KUALITAS MIKROORGANISME LOKAL (MOL) YANG DIGUNAKAN PADA PENANAMAN PADI (ORYZA SATIVA L.) DENGAN METODE SYSTEM OF RICE INTENSIFICATION (SRI) ORGANIK
LILY NOVIANI BATARA
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2015
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Kualitas Mikroorganisme Lokal (MOL) yang Digunakan pada Penanaman Padi (Oryza sativa L.) dengan Metode System of Rice Intensification (SRI) Organik adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.
Bogor, Desember 2015
Lily Noviani Batara A154120041
RINGKASAN
LILY NOVIANI BATARA. Kualitas Mikroorganisme Lokal (MOL) yang digunakan pada Penanaman Padi (Oryza sativa L.) dengan Metode System of Rice Intensification (SRI) Organik. Dibimbing oleh ISWANDI ANAS, DWI ANDREAS SANTOSA dan YULIN LESTARI. Petani menggunakan Mikroorganisme Lokal (MOL) dalam penerapan metode System of Rice Intensification (SRI) organik untuk meningkatkan pertumbuhan dan produksi serta untuk mengatasi masalah hama dan penyakit tanaman padi. MOL adalah cairan hasil rendaman potongan kecil bahan organik berupa tumbuhan dan kotoran hewan peliharaan yang dalam pembuatannya sering ditambahkan gula merah atau molase dan didiamkan selama dua minggu. MOL dibuat dengan menggunakan bahan organik yang tersedia di lokasi, namun dalam pembuatannya selain bahannya sangat beragam, MOL juga dibuat tidak secara kuantitatif serta tidak ada tambahan inokulan mikroorganisme berguna. Dengan demikian, dapat dipahami kualitas MOL sangat berbeda satu dengan yang lainnya sehingga pengaruhnya terhadap pertumbuhan dan produksi tanaman padi serta kemampuan melindungi tanaman dari serangan hama penyakit juga akan sangat berbeda. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengkaji kualitas berbagai macam MOL yang diproduksi petani baik dari sifat kimia, fisik dan biologi, mengkuantifikasi pembuatan MOL dan memperbaiki kualitasnya dengan menambahkan mikroorganisme berguna (benefical microbes) serta menguji penggunaan MOL yang sudah dikuantifikasi dan diperbaiki kualitasnya terhadap pertumbuhan dan produksi tanaman padi dengan metode SRI organik. Pengujian kualitas dan perbaikan kualitas MOL dilakukan di Laboratorium Bioteknologi Tanah Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan Fakultas Pertanian IPB dan percobaan lapang pengujian kualitas MOL yang sudah diperbaiki terhadap pertumbuhan dan produksi padi SRI organik dilakukan di Desa Ciasihan, Pamijahan, Bogor. Mikroorganisme berguna yang digunakan untuk memperbaiki kualitas MOL yaitu Azotobacter sp., Azospirillum sp., bakteri pelarut fosfat dan Trichoderma harzianum. Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa kualitas MOL yang diproduksi dan digunakan oleh petani sangat beragam sifat fisik, kimia dan biologinya. Pembuatan MOL secara kuantitatif dan penambahan mikroorganisme berguna ke dalam MOL mampu meningkatkan kualitas MOL yang dapat dilihat dari peningkatan pertumbuhan dan produksi tanaman padi yang ditanam dengan metode SRI organik. Kata kunci: kualitas MOL, mikroorganisme lokal (MOL), system of rice intensification (SRI)
SUMMARY
LILY NOVIANI BATARA. Quality of Indigenous Microbes (IMO) in Rice ( Oryza sativa L.) Cultivation of Organic System of Rice Intensification Method. Supervised by ISWANDI ANAS, DWI ANDREAS SANTOSA and YULIN LESTARI. Farmers often use Indigenous Microbes (IMO) in organic System of Rice Intensification method to improve rice growth and yield as well as to protect rice plants from pest and disease attack. IMO is an immersion liquid product of fine pieces plant materials or animal materials waste, mostly sugar or molasses were added and stored for two weeks. Currently IMO is made of various native organic materials without quantitatively measured and without microbial inoculation. This research aimed to determine the quality of IMO produced by farmers based on chemical, physical and biological properties, to quantify ingradient in making IMO, to improve IMO quality by enriching with beneficial microbes and to evaluate the effect of improved IMO on rice growth and yield culvated under SRI cultivation method. Chemical, physical and biological properties of IMO were evaluated at The Laboratory of Soil Biotechnology, Departement of Soil Science and Land Resources Faculty of Agriculture, IPB. While field trials was performed at Ciasihan village, Pamijahan District, Bogor Regency. Benefical microbes that used to improve the quality of IMO are Azotobacter sp., Azospirillum sp., phosphate solubilizing bacteria and Trichoderma harzianum. The result of study showed that IMO produced by farmers were varied very widely in physical, chemical and biological properties, hence the quality os IMO also veried considerably. Preparation of IMO quantitatively is necessary to keep the quality of IMO better. Enrichment IMO with beneficial microbes improved the quality of IMO as can be shown by improvement of rice growth as well as increase the yield. Key words: MOL quality, indigenous microbes (IMO), system of rice intensification (SRI)
© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2015 Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB
KUALITAS MIKROORGANISME LOKAL (MOL) YANG DIGUNAKAN PADA PENANAMAN PADI (ORYZA SATIVA L.) DENGAN METODE SYSTEM OF RICE INTENSIFICATION (SRI) ORGANIK
LILY NOVIANI BATARA
Tesis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Bioteknologi Tanah dan Lingkungan
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2015
Penguji luar komisi pada Ujian Tesis : Dr. Dra. Rahayu Widyastuti, M.Sc.Agr
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema penelitian yang dilaksanakan sejak bulan April 2014 ini ialah mikroorganisme lokal, dengan judul Kualitas Mikroorganisme Lokal (MOL) yang digunakan pada Penanaman Padi (Oryza sativa L.) dengan Metode System of Rice Intencification (SRI) Organik. Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Prof. Dr. Ir. Iswandi Anas M.Sc, Bapak Prof. Dr. Ir. Dwi Andreas Santosa MS. dan Ibu Dr. Ir. Yulin Lestari yang telah membimbing mulai dari pemilihan judul penelitian, pembuatan proposal, pelaksanaan penelitian dan penulisan tesis serta publikasi. Di samping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada segenap staf dari Laboratorium Bioteknologi Tanah, Paguyuban Tani Ciasihan Bogor yang telah membantu selama penelitian berlangsung dan kepada Bina Desa atas kontribusi pendanaan penelitian ini. Kepada orang tua, suami dan anak serta seluruh keluarga, terima kasih atas segala doa, dukungan dan kasih sayangnya. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, Desember 2015
Lily Noviani Batara
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
vi
DAFTAR GAMBAR
vi
DAFTAR LAMPIRAN
vii
1 PENDAHULUAN Latar Belakang Perumusan Masalah Tujuan Penelitian Hipotesis Manfaat Penelitian 2 TINJAUAN PUSTAKA System of Rice Intensification (SRI) Sifat fisik, Kimia dan Biologi MOL
1 1 1 2 2 2 3 3 4
3 METODE Tempat dan Waktu Bahan Alat Pelaksanaan Penelitian
8 8 8 8 8
4 HASIL DAN PEMBAHASAN Kualitas MOL yang Dibuat Petani Identifikasi Molekular Mikroorganisme Dominan yang Terdapat dalam MOL Kuantifikasi Pembuatan MOL Pengaruh Perbaikan Kualitas MOL terhadap Pertumbuhan dan Produksi Padi dengan Metode SRI Organik Analisis Usahatani Pengaruh Perlakuan Pemberian MOL Perbandingan Usahatani Padi Konvensional dan SRI Organik
15 15
24 29 30
5 SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Saran
32 32 32
DAFTAR PUSTAKA
33
LAMPIRAN
37
RIWAYAT HIDUP
46
18 22
DAFTAR TABEL
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
11 12
13
14
15 16
Perbandingan antara praktik budidaya padi secara konvensional dan SRI 3 Parameter, metode dan alat pada pengujian kualitas MOL berdasarkan sifat kimia dan fisik MOL 9 Parameter dan media pengujian kualitas MOL berdasarkan sifat biologi MOL 9 Perlakuan waktu pemupukan, pengairan dan penyiangan budidaya padi metode SRI 13 Nilai pH dan kandungan unsur hara sebelas jenis MOL produksi petani 15 Pengamatan suhu, warna dan nilai TDS, TSS sebelas jenis MOL 16 Populasi total mikroorganisme, bakteri penambat N2, bakteri pelarut P, mikroorganisme selulolitik pada sebelas MOL produksi petani 17 Penelusuran sekuen 16S rRNA isolat MK-2 dan MN-1 dengan spesies pembanding pada program FASTA 19 Penelusuran nukleotida isolat MR-2 dengan spesies pembanding pada program FASTA 20 Populasi mikroorganisme antara MOL tanpa diperkaya mikroorganisme berguna dengan MOL diperkaya mikroorganisme berguna pada inkubasi hari ke-3 dan ke-30 setelah pengayaan pada media spesifik 23 Pengaruh pemberian MOL dan MOL diperkaya mikroorganisme berguna terhadap jumlah anakan 25 Pengaruh perlakuan tanpa MOL, MOL dan MOL diperkaya mikroorganisme berguna terhadap jumlah anakan produktif, bobot basah dan bobot kering 1000 butir gabah 27 Pengaruh perlakuan tanpa MOL, MOL dan MOL diperkaya mikroorganisme berguna terhadap jumlah dan persentase gabah total dan gabah hampa 28 Pengaruh perlakuan tanpa MOL, MOL dan MOL diperkaya mikroorganisme berguna terhadap gabah kering panen dan gabah kering giling 29 Analisis usahatani perlakuan SRI organik dengan MOL untuk tanaman padi varietas Ciherang ha-1 30 Perbandingan perkiraan pendapatan usahatani antara metode konvensional dan SRI organik ha-1 untuk satu musim tanam 31
DAFTAR GAMBAR
1 2
Petakan perlakuan penelitian (A) Pembibitan SRI (B) Pengairan umur tanaman 21 hst (A) dan 49 hst (B)
13 14
3
4
5
6
Pohon filogenetik berdasarkan sekuen 16S rRNA yang menunjukkan hubungan kekerabatan antara isolat MK-2 dan MN-1 dengan spesies pembanding pada analisis neighbor-joining dan uji bootstrap (1000 replicates) menggunakan model maximum composite likelihood dalam software MEGA 6 Pohon filogenetik berdasarkan sekuen nukleotida yang menunjukkan hubungan kekerabatan antara isolat MR-2 dengan spesies pembanding pada analisis neighbor-joining dan uji bootstrap (1000 replicates) menggunakan model maximum composite likelihood dalam software MEGA 6 Perbandingan tinggi tanaman perlakuan tanpa MOL, MOL krokot dan MOL krokot diperkaya mikroorganisme berguna (A), tanpa MOL, MOL nasi dan MOL nasi diperkaya mikroorganisme berguna (B), tanpa MOL, MOL rebung dan MOL rebung diperkaya mikroorganisme berguna (C) Pengaruh pemberian MOL dan MOL diperkaya mikroorganisme berguna terhadap pertumbuhan tanaman padi metode SRI organik
21
22
24 26
DAFTAR LAMPIRAN
1 Hasil analisis sekuen 16S rRNA dari isolat MK-2 dan MN-1 pada program FASTA 2 Hasil analisis sekuen ITS-1 dan ITS-4 dari isolat cendawan selulolitik (MR-2) pada program FASTA 3 Sifat kimia tanah sawah penelitian 4 Sifat kimia kompos yang digunakan dalam penelitian 5 Deskripsi Padi Varietas Ciherang (BPPTP 2010) 6 Rekapitulasi sidik ragam perlakuan MOL dan MOL diperkaya mikroorganisme berguna terhadap tinggi tanaman umur 21 hst 7 Rekapitulasi sidik ragam perlakuan MOL dan MOL diperkaya mikroorganisme berguna terhadap tinggi tanaman umur 35 hst 8 Rekapitulasi sidik ragam perlakuan MOL dan MOL diperkaya mikroorganisme berguna terhadap tinggi tanaman umur 49 hst 9 Rekapitulasi sidik ragam perlakuan MOL dan MOL diperkaya mikroorganisme berguna terhadap tinggi tanaman umur 63 hst 10 Rekapitulasi sidik ragam perlakuan MOL dan MOL diperkaya mikroorganisme berguna terhadap jumlah anakan umur 21 hst 11 Rekapitulasi sidik ragam perlakuan MOL dan MOL diperkaya mikroorganisme berguna terhadap jumlah anakan umur 35 hst 12 Rekapitulasi sidik ragam perlakuan MOL dan MOL diperkaya mikroorganisme berguna terhadap jumlah anakan umur 49 hst 13 Rekapitulasi sidik ragam perlakuan MOL dan MOL diperkaya mikroorganisme berguna terhadap jumlah anakan umur 63 hst 14 Rekapitulasi sidik ragam perlakuan MOL dan MOL diperkaya mikroorganisme berguna terhadap jumlah anakan produktif
38 40 40 41 41 42 42 42 42 43 43 43 43 44
15 Rekapitulasi sidik ragam perlakuan MOL dan MOL mikroorganisme berguna terhadap gabah isi 16 Rekapitulasi sidik ragam perlakuan MOL dan MOL mikroorganisme berguna terhadap gabah hampa 17 Rekapitulasi sidik ragam perlakuan MOL dan MOL mikroorganisme berguna terhadap berat basah 1000 butir 18 Rekapitulasi sidik ragam perlakuan MOL dan MOL mikroorganisme berguna terhadap berat kering 1000 butir 19 Rekapitulasi sidik ragam perlakuan MOL dan MOL mikroorganisme terhadap berat basah ubinan 20 Rekapitulasi sidik ragam perlakuan MOL dan MOL mikroorganisme berguna terhadap berat kering ubinan
diperkaya 44 diperkaya 44 diperkaya 44 diperkaya 44 diperkaya 45 diperkaya 45
1 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Salah satu upaya peningkatan hasil tanaman padi (Oryza sativa L.) adalah melalui penerapan System of Rice Intensification (SRI), sebuah cara dengan mengubah pengelolaan tanaman, tanah dan air menjadi suatu sistem dimana dalam satu rangkaian yang saling mempengaruhi satu sama lain. SRI menekankan upaya memaksimalkan jumlah anakan dan pertumbuhan akar dengan mengelola pasokan air, oksigen dan unsur hara yang cukup pada tanaman padi. Dalam praktik pemupukan SRI ada yang menggunakan pupuk anorganik (sintetik) yang dikenal SRI anorganik, kombinasi pupuk anorganik dan pupuk organik yang disebut SRI semi organik dan yang menggunakan pupuk organik kemudian dinamakan SRI organik. Petani dalam budidaya SRI organik atau semi organik menggunakan Mikroorganisme Lokal (MOL) sebagai pupuk cair pada tanaman padi (Chapagain et al. 2011; NOSC 2013). MOL merupakan cairan hasil rendaman potongan halus bahan organik tanaman atau hewan dengan limbah bahan organik yang seringkali ditambah dengan gula merah atau molase. Cairan hasil rendaman setelah dua minggu didiamkan kemudian disaring dan diencerkan terlebih dahulu sebelum disemprotkan ke tanaman. Tujuannya untuk meningkatkan pertumbuhan dan produksi tanaman serta memproteksi tanaman dari serangan hama penyakit. Praktik pembuatan MOL selama ini dibuat dari berbagai bahan organik yang tersedia setempat tetapi tidak ditetapkan secara kuantitatif, tidak ada inokulasi mikroorganisme berguna bagi tanaman dan dosis penggunaanya juga berbedabeda. Pembuatan MOL dalam penelitian Retno (2009) menggunakan bahan baku utama MOL yaitu rebung, maja dan bonggol pisang dicampur dengan air kelapa dan gula merah tetapi jumlahnya tidak disebutkan secara kuantitatif. Begitu juga Suhastyo (2011) mencampur keong mas, bonggol pisang dengan gula merah dan air cucian beras. Sementara Miller et al. (2013) membuat MOL dari campuran sayuran dan gula merah dengan komposisi berat yang sama tanpa ada campuran cairan pelarut seperti air cucian beras. Bila bahan untuk membuat MOL sangat beragam, tidak dibuat secara kuantitatif dan tidak ada inokulasi mikroorganisme berguna maka dapat diduga kualitas MOL yang dihasilkan petani sangat beragam. Dengan demikian bila digunakan untuk penyemprotan padi, maka pengaruhnya juga akan sangat bervariasi. Perumusan Masalah Sehubungan dengan hal tersebut diatas, dilakukan serangkaian penelitian untuk menjawab pertanyaan sebagai berikut: (1) Apakah benar MOL yang dibuat petani kualitasnya sangat bervariasi, (2) Bisakah kualitas MOL diperbaiki, (3) Apakah MOL yang dibuat secara kuantitatif dan ditambahkan mikroorganisme berguna (beneficial microbes) mempunyai pengaruh yang lebih baik terhadap pertumbuhan dan produksi tanaman padi.
