AGRITECH, Vol. 31, No. 1, FEBRUARI 2011
KAJIAN INPUT ENERGI PADA BUDIDAYA PADI METODE SYSTEM OF RICE INTENSIFICATION Studies on Energy Input in System of Rice Intensification Method of Rice Cultivation Bambang Purwantana Jurusan Teknik Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Gadjah Mada, Jl Flora, Bulaksumur, Yogyakarta 55281 Email:
[email protected]
ABSTRAK System of Rice Intensification (SRI), merupakan suatu metode budidaya padi secara intensif dengan pengendalian unsur-unsur hara makro dan mikro disertai pengendalian dan pengaturan kebutuhan air. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis penggunaan energi dan mengidentifikasi kemungkinan penghematan energi pada budidaya padi SRI. Penelitian dilakukan di Kabupaten Sleman, Kulonprogo, dan Bantul, Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Pengamatan dilakukan pada plot-plot percobaan budidaya padi SRI dengan melakukan audit seluruh input energi selama proses budidaya dan dikomparasikan dengan input energi pada budidaya padi cara konvensional. Hasil penelitian menunjukkan bahwa budidaya padi metode SRI menggunakan input energi 35 % lebih kecil daripada input energi pada budidaya padi konvensional. Input energi dari benih, pupuk dan pestisida kimia serta air irigasi berkurang sangat signifikan, meskipun terdapat kenaikan input energi manusia untuk pekerjaan pembuatan kompos, penyiapan lahan dan penyiangan. Metode SRI termasuk kategori budidaya kurang padat energi dengan energi spesifik 1,96 MJ kg-1, lebih rendah dari metode konvensional yaitu 4,43 MJ kg-1. Berdasar klasifikasi energinya, metode SRI menggunakan 56,2 % jenis energi langsung dan 43,8 % sumber energi tak langsung, 61,9 % energi terbarukan dan 38,1 % energi tak terbarukan. Efisiensi penggunaan alat dan mesin pada pekerjaan pembuatan kompos dan obat serta pemeliharaan tanaman perlu dikembangkan untuk mengurangi kebutuhan tenaga manusia. Kata kunci: Audit, input energi, budidaya padi, system of rice intensification ABSTRACT System of Rice Intensification (SRI) is a rice cultivation method that intensively control and manage macro and micro nutrients as well as irrigation. This paper quantifies and compares the energy uses of SRI and conventional rice cultivation systems. The study was conducted at some SRI’s experimental plots in the districts of Sleman, Kulonprogo, and Bantul, the province of Yogyakarta. The calculation of the energy was based on the farmers’ work schedule, the time required for each operation, the number of laborers, machines, tools, fuel, and all materials and inputs used. The result shows that SRI method consumed 35% less energy to conventional rice cultivation. Energy inputs from seed, water, fertilizer and pesticide were significantly reduces. However, there was higher input of human energy due to composting, land preparation and weeding operations. The specific energy of SRI method was 1.96 MJ ha-1 lower than conventional method of 4.43 MJ ha-1. In the SRI method, 56.2 % of energy consumed was classified as direct energy and 43.8 % was indirect energy. The SRI method used 61.9 % of renewable energy and 38.1 % of non-renewable energy. The working efficiency in composting and weeding operations should be improved in perspective of machine and tools to reduce the use of human energy. Keywords: Audit, energy input, rice cultivation, system of rice intensification
1
PENDAHULUAN Energi merupakan salah satu input penting dalam kegiatan pertanian. Input-input seperti bahan bakar, listrik, mesin, benih, pupuk dan obat-obatan memiliki peran besar terhadap pasokan energi dalam sistem pertanian modern atau pertanian konvensional saat ini. Penggunaan secara intensif sarana produksi pertanian dan energi fosil memang telah secara nyata meningkatkan produksi pertanian (Hatirli dkk., 2006). Secara luas terbentuk suatu pemahaman bahwa produksi pertanian berkorelasi positip dengan input energi yang digunakan (Singh, 1999). Sebagai akibatnya kegiatan produksi pertanian konvensional saat ini sangat tergantung pada