KAJIAN STRATEGI PENINGKATAN EFISIENSI AIR IRIGASI MELALUI METODE SYSTEM OF RICE INTENSIFICATION DENGAN PENDEKATAN EKSPERIMENTAL
OLEH MERIANI PUSPA WARDANI H14070037
DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011
RINGKASAN
MERIANI PUSPA WARDANI. Kajian Strategi Peningkatkan Efisiensi Air Irigasi melalui Metode System Of Rice Intensification dengan Pendekatan Eksperimental (dibimbing oleh BAMBANG JUANDA).
Seiring dengan meningkatnya jumlah penduduk serta pertumbuhan ekonomi, kebutuhan air irigasi untuk memproduksi padi semakin meningkat. Namun di sisi lain, ketersediaan air irigasi sering dalam keadaan tidak menentu. Pada saat musim hujan, ketersediaan air irigasi cenderung berlebih, sebaliknya pada musim kemarau suplai air sangatlah terbatas. Meningkatnya kelangkaan sumber daya air dapat memicu terjadinya kekeringan sehingga menyebabkan penurunan produksi padi. Untuk mengatasi masalah tersebut, peningkatan efisiensi penggunaan air irigasi perlu dilakukan. Peningkatan efisiensi penggunaan air irigasi akan lebih mudah jika apresiasi terhadap nilai ekonomi air terbentuk. Untuk itu diperlukan suatu penentuan harga air yang tepat yang mencerminkan keinginan membayar atas air irigasi. Penerapan budidaya padi metode System of Rice Intensification (SRI) juga dapat meningkatkan efisiensi air irigasi. Selain itu metode SRI dapat meningkatkan produksi padi. Namun penerapan metode SRI masih belum banyak dilakukan. Risiko kerugian, anggapan air irigasi murah dan berlimpah serta tidak sempurnanya informasi yang diperoleh membuat petani belum bersedia menerapkan metode SRI. Oleh karena itu, diperlukan suatu strategi yang mampu mendorong petani agar menerapkan metode SRI pada lahan sawahnya. Hal tersebut dapat dikaji dengan menggunakan metode percobaan ekonomi. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengkaji lebih jauh WTP (Willingness to Pay/kesediaan petani untuk membayar) air irigasi jika ada peningkatan pelayanan air irigasi serta faktor–faktor yang mempengaruhinya. Tujuan lainnya ialah merumuskan suatu strategi yang tepat yang dapat mendorong petani untuk menerapkan metode SRI. Lokasi penelitian mengenai analisis Willingness to Pay di Kabupaten Cianjur dan Kabupaten Karawang. Jenis data yang digunakan adalah data primer yang bersumber dari petani pengguna air irigasi anggota P3A yang diperoleh melalui wawancara dengan menggunakan kuisioner. Selain itu data primer juga ada yang dihasilkan dari percobaan ekonomi. Metode analisis yang digunakan adalah metode analisis Willingness to Pay, analisis regresi linier berganda serta analisis ragam (ANOVA). Rancangan percobaan penelitian ini yaitu Rancangan Acak Kelompok Tiga Faktor. Faktor yang akan dilihat pengaruhnya yaitu ganti rugi dari pemerintah, pembayaran air irigasi dan informasi proyeksi produksi padi. Respon yang akan diamati yaitu jumlah luas lahan yang diterapkan metode SRI. Dari hasil analisis, faktor yang secara nyata mempengaruhi WTP petani pemakai air dalam membayar iuran air irigasi di Kabupaten Cianjur dan Kabupaten Karawang adalah faktor luas lahan. Nilai WTP rata-rata responden di Kabupaten Cianjur ialah sebesar Rp. 209.206 per hektar per musim tanam.
Sedangkan nilai WTP rata-rata di Kabupaten Karawang sebesar Rp. 115.430 per hektar per musim tanam. Dari hasil percobaan ekonomi mengenai metode SRI, menyimpulkan bahwa hanya faktor informasi proyeksi produksi padi yang memengaruhi keputusan petani dalam menerapkan metode SRI pada lahan sawahnya. Sedangkan faktor ganti rugi, pembayaran air serta kombinasi antara ketiganya tidak berpengaruh nyata. Dengan demikian strategi yang dapat mendorong petani untuk menerapkan metode SRI adalah dengan memberikan informasi yang lengkap dan menyeluruh mengenai metode SRI.
KAJIAN STRATEGI PENINGKATAN EFISIENSI AIR IRIGASI MELALUI METODE SYSTEM OF RICE INTENSIFICATION DENGAN PENDEKATAN EKSPERIMENTAL
Oleh MERIANI PUSPA WARDANI H14070037
Skripsi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi
DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011
Judul Skripsi
: Kajian Strategi Peningkatan Efisiensi Air Irigasi melalui Metode System of Rice Intensification dengan Pendekatan Eksperimental
Nama
: Meriani Puspa Wardani
NRP
: H14070037
Menyetujui, Dosen Pembimbing
Prof. Dr. Ir. Bambang Juanda, MS. NIP. 19640101 198803 1 061
Mengetahui, Ketua Departemen Ilmu Ekonomi
Dr. Ir. Dedi Budiman Hakim, M.Ec. NIP. 19641022 198903 1 003
Tanggal Kelulusan:
PERNYATAAN
DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI ADALAH BENAR-BENAR HASIL KARYA SAYA SENDIRI YANG BELUM PERNAH DIGUNAKAN
SEBAGAI
SKRIPSI
ATAU
KARYA
ILMIAH
PADA
PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN.
Bogor, September 2011
Meriani Puspa Wardani H14070037
RIWAYAT HIDUP
Penulis bernama Meriani Puspa Wardani lahir pada tanggal 16 Agustus 1989 di Bogor. Penulis anak ketiga dari tiga bersaudara, dari pasangan Amirudin Aidin Beng dan Tartini. Pada tahun 1996 penulis memulai pendidikan dasar di SDN Pengadilan III Bogor, kemudian melanjutkan ke SLTP Negeri 2 Bogor dan lulus pada tahun 2004. Pada tahun yang sama penulis diterima di SMA Negeri 2 Bogor dan lulus pada tahun 2007. Pada tahun 2007 penulis melanjutkan studi ke jenjang yang lebih tinggi. Institut Pertanian Bogor (IPB) menjadi pilihan penulis dengan harapan besar agar dapat memperoleh ilmu dan pengembangan pola pikir, sehingga menjadi sumber daya yang berguna bagi pembangunan kota Bogor. Penulis diterima melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) dan diterima sebagai mahasiswa Program Studi Ilmu Ekonomi pada Fakultas Ekonomi dan Manajemen. Penulis juga tercatat sebagai penerima beasiswa BBM (Bantuan Belajar Mahasiswa).
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala nikmat dan karunia-Nya yang telah diberikan sehingga penulis memperoleh kemudahan dalam menyusun dan menyelesaikan skripsi ini. Judul skripsi ini adalah “Kajian Strategi Peningkatan Efisiensi Air Irigasi melalui Metode System of Rice Intensification dengan Pendekatan Eksperimental”. Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor. Penulis mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah membantu dalam proses penulisan skripsi ini, antara lain : 1.
Prof. Dr. Ir. Bambang Juanda, M.S. selaku dosen pembimbing yang telah memberikan bimbingan baik secara teknis maupun teoritis dalam pembuatan skripsi ini sehingga dapat diselesaikan dengan baik.
2.
Tanti Novianti, M.Si selaku dosen penguji skripsi yang telah menguji hasil karya ini. Semua saran dan kritikan beliau merupakan hal yang sangat berharga dalam penyempurnaan skripsi ini.
3.
Dr. Alla Asmara, M.Si selaku dosen penguji dari komisi pendidikan yang telah memberikan masukan mengenai tata cara penulisan skripsi yang baik.
4.
Kedua orang tua penulis, Ayahanda dan Ibunda tercinta, Amirudin Aidin Beng dan Tartini atas semua pengorbanan, doa dan dukungannya. Serta tidak lupa untuk kakakku tersayang Rey dan Ika.
5.
Para dosen, staf dan seluruh civitas akademika Departemen Ilmu Ekonomi FEM-IPB yang telah memberikan ilmu dan bantuan kepada penulis selama menjalani studi di Departemen Ilmu Ekonomi.
6.
Teman-teman S1 yang telah bersedia hadir menjadi pelaku percobaan ekonomi ini.
7.
Elvha Aditia Sidik, Ibu Luh Putu Suciati, Sondang Marini, Sahabat IE’44 (Destia, Ida, Riri, Risya), dan semua mahasiswa IE’44, terima kasih atas bantuan dan dukungannya. Serta teman-teman lainnya yang tidak bisa disebutkan satu persatu. Mudah-mudahan kita semua sukses amin.
Penulis berharap semoga informasi pada skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis khususnya dan pembaca pada umumnya serta dapat menjadi referensi bagi penelitian-penelitian selanjutnya.
Bogor, September 2011
Meriani Puspa Wardani H14070037
i
DAFTAR ISI
Halaman DAFTAR ISI ................................................................................................
i
DAFTAR TABEL ........................................................................................
iv
DAFTAR GAMBAR ...................................................................................
v
DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................
vi
I.
II.
PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang ...........................................................................
1
1.2. Perumusan Masalah ...................................................................
5
1.3. Tujuan Penelitian .......................................................................
7
1.4. Manfaat Penelitian .....................................................................
7
1.5. Ruang Lingkup Penelitian ..........................................................
8
TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1. Tinjauan Pustaka .........................................................................
9
2.1.1. Pengertian dan Peran Irigasi.............................................
9
2.1.2. Iuran Air Irigasi ................................................................
10
2.1.3. Lembaga Pengelola Sumber Daya Air .............................
11
2.1.4. Budidaya Padi System of Rice Intensification ..................
12
2.1.5. Konsep Kesediaan Untuk Membayar (Willingness to Pay). 15 2.1.6. Identifikasi dan Seleksi Faktor - faktor yang Memengaruhi Willingness to Pay (WTP) Petani Pemakai Air terhadap Pelayanan Air Irigasi . ..............
17
2.1.7. Identifikasi Faktor - faktor yang Mendorong Petani Untuk Menerapkan Budidaya Padi Metode SRI . ..........
19
2.1.8. Percobaan Ekonomi .........................................................
21
2.1.9. Rancangan Acak Kelompok .............................................
23
2.2. Penelitian Terdahulu ...................................................................
24
2.3. Kerangka Pemikiran ...................................................................
26
2.4. Hipotesis Penelitian ....................................................................
28
ii
III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Lokasi dan Waktu penelitian ......................................................
29
3.2. Jenis dan Sumber Data ..............................................................
29
3.3. Metode Pengambilan Sampel ....................................................
30
3.4. Rancangan Percobaan ................................................................
31
3.5. Metode Analisis .........................................................................
35
3.5.1. Nilai Willingness to Pay (WTP) Rata-rata Petani Pemakai Air. ................................................................... 35 3.5.2. Analisis Willingness to Pay (WTP) Petani Pemakai Air terhadap Pelayanan Air Irigasi ........................................ 36 3.5.3. Rancangan Acak Kelompok (RAK).................................
37
3.6. Prosedur Percobaan Ekonomi ....................................................
40
IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN
V.
4.1. Gambaran Umum Wilayah Penelitian .......................................
42
4.1.1. Kabupaten Cianjur ...........................................................
42
4.1.2. Kabupaten Karawang .......................................................
43
4.2. Kondisi Sosial Ekonomi Wilayah Penelitian .............................
44
4.2.1. Kabupaten Cianjur ...........................................................
44
4.2.2. Kabupaten Karawang .......................................................
45
4.3. Penetapan Iuran Air Irigasi Wilayah Penelitian .........................
46
4.4. Pengembangan Sistem Budidaya Padi .......................................
47
4.4.1. Kabupaten Cianjur ...........................................................
47
4.4.2. Kabupaten Karawang .......................................................
47
HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Karakteristik Responden ............................................................
49
5.1.1. Tingkat Pendidikan ..........................................................
49
5.1.2. Pendapatan .......................................................................
50
5.1.3. Luas Lahan .......................................................................
50
5.1.4. Pengalaman Bertani .........................................................
51
5.1.5. Pengalaman Budidaya Padi SRI.......................................
52
5.1.6. Status Lahan .....................................................................
53
5.1.7. Penilaian terhadap Pelayanan Irigasi................................
54
iii
5.2. Nilai Willingness to Pay Rata-rata Responden Petani Pemakai Air ............................................................................................. 54 5.2.1. Nilai WTP Petani Pemakai Air Kabupaten Cianjur ..
54
5.2.2. Nilai WTP Petani Pemakai Air Kabupaten Karawang 55 5.3.
Faktor-faktor yang Memengaruhi Petani Pemakai Air dalam Membayar Iuran Air Irigasi ....................................................... 5.3.1. Kabupaten Cianjur ........................................................
57 57
5.3.2. Kabupaten Karawang ....................................................
59
5.4. Implikasi Strategi terhadap Lahan Sawah yang Diterapkan Metode SRI................................................................................
60
VI. KESIMPULAN DAN SARAN 6.1. Kesimpulan ...............................................................................
64
6.2. Saran ..........................................................................................
64
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................
66
LAMPIRAN .................................................................................................
69
iv
DAFTAR TABEL
Nomor
Halaman
1.1
Hasil Proyeksi Produksi Padi ..............................................................
4
3.1
Variasi Penerapan Budidaya Padi........................................................
31
4.1
Nama Desa dan Luas Areal Daerah Irigasi Ciraden Leuwi Leungsir ...............................................................................................
43
4.2
Nama Desa Yang Diairi Oleh Saluran Sekunder Telagasari ...............
44
5.1
Sebaran Responden Menurut Tingkat Pendidikan ..............................
49
5.2
Sebaran Responden Menurut Tingkat Pendapatan ..............................
50
5.3
Sebaran Responden Menurut Luas Lahan ...........................................
51
5.4
Sebaran Responden Menurut Pengalaman Bertani..............................
52
5.5
Sebaran Responden Menurut Pengalaman Budidaya SRI ...................
53
5.6
Sebaran Responden Menurut Status Lahan .........................................
53
5.7
Sebaran Responden Menurut Penilaian Pelayanan Irigasi ..................
53
5.8
Hasil Analisis Kesediaan Petani Pemakai Air dalam Membayar Iuran Air Irigasi Kabupaten. Cianjur ............................................................ 57
5.9
Hasil Analisis Kesediaan Petani Pemakai Air dalam Membayar Iuran Air Irigasi Kabupaten Karawang ......................................................... 59
5.10 Analisis Ragam Penerapan SRI ...........................................................
61
v
DAFTAR GAMBAR
Nomor
Halaman
2.1
Kerangka Pemikiran ............................................................................
5.1
Pengaruh
Informasi
terhadap
Luas
Lahan
27
yang Diterapkan
Metode SRI ..........................................................................................
62
vi
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor
Halaman
1.
Sebaran Data Karakteristik Responden Kabupaten Cianjur ........................ 69
2.
Sebaran Data Karakteristik Responden Kabupaten Karawang .................... 70
3.
Olahan Data Statistik Kabupaten Cianjur dengan Minitab for Windows Release 15 .................................................................................................... 71
4.
Olahan Data Statistik Kabupaten Karawang dengan Minitab for Windows Release 15..................................................................................... 73
5.
Data Hasil Percobaan ................................................................................... 75
6.
Instruksi Percobaan Ekonomi ...................................................................... 77
7.
Lembar Keputusan ....................................................................................... 83
1
I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Air merupakan sumber daya alam yang paling esensial dalam keberlangsungan kehidupan manusia. Air juga memegang peranan penting dalam menunjang perkembangan sosial dan ekonomi suatu wilayah. Sebagian sumber daya air digunakan untuk pertanian sebagai air irigasi. Peranan air irigasi sangat penting dalam usahatani padi. Seiring dengan meningkatnya jumlah penduduk serta pertumbuhan ekonomi, kebutuhan air irigasi untuk memproduksi padi semakin meningkat. Tetapi di sisi lain, air irigasi kini semakin terbatas (Ditjen Pengelolaan Lahan dan Air, 2007). Ketersediaan air irigasi sering dalam keadaan tidak menentu. Pada saat musim hujan, ketersediaan air irigasi cenderung berlebih, sebaliknya pada musim kemarau suplai air sangatlah terbatas. Meningkatnya kelangkaan sumber daya air dapat memicu terjadinya kekeringan yang akan berakibat pada penurunan produksi padi. Berdasarkan data dari Ditjen Pengelolaan Lahan dan Air (2006), pada tahun 2005, lahan padi yang mengalami kekeringan di Propinsi Jawa Barat yaitu seluas 13.140 hektar dengan 891 hektar yang mengalami gagal panen. Kemudian pada tahun 2006 terjadi peningkatan yang sangat tajam. Luas lahan tanaman padi yang terkena kekeringan mencapai 123.527 hektar dengan lahan yang mengalami gagal panen seluas 48.659 hektar. Menteri Pertanian menjelaskan bahwa selama lima tahun terakhir lahan yang terkena dampak kekeringan rata-rata mencapai 228.095 hektar. Lahan yang terkena puso rata-rata lima tahun terakhir seluas 50.068 hektar. Di tahun 2010,
2
yang terkena kekeringan mencapai 96.721 hektar, tapi yang puso hanya 20.856 hektar 1 . Salah satu solusi mengatasi persoalan kelangkaan air ialah dengan meningkatkan efisiensi penggunaan air. Adanya anggapan bahwa air irigasi merupakan barang publik menyebabkan penggunaannya menjadi kurang efisien. Menurut sudut pandang ekonomi, peningkatan efisiensi penggunaan air irigasi akan lebih mudah jika apresiasi terhadap nilai ekonomi air terbentuk. Ketidakefisienan penggunaan air irigasi juga disebabkan karena metode budidaya padi yang digunakan. Selama ini, sebagian besar petani di wilayah Indonesia menerapkan metode konvensional dalam usaha taninya. Penerapan metode konvensional pada usahatani memerlukan air yang lebih banyak. Padahal terdapat metode alternatif yang lebih hemat dalam penggunaan air yaitu metode System of Rice Intensification (SRI). Budidaya padi metode SRI adalah usahatani padi sawah irigasi secara intensif dan efisien dalam pengelolaan tanah, tanaman dan air melalui pemberdayaan kelompok dan kearifan lokal serta berbasis pada kaidah ramah lingkungan (Ditjen Pengelolaan Lahan dan Air, 2007). Secara umum, dalam konsep metode SRI, tanaman padi diperlakukan sebagai organisme hidup sebagaimana mestinya. Penanaman padi dikembangkan dengan cara memberikan kondisi yang sesuai dengan pertumbuhannya. Pada prinsipnya budidaya SRI ialah budidaya padi dengan menanam satu benih padi (umur 7 hari sampai 12 hari), dengan perlakuan yang berbeda yakni jarak tanaman yang lebih lebar (25 cm x 25
1
Sandiyu Nuryono, Agustus, Kekeringan Landa 95.851 Hektar Lahan, EKONOMI Inilah.Com [online] http://ekonomi.inilah.com/read/detail/1775949/agustus-kekeringan-landa-95851-hektarlahan [diakses 26 September 2011].
