KAJIAN TEKNOEKONOMI AGROINDUSTRI MALTODEKSTRIN DI KABUPATEN BOGOR
Oleh : GALIH PRASETYO JATI F34102110
2007 FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR
GALIH PRASETYO JATI. F 34102110. Technoeconomical Study of Maltodextrin Agroindustry in Bogor District. Supervised by Faqih Udin. 2007
SUMMARY
Maltodextrin is one of modified starch which is widely used in many kind of industry. Indonesia has been importing modified starch to fulfill it’s demand with import value estimated up to US$ 150 million per annum. Actually, Indonesia has great potency to producing modified starch by it self, because Indonesia is rich of starch sources. Cassava starch, or tapioca, is one type of the starch that can be used to manufacturing maltodextrin. Nowadays, most of Indonesian tapioca is used to make product with low added value like crackers. Used of tapioca as a raw material of maltodextrin will raise the added value. The objective of this research is to conduct a technoeconomics of construction of tapioca maltodextrin plant at Bogor District, one of the tapioca producer area in Indonesia. Industrial scale of this industry was designed in middle industry category. The production capacity of the factory was about 1 ton tapioca per day, which is equal to 300 ton tapioca per annum. The plant location was placed in Sentul Country Side, Babakan Madang, which is one of the industrial zone in Bogor District and has contiguity with raw material location. Processing technology would be using wet hydrolysis method with strong acid as the catalist. The mass balance showed that the yield of the product was 90.37 percent. The financial calculation showed that investment needed was Rp.1,392,894,864. The investment come from personal capital and bank loan with Debt Equity to Ratio was 50 : 50. Based on the investment analysis, this industry was feasible to be established at Bogor District. Net Present Value (NPV) Analysis showed the value of Rp. 626,722,433. Internal Rate of Return Analysis (IRR) showed the value of 25.34 percent. Pay Back Period Analysis showed that the investment can be returned in 4 years and the comparison between benefit and cost (B/C Ratio) was 1.45. Sensitive analysis showed that the critical point from the increase of production cost was around 15.68 percent. Critical point from the increase of raw material price was around 25.07 percent. Critical point from the decrease of price of maltodextrin product was around 10.27 percent. It means, if the production cost was rised higher than 15.68 percent or if raw material price was also rised higher than 25,07 percent or if the product price was decreased more than 10.27 percent, the project was no longer feasible to run in long term.
GALIH PRASETYO JATI. F 34102110. Kajian Teknoekonomi Agroindustri Maltodekstrin di Kabupaten Bogor. Dibawah bimbingan: Faqih Udin. 2007
RINGKASAN
Maltodekstrin adalah salah satu jenis pati temodifikasi yang digunakan dalam berbagai industri. Sebagian besar kebutuhan maltodekstrin di Indonesia masih dipenuhi produk impor, diperkirakan nilai impor pati termodifikasi ke Indonesia tiap tahunnya mencapai US$ 150 juta. Sebetulnya dengan potensi alam yang ada, Indonesia memiliki potensi yang besar untuk memenuhi kebutuhan tersebut dengan produk dalam negeri, karena Indonesia memiliki banyak tanaman yang merupakan sumber pati. Pati singkong, atau tapioka, adalah salah satu pati yang dapat digunakan untuk membuat maltodekstrin. Saat ini, sebgaian besar tapioka yang dihasilkan Indonesia hanya digunakan untuk membuat produk dengan nilai tambah rendah seperti kerupuk. Pemanfaatan tapioka sebagai bahan baku maltodekstrin akan meningkatkan nilai tambah produk. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui aspek teknoekonomi pendirian pabrik maltodekstrin berbahan baku tapioka di Kabupaten Bogor. Skala industri yang akan didirikan direncanakan termasuk dalam kategori industri menengah. Kapasitas produksi pabrik sebesar 1 ton tapioka per hari atau setara dengan 300 ton tapioka per tahun. Lokasi pabrik ditetapkan di Desa Sentul, Kecamatan Babakan Madang, yang merupakan salah satu kawasan peruntukkan industri di Kabupaten Bogor dan memiliki kedekatan dengan lokasi sumber bahan baku. Teknologi produksi yang digunakan adalah metode hidrolisis basah dengan asam kuat sebagai katalis. Neraca massa menunjukkan rendemen produk sebesar 90.37 persen. Penghitungan finansial menunjukkan investasi yang dibutuhkan sebesar Rp.1,392,894,864.investasi berasal dari modal sendiri dan pinjaman bank dengan Debt Equity Ratio 50 : 50. Berdasarkan analisis kriteria investasi, industri ini layak didirikan di Kabupaten Bogor. Analisis Net Present Value (NPV) menunjukkan nilai Rp. 626,722,433. Analisis Internal Rate of Return (IRR) menunjukkan nilai 25.34 persen. Analisis Pay Back Period (PBP) menunjukkan investasi dapat kembali dalam jangka waktu 4 tahun. Nilai B/C Ratio sebesar 1.45. Analisis sensitifitas menunjukkan titik kritis kenaikan biaya produksi adalah 15.68 persen. Titik kritis kenaikan harga bahan baku 25.07 persen. Titik kritis penurunan harga produk sebesar 10.27. persen. Itu artinya, bila kenaikan biaya produksi atau kenaikan harga bahan baku atau penurunan harga produk lebih besar dari nilai – nilai tersebut, maka proyek tidak layak lagi untuk dijalankan dalam jangka waktu lama.
KAJIAN TEKNOEKONOMI AGROINDUSTRI MALTODEKSTRIN DI KABUPATEN BOGOR
SKRIPSI Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN Pada Departemen Teknologi Industri Pertanian, Institut Pertanian Bogor
Oleh GALIH PRASETYO JATI F34102110
2007 FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR
INSTITUT PERTANIAN BOGOR FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
KAJIAN TEKNOEKONOMI AGROINDUSTRI MALTODEKSTRIN DI KABUPATEN BOGOR
SKRIPSI Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN Pada Departemen Teknologi Industri Pertanian, Institut Pertanian Bogor
Oleh GALIH PRASETYO JATI F34102110
Dilahirkan pada tanggal 19 November 1983 di Bogor
Menyetujui,
Ir. Faqih Udin, MSc Dosen Pembimbing
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan pada Allah S.W.T yang telah mencurahkan
segala
rahmat
dan
karunia-Nya
sehingga
penulis
dapat
menyelesaikan skripsi ini. Shalawat dan salam semoga tetap tercurah kepada Nabi Muhammad SAW, sebagai teladan umat yang telah mencurahkan cinta dan safaatnya kepada umat manusia. Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar – besarnya kepada berbagai pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada : 1. Ir. Faqih Udin, MSc. selaku dosen pembimbing akademik yang telah mengarahkan dan membimbing penulis dari awal hingga selesainya tugas akhir skripsi penulis. 2. Dr. Ir. Titi Chandra Sunarti, Msi. yang telah bersedia menjadi penguji serta banyak memberikan masukan – masukan bagi penulis selama pembuatan skripsi. 3. Dr. Ir Yandra Arkeman, MEng yang telah bersedia menjadi penguji dan memberikan saran yang konstruktif bagi perbaikan skripsi penulis. 4. Bapak Lutfi selaku ketua Koperasi Tapioka Ciluar atas bantuan dan data yang telah diberikan. 5. Dinas Perindustrian Kabupaten Bogor, Balai Pasca Panen, Balai Tanaman Rempah dan Obat, Dinas Petanian Kabupaten Bogor, Dinas Tata Ruang dan Lingkungan Hidup Kabupaten Bogor, Departemen Perindustrian dan instansi – instansi lain yang telah membantu penulis Akhirnya penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam penyusunan skripsi ini, kritik dan saran dari berbagai pihak sangat diharapkan untuk perbaikan skripsi ini. Bogor, Mei 2007
Galih Prasetyo Jati
DAFTAR ISI
Halaman KATA PENGANTAR ...............................................................................................ii DAFTAR ISI ............................................................................................................ iii DAFTAR TABEL ......................................................................................................v DAFTAR GAMBAR................................................................................................. vi DAFTAR LAMPIRAN..............................................................................................vii I.
II.
III.
PENDAHULUAN ......................................................................................................1 A.
LATAR BELAKANG........................................................................................1
B.
TUJUAN............................................................................................................2
TINJAUAN PUSTAKA..............................................................................................3 A.
TAPIOKA..........................................................................................................3
B.
MALTODEKSTRIN..........................................................................................4
C.
ANALISIS TEKNOEKONOMI.........................................................................6
METODOLOGI..........................................................................................................9 A.
TATA LAKSANA............................................................................................10
B.
ANALISIS DATA ............................................................................................11
IV. ANALISIS BAHAN BAKU ......................................................................................13
V.
A.
SPESIFIKASI BAHAN BAKU.........................................................................13
B.
KETERSEDIAAN BAHAN BAKU..................................................................14
ANALISIS PASAR PEMASARAN...........................................................................18 A.
POTENSI PASAR ............................................................................................18
B.
STRATEGI PEMASARAN DAN DISTRIBUSI...............................................19
VI. ANALISIS TEKNIS TEKNOLOGI...........................................................................23 A.
PERENCANAAN KAPASITAS PRODUKSI...................................................23
B.
PENENTUAN LOKASI PABRIK ....................................................................24
C.
TEKNOLOGI PROSES PRODUKSI ................................................................26
D.
DESAIN TATA LETAK DAN KEBUTUHAN RUANG PABRIK...................42
VII. ANALISIS MANAJEMEN OPERASI.......................................................................42 A.
KEBUTUHAN TENAGA KERJA....................................................................48
B.
STRUKTUR ORGANISASI .............................................................................49
C.
DESKRIPSI PEKERJAAN ...............................................................................50
VIII. ANALISIS FINANSIAL ...........................................................................................52 A.
ASUMSI – ASUMSI YANG DIGUNAKAN ....................................................52
B.
BIAYA INVESTASI.........................................................................................53
C.
SUMBER PENDANAAN.................................................................................56
D.
BIAYA PRODUKSI .........................................................................................57
E.
PERHITUNGAN DEPRESIASI .......................................................................59
F.
PERHITUNGAN PEMBAYARAN BUNGA....................................................60
G.
PROYEKSI PENDAPATAN ............................................................................60
H.
ANALISIS KELAYAKAN INVESTASI ..........................................................60
I.
DAMPAK SOSIAL EKONOMI .......................................................................63
IX. KESIMPULAN DAN SARAN ..................................................................................65 A.
KESIMPULAN.................................................................................................65
B.
SARAN.............................................................................................................66
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................67 LAMPIRAN ..............................................................................................................70
DAFTAR TABEL
Halaman Tabel 1. Spesifikasi standar pati singkong untuk modifikasi pati..................................14 Tabel 2. Data luas panen, produksi dan produktifitas singkong Kabupaten Bogor ......16 Tabel 3. Impor pati termodifikasi ..............................................................................18 Tabel 4. Standar mutu maltodekstrin berdasarkan SNI ..............................................19 Tabel 5. Berbagai nilai DE maltodekstrin dan penggunaannya ...................................20 Tabel 6. Kawasan peruntukan industri di Kabupaten Bogor .......................................24 Tabel 7. Persebaran pengrajin tapioka di Kabupaten Bogor ........................................25 Tabel 8. Kebutuhan bahan baku .................................................................................28 Tabel 9. Spesifikasi resin ...........................................................................................32 Tabel 10. Spesifikasi tangki likuifikasi.......................................................................35 Tabel 11. Spesifikasi penukar panas...........................................................................36 Tabel 12. Spesifikasi tangki netralisasi.......................................................................37 Tabel 13. Spesifikasi tangki penyimpan .....................................................................38 Tabel 14. Spesifikasi tangki penukar ion ....................................................................39 Tabel 15. Spesifikasi spray dryer................................................................................41 Tabel 16. Spesifikasi boiler ........................................................................................42 Tabel 17. Kebutuhan luas ruangan .............................................................................46 Tabel 18. Kebutuhan dan spesifikasi tenaga kerja.......................................................49 Tabel 19. Rincian komponen biaya investasi..............................................................54 Tabel 20. Rincian sumber pendanaan .........................................................................56 Tabel 21. Rincian biaya produksi pada kapasitas penuh .............................................57 Tabel 22. Analisis sensitifitas terhadap biaya produksi, bahan baku dan harga jual.....63
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 1. Neraca massa (kg) pada produksi produksi maltodekstrin dari tapioka pada kebutuhan bahan baku 1 ton tapioka kering per hari………………….......27 Gambar 2. Bagan keterkaitan antar aktifitas ..............................................................44 Gambar 3. Diagram keterkaitan antar aktifitas............................................................45 Gambar 4. Tata Letak Fasilitas Produksi Industri Maltodekstrin.................................47 Gambar 5. Struktur organisasi industri maltodekstrin dari tapioka..............................50
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1. Perhitungan neraca massa produksi maltodekstrin dari tapioka pada kebutuhan bahan baku 1 ton tapioka per hari……………………….…70 Lampiran 2. Perhitungan waktu proses………………………………………...…..…74 Lampiran 3. Perhitungan perancangan alat .................................................................77 Lampiran 4. Peta lokasi..............................................................................................86 Lampiran 5. Rincian komponen – komponen biaya investasi......................................87 Lampiran 6. Rincian komponen – komponen biaya produksi......................................89 Lampiran 7. Perhitungan depresiasi............................................................................90 Lampiran 8. Perhitungan pembayaran bunga bank .....................................................91 Lampiran 9. Laporan rugi laba dan arus kas ...............................................................92 Lampiran 10. Perhitungan kriteria investasi ...............................................................94
I.
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG Singkong atau ubi kayu merupakan salah satu komoditas pertanian yang banyak dihasilkan Indonesia. Singkong dapat tumbuh di Indonesia dengan mudah dan tanpa perawatan yang sulit. Singkong dapat diolah menjadi berbagai macam produk seperti berbagai jenis makanan, pakan ternak, dan pati singkong, atau tapioka. Hingga saat ini, pemanfaatan tapioka di Indonesia sebagian besar baru digunakan untuk industri yang memiliki nilai tambah rendah seperti kerupuk. Tapioka sebenarnya dapat dimanfaatkan untuk berbagai industri lain yang mempunyai nilai tambah yang jauh lebih tinggi, namun belum banyak dikembangkan di Indonesia. Salah satu pemanfaatan tapioka diantaranya adalah sebagai bahan baku pati termodifikasi. Pati termodifikasi adalah pati yang strukturnya dimodifikasi sehingga didapatkan karakteristik yang diinginkan. Modifikasi dapat dilakukan dengan melakukan hidrolisis, ikatan silang, kationisasi, karboksimetilasi, grafting dan lain – lain. Pati termodifikasi banyak dibutuhkan oleh berbagai industri, dan Indonesia masih mengimpor sebagian besar kebutuhan akan pati termodifikasi ini. Menurut Tjahyono (2004), nilai impor pati termodifikasi mencapai US$ 150 juta tiap tahun. Salah satu produk pati termodifikasi adalah maltodekstrin, yang merupakan hasil hidrolisis pati baik dengan asam maupun enzim. Maltodekstrin memiliki Dekstrose Equivalent (DE) kurang dari 20. Pemanfaatan maltodekstrin dalam industri antara lain sebagai bahan pengisi pada produk – produk tepung, pengganti lemak dan gula, dan sebagai sumber energi pada minuman olahraga. Maltodekstrin dapat menahan air, menambah viskositas dan tekstur, tanpa menambah kemanisan pada produk. Karena dapat menambah
viskositas,
maltdekstrin
berguna
untuk
meningkatkan
mouthfeel, dan membantu aerasi pada produk rerotian dan produk beku.
Maltodekstrin dapat digunakan pada aplikasi dengan temperatur tinggi, karena memiliki kandungan gula pereduksi yang rendah sehingga kemungkinan terjadi browning dapat dihindari. Saat ini pati yang banyak digunakan dalam industri modifikasi pati adalah pati jagung dan tapioka. Pemilihan kedua jenis pati tersebut didasari ketersediaan bahan baku, rendemen pati yang dimiliki dan karakteristik produk yang dihasilkan. Pemanfaatan tapioka sebagai bahan baku maltodekstrin memiliki beberapa kelebihan, diantaranya adalah ketersediaan bahan baku yang melimpah dan harga bahan baku yang tidak terlalu tinggi, sehingga akan mempermudah penyediaan bahan baku. Prospek industri maltodekstrin dari tapioka yang menjanjikan ini, menjadikan kajian mengenai pendirian industri maltodekstrin dengan bahan baku tapioka perlu dilakukan. Diharapkan pendirian industri maltodekstrin dari tapioka dapat membuat kebutuhan dalam negeri akan maltodekstrin dapat terpenuhi..
B. TUJUAN Secara umum tujuan kajian teknoekonomi ini adalah untuk mengetahui potensi pendirian industri maltodekstrin dengan bahan baku tapioka, sedangkan secara khusus bertujuan untuk : 1. Mempelajari proses pembuatan maltodekstrin dari tapioka. 2. Mempelajari kondisi dan potensi pendirian industri maltodekstrin dari tapioka di Kabupaten Bogor. 3. Menganalisis kelayakan finansial pendirian industri maltodekstrin dari tapioka dengan penggunaan teknologi proses yang dipilih.
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. TAPIOKA Tiap jenis pati memiliki karakteristik yang berbeda - beda. Karakteristik tersebut akan mempengaruhi penggunaannya pada industri. Karakteristik tersebut meliputi warna dan penampilan, suhu gelatinisasi, viskositas, dan lain – lain. Menurut Balagopalan et al (1988), Beberapa karakteristik tapioka diantaranya adalah : •
Warna dan penampakan : Bila proses pembuatannya tepat, tapioka berwarna putih. Berkurangnya tingkat keputihan akan mempengaruhi kualitas dan harga.
•
pH : pH normal tapioka adalah 6.3 sampai 6.5. Standar pH tapioka bervariasi, The Indian Standard Institution (ISI) mengizinkan kisaran pH antara 4.7 – 7 untuk pati yang digunakan untuk pangan, sedangkan Tapioca Institute lebih ketat dengan menetapkan standar sebesar 4.5 – 6.5.
•
Ukuran granula : ukuran granula tapioka adalah 5 - 40µm.
•
Kandungan amilosa : tapioka mengandung amilosa sebesar 16 – 18 persen.
•
Suhu gelatinisasi : suhu gelatinisasi tapioka berkisar antara 58.5°C sampai 70°C. Beberapa sifat tapioka yang berguna dalam industri :
•
Tidak beraroma : tapioka tidak beraroma sehingga dapat digunakan untuk berbagai keperluan diantaranya kosmetik dan makanan.
•
Tidak berasa : Tidak adanya rasa dan after taste (seperti pada jagung misalnya) membuat tapioka cocok digunakan pada produk seperti puding, pie, dan lain – lain.
•
Kejernihan pasta : Saat dimasak tapoka akan menjadi pasta yang jernih sehingga cocok untuk dikombinasikan dengan berbagai pewarna.
•
Viskositas : Perbandingan kadar amilopektin : amilosa tapioka (80 : 20), menyebabkan tapioka memiliki titik viskositas yang tinggi (high peak viscosity) yang sangat berguna untuk berbagai aplikasi. Tapioka digunakan dalam berbagai industri baik pangan maupun
non pangan. Variasi karakteristik dapat dikembangan dengan modifikasi sehingga dapat digunakan pada berbagai aplikasi. Aplikasi tapioka pada industri non pangan diantaranya adalah sebagai perekat dalam industri tekstil, bahan baku pada industri dekstrin, sebagai pelapis dan agen pengikat zat aktif dalam pembuatan tablet dan sebagainya. Aplikasi tapioka pada industri pangan diantaranya adalah sebagai bahan baku utama pada pembuatan berbagai jenis makanan. Tapioka termodifikasi juga banyak digunakan pada industri pangan sebagai bahan pengisi, pemanis, pengganti lemak dan lain – lain.
B. MALTODEKSTRIN Pati termodifikasi adalah pati yang gugus hidroksinya telah mengalami perubahan dengan reaksi kimia yang dapat berupa esterifikasi, eterifikasi atau oksidasi. Modifikasi pati juga dapat berupa reaksi hidrolisis (asam dan enzim), depolimerisasi, ikatan silang, dekstrinisasi dan reaksi – reaksi kimia yang khas (kationisasi, karboksimetilasi dan grafting). Pati yang telah termodifikasi akan mengalami perubahan sifat yang dapat disesuaikan untuk keperluan – keperluan tertentu (Flece, 1985). Sifat – sifat
yang diubah umumnya adalah karakteristik
gelatinisasi, hubungan padatan dan kekentalan, kemampuan membentuk gel, kekuatan menahan air, dispersi pati pada suhu rendah, sifat hidrofilik, ketahanan dispersi terhadap penurunan kekentalan oleh asam dan perusakan secara fisik serta memasukkan sifat ionisasi. Sifat – sifat yang diinginkan pada umumnya adalah pati yang memiliki viskositas yang stabil pada suhu tinggi dan rendah, daya tahan terhadap shearing mekanis yang baik serta daya pengental yang tahan terhadap kodisi asam dan suhu sterilisasi (Wurzburg, 1989).
