STUDI PEMANFAATAN GAMBIR (Uncaria gambir Roxb.) DALAM PEMBUATAN CAT ALAMI
SKRIPSI
Oleh: MUTHI ANISA F34070081
2011 DEPARTEMEN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR
STUDY OF GAMBIER (Uncaria gambir Roxb.) UTILIZATION IN THE PREPARATION OF NATURAL PAINT Gumbira-Sa’id, E., Suparno, O., Anisa, M. Department of Agroindustrial Technology, Faculty of Agricultural Technology, Bogor Agricultural University, Darmaga IPB Campus, PO Box 220, Bogor, West Java, Indonesia. Phone : 62 856 7902670, email:
[email protected] ABSTRACT The main component of paints are binder, pigment, solvent and additive. Binder can be made from natural materials and also synthetic or polymeric materials. This study was conducted to observe the effect of weight ratio of casein to calcium oxide and concentration of gambier solution in the preparation of natural paint. The binder used in the manufacture of natural paints was casein mixed with calcium oxide (alkali). When casein was reacted with an alkali then casein will become more soluble in water and has adhesive properties. Use of gambier as dyes in the manufacture of natural paints was expected to increase the added value of gambier. Catechin and tannin as the substances contained in gambier will easily dissolve in water and can give brownish red colour. The paint quality parameters analysis have been done were density, total solid content and evaporated material, viscosity, pH, drying time, adhesive, hiding power, colour test (L*, a* and b* value), chalking effect, and settling. The experimental design used was complete randomized factorial design with two factors (weight ratio of casein to calcium oxide and concentration of gambier solution) and two times replications. Weight ratio of casein to calcium oxide consisted of three levels, i.e. 1:3, 1:1, and 3:1. Concentration of gambier solution consisted of three levels, i.e. 5%, 15% and 25%. The best paint formula was treatment with weight ratio of casein to calcium oxide of 1:1. The best treatment was selected based on the most important parameter of the paint quality, i.e. adhesion of paint. Concentration of gambier solution did not significanly affect the adhesion of paint. To prevent the occurence of sediment, thickener was added in the form of hydroxyethyl cellulose (HEC). Once added HEC, density value, total solid content and evaporated material, pH, drying time, adhesive, hiding power, colour test (L*, a*, and b* value), and chalking effect did not significanly change. The addition of HEC increased the viscosity and the adhesion of paint. The best paint formula was treatment with weight ratio of casein to calcium oxide of 1:1 and 25% consentration of gambier solution, because it did not occure sediment. Keywords : Natural Paint, Natural Pigment, Gambier, Casein, Calcium Oxide.
Muthi Anisa. F34070081. Studi Pemanfaatan Tanaman Gambir (Uncaria gambir Roxb.) dalam Pembuatan Cat Alami. Di bawah bimbingan E.Gumbira Sa’id dan Ono Suparno. 2011. RINGKASAN Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari pengaruh perbandingan bobot kasein terhadap kapur tohor dan konsentrasi larutan gambir dalam pembuatan cat alami. Perekat yang digunakan pada pembuatan cat adalah kasein yang dicampurkan dengan kapur tohor (alkali). Penggunaan gambir sebagai pewarna dalam pembuatan cat alami diharapkan dapat meningkatkan nilai tambah gambir. Katekin dan tanin sebagai zat yang terkandung pada gambir akan mudah larut dalam air dan dapat memberikan warna merah kecoklatan. Analisis parameter mutu cat yang dilakukan adalah densitas, total padatan dan bahan menguap, kekentalan (viskositas), nilai pH, waktu mengering, daya rekat, daya tutup, nilai L*, a*, dan b*, efek kapur (chalking) dan endapan (settling). Rancangan percobaan yang digunakan dalam penelitian adalah rancangan acak lengkap faktorial dengan dua faktor (perbandingan bobot kasein terhadap kapur tohor dan konsentrasi larutan gambir), dan dua kali ulangan. Perbandingan bobot kasein terhadap kapur tohor mempunyai tiga taraf, yaitu 1:3, 1:1 dan 3:1. Konsentrasi larutan gambir mempunyai tiga taraf, yaitu 5%, 15% dan 25%. Densitas cat yang diperoleh dari penelitian ini berkisar antara 1,064 – 1,137 g/ml. Kadar padatan total dan bahan menguap cat berkisar antara 24,392 – 14,495 persen dan 85,505 – 75,608 persen. Nilai kekentalan (viskositas) cat berkisar antara 98,965 – 64,400 Krebs Unit (KU). Nilai pH yang diperoleh dari hasil penelitian berkisar antara 9,843 – 9,38. Waktu mengering cat terbagi dua, yaitu waktu kering sentuh dan waktu kering keras. Waktu kering sentuh cat berkisar antara 15,50 – 17,75 menit dan waktu kering keras cat berkisar antara 31,75 – 36 menit. Daya rekat cat berkisar antara 44 – 81,75 persen. Nilai daya tutup yang didapatkan adalah berkisar antara 29,165 – 50,000 m3/liter. Nilai L* cat yang diperoleh dari hasil pengukuran berkisar antara 55.78 – 33.43. . Nilai a* cat yang diperoleh berkisar antara 23.278 – 35.608. Nilai b* yang diperoleh dari hasil pengukuran berkisar antara 12.367 – 8.523. Berdasarkan hasil pengujian efek kapur , didapatkan bahwa pada sampel yang menggunakan perlakuan perbandingan kasein terhadap kapur tohor 1 : 3 dengan konsentrasi larutan gambir 5%, 15%, dan 25% tidak mengalami efek kapur. Pada perlakuan perbandingan kasein terhadap kapur tohor 1:1 dan 3:1 dengan konsentrasi larutan gambir 5%, 15%, dan 25% terjadi efek kapur. Berdasarkan hasil pengamatan terhadap ada atau tidaknya endapan, didapatkan bahwa cat alami yang telah disimpan selama 24 jam mengalami pengendapan. Formula cat yang terbaik adalah dengan perlakuan dengan perbandingan bobot kasein terhadap kapur tohor 1:1. Pemilihan perlakuan yang terbaik berdasarkan parameter mutu cat yang paling utama yaitu daya rekat cat. Konsentrasi larutan gambir tidak berpengaruh nyata terhadap daya rekat cat. Untuk mencegah terjadinya endapan pada cat, ditambahkan bahan pengental (thickener) berupa hydroxyethyl cellulose (HEC). Setelah ditambahkan HEC, nilai densitas, total padatan dan bahan menguap, nilai pH, waktu mengering, daya tutup, dan nilai L*, a*, b* tidak terjadi perubahan yang signifikan. Nilai viskositas atau kekentalan dan daya rekat cat meningkat. Formula cat terbaik setelah penambahan HEC adalah pada perlakuan perbandingan bobot kasein terhadap kapur tohor 1:1 dengan konsentrasi larutan gambir 25 %. Hal tersebut dikarenakan setelah penyimpanan selama dua bulan cat tidak mengendap.
STUDI PEMANFAATAN GAMBIR (Uncaria gambir Roxb.) DALAM PEMBUATAN CAT ALAMI
SKRIPSI Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN Pada Departemen Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor
Oleh MUTHI ANISA F34070081
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011
Judul Skripsi : Studi Pemanfaatan Gambir (Uncaria gambir Roxb.) Dalam Pembuatan Cat Alami Nama : Muthi Anisa NIM : F34070081
Menyetujui, Pembimbing I,
Pembimbing II,
(Prof. Dr. Ir. E. Gumbira Sa’id, MADev.) NIP 195505211979031002
(Dr. Ono Suparno, STP, MT) NIP 197212031997021001
Mengetahui : Ketua Departemen,
(Prof. Dr. Ir. Nastiti Siswi Indrasti) NIP 196210091989032001
Tanggal lulus : 7 Juli 2011
BIODATA RINGKAS
Muthi Anisa dilahirkan pada tanggal 5 Desember 1989 di Jakarta. Penulis adalah anak kedua dari dua bersaudara dari pasangan Bapak Ir. Dahyar, MBA dan Ibu Meilina Sari. Pendidikan Taman Kanak-anak diselesaikan pada tahun 1995 di TK Margaluyu Serua Indah. Pendidikan dasar diselesaikan pada tahun 2001 di Madrasah Pembangunan IAIN Jakarta. Pendidikan lanjutan menengah pertama diselesaikan pada tahun 2004 di SMP Islam Al- Azhar 1 Jakarta. Pendidikan lanjutan menengah atas diselesaikan pada tahun 2007 di SMA Islam Al-Azhar 1 Jakarta. Penulis diterima sebagai mahasiswa pada Departemen Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) pada tahun 2007. Selama mengikuti pendidikan di Institut Pertanian Bogor, penulis aktif di Himpunan Mahasiswa Teknologi Industri (HIMALOGIN) sebagi staf Departemen Public Relation (2008 - 2009). Penulis menerima beasiswa PPA (Peningkatan Prestasi Akademik) sejak tahun 2009 hingga 2011. Selama mengikuti perkuliahan penulis juga aktif sebagai asisten praktikum mata kuliah Teknologi Pengemasan, Distribusi dan Transportasi pada tahun 2009 ; Minyak Atsiri dan Fitofarmaka pada tahun 2011; dan Teknik Optimasi pada tahun 2011. Pada tahun 2009 penulis mengikuti lomba entrepreneurship yang diadakan oleh Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Teknologi Pertanian dan memperoleh juara I. Pada tahun 2010 penulis juga mengikuti lomba inovasi makanan tradisional dalam acara “Nutrition” yang diadakan Departemen Gizi Masyarakat dan memperoleh juara I. Penulis juga pernah melaksanakan praktek lapangan di Pabrik Kelapa Sawit milik PT. Perkebunan Nusantara IV, Unit Usaha Adolina, Perbaungan, Sumatera Utara pada tahun 2010.
KATA PENGANTAR
Segala puji dipanjatkan kepada Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karuniaNya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul Studi Pemanfaatan Gambir (Uncaria gambir Roxb.) dalam Pembuatan Cat Alami. Skripsi ini ditulis dan disusun berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan selama tiga bulan, sejak bulan Maret hingga Mei 2011 di Laboratorium Departemen Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Skripsi ini dapat dibuat dengan bantuan, bimbingan, motivasi dan dorongan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada para personalia di bawah ini. 1.
2. 3. 4. 5. 6.
Prof. Dr. Ir. Endang Gumbira Sa’id, MA.DEV. sebagai pembimbing I yang telah membimbing, memberikan kritik, saran dan memotivasi selama penelitian dan penyusunan skripsi. Dr. Ono Suparno, STP, MT sebagai dosen pembimbing II yang telah membimbing, memberikan kritik dan saran dalam penyusunan skripsi. Dr. Ika Amalia Kartika, STP, MSi sebagai dosen penguji yang telah bersedia meluangkan waktu menguji penulis serta memberikan kritik dan saran dalam penyusunan skripsi. Kedua orang tua, kakak dan seluruh keluarga yang telah memberikan do’a, kasih sayang dan dukungan kepada penulis. Ir. Alexi Herryandie, MT yang telah memberikan kritik, saran, dan motivasi selama penelitian dan penyusunan skripsi. Egnawati Sari, Sri Mulyasih, Rini Purnawati, Sugiardi, dan Gunawan selaku laboran di Laboratorium Departemen Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor, yang telah memberikan bantuan, kritik dan saran selama penelitian.
Akhirnya kritik dan saran yang membangun, penulis harapkan untuk memyempurnakan skripsi ini. Penulis berharap semoga tulisan ini bermanfaat dan memberikan kontribusi yang nyata terhadap perkembangan ilmu pengetahuan.
Bogor, Juli 2011
Penulis
DAFTAR ISI
Halaman KATA PENGANTAR ........................................................................................................................ iii DAFTAR TABEL ............................................................................................................................... v DAFTAR GAMBAR .......................................................................................................................... vi DAFTAR LAMPIRAN ....................................................................................................................... viii BAB
I PENDAHULUAN .............................................................................................................. 1 1.1. Latar Belakang .............................................................................................................. 1 1.2. Tujuan ........................................................................................................................... 3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ...................................................................................................... 4 2.1. Susu............................................................................................................................. 4 2.2. Kasein ......................................................................................................................... 4 2.3. Kapur Tohor (CaO) ..................................................................................................... 7 2.4. Gambir ........................................................................................................................ 8 2.5. Cat ............................................................................................................................... 10 2.5.1 Pewarna (Pigmen) ............................................................................................. 11 2.5.2 Perekat (Binder) ................................................................................................ 12 2.5.3 Pelarut (Solvent) ................................................................................................ 13 2.5.4 Bahan Tambahan Lainnya (Additive)................................................................ 13 BAB III METODE PENELITIAN .................................................................................................... 14 3.1 Alat dan Bahan ............................................................................................................. 14 3.2 Waktu dan Tempat Penelitian ...................................................................................... 14 3.3 Tata Laksana Penelitian................................................................................................ 14 3.3.1 Proses Pengambilan Kasein .............................................................................. 14 3.3.2 Karakterisasi Awal Bahan Baku ....................................................................... 15 3.3.3 Pembuatan Cat .................................................................................................. 15 3.3.3.1 Pembuatan Larutan Gambir ................................................................... 15
iv
Halaman 3.3.3.2 Proses Pembuatan Perekat ..................................................................... 15 3.3.3.3 Proses Pembuatan Cat ........................................................................... 16 3.4 Analisis Produk Cat ...................................................................................................... 16 3.5 Rancangan Percobaan................................................................................................... 16 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................................................ 23 4.1 Analisis Mutu Bahan Baku ......................................................................................... 18 4.2 Pembuatan Produk Cat ............................................................................................... 20 4.3 Analisis Mutu Produk Cat .......................................................................................... 21 4.3.1 Uji Kuantitatif ................................................................................................... 21 4.3.1.1 Densitas Cat ........................................................................................... 21 4.3.1.2 Total Padatan dan Bahan Menguap ....................................................... 23 4.3.1.3 Kekentalan ............................................................................................. 25 4.3.1.4 Nilai pH ................................................................................................. 27 4.3.1.5 Waktu Mengering .................................................................................. 29 4.3.1.6 Daya Rekat ............................................................................................ 31 4.3.1.7 Daya Tutup ............................................................................................ 32 4.3.1.8 Nilai L*, a*, dan b* ............................................................................... 33 4.3.2 Uji Kualitatif ..................................................................................................... 38 4.3.2.1 Efek Kapur ........................................................................................... 38 4.3.2.2 Endapan ................................................................................................ 38 4.4 Pengaruh Penambahan Pengental (Thickener) ............................................................. 39 BAB
V Kesimpulan dan Saran ....................................................................................................... 45 5.1 Kesimpulan ................................................................................................................. 45 5.2 Saran ............................................................................................................................. 45
DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................................................... 46 LAMPIRAN ........................................................................................................................................ 49
v
DAFTAR TABEL
Halaman Tabel 1.
Komposisi Kimia antara acid casein, rennet casein, dan calcium caseinate ..................... 7
Tabel 2.
Persyaratan Mutu Gambir Berdasarkan SNI 02-3391-2000 ............................................... 9
Tabel 3.
Komponen – komponen yang Terdapat dalam Daun Gambir ............................................ 10
Tabel 4.
Syarat Mutu Cat Emulsi berdasarkan SNI 3564-2009 ....................................................... 13
Tabel 5.
Rincian Formula Cat .......................................................................................................... 16
Tabel 6.
Hasil Analisis Mutu Kasein................................................................................................ 18
Tabel 7.
Hasil Analisis Mutu Gambir .............................................................................................. 19
Tabel 8.
Hasil Pengujian Mutu Cat Setelah Penambahan Hydroxyethyl Cellulose (HEC) .............. 42
Tabel 9.
Data Hasil Pengukuran Densitas Cat .................................................................................. 57
Tebel 10. Data Hasil Pengukuran Total Padatan Cat ......................................................................... 59 Tabel 11. Data Hasil Pengukuran Total Bahan Menguap Cat ........................................................... 59 Tabel 12. Data Hasil Pengukuran Kekentalan (Viskositas) Cat ......................................................... 62 Tabel 13. Data Hasil Pengukuran Nilai pH Cat ................................................................................. 64 Tabel 14. Data Hasil Pengukuran Waktu Kering Sentuh Cat ............................................................. 66 Tabel 15. Data Hasil Pengukuran Waktu Kering Keras Cat .............................................................. 66 Tabel 16. Data Hasil Pengukuran Daya Rekat Cat ............................................................................. 69 Tabel 17. Data Hasil Pengukuran Daya Tutup Cat ............................................................................ 71 Tabel 18. Data Hasil Pengukuran Nilai L* Cat .................................................................................. 73 Tabel 19. Data Hasil Pengukuran Nilai a* Cat ................................................................................... 76 Tabel 20. Data Hasil Pengukuran Nilai b* Cat .................................................................................. 78 Tabel 21. Hasil Analisis Parameter Mutu Cat .................................................................................... 80
vi
DAFTAR GAMBAR
Halaman Gambar 1.
Reaksi Antara Kasein dengan Asam .............................................................................. 6
Gambar 2.
Reaksi Antara Kasein dengan Alkali .............................................................................. 6
Gambar 3.
Proses Pembentukan Kalsium Oksida dan Kalsium Hidroksida .................................... 8
Gambar 4.
Hubungan Antara Perbandingan Bobot Kasein Terhadap Kapur Tohor dengan Densitas Cat pada Berbagai Tingkat Konsentrasi Larutan Gambir ................................ 22
Gambar 5.
Hubungan Antara Perbandingan Bobot Kasein Terhadap Kapur Tohor dengan Total Padatan Cat pada Berbagai Tingkat Konsentrasi Larutan Gambir ................................ 24
Gambar 6.
Hubungan Antara Perbandingan Bobot Kasein Terhadap Kapur Tohor dengan Total Bahan Menguap Cat pada Berbagai Tingkat Konsentrasi Larutan Gambir ................... 24
Gambar 7.
Hubungan Antara Perbandingan Bobot Kasein Terhadap Kapur Tohor dengan Kekentalan (Viskositas) Cat pada Berbagai Tingkat Konsentrasi Larutan Gambir........ 26
Gambar 8.
Hubungan Antara Perbandingan Bobot Kasein Terhadap Kapur Tohor dengan Nilai pH Cat pada Berbagai Tingkat Konsentrasi Larutan Gambir ............................................... 28
Gambar 9.
Hubungan Antara Perbandingan Bobot Kasein Terhadap Kapur Tohor dengan Waktu Kering Sentuh Cat pada Berbagai Tingkat Konsentrasi Larutan Gambir ....................... 29
Gambar 10. Hubungan Antara Perbandingan Bobot Kasein Terhadap Kapur Tohor dengan Waktu Kering Keras Cat pada Berbagai Tingkat Konsentrasi Larutan Gambir......................... 30 Gambar 11. Hubungan Antara Perbandingan Bobot Kasein Terhadap Kapur Tohor dengan Daya Rekat Cat pada Berbagai Tingkat Konsentrasi Larutan Gambir ..................................... 31 Gambar 12. Hubungan Antara Perbandingan Bobot Kasein Terhadap Kapur Tohor dengan Daya Tutup Cat pada Berbagai Tingkat Konsentrasi Larutan Gambir .................................... 32 Gambar 13. Hasil Warna Setelah Pengecatan .................................................................................... 34 Gambar 14. Hubungan Antara Perbandingan Bobot Kasein Terhadap Kapur Tohor dengan Nilai L* Cat pada Berbagai Tingkat Konsentrasi Larutan Gambir ............................................... 35 Gambar 15. Hubungan Antara Perbandingan Bobot Kasein Terhadap Kapur Tohor dengan Nilai a* Cat pada Berbagai Tingkat Konsentrasi Larutan Gambir ............................................... 36 Gambar 16. Hubungan Antara Perbandingan Bobot Kasein Terhadap Kapur Tohor dengan Nilai b* Cat pada Berbagai Tingkat Konsentrasi Larutan Gambir ............................................... 38 Gambar 17. Struktur Kimia Glukosa .................................................................................................. 40 Gambar 18. Struktur Kimia Hydroxyethyl Cellulose (HEC) .............................................................. 41 Gambar 19. Ilustrasi Pembungkusan Partikel Kotoran oleh Hydroxyethyl Cellulose (HEC) ............ 41 Gambar 20. Proses Pengasaman Susu ................................................................................................ 81 Gambar 21. Proses Penyaringan Kasein ............................................................................................. 81 Gambar 22. Proses Pencampuran Kasein, Kapur Tohor, dan Akuades .............................................. 81 Gambar 23. Hasil Proses Pencampuran Perekat (Binder) dengan Larutan Gambir ........................... 82 Gambar 24. Proses Pengujian Densitas Formula Cat ......................................................................... 82 Gambar 25. Proses Pengujian Kadar Padatan Total dan Bahan Menguap Cat ................................... 82
vii
Halaman Gambar 26. Proses Pengujian Kekentalan dengan Menggunakan Viscometer Brookfield ................. 82 Gambar 27. Penampakan Alat pH Meter ........................................................................................... 83 Gambar 28. Hasil Proses Pengujian Daya Rekat ................................................................................ 83 Gambar 29. Proses Pengujian Daya Tutup ......................................................................................... 83
viii
I. 1.1
PENDAHULUAN
Latar Belakang Cat merupakan suspensi dari pigmen padat di dalam fase cair (yang bertindak sebagai vehicle) yang ketika diaplikasikan ke suatu permukaan akan mengering dan membentuk suatu lapisan padat (Hall, 1981). Menurut Banov (1982), cat adalah sebuah produk yang berbentuk cairan maupun bubuk yang di dalamnya terdapat zat-zat pewarna, dan apabila diaplikasikan di atas permukaan sebuah benda kerja akan membentuk suatu lapisan yang memiliki fungsi sebagai pelindung, dekorasi atau fungsi khusus yang dibutuhkan secara teknis. Perkembangan dunia saat ini mengarah kepada pengembangan cat berbasis air. Hal ini mengingat bahwa cat berbasis air lebih ramah lingkungan daripada cat yang berbasis minyak. Pada awal mulanya cat berbasis air hanya digunakan untuk cat lukis, tetapi perkembangan ilmu pengetahuan menjadikan cat berbasis air dapat juga digunakan untuk cat tembok, cat kayu, cat mobil dan cat besi (Lambourene dan Strivens, 1999). Komponen utama dalam sebuah cat adalah perekat (binder), pigmen, pelarut (solvent) dan bahan tambahan (additive). Mutu dari cat yang dihasilkan ditentukan dari pemilihan komponen – komponen cat, seperti perekat dan bahan tambahan yang tepat, sehingga dihasilkan cat yang bermutu baik. Perekat pada cat dapat menggunakan bahan alam dan juga bahan sintetik atau polimer. Bahan perekat dari alam contohnya adalah getah damar, gum arab, minyak biji rami dan lain sebagainya. Bahan perekat dari alam juga termasuk polimer, namun termasuk polimer alami. Terdapat juga polimer sintetik yang dibuat dari bahan alam yang dimodifikasi secara kimia, contohnya resin alkid. Pembuatan cat saat ini lebih didominasi oleh polimer sintetik yang seluruhnya sintetik, terutama resin akrilik (Talbert, 2008). Akibat adanya isu pemanasan global, pencemaran lingkungan dan alasan kesehatan perlu dilakukan subtitusi bahan yang sifatnya sintetik dan toksik dengan bahan yang sifatnya lebih alami dan aman bagi kesehatan. Menurut Budiono (2007), resin akrilik dapat menyebabkan masalah kesehatan, seperti iritasi hidung, mata, tenggorokan dan kulit. Menurut Zunava (2009), konsentrasi polutan di dalam rumah lebih tinggi dibandingkan diluar rumah. Ruangan yang dicat dalam keadaan ventilasi yang kurang akan menyebabkan bahan – bahan kimia yang mudah menguap (airborne chemicals) akan terakumulasi didalamnya dan akhirnya akan merusak kesehatan manusia. Sakit kepala, pusing, asma, kanker dan serangan jantung adalah beberapa efek samping jangka panjang akibat adanya polusi udara di dalam suatu ruangan. Airborne chemicals akan terlepas setelah proses pengecatan. Bahan – bahan kimia yang mudah menguap termasuk kedalam kategori polutan volatile organic compounds (VOCs), yang merupakan salah satu penyebab terjadinya pemanasan global dan memiliki efek karsinogenik yang mudah menguap dan berkontribusi menyebabkan polusi dalam suatu ruangan akibat pengecatan (Lambourene dan Strivens, 1999). Oleh karena itu, perlu dikembangkan cat yang lebih ramah lingkungan dan tidak memiliki efek samping terhadap kesehatan. Salah satu alternatif bahan perekat alami adalah susu yang sudah tidak layak dikonsumsi atau telah mengalami kerusakan mutu. Di dalam susu yang sudah basi atau tidak layak dikonsumsi tersebut masih terdapat protein susu, yaitu kasein yang dapat dimanfaatkan untuk perekat alternatif pengganti perekat sintetik (acrylic) pada industri cat. Kasein dapat juga diperoleh dari susu segar, namun akan lebih baik jika menggunakan susu basi, karena akan meningkatkan nilai tambah dari susu yang sudah tidak layak konsumsi dimanfaatkan untuk
1
sesuatu yang lebih baik seperti dijadikan perekat pada cat. Pada susu yang sudah basi terjadi akumulasi pertumbuhan bakteri asam laktat yang menyebabkan laktosa berubah menjadi asam laktat dan menyebabkan susu menjadi asam. Pada keadaan asam kasein akan terkoagulasi dan akan terpisah dari protein whey (Southward, 2000). Kasein merupakan protein susu yang tidak dapat larut dalam air. Jika direaksikan dengan suatu alkali contohnya kapur tohor (CaO) dapat menjadi larut dalam air dan merupakan perekat yang baik. Dalam industri non-pangan kasein dimanfaatkan sebagai perekat kayu, pelapis kertas, cat dan lain sebagainya (Southward, 2000). Di Indonesia kasein masih belum dikembangkan sebagai salah satu alternatif perekat alami yang ramah lingkungan. Untuk didapatkan perekat yang baik pada dengan bahan alami berupa kasein dan kapur tohor perlu adanya perbandingan yang tepat antara kasein dan kapur tohor, sehingga mutu cat yang dihasilkan baik. Pigmen yang biasa digunakan pada pembuatan cat adalah pigmen sintetis. Penggunaan pigmen alami sudah lama ditinggalkan, karena sifat pigmen sintetis yang lebih superior dalam kekuatan dan variasi warnanya. Salah satu pigmen alami yang dapat dimanfaatkan adalah pigmen yang terdapat pada tanaman gambir (Uncaria gambir Roxb.). Gambir adalah ekstrak getah dari daun dan ranting muda tanaman gambir. Gambir merupakan salah satu komoditi ekspor unggulan Indonesia. Menurut Gumbira Sa’id et al. (2009), India merupakan negara pengimpor gambir Indonesia terbesar yaitu sekitar 84% dari total gambir yang diekspor. Meskipun Indonesia mengekspor dalam volume tinggi ke India, namun harga jual gambir masih relatif rendah. Hal tersebut disebabkan oleh mutu gambir Indonesia yang rendah. Salah satu cara meningkatkan harga jual gambir adalah dengan meningkatkan nilai tambah gambir. Gambir memiliki dua komponen kimia yang terpenting yaitu katekin dan tanin. Kegunaan gambir diantaranya adalah sebagai campuran untuk menyirih, anti bakteri, anti diare, zat warna alami, zat penyamak kulit dan penetralisir nikotin (Gumbira Sa’id et al., 2009). Penggunaan gambir sebagai pewarna dalam pembuatan cat alami diharapkan dapat meningkatkan nilai tambah gambir. Katekin dan tanin sebagai zat yang terkandung pada gambir akan mudah larut dalam air dan dapat memberikan warna merah kecoklatan, sehingga untuk mendapatkan zat pewarna dari gambir adalah hal yang tidak sulit dan tidak memakan biaya banyak. Perkembangan zaman dan kemajuan peradaban menjadikan manusia lebih sadar akan isu pencemaran lingkungan, pemanasan global dan kesehatan, sehingga mendorong untuk lebih menggunakan produk – produk yang sifatnya back to nature dan mengurangi penggunaan sumber daya alam yang tidak dapat diperbarui. Dalam proses pembuatan cat yang ada sekarang ini di Indonesia masih banyak yang menggunakan bahan – bahan yang berbahaya bagi kesehatan seperti akrilik, epoxy resin, urethane resin, toluene, cadmium, chromium, lead chromate dan sebagainya (Budiono, 2007). Penggunaan cat yang berbasis air dan menggunakan bahan – bahan alami seperti kasein sebagai binder dan juga gambir sebagai pigmen perlu sekali dikembangkan agar tidak kalah bersaing dengan cat berbasis air yang menggunakan bahan – bahan sintetis. Cat alami tersebut aman digunakan sebagai cat tembok, cat kayu (furniture), cat air untuk anak – anak mewarnai dan juga cat lukis. Oleh karena itu, perlu dilakukan penelitian untuk mendapatkan formulasi cat alami dengan mutu yang baik.