3
cm , 30 cm x 30 cm ) serta pemberian air terputus (irigasi berselang) 2 . Budidaya padi metode SRI juga menekankan pada penggunaan pupuk organik. Untuk pengendalian hama pada metode SRI didasarkan pada konsep pengendalian hama terpadu seperti menggunakan pestisida nabati. Namun pada prakteknya, penerapan budidaya padi SRI sangat bervariasi yaitu dalam hal penggunaan sarana produksi (pupuk dan pestisida), jumlah benih dalam satu lubang, serta pemberian air. Budidaya padi metode SRI telah terbukti menghemat penggunaan air. Inggit (2009) menjelaskan bahwa metode SRI mampu menghemat air hingga 60 persen dari kebutuhan padi sawah biasa. Pemberian air irigasi pada metode konvesional dalam budidaya padi dilakukan dengan cara menggenangi sawah. Sedangkan pada budidaya SRI, pemberian air irigasi dilakukan secara macakmacak, artinya kondisi tanah tetap lembab tapi tidak tergenang air. Dengan begitu petani hanya memakai kurang dari setengah kebutuhan air pada sistem konvensional (Berkelaar, 2001). Kelebihan air yang diperoleh karena menerapkan metode SRI dapat digunakan untuk kebutuhan atau kegiatan ekonomi lainnya, sehingga penggunaan air irigasi dapat lebih efisien. Selain dapat meningkatkan efisiensi penggunaan air irigasi, metode SRI juga telah terbukti meningkatkan produktivitas areal persawahan (Berkelaar, 2001). Kepala Dinas Pertanian Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Bandung Ir. H. A Tisna Umaran, mengatakan dari hasil penelitian yang telah dilakukan, metode SRI mampu meningkatkan produksi padi serta memperbaiki kualitas lingkungan
dibandingkan
dengan
teknik budidaya
secara
konvensional.
2
Arief Imansyah, SRI Sebagai Penghemat Air, http://shout.indonesianyouthconference.org/article/ariefiman/2839-sri-system-of-riceintesification-sebagai-penghemat-air/ [ diakses 10 Juni 2011]
[online]
4
Selanjutnya beliau mengatakan bahwa di Kabupaten Bandung, metode SRI dapat menghasilkan produksi padi rata-rata hingga 8,8 ton. Sementara dengan metode konvensional yang hanya menghasilkan 6,5 ton per hektar3 . Budidaya padi metode SRI menekankan pada penggunaan input organik seperti pupuk organik dan pestisida nabati. Penambahan unsur organik pada lahan sawah akan memperbaiki kondisi lahan sehingga lahan dapat menjadi lebih subur. Dengan demikian, produktivitas lahan sawah akan meningkat. Berbeda dengan metode SRI, budidaya padi metode konvensional menggunakan input sintetis. Hal ini semakin lama membuat sifat fisik tanah semakin memburuk. Penggunaan input sintetis serta berkurangnya penggunaan input organik menyebabkan lahan sawah menjadi lebih keras dan liat sehingga sulit diolah. Tabel.1.1. Hasil Proyeksi Produksi Padi MusimTanam
Proyeksi produksi padi SRI per ha (Kg)
Proyeksi produksi padi Konvensional per ha (Kg)
6170 kg 1 Musim 5925 6170 kg 2 Musim 6936 6170 kg 3 Musim 7948 6170 kg 4 Musim 8959 6170 kg 5 Musim 9970 Sumber : Laporan Akhir: Rancang Bangun Sistem Insentif Untuk Peningkatan Pendapatan Petani, Efisiensi Penggunaan Air Dan Ketahanan Pangan Nasional, 2010 (diolah). Berdasarkan Tabel 1.1, proyeksi produksi padi metode SRI, hasilnya cenderung dibandingkan proyeksi produksi padi metode konvensional. Selain itu, pada metode SRI terjadi peningkatan produksi padi. Peningkatan tersebut terjadi setelah beberapa kali musim tanam.
3
Redaksi Wartapedia.com, Metode SRI: Satu Hektar Hasilkan 8,8 Ton, Wartapedia.com [online] http://wartapedia.com/bisnis/potensi/2696-metode-sri-satu-hektar-hasilkan-88-ton.html [diakses 26 September 2011]
5
1.2. Perumusan Masalah Budidaya padi sangat dipengaruhi oleh ketersediaan air irigasi. Namun belakangan ini kinerja irigasi kian menurun. Pada umumnya, menurunnya kinerja irigasi disebabkan oleh memburuknya jaringan irigasi serta menurunnya ketersediaan air irigasi. Salah satu solusi untuk menjawab permasalahan tersebut adalah dengan meningkatkan efisiensi penggunaan air irigasi. Pentingnya peningkatan efisiensi penggunaan air irigasi terkait kondisi berikut, yaitu : (a) air semakin langka ; (b) 80 persen sumber daya air digunakan untuk irigasi ; (c) tingkat efisiensi selama ini masih rendah sehingga potensi peningkatan efisiensi air irigasi cukup besar (Sumaryanto, 2006). Iuran untuk layanan irigasi yang selama ini dibayar oleh petani belum mampu mendorong petaniu ntuk menggunakan air irigasi secara efisien. Selama ini sumber daya air irigasi dipandang sebagai barang publik. Pengambilan dan pemanfaatan sumber daya secara berlebihan pada akhirnya dapat menimbulkan degradasi dan penyusutan sumber daya. Untuk itu peningkatan kontribusi petani dalam membiayai operasi dan pemeliharaan irigasi di tingkat tersier sangat dibutuhkan guna mendukung kinerja irigasi yang efisien, sehingga diperlukan suatu penentuan harga air irigasi yang tepat yang dapat meningkatkan efisiensi penggunaan air. Penentuan harga ini dapat tercermin dari kemauan membayar petani pemakai air atas air irigasi. Penerapan budidaya padi metode SRI yang hemat air juga dapat menjadi solusi dalam meningkatkan efisiensi penggunaan air irigasi. Metode SRI mampu menghemat penggunaan air irigasi hingga 60 persen. Selain itu penerapan metode
6
SRI dapat memperbaiki kualitas lahan menjadi lebih subur sehingga hasil produksi padi menjadi lebih tinggi dari pada metode konvensional. Tetapi masih banyak petani yang belum bersedia untuk menerapkan budidaya padi metode SRI. Berdasarkan fakta di lapangan, hal ini disebabkan oleh beberapa faktor diantaranya yaitu kekhawatiran akan penurunan produksi, tidak adanya jaminan kerugian, anggapan air berlimpah dan murah sehingga tidak perlu dihemat, tidak adanya jaminan pasar akan gabah organik, tingginya serangan hama dan sebagainya. Oleh karenanya perkembangan luasan lahan budidaya padi metode SRI masih relatif terbatas. Penerapan metode SRI masih dilakukan secara bertahap. Sebagian besar petani masih belum berani menerapkan metode SRI secara keseluruhan.
Oleh karena itu diperlukan suatu strategi yang dapat
mendorong petani untuk menerapkan budidaya padi SRI. Berdasarkan latar belakang yang telah dijelaskan di atas, penelitian ini ingin mengkaji lebih jauh mengenai nilai air irigasi yang dapat dilihat dari kesediaan petani dalam membayar iuran air irigasi (Willingness to Pay). Lokasi penelitian untuk analisis kemauan membayar petani atas iuran air irigasi berada di dua kabupaten yaitu Kabupaten Cianjur dan Kabupaten Karawang. Selain itu dengan menggunakan percobaan ekonomi, peneliti ingin mengetahui dan mengkaji faktor yang dapat memengaruhi keputusan petani dalam menerapkan metode SRI pada usaha taninya. Sehubungan dengan uraian diatas, perumusan masalah pokok yang akan diteliti dapat diidentifikasi sebagai berikut :
7
1
Berapakah estimasi besarnya nilai Willingness to Pay (WTP) petani pengguna air terhadap pelayanan air irigasi di Kabupaten Cianjur dan Kabupaten Karawang?
2
Faktor-faktor apa saja yang memengaruhi kesediaan petani dalam membayar iuran air irigasi di Kabupaten Cianjur dan Kabupaten Karawang?
3
Strategi apa saja yang dapat mendorong petani untuk menerapkan budidaya padi metode System Rice of Intensification (SRI)?
1.3. Tujuan Penelitian Sejalan dengan latar belakang dan permasalahan yang telah diuraikan maka penelitian ini bertujuan untuk : 1.
Mengestimasi besarnya nilai WTP petani terhadap pelayanan air irigasi di Kabupaten Cianjur dan Kabupaten Karawang.
2.
Menentukan faktor-faktor apa saja yang memengaruhi kesediaan petani dalam membayar iuran air irigasi di Kabupaten Cianjur dan Kabupaten Karawang.
3.
Menentukan strategi yang tepat agar metode SRI diterapkan oleh petani melalui pendekatan eksperimental.
1.4. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat digunakan : 1.
Pemerintah Daerah untuk mengupayakan pengembangan pemeliharaan dan pengelolaan irigasi serta kebijakan penerapan mekanisme pasar dalam
8
alokasi air dan sistem harga sebagai usaha dalam rangka mempertahankan kecukupan pangan. 2.
P3A Mitra Cai dalam menentukan besarnya iuran air irigasi yang adil.
3.
Petani agar menggunakan air secara efisien serta menerapkan pola tanam SRI dalam kegiatan usaha tani.
4.
Kalangan akademisi untuk pengembangan teori dan menambah khanasah ilmu pengetahuan.
1.5. Ruang Lingkup Penelitian Penelitian yang dilakukan mempunyai batasan-batasan yaitu : 1.
Penelitian yang dilakukan mengkaji pada dua wilayah yaitu Kabupaten Cianjur dan Kabupaten Karawang. Hal ini dikarenakan kedua wilayah merupakan sentra pertanian.
2.
Data yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh dari data sekunder dan data primer hasil percobaan ekonomi.
3.
Peserta percobaan ekonomi adalah dari kalangan mahasiswa, Institut Pertanian Bogor (IPB).
4.
Penelitian menggunakan asumsi–asumsi tertentu agar memudahkan perhitungan.
9
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Tinjauan Teori-Teori 2.1.1. Pengertian dan Peran Irigasi Pembangunan
sistem
irigasi
ialah
penyediaan
prasarana
dalam
menghantarkan air dari sumber air ke lahan pertanian. Sistem irigasi akan mempunyai nilai ekonomi apabila air yang dihantarkan menuju lahan pertanian yang produktif 4 . Irigasi berperan sebagai sarana produksi dalam memenuhi kebutuhan pangan 5 . Sistem irigasi dapat diartikan sebagai satu kesatuan yang tersusun dari berbagai komponen, menyangkut upaya penyediaan, pembagian, pengelolaan dan pengaturan air dalam rangka meningkatkan produksi pertanian. Beberapa komponen dalam sistem irigasi diantaranya adalah : 1.
Siklus hidrologi.
2.
Kondisi fisik dan kimiawi lahan.
3.
Kondisi biologis tanaman.
4.
Aktivitas manusia. Irigasi mempunyai peranan penting yaitu :
1.
Untuk menyediakan air bagi tanaman serta untuk mengatur kelembapan tanah.
2.
Membantu menyuburkan tanah karena kandungan yang dibawa oleh air.
3.
Dapat menekan pertumbuhan gulma.
4.
Dapat memudahkan pengolahan tanah 6 .
4
Effendi Pasandaran, Irigasi di Indonesia: Strategi dan Pengembangan, (Jakarta : LP3ES, 1991), hlm 186. 5 Ibid, 149. 6 Ibid, 139.
10
2.1.2. Iuran Air Irigasi Iuran air irigasi berawal dari suatu usaha untuk memecahkan masalah yang terkait dengan operasi dan pemeliharaan. Tanggung jawab operasional atas jaringan tersier serta keperluan iuran dari pemakai air menimbulkan keterikatan finansial antara pemakai air dan pengelola. Iuran dapat berupa pungutan yang telah ditetapkan maupun pungutan atas dasar “perasaan”, dimana jumlah yang dibayar oleh petani bergantung perasaannya terhadap kualitas pelayanan irigasi ataupun bergantung pada hasil produksinya 7 . Iuran air ini diharapkan dapat menjamin keinginan membayar dari semua pemakai air irigasi. Oleh karenanya, iuran air irigasi merupakan suatu pelayanan, bukan suatu pajak. Konsep iuran air irigasi sebaiknya menggabungkan sejumlah pertimbangan, yaitu : 1.
Iuran yang lebih tinggi untuk pelayanan yang baik, sebaliknya bila pelayanannya buruk maka iuran akan semakin rendah.
2.
Iuran harus berbeda berdasarkan perbedaan suplai air yang disepakati atas areal sistem. Konsep
iuran
air
irigasi
mendukung
pengembangan
fungsi
Perkumpulan Petani Pemakai Air (P3A) yakni: 1.
Penentuan pelayanan dan keinginan untuk membayar iuran.
2.
Pengembangan dan pemeliharaan sistem irigasi.
3.
Pemecahan konfik terkait pembagian air irigasi.
4.
Pengelolaan keuangan tentang biaya operasional dan pemeliharaan 8 .
7 8
Ibid, 359. Ibid, 372.
dari
11
2.1.3. Lembaga Pengelola Sumber Daya Air Berdasarkan Ketentuan Undang-Undang No 7 tahun 2004 tentang Sumber Daya Air dan Rancangan Peraturan Pemerintah tentang Irigasi,pelaksanaan operasi dan pemeliharaan jaringan irigasi dikelola oleh Pemda dan masyarakat petani pemakai air. Pelaksanaan operasi dan pemeliharaan jaringan irigasi primer dan sekunder menjadi wewenang dan tanggung jawab Pemerintah dan Pemerintah Daerah sesuai dengan kewenangannya. Sedangkan pelaksanaan operasi dan pemeliharaan jaringan irigasi tersier menjadi hak dan tanggung jawab masyarakat petani pemakai air. Pengaturan air irigasi dan jaringan irigasi beserta bangunannya yang berada dalam wilayah daerah, diserahkan kepada Pemerintah Daerah dengan berpedoman pada Peraturan Pemerintah yang bersangkutan. Pemerintah bertanggung jawab dalam penyediaan dan pengadaan pembangunan infrastruktur sumber daya air. Pengembangan sistem irigasi berperan penting dalam program ketahanan pangan nasional. Air irigasi tidak diberi harga karena merupakan barang publik. Untuk itu menjadi bagian dari sektor publik yang alokasinya menjadi tugas pemerintah. Lembaga yang termasuk ke dalamnya diantaranya ialah Menteri Pekerjaan Umum, Menteri Pertanian, Menteri Kehutanan, Menteri Negara Lingkungan Hidup, Gubernur, Bupati atau Walikota, BPDAS (Balai Pengelola DAS) dibawah koordinasi Departemen Kehutanan, Perum Jasa Tirta II dan BBWS Citarum (Balai Besar Wilayah Sungai Citarum). Perkumpulan Petani Pemakai Air (P3A) merupakan kelompok yang ada di masyarakat dimana anggotanya adalah petani yang menggunakan air sebagai sarana pengairan sawah mereka. P3A dibentuk untuk memfasilitasi dan mengatur
12
pembagian air bagi petani dimana pembentukannya berdasarkan pada luasan areal sawah dan di daerah irigasi setempat. P3A merupakan suatu lembaga formal yang dibentuk dalam rangka meningkatkan pemanfaatan air irigasi secara efisien. P3A ini ditetapkan dan dikembangkan oleh Pemerintah Daerah untuk mengelola serta memelihara jaringan irigasi berserta bangunannya. Pengembangan P3A sangatlah diperlukan. P3A dapat membantu dalam meningkatkan efisiensi penggunaan air pada tingkat usaha tani, mengelola pelaksanaan jadwal tanam dan pola tanam yang telah ditentukan oleh pemerintah, menyalurkan air secara merata serta menghilangkan konflik terkait pembagian air. Namun tidak sedikit pula lembaga P3A yang tidak berfungsi dilapangan. P3A yang kuat sulit dikembangkan di daerah yang basah atau daerah yang kelebihan air dibandingkan di daerah yang sering kekurangan air. 2.1.4. Budidaya Padi System of rice Intensification System Of Rice Intensification (SRI) yaitu cara budidaya tanaman padi yang intensif dan efisien dengan proses manajemen sistem perakaran dengan berbasis pada pengelolaan tanah, tanaman dan air (Ditjen Prasarana dan Sarana Pertanian, 2010). Metode SRI pertama kali dikembangkan di Madagaskar pada tahun 1980 oleh Fr Henri de Laulanie, S.J. Kemudian pada tahun 1990 metode SRI di uji coba di wilayah Asia dengan hasil yang positif (Setiajie, et al., 2008). Di Indonesia gagasan SRI juga telah di uji coba dan diterapkan di beberapa Kabupaten di Jawa, Sumatera, Bali, Nusa Tenggara Barat, Kalimantan, Sulawesi serta Papua. Prinsip-prinsip budidaya padi SRI yaitu: 1.
Tanaman bibit muda berusia kurang dari 12 hari setelah semai (hss) ketika bibit masih berdaun 2 helai.
13
2.
Bibit ditanam satu pohon perlubang dengan jarak 30 x 30, 35 x 35 atau lebih jarang.
3.
Pindah tanam harus sesegera mungkin (kurang dari 30 menit) dan harus hati-hati agar akar tidak putus dan ditanam dangkal.
4.
Pemberian air maksimal 2 cm (macak-macak) dan periode tertentu dikeringkan sampai pecah (Irigasi berselang/terputus).
5.
