempertimbangkan kemampuan internal perusahaan dalam pemenuhan permintaan pasar yang dibidik. Penggunaan katekin yang cukup besar pada berbagai industri hilir memberikan peluang besar untuk pengembangan produk tersebut. Dalam industri kosmetika, gambir dapat digunakan untuk astringent yang berfungsi untuk melembutkan kulit dan menambah kelenturan, daya regang kulit, dan dapat menghilangkan jerawat. Hal ini menjadikan katekin sebagai bahan yang dapat diaplikasikan pada berbagai produk perawatan kulit baik dalam bentuk krim, lotion, bedak, pelembab, dan sebagainya. Salah satu lembaga penelitian di Amerika yang bernama American Catechin Institute sudah mengembangkan berbagai macam produk kosmetik yang menggunakan katekin di dalamnya dan sudah mengkomersialkan produk penelitian tersebut. Menurut informasi dari Balai Industri Agro dan Biomedika, hingga saat ini produk yang dibuat di dalam negeri rata-rata masih menggunakan ekstrak katekin dari gambir dalam bentuk kasar tanpa melalui proses pemurnian, namun katekin murni yang dibuat memiliki kualitas yang tinggi sehingga memungkinkan mensubstitusi penggunaan katekin kasar pada berbagai industri kosmetik dalam negeri. Selain digunakan oleh industri kosmetik, katekin banyak digunakan oleh indutri farmasi. Sebagai contoh, secara modern gambir dimanfaatkan oleh perusahaan Zyma dari Swiss yaitu dengan melakukan isolasi katekin dari daun gambir yang digunakan untuk obat penyakit hati dengan nama paten “Catergen”
39
(Amos et al., 1993). Di lain pihak, Jepang mengembangkan permen pelega tenggorokan khusus untuk para perokok karena gambir mampu menetralkan nikotin. PT Ciba Geigy merupakan salah satu perusahaan yang menggunakan katekin dari gambir untuk beragam obat-obatan (Nazir, 2009). Industri minuman yang mengandung antioksidan saat ini sedang menjadi trend dalam kehidupan konsumen, terutama konsumen dalam negeri. Sebagai contoh pada produk minuman cola merek Coca Cola saat ini diberikan dibuat inovasi produk baru dengan melakukan penambahan katekin di dalamnya, untuk meningkatkan kadar antioksida, contoh lain produk minuman yang menggunakan katekin tambahan di dalamnya yaitu minuman Yuva yang tinggi antioksidan buatan American Catechin Institute. Minuman teh yang sering dikonsumsi saat ini pun mengandung katekin di dalamnnya, untuk meningkatkan kadar antioksidan, terkadang dilakukan penambahan katekin kembali ke dalam produk tersebut. Contoh produk pengguna katekin dapat dilihat pada Lampiran 2. 2. Tanin Selain katekin, industri yang akan didirikan tersebut menghasilkan produk samping berupa tanin yang memiliki nilai tambah cukup tinggi. Sama halnya dengan katekin, tidak terdapat data produksi industri pengguna tanin,sehingga permintaan tanin dihitung dengan menggunakan data ekspor produk pengguna. Kebutuhan ekspor tanin dihitung berdasarkan data pendekatan kebutuhan tanin pada produk indutri pengguna dengan komposisi mengacu pada beberapa paten, skripsi, dan sumber yang menjelaskan mengenai komposisi tanin dalam produk potensial pengguna tanin. Jumlah permintaan tanin pada produk ekspor pengguna tanin disajikan pada Tabel 9.
40
Tabel 9. Jumlah Tanin Potensial yang Dibutuhkan untuk Ekspor No
1 2
Produk Potensial Pengguna Tanin
Ekspor (Kg)
Persen Tanin Yang Dibutuhkan Dalam Bahan (%)
Volume Kebutuhan Tanin (Kg)
Penyamak kulit
947.706
5,61
53.166,31
Pewarna alami makanan
1.310.281
0,5
6.551,41
55.928 39.594 159.112
4,17 4,17 25
2.332,20 1.651,07 39.778
238.986 225.517 4.412 2.097.180 2.396.000 Total
1 5 2 2 2
2.389,86 11.275,85 88,24 41.943,60 47.920 207.096,53
3
4 5 6 7 8 9 10
Peluruh dan anti karat pada logam Pelapis logam Adhesive Pewarna alami non makanan Tinta Antiseptik Insektisida Desinfektan
Sumber: BPS (2009), Gumbira-Sa’id et al. (2009), US Patent (2010) Pada perhitungan tersebut, nilai produksi industri pengguna tidak diketahui sehingga nilai permintaan akan tanin sebenarnya lebih besar dari nilai perkiraan tersebut. Hal ini didukung dengan data mengenai nilai ekspor dan impor tanin Indonesia tahun 2000-2008 menurut UN Comtrade (2008) (Tabel 10).
41
Tabel 10. Permintaan Ekspor dan Impor Tanin Dunia Tahun 2000-2008 No 1
Tahun 2000
Impor (Kg) 71,175,852
2
2001
75,805,956
3
2002
81,974,490
4
2003 99,278,144
5
2004
97,498,667
6
2005
110,237,058
7
2006 119,725,195
8
2007
134.798.482
9
2008
12,314,530
Sumber : UN Comtrade (2008) Perhitungan perkiraan permintaan yang dilakukan masih jauh lebih kecil dari permintaan pasar tanin yang sebenarnya. Kebutuhan tanin yang diperkirakan hanya 0,15% dari total kebutuhan tanin dunia. Tabel 10 di atas menunjukkan besar kebutuhan dunia terhadap produk tanin dengan nilai yang cukup tinggi, misalnya pada tahun 2007 saja kebutuhan tanin sekitar 131.794.482 kg. Produk samping dari industri ini adalah tanin yang digunakan oleh berbagai industri hilir sebagai bahan penunjang pada produk yang diproduksi. Pasar tanin yang potensial dibidik adalah industri penyamak kulit, industri tekstil, indutri farmasi, industri bahan perekat, dan industri pelapis logam. Contoh beberapa produk potensial pengguna tanin dapat dilihat pada Lampiran 3. Adapun target utama pasar adalah industri farmasi. Volume kebutuhan tanin untuk penyamak kulit lebih besar dibanding kebutuhan pada produk lain, namun penggunaan tanin kasar yang berharga murah menjadi hambatan bagi masuknya tanin murni yang diproduksi untuk menggantikan tanin untuk penyamak kulit saat ini. Oleh sebab itu target pasar tanin adalah industri farmasi. Hal ini menjadi
42
peluang besar bagi industri tanin yang didirikan untuk memenuhi kebutuhan tanin pada industri farmasi dan industri tekstil domestik maupun luar negeri. Berdasarkan data dari Kementrian Perindustrian (2009), permintaan pasar akan kulit mencapai 150.000 ton per tahun. Proses penyamakan kulit dengan menggunakan tanin berdasarkan hasil observasi lapang dapat dilihat pada Lampiran 4. Industri penyamak kulit hanya satu dari beragam industri yang menggunakan produk tanin, di luar itu masih banyak industri hilir lainnya yang menggunakan katekin dan tanin dalam produk. Namun untuk industri penyamakan kulit, kecil kemungkinan untuk mensubstitusi penggunaan tanin yang saat ini biasa digunakan dengan tanin murni dari gambir. Hal ini dikarenakan tanin alami yang digunakan oleh industri penyamak kulit saat ini merupakan tanin yang diekstrak dari beberapa jenis tanaman dan biasanya diproduksi dari hasil samping suatu produksi tanpa melalui proses pemurnian sehingga harga tanin tersebut murah, sedangkan tanin yang diproduksi oleh industri yang akan didirikan adalah tanin murni. Tanin dapat pula dimanfaatkan sebagai bahan baku perekat kayu. Saat ini kebutuhan bahan perekat industri perkayuan di Indonesia sangat besar yaitu lebih dari 1,4 juta ton per tahunnya atau lebih dari 9 trilyun rupiah per tahun (Praselya, B. 2009). Hal ini menunjukkan bahwa kebutuhan tanin dalam negeri hanya untuk industri perkayuan saja sudah cukup besar, sehingga kebutuhan sebenarnya lebih besar pada berbagai industri pengguna tanin. Industri lain yang dapat memanfaatkan tanin gambir adalah industri batik. Berdasarkan hasil observasi lapang, sudah dicoba penggunaan tanin gambir pada pewarnaan batik tulis di daerah Yogyakarta yang diuji coba oleh pengrajin batik Fakhrudin AlRozi yang juga mengaplikasikan penggunaan tanin untuk menyamak kulit ikan pari. Harga yang dipatok untuk setiap potong batik tersebut adalah minimal Rp 2.000.000,-. Berdasarkan berbagai informasi di atas, potensi pasar tanin berdasarkan kebutuhan pada industri pengguna sudah cukup besar. Selain itu, kebutuhan tanin dalam negeri selama ini masih mengandalkan impor.
Sebagai contoh,
berdasarkan observasi pada industri penyamakan kulit, tanin yang digunakan adalah didatangkan dari Argentina, Austria, Cina, dan Slovenia. Terdapat banyak
43
industri hilir yang menggunakan katekin dan tanin dalam produk. Dengan demikian,
industri pembuatan katekin dan tanin
ini prospektif untuk
dikembangkan, mengingat kebutuhan dalam negeri yang besar dan nilai impor yang masih tinggi. Pada industri farmasi, tanin digunakan oleh industri obat diare, industri antiseptic, insektisida, dan desinfektan. Dilihat dari fungsinya sebagai pewarna alami, tanin dapat digunakan pada industri cat, industri tinta, industri pewarna tekstil, dan sebagainya. Berdasarkan data-data yang disajikan pada Tabel 15, total kebutuhan potensial katekin pada produk ekspor mencapai 1.090 ton per tahun, sedangkan kebutuhan tanin potensial pada produk ekspor diperkirakan sekitar 207 ton per tahun. Dari jumlah kebutuhan tanin dan katekin dibandingkan dengan kemampuan ketersediaan bahan baku, maka perusahaan menargetkan sebanyak 1% pasar katekin yang akan diambil dari perkiraan permintaan pasar. Perusahaan hanya menargetkan 1% dari potensi pasar dengan didasarkan pada berbagai pertimbangan, yaitu produk katekin dan tanin yang diproduksi masih tergolong produk baru sehingga membutuhkan fase pengenalan produk. Selain itu dibutuhkan kemampuan mencari pasar yang mampu menyerap produk katekin dan tanin yang diproduksi, serta menyesuaikan dengan kemampuan perusahaan memproduksi yang berkaitan dengan kemampuan teknis pabrik dan investasi yang tersedia. Dikaji dari jumlah produk yang potensial menggunakan katekin dan tanin yang sangat tinggi maka peluang untuk mendirikan industri katekin dan tanin diduga cukup prospektif, terutama ditelaah dari besarnya nilai ekspor dan impor. Hal ini mendukung pendirian industri katekin dan tanin untuk menjadi salah satu bahan baku maupun bahan penunjang yang digunakan dalam produk hilir.
B. STRATEGI PEMASARAN Faktor yang menentukan dalam pencapaian keberhasilan suatu industri adalah kemampuan industri tersebut memenuhi kebutuhan konsumen melalui pemasaran prosuk yang dilakukan oleh industri yang bersangkutan. Untuk mencapai keberhasilan tersebut diperlukan sebuah strategi yang tepat dalam
44
memasarkan produk katekin dan tanin yang dibuat. Industri katekin dan tanin memerlukan strategi pemasaran dan bauran pemasaran yang tepat. Pemasaran produk difokuskan pada konsumen industri dengan penjualan melalui strategi bisnis ke bisnis. Secara lebih spesifik, strategi pemasaran yang akan dilakukan pada tahap awal meliputi: 1. Segmenting Segmentasi pasar adalah usaha pemisahan pasar pada kelompok-kelompok pembeli menurut jenis-jenis produk tertentu dan yang memerlukan bauran pemasaran tersendiri. Perusahaan menetapkan berbagai cara yang berbeda dalam memisahkan pasar tersebut, kemudian mengembangkan profil-profil yang ada pada setiap segmen pasar, dan penentuan daya tarik masing-masing segmen. Katekin dan tanin merupakan produk turunan gambir yang memiliki nilai tambah yang tinggi dan dibutuhkan oleh berbagai industri hilir. Katekin dan tanin dapat digunakan sebagai bahan baku, bahan penunjang, maupun bahan substitusi dari fungsi suatu bahan lain dalam sebuah produk. Katekin dan tanin memiliki beberapa kelebihan sebagai produk yang berasal dari bahan alami (tumbuhan) yang berkualitas dengan tingkat kemurnian tinggi dan aman digunakan baik untuk produk pangan maupun non pangan. Segmentasi pasar produk katekin dan tanin adalah dibedakan berdasarkan jenis industri pengguna yakni beberapa industri hilir pengguna katekin dan tanin sebagai bahan baku maupun bahan pembantu dalam produk tersebut yang menjadi konsumen dari produk katekin dan tanin. Konsumen industri menggunakan katekin dan tanin sebagai bahan baku produksi dalam industri tersebut. Segmen pasar produk katekin dan tanin dibedakan berdasarkan jenis industri pengguna. Secara lebih lengkap, segmentasi pasar katekin dan tanin akan dijelaskan berikut ini. a. Segmentasi Pasar Katekin Segmen pasar katekin berdasarkan jenis industri dibagi menjadi pasar industri kosmetik, industri farmasi, dan industri minuman. Industri kosmetik menggunakan katekin dalam bahan untuk membuat berbagai produk diantaramya krim anti aging, krim anti acne, krim pengencang kulit. Krim perawatan kulit siang dan malam, body lotion, serum anti penuaan, sabun,
45
perawatan rambut rusak, lotion perawatan kaki dan tangan, pelembab, dan bedak. Industri farmasi menggunakan tanin dalam bentuk tablet anti diare, tablet sakit perut, obat penyakit kanker, obat hepatitis, obat penyakit epilepsi, obat untuk mengatasi hipotensi, obat penyakit otak, obat untuk alergi purpura, obat Viagra untuk pria, obat antiseptik, sediaan obat kumur, pasta gigi, dan tablet pastiles. Adapun dalam industri minuman katekin digunakan sebagai bahan tambahan untuk meningkatkan kadar antioksidan dan untuk menjaga kestabilan warna minuman tersebut. Sebagai contoh produk minuman cola yang dibuat oleh PT.Coca Cola Company melakukan inovasi pada produk minumannya yaitu dengan menambahkan katekin dalam produk minuman Coca Cola plus catechin dan produk minuman kesehata Yuva hasil penelitian dari American catechin institute. b. Segmentasi Pasar Tanin Segmen pasar tanin berdasarkan jenis industri dibagi menjadi pasar industri pangan, industri pewarna tekstil, industri kulit, industri batik, industri farmasi, industri perekat, industri cat, industri tinta, dan industri pelapis logam. Pasar industri pangan menggunakan tanin sebagai pewarna dalam produk pangan tersebut. Industri pewarna digunakan untuk pewarnaan pada tekstil. Industri batik menggunakan tanin untuk mewarnai batik yang dibuat, harga batik yang dibuat dengan pewarna gambir memberikan nilai tambah berupa warna alami yang dihasilkan dan warna yang stabil sehingga memiliki nilai dan harga jual yang lebih tinggi. Industri farmasi digunakan untuk obat anti diare, obat sakit perut, obat bisul, dan obat luka bakar.industri kayu lapis saat ini banyak menggunakan tanin dari tumbuhan akasia untuk dijadikan bahan perekat, dengan jumlah kebutuhan perekat yang cukup tinggi yaitu sebesar 1,4 juta ton per tahunnya memungkinkan produk tanin yang diproduksi untuk menggantikan penggunaan tanin dari bahan lain. Pada industri penyamak, tanin digunakan untuk menyamak pada proses tanning dan retanning. Namun berdasarkan observasi lapang, tanin yang biasa digunakan pada industri penyamakan kulit adalah tanin hasil samping dari industri pembuatan kertas maupun industri lain tanpa melalui proses
46
pemurnian. Artinya tanin yang digunakan merupakan ekstrak kasar dari bahan tertentu, dimana harga tanin yang digunakan jauh lebih rendah dari pada tanin murni yang diproduksi pada industri katekin dan tanin yang akan didirikan, sehingga tanin yang diproduksi tidak memungkinkan menjadi substitusi dari tanin yang biasa digunakan saat ini pada proses penyamakan kulit. Tanin dapat pula digunakan sebagai peluruh karat dan pelapis pada logam. Dengan kondisi saat ini bahwa produk berbahan dasar logam banyak di pasaran dengan daya tahan rendah dan rentan terhadap pengkaratan, tanin yang diproduksi sangat potensial untuk digunakan sebagai bahan pelapis logam dan peluruh karat pada logam. Berdasarkan aspek geografis, segmen utama yang dituju adalah industri dalam negeri yang memproduksi produk pengguna katekin dan tanin untuk ekspor. Namun tidak menutup kemungkinan setelah produksi stabil dan pasar luas maka segmen meluas menjadi industri luar negeri atau impor produk. Pemilihan segmen di atas akan disesuaikan pada kapasitas produksi, ketersediaan bahan baku, peluang pasar, kemudahan promosi dan pendistribusian, serta kondisi rantai pasokan. Segmen tersebut akan semakin diperluas seiring dengan perkembangan perusahaan. 2. Targeting Setelah proses segmentasi pasar selesai dilakukan, maka dapat diketahui beberapa segmen yang dianggap potensial untuk dimasuki. Secara umum, penetapan pasar sasaran dilakukan dengan mengevaluasi kelebihan setiap segmen, kemudian dilakukan penentuan target pasar yang akan dilayani. Targeting adalah suatu tindakan memilih satu atau lebih segmen pasar yang akan dimasuki. Target pasar dari produk katekin dan tanin dijelaskan sebagai berikut. Target pasar produk katekin adalah industri farmasi, industri kosmetika, dan industri minuman. Konsumen industri bagi produk tanin meliputi industri farmasi, industri tinta, industri perekat, dan industri pelapis logam. Pasar yang dijadikan target utama pemasaran produk tanin adalah industri farmasi dan industri pewarna tekstil, namun segmen pasar lain yang potensial menggunakan tanin akan dilayani dengan persentase lebih kecil dibanding pasar utama.
47
a. Target Pasar Katekin Target pasar katekin ditentukan dari industri pengguna katekin yang memberikan nilai yang tinggi pada penggunaan katekin di dalamnya. Berdasarkan evaluasi pada setiap segmen pasar, segmen industri kosmetika merupakan segmen yang memberikan nilai tertinggi baik dari volume penggunaan bahan maupun nilai tambah dan kemungkinan perkembangan di masa yang akan datang memberikan nilai tertinggi dibandingkan dengan segmen pasar lainnya. Pasar industri kosmetik merupakan target utama pasar yang akan dilayani, namun segmen pasar lainnya pun akan dilayani namun bukan segmen utama yang dilayani. b. Target Pasar Tanin Sama halnya dengan penentuan target pasar katekin, penentuan pasar tanin juga dikaji dari segmen pasar yang memiliki nilai tertinggi baik dari segi kebutuhan pasar, nilai tambah yang dihasilkan, dan perkembangan di masa yang akan datang. Berdasarkan dari evaluasi pada setiap segmen, target pasar tanin yang dibidik adalah industri farmasi. Industri farmasi adalah segmen utama yang dilayani, namun tidak menutup kemungkinan segmen lain pun akan dilayani menyesuaikan dengan kapasitas produksi yang dimiliki.
3. Positioning Salah satu elemen penting dari strategi pemasaran adalah positioning, yaitu bagaimana menempatkan keunggulan produk yang sesuai dengan keinginan konsumen. Dengan menempatkan keunggulan di benak konsumen hal ini akan menumbuhkan kepuasan konsumen sekaligus akan membedakan produk dari para pesaing di benak target pasar. Jika diamati pada keadaan pasar, produk katekin dan tanin masih sangat jarang ditemukan terutama kalangan produsen dalam negeri, sehingga masih sangat potensial untuk dikembangkan. Namun perlu diperhatikan saat ini pesaing produk katekin dan tanin adalah produsen dari India, Amerika Serikat, Argentina, Austria, dan Cina. Selain itu pesaing muncul dari industri yang menghasilkan produk yang dapat disubstitusi oleh produk katekin dan tanin.
48
Melalui kegiatan positioning, perusahaan harus mampu membentuk citra produk unggulan dimana persepsi konsumen terhadap katekin dan tanin yang diproduksi sebagai produk yang lebih unggul dibanding dengan produk pesaing dengan kualitas yang dapat dipercaya. Elemen positioning yang dimiliki oleh produk katekin dan tanin adalah elemen benefit positioning. Benefit positioning dari produk katekin dan tanin yaitu produk katekin dan tanin dibuat sesuai dengan kebutuhan konsumen industri yang akan menggunakan produk, lebih menekankan pada spesifikasi produk yang dibutuhkan oleh masing-masing perusahaan pengguna. Positioning dari produk katekin dan tanin lebih menguatamakan kualitas dan spesifikasi terstandar dari industri pengguna produk tersebut, karena pengguna bukan merupakan konsumen akhir melainkan konsumen industri yang akan menggunakan kembali katekin dan tanin dalam produk hilir industri tersebut. Oleh karena itu positioning dari katekin dan tanin adalah barang berkualitas dengan tingkat kemurnian yang tinggi.