penggunaan bahan bakar fosil yang harganya semakin meningkat dan tingkat ketersediaannya semakin menipis (Odum, 1971; Refsgard dkk., 1998). Pada skala global, pertanian bertanggung jawab atas 5 % dari total energi yang digunakan (Pinstrup-Ander sen, 1999). Saat ini isu lingkungan telah menjadi perhatian yang besar terutama terkait dengan penggunaan bahan bakar fosil. Efek kegiatan pertanian terhadap lingkungan juga mulai menjadi perhatian, khususnya terkait penggunaan energi fosil, meningkatnya harga energi, dan perubahan iklim serta pemanasan global (Deike dkk., 2008). Praktek pertanian konvensional yang dikarakterisasikan sebagai metode indusri telah dipertanyakan terkait dampaknya terhadap problem-problem polusi, degradasi lahan, berkurangnya biodiversitas, kesehatan dan keberlanjutan lingkungan (Loake, 2001). Beberapa kajian menunjukkan bahwa jumlah input energi fosil sangat berhubungan dengan pelepasan karbon dioksida. Dengan demikian penurunan pemakaian bahan bakar fosil dipandang dari sistem produksi pertanian akan mempunyai implikasi yang penting dalam penurunan emisi gas rumah kaca (Tzilivakis dkk., 2005). Konservasi dan penggunaan energi yang lebih efisien untuk kegiatan pertanian sangat diperlukan (Brown dkk., 1998). Pengembangan sistem pertanian dengan input energi yang rendah, seperti misalnya pada sistem pertanian organik, secara umum dilaporkan dapat membantu konservasi sumberdaya alam termasuk energi dan menurunkan emisi CO2 dari proses produksi pertanian. Kavargiris dkk., 2009 telah melakukan evaluasi perbedaan aliran energi antara sistem pertanian organik dan konvensional pada budidaya anggur. Dilaporkan bahwa terdapat respon yang jelas dari input energi terhadap output. Sistem pertanian organik dengan input energi rendah dan efisiensi energi yang tinggi berdampak pada penurunan biaya dari sistem pertanian konvensional. Dalam proses produksi pertanian input sarana produksi dapat dinilai baik sebagai parameter energi ataupun parameter ekonomi. Satu cara yang umum digunakan untuk menilai input maupun output suatu sistem adalah dengan mengkuanti2
AGRITECH, Vol. 31, No. 1, FEBRUARI 2011
fikasikan input dan output tersebut kedalam nilai energinya. Input-output sistem produksi pertanian juga dapat dianalisis berdasarkan nilai energi ini. Berdasarkan keuntungan dan kelebihannya metode analisis energi telah menjadi instrumen pengelolaan yang efektif bagi pekerja riset untuk menggunakannya dalam proses produksi pertanian yang terkait dengan input energi (Baruah dkk., 2004, Baruah dan Dutta, 2007). Melalui analisis energi dapat diindikasikan cara untuk menurunkan input energi dan meningkatkan efisiensi penggunaannya tanpa mengurangi keekonomian produksi pertanian (Kaltsas dkk., 2007). Audit energi merupakan salah satu bentuk analisis energi yang umum digunakan untuk mengukur efisiensi penggunaan energi suatu sistem produksi termasuk dampaknya pada lingkungan. Dengan audit energi dimungkinkan perhitungan rasio output-input dan pola penggunaan energinya. Dalam kegiatan budidaya pertanian, audit energi telah dicoba dite rapkan untuk beberapa komoditas. Hendriadi dan Mulyan toro, 2009, melakukan audit energi pada budidaya padi, Muhammadi dkk. (2008), pada budidaya kentang, Shahan dkk. (2008) pada budidaya gandum, dan Esengun dkk. (2007) pada budidaya tomat. Padi merupakan jenis tanaman yang menghasilkan bahan pangan berupa beras. Kebutuhan beras setiap tahun semakin bertambah seiring dengan laju pertumbuhan penduduk. Untuk itu inovasi teknologi peningkatan produksi beras dan efisiensi penggunaan energi, serta pengurangan dampak negatif ter hadap lingkungan terus dilakukan. Salah satu bentuk teknologi budidaya padi yang saat ini mulai banyak mendapat perhatian adalah metode System of Rice Intensification (SRI). Penelitian ini mengkaji pola penggunaan energi pada sistem budidaya padi metode SRI. Tujuan penelitian adalah melakukan penilaian dan evaluasi peningkatan efisiensi energi menuju bentuk pengelolaan yang baik yang menghasilkan pemanfaatan energi yang