2 Tujuan Penelitian Tujuan penelitian untuk 1) mempelajari kualitas berbagai macam MOL yang dibuat petani dari sifat kimia, fisik dan biologi, 2) mengkuantifikasi bahanbahan pembuatan MOL dan memperbaiki kualitas dengan menambahkan mikroorganisme berguna dan 3) menguji penggunaan MOL yang sudah dikuantifikasikan dan diperbaiki kualitasnya terhadap pertumbuhan dan produksi tanaman padi dengan metode SRI organik. Hipotesis Pembuatan MOL secara kuantitatif sangat diperlukan untuk menjaga kualitas dan pengaruhnya terhadap pertumbuhan dan produksi padi. Penambahan mikroorganisme berguna (benefical microbes) untuk meningkatkan kualitas MOL. Pengaruh MOL yang diperbaiki kualitasnya lebih baik dari pada MOL yang tidak diperbaiki kualitasnya dalam meningkatkan pertumbuhan dan produksi tanaman padi.
Manfaat Penelitian Data yang diperoleh dapat memberikan informasi tentang 1) kualitas kimia, fisik dan biologi MOL krokot MOL bonggol pisang, MOL nasi, MOL bayam, MOL gamal, MOL rebung, MOL jantung pisang, MOL pisang mentah, MOL pisang matang dan MOL keong yang diproduksi oleh petani 2) kualitas biologi hasil kuantifikasi dan perbaikan kualitas MOL dengan penambahan mikroorganisme berguna 3) hasil uji lapang perbaikan kualitas MOL pada pertumbuhan dan produksi tanaman padi metode SRI organik.
3
2 TINJAUAN PUSTAKA System of Rice Intencification (SRI) SRI merupakan teknik budidaya padi yang mampu meningkatkan produktivitas dengan menekankan upaya memaksimalkan jumlah anakan dan pertumbuhan akar. Konsep dasar praktik SRI yang membedakan dengan praktik konvensional menurut Uphoff (2007) dan Purwantana (2011) dalam mengejar produksi tanaman seperti yang ditunjukkan pada Tabel 1 dibawah ini. Tabel 1 Perbandingan antara praktik budidaya padi secara konvensional dan SRI Kegiatan Budidaya Penyiapan bibit
Penanaman
Pengelolaan air
Budidaya padi secara Konvensional Benih langsung di lahan dengan memanfaatkan sebagian petak lahan untuk areal pembibitan. Kebutuhan benih 25-40 kg ha-1 Penanaman bibit umur 20-30 hari. Jarak tanam 20 cm x 20 cm. Ditanam secara rumpun, 3-5 bibit per lubang tanam. Kedalaman tanam 5-7 cm. Akar pada pangkal bibit dimasukkan secara vertikal ke dalam tanah. Pengairan selalu tergenang, pengeringan dilakukan dua minggu sebelum panen
SRI Benih ditebar pada nampan atau kotak, campuran tanah dan kompos (1:1). Kebutuhan benih 5-7 kg ha-1 Penanaman saat bibit umur 7-14 hari. Jarak tanam > 25cm x 25 cm. Ditanam satu bibit per lubang tanam. Kedalaman 1-2 cm. Akar bibit dimasukkan secara horizontal ke dalam tanah, bukan didorong masuk ke dalam tanah. Pengairan terputus, tidak tergenang dalam periode yang panjang. Tanah dipertahankan dalam kondisi lembab
SRI mempunyai perbedaan yang signifikan dengan budidaya padi konvensional untuk beberapa parameter seperti populasi mikroorganisme tanah dan tingkat aktivitas enzim di sekitar rhizosphere lebih tinggi serta terjadi peningkatan ketersediaan nitrogen dan fosfor bagi tanaman (Anas et al. 2011). Populasi mikroorganisme tanah berguna juga meningkat seperti Azotobacter, Azospirillum dan bakteri pelarut fosfat pada praktik SRI (Nareswari 2008; Anas et al. 2011). Budidaya padi menurut metode SRI dapat menaikkan nilai potensial redoks (Eh) tanah karena perbedaan sistem pengairan lahan. Pada sistem konvensional selalu tergenang dan SRI tidak tergenang. Perlakuan tidak tergenangnya sawah inilah yang meningkatkan nilai Eh dan juga mampu menekan populasi hama penyakit, baik sistem SRI organik maupun SRI konvensional yang menggunakan input pupuk sintetik (Chapagain et al. 2011). Dalam penerapan SRI penggunaan bahan organik sering dianjurkan namun ada juga praktik SRI yang menggunakan pupuk sintetik ataupun campuran antara
4 pupuk organik dengan pupuk sintetik. Praktik SRI organik, menggunakan MOL sebagai sumber unsur hara tanaman. Umumnya penyemprotan MOL dipraktikkan pada tanaman padi metode SRI dengan frekuensi penyemprotan MOL sebanyak 6 kali yaitu mulai pada umur 10, 20, 30, 40, 60 dan 70 hst. Produksi padi yang dihasilkan sekitar 8 – 12 ton ha-1, lebih tinggi dibandingkan hasil konvensional sekitar 4 – 7 ton ha-1 (NOSC 2013). Budidaya padi SRI organik memerlukan input tenaga manusia lebih dibandingkan dengan budidaya SRI anorganik terutama pada proses pembuatan kompos, MOL, pembuatan saluran dan irigasi ke sawah serta penyiangan. Pada metode SRI organik input tenaga kerja terbesar diperlukan untuk proses penyiapan lahan dan pengolahan tanah yaitu 39%, diikuti secara berturut-turut untuk pemeliharaan khususnya penyiangan sebesar 33%, pembuatan kompos dan MOL sebesar 13%, pasca panen 9%, panen 3%, tanam 2% dan pembibitan 1%. Penyiangan merupakan salah satu persoalan penting dalam SRI. Sistem pengairan yang terputus atau tidak tergenang memungkinkan tumbuh suburnya gulma. Apabila tidak dilakukan penyiangan, terjadi persaingan tanaman padi dengan gulma, sehingga secara signifikan akan berpengaruh pada penurunan hasil padi hingga 69.15%. Gulma dalam budidaya padi SRI dapat diatasi dengan melakukan penyiangan lebih awal, menggunakan penyiangan mekanis seperti rotary weeder, aplikasi herbisida dan penggunaan mulsa (Wayayoka et al. 2014).
Sifat Fisik, Kimia dan Biologi MOL MOL dalam praktik SRI sering difungsikan sebagai pupuk organik karena bahan bakunya mudah didapat di lokasi seperti buah-buahan, rebung, daun gamal, keong, urin sapi, urin kelinci serta sisa makanan. Berbagai contoh MOL yang dibuat dan diaplikasikan oleh petani adalah MOL buah-buahan untuk membantu bulir padi agar lebih berisi, MOL daun gamal untuk penyubur daun tanaman dan disemprotkan pada padi umur 30 hst, MOL bonggol pisang sebagai dekomposer saat pembuatan kompos dan diberikan pada padi umur 10, 20, 30 dan 40 hst. MOL sayuran untuk merangsang tumbuhnya malai dan diberikan pada umur padi 60 hst. MOL rebung untuk merangsang pertumbuhan tanaman dan disemprotkan pada padi umur 15 hst. MOL cangkang telur untuk memperkuat bunga (Purwasasmita & Kunia 2009). MOL juga dapat digunakan sebagai pendekomposer, pupuk dan pestisida organik. Dalam proses pembuatan kompos, seringkali ditambahkan MOL nasi, MOL bonggol pisang sebagai starter untuk mempercepat pematangan kompos (Hankyu 2010; NOSC 2013). Selain itu, Retno (2009) menunjukkan MOL rebung (Bamboo sp.), MOL maja (Aegke marmelos L.), MOL bonggol pisang (Musa paradisiaca L.) dan MOL gamal (Gliricidea sepium L.) juga mampu meningkatkan daya kecambah benih dan produksi padi serta mampu menekan serangan penyakit bercak daun oleh cendawan Cercospora oryzae. Penggunaan MOL pada peternakan dan perikanan juga sering digunakan dengan mencampur MOL pada fermentasi pakan atau sebagai minuman ternak (Hankyu 2010).
5 Sifat Fisik MOL sebagai suatu larutan dari bahan organik mempunyai sifat-sifat fisik yang berhubungan dengan kehidupan mikroorganisme misalnya waktu, suhu dan warna. Penelitian Juanda et al. (2011) menemukan bahwa waktu pembuatan yang dibutuhkan MOL 3 minggu karena bahan baku MOL sudah hancur atau terurai dengan sempurna. Lama pembuatan juga berpengaruh nyata terhadap suhu MOL. Suhu tertinggi yang dicapai adalah 290C. Hal ini ada kaitannya dengan aktivitas mikroorganisme dalam mendekomposisi bahan organik yang menghasilkan energi dalam bentuk panas. Panas yang dihasilkan berkaitan dengan fase pertumbuhan mikroorganisme yaitu memasuki fase eksponensial. Fase ini adalah fase perbanyakan jumlah sel sampai batas suhu tertentu (Madigan et al. 2003; Purwoko 2009). Setelah mencapai puncak, suhu mulai menurun, diduga karena aktivitas mikroorganisme dalam mengurai bahan organik semakin berkurang (Juanda et al. 2011). Setiap MOL juga menghasilkan warna yang berbeda-beda tergantung pada bahan organiknya. Warna MOL adalah warna yang ditimbulkan oleh kandungan bahan organik dan anorganik. Warna bahan-bahan organik misalnya tannin, liginin dan asam humus yang berasal dari dekomposisi bahan baku MOL. Warna ini tidak hanya disebabkan oleh bahan terlarut, tetapi juga oleh bahan tersuspensi (Effendi 2003). Kandungan total bahan tersuspensi dan terlarut kemudian dianggap sebagai padatan total. Padatan total adalah bahan yang tersisa setelah air sampel mengalami evaporasi dan pengeringan pada suhu tertentu. Padat tersuspensi total (Total Suspended Solid atau TSS) merupakan sisa padatan yang tertinggal pada penyaringan atau dengan kata lain berat zat padat tersuspensi atau tak terlarut dalam volume tertentu dari limbah cair, masing-masing berupa bahan organik dan mineral. Kandungan TSS memiliki hubungan yang erat dengan kecerahan air. Keberadaan padatan tersuspensi tersebut akan menghalangi penetrasi cahaya yang masuk ke air sehingga hubungan antara TSS dan kecerahan akan menunjukkan hubungan yang berbanding terbalik. Semakin tinggi kandungan TSS maka kecerahan air rendah. Sebaliknya, apabila kandungan TSS rendah, kecerahan air tinggi. Hal ini akan berpengaruh terhadap kualitas kandungan unsur hara dalam MOL (Manurung et al. 2012). Total dissolved solid (TDS) adalah benda padat yang terlarut terdiri dari semua mineral, garam, logam serta kation-anion yang terlarut di dalam air termasuk yang terlarut diluar molekul air murni (H2O). Konsentrasi benda-benda padat terlarut merupakan jumlah antara kation dan anion di dalam air. TDS terukur dalam satuan parts per million (ppm) atau perbandingan rasio berat ion terhadap air (Agustira et al. 2013). Sifat Kimia Dalam dekomposisi bahan baku MOL terjadi perubahan-perubahan kimia. Perubahan ini antara lain tergantung pada pH, kadar karbohirat, oksigen dan mikroorganisme. pH merupakan derajat keasaman yang menunjukkan banyaknya ion H+ atau OH- dalam suatu larutan. Apabila ion H+ lebih banyak dari OH- disebut asam dan apabila ion OH- lebih banyak dari ion H+ disebut
6 basa. Derajat keasaman ini penting bagi pertumbuhan mikroorganisme. Mikroorganisme lebih menyukai pH netral (pH 5.5 – 8.0). Mikroorganisme yang hidup pada pH netral disebut mesofil. Namun ada juga mikroorganisme yang dapat hidup dalam pH asam (pH 2.0 – 5.0), termasuk dalam golongan mikroorganisme alkalifil dan mikroorganisme yang dapat hidup dalam kondisi pH basa (8.4 – 9.5) digolongkan mikroorganisme asidofil (Madigan et al. 2003). Pada awal pembuatan MOL, pH mengalami penurunan akibat aktivitas mikroorganisme dalam mengurai bahan organik (Iqbal 2008). Hasil penelitian Suhastyo (2011) pada MOL bonggol pisang, keong mas dan urin kelinci juga menemukan terjadi penurunan pH MOL pada hari ke-7 kemudian pH cenderung stabil. Aktivitas mikroorganisme yang terdapat pada MOL mengeluarkan gas CO2 yang merupakan hasil pernapasan aerob maupun anaerob mikroorganisme. Terlepasnya CO2, dalam larutan akan membentuk senyawa asam karbonat (H2CO3) yang mudah terurai menjadi ion-ion H+ dan HCO3-. Makin lama waktu pembuatan MOL berlangsung, maka dekomposisi bahan organik juga akan semakin lama. Akibatnya, pH menjadi rendah karena terjadi peningkatan konsentrasi ion-ion H+. Ion-ion H+ ini akan menentukan keasaman MOL (Dwijoseputro 2010). Bahan baku MOL adalah media tumbuh mikroorganisme yang mengandung unsur hara yang dibutuhkan mikroorganisme untuk memperoleh energi, membentuk sel dan melakukan biosintesis produk-produk metabolit. Mikroorganisme membutuhkan serangkaian unsur hara yang berbeda tetapi tidak semua unsur hara diperlukan dalam jumlah yang sama. Unsur hara bisa menjadi faktor pembatas pertumbuhan mikroorganisme apabila kurang tersedia dari yang dibutuhkan untuk pertumbuhan mikroorganisme. Hal ini akan menganggu proses metabolisme sel (Purwoko 2009). Proses metabolisme ini berlangsung akibat aktifitas biokimia mikroorganisme yang memanfaatkan unsur hara yang tersedia berupa karbohidrat, protein, lemak, mineral maupun vitamin. Setiap mikroorganisme menghasilkan enzim yang berbeda untuk memecah senyawa kompleks polisakarida, protein dan lemak. Enzim ini merupakan enzim ekstraseluler yang memecah senyawa secara hidrolisis. Sifat Biologi Kualitas MOL ditentukan juga oleh populasi mikroorganisme berguna yang terdapat di dalam MOL. Hasil penelitian Suhastyo (2011) menemukan bahwa larutan MOL air kelapa mengandung Bacillus sp., Sacharomyces sp., Azospirillum sp. dan Azotobacter sp. MOL yang berasal dari sampah dapur mengandung Pseudomonas sp., Aspergillus sp., dan Lactobacillus sp. MOL dari bonggol pisang, keong mas dan urin kelinci juga ditemukan Azobacter-like dan Azospirillum – like. Azotobacter dan Azospirillum merupakan bakteri penambat N2 yang hidup bebas di dalam tanah dan juga menghasilkan zat pemacu tumbuh seperti giberalin, sitokinin dan asam indol asetat sehingga pemanfaatannya dapat memacu pertumbuhan akar (Hindersah & Simarmata 2004). Menurut Hasababadi dan Tahere (2010), berhasil tidaknya proses fisiologi penambatan N2, sangat ditentukan oleh (1) kandungan oksigen, (2) pengaruh temperatur dan
7 pH, (3) metabolisme nitrogen, (4) metabolisme karbon, (5) aktivitas nitrogenase, (6) potensi dan efisiensi penambatan N2, dan (7) kecepatan penambatan N2. Penambatan N2 oleh bakteri penambat N2 dimungkinkan karena adanya enzim nitrogenase (Rao 1994). Mikroorganisme yang mampu melarutkan fosfat juga ditemukan dalam MOL. Pada MOL bonggol pisang dan MOL keong mas ditemukan Aspergillus niger. MOL urin kelinci ditemukan A. niger dan Pseudomonas sp. (Suhastyo 2011). Mekanisme pelarutan fosfat dilakukan mikroorganisme dengan mengeksresikan sejumlah asam organik berbobot molekul rendah seperti oksalat, suksinat, tartrat, sitrat, laktat, α-ketoglutarat, asetat, formiat, propionate, glikolat, glutamate, glioksilat, malat, fumarat. Asam-asam organik ini akan bereaksi dengan bahan pengikat fosfat seperti Al3+, Fe3+, Ca2+ atau Mg2+ membentuk khelat organik sehingga mampu membebaskan ion fosfat terikat. Pelarutan fosfat secara biologis ini karena mikroorganisme menghasilkan enzim fosfatase. Fosfatase merupakan enzim yang dihasilkan apabila ketersediaan fosfat rendah. Fosfatase diekskresikan oleh akar tanaman yang melepaskan fosfat yang terikat oleh senyawa-senyawa organik menjadi bentuk yang tersedia bagi tanaman (Setiawati et al. 2014). Dalam MOL juga terdapat mikroorganisme selulolitik. Cendawan A. niger ditemukan dalam MOL keong mas dan dalam MOL urin kelinci ditemukan Verticillium sp. Mikroorganisme ini menghasilkan enzim selulase yang mampu menghidrolisis selulosa menjadi oligosakarida dan akhirnya menjadi glukosa yang berfungsi sebagai sumber karbon dan unsur hara bagi pertumbuhan tanaman. Mikroorganisme selulolitik mempunyai kemampuan tumbuh pada selulosa dan dapat mendekomposisi selulosa tersebut sebagai respon terhadap adanya selulosa dalam lingkungan hidupnya dengan menghasilkan enzim selulase. Enzim selulase mampu menghidrolisis selulosa menjadi gula terlarut yang selanjutnya digunakan sebagai sumber karbon dan unsur hara bagi tanaman. Aktivitas mikroorganisme selulolitik secara umum dipengaruhi oleh ketersediaan nitrogen, suhu, aerasi, kelembapan, pH dan keberadaan karbohidrat. Pada pH yang rendah, cendawan lebih berperan aktif dalam merombak selulosa dan prosesnya relatif lebih cepat pada kisaran pH 5 (Lynd et al. 2002).