4. Bauran Pemasaran Bauran pemasaran (marketing mix) merupakan seperangkat alat pemasaran yang digunakan perusahaan untuk terus menerus mencapai tujuan pemasarannya di pasar sasaran (Kotler, 2000). Alat-alat itu diklasifikasiikan menjadi empat kelompok yang luas yang disebut empat P dalam pemasaran yaitu produk (product), harga (price), tempat (place), dan promosi (promotion). 1. Strategi Produk Strategi produk sangat perlu disiapkan dengan baik oleh suatu perusahaan yang berkaitan dengan produk yang dipasarkannya. Strategi produk yang tepat akan menempatkan perusahaan dalam suatu posisi persaingan yang lebih unggul daripada pesaingnya. Produk yang dihasilkan oleh industri pengolahan gambir adalah katekin dan tanin. Menurut tujuan pemakaian, produk katekin dan tanin yang diproduksi tergolong barang industri, karena katekin dan tanin tersebut digunakan kembali pada proses produksi berikutnya. Produk adalah sesuatu yang ditawarkan dan dapat memuaskan keinginan dan kebutuhan konsumen. Katekin dibuat untuk
49
memenuhi permintaan industri kosmetik, farmasi, dan industri minuman. Contoh penampakan produk katekin yang diproduksi dapat dilihat pada Gambar 10.
Gambar 10. Penampakan Katekin Sebelum Dikemas Di lain pihak tanin dibuat untuk memenuhi permintaan industri farmasi dan industri pewarna tekstil. Pada Gambar 11 diperlihatkan penampakan tanin yang diproduksi sebelum dikemas.
Gambar 11. Penampakan Tanin Sebelum Dikemas. Standarisasi yang digunakan dalam produksi tanin pada perusahaan ini adalah mengacu pada standar tanin GB 5308-85 untuk industrial grade. Standar tanin GB 5308-85 dapat dilihat pada Tabel 11. Tabel 11. Standar Tanin Industrial Grade GB 5308-85 Grade
I
II
III
Tannic acid content (%)
≥ 81,0
≥ 78,0
≥ 75,0
Loss in drying (%)
≤ 9,0
≤ 9,0
≤ 9,0
Water insoluble (%)
≤ 0,6
≤ 0,8
≤ 1,0
Total colour (lovibond)
≤ 2,0
≤ 3,0
≤ 4,0
Sumber: CIFOR Occasional Paper No.6 NWFPs in China (1995) Katekin dan tanin yang dihasilkan dari gambir asalan memiliki pesaing kuat di dalam industri hilir, selain industri yang menghasilkan produk yang sama, yang menjadi pesaing utama dalam pasar industri adalah produk sejenis yang 50
dihasilkan dari tanaman lain. Pesaing utama katekin adalah industri penghasil katekin dari bahan baku teh, dimana katekin dari bahan teh saat ini paling banyak tersedia di pasaran, selain dari teh, katekin diperoleh dari tanaman genus uncaria. Namun katekin dan tanin yang dihasilkan dari gambir memiliki keunggulan dibanding produk substitusinya yaitu tingkat kemurnian yang tinggi dan terstandar untuk mendukung kualitas produk hilir pengguna. Di lain pihak, tanin di pasaran memiliki pesaing yang cukup banyak. Baik industri penghasil tanin yang dari bahan yang sama, industri tanin yang diekstrak dari bahan baku lain. Pesaing penghasil tanin dari bahan nabati lain yaitu industri penghasil tanin dari kayu akasia, pinus, eukaliptus, wattle, quebracho, dan cesnat. Katekin dan tanin tergolong barang-barang industri yang tergolong baru yang memerlukan pengujian produk secara ekstensif di laboratorium untuk mengukur kinerja keandalan, rancangan, dan biaya operasi. Pada industri katekin dan tanin yang akan didirikan, pengujian produk dilakukan secara intensif pada produk yang dibuat dengan melakukan kerjasama dengan lembaga pengujian yang sudah tersertifikasi yaitu PT. Sucofindo. Sistem pengujian (sertifikasi) produk dilakukan dengan cara pengujian sampel tiap kali produksi sehingga katekin dan tanin yang dihasilkan terstandar dan memenuhi kualitas yang dibutuhkan industri pengguna. Orientasi perusahaan ke arah pasar menggunakan pendekatan konsep produk dimana dalam implementasi pemasarannya sangat mengutamakan keunggulan produk baik dari dari segi kemurnian, tingkat mutu, kualitas bahan baku, keamanan mengkonsumsi, dan kehalalan. Pendekatan konsep itu dibentuk dengan harapan katekin dan tanin dapat bersaing di pasaran. Produk yang dihasilkan dalam bentuk bubuk kemudian dikemas dalam tiga jenis kemasan. Produk katekin dan tanin dikemas dalam kemasan primer berupa alumunium foil, kemasan sekunder berupa kaleng, dan kemasan tersier berupa dus. Kemasan dalam bentuk kaleng berkapasitas 5 kg per kaleng. Penampakan kemasan produk katekin dan tanin berupa kaleng dapat dilihat pada Lampiran 5.
2. Strategi Harga
51
Perusahaan melakukan penetapan harga dengan cara membandingkan harga produk yang sedang digunakan di pasaran atau biasa disebut dengan industri standar yaitu membandingkan dengan harga yang ditetapkan oleh pesaing yang saat ini berlaku di pasaran pada umumya . Harga jual katekin yang beredar di pasaran pada tingkat pengecer adalah berkisar antara Rp.6.000.000,00 – Rp.8.000.000,00 per Kg, sedangkan harga jual tanin pada tingkat pengecer berada pada kisaran harga Rp.3.000.000,00 – Rp.4.000.000,00 per Kg (Gumbira-Sa’id et al., 2009). Untuk menetapkan harga katekin dan tanin yang diproduksi, digunakan data harga katekin dan tanin yang berada di bawah harga pasar saat ini. Kebijakan ini diambil sebagai upaya penetrasi pasar. Harga jual katekin yang diproduksi adalah Rp. 4.000.000,- dan tanin dijual dengan harga Rp. 2000.000,-. Harga produk katekin dan tanin yang diproduksi tidak tetap, melainkan terjadi peningkatan harga. Kenaikan harga ditetapkan secara bertahap mengingat pasar katekin dan tanin merupakan pasar yang baru dibangun sehingga sangat memerlukan strategi pemasaran sebagai tahap awal pengenalan produk di pasaran. 3. Strategi Tempat dan distribusi Menurut Kotler (2000) saluran pemasaran dapat dilihat sebagai sekumpulan organisasi yang saling tergantung satu dengan lainnya serta terlibat dalam proses penyediaan sebuah produk atau pelayanan untuk digunakan. Saluran pemasaran dicirikan dengan jumlah tingkat saluran. Katekin dan tanin sebagai barang industri memiliki tipe saluran pemasaran untuk memasarkan produk tersebut ke indutri hilir pengguna produk. Terdapat beberapa alternatif saluran pemasaran yang dapat digunakan. Pertama, PT. Gambir Agro Farmaka (PT. GAF) dapat membentuk organisasi penjualan produk katekin dan tanin untuk menjual secara langsung produk ini ke pelanggan industri melalui metode bisnis ke bisnis. Kedua, produk katekin dan tanin disalurkan melalui distributor industri pada wilayah dan industri pengguna akhir yang berbeda-beda. Tipe saluran distribusi katekin dan tanin merupakan tipe saluran distribusi untuk barang industri. Namun untuk tahap penetrasi pasar pada awal produksi dilakukan alternative pertama, yaitu memasarkan langsung melalui organisasi penjualan yang dibentuk oleh perusahaan. Hal ini dilakukan karena
52
produk katekin yang dibuat masih dalam jumlah terbatas dan kegiatan pemasaran yang digunakan adalah bisnis ke bisnis yang memasarkan barang industri sehingga dibutuhkan komunikasi langsung antara penjual dan konsumen industri. Pemilihan strategi ini mengharuskan PT. Gambir Agro Farmaka mempersiapkan segala sesuatu yang dibutuhkan dalam pemasaran produk katekin dan tanin yang dihasilkan, diantaranya pembentukan, tim pemasaran, tempat persediaan produk, dan strategi pemasaran. 4. Strategi Promosi Dalam pelaksanaan pemasaran produk katekin dan tanin diperlukan strategi promosi yang tepat karena produk katekin dan tanin masih tergolong produk baru yang berada pada tahap pengenalan. Promosi merupakan suatu komponen yang sangat penting dalam pemasaran karena promosi dapat dijadikan alat pengenalan produk sekaligus meraih pangsa pasar. Bauran komunikasi pemasaran (bauran promosi) terdiri dari empat perangkat utama, yaitu iklan, promosi penjualan (sales promotion), hubungan masyarakat (public relation), dan penjualan personal (personal selling) (Kotler,
2000). Bauran promosi yang
digunakan yaitu melalui promosi penjualan melalui internet (e-commerce), melalui pameran-pameran, dan melakukan penjualan personal bisnis ke bisnis dengan cara penawaran-penawaran ke industri pengguna katekin dan tanin dan selanjutnya menjalin hubungan kemitraan dengan perusahaan pengguna produk katekin dan tanin tersebut. Strategi pemasaran yang paling tepat digunakan adalah strategi bisnis ke bisnis karena target pasar produk katekin dan tanin adalah konsumen industri. Hal utama yang dipertimbangkan dalam strategi bisnis ke bisnis adalah spesifikasi sari produk katekin dan tanin yang ditawarkan sesuai dengan kebutuhan industri hilir yang akan menggunakan produk tersebut. Strategi bisnis ke bisnis dilakukan melalui promosi dengan menitik beratkan pada metode penjualan personal melalui presentasi penjualan, pertemuan pejualan, komunikasi melalui media elektronik (telepon,fax, email), program insentif, sample pada pelanggan-pelanggan industri serta melalui pameran dagang nasional maupun internasional.Dalam melakukan promosi produk katekin dan tanin akan dilakukan melalui dua cara yaitu melakukan penjualan dengan menjual sendiri menggunakan tenaga pemasar yang
53
dimiliki perusahaan dan menjual produk dengan bekerjasama dengan distributor bahan kimia dan produk lainnya yang saat ini sudah bergerak di bidang tersebut. Konsumen dari industri katekin dan tanin yaitu beberapa industri hilir yang masih sedikit mengetahui kehadiran produk katekin dan tanin dari gambir asalan. Oleh karena itu tahapan untuk memperkenalkan kepada konsumen dimulai dari menarik perhatian (awareness), stelah itu tumbuh minat (interest), kemudian berkehendak (desire) untuk melakukan (action) pembelian produk tersebut. Di Indonesia, produk katekin dan tanin sudah digunakan oleh beberapa industri hilir, namun katekin dan tanin yang digunakan berasal dari bahan baku sumber daya alam non gambir sehingga PT. Gambir Agro Farmaka perlu menciptakan pasar. Selain itu saat ini kebanyakan industri hilir menggunakan katekin dan tanin dengan menggunakan ekstrak dari gambir dalam bentuk crude tanpa pemurnian. Sehingga untuk memperoleh pasar perlu diciptakan pasar pengguna katekin dan tanin serta memperkenalkan produk yang dibuat pada pasar dengan menciptakan citra produk pada benak konsumen industri sebagai produk terstandar yang memenuhi spesifikasi yang dibutuhkan oleh masing-masing industri hilir.
54
V. ANALISIS TEKNIS DAN TEKNOLOGI
A. BAHAN BAKU 1. Spesifikasi Bahan Baku Bahan baku yang digunakan dalam industri katekin dan tanin adalah gambir asalan. Gambir merupakan produk tanaman gambir (Uncaria gambir (Hunt.) Roxb) yang berasal dari getah daun gambir dengan mengalami tahapan pengolahan tertentu. Gambir asalan merupakan gambir hasil pengolahan melalui tahapan perebusan daun dan ranting muda gambir, pengecilan ukuran yang dilakukan dengan perajangan, perebusan kembali, pemerasan daun rebus dan pengeringan cairan hasil ekstraksi dengan penjemuran di bawah sinar matahari. Untuk mempercepat penguapan, cairan tersebut ditempatkan dalam wadah yang memiliki penampang besar sehingga lapisan cairan menjadi tipis dan permukaannya besar. Diagram alir pengolahan gambir asalan dapat dilihat pada Gambar 12.
Gambar 12. Diagram Alir Pengolahan Gambir Rakyat (Gumbira-Sa’id et al., 2009) 55
Gambir asalan banyak diproduksi di daerah Sumatera Barat. Karakteristik bahan baku gambir asalan yang sudah diolah memiliki daya tahan yang lebih lama dibanding tanaman gambir yang masih berupa daun maupun ranting yang rentan rusak. Gambir yang digunakan sebagai bahan baku industri katekin dan tanin adalah gambir asalan bukan gambir yang masih segar, karena jarak antara sumber bahan baku dengan lokasi industri yang jauh. Gambir asalan yang digunakan diperoleh langsung dari beberapa produsen gambir di Kabupaten Lima Puluh Kota Propinsi Sumatera Barat. Kemungkinan jarak antara sumber bahan baku dan lokasi industri yang berjauhan akan mengakibatkan biaya transportasi pengangkutan bahan baku menjadi faktor yang sangat perlu untuk diperhitungkan dalam hal pembiayaan. Selain itu, jarak antara sumber bahan baku dengan pabrik yang jauh berpengaruh terhadap penyediaan bahan baku yang harus direncanakan dengan baik untuk meminimumkan biaya pengangkutan bahan baku dan kerusakannya. Berdasarkan perbedaan bentuknya, gambir yang dijadikan bahan baku produksi katekin dan tanin terdiri dari empat jenis yaitu gambir bootch, lumpang, dan coin. a. Gambir Bootch Gambir bootch berbentuk tabung silinder, namun karena perubahan bentuk akibat proses pengeringan, maka gambir bootch kering tidak memiliki bentuk silinder yang merata. Rata-rata ukuran gambir bootch adalah tinggi sekitar 3.2 cm dan diameter sekitar 3.6 cm. b. Gambir Lumpang Gambir lumpang menyerupai gambir bootch yang berbentuk silinder. Walaupun demikian gambir lumpang memiliki perbedaan berupa adanya cekungan seperti lumpang pada salah satu ujung silinder. Akibat pengaruh proses pengeringan, bentuk produk akhir gambir lumpang juga tidak terlalu berbentuk silinder yang rata. c. Gambir Coin Gambir coin menyerupai gambir bootch yang berbentuk silinder, namun gambir coin memiliki ukuran tinggi yang lebih kecil, sehingga tampak seperti coin (Gumbira-Sa’id et al., 2009).
56
Bahan baku gambir yang digunakan
dalam industri harus memenuhi
standar mutu agar didapatkan produk dengan kualitas yang baik. Standar mutu gambir asalan yang digunakan sebagai bahan baku mengacu pada SNI 031-33912000 yang disajikan pada Tabel 12. Tabel 12. Standar Mutu Gambir Asalan Menurut SNI 031-3391-2000 No
Jenis Uji
Satuan
1.
a. Bentuk b. Warna
-
c. Bau 2. Kadar Air b/b (%) 3. Kadar Abu b/b (%) 4. Kadar Katekin b/b (%) 5. a. Kadar bahan tidak b/b (%) larut dalam air b. Kadar bahan tidak b/b (%) larut dalam alkohol Sumber : Badan Standarisasi Nasional, 2000
Persyaratan Mutu I Utuh Kuning kecoklatan Khas Maks. 14 Maks. 5 Maks. 60 Maks. 7
Mutu II Utuh Kuning kecoklatan Khas Maks. 16 Maks. 5 Maks. 50 Maks. 10
Maks. 12
Maks. 16
Bahan baku gambir asalan yang digunakan berasal dari petani dan pedagang perantara dengan tujuan meminimalkan biaya pembelian bahan baku. Pedagang perantara dan petani membedakan mutu gambir asalan atas beberapa kategori, seperti diperluhatkan pada Tabel 13. Tabel 13. Standar Mutu Gambir pada Pedagang Perantara dan Eksportir Menurut Warna, Bentuk Cetakan, dan Berat Jenis Mutu Warna Bentuk Berat (buah/kg) Super Kuning Merata 250-300 Spesial KekuningTidak merata 200-250 kuningan Kualitas 5A KuningKurang 180-200 kehitaman sempurna Kualitas 4A Hitam Lebih tidak <180 merata Kualitas 3A Hitam hangus Cetakan banyak rusak Swiping Hitam hangus Gambir pecahan (Dinas perindustrian Sumatera Barat, 2003) Bahan baku penunjang yang digunakan adalah air demineralisasi dan pelarut isopropanol. Pelarut yang digunakan adalah isopropanol. Alasan
57
pemilihan isopropanol sebagai pelarut berdasarkan penelitian terdahulu adalah karena kemampuan mengekstrak katekin dan tanin dari gambir yang relatif lebih tinggi dibanding jenis lain, waktu proses pengeringan yang relatif lebih pendek, dan pertimbangan keamanan proses. Spesifikasi bahan penunjang tersebut disesuaikan dengan spesifikasi yang terdapat di pasaran untuk menjamin kelancaran produksi. Air demineralisasi yang digunakan pada proses produksi berasal dari air tanah yang diproses terlebih dahulu menggunakan peralatan pengolahan air (water treatment), hal ini bertujuan untuk mengurangi biaya produksi dibandingkan jika membeli air demineralisasi. Penggunaan air pada pabrik katekin dan tanin ini adalah untuk mendukung beberapa sistem operasi yang membutuhkan air dalam proses kerjanya, antara lain sistem proses (air proses) yang melalui proses terlebih dahulu, sedangkan air untuk sistem pembangkit uap, kebutuhan air domestik, dan sistem pemadam kebakaran menggunakan air tanah tanpa melalui proses pengolahan terlebih dahulu. Penetapan kualitas air untuk masing-masing sistem pemanfaatan air
tersebut
adalah
berbeda-beda
tergantung
pada
tujuan
pemanfaatannya.
2. Ketersediaan Bahan Baku Sumatera Barat, Sumatera Utara, Riau, dan Sumatera Selatan merupakan propinsi sentra produksi gambir di Indonesia. Dari keempat propinsi tersebut, Sumatera Barat merupakan daerah penghasil gambir terbesar yang menguasai sekitar 80% produksi gambir Indonesia (Henny L . et al., 2007) . Menurut data dari Dinas Perkebunan Tk. I Sumatera Barat tahun 2008, total produksi gambir di Sumatera Barat yang tercatat adalah sebanyak 13.948 ton. Produktivitas yang tinggi ini didukung oleh luas areal perkebunan gambir yang luas dibanding dengan propinsi lain, disusul oleh Sumatera Utara, Riau, dan Sumatera selatan . Di Sumatera Barat sendiri ada dua sentra utama penghasil gambir yaitu sentra utara yang meliputi wilayah Kabupaten Lima Puluh Kota seperti Kecamatan Mahat, Sungai Sembilan, Pangkalan Koto Baru, dan Kapur IX, sedangkan sentra selatan yaitu wilayah Kabupaten Pesisir Selatan dan Sawahlunto Sijunjung. Selain dua sentra tersebut ada beberapa wilayah yang memproduksi
58
gambir di Sumatera Barat tetapi volume produksinya tidak sebesar kedua sentra tersebut. Bahan baku gambir asalan yang digunakan pada industri katekin dan tanin berasal dari Kabupaten Lima Puluh Kota Propinsi Sumatera Barat. Hal ini didasarkan pada pertimbangan kebutuhan bahan baku untuk produksi akan terpenuhi dengan jumlah produksi pada daerah tersebut. Gambir asalan merupakan hasil olahan dari daun dan ranting tanaman gambir. Oleh karena itu untuk mengetahui tingkat keamanan ketersediaan gambir di Kabupaten Lima Puluh Kota perlu diketahui data produksi gambir di wilayah tersebut. Selama lima tahun antara tahun 2003 - 2007, rata-rata produksi gambir di Kabupaten Lima Puluh Kota berturut-turut adalah sebesar 16.705 ton, 7.643 ton, 8.166,4 ton, 9.682,5 ton, dan 10.073,5 ton. (BPS Kabupaten Lima Puluh Kota, 2008). Produksi gambir asalan di Indonesia yang menjadi bahan baku produksi katekin dan tanin tersedia dalam jumlah yang memadai. Petani gambir melakukan pemanenan gambir dua hingga empat kali dalam setahun dan setiap minggu ada pasar gambir yang berisi transaksi antara petani pengolah gambir dengan pengumpul sehingga gambir asalan selalu tersedia setiap bulannya. Perkiraan ini didukung pula dengan data ekspor bulanan tahun 2009 yang menunjukkan bahwa produksi gambir untuk pemenuhan kebutuhan dalam negeri relatif stabil. Bahan baku yang dibutuhkan oleh industri katekin dan tanin hanya sebesar 72 ton per tahun, hal ini hanya 0.39% dari total ketersediaan bahan baku sehingga kebutuhan bahan baku setiap saat akan terpenuhi. Data ekspor gambir tahun 2009 yang diperoleh dari Badan Pusat Statistika dapat dilihat pada Lampiran 6. Air yang digunakan oleh industri katekin dan tanin dikelompokkan menjadi air untuk produksi dan untuk sanitasi yang berasal dari air tanah. Air yang digunakan untuk produksi diproses terlebih dahulu dengan menggunakan peralatan water treatment sehingga layak untuk dijadikan bahan pembantu proses pemurnian gambir menjadi katekin dan tanin. Bahan penunjang lain yang digunakan adalah pelarut isopropanol yang tersedia di pasaran.