Salah satu jenis pati termodifikasi adalah pati termodifikasi yang mengalami proses hidrolisis sebagian atau sering disebut dekstrinisasi. Salah satu pati terhidrolisis yang banyak digunakan secara komersial adalah pati termodifikasi berjenis maltodekstrin, berikut ini beberapa penjelasan mengenai maltodekstrin. Produk komersiil dari hidrolisis pati diklasifikasikan berdasarkan Dekstrose Equivalent (DE). Maltodekstrin didefinisikan sebagai produk dengan DE kurang dari 20. Rumus umum maltodekstrin adalah [(C6H10O5)n H2O] (Kennedy et al. 1995). Maltodekstrin adalah polimer dari glukosa dengan panjang ikatan rata –rata 5 – 10 unit glukosa per molekul. Maltodekstrin banyak digunakan dalam industri makanan sebagai bahan pengisi. Idealnya, maltodekstrin sedikit berasa dan berbau, namun maltodekstrin dengan DE 20 menghasilkan rasa manis (Fullbrook, 1984). Maltodekstrin bersifat kurang higroskopis, kurang manis, memiliki kelarutan tinggi dan cenderung tidak membentuk zat warna pada reaksi browning (Mc Donald, 1984). Maltodekstrin dan sirup glukosa kering dalam industri pangan banyak digunakan sebagai bahan pengisi, mengurangi tingkat kemanisan produk. Dan sebagai bahan campuran yang baik untuk produk – produk tepung. Penggunaannya sebagai bahan pengisi dapat mengurangi biaya produksi karena mengurangi penggunaan bahan – bahan konsentrat yang memiliki harga relatif tinggi, misalnya flavor. Dalam pembuatan tablet maltodekstrin dapat mensubstitusi laktosa dan tepung susu dalam jumlah tertentu. Maltodekstrin dapat digunakan sebagai pengganti lemak. Maltodekstrin dengan air akan membentuk gel yang dapat mencair atau larut dan menyerupai struktur lemak. Konsistensi, penampilan dan sifat organoleptiknya dapat diterima.
Penggunaan maltodekstrin
dalam
produksi pangan juga dapat mengurangi kalori lebih dari 70 persen (Roper, 1996).
Menurut Kennedy (1995), aplikasi maltodekstrin pada produk pangan antara lain pada : •
Produk rerotian, misal cakes, muffin dan biskuit, digunakan sebagai pengganti gula atau lemak.
•
Makanan beku, maltodekstrin memiliki kemampuan mengikat air (water holding capacity) dan berat molekul rendah sehingga dapat mempertahankan produk beku.
•
Makanan rendah kalori, penambahan maltodekstrin dalam jumlah besar tidak meningkatkan kemanisan produk seperti gula.
C. ANALISIS TEKNO EKONOMI Analisis tekno ekonomi menyediakan suatu dasar kuantitatif dalam unit moneter untuk mengambil keputusan dalam masalah teknik. Perhatian ditekankan dalam pada aspek teknik maupun ekonomi terhadap suatu permasalahan secara lengkap (Wright, 1987). Dalam melakukan analisis suatu proyek yang lengkap ada beberapa hal yang perlu untuk dikaji untuk mementukan kelayakan suatu proyek yang akan dilaksanakan. Aspek – aspek tersebut meliputi aspek teknis, manajemen dan administrasi, kelembagaan, komersial, finansial dan ekonomis. Menurut Sutojo (1996), untuk melakukan evaluasi tekno ekonomi perlu ada kriteria – kriteria tertentu yang mencakup aspek pemasaran, aspek teknis teknologis, aspek manajemen operasional, dan aspek finansial. Analisis terhadap pasar dan pemasaran pada suatu usulan proyek ditujukan untuk mendapatkan gambaran tentang pangsa pasar yang dapat diserap oleh proyek tersebut dari keseluruhan pasar potensial serta perkembangan pangsa pasar tersebut di masa yang akan datang, dan jenis strategi pemasaran yang digunakan untuk mencapai pangsa pasar yang ditetapkan (Husnan dan Suwarsono, 2000).
Aspek teknis teknologis merupakan salah satu aspek penting dalam proyek dan berkenaan dengan proses pembangunan industri secara teknis dan pengoperasiannya
setelah proyek
tersebut selesai dibangun.
Berdasarkan analisis ini dapat diketahui rancangan awal penaksiran biaya investasi (Husnan dan Suwarsono, 2000). Analisis teknis mencakup beberapa aspek, yaitu analisis terhadap ketersediaan bahan baku, proses produksi, mesin dan peralatan, kapasitas produksi, perancangan aliran bahan, analisis keterkaitan antar aktifitas, jumlah mesin dan peralatan, keperluan tenaga kerja, penentuan luas pabrik, dan perancangan tata letak pabrik (Husnan dan Suwarsono, 2000). Aspek manajemen operasional adalah suatu fungsi atau kegiatan manajemen yang meliputi perencanaan organisasi, staffing, koordinasi, pengarahan, dan pengawasan terhadap operasi perusahaan (Umar, 2001). Manajemen operasi meliputi bentuk organisasi atau badan usaha yang dipilih, struktur organisasi, deskripsi dan spesifikasi jabatan, jumlah tenaga kerja yang digunakan, anggota direksi, dan tenaga lain (Husnan dan Suwarsono, 2000). Masalah yang dikaji dalam aspek finansial dan ekonomi adalah masalah keuntungan proyek (Umar, 2001). Analisis dan evaluasi finansial dapat memastikan bahwa penentuan tujuan oleh pengambil keputusan dan kevalidan studi kelayakan dapat tercapai. Aspek finansial membahas masalah cara untuk memperoleh modal / dana yang diperlukan,
serta bagaimana proyek dapat
mengembalikan dana yang telah diperolehnya. Analisis aspek finansial dilakukan untuk kepentingan individu atau lembaga yang menanamkan modalnya dalam proyek tersebut. Pada aspek finansial dihitung jumlah dana tetap (investasi) dan dana modal kerja. Dana investasi meliputi pembiayaan kegiatan prainvestasi, pengadaan tanah, bangunan, mesin dan peralatan, berbagai aset tetap, serta biaya – biaya lain yang bersangkutan dengan pembangunan proyek (Sutojo, 1996). Modal kerja meliputi biaya produksi (bahan baku, tenaga kerja, overhead pabrik dan lain – lain), biaya
administrasi, biaya pemasaran, penyusutan, dan angsuran bunga (De Garmo et al., 1984).. Menurut Gray et al. (1993) untuk mencari ukuran yang menyeluruh sebagai dasar penerimaan atau penolakan suatu proyek telah dikembangkan berbagai cara yang dinamakan kriteria investasi. Beberapa kriteria investasi yang sering digunakan adalah Break Even Point, Net Present Value, Internal Rate of Return, Net Benefit Cost Ratio, Pay Back Period dan analisis sensitifitas.
III. METODOLOGI
A. KERANGKA PEMIKIRAN Maltodekstrin adalah salah satu bahan yang banyak digunakan di berbagai industri. Kemampuan maltodekstrin untuk meningkatkan viskositas bahan tanpa meningkatkan kemanisan produk, membuat maltodekstrin banyak digunakan sebagai bahan pengganti lemak. Maltodekstrin juga memiliki kemampuan menahan air yang baik sehingga banyak digunakan pada berbagai produk beku. Industri minuman olahraga yang saat ini semakin berkembang juga menggunakan maltodekstrin sebagai salah satu bahan campuran dalam produknya. Maltodekstrin termasuk kedalam golongan pati termodifikasi. Berbagai jenis pati dapat dibuat maltodekstrin, diantaranya adalah pati jagung, gandum, ubi, dan tapioka yang telah dikembangkan secara komersial. Indonesia sebagai negara yang kaya akan keanekaragaman hayati memiliki banyak sumber pati yang dapat diolah menjadi maltodekstrin. Potensi Indonesia yang besar tersebut belum dimanfaatkan secara optimal, karena sampai saat ini Indonesia masih memenuhi sebagian besar kebutuhan maltodekstrin dari impor. Salah satu jenis pati yang bayak diproduksi oleh Indonesia adalah pati singkong atau tapioka. Tapioka adalah salah satu jenis pati yang telah dikembangkan secara komersial sebagai bahan baku maltodekstrin dan produk – produk dengan nilai tambah tinggi yang lain di dunia. Tapioka yang dihasilkan Indonesia sampai saat ini sebagian besar masih digunakan untuk membuat produk dengan nilai tambah yang rendah seperti kerupuk. Potensi pasar maltodekstrin, harga maltodekstrin yang cukup tinggi, dan ketersediaan bahan baku yang cukup melimpah membuat industri maltodekstrin dari tapioka layak untuk dipertimbangkan. Pengembangan industri perlu mempertimbangkan banyak faktor, seperti analisis pasar pemasaran, ketersediaan bahan baku, teknis teknologi, finansial dan lain – lain. Hasil analisis tersebut memberikan gambaran
mengenai potensi, permasalahan dan kendala – kendala yang mungkin ada. Hasil dari berbagai analisis tersebut dapat disusun menjadi rekomendasi dalam pengembangan industri yang dikaji.
B. TATA LAKSANA Metode penelitian yang dilakukan adalah dengan menganalisis aspek – aspek yang berkaitan proses perencanaan pendirian suatu industri pengolahan maltodekstrin. Analisis yang dilakukan meliputi aspek bahan baku, aspek pasar pemasaran, aspek teknis teknologi, aspek manajemen operasi serta aspek finansial. Untuk keperluan tersebut dilakukan pengumpulan data dan informasi yang diperlukan. Data yang dikumpulkan berupa data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh melalui penelitian dan pengamatan langsung dilaboratorium, pengamatan langsung di lapangan, dan wawancara dengan pengrajin tapioka, Dinas Perindustrian Kabupaten Bogor, Koperasi Tapioka Ciluar (KOPTAR) Bogor, Balai Pasca Panen Bogor, para pakar yang mengerti mengenai industri pati termodifikasi, bengkel alat, dan lain - lain. Data sekunder diperoleh dengan melakukan studi pustaka dan mencatat data yang telah tersedia pada industri – industri yang ada hubungannya dengan studi ini. Data sekunder diperoleh dari Dinas Pertanian Kabupaten Bogor, Dinas Perindustrian, Badan Pusat Statistik, Dewan Standarisasi Nasional, internet dan lain – lain. Data yang telah dikumpulkan selanjutnya diolah, dianalisis dan dihitung biaya investasi pendirian industrinya. Sebelum dilakukan perhitungan biaya investasi terlebih dahulu ditentukan beberapa asumsi yang diperlukan.
C. ANALISIS DATA 1. Analisis Pasar dan Pemasaran Analisis aspek pasar bertujuan untuk mendapatkan gambaran mengenai : a. Potensi pasar yang tersedia bagi produk yang dihasilkan. b. Strategi pemasaran yang akan digunakan untuk mencapai pangsa pasar yang telah ditetapkan. 2. Analisis Teknis Teknologis a. Kapasitas Produksi Penentuan kapasitas produksi didasarkan pada besarnya skala industri yang diharapkan dan ketersediaan bahan baku. b. Penentuan Lokasi Proses pemilihan lokasi akan mempertimbangkan faktor tata ruang wilayah Kabupaten Bogor dan faktor – faktor yang berpengaruh terhadap produksi, yaitu kedekatan dengan sumber bahan baku dan fasilitas penunjang seperti listrik dan kemudahan transportasi. c. Proses Produksi Jenis dan teknologi yang digunakan didasarkan pada teknologi yang telah ada untuk mengurangi tingkat resiko kegagalan. d. Perancangan Tata Letak Pabrik Perancangan
tata
letak
pabrik
dilakukan
dengan
menggunakan analisis keterkaitan antar aktifitas. Hasil analisis antar aktifitas kemudian dibuat dalam bentuk bagan keterkaitan antar aktifitas, dan kemudian diubah menjadi diagram keterkaitan antar aktifitas 3. Analisis Manajemen Operasi Kajian terhadap manajemen dan organisasi meliputi struktur organisasi yang sesuai, kebutuhan tenaga kerja serta deskripsi tugas masing – masing jabatan.
4. Analisis Finansial Analisis finansial dilakukan dengan menghitung kriteria – kriteria investasi, analisis aliran uang, dan analisis sensitifitas. Nilai uang dan tingkat suku bunga yang digunakan berdasarkan nilai – nilai yang berlaku pada saat penelitian dilakukan. Pada analisis finansial dilakukan evaluasi terhadap kriteria investasi. Kriteria investasi yang digunakan adalah Break Even Point, Net Present Value, Internal Rate of Return, Net Benefit Cost Ratio, Pay Back Period, dan analisis sensitifitas. n
NPV = ∑ t =0
Bt − Ct (1 + i )t
n
Net B/C =
NPV( + ) NPV( + ) + NPV( − )
(i( − ) − i( + ) )
Bt − Ct
∑ (1 + i) t =1 n
IRR=i(+)+
t
Bt − Ct
∑ (1 + i) t =1
PBP = n +
m ( Bn +1 − Cn +1 )
t
Bt = pendapatan proyek pada tahun tertentu Ct = biaya proyek pada tahun tertentu n = umur proyek i = tingkat suku bunga m = periode investasi pada saat nilai kumulatif Bt – Ct negatif yang terakhir (tahun)
IV. ANALISIS BAHAN BAKU
A. SPESIFIKASI BAHAN BAKU Bahan baku yang akan digunakan oleh industri ini adalah tapioka yang belum dihaluskan (tapioka kasar). Bahan ini banyak dihasilkan oleh para pengrajin tapioka di Kabupaten Bogor. Penggunaan tapioka kasar sebagai bahan baku didasari pertimbangan faktor pembiayaan dan pemberdayaan masyarakat lokal di Kabupaten Bogor selaku produsen tapioka. Dengan menggunakan bahan baku yang tersedia di lokasi, biaya pengangkutan bahan baku dapat dihemat sehingga dapat menurunkan biaya produksi. Selain itu, harga tapioka kasar dari produsen (pengrajin tapioka) akan lebih rendah dibandingkan dengan harga di pabrik – pabrik penepungan tapioka atau pun harga di pasar. Pembelian bahan baku secara langsung dari para produsen tapioka juga dimaksudkan sebagai salah satu upaya untuk ikut memberdayakan para produsen tapioka yang umumnya pengusaha kecil yang relatif lemah. Dengan cara ini, ketergantungan produsen tapioka kepada tengkulak dalam memasarkan produk secara perlahan akan dapat dikurangi. Tapioka yang akan dibeli dari para pengrajin tapioka dapat berupa tapioka yang sudah dikeringkan maupun yang belum dikeringkan (tapioka basah). Tapioka yang sudah dikeringkan dapat disimpan dalam waktu yang lebih lama, namun biasanya pada musim hujan para pengrajin tapioka tidak dapat menghasilkan tapioka kering karena pengeringan yang digunakan masih mengandalkan sinar matahari, sehingga pada saat itu perusahaan dapat menggunakan tapioka basah sebagai bahan baku, namun penyediaannya harus direncanakan dengan lebih baik karena tapioka tidak dapat disimpan terlalu lama. Waktu maksimal penyimpanan tapioka basah adalah empat hari, karena biasanya setelah waktu tersebut tapioka akan mengeluarkan bau, dan dikhawatirkan dapat mempengaruhi mutu dari produk yang akan dihasilkan.
Agar didapatkan mutu produk yang baik, maka bahan baku yang digunakan harus memenuhi standar mutu tertentu. Tabel 1 berikut ini menampilkan standar mutu tapioka yang digunakan untuk proses modifikasi pati.
Tabel 1. Spesifikasi standar pati singkong untuk modifikasi pati Spesifikasi Kadar air (%, maksimum)
13 %
Kadar abu (% maksimum) Serat (cm3 per 50g pati basah, maksimum) pH Derajat putih (skala Kett, minimum) Viscositas (Barbender Unit, minimum) Kandungan Sulfur dioksida (ppm, maksimum) Kotoran (ppm, maksimum)
0.2 % 0.2 5.0 - 7.0 90 600 100 300
(International Starch Convention X, 2002)
B. KETERSEDIAAN BAHAN BAKU Kabupaten Bogor telah dikenal sebagai salah satu penghasil tapioka di Indonesia. Kabupaten Bogor memiliki cukup banyak pengrajin tapioka yang mengolah singkong menjadi tapioka. Menurut data Koperasi Tapioka Ciluar (KOPTAR) terdapat kurang lebih 960 orang pengrajin di daerah Kabupaten Bogor. Kapasitas produksi dari tiap pengrajin bervariasi antara 1 kuintal sampai 7 kuintal setiap harinya, bahkan ada pula yang mencapai 1 ton per hari, namun rata – rata produksi para pengrajin adalah 3 kuintal per hari. Tapioka yang dihasilkan para pengrajin tapioka di Kabupaten Bogor diperkirakan mencapai 100 ton per hari (Koperasi Tapioka Ciluar, 2002). Kapasitas tersebut sebetulnya dapat ditingkatkan lagi, karena saat ini para pengrajin sering menghentikan produksinya saat musim hujan
tiba. Oleh karena para pengrajin masih mengandalkan pengeringan dengan matahari dalam mengeringkan tapioka, sehingga dalam setahun para pengrajin biasanya hanya berproduksi secara efektif selama tujuh bulan. Para pengrajin tapioka juga sering kali secara sengaja mengurangi produksinya dari kapasitas maksimal yang dimilikinya, biasanya hal tersebut dilakukan untuk menjaga keseimbangan harga tapioka. Melihat besarnya potensi produksi tapioka di Kabupaten Bogor, maka industri maltodekstrin dari tapioka cocok untuk didirikan di Kabupaten Bogor, karena bahan baku yang dibutuhkan cukup tersedia di daerah ini. Saat ini tapioka yang dihasilkan para pengrajin disalurkan pada pabrik – pabrik penepungan yang akan menepungkan, mengemas, serta memasarkan tapioka tersebut. Harga tapioka dari pengrajin tapioka ke pabrik – pabrik tersebut sangat fluktuatif, dan harga ditentukan oleh kebijaksanaan dari pabrik – pabrik penepungan tersebut. Sebagai perbandingan, pada awal tahun 2006 tapioka kering dari pengrajin dihargai sebesar Rp. 1300/kg dan pada bulan Agustus 2006 dihargai sebesar Rp. 3300/kg. Pada analisis finansial akan digunakan asumsi harga sebesar Rp. 2500/kg, Tingkat harga tersebut merupakan harga rata – rata tapioka kasar dari pengrajin yang berlaku pada tahun 2006. Berdasarkan wawancara dengan pengrajin tapioka yang ada, tingkat harga tersebut juga masih dapat menutupi biaya produksi dan memberikan keuntungan bagi para pengrajin tapioka. Diasumsikan tingkat harga tersebut stabil sepanjang tahun agar para pengrajin dan petani termotivasi untuk berproduksi secara optimal sepanjang tahun. Karena tapioka sendiri merupakan produk olahan dari singkong, maka perlu pula diperhatikan ketersediaan bahan baku tapioka yang digunakan oleh para pengrajin tapioka, yaitu umbi singkong segar. Tentunya para pengrajin tidak akan dapat berproduksi bila umbi singkong segar tidak tersedia, yang pada akhirnya akan mempengaruhi produksi maltodekstrin. Secara garis besar terdapat dua jenis singkong, yaitu singkong manis dan singkong pahit. Singkong manis biasanya digunakan untuk
konsumsi karena memiliki rasa yang enak dan kandungan HCN yang rendah sehigga aman untuk dikonsumsi, sedangkan jenis pahit biasanya digunakan untuk keperluan industri. Industri biasanya menggunakan jenis singkong pahit karena memiliki kandungan pati yang lebih tinggi. Kabupaten Bogor merupakan daerah penghasil singkong yang cukup besar. Terdapat beberapa kecamatan di daerah ini yang cukup banyak menghasilkan singkong. Data luas panen, produksi, serta produktifitas singkong di Kabupaten Bogor pada enam tahun terakhir dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Data luas panen, produksi dan produktifitas singkong Kabupaten Bogor Produktifitas
Tahun
Luas Lahan (Ha)
Produksi (ton)
2000
10737
182766
17
2001
12015
215388
17.9
2002
10117
175024
17.3
2003
10047
189888
18.9
2004
11550
192357
16.7
2005
10500
201911
19.2
(ton/Ha)
(Dinas Pertanian Kabupaten Bogor, 2006)
Rata – rata luas panen singkong di Kabupaten Bogor dalam enam tahun terakhir adalah 10,827 Ha, rata – rata produksi singkong dalam enam tahun terakhir adalah 192,889 ton dan rata – rata produktifitas 17.8 ton/Ha. Dengan produksi sebesar itu, diperkirakan bahwa produksi singkong yang ada saat ini masih cukup aman untuk memenuhi kebutuhan bahan baku, tetapi perlu juga diperhitungkan perubahan luas lahan penanaman singkong yang ada, karena hal tersebut akan mempengaruhi produksi singkong pada masa – masa yang akan datang
Data Dinas Pertanian Kabupaten Bogor memperlihatkan bahwa terdapat trend penurunan luas lahan penanaman singkong.
Hal ini
disebabkan makin banyak lahan yang beralih fungsi menjadi pusat perbelanjaan atau perumahan. Sampai saat ini, penurunan luas lahan tersebut belum mempengaruhi produksi singkong, karena produksifitas dari lahan juga meningkat, namun hal tersebut perlu menjadi perhatian, karena bila luas lahan terus berkurang, terlebih bila berkurang dengan drastis maka lambat laun pasti akan mempengaruhi produksi singkong di Kabupaten Bogor. Beralih fungsinya lahan singkong salah satunya disebabkan karena para petani singkong merasa keuntungan yang didapatkan dari hasil menanam singkong tidak menarik lagi. Seperti telah disebutkan sebelumnya, harga tapioka yang dibeli dari para pengrajin begitu fluktuatif, hal tersebut menyebabkan harga singkong yang dibeli dari petani seringkali ikut berfluktuasi, bahkan tak jarang tingkat harga yang ada tidak dapat menutupi biaya produksi singkong. Karena itulah pada kajian ini disarankan agar dalam penyediaan bahan baku perusahaan bekerjasama dengan para pengarajin dengan sistem plasma inti, dan harga bahan baku diusahakan stabil sepanjang tahun agar para pengrajin dan petani singkong bisa mendapatkan keuntungan yang wajar dan mau untuk berproduksi dengan stabil sehingga ketersediaan bahan baku pun dapat terjamin.