8
3 METODE Tempat dan Waktu MOL yang diproduksi petani diambil dari Desa Nagrak Utara Kecamatan Nagrak dan Desa Cipeteuy Kecamatan Kabandungan Kabupaten Sukabumi. Pengujian sifat kimia dan biologi MOL yang dibuat petani dan pembuatan MOL secara kuantitatif serta perbaikan kualitas untuk percobaan dilakukan di Laboratorium Bioteknologi Tanah dan Laboratorium Kesuburan Tanah Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, Fakultas Pertanian IPB, sedangkan pengujian sifat fisik dilakukan di Pusat Penelitian Lingkungan Hidup IPB. Identifikasi molekular dilakukan di Internationl Center for Biodiverity and Biotechnology (ICBB) Kabupaten Bogor. Percobaan lapang pengaruh perbaikan kualitas MOL terhadap pertumbuhan dan produksi padi dengan budidaya SRI organik dilakukan di Desa Cinagara Kecamatan Pamijahan Kabupaten Bogor. Penelitian ini berlangsung sejak Maret 2014 – Februari 2015. Bahan Bahan-bahan yang digunakan pada penelitian pengujian sifat kima dan biologi MOL yaitu media Nutrient Agar (NA), Pikovskaya, Nitrogen Free Media (NFM), Nitrogen Free Bromthymol Blue (NFB), Carboxymethyl Cellulose (CMC), larutan fisiologis, larutan H2SO4 0,05 N, asam borat 1%, NaOH 40%, H2O. Bahan untuk identifikasi molekular yaitu media nutrient broth, etanol 70%, NaCl, gel agarosa, primer 16R1492 (5'-TAC GGY TAC CTT GTT ACG ACTT-3'), 16F27 (5'-AGA GTT TGA TCM TGG CTC AG-3'), ITS4 (5'-TCC TCC GCT TAT TGA TAT GC-3') dan ITS-1 (5'-TCC GTA GGT GAA CCT GCG G-3'), 10x buffer Polymerase Chain Reaction (PCR), enzim Taq DNA polimerase. Benih padi varietas Ciherang, kompos dari sekam padi dan kotoran kambing yang dibuat sendiri di lokasi penelitian adalah bahan pada percobaan lapang. Alat Alat – alat yang digunakan pada penelitian untuk penetapan unsur hara yaitu flamefotometer, atomic absorption spectrophotometer (AAS), nilai TDS dan TSS yaitu gravimetri, sterilisasi alat dan media yaitu autoclave, laminar flow. Tangki elektroforesis, scope UV, tabung eppendoff digunakan pada identifikasi molekular dan perlengkapan laboratorium serta lapangan lainnya yang mendukung penelitian ini. Pelaksanaan Penelitian Pengujian Kualitas MOL yang dibuat Petani MOL yang diambil adalah MOL krokot (Portulaca oleraceae L.), MOL bonggol pisang (Musa paradisiaca L.), MOL nasi, MOL bayam (Amaranthus tricolor L.), MOL gamal (Gliricidia sepium L.), MOL rebung (Gigantochloa
9 apus L.), MOL jantung pisang (Musa paradisiaca L.), MOL pisang mentah (Musa paradisiaca L.), MOL pisang matang (Musa paradisiaca L.) dan MOL keong (Pomacea canaliculata L.) Kualitas sampel kemudian diamati berdasarkan sifat kimia, fisik dan biologi dengan parameter dan metode seperti Tabel 2 dan Tabel 3. Tabel 2 Parameter, metode dan alat pada pengujian kualitas MOL berdasarkan sifat kimia dan fisik MOL Sifat Kimia Parameter Metode/Alat N total Kjeldahl P AAS K Flamefotometer Fe, Zn, Cu AAS
Sifat Fisik Parameter Metode/Alat Suhu Termometer TDS Gravimetri TSS Gravimetri
Keterangan: TDS = total disolved solid, TSS = total suspended solid, AAS = atomic absorption spectrophotometer
Tabel 3 Parameter dan media pengujian kualitas MOL berdasarkan sifat biologi MOL Parameter Mikroorganisme total Bakteri penambat nitrogen (N2) Bakteri pelarut fosfat (BPF) Mikroorganisme selulolitik
Media Nutrient Agar (NA) (Rao 1982) Nitrogen free media (NFM) (Rao 1982) dan Nitrogen free Bromtymol blue media (NFB) (Okon et al. 1977) Pikovskaya (Rao 1982) Carboximethyl cellulose (Coronel & Joson 1986)
Pengenceran MOL yang diproduksi petani dilakukan setelah menyiapkan erlenmeyer 250 ml yang berisi 90 ml larutan garam fisiologis (8.5 g NaCl liter-1) dan tabung reaksi yang berisi 9 ml larutan garam fisiologis. Semua erlenmeyer dan tabung reaksi ditutup dengan kapas dan aluminium foil lalu disterilisasi menggunakan autoclave selama 20 menit pada suhu 1210C dan didinginkan sebelum digunakan lebih lanjut. Setelah dingin, 10 ml sampel larutan MOL dimasukkan kedalam 90 ml larutan garam fisiologis steril. Selanjutnya dibuat seri pengenceran sampai 10-7. Seri pengenceran yang digunakan untuk menetapkan populasi masing-masing parameter berbeda. Untuk mikroorganisme total digunakan seri pengenceran 10-6 dan 10-7, bakteri penambat N2 digunakan seri pengenceran 10-6 dan 10-7, bakteri pelarut fosfat dan mikroorganisme selulolitik digunakan seri pengenceran 10-3 dan 10-4. Sebanyak 1 ml larutan dari masing-masing seri pengenceran dipindahkan ke cawan petri yang kemudian dituang ke media sesuai dengan mikroorganisme yang akan ditumbuhkan. Setelah itu, cawan petri digoyang secara perlahan-lahan agar media dan suspensi tercampur sempurna, lalu diinkubasi pada suhu 250C - 300C. Penghitungan populasi mikroorganisme total, bakteri penambat N2 pada media NFM, bakteri pelarut fosfat, mikroorganisme selulolitik dilakukan setelah 3 - 5 hari. Bakteri
10 penambat N2 pada media NFB diinkubasi selama 14 hari. Keseluruhan proses dilakukan secara steril untuk menghindari kontaminasi. Bakteri penambat N2 yang tumbuh pada media NFM diketahui melalui koloni tunggal yang besar dan bening, bakteri pelarut fosfat dengan adanya zona bening dan mikroorganisme selulolitik dicirikan oleh zona bening setelah diberikan congo red. Bakteri penambat N2 pada media NFB dicirikan oleh terbentuknya pelikel, penghitungannya menggunakan metode Most Probable Number (MPN). Identifikasi Molekular Mikroorganisme Dominan Asal MOL Mikroorganisme yang dominan tumbuh pada media spesifik untuk pertumbuhan bakteri penambat N2 pada media NFM, bakteri pelarut fosfat pada media Pikovskaya dan mikroorganisme selulolitik pada media CMC dimurnikan untuk selanjutnya dilakukan identifikasi DNA. Identifikasi molekuler ini dilakukan dalam beberapa tahapan sebagai berikut, yaitu isolasi DNA genom bakteri, elektroforesis DNA, Polymerase Chain Reaction (PCR), dan sekuensing DNA. Isolasi DNA Genom Bakteri. Sebanyak 2 ml kultur sel mikroorganisme yang ditumbuhkan selama 24 jam pada suhu ruang di dalam medium nutrient broth disentrifugasi selama 15 menit untuk memisahkan koloni bakteri dari medium. Supernatan hasil sentrifugasi dibuang dan pelet dicuci dengan 250 μl bufer TE kemudian pelet diresuspensi menggunakan mikropipet. Hasil 0 resuspensi diinkubasi pada suhu 37 C selama 30 menit kemudian ditambahkan 50 μl larutan SDS 10% dan dibolak balik. Selanjutnya suspensi kembali 0 diinkubasi pada suhu 37 C selama 60 menit kemudian ditambahkan 65 μl NaCl dan 80 μl CTAB-NaCl dan diinkubasi dalam waterbath (650C, 20 menit). Pada campuran tersebut kemudian ditambahkan 450 μl kloroform: isoamil (24:1), kemudian tabung Eppendoff yang berisi campuran DNA dibolak-balik secara halus. Suspensi yang telah teremulsi disentrifugasi selama 15 menit. Supernatan yang mengandung DNA dipindahkan ke dalam tabung Eppendoff steril dan ditambahkan isopropanol yang dingin (-200C). DNA diendapkan dengan 0 sentrifugasi pada suhu 4 C selama 20 menit. Supernatan dibuang kemudian dilakukan pencucian menggunakan etanol 70% dingin dan disentrifugasi selama 2 menit. Supernatan hasil sentrifugasi dibuang dan pelet DNA dikeringudarakan. DNA yang telah didapatkan siap digunakan untuk elektroforesis atau disimpan sebagai stock pada suhu -200C. Proses Elektroforesis DNA. Larutan 50x bufer TAE diencerkan menjadi 2x bufer TAE. Gel agarosa 1%, dibuat dengan cara 0,2 gram agarosa dalam 20 ml 2x bufer TAE dan ditambahkan 2 μl Et-Br yang selanjutnya dituang ke dalam cetakan gel agarosa. Setelah gel membeku diletakkan ke dalam tangki elektroforesis yang telah diisi 1x bufer TAE sehingga gel terendam. Sebanyak 3 μl dari masing-masing DNA dicampur dengan 1,2 μl loading buffer sebagai pemberat. Suspensi larutan DNA dengan loading buffer diinjeksikan ke dalam 18 sumur-sumur pada gel elektroforesis. Setelah semua sumur terisi, power supply perangkat elektroforesis dinyalakan dengan voltase sebesar 75 V selama ± 45 menit. Selanjutnya DNA dapat dilihat dan difoto menggunakan perangkat
11 UV Transilluminator. Primer yang digunakan untuk mengidentifikasi isolat bakteri yang ditumbuhkan pada media nitrogen free adalah 16R1492 dengan sequence 5'-TAC GGY TAC CTT GTT ACG ACTT-3' dan pada media Pikovskaya adalah 16F27 dengan sequence 5'-AGA GTT TGA TCM TGG CTC AG-3'. Primer yang digunakan untuk mengidentifikasi isolat cendawan yang ditumbuhkan pada media CMC yaitu ITS-4 (R) dengan sequence 5'-TCC TCC GCT TAT TGA TAT GC-3' dan ITS-1 (F) dengan sequence 5'-TCC GTA GGT GAA CCT GCG G-3'. Proses Polymerase Chain Reaction (PCR). Proses PCR diawali dengan pembuatan campuran komponen reaksi untuk PCR sebanyak 50 μl. Running PCR dilakukan sebanyak 35 siklus dengan kondisi sebagai berikut, denaturasi siklus awal atau pra-denaturasi 95ºC selama 5 menit, diikuti denaturasi untuk siklus selanjutnya pada suhu 95ºC selama 1 menit. Penempelan primer (annealing) dilakukan selama 1 menit pada suhu 55ºC. Polimerisasi dilakukan selama 2 menit pada suhu 72ºC dan pada siklus terakhir, yaitu siklus ke-35 dilakukan perpanjangan waktu polimerisasi selama 10 menit. Produk hasil PCR divisualisasi dengan menggunakan elektroforesis gel agarosa 1.0% dalam 2x bufer TAE dengan voltase 75 volt selama ± 30 menit. Sekuensing DNA. Sekuen DNA yang diperoleh dibandingkan dengan sekuen pada database European Molecular Biology Laboratory – The European Biooinformatics Institute (EMBL-EBI) menggunakan program FASTA pada situs http://www.ebi.ac.uk. Analisis kekerabatan sekuen DNA dilakukan dengan mengkontruksi pohon filogeni menggunakan analisis neighbor-joining dan uji bootstrap (1000 replicates) dengan model maximum composite likelihood dalam software MEGA 6.
Pembuatan MOL secara Kuantitatif Berdasarkan hasil skoring terhadap hasil pengujian sifat kimia, fisik dan biologi 11 MOL yang diproduksi petani kemudian ditetapkan 3 jenis MOL yang dibuat secara kuantitatif dan diperbaiki kualitasnya dengan menambahkan mikroorganisme berguna untuk selanjutnya diaplikasikan di lapang. MOL yang sudah ditetapkan untuk diperbaiki kualitasnya kemudian dibuat dengan cara 1 kg berat basah bahan baku dihaluskan ukuran maksimal 5 mm kemudian dicampur dengan 300 ml molase lalu direndam dengan 2 liter air cucian beras dalam wadah plastik volume 5 liter. Wadah ditutup dengan kertas lalu disimpan selama 2 minggu. Setelah itu, MOL disaring dan diperoleh 2 liter MOL yang kemudian dimasukkan ke dalam botol plastik. Perbaikan kualitas MOL dilakukan dengan menambahkan mikroorganisme berguna dari koleksi Laboratorium Bioteknologi Tanah IPB yaitu 84 x 10 7 spk ml-1 Azotobacter sp., 2.0 x 103 spk ml-1 Azospirillum sp., 28 x 103 spk ml-1 Trichoderma harzianum dan 13 x 103 spk ml-1 bakteri pelarut fosfat. Masingmasing isolat mikroorganisme berguna ini diremajakan lalu diambil sebanyak 1 ose kemudian dimasukkan ke dalam 50 ml media nutrient broth lalu dikocok selama 3 hari. Mikroorganisme berguna yang telah ditumbuhkan dalam media nutrient broth, diambil sebanyak 10 ml lalu dimasukkan ke dalam 1 liter MOL. MOL yang sudah diperkaya mikroorganisme berguna selanjutnya diinkubasi selama 3 hari sebelum digunakan untuk penyemprotan pada padi SRI organik.
12
Pengaruh Perbaikan Kualitas MOL terhadap Pertumbuhan dan Produksi Padi dengan Metode Penanaman SRI Organik Metode Penelitian Percobaan lapang ini dilaksanakan dengan menggunakan metode penelitian rancangan acak kelompok (RAK) yang terdiri dari 7 perlakuan diulang 4 kali sehingga terdapat 28 petak percobaan. Perlakuan yang diuji adalah (1) tanpa MOL (2) MOL krokot (3) MOL krokot + mikroorganisme berguna (4) MOL nasi (5) MOL nasi + mikroorganisme berguna (6) MOL rebung (7) MOL rebung + mikroorganisme berguna Model statistik untuk percobaan faktor tunggal dalam RAKL yaitu
Yij i j ij
Dimana: i = 1,2,…..6 dan j = 1,2,….,x Yij = Pengamatan pada perlakukan ke-I dan kelompok ke-j µ = Rataan umum i = Pengaruh perlakuan ke-i j = Pengaruh kelompok ke-j ij = Pengaruh acak pada perlakuan ke-i dan kelompok ke-j Pengolahan Lahan Persiapan lahan yang dilakukan terdiri atas pengolahan tanah sebanyak 2 kali yaitu membajak tanah dan melalukan pelumpuran sebelum tanam. Pembuatan petak percobaan dilakukan 2 minggu sebelum tanam dengan menggunakan bajak dan cangkul. Petak percobaan yang dibuat sebanyak 28 petak masing-masing ukuran 4 m x 5 m. Kemudian diberi kompos 10 kg petak-1 (setara 5 ton ha-1) kadar air 60%. Kompos dibuat dari bahan sekam padi dan kotoran kambing dengan perbandingan 1:1 (b/b). Analisis kompos meliputi C,N, P, K, Ca, Mg, Fe, Cu, Zn, Mn, S, dan rasio C/N. Analisis tanah juga dilakukan sebelum penanaman padi. Lapisan atas pada kedalaman 20 cm diambil sebagai sampel tanah yang akan dianalisis. Pengambilan sampel tanah dilakukan dengan menggunakan bor tanah secara komposit pada empat titik yang berbeda dari seluruh petakan. Sifat kimia tanah yang dianalisis meliputi pH-tanah, C-organik, N-total, P, K, Ca, Mg, KTK, KB, Al, Fe, Cu, Zn.