Penyiangan sejak awal sekitar 10 hari dan diulang 2-3 kali dengan interval 10 hari.
6.
Sedapat mungkin menggunakan pupuk organik (kompos atau pupuk hijau) 9 . Metode SRI mengedepankan pemberdayaan kerifan lokal yaitu dengan
memanfaatkan serta mengelola kekuatan sumber daya alam di wilayah sekitar secara terpadu untuk meningkatkan produktivitas tanaman padi secara berkelanjutan. Pada dasarnya konsep metode SRI
adalah tanam benih muda
dengan pola tanam tunggal (satu benih untuk satu lubang) dan menggunakan sistem irigasi berselang (terputus). Namun di masing-masing wilayah metode SRI yang diterapkan cukup bervariasi. Tanaman padi dikembangkan dengan cara memberikan kondisi yang sesuai dengan pertumbuhannya. Penggunaan input-input organik sangat ditekankan pada budidaya metode SRI sehingga dapat meningkatkan kesuburan lahan sawah. Dengan begitu produksi padi menjadi lebih tinggi. Melalui penerapan metode SRI diharapkan para petani memperoleh hasil panen 30 persen lebih banyak jika dibandingkan dengan metode konvensional. 9
Hanungekop, METODE SRI (System of Rice Intensification), [online] http://hanungekop.wordpress.com/metode-sri-system-of-rice-intensification/ [diakses 9 Mei 2011]
14
Dalam budidaya padi metode SRI pemberian air irigasi dilakukan secara terputus (intermitten) berdasarkan alternasi antara periode basah dan kering. Berbeda dengan metode konvensional, pemberian air irigasi dilakukan dengan cara digenangi. Untuk itu kebutuhan air pada metode SRI lebih sedikit dibandingkan metode konvensional. Dengan metode SRI, petani hanya memakai sekitar 50 persen kebutuhan air pada metode konvensional yang biasa menggenangi tanaman padi. Selain itu dengan kondisi tanah tidak tergenang akan menghasilkan lebih banyak udara masuk kedalam tanah sehingga akar berkembang lebih besar. Dengan demikian akar dapat menyerap nutrisi lebih banyak. Sehingga dapat meningkatkan produktivitas tanaman padi. Keunggulan metode SRI dibandingkan metode konvensional : 1.
Lebih hemat air. Pada metode SRI, selama pertumbuhan dari mulai tanam sampai panen memberikan air maksimal 2 cm, paling baik macak-macak sekitar 5 mm dan ada periode pengeringan sampai tanah retak ( Irigasi terputus).
2.
Hemat waktu. Ditanam bibit muda 5 – 12 HSS (hari setelah semai), dan waktu panen akan lebih awal.
3.
Produksi meningkat, di beberapa tempat bahkan dapat mencapai 11 ton/ha.
4.
Ramah lingkungan, tidak menggunaan bahan kimia dan digantikan dengan mempergunakan pupuk organik (kompos, kandang dan Mikro Organisme Lokal), begitu juga penggunaan pestisida 10 Namun metode SRI juga memiliki beberapa kelemahan. Kekhawatiran
terhadap risiko penurunan produksi menjadi kendala dalam menerapkan SRI. 10
Hanungekop, METODE SRI (System of Rice Intensification), [online] http://hanungekop.wordpress.com/metode-sri-system-of-rice-intensification/ [diakses 9 Mei 2011]
15
Hasil produksi padi dengan metode SRI memang pada awal musim tanam cenderung akan menurun.
Dengan metode SRI, penggunaan pupuk sintetis
diminimalisir atau bahkan dihilangkan dan diganti dengan mengggunakan pupuk organik. Untuk itu lahan sawah masih belum dapat “beradaptasi” sehingga produksi padi biasanya langsung menurun. Tetapi sebenarnya peningkatan produksi padi yang lebih tinggi akan dapat tercapai setelah beberapa musim tanam. Beberapa kendala lainnya yaitu : 1.
Tidak adanya jaminan kerugian apabila petani mengalami penurunan produksi.
2.
Anggapan air irigasi berlimpah dan murah sehingga tidak perlu dihemat.
3.
Tidak adanya jaminan pasar untuk hasil produksi.
4.
Harga jual Gabah Kering Panen (GKP) SRI sama dengan harga jual GKP konvensional.
5.
Metode SRI tidak dapat diterapkan untuk semua jenis sawah, jika topografi datar, maka aliran air tidak akan lancar, jika posisi sawah di atas saluran air, maka metode pemberian air yg intermiten tidak dapat dilakukan.
6.
Adanya inovasi tidak serta merta direspon baik oleh petani, sekalipun petani tersebut diberi pelatihan.
7.
Kurang lengkapnya informasi mengenai metode SRI.
2.1.5. Konsep Kesediaan Untuk Membayar (Willingness to Pay) Willingness to Pay atau kesediaan untuk membayar adalah jumlah maksimal seseorang mau membayar untuk menghindari terjadinya penurunan terhadap sesuatu (Fauzi, 2006).
16
Dalam WTP dihitung seberapa jauh kemampuan setiap individu atau masyarakat secara agregat untuk membayar dalam rangka memperbaiki kondisi lingkungan agar sesuai dengan kondisi yang diinginkan. Menurut Hanley dan Spash dalam Fauzi (2006), penghitungan WTP dapat dilakukan secara langsung (direct method) dengan melakukan survei dan secara tidak langsung (indirect method) yaitu penghitungan terhadap nilai dari penurunan kualitas lingkungan yang telah terjadi. Dalam penelitian ini, perhitungan WTP dilakukan secara langsung yaitu dengan melakukan survei langsung dari responden. Menurut Hanley dan Spash dalam Fauzi (2006), dalam menentukan besarnya nilai WTP responden dapat dilakukan dengan teknik : 1.
Teknik Tawar Menawar (Bidding Game) Teknik ini dilaksanakan dengan menanyakan kepada responden secara
berulang-ulang apakah bersedia membayar / menerima sejumlah uang tertentu yang diajukan sebagai titik awal (starting point). Nilai tersebut kemudian bisa dinaikkan atau diturunkan sampai ke tingkat yang disepakati. Kelebihan metode ini adalah memberikan semacam stimulan untuk membantu responden berpikir lebih leluasa tentang nilai tertentu. Kelemahannya adalah nilai yang ditawarkan dapat memengaruhi nilai yang diberikan sehingga dapat hasilnya dapat bias. 2.
Teknik Pertanyaan Terbuka (Open-Ended Question) Teknik ini dilakukan dengan menanyakan langsung kepada responden
berapa jumlah maksimal uang yang ingin dibayarkan atau jumlah minimal uang ingin diterima akibat perubahan kualitas lingkungan. Kelebihan metode ini adalah responden tidak perlu diberi petunjuk yang bisa memengaruhi nilai yang
17
diberikan. Sementara kelemahan metode ini adalah kurangnya akurasi nilai yang diberikan dan terlalu besar variasinya. 3.
Teknik Kartu Pembayaran (Payment Card) Nilai diperoleh dengan menggunakan suatu kartu yang terdiri dari berbagai
nilai kemampuan untuk membayar atau kesediaan untuk menerima dimana responden tersebut dapat memilih nilai maksimal atau nilai minimal yang sesuai dengan preferensinya. 4.
Teknik Pilihan Dikotomi (Close-Ended Referendum) Teknik ini menawarkan responden jumlah uang tertentu dan menanyakan
apakah responden mau membayar / tidak sejumlah uang untuk memperoleh kualitas lingkungan tertentu atau apakah responden mau menerima / tidak sejumlah uang sebagai kompensasi atau diterimanya atas penurunan nilai kualitas lingkungan. 2.1.6. Identifikasi dan Seleksi Faktor-faktor yang Memengaruhi Willingness to Pay (WTP) Petani Pemakai Air terhadap Pelayanan Air Irigasi. Seleksi faktor-faktor yang diduga memengaruhi Willingness to Pay (WTP) petani pemakai air terhadap pelayanan air irigasi mengambil dari penelitian Joewo (2003) dan Juanda et al. (2010). Faktor-faktor tersebut yaitu : 1.
Tingkat Pendidikan Tingkat pendidikan mempengaruhi pola pikir petani terhadap penilaian
sumber daya alam sebagai barang publik. Variabel ini dianggap berpengaruh karena umumnya petani dengan tingkat pendidikan lebih tinggi cenderung lebih memahami nilai ekonomi dari sumberdaya yang semakin lama semakin terbatas jumlahnya dan menjadi barang ekonomi akibat kelangkaan yang terjadi.
18
Asumsinya adalah semakin tinggi tingkat pendidikan responden, maka semakin besar pula WTP yang akan dibayarkan untuk iuran air irigasi. 2.
Pendapatan Pendapatan sangat memengaruhi kemauan petani dalam membayar iuran
air irigasi. Asumsinya semakin tinggi pendapatan, semakin tinggi nilai WTP petani atas iuran air irigasi. 3.
Luas Lahan Luas kepemilikan lahan sawah merupakan faktor penting dalam proses
produksi. Kepemilikan lahan sawah yang sempit menjadi kurang efisien dibandingkan dengan lahan sawah yang lebih luas. Asumsinya semakin luas kepemilikan lahan sawah, maka kemauan petani membayar iuran air irigasi akan semakin meningkat. Petani yang memiliki lahan yang lebih luas, akan membutuhkan air irigasi yang lebih banyak pula. Sehingga petani rela membayar lebih untuk layanan irigasi yang lebih baik. 4.
Pengalaman Bertani Pengalaman bertani diduga berpengaruh positif terhadap kemauan
membayar petani atas pelayanan air irigasi. Semakin lama pengalaman petani, semakin tinggi pula pembayaran atas iuran air irigasi. Umumnya petani yang telah lama menekuni usaha tani, tentu lebih memahami pentingnya air dalam usaha tani. 5.
Pengalaman Budidaya Padi SRI Pengalaman metode SRI diduga berpengaruh positif terhadap nilai WTP
yang bersedia dibayarkan petani. Semakin lama pengalaman SRI, semakin tinggi nilai WTP yang bersedia dibayarkan. Budidaya padi SRI menggunakan sistem
19
irigasi berselang, sehingga pengaturan serta pendistribusian air yang baik sangat dibutuhkan. Untuk itu petani yang telah melakulan budidaya padi SRI lebih lama akan bersedia membayar iuran lebih tinggi. 6.
Penilaian terhadap Pelayanan Air Irigasi Asumsi yang berlaku adalah semakin baik penilaian petani akan pelayanan
air irigasi maka semakin tinggi pula nilai WTP yang bersedia dibayarkan. Penilaian dimasukkan dalam kategori baik jika kondisi dan pengaturan irigasi baik serta volume kebutuhan air tercukupi serta debit air yang mengalir ke petani dapat mencukupi kebutuhan pada lahan sawahnya. Kondisi irigasi dinyatakan baik apabila kondisi jaringan irigasi tidak atau sedikit yang mengalami kerusakan. Pangaturan dinyatakan baik apabila distribusi lancar. 7.
Status Lahan Status lahan menjadi salah satu faktor yang sangat memengaruhi petani
dalam mengambil keputusan dalam membayar iuran air. Asumsinya kemauan membayar iuran air irigasi semakin kecil apabila petani berstatus sebagai penggarap. Sedangkan apabila petani sebagai pemilik, kemauan membayar iuran air irigasi cenderung lebih tinggi. 2.1.7. Identifikasi Faktor-faktor yang Mendorong Menerapkan Budidaya Padi Metode SRI.
Petani
untuk
Menemukan suatu strategi yang tepat sangat diperlukan dalam upaya untuk mendorong petani agar bersedia untuk menerapkan metode SRI. Untuk merumuskan strategi tersebut, dapat melihat dari faktor-faktor yang diduga dapat mendorong petani untuk menerapkan metode SRI. Identifikasi faktor tersebut berdasarkan proposal penelitian Juanda et al. (2010). Faktor-faktor tersebut yaitu : 1.
Adanya jaminan kerugian dari pemerintah.
20
Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, hasil produksi padi metode SRI pada awal musim tanam cenderung menurun. Selain itu penanaman padi untuk setiap lubang hanya satu benih, sehingga meningkatkan risiko tanaman padi tidak ada yang tumbuh jika terserang hama. Hal tersebut meningkatkan peluang terjadinya penurunan produksi padi yang akan berakibat pada penurunan pendapatan. Kekhawatiran akan penurunan produksi padi membuat petani enggan untuk menerapkan metode SRI pada lahan sawahnya. Untuk itu apabila ada ganti rugi dari pemerintah jika terjadi penurunan produksi, maka kemungkinan petani akan bersedia untuk menerapkan metode SRI. Semakin besar jaminan kerugian yang ditawarkan pemerintah, maka semakin luas lahan yang besedia petani terapkan metode SRI. 2.
Adanya pembayaran air irigasi sesuai volume kebutuhan air. Adanya anggapan air berlimpah dan murah, membuat petani tidak
berinisiatif untuk lebih hemat dalam penggunaan air. Petani merasa tidak perlu menggunakan metode SRI dan memilih metode konvensional karena air banyak dan kadang tidak bayar. Fakta di lapangan menunjukan bahwa metose SRI hanya digunakan apabila ketersediaan air irigasi kurang (pada musim kemarau). Sedangkan jika air irigasi berlebih (pada musim hujan), petani lebih memilih metode konvensional, sehingga penerapan metode SRI sering tidak kontinu. Oleh karena itu, apabila air irigasi diberi harga berdasarkan volume kebutuhan air, maka kemungkinan petani akan bersedia menerapkan metode SRI. Sumaryanto (2006) menjelaskan bahwa valuasi air irigasi berdasarkan volumetric pricing memang yang paling efektif. Namun dibutuhkan
sarana serta
kelembagaan yang memadai. Kebutuhan air irigasi pada metode SRI yaitu sebesar
21
3.566 m3 per hektar. Sedangkan pada metode konvensional kebutuhan air irigasi lebih tinggi yaitu sebesar 6.601 m3 per hektar. Dengan menetapkan biaya air sesuai volume kebutuhan air, maka biaya air untuk metode SRI akan lebih rendah dibandingkan biaya air metode konvensional. 3.
Adanya informasi yang lengkap mengenai metode SRI. Sebagian besar petani memang sudah mengetahui metode SRI secara
umum. Tetapi tidak semuanya mengetahui serta memahami secara mendalam. Sebagian besar petani hanya mengetahui bahwa metode SRI dapat meningkatkan hasil produksi serta dapat meningkatkan kesuburan tanah. Namun sedikit yang mengetahui bahwa penerapan metode SRI pada awal musim tanam, hasil produksinya akan menurun. Karena merasa kecewa dengan hasil produksinya, petani tidak bersedia untuk mencobanya lagi. Padahal peningkatan produksi padi yang dijanjikan metose SRI akan terjadi setelah beberapa kali musim tanam. Hal ini diakibatkan tidak lengkapnya informasi tentang metode SRI yang diperoleh. Untuk itu penting bagi petani untuk memahami metode SRI secara lengkap. 2.1.8. Percobaan Ekonomi Rancangan percobaan (Experimental Design) merupakan suatu metode pengumpulan data yang efektif dalam mengkaji hubungan sebab akibat antar peubah (Juanda, 2009). Metode
eksperimental
ekonomi
juga
dapat
digunakan
untuk
mengumpulkan data sampel metode percobaan (Aktif). Tujuan penerapan metode eksperimental ekonomi dalam penelitian ini adalah untuk melihat faktor apa saja yang dapat memengaruhi petani dalam keputusan penerapan metode SRI.
22
Teori “Induced Value”, yang dikembangkan oleh Smith (1976) dalam Juanda (2009) dipercaya menjadi suatu inovasi metodologi andalan yang mampu memberikan pengarahan kepada pelaksanaan eksperimen ekonomi terkendali. Ide dasar dari teori ini adalah bahwa penggunaan medium imbalan (reward medium) yang
tepat
memungkinkan
seorang
experimenter
atau
peneliti
untuk
memunculkan induce (karakteristik) pelaku ekonomi tertentu dan karakteristik bawaannya menjadi tidak berpengaruh lagi (irrelevant). Apabila karakteristik dasar pelaku ekonomi (eksperimental unit) sama atau homogen maka peneliti dapat melakukan percobaan karena prinsip dasar ”pengendalian lingkungan” sudah dilakukan. Terdapat tiga persyaratan yang dianggap mencukupi untuk memunculkan karakteristik diatas yaitu 1.
Monotonicity. Pelaku percobaan harus selalu menyukai imbalan yang lebih besar,
2.
Salience. Imbalan yang diterima pelaku tergantung dari tindakan mereka (dan pelaku-pelaku lain) dalam percobaan sesuai aturan institusi yang mereka fahami
3.
Dominance. Adanya dominasi kepentingan pelaku di dalam pelaksanaan percobaan, yaitu mereka lebih mengutamakan imbalan dan mengabaikan hal-hal lain. Kelebihan metode percobaan dibandingkan dengan metode survei (Juanda,
2009), antara lain: 1.
Peneliti memiliki keleluasaan untuk melakukan pengawasan terhadap sumber-sumber keragaman data.
23
2.
Dapat menciptakan jenis perlakuan yang diinginkan dan kemudian mengamati perubahan-perubahan yang terjadi pada responnya.
3.
Telaahnya bersifat analitik, yang bertujuan untuk menjelaskan hubungan sebab akibat antar berbagai faktor. Dalam Mattjik dan Sumertajaya (2006) disebutkan ada tiga prinsip dasar
dalam perancangan percobaan, yaitu: 1.
Ulangan, yang fungsinya untuk: Menghasilkan nilai dugaan bagi galat (kekeliruan) percobaan. Meningkatkan ketepatan percobaan dengan memperkecil simpangan baku nilai tengah percobaan. Mengendalikan galat percobaan.
2.
Pengacakan Sebelum percobaan, pengalokasian subjek ke kelompok yang akan
dicobakan dengan pengacakan (randomization). Dengan pengacakan ini, dapat dianggap bahwa subjek-subjek tersebut hanya berbeda karena faktor kebetulan dalam peubah yang dikaji. Tujuan pengacakan ini untuk mendapatkan dugaan tak bias bagi galat percobaan dan nilai tengah perlakuan. 3.