2
1.2
Tujuan Penelitian 1. 2. 3.
Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut : Membuat cat alami yang berbahan baku kasein, kapur tohor, dan gambir. Mempelajari pengaruh perbandingan kasein terhadap kapur tohor dan konsentrasi larutan gambir dalam proses pembuatan cat. Melakukan analisis parameter mutu cat yang dihasilkan.
3
II. 2.1
TINJAUAN PUSTAKA
Susu Susu yang biasa dikenal didefinisikan sebagai air susu ambing hewan sehat yang tidak dikurangi atau ditambahi suatu apapun. Susu diperoleh dari hasil sekresi normal kelenjar susu pada hewan sehat secara teratur dan sekaligus. Hewan penghasil susu biasanya adalah jenis hewan mamalia terutama sapi, kambing, kerbau dan unta. Untuk konsumsi manusia pada umumnya dipergunakan susu sapi, walaupun pada daerah tertentu juga mengkonsumsi susu kambing dan susu kerbau (Syarief, 1991). Susu merupakan cairan berbentuk koloid agak kental yang berwarna putih sampai kuning, tergantung jenis hewan, makanan dan jumlah susu. Apabila volume yang agak besar, susu tampak sebagai cairan berwarna putih atau kuning padat (opaque), namun bila dalam suatu lapisan yang tipis (volume yang sedikit) akan tampak transparan. Pemisahan lemak susu menyebabkan warnanya menjadi agak kebiruan (Syarief, 1991). Lemak susu berbentuk emulsi dengan ukuran diameter lemak yang memungkinkan terjadinya pemisahan “cream” dan pembuatan keju. Lemak susu inilah yang menentukan aroma dan cita rasa susu maupun hasil olahannya. Aroma dan cita rasa susu sangat dipengaruhi oleh laktosanya. Penyimpangan aroma susu dapat berasal dari hewan penghasil susu. Warna susu sangat bervariasi, dari putih kebiruan sampai kuning keemasan, tergantung jenis hewan penghasilnya, jenis makanannya dan jumlah kandungan lemaknya. Sifat susu yang perlu diperhatikan adalah susu merupakan media yang baik sekali bagi pertumbuhan mikroorganisme, sehingga apabila penanganannya tidak baik akan dapat menimbulkan penyakit (Syarief, 1991). Susu adalah cairan, tidak termasuk kolostrum, yang disekresikan oleh mamalia dari kelenjar mamae untuk memberi nutrisi turunannya. Komponen utama dari susu adalah air, lemak, protein dan laktosa. Sekitar 80-85% protein susu adalah kasein. Air susu segar mempunyai pH antara 6,5-6,7 (Adams dan Moss, 1995). Susu yang sering dikomsumsi oleh manusia adalah susu yang berasal dari sapi kambing dan kerbau. Zaman sekarang susu yang paling banyak dikomersialkan adalah susu sapi. Susu berwarna putih, putih kekuningan, cairan buram, warna yang dihasilkan diakibatkan pencaran dan absorpsi sinar oleh tetesan lemak susu dan misel protein. Oleh karena itulah, susu skim berwarna putih. Susu berasa sedikit manis, sedangkan aromanya cukup memuakkan. Beberapa protein, karbohidrat, mineral dan komponen lainnya terlarut dalam serum susu. Bobot jenis susu sekitar 1,029-1,039 pada suhu 15oC. Bobot jenis susu menurun dengan meningkatnya kandungan lemak dalam susu, dan meningkat dengan meningkatnya jumlah protein, gula susu dan garam yang terdapat dalam susu (Belitz et al., 2009).
2.2
Kasein Kasein adalah protein yang ditemukan di dalam susu sapi, diekstrak dari susu sapi secara komersial sejak abad ke 20. Protein dapat didefinisikan sebagai substansi yang pada dasarnya merupakan molekul – molekul besar yang terdiri dari asam amino yang tergabung secara kimiawi. Karbon, hidrogen, nitrogen, oksigen, sulfur dan kadang – kadang fosfor, merupakan elemen – elemen yang terdapat pada protein. Susu sapi mengandung sekitar 3,5%
4
protein, yang secara lebih terinci terdiri dari 2,9% kasein dan 0,6% protein whey (Webb et al., 1981). Menurut Adnan (1984), kasein di dalam susu merupakan partikel yang besar. Di dalamnya tidak hanya terdiri dari zat-zat organik, melainkan mengandung juga zat anorganik seperti kalsium, fosfor dan magnesium. Kasein yang merupakan partikel yang besar dan senyawa yang kompleks tersebut dinamakan juga misel kasein (casein micell). Misel kasein tersebut besarnya tidak seragam, berkisar antara 30 - 300 mμ. Kasein juga mengandung sulfur (S) yang terdapat pada metionin (0,69%) dan sistin (0,09%). Kasein adalah protein yang khusus terdapat dalam susu. Dalam keadaan murni, kasein berwarna putih seperti salju, tidak berbau dan tidak mempunyai rasa yang khas. Selanjutnya Buda et al. (1980) menjelaskan, bahwa kasein dapat diendapkan oleh asam, enzim rennet dan alkohol. Oleh karena itu, kasein dalam susu dapat dikoagulasikan atau digumpalkan oleh asam yang terbentuk di dalam susu sebagai aktivitas dari mikrobia, sehingga pada susu basi terdapat dua lapisan yaitu gumpalan dan cairan, gumpalan tersebut merupakan kasein. Buckel et al. (1987) secara sederhana mengelompokan protein susu menjadi dua kelompok utama, yaitu kasein dan protein whey. Menurut Swaisgood (1985), total protein di dalam susu berjumlah 30-35 g/l dengan mutu gizi yang sangat tinggi. Di New Zealand, kasein diendapkan dari susu skim. Susu skim diberi asam untuk menghasilkan atau diberikan enzim untuk menghasilkan kasein renet. Kasein dipisahkan dari whey, dicuci (dibersihkan) kemudian dikeringkan. Kasein asam dapat larut dalam air dengan mereaksikan kasein asam tersebut dengan alkali, yang biasa disebut caseinates (Southward, 2000). Kasein komersial umumnya dihasilkan dari susu skim dimana pengendapan kasein dilakukan dengan penambahan asam atau renet (Webb et al., 1981). Kasein komersial yang diproduksi merupakan substansi granular bewarna putih kekuningan. Dalam keadaan murni, kasein bewarna putih salju, tidak berbau dan tidak berasa. Kasein menyumbang warna putih susu (Buckel et al.,1987). Komposisi kasein komersial terdiri atas 88,5% protein, 0,2% lemak, 7,0% air, dan mempunyai kadar abu 3,8% (Webb et al., 1981). Titik isoelektrik kasein adalah pada pH sekitar 4,6. Pada pH tersebut acid casein dipresipitasi dari susu. Didalam susu yang memiliki pH sekitar 6,6 misel kasein memiliki energi yang negatif dan stabil didalamnya. Kasein dapat digunakan pada industri non pangan dan pangan. Pada industri non pangan kasein dapat digunakan sebagai perekat pada kayu, pelapis kertas, synthetic fibres, plastik untuk kancing dan sebagainya, pada industri pangan biasa digunakan sebagai emulsifikasi, meningkatkan nutrisi, dan lain – lain (Southward,2000). Kasein dalam air susu merupakan partikel yang besar. Di dalamnya tidak saja terdiri dari zat-zat organik, melainkan mengandung juga zat-zat anorganik seperti kalsium dan fosfor. Di samping itu, magnesium dan sitrat terdapat dalam jumlah lebih kecil. Kasein dapat diendapkan pada pH 4,6 karena pH tersebut merupakan titik isoelektriknya. Stabilitas kasein mulai terganggu pada pH 5,3 (Belitz et al., 2009). Kasein juga merupakan senyawa amfoter yang dapat bereaksi dengan asam maupun basa, karena molekulnya mempunyai muatan positif dan negatif. Pada titik isoelektrik muatan positif dan negatif sama. Pada pH di atas titik isoelektriknya, protein tersebut bermuatan negatif. Oleh karena itu, pada elektroforesis molekulnya akan bergerak ke elektrode yang bermuatan positif. Begitu sebaliknya pada pH di bawah titik isoelektrik, protein mempunyai muatan positif, dan akan bergerak ke elektroda yang bermuatan negatif. Kasein tidak mengalami hidrasi, oleh karena itu, pada titik isoelektriknya mudah sekali diendapkan.
5
Pengendapan kasein dapat juga dijalankan dengan enzim proteolitik semacam enzim pepsin dan fisin (Belitz et al., 2009). Protein dengan penambahan asam atau pemanasan akan mengalami koagulasi. Pada pH isoelektrik (pH larutan tertentu biasanya berkisar 4 – 4,5 dimana protein mempunyai muatan positif dan negatif sama, sehingga saling menetralkan) kelarutan protein sangat menurun. Pada temperatur diatas 600C kelarutan protein akan berkurang (koagulasi), karena pada temperatur yang tinggi energi kinetik molekul protein meningkat sehingga terjadi getaran yang cukup kuat untuk merusak ikatan atau struktur sekunder, tertier dan kuartener yang menyebabkan koagulasi. Denaturasi dapat diartikan suatu proses terpecahnya ikatan hidrogen, ikatan garam atau bila susunan ruang atau rantai polipetida suatu molekul protein berubah. Dengan perkataan lain, denaturasi adalah terjadi kerusakan struktur sekunder, tertier dan kuartener, tetapi struktur primer (ikatan peptida) masih utuh (Simanjuntak, 2008). Menurut Southward (2000), proses presipitasi untuk mendapatkan kasein merupakan proses pengasaman. Dalam reaksi kimia yang sederhana, proses tersebut dapat dilihat pada Gambar 1 dengan R adalah kasein : H2N-R-COO- + H+ Kasein misel (pH=6,6) Dispersi koloid
+
H3N-R-COOacid casein (pH=4,6) Partikel yang tidak larut
Gambar 1. Reaksi Antara Kasein dengan Asam (Southward, 2000) Kasein dapat terkoagulasi akibat adanya pertumbuhan bakteri di dalam susu, karena terjadi proses fermentasi laktosa menjadi asam laktat, sehingga menyebabkan susu menjadi asam dan kasein akan terkoagulasi. Proses inilah yang terjadi pada susu yang telah basi (McGee, 2004). Kasein memiliki sifat yang dapat merekatkan, sehingga kasein dapat diubah menjadi lem jika dibuat bersifat basa dengan menambahkan kapur, sodium karbonat, boraks atau triethanclamine, atau diubah menjadi suatu lapisan dalam bentuk kertas, atau suatu bahan pokok untuk pembuatan sejenis plastik yang digunakan untuk membuat kancing, hiasan dan akhirnya dapat digunakan dalam industri tekstil wool (Simanjuntak, 2008). Kasein jika ditambahkan dengan alkali akan menjadi caseinates yang merupakan bentuk lain dari kasein yang lebih larut dalam air. Alkali yang biasa digunakan adalah natrium hidroksida (NaOH), kalsium hidroksida (Ca(OH)2) dan kalium hidroksida (KOH). Pada Gambar 2 dapat dilihat reaksi antara acid casein dengan alkali. +
H3N-R-COO- + OHH2N-R-COO- + H2O Acid Casein caseinate (pH=4,6) (pH=6,6) Partikel yang tidak larut dispersi koloid (Calcium caseinate) Gambar 2. Reaksi antara Kasein dan Alkali (Southward, 2000) Komposisi kimia antara acid casein, rennet casein dan calsium caseinate dapat dilihat pada Tabel 1. Kasein asam (acid casein ) merupakan kasein yang didapatkan dengan bantuan asam atau dengan bantuan inokulasi bakteri, sedangkan kasein renet (rennet casein)
6
adalah kasein yang didapatkan dengan bantuan enzim. Kalsium kaseinat merupakan kasein yang sudah dicampurkan dengan alkali. Tabel 1. Komposisi kimia antara acid casein, rennet casein dan calsium caseinate Komponen Kasein Asam Kasein Renet Kalsium Kaseinat Air (%) 11,4 11,4 3,8 Protein (%) 85,4 79,9 91,2 Abu (%) 1,8 7,8 3,8 Laktosa (%) 0,1 0,1 0,1 Lemak (%) 1,3 0,8 1,1 Sodium (%) <0,1 <0,1 <0,1 Kalsium (%) 0,1 2,6 – 3,0 1,3 – 1,6 pH 4,6 – 5,4 7,3 – 7,7 6,8 – 7,0 pH dari whey setelah 4,3 – 4,6 6,5 – 6,7 pemisahan kasein Kelarutan dalam air (%) 0 0 90 – 98 Sumber : Southward (2000)
2.3
Kapur Tohor (CaO) Senyawa alkali tanah yang paling berlimpah di alam adalah senyawa-senyawa kalsium. Di setiap gunung dan bukit dijumpai batu kapur, yaitu CaCO3 yang bercampur dengan tanah lempung dan zat-zat lain. Batu kapur merupakan jenis batuan yang paling banyak digunakan. Kegunaan utama batu kapur adalah sebagai bahan bangunan (70%), pembuatan semen (15%), pengolahan besi, salah satu bahan campuran gelas, serta sebagai bahan baku CaO dan Ca(OH)2 (Hermiyati, 2009). CaCO3 murni digunakan sebagai bahan pasta gigi, bahan kapur tulis dan zat tambahan pada pembuatan kertas agar menyerap tinta dengan baik. CaO dikenal sebagai kapur tohor, dan jika dicampurkan dengan air akan segera membentuk air kapur, Ca(OH) 2. Oleh karena harganya murah, Ca(OH)2 merupakan basa yang paling banyak digunakan dalam bidang industri. Kegunaan lain Ca(OH)2 adalah untuk pemurnian gula pasir, penetralan keasaman tanah dan pengolahan air limbah industri (Davey, 1991). Ketika mengapur tembok, air kapur dioleskan pada dinding. warna putih pada tembok muncul setelah air kapur bereaksi dengan gas CO2 dari udara untuk membentuk CaCO3. Batu kapur atau gamping dapat terjadi dengan beberapa cara, yaitu secara organik, mekanik atau secara kimia. Sebagian besar batu kapur yang terdapat di alam terjadi secara organik. Jenis ini berasal dari pengendapan cangkang atau rumah siput dan kerang. Batu kapur dapat berwarna putih susu, abu-abu muda, abu-abu tua, coklat bahkan hitam, tergantung pada mineral pengotornya (Hermiyati, 2009). Mineral karbonat yang umum ditemukan berasosiasi dengan batu kapur adalah aragonit, yang merupakan mineral metabase karena pada kurun waktu tertentu dapat berubah menjadi kalsit (CaCO3). Mineral lainnya yang umum ditemukan berasosiasi dengan batu kapur adalah dolomit, siderit (FeCO3), ankerit (Ca2MgFe(CO3)4) dan magnesit (MgCO3). Penggunaan batu kapur sudah beragam, selain untuk bahan bangunan, industri kertas, industri karet digunakan juga pada industri penyamakan kulit, yaitu pada proses limming yang berfungsi untuk membengkakkan kulit (Hermiyati, 2009).
7
Kalsium oksida yang biasa disebut dengan quicklime atau kapur tohor terbentuk dengan proses pemanasan batuan kapur (CaCO3) dengan penambahan air. CaO akan menjadi bentuk yang lebih tidak mudah terbakar (less caustic), tetapi masih merupakan alkali kuat, kalsium hidroksida (Ca(OH)2) (Oates, 1998). Pada Gambar 3 dapat dilihat reaksi pembentukan kalsium oksida dan kalisum hidroksida dari batu kapur (CaCO3). CaO memiliki densitas sebesar 3,37 g/cm3, larut dalam air pada suhu 20°C dan memiliki bobot jenis sebesar 56,08 g/mol (Merck Index, 2000). CaCO3 + panas CaO + H2O
CaO + CO2 Ca (OH)2
Gambar 3. Proses pembentukan kalsium oksida dan kalsim hidroksida (Oates, 1998)
2.4
Gambir Tanaman gambir (Uncaria gambir Roxb) termasuk famili Rubiaceae (kopi-kopian). Batangnya berkayu berbentuk semak dan daunnya bulat telur, atasnya lonjong tersusun berhadap-hadapan. Tinggi tanaman gambir berkisar 1,5-2 m dapat memanjat tanaman lain dengan cara melingkar-lingkar, warna batang coklat muda sampai coklat tua, warna daun hijau muda sampai hijau coklat dan coklat muda, dengan panjang petiole 0,2-0,4 cm warna hijau. Tanaman ini tumbuh baik dari dataran rendah sampai ketinggian 900 m di atas permukaan laut, curah hujan merata sepanjang tahun yaitu 2500-3000 mm/tahun dengan penyinaran cahaya matahari cukup banyak dan suhu udara 18-29oC. Tanaman tersebut akan tumbuh baik pada tanah yang gembur, dapat diperbanyak secara vegetatif dan generatif (Yusmeiarti et al., 2000 ; Hamzah, 2004). Gambir merupakan komoditas spesifik dan unggulan daerah Provinsi Sumatera Barat, yang berorientasi ekspor dan merupakan sumber mata pencarian petani. Daerah penghasil utama gambir adalah Kabupaten Lima Puluh Kota dan Kabupaten Pesisir Selatan. Saat ini, gambir juga sudah mulai dihasilkan oleh Kabupaten Agam dan Kabupaten Pasaman. Daerah Kecamatan Kapur IX Kabupaten Lima Puluh Kota bahkan merupakan sentra produksi gambir terbesar di dunia (Gumbira Sa’id et al., 2009). Delapan puluh persen dari total ekspor gambir Indonesia berasal dari Sumatera Barat (Sumbar). Nilai ekspor gambir Sumbar mencapai US $ 622.460.00 yang didukung oleh produksi gambir mencapai 13.249 ton dengan luas panen 19,316 Ha (Dinas Perkebunan Sumbar, 2007). Tanaman gambir dapat diandalkan sebagai investasi jangka panjang karena dianggap tidak mempunyai musuh alam. Tanaman gambir memiliki nilai ekonomi dibagian batang dan daunnya (Amos et al., 2004). Getah atau ekstrak daun dan ranting tanaman gambir yang telah dikeringkan merupakan produk yang dikenal sebagai gambir, sedangkan nama dagangnya ialah gambier, cutch, catechu atau pale catechu (Gumbira-Sa’id et al., 2009). Gambir merupakan komoditas perkebunan rakyat yang terutama ditujukan untuk ekspor. Tanaman gambir termasuk dalam famili Rubiaceae, kegunaannya antara lain adalah untuk zat pewarna dalam industri batik, industri penyamak kulit, ramuan makan sirih, sebagai obat untuk penyakit tertentu dan digunakan pula sebagai bahan baku pembuatan permen dalam acara adat di India serta sebagai penjernih pada industri air (Susilobroto, 2000).
8
Gambir dapat juga digunakan sebagai bahan pencelup (dyeing) pada industri tekstil dan bahan pengawet ikan hasil tangkapan laut (Gove dan Webster,1966). Gambir digunakan sebagai pewarna pada batik soga tetapi warna kecoklat-cokelatan itu baru muncul jika ditambahkan suatu garam diazonium (Lemmens, 1998). Pada proses pencelupan, gambir diutamakan untuk mewarnai sutera dan bahan pakaian militer. Selain itu, gambir juga berguna sebagai bahan penjernih bir pada industri bir (Heyne, 1987). Kandungan tanin pada gambir dapat digunakan sebagai penawar racun dan logam berat. Tanin akan mengendapkan alkaloid dan logam berat dengan membentuk senyawa yang tidak larut (Bakhtiar, 1991). Menurut Gumbira-Sa’id et al. (2009), berdasarkan perbedaan bentuknya, gambir yang diproduksi di Indonesia dibedakan menjadi gambir bootch, lumpang, coin, wafer block, dan stick. Gambir bootch berbentuk tabung silinder. Namun, karena perubahan bentuk akibat proses pengeringan, maka gambir bootch kering tidak memiliki bentuk silinder yang merata. Gambir lumpang menyerupai gambir bootch yang berbentuk silinder tetapi memiliki cekungan seperti lumpang pada salah satu ujung silinder. Gambir coin menyerupai gambir bootch yang berbentuk silinder, namun gambir coin memiliki ukuran tinggi yang lebih kecil sehingga tampak seperti coin. Gambir wafer block adalah gambir asalan (berupa gambir bootch atau gambir lumpang) yang diproses ulang dan dicetak berbentuk balok. Gambir stick serupa dengan gambir wafer block yang berbentuk balok dan seragam, namun bahan baku yang digunakan adalah daun dan ranting tanaman gambir, bukan gambir asalan seperti pada gambir wafer block. Standar mutu gambir di Indonesia ditentukan berdasarkan SNI 02-3391-2000 yang dapat dilihat pada Tabel 2.
No 1.
2. 3. 4. 5.
Tabel 2. Persyaratan Mutu Gambir berdasarkan SNI 02-3391-2000 Persyaratan Jenis Uji Satuan Mutu I Mutu II a. Bentuk Utuh Utuh b. Warna Kuning Kuning Kecoklatan Kehitaman c. Bau Khas Khas Kadar Air b/b (%) Maks. 14 Maks. 16 Kadar Abu b/b (%) Maks. 5 Maks. 5 Kadar Katekin b/b (%) Min. 60 Min. 50 a. Kadar bahan tidak larut b/b (%) Maks. 7 Maks. 10 dalam air b. kadar bahan tidak larut b/b (%) Maks. 12 Maks. 16 dalam alkohol Sumber : Badan Standarisasi Nasional (2000)
Di dalam gambir terdapat beberapa komponen kimia, antara lain katekin, asam catechu tannat, quarsetin, catechu merah, gambir fluoresin, abu, lemak dan lilin. Kandungan utama adalah katekin (7-33%) dan asam catechu tannat (20-25%) (Thorpe dan Whiteley 1921 diacu dalam Nazir 2000). Dalam perdagangan, gambir merupakan istilah untuk ekstrak kering tanaman gambir. Ekstrak tersebut mengandung asam catechin (memberikan rasa manis enak), asam catechu tanat (memberikan rasa pahit) dan quercetine (pewarna kuning) (Tarwiyah, 2001). Menurut Muchtar (2000), senyawa tanin dalam gambir memberikan aroma dan rasa
9
yang khas serta warna merah kecoklatan, mudah larut dalam air dingin dan alkohol, tetapi tidak larut dalam ester dan bila airnya diuapkan akan membentuk kristal yang bewarna coklat kemerahan, sedangkan katekin memberikan rasa manis dan enak, tidak mudah larut dalam air dingin dan larut baik dalam air panas, serta pada keadaan kering berbentuk kristal berwarna kuning. Menurut Gumbira-Sa’id et al. (2009), senyawa utama yang terkandung di dalam gambir adalah pseudotanin katekin dan phlobatanin asam cathechutannat dengan persentase masing – masing senyawa adalah 7 – 30% dan 22-55%. Komponen – komponen yang terdapat dalam daun gambir dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3. Komponen – komponen yang terdapat dalam daun gambir No Nama Komponen Komponen (%) 1 Catechin 7-33 2 Asam catechutannat 20-55 3 Pyrocathecol 20-30 4 Gambir floresensi 1-3 5 Red Catechu 3-5 6 Quersetin 2-4 7 Fixed Oil 1-2 8 Lilin 1-2 9 Alkaloid Sedikit Sumber : Thorpe danWhiteley (1921) diacu dalam Nazir (2000) Asam catechu tannat (C15H12O5) atau tanin merupakan anhidrat dari katekin. Tanin mudah berikatan dengan protein, karena mengandung sejumlah gugus hidroksil (Swain 1965 diacu dalam Harborne dan Sumere 1975). Atom H pada gugus hidroksil tersebut sangat reaktif dan dapat membentuk ikatan hidrogen dengan senyawa lain (Winarno dan Wirantakusumah 1981 diacu dalam Agriawati 2003). Dalam industri tekstil, tanin digunakan sebagai zat warna. Reaksi tanin dengan garam – garam logam seperti besi, krom, alumunium, dan timah akan menghasilkan warna biru tua dan hijau kehitam-hitaman (Suryadi, 1983). Katekin (C15H14O6) termasuk dalam struktur flavonoid, tidak bewarna dan dalam keadaan murni sedikit tidak larut dalam air dingin tetapi sangat larut dalam air panas, larut dalam alkohol dan etil asetat. Apabila katekin dipanaskan pada suhu 110°C atau dipanaskan pada larutan alkalikarbonat, maka akan kehilangan satu molekul air dan berubah menjadi asam catechu tannat (Thorpe dan Whiteley 1921 diacu dalam Nazir 2000).