lebih efisien. Penelitian dilakukan dengan mengidentifikasi tahap-tahap kegiatan budidaya, menganalisis penggunaan energi pada setiap tahapan, dan mengevaluasi kemungkinan dilakukannya penghematan energi pada tahaptahap kegiatan budidaya tersebut. Budidaya Padi Metode System of Rice Intensification Budidaya padi secara umum dilakukan dengan tujuan mendapatkan produksi dan kualitas sebaik mungkin dengan mengoptimalkan serta mengefisienkan sumberdaya yang ter sedia. Banyak upaya telah dilakukan untuk mengembangkan varitas tanaman yang mempunyai produktifitas tinggi dan beberapa keunggulan komparatif lainnya. Banyak pula upaya pengembangan teknologi untuk mengoptimalkan pemanfaat an sumberdaya lingkungan sebagai media dan pendukung pertumbuhan tanaman. Beberapa bentuk teknologi budidaya padi yang telah dilakukan antara lain teknologi budidaya padi
AGRITECH, Vol. 31, No. 1, FEBRUARI 2011 1. Bibit ditanam sebagai bibit muda berusia kurang dari 12 hari setelah semai (hss) yaitu ketika bibit masih berdaun sekitar 2 helai. 2. Bibit ditanam secara tunggal, satu batang perlubang, dengan jarak 25 x 25 cm, 30 x 30 cm, 35 x 35 cm, atau dapat lebih jarang. 3. Pindah tanam dari media tumbuh ke lahan harus sesegera mungkin (kurang dari 30 menit) dan harus hati-hati agar akar tidak putus. 4. Bibit ditanam dangkal dengan akar diposisikan hori zontal. 5. Pemberian air maksimal 2 cm (macak-macak) dan pada periode tertentu dikeringkan sampai pecah rambut (sistem irigasi berselang/terputus) 6. Penyiangan lebih lebih sering dengan interval 10 hari. 7. Sedapat mungkin menggunakan pupuk organik (kompos), dan obat-obatan organik
organik (Karyaningsih dkk., 2008), sistem legowo (Utama dkk., 2007), sistem tanam benih langsung, sistem tanpa olah tanah dan lain-lain. Salah satu teknologi budidaya padi yang potensial untuk dikembangkan adalah teknologi System of Rice Intensification. SRI merupakan salah satu bentuk teknologi budidaya padi yang memadukan aspek pengelolaan tanaman, tanah, air dan unsur hara secara terpadu. SRI merupakan sistem produksi pertanian yang holistik dan terpadu, dengan meng optimalkan kesehatan dan produktivitas agroekosistem secara alami, sehingga mampu menghasilkan pangan dan serat yang berkualitas dan berkelanjutan (Anonim, 2007). Metode SRI ditemukan oleh Fr. Henri de Laulanie dari Perancis. Prinsip utama budidaya padi metode SRI adalah tanaman diperlakukan sebagai organisme hidup sebagaimana mestinya, bukan diperlakukan seperti mesin yang dapat dimanipulasi. Semua unsur potensi dalam tanaman padi dikembangkan dengan cara memberikan kondisi yang sesuai dengan pertumbuhannya. Berdasarkan prinsip tersebut dikembangkan pokok-pokok budidaya padi metode SRI sebagai berikut:
Secara ringkas perbedaan utama antara metode budidaya padi konvensional dan SRI dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. P erbedaan pokok antara metode budidaya padi sistem konvensional dan SRI di lokasi penelitian Kegiatan Budidaya Penyiapan lahan
Metode Budidaya Padi Konvensional Tidak ada saluran drainasi melintang ataupun keliling didalam petak pertanaman
SRI Dibuat saluran drainasi melintang lahan secara paralel dengan jarak 2-3 m. Dibuat saluran drainasi keliling untuk pengaturan air.
Penyiapan bibit
Dilakukan langsung di lahan dengan memanfaatkan sebagian petak lahan untuk areal pembibitan. Kebutuhan benih 30-40 kg/ha.
Dilakukan dengan sistem dapok, suatu kotak pembibitan yang diisi campuran tanah dan kompos dan dipertahankan kelembabannya selama pembibitan. Kebutuhan benih 5-7 kg/ha.
Penanaman
Penanaman saat bibit umur 14 – 21 hari. Jarak tanam 20x20 cm. Ditanam secara rumpun, 3-5 bibit per lubang tanam. Kedalaman tanam 5-7 cm. Perakaran pada pangkal bibit dimasukkan secara vertikal kedalam tanah
Penanaman saat bibit umur 7 – 10 hari. Jarak tanam lebih lebar, 25x25 cm, 30x30 cm, atau lebih. Ditanam satu bibit per lubang tanam. Penanaman secara dangkal, kedalaman tanam 1-2 cm. Akar bibit dimasukkan ke dalam tanah pada posisi horizontal; bukan didorong masuk ke dalam tanah.