V. ANALISIS PASAR DAN PEMASARAN
A. POTENSI PASAR Maltodekstrin bukan merupakan produk baru, karena telah sejak lama dipakai pada berbagai industri. Maltodekstrin digunakan dalam industri sebagai salah satu komponen pada berbagai produk. Maltodekstrin dapat digunakan sebagai sebagai bahan pengisi, pengganti lemak dan lain – lain. Sampai saat ini kebutuhan maltodekstrin dan pati termodifikasi lainnya di Indonesia sebagian besar dipenuhi dari impor. Menurut Tjahyono (2004), impor pati termodifikasi di Indonesia mencapai US$150 juta tiap tahunnya. Tabel 3 memperlihatkan jumlah impor dekstrin dan pati termodifikasi di Indonesia. Data tersebut menunjukkan masih besarnya kebutuhan akan maltodekstrin di dalam negeri.
Tabel 3. Impor pati termodifikasi Tahun
Jumlah Impor (kg)
2002
80,319,465
2003
78,752,720
2004
77,720,843
2005
77,122,297
(Departemen Perindustrian, 2006)
Bila dilihat dari data yang ada, jumlah impor semakin berkurang dari tahun ke tahun, tetapi hal tersebut bukan disebabkan penurunan kebutuhan, melainkan disebabkan karena beberapa perusahaan di Indonesia mulai memproduksi pati termodifikasi sehingga dapat disimpulkan industri maltodekstrin ini masih prospektif, terlebih lagi
saat ini kebutuhan yang masih dipenuhi dari impor sendiri masih cukup besar. Beberapa industri yang memerlukan maltodekstrin diantaranya adalah industri salad dressing dan industri – industri yang menggunakan pati sebagai bahan pengganti lemak atau fat replacer, industri saus sebagai bahan pengisi, minuman energi sebagai sumber energi, industri makanan bayi, industri – industri yang memproduksi produknya dalam bentuk tablet, dan lain – lain.
B. STRATEGI PEMASARAN DAN DISTRIBUSI Agar maltodekstrin yang dibuat dapat diterima oleh pasar, maka mutu produk perlu diperhatikan agar produk yang dibuat memenuhi standar mutu yang ada. Hasil penelitian menunjukkan maltodekstrin dari tapioka memenuhi standar mutu yang ada (Jati, 2006). Standar mutu maltodekstrin di Indonesia sama dengan standar mutu dekstrin. Tabel 4 memperlihatkan standar mutu dekstrin berdasarkan standar mutu SNI.
Tabel 4. Standar mutu dekstrin berdasarkan SNI Variabel Warna (visual) Warna dalam lugol Kadar air (%b/b) Kadar abu (%b/b) Serat kasar (%b/b) Bagian yang larut dalam air dingin (%) Kekentalan (cP) Dekstrosa Derajat asam (0,1 N NaOH/100 g bahan) Kehalusan (100 mesh)
Aplikasi Pangan Non pangan (SNI 01-2593-1992) (SNI 06-1451-1989) Putih – kekuningan Putih - kekuningan Ungu – kecoklatan Ungu - kecoklatan Maks. 11 Maks. 11 Maks. 0,5 Maks. 0,5 Maks. 0,6 Min. 97
Min. 80
3-4 Maks. 5
3-4 Maks. 7
Maks. 5
Maks. 6
Min. 90 (lolos)
-
Sumber : Dewan Standarisasi Nasional (1992 dan 1989)
Selain memperhatikan mutu, dalam memproduksi maltodekstrin perusahaan juga perlu memperhatikan nilai Dextrose Equivalent (DE) yang dikehendaki oleh konsumen. Hal tersebut dikarenakan nilai DE yang dibutuhkan tiap produk berbeda – beda tergantung produk tersebut. Tabel 5 memperlihatkan beberapa contoh kegunaan maltodekstrin dengan beberapa nilai DE.
Tabel 5. Berbagai nilai DE maltodekstrin dan penggunaannya Nilai DE
Contoh kegunaan
2-5
Pengganti lemak susu di dalam makanan pencuci mulut, yoghurt, produk bakeri dan es krim (Strong, 1989).
5
Bahan tambahan margarin (Summer dan Hesser, 1990).
9 - 12
Cheescake filling (Wilson dan Steensen, 1986)
15 - 20
Produk pangan berkalori tinggi (Vorwerg et. al., 1988).
Salah satu hal penting yang harus diperhatikan dalam membuat strategi pemasaran adalah menetapkan saluran pemasaran yang akan digunakan. Pemilihan saluran pemasaran menjadi penting karena akan mempengaruhi biaya produksi dan dapat mempengaruhi keputusan keputusan pemasaran yang lainnya (Kotler, 1991). Maltodekstrin merupakan produk bahan baku industri lainnya dan bukan produk konsumsi, sehingga pengguna maltodekstrin sebagian besar adalah kalangan industri yang membutuhkan maltodekstrin sebagai bahan baku produksinya. Karena itulah jenis saluran pemasaran yang digunakan adalah saluran tingkat 0 (nol). Saluran tingkat nol, atau disebut juga sebagai saluran pemasaran langsung, adalah jenis saluran dimana produsen menjual langsung produknya ke pelanggan akhir. Dengan menggunakan saluran tingkat nol, maka kenaikan harga produk akibat margin yang mungkin diambil oleh distributor dapat dihindari, sehingga harga produk dapat ditekan agar tetap rendah.
Penggunaan saluran distribusi tingkat nol juga membuat industri bisa mendapatkan feedback dari konsumen secara langsung bila terdapat keluhan atau saran. Saluran tingkat nol ini memungkinkan untuk diterapkan pada industri maltodekstrin ini karena sifatnya yang merupakan barang industri dan bukan barang konsumsi sehingga tidak dijual dalam bentuk eceran dan tidak perlu disebarkan secara luas pada masyarakat. Salah satu aspek penting dalam strategi pemasaran adalah penetapan harga. Dalam menetapkan harga produk, ada beberapa aspek yang perlu diperhatikan, yaitu permintaan pasar, biaya produksi dan harga produk pesaing serta kemungkinan reaksi harga. Permintaan pasar akan membentuk harga tertinggi dan biaya produksi merupakan harga terendah yang dapat ditetapkan, sementara harga produk pesaing serta kemungkinan reaksi harga membantu perusahaan dalam menentukan harga yang mungkin. Harga maltodekstrin dari dalam negeri yang ada di pasaran adalah sebesar Rp. 12000/kg, sementara harga maltodekstrin yang dijual langsung oleh produsen ke industri pengguna maltodekstrin adalah sebesar Rp. 7000/kg. Sementara harga maltodekstrin impor adalah sebesar US$ 1.9/kg atau sekitar Rp. 17,000/kg (www.winebarrelplus.com, 2005). Pada kajian ini tingkat harga yang digunakan adalah sebesar Rp. 7000/kg, sesuai dengan harga penjualan langsung dari produsen ke industri pengguna.. Selain mengembangkan produk yang baik, menetapkan harga yang bersaing, dan memungkinkannya dijangkau pelanggan sasaran, dalam pemasaran
modern
perusahaan
juga
diharapkan
mampu
mengkomunikasikan diri dengan pelanggan yang ada maupun yang potensial (Kotler, 1991). Agar komunikasi dapat berjalan dengan efektif, strategi promosi yang dibuat harus sesuai dengan produk yang akan dipasarkan. Segmen pasar yang dibidik untuk produk maltodekstrin ini adalah industri – industri yang menggunakan bahan baku maltodekstrin. Strategi promosi yang cocok dengan segmen pasar yang dibidik adalah dengan cara Below The Line. Promosi lebih ditekankan pada promosi langsung
secara selektif pada industri – industri yang membutuhkan maltodekstrin dengan
memberikan
informasi,
mempresentasikan
produk
dan
memberikan contoh produk pada para calon konsumen. Selain melakukan promosi pada industri - industri yang menggunakan maltodekstrin sebagai bahan baku, promosi dapat pula dilakukan kepada industri – industri yang menggunakan bahan baku lain, yang fungsinya sebetulnya dapat digantikan oleh maltodekstrin, seperti industri – industri yang menggunakan lemak, karena maltodekstrin dapat berfungsi sebagai pengganti lemak dengan harga yang lebih murah. Sedangkan promosi secara tidak langsung akan dilakukan dengan memanfaatkan media internet. Hal tersebut dilakukan karena biaya yang dibutuhkan relatif kecil dan dapat menjangkau pasar secara luas. Promosi lain yang dapat dilakukan adalah dengan membuat brosur yang mengenalkan kelebihan – kelebihan produk dan mengikuti berbagai pameran sehingga dapat dikenal oleh calon konsumen.
VI. ANALISIS TEKNIS TEKNOLOGI
A. PERENCANAAN KAPASITAS PRODUKSI
Potensi pasar maltodekstrin masih terbuka cukup besar, dimana Indonesia masih mengimpor kurang lebih 70.000 ton maltodekstrin setiap tahunnya. Karena itulah penetapan kapasitas produksi lebih difokuskan berdasarkan kebutuhan modal dan ketersediaan bahan baku. Pada penelitian ini, industri yang akan didirikan direncanakan menjadi industri dengan skala menengah. Berdasarkan SK Direktur BI No. 30/45/Dir/UK tgl 5 Januari 1997, industri dengan skala menengah adalah industri dengan aset kurang dari lima milyar rupiah dan memiliki omzet kurang dari tiga milyar per tahun. Ketersediaan bahan baku juga merupakan aspek yang perlu diperhatikan, karena produksi tapioka Kabupaten Bogor telah terserap ke berbagai industri. Sehingga diperkirakan tapioka yang dapat diserap dari keseluruhan produksi tapioka Kabupaten Bogor hanya beberapa persen saja. Berdasarkan pertimbangan – pertimbangan tersebut, maka pada penelitian ini kapasitas produksi ditetapkan sebesar 300 ton bahan baku tapioka per tahun atau 1 ton ton bahan baku tapioka per hari (asumsi 300 hari kerja per tahun). Aset yang diperlukan untuk pembangunan industri dengan kapasitas tersebut diperkirakan kurang dari lima milyar rupiah, sesuai dengan kriteria industri menengah, dan industri dapat didirikan oleh investor dengan modal yang tidak terlalu besar. Dengan kapasitas sebesar 1 ton bahan baku tapioka per hari diperkirakan kebutuhan bahan baku juga dapat tercukupi, karena bahan baku tapioka kasar yang diserap industri hanya sebesar 1 persen dari kapasitas produksi tapioka Kabupaten Bogor.
B. PENENTUAN LOKASI PABRIK Pemilihan lokasi yang tepat dalam mendirikan industri merupakan hal yang penting. Pemilihan lokasi yang tepat akan menentukan posisi perusahaan dan kelangsungan hidup perusahaan, karena akan berpengaruh terhadap efisiensi perusahaan. Beberapa hal yang harus dipertimbangkan dalam penentuan lokasi adalah tata ruang wilayah, kedekatan lokasi dengan sumber bahan baku, serta sarana dan prasarana yang tersedia. Penentuan lokasi industri perlu mempertimbangkan rancangan tata ruang wilayah yang telah dibuat oleh pemerintah. Berdasarkan Rancangan Tata Ruang Wilayah Kabupaten Bogor, lokasi yang dapat didirikan industri di Kabupaten Bogor adalah wilayah – wilayah yang termasuk dalam kawasan peruntukan industri. Tabel 6 berikut ini berisi data daerah – daerah yang termasuk dalam kawasan peruntukan industri yang terdapat di Kabupaten Bogor.
Tabel 6. Kawasan peruntukan industri di Kabupaten Bogor Kecamatan
Desa
Babakan Madang
Sentul
Cibinong
Nanggewer, Nanggewer Mekar
Citeureup
Sukahati, Leuwinutug, Karang Asem Barat
Kelapa Nunggal
Bantar Jati, Kembang kuning, Klapanunggal, Dayeuh
Gunung Putri
Cicadas, Wanaherang
Cileungsi
Limusnunggal
(Dinas Tata Ruang dan Lingkungan Hidup Kabupaten Bogor, 2006)
Selain mempertimbangkan tata ruang wilayah, pemilihan lokasi juga perlu memperhatikan kedekatan lokasi industri dengan lokasi bahan baku. Kedekatan lokasi industri dengan lokasi bahan baku akan mengefisienkan biaya yang dibutuhkan untuk pengadaan bahan baku. Kedekatan lokasi industri dengan lokasi bahan baku akan dilihat dari kedekatan lokasi industri dengan sentra – sentra penghasil tapioka di
Kabupaten Bogor. Tabel 7 berisi data daerah – daerah Kabupaten Bogor yang menjadi tempat persebaran para pengrajin tapioka sebagai produsen bahan baku industri maltodekstrin tapioka..
Tabel 7. Persebaran pengrajin tapioka di Kabupaten Bogor Kecamatan
Jumlah Pengrajin
Sukaraja
490
Babakan Madang
160
Citeureup
23
Suka Makmur
92
Jonggol
14
Cibinong
24
Kecamatan lain (Jasinga, Ciampea dll)
157
Koperasi Tapioka Ciluar (1999)
Dari berbagai alternatif lokasi yang ada di Kabupaten Bogor, Desa Sentul yang berada di Kecamatan Babakan Madang merupakan wilayah yang dipilih untuk lokasi industri maltodekstrin ini. Hal ini dikarenakan daerah tersebut termasuk dalam kawasan peruntukan industri di Kabupaten Bogor dan memiliki kedekatan dengan daerah yang merupakan sentra pengrajin tapioka di Kabupaten Bogor, yaitu Kecamatan Sukaraja dan Babakan Madang. Desa Sentul juga memiliki sarana jalan yang cukup baik dan memiliki kedekatan dengan akses ke jalan tol Jagorawi sehingga akan mempermudah distribusi produk ke daerah – daerah lain.
Peta Desa
Sentul dan Kecamatan Babakan Madang dapat dilihat pada Lampiran 4.
C. TEKNOLOGI PROSES PRODUKSI
1. Proses Produksi Pada penelitian ini jenis proses yang digunakan adalah likuifikasi dengan menggunakan katalis asam kuat. Proses – proses yang terlibat dalam pembuatan maltodekstrin dengan katalis asam kuat adalah pencampuran, likuifikasi, netralisasi, penukaran ion dan pengeringan. Bahan baku yang dibutuhkan adalah tapioka, air, larutan asam kuat dan larutan basa kuat. Menurut Tjokroadikoesoemo (1985), pada proses likuifikasi asam, pH larutan pati 30 persen (b/b) diatur pada kisaran pH 1.8 – 2.0. Larutan pati tersebut kemudian dipanaskan pada suhu 120 – 140 oC. Setelah DE yang diinginkan tercapai, larutan pati kemudian dinetralkan dengan menambahkan basa hingga pH larutan menjadi 4.5. Asumsi – asumsi proses yang digunakan pada penelitian ini adalah sebagai berikut : -
DE (Dextrose Equivalent) produk yang ingin dicapai adalah 15
-
Banyak batch pada satu hari produksi = 6 batch
-
Jumlah bahan baku tapioka yang digunakan adalah 1 ton per hari
-
Kadar air tapioka yang digunakan adalah 13 persen
-
Konsentrasi larutan pati yang dibuat adalah 30 persen (b/b) bobot kering pati
-
Larutan asam kuat yang digunakan adalah larutan HCl 30 persen
-
Larutan basa kuat yang digunakan adalah larutan NaOH 50 persen
-
Kadar air produk = 5 persen
-
Loss saat proses pengeringan diasumsikan sebesar 1 persen
-
Rendemen produk = 90.44 persen Alur proses dan keluar masuk bahan dalam pembuatan
maltodekstrin dari tapioka dapat dilihat pada neraca massa proses. Gambar 1 menampilkan neraca masssa maltodekstrin tapioka pada kebutuhan bahan baku (tapioka) 1 ton per hari.
Tapioka (1000 kg) Pati = 870 kg Air = 130 kg
Pencampuran dan Likuifikasi 2905 kg
Air 1900 kg Larutan HCl 30% 5 kg Larutan NaOH 50% 3.28 kg
H2O 0.74 kg
Netralisasi 2908.28 kg
Penukaran ion 2906.62 kg
NaCl 2.4 kg
Pengeringan 913.5 kg
Uap air 1993.12 kg
Loss (1%) 9.135 kg
Maltodekstrin 904.365 kg
Gambar 1. Neraca massa (kg) pada produksi maltodekstrin dari tapioka pada kebutuhan bahan baku 1 ton tapioka kering per hari
Dari neraca massa dapat diketahui kebutuhan bahan baku yang dibutuhkan setiap hari dan setiap batch. Tabel 8. menunjukkan bahan baku yang dibutuhkan setiap hari dan setiap batch.
Tabel 8. Kebutuhan bahan baku Bahan Baku
Tiap hari
Tiap batch
Tapioka
1000 kg
166.67 kg
Air
1900 kg
316.67 kg
Larutan HCl 30%
5 kg (4.35 l )
0.84 kg (0.725 l )
Larutan NaOH 50%
3.28 kg (2.15 l )
0.55 kg (0.357 l )
Waktu yang dibutuhkan tiap batch untuk menyelesaikan semua tahap proses adalah 4.31 jam, dan waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikan semua bahan dalam satu hari produksi adalah 16 jam. Hasil tersebut didapat dari analisis kebutuhan waktu tiap proses, keterkaitan antar proses dan penjadwalan produksi. Rincian waktu pada tiap proses akan dijelaskan pada sub bab setiap proses. Analisis kebutuhan waktu proses produksi dapat dilihat pada Lampiran 2.
1.1 Pencampuran Pencampuran merupakan tahap awal dari proses. Pada tahap ini bahan dikondisikan sedemikian rupa agar memenuhi karakteristik untuk proses likuifikasi. Karakteristik yang dimaksud adalah kekentalan larutan dan tingkat keasaman larutan. Pada tahap ini tapioka dicampurkan dengan air sehingga menghasilkan campuran yang homogen. Perbandingan antara pati dan air dalam larutan adalah sekitar 30 : 70 (b/b). Setelah
pati dan air dicampurkan, larutan
ditambahkan dengan larutan HCl. pada penelitian ini konsentrasi larutan HCl yang digunakan adalah 30 persen, dan pH larutan pati diatur menjadi 1.8.
Pengadukan
dilakukan
sejak
awal
pencampuran untuk
menghindari terjadinya pengendapan pati di bagian dasar tangki. Bila pengendapan sampai terjadi, maka pengadukan akan mengalami kesulitan
karena
terjadinya
kenaikan viskositas.
Pencampuran
berlangsung pada suhu kamar selama beberapa menit sampai larutan menjadi homogen. Waktu yang dibutuhkan untuk mempersiapkan bahan diasumsikan selama 5 menit, sedangkan pencampuran pati dan air hingga menjadi larutan yang homogen diasumsikan berlangsung selama 10 menit. Alat yang digunakan untuk melakukan proses pencampuran adalah tangki likuifikasi.
1.2 Likuifikasi Likuifikasi merupakan proses pemasakan dan pencairan bubur pati yang telah disiapkan pada proses sebelumnya. Karena pada kajian ini kapasitas produksi yang dipilih tidak terlalu besar, maka proses likuifikasi dilakukan secara batch. Proses likuifikasi dilakukan pada alat yang sama dengan proses pencampuran, yaitu pada tangki likuifikasi. Pada proses likuifikasi, larutan pati dipanaskan pada suhu 120 °C (Tjokroadikoesoemo, 1986). Diasumsikan larutan pati dipanaskan dengan menggunakan uap (steam) bersuhu 125 °C dan tekanan 19 psig. Uap yang digunakan untuk memanaskan larutan pati dihasilkan oleh boiler dan disalurkan ke mantel pemanas yang terdapat pada tangki likuifikasi. Pemanasan dan pengadukan kemudian dilanjutkan sampai DE yang diinginkan tercapai, pada penelitian ini diasumsikan DE yang ingin dicapai adalah 15. Maltodekstrin yang digunakan secara komersial biasanya mempunyai DE yang berkisar antara 10 – 14 dan 15 – 19 (Fullbrook, 1984). Likuifikasi
tapioka
menggunakan
asam
kuat
(HCl)
diperkirakan menghasilkan DE sebesar 15 setelah 75 menit (Ridwansyah, 2006). Menurut Fullbrook (1984), DE pati mencapai 12 setelah 1 jam likuifikasi dan mencapai 19 setelah 2 jam. Pada
penelitian ini diasumsikan lamanya waktu proses likuifikasi adalah 75 menit, karena DE maltodekstrin yang ingin dicapai diasumsikan sebesar 15.