2.5
Cat Cat didefinisikan sebagai suspensi pigmen padat didalam fase cair yang akan berubah menjadi film padat yang tidak tembus cahaya dan membentuk suatu lapisan tipis apabila diaplikasikan pada suatu permukaan. Pigmen merupakan partikel – partikel padat halus yang digunakan pada pembuatan cat dan tidak larut dalam vehicle. Vehicle adalah keseluruhan bagian zat cair dari suatu cat, termasuk pengikat pigmen, pembentuk film, pelarut mudah menguap (volatil) dan semua bahan yang terlarut didalamnya (Hall 1981 diacu dalam Hambali et al. 2002). Beberapa jenis bahan baku terlibat dalam pembuatan cat, tetapi intinya cat terdiri dari padatan (solids) dan cairan (liquids). Dengan bagian padatan tersebut tertahan (tersuspensi)
10
dalam porsi cairan atau carrier. Solids atau padatan adalah bahan yang tertinggal di permukaan setelah bagian liquid menguap. Solids terdiri dari beberapa material, setiap material dirancang untuk menghasilkan beberapa fitur dari cat, namun yang utama adalah pigmen dan perekat (binder) (Koleske, 1972). Komponen penyusun cat terdiri dari perekat, pigmen dan bahan tambahan lainnya (aditif) (Talbert, 2008). Ketika cat diaplikasikan ke permukaan proses pengeringan dimulai, bagian cair atau carrier mulai menguap dan meninggalkan lapisan film. Lapisan film terdiri dari perekat, pigmen dan aditif. Pada basis minyak partikel – partikel cat mulai bergabung dan membentuk partikel yang lebih panjang, proses tersebut dikenal sebagai chemical bonding (ikatan kimia). Pada cat basis air, pigmen, binder, dan aditif tidak secara kimiawi saling mengikat ketika cat mengering, namun partikel – partikel bergerak merapat atau mendekat atau menyatu bersama – sama untuk mengisi gap yang ditinggalkan oleh menguapnya partikel air. Fenomena diatas dikenal sebagai coalescence atau penyatuan (Talbert, 2008). Menurut Talbert (2008), perekat pada cat dapat digolongkan dalam dua jenis, convertible (dapat diganti atau diubah) dan nonconvertible (tidak dapar diganti atau dirubah). Perekat jenis convertible merupakan material yang digunakan pada reaksi polimerisasi untuk membentuk suatu lapisan padat setelah proses pengaplikasian ke suatu permukaan contohnya adalah alkyds, resin amino, resin epoxy, resin fenolik, resin poliurethan dan thermosetting acrylics. Sedangkan perekat jenis nonconvertible adalah perekat yang terpolimerisasi yang terdispersi dalam suatu medium yang akan menguap setelah lapisan cat diaplikasikan pada suatu permukaan, contohnya adalah cellulose, nitrocellulose dan resin vinil. Pada pembuatan cat alami diutamakan penggunaan bahan – bahan alami yang tidak merusak kesehatan, baik pada saat proses pembuatan maupun setelah proses pengecatan. Menurut Tyler (2009), berdasarkan hasil penelitian WHO (World Health Organization) telah ditemukan bahwa akibat adanya bahan – bahan yang terkandung pada cat modern saat ini para dekorator menghadapi kemungkinan 40% terkena penyakit kanker akibat adanya bahan – bahan yang terkandung pada cat yang memiliki efek karsinogenik. Kebanyakan cat yang beredar saat ini mengandung VOC (Volatile Organic Compounds) seperti aseton trichloroethilen, isopropyl alkohol dan metiletil keton. VOC menguap pada saat penggunaan dan ini merupakan salah satu hal dapat menyebabkan rusaknya lapisan ozon dan berbahaya bagi manusia, binatang dan tanaman. VOC sering menyebabkan mual, sakit kepala, asma dan masalah pernapasan lainnya (Tyler, 2009). Oleh karena itu, pembuatan cat alami berbasis kasein dan kapur tohor dengan pewarna alami gambir dapat dijadikan salah satu alternatif cat yang ramah lingkungan dan aman bagi kesehatan. Bahan – bahan yang biasa digunakan dalam pembuatan cat dapat dibagi menjadi beberapa kategori yaitu pigmen, perekat, pelarut dan aditif. Di bawah ini dibahas masing – masing kategori diatas. 1)
Pigmen Pigmen adalah padatan warna yang memberi warna pada suatu cat dan daya tutup (hiding power). Pigmen dapat diklasifikasikan menjadi dua kriteria, yaitu (1) alami atau sintetis dan (2) organik atau non organik. Pigmen alami berarti molekul pigmen diekstrak dari suatu mineral, tumbuhan atau binatang yang terjadi atau ada di alam, dan hanya dimodifikasi dengan cara digiling, dicuci, disaring, atau dipanaskan. Pigmen sintetis berarti molekul pigmen didapat atau diolah dengan cara
11
kimia atau proses kimia. Pigmen alami sudah banyak diganti dengan pigmen sintetis yang kekuatan dan variasi warnanya lebih baik (Bently dan Turner, 1997). Pigmen non organik adalah pigmen tersebut merupakan suatu mineral atau campuran mineral, seperti oxide, sulfide, metal atau earth. Organik dapat diartikan bahawa pigmen tersebut adalah molekul karbon dikombinasi dengan hidrogen, nitrogen atau oksigen. Dua kriteria tersebut dapat dikombinasikan untuk mendefinisakan empat kategori pigmen, yaitu non organik sintetis, non organik alami, organik sintetis, dan organik alami (Koleske, 1972). Dengan demikian dapat ditarik kesimpulan berikut. 1. Pigmen non organik alami adalah pigmen logam atau batuan yang diekstrak dari bahan tambang atau mineral. 2. Pigmen non organik sintetis adalah pigmen logam atau batuan yang dibuat dengan mengkombinasikan bahan kimia dengan logam atau batuan mineral melalui proses kimia. 3. Pigmen organik alami adalah pigmen yang dibuat dari ekstrak tumbuhan atau binatang 4. Pigmen organik sintetis adalah pigmen berbasis karbon, seringkali dibuat dari turunan minyak bumi melalui proses kimia yang menyerupai sifat kimiawi dari pewarna hewan atau tumbuhan. Menurut Hall (1981), cat merupakan suspensi dari pigmen padat di dalam fase cair yang ketika diaplikasikan ke suatu permukaan akan mengering dan membentuk suatu lapisan padat. Pada lapisan cat kering, pigmen terdispersi dalam suatu matriks kontinyu (sebagai pengikat) yang umumnya berupa polimer. Hampir seluruh pigmen di industri cat menggunakan pigmen sintetis. Pigmen organik alami sudah lama ditinggalkan karena kalah dengan kekuatan warna dari pigmen sintetis dan variasi warna dari pigmen sintetis Pigmen yang biasa digunakan pada industri cat antara lain pigmen putih (Titanium oksida), pigmen kuning (Zinc chromate), pigmen hijau (Chromium oxide), pigmen biru (Prussian blue), pigmen merah (Red iron oxide), dan pigmen hitam (Carbon black) (Joko, 2009). Pada pembuatan cat alami, digunakan gambir sebagai pigmen atau pewarna, karena gambir mengandung senyawa tanin yang memberikan warna merah kecoklatan. 2)
Perekat (Binder) Perekat bertugas merekatkan partikel – partikel pigmen ke dalam lapisan film cat dan membuat cat merekat pada permukaan. Tipe perekat dan persentase perekat dalam suatu formula cat menentukan performa cat seperti daya rekat cat (Talbert, 2008). Perekat yang biasa digunakan dalam industri cat terbuat dari resin. Resin dapat dibuat dari bahan alam atau dari bahan sintetis. Pada umumnya resin yang digunakan pada industri cat saat ini adalah resin sintetis atau lateks. Lateks tersebut bukanlah lateks yang disebut sebagi karet alam, tetapi adalah sejenis resin yang fleksibel. Pada umumnya lateks yang digunakan pada cat tembok adalah akrilik dan ada berbagai macam jenis akrilik seperti lateks full acrylic, lateks styrene acrylic, dan vinyl acrylic (Talbert, 2008).
12
Kasein yang direaksikan dengan kalsium hidroksida (Ca(OH) 2) dapat digunakan sebagai perekat pada cat berbasis air. Kasein setelah direaksikan dengan kalsium hidroksida akan terjadi reaksi ionisasi dan kasein akan lebih larut dalam air dan akan memiliki sifat yang lengket seperti lem (Robertson, 1908).
No 1 1.1 1.2 2 3 3.1 3.2 4 5 6
3)
Pelarut (solvent) Sebuah cat membutuhkan bagian cair agar partikel pigmen, perekat dan material padat lainnya dapat mengalir. Cairan pada suatu cat disusun oleh pelarut. Solvent berasal dari kata dissolve dan diluent berasal dari kata dilute. Keduanya adalah suatu cairan yang mempunyai kemampuan untuk melarutkan (dissolve) suatu material. Keduanya juga dikenal sebagai thinner karena keduanya memiliki kemampuan untuk mengencerkan cat ke kekentalan yang diinginkan. Air meskipun dapat melarutkan senyawaan tidak dianggap sebagai pelarut untuk cat karena air tidak melarutkan resin. Air adalah solvent untuk gula karena gula dapat larut oleh air, bukan solvent untuk resin. Air pada cat lateks hanya sebagai pengencer bukan pelarut resin (Talbert, 2008). Lain halnya dengan cat lateks, cat alami yang menggunakan kasein dan kapur tohor sebagi perekat dapat menggunakan air sebagai pelarutnya. Saat kasein direaksikan dengan kapur tohor akan mudah larut dalam air, sehingga menjadikan cat tersebut lebih ramah lingkungan, dan membutuhkan sedikit energi untuk pembuatannya.
4)
Bahan Tambahan Lainnya (Aditif) Suatu cat dapat megandung satu atau lebih aditif atau zat tambahan. Zat tambahan tersebut akan membantu meningkatkan performa dari cat yang dihasilkan. Zat tambahan atau aditif dalah zat yang ditambahkan ke dalam cat dengan kadar relatif rendah, tetapi dapat mempengaruhi sifat-sifat dari cat, sebagai contoh yaitu drying agent, filler, anti foam, slip agents, dispersing agent, thickener dan lain-lain (Talbert, 2008). Standar mutu cat harus memenuhi syarat mutu SNI 3564-2009 seperti yang dapat dilihat pada Tabel 4.
Tabel 4. Syarat Mutu Cat Tembok Emulsi berdasarkan SNI 3564-2009 Uraian Satuan Persyaratan Daya Tutup a. Warna Cerah m2/L Min. 8 2 b. Warna Gelap m /L Min. 11 3 Densitas (Suhu 28 – 30 °C) g/cm Min. 1,2 Waktu Mengering a. Waktu Kering Sentuh Menit Maks. 30 b. Waktu Kering Keras Menit Maks. 60 Padatan Total % bobot Min. 40 Kekentalan (suhu 28 - 30 °C) KU (Krebs Unit) Min. 90 pH 7 – 9,5
13
III. 3.1
METODE PENELITIAN
Alat dan Bahan Alat – alat yang digunakan untuk membuat formula cat adalah mixer, gelas piala, neraca analitik, gelas ukur, penangas air, wadah (baskom) dan sudip. Alat - alat yang digunakan untuk karakterisasi bahan baku dan anlisis produk adalah labu takar, pipet Mohr, pipet tetes, cawan alumunium, cawan porselen, labu dekstruksi, soxhlet, erlenmeyer, desikator, corong, sudip, oven, colormeter Colortech PCM, spektrofotometer Ultraviolet, spektrofotometer HACH, cutter, viscometer Brookfield, lempeng kaca, termometer, stopwatch, piknometer, kain putih, eternit (GRC board) dan kuas. Bahan - bahan yang digunakan untuk pembuatan formula cat adalah, susu segar yang dibasikan untuk mendapatkan kasein, gambir bootch, jeruk nipis, kapur tohor, aquades, dan hydroetil cellulose (HEC). Bahan – bahan yang digunakan untuk karakterisasi bahan baku dan analisis produk adalah H2SO4 pekat, NaOH, HCl 0,02 N, etil asetat, reagen Folin Ciocalteu, natrium karbonat, aquades dan etanol.
3.2
Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan dari bulan Maret sampai Mei 2011 di Laboratorium Dasar Ilmu Terapan, Laboratorium Teknologi Kimia, Laboratorium Teknologi Pengemasan Distribusi dan Transportasi, Laboratorium Pengawasan Mutu dan Laboratorium Instrumen, Departemen Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
3.3
Tata Laksana Penelitian 1)
Proses Pengambilan Kasein Proses pengambilan kasein terlebih dahulu dilakukan dengan proses pengasaman susu segar dengan penambahan jeruk nipis sebanyak 100 ml untuk setiap satu liter susu segar dan didiamkan selama 24 jam. Proses pengasaman susu dapat dilihat pada Gambar 4. Setelah 24 jam didiamkan susu yang telah diasamkan mulai terlihat menggumpal. Susu yang sudah menggumpal dan terlihat dua lapisan kemudian dipanaskan hingga suhu 50°C untuk memaksimalkan penggumpalan kasein dan agar lebih terpisah dari protein whey (Southward, 2000). Setelah dipanaskan, kasein dipisahkan dari protein whey dengan penyaringan. Proses penyaringan kasein dapat dilihat pada Lampiran 25. Whey yang telah dipisahkan dari kasein ditambahkan lagi 50 ml jeruk nipis untuk memastikan sudah tidak ada lagi kasein yang tertinggal. Kasein yang telah disaring dicuci dengan air bersih untuk menghilangkan sisa whey yang masih tertinggal, kemudian kasein dikeringkan dalam oven pada suhu 50°C untuk mendapatkan kasein yang dengan kadar air rendah untuk memudahkan proses penyimpanan dan menghindari dari pertumbuhan jamur.
14
2)
Karakterisasi Awal Bahan Baku Karakterisasi awal bahan baku dilakukan untuk mengetahui sifat fisik dan kimia dari gambir dan kasein yang digunakan. Analisis yang dilakukan adalah kadar air, kadar abu, kadar protein, kadar lemak, kadar serat, kadar karbohidrat, kadar katekin, kadar bahan tidak larut dalam air dan kadar bahan tidak larut dalam alkohol. Prosedur analisisnya dapat dilihat pada Lampiran 1.
3)
Pembuatan Cat 3.3.3.1
Pembuatan Larutan Gambir Proses awal pembuatan cat adalah pembuatan larutan gambir. Gambir ditimbang sebanyak 5, 15, dan 25 gram. Kemudian dilarutkan dalam aquades yang sebelumnya telah dipanaskan hingga suhu 70 °C. Konsentrasi larutan gambir dibuat dengan konsentrasi yang berbeda – beda, yaitu 5, 15 dan 25%. Konsentrasi 5% didapatkan dengan melarutkan sebanyak 5 gram gambir dengan aquades hingga tanda tera 100 ml pada gelas piala. Konsentrasi 15% didapatkan dengan melarutkan sebanyak 15 gram gambir dengan aquades hingga tanda tera 100 ml pada gelas piala. Konsentrasi 25% didapatkan dengan melarutkan sebanyak 25 gram gambir dengan aquades hingga tanda tera 100 ml pada gelas piala. Densitas larutan gambir dihitung dengan konsentrasi yang berbeda untuk mendapatkan bobot dari setiap konsentrasi larutan gambir.
3.3.3.2
Proses Pembuatan Perekat (Binder) Kasein dan kapur tohor merupakan bahan utama pembuat perekat pada formula cat yang akan dibuat. Perbandingan bobot kasein terhadap kapur tohor yang digunakan dalam pembuatan cat adalah 75% : 25% (3:1), 50%:50% (1:1) dan 25% :75% (1:3). Basis total perekat yang digunakan adalah 50 gram. Akuades digunakan sebagai pelarut dengan jumlah sebanyak 200 ml. Perhitungan jumlah perekat yang digunakan dapat dilihat pada Lampiran 2. Kapur tohor yang telah ditimbang sesuai dengan perlakuan ditambah aquades hingga terbentuk pasta, kemudian ditambahkan ke dalam kasein yang telah ditambahkan akuades dan dilakukan proses pencampuran dengan mixer. Proses pencampuran dilakukan selama 10 menit (hingga tercampur sempurna) kemudian ditambah sisa aquades hingga total volume aquades yang digunakan 200 ml. Pemilihan jumlah aquades berdasarkan trial dan error. Jika digunakan aquades yang lebih sedikit formula cat akan menjadi terbentuk seperti gel dan mengeras dan jika terlalu banyak aquades yang digunakan maka cat akan menjadi sangat encer. Proses pencampuran kasein, kapur tohor dan aquades dapat dilihat pada Lampiran 25.
15
3.3.3.3
Proses Pembuatan Cat Setelah larutan perekat selesai dibuat larutan gambir ditambahkan dan dicampur menggunakan mixer selama 10 menit (hingga benar – benar tercampur). Hasil proses pencampuran perekat dengan larutan gambir dapat dilihat pada Lampiran 25, perekat yang awalnya bewarna putih keabu-abuan berubah menjadi warna coklat .
3.4
Analisis Produk Cat Pengamatan terhadap cat yang dihasilkan meliputi uji kuantitatif dan uji kualitatif. Uji kuantitatif yang dilakukan adalah pengujian densitas, viskositas, kadar padatan total dan bahan menguap, nilai pH, waktu mengering (waktu kering sentuh dan waktu kering keras), daya rekat, daya tutup dan uji warna dengan colormeter. Uji kualitatif yang dilakukan adalah efek kapur (chalking) dan settling atau endapan. Prosedur pelaksanaan pengujian dapat dilihat pada Lampiran 3.
3.5
Rancangan Percobaan Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan Rancangan Acak Lengkap Faktorial. Rancangan tersebut dilakukan dengan dua faktor perlakuan, yaitu perbandingan kasein terhadap kapur tohor dan konsentrasi larutan gambir. Perbandingan bobot kasein terhadap kapur tohor yang digunakan adalah 3 : 1 , 1 : 1 dan 1 : 3. Penetapan perbandingan bobot kasein terhadap kapur tohor adalah berdasarkan trial dan error. Konsentrasi larutan gambir yang digunakan adalah 5%, 15% dan 25%. Rincian formula cat alami yang dibuat dapat dilihat pada Tabel 5.
Perbandingan Bobot Kasein terhadap Kapur Tohor 75%:25% (3:1) 50%:50% (1:1) 25%:75% (1:3)
Tabel 5. Rincian Formula Cat Jumlah konsentrasi larutan gambir 5% 15% A1B1 A1B2 A2B1 A2B2 A3B1 A3B2
25% A1B3 A2B3 A3B3
Rancangan acak lengkap faktorial atau model yang digunakan dijelaskan sebagai berikut (Walpole, 1992). Yijk = µ + Ai + Bj + (AB)ij + ɛ ijk Keterangan: Yijk = Nilai pengamatan perlakuak ke-i, perlakuan ke-j, ulangan ke-k µ = Nilai rata-rata Ai = Pengaruh perbandingan bobot kasein terhadap kapur tohor ke-i Bj = Pengaruh konsentrasi larutan gambir ke-j AB(ij) = Pengaruh interaksi perlakuan A ke-i dan perlakuan B ke-j
16
Eijk = Error (Pengaruh unit eksperimen ke-k dalam kombinasi perlakuan (ij)) Beberapa faktor dan taraf yang digunakan adalah sebagai berikut. A1 = Kasein : Kapur tohor = 3 : 1 A2 = Kasein : Kapur tohor = 1 : 1 A3 = Kasein : Kapur tohor = 1 : 3 B1 = Konsentrasi larutan gambir 5 % B2 = Konsentrasi larutan gambir1 5 % B3 = Konsentrasi larutan gambir 25 %.
17
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1
Analisis Mutu Bahan Baku Analisis mutu bahan baku dilakukan untuk mengetahui karakteristik bahan baku yang digunakan dalam penelitian. Kasein dan gambir merupakan bahan baku yang dianilisis karakteristiknya. Pada pengujian karakteristik kasein dilakukan pengujian kadar air, kadar abu, kadar lemak dan kadar protein. Pengujian karakteristik gambir meliputi kadar air, kadar abu, kadar bahan tidak larut alkohol, kadar bahan tidak larut air, kadar katekin, dan kadar tanin. Hasil analisis mutu kasein dapat dilihat pada Tabel 6. Tabel 6. Hasil analisis mutu kasein yang diperoleh Komponen(%)
Pustaka *
Kadar Air
Jenis Uji
10,965
7,0
Kadar Abu
0,665
3,8
Kadar Lemak
3,575
0,2
Kadar Protein 70,855 *Sumber : Webb et al. (1981)
88,5
Berdasarkan Tabel 6 dapat dilihat bahwa kasein yang digunakan memiliki kadar air 10,965% dan nilai tersebut diatas kadar air dari pustaka (7,0 %). Pada saat proses pemisahan kasein dari susu, kadar air kasein masih tergolong tinggi. Untuk mengatasi masalah penyimpanan seperti tumbuh jamur dan busuk, kasein dikeringkan dalam oven pada suhu sekitar 45 – 50 °C (Southward, 2000). Kadar air yang terkandung dalam kasein merupakan air sisa penguapan kasein yang dilakukan melalui pengeringan di dalam oven pada suhu 50 °C. Kadar abu yang terdapat dalam kasein dapat berupa zat pengotor dan senyawa anorganik yang terdapat pada kasein. Zat pengotor tersebut dapat berupa debu atau kotoran yang menempel pada kasein pada proses pemisahan dari susu. Kasein dalam air susu merupakan partikel yang besar. Di dalamnya tidak saja terdiri dari zat-zat organik melainkan mengandung juga zat-zat anorganik, seperti kalsium, fosfor, magnesium dan sitrat di dalam jumlah lebih kecil (Belitz et al., 2009). Menurut Soebito (1988), kadar abu adalah komponen yang tidak mudah menguap dan tetap tertinggal setelah proses pembakaran dan pemijaran senyawa organik. Kadar abu kasein yang digunakan pada penelitian ini memiliki kadar abu 0,665% dan nilai tersebut dibawah nilai kadar abu literatur (3,8%). Kadar lemak yang terdapat dalam kasein merupakan lemak yang masih tersisa saat proses pemisahan kasein dari susu. Kadar lemak kasein yang digunakan pada penelitian ini adalah 3,575% yang masih berada diatas nilai kadar lemak pustaka (0,2%). Kasein merupakan protein yang ada pada susu. Kadar protein kasein yang digunakan adalah sebesar 70,855%, namun nilai tersebut masih dibawah kadar protein literatur yaitu 88,5%. Setiap susu yang dihasilkan dari jenis sapi yang berbeda akan memiliki nilai kandungan gizi yang berbeda, walaupun perbedaan yang ada tidak terlalu signifikan. Cara pemeliharaan dan asupan makanan yang dikonsumsi sapi juga akan mempengaruhi mutu susu yang dihasilkan (Webb et al., 1981). Komposisi kimia kasein dipengaruhi oleh cara mendapatkan kasein tersebut dan juga asupan gizi dari sapi (Southward, 2000).
18
Analisis mutu gambir bertujuan untuk mengetahui karakteristik gambir yang digunakan pada penelitian. Parameter uji yang digunakan adalah kadar air, kadar abu, kadar katekin, kadar tidak larut alkohol, kadar tidak larut air, bentuk, warna dan bau. Hasil analisis mutu gambir kemudaian dibandingkan dengan satandar SNI 01-3391-2000. Hasil analisis mutu gambir dapat dilihat pada Tabel 7. Tabel 7. Hasil Analisis Mutu Gambir No 1
Jenis Uji
Satuan
Contoh Uji
Persyaratan (SNI 01-3391-2000) Mutu 1
Mutu 2
Keadaan a. Bentuk
-
Pecah dan utuh
Utuh
Utuh
b. Warna
-
Hitam kecoklatan
Kuning sampai kuning kecoklatan
Kuning kecoklatan sampai kuning kehitaman
c. Bau
-
khas
Khas
Khas
2
Kadar Air, b/b
%
13,89
Maks. 14
Maks. 16
3
Kadar Abu, b/b
%
3,69
Maks. 5
Maks. 5
4
Kadar Katekin, b/b
%
49,7
Min. 60
Min. 50
5
Kadar bahan tidak larut dalam : a. Air b/b
%
111,46
Maks. 7
Maks. 10
b. Alkohol b/b
%
111,63
Maks. 12
Maks. 16
Kadar air merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi daya simpan suatu bahan. Kadar air gambir dipengaruhi oleh tingkat pengeringan gambir setelah pencetakan serta lamanya penyimpanan gambir. Semakin tinggi kadar air suatu bahan, maka semakin tinggi pula tingkat kerusakan bahan. Kadar air yang didapatkan pada gambir asalan yang digunakan sebagai bahan baku penelitian ini adalah 13,89%. Nilai tersebut telah memenuhi syarat mutu I SNI 01-3391-2000 yakni persyaratan kadar air gambir maksimal 14%. Batas kadar air minimum dimana mikroorganisme masih dapat tumbuh adalah 14 – 15% (Fardiaz, 1989). Penetapan kadar air pada gambir berguna untuk menentukan umur simpan dan daya tahan gambir terhadap serangan jamur. Semakin tinggi kadar air, maka gambir semakin mudah untuk terserang jamur (Zulnely et al., 1994). Kadar abu yang didapatkan pada gambir asalan yang digunakan sebagai bahan baku penelitian ini adalah 3,69%. Nilai tersebut telah memenuhi syarat mutu I SNI 01-3391-2000 yakni persyaratan kadar abu gambir maksimal 5%. Hal tersebut menunjukan bahwa kandungan anorganik atau mineral penyusun gambir terdapat dalam jumlah yang kecil. Menurut GumbiraSa’id et al. (2009), penggunaan air perebusan berulang dan cairan sisa penirisan untuk perebusan kembali dalam proses produksi gambir diduga berkontribusi terhadap tingginya kadar abu dalam gambir. Semakin tinggi kadar abu gambir menunjukkan mutu gambir yang semakin rendah, karena tingkat kemurnian gambir yang semakin rendah pula. Zat pengotor yang dapat menurunkan kemurnian gambir adalah seperti debu atau kotoran dan juga zat – zat anorganik. Kadar katekin gambir merupakan salah satu parameter utama dalam penentuan mutu gambir, karena katekin merupakan salah satu kandungan utama yang ada pada gambir.
19
Kandungan katekin dalam gambir dapat digunakan sebagai pewarna (Gove dan Webster, 1966) dan menghasilkan warna kecoklatan (Thorpe, 1938). Kadar katekin gambir yang didapatkan pada gambir yang digunakan sebagai bahan baku penelitian ini adalah 49,7%. Nilai tersebut tidak memenuhi syarat mutu I dan mutu II SNI 01-3391-2000 yakni persyaratan kadar katekin gambir minimal 60% dan 50%. Menurut Burkill (1935), gambir mengandung padatan yang diukur berdasarkan kelarutan pada air dan alkohol. Kadar bahan tidak larut dalam air yang didapatkan pada gambir yang digunakan pada penelitian adalah 11,46%. Nilai tersebut belum memenuhi persyaratan mutu I dan II SNI 01-3391-2000 yakni persyaratan kadar bahan tidak larut dalam air gambir maksimal 7% dan 10%. Hal ini menandakan bahwa tingkat kemurnian gambir rendah, dan dapat disebabkan oleh adanya kotoran – kotoran, seperti pasir, tanah dan kotoran lain yang tidak terndapkan oleh air saat pengolahan gambir kering. Komponen penyusun dinding sel seperti selulosa, hemiselulosa, pektin, lignin, protein dan lemak merupakan komponen yang tidak larut di dalam air (Winarno dan Wiranatakusumah 1981 diacu dalam Agriawati 2003). Kadar bahan tidak larut di dalam alkohol yang didapatkan pada gambir yang digunakan pada penelitian adalah 11,63%. Nilai tersebut telah memenuhi syarat mutu I dan mutu II SNI 01-3391-2000 yakni persyaratan kadar bahan tidak larut di dalam alkohol gambir minimal 12% dan 16%. Menurut Sudibyo et al. (1988), kadar bahan tidak larut alkohol yang tinggi dapat disebabkan oleh lamanya interaksi air dengan daun pada saat pengolahan gambir. Semakin lama daun kontak dengan air, maka komponen bahan yang tidak larut di dalam alkohol akan semakin mudah dikeluarkan dan terbawa bersama ekstrak gambir. Semakin tinggi kadar bahan tidak larut alkohol menunjukkan tingginya kandungan bahan bukan gambir seperti kotoran, dinding sel daun dan bahan pemadat seperti tepung yang bukan berasal dari ekstrak gambir (Agriawati, 2003).
4.2
Pembuatan Produk Cat Proses pembuatan cat alami dilakukan menggunakan bahan baku berupa kasein, kapur tohor dan gambir. Kasein didapatkan dari proses pengasaman susu segar. Susu segar didiamkan selama 48 jam dalam keadaan terbuka dan pada suhu ruang. Agar didapatkan kasein dalam waktu yang singkat proses pengasaman susu dapat menggunakan bahan tambahan berupa asam. Asam yang dapat digunakan adalah asam cuka dan jeruk nipis. Pada penelitian ini untuk mempercepat terjadinya koagulasi kasein ditambahan jeruk nipis. Jeruk nipis dipilih karena jeruk nipis merupakan salah satu asam kuat dan merupakan bahan pertanian yang ramah lingkungan walaupun harga cuka lebih murah namun diharapkan dalam pembuatan cat tersebut menggunakan bahan – bahan alami. Proses pembuatan cat dilakukan dengan proses pencampuran (mixing). Tahap awal pembuatan cat adalah proses pencampuran bahan sebagai perekat (binder). Bahan yang dijadikan sebagai perekat adalah kasein dan kapur tohor. Pada pembuatan cat basis perekat yang digunakan adalah 50 gram. Dibuat formula cat dengan memvariasikan perbandingan bobot kasein terhadap kapur tohor dan konsentrasi larutan gambir. Selanjutnya setelah diperoleh konsentrasi terbaik dari perbandingan bobot kasein terhadap kapur tohor dan konsentrasi larutan gambir dilakukan penelitian tambahan dengan menambahkan bahan pengental (thickener) berupa hydroxyethy cellulose (HEC). Sejak lebih dari seribu tahun yang lalu, masyarakat sudah menggunakan cat alami berbasis kasein dan kapur sebagai cat untuk furniture dan tembok. Hasil pengecatan dari cat
20
yang berbasis kasein dan kapur ini menghasilkan efek antik pada furniture atau tembok yang telah dicatkan (Baird, 1908). Menurut Baird (1908), perbandingan antara kasein dan kapur yang digunakan tergantung dari pigmen yang digunakan dan hasil warna yang akan dihasilkan. Penggunaan perbandingan kasein dan kapur tohor yang digunakan akan mempengaruhi mutu dari cat yang dihasilkan. Setelah proses pencampuran bahan untuk perekat adalah proses penambahan pewarna atau pigmen. Pigmen yang digunakan pada penelitian ini adalah pigmen alami yaitu gambir. Menururt Nazir (2000) gambir dapat digunakan sebagai campuran untuk menyirih, anti bakteri, anti diare, zat warna alami dan sebagai zat penyamak kulit. Untuk didapatkan warna yang berbeda – beda diperlukan konsentrasi gambir yang berbeda – beda. Dalam pembuatan cat alami digunakan air destilasi sebagai pelarut. Syarat umum kualitas air yang digunakan pada pembuatan cat adalah bersih, tidak bewarna tidak berbau, tidak sadah, tidak mengandung unsur – unsur logam, tidak mengandung mikroorganisme yang merusak dan jika dimungkinkan tidak mengandung trace mineral dalam bentuk apapun (Baird,1908). Kualitas air akan berpengaruh besar pada pembuatan cat. Adanya mineral dan logam akan memungkinkan terjadinya reaksi yang tidak diharapkan pada cat yang diproduksi, seperti terjadinya perubahan warna. Proses pembuatan cat alami mudah dan tidak membutuhkan biaya mahal. Untuk mengetahui mutu dari cat alami diperlukan analisis mutu cat, seperti densitas, viskositas, total padatan dan bahan menguap, waktu mengering (waktu kering sentuh dan waktu kering keras), daya tutup, daya rekat, nilai L* a* b* (uji warna), nilai pH, efek chalking dan settling atau endapan.