Pengelolaan air
Dilakuan penggenangan secara berkala.
Tidak dilakukan penggenangan dengan periode yang panjang. Tanah hanya dipertahankan antara kondisi lembab (macakmacak) sampai dengan mendekati kering. Air irigasi diberikan pada saat kondisi tanah mendekati kering.
Pengendalian gulma
Dilakukan secara manual atau secara mekanis, ditambah penggunaan obat kimia.
Dilakukan secara manual atau secara mekanis; penggunaan obat atau bahan kimia minimal atau dihindari. Frekuensi penyiangan lebih tinggi.
Pemupukan
Menggunakan pupuk kimia atau pupuk pabrik.
Menggunakan pupuk organik atau kompos.
3
AGRITECH, Vol. 31, No. 1, FEBRUARI 2011
METODE PENELITIAN
lukan untuk setiap jenis kegiatan, jumlah tenaga kerja, jumlah dan jenis alat mesin, dan semua sarana produksi yang digunakan (benih, pupuk, obat, bahan pupuk dan obat, air irigasi, dan lain-lain). Perhitungan kebutuhan energi dilakukan melalui perekaman terhadap semua bahan dan konsumsi bahan bakar serta waktu kegiatan. Selanjutnya dilakukan konversi ke satuan energi dengan menggunakan tabel konversi seperti ditunjukkan pada Tabel 2. Dari hasil konversi kemudian dihitung rasio output terhadap input energi, dan energi spesifik atau perbandingan antara input energi terhadap total produk beras yang dihasilkan.
Penelitian dilakukan melalui pengamatan dan pengumpulan data penggunaan energi selama proses pra-panen, panen, dan pascapanen budidaya padi SRI dan padi konvensional di tiga lokasi yaitu di desa Sumbermulyo, Bambanglipuro, Bantul, di desa Jering, Sidorejo, Sleman, dan di desa Ngestiharjo, Wates, Kulonprogo. Pengamatan dilakukan selama tiga musim tanam tahun 2008 sampai 2009. Perhitungan kebutuhan energi untuk proses produksi didasarkan pada jadwal kegiatan oleh petani, waktu yang diperTabel 2. Input-output enegi ekivalen pada proses produksi pertanian Item Benih padi (gabah) Pupuk Nitrogen (Urea) Phosphor (TSP) Kalsium (KCl) Kotoran ternak Hijauan-kering Hijauan-basah Obat Herbisida Fungisida Insektisida Tenaga Manusia, olah tanah Manusia, non olah tanah Hewan tarik, sepasang Solar Bensin Listrik Alat, Mesin Traktor kecil, s/d 26kW Traktor besar, s/d 48kW Bajak Penyiang Sprayer Pompa Transportasi, per ton per km Peralatan (logam) Lain-lain Air Beras
4
Unit
Energi Ekivalen (MJ) unit-1
Referensi
kg
13,22
Abdullah dkk., 1985
kg kg kg ton kg kg
63,51 13,99 9,20 303,10 14,00 4,46
Abdullah dkk., 1985 Abdullah dkk., 1985 Abdullah dkk., 1985 Hatirli dkk., 2006 Abdullah dkk., 1985 Abdullah dkk., 1985
Kg Kg kg
288 196 237
Deike dkk., 2008 Deike dkk., 2008 Deike dkk., 2008
jam jam jam liter liter kWh
1,57 0,79 2,78 47,3 42,3 12
Abdullah dkk., 1985 Abdullah dkk., 1985 Abdullah dkk., 1985 Kavargiris dkk., 2009 Kavargiris dkk., 2009 Kavargiris dkk., 2009
jam jam jam jam jam jam jam kg
23,8 41,4 18,4 17,1 1,7 2,4 6,3 8,4
Kavargiris dkk., 2009 Kavargiris dkk., 2009 Kavargiris dkk., 2009 Kavargiris dkk., 2009 Kavargiris dkk., 2009 Kavargiris dkk., 2009 Deike dkk., 2008 Deike dkk., 2008
m3 kg
0,63 15,48
Hatirli dkk., 2006 Abdullah dkk., 1985
AGRITECH, Vol. 31, No. 1, FEBRUARI 2011