59
B. PERENCANAAN KAPASITAS PRODUKSI Kapasitas produksi adalah volume atau jumlah satuan produk yang dihasilkan selama satuan waktu tertentu dan dinyatakan dalam bentuk keluaran (output) per satuan waktu. Penentuan kapasitas produksi dapat ditentukan dari berbagai faktor. Namun untuk industri katekin dan tanin terdapat empat faktor yang perlu dipertimbangkan, yaitu kemampuan pasar menyerap produk, ketersediaan bahan baku, jumlah investasi, dan kemampuan teknis. Potensi pasar katekin dan tanin cukup besar karena kedua produk tersebut dibutuhkan oleh banyak industri hilir yang akan menggunakan katekin dan tanin dalam produk turunan yang diproduksi. Berdasarkan kajian kebutuhan potensial katekin pada beberapa produk ekspor yaitu 10,9
ton per tahun, sedangkan
kebutuhan potensial tanin adalah sekitar 24,51 ton per tahun. Hingga saat ini kebutuhan akan katekin dan tanin masih mengandalkan pasokan impor dan belum ada industri katekin dan tanin di Indonesia, sehingga daya serap pasar masih sangat terbuka bagi industri katekin dan tanin. Selain berdasar pada pertimbangan ketersediaan bahan baku, kemampuan investasi menjadi faktor yang mempengaruhi penentuan kapasitas produksi. Sejauh mana investasi mampu memenuhi target kapasitas produksi yang akan ditetapkan. Faktor berikutnya yang harus dipertimbangkan adalah kemampuan teknis peralatan dan tenaga kerja manusia yang akan menangani proses produksi. Kapasitas produksi harus berdasar pada kemampuan peralatan yang tersedia yang diimbangi dengan kemampuan sumberdaya manusia yang dimiliki. Berdasarkan pertimbangan daya serap pasar, ketersediaaan bahan baku, kemampuan investasi, dan kemampuan teknis tersebut, maka kapasitas produksi yang dipilih adalah mengambil 1 % dari pasar potensial yang diperkirakan yaitu sebesar 10,9 ton katekin dan 24,51 ton tanin per tahun, atau setara dengan penggunaan bahan baku gambir asalan sebanyak 71,63 ton per tahun. Selain itu, penentuan pasar yang diambil sebesar 1 % karena katekin dan tanin tergolong produk baru yang berada pada siklus produk tahap pengenalan, sehingga diperlukan pengenalan dan pencarian pasar. Nilai 1 % dianggap cukup optimis untuk membuka pasar. Apabila mengambil pasar di atas 1 % dikhawatirkan pasar yang mampu diraih kurang, namun apabila di bawah 1 % terlalu pesimis untuk
60
memulai meraih pasar produk katekin dan tanin yang cukup potensial. Dengan kapasitas produksi di atas, diperkirakan kebutuhan bahan baku masih dapat dipenuhi dengan mudah yang diimbangi dengan investasi yang memadai. C. TEKNOLOGI PROSES PRODUKSI 1. Proses Produksi Teknologi proses produksi yang terlibat pada industri yang didirikan secara umum terbagi menjadi dua proses, yaitu ekstraksi katekin dan ekstraksi tanin dari gambir asalan. Proses ekstraksi kedua komponen tersebut terjadi secara paralel yaitu sekaligus dalam waktu produksi yang sama. Pada dasarnya, proses pemisahan dilakukan dengan memanfaatkan prinsip kelarutan dalam berbagai pelarut. Pada setiap tahapan proses, senyawa-senyawa yang tidak larut akan mengendap dan dapat dipisahkan. Pada tahap akhir, untuk memisahkan bahan padat yang terlarut, dilakukan pengeringan dengan menggunakan spray dryer (Gumbira Sa’id, et al, 2009). Katekin dan tanin yang diproduksi menggunakan bahan baku gambir asalan. Gambir yang digunakan harus memenuhi standar mutu gambir. SNI yang digunakan adalah SNI No 01-3391-2000. Standar tersebut merupakan revisi dari SNI 01-3391-1994 dengan judul gambir bukan untuk obat. Pada standar yang lama ini beberapa parameter penting yang disyaratkan adalah kadar air, kadar abu, bahan tak larut dalam air, bahan tak larut dalam alkohol serta kandungan tanin. Senyawa tanin yang terkandung dalam gambir dibatasi sehingga mutu IV maksimum yang diperbolehkan adalah sebesar 40% untuk mutu III sebesar maksimum 38%, untuk mutu II sebesar maksimum 36% sedang mutu I sebesar maksimum 34%. Tanin yang dihitung adalah sebagai asam katechu tanat. Dalam perdagangan gambir saat ini persyaratan tersebut tidak diperlukan lagi atau tidak dipersyaratkan pembatasan kandungan tanin. Persyaratan penting yang diminta pembeli di luar negeri selain kadar air, kadar abu, bahan tidak larut air dan alkohol adalah kandungan katekin, sehingga pada standar gambir saat ini (SNI 01-3391-2000) persyaratan mutu dibatasi atas dua kelas yaitu mutu I dan mutu II. Kandungan katekin yang dipersyaratkan adalah sebesar minimum 60% untuk mutu I dan minimum 40% untuk mutu II.
61
Asumsi-asumsi proses yang digunakan pada penelitian ini adalah rendemen katekin yang ingin didapat yaitu 15% dan rendemen tanin adalah 40%, jumlah bahan baku gambir asalan yang digunakan adalah 252 Kg per hari, pelarut yang digunakan adalah air dan isopropanol dimana perbandingan gambir asalan dengan air adalah 1:10 (b/v), sedangkan perbandingan gambir asalan dengan etanol adalah 1:2 (v/v). Proses produksi katekin dan tanin terdiri dari beberapa tahapan proses, mulai dari persiapan bahan hingga menjadi katekin dan tanin. Proses produksi katekin dan tanin tersebut disusun berdasarkan kajian yang dilakukan oleh Gumbira-Sa’id et al. (2009). Pada Gambar 13 diperlihatkan skema metode pemurnian katekin dan tanin dari gambir asalan.
62
Gambar 13. Teknologi Proses untuk Pemurnian Katekin dan Tanin (Gumbira Sa’id, et al., 2009).
63
1. Pengecilan ukuran Bahan baku gambir asalan yang akan diproses terlebih dahulu diberi perlakuan awal berupa pengecilan ukuran. Proses pengecilan ukuran dilakukan dengan menggunakan hammer mill. Gambir asalan yang berbentuk silinder digiling untuk mendapatkan ukuran yang lebih kecil. Hal ini bertujuan agar proses pelarutan gambir dalam pelarut yang digunakan menjadi lebih cepat, sehingga terjadi efisiensi waktu produksi. 2. Pelarutan Proses pengambilan tanin dan katekin dari gambir asalan yang dilakukan dalam penelitian ini menggunakan air. Tanin dapat larut dalam air dan kelarutannya semakin besar jika dilarutkan pada suhu tinggi (Browning, 1966). Suhu air yang digunakan yaitu 80°C, karena mengacu pada penelitian terdahulu penggunaan suhu 80°C jumlah katekin dan tanin yang dapat diekstrak lebih banyak dibanding perlakuan suhu lainnya. Penggunaan air panas dilakukan agar tanin dan katekin dalam gambir asalan dapat terekstrak, sesuai dengan sifat katekin yang larut pada air panas sedangkan katekin dapat larut dalam air dingin dan air panas. Pada proses pemanasan suhu optimum yang digunakan adalah 80°C, jika melebihi suhu 110°C katekin akan berubah menjadi tanin sedangkan pada industri ini yang menjadi produk utama yang diambil adalah katekin dengan rendemen 15% dan tanin dengan rendemen 33,8%. Rendemen tersebut diperoleh dengan perlakuan terbaik pada proses pembuatan katekin dan tanin skala laboratorium. Namun nilai rendemen ini tidak selalu tetap tergantung dari perlakuan dan kondisi bahan baku. Jika suhu melebihi 110°C katekin akan berubah menjadi tanin. Gambir dengan kandungan tinggi juga dapat disebabkan oleh adanya proses penundaan waktu olah daun gambir atau daun yang sudah tua sebelum dijadikan gambir asalan. Dimana pada kondisi ini terjadi penurunan kandungan katekin tapi diimbangi dengan peningkatan kandungan tanin (Risfaheri dan Yanti, 1993). Pelarut berupa air yang digunakan pada proses produksi katekin dan tanin adalah 12 bagian dari gambir yang dilarutkan. Berdasarkan penelitian terdahulu diperoleh hasil bahwa semakin banyak jumlah pelarut yang digunakan hingga batas tertentu, maka semakin banyak tanin dan katekin yang tersekstrak.
64
Perbandingan antara jumlah gambir asalan dan pelarut 1:12 adalah perbandingan yang menghasilkan kadar katekin optimal. Gambir asalan yang yang telah dihancurkan dengan hammer mill kemudian dilarutkan pada air panas hingga suhu air mencapai 80°C dengan perbandingan pelarut dan bahan 12:1. Pemanasan dilakukan hingga semua gambir larut dalam air. Proses pelarutan ini disertai dengan pengadukan menggunakan impeller dengan kecepatan tinggi yakni 450 rpm. Pengadukan bertujuan untuk mempercepat proses kelarutan gambir dalam air panas, dengan adanya proses pengadukan waktu proses akan menjadi lebih efisien. 3. Penyaringan Larutan gambir yang telah dipanaskan disaring
untuk memisahkan
kotoran yang tidak larut dalam air panas, misalnya ranting, kerikil, daun, atau kotoran lain yang terbawa dalam bahan. Proses penyaringan ini dilakukan dengan menggunakan saringan (screener). Ukuran saringan yang digunakan adalah 300 mesh (Yeni, 2007). Ukuran saringan yang digunakan harus relatif besar agar bahan tidak ikut tersaring, saringan ini hanya bertujuan menyaring kotoran yang terbawa dalam bahan tanpa mengurangi rendemen produk. 4. Pendinginan dan pengendapan Setelah gambir asalan dilarutkan ke dalam air panas, tahapan berikutnya adalah pendinginan sekaligus pengenapan. Larutan gambir yang diperoleh dari proses penyaringan kemudian didinginkan dengan cara didiamkan selama 12 jam untuk mengendapkan katekin yang terdapat dalam gambir. Komponen terbanyak dalam gambir adalah katekin dan tanin dengan komposisi masing-masing 7% 22% dan 30%-55% (Thorpe & Whiteley,1921). Kelarutan antara katekin dan tanin tersebut hampir sama, maka proses pemisahan dengan cara pengendapan ini sangat perlu untuk dilakukan. Setelah dilakukan proses pengendapan, akan diperoleh dua fraksi yaitu komponen larut dan komponen tidak larut. Komponen larut dalam air dingin adalah tanin dan komponen yang tidak larut dalam air dingin merupakan katekin. Katekin memiliki sifat dapat larut dalam air panas, alkohol, asetat glasial, aseton dan sukar larut dalam air dingin. Tanin memiliki sifat dapat larut dalam alkohol dan air dingin. Dengan proses pengendapan, katekin yang sukar larut dalam air
65
dingin akan mengendap dan dapat dipisahkan dengan tanin yang masih terlarut dalam air. Pemisahan antara katekin yang mengendap dengan tanin yang masih terlarut dalam air dilakukan dengan pemisahan dengan menggunakan tangki sentrifus. 5. Pemerasan/penyaringan kembali Endapan hasil pengendapan yang berupa fraksi tidak larut air dingin kemungkinan masih mengandung komponen tanin. Oleh karena itu, endapan kemudian diperas dan disaring untuk mendapatkan larutan tanin dan katekin. 6. Pencucian berulang Setelah melalui tahapan penyaringan diperoleh dua komponen berupa katekin dan tanin yang akan terpisah menjadi dua proses yang berbeda. Untuk fraksi tanin akan melalui tahapan akhir yaitu tahapan pengeringan dengan menggunakan spray dryer, sedangkan katekin masih membutuhkan proses kembali sebelum masuk ke tahap pengeringan. Untuk memperoleh katekin murni yang sesuai dengan persyaratan mutu maka perlu diperhatikan proses perlakuan secara keseluruhan termasuk tahap pencucian berulang. Agar diperoleh katekin yang murni, maka pasta hasil pemerasan tadi dicuci kembali dengan air dingin dan diperoleh pasta katekin. Air dingin yang digunakan dalam proses pencucian berulang adalah sebanyak empat kali dari pasta katekin yang didapat pada proses sebelumnya. 7. Pelarutan dengan isopropanol Pasta yang telah dicuci di atas dilarutkan di dalam isopropanol untuk memperoleh katekin murni, karena katekin memiliki sifat larut dalam isopropanol. Melalui proses pelarutan dalam isopropanol akan diperoleh dua fraksi berupa larutan katekin murni yang siap dikeringkan dan fraksi lainnya berupa senyawa non katekin dalam jumlah relatif kecil. Isopropanol yang digunakan berjumlah dua kali lipat dari pasta katekin yang didapat dari proses sebelumnya yaitu pasta katekin yang telah mengalami proses pencucian berulang. 8. Pengeringan Pasta katekin dan filtrat tanin yang didapat dari beberapa tahapan proses sebelumnya akan masuk pada tahapan pengeringan dengan menggunakan alat
66
spray dryer. Produk yang dihasilkan berupa katekin dan tanin bubuk dengan kadar air 3 - 5%. 9. Isopropanol recovery Pada tahapan pengeringan tadi pelarut yang diuapkan oleh spray dryer ditampung pada kolom destilasi untuk dikondensasikan oleh kondensor menjadi larutan isopropanol sehingga dapat digunakan kembali pada proses produksi selanjutnya. 10. Pengemasan Katekin dan tanin yang dihasilkan perlu dikemas dengan baik, sebab sifat katekin dan tanin yang rentan kondisi lembab. Produk yang dihasilkan perlu dipertahankan kadar airnya agar produk tetap dalam kondisi baik, melindungi dari kontaminasi luar, memudahkan pengangkutan, serta sebagai sarana pemasaran. Produk katekin dikemas dalam kemasan rimer berupa alumunium foil, kemasan sekunder berupa kaleng dengan kapasitas 5 kg tiap kalengnya dan kemasan tersier berupa dus. Kemudian kemasan ditutup serta disegel dan dijamin tidak ada kebocoran ketika produk diluncurkan ke pasar.
2. Mesin dan peralatan Pada proses produksi katekin dan tanin dari gambir di atas diperlukan beberapa mesin dan peralatan yang mendukung proses produksi. Alat-alat yang digunakan pada proses produksi pembuatan katekin dan tanin adalah hammer mills, tangki pencampuran, screener (saringan), sentrifuse, tangki penyimpan, tangki pencucian, pengering semprot (Spray dryer), boiler, pompa air, water treatment, instalasi pengolahan air limbah, exhaust fan dan generator set. 1. Hammer Mills Bahan baku berupa gambir asalan yang akan diproses diberi perlakuan pengecilan ukuran terlebih dahulu yaitu dengan cara digiling. Alat yang digunakan untuk menggiling gambir adalah hammer mills. Mesin penggiling tipe ini memiliki rotor kecepatan tinggi yang berputar di dalam rumahan berbentuk silinder dengan sumbu putar yang biasanya mendatar (horizontal). Hammer mills secara umum memiliki prinsip mengalirkan umpan menuju penggilingan, kemudian produk dipukul-pukul dengan menggunakan martil
67
khusus yang bergabung dengan beater rotor dimana akan memperkecil ukuran partikel sampai dengan ukuran yang diinginkan. Ukurannya dapat mencapai 0.8 mm sampai 20 mm. Spesifikasi hammer mills yang digunakan pada industri ini dapat dilihat pada Tabel 14 dan penampakan hammer mills dapat dilihat pada Gambar 14. Tabel 14. Spesifikasi Hammer Mills Secara Umum Fungsi Bahan konstruksi Ukuran umpan masuk (mm) Ukuran produk (mm) Rasio pengecilan Kapasitas (Kg/Jam) Konsumsi daya Kebutuhan energi listrik Motor Dimensi (mm) Efisiensi Sumber : www.fao.org
Hammer Mills untuk pengecilan ukuran gambir Baja 5-30 0.01-0.1 300 50 10 5 Hp 2 PK Panjang 730 , Lebar 500 , tinggi 1.240 75 %
Sumber : www.perkakasku.com Gambar 14. Hammer Mills untuk Mengecilkan Ukuran Gambir Asalan 2. Tangki Pencampuran Gambir Asalan dengan Air Tangki pencampuran adalah tangki yang digunakan untuk melarutkan gambir asalan yang sudah digiling dengan air demineralisasi secara batch. Tujuan operasi pencampuran adalah bergabungnya bahan menjadi suatu campuran yang 68
sedapat mungkin memiliki kesamaan penyebaran yang sempurna. Tangki yang digunakan berupa tangki berpengaduk yang dilengkapi dengan mantel yang berfungsi sebagai pemanas karena pada proses pencampuran gambir ke dalam air panas atau dipanaskan hingga suhu 60°C. Panas yang dihasilkan berasal dari steam dari boiler yang digunakan. Tangki yang digunakan memiliki konstruksi bagian atas berpenutup. Dasar tangki dibuat cekung yang bertujuan meenghindari adanya sudut atau bagian yang tidak bisa dipenetrasi oleh aliran fluida. Sebuah pengaduk (impeller) terakit pada sumbu yang menggantung ke atas. Tangki ini dilengkapi dengan alat pengukur dan pengendali untuk mengendalikan proses agar berjalan dengan aman dan benar, seperti thermogauge, pressure gauge, dan safety valve. Spesifikasi dari tangki pencampuran dapat dilihat pada Tabel 15 dan penampakan tangki pencampuran diperlihatkan pada Gambar 15. Tabel 15. Spesifikasi Tangki Pencampuran Gambir Asalan Cacah dengan Air Demineralisasi Tangki pencampuran Fungsi Tempat pelarutan gambir dalam air Bahan konstruksi Stainless steel 316 Waktu tinggal bahan 1 jam Diameter 0.77 m Tinggi tangki 1.54 m Volume tangki 200 l Working volume tangki 60% Tebal dinding 2 mm Jenis impeller 200 rpm Kecepatan impeller 200 rpm Diameter impeller 0.23 m Daya impeller 1 kW Sumber : Djati (2007)
69
Sumber: PT. Mitra Niaga Indonesia Gambar 15. Tangki Pencampuran Gambir Asalan dengan Air Panas 3. Saringan (Screener) Sebelum masuk ke dalam tahapan proses berikutnya, yaitu proses pendinginan dan pengendapan, larutan gambir disaring terlebih dahulu dengan menggunakan saringan yang terbuat dari baja dengan ukuran 300 mesh. Proses penyaringan bertujuan untuk menahan kotoran yang terbawa dalam bahan baku. Penyaringan adalah pemisahan bahan padat dari bahan cair dengan mengalirkan campuran bahan menembus pori-pori yang cukup halus untuk menahan padat akan tetapi dapat melalukan bahan cair. Pori-pori yang dibutuhkan untuk penyaringan diperoleh dari kain penyaring dan lubang-lubang saringan plastik atau logam atau tumpukan partikel-partikel padat (Idrial, 1987). Operasi penyaringan biasanya dilakukan bila jumlah bahan padat relatif kecil jika dibandingkan dengan bahan cair. Penyaringan juga dilakukan selama proses pengendapan tidak berhasil memisahkan bahan padat dengan bahan cair akibat perbedaan berat jenisnya sangat kecil. Penyaringan merupakan proses yang lambat, karena kemampuan bahan untuk menembus pori-pori saringan relatif kecil. Untuk mempercepat penyaringan, terutama untuk bahan padat yang halus dalam cairan maka sering digunakan tekanan. Dalam pengolahan hasil pertanian, tujuan penyaringan adalah untuk menjernihkan atau memurnikan bahan yang diolah dan untuk mendapatkan bahan cair (Idrial, 1987). Penampakan saringan dapat dilihat pada Gambar 16.