4.3
Analisis Mutu Produk Cat Cat yang dihasilkan dari penelitian ini adalah cat yang bewarna coklat muda hingga coklat tua yang dapat diaplikasikan atau dioleskan pada tembok dan kayu. Cat tersebut dianalisa parameter mutunya, yang bertujuan untuk mengetahui sifat – sifat cat tersebut. Secara umum, pengujian cat terdiri dari dua jenis yaitu uji kuantitatif dan uji kualitatif. Berdasarkan hasil uji kuantitatif dan kualitatif, diperoleh mutu cat tersebut, seperti yang dijelaskan di bawah ini.
4.3.1 Uji Kuantitatif Uji kuantitatif merupakan pengujian yang dilakukan untuk mengetahui karakteristik cat yang dapat dinyatakan dalam suatu besaran. Uji kuantitatif terdiri dari pengukuran densitas, viskositas, kadar padatan total dan bahan menguap, waktu mengering, daya rekat, daya tutup, nilai pH dan nilai L* a* b* (uji warna). Proses pengujian dilakukan pada grc board atau eternit yang terbuat dari semen yang memiliki kesamaan dengan tembok.
4.3.1.1 Densitas Cat Densitas adalah perbandingan antara bobot suatu bahan dengan bobot air yang diukur pada suhu yang sama dimana volume air sama dengan volume bahan (ASTM, 1991). Menurut Apriyantono et al. (1998) densitas
21
adalah perbandingan bobot dari volume suatu bahan dengan bobot air pada volume yang sama pada suhu tertentu. Densitas suatu cat ditentukan oleh komponan – komponen penyusun yang ada di dalam cat. Bahan pengikat, pewarna, dan pengering serta bahan pengisi merupakan komponen yang dapat meningkatkan densitas suatu cat. Pelarut dan pengencer selain berfungsi sebagai pengatur kekentalan juga memiliki fungsi untuk menurunkan bobot jenis. Hubungan antara perbandingan bobot kasein terhadap kapur tohor dengan densitas formula cat pada konsentrasi larutan gambir 5%, 15% dan 25% diperlihatkan pada Gambar 4.
Densitas Cat (g/ml)
1,16 1,14 1,12 Kasein : Kapur Tohor 3:1
1,1 1,08
Kasein : Kapur Tohor 1:1
1,06
Kasein : Kapur Tohor 1: 3
1,04 1,02 5%
15%
25%
Konsentrasi Larutan Gambir Gambar 4. Hubungan antara perbandingan bobot kasein terhadap kapur tohor dengan densitas cat pada berbagai tingkat konsentrasi larutan gambir. Berdasarkan Gambar 4 dapat dilihat bahwa densitas cat cenderung naik dengan meningkatnya konsentrasi larutan gambir dan penggunaan kapur tohor. Hal ini terjadi karena dengan semakin tingginya jumlah bahan pengisi, binder, dan pigmen yang digunakan, maka densitas cat akan semakin meningkat (Talbert, 2008). Semakin banyak jumlah gambir yang digunakan maka semakin tinggi densitasnya. Hal ini disebabkan semakin tinggi konsentrasi larutan gambir, maka semakin tinggi pula padatan yang terkandung dan menyebabkan naiknya densitas cat. Pada Lampiran 4 dapat dilihat data hasil pengukuran densitas cat. Densitas cat yang dihasilkan dari penelitian berkisar antara 1,064 – 1,137 g/ml. Nilai tersebut berbeda jauh dengan Standar Nasional Indonesia (SNI), yang memiliki nilai minimum sebesar 1,2 g/ml. Hal ini disebabkan oleh pada pembuatan cat ini tidak diberikan bahan tambahan lainnya seperti bahan pengisi (filler) dan bahan aditif. Sampel A3B3 memiliki densitas tertinggi yaitu 1,137 g/ml, karena menggunakan konsentrasi larutan gambir tertinggi (25%) dan perbandingan bobot kasein terhadap kapur tohor dengan jumlah kapur tohor yang lebih banyak (1 : 3). Di lain pihak, sampel A1B1 memiliki nilai densitas terendah yaitu 1,064 g/ml, karena menggunakan konsentrasi larutan gambir terendah dan perbandingan bobot kasein terhadap kapur tohor dengan bobot kapur tohor lebih rendah (3 : 1). Tingginya
22
densitas cat dapat disebabkan oleh banyaknya fraksi bobot yang digunakan pada cat seperti kapur, kaolin, talc dan mica (Ernest, 1989). Berdasarkan hasil penelitian, didapatkan bahwa penggunaan kapur tohor yang semakin meningkat akan meningkatkan densitas cat, hal tersebut dapat dikarenakan kapur tohor memiliki kerapatan molekul yang lebih tinggi dibandingkan kasein, sehingga ketika digunakan sebagai bahan baku cat akan mempengaruhi densitas cat tersebut. Densits kapur tohor adalah sebesar 3,35 g/ml sedangkan densitas kasein adalah sebesar 1,12 g/ml. Sehingga dapat ditarik kesimpulan bahwa penggunaan kapur tohor akan memepngaruhi densitas cat. Pengukuran densitas cat dimaksudkan untuk mengetahui mutu cat tersebut. Cat dengan densitas yang tinggi patut dicurigai banyak kandungan bahan pengisi yang digunakan. Bahan pengisi biasa digunakan untuk mengurangi biaya produksi cat, dengan membantu meningkatkan daya tutup dengan mengurangi penggunaan pigmen. Hasil analisis keragaman (Lampiran 5) menunjukkan bahwa faktor konsentrasi gambir, perbandingan kasein terhadap kapur tohor dan interaksi antara kedua faktor tersebut memberikan pengaruh nyata terhadap nilai densitas formula cat pada α = 0,05 dan α = 0,01. Hasil uji lanjut Duncan menunjukkan bahwa taraf perlakuan perbandingan kasein terhadap kapur tohor, konsentrasi gambir, dan interaksi antara perlakuan berbeda nyata terhadap nilai densitas formula cat pada α = 0,05 dan α = 0,01, tetapi pada sampel A3B2 (perbandingan bobot kasein terhadap kapur tohor 1:3, dan konsentrasi gambir 15%) tidak berbeda nyata dengan sampel A2B3 (perbandingan bobot kasein terhadap kapur tohor 1:1, dan konsentrasi gambir 25%) pada α = 0,05 dan α = 0,01.
4.3.1.2 Total Padatan dan Bahan Menguap Cat Pengukuran kadar padatan total dilakukan untuk mengetahui adanya bahan berupa padatan di dalam cat. Padatan total cat akan berpengaruh terhadap densitas cat dan konsitensi dari film yang dihasilkan setelah diaplikasikan pada suatu permukaan (Rizki, 2004). Semakin besar jumlah padatan total cat, maka semakin besar pula densitas cat secara keseluruhan. Hal ini disebabkan oleh semakin banyaknya bahan – bahan berupa padatan yang densitasnya lebih besar daripada densitas pelarut, sehingga densitas cat secara keseluruhan akan meningkat. Bahan – bahan yang merupakan bahan padat adalah binder , pigmen dan bahan pengisi (filler) (Ernest,1989). Kadar bahan menguap cat berbanding terbalik dengan kadar padatan total cat. Kadar bahan menguap dalam cat merupakan kadar cat secara keseluruhan dikurangi dengan kadar padatan total cat. Semakin tinggi kadar padatan total cat, maka akan semakin rendah kadar bahan menguap cat. Hubungan antara perbandingan bobot kasein terhadap kapur tohor dengan padatan total dan bahan menguap cat pada konsentrasi larutan gambir 5%, 15% dan 25% diperlihatkan pada Gambar 5 dan Gambar 6.
23
Padatan Total Cat (%)
30 25 20 15
Kasein : Kapur Tohor 3:1
10
Kasein : Kapur Tohor 1:1
5
Kasein : Kapur Tohor 1:3
0 5%
15%
25%
Konsentrasi Larutan Gambir
Bahan Menguap Cat (%)
Gambar 5. Hubungan antara perbandingan bobot kasein terhadap kapur tohor dengan padatan total cat pada berbagai tingkat konsentrasi larutan gambir
88 86 84 82 80 78 76 74 72 70
Kasein : Kapur Tohor 3:1 Kasein : Kapur Tohor 1:1 Kasein : Kapur Tohor 1:3 5%
15%
25%
Konsentrasi Larutan Gambir Gambar 6. Hubungan antara perbandingan bobot kasein terhadap kapur tohor dengan bahan menguap cat pada berbagai tingkat konsentrasi larutan gambir Berdasarkan Gambar 5 dan Gambar 6 dapat dilihat bahwa semakin meningkat konsentrasi larutan gambir yang digunakan dan perbandingan bobot kasein dan kapur tohor yang mengalami peningkatan pada bobot kapur tohor maka kadar padatan total cat semakin meningkat, sedangkan kadar bahan menguap cat semakin menurun. Hal ini dapat disebabkan karena semakin tinggi konsentrasi larutan gambir yang digunakan maka semakin banyak gambir yang digunakan, sehingga padatan yang terkandung semakin tinggi pula. Semakin meningkatnya bobot kapur tohor yang digunakan juga meningkatkan total padatan cat, karena kapur tohor memiliki densitas yang lebih tinggi dibandingkan kasein yaitu 3,35 g/ml sedangkan kasein sebesar 1,25 – 1,31 g/ml (Southward, 2000). Karena kapur tohor memiliki densitas yang lebih besar dibandingkan kasein, sehingga menyebabkan semakin meningkatnya jumlah kapur tohor yang digunakan maka total padatan cat
24
akan semakin tinggi dan juga densitas cat akan semakin tinggi. Semakin banyak bahan – bahan volatil, berarti kadar bahan menguap cat semakin tinggi dan kadar padatan total cat semakin rendah (Praptowidodo dan Mu’min, 1984). Pada formula cat yang dibuat bahan volatil yang digunakan adalah air, sehingga kadar bahan menguap yang terhitung adalah kadar air yang menguap pada saat proses pengeringan. Pada Lampiran 6 diperlihatkan data hasil penguruan total padatan dan bahan menguap cat. Kadar padatan total cat yang diperoleh dari penelitian berkisar antara 24,392 – 14,495 persen dan bahan menguap cat berkisar antara 85,505 – 75,608 persen. Nilai tersebut tidak memenuhi Standar Nasional Indonesia (SNI) yang mempunyai kadar padatan total cat minimal 40 persen, dan kadar bahan menguap maksimal 60 persen. Pada industri cat yang ada sekarang ini, kadar bahan menguap untuk mengetahui banyaknya volatile organic compound (VOC) yang terkandung. Pada penelitian ini tidak menggunakan bahan yang mengandung bahan yang bersifat VOC yang merupakan salah satu bahan yang menyebabkan pencemaran udara, sehingga nilai total bahan menguap cat merupakan total dari air yang menguap yang berperan sebagai pelarut pada pembutan cat. Sampel A3B3 memiliki nilai total padatan tertinggi, yaitu 24,392 persen dan total bahan menguap cat terendah 75,608 persen, karena menggunakan konsentrasi larutan gambir tertinggi (25%), dan perbandingan bobot kasein terhadap kapur tohor dengan bobot kapur tohor yang lebih besar (3 : 1). Sampel A3B3 juga memiliki nilai densitas cat yang tertinggi, karena mempunyai kadar padatan total cat tertinggi. Di lain pihak, sampel A1B1 memiliki nilai total padatan terendah yaitu 14,495 persen dan total bahan menguap cat terendah 85,505 persen, karena menggunakan konsentrasi larutan gambir terendah (5%), dan perbandingan bobot kasein terhadap kapur tohor dengan bobot kapur tohor yang lebih kecil (1 : 3). Sampel A1B1 juga memiliki nilai densitas cat yang terendah, karena mempunyai kadar padatan total cat terendah. Hasil analisis keragaman pada kadar padatan total dan bahan menguap cat (Lampiran 7) menunjukan bahwa faktor konsentrasi gambir, perbandingan bobot kasein terhadap kapur tohor dan interaksi antara kedua faktor tersebut memberikan pengaruh nyata terhadap total padatan dan bahan menguap cat pada α = 0,05 dan α = 0,01. Hasil uji lanjut selang berganda Duncan (Lampiran 7) menunjukan bahwa taraf perlakuan perbandingan bobot kasein terhadap kapur tohor, konsentrasi gambir, dan interaksi antara perlakuan berbeda nyata terhadap total padatan dan bahan menguap cat pada α = 0,05 dan α = 0,01.
4.3.1.3 Kekentalan (Viskositas) Cat Kekentalan adalah sifat cairan yang berhubungan dengan kemudahannya untuk mengalir. Cairan dengan viskositas tinggi berupa cairan yang kental, apabila cairan dituangkan akan sukar mengalir dengan sendirinya (Yani, 2009). Cat dapat diaduk dan diaplikasikan dengan mudah
25
Kekentalan (Krebs Unit)
jika memiliki kekentalan yang cukup baik. Kekentalan merupakan salah satu parameter mutu cat yang dapat ditentukan secara visual. Semakin tinggi nilai viskositas atau kekentalan, maka semakin kental pula penampakan cat tersebut (Rizki, 2004). Hasil pengujian terhadap kekentalan cat dapat dilihat pada Lampiran 8. Nilai kekentalan cat alami berkisar antara 98,965 – 64,400 Krebs Unit (KU). Formula cat yang memenuhi Standar Nasional Indonesia (SNI), yang memiliki nilai minimum sebesar 90 KU (Krebs Unit) hanya terdapat pada sampel A1B3 (perbandingan bobot kasein terhadap kapur tohor 3:1 dengan konsentrasi larutan gambir 25%) yaitu 98,965 KU. Semakin tinggi konsentrasi larutan gambir, maka kekentalan cat akan semakin meningkat. Namun, semakin meningkatnya penggunaan kapur tohor maka kekentalan cat akan semakin menurun. Semakin tinggi jumlah kasein yang digunakan maka kekentalan cat akan semakin meningkat. Menurut Madison (1961), ketika kasein telah dicampurkan dengan kapur perlu ditambahkan sejumlah air agar tidak terbentuk gel. Pada pembuatan cat alami, konsentrasi air yang digunakan dalam formula cat adalah 57,14%, hal tersebut dipilih karena ketika menggunakan air dalam jumlah dibawah nilai 57,14% maka pada perlakuan perbandingan bobot kasein terhadap kapur tohor 3:1, cat yang dihasilkan akan terbentuk gel dan tidak dapat dilakukan pengujian terhadap parameter mutu. Jika menggunakan air yang banyak cat yang dihasilkan sangat encer dan sulit untuk pengaplikasian. Viskositas cat alami masih tergolong rendah. Hal tersebut dikarenakan penggunaan air yang cukup tinggi dalam formula cat. Kekentalan yang rendah dapat menyebabkan terjadinya endapan pada cat (Talbert, 2008). Hubungan antara perbandingan bobot kasein terhadap kapur tohor dengan nilai kekentalan cat pada konsentrasi larutan gambir 5%, 15% dan 25% diperlihatkan pada Gambar 7. 120 100 80 60
Kasein : Kapur Tohor 3:1
40
Kasein : Kapur Tohor 1:1
20
Kasein : Kapur Tohor 1:3
0 5%
15%
25%
Konsentrasi Larutan Gambir Gambar 7. Hubungan antara perbandingan bobot kasein terhadap kapur tohor dengan kekentalan (viskositas) cat pada berbagai tingkat konsentrasi larutan gambir Sistem koloid dalam larutan dapat meningkat dengan cara mengentalkan cairan sehingga terjadi absorbsi dan pengembangan koloid (Gilcksman, 1969). Kasein dapat berfungsi sebagai pengemulsi, pengental,
26
penstabil, dan pembentuk gel (Jones, 1977). Akibat adanya sifat kasein yang dapat mengentalkan, cat yang menggunakan kasein yang tinggi akan meningkatkan kekentalan cat, hal ini dikarenakan koloid cat tersebut akan mengembang. Pada perlakuan perbandingan bobot kasein terhadap kapur tohor 3:1 dan konsenrasi larutan gambir 25%, kekentalan cat yang didapatkan sangat tinggi dan ketika disimpan selama 24 jam cat menjadi berbentuk gel. Proses pembentukan gel dapat terjadi karena adanya ikatan antar rantai polimer sehingga membentuk struktur tiga dimensi yang mengandung pelarut did alam celahnya (Glicksman, 1969). Gel merupakan fase cair yang terdispersi dalam suatu padatan. Penggunaan kasein yang semakin menurun akan menyebabkan kekentalan cat yang semakin menurun, hal tersebut dikarenakan dibarengi dengan peningkatan kapur tohor yang merupakan bahan yang tidak mengentalkan. Berdasarkan analisis keragaman (Lampiran 9) didapatkan bahwa perlakuan perbandingan bobot kasein terhadap kapur tohor, konsentrasi larutan gambir, dan interkasi keduanya berpengaruh nyata terhadap kekentalan cat pada α = 0,05 dan α = 0,01. Hasil uji lanjut selang berganda Duncan menunjukan bahwa pada α = 0,05 dan α = 0,01 perlakuan perbandingan bobot kasein terhadap kapur tohor 25:75 (1:3) tidak berbeda nyata dengan perlakuan perbandingan kasein terhadap kapur tohor 50:50 (1:1). Kemungkinan hal tersebut terjadi akibat penggunaan jumlah kapur tohor yang lebih banyak dibandingkan kasein menyebabkan perbedaan kekentalan yang tidak berbeda nyata. Hasil uji lanjut Duncan pada perlakuan konsentrasi larutan gambir berbeda nyata pada α = 0,05 dan α = 0,01. Hasil uji lanjut Duncan menyatakan bahwa pada α = 0,05 dan α = 0,01 sampel A3B1 (perbandingan bobot kasein terhadap kapur tohor 1 : 3 dengan konsentrasi larutan gambir 5%) tidak berbeda nyata dengan sampel A2B1 (perbandingan kasein terhadap kapur tohor 1:1 dengan konsentrasi larutan gambir 5%), sampel A3B2 (perbandingan kasein terhadap kapur tohor 1:3 dengan konsentrasi larutan gambir 15%) tidak berbeda nyata dengan sampel A2B2 (perbandingan kasein terhadap kapur tohor 1:1 dengan konsentrasi larutan gambir 15%), dan sampel A2B3 (perbandingan bobot kasein terhadap kapur tohor 1:1 dengan konsentrasi larutan gambir 25%) tidak berbeda nyata dengan sampel A3B3 (perbandingan bobot kasein terhadap kapur tohor 1:3 dengan konsentrasi larutan gambir 25%). Hal tersebut terjadi karena pada penggunaan perbandingan bobot kasein terhadap kapur tohor 1:1 tidak berbeda nyata dengan penggunaan perbandingan bobot kasein terhadap kapur tohor 1:3 .
4.3.1.4 Nilai pH Cat Cat yang akan diaplikasikan pada tembok harus memiliki sifat alkali atau basa, karena tembok dihasilkan dari lapisan semen atau mortar dan memiliki sifat dasar alkali atau basa. Jika cat yang akan diaplikasikan pada tembok tidak memiliki sifat yang basa tetapi bersifat asam, maka saat diaplikasikan dapat terjadi reaksi yang tidak diinginkan, seperti terjadinya
27
Nilai pH
perubahan warna dan rusaknya polimer. Selain itu, kondisi basa adalah kondisi optimal yakni beberapa jenis aditif akan berfungsi dalam formulasi cat tembok (Payne, 1961). Pada industri cat modern saat ini untuk mendapatkan nilai pH cat yang sesuai dengan standar yaitu berkisar 7-9,5, maka ditambahkan bahan lain (pH buffer). Bahan yang sering ditambahkan adalah larutan amoniak dan larutan Amino Metil Propanol (AMP) (Payne, 1961). Hubungan antara perbandingan bobot kasein terhadap kapur tohor dengan nilai pH cat pada konsentrasi larutan gambir 5%, 15% dan 25% diperlihatkan pada Gambar 8. Dari Gambar 8 dapat dilihat bahwa nilai pH cat cenderung menurun dengan meningkatkan konsentrasi larutan gambir. Namun, nilai pH semakin meningkat dengan semakin meningkatnya penggunaan kapur tohor. Hal ini terjadi karena kapur tohor merupakan basa kuat, sehingga dengan semakin meningkatnya penggunaan kapur tohor maka nilai pH cat akan semakin meningkat. Pada Lampiran 10 diperlihatkan data hasil pengukuran nilai pH cat. 10 9,8 9,6 9,4 9,2 9 8,8
Kasein : Kapur Tohor 3:1 Kasein : Kapur Tohor 1:1 5%
15%
25%
Kasein : Kapur Tohor 1:3
Konsentrasi Larutan Gambir Gambar 8. Hubungan antara perbandingan bobot kasein terhadap kapur tohor dengan nilai pH cat pada berbagai tingkat konsentrasi larutan gambir Nilai pH yang diperoleh dari hasil penelitian berkisar antara 9,843 – 9,38. Nilai tersebut sudah memenuhi Standar Nasional Indonesia (SNI) yakni memiliki standar nilai pH berkisar 7 – 9,5. Nilai pH cat alami ini memiliki nilai pH yang tinggi diakibatkan adanya penggunaan kapur tohor yang merupakan basa kuat. Semakin tinggi konsentrasi larutan gambir, maka nilai pH formula cat akan semakin menurun hal ini disebabkan karena gambir mengandung katekin dan asam cathechu tannat yang mengandung sejumlah gugus hidroksil (Swain 1965 diacu dalam Harborne dan Sumere 1975). Hal tersebut kemungkinan dapat menyababkan nilai pH gambir menjadi asam, namun pada analisis keragaman konsentrasi larutan gambir tidak berpengaruh nyata terhadap nilai pH cat. Hasil analisis keragaman (Lampiran 11) menunjukan bahwa faktor konsentrasi gambir dan perbandingan kasein terhadap kapur tohor berbeda nyata pada α = 0,05 dan interaksi antara kedua faktor tersebut memberikan pengaruh tidak berbeda nyata terhadap nilai pH formula cat pada α = 0,05 dan α = 0,01. Pada α = 0,01 faktor konsentrasi gambir tidak berbeda nyata tetapi faktor perbandingan kasein terhadap kapur tohor berbeda nyata. Hasil
28
uji lanjut Duncan menunjukan bahwa taraf perlakuan perbandingan kasein terhadap kapur tohor berbeda nyata terhadap nilai pH formula cat pada α = 0,05 dan α = 0,01. Pengaruh konsentrasi gambir pada perlakuan konsentrasi gambir 25% dan 15% tidak berbeda nyata pada α = 0,05. Pengaruh interaksi antara konsentrasi gambir dan perbandingan kasein dan kapur tohor tidak perlu dilakukan uji lanjut Duncan karena hasil dari sidik ragam menyatakan tidak berbeda nyata pada α = 0,05 dan α = 0,01.
4.3.1.5 Waktu Mengering Cat
Waktu Kering Sentuh (menit)
Waktu mengering merupakan parameter uji mutu yang dilakukan untuk mengetahui kecepatan pengeringan suatu lapisan cat di udara. Waktu mengering terdiri dari waktu kering sentuh dan waktu kering keras. Waktu kering sentuh dihitung ketika suatu lapisan cat tidak lagi memberikan noda ketika disentuh oleh ujung jari. Waktu kering keras dihitung ketika lapisan cat tidak rusak atau berubah bentuk ketika ditekan dengan keras dan diputar 180° oleh ujung jari. Terdapat dua mekanisme pengeringan cat, yaitu penguapan pelarut (solvent) pada cat basis minyak dan coalescence (persatuan) pada basis latex atau basis air. Pada basis minyak partikel – partikel cat mulai bergabung dan membentuk partikel yang lebih panjang, proses ini dikenal sebagai chemical bonding (ikatan kimia) (Payne, 1961). Pada cat basis air, pigmen, pengikat dan aditif tidak secara kimiawi saling mengikat ketika cat mengering, namun partikel – partikel bergerak merapat atau menyatu bersama – sama untuk mengisi gap yang ditinggalkan oleh menguapnya partikel air, fenomena ini dikenal sebagai coalescence atau penyatuan (Payne, 1961). Hubungan antara perbandingan bobot kasein terhadap kapur tohor dengan waktu kering sentuh dan waktu kering keras cat pada konsentrasi larutan gambir 5%, 15% dan 25% diperlihatkan pada Gambar 9 dan Gambar 10. 18 17 16
Kasein : Kapur Tohor 3:1
15
Kasein : Kapur Tohor 1:1
14
Kasein : Kapur Tohor 1:3 5%
15%
25%
Konsentrasi Larutan Gambir Gambar 9. Hubungan antara perbandingan bobot kasein terhadap kapur tohor dengan waktu kering sentuh cat pada berbagai tingkat konsentrasi larutan gambir
29
Waktu Kering Keras (Menit)
38 36 34 32 30 28
Kasein : Kapur Tohor 3:1 Kasein : Kapur Tohor 1:1 5%
15%
25%
Kasein : Kapur Tohor 1:3
Konsentrasi Larutan Gambir Gambar 10. Hubungan antara perbandingan bobot kasein terhadap kapur tohor dengan waktu kering keras cat pada berbagai tingkat konsentrasi larutan gambir Berdasarkan dari Gambar 9 dan Gambar 10, waktu kering sentuh dan waktu kering keras cat tidak terlalu terlihat perbedaan yang signifikan. Waktu kering sentuh cat berkisar antara 15,50 – 17,75 menit dan waktu kering keras cat berkisar antara 31,75 – 36 menit. Pada Lampiran 12 diperlihatkan data hasil pengujian waktu kering sentuh dan waktu kering keras cat. Waktu kering sentuh formula cat alami sudah memenuhi Standar Nasional Indonesia (SNI) yang memiliki standar waktu kering sentuh 30 menit dan waktu kering keras cat juga telah memenuhi SNI yang memiliki standar waktu kering sentuh 60 menit. Cat yang berbasis kasein dan kapur tohor merupakan cat yang memiliki waktu mengering yang cepat dan tidak menyebabkan bau setelah proses pengaplikasian (Baird, 1908). Waktu kering sentuh tercepat formula cat terdapat pada sampel A3B2 yaitu 15,50 menit dan waktu kering sentuh terlama adalah sampel A1B1 yaitu 17,75 menit. Waktu kering sentuh cat dipengaruhi oleh kondisi ruangan saat proses pengeringan cat. Pada cat alami ini, proses pengeringan cat merupakan proses penguapan air saat cat diaplikasikan. Berdasarkan analisis keragaman (Lampiran 11), pengaruh konsentrasi larutan gambir, perbandingan bobot kasein terhadap kapur tohor, dan interaksi antara keduanya tidak berpengaruh nyata pada α = 0,05 dan α = 0,01 terhadap waktu kering sentuh cat. Waktu mengering cat pada cat alami ini merupakan waktu yang diperlukan air untuk menguap saat cat telah diaplikasikan, sehingga konsentrasi larutan gambir dan perbandingan bobot kasein terhadap kapur tohor tidak berpengaruh nyata terhadap waktu kering sentuh cat. Waktu kering keras cat yang tercepat adalah pada sampel A3B1 dan A3B2 yaitu 31.75 menit dan waktu kering keras cat terlama adalah A1B1 yaitu 36 menit. Bedasarkan analisis keragaman (Lampiran 13), pengaruh konsentrasi larutan gambir, perbandingan bobot kasein terhadap kapur tohor, dan interaksi antara keduanya tidak berpengaruh nyata pada α = 0,01 terhadap waktu kering keras cat. Pada α = 0,05 pengaruh perbandingan bobot kasein terhadap kapur tohor berbeda nyata, sehingga dilakukan uji lanjut selang Duncan, dan didapatkan pengaruh perbandingan bobot kasein terhadap kapur tohor pada perbandingan 1 : 3 dan 1 : 1 tidak berbeda nyata, namun berbeda nyata terhadap perlakuan perbandingan bobot kasein terhadap kapur tohor 3 : 1. Pada pengaruh perbandingan bobot kasein terhadap kapur
30
tohor 3 : 1 mengalami waktu kering keras yang lebih lama dibandingkan perlakuan lainnya, hal ini disebabkan jumlah air pada perlakuan perbandingan kasein terhadap kapur tohor 3 : 1 lebih banyak dibandingkan perlakuan lainnya yaitu perbandingan kasein terhadap kapur tohor 1 : 3 dan perbandingan bobot kasein terhadap kapur tohor 1 : 1. Waktu mengering cat bukan hanya dipengaruhi oleh bahan baku yang digunakan, waktu mengering cat dapat dipengaruhi juga oleh kondisi suhu ruangan saat proses pengeringan. Kondisi ruangan yang memiliki ventilasi yang baik akan mengalami waktu mengering yang lebih cepat dibandingkan ruangan yang tertutup (Baird, 1908).