1.3 Netralisasi Proses konversi pada likuifikasi berlangsung dalam kondisi asam, suhu dan tekanan tinggi. Setelah DE yang diinginkan tercapai, kondisi proses harus diubah agar degradasi pati dapat dihentikan. Penghentian degradasi pati dilakukan dengan menurunkan suhu dan menaikkan pH larutan. Suhu larutan diturunkan hingga mencapai 60 oC dengan cara melewatkan larutan pati pada penukar panas. pH larutan kemudian dinaikkan menjadi 4.5 dengan mencampurkan larutan dengan larutan NaOH. Konsentrasi larutan NaOH yang digunakan adalah 50 persen Penurunan suhu dilakukan dengan menggunakan penukar panas jenis selongsong dan tabung (Shell and tube heat exchanger). Proses pencampuran larutan dengan larutan NaOH dilakukan pada tangki netralisasi. Laju alir bahan pada penukar panas selongsong dan tabung adalah 57.2 kg per menit, sehingga waktu yang dibutuhkan untuk menurunkan suhu larutan satu batch bahan adalah 8.5 menit. Pencampuran larutan NaOH dengan larutan pati diasumsikan berlangsung selama 10 menit.
1.4 Penukaran Ion Setelah dilakukan netralisasi akan terbentuk garam pada larutan yang dibuat, akibat terjadinya reaksi antara asam dan basa yang ditambahkan pada larutan. Untuk menghilangkan garam, yang dapat mengurangi mutu produk, maka dilakukan proses penukaran ion. Penukaran ion adalah proses dimana ion – ion dari suatu larutan elektrolit diikat pada permukaan bahan padat. Sebagai pengganti ion – ion tersebut, ion – ion dari bahan padat diberikan ke dalam larutan (Bernasconi, et al, 1995).
Pada proses ini pertama – tama bahan dialirkan melalui bahan padat yang dapat mengikat kation (resin penukar kation), setelah itu dilanjutkan dengan mengalirkan bahan melalui resin penukar anion. Mekanisme pengikatan ion – ion logam positif (kation) oleh resin penukar kation berlangsung menurut reaksi R - H + Na+
R - Na + H+
Mekanisme pengikatan anion berlangsung menurut reaksi R - OH + HCl
R - Cl + H2O
Resin yang umum digunakan pada industri pati termodifikasi adalah polistyrene yang diberi ikatan silang dengan divinilbenzene. Jenis polistyrene tersebut disukai karena memiliki kapasitas yang signifikan dan kestabilan yang baik (www.dow.com, 2007). Gugus fungsi yang diikat pada resin penukar kation adalah sulfonat. Gugus fungsi yang diikat pada resin penukar anion adalah amino kuartener. Proses penukaran ion berlangsung secara kontinyu. Alat yang digunakan pada proses penukaran ion adalah tangki penukar kation dan tangki penukar anion yang disusun secara seri. Laju alir bahan pada proses ini diasumsikan sebesar 207.73 kg/jam, sehingga waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikan 1 batch bahan adalah 2.33 jam. Volume resin yang digunakan didapatkan dari perhitungan. Volume resin penukar kation dan anion yang dibutuhkan adalah 29.2 l. Perhitungan volume resin dapat dilihat pada Lampiran 3. Resin mengalami depresiasi, sehingga setelah beberapa tahun resin perlu diganti agar proses penukaran ion tetap dapat berjalan efektif. Pada penelitian ini diasumsikan resin diganti setiap dua tahun. Resin yang telah digunakan dapat menjadi jenuh, untuk itu diperlukan regenerasi agar resin dapat kembali beroperasi dengan baik. Kondisi resin yang sudah jenuh dapat diketahui bila alat pengukur Electro Conductivity (EC) telah menunjukkan angka lebih besar dari lima. Dari kapasitas operasi resin, volume resin yang dipakai dan ion
yang terkandung dalam larutan, diperkirakan resin penukar kation perlu diregenerasi setiap 12 jam, dan resin penukar anion perlu diregenerasi setiap 6 jam. Proses regenerasi resin penukar kation dilakukan dengan mengalirkan larutan asam khlorida (HCl) encer, dan proses regenerasi resin penukar anion dilakukan dengan mengalirkan larutan NaOH encer. Jumlah regenerant penukar kation dan anion yang dibutuhkan adalah 120 g HCl dan NaOH tiap liter resin. Dengan jumlah resin sebanyak 29.2 l, maka banyaknya HCl dan NaOH yang dibutuhkan untuk regenerant adalah sebanyak 3.5 kg tiap harinya. Informasi mengenai sifat fisik dan kimia resin yang diberikan oleh produsen – produsen resin bervariasi, pada penelitian ini sifat fisik dan kimia resin dibuat berdasarkan spesifikasi resin yang dikeluarkan oleh Dowex, yang merupakan salah satu perusahaan produsen resin. Tabel 9 memperlihatkan spesifikasi resin yang digunakan.
Tabel 9. Spesifikasi resin Penukar kation
Penukar anion
Polistyrene divinil
Polistyrene divinil
benzene
benzene
Gugus fungsi
Sulfonat
amino kuartener
Kapasitas operasi
1.2 eq/l
0.6 eq/l
Laju alir bahan
5 m/jam
5 m/jam
Suhu maksimum operasi
120 – 150 oC
60 oC
Tinggi minimal resin
0.8 m
0.8 m
Regenerant
Larutan HCl encer
Larutan NaOH encer
Konsentrasi regenerant
8%
5%
Laju alir regenerant
1 m/jam
1 m/jam
Jumlah regenerant
120 g/l
120 g/l
Polimer
(www.dow.com, 2007)
1.5 Pengeringan Maltodekstrin dapat dijual dalam bentuk serbuk kering atau dalam bentuk larutan. Pada penelitian ini diasumsikan maltodestrin akan dijual dalam bentuk kering, karena lebih disukai oleh konsumen dan memiliki umur simpan yang lebih panjang. Karena maltodekstrin yang ingin dihasilkan adalah maltodekstrin dalam bentuk serbuk kering, maka larutan maltodekstrin yang telah didapatkan dikeringkan dengan menggunakan pengering jenis spray drier. Pengeringan dilakukan untuk mendapatkan produk berupa serbuk dengan kadar air 5 persen. Pada proses pengeringan jenis aliran udara yang digunakan adalah pengeringan dengan aliran udara searah atau cocurrent dengan suhu udara pengering yang masuk (inlet) 100 °C dan suhu udara keluar (outlet) 40 °C. Aliran udara searah dipilih agar suhu pada produk tidak terlalu tinggi, karena dikhawatirkan terjadi reaksi browning, akibat kandungan gula pereduksi dalam bahan. Proses pengeringan dengan pengering semprot berjalan secara kontinyu, sehingga proses pengeringan berlangsung pada laju alir bahan yang sama dengan proses penukaran ion, yaitu sebesar 207.33 kg/jam. Waktu yang dibutuhkan untuk mengeringkan bahan sebanyak 484.7 kg (1 batch) adalah 2.33 jam.
1.6 Pengemasan Kemasan sangat diperlukan untuk mempertahankan kondisi produk tetap dalam kondisi baik, melindungi produk dari kontaminasi, memudahkan pengangkutan, serta sebagai sarana pemasaran. Produk akan dikemas dengan kemasan kantung plastik dengan kapasitas 25 kg tiap kantungnya. Kantung plastik yang digunakan adalah plastik transparan yang terbuat dari PE. Penutupan kemasan dilakukan dengan menjahit bagian ujung kantung.
2. Mesin dan Peralatan
Pada proses produksi maltodekstrin dengan katalis asam, diperlukan kondisi proses pada suhu yang tinggi dan pH yang rendah. Karena itu, bahan konstruksi alat yang menangani bahan dalam kondisi tersebut, seperti tangki likuifikasi, penukar panas, tangki netralisasi, dan pipa – pipa pada alat – alat tersebut harus relatif tahan terhadap kondisi panas dan asam. Berikut ini alat – alat yang diperlukan dalam industri pengolahan maltodekstrin. - Tangki Likuifikasi - Penukar Panas (Heat Exchanger) - Tangki Netralisasi - Tangki Penyimpan - Penukar Ion (Ion Exchanger) - Pengering Semprot (Spray Dryer) 2.1 Tangki Likuifikasi Tangki ini berfungsi untuk mencampurkan tapioka dengan air dan katalis asam secara batch dan melakukan proses likuifikasi. Tangki yang digunakan berupa tangki berpengaduk yang dilengkapi dengan mantel yang berfungsi sebagai pemanas, karena selain berfungsi untuk mencampurkan tapioka dengan air dan asam, tangki ini juga digunakan untuk melakukan proses likuifikasi. Tangki ini juga dilengkapi dengan alat pengukur dan pengendali untuk mengendalikan proses agar berjalan dengan aman dan benar, seperti thermogauge, pressure gauge dan safety valve. Jumlah uap pemanas yang dibutuhkan oleh tangki likuifikasi untuk mencapai kondisi proses yang diinginkan adalah 443.7 kg/hari atau 59.2 kg/jam. Tabel 10 berikut ini menampilkan spesifikasi tangki likuifikasi yang digunakan. Perhitungan perancangan tangki likuifikasi dan kebutuhan uap untuk likuifikasi dapat dilihat pada Lampiran 3.
Tabel 10. Spesifikasi tangki likuifikasi Tangki Likuifikasi Fungsi : mencampur bahan dan likuifikasi Bahan konstruksi : Stainless steel 316 Waktu tinggal bahan : 85 menit / 1.4 jam Volume bahan masuk tiap 484.7 kg / 425.55 l batch : Diameter tangki Tinggi tangki Volume tangki Working volume tangki Tebal dinding Jenis impeller Kecepatan impeller Diameter impeller Daya impeller
0.77 m 1.54 m 709.25 l 60% 2 mm Turbin flat blade miring 4 daun 200 rpm 0.23 m 0.12 kW
2.2 Penukar Panas (Heat Exchanger) Penukar panas digunakan untuk menurunkan suhu larutan dari suhu 120 oC menjadi 60 oC. Jenis penukar panas yang digunakan adalah penukar panas jenis selongsong dan tabung (shell and tube heat exchanger). Penukar panas jenis selongsong dan tabung banyak dipakai untuk melakukan proses penukaran panas pada industri pangan untuk bahan dengan viskositas yang tidak terlalu tinggi. Penukar panas jenis ini juga memiliki koefisien pindah panas yang cukup besar jika dibandingkan dengan penukar panas pangan jenis lain, sehinga dapat melakukan penukaran panas dengan cukup efektif. Penukar panas jenis selongsong dan tabung juga dapat beroperasi pada tekanan dan suhu yang tinggi Penukar panas jenis selongsong dan tabung terdiri dari sebuah selongsong yang didalamnya terdapat pipa – pipa penukar panas dengan diameter kecil dan sekat - sekat. Bahan yang akan diproses dialirkan melalui pipa – pipa pemanas, dan fluida yang berfungsi
sebagai medium penukar panas dialirkan melalui sisi selongsong. Untuk meningkatkan efektifitas penukaran panas, maka arah aliran bahan dibuat berlawanan dengan arah aliran medium penukar panas dan memperbanyak aliran silang antara bahan dengan medium penukar panas. Sekat –sekat yang dipasang pada selongsong berfungsi untuk meningkatkan aliran silang. Tabel 11 berisi spesifikasi penukar panas yang digunakan. Rincian perhitungan perancangan penukar panas dapat dilihat pada Lampiran 3.
Tabel 11. Spesifikasi penukar panas Penukar Panas Selongsong dan Tabung Fungsi : Menurunkan suhu umpan Bahan konstruksi : Stainless steel 316 Laju alir bahan 0.953 kg / detik Jenis aliran Lawan arah (counter current) Diameter pipa penukar panas 1 inch Jumlah pipa penukar panas 21 buah Diameter selongsong (Shell) 7 inch Panjang penukar panas 1.8 m Jumlah sekat 20 buah Jarak antar sekat 0.09 m
2.3 Tangki Netralisasi Tangki netralisasi berfungsi untuk mencampurkan larutan dengan larutan basa kuat, agar pH larutan pati naik dan proses degradasi pati dapat dihentikan. Tangki ini berbahan konstruksi stainless steel 316 dan dilengkapi dengan pengaduk untuk mencampur larutan basa dengan larutan pati.
Tabel 12 menampilkan spesifikasi tangki netralisasi yang digunakan. Perhitungan perancangan tangki netralisasi dapat dilihat pada Lampiran 3.
Tabel 12. Spesifikasi tangki netralisasi Tangki Netralisasi Fungsi : Mencampur bahan dengan basa Bahan konstruksi : Stainless steel 316 Waktu tinggal bahan : 10 menit 425.55 l Volume bahan tiap batch : Diameter tangki 0.77 m Tinggi tangki 1.54 m 709.25 l Volume tangki Working volume tangki 60% Tebal dinding 2 mm Jenis impeller Turbin flat blade miring 4 daun Kecepatan impeller 200 rpm Diameter impeller 0.23 m Daya impeller 0.12 kW
2.4 Tangki Penyimpan (Holding Tank) Tangki penyimpan berfungsi sebagai penampungan sementara larutan pati yang telah melalui proses netralisasi, sebelum masuk ke proses selanjutnya. Proses netralisasi berlangsung secara batch, sementara proses penukaran ion dan pengeringan berlangsung secara kontinyu, sehingga larutan dari tangki netralisasi harus ditampung terlebih dahulu pada tangki penyimpan. Tangki penyimpan juga dilengkapi dengan pengaduk yang berputar pada kecepatan rendah. Pengadukan diperlukan untuk menjaga larutan tetap homogen dan pati tidak mengendap. Tabel 13 memperlihatkan spesifikasi tangki penyimpan yang digunakan. Perhitungan perancangan tangki penyimpan dapat dilihat pada Lampiran 3.
Tabel 13. Spesifikasi tangki penyimpan Tangki Penyimpan Fungsi : Menampung larutan Bahan konstruksi : Stainless steel 314 Diameter tangki 1m Tinggi tangki 2m 1511.4 l Volume tangki Working volume tangki 70% Tebal dinding 2 mm Jenis impeller Turbin flat blade miring 4 daun Kecepatan impeller 90 rpm Diameter impeller 0.3 m Daya impeller 0.12 kW
2.5 Tangki penukar ion (ion exchanger) Tangki penukar ion adalah alat berupa tangki silinder vertikal (kolom) yang diisi dengan resin penukar ion. Tangki penukar ion terdiri dari dua buah tangki yang disusun secara seri, dimana tangki pertama berisi resin penukar kation, dan tangki kedua berisi resin penukar anion. Menurut Bernasconi et al (1987), penukar ion dengan proses kolom ganda berfungsi untuk menghilangkan garam dari larutan (proses demineralisasi). Dalam perancangan tangki penukar ion, perlu diperhatikan ketinggian minimal resin yang diperlukan agar resin dapat beroperasi dengan baik. Kurangnya ketinggian resin dapat menyebabkan penurunan efisiensi. Ketinggian minimal resin agar proses penukaran ion dapat berjalan baik adalah sebesar 0.8 m (www.dow.com, 2007). Resin mengalami pertambahan volume selama dilakukannya proses
backwash,
memperhatikan
sehingga
kebutuhan
perancangan ruang
kosong
tangki
juga
perlu
(freeboard)
untuk
mengantisipasi berubahnya volume resin selama proses backwash. Pertambahan volume resin selama proses backwash diperkirakan sebesar 100 persen dari volume resin.
Penukar ion dilengkapi dengan alat ukur konduktivitas untuk mengukur derajat kemurnian air. Bila alat pengukur telah menunjukkan nilai Electro Conductivity (EC) lebih besar dari lima, berarti proses penukaran ion tidak berjalan efektif karena resin penukar ion telah jenuh, sehingga proses harus dihentikan dan resin harus diregenerasi dengan mengalirkan larutan HCl encer pada tangki penukar kation dan larutan NaOH encer pada tangki penukar anion. Pada sebagian besar kasus di industri, penukar ion dibuat dalam dua jalur, agar proses produksi tidak terhenti saat resin penukar ion perlu diregenerasi. Saat salah satu jalur berada pada kondisi operasi, jalur yang lain berada dalam kondisi stand by dan siap menggantikan jalur yang sedang beroperasi bila resin pada jalur tersebut sudah perlu diregenerasi. Tabel 14 menampilkan spesifikasi tangki penukar ion pada kapasitas 182.37 l larutan per jam. Perhitungan perancangan tangki penukar ion dapat dilihat pada Lampiran 3.
Tabel 14. Spesifikasi tangki penukar ion
Jenis Fungsi : Bahan konstruksi : Laju alir bahan Diameter tangki Tinggi tangki Volume tangki Volume resin Volume freeboard
Tangki Penukar Ion Penukar Kation Menukar Na+ dengan H+ Rubber lined 182.37 l / jam 0.216 m 1.6 m 543 l 29.2 l 29.2 l
Penukar Anion Menukar Cldengan OHRubber lined 182.37 l / jam 0.216 m 1.6 m 543 l 29.2 l 29.2 l
2.6 Pengering Semprot (Spray Dryer) Alat ini berfungsi untuk mengeringkan larutan sampai didapatkan produk dengan kadar air yang diinginkan. Prinsip umum cara kerja alat ini adalah dengan mengatomisasi aliran larutan bahan yang masuk dalam aliran udara panas (Farral, 1963). Pada pengering semprot, atomisasi ukuran bahan yang masuk membuat permukaan penguapan menjadi luas, sehingga pemanasan dapat berlangsung dalam waktu yang singkat. Waktu pemanasan yang singkat akan menghindarkan produk dari pemanasan berlebihan yang dapat merusak produk. Atomisasi bahan juga membuat produk yang keluar dari pengering semprot juga sudah dalam bentuk serbuk, sehingga cocok untuk dipakai pada industri maltodekstrin. Maltodekstrin dipasaran biasanya dijual dalam bentuk serbuk. Untuk mengatomisasi ukuran bahan digunakan perlengkapan berjenis cakram berputar (rotary disc atomizer). Keuntungan atomizer jenis ini adalah dapat menangani laju aliran bahan dalam kapasitas besar dan kecenderungan penyumbatannya yang lebih kecil dibandingkan dengan atomizer jenis lain. Untuk memanaskan udara yang masuk digunakan uap (steam) sebagai pemanas, Pemanasan pada industri makanan biasanya menggunakan pemanas tipe uap, dan pemanas tipe uap relatif tidak mahal. Udara yang dibutuhkan untuk melakukan pengeringan pada proses produksi diperkirakan mencapai 5491.6 kg/jam. Uap yang dibutuhkan untuk memanaskan udara pengering diperkirakan sebesar 2601.2 kg/hari. Tabel 15 menampilkan spesifikasi pengering semprot yang digunakan. Perhitungan perancangan pengering semprot, kebutuhan udara pengering dan kebutuhan uap untuk pemanas udara dapat dilihat pada Lampiran 3.
Tabel 15. Spesifikafikasi spray dryer Spray dryer Jenis atomisasi Metoda pemanasan Jenis aliran udara
Vaned Wheel Indirect (udara pengering) Searah (cocurrent)
Residence time Temperatur inlet
10 detik 100 °C
Temperatur outlet Temperatur bahan masuk Temperatur produk Diameter chamber
40 °C 60 °C 90 °C 2.76 m
Tinggi chamber Volume pengering
2.9 m 21 m3
2.7 Boiler Proses likuifikasi dan pengeringan membutuhkan uap pemanas (steam) untuk memanaskan larutan pati dan udara pengering. Untuk memenuhi kebutuhan uap pemanas tersebut, maka perlu disediakan boiler. Boiler adalah bejana tertutup dimana panas pembakaran dialirkan ke air sampai terbentuk air panas atau uap (steam). Air panas atau uap pada tekanan tertentu kemudian digunakan untuk mengalirkan panas ke suatu proses. Kebutuhan uap pemanas diperkirakan mencapai 3045 kg/hari, atau sekitar 245 kg/jam. Energi yang diperlukan oleh boiler untuk menghasilkan uap pemanas sebesar itu adalah 1891554 kkal/hari. Bahan bakar untuk pemanasan boiler yang digunakan adalah minyak solar. Jumlah bahan bakar yang dikonsumsi diperkirakan mencapai 26.2 l / hari. Tabel 16 menampilkan spesifikasi boiler yang digunakan. Perhitungan perancangan boiler dan kebutuhan bahan bakar dapat dilihat pada Lampiran 3.
Tabel 16. Spesifikasi boiler Boiler Pipa air (water tube) 300 kg/jam 180000 kkal/jam 90 persen Solar 1.55 m 1.45 m 1.6 m
Tipe Produksi uap pemanas Kapasitas Efisiensi Bahan Bakar Panjang Lebar Tinggi
D. DISAIN TATA LETAK DAN KEBUTUHAN RUANG PABRIK Desain tata letak berhubungan dengan penyusunan mesin, peralatan produksi serta ruangan dalam pabrik dengan tepat agar proses produksi dapat berjalan dengan efektif dan efisien. Susunan yang baik akan berpengaruh terhadap laba yang diperoleh oleh perusahaan. Selain mesin dan peralatan, fasilitas lain seperti gudang, kantor dan yang lainnya juga perlu diatur tata letaknya. Ada dua tipe tata letak fasilitas pabrik, yaitu berdasarkan produk (product layout) dan berdasarkan proses (process layout). Penentuan tipe tata letak bergantung pada spesifikasi proses produksi. Proses produksi yang berbeda akan memiliki sifat – sifat yang khusus dan memerlukan desain tata letak yang khusus pula. Industri ini hanya memproduksi satu jenis produk, maka tata letak yang digunakan adalah tata letak berdasarkan produk (product layout). Istilah product layout digunakan karena pengorganisasian pekerjaan didasarkan oleh urutan proses produksi suatu produk atau sekumpulan produk. Dengan tipe tata letak tersebut, maka mesin – mesin diletakkan pada satu jalur menurut urutan proses produksinya. Keterkaitan antar aktifitas menjadi pedoman dalam merancang tata letak
ruang
pabrik
secara
menyeluruh.