70
Sumber : PT Mitra Niaga Indonesia Gambar 16. Penyaring (Screener) yang Digunakan untuk Menyaring Kotoran pada Larutan Gambir 4. Sentrifuse Sentrifuse adalah alat pemisahan yang digunakan untuk memisahkan sistem padatan cairan yang menggunakan prinsip pengendapan dengan gaya sentrifugal. Spesifikasi Sentrifuse dapat dilihat pada Tabel 16 dan penampakan sentrifuse diperlihatkan pada Gambar 17. Tabel 16. Spesifikasi Sentrifuse Pemisah Komponen Katekin dan Tanin Fungsi Bahan konstruksi Waktu tinggal bahan Diameter Tinggi tangki Volume tangki Working volume tangki Tebal dinding Sumber : Djati (2007)
Sentrifus Tempat pengendapan dan pemisahan komponen larut dan tidak larut Stainless steel 316 1 jam 0.77 m 1.54 m 200 l 60% 2 mm
Gambar 17 a (Tampak samping) Gambar 17 b (Tampak atas) Sumber : PT Mitra Niaga Indonesia Gambar 17. Sentrifuse untuk Memisahkan Komponen Katekin dan Tanin
71
5. Tangki penyimpan Tangki penyimpan berfungsi sebagai penampungan sementara larutan katekin dan larutan tanin sebelum menuju ke proses selanjutnya. Komponen larut atau filtrat tanin tidak memperoleh perlakuan kembali sebelum masuk pada proses pengeringan, sedangkan komponen tidak larut atau katekin masih melalui beberapa tahapan proses pemurnian sehingga perlu dilakukan penyimpanan komponen tanin, sebab proses pengeringan dilakukan pada waktu yang bersamaan meskipun dengan menggunakan peralatan terpisah. Spesifikasi tangki penyimpan dapat dilihat pada Tabel 17 dan penampakan tangki penyimpan diperlihatkan pada Gambar 18. Tabel 17. Spesifikasi Tangki penyimpan bahan yang akan dikeringkan Fungsi Bahan konstruksi Waktu tinggal bahan Diameter Tinggi tangki Volume tangki Working volume tangki Tebal dinding Sumber : Djati (2007)
Tangki penyimpan Tempat pengendapan dan pemisahan komponen larut dan tidak larut Stainless steel 316 5 jam 0.77 m 1.54 m 200 l 60% 2 mm
Sumber : PT. Mitra Niaga Indonesia Gambar 18. Tangki Penyimpan Larutan yang Siap Dikeringkan dengan Spray Dryer
72
6. Tangki pencucian Tangki pencucian digunakan untuk mencuci kembali pasta katekin dengan menggunakan air agar diperoleh katekin yang murni. Pencucian ini dilakukan dengan menggunakan pelarut isopropanol. Tangki pencucian yang digunakan memiliki spesifikasi yang sama dengan tangki pencampuran sebelumnya yang digunakan untuk melarutkan gambir dengan air panas. Spesifikasi tangki pencucian dapat dilihat
pada Tabel 18 dan penampakan tangki pencucian
diperlihatkan pada Gambar 19. Tabel 18. Spesifikasi Tangki Pencucian Pasta Katekin Fungsi Bahan konstruksi Waktu tinggal bahan Diameter Tinggi tangki Volume tangki Working volume tangki Tebal dinding Jenis impeller Kecepatan impeller Diameter impeller Daya impeller Sumber : Djati (2007)
Tangki pencucian Tempat pelarutan gambir dalam isopropanol Stainless steel 316 1 jam 0.77 m 1.54 m 200 l 60% 2 mm 200 rpm 200 rpm 0.23 m 1 kW
Sumber : PT. Mitra Niaga Indonesia Gambar 19. Tangki Pencucian Pasta Katekin dengan Menggunakan isopropanol
73
7. Tangki Pelarutan Pasta Katekin dengan Pelarut Tangki pelarutan pasta katekin dengan pelarut memiliki spesifikasi yang sama dengan tangki pelarutan gambir asalan dengan tangki pelarutan gambir asalan dengan air panas. Tangki ini digunakan untuk melarutkan kembali pasta katekin yang telah dicuci dalam larutan isopropanol sehingga diperoleh katekin yang murni. 8. Pengering semprot (Spray dryer) Pengering semprot (Spray dryer) berfungsi mengeringkan larutan sampai didapatkan produk dengan kadar air yang diinginkan. Prinsip kerja alat adalah mengatomisasi aliran larutan bahan yang masuk dalam aliran udara panas Pada pengering semprot, atomisasi ukuran bahan yang masuk membuat permukaan penguapan menjadi luas, sehingga pemanasan dapat berlangsung dalam waktu yang singkat yang bertujuan untuk menghindari terjadinya kerusakan produk. Waktu konrak antara droplet bahan dengan udara panas dalam ruangan pengering berlangsung hanya beberapa detik sehingga kecil kemungkinan nutrisi terdegradasi akibat panas (Master, 1979). Produk yang dihasilkan adalah berupa serbuk yang cocok digunakan untuk membuat produk katekin dan tanin. Keunggulan pengering semprot adalah sifat dan mutu produk dapat terkontrol secara efektif, dapat digunakan pada makanan yang peka terhadap panas, produk biologi dan farmasi dapat dikeringkan pada suhu atmosfir dan suhu rendah, menghasilkan produk yang relatif seragam, partikel-partikelnya berbentuk bulat mendekati proporsi yang sama (Widodo, 2006). Menurut Dwiari (2008), alat pengering semprot terdiri atas pemasukan udara (air inlet), pemanas udara (air heater), drying chamber, inlet atomizer, cyclone chamber, cyclone separator, tempat penampungan produk yang sudah dikeringkan, hot air inlet dan outlet, kipas, motor pengering, dan alat pengontrol. Spray dryer didesain sendiri oleh tim gambir dan bekerjasama dengan PT. Mitra Niaga Indonesia dengan desainer Ir. Ade Iskandar, M.Si. Tahapan pengeringan dengan pengering semprot adalah (1) atomisasi bahan yang dapat membentuk semprotan sangat halus, (2) kontak antara partikel hasil atomisasi dengan udara pengering, (3) penguapan air bahan, (4) pemisahan bubuk kering dengan aliran udara yang membawanya. Bagian dan tahapan proses pada
74
pengering semprot dengan susunan open cycle concurrent dapat dilihat pada Gambar 20.
Gambar 20. Bagian dan Tahapan Proses Pengering Semprot dengan Susunan Open Cycle Concurrent (Master, 1979) Untuk memanaskan udara yang masuk digunakan uap (steam) sebagai pemanas. Spesifikasi pengering semprot yang digunakan diperlihatkan pada Tabel 19 dan penampakan Spray Dryer dapat dilihat pada Gambar 21. Tabel 19. Spesifikasi Spray Dryer dalam Pengeringan Larutan Katekin dan Tanin Spray dryer Jenis atomisasi Vaned wheel Metoda pemanasan Indirect (udara pengering) Jenis aliran udara Searah (concurrent) Waktu tinggaln 10 detik Suhu inlet 140°C Suhu outlet 75°C Suhu bahan masuk 30°C Suhu produk 30°C Panjang chamber 75 cm Lebar chamber 100 cm Tinggi chamber 250 cm Laju pengeringan 75 Liter per jam Voltage 220/380 V Pemanas 10 kW Kadar air produk 3 - 5% Sumber : PT. Mitra Niaga Indonesia, 2009
75
Sumber : PT. Mitra Niaga Indonesia Gambar 21. Spray Dryer untuk Mengeringkan Larutan Katekin dan Tanin 8. Boiler Dalam proses pelarutan gambir dalam air panas diperlukan uap pemanas (steam) untuk memanaskan larutan gambir. Untuk memenuhi kebutuhan uap panas tersebut, maka perlu disediakan boiler. Boiler adalah bejana tertutup dimana proses pembakaran dialirkan ke air sampai terbentuk uap. Uap panas yang terbentuk pada tekanan tertentu kemudian digunakan untuk mengalirkan panas ke suatu proses. Bahan bakar yang digunakan untuk pemanasan boiler adalah solar. Pemilihan bahan bakar solar didasarkan pada beberapa pertimbangan yaitu kemudahan menggunakan atau pengoperasian, tidak sulit diperolehdan energi yang dihasilkan relatif besar. Tabel 20 menunjukkan spesifikasi boiler yang digunakan dan penampakan Boiler dapat dilihat pada Gambar 22. Tabel 20. Spesifikasi Boiler Penghasil Steam Boiler Tipe Pipa air (water tube) Produksi uap pemanas 300 kg/jam Kapasitas 18000 kkal/jam Efisiensi 90% Bahan bakar Solar Panjang 1.55 m Lebar 1.45 m Tinggi 1.6 m Sumber : www.distributormesin.wordpress.com
76
Sumber : www.Kadeberg.com Gambar 22. Boiler Penghasil Uap Panas untuk Kegiatan Produksi Katekin dan Tanin 9. Pompa Air Pompa air digunakan untuk mengalirkan kebutuhan air pada keseluruhan proses. Spesifikasi pompa yang digunakan ditampilkan pada Tabel 21 penampakan pompa dapat dilihat pada Gambar 23. Tabel 21. Spesifikasi Pompa yang Digunakan pada Proses Produksi Katekin dan Tanin Pompa Model JetS60 Daya 0,5 HP H. Max 38 M S. Head 9M Kapaitas 42 liter/Min 220 V/50 Hz/1 phase Maksimum tekanan operasi 8 Bar Sumber : www.perkakasku.com
Sumber : PT. Mitra Niaga Indonesia Gambar 23. Pompa yang Digunakan pada Proses Produksi Katekin dan Tanin
77
10. Peralatan Water treatment Air yang digunakan pada keseluruhan proses adalah air demineralisasi, sedangkan air yang digunakan untuk produksi diambil langsung dari air tanah, sehingga perlu dilakukan treatment terlebih dahulu sebelum air tersebut digunakan dalam kegiatan produksi. Air ditreatment dengan menggunakan water treatment. Penampakan Water treatment dapat dilihat pada Gambar 24.
Sumber : www.distributormesin.wordpress.com Gambar 24. Peralatan Pengolahan Air (Water Treatment) untuk Kebutuhan Pengolahan Gambir Menjadi Katekin dan Tanin 11. Generator set Energi listrik merupakan sumber daya penting yang digunakan dalam kegiatan industri katekin dan tanin. Karena sebagian besar pengoperasian alat menggunakan listrik. Untuk mencegah terjadinya kegagalan produksi akibat listrik mati, maka disediakan genset untuk persediaan energi apabila listrik mati. penampakan generator set dapat dilihat pada Gambar 25.
Sumber : www.allproducts.com Gambar 25. Generator Set
78
12. Instalasi Penanganan Air Limbah (IPAL) Instalasi penanganan air limbah digunakan untuk menangani permasalahan limbah cair,sehingga limbah yang dibuang dari industri katekin dan tanin sesuai dengan standar baku mutu lingkungan dan aman bagi lingkungan. penampakan peralatan IPAL dapat dilihat pada Gambar 26.
Sumber : www.medhiabestindo.indonetwork.co.id Gambar 26. Instalasi Pengolahan Air Limbah pada Industri Katekin dan Tanin 13. Dust collector Dust collector berfungsi untuk membuang limbah gas ke udara bebas sehingga limbah gas yang terlepas dapat terurai di udara bebas. penampakan Dust collector dapat dilihat pada Gambar 27.
Sumber : www.shopsmith.com Gambar 27. Dust Collector untuk Mengumpulkan Gas Buangan Industri Katekin dan Tanin
79
14. Destilator Alat ini digunakan untuk mengkondensasikan kembali pelarut yang diuapkan pada proses pengeringan dengan menggunakan spray dryer. penampakan destilator dapat dilihat pada Gambar 28.
Sumber : www. husinrm.wordpress.com Gambar 28. Destilator untuk Mendapatkan Kembali Pelarut yang Teruapkan pada Proses Pengeringan 3. Kebutuhan energi listrik dari mesin dan peralatan yang digunakan pada proses produksi katekin dan tanin Mesin dan peralatan yang digunakan sebagian besar memanfaatkan energi listrik. Pada Tabel 22 diperlihatkan jumlah energi listrik yang dibutuhkan oleh mesin dan peralatan pada proses produksi katekin dan tanin.
80
Tabel 22. Kebutuhan Energi Listrik pada Mesin dan Peralatan yang Digunakan oleh Industri Katekin dan Tanin
Nama Mesin
Jumlah Mesin
Daya Listrik (kWh)
Waktu Operasi Per Hari (jam)
kWh/Hari (kWh)
kWh/Bulan (kWH)
kWh/Tahun(kWH)
2
2.5
2
10
240
2880
2
2.5
3
15
360
4320
2
2
3
12
288
3456
2
2.5
3
15
360
4320
2
2.5
3
15
360
4320
2
10
6
120
2880
34560
5
2
3
30
720
8640
1
2
3
6
144
1728
2
2
3
12
288
3456
1
2
2
4
96
1152
1
2.5
2
5
120
1440
244
5736
70272
Hammer mills Tangki pencampuran Screener Sentrifuse Tangki pencucian Pengering semprot (Spray dryer) Pompa Peralatan pengolahan air demineralisasi (water treatment) Mesin pengemas Destilator IPAL Total
81
4. Neraca massa proses pemurnian katekin dan tanin dari gambir Proses produksi katekin dan tanin yang digunakan dalam penelitian ini disusun berdasarkan kajian yang dilakukan oleh tim gambir. Neraca massa proses pemurnian katekin dan tanin dapat dilihat pada Gambar 29 di bawah ini.
Gambar 29. Neraca Massa Proses Pemurnian Katekin dan Tanin
82
D. PENENTUAN LOKASI PABRIK Penentuan lokasi pabrik merupakan suatu hal penting yang perlu diperhatikan dalam pendirian suatu industri. Pemilihan lokasi yang tepat akan berpengaruh terhadap kelangsungan dan efisiensi perusahaan. Beberapa hal yang harus dipertimbangan dalam pemilihan lokasi pabrik adalah ketersediaan bahan mentah, letak pasar yang dituju, tenaga listrik dan air, pasokan tenaga kerja, dan fasilitas transportasi (Husnan dan Muhammad, 2005). Suatu industri yang lokasinya tidak tepat, akan menghadapi persoalan yang terus menerus dan tidak terselesaikan, terutama dalam menghadapi saingan sehingga kelangsungan hidup dan stabilitas industri tersebut akan selalu mengalami kesulitan. Oleh sebab itu, untuk memperoleh keputusan yang tepat dalam penentuan lokasi,maka perlu dilakukan pengkajian berbagai faktor yang mempengaruhinnya. Lokasi industri yang tepat dapat melayani proses-proses baru,
perkembangan
teknologi,
dan
dapat
menampung
kemungkinan-
kemungkinan perluasan industri. Calon lokasi pabrik katekin dan tanin ditetapkan oleh calon pendiri pabrik yaitu di daerah sumber bahan baku yaitu di Lubuk Alai Kabupaten Lima Puluh Kota, Ciawi Bogor, dan Leuwikopo Bogor. Pemilihan lokasi perlu dilakukan dengan cara membandingkan faktor-faktor yang mempengaruhi keputusan pemilihan tersebut. Kabupaten lima puluh kota menjadi salah satu alternatif pendirian pabrik katekin dan tanin adalah berdasarkan faktor kedekatan dengan sumber bahan baku sehingga
memperkecil
biaya
transportasi,
sumberdaya
manusia
kurang
mendukung karena saat ini sumberdaya yang kompeten tersedia di lokasi alternatif lainnya, dan infrastruktur cukup mendukung , namun jauh dari pasar. Di lain pihak Ciawi Bogor dipilih menjadi alternatif berikutnya adalah karena dekat dengan pasar maupun mudah dengan akses pemasaran sehingga memperkecil biaya dan tingkat kesulitan pemasaran. Selain itu infrastruktur yang mendukung untuk pendirian pabrik katekin dan tanin diantaranya sudah tersedianya lahan dan bangunan untuk pabrik sangat mendukung meskipun jauh dari sumber bahan baku.
83
Berdasarkan perhitungan dengan menggunakan Metode Perbandingan Eksponensial (MPE), lokasi yang terpilih adalah Ciawi Bogor dengan total nilai pilihan terbesar yaitu 312.214, diikuti oleh alternatif berikutnya yaitu Leuwikopo sebesar 280.880, dan Kabupaten Lima Puluh Kota 138.065. Kuesioner dan hasil perhitungan dengan menggunakan Metode Perbandingan Eksponensial dapat dilihat pada Lampiran 7. Penetapan lokasi pabrik didasarkan pada berbagai pertimbangan yang perlu diperhatikan. Dikaji dari karakteristiknya industri katekin dan tanin membutuhkan lokasi yang tidak terlalu luas karena hanya melakukan proses pemurnian bahan baku gambir asalan menjadi katekin dan tanin sehingga area yang dibutuhkan hanya meliputi area pabrik dan kelengkapannya. Industri katekin dan tanin tidak menghasilkan limbah padat, cair, dan gas yang membahayakan bagi lingkungan sehingga lokasi pendirian industri pun tidak harus jauh dari pemukiman penduduk. Untuk mendukung proses pendistribusian bahan baku dan produk dibutuhkan infrastruktur yang mendukung. Diperlukan kedekatan dengan akses pasar akan mempermudah kegiatan pemasaran produk dan mampu meringankan biaya distribusi produk. Industri katekin dan tanin membutuhkan infrastruktur yang mendukung yaitu kebutuhan tenaga listrik harus memadai, pasokan air tanah memadai dengan kualitas air masih cukup baik. Selain itu air Perusahaan Daerah Air Minum tersedia, sehingga kebutuhan air bersih dapat terpenuhi dengan baik. Keseluruhan kriteria kebutuhan pendirian industri tersebut terpenuhi pada alternatif lokasi Ciawi Bogor, sehingga pemilihan lokasi di Ciawi Bogor sudah tepat. Ketersediaan sumberdaya manusia pun menjadi faktor penting yang perlu dipertimbangkan. Pasokan sumber daya yang kompeten dan tenaga kerja tersedia dalam jumlah memadai. Dengan adanya industri di atas, tenaga kerja yang ada di daerah ini dapat terserap dan mampu mengurangi tingkat pengangguran. Selain itu faktor berbagai biaya seperti biaya transportasi pemasaran, biaya pembelian lahan dan pembangunan lahan yang lebih rendah. Meskipun lokasi Ciawi jauh dari bahan baku namun hal ini tidak menjadi permasalahan besar karena bahan baku yang digunakan adalah gambir olahan (asalan) yang memiliki umur simpan dan daya tahan tinggi sehingga kelemahannya hanya ada pada biaya transportasi bahan baku relatif lebih tinggi
84
dari alternatif lokasi di Kabupaten Lima Puluh Kota, namun apabila lokasi yang dipilih adalah Kabupaten Lima Puluh Kota karena dekat dengan bahan baku, namun biaya yang dikeluarkan untuk transportasi akan lebih besar yaitu biaya pengiriman pelarut yang berjumlah 15 kali dari jumlah gambir asalan dan pengiriman bahan pelarut memerlukan penanganan lebih dibanding pengiriman gambir asalan.
E. DESAIN TATA LETAK DAN KEBUTUHAN RUANG PABRIK Desain tata letak sangat dibutuhkan dalam rangka pendirian suatu pabrik, karena hal ini berhubungan dengan penyusunan letak mesin, peralatan-peralatan produksi, dan ruangan-ruangan dalam pabrik. Pada tahapan proses pendirian industri katekin dan tanin, penentuan desain tata letak menjadi salah satu faktor yang sangat diperhatikan karena akan membuat proses produksi dapat berjalan dengan efektif dan efisien. Hal ini mengacu pada Heizer dan Render (2004) yang menyatakan bahwa tata letak merupakan salah satu strategi wilayah yang akan menentukan efisiensi operasi dalam jangka panjang. Tata letak yang efektif dapat membantu sebuah perusahaan mendapatkan strategi yang mendukung perbedaan, harga yang rendah, atau respon. Selain mendukung lancarnya proses produksi, perancangan tata letak pada dasarnya dapat meminimumkan total biaya.
Menurut Purnomo (2004)
perancangan tata letak pabrik dapat meminimukan elemen-elemen biaya, seperti biaya untuk konstruksi dan instalasi baik untuk bangunan, mesin, maupun fasilitas produksi lainnya, biaya pemindahan bahan, biaya produksi, perawatan mesin dan biaya penyimpanan produk setengah jadi. Pada penentun tata letak pabrik terdapat dua tipe yang digunakan yaitu tipe produk dan tipe proses. Industri katekin dan tanin memproduksi dua jenis produk yaitu katekin dan tanin namun dalam satu lini proses. Oleh karena itu, tipe tata letak yang digunakan adalah tipe produk.
Product layout adalah cara
pengaturan dan penempatan semua fasilitas produksi yang diperlukan ke dalam suatu departemen tertentu atau khusus. Suatu produk dapat diproduksi sampai selesai di dalam departemen tersebut, dan tidak perlu dipindahkan-pindahkan ke departemen yang lain. Dalam product layout, mesin-mesin atau alat bantu disusun
85
menurut urutan proses dari suatu produk. Produk-produk bergerak secara terus menerus dalam suatu garis perakitan. Product layout akan digunakan bila volume produksi cukup tinggi dan variasi produk tidak banyak dan sangat sesuai untuk produksi yang kontinyu. Tujuan dari product layout pada dasarnya adalah untuk mengurangi proses pemindahan bahan dan memudahkan pengawasan di dalam aktivitas produksi, sehingga pada akhirnya terjadi penghematan biaya (Purnomo 2004). Adapun pola aliran bahan yang digunakan pada pabrik katekin dan tanin adalah tipe lurus yang bertujuan untuk mengefisienkan waktu dan pergerakan. Analisa aliran bahan sangat diperlukan dalam merancang suatu tata letak industri atau pabrik. Penentuan aliran bagi manajemen, material, aliran bahan, distribusi fisik dan logistik merupakan salah satu langkah dalam perencanaan fasilitas yang sangat penting terutama penentuan pola aliran bahan. Berdasarkan diagram alir proses produksi katekin yang dibuat, maka dilakukan analisis keterkaitan antar aktivitas untuk menentukan tata letak pabrik. Salah satu alat untuk menganalisa dan merancang keterkaitan antar kegiatan ini disebut Bagan Keterkaitan Antar Kegiatan atau AR-Chart. Keterkaitan antar aktivitas dan hasil dari proses perancangan kegiatan tersebut adalah dalam bentuk bagan dan diagram keterkaitan antar kegiatan, yang secara sistematis telah menunjukkan bagaimana kedudukan (letak atau lokasi) suatu kegiatan (ruang) tertentu dikaitkan dengan kegiatan (ruang) yang lain (Apple, 1990). Dalam merancang hubungan antar kegiatan maka harus dipertimbangkan faktor penting yaitu persyaratan khusus yang harus dipenuhi untuk kegiatan atau ruang tertentu, karakteristik bangunan, letak bangunan, fasilitas eksternal, dan kemugkinan perluasan. Bagan tersebut dapat dilihat pada Gambar 30.