4.3.1.6 Daya Rekat Cat Pengujian daya rekat digunakan untuk mengetahui daya rekat cat setelah diaplikasikan ke suatu permukaan. Semakin tinggi daya rekat cat terhadap suatu permukaan maka mutu cat semakin baik. Daya rekat cat dipengaruhi oleh perekat (Nelson, 1995). Hubungan antara perbandingan bobot kasein terhadap kapur tohor dengan daya rekat cat pada konsentrasi larutan gambir 5%, 15% dan 25% diperlihatkan pada Gambar 11.
Daya Rekat (%)
100 80 60
Kasein : Kapur Tohor 3:1
40
Kasein : Kapur Tohor 1:1
20
Kasein : Kapur Tohor 1:3
0 5%
15%
25%
Konsentrasi Larutan Gambir Gambar 11. Hubungan antara perbandingan bobot kasein terhadap kapur tohor dengan daya rekat cat pada berbagai tingkat konsentrasi larutan gambir Daya rekat cat berkisar antara 44 – 81,75 persen. Daya rekat cat tertinggi didapatkan pada penggunaan perbandingan bobot kasein terhadap kapur tohor 1 : 1, dan yang paling terendah didapatkan pada penggunaan perbandingan bobot kasein terhadap kapur tohor 3 : 1. Namun, penggunaan konsentrasi larutan gambir tidak berpengaruh nyata terhadap daya rekat cat. Daya rekat cat lebih dipengaruhi oleh bahan perekat atau binder yang digunakan (Nelson, 1995). Semakin banyak kasein yang digunakan, maka kekuatan rekat cat akan semakin rendah sama halnya dengan dengan semakin meningkatnya kapur tohor (CaO) yang digunakan maka daya rekat cat juga akan semakin menurun. Oleh karena itu, perbandingan yang seimbang antara
31
kasein dan kapur tohor untuk mendapatkan daya rekat yang baik. Pada Lampiran 14 diperlihatkan data hasil pengujian daya rekat cat. Untuk terbentuknya suatu bahan perekat harus terdiri dari kasein dan alkali, pada penelitian ini menggunakan kapur tohor sebagai alkali. Berdasarkan hasil penelitian didapatkan bahwa pada perlakuan perbandingan bobot kasein terhadap kapur tohor 1:1 memiliki daya rekat terbaik. Hal tersebut menunjukan bahwa tidak selamanya dominan kasein atau dominan kapur akan didapatkan daya rekat yang baik, sehingga diperlukan proporsi yang tepat antara kasein dan kapur tohor yang digunakan. Merkatnya cat ke tembok akibat adanya reaksi fisik yaitu kohesi dan ahesi. Kohesi merupakan gaya tarik menarik antara partikel – partikel zat yang sejenis, sedangkan adhesi adalah gaya tarik menarik antara partikel zat yang tidak sejenis (Winarsih et al., 2008). Pada kasus merekatnya cat ke tembok diakibatkan gaya adhesi cat lebih tinggi dibandingkan gaya kohesi, sehingga cat merekat ke permukaan tembok. Gaya tarik menarik antara molekul cat lebih rendah dibandingkan gaya tarik menarik antara cat dengan tembok. Ikatan kimia yang ada pada cat lebih rendah dibandingkan ikatan fisik antara cat dan tembok (Helm-Clark, 2007) Berdasarkan analisis keragaman (Lampiran 15), menunjukan bahwa pengaruh perbandingan bobot kasein terhadap kapur tohor berpengaruh nyata terhadap daya rekat cat pada α = 0,05 dan α = 0,01. Pengaruh konsentrasi larutan gambir dan interkasi antara perbandingan kasein terhadap kapur tohor dan konsentrasi larutan gambir tidak berpengaruh nyata terhadap daya rekat cat pada α = 0,05 dan α = 0,01. Hasil uji lanjut Duncan menunjukan bahwa pada taraf perlakuan perbandingan bobot kasein terhadap kapur tohor berbeda nyata pada α = 0,05 dan α = 0,01.
4.3.1.7 Daya Tutup Cat Pengujian daya tutup cat (hiding power) dilakukan untuk mengetahui berapa banyak cat yang dibutuhkan untuk menutupi suatu permukaan saat proses pengecatan (Koleske, 1972). Pengujian daya tutup pada penelitian ini adalah pengujian daya tutup untuk menutupi cat dasar yang bewarna putih. Pengujian daya tutup ini untuk mengetahui luas wilayah yang dapat dicatkan dengan menggunakan satu liter cat. Hubungan antara perbandingan bobot kasein terhadap kapur tohor dengan daya tutup cat pada konsentrasi larutan gambir 5%, 15% dan 25% diperlihatkan pada Gambar 12.
32
Daya Tutup (m2/L)
60 40
Kasein : Kapur Tohor 3:1
20
Kasein : Kapur Tohor 1:1
0 5% 15% 25% Konsentrasi Larutan Gambir
Kasein : Kapur Tohor 1:3
Gambar 12. Hubungan antara perbandingan bobot kasein terhadap kapur tohor dengan daya tutup cat pada berbagai tingkat konsentrasi larutan gambir Nilai daya tutup yang didapatkan adalah berkisar antara 29,165 – 50,000 (m3/liter). Daya tutup tertinggi didapatkan pada perlakuan A1B3 (perbandingan bobot kasein terhadap kapur tohor 1:3 dengan konsentrasi larutan gambir 25%), A3B2 (perbandingan bobot kasein terhadap kapur tohor 3:1 dengan konsentrasi larutan gambir 15%), dan A3B3 (perbandingan bobot kasein terhadap kapur tohor 3:1 dengan konsentrasi larutan gambir 25%) yaitu 50,00 m3/liter. Nilai daya tutup yang dihasilkan sudah masuk krieria yang ada pada SNI (Standar Nasional Indonesia) 3564-2009 dengan standar daya tutup untuk cat yang bewarna terang minimal 8 m3/liter, dan untuk cat yang bewarna gelap 11 m3/liter. Daya tutup cat lebih ditentukan oleh pewarna atau pigmen yang digunakan dan juga penambahan bahan tambahan berupa pengisi yang akan meningkatkan daya tutup cat (Kolaske, 1972). Pada Lampiran 16 dapat dilihat hasil pengujian daya tutup cat. Berdasarkan hasil analisis keragaman (Lampiran 17), didapatkan bahwa pada α = 0,05 dan α = 0,01 pengaruh perlakuan perbandingan bobot kasein terhadap kapur tohor dan interaksi antara perbandingan kasein terhadap kapur tohor dengan konsentrasi larutan gambir tidak berbeda nyata. Pengaruh perlakuan konsentrasi larutan gambir berbeda nyata pada α = 0,05 dan α = 0,01, sehingga perlu dilakukan uji lanjut Duncan. Uji lanjut Duncan menyatakan bahwa pada α = 0,05 dan α = 0,01 pengaruh perlakuan konsentrasi gambir 15% dan 25% tidak berbeda nyata. Daya tutup cat lebih ditentukan oleh pewarna atau pigmen yang digunakan dan juga penambahan bahan tambahan berupa pengisi yang akan meningkatkan daya tutup cat (Kolaske, 1972).
4.3.1.8 Nilai L* a* b* Warna merupakan sifat visual penting suatu bahan karena merupakan sifat yang pertama kali diterima konsumen dan menentukan penerimaan konsumen (Ranganna, 1978). Dalam industri cat, warna menjadi lebih penting lagi artinya, karena berkenaan dengan fungsi cat itu sendiri, yaitu sebagai alat dekorasi, proteksi dan penutup permukaan. Dalam pembuatan cat alami, gambir digunakan sebagai pewarna atau pigmen dalam cat. Gambir dipilih sebagai pewarna didasarkan atas gambir
33
memiliki kandungan tanin dan katekin yang dapat memberikan warna coklat kemerahan. Alasan lainnya adalah pemanfaatan bahan pertanian sebagai alternatif pewarna alami untuk cat. Warna yang dihasilkan dari penambahan gambir sebagai pewarna dalam cat alami alami adalah warna coklat. Cat diaplikasikan pada media contoh, yaitu berupa eternit yang sebelumnya telah dilapisi oleh cat dasar bewarna putih. Hasil pengecatan cat alami pada media eternit dapat dilihat pada Gambar 13.
Gambar 13. Hasil warna setelah pengecatan Pengukuran warna cat dengan menggunakan Colormeter Color-Tech PCM yang menggunakan sistem notasi warna Hunter L*, a* dan b*. Nilai L menyatakan parameter kecerahan yang memiliki nilai 0 (hitam) sampai 100 (putih). Nilai a menyatakan campuran warna merah sampai hijau dengan +a (0 sampai +100) untuk warna merah dan nilai –a (0 sampai -80) untuk warna hijau. Nilai b menyatkan campuran warna biru sampai kuning. Nilai +b (0 sampai +70) untuk warna kuning dan –b (0 sampai -70) untuk warna biru. Nilai L* yang diperoleh dari hasil pengukuran berkisar antara 55,78 – 33,43. Semakin tinggi nilai L* maka warna yang dihasilkan semakin cerah. Semakin meningkatnya konsentrasi larutan gambir yang digunakan maka nilai L* semakin tinggi. Nilai L* semakin meningkat ketika penambahan jumlah kapur tohor pada konsentrasi larutan gambir 5%, namun tidak seperti halnya pada perlakuan konsentrasi gambir 15% dan 25%, peningkatan kapur tohor tidak meningkatkan nilai L*, peningkatan kapur tohor menjadikan nilai L* menurun. Nilai L*ada perlakuan perbandingan bobot kasein terhadap kapur tohor 1 : 1 dengan konsentrasi larutan gambir 15% (39,745) dan 25% (33,43) terjadi penurunan dibandingan pada perlakuan perbandingan bobot kasein terhadap kapur tohor 3:1 pada konsentrasi gambir 15% (47,723) dan
34
25% (36,178). Namun, nilai L* kembali meningkat ketika penambahan kapur tohor yaitu pada perlakuan perbandingan kasein terhadap kapur tohor 1:3 dengan konsentrasi lartan gambir 15% dan 25% nilai L* meningkat kembali menjadi 40,723 dan 35,075. Nilai L* tertinggi didapatkan pada perlakuan perbandingan bobot kasein terhadap kapur tohor 1:3 dengan konsentrasi larutan gambir 5% (55,78) sedangkan nilai L* terendah didapatkan pada perlakuan perbandingan bobot kasein terhadap kapur tohor 1:1 dengan konsentrasi larutan gambir 25% (33,43). Pada Lampiran 18 dapat dilihat hasil pengurukuran nilai L* pada cat yang telah diaplikasikan. Nilai L* menunjukan nilai kecerahan, semakin meningkatnya konsentrasi larutan gambir maka nilai L* akan semakin menurun. Hal tersebut disebabkan warna yang dihasilkan akan semakin gelap, sehingga nilai L* atau tingkat kecerahan akan semakin menurun. Hubungan antara perbandingan bobot kasein terhadap kapur tohor dengan nilai L* cat pada konsentrasi larutan gambir 5%, 15% dan 25% diperlihatkan pada Gambar 14. 60
Nilai L*
50 40 30
Kasein : Kapur Tohor 3:1
20
Kasein : Kapur Tohor 1:1 Kasein : Kapur Tohor 1:3
10 0 5%
15 %
25 %
Konsentrasi Larutan Gambir Gambar 14. Hubungan antara perbandingan bobot kasein terhadap kapur tohor dengan nilai L* cat pada berbagai tingkat konsentrasi larutan gambir Berdasarkan analisis keragaman (Lampiran. 19) didapatkan bahwa pada α = 0,05 dan α = 0,01 perlakuan perbandingan kasein terhadap kapur tohor dan konsentrasi larutan gambir dan interaksi antara keduanya berpengaruh nyata terhadap nilai L* yang dihasilkan. Pada uji lanjut Duncan dengan α = 0,05 pengaruh perbandingan kasein terhadap kapur tohor berbeda nyata, namun pada α = 0,01 perbandingan kasein terhadap kapur tohor 1:3 dan 3 :1 tidak berbeda nyata terhadap nilai L* yang dihasilkan. Pada α = 0,05 dan α = 0,01 pengaruh konsentrasi larutan gambir berpengaruh nyata terhadap nilai L* yang dihasilkan. Uji lanjut Duncan juga dilakukan pada interaksi antara kedua perlakuan. Berdasarkan hasil uji lanjut Duncan didapatkan bahwa pada α = 0,05 setiap perlakuan yang diberikan berbeda nyata terhadap nilai L*, namun pada α = 0,01, pada perlakuan A3B3 (perbandingan bobot kasein terhadap kapur tohor 1:3 dengan konsentrasi larutan gambir 25%) tidak berbeda nyata dengan A1B3 (perbandingan bobot kasein terhadap kapur tohor 1:3 dengan konsentrasi larutan gambir 25%) ,
35
pada perlakuan A2B2 (perbandingan bobot kasein terhadap kapur tohor 1:1 dengan konsentrasi larutan gambir 15%) tidak berbeda nyata dengan A3B2 (perbandingan kasein terhadap kapur tohor 1:3 dengan konsentrasi larutan gambir 15%). Suatu warna tidak selamanya hanya diperoleh dari warna merah, kuning, hijau atau biru saja, melainkan dapat diperoleh berdasarkan kombinasi warna. Kombinasi tersebut dapat merupakan kombinasi warna merah dan kuning, merah dan biru, kuning dan hijau atau kuning dan biru. Berdasarkan nilai a* dan b* dapat diketahui kombinasi warna yang membentuk warna pada hasil pengecetan cat alami (Agriawati, 2003). Nilai a* menyatakan warna yang dihasilkan dari campuran warna merah atau hijau. Berdasarkan hasil pengukuran nilai a* didapatkan bahwa nilai a* semakin meningkat dengan semakin meningkatnya konsentrasi larutan gambir yang digunakan. Nilai a* pada konsentrasi larutan gambir yang sama juga semakin meningkat dengan semakin meningkatnya kapur tohor yang digunakan. Nilai a* cat berkisar antara 23,278 – 35,608. Nilai a* tertinggi didapatkan pada perlakuan perbandingan kasein terhadap kapur tohor 1 : 3 dengan konsentrasi larutan gambir 25% (35,608). Nilai a* terendah didapatkan pada perlakuan perbandingan kasein terhadap kapur tohor 1 : 3 dengan konsentrasi larutan gambir 5% (23,278). Pada Lampiran 20 dapat dilihat hasil pengurukuran nilai a* pada cat yang telah diaplikasikan. Nilai a* yang bernilai positif menunjukan bahwa cat yang dihasilkan lebih didominasi warna merah dibandingkan warna hijau, karena warna yang didominasi warna hijau akan menunjukan nilai a* yang negatif. Hubungan antara perbandingan bobot kasein terhadap kapur tohor dengan nilai a* cat pada konsentrasi larutan gambir 5%, 15% dan 25% diperlihatkan pada Gambar 15. 40
Nilai a*
30 20
Kasein : Kapur Tohor 3:1
10
Kasein : Kapur Tohor 1:1
0
Kasein : Kapur Tohor 1:3 5%
15 %
25 %
Konsentrasi Larutan Gambir Gambar 15. Hubungan antara perbandingan bobot kasein terhadap kapur tohor dengan nilai a* cat pada berbagai tingkat konsentrasi larutan gambir Berdasarkan hasil analisi keragaman (Lampiran 21), didapatkan bahwa pada α = 0,05 dan α = 0,01 perlakuan perbandingan kasein terhadap kapur tohor dan konsentrasi larutan gambir dan interaksi antara keduanya berpengaruh nyata terhadap nilai a* yang dihasilkan. Pada uji lanjut Duncan
36
dengan α = 0,05 pengaruh perbandingan kasein terhadap kapur tohor berbeda nyata, namun pada α = 0.01 perbandingan kasein terhadap kapur tohor 1:3 dan 3 : 1 tidak berbeda nyata terhadap nilai a* yang dihasilkan. Pada α = 0,05 dan α = 0,01 pengaruh konsentrasi larutan gambir berpengaruh nyata terhadap nilai a* yang dihasilkan. Pada pengaruh interaksi antara perbandingan kasein terhadap kapur tohor dengan konsentrasi larutan gambir, pada perlakuan A2B2 (perbandingan kasein terhadap kapur tohor 1:1 dengan konsentrasi larutan gambir 15%) tidak berbeda nyata dengan perlakuan A2B3 (perbandingan kasein terhadap kapur tohor 1:1 dengan konsentrasi larutan gambir 25%), A3B2 (perbandingan kasein terhadap kapur tohor 1:3 dengan konsentrasi larutan gambir 15%), dan A3B3 (perbandingan kasein terhadap kapur tohor 1:3 dengan konsentrasi laruta ngambir 25%). Hal ini dapat disebabkan karena pengaruh penambahan kapur tohor pada perlakuan perbandingan kasein terhadap kapur tohor 1:1 dan 1:3 tidak berbeda nyata, sehingga tidak memberikan pengaruh yang signifikan terhadap nilai a* cat pada konsentrasi larutan gambir 15% dan 25%. Nilai b* menyatakan warna yang dihasilkan dari campuran warna biru sampai kuning. Nilai b* yang diperoleh dari hasil pengukuran berkisar antara 12,367 – 8,523. Semakin meningkatnya konsentrasi larutan gambir yang digunakan maka nilai b* semakin menurun. Nilai b* semakin meningkat ketika penambahan jumlah kapur tohor pada konsentrasi larutan gambir 5%, namun tidak seperti halnya pada perlakuan konsentrasi gambir 15% dan 25%, peningkatan kapur tohor tidak meningkatkan nilai b*, peningkatan kapur tohor menjadikan nilai b* menurun. Nilai b*pada perlakuan perbandingan kasein terhadap kapur tohor 1 : 1 dengan konsentrasi larutan gambir 15% (9,611) dan 25% (8,523) terjadi penurunan dibandingkan dengan perlakuan perbandingan kasein terhadap kapur tohor 3:1 pada konsentrasi gambir 15% (10,987) dan 25% (8,997). Namun, nilai b* kembali meningkat ketika penambahan kapur tohor yaitu pada perlakuan perbandingan bobot kasein terhadap kapur tohor 1:3 dengan konsentrasi lartan gambir 15% dan 25% nilai L* meningkat kembali menjadi 9,780 dan 8,806. Nilai b* tertinggi didapatkan pada perlakuan perbandingan kasein terhadap kapur tohor 1:3 dengan konsentrasi larutan gambir 5% (12,376), sedangkan nilai b* terendah didapatkan pada perlakuan perbandingan kasein terhadap kapur tohor 50:50 dengan konsentrasi larutan gambir 25% (8,523). Pada Lampiran 22 dapat dilihat hasil pengurukuran nilai b* pada cat yang telah diaplikasikan. Nilai b* menunjukan bahwa warna yang dihasilkan menyatakan campuran warna biru atau kuning, semakin meningkatnya konsentrasi larutan gambir maka nilai b* akan semakin menurun. Hal ini disebabkan warna yang dihasilkan akan semakin gelap dan lebih didominasi oleh warna merah karena nilai a* yang semakin naik dan nilai L* yang semakin menurun. Hubungan antara perbandingan bobot kasein terhadap kapur tohor dengan nilai b* cat pada konsentrasi larutan gambir 5%, 15% dan 25% diperlihatkan pada Gambar 16.
37
14 12 Nilai b*
10
Kasein : Kapur Tohor 3:1
8 6
Kasein : Kapur Tohor 1:1
4 2
Kasein : Kapur Tohor 1:3
0 5%
15 %
25 %
Konsentrasi Larutan Gambir Gambar 16. Hubungan antara perbandingan bobot kasein terhadap kapur tohor dengan nilai b* cat pada berbagai tingkat konsentrasi larutan gambir Berdasarkan analisis keragaman (Lampiran 23) didapatkan bahwa pada α = 0,05 dan α = 0,01 perlakuan perbandingan kasein terhadap kapur tohor dan konsentrasi larutan gambir dan interaksi antara keduanya berpengaruh nyata terhadap nilai b* yang dihasilkan. Pada uji lanjut Duncan dengan α = 0,05 pengaruh perbandingan bobot kasein terhadap kapur tohor berbeda nyata, namun pada α = 0,01 perbandingan bobot kasein terhadap kapur tohor 1:3 dan 3 : 1 tidak berbeda nyata terhadap nilai b* yang dihasilkan. Pada α = 0,05 dan α = 0,01 pengaruh konsentrasi larutan gambir berpengaruh nyata terhadap nilai b* yang dihasilkan. Uji lanjut Duncan juga dilakukan pada interaksi antara kedua perlakuan, berdasarkan hasil uji lanjut Duncan didapatkan bahwa pada α = 0,05 setiap perlakuan yang diberikan berbeda nyata terhadap nilai L*, namun pada α = 0,01, pada perlakuan A3B3 (perbandingan bobot kasein terhadap kapur tohor 1:3 dengan konsentrasi larutan gambir 25%) tidak berbeda nyata dengan A1B3 (perbandingan bobot kasein terhadap kapur tohor 1:3 dengan konsentrasi larutan gambir 25%). Pada perlakuan A2B2 (perbandingan kasein terhadap kapur tohor 1:1 dengan konsentrasi larutan gambir 15%) tidak berbeda nyata dengan A3B2 (perbandingan bobot kasein terhadap kapur tohor 1:3 dengan konsentrasi larutan gambir 15%). Berdasarkan hasil pengujian nilai L*, a*, dan b* pada cat yang telah diaplikasikan, menunjukkan bahwa semakin meningkat konsentrasi larutan gambir yang digunakan, maka nilai L* akan semakin menurun karena warna yang dihasilkan semakin gelap. Warna yang dihasilkan didominasi warna merah karena nilai a* positif yang semakin meningkat dan nilai b* positif yang semakin menurun. Nilai L menyatakan parameter kecerahan yang memiliki nilai 0 (hitam) sampai 100 (putih). Nilai a menyatakan campuran warna merah sampai hijau dengan +a (0 sampai +100) untuk warna merah dan nilai –a (0 sampai -80) untuk warna hijau. Nilai b menyatakan campuran warna biru sampai kuning. Nilai +b (0 sampai +70) untuk warna kuning dan –b (0 sampai -70) untuk warna biru (Volz, 1999). Menurut Muchtar (2000), senyawa tanin dalam gambir memberikan aroma dan rasa yang khas serta
38
warna merah kecoklatan, mudah larut dalam air dingin dan alkohol, tetapi tidak larut dalam ester dan bila airnya diuapkan akan membentuk kristal yang berwarna coklat kemerahan. Katekin memberikan rasa manis dan enak, tidak mudah larut dalam air dingin dan larut baik dalam air panas, serta pada keadaan kering berbentuk kristal bewarna kuning.
4.3.2 Uji Kualitatif Uji kualitatif merupakan pengujian yang dilakukan untuk mengetahui karakteristik cat yang tidak dapat dinyatakan dalam suatu besaran. Uji kualitatif yang dilakukan adalah efek kapur dan endapan (settling). Proses pengujian dilakukan pada GRC Board (Glassfibre Reinforced Cement Board) atau eternit yang terbuat dari semen yang memiliki kesamaan dengan tembok.
4.3.2.1 Efek Kapur Efek kapur merupakan pengujian kualitatif yang dilakukan untuk mengetahui ada atau tidaknya efek kapur pada cat yang dihasilkan. Efek kapur dapat terjadi akibat penggunaan bahan pengisi yang terlalu banyak (Talbert, 2008). Berdasarkan hasil pengujian, didapatkan bahwa pada sampel yang menggunakan perlakuan perbandingan bobot kasein terhadap kapur tohor 1 : 3 dengan konsentrasi larutan gambir 5%, 15%, dan 25% tidak mengalami efek kapur. Hal ini dikarenakan pada perlakuan tersebut kapur tohor yang digunakan jumlahnya lebih sedikit, sehingga efek kapur tidak terjadi. Pada perlakuan perbandingan bobot kasein terhadap kapur tohor 1:1 dan 3:1 dengan konsentrasi larutan gambir 5%, 15%, dan 25% terjadi efek kapur. Efek kapur terjadi akibat penggunaan kapur tohor yang jumlahnya bertambah.
4.3.2.2 Settling (Endapan) Salah satu parameter mutu cat adalah terjadinya endapan atau tidak. Cat yang diformulasikan dengan baik tidak akan mengendap ketika penyimpanan. Untuk mendapatkan formulasi yang baik adalah pemilihan jenis perekat, pewarna dan juga bahan tambahan lainnya (Talbert, 2008). Cat alami yang telah dibuat disimpan selama 24 jam dalam suhu ruang dengan keadaan tertutup, kemudian setelah 24 jam diperhatikan ada atau tidaknya endapan. Berdasarkan hasil pengamatan didapatkan bahwa cat alami yang telah disimpan selama 24 jam terjadi endapan. Terjadinya endapan dapat dikarenakan viskositas cat yang rendah dan diperlukan bahan tambahan seperti thickener atau pengental (Talbert, 2008). Terjadinya endapan dapat disebabkan karena komponen perekat, pewarna dan pelarut tidak menyatu dengan baik sehingga terbentuk endapan. Endapan tersebut adalah komponen perekat (kasein dan kapur tohor) dan pewarna yang terpisah dari pelarutnya (air). Hasil analisis parameter mutu cat (uji kuantitatif dan uji kualitatif) secara keseluruhan dapat dilihat pada Lampiran 24.