Perancangan
tata
letak
pertimbangan keterkaitan suatu ruangan atau interaksinya dengan kegiatan lain pada ruangan lain menjadi dasar dalam menentukan letak ruangan.
Untuk menggambarkan hubungan keterkaitan antar kegiatan, Apple (1990) memberikan derajat keterkaitan hubungan yang dinyatakan sebagai A, E, I, O, U, dan X. Penjelasan dari nilai – nilai tersebut adalah sebagai berikut: A (Absolutely Important), menunjukkan bahwa letak antar suatu kegiatan harus saling berdekatan dan bersebelahan dengan kegiatan yang lain. E (Especially Important), menunjukkan bahwa letak antar dua kegiatan tertentu harus berdekatan. I (Important), menunjukkan bahwa letak antar dua kegiatan tertentu harus cukup berdekatan. O (Ordinary), menunjukkan bahwa letak antar dua kegiatan tertentu tidak harus saling berdekatan. U (Unimportant), menunjukkan bahwa letak antar dua kegiatan tertentu bebas dan tidak saling terikat. X (Undesireable), menunjukkan bahwa letak antar dua kegiatan tertentu tidak boleh berdekatan dan harus saling berjauhan. Huruf – huruf tersebut menunjukkan derajat keterkaitan antar kegiatan, sedangkan angka – angka yang disisipkan pada setiap sel bagan keterkaitan antar aktifitas menunjukkan alasan utama yang menyebabkan suatu kegiatan memiliki derajat keterkaitan dengan kegiatan yang lain. Gambar 2 menunjukkan bagan keterkaitan antar aktifitas pada industri maltodekstrin dari tapioka. Bagan keterkaitan antar aktifitas tersebut kemudian digunakan untuk merencanakan dan menganalisis keterkaitan antar aktifitas. Informasi yang dihasilkan dari bagan keterkaitan antar aktifitas kemudian diwujudkan dalam bentuk diagram yang disebut diagram keterkaitan antar aktifitas. Diagram keterkaitan menggunakan template-template yang menggambarkan kegiatan yang ada (Apple, 1990). Setiap
template
dicantumkan
informasi
mengenai
derajat
keterkaitan kegiatan tersebut dengan kegiatan lain, sebagaimana yang telah diuraikan pada bagan keterkaitan. Gambar 3 memperlihatkan diagram keterkaitan antar aktifitas industri maltodekstrin dari tapioka.
1
Stasiun Penerimaan/Pengeluaran
2 3
E 5 ,7
Gudang Bahan Baku
E
5 ,7
4 E
5
5 ,7
Gudang Produk
6
A
7
1 ,5 , 7
Gudang Bahan Kimia
8
E
9
5 ,7
Ruang Likuifikasi
10 E
A
Ruang Penukar Panas
11
5 ,7
1 , 5 ,7
12 1 , 5 ,7
1 ,5 , 7
Ruang Netralisasi
I
A
I
5
2,4
O
Ruang Pengeringan
A
1 2
3 4
5
O 4
E
Ruang Pengemas
I
I
2 ,4
I 2 ,4
2 ,4
2 ,4
4
1 , 5 ,7
2 ,4
2,4
E
1 ,5 , 7
E
I
A 1 ,5 , 7
Ruang Penukar Ion
13
A
A
6
5
7
Ruang Boiler Laboratorium
8 9
X I
Kantor
10
3 ,6
11
2 ,4
12 13
Gambar 2. Bagan Keterkaitan Antar Aktifitas
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.
Urutan kerja komunikasi lisan / tertulis Kebisingan Pengawasan Pergerakan bahan Panas, debu, bising Pergerakan pekerja
A-
E -1
13 K a n to r
X - 11 I - 2,3,4,12
OE-
A-
E -1,2,3,4
A-
1 S ta s iu n P e n e rim a a n / P e n g e lu a ra n
12 L a b o ra to riu m
I - 2,3,4,13 A - 10
O-
I - 12,13
E-1
A-
E -1,5,7
A - 2,6
O-
A -3, 9
X-
I-
I -12,13
4 G u da ng Ba ha n K im ia
E-
I - 12,13
E-
I-
O -12
A - 5,7
E-
6 Ruang Penukar Panas
7 Ruang N e tra lis a s i
X-
XOE -11
9 Ruang P e n g e rin g a n
I-
XO -12
A -7,9
E-
I-
I-
E -5,9
11 B o ile r X -13
XO-
O-
A-
8 R u a n g P e n u k a r Io n
X-
E -4,11
XO-
A - 6,8
O-
5 Ruang L ik u ifik a s i
X-
10 Ruang Pengem as
I-
2 G udang Bahan Ba ku
O -5,7
3 G u d a n g P ro d u k X-
A - 8,10
E -1
X-
X -9
I-
A-5
O-
I-
Gambar 3. Diagran Keterkaitan Antar Aktifitas
O-
Langkah selanjutnya adalah melakukan analisis kebutuhan luasan ruang yang diperlukan. Kebutuhan luasan ruang produksi diperkirakan dengan menghitung perkiraan luasan ruang yang dibutuhkan oleh tiap – tiap mesin dan peralatan pabrik. Kebutuhan ruang dan pengalokasian wilayah ruang dapat dilihat pada Tabel 17. Gambar 4 menampilkan tata letak fasilitas produksi maltodekstrin dari tapioka.
Tabel 17. Kebutuhan luas ruangan Nama Ruang
Luas (m2)
Ruang Likuifikasi Ruang Penukar Panas Ruang Netralisasi Ruang Tangki Penyimpan Ruang Penukar Ion Ruang Pengering Ruang Pengemas Ruang Boiler Ruang Gerak Operator Gudang Bahan Baku Gudang Produk Gudang Bahan Kimia Laboratorium Kantor Stasiun penerimaan/pengeluaran Jalan
0.96 0.47 0.96 1.50 0.29 11.76 0.50 3.37
Total
.
150% Luas (m2) 1.4 0.7 1.4 2.3 0.4 17.6 0.8 5.1 14.4 15.6 20.8 6.3 15.6 32.6 9 63.4 207.48
156 52
30
64
Laboratorium
Jalan Beraspal dan Parkir
30
51
Kantor
IRuang
Gudang Bahan Kimia
Likuifikasi Ruang Penukar Panas
52
Ruang Pengemas
Gudang Produk
Ruang Ruang Tangki Penukar Penyim- Ruang Ion pan Netralisasi
Ruang Pengering
Ruang Boiler
40
40
42
34
Gambar 4. Tata letak fasilitas produksi maltodekstrin dari tapioka (dalam satuan m)
51
Stasiun Penerimaan / Pengeluaran
22
30
Gudang Bahan Baku
VI. ANALISIS MANAJEMEN OPERASI
A. KEBUTUHAN TENAGA KERJA Salah satu aspek dalam manajemen operasi adalah menganalisis kebutuhan tenaga kerja pada industri yang dijalankan. Proses poduksi maltodekstrin ini sebagian besar dilakukan oleh mesin, namun dalam proses produksi tetap dibutuhkan tenaga manusia sebagai operator dan pengawas proses produksi. Tenaga manusia juga dibutuhkan untuk melakukan berbagai aktifitas diluar proses produksi seperti kegiatan pemasaran, kegiatan administrasi, transportasi dan lain – lain. Tenaga kerja yang digunakan disesuaikan dengan kebutuhan pekerjaan dan kriteria tenaga kerja yang dibutuhkan. Tenaga kerja yang dibutuhkan dapat
diklasifikasikan
menjadi tiga
kelompok,
yaitu
manajemen, pekerja tidak langsung, dan pekerja langsung. Manajemen bertugas melakukan aktifitas – aktifitas manajerial seperti perencanaan, pengorganisasian, dan pengawasan sesuai dengan bidang kerjanya masing - masing. Pada kategori manajemen terdapat tiga posisi struktural yang disarankan, yaitu direktur, manajer produksi, dan manajer pemasaran dan keuangan. Pekerja langsung adalah pekerja yang tugasnya berhubungan langsung dengan proses produksi. Pekerja tidak langsung adalah pekerja yang tugasnya tidak terkait secara langsung dengan proses produksi seperti administrasi, pemasaran dan lain - lain. Pada kajian ini diperkirakan jumlah pekerja langsung sebanyak delapan orang, pekerja tidak langsung sebanyak empat orang, dan manajemen sebanyak tiga orang, sehingga total pegawai mencapai lima belas orang. Rincian jumlah tenaga kerja, posisi serta pendidikan minimal yang harus dimiliki dapat dilihat pada Tabel 18 tentang rincian kebutuhan tenaga kerja untuk industri maltodekstrin dengan asumsi kapasitas produksi 1 ton per hari dan produksi berjalan dalam 2 shift.
Tabel 18. Kebutuhan dan spesifikasi tenaga kerja Manajemen Direktur Manajer Produksi Manajer Pemasaran dan Keuangan Pekerja tidak langsung Pekerja administrasi Pekerja Pemasaran Buruh Supir Pekerja langsung Operator alat Laboran
Pendidikan Minimal S1 Teknologi Industri S1 Tekniologi Industri S1 Manajemen
Jumlah 1 1
Pendidikan Minimal SMK Sekretaris SLTA / Sederajat SD / Sederajat SLTA / STM Pendidikan Minimal SLTA / STM SMK Analis Kimia Total
1 1 1 1 1 6 2 15
B. STRUKTUR ORGANISASI Besar kecilnya perusahaan akan sangat menentukan bentuk perusahaan dan struktur organisasi yang dijalankan oleh perusahaan tersebut. Hubungan koordinasi antar bagian – bagian dalam perusahaan akan berbeda – beda pada tiap perusahaan. Karena pada industri ini sebagian besar pekerjaan dilakukan oleh mesin, maka jumlah pekerja pun tidak banyak, dan struktur organisasi yang digunakan sederhana. Pada struktur perusahaan ini, direktur membawahi dua orang manajer, yaitu manajer produksi yang bertanggung jawab akan kelancaran produksi dan mutu produk dan manajer pemasaran dan keuangan yang bertanggung
jawab
untuk
memasarkan
dan
mengatur
keuangan
perusahaan. Di bawah para manajer, terdapat para pekerja yang bertanggung jawab untuk membantu tugas para manajer di lapangan. Gambar 5. akan memperlihatkan struktur organisasi yang diterapkan pada industri ini.
Direktur
Manajer Produksi
Manajer Pemasaran dan Keuangan
Pekerja Pekerja
Laboran
Gambar 5. Struktur organisasi industri maltodekstrin dari tapioka
C. DESKRIPSI PEKERJAAN Dalam sebuah perusahaan, perlu dibuat deskripsi pekerjaan dari tiap – tiap jabatan yang ada pada perusahaan tersebut. Dengan adanya deskripsi pekerjaan tersebut diharapkan setiap pekerja mengetahui tugas dan tanggung jawabnya masing – masing, sehingga dapat melaksanakan tugasnya dengan baik. Pada industri maltodekstrin dari tapioka ini deskripsi tugas dan tanggung jawab tersebut adalah sebagai berikut. 1. Direktur Direktur berfungsi sebagai pelaksana kebijakan yang telah digariskan oleh para pemegang saham dalam Rapat Umum Pemegang Saham sebagai pemegang kekuasaan tertinggi. Direktur bertangung jawab untuk mengatur kelancaran seluruh kegiatan perusahaan dan menjaga kelangsungan kerja pada seluruh bagian. Selain itu direktur juga harus
dapat membina hubungan dengan pihak luar seperti relasi bisnis, aparat setempat, serta lingkungan sekitar perusahaan. 2. Manajer Produksi Manajer produksi bertanggung jawab untuk mengatur seluruh kegiatan produksi agar dapat berjalan dengan lancar dan memastikan terpenuhinya target produksi yang telah ditetapkan perusahaan. Kegiatan produksi tersebut meliputi proses pengolahan, pengawasan mutu, penyediaan bahan baku dan bahan tambahan. 3. Manajer Pemasaran dan Keuangan Manajer pemasaran bertanggung jawab untuk membuat strategi dan mengatur kegiatan pemasaran dan penjualan produk. Kegiatan pemasaran mencakup pencarian peluang – peluang pasar dan bauran pemasaran, seperti pengorganisasian kegiatan – kegiatan promosi penjualan, pembuatan strategi harga dan mengontrol kelancaran distribusi produk. Manajer pemasaran juga bertanggung jawab untuk mengatur berbagai hal yang terkait dengan penjualan seperti mengatur transaksi penjualan dan mengontrol pembayaran kredit yang diterima perusahaan. 4. Laboran Laboran bertugas membantu manajer produksi dalam melakukan pengawasan terhadap mutu produk, dengan melakukan pengambilan sampel bahan baku, sampel dari tiap tahap proses, dan sampel dari produk akhir untuk dianalisis kesesuaian mutunya dengan standar yang ada. 5. Operator Operator bertanggung jawab untuk menjalankan mesin sesuai dengan prosedur yang ada dan memastikan mesin berjalan sesuai dengan kriteria yang seharusnya. Operator harus terus melakukan pengawasan secara terus menerus untuk menghindari penyimpangan yang tidak diinginkan. Operator juga bertanggung jawab untuk merawat alat.
VII. ANALISIS FINANSIAL
Analisis finansial bertujuan untuk menghitung jumlah dana yang diperlukan dalam pendirian dan pengoperasian suatu industri. Dalam analisis finansial juga ditetapkan mengenai sumber dana yang akan digunakan untuk memenuhi kebutuhan dana. Analisis finansial juga membahas mengenai kelayakan proyek yang akan dikerjakan dari sisi finansial. Beberapa aspek yang diperhitungkan dalam analisis finansial diantaranya adalah, biaya investasi total, sumber dana pembiayaan proyek, biaya produksi total, estimasi aliran kas proyek, serta analisis kelayakan investasi. Untuk analisis kelayakan investasi meliputi berbagai perhitungan kriteria investasi yang telah umum digunakan. Kriteria kelayakan yang digunakan adalah Net Present Value (NPV), Internal Rate of Return (IRR), Net B/C ,Pay Back Period (PBP), Break Even Point (BEP) dan analisis sensitifitas.
A. ASUMSI – ASUMSI YANG DIGUNAKAN Analisis finansial memerlukan beberapa penetapan asumsi yang disesuaikan dengan kondisi pada saat kajian dilakukan dan didasarkan pada hasil – hasil perhitungan yang telah dilakukan pada analisis aspek – aspek yang lain. Asumsi – asumsi tersebut adalah sebagai berikut : a. Umur proyek diasumsikan selama 10 tahun b. Penentuan besar pajak penghasilan didasarkan pada Undang – undang Pajak No 17 tahun 2000, yaitu sebagai berikut : •
Jika keuntungan <50,000,000 maka pajak = 10% x keuntungan
•
Jika keuntungan 50,000,000 < keuntungan < 100,000,000 maka pajak = (10% x 50,000,000) + (15% x (keuntungan – 50,000,000))
•
Jika keuntungan >100,000,000 maka pajak = (10% x 50,000,000) + (15% x 50,000,000) + (30% x (keuntungan – 100,000,000))
c. Kapasitas produksi maksimum adalah 1 ton tapioka perhari dengan 2 shift kerja setiap harinya, dan 8 jam kerja tiap shiftnya. Hari aktif kerja dalam setahun adalah 300 hari d. Metoda penyusutan yang digunakan adalah metoda garis lurus (Straight Line Basis) e. Tenggang waktu pembayaran angsuran pokok kredit investasi adalah lima setengah tahun. f. Discount factor yang digunakan adalah 16 persen per tahun, berdasarkan suku bunga yang diberikan bank konvensional pada tahun 2006 untuk jenis kredit investasi dengan Debt Equity Ratio (DER) sebesar 50 : 50 g. Proyek dimulai pada tahun ke – 0 dan produksi pertama berlangsung pada tahun ke – 1 h. Produksi tahun pertama ditetapkan sebesar 80 persen, tahun kedua 90 persen, dan tahun ketiga sampai kesepuluh pabrik berproduksi dengan kapasitas maksimal i. Harga tapioka ditetapkan sebesar Rp. 2,500 / kg (harga rata – rata tapioka kasar dari pengrajin tapioka pada tahun 2006 ) j. Harga produk diasumsikan tetap sebesar Rp.7,000 / kg (harga yang berlaku di pasaran pada tahun 2006)
B. BIAYA INVESTASI Biaya investasi terdiri dari investasi aset tetap dan modal kerja. Investasi aset tetap mencakup biaya lahan, pendirian bangunan, pengadaan mesin dan peralatan, berbagai aset tetap, biaya kegiatan awal (prainvestasi), biaya kontingensi, serta pengadaan fasilitas pendukung lainnya. Modal kerja adalah sejumlah dana yang disiapkan untuk menjamin berlangsungnya produksi perusahaan dalam jangka waktu tertentu. Pada kajian ini didapatkan total biaya investasi untuk membangun industri maltodekstrin dari tapioka pada kapasitas 1 ton per hari sebesar Rp. 1,392,894,864,- Rincian masing – masing komponen biaya investasi
pada proyek pendirian industri maltodekstrin dari tapioka dapat dilihat pada Tabel 19.
Tabel 19 . Rincian komponen biaya investasi No.
Komponen Biaya
Biaya
1
Lahan
2
Bangunan dan biaya pembangunan
158,400,000.00
3
Mesin dan fasilitas penunjang
879,500,000.00
5
Aset tetap lainnya
98,816,000.00
6
Prainvestasi
17,425,590.00
7
Biaya Kontingensi
34,516,600.00
8
Modal Kerja
98,562,500.00
TOTAL
105,674,174.00 1,392,894,864.00
Industri maltodekstrin dari tapioka ini akan didirikan pada lahan seluas 207.5 m2 dengan luas bangunan sekitar 144 m2 . Asumsi harga tanah di Desa Sentul Kecamatan Babakan Madang Kabupaten Bogor adalah sebesar Rp. 475,000,- per meter persegi, dengan demikian dana yang dibutuhkan untuk pembelian tanah adalah sebesar Rp. 98,562,500,-. Biaya untuk pembangunan bangunan pabrik dan kantor diperkirakan sebesar Rp. 1,100,000,- per meter persegi, sehingga biaya total pembangunan pabrik dan kantor adalah sebesar Rp. 158,400,000,-. Biaya pembelian mesin dan peralatan merupakan salah satu bagian yang membutuhkan dana besar, hal ini dikarenakan mesin – mesin utama yang digunakan harus terbuat dari stainless steel yang tahan terhadap panas dan asam. Total biaya yang diperlukan untuk pembelian mesin dan peralatan adalah sebesar Rp. 879,500,000. Lampiran 5 menyajikan perincian harga berbagai mesin dan peralatan yang digunakan. Biaya aset tetap terdiri dari pembelian berbagai perlengkapan untuk kantor seperti furniture dan komputer, perlengkapan untuk pabrik
seperti
timbangan,
perlengkapan
untuk
laboratorium,
kendaraan
operasional untuk transportasi produk dan lain – lain. Total biaya untuk berbagai aset tetap sebesar Rp. 98,816,000,-. Rincian biaya berbagai aset tetap dapat dilihat pada Lampiran 5. Biaya prainvestasi adalah biaya yang digunakan untuk melakukan berbagai kegiatan yang diperlukan sebelum produksi mulai berjalan. Biaya prainvestasi meliputi biaya survei, pendaftaran perusahaan, komunikasi selama perencanaan proyek dan lain – lain. Termasuk biaya prainvestasi adalah biaya start up, biaya ini dibebankan pada biaya investasi karena produk yang dihasilkan kemungkinan belum bisa langsung dijual sebab masih dalam tahap uji coba, sehingga biayanya dibebankan pada biaya investasi. Besarnya biaya prainvestasi pada proyek ini diperkirakan sebesar Rp. 17,425,590,-. Rincian biaya prainvestasi dan praoperasi dapat dilihat pada Lampiran 5. Karena berbagai faktor, suatu perkiraan biaya tidak mungkin sepenuhnya tepat, karena itu dalam suatu proyek biasanya terdapat suatu kontingensi yang disiapkan untuk menutupi kekurangan yang mungkin terjadi (Soeharto, 1995). Biaya kontingensi adalah biaya untuk mengantisipasi hal – hal tidak terduga yang diperkirakan akan terjadi seperti bencana alam atau kesalahan perhitungan awal, selain itu biaya kontingensi juga disiapkan untuk mengantisipasi kenaikan harga yang mungkin terjadi selama berangsungnya pelaksanaan proyek. Pada analisis finansial ini biaya kontingensi dihitung dengan cara memisahkan komponen – komponen biaya yang termasuk dalam biaya investasi dalam dua golongan, yaitu yang termasuk dalam perkiraan biaya tetap dan biaya tidak tetap. Golongan biaya tidak tetap adalah biaya – biaya yang selama pengerjaan proyek mungkin mengalami perubahan harga seperti biaya bahan – bahan bangunan, biaya pengurusan berbagai administrasi dan lain - lain. Cadangan dana yang disiapkan adalah sebesar 10 persen dari biaya – biaya tidak tetap, sehingga total biaya kontingensi adalah sebesar Rp. 34,516,600,-.