Untuk tujuan analisis, input energi diklasifikasikan menjadi bentuk-bentuk energi langsung dan tidak langsung, serta energi terbarukan dan tidak terbarukan. Yang termasuk energi langsung antara lain tenaga manusia, hewan, diesel, bensin, dan listrik, sementara yang termasuk energi tidak langsung antara lain pupuk dan obat-obatan, benih, air, peralatan dan mesin yang digunakan untuk proses produksi. Energi manusia dan hewan diklasifikasikan kedalam energi terbarukan, sedang energi dari bensin, diesel, listrik, pupuk dan obat-obatan kimia diklasifikasikan kedalam energi tidak terbarukan. HASIL DAN PEMBAHSAN Hasil perhitungan kebutuhan energi untuk proses pro duksi padi dengan metode SRI dan metode konvensional secara garis besar ditunjukkan melalui Tabel 3. Secara keseluruhan, total energi yang diperlukan untuk budidaya padi SRI adalah 35 persen lebih kecil daripada input energi yang diperlukan untuk budidaya padi metode konvensional. Penurunan ini disumbangkan oleh penurunan kebutuhan energi untuk benih, pupuk kimia, pestisida kimia, dan air. Meskipun demikian komponen energi untuk tenaga manusia, bahan-bakar, kompos dan pestisida nabati, alat dan mesin pada metode SRI relatif lebih besar daripada metode konvensional. Input energi manusia pada metode SRI memiliki kontribusi terbesar dari kebutuhan energi total untuk proses produksi. Nilainya hampir empat kali lipat kebutuhan energi manusia pada metode konvensional. Tambahan input energi manusia ini terutama diperlukan untuk proses pembuatan efective microorganism (EM), nutrisi dan pupuk, pembuatan saluran melintang dan keliling, serta penyiangan. Pada metode SRI input
energi manusia terbesar diperlukan untuk proses penyiapan lahan dan pengolahan tanah yaitu 39 %, diikuti secara berturut-turut energi untuk pemeliharaan khususnya penyiangan sebesar 33 %, pembuatan pupuk, nutrisi dan EM sebesar 13 %, pasca panen 9 % dan panen, tanam, serta pembibitan ma sing-masing adalah 3, 2, dan 1 % (Gambar 1). Besarnya input energi manusia pada proses penyiangan tanaman dan pembuatan kompos diidentifikasi karena efisiensi peralatan yang digunakan relatif rendah. Hal ini disebabkan peralatan yang digunakan adalah manual dengan spesifikasi yang sebenarnya diperuntukkan untuk proses budidaya padi konvensional. Oleh karena itu perbaikan atau modifikasi peralatan sangat disarankan untuk meningkatkan efisiensi kerja tahapan ini.
Gambar 1. Distribusi input energi manusia pada budidaya padi SRI
Pada budidaya padi metode SRI, kebutuhan bahan bakar minyak lebih besar daripada pada budidaya padi konvensional. Perbedaan terutama terjadi untuk bahan bakar alat transportasi pada proses pembuatan dan pengangkutan kompos, sedang untuk kegiatan-kegiatan lainnya relatif tidak ada perbedaan. Di lokasi penelitian, pada umumnya kompos
Tabel 3. Input energi yang digunakan pada budidaya padi metode SRI dan konvensional Metode SRI Input Manusia BBM Benih Kompos Pupuk Kimia Pestisida Nabati Pestisida Kimia Air Alat Mesin TOTAL
Metode Konvensional
Total Energi ‘Ekivalen (MJ ha-1)
%
Total Energi Ekivalen (MJ ha-1)
%
4.991 4.795 52,9 4.099 346 66,9 0 1.575 855 635 17.418
28,7 27,5 0,3 23,5 2,0 0,4 0,0 9,0 4,9 3,6
1.029 3.826 396 0,0 18.104 0 719 1.968 568 349 26.962
3,8 14,2 1,5 0,0 67,1 0,0 2,7 7,3 2,1 1,3
5
dibuat di lokasi dekat perumahan sementara bahan baku kompos terdapat banyak di lahan. Untuk mengefisienkan penggunaan energi, maka perlu dikaji pemilihan lokasi pengomposan yang sesuai berdasarkan parameter lokasi bahan baku dan lokasi lahan tersebut. Benih yang disemaikan untuk padi SRI jauh lebih se dikit, yaitu sekitar 13 %, dari pada benih yang disemaikan untuk padi konvensional. Demikian juga untuk kebutuhan pupuk dan obat-obatan kimia. Untuk pupuk kimia (N,P,K) meskipun dalam jumlah yang sangat terbatas beberapa petani masih tetap mengaplikasikannya khususnya