39
4.4
Pengaruh Penambahan Pengental (Thickener) Formula cat terbaik yang terpilih adalah pada perlakuan perbandingan bobot kasein terhadap kapur tohor 50%:50% (1:1). Pemilihan tersebut berdasarkan parameter mutu utama yaitu daya rekat. Namun, konsentrasi larutan gambir tidak berpengaruh nyata terhadap daya rekat cat yang dhasilkan, sehingga penggunaan gambir hanya sebagai pewarna atau pigmen dalam pembuatan cat alami. Cat yang dihasilkan terjadi endapan, sehingga perlu ditambahkan bahan tambahan berupa pengental untuk memperbaiki stabilitas emulsi cat untuk menghindari terjadinya endapan ketika penyimpanan. Powrie dan Tung (1976), menyatakan bahwa ada tiga macam bahan yang dapat digunakan sebagai penstabil emulsi, yaitu : (1) bahan pengemulsi yang berorientasi pada batas permukaan kedua fase, (2) partikel – partikel halus yang teradsorbsi pada batas kedua fase (interface), dan (3) hidrokoloid yang mampu meningkatkan viskositas fase eksternal. Menurut Griffin (1954), fungsi pengemulsi adalah untuk mempermudah pembentukan emulsi serta mempertinggi stabilitasnya. Fungsi tersebut dapat dilaksanakan oleh pengemulsi yang mampu menurunkan tegangan interfasial antara kedua fase yang tidak dapat bercampur. Bahan pengental yang digunakan adalah hydroxyethyl cellulose (HEC). HEC merupakan bahan pengental turunan dari selulosa. Selulosa merupakan salah satu polimer yang dapat ditemukan di alam. Kayu, kertas dan kapas mengandung selulosa. Selulosa merupakan serat yang baik. Selulosa terbuat dari pengulangan unit dari monomer glukosa. Selulosa terdiri dari banyak monomer gula, sehingga disebut dengan polisakarida (Billmeyer, 1962). Struktur kimia glukosa dapat dilihat pada Gambar 17.
Gambar 17. Struktur kimia glukosa Sumber : Billmeyer, 1962 HEC dinamakan berdasarkan dua komponen pembentuknya yaitu selulosa (cellulose) dan hidroxietil (hydroxyethyl). HEC merupakan turunan atau bentuk lain dari selulosa. Selulosa sendiri tidak dapat larut dalam air, molekul beranatai panjang yang mengandung gugus anhydroglucose yang berulang-ulang. HEC dibedakan dengan selulosa lainnya berdasarkan atom hidrogen pada gugus hidroksil selulosa digantikan dengan gugus hidroksietil yang memberikan kemampuan untuk larut dalam air. Dalam pembuatan HEC, selulosa direkasikan dengan natrium hidroksida sehingga menghasilkan selulosa yang lebih reaktif (alkali cellulose), kemudaian selulosa alkali tersebut direaksikan dengan etilen oksida sehingga dihasilkan HEC. Berbeda dengan CMC (carboxy methyl cellulose) di mana gugus
40
karboksimetil dihubungkan dengan glukosa dari selulosa melalui ikatan ester (Kirk dan Othmer, 1976). Struktur kimia HEC dapat dilihat pada Gambar 18. HEC larut dalam air. Biasanya HEC digunakan pada industri kosmetik, produk pembersih, shampo, cat, dan lain sebagainya. HEC memiliki kemampuan mengentalkan, mengemulsi, mengikat, mendispersi dan mengurangi kelebihan air (mengikat air) (Billmeyer, 1962).
Gambar 18. Struktur Kimia Hydroxyethyl cellulose (HEC) (Billmeyer, 1962) Sebagai contoh cara kerja HEC adalah pada shampo. HEC membantu kerja shampo untuk menghilangkan kotoran dengan membentuk koloid disekitar partikel kotoran. Secara normal, partikel kotoran tidak larut dalam air, namun dengan adanya HEC yang dapat membungkus partikel debu dan ketika dibasahi oleh air HEC menjadikan air dapat menerima partikel kotoran tersebut, sehingga partikel kotoran tersebut akan terbuang besama air dan tidak lagi menempel pada rambut (Billmeyer, 1962), sehingga jika dikaitkan dengan mekanisme kerja pada cat, HEC akan membungkus komponen perekat dan juga pewarna sehingga lebih stabil emulsinya dalam air dan mencegah terjadinya endapan. Pada Gambar 19 dapat dilihat ilustrasi pembungkusan partikel kotoran oleh HEC.
Rantai Partikel Kotoran
Gambar 19. Ilustrasi pembungkusan partikel kotoran oleh hydroxyethyl cellulose (HEC) (Billmeyer, 1962) Dalam pembuatan cat, bahan tambahan berupa pengental ditambahkan hanya dalam komposisi yang sedikit yaitu sekitar 1-2% dalam keseluruhan komposisi dalam cat (Talbert, 2008). Pada penambahan zat pengental dalam pembuatan cat alami konsentrasi HEC yang dipilih adalah 1,4% karena nilai ini dianggap terbaik untuk mendapatkan kekentalan yang
41
sesuai. Jika konsentrasi HEC lebih rendah cat belum memiliki kekentalan yang baik, namun jika terlalu tinggi dari 1,4%, maka cat akan sulit untuk diaplikasikan. Perlakuan perbandingan bobot kasein terhadap kapur tohor 50% : 50% (1:1) dengan konsentrasi larutan gambir 5%, 15% dan 25% ditambahkan masing – masing 1,4% HEC ke dalam formula cat. Hasil pengujian formula cat setelah penambahan HEC dapat dilihat pada Tabel 8. Tabel 8. Hasil pengujian cat setelah penambahan hydroxyethyl cellulose (HEC) Parameter Mutu Cat
Sampel A2B3H1 A2B1
A2B1H1
A2B2H1
A2B2
A2B3
Densitas (g/ml)
1,089
1,099
1,142
1,082
1,097
1,121
Padatan Total (%)
18,483
21,621
23,474
16,647
20,010
21,857
Bahan Menguap (%)
81,517
78,3795
76,526
83,353
79,989
78,143
85
96
142,5
64,76
65,59
67,74
Nilai pH Waktu Mengering
9,45
9,445
9,44
9,455
9,4225
9,425
- Kering Sentuh (Menit) - Kering Keras (Menit)
15,75
16
16
16,5
16,5
17
33,75
35,5
33
34,5
33,25
33,25
Daya Rekat (%)
83,75
84,25
84,25
81,25
81
81,75
31,2475
50
50
31,2475
45,8325
45,8325
Viskositas (KU)
Daya Tutup (m2/L) Uji Warna - Nilai L*
55,0925
45,935
40,925
53,605
39,745
33,43
- Nilai a*
20,75
30,2075
34,1875
25,61
35,1625
35,28
- Nilai b*
12,25775 Terdapat efek kapur Tidak Mengendap
10,679 Terdapat efek kapur Tidak Mengendap
9,8145 Terdapat efek kapur Tidak mengendap
11,958 Terdapat efek kapur
9,61125 Terdapat efek kapur
8,52275 Terdapat efek kapur
Mengendap
Mengendap
Mengendap
Efek Kapur Endapan (Settling)
Keterangan : Sampel : A2B1 : Kasein : Kapur tohor = 1:1, dan konsentrasi larutan gambir 5% A2B2 : Kasein : Kapur tohor = 1:1, dan konsentrasi larutan gambir 15% A2B3 : Kasein : Kapur tohor = 3:1, dan konsentrasi larutan gambir 25% A2B1H1 : Kasein : Kapur tohor = 1:1, konsentrasi larutan gambir 5% , dan HEC 1,4% A2B2H1 : Kasein : Kapur tohor = 1:1, konsentrasi larutan gambir 15%, dan HEC 1,4% A2B3H1 : Kasein : Kapur tohor = 3:1, konsentrasi larutan gambir 25%, dan HEC 1,4% Penambahan HEC menyebabkan nilai densitas dan total padatan cat meningkat, namun peningkatnya tidak terlalu banyak. Peningkatannya densitas dan total padatan cat disebabkan dengan penambahan HEC terjadi penambahan padatan dalam formula cat, hal tersebut yang menjadikan nilai densitas meningkat. Peningkatan nilai densitas tidak terlalu banyak yang semula densitas cat berkisar antara 1,082-1,121 g/ml dengan penambahan HEC menjadi 1,089-1,142 g/ml. Hal tersebut disebabkan HEC yang ditambahkan hanya dalam jumlah yang sedikit sehingga tidak mempengaruhi secara signifikan nilai densitas cat. Peningkatan total padatan juga tidak menigkat secara signifikan yang semula berkisar 16,64721,857% menjadi 18,483 - 23,474%. Bahan menguap cat akan semakin menurun, karena
42
padatan toal dan bahan menguap berbanding terbalik, semakin tinggi total padatan cat makan total bahan menguap akan semakin rendah. Total bahan menguap cat yang semula berkisar antara 83,353 - 78,143% menjadi 81,517 - 76,526%. Nilai viskositas atau kekentalan cat meningkat cukup jauh, karena HEC merupakan bahan tambahan yang sengaja ditambahkan untuk meningkatkan kekentalan cat dan menjadikan cat tidak mengendap. Viskositas cat yang semula berkisar antara 64,76 – 67,74 KU (Krebs Unit) menjadi berkisar antara 85 – 142,5 KU (Krebs Unit). Nilai pH cat setelah penambahan HEC tidak berbeda jauh yang semula berkisar antara 9,422 – 9,455 menjadi berkisar antara 9,44 - 9,45. Waktu mengering cat yang terdiri dari waktu kering sentuh dan waktu kering keras tidak mengalami perubahan yang signifikan dari sebelum penambahan HEC. Hal tersebut disebabkan HEC bersifat untuk pengental dan penstabil emulsi dalam cat, sehingga tidak berpengaruh terhadap waktu mengering cat. Daya rekat cat semakin meningkat dengan penambahan HEC. Semula daya rekat cat berkisar antara 81 – 84,75 % meningkat menjadi 83,75 – 84,25%, hal tersebut dapat terjadi karena HEC memiliki daya perekat seperti halnya perekat pada cat. Menurut Talbert (2008), perekat jenis nonconvertible adalah perekat yang terpolimerisasi yang terdispersi dalam suatu medium yang akan menguap setelah lapisan cat diaplikasikan pada suatu permukaan, contohnya adalah cellulose, nitrocellulose, dan resin vinil. Pengaruh penambahan HEC pada daya tutup cat tidak berpengaruh secara signifikan yang semula berkisar antara 45,834 – 31,248 m2/L menjadi 31,248 – 50 m2/L, hal tersebut disebabkan HEC memiliki kemampuan mengentalkan, mengemulsi, mengikat, mendispersi dan mengurangi kelebihan air (mengikat air) (Billmeyer, 1962). Daya tutup cat lebih dipengaruhi oleh penggunaan pewarna atau pigmen yang digunakan karena perekat cat sebagian besar transparan, sedangkan satu-satunya komponen cat yang dapat menutupi permukaan adalah pewarna atau pigment (Talbert, 2008). Nilai L*, a*, dan b* cat yang telah ditambahkan HEC terjadi perubahan yang tidak terlalu jauh dari semula, nilai L* yang semula berkisar antara 33,43 - 53,605 menjadi 40,925 55,093. Nilai L* cat semakin menurun dengan semakin meningkatnya penggunaan konsentrasi larutan gambir, nilai L* semakin meningkat ketika ditambahkan HEC. Nilai L menyatakan parameter kecerahan yang memiliki nilai 0 (hitam) sampai 100 (putih). Nilai a menyatakan campuran warna merah sampai hijau dengan +a (0 sampai +100) untuk warna merah dan nilai –a (0 sampai -80) untuk warna hijau. Nilai b menyatkan campuran warna biru sampai kuning. Nilai +b (0 sampai +70) untuk warna kuning dan –b (0 sampai -70) untuk warna biru (Volz, 1999). Nilai a* cat yang telah ditambahkan HEC menjadi menurun yang semula berkisar antara 25,61 – 35,28 menjadi 20,75 – 34,188. Nilai b* cat yang telah ditambahkan HEC menjadi meningkat yang semula berkisar antara 8,523 – 11,958 menjadi 9,815 – 12,258. Berdasarkan nilai L*, a*, dan b* cat yang telah ditambahkan HEC memiliki warna yang lebih cerah karena nilai L* yang meningkat, namun warna yang dihasilkan masih didominasi warna merah karena nilai a* positif yang semakin meningkat dan nilai b* positif yang semakin menurun. Suatu warna tidak selamanya hanya diperoleh dari warna merah, kuning, hijau, atau biru saja, melainkan dapat diperoleh berdasarkan kombinasi warna. Kombinasi ini dapat merupakan kombinasi warna merah dan kuning, merah dan biru, kuning dan hijau atau kuning dan biru. Berdasarkan nilai a* dan b* dapat diketahui kombinasi warna yang membentuk warna pada hasil pengecetan cat alami (Agriawati, 2003).
43
Pada pengujian kualitatif yaitu pengujian terjadi atau tidaknya efek kapur dan juga terjadi atau tidaknya endapan, didapatkan bahwa cat yang telah ditambahkan HEC masih terjadi efek kapur. Hal tersebut disebabkan formula cat mengunakan kapur tohor sebagai salah satu komponen bahan perekat dan HEC tidak memberikan pengaruh untuk mengurangi efek kapur. HEC jelas memberikan efek terhadap pengujian ada atau tidaknya endapan pada perlakuan A2B2H1 (perbandingan kasein terhadap kapur tohor 50:50 (1:1), dengan konsentrasi gambir 15% dan penambahan 1,4% HEC dan A2B3H1(perbandingan bobot kasein terhadap kapur tohor 50:50 (1:1), dengan konsentrasi gambir 25% dan penambahan 1,4% HEC, namun tidak berpengaruh kepada perlakuan A2B1H1(perbandingan kasein terhadap kapur tohor 50:50 (1:1), dengan konsentrasi gambir 5% dan penambahan 1,4% HEC, ketika telah disimpan selama satu minggu. Ketika penyimpanan dalam waktu 24 jam formula cat yang telah ditambahkan HEC tidak terjadi endapan, namun ketika telah disimpan selama seminggu pada perlakukan A2B1H1(perbandingan kasein terhadap kapur tohor 50:50 (1:1), dengan konsentrasi gambir 5% dan penambahan 1,4% HEC terbentuk endapan. Hal tersebut dapat dikarenakan pada perlakuan A2B1H1(perbandingan kasein terhadap kapur tohor 50:50 (1:1), dengan konsentrasi gambir 5% dan penambahan 1,4% HEC kekentalan cat belum tercapai dengan baik karena kandungan air pada perlakuan tersebut lebih tinggi dibandingkan dua perlakuan lainnya, sehingga perlu ditambahkan HEC dengan konsentrasi sedikit lebih banyak dari 1,4% untuk menghasilkan kekentalan yang baik dan menjadikan stabilitas emulsi cat lebih baik.
44
V. 5.1
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan Cat yang dihasilkan dalam penelitian ini adalah cat berwarna coklat muda hingga coklat kemerah-merahan yang dapat diaplikasikan pada tembok dan kayu. Perbandingan bobot kasein terhadap kapur tohor dan konsentrasi larutan gambir mempengaruhi mutu cat yang dihasilkan. Pengaruh perbandingan bobot kasein terhadap kapur tohor memberikan pengaruh nyata terhadap densitas, total padatan, total bahan menguap, nilai pH, daya rekat dan nilai L*, a* dan b*. Namun tidak berpengaruh nyata terhadap waktu kering sentuh, waktu kering keras dan daya tutup cat. Pengaruh konsentrasi larutan gambir memberikan pengaruh nyata terhadap densitas, total padatan, total bahan menguap, daya tutup, dan nilai L*, a* dan b*. Namun tidak memberikan pengaruh nyata terhadap nilai pH, daya rekat, waktu kering sentuh, dan waktu kering keras. Formula yang terbaik berdasarkan parameter mutu utama, yaitu daya rekat adalah pada perlakuan perbandingan bobot kasein terhadap kapur tohor 1:1, namun konsentrasi gambir tidak berpengaruh nyata terhadap daya rekat cat. Untuk memperbaiki mutu cat ditambahkan bahan pengental berupa hydroxyethy cellulose (HEC) sebanyak 1,4% yang bertujuan agar cat yang dihasilkan tidak mengendap. Setelah ditambahkan HEC didapatkan perlakuan terbaik yaitu pada perlakuan perbandingan bobot kasein terhadap kpaur tohor 1:1 dengan konsentrasi larutan gambir 25%. Hal tersebut dikarenakan, setelah penyimpanan selama dua bulan, cat tidak mengendap. Setelah penambahan HEC tidak terjadi perubahan yang signifikan terhadap nilai densitas, total padatan, total bahan menguap, nilai pH, daya tutup, nilai L*, a* dan b* serta efek kapur, tetapi nilai daya rekat dan kekentalan meningkat dan cat yang dihasilkan tidak mengendap.
5.2
Saran 1) 2)
Saran yang dapat diberikan untuk penelitian ini adalah sebagi berikut: Perlu dipertimbangkan oleh peneliti penggunaan pewarna alami lainnya, agar didapatkan variasi warna cat alami. Cat alami berbahan baku kasein, kapur tohor, dan gambir merupakan salah satu alternatif cat yang berpotensi besar untuk dikembangkan, sehingga diperlukan studi untuk menganalisa kelayakan industri cat alami tersebut.
45
DAFTAR PUSTAKA Adnan M. 1984. Kimia dan Teknologi Pengolahan Susu. Yogyakarta : Andi Offset. Apriyantono A, Fardiaz NL, Puspitasari, Sedarnawati, Budiyanto S. 1988. Analisis Pangan Antar Universitas. Bogor : Institut Pertanian Bogor Press. ASTM. 1991. Annual Book of ASTM Standars. Paints, Related Coatings, and Aromatics. Volume 06.01. Paint – Test for Formulated Products and Applied Coatings. Philadelphia : American Society for Testing and Materials,. Badan Standarisasi Nasional. 2000. SNI 01-3391-2000. Gambir. Jakarta : Badan Standarisai Nasional. Badan Standarisasi Nasional. 2009. SNI 3564-2009. Cat Emulsi. Jakarta : Badan Standarisai Nasional. Baird HC. 1908. Painter, Gilder, and Varnishers Companion. Philadelphia: Industrial Publisher. Bakhtiar A. 1991. Manfaat Tanaman Gambir. Makalah Penataran Petani dan Pedagang Pengumpul Gambir di Kecamatan Pangkalan Kab. 50 Kota 29-30 November 1991. Padang : FMIPA Universitas Andalas. Banov A. 1982. Paint and coatings Hand Book, second edition. New York : Mc Graw-Hill Book Company. Billmeyer FW. 1962. Polymer Science. New York : Interscience Publishing. Buckle KA. 1987. Ilmu Pangan. Jakarta: UI Press. Budiono I. 2007. Faktor Risiko Gamngguan Fungsi Paru Pada Pekerja Pengecatan Mobil. [Tesis]. Semarang : Program Studi Magister Epidemiologi, Universitas Diponogoro. Burkill IH. 1935. Manfaat Gambir. Laporan Pelaksanaan Penataran Petani dan Pedagang Pengumpul Gambir di Kecamatan Pangkalan Kabupaten Lima Puluh Kota. Padang : FMIPA, Universitas Andalas. Gumbira-Sa’id E, Syamsu K, Mardliyati E, Herryandie A, Evalia NA, Rahayu DL, Puspitarini AAR, Ahyarudin A, Hadiwijoyo A. 2009. Agroindustri dan Bisnis Gambir Indonesia. Bogor : IPB Press. Gove PB, Webster M. 1966. Webster’s Third International Dictionary the English Language Unbridge. Massachussetts : G and C Merriam Company Publisher. Hall
C. 1981. Polymer Materials, An Introduction for Technologist and Scientist. London : MacMillan Pub. Ltd. Hermiyati I. 2009. Petunjuk Praktikum Analisa Bahan Kulit. Yogyakarta : Akademi Teknologi Kulit.
46
Heyne K. 1987. Tumbuhan Berguna Indonesia Jilid III. Jakarta : Badan Litbang Kehutanan. Koleske VJ. 1972. Paint and Coating Testing Manual. Philadelphia : Race Street. Merck . 2000. The Merck Index of Chemical and Drugs. New York : Merck and Co. Muchtar. 2000. Teknologi Pemurnian Gambir. Makalah pada Seminar nasional Hasil – hasil Penelitian dan Pengkajian Pertanian. Padang : BPTP Sukarami dan Peragi. Nazir N. 2000. Gambir, Budidaya, Pengolahan Hasil dan Prospek Diversivikasinya. Padang : Yayasan Hutanku. Nelson GL, Gray KN, Buckley SE. 1985. Modern Paint and Coatings. Hattiesburg : University of Southern Mississippi. Payne LF. 1961. Organic Coating Technology Volume 2. New York : John Wiley and Sons. Powrie WD, Tung MA. 1976. Food Dispersions. New York : Marcel Dekker Inc. Rizki TM. 2004. Pengaruh Suhu FormulasiResin dan Perbandingan Mol Formaldehida Terhadap Total Fenolik dalam Pembuatan Cat Anti Karat Berbasis Resin Fenolik dari Cairan Kulit Biji Mete (Cashew Nut Shell Liquid). [Skripsi]. Bogor : Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor.obertson, T. B., The physical chemistry of the proteins, New York, London, Robertson TB. 1918. The physical chemistry of the proteins. New York, London, Bombay, Calcuta, and Madras. Simanjuntak. 2008. Penuntun Praktikum Biokimia. Sumatera Utara : Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Jurusan Farmasi Universitas Sumatera Utara. Soebito S. 1988. Analisis Farmasi. Yogyakarta : Gajah Mada University Press. Southward CR. 2000. Casein Products. New Zealand : Consumer and Application Science Section, Dairy Research Institute. Sudibyo A, Sait S, Loebis EH. 1988. Pengaruh Cara dan Lama Penyairan Terhadap Mutu Gambir (Uncaria gambir Roxb.) yang Dihasilkan. Journal of Agro-Based Industry Vol.5, No.1. BBIHP, Bogor. Syarief. 1991. Teknologi Penyimpanan Pangan. Jakarta : Arcan. Talbert R. 2008. Paint Technology Handbook. New York : CRC Press. Thorpe JF, Whiteley MA. 1921. Thorpe’s dictionary of applied chemistry. Fourth edition, Vol. II. London : Longmans, Green and Co.
47
Volz HG. 1999. Industrial Color Testing. Weinheim : VCH Publishers. Walpole RE. 1992. Pengantar Statistika, Edisi ke-3. Jakata : Gramedia Pustaka Utama. Webb BH, Johnson AH. 1985. Fundamental of Dairy Chemistry. Connecticut : The Avi Publishing Company. Winarno FG, Wiranatakusumah MA. 1981. Fisiologi Lepas Panen. Jakarta : Sastra Hudaya. Nuryanti Y. 1976. Pengetahuan bahan cat, Pendidikan dan pelatihan untuk Production Engineering Supervisor Industri Sepeda. Bandung Zulnely, Lukman AH. 1994. Pengaruh Pengukusan dan Perajangan Daun Gambir (Uncaria gambir Roxb.) Terhadap Mutu Ekstrak Gambir. Jurnal Penelitian Hasil Hutan Vol. 12 No. 6, Bogor.
48
LAMPIRAN
49
Lampiran 1. Prosedur Analisis Mutu Bahan Baku Cat 1)
Penetapan Kadar Air dengan Metode Oven (AOAC, 1984) Cawan aluminium kosong dipanaskan dengan oven 105 oC selama 15 menit, kemudian didinginkan dengan desikator selama 30 menit dan ditimbang. Prosedur pengeringan cawan ini diulang sampai didapatkan bobot tetap. Sampel sebanyak 4-5 gram ditimbang dalam cawan tersebut, kemudian dipanaskan dalam oven pada suhu 105 oC selama 3-5 jam. Setelah cawan dikeluarkan dari oven dan didinginkan, diulang sampai didapatkan bobot tetap bahan. Presentase kadar air dapat dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut : % Kadar Air = A-B x 100% C Keterangan : A : Bobot cawan berisi sampel sebelum dioven (g) B : Bobot cawan berisi sampel setelah dioven (g) C : Bobot sampel basa (g)
2)
Penetapan Kadar Abu dengan Metode Oven (AOAC, 1984) Sampel sebanyak 4-5 gram ditimbang dalam cawan yang bobotnya konstan. Dibakar sampai tak berasap di atas Bunsen dengan api kecil, kemudian dimasukkan ke dalam tanur pada suhu 600oC sampai menjadi abu. Cawan didinginkan dalam desikator selama 15 menit kemudian ditimbang. Pengabuan diulangi, dengan cara dimasukkan ke dalam tanur pada suhu 600oC selama 1 jam sampai didapat bobot yang tetap. Presentase kadar abu dapat dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut : % Kadar Abu = A-B x 100% C Keterangan : A : Bobot cawan berisi abu sampel (g) B : Bobot cawan (g) C : Bobot sampel basa (g)
3)
Penetapan Kadar Protein (Nitrogen) dengan Metode Kjedhal Sampel sebanyak 0.2 gram, ditambahkan dengan 1 gram CuSO 4, 1.2 gram Na2SO4, dan 2.5 larutan H2SO4 pekat dan didekstruksi dalam labu Kjeldhal selama 1 jam. Setelah dingin ditambahkan larutan NaOH 50% sebanyak 15 ml dan didestilasi. Destilat ditampung dalam erlenmeyer yang berisi larutan HCl 0.02 N. Destilat dititrasi dengan larutan NaOH 0.02 N yang sebelumnya telah ditambahkan indikator mensel. Penentuan kadar nitrogen berdasarkan volume larutan NaOH 0.02 N yang digunakan untuk titrasi. Blanko disiapkan seperti prosedur penentuan kadar nitrogen dengan etode Kjeldhal. Penentuan kadar nitrogen dihitung berdasarkan rumus sebagai berikut : % Total N = (ml NaOH blanko – ml NaOH sampel) x N NaOH x 0.014 x FP x100% gram sampel % Protein = % Total N + Faktor Konversi (FK) Keterangan : FP : Faktor Pengenceran FK : Faktor Konversi (6.25)
50
4)
Penetapan Kadar Lemak dengan Metode Ekstraksi Langsung dengan Alat Soxhlet (SNI 012891-1992) Sebanyak 1-2 gram contoh, dimasukkan ke dalam selongsong kertas saring yang dilapisi denga kapas. Kemudian selongsong kertas saring berisi contoh disumbat dengan kapas lalu dikeringkan di dalam oven pada suhu 80 oC selama kuran lebih 1 jam. Kemudian selongsong kertas yang telah dioven dimasukkan ke dalam alat soxhlet yang telah dihubungkan dengan labu lemak berisi batu didih yang telah dikeringkan dan telah diketahui bobotnya. Kemudian diekstraksi dengan hexana atau pelarut lemak lainnya selama kurang lebih 6 jam. Kemudian hexana disuling dan ekstrak lemak dikeringkan di dalam oven pada suhu 105 oC sampai bobotnya tetap. Didinginkan dan ditimbang. Penentuan kadar lemak dihitung berdasarkan rumus sebagai berikut : % Total Lemak = W2-W1 x 100% W Keterangan : W : Bobot contoh (g) W1 : Bobot labu lemak kosong (g) W2 : Bobot labu lemak dan lemak (g).
5)
Penetapan Kadar Serat Kasar (AOAC, 1984) Sebanyak 2 gram contoh dimasukkan ke dalam erlenmeyer 500 ml dan ditambahkan 100 ml H2SO4 0.325 N, kemudian dihidrolisis di dalam autoklaf selama 15 menit pada suhu 105oC. Didinginkan lalu ditambahkan NaOH 1.25 N sebanyak 50 ml. Hidrolisis kembali ke dalam autoklaf selama 15 menit. Kemudian contoh disaring dengan kertas saring yang telah dikeringkan dan diketahui bobot tetapnya. Contoh dicuci berturut-turut dengan air panas menggunakan 25 ml H2SO4 0.325 N, kemudian dicuci dengan air panas terakhir menggunakan alkohol 25 ml. Kertas saring dikeringkan di dalam oven pada suhu 105oC sampai bobotnya tetap. Penentuan kadar serat dihitung berdasarkan rumus sebagai berikut : % Kadar Serat = Bobot kertas dan serat – Bobot kertas x 100% Bobot contoh awal
6)
Penetapan Kadar Karbohidrat (by different) Penentuan karbohidrat (by different) dihitung berdasarkan rumus sebagai berikut : % KKh = 100% - % K air - % K abu - % K lemak - % K serat kasar
7)
Kadar Katekin (SNI 01-3391-2000) a. Pembuatan Kurva Standar Pembuatan kurva standar dilakukan dengan penimbangan sampel katekin standar sebanyak 25 mg, dimasukan kedalam labu takar 25 ml dan dilarutkan dengan larutan etil asetat hingga tanda tera (larutan A). Larutan A kemudian disaring menggunakan kertas saring dan diencerkan kembali mengunakan larutan etil asetat pada berbagai tingkat konsentrasi, yaitu 10 ppm, 20 ppm, 30 ppm, 40 ppm, 50 ppm, 60 ppm, 70 ppm, 100 ppm. Larutan yang sudah terbentuk diukur dengan Spektrofotometer Ultraviolet pada panjang gelombang 280 nm dengan menggunakan etil asetat sebagai blanko. Nilai absorbansi yang didapat dibuat regresi linier sehinnga didapat persamaan linier untuk menghitung kadar katekin sampel.