Dana modal kerja adalah pengeluaran yang digunakan untuk membiayai keperluaran operasi dan produksi pada waktu pertama kali dijalankan (Soeharto, 1995). Beberapa komponen modal kerja diantaranya adalah biaya bahan-bahan yang diperlukan dalam proses produksi, upah dan gaji pekerja, dan lain – lain. Metode yang digunakan untuk menentukan kebutuhan modal kerja pada kajian ini adalah metode keterikatan dana. Pada metode ini kebutuhan modal kerja sangat bergantung dari lama waktu (periode) terikatnya dana dalam proses operasi (Suratman, 2002). Periode terikatnya dana didasarkan pada lama penyimpanan bahan baku (sediaan), lama penyimpanan barang jadi di gudang (safety stock) dan lama penjualan kredit.
Modal kerja awal yang dibutuhkan sebesar Rp. 105,674,000.
Perhitungan kebutuhan modal kerja dapat dilihat pada Lampiran 5.
C. SUMBER PENDANAAN Dana investasi proyek ini berasal dari modal sendiri dan pinjaman dari bank dengan Debt Equity Ratio (DER) 50 : 50 yang berarti besarnya perbandingan antara pinjaman dengan modal sendiri adalah 50 : 50. Jumlah pinjaman diusahakan tidak terlalu besar agar pembayaran angsuran pokok berikut angsuran bunga pinjamannya tidak terlalu besar, sehingga tidak terlalu memberatkan perusahaan, dan tidak membuat perusahaan terjebak dalam kredit macet. Dengan
total
biaya
investasi
yang
diperlukan
sebesar
Rp. 1,392,894,174,- maka kredit bank dan modal sendiri yang dibutuhkan masing – masing adalah sebesar Rp. 696,447,432,-. Rincian sumber pendanaan dapat dilihat pada Tabel 20.
Tabel 20. Rincian sumber pendanaan 1 2 3 4
Biaya Total Investasi Modal Pinjaman dari Bank Debt Equity Ratio
1,392,894,174 696,447,432 696,447,432 50 : 50
D. BIAYA PRODUKSI Biaya produksi adalah pengeluaran yang diperlukan agar kegiatan produksi dapat berjalan lancar dan menghasilkan produk sesuai dengan perencanaan. Komponen biaya yang termasuk dalam biaya produksi diantaranya adalah biaya bahan baku, biaya bahan pengemas, biaya fasilitas penunjang, penyimpanan, perbaikan dan perawatan mesin dan bangunan, upah dan gaji pegawai, biaya pengeluaran administrasi, serta biaya pengeluaran penjualan. Rincian biaya tiap komponen biaya produksi pada kapasitas produksi 1 ton per hari dapat dilihat pada Tabel 21.
Tabel 21. Rincian biaya produksi pada kapasitas penuh No Komponen Biaya 1 Bahan Baku 2 Bahan Pengemas 3 Sarana Penunjang Perbaikan & 4 perawatan 5 Upah & Gaji 6 Pengeluaran administrasi 7
Pengeluaran penjualan Total
Biaya bahan baku adalah biaya
Biaya (Rp) 788,166,000.00 5,968,600.00 94,099,200.00 10,379,000.00 267,120,000.00 4,200,000.00 25,916,000.00 1,195,848,800.00
yang dikeluarkan untuk
mengadakan bahan – bahan yang digunakan dalam proses produksi. Pada proyek ini bahan – bahan tersebut terdiri dari tapioka, HCl, dan NaOH. Pada kapasitas produksi penuh, industri diharapkan dapat menghasilkan maltodekstrin sebanyak 940.365 kg tapioka per hari atau sekitar 271.31 ton maltodekstrin per tahun dengan asumsi 300 hari kerja tiap tahunnya. Dalam satu hari kerja pada kapasitas produksi penuh, dibutuhkan tapioka sebanyak 1000 kg. Larutan HCl 30% yang dibutuhkan untuk proses likuifikasi dan regenerant penukar ion adalah 14.35 liter per hari. NaOH yang dibutuhkan untuk proses netralisasi dan regenerant penukar ion
adalah 5.14 kg per hari. Rincian perhitungan biaya bahan baku dapat dilihat pada Lampiran 6. Produk maltodekstrin yang dihasilkan akan dikemas dalam kantung plastik PE dengan ukuran 25 kg tiap kantungnya, sehingga untuk mengemas 271.31 ton maltodekstrin tiap tahun dibutuhkan 10852 kantung. Harga kantung plastik PE yang digunakan sebagai bahan pengemas adalah Rp. 550,- per karung. Total biaya bahan pengemas pada kapasitas produksi penuh adalah sebesar Rp. 5,968,600,-. Perhitungan biaya pengemas dapat dilihat pada Lampiran 6. Komponen biaya produksi yang lain adalah biaya upah dan gaji pekerja. Untuk membayar upah dan gaji seluruh pekerja, total biaya yang dibutuhkan tiap tahunnya sebesar Rp. 230,400,000,-. Besarnya upah dan gaji pekerja disesuaikan dengan keahlian dan tanggung jawab yang diinginkan masing – masing posisi. Upah paling rendah disesuaikan dengan upah minimum Provinsi Jawa Barat tahun 2006 sebesar Rp. 447,654.28 dan memenuhi kriteria Kehidupan Hidup Layak Provinsi Jawa Barat tahun 2006 sebesar Rp. 542,621,- (Depnakertrans, 2006). Rincian biaya upah dan gaji dapat dilihat pada Lampiran 6. Biaya fasilitas penunjang adalah pengeluaran untuk mendukung operasi dan produksi seperti bahan bakar dan listrik. Analisis mesin dan peralatan menunjukkan listrik yang dibutuhkan mencapai 195.58 kWh per harinya. Analisis kebutuhan bahan bakar boiler menunjukkan kebutuhan bahan bakar berupa minyak solar mencapai 26.2 l per hari (Lampiran 3). Asumsi harga listrik adalah Rp. 800 per kWh dan bahan bakar Rp. 6000 per liter. Sehingga total biaya yang diperlukan untuk biaya fasilitas penunjang pada kapasitas produksi penuh adalah sebesar Rp. 94,099,200,. Rincian biaya fasilitas penunjang dapat dilihat pada Lampiran 6. Biaya dan pengeluaran administratif adalah berbagai pengeluaran penting yang sifatnya tidak langsung seperti alat – alat tulis, keperluan untuk mendukung kegiatan administrasi, alat – alat kantor, dan lain – lain. Pada proyek ini total biaya dan pengeluaran administrasi yang diperlukan
adalah sebesar Rp. 4,200,000,- tiap tahunnya. Lampiran 6 menampilkan rincian biaya administratif Biaya dan pengeluaran penjualan adalah biaya – biaya yang diperlukan
untuk
mendukung
penjualan
seperti
biaya
promosi,
transportasi, surat – menyurat dengan konsumen, dan lain – lain. Rata - rata biaya dan pengeluaran penjualan industri tiap tahun sebesar Rp. 25,916,000,-. Rincian biaya penjualan dapat dilihat pada Lampiran 6. Selama umur proyek aset – aset yang dimiliki mungkin mengalami kerusakan, sehingga perlu diperhitungkan pula biaya perbaikan untuk mengantisipasi terjadinya kerusakan. Selain itu untuk menjaga agar kinerja dari aset yang ada tetap optimal maka perlu diperhitungkan biaya perawatan. Biaya perawatan dan perbaikan diasumsikan sebesar 1 persen dari nilai total mesin dan aset bangunan. Pada tiap tahun diasumsikan terjadi kenaikan biaya perbaikan dan perawatan sebesar 10 persen dari biaya perawatan dan perbaikan tahun sebelumnya, karena diperkirakan semakin bertambahnya umur proyek maka keausan alat dan bangunan akan semakin bertambah.
E. PEHITUNGAN DEPRESIASI Salah satu faktor yang perlu diperhatikan dalam membuat arus kas adalah depresiasi. Depresiasi adalah suatu metode perhitungan akuntansi yang bermaksud membebankan biaya perolehan aset dengan menyebar selama periode tertentu dimana aset tersebut masih berfungsi (Soeharto, 1995). Menurut peraturan, depresiasi merupakan pengeluaran yang dianggap dapat dipotong dari bagian yang akan dikenakan pajak. Pada analisis finansial ini metode depresiasi yang dipakai adalah metode garis lurus atau (straight line depreciation). Metode ini dipilih karena merupakan metode yang paling sederhana dalam menentukan besarnya depresiasi dan banyak dipakai. Hasil perhitungan menunjukkan nilai depresiasi proyek ini setiap tahunnya adalah sebesar Rp. 115,468,560,-. Rincian penghitungan depresiasi dapat dilihat pada Lampiran 7.
F. PERHITUNGAN PEMBAYARAN BUNGA Sumber dana yang digunakan salah satunya berasal dari pinjaman bank, sehingga perlu diperhitungkan juga pembayaran bunga yang harus dilakukan oleh perusahaan. Pinjaman bank direncanakan untuk dibayar dalam lima setengah tahun dengan pembayaran cicilan dua kali dalam setahun atau setara dengan 11 kali pembayaran. Bunga pinjaman diasumsikan sebesar 16% per tahun. Besarnya pinjaman bank adalah Rp. 696,447,432,- sehingga besarnya pembayaran tiap cicilan adalah Rp. 63,313,403,-. Rincian perhitungan pembayaran bunga tiap tahun dapat dilihat pada Lampiran 8.
G. PROYEKSI PENDAPATAN Pendapatan adalah jumlah pembayaran yang diterima perusahaan dari penjualan produk. Pendapatan dihitung dengan mengalikan kuantitas produk yang dihasilkan dengan harga satuannya. Pada awal – awal proyek biasanya sarana produksi tidak dipacu untuk berproduksi secara maksimal, tetapi naik perlahan – lahan sehingga pendapatan pun akan naik perlahan – lahan pada tiap tahunnya. Produk maltodekstrin pada proyek ini direncanakan akan dijual pada tingkat harga Rp. 7,000 / kg, dengan asumsi harga sepanjang umur proyek tetap, dan kapasitas produksi maksimal sebesar 271.31 ton per tahun. Diperkirakan setiap tahunnya perusahaan akan memperoleh pendapatan kotor sebesar Rp.1,899,166.500,- bila beroperasi pada kapasitas produksi penuh. Pada proyeksi pendapatan ini, pendapatan hanya berasal dari penjualan produk karena tidak ada hasil samping produksi yang dapat dijual dan memberikan tambahan pendapatan.
H. ANALISIS KELAYAKAN INVESTASI Untuk menyetujui suatu usulan proyek (investasi), perlu dikaji kelayakan proyek tersebut dari segi finansial. Kelayakan suatu proyek
diukur dengan menggunakan kriteria – kriteria investasi. Perhitungan kriteria – kriteria investasi tersebut didasarkan pada net cash flows atau aliran kas bersih, yaitu penjumlahan laba bersih dengan depresiasi. Agar kriteria investasi yang digunakan dapat dihitung, maka perlu dilakukan penyusunan laporan rugi laba. Laporan rugi laba adalah suatu cara untuk melihat profitabilitas dari suatu usaha (Soeharto, 1995). Jadi dari laporan rugi laba kita dapat melihat keuntungan atau kerugian yang dialami oleh perusahaan pada kurun waktu tertentu. Secara sederhana sistematika perhitungan laporan rugi laba adalah sebagai berikut, biaya operasi dijumlahkan dengan
biaya
– biaya administrasi, penjualan, dan depresiasi sehingga akan didapatkan pendapatan kotor sebelum pajak, kemudian diperhitungkan pengeluaran untuk pembayaran bunga hutang dan pajak sehingga didapatkan pendapatan bersih, yang setelah dikurangi laba ditahan dan ditambahkan depresiasi akan menjadi aliran kas bersih. Penyusunan laporan rugi laba harus dibuat sedemikian rupa agar mudah diikuti urutan jalannya perhitungan dari awal sampai akhir. Laporan rugi laba dan arus kas proyek ini dapat dilihat pada Lampiran 9. Perhitungan Net Present Value (NPV) didasarkan pada aliran kas bersih.
Dari
Rp. 626,722,433-
hasil
perhitungan
didapatkan
jumlah
sebesar
dengan asumsi umur proyek sepuluh tahun. Nilai
tersebut menunjukkan hasil bersih (net benefit) yang akan diterima selama sepuluh tahun mendatang jika diukur dengan nilai sekarang. Nilai NPV yang lebih besar dari nol menunjukkan bahwa proyek tersebut layak direalisasikan. Rincian perhitungan dapat dilihat pada Lampiran 10. Selain NPV kriteria kelayakan lain yang digunakan adalah Net B/C.
Kriteria ini membandingkan antara manfaat yang diperoleh dari
proyek terhadap biaya dari proyek, karena itulah biasanya kriteria ini digunakan untuk mengevaluasi proyek – proyek untuk kepentingan umum atau sektor publik, namun bukan berarti perusahaan swasta mengabaikan kriteria ini. Pada proyek swasta benefit biasanya merupakan selisih antara nilai sekarang pendapatan dengan nilai sekarang biaya sedangkan biaya
biasanya merupakan biaya yang dikeluarkan untuk investasi. Dari hasil perhitungan didapatkan nilai Net B/C sebesar 1.45. nilai tersebut menunjukkan bahwa proyek layak direalisasikan karena bernilai lebih dari 1. Rincian perhitungan dapat dilihat pada Lampiran 10. Untuk melihat apakah suatu rencana proyek cukup menarik untuk dijalankan dapat digunakan analisis Internal Rate of Return (IRR). Analisis ini mengkaji apakah rencana proyek cukup menarik bila dilihat dari arus pengembalian yang ditentukan (diinginkan). Internal Rate of Return adalah arus pengembalian yang menghasilkan NPV aliran kas masuk = NPV aliran kas keluar. Suatu proyek layak untuk direalisasikan bila nilai IRR lebih besar dari arus pengembalian yang diinginkan, yang biasanya didasarkan tingkat suku bunga bank. Dari hasil perhitungan didapatkan IRR proyek sebesar 25.34 persen. Nilai tersebut menunjukkan bahwa proyek layak dijalankan karena memiliki nilai lebih besar dari asumsi suku bunga bank yang berlaku yaitu sebesar 16 persen. Waktu
pengembalian
modal
(Pay
Back
Period)
industri
maltodekstin dari tapioka ini adalah 4 tahun. Sedangkan titik impas produksi atau Break Even Point produksi pada kapasitas produksi penuh akan tercapai pada volume penjualan diatas 83 ton atau pada saat nilai penjualan produk diatas Rp. 580,000,000,-. Rincian penghitungan Break Even Point tiap tahun dapat dilihat pada Lampiran 10. Kelayakan proyek dibuat berdasarkan sejumlah asumsi yang disebabkan banyaknya faktor ketidakpastian mengenai kondisi dan situasi dimasa depan. Perubahan asumsi yang digunakan akan berpengaruh pula terhadap keputusan akan layak atau tidaknya proyek. Karena itulah perlu dilakukan analisis sensitifitas yang mengkaji sejauh mana unsur – unsur dalam aspek finansial ekonomi berpengaruh terhadap keputusan yang dipilih. Pada analisis ini akan terlihat sensitif tidaknya keputusan yang diambil terhadap perubahan unsur – unsur tertentu. Analisis sensitifitas dilakukan terhadap tiga parameter, yaitu kenaikan biaya produksi, kenaikan harga bahan baku dan penurunan harga
jual menggunakan bantuan perangkat lunak Microsoft Excel 2003. Tabel 22 menyajikan hasil analisis sensitifitas.
Tabel 22. Analisis sensitifitas terhadap biaya produksi, harga bahan baku dan harga jual Kriteria Investasi
Perubahan NPV (Rp)
PBP
IRR (%)
Net B/C
Biaya produksi naik 15.68%
580,020
5.74 tahun
16.01
1.00
Harga bahan baku naik 25.07%
877,913
5.8 tahun
16.01
1.00
Harga jual turun 10.27%
524,001
5.8 tahun
16.01
1.00
Analisis sensitifitas di atas menunjukkan bahwa toleransi kenaikan biaya produksi yang memberikan nilai Net B/C sama dengan 1 adalah 15.68%. Ini artinya, apabila terjadi kenaikan harga bahan baku lebih besar dari angka tersebut maka perusahaan tidak layak lagi untuk dijalankan dalam jangka panjang. Sedangkan toleransi untuk penurunan harga jual produk mencapai titik kritis pada penurunan sebesar 10.27%. Penurunan harga jual produk lebih dari 10.27% akan memberikan kriteria investasi di bawah kriteria minimum. Toleransi kenaikan harga bahan baku mencapai titik kritis pada kenaikan sebesar 25.07%.
I. DAMPAK SOSIAL EKONOMI Pendirian industri di suatu daerah akan memberikan pengaruh bagi kehidupan masyarakat dan lingkungan sekitarnya baik secara langsung maupun tidak. Pendirian suatu industri juga akan memberikan pengaruh pada perekonomian nasional. Pada proyek pendirian industri maltodekstrin dari tapioka di Kabupaten Bogor ini pengaruh yang dapat dirasakan oleh masyarakat sekitar
diantaranya
adalah
terbukanya
lapangan
pekerjaan
bagi
masyarakat. Terlebih lagi di daerah Kabupaten Bogor juga terdapat cukup banyak tenaga kerja yang berpendidikan sehingga posisi yang dapat ditempati bukan hanya posisi – posisi yang memerlukan latar belakang pendidikan rendah. Pemberian upah atau gaji bagi para pekerja atau pegawai pabrik akan mempengaruhi kondisi perekonomian di sekitar lokasi pabrik. Pemberian upah dan gaji bagi para pekerja atau pegawai akan meningkatkan konsumsi terhadap barang dan jasa yang ditawarkan disekitar
lokasi
pabrik,
sehingga
secara
tidak
langsung
akan
mempengaruhi perekonomian di sekitar lokasi pabrik. Dampak lain dari pendirian industri maltodekstrin dari tapioka di Kabupaten Bogor adalah terserapnya produksi tapioka di Kabupaten Bogor terutama disekitar lokasi. Dengan adanya industri maltodekstrin dari tapioka ini berarti pasar dari tapioka Bogor bertambah sehingga meningkatkan permintaan dari tapioka dan pada akhirnya akan memperbaiki
harga dari
tapioka.
Pada
perencanaan proyek
ini
direncanakan industri akan bekerjasama dengan pengrajin dalam pengadaan bahan baku tapioka sehingga harga tapioka yang saat ini sering tidak menentu akan lebih stabil karena industri akan membeli tapioka dengan tingkat harga yang stabil sepanjang tahun. Para pengrajin tapioka di Kabupaten Bogor seringkali mengalami masalah produksi, bahkan seringkali sama sekali tidak dapat berproduksi karena datangnya musim penghujan, hal ini dikarenakan pengeringan yang dipakai oleh pengrajin adalah pengeringan dengan sinar matahari langsung. Masalah tersebut dapat sedikit teratasi dengan adanya industri maltodekstrin dari tapioka ini, hal tersebut karena industri maltodekstrin dari tapioka ini dapat menggunakan bahan baku tapioka kering maupun tapioka basah, sehingga pada musim penghujan para pengrajin dapat menjual tapiokanya dalam kondisi basah. Selain dampak terhadap para pengrajin tapioka, industri maltodekstrin dari tapioka pun akan memberikan dampak pada para petani singkong, karena produksi singkong yang dihasilkan pun akan terserap dan dengan harga yang lebih stabil.
KESIMPULAN DAN SARAN
A. KESIMPULAN 1. Analisis bahan baku menunjukkan bahwa Kabupaten Bogor cocok untuk dijadikan daerah pendirian industri maltodekstrin dari tapioka. Berdasarkan pengamatan di lapangan, tapioka yang dihasilkan Kabupaten Bogor lebih disukai konsumen karena memiliki mutu yang lebih baik bila dibandingkan dengan mutu tapioka yang dihasilkan daerah lain. 2. Potensi pasar bagi industri maltodekstrin masih cukup besar karena sebagian besar kebutuhan maltodekstrin masih didapatkan dari impor. Kabupaten Bogor juga memiliki kelebihan dibanding daerah penghasil tapioka lain dalam hal pemasaran karena memiliki kedekatan dan akses dengan industri – industri yang membutuhkan maltodekstrin sebagai bahan baku. 3. Industri tapioka ini dapat menggunakan bahan baku tapioka basah. Penggunaan tapioka basah dapat membantu para pengrajin tapioka yang mengalami kesulitan produksi akibat datangnya musim penghujan yang membuat mereka kesulitan dalam mengeringkan tapioka. 4. Dari hasil analisis finansial didapatkan kesimpulan bahwa dilihat dari berbagai kriteria investasi, industri maltodekstrin dari tapioka di Kabupaten Bogor layak untuk direalisasikan. Titik kritis kelayakan finansial pabrik maltodekstrik tapioka adalah kenaikan biaya produksi hingga 15.68 %, kenaikan harga bahan baku hingga 25.07 % dan penurunan harga jual hingga 10.27 %. Penambahan sebesar 0.01 % dari masing – masing titik kritis tersebut akan menghasilkan nilai NPV, IRR, dan Net B/C di bawah ambang batas minimum kriteria kelayakan investasi.
B. SARAN Bahan baku industri tapioka sebaiknya berupa tapioka kasar yang banyak dihasilkan oleh para pengrajin tapioka di Kabupaten Bogor agar dapat
memberdayakan
masyarakat
setempat.