Pengelompokkan (kontrol lingkungan) Peneliti harus mengontrol faktor-faktor lain yang mungkin memengaruhi
respon (outcome).Tujuan pengendalian lingkungan ini untuk mengurangi galat percobaan. 2.1.9 Rancangan Acak Kelompok Rancangan Acak Kelompok adalah suatu rancangan acak yang dilakukan dengan pengelompokan satuan percobaan ke dalam grup-grup yang homogen
24
yang dinamakan kelompok yang kemudian ditentukan secara acak perlakuan di masing-masing kelompok. Tujuan dari pengelompokan ini adalah untuk membuat keragaman-keragaman satuan percobaan di dalam masing-masing kelompok sekecil mungkin sedangkan perbedaan antar kelompok sebesar mungkin (Setiawan, 2009). Setiawan (2009) menjelaskan mengenai beberapa keuntungan RAK yaitu : 1.
Lebih efisien dan akurat. Pengelompokan yang efektif akan menurunkan Jumlah Kuadart Galat dan akan meningkatkan tingkat ketepatan.
2.
Lebih fleksibel. Ualngan serta perlakuan dapat di tambah sesuai kebutuhan percobaan.
3.
Penarikan kesimpulan lebih luas. Kerugian RAK diantaranya adalah :
1.
Memerlukan asumsi tambahan untuk beberapa uji hipotesis.
2.
Interaksi antar kelompok dan perlakuan sangat sulit.
3.
Peningkatan ketepatan pengelompokan akan menurun dengan semakin meningkatnya jumlah satuan percobaan dalam kelompok.
2.2. Penelitian Terdahulu Gusty (2009) melakukan penelitian untuk mengetahui WTP masyarakat terhadap peningkatan pelayanan dan perbaikan aliran air dengan proyek WSLIC. Alat analisis yang digunakan adalah menggunakan data kuantitatif dengan dua pendekatan yaitu : (1) untuk mengetahui nilai WTP rata-rata dengan menggunakan rumus nilai tengah dan (2) untuk mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi kesediaan masyarakat dalam membayar iuran WSLIC untuk
25
peningkatan pelayanan BPS dalam mengelola WSLIC. Hasil penelitiannya menyatakan bahwa nilai rata-rata WTP yang diberikan pelanggan berbeda menurut kelompok pengguna. Untuk nilai WTP rata-rata kelompok pertama adalah sebesar Rp. 1000,00, nilai rata-rata kelompok kedua adalah sebesar Rp. 703,0303 dan nilai rata-rata kelompok ketiga sebesar Rp. 498,7273. Sedangkan faktor-faktor yang memengaruhinya adalah faktor tingkat pendapatan dan faktor kelompok masyarakat pengguna air dengan proyek WSLIC. Faktor-faktor lainnya yaitu umur ,tingkat pendidikan, penilaian masyarakat terhadap tingkat pelayanan BPS dalam mengelola WSLIC, tingkat pengetahuan masyarakat mengenai iuran air , dan jumlah pemakaian air tidak berpengaruh. Joewo (2003) meneliti mengenai kemauan dan kemampuan petani dalam membayar IPAIR serta faktor-faktor yang memengaruhinya. Analisis data yang digunakan adalah analisis regeresi logit multinominal. Hasil penelitiannya menyebutkan bahwa penghasilan bersih merupakan faktor yang berpengaruh terhadap kemauan petani dalam membayar IPAIR.
Sedangkan faktor yang
mempengaruhi kemampuan petani dalam membayar IPAIR adalah jumlah pendapatan bersih petani dan presentase besarnya volume air yang terpenuhi. Juanda, et al. (2010) meneliti mengenai nilai air irigasi melalui pendekatan shadow price dengan lokasi penelitian di Kabupaten Cianjur dan Kabupaten Karawang. Selain itu, dalam penelitian ini bertujuan untuk menentukan tarif iuran air irigasi yang fair dengan menggunakan formula indeks pemakaian air. Hasil penelitiannya menyebutkan bahwa harga bayangan air (shadow price) irigasi berdasarkan optimasi memaksimalkan pendapatan petani di Kabupaten Cianjur sebesar Rp. 3,712/m3 (SRI) dan Rp. 1,125/m3 (konvensional). Sedangkan harga
26
bayangan air irigasi di Kabupaten Karawang sebesar Rp 1.138/m3 (konvensional) dan untuk metode SRI tidak terdapat harga bayangan. Kemudian berdasarkan formula indeks pemakaian air, tarif ipair yang fair di Kabupaten Cianjur berkisar antara Rp. 123.000 sampai Rp. 136.000 per hektar per musim tanam, sedangkan di Kabupaten Karawang berkisar antara Rp. 55.000 sampai Rp. 61.000 per hektar per musim tanam.
2.3. Kerangka Pemikiran Sebagian besar sumber daya air dimanfaatkan untuk irigasi pertanian tanaman pangan. Air irigasi selama ini dianggap sebagai barang publik yang bersifat sosial sehingga penentuan harga air masih mengalami hambatan. Karena sumber daya air tidak memiliki nilai maka ada kecenderungan untuk menggunakannya secara berlebihan. Untuk itu perlu perlu adanya penelitian tentang nilai ekonomi mengenai air irigasi dengan menggunakan pendekatan Willingness to Pay (WTP). Pendekatan Willingness to Pay (WTP) mencerminkan keinginan membayar petani terhadap air irigasi. Penentuan kemauan membayar petani dalam membayar air irigasi dipengaruhi oleh beberapa faktor. Untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi besarnya nilai WTP petani digunakan analisis regresi linear berganda. Budidaya
padi metode SRI yang hemat air juga berperan dalam
mendukung efisiensi air irigasi. Tidak hanya hemat air, metode SRI juga dapat meningkatkan produksi padi yang lebih tinggi serta dapat memperbaiki kualitas lingkungan. Tetapi penerapan SRI masih diterapkan pada lahan yang relatif terbatas. Masih banyak petani yang belum bersedia untuk menerapkan metode
27
SRI. Adanya risiko kerugian, adanya anggapan air murah dan berlimpah sehingga tidak perlu dihemat serta tidak lengkapnya informasi mengenai metode SRI menjadi beberapa pemicu diantaranya. Untuk memahami lebih jauh fenomena tersebut, dilakukan percobaan ekonomi yang bertujuan untuk melihat keputusan petani dalam menerapkan metode SRI pada lahan sawahnya. Dari hasil percobaan ekonomi, dapat dirumuskan suatu strategi yang
tepat agar petani bersedia
menerapkan metode SRI pada lahan sawahnya.
80% air untuk irigasi
Air sebagai barang publik : Penggunaan air tidak efisien Pola Tanam Hemat Air : Budidaya Padi SRI
Efisiensi air irigasi
Penilaian ekonomi :
• •
Penentuan harga air irigasi
•
Kendala Budidaya SRI: Khawatir merugi Anggapan air murah dan berlimpah Minimnya informasi mengenai metode SRI
Pendekatan Willingness to pay (WTP)
Estimasi nilai WTP dan Faktor‐faktor yang memengaruhinya
Gambar 2.1. Kerangka Pemikiran
Ekonomi Eksperimental
Rumusan strategi yang mendorong penerapan metode SRI
28
2.4. Hipotesis Penelitian Berdasarkan kerangka pemikiran dan perumusan masalah untuk penelitian dapat dikembangkan hipotesis penelitian, yaitu: 1.
Pilihan petani dalam membayar iuran air irigasi diduga akan dipengaruhi oleh tingkat pendidikan, pendapatan, luas lahan, pengalaman usaha tani, pengalaman budidaya padi metode SRI, penilaian terhadap pelayanan irigasi dan status lahan.
2.
Diduga petani akan menerapkan metode SRI pada lahan sawahnya apabila adanya jaminan kerugian dari pemerintah, apabila air irigasi diberi harga (ada biaya air sesuai volume kebutuhan air) serta apabila petani mengetahui proyeksi produksi padi metode SRI setiap musim tanam.
29
III. METODE PENELITIAN
3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Lokasi penelitian dilakukan didaerah aliran sungai (DAS) Citarum, Jawa Barat yakni wilayah hulu dan wilayah hilir DAS Citarum. Lokasi penelitian ditekankan pada wilayah sentra pertanian khususnya berbasis tanaman pangan yaitu padi. Oleh karena itu wilayah hulu diwakili oleh Kabupaten Cianjur sedangkan wilayah hilir diwakili oleh Kabupaten Karawang. Penelitian terkait metode SRI dengan menggunakan simulasi percobaan ekonomi dilakukan di Ruang Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Pedesaan (PWD), Kampus Institut Pertanian Bogor (IPB) Dramaga, Bogor pada tanggal 4 dan 5 Agustus 2011.
3.2. Jenis dan Sumber Data Data yang digunakan dalam penelitian ini meliputi data primer dan data sekunder. Untuk penelitian mengenai analisis Wiillingness to Pay dan faktorfaktor yang memengaruhinya mengacu pada data hasil penelitian Juanda, et al. (2010) yang berjudul Rancang Bangun Sistem Insentif Untuk Peningkatan Pendapatan Petani, Efisiensi Penggunaan Air Dan Ketahanan Pangan Nasional. Data primer tersebut bersumber dari petani pengguna air irigasi anggota P3A yang diperoleh melalui wawancara dengan menggunakan kuisioner. Selain itu data primer juga ada yang dihasilkan dari percobaan ekonomi. Data sekunder diperoleh dari instansi pengelola sumber daya air maupun instansi lain yang terkait serta literatur-literatur yang berkaitan dengan penelitian ini.
30
3.3. Metode Pengambilan Sampel Populasi dalam penelitian ini adalah petani pemakai air yang berada di sekitar Daerah Irigasi (DI) Cihea dan Ciraden Leuwi Leungsir (Kabupaten Cianjur) serta di sekitar Saluran Sekunder Telagasari (Kabupaten Karawang). Responden yang digunakan sebagai sampel
ialah sebanyak 29 petani di
Kabupaten Cianjur dan 18 petani di Kabupaten Karawang. Responden dipilih secara purposive dengan metode snowball sampling. Purposive sampling merupakan penarikan contoh berdasar beberapa pertimbangan dan tujuan tertentu (Juanda, 2009). Metode tersebut digunakan berdasarkan pertimbangan banyaknya variasi penerapan budidaya padi seperti penerapan metode SRI dan variasinya. Metode snowball sampling dipakai ketika peneliti tidak banyak tahu tentang populasi penelitiannya. Dalam penelitian ini, peneliti hanya mengetahui satu atau dua orang Ketua Kelompok Tani di kedua kabupaten. Untuk itu peneliti meminta kepada Ketua Kelompok Tani (sampel pertama) untuk menunjukan orang lain yang kira-kira bisa dijadikan sampel (anggota kelompok tani).
31
Tabel 3.1. Variasi Penerapan Budidaya Padi No 1.
Variasi metode budidaya padi SRI murni 1
2.
SRI murni 2
v
v
v
v
3.
SRI tanpa tanam tunggal SRI campuran 1 SRI campuran 2 Konvensional
v
v
v
-
½
½
-
v
½
½
-
-
-
-
-
-
4. 5. 6.
Pupuk organik v
Pestisida organik v
Penerapan air v
Tanam tunggal v
keterangan Pupuk dan pestisida buatan sendiri Pupuk dan pestisida pabrikan
Keterangan tanda : v : menerapkan secara penuh ½ : menerapkan sebagian : tidak menerapkan
Sumber : Laporan Akhir: Rancang Bangun Sistem Insentif Untuk Peningkatan Pendapatan Petani, Efisiensi Penggunaan Air Dan Ketahanan Pangan Nasional, 2010.
3.4. Rancangan Percobaan Percobaan ekonomi pada penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan suatu strategi yang tepat agar petani mau menerapkan metode SRI dalam budidaya padinya. Untuk itu dalam simulasi ini, dikombinasikan dengan tiga faktor yang diduga memengaruhi keputusan petani dalam menerapkan metode SRI pada usaha taninya. Ketiga faktor tersebut yaitu : 1.
Faktor pertama adalah adanya penggantian kerugian dari pemerintah jika terjadi penurunan produksi pada saat menggunakan metode SRI. Dalam simulasi, ganti rugi yang diterima berdasarkan besarnya penurunan keuntungan yang diperoleh apabila menerapkan metode SRI. Ada lima skenario yaitu pergantian sebesar 25%, 50%, 75%, 100% dan tidak ada
32
ganti rugi. Semakin besar persentase pergantian (ganti rugi) dari pemerintah, semakin besar luas lahan yang bersedia diterapkan metode SRI. Hal ini disebabkan hasil produksi padi yang menggunakan metode SRI pada awal musim tanam kemungkinan besar akan menurun. Kekhawatiran ini membuat petani tidak berminat mengganti pola tanam padinya. Untuk itu adanya pergantian dari pemerintah, membuat petani merasa aman dan mau menerapkan SRI pada lahan sawahnya. 2.
Faktor kedua adanya pembayaran air irigasi. Biaya air irigasi diduga akan memengaruhi petani dalam menerapkan metode SRI. Dalam simulasi penelitian ini, biaya air irigasi berdasarkan volume kebutuhan air. Skenario terkait biaya air irigasi ini dibagi dua, yaitu bayar dan tidak bayar.
3.
Faktor ketiga terkait dengan informasi yang diperoleh responden mengenai produktivitas metode SRI. Skenario dibagi 2 yaitu responden mengetahui informasi lengkap dan tidak lengkap. Pada responden yang mengetahui informasi lengkap diberikan informasi mengenai proyeksi produksi padi kedua metode (SRI dan konvensional) dari musim pertama hingga musim kelima. Sedangkan pada responden yang mendapat informasi tidak lengkap, tidak diberikan informasi proyeksi produksi. Diduga responden yang mengetahui proyeksi produksi cenderung mau menerapkan metode SRI pada lahan sawahnya. Percobaan ekonomi dalam penelitian ini melibatkan 20 orang mahasiswa
sebagai responden pelaku percobaan. Seluruh responden berperan sebagai seorang petani. Kemudian responden diminta untuk menuliskan berapa luas lahan yang ingin diterapkan metode SRI. Percobaan ekonomi dalam penelitian ini melibatkan
33
20 kombinasi perlakuan yang berbeda didasarkan pada ketiga faktor yang telah disebutkan. Setiap perlakuan diamati sebanyak tiga periode percobaan. Perlakuan tersebut adalah : 1.
Responden mengetahui informasi secara lengkap, tidak ada ganti rugi dari pemerintah apabila petani mengalami kerugian (penurunan produksi), adanya pembayaran air (ada biaya air).
2.
Responden mengetahui informasi secara lengkap, tidak ada ganti rugi dari pemerintah apabila petani mengalami kerugian (penurunan produksi), tidak ada pembayaran air ( tidak ada biaya air).
3.
Responden mengetahui informasi secara lengkap , adanya ganti rugi 25 % dari pemerintah apabila petani mengalami kerugian (penurunan produksi), adanya pembayaran air (ada biaya air).
4.
Responden mengetahui informasi secara lengkap, adanya ganti rugi 25 % dari pemerintah apabila petani mengalami kerugian (penurunan produksi), tidak ada pembayaran air ( tidak ada biaya air).
5.
Responden mengetahui informasi secara lengkap, adanya ganti rugi 50 % dari pemerintah apabila petani mengalami kerugian (penurunan produksi), adanya pembayaran air (ada biaya air).
6.
Responden mengetahui informasi secara lengkap, adanya ganti rugi 50 % dari pemerintah apabila petani mengalami kerugian (penurunan produksi), tidak ada pembayaran air ( tidak ada biaya air).
7.
Responden mengetahui informasi secara lengkap, adanya ganti rugi 75 % dari pemerintah apabila petani mengalami kerugian (penurunan produksi), adanya pembayaran air (ada biaya air) .
34
8.
Responden mengetahui informasi secara lengkap, adanya ganti rugi 75 % dari pemerintah apabila petani mengalami kerugian (penurunan produksi), tidak ada pembayaran air ( tidak ada biaya air).
9.
Responden mengetahui informasi secara lengkap, adanya ganti rugi 100 % dari pemerintah apabila petani mengalami kerugian (penurunan produksi), adanya pembayaran air (ada biaya air).
10.
Responden mengetahui informasi secara lengkap, adanya ganti rugi 100 % dari pemerintah apabila petani mengalami kerugian (penurunan produksi), tidak ada pembayaran air ( tidak ada biaya air).
11.
Responden tidak mengetahui informasi secara lengkap, tidak ada ganti rugi dari pemerintah apabila petani mengalami kerugian (penurunan produksi), adanya pembayaran air (ada biaya air).
12.
Responden tidak mengetahui informasi secara lengkap, tidak ada ganti rugi dari pemerintah apabila petani mengalami kerugian (penurunan produksi), tidak ada pembayaran air ( tidak ada biaya air).
13.
Responden tidak mengetahui informasi secara lengkap , adanya ganti rugi 25 % dari pemerintah apabila petani mengalami kerugian (penurunan produksi), adanya pembayaran air (ada biaya air).
14.
Responden tidak mengetahui informasi secara lengkap, adanya ganti rugi 25 % dari pemerintah apabila petani mengalami kerugian (penurunan produksi), tidak ada pembayaran air ( tidak ada biaya air).
15.
Responden tidak mengetahui informasi secara lengkap, adanya ganti rugi 50 % dari pemerintah apabila petani mengalami kerugian (penurunan produksi), adanya pembayaran air (ada biaya air).
35
16.
Responden tidak mengetahui informasi secara lengkap, adanya ganti rugi 50 % dari pemerintah apabila petani mengalami kerugian (penurunan produksi), tidak ada pembayaran air ( tidak ada biaya air).
17.
Responden tidak mengetahui informasi secara lengkap, adanya ganti rugi 75 % dari pemerintah apabila petani mengalami kerugian (penurunan produksi), adanya pembayaran air (ada biaya air) .
18.
Responden tidak mengetahui informasi secara lengkap, adanya ganti rugi 75 % dari pemerintah apabila petani mengalami kerugian (penurunan produksi), tidak ada pembayaran air ( tidak ada biaya air).
19.
Responden tidak mengetahui informasi secara lengkap, adanya ganti rugi 100 % dari pemerintah apabila petani mengalami kerugian (penurunan produksi), adanya pembayaran air (ada biaya air).
20.
Responden tidak mengetahui informasi secara lengkap, adanya ganti rugi 100 % dari pemerintah apabila petani mengalami kerugian (penurunan produksi), tidak ada pembayaran air ( tidak ada biaya air).