86
Gambar 30. Bagan Keterkaitan Antaraktivitas pada Pabrik Katekin dan Tanin
Bagan keterkaitan antaraktivitas tersebut kemudian digunakan untuk merencanakan dan menganalisis keterkaitan antar aktivitas. Informasi yang dihasilkan dari bagan keterkaitan antar aktivitas kemudian diwujudkan dalam bentuk diagram yang disebut diagram keterkaitan antaraktivitas. Bagan keterkaitan antaraktivitas di atas dijadikan patokan sebagai perhitungan keterkaitan antar ruang. Informasi yang didapat dari bagan keterkaitan antaraktivitas tersebut kemudian diwujudkan dalam bentuk diagram yang disebut
keterkaitan antar aktivitas. Diagram keterkaitan antar aktivitas
menggunakan template-template yang menggambarkan kegiatan yang ada (Apple, 1990). Setiap template mencantumkan informasi mengenai derajat keterkaitan kegiatan tersebut dengan kegiatan lain yang diperoleh dari bagan keterkaitan antar aktivitas. Untuk membuat diagram ini dihitung dengan menggunakan metode Total Closeness Rating (TCR). Berikut daftar hasil perhitungan total closeness rating (Tabel 23):
87
VI.
ANALISIS MANAJEMEN
A. KEBUTUHAN TENAGA KERJA Analisis kebutuhan tenaga kerja merupakan salah satu aspek dalam manajemen operasi yang perlu direncanakan pada awal proyek. Proses produksi katekin dan tanin sebagian besar bahkan hampir keseluruhan dilakukan oleh mesin, namun dalam pelaksanaan proses produksi tetap dibutuhkan tenaga kerja manusia sebagai operator, pengawas proses produksi, dan beberapa kegiatan produksi yang membutuhkan campur tangan manusia secara langsung. Selain dalam lingkup proses produksi, tenaga kerja dibutuhkan dalam pelaksanaan aktivitas di luar produksi seperti kegiatan administrasi, kegiatan pemasaran, kegiatan distribusi dan transportasi, serta kegiatan lainnya. Tenaga kerja yang digunakan disesuaikan dengan kebutuhan pekerjaan dan kriteria tenaga kerja yang dibutuhkan. Industri katekin dan tanin dari gambir merupakan perusahaan yang benarbenar baru didirikan sehingga kebutuhan sumber daya merupakan hal yang sangat penting untuk ditetapkan dengan baik. Untuk saat ini perlu dibuat penggolongan pekerja ke dalam golongan tetap, yaitu beberapa orang pekerja mulai dari direktur, manajer, operator, laboran, dan staf masing-masing bidang yang telah ditetapkan dan sistem penggajian ditetapkan dengan cara pembayaran berkala setiap bulan. Sedangkan buruh angkut digolongkan ke dalam tenaga kerja tidak tetap. Penentuan jumlah tenaga kerja diperhitungkan dengan mengidentifikasi kegiatan, sifat, dan beban kerja sehingga dapat ditentukan jumlah tenaga kerja yang dibutuhkan untuk melakukan
pekerjaan tersebut. Rincian penetapan
kebutuhan tenaga kerja disajikan pada Tabel 25.
91
Tabel 25. Penentuan Jumlah Tenaga Kerja yang Dibutuhkan pada Setiap Pekerjaan
No Kegiatan 1 Produksi a. Pengecilan ukuran b. Pelarutan gambir dalam air panas c. Penyaringan d. Pendinginan dan Pengendapan e. Pemerasan/Penyaringan kembali f. Pencucian berulang g. Pelarutan dalam etanol h. Pengemasan 2 Perencanaan produksi a. Membuat perencanaan produksi minimal 5 tahun ke depan b. Berkoordinasi dengan bagian pemasaran dan logistik untuk mengontrol kontinuitas produksi 3 Administrasi a. Melakukan pembukuan perusahaan b. Melakukan maintenance perlengkapan kantor perusahaan 4 Keuangan a. Melakukan pembukuan keuangan b. Mengatur pemasukan dan pengeluaran perusahaan c. Mengatur kerjasama dengan bank serta investor
Sifat
Jumlah Tenaga Kerja (orang)
Rutin harian Rutin harian Rutin harian Rutin harian Rutin harian Rutin harian Rutin harian Rutin harian
2
Temporer Rutin bulanan
1 1
Rutin harian Temporer
1 1
Rutin harian Rutin harian Temporer
1 1
2 1 1 1 2
92
Lanjutan Tabel 25. Penentuan jumlah tenaga kerja yang dibutuhkan pada setiap pekerjaan No Kegiatan 5 Pemasaran a. Membuat perencanaan pasar untuk 10 tahun ke depan (disesuaikan dengan umur proyek) b. Menetapkan sistem pemasaran bagi perusahaan c. Membuat dan memaintenance web perusahaan d. Menjalin kerja sama dengan 50 perusahaan pengguna katekin dan 50 perusahaan pengguna tanin (1 tahun) e. Mengikuti pameran-pameran bisnis f. Menjalin kerja sama dengan perusahaan asing yang potensial menggunaka katekin dan tanin 6 Logistik Mengatur jumlah persediaan bahan baku dan produk 7 Keamanan Menjaga keamanan pabrik selama 24 jam (dibagi menjagi 3 shift) 8 Distribusi bahan baku dan produk Pendistribusian bahan baku dan produk dilakukan oleh supir dan bagian pemasaran 9 Pengawasan Mutu Melakukan pengawasan pada mutu produk yang dihasilkan 10 Kebersihan a. Membersihkan lingkungan pabrik b. Membantu para pekerja memaintenance aset perusahaan 11 Pengangkutan barang Total
Sifat Temporer Rutin harian Temporer Temporer (di awal) Temporer Rutin harian
Perkiraan Jumlah Tenaga Kerja (orang)
1 1 2 2 1
Rutin harian
2
Rutin harian
8
Rutin
2
Rutin harian
2
Rutin harian Rutin harian Temporer
1 3 40
93
Berdasarkan perhitungan kebutuhan tenaga kerja tersebut, langkah selanjutnya yang harus dilakukan adalah membuat tabel kebutuhan tenaga kerja beserta kualifikasinya yang disajikan pada Tabel 26.
Tabel 26. Kebutuhan dan Kualifikasi Tenaga Kerja yang Dibutuhkan pada Industri Katekin dan Tanin No Jabatan Kualifikasi Jumlah (Orang) Pendidikan 1 Direktur S2 1 2 Manajer Produksi S1 1 3 Manajer logistik, administrasi, S1 1 dan keuangan 4 Manajer pemasaran S1 1 5 Staff pemasaran S1 7 6 Staff logistik S1/D3 2 7 Staf administrasi SMK Sekretaris 2 8 Staf keuangan SMK akuntansi 2 9 Operator SMK Mesin 9 10 Laboran SMK Analis Kimia 2 11 Buruh SMP 3 12 Sopir SMA 2 13 Security SMP 6 Total 40
Pada kajian ini diperkirakan jumlah sumberdaya yang dibutuhkan adalah 40 orang, dengan rincian pekerja tetap sebanyak 36 orang dan pekerja tidak tetap sebanyak empat orang. Pada awal pendirian industri, komposisi tenaga kerja terbanyak difokuskan pada bagian pemasaran. Hal ini berkaitan dengan sifat produk yang tergolong produk baru dan masih berada pada tahap pengenalan sehingga pemasaran merupakan satu hal yang penting dalam rangka pengenalan dan pencarian pasar katekin dan tanin yang diproduksi. Untuk perkembangan perusahaan ke depannya tidak menutup kemungkinan dilakukan perubahan komposisi tenaga kerja maupun dilakukan rotasi kerja.
94
B. STRUKTUR ORGANISASI Setelah identifikasi jabatan menghasilkan gambaran yang jelas kemudian disusun neraca organisasi pengelola operasi. Karena penekanan kepada spesialisasi
dan
efisiensi,
maka
struktur
organisasi
operasi
umumnya
disusun/dikelompokkan berdasarkan fungsi (dengan beberapa variasi seperti organisasi berdasarkan produk atau area). Organisasi lini memberikan kerangka dasar kepada organisasi selanjutnya bilamana perusahaan tumbuh dan berkembang. Manajemen operasional industri yang baik akan mampu memenuhi segala kebijakan dan tujuan perusahaan. Tenaga manajemen yang ahli merupakan faktor utama dalam keberhasilan manajemen industri. Menurut Sutojo (2000), tenaga kerja yang tepat dan berkualitas dapat diperoleh dengan mengetahui beberapa hal penting yaitu uraian jenis pekerjaan atau tugas pokok yang diperlukan untuk menjalankan operasional industri, struktur organisasi yang dibutuhkan untuk melaksanakan tugas-tugas
perusahaan
secara
efisien,
persyaratan minimal yang harus dipenuhi untuk mengisi jabatan yang ada untuk mengisi kekurangan ahli. Semua pekerjaan yang akan dilaksanakan dalam rangka mencapai tujuan perusahaan harus dirinci dan didistribusikan semuanya kepada orang-orang yang mampu bekerja di bidang tersebut. Untuk itu harus disiapkan mekanisme koordinasi. Pada perusahaan katekin dan tanin yang akan didirikan, setiap pekerjaan didistribusikan kepada pekerja berdasarkan kualifikasi yang dimiliki. Keseluruhan rangkaian kegiatan operasi akan dijalankan oleh beberapa bagian sesuai dengan bidang masing-masing. Secara umum struktur organisasi pada perusahaan katekin dan tanin terbagi menjadi beberapa tahapan hirarki yaitu direktur, beberapa manajer, dan staf. Rencana struktur organisasi perusahaan yang menunjukan setiap bagian memiliki peranan dalam bidang yang menjadi tanggung jawabnya dapat dilihat pada Gambar 32 berikut.
95
Direktur
Manajer Pemasaran
Staf Pemasaran
Manajer Produksi dan QC
Operator
Laboran
Manajer Logistik , Administrasi, dan Keuangan Buruh
Staf Logistik
Staf Administrasi
Staf Keuangan
Sopir
Gambar 32. Struktur Organisasi Industri Katekin dan Tanin
C. DESKRIPSI PEKERJAAN Agar pembagian tugas dan tanggung jawab menjadi jelas, maka perlu disusun uraian kerja masing-masing posisi sehingga setiap tanggung jawab dapat dilaksanakan dengan baik. Setiap pekerjaan dideskripsikan secara jelas dan diberikan kepada pekerja yang memiliki kemampuan dalam melaksanakan tanggung jawab tersebut. Deskripsi pekerjaan pada industri ini adalah sebagai berikut. 1. Direktur Direktur bertugas mengelola keseluruhan fungsi perusahaan katekin dan tanin, yang meliputi kegiatan merencanakan, mengorganisasikan, dan mengawasi kegiatan manajer dan staf yang berada di bawahnya. 2. Manajer Produksi dan Quality Control (QC) Manajer produksi dan quality control (QC) bertugas melakukan pengawasan dan pelaksanaan kegiatan produksi katekin dan tanin, pengawasan kualitas bahan baku gambir asalan dan produk berupa katekin dan tanin, pemeliharaan sarana produksi, dan penelitian dan pengembangan produk (research and development) agar mampu menghasilkan produk yang sesuai dengan keinginan konsumen sasaran. 3. Manajer Logistik, Administrasi, dan Keuangan Manajer logistik, administrasi dan keuangan bertugas mengelola pengadaan bahan baku gambir asalan dan bahan pembantu berupa air 96
Security
demineralisasi dan pelarut, dan pendistribusian produk, dan mengelola berbagai hal yang terkait dengan pengadaan logistik katekin dan tanin serta administrasi di dalam perusahaan. 4. Manajer Pemasaran Manajer pemasaran bertugas mengelola keseluruhan kegiatan pemasaran baik promosi, penjualan, kerja sama dengan mitra maupun proyeksi permintaan pasar untuk setiap periode. 5. Staf Pemasaran Staf pemasaran bertugas pemasaran produk, melaksanakan strategi pemasaran yang ditetapkan, menjalankan kegiatan promosi dan menjalin kerja sama dengan mitra. 6. Staf Keuangan Staf keuangan bertugas melaksanakan dan mengelola kegiatan pencatatan keuangan dan pengelolaan keuangan perusahaan. 7. Staf Administrasi Staf administrasi bertugas melaksanakan dan mengawasi kegiatan pencatatan administrasi kantor dan operasional perusahaan. 8. Staf Logistik Staf logistik pemasaran bertugas mengelola pendistribusian produk dan mengatur pengadaan dan pengelolaaan bahan baku. 9. Operator Operator bertugas menjalankan mesin sesuai dengan prosedur yang ada dan memastikan mesin berjalan sesuai dengan kriteria yang seharusnya. Operator harus secara terus menerus melakukan pengawasan terhadap proses produksi dan kinerja mesin agar tidak terjadi penyimpangan produk yang tidak diinginkan. Operator juga bertugas untuk melakukan perawatan mesin dan alat-alat produksi. 10. Laboran Laboran bertugas melakukan pengawasan terhadap mutu produk dengan melakukan pengecekan mutu bahan baku, hasil dari tiap tahap produksi, dan produk akhir sesuai dengan standar mutu yang ditetapkan sesuai dengan arahaan dari manajer produksi dan QC.
97
11. Sopir Sopir bertugas mengendarai kendaraan beroda empat milik perusahaan dalam rangka pendistribusian bahan baku maupun produk katekin dan tanin yang dihasilkan. Selain itu sopir bertugas melaksanakan kegiatan transportasi yang berhubungan dengan kegiatan perusahaan. 12. Security Security bertugas menjaga keamanan perusahaan dengan jumlah jam kerja 24 jam siang dan malam dengan pembagian waktu kerja menjadi tiga shift. 13. Buruh Buruh tergolong ke dalam tenaga kerja langsung produksi karena bertugas mengangkut bahan baku maupun bahan penunjang serta produk yang diproduksi.
98
VII. ANALISIS LINGKUNGAN DAN LEGALITAS
A. ASPEK LINGKUNGAN Limbah merupakan hasil dari proses yang terjadi di dalam industri yang dapat bersifat merugikan ataupun menguntungkan. Pencemaran pada setiap proses produksi tidak dapat dihilangkan atau dihindari tetapi pencamaran dapat dikendalikan sehingga menimbulkan dampak yang seminimal mungkin. Industri katekin dan tanin menghasilkan limbah berupa limbah padat, limbah cair, dan limbah dalam jumah yang relatif kecil dan tidak membahayakan. Limbah padat dihasilkan dari proses penyaringan tanin dan katekin yang dilarutkan dalam air yaitu berupa kotoran-kotoran yang terdapat pada bahan baku gambir asalan. Limbah padat ini dapat tidak tergolong limbah berbahaya bagi lingkungan dan pada umumnya dapat terurai secara alami sehingga dapat dibuang langsung ke lingkungan. Selain limbah padat yang dihasilkan dari proses pengolahan, kemasan pun dapat menjadi sumber limbah padat industri. Misalnya kemasan bocor atau rusak maka akan menjadi potensi dihasilkannya limbah padat. Limbah berupa kemasan akan ditampung dan dibuang secara berkala ke tempat pembuangan sampah. Pada industri katekin dan tanin juga dihasilkan limbah cair yang dihasilkan dari proses pencucian peralatan dan limbah domestik dari kegiatan sanitasi (MCK). Limbah yang dihasilkan dari kegiatan pencucian peralatan akan diolah terlebih dahulu pada instalasi pengolahan air limbah, sedangkan limbah domestik akan ditampung dengan menggunakan septic tank. Selain kedua jenis limbah di atas, industri katekin dan tanin ini menghasilkan limbah berupa gas yang berasal dari proses produksi dan kendaraan bermotor. Limbah yang dihasilkan dapat menyebabkan penurunan terhadap kualitas udara dan debu terutama pada proses pengeringan larutan katekin dan tanin menggunakan spray dryer. Udara yang dihembuskan dari cerobong masih mengandung material produk yang dapat mengakibatkan kehilangan sekaligus mengotori udara lingkungan pabrik. Pengelolaan limbah gas difokuskan untuk menjaga kualitas udara dan debu di lokasi pabrik dan sekitarnya agar berada dibawah baku mutu
yang telah ditetapkan oleh pemerintah sekaligus
99
meminimalkan kehilangan produk akibat terbawa udara pengeluaran. Pada penanganan limbah gas, pabrik memanfaatkan penggunaan penyaring dan exhaust fan. Exhaust fan berfungsi untuk membuang limbah gas ke udara bebas sehingga limbah gas yang terlepas dapat terurai diudara bebas.
B. ASPEK LEGALITAS Suatu industri yang didirikan perlu mendapatkan legalitas dari pihak terkait, dalam hal ini pemerintah. Hal ini betujuan untuk mengetahui keberadaan indutri tersebut dan memberikan kemudahan dalam perjalanan melakukan kegiatan usaha, mendapatkan dukungan serta terikat pada kebijakan yang berlaku pada daerah tertentu. Untuk melegalisasi pendirian dan pengoperasian industri katekin dan tanin perlu dibentuk menjadi badan usaha. a. Badan Usaha Bentuk badan usaha dari industri katekin dan tanin tersebut adalah perseroan terbatas (PT). Perseroan terbatas adalah “badan hukum yang merupakan persekutuan modal, didirikan berdasarkan perjanjian, melakukan kegiatan usaha dengan modal dasar yang seluruhnya terbagi dalam saham dan memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam Undang-Undang ini serta Peraturan pelaksanaannya” (Undang-Undang Nomor 40, 2007). Pemilihan bentuk badan usaha berupa perseroan terbatas adalah karena Perusahaan yang akan didirikan adalah anak perusahaan dari PT. Agro Farmaka Nusantara (AFN) yang telah berdiri sejak tahun 2005. Selain itu bentuk badan usaha perseroan terbatas memiliki beberapa keuntungan yaitu sebagai berikut: 1. Kewajiban terbatas Tidak seperti Partnership, pemegang saham sebuah perusahaan tidak memiliki kewajiban untuk obligasi dan hutang perusahaan. Akibatnya kehilangan potensial yang terbatas tidak dapat melebihi dari jumlah yang mereka bayarkan terhadap saham. Tidak hanya ini mengizinkan perusahaan untuk melaksanakan dalam usaha yang beresiko, tetapi kewajiban terbatas juga membentuk dasar untuk perdagangan di saham perusahaan.
100
2. Masa hidup abadi Aset dan struktur perusahaan dapat melewati masa hidup dari pemegang sahamnya, pejabat atau direktur. Ini menyebabkan stabilitas modal, yang dapat menjadi investasi dalam proyek yang lebih besar dan dalam jangka waktu yang lebih panjang dari aset perusahaan tetap dapat menjadi subyek disolusi dan penyebaran. Kelebihan ini juga sangat penting dalam periode pertengahan. 3. Efisiensi manajemen Manajemen dan spesialisasi memungkinkan pengelolaan modal yang efisien sehingga
memungkinkan
untuk
melakukan
ekspansi.
Dan
dengan
menempatkan orang yang tepat, efisiensi maksimum dari modal yang ada. Dan juga adanya pemisahan antara pengelola dan pemilik perusahaan, sehingga terlihat tugas pokok dan fungsi masing-masing. 4. Adanya
pemisahan
fungsi
antara
pemegang
saham
dan
pengurus
atau direksi. 5. Memiliki komisaris yang bertanggungjawab sebagai pengawas. Perusahaan katekin dan tanin yang akan didirikan diberi nama PT. Gambir Agro Farmaka. PT. Agro Farmaka Nusantara yang merupakan induk perusahaan katekin dan tanin bergerak di bidang pertanian, industri, dan perdagangan. Direktur utama PT. Agro Farmaka Nusantara saat ini adalah Ir. Ike Muttaqin. Profil lengkap dari induk perusahaan yakni PT. Agro Farmaka Nusantara dijelaskan berikut ini. 1. Pendirian perusahaan PT. Agro Farmaka Nusantara (perusahaan) didirikan berdasarkan akta nomor 9 tanggal 5 April 2005 dari Ny. Djumini Setyoadi, SH., notaries di Jakarta. Akta pendirian telah disahkan oleh Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia tanggal 14 April 2005. Surat Keputusan No. C10138 HT.01.01.TH.2005 serta diumumkan dalam Berita Negara Republik Indonesia No. 75 tanggal 20 September 2005. Akta tersebut telah mengalami beberapa kali perubahan, terakhir dengan akta No.23 tanggal 13 Agustus 2008 dari Ny. Djumini Setyoadi, SH, MKn., notaris di Jakarta guna menyesuaikan dengan Undang-Undang No. 40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas. PT.