51
b.
8)
Pengujian Sampel Gambir Sampel gambir yang diuji ditimbang sebanyak 50 mg dan dituangkan kedalam labu takar 25 ml, dilarutkan dan diencerkan dengan etil asetat samapai tanda tera (Larutan B). Larutan B diletakan dalam sonifikator selama 10 menit kemudian disaring. Sebanyak 1,25 larutan B dimasukan ke dalam labu takar 25 ml dan diencerkan hingga tanda tera (Larutan C). Larutan C kemudian diukur absorbansinya menggunakan etil asetat sebagai blanko. Nilai absorbansi yang didapat dihitung kadar katekinnya menggunakan persamaan linier dari kurva standar.
Kadar Bahan Tidak Larut Dalam Air dan Alkohol (SNI 01-3391-2000) Prinsip : persentase bahan yang tidak learut dalam air dan alkohol diperoleh dengan perbandingan antara bebas kotoran pada suhu oven 100 – 105 °C dengan bobot contoh yang diuji. a.
Penentuan Bahan Tidak Larut Dalam Air (SNI 01-3391-2000) Sebanyak satu gram contog gambir kering (bebas air) yang sudah dihaluskan dimasukkan ke dalam gelas piala 200 ml yang telah berisi 100 ml air. Panaskan campuran tersebut sampai mendidih kemudian saring dengan menggunakan cawan gooch yang telah diketahui beratnya. Cawan Gooch yang telah berisi residu dikeringkan dalam oven pada suhu 105 ° C selama satu jam, kemudian didinginkan dalam desikator dan timbang sampai bobot tetap.
b.
Penentuan Bahan Tidak Larut Dalam Alkohol (SNI 01-3391-2000) Sebanyak satu gram contoh kering (bebas air) gambir yang sudah dihaluskan dimasukkan ke dalam erlenmeyer 200 ml yang berisi 100 ml etanol absolut. Erlenmeyer ditutup sumbat gabus yang diberi kapas dan dipanaskan sampai mendidih. Kemudian campuran disaring dengan menggunakan cawan gooch yang diketahui beratnya. Cawan berisi residu dikeringkan dalam oven pada suhu 105 °C selama satu jam, lalu didinginkan dalam desikator dan ditibang. Kadar bahan yang tidak larut dalam alkohol atau air = 100 (W2-W) W1 Keterangan: W : bobot cawan Gooch W1 : bobot contoh atas dasar bahan kering W2: bobto residu yang tidak larut dalam alkohol atau air + bobot cawan Gooch.
52
Lampiran 2. Perhitungan jumlah perekat Basis perekat yang digunakan adalah 50 gram
Perbandingan bobot kasein terhadap kapur tohor 3 : 1 (75% : 25%) Jumlah kasein yang digunakan =
Jumlah kapur tohor yang digunakan =
Perbandingan bobot kasein terhadap kapur tohor 1:1 (50% : 50%) Jumlah kasein yang digunakan =
Jumlah kapur tohor yang digunakan =
Perbandingan bobot kasein terhadap kapur tohor 1:3 (25% : 75%) Jumlah kasein yang digunakan =
Jumlah kapur tohor yang digunakan =
53
Lampiran 3. Prosedur analisis mutu cat 1)
Densitas ( ASTM D.1475) Pengukuran bobot jenis dilakukan untuk mengetahui bobot cat per satuan volume (g/ml). Alat yang digunakan adalah piknometer. Pikometer ditimbang sampai didapat perbedaan berat antar dua penimbangan sebesar maksimum 0,001% dari berat piknometer (M gram). Piknometer diisi dengan air suling pada suhu yang disyaratkan, tutup piknometer, kelebihan air suling yang mengalir segera dikeringkan dengan kain / kertas penyerap dengan segera. Pada Gambar 8 dapat dilihat proses pengujian densitas cat. Piknometer berisi air ditimbang dan dicatat bobotnya (N gram) perhitungan volume piknometer sebagi berikut :
dengan : V adalah volume piknometer (ml) N adalah bobot piknometer dan air (g) M adalah bobot piknometer (g) ρ adalah kerapatan mutlak air (densitas) (g/ml). Setelah ditentukan volme piknometer langkah selanjutnya adalah piknometer disi dengan cat pada suhu yang disyaratkan, piknometer ditutup, kelebihan cat yang mengalir segera dikeringkan dengan kain / kertas penyerap dengan segera. Piknometer berisi cat ditimbang dan dicatat bobotnya (W gram). Menurut ASTM D.1475 perhitungan densitas cat adalah sebagai berikut :
Dengan : Dm adalah densitas contoh (g/ml) W adalah bobot piknometer berisi contoh (g) M adalah bobot piknometer (g) V adalah volume pikometer 2)
Kadar Padatan Total dan Bahan Menguap (SNI 06-0475-1989) Cawan aluminium dipanaskan dalam oven pada suhu 105±2 °C, dan didinginkan dalam desikator, kemudian ditimbang dengan timbangan empat desimal. Prosedur tersebut diulangi sampai bobotnya tetap (A). Cat dimasukkan ke dalam cawan sebanyak dua gram (B) secara merata di seluruh permukaan cawan. Proses pengujian kadar padatan total dan bahan menguap dapat dilihat pada gambar 9. Kemudian cawan yang berisikan cat dimasukan ke dalam oven pada suhu 105±2 °C. Setelah satu jam, cawan dikeluarkan, kemudian didinginkan dalam desikator dan ditimbang. Pengeringan dilanjutkan sampai bobotnya tetap (C).
54
Kadar padatan total (%) =
Kadar bahan menguap (%) = 100 – Kadar padatan total.
3)
Kekentalan / Viskositas (AOAC, 1995) Pengukuran viskositas dilakukan dengan menggunakan alat Viskometer Brookfield. Contoh cat sebanyak ± 25 ml (jumlah yang diperlukan untuk merendamkan tanda tera pada beban) dimasukkan ke dalam gelas piala, dan diatur suhunya agar tetap 25 ± 0.5 °C. Beban dan putaran per menit (rpm) yang akan digunakan (bernomor) diatur terlebih dahulu untuk menentukan angka konversinya yang terdapat pada tabel bagian atas alat. Contoh cat dimasukkan ke dalam wadah hingga tanda tera pada beban terendam. Motor penggerak dijalankan setelah jarum menunjukan angka nol. Motor dimatikan setelah satu menit, dan tombol penekan jarum ditekan, kemudian dibaca angka yang ditunjukkan oleh jarum tersebut (A). Pada Gambar 10 dapat dilihat proses pengujian viskositas dengan menggunakan viscometer Brookfield. Rumus viskositas adalah sebagai berikut. Viskositas (cP) = A x angka konversi
4)
Waktu Mengering (SNI 3564-2009) 4.1
Waktu Kering Sentuh Lapisan cat disentuh dengan ringan dengan jari pada interval waktu yang bervariasi. Lapisan tersebut disebut kering sentuh apabila tidak meninggalkan bekas sentuhan jari pada daerah pengamatan yang sama.
1.2
Waktu Kering Keras Lempeng uji (kaca bening) yang telah dilapisi cat ditempatkan pada posisi mendatar dengan ketinggian yang cukup bila ibu jari diletakkan pada lapisan contoh, lengan penguji dalam keadaan tegak lurus antara pergelangan tangan sampai bahu. Lapisan contoh ditekan dengan ibu jari dengan tekanan maksimum, putar ibu jari 90°. Lapisan contoh dinyatakan kering keras bila tidak ada lapisan contoh yang terlepas, terpisah, mengkerut atau tanda kerusakan lainnya.
5)
Nilai pH (SNI 3564-2009) Pengukuran nilai pH menggunakan alat pH meter yang bermerk Beckman. Alat pH meter dapat dilihat pada Gambar 27.
55
6)
Daya Rekat (ASTM, 1991) Pengujian terhadap daya rekat suatu cat dilakukan dengan metode cross cut tape test. Cat diaplikasikan pada suatu pelat, kemudian dalam luas 1 cm2 dibagi menjadi 100 bagian dengan menggunakan cutter dengan luas masing – masing 0,01 cm2. Bagian – bagian tersebut dilekatkan dengan pita perekat dan dilepaskan kembali. Ketahanan rekat diukur berdasarkan jumlah bagian cat yang masih menempel. Gambaran pengujian daya rekat formula cat dapat dilihat pada Gambar 28.
7)
Daya Tutup Daya tutup atau hiding power merupakan pengujian yang dilakukan untuk mengetahui seberapa banyak cat yang dibutuhkan untuk menutup suatu permukaan yang akan dicat. Sebanyak 10 ml cat dimasukan ke dalam gelas ukur berukuran 10 ml, kemudian dengan menggunakan kuas cat dioleskan ke permukaan lapisan uji seluas 100 cm2 yang sebelumnya telah dicat oleh cat putih sebagai warna dasar. Dicatat seberapa banyak cat yang digunakan untuk menutupi cat putih yang telah dioleskan sebelumnya. Proses pengujian daya tutup dapat dilihat pada Gambar 29.
8)
Nilai L*, a*, b* (Metode Hunter) Nilai L*,a*dan b* cat dapat dilihat dengan menggunakan Colormeter yang bermerk ColorTech-PCM. Formula cat diaplikasikan pada suatu lapisan uji, kemudian diukur nilai L*,a* dan b* dengan menggunakan alat Colormeter.
9)
Efek Kapur (Chalking) Formula cat diaplikasikan pada lapisan uji seluas 10 cm x 10 cm, kemudian setelah cat telah kering dengan sempurna, lapisan uji yang telah dicatkan disentuh, kemudian jika lapisan cat yang dihasilkan disentuh untuk memastikan terjadi efek kapur atau setelah disentuh seperti ada kapur yang menempel.
10)
Settling (Endapan) Formula cat yang telah dimasukan ke dalam kemasan setelah 24 jam dilihat apakah terbentuk endapan atau tidaknya.
56
Lampiran 4. Data hasil pengukuran densitas cat Tabel 9. Data hasil pengukuran densitas cat Ulangan
Perlakuan
Rata-Rata
1
2
A1B1
1,063
1,064
1,064
A1B2
1,075
1,074
1,075
A1B3
1,086
1,084
1,085
A2B1
1,082
1,083
1,082
A2B2
1,097
1,096
1,097
A2B3
1,122
1,121
1,121
A3B1
1,094
1,094
1,094
A3B2
1,121
1,121
1,121
A3B3
1,138
1,136
1,137
Keterangan : A1B1 : Kasein : Kapur tohor = 3:1, dan konsentrasi larutan gambir 5% A1B2 : Kasein : Kapur tohor = 3:1, dan konsentrasi larutan gambir 15% A1B3 : Kasein : Kapur tohor = 3:1, dan konsentrasi larutan gambir 25% A2B1 : Kasein : Kapur tohor = 1:1, dan konsentrasi larutan gambir 5% A2B2 : Kasein : Kapur tohor = 1:1, dan konsentrasi larutan gambir 15% A2B3 : Kasein : Kapur tohor = 1:1, dan konsentrasi larutan gambir 25% A3B1 : Kasein : Kapur tohor = 1:3, dan konsentrasi larutan gambir 5% A3B2 : Kasein : Kapur tohor = 1:3, dan konsentrasi larutan gambir 15% A3B3 : Kasein : Kapur tohor = 1:3, dan konsentrasi larutan gambir 25%
57
Lampiran 5. Hasil analisis keragaman dan uji lanjut Duncan pada densitas cat a.
Sidik ragam pengaruh perbandingan bobot kasein terhadap kapur tohor dengan konsentrasi larutan gambir 5%, 15% dan 25%.
Sumber Keragaman
Db
Perlakuan Konsentrasi Gambir (Ei) Kasein : KapurTohor (Vj)
8 2 2
Ftabel (α = 0,05)
JK
KT
Fhitung
0,00357 0,00553
0,00178 0,00277
2630,901 4082,149
Interaksi (EVij) 4 0,00035 8,768 129,386 Ek (ij) 9 6,099 6,776 Total 17 0,00945 Keterangan : BN = Berbeda Nyata ; TBN = Tidak Berbeda Nyata
b.
c.
d.
Ftabel (α = 0.,1)
α= 0,05
α= 0,01
4,26 4,26
8,02 8,02
BN BN
BN BN
3,63
6,42
BN
BN
Uji lanjut selang berganda Duncan pengaruh perbandingan bobot kasein terhadap kapur tohor terhadap densitas cat Perbandingan Kasein dan Kapur Tohor
Rata-Rata
3:1 1:1 1:3
1,074608 1,100217 1,117267
Kelompok Duncan (α = 0,05) A B C
Kelompok Duncan (α = 0,01) A B C
Uji lanjut selang berganda Duncan pengaruh konsentrasi larutan gambir terhadap kapur tohor terhadap densitas cat Konsentrasi Gambir
Rata-Rata
5% 15% 25%
1,0801 1,097417 1,114575
Kelompok Duncan (α = 0,05) A B C
Kelompok Duncan (α = 0,01) A B C
Uji lanjut selang berganda Duncan pengaruh interaksi antara perlakuan terhadap densitas cat.
Perlakuan
RataRata
Kelompok Duncan (α = 0,05)
Kelompok Duncan (α = 0,01)
A1B1 1,0640 A A A1B2 1,0747 B B A2B1 1,0824 C C A1B3 1,0852 D D A3B1 1,0939 E E A2B2 1,0968 F F A3B2 1,1209 G G A2B3 1,1215 G G A3B3 1,1371 H H Keterangan : Huruf yang sama pada kelompok Duncan menunjukan taraf perlakuan tidak berbeda nyata pada α = 0,05 dan α = 0,01
58
Lampiran 6. Data hasil pengukuran total padatan dan bahan menguap cat
Tabel 10. Data hasil pengukuran total padatan cat Ulangan
Perlakuan
Rata-Rata
1
2
A1B1
14,489
14,502
14,495
A1B2
17,681
17,600
17,641
A1B3
18,150
18,187
18,169
A2B1
16,652
16,642
16,647
A2B2
19,989
20,031
20,010
A2B3
21,913
21,798
21,857
A3B1
16,871
17,086
16,979
A3B2
23,663
23,366
23,515
A3B3
24,529
24,255
24,392
Table 11. Data hasil pengukuran total bahan menguap Ulangan
Perlakuan
Rata-Rata
1
2
A1B1
85,512
85,498
85,505
A1B2
82,319
82,400
82,359
A1B3
81,850
81,813
81,831
A2B1
83,348
83,358
83,353
A2B2
80,011
79,969
79,990
A2B3
78,085
78,202
78,143
A3B1
83,129
82,914
83,021
A3B2
76,337
76,634
76,485
A3B3
75,471
75,745
75,608
Keterangan : A1B1 : Kasein : Kapur tohor = 3:1, dan konsentrasi larutan gambir 5% A1B2 : Kasein : Kapur tohor = 3:1, dan konsentrasi larutan gambir 15% A1B3 : Kasein : Kapur tohor = 3:1, dan konsentrasi larutan gambir 25% A2B1 : Kasein : Kapur tohor = 1:1, dan konsentrasi larutan gambir 5% A2B2 : Kasein : Kapur tohor = 1:1, dan konsentrasi larutan gambir 15% A2B3 : Kasein : Kapur tohor = 1:1, dan konsentrasi larutan gambir 25% A3B1 : Kasein : Kapur tohor = 1:3, dan konsentrasi larutan gambir 5% A3B2 : Kasein : Kapur tohor = 1:3, dan konsentrasi larutan gambir 15% A3B3 : Kasein : Kapur tohor = 1:3, dan konsentrasi larutan gambir 25%
59
Lampiran 7a. Hasil analisis keragaman dan uji lanjut Duncan pada total padatan cat a.
Sidik ragam pengaruh perbandingan kasein terhadap kapur tohor dengan konsentrasi larutan gambir 5%, 15% dan 25%.
Sumber Keragaman
Db
JK
KT
Ftabel (α = 0,05)
Fhitung
Perlakuan 8 Konsentrasi Gambir (Ei) 2 99,1774 49,58873 3831,212 Kasein : KapurTohor (Vj) 2 71,243 35,6217 2752,123 Interaksi (EVij) 4 10,136 2,5340 195,7773 Ek (ij) 9 0,12 0,01294 Total 17 180,673 Keterangan : BN = Berbeda Nyata ; TBN = Tidak Berbeda Nyata
b.
c.
d.
α= 0,05
Ftabel (α = 0,01)
4,26 4,26 3,63
8,02 8,02 6,42
BN BN BN
Uji lanjut selang berganda Duncan pengaruh perbandingan kasein terhadap kapur tohor terhadap total padatan cat Perbandingan Bobot Kelompok Kelompok Kasein dan Kapur Rata-Rata Duncan (α = Duncan (α = Tohor 0,05) 0,01) 3:1 16,76823 A A 1:1
19,50463
B
B
1:3
21,62856
C
C
Uji lanjut selang berganda Duncan pengaruh konsentrasi larutan gambir terhadap kapur tohor terhadap total padatan cat. Konsentrasi Gambir
RataRata
Kelompok Duncan (α = 0,05)
Kelompok Duncan (α = 0,01)
5%
16,04043
A
A
15%
20,38843
B
B
25%
21,47258
C
C
Uji lanjut selang berganda Duncan pengaruh interaksi antara perlakuan terhadap total padatan cat. Perlakuan
RataRata
Kelompok Duncan (α = 0,05)
Kelompok Duncan (α = 0,01)
A1B1 14,4954 A A A2B1 16,6471 B B A3B1 16,9788 C C A1B2 17,6406 D D A1B3 18,1688 E E A2B2 20,0102 F F A2B3 21,8566 G G A3B2 23,5145 H H A3B3 24,3924 I I Keterangan : Huruf yang sama pada kelompok Duncan menunjukan taraf perlakuan tidak berbeda nyata pada α = 0,05 dan α = 0,01
60
α= 0,01 BN BN BN
Lampiran 7b. Hasil analisis keragaman dan uji lanjut Duncan pada total bahan menguap cat. a.
Sidik ragam pengaruh perbandingan bobot kasein terhadap kapur tohor dengan konsentrasi larutan gambir 5%, 15% dan 25%.
Sumber Keragaman
Db
JK
KT
Fhitung
Ftabel (α = 0,05)
Ftabel (α = 0,01)
α = 0,05
α = 0,01
Perlakuan
8
Konsentrasi Gambir (Ei)
2
99,177
49,5887
3831,212
4,26
8,02
BN
BN
Kasein : KapurTohor (Vj)
2
71,243
35,6217
2752,123
4,26
8,02
BN
BN
Interaksi (EVij)
4
10,1361
2,5340
195,7773
3,63
6,42
BN
BN
Ek (ij) Total
9 1,16490 0,01294 17 180,673 Keterangan : BN = Berbeda Nyata ; TBN = Tidak Berbeda Nyata
b.
c.
Uji lanjut selang berganda Duncan pengaruh perbandingan bobot kasein terhadap kapur tohor terhadap total bahan menguap cat.
Perbandingan Kasein dan Kapur Tohor
Rata-Rata
1:3 1:1 3:1
78,37144 80,49537 83,23177
Kelompok Duncan (α = 0,05) A B C
Kelompok Duncan (α = 0,01) A B C
Uji lanjut selang berganda Duncan pengaruh konsentrasi larutan gambir terhadap kapur tohor terhadap total bahan menguap cat.
Konsentrasi Gambir 25% 15% 5%
Rata-Rata 78,52743 79,61158 83,95958
Kelompok Duncan (α = 0,05) A B C
Kelompok Duncan (α = 0,01) A B C
d.
Uji lanjut selang berganda Duncan pengaruh interaksi antara perlakuan terhadap total bahan menguap cat. Kelompok Duncan Kelompok Duncan Perlakuan Rata-Rata (α = 0,05) (α = 0,01) A3B3 75,6077 A A A3B2 76,4855 B B A2B3 78,1434 C C A2B2 79,9898 D D A1B3 81,8312 E E A1B2 82,3595 F F A3B1 83,0212 G G A2B1 83,3529 H H A1B1 85,5047 I I Keterangan : Huruf yang sama pada kelompok Duncan menunjukan taraf perlakuan tidak berbeda nyata pada α = 0,05 dan α = 0,01
61
Lampiran 8. Data hasil pengukuran kekentalan cat Tabel 12. Data hasil pengukuran kekentalan cat Perlakuan
Ulangan
Rata-Rata
1
2
A1B1 A1B2 A1B3 A2B1
74,93 86,99 98,59 64,88
75,02 85,93 99,34 64,64
74,975 86,460 98,965 64,760
A2B2
65,59
65,59
65,590
A2B3
67,63
67,85
67,740
A3B1
64,64
64,16
64,400
A3B2
65,35
65,7
65,525
A3B3
68,51
67,41
67,960
Keterangan : A1B1 : Kasein : Kapur tohor = 3:1, dan konsentrasi larutan gambir 5% A1B2 : Kasein : Kapur tohor = 3:1, dan konsentrasi larutan gambir 15% A1B3 : Kasein : Kapur tohor = 3:1, dan konsentrasi larutan gambir 25% A2B1 : Kasein : Kapur tohor = 1:1, dan konsentrasi larutan gambir 5% A2B2 : Kasein : Kapur tohor = 1:1, dan konsentrasi larutan gambir 15% A2B3 : Kasein : Kapur tohor = 1:1, dan konsentrasi larutan gambir 25% A3B1 : Kasein : Kapur tohor = 1:3, dan konsentrasi larutan gambir 5% A3B2 : Kasein : Kapur tohor = 1:3, dan konsentrasi larutan gambir 15% A3B3 : Kasein : Kapur tohor = 1:3, dan konsentrasi larutan gambir 25%
62
Lampiran 9. Hasil analisis keragaman dan uji lanjut Duncan pada viskositas (kekentalan) cat. a.
Sidik ragam pengaruh perbandingan bobot kasein terhadap kapur tohor dengan konsentrasi larutan gambir 5%, 15% dan 25%.
Sumber Keragaman
Db
JK
KT
Fhitung
Ftabel (α = 0,05)
Ftabel (α = 0,01)
α= 0,05
α= 0,01
Perlakuan Konsentrasi Gambir (Ei) Kasein : KapurTohor (Vj)
8 2 2
312,174 1731,267
156,087 865,634
835,409 4633,049
4,26 4,26
8,02 8,02
BN BN
BN BN
Interaksi (EVij)
4
286,400
71,600
383,2177
3,63
6,42
BN
BN
Ek (ij) 9 1,68 0,1868 Total 17 2331,523 Keterangan : BN = Berbeda Nyata ; TBN = Tidak Berbeda Nyata
b.
c.
Uji lanjut selang berganda Duncan pengaruh perbandingan kasein terhadap kapur tohor terhadap viskositas (kekentalan) cat. Perbandingan Kasein dan Kapur Tohor
Rata-Rata
Kelompok Duncan (α = 0,05)
Kelompok Duncan (α = 0,01)
1:3 1:1 3:1
65,963 66,03 86,8
A A B
A A B
Uji lanjut selang berganda Duncan pengaruh konsentrasi larutan gambir terhadap kapur tohor terhadap viskositas (kekentalan) cat.
Konsentrasi Gambir 5% 15% 25% d.
Rata-Rata 68,045 72,525 78,221667
Kelompok Duncan (α = 0,05) A B B
Kelompok Duncan (α = 0,01) A B B
Uji lanjut selang berganda Duncan pengaruh interaksi antara perlakuan terhadap viskositas (kekentalan) cat.
Kelompok Kelompok Duncan Duncan (α = 0,05) (α = 0,01) A3B1 64,4000 A A A2B1 64,7600 A A A3B2 65,5250 B B A2B2 65,5900 B B A2B3 67,7400 C C A3B3 67,9600 C C A1B1 74,9750 D D A1B2 86,4600 E E A1B3 98,9650 F F Keterangan : Huruf yang sama pada kelompok Duncan menunjukan taraf perlakuan tidak berbeda nyata pada α = 0,05 dan α = 0,01 Perlakuan
Rata-Rata
63
Lampiran 10. Data hasil pengukuran nilai pH cat Tabel 13. Data hasil pengukuran nilai pH cat Perlakuan
Ulangan 1
Rata-Rata 2
A1B1
9,34
9,42
9,38
A1B2
9,22
9,275
9,248
A1B3
9,14
9,215
9,178
A2B1
9,515
9,395
9,455
A2B2
9,425
9,42
9,423
A2B3
9,44
9,41
9,425
A3B1
9,915
9,89
9,903
A3B2
9,895
9,83
9,863
A3B3
9,82
9,865
9,843
Keterangan : A1B1 : Kasein : Kapur tohor = 3:1, dan konsentrasi larutan gambir 5% A1B2 : Kasein : Kapur tohor = 3:1, dan konsentrasi larutan gambir 15% A1B3 : Kasein : Kapur tohor = 3:1, dan konsentrasi larutan gambir 25% A2B1 : Kasein : Kapur tohor = 1:1, dan konsentrasi larutan gambir 5% A2B2 : Kasein : Kapur tohor = 1:1, dan konsentrasi larutan gambir 15% A2B3 : Kasein : Kapur tohor = 1:1, dan konsentrasi larutan gambir 25% A3B1 : Kasein : Kapur tohor = 1:3, dan konsentrasi larutan gambir 5% A3B2 : Kasein : Kapur tohor = 1:3, dan konsentrasi larutan gambir 15% A3B3 : Kasein : Kapur tohor = 1:3, dan konsentrasi larutan gambir 25%
64
Lampiran 11. Hasil analisis keragaman dan uji lanjut Duncan pada nilai pH cat a.
Sidik ragam pengaruh perbandingan bobot kasein terhadap kapur tohor dengan konsentrasi larutan gambir 5%, 15% dan 25%.
Sumber Keragaman
Db
JK
KT
Fhitung
Ftabel (α = 0,05)
Ftabel (α = 0,01)
α= 0,05
α= 0,01
4,26 4,26 3,63
8,02 8,02 6,42
BN BN TBN
TBN BN TBN
Perlakuan 8 Konsentrasi Gambir (Ei) 2 0,0300 0,0150 7,2610738 Kasein : KapurTohor (Vj) 2 1,1555 0,578 279,1698 Interaksi (EVij) 4 0,0173 0,00432 2,0895973 Ek (ij) 9 0,0186 0,0021 Total 17 1,221 Keterangan : BN = Berbeda Nyata ; TBN = Tidak Berbeda Nyata b.
Uji lanjut selang berganda Duncan pengaruh perbandingan bobot kasein terhadap kapur tohor terhadap nilai pH cat. Perbandingan Kasein dan Kapur Tohor 3:1 1:1 1:3
c.
Rata-Rata 9,268 9,434 9,869
Kelompok Duncan (α = 0,05) A B C
Kelompok Duncan (α = 0,01) A B C
Uji lanjut selang berganda Duncan pengaruh konsentrasi larutan gambir terhadap kapur tohor terhadap nilai pH cat.