3.5. Metode Analisis 3.5.1. Nilai Willingness to Pay (WTP) Rata-rata Petani Pemakai Air Dalam penelitian ini, perhitungan WTP dilakukan secara langsung yaitu dengan melakukan survei langsung dari responden. Penentuan besarnya nilai WTP responden dilakukan dengan Teknik Tawar Menawar (Bidding Game). Teknik dilaksanakan dengan menanyakan kepada responden secara berulangulang apakah bersedia membayar sejumlah uang tertentu yang diajukan sebagai titik awal (starting point).
36
Dalam mencari nilai rata-rata dari contoh atau sampel dapat menggunakan rumus (Elfa, 2009) : x
∑
xi n
Keterangan: x = nilai tengah contoh xi = nilai sampel atau contoh ke i n = banyaknya sampel atau contoh
3.5.2. Analisis Willingness to Pay (WTP) Petani Pemakai Air terhadap Pelayanan Air Irigasi Untuk menganalisis faktor-faktor yang memengaruhi kemauan membayar petani atas pelayanan air irigasi digunakan model ekonometrika sebagai berikut : WTP = β0 + β1PDKNi + β2PDTNi + β3LLi + β4PTNi + β5PSRIi + β6 DPLYNi + β7DSTSL + ei Keterangan: WTP
= WTP petani pemakai air (Rp/org/MT)
β0
= Konstanta
β1, β2,… β7
= Koefisien Regresi
PDKNi
= Tingkat pendidikan responden petani ke-i (SD = 6 ; SLTP = 9 ; SLTA = 12)
PDTNi
= Pendapatan responden petani ke-i (Rp/org/MT)
LLi
= Luas lahan responden petani ke-i (m2)
PTNi
= Pengalaman bertani responden petani ke-i (tahun)
PSRIi
= Pengalaman SRI responden petani ke-i (MT)
DPLYNi
= Penilaian terhadap pelayanan irigasi responden petani ke-i. (baik =1 ; tidak baik = 0)
37
DSTSLi
= Status lahan responden petani ke-i ( milik sendiri = 1 ; sewa = 0 )
i
= Responden ke-i
e
= Galat Pengujian hipotesis regresi berganda dari hasil print out komputer dapat
dilakukan dengan cara: 1.
Dengan melihat thitung atau Fhitung dan dibandingkan dengan nilai T dan F. jika thitung atau Fhitung lebih besar daripada t atau F maka keputusannya adalah menolak hipotesis nol (H0). Sebaliknya jika thitung atau Fhitung lebih kecil daripada t atau F maka keputusannya adalah menerima hipotesis nol (H0).
2.
Dengan menggunakan nilai signifikan (nilai-P) lebih kecil daripada taraf signifikan yang disyaratkan maka H0 ditolak dan jika nilai-P lebih besar daripada taraf signifikansi yang disyaratkan maka H0 diterima.
3.5.3. Rancangan Acak Kelompok (RAK). Model rancangan percobaan ekonomi dalam penelitian ini tergolong dalam Rancangan Acak Kelompok. Percobaan dalam penelitian ini melihat pengaruh tiga faktor, yaitu jaminan ganti rugi, pembayaran air, dan informasi untuk itu rancangan percobaan ekonomi yang digunakan dalam penelitian ini adalah Rancangan Acak Kelompok Tiga Faktor. Model analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah : Yijk = µ + αi + βj + γk +λp + αβij + αγik + βγjk + αβγijk +εijk Keterangan : Yijk
= nilai pengamatan pada kebijakan ke-i, bulan ke-j, dan kelompok ke-k
38
µ
= rataan umum
αi
= pengaruh ganti rugi ke-i
βj
= pengaruh pembayaran ke-j
γk
= pengaruh informasi ke-k
λp
= pengaruh kelompok ke-p
αβij
= pengaruh interaksi ganti rugi ke-i dan pembayaran ke-j
αγik
= pengaruh interaksi ganti rugi ke-i dan informasi ke-k
βγjk
= pengaruh interaksi pembayaran ke-j dan informasi ke-k
αβγijk = pengaruh interaksi ganti rugi ke-i, pembayaran ke-j, dan informasi ke-k εijk
= pengaruh dari komponen acak perlakuan
i
= 1, 2, 3, 4, 5
j
= 1, 2
k
= 1, 2
p
= 1, 2, 3 Metode analisis yang digunakan untuk rancangan percobaan adalah dengan
menggunakan analisis ragam (ANOVA). Sebelum analisis ragam, dilakukan terlebih dahulu pengujian asumsi. Ada tiga asumsi yang harus dipenuhi, antara lain kenormalan, kebebasan, dan kehomogenan. 1.
Galat percobaan saling bebas. Ini berarti tidak ada korelasi antar galat.
2.
Galat percobaan menyebar normal. Galat harus menyebar normal karena uji yang digunakan adalah uji-F.
3.
Galat percobaan memiliki ragam yang homogen.
39
Apabila data yang diolah tidak memenuhi asumsi-asumsi ANOVA tersebut maka data harus ditransformasikan dan kembali diuji dengan ANOVA. Adapun hipotesis yang akan diuji dari percobaan di atas adalah sebagai berikut : 1.
H0 : αi = 0 (ganti rugi tidak berpengaruh terhadap respon yang diamati) H1 : Minimal ada satu 1 dimana αi ≠ 0
2.
H0 : βj = 0 (pembayaran tidak berpengaruh terhadap respon yang diamati) H1 : Minimal ada satu 1 dimana βj≠ 0
3.
H0 : γk = 0 (informasi tidak berpengaruh terhadap respon yang diamati) H1 : Minimal ada satu 1 dimana γk≠ 0
4.
H0 : (αβ)ij =0 (interaksi ganti rugi dan pembayaran tidak berpengaruh terhadap respon) H1 : (αβ)ij = 1 (minimal ada sepasang ganti rugi dan pembayaran berpengaruh terhadap respon).
5.
H0 : (αγ)ik = 0 (interaksi ganti rugi dan informasi tidak berpengaruh terhadap respon) H1 : (αγ)ik
= 1 (minimal ada sepasang ganti rugi dan informasi
berpengaruh terhadap respon). 6.
H0 : (βγ)jk = 0 (interaksi pembayaran dan informasi tidak berpengaruh terhadap respon). H1 : (βγ)jk = 1 (minimal ada sepasang pembayaran dan informasi berpengaruh terhadap respon).
7.
H0 : (αβγ)ijk = 0 (interaksi ganti rugi, pembayaran, dan informasi tidak berpengaruh terhadap respon).
40
H1 : (αβγ)ijk = 1 (minimal ada sepasang (i,j,k) berpengaruh terhadap respon). 8.
H0 : ρl = 0 (periode tidak berpengaruh terhadap respon yang diamati). H1 : Minimal ada satu 1 dimana ρl ≠ 0 Tahapan yang dilakukan dalam penelitian ini dimulai dari perancangan
percobaan. Rancangan percobaan dibuat kemudian disusun prosedurnya (instruksi percobaan). Setelah itu percobaan ekonomi siap dilakukan dengan melibatkan 20 mahasiswa. Hasil percobaan ekonomi selanjutnya di analisis dengan analisis ragam (ANOVA).
3.6. Prosedur Percobaan Ekonomi 1.
Peserta terdiri dari 20 orang.
2.
Peserta diberikan instruksi percobaan dan lembar keputusan.
3.
Peserta terlebih dahulu membaca dan memahami intruksi percobaan yang diberikan oleh peneliti. Peneliti juga menjelaskan intruksi secara rinci untuk membantu peserta yang masih kurang jelas.
4.
Percobaan terdiri dari 20 perlakuan dengan 3 kali ulangan setiap perlakuannya.
5.
Pada percobaan ini, peserta berperan sebagai seorang petani.
6.
Setiap peserta telah ditentukan kondisi awalnya.
7.
Setiap peserta diberikan perlakuan yang berbeda setiap ulangannya.
8.
Peserta kemudian diminta untuk menuliskan berapa petak lahan yang ingin diterapkan metode SRI dari musim tanam pertama hingga musim tanam
41
kelima. Keputusan tersebut dipengaruhi oleh kombinasi faktor sesuai dengan perlakuan yang didapat. 9.
Peserta kemudian menghitung total produksi serta total keuntungan bersih yang diperoleh setiap musim tanamnya.
10.
Setelah semua terisi, selanjutnya peserta masuk pada ulangan berikutnya.
11.
Pada akhir percobaan, lembar keputusan diberikan kepada peneliti.
12.
Kompensasi yang didapat masing-masing peserta akan dihitung peneliti sesuai hasil konversi keuntungan yang diperoleh.
42
IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN
4.1. Gambaran Umum Wilayah Penelitian Wilayah penelitian ditentukan berdasarkan karakteristik lokasi yaitu wilayah hulu DAS Citarum dan wilayah hilir aliran sungai. Lokasi penelitian ditekankan pada wilayah sentra pertanian tanaman padi. Wilayah hulu diwakili oleh Kabupaten Cianjur sedangkan wilayah hilir diwakili Kabupaten Karawang. Luas DAS Citarum yaitu 6.614 km² dengan panjang 269 km, berasal dari Mata Air Gunung Wayang. 4.1.1. Kabupaten Cianjur Kabupaten Cianjur yang memiliki luas daerah 350.148 hektar dengan luas tanah sawah 62.894 hektar dan tanah darat 287.254 hektar. Pekerjaan penduduk Kabupaten Cianjur di sektor pertanian sebanyak 62,99 persen. Lokasi penelitian di Kabupaten Cianjur mengambil Daerah Irigasi (DI) Cihea dan Daerah irigasi Ciraden Leuwi Leungsir sebagai sampel penelitian. Daerah irigasi Cihea memiliki luas 5.484 hektar dan pembinaannya masih dilakukan oleh pemerintah pusat. Sistem pembagian airnya dibagi menjadi tiga golongan, golongan I seluas 1.863 hektar, golongan II seluas 1.852 hektar dan golongan III seluas 1.769 hektar. Pembagian tersebut dimaksudkan untuk membuat klasifikasi dalam pergiliran pelaksanaan pola tanam sesuai dengan SK Bupati Cianjur tentang Pola Tanam di Kabupaten Cianjur. Daerah Irigasi Ciraden Leuwi Leungsir merupakan daerah irigasi teknis, yang lokasi bendungannya berada di kampung Jogja Desa Majalaya Kecamatan Cikalong Kulon, Kabupaten Cianjur. DI Ciraden/Leuwi Leungsir memiliki 2 saluran induk dan 2 saluran sekunder serta berada di bagian hilir sumber air
43
sungai Cikundul. Sedangkan Kecamatan Cikalong kulon sendiri luas daerahnya 126,02 km2 dengan luas tanah sawah mencapai 4.683 hektar. DI Ciraden Leuwi Leungsir mengairi sawah seluas 809 hektar yang meliputi 8 wilayah desa yaitu : Tabel 4.1. Nama Desa dan Luas Areal Daerah Irigasi Ciraden Leuwi Leungsir No 1 2 3 4 5 6 7 8
Desa Desa Padajaya Desa Cinangsi Desa Cinangsi Desa Mekargalih Desa Sukagalih Desa Lembahsari Desa Warudoyong Desa Gudang Total Luas Areal Sumber : Bappeda Kabupaten Cianjur, 2009 B.
Luas Areal (Ha) 26 35 100 158 188 73 134 95 809
Sumber air Daerah Irigasi Ciraden Leuwi Lengsir adalah sungai Cikundul dengan posisi bendung hilir dengan ketersediaan air sampai saat ini masih cukup untuk MT I dan MT II sedangkan MT III ada jadwal gilir giring dengan debit air 1744 liter/detik yang sebelumnya sekitar kurang lebih 2500 liter/detik. Sumber utama sungai Cikundul adalah Gunung Gede dengan posisi daerah irigasi dari hulu sampai hilir yaitu DI Cinangka - DI Cisalak Batusahulu, DI Leuwi Bokor, DI Ciraden Leuwi Lengsir. Adapun alokasi air DI Ciraden Leuwi Leungsir 80 persen digunakan untuk pertanian dan 20 persen untuk kolam dan lain-lain. 4.1.2. Kabupaten Karawang Luas lahan di Kabupaten Karawang adalah 175.327 hektar terdiri dari lahan sawah 97.529 hektar dan kahan kering/darat 77.798 hektar. Luas tersebut merupakan 3,73 persen dari luas Provinsi Jawa Barat. Dari luas Kabupaten
44
Karawang, sebesar 55 persen di antaranya berbentuk pesawahan yang memasok 23 persen pengadaan beras di Jawa Barat. Lokasi sebagai sampel penelitian di Kabupaten Karawang berada di Saluran Sekunder (SS) Telagasari. SS Telagasari termasuk ke dalam wilayah Kecamatan Telagasari. Kecamatan Telagasari sendiri memiliki luas wilayah yaitu 4.368 hektar yang terdiri dari 443 hektar tanah darat dan 3.925 hektar tanah sawah. Komposisi jumlah penduduk Kecamatan Telagasari sebanyak 64.289 jiwa terdiri dari laki - laki sebanyak 32.368 jiwa dan perempuan sebanyak 31.921 jiwa, dengan jumlah Kepala Keluarga sebanyak 19.203 KK. Saluran Sekunder Telagasari mengairi sawah di Kecamatan Telagasari seluas 1.782,5 hektar yang meliputi 7 desa yaitu : Tabel 4.2. Nama Desa Yang Diairi Oleh Saluran Sekunder Telagasari No Desa Luas Areal (Ha) 1 Talagasari 2 Pasirtalaga 3 Pasirmukti 4 Pasirkamuning 5 Kalibuaya 6 Talagamulya 7 Cariumulya Total Luas Areal Sumber : Pemerintah Kabupaten Karawang, 2011
138 168 300 286 430 196 264 1782
4.2. Kondisi Sosial Ekonomi Wilayah Penelitian 4.2.1. Kabupaten Cianjur Mata pencaharian masyarakat baik di DI Ciraden Leuwi Leungsir maupun DI Cihea mayoritas sebagai petani. Ada pula yang menjadi pegawai pemerintah, pedagang, buruh dan guru. Untuk status kepemilikan lahan, sebagian besar petani
45
di DI Cihea sebagai penggarap yaitu sebesar 65 persen dari total lahan garapan. Sedangkan petani di DI Ciraden mayoritas sebagai pemilik penggarap yaitu sebesar 70 persen. Tingkat pendidikan masyarakat di kedua daerah irigasi pada umumnya masih rendah. Mayoritas berpendidikan Sekolah Dasar. Ada pula yang sama sekali tidak bersekolah. Persentase masyarakat DI Cihea yang menamatkan hingga perguruan tinggi hanya 5 persen. Minimnya pendidkan yang diperoleh masyarakat di kedua daerah irigasi disebabkan mahalnya biaya pendidikan serta kurangnya sarana yang mendukung. 4.2.2. Kabupaten Karawang Kabupaten Karawang merupakan salah satu kabupaten di Jawa Barat yang menjadi gudang beras nasional. Oleh karena itu sangat wajar beberapa desa di kabupaten ini merupakan penghasil beras. Pada tahun 2009 produksi padi mengalami peningkatan sebesar 5,20 kw/hektar. Dengan demikian peningkatan produksi padi sawah yang tercapai adalah 108.326 ton GKP atau 8,71 persen dari 1.244.070 ton GKP pada tahun 2008 menjadi 1.352.396 ton GKP pada tahun 2009. Catatan rata-rata curah hujan di Kabupaten Karawang selama tahun 2005 mencapai 2.534 mm dengan rata-rata curah hujan per bulan sebesar 127 mm. Pada tahun 2004 rata-rata curah hujan sebesar 1.677 mm dengan rata-rata curah hujan per bulannya mencapai 104 mm. Pada tahun 2005 rata-rata curah hujan tertinggi terjadi di Kecamatan Tegalwaru yaitu mencapai 318 mm per bulan, dan yang terendah terjadi di Kecamatan Telagasari yaitu hanya 51 mm.
46
Prasarana sumberdaya air yang ada di Kabupaten Karawang berupa saluran-saluran irigasi teknis yang berfungsi menunjang kegiatan pertanian lahan sawah sebagai kegiatan penduduk yang dominan. Saluran induk yang ada terdiri dari : •
Saluran Induk Tarum Utara
•
Saluran Induk Tarum Tengah
•
Saluran Induk Tarum Barat Pengairan untuk sawah di Kabupaten Karawang terbagi dua yaitu :
1.
Daerah pengairan Jatiluhur, meliputi areal sawah seluas 101.951 hektar
2.
Di luar daerah pengairan Jatiluhur meliputi areal sawah seluas 1.950 hektar Sistem pengairan yang ada dibagi lagi menurut golongan dan pemberian
debit airnya. Selain itu diatur pula menurut musim tanam dan umur tanaman padi sehingga secara keseluruhan terdapat 5 (lima) daerah irigasi yang meliputi beberapa saluran sekunder (SS). Sekitar 82 persen saluran irigasi teknis di Kabupaten Karawang dinyatakan rusak. Penyebabnya antara lain sedimentasi pada saluran air, munculnya tanaman-tanaman pengganggu, penyadapan air, dan pencurian pipa dam dengan merusak saluran irigasi.
4.3. Penetapan Iuran Air Irigasi Wilayah Penelitian Iuran air irigasi di kedua wilayah penelitian sudah tidak diberlakukan. Namun sebelumnya di Kabupaten Cianjur penetapan iuran air irigasi rata-rata sebesar Rp. 107.143 per hektar per musim tanam. Sedangkan di Kabupaten Karawang sebelumnya menetapkan iuran air irigasi sebesar Rp. 15.000 per hektar
47
per tahun. Tetapi pemberlakuan iuran air irigasi sering tidak berjalan lancar. Terkadang petani tidak mau membayar iuran irigasi dengan alasan harga input pertanian semakin mahal. Selain itu pembayaran iuran air bergantung dari hasil panen yang diperoleh.