101
Agro Farmaka Nusantara (AFN) beroperasi di Jakarta, beralamat di Jalan Mesjid 1 No. 7 Bendungan Hilir, Jakarta Pusat. 2. Maksud dan tujuan perusahaan Berdasarkan Anggaran Dasar Perusahaan Pasal 3 ayat 1 dan 2, maksud dan tujuan serta kegiatan usaha perseroan adalah berusaha dalam bidang pertanian, perindustrian dan perdagangan. Dalam mencapai tujuan tersebut, perusahaan melakukan kegiatan-kegiatan sebagai berikut; a.
Menjalankan usaha dalam bidang pertanian, agroindustri yang meliputi budidaya dan pengolahan pasca panen, pembibitan (hatchery), industri pertanian tanaman pangan, tanaman perkebunan dan hortikultura, peternakan, perikanan, perkebunan, serta kehutanan.
b. Menjalankan usaha dalam bidang industri antara lain industri makanan dan minuman, industri kimia dan barang-barang dari bahan kimia, industri farmasi, dan industri obat-obatan. c. Menjalankan usaha dalam bidang perdagangan termasuk pula perdagangan ekspor, impor, lokal serta antar pulau (interinsulair) baik untuk perhitungan sendiri maupun secara komisi atas perhitungan pihak lain, demikian pula usaha-usaha perdagangan secara leveransir (supplier), grosir, distributor dan sebagai perwakilan dari perusahaan-perusahaan lain baik dari dalam maupun luar negeri terutama perdagangan yang berhubungan dengan hasil pertanian dan hasil industri. 3. Visi, Misi, dan Kebijakan Strategis a. Visi perusahaan Menjadi perusahaan agrobisnis terpadu yang terkemuka dan memberi manfaat maksimal bagi stakeholder. b. Misi perusahaan 1. Mengembangkan
potensi
usaha
perusahaan
dalam
bidang
agrobisnis,agroindustri, dan agrotourism. 2. Dalam jangka panjang, perusahaan berupaya membangun industri pengolahan makanan, minuman, dan tanaman obat serta wisata alam dengan memanfaatkan potensi kekayaan alam Indonesia yang berorientasi pada peningkatan nilai tambah dan kualitas produk.
102
3. Berperan aktif meningkatkan daya saing produk agroindustri Indonesia di pasar global sehingga dapat memberikan kontribusi pada devisa negara dan perekonomian nasional serta kesejahteraan masyarakat sebagai wujud kepedulian dan tanggung jawab perusahaan. c. Kebijakan strategis perusahaan 1. Membangun kemitraan dengan berbagai pihak di bidang agrobisnis, agroindustri, dan agrotourism berdasarkan prinsip kehati-hatian (prudent) dan saling menguntungkan. 2. Melakukan konsolidasi dengan kelompok usaha perusahaan untuk pengembangan aktivitas usaha perusahaan. 3. Menjalin kerjasama dengan perguruan tinggi dan lembaga-lembaga penelitian untuk pengembangan agrobisnis Indonesia antara lain dalam pembudidayaan pertanian, peternakan, perkebunan, dan perikanan Indonesia. 4. Mengelola usaha secara professional dilandasi dengan kejujuran dan tanggung jawab. PT. Gambir Agro farmaka yang akan didirikan merupakan salah satu langkah pengembangan misi perusahaan yaitu mendirikan anak perusahaan yang bergerak di bidang industri farmaka yang berbasis bahan baku lokal yang potensial dikembangkan yaitu gambir. Langkah ini sekaligus memenuhi target perusahaan melakukan kegiatan perdagangan ekspor dan lokal produk katekin dan tanin yang dihasilkan. Anak perusahaan dibentuk dengan tujuan untuk menjadi profit center dan merupakan penyumbang pendapatan bagi perusahaan tersebut. Namun secara Hukum, anak perusahaan tidak ada kaitannya dengan hak dan kewajiban keluar dari perusahaan satu sama lain, disebabkan karena dari segi yuridis masing-masing perusahaan mempunyai karakteristik tersendiri yaitu masing-masing perusahaan dalam suatu kelompok perusahaan adalah merupakan badan hukum yang berdiri sendiri. Namun apabila anak perusahaan berhutang kepada pihak ketiga maka keterkaitan secara yuridis dari induk perusahaan dapat muncul dan ikut serta bertanggung jawab dalam pelunasan hutang tersebut. Undang-Undang No 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (PT) menyiratkan bahwa terhadap pelaku bisnis telah dibuat rambu-rambu yang jelas
103
agar tidak dilanggar serta berdampak pada pihak luar (pihak ketiga) dalam mengantisipasi dampak dari ekses negatif jalannya perusahaan (Badan Hukum) tersebut, terutama akibat perbuatan badan hukum yang dapat menimbulkan kerugian bagi pihak lain. Secara hukum perusahaan anggota group tidak ada kaitannya dengan hak dan kewajiban keluar dari perusahaan satu sama lain, akan tetapi perusahaan-perusahaan yang berada dalam perusahaan group dimiliki oleh pemilik modal yang sama sehingga dapat dikatakan sebagai satu kesatuan kelompok kegiatan ekonomi. b. Perizinan Dalam mendirikan PT. Gambir Agro Farmaka diperlukan beberapa langkah perizinan yaitu dengan menggunakan akta resmi ( akta yang dibuat oleh notaris ) yang di dalamnya dicantumkan nama lain dari perseroan terbatas, modal, bidang usaha, alamat perusahaan, dan lain-lain. Syarat-syarat pendirian PT secara formal berdasarkan UU No. 40/2007 adalah sebagai berikut: 1. Pendiri minimal dua orang atau lebih (pasal 7 ayat 1) 2. Akta notaris yang berbahasa Indonesia 3. Setiap pendiri harus mengambil bagian atas saham, kecuali dalam rangka peleburan (pasal 7 ayat 2 dan ayat 3). 4. Akta pendirian harus disahkan oleh menteri kehakiman dan diumumkan dalam Berita Negara Republik Indonesia (pasal 7 ayat 4). 5. Modal dasar minimal Rp. 50.000.000,00 dan modal disetor minimal 25% dari modal dasar (pasal 32 dan pasal 33) 6. Minimal satu orang direktur dan satu orang komisaris ( pasal 92 ayat 3 dan pasal 108 ayat 3) 7. Pemegang saham
harus WNI atau
Badan Hukum
yang didirikan
menurut hukum Indonesia kecuali PT. Penanaman Modal asing. Persyaratan material yang harus dipenuhi berupa kelengkapan dokumen yang harus disampaikan kepada Notaris pada saat penanda-tanganan akta pendirian adalah sebagai berikut: 1. KTP dari para Pendiri (minimal dua orang dan bukan suami isteri). Kalau pendirinya cuma suami isteri (dan tidak pisah harta) maka,
104
harus
ada
satu
orang
lain
lagi
yang
bertindak
sebagai
pendiri/
pemegang saham 2. Modal dasar dan modal disetor 3. Jumlah saham yang diambil oleh masing-masing pendiri 4. Susunan Direksi dan komisaris serta jumlah Dewan Direksi dan Dewan Komisaris. Sedangkan untuk izin-izin perusahaan berupa surat keterangan domisili Perusahaan, NPWP perusahaan, SIUP, TDP/WDP dan PKP, maka dokumendokumen pelengkap yang diperlukan adalah sebagai berikut: 1. Kartu Keluarga Direktur Utama 2. NPWP Direksi 3. Copy
Perjanjian
dari
pengelola
Sewa
Gedung
gedung
berikut
(apabila
surat
keterangan
kantornya
domisili
berstatus
sewa)
sedangkan apabila berstatus milik sendiri, maka diperlukancopy sertifikat tanah dan copy PBB terakhir berikut bukti lunasnya. 4. Pas
photo
Direktur
Utama/penanggung
jawab
ukuran
3
x
4
sebanyak dua lembar 5. Foto
kantor
tampak
depan,
tampak
dalam
(ruangan
berisi
meja,
kursi, komputer berikut satu hingga dua orang pegawainya). Biasanya ini dilakukan
untuk
mempermudah
pada
waktu
survey
lokasi
untuk
PKP atau SIUP. 6. Stempel perusahaan.
C. PAJAK Industri katekin dan tanin tidak terlepas dari kewajiban pajak yang dibebankan, sesuai dengan Undang-Undang No. 17 tahun 2000 tentang pajak penghasilan yang menyatakan bahwa yang menjadi subjek pajak adalah badan yang terdiri dari Perseroan Terbatas, Perseroan Komanditer , Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dan Badan Usaha Milik Daerah (BUMD), Perseroan atau perkumpulan lainnya, Firma, Kongsi, Koperasi, yayasan atau lembaga untuk usaha tetap.
105
Penentuan besar pajak penghasilan yang dilakukan berdasarkan UndangUndang Perpajakan No. 36 tahun 2008 pasal 17 ayat 1b yang menyatakan bahwa pajak penghasilan untuk suatu badan dalam negeri dan bentuk badan usaha adalah sebesar 28%.
106
VIII. ANALISIS FINANSIAL
Analisis aspek finansial bertujuan untuk menentukan rencana investasi melalui perhitungan biaya dan manfaat yang diharapkan dengan membandingkan antara pengeluaran dan pendapatan. Untuk melakukan perhitungan analisis finansial ini diperlukan beberapa parameter-parameter yang berasal dari analisis sebelumnya yaitu kapasitas produksi, pangsa pasar, teknologi yang di pakai, pilihan peralatan, jumlah tenaga kerja, fasilitas pendukung, dan proyeksi hargaharga.
A. ASUMSI PERHITUNGAN FINANSIAL Asumsi-asumsi yang digunakan dalam analisis finansial industri katekin dan tanin ini adalah sebagai berikut. a. Umur investasi diasumsikan selama 10 tahun. b. Nilai sisa bangunan pada masa akhir proyek adalah 50 persen dari nilai awal, nilai sisa mesin dan peralatan adalah 10 persen dari nilai awal, nilai sisa kendaraan adalah 20 persen dari nilai awal, dan nilai sisa tanah diasumsikan tetap. c. Umur ekonomis mesin dan peralatan produksi, peralatan kantor, dan kendaraan adalah lima tahun. d. Biaya pemeliharaan mesin dan peralatan adalah 2,5 persen dari harga mesin dan peralatan. e. Pada tahun keenam dilakukan perbaikan total mesin dan peralatan dengan menghabiskan biaya sekitar 40% dari nilai awal. f. Kapasitas produksi adalah 252 kg gambir asalan per hari dan menghasilkan 37.83 kg katekin per hari serta 85,12 kg tanin per hari. g. Jumlah hari kerja per tahun adalah 288 hari dengan asumsi dalam seminggu terdapat enam hari kerja dan dalam satu bulan terdapat 4 minggu serta dalam setahun terdapat 12 bulan. h. Discount factor diasumsikan sebesar 16 persen. i. Pajak dihitung berdasarkan Undang-undang Nomor 36 Tahun 2008 untuk pajak badan. yaitu sebesar 28 persen.
107
j. Modal kerja dihitung berdasarkan asumsi biaya modal kerja adalah 10% dari penjualan pada tahun berikutnya. k. Kapasitas produksi pada tahun pertama adalah 40 persen, kapasitas produksi pada tahun kedua adalah 60 persen, kapasitas produksi pada tahun ketiga adalah 80 persen, sedangkan kapasitas produksi tahun keempat dan seterusnya adalah 100 persen. l. Proyek dimulai pada tahun ke-0 sedangkan produksi pertama dimulai pada tahun ke-1. Asumsi-asumsi lebih lengkap dapat dilihat pada Lampiran 9.
B. BIAYA INVESTASI Biaya investasi merupakan biaya yang diperlukan untuk mendirikan industri katekin dan tanin. Biaya investasi meliputi biaya investasi tetap dan biaya modal kerja. Biaya investasi tetap meliputi biaya perizinan, tanah dan bangunan, fasilitas penunjang, mesin dan peralatan produksi, alat kantor, dan sarana distribusi. Total biaya investasi yang dibutuhkan untuk mendirikan industri katekin dan tanin adalah Rp 12.079.053.600,-. Biaya investasi tetap pendirian industri katekin dan tanin adalah Rp 8.374.740.000,-. Ringkasan biaya investasi dapat dilihat pada Tabel 27, sedangkan rinciannya disajikan pada Lampiran 10.
108
Tabel 27. Komponen Biaya Investasi Tetap yang Dibutuhkan dalam Pendirian Industri Katekin dan Tanin No
Komponen
1 Biaya prainvestasi 2 Tanah dan bangunan 3 Fasilitas Penunjang 4 Mesin dan Peralatan 5 Alat kantor 6 Sarana Distribusi Subtotal Kontingensi 10% Total
Nilai Total (Rp) 180.000.000 5.034.400.000 210.000.000 1.775.000.000 74.000.000 340.000.000 7.613.000.000 761.340.000 8.374.740.000
Menurut Husnan dan Muhammad (2000). modal kerja dapat diartikan semua investasi yang diperlukan untuk aktiva lancar. Total biaya modal kerja yang dibutuhkan pada awal pendirian pabrik diasumsikan sebesar 10 persen dari total penjualan tahun berikutnya. Modal kerja yang dibutuhkan adalah Rp. 3.707.060.257,- pada tahun pertama, Rp 1.853.530.129,- pada tahun kedua sampai tahun keempat. Sedangkan pada tahun berikutnya tidak dibutuhkan tambahan untuk modal kerja karena produksi pada tahap sebelumnya sudah mampu terjual dan menutupi biaya modal kerja yang dibutuhkan.
C. PRAKIRAAN BIAYA DAN PENERIMAAN Biaya yang digunakan dalam analisis finansial ini dikategorikan menjadi biaya tetap dan biaya variabel. Biaya variabel merupakan biaya yang jumlahnya akan berubah dengan perubahan intensitas volume kegiatan. Biaya variabel meliputi biaya bahan baku dan penunjang, biaya kemasan, biaya bahan bakar, biaya listrik, gaji tenaga kerja langsung, komisi penjualan, dan biaya distribusi. Biaya tetap merupakan biaya yang jumlah totalnya tetap, tidak dipengaruhi oleh intensitas kegiatan. Biaya yang termasuk biaya tetap adalah biaya produksi tetap, biaya administrasi umum tetap, dan penyusutan. Rincian penyusutan dapat dilihat pada Lampiran 11, komposisi biaya tetap dan biaya variabel diperlihatkan pada Lampiran 12 dan kebutuhan bahan bakar pada Lampiran 1, serta rincian biaya lengkap dapat dilihat pada Lampiran 14. Prakiraan biaya produksi katekin dan
109
tanin pada tahun pertama sebesar Rp 27.107.674.640,-, pada tahun kedua Rp 39.246.326.960,-, tahun ketiga Rp. 51.384.979.280,-, pada tahun keempat Rp 63.523.631.600,-, pada tahun kelima Rp 64.181.631.600,-. sedangkan prakiraan biaya total pada tahun keenam dan seterusnya sebesar Rp 63.523.631.600,-. Prakiraan biaya pada awal-awal produksi memiliki nilai yang lebih kecil dibandingkan dengan tahun keempat dan seterusnya, hal ini dikarenakan pada awal produksi kapasitas produksi belum penuh, sedangkan pada tahun keempat dan seterusnya kapasitas produksi sudah mencapai 100%. Adapun pada tahun ketiga biaya total yang dikeluarkan pada tahun kelima jauh besar dibandingkan biaya total pada tahun lainnya, hal ini dikarenakan pada tahun kelima dilakukan perbaikan mesin dan peralatan dengan biaya yang dipersiapkan sebesar 40 persen dari harga mesin dan peralatan. Pada tahun pertama. perusahan memproduksi sebanyak 40% dari kapasitas total. Pada tahun kedua perusahaan memproduksi 60%, pada tahun ketiga adalah sebesar 80%, sedangkan pada tahun keempat sampai tahun kesepuluh perusahaan memproduksi dalam kapasitas total. Prakiraan penerimaan yang diperoleh pada tahun pertama adalah Rp 37.043.136.000,-, pada tahun kedua adalah Rp 55.564.704.000,-,
prakiraan
74.086.272.000,- sedangkan
penerimaan
pada
tahun
ketiga
adalah
Rp
prakiraan penerimaan pada tahun keempat dan
seterusnya adalah Rp 92.607.840.000,-. Harga dan prakiraan penerimaan ini dihitung dengan asumsi harga tetap selama periode operasional. Informasi mengenai harga dan prakiraan penerimaan dapat dilihat pada Tabel 28 dan informasi selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 15.
110
Tabel 28. Prakiraan Penerimaan Industri Katekin dan Tanin
Tahun ke-
Kapasitas Produksi
Produksi katekin per tahun (kg)
Produksi tanin per tahun (kg)
Total Penerimaan (Rp)
1
40%
4.358
9.820
37.043.136.000
2
60%
6.537
14.729
55.564.704.000
3
80%
8.716
19.639
74.086.272.000
4
100%
10.895
24.549
92.607.840.000
5
100%
10.895
24.549
92.607.840.000
6
100%
10.895
24.549
92.607.840.000
7
100%
10.895
24.549
92.607.840.000
8
100%
10.895
24.549
92.607.840.000
9
100%
10.895
24.549
92.607.840.000
10
100%
10.895
24.549
92.607.840.000
D. PROYEKSI LABA RUGI Proyeksi laba rugi merupakan ringkasan penerimaan dan pembiayaan perusahaan setiap periode yang merupakan gambaran kinerja keuangan perusahaan. Proyeksi laba rugi diperlukan untuk mengetahui tingkat profitabilitas suatu usaha. Laba rugi adalah selisih antara penjualan bersih produk selama satu periode tertentu dengan total biaya selama periode yang sama. Laba bersih yang merupakan pengurangan laba operasi earning before interest and tax (EBIT) yang dengan pajak. Pajak dihitung berdasarkan Undang-undang No.36 tahun 2008. untuk mendapatkan laba bersih dilakukan pengurangan pada laba atas pajak. Laba bersih pada proyek bernilai positif pada tahun pertama, hal ini dikarenakan produk katekin dan tanin yang dihasilkan merupakan produk yang bernilai tambah tinggi. Laba bersih ini kemudian menjadi dasar perhitungan dalam analisis arus kas.
111
Besarnya proyeksi rugi laba ini dapat dilihat pada Tabel 29 dan rinciannya dapat dilihat pada Lampiran 16. Tabel 29. Proyeksi Laba Rugi Penjualan Katekin dan Tanin dalam 10 Tahun Produksi Total Pengeluaran (Rp) 27.107.674.640
EBIT (Rp)
Pajak (Rp)
1
Total Penerimaan (Rp) 37.043.136.000
9.935.461.360
2.781.929.181
2
55.564.704.000
39.246.326.960
16.318.377.040
4.569.145.571 11.749.231.469
3
74.086.272.000
51.384.979.280
22.701.292.720
6.356.361.962 16.344.930.758
Tahun ke-
Laba bersih 7.153.532.179
4
92.607.840.000
63.523.631.600
29.084.208.400
8.143.578.352 20.940.630.048
5
92.607.840.000
64.181.631.600
28.426.208.400
7.959.338.352 20.466.870.048
6
92.607.840.000
63.523.631.600
29.084.208.400
8.143.578.352 20.940.630.048
7
92.607.840.000
63.523.631.600
29.084.208.400
8.143.578.352 20.940.630.048
8
92.607.840.000
63.523.631.600
29.084.208.400
8.143.578.352 20.940.630.048
9
92.607.840.000
63.523.631.600
29.084.208.400
8.143.578.352 20.940.630.048
10
92.607.840.000
63.523.631.600
29.084.208.400
8.143.578.352 20.940.630.048
E. PROYEKSI ARUS KAS Aliran kas dihitung dengan mengurangi aliran kas masuk dengan aliran kas keluar setiap tahunnya. Aliran arus kas proyek dikelompokkan menjadi tiga yaitu. aliran kas awal (initial cash flow) aliran kas periode operasi (operational cash flow). dan aliran kas terminal (terminal cash flow) (Soeharto. 2000). Aliran kas masuk terdiri dari modal kerja sendiri dan pinjaman (initial cash flow), laba bersih, depresiasi (operational cash flow), nilai sisa dan pengembalian modal kerja (terminal cash flow). Aliran kas keluar terdiri dari investasi tetap. modal kerja dan angsuran pinjaman. Kas bersih didapatkan dengan mengurangi kas masuk dengan kas keluar setiap tahunnya. Proyeksi arus kas industri katekin dan tanin ini dapat dilihat pada Tabel 30 dan rinciannya dapat dilihat pada Lampiran 17.
112
Tabel 30. Proyeksi Arus Kas Industri Katekin Dan Tanin Tahun ke-
Total Kas Masuk
Total Kas Keluar
Aliran Kas Bersih (12.079.053.600)
0
-
12.079.053.600
1
7.506.002.179
1.852.156.800
2
12.101.701.469
1.852.156.800
3
16.697.400.758
1.852.156.800
4
21.293.100.048
0
5
20.894.740.048
0
6
21.293.100.048
544.000.000
7
21.293.100.048
0
8
21.293.100.048
0
9
21.293.100.048
0
10
32.739.027.048
5.653.845.379 10.249.544.669 16.697.400.758 21.293.100.048 20.894.740.048 20.749.100.048 21.293.100.048 21.293.100.048 21.293.100.048 32.739.027.248
F. KRITERIA KELAYAKAN INVESTASI Kriteria investasi yang digunakan antara lain adalah Net Present Value (NPV), Internal Rate Return (IRR), Net Benefit Cost Ratio (Net B/C), dan Pay Back Period (PBP), dan analisis sensitivitas. Perhitungan kriteria kriteria ini didasarkan pada aliran kas bersih (net cash flow) pada proyeksi arus kas. Discount factor yang digunakan adalah 16 persen. Berdasarkan proyeksi arus uang tersebut dapat dihitung berbagai kriteria investasi.