untuk masa-masa awal pertumbuhan tanaman. Adapun untuk pestisida atau obatobatan kimia semua petani SRI tidak mengaplikasikannya. Padi SRI mengandalkan kompos untuk memfasilitasi kebutuhan nutrisi selama proses pertumbuhan tanaman. Total energi kompos yang diperlukan sekitar 4.100 MJ ha-1 atau 23,5 % dari total energi yang diperlukan. Jumlah ini bervariasi diantara lokasi atau kondisi yang berbeda, dan juga intensitas SRI diterapkan di suatu lokasi. Dalam panduan disarankan penggunaan kompos sekitar 10 ton ha-1. Dalam praktek, petani yang kondisi tanahnya relatif pasiran mengaplikasikan dosis kompos yang lebih besar. Demikian juga pada lahan yang intensitas budidaya padi SRInya masih kecil digunakan dosis kompos lebih besar. Sejalan dengan meningkatnya intensitas SRI diterapkan di suatu lahan maka kebutuhan komposnya menjadi semakin kecil. Dengan demikian dapat diprediksi bahwa kebutuhan kompos semakin lama akan semakin kecil. Disamping pupuk alami berupa kompos, padi SRI menggunakan obat-obatan alami berupa pestisida nabati untuk pemeliharaan tanaman. Bahan baku diambil dari lokasi setempat dengan proses yang dikerjakan secara manual dengan peralatan sederhana yang banyak menyerap energi manusia. Disamping itu belum ada standarisasi bahan baku, proses dan kandungan pada pestisida nabati ini sehingga langkah kedepan adalah membuat standar tersebut agar dapat lebih dipertanggungjawabkan dan berkelanjutan. Penggunaan air irigasi pada budidaya padi SRI lebih sedikit dibanding padi konvensional. Meski demikian dari hasil analisis input energi air belum diperoleh penghematan yang sangat nyata seperti yang diharapkan. Pada lahan yang tanahnya relatif pasiran bahkan tidak diperoleh penurunan berarti. Meski demikian dapat diprediksikan bahwa dengan semakin terbentuknya struktur dan tekstur tanah yang memadai maka pengematan kebutuhan air irigasi merupakan keniscayaan. Input energi yang berasal dari peralatan dan mesin untuk budidaya padi SRI sedikit lebih besar daripada untuk budidaya padi konvensional. Analisis kasusnya adalah serupa dengan input energi dari bahan bakar minyak dimana diperlukan peralatan dan mesin yang lebih banyak untuk proses pembuatan kompos dan pestisida nabati. Efisiensi dan efek6
AGRITECH, Vol. 31, No. 1, FEBRUARI 2011
tifitas penggunaan peralatan dan mesin secara umum rendah. Pengembangan peralatan dan mesin yang sepadan dengan spesifikasi kerja budidaya padi metode SRI sangat perlu dilakukan. Dari hasil panen selama tiga musim, diperoleh variasi produksi antara 7,6 sampai dengan 9,6 atau rerata 8,9 ton ha-1 untuk produksi padi SRI dan antara 5,7 sampai 6,3 atau rerata 6,1 ton ha-1 untuk produksi padi konvensional. Dengan demikian rasio output-input energi untuk budidaya padi metode SRI adalah 6,75 sedang untuk padi metode konvensional adalah 2,98. Dari segi energi spesifik, budidaya padi metode SRI memerlukan 1,96 MJ kg-1, sedang padi konvensional 4,43 MJ kg-1. Dengan kata lain padi konvensional lebih padat energi daripada padi SRI. Ditinjau dari klasifikasi bentuk energinya budidaya padi dengan metode SRI menggunakan 56,2 % energi langsung dan 43,8 % dari sumber energi tidak langsung, sementara budidaya padi konvensional menggunakan 18 % energi langsung dan 82 % energi tak langsung (Gambar 2). Seperti dijabarkan di muka besarnya energi langsung pada padi SRI adalah karena intensifnya penggunaan energi manusia pada proses pembuatan kompos, pestisida nabati dan penyiangan.