4.5. Pengembangan Sistem Budidaya Padi 4.5.1. Kabupaten Cianjur Pengembangan sistem budidaya padi di Kabupaten Cianjur umumnya masih mengunakan metode konvensional. Namun sejak tahun 2006 mulai berkembang inovasi budidaya padi yaitu budidaya padi metode SRI (system of rice intensification). Penerapan budidaya padi metode SRI di lapang sangat bervariasi terkait resiko petani dalam penerapan suatu inovasi. Beberapa variasi yang dilakukan adalah penerapan metode SRI menggunakan pupuk campuran organik/kompos dengan anorganik, penggunaan pupuk organik buatan sendiri atau pabrikan, aplikasi pemberantasan OPT menggunakan pestisida nabati atau tetap menggunakan pestisida kimia. Petani di Kabupaten Cianjur umumnya membuat sendiri pupuk organik dari bahan-bahan dan limbah alam disekitarnya (misalnya : kotoran domba, sapi dan itik peliharaan serta tanaman hijauan disekitarnya).
4.5.2. Kabupaten Karawang Penerapan budidaya padi metode SRI di Kabupaten Karawang bertujuan terutama untuk memperbaiki struktur tanah. Hal ini disebabkan tanah di Kabupaten Karawang secara umum bertekstur lengket dan kering yang menandakan bahan organik (BO) rendah. Namun upaya penerapan metode SRI sulit diterima atau dilakukan oleh petani. Hal ini terutama disebabkan sebagian besar petani sulit untuk mengubah perilaku serta enggan mencoba sesuatu yang
48
baru. Namun demikian, petani tetap berusaha memanfaatkan bahan-bahan disekitarnya untuk membuat kompos dengan memanfaatkan kotoran hewan (ayam), jerami sisa panen, arang sekam dan sebagainya. Dalam upaya untuk membasmi hama padi melalui metode SRI di Kabupaten Karawang yaitu wereng, tikus, hama penggerek batang dan keong mas menggunakan pestisida nabati dan cara alamiah. Salah satunya adalah dengan menggunakan bawang putih dan dicampur sereh yang kemudian difermentasikan. Selain itu pembasmian hama seperti tikus dilakukan dengan membuat alat penembak tikus.
49
V. HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1. Karakteristik Responden 5.1.1. Tingkat Pendidikan Sebagian besar responden di Kabupaten Cianjur masih berpendidikan rendah. Sebanyak 17 orang responden (59 %) berpendidikan hanya setingkat SD. Sedangkan responden yang berpendidikan SLTP ada 7 orang (24 %) , SLTA sebanyak 5 orang (17%) dan tidak ada yang menamatkan sampai tingkat perguruan tinggi. Rendahnya tingkat pendidikan responden menjadi salah satu faktor yang memengaruhi penilaian terhadap air irigasi sebagai barang publik dan barang ekonomi. Penyebaran responden berdasarkan tingkat pendidikan tercantum pada Tabel 5.1. Tabel 5.1 Sebaran Responden Menurut Tingkat Pendidikan Tingkat Pendidikan
Kabupaten Cianjur
Kabupaten Karawang
Jumlah Responden (Orang)
Persentase (%)
Jumlah Responden (Orang)
Persentase (%)
SD/ Sederajat
17
59
14
78
SLTP/Sederajat
7
24
3
17
SLTA/ Sederajat
5
17
1
6
Total
29
100
18
100
Sumber: Hasil Olahan Data Primer Di Kabupaten Karawang, dari 18 responden, yang berpendidikan Sekolah Dasar (SD / Sederajat) yaitu sebesar 78 persen, berpendidikan Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP / Sederajat) sebesar 17 persen, berpendidikan Sekolah Lanjutan Tingkat Atas (SLTA / Sederajat) sebesar 6 persen.
50
5.1.2. Tingkat Pendapatan Menurut tingkat pendapatan per musim tanam, sebagian besar responden di Kabupaten Cianjur berpendapatan sebesar Rp. 1.000.000 – Rp. 5.000.000 yaitu sebanyak 16 orang. Responden di Kabupaten Cianjur dan Kabupaten Karawang yang memiliki penghasilan antara Rp. 5.000.000 – Rp. 10.000.000 yaitu masing-masing sebanyak 7 orang. Responden yang memperoleh pendapatan diatas Rp. 10.000.000 baik di Kabupaten Cianjur maupun Kabupaten Karawang berjumlah 4 orang. Tabel 5.2. Sebaran Responden Menurut Tingkat Pendapatan Tingkat Pendapatan (Rp)
Kabupaten Cianjur
Kabupaten Karawang
Jumlah Responden (Orang)
Persentase (%)
Jumlah Responden (Orang)
Persentase (%)
< 1.000.000
2
6,9
1
6
1.000.000 s/d < 5.000.000
16
55,2
6
33
5.000.000 s/d < 10.000.000
7
24,1
7
39
≥ 10.000.000
4
13,8
4
22
Total
29
100
18
100
Sumber: Hasil Olahan Data Primer 5.1.3. Luas Lahan Responden yang memiliki lahan sawah kurang dari 0,25 hektar di Kabupaten Cianjur sebesar 34,4 persen sedangkan di Kabupaten Karawang 16,7 persen. Sebesar 44, 8 persen responden Kabupaten Cianjur dan 27,8 persen responden Kabupaten Karawang memiliki luas lahan 0,25 hektar s/d kurang dari 0,5 hektar. Selanjutnya yang memiliki lahan sawah 1 hektar atau lebih sebesar 6,9 persen di kabupaten
51
Cianjur dan 22,2 persen di Kabupaten Karawang. Luas lahan yang dimiliki responden dapat dilihat pada Tabel 5.3. Tabel 5.3. Sebaran Responden Menurut Luas Lahan Luas Lahan (Hektar)
Kabupaten Cianjur
Kabupaten Karawang
Jumlah Responden (Orang)
Persentase (%)
Jumlah Responden (Orang)
Persentase (%)
< 0,25
10
34,5
3
16,7
0,25 s/d < 0,50
13
44,8
5
27,8
0,50 s/d < 0,75
1
3,4
2
11,1
0,75 s/d < 1
3
10,3
4
22,2
≥1
2
6,9
4
22,2
Total
29
100
18
100
Sumber: Hasil Olahan Data Primer 5.1.4. Pengalaman Bertani Berdasarkan tabel 5.4 menunjukan bahwa sebagian besar pengalaman usaha tani responden di Kabupaten Cianjur selama ≤ 20 tahun yaitu sebanyak 16 orang (55,2 %). Sedangkan responden yang memiliki pengalaman usaha tani antara 20 hingga 40 tahun berjumlah 9 orang (31%). Responden yang telah berpengalaman dalam usaha tani selama lebih dari 40 tahun berjumlah 4 orang ( 13,8 %). Sebagian besar responden di Kabupaten Karawang memiliki pengalaman usaha tani selama 20 tahun s/d kurang dari 40 tahun yaitu sebesar 44,4 persen. Responden yang memiliki pengalaman usaha tani kurang dari sama dengan 20 tahun sebesar 33,3 persen yaitu sebanyak 6 orang.
Sedangkan responden yang telah
berpengalaman dalam usaha tani selama 40 tahun dan lebih hanya 22,2 persen yaitu berjumlah 4 orang.
52
Tabel 5.4. Sebaran Responden Menurut Pengalaman Bertani Pengalaman Bertani (Tahun)
Kabupaten Cianjur
Kabupaten Karawang
Jumlah Responden (Orang)
Persentase (%)
Jumlah Responden (Orang)
Persentase (%)
≤ 20 Tahun
16
55,2
6
33,3
20 s/d < 40 Tahun
9
31
8
44,4
≥ 40 Tahun
4
13,8
4
22,2
Total
29
100
18
100
Sumber: Hasil Olahan Data Primer 5.1.5. Pengalaman Budidaya Padi SRI Berdasarkan Tabel 5.5. menunjukan bahwa responden di Kabupaten Cianjur secara umum pernah menggunakan budidaya padi SRI dalam kegiatan usaha taninya. Sebanyak 18 orang pernah mengunakan metode SRI baik 1 kali maupun 2 kali musim tanam. Responden yang telah berpengalaman menggunakan metode SRI lebih dari 2 kali musim tanam sebanyak 4 orang. Sedangkan yang tidak pernah menerapkannya sebanyak 7 orang. Responden di Kabupaten Karawang yang pernah menerapkan SRI dalam budidaya padinya berjumlah 11 orang. Tujuh diantaranya pernah menerapkan 1 atau 2 kali musim tanam. Kemudian 4 responden telah berpengalaman lebih dari 2 kali musim tanam. Sedangkan yang belum pernah sama sekali yaitu sebanyak 7 orang. Di Kabupaten Kawarang memang mengalami kesulitan dalam menerapkan SRI. Mengingat kondisi yang berlokasi di hilir Sungai Citarum. Sehingga masalah air seringkali menjadi penghambat.
53
Tabel 5.5. Sebaran Responden Menurut Pengalaman Budidaya Padi SRI Pengalaman SRI (Musim Tanam)
Kabupaten Cianjur
Kabupaten Karawang
Jumlah Responden (Orang)
Persentase (%)
Jumlah Responden (Orang)
Persentase (%)
Tidak pernah
7
24,1
7
38,9
≤ 2 kali
18
62,1
7
38,9
> 2 kali
4
13,8
4
22,2
Total
29
100
18
100
Sumber: Hasil Olahan Data Primer 5.1.6. Status Lahan. Berdasarkan Tabel 5.6. menunjukan bahwa responden di Kabupaten Cianjur hampir seluruhnya berstatus sebagai pemilik lahan yaitu sebanyak 27 orang. Sedangkan yang berstatus sebagai petani penggarap hanya 2 orang. Di Kabupaten Karawang responden seluruhnya berstatus sebagai pemilik lahan. Sedangkan yang berstatus sebagai penggarap tidak ada. Tabel 5.6. Sebaran Responden Menurut Status Lahan Status Lahan
Kabupaten Cianjur
Kabupaten Karawang
Jumlah Responden (Orang)
Persentase (%)
Jumlah Responden (Orang)
Persentase (%)
Milik Sendiri
27
93
18
100
Penggarap
2
7
0
0
Total
29
100
18
100
Sumber: Hasil Olahan Data Primer
54
5.1.7. Penilaian terhadap Pelayanan Irigasi Berdasarkan Tabel 5.7. menunjukan bahwa seluruh responden di Kabupaten menilai pelayanan irigasi sudah baik. Dari segi pengaturan serta kondisi jaringan cukup baik. Dari sisi ketersediaan air cukup memadai dan kondis jaringan irigasi terbilang masih bagus. Penilaian responden atas pelayanan air irigasi di Kabupaten Karawang seluruhnya menyatakan kurang baik. Hal ini dikarenakan pengaturan serta kondisi jaringan irigasi yang masih buruk. Tabel 5.7. Sebaran Responden Menurut Penilaian Pelayanan Irigasi Status Lahan
Kabupaten Cianjur
Kabupaten Karawang
Jumlah Responden (Orang)
Persentase (%)
Jumlah Responden (Orang)
Persentase (%)
Baik
29
100
0
0
Tidak Baik
0
0
18
100
Total
29
100
18
100
Sumber: Hasil Olahan Data Primer
5.2.
Nilai Willingness to Pay Rata-rata Responden Petani Pemakai Air
5.2.1. Nilai WTP Petani Pemakai Air Kabupaten Cianjur Besarnya Willingness to Pay (WTP) petani responden di Kabupaten Cianjur berkisar antara Rp. 80.000 – Rp. 300.000 per hektar per musim tanam, dengan ratarata Rp 209.206 per hektar per musim tanam. Nilai WTP yang rela dibayarkan petani pemakai air untuk iuran air irigasi lebih tinggi dari iuran air irigasi yang pernah diberlakukan. Namun sayangnya tidak semua petani mau membayar harga air sesuai dengan yang mereka sebutkan Sebelumnya aturan pembayaran iuran air irigasi yang
55
ditetapkan di Kabupaten Cianjur adalah sebesar Rp. 107.000 per hektar per musim tanam. Tetapi penentuannya bergantung pada hasil musyawarah di tingkat kelompok tani. Pembayaran iuran air bersifat tidak mengikat. Pembayaran air irigasi bergantung pada kemampuan dan hasil panen. Apabila hasil panen bagus, maka jumlah iuran yang dibayarkan sesuai dengan kesepakatan tarif. Namun jika hasil panen jelek, maka tidak diwajibkan membayar. Kini pembayaran iuran air sudah jarang dilakukan. Hanya beberapa petani yang mau membayar iuran air dan hal tersebut dilakukan secara sukarela dan tidak kontinu. Terkadang petani memberikan iuran irigasi langsung ke petugas irigasi atau ulu-ulu yang juga sebagai petani sebagai tanda jasa. Sebagian besar petani tidak mau membayar iuran air karena menganggap ketersediaan air berlimpah. Selain itu meningkatnya harga sarana produksi pertanian menjadi alasan untuk tidak membayar iuran air irigasi. Konsep pembayaran iuran air irigasi sebenarnya bertujuan untuk menuntun petani agar lebih efisien dalam menggunakan air irigasi. Nilai WTP rata-rata yang diperoleh diharapkan dapat menjadi bahan pertimbangan dalam menetapkan iuran air irigasi. 5.2.2. Nilai WTP Petani Pemakai Air Kabupaten Karawang Nilai rata-rata Willingness to Pay (WTP) petani responden di Kabupaten Karawang berkisar antara Rp.56.000 – Rp. 225.000 per hektar per musim tanam, dengan rata-rata Rp. 115.430 per hektar per musim tanam. Kemauan membayar petani atas iuran air irigasi jauh lebih besar dari iuran air sebelumnya yang pernah
56
berlaku. Pembayaran iuran air pernah diiberlakukan yaitu sebesar Rp. 75.000 per hektar per musim tanam. Selain itu terdapat iuran rutin ke desa sebesar Rp. 315.000 per hektar per tahun. Namun saat ini pembayaran iuran air dianggap sesuatu yang bersifat tidak wajib tergantung keikhlasan dan keaktifan mitra cai atau ulu-ulu. Apabila pendistribusian air lancar serta kinerja ulu-ulu memuaskan, petani akan bersedia untuk membayar air dan begitu juga sebaliknya. Permasalahan penarikan iuran air terutama terjadi pada petani penggarap. Jika pemilik sawahnya jauh, maka petani penggarapnya sulit mengambil keputusan untuk bayar iuran air. Nilai rata-rata WTP Kabupaten Cianjur lebih besar dibandingkan nilai rata-rata WTP Kabupaten Karawang. Hal ini disebabkan karena iuran air irigasi yang pernah diberlakukan di Kabupaten Cianjur lebih tinggi daripada di Kabupaten Karawang. Sebagian besar petani dalam memberikan nilai WTP atas air irigasi akan melebihi nilai/iuran air irigasi yang pernah diberlakukan. Penentuan iuran air juga dapat menggunakan analisis formulasi indeks pemakaian air. Pendekatan tersebut mempertimbangkan aspek kondisi saluran irigasi, keserempakan tanam dan penerapan metoda budidaya hemat air. Berdasarkan hasil penelitian Juanda et al. (2010), tarif iuran air yang fair dengan menggunakan analisis formulasi indeks pemakaian air di Kabupaten Cianjur berkisar antara Rp. 123.000 sampai 136.000 per hektar per musim tanam, sedangkan di Kabupaten Karawang berkisar antara Rp. 55.000 sampai 61.000 per hektar per musim tanam.
57
5.3. Faktor-faktor yang Memengaruhi Petani Pemakai Air dalam Membayar Iuran Air Irigasi 5.3.1. Kabupaten Cianjur Terdapat satu variabel yang berpengaruh nyata dan enam variabel yang tidak berpengaruh nyata dalam model WTP yang ditetapkan. Untuk lebih jelasnya terdapat pada Tabel 5.8. Tabel 5.8. Hasil Analisis Kesediaan Petani Pemakai Air dalam Membayar Iuran Air Irigasi Kabupaten Cianjur No Parameter 1 Konstanta 2 Tingkat Pendidikan 3 Luas Lahan (m2) 4 Pengalaman Bertani (thn) 5 Pengalaman SRI (MT) 6 Status Lahan (dummy) S = 0,256336 Analysis of Variance Source DF F P Regression 5 9,57 0,000 Residual Error 23 Total 28
Koefisien 7,984 -0,016 0,341 0,002 0,030 0,206 R-Sq = 67,5%
P-Value VIF 0,000 0,523 1,387 0,000* 1,534 0,651 1,999 0,316 1,140 0,299 1,073 R-Sq(adj) = 60,5%
Durbin-Watson statistic = 1,72886 Sumber: Hasil Olahan Data Primer Keterangan : * Signifikan pada α =1 %. Dari hasil analisis regresi berganda, fungsi WTP yang diperoleh adalah sebagai berikut: WTP = 7,984 - 0,016 PNDKN + 0,341 LL + 0,002 PTN + 0,030 PSRI + 0,207 STSL. Model dalam penelitian ini menghasilkan R2 sebesar 67,5 persen yang berarti 67,5 persen keragaman WTP petani pemakai air dalam membayar iuran air irigasi
58
diterangkan oleh keragaman variabel-variabel penjelas yang terdapat dalam model. Sedangkan sisanya sebesar 32,5 persen diterangkan oleh faktor-faktor lain yang tidak terdapat dalam model. Nilai F hitung sebesar 9,57 dengan nilai P 0,000 menunjukkan bahwa variabel-variabel penjelas dalam model secara bersama-sama berpengaruh nyata terhadap WTP petani terhadap iuran air irigasi. Nilai VIF (Variance Inflation Factor) relatif kecil yaitu berkisar antara 1,0 hingga 2. Hal ini menunjukkan tidak terdapat multikolinearitas dalam model karena nilainya tidak lebih dari 10. Namun untuk menghilangkan multikolinearitas, terdapat satu variabel yang dibuang yaitu variabel pendapatan. Variabel penilaian pelayanan irigasi juga dikeluarkan dari model WTP sebab nilainya identik. Oleh karena itu dalam Tabel 5.8 hanya terdapat lima variabel penjelas dalam fungsi. Variabel luas lahan berpengaruh nyata pada taraf α = 1 persen dengan arah positif. Hal ini berarti bahwa semakin besar luas lahan yang dimiliki petani, maka besar WTPnya akan bertambah sebesar Rp 0,341. Semakin luas lahan yang dimiliki, maka kebutuhan akan air irigasi semakin banyak. Untuk itu petani yang memiliki lahan yang luas akan rela untuk membayar lebih untuk peningkatan pelayanan air irigasi. Hal ini disebabkan apabila pelayanan air irigasi buruk, maka risiko kerugian cukup besar mengingat lahan yang dimiliki cukup luas. Variabel yang tidak berpengaruh nyata dalam model ada empat yaitu variabel tingkat pendidikan (PNDKN), pengalaman bertani (PTN), pengalaman SRI (PSRI) serta status lahan (STSL). Ke empat variabel tidak berpengaruh nyata karena di sebabkan beberapa kemungkinan yakni responden tidak
menjawab pertanyaan
wawancara dengan sungguh-sungguh, kurang paham akan pertanyaan yang diajukan
59
dalam kuesioner dan wawancara, dan banyak hal lain yang bisa mengakibatkan beberapa variabel kemungkinan tidak berpengaruh nyata. 5.3.2. Kabupaten Karawang Terdapat satu variabel yang berpengaruh nyata dan enam variabel yang tidak berpengaruh nyata dalam model WTP yang ditetapkan. Untuk lebih jelasnya terdapat pada Tabel 5.9. Tabel 5.9. Hasil Analisis Kesediaan Petani Pemakai Air dalam Membayar Iuran Air Irigasi Kabupaten Karawang No Parameter 1 Konstanta 2 Tingkat Pendidikan 3 Pendapatan (Rp/MT) 4 Luas Lahan (m2 ) 5 Pengalaman Bertani (thn) 6 Pengalaman SRI (MT) S = 9222,82 Analysis of Variance Source DF F P Regression 5 6,42 0,005 Residual Error 11 Total 16
Koefisien 37930 -847 0,0000709 3,381 -261,6 -313 R-Sq = 74,5%
P-Value VIF 0,040 0,631 1,714 0,931 3,773 0,022** 3,857 0,296 1,406 0,804 1,538 R-Sq(adj) = 62,9%
Durbin-Watson statistic = 1,81014 Sumber: Hasil Olahan Data Primer Keterangan : ** Signifikan pada α =5 %. Dari hasil analisis regresi berganda, fungsi WTP yang diperoleh adalah sebagai berikut: WTP = 37930 - 847 PNDKN + 0,000071 PDTN + 3,38 LL - 262 PTN - 313 PSRI Pada model penelitian menghasilkan R2 sebesar 74,5 % yang berarti 74,5 % keragaman WTP petani pemakai air dalam membayar iuran air irigasi diterangkan
60
oleh keragaman variabel-variabel penjelas yang terdapat dalam model. Sedangkan sisanya sebesar 25,5 % diterangkan oleh faktor-faktor lain yang tidak terdapat dalam model. Nilai VIF (Variance Inflation Factor) pada setiap variabel menunjukan nilai dibawah 10. Hal ini menunjukkan tidak terdapat multikolinearitas dalam model. Dalam model WTP di Kabupaten Karawang, terdapat 2 variabel yang dikeluarkan yaitu variabel penilaian pelayanan irigasi dan variabel status lahan. Hal ini disebabkan seluruh nilainya identik. Untuk itu pada Tabel 5.9. hanya terdapat lima variabel penjelas. Variabel yang berpengaruh nyata pada taraf α = 5 persen adalah variabel luas lahan dengan arah positif. Hal ini berarti semakin meningkatnya luas lahan yang dimiliki petani maka akan meningkatkan WTPnya, ceteris paribus. Jika luas lahannya meningkat satu m2, maka besarnya WTPnya akan meningkat sebesar Rp3,381.