1. Net Present Value (NPV) Net Present Value (NPV) merupakan perbedaan antara nilai sekarang dari manfaat dan biaya dari suatu proyek investasi. Perhitungan angka yang dihasilkan menunjukkan besarnya penerimaan bersih selama sepuluh tahun setelah dilkalikan discount factor yang dihitung pada masa kini. Berdasarkan kriteria investasi metode NPV, suatu investasi dikatakan
113
layak untuk dijalankan jika nilainya lebih besar dari nol. Discount factor yang digunakan adalah 16% berdasarkan perhitungan Weighted Average Capital Cost. Rincian mengenai perhitungan NPV industri ini dapat dilihat pada Lampiran 18. Berdasarkan
perhitungan
pada
Lampiran
18,
nilai
NPV
menunjukkan angka positif yaitu Rp 67.196.856.477,- pada discount factor 16% per tahun dengan umur investasi sepuluh tahun. Angka tersebut menunjukkan bahwa investasi yang ditanam perusahaan sepanjang sepuluh tahun ke depan memperoleh manfaat bersih menurut nilai uang sekarang sebesar Rp 67.196.856.477,-. Perhitungan rinci untuk memperoleh nilai NPV tersebut dapat dilihat pada Lampiran 18.
2. Internal Rate Of Return (IRR) Menurut Gray et al. (1993). Internal rate of return (IRR) adalah discount factor pada saat NPV sama dengan nol dan dinyatakan dalam persen. Untuk menentukan layak atau tidaknya proyek dilaksanakan maka sebagai patokan dasar pembanding adalah discount factor yaitu ditetapkan sebesar 16 persen. Jika nilai IRR lebih besar dibandingkan dengan Discount factor, maka usaha dinyatakan layak, IRR pada usaha ini sebesar 86,11 % persen yang berarti bahwa pendirian pabrik pengolahan gambir asalan menjadi katekin dan tanin layak untuk dilaksanakan. Nilai IRR yang diperoleh sangat besar karena produk yang dihasilkan merupakan produk yang bernilai tambah sangat tinggi.
3. Net Benefit Cost Ratio (Net B/C) Net benefit cost ratio yaitu suatu perbandingan nilai kini arus manfaat bersih dibagi dengan nilai sekarang arus biaya bersih. Analisis ini merupakan perbandingan antara jumlah present value dari net benefit yang bernilai positif dengan present value dari net benefit yang bernilai negatif. Suatu investasi dikatakan layak apabila hasil perhitungan Net B/C nya lebih besar atau sama dengan satu. Dari hasil perhitungan Net B/C kegiatan investasi produksi katekin dan tanin diperoleh nilai sebesar 6,56.
114
yaitu setiap investasi Rp 1,- yang dikeluarkan sekarang pada tingkat discount factor 16% akan diperoleh keuntungan bersih Rp 6,56,-.
4.
Payback Period (PBP) PBP
merupakan
jangka
waktu
yang
diperlukan
untuk
mengembalikan seluruh modal suatu investasi, yang dihitung dari aliran kas bersih. Masa pengembalian ini dapat diartikan sebagai jangka waktu pada saat NPV sama dengan nol. Nilai NPV yang besar akan menunjukkan jangka waktu pengembalian investasi yang ditanam semakin cepat. Dari hasil perhitungan PBP investasi produksi katekin dan tanin diperoleh 1,63 tahun, yaitu investasi yang ditanam akan kembali setelah satu tahun 8 bulan. Jangka waktu pengembalian investasi tergolong cepat karena katekin dan tanin yang dihasilkan merupakan produk bernilai tambah sangat tinggi.
5.
Break Even Point (BEP) Titik impas atau Break even point adalah titik dimana total biaya produksi sama dengan penerimaan. Titik impas menunjukkan bahwa tingkat produksi telah menghasilkan pendapatan yang sama besarnya dengan biaya produksi yang dikeluarkan. Titik impas selama umur proyek industri katekin dan tanin ini berada pada penjualan saat harga jual katekin Rp 2.963.872,- dan harga tanin Rp 1.481.936,-. Titik impas selama umur proyek dalam bentuk unit yaitu pada saat produksi katekin 4.968,11 kg dan 11.178,25 kg tanin.
115
DAFTAR PUSTAKA
Ahyarudin, A.2009. Formulasi Obat Kumur Gambir (Uncaria gambir Roxb). Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor, Bogor. Amos, I., Zainuddin, B, Triputranto, S. Rusmandana, dan Ngudiwaluyo. 2004. Teknologi Pasca Panen Gambir. BPPT Press, Jakarta. Apple, J. M. 1990. Tata Letak Pabrik dan Penanganan Bahan. Mardiono dan Nurhayati, penerjemah; Sutalaksana I. Z. , penyunting. Penerbit ITB, Bandung. Terjemahan dari : Plant Layout and Material Handling. 3rd Edition. Ariyoto, K. 1990. Feasibility study. Mutiara, Jakarta. Assauri, K. 1999. Manajemen Produksi dan Operasi. Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi UI, Jakarta. Badan Pusat Statistik. 2006-2009. Volume dan Nilai Ekspor Gambir Provinsi Sumatera Barat. BPS. Jakarta. Badan Standarisasi Nasional. 2000. SNI 01-3391-2000. Gambir. Badan Standarisasi Nasional. Jakarta. Bakhtiar, A. 1991. Manfaat tanaman gambir. Makalah Penataran Petani dan Pedagang Pengumpul Gambir di Kecamatan Pangkalan Kab. 50 Kota 29-30 November 1991. FMIPA Unand. Padang. 23 hal. Bierchfield, J. C. 1988. Design and Layout of Food Service Facilities. Di dalam Analisis Tata Letak Pabrik dan Keseimbangan Lini Dalam Proses Produksi Jus Buah (Studi Kasus di PT. Sari Segar Alami, Sentul). Jenni Eva L. S. Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor, Bogor.
BPS Kabupaten Lima Puluh Kota. 2008. Kabupaten Lima Puluh Kota dalam Angka 2007. BPS Kabupaten Lima Puluh Kota. Browning, B.L. 1966. Methods of Wood Chemistry. Interscience Publishers. New York. Carter, F. L., A. M. Carlo, dan J. B. Stanley. 1978. Jurnal. Termiticidal Components of Wood Extracts : 7- Methyljuglone from Diospyros virginia. Journal Agriculture Food Chemistry. 26(4): 869-873. Daswir, dan I. Kusuma. 1993. Sistem Usaha tani gambir di Sumatera Barat. Media Komunikasi Penelitian dan Pengembangan Tanaman Industri. No. 11, Februari 1993. hal 68-74.
119
De Garmo, E.P., W. G. Sullivan dan J. R. Ganada. 1984. Engineering Economy 7th Edition. McMillan Publishing Co., Inc., New York. Dinas Perindustrian Sumatera Barat 2003. Sumatera Barat Dinas Perkebunan Kabupaten Lima Puluh Kota. 2008. Gambir Sumatra Barat. Kabupaten Lima Puluh Kota. Dinas Pertanian Kabupaten Merauke, 2008. Statistik Perkebunan. Dinas Pertanian Kabupaten Merauke. Djamin, z. 1984. Perencanaan dan Analisis Proyek. Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, Jakarta. Djati, Galih P. 2007. Kajian Tekno Ekonomi Agroindustri Maltodekstrin di Kabupaten Bogor. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Dwiari. 2008. Teknologi Pangan Jilid 1 untuk SMK. Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan Direktorat Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah Departemen Pendidikan Nasional. Jakarta. Edris, M. 1993. Penuntun Menyusun Studi Kelayakan proyek. Sinar Baru, Bandung. Evalia, N. A. 2009. Strategi Pengembangan Agroindustri dan Nilai Tambah Gambir (Uncaria Gambir Roxb) di Kabupaten Lima Puluh Kota Sumatera barat. Tesis. Manajemen Bisnis Institut Pertanian Bogor, Bogor. Gittinger, J. P. 1986. Analisa Ekonomi Proyek-Proyek Pertanian. Edisi kedua. UI Press, Jakarta. Gray, C., P. Simanjuntak, L. K. Sabur, P. F. Maspatiella, dan R. G. C. Varley. 1993. Pengantar Evalusi Proyek. PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. Gumbira-Sa’id, E. K. Syamsu, E. Mardliyati, A. H. Brotoadie, N. A. Evalia, D. L. Rahayu, A.A.A. R. Puspitarini, A. Ahyarudin, A. Hadiwijoyo. 2009. Agroindustri Bisnis dan Gambir Indonesia. IPB Press. Bogor. Gumbira-Sa’id, E. K. Syamsu, E. Mardliyati, A. H. Brotoadie, dan N. A. Evalia. 2009. Perbaikan Rekayasa Proses, Pengembangan Produk dan Peningkatan Mutu Gambir Ekspor Indonesia: Pendalaman Studi Kasus di Kabupaten Lima puluh Kota, Propinsi Sumatra Barat. Laporan penelitian Hibah Unggulan Strategis Nasional. Institut Pertanian Bogor. Heizer, J and B. Render. 2004. Principle of Operations Management. Ed. 7. Pearson Education Inc., New Jersey.
120
Husnan, S. dan S. Muhammad. 2000. Studi Kelayakan Proyek. UPP AMP YKPN, Yogyakarta. Idrial. 1987. Peralatan Pengolahan Hasil Pertanian. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor: Bogor Kadariah, L., Karlina, dan C. Gray. 1999. Pengantar Evaluasi Proyek. Edisi revisi. Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, Jakarta. Kementrian Perindustrian Republik Indonesia. Directory of Indonesian Leather Industry. Kementrian Perindustrian, Jakarta. Koperasi Serba Usaha Subur. 2009. Karakter Morfologis Tiga Genotipe Gambir. www.koperasisubur.com. Diakses pada tanggal 20 Mei 2010. Kotler, P. 1987. Dasar-Dasar Pemasaran. Intermedia. Jakarta.
Machfud dan Y. Agung. 1990. Perencanaan Tata Letak Pada Industri Pangan. Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi Institut Pertanian Bogor, Bogor. Master, K. 1979. Spray Drying Handbook. George Godwin Limitted. London. Nazir, N. 2000. Gambir, budidaya, pengolahan diversifikasinya. Yayasan Hutanku. Padang
hasil dan prospek
Newnan, D. G. 1990. Engineering Economic Analysis. Binarupa Aksara, Jakarta. Pizzi, A. 1983. Methods of Wood Chemistry. Vol I, II. Interscience Publishers. New York. Praselya, B. 2003. Pemanfaatan Langsung Serbuk Kulit Akasia Sebagai Perketa Papan Partikel. www.katalog.pdii.lipi.go.id. Diakses pada tanggal 15 Mei 2010. Purnomo, H. 2004. Perencanaan dan Perancangan Fasilitas. Graha Ilmu, Yogyakarta.
Risfaheri dan L. Yanti. 1993. Pengaruh Ketuaan dan Penanganan Daun Sebelum Pengempaan Terhadap Rendemen dan Mutu Gambir. Bud Littro VIII (I): 4651. Simarmata, D. A. 1992. Pendekatan Sistem dan Analisa Proyek Investasi dan Pasar Modal. PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. Soeharto, I. 2000. Manajemen Proyek, dari Konseptual sampai Operasional. Penerbit Erlangga, Jakarta.
121
Sudibyo, A.J.J Bordede dan Suprapto. 1988. Pengaruh Vonet dan Cara Pengeringan Terhadap Rendemen dan Kadar Catechin Gammbir (Uncaria Gambir Roxb) Warga Industri. 5 (1) 28-31. Sutojo, S. 1996. Studi Kelayakan Proyek. Penerbit Damar, Jakarta. Thorpe, J. F.. dan Whiteley, M. A.1921. Thrope’s Dictionary of applied Chemistry. Fourth edition, vol. II. Longmans, Green and Co. London, 434438. Umar, H. 2005. Studi Kelayakan Bisnis. PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. USPTO. 2010. United States Patent and Trademark Office. Widodo, P. dan Budiharti, U. 2006. Pengering Semprot (Spray Dryer) untuk Membuat Tepung Lidah Buaya. Sinar Tani Edisi 22-28 November 2006. Yannita, D. B. 2006. Kajian Proses Pembuatan Pasta Gigi Gambir (Uncaria gambir Roxb) Sebagai Antibakteri. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian. Institut Pertanian Bogor, Bogor. Yeni, G. 2007. Diversifikasi Produk Gambir. Padang: Balai Riset dan Standarisasi Industri dan Perdagangan Padang.
122
Lampiran 1 . Pohon Industri Gambir (Gumbira Sa’id et al., 2009)
Pohon Gambir
Daun Gambir
Kayu Bakar
Kompos (Dari Daun Sisa Ekstraksi)
Produk Utama Gambir Murni Gambir Terstandarisasi Campuran Pakan Sapi Pedaging
Pelet Kayu
Gambir Asalan
Adhesive
Gambir untuk Menginang
Batang Gambir Tua
Ranting Gambir Muda
Produk Nano Gambir
Senyawa Kimia
Antioksidan, Anti Mikroorganisme
Penyamak Kulit Produk Biofarmaka/ Sediaan
Biofarmaka Pewarna Alami Kosmetika Anti Kerak Boiler
Katekin
Biopestisida Pelapis Logam
Tanin Biopestisida ● Tablet antidiare ● Gel dan Krim: ● Kapsul haemorrhoid - anti jerawat permukaan ● Tablet hisap - anti aging ● Tablet buih - anti ketombe aprodisiaka ● Obat kumur ● Pasta gigi
● Sabun transparan ● Gel luka ● Gel luka bakar ● Gambir ● Minuman
Peluruh dan Anti Karat pada Logam
Lampiran 10. Perincian Kebutuhan Investasi Pendirian Industri Katekin dan Tanin No 1
Komponen
Jumlah
Satuan
1
paket
Harga Satuan (Rp)
Nilai Total (Rp)
Biaya prainvestasi Studi kelayakan
65.000.000
65.000.000
0 0
Perizinan
1
paket
75.000.000
75.000.000
Transportasi dan komunikasi
1
paket
10.000.000
10.000.000
0
Biaya start0up
1
paket
30.000.000
Total 1 2
0 0
Tanah
8.448
m
2
300.000
2.534.400.000
2.534.400.000
Bangunan
1.000
m
2
2.500.000
2.500.000.000
1.250.000.000
5.034.400.000
3.784.400.000
Fasilitas Penunjang Instalasi listrik
1
paket
25.000.000
25.000.000
0
Instalasi air
1
paket
35.000.000
35.000.000
0
Instalasi IPAL
1
paket
150.000.000
Total 3 4
30.000.000 180.000.000
Tanah dan bangunan
Total 2 3
Nilai Sisa (Rp)
150.000.000
0
210.000.000
0
120.000.000
12.000.000
Mesin dan Peralatan Mesin Produksi a. Hammer Mills
2
unit
60.000.000
b. Tangki Pencampuran
2
unit
80.000.000
160.000.000
16.000.000 10.000.000 16.000.000
c. Screener
2
unit
50.000.000
100.000.000
d. Sentrifuse
2
unit
80.000.000
160.000.000
Lampiran 10. Perincian Kebutuhan Investasi Pendirian Industri Katekin dan Tanin (lanjutan) No
Komponen
Jumlah
Satuan
Harga Satuan (Rp)
f. Tangki Pencucian
2
unit
80.000.000
160.000.000
16.000.000
g. Spray Dryer
2
unit
80.000.000
160.000.000
16.000.000
h. Boiler
1
unit
150.000.000
150.000.000
15.000.000
i. Pompa
5
unit
7.000.000
35.000.000
3.500.000
j. Pengemas
2
unit
100.000.000
200.000.000
20.000.000
k. Peralatan pengolahan air (demineralisasi)
1
unit
80.000.000
80.000.000
8.000.000
l. Genset
1
unit
90.000.000
90.000.000
9.000.000
m. Destilator
1
unit
90.000.000
90.000.000
9.000.000
n. Dust colector
2
unit
20.000.000
40.000.000
4.000.000
1.645.000.000
164.500.000
1
unit
70.000.000
70.000.000
0
Subtotal Instalasi peralatan
Nilai Total (Rp)
Subtotal Alat laboratorium
0 1
paket
80.000.000
Subtotal Perlengkapan utilitas
1
paket
50.000.000
Subtotal Total 4 5
Nilai Sisa (Rp)
80.000.000
8.000.000
80.000.000
8.000.000
50.000.000
5.000.000
50.000.000
5.000.000
1.775.000.000
177.500.000
Alat kantor Komputer
2
unit
10.000.000
20.000.000
2.000.000
Laptop
1
unit
10.000.000
10.000.000
1.000.000
Lemari
2
unit
10.000.000
20.000.000
2.000.000
Meja kursi kantor
1
paket
20.000.000
20.000.000
2.000.000
Lampiran 10. Perincian Kebutuhan Investasi Pendirian Industri Katekin dan Tanin (lanjutan) No
Komponen Pesawat telepon
Jumlah
Satuan
2
unit
Harga Satuan (Rp) 2.000.000
Nilai Total (Rp) 4.000.000
Nilai Sisa (Rp) 400.000
74.000.000
7.400.000
150.000.000
150.000.000
30.000.000
150.000.000
150.000.000
30.000.000
20.000.000
40.000.000
8.000.000
340.000.000
68.000.000
7.613.400.000
4.037.300.000
Total 5 6
Sarana Distribusi Mobil bak terbuka
1
unit
Mobil box
1
unit
Motor
2
unit
Total 6 Total 1.2.3.4.5.6 761.340.000 Kontingensi 10% 8.374.740.000 Biaya Investasi Tetap 3.704.313.600 Biaya Modal Kerja 12.079.053.600 Total Investasi Tetap
Lampiran 11. Penyusutan Tanah, Bangunan, Mesin dan Peralatan, Alat Kantor, serta Kendaraan Jenis Tanah Bangunan Mesin dan Peralatan Alat kantor Kendaraan
Nilai Awal
Nilai Sisa
Umur ekonomis (tahun)
Penyusutan / tahun
2.534.400.000 2.500.000.000
2.534.400.000 1.250.000.000
10 10
0 125.000.000
1.635.000.000 74.000.000
163.500.000 7.400.000
10 5
294.300.000 13.320.000
340.000.000
68.000.000
5
54.400.000 352.470.000
Total
Lampiran 12. Komposisi Biaya Tetap dan Biaya Variabel Industri Katekin dan Tanin No.