Industri
sebaiknya
menerapkan sistem plasma inti dalam penyediaan bahan baku agar ketersediaan bahan baku dapat lebih terjamin. Harga pembelian bahan baku juga sebaiknya tetap stabil sepanjang tahun agar para pengrajin yang menyediakan bahan baku termotivasi untuk tetap berproduksi optimal sepanjang tahun. Sebaiknya dilakukan pula kajian mengenai pendirian industri ini dengan proses hidrolisis enzim, agar dapat dibandingkan secara finansial dengan kajian ini. Selain itu sebaiknya juga dilakukan kajian pendirian industri maltodekstrin dari sumber pati lain yang juga banyak terdapat di Indonesia.
DAFTAR PUSTAKA
Apple, J. 1990. Tata Letak Pabrik dan Pemindahan Bahan. ITB, Bandung. Balagopalan, C. Padmaja, G. Nanda,S. Moorthy, S. 1988. Cassava in Food, Feed, and Industry. CRC Press, Inc, Boca Raton. Florida. Bernasconi, G., H. Gerster, H. Hauser, H. Stable, E. Schneiter, L. Handoyo (Penterjemah). 1995. Teknologi Kimia, Edisi ke-2. PT Pradnya Paramita. Jakarta. De Garmo, E. P., W. G. Sullivan, dan J. R. Ganada. 1994. Engineering Economy The 7th Edition. Mac Millan Publishing Co, Inc. New York. Departemen Perindustrian. 2006. Impor Pati Termodifikasi Indonesia
Dewan Standarisasi Nasional. 1989. Dekstrin untuk Industri Non Pangan. Jakarta. Dewan Standarisasi Nasional. 1992. Dekstrin untuk Industri Pangan. Jakarta. Dinas Pertanian Kabupaten Bogor. 2006. Produksi Singkong Kabupaten Bogor Dinas Tata Ruang dan Lingkungan Hidup Kabupaten Bogor, 2006. Daerah Peruntukkan Industri di Kabupaten Bogor Farral, A. 1963. Engineeering for Dairy and Food Products. John Wiley and Sons, Inc. New York. Fleche, G. 1985. Chemical modification and Degradation of Starch. Dalam G. M. A. Van Beynum dan J. A. Roles (eds.). Starch Conversion Technology. Marcel Dekker, Inc. New York and Bassel. Gray, C., P. Simanjuntak, L. K. Sabur, P. F. L. Maspaitella dan R. O. G. Varley. 1992. Pengantar Evaluasi Proyek. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. Husnan, S. dan M. Suwarsono. 2000. Studi Kelayakan Proyek. Unit Penerbit dan Percetakan, Yogyakarta.
Jati, P. 2006. Pengaruh Waktu Hidrolisis dan Konsentrasi HCl Terhadap Nilai Dextrose Equivalent (DE) dan Karakteristik Mutu Pati Termodifikasi dari Pati Tapioka dengan Metode Hidrolisis Asam. Skripsi. Jurusan Teknologi Industri Pertanian. Fakultas Teknologi Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Kadariah. 1975. Pengantar Evaluasi Proyek. UI Press, Jakarta. Kennedy, J. F., C. J. Knill dan D. W. Taylor. 1995. Maltodextrins. Dalam Kearsley, M. W. J. dan S. Z. Diedzic(eds.). Handbook of Starch Hidrolysis Products and Their Derivatives. Blackie Academic & Profesional. Koperasi Tapioka Ciluar (KOPTAR). 1999. Data Persebaran Pengrajin Tapioka di Kabupaten Bogor. Kotler, P. 1991. Marketing Management : Analysis, Planning, Implementation and Control. Prentice Hall International, London. McDonald, M. 1984. Uses of Glucose Syrups in The Food Industry. Dalam Diedzic, S. Z. dan M. W. J. Kearsley (eds.). Glucose Syrup: Science and Technology. Elsevier Applied Science Publisher. London. New York. International Starch Convention X. 2002. Paper. Cracow, Polandia
Roper, H. 1996. Starch: Present Use and Future Utilization. Dalam Van Bekkum, H. H. Ropper dan A. G. J. Voragen (eds.). Carbohydrates as Organic Raw Materials III. VCH Publisher. Weinheim. Soeharto, I. 1995. Manajemen Proyek : dari Konseptual sampai Operasional. Penerbit Erlangga, Jakarta. Strong, M. J. 1989. Dairy food Subtitues. PCT-International_Patent Application. Melkridge. Sydney. Australia.
Summer, K. B. dan M. Hesser. 1990. Fat Subtitte Up To Date. Food Technol. 44 (3)92. Suratman. 2002. Studi Kelayakan Proyek. Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional.
Sutojo. 1996. Studi Kelayakan Proyek, Teori dan Praktek. PT. Pustaka Binaman Pressindo, Jakarta. Tjahyono, A. E. 2004. Grand Strategy of The Development of Starch based Agro Industries. Symposium Direction of Starch Innovation, Bandung 26 Januari 2004. Tjokroadikoesoemo, P. Soebijanto. 1986. HFS dan Industri Ubi Kayu Lainnya. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. Umar, H. 2001. Studi Kelayakan Bisnis, Manajemen, Metoda, dan Kasus. PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. Vorwerg, W., F. Schierbaum, G. Reimer, B. Gringmuth. 1988. Process for Manufacture of Food Preparations. German-Democratic-Republic-Patent. Academie der Wissenschaften. Wilson, M. N. dan W. L. Steensen. 1986. Sugar Free Cheesecake Filling and Dry Mix for Preparation Thereof. United States Patent. USA Wright, J. C. 1987. Technoeconomics : Concept and Cases. Asian Productivity Organization, Hongkong. Wurzburg, O. B. 1989. Modified Starches: Properties and Uses. CRC Press, Inc, Boca Ranton. Florida. www.dow.com. 2007
www.winebarrelplus.com. 2005
Lampiran 1. Perhitungan neraca massa produksi maltodekstrin dari tapioka pada kebutuhan bahan baku 1 ton tapioka per hari
Pencampuran dan likuifikasi Asumsi : tapioka 1000 kg kadar air tapioka = 13% = 130 kg konsentrasi larutan pati (bobot kering pati : air) = 30% (b/b) konsentrasi larutan HCl yang digunakan = 30% larutan HCl 30 % yang ditambahkan = 4.35 l densitas larutan HCl 30% = 1.15 g/ml pH larutan yang ingin dicapai = 1.9
Air 1900 Tapioka Pati : 870 Air : 130
F1 2905
Larutan HCl 30% HCl : 1.5 Pelarut : 3.5 bobot kering pati = tapioka – kadar air = 1000 – 130 = 870 kg bobot larutan pati yang dibuat = bobot kering pati / 0.3 = 870 / 0.3 = 2900 kg Tapioka = 1000 kg (asumsi) Pati = 0.87 x 1000 = 870 kg Air = 0.13 x 1000 = 130 kg Air
= (0.7 x larutan pati) – kadar air pati = 2030 – 130 = 1900 kg
Larutan HCl 30 % = 4.35 l = 5 kg ( dikalikan densitas) HCl = 0.3 x 5 = 1.5 kg Pelarut (air) = 5 - 1.5 = 3.5 kg F1 = tapioka + air + larutan HCl 30% = 1000 + 1900 + 5 = 2905 kg
Netralisasi Asumsi : konsentrasi larutan NaOH yang digunakan = 50% larutan NaOH 50% yang ditambahkan = 2.145 l densitas larutan NaOH 50% = 1.53 g/ml pH larutan yang ingin dicapai = 4.5
Larutan NaOH 50% NaOH : 1.64 kg Pelarut : 1.64 kg F1 2905 kg
F2 2908.28
F1 = 2905 kg (perhitungan sebelumnya) Larutan NaOH 50% = 2.145 l = 3.28 kg (dikalikan densitas) NaOH = 0.5 x 3.38 = 1.64 kg Pelarut (air) = 3.28 – 1.64 = 1.64 kg F2 = F1 + Larutan NaOH 50% = 2905 + 3.28 = 2908.28 kg
Penukaran Ion Asumsi : BM HCl = 36.5 BM NaOH = 40 BM NaCl = 58.5 BM H2O = 18
NaCl 2.4
F2 2908.28
F3 2906.62
H2O 0.74 Stokiometri reaksi HCl dengan NaOH : HCl + NaOH NaCl + H2O Mol HCl = 1500 / 36.5 = 41.096 Mol NaOH = 1640 / 40 = 41 Mol NaCl = 41 Reaksi penukaran ion R – H + Na+ R – Na + H+ R – OH + Cl R – Cl + OHF2 = 2908.28 kg (hasil perhitungan sebelumnya) NaCl = 41 x 58.5 = 2400 g = 2.4 kg H2O (hasil penukaran ion) = mol NaCl x BM H2O 41 x 18 = 738 g = 0.74 kg F3 = F2 – NaCl + H2O = 2906.62 kg
Pengeringan Asumsi : kadar air produk = 5% loss = 1% dari produk
Uap 1993.12 F3 2906.62
Produk 904.365
Loss 9.135
F3 = 2906.62 kg (dari perhitungan sebelumnya) Uap = F3 – (bobot kering pati + (0.05 x bobot kering pati)) = 2906.62 – (870 + (0.05 x 870)) = 1993.12 kg Loss = 0.01 x (F3 - Uap) = 0.01 x (3776.62 – 2863.12) = 0.01 x 913.5 = 9.135 kg Produk = F3 – Uap – Loss = 3776.62 - 2863.12 – 9.135 = 904.365 kg
Lampiran 2. Perhitungan waktu proses
Asumsi : - banyak batch dalam 1 hari kerja = 6 batch - massa bahan = 2098.28 kg / hari = 484.7 kg / batch - proses pencampuran, likuifikasi dan netralisasi berjalan secara batch - proses penurunan suhu, penukaran ion dan pengeringan berjalan secara kontinyu Pencampuran dan likuifikasi • Proses penyiapan bahan diasumsikan 5 menit • Proses pencampuran diasumsikan 10 menit • Waktu untuk proses likuifikasi = 75 menit. Menurut Fullbrook (1984), DE pati setelah likuifikasi 1 jam sekitar 12 dan setelah 2 jam sekitar 19. Hasil penelitian menunjukkan likuifikasi tapioka menggunakan asam menghasilkan DE sebesar 15 setelah 75 menit proses (Ridwansyah, 2006). Total waktu untuk likuifikasi = 90 menit = 1.5 jam Penurunan suhu • Laju alir bahan pada heat exchanger = 57.2 kg/menit • Larutan pati per batch = 484.7 kg • Maka, waktu yang dibutuhkan = 8.5 menit 0.15 jam Netralisasi Pencampuran larutan dengan basa diasumsikan 10 menit Total waktu untuk netralisasi = 10 menit 0.17 jam Penukaran ion dan pengeringan Karena penukaran ion dan pengeringan berjalan secara kontinyu, maka waktu yang dibutuhkan tergantung pada laju alir bahan. Laju alir bahan = (bahan) / (waktu kerja – waktu idle alat) = (2908.38) / (16 – 2) = 207.73 kg/ jam Sehingga waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikan satu batch bahan pada proses penukaran ion dan pengeringan adalah 484.7 kg/207.73 kg/jam = 2.33 jam
Selain waktu pada tiap proses, perlu pula dipertimbangkan waktu unloading yang dibutuhkan untuk mengosongkan tangki likuifikasi dan netralisasi, waktu yang dibutuhkan untuk melewati penukar ion, dan waktu yang dibutuhkan untuk melewati pipa transportasi fluida.
Unloading tangki likuifikasi dan netralisasi Larutan yang dipindahkan per batch = 484.7 kg Pipa yang dipakai diasumsikan berukuran 1 ¼ inch Laju alir fluida dan kapasitas pipa diasumsikan berdasarkan asumsi yang dibuat Mc Cabe (1985), yaitu sebagai berikut Kecepatan fluida encer Diameter masuk pompa (ft/det) pipa (inch) 1¼ 3 (Mc Cabe, 1985)
Kapasitas pd kecepatan 1 ft/det (kg/menit) 19.04
Kapasitas pd kecepatan 3 ft/det (kg/menit) 57.12
Berdasarkan data diatas, maka waktu yang dibutuhkan untuk unloading tangki likuifikasi dan netralisasi adalah 8.5 menit 0.15 jam Waktu yang dibutuhkan untuk melewati penukar ion Kecepatan linear larutan pada resin penukar ion = 5 m/jam Tinggi resin = 0.8 m Sehigga waktu yang dibutuhkan larutan untuk mencapai pengering dari tangki penukar ion = 0.8 / 5 = 0.16 jam Waktu yang dibutuhkan untuk melewati pipa transportasi Waktu yang dibutuhkan bahan untuk melewati pipa transportasi hanya beberapa detik, sehingga dapat diabaikan. Keterkaitan proses • Proses pencampuran dan likuifikasi adalah proses yang mengawali proses • Urutan proses adalah sebagai berikut : likuifikasi – penurunan suhu – netralisasi – penukaran ion – pengeringan • Proses unloading tangki likuifikasi berjalan bersamaan dengan proses penurunan suhu yang berlangsung secara kontinyu • Proses netralisasi berjalan setelah proses penurunan suhu selesai dilaksanakan secara lengkap • Proses penukaran ion dimulai bersamaan dengan proses unloading tangki netralisasi pada batch pertama dan berlangsung secara kontinyu • Proses pengeringan berjalan setelah bahan melewati penukaran ion, atau 0.16 jam setelah proses penukaran ion dimulai Diagram Gantt Untuk mempermudah melihat alokasi waktu yang dibutuhkan dan keterkaitan antar proses, dapat digunakan diagram gantt
Diagram Gantt Proses Produksi Maltodekstrin
Waktu (jam) 0.5
1.0
1.5
2.0
2.5
3.0
3.5
4.0
4.5
5.0
5.5
6.0
6.5
7.0
7.5
8.0
8.5
9.0
9.5
10,0 - 16,0
A B C D E
Keterangan : A = Tangki likuifikasi B = Penukar kalor C = Tangki netralisasi D = Penukar ion E = Pengering = idle = proses = loading / unloading
Jadi total waktu yang diperlukan untuk menyelesaikan satu batch bahan adalah : 1.5 jam + 0.15 jam + 0.17 jam + 0.16 jam + 2.33 jam = 4.31 jam dan total waktu yang dibutuhkan dalam satu hari produksi adalah 16 jam.
Lampiran 3. Perhitungan Perancangan Alat
Tangki Likuifikasi Fungsi Bahan konstruksi Waktu tinggal bahan Volume bahan
Working Volume Volume Tangki
: mencampurkan dan likuifikasi bahan : Stainless steel 316 : 90 menit / 1.5 jam : massa bahan tiap batch / densitas = 484.7 kg / 1.139 kg/liter = 425.55 l : 60% : 1 / 0.6 x volume bahan = 709.25 l 0.71 m3
Menghitung dimensi tangki Perbandingan tinggi : diameter = 2 : 1 (asumsi) H = 2D V = /4 D2H V = /4 D2 2D V = /2 D3 D = 0.77 m H = 1.54 m
Menghitung daya pengaduk Digunakan impeller tipe flat blade miring, 200 rpm Dimensi Diameter impeller d = 0.3 D d = 0.23 m Power pengaduk d 2 N ρb NRC = µb Dimana : NRC = bilangan Reynold d = diameter impeller = 0.23 m = 0.7 ft N = kecepatan putar impeller 200 rpm = 3.34 rps 3 3 b = densitas bahan = 1139 kg/m = 71.12 lb/ft µb = viskositas bahan = 1.35 lb/ft sec Nrc = 0.72 x 3.34 x 71.12 = 86.22 1.35 dari kurva hubungan bilangan Reynold dengan number of power, didapatkan nilai number of power, Np = 3.9
Pgc d 5 N 3ρ gc = gravitasi = 32.17 m/s2 P = 3.9 x 0.75 x 3.343 x 71.12 32.17 P = 54 ft-lbf /sec Kebutuhan daya = 54/550 = 0.1 hp Dengan asumsi efisiensi pengaduk = 60%, maka daya yang dibutuhkan : 0.16 hp = 0.12 kW Np =
Kebutuhan Uap Energi (panas) yang dibutuhkan untuk proses likuifikasi dapat dihitung dengan menggunakan rumus :
mxCpx∆T η dimana : m Cp ∆T
Q=
= massa = 2905 kg/hari = koefisien pindah panas bahan = 3.3 kJ/kg °C = perbedaan suhu awal dan akhir = 120 - 25 = 95 oC = efisiensi pemanas = 85 persen
Q = 2905 x 3.3 x 95 = 1071432.35 kJ/hari 0.85 Q = m x , dimana adalah kalor bersih uap pemanas m = 1071432.35 kJ / 2414.18 kJ/kg m = 443.7 kg (jumlah uap pemanas) = 59.2 kg/jam
Penukar panas Fungsi Tipe Bahan konstruksi
: menurunkan suhu : Shell and Tube : stainless steel 316
Data Proses Laju alir bahan Kalor spesifik bahan Suhu umpan masuk Suhu umpan keluar Suhu air pendingin masuk Suhu air pendingin keluar
: 57.2 kg / menit = 0.953 kg / detik : 3.3 kJ/g oC : 120 oC : 60 oC : 25 oC : 73 oC
Jumlah panas yang dipindahkan Q = mCp dT = 0.953 kg/det x 3.3 kJ/kg oC x (120 – 60) Q = 188.694 kJ/det
Menghitung LMTD t2 – t1 = (120 – 73) – (60 – 25) ln ( t2/ t1) ln ((120 – 73)/(60 – 25)) LMTD = 41 oC (Trial U, U =1.5 kW/ m2 oC untuk liquid food – water) A= Q . = 188.694 = 3.07 m2 Ux T 1.5 x 41 Data pipa penukar panas Diameter pipa Permukaan pipa Panjang pipa
: 1 inch = 0.025 m : 0.0785 m2/m : 6 ft = 1.8 m
Jumlah tube N= 3.07 1.8 x 0.0785 = 21 buah Diameter Shell N=0.319(D/d)2.142 D = 0.18 m Koreksi U, A = 21 x 1.8 x 0.0785 = 2.97 m2 U= Q = 188.694 = 1.55 (nilai U hitung > U trial, ok) A x T 2.97 x 41 Geometri penukar panas 1. Pipa Pemanas Diameter = 1 inch Panjang = 1.8 m 2. Selongsong Diameter = 0.18 m = 7 inch Panjang = 1.8 m 3. Sekat Jarak antar sekat = 0.5*Diameter selongsong = 0.09 m Jumlah sekat = 20 buah
Tangki Netralisasi Fungsi Bahan konstruksi Waktu tinggal bahan Volume bahan
Working Volume
: mencampurkan bahan dengan basa : Stainless steel 316 : 10 menit : massa bahan tiap batch / densitas = 484.7 kg / 1.139 kg/liter = 425.55 liter : 60%
Volume Tangki
: 1 / 0.6 x 425.55 l = 709.25 l
0.71 m3
Menghitung dimensi tangki Perbandingan tinggi : diameter = 2 : 1 (asumsi) H = 2D V = /4 D2H V = /4 D2 2D V = /2 D3 D = 0.77 m H = 1.54 m Menghitung daya pengaduk Digunakan impeller tipe flat blade miring, 200 rpm Dimensi Diameter impeller d = 0.3 D d = 0.23 m Power pengaduk d 2 N ρb NRC = µb Dimana : NRC = bilangan Reynold d = diameter impeller = 0.23 m = 0.7 ft N = kecepatan putar impeller 200 rpm = 3.34 rps 3 3 b = densitas bahan = 1139 kg/m = 71.12 lb/ft µb = viskositas bahan = 1.35 lb/ft sec Nrc = 0.72 x 3.34 x 71.12 = 86.22 1.35 dari kurva hubungan bilangan Reynold dengan number of power, didapatkan nilai number of power, Np = 3,9 Pgc Np = 5 3 d N ρ gc = gravitasi = 32.17 m/s2 P = 3.9 x 0.75 x 3.343 x 71.12 32.17 P = 54 ft-lbf /sec Kebutuhan daya = 54/550 = 0.1 hp Dengan asumsi efisiensi pengaduk = 60%, maka daya yang dibutuhkan : 0.16 hp = 0.12 kW
Tangki Penyimpan Fungsi : menampung larutan Bahan konstruksi : Stainless steel 314 Volume bahan masuk : 425.55 l / 2 jam Volume bahan keluar : 182.37 l / jam Volume maksimum bahan dalam tangki : 2553.4 – (8.2x182.37) = 1058 l Working Volume : 70% Volume Tangki : 1 / 0.7 x volume bahan = 1511.4 l Menghitung dimensi tangki Perbandingan tinggi : diameter = 2 : 1 (asumsi) H = 2D V = /4 D2H V = /4 D2 2D V = /2 D3 D=1m H=2m