5.4. Implikasi Strategi terhadap Luas Lahan yang Diterapkan Metode SRI Menemukan suatu strategi yang tepat sangat diperlukan dalam upaya untuk mendorong petani agar bersedia untuk menerapkan metode SRI. Untuk merumuskan strategi tersebut, dapat melihat dari faktor-faktor yang diduga dapat mendorong petani untuk menerapkan metode SRI diantaranya ialah adanya jaminan ganti rugi dari pemerintah, adanya biaya air berdasarkan volume kebutuhan air serta adanya informasi yang lengkap mengenai metode SRI. Ketiga faktor tersebut di uji coba dalam suatu percobaan ekonomi, sehingga dari percobaan ekonomi dapat dirumuskan strategi yang dapat mendorong petani untuk menerapkan metode SRI.
61
Dari hasil percobaan ekonomi mengenai metode SRI, menyimpulkan bahwa hanya faktor informasi yang memengaruhi keputusan petani dalam menerapkan metode SRI pada lahan sawahnya. Sedangkan faktor ganti rugi, pembayaran air serta kombinasi antara ketiganya tidak berpengaruh nyata. Tabel 5.10. Analisis Ragam Penerapan SRI Analysis of Variance for SRI, using Adjusted SS for Tests Source DF Seq SS Adj SS F 4 364,17 364,17 1,05 Ganti Rugi 1 29,40 29,40 0,34 Pembayaran 1 493,07 493,07 5,71 Informasi 2 83,73 83,73 0,49 Kelompok 4 389,10 389,10 1,13 Ganti Rugi*Pembayaran 4 202,43 202,43 0,59 Ganti Rugi*Informasi 1 21,60 21,60 0,25 Pembayaran*Infromasi 306,57 306,57 0,89 Ganti Rugi*Pembayaran*Informasi 4 38 3280,27 3280,27 Error 59 5170,33 Total S = 9,29101 R-Sq = 36,56% R-Sq(adj) = 1,49%
P 0,392 0,563 0,022 0,619 0,358 0,675 0,620 0,481
Sumber : Data Hasil Percobaan, diolah menggunakan Minitab
Berdasarkan Tabel 5.17, faktor informasi menunjukan pengaruh terhadap luas lahan yang diterapkan metode SRI. Hal ini terlihat dari nilai P lebih kecil dibanding nilai alpha 0,05 yaitu sebesar 0,022. Untuk faktor ganti rugi, pembayaran air serta kombinasi antara ketiganya tidak berpengaruh sebab nilai P lebih besar dari nilai alpha 0,05. Pengaruh faktor informasi dapat dilihat pada Gambar 5.1.
62
12,000
Luas Lahan (m2)
10,000 8,000 6,000 ada info
4,000
tdk ada info
2,000 0 1
2
3
4
5
Musim Tanam
Gambar 5.1 Pengaruh Informasi terhadap Luas Lahan yang Diterapkan Metode SRI Berdasarkan Gambar 5.1, memperlihatkan luas lahan yang diterapkan metode SRI selalu lebih tinggi bagi responden yang mengetahui informasi dari pada yang tidak mengetahui informasi. Luas lahan yang diterapkan metode SRI oleh responden yang mengetahui informasi hampir selalu meningkat pada setiap musim tanamnya. Hal ini dikarenakan proyeksi produksi padi SRI memang cenderung meningkat setelah beberapa musim tanam, sehingga responden akan menambah luas lahan pada musim tanam berikutnya untuk diterapkan metode SRI. Namun pada musim tanam ke empat terjadi penurunan lahan yang diterapkan metode SRI. Tetapi penurunannya hanya sedikit. Berbeda dengan responden yang tidak mengetahui informasi, luas lahan yang diterapkan metode SRI cenderung naik turun. Hal ini disebabkan petani tidak mengetahui bahwa metode SRI dapat meningkatkan produksi lebih tinggi dari metode konvensional setelah beberapa musim tanam. Hasil percobaan ekonomi menunjukan bahwa faktor ganti rugi dan pembayaran air tidak berpengaruh nyata. Hal ini dapat disebabkan oleh beberapa
63
kemungkinan yaitu peserta percobaan mungkin kurang memahami simulasi dalam penelitian ini, peneliti terlalu cepat dalam menjelaskan instruksi percobaan dan sebagainya. Berdasarkan hasil percobaan ekonomi, dapat dirumuskan strategi yang tepat dalam mendorong petani untuk menerapkan metode SRI pada lahan sawahnya. Strategi tersebut ialah dengan memberikan informasi serta pemahaman yang menyeluruh mengenai metode SRI. Informasi yang diberikan diantaranya terkait informasi teknis metode SRI, informasi proyeksi produksi padi setiap musim tanam, keunggulan metode SRI dibandingkan metode konvensional dan sebagainya. Informasi tersebut dapat diberikan baik melalui penyuluhan-penyuluhan maupun melalui pelatihan. Dengan begitu peluang petani yang akan bersedia menerapkan budidaya padi metode SRI semakin meningkat.
64
VI. KESIMPULAN DAN SARAN
6.1. Kesimpulan Berdasarkan analisis yang telah dilakukan pada bab pembahasan, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut : 1.
Nilai WTP rata-rata responden di Kabupaten Cianjur ialah sebesar Rp. 209.206 per hektar per musim tanam. Sedangkan nilai WTP rata-rata di Kabupaten Karawang sebesar Rp. 115.430 per hektar per musim tanam. Iuran air yang pernah diberlakukan di Kabupaten Cianjur Rp. 107.000 per hektar per musim tanam sedangkan di Kabupaten Karawang sebesar Rp. 75.000 per hektar per musim tanam.
2.
Faktor yang berpengaruh nyata dalam model WTP Kabupaten Cianjur yang ditetapkan dalam penelitian ini adalah faktor luas lahan (nyata pada taraf α = 1 persen). Begitu juga dalam model WTP Kabupaten Karawang, yang berpengaruh nyata ialah fakor luas lahan ( nyata pada taraf α = 5 persen).
3.
Pengembangan strategi agar petani mau menerapkan metode SRI pada lahan sawahnya ialah dengan memberikan informasi proyeksi produksi padi SRI.
6.2. Saran Berdasarkan hasil penelitian ini, beberapa saran yang dapat direkomendasikan antara lain :
65
1.
Penentuan iuran air irigasi dapat berdasarkan pada nilai rata- rata Willingness to Pay petani atas air irigasi. Nilai yang diperoleh cukup mampu mendorong petani untuk lebih efisien dalam menggunakan air irigasi.
2.
Pengadaan kegiatan penyuluhan serta pelatihan budidaya padi metode SRI sebaiknya ditingkatkan. Informasi yang diberikan terkait budidaya padi SRI diharapkan lebih lengkap dan menyeluruh.
3.
Diharapkan pemerintah dapat lebih mengembangkan insentif yang dapat mendorong petani agar bersedia menerapkan metode SRI pada lahan sawahnya.
4.
Penelitian selanjutnya diharapkan memperluas cakupan pengaruh respon dengan menambahkan faktor – faktor yang terkait dalam keputusan menerapkan metode SRI seperti jaminan harga dan jaminan pasar.
66
DAFTAR PUSTAKA
Ambler, John.1991.Irigasi di Indonesia : Dinamika Kelembagaan Petani. LP3ES, Jakarta Arsyad, S dan Ernan .2008. Penyelamatan Tanah, Air dan Lingkungan. Crestpent Press, Bogor. Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kabupaten Cianjur .2009A. Profil Sosial Ekonomi Teknik dan Kelembagaan (Daerah Irigasi Cihea). Kabupaten Cianjur. ____________________________________________________.2009B. Profil Sosial Ekonomi Teknik dan Kelembagaan (Daerah Irigasi Ciraden Leuwi Lengsir). Kabupaten Cianjur. Berkelaar, Dawn. 2001. Sistem Intensifikasi Padi ( The system of Rice Intensificasion – SRI) : Sedikit dapat Memberi Lebih Banyak. [Online]. www.elsppat.or.id/download/file/SRI.pdf [ 20 April 2011]. Ditjen Pengelolaan Lahan dan Air. 2006. Buletin Pengelolaan Lahan dan Air Edisi Desember 2006. [Online] http://pla.deptan.go.id/pdf/buletin_des06web.pdf [24April 2011]. ____________________________.2007. Pedoman Teknis Pengembangan Usahatani Padi Sawah Metode System of Rice Intensification (SRI). [Online] http://pustaka.litbang.deptan.go.id/bppi/lengkap/plaptSRI07.pdf [24April 2011]. Ditjen Prasarana dan Sarana Pertanian. 2010. Pedoman Teknis Pengembangan Usahatani Padi Sawah Metode System Of Rice Intencification (Sri) TA. 2010. [Online] http://pla.deptan.go.id/pdf/PEDOMAN_TEKNIS_SRI_2010.pdf [9 Mei 2011] Elfa, Gusty. 2009. Analisis Willingness to Pay Masyarakat Peningkatan Pelayanan Sistem Penyediaan Air Bersih dengan WSLIC ( Water Sanitation for Low Income Community). [skripsi]. Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor. Fauzi, Akhmad. 2006. Ekonomi Sumber Daya Alam dan Lingkungan : Teori dan Aplikasi. PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
67
Joewo, Pri.2003. Analisis Model Kemauan dan Kemampuan Bayar Petani Atas Iuran Pelayanan Air Irigasi (Studi Kasus Daerah Irigasi Sidorejo Kabupaten Grobogan. [online]. http://eprints.undip.ac.id/9589/1/2003MIESP2095.pdf [30 April 2011] Juanda, Bambang. 2009. Ekonometrika Pemodelan dan Pendugaan. IPB Press, Bogor ______________. 2009. Metodologi Penelitian Ekonomi dan Bisnis. IPB Press, Bogor. Juanda,Bambang, et al. 2010. Laporan Akhir : Rancang Bangun Sistem Insentif Untuk Peningkatan Pendapatan Petani, Efisiensi Penggunaan Air Dan Ketahanan Pangan Nasional. Lembaga Penelitian Dan Pengabdian Kepada Masyarakat. IPB, Bogor. Mattjik, A dan M. Sumertajaya. 2002. Perancangan Percobaan Jilid I Edisi Kedua. IPB Press, Bogor. Pasandaran, Effendi.1991.Irigasi di Indonesia: Strategi dan Pengembangan. LP3ES, Jakarta. Pemerintah Kabupaten Karawang. 2011. “Kecamatan Telagasari”. [Online] http://www.karawangkab.go.id. [9 Mei 2011] Rachmiyanti, Inggit. 2009. Analisis Perbandingan Usahatani Padi Organik Metode System Of Rice Intensification (Sri) Dengan Padi Konvensional (Kasus : Desa Bobojong, Kecamatan Mande, Kabupaten Cianjur, Jawa Barat) [skripsi]. Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Regar,
Ndar .2011. “Efisiensi dan Efektifitas Saluran http://nandarefendisiregar.blogspot.com [5 Mei 2011]
Irigasi”.
[online]
Setiajie, Iwan, et al. 2008. Gagasan dan Implementasi System of Rice intensification (SRI) dalam budidaya padi ekologis (BPE). [Online] http://tatiek.lecture.ub.ac.id/files/2009/08/sri-2.pdf [15 Mei 2011]. Setiawan, Ade. 2009. Rancangan Acak Kelompok. [Online] http://smartstat.files.wordpress.com/2009/12/5-rak.pdf [26 September 2011]. Sumaryanto. 2006. Peningkatan Efisiensi Penggunaan Air Irigasi Melalui Penerapan Iuran Irigasi Berbasisi Nilai Ekonomi Air Irigasi. [Online] http://pse.litbang.deptan.go.id/ind/pdffiles/FAE24-2a.pd [24April 2011]. Sutanto, Rachman.2002. Penerapan Pertanian Organik: Permasyarakatan dan Pengembangannya. Kanisius, Yogyakarta.