Gambar 2. Distribusi input energi langsung dan tak langsung pada budidaya padi SRI dan konvensional
Berdasarkan klasifikasi jenisnya, budidaya padi SRI menggunakan 61,9 % energi terbarukan dan 38,1 % energi tak terbarukan. Pada aspek ini budidaya padi SRI secara keberlanjutannya lebih menjamin daripada pada budidaya padi konvensional yang memerlukan 12,6 % energi terbarukan dan 87,4 % energi tak terbarukan (Gambar 3).
Gambar 3. Distribusi input energi terbarukan dan tak terbarukan pada budidaya padi SRI dan konvensional
Hasil penelitian secara keseluruhan mengindikasikan potensi yang cukup besar penerapan metode SRI dalam ke rangka efektifitas penggunaan enegi pada budidaya padi. Beberapa komponen input masih cukup potensial untuk lebih diefektifkan. Penggunaan energi manusia yang cukup besar dan dominan dalam budidaya padi SRI dapat lebih diefisien kan dengan cara melakukan modifikasi peralatan dan mesin sedemikian sehingga sesuai dengan spesifikasi teknis dan pola kerja budidaya SRI. Pada tahapan pembuatan kompos, pengembangan peralatan komposter secara semi mekanis di sarakan dilakukan untuk mengurangi intensitas penggunaan tenaga manusia. Penggunaan alat atau mesin penebar kompos semi mekanis juga disarankan. Disamping itu pemilihan lokasi dan kapasitas unit pengomposan perlu disesuaikan dengan lokasi lahan untuk mengurangi kebutuhan energi untuk transportasi. Pada tahapan penyiapan lahan, penggunaan implemen pembuat alur, furrower, dapat dikombinasikan de ngan penggunaan bajak sehingga pekerjaan pembuatan saluran melintang dan saluran keliling dapat dilakukan secara simultan dengan pekerjaan pengolahan tanah. Pada tahapan pemeliharaan tanaman, khususnya penyiangan, pemilihan jenis penyiang perlu disesuaikan dengan jenis tanah dan jenis gulma yang dominan tumbuh. Secara umum penggunaan penyiang tipe roller-weeder dan cone-weeder lebih disarankan daripada tipe paku (spike tooth) yang digunakan di lokasi penelitian saat ini. KESIMPULAN DAN SARAN 1. Total input energi yang digunakan untuk budidaya padi SRI 35 persen lebih kecil dibanding input energi yang digunakan pada budidaya padi metode konvensional. Penurunan yang signifikan terjadi pada input energi benih, pupuk dan pestisida kimia, serta air. Penggunaan input energi manusia lebih besar dan digunakan untuk pekerjaan pembuatan kompos, penyiangan, dan penyiapan lahan 2. Rasio output-input energi untuk budidaya padi metode SRI adalah 6,75, lebih besar daripada padi metode konvensional yaitu 2,98. 3. Budidaya padi metode SRI termasuk kategori kurang padat energi dibanding budidaya padi metode konvensional. Energi spesifik untuk metode SRI adalah 1,96 MJ kg-1, sedang metode konvensional adalah 4,43 MJ kg-1. 4. Budidaya padi dengan metode SRI menggunakan 56,2 % energi langsung dan 43,8 % dari sumber energi tidak langsung, sementara budidaya padi konvensional menggunakan 18 % energi langsung dan 82 % energi tak langsung.