Menghitung daya pengaduk Digunakan impeller tipe flat blade miring, 90 rpm Dimensi Diameter impeller d = 0.3 D d = 0.3 m Power pengaduk d 2 N ρb NRC = µb Dimana : NRC = bilangan Reynold d = diameter impeller = 0.3 m = 1 ft N = kecepatan putar impeller 90 rpm = 1.5 rps 3 3 b = densitas bahan = 1139 kg/m = 71.12 lb/ft µb = viskositas bahan = 1.35 lb/ft sec Nrc = 12 x 1.5 x 71.12 = 79 1.35 dari kurva hubungan bilangan Reynold dengan number of power, didapatkan nilai number of power, Np = 3 Pgc Np = 5 3 d N ρ gc = gravitasi = 32.17 m/s2 P = 3 x 1 5 x 1.53 x 71.12 32.17 P = 50.4 ft-lbf /sec
Kebutuhan daya = 50.4/550 = 0.09 hp Dengan asumsi efisiensi pengaduk = 60%, maka daya yang dibutuhkan : 0.16 hp = 0.12 kW
Tangki Penukar Ion Data proses Laju alir bahan =207.73 kg/jam = 182.37 l/jam Volume bahan = 2906.62 kg / 1.139 = 2552 l/hari Massa Na+ dalam bahan = 0.943 kg/hari = 943 g/hari Kadar Na+ (g/l) = 943 / 2552 = 0.37 g/l Kadar Na+ (eq/l) = 0.37 x 0.0435 = 0.0161 eq/l Massa Cl- dalam bahan = 1.455 kg/hari = 1455.5 g/hari Kadar Cl- (g/l) = 1455.5 / 2552 = 0.57 g/l Kadar Cl- (eq/l) = 0.57 x 0.0282 = 0.0161 eq/l Spesifikasi resin Laju alir proses = 5 m/jam Tinggi minimal kolom resin = 0.8 m Kapasitas operasi resin penukar kation 1.2 eq/l Kapasitas operasi resin penukar anion 0.6 eq/l Volume resin Laju umpan = 182.37 l / jam = 0.18237 m3/jam Laju alir proses = 5 m/jam Luas kolom resin = 0.18237 / 5 = 0.0365 m2 Jari – jari kolom resin = (0.0365 / 3.14) = 0.108 m Diameter kolom resin = 0.216 m = 21.6 cm Tinggi resin = 0.8 m Volume resin = 0.0365 x 0.8 = 0.0292 m3 = 29.2 l Dimensi tangki penukar ion Free board = 100% volume resin (asumsi) Diameter tangki = diameter resin = 0.216 m Tinggi tangki = tinggi resin + free board = 0.8 + 0.8 = 1.6 m Volume tangki = D2/4 x tinggi tangki = 3.14 x (0.216/2)2 x 1.6 = 0.543 m3 Regenerasi Resin Penukar kation Volume resin = 29.2 l Kapasitas operasi resin = 1.2 eq/l Jumlah ion yag dapat ditangani = 29.2 x 1.2 = 35.04 eq Kadar Na+ (eq/l) = 0.0161 eq/l Bahan yang dapat ditangani tiap daur (cycle) = 35.04 / 0.0161 = 2176.4 l Waktu antar regenerasi = 2176.4 / 182.37 = 12 jam
Resin Penukar anion Volume resin = 29.2 l Kapasitas operasi resin = 0.6 eq/l Jumlah ion yag dapat ditangani = 29.2 x 0.6 = 17.52 eq Kadar Na+ (eq/l) = 0.0161 eq/l Bahan yang dapat ditangani tiap daur (cycle) = 17.52 / 0.0161 = 1088.2 l Waktu antar regenerasi = 2176.4 / 182.37 = 6 jam
Spray Dryer Fungsi : Mengeringkan bahan Tipe : Spray Dryer Data Proses : Aliran udara : cocurrent Atomisasi : vaned wheel Metoda pemanasan : Udara pengering Kandungan air awal : 70 %, kandungan air akhir : 5% Laju umpan : 207.6 kg/jam Laju produk 65.25 kg/jam Suhu udara masuk : 100 °C Suhu udara keluar : 40 °C Suhu umpan : 60 °C Suhu kamar udara : 30 °C Data Literatur Udara Cp = 0.237 kkal/kg °C, Densitas = 1.1493 kg/m3 Data Literatur Uap Air Entalphi : 548.5 kkal/kg, Densitas : 5.11E-02 kg/m3 Jumlah air yang diuapkan = 142.37 kg/jam = 2786 m3/jam Menentukan ukuran pengering Jumlah panas untuk menguapkan air Q= xm Q = 548.5 x 142.37 = 78090 kkal/jam Jumlah udara pengering yang masuk KebutuhanPanas 78090 = CPUdara(∆T ) 0.237 x(100 − 40) = 5491.6 kg/jam = 4778 m3/jam Laju alir udara meninggalkan pengering = (4778 + 2786) = 7564 m3/jam
Diameter pengering D=
4 x7564 = 2.76 m πx0.35x3600
Volune pengering Dengan Residence Time 10 detik : 10x7564 = 21 m3 V= 3600 Tinggi pengering V = ( /4 D2 H) + ( /4 D2 0.2886 D) m3 V = 0.7854 D2 (H + 0.2886 D) m3 21 = 5.72 (H + 0.77922) H = 2.9 m Kebutuhan uap pemanas untuk pemanas udara Kalor yang dibutuhkan = (m(udara) x Cp (udara) x T) / (heater) = (5491.6 kg/jam x 0.237 kkal/kg x 70 oC) / 0.85 = 107183.1 kkal/jam Jumlah uap pemanas untuk pemanas udara (air heater) Q=mx m = 107183.1 kkal/jam / 577 kkal/kg m = 185.8 kg / jam = 2601.2 kg/hari
Boiler Fungsi : Menghasilkan uap pemanas Tipe : Water tube Data Proses : Kebutuhan uap pemanas untuk likuifikasi : 443.7 kg/hari = 59.2 kg/jam Kebutuhan uap pemanas untuk pengeringan : 2601.2 kg/hari = 185.8 kg/jam Total kebutuhan uap pemanas : 3045 kg/hari atau 245 kg/jam Efisiensi boiler = 90 persen Kebutuhan energi Q = m steam (h-hf)/ = (3045 kg/hari x 621.2 kkal/kg) / 0.9 = 1891554 kkal/hari Kebutuhan bahan bakar Bahan bakar = Q / Nilai energi bahan bakar (solar) = 1891554 kkal/hari / 72257.2 kkal/l = 26.2 l / hari
Dimensi Boiler Dimensi boiler pada penelitian ini akan didasarkan pada spesifikasi boiler yang diberikan oleh suplier boiler Garioni Naval. Kapasitas boiler = (245 kg/jam x 621.2 kkal/kg) / 0.9 = 169104.5 kkal/jam Data Boiler Garioni Aval (www.garioninaval.com, 2007) Kapasitas : 180000 kkal/jam Produksi uap pemanas : 300 kg/jam Tekanan : 10 – 100 bar Panjang : 1.55 m Lebar : 1.45 m Tinggi : 1.6 m
Lampiran 4. Peta Desa Sentul dan Kabupaten Bogor
Lampiran 5. Rincian komponen – komponen biaya investasi
Tanah dan Bangunan Tanah Bangunan Mesin dan Alat Tangki Likuifikasi Penukar Panas Tangki Netralisasi Tangki Penyimpan Tangki Penukar Ion Spray Dryer Mesin Pengemas Boiler Pompa
Harga / m2
Luas (m2)
475000 1100000
207.5 144
Kapasitas 425 liter 1 kg/detik 425 liter 1058 liter 183 liter/jam 183 liter/jam 60 kantung/jam 300 kg/jam 1 HP
Jumlah 1 buah 1 buah 1 buah 1 buah 2 lines 1 buah 1 buah 1 buah 7 buah
Total 98,562,500.00 158,400,000.00 Supplier alat UKM UKM UKM UKM UKM Archigama Corp PT. Toko Mesin Maksindo Garioni Naval Sharp
Aset Tetap 1 Timbangan 2 Furniture 3 Mesin Kantor 4 Peralatan Pemadam Kebakaran 5 Peralatan Laboratorium pH meter portable Timbangan analitik Oven laboratorium Stirrer Peralatan gelas Total 6 Kendaraan Operasional 7 Resin Penukar Ion Resin penukar kation Resin penukar anion Total Total Prainvestasi dan Praoperasi No. Item 1. Pendaftaran perusahaan 2. Biaya perjalanan 3. Pos dan telepon 4. Print dan alat tulis 5. Biaya Startup Total
Harga 31,400,000.00 2,500,000.00 23,500,000.00 15,000,000.00 15,000,000.00 650,000,000.00
Total 31,400,000.00 2,500,000.00 23,500,000.00 15,000,000.00 30,000,000.00 650,000,000.00
45,000,000.00 80,000,000.00 300,000.00
45,000,000.00 80,000,000.00 2,100,000.00 879,500,000.00
2,000,000 2,000,000 15,000,000 5,000,000 3,600,000 400,000.00 300,000.00 400,000.00 500,000.00 2,000,000.00 3,600,000 65,000,000 6,216,000 1,703,333 4,512,727 6,216,000 98,816,000
Total 10,000,000 1,800,000 2,700,000 1,000,000 1,925,590 17,425,590
Modal Kerja Kebutuhan kas tiap minggu No Komponen Biaya 1. bahan baku 10,508,880.00 2. bahan pengemas 79,581.33 3. bahan bakar 628,800.00 4. listrik 625,856.00 5. tenaga kerja 4,452,000.00 6. biaya overhead pabrik 172,983.33 7. administrasi 70,000.00 8. pemasaran 431,933.33 Total 16,970,034.00 Periode keterikatan kas bahan baku, pengemas, dan bahan bakar 1. sediaan 1 minggu 2. barang jadi 1 minggu 3. penjualan kredit 4 minggu total 6 minggu Periode keterikatan kas tenaga kerja, listrik dan biaya tak langsung 1. barang jadi 1 minggu 2. penjualan kredit 4 minggu total 5 minggu Kebutuhan modal kerja No 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9.
Komponen bahan baku bahan pengemas bahan bakar listrik tenaga kerja biaya overhead pabrik administrasi pemasaran Kas minimal (10 % total kebutuhan) Total
Kebutuhan kas per minggu 10,508,880.00 79,581.33 628,800.00 625,856.00 4,452,000.00 172,983.33 70,000.00 431,933.33
Periode keterikatan kas 6 minggu 6 minggu 6 minggu 5 minggu 5 minggu 5 minggu 5 minggu 5 minggu
Keterangan : *jumlah hari kerja dalam 1 minggu = 5 hari kerja *utilisasi kapasitas pada awal produksi = 80% dari kapasitas penuh
Kebutuhan modal kerja 63,053,280 477,488 3,772,800 3,129,280 22,260,000 864,917 350,000 2,159,667 9,606,743 105,674,174
Lampiran 6. Rincian komponen – komponen biaya produksi
Bahan Baku Tapioka Larutan HCl 30 % NaOH Total Bahan Pengemas Plastik pengemas Sarana Penunjang Bahan Bakar Listrik Total Upah dan Gaji Direktur Manajer Produksi Manajer Pemasaran Pegawai Administrasi Pegawai Pemasaran Operator Laboran Buruh Supir Total
Jumlah 300,000 kg 4305 liter 1542 kg
Harga 2500/kg 6000/liter 8000/kg
Biaya 750,000,000.00 25,830,000.00 12,336,000.00 788,166,000.00
10852 buah
550/buah
5,968,600.00
7860 liter 58674 kWh
6000/liter 800/kWh
47,160,000.00 46,939,200.00 94,099,200.00
jumlah 1 orang 1 orang 1 orang
Gaji/bulan Total gaji/bulan 5,000,000.00 5,000,000.00 2,500,000.00 2,500,000.00 2,500,000.00 2,500,000.00
Total gaji/tahun 60,000,000.00 30,000,000.00 30,000,000.00
1 orang 1 orang 6 orang 2 orang 1 orang 1 orang 15 orang
1,000,000.00 1,500,000.00 1,100,000.00 1,000,000.00 580,000.00 580,000.00
12,000,000.00 18,000,000.00 79,200,000.00 24,000,000.00 6,960,000.00 6,960,000.00 267,120,000.00
1,000,000.00 1,500,000.00 6,600,000.00 2,000,000.00 580,000.00 580,000.00 22,260,000.00
Pengeluaran Administrasi Telepon / Fax 3,000,000.00 Alat Tulis 1,200,000.00 Total 4,200,000.00 Pengeluaran Penjualan Promosi 10,000,000.00 Biaya Transportasi 13,560,000.00 Biaya Lain - lain 2,356,000.00 Total 25,916,000.00 Perbaikan dan Perawatan Total biaya mesin dan bangunan 1% (biaya mesin dan bangunan)
1,037,900,000.00 10,379,000.00
Lampiran 7. Perhitungan depresiasi
DEPRESIASI METODE STRAIGHT LINE BASIS :
Komponen biaya Lahan Bangunan Mesin dan fasilitas penunjang Aset tetap I Aset tetap II Total
Asumsi umur ekonomi
% tingkat depresiasi
Nilai kotor
Jumlah depresiasi
30 tahun
0.00% 3.34%
98,562,500 158,400,000
0 5,290,560
10 tahun
10.00%
879,500,000
87,950,000
5 tahun 2 tahun
20.00% 50.00%
Maka, depresiasi tiap tahun adalah
Rp.115,468,560
90,600,000 18,120,000 8,216,000 4,108,000 1,235,278,500 115,468,560
Lampiran 8. Perhitungan pembayaran bunga bank
Tahun
No Pembayaran
Jumlah Pembayaran
Jumlah Kesetimbangan
Bunga Pada Kesetimbangan
I
1
63,313,403
696,447,432
55,715,795
2
63,313,403
633,134,029
50,650,722
3
63,313,403
569,820,626
45,585,650
4
63,313,403
506,507,223
40,520,578
5
63,313,403
443,193,821
35,455,506
6
63,313,403
379,880,418
30,390,433
7
63,313,403
316,567,015
25,325,361
8
63,313,403
253,253,612
20,260,289
9
63,313,403
189,940,209
15,195,217
10
63,313,403
126,626,806
10,130,144
11
63,313,403
63,313,403
5,065,072
0
0
0
II
III
VI
V
VI
Total Bunga
106,366,517
86,106,228 65,845,939
45,585,650 25,325,361
5,065,072
Lampiran 9. Laporan rugi laba dan arus kas
No 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8.
9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. 21. 22. 23. 24.
Keterangan Kapasitas produksi Produksi dalam kg Penjualan Biaya produksi (a) Biaya bahan baku (b) Biaya pengemasan (c) Biaya Fasilitas Penunjang (d) Upah dan gaji Total biaya produksi (4+5+6+7) Pengeluaran umum (a) Pengeluaran administrasi (b) Pengeluaran penjualan (c) Perbaikan & perawatan (d) Pengembalian pinjaman (e) Pembayaran bunga Total pengeluaran umum (9+10+11+12) Total biaya produk (8+13) Laba operasi (3-14) Depresiasi Laba sebelum pajak (15-6) Pajak Laba bersih setelah pajak (17-18) Tambahan : depresiasi Nilai Sisa Investasi Aliran Kas Bersih (20+21+22-23)
Tahun ke 0
Tahun ke 1 80% 217,048 1,519,333,200
Tahun ke 2 90% 244,179 1,709,249,850
Tahun ke 3 100% 271,310 1,899,166,500
Tahun ke 4 100% 271,310 1,899,166,500
Tahun ke 5 100% 271,310 1,899,166,500
630,532,800 4,774,880
709,349,400 5,371,740
788,166,000 5,968,600
788,166,000 5,968,600
788,166,000 5,968,600
75,279,360 267,120,000
84,689,280 267,120,000
94,099,200 267,120,000
94,099,200 267,120,000
94,099,200 267,120,000
977,707,040
1,066,530,420
1,155,353,800
1,155,353,800
1,155,353,800
4,200,000
4,200,000
4,200,000
4,200,000
4,200,000
20,732,800
23,324,400
25,916,000
25,916,000
25,916,000
7,472,880
9,341,100
10,379,000
11,416,900
12,558,590
126,626,806 106,366,517
126,626,806 86,106,228
126,626,806 65,845,939
126,626,806 45,585,650
126,626,806 25,325,361
265,399,003
249,598,534
232,967,745
213,745,356
194,626,757
1,243,106,043 276,227,157 115,468,560
1,316,128,954 393,120,896 115,468,560
1,388,321,545 510,844,955 115,468,560
1,369,099,156 530,067,344 115,468,560
1,349,980,557 549,185,943 115,468,560
160,758,597 30,727,579
277,652,336 65,795,701
395,376,395 101,112,919
414,598,784 106,879,635
433,717,383 112,615,215
130,031,018 115,468,560
211,856,635 115,468,560
294,263,477 115,468,560 821,600 8,216,000
307,719,149 115,468,560
321,102,168 115,468,560
245,499,578
327,325,195
402,337,637
423,187,709
436,570,728
1,392,894,864 (1,392,894,864)
No 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8.
9. 10. 11.
12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. 21. 22. 23. 24.
Keterangan Kapasitas produksi Produksi dalam kg Penjualan Biaya produksi (a) Biaya bahan baku (b) Biaya pengemasan (c) Biaya Fasilitas Penunjang (d) Upah dan gaji Total biaya produksi (4+5+6+7) Pengeluaran umum (a) Pengeluaran administrasi (b) Pengeluaran penjualan (c) Perbaikan & perawatan
(e) Pengembalian pinjaman (d) Pembayaran bunga Total pengeluaran umum (9+10+11+12+13) Total biaya produk (8+14) Laba operasi (3-15) Depresiasi Laba sebelum pajak (16-17) Pajak Laba bersih setelah pajak (18-19) Tambahan : depresiasi Nilai Sisa Investasi Aliran Kas Bersih (20+21+22-23)
Tahun ke 6 100% 271,310 1,899,166,500
Tahun ke 7 100% 271,310 1,899,166,500
Tahun ke 8 100% 271,310 1,899,166,500
Tahun ke 9 100% 271,310 1,899,166,500
Tahun ke 10 100% 271,310 1,899,166,500
788,166,000 5,968,600
788,166,000 5,968,600
788,166,000 5,968,600
788,166,000 5,968,600
788,166,000 5,968,600
94,099,200 267,120,000
94,099,200 267,120,000
94,099,200 267,120,000
94,099,200 267,120,000
94,099,200 267,120,000
1,155,353,800
1,155,353,800
1,155,353,800
1,155,353,800
1,155,353,800
4,200,000 25,916,000 13,814,449
4,200,000 25,916,000 15,195,894
4,200,000 25,916,000 16,715,483
4,200,000 25,916,000 18,387,032
4,200,000 25,916,000 20,225,735
63,313,403 5,065,072
0
0
0
0
112,308,924
45,311,894
46,831,483
48,503,032
50,341,735
1,267,662,724 631,503,776 115,468,560
1,200,665,694 698,500,806 115,468,560
1,202,185,283 696,981,217 115,468,560
1,203,856,832 695,309,668 115,468,560
1,205,695,535 693,470,965 115,468,560
516,035,216 137,310,565
583,032,246 157,409,674
581,512,657 156,953,797
579,841,108 156,452,333
578,002,405 155,900,722
378,724,651 115,468,560 3,381,600 33,816,000
425,622,572 115,468,560
424,558,860 115,468,560
423,388,776 115,468,560 821,600 8,216,000
422,101,684 115,468,560 252,586,100
463,758,811
541,091,132
540,027,420
531,462,936
790,156,344
Lampiran 10. Perhitungan kriteria investasi
ANALISIS NPV Tahun Aliran Kas Bersih 0 (1,392,894,864) 1 245,499,578 2 327,325,195 3 402,337,637 4 423,187,709 5 436,570,728 6 463,758,811 7 541,091,132 8 540,027,420 9 531,462,936 10 790,156,344 Net Present Value = ANALISIS B/C RATIO Kumulatif PV Benefit 2,019,617,297 ANALISIS IRR Internal Rate of Return ANALISIS PBP Tahun Aliran Kas Bersih 0 (1,392,894,864) 1 245,499,578 2 327,325,195 3 402,337,637 4 423,187,709 5 436,570,728 6 463,758,811 7 541,091,132 8 540,027,420 9 531,462,936 10 790,156,344 Pay Back Period = ANALISIS BEP No Tahun 1. Biaya Tetap 2. Biaya variabel 3. Tk Produksi (Kg) 4. Titik impas (kg) 5. Nilai Penjualan No Tahun 1. Biaya Tetap 2. Biaya variabel 3. Tk Produksi (Kg) 4. Titik impas (kg) 5. Nilai Penjualan
DF (16%) 1.0000 0.86207 0.74316 0.64066 0.55229 0.47611 0.41044 0.35383 0.30503 0.26295 0.22668
Present Value (1,392,894,864) 211,637,821 243,254,992 257,761,630 233,722,340 207,855,689 190,345,166 191,454,275 164,724,564 139,748,179 179,112,640 626,722,433
Biaya Awal B/C Ratio 1,392,894,864 1.45 (perhitungan dengan Excel) 25.34% Kumulatif (1,392,894,864) (1,147,395,286) (820,070,091) (417,732,455) 5,455,254 442,025,982 905,784,793 1,446,875,926 1,986,903,345 2,518,366,281 3,308,522,625 3.99
* Harga Jual = Rp. 7000 1 2 299,525,680 303,985,500 710,587,040 799,410,420 217,048 244,179 80,385 81,582 562,697,336 571,075,679 6 7 311,050,449 312,431,894 888,233,800 888,233,800 271,310 271,310 83,478 83,849 584,348,090 586,943,311
3 307,615,000 888,233,800 271,310 82,556 577,894,159 8 313,951,483 888,233,800 271,310 84,257 589,798,054
4 308,652,900 888,233,800 271,310 82,835 579,843,987 9 315,623,032 888,233,800 271,310 84,705 592,938,272
5 309,794,590 888,233,800 271,310 83,141 581,988,798 10 317,461,735 888,233,800 271,310 85,199 596,392,511