Konsentrasi Gambir
Rata-Rata
Kelompok Duncan (α = 0.05)
Kelompok Duncan (α = 0,01)
25%
9,482
A
A
15%
9,511
A
A
5% 9,579 B B Keterangan : Huruf yang sama pada kelompok Duncan menunjukan taraf perlakuan tidak berbeda nyata pada α = 0,05 dan α = 0,01
65
Lampiran 12. Data Hasil pengukuran waktu mengering cat Tabel 14. Data hasil pengukuran waktu kering sentuh cat Ulangan
Perlakuan
Rata-Rata
1
2
A1B1
17,5
18
17,75
A1B2
16,5
17,5
17,00
A1B3
19
15,5
17,25
A2B1
15
18
16,50
A2B2
16,5
16,5
16,50
A2B3
17,5
16,5
17,00
A3B1
15,5
16
15,75
A3B2
15
16
15,50
A3B3
18
16,5
17,25
Tabel 15. Data hasil pengukuran waktu kering keras cat Perlakuan
Ulangan
Rata-Rata
1
2
A1B1
36,5
35,5
36
A1B2
35,5
33,5
34,5
A1B3
35
35
35
A2B1
34
35
34,5
A2B2
32,5
34
33,25
A2B3
34
32,5
33,25
A3B1
32
31,5
31,75
A3B2
33,5
30
31,75
A3B3
35,5
33,5
34,5
Keterangan : A1B1 : Kasein : Kapur tohor = 3:1, dan konsentrasi larutan gambir 5% A1B2 : Kasein : Kapur tohor = 3:1, dan konsentrasi larutan gambir 15% A1B3 : Kasein : Kapur tohor = 3:1, dan konsentrasi larutan gambir 25% A2B1 : Kasein : Kapur tohor = 1:1, dan konsentrasi larutan gambir 5% A2B2 : Kasein : Kapur tohor = 1:1, dan konsentrasi larutan gambir 15% A2B3 : Kasein : Kapur tohor = 1:1, dan konsentrasi larutan gambir 25% A3B1 : Kasein : Kapur tohor = 1:3, dan konsentrasi larutan gambir 5% A3B2 : Kasein : Kapur tohor = 1:3, dan konsentrasi larutan gambir 15% A3B3 : Kasein : Kapur tohor = 1:3, dan konsentrasi larutan gambir 25%
66
Lampiran 13a. Hasil analisis keragaman dan uji lanjut Duncan pada waktu kering sentuh cat a.
Sidik ragam pengaruh perbandingan bobot kasein terhadap kapur tohor dengan konsentrasi larutan gambir 5%, 15% dan 25%.
Sumber Keragaman
Db
JK
KT
Fhitung
Ftabel (α = 0,05)
Perlakuan 8 Konsentrasi Gambir (Ei) 2 2,11 1,056 0,704 4,26 Kasein : KapurTohor (Vj) 2 4,11 2,056 1,370 4,26 Interaksi (EVij) 4 2,39 0,597 0,398 3,63 Ek (ij) 9 13,50 1,5 Total 17 22,11 Keterangan : BN = Berbeda Nyata ; TBN = Tidak Berbeda Nyata
Ftabel (α = 0,01)
α= 0,05
α= 0,01
8,02 8,02 6,42
TBN TBN TBN
TBN TBN TBN
67
Lampiran 13b. Hasil analisis keragaman dan uji lanjut Duncan pada waktu kering keras cat. a.
Sidik ragam pengaruh perbandingan bobot kasein terhadap kapur tohor dengan konsentrasi larutan gambir 5%, 15% dan 25%.
Sumber Keragaman
Db
JK
KT
Fhitung
Ftabel (α = 0,05)
Perlakuan 8 Konsentrasi Gambir (Ei) 2 4,08 2,04 1,361111 4,26 Kasein : KapurTohor (Vj) 2 19,00 9,50 6,333333 4,26 Interaksi (EVij) 4 10,42 2,60 1,736111 3,63 Ek (ij) 9 13,50 1,50 Total 17 47 Keterangan : BN = Berbeda Nyata ; TBN = Tidak Berbeda Nyata b.
Ftabel (α = 0,01)
α= 0,05
α= 0,01
8,02 8,02 6,42
TBN BN TBN
TBN TBN TBN
Uji lanjut selang berganda Duncan pengaruh perbandingan kasein terhadap kapur tohor terhadap waktu kering keras cat. Perbandingan Kasein dan Kapur Tohor
Rata-Rata
Kelompok Duncan (α = 0,05)
Kelompok Duncan (α = 0,01)
1:3
32,66667
A
A
1:1
33,66667
A
A
3:1 35,16667 B A Keterangan : Huruf yang sama pada kelompok Duncan menunjukan taraf perlakuan tidak berbeda nyata pada α = 0,05 dan α = 0,01
68
Lampiran 14. Data hasil pengukuran daya rekat cat Tabel 16. Data hasil pengukuran daya rekat cat Ulangan
Perlakuan
1
2
Rata-Rata
A1B1
44,5
38,5
41,5
A1B2
46
42
44
A1B3
47
41
44
A2B1
80,5
82
81,25
A2B2
77,5
84,5
81
A2B3
80,5
83
81,75
A3B1
58,5
47
52,75
A3B2
65,5
59
62,25
A3B3
54,5
69,5
62
Keterangan : A1B1 : Kasein : Kapur tohor = 3:1, dan konsentrasi larutan gambir 5% A1B2 : Kasein : Kapur tohor = 3:1, dan konsentrasi larutan gambir 15% A1B3 : Kasein : Kapur tohor = 3:1, dan konsentrasi larutan gambir 25% A2B1 : Kasein : Kapur tohor = 1:1, dan konsentrasi larutan gambir 5% A2B2 : Kasein : Kapur tohor = 1:1, dan konsentrasi larutan gambir 15% A2B3 : Kasein : Kapur tohor = 1:1, dan konsentrasi larutan gambir 25% A3B1 : Kasein : Kapur tohor = 1:3, dan konsentrasi larutan gambir 5% A3B2 : Kasein : Kapur tohor = 1:3, dan konsentrasi larutan gambir 15% A3B3 : Kasein : Kapur tohor = 1:3, dan konsentrasi larutan gambir 25%
69
Lampiran 15. Hasil analisis keragaman dan uji lanjut Duncan pada daya rekat cat. a.
Sidik ragam pengaruh perbandingan bobot kasein terhadap kapur tohor dengan konsentrasi larutan gambir 5%, 15% dan 25%.
Sumber Keragaman
Db
JK
KT
Ftabel (α = 0,05)
Fhitung
Ftabel (α = 0,01)
α= 0,05
α= 0,01
Perlakuan
8
Konsentrasi Gambir (Ei)
2
64,0833
32,0417
1,058
4,26
8,02
TBN
TBN
Kasein : KapurTohor (Vj)
2
4412,33
2206,167
72,864
4,26
8,02
BN
BN
Interaksi (EVij)
4
62,0833
15,5208
0,5126
3,63
6,42
TBN
TBN
Ek (ij)
9
272,5
30,2778
Total
17 4811 Keterangan : BN = Berbeda Nyata ; TBN = Tidak Berbeda Nyata
b.
Uji lanjut selang berganda Duncan pengaruh perbandingan kasein terhadap kapur tohor terhadap daya rekat cat. Perbandingan Kasein dan Kapur Tohor 3:1
43,1667
Kelompok Duncan (α = 0,05) A
1:3
59
B
B
1:1
81,333
C
C
Rata-Rata
Kelompok Duncan (α = 0,01) A
Keterangan : Huruf yang sama pada kelompok Duncan menunjukan taraf perlakuan tidak berbeda nyata pada α = 0,05 dan α = 0,01
70
Lampiran 16. Data hasil pengujian daya tutup cat
Tabel 17. Data hasil pengujian daya tutup cat Ulangan
Perlakuan
Rata-Rata
1
2
A1B1
33,33
25
29,165
A1B2
41,665
50
45,833
A1B3
50
50
50,000
A2B1
33,33
29,165
31,248
A2B2
41,665
50
45,833
A2B3
50
41,665
45,833
A3B1
29,165
29,165
29,165
A3B2
50
50
50,000
A3B3
50
50
50,000
Keterangan : A1B1 : Kasein : Kapur tohor = 3:1, dan konsentrasi larutan gambir 5% A1B2 : Kasein : Kapur tohor = 3:1, dan konsentrasi larutan gambir 15% A1B3 : Kasein : Kapur tohor = 3:1, dan konsentrasi larutan gambir 25% A2B1 : Kasein : Kapur tohor = 1:1, dan konsentrasi larutan gambir 5% A2B2 : Kasein : Kapur tohor = 1:1, dan konsentrasi larutan gambir 15% A2B3 : Kasein : Kapur tohor = 1:1, dan konsentrasi larutan gambir 25% A3B1 : Kasein : Kapur tohor = 1:3, dan konsentrasi larutan gambir 5% A3B2 : Kasein : Kapur tohor = 1:3, dan konsentrasi larutan gambir 15% A3B3 : Kasein : Kapur tohor = 1:3, dan konsentrasi larutan gambir 25%
71
Lampiran 17. Hasil analisis keragaman dan uji lanjut Duncan pada daya tutup cat. a.
.Sidik ragam pengaruh perbandingan bobot kasein terhadap kapur tohor dengan konsentrasi larutan gambir 5%, 15% dan 25%.
Sumber Keragaman Perlakuan Konsentrasi Gambir (Ei)
Db 8 2
JK
KT
1310,022
655,011
Fhitung
Ftabel (α = 0,05)
39,946
Kasein : KapurTohor (Vj) 2 13,513 6,757 0,4121 Interaksi (EVij) 4 38,584 9,646 0,5883 Ek (ij) 9 147,58 16,3974 Total 17 1509,696 Keterangan : BN = Berbeda Nyata ; TBN = Tidak Berbeda Nyata b.
Ftabel (α = 0,01)
α= 0,05
α= 0,01
4,26
8,02
BN
BN
4,26 3,63
8,02 6,42
TBN TBN
TBN TBN
Uji lanjut selang berganda Duncan pengaruh konsentrasi larutan gambir terhadap daya tutup cat. Kelompok Kelompok Konsentrasi Rata-Rata Duncan (α Duncan (α Gambir = 0,05) = 0,01) 5%
29,859167
A
A
15%
47,221667
B
B
25% 48,610833 B B Keterangan : Huruf yang sama pada kelompok Duncan menunjukan taraf perlakuan tidak berbeda nyata pada α = 0,05 dan α = 0,01
72
Lampiran 18. Data hasil pengujian nilai L* cat Tabel 18. Data hasil pengujian nilai L* cat Ulangan 1
2
RataRata
A1B1
49,57
51,775
50,673
A1B2
46,625
48,82
47,723
A1B3
36,83
35,525
36,178
A2B1
53,245
53,965
53,605
A2B2
39,165
40,325
39,745
A2B3
33,425
33,435
33,43
A3B1
55,745
55,815
55,78
A3B2
41,035
40,41
40,723
A3B3
34,93
35,22
35,075
Perlakuan
Keterangan : A1B1 : Kasein : Kapur tohor = 3:1, dan konsentrasi larutan gambir 5% A1B2 : Kasein : Kapur tohor = 3:1, dan konsentrasi larutan gambir 15% A1B3 : Kasein : Kapur tohor = 3:1, dan konsentrasi larutan gambir 25% A2B1 : Kasein : Kapur tohor = 1:1, dan konsentrasi larutan gambir 5% A2B2 : Kasein : Kapur tohor = 1:1, dan konsentrasi larutan gambir 15% A2B3 : Kasein : Kapur tohor = 1:1, dan konsentrasi larutan gambir 25% A3B1 : Kasein : Kapur tohor = 1:3, dan konsentrasi larutan gambir 5% A3B2 : Kasein : Kapur tohor = 1:3, dan konsentrasi larutan gambir 15% A3B3 : Kasein : Kapur tohor = 1:3, dan konsentrasi larutan gambir 25%
73
Lampiran 19 . Hasil analisis keragaman dan uji lanjut Duncan pada nilai L*cat. a.
Sidik ragam pengaruh perbandingan bobot kasein terhadap kapur tohor dengan konsentrasi larutan gambir 5%, 15% dan 25%.
Sumber Keragaman
Db
JK
KT
Fhitung
Ftabel (α = 0,05)
Perlakuan 8 Konsentrasi Gambir (Ei) 2 1029,896 514,948 675,25 Kasein : KapurTohor (Vj) 2 20,602 10,301 13,508 Interaksi (EVij) 4 89,053 22,263 29,194 Ek (ij) 9 6,86 0,7626 Total 17 1146,414 Keterangan : BN = Berbeda Nyata ; TBN = Tidak Berbeda Nyata
b.
c.
Ftabel (α = 0,01)
4,26 4,26 3,63
8,02 8,02 6,42
α= 0,05 BN BN BN
α= 0,01 BN BN BN
Uji lanjut selang berganda Duncan pengaruh perbandingan bobot kasein terhadap kapur tohor terhadap nilai L*cat. Perbandingan Kasein dan Kapur Tohor
Rata-Rata
Kelompok Duncan (α = 0,05)
Kelompok Duncan (α = 0,01)
1:1 1:3
42,26 43,859167
A B
A B
3:1
44,8575
C
B
Uji lanjut selang berganda Duncan pengaruh konsentrasi larutan gambir terhadap nilai L*cat.
Konsentrasi Gambir
Rata-Rata
Kelompok Duncan (α = 0,05)
Kelompok Duncan (α = 0,01)
25%
34,894167
A
A
15%
42,73
B
B
5%
53,3525
C
C
74
d.
Uji lanjut selang berganda Duncan pengaruh interaksi antara perlakuan terhadap nilai L*cat.
Perlakuan
Rata-Rata
Kelompok Duncan (α = 0,05)
Kelompok Duncan (α = 0,01)
A2B3
33,4300
A
A
A3B3
35,0750
B
B
A1B3
36,1775
C
B
A2B2
39,7450
D
C
A3B2
40,7225
E
C
A1B2
47,7225
F
D
A1B1
50,6725
G
E
A2B1 A3B1
53,6050 55,7800
H I
F G
Keterangan : Huruf yang sama pada kelompok Duncan menunjukan taraf perlakuan tidak berbeda nyata pada α = 0,05 dan α = 0,01
75
Lampiran 20. Data hasil pengujian nilai a* cat
Tabel 19. Data hasil pengujian nilai a* cat Perlakuan
Ulangan
Rata-Rata
1
2
A1B1
28,68
26,79
27,735
A1B2
29,76
28,84
29,300
A1B3
34,42
34,465
34,443
A2B1
25,825
25,395
25,610
A2B2
35,165
35,16
35,163
A2B3
35,215
35,345
35,280
A3B1
23,025
23,53
23,278
A3B2
35,43
35,35
35,390
A3B3
35,5
35,715
35,608
Keterangan : A1B1 : Kasein : Kapur tohor = 3:1, dan konsentrasi larutan gambir 5% A1B2 : Kasein : Kapur tohor = 3:1, dan konsentrasi larutan gambir 15% A1B3 : Kasein : Kapur tohor = 3:1, dan konsentrasi larutan gambir 25% A2B1 : Kasein : Kapur tohor = 1:1, dan konsentrasi larutan gambir 5% A2B2 : Kasein : Kapur tohor = 1:1, dan konsentrasi larutan gambir 15% A2B3 : Kasein : Kapur tohor = 1:1, dan konsentrasi larutan gambir 25% A3B1 : Kasein : Kapur tohor = 1:3, dan konsentrasi larutan gambir 5% A3B2 : Kasein : Kapur tohor = 1:3, dan konsentrasi larutan gambir 15% A3B3 : Kasein : Kapur tohor = 1:3, dan konsentrasi larutan gambir 25%
76
Lampiran 21 . Hasil analisis keragaman dan uji lanjut Duncan pada nilai a*cat. a.
Sidik ragam pengaruh perbandingan bobot kasein terhadap kapur tohor dengan konsentrasi larutan gambir 5%, 15% dan 25%
Sumber Keragaman
Db
JK
KT
Fhitung
Ftabel (α = 0,05)
Perlakuan 8 Konsentrasi Gambir (Ei) 2 309,724 154,862 565,41844 4,26 Kasein : KapurTohor (Vj) 2 7,092 3,546 12,947723 4,26 Interaksi (EVij) 4 61,908 15,477 56,507967 3,63 Ek (ij) 9 2,47 0,274 Total 17 381,189 Keterangan : BN = Berbeda Nyata ; TBN = Tidak Berbeda Nyata b.
d.
α= 0,05
α= 0,01
8,02 8,02 6,42
BN BN BN
BN BN BN
Uji lanjut selang berganda Duncan pengaruh perbandingan bobot kasein terhadap kapur tohor terhadap nilai a*cat. Perbandingan Kasein dan Kapur Tohor 3:1 1:3 1:1
c.
Ftabel (α = 0,01)
Rata-Rata 30,4925 31,425 32,0175
Kelompok Duncan (α = 0,05) A B C
Kelompok Duncan (α = 0,01) A B B
Uji lanjut selang berganda Duncan pengaruh konsentrasi larutan gambir terhadap nilai a*cat.
Konsentrasi Gambir
Rata-Rata
5% 15% 25%
25,5408333 33,2841667 35,11
Kelompok Duncan (α = 0,05) A B C
Kelompok Duncan (α = 0,01) A B C
Uji lanjut selang berganda Duncan pengaruh interaksi antara perlakuan terhadap nilai a*cat.
Kelompok Kelompok Duncan Duncan (α=0.05) (α=0.01) A3B1 23,2775 A A A2B1 25,6100 B B A1B1 27,7350 C C A1B2 29,3000 D D A1B3 34,4425 E E A2B2 35,1625 F F A2B3 35,2800 F F A3B2 35,3900 F F A3B3 35,6075 F F Keterangan : Huruf yang sama pada kelompok Duncan menunjukan taraf perlakuan tidak berbeda nyata pada α=0.05 dan α=0.01 Perlakuan
Rata-Rata
77
Lampiran 22. Data hasil pengujian nilai b* cat Tabel 20. Data hasil pengujian nilai b* cat Ulangan
Perlakuan 1
Rata-Rata 2
A1B1
11,3055
11,686
11,496
A1B2
10,7975
11,1755
10,987
A1B3
9,1085
8,8845
8,997
A2B1
11,9395
11,9765
11,958
A2B2
9,5115
9,711
9,611
A2B3
8,522
8,5235
8,523
A3B1
12,3695
12,382
12,376
A3B2
9,8335
9,7265
9,780
A3B3
8,781
8,8315
8,806
Keterangan : A1B1 : Kasein : Kapur tohor = 3:1, dan konsentrasi larutan gambir 5% A1B2 : Kasein : Kapur tohor = 3:1, dan konsentrasi larutan gambir 15% A1B3 : Kasein : Kapur tohor = 3:1, dan konsentrasi larutan gambir 25% A2B1 : Kasein : Kapur tohor = 1:1, dan konsentrasi larutan gambir 5% A2B2 : Kasein : Kapur tohor = 1:1, dan konsentrasi larutan gambir 15% A2B3 : Kasein : Kapur tohor = 1:1, dan konsentrasi larutan gambir 25% A3B1 : Kasein : Kapur tohor = 1:3, dan konsentrasi larutan gambir 5% A3B2 : Kasein : Kapur tohor = 1:3, dan konsentrasi larutan gambir 15% A3B3 : Kasein : Kapur tohor = 1:3, dan konsentrasi larutan gambir 25%
78
Lampiran 23 . Hasil analisis keragaman dan uji lanjut Duncan pada nilai b*cat. a.
Sidik ragam pengaruh perbandingan bobot kasein terhadap kapur tohor dengan konsentrasi larutan gambir 5%, 15% dan 25%.
Sumber Keragaman
Db
JK
KT
Fhitung
Ftabel (α = 0,05)
Ftabel (α = 0,01)
α= 0,05
α= 0,01
8,02 8,02 6,42
BN BN BN
BN BN BN
Perlakuan 8 Konsentrasi Gambir (Ei) 2 30,326 15,163 694,200 4,26 Kasein : KapurTohor (Vj) 2 0,655 0,327 14,991 4,26 Interaksi (EVij) 4 2,598 0,649 29,733 3,63 Ek (ij) 9 0,20 0,022 Total 17 33,776 Keterangan : BN = Berbeda Nyata ; TBN = Tidak Berbeda Nyata b.
Uji lanjut selang berganda Duncan pengaruh perbandingan bobot kasein terhadap kapur tohor terhadap nilai b*cat. Perbandingan Kasein dan Kapur Tohor 1:1 1:3 3:1
c.
d.
Kelompok Duncan (α = 0,05) A B C
Rata-Rata 10,030667 10,320667 10,492917
Kelompok Duncan (α = 0,01) A B B
Uji lanjut selang berganda Duncan pengaruh konsentrasi larutan gambir terhadap nilai b*cat.
Konsentrasi Gambir
Rata-Rata
25% 15% 5%
8,7751667 10,125917 11,943167
Kelompok Duncan (α = 0,05) A B C
Kelompok Duncan (α = 0,01) A B C
Uji lanjut selang berganda Duncan pengaruh interaksi antara perlakuan terhadap nilai b*cat.
Perlakuan
RataRata
Kelompok Duncan (α = 0,05)
Kelompok Duncan (α = 0 ,01)
A2B3 8,5228 A A A3B3 8,8063 B B A1B3 8,9965 C B A2B2 9,6113 D C A3B2 9,7800 E C A1B2 10,9865 F D A1B1 11,4958 G E A2B1 11,9580 H F A3B1 12,3758 I G Keterangan : Huruf yang sama pada kelompok Duncan menunjukan taraf perlakuan tidak berbeda nyata pada α = 0,05 dan α = 0,01.
79
29,3 10,9865 Tidak terdapat efek kapur Sudah tidak dapat diamati
27,735
11,49575 Tidak terdapat efek kapur Sudah tidak dapat diamati
- $ilai a*
- $ilai b*
11,958 Terdapat efek kapur Mengendap
Tidak terdapat efek kapur Mengendap
25,61
53,605
81,25 31,248
16,5 34,5
64,76 9,455
83,353
16,647
A2B1 1,082
8,9965
34,4425
36,1775
44 50
17,25 35
98,965 9,1775
81,831
18,169
A1B3 1,085
Keterangan : Sampel : A1B1 : Kasein : Kapur tohor = 3:1, dan konsentrasi larutan gambir 5% A1B2 : Kasein : Kapur tohor = 3:1, dan konsentrasi larutan gambir 15% A1B3 : Kasein : Kapur tohor = 3:1, dan konsentrasi larutan gambir 25% A2B1 : Kasein : Kapur tohor = 1:1, dan konsentrasi larutan gambir 5% A2B2 : Kasein : Kapur tohor = 1:1, dan konsentrasi larutan gambir 15%
Endapan (Settling)
Efek Kapur
47,7225
50,6725
44 45,833
- $ilai L*
Uji Warna
- Kering Keras (Menit) Daya Rekat (%) Daya Tutup (m2/L)
- Kering Sentuh (Menit)
Waktu Mengering
41,5 29,165
86,46 9,2475
74,975 9,38
Viskositas (KU) $ilai pH 17 34,5
82,359
85,505
Bahan Menguap (%)
17,75 36
17,641
14,495
Padatan Total (%)
Densitas (g/ml)
A1B2 1,075
A1B1 1,064
Parameter Mutu Cat
Mengendap
Terdapat efek kapur
8,52275
35,28
33,43
81,75 45,833
17 33,25
67,74 9,425
78,143
21,857
A2B3 1,121
Mengendap
Terdapat efek kapur
12,376
23,2775
55,78
52,75 29,165
15,75 31,75
64,4 9,9025
83,021
16,979
A3B1 1,094
Mengendap
Terdapat efek kapur
9,78
35,39
40,7225
62,25 50
15,5 31,75
65,525 9,8625
76,485
23,515
A3B2 1,121
Mengendap
Terdapat efek kapur
8,806
35,608
35,075
62 50
17,25 34,5
67,96 9,8425
75,608
24,392
A3B3 1,137
A2B3 : Kasein : Kapur tohor = 3:1, dan konsentrasi larutan gambir 25% A3B1 : Kasein : Kapur tohor = 1:3, dan konsentrasi larutan gambir 5% A3B2 : Kasein : Kapur tohor = 1:3, dan konsentrasi larutan gambir 15% A3B3 : Kasein : Kapur tohor = 1:3, dan konsentrasi larutan gambir 25%
Mengendap
Terdapat efek kapur
9,61125
35,1625
39,745
81 45,833
16,5 33,25
65,59 9,4225
79,990
20,010
Sampel A2B2 1,096
Tabel 21. Hasil Analisis Parameter Mutu Cat
Lampiran 24. Data hasil analisis parameter mutu cat
80
Lampiran 25. Dokumentasi proses pembuatan dan analisis mutu cat
Susu yang didiamkan selama 24 jam
Kasein yang telah menggumpal
Gambar 20. Proses Pengasaman Susu
Proses Penyaringan Kasein
Gambar 21. Proses Penyaringan Kasein
Gambar 22. Proses pencampuran kasein, kapur tohor dan aquades
81
Gambar 23. Hasil proses pencampuran binder dengan larutan gambir
Sampel cat yang akan dimasukan ke dalam piknometer
Piknometer yang akan dimasukkan ke dalam penangas air
Gambar 24. Proses pengujian densitas formula cat
Gambar 25. Proses pengujian kadar padatan total dan bahan menguap pada cat
Gambar 26. Proses pengujian viskositas dengan menggunakan viscometer Brookfield
82
Gambar 27. Penampakan alat pH meter
Gambar 28. Hasil proses pengujian daya rekat
Gambar 29. Proses pengujian daya tutup
83
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman Lampiran 1.
Prosedur Analisis Mutu Bahan Baku Pembuatan Cat ................................................. 50
Lampiran 2.
Perhitungan Jumlah Perekat ........................................................................................ 53
Lampiran 3.
Prosedur Analisis Mutu Cat ........................................................................................ 54
Lampiran 4.
Data Hasil Pengukuran Densitas Cat .......................................................................... 57
Lampiran 5.
Hasil Analisis Keragaman dan Uji Duncan pada Densitas Cat ................................... 58
Lampiran 6.
Data Hasil Pengujian Total Padatan dan Bahan Menguap Cat ................................... 59
Lampiran 7a. Hasil Analisis Keragaman dan Uji Duncan pada Total Padatan Cat ........................... 60 Lampiran 7b. Hasil Analisis Keragaman dan Uji Duncan pada Total Bahan Menguap Cat ............. 61 Lampiran 8.
Data Hasil Pengukuran Kekentalan Cat ...................................................................... 62
Lampiran 9.
Hasil Analisis Keragaman dan Uji Duncan pada Kekentalan (Viskositas) Cat .......... 63
Lampiran 10. Data Hasil Pengukuran Nilai pH Cat .......................................................................... 64 Lampiran 11. Hasil Analisis Keragaman dan Uji Duncan pada Nilai pH Cat ................................... 65 Lampiran 12. Data Hail Pengukuran Waktu Mengering Cat ............................................................ 66 Lampiran 13a. Hasil Analisis Keragaman dan Uji Duncan pada Waktu Kering Sentuh Cat .............. 67 Lampiran 13b. Hasil Analisis Keragaman dan Uji Duncan pada Waktu Kering Keras Cat ................ 68 Lampiran 14. Data Hasil Pengukuran Daya Rekat Cat ..................................................................... 69 Lampiran 15. Hasil Analisis Keragaman dan Uji Duncan pada Daya Rekat Cat .............................. 70 Lampiran 16. Data Hasil Pengujian Daya Tutup Cat ........................................................................ 71 Lampiran 17. Hasil Analisis Keragaman dan Uji Duncan pada Daya Tutup Cat .............................. 72 Lampiran 18. Data Hasil Pengujian Nilai L* Cat .............................................................................. 73 Lampiran 19. Hasil Analisis Keragaman dan Uji Duncan pada Nilai L* Cat ................................... 74 Lampiran 20. Data Hasil Pengujian Nilai a* Cat .............................................................................. 76 Lampiran 21. Hasil Analisis Keragaman dan Uji Duncan pada Nilai a* Cat .................................... 77 Lampiran 22. Data Hasil Pengujian Nilai b* Cat .............................................................................. 78 Lampiran 23. Hasil Analisis Keragaman dan Uji Duncan pada Nilai b* Cat.................................... 79 Lampiran 24. Data Hasil Analisis Parameter Mutu Cat .................................................................... 80 Lampiran 25. Dokumentasi Proses Pembuatan Dan Analisis Mutu Cat ........................................... 81
ix