Deskripsi
A
Biaya Tetap
1
Biaya Produksi Tetap a. Listrik (Non Mesin)
Jumlah
Satuan
Biaya satuan per tahun (Rp)
9.600.000
9.600.000
Liter/Bulan
3.120.000
37.440.000
37.440.000
1
Per Bulan
44.375.000
532.500.000
532.500.000
1
Orang/Bulan
4.000.000
52.000.000
52.000.000
Per Bulan
480
c. Maintenance d. Gaji Manajer Produksi dan QC Subtotal 2
Total (Rp)
800.000
1
b. BBM
Biaya satuan(Rp)
631.540.000
Biaya Pemasaran Tetap a. Promosi
1
Per Bulan
50.000.000
600.000.000
600.000.000
Manajer Pemasaran
1
Orang/Bulan
4.000.000
52.000.000
52.000.000
Staf Pemasaran
7
Orang/Bulan
2.500.000
32.500.000
227.500.000
Sopir
1
Orang/Bulan
1.500.000
19.500.000
19.500.000
b. Gaji Bagian Pemasaran
Subtotal
899.000.000
Lampiran 12. Komposisi Biaya Tetap dan Biaya Variabel Industri Katekin dan Tanin (lanjutan) No. 3
Deskripsi Biaya Administrasi Umum Tetap
Jumlah
Satuan
Biaya satuan(Rp)
Biaya satuan per tahun (Rp)
Total (Rp)
1
Orang/Bulan
6.000.000
78.000.000
78.000.000
1
Orang/Bulan
4.000.000
52.000.000
52.000.000
2
Orang/Bulan
2.500.000
32.500.000
65.000.000
2
Orang/Bulan
2.500.000
32.500.000
65.000.000
2
Orang/Bulan
2.500.000
32.500.000
65.000.000
6
Orang/Bulan
1.500.000
19.500.000
117.000.000
1
Orang/Bulan
1.500.000
19.500.000
19.500.000
1
Per Bulan
2.000.000
24.000.000
24.000.000
1
Per Bulan
2.000.000
24.000.000
24.000.000
1
Per Bulan
2.000.000
24.000.000
24.000.000
1
Paket
125.860.000
125.860.000
a. Gaji Pegawai Tetap Non Produksi Direktur Manajer Logistik. Administrasi. dan Keuangan Staf Logistik Staf administrasi Staf keuangan Security Sopir b. Internet c. Telepon dan Fax d. Alat Tulis Kantor e. PBB (2.5%)
f. Sertifikasi 1
Paket
288.000.000
288.000.000
Subtotal 947.360.000
4
Penyusutan 1
Per Tahun
352.470.000
Total Biaya Tetap
352.470.000
2.830.370.000
Lampiran 12. Komposisi Biaya Tetap dan Biaya Variabel Industri Katekin dan Tanin (lanjutan) No. € 1
Deskripsi
Jumlah
Satuan
Biaya satuan(Rp)
Biaya satuan per tahun (Rp)
Total (Rp)
Biaya Variabel Biaya Produksi a. Biaya Bahan Baku dan penunjang Gambir Asalan
6.048
Kg/Bulan
362.880.000
4.354.560.000
4.354.560.000
Air Demineralisasi
90.720
Liter/Bulan
272.160.000
3.265.920.000
3.265.920.000
Pelarut Isopropanol
12.096
Liter/Bulan
362.880.000
4.354.560.000
4.354.560.000
621
Unit/Bulan
15.525.000
186.300.000
186.300.000
1.750.000
21.000.000
189.000.000
b. Biaya Kemasan Kaleng 5 kg c. Gaji Tenaga Kerja Langsung Operator
9
Orang/Bulan
Laboran
2
Orang/Bulan
2.000.000
24.000.000
48.000.000
Buruh
3
Orang/Bulan
1.200.000
14.400.000
43.200.000
kWh/Bulan
10.324.800
123.897.600
123.897.600
136.080.000
1.632.960.000
1.632.960.00
d. Listrik (mesin)
5.736
e. Bahan Bakar LPG Solar Bensin
30.263
Kg/Bulan
1968
Liter/Bulan
12.792.000
153.504.000
153.504.000
480
Liter/Bulan
3.120.000
37.440.000
37.440.000
Subtotal
14.389.341.600
Lampiran 12. Komposisi Biaya Tetap dan Biaya Variabel Industri Katekin dan Tanin (lanjutan) 2
Biaya Pemasaran a. Komisi Penjualan
40%
Persen
37.043.136.000
37.043.136.000
37.043.136.000
b. Biaya Distribusi
10%
Persen
9.260.784.000
9.260.784.000
9.260.784.000
Subtotal
46.303.920.000
Total Biaya Variabel
60.693.261.600
Total Biaya Tetap + Biaya Variabel
63.523.631.600
Lampiran 13. Perhitungan Kebutuhan Bahan Bakar untuk Produksi Katekin dan Tanin
No
Jenis pemakaian
Satuan
Mesin pengguna
1
LPG
Kg
Spray dryer
2
Solar
Liter
Boiler Hammer mills
3
Bensin
Liter
Kendaraan
Jumlah Penggunaan/mesin Per hari Per bulan 30.240 1.260
Total kebutuhan bahan bakar per tahun 362.880
80
1920
23.040
2
48
576
20
480
5.760
Lampiran 14. Perhitungan Biaya Operasional Industri Katekin dan Tanin Komponen
Tahun ke-1
Tahun ke-2
Tahun ke-3
Tahun ke-4
Tahun ke-5
1. Biaya Tetap Biaya Produksi Tetap
631.540.000
631.540.000
631.540.000
631.540.000
1.289.540.000
Biaya Pemasaran Tetap
899.000.000
899.000.000
899.000.000
899.000.000
899.000.000
Biaya Administrasi Umum
947.360.000
947.360.000
947.360.000
947.360.000
947.360.000
Penyusutan
352.470.000
352.470.000
352.470.000
352.470.000
352.470.000
2.830.370.000
2.830.370.000
2.830.370.000
2.830.370.000
3.488.370.000
5,755,736,640
8,633,604,960
11,511,473,280
14,389,341,600
14,389,341,600
Biaya Pemasaran
18,521,568,000
27,782,352,000
37,043,136,000
46,303,920,000
46,303,920,000
Total biaya variabel
24,277,304,640
36,415,956,960
48,554,609,280
60,693,261,600
60,693,261,600
Biaya Total
27,107,674,640
39,246,326,960
51,384,979,280
63,523,631,600
64,181,631,600
Total biaya tetap 2. Biaya Variabel
Biaya Produksi
Lampiran 14. Perhitungan Biaya Operasional Industri Katekin dan Tanin (lanjutan) Komponen
Tahun ke-6
Tahun ke-7
Tahun ke-8
Tahun ke-9
Tahun ke-10
1. Biaya Tetap Biaya Produksi Tetap
631,540,000
631,540,000
631,540,000
631,540,000
631,540,000
Biaya Pemasaran Tetap
899,000,000
899,000,000
899,000,000
899,000,000
899,000,000
Biaya Administrasi Umum
947,360,000
947,360,000
947,360,000
947,360,000
947,360,000
Penyusutan
352,470,000
352,470,000
352,470,000
352,470,000
352,470,000
2,830,370,000
2,830,370,000
2,830,370,000
2,830,370,000
2,830,370,000
Biaya Produksi
14,389,341,600
14,389,341,600
14,389,341,600
14,389,341,600
14,389,341,600
Biaya Pemasaran
46,303,920,000
46,303,920,000
46,303,920,000
46,303,920,000
46,303,920,000
Total biaya variabel
60,693,261,600
60,693,261,600
60,693,261,600
60,693,261,600
60,693,261,600
Biaya Total
63,523,631,600
63,523,631,600
63,523,631,600
63,523,631,600
63,523,631,600
Total biaya tetap 2. Biaya Variabel
Lampiran 15. Rekapitulasi Produksi dan Proyeksi Penerimaan Industri Katekin dan Tanin Kapasi tas Produ ksi
Produk si katekin per tahun (kg)
Produk si tanin per tahun (kg)
1
40%
4.358
2
60%
3
Biaya tetap (Rp/tahun)
Biaya variabel (Rp/tahun)
Harga jual katekin (Rp)
Harga Jual Tanin (Rp)
Penerimaan Katekin
Penerimaan Tanin
Total Penerimaan (Rp)
9.806
2.830.370.000
24.277.304.640
4.000.000
2.000.000
17.432.064.00 0
19.611.072.00 0
37.043.136.00 0
6.537
14.708
2.830.370.000
36.415.956.960
4.000.000
2.000.000
26.148.096.00 0
29.416.608.00 0
55.564.704.00 0
80%
8.716
19.611
2.830.370.000
48.554.609.280
4.000.000
2.000.000
34.864.128.00 0
39.222.144.00 0
74.086.272.00 0
4
100%
10.895
24.514
2.830.370.000
60.693.261600
4.000.000
2.000.000
43.580.160.00 0
49.027.680.00 0
92.607.840.00 0
5
100%
10.895
24.514
3.488.370.000
60.693.261600
4.000.000
2.000.000
43.580.160.00 0
49.027.680.00 0
92.607.840.00 0
6
100%
10.895
24.514
2.830.370.000
60.693.261600
4.000.000
2.000.000
43.580.160.00 0
49.027.680.00 0
92.607.840.00 0
7
100%
10.895
24.514
2.830.370.000
60.693.261600
4.000.000
2.000.000
43.580.160.00 0
49.027.680.00 0
92.607.840.00 0
8
100%
10.895
24.514
2.830.370.000
60.693.261600
4.000.000
2.000.000
43.580.160.00 0
49.027.680.00 0
92.607.840.00 0
9
100%
10.895
24.514
2.830.370.000
60.693.261600
4.000.000
2.000.000
43.580.160.00 0
49.027.680.00 0
92.607.840.00 0
Tahun ke-
10
100%
10.895
24.514
2.830.370.000
60.693.261600
4.000.000
2.000.000
43.580.160.00 0
49.027.680.00 0
92.607.840.00 0
Lampiran 17. Proyeksi Arus Kas Industri Katekin dan Tanin Deskripsi
Tahun ke0 0
1
2
3
4
5
A. Investasi Investasi Tetap Modal Kerja Total investasi
8.374.740.000
0
0
0
0
0
3.704.313.600
1.852.156.800
1.852.156.800
1.852.156.800
0
0
12.079.053.600
1.852.156.800
1.852.156.800
1.852.156.800
0
0
0
7.153.532.179
11.749.231.469
16.344.930.758
20.940.630.048
20.466.870.048
0
352.470.000
352.470.000
352.470.000
352.470.000
352.470.000
0
0
0
0
0
75.400.000
0
0
0
0
0
0
B. Kas Masuk Laba Bersih Penyusutan Nilai Sisa Pengembalian Modal kerja
0
7.506.002.179
12.101.701.469
16.697.400.758
21.293.100.048
20.894.740.048
(12.079.053.600)
5.653.845.379
10.249.544.669
14.845.243.958
21.293.100.048
20.894.740.048
Total Kas Masuk C. Arus Kas
Lampiran 17. Proyeksi Arus Kas Industri Katekin dan Tanin (lanjutan) Deskripsi
Tahun ke0 0
1
2
3
4
5
A. Investasi Investasi Tetap Modal Kerja
544.000.000
0
0
0
0
544.000.000
0
0
0
0
0
0
544.000.000
0
0
0
0
544.000.000
20.940.630.048
20.940.630.048
20.940.630.048
20.940.630.048
20.940.630.048
20.940.630.048
352.470.000
352.470.000
352.470.000
352.470.000
352.470.000
352.470.000
0
0
0
0
4.037.300.000
0
0
0
0
0
7.408.627.200
0
Total investasi B. Kas Masuk Laba Bersih Penyusutan Nilai Sisa Pengembalian Modal kerja
21.293.100.048
21.293.100.048
21.293.100.048
21.293.100.048
32.739.027.248
21.293.100.048
20.749.100.048
21.293.100.048
21.293.100.048
21.293.100.048
32.739.027.248
20.749.100.048
Total Kas Masuk C. Arus Kas
Lampiran 16. Proyeksi Laba Rugi Industri Katekin dan Tanin Tahun ke-
Komponen 1
2
3
4
5
A. Penerimaan a. Katekin 4,000,000
4,000,000
4,000,000
4,000,000
4,000,000
4,358
6,537
8,716
10,895
10,895
17,432,064,000
26,148,096,000
34,864,128,000
43,580,160,000
43,580,160,000
2,000,000
2,000,000
2,000,000
2,000,000
2,000,000
9,806
14,708
19,611
24,514
24,514
19,611,072,000
29,416,608,000
39,222,144,000
49,027,680,000
49,027,680,000
37,043,136,000
55,564,704,000
74,086,272,000
92,607,840,000
92,607,840,000
2,830,370,000
2,830,370,000
2,830,370,000
2,830,370,000
3,488,370,000
Harga Volume produksi Penjualan katekin b. Tanin Harga Volume produksi Penjualan tanin Total Penerimaan B. Pengeluaran Biaya tetap
24,277,304,640
36,415,956,960
48,554,609,280
60,693,261,600
60,693,261,600
27,107,674,640
39,246,326,960
51,384,979,280
63,523,631,600
64,181,631,600
9,935,461,360
16,318,377,040
22,701,292,720
29,084,208,400
28,426,208,400
2,781,929,181
4,569,145,571
6,356,361,962
8,143,578,352
7,959,338,352
7,153,532,179
11,749,231,469
16,344,930,758
20,940,630,048
20,466,870,048
Biaya variabel Total Pengeluaran Laba Sebelum Pajak Pajak penghasilan Laba setelah pajak
Lampiran 16. Proyeksi Laba Rugi Industri Katekin dan Tanin (lanjutan) Tahun ke-
Komponen 6
7
8
9
10
A. Penerimaan a. Katekin 4,000,000
4,000,000
4,000,000
4,000,000
4,000,000
10,895
10,895
10,895
10,895
10,895
43,580,160,000
43,580,160,000
43,580,160,000
43,580,160,000
43,580,160,000
2,000,000
2,000,000
2,000,000
2,000,000
2,000,000
24,514
24,514
24,514
24,514
24,514
49,027,680,000
49,027,680,000
49,027,680,000
49,027,680,000
49,027,680,000
92,607,840,000
92,607,840,000
92,607,840,000
92,607,840,000
92,607,840,000
2,830,370,000
2,830,370,000
2,830,370,000
2,830,370,000
2,830,370,000
Harga Volume produksi Penjualan katekin b. Tanin Harga Volume produksi Penjualan tanin Total Penerimaan B. Pengeluaran Biaya tetap
60,693,261,600
60,693,261,600
60,693,261,600
60,693,261,600
60,693,261,600
63,523,631,600
63,523,631,600
63,523,631,600
63,523,631,600
63,523,631,600
29,084,208,400
29,084,208,400
29,084,208,400
29,084,208,400
29,084,208,400
8,143,578,352
8,143,578,352
8,143,578,352
8,143,578,352
8,143,578,352
20,940,630,048
20,940,630,048
20,940,630,048
20,940,630,048
20,940,630,048
Biaya variabel Total Pengeluaran Laba Sebelum Pajak Pajak penghasilan Laba setelah pajak
Lampiran 2. Contoh Produk Potensial Pengguna Katekin
(Aneka Obat-obatan yang mengandung katekin)
(Day cream perawatan kulit = $45)
(Moisturizer = $50)
(Paket facial treatment = $210)
(Night cream untuk perawatan kulit = $50)
(Cleanser = $25)
125
Lampiran 2. Contoh Produk Potensial Pengguna Katekin (Lanjutan)
(Eye cream = $60)
(Hand emollient = $16)
(Facial mask= $30)
(Body lotion = $20)
(Foot treatment = $13)
(Facial serum = $99)
126
Lampiran 2. Contoh Produk Potensial Pengguna Katekin (Lanjutan)
(Eye cream = $60)
(Facial hydrator = $40)
(Minuman Yuva )
(Coca cola plus catechin)
Sumber : www.cathecinscare.com, www.japantoday.com, Gumbira-Sa’id et al. (2009)
127
Lampiran 3. Contoh Produk Potensial Pengguna Tanin
(Batik yang diwarnai dengan tanin dari gambir)
(Tinta potensial pengguna tanin)
(Kulit ikan pari yang disamak dengan tanin)
(Obat diare potensial pengguna tanin)
(Tanin untuk peluruh anti karat)
128
Lampiran 4. Dokumentasi kunjungan ke pabrik penyamakan kulit H. Ali, Bogor
(Kulit mentah/Raw material)
(Tanin yang digunakan untuk menyamak kulit)
(Proses penyamakan ulang/retanning)
(Kulit yang akan disamak)
(Proses penyamakan menggunakan tanin/tanning)
(Kulit yang sudah disamak)
129
Lampiran 5. Penampakan Rancangan Kemasan Katekin dan Tanin
Rancangan kemasan kaleng produk katekin
Rancangan kemasan kaleng produk tanin
130
Lampiran 6. Data Ekspor Bulanan Gambir Asalan Tahun 2009
No
Bulan
Ekspor (kg)
1
Januari
1.588.426
2
Februari
1.467.524
3
Maret
1.751.457
4
April
1.451.175
5
Mei
1.284.610
6
Juni
1.435.900
7
Juli
1.474.766
8
Agustus
1.830.826
9
September
1.258.076
10
Oktober
1.753.105
11
November
1.644.485
12
Desember
1.357.350
Sumber : Badan Pusat Statistik (2009).
131
Lampiran 7. Kuesioner Pembobotan Lokasi Menggunakan Metode Pembanding Eksponensial Jenis kriteria keputusan untuk pemilihan lokasi dengan metode pembanding eksponesial kriteria
Jenis kriteria keputusan
1 2 3 4 5 6 7 8
Kemudahan mengakses bahan baku Jarak lokasi dengan pelabuhan Jarak lokasi dengan sarana pendukung produksi Tingkat harga bahan baku Tingkat upah buruh dilokasi tersebut Tingkat biaya pembelian lahan Tingkat biaya pendirian bangunan Ketersediaan lahan untuk kemungkinan perluasan industri Kondisi jalan menuju jalan raya Tingkat pajak bumi dan bangunan Ketersediaan sumber air Ketersediaan fasilitas listrik Kondisi iklim dilokasi Tingkat adaptasi masyarakat sekitar terhadap introduksi modern Dukungan masyarakat disekitar lokasi Orientasi masyarakat sekitar terhadap bisnis komersil Tingkat sosial masyarakat disekitar lokasi Ketersediaan sumber daya manusia Kemudahan akses dengan pasar
9 10 11 12 13 14
15 16 17 18 19
Kelompok kriteria D A A D D D D B B D B B C B
B D B B D
Tingkat kepentingan: Nilai 1 2 3 4 5
Tingkat kepentingan Sangat tidak penting Tidak penting Sedang Penting Sangat penting 132
Skala nilai jenis kriteria dalam pemilihan lokasi pusat dengan MPE Nilai 1
2 3 4 5 6 7 8 9
Kelompok kriteria nilai A B Sangat Jauh Sangat Tidak Sekali Baik Sekali Sangat Jauh Sangat Tidak Baik Jauh Tidak Baik Agak Jauh Agak Tidak Baik Sedang Sedang Agak Dekat Agak Baik Dekat Baik Sangat Dekat Sangat baik Sangat Dekat Sangat baik Sekali sekali
C Sangat Tidak Sesuai Sekali Sangat Tidak sesuai Tidak Sesuai Agak Tidak Sesuai Sedang Agak Sesuai Sesuai Sangat sesuai Sangat sesuai sekali
D Sangat rendah Sekali Sangat Rendah Rendah Agak Rendah Sedang Agak Tinggi Tinggi Sangat tinggi Sangat tinggi sekali
133
Nama responden : Tanggal pengisian: Tabel pembobotan oleh pakar Kriteria
Nilai pilihan lokasi Lima Puluh Kota
Ciawi Bogor
Tingkat Leuwikopo
kepentingan
Bogor
kriteria
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19
134
Hasil Perhitungan Untuk Menentukan Lokasi Pendirian Industri Katekin dan Tanin No Tingkat kepentingan 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19
LPK 5 4 5 4 4 3 3 4 5 3 5 5 3 4 4 4 4 5 5
CWI 9 1 3 3 5 2 3 8 5 3 9 5 9 6 7 6 7 3 3
1 5 9 7 5 7 7 9 9 7 8 7 8 8 8 8 7 9 9
LKPO LPK CWI LKPO 1 59.049 1 1 5 1 625 625 9 243 59.049 59.049 7 81 2.401 2.401 5 625 625 625 6 8 343 216 6 27 343 216 4 4.096 6.561 256 9 3.125 59.049 59.049 4 27 343 64 5 59.049 32.768 3.125 7 3.125 16.807 16.807 9 729 512 729 9 1.296 4.096 6.561 9 2.401 4.096 6.561 8 1.296 4.096 4.096 7 2.401 2.401 2.401 9 243 59.049 59.049 9 243 59.049 59.049
Keterangan: LPK
: Lima Puluh Kota
CWI
: Ciawi
LKP
: Leuwikopo
Resume Hasil Perhitungan: NO 1 2 3
Pilihan Lokasi Lima Puluh Kota Ciawi Leuwikopo
Total Nilai Pilihan 138.065 312.214 280.880
135
Lampiran 8. Dokumentasi Kunjungan ke Lokasi yang Akan dijadikan Pabrik Katekin dan Tanin
(Pabrik Tampak Depan)
(Rencana Ruang Produksi)
(Fasilitas Mushola)
(Rencana Gudang Bahan Baku Dan Penggilingan)
(Rencana Ruangan untuk kantor)
(Ruang Pengemasan dan Penyimpanan Produk)
136
Lampiran 9. Asumsi-Asumsi Untuk Analisis Finansial Industri Katekin dan Tanin
No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11
12
13
Variabel Asumsi Umur proyek Hari kerja per bulan Bulan kerja per tahun tahun Jumlah hari kerja per tahun Nilai sisa bangunan dari nilai awal Nilai sisa tanah dari nilai awal Nilai sisa mesin dan peralatan dari nilai awal Nilai sisa kendaraan Umur ekonomis peralatan kantor, mesin dan peralatan, serta kendaraan Biaya pemeliharaan mesin dan peralatan dari harga Kapasitas produksi:
Satuan Tahun Hari Bulan Hari % % % %
a. Katekin
Kg/Hari
37,83
b. Tanin Target kapasitas produksi a. Tahun 1 b. Tahun 2 c. Tahun 3 d. Tahun 4 dan seterusnya Kebutuhan dan harga bahan baku
Kg/Hari
85,12
% % % %
40% 60% 80% 100%
Kg Rp/Kg
252 60000
c. Air demineralisasi (1 Hari) d. Harga air demineralisasi
Liter Rp/Liter
3.780 3.000
e. Pelarut (1 Hari) f. Harga pelarut Harga Jual a. Katekin b. Tanin Discount factor Kebutuhan bahan bakar
Liter Rp/Liter
504 30.000
Rp/Kg Rp/Kg %
4.000.000 2.000.000 16%
a. Gas b. Solar c. Bensin
Kg/Hari L/Hari L/Hari
1.260 82 20
a. Gambir asalan (1 Hari) b. Harga gambir asalan
14
15 16
Nilai 10 24 12 288 50% 100% 10% 20%
Tahun %
5 2%
137
Lampiran 9. Asumsi-Asumsi Untuk Analisis Finansial Industri Katekin dan Tanin (lanjutan) No 17 18 19 20 21 22 23
Variabel Asumsi Kontingensi Jumlah kemasan yang dibutuhkan per bulan Harga kaleng Pajak Komisi Penjualan untuk Distributor Dihitung dari Harga Jual Biaya Distribusi Perbaikan total mesin produksi
Satuan % unit unit % % % %
Nilai 10% 621 25.000 28% 40% 10% 40%
138
Lampiran 18. Kriteria Kelayakan Investasi Pendirian Industri Katekin dan Tanin
Kriteria
Nilai
NPV (Rp)
67.196.856.477
Payback Period (tahun)
1 tahun 8 bulan
IRR Net B/C
86,11% 6,56
155