AGRITECH, Vol. 31, No. 1, FEBRUARI 2011
5. Budidaya padi SRI menggunakan 61,9 % energi terbarukan dan 38,1 % energi tak terbarukan. Budidaya padi konvensional menggunakan 12,6 % energi terbarukan dan 87,4 % energi tak terbarukan. 6. Untuk lebih mengefisienkan penggunaan energi pada budidaya padi SRI disarankan dilakukan melalui modifikasi dan pemilihan peralatan dan mesin sesuai spesifikasi teknis metode budidaya SRI. UCAPAN TERIMAKASIH Penelitian ini dilaksanakan bersamaan dengan proyek penelitian irigasi hemat air pada budidaya padi dengan metode SRI, Jurusan Teknik Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Gadjah Mada. Ucapan terimakasih di sampaikan kepada Prof. Dr. Ir. Sigit Supadmo Arif, M.Eng, kepala proyek penelitian. Ucapan terimakasih juga disampaikan kepada bapak Lasiyo, Purwanto, Nuryanto, dan Sugeng Haryanto yang telah membantu pelaksanaan pengumpulan data penelitian. DAFTAR PUSTAKA Abdullah, K., Irwanto, A.K., Siregar, N. dan Agustina, E. (1985). Energi dan Listrik Pertanian. Jurusan Mekanisasi Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Anonim. (2007). Materi Pembelajaran Ekologi Tanah (ET) dan System of Rice Intensification (SRI). Balai Irigasi, Pusat Penelitian dan Pengembangan Sumberdaya Air, Departemen Pekerjaan Umum. Bekasi 12-18 Februari 2007. Baruah, D.C. dan Dutta, P.K. (2004). An investigation into the energy use in relation to yield of rice (Oryza sativa) in Assam, India. Agriculture, Ecosystem and Environtment 120: 185-191. Baruah, D.C., Das, P.K. dan Dutta, P.K. (2004). Present status and future demand for energy for bullock-operated rice farms in Assam (India). Applied Energy 79: 145-157. Brown, L.R., Flavin, C.F. dan Frech, H. (1998). State of the world. WW. Norton, New York. Deike, S., Pallut, B. dan Christen, O. (2008). Investigation on the energy efficiency of organic and integrated farming with specific emphasis on pesticide use intensity. European Journal of Agronomy 28: 461-470. Esengun, K., Erdal, G., Gunduz, O. dan Erdal, H. (2007). An economic analysis and energy use in stake-tomato production in Tokat province of Turkey. Renewable Energy 32: 1873-1881.
7
Hatirli, S.A., Ozkan, B. dan Fert, C. (2006). Energy inputs and crop yield relationship in greenhouse tomato production. Renewable Energy 31: 427-438. Hendriadi, A. dan Mulyantoro, L. (2009). Analysis of energy consumption for paddy production in Indonesia. Proceeding International Sympoium Agricultural Engineering Towards Sustainable Agriculture in Asia, Bogor, November 17-19. Kaltsas, AM., Mamolos, A.P., Tsatsarelis, C.A., Nanos, G.D. dan Kalburtji, K.L. (2007). Energy budget in organic and conventional olive groves. Agriculture Ecosystems and Environment 122: 243-251. Karyaningsih, S., Pawarti, M. dan Nugraheni, D. (2008). Inovasi teknologi budidaya padi organik menuju pembangunan pertanian berkelanjutan. Prosiding Seminar Nasional Teknik Pertanian 2008 – Yogyakarta, 18-19 November. Kavargiris, S.E., Mamolos, A.P., Tsatsarelis, C.A., Nikolaidou, A.E. dan Kalburtji, K.L. (2009). Energy resources utilization in organic and conventional vineyards: Energy flow, greenhouse gas emissions and biofuel production. Biomass and Bioenergy 33: 1239-1250. Loake, C. (2001). Energy accounting and well-being examining UK organic and conventional farming systems through a human energy perspective. Agricultural Systems 70 : 275-294. Muhammadi, A., Tabatabaeefat, A., Shahin, S., Rafiee, S. dan Keyhani, A. (2008). Energy use and economical analysis of potato production in Iran a case study: Ardabil
8
AGRITECH, Vol. 31, No. 1, FEBRUARI 2011
province. Energy Conversion and Management 49: 3566-3570. Odum, H.T. (1971). Fundamental of ecology. 3rd ed. Saunders, Philadelphia. Pinstrup-Andersen, P. (1999). Towards ecologically sustainable world food production, vol. 22. UNEP Industry and Environment, United Nation Environment Program, Paris, pp. 10-13. Refsgaard, K., Halberg, N. dan Kristensen, E.S. (1998). Ener gy utilization in crop and diary production in organic and conventional livestock production system. Agricultural System 57: 599-630. Shahan, S., Jafari, A., Mobli, H., Rafiee, S. dan Karimi, M. (2008). Energy use and economical analysis of wheat production in Iran: A case study from Ardabil province. Journal of Agricultural Technology 4: 77-88. Singh, G. (1999). Relationship between mechanization and productivity in various parts of India. XXXIV Annual Convention Indian Society of Agricultural Engineers, CCSHAU, Hisar, India, December 16-18. Tzilivakis, J., Warner, D.J., May, M., Lewis, K.A. dan Jaggard, K. (2005). An assesment of the energy inputs and geenhouse gas emissions in sugar beet (Beta vulgaris) production in UK. Agricultural System 85: 101-119. Utama, S.P., Badrudin, R. dan Nusril (2007). Faktor-faktor yang mempengaruhi adopsi petani pada teknologi budidaya padi sawah sistem legowo. Jurnal Ilmu-Ilmu Pertanian 3: 300-306.