Penyemaian Benih Media persemaian dibuat dengan cara mencampur tanah dan kompos perbandingan 1:1. Wadah persemaian berupa nampan yang sudah dilubangi pada beberapa titik. Sebelum wadah persemaian diisi dengan media persemaian, terlebih dahulu dilapisi dengan daun pisang yang sudah layu. Media persemaian dimasukkan kedalam wadah hingga ¾ dari volume wadah. Selanjutnya disiram
13 dengan air supaya lembab lalu benih ditebar ke dalam wadah secara merata. Wadah persemaian ini disimpan di tempat yang teduh dan penyiraman dilakukan setiap hari selama 10 hari.
B
A
Gambar 1 Petakan penelitian (A) Pembibitan padi metode SRI umur tujuh hari (B) Penanaman, Pemupukan dan Pengaturan Air Bibit SRI ditanam pada umur 10 hari dengan jarak tanam 25 cm x 25 cm dan jumlah bibit sebanyak 1 bibit lubang-1, kedalaman 1-2 cm. Akar bibit dimasukkan secara horizontal. MOL disemprotkan sebanyak 6 kali yaitu pada umur tanaman 10, 20, 30, 40, 60 dan 70 hari setelah tanam (hst). Dosis penyemprotan 40 liter ha-1, pengenceran 1 liter MOL : 10 liter air. Pengaturan air (drainase) dalam petakan sawah dilakukan dengan membuat parit disekeliling petakan percobaan yang lebarnya 20 cm dan kedalamannya 30 cm. Pengaturan air serta waktu penyiangan disesuaikan dengan umur tanaman, seperti Tabel 4. Tabel 4 Perlakuan waktu pemupukan, pengairan dan penyiangan budidaya padi metode SRI organik Umur Tanaman (hst) 10 20 30 40 50-60 60 70 Diatas 70
Perlakuan Penyiangan, pengairan 2 cm, penyemprotan MOL Penyiangan, pengairan 2 cm, penyemprotan MOL Penyiangan, penggenangan dan penyemprotan Penyiangan dan penyemprotan MOL Pengairan di sekeliling parit Pengairan di sekeliling parit, penyemprotan MOL Pengairan di sekeliling parit dan pemberian MOL Sawah dialiri air 10 hari sebelum panen lalu sawah dikeringkan
14
A B Gambar 2 Pengairan umur tanaman 21 hst (A) dan 49 hst (B) Pengamatan Pengamatan pertumbuhan tanaman meliputi tinggi tanaman dan jumlah anakan dilakukan sejak umur tanaman 21 hst, 35 hst, 49 hst dan 63 hst. Jumlah anakan produktif pada saat tanaman memasuki fase generative umur 90 hst. Penghitungan hasil produksi dilakukan saat panen, meliputi jumlah gabah total, jumlah gabah hampa, jumlah gabah isi per malai, berat basah dan berat kering 1 000 butir gabah serta hasil panen ubinan. Tinggi tanaman diukur dengan cara mengatupkan seluruh daun ke atas sehingga terlihat daun yang paling tinggi kemudian diukur dari pangkal batang hingga ujung daun tertinggi setiap minggu. Penghitungan jumlah anakan dilakukan dengan menghitung jumlah anakan yang muncul, diamati setiap minggu. Penghitungan jumlah anakan produktif dilakukan dengan menghitung semua malai yang ada pada setiap rumpun yang diamati setiap minggu. Penghitungan jumlah gabah isi per rumpun dilakukan dengan cara menghitung jumlah gabah isi dari tiap malai dalam satuan bulir pada 3 malai yang mewakili untuk setiap tanaman contoh yang diamati setelah panen. Penghitungan jumlah gabah hampa dari tiap malai dalam satuan bulir pada 3 malai yang mewakili untuk setiap tanaman contoh yang diamati setelah panen. Penghitungan jumlah gabah total per rumpun dilakukan dengan menjumlahkan gabah isi dan gabah hampa pada tiap malai yang diamati setelah panen. Bobot per 1 000 butir gabah diperoleh dengan cara menimbang 1 000 butir gabah dari per satuan percobaan yang diamati setelah panen sebagai berat basah dan kemudian diovenkan selama 24 jam dalam suhu 600C ditimbang sebagai berat kering. Perkiraan hasil panen dilakukan dengan penghitungan hasil ubinan berupa berat GKP langsung setelah panen kemudian dimasukkan ke dalam oven selama 24 jam dalam suhu 600C untuk mendapatkan GKG. Analisis Data Data yang diperoleh dianalisis secara statistik menggunakan Analysis of Variance (ANOVA). Jika terdapat perlakuan yang berpengaruh nyata, maka dilakukan uji lanjut dengan Least Significant Difference (LSD) pada taraf α 0.05.
15 4 HASIL DAN PEMBAHASAN Kualitas MOL yang Dibuat Petani Pengujian kualitas 11 MOL yang diproduksi petani menunjukkan hasil yang sangat beragam baik dari sifat kimia, fisik dan biologinya. Pengujian sifat kimia MOL yaitu kandungan unsur hara makro dan mikro menghasilkan nilai yang berbeda antar MOL, misalnya unsur hara N paling tinggi pada MOL nasi, P paling tinggi pada MOL krokot dan K paling tinggi pada MOL rebung. Begitupun dengan unsur hara lainnya seperti yang dapat dilihat pada Tabel 5 dibawah ini. Tabel 5 Nilai pH dan kandungan unsur hara sebelas jenis MOL produksi petani MOL
pH
Krokot* Bonggol pisang* Nasi* Bayam* Gamal* Rebung* Jantung pisang* Pisang mentah** Pisang matang** Rebung** Keong**
5.4 5.2 6.2 4.3 5.4 5.7 5.5 4.5 6.2 5.4 6.1
Unsur hara N P K Fe Cu Zn ------------(%)-----------------(ppm)------0.15 0.06 0.57 26 7.7 23 0.02 0.01 0.15 25 0.5 2.6 0.25 0.06 0.33 10 2.8 3.3 0.03 0.02 0.14 36 0.8 1.5 0.05 0.01 0.13 47 0.3 0.7 0.04 0.05 0.63 15 0.4 3.8 0.06 0.05 0.57 23 1.4 2.5 0.10 0.04 0.60 31 2.4 3.2 0.01 0.02 0.60 10 0.1 1.7 0.03 0.05 0.60 15 0.3 3.8 0.10 0.01 0.01 16 3.3 1.9
Keterangan: * Bahan baku dicampur dengan molase dan air cucian beras, ** bahan baku dicampur dengan gula merah.
Tabel 5 di atas menunjukkan bahwa nilai pH tidak sama namun semua MOL dalam kondisi pH asam. Hal ini bisa terjadi karena adanya aktivitas mikroorganisme dalam melepaskan CO2. Terlepasnya CO2 dalam larutan akan membentuk senyawa asam karbonat (H2CO3) yang mudah terurai menjadi ionion H+ dan HCO3-. Ion-ion H+ ini akan menentukan keasaman MOL. Peningkatan konsentrasi ion-ion H+ dalam larutan MOL menyebabkan pH menjadi lebih rendah (Dwijoseputro 2010). Kandungan unsur hara makro dan mikro MOL yang ada pada setiap MOL juga beragam. Hal ini disebabkan oleh kandungan unsur dalam bahan baku MOL yang juga beragam dan bukan ditentukan oleh bahan campurannya seperti molase, air cucian beras atau gula merah. Bahan campuran ini digunakan oleh mikroorganisme sebagai sumber karbon dalam mengurai bahan baku utama MOL. Misalnya, molases mengandung kadar gula sekitar 45%-58% yang tersusun dari sukrosa, glukosa, fruktosa dan komponen lainnya sehingga masih dapat digunakan sebagai sumber karbon yang baik bagi pertumbuhan bakteri (Novita 2001). Kandungan N paling tinggi dalam MOL nasi karena bahan baku
16 utama MOL nasi adalah nasi yang merupakan hasil dari pematangan biji beras. Biji sebagai sumber karbon, unsur hara utamanya adalah N dan P. Kandungan N dalam biji beras 7.13 g, lebih tinggi bila dibandingkan dengan unsur hara lainnya (Lamont & Groom 2013). Unsur hara P paling tinggi pada MOL krokot karena sebagian besar bagian tanaman yang digunakan sebagai bahan baku MOL krokot adalah daun krokot. Daun krokot mempunyai total fosfor 44 mg lebih tinggi bila dibandingkan batang dan akar krokot (Mohamed & Hussein 1994; Uddin et al. 2013). Demikian juga unsur hara K paling tinggi pada MOL rebung karena kandungan K dalam rebung 533 mg (Choudhury et al. 2012). Hasil penghitungan kualitas MOL yang diproduksi petani berdasarkan sifat fisik juga sangat beragam. Kualitas fisik yang diamati yaitu suhu, warna dan TDS, TSS pada 11 jenis MOL seperti pada Tabel 6 dibawah ini. Tabel 6 Pengamatan suhu, warna dan nilai TDS, TSS sebelas jenis MOL MOL Krokot* Bonggol pisang* Nasi* Bayam* Gamal* Rebung* Jantung pisang* Pisang mentah** Pisang matang** Rebung** Keong**
Suhu 0 C 27 27 27 27 27 27 27 27 27 27 27
Warna Merah tua Coklat kemerahan Kuning Hijau kemerahan Hijau kemerahan Orange kekuningan Merah kehitaman Merah kehitaman Merah kehitaman Merah kehitaman Merah kehitaman
TDS TSS -1 ------(mg L )-----875 14,515 550 7,760 472 43,625 700 1,752 625 5,955 600 122,640 700 66,070 700 22,340 500 13,965 470 4,705 700 12,257
Keterangan: TDS = Total Dissolved Solid, TSS = Total Suspended Solid, *bahan baku dicampur dengan molase dan air cucian beras, ** bahan baku dicampur dengan gula merah.
Berdasarkan Tabel 6 di atas, suhu semua MOL yaitu 270C. Suhu ini merupakan suhu optimum bagi tumbuh dan berkembangnya mikroorganisme dengan cepat karena tersedianya makanan yang cukup, kelembapan dan suhu yang sesuai dengan kebutuhan mikroorganisme (Nguyen 2006). Mikroorganisme yang hidup pada suhu ini tergolong mikroorganisme mesofil yang berada pada kisaran suhu 150C - 400C (Madigan et al. 2003). Warna MOL merupakan gabungan dari warna bahan baku MOL dalam bentuk koloid. Warna ini tidak akan berubah walaupun mengalami penyaringan dan sentrifugasi (Effendi 2003). Warna penyusun MOL krokot terbentuk dari warna krokot yang hijau tua, MOL bonggol pisang dari bonggol pisang yang kekuningan, MOL nasi dari nasi yang yang sudah terdapat cendawan yang berwarna putih, kuning dan hitam, MOL bayam dan MOL gamal dari warna bayam dan gamal yang hijau, MOL rebung dari rebung yang kuning dan MOL jantung pisang dari jantung pisang yang merah tua. Bahan baku utama MOL ini berubah warna setelah dicampur dengan molase yang berwarna merah tua dan air cucian beras yang berwarna putih setelah disimpan selama dua minggu.
17 Berbeda dengan warna bahan baku MOL pisang mentah, MOL pisang matang, MOL rebung dan MOL keong yang dicampur dengan gula merah. Warna dominan MOL yang dihasilkan adalah warna dari gula merah sehingga warna hasil MOL campuran gula merah hampir sama yaitu merah kehitaman. Bahan yang dicampur dengan gula merah mempunyai warna yang lebih gelap dibandingkan dengan bahan baku yang dicampur dengan molase dan air cucian beras. Nilai TDS dan TSS MOL yang diproduksi petani juga mempunyai variasi nilai yang beragam. Artinya nilai padatan yang terlarut dan mengendap dalam setiap MOL berbeda-beda. Nilai padatan terlarut (TDS) paling tinggi pada MOL krokot dan nilai padatan yang mengendap (TSS) paling tinggi pada MOL rebung. Kedua larutan MOL ini mengindikasikan kandungan bahan organiknya lebih tinggi dibandingkan MOL yang lain. Semakin tinggi nilai TDS dan TSS suatu larutan, maka semakin tinggi pula kandungan senyawa organiknya. Namun nilai TDS bisa menjadi faktor pembatas bila konsentrasinya terlalu tinggi diberikan pada tanaman. Begitupun dengan nilai TSS, semakin tinggi nilai TSS maka mikroorganisme akan semakin banyak membutuhkan oksigen untuk melakukan dekomposisi pada TSS (Sawardi & Adrian 2014). Kualitas MOL yang dibuat petani dari sifat biologi khususnya pada populasi mikroorganisme yang berguna bagi tanaman juga menghasilkan jumlah populasi yang berbeda-beda pada setiap MOL. Keragaman ini bisa dilihat pada Tabel 7 yang menunjukkan jumlah populasi total mikroorganisme paling tinggi terdapat pada MOL krokot, bakteri penambat N2 paling tinggi pada MOL krokot dan MOL gamal, bakteri pelarut P dan mikroorganisme selulolitik pada MOL nasi. Tabel 7 Populasi total mikroorganisme, bakteri penambat N2, bakteri pelarut P, mikroorganisme selulolitik pada sebelas MOL produksi petani MOL
Krokot* Bonggol pisang* Nasi* Bayam* Gamal* Rebung* Jantung pisang** Pisang mentah** Pisang matang** Rebung** Keong**
Total BPN2* mikroorganisme ---(107 spk ml-1)-93.7 9.8 71.9 31.6 9.2 61.2 49 13.7 16.3 18 170
86.9 0 12.4 10.6 4.7 1.4 6 0 0.5 0 61
BPN2**
BPF
(103 spk ml-1) 1.1 1.5 1.1 0.3 15 3 0.7 0.3 0.3 2 0.4
57 28 64 1 0 48 0 5.4 9.6 3.7 10.8
Mikroorganisme selulolitik ----(104 spk ml-1)--2 0 3.1 1.2 0.2 2 0 0 0 0 0
Keterangan: BPN2* = bakteri penambat N2 pada nitrogen free media, BPN2** = bakteri penambat N2 pada nitrogen free bromtymol blue media BPF = bakteri pelarut fosfat, spk = satuan pembentuk koloni, * bahan baku dicampur dengan molase dan air cucian beras, ** bahan baku dicampur dengan gula merah.
18 Keragaman populasi mikroorganisme dalam setiap MOL mengindikasikan bahwa banyak mikroorganisme yang berperan dalam proses dekomposisi bahan organik MOL. Keragaman populasi ini ditentukan oleh faktor abiotik dan biotik. Faktor abiotik misalnya suhu pertumbuhan mikroorganisme, kandungan air, tekanan osmosis dan aerasi. Faktor biotik yang berhubunagn misalnya interaksi dalam satu populasi mikroorganisme atau interaksi antar berbagai populasi mikroorganisme. Mikroorganisme akan saling berinteraksi dalam mendegradasi dan memineralisasi senyawa komplek bahan organik menjadi senyawa sederhana dan sejumlah unsur hara esensial seperti N, P dan K. Ketersediaan unsur hara juga merupakan faktor penting dalam pertumbuhan mikroorganisme (Madigan et al. 2003; Purwoko 2009; Gunawan et al. 2010). Bakteri penambat N2 paling banyak dalam MOL krokot kemungkinan disebabkan oleh bahan baku MOL krokot yaitu krokot kaya akan asam amino (Ezejindu & Okafor 2014). Asam amino merupakan monomer pembentuk protein yang berfungsi sebagai sumber energi khususnya dalam pembentukan membran sel bakteri (Neidhart et al.1990). Populasi bakteri pelarut fosfat dan mikroorganisme selulolitik dalam MOL nasi lebih tinggi dibandingkan MOL lainnya. Nasi merupakan bahan baku utama MOL nasi mengandung jumlah karbohidrat yang lebih banyak dibandingkan dengan MOL krokot dan MOL rebung. Salah satu penyusun karbohidrat adalah senyawa oligosakarida, contohnya selulosa. Tersedianya selulosa yang lebih banyak telah memungkinkan mikroorganisme selulolitik melakukan hidrolisis. Selulosa dihidrolisis dengan bantuan enzim selulase menjadi oligosakarida dan akhirnya menjadi glukosa. Fungsinya sebagai sumber karbon dan unsur hara bagi pertumbuhan mikroorganisme. MOL nasi lebih banyak menyediakan sumber karbon bagi pertumbuhan mikroorganisme (Lynd et al. 2002). Populasi bakteri penambat N2 tidak ditemukan dalam MOL pisang mentah dan MOL rebung yang bahan bakunya dicampur dengan gula merah. Populasi bakteri pelarut fosfat tidak ditemukan dalam MOL gamal dan MOL jatung pisang. Populasi mikroorganisme selulolitik juga tidak ditemukan dalam MOL bonggol pisang, MOL jantung pisang, MOL pisang mentah, MOL pisang matang, MOL rebung yang ditambah gula merah dan MOL keong. Kemungkinan hal ini disebabkan faktor pengenceran MOL - MOL tersebut yang ditumbuhkan pada media selektif masih terlalu tinggi. Seri pengenceran mempengaruhi populasi mikroorganisme yang ditumbuhkan pada media. Semakin tinggi seri pengencerannya, maka akan semakin sedikit jumlah populasi mikroorganisme yang tumbuh pada media (BBSLDP 2007). Identifikasi Molekular Mikroorganisme Dominan Asal MOL Mikroorganisme dominan yang dipilih untuk diidentifikasi molekular adalah mikroorganisme yang tumbuh pada media spesifik bakteri penambat N2 berasal dari isolat MOL krokot (MK-2), bakteri pelarut fosfat berasal dari isolat MOL nasi (MN-1) dan cendawan selulolitik berasal dari isolat MOL rebung (MR-2). Tahapan amplifikasi gen 16S rRNA pada isolat MK-2 dan MN-1 menghasilkan panjang pita sekitar 1500 bp dan amplifikasi kombinasi primer ITS-1 dan ITS-4 pada MR-2 menghasilkan panjang pita sekitar 700 bp. Hasil sekuen nukleotida ketiga isolat ini dibandingkan dengan spesies pembanding di
19 GenBank yang terdapat di European Molecular Biology Laboratory – The European Biooinformatics Institute (EMBL-EBI) situs http://www.ebi.ac.uk menggunakan program FASTA. Perangkat ini merupakan perangkat lunak pencarian similaritas database nukleotida atau protein untuk memutuskan apakah ada kemiripan urutan antara dua sekuen yang kemudian disimpulkan dalam homologi (Miftakhunnafisah 2010). Berdasarkan hasil sekuen nukleoida gen 16S rRNA yang disejajarkan dengan strain bakteri pembanding menunjukkan bahwa isolat MK-2 memiliki kemiripan sekuen dengan Bulkhoderia sp. A14 homologi 99.1% dan isolat MN-2 memiliki kemiripan sekuen dengan Ochrobactrum sp. CU1A pada tingkat homologi 97.5% (Tabel 8). Pensejajaran sekuen nukelotida isolat MR-2 dengan strain fungi pembandingnya menunjukkan persentase kemiripan 99.3% dengan Pseudallescheria apiosperma A1S4-D41 (Tabel 9). Persentase kemiripan atau tingkat homologi pada isolat MK-2 dan MR-2 sebesar 99.1% dan 99.3% menunjukkan jika kedua isolat ini bukan merupakan spesies yang baru atau dengan kata lain isolat MK-2 adalah spesies yang sama dengan Bulkhoderia sp. A14 dan isolat MR-2 adalah spesies yang sama dengan Pseudallescheria apiosperma A1S4-D41. Isolat MN-1 kemungkinan adalah spesies yang baru tetapi masuk dalam genus Ochrobactrum karena tingkat homologinya dengan Ochrobactrum sp. sebesar 97.5%. Menurut Drancourt et al. (2000) dan Narutaki et al. (2002) homologi bakteri dan cendawan ≥ 99% mengindikasikan bahwa isolat dianggap sebagai spesies yang sama dengan pembandingnya, homologi ≥ 97% dapat dinyatakan bahwa isolat yang dibandingkan berada pada genus yang sama dan homologi antara 89 - 93% menunjukkan famili yang berbeda. Tetapi hal ini perlu ditelusuri lagi melalui analisis filogenetik dengan melihat percabangan yang dibentuk oleh isolat melalui pengamatan posisi yang ditempati diantara spesies-spesies yang lain atau spesies pembandingnya. Tabel 8 Penelusuran sekuen 16S rRNA isolat MK-2 dan MN-1 dengan spesies pembanding pada program FASTA Isolat
Spesies pembanding
Strain
MK-2
Bulkhoderia sp. Bulkhoderia vietnamiensis Burkholderia sp. Burkholderia sp. Burkhloderia sp. Ochrobactrum sp Ochrobactrum anthropi Ochrobactrum anthropi Ochrobactrum sp. Ochrobactrum sp.
A14 M6 ESR92 SR2-07 A45 CU1A CCUG 1838 CCUG 44770 IARI-TY-4 PAM-3
MN-1
Homologi (%) 99.1 99.0 99.1 99.0 99.0 97.5 97.5 97.5 97.5 97.5
Nomor aksesi KF788000 FJ769143 EF602563 KF891406 KF78825 JQ518360 AM114409 AM114410 JX081314 JN713902
Keterangan: MK = isolat dari MOL krokot, MN = isolat dari MOL nasi, ESR = Early-StageResearcher, Wegeningan Univeristy, CCUG = Culture Collection University of Goteborg, IARI = Indian Agricutural Research Institute
20 Tabel 9 Penelusuran nukleotida isolat MR-2 dengan spesies pembanding pada program FASTA Isolat
Spesies pembanding
Strain
Homol ogi (%)
Nomor aksesi
MR-2
Pseudallescheria apiosperma Scedosporium apiosperma Pseudallescheria apiospermum Scedosporium apiosperma Scedosporium apiosperma
A1S4-D41 PWQ2352 EXTON E17B IFM 55398 IFM 55505
99.3 99.1 98.9 98.9 98.9
KJ780747 KP132636 KF417734 AB489073 AB567754
Keterangan: MR = MOL rebung, PWQ = Centre National de Reference Mycoses Invasives et Antifongiques, IFM = Research Center for Pathogenic Fungi and Microbial Toxiccoses, Chiba Univeristy
Konstruksi pohon filogenetik sekuen isolat MK-2, MN-1 dan MR-2 dilakukan pada piranti lunak MEGA 6 dengan metode Neighbor Joining (NJ). Pohon filogenetik merupakan grafik yang digunakan untuk menggambarkan hubungan kekerabatan antartaksa yang terdiri atas sejumlah nodus dan cabang dengan hanya satu cabang yang menghubungkan dua nodus paling berdekatan. Pengujiannya dilakukan dengan uji statistik metode bootstrap sebanyak 1 000 kali ulangan untuk meningkatkan nilai kepercayaan (Hidayat & Pancoro 2008). Nilai bootstrap ini menunjukkan kestabilan pengelompokan pohon filogenetik, semakin tinggi nilai bootstrapping semakin stabil pengelompokan pohon filogenetik (Holmes 2003). Hasilnya menunjukkan bahwa isolat MK-2, MN-1 dan MR-2 merupakan isolat yang terletak pada satu kluster yang sama dengan strain pembandingnya. Sementara taksa outgroup adalah spesies yang masih berkerabat dengan isolat MK-2, MN-1 dan MR-2 namun hubungannya tidak dekat seperti spesies yang dalam ingroup. Tujuan adanya outgroup ini dibutuhkan untuk mengenali karakter primitif dari isolat MK-2, MN-1 dan MR-2 sehinga pohon filogenetiknya dapat terbentuk (Gambar 2 dan Gambar 3). Isolat MK-2 sudah diketahui merupakan spesies dari genus Bulkhoderia. Genus Bulkhoderia merupakan genus yang penting dalam aplikasi pertanian karena mampu melakukan penambatan N2, melarutkan fosfat dan memacu pertumbuhan tanaman. Beberapa spesies Burkholderia juga berpotensi sebagai biological control dan bioremediasi (Salles et al. 2004). Hasil inokulasi bakteri Burkholderia sp. pada biji kacang tunggak mampu meningkatkan biomassa nodul, akar dan tunas, biji dan kandungan nitrogen serta fosfor. Pada umumnya, bakteri ini mengkolonisasi daerah perakaran tanaman seperti pada tanaman jagung, gandum, padi dan rumput-rumputan sehingga terhindari dari patogen penyebab penyakit (Linu et al. 2009). Indeks pelarutan fosfat Burkholderia sp. pada media Pikovskaya juga lebih tinggi dibandingkan dengan Bacillus subtilis dan Pseudomonas aeruginosa (Tombe 2012). Begitupun dengan isolat MN-1 yang mempunyai kemiripan dengan genus Ochrobactrum yang tergolong dalam bakteri dengan aktivitas proteolitik yang tinggi. Aktivitas proteolitik artinya bakteri mampu memproduksi enzim protease ekstraseluler yaitu enzim pemecah protein yang diproduksi di dalam sel kemudian dilepaskan keluar dari sel. Habitat bakteri ini hidup pada daerah permukaan air tanaman (rhizoplane), jaringan tanaman dan air. Selain itu juga mampu mendegradasi glyphosate (Bathe et al. 2005).
21 Isolat MR-2 pada Gambar 3 mempunyai hubungan kekerabatan dengan Pseudallescheria apiosperma atau Scedosporium apiospermum. P.apiosperma adalah golongan cendawan yang masih diperdebatkan dalam pembagian taksonomi cendawan karena P. apiosperma dianggap merupakan teleomorph dari S. apiospermum. S. apiospermum diketahui merupakan cendawan penyebab infeksi pada manusia dan hewan yang bisa diisolasi dari tanah pertanian, taman bermain perkotaan, tanah yang terkontaminasi dan kawasan industri (Elad 2011; Neji et al. 2013).
Bukholderia vietnamiensis M6 Isolat MK-2 Bukholderia sp. A14 100 Bukholderia sp. ESR92 0
Kluster I
Bukholderia sp.SR2-07 Bukholderia sp. A45 55
67
100 0
Isolat MN-1 Ochrobactrum sp. CU1A Ochrobactrum sp. PAM-3 Ochrobactrum anthropi CCUG Kluster II 44770 Ochrobactrum anthropic CCUG 1838 Ochrobactrum sp. IARI-TY-4
Streptomyces sp. Bacillus subtilis TUB-10
Outgroup I Outgroup II
0.02 Gambar 3 Pohon filogenetik berdasarkan sekuen 16S rRNA yang menunjukkan hubungan kekerabatan antara isolat MK-2 dan MN-1 dengan spesies pembanding pada analisis neighbor-joining dan uji bootstrap (1000 replicates) menggunakan model maximum composite likelihood dalam software MEGA 6
22
47
Scedosporium apiosperma IFM 55505
48
Scedosporium apiosperma CNRMA7.1028
61
Pseudallescheria apiosperma EXTON E17B
100 59
Pseudallescheria apiosperma A1S4-D41 Scedosporium apiosperma PWQ 2352 Isolat MR-2 Azotobacter sp. DCU26
Bacillus subtilis TU-B-10.
Outgroup I Outgroup II
0.05
Gambar 4 Pohon filogenetik berdasarkan sekuen nukleotida yang menunjukkan hubungan kekerabatan antara isolat MR-2 dengan spesies pembanding pada analisis neighbor-joining dan uji bootstrap (1000 replicates) menggunakan model maximum composite likelihood dalam software MEGA 6
Kuantifikasi Pembuatan MOL Hasil skoring terhadap kualitas MOL yang dibuat petani mendapatkan nilai skoring paling tinggi yaitu MOL krokot, MOL nasi dan MOL rebung yang bahan bakunya dicampur dengan molase dan air cucian beras. Kuantifikasi pembuatan dan perbaikan kualitas ke-3 MOL ini, menghasilkan jumlah populasi yang berbeda antara MOL yang diperkaya mikroorganisme berguna dengan MOL yang tidak diperkaya mikroorganisme berguna dihitung pada hari ke-3 dan ke-30 setelah pengayaan mikroorganisme berguna. Populasi mikroorganisme berguna yang ada dalam semua MOL yang diperkaya mikroorganisme berguna pada hari ke-3 setelah pengayaan jumlahnya lebih banyak dibandingkan dengan MOL tanpa diperkaya mikroorganisme berguna namun pada pengamatan hari ke-30 setelah pengayaan, populasi mikroorganisme berguna dalam MOL diperkaya mikroorganisme berguna mengalami fluktuasi (Tabel 10). Populasi mikroorganisme baik dalam MOL yang tidak diperkaya maupun MOL yang diperkaya mengalami penurunan jumlah pada hari ke-30 pengamatan setelah waktu pengayaan kecuali bakteri yang ditumbuhkan pada nitrogen free media mengalami peningkatan jumlah populasi bahkan dibandingkan dengan populasi total mikroorganisme yang ditumbuhkan pada media nutrient agar. Hal ini bisa disebabkan karena media yang digunakan untuk menghitung populasi adalah media spesifik yang tidak semua mikroorganisme bisa tumbuh. Media nutrient agar walaupun telah dinyatakan sebagai media untuk menghitung populasi total bakteri namun setiap mikroorganisme mempunyai kebutuhan yang spesifik terhadap unsur hara sehingga tidak semua bakteri bisa tumbuh dalam media nutrient agar (Chikere & Udochukwu 2014). Populasi mikroorganisme pada MOL yang diperkaya mikroorganisme berguna lebih tinggi dibandingkan dengan MOL tanpa diperkaya mikroorganisme berguna pada pengamatan hari ke-3 setelah pengayaan pada
23 semua media selektif pertumbuhan mikroorganisme. Hal ini menunjukkan bahwa ada interaksi positif antara mikroorganisme lokal yang sudah ada sebelumnya di dalam MOL dengan mikroorganisme yang ditambahkan ke dalam MOL yang ditandai dengan meningkatnya kepadatan populasi. Asosiasi terjadi dalam memanfaatkan unsur hara dalam MOL untuk melakukan perubahan kimia senyawa kompleks menjadi senyawa sederhana (Madigan et al. 2003; Alexander 2011). Sebaliknya, pada pengamatan hari ke-30 setelah pengayaan populasi mikroorganisme khususnya pada jumlah populasi total mikroorganisme, bakteri pelarut fosfat dan mikroorganisme selulolitik baik dalam MOL yang diperkaya maupun MOL yang tanpa diperkarya mengalami penurunan jumlah populasi bila dibandingkan dengan populasi pada hari ke-3 setelah pengayaan. Terjadinya penurunan populasi ini disebabkan oleh berkurangnya sumber karbon sebagai sumber makanan mikroorganisme dalam MOL sehingga mulai terjadi kompetisi mikroorganisme dalam memperebutkan sumber karbon yang mulai terbatas (Alexander 2011). Mikroorganisme sudah memasuki fase statis yaitu fase dimana mikroorganisme tidak lagi melakukan pembelahan sel. Salah satu faktornya adalah karena unsur hara sebagai sumber energi sudah habis (Purwoko 2009). Tabel
10
Populasi mikroorganisme antara MOL tanpa diperkaya mikroorganisme berguna dengan MOL diperkaya mikroorganisme berguna pada inkubasi hari ke-3 dan ke-30 setelah pengayaan pada media spesifik
Media
Nutrient Agar Nitrogen free media Bromtymol blue media Pikovskaya Carboximethyl cellulose
Inkubasi (hari) 3 30 -------------------- x 104 spk ml-1----------------------Mk Mk+m Mk Mk+m 163 000 203 000 14 000 18 000 14 000 36 300 56 000 6 800 0.3 1.5 2 0.1 5.1 7.4 29.9 2.2 22 36 1.2 3.4
Nutrient Agar Nitrogen free media Bromtymol blue media Pikovskaya Carboximethyl cellulose
Mn 178 000 16 400 0.7 4.2 23
Mn+m 208 000 32 900 3 5.5 55
Mn 62 600 82 200 0.2 1.9 4.7
Mn+m 18 400 13 800 0.2 2.2 6.4
Nutrient Agar Nitrogen free media Bromtymol blue media Pikovskaya Carboximethyl cellulose
Mr 157 000 13 100 0.6 3.3 23
Mr+m 213 000 27 400 0.3 6.5 57
Mr 31 200 27 400 1.1 4.2 10.6
Mr+m 72 600 66 500 1.4 4.2 6.5
Keterangan: spk = satuan pembentuk koloni, Mk=MOL krokot, Mk+m= MOL krokot+mikroorganisme berguna, Mn = MOL nasi, Mn+m = MOL nasi + mikroorganisme berguna, Mr = MOL rebung, Mr+m = MOL rebung+mikroorganisme berguna
24 Pengaruh Perbaikan Kualitas MOL terhadap Pertumbuhan dan Produksi Padi dengan Metode Penanaman SRI Organik Pertumbuhan vegetatif
60
Tinggi tanaman (cm)
Tinggi tanaman (cm)
Hasil penghitungan dan analisis statistik pertumbuhan vegetatif, peubah tinggi tanaman pada 21, 35, 49 dan 63 hst menunjukkan bahwa aplikasi MOL diperkaya mikroorganisme secara statistik tidak berbeda nyata dengan perlakuan tanpa MOL dan MOL tanpa diperkaya mikroorganisme berguna. Kecenderunganya adalah nilai tinggi tanaman lebih tinggi pada perlakuan semua MOL yang diperkaya mikroorganisme berguna (Gambar 4).
40 20 0 21 Tanpa MOL
35 49 Umur tanaman (hst) MOL krokot
63
60 40 20 0 21
35
49
63
Umur tanaman (hst) Tanpa MOL
MOL krokot+mikrob
MOL nasi
MOL nasi + mikrob
B Tinggi tanaman (cm)
A 60 40 20 0
Tanpa MOL
21
35 49 Umur tanaman (hst)
MOL rebung
63
MOL rebung + mikrob
C Gambar 5 Perbandingan tinggi tanaman perlakuan tanpa MOL, MOL krokot dan MOL krokot diperkaya mikroorganisme berguna (A), tanpa MOL, MOL nasi dan MOL nasi diperkaya mikroorganisme berguna (B), tanpa MOL, MOL rebung dan MOL rebung diperkaya mikroorganisme berguna (C) Nilai pertumbuhan tinggi tanaman pada perlakuan MOL diperkaya mikroorganisme walaupun secara statistik tidak berbeda nyata namun nilainya lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan MOL diduga karena adanya penambahan bakteri penambat N2 kedalam MOL diperkaya mikroorganisme berguna. Bakteri Azotobacter dan Azospirillum yang ditambahkan ke dalam MOL mampu menambat N2 dari udara untuk membantu pertumbuhan tanaman. Menurut Hindersah dan Simarmata (2004) inokulasi Azotobacter dan Azospirillum melalui kemampuannya menambat N2 dari udara, dan
25 memproduksi fitohormon dapat mendukung pertumbuhan tanaman. Selain itu, keberadaan bakteri pelarut fosfat dalam MOL diperkaya mikroorganisme berguna juga menjadi salah satu pendukung pertumbuhan tanaman karena ketersediaan P-organik bagi tanaman sangat tergantung pada aktivitas bakteri pelarut fosfat dalam memineralisasinya (Keneni et al. 2010). Mekanisme pelarutan fosfat secara kimia merupakan mekanisme pelarutan fosfat utama yang dilakukan oleh mikroorganisme. Mikroorganisme mengekskresikan sejumlah asam organik berbobot molekul rendah seperti oksalat, suksinat, tartrat, sitrat, laktat. Selanjutnya asam-asam organik ini akan bereaksi dengan bahan pengikat fosfat seperti Al3+, Fe3+,Ca2+, atau Mg2+ membentuk khelat organik yang stabil sehingga mampu membebaskan ion fosfat terikat dan oleh karena itu dapat diserap oleh tanaman (Rao 1994; Parani & Saha 2012). Hasil pengamatan terhadap jumlah anakan juga menunjukkan hasil yang berbeda nyata antara perlakuan tanpa pemberian MOL dengan perlakuan MOL dan MOL diperkaya mikroorganisme berguna namun tidak berbeda nyata antara perlakuan MOL dan MOL diperkaya mikroorganisme berguna (Tabel 11). Tabel 11 Pengaruh pemberian MOL dan MOL diperkaya mikroorganisme berguna terhadap jumlah anakan Perlakuan Jumlah anakan (hst) 21 35 49 63 Tanpa MOL 9a 18a 27a 25a MOL krokot 10ab 20a 28ab 33b MOL krokot + mikroorganisme berguna 11b 26bc 38b 34bc b bc b MOL nasi 11 25 38 41c MOL nasi + mikroorganisme berguna 12b 26bc 39b 40c b b b MOL rebung 12 24 33 39bc MOL rebung + mikroorganisme berguna 11ab 27c 38b 42c Keterangan: Angka-angka pada kolom yang sama diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf 0.05 uji Least Significant Difference (LSD).
Jumlah anakan pada perlakuan MOL diperkaya mikroorganisme berguna mempunyai jumlah anakan lebih banyak dibandingkan tanpa MOL dan MOL tanpa diperkaya mikroorganisme berguna karena jumlah anakan sangat dipengaruhi oleh ketersediaan unsur hara N dan P di dalam tanah. Penambahan mikroorganisme berguna dalam MOL diperkirakan telah membantu pasokan N bagi peningkatan jumlah anakan yang optimal, meskipun jumlah anakan yang tumbuh tersebut tidak semuanya menghasilkan malai (Nareswari 2008; Uphoff et al. 2008). MOL yang ditambah mikroorganisme berguna bekerja lebih baik dalam kondisi tanah yang aerobik. Kondisi seperti ini mendukung bertambahnya populasi mikroorganisme tanah yang dapat membantu tersedianya unsur hara bagi pertumbuhan tanaman (Anas et al. 2011). Selain itu, teknik SRI memberikan suasana yang kondusif terhadap pertumbuhan anakan, karena pengelolaan tanah yang tidak tergenang selama fase pertumbuhan vegetatif (Tsajimoto et al. 2009).
26
MOL krokot
MOL nasi
MOL rebung
Tanpa MOL
MOL krokot + mikroorganisme berguna
MOL nasi + MOL reebung + mikroorganisme mikroorganisme berguna berguna
Gambar 6 Pengaruh pemberian MOL dan MOL diperkaya mikroorganisme berguna terhadap pertumbuhan tanaman padi metode SRI organik Komponen produksi Perlakuan pemberian MOL pada metode penanaman SRI mampu meningkatkan jumlah anakan, bobot basah dan bobot kering 1 000 butir gabah dibandingkan dengan tanpa pemberian MOL (Tabel 12). Hasil pengamatan dan analisis statistik terhadap jumlah anakan produktif menunjukkan bahwa jumlah anakan pada perlakuan pengayaan mikroorganisme berguna pada MOL krokot dan MOL nasi berpengaruh nyata terhadap MOL yang tidak diperkaya mikroorganisme berguna. MOL rebung yang diperkaya mikroorganisme berguna tidak berbeda nyata dengan MOL rebung tanpa diperkaya mikroorganisme berguna. Semua perlakuan MOL berpengaruh nyata bila dibandingkan dengan perlakuan tanpa pemberian MOL. Hal ini memperlihatkan bahwa pemberian MOL pada tanaman telah mampu meningkatkan jumlah anakan produktif khususnya pemberian MOL diperkaya mikroorganisme berguna kecenderungannya dapat meningkatkan jumlah anakan produktif. Pemberian MOL juga berpengaruh nyata terhadap peningkatan bobot basah dan bobot kering 1 000 butir gabah bila dibandingkan dengan perlakuan tanpa pemberian MOL. Perlakuan antara MOL dan MOL diperkaya mikroorganisme
27 berguna tidak berbeda nyata, hal ini diduga karena hasil pengujian kualitas biologi MOL, didalam MOL sudah terdapat mikroorganisme berguna yaitu bakteri penambat N2, bakteri pelarut fosfat dan mikroorganisme selulolitik. Mikroorganisme ini telah diketahui mempunyai kemampuan dalam menyediakan unsur hara dan mengandung hormon pertumbuhan yang dibutuhkan tanaman (Rao 1994; Parani & Saha 2012; Romero 2014). Mikroorganisme ini juga mampu bekerja dengan baik dalam meningkatkan pertumbuhan dan produksi tanaman karena didukung oleh sistem budidaya SRI. Hasil penelitian Narasweri et al (2009) menuliskan bahwa sistem SRI mampu meningkatkan populasi mikroorganisme tanah. Tabel 12 Pengaruh perlakuan MOL dan MOL diperkaya mikroorganisme berguna terhadap jumlah anakan produktif, bobot basah dan bobot kering 1 000 butir gabah Perlakuan
Tanpa MOL MOL krokot MOL krokot + mikroorganisme berguna MOL nasi MOL nasi + mikroorganisme berguna MOL rebung MOL rebung + mikroorganisme berguna
Jumlah anakan produktif (batang rumpun-1) 15.5a 19b 23.5c
Bobot basah Bobot kering 1 000 butir 1 000 butir -------------(g)----------28.2a 25.1a b 30.7 27.3b b 31.3 27.2b
21bc 27d
30.6b 31.9b
26.9ab 27.5b
22.5c 24.5c
31.4b 31.2b
27.4b 27.8b
Keterangan: Angka-angka pada kolom yang sama diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf 0.05 uji Least Significant Difference (LSD).
Pemberian MOL dan MOL diperkaya mikroorganisme berguna pada budidaya SRI organik juga berpengaruh nyata pada peningkatan gabah total dan penurunan nilai gabah hampa dibandingkan dengan tanpa MOL. Pengaruh tidak nyata dihasilkan antara perlakuan pemberian MOL dan MOL diperkaya mikroorganisme berguna. Kecenderungannya adalah persentase gabah hampa MOL yang diperkaya mikroorganisme berguna lebih rendah dibandingkan dengan MOL yang tidak diperkaya mikroorganisme berguna. MOL rebung yang diperkaya mikroorganisme berguna mampu meningkatkan persentase gabah total lebih tinggi 55% bila dibandingkan dengan tanpa penggunaan MOL dan 13% lebih tinggi bila dibandingkan dengan pemberian MOL rebung yang tidak diperkaya mikroorganisme berguna (Tabel 13). Peningkatan persentase gabah total dan penurunan gabah hampa pada MOL diperkaya mikroorganisme berguna diduga karena pengaruh bahan baku MOL misalnya pada MOL rebung, rebung mengandung hormon giberalin yang bekerjasama dengan hormon auksin dalam menentukan pemanjangan batang, pembungaan dan perkembangan biji (Choudhury et al. 2012; Sonar et al. 2015). Selain itu juga, peran bekerjanya mikroorganisme berguna yang diperkaya ke dalam MOL. Bakteri penambat N2, bakteri pelarut P dan T. harzianum yang ada
28 dalam MOL diketahui dapat memacu pertumbuhan tanaman melalui mekanisme produksi hormon dan enzim agar unsur hara tersedia bagi tanaman (Romero 2014). Penyerapan unsur hara oleh tanaman juga menjadi lebih optimal karena dalam praktik SRI, jarak tanam 25 cm x 25 cm dan tanam satu bibit per lubang mengurangi kompetisi antara tanaman dalam memanfaatkan air, cahaya matahari dan unsur hara. Akhirnya, tanaman akan mempunyai kemampuan optimal dalam melakukan fotosintesis dan mengakumulasikannya dalam bentuk pati yang tersimpan dalam bulir bernas padi (Sumardi 2010; Chapagaini et al. 2011). Tabel 13
Pengaruh perlakuan MOL dan MOL diperkaya mikroorganisme berguna terhadap jumlah dan persentase gabah total dan gabah hampa
Perlakuan
Tanpa MOL MOL krokot MOL krokot + mikroorganisme MOL nasi MOL nasi + mikroorganisme MOL rebung MOL rebung +mikroorganisme
Jumlah gabah Persentase total gabah total (gabah malai-1) (%)
Jumlah gabah Persentase hampa gabah hampa (gabah) (%)
95a 125.7ab 137b
100 132 144
27.5a 27.2a 21.2a
28.9 21.6 15.5
124ab 126.7ab
130 132
29.7a 24.7a
23.9 19.6
142.5b 148.5b
149 155
29.5a 20.5a
20.7 13.8
Keterangan: Angka-angka pada kolom yang sama diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf 0.05 uji Least Significant Difference (LSD)
Hasil penelitian ini juga menunjukkan bahwa ada kecenderungan gabah kering panen dan gabah kering giling pada perlakuan MOL yang diperkaya mikroorganisme berguna mendapatkan hasil yang lebih tinggi dibandingkan MOL yang tidak diperkaya mikroorganisme berguna dan tanpa pemberian MOL walaupun secara statistik tidak ada perbedaan nyata antara perlakuan MOL dan MOL diperkaya mikroorganisme berguna. Selisih hasil gabah kering giling MOL krokot yang diperkaya mikroorganisme berguna dengan MOL krokot yaitu 2.23 ton ha-1. Begitupun juga antara MOL nasi yang diperkaya mikroorganisme berguna dengan MOL nasi yaitu 2.12 ton ha-1. Perbaikan kualitas berupa pengayaan mikroorganisme berguna pada MOL rebung juga menunjukkan selisih hasil panen 1.55 ton ha-1 dengan MOL rebung tanpa pengayaan mikroorganisme berguna (Tabel 14). Perbaikan kualitas MOL berupa pengayaan bakteri Azotobacter sp., Azospirillum sp., bakteri pelarut fosfat dan cendawan T. harzianum pada jangka panjang diperkirakan akan berpengaruh positif dalam meningkatkan hasil panen padi metode penanaman SRI organik. Inokulasi Azotobacter sp. dan Azospirillum sp. melalui kemampuannya menambat N2 dari udara, dan memproduksi fitohormon dapat mendukung pertumbuhan dan produksi tanaman (Chookietwattana & Maneewan 2012). Begitupun dengan bakteri pelarut fosfat
29 dan T. harzianum juga merupakan mikroorganisme selain mampu memacu pertumbuhan tanaman (plant growth promoter) juga merupakan agens pengendali hayati (Figueiredo et al. 2010; Ha 2011). Bakteri pelarut fosfat mampu menghasilkan siderofor yang bisa menyembunyikan unsur besi di lingkungan rizosfer agar tidak tersedia bagi perkembangan mikroorganisme patogen tanaman seperti Phythium parasitica, Fusarium oxysproum (Husein 2007; Ali & Vindhale 2013). Trichoderma sp. bersifat patogen baik bagi mikroorganisme penyebab penyakit tanaman maupun hama karena mengandung enzim kitinase yang mampu mengurai dinding sel dan menutupi koloni cendawan atau hama serangga (Ha 2011). Mikroorganisme – mikroorganisme ini bekerja dengan efektif juga karena didukung oleh metode SRI. Bila dibandingkan dengan metode konvensional, metode SRI cenderung meningkatkan azotobacter dan mikroorganisme pelarut fosfat (Nareswari 2009; Anas et al. 2011). Tabel 14
Pengaruh perlakuan tanpa MOL, MOL dan MOL diperkaya mikroorganisme berguna terhadap gabah kering panen dan gabah kering giling
Perlakuan
Tanpa MOL MOL krokot MOL krokot + mikroorganisme MOL nasi MOL nasi + mikroorganisme MOL rebung MOL rebung + mikroorganisme
Gabah kering Gabah kering panen giling -----------(ton ha-1)--------6.6a 6.0a 7.6ab 6.9a bc 9.4 9.1b 8.5b 7.6ab c 10.4 9.7b 9.3bc 8.6b c 10.7 10.2b
Keterangan: Angka-angka pada kolom yang sama diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf 0.05 uji Least Significant Difference (LSD).
Analisis Usahatani Pengaruh Perlakuan Pemberian MOL Hasil analisis usahatani terhadap pengaruh pemberian perlakuan tanpa MOL, MOL dan MOL diperkaya mikroorganisme berguna untuk mengetahui kelayakan usahatani pada penanaman padi metode SRI organik. Perhitungan biaya didasarkan pada harga benih padi varietas Ciherang, pembuatan MOL dan pengayaan MOL dengan mikroorganisme berguna, tenaga kerja dan sewa lahan. Perhitungan penerimaan berdasarkan jumlah gabah kering panen (ton ha-1) dikalikan dengan harga gabah kering panen pada September 2015 yakni Rp 4,400 kg-1. Berdasarkan hasil analisis R/C ratio pada Tabel 15 menunjukkan bahwa semua perlakuan layak dikembangkan dalam usahatani tanaman padi metode SRI organik karena R/C ratio semua perlakuan lebih besar dari 1. Menurut Firdaus (2008) apabila R/C ratio melebihi dari 1 maka perlakuan usahatani menguntungkan. Perlakuan pemberian MOL rebung menunjukkan R/C ratio paling tinggi yaitu 5.39, yang lebih besar dari 1, artinya apabila perlakuan
30 pemberikan MOL rebung diterapkan akan mampu menghasilkan penerimaan sebesar Rp 5,- dengan modal Rp 1,-. Perlakuan MOL rebung + mikroorganisme R/C ratio adalah sebesar 4.88 artinya perlakuan MOL rebung + mikroorganisme akan diperoleh Rp 4,- dengan modal Rp 1,- sedangkan perlakuan tanpa pemberian MOL nilai R/C ratio adalah sebesar 3.55 artinya penerimaan sebesar Rp 3,- dengan modal Rp 1,-. Tabel 15 Analisis usahatani (ha-1) perlakuan SRI organik dengan MOL untuk tanaman padi varietas Ciherang Perlakuan
Penerimaan
Tanpa MOL
--------------(Rp)----------------29 260 000 6 430 000 22 260 000
3.55
33 660 000 41 580 000
6 435 450 8 051 000
27 224 550 33 529 000
4.23 4.16
37 400 000 45 980 000
6 435 450 8 051 000
30 964 550 37 929 000
4.81 4.71
41 140 000 47 300 000
6 435 450 8 051 000
34 704 550 39 249 000
5.39 4.88
MOL krokot MOL krokot + mikroorganisme MOL nasi MOL nasi + mikroorganisme MOL rebung MOL rebung + mikroorganisme
Biaya
Pendapatan
R/C ratio
Perbandingan Usahatani Padi Konvensional dan SRI Organik Perbandingan analisa usahatani penanaman padi varietas Ciherang antara praktik konvensional menggunakan pupuk anorganik dan SRI organik pada lokasi penelitian yaitu di desa Ciasihan, Pamijahan, Bogor (Tabel 16). Nilai-nilai yang tertera pada tabel merupakan nilai rata-rata untuk penerimaan hasil panen gabah kering panen dari 4 orang petani yang sudah dikonversi ke dalam ton-ha atau yang umum ada di lokasi penelitian untuk sistem konvensional sedangkan nilai yang tertera pada SRI organik merupakan nilai rata-rata untuk penerimaan hasil gabah kering panen dan hasil konversi dari hasil penelitian. Penggunaan MOL yang telah diperkaya mikroorganisme berguna pada metode penanaman SRI organik bisa memberikan peningkatan pendapatan 387% bila dibandingkan dengan praktik penanaman konvensional. Analisis R/C ratio juga menghasilkan nilai metode SRI organik lebih tinggi yaitu 3.13 bila dibandingkan nilai R/C ratio pada metode konvensional 1.78. Artinya, penerapan metode konvensional mampu menghasilkan penerimaan sebesar Rp 1,- dengan modal Rp 1,- sedangkan penerapan SRI organik menggunakan kompos dan MOL diperkaya mikroorganisme berguna mampu menghasilkan penerimaan sebesar Rp 3 dengan modal Rp 1.-. Apabila R/C ratio melebihi dari 1 maka usahatani layak dikembangkan, R/C ratio sama dengan 1 artinya usahatani impas dan apabila R/C ratio kurang dari 1 artinya usahatani tidak layak dikembangkan (Soekarwati 2002). Jika
31 demikian, penerapan usahatani baik pada metode konvensional maupun SRI organik layak terus dikembangkan dalam praktik budidaya padi, namun potensi usahatani yang keuntungannya lebih tinggi adalah menerapkan metode SRI. Tabel 16 Perbandingan perkiraan pendapatan usahatani antara metode konvensional dan SRI organik untuk satu musim tanam
A. Penerimaan: - Produksi - Harga B. Biaya - Benih Ciherang - Pupuk - Pestisida - Tenaga kerja - Sewa lahan - Sewa traktor - Panen C. Pendapatan (A – B)
Konvensional 17 600 000 -1 4 ton ha Rp 4 400 kg-1 9 880 000 30 kg x 180 000 Rp 6 000 kg-1 Urea, TSP, 2 000 000 KCl 1 000 000 700 000 5 000 000 500 000 500 000 7 720 000
SRI organik 44 000 000 -1 10 ton ha Rp 4 400 kg-1 14 051 000 5 kg x 30 000 Rp 6 000 kg-1 Kompos dan 6 621 000 MOL 1 400 000 5 000 000 500 000 500 000 29 949 000
Keterangan: Praktik konvensional diperoleh dari sumber data primer sedangkan SRI organik dari hasil penelitian. Harga sesuai dengan kondisi di lokasi penelitian
32 5 SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan Kualitas MOL yang digunakan oleh petani dalam budidaya SRI saat ini sangat beragam baik dari sifat kimia, fisik maupun biologinya. Pembuatan MOL secara kuantitatif diperlukan agar kualitas MOL bisa lebih terjamin. Pengayaan mikroorganisme berguna ke dalam MOL mampu meningkatkan kualitas MOL dan pertumbuhan serta produksi tanaman padi. Pertumbuhan vegetatif pada MOL yang diperkaya mikroorganisme berguna lebih tinggi bila dibandingkan dengan tanpa pemberian MOL dan MOL tanpa diperkaya mikroorganisme berguna. Komponen panen perlakuan MOL diperkaya mikroorganisme berguna juga hasilnya lebih tinggi dibandingkan tanpa pemberian MOL dan MOL tanpa diperkaya mikroorganisme berguna. Gabah kering panen yang dihasilkan MOL rebung bambu lebih tinggi 61% dibandingkan tanpa pemberian MOL dan 14% dibandingkan dengan MOL rebung tanpa diperkaya mikroorganisme berguna. Saran Uji lapang pada penelitian ini hanya memfokuskan pada pengujian MOL yang dibuat ulang oleh peneliti secara kuantitatif dan tidak membandingkan hasil uji lapang dengan MOL yang dibuat oleh petani, sehingga perlu dikaji lebih lanjut perbandingan antara MOL yang dibuat petani dengan hasil kuantifikasi dan MOL diperkaya mikroorganisme berguna. Selain itu, perlu dikaji juga perbandingan antara MOL dan MOL diperkaya mikroorganisme berguna pada praktik SRI organik, SRI semiorganik dan SRI anorganik.
33 DAFTAR PUSTAKA Agustira R, Lubis KS, Jamilah. 2013. Kajian karakteristik kimia air, fisika air dan debit sungai pada kawasan DAS Padang akibat pembuangan limbah tapioka. J Agroekol. 1(3): 615-625. Anas I, Rupela OP, Thiyagarajan TM, Uphoff N. 2011. A review of studies on SRI effects on beneficial organisms in rice soil rhizosphere. J Paddy Water Environ. 9(1):534. Alexander M. 2011. Microbial communities and interactions: a prelude. Di dalam: Manual of Environmental Microbiology. Washington DC (USA): ASM Pr. Ali SS, Vindhale NN. 2013. Bacteria siderophore and their application: a review. J Int Microbiol App Scie. 2(12):303-312 [BBPTP] Balai Besar Penelitian Tanaman Padi. 2010. Deskripsi Varietas Padi. Subang (ID): BBPTP. [BBSDLP] Balai Besar Sumber Daya Lahan Pertanian. 2007. Metode Analisis Biologi Tanah. Bogor (ID): BBSDLP. Bathe S, Achouak W, Hartmann A, Heulin T, Schloter. 2006. Genetic and phenotypic microdiversity of Ochrobactrum spp. J Europ Microbiol Soc. 56: 272-280. Chapagain T, Resiman A, Yamaji E. 2011. Assessment of system of rice intensification (SRI) and conventional practices under organic and inorganic management in Japan. J Rice Sci. 18(4): 311-320. Chikere CB, Udochukwu U. 2014. Effect of growth media and incubation time on the culturability of soil bacteria. J Phar Biol Sci. 9(2): 6-9. Chookietwattana K, Maneewan K. 2012. Screening of efficient halotolerant phosphate solubilizing bacterium and its effect of promoting plant growth under saline conditions. J World App Sci. 16(8): 1110-1117. Choudhury D, Jatindra K, Sahu, Sharma GD. 2012. Biochemistry of bitterness in bamboo shoots. J Sci Tech. 6(2): 105-111. Coronel LM, Joson LM. 1986. Isolation, screening and characterization of cellulose utilizing bacteria. J Philip Sci. 2:223-226. Drancourt M, Bollet C, Carlioz A, Martelin R, Gayral JP, Raoult D. 2000. 16S ribosomal DNA sequence analysis of a large collection of environmental and clinical unidentifiable bacterial isolats. J Clin Microbiol. 38(10):36233630. Dwijoseputro D. 2010. Dasar–dasar Mikrobiologi. Jakarta (ID): Djambatan. Effendi H. 2003. Telaah Kualitas Air Bagi Pengelolaan Sumber Daya dan Lingkungan Perairan. Yogyakarta (ID): Kanisius Elad D. 2011. Infection caused by fungi of the Scedosporium /Pseudallescheria complex in veterinary spesies. J Veterinary. 187(1): 33-41. Ezejindu DN, Okafor IA. 2014. Phytochemical studies on Portulaca oleracea (purslane) plant. J Biol Agric Health Sci. 3(1):132-136. Figueiredo MVB, Seldin L, Araujo FF, Mariano RLM. 2010. Plant Growth Promoting Rhizobacteri: Fundamentals and Applications. Maheshawari DK, editor. Berlin (DE): Springer-Verlag. Firdaus M. 2008. Manajemen Agribisnis. Jakarta (ID): Bumi Aksara.
34 Gunawan R, Anas I, Hazra F. 2010. Produksi masal inokulum Azotobacter, Azospirillum dan bakteri pelarut fosfat dengan menggunakan media alternatif. J Tanah Lingk. 12(1): 25-30. Ha TN. 2011. Using Trichoderma sp for biological control of plant pathogens. J ISSASS. 16(1):17-21. Hankyu C. 2010. Natural Farming. Korea (KR): CGNF Company Hasanabadi, Tahere. 2010. Response of barley root characters to co-inoculation with Azospirillum lipoferum and Pseudomonas flouresence under different levels of Nitrogen. J Agri Environ Sci. 9(2): 156 – 162. Hidayat T, Pancoro A. 2008. Kajian filogenetika molekuler dan peranannya menyediakan informasi dasar untuk meningkatkan sumber genetic anggrek. J Agrobiogen. 4(1):35-40. Hindersah R, Simarmata T. 2004. Potensi rizobakteri Azotobacter dalam meningkatkan kesehatan tanah. J Nature Indones. 5(2): 127-133. Holmes, S. 2003. Bootstrapping phylogenetic trees: theory and methods. J Stat Sci. 18(2):241-255. Husein E. 2007. Bakteri siderofor. Di dalam: Saraswati R, Husein E, Simanungkalit RDM, editor. Metode Analisis Biologi Tanah. Bogor (ID): Balai Besar Litbang Sumberdaya Lahan Pertanian. Iqbal A. 2008. Pertumbuhan Mikroorganisme. Malang (ID): Universitas Negeri Malang. Juanda, Irfan, Nurdiana. 2011. Pengaruh metode dan lama fermentasi terhadap mutu MOL. J Floratek. 6(1): 140 – 143. Keneni A, Assefa F, Prabu PC. 2010. Isolation of posphate solubilizing bacteria from the rhizosphere of faba bean of Ethiopia and their abilities on solubilizing insoluble phosphates. J Agri Sci Tech. 12(4): 79-89 Lamont BB, Groom PK. 2013. Seed as a source carbon, nitrogen and phosphorus for seedling establishment in temperate regions. J Plant Sci. 4(1): 30-40. Linu MS, Stephen J, Jisha MS. 2009. Phosphate solubilizing Gluconacetobacter sp., Burkholderia sp., and their potential interaction with cowpea (Vigna unguiculata (L.) Walp.). J Int Agri Res. 4(2): 79-87. Lynd LR, Weimer PJ, Zyl WH, Pretorius IS. 2002. Microbial cellulose utilization: fundamentals and biotechnology. J Microbiol mol biol. 3(1): 506-577. Madigan MT, Martinko JM, Parker J. 2003. Brock Biology of Microorganisms. 10th ed. United States of America (US): Pearson Education International. Manurung T, Dewi YS, Lekatompessy BJ. 2012. Efektifitas biji kelor (Moringa oleifera) pada pengolahan air sumur tercemar limbak domestik. J Limit. 8 (1): 37-46. Miftakhunnafisah W. 2010. Pengenalan NCBI dan EMBL-EBI untuk Analisis DNA, Protein dan Senyawa Kimia. Malang (ID): Universitas Brawijaya. Miller SA, David M, Ikedal, Weinert E, Kim CS. 2013. Natural Farming: fermented plant juice. J Trop Agri Human Res. 2(1): 1-7 Mohamed AI, Hussein AS. 1994. Chemical composition of purslane (Portulaca oleracea). J Plant Foods Human Nutr. 2(5): 1-9. Nareswari D, Widyastuti R, Iswandi A. 2009. Populasi mikroorganisme fungsional pada budidaya SRI (System of Rice Intensification). J Tanah Ling. 9(2):57-62.
35 Narutaki S, Takatori K, Nishimura H, Terashima H, Sasaki T. 2002. Identification of fungi based on the nucleotide sequence homology of their internal transcribed spacer 1 (ITS 1) region. J Pharm Sci Technol. 56(2):90-98. Neidhart FC, Ingraham JL, Schaechter M. 1990. Physiology of The Bacterial Cell: A Molecular Approach. Amerika Serikat (US): Sinauer Associates Inc. Neji S, Ines H, Houaida T, Malek M, Fatma C, Hayet S. 2013. Externa otitis caused by the Graphium stage of Pseudallescheria apiosperma. J Medical Mycolog Case. 2(1): 113-115. Nguyen MT. 2006. The effect of temperature on the growth of the bacteria. J Saint Martin Univer Biol. 1: 87-94. NOSC (Nagrak Organik SRI Center). 2013. Panduan Pelatihan SRI Organik. Sukabumi (ID): Nagrak Organik Center. Novita E. 2001. Optimasi proses koagulasi flokulasi pada limbah cair yang mengandung melanoidin. J Ilmu Dasar. 2(1): 61-67. Okon Y, Albercth SL, Burris RH. 1977. Methods for growing Spirillum lipofereum for counting it in pure cultures and association with plants. Appl Environ Microbiol. 33(1): 85-88. Parani K, Saha BK. 2012. Prospects of using phosphate solubilizing Pseudomonas as biofertilizer. J European Biol Sci. 4(2): 40-44. Purwantana B. 2011. Kajian input energi pada budidaya padi metode system of rice intensification. J Agritech. 31(1): 1-8. Purwasasmita M, Kunia K. 2009. Mikroorganisme lokal sebagai pemicu siklus kehidupan dalam bioreaktor tanaman. Seminar Nasional Teknik Kimia Indonesia-SNTKI. Bandung Purwoko T. 2009. Fisiologi Mikroorganisme. Jakarta (ID): Bumi Aksara Rao S. 1982. Biofertilizer in Agriculture. New Delhi (IN): Oxford and IBH Publising Co. Rao NSS. 1994. Mikroorganisme Tanah dan Pertumbuhan Tanaman. Jakarta (ID): UI Pr. Romero ES. 2014. Microbial fertilizers for increasing and sustaining rice production on organik area and area under conversion. J Int Sci Tech Res. 3(8): 349-354. Retno S. 2009. Kajian pemanfaatan pupuk organik cair mikroorganisme lokal (MOL) dalam priming, umur bibit dan peningkatan daya hasil tanaman padi (Oryza sativa L.) (Uji coba penerapan system of rice intensification (SRI)) [Tesis]. Surakarta (ID): Universitas Sebelas Maret. Salles JF, Veen JA, Elsas JD. 2004. Multivariate analyses of Burkholderia spesies in soil: effect of crop and land use history. J Environ Microbiol. 70 (7): 4012-4020. Sato S, Yamaji E, Kuroda T. 2011. Strategies and engineering adaptios to disseminate SRI methods in large-scale irrigation system in Eastern Indonesia. J Paddy Water Environ. 9(1): 79-88. Sarwadi, Ardian P. 2014. Pengaruh konsentrasi arang ampas tebu terhadap daya serabnya pada limbah cair kelapa sawit. J Fisika Unand. 3(3): 128-134.
36 Setiawati MR, Suryatmana P, Hindersah R, Fitriatin BN, Herdiyantoro D. 2014. Karakterisasi isolat bakteri pelarut fosfat untuk meningkatkan ketersedian P pada media kultur cair tanaman jagung (Zea mays L.). J Hayati. 16(1): 38 – 4 Soekarwati. 2002. Analisis Usahatani. Jakarta (ID): UI Pr. Sonar NR, Vijayendra SVN, Prakash M, Saikia M, Tamang JP, Halami P. 2015. Nutritional and functional profile of traditional fermented bamboo shoot based products from Arunachal Pradesh and Manipur states of India. J Int Food Res. 22(2): 788-797 Suhastyo AA. 2011. Studi mikrobiologi dan sifat kimia mikroorganisme lokal (MOL) yang digunakan pada budidaya padi metode SRI (System of Rice Intensification) [Tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Sumardi. 2010. Produktivitas padi sawah pada kepadatan populasi berbeda. JIPI 12(1): 49-54. Tombe OM. 2012. Pemanfaatan bakteri pelarut fosfat dalam menyediakan fosfat bagi pertumbuhan dan produksi tanaman sawit sendok [Tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Tsajimoto Y, Horie T, Randriamihary H, Shiraiwa T, Homma K. 2009. Soil management: the key fields utilizing the system of rice intensification (SRI) in the central high land of Madagaskar. J Agri System. 100(2): 6171. Uddin MK, Juraimi AS, Hossain MS, Nahar MAU. 2013. Purslane weed (Portulaca oleracea): a prospective plant source of nutrition, omega-3 fatty acid and antioxidant attributes. J Sci World. 4(2): 36-44 Uphoff N. 2007. Farmer innovations improving the system of rice intensification (SRI). J Tanah Ling. 9(2): 45-56. Uphoff N, Kassam A, Stoop W. 2008. A critical assessment of desk study crop production system: the example of the ‘system of rice intennsification’ versus ‘best management practice’. J Field Crops Res. 108: 109-114. Wayayoka A, Sooma MA, Abdana K, Mohammeda U. 2014. Impact of mulch on weed infestation in system of rice intensification (SRI) farming. J Agri Sci Proc. 2(1): 353-360.
37
LAMPIRAN
38 Lampiran 1 Hasil analisis sekuen dari isolat MK-2, dan MN-1 pada program FASTA Sekuen bakteri isolat MK-2 CATGCAGTCGAACGGCAGCACGGGTGCTTGCACCTGGTGGCGAGTGG CGAACGGGTGAGTAATACATCGGAACATGTCCTGTAGTGGGGGATAG CCCGGCGAAAGCCGGATTAATACCGCATACGATCCATGGATGAAAGC GGGGGACCTTCGGGCCTCGCGCTATAGGGTTGGCCGATGGCTGATTA GCTAGTTGGTGGGGTAAAGGCCTACCAAGGCGACGATCAGTAGCTGG TCTGAGAGGACGACCAGCCACACTGGGACTGAGACACGGCCCAGAC TCCTACGGGAGGCAGCAGTGGGGAATTTTGGACAATGGGCGAAAGC CTGATCCAGCAATGCCGCGTGTGTGAAGAAGGCCTTCGGGTTGTAAA GCACTTTTGTCCGGAAAGAAATCCTTGGCTCTAATACAGTCGGGGGA TGACGGTACCGGAAGAATAAGCACCGGCTAACTACGTGCCAGCAGCC GCGGTAATACGTAGGGTGCGAGCGTTAATCGGAATTACTGGGCGTAA AGCGTGCGCAGGCGGTTTGCTAAGACCGATGTGAAATCCCCGGGCTC AACCTGGGAACTGCATTGGTGACTGGCAGGCTAGAGTATGGCAGAGG GGGGTAGAATTCCACGTGTAGCAGTGAAATGCGTAGAGATGTGGAG GAATACCGATGGCGAAGGCAGCCCCCTGGGCCAATACTGACGCTCAT GCACGAAAGCGTGGGGAGCAAACAGGATTAGATACCCTGGGTAGTC CACGCCCTAAACGATGTCAACTAGTTGTTGGGGATTCATTTCCTTAGT AACGAAGCTAACGCGTGAAGTTGACCGCCTGGGGGAGACCGGTCGC AAGATTAAAACTCAAAGGGAATT Asal bakteri yang mirip dengan isolat MK-2 yaitu: Nama organisme : Burkholderia sp. A14 Strain : A14 Pengirim : Yu Y Tanggal koleksi : 31 Oktober 2013 Alamat pengirim : Life Science, Nanjing Agricultural University Weigang 1, Xuanwu District, Nanjing, Jiangsu 210095. China
39 Sekuen bakteri isolat MN-1 TGCAAGTCGAGCGGGCCCTTCGGGGTCAGCGGCAGACGGGTGAGTA ACGCGTGGGAACGTACCATTTGCTACGGAATAACTCAGGGAAACTTG TGCTAATACCGTATGAGCCCCCCTTTAAAATTTCAGGAATCATAAAAT GCCCTGGCATTTTATGGGGGGGAAAGATTTATCGGCAAATGATCGGC CCGCGTTGGATTAGCTAGTTGGTGGGGTAAAGGCCTACCAAGGCGAC GATCCATAGCTGGTCTGAGAGGATGATCAGCCACACTGGGACTGAGA CACGGCCCAGACTCCTACGGGAGGCAGCAGTGGGGAATATTGGACA ATGGGCGCAAGCCTGATCCAGCCATGCCGCGTGAGTGATGAAGGCCC TAGGGTTGTAAAGCTCTTTCACCGGTGAAGATAATGACGGTAACCGG AGAAGAAGCCCCGGCTAACTTCGTGCCGCAGCCGCGGTAATACGAAG GGGGCTAGCGTTGTTCGGATTTACTGGGCGTAAAGCGCACGTAGGCG GGCTAATAAGTCAGGGGTGAAATCCCGGGGCTCAACCCCGGAACTGC CTTTGATACTGTTAGTCTTGAGTATGGTAGAGGTGAGTGGAATTCCGA GTGTAGAGGTGAAATTCGTAGATATTCGGAGGAACACCAGTGGCGAA GGCGGCTCACTGGACCATTACTGACGCTGAGGTGCGAAAGCGTGGGG AGCAGACAGGATTAGATACCCTGGTACTCCACGCCGTCAACGATGAA TGTTAACCGTTGGGGAGTTTACTCTTCCGTGGCGCAGCTAACGCATTA AACATTCCGCCTGGCGAGTACGTCGCAAGATTAAACTCAAGGAATTG ACGGGGCCCGCCAAGCGGTGGAGATGTGGTTATTCGAGCACGCGCAA ACTTACAGCCTTGAATCCGATCCGGTTAGGGAGACCTATCTTCAGTCG GCTGATCGAGACAGAGCTCATGCTGCGTCACTCGGCCTGAGTGTTGG TTAGTCCGCACTAGGAACCTCGCCTTATTCCACATCAGTGGGATCTAA GGGCTGCGGGATACCGAAGGAAGTGGGAGACTCAGTCTCAGGCCTA CGGTGGCTACACGGCACATGAGGGACTGGC Asal bakteri yang mirip dengan isolat MN-1 yaitu: Nama organisme : Ochrobactrum sp. Strain : CC1A Pengirim : Ds J., Sarkar P Tanggal pengiriman : 26 Januari 2012 Alamat pengirim : Polymer Science and Technology, University of Calculta, 92 A.P.C Road, Kolkata, West Bengal 700009, India
40 Lampiran 2 Hasil analisis sekuen ITS-1 dan ITS-4 dari isolat cendawan selulolitik (MR-2) pada program FASTA Sekuen cendawan isolat MR-2 GNNGGACTTCGAGTACTACTCCAACCCATTGTGACCTTACCTATGTTC TGTTGCCTCGGCGGCGTCGGTCAGCGCCCCTCTGAAAAGAGGACGAC GCCCCTCCCGCCGGCAGCACCAAACTCTTGAATTTTACAGCGGATCA CAGTTCTGATTTGAAAAACAAAAAACAAGTTAAAACTTTCAACAACG GATCTCTTGGTTCTGGCATCGATGAAGAACGCAGCGAAATGCGATAA GTAATGTGAATTGCAGAATTCAGTGAATCATCGAATCTTTGAACGCA CATTGCGCCCGGCAGTAATCTGCCGGGCATGCCTGTCCGAGCGTCAT TTCAACCCTCGAACCTCCGTTTCCTCAGGGAAGCCCAGGGTCGGTGTT GGGGCGCTACGGCGAGTCTTCGCGACCCCCGTAGGCCCTGAAATACA GTGGCGGTCCCGCCGCGGTTGCCTTCTGCGTAGTAAGTCTCTTTTGCA AGCTCGCATTGGGTCCCGGCGGAGGCCTGCCGTCAAACCACCTAACA ACTCCAGATGGTTTGACCTCGGATCAGGTAGGGTTACCCGCTGAACT TAAGCATATCAATAAGNCGGAGGAA Asal cendawan yang mirip dengan isolat MR-2 yaitu: Nama organisme : Scedosporium boydii Strain : RKI 222.98 Negara : Austria Pengirim : Rainer J., de Hoog G.S. Tanggal pengiriman : 05-JAN-2005 Alamat pengirim :Inst. of Microbiology, Leopold Franzens University Innsbruck, Technikerstr. 25, Innsbruck 6020, Austria
Lampiran 3 Sifat kimia tanah sawah penelitian Jenis analisis pH C organik (%) N total (%) P (ppm) K (me/100g) Ca (me/100g) Mg (me/100g) Na (me/100g) KTK (me/100g) KB (%) Al (me/100g) Fe (ppm) Cu (ppm) Zn (ppm)
Nilai 4.1 3.59 0.7 255.35 0.36 12.2 3.67 0.25 28.35 58.13 Tr 76.6 1.2 9.05
41 Lampiran 4 Sifat kimia kompos yang digunakan dalam penelitian Jenis analisis C organik (%) C/N ratio N total (%) P (ppm) K (me/100g) Ca (me/100g) Mg (me/100g) Fe (ppm) Cu (ppm) Zn (ppm) Mn (ppm) S (%)
Nilai 2.31 5.5 0.42 0.1 1.03 0.45 0.2 5.27 19.82 65.55 34.34 0.5
Lampiran 5 Deskripsi Padi Varietas Ciherang (BBPTP 2010) Deskripsi Nama Varietas Kelompok Nomor Seleksi Asal Persilangan Golongan Umur Tanaman Bentuk Tanaman Tinggi Tanaman Anakan Produktif Warna Daun Posisi Daun Bentuk Gabah Warna Gabah Kerontokan Kerebahan Tekstur Nasi Kadar Amilosa Bobot 1000 butir Rata-Rata Produksi Potensi Hasil Ketahanan Terhadap Hama Ketahanan Terhadap Penyakit Pemulia Dilepas Tahun
Penjelasan Ciherang : Padi : VUB S3383-1D-PN-41-3-1 : IR : 18349-53-1-3-1-3/2*IR19661-131-3-1//4*IR64 Cere : 116 : -125 hari Tegak : 107-115 : cm 14-17 : batang Hijau : Tegak : Panjang : ramping Kuning : bersih Sedang : Sedang : Pulen : 23 : % 27-28 : g 6.0 : t/ha 8.5 : t/ha Tahan : terhadap wereng coklat biotipe 2 dan 3 Tahan : terhadap bakteri hawar daun (HDB) strain III dan IV Tarjat : T, Z. A. Simanullang, E. Sumadi, dan Aan A. Daradjat 2000 :
42 Lampiran 6 Rekapitulasi sidik ragam perlakuan MOL dan MOL diperkaya mikroorganisme berguna terhadap tinggi tanaman umur 21 hst Sumber Keragaman Perlakuan Galat Total
Derajat Bebas 6 21 27
Jumlah Kuadrat 129.42 374.28 503.70
Kuadrat Tengah 21.57 17.82
F Hitung 1.21tn
Ftabel (0.05) 2.57
Ftabel (0.01) 3.81
Lampiran 7 Rekapitulasi sidik ragam perlakuan MOL dan MOL diperkaya mikroorganisme berguna terhadap tinggi tanaman umur 35 hst Sumber Keragaman Perlakuan Galat Total
Derajat Bebas 6 21 27
Jumlah Kuadrat 161.44 382.71 544.15
Kuadrat Tengah 26.91 18.22
F Ftabel Ftabel Hitung (0.05) (0.01) 1.48tn 2.57 3.81
Lampiran 8 Rekapitulasi sidik ragam perlakuan MOL dan MOL diperkaya mikroorganisme berguna terhadap tinggi tanaman umur 49 hst Sumber Keragaman Perlakuan Galat Total
Derajat Bebas 6 21 27
Jumlah Kuadrat F Hitung Ftabel Kuadrat Tengah (0.05) 458.08 76.35 4.29** 2.57 373.69 17.79 831.77
Ftabel (0.01) 3.81
Lampiran 9 Rekapitulasi sidik ragam perlakuan MOL dan MOL diperkaya mikroorganisme berguna terhadap tinggi tanaman umur 63 hst Sumber Keragaman Perlakuan Galat Total
Derajat Bebas 6 21 27
Jumlah Kuadrat Kuadrat Tengah 245.80 41.0 376.80 17.9 622.60
F Hitung 2.28tn
Ftabel (0.05) 2.57
Ftabel (0.01) 3.81
43 Lampiran 10 Rekapitulasi sidik ragam perlakuan MOL dan MOL diperkaya mikroorganisme berguna terhadap jumlah anakan umur 21 hst Sumber Keragaman Perlakuan Galat Total
Derajat Bebas 6 21 27
Jumlah Kuadrat F Hitung Ftabel Ftabel Kuadrat Tengah (0.05) (0.01) tn 26.85 4.47 1.64 2.57 3.81 57.25 2.72 84.10
Lampiran 11 Rekapitulasi sidik ragam perlakuan MOL dan MOL diperkaya mikroorganisme berguna terhadap jumlah anakan umur 35 hst Sumber Keragaman Perlakuan Galat Total
Derajat Bebas 6 21 27
Jumlah Kuadrat 272.43 96.50 368.43
Kuadrat Tengah 45.49 4.60
F Hitung 9.89**
Ftabel (0.05) 2.57
Ftabel (0.01) 3.81
Lampiran 12 Rekapitulasi sidik ragam perlakuan MOL dan MOL diperkaya mikroorganisme berguna terhadap jumlah anakan umur 49 hst Sumber Keragaman Perlakuan Galat Total
Derajat Bebas 6 21 27
Jumlah Kuadrat 631.21 335.50 966.71
Kuadrat Tengah 105.20 15.98
F Ftabel Ftabel Hitung (0.05) (0.01) 6.58** 2.57 3.81
Lampiran 13 Rekapitulasi sidik ragam perlakuan MOL dan MOL diperkaya mikroorganisme berguna terhadap jumlah anakan umur 63 hst Sumber Keragaman Perlakuan Galat Total
Derajat Bebas 6 21 27
Jumlah Kuadrat 799.50 404.50 1204.00
Kuadrat Tengah 133.25 19.26
F Hitung 6.92**
Ftabel (0.05) 2.57
Ftabel (0.01) 3.81
44 Lampiran 14 Rekapitulasi sidik ragam perlakuan MOL dan MOL diperkaya mikroorganisme berguna terhadap jumlah anakan produktif Sumber Keragaman Perlakuan Galat Total
Derajat Bebas 6 21 27
Jumlah Kuadrat 343.43 114.00 457.43
Kuadrat F Hitung Tengah 57.24 10.544** 5.43
Ftabel (0.05) 2.57
Ftabel (0.01) 3.81
Lampiran 15 Rekapitulasi sidik ragam perlakuan MOL dan MOL diperkaya mikroorganisme berguna terhadap gabah isi Sumber Keragaman Perlakuan Galat Total
Derajat Bebas 6 21 27
Jumlah Kuadrat 8983.4 15117.3 24100.7
Kuadrat F Tengah Hitung 1497.2 2.079tn 719.9
Ftabel (0.05) 2.57
Ftabel (0.01) 3.81
Lampiran 16 Rekapitulasi sidik ragam perlakuan MOL dan MOL diperkaya mikroorganisme berguna terhadap gabah hampa Sumber Keragaman Perlakuan Galat Total
Derajat Bebas 6 21 27
Jumlah Kuadrat 338.71 1314.00 1652.71
Kuadrat F Hitung Ftabel Tengah (0.05) tn 56.45 0.902 2.57 62.57
Ftabel (0.01) 3.81
Lampiran 17 Rekapitulasi sidik ragam perlakuan MOL dan MOL diperkaya mikroorganisme terhadap berat basah 1000 butir Sumber Keragaman Perlakuan Galat Total
Derajat Bebas 6 21 27
Jumlah Kuadrat 35.88 30.84 66.72
Kuadrat Tengah 5.98 1.47
F Hitung 4.07**
Ftabel (0.05) 2.57
Ftabel (0.01) 3.81
Lampiran 18 Rekapitulasi sidik ragam perlakuan MOL dan MOL diperkaya mikroorganisme berguna terhadap berat kering 1000 butir Sumber Keragaman Perlakuan Galat Total
Derajat Bebas 6 21 27
Jumlah Kuadrat 20.95 30.26 51.21
Kuadrat Tengah 3.49 1.44
F Hitung 2.42tn
Ftabel (0.05) 2.57
Ftabel (0.01) 3.81
45 Lampiran 19 Rekapitulasi sidik ragam perlakuan MOL dan MOL diperkaya mikroorganisme berguna terhadap berat basah ubinan Sumber Keragaman Perlakuan Galat Total
Derajat Bebas 6 21 27
Jumlah Kuadrat 523171 304600 827771
Kuadrat Tengah 87195 4505
F Ftabel Hitung (0.05) 6.011** 2.57
Ftabel (0.01) 3.81
Lampiran 20 Rekapitulasi sidik ragam perlakuan MOL dan MOL diperkaya mikroorganisme berguna terhadap berat kering ubinan Sumber Keragaman Perlakuan Galat Total
Derajat Bebas 6 21 27
Jumlah Kuadrat 565936 295875 861811
Kuadrat Tengah 94323 14089
F Ftabel Ftabel Hitung (0.05) (0.01) 6.695** 2.57 3.81
46 RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Makale pada tanggal 4 November 1976 sebagai anak pertama dari pasangan Herman Londa dan Maria Bangapadang. Pendidikan sarjana ditempuh di Program Studi Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian Universitas Hasanuddin, lulus pada tahun 2000. Pada tahun 2012, penulis diterima di Program Studi Bioteknologi Tanah dan Lingkungan pada Program Pascasarjana IPB. Penulis pernah bekerja di Yayasan Bina Desa Sadajiwa, Jakarta, sebuah lembaga yang memfokuskan pada peningkatan sumber daya insani pedesaan. Bidang yang menjadi tanggungjawab penulis adalah pengembangan pertanian dan pemberdayaan perempuan pedesaan.