LAMPIRAN
69
Lampiran 1. Sebaran Data Karakteristik Responden Kabupaten Cianjur WTP 42.000 40.000 75.000 60.000 165.000 45.000 40.000 45.000 150.000 45.000 60.000 75.000 40.000 65.000 40.000 45.000 40.000 40.000 65.000 40.000 40.000 135.000 45.000 60.000 65.000 42.000 42.000 42.000 45.000
PDTN PTN 2.840.056 2 1.067.167 10 9.775.075 40 3.203.604 3 33.875.377 40 2.371.472 20 2.937.538 35 1.601.802 30 14.178.679 35 1.967.167 10 4.578.611 20 15.099.304 40 1.411.445 6 3.378.611 30 1.217.167 30 7.745.778 35 5.434.334 20 2.522.889 20 7.060.460 20 750.722 15 4.278.611 30 13.050.277 45 961.445 20 7.745.778 20 9.491.556 20 3.934.334 30 3.122.889 15 3.122.889 25 6.590.056 20
LL 3.500 1.500 7.000 3.000 35.000 4.000 3.500 1.500 10.000 1.500 2.500 8.800 1.000 2.500 1.500 4.000 3.000 2.000 4.250 500 2.500 8.000 1.000 4.000 8.000 3.000 2.000 2.000 3.500
PSRI 1 1 0 0 0 0 0 0 0 1 1 4 2 2 1 1 1 1 5 1 1 8 1 1 2 4 2 2 1
PLYN 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
PNDKN STSL 9 1 6 1 6 1 9 1 6 1 6 1 6 1 6 1 6 1 9 1 6 1 9 1 9 1 6 1 6 0 6 1 6 0 6 1 9 1 9 1 6 1 6 1 6 1 12 1 9 1 6 1 12 1 12 1 12 1
70
Lampiran 2. Sebaran Data Karakteristik Responden Kabupaten Karawang WTP 45.000 58.000 25.000 40.000 25.000 75.000 45.000 25.000 65.000 25.000 55.000 55.000 45.000 45.000 58.000 42.000 58.000 60.000
PDTN PTN 8.393.133 30 7.868.562 30 4.647.425 45 3.581.137 20 1.138.283 15 6.891.416 30 5.698.283 10 944.571 50 23.614.270 40 4.227.425 40 14.091.416 24 11.993.133 25 5.270.605 25 7.827.963 20 2.708.831 35 2.933.831 10 5.495.605 25 12.029.435 20
LL 8.000 7.500 3.000 4.500 2.000 10.000 2.000 500 12.500 3.000 10.000 8.000 7.000 9.500 3.000 3.000 7.000 10.000
PSRI 5 2 5 4 1 2 1 2 1 1 8 0 0 0 0 0 0 0
PLYN 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
PNDKN 6 6 6 6 9 6 9 6 6 9 12 6 6 6 6 6 6 6
STSL 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
71
Lampiran 3. Olahan Data Statistik Kabupaten Cianjur dengan Minitab for Windows Release 15 Regression Analysis: WTP versus Pendidikan; luas lahan; ... The regression equation is WTP = 7,98 - 0,0167 Pendidikan + 0,341 luas lahan + 0,00273 pengalaman ustan + 0,0300 penglaman SRI + 0,207 Status lahan Predictor Constant Pendidikan luas lahan pengalaman ustan penglaman SRI Status lahan
S = 0,256336
Coef 7,9841 -0,01675 0,34136 0,002731 0,03003 0,2066
SE Coef 0,5320 0,02584 0,07126 0,005962 0,02930 0,1946
R-Sq = 67,5%
PRESS = 2,61404
T 15,01 -0,65 4,79 0,46 1,03 1,06
P 0,000 0,523 0,000 0,651 0,316 0,299
VIF 1,387 1,534 1,999 1,140 1,073
R-Sq(adj) = 60,5%
R-Sq(pred) = 43,85%
Analysis of Variance Source Regression Residual Error Total
DF 5 23 28
Source Pendidikan luas lahan pengalaman ustan penglaman SRI Status lahan
SS 3,14427 1,51129 4,65556
DF 1 1 1 1 1
MS 0,62885 0,06571
F 9,57
P 0,000
Seq SS 0,13568 2,81857 0,03946 0,07646 0,07409
Unusual Observations Obs 9
Pendidikan 6,0
WTP 11,9184
Fit 11,3298
SE Fit 0,1021
Residual 0,5885
St Resid 2,50R
R denotes an observation with a large standardized residual. Durbin-Watson statistic = 1,72886
72
Residual Plots for WTP Normal Probability Plot
Versus Fits
99 0,50 Residual
Percent
90 50
0,25 0,00 -0,25
10 1
-0,50
-0,25
0,00 Residual
0,25
-0,50
0,50
10,5
4,8
0,50
3,6
0,25
2,4
0,00 -0,25
1,2 0,0
-0,4
-0,2
0,0 0,2 Residual
0,4
0,6
-0,50 2
4
6
8 10 12 14 16 18 20 22 24 26 28
Observation Order
Probability Plot of RESI11 Normal 99
Mean StDev N KS P-Value
95 90 80
Percent
12,0
Versus Order
Residual
Frequency
Histogram
11,0 11,5 Fitted Value
70 60 50 40 30 20 10 5
1
-0,50
-0,25
0,00 0,25 RESI11
0,50
0,75
-7,16668E-15 0,2323 29 0,075 >0,150
73
Lampiran 4. Olahan Data Statistik Kabupaten Karawang dengan Minitab for Windows Release 15 Regression Analysis: WTP versus Pendidikan; Pendapatan (Rp); ..... The regression equation is WTP = 37930 - 847 Pendidikan + 0,000071 Pendapatan (Rp) + 3,38 luas lahan (m2)- 262 pengalaman ustan - 313 penglman SRI (MT)
17 cases used, 1 cases contain missing values
Predictor Constant Pendidikan Pendapatan luas lahan pengalaman ustan penglman SRI
S = 9222,82
Coef 37930 -847 0,0000709 3,381 -261,6 -313
R-Sq = 74,5%
PRESS = 2075053326
SE Coef 16268 1712 0,0008045 1,267 238,2 1235
T 2,33 -0,49 0,09 2,67 -1,10 -0,25
P 0,040 0,631 0,931 0,022 0,296 0,804
VIF 1,714 3,773 3,857 1,406 1,538
R-Sq(adj) = 62,9%
R-Sq(pred) = 43,40%
Analysis of Variance Source Regression Residual Error Total
DF 5 11 16
Source Pendidikan Pendapatan luas lahan pengalaman ustan penglman SRI
SS 2730217097 935665256 3665882353
DF 1 1 1 1 1
MS 546043419 85060478
F 6,42
P 0,005
Seq SS 129552566 1587044262 856960022 151185295 5474953
Unusual Observations Obs 6
Pendidikan 6,0
WTP 75000
Fit 58667
SE Fit 5330
Residual 16333
St Resid 2,17R
R denotes an observation with a large standardized residual.
Durbin-Watson statistic = 1,81014
74
Residual Plots for WTP Versus Fits 20000
90
10000
Residual
Percent
Normal Probability Plot 99
50 10 1 -20000
-10000
0 Residual
10000
0 -10000 -20000 20000
20000
30000
6,0 4,5
10000
3,0 1,5 0,0 0 50 -1
0
00 00 -1
0 00 -5
0
00 50
60000
Versus Order 20000
Residual
Frequency
Histogram
40000 50000 Fitted Value
0 00 10
0 -10000 -20000
0 00 15
2
4
6 8 10 12 14 Observation Order
16
Probability Plot of RESI12 Normal 99
Mean StDev N KS P-Value
95 90
Percent
80 70 60 50 40 30 20 10 5
1
-20000
-10000
0 RESI12
10000
20000
-3,14578E-11 7647 17 0,132 >0,150
18
75
Lampiran 5. Data Hasil Percobaan Perlakuan
Ganti rugi
Perlakuan 1 Perlakuan 2 Perlakuan 3 Perlakuan 4 Perlakuan 5 Perlakuan 6 Perlakuan 7 Perlakuan 8 Perlakuan 9 Perlakuan 10 Perlakuan 11 Perlakuan 12 Perlakuan 13
GR0 GR0 GR0 GR0 GR0 GR0 GR25 GR25 GR25 GR25 GR25 GR25 GR50 GR50 GR50 GR50 GR50 GR50 GR75 GR75 GR75 GR75 GR75 GR75 GR100 GR100 GR100 GR100 GR100 GR100 GR0 GR0 GR0 GR0 GR0 GR0 GR25 GR25 GR25
Pem baya ran BA BA BA TBA TBA TBA BA BA BA TBA TBA TBA BA BA BA TBA TBA TBA BA BA BA TBA TBA TBA BA BA BA TBA TBA TBA BA BA BA TBA TBA TBA BA BA BA
Infor masi INF INF INF INF INF INF INF INF INF INF INF INF INF INF INF INF INF INF INF INF INF INF INF INF INF INF INF INF INF INF TINF TINF TINF TINF TINF TINF TINF TINF TINF
Kel Jumlah Petak Lahan SRI om pok MT 1 MT 2 MT 3 MT 4 MT 5 1 6 7 8 5 8 2 9 10 10 10 10 3 7 8 9 10 10 1 4 6 7 8 8 2 1 2 3 4 4 3 4 4 4 5 5 1 3 4 6 8 10 2 7 9 10 10 10 3 2 2 2 2 2 1 3 4 4 4 6 2 9 10 10 10 10 3 6 8 10 10 10 1 7 9 9 10 10 2 10 10 10 10 10 3 10 10 10 10 10 1 0 5 5 6 8 2 5 7 8 10 8 3 10 10 10 10 10 1 6 6 9 10 10 2 4 5 7 8 8 3 10 10 10 10 10 1 5 5 5 6 6 2 7 10 10 10 10 3 10 10 10 10 10 1 8 8 10 10 10 2 7 7 7 7 7 3 5 6 7 10 7 1 6 7 10 10 10 2 5 7 9 10 10 3 10 10 10 10 10 1 7 5 4 7 4 2 5 6 7 8 9 3 3 2 6 6 6 1 7 7 7 6 3 2 5 7 7 8 9 3 5 5 5 5 5 1 7 6 7 7 8 2 0 0 0 10 10 3 6 7 8 9 10
76 Perlakuan 14 Perlakuan 15 Perlakuan 16 Perlakuan 17 Perlakuan 18 Perlakuan 19 Perlakuan 20
GR25 GR25 GR25 GR50 GR50 GR50 GR50 GR50 GR50 GR75 GR75 GR75 GR75 GR75 GR75 GR100 GR100 GR100 GR100 GR100 GR100
TBA TBA TBA BA BA BA TBA TBA TBA BA BA BA TBA TBA TBA BA BA BA TBA TBA TBA
TINF TINF TINF TINF TINF TINF TINF TINF TINF TINF TINF TINF TINF TINF TINF TINF TINF TINF TINF TINF TINF
1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3
5 0 7 5 7 0 0 3 6 0 3 10 4 5 7 10 4 6 9 7 0
7 2 6 9 7 0 0 4 8 5 4 10 6 7 8 10 5 6 8 6 7
8 5 7 9 7 10 5 4 8 10 2 10 6 10 9 10 5 3 7 7 7
9 7 7 4 7 10 5 4 10 10 6 10 6 10 10 10 4 3 7 7 0
10 10 8 10 10 10 10 5 10 10 3 10 6 10 10 10 4 6 6 8 7
77
Lampiran 6. Instruksi Percobaan Ekonomi
INSTRUKSI PERCOBAAN
Belakangan ini, pemerintah mulai mengembangkan salah satu bentuk intensifikasi padi yaitu System Rice of Intensification (SRI). Metode SRI ialah salah satu metode penanaman padi yang mampu memberikan hasil panen yang lebih tinggi dengan pemakaian bibit dan input yang lebih sedikit dari pada metode konvensional. Metode ini mengembangkan teknik manajemen yang berbeda atas tanaman, tanah, air dan nutrisi. Secara singkat, perbedaan proses penerapan SRI dan konvensional dapat diliat pada tabel dibawah ini : No Proses Budidaya padi 1 Pemberian Air 2 Pembenihan 3 4
Jarak tanam Jumlah tanaman per lubang
5
6
Metode SRI
Metode Konvensional
30 x 30
Terus menerus ( tergenang) Tanam benih matang (25-30 hari setelah semai) 20 x 20
1
4-5
Berselang (macak-macak) Tanam benih muda (8-10 hari setelah semai)
Pengendalian hama
Menggunakan musih alami, pestisida nabati
Pemakaian pupuk
Menggunakan pupuk organik (kompos)
Menggunakan pestisida sintetis Menggunakan pupuk kimia
Metode konvensional yang selama ini diterapkan pada lahan sawah menyebabkan kondisi lahan sawah pada saat ini cenderung menurun kualitasnya. Asupan organik semakin berkurang akibat penggunaan input sintetis yang berlebihan. Hal ini membuat tanah menjadi miskin unsur hara serta sifat fisik tanah semakin memburuk. Berbeda dengan metode SRI. Pada metode SRI penanaman padi menggunakan input-input organik seperti pestisida nabati, pupuk organik (kompos) sehingga membuat lahan dapat menjadi lebih subur. Pemberian pupuk organik dapat menambah nutrisi tanah secara perlahan-lahan dan dapat memperbaiki struktur tanah. Metode SRI juga terbukti meningkatkan produksi padi. Berdasarkan fakta di lapangan, petani yang menggunakan metode SRI memperoleh hasil panen sekitar 7-8 ton per hektar. Sedangkan petani yang menggunakan metode kovensional, hasil panennya berkisar 5-6 ton per hektar. Namun keberhasilan peningkatan produksi pada metode SRI sangat dipengaruhi oleh frekuensi dalam melakukan
78
metode tersebut. Pada musim tanam pertama, lahan yang diterapkan metode SRI produksi padinya akan menurun. Namun setelah beberapa musim tanam, produksi padi akan menjadi lebih tinggi dibandingkan bila menggunakan metode konvensional. Secara garis besar, keunggulan metode SRI dibandingkan dengan metode konvensional : 1. Hemat air, Selama pertumbuhan dari mulai tanam sampai panen memberikan air max 2 cm, paling baik macak-macak sekitar 5 mm dan ada periode pengeringan sampai tanah retak ( Irigasi terputus) 2. Hemat waktu, ditanam bibit muda 5 - 12 hst (hari setelah tanam), dan waktu panen akan lebih awal 3. Produksi meningkat, di beberapa tempat mencapai 11 ton/ha 4. Ramah lingkungan, tidak menggunaan bahan kimia dan digantikan dengan mempergunakan pupuk organik (kompos, kandang dan Mikro-organisme Lokal), begitu juga penggunaan pestisida. Namun keunggulan SRI belum mampu mendorong petani untuk menerapkan SRI pada lahan sawahnya. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor diantaranya : 1. Pada awal musim tanam penerapan SRI, produksi padi merurun, sehingga petani khawatir jika produksinya turun akan mengurangi pendapatan. Peningkatan produksi baru terjadi setelah 3 sampai 4 musim tanam. 2. Air melimpah, sehingga tidak perlu dihemat-hemat. Untuk itu biasanya SRI hanya diterapkan pada musim kemarau saja. 3. Tidak ada jaminan pasar untuk hasil produksi. Harga gabah SRI sama dengan harga gabah konvensional. 4. Risiko besar untuk tanam tunggal. Karena 1 lubang 1 tanaman, petani khawatir bila tanaman mati. 5. Risiko terserang hama semakin besar. Untuk itu percobaan kali ini bertujuan untuk melihat berapa luas lahan pertanian yang bersedia diterapkan metode SRI yang dikombinasikan dengan berbagai faktor yang mempengaruhi keputusan petani dalam menerapkan SRI pada lahan sawahnya. Instruksi : •
Anda berperan sebagai pemilik lahan sawah.
•
Anda memiliki 10 petak lahan sawah dengan luas masing-masing 1000 m2. Sehingga total lahan yang anda miliki yaitu 10.000 m2 = 1 hektar.
79
•
Lahan yang anda miliki sama sekali belum pernah diterapkan budidaya padi dengan metode SRI (seluruh lahan sebelumnya memakai metode konvensional).
•
Anda diminta untuk menuliskan berapa petak lahan yang bersedia anda terapkan metode SRI dengan kombinasi faktor-faktor yang akan di uji coba. Anda menulisnya pada lembar keputusan yang telah disediakan.
•
Metode SRI yang akan diterapkan ialah SRI murni. Artinya seluruh kegiatan budidaya padi sesuai dengan metode SRI. 1. Irigasi terputus macak-macak atau genangan dangkal (± 2 cm) sampai retak rambut 2. Tanam benih muda (10 hari setelah semai) dan satu lubang satu 3. Jarak tanam lebar 30 cm x 30 cm, 40 cm x 40 cm 4. Penggunaan pupuk organik (kompos) 5. Penyiangan minimal empat kali pada umur tanaman 10, 20, 30 dan 40 Hari Setelah Tanam (HST) 6. Pengendalian hama terpadu (dengan menggunakan pestisida nabati dan musuh alami)
•
Musim tanam yang disimulasikan dimulai dari musim tanam pertama hingga musim tanam kelima. Asumsinya setiap musim tanam tidak ada yang mengalami gagal panen. Produktivitas lahan sawah setiap musim akan selalu maksimal.
•
Sebagai pemilik lahan sawah, anda bertujuan untuk memaksimalkan keuntungan dengan memaksimalkan produksi padi.
•
Anda akan diberikan 3 lembar keputusan (dalam amplop) dan lembar instruksi, serta lembar infromasi.
•
Terdapat tabel kosong pada lembar keputusan. Mulai dari petak 1 hingga petak 10 dan dari musim ke 1 hingga musim ke 5. Kemudian isi kotak tersebut dengan ketentuan : tulis huruf S apabila petak tersebut ingin diterapkan metode SRI. Dan tulis huruf K apabila petak tersebut ingin diterapkan metode konvensional.
•
Asumsinya anda bebas memilih metode SRI atau konvensional. Tidak harus sama pada setiap petak atau pada setiap musim tanam.
80
•
Percobaan dimulai pada musim tanam ke 1. Setelah semua petak terisi pada musim tanam ke 1, anda akan diberi tahu oleh peneliti tentang total produksi dan keuntungan bersih yang anda peroleh. Kemudian informasi mengenai total produksi dan keuntungan bersih ditulis di kolom yang disediakan. Hal ini bertujuan sebagai acuan dalam memutuskan metode yang akan dipilih pada musim tanam selanjutnya. Setelah itu barulah anda mengisi petak musim tanam ke 2. Demikian seterusnya.
Petak Petak
1
Petak 2
Petak Petak Petak Petak Petak 3
4
5
.....
10
MT
MT 1 MT
Total
Total π
Total π
Produk
(RP)
Bersih
si S1
K
S1
S1
K
....
K
S1
K
S2
K
....
(RP)
K
2 MT 3 MT 4 MT 5 Total •
Anda
dilarang
saling
menukar
informasi
dan
berdiskusi
serta
memperlihatkan lembar keputusan kepada peserta lain. •
Keputusan Anda dalam percobaan ini akan menentukan besarnya kompensasi yang akan Anda terima di akhir percobaan.
•
Jika ada yang tidak dimengerti, Anda bisa menanyakan kepada peneliti.
81
Lembar Informasi •
Fungsi Laba π = TR –TC = {P.(KgnX)} – TC(X) Ket: π = Keuntungan per ha (Rp) TR = Total Penerimaan per ha (Rp) TC = Total Pengeluaran (biaya saprodi dan tenaga kerja ) per ha (Rp) P = Harga padi dalam bentuk Gabah Kering Panen (GKP) per ha (Rp) kg = Jumlah produksi padi per ha (kg) X = luas lahan (ha) n = musim tanam ke –n
•
Fungsi laba setiap pola tanam π konvensional = {P. (KgnX)} – TCkonvensional(X) πSRI = {P. (KgnX)} – TCSRI(X)
Dengan asumsi harga padi dalam bentuk GKP dan luas lahan tetap, maka untuk memperoleh keuntungan maksimal, Anda harus memaksimumkan produksi padi dengan memilih metode tanam yg mampu memberikan hasil produksi padi yang tinggi. Selain itu, Anda juga harus meminimumkan total pengeluaran produksi padi Anda dengan mempertimbangkan metode tanam yang memiliki total pengeluaran lebih kecil.
Rp. 3700
Total pengeluaran per petak (tidak ada/ tanpa biaya air) Rp. 511.095
Total Pengeluaran per petak (ada /termasuk biaya air) Rp. 532.132
Rp. 3700
Rp. 699.771
Rp. 738.715
Pola tanam
Harga padi dalam GKP
Konvensional SRI
Metode SRI Konvensional
Penggunaan air (m3/petak) 356,57 660,07
Harga Air (Rp/m3) 59 59
Harga air per petak (Rp) 21.037,63 38.944,13
82
SRI 1 SRI 2 SRI 3 SRI 4 SRI 5 Konven
π per petak Bayar π per petak Tidak Bayar Produksi (Kg) (Rp) (Rp) 580 1.407.285 1.446.229 679 1.773.585 1.812.529 778 2.139.885 2.178.829 877 2.506.185 2.545.129 976 2.872.485 2.911.429 610 1.724.868 1.745.906
83
Lampiran 7. Lembar Keputusan Nama / No : Ulangan : Perlakuan :
Petak 1
Petak 2
Petak 3
Petak 4
Petak 5
Petak 6
Petak 7
Petak 8
Petak 9
Petak 10
MT 1
Total Total Prod π (Kg) (RP)
MT 2
MT 3
MT 4
